NILAI EKONOMI MANFAAT HIDROLOGIS HUTAN DI DAS BRANTAS HULU UNTUK PEMANFAATAN NON KOMERSIAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "NILAI EKONOMI MANFAAT HIDROLOGIS HUTAN DI DAS BRANTAS HULU UNTUK PEMANFAATAN NON KOMERSIAL"

Transkripsi

1 NILAI EKONOMI MANFAAT HIDROLOGIS HUTAN DI DAS BRANTAS HULU UNTUK PEMANFAATAN NON KOMERSIAL Oleh : Fitri Nurfatriani dan Handoyo ) ) ABSTRAK Manfaat hidrologis hutan dalam keseimbangan ekosistem khususnya pada tata air masih dinilai rendah, khususnya untuk pemanfaatan air yang berasal dari mata-mata air di hutan yang langsung dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kebutuhan pertanian dan rumah tangga. Air masih dinilai sebagai barang bebas dimana pemanfaatannya tanpa batas dan tidak dihargai dalam struktur ekonomi. Untuk itu diperlukan penilaian ekonomi atas manfaat hidrologis yang dihasilkan hutan lindung ini, khususnya untuk pemanfaatan non komersial agar diperoleh gambaran kuantitatif manfaat hidrologis hutan sebagai pengatur tata air. Tujuan penelitian ini mengestimasi nilai ekonomi total dari manfaat hidrologis hutan lindung untuk kebutuhan pertanian dan rumah tangga. Metode analisis yang digunakan adalah biaya pengadaan dengan stepwise regretion. Dari penelitian diperoleh besar nilai manfaat air non komersial di Sub DAS Brantas Hulu menghasilkan nilai kesediaan membayar atas manfaat air pertanian sebesar Rp 2,8 juta/petani/tahun sehingga diperoleh nilai ekonomi total sebesar Rp 5,9 trilyun/tahun, dan nilai kesediaan membayar atas manfaat air rumah tangga sebesar Rp 64.78/orang/tahun sehingga diperoleh nilai ekonomi total manfaat air untuk kebutuhan rumah tangga sebesar Rp 4,4 milyar/tahun. Kata kunci: Nilai ekonomi air, hutan, non komersial, ekonomi lingkungan I. PENDAHULUAN Hutan menghasilkan fungsi ekologis sebagai pengatur tata air yaitu dapat berfungsi sebagai pengikat air, dan meningkatkan kapasitas infiltrasi. Di Indonesia sebagian besar dari air yang mengalir di sungai-sungai berasal dari Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berhutan. Dengan demikian ketersediaan air baik kuantitas dan kualitasnya secara langsung berkaitan dengan kualitas hutan (Lee, 98). Konversi hutan untuk penggunaan lahan lain hingga saat ini telah menyebabkan gangguan terhadap kinerja DAS seperti mengeringnya sumber-sumber mata air, peningkatan debit, aliran permukaan dan sedimentasi yang tinggi, serta penurunan permukaan air tanah. Berbagai gangguan tersebut menyebabkan kerugian, khususnya bagi pihak pengguna di kawasan hilir. Banyak pihak yang belum menyadari tentang besarnya peranan hutan dalam mengatur fungsi tata air ini sehingga terjadi berbagai gangguan terhadap kinerja DAS tersebut. Penelitipada Puslitsosek, Bogor Nilai Ekonomi Manfaat Hidrologis Hutan (Fitri Nurfatriani, etd.) 95

2 Saat ini, hutan masih dinilai dari manfaat langsungnya ( tangible). Peran ekologis hutan tidak terlalu banyak dipahami dan dinilai secara konkret sampai dengan terjadinya gangguan ekosistem seperti bencana banjir dan kekeringan yang menyadarkan banyak pihak atas manfaat intangible hutan ini. Terlebih di kawasan hulu suatu DAS, banyaknya sumber air di kawasan tersebut dapat menunjukkan kondisi hutan yang masih baik, dimana sumber air tersebut sangat bermanfaat bagi kehidupan masyarakat sekitar hutan baik untuk kebutuhan rumah tangga, pertanian maupun kepentingan industri. Masyarakat sekitar masih memanfaatkan air dari sumber air ini secara langsung dengan mengalirkannya melalui pipa-pipa ke tempat pengguna. Saat ini pemanfaatan air dari sumber air tersebut belum masuk dalam struktur ekonomi dimana masih belum dilakukan secara komersial. Untuk dapat mengetahui berapa besar nilai manfaat hutan dalam mengatur tata air sehingga masyarakat dapat memanfaatkan air dari sumber-sumber air tersebut, perlu dilakukan penilaian ekonomi atas manfaat hidrologis hutan tersebut. Penilaian ekonomi atas manfaat hidrologis yang dihasilkan hutan lindung ini (khususnya pada pemanfaatan non komersial) untuk memberi gambaran secara kuantitatif manfaat hidrologis hutan sebagai pengatur tata air untuk berbagai pemanfaatan, sehingga diharapkan dapat meningkatkan pemahaman banyak pihak tentang besarnya nilai manfaat hutan khususnya dalam mengatur ketersediaan dan kualitas air. Untuk itu penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis pemanfaatan air non komersial yang telah dilakukan oleh pengguna dan mengestimasi nilai ekonomi total dari manfaat hidrologis hutan non komersial pada berbagai jenis pemanfaatan. II. METODE PENELITIAN A. Kerangka Analisis Nilai merupakan persepsi manusia tentang makna suatu objek (sumberdaya hutan) bagi individu tertentu pada tempat dan waktu tertentu. Oleh karena itu akan terjadi keragaman nilai sumberdaya hutan berdasarkan pada persepsi dan lokasi masyarakat yang berbeda-beda. Untuk menentukan nilai dari sumberdaya hutan adalah dengan melakukan identifikasi terhadap berbagai jenis manfaat yang dihasilkan dari sumberdaya hutan. Keberadaan setiap jenis manfaat ini merupakan indikator adanya nilai yang menjadi sasaran penilaian. Setiap indikator nilai (komponen sumberdaya hutan) ini dapat berupa barang hasil hutan, jasa dari fungsi ekosistem hutan maupun atribut yang melekat pada hutan tersebut dalam hubungannya dengan sosial budaya masyarakat. Langkah kedua dalam penilaian sumberdaya hutan ini adalah melakukan identifikasi kondisi biofisik hutan dan sosial budaya masyarakat karena proses pembentukan nilai sumberdaya hutan berdasarkan pada persepsi individu/masyarakat dan kualitas serta kuantitas komponen sumberdaya hutan tersebut. Langkah selanjutnya adalah melakukan penilaian sumberdaya hutan melalui proses penilaian biofisik dan sosial budaya yaitu kuantifikasi setiap indikator nilai berupa barang hasil hutan, jasa fungsi ekosistem hutan serta atribut hutan dalam kaitannya dengan budaya setempat. Atas dasar kuantifikasi indikator nilai tersebut dilakukan penilaian ekonomi manfaat hutan, berdasarkan metode penilaian tertentu pada setiap klasifikasi nilai (Bahruni, 999). Selengkapnya, kerangka pemikiran dalam 96 Vol. 7 No. September Th. 27, 9-24

3 penelitian ini dijelaskan pada gambar. Biaya Penuh Pengadaan Air (Biaya O&P dan Eksternalitas) Manfaat bernilai komersial (memiliki harga pasar) Manfaat Hidrologis Hutan Lindung Manfaat bernilai non komersial (tidak memiliki harga pasar) Pemanfaatan air untuk: Industri Sumber pembangkit tenaga listrik Air baku untuk PDAM Pemanfaatan air untuk: Pertanian KUANTIFIKASI Berdasarkan tarif yang berlaku dan tarif normal Berdasarkan biaya pengadaan sebagai pendekatan terhadap harga air KESEDIAAN MEMBAYAR NILAI EKONOMI MANFAAT HIDROLOGIS HUTAN LINDUNG Gambar. Kerangka Pemikiran Penelitian B. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di wilayah Sub DAS Brantas Hulu-Jawa Timur. Lokasi pengambilan contoh petani di wilayah Sub DAS Brantas Hulu dilakukan di Desa Sumber Brantas Kecamatan Bumi Aji dan Desa Ngadas Kecamatan Poncokusumo. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Desember 26. C. Jenis Data Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh dari hasil wawancara terhadap responden di setiap desa dan pengukuran/pengamatan langsung di lapangan, sedangkan data sekunder merupakan data-data penunjang penelitian yang diperoleh melalui penelusuran pustaka maupun penelusuran situs-situs internet terhadap berbagai sumber, yaitu dari berbagai instansi terkait. Nilai Ekonomi Manfaat Hidrologis Hutan (Fitri Nurfatriani, etd.) 97

4 D. Metode Pengambilan Contoh Obyek penelitian atau unit contoh pada penelitian ini adalah rumah tangga petani yang memanfaatkan air dari sumber air untuk mengairi lahannya (kebutuhan pertanian) dan untuk kebutuhan rumah tangga. Sampling dilakukan dengan metode stratified/cluster untuk Desa Sumber Brantas dan simple random untuk Desa Ngadas. Desa-desa yang terpilih adalah desa dari sub das yang berbeda yang masing-masing mempunyai lahan pertanian yang luas dan mendapat pengairan dari anak-anak Sungai Brantas. Rumah tangga petani di Desa Sumber Brantas di kelompokkan menurut luas lahan untuk mewakili keragaman kebutuhan air pertaniannya (lihat Tabel..). Setelah di kelompokkan, dipilih secara acak masing-masing kurang lebih rumah tangga untuk tiap kelompok dan terpilih 4 rumah tangga petani. Untuk Desa Sumber Brantas, dalam mengestimasi kebutuhan air untuk kebutuhan rumah tangga, dipilih rumah tangga petani dengan simple random. Jumlah total responden yang terpilih adalah sebanyak 64 rumah tangga petani. Tabel. Sampling di Desa Sumber Brantas dan Desa Ngadas Berdasarkan Kebutuhan Analisa Desa Sampling J umlah Responden Sumber Stratified : 4 Brantas Cluster Responden Berdasarkan luas lahan :.,25,75 ha (4 RT petani) 2.,76,5 ha ( RT petani).,5 5, ha ( RT petani) Ngadas Simple Random RT petani E. Jenis Data Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh dari hasil wawancara kepada responden dan pengukuran/pengamatan langsung di lapangan yang terdiri atas: () biaya-biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan pertanian (2) luas areal yang diairi; () tarif air yang berlaku untuk berbagai pemanfaatan; dan (4) volume air yang dibutuhkan untuk kegiatan pertanian. Sedangkan data sekunder merupakan data-data penunjang penelitian yang diperoleh melalui penelusuran pustaka maupun penelusuran situs-situs internet terhadap berbagai sumber, yaitu dari berbagai instansi terkait. Tabel 2. Data yang Diperlukan Nilai air Data yang diperlukan Sumber data Pertanian Luas areal pertanian yang diairi (Ha) Luas total areal pertanian yang diairi (Ha) Biaya pengadaan air untuk pertanian (Rp/m) Jarak ke sumber air (m) Pendapatan perkapita (Rp/bulan) Jumlah anggota keluarga Umur kepala keluarga Petani BPS 98 Vol. 7 No. September Th. 27, 9-24

