BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.. PPOK Eksaserbasi Akut Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK), merupakan suatu penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, ditandai dengan hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel, progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang bearcun atau berbahaya.,2,3,4. Eksaserbasi dan komorbiditas secara keseluruhan memperberat tingkat keparahan penyakit pasien PPOK. PPOK merupakan penyebab morbiditas dan kematian ke-4 terbesar di dunia. World Health Organization memprediksi pada tahun 2020, PPOK akan meningkat dari peringkat 2 menjadi peringkat 5 penyakit terbanyak dan dari peringkat 6 menjadi peringkat 3 penyebab kematian di seluruh dunia. The Global Burden of Disease Study memperkirakan PPOK akan menjadi peringkat empat penyebab kematian pada tahun PPOK di Indonesia juga akan meningkat akibat faktor pendukungnya yakni kebiasaan merokok yang masih merupakan perilaku yang sulit dihentikan disamping polusi udara dan lingkungan yang belum dapat dikendalikan dengan baik serta pertambahan usia harapan hidup masyarakat Indonesia. 3 PPOK eksaserbasi akut didefinisikan sebagai suatu kejadian akut yang ditandai dengan memburuknya gejala respiratori pasien yang melebihi variasi normal hari ke hari dan menyebabkan perlunya perubahan pengobatan.,5 PPOK eksaserbasi merupakan kejadian penting pada perjalanan penyakit karena: - Memberi pengaruh negatif pada kualitas hidup pasien - Memberi efek pada fungsi paru yang membutuhkan waktu beberapa minggu untuk perbaikan - Mempercepat tingkat penurunan fungsi paru - Berhubungan dengan meningkatnya kematian secara signifikan, terutama pada mereka yang membutuhkan perawatan di rumah sakit.

2 - Mengakibatkan tingginya biaya sosial ekonomi. Eksaserbasi dari PPOK dapat dicetuskan oleh berbagai fakor. Penyebab paling sering adalah infeksi saluran nafas (virus atau bakteri). Studi bronkoskopik menunjukkan bahwa sedikitnya 50% pasien memiliki bakteri pada saluran nafas bagian bawah selama eksaserbasi dari PPOK, tetapi proporsi signifikan dari pasien tersebut juga memiliki bakteri yang berkolonisasi pada saluran nafas bagian bawah pada fase PPOK stabil. Terlihat bahwa terjadinya peningkatan kerja bakteri selama terjadinya eksaserbasi PPOK, dan bertambahnya strain bakteri yang baru. Polusi udara juga dapat mencetuskan eksaserbasi PPOK. Eksaserbasi dari gejala respiratori (terutama dispnu) pada pasien PPOK dapat terjadi dengan mekanisme berbeda yang dapat terjadi secara bersamaan pada pasien yang sama. Kondisi yang mirip dan/atau memperburuk eksaserbasi, yaitu pneumonia, emboli paru, penyakit jantung kongestif, aritmia jantung, pneumotoraks, efusi pleura dan kondisi tersebut harus dianggap sebagai diagnosa banding dan diterapi apabila ditemukan. Pasien PPOK dikatakan mengalami eksaserbasi akut bila kondisi pasien mengalami perburukan yang bersifat akut dari kondisi yang sebelumnya stabil dan dengan variasi gejala harian normal sehingga pasien memerlukan perubahan pengobatan yang biasa digunakan. Eksaserbasi ini biasanya disebabkan oleh infeksi (bakteri atau virus), bronkospasme, polusi udara atau obat golongan sedatif. Sekitar sepertiga penyebab eksaserbasi ini tidak diketahui. Pasien yang mengalami eksaserbasi akut dapat ditandai dengan gejala yang khas seperti sesak nafas yang semakin bertambah, batuk produktif dengan perubahan volume atau purulensi sputum, atau dapat juga memberikan gejala yang tidak khas seperti malaise, fatigue dan gangguan susah tidur. Roisin membagi gejala klinis PPOK eksaserbasi akut menjadi gejala respirasi dan gejala sistemik. Gejala respirasi yaitu berupa sesak nafas yang semakin bertambah berat, peningkatan volume dan purulensi sputum, batuk yang semakin sering dan nafas yang dngakal dan cepat. Gejala sistemik ditandai dengan peningkatan suhu tubuh, peningkatan deyut nadi serta gangguan status mental pasien. 5

3 Risiko PPOK : Placebo-limb data dari TORCH, Uplift dan Eclipse GOLD Spirometric Level Exacerbations (per year) Hospitalization (per year) 3-year mortality GOLD : Mild??? GOLD 2: % Moderate GOLD 3: Severe % GOLD 4: Very Severe % Dikutip dari: Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease EPIDEMIOLOGI Dari systemic review dan penelitian metaanalisis yang dilakukan pada 28 negara antara tahun , dan studi tambahan dari Jepang, memberikan bukti bahwa prevalensi PPOK cukup tinggi pada: perokok dan mantan perokok dibandingkan dengan bukan perokok; usia diatas 40 tahun; pria dibandingkan dengan wanita. PPOK merupakan penyebab kematian nomor empat di Amerika Serikat dan sekitar orang pertahun memerlukan perawatan rumah sakit karena eksaserbasi PPOK. Pasien dengan PPOK biasanya menunjukkan dekompensasi akut dari penyakit mereka satu sampai tiga kali dalam satu tahun. Dari eksaserbasi yang dilaporkan, 3-6% memerlukan perawatan di rumah sakit. Kematian pada rawat inap berkisar 3-0% pada pasien PPOK berat. Kematian 80 hari, satu tahun dan 2 tahun setelah perawatan rumah sakit adalah 3.4%, 22%, dan 35.6%. Tingkat kematian rumah sakit setelah perawatan ICU adalah 5-24% dan menjadi 9 30% pada pasien lebih dari 65 tahun. Di Hong Kong, PPOK merupakan penyebab kematian ke 5, dan penyebab 4% dari seluruh perawatan akut di rumah sakit pada tahun Prevalensi PPOK lansia di Cina (umur > 70 tahun) yang tinggal di Hong Kong diperkirakan 3 mencapai 7%.

4 PATOFISIOLOGI Merokok dan berbagai partikel berbahaya seperti inhalasi dari biomass fuels menyebabkan inflamasi pada paru, respons normal ini kelihatannya berubah pada pasien yang berkembang menjadi PPOK. Respons inflamasi kronik dapat mencetuskan destruksi jaringan parenkim (menyebabkan emfisema), mengganggu perbaikan normal dan mekanisme pertahanan (menyebabkan fibrosis jalan nafas kecil). Perubahan patologis ini menyebabkan air trapping dan terbatasnya aliran udara progresif, mengakibatkan sesak nafas dan gejala khas PPOK lainnya. Inflamasi pada saluran nafas pasien PPOK muncul sebagai modifikasi dari respons inflamasi saluran nafas terhadap iritan kronik seperti merokok. Mekanisme untuk menjelaskan inflamasi ini tidak sepenuhnya dimengerti tetapi mungkin terdapat keterlibatan genetik. Pasien bisa mendapatkan PPOK tanpa adanya riwayat merokok, dasar dari respons inflamasi pasien ini tidak diketahui. Stres oksidatif dan penumpukan proteinase pada paru selanjutnya akan mengubah inflamasi paru. Secara bersamaan, mekanisme tersebut menyebabkan karakteristik perubahan patologis pada PPOK. Inflamasi paru menetap setelah memberhentikan merokok melalui mekanisme yang tidak diketahui, walaupun autoantigen dan mikroorganisme persisten juga berperan. Perubahan yang khas pada PPOK dijumpai pada saluran nafas, parenkim paru, dan pembuluh darah paru. Perubahan patologi tersebut meliputi: inflamasi kronik, dengan peningkatan sejumlah sel inflamasi spesifik yang merupakan akibat dari trauma dan perbaikan berulang. Secara umum, inflamasi dan perubahan struktur pada jalan nafas meningkat dengan semakin parahnya penyakit dan menetap walaupun merokok sudah dihentikan. DIAGNOSIS Diagnosis klinis PPOK harus disangkakan pada pasien dengan gejala dispnu, batuk kronik atau produksi sputum, dan/atau adanya riwayat pemaparan terhadap faktor risiko PPOK. Spirometri dibutuhkan untuk membuat diagnosis, bila didapatkan post-bronchodilator FEV /FVC < 0.7, menegaskan adanya terbatasnya aliran udara persisten dan dianggap sebagai PPOK. FEV dan FVC

