masyarakat dengan selekas-lekasnya agar tersiar seluas-luasnya. Sementara itu definisi jurnalistik

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "masyarakat dengan selekas-lekasnya agar tersiar seluas-luasnya. Sementara itu definisi jurnalistik"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Jurnalistik Televisi Menurut Adinegoro, jurnalistik adalah kepandaian mengarang untuk memberi pekabaran pada masyarakat dengan selekas-lekasnya agar tersiar seluas-luasnya. Sementara itu definisi jurnalistik menurut ilmu komunikasi adalah suatu bentuk komunikasi yang menyiarkan berita atau ulasan berita tentang peristiwa sehari-hari yang umum dan aktual dengan secepat-cepatnya. Dalam kamus bahasa inggris, kata journal diartikan sebagai pelaporan, pencatatan, penulisan, atau perekaman kejadian. Kamus the oxford paperback dictionary mengartikan journal sebagai sebuah rekaman berita, kejadian, atau transaksi bisnis sehari hari dan surat kabar berkala. Sementara itu (Askurifai Baksin : ) Jurnalistik adalah proses penulisan dan penyebar luasan informasi berupa berita, feature, da opini melalui media massa. Televisi dengan tayangan beritanya sudah menjadi bagian dari kehidupan. Dengan sifatnya yang immediaty, media televisi mampu mendekatkan peristiwa dan tempat kejadian dengan penontonnya. Adapun Karateristik Media televisi adalah Media pandang dengar (audio-visual) Mengutamakan gambar, Mengutamakan kecepatan, Bersifat sekilas, Bersifat satu arah dan Daya jangkau luas (Usman Ks: ). B. Konstruksi Realitas Konstruktivisme sebagai suatu pandagan yang lain terhadap dunia seperti yang diungkapkan oleh Thomas Khun bahwa semesta secara epistemologi merupakan hasil konstruksi sosial. Pengetahuan/pandangan manusia dibentuk oleh kemampuan tubuh inderawi dan intelektual, asumsi-asumsi kebudayaan dan bahasa tanpa kita sadari. Bahasa dan ilmu pengetahuan bukanlah cerminan semesta, melainkan bahasa membentuk semesta dengan orangnya sendiri.

2 Dalam paradigma konstruktivisme, realitas merupakan konstruksi sosial yang diciptakan oleh individu, Namun kebenaran suatu realitas sosial bersifat nisbi yang berlaku sesuai konteks spesifik yang dinilai relevan oleh pelaku sosial. Dengan pemahaman bahwa individu bukanlah korban fakta sosial, namun mesin produksi sekaligus reproduksi yang kreatif dan mengkonstruksi dunia sosialnya. Peter L.Berger dan Thomas Luckman (1966) sebagai sosiolog Interpretatif memperkenalkan konsep konstruksionisme atau istilah konstruksi sosial atas realitas (Sosial Contruction of Realty) melalui bukunya The Social Contruction of Realty. A Treastise in the Sociological of Knowledge. Teori konstruksi sosial menyatakan bahwa proses sosial digambarkan melalui tindakan dan interaksinya, dimana individu secara intens menciptakan suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subjektif. Realitas kehidupan sehari-hari memilki dimensi subjektif dan objektif. Manusia merupakan instrumen dalam menciptakan realitas sosial yang objektif melalui proses ekternalisasi, sebagaimana ia mempengaruhi melalui proses internalisasi yang mencerminkan realitas subjektif. Masyarakat merupakan produk manusia dan manusia merupakan produk masyarakat. Baik manusia dan masyarakat saling berdialektika diantara keduanya. Masyarakat tidak pernah sebagai produk akhir, tetapi sebagai proses yang saling terbentuk. C. Berita Sebagai Hasil Konstruksi Berita merupakan produk jurnalistik. Jurnalistik sendiri berasal dari bahasa Belanda, Journalistiek atau bahasa Inggris, Journalism yang bersumber pada perkataan journal sebagai terjemahan dari bahasa Latin, Diurna yang berarti harian atau setiap hari (Effendy, 2003: 95). James Carey dalam Nimmo (2011: 215) melukiskan jurnalistik sebagai pekerjaan yang menggunakan lambang secara kreatif dan imajinatif. Jurnalis mengungkap situasi, menyebut

3 unsur-unsur, struktur dan ramuan yang menonjol dan memberi nama dengan cara yang mengandung sikap terhadapnya. Dan Nimmo (2011: 216) mengatakan, untuk mendefinisikan berita dapat digunakan satu pendekatan bahwa berita adalah peralihan dari apa yang dikatakan dan dilakukan oleh wartawan serta melukiskan berita seperti yang didiktekan oleh organisasi berita. Jalan pikiran ini melibatkan dua pertimbangan, yaitu: Pertama, berita adalah apa yang dimungkinkan oleh ekonomi bisnis berita dan posisi bersaing organisasi berita di dalamnya. Kondisi ini berkaitan dengan pertanyaan tentang apa yang membuat sebuah surat kabar dibeli orang. Dalam pandangan ini kekuatan ekonomi media sangat mempengaruhi, sehingga berita hanya didefinisikan sebagai pemenuhan ekonomi media, terlebih jika dipengaruhi oleh pengiklan. Pandangan kedua bersangkutan dengan masalah teknologi. Pada hari apapun, peristiwa yang menjadi berita di televisi bisa disajikan secara visual dalam jangka waktu 30 menit (dikurangi siaran komersial). Bagi surat kabar berita dibatasi oleh ukuran ruang berita untuk hari yang bersangkutan. (Nimmo, 2011: 216) Banyak tokoh dan ilmuwan di bidang kajian media dan jurnalistik mendefinisikan berita. Namun, beberapa ilmuwan mengatakan sangat sulit untuk memberikan definisi berita. Herbert J. Gans (1979) pernah melakukan penelitian dengan mewawancarai wartawan untuk menemukan definisi berita berdasarkan pemahaman para wartawan. Hasil dari penelitian Gans cukup mencengangkan, kebanyakan jawaban wartawan saat ditanya, apa itu berita? maka mereka menjawab, berita adalah apa yang anda rasa akan menjadi berita. Tidak jarang pula ditemukan wartawan yang tidak tahu apa itu berita (Othman, Nayan, dan Tiung, 2013: 52). Menurut Mitchel V. Charnley dalam Effendy (2003: 131) berita adalah laporan tercepat mengenai fakta atau opini yang mengandung hal yang menarik minat dan penting atau kedua-

4 duanya bagi sejumlah besar penduduk. Berangkat dari definisi tersebut, maka jelaslah bahwa berita merupakan produk jurnalistik dimana wartawan melakukan liputan mulai dari mencari, menemukan, mengolah, hingga menyebarkan berita melalui media massa kepada sejumlah besar khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim. Berita bukanlah hasil karya asal jadi dari seorang wartawan. Berita merupakan suatu bentuk laporan khas hasil liputan dan penemuan fakta oleh wartawan di lapangan. Ada beberapa pertimbangan dari wartawan untuk mengangkat sebuah peristiwa menjadi sebuah laporan berita. Dalam dunia jurnalistik hal tersebut lazim dikenal sebagai nilai berita (news value). Tidak ada kesepakatan mutlak mengenai nilai berita apa yang sebenarnya dipakai untuk menunjuk sebuah peristiwa laik menjadi berita. Alo Liliweri (2011: 906) mengatakan bahwa nilai berita sangat menentukan berapa banyak berita yang menonjol harus diberikan oleh media dan berapa banyak perhatian yang diberikan oleh para penonton. Dalam praktik barat, keputusan mengenai pemilihan dan prioritas berita dibuat oleh editor berdasarkan pengalaman dan intuisi mereka, meskipun analisis J. Galtung dan M. Ruge menunjukkan bahwa ada beberapa faktor yang secara konsisten diterapkan di berbagai organisasi surat kabar. Nilai suatu berita dipengaruhi oleh banyak faktor, misalnya nilai menurut reporter atau wartawan yang mengumpulkan berita tersebut, menurut warga masyarakat yang menjadi subjek pemberitaan, menurut sudut pandang editor, dan menurut organisasi media. Pelbagai sudut pandang ini berpeluang memengaruhi nilai suatu berita. Untuk membuat sebuah berita bernilai dan laik konsumsi oleh masyarakat, maka tak jarang dilakukan manipulasi fakta atas sebuah peristiwa (Liliweri, 2011: 907). Dalam kondisi ini yang paling penting bagi wartawan adalah apa yang disebut oleh Dan Nimmo (2011) sebagai kepentingan ekonomi-bisnis media. Michele Weldon (2009: 593) mengemukakan beberapa hal pokok suatu isu atau peristiwa mengandung nilai berita,

