AKTIVITAS TINGKAH LAKU HARIAN LUTUNG MERAH JANTAN (Presbytis rubicunda) PADA SIANG HARI DI PENANGKARAN SKRIPSI ADHI IRAWAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "AKTIVITAS TINGKAH LAKU HARIAN LUTUNG MERAH JANTAN (Presbytis rubicunda) PADA SIANG HARI DI PENANGKARAN SKRIPSI ADHI IRAWAN"

Transkripsi

1 AKTIVITAS TINGKAH LAKU HARIAN LUTUNG MERAH JANTAN (Presbytis rubicunda) PADA SIANG HARI DI PENANGKARAN SKRIPSI ADHI IRAWAN DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 RINGKASAN Adhi Irawan. D Aktivitas Tingkah Laku Harian Lutung Merah Jantan (Presbytis rubicunda) pada Siang Hari di Penangkaran. Skripsi. Mayor Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. PembimbingUtama : Ir. Hotnida. C.H. Siregar, M.Si PembimbingAnggota : Dr. Wartika Rosa Farida Lutung merah (Presbytis rubicunda) merupakan satwa liar yang termasuk dalam kelompok Old World Monkey. Populasi lutung merah saat ini mengalami penurunan dan dikuatirkan akan menjadi langka dan akhirnya punah. Penangkaran merupakan salah satu upaya secara ex situ untuk mempertahankan populasinya tetap. Informasi mengenai perilaku lutung merah di penangkaran sangat terbatas. Penggalian informasi perilaku lutung merah penting untuk manajemen pemeliharaan di penangkaran. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan mempelajari aktivitas tingkah laku harian dan pemilihan pakan pada lutung merah pada siang hari di penangkaran. Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus - September 2010 di Penangkaran Mamalia, Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi LIPI, Cibinong. Materi yang digunakan adalah satu ekor lutung merah jantan berumur tiga tahun lebih. Peubah yang diamati yaitu aktivitas harian lutung (makan, minum, defekasi, urinasi, lokomosi, grooming, vokalisasi dan istirahat) dan pemilihan jenis pakan. Jenis pakan yang diberikan terdiri atas delapan jenis, yaitu daun bunga kupu-kupu (Bauhinia purpurea), daun beringin (Ficus benjamina), sawi putih (Brassica rapa ssp. pekinensis), kacang panjang (Vigna sinensis), pisang siam (Musa paradisiaca), apel malang (Malusdomestica), jambu biji (Psidium guajava) dan ubi jalar (Ipomoea batatas). Pengamatan dilakukan mulai pukul sampai dengan pukul WIB. Setiap periode pengamatan dibagi lagi dengan interval waktu selama 15 menit. Pengambilan data menggunakan metode one zero sampling. Nilai satu diberikan bila ada aktivitas yang dilakukan dan nol bila tidak ada aktivitas. Data dianalisis secara deskriptif. Aktivitas pemilihan pakan lutung merah di penangkaran memperlihatkan sifat selektif terhadap pakan yang diberikan. Urutan pemilihan pakan berdasarkan jenis pakan berturut-turut adalah daun beringin, ubi jalar, pisang siam, apel malang, jambu biji, sawi putih, daun bunga kupu-kupu dan kacang panjang. Aktivitas istirahat (32,13%) mendominasi seluruh kegiatan lutung merah kemudian disusul aktivitas grooming (29,77%), lokomosi (13,36%), vokalisasi (12,66%), makan (8,36%), urinasi (2,17%), defekasi (1,11%) dan minum (0,43%). Kata kunci : Presbytis rubicunda, tingkah laku, penangkaran

3 ABSTRACT Daily Behaviour Activity of Male Maroon Leaf Monkey (Presbytis rubicunda) During The Day in Captivity A. Irawan, H. C. H. Siregar, and W. R. Farida Maroon leaf monkey (Presbytis rubicunda) is one species of old world monkey group. This species will be entirely disappeared due to reduction in its population. Captive breeding program (ex situ) is one method to conserve the species. Information about maroon leaf monkey is still limited, however maroon leaf monkey behaviour could give a lot of information about feeding, drinking, grooming, locomotion, urination, defecation, vocalization and resting which is useful for keeping them in captivity. The study of daily behaviour of male maroon leaf monkey and feed preference in captivity was conducted at Research Centre for Biology LIPI, Cibinong. This study used one male maroon leaf monkey aged three years old. The observation was started from a.m until p.m with 15 minutes interval time. Type of diets were orchid-tree leaf (Bauhinia purpurea), weeping fig leaf (Ficus Benjamina), napa cabbage (Brassica rapa ssp. pekinensis), long bean (Vigna sinensis), bananas (Musa paradisiaca), rome beauty apple (Malus domestica), guava (Psidium guajava) and sweet potatoes (Ipomoea batatas). Variables measured were daily behaviour activity (feeding, drinking, urination, defecation, locomotion, grooming, vocalization and resting) and feed selection. The data were collected using one zero sampling method and analyzed using descriptive analysis. The most activity in captivity were resting (32.13%) followed by grooming (29.77%), locomotion (13.36%), vocalization (12.66%), feeding (8.36%), urination (2.17%), defecation (1.11%) and drinking (0.43%). Maroon leaf monkey preferred to eat weeping fig leaf, sweet potatoes, bananas, rome beauty apple, guava, napa cabbage, orchid-tree leaf and long bean respectively. Keywords : Presbytis rubicunda, behaviour, captivity

4 AKTIVITAS TINGKAH LAKU HARIAN LUTUNG MERAH JANTAN (Presbytis rubicunda) PADA SIANG HARI DI PENANGKARAN ADHI IRAWAN D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

5 Judul Skripsi : Aktivitas Tingkah Laku Harian Lutung Merah Jantan (Presbytis rubicunda) pada Siang Hari di Penangkaran Nama : Adhi Irawan NIM : D Menyetujui: Pembimbing Utama Pembimbing Anggota Ir. Hotnida C. H. Siregar, M.Si Dr. Wartika Rosa Farida NIP NIP Mengetahui: Ketua Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan IPB Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc NIP Tanggal Sidang : 22 Agustus 2011 Tanggal Lulus :

6 RIWAYAT HIDUP Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Alm. F.X. Gunarsa Irianta dan Ibu Susilowati. Penulis dilahirkan di Semarang, Jawa Tengah, pada tanggal 21 Januari Pendidikan Penulis diawali dari Taman Kanak-kanak Taman Putra Semarang pada tahun 1992, kemudian dilanjutkan ke Sekolah Dasar Negeri Perumnas Banyumanik IX Semarang pada tahun Tahun 1999, Penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 21 Semarang kemudian menempuh pendidikan Sekolah Menengah Atas Negeri 5 Semarang pada tahun Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor, Mayor Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada tahun Selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif berorganisasi di Himpunan Mahasiswa Produksi Peternakan (Himaproter), Organisasi Mahasiswa Daerah Asal Semarang (OMDA Patra Atlas Semarang), dan Tim Pendamping Asisten Mata Kuliah Agama Katholik, Institut Pertanian Bogor.

7 KATA PENGANTAR Rasa syukur Penulis panjatkan ke hadirat Tuhan YME atas berkat, rahmat, dan karunia-nya, sehingga skripsi yang berjudul Aktivitas Tingkah Laku Harian Lutung Merah Jantan (Presbytis rubicunda) pada Siang Hari di Penangkaran dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini ditulis berdasarkan hasil penelitian di Penangkaran Mamalia, Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesian, Cibinong, Bogor yang dimulai dari bulan Agustus sampai dengan bulan September Populasi lutung merah sebagai satwa liar keberadaannya di alam berstatus least concern, yang berarti populasi lutung merah mengalami penurunan dan dikuatirkan akan punah apabila tidak dilakukan perlindungan dan pelestarian. Penangkaran merupakan salah satu cara dalam menyelamatkan populasi lutung merah sebagai satwa liar dari kepunahan. Informasi mengenai aktivitas tingkah laku harian dan pemilihan pakan lutung merah di penangkaran masih sangat terbatas. Hasil penelitian ini dapat menjadi referensi dalam menentukan teknik dan manajemen penangkaran lutung merah. Aktivitas harian lutung merah merupakan upaya pemenuhan kebutuhan hidup pokok, produksi dan reproduksi, kesehatan dan kesejahteraan satwa. Pemilihan pakan juga menjadi faktor penentu dalam membuat teknik dan manajemen penangkaran yang baik untuk lutung merah karena hal ini menunjukkan preferensi lutung merah terhadap jenis pakan. Skripsi ini masih jauh dari sempurna. Penulis berharap informasi mengenai tingkah laku dan pemilihan pakan ini dapat digunakan sebagai acuan dasar bagi para peneliti dan penangkar. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Amin.

8 DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN... ii ABSTRACT... iii LEMBAR PERNYATAAN... iv LEMBAR PENGESAHAN...v RIWAYAT HIDUP... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL...x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii PENDAHULUAN Latar Belakang...1 Tujuan...2 TINJAUAN PUSTAKA Satwa Primata...3 Lutung Merah (Presbytis rubicunda)...3 Klasifikasi...3 Morfologi...4 Habitat...5 Penyebaran...5 Status Konservasi...6 Tingkah Laku...6 Tingkah Laku Makan...8 Tingkah Laku Grooming...8 Tingkah Laku Lokomosi...9 Tingkah Laku Istirahat...9 Tingkah Laku Reproduksi...10 Tingkah Laku Vokalisasi...10 Pakan Lutung...11 Jenis Pakan...11 Bunga Kupu-kupu (Bauhinia purpurea)...12 Beringin (Ficusbenjamina)...13 Sawi Putih (Brassica rapa ssp. pekinensis)...13 Kacang Panjang (Vigna sinensis)...14 Pisang Siam (Musa paradisiaca)...14 Apel Malang (Malus domestica)...14 Jambu Biji (Psidium guajava)...15 Ubi Jalar (Ipomoea batatas)...15

9 Pemilihan dan Konsumsi Pakan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Hewan Kandang Peralatan Pakan Prosedur Peubah yang Diamati Analisis Data Persentase Tingkah Laku Ranking Pemilihan Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kondisi Penangkaran Kondisi Lingkungan Kondisi Kandang Aktivitas Tingkah Laku Lutung Merah Jantan Aktivitas yang Berhubungan Langsung dengan Pola Makan Lutung Aktivitas Makan Aktivitas Minum Aktivitas Urinasi Aktivitas Defekasi Aktivitas yang Mempengaruhi Pola Makan Lutung Aktivitas Lokomosi Aktivitas Grooming Aktivitas Vokalisasi Aktivitas Istirahat Pemilihan Pakan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ix

10 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Kandungan Bahan Kering dan Nutrien Pakan Lutung Merah Urutan Pemilihan Pakan pada Lutung Merah Jantan... 39

11 Nomor DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Lutung Merah (Presbytis rubicunda) Lutung Merah Jantan dalam Kandang Persentase Aktivitas Harian Lutung Merah Jantan Selama Pengamatan Aktivitas Lutung yang Berhubungan Langsung dengan Pola Makan Lutung Merah Jantan Aktivitas Makan pada Lutung Merah Aktivitas Minum pada Lutung Merah Aktivitas Urinasi dan Defekasi pada Lutung Merah Aktivitas Lutung yang Mempengaruhi Pola Makan Lutung Merah Jantan Aktivitas Lokomosi pada Lutung Merah Aktivitas Grooming pada Lutung Merah Aktivitas Vokalisasi pada Lutung Merah Aktivitas Istirahat pada Lutung Merah... 38

12 Nomor DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Data Aktivitas Lutung Merah Jantan Selama Pengamatan pada Pukul WIB Data Aktivitas Lutung Merah Jantan Selama Pengamatan pada Pukul WIB Data Aktivitas Lutung Merah Jantan Selama Pengamatan pada Pukul WIB Data Aktivitas Lutung Merah Jantan Selama Pengamatan pada Pukul WIB Data Aktivitas Lutung Merah Jantan Selama Pengamatan pada Pukul WIB Data Aktivitas Lutung Merah Jantan Selama Pengamatan pada Pukul WIB Data Aktivitas Lutung Merah Jantan Selama Pengamatan pada Pukul WIB Data Aktivitas Lutung Merah Jantan Selama Pengamatan pada Pukul WIB Data Aktivitas Lutung Merah Jantan Selama Pengamatan pada Pukul WIB Data Aktivitas Lutung Merah Jantan Selama Pengamatan pada Pukul WIB Data Aktivitas Lutung Merah Jantan Selama Pengamatan pada Pukul WIB Data Aktivitas Lutung Merah Jantan Selama Pengamatan pada Pukul WIB Rataan Aktivitas Lutung Merah Jantan Selama Pengamatan Persentase Rataan Aktivitas Lutung Merah Jantan Selama Pengamatan Urutan Pemilihan Jenis Pakan pada Lutung Merah Jantan Ranking Pemilihan Jenis Pakan pada Lutung Merah Jantan Data Suhu dan Kelembaban Selama Pengamatan... 66