5 dapat memprediksi seluruh penyebab kematian independen pada perokok dan fungsi paru abnormal. Gejala khas dari PPOK adalah dispnu kronik dan progresif, batuk dan produksi sputum. Batuk kronik dan produksi sputum dapat menjadi awal berkembangnya menjadi terbatasnya aliran udara bertahun tahun kemudian. Pemeriksaan fisik jarang dapat mendiagnosis PPOK. Gejala klinis dari terbatasnya aliran udara biasanya tidak terlihat sampai terjadinya gangguan fungsi paru signifikan, dan deteksi ini biasanya memiliki sensitifitas dan spesifitas yang rendah. Spirometri merupakan pengukuran yang objektif terhadap terbatasnya aliran udara. Pengukuran Peak expiratory flow (PEF) saja tidak dapat diandalkan sebagai tes diagnostik, karena walaupun memilik sensitifitas yang baik, tapi spesifitasnya rendah. Klasifikasi keparahan dari keterbatasan aliran udara pada PPOK Classification of Severity of Airflow Limitation in COPD (Based on Post-Bronchodilator FEV ) In Patients with FEV /FVC < 0.7: GOLD : Mild FEV > 80% predicted GOLD 2: Moderate 50% FEV < 80% predicted GOLD 3: Severe 30% FEV < 50% predicted GOLD 4: Very Severe FEV < 30% predicted Dikutip dari: Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease Diagnosis eksaserbasi berdasarkan pada temuan klinis dari pasien yang mengeluhkan perubahan gejala akut (gejala biasanya dispnu, batuk, dan/atau produksi sputum) yang semakin memberat hari ke hari.

6 Penilaian dari eksaserbasi PPOK: riwayat klinis Assessment of COPD Exacerbations: Signs of Severity Severity of COPD based on degree of airflow limitation Duration of worsening or new symptoms Number of previous episodes (total/hospitalizations) Comorbidities Present treatment regimen Previous use of mechanical ventilation Dikutip dari: Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease Penilaian dari eksaserbasi PPOK: tanda keparahan Assessment of COPD Exacerbations: Medical History Use of accessory respiratory muscles Paradoxical chest wall movements Worsening or new onset central cyanosis Development of peripheral edema Hemodynamic instability Deteriorated mental status Dikutip dari: Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease Tes lain yang duanggap dapat menilai keparahan dari eksaserbasi : - Pulse oximetry dan analisa gas darah. Penilaian status asam basa diperlukan sebelum memulai ventilasi mekanik. - Foto toraks untuk menyingkirkan diagnosis alternatif lainnya. - EKG dapat membantu mendiagnosis dari penyakit jantung yang timbul bersamaan dengan PPOK. - Darah lengkap, untuk melihat polisitemia (hematokrit > 55%), anemia atau leukositosis. - Adanya sputum purulen saat eksaserbasi dapat dianggap sebagai indikasi untuk memulai terapi antibiotik empiris. Haemophilus influenza, Streptococcus pneumonia, dan Moraxella catarrhalis merupakan bakteri pathogen yang paling sering terlibat pada eksaserbasi pada pasien GOLD3 dan GOLD 4. Pseudomonas aeroginosa juga dianggap penting. Apabila infeksius,5

7 eksaserbasi tidak respons terhadap pemberian antibiotika awal, kultur sputum dan tes sensitivitas antibiotik dapat dilakukan. - Abnormalitas tes biokimia: gangguan elektrolit, hiperglikemia. - Spirometri tidak dianjurkan selama eksaserbasi karena sulit dilakukan dan pengukurannya tidak cukup akurat. KLASIFIKASI Berdasarkan health-care utilization, eksaserbasi dapat diklasifikasikan: (i) ringan, apabila pasien membutuhkan penambahan jumlah obat, apabila seseorang masih dapat melakukan pekerjaan untuk diri sendiri secara normal; (ii) sedang, apabila membutuhkan penambahan jumlah obat, dan merasa membutuhkan bantuan asisten medis; (iii) berat, apabila kondisi pasien memburuk dengan cepat dan membutuhkan perawatan rumah sakit. Penilaian tingkat keparahan PPOK eksaserbasi akut 9 Dikutip dari: Evidence-Based Approach to Acute Exacerbations of chronic Obstructive Pulmonary Disease 4 Anthonisen dkk mendefinisikan PPOK eksaserbasi akut dengan dijumpainya adanya peningkatan sputum purulen, peningkatan volume sputum dan memburuknya dispnu. Tipe I (berat) apabila memiliki ketiga gejala tersebut, tipe II (sedang) apabila memiliki dua gejala, dan tipe III (ringan) apabila memiliki satu gejala ditambah sedikitnya satu dari gejala berikut: infeksi saluran nafas atas pada 5 hari terakhir, demam tanpa penyebab jelas lainnya, bertambahnya wheezing, batuk yang meningkat, meingkatnya pernafasan atau nadi 20% dari baseline. 9

8 Klasifikasi PPOK eksaserbasi akut oleh Anthonisen Dikutip dari: Acute Exacerbation of Chronic Obstructibe Pulmonary Disease 5 Kriteria Winnipeg untuk PPOK eksaserbasi akut Dikutip dari: Acute Exacerbations and Respiratory Failure in COPD 6 PENATALAKSANAAN Tujuan dari penatalaksanaan PPOK eksaserbasi adalah untuk meminimalkan pengaruh eksaserbasi yang sedang berlangsung dan mencegah terjadinya ekseserbasi berikutnya. Berdasarkan dari tingkat keparahan eksaserbasi dan/atau keparahan penyakit penyerta, eksaserbasi dapat ditatalaksana pada rawat jalan maupun rawat inap. Lebih dari 80% eksaserbasi dapat ditatalaksana pada rawat jalan dengan terapi farmakologis yang meliputi bronkodilator, kortikosteroid dan antibiotik.

