BAB II. MANFAAT TUMBUHAN PINANG (Areca catechu L.) DAN SISTEM. REPRODUKSI MENCIT (Mus musculus L.) JANTAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II. MANFAAT TUMBUHAN PINANG (Areca catechu L.) DAN SISTEM. REPRODUKSI MENCIT (Mus musculus L.) JANTAN"

Transkripsi

1 BAB II MANFAAT TUMBUHAN PINANG (Areca catechu L.) DAN SISTEM REPRODUKSI MENCIT (Mus musculus L.) JANTAN A. Deskripsi Tumbuhan Pinang (Areca catechu L.) Tumbuhan pinang (Areca catechu L.) adalah salah satu jenis palma yang memiliki banyak kegunaan antara lain untuk dikonsumsi, bahan industri kosmetika, kesehatan, dan bahan pewarna pada industri tekstil. Tumbuhan ini tumbuh dan tersebar luas di wilayah India, Malaysia, Taiwan, Indonesia, dan negara Asia lainnya, baik secara individu maupun populasi (Jaiswal et al., 2011), umumnya tumbuhan ini ditanam sebagai tanaman pagar atau pembatas perkebunan (Staples & Bevacqua, 2006). Adapun klasifikasi ilmiah dari pinang menurut Cronquist (1981), sebagai berikut : Kingdom : Plantae Division : Magnoliophyta Classis : Liliopsida Order : Arecales Family : Arecaceae Genus : Areca Species : Areca catechu L. Pinang merupakan tumbuhan palma family Arecaceae yang tingginya dapat mencapai 12 hingga 30 m, berakar serabut berwarna putih, batang tegak 7

2 8 lurus bergaris tengah 15 sampai 20 cm, tidak bercabang dengan bekas daun yang lepas terlihat jelas. Pembentukan batang baru terjadi setelah 2 tahun dan berbuah pada umur 5 hingga 8 tahun tergantung pada keadaan tanah, tanah dengan kelembaban yang baik dan memiliki rentang ph 5 8 sangat mendukung untuk pertumbuhan (Cronquist, 1981; Staples & Bevacqua, 2006). Daun memiliki panjang sekitar 1,5 hingga 2 m, daunnya tunggal menyirip bertoreh sangat dalam tumbuh berkumpul di ujung batang membentuk roset batang (Jaiswal et al., 2011). Daunnya mempunyai panjang 85 cm, lebar 5 cm, dengan ujung sobek dan bergigi (Taman Nasional Alas Purwo, 2010). a. Pohon Pinang b. Daun Gambar 2.1 Pohon Pinang dan Daun (Sumber: Staples & Bevacqua, 2006) Pelepah daun berbentuk tabung panjangnya dapat mencapai 80 cm sedangkan tangkai daunnya pendek (Taman Nasional Alas Purwo, 2010). Pinang merupakan tumbuhan berumah satu (monoceous) dengan perbungaan uniseksual dimana bunga jantan dan bunga betinanya berada dalam satu perbungaan

3 9 (Cronquist, 1981; Staples & Bevacqua, 2006). Tongkol bunga dengan seludang panjang yang mudah rontok, keluar dari bawah roset daun, panjang sekitar 75 cm, dengan tangkai pendek bercabang rangkap. Ada satu bunga betina pada pangkal, di atasnya banyak bunga jantan tersusun dalam dua baris yang tertancap dalam alur (Sentra Informasi IPTEK, 2005; Taman Nasional Alas Purwo, 2010). 1 2 Perbungaan. Bunga betina berukuran lebih besar dari bunga jantan. Foto oleh M. Merlin dan E. Burson Gambar 2.2 Perbungaan pada Tumbuhan Pinang (Sumber: 1 Grieve, 1995; 2 Staples & Bevacqua, 2006) Kumpulan bunga jantan yang terletak di bagian terminal (ujung) perbungaan ukurannya kecil dan mudah sekali rontok, sedangkan bunga betinanya yang terletak di bagian pangkal memiliki ukuran yang lebih besar dengan panjang sekitar 1,2 hingga 2 cm. Bunga jantan dan betina memiliki enam tepal yang sesil, berwarna putih dan beraroma, bunga jantan memiliki enam benang sari dengan kotak serbuk sari yang berbentuk ujung panah. Bunga betina memiliki enam benang sari kecil yang steril, bakal buah beruang satu, ovariumnya terudimentasi,

4 10 serta tiga buah sel ovarium yang menghubungkan kepala putik triangular dengan tiga titik pada apeksnya (Cronquist, 1981; Staples & Bevacqua, 2006). Buahnya buah buni, bulat telur sungsang memanjang, panjang 3,5 sampai 7 cm, dinding buah berserabut, bila masak warnanya kuning hingga merah oranye. Buahnya berkecambah setelah 1,5 bulan dan 4 bulan kemudian mempunyai jambul daun-daun kecil yang belum terbuka. Biji satu, bentuknya seperti kerucut pendek dengan ujung membulat, pangkal agak datar dengan suatu lekukan dangkal, panjang 15 hingga 30 mm, permukaan luar berwarna kecoklatan sampai coklat kemerahan, agak berlekuk-lekuk menyerupai jala dengan warna yang lebih muda. Pada bidang irisan biji tampak perisperm berwarna coklat tua dengan lipatan tidak beraturan menembus endosperm yang berwarna agak keputihan (Cronquist, 1981; Taman Nasional Alas Purwo, 2010). a. Buah Pinang b. Irisan Melintang Biji Pinang Gambar 2.3 Buah Pinang dan Irisan Melintang Biji Pinang (Sumber: Staples & Bevacqua, 2006)

5 11 B. Kandungan Kimia Pinang Kandungan kimia dari biji pinang (Areca Nut) telah diketahui sejak abad ke-18 (Henry, 1949, Mathew, 1969, Mujumdar 1979 dalam Awang, 1986). Komponen utama dari biji pinang adalah karbohidrat, lemak, serat, polyphenol termasuk flavonoid dan tanin, alkaloid, dan mineral (IARC, 2004). Polyphenol dan alkaloid dari golongan piridin mendapat perhatian lebih dari sekian banyak kandungan kimia yang terdapat dalam pinang, dikarenakan zat-zat tersebut diketahui memiliki dampak yang signifikan terhadap kesehatan (Awang, 1986). Biji pinang rasanya pahit, pedas dan hangat serta mengandung 0,3-0,6% alkaloid. Selain itu juga mengandung red tannin 15%, lemak 14% (palmitic, oleic, stearic, caproic, caprylic, lauric, myristic acid), kanji dan resin (Sentra Informasi IPTEK, 2005; Kristina & Syahid, 2007). Gambar 2.4 Struktur Kimia Arekolin (Sumber: Wang et al., 2011) Biji buah pinang mengandung alkaloid, seperti arekolin (C 8 H 13 NO 2 ), arekolidin, arekain, guvakolin, guvasin dan isoguvasin. Ekstrak etanolik biji buah pinang mengandung tanin terkondensasi, tanin terhidrolisis, flavan, dan senyawa

6 12 fenolik, asam galat, getah, lignin, minyak menguap dan tidak menguap, serta garam (Wang & Lee, 1996). Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Lee & Choi (1999) menyebutkan bahwa ekstrak etanolik buah pinang memperlihatkan aktivitas antioksidan dengan IC 50 sebesar 45,4 µg/ml. Aktivitas antioksidan yang terdapat dalam ekstrak etanolik pinang ini berkorelasi positif dengan pencegahan kanker (Meiyanto et al., 2008), ekstrak etanolik tumbuhan ini tidak menginduksi perubahan kromosom (Wang & Lee, 1996). Arekolin (C 8 H 13 NO 2 ) merupakan alkaloid utama yang terdapat dalam biji pinang dan menjadi alkaloid terpenting dalam fisiologinya, selain arekolidin, arekain, guvakolin, guvasin, dan isoguvasin (Awang, 1986; Jaiswal et al., 2011). Biji segar mengandung kira-kira 50% lebih banyak alkaloid dibandingkan dengan biji yang telah mengalami perlakuan, selain itu konsentrasi flavonoid dalam biji pinang menurun seiring dengan bertambahnya kematangan buah (CSIR, 1985; Taman Nasional Alas Purwo, 2010). C. Manfaat Tumbuhan Pinang Tumbuhan pinang memiliki banyak manfaat diantaranya air rebusan dari biji pinang digunakan oleh masyarakat Desa Semayang Kutai-Kalimantan Timur untuk mengatasi penyakit seperti haid dengan darah berlebihan, hidung berdarah (mimisan), koreng, borok, bisul, eksim, kudis, difteri, cacingan (kremi, gelang, pita, tambang), mencret dan disentri (Oudhia, 2002; Kristina & Syahid, 2007), bahkan di India, pinang telah digunakan sebagai obat rumahan oleh