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman hayati (biodiversity) baik flora maupun fauna. Kekayaan ini merupakan asset bangsa yang harus dijaga kelestariannya demi kepentingan masa depan Indonesia. Salah satu keanekaragaman fauna tersebut adalah lutung merah (Presbytis rubicunda) dari jenis primata, yang saat ini populasinya mengalami penurunan dan diperkirakan terancam punah. Sudah selayaknya bangsa Indonesia wajib mempertahankan dan menjaga populasi yang ada agar populasi lutung merah tidak punah. Kepunahan satwa liar ini pada umumnya disebabkan oleh tingkah laku manusia yang tidak bertanggung jawab. Perburuan liar dan penjualan satwa secara ilegal sangat banyak terjadi, sehingga populasi satwa tersebut semakin berkurang. Selain itu, hutan-hutan yang merupakan habitat asli dari satwa liar banyak dijadikan sebagai lahan perkebunan untuk mencukupi kebutuhan pangan manusia. Akibatnya satwa liar tersebut akan mati dan berkurang populasinya karena habitat aslinya sudah tidak ada lagi. Lutung merah adalah salah satu satwa liar yang dilindungi berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 421/Kpts/Um/8/1970, SK Menteri Kehutanan tanggal 10 Juni 1991, No. 301/Kpts-II/1991, serta Undang-undang No. 5 Tahun 1990 yang makin memperkuat perlindungan akan satwa tersebut. IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resource) menyatakan status konservasi lutung merah adalah least concern, artinya rentan terhadap gangguan dan dikuatirkan akan punah apabila tidak dilakukan perlindungan dan pelestarian habitatnya (Supriatna dan Wahyono, 2000). Metode konservasi dengan sistem penangkaran (ex situ) merupakan suatu upaya untuk mempertahankan populasi satwa liar yang mulai terancam punah. Prinsip yang harus diperhatikan dalam usaha penangkaran adalah memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan satwa untuk hidup layak dengan mengkondisikan lingkungannya seperti pada habitat alaminya, sehingga satwa tersebut dapat berproduksi dengan baik. Selain itu, keberhasilan usaha budidaya dari suatu spesies sangat didukung oleh pengetahuan pola tingkah laku hariannya yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan dan kelangsungan hidup satwa tersebut.

14 Informasi mengenai perilaku lutung merah di penangkaran masih sangat terbatas, padahal perilaku tersebut dapat memberikan gambaran dan informasi tentang cara makan, minum, grooming, lokomosi, urinasi dan istirahat. Selain itu informasi mengenai pemilihan pakan diperlukan juga untuk mengetahui preferensi pakan lutung merah guna memenuhi kebutuhan hidup pokok, produksi dan reproduksi. Seluruh informasi ini dapat membantu atau memperbaiki manajemen pemeliharaan lutung merah di penangkaran menjadi lebih baik dan efisien, sehingga satwa tersebut dapat berkembang lebih baik untuk mempertahankan populasinya dari kepunahan. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, mempelajari, dan menganalisis aktivitas perilaku harian dan aktivitas pemilihan pakan lutung merah jantan pada siang hari yang terdapat di Penangkaran Mamalia, Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi LIPI, Cibinong, guna mendukung produktivitas lutung merah. Informasi ilmiah hasil penelitian ini dapat membantu mengatasi masalah konservasi terutama dalam hal penerapan zooteknik pengelolaan lutung merah. Keberhasilan penangkaran merupakan langkah awal dalam memulai budidaya lutung merah. 2

15 TINJAUAN PUSTAKA Satwa Primata Satwa primata merupakan satu ordo tersendiri yang disebut dengan nama ordo primata yang termasuk manusia di dalamnya. Ordo primata terdiri dari dua subordo, yaitu Prosimii dan Anthropoidea. Subordo Anthropoidea terbagi menjadi New World Monkey, Old World Monkey, Apes dan manusia. Lutung termasuk ke dalam grup Old World Monkey. Ciri-ciri Old World Monkey adalah sebagai berikut : 1) mempunyai ischial pads, 2) mempunyai colon yang terbagi atas bagian ascending, transverse dan descending (adanya sigmoid flexure), dan 3) tidak mempunyai appendix (Sajuthi, 1984). Sajuthi (1984) juga menyatakan bahwa pemeliharaan satwa primata meliputi cara pemberian pakan, jenis pakan yang diberikan, minuman, pembersihan kandang, dan pemeriksaan kesehatan atau kesejahteraan satwa. Golongan Old World Monkey yang sudah dewasa memerlukan pakan yang mengandung 15% protein untuk betina bunting, dan menyusui sebesar 25% protein. Lutung merah (Presbytis rubicunda) Klasifikasi Taksonomi dari lutung merah (Presbytis rubicunda), adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Mamalia Ordo : Primata Familia : Cercopithecidae Genus : Presbytis Spesies : Presbytis rubicunda (Muller 1838)

16 Lutung merah (Presbytis rubicunda) dibagi menjadi beberapa subspesies, yaitu P. r. rubicunda, P. r. rubida, P. r. ignita, P. r. carimatae dan P. r. chrysea (Napier dan Napier, 1967). Morfologi Lutung merah memiliki bulu berwarna merah sampai jingga kemerahmerahan dengan warna pada daerah perut lebih terang daripada warna pada daerah tangan dan ujung ekor. Bobot badan jantan dewasa lutung merah berkisar antara 6,29 kg dan untuk betina dewasa berkisar antara 6,17 kg (Fleagle, 1999). Gambar 1. Lutung Merah (Presbytis rubicunda) (Sumber : Farida, 2009) Lutung merah memiliki kelenjar ludah yang besar dibandingkan dengan jenis lutung lainnya dan rahang yang dalam dengan formulasi gigi 2:1:2:3 pada kedua rahang, rahang atas dan rahang bawah. Gigi seri lutung merah kecil, akan tetapi gigi gerahamnya tajam. Spesies ini memiliki perut kelenjar yang berfungsi dalam pencernaan selulosa. Selain itu, pada perut lutung merah juga mengandung mikroba yang membantu dalam pencernaan selulosa menjadi asam lemak melalui proses fermentasi secara anaerob (Davies et al., 1988). 4

17 Habitat Habitat lutung untuk hidup terutama adalah di kawasan hutan hujan, namun lutung juga terkadang sering juga dijumpai di daerah perkebunan karet, hutan primer pegunungan, atau hutan sekunder daerah perbukitan hingga 600 m dari permukaan laut. Lutung termasuk hewan siang hari (diurnal) dan sangat aktif pada pagi dan sore hari (Supriatna et al., 1986). Satwa ini hidup di pepohonan secara bergerombol antara 9-30 ekor terdiri dari satu lutung jantan dewasa dan lutung-lutung betina yang secara komunal membesarkan anak lutung. Lutung jantan dewasa pada kelompok tersebut akan melindungi kelompok dan wilayahnya dari lutung-lutung yang lain (Nurwulan, 2002). Spesies lutung merah (Presbytis rubicunda) hidup di hutan dengan ketinggian kurang dari m di atas permukaan laut. Selain itu, lutung merah juga dapat hidup di hutan rawa (Chivers dan Burton, 1988). Lutung merah banyak ditemukan di pulau Kalimantan, propinsi Kalimantan Barat, negara Indonesia. Subspesies P. r. carimatae lebih memilih hidup di hutan rawa dan terkadang mengunjungi kebun penduduk setempat untuk mencari makan (Yanuar et al., 1993). Penyebaran Penyebaran lutung merah (Presbytis rubicunda) terdapat di Pulau Kalimantan, negara Indonesia (Kalimantan dan Pulau Karimata) dan Malaysia (Sabah dan Sarawak), dan kemungkinan juga terdapat di Brunei. Subspesies P. r. rubicunda dapat ditemukan di bagian Timur Sungai Barito dan bagian Selatan Sungai Mahakam, sebelah Tenggara Kalimantan. Subspesies P. r. rubida, banyak ditemukan di bagian Selatan Sungai Kapuas dan bagian Barat Sungai Barito. Sepanjang Sungai Kapuas bagian Utara sampai Sarawak, Malaysia, subspesies P. r. ignita banyak ditemukan. Subspesies ini kemungkinan juga dapat ditemukan di Sungai Baram, perbatasan Brunei. Subspesies P. r. chrysea tersebar dalam jumlah kecil di bagian Timur Sabah, Malaysia dekat Kinabatangan. Subspesies P. r. carimatae hanya terdapat di Pulau Karimata (Groves, 2001). Selain itu, lutung merah juga dapat ditemui di Cagar Alam Tanjung Puting dan Cagar Alam Pleihari Martapura, Kalimantan Tengah (Chivers dan Burton, 1988). 5

18 Status Konservasi Lutung merah adalah salah satu satwa liar yang dilindungi, hal ini sesuai dengan SK Menteri Pertanian No. 421/Kpts/Um/8/1970, SK Menteri Kehutanan tanggal 10 Juni 1991 No. 301/Kpts-II/1991. Status konservasi lutung merah ini terdaftar dalam Appendix II CITES (Nijman dan Meijaard, 2008). IUCN menyatakan status konservasi lutung merah adalah least concern, artinya rentan terhadap gangguan dan dikuatirkan akan punah apabila tidak dilakukan perlindungan dan pelestarian habitatnya (Supriatna dan Wahyono, 2000). Perlindungan terhadap lutung merah makin dikuatkan dengan adanya UU Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Satwa langka tersebut tidak boleh diperjualbelikan. Menurut Antara News (2007), bagi pelaku perdagangan satwa dilindungi dapat dikenakan hukuman penjara maksimum lima tahun dan denda Rp ,00 (seratus juta rupiah). Tingkah Laku Tingkah laku satwa adalah respon atau ekspresi satwa oleh adanya rangsangan atau stimulus atau agen yang mempengaruhinya. Terdapat dua macam rangsangan yaitu rangsangan dalam dan rangsangan luar. Rangsangan dalam antara lain adalah faktor fisiologis, sekresi hormon, faktor motivasi dan dorongan alat insentif sebagai akibat aktivitas. Rangsangan luar dapat berbentuk suara, pandangan, tenaga mekanis dan rangsangan kimia (Mukhtar, 1986). Sebagian besar satwa liar mempunyai berbagai aktivitas tingkah laku yang dapat dicobakan untuk suatu situasi, dengan demikian satwa belajar menerapkan salah satu aktivitas yang menghasilkan penyesuaian terbaik (Alikodra, 1990). Tingkah laku merupakan suatu aktivitas yang perlu melibatkan fungsi fisiologis. Setiap macam tingkah laku melibatkan penerimaan rangsangan melalui panca indera, perubahan rangsangan-rangsangan ini menjadi aktivitas neural, aksi integrasi susunan syaraf dan akhirnya aktivitas berbagai organ motorik, baik internal maupun eksternal. Tingkah laku yang diarahkan untuk suatu tujuan (seperti makan, minum, tidur dan seksual) terdiri dari tiga tahap yang jelas dan terjadi secara siklis. Tiga tahap tersebut yaitu tingkah laku apetitif, konsumatoris 6