9 Indikasi utama untuk penilaian pada saat perawatan ke rumah sakit Potential Indications for Hospital Assessment or Admission Marked increase in intensity of symptoms, such as sudden development of resting dyspnea Severe underlying COPD Onset of new physical signs (e.g. cyanosis, peripheral edema) Failure of an exacerbation to respond to initial medical management Presence of serious comorbidities (e.g. heart failure or newly occurring arrhythmias) Frequent exacerbations Older age Insufficient home support Dikutip dari: Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease Inhalasi beta2 agonist kerja pendek dengan/tanpa antikolinergik kerja pendek merupakan bronkodilator pilihan untuk eksaserbasi. Kortikosteroid sistemik dan antibiotik dapat mempercepat waktu penyembuhan, memperbaiki fungsi paru (FEV) dan hipoksemia arteri (PaO2), dan mengurangi risiko terjadinya kambuh, gagal pengobatan dan lamanya pengobatan. Terapi eksaserbasi akut di rumah sakit Therapeutic Components of Hospital Management Respiratory Support Oxygen therapy Ventilatory support Noninassive ventilation Invasive ventilation Pharmaacologic Treatment Bronchodilators Corticosteroids Antibiotics Adjunct therapies Dikutip dari: Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease

10 Indikasi perawatan ICU Indications for ICU Admission Severe dyspnea that responds inadequately to intial emergency therapy Changes in mental status (confusion, lethargy, coma) Persistent or worsening hypoxemia (PaO2, 5,3 kpa, 40 mmhg) and/or worsening respiratory acidosis (ph < 7,25) despite supplemental oxygen and noninvasive ventilation Nedd for invasive mechanical ventilation Hemodynamic instability-need for vasopressors Dikutip dari: Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease 2.2. KEMATIAN PADA PPOK EKSASERBASI AKUT Kematian pada PPOK dapat dipengaruhi oleh berbagai kondisi komorbid kronik lain (seperti penyakit kardiovaskular, gangguan muskuloskletal, diabetes mellitus) yang berhubungan dengan PPOK dan memberikan pengaruh pada status kesehatan pasien, yang akan mengganggu penatalaksanaan PPOK. Kematian pasien rawat inap pada pasien yang datang ke rumah sakit karena hiperkapnia dengan asidosis berkisar 0%. Pada pasien yang membutuhkan bantuan nafas mekanik selama dirawat di rumah sakit, kematian meningkat 40% satu tahun setelah pasien dipulangkan untuk berobat jalan. Dan keseluruhan kematian 3 tahun setelah dirawat di rumah sakit meningkat menjadi 49%. Beberapa studi melaporkan tingkat kematian pada rawat inap -24% dan 22-35,6% setelah dan 2 tahun. Soler-Cataluna melaporkan bahwa PPOK eksaserbasi akut mempunyai pengaruh independen prognostik negatif, dimana kematian meningkat dengan semakin seringnya terjadi eksaserbasi akut dan membutuhkan perawatan rumah sakit. The Study to Understand Prognosis and Preferences for Outcomes and rates of Treatment (SUPPORT), melaporkan tingkat kematian rawat inap dijumpai pada % pasien dengan gagal nafas akut hiperkapnia. Tingkat kematian 80 hari adalah 33% dan tingat kematian 2 tahun adalah 49%. 0,,2 Beberapa studi telah menunjukkan faktor yang secara langsung berhubungan dengan kematian rawat inap rumah sakit yang terjadi pada PPOK

11 eksaserbasi, yaitu disfungsi sistem organ non-respiratori (terutama jantung), lamanya rawat inap di rumah sakit, usia yang lebih tua, kondisi komorbid dan status nutrisi, oksigen arteri (PaO2) dan tekanan karbondioksida pada saat masuk, 6 dan membutuhkan perawatan ICU. Studi prospektif multisenter oleh Roche dkk di Perancis (2008), menilai hal hal yang menentukan hasil akhir perawatan rumah sakit pada pasien pada pasien yang datang ke instalasi gawat darurat (IGD) oleh karena PPOK eksaserbasi akut, hasil akhir adalah kematian pada rawat inap dan dibutuhkannya post-hospital support. Penelitian ini mendapatkan hasil tingkat kematian rawat inap RS adalah 7,4%. Faktor prognostik independen adalah umur 70 tahun; jumlah dari keparahan tanda klinis (sianosis, gangguan neurologis, edema tungkai bawah, asterexis, penggunaan otot aksesori pada saat inpirasi dan ekspirasi; dan baseline dyspnoe grade (0-, 2-3, 4-5) pada keadaan stabil. Hasil dari studi ini menunjukkan faktor prognostik sederhana yang dapat digunakan pada pasien 6 PPOK eksaserbasi akut yang datang ke IGD. Penelitian oleh Gudmundsson dkk di Swedia (2006) bertujuan menganalisa mortalitas dan faktor risiko yang berhubungan, yang lebih ditujukan pada status kesehatan, pengobatan dan komorbiditas, pada pasien PPOK eksaserbasi akut yang memerlukan perawatan rumah sakit. Hasil penelitian ini menunjukkan kematian yang tinggi pada PPOK setelah perawatan rumah sakit, dengan usia yang lebih tua, berkurangnya fungsi paru, status kesehatan yang 7 menurun dan diabetes sebagai faktor risiko yang paling penting. Soler-Cataluna dkk di Spanyol (2005) meneliti apakah PPOK eksaserbasi akut yang berat menunjukkan efek langsung terhadap kematian. Faktor prognostik yang berpengaruh pada PPOK eksaserbasi akut yang mendapatkan perawatan di rumah sakit dikelompokkan atas umur pasien, merokok, indeks massa tubuh, komorbiditas, terapi oksigen jangka panjang, parameter kekuatan spirometri, tekanan arteri gas darah. Hanya usia yang lebih tua, tekanan karbondioksida arteri yang ditemukan sebagai indikator prognostik buruk pada pasien PPOK eksaserbasi akut. Kematian meningkat dengan seringnya terjadi eksaserbasi berat, 8 terutama pada pasien yang membutuhkan perawatan rumah sakit.

12 Studi prospektif oleh Groenewegen dkk (2003) meneliti hasil akhir dari pasien PPOK eksaserbasi akut yang datang ke rumah sakit selama dirawat di rumah sakit dan setelah follow up tahun. Hasil studi ini menunjukkan tingginya tingkat kematian setelah eksaserbasi akut, terutama pada pasien yang lebih tua dengan gagal nafas kronik. Hal ini penting diketahui untuk memindahkan pasien ke perawatan suportif yang lebih baik apabila diperlukan. Penelitan ini menyimpulakan bahwa prognosis pasien yang datang ke rumah sakit dan memerlukan perawatan rumah sakit adalah jelek. Penggunaan kortikosteroid oral jangka panjang, PaCO2 yang tinggi, dan usia lebih tua dianggap sebagai faktor risiko yang berhubungan dengan tingginya kematian pada PPOK eksaserbasi akut. 9 Penelitian oleh Archibald dkk (202), mencoba menentukan prediktor kematian rawat inap pada pasien dengan dengan PPOK eksaserbasi akut, dan menghasilkan sistem skor prediksi untuk mengidentifikasi pasien dengan risiko tinggi kematian rawat inap RS. CAUDA 70 dapat digunakan untuk memprediksi kematian rawat inap RS pada pasien PPOK eksaserbasi akut. Skor ini menggabungkan 6 variabel klinis: asidosis, albumin, ureum, perubahan status mental (confusion), skor MRCD dan umur. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa CAUDA 70 akurat dalam memprediksi kematian rawat inap pada PPOK eksaserbasi akut SKOR CAUDA 70 Pada penelitian yang dilakukan oleh Archibald dkk (202), mencoba menentukan prediktor kematian rawat inap pada pasien dengan dengan PPOK eksaserbasi akut, dan menghasilkan sistem skor prediksi untuk mengidentifikasi pasien dengan risiko tinggi kematian rawat inap RS. Dari 03 pasien yang mengikuti studi kohort ini, tingkat kematian rawat inap RS adalah 5,2%. Prediktor independen dari kematian ditemukan dan diperoleh sistem skor baru: CAUDA 70 dapat digunakan untuk memprediksi kematian rawat inap RS pada pasien PPOK eksaaserbasi akut. Skor ini menggabungkan 6 variabel klinis: asidosis, albumin, ureum, perubahan status mental (confusion), skor MRCD dan umur. Pada