5 F. Pengolahan dan Analisis Data Penentuan nilai ekonomi manfaat hidrologis hutan lindung untuk pemanfaatan non komersial, dilakukan dengan menggunakan dua metode penilaian ekonomi yaitu Metode Biaya Pengadaan. Nilai ekonomi dari manfaat hidrologis hutan lindung didekati berdasarkan kesediaan membayar dari pengguna sumberdaya tersebut. Kesediaan membayar konsumen tercermin dalam besarnya biaya pengadaan untuk dapat mengkonsumsi air, khususnya untuk pemanfaatan air pertanian dan perikanan. Biaya pengadaan masyarakat ini digunakan untuk menduga kurva permintaan masyarakat terhadap manfaat air untuk pertanian dan perikanan dan dijadikan pendekatan untuk menduga harga air untuk kebutuhan tersebut. Penentuan nilai ekonomi air untuk pertanian dan perikanan dilakukan dengan pendekatan metode biaya pengadaan yang merupakan modifikasi dari metode biaya perjalanan dan metode kontingensi dengan menggunakan kurva permintaan Marshal, yang tahapannya adalah sebagai berikut: Menentukan model (kurva) permintaan, yaitu meregresikan permintaan (Y) dengan harga (biaya pengadaan) dan faktor-faktor sosial ekonomi yang mempengaruhinya dengan model sebagai berikut: Y = + X + X X... (2) o 2 2 n n dimana, Y = permintaan atau konsumsi (Ha) X = harga atau biaya pengadaan (Rp/Ha),,2, n = intersep,2,, n = koefisien regresi X = peubah bebas/faktor sosial ekonomi 2,,..,n ' Menentukan intersep baru fungsi permintaan dengan peubah bebas X dalam keadaan faktor lain (X X X ) tetap. Cara penghitungannya adalah sebagai berikut: 2,,. n Y = o + X + 2X nxn Y = ( o + 2X nx n) + X Y = ' + X... () o Menginversi persamaan fungsi asal sehingga X menjadi peubah tak bebas dengan Y sebagai peubah bebas: Y = o' + X X = Y - o '... (4) Menduga rata-rata kesediaan membayar (utility) dengan menggunakan persamaan berikut : U a f ( Y) dy... (5) Nilai Ekonomi Manfaat Hidrologis Hutan (Fitri Nurfatriani, etd.) 99

6 dimana: U = rata-rata kesediaan membayar nilai ekonomis f (Y) = fungsi permintaan a = rata-rata jumlah produk yang dikonsumsi (Y) Menentukan nilai X (harga barang/biaya pengadaan) pada saat Y dengan cara mensubstitusikan nilai Y pada persamaan (4). Menentukan rata-rata nilai yang dikorbankan oleh konsumen dengan cara mengalikan X (persamaan 4) dengan Y. Penghitungan nilai total kesediaan membayar, surplus konsumen, dan harga yang dibayarkan dengan cara mengalikan nilai U dengan pengganda. III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pemanfaatan Sumber Daya Air untuk Pertanian di Sekitar Hutan Lindung di Sub DAS Brantas Hulu Dalam siklus hidrologis, air merupakan komponen sumberdaya alam yang dibutuhkan banyak orang dan dianggap anugerah dari Tuhan sehingga penghargaan terhadap nilai air sangat rendah karena air dianggap sebagai barang bebas ( public goods) dimana setiap orang dapat mengakses sumberdaya tersebut dan tidak adanya harga pasar dalam proses transaksi ekonomi. Situasi ini akan segera menjadi paradoks ketika terjadi kelangkaan dan tertutupnya akses masyarakat terhadap air. Sementara itu, hutan yang berfungsi sebagai penjerap air mampu menjamin siklus hidrologis di muka bumi ini berlangsung dengan aman masih kurang dihargai melalui adanya tindakan penebangan hutan, pembakaran, perambahan dan perubahan fungsi hutan menjadi bentuk lain. Oleh sebab itu, sumberdaya air sebagai stock capital perlu dinilai dalam bentuk satuan mata uang agar diperoleh hubungan yang cukup memadai secara ekonomis antara nilai guna hutan secara langsung dan tidak langsung bagi kehidupan manusia. Di hulu DAS Brantas air yang berasal dari mata-mata air di hutan banyak digunakan untuk kebutuhan pertanian dan rumah tangga. Pemanfaatan sumberdaya air ini masih bersifat pemanfaatan non komersial. Desa Sumber Brantas terletak di hulu DAS Brantas di kaki Gunung Arjuno dimana di sekitar desa tersebut terdapat Tahuro R. Soerjo dan hutan lindung milik masyarakat yang sudah ada sejak turun temurun. Air yang mengalir ke lahan pertanian milik warga desa berasal dari mata air yang terdapat di kawasan hutan tersebut. Kelerengan lahan pertanian berkisar antara 5% - % dimana para petani membangun lahan pertaniannya dengan sistem teras bangku. Pada beberapa kawasan lahan pertanian, petani membangun tandon-tandon air yang berguna untuk menampung air dari mata air pada saat musim kemarau. Sedangkan pada saat musim hujan tiba, tandon-tandon tersebut kurang berfungsi secara maksimal karena air akan dibiarkan mengalir keluar tendon untuk mengaliri lahan pertanian. Jenis tanaman pertanian yang diusahakan oleh petani di Desa Sumber Brantas terdiri atas: kentang, kacang kapri, wortel, bawang putih, daun bawang, kubis, sawi putih dan paprika. 2 Vol. 7 No. September Th. 27, 9-24

7 Sedangkan jenis tanaman pertanian yang umum diusahakan adalah kentang, dan wortel sekitar 85%. Dalam satu tahun, petani dapat memanen tanamannya sebanyak kali atau tiga musim panen dengan hasil yang cukup baik. Penggunaan air untuk jenis tanaman tersebut sangat intensif pada saat musim kemarau sehingga penggunaan tandon-tandon air, mesin-mesin, paralon, selang dan sprinkle dapat dijumpai di lapangan. Sprinkle digunakan untuk mengurangi jumlah tenaga kerja. Bahkan para petani pun bersedia mengeluarkan biaya lebih dengan membuat atau memodifikasi kendaraan jenis jip menjadi alat untuk mengangkut air dengan memberikan tangki dibak belakangnya. Ukuran tangki air sekitar m per mobil. Mobil-mobil tersebut akan mengambil air sisa rumah tangga yang kemudian akan diangkut ke lahan pertanian milik petani. Untuk lahan pertanian yang jauh dari sumber air amat bermanfaat bahkan digunakan juga untuk menjual air dengan harga sekitar Rp per m - nya. Untuk lahan seluas Ha membutuhkan air sekitar 2-25 kali pengangkutan per musim. Di Desa Sumber Brantas terdapat Taman Hutan Raya R. Soerjo dan Hutan Lindung yang memiliki peranan strategis bagi Desa sumber Brantas dan kawasan kota Batu sebagai penyedia jasa air. Kondisi hutan yang terawat baik ternyata mampu memberikan kontribusi nyata bagi petani untuk lahan pertanian dimana air dapat dinikmati sepanjang tahun. Dengan berkembangnya jumlah penduduk di Desa Sumber Brantas, air yang berasal dari mata air saat ini lebih banyak digunakan untuk keperluan rumah tangga. Sedangkan untuk pertanian, menggunakan air sisa yang ditampung dalam tandon-tandon air. Air yang berasal dari mata air diambil oleh petani dengan menggunakan pipapipa besi untuk keperluan rumah tangga, sedangkan untuk pertanian menggunakan pipa-pipa paralon. Pipa-pipa paralon tersebut kemudian dialirkan ke dalam tandon, lalu dari tandon ditarik menggunakan mesin dengan kekuatan antara 4-6 PK, masuk ke dalam selang-selang yang akan keluar dari beberapa titik sprinkle. Sedangkan bagi petani yang mendapatkan air dari sungai, membangun sistem pengairan bagi tanamannya dengan cara yang lebih sederhana. Ada dua jenis bentuk tandon air, yaitu yang permanen dan yang dari terpal plastik. Gambar 2. Tandon air dari terpal dan selang untuk siram tanaman Nilai Ekonomi Manfaat Hidrologis Hutan (Fitri Nurfatriani, etd.) 2