7 13 masyarakatnya untuk mengobati berbagai macam penyakit (Oudhia, 2003). Biji pinang yang aromatis memiliki efek antioksidan dan antimutagenik, astringent (bersifat menyiutkan), serta bersifat memabukkan, sehingga telah lama digunakan sebagai taeniafuge untuk mengobati cacingan (Grieve, 1995; Wang & Lee, 1996), selain itu pinang digunakan juga untuk mengatasi bengkak karena retensi cairan (edema), rasa penuh di dada, luka, batuk berdahak, diare, terlambat haid (menstruasi), keputihan, beri-beri, malaria, dan memeperkecil pupil mata (Kristina & Syahid, 2007). Masyarakat India di daerah Chhattisgarh sering mempergunakan biji pinang sebagai obat erysipelas (luka bakar), untuk mendinginkan luka bakar tersebut (Oudhia, 2001). Zat fenolik yang terdapat dalam ekstrak biji pinang diketahui memiliki aktivitas antioksidan, methanol dari ekstrak biji pinang dari berbagai rentang usia memberikan aktivitas antioksidan yang tinggi dibandingkan dengan bagian lainnya dari tumbuhan tersebut (daun, ujung batang, kulit buah (empat dan delapan bulan), akar dan akar adventitif). Aktivitas antioksidan methanol dari ekstrak biji buah pinang dari yang terendah hingga yang tertinggi berturut-turut didapatkan dari biji pada usia 4, 8, 6, 3, 2, dan 1 bulan. 82,05% aktivitas antioksidan diperoleh dari senyawa fenolik pada pinang, sedangkan arekolin diindikasikan tidak memiliki aktivitas antioksidan (Wetwitayaklung et al., 2006). Ekstrak etanolik biji buah pinang memiliki efek antiproliferatif dengan menghambat pertumbuhan dan memacu apoptosis sel (Meiyanto et al., 2008). Arekolin selain berfungsi sebagai obat cacing juga sebagai penenang, sehingga bersifat memabukkan bagi penggunanya (Grieve, 1995). Biji buah pinang

8 14 berpotensi untuk dikembangkan sebagai agen sitotoksik yang dapat dikombinasikan dengan agen kemoterapi sehingga mampu meningkatkan sensitivitas sel kanker. Tumbuhan pinang berpotensi anti kanker karena memiliki efek antioksidan, dan antimutagenik (Meiyanto et al., 2008). Biji dan kulit biji bagian dalam dapat juga digunakan bersama-sama dengan sirih untuk menguatkan gigi goyah. Air rendaman biji pinang muda digunakan untuk obat sakit mata oleh suku Dayak Kendayan di Kecamatan Air Besar, Kalimantan Barat (Kristina & Syahid, 2007; Taman Nasional Alas Purwo, 2010). Pinang muda digunakan bersama dengan buah sirih untuk menguatkan gigi, hal ini sering dilakukan oleh masyarakat Papua. Selain sebagai obat penguat gigi, masyarakat pesisir pantai desa Assai dan Yoon-noni, yang didiami oleh suku Menyah, Arfak, Biak dan Serui (Papua) menggunakan biji pinang muda sebagai obat untuk mengecilkan rahim setelah melahirkan untuk kaum wanita dengan cara memasak buah pinang muda tersebut dan airnya diminum selama satu minggu (Kristina & Syahid, 2007). Umbut pinang muda digunakan untuk mengobati patah tulang, dan sakit pinggang (salah urat). Selain itu umbut dapat juga dimakan sebagai lalab atau acar. Daun pinang berguna untuk mengatasi masalah tidak nafsu makan, dan sakit pinggang. Selain sebagai obat, pelepah daun digunakan untuk pembungkus makanan dan bahan campuran untuk topi. Sabut pinang rasanya hangat dan pahit, digunakan untuk gangguan pencernaan, sembelit dan edema (Taman Nasional Alas Purwo, 2010).

9 15 D. Berbagai Penelitian tentang Pinang Hal yang telah lama diketahui dari tumbuhan pinang adalah kekhasannya sebagai tumbuhan yang memiliki sifat narkotik-analgesik, sedative (sebagai penenang), dan sifat antidepressant. Berbagai penelitian tentang tumbuhan pinang telah banyak dilakukan diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Strickland et al. (2003) menyebutkan bahwa di komunitas pedesaan yang kekurangan akan bahan makanan, pinang dikonsumsi sebagai penekan rasa lapar. Lopez-Vilchez et al. (2006) melaporkan bahwa di dalam plasenta ibu hamil pengonsumsi pinang yang kronis terdapat zat arekolin. Fibrosis submukosa mulut merupakan ciri kronis dari penyakit deposisi kolagen subepitelial yang meliputi rongga mulut dan struktur sekitarnya, fibrosis submukosa mulut merupakan kondisi prakanker. Hal ini disebabkan karena mengunyah biji pinang, daun sirih, dan tembakau (Reichart & Philipsen, 2006; Ariyawardana et al., 2006). Di Taiwan, kebiasaan mengunyah biji pinang dalam jumlah besar berkontribusi meningkatkan resiko terkena hyperglikemia dan diabetes tipe-2 pada pria. Hal ini tergantung pada jumlah dan tingkat keseringan mengonsumsi biji pinang per harinya (Tung et al., 2004). Ekstrak metanolik dari pinang menunjukkan aktivitas anti-aging dan memiliki kemampuan pencarian yang kuat terhadap anion radikal super-oksida (Ohsugi et al., 1999), hasil pengujian ekstrak metanolik dari sembilan tanaman obat tradisional yang digunakan pada obat Cina sebagai antioksidan melawan resveratrol yang biasa digunakan untuk melindungi sel dari kerusakan akibat oksidasi menunjukkan bahwa ekstrak dari pinang meningkatkan viabilitas melawan kerusakan oksidatif dari H 2 O 2 pada sel paru-

10 16 paru hamster Cina (V79-4 cells), ekstrak metanolik pinang memiliki aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingkan dengan resveratrol pada semua percobaan (Lee et al., 2003). Arekolin sebagai alkaloid utama dalam pinang telah digunakan untuk mengobati depresi dan schizophrenia (Dar & Khatoon, 2000; Sulivan, 2000). Arekolin digunakan untuk mengobati pasien Alzheimer prehensile dementia, namun hasilnya tidak sama efektif pada masing-masing pasien (Christie et al., 1981). Tanin yang terdapat pada pinang digunakan sebagai obat terkena gigitan ular, tanin yang terdapat pada pinang bereaksi dengan sistem enzim dari ular (Okuda et al., 1991; Mahanta & Mukhaerjee, 2001). E. Hewan Uji Mencit (Mus musculus L.) Mencit adalah hewan yang biasa digunakan sebagai hewan percobaan, hewan uji laboratorium ini merupakan turunan dari hewan tikus rumah yang keberadaannya melimpah (Musser et al., 2008) dan dikenal dengan sebutan house mouse. Pengembangannya sebagai hewan uji laboratorium berawal dari para penggemar hewan tikus yang mengawinkan tikus-tikus mereka untuk mendapatkan warna rambut yang unik. Tikus hasil perkawinan ini kemudian menjadi subjek penelitian ketertarikan terhadap warna rambut tikus. W.E Castle memulai penelitian genetika tentang warna rambut tikus ini pada awal tahun 1900 dilanjutkan oleh Clarence Cook Little yang mengembangkan strain tikus-tikus ini pada tahun 1909 (Schwiebert, 2007).

11 17 Mencit galur Swiss Webster merupakan hewan uji yang digunakan pada penelitian. Pemilihan hewan uji tersebut dikarenakan mencit merupakan hewan yang sering digunakan dalam penelitian, literaturnya banyak dipublikasikan, mudah penanganannya, mudah beradaptasi, cepat berkembang biak karena periode kehamilan yang pendek, perawatannya murah, dan biasa dijadikan sebagai model penelitian untuk berbagai jenis penyakit pada manusia (UACC, 2009). Klasifikasi ilmiah dari mencit menurut Schwiebert (2007) adalah: Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Classis : Mammalia Order : Rodentia Family : Muridae Subfamily : Murinae Genus : Mus Species : Mus musculus L. Gambar 2.5 Mus musculus L. (Sumber: Medero, 2008)

12 18 Menurut Marshall (1977) terdapat beberapa sub-spesies dari Mus muscuulus yaitu Mus musculus bactrianus (mencit Asia bagian Barat Daya), Mus musculus castaneus (mencit Asia bagian Tenggara), Mus musculus domesticus atau Mus domesticus (mencit Eropa bagian Barat), Mus musculus gentilulus, Mus musculus homourus, Mus musculus molossinus, Mus musculus musculus (mencit Eropa bagian Timur), Mus musculus proctexius, dan Mus musculus wogneri. Pada awalnya mencit diduga berasal dari wilayah Mediteranian dan Cina lalu tersebar ke seluruh bagian dunia oleh manusia (Ballenger, 1999). Schwarz & Schwarz (1943) menyebutkan bahwa mencit banyak sekali ditemukan pada daerah ladang yang berhubungan dengan pemukiman penduduk dan sangat sedikit sekali yang berhasil ditemukan di alam liar atau pada habitat aslinya. Di daerah Morocco, mencit ditemukan di alam liar namun terpisah secara ekologi seperti yang dilaporkan oleh Madame M.C. St. Giron dan Dr. F. Petter (Marshall, 1977). Pengamatan yang dilakukan oleh Marshall et al. (1962) menyebutkan bahwa hewan ini ia temukan di daerah India dalam lingkungan rumah seperti di dapur dan taman hotel oleh karena itu mencit sering disebut dengan tikus rumah (house mouse). Secara umum mencit dewasa memiliki panjang tubuh (hidung sampai pangkal ekor) 7,5 10 cm, ekor memiliki panjang sekitar 5 sampai 10 cm, pada ekor dan telinganya terdapat rambut-rambut halus. Kaki belakangnya dapat dikatakan pendek karena berukuran 15 sampai 19 mm, mencit berjalan dengan jangkauan langkah 4,5 cm dan dapat melompat hingga 45 cm, selain itu mencit mengeluarkan suara yang khas dengan cara mendecit (Lyneborg, 1971; Lawrence

