HUBUNGAN PERSEPSI TENTANG IKLIM KELAS DENGAN PENGGUNAAN STRATEGI SELF-REGULATED LEARNING SISWA SMA NEGERI 2 KOTA TANGERANG SELATAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HUBUNGAN PERSEPSI TENTANG IKLIM KELAS DENGAN PENGGUNAAN STRATEGI SELF-REGULATED LEARNING SISWA SMA NEGERI 2 KOTA TANGERANG SELATAN"

Transkripsi

1 HUBUNGAN PERSEPSI TENTANG IKLIM KELAS DENGAN PENGGUNAAN STRATEGI SELF-REGULATED LEARNING SISWA SMA NEGERI 2 KOTA TANGERANG SELATAN Disusun Oleh: SYIFA NADLIFAH FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010

2 ABSTRAK (A) Fakultas Psikologi (B) Juni 2010 (C) Syifa Nadlifah (D) Hubungan Persepsi Tentang Iklim Kelas dengan Penggunaan Strategi Self-regulated Learning (E) 80 hal, 14 tabel, 5 gambar dan 7 lampiran (F) Belajar adalah suatu kebutuhan yang vital bagi setiap individu dalam rentang panjang kehidupannya. Dalam pembelajaran siswa di sekolah, ada beberapa faktor yang berhubungan dengan perilaku belajar siswa, salah satunya adalah persepsi siswa tentang iklim belajar. Siswa yang secara positif mempersepsikan iklim kelas akan melakukan serangkaian strategi belajar yang efektif untuk meningkatkan kemampuan. Dalam penelitian oleh Marsh, Cheng dan Martin, terdapat perbedaan antara siswa putra dan siswa putri dalam penggunaan strategi self-regulated learning. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan persepsi tentang iklim kelas dengan penggunaan strategi self-regulated learning siswa SMA Negeri 2 Kota Tangerang Selatan, melihat perbedaan strategi self-regulated learning antara siswa putra dan siswa putri, dan besar sumbangan yang diberikan persepsi tentang iklim kelas terhadap strategi self-regulated learning. Jumlah responden 90 siswa dipilih secara random dari 360 siswa kelas XI program IPA dan IPS. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dimana data yang dihasilkan berupa data yang berbentuk bilangan. Metode yang digunakan adalah metode korelasional yaitu penelitian yang dirancang untuk menemukan hubungan antara variabel-variabel yang berbeda dalam suatu populasi. Teknik statistik adalah Pearson Product Momen dalam SPSS 16 for Windows. Dari hasil uji korelasi didapatkan nilai r hitung 0,450 dengan derajat kebebasan 89 signifikan pada level 0,05 maka diperoleh kesimpulan ada hubungan antara persepsi tentang iklim kelas dengan penggunaan strategi selfregulated learning. Dari hasil uji t-test juga didapat hasil ada perbedaan penggunaan strategi self-regulated learning antara siswa putra dan siswa putri dengan nilai 0,014. Siswa putri lebih sering menggunakan strategi evaluasi diri, mencari bantuan (teman dan guru), pencatatan, penetapan dan perencanaan tujuan, pengaturan, pengulangan dan mengingat, dan peninjauan ulang (catatan, ujian atau tugas, dan buku teks). Hasil ini menguatkan hasil penelitian Marsh, Cheng dan Martin yang menyatakan siswa putri lebih sering menunjukkan strategi penetapan dan perencanaan tujuan dan pencatatan. Hasil uji regresi linear menunjukkan sumbangan persepsi tentang iklim kelas terhadap penggunaan strategi self-regulated learning adalah sebesar 20,3%. i

3 Untuk penelitian selanjutnya diharapkan mencari faktor lain yang mempengaruhi penggunaan strategi self-regulated learning seperti selfefficacy dan proses metakognitif yang dilakukan siswa. (G) Bahan bacaan 24 ii