8 Melihat sistem pertanian yang dibangun oleh petani di Desa Sumber Brantas, maka dapat disimpulkan bahwa hubungan antara kawasan pertanian dan Tahura R. Soerjo serta hutan lindung sangat erat. Petani sangat tergantung pada pasokan air dari Tahura R. Soerjo dan hutan lindung sehingga untuk mengetahui besarnya ketergantungan air tersebut perlu dilakukan penilaian terhadap jasa air secara ekonomis. B. Nilai Ekonomi Manfaat Hidrologis untuk Pertanian di Sub DAS Brantas Hulu Berdasarkan data yang dihimpun, diperoleh informasi mengenai jumlah permintaan air petani untuk sayuran. Permintaan air tersebut merupakan hubungan antara jumlah air yang diminta dengan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh petani untuk mengadakan air dan variabel-variabel sosial ekonomi lainnya. Permintaan air petani ini menggambarkan bagaimana hutan, dalam hal ini Tahura Soerjo yang merupakan salah satu hulu DAS Brantas mampu menyediakan air yang berkelanjutan bagi petani dimana nilai air di kawasan tersebut belum terhitung dengan baik. Oleh sebab itu perlu dilakukan penilaian terhadap sumberdaya air dalam satuan mata uang tertentu. Dari hasil olahan terhadap data permintaan air pertanian diperoleh model permintaan sebagai berikut: Y = 4.97 X + 47 X 87 X X X6 dimana, Y = Permintaan petani terhadap air untuk pertanian selama setahun(m ) X = Biaya pengadaan air petani selama setahun (Rp/m ) X 2 = Jarak untuk mendapatkan air (meter) X = Luas lahan pertanian (Ha) X 4 = Jumlah tanggungan keluarga (orang) X 5 = Umur petani (tahun) X 6 = Tingkat pendidikan petani (skor) X 7 = Jumlah panenan selama setahun (Ton) Dengan nilai rata-rata untuk masing-masing variabel Y, X, X, X, X, X, X dan X disajikan pada Tabel Tabel. Nilai Rata-Rata Masing-Masing Variabel Responden di Desa Sumber Brantas Uraian Satuan Nilai Permintaan petani terhadap air untuk pertanian selama setahun (m ).989,5 Biaya pengadaan air petani selama setahun (Rp/m ) 5.272,4 Jarak untuk mendapatkan air (meter) 62,5 Luas lahan pertanian (Ha),98 Jumlah tanggungan keluarga (orang), Umur petani (tahun) 4,9 Tingkat pendidikan petani (skor),74 Jumlah panenan selama setahun (Ton),48 22 Vol. 7 No. September Th. 27, 9-24

9 Menurut Tabel, permintaan air rata-rata seorang petani di desa Sumber Brantas adalah sebesar.989,5 m per tahunnya dengan biaya yang dikeluarkan untuk mengadakan air sebesar Rp5.272,4 untuk setiap m air yang dikonsumsi selama setahun. Air tersebut dialirkan oleh petani ke lahan pertaniannya dengan jarak ratarata sejauh 62,5 meter untuk mengairi lahan pertanian seluas,98 Ha setiap tahunnya. Hasil pertanian yang diperoleh seorang petani rata-rata sebesar,48 ton atau pendapatan sebesar Rp selama setahun yang digunakan oleh petani untuk menanggung jumlah anggota keluarga rata-rata sebesar, orang. Umur seorang petani di desa Sumber Brantas rata-rata sebesar 42 tahun dengan tingkat pendidikan rata-rata lulus SD tetapi tidak lulus SMP. Berdasarkan analisis regresi diketahui bahwa permintaan petani terhadap air berpengaruh nyata terhadap biaya pengadaan air, yaitu biaya-biaya yang dikeluarkan oleh petani untuk mengadakan air dari suatu tempat tertentu ke lahan pertaniannya selama setahun dan dengan variabel sosial ekonomi lainnya (X, X 4, X5 dan X6) dengan 2 tingkat kepercayaan sebesar 95% atau α =.5 dan dengan koefisien determinasi (R ) sebesar 75.7%. Artinya keterandalan model untuk menjelaskan hubungan antara biaya pengadaan air (X ), luas lahan pertanian (X ), jumlah tanggungan keluarga (X 4), umur petani (X 5), dan tingkat pendidikan petani (X 6) terhadap permintaan air petani (Y) adalah sebesar 75.6%. Hubungan antara permintaan air (Y) dengan biaya pengadaan air (X ) bersifat negatif, artinya hubungan tersebut sudah sesuai dengan hukum permintaan dimana semakin tinggi harga air yang didekati dari besar biaya pengadaan air maka tingkat konsumsi air semakin sedikit, demikian sebaliknya. Hubungan antara permintaan air (Y) terhadap luas lahan untuk kegiatan pertanian (X ) bersifat positif, artinya semakin besar luas lahan yang diolah oleh petani untuk menanam sayur mayur maka permintaan petani terhadap air akan semakin besar. Hal ini terjadi karena air merupakan kebutuhan vital bagi pertanian sehingga tidak dapat diabaikan keberadaannya. Hubungan negatif terjadi antara permintaan air (Y) dengan jumlah tanggungan keluarga (X 4). Hal ini menggambarkan bahwa semakin besar jumlah tanggungan keluarga maka permintaan petani terhadap air untuk pertanian akan semakin kecil karena petani harus mengeluarkan biaya yang semakin besar untuk mencukupi kebutuhan keluarga sehingga peluang untuk mengembangkan skala pertanian yang lebih besar terhambat oleh kebutuhan keluarga. Kebutuhan anggota keluarga akan pendidikan yang lebih tinggi juga menjadi salah satu faktor pertimbangan petani sehingga mengurangi permintaannya akan air. Hubungan antara permintaan petani terhadap air (Y) dengan umur petani (X 5) bernilai positif, hal ini menggambarkan bahwa semakin senior seorang petani dalam menggeluti usaha pertaniannya maka permintaannnya terhadap air akan meningkat. Variabel umur menunjukan bahwa pengalaman seorang petani dalam mengembangkan usaha pertanian dan menguasai teknik-teknik budidaya menjadi salah satu tolok ukur keberhasilan dalam budidaya sayur mayur sehingga permintaannya terhadap air dengan variabel umur akan bernilai positif. Permintaan petani terhadap air (Y) memiliki hubungan yang positif dengan tingkat pendidikan petani (X 6). Hal ini menggambarkan bahwa ketika seorang petani mendapat kesempatan untuk mengenyam pendidikan yang lebih tinggi sehingga Nilai Ekonomi Manfaat Hidrologis Hutan (Fitri Nurfatriani, etd.) 2

10 peluangnya untuk memperoleh pengetahuan akan semakin besar maka petani akan semakin meningkatkan skala usahanya. Dengan demikian akan terjadi peningkatan terhadap kebutuhan air bagi sayur mayur yang diusahakannya. Sedangkan hubungan antara permintaan air petani (Y) terhadap jarak untuk mendapatkan air (X 2) dan jumlah panenan selama setahun (X 7) tidak mempengaruhi permintaan air. Untuk jarak (variabel X 2), petani biasanya membangun tandontandon air di lahan pertaniannya yang berfungsi untuk menampung air di musim kemarau dan musim hujan. Pada musim kemarau, tandon-tandon tersebut memiliki fungsi yang nyata sebagai penampung air sedangkan pada musim hujan air akan dibiarkan mengalir melewati tandon. Kelebihan airnya akan digunakan oleh petani untuk menyiram air saat musim hujan tiba. Sedangkan untuk jumlah panenan (X 7) tidak mempengaruhi permintaan air karena petani sangat tergantung pada harga pasar sayuran yang berlaku pada saat itu. Ketika sayuran yang membutuhkan banyak air memiliki harga jual yang rendah, petani tidak akan menanam komoditas tersebut. Dari hasil pengolahan data diperoleh bahwa kebutuhan petani akan air di DAS Brantas hulu rata-rata sebesar.989,459 m per tahunnya dengan kesediaan membayar akan air sebesar Rp , selama setahun. Pada tingkat harga air sebesar Rp247 per m maka akan diperoleh nilai air yang dibayarkan oleh petani sebesar Rp49.96, per tahunnya, sehingga surplus konsumen yang dinikmati oleh petani dari air yang dimintanya untuk kegiatan pertanian selama setahun adalah sebesar Rp ,. Besarnya surplus konsumen yang dinikmati oleh petani dibandingkan dengan harga air yang dibayarkan oleh petani selama setahun menunjukan bahwa air yang berada di DAS Brantas hulu masih sangat banyak atau melimpah. Melimpahnya air yang dinikmati oleh petani di DAS Brantas hulu akan merangsang petani untuk terus melakukan okupasi terhadap lahan untuk dijadikan lahan pertanian karena tidak adanya alternatif pekerjaan dan keterampilan lain selain bertani. Keadaan ini akan terus berlangsung hingga petani merasakan beban yang semakin berat karena air semakin langka sehingga petani semakin sulit untuk mengandalkan lahan pertanian sebagai mata pencahariannya. Nilai ekonomi air pertanian di DAS Brantas hulu merupakan nilai-nilai yang diperoleh dari kesediaan petani untuk membayar air yang digunakan (WTP), harga air yang dibayarkan dan surplus konsumennya dikalikan dengan jumlah petani yang menggunakan air yang terdapat di DAS Brantas hulu. Nilai ekonomi air pertanian di DAS Brantas Hulu disajikan pada Tabel. sedangkan kurva permintaan air pertanian disajikan pada Gambar 4. Tabel 4. Nilai Ekonomi Air Pertanian di DAS Brantas Hulu Nilai Ekonomi Contoh Populasi petani Total Nilai (Rp / KK / tahun) (KK) (Rp / tahun) Kesediaan membayar (WTP) 2,829, ,87 5,94,67,52,675 Harga yang dibayarkan 49, ,87 4,9,75,52 Surplus konsumen 2,7, ,87 5,8,27,4,62 24 Vol. 7 No. September Th. 27, 9-24