13 19 & Brown, 1974). Data biologis dan fisiologis mencit dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2.1 Data Biologis dan Fisiologis Mencit No. Parameter Deskripsi 1 Aktivitas Nokturnal 2 Sifat perilaku Hewan sosial, keingintahuan tinggi, dan investigatif. 3 Penglihatan Lemah 4 Pendengaran Peka/sangat peka 5 Pembauan Peka/sangat peka 6 Suhu tubuh rata-rata 37º C 7 Rata-rata pernapasan napas/menit 8 Rata-rata denyut jantung detak/menit 9 Konsumsi air harian 5 ml 10 Konsumsi pakan harian 5 gram 11 Lama siklus estrus 4 5 hari 12 Durasi estrus 12 jam 13 Rata-rata jumlah anak Periode kehamilan hari 15 Rata-rata berat kelahiran 0,5 1,5 gram 16 Masa menyusui hari 17 Kematangan seksual 6 7 minggu (jantan) ; 7 8 minggu (betina) 18 Masa reproduksi 7 9 bulan 19 Berat jantan dewasa gram 20 Berat betina dewasa gram 21 Masa hidup 1,5 3 tahun (Sumber: UACC, 2009)

14 20 Sebagai hewan nokturnal, mencit memiliki kemampuan melihat warna yang rendah bahkan tak dapat membedakan warna sama sekali. Mencit memiliki pendengaran dan pembauan yang kuat, mereka dapat merasakan suara ultra (ultrasound) hingga lebih dari 100 KHz. Mencit berkomunikasi di tengah-tengah keramaian manusia dengan cara mendecit sebagai peringatan jarak jauh dan menggunakan suara ultra untuk komunikasi jarak dekat. Mencit juga mengandalkan feromon untuk berkomunikasi, feromon adalah senyawa kimia yang diproduksi oleh hewan yang memberikan stimulus pada organ pembauan (olfactory stimuly) dan untuk berkomunikasi satu sama lain (Schwiebert, 2007), mencit memproduksi feromon dari kelenjar-kelenjarnya (Achiraman & Archunan, 2002; Kimoto et al., 2005). Pada mencit jantan, air mata dan urinnya sangat berbau tajam dan mengandung feromon. Mencit mengenali feromon dengan menggunakan organ Jacobson yang terletak di bawah hidungnya (Chamero et al., 2007). F. Sistem Reproduksi Mencit Jantan Salah satu cara membedakan jenis kelamin mencit jantan dan mencit betina adalah dengan cara membandingkan jarak antara genital papila dengan anus pada mencit jantan dan betina, jarak ini dinamakan anogenital space. Anogenital space pada mencit betina lebih pendek dibandingkan dengan anogenital space pada mencit jantan (Schwiebert, 2007) seperti terlihat pada Gambar 2.6.

15 21 Sistem reproduksi mencit jantan terdiri atas testis dan kantung skrotum, epididimis dan vas deferens, sisa sistem ekskretori pada masa embrio yang berfungsi untuk transport sperma, kelenjar asesoris, urethra, dan penis. Selain urethra dan penis, semua struktur ini berpasangan (Rugh, 1967 dalam Suparni, 2009). jantan betina Gambar 2.6 Determinasi Jenis Kelamin Jantan dan Betina pada (a) Mencit Muda dan (b) Mencit Dewasa Berdasarkan Jarak antara Genital Papila dan Anus (anogenital space) (Sumber: The Assistant Laboratory Animal Technician Training Manual, oleh Lawson dalam Schwiebert, 2007) Penis berbentuk bulat panjang, bagian dalam penis terdiri dari tiga masa silindris, dua masa silindris berada di sebelah dorsal yang disebut corpora carvenosa penis dan satu masa terletak di sebelah ventral yang disebut corpus spongiosum penis yang di tengahnya terdapat urethra, ketiga masa tersebut terdiri dari sinus-sinus pembuluh darah dan diselimuti oleh tunica albuginea yang merupakan jaringan fibrosa (Adyana, 2008).

16 22 Skrotum atau kantung gonad yang berisi testis merupakan suatu kantung yang permukaan luarnya terdiri dari kulit yang ditumbuhi rambut serta mengandung kelenjar minyak rambut, di bawah kulit tersebut terdapat fasia superficialis. Skrotum berfungsi sebagai pengatur suhu lingkungan testis. Kedua testis dipisahkan oleh sekat (septum) dari jaringan ikat dan otot polos yang disebut otot dartos, otot dartos berfungsi untuk menggerakkan skrotum untuk mengerut dan mengendur, di bawah lapisan otot dartos terdapat pula otot cremaster yang berasal dari otot lurik dinding perut. Sekat ini terlihat berlekuk dari sebelah luar, lekukannya disebut perineal raphe (Yatim, 1994; Adyana, 2008). Gonad yang disebut testis jumlahnya sepasang dan terletak di dalam skrotum yaitu suatu kantung yang berada di luar rongga tubuh, pada awal perkembangannya testis berada di dalam rongga tubuh (abdomen) kemudian turun ke skrotum, pada proses turunnya testis ikut terbawa lapisan rongga tubuh (peritoneum) bersama otot dinding abdomen (Yatim, 1994). Untuk memproduksi sperma yang normal diperlukan temperatur ± 33ºC dimana suhu tersebut lebih rendah 3 ºC dari suhu tubuh, mungkin untuk keperluan suhu inilah testes berada di luar rongga tubuh (Adyana, 2008). Setiap testis ditutupi oleh jaringan ikat fibrosa yang disebut tunica albuginea, bagian tipisnya atau septa akan memasuki organ untuk membelah menjadi kurang lebih 250 rongga yang disebut lobulus yang mengandung satu hingga empat saluran yang menggulung disebut tubulus seminiferus. Tubulus seminiferus akan menjadi tubulus lurus kembali yang disebut rete testes (Adyana, 2008). Bagian tunika memasuki testis dan bagian arteri testicular yang masuk

17 23 disebut sebagai hilus. Arteri memberi nutrisi setiap bagian testis kemudian akan bersentuhan dengan vena testiskular yang meninggalkan hilus (Rugh, 1967 dalam Suparni, 2009). SISTEM REPRODUKSI MENCIT JANTAN Prostat Vesikula seminalis Kandung kemih Penis Gambar 2.7 Sistem Reproduksi Mencit Jantan (Sumber: UACC, 2009) Pada organ testis inilah spermatozoa dihasilkan bersama sedikit plasma semen (cairan mani) yang disalurkan ke luar tubuh secara berurutan melalui tubuli recti, rete testes, ductuli efferentes, ductus epididimis, vas deferens, dan urethra. Sel penggetah cairan semen banyak terdapat di dalam saluran tersebut, selain itu terdapat pula kelenjar yang menghasilkan cairan semen yang menyalurkan getahmya ke saluran tersebut, yaitu vesica seminalis, kelenjar prostat, kelenjar cowper (bulbouurethralis), dan kelenjar littre (Yatim, 1994). Epitel tubulus seminiferus berada tepat di bawah membran basalis yang dikelilingi oleh jaringan ikat fibrosa yang tipis. Stroma interstisial terdapat di antara tubulus, terdiri atas gumpalan sel Leydig ataupun sel sertoli (sustentaculer)

18 24 kaya akan darah dan cairan limfe. Sel Leydig atau disebut juga interstitial endokrinosit memiliki fungsi utama memproduksi hormon testosteron (Adyana, 2008). Sel interstisial testis mempunyai inti bulat yang besar dan mengandung granul yang kasar, sitoplasmanya bersifat eosinofilik dan jaringan interstisial ini diketahui menguraikan hormon jantan testosteron. Epitel seminiferus tidak mengandung sel spermatogenik secara eksklusif, tetapi mempunyai nutrisi yang menjaga sel sertoli yang tidak dijumpai di tubuh lain (Rugh, 1967 dalam Suparni, 2009). Sel sertoli ialah sel-sel yang berada di antara sel-sel spermatosit, bersentuhan dengan dasarnya ke membran basalis dan menuju lumen tubulus seminiferus. Di dalam inti sel sertoli terdapat nukleolus yang banyak, satu bagian terdiri atas badan yang bersifat asidofilik di sentral dan sisanya badan yang bersifat basidofilik di perifer. Sel sertoli diperkirakan mempunyai banyak bentuk tergantung aktivitasnya. Sel sertoli berfungsi memberi nutrien kepada sel-sel yang berada dalam proses spermatogenesis yaitu spermatosit, spermatid, spermatozoa (Adyana, 2008), membentuk blood-testes barier yang dapat menghalangi antibodi spesifik terhadap sperma dari darah menuju ke sperma, karena ternyata spermatozoa dapat menghasilkan antigen permukaan. Sel sertoli juga bekerja sebagai pembersih dengan memagocytosis zat-zat sisa selama spermatogenesis, memproduksi androgen-binding-protein yang dapat mengikat testosteron, karena testosteron ternyata sangat dibutuhkan dalam proses spermatogenesis, selain itu sel sertoli memproduksi suatu hormon protein yaitu inhibin yang memiliki sifat feedback negative terhadap FSH. Hormon FSH bertindak merangsang

19 25 spermatogenesis. Bila suatu saat spermatogenesis telah mencapai maksimum, inhibin menghalangi FSH, dengan demikian kecepatan spermatogenesis dikurangi (Adyana, 2008), sel sertoli juga berperan sebagai sel penyokong untuk metamorfosis spermatid menjadi spermatozoa dan retensi sementara dari spermatozoa matang (Yatim, 1994), panjang piramid dan intinya berada tegak lurus dengan mebran basalis. Sitoplasma dekat lumen secara umum mengandung banyak kepala spermatozoa yang matang sedangkan ekornya berada bebas dalam lumen (Rugh, 1967 dalam Suparni, 2009). Epididimis merupakan daerah tempat pematangan dan penyimpanan spermatozoa. Epididimis terdiri dari bagian kepala (caput), badan (corpus), dan ekor (cauda). Bagian kepala terdiri dari sejumlah ductus efferens yang keluar dari rete testes. Ductus efferens kemudian bergabung menjadi satu ductus epididymis yang bergulung-gulung membentuk bagian badan dan ekor epididimis (Adyana, 2008). Spermatozoa dapat bertahan di dalam epididimis selama 1 bulan, jika spermatozoa terlalu banyak ditimbun misalnya dikarenakan abstinensi (tidak ejakulasi) yang cukup lama maka sel epitel epididimis dapat bertindak phagocytosis terhadap spermatozoa. Spermatozoa kemudian akan berdegenerasi dalam dinding epididimis dan dapat dipakai kembali sebagai nutrisi oleh sel (Yatim, 1994). Fungsi organ reproduksi pada jantan dapat dibagi menjadi tiga subdivisi yaitu spermatogenesis, kinerja kegiatan seksual jantan, dan pengaturan fungsi reproduksi jantan oleh berbagai hormon (Finn, G., 1994 dalam Sopia, 2009).