19 dan refraktoris. Tahap apetitif dapat sederhana atau kompleks, sering mencakup mencari dari tingkah laku yang diubah dan yang banyak dipelajari. Tahap konsumatoris relatif cenderung untuk konsisten, memperlihatkan sedikit perbedaan dari individu yang satu terhadap individu lain dan sebagian besar dapat instingtif. Tahap refraktoris mencakup hilangnya perhatian dan berhentinya aktivitas konsumatoris, meskipun kesempatan untuk memberi respon selalu ada (Tanudimadja dan Kusumamihardja, 1985). Satwa liar mempunyai berbagai tingkah laku dan proses fisiologis untuk menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungannya. Menurut Mukhtar (1986), aktivitas tingkah laku dapat dikelompokkan ke dalam sembilan sistem tingkah laku, yaitu : (1) tingkah laku ingestive atau tingkah laku makan dan minum; (2) tingkah laku shelter seeking atau mencari perlindungan adalah kecenderungan mencari kondisi lingkungan yang optimum dan menghindari bahaya; (3) tingkah laku agonistik atau tingkah laku persaingan antara dua satwa yang sejenis, umumnya terjadi pada saat musim kawin; (4) tingkah laku seksual yang merupakan tingkah laku peminangan (courtship), kopulasi dan hal-hal lain yang berkaitan dengan hubungan satwa jantan dan betina satu jenis; (5) care giving atau epimelitic adalah pemeliharaan terhadap anak (maternal behaviour); (6) care soliciting atau et-epimelitic atau tingkah laku meminta dipelihara yang merupakan tingkah laku individu muda untuk dipelihara oleh yang dewasa; (7) tingkah laku eliminative atau tingkah laku membuang kotoran; (8) tingkah laku allelomimetik adalah tingkah laku meniru salah satu anggota kelompok untuk melakukan pekerjaan yang sama dengan beberapa tahap rangsangan dan koordinasi yang berbalas-balasan; dan (9) tingkah laku investigative atau tingkah laku memeriksa lingkungannya. Tingkah laku kehidupan primata di alam adalah hidup secara berkelompok. Menurut Jolly (1972) dalam Nurwulan (2002), ada dua alasan primata hidup berkelompok, yaitu didorong oleh adanya faktor pemangsa atau predator dan faktor pakan. Primata yang hidup berkelompok, individu anggota kelompoknya terdiri dari beberapa tingkatan umur dan jenis kelamin. 7

20 Tingkah Laku Makan Secara umum hewan mempunyai tiga cara dalam memperoleh pakan, yaitu : (1) tetap berada di tempat dan pakan datang sendiri, (2) berjalan untuk mencari makan, dan (3) menjadi parasit bagi organisme lain. Tingkah laku makan dipengaruhi oleh faktor genetik, suhu lingkungan, jenis pakan yang tersedia dan habitat (Warsono, 2002). Tingkah laku makan disebabkan oleh adanya rangsangan dari luar (pakan) dan rangsangan dari dalam (adanya kebutuhan atau rasa lapar). Tingkah laku ini berkembang sesuai dengan perkembangan dari proses belajar (Alikodra, 1990). Menurut Tomaszewska et al. (1991), tingkah laku makan, minum dan kegiatan lain yang berhubungan dengan hal tersebut digolongkan ke dalam tingkah laku ingestif. Lutung merupakan satwa primata yang bersifat folivorus (pemakan dedaunan) dan gramnivorus (pemakan biji-bijian), maka umumnya pakannya adalah dedaunan dan biji-bijian, namun pencernaannya yang sangat panjang memungkinkannya untuk memakan buah-buahan, kuncup-kuncup daun muda dan pada kondisi tertentu memakan telur-telur burung. Tajuk hutan secara vertikal di daerah hutan hujan tropika sangat penting untuk penyediaan makanan primata (Rijksen, 1978). Dedaunan dan pucuk-pucuk daun ini terletak di ujungujung ranting pohon, posisi tubuh lutung akan berada di atas cabang yang besar dan meraih ranting tersebut atau lutung duduk di atas ranting lain yang masih mampu menopang tubuhnya, kemudian baru mengambil daun yang berada di cabang ranting lain (Fleagle, 1978). Daun yang dikonsumsi umumnya daun muda yaitu tiga lembar pucuk di bagian ranting, selanjutnya bunga dan buah. Daun, bunga, atau buah tersebut dapat diambil secara langsung dengan menggunakan mulut atau dengan cara memetiknya terlebih dahulu lalu dimasukkan ke dalam mulut. Daun dimakan satu persatu atau dengan cara menggabungkan dua atau lebih daun sekaligus untuk digigit, setiap gigitan dikunyah antara kali (Prayogo, 2006). Tingkah Laku Grooming Tingkah laku grooming adalah kegiatan menyisik badan dan mencari kutu yang merupakan tingkah laku sosial yang umum dilakukan oleh primata. Pada 8

21 lutung, kegiatan ini terjadi antara induk dan anak, satu induk dengan induk lain, atau antara tiga individu, yaitu antara anak, induk dan individu dewasa lainnya (Eimerl dan de Vore, 1974). Kondisi ekologi juga mempengaruhi frekuensi interaksi sosial. Pada daerah yang subur, interaksi sosial akan lebih tinggi daripada di daerah yang kurang subur. Tingkah laku sosial pada primata umumnya berimbang antara persaingan dan kerjasama. Umumnya kegiatan memelihara, berkumpul dan tingkah laku kerjasama lainnya, pada semua jenis primata, dimulai pada saat masa anak-anak (Smuth et al., 1987). Tingkah Laku Lokomosi Menurut Fleagle (1978), pergerakan lutung dapat dibedakan menjadi empat berdasarkan penggunaan tungkainya, yaitu (1) quadrupedal : berjalan dan berlari, yaitu bergerak secara kontinyu, biasanya bergerak horizontal menggunakan keempat tungkainya; (2) leaping : melompat secara terputus-putus dan berlangsung sangat cepat, gerakan ini menggunakan dua tungkai belakang dan saat mendarat menggunakan tungkai depan atau tungkai belakang, gerakan ini bila dilakukan secara terus-menerus disebut hopping; (3) climbing : gerakan secara kontinyu, biasanya berupa gerakan vertikal menggunakan variasi antara keempat tungkainya, kedua tangannya digunakan untuk menarik tubuhnya ke atas sedangkan kedua kakinya digunakan untuk mendorong; dan (4) arm-swinging : gerak menggantung dan mengayun dari satu pohon ke pohon lainnya. Lutung merah (Presbytis rubicunda) bergerak secara quadrupedal. Tingkah Laku Istirahat Tingkah laku istirahat berlangsung apabila satwa primata relatif tidak bergerak, misalnya duduk, berdiri, tidur, atau berbaring pada tenggeran. Kegiatan istirahat pada primata termasuk lutung umumnya dipengaruhi oleh tingkat suhu dan kelembaban (Prayogo, 2006). Aktivitas istirahat terbagi ke dalam dua tipe, yaitu istirahat total dan istirahat sementara. Istirahat total artinya lutung melakukan posisi badan seperti duduk, diam tak bergerak dan tidur, sedangkan istirahat sementara adalah keadaan atau posisi badan yang tidak bergerak yang dilakukan diantara aktivitas hariannya. Waktu istirahat penting dilakukan oleh 9

22 lutung dan primata lainnya untuk mencerna dedaunan yang telah dikonsumsinya (Alikodra, 1990). Tingkah Laku Reproduksi Tingkah laku reproduksi lutung akan dimulai dengan lutung betina yang melakukan pergerakan secara berirama dari satu sisi ke sisi yang lain dan kemudian maju lalu menggerakkan kepalanya ke arah lutung jantan. Seekor lutung jantan tidak selalu mengawini seekor lutung betina yang menunjukkan tingkah laku ingin dikawini (birahi), namun ketika seekor lutung jantan mengawini lutung betina maka frekuensi perkawinan akan berlipat ganda. Jika dua lutung betina memohon untuk dikawini oleh seekor lutung jantan secara serempak, maka kedua betina tersebut akan dikawininya dan apabila seekor lutung jantan berpaling dari lutung betina yang ingin dikawini, maka lutung betina tersebut akan maju untuk melakukan pendekatan dengan lutung jantan (Bernstein, 1968). Tingkah Laku Vokalisasi Lutung merah merupakan spesies arboreal, satwa yang hidup di atas pepohonan, sehingga lutung jarang meninggalkan pohon-pohon besar tempatnya tinggal secara alami. Spesies ini hidup berkelompok antara 2-13 individu di dalamnya. Kelompok ini akan terbagi menjadi kelompok-kelompok kecil yang bertugas untuk mencari pakan pada pagi hari. Setelah mencari pakan, kelompokkelompok kecil ini beristirahat saat siang hari dan kembali berkumpul pada waktu sore hari. Tingkah laku vokalisasi yang dilakukan oleh lutung merah diantaranya adalah : (1) panggilan keras dan panjang, yang dilakukan oleh lutung merah jantan dewasa berfungsi untuk menunjukkan batas wilayah kekuasaan mereka dan (2) panggilan peringatan, yang dilakukan oleh lutung merah jantan dewasa apabila mereka melihat adanya penyusup atau gangguan (Supriatna et al., 1986). 10

23 Pakan Lutung Pakan lutung umumnya adalah dedaunan, namun pencernaannya yang sangat panjang memungkinkannya untuk memakan buah-buahan, kuncup-kuncup daun muda, biji-bijian dan pada kondisi tertentu memakan telur-telur burung. Variasi pakan inilah yang mengakibatkan lutung disebut herbivora. Tajuk hutan secara vertikal di daerah hutan hujan tropika sangat penting untuk penyediaan pakan primata (Rijksen, 1978). Lutung memiliki gigi molar yang lebar dan besar, hal ini menunjukan adanya adaptasi anatomi terhadap berbagai jenis pakan (Suwelo, 1982). Lutung sebagai pemakan dedaunan memiliki saluran pencernaan yang rumit, namun keuntungannya ialah saluran tersebut dapat mencerna dedaunan yang tua. Hal ini terjadi karena di dalam perutnya terdapat banyak bakteri yang dapat mengubah selulosa dan melepaskan energi (MacDonald, 1984). Menurut Smuth et al. (1987), semua primata memiliki kebutuhan yang sama dalam mendapatkan energi, asam amino, mineral, vitamin, air dan asam lemak tertentu. Namun, betina yang menyusui akan membutuhkan protein dan mineral yang lebih banyak dari yang tidak menyusui. Lutung makan dengan menggunakan kedua tangannya. Biasanya setelah mengambil pakan, lutung membawa pakannya ke atas atau batang pohon yang sengaja diletakkan di dalam kandang. Posisi yang sering dilakukan lutung ketika makan adalah posisi duduk di batang pohon dan makan di atas jeruji besi dengan posisi tangan kiri memegang besi dan tangan yang lainnya digunakan untuk memasukkan pakan ke dalam mulutnya (Nurwulan, 2002). Rataan konsumsi bahan kering di penangkaran yang dilaporkan Farida (2010), sejumlah 78,09 g/ekor/hari dan kebutuhan nutrisinya sebesar 6,31% abu, 12,06% protein kasar, 3,74% serat kasar dan 64,32% bahan ekstrak tanpa nitrogen. Jenis Pakan Pakan adalah bahan yang dapat dimakan, dicerna dan digunakan oleh hewan. Secara umum dapat dikatakan bahwa jenis pakan merupakan bahan-bahan pakan yang dapat dimakan atau edible. Bahan pakan mengandung zat-zat makanan, yaitu komponen-komponen yang ada dalam bahan pakan tersebut yang 11

24 dapat digunakan oleh hewan (Tillman et al., 1991). Kandungan zat makanan pada pakan lutung merah dapat dilihat pada Tabel 1. Jenis Pakan Tabel 1. Kandungan Bahan Kering dan Nutrien Pakan Lutung Merah Bahan Kering (BK) Abu Protein Kasar (PK) Lemak Kasar (LK) Serat Kasar (SK) Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN) GE (kal/g).. (% BK)... Daun Bunga Kupu-kupu 1) 88,60 9,40 21,13 3,90 28,20 37, Daun Beringin 2) 25,05 13,78 14,35 8,82 39,45 23, Sawi Putih 2) 12,32 11,32 50,81 1,17 17,09 19, Kacang Panjang 3) 9,21 0,53 2,65 0,23 1,59 95, Pisang Siam 2) 35,02 3,59 2,91 0,81 3,25 89, Apel Malang 2) 26,95 0,79 0,75 1,02 9,94 87, Jambu Biji 2) 28,07 4,13 1,46 4,66 34,06 55, Ubi Jalar 2) 19,29 3,20 3,81 0,13 2,73 90, Sumber : 1) Hadiati (2003) 2) Laboratorium Pengujian Nutrisi Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi LIPI, Cibinong 3) Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institiut Pertanian Bogor Bahan pakan tersebut merupakan bahan pakan yang akan diberikan pada lutung merah di penangkaran. Bunga Kupu-kupu (Bauhinia purpurea) Bauhinia purpurea adalah spesies tanaman berbunga dari keluarga Fabaceae yang berasal dari China Selatan (Hong Kong) dan Asia Tenggara. Tanaman ini berukuran sedang dengan daun yang besar berbentuk hati. Permukaan daunnya halus dan berbulu. Ukuran diameter daun dan tangkai daun berkisar antara 8-15 cm dan 4 cm. Tanaman ini biasanya berbunga pada bulan Oktober-Desember dengan bunga berwarna merah muda hampir putih (Rajaram dan Janardhanan, 1991). 12