11 BiayaPengadaanAir (Rp/m) 25, 2, 5,, 5, Y X - 2, , , ,67., ,,5 2, 2,5 Jumlah Air Yang Diminta (m) Gambar. Kurva Permintaan Air Pertanian di DAS Hulu Brantas C. Pemanfaatan Air untuk Kebutuhan Rumah Tangga di Sub DAS Brantas Hulu Sistem pertanian di Desa Ngadas, Kecamatan Poncokusumo sangat mengandalkan air hujan atau pertanian tadah hujan karena kondisi lahan pertaniannya yang kering dan berbukit-bukit. Dalam menanam sayuran, petani tidak menggunakan sistem terasering karena lahannya merupakan campuran abu vulkanik yang mudah pecah dengan kelerengan yang cukup terjal. Air tidak digunakan untuk menyiram tanaman melainkan hanya untuk memberi obat bagi tanaman agar tidak diserang hama. Petani juga membangun tandon-tandon air tetapi hanya akan terisi pada saat musim hujan tiba. Tanaman sayuran dapat tumbuh di Desa Ngadas karena dibawah permukaan tanah masih terdapat sisa-sisa air yang berasal dari embun yang selalu ada di desa tersebut sehingga selalu basah. Berdasarkan kondisi tersebut, dapat diketahui bahwa air yang berasal dari TNBTS tidak digunakan secara langsung oleh petani untuk menyiram lahan pertaniannya. Air yang berasal dari mata air di TNBTS justru digunakan untuk kebutuhan rumah tangga sehingga untuk mengetahui nilai ekonomi air TNBTS menggunakan pendekatan rumah tangga petani. Air yang berasal dari TNBTS di tampung ke dalam tandon utama kemudian dialirkan memggunakan paralon ke rumah tangga-rumah tangga. Masing-masing rumah tangga kemudian memasang sendiri saluran sekunder ke rumahnya. Ada dua jenis saluran sekunder yang masuk ke rumah tangga, yaitu saluran dengan meteran dan saluran tanpa meteran. Untuk saluran dengan meteran, masing-masing rumah tangga diharuskan membayar beban sebesar Rp..5 per bulan sedangkan saluran tanpa meteran tidak diwajibkan membayar. Iuran air untuk masing-masing warga diserahkan kepada Badan Pengelola Air di desa tersebut dimana uang yang terkumpul direncanakan untuk membangun tandon air bagi kegiatan pertanian. Bagi rumah tangga dengan meteran, jumlah konsumsi air per bulannya dapat terpantau dengan baik dengan biaya per m airnya sebesar Rp. 5 per bulan. Sedangkan bagi rumah tangga tanpa meteran, biaya air ditetapkan bersama-sama sebesar Rp. 2. per bulan karena jumlah konsumsi air sulit untuk dipantau. Jumlah konsumsi air masing-masing rumah tangga sangat tergantung pada jumlah air yang mereka gunakan untuk keperluan pertanian atau tidak. Jika jumlah konsumsi air per bulannya jauh melebihi jumlah konsumsi air bulan Nilai Ekonomi Manfaat Hidrologis Hutan (Fitri Nurfatriani, etd.) 25

12 sebelumnya, maka dapat dipastikan bahwa rumah tangga tersebut menggunakan air yang ada untuk pertanian. Desa Ngadas merupakan desa terakhir di kawasan TNBTS dimana dulunya merupakan sebuah enclave. Saat ini desa tersebut telah memperoleh status sebagai desa definitif. Desa ini amat penting karena dapat menjadi pos persinggahan terakhir para turis untuk menuju kawasan wisata Gunung Bromo Tengger sehingga air yang berasal dari kawasan TNBTS untuk keperluan turis dan rumah tangga sangat dibutuhkan. Air yang mengaliri desa Ngadas berasal dari mata air dimana biaya pengadaan air yang dikeluarkan oleh masing-masing rumah tangga untuk kebutuhan air cukup besar. Ditambah lagi adanya bantuan dari luar negeri untuk mengadakan tandon utama untuk menampung air. Hal ini cukup memberikan gambaran mengenai pentingnya TNBTS sebagai tandon air raksasa penyedia jasa air bagi kebutuhan rumah tangga petani mengingat air sangat sulit didapatkan di kawasan desa Ngadas. Untuk mengetahui nilai ekonomis manfaat hidrologis hutan dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga digunakan variabel yang terdiri atas biaya-biaya yang dikeluarkan oleh rumah tangga untuk mengadakan air selama periode waktu tertentu, seperti penyediaan tendon, paralon sekunder, meteran, biaya beban, harga air per m, WTP dan WTA. Gambar 4 & 5. Tandon air dan Tandon Utama dari Mata Air Gambar 6 & 7. Meteran dan Bak Penampungan Air Rumah Tangga 26 Vol. 7 No. September Th. 27, 9-24

13 D. Nilai Ekonomi Manfaat Hidrologis untuk Kebutuhan Rumah Tangga di Sub DAS Brantas Hulu Rumah tangga petani merupakan salah satu pengguna air terpenting di wilayah DAS Brantas hulu. Hal ini terjadi karena air yang berasal dari mata air ditampung terlebih dahulu untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, kemudian sisanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan pertanian. Penelitan mengenai nilai ekonomi air rumah tangga ini dilakukan di desa Ngadas Kecamatan Poncokusumo yang termasuk dalam wilayah Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Rumah tangga-rumah tangga petani yang memanfaatkan air dari TNBTS dapat dikatakan sudah cukup maju karena sudah mulai membangun alat ukur untuk mengetahui jumlah air yang dikonsumsi selama satu bulan. Tarif air juga sudah diberlakukan tetapi berdasarkan kesepakatan bersama berupa iuran air yang digunakan untuk membangun saluran-saluran air baru untuk pertanian atau untuk memperbaiki saluran-saluran yang rusak, yaitu sebesar Rp5 untuk setiap m air yang digunakan. Berdasarkan analisis permintaan air rumah tangga petani yang menghubungkan antara kebutuhan air (Y) terhadap biaya untuk mengadakan air (X ) bagi rumah tangga dan variabel sosial ekonomi lainnya (X 2, X, X 4, X 5, X6 dan X 7) diperoleh persamaan permintaan air rumah tangga sebagai berikut: Y = X +.77 X4 dimana, Y = Jumlah air yang dikonsumsi oleh rumah tangga selama setahun (m ) X = Biaya untuk mengadakan air selama setahun (Rp/m ) X 2 = Jarak untuk mendapatkan air selama setahun (m) X = Pendapatan minimal rumah tangga petani selama setahun (Rp) X 4 = Iuran air untuk rumah tangga selama setahun (Rp) X 5 = Jumlah tanggungan keluarga (orang) X 6 = Umur petani (tahun) X 7 = Tingkat pendidikan petani (skor) Dengan nilai rata-rata masing-masing variabelnya Y, X, X 2, X, X 4, X 5, X6 dan X disajikan pada Tabel 7. 7 Tabel 5. Nilai Rata-Rata Masing-Masing Variabel Responden di Desa Ngadas Uraian Satuan Nilai Jumlah air yang dikonsumsi oleh rumah tangga selama setahun (m ) 8 Biaya untuk mengadakan air selama setahun (Rp/m ) 84 Jarak untuk mendapatkan air (meter) 5 Pendapatan minimal rumah tangga petani selama setahun (Rp) Iuran air untuk rumah tangga selama setahun (Rp) 4.8 Jumlah tanggungan keluarga (orang) Umur petani (tahun) 9 Tingkat pendidikan petani (skor) Nilai Ekonomi Manfaat Hidrologis Hutan (Fitri Nurfatriani, etd.) 27

14 Informasi yang diperoleh dari tabel diatas menunjukan bahwa rata-rata permintaan air sebuah rumah tangga di desa Ngadas sebesar 8 m per tahun dengan biaya untuk mengadakan airnya sebesar Rp 84 untuk setiap m air yang dikonsumsi selama setahun dan digunakan oleh rata-rata per rumah tangga sebanyak orang. Sedangkan pendapatan minimal sebuah rumah tangga petani di desa Ngadas kurang lebih sebesar Rp per tahunnya sedangkan iuran air yang dibebankan pada masing-masing rumah rumah tangga sebesar Rp 4.8 selama setahun. Umur seorang responden di desa Ngadas rata-rata 9 tahun yang berarti termasuk usia produktif dengan tingkat pendidikan rata-rata adalah SD. Melalui analisis regresi diketahui hubungan antara permintaan air bagi kebutuhan rumah tangga (Y) terhadap biaya pengadaan air (X ) dan iuran air rumah tangga untuk mengkonsumsi air (X 4) berkorelasi positif pada tingkat kepercayaan 95% 2 atau α =.5 dan dengan koefisien determinasi (R ) sebesar 8,6%. Artinya keterandalan model dalam menjelaskan hubungan antara biaya pengadaan air yang dikeluarkan oleh petani selama setahun (X ) dan iuran air yang dikeluarkannya (X 4) terhadap jumlah air yang diminta (Y) adalah sebesar 8,6%. Nilai negatif yang terjadi antara permintaan air (Y) dengan biaya pengadaan air (X ) menunjukan bahwa hubungan tersebut telah sesuai dengan hukum ekonomi dimana semakin tinggi harga air yang didekati dari biaya pengadaan air, maka semakin sedikit tingkat konsumsi air untuk kebutuhan rumah tangga. Begitu juga sebaliknya. Hubungan positif yang terjadi antara permintaan air (Y) dengan iuran air (X 4) yang harus dibayarkan oleh rumah tangga dalam mengkonsumsi air menunjukan korelasi yang logis, dimana semakin besar air yang dikonsumsi oleh rumah tangga maka iuran air yang harus dibayarkannya juga akan semakin besar. Besarnya iuran air rumah tangga petani di desa Ngadas juga disebabkan oleh adanya penggunaan lain, yaitu untuk menyirami tanaman pertanian pada musim kemarau. Hal ini dilakukan oleh petani karena sistem pertaniannya adalah pertanian tadah hujan. Jenis tanahnya yang berpasir dan berdebu membuat tanah sukar untuk mengikat air sehingga pada lokasi penelitian tidak terdapat sistem irigasi untuk mengalirkan air. Air untuk pertanian biasanya diambil oleh petani dengan cara dipikul. Permintaan air untuk rumah tangga (Y) tidak memiliki korelasi dengan jarak rumah tangga dengan sumber air (X 2), pendapatan minimal rumah tangga (X ), jumlah tanggungan keluarga (X 5), umur petani (X 6) dan tingkat pendidikan petani (X 7). Untuk jarak rumah tangga dengan sumber air (X 2), sebagian besar rumah petani yang ada di desa Ngadas sangat mengandalkan sumber air yang berasal dari mata air yang ditampung dalam tandon yang merupakan bantuan dari pihak luar. Air yang berasal dari tandon tersebut kemudian dibuatkan saluran primer ke seluruh rumah tangga, kemudian masing-masing rumah tangga tinggal membuat saluran sekunder atau tersier agar air dapat dimanfaatkan oleh rumah tangga petani. Biaya yang dikeluarkan oleh petani untuk mengadakan air adalah dari saluran sekunder ke dalam rumah tangganya sehingga jarak rumah tangga petani dengan sumber air tidak mempengaruhi permintaan petani terhadap air. Pendapatan minimal petani (X ) juga tidak mempengaruhi permintaan petani terhadap air rumah tangga. Hal ini disebabkan karena air relatif mudah didapatkan sejak adanya bantuan untuk mengadakan air dan rendahnya iuran air untuk setiap m air yang dikonsumsi sebesar Rp 5 sehingga masih cukup terjangkau oleh petani. 28 Vol. 7 No. September Th. 27, 9-24