13 penelitian ini menunjukkan bahwa CAUDA 70 akurat dalam memprediksi kematian rawat inap pada PPOK eksaserbasi akut. The Medical Research Council Dypsnoea Scale (MRCD) pada pasien PPOK 7 Dikutip dari: Dyspnoe Severity and Pneumonia as A Preddictors of In-Hospital Mortality and Early Readmission in Acute Exacerbations of COPD Skor CAUDA 70 dibagi atas skor 0-: pasien yang mempunyai risiko kematian yang rendah dan lebih baik diobati di rumah. Skor 2: pasien yang mempunyai risiko kematian yang rendah tetapi membutuhkan perawatan rumah sakit apabila terjadi confusion atau asidosis. Skor 3 atau lebih: pasien dengan risiko tinggi kematian rawat inap, tingkat kematian meningkat sampai 4%. Skor prediktif CAUDA Dikutip dari: Prediction of In-Hospital Mortality in Acute Exacerbations of COPD Hanya sejumlah kecil studi sebelumnya yang memperoleh sistem skor pediksi untuk kematian rawat inap rumah sakit pada pasien PPOK eksaserbasi akur. Pada skor prediktif yang baru, CAUDA 70, terdapat alasan yang memungkinkan kenapa enam variabel pada skor tersebut berkorelasi dengan 7

14 kematia rawat inap pada pasien PPOK eksaserbasi akut. Sebagai contoh, confusion (yang juga merupakan marker penting untuk hasil akhir buruk pada CAP), dapat meningkat pada PPOK eksaserbasi akut dengan hiperkapnia, dan dapat bekerja sebagai indikator respons tubuh terhadap proses patofisiologi yang mendasarinya. Ureum juga terlihat sebagai prediktor penting terhadap hasil akhir buruk pada penyakit respiratori. Ureum juga dapat memperlihatkan gagal ginjal akut sebagai akibat berkurangnya volume yang terjadi pada hiperventilasi atau buruknya intake cairan oral sebelum dirawat di rumah sakit. Hal ini menandakan bahwa marker patofisiologi dari penaykit, merupakan prediktor yang kuat untuk kematian rawat inap RS pada pasien PPOK eksaserbasi akut. Perbandingan skor CAUDA 70 dengan skor lain Dikutip dari: Prediction of In-Hospital Mortality in Acute Exacerbations of COPD 7 CAUDA 70 dapat memprediksi kematian rawat inap RS pada pasien PPOK eksaserbasi akut. Ke enam variabel yang masuk dalam skor merupakan variabel klinis yang mudah didapatkan dan sangat sederhana dikerjakan. Sistem skor ini dapat digunakan dalam mengambil keputusan pada saat pasien darang ke rumah sakit, memberhentikan pengobatan dan memberikan pelayanan kesehatan yang sesuai.

15 Kematian dan survival berdasarkan skor CAUDA 70 Dikutip dari: Prediction of In-Hospital Mortality in Acute Exacerbations of COPD 2.4. SKOR BAP-65 Studi yang dilakukan oleh Shorr dkk di Amerika Serikat (200) memperkenalkan satu skor baru, yaitu skor risiko PPOK eksaserbasi akut, BAP- 65. Penggunaan skor CURB-65 oleh dokter dalam memprediksi hasil akhir pasien dengan pneumonia sangat akurat, tetapi keakuratannya pada PPOK eksaserbasi akut masih belum jelas. Hal inilah yang melatar belakangi munculnya skor baru dalam memprediksi kematian pada PPOK eksaserbasi akut yaitu skor BAP-65. Skor ini terdiri dari peningkatan blood urea nitrogen (BUN), perubahan status mental, nadi > 09 kali permenit, umur diatas 65 tahun. Penelitian ini mencoba menghubungkan skor BAP-65 dengan CURB-65. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bawa kedua skor, BAP-65 dan CURB-65 berhubungan dengan tingginya kematian dan perlunya ventilator mekanik pada pasien dengan PPOK eksaserbasi akut. CURB-65 hanya memiliki tingkat keakuratan sedang dalam mengetahui pasien risiko tinggi untuk mendapatkan hasil akhir buruk (prognosis buruk). Skor BAP-65 lebih akurat dalam memprediksi hasil akhir PPOK eksaserbasi akut. 26 Penelitian yang dilakukan oleh Shorr dkk (20) mecoba memvalidasi skor BAP-65 (peningkatan BUN, perubahan status mental, nadi > 09x/menit, dan umur > 65 tahun). Hasil penelitian ini menunjukkan sistem BAP-65 dapat memberikan gambaran tingkat keparahan penyakit dan menunjukkan alat sederhana dalam mengelompokkan pasien dengan PPOK eksaserbasi akut

16 terhadap risiko untuk terjadinya efek yang merugikan. BAP-65 merupakan alat tambahan yang dapat digunakan pada penilaian awal PPOK eksaserbasi akut. 8 Sensifisitas, spesifisitas, positive dan negative predictive value BAP- 65 terhadap kematian dan ventilator mekanik. Dikutip dari: Validation of Novel Risk Score for Severity of Illness in Acute Exacerbations of COPD Skor BAP-65 dibuat berdasarkan dari informasi yang didapatkan pada awal pasien masuk ke rumah sakit. Skor BAP-65 ini diabagi menjadi 5 kelas: ) Kelas I : Usia 65 tahun, tidak memiliki 3 faktor risiko (kadar BUN 25 mg/dl, perubahan status mental, nadi 09 x/ menit). 2) Kelas II : Usia > 65 tahun, tanpa faktor risiko. 3) Kelas III : Memiliki satu faktor risiko 4) Kelas IV : Memilikki dua faktor risiko 5) Kelas V : Memiliki tiga faktor risiko Jika BAP-65 kelas I disebut risiko rendah, kelas II-III disebut risiko sedang, kelas IV disebut risiko tinggi. 8 8

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif.

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah suatu keadaan terdapatnya keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif. Penyakit ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) menurut Global Initiative of

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) menurut Global Initiative of BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) menurut Global Initiative of Chronic Obstructive Lung Diseases (GOLD) merupakan penyakit yang dapat cegah dan diobati, ditandai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS)

BAB I PENDAHULUAN. American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS) mengartikan Penyakit Paru Obstruktif Kronik disingkat PPOK sebagai penyakit yang ditandai dengan

Lebih terperinci

CURRICULUM VITAE. Nama : DR. Dr. Nur Ahmad Tabri, SpPD, K-P, SpP(K) Tempat, tanggal lahir : Ujung Pandang, 12 April 1959 Agama: Islam

CURRICULUM VITAE. Nama : DR. Dr. Nur Ahmad Tabri, SpPD, K-P, SpP(K) Tempat, tanggal lahir : Ujung Pandang, 12 April 1959 Agama: Islam CURRICULUM VITAE Nama : DR. Dr. Nur Ahmad Tabri, SpPD, K-P, SpP(K) Tempat, tanggal lahir : Ujung Pandang, 12 April 1959 Agama: Islam Email: nurahmad_59@yahoo.co.id Jabatan: Ketua Divisi Pulmonologi Dept.