5 yaitu, Timeliness hal ini merujuk kepada aspek ketetapan dan kecepatan waktu bagi wartawan dalam meliput, mengolah, hingga menyebarkan berita. Proximity terkait dengan kedekatan suatu isu dengan pembacanya (lokal, nasional, atau internasional). Berita tidak dapat dipercaya sebagai sebuah tulisan yang objektif. Eriyanto (2012: 30-31) menegaskan bahwa hasil kerja jurnalistik tidak bisa dinilai dengan menggunakan sebuah standar yang rigid (baku) seperti halnya pandangan kaum positivistik. Hal ini karena berita adalah produk dari konstruksi dan pemaknaan atas realitas. Kaum konstruktivis menolak pandangan bahwa berita adalah cermin dari ralitas (mirror of reality). Berita semata-mata adalah hasil konstruksi wartawan yang melibatkan pandangan ideologi dan nilai-nilai dari wartawan atau media (Eriyanto, 2012: 29). Setiap hari kita menggunakan berita sebagai bahan konsumsi untuk mengetahui berbagai realitas peristiwa yang terjadi dalam kehidupan sosial masyarakat. Akan tetapi tanpa kita sadari (atau pun dalam keadaan sedikit menyadari) bahwa kita ikut dikonstruksi oleh media sesuai dengan apa yang ditampilkan media. Melalui berita, wartawan berusaha menarik perhatian dan menggiring opini publik ke arah yang dikehendaki wartawan. Terdapat pola konstruksi mulai dari memilih fakta, sumber, pemakaian kata, gambar, sampai pada tahap penyuntingan semua itu memberi andil bagaimana realitas hadir di hadapan khalayak. Bagaimana cara membuat berita agar sesuai dengan realitas? Teknik dan prosedur jurnalistik memberikan petunjuk (guide) bagaimana membuat liputan yang baik. Standar yang baku itu seringkali dikatakan sebagai peliputan yang berimbang, dari dua sisi, netral, dan objektif. Peliputan yang berimbang maksudnya adalah menampilkan pandangan yang setara antara pihak-pihak yang terlibat dan hendak diberitakan. Prinsip yang agak sama adalah liputan dua sisi, di mana ada kesempatan yang sama bagi semua pihak untuk menyampaikan pandangan dan pendapatnya atas

6 suatu masalah. Prinsip netral, berarti dalam menulis maupun mencari bahan wartawan tidak boleh berpihak pada satu kelompok. Menurut Fishman (1980) ada dua kecenderungan studi bagaimana proses produksi berita dilihat. Pertama, seleksi isu (selectivity of news). Dalam bentuk yang umum proses seleksi ini sering dikenal sebagai bentuk gatekeeper. Intinya, proses produksi berita adalah proses seleksi. Proses ini bekerja mulai dari ruang redaksi saat wartawan akan turun ke lapangan, menuju kepada proses peliputan di lapangan, hingga di meja para editor. Kedua, pembentukan berita (creation of news). Dalam perspektif ini berita itu bukan diseleksi, melainkan dibentuk oleh wartawan. Wartawanlah yang membentuk peristiwa: mana yang disebut berita mana yang tidak. Titik perhatian utama perspektif ini ada pada rutinitas dan nilai-nilai kerja wartawan yang memproduksi berita (Eriyanto, 2012: ). Masalahnya kemudian adalah bukan bagaimana sebuah laporan tersebut baik atau buruk, atau apakah sebuah laporan mengandung bias ataukah tidak, melainkan memang demikianlah kenyataannya. Artinya, kalau ada seorang wartawan yang menulis berita dari satu sisi, mewawancarai hanya satu pihak, dan memasukkan banyak opini pribadi, tidak kemudian dinilai sebagai benar atau salah, tetapi memang wartawan melakukan itu semua dalam kerangka pembenar tertentu (Eriyanto, 2012: 30). Berita merupakan struktur narasi yang membawa ideologi. Menurut John Fiske (1990: 166) ideologi dapat dipahami sebagai proses umum produksi makna dan gagasan. Ideologi berkaitan dengan pandangan atau sistem keyakinan yang dipercaya oleh suatu masyarakat. Sehingga melalui berita, media menyebarkan ideologi dengan memberikan pelabelan, jargon, sentilan, dan lain sebagainya untuk menunjukkan posisi media dalam sebuah kasus.

7 Menurut Lule (2002), berita mempunyai fungsi dalam membentuk solidaritas masyarakat di mana anggota komunitas yang mempunyai nilai-nilai yang sama saling berbagi (share) atas nilainilai tersebut. Studi yang dilakukan oleh Ehrlich menunjukkan bahwa berita kerap ditulis sebagai suatu mitos untuk mengukuhkan solidaritas antar-anggota komunitas di mana berita tersebut hadir (Eriyanto, 2013: 222). D. Media Massa Sebagai Agen Konstruksi Secara garis besar, media massa merupakan sejumlah sarana komunikasi yang dipakai untuk menyampaikan informasi kepada khalayak. Kata massa yang melekat padanya memberitahukan kita bahwa sasaran komunikasi jenis ini bukanlah orang per-orang, melainkan khalayak ramai atau semua orang yang menjadi sasaran alat-alat komunikasi massa atau mereka yang berada pada ujung lain dari saluran (Kushendrawati, 2011: 10-11). Media massa massa juga bisa dianggap sebagai institusi yang berperan sebagai agent of change, yaitu, sebagai institusi pelopor kebutuhan. Hafied Cangara (2011: ) memberikan penjelasan mengenai karakteristik media massa, diantaranya: (1) Bersifat melembaga, artinya pihak yang mengelola media terdiri dari banyak orang, yaitu, mulai dari pengumpulan, pengelolaan, sampai pada penyajian informasi; (2) Bersifat satu arah, artinya komunikasi yang dilakukan kurang memungkinkan terjadinya dialog antara pengirim dan penerima. Kalau toh terjadi reaksi atau umpan balik, biasanya memerlukan waktu dan tertunda; (3) Meluas dan serempak, artinya dapat mengatasi rintangan waktu dan jarak karena ia memiliki kecepatan. Bergerak secara luas dan simultan, di mana informasi yang disampaikan diterima oleh banyak orang pada saat yang sama; (4) Memakai peralatan teknis atau mekanis, seperti radio, televisi, surat kabar, dan semacamnya; dan (5) Bersifat terbuka, artinya pesannya dapat diterima oleh siapa saja dan di mana saja tanpa mengenal usia, jenis kelamin, dan suku bangsa.

8 Menurut berbagai literatur, media massa memiliki peran yang sangat besar dalam kehidupan sosial. Walau kerap dipandang secara berbeda-beda, namun tidak ada yang menyangkal atas peran yang signifikan dalam masyarakat modern. McQuail (2000) dalam Subiakto dan Ida (2012: 106) merangkum padangan khalayak terhadap peran media massa. Setidaknya ada enam pespektif dalam hal melihat media, sebagai berikut: 1. Melihat media massa sebagai window on events and experience. Media dipandang sebagai jendela yang memungkinkan khalayak melihat apa yang terjadi di luar sana ataupun pada diri mereka sendiri. 2. Media juga sering dianggap sebagai a mirror of events in society and the world, implying a faithful reflection, yaitu, cermin berbagai peristiwa yang ada di masyarakat dan dunia, yang merefleksikan apa adanya. Karenanya, para pengelola media sering merasa tidak bersalah jika isi media penuh dengan kekerasan, konflik, dan berbagai keburukan lain, karena memang menurut mereka faktanya demikian, media hanya sebagai refleksi fakta, terlepas dari suka atau tidak suka. Padahal, sesungguhnya angle, arah, dan framing dari isi yang dianggap sebagai cermin realitas ini diputuskan oleh para profesional media, dan khalayak tidak sepenuhnya bebas untuk mengetahui apa yang inginkan. 3. Memandang media massa sebagai filter atau gatekeeper yang menyeleksi berbagai hal untuk diberi perhatian atau tidak. Media senantiasa memilih isu, informasi, atau bentuk content yang lain berdasarkan standar para pengelolanya. Di sini khalayak dipilihkan oleh media tentang apa-apa yang laik untuk diketahui dan mendapat perhatian. 4. Media massa acap kali pula dipandang sebagai guide (penunjuk jalan) atau interpreter yang menerjemahkan dan menunjukkan arah ats berbagai ketidakpastian atau alternatif yang beragam.