15 Rendahnya harga air di lokasi penelitian juga menggambarkan bahwa air cukup melimpah sehingga rumah tangga tidak perlu mengeluarkan biaya ektra untuk mendapatkan air. Jumlah tanggungan keluarga (X 5) tidak mempengaruhi konsumsi air untuk rumah tangga, selain karena air cukup melimpah, rumah tangga petani biasa mengkonsumsi air secara bersama-sama. Bantuan yang diberikan pihak luar dengan membangun sistem pasokan air untuk rumah tangga sangat meringankan beban petani. Kelebihan pengeluaran untuk air dapat dialokasikan untuk kebutuhan lain. Umur petani dan tingkat pendidikan petani juga tidak mempengaruhi permintaan petani terhadap air rumah tangga. Hal ini terjadi karena air berhasil didistribusikan secara merata di seluruh lokasi penelitian. Adanya sumber-sumber air umum yang dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat di desa Ngadas sangat memudahkan setiap warganya untuk mendapatkan air. Melalui analisis regresi diperoleh nilai kesediaan membayar air untuk setiap rumah tangga petani di desa Ngadas adalah sebesar Rp64.78, selama setahun dengan konsumsi air rumah tangga rata-rata sebesar 8 m per tahunnya. Pada tingkat harga air sebesar Rp2.7 untuk setiap m air yang dikonsumsi, maka harga air rumah tangga yang harus dibayarkan oleh petani adalah sebesar Rp66.79, sehingga surplus konsumen yang diterima oleh petani untuk air rumah tangga sebesar Rp275.44, selama satu tahun. Adanya surplus konsumen menunjukan bahwa nilai air masih lebih rendah dibandingkan harga yang seharusnya dibayarkan oleh petani dalam mengkonsumsi air (WTP). Oleh sebab itu, nilai air di TNBTS masih dapat ditingkatkan kembali. Nilai ekonomi air rumah tangga di TNBTS disajikan pada Tabel 6 sedangkan kurva permintaan air rumah tangga disajikan pada Gambar 9. Tabel 6. Nilai Ekonomi Air Rumah Tangga di TNBTS Nilai Ekonomi Contoh Jumlah Rumah Tangga Nilai Total (Rp/RT/tahun) (RT) (Rp/tahun) Kesediaan membayar (WTP) 64,78 22,49 4,44,6,955 Harga yang dibayarkan 66,79 22,49 8,248,,47 Surplus konsumen 275,44 22,49 6,86,5, Biaya Pengadan Air (Rp/m) Jumlah Permintaan Air Rumah Tangga (m) Gambar 8. Kurva Permintaan Air Rumah Tangga di TNBTS Nilai Ekonomi Manfaat Hidrologis Hutan (Fitri Nurfatriani, etd.) 29

16 IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan. Kawasan hutan di bagian hulu DAS Brantas berperan penting dalam kelangsungan penyediaan sumber daya air dan pemeliharaan lingkungan. 2. Dalam konteks manfaat air non komersial di Sub DAS Brantas Hulu, kesediaan membayar atas manfaat air pertanian sebesar Rp2,8 juta/petani/tahun sehingga diperoleh nilai ekonomi total sebesar Rp5,9 trilyun/tahun, dan nilai kesediaan membayar atas manfaat air rumah tangga sebesar Rp64.78/orang/tahun sehingga diperoleh nilai ekonomi total manfaat air untuk kebutuhan rumah tangga sebesar Rp4,4 milyar/tahun.. Nilai surplus konsumen dalam pemanfaatan air non komersial di Sub DAS Brantas Hulu menunjukkan manfaat yang diterima masyarakat dari fungsi ekologis hutan sebagai penyedia air. B. Saran. Perlu dilaksanakan penelitian lebih lanjut terhadap para pihak yang terlibat dalam pengelolaan hutan di bagian hulu DAS Brantas, khususnya pihak user dan provider yang menerima dan menyediakan manfaat ekonomi, ekologi dan sosial yang dihasilkan sumberdaya hutan dan lahan di kawsan tersebut agar mekanisme benefit sharing dapat dirumuskan dengan jelas dan transparan. 2. Dari hasil penelitian maka disarankan untuk mengalokasikan kembali nilai jasa lingkungan yang diperoleh dari manfaat hidrologis hutan di bagian hulu DAS Brantas untuk pengelola kawasan hutan sebagai bentuk cost benefit sharing di antara penyedia dan penerima manfaat hidrologis hutan lindung.. Upaya konkret cost benefit sharing dapat berupa diberlakukannya pungutan air bagi para penerima manfaat sumberdaya air dimana penerimaan dari peningkatan tarif tersebut dikembalikan ke pengelolaan hutan dalam bentuk realokasi anggaran pemerintah untuk merehabilitasi dan memelihara lingkungan. 4. Diperlukan langkah konkret dari para stakeholder yang terlibat dalam Pengelolaan DAS berupa langkah aksi yang integratif dan koordinatif karena melibatkan multi sektor dan multi disiplin ilmu. DAFTAR PUSTAKA Asdak, C Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Balai Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. 26. Pengelolaan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru Wilayah Kabupaten Malang. Balai Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Tidak Diterbitkan. Bahruni Diktat Penilaian Sumberdaya Hutan dan Lingkungan. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 2 Vol. 7 No. September Th. 27, 9-24

17 Balai Taman Hutan Raya R. Soerjo. 26. Pembangunan dan Pengelolaan Kawasan Taman Hutan Raya R. Soerjo. Balai Taman Hutan Raya R. Soerjo. Tidak Diterbitkan. Balai Pengelolaan DAS Brantas. 22. Laporan Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Lahan, RLKT dan Sosek Masyarakat SWP DAS Brantas. Surabaya. Balai Pengelolaan DAS Brantas. 24. Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Sub DAS Ambang, Lesti dan Melamon. Balai Pengelolaan DAS Brantas. Tidak Diterbitkan. Bishop JT Valuing Forests: A Review of Methods and Applications in Developing Countries. London: International Institute for Environment and Development. BPS Kabupaten Malang. 24. Kabupaten Malang Dalam Angka. Malang Darusman D. 22. Pembenahan Kehutanan Indonesia-Dokumentasi Kronologis Tulisan Lab Politik Ekonomi dan Sosial Kehutanan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Davis, L.S dan Johnson K.N Forest Management Book Company. New York. Edition. Mc Graw-Hill Hufschmidt MM et al Lingkungan, Sistem Alami, dan Pembangunan : Pedoman Penilaian Ekonomis. Reksohadiprodjo S, penerjemah. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Terjemahan dari: Environmental, Natural Systems, and Development, An Economic Valuation Guide. James, R.F. 99. Wetland Valuation : Guidelines and Techniques. Asian Wetland Bureau-Indonesia. Bogor. Kesatuan Pemangku Hutan Bandung Selatan. 26. Pengelolaan Sumber Daya Hutan. Bandung. Kramer, R.A, Sharma, N, Munasinghe, M Valuing Tropical Forests : Methodology and Case Study of Madagascar. World Bank Environment Paper Number. The World Bank. Washington D C. Munasinghe, M. 99. Environmental Economics and Sustainable Development. The World Bank. Washington DC. Niskanen, A Value of External Environmental Impacts of Reforestation in Thailand. Ecological Economics Journal No.26 (998) pp Pearce, DW and Turner RK. 99. Economics of Natural Resources and The Environment. London: Harvester Wheatsheaf. Pearce, D Economic Valuation and The Natural world. World Bank Working Papers. The World Bank. New York. Pearce, D, Warford, J.J. 99. World Without End : Economics, Environment, and Sustainable Development. Oxford University Press. New York. rd Nilai Ekonomi Manfaat Hidrologis Hutan (Fitri Nurfatriani, etd.) 2

18 Perum Perhutani KPH Malang. 26. Selayang Pandang KPH Malang. Perum Perhutani KPH Malang. Tidak Diterbitkan. Ramdan H, Yusran, dan Darusman D. 2. Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Otonomi Daerah-Perspektif Kebijakan dan Valuasi Ekonomi. Alqaprint. Bandung. Richard Lee. 98.Forest Hydrology. Columbia University Press,NewYork, Rogers P, Bhatia R dan Huber A Water as a Sosial and Economic Good: How to put the Principle into Practice. Global Water Partnership-Technical Advisory Committee. Unpublished. Suparmoko. 22. Buku Pedoman Penilaian Ekonomi: Sumberdaya Alam dan Lingkungan (Konsep dan Metode Penghitungan). BPFE. Yogyakarta. Walikota Batu. 25. Evaluasi Ulang (Rescoring) Fungsi Hutan di Kota Batu. Batu. Wangsaatmaja, Setiawan. (N.d.). Dampak Konservasi Lahan Terhadap Rezim Aliran Air Permukaan Serta Kesehatan Lingkungan Suatu Analisa Kasus DAS Citarum Hulu. Yakin A Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan: Teori dan Kebijaksanaan Pembangunan Berkelanjutan. Jakarta: Akademika Pressindo. Zaini, L. A. 25. Program Pengelolaan Perlindungan Sumber Air Baku PDAM Menang Mataram Provinsi Nusa Tenggara Barat. A paper presented at National workshop on Payments and Rewards of Environmental Services, Jakarta, 4 5 February Vol. 7 No. September Th. 27, 9-24

19 No Kabupaten Contoh/Desa Contoh Kabupaten Malang Desa Sidorahayu Desa Ngijo Desa Wonorejo Desa Ngadas 2 Kota Batu Desa Sumber Brantas TOTAL Umur (tahun) Pendidikan Jenis Kelamin Jumlah Tanggungan Keluarga Jumlah < >5 TS SD SMP SMA PT L P > Responden Nilai Ekonomi Manfaat Hidrologis Hutan (Fitri Nurfatriani, etd.) 2