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak

Lebih terperinci

Suradi, Dian Utami W, Jatu Aviani

Suradi, Dian Utami W, Jatu Aviani KEDARURATAN ASMA DAN PPOK Suradi, Dian Utami W, Jatu Aviani Bagian Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FK UNS / RSUD Dr. Moewardi Surakarta WORKSHOP PIR 2017 PENDAHULUAN PPOK --> penyebab utama mortalitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit yang mempunyai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit yang mempunyai karakteristik keterbatasan aliran nafas yang persisten, bersifat progresif dan berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu penyakit tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu penyakit tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia (Kementerian Kesehatan, 2008).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit pernapasan kronis yang merupakan bagian dari noncommunicable disease (NCD). Kematian akibat

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. yang ditandai oleh progresivitas obstruksi jalan nafas yang tidak sepenuhnya

Bab I. Pendahuluan. yang ditandai oleh progresivitas obstruksi jalan nafas yang tidak sepenuhnya Bab I Pendahuluan Latar Belakang Penelitian Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) didefinisikan sebagai penyakit yang ditandai oleh progresivitas obstruksi jalan nafas yang tidak sepenuhnya reversibel,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. PPOK merupakan penyakit yang dapat dicegah dan diobati dengan beberapa efek

BAB I PENDAHULUAN. PPOK merupakan penyakit yang dapat dicegah dan diobati dengan beberapa efek BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PPOK merupakan penyakit yang dapat dicegah dan diobati dengan beberapa efek ekstraparu yang signifikan dan berpengaruh terhadap keparahan penderita. Menurut GOLD (Global

Lebih terperinci

BAB I A. LATAR BELAKANG. morbiditas kronik dan mortalitas di seluruh dunia, sehingga banyak orang yang

BAB I A. LATAR BELAKANG. morbiditas kronik dan mortalitas di seluruh dunia, sehingga banyak orang yang BAB I A. LATAR BELAKANG Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) merupakan penyebab utama dari morbiditas kronik dan mortalitas di seluruh dunia, sehingga banyak orang yang menderita akibat PPOK. PPOK merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan salah satu jenis dari penyakit tidak menular yang paling banyak ditemukan di masyarakat dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit menular bergeser ke penyakit tidak menular (noncommunicable

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit menular bergeser ke penyakit tidak menular (noncommunicable BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan berubahnya tingkat kesejahteraan, pola penyakit saat ini telah mengalami transisi epidemiologi yang ditandai dengan beralihnya penyebab kematian yang semula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran napas bawah masih tetap menjadi masalah utama dalam

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran napas bawah masih tetap menjadi masalah utama dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran napas bawah masih tetap menjadi masalah utama dalam bidang kesehatan, baik di negara berkembang maupun negara maju. 1 Infeksi ini merupakan penyebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu aspek yang penting dan banyak digunakan bagi perawatan pasien yang

BAB I PENDAHULUAN. salah satu aspek yang penting dan banyak digunakan bagi perawatan pasien yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Ventilator mekanik merupakan alat yang digunakan untuk membantu fungsi pernapasan. Penggunaannya diindikasikan untuk pasien dengan hipoksemia, hiperkapnia berat dan

Lebih terperinci

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS/ RS Dr M DJAMIL PADANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS/ RS Dr M DJAMIL PADANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS/ RS Dr M DJAMIL PADANG Pendahuluan asma merupakan proses inflamasi kronik dimana yang berperan adalah sel-sel inflamasi maupun struktural dari bronkus GINA 2010

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu penyebab kematian terbanyak di negara dengan pendapatan tinggi sampai rendah. 1 Menurut World Health Organization

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN ASMA EKSASERBASI AKUT

PENATALAKSANAAN ASMA EKSASERBASI AKUT PENATALAKSANAAN ASMA EKSASERBASI AKUT Faisal Yunus Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI - RS Persahabatan Jakarta PENDAHULUAN Asma penyakit kronik saluran napas Penyempitan saluran napas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan beban kerja pernafasan, yang menimbulkan sesak nafas, sehingga pasien mengalami penurunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan kisaran usia 5-14 tahun (Gerald dkk, 2004). Prevalens asma di Indonesia belum

BAB I PENDAHULUAN. dengan kisaran usia 5-14 tahun (Gerald dkk, 2004). Prevalens asma di Indonesia belum 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Asma merupakan penyakit kronik yang paling umum di dunia, terdapat sekitar 300 juta penduduk dunia yang menderita penyakit ini. Asma dapat terjadi pada anak-anak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit yang dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit yang dapat dicegah dan diobati. Penyakit ini berhubungan dengan peningkatan respon inflamasi kronik pada jalan

Lebih terperinci

STUDI KARAKTERISTIK PASIEN PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK (PPOK) DI RSUD A.W SJAHRANIE SAMARINDA PERIODE JANUARI- DESEMBER 2014

STUDI KARAKTERISTIK PASIEN PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK (PPOK) DI RSUD A.W SJAHRANIE SAMARINDA PERIODE JANUARI- DESEMBER 2014 STUDI KARAKTERISTIK PASIEN PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK (PPOK) DI RSUD A.W SJAHRANIE SAMARINDA PERIODE JANUARI- DESEMBER 2014 Hardiana Sepryanti Palinoan, Risna Agustina, Laode Rijai Fakultas Farmasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amerika dan mengakibatkan kematian jiwa pertahun, peringkat ke-empat

BAB I PENDAHULUAN. Amerika dan mengakibatkan kematian jiwa pertahun, peringkat ke-empat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) mempengaruhi 15 juta orang Amerika dan mengakibatkan kematian 160.000 jiwa pertahun, peringkat ke-empat sebagai penyebab kematian

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI Halaman Halaman Sampul Dalam... i Pernyataan Orisinalitas... ii Persetujuan Skripsi... iii Halaman Pengesahan Tim Penguji Skripsi... iv Motto dan Dedikasi... v Kata Pengantar... vi Abstract...

Lebih terperinci

Perbandingan Skor DECAF dengan Skor BAP-65 terhadap Kematian dalam Tiga Puluh Hari pada Pasien PPOK Eksaserbasi Akut RSUP H.

Perbandingan Skor DECAF dengan Skor BAP-65 terhadap Kematian dalam Tiga Puluh Hari pada Pasien PPOK Eksaserbasi Akut RSUP H. pissn: 026-074X; eissn: 2338-6223; http://dx.doi.org/0.5395/mkb.v48n.727 Abstrak Perbandingan Skor DECAF dengan Skor BAP-65 terhadap Kematian dalam Tiga Puluh Hari pada Pasien PPOK Eksaserbasi Akut RSUP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) merupakan suatu istilah yang digunakan untuk sekelompok penyakit paru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat dicegah dan diobati, yang ditandai oleh adanya keterbatasan aliran udara persisten yang biasanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. SK/XI/2008 tentang pedoman pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik,

BAB I PENDAHULUAN. SK/XI/2008 tentang pedoman pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan penyakit paru obstruktif kronik telah di bahas dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1022/MENKES/ SK/XI/2008 tentang pedoman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Spirometri adalah salah satu uji fungsi paru yang dapat digunakan untuk mendiagnosis penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) (Health Partners, 2011). Uji fungsi paru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK ) adalah penyakit paru kronik

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK ) adalah penyakit paru kronik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK ) adalah penyakit paru kronik yang ditandai dengan hambatan aliran udara saluran nafas, dimana hambatan aliran udara saluran nafas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia, diantaranya adalah COPD (Chonic Obstructive Pulmonary Disease)

BAB I PENDAHULUAN. dunia, diantaranya adalah COPD (Chonic Obstructive Pulmonary Disease) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit sistem pernapasan merupakan penyebab 17,2% kematian di dunia, diantaranya adalah COPD (Chonic Obstructive Pulmonary Disease) 5,1%, infeksi pernapasan bawah

Lebih terperinci

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Karakteristik Pasien PPOK Eksaserbasi Akut

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Karakteristik Pasien PPOK Eksaserbasi Akut BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Pada penelitian ini kerangka konsep mengenai karakteristik pasien PPOK eksaserbasi akut akan diuraikan berdasarkan variabel katagorik