9 5. Melihat media massa sebagai forum untuk mempresentasikan berbagai fenomena dan ide-ide kepada khalayak, sehingga memungkinkan terjadinya tanggapan dan umpan balik. 6. Media sebagai interlocutor yang tidak hanya sekadar tempat berlalu lalangnya informasi, tetapi juga partner komunikasi yang memungkinkan terjadinya komunikasi yang efektif. Selanjutnya Eriyanto (2012) menyebutkan peran media dalam membentuk realitas, yaitu, pertama media membingkai peristiwa dalam bingkai tertentu. Peristiwa-peristiwa yang kompleks disederhanakan sehingga membentuk pengertian dan gagasan tertentu. Media juga agen, bukan hanya bagaimana peristiwa dipahami, melainkan juga apakah peristiwa tersebut disetujui atau tidak. Semua hal ini akan dilihat dari bagaimana peristiwa tersebut didefinisikan, bagaimana urutan peristiwa disajikan, siapa aktor yang diwawancarai, dan sebagainya. Kedua, media memberikan simbol-simbol tertentu pada peristiwa dan aktor yang terlibat dalam berita. Pemberian simbol tersebut akan menentukan bagaimana peristiwa dipahami, siapa yang dilihat sebagai pahlawan dan siapa yang dilihat sebagai musuh. Media bukan hanya mengutip apa adanya sesuai dengan apa yang dikatakan sumber berita, ia juga akan memakai dan menyeleksi ucapan dan menambah dengan berbagai ungkapan atau kata-kata yang ditampilkan. Semua ungkapan yang digunakan itu akan memberikan citra tertentu di pikiran khalayak. Misalnya, penggunaan kata separatis bagi setiap gerakan bersenjata dengan tujuan memberontak kepada negara, atau pelabelan Pekerja Seks Komersial bagi para wanita yang menjajakan tubuhnya untuk dinikmati lelaki dengan bayaran sejumlah uang. Penggunaan simbol ini juga akan membuat memori kolektif di pikiran khalayak sehingga pada saat tertentu ketika suatu simbol atau tanda diulang, maka memori kolektifnya juga akan merujuk kepada objek yang dimaksud.

10 Ketiga, media juga menentukan apakah peristiwa ditempatkan sebagai hal yang penting ataukah tidak; apakah peristiwa hendak ditulis secara panjang atau pendek; apakah ditempatkan di halaman pertama atau tidak; apakah peristiwa ditulis secara bersambung ataukah tidak. Semua pilihan tersebut adalah kemungkinan yang dapat diambil oleh media. Pembentukan realitas atas sebuah isu dalam sebuah berita dilakukan oleh karena media bukanlah suatu entitas yang netral. Shoemaker dan Rees (1996) merincikan beberapa faktor yang memengaruhi isi media (media framing). Pertama, pengaruh rutinitas media (the influence of media routines). Rutinitas media merujuk kepada cara kerja dan aktivitas keseharian (jadwal deadline) wartawan. Kedua, level organisasi (the organization level). Hal ini merujuk kepada sistem organisasi media, termasuk pengaruh dari pemimpin redaksi, para editor, dan kebebasan (independensi) wartawan saat bekerja. Ketiga, level extra-media. Faktor sosial-ekonomi-budayapolitik, tekanan dari pemerintah, hingga pemilik modal merupakan level extra-media sebagaimana yang dimaksud oleh Shoemaker dan Rees (Van Gorp, 2007: 67-68). Level extra-media yang dikemukakan Shoemaker dan Ress (1996) tesebut dalam pandangan Herman dan Chomsky (2000) disebut sebagai manufacturing consent dimana media dilihat sebagai alat kepentingan politik, ekonomi, militer, dan kultur kalangan eksklusif. Menurut mereka, para gatekeeper media menjadi pion politisi dan industriawan untuk mencari keuntungan. Dengan kata lain, atas nama kepentingan bangsa, para pejabat mengatur pemberitaan sesuai keinginan mereka. Adapun atas nama pertumbuhan ekonomi, para pebisnis atau pedagang melakukan hal yang sama (Subiakto dan Ida, 2012: 137). Gitlin (1980) percaya jika rutinitas wartawan menjadi penyebab beberapa frame harus diseleksi seringkali dari pada yang lain. Lebih lanjut, kepemilikan dan logika ekonomi dari organisasi berita sangat potensial menyebabkan konflik kepentingan (interest conflict) dengan

11 prosedur jurnalistik yang dimiliki personal wartawan (Shoemaker dan Rees dalam Van Gorp, 2007: 68). Stuart Hall, Chas Critcher, Tony Jefferson, John Clarke, dan Brian Robert (1978) (dalam Eriyanto, 2012: ) memberikan beberapa alternatif faktor yang memengaruhi suatu peristiwa dijadikan berita, diantaranya, pertama rutinitas organisasi (dalam pandangan Shoemaker dan Rees disebut level organization). Lebih banyak proses sortir (seleksi) berita terjadi dalam suatu rutinitas kerja keredaksionalan, suatu bentuk rutinitas organisasi. Setiap hari institusi media secara teratur memproduksi berita, dan proses seleksi itu adalah bagian dari ritme dan keteraturan kerja yang dijalankan setiap harinya. Untuk efektivitas kerja, wartawan dibagi ke dalam beberapa desk atau departemen. Pada awalnya pembagian kerja semacam ini dimaksudkan untuk efektivitas, dan pelimpahan wewenang akhirnya berubah menjadi bentuk seleksi tersendiri. Peristiwa, isu, dan masalah dilihat melalui kaca mata dari bidang yang mereka tempati. Faktor kedua adalah nilai berita. Nilai berita ini terkait dengan ideologi profesional media. Ideologi profesional wartawan dapat dilihat jelas melalui beritanya. Berita yang baik selalu ditentukan melalui sejauhmana kualifikasi dan kualitas pekerjaan wartawan dan keberhasilan kerja mereka. Tidak setiap peristiwa adalah berita, hanya peristiwa yang mengandung unsur berita saja yang laik dijadikan berita dan ditampilkan dalam media. Setidaknya ada lima yang dapat dijadikan nilai berita, yaitu, prominence (kebesaran peristiwa), human interest (menyangkut unsur kemanusiaan), conflict/controversy (menyangkut konflik, polemik, dan pertentangan, unusual (mengandung unsur yang tidak biasa), dan proximity (kedekatan peristiwa dengan khalayak). Ketiga, kategori berita. Hal ini mengarahkan kepada cara wartawan mengonstruksi berita. Mengapa suatu peristiwa dihitung sebagai berita, sedangkan yang lain tidak? Ini adalah sebuah proses konstruksi. Sebagai sebuah konstruksi, ia menentukan mana yang dianggap berita dan mana yang tidak. Artinya, peristiwa itu penting dan bernilai berita, bukan karena inheren peristiwa itu

12 penting. Media dan wartawanlah yang mengonstruksi sedemikian rupa sehingga peristiwa satu dinilai lebih penting. Terakhir, ideologi profesional/objektivitas. Standar profesional berhubungan dengan jaminan yang ditekankan kepada khalayak bahwa apa yang disajikan adalah suatu kebenaran. Menurut Shoemaker dan Ress objektivitas lebih merupakan ideologi bagi jurnalis dibandingkan seperangkat aturan atau praktik yang disediakan oleh jurnalis. Analisis Framing : Alternatif Metode Analisis Media Pada dasarnya, analisis framing merupakan bentuk up to date dari pendekatan analisis wacana, khususnya untuk menganalisis teks media. Gagasan mengenai framing, pertama kali dilontarkan oleh Beterson tahun 1955 (Sudibyo, 1999: 23). Mulanya, frame dimaknai sebagai struktur konseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisisr pandangan politik, kebijakan, dan wacana, serta yang menyediakan kategori-kategori standar untuk mengapresiasi realitas. Konsep tentang framing atau frame sendiri bukan murni berasal dari konsep ilmu komunikasi, melainkan dipinjam dari ilmu kognitif (psikologi). Dalam praktiknya, analisis framing juga membuka peluang bagi implementasi konsep-konsep sosiologis, politik, dan kultural untuk menganalisis fenomena komunikasi, sehingga suatu fenomena dapat diapresiasi dan dianalisis berdasarkan konteks sosiologis, politis, atau kultural yang melingkupinya (Sudibyo, 1999: 176). Dalam perspektif komunikasi, analisis framing dipakai untuk membedah cara-cara atau ideologi media saat mengonstruksi fakta. Analisis ini mencermati strategi seleksi, penonjolan, dan pertautan fakta ke dalam berita agar lebih bermakna, lebih menarik, lebih berarti atau lebih diingat, untuk menggiring interpretasi khalayak sesuai perspektif medianya. Menurut Erving Goffman (Sobur, 2012: 163) secara sosiologi konsep frame analysis memelihara kelangsungan