20 Sumber: BP DAS Brantas (26) 24 Vol. 7 No. September Th. 27, 9-24

KOMPENSASI HULU-HILIR DAN INSENTIF PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG SEBAGAI PENGATUR TATA AIR

KOMPENSASI HULU-HILIR DAN INSENTIF PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG SEBAGAI PENGATUR TATA AIR KOMPENSASI HULU-HILIR DAN INSENTIF PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG SEBAGAI PENGATUR TATA AIR Oleh Sylviani 1) Ringkasan Kawasan lindung merupakan kawasan yang berfungsi untuk melindungi kawasan yang berpotensi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Nilai Sumberdaya Hutan Nilai merupakan persepsi manusia tentang makna suatu objek (sumberdaya hutan) bagi individu tertentu pada tempat dan waktu tertentu. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai dan Daerah Aliran Sungai (DAS) menjadi areal vital bagi manusia dalam memenuhi kebutuhan akan air. Pemanfaatan air sungai banyak digunakan sebagai pembangkit

Lebih terperinci

MANFAAT HIDROLOGIS HUTAN DI HULU DAS CITARUM SEBAGAI JASA LINGKUNGAN BERNILAI EKONOMIS

MANFAAT HIDROLOGIS HUTAN DI HULU DAS CITARUM SEBAGAI JASA LINGKUNGAN BERNILAI EKONOMIS MANFAAT HIDROLOGIS HUTAN DI HULU DAS CITARUM SEBAGAI JASA LINGKUNGAN BERNILAI EKONOMIS Oleh : Fitri Nurfatriani dan I. Adi Nugroho ABSTRAK Hutan memberikan manfaat yang nyata baik berupa manfaat tangible

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan kondisi hidrologi DAS sebagai dampak perluasan lahan kawasan budidaya yang tidak terkendali tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air seringkali

Lebih terperinci

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila

I. PENDAHULUAN. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya Alam dan Lingkungan (SDAL) sangat diperlukan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila dilakukan secara berlebihan dan tidak

Lebih terperinci

NILAI EKONOMI TUMPANG SARI PADA HUTAN RAKYAT (Studi Kasus di Kawasan Hutan Rakyat Tembong Podol Desa Rambatan Kecamatan Ciniru Kabupaten Kuningan)

NILAI EKONOMI TUMPANG SARI PADA HUTAN RAKYAT (Studi Kasus di Kawasan Hutan Rakyat Tembong Podol Desa Rambatan Kecamatan Ciniru Kabupaten Kuningan) NILAI EKONOMI TUMPANG SARI PADA HUTAN RAKYAT (Studi Kasus di Kawasan Hutan Rakyat Tembong Podol Desa Rambatan Kecamatan Ciniru Kabupaten Kuningan) Asep Sigit Pranamulya, Oding Syafruddin, Wawan Setiawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan barang ultra essential bagi kelangsungan hidup manusia. Tanpa air, manusia tidak mungkin bisa bertahan hidup. Di sisi lain kita sering bersikap menerima

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat. Daerah Irigasi Jatiluhur dibangun oleh Pemerintah Republik

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat. Daerah Irigasi Jatiluhur dibangun oleh Pemerintah Republik 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Irigasi Jatiluhur terletak di Daerah Aliran Sungai Citarum Provinsi Jawa Barat. Daerah Irigasi Jatiluhur dibangun oleh Pemerintah Republik Indonesia pada tahun

Lebih terperinci

KONSEP NILAI EKONOMI TOTAL DAN METODE PENILAIAN SUMBERDAYA HUTAN. Oleh /Bye: Fitri Nurfatriani 1)

KONSEP NILAI EKONOMI TOTAL DAN METODE PENILAIAN SUMBERDAYA HUTAN. Oleh /Bye: Fitri Nurfatriani 1) KONSEP NILAI EKONOMI TOTAL DAN METODE PENILAIAN SUMBERDAYA HUTAN Oleh /Bye: Fitri Nurfatriani 1) Abstract Forest resource produce some benefits, both tangible and intangible. Currently, those benefits

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kayu, rotan, getah, dan lain-lain, tetapi juga memiliki nilai lain berupa jasa

I. PENDAHULUAN. kayu, rotan, getah, dan lain-lain, tetapi juga memiliki nilai lain berupa jasa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan asset multi guna yang tidak saja menghasilkan produk seperti kayu, rotan, getah, dan lain-lain, tetapi juga memiliki nilai lain berupa jasa lingkungan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan sumber daya alam yang menyimpan kekayaan keanekaragaman hayati dan sumber daya alam lain yang terdapat di atas maupun di bawah tanah. Definisi hutan

Lebih terperinci

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. X No. 1 : (2004)

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. X No. 1 : (2004) Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. X No. 1 : 15-27 (2004) Artikel (Article) NILAI EKONOMI AIR DOMESTIK DAN IRIGASI PERTANIAN : Studi Kasus Di Desa-Desa Sekitar Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun The

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bila suatu saat Waduk Jatiluhur mengalami kekeringan dan tidak lagi mampu memberikan pasokan air sebagaimana biasanya, maka dampaknya tidak saja pada wilayah pantai utara (Pantura)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan berkelanjutan mengandung makna bahwa pengelolaan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan sekarang tidak boleh mengurangi kemampuan sumberdaya

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Konservasi Lahan Sub DAS Lesti Erni Yulianti PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Erni Yulianti Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas DAS/ Sub DAS Stasiun Pengamatan Arus Sungai (SPAS) yang dijadikan objek penelitian adalah Stasiun Pengamatan Jedong yang terletak di titik 7 59

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Karakteristik Hidrologi Di SUB DAS CIRASEA

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Karakteristik Hidrologi Di SUB DAS CIRASEA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu kawasan yang berfungsi untuk menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan sampai akhirnya bermuara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sistem yang kompleks dan terdiri dari komponen utama seperti vegetasi (hutan), tanah, air, manusia dan biota lainnya. Hutan sebagai

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hubungan Curah Hujan dengan Koefisien Regim Sungai (KRS) DAS Ciliwung Hulu Penggunaan indikator koefisien regim sungai pada penelitian ini hanya digunakan untuk DAS Ciliwung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim yang lautannya lebih luas daripada daratan. Luas lautan Indonesia 2/3 dari luas Indonesia. Daratan Indonesia subur dengan didukung

Lebih terperinci

KUANTIFIKASI JASA LINGKUNGAN PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA DAS CISADANE HULU. Aji Winara dan Edy Junaidi ABSTRAK

KUANTIFIKASI JASA LINGKUNGAN PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA DAS CISADANE HULU. Aji Winara dan Edy Junaidi ABSTRAK KUANTIFIKASI JASA LINGKUNGAN PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA DAS CISADANE HULU Aji Winara dan Edy Junaidi ABSTRAK Sistem agroforestry merupakan integrasi antara beberapa aspek ekologis dan ekonomis.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN 7 Latar Belakang Tekanan terhadap sumberdaya hutan menyebabkan terjadinya eksploitasi yang berlebihan, sehingga sumberdaya hutan tidak mampu lagi memberikan manfaat yang optimal. Tekanan yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Air merupakan kebutuhan dasar makhluk hidup dan sebagai barang publik yang tidak dimiliki oleh siapapun, melainkan dalam bentuk kepemilikan bersama (global commons atau common

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di Jawa dengan wilayah tangkapan seluas ribu kilometer persegi. Curah

I. PENDAHULUAN. di Jawa dengan wilayah tangkapan seluas ribu kilometer persegi. Curah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) Citarum merupakan salah satu DAS terbesar di Jawa dengan wilayah tangkapan seluas 11.44 ribu kilometer persegi. Curah hujan tahunan 3 ribu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lain-lain merupakan sumber daya yang penting dalam menopang hidup manusia.

I. PENDAHULUAN. lain-lain merupakan sumber daya yang penting dalam menopang hidup manusia. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kaya akan sumber daya alam baik sumber daya alam terbaharukan maupun tidak. Udara, lahan, air, minyak bumi, hutan dan lain-lain merupakan sumber

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Tinjauan Umum

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Tinjauan Umum BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Umum Semua makhluk hidup di dunia ini pasti membutuhkan air untuk hidup baik hewan, tumbuhan dan manusia. Begitu besar peran air dalam kehidupan membuat air termasuk kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Air merupakan kebutuhan vital setiap makhluk hidup. Dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Air merupakan kebutuhan vital setiap makhluk hidup. Dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan vital setiap makhluk hidup. Dalam kehidupan manusia, air tidak hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik saja, yaitu digunakan untuk

Lebih terperinci

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. X No. 1 : (2004)

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. X No. 1 : (2004) Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. X No. 1 : 15-27 (2004) Artikel (Article) NILAI EKONOMI AIR DOMESTIK DAN IRIGASI PERTANIAN : Studi Kasus Di Desa-Desa Sekitar Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun The

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Tugu Utara dan Kelurahan Cisarua,

IV. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Tugu Utara dan Kelurahan Cisarua, IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Tugu Utara dan Kelurahan Cisarua, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan

Lebih terperinci

KAJIAN ALTERNATIF PENYEDIAAN AIR BAKU UNTUK PENGEMBANGAN BUDIDAYA PERIKANAN DESA PAMOTAN KECAMATAN DAMPIT KABUPATEN MALANG

KAJIAN ALTERNATIF PENYEDIAAN AIR BAKU UNTUK PENGEMBANGAN BUDIDAYA PERIKANAN DESA PAMOTAN KECAMATAN DAMPIT KABUPATEN MALANG Kajian Alternatif Penyediaan Air Baku I Wayan Mundra Hirijanto KAJIAN ALTERNATIF PENYEDIAAN AIR BAKU UNTUK PENGEMBANGAN BUDIDAYA PERIKANAN DESA PAMOTAN KECAMATAN DAMPIT KABUPATEN MALANG I Wayan Mundra