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan perekonomian ke

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan perekonomian ke BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan perekonomian ke arah yang lebih baik di Indonesia, mempengaruhi pergeseran pola penyakit yang ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. jamur, dan parasit (Kemenkes RI, 2012; PDPI, 2014). Sedangkan infeksi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. jamur, dan parasit (Kemenkes RI, 2012; PDPI, 2014). Sedangkan infeksi yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia merupakan penyakit infeksi saluran napas bawah akut pada parenkim paru. Pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 37 BAB III METODE PENELITIAN 38 A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan secara cross sectional, variabel bebas dan variabel terikat diobservasi

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Gangguan ginjal akut (GnGA), dahulu disebut dengan gagal ginjal akut,

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Gangguan ginjal akut (GnGA), dahulu disebut dengan gagal ginjal akut, BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Gangguan Ginjal Akut pada Pasien Kritis Gangguan ginjal akut (GnGA), dahulu disebut dengan gagal ginjal akut, merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan peningkatan kadar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. biasanya progresif dan berhubungan dengan peningkatan respon inflamasi kronik

BAB I PENDAHULUAN. biasanya progresif dan berhubungan dengan peningkatan respon inflamasi kronik 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat dicegah dan diobati, yang ditandai oleh adanya keterbatasan aliran udara persisten yang biasanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berfokus dalam menangani masalah penyakit menular. Hal ini, berkembangnya kehidupan, terjadi perubahan pola struktur

BAB I PENDAHULUAN. berfokus dalam menangani masalah penyakit menular. Hal ini, berkembangnya kehidupan, terjadi perubahan pola struktur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan epidemiologi kesehatan pada umumnya berfokus dalam menangani masalah penyakit menular. Hal ini, dapat dilihat dari sejarah ilmu epidemiologi itu sendiri,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. polusi udara baik dalam maupun luar ruangan, serta polusi di tempat kerja. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. polusi udara baik dalam maupun luar ruangan, serta polusi di tempat kerja. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) telah berkembang menjadi penyebab morbiditas dan mortalitas di dunia yang makin penting. PPOK menjadi penyakit berbahaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan penyebab mortalitas terbesar kelima di dunia dan menunjukkan peningkatan jumlah kasus di negara maju dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 2014). Pneumonia pada geriatri sulit terdiagnosis karena sering. pneumonia bakterial yang didapat dari masyarakat (PDPI, 2014).

BAB 1 PENDAHULUAN. 2014). Pneumonia pada geriatri sulit terdiagnosis karena sering. pneumonia bakterial yang didapat dari masyarakat (PDPI, 2014). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia merupakan penyakit infeksi saluran napas bawah akut pada parenkim paru. Pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) merupakan penyakit yang perlu diwaspadai karena penyakit ini merupakan penyebab kematian dengan nomor urut lima di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. otak, biasanya akibat pecahnya pembuluh darah atau adanya sumbatan oleh

BAB I PENDAHULUAN. otak, biasanya akibat pecahnya pembuluh darah atau adanya sumbatan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Menurut World Health Organization (WHO), stroke didefinisikan sebagai sebuah sindrom yang memiliki karakteristik tanda dan gejala neurologis klinis fokal dan/atau global

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi bakteri yang berkembang menjadi sepsis yang merupakan suatu respon tubuh dengan adanya invasi mikroorganisme, bakteremia atau pelepasan sitokin akibat pelepasan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asma merupakan penyakit heterogen dengan karakteristik adanya inflamasi saluran napas kronis. Penyakit ini ditandai dengan riwayat gejala saluran napas berupa wheezing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan paling banyak ditemui menyerang anak-anak maupun dewasa. Asma sendiri

BAB I PENDAHULUAN. dan paling banyak ditemui menyerang anak-anak maupun dewasa. Asma sendiri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Asma bronkial merupakan penyakit kronik tidak menular yang paling sering dan paling banyak ditemui menyerang anak-anak maupun dewasa. Asma sendiri berkorelasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang lebih 21 hari. Albumin mengisi 50% protein dalam darah dan menentukan

BAB I PENDAHULUAN. kurang lebih 21 hari. Albumin mengisi 50% protein dalam darah dan menentukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Albumin adalah protein serum yang disintesa di hepar dengan waktu paruh kurang lebih 21 hari. Albumin mengisi 50% protein dalam darah dan menentukan 75% tekanan onkotik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Influenza adalah suatu penyakit infeksi saluran pernafasan. akut yang disebabkan oleh virus influenza. Penyakit ini dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Influenza adalah suatu penyakit infeksi saluran pernafasan. akut yang disebabkan oleh virus influenza. Penyakit ini dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Influenza adalah suatu penyakit infeksi saluran pernafasan akut yang disebabkan oleh virus influenza. Penyakit ini dapat menyerang saluran pernafasan bagian atas maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. Hambatan aliran udara ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pneumonia adalah penyakit infeksi yang menyerang. parenkim paru-paru. Menurut Kollef et.al.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pneumonia adalah penyakit infeksi yang menyerang. parenkim paru-paru. Menurut Kollef et.al. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pneumonia adalah penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru-paru. Menurut Kollef et.al. (2005), selain community-acquired pneumonia (CAP) yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. pneumonia yang terjadi pada pasien dengan bantuan ventilasi mekanik setelah 48

BAB 6 PEMBAHASAN. pneumonia yang terjadi pada pasien dengan bantuan ventilasi mekanik setelah 48 BAB 6 PEMBAHASAN VAP (ventilatory acquired pneumonia) adalah infeksi nosokomial pneumonia yang terjadi pada pasien dengan bantuan ventilasi mekanik setelah 48 jam. 4,8,11 Insiden VAP bervariasi antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena penderitanya sebagian besar orang muda, sehat dan produktif (Ropper &

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena penderitanya sebagian besar orang muda, sehat dan produktif (Ropper & BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cedera kepala merupakan salah satu kasus penyebab kecacatan dan kematian yang cukup tinggi dalam bidang neurologi dan menjadi masalah kesehatan oleh karena penderitanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Paru-paru merupakan organ utama yang sangat penting bagi kelangsungan

BAB I PENDAHULUAN. Paru-paru merupakan organ utama yang sangat penting bagi kelangsungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paru-paru merupakan organ utama yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia. Fungsi utama dari paru-paru adalah untuk proses respirasi. Respirasi merupakan proses

Lebih terperinci

ORIGINAL ARTICLE. Perbandingan Skor DECAF dengan Skor BAP- 65 dalam Memprediksi Kematian 30 Hari pada Pasien PPOK Eksaserbasi Akut

ORIGINAL ARTICLE. Perbandingan Skor DECAF dengan Skor BAP- 65 dalam Memprediksi Kematian 30 Hari pada Pasien PPOK Eksaserbasi Akut ORIGINAL ARTICLE Perbandingan Skor DECAF dengan Skor BAP- 65 dalam Memprediksi Kematian 30 Hari pada Pasien PPOK Eksaserbasi Akut Siti TF Lubis 1, EN Keliat 1, Alwinsyah Abidin 1 1 Divisi Pulmonologi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada era modern saat ini, gaya hidup manusia masa kini tentu sudah

BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada era modern saat ini, gaya hidup manusia masa kini tentu sudah BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era modern saat ini, gaya hidup manusia masa kini tentu sudah mengalami perubahan yang sangat besar. Saat ini orang cenderung memiliki gaya hidup

Lebih terperinci

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK DEFINISI PPOK Penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel, bersifat progresif dan berhubungan dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang ditandai dengan pembatasan aliran udara yang irreversibel (Celli & Macnee,