13 kebiasaan kita mengklasifikasi, mengorganisasi, dan menginterpretasi secara aktif pengalamanpengalaman hidup kita untuk dapat memahaminya. Entman (1993: 52) memberikan tawaran konsep bagi analisis framing. Bagi Entman, konsep framing digunakan untuk menggambarkan proses seleksi dan menonjolkan aspek tertentu dari realitas oleh media. Framing dapat dipandang sebagai penempatan informasi-informasi dalam konteks yang khas sehingga isu tertentu mendapat alokasi lebih besar daripada isu lain. Meski sudah lahir dalam pertengahan tahun 1950-an, analisis framing baru diakui dan digunakan secara masif sebagai unit analisis teks media setelah Journal of Communication yang dikeluarkan oleh International Communication Association pada tahun 2007 mengeluarkan edisi khusus tentang Framing, Agenda Setting, and Priming dimana Entman juga ikut menulis di dalamnya dengan judul Framing Bias: Media in the Distribution of Power (Entman, 2007). Konsep framing dalam pandangan Entman, secara konsisten menawarkan sebuah cara untuk mengungkapkan the power of a communication text. Framing analysis dapat menjelaskan dengan cara yang tepat pengaruh atas kesadaran manusia yang didesak oleh transfer (atau komunikasi) informasi dari sebuah lokasi, seperti pidato, ucapan/ungkapan, news report, atau novel (Sobur, 2012: 165). Bagi Eriyanto (2012: 79), konsep framing dimaknai sebagai pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara pandang atau perspektif tersebut pada akhirnya menentukan apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan, serta hendak dibawa kemana berita tersebut. Sejalan dengan apa yang dikatakan Entman, Todd Gitlin seorang ilmuwan yang menaruh perhatian kepada konsep framing dalam Eriyanto (2012: 79-80), mengutip pendapat Erving Goffman, menjelaskan frame berkaitan dengan prinsip seleksi, penekanan, dan presentasi dari

14 realitas oleh media. Hampir semua ilmuwan analisis framing sepakat dengan dua prinsip dari konsep analisis framing, yaitu, pertama seleksi isu, Dalam memilih fakta ini selalu terkandung dua kemungkinan: apa yang dipilih (include) dan apa yang dibuang (exclude). Wartawan tidak mungkin melihat realitas suatu isu tanpa perspektif. Wartawan melihat peristiwa dari sisi tertentu, sehingga pemahaman dan konstruksi atas peristiwa bisa jadi berbeda antara satu media dengan media lain. Kedua, penulisan fakta atau penonjolan fakta, hal ini terkait dengan bagaimana strategi dan cara wartawan menuliskan fakta yang didapatkan di lapangan, bagian mana yang harus diberi keterangan lebih dalam, bagian mana yang bisa dihilangkan, apa yang bisa dijadikan judul berita agar mampu menarik perhatian khalayak. Biasanya penonjolan ini bisa terlihat dalam judul berita, serta foto atau grafik yang digunakan. Penggunaan elemen-elemen ini berhubungan dengan penonjolan realitas. Pemakaian tulisan, kalimat, dan foto atau grafik merupakan implikasi dari memilih aspek tertentu dari realitas. Sehingga, aspek terttentu yang ditonjolkan menjadi menonjol, lebih mendapat alokasi dan perhatian yang besar dibandingkan aspek lain. Realitas yang disajikan secara menonjol atau mencolok ini akan mendapat perhatian lebih besar oleh khalayak. Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, beberapa ilmuwan telah memberikan definisi terhadap analisis framing. Definisi umum yang dipakai dalam analisis framing adalah metode yang dipakai sebagai upaya menelusuri, menggali, dan menemukan esensi dari proses penyusunan teks berita. Berikut akan dipaparkan beberapa definisi analisis framing menurut para ahli (Eriyanto, 2012: 77-79). Tabel 1 Definisi Analisis Framing Menurut Para Tokoh TOKOH DEFINISI

15 Robert N. Entman William A. Gamson Todd Gitlin David E. Snow & Robert Benfort Amy Binder Proses seleksi dari berbagai aspek realitas sehingga bagian tertentu dari peristiwa itu lebih menonjol dibandingkan aspek lain. Ia juga menyertakan penempatan informasi-informasi dalam konteks yang khas sehingga sisi tertentu mendapatkan alokasi lebih besar daripada sisi yang lain. Cara bercerita atau gugusan ide-ide yang terorganisir sedemikian rupa dan menghadirkan konstruksi makna peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan objek suatu wacana. Cara bercerita itu terbentuk dalam sebuah kemasan (package). Kemasan itu semacam skema atau struktur pemahaman yang digunakan individu untuk mengkonstruksi makna pesan-pesan yang ia sampaikan, serta untuk menafsirkan makna pesan-pesan yang ia terima. Strategi bagaimana realitas/dunia dibentuk dan disederhanakan sedemikian rupa untuk ditampilkan kepada khalayak pembaca. Peristiwa-peristiwa ditampilkan dalam pemberitaan agar tampak menonjol dan menarik perhatian khalayak pembaca itu dilakukan dengan seleksi, pengulangan, penekanan, dan presentasi aspek tertentu dari realitas. Pemberian makna untuk menafsirkan peristiwa dan kondisi yang relevan. Frame mengorganisasikan sistem kepercayaan dan diwujudkan dalam kata kunci tertentu, anak kalimat, citra tertentu, sumber informasi, dan kalimat tertentu. Skema interpretasi yang digunakan oleh individu untuk menempatkan, menafsirkan, mengidentifikasi, dan melabeli peristiwa secara langsung atau tidak langsung. Frame mengorganisir peristiwa yang

16 Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki kompleks ke dalam bentuk dan pola yang mudah dipahami dan membantu individu untuk mengerti makna peristiwa. Strategi konstruksi dan memproses berita. Perangkat kognisi yang digunakan dalam mengkode informasi, menafsirkan peristiwa, dan dihubungkan dengan rutinitas dan konvensi pembentukan berita. (Sumber: Eriyanto, 2012: 77-79) Berdasarkan definisi-definisi yang dikemukakan para ilmuwan tersebut, memperlihatkan setidaknya ada dua konsep penting dalam analisis framing, yaitu, seleksi isu terkait dengan isu mana yang akan ditampilkan dan mana yang akan dibuang atau ditutupi serta penonjolan fakta, bagian mana dari sebuah berita disoroti lebih tajam dan mana yang harus dikaburkan. Konsep framing berita dilakukan oleh wartawan di dalam ruang redaksi. Rutinitas media mempengaruhi bagaimana mana framing ini bekerja. Analisis framing dipakai untuk membedah isi teks media, bukan hanya apa yang tampak melainkan lebih jauh pada implikasi dari pemberitaan. Lebih jauh Janssen (2010: 22) mengatakan bahwa analisis framing merupakan suatu metode penting untuk memahami interkoneksitas, dinamika, dan perilaku sosial. Entman (1993) mengatakan bahwa literatur framing menyebutkan jika pengaruh frame dapat dijumpai pada orang-orang yang terlibat dalam suatu proses komunikasi. Sementara bagi Goffman (1974) mengatakan bahwa frame adalah pusat dari budaya dan melembaga dalam berbagai cara hidup. Konsep framing, di satu sisi adalah cara yang khas dimana wartawan membentuk isi berita (news conten) menggunakan rujukan frame yang sudah lazim dan menurut beberapa sturktur makna tersembunyi. Di sisi lain, bagi khalayak yang mengadopsi frame ini dan melihat dunia dalam bentuk yang sama dengan apa yang dilakukan oleh wartawan (Van Gorp, 2007: 61-62).

17 Dalam pandangan konstruksi sosial, dunia sosial tidaklah dikontrol oleh setiap orang yang sederajat. Beberapa orang memiliki kekuatan yang lebih besar dari pada yang lainnya. Mereka senantiasa melihat dan mengatur atau bahkan memperluas kontrolnya. Penelitian mengenai framing mengindikasikan bahwa elite politik dan sosial terampil dalam mengontrol bagaimana suatu peristiwa dibingkai oleh wartawan menggunakan berbagai macam strategi yang lazim seharihari (Annonimous, 2006). Pandangan Eriyanto (2012: 51) analisis framing berasal dari filsafat konstruktivisme. Seperti yang sudah sedikit disinggung di awal pemaparan, teori konstruktivisme memandang bahwa sebuah teks berita merupakan hasil sebuah konstruksi sehingga realitas yang ada bukanlah realitas yang sebenarnya. Realitas dalam pandangan konstruktivisme adalah realitas yang terdistorsi oleh kepingan-kepingan ide yang dimiliki wartawan, diteruskan melalui berita di media, dan dipaksakan untuk diterima oleh khalayaknya. Filsafat teori konstruktivisme berasal dari teori Konstruksi Realitas Sosial yang dikemukakan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckman pada tahun Dalam pandangan Berger dan Luckman, masyarakat terbentuk melalui tiga proses, yaitu, Eksternalisasi, pengeluaran ide-ide atau konsep yang ada dalam pikiran manusia. Objektivasi, ide-ide yang terwujud dalam sebuah objek. Perlu dipahami bahwa objek yang dihasilkan dari proses eksternalisasi ide manusia tersebut tidaklah bebas nilai, ia memiliki nilai dan aturan dalam penggunaannya sehingga ia kembali menciptakan nilai baru bagi manusia. Internalisasi, proses penyerapan kembali nilai-nilai atau aturan-aturan yang berasal dari proses objektivasi. Ketiga proses ini; eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi terus berproses dalam suatu dialektika yang pada akhirnya menghasilkan apa yang kita sebut sebagai realitas. Pandangan konstruktivisme menolak pandangan positivisme, sama dengan halnya strukturalisme menolak pandangan struktural-fungsional dalam memaknai realitas. Dalam