20 26 G. Spermatogenesis pada Mencit Jantan Secara umum spermatogenesis terdiri dari tiga tahap yaitu spermatocytogenesis, meiosis, dan spermiogenesis. Spermatocytogenesis disebut juga tahap proliferasi atau perbanyakan (Yatim, 1994). Lapisan sel terdalam dari sel-sel epitelium yang melekat pada membran basalis disebut spermatogonia (Adyana, 2008). Spermatogonia ialah sel-sel diploid (22 pasang kromosom somatis + kromosom seks XY) yang selalu membelah secara mitosis berkali-kali sehingga menjadi spermatogonia yang siap mengalami meiosis (Yatim, 1994) dan menghasilkan dua sel anak. Satu sel diantaranya tetap berada dekat membrana basalis untuk kembali melakukan mitosis. Sel kedua akan terdorong ke dalam menjadi spermatosit primer, sel-sel ini juga berupa sel-sel diploid (2n = 46 kromosom). Kemudian spermatosit primer ini melakukan meiosis I. Mula-mula terjadi replikasi DNA kemudian ke 46 kromosom yang masing-masing terdiri dari 2 kromatid berjejer terbentuk menurut pasangan homolognya pada bagian tengah sel. Lalu terbentuklah meotik spindel. Pasangan kromosom masing-masing bergerak menuju salah satu kutub sel yang berlawanan dan terbentuklah sel-sel baru yang disebut spermatosit sekunder yang masing-masing memiliki 23 kromosom (haploid) dimana setiap kromosom memiliki 2 kromatid (Adyana, 2008). Spermatosit sekunder akan melanjutkan pembelahan selnya yang disebut meiosis II. Pada tahap meiosis II ini replikasi DNA tidak terjadi, setiap kromosom sekarang berjejer pada bidang ekuator sel dan masing-masing kromatidnya ditarik oleh spindel-spindel menuju kutub yang berlawanan. Sel-sel yang terbentuk

21 27 sekarang memiliki 23 kromatid (haploid) dan disebut spermatid. Setiap spermatosit primer akan memproduksi empat spermatid, yaitu dua spermatid berisi 22 kromatid (kromosom) + kromosom X dan dua spermatid yang lain berisi 22 kromatid + kromosom Y. Spermatid berada pada lapisan dalam tubulus seminiferus dekat lumen (Adyana, 2008). Gambar 2.8 Spermatogenesis (Sumber: Campbell et al., 1999 dengan perubahan) Suatu hal yang istimewa pada proses meiosis di tubulus seminiferus ini adalah sitokinesis (pembelahan sitoplasma) tidaklah sempurna, selalu terdapat jembatan sitoplasma pada tiap tahapan meiosis (kecuali pada tahapan akhir yaitu spermatozoa sudah tidak memiliki jembatan sitoplasma dengan spermatozoa lain).

22 28 Hal ini memungkinkan terjadinya tahapan-tahapan produksi spermatozoa secara sinkron (Adyana, 2008). Tahapan akhir dari spermatogenesis ialah spermiogenesis yaitu proses perubahan bentuk dan fungsi dari satu spermatid yang tidak berekor menjadi satu spermatozoa yang berekor (flagela). Proses spermiogenesis terdiri dari empat tahap yaitu fase golgi, fase tutup, fase akrosom, dan fase pematangan. Fase golgi merupakan fase pembentukkan proakrosom di dalam alat golgi spermatid, butiran proakrosom ini dilapisi oleh acrosomal vesicle yang melekat ke salah satu sisi inti, bagian inilah yang akan menjadi bagian depan dari spermatozoa. Fase tutup terjadi saat gembungan akrosom semakin besar dan membentuk lapisan tipis menutupi bagian kutub spermatozoa. Fase akrosom adalah fase terjadinya distribusi bahan akrosom dimana nukleoplasma berkondensasi, sementara spermatid memanjang (Yatim, 1994). Akrosom kaya akan karbohidrat dan enzim hidrolisa seperti hyaluronidase, neuroaminidase, posfatase asam, dan protease yang aktivitasnya mirip tripsin. Fase pematangan adalah proses dimana spermatid berubah bentuk sesuai dengan ciri species (Yatim, 1994). Spermatozoa yang terbentuk akan berpindah ke rete testes kemudian ke dalam epididimis. Di dalam epididimis, spermatozoa akan menjadi matang dalam waktu satu hingga sepuluh hari. Spermatozoa juga disimpan di dalam ductus deferens dimana sperma dapat bertahan hidup. Spermatozoa yang matang ialah sperma yang sudah mampu memfertilisasi ovum (Adyana, 2008).

23 29 Sel germinal primordial mencit jantan muncul sekitar delapan hari kehamilan dengan jumlah 100 sel, sel-sel ini merupakan awal dari jutaan spermatozoa yang akan diproduksi dan masih berada di daerah ekstra gonad. Karena sel germinal kaya akan alkalin fosfatase untuk menyuplai energi pergerakan melalui jaringan embrio, maka sel germinal dapat dikenali dengan teknik pewarnaan. Pada hari ke sembilan dan sepuluh kehamilan, sebagian mengalami degenerasi dan sebagian lain mengalami proliferasi dan bahkan bergerak ke arah genitalia (pada hari ke 11 dan 12). Pada saat itu jumlah sel genital mencapai 5000 dan identifikasi testis dapat dilakukan. Proses proliferasi dan diferensiasi berlangsung di daerah medula testis. Pada kasus steril, kehilangan sel germinal berlangsung selama perjalanan dari bagian ekstra gonad menuju daerah genitalia. Mendekati akhir masa fetus, aktivitas mitosis sel germinal primordial dalam bagian genitalia berkurang dan beberapa sel mulai terdegenerasi menjelang hari ke 19 kehamilan. Setelah kelahiran, sel tampak lebih besar, dan dikenal sebagai spermatogonia. Sepanjang hidup mencit, spermatogonia akan tetap ada dalam testis. Terdapat tiga jenis spermatogonia, yaitu spermatogonia tipe A, tipe intermediet, dan spermatogonia tipe B (Rugh, 1967 dalam Suparni, 2009). Spermatogonia tipe A merupakan induk stem cell yang mampu membelah menjadi spermatozoa. Spermatogonia tipe A paling besar dan mengandung inti kromatin yang mirip partikel debu halus. Spermatogonia A dapat meningkat jumlahnya melalui spermatogonia intermediet menjadi spermatogonia B yang lebih kecil dan jumlahnya lebih banyak. Spermatogonia B membelah dua untuk meningkatkan jumlahnya atau berubah menjadi spermatosit primer. Diperkirakan

24 30 lamanya dari metafase spermatogonia menjadi profase meiosis sekitar tiga sampai sembilan hari. Menuju metafase kedua selama empat hari atau kurang, dan menuju spermatozoa imatur selama tujuh hari atau lebih. Maka, waktu dari metafase spermatogonia menjadi spermatozoa imatur paling sedikit 10 hari. Tanda pertama bahwa spermatogonia B akan berkembang menjadi spermatosit primer adalah ukuran menjadi lebih besar serta bergerak menjauhi membran dasar. Spermatosit primer membelah menjadi dua spermatosit sekunder yang lebih kecil, kemudian kedua spermatosit sekunder membelah kembali menghasilkan empat spermatid. Masing-masing spermatid ini kemudian berkembang lebih lanjut menjadi spermatozoa (Rugh, 1967 dalam Suparni 2009). Spermatozoa yang telah matang terdiri dari kepala, leher, bagian tengah, dan ekor. Bagian kepala terdiri dari inti sel yang mengandung kromatin dan akrosom yang terletak di sebelah depan inti. Akrosom merupakan suatu kantung lysosom yang mengandung berbagai enzim antara lain hyaluronidase dan akrosin. Kedua enzim ini memungkinkan sperma mencernakan bagian membran ovum sehingga memudahkan penetrasi sperma ke dalam ovum (Adyana, 2008). Bagian leher terdiri dari sepasang sentriol tempat melekatnya flagela. Bagian tengah terdiri dari mitokondria yang berbentuk spiral yang mengelilingi flagela, di dalam mitokondria inilah terjadi proses metabolisme yang menghasilkan ATP yang diperlukan untuk pergerakkan flagela. Bagian ekor sperma mencit berupa flagela dapat bergerak seperti gelombang, memungkinkan sperma melaju ke segala arah. Flagela terdiri dari sembilan pasang mikrotubuli yang melingkari dua mikrotubuli pusat. Pada mikrotubuli terdapat protein