BAB 1 PENDAHULUAN. yang ditandai dengan pembatasan aliran udara yang irreversibel (Celli & Macnee, BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) adalah keadaan progresif lambat yang ditandai dengan pembatasan aliran udara yang irreversibel (Celli & Macnee, 2004).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional secara keseluruhan, sehingga diperlukan suatu kajian yang lebih menyeluruh mengenai determinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang merupakan salah satu masalah kesehatan. anak yang penting di dunia karena tingginya angka

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang merupakan salah satu masalah kesehatan. anak yang penting di dunia karena tingginya angka BAB I PENDAHULUAN Pneumonia 1.1 Latar Belakang merupakan salah satu masalah kesehatan anak yang penting di dunia karena tingginya angka kesakitan dan angka kematiannya, terutama pada anak berumur kurang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. diobati, ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang terus-menerus yang

BAB 1 PENDAHULUAN. diobati, ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang terus-menerus yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit dapat dicegah dan diobati, ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang terus-menerus yang biasanya progresif

Lebih terperinci

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK EKSASERBASI AKUT PADA LAKI-LAKI LANSIA. Damayanti A. 1)

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK EKSASERBASI AKUT PADA LAKI-LAKI LANSIA. Damayanti A. 1) PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK EKSASERBASI AKUT PADA LAKI-LAKI LANSIA Damayanti A. 1) 1) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung ABSTRAK Latar Belakang. Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah ilmu Penyakit Dalam, sub ilmu Pulmonologi dan Geriatri. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Tempat peneltian ini adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terisi dengan cairan radang, dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel

BAB I PENDAHULUAN. terisi dengan cairan radang, dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pneumonia adalah peradangan dari parenkim paru, dimana asinus terisi dengan cairan radang, dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel radang ke dalam dinding

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada paru-paru terhadap partikel asing maupun gas (GOLD, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. pada paru-paru terhadap partikel asing maupun gas (GOLD, 2013). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah suatu penyakit progresif yang ditandai dengan pembatasan aliran udara yang masuk terjadi secara ireversibel, Sehingga

Lebih terperinci

ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013

ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013 ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013 Data WHO 2013 dan Riskesdas 2007 menunjukkan jumlah penderita

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. napas, batuk kronik, dahak, wheezing, atau kombinasi dari tanda tersebut.

BAB 1 PENDAHULUAN. napas, batuk kronik, dahak, wheezing, atau kombinasi dari tanda tersebut. 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah inflamasi saluran napas kecil. Pada bronkitis kronik terdapat infiltrat dan sekresi mukus di saluran pernapasan. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi bakteri yang berkembang menjadi sepsis, merupakan suatu respons

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi bakteri yang berkembang menjadi sepsis, merupakan suatu respons BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi bakteri yang berkembang menjadi sepsis, merupakan suatu respons tubuh terhadap invasi mikroorganisme, bakteremia atau pelepasan sitokin akibat pelepasan endotoksin

Lebih terperinci

2006 Global Initiative for Asthma (GINA) tuntunan baru dalam penatalaksanaan asma yaitu kontrol asma

2006 Global Initiative for Asthma (GINA) tuntunan baru dalam penatalaksanaan asma yaitu kontrol asma 2006 Global Initiative for Asthma (GINA) tuntunan baru dalam penatalaksanaan asma yaitu kontrol asma penatalaksanaan asma terbaru menilai secara cepat apakah asma tersebut terkontrol, terkontrol sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom klinik ini terjadi karena adanya respon tubuh terhadap infeksi, dimana

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom klinik ini terjadi karena adanya respon tubuh terhadap infeksi, dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sepsis merupakan suatu sindrom kompleks dan multifaktorial, yang insidensi, morbiditas, dan mortalitasnya sedang meningkat di seluruh belahan dunia. 1 Sindrom klinik

Lebih terperinci

HUBUNGAN DERAJAT KLINIS PPOK DENGAN HASIL PEMERIKSAAN FUNGSI PARU BERDASARKAN SPIROMETRI LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN DERAJAT KLINIS PPOK DENGAN HASIL PEMERIKSAAN FUNGSI PARU BERDASARKAN SPIROMETRI LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN DERAJAT KLINIS PPOK DENGAN HASIL PEMERIKSAAN FUNGSI PARU BERDASARKAN SPIROMETRI LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti ujian Karya Tulis Ilmiah mahasiswa program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. permeabilitas mikrovaskular yang terjadi pada jaringan yang jauh dari sumber infeksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. permeabilitas mikrovaskular yang terjadi pada jaringan yang jauh dari sumber infeksi BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang penelitian Sepsis merupakan suatu sindrom klinis infeksi yang berat dan ditandai dengan tanda kardinal inflamasi seperti vasodilatasi, akumulasi leukosit, dan peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis menimbulkan suatu respon imun yang berlebihan oleh tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis menimbulkan suatu respon imun yang berlebihan oleh tubuh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis menimbulkan suatu respon imun yang berlebihan oleh tubuh terhadap suatu infeksi. 1 Ini terjadi ketika tubuh kita memberi respon imun yang berlebihan untuk infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. reversible di mana trakea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimuli

BAB I PENDAHULUAN. reversible di mana trakea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimuli BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma merupakan penyakit jalan napas obstruktif intermiten yang bersifat reversible di mana trakea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) atau COPD (Chronic

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) atau COPD (Chronic BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) atau COPD (Chronic obstructive pulmonary disease) merupakan penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatanaliran udara di saluran

Lebih terperinci

Prevalens Nasional : 5,0% 5 Kabupaten/Kota dengan prevalens tertinggi: 1.Aceh Barat 13,6% 2.Buol 13,5% 3.Pahwanto 13,0% 4.Sumba Barat 11,5% 5.

Prevalens Nasional : 5,0% 5 Kabupaten/Kota dengan prevalens tertinggi: 1.Aceh Barat 13,6% 2.Buol 13,5% 3.Pahwanto 13,0% 4.Sumba Barat 11,5% 5. L/O/G/O Buku pedoman ASMA DEFINISI : Prevalens Nasional : 5,0% 5 Kabupaten/Kota dengan prevalens tertinggi: 1.Aceh Barat 13,6% 2.Buol 13,5% 3.Pahwanto 13,0% 4.Sumba Barat 11,5% 5.Boalemo 11,0% Riskesdas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. denyut/menit; 3. Respirasi >20/menit atau pa CO 2 <32 mmhg; 4. Hitung leukosit

BAB I PENDAHULUAN. denyut/menit; 3. Respirasi >20/menit atau pa CO 2 <32 mmhg; 4. Hitung leukosit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sepsis adalah SIRS (Systemic Inflamatory Respons Syndrome) ditambah tempat infeksi yang diketahui atau ditentukan dengan biakan positif dari organisme dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan 63% penyebab kematian di seluruh dunia dengan membunuh 36 juta jiwa

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan 63% penyebab kematian di seluruh dunia dengan membunuh 36 juta jiwa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan epidemiologi kesehatan pada umumnya berfokus dalam menangani masalah penyakit menular. Hal ini dapat dilihat dari sejarah ilmu epidemiologi itu sendiri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi. menular pada saluran napas bawah, tepatnya menginfeksi

BAB I PENDAHULUAN. Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi. menular pada saluran napas bawah, tepatnya menginfeksi 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi menular pada saluran napas bawah, tepatnya menginfeksi parenkim paru (Mandell Wunderink, 2012). Prevalensi pneumonia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah ilmu penyakit saraf.