18 pandangan konstruktivisme, media dipandang sebagai agen konstruksi dimana media merupakan pusat dari sebuah konstruksi. Berbeda dengan positivisme dimana media hanya dipandang sebagai saluran (medium) dari sebuah pesan. Berita dalam pandangan konstruktivis adalah konstruksi atas realitas bukan cerminan dari realitas (mirror of reality) seperti yang selama ini dipahami oleh kaum positivistik. Khalayak adalah manusia yang memiliki penafsiran sendiri terhadap sebuah berita, bukan manusia yang menerima serta merta penafsiran yang ada di dalam sebuah berita. Demikianlah sekilas tentang akar studi dari analisis framing. Eriyanto (2012) dan Sobur (2012) mengategorikannya ke dalam filsafat konstruktivisme. Deddy Mulyana dalam Eriyanto (2012) mengategorikannya ke dalam pendekatan konstruktivisme-kritis dimana manusia diasumsikan sebagai makhluk yang kreatif, inovatif, mampu bertindak sesuai dengan keinginannya, serta memiliki daya pikir kritis yang mampu melihat apa yang baik dan tidak baik baginya. Namun dalam pandangan peneliti, jika ditelaah dari asal mula teorinya, analisis framing berasal dari analisis wacana dengan filsafat teori strukturalisme sebagai akarnya. TABEL 1 PERANGKAT FRAMING MODEL ROBERT ENTMAN Seleksi isu Aspek ini berhubungan dengan pemilihan fakta.dari realitas yang kompleks dan beragam itu, aspek mana yang diseleksi untuk ditampilkan? dari proses ini selalu terkandung di dalamnya ada bagian berita yang dimasukkan (include), tetapi ada juga berita yang dikeluar (excluded). Tidak semua aspek atau bagian dari isu ditampilkan, wartawan memilih aspek tertentu dari suatu isu.

19 Penonjolan aspek tertentu dari isu Aspek ini berhubungan dengan penulisan fakta. ketika aspek tertentu dari suatu peristiwa/isu tersebut dipilih, bagaimana aspek tersebut ditulis? hal ini sangat berkaitan dengan pemakain kata, kalimat, gambar, dan citra tertentu untuk ditampilkan kepada khalayak. Sumber : Eriyanto, 2002 : 187 Framing secara esensial menurut robert N. Entman meliputi penyeleksian dan penonjolan. Membuat frame adalah menyeleksi beberapa aspek dari suatu pemahaman atas realitas, dan membuatnya lebih menonjol di dalam suatu teks yang dikomunikasikan sedemikian rupa sehingga mempromosikan sebuah definisi permasalahan yang khusus, interpretasi kausal, evaluasi moral, dan atau merekomendasikan penyelesaian secara bijaksana. Seperti yang dijelaskan dalam tabel konsepsi Robert N.Entman (Eriyanto, 2008 : ). TABEL 2. KONSEPSI ROBERT ENTMAN Define problems (pendefinisian masalah) Bagaimana suatu peristiwa/ isu dilihat? sebagai apa? atau sebagai masalah apa? Diagnose causes (memperkirakan masalah atau sumber masalah) Peristiwa itu dilihat disebabkan oleh apa? apa yang dianggap sebagai penyebab dari suatu masalah? siapa (aktor) yang dianggap sebagai penyebab masalah?

20 Make moral judgement (membuat keputusan moral) Nilai moral apa yang disajikan untuk menjelaskan masalah? nilai moral apa yang diapakai untuk melegitimasi atau mendelegitisimasi suatu tindakan? Treatment Recommendation (menekankan masalah) Penyelesaian apa yang ditawarkan untuk mengatasi masalah/isu? jalan apa yang ditawarkan dan harus ditempuh untuk mengatasi masalah? Sumber : Eriyanto, 2002 : 188

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Sejauh ini ada tiga macam konstruktivisme seperti yang diungkapkan oleh Suparno : pertama, konstruktivisme radikal; kedua, realisme hipotesis; ketiga, konstruktivisme

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA Elemen dasar seluruh isi media massa, entah itu hasil liputan seperti berita, laporan pandangan mata, hasil analisis berupa artikel berupa artikel opinion adalah bahasa (verbal dan

Lebih terperinci

Konsep dan Model-Model Analisis Framing. Dewi Kartika Sari, S.Sos., M.I.Kom

Konsep dan Model-Model Analisis Framing. Dewi Kartika Sari, S.Sos., M.I.Kom Konsep dan Model-Model Analisis Framing Dewi Kartika Sari, S.Sos., M.I.Kom Konsep framing telah digunakan secara luas dalam literatur ilmu komunikasi untuk menggambarkan proses penseleksian dan penyorotan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan perkotaan. Kekotaan menyangkut sifat-sifat yang melekat pada kota dalam artian fisikal, sosial,

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia Representasi jilbab..., Sulistami Prihandini, FISIP UI, 2008

BAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia Representasi jilbab..., Sulistami Prihandini, FISIP UI, 2008 31 BAB 3 METODOLOGI 3.1. Paradigma Penelitian Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Sebagaimana dikatakan Patton (1990), paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 46 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Jenis penelitian ini memiliki fokus penelitian yang kompleks dan luas. Ia bermaksud memberi makna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Media massa pada dasarnya selalu melakukan pembingkaian (framing)

BAB I PENDAHULUAN. Media massa pada dasarnya selalu melakukan pembingkaian (framing) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Media massa pada dasarnya selalu melakukan pembingkaian (framing) terhadap sebuah isu atau peristiwa melalui berita atau opini yang diterbitkannya. Praktik pembingkaian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian pendekatan kualitatif adalah suatu penelitian yang bermaksud untuk

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian pendekatan kualitatif adalah suatu penelitian yang bermaksud untuk BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Tipe penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Tipe penelitian pendekatan kualitatif adalah suatu penelitian yang bermaksud untuk memahami

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. seperangkat pengetahuan tentang langkah-langkah sistematis dan logis tentang

BAB III METODE PENELITIAN. seperangkat pengetahuan tentang langkah-langkah sistematis dan logis tentang 50 BAB III METODE PENELITIAN Fungsi penelitian adalah untuk mencari penjelasan dan jawaban terhadap permasalahan yang ada. Oleh karena itu diperlukan metodelogi penelitian, yakni seperangkat pengetahuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. selanjutnya dicarikan cara pemecahannya. 1

BAB III METODE PENELITIAN. selanjutnya dicarikan cara pemecahannya. 1 BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yaitu seperangkat pengetahuan tentang langkahlangkah yang sistematis dan logis tentang pencairan data yang berkenaan dengan masalah tertentu untuk diolah, dianalisis,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 25 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Tipe atau jenis penelitian ini adalah penelitian interpretif dengan pendekatan kualitatif. Paradigma merupakan sebuah konstruksi manusia yaitu gagasan

Lebih terperinci

EPILOG (ditujukan untuk memenuhi salah satu Tugas Mata Kuliah Analisis Framing)

EPILOG (ditujukan untuk memenuhi salah satu Tugas Mata Kuliah Analisis Framing) EPILOG (ditujukan untuk memenuhi salah satu Tugas Mata Kuliah Analisis Framing) oleh : Erma Restiani (056056) Galih Pratiwi (056471) Irma Yulita Silviani (057160) Rini Septiani (056411) FAKULTAS PENDIDIKAN

Lebih terperinci

peristiwa lebih mudah menyentuh dan diingat oleh khalayak.

peristiwa lebih mudah menyentuh dan diingat oleh khalayak. BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian ini menggunakan analisis framing, analisis framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan dalam

Lebih terperinci

09Ilmu. Analisis Framing. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom

09Ilmu. Analisis Framing. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom Modul ke: Analisis Framing Memahami analisis framing dalam Pemberitaan Media. Jenis analisis framing, framing dan ideologi. Fakultas 09Ilmu Komunikasi Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom Program Studi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dan dengan mengamati teks online

BAB III METODOLOGI PENELITIAN.  dan  dengan mengamati teks online BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Objek Penelitian Penelitian ini, objek penelitian dilakukan terhadap dua media yaitu www.tempo.co dan www.suara-islam.com dengan mengamati teks online pemberitaaan RUU