25 31 kontraktil tubulus. Spermatozoa diproduksi dengan kecepatan kurang lebih 300 juta setiap hari (Adyana, 2008). H. Hormon Reproduksi Jantan Hormon testosteron ialah suatu hormon steroid yang disintesa dari kolesterol atau acetyil CoA (Norris, 1980). Fungsi testosteron ialah membentuk dan mempertahankan tanda-tanda seks sekunder jantan, testosteron juga memiliki sifat anabolisme misalnya merangsang pertumbuhan tulang, spermatogenesis, pembentukkan protein, merangsang pertumbuhan dan perkembangan organ-organ seks primer maupun kelenjar-kelenjar tambahannya (vesica seminalis dan kelenjar prostat). Secara psikis testosteron memengaruhi pusat-pusat di otak sehingga menimbulkan sifat-sifat atau tingkah laku jantan dan keagresifan jantan (Adyana, 2008). Menjelang dewasa hypofisis bagian anterior (adenohypophyse) memproduksi gonadotropin, yaitu hormon FSH (Follicle Stimulating Hormone) dan LH (Luteinizing Hormone). Sekresi kedua hormon tersebut dipengaruhi oleh GnRF (Gonadotropin Releasing Factor) yang berasal dari hypothalamus. Fungsi FSH ialah merangsang sel-sel spermatogonia untuk melakukan spermatogenesis, merangsang sel-sel sertoli untuk memproduksi androgen binding-protein, sehingga nutrisi dari sel-sel spermatosit dan spermatid terjamin, dengan demikian spermatogenesis menjadi lancar. Bila spermatogenesis sudah melampaui titik tertentu, sel-sel sertoli menyekresikan suatu polipeptida inhibin (polypeptide inhibiting) yang akan melakukan feedback negative (Gambar 2.9) terhadap

26 32 hypofisis, sehingga kadar FSH menurun, dengan demikian spermatogenesis dikurangi (Adyana, 2008). rangsangan dari berbagai daerah di otak Hypothalamus GnRH dari hypothalamus mengatur pengeluaran FSH dan LH dari hypofisis anterior Hypofisis anterior Feedback negative FSH bekerja pada sel Sertoli di tubulus seminiferus, merangsang spermatogenesis Sel Leydig memproduksi testosteron LH merangsang sel Leydig untuk meproduksi testosterone, sekaligus merangsang produksi sperma Sel Sertoli Karakteristik seks primer dan sekunder Spermatogenesis Testis Pusat hormonal pada testis. Gonadotropin releasing hormone (GnRH) dari hypothalamus merangsang pengeluaran hormon gonadotropic oleh hypofisis anterior dengan efek yang berbeda pada testis. Luteinizing hormone (LH) dan Follicle stimulating hormone (FSH). FSH bekerja pada sel Sertoli sebagai sumber nutrisi pada saat pembentukan sperma. LH bekerja pada sel Leydig yang menghasilkan hormon androgen (testosteron). Feedback negative dari testosteron di hypothalamus dan hypofisis anterior mengatur interaksi utama dari kadar LH, FSH, dan GnRH dalam darah. Gambar 2.9 Mekanisme Feedback Negative Hypofisis-Hypothalamus (Sumber: Campbell, 2005) Fungsi LH ialah merangsang produksi testosteron oleh sel-sel Leydig, tetapi bila kadar testosteron tubuh melampaui batas tertentu, testosteron akan melakukan feedback negative terhadap hypothalamus untuk mengurangi sekresi GnRF, maka kadar LH akan menurun, hal ini akan menurunkan kadar testosteron. Bila kadar testosteron menurun di bawah batas tertentu hal ini akan menjadi

27 33 feedback positive, GnRF akan disekresikan maka kadar LH akan meningkat dan pada akhirnya kadar testosteron akan meningkat (Norris, 1980; Adyana, 2008). I. Penilaian Kualitas Spermatozoa Kualitas spermatozoa sangat penting bagi individu untuk dapat mempertahankan generasinya dengan proses perkawinan. Penilaian kualitas spermatozoa meliputi konsentrasi sperma (jumlah sperma/ml suspensi semen dari kauda epididimis), motilitas sperma, dan abnormalitas sperma. Motilitas sperma diamati dengan menghitung persentase jumlah sperma yang motil sesuai dengan penampakan sperma pada lima bidang pandang haemocytometer. Kriteria motilitas sperma yang diamati dibagi menjadi dua kriteria yaitu A untuk motilitas bergerak maju dan B untuk motilitas bergerak di tempat (Yatim, 1994). Abnormalitas sperma diamati dengan cara melihat kelainan pada kepala, badan, dan ekor spermatozoa (Toelihere, 1985). Abnormalitas spermatozoa terbagi menjadi dua kategori yaitu abnormalitas primer dan abnormalitas sekunder. Abnormalitas spermatozoa primer merupakan abnormalitas yang berasal dari gangguan pada testis seperti ukuran kepala sperma yang kecil atau besar, miring, memiliki kepala dua, dan berekor dua, sedangkan abnormalitas sekunder merupakan kerusakan spermatozoa yang berasal dari kesalahan perlakuan setelah semen dikeluarkan dari testis misalnya akibat goncangan yang terlalu keras, dikeringkan terlalu cepat, pemanasan saat pengeringan terlalu tinggi, atau kesalahan dalam membuat preparat. Penampakan

28 34 sperma pada abnormalitas sekunder dapat berupa patah ekor, patah kepala, ekor kusut, dan kepala terpisah dari ekor (Partodihardjo, 1980). Kualitas sperma yang baik akan mendukung daya keberhasilan sel-sel spermatozoa untuk membuahi sel telur ketika proses pembuahan. Kualitas sperma yang diamati terdiri dari konsentrasi sperma, motilitas sperma, dan abnormalitas sperma, kualitas sperma yang baik ditentukan oleh ketiga hal tersebut. Adil (1987) membagi spermatozoa ke dalam empat kriteria dilihat dari konsentrasi dan motilitasnya, yaitu: high fertile jika terdapat lebih dari 185 juta spermatozoa yang bergerak aktif (motil)/volume ejakulat, relative fertile jika terdapat antara juta spermatozoa motil/volume ejakulat, sub fertile jika terdapat kurang dari 80 juta spermatozoa motil/volume ejakulat, dan sterile jika tidak terdapat sama sekali spermatozoa motil dalam semen, sedangkan menurut Yatim (1994) konsentrasi atau jumlah spermatozoa/ml semen dapat dibedakan atas empat golongan fertilitas, yaitu: polyzoospermia (> 250 juta/ml), normozoospermia ( juta/ml), oligozoospermia (< 40 juta/ml), dan azoospermia (0 juta/ml).

BAB I PENDAHULUAN. Pinang (Areca catechu L.) atau jambe dalam Bahasa Sunda merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Pinang (Areca catechu L.) atau jambe dalam Bahasa Sunda merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pinang (Areca catechu L.) atau jambe dalam Bahasa Sunda merupakan salah satu tumbuhan palma. Tumbuhan ini tersebar dari Afrika Timur, Semenanjung Arab, Tropikal Asia,

Lebih terperinci

Sistem Reproduksi Pria meliputi: A. Organ-organ Reproduksi Pria B. Spermatogenesis, dan C. Hormon pada pria Organ Reproduksi Dalam Testis Saluran Pengeluaran Epididimis Vas Deferens Saluran Ejakulasi Urethra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Henny Natalya Sari, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Henny Natalya Sari, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kendala utama yang dihadapi beberapa negara berkembang dewasa ini umumnya bersumber pada permasalahan kependudukan. Mulai dari masih tingginya angka kematian bayi dan

Lebih terperinci

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Teknologi Informasi dalam Kebidanan yang dibina oleh Bapak Nuruddin Santoso, ST., MT Oleh Devina Nindi Aulia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk mencapai tata kehidupan yang selaras dan seimbang dengan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk mencapai tata kehidupan yang selaras dan seimbang dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Keterbatasan sumber daya alam dan pertambahan penduduk yang pesat merupakan masalah negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia. Pertambahan penduduk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dari pengamatan kualitas sperma mencit (konsentrasi sperma,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dari pengamatan kualitas sperma mencit (konsentrasi sperma, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil dari pengamatan kualitas sperma mencit (konsentrasi sperma, motilitas sperma, dan abnormalitas sperma) yang dilakukan di Laboratorium Fisiologi secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kendala utama yang dihadapi beberapa negara berkembang dewasa ini umumnya bersumber pada permasalahan kependudukan. Mulai dari masih tingginya angka kematian bayi dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya

I. PENDAHULUAN. Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya satu tahun berhubungan seksual, sedikitnya empat kali seminggu tanpa kontrasepsi (Straight,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) Terhadap Berat Badan, Berat Testis, dan Jumlah Sperma Mencit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tingginya dapat mencapai 30 meter sesuai dengan kondisi lingkungan. Batang

BAB I PENDAHULUAN. tingginya dapat mencapai 30 meter sesuai dengan kondisi lingkungan. Batang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pinang (Areca catechu L.) merupakan tumbuhan monokotil tak bercabang, tingginya dapat mencapai 30 meter sesuai dengan kondisi lingkungan. Batang pinang ramping

Lebih terperinci

OLeh : Titta Novianti, S.Si. M.Biomed

OLeh : Titta Novianti, S.Si. M.Biomed OLeh : Titta Novianti, S.Si. M.Biomed Sel akan membelah diri Tujuan pembelahan sel : organisme multiseluler : untuk tumbuh, berkembang dan memperbaiki sel-sel yang rusak organisme uniseluler (misal : bakteri,

Lebih terperinci

Tahap pembentukan spermatozoa dibagi atas tiga tahap yaitu :

Tahap pembentukan spermatozoa dibagi atas tiga tahap yaitu : Proses pembentukan dan pemasakan spermatozoa disebut spermatogenesis. Spermatogenesis terjadi di tubulus seminiferus. Spermatogenesis mencakup pematangan sel epitel germinal melalui proses pembelahan dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Ihsanurrozi, 2014). Tumbuhan ini tumbuh dan tersebar luas di wiliyah India,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Ihsanurrozi, 2014). Tumbuhan ini tumbuh dan tersebar luas di wiliyah India, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan Pinang 2.1.1 Deskripsi Tumbuhan Pinang Tumbuhan Pinang (Areca catechu L.) merupakan salah satu dari jenis tumbuhan yang memiliki banyak kegunaan antara lain untuk dikonsumsi,

Lebih terperinci

Function of the reproductive system is to produce off-springs.