25 Kegunaan dari tanaman bunga kupu-kupu adalah untuk mengobati demam, gangguan pencernaan, dan meredakan pertumbuhan kanker di perut (Janardhanan et al., 2003). Kandungan nutrisi daun bunga kupu-kupu dapat dilihat pada Tabel 1. Beringin (Ficus benjamina) Beringin banyak ditemukan di tepi jalan, pinggiran kota atau tumbuh di tepi jurang. Pohonnya besar dengan tinggi m dan memiliki sistem perakaran tunggang. Batang pohon beringin berbentuk bulat tegak, dengan permukaan kasar dan berwarna cokelat kehitaman. Percabangan batangnya simpodial, pada batang keluar akar gantung (akar udara). Daunnya tunggal berwarna hijau, bertangkai pendek, dengan letak menyilang dan saling berhadapan. Panjang daunnya 3-6 cm, lebar 2-4 cm dan sistem pertulangan daunnya menyirip. Bunga beringin tunggal, keluar dari ketiak daun, dengan kelopak berbentuk corong, mahkota berbentuk bulat dan berwarna kuning kehijauan (Hutapea, 1994). Kandungan nutrisi daun beringin dapat dilihat pada Tabel 1. Sawi Putih (Brassica rapa ssp. pekinensis) Sawi putih dikenal dengan sebutan petsai atau sawi cina, merupakan jenis sayuran olahan dalam masakan. Tanaman sawi putih hidup di daerah pegunungan yang tingginya lebih dari 100 m di atas permukaan air laut. Tanaman ini tumbuh pada suhu o C. Pada suhu di bawah 15 o C tanaman sawi putih cepat berbunga, sedangkan pada suhu di atas 26 o C tidak dapat berbunga. Sawi putih tumbuh baik pada tanah lempung yang subur dan cukup menahan air. Daun sawi putih berwarna hijau agak mengering. Daunnya memiliki urat daun dengan tekstur memanjang dan padat. Panjang urat daun dapat mencapai cm tergantung pada kesuburan tanahnya. Urat-urat daun bagian tengah lebar berwarna pucat atau putih kekuning-kuningan (Aak, 1992). Kandungan nutrisi sawi putih dapat dilihat pada Tabel 1. 13

26 Kacang Panjang (Vigna sinensis) Kacang panjang berasal dari India dan Afrika Tengah. Kacang panjang merupakan tanaman perdu semusim. Daunnya majemuk tersusun atas tiga helai. Batangnya liat dan sedikit berbulu. Akarnya mempunyai bintil yang dapat mengikat nitrogen bebas dari udara. Bunga kacang panjang berbentuk kupu-kupu yang tangkai bunganya keluar dari ketiak daun. Setiap tangkai bunga mempunyai 3-5 bunga dengan warna bunga putih, biru, atau ungu. Buah kacang panjang berbentuk polong bulat panjang dan ramping. Panjang polong sekitar cm. Warna polong hijau muda sampai hijau keputihan dan setelah tua warna polong putih kekuningan. Pada satu polong dapat terisi 8-20 biji kacang panjang (Haryanto et al., 2007). Komposisi nutrisi kacang panjang dapat diihat pada Tabel 1. Pisang Siam (Musa paradisiaca) Pisang siam merupakan salah satu kultivar dari tanaman pisang yang termasuk dalam kelompok ABB (triploid). Pisang siam berdasarkan cara konsumsi buahnya termasuk dalam kelompok pisang yang langsung dapat dikonsumsi dan pisang olahan (Valmayor et al., 2000). Pisang mempunyai kandungan gizi yang baik dan menyediakan energi cukup tinggi dibandingkan dengan buah-buahan lain. Mineral yang terdapat dalam buah pisang antara lain kalium, magnesium, fosfor, besi dan kalsium. Buah pisang juga mengandung vitamin B kompleks, B6, C dan serotonin yang aktif sebagai neurotransmitter dalam kelancaran fungsi otak (Simmond, 1986). Komposisi nutrisi pisang siam ditunjukkan pada Tabel 1. Apel Malang (Malus domestica) Apel malang adalah tanaman yang berasal dari Asia Barat. Pohonnya berukuran kecil antara 3-12 m dan daunnya berbentuk oval dengan panjang 5-12 cm. Bunganya berwarna putih dengan semburat merah muda yang terdiri dari lima petal dengan diameter 2,5-3,5 cm (Lauri et al., 2006). Tanaman ini berbuah pada musim gugur, ukuran diameter buahnya sebesar 5-12 cm dengan berat g/buah. Buahnya berbentuk bulat, tetapi ada beberapa yang jorong dan 14

27 mempunyai lima sekat tidak nyata dengan pucuk buah yang berlekuk dangkal sampai agak dalam. Kulit buah apel malang berpori agak tebal dan kasar. Bagian kulit yang terkena sinar matahari biasanya berwarna merah, sedangkan yang tidak terkena sinar matahari berwarna hijau. Aroma buahnya tidak tajam dan rasanya segar karena mengandung cukup banyak air. Daging buahnya agak kasar dengan warna kekuningan (Yulianti et al., 2007). Komposisi nutrisi apel malang ditunjukkan pada Tabel 1. Jambu Biji (Psidium guajava) Jambu biji atau sering disebut juga dengan jambu batu, jambu siki dan jambu klutuk adalah tanaman tropis yang berasal dari Brazil. Tanaman ini disebarkan ke Indonesia melalui negara Thailand. Jambu biji memiliki kulit buah yang berwarna hijau. Daging buahnya berwarna putih atau merah dan berasa asam-manis. Buah jambu biji dikenal mengandung banyak vitamin C (Astawan dan Kasih, 2008). Komposisi nutrisi jambu biji ditunjukkan pada Tabel 1. Ubi jalar (Ipomoea batatas) Ubi jalar tergolong dalam tanaman umbi-umbian dari tumbuhan semak bercabang. Tanaman ini memiliki batang yang gundul, terkadang membelit dan bergetah. Daunnya berbentuk segitiga berlekuk dan menjadi 3-5 lekukan dengan tangkai yang panjang. Bunganya berbentuk payung dan terdapat di setiap ketiak tangkai daun. Ubi jalar dikenal mengandung banyak betakaroten dan vitamin A yang tinggi. Selain itu, ubi jalar juga mengandung banyak karbohidrat (75-90%) yang terdiri dari pati (60-80% berat kering), gula (4-30% berat kering), selulosa, hemiselulosa dan pektin (Harli, 2000). Komposisi nutrisi ubi jalar ditunjukkan pada Tabel 1. Pemilihan dan Konsumsi Pakan Tingkat konsumsi (voluntary feed intake) diartikan sebagai jumlah pakan yang dikonsumsi apabila bahan pakan tersebut diberikan ad libitum (Parakkasi, 1995). Konsumsi zat pakan sangat diperlukan untuk membantu metabolisme 15

28 dalam tubuh (Sutardi, 1980). Aktivitas konsumsi meliputi proses mencari makan, mengenal dan mendekati pakan, proses bekerjanya indera hewan terhadap pakan, proses memilih pakan dan proses menghentikan pakan. Produktivitas hewan salah satunya dapat dilihat dari jumlah konsumsi. Konsumsi pakan akan bertambah jika diberikan pakan yang berdaya cerna lebih tinggi daripada pakan yang berdaya cerna rendah (Arora, 1989). Iklim yang sangat ekstrim berpengaruh terhadap konsumsi hewan, apabila iklim panas maka konsumsinya akan menurun, sebaliknya apabila iklim dingin maka jumlah konsumsi akan meningkat (Tomaszewska et al., 1991). Menurut Rowe (1996), lutung memakan daun kurang lebih 80% dari kebutuhan hidupnya, sedangkan sisanya berupa pakan buah-buahan. Bagian daun yang dimakan ujung daun, sedangkan bagian yang terbuang sebesar 10-66%. Daun yang masih muda biasanya dimakan habis, apabila daunnya sudah cukup tua maka yang dimakan hanya bagian ujung daun saja. Hal ini terjadi karena lutung dapat memilih jenis pakan yang sesuai dengan kebutuhannya, sedangkan daun yang sudah tua biasanya kandungan nutrisinya sudah berkurang, selain itu bagian ujung daun yang sudah tua diduga rasanya lebih enak karena kandungan nutrisinya lebih banyak daripada bagian pangkal daun. Lutung lebih menyukai daun dengan pucuk-pucuk muda karena pada daun ini sedikit mengandung lignin dan tanin daripada daun yang sudah tua (Prayogo, 2006). 16

29 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian tentang tingkah laku harian lutung merah jantan ini dilakukan di Penangkaran Mamalia, Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi LIPI, Cibinong. Pelaksanaannya dari bulan Agustus-September Materi Hewan Hewan percobaan yang digunakan adalah satu ekor lutung merah jantan (Presbytis rubicunda), berumur kurang lebih tiga tahun. Lutung merah yang digunakan berasal dari hewan tangkapan. Kandang Kandang yang digunakan adalah kandang individu berukuran panjang 225 cm, lebar 200 cm dan tinggi 249 cm. Kandang individu tersebut mencakup kandang aktivitas dan dilengkapi dengan kandang tidur, berupa kotak yang terbuat dari tripleks, tempat pakan dan minum. Gambar 2. Lutung Merah Jantan dalam Kandang (Sumber : Irawan, 2010)

30 Peralatan Alat-alat yang digunakan adalah termohigrometer, kamera digital, jam tangan atau pencatat waktu, counter, peralatan kebersihan (sapu, sapu lidi, pengki, selang air), timbangan portable dan alat tulis. Pakan Pakan yang digunakan terdiri atas delapan jenis pakan, yaitu daun bunga kupu-kupu (Bauhinia purpurea), daun beringin (Ficus benjamina), sawi putih (Brassica rapa ssp. pekinensis), kacang panjang (Vigna sinensis), pisang siam (Musa paradisiaca), apel malang (Malus domestica), jambu biji (Psidium guajava) dan ubi jalar (Ipomoea batatas). Pemberian pakan di kandang lutung dilakukan pada pukul WIB. Prosedur Pada awal penelitian dilakukan penelitian preliminary yaitu penelitian pendahuluan yang dilakukan selama sepuluh hari untuk adaptasi dan penetapan selang waktu pengamatan. Pengamatan dilakukan mulai pukul sampai dengan pukul WIB. Waktu pengamatan dibagi menjadi tiga periode yaitu pagi hari ( WIB), siang hari ( WIB) dan sore hari ( WIB). Setiap periode pengamatan dibagi lagi dengan interval waktu selama 15 menit. Aktivitas yang diamati, kemudian dicatat menggunakan metode one zero sampling (Martin dan Bateson, 1988), yaitu apabila ada aktivitas diberi nilai satu, sedangkan apabila tidak ada aktivitas diberi nilai nol. Pengamatan pada pemilihan pakan dilakukan dengan cara melihat pakan pertama yang dimakan dari semua jenis pakan yang diberikan. Preferensi lutung merah jantan terhadap pakan yang diberikan diamati dan dicatat. Pencatatan suhu dan kelembaban dilakukan pada pagi hari pukul WIB, siang hari pukul WIB, dan sore hari pada pukul WIB. 18