4 ABSTRACT (A) Faculty of Psychology (B) June 2010 (C) Syifa Nadlifah (D) Correlation Between The Perception of Classroom Climate and The Using of Self-regulated Learning Strategy (E) 80 pages, 14 tables, 5 pictures, and 7 enclosures (F) Learning is a vital need for everybody as long as he/she lives. In learning process at school, there are several factors correlating with students learning behavior, one of them is the students s perception of learning climate. The student who positively perceive the classroom climate will do some effective strategies to improve his/her ability. In the research by Marsh, Cheng, and Martin, there is a difference between girl students and boy students in using the strategy of self-regulated learning. The aim of this research is to find the correlation between the perception of classroom climate and the using of self-regulated learning strategy at SMAN 2 Kota Tangerang Selatan, to find the differences between boy students and girl students in using self-regulated learning strategy and perception of the classroom climate s contribution to self-regulated learning strategy. 90 respondents randomly selected from 360 students grade XI program Science and Social. The research used quantitative approach that produces countable data. It used correlational method, to find the relationship between different variables in population. The statitical technique using Pearson Product Moment, by SPSS 16 for Windows. The results of study show that r value is 0,450 with degree of freedom 89 (significant) in level 0,05. Therefore it can be concluded that there is a significant relationship between the perception of classroom climate and the using of self-regulated learning strategy. The result from t-test is also shows that there is a difference between boy students and girl students with t-test value 0,014. The girl students use self-evaluation, seeking social assistance (peer and teacher), keeping record and monitoring, goal setting and planning, organizing and transforming, rehearsing and memorizing, and reviewing record (notes, test/work and text books) more than boy students. The result from linear regresion test shows the contribution of perception of classroom climate to self-regulated learning is 20,3%. For further research, the writer suggests to find other factors which influence the using of self-regulated learning such as self-efficacy and metacognitive process. (G) Reading Material 24 books iii

5 Kata Pengantar Bismillahirrahmanirrahiim Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang senantiasa mencurahkan rahmat dan kasih sayangnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat dan salam tidak lupa penulis sampaikan kepada Rasulullah SAW, keluarganya, para sahabat dan pengikutnya. Dengan selesainya penulisan skripsi ini penulis menyadari bahwa banyak pihak yang telah membantu dan berperan serta dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada: 1. Dekan Fakultas Psikologi, Bapak Jahja Umar Ph.D dan juga seluruh staf pengajar dan administrasi Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Ibu Dra. Netty Hartati, M.Si dan Ibu Solicha, M.Si, pembimbing dalam penulisan skripsi ini, yang telah meluangkan waktu memberikan bimbingan dan saran yang sangat bemanfaat dalam penulisan skripsi ini. 3. Ibu Dra. Diana Muti ah, M.Si selaku pembimbing akademik. 4. Bapak Drs. H. P. Akhmad Sopandy, M.Pd dan Ibu Dra. Hj. Cucu Rostika, M.Pd. Serta seluruh staf pengajar dan administrasi SMA Negeri 2 Kota Tangerang Selatan, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian. 5. Kedua orang tuaku Bapak Drs. Nurhanan dan Ibu Dra. Angen Sumijati yang tanpa pernah putus berdo a untuk keberhasilan penulis dalam segala hal, termasuk dalam penyelesaian skripsi penulis, serta adik-adikku M. Syafiq Naufal, M. Syauqi Nazhif dan M. Syaifan Nurazzam yang selalu mengingatkan iv

6 penulis agar bersegera menyelesaikan skripsi. Allah, kumpulkan kami dalam SyurgaMu...amin. 6. Sahabat-sahabat F4: Farisa Handini, Dalla Shohihah, dan Mirralyn Febrina atas kebersamaan yang tak tergantikan. Teman-teman angkatan 2005 kelas A: Fika Ratna Yuliati, Ida Isnani, Romi Oktaviardi, dan teman-teman lainnya atas segala keceriaan dan kebersamaan. Special thank to Rahmi Mulia atas bimbingan SPSS-nya, Rizki Kurnia Putri atas panduan skripsi-nya, dan Abang Zainal Iding Abidin atas power point-nya. Semoga silaturahim ini selalu terjaga. 7. Adik-adik siswa SMA Negeri 2 Kota Tangerang Selatan yang telah memberikan kontribusi yang tak ternilai sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Semoga kesuksesan selalu menyertai kalian semua. Serta seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Semoga Allah senantiasa membalas kebaikan semuanya dengan berlipat ganda dan penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak, amin. Setu, 4 Juni 2010 Penulis v