Function of the reproductive system is to produce off-springs. Function of the reproductive system is to produce off-springs. The Gonad produce gamets (sperms or ova) and sex hormones. All other reproductive organs are accessory organs Anatomi Sistem Reproduksi Pria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riki Ahmad Taufik, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riki Ahmad Taufik, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk di Negara berkembang khususnya Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat secara tajam. Beberapa usaha telah di lakukan untuk menekan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ciri khas burung puyuh ( Coturnix-Coturnix Japonica ) adalah bentuk badannya relatif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ciri khas burung puyuh ( Coturnix-Coturnix Japonica ) adalah bentuk badannya relatif BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Burung Puyuh Ciri khas burung puyuh ( Coturnix-Coturnix Japonica ) adalah bentuk badannya relatif lebih besar dari jenis burung-burung puyuh lainnya. Burung puyuh ini memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal seperti Domba Ekor Gemuk (DEG) maupun Domba Ekor Tipis (DET) dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal seperti Domba Ekor Gemuk (DEG) maupun Domba Ekor Tipis (DET) dan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Wonosobo Domba Texel di Indonesia telah mengalami perkawinan silang dengan domba lokal seperti Domba Ekor Gemuk (DEG) maupun Domba Ekor Tipis (DET) dan kemudian menghasilkan

Lebih terperinci

Anatomi/organ reproduksi wanita

Anatomi/organ reproduksi wanita Anatomi/organ reproduksi wanita Genitalia luar Genitalia dalam Anatomi payudara Kelainan organ reproduksi wanita Fisiologi alat reproduksi wanita Hubungan ovarium dan gonadotropin hormon Sekresi hormon

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kesuburan pria ditunjukkan oleh kualitas dan kuantitas spermatozoa yang

I. PENDAHULUAN. Kesuburan pria ditunjukkan oleh kualitas dan kuantitas spermatozoa yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesuburan pria ditunjukkan oleh kualitas dan kuantitas spermatozoa yang meliputi motilitas, dan morfologinya. Salah satu penyebab menurunnya kualitas dan kuantitas sperma

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Entok (Cairina moschata) Entok (Cairina moschata) merupakan unggas air yang berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Entok lokal memiliki warna bulu yang beragam

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.1

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.1 SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.1 1. Perhatikan gambar berikut! Bagian yang disebut dengan oviduct ditunjukkan oleh huruf... A B C D Bagian yang ditunjukkan oleh gambar

Lebih terperinci

HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD. Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D.

HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD. Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D. HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D. Mekanisme umpan balik pelepasan hormon reproduksi pada hewan betina Rangsangan luar Cahaya, stress,

Lebih terperinci

OOGENESIS DAN SPERMATOGENESIS. Titta Novianti

OOGENESIS DAN SPERMATOGENESIS. Titta Novianti OOGENESIS DAN SPERMATOGENESIS Titta Novianti OOGENESIS Pembelahan meiosis yang terjadi pada sel telur Oogenesis terjadi dalam dua tahapan pembelahan : yaitu mitosis meiosis I dan meiosis II Mitosis : diferensaiasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman Jati Belanda (Guazuma ulmifolia) merupakan tanaman berupa pohon

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman Jati Belanda (Guazuma ulmifolia) merupakan tanaman berupa pohon BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman Jati Belanda (Guazuma ulmifolia) merupakan tanaman berupa pohon yang biasanya memiliki tinggi mencapai 10 m sampai 20 m. Tanaman ini merupakan tanaman dikotil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pernah mengalami masalah infertilitas ini semasa usia reproduksinya dan

I. PENDAHULUAN. pernah mengalami masalah infertilitas ini semasa usia reproduksinya dan I. PENDAHULUAN Infertilitas merupakan suatu masalah yang dapat mempengaruhi pria dan wanita di seluruh dunia. Kurang lebih 10% dari pasangan suami istri (pasutri) pernah mengalami masalah infertilitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa negara berkembang seperti Indonesia memiliki kepadatan penduduk yang cukup besar sehingga aktivitas maupun pola hidup menjadi sangat beraneka ragam. Salah satu

Lebih terperinci

REPRODUKSI SEL REPRODUKSI SEL AMITOSIS. Profase I. Pembelahan I. Metafase I. Anafase I MEIOSIS. Telofase I. Interfase. Profase II.

REPRODUKSI SEL REPRODUKSI SEL AMITOSIS. Profase I. Pembelahan I. Metafase I. Anafase I MEIOSIS. Telofase I. Interfase. Profase II. REPRODUKSI SEL AMITOSIS REPRODUKSI SEL Pembelahan I Profase I Metafase I Anafase I Proleptotene Leptotene Zygotene Pachytene Diplotene Diakinesis MEIOSIS Interfase Telofase I Pembelahan II Profase II Metafse

Lebih terperinci

Sohibul Himam ( ) FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2008

Sohibul Himam ( ) FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2008 MAKALAH TENTANG THERMOREGULASI (PENGATURAN SUHU) PADA TESTIS Oleh Sohibul Himam (0710510087) FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2008 1 Pendahuluan Testis merupakan organ kelamin primer bagi

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Kacang betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan

Lebih terperinci

FISIOLOGI FUNGSI ORGAN REPRODUKSI LAKI-LAKI. Dr. Akmarawita Kadir., M.Kes., AIFO

FISIOLOGI FUNGSI ORGAN REPRODUKSI LAKI-LAKI. Dr. Akmarawita Kadir., M.Kes., AIFO FISIOLOGI FUNGSI ORGAN REPRODUKSI LAKI-LAKI Dr. Akmarawita Kadir., M.Kes., AIFO 1 ISI I. Fungsi Komponen Sistem Reproduksi Pria II. Spermatogenesis III. Aktivitas Seksual Pria IV. Pengaturan Fungsi Seksual

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 2

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 2 SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 2 1. Pasangan antara bagian alat reproduksi laki-laki dan fungsinya berikut ini benar, kecuali... Skrotumberfungsi sebagai pembungkus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan pangan hewani berkualitas juga semakin meningkat. Salah satu pangan hewani

BAB I PENDAHULUAN. akan pangan hewani berkualitas juga semakin meningkat. Salah satu pangan hewani BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk di Indonesia semakin meningkat, menyebabkan kebutuhan akan pangan hewani berkualitas juga semakin meningkat. Salah satu pangan hewani berkualitas yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Batur Domba Batur merupakan salah satu domba lokal yang ada di Jawa Tengah tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba Batur sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2001) dan menurut infomasi tahun 2007 laju pertumbuhan penduduk sudah

BAB I PENDAHULUAN. 2001) dan menurut infomasi tahun 2007 laju pertumbuhan penduduk sudah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia berdasarkan sensus penduduk tahun 2000 adalah sebesar 210.241. 999 dengan pertambahan penduduk sekitar 1,9 % (BPS, 2001) dan menurut infomasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penggunaan rokok sebagai konsumsi sehari-hari kian meningkat. Jumlah

I. PENDAHULUAN. Penggunaan rokok sebagai konsumsi sehari-hari kian meningkat. Jumlah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan rokok sebagai konsumsi sehari-hari kian meningkat. Jumlah konsumen rokok di Indonesia menduduki peringkat ketiga terbesar di dunia setelah Cina dan India. Tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia yang memanfaatkan berbagai jenis tumbuhan sebagai bahan untuk makanan maupun untuk pengobatan tradisional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio.

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Seorang wanita disebut hamil jika sel telur berhasil dibuahi oleh sel sperma. Hasil pembuahan akan menghasilkan zigot, yang lalu berkembang (dengan cara pembelahan sel

Lebih terperinci

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Pendahuluan 5. PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Hormon steroid merupakan derivat dari kolesterol, molekulnya kecil bersifat lipofilik (larut dalam lemak) dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh ekstrak etanol biji labu kuning terhadap jumlah spermatozoa mencit yang diberi 2-ME

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh ekstrak etanol biji labu kuning terhadap jumlah spermatozoa mencit yang diberi 2-ME BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Pengaruh ekstrak etanol biji labu kuning terhadap jumlah spermatozoa mencit yang diberi 2-ME Hasil pengamatan pengaruh ekstrak etanol biji labu kuning

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Kucing Domestik

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Kucing Domestik TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Kucing Domestik Kucing domestik (Felis catus, Linneaus 1758) (Gambar 1) menempati sebagian besar penjuru dunia. Bukti arkeologi menunjukkan domestikasi kucing terjadi di

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Penelitian Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Penelitian Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME Telah dilakukan penelitian pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa

Lebih terperinci

SET 5 REPRODUKSI SEL 2 (GAMETOGENESIS) Gametogenesis adalah pembentukan gamet pada tubuh makhluk hidup. a. GametOGenesis pada manusia dan hewan

SET 5 REPRODUKSI SEL 2 (GAMETOGENESIS) Gametogenesis adalah pembentukan gamet pada tubuh makhluk hidup. a. GametOGenesis pada manusia dan hewan 05 MATERI DAN LATIHAN SBMPTN TOP LEVEL - XII SMA BIOLOGI SET 5 REPRODUKSI SEL 2 (GAMETOGENESIS) Gametogenesis adalah pembentukan gamet pada tubuh makhluk hidup. a. GametOGenesis pada manusia dan hewan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kinerja Induk Parameter yang diukur untuk melihat pengaruh pemberian fitoestrogen ekstrak tempe terhadap kinerja induk adalah lama kebuntingan, dan tingkat produksi anak