31 Peubah yang Diamati Peubah yang diamati adalah sebagai berikut : 1. Aktivitas makan a. Tingkah laku ingestive yang meliputi : aktivitas makan dan aktivitas minum. b. Tingkah laku eliminative, yaitu aktivitas membuang kotoran yang meliputi : aktivitas defekasi (aktivitas membuang feses) dan aktivitas urinasi (aktivitas membuang urin). 2. Aktivitas selain aktivitas makan a. Aktivitas bergerak (lokomosi), yaitu aktivitas menggerakkan tubuh dengan cara berpindah dari tempat yang satu ke tempat yang lain. b. Aktivitas grooming meliputi : aktivitas membersihkan diri dan aktivitas berinteraksi dengan hewan lainnya. c. Aktivitas vokalisasi, adalah terjadi ketika hewan bersuara. d. Aktivitas istirahat, adalah terjadi ketika hewan tidak melakukan aktivitas dan hanya melakukan metabolisme basal. 3. Ranking pemilihan pakan, yaitu urutan pengambilan pakan dari yang pertama hingga terakhir dipilih. Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif kuantitatif yaitu dengan menghitung rata-rata dan simpangan baku. Persentase Tingkah Laku Persentase tingkah laku setiap aktivitas dihitung dengan menggunakan rumus: Persentase Aktivitas = x y 100% x = rata-rata nilai tingkah laku selama pengamatan y = total rata-rata nilai tingkah laku selama pengamatan 19

32 Ranking Pemilihan Pakan Ranking pemilihan pakan adalah urutan pengambilan dan intake pakan oleh lutung merah jantan. Ranking pemilihan pakan diperoleh dari : Ranking pemilihan pakan = Total urutan pengambilan Jumlah hari pengamatan 20

33 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kondisi Penangkaran Penangkaran Mamalia, Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi LIPI, Cibinong, Bogor terletak di Jalan Raya Bogor-Jakarta KM 46, Desa Sampora, Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor. Penangkaran Mamalia merupakan bagian dari Bidang Zoologi sebagai tempat konservasi fauna Indonesia, khususnya untuk jenis fauna mamalia. Penangkaran mamalia ini mempunyai visi untuk mewujudkan model konservasi ex situ menjadi referensi nasional dalam pengelolaan satwa liar. Kondisi Lingkungan Kondisi lingkungan yang berada di sekitar kandang terdiri dari lokasi kandang, tingkat kebisingan, suhu dan kelembaban. Hal ini merupakan faktor yang sangat penting dan perlu diperhatikan karena dapat mempengaruhi aktivitas lutung yang diamati. Lokasi kandang lutung ditempatkan dekat dengan kandang satwa lainnya, seperti lutung jawa, kuskus dan oposum layang. Tingkat kebisingan yang terdapat di sekitar kandang ditimbulkan oleh suara-suara yang berasal dari lingkungan sekitar, seperti suara satwa lain dan suara manusia. Suara yang paling mengganggu adalah suara lalu-lalang kendaraan, intensitasnya cukup sering yaitu sekitar tiga puluh menit sekali. Hal ini sangat mengganggu aktivitas lutung dan sering membuat lutung ketakutan atau stres. Keadaan ketakutan atau stres yang dialami oleh lutung ditunjukkan dengan sikap atau gerakan yang tibatiba menjadi aktif, berupa lokomosi dan vokalisasi. Kehadiran orang asing di penangkaran juga merupakan hal yang mengganggu dari lingkungan sekitar yang mempengaruhi aktivitas lutung. Keadaan suhu dan kelembaban udara lingkungan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi aktivitas lutung. Kisaran suhu di Penangkaran Mamalia selama pengamatan antara o C dan kelembaban antara 78-98% dengan rataan suhu adalah sebesar 25,64 o C (pagi), 26,93 o C (siang) dan 25,50 o C (sore).

34 Rataan kelembaban untuk pagi, siang dan sore berturut-turut sebesar 89,43%, 85,50% dan 92,89%. Menurut Sukandar (2004), kondisi suhu lingkungan di habitat alami lutung berkisar antara C dan kelembaban sekitar 80%, sehingga dapat dikatakan bahwa suhu udara di penangkaran cukup optimum sedangkan kelembabannya kurang optimum. Suhu yang rendah dan kelembaban yang tinggi pada pagi hari menyebabkan udara sangat dingin. Kondisi seperti ini akan menyebabkan lutung banyak melakukan pergerakan untuk menjaga panas tubuhnya. Suhu pada siang hari yang cukup panas (26,93 o C) dan kelembaban yang rendah (85,50%) menyebabkan lutung tidak banyak melakukan aktivitas lokomosi dan banyak melakukan aktivitas istirahat. Pada sore hari, perubahan suhu dan kelembaban tidak berbeda jauh dengan suhu dan kelembaban pada siang hari, sehingga aktivitas lutung pada sore hari hampir sama dengan aktivitas lutung pada siang hari. Kondisi Kandang Kandang lutung merah jantan yang digunakan di Penangkaran Mamalia, Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi LIPI terbuat dari dua lapis kawat besi kasa dengan ukuran lubang masing-masing 2,7 cm dan 0,7 cm dan tebal kawat 0,1 cm dan 0,01 cm. Atap kandang terbuat dari genteng yang menutupi semua bagian kandang tersebut, sehingga tipe kandang ini dinamakan sebagai kandang tertutup. Kandang yang digunakan adalah kandang individu, yaitu setiap kandang hanya dihuni oleh seekor lutung. Kandang individu tersebut berukuran panjang 225 cm, lebar 200 cm dan tinggi 249 cm. Perlengkapan yang terdapat dalam kandang adalah tempat pakan, tempat minum, kotak tidur dan batang-batang kayu yang digunakan lutung untuk bergelantungan atau beraktivitas. Lantai kandang dibuat lebih tinggi dari permukaan tanah sekitar 8,2 cm yang dilengkapi dengan parit kecil untuk memudahkan dalam membersihkan sisa pakan, feses dan urin yang jatuh ke lantai. Dinding kandang lutung bagian bawah berupa tembok dengan tinggi 74,5 cm dan bagian atasnya berupa dua lapis kawat loket dengan tinggi 174,5 cm. Pembersihan kandang dilakukan sebanyak dua kali, yaitu pada pagi hari sekitar pukul 7.00 WIB dan sore hari pada pukul WIB. Alat kebersihan yang digunakan berupa sapu, sapu lidi, pengki dan air yang 22

35 dialirkan dalam selang. Sumber air pun tidak sulit untuk diperoleh dan selalu tersedia sepanjang musim. Aktivitas Tingkah Laku Lutung Merah Jantan Lutung merupakan satwa diurnal, yaitu satwa yang aktif pada pagi hingga sore hari. Pengamatan aktivitas lutung merah jantan dilakukan mulai dari pukul sampai dengan pukul WIB. Aktivitas lutung dimulai dengan bangun pagi hari kemudian melakukan aktivitas lokomosi. Hasil pengamatan lutung pada penelitian ini sama dengan hasil yang diperoleh dari penelitian Prayogo (2006) yang dilakukan di Taman Margasatwa Ragunan, yaitu bahwa lutung memulai aktivitas dengan bangun pagi, kemudian melakukan pergerakan untuk mencari pakan. Hal ini terjadi karena suhu udara yang sangat dingin pada pagi hari, sehingga lutung perlu penyesuaian diri dengan melakukan pergerakan untuk meningkatkan panas tubuhnya agar tidak kedinginan. Aktivitas lain yang dilakukan setelah lutung bangun pagi adalah aktivitas grooming, defekasi dan urinasi. Aktivitas lutung merah jantan yang diamati adalah aktivitas makan, minum, urinasi, defekasi, lokomosi, grooming, vokalisasi dan istirahat. Aktivitas tersebut dibagi menjadi dua kelompok, yaitu aktivitas yang berhubungan langsung dengan aktivitas makan dan aktivitas yang mempengaruhi pola makan lutung.persentase aktivitas lutung selama pengamatan ditunjukkan pada Gambar 3. 23

36 Persentase Aktivitas (%) Jenis Aktivitas Gambar 3. Persentase Aktivitas Harian Lutung Merah Jantan Selama Pengamatan Data hasil pengamatan yang terdapat pada Gambar 3 menunjukkan aktivitas tertinggi pada lutung merah jantan adalah aktivitas istirahat, yaitu sebesar 32,13%. Hasil yang diperoleh dalam pengamatan ini sama dengan hasil yang diperoleh dari penelitian Ruhiyat (1983), yang menyatakan bahwa aktivitas istirahat mendominasi semua aktivitas yang dilakukan surili (Presbytis aygula), yaitu sebesar 80% dari total semua aktivitas. Persentase aktivitas istirahat yang tinggi tersebut diakibatkan oleh suhu udara lingkungan sekitar yang tinggi. Kondisi suhu udara yang cukup panas membuat lutung banyak melakukan aktivitas istirahat, seperti duduk dan tidur. Suhu udara waktu siang hari (26,93 o C) menyebabkan lutung malas untuk bergerak untuk mengurangi pengeluaran panas tubuh. Aktivitas istirahat satwa primata di alam sebesar 32%. Aktivitas tersebut bukan aktivitas tertinggi di alam. Aktivitas tertinggi di alam adalah aktivitas makan (Duma, 2007). Hal ini terjadi karena pemberian pakan di penangkaran sudah disediakan, sehingga lutung hanya tinggal memakan jenis pakan yang tersedia. Dengan demikian lutung tidak perlu mencari pakannya sendiri. Aktivitas tertinggi kedua adalah aktivitas grooming sebesar 29,77%. Aktivitas grooming yang dilakukan adalah menelisik tubuh, mencari kutu dan menjilati bulunya. Aktivitas grooming biasanya dilakukan diantara waktu aktivitas istirahat, yaitu pada saat lutung duduk. Oleh karena itu dapat diindikasikan bahwa dengan tingginya aktivitas istirahat maka akan berpengaruh terhadap aktivitas grooming. 24

37 Aktivitas lokomosi adalah perpindahan atau pergerakan lutung dari suatu tempat ke tempat lain. Nilai persentase aktivitas lokomosi yang diperoleh adalah sebesar 13,36%. Aktivitas lokomosi satwa primata di alam dapat mencapai 27% (Chivers, 2001). Hal ini terjadi karena satwa primata di alam harus mencari pakan, sedangkan di penangkaran pakan telah tersedia. Selain itu, luasan kandang yang terbatas di penangkaran menyebabkan lutung lebih sedikit melakukan aktivitas lokomosi apabila dibandingkan dengan aktivitas lokomosi lutung di alam. Aktivitas vokalisasi merupakan tingkah laku lutung yang diungkapkan atau diekspresikan melalui suara. Nilai persentase aktivitas vokalisasi sebesar 12,66%. Aktivitas vokalisasi pada lutung selama pengamatan terjadi pada saat lutung lapar, istirahat dan adanya gangguan atau ancaman dari luar, seperti kehadiran orang asing di penangkaran. Aktivitas vokalisasi sering dilakukan di alam karena lutung merupakan satwa yang hidup secara berkelompok. Aktivitas vokalisasi digunakan oleh lutung untuk berkomunikasi dengan lutung lain dalam satu kelompok tersebut (Supriatna et al., 1986). Aktivitas makan mempunyai nilai persentase sebesar 8,36%. Aktivitas makan pada satwa primata di alam lebih tinggi apabila dibandingkan dengan aktivitas makan di penangkaran. Hal ini dibuktikan dari hasil penelitian Putra (1993) yang dilakukan di Cagar Alam Situ Patengan, yang menyatakan bahwa persentase aktivitas makan pada surili (Presbytis comata comata) sebesar 29,98%. Ketersediaan pakan yang beraneka ragam di alam mengakibatkan satwa dapat dengan bebas mendapatkannya, sebaliknya pakan yang tersedia di penangkaran membuat satwa primata terbatas dalam pemilihan pakan. Aktivitas eliminasi yang meliputi aktivitas defekasi dan urinasi memiliki nilai persentase sebesar 1,11% dan 2,17%. Aktivitas urinasi dan defekasi biasanya dilakukan dengan posisi duduk atau jongkok dan biasanya sudah terbiasa dilakukan di suatu tempat tertentu, misalnya berjongkok di pinggir kotak tidur, tempat pakan, ataupun di atas batang kayu, tempat lutung bergelantungan. Aktivitas defekasi rata-rata diawali dengan aktivitas urinasi. Aktivitas terendah dari semua aktivitas adalah aktivitas minum, yaitu sebesar 0,43%. Hal ini terjadi karena kandungan air dalam pakan diperkirakan 25