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian terdahulu sebagai bahan rujukan berjudul:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian terdahulu sebagai bahan rujukan berjudul: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu sebagai bahan rujukan berjudul: Analisa Framing Pemberitaan Pemilukada Kabupaten Mesuji Tahun 2011 pada skh Lampung Post,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sifat Penelitian Secara harafiah, metodologi dibentuk dari kata metodos, yang berarti cara, teknik, atau prosedur, dan logos yang berarti ilmu. Jadi metodologi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Digital Communications Award for Social Media Presence pada News Overview

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Digital Communications Award for Social Media Presence pada News Overview BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Paradigma Penelitian Paradigma dalam penelitian berita berjudul Maersk Line Wins European Digital Communications Award for Social Media Presence pada News Overview menggunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat yang kian berkembang pada dasarnya memiliki rasa ingin tahu yang besar. Mereka ingin tahu apa yang terjadi di tengah-tengah dunia global. Program informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah stasiun DAAI TV merupakan sebuah stasiun televisi milik Yayasan Buddha

BAB I PENDAHULUAN. adalah stasiun DAAI TV merupakan sebuah stasiun televisi milik Yayasan Buddha BAB I PENDAHULUAN Salah satu TV Lokal yang konsisten dalam mengangkat isu/konten daerah adalah stasiun DAAI TV merupakan sebuah stasiun televisi milik Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. Yayasan Buddha Tzu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian Dalam berbagai aspek, paradigma membantu merumuskan apa yang harus dipelajari. Ia merupakan suatu kesatuan konsensus yang terluas dalam suatu bidang ilmu

Lebih terperinci

LOGO Oleh: Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si

LOGO Oleh: Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si TEORI EFEK KOMUNIKASI MASSA DAN KONSTRUKSI SOSIAL Oleh: Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si 1. Teori Stimulus Respon (Dennis McQuail) Efek merupakan reaksi terhadap stimulus tertentu. Elemen utama dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN A. PENDEKATAN DAN JENIS PENELITIAN. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan

BAB III METODE PENELITIAN A. PENDEKATAN DAN JENIS PENELITIAN. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan 49 BAB III METODE PENELITIAN A. PENDEKATAN DAN JENIS PENELITIAN Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan konstruksionis. Dan pendekatan ini mempunyai paradigma yang mempunyai posisi dan pandangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga media sangat dibutuhkan terutama media televisi yang benar-benar dirasakan

BAB I PENDAHULUAN. sehingga media sangat dibutuhkan terutama media televisi yang benar-benar dirasakan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pemilihan umum (Pemilu) tanggal 9 Juli 2014 adalah kompetisi pemilihan presiden sehingga media sangat dibutuhkan terutama media televisi yang benar-benar dirasakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Teori konstruktivisme adalah pendekatan secara teoritis untuk komunikasi yang dikembangkan tahun 1970-an oleh Jesse Deli dan rekan-rekan sejawatnya. Teori konstruktivisme

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. analisis isi, dengan model analisis framingnya model Zhongdang Pan dan

BAB III METODE PENELITIAN. analisis isi, dengan model analisis framingnya model Zhongdang Pan dan 47 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian analisis isi, dengan model analisis framingnya model Zhongdang Pan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam mendapatkan informasi dari luar dirinya. Berbagai upaya dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. dalam mendapatkan informasi dari luar dirinya. Berbagai upaya dilakukan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang memerlukan pemenuhan kebutuhan dalam mendapatkan informasi dari luar dirinya. Berbagai upaya dilakukan oleh manusia dalam mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia sudah memasuki era informasi dimana informasi menjadi sebuah kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Dunia sudah memasuki era informasi dimana informasi menjadi sebuah kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Berita adalah sesuatu yang sangat penting bagi kehidupan bermasyarakat. Dunia sudah memasuki era informasi dimana informasi menjadi sebuah kebutuhan primer

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian Penelitian ini menggunakan tipe penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB II URAIAN TEORITIS BAB II URAIAN TEORITIS II.I MEDIA MASSA DAN KONSTRUKSI REALITAS Teori yang dikembangkan oleh Peter L Berger dan Thomas Luckman yaitu, seorang pakar sosiologi ini berpandangan bahwa realitas tidak dibentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara. Banyak di antara konflik tersebut sudah mengarah pada disintegrasi dan

BAB I PENDAHULUAN. negara. Banyak di antara konflik tersebut sudah mengarah pada disintegrasi dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konflik merupakan permasalahan sosial yang dihadapi oleh banyak negara. Banyak di antara konflik tersebut sudah mengarah pada disintegrasi dan telah menjadi masalah

Lebih terperinci

VI. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. 1. TVRI Stasiun Sulawesi Tenggara sebagai televisi publik lokal dan Sindo TV

VI. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. 1. TVRI Stasiun Sulawesi Tenggara sebagai televisi publik lokal dan Sindo TV VI. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI Pada bagian ini diuraikan kesimpulan, implikasi dan rekomendasi berdasar hasil penelitian yang telah dilakukan. 6.1. Kesimpulan Berdasarkan temuan-temuan dan analisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah menciptakan peradaban manusia itu sendiri yang berganti-ganti tapi semakin

BAB I PENDAHULUAN. telah menciptakan peradaban manusia itu sendiri yang berganti-ganti tapi semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konstek Penelitan Saat ini perkembangan manusia dengan potensi bawaannya tentang memunculkan ide, telah menciptakan peradaban manusia itu sendiri yang berganti-ganti tapi semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi faktor determinan dalam kehidupan sosial, ekonomi dan budaya bangsa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi faktor determinan dalam kehidupan sosial, ekonomi dan budaya bangsa Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebebasan pers merupakan salah satu indikator penting dalam membangun suatu negara yang menganut sistem demokrasi seperti Indonesia. Pasca reformasi 1998 media massa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi (pesan, ide, gagasan)

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi (pesan, ide, gagasan) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi (pesan, ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain. Pada umumnya, komunikasi dilakukan secara lisan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberitakan di berbagai media massa. Pemberitaan Kisruh APBD DKI merupakan

BAB I PENDAHULUAN. diberitakan di berbagai media massa. Pemberitaan Kisruh APBD DKI merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peristiwa Kisruh APBD DKI merupakan salah satu peristiwa sedang ramai diberitakan di berbagai media massa. Pemberitaan Kisruh APBD DKI merupakan berita yang di dalamnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rapat dengar pendapat antara komisi VII DPR RI dengan pemerintah tanggal 28

BAB I PENDAHULUAN. rapat dengar pendapat antara komisi VII DPR RI dengan pemerintah tanggal 28 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wacana kenaikan harga bahan bakar minyak mulai kuat berhembus setelah rapat dengar pendapat antara komisi VII DPR RI dengan pemerintah tanggal 28 Februari 2012.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, sebagai prosedur penelitian data deskriptif yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. Komunikasi akan berjalan dengan diterapkannya sebuah bahasa yang baik

Bab 1 PENDAHULUAN. Komunikasi akan berjalan dengan diterapkannya sebuah bahasa yang baik 1 Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Komunikasi akan berjalan dengan diterapkannya sebuah bahasa yang baik dalam diri seseorang, terutama wartawan. Seorang wartawan sebagai penulis yang selalu

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. komunikasi tertentu. Membahas teori konstruksi sosial (social

BAB II URAIAN TEORITIS. komunikasi tertentu. Membahas teori konstruksi sosial (social BAB II URAIAN TEORITIS II.1. Media Massa dan Konstruksi Sosial Realitas sosial adalah hasil konstruksi sosial dalam proses komunikasi tertentu. Membahas teori konstruksi sosial (social construction), tentu

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORITIS

BAB II KERANGKA TEORITIS BAB II KERANGKA TEORITIS 2.1. Media Massa Media adalah pengantara atau saluran dalam menyebarkan suatu informasi atau pesan dari komunikator kepada komunikan. Menurut McLuhan (Nova. 2009: 204) media massa

Lebih terperinci

09ILMU. Modul Perkuliahan IX. Metode Penelitian Kualitatif. Metode Analisis Framing. Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm KOMUNIKASI.