Lebih terperinci

HORMON REPRODUKSI JANTAN

HORMON REPRODUKSI JANTAN HORMON REPRODUKSI JANTAN TIU : 1 Memahami hormon reproduksi ternak jantan TIK : 1 Mengenal beberapa hormon yang terlibat langsung dalam proses reproduksi, mekanisme umpan baliknya dan efek kerjanya dalam

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Vitamin C (Asam askorbat) Asam askorbat adalah vitamin yang dapat larut dalam air dan sangat penting untuk biosintesis kolagen, karnitin, dan berbagai neurotransmitter. Kebanyakan

Lebih terperinci

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang Anatomi sistem endokrin Kelenjar hipofisis Kelenjar tiroid dan paratiroid Kelenjar pankreas Testis dan ovum Kelenjar endokrin dan hormon yang berhubungan dengan sistem reproduksi wanita Kerja hipotalamus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Population Data Sheet (2014), Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Population Data Sheet (2014), Indonesia merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepadatan penduduk di Indonesia merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah yang sampai sekarang belum dapat diatasi, hal ini disebabkan karena

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Hasil Evaluasi Karakteristik Semen Ayam Arab pada Frekuensi Penampungan yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Hasil Evaluasi Karakteristik Semen Ayam Arab pada Frekuensi Penampungan yang Berbeda HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil evaluasi semen secara makroskopis (warna, konsistensi, ph, dan volume semen) dan mikroskopis (gerakan massa, motilitas, abnormalitas, konsentrasi, dan jumlah spermatozoa per

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara Lampiran 3 KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN PENGETAHUAN SISTEM REPRODUKSI REMAJA DENGAN TINDAKAN REPRODUKSI SEHAT DI SMA DHARMA PANCASILA MEDAN 2008 No. Identitas : Tgl. Interview : Jenis Kelamin : Keterangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Buah Pinang (Areca catechu) adalah semacam tumbuhan palem

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Buah Pinang (Areca catechu) adalah semacam tumbuhan palem BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buah Pinang (Areca catechu) adalah semacam tumbuhan palem yang tumbuh di daerah Asia, dan Afrika bagian timur, Pasific. Di Indonesia sendiri, Buah pinang banyak terdapat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. merusak alat pendengaran (Marpaung, 2006). Diketahui bahwa. fisik, psikis dan tingkah laku manusia (Chusna, 2008).

TINJAUAN PUSTAKA. merusak alat pendengaran (Marpaung, 2006). Diketahui bahwa. fisik, psikis dan tingkah laku manusia (Chusna, 2008). 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kebisingan 1. Definisi Kebisingan Kebisingan adalah suatu bunyi intensitas tinggi, merupakan pencemaran yang mengganggu dan tidak disukai, dan mengganggu percakapan dan merusak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai usaha telah dilakukan oleh para peneliti anti fertilitas untuk menemukan obat yang tepat dalam mengatasi masalah Keluarga Berencana. Bagi pemerintah Indonesia

Lebih terperinci

merangsang skutelum menghasilkan GA. GA dikirim ke sel-sel protein untuk membentuk enzim baru sebagai pelarut cadangan makanan.

merangsang skutelum menghasilkan GA. GA dikirim ke sel-sel protein untuk membentuk enzim baru sebagai pelarut cadangan makanan. Pertemuan : Minggu ke 13 Estimasi waktu : 150 menit Pokok Bahasan : Perkembangan buah dan biji Sub pokok bahasan : 1. Terbentuknya biji 2. Perkembangan buah 3. Perkecambahan biji 4. Penuaan dan kematian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. hingga 30 m dan meruncing di bagian pucuk, ukuran melintang batang pokok 15

TINJAUAN PUSTAKA. hingga 30 m dan meruncing di bagian pucuk, ukuran melintang batang pokok 15 TINJAUAN PUSTAKA Pinang Pinang merupakan tumbuhan tropika yang ditanam untuk mendapatkan buahnya dan karena keindahannya, sebagai hiasan taman Tingginya antara 10 hingga 30 m dan meruncing di bagian pucuk,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditunjukkan oleh adanya keinginan untuk. untuk mengembangkan budidaya dan produksi tanaman obat (Supriadi dkk,

BAB I PENDAHULUAN. yang ditunjukkan oleh adanya keinginan untuk. untuk mengembangkan budidaya dan produksi tanaman obat (Supriadi dkk, digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Data menunjukkan bahwa sekitar 80 % penduduk dunia memanfaatkan obat tradisional yang bahan bakunya berasal dari tumbuhan. Hal ini timbul sebagai

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.1 Pengaruh polisakarida krestin dari ekstrak jamur Coriolus versicolor terhadap kecepatan motilitas spermatozoa mencit Hasil pengamatan pengaruh polisakarida

Lebih terperinci

II. Bagaimana sifat diwariskan

II. Bagaimana sifat diwariskan II. Bagaimana sifat diwariskan Gen-gen letaknya pada kromosom ( inti sel). Kromosom dan gen-gennya gennya diwariskan saat fertilisasi. Pada gonad pembentukan sel kelamin ( meiosis) Contoh; Kromosom dalam

Lebih terperinci

ORGANISASI KEHIDUPAN. Sel

ORGANISASI KEHIDUPAN. Sel ORGANISASI KEHIDUPAN Sel Sel adalah unit terkecil dari makhluk hidup. Ukuran sangat kecil untuk melihat harus dibantu dengan mikroskop. Kata sel berasal dari bahasa latin cellulae, yang berarti bilik kecil.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sistematika dan Penyebaran Bandikut

TINJAUAN PUSTAKA. Sistematika dan Penyebaran Bandikut TINJAUAN PUSTAKA Sistematika dan Penyebaran Bandikut Sistematika zoologis Bandikut adalah sebagai berikut (Petocz 1994) (Gambar 1): Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Subphylum : Vertebrata Class : Mammalia

Lebih terperinci

5 KINERJA REPRODUKSI

5 KINERJA REPRODUKSI 5 KINERJA REPRODUKSI Pendahuluan Dengan meningkatnya permintaan terhadap daging tikus ekor putih sejalan dengan laju pertambahan penduduk, yang diikuti pula dengan makin berkurangnya kawasan hutan yang

Lebih terperinci

ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... i iii v viii ix xi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Rumusan Masalah... 3 C.

Lebih terperinci

BAB I. penting dari kondisi geografis Indonesia sebagai wilayah kepulauan adalah

BAB I. penting dari kondisi geografis Indonesia sebagai wilayah kepulauan adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekitar 75% dari luas wilayah nasional berupa lautan. Salah satu bagian penting dari kondisi geografis Indonesia sebagai wilayah kepulauan adalah wilayah pantai, dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Volume Semen Domba

HASIL DAN PEMBAHASAN. Volume Semen Domba HASIL DAN PEMBAHASAN Volume Semen Domba Pengukuran volume semen domba dilakukan untuk mengetahui jumlah semen yang dihasilkan oleh satu ekor domba dalam satu kali ejakulat. Volume semen domba dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internal dan faktor eksternal. Salah satu faktor internal yang berpengaruh pada

BAB I PENDAHULUAN. internal dan faktor eksternal. Salah satu faktor internal yang berpengaruh pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infertilitas merupakan salah satu masalah penting bagi setiap orang. Infertilitas pada pria berkaitan erat dengan spermatogenesis. Proses ini dipengaruhi oleh dua faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di masa modern ini, alkohol merupakan minuman yang sangat tidak asing lagi dikalangan masyarakat umum. Kebiasaan masyarakat mengkonsumsi alkohol dianggap dapat memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder IV, yang disebut Hypoactive Sexual Desire Disorder (HSDD) adalah (1) Berkurangnya fantasi seksual atau

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM EMBRIOLOGI

LAPORAN PRAKTIKUM EMBRIOLOGI LAPORAN PRAKTIKUM EMBRIOLOGI Oleh: Connie AstyPakpahan Ines GustiPebri MardhiahAbdian Ahmad Ihsan WantiDessi Dana Yunda Zahra AinunNaim AlfitraAbdiGuna Kabetty T Hutasoit Siti Prawitasari Br. Maikel Tio

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1. Radikal Bebas dan Reactive Oxygen Species (ROS)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1. Radikal Bebas dan Reactive Oxygen Species (ROS) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Radikal Bebas dan Reactive Oxygen Species (ROS) Radikal bebas adalah atom atau molekul yang mempunyai elektron yang tidak berpasangan pada orbital terluarnya dan dapat berdiri

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Bobot Tubuh Ikan Lele Hasil penimbangan rata-rata bobot tubuh ikan lele yang diberi perlakuan ekstrak purwoceng (Pimpinella alpina molk.) pada pakan sebanyak 0;

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Pengaruh Perlakuan Borax Terhadap Performa Fisik

PEMBAHASAN. Pengaruh Perlakuan Borax Terhadap Performa Fisik PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan Borax Terhadap Performa Fisik Bobot Badan Tikus Ekstrak rumput kebar yang diberikan pada tikus dapat meningkatkan bobot badan. Pertambahan bobot badan tikus normal yang diberi

Lebih terperinci

Peristiwa Kimiawi (Sistem Hormon)

Peristiwa Kimiawi (Sistem Hormon) Modul ke: Peristiwa Kimiawi (Sistem Hormon) Fakultas PSIKOLOGI Ellen Prima, S.Psi., M.A. Program Studi PSIKOLOGI http://www.mercubuana.ac.id Pengertian Hormon Hormon berasal dari kata hormaein yang berarti

Lebih terperinci

Jenis jaringan hewan ada empat macam, yaitu jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan otot, dan jaringan saraf.