38 telah mencukupi kebutuhan air pada lutung. Frekuensi minum lutung sangat jarang dan biasanya hanya dilakukan setelah aktivitas makan selesai (Putra, 1993). Aktivitas yang Berhubungan Langsung dengan Pola Makan Lutung Aktivitas yang berhubungan langsung dengan pola makan, meliputi aktivitas makan (8,36%), minum (0,43%), urinasi (2,17%) dan defekasi (1,11%). Persentase dan alokasi waktu dari aktivitas makan, minum, urinasi dan defekasi dapat dilihat pada Gambar Persentase Aktivitas (%) Keterangan : Waktu Pengamatan Makan Minum Urinasi Defekasi Gambar 4. Aktivitas Lutung yang Berhubungan Langsung dengan Pola Makan Lutung Merah Jantan Aktivitas makan mendominasi seluruh kegiatan yang berhubungan langsung dengan pola makan lutung merah jantan kemudian diikuti aktivitas urinasi, defekasi dan minum. Aktivitas Makan Tingkah laku makan lutung diawali dengan pemilihan jenis pakan yang diberikan. Hasil penelitian Nurwulan (2002), menyatakan bahwa lutung biasanya 26

39 makan dengan posisi tubuh bergelantungan di atas pohon. Namun pada hasil pengamatan ini, lutung makan dengan posisi tubuh duduk di pinggir tempat pakan. Hasil pengamatan pada penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Pratiwi (2008) yang menyatakan bahwa aktivitas makan lutung di Pusat Penyelamatan Satwa Gadog dilakukan dengan cara duduk di atas tempat pakan sampai pakan tersebut hampir semuanya habis. Menurut Alikodra (1990), pakan yang diberikan pada lutung biasanya langsung dimakan di tempat atau dekat tempat pakan diletakkan. Pakan yang diberikan jarang dibawa ke tempat lain untuk dimakan, kecuali saat makan dekat dengan individu yang dianggap akan membahayakan. Cara pengambilan pakan oleh lutung dilakukan dengan menggunakan kedua tangannya, kemudian memasukkannya ke dalam mulut. Pemberian pakan lutung di penangkaran dilakukan dengan cara pakan disiapkan setengah jam sebelumnya setelah itu pakan diletakkan di luar kandang. Hal ini mengakibatkan lutung menjadi aktif bergerak dan bersuara karena adanya rangsangan dari luar berupa pakan. Pakan tersebut lalu dimasukkan ke dalam kandang individu yang kosong yang terletak berhadapan dengan kandang lutung. Kandang individu lutung yang berisi pakan dan kandang lutung dibuka pintunya agar lutung bergerak menghampiri kandang individu lutung yang berisi pakan, kemudian pintu kandang individu lutung yang berisi pakan ditutup kembali setelah lutung berada pada kandang tersebut. Beberapa saat dilakukan pemilihan pakan terlebih dahulu oleh lutung sebelum akhirnya pakan tersebut dimakan. Lutung memiliki kecepatan makan yang tinggi, bahkan dua jenis pakan atau lebih dimasukkan ke dalam mulut untuk dikunyah sekaligus dan kemudian ditelan. Keunikan lain dari cara makan lutung adalah kedua tangannya tidak pernah kosong dari pakan, walaupun mulutnya masih mengunyah dan sudah cukup penuh dengan makanan. Kedua tangannya tetap memegang pakan lain yang umumnya berbeda jenis dan siap untuk dimasukkan kembali ke dalam mulutnya apabila sudah kosong. Jenis pakan hijauan, sayuran dan buah-buahan langsung dimasukkan ke dalam mulut dan dikunyah kemudian ditelan. Bagian batang dan daun yang sudah tua untuk jenis pakan hijauan tidak dimakan dan dibuang oleh lutung. Saat memakan daun beringin dan daun bunga kupu-kupu, batangnya tidak dimakan. Bunga dari tanaman bunga kupu-kupu ikut dimakan oleh lutung. Pakan 27

40 yang diberikan langsung dimakan dan hanya sedikit yang tersisa. Waktu yang diperlukan lutung untuk makan sekitar 45 sampai 60 menit. Biasanya aktivitas makan ini diakhiri dengan aktivitas minum, setelah itu lutung melakukan aktivitas lain seperti lokomosi, grooming dan istirahat. Aktivitas makan lutung dimulai pada pukul WIB, aktivitas makan tersebut cukup rendah karena lutung hanya memanfaatkan sisa-sisa pakan pada hari sebelumnya. Peningkatan aktivitas makan lutung terjadi pada pukul WIB yaitu pada waktu pemberian pakan. Aktivitas makan tertinggi juga dicapai pada waktu tersebut sebesar 7,95% (Gambar 4). Tingginya aktivitas makan lutung disebabkan oleh rangsangan rasa lapar. Pemberian pakan lutung juga pernah dilakukan dua kali saat penelitian preliminary, yaitu pada pukul WIB dan WIB, akan tetapi pada saat pemberian pakan yang kedua didapatkan lutung tidak mau makan bahkan tidak mau menghampiri tempat pakan. Hal ini mengindikasikan bahwa lutung memiliki tingkah laku makan yang terkonsentrasi pada waktu tertentu. Pernyataan tersebut didukung oleh Alikodra (1990), yang menyatakan bahwa aktivitas makan lutung di alam dilakukan pada pagi hari, istirahat pada siang hari, sedangkan aktivitas bergerak mencari pohon untuk tidur dilakukan pada sore hari. Gambar 5. Aktivitas Makan pada Lutung Merah (Sumber : Irawan, 2010) Aktivitas makan paling rendah terjadi pada pukul WIB, yaitu sebesar 0,06% (Gambar 4). Hal ini terjadi karena lutung sudah mulai beristirahat. Lutung sebagai satwa diurnal akan aktif pada pagi dan siang hari, sedangkan pada sore hari lebih banyak digunakan sebagai waktu istirahat dan tidur. Pada 28

41 penelitian ini ditemukan tingkah laku lain yang bersamaan dengan tingkah laku makan dari lutung, yaitu tingkah laku lokomosi dan tingkah laku grooming. Tingkah laku lokomosi terjadi karena pakan yang dibuang akibat pemilihan pakan oleh lutung diambil kembali untuk dimakan. Tingkah laku grooming terjadi bersamaan saat lutung melakukan tingkah laku makan yaitu lutung mengusapusap wajahnya saat makan. Aktivitas Minum Aktivitas minum merupakan aktivitas yang paling rendah dari seluruh aktivitas yang dilakukan oleh lutung. Nilai total persentase aktivitas minum sebesar 0,43% dari keseluruhan aktivitas harian lutung (Gambar 3). Aktivitas minum pada lutung berlangsung sekitar 0,5-2 menit. Tingkah laku minum pada lutung dilakukan dengan cara lutung bergerak menghampiri tempat minum kemudian lutung mendekatkan mulutnya pada tempat air. Posisi tubuh saat minum dilakukan dengan cara duduk atau jongkok dan posisi kedua tangan lutung memegang sisi dari tempat minum lalu air minum dihisap atau disedot dengan menggunakan mulut dan lidahnya. Kandungan air yang cukup tinggi dalam pakan diperkirakan telah mencukupi kebutuhan air pada lutung, sehingga lutung tidak banyak minum. Jenis pakan yang diberikan berupa hijauan, sayuran dan buah-buahan segar yang mempunyai kadar air sekitar 80%. Hasil penelitian dari Pratiwi (2008) di Pusat Penyelamatan Satwa Gadog juga menunjukkan hal yang serupa, yaitu aktivitas terendah dari lutung kelabu (Trachypithecus cristatus) adalah aktivitas minum sebesar 3,87% dari seluruh aktivitas yang diamati. Aktivitas minum primata di alam jarang ditemukan, biasanya satwa tersebut memakan jenis tanaman yang kadar air pakannya cukup tinggi, seperti umbut dan pandan hutan (Putra, 1993). Aktivitas minum tertinggi terjadi setelah puncak aktivitas makan pada pukul WIB yaitu sebesar 0,25% (Gambar 4). Tingginya aktivitas minum pada waktu tersebut karena cuaca sudah mulai panas, sehingga lutung harus banyak minum. Aktivitas minum pada lutung dapat dilihat pada Gambar 6. 29

42 Gambar 6. Aktivitas Minum pada Lutung Merah (Sumber : Irawan, 2010) Menurut Almatsier (2005), konsumsi air minum ada kaitannya dengan rasa haus dan rasa kenyang. Hal ini sesuai dengan data hasil pengamatan pada pukul WIB dan WIB. Pada pukul WIB menunjukkan aktivitas makan yang tinggi sehingga menyebabkan aktivitas minum rendah. Rendahnya aktivitas minum ini diakibatkan karena kandungan air dalam pakan sudah cukup tinggi. Pada pukul WIB menunjukkan aktivitas makan yang cukup rendah sehingga menyebabkan aktivitas minum yang tinggi. Aktivitas Urinasi Aktivitas urinasi merupakan aktivitas membuang kotoran yang berbentuk cair. Aktivitas urinasi dilakukan setelah lutung terbangun dari tidurnya pada pagi hari. Tingkah laku lutung saat melakukan aktivitas urinasi yaitu dengan cara jongkok atau setengah duduk dan biasanya dilakukan pada suatu tempat tertentu, seperti di atas batang kayu tempat lutung bergelantungan, di pinggir kotak tidur dan di pinggir tempat pakan. Aktivitas urinasi pada lutung dapat dilihat pada Gambar 7. 30

43 Gambar 7. Aktivitas Urinasi dan Defekasi pada Lutung Merah (Sumber : Irawan, 2010) Aktivitas urinasi tertinggi dicapai pada pukul WIB, yaitu sebesar 0,41% (Gambar 4). Hasil ini sama dengan hasil penelitian Prayogo (2006), yang menunjukan bahwa aktivitas urinasi lutung dengan nilai tertinggi adalah pada pukul WIB. Tingginya aktivitas urinasi lutung pada pagi hari dipengaruhi oleh keadaan udara yang cukup dingin. Suhu udara 25,64 o C dan kelembaban 89,43% pada pagi hari menyebabkan lutung perlu penyesuaian diri terhadap kondisi suhu udara tersebut melalui urinasi agar panas tubuhnya tetap stabil. Aktivitas urinasi yang tinggi juga dipengaruhi dari konsumsi pakan yang dicerna dan tidak termetabolisme dalam tubuh sehingga dikeluarkan melalui urin. Aktivitas Defekasi Aktivitas defekasi merupakan aktivitas membuang kotoran yang berbentuk padat. Aktivitas defekasi mulai dilakukan semenjak lutung memulai aktivitasnya pada pagi hari, seperti aktivitas urinasi. Tingkah laku dan posisi tubuh lutung saat melakukan defekasi mirip seperti posisi ketika lutung melakukan urinasi, yaitu dilakukan dengan cara jongkok atau setengah duduk. Aktivitas defekasi pada lutung biasanya dilakukan di tempat tertentu, seperti aktivitas urinasi, yaitu di atas batang kayu tempat lutung bergelantungan, di pinggir kotak tidur dan di pinggir tempat pakan. Aktivitas defekasi lutung dapat dilihat pada Gambar 7. Aktivitas defekasi tertinggi terjadi pada pukul WIB, yaitu sebesar 0,20% (Gambar 4). Tingginya aktivitas defekasi ini disebabkan oleh hasil 31

44 pencernaan konsumsi pakan pada hari sebelumnya yang tidak dicerna dan tidak digunakan lagi oleh tubuh, sehingga harus dikeluarkan pada keesokan harinya. Bentuk feses yang normal pada lutung adalah berbentuk bulat panjang agak lonjong dan cukup padat. Feses yang dikeluarkan terkadang tidak normal, yaitu feses berbentuk cair dan agak lembek. Hal ini diduga dari bahan pakan atau sistem pencernaan lutung yang sedang terganggu. Aktivitas yang Mempengaruhi Pola Makan Lutung Aktivitas yang mempengaruhi pola makan lutung terdiri dari aktivitas lokomosi (13,36%), grooming (29,77%), vokalisasi (12,66%) dan istirahat (32,13%). Persentase dan alokasi waktu dari aktivitas lokomosi, grooming, vokalisasi dan istirahat dapat dilihat pada Gambar Persentase Aktivitas (%) Keterangan : Waktu Pengamatan Lokomosi Grooming Vokalisasi Istirahat Gambar 8. Aktivitas Lutung yang Mempengaruhi Pola Makan Lutung Merah Jantan Aktivitas istirahat mendominasi seluruh kegiatan yang mempengaruhi pola makan lutung merah jantan kemudian diikuti oleh aktivitas grooming, lokomosi dan vokalisasi. 32