09ILMU. Modul Perkuliahan IX. Metode Penelitian Kualitatif. Metode Analisis Framing. Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm KOMUNIKASI. Modul ke: Modul Perkuliahan IX Metode Penelitian Kualitatif Metode Analisis Framing Fakultas 09ILMU KOMUNIKASI Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm Program Studi Public Relations Judul Sub Bahasan Pendekatan

Lebih terperinci

PEMBINGKAIAN BERITA TENTANG KASUS KORUPSI SPORT CENTER DI HAMBALANG PADA SURAT KABAR JAWA POS DAN KOMPAS. Skripsi

PEMBINGKAIAN BERITA TENTANG KASUS KORUPSI SPORT CENTER DI HAMBALANG PADA SURAT KABAR JAWA POS DAN KOMPAS. Skripsi 41 PEMBINGKAIAN BERITA TENTANG KASUS KORUPSI SPORT CENTER DI HAMBALANG PADA SURAT KABAR JAWA POS DAN KOMPAS (Studi Analisis Framing head line Pemberitaan Kasus Korupsi Sport Center di Hambalang Pada Surat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian Teori konstruktivisme adalah pendekatan secara teoristisuntuk komunikasi yang dikembangkan tahun 1970-an oleh Jasse Deli dan rekan-rekan sejawatnya. Teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat itu dalam berbagai bentuk film-film ini akhirnya memiliki bekas nyata di benak

BAB I PENDAHULUAN. saat itu dalam berbagai bentuk film-film ini akhirnya memiliki bekas nyata di benak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Film adalah media audio visual yang memiliki peranan penting bagi perkembangan zaman di setiap negara. terlepas menjadi bahan propaganda atau tidak, terkadang sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. TNI bukanlah peristiwa yang baru. Kasus-kasus serupa kerap terjadi sebelumnya

BAB I PENDAHULUAN. TNI bukanlah peristiwa yang baru. Kasus-kasus serupa kerap terjadi sebelumnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konflik antara dua institusi Negara seperti penyerangan Markas Polres oleh TNI bukanlah peristiwa yang baru. Kasus-kasus serupa kerap terjadi sebelumnya sepanjang 10

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian dan Jenis Penelitian Burhan Bungin (2003:63) mengemukakan bahwa penelitian kualitatif mengacu pada prosedur penelitian yang menghasilkan data secara

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA. Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana.

BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA. Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana. BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana. Relevansi Dalam perkuliahan ini mahasiswa diharapkan sudah punya

Lebih terperinci

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB. Drs. Akhmad Mulyana M.Si SOSIOLOGI KOMUNIKASI

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB. Drs. Akhmad Mulyana M.Si SOSIOLOGI KOMUNIKASI hanyalah yang tidak mengandung nilai-nilai yang berlawanan dengan nilai-nilai partai. Biasanya dalam sistem komunikasi seperti itu, isi media massa juga ditandai dengan sejumlah slogan yang dimaksudkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sifat penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan cara pendekatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sifat penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan cara pendekatan 1 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat dan Jenis Penelitian Sifat penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan cara pendekatan deskriptif, Tipe penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Penelitian

Lebih terperinci

NEW MEDIA & SOCIETY. Globalisasi Media: Imperialisme Budaya. Rahmadya Putra Nugraha, M.Si. Modul ke: Fakultas FIKOM. Program Studi Broadcasting

NEW MEDIA & SOCIETY. Globalisasi Media: Imperialisme Budaya. Rahmadya Putra Nugraha, M.Si. Modul ke: Fakultas FIKOM. Program Studi Broadcasting Modul ke: NEW MEDIA & SOCIETY Globalisasi Media: Imperialisme Budaya Fakultas FIKOM www.mercubuana.ac.id Rahmadya Putra Nugraha, M.Si Program Studi Broadcasting Sebagaimana diketahui, peran media massa

Lebih terperinci

KONSTRUKSI BERITA PERKOSAAN OLEH SITOK SRENGENGE DI MEDIA ONLINE TEMPO DAN REPUBLIKA

KONSTRUKSI BERITA PERKOSAAN OLEH SITOK SRENGENGE DI MEDIA ONLINE TEMPO DAN REPUBLIKA KONSTRUKSI BERITA PERKOSAAN OLEH SITOK SRENGENGE DI MEDIA ONLINE TEMPO DAN REPUBLIKA NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Fakultas Komunikasi dan Informatika Universitas Muhammadiyah Surakarta Sebagai Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Media massa dinilai mempunyai peranan yang besar dalam. menyampaikan aspirasi rakyat kepada pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. Media massa dinilai mempunyai peranan yang besar dalam. menyampaikan aspirasi rakyat kepada pemerintah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Media massa dinilai mempunyai peranan yang besar dalam menjembatani atau sebagai penghubung informasi kepada khalayak luas dalam bidang politik, sosial, keamanan,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi berasal dari kata Yunani 'methodologia' yang berarti teknik atau prosedur, yang lebih merujuk kepada alur pemikiran umum atau menyeluruh dan juga gagasan teoritis

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Paradigma adalah suatu Frame of Meaning (Servaes, 1993 : 79). Paradigma sering disebut juga pendekatan, persfektif, metode atau teori. Kita mengenal tiga kategori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persepsi mengenai bagaimana sosok pria dan wanita. Dengan demikian

BAB I PENDAHULUAN. persepsi mengenai bagaimana sosok pria dan wanita. Dengan demikian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media massa memiliki peran signifikan yang besar dalam pembentukkan persepsi mengenai bagaimana sosok pria dan wanita. Dengan demikian tercerminkan wacana dominan tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Dengan sendirinya perkembangan usaha penerbitan pers mulai

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Dengan sendirinya perkembangan usaha penerbitan pers mulai 9 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Memasuki era reformasi kebebasan pers seolah-olah seperti terlepas dari belenggu yang sebelumnya mengekang arti kebebasan itu sendiri. Dengan sendirinya

Lebih terperinci

Bab III. Metodologi Penelitian. diciptakan melalui tayangan program Minta Tolong di RCTI.

Bab III. Metodologi Penelitian. diciptakan melalui tayangan program Minta Tolong di RCTI. Bab III Metodologi Penelitian 3.1 Tipe Penelitian Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif, dimana penelitian ini berusaha melihat konstruksi realitas sosial yang diciptakan

Lebih terperinci

PEMBINGKAIAN BERITA TENTANG KASUS KORUPSI SIMULATOR SIM SKRIPSI

PEMBINGKAIAN BERITA TENTANG KASUS KORUPSI SIMULATOR SIM SKRIPSI PEMBINGKAIAN BERITA TENTANG KASUS KORUPSI SIMULATOR SIM (Analisis Framing Berita Tentang Kasus Korupsi Simulator SIM Yang Melibatkan Djoko Susilo Pada Surat Kabar Jawa Pos dan Kompas Edisi Desember 2012

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk mengkomunikasikan tentang suatu realita yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, film memiliki

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. teori yang memuat pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah

BAB II URAIAN TEORITIS. teori yang memuat pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah BAB II URAIAN TEORITIS Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berpikir dalam memecahkan atau menyoroti masalahnya. Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pikiran yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Framing Analisis framing secara sederhana dapat digambarkan sebagai analisis untuk mengetahui bagaimana realitas (peristiwa, aktor, kelompok, atau apa saja) dibingkai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah construktivism

BAB III METODOLOGI. Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah construktivism BAB III METODOLOGI 3.1 Paradigma Penelitian Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi para penganut dan praktisnya. Paradigma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diterima khalayak seperti media cetak dan media elektronik, media online kini

BAB I PENDAHULUAN. diterima khalayak seperti media cetak dan media elektronik, media online kini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi dekade terakhir ini telah membawa perubahan besar dalam industri komunikasi yang memungkinkan terjadinya konvergensi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. film memiliki realitas yang kuat salah satunya menceritakan tentang realitas

BAB 1 PENDAHULUAN. film memiliki realitas yang kuat salah satunya menceritakan tentang realitas 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk mengkomunikasikan tentang suatu realita yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, film memiliki

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian Dalam penelitian ini paradigma yang digunakan yakni pradigma kontruksionis. Paradigma menurut Bogdan dan Bikien adalah kumpulan longgar dari sejumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan istilah analisis bingkai merupakan salah satu bentuk alternatif dari

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan istilah analisis bingkai merupakan salah satu bentuk alternatif dari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Analisis framing (bingkai), yang dalam penelitian ini selanjutnya menggunakan istilah analisis bingkai merupakan salah satu bentuk alternatif dari model analisis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komunikasi adalah suatu pernyataan antar manusia, baik secara perorangan maupun berkelompok, yang bersifat umum dengan menggunakan lambang-lambang yang berarti, maka akan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Konstruksi Sosial Konsep framing berdasarkan dari Teori Konstruksi Sosial, itulah sebabnya mengapa teori Kontruksi Sosial ini digunakan dalam penelitian ini. Teori Konstruksi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Media Massa 2.2 Framing

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Media Massa 2.2 Framing BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Media Massa Media massa dapat diartikan sebagai sarana pembawa pesan kepada khayalak. Media massa terdiri dari media cetak berupa koran dan majalah serta media elektronik berupa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebuah alternatif pilihan baru. Maka, kedudukan jurnalisme online mungkin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebuah alternatif pilihan baru. Maka, kedudukan jurnalisme online mungkin BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Internet Sebagai Cyber Media Sejarah media massa memperlihatkan bahwa sebuah teknologi baru tidak pernah menghilangkan teknologi yang lama, melainkan hanya menjadi sebuah alternatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harinya, masyarakat mengkonsumsi media demi memenuhi kebutuhan informasi

BAB I PENDAHULUAN. harinya, masyarakat mengkonsumsi media demi memenuhi kebutuhan informasi BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kebutuhan akan informasi saat ini berkembang sangat pesat. Setiap harinya, masyarakat mengkonsumsi media demi memenuhi kebutuhan informasi mereka. Media menjadi pilihan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terdahulu ini mengemukakan hasil penelitian lain yang relevan dalam pendekatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terdahulu ini mengemukakan hasil penelitian lain yang relevan dalam pendekatan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Penelitian Terdahulu Di dalam penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian terdahulu sebagai perbandingan dan tolak ukur penelitian. Tinjauan pustaka tentang penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Reportase Investigasi Trans Tv sebagai program yang paling getol

BAB I PENDAHULUAN. Reportase Investigasi Trans Tv sebagai program yang paling getol 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Reportase Investigasi Trans Tv sebagai program yang paling getol menayangkan kecurangan-kecurangan oknum pedagang dalam proses produksi daganganya. Contohnya pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang.