Jenis jaringan hewan ada empat macam, yaitu jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan otot, dan jaringan saraf. JARINGAN HEWAN Jenis jaringan hewan ada empat macam, yaitu jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan otot, dan jaringan saraf. A. JARINGAN EPITEL Jaringan epitel merupakan jaringan penutup yang melapisi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Selama penelitian rataan suhu dan kelembaban harian kandang berturut-turut 28,3 o C dan 91,3% yang masih dalam kisaran normal untuk hidup kelinci. Adapun suhu dan kelembaban

Lebih terperinci

POTENSI EKSTRAK DAUN DAN TANGKAI DAUN PEGAGAN (Centella asiatica) PADA PENURUNAN MOTILITAS SPERMATOZOA MENCIT (Mus muscullus)

POTENSI EKSTRAK DAUN DAN TANGKAI DAUN PEGAGAN (Centella asiatica) PADA PENURUNAN MOTILITAS SPERMATOZOA MENCIT (Mus muscullus) Seminar Nasional Hasil Penelitian Universitas Kanjuruhan Malang 2017 POTENSI EKSTRAK DAUN DAN TANGKAI DAUN PEGAGAN (Centella asiatica) PADA PENURUNAN MOTILITAS SPERMATOZOA MENCIT (Mus muscullus) Susie

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. subfilum vertebrata atau hewan bertulang belakang. Merak hijau adalah burung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. subfilum vertebrata atau hewan bertulang belakang. Merak hijau adalah burung 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Merak Hijau (Pavo muticus) Merak hijau (Pavo muticus) termasuk dalam filum chordata dengan subfilum vertebrata atau hewan bertulang belakang. Merak hijau adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Alkohol jika dikonsumsi mempunyai efek toksik pada tubuh baik secara langsung

BAB I PENDAHULUAN. Alkohol jika dikonsumsi mempunyai efek toksik pada tubuh baik secara langsung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alkohol jika dikonsumsi mempunyai efek toksik pada tubuh baik secara langsung maupun tidak langsung (Panjaitan, 2003). Penelitian yang dilakukan (Foa et al., 2006)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Konsumsi alkohol telah menjadi bagian dari peradaban manusia selama

BAB 1 PENDAHULUAN. Konsumsi alkohol telah menjadi bagian dari peradaban manusia selama BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsumsi alkohol telah menjadi bagian dari peradaban manusia selama jutaan tahun. Minuman beralkohol dihasilkan dari fermentasi ragi, gula dan pati. Etanol merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang terpapar (WHS, 1993). Bunyi atau suara didefinisikan sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang terpapar (WHS, 1993). Bunyi atau suara didefinisikan sebagai 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kebisingan dan Dampaknya 1. Definisi Kebisingan Kebisingan adalah bunyi atau suara yang tidak dikehendaki yang bersifat mengganggu pendengaran dan dapat menurunkan daya dengar

Lebih terperinci

HORMONAL PRIA. dr. Yandri Naldi

HORMONAL PRIA. dr. Yandri Naldi FUNGSI REPRODUKSI PRIA DAN HORMONAL PRIA dr. Yandri Naldi Fisiologi Kedokteran Unswagati cirebon Sistem reproduksi pria Sistem reproduksi pria meliputi organ-organ reproduksi, spermatogenesis dan hormon

Lebih terperinci

SIKLUS & PEMBELAHAN SEL. Suhardi S.Pt.,MP

SIKLUS & PEMBELAHAN SEL. Suhardi S.Pt.,MP SIKLUS & PEMBELAHAN SEL Suhardi S.Pt.,MP Proses reproduksi aseksual dimulai setelah sperma membuahi telur. PEMBELAHAN SEL Amitosis (Pembelahan biner) Pada umumnya bakteri berkembang biak dengan pembelahan

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari 6 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Semen Kambing Semen adalah cairan yang mengandung gamet jantan atau spermatozoa dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari suspensi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Gelombang Elektromagnetik Gelombang elektromagnetik adalah gelombang yang dapat merambat walaupun tidak memiliki medium atau dapat merambat melalui ruang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Blustru (Luffa aegyptica Roxb.) Tumbuhan Luffa aegyptica Roxb. disebut dengan blustru (Gambar 2.1) merupakan tumbuhan khas Tropis dan sering digunakan sebagai makanan terutama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jantan) yang terjadi hanya di tubuli seminiferi yang terletak di testes (Susilawati,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jantan) yang terjadi hanya di tubuli seminiferi yang terletak di testes (Susilawati, 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Spermatogenesis Spermatogenesis adalah suatu proses pembentukan spermatozoa (sel gamet jantan) yang terjadi hanya di tubuli seminiferi yang terletak di testes (Susilawati,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Tanaman Pepaya (Carica papaya L.) 2.1.1 Klasifikasi Dalam sistematika tumbuhan pepaya dapat diklasifkasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Klasifikasi Delima (Punica granatum L.) Klasifikasi ilmiah buah delima adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisio : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Subkelas : Rosidae

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 7 II. TINJAUAN PUSTAKA II.1 Landasan Teori II.1.1 Obesitas Obesitas adalah peningkatan lemak tubuh yang berlebihan. Obesitas disebabkan adanya keseimbangan energi positif, sebagai akibat ketidak seimbangan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen 19 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil evaluasi terhadap kualitas semen dimaksudkan untuk menentukan kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen tersebut diproses lebih

Lebih terperinci

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi.

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi. Nama : Hernawati NIM : 09027 Saya mengkritisi makalah kelompok 9 No 5 tentang siklus menstruasi. Menurut saya makalah mereka sudah cukup baik dan ketikannya juga sudah cukup rapih. Saya di sini akan sedikit

Lebih terperinci

PROSES KONSEPSI DAN PERTUMBUHAN JANIN Oleh: DR.. H. Moch. Agus Krisno Budiyanto, M.Kes.

PROSES KONSEPSI DAN PERTUMBUHAN JANIN Oleh: DR.. H. Moch. Agus Krisno Budiyanto, M.Kes. HAND OUT PROSES KONSEPSI DAN PERTUMBUHAN JANIN Oleh: DR.. H. Moch. Agus Krisno Budiyanto, M.Kes. Spermatogenesis Sperma diproduksi di spermatogonia (sel epidermis tubulus seminiferus testis. Hormon yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family

BAB I PENDAHULUAN. Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family Menispermaceae yang mempunyai beberapa manfaat diantaranya dapat digunakan untuk mengobati

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Angka pengguna telepon seluler (ponsel) atau handphone di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Angka pengguna telepon seluler (ponsel) atau handphone di Indonesia 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka pengguna telepon seluler (ponsel) atau handphone di Indonesia semakin meningkat tiap tahunnya. Penelitian yang dilakukan oleh Roy Morgan Research di Australia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Persentase Ikan Jantan Salah satu faktor yang dapat digunakan dalam mengukur keberhasilan proses maskulinisasi ikan nila yaitu persentase ikan jantan. Persentase jantan

Lebih terperinci

Sisten reproduksi pria dan wanita A.Sistem reproduksi pria meliputi organ-organ reproduksi, spermatogenesis dan hormon pada pria.

Sisten reproduksi pria dan wanita A.Sistem reproduksi pria meliputi organ-organ reproduksi, spermatogenesis dan hormon pada pria. Sisten reproduksi pria dan wanita A.Sistem reproduksi pria meliputi organ-organ reproduksi, spermatogenesis dan hormon pada pria. Organ Reproduksi Organ reproduksi pria terdiri atas organ reproduksi dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA RADIKAL BEBAS DAN REACTIVE OXYGEN SPECIES (ROS)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA RADIKAL BEBAS DAN REACTIVE OXYGEN SPECIES (ROS) BAB II TINJAUAN PUSTAKA RADIKAL BEBAS DAN REACTIVE OXYGEN SPECIES (ROS) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Radikal Bebas dan Reactive Oxygen Species (ROS) Radikal bebas adalah atom atau molekul yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan pola makan yang serba instan. Sayangnya pengkonsumsian makanan. sehingga berakibat terjadinya penumpukan lemak.

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan pola makan yang serba instan. Sayangnya pengkonsumsian makanan. sehingga berakibat terjadinya penumpukan lemak. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat sekarang sudah mulai menyadari pentingnya nilai kesehatan, hal ini terjadi seiring dengan banyaknya penyakit mematikan yang menyerang usia muda, usia produktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Late-onset hypogonadism (LOH) atau andropause secara klinis dan

BAB I PENDAHULUAN. Late-onset hypogonadism (LOH) atau andropause secara klinis dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Late-onset hypogonadism (LOH) atau andropause secara klinis dan biokimia dijelaskan sebagai penyakit pada pria tua dengan level serum testosteron di bawah parameter

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi dan industri menghasilkan banyak manfaat dalam

I. PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi dan industri menghasilkan banyak manfaat dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan teknologi dan industri menghasilkan banyak manfaat dalam kehidupan manusia. Namun, selain menghasilkan dampak positif, kemajuan teknologi juga membawa dampak

Lebih terperinci

JARINGAN DASAR HEWAN. Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN

JARINGAN DASAR HEWAN. Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN JARINGAN DASAR HEWAN Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN Tubuh hewan terdiri atas jaringan-jaringan atau sekelompok sel yang mempunyai struktur dan fungsi

Lebih terperinci

S E L. Suhardi, S.Pt.,MP

S E L. Suhardi, S.Pt.,MP S E L Suhardi, S.Pt.,MP Foreword Struktur sel, jaringan, organ, tubuh Bagian terkecil dan terbesar didalam sel Aktivitas metabolisme sel Perbedaan sel hewan dan tumbuhan Metabolisme sel Fisiologi Ternak.

Lebih terperinci