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah ilmu penyakit saraf. 35 BAB III METODE PENELITIAN III.1. Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian adalah ilmu penyakit saraf. III.2. Jenis dan rancangan penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian observasional

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menyerang lebih dari 25% populasi dewasa. (Smeltzer & Bare, 2001)

BAB 1 PENDAHULUAN. menyerang lebih dari 25% populasi dewasa. (Smeltzer & Bare, 2001) BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) adalah klasifikasi luas dari gangguan, yang mencakup bronkitis kronis, bronkiektasis, emfisema, dan asma. Penyakit Paru Obstruksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Infark miokard akut merupakan salah satu penyakit. yang tergolong dalam non-communicable disease atau

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Infark miokard akut merupakan salah satu penyakit. yang tergolong dalam non-communicable disease atau BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Infark miokard akut merupakan salah satu penyakit yang tergolong dalam non-communicable disease atau penyakit tidak menular (PTM) yang kini angka kejadiannya makin

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN KEPUSTAKAAN. ALI/ARDS adalah suatu keadaan yang menggambarkan reaksi inflamasi

BAB 2. TINJAUAN KEPUSTAKAAN. ALI/ARDS adalah suatu keadaan yang menggambarkan reaksi inflamasi 5 BAB 2. TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Definisi ALI ALI/ARDS adalah suatu keadaan yang menggambarkan reaksi inflamasi yang luas dan parah dari parenkim paru. 10 ALI/ARDS merupakan kumpulan gejala akibat inflamasi

Lebih terperinci

Eddy Surjanto, Yusup S Sutanto, Reviono, Yudi Prasetyo, Suradi

Eddy Surjanto, Yusup S Sutanto, Reviono, Yudi Prasetyo, Suradi THE RELATIONSHIP BETWEEN UNDERLYING DISEASE OF RESPIRATORY FAILURE WITH THE TREATMENT S OUTCOME ON HOSPITALIZED PATIENTS IN Dr. MOEWARDI HOSPITAL SURAKARTA 2009 Eddy Surjanto, Yusup S Sutanto, Reviono,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Gagal jantung adalah keadaan di mana jantung tidak mampu memompa darah untuk mencukupi kebutuhan jaringan melakukan metabolisme dengan kata lain, diperlukan peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelompok penyakit yang berhubungan dengan infeksi. Penyakit ini banyak ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. kelompok penyakit yang berhubungan dengan infeksi. Penyakit ini banyak ditemukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia komunitas merupakan salah satu penyebab kematian utama pada kelompok penyakit yang berhubungan dengan infeksi. Penyakit ini banyak ditemukan dan dapat menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut data World Health Organization (WHO) 2012, bahwa Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu penyakit yang mengancam jiwa. Lebih dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentuk nodul-nodul yang abnormal. (Sulaiman, 2007) Penyakit hati kronik dan sirosis menyebabkan kematian 4% sampai 5% dari

BAB I PENDAHULUAN. bentuk nodul-nodul yang abnormal. (Sulaiman, 2007) Penyakit hati kronik dan sirosis menyebabkan kematian 4% sampai 5% dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PENELITIAN Sirosis hati adalah merupakan perjalanan akhir berbagai macam penyakit hati yang ditandai dengan fibrosis. Respon fibrosis terhadap kerusakan hati bersifat

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG. A. Latar Belakang Masalah. Analisis Gas Darah merupakan salah satu alat. diagnosis dan penatalaksanaan penting bagi pasien untuk

BAB I LATAR BELAKANG. A. Latar Belakang Masalah. Analisis Gas Darah merupakan salah satu alat. diagnosis dan penatalaksanaan penting bagi pasien untuk BAB I LATAR BELAKANG A. Latar Belakang Masalah Analisis Gas Darah merupakan salah satu alat diagnosis dan penatalaksanaan penting bagi pasien untuk mengetahui status oksigenasi dan keseimbangan asam basa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pneumonia merupakan bentuk infeksi saluran napas. bawah akut yang tersering. Sekitar 15-20% kasus

BAB I PENDAHULUAN. Pneumonia merupakan bentuk infeksi saluran napas. bawah akut yang tersering. Sekitar 15-20% kasus 1 BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Pneumonia merupakan bentuk infeksi saluran napas bawah akut yang tersering. Sekitar 15-20% kasus merupakan bentuk infeksi akut di parenkim paru yang serius (Dahlan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pneumonia merupakan infeksi akut di parenkim paru-paru dan sering

BAB I PENDAHULUAN. Pneumonia merupakan infeksi akut di parenkim paru-paru dan sering BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia merupakan infeksi akut di parenkim paru-paru dan sering mengganggu pertukaran gas. Bronkopneumonia melibatkan jalan nafas distal dan alveoli, pneumonia lobular

Lebih terperinci

PENGARUH PURSED LIPS BREATHING

PENGARUH PURSED LIPS BREATHING PENGARUH PURSED LIPS BREATHING (PLB) TERHADAP NILAI FORCED EXPIRATORY VOLUME IN ONE SECOND (FEV1) PADA PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS DI RS PARU DR ARIO WIRAWAN SALATIGA NASKAH PUBLIKASI Diajukan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Asma 2.1.1. Definisi Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan berbagai sel inflamasi sehingga menimbulkan gejala yang berhubungan dengan luas inflamasi,

Lebih terperinci

Dr. Ahmad Rasyid, SpPD-KP, FINASIM. : Kepala Divisi Pulmonologi Bag.IPD FK UNSRI /RSMH Palembang : Ketua PERPARI Cab Sumsel sekarang

Dr. Ahmad Rasyid, SpPD-KP, FINASIM. : Kepala Divisi Pulmonologi Bag.IPD FK UNSRI /RSMH Palembang : Ketua PERPARI Cab Sumsel sekarang Dr. Ahmad Rasyid, SpPD-KP, FINASIM Pekerjaan Jabatan : Kepala Divisi Pulmonologi Bag.IPD FK UNSRI /RSMH Palembang : Ketua PERPARI Cab Sumsel 2006- sekarang Bandung Integrated Respiratory Care IV 16 18

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan yang baik atau kesejahteraan sangat diinginkan oleh setiap orang.

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan yang baik atau kesejahteraan sangat diinginkan oleh setiap orang. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan yang baik atau kesejahteraan sangat diinginkan oleh setiap orang. Tak ada satupun orang yang menginginkan dirinya mengalami sakit, apalagi ketika orang tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. baru atau berulang. Kira-kira merupakan serangan pertama dan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. baru atau berulang. Kira-kira merupakan serangan pertama dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Stroke adalah penyebab kematian terbanyak ketiga di seluruh dunia setelah penyakit jantung dan kanker dan setiap tahunnya 700.000 orang mengalami stroke baru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahan kimia dan biologis, juga bahaya fisik di tempat kerja (Ikhsan dkk, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. bahan kimia dan biologis, juga bahaya fisik di tempat kerja (Ikhsan dkk, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang timbul akibat pajanan terhadap bahan kimia dan biologis, juga bahaya fisik di tempat kerja (Ikhsan dkk, 2009). Kelainan saluran

Lebih terperinci

Perbandingan Skor BAP 65 dan Skor DECAF Sebagai Prediktor Luaran PPOK Eksaserbasi di IGD RSUD Dr. Moewardi

Perbandingan Skor BAP 65 dan Skor DECAF Sebagai Prediktor Luaran PPOK Eksaserbasi di IGD RSUD Dr. Moewardi Perbandingan Skor BAP 65 dan Skor DECAF Sebagai Prediktor Luaran PPOK Eksaserbasi di IGD RSUD Dr. Moewardi Winny Frida, Dewi Nurul Makabhah, Jatu Aphridasari, Farih Raharjo, Suradi Departemen Pulmonologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Data

Lebih terperinci