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengelolaan DAS di Indonesia telah dimulai sejak tahun 70-an yang diimplementasikan dalam bentuk proyek reboisasi - penghijauan dan rehabilitasi hutan - lahan kritis. Proyek

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONSEP MANAJEMEN ASET KELEMBAGAAN SUMBERDAYA AIR PADA SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LOGAWA I. PENDAHULUAN

PENGEMBANGAN KONSEP MANAJEMEN ASET KELEMBAGAAN SUMBERDAYA AIR PADA SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LOGAWA I. PENDAHULUAN PENGEMBANGAN KONSEP MANAJEMEN ASET KELEMBAGAAN SUMBERDAYA AIR PADA SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LOGAWA I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan bentuk common pool resources

Lebih terperinci

NILAI EKONOMI AIR HUTAN LINDUNG SUNGAI WAIN DI BALIKPAPAN KALIMANTAN TIMUR

NILAI EKONOMI AIR HUTAN LINDUNG SUNGAI WAIN DI BALIKPAPAN KALIMANTAN TIMUR NILAI EKONOMI AIR HUTAN LINDUNG SUNGAI WAIN DI BALIKPAPAN KALIMANTAN TIMUR Syahrir Yusuf Laboratorium Politik, Ekonomi dan Sosial Kehutanan Fahutan Unmul, Samarinda ABSTRACT. Value of Water Economic of

Lebih terperinci

IX. DAMPAK PERUBAHAN VARIABEL EKONOMI DAN TEKNIS

IX. DAMPAK PERUBAHAN VARIABEL EKONOMI DAN TEKNIS IX. DAMPAK PERUBAHAN VARIABEL EKONOMI DAN TEKNIS 9.1. Perubahan Harga Komoditas Diskripsi pengaruh perubahan harga didasarkan pada dua skenario; yaitu yang didasarkan pada rata-rata pendugaan perubahan

Lebih terperinci

PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA

PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS 217 ISBN: 978 62 361 72-3 PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA Esa Bagus Nugrahanto Balai Penelitian dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan milik masyarakat berangsur-angsur menjadi pemukiman, industri atau usaha kebun berorientasi komersil. Karena nilai ekonomi lahan yang semakin meningkat maka opportunity

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun 1621, 1654 dan 1918, kemudian pada tahun 1976, 1997, 2002 dan 2007. Banjir di Jakarta yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Irigasi pada hakekatnya merupakan upaya pemberian air pada tanaman

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Irigasi pada hakekatnya merupakan upaya pemberian air pada tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Irigasi pada hakekatnya merupakan upaya pemberian air pada tanaman sebanyak keperluan untuk tumbuh dan berkembang. Tanaman apabila kekurangan air akan menderit (stress)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi secara keseluruhan.

PENDAHULUAN. memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi secara keseluruhan. PENDAHULUAN Latar Belakang Sejarah menunjukkan bahwa sektor pertanian di Indonesia telah memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi secara keseluruhan. Beberapa peran penting sektor pertanian antara

Lebih terperinci

dikeluarkannya izin untuk aktivitas pertambangan pada tahun 1999 dengan dikeluarkannya SK Menperindag Nomor. 146/MPP/Kep/4/1999 tanggal 22 April 1999

dikeluarkannya izin untuk aktivitas pertambangan pada tahun 1999 dengan dikeluarkannya SK Menperindag Nomor. 146/MPP/Kep/4/1999 tanggal 22 April 1999 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Awal mula aktivitas pertambangan di Pulau Bangka terjadi sejak awal abad ke-18 oleh VOC (Heidhues, 2008). Pulau Bangka memiliki cadangan timah yang sangat besar karena

Lebih terperinci

BAB III ISU STRATEGIS

BAB III ISU STRATEGIS BAB III ISU STRATEGIS Berdasar kajian kondisi dan situasi Pengelolaan Lingkungan Hidup tahun 2006 2010 (Renstra PLH 2006 2010), dan potensi maupun isu strategis yang ada di Provinsi Jawa Timur, dapat dirumuskan

Lebih terperinci

KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT

KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT Rachmat Hendayana Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Jl Tentara Pelajar, 10 Bogor ABSTRAK Makalah

Lebih terperinci

dan penggunaan sumber daya alam secara tidak efisien.

dan penggunaan sumber daya alam secara tidak efisien. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan komponen penting bagi proses kehidupan di bumi karena semua organisme hidup membutuhkan air dan merupakan senyawa yang paling berlimpah di dalam sistem

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHATANI TANAMAN HORTIKULTURA PADA LAHAN BERLERENG DI HULU DAS JENEBERANG

VIII. ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHATANI TANAMAN HORTIKULTURA PADA LAHAN BERLERENG DI HULU DAS JENEBERANG 133 VIII. ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHATANI TANAMAN HORTIKULTURA PADA LAHAN BERLERENG DI HULU DAS JENEBERANG 8.1. Pendahuluan Kabupaten Gowa mensuplai kebutuhan bahan material untuk pembangunan fisik, bahan

Lebih terperinci

KEBUTUHAN DAN KETERSEDIAAN AIR DOMESTIK PENDUDUK DESA GIRIMOYO, KECAMATAN KARANGPLOSO, KABUPATEN MALANG

KEBUTUHAN DAN KETERSEDIAAN AIR DOMESTIK PENDUDUK DESA GIRIMOYO, KECAMATAN KARANGPLOSO, KABUPATEN MALANG KEBUTUHAN DAN KETERSEDIAAN AIR DOMESTIK PENDUDUK DESA GIRIMOYO, KECAMATAN KARANGPLOSO, KABUPATEN MALANG Nelya Eka Susanti, Akhmad Faruq Hamdani Universitas Kanjuruhan Malang nelyaeka@unikama.ac.id, hamdani_af@ymail.com

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan 118 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Objek wisata Curug Orok yang terletak di Desa Cikandang Kecamatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1 BAB I. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1 BAB I. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir merupakan peristiwa alam yang tidak bisa dicegah namun bisa dikendalikan. Secara umum banjir disebabkan karena kurangnya resapan air di daerah hulu, sementara

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN Asumsi dalam Pendekatan Willingness to Accept Responden. nilai WTA dari masing-masing responden adalah:

III. KERANGKA PEMIKIRAN Asumsi dalam Pendekatan Willingness to Accept Responden. nilai WTA dari masing-masing responden adalah: III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis 3.1.1 Asumsi dalam Pendekatan Willingness to Accept Responden Asumsi yang diperlukan dalam pelaksanaan pelaksanaan pengumpulan nilai WTA dari masing-masing

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hutan Register 19 semula ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung berdasarkan

I. PENDAHULUAN. Hutan Register 19 semula ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung berdasarkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Register 19 semula ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 67/Kpts-II/1991 tanggal 31 Januari 1991 tentang Rencana

Lebih terperinci

Oleh/ by : Sylviani ABSTRACT. Keyword : protected forest, water regulator, consumer, distribution, cost and benefit. ABSTRAK

Oleh/ by : Sylviani ABSTRACT. Keyword : protected forest, water regulator, consumer, distribution, cost and benefit. ABSTRAK KAJIAN DISTRIBUSI BIAYA DAN MANFAAT HUTAN LINDUNG SEBAGAI PENGATUR TATA AIR Study of distribution of cost and benefit Of protected forest as a regulator of hydrological cycle Oleh/ by : 1) Sylviani ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taman Wisata Alam Menurut PPAK (1987) Wisata Alam adalah bentuk kegiatan yang memanfaatkan potensi sumberdaya alam dan tata lingkungannya. Sedangkan berdasarkan UU No.5 1990

Lebih terperinci

ARAH PENELITIAN MONITORING DAN EVALUASI PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TAHUN

ARAH PENELITIAN MONITORING DAN EVALUASI PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TAHUN ARAH PENELITIAN MONITORING DAN EVALUASI PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TAHUN 2012-2021 1 Oleh : Irfan B. Pramono 2 dan Paimin 3 Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Penilaian Masyarakat di sekitar Sungai Terhadap Keberadaan Ekosistem Sungai Siak

HASIL DAN PEMBAHASAN Penilaian Masyarakat di sekitar Sungai Terhadap Keberadaan Ekosistem Sungai Siak VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Penilaian Masyarakat di sekitar Sungai Terhadap Keberadaan Ekosistem Sungai Siak Sungai Siak sebagai sumber matapencaharian bagi masyarakat sekitar yang tinggal di sekitar

Lebih terperinci

Tabel 1.1: Persentase Rumah Tangga dengan Sumber Air Minum Bukan Leding menurut Provinsi untuk Wilayah Pedesaan. Perdesaan

Tabel 1.1: Persentase Rumah Tangga dengan Sumber Air Minum Bukan Leding menurut Provinsi untuk Wilayah Pedesaan. Perdesaan BAB 1 PENDAHULUAN Air merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup. Pelestarian sumberdaya air secara kualitatif dan kuantitatif kurang mendapat perhatian. Secara kualitatif

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL SEKOLAH PASCSARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Contingent Valuation Method (CVM), eksternalitas, biaya produksi dan metode

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Contingent Valuation Method (CVM), eksternalitas, biaya produksi dan metode III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis meliputi konsep ekonomi pencemaran, Contingent Valuation Method (CVM), eksternalitas, biaya produksi dan metode valuasi

Lebih terperinci

4. METODE PENELITIAN

4. METODE PENELITIAN 4. METODE PENELITIAN 4.1. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam menentukan nilai ekonomi total dari Hutan Kota Srengseng adalah menggunakan metoda penentuan nilai ekonomi sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Lombok memiliki luas 467.200 ha. dan secara geografis terletak antara 115 o 45-116 o 40 BT dan 8 o 10-9 o 10 LS. Pulau Lombok seringkali digambarkan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya bagi kesejahteraan manusia. Keberadaan sumber daya alam dan manusia memiliki kaitan yang sangat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan tropis di Indonesia meliputi areal seluas 143 juta hektar dengan berbagai tipe dan peruntukan (Murdiyarso dan Satjaprapdja, 1997). Kerusakan hutan (deforestasi) masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawah Tengah. DAS Garang terdiri dari tiga Sub DAS yaitu Kripik, Kreo