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang. Adapun proses kreatif itu berasal dari pengalaman pengarang sebagai manusia yang hidup di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama sejak terjadinya peristiwa World Trade Center (WTC) di New York,

BAB I PENDAHULUAN. terutama sejak terjadinya peristiwa World Trade Center (WTC) di New York, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Terorisme bukanlah hal yang baru, tetapi menjadi aktual kembali terutama sejak terjadinya peristiwa World Trade Center (WTC) di New York, Amerika Serikat, pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konvensional, diantaranya adalah breaking news, yang merupakan berita singkat yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konvensional, diantaranya adalah breaking news, yang merupakan berita singkat yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Media Online Media online memiliki kategori yang membedakan dengan media konvensional, diantaranya adalah breaking news, yang merupakan berita singkat yang ditulis nyaris bersamaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media massa saat ini berkembang dengan sangat pesat. Perkembangan media massa sangat erat kaitannya dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media massa saat ini berkembang dengan sangat pesat. Perkembangan media massa sangat erat kaitannya dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media massa saat ini berkembang dengan sangat pesat. Perkembangan media massa sangat erat kaitannya dengan komunikasi, lisan maupun tulisan. Seiring perkembangan teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan media massa dalam menyuguhkan informasi yang akurat dan faktual semakin dibutuhkan di tengah-tengah masyarakat. Kebutuhan tersebut diiringi dengan semakin

Lebih terperinci

yang sangat penting, selain aspek lain seperti ketepatan dan keakuratan data. Dengan kemunculan perkembangan internet, maka publik dapat mengakses ber

yang sangat penting, selain aspek lain seperti ketepatan dan keakuratan data. Dengan kemunculan perkembangan internet, maka publik dapat mengakses ber BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Media massa pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu media massa cetak dan media elektronik. Media cetak yang dapat memenuhi kriteria sebagai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan & Jenis Penelitian Eriyanto (2001) menyatakan bahwa analisis wacana adalah salah satu alternatif dari analisis isi selain analisis isi kuantitatif yang dominan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 2.1 Teori yang digunakan

BAB II KAJIAN TEORI. 2.1 Teori yang digunakan BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Teori yang digunakan 2.1.1 Televisi Sebagai Media Massa Televisi sebagai suatu bentuk media massa memiliki karateristik tersendiri yang berbeda dengan media massa lainnya. Bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pemilihan kepala daerah selalu menjadi peristiwa menarik terutama bagi masyarakat di

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pemilihan kepala daerah selalu menjadi peristiwa menarik terutama bagi masyarakat di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemilihan kepala daerah selalu menjadi peristiwa menarik terutama bagi masyarakat di wilayah atau daerah pemilihan dilaksanakan. Peraturan pelaksanaan pemilihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hal yang dikomunikasikan yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak.

BAB I PENDAHULUAN. hal yang dikomunikasikan yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting. Komunikasi dibutuhkan untuk memperoleh atau member informasi dari atau kepada orang lain. Kebutuhan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis Penelitian yang digunakan untuk mengurai atau menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif. Menurut Crasswell, beberapa

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Temuan

BAB V PENUTUP A. Temuan BAB V PENUTUP A. Temuan Harian Jogja merupakan media lokal yang cukup aktif dalam memantau berbagai perkembangan mengenai pembangunan bandara di Kulon Progo. Arah pemberitaan (September 2014 - Oktober

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Paradigma-Paradigma Ilmu Sosial Paradigma merupakan kekuatan dasar yang mampu mempertahankan keberadaan sebuah ilmu pengetahuan. Paradigma pada wilayah riset penelitian sebenarnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tabel.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu Dalam melakukan penelitian, peneliti harus belajar dari peneliti lain untuk menghidari duplikasi dan pengulangan penelitian atau kesalahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Membahas teori konstruksi sosial (social construction), tentu tidak bisa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Membahas teori konstruksi sosial (social construction), tentu tidak bisa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konstruksi Sosial Membahas teori konstruksi sosial (social construction), tentu tidak bisa terlepaskan dari bangunan teoretik yang telah dikemukakan oleh Peter L. Berger dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas

Lebih terperinci

BAB II IKLAN DAN ANALISIS FRAMING

BAB II IKLAN DAN ANALISIS FRAMING BAB II IKLAN DAN ANALISIS FRAMING 2.1. Iklan 2.1.1. Definisi Iklan Iklan adalah semua bentuk aktivitas untuk menghadirkan dan mempromosikan ide, barang, ataupun jasa secara nonpersonal melalui media yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan informasi pada setiap detiknya. masyarakat untuk mendapatkan gambaran dari realitas sosial. 1

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan informasi pada setiap detiknya. masyarakat untuk mendapatkan gambaran dari realitas sosial. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan informasi semakin cepat, dan di era informasi seperti sekarang ini banyaknya pemberitaan, informasi yang datang ke masyarakat. Penyebaran informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berjumlah 101 daerah, yang terdiri dari 7 provinsi, 18 kota, dan 76 kabupaten. Banten, Gorontalo, Sulawesi Barat, dan Papua Barat.

BAB I PENDAHULUAN. berjumlah 101 daerah, yang terdiri dari 7 provinsi, 18 kota, dan 76 kabupaten. Banten, Gorontalo, Sulawesi Barat, dan Papua Barat. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Konteks Penelitian Tanggal 15 Februari 2017 merupakan pesta demokrasi bagi sebagian masyarakat di Indonesia yang melaksanakan pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. diri dan lingkungannya yang akan mempengaruhinya dalam berpikir (kognitif),

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. diri dan lingkungannya yang akan mempengaruhinya dalam berpikir (kognitif), BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian Paradigma dalam disiplin intelektual adalah cara pandang orang terhadap diri dan lingkungannya yang akan mempengaruhinya dalam berpikir (kognitif),

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan paradigma konstruksionis. Menurut Bogdan dan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan paradigma konstruksionis. Menurut Bogdan dan 34 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian Penelitian ini menggunakan paradigma konstruksionis. Menurut Bogdan dan Bikien, paradigma adalah kumpulan longgar dari sejumlah asumsi yang dipegang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berita sudah menjadi hal yang dapat dinikmati oleh masyarakat dengan berbagai macam bentuk media seperti media cetak dalam wujud koran dan berita gerak (media

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. oleh proses sejarah dan kekuatan-kekuatan sosial, budaya dan ekonomi

BAB III METODE PENELITIAN. oleh proses sejarah dan kekuatan-kekuatan sosial, budaya dan ekonomi BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Pendekatan kritis secara ontologi berpandangan bahwa realitas yang teramati (virtual reality) merupakan realitas semu yang telah terbentuk oleh proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya mencakup struktur, pesan yang disampaikan, sudut pandang, dan nilai.

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya mencakup struktur, pesan yang disampaikan, sudut pandang, dan nilai. BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Narasi memiliki unsur penting pada jurnalistik. Jurnalis tidak hanya sekadar menulis artikel tetapi harus memberikan cerita kepada pembaca yang di dalamnya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme. Menurut

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme. Menurut BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Dalam penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme. Menurut Deddy N. Hidayat dalam penjelasan ontologi paradigma kontruktivis, realitas merupakan konstruksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. konstruksionis, realitas bersifat subjektif, relitas dihadirkan oleh konsep subjektif

BAB 1 PENDAHULUAN. konstruksionis, realitas bersifat subjektif, relitas dihadirkan oleh konsep subjektif BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Media massa berfungsi mengkonstruksi realitas yang terjadi. Bagi kaum konstruksionis, realitas bersifat subjektif, relitas dihadirkan oleh konsep subjektif

Lebih terperinci