TINJAUAN PUSTAKA. Lutung merah (Presbytis rubicunda)

TINJAUAN PUSTAKA. Lutung merah (Presbytis rubicunda) TINJAUAN PUSTAKA Satwa Primata Satwa primata merupakan satu ordo tersendiri yang disebut dengan nama ordo primata yang termasuk manusia di dalamnya. Ordo primata terdiri dari dua subordo, yaitu Prosimii

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kondisi Penangkaran Penangkaran Mamalia, Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi LIPI, Cibinong, Bogor terletak di Jalan Raya Bogor-Jakarta KM 46, Desa Sampora, Kecamatan

Lebih terperinci

AKTIVITAS POLA MAKAN DAN PEMILIHAN PAKAN PADA LUTUNG KELABU BETINA

AKTIVITAS POLA MAKAN DAN PEMILIHAN PAKAN PADA LUTUNG KELABU BETINA AKTIVITAS POLA MAKAN DAN PEMILIHAN PAKAN PADA LUTUNG KELABU BETINA (Trachypithecus cristatus, Raffles 1812) DI PUSAT PENYELAMATAN SATWA GADOG CIAWI - BOGOR SKRIPSI AI NURI PRATIWI PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi lutung Jawa Klasifikasi lutung Jawa menurut Groves (2001) dalam Febriyanti (2008) adalah sebagai berikut : Kingdom Class Ordo Sub ordo Famili Sub famili Genus : Animalia

Lebih terperinci

PEMILIHAN PAKAN DAN AKTIVITAS MAKAN OWA JAWA (Hylobates moloch) PADA SIANG HARI DI PENANGKARAN PUSAT PENYELAMATAN SATWA, GADOG - CIAWI

PEMILIHAN PAKAN DAN AKTIVITAS MAKAN OWA JAWA (Hylobates moloch) PADA SIANG HARI DI PENANGKARAN PUSAT PENYELAMATAN SATWA, GADOG - CIAWI PEMILIHAN PAKAN DAN AKTIVITAS MAKAN OWA JAWA (Hylobates moloch) PADA SIANG HARI DI PENANGKARAN PUSAT PENYELAMATAN SATWA, GADOG - CIAWI SKRIPSI YESI MAHARDIKA PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. a b c Gambar 2. Jenis Lantai Kandang Kelinci a) Alas Kandang Bambu; b) Alas Kandang Sekam; c) Alas Kandang Kawat

MATERI DAN METODE. a b c Gambar 2. Jenis Lantai Kandang Kelinci a) Alas Kandang Bambu; b) Alas Kandang Sekam; c) Alas Kandang Kawat MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pelaksanaan penelitian dimulai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-ekologi Ungko (Hylobates agilis) dan Siamang (Symphalangus syndactylus) 2.1.1 Klasifikasi Ungko (Hylobates agilis) dan siamang (Symphalangus syndactylus) merupakan jenis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pellet dilakukan di

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Subphylum : Vertebrata. : Galiformes

TINJAUAN PUSTAKA. Subphylum : Vertebrata. : Galiformes TINJAUAN PUSTAKA Puyuh Puyuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang, ukuran tubuh relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang pertama kali diternakkan di Amerika Serikat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Komposisi zat-zat makanan yang terkandung dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Tekukur Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang terbentang dari India dan Sri Lanka di Asia Selatan Tropika hingga ke China Selatan dan Asia

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Orangutan Orangutan termasuk kera besar dari ordo Primata dan famili Pongidae (Groves, 2001). Ada dua jenis orangutan yang masih hidup, yaitu jenis dari Sumatera

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Kondisi Lingkungan Kelinci dipelihara dalam kandang individu ini ditempatkan dalam kandang besar dengan model atap kandang monitor yang atapnya terbuat dari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke dalam keluarga Hylobatidae. Klasifikasi siamang pada Tabel 1. Tabel 1. Klasifikasi Hylobates syndactylus

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tapir asia dapat ditemukan dalam habitat alaminya di bagian selatan Burma, Peninsula Melayu, Asia Tenggara dan Sumatra. Berdasarkan Tapir International Studbook, saat ini keberadaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang terdiri dari akar tunggang, akar sekunder yang tumbuh dari akar tunggang, serta akar cabang yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di Malaysia (Semenanjung Malaya) H. syndactylus continensis (Gittin dan Raemaerkers, 1980; Muhammad,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan

TINJAUAN PUSTAKA. (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Ilmiah Pengklasifikasian primata berdasarkan 3 (tiga) tingkatan taksonomi, yaitu (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan secara terang-terangan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus

TINJAUAN PUSTAKA Tikus 5 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Tikus merupakan salah satu satwa liar yang menjadi hama penting bagi kehidupan manusia baik dalam bidang pertanian, perkebunan, maupun permukiman. Lebih dari 150 spesies tikus

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 28 Januari 27 Februari 2015 bekerja sama

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 28 Januari 27 Februari 2015 bekerja sama 13 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada 28 Januari 27 Februari 2015 bekerja sama dan di bawah program PT. Taman Safari Indonesia didampingi oleh Bapak Keni Sultan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi

Lebih terperinci

PELUANG BISNIS BUDIDAYA JAMBU BIJI

PELUANG BISNIS BUDIDAYA JAMBU BIJI PELUANG BISNIS BUDIDAYA JAMBU BIJI Oleh : Nama : Rudi Novianto NIM : 10.11.3643 STRATA SATU TEKNIK INFORMATIKA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA 2011 A. Abstrak Jambu

Lebih terperinci

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka Burung Jalak Bali Burung Jalak Bali Curik Bali atau yang lebih dikenal dengan nama Jalak Bali, merupakan salah satu spesies burung cantik endemis Indonesia. Burung

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Kambing 2.1.1. Kambing Kacang Menurut Mileski dan Myers (2004), kambing diklasifikasikan ke dalam : Kerajaan Filum Kelas Ordo Famili Upafamili Genus Spesies Upaspesies

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Domba pada umumnya dipelihara sebagai penghasil daging (Edey, 1983). Domba Lokal yang terdapat di Indonesia adalah Domba Ekor Tipis, Priangan dan Domba Ekor Gemuk.

Lebih terperinci

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Papilionaceae; genus Arachis; dan spesies Arachis hypogaea L. Kacang tanah

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan selama 45 hari mulai pada Desember 2014 hingga

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan selama 45 hari mulai pada Desember 2014 hingga 20 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan selama 45 hari mulai pada Desember 2014 hingga Januari 2015 di kandang peternakan Koperasi Gunung Madu Plantation,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.)

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) Menurut Fachruddin (2000) tanaman kacang panjang termasuk famili leguminoceae. Klasifikasi tanaman kacang panjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satwa liar mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia, baik untuk kepentingan keseimbangan ekosistem, ekonomi, maupun sosial budaya (Alikodra, 2002).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-Ekologi Owa Jawa 2.1.1 Taksonomi Klasifikasi owa jawa berdasarkan warna rambut, ukuran tubuh, suara, dan beberapa perbedaan penting lainnya menuru Napier dan Napier (1985)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) berasal dari negara Afrika.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) berasal dari negara Afrika. 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengenalan Tanaman Sorgum Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) berasal dari negara Afrika. Tanaman ini sudah lama dikenal manusia sebagai penghasil pangan, dibudidayakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi Tanaman Teh

TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi Tanaman Teh 3 TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Tanaman Teh Klasifikasi tanaman teh yang dikutip dari Nazaruddin dan Paimin (1993) adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera sebagai berikut: Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Class

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Pengumpulan data dalam penelitian studi perilaku dan pakan Owa Jawa (Hylobates moloch) di Pusat Studi Satwa Primata IPB dan Taman Nasional Gunung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil budidaya teknologi peternakan yang memiliki karakteristik ekonomi dengan ciri khas pertumbuhan yang cepat,

Lebih terperinci

TINGKAH LAKU MAKAN RUSA SAMBAR (Cervus unicolor) DALAM KONSERVASI EX-SITU DI KEBUN BINATANG SURABAYA

TINGKAH LAKU MAKAN RUSA SAMBAR (Cervus unicolor) DALAM KONSERVASI EX-SITU DI KEBUN BINATANG SURABAYA TINGKAH LAKU MAKAN RUSA SAMBAR (Cervus unicolor) DALAM KONSERVASI EX-SITU DI KEBUN BINATANG SURABAYA VINA SITA NRP.1508 100 033 JURUSAN BIOLOGI Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ilmiah siamang berdasarkan bentuk morfologinya yaitu: (Napier and

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ilmiah siamang berdasarkan bentuk morfologinya yaitu: (Napier and II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bio-ekologi 1. Taksonomi Klasifikasi ilmiah siamang berdasarkan bentuk morfologinya yaitu: (Napier and Napier, 1986). Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia :

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci merupakan salah satu ternak penghasil daging dengan protein yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci merupakan salah satu ternak penghasil daging dengan protein yang 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci merupakan salah satu ternak penghasil daging dengan protein yang tinggi, rendah kolestrol dan lemak. Kelinci mempunyai kemampuan tumbuh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Kacang Hijau Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia. Kacang hijau termasuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking TINJAUAN PUSTAKA Itik Peking Itik peking adalah itik yang berasal dari daerah China. Setelah mengalami perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking dapat dipelihara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan produksi protein hewani untuk masyarakat Indonesia selalu meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh peningkatan penduduk, maupun tingkat kesejahteraan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Kandang B, Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 24 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Nilai Gizi Pakan Gizi pakan rusa yang telah dianalisis mengandung komposisi kimia yang berbeda-beda dalam unsur bahan kering, abu, protein kasar, serat kasar, lemak kasar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Kacang Hijau Kacang-kacangan (leguminosa), sudah dikenal dan dimanfaatkan secara luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan

Lebih terperinci

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU EDY HENDRAS WAHYONO Penerbitan ini didukung oleh : 2 BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU Ceritera oleh Edy Hendras Wahyono Illustrasi Indra Foto-foto Dokumen

Lebih terperinci

Identifikasi Hijauan Makanan Ternak (HMT) Lokal mendukung Pengembangan Sapi Potong di Sulawesi Selatan

Identifikasi Hijauan Makanan Ternak (HMT) Lokal mendukung Pengembangan Sapi Potong di Sulawesi Selatan Identifikasi Hijauan Makanan Ternak (HMT) Lokal mendukung Pengembangan Sapi Potong di Sulawesi Selatan Nurlina Saking dan Novia Qomariyah Disampaikan Dalam Rangka Seminar Nasional Teknologi Peternakan

Lebih terperinci

TANAMAN PENGHASIL PATI

TANAMAN PENGHASIL PATI TANAMAN PENGHASIL PATI Beras Jagung Sagu Ubi Kayu Ubi Jalar 1. BERAS Beras (oryza sativa) terdiri dari dua jenis, yaitu Japonica yang ditanam di tanah yang mempunyai musim dingin, dan Indica atau Javanica

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan kadar protein dan energi berbeda pada kambing Peranakan Etawa bunting dilaksanakan pada bulan Mei sampai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis 16 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Ada 2 tipe akar ubi jalar yaitu akar penyerap hara di dalam tanah dan akar lumbung atau umbi. Menurut Sonhaji (2007) akar penyerap hara berfungsi untuk menyerap unsur-unsur

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Orangutan Orangutan merupakan hewan vertebrata dari kelompok kera besar yang termasuk ke dalam Kelas Mamalia, Ordo Primata, Famili Homonidae dan Genus Pongo, dengan

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Keadaan Umum

HASIL DA PEMBAHASA. Keadaan Umum Kondisi Hewan HASIL DA PEMBAHASA Keadaan Umum Kondisi kancil betina selama penelitian secara keseluruhan dapat dikatakan baik dan sehat. Kondisi yang sehat dapat dilihat dari bulunya yang mengkilat, cara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pemadatan Tanah