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawah Tengah. DAS Garang terdiri dari tiga Sub DAS yaitu Kripik, Kreo BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) Garang merupakan DAS yang terletak di Provinsi Jawah Tengah. DAS Garang terdiri dari tiga Sub DAS yaitu Kripik, Kreo dan Garang, berhulu

Lebih terperinci

Skenario Subsidi Silang (Cross Subsidy) dalam Pembiayaan Sumberdaya Air di Daerah Aliran Sungai (DAS) Kali Brantas

Skenario Subsidi Silang (Cross Subsidy) dalam Pembiayaan Sumberdaya Air di Daerah Aliran Sungai (DAS) Kali Brantas Skenario Subsidi Silang (Cross Subsidy) dalam Pembiayaan Sumberdaya Air di Daerah Aliran Sungai (DAS) Skenario Subsidi Silang (Cross Subsidy) dalam Pembiayaan Sumberdaya Air di Daerah Aliran Sungai (DAS)

Lebih terperinci

Kajian Pengenaan PPN atas Penyediaan Air Bersih dan Biaya Jasa Penggelolaan SDA (BPSDA)

Kajian Pengenaan PPN atas Penyediaan Air Bersih dan Biaya Jasa Penggelolaan SDA (BPSDA) Kajian Pengenaan PPN atas Penyediaan Air Bersih dan Biaya Jasa Penggelolaan SDA (BPSDA) Oleh : Benny Gunawan Ardiansyah, Peneliti Badan Kebijakan Fiskal 1. Pendahuluan Pasal 33 Undang- undang Dasar 1945

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Istimewa Yogyakarta. Gunungkidul memiliki luas 1.485,36 Km 2 terletak antara 7

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Istimewa Yogyakarta. Gunungkidul memiliki luas 1.485,36 Km 2 terletak antara 7 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Gunungkidul adalah daerah yang termasuk dalam wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Gunungkidul memiliki luas 1.485,36 Km 2 terletak antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hampir separuh wilayah daratnya berupa hutan. Untuk itu pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Hampir separuh wilayah daratnya berupa hutan. Untuk itu pemerintah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Republik Indonesia adalah sebuah negara yang kaya akan hutan. Hampir separuh wilayah daratnya berupa hutan. Untuk itu pemerintah berupaya memaksimalkan fungsi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal memiliki potensi sumberdaya alam yang tinggi dan hal itu telah diakui oleh negara-negara lain di dunia, terutama tentang potensi keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya lahan merupakan tumpuan kehidupan manusia dalam pemenuhan kebutuhan pokok pangan dan kenyamanan lingkungan. Jumlah penduduk yang terus berkembang sementara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya alam terutama sumberdaya lahan dan air, mudah mengalami kerusakan atau degradasi. Pengelolaan sumberdaya lahan dan air di dalam sistem DAS (Daerah Aliran Sungai)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting karena pertanian berhubungan langsung dengan ketersediaan pangan. Pangan yang dikonsumsi oleh individu terdapat komponen-komponen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi penyebab bencana bagi petani. Indikatornya, di musim kemarau, ladang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi penyebab bencana bagi petani. Indikatornya, di musim kemarau, ladang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam produksi pangan. Jika air tidak tersedia, maka produksi pangan akan terhenti. Ini berarti bahwa sumber daya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian menjadi prioritas utama dalam pembangunan wilayah berorientasi agribisnis, berproduktivitas tinggi, efisien, berkerakyatan, dan berkelanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produksi jagung manis dilakukan di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan rakyat memiliki peran yang penting sebagai penyedia kayu. Peran hutan rakyat saat ini semakin besar dengan berkurangnya sumber kayu dari hutan negara. Kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang banyak memberikan sumber kehidupan bagi rakyat Indonesia dan penting dalam pertumbuhan perekonomian. Hal tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan wilayah di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan dengan dua

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian masih merupakan prioritas pembangunan secara nasional maupun regional. Sektor pertanian memiliki peran penting untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bertambahnya jumlah penduduk dan masuknya migrasi penduduk di suatu daerah, maka akan semakin banyak jumlah lahan yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan sandang, papan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan lingkungan telah mendorong kesadaran publik terhadap isu-isu mengenai pentingnya transformasi paradigma

Lebih terperinci

Gambar 2. Peta Kabupaten Kuningan, Jawa Barat

Gambar 2. Peta Kabupaten Kuningan, Jawa Barat BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian yaitu Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat. Alasan penentuan lokasi karena hutan Kabupaten Kuningan merupakan salah satu hutan

Lebih terperinci

MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2)

MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2) MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2) 1) Disampaikan pada Lokakarya Nasional Rencana Pembangunan Jangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dilakukan secara tradisional untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dilakukan secara tradisional untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat di sekitar hutan memiliki ketergantungan yang sangat besar dengan keberadaan hutan disekitarnya, pemanfaatan hutan dan hasil hutan oleh masyarakat dilakukan

Lebih terperinci

PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA PENGGUNAAN LAHAN DI DAS CISADANE HULU: MAMPUKAH MEMPERBAIKI FUNGSI HIDROLOGI DAS? Oleh : Edy Junaidi ABSTRAK

PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA PENGGUNAAN LAHAN DI DAS CISADANE HULU: MAMPUKAH MEMPERBAIKI FUNGSI HIDROLOGI DAS? Oleh : Edy Junaidi ABSTRAK PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA PENGGUNAAN LAHAN DI DAS CISADANE HULU: MAMPUKAH MEMPERBAIKI FUNGSI HIDROLOGI DAS? Oleh : Edy Junaidi ABSTRAK DAS Cisadane Hulu merupakan salah satu sub DAS Cisadane yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan makhluk hidup khususnya manusia, antara lain untuk kebutuhan rumah tangga, pertanian, industri dan tenaga

Lebih terperinci

PENANGGULANGAN KEKERINGAN DI PROVINSI BANTEN TAHUN 2015 OLEH DINAS SUMBER DAYA AIR DAN PEMUKIMAN PROVINSI BANTEN

PENANGGULANGAN KEKERINGAN DI PROVINSI BANTEN TAHUN 2015 OLEH DINAS SUMBER DAYA AIR DAN PEMUKIMAN PROVINSI BANTEN PENANGGULANGAN KEKERINGAN DI PROVINSI BANTEN TAHUN 2015 OLEH DINAS SUMBER DAYA AIR DAN PEMUKIMAN PROVINSI BANTEN Oleh : Bayu Sugara, S.Kom SERANG Salah satu permasalahan yang selalu hadir di musim kemarau

Lebih terperinci

the economic value, domestic and fish cages water, national park.

the economic value, domestic and fish cages water, national park. NILAI EKONOMI AIR UNTUK RUMAH TANGGA DAN KERAMBA DI SEKSI PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL (SPTN) WILAYAH II SEMITAU TAMAN NASIONAL DANAU SENTARUM (TNDS) KABUPATEN KAPUAS HULU The Economic Values of Water for

Lebih terperinci

ANALISIS SPASIAL KEMAMPUAN INFILTRASI SEBAGAI BAGIAN DARI INDIKASI BENCANA KEKERINGAN HIDROLOGIS DI DAS WEDI, KABUPATEN KLATEN-BOYOLALI

ANALISIS SPASIAL KEMAMPUAN INFILTRASI SEBAGAI BAGIAN DARI INDIKASI BENCANA KEKERINGAN HIDROLOGIS DI DAS WEDI, KABUPATEN KLATEN-BOYOLALI Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS 06 ISBN: 978-60-6-0-0 ANALISIS SPASIAL KEMAMPUAN INFILTRASI SEBAGAI BAGIAN DARI INDIKASI BENCANA KEKERINGAN HIDROLOGIS DI DAS WEDI, KABUPATEN KLATEN-BOYOLALI Agus

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000),

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Subsidi Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), subsidi adalah cadangan keuangan dan sumber-sumber daya lainnya untuk mendukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air (SDA) bertujuan mewujudkan kemanfaatan sumberdaya air yang berkelanjutan untuk sebesar-besar

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis berbentuk kepulauan dengan 17.500 pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km, yang merupakan kawasan tempat tumbuh hutan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. Seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas perekonomian di suatu wilayah akan menyebabkan semakin

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENILAIAN TEGAKAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI

METODOLOGI PENILAIAN TEGAKAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI METODOLOGI PENILAIAN TEGAKAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI Onrizal dan Nurdin Sulistiyono Fakultas Pertanian PROGRAM ILMU KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Pendahuluan Pengelolaan hutan selalu ditujukan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan binatang), yang berada di atas dan bawah wilayah tersebut. Lahan

BAB I PENDAHULUAN. dan binatang), yang berada di atas dan bawah wilayah tersebut. Lahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan suatu wilayah di permukaan bumi yang meliputi semua benda penyusun biosfer (atmosfer, tanah dan batuan induk, topografi, air, tumbuhtumbuhan dan binatang),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan nasional dan meminimalkan perbedaan distribusi pengembangan sumber daya air di daerahdaerah, maka Pemerintah Indonesia telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1. Laporan Tugas Akhir Kinerja Pengoperasian Waduk Sempor Jawa Tengah dan Perbaikan Jaringan Irigasinya

BAB I PENDAHULUAN I-1. Laporan Tugas Akhir Kinerja Pengoperasian Waduk Sempor Jawa Tengah dan Perbaikan Jaringan Irigasinya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Waduk adalah suatu bangunan yang berfungsi untuk melestarikan sumberdaya air dengan cara menyimpan air disaat kelebihan yang biasanya terjadi disaat musim penghujan

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB V GAMBARAN UMUM WILAYAH BAB V GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1 Karakteristik Wilayah Kecamatan Pacet merupakan salah satu Kecamatan yang berada di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Kecamatan ini berada di bagian utara kota Cianjur. Wilayah

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. 1 P a g e

BAB I. PENDAHULUAN. 1 P a g e BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberadaan kawasan hutan di Jawa Timur, sampai dengan saat ini masih belum dapat mencapai ketentuan minimal luas kawasan sebagaimana amanat Undang-Undang nomor 41

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan dan merupakan salah satu unsur yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia dan mahkluk hidup lainnya di muka bumi. Berdasarkan UU Sumberdaya

Lebih terperinci