TINJAUAN PUSTAKA. Pemadatan Tanah 3 TINJAUAN PUSTAKA Pemadatan Tanah Hillel (1998) menyatakan bahwa tanah yang padat memiliki ruang pori yang rendah sehingga menghambat aerasi, penetrasi akar, dan drainase. Menurut Maryamah (2010) pemadatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menguntungkan antara tumbuhan dan hewan herbivora umumnya terjadi di hutan

I. PENDAHULUAN. menguntungkan antara tumbuhan dan hewan herbivora umumnya terjadi di hutan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak di daerah tropis dan mempunyai hutan hujan tropis yang cukup luas. Hutan hujan tropis mempunyai keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah

I. PENDAHULUAN. Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah cecah (Presbytis melalophos). Penyebaran cecah ini hampir di seluruh bagian pulau kecuali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti Indonesia. Salah satu genus umbi-umbian yaitu genus Dioscorea atau

BAB I PENDAHULUAN. seperti Indonesia. Salah satu genus umbi-umbian yaitu genus Dioscorea atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanaman umbi-umbian dapat tumbuh di daerah yang beriklim tropis seperti Indonesia. Salah satu genus umbi-umbian yaitu genus Dioscorea atau uwi-uwian. Genus Dioscorea

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi dan Morfologi Kacang Tunggak Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari genus Vignadan termasuk ke dalam kelompok yang disebut catjangdan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Kandang adalah salah satu kebutuhan penting dalam peternakan. Fungsi utama kandang adalah untuk menjaga supaya ternak tidak berkeliaran dan memudahkan pemantauan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani

TINJAUAN PUSTAKA Botani TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman apel berasal dari Asia Barat Daya. Dewasa ini tanaman apel telah menyebar di seluruh dunia. Negara penghasil utama adalah Eropa Barat, negaranegara bekas Uni Soviet, Cina,

Lebih terperinci

Burung Kakaktua. Kakatua

Burung Kakaktua. Kakatua Burung Kakaktua Kakatua Kakak tua putih Klasifikasi ilmiah Kerajaan: Animalia Filum: Chordata Kelas: Aves Ordo: Psittaciformes Famili: Cacatuidae G.R. Gray, 1840 Subfamily Microglossinae Calyptorhynchinae

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien Biskuit Rumput Lapang dan Daun Jagung Komposisi nutrien diperlukan untuk mengetahui kandungan zat makanan yang terkandung di dalam biskuit daun jagung dan rumput

Lebih terperinci

Gambar 1. Beberapa varietas talas Bogor

Gambar 1. Beberapa varietas talas Bogor II. TINJAUAN PUSTAKA A. TALAS Talas Bogor (Colocasia esculenta (L.) Schott) termasuk famili dari Araceae yang dapat tumbuh di daerah beriklim tropis, subtropis, dan sedang. Beberapa kultivarnya dapat beradaptasi

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN NUTRIEN DAN KECEFUVAAN PAKAN BAJING KELAPA (Callosciurus notatus) DI PENANGKARAN - - RANGGA BANDANAJI

ANALISIS KEBUTUHAN NUTRIEN DAN KECEFUVAAN PAKAN BAJING KELAPA (Callosciurus notatus) DI PENANGKARAN - - RANGGA BANDANAJI I : ANALISIS KEBUTUHAN NUTRIEN DAN KECEFUVAAN PAKAN BAJING KELAPA (Callosciurus notatus) DI PENANGKARAN - - RANGGA BANDANAJI PROGRAM STUD1 ILMU NUTRISI DAN MAKANAN 'I'ERNAK FAKULTAS PETERNAICAN INSTITUT

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Burung Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem maupun bagi kepentingan kehidupan manusia dan membantu penyebaran Tumbuhan yang ada disuatu kawasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Burung jalak bali oleh masyarakat Bali disebut dinamakan dengan curik putih atau curik bali, sedangkan dalam istilah asing disebut dengan white starling, white mynah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menyandang predikat mega biodiversity didukung oleh kondisi fisik wilayah yang beragam mulai dari pegunungan hingga dataran rendah serta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Caisim (Brassica juncea L.) Caisim merupakan jenis sayuran yang digemari setelah bayam dan kangkung (Haryanto dkk, 2003). Tanaman caisim termasuk dalam famili Cruciferae

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (Sumber : Damron, 2003)

TINJAUAN PUSTAKA. (Sumber : Damron, 2003) TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Kelinci Kelinci merupakan hewan yang mempunyai potensi sebagai penghasil daging yang baik. Hewan ini merupakan herbivore non ruminansia yang mempunyai sistem lambung sederhana

Lebih terperinci

ASPEK KEHl DUPAM DAN BlQLOGI REPRODUKSI

ASPEK KEHl DUPAM DAN BlQLOGI REPRODUKSI ASPEK KEHl DUPAM DAN BlQLOGI REPRODUKSI BURUNG CEMDRAWASIH KUNlNG KECIL ( Paradisaea minor ) SKRIPSI Oleh RlSFlANSYAH B 21.0973 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITWT PERTANIAN BOGOR 1990 RINGKASAN RISFIANSYAH.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat Tomat (Lycopersicum esculantum MILL.) berasal dari daerah tropis Meksiko hingga Peru. Semua varietas tomat di Eropa dan Asia pertama kali berasal dari Amerika Latin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan sumber keanekaragaman hayati dan memilki banyak kawasan konservasi. Cagar Alam (CA) termasuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Frost) Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan tanaman sukun dapat

TINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Frost) Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan tanaman sukun dapat TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Frost) Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan tanaman sukun dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Dephut, 1998): Kingdom : Plantae Divisio : Spematophyta

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun II.TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun demikian burung adalah satwa yang dapat ditemui dimana saja sehingga keberadaanya sangat sulit dipisahkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tumbuhan tersebut. Suatu komunitas tumbuhan dikatakan mempunyai

I. PENDAHULUAN. tumbuhan tersebut. Suatu komunitas tumbuhan dikatakan mempunyai 1 I. PENDAHULUAN Keanekaragaman tumbuhan menggambarkan jumlah spesies tumbuhan yang menyusun suatu komunitas serta merupakan nilai yang menyatakan besarnya jumlah tumbuhan tersebut. Suatu komunitas tumbuhan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruangan Rata-rata suhu dan kelembaban ruangan selama penelitian pada pagi hari 22,4 0 C dan 78,6%, siang hari 27,4 0 C dan 55%, sore hari 25 0 C dan 75%. Hasil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Mentimun Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : Divisi :

Lebih terperinci

METODE. Materi. Gambar 2. Contoh Domba yang Digunakan dalam Penelitian Foto: Nur adhadinia (2011)

METODE. Materi. Gambar 2. Contoh Domba yang Digunakan dalam Penelitian Foto: Nur adhadinia (2011) METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di kandang domba Integrated Farming System, Cibinong Science Center - LIPI, Cibinong. Analisis zat-zat makanan ampas kurma dilakukan di Laboratorium Pengujian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. daun-daun kecil. Kacang tanah kaya dengan lemak, protein, zat besi, vitamin E

II. TINJAUAN PUSTAKA. daun-daun kecil. Kacang tanah kaya dengan lemak, protein, zat besi, vitamin E 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kacang Tanah Kacang tanah tumbuh secara perdu setinggi 30 hingga 50 cm dan mengeluarkan daun-daun kecil. Kacang tanah kaya dengan lemak, protein, zat besi, vitamin E

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Faktor manajemen lingkungan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ternak. Suhu dan kelembaban yang sesuai dengan kondisi fisiologis ternak akan membuat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia tanaman seledri sudah dikenal sejak lama dan sekarang

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia tanaman seledri sudah dikenal sejak lama dan sekarang TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Seledri Kedudukan tanaman seledri dalam taksonomi tumbuhan, diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom Divisi Sub-Divisi Kelas Ordo Family Genus : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Nutrien Konsumsi pakan merupakan faktor penting untuk menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan maka dapat ditentukan kadar

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5 TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Kelinci domestik (Oryctolagus cuniculus) merupakan keturunan dari kelinci liar Eropa yang berasal dari negara sekitar Laut Mediterania dan dibawa ke Inggris pada awal abad 12 (NRC,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di beberapa tipe habitat. Bermacam-macam jenis satwa liar ini merupakan. salah satu diantaranya adalah kepentingan ekologis.

I. PENDAHULUAN. di beberapa tipe habitat. Bermacam-macam jenis satwa liar ini merupakan. salah satu diantaranya adalah kepentingan ekologis. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman jenis satwa liar yang tinggi,dan tersebar di beberapa tipe habitat. Bermacam-macam jenis satwa liar ini merupakan sumberdaya alam yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organisasi Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama dalam suatu pembagian kerja untuk mencapai tujuan bersama (Moekijat, 1990). Fungsi struktur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Rusa merupakan salah satu sumber daya genetik yang ada di Negara Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Rusa merupakan salah satu sumber daya genetik yang ada di Negara Indonesia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rusa merupakan salah satu sumber daya genetik yang ada di Negara Indonesia. Rusa di Indonesia terdiri dari empat spesies rusa endemik yaitu: rusa sambar (Cervus unicolor),

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. atas. Umumnya para petani lebih menyukai tipe tegak karena berumur pendek

TINJAUAN PUSTAKA. atas. Umumnya para petani lebih menyukai tipe tegak karena berumur pendek II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kacang Tanah Secara garis besar kacang tanah dibedakan menjadi dua tipe yaitu tipe tegak dan menjalar. Kacang tanah tipe tegak percabangannya lurus atau sedikit miring ke atas.

Lebih terperinci

KOMPOSISI KIMIA BEBERAPA BAHAN LIMBAH PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

KOMPOSISI KIMIA BEBERAPA BAHAN LIMBAH PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN KOMPOSISI KIMIA BEBERAPA BAHAN LIMBAH PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN NINA MARLINA DAN SURAYAH ASKAR Balai Penelitian Ternak, P.O. Box 221, Bogor 16002 RINGKASAN Salah satu jenis pakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 11 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati baik flora dan fauna yang sangat tinggi, salah satu diantaranya adalah kelompok primata. Dari sekitar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki Indeks Keanekaragaman Hayati(Biodiversity Index) tertinggi dengan 17% spesies burung dari total burung di dunia (Paine 1997). Sekitar 1598 spesies burung ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. endemik pulau Jawa yang dilindungi (Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. endemik pulau Jawa yang dilindungi (Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Owa Jawa atau Javan gibbon (Hylobates moloch) merupakan jenis primata endemik pulau Jawa yang dilindungi (Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 Tahun 1999). Dalam daftar

Lebih terperinci

Lutung. (Trachypithecus auratus cristatus)

Lutung. (Trachypithecus auratus cristatus) Lutung (Trachypithecus auratus cristatus) Oleh: Muhammad Faisyal MY, SP PEH Pelaksana Lanjutan Resort Kembang Kuning, SPTN Wilayah II, Balai Taman Nasional Gunung Rinjani Trachypithecus auratus cristatus)

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN 39 MATERI DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2007 sampai dengan Juni 2008 di PT IndoAnilab, Bogor. Penelitian berlangsung tiga tahap, yaitu tahap pertama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni hutan tropis sumatera yang semakin terancam keberadaannya. Tekanan terhadap siamang terutama

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Data Suhu Lingkungan Kandang pada Saat Pengambilan Data Tingkah Laku Suhu (ºC) Minggu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Data Suhu Lingkungan Kandang pada Saat Pengambilan Data Tingkah Laku Suhu (ºC) Minggu HASIL DAN PEMBAHASAN Manajemen Pemeliharaan Komponen utama dalam beternak puyuh baik yang bertujuan produksi hasil maupun pembibitan terdiri atas bibit, pakan serta manajemen. Penelitian ini menggunakan

Lebih terperinci

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian 2015 LUWAK Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian LUWAK A. Biologi Luwak Luwak merupakan nama lokal dari jenis musang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam

I. PENDAHULUAN. Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam (Supriatna dan Wahyono, 2000), dan Sumatera merupakan daerah penyebaran primata tertinggi, yaitu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan

TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan TINJAUAN PUSTAKA Sumberdaya Pakan Pakan adalah bahan makanan tunggal atau campuran, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diberikan kepada hewan untuk kelangsungan hidup, berproduksi, dan berkembang

Lebih terperinci