7 DAFTAR ISI ABSTRAK... ABSTRACT..... KATA PENGANTAR..... DAFTAR TABEL DAN GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN.... DAFTAR ISI... i iii iv vi vii viii BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Pembatasan dan Perumusan Masalah Pembatasan masalah Perumusan masalah Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Sistematika Penulisan Teknik Penulisan BAB 2 KAJIAN TEORI Self-Regulated Learning Definisi self-regulated learning Strategi-strategi self-regulated learning Faktor-faktor yang mempengaruhi self-regulated learning Peran self-regulated learning dalam belajar Persepsi Tentang Iklim Kelas Definisi persepsi Definisi iklim kelas viii

8 2.2.3 Karakteristik iklim kelas Dimensi-dimensi iklim kelas Persepsi siswa mengenai iklim kelas Penelitian-penelitian Terdahulu Kerangka Berpikir Hipotesis BAB 3 METODE PENELITIAN Pendekatan Penelitian Variabel Penelitian Definisi Variabel dan Definisi Operasional Variabel Definisi variabel Definisi operasional variabel Populasi dan Sampel Jumlah populasi dan sampel Teknik pengambilan sampel Instrumen Penelitian Proses Uji Coba Instrumen Analisis Data Prosedur Penelitian BAB 4 HASIL PENELITIAN Gambaran Subjek Penelitian Hasil Uji Instrumen Penelitian Uji Persyaratan Uji normalitas Uji homogenitas Uji Korelasi Uji t-test Uji Regresi Linear ix

9 BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Kesimpulan Diskusi Saran DAFTAR PUSTAKA x

10 DAFTAR TABEL DAN GAMBAR 1. Tabel 3.1 Sebaran populasi penelitian Tabel 3.2 Blue Print skala persepsi tentang iklim kelas uji coba Tabel 3.3 Blue Print skala self-regulated learning uji coba Tabel 3.4 Skor skala Tabel 4.1 Sebaran responden berdasarkan jenis kelamin Tabel 4.2 Blue Print skala persepsi tentang iklim kelas Tabel 4.3 Blue Print skala self-regulated learning Tabel 4.4 Hasil uji normalitas persepsi tentang iklim kelas Tabel 4.5 Hasil uji normalitas self-regulated learning Tabel 4.6 Hasil uji homogenitas Tabel 4.7 Hasil uji korelasi Tabel 4.8 Hasil uji t-test Tabel 4.9 Hasil F Tabel 4.10 Hasil R square Gambar 2.1 Aspek self-regulated learning Gambar 4.1 Scatterplot persepsi tentang iklim kelas Gambar 4.2 Histogram persepsi tentang iklim kelas Gambar 4.3 Scatterplot self-regulated learning Gambar 4.4 Histogram self-regulated learning vi

11 DAFTAR LAMPIRAN 1. Hasil skoring skala persepsi tentang iklim kelas saat penelitian 2. Hasil skoring skala self-regulated learning saat penelitian 3. Validitas dan reliabilitas skala persepsi tentang iklim kelas dan skala selfregulated learning saat try out 4. Skala persepsi tentang iklim kelas dan self-regulated learning saat penelitian 5. Hasil crosstabs perbedaan self-regulated learning 6. Surat izin penelitian 7. Surat keterangan telah melakukan penelitian di SMA Negeri 2 Kota Tangerang Selatan vii

12 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan kesadaran mengenai peranan belajar dalam perkembangan anak, masyarakat modern mulai mendirikan lembaga-lembaga yang secara khusus bertugas mengatur pengalaman-pengalaman belajar sedemikian rupa, sehingga menunjang perkembangan anak didik. Lembaga tersebut biasanya disebut sekolah atau institusi pendidikan formal. Sekolah menyelenggarakan suatu program pendidikan yang, untuk sebagian, tertuangkan dalam kurikulum pengajaran dan, untuk sebagian tersalurkan melalui kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler. Sekolah merupakan lingkungan pendidikan formal. Dikatakan formal karena di sekolah terlaksana serangkaian kegiatan terencana dan terorganisasi, termasuk kegiatan dalam rangka proses belajar mengajar di dalam kelas. Kegiatan itu bertujuan menghasilkan perubahan-perubahan positif di dalam diri siswa yang sedang menuju kedewasaan, sejauh perubahan itu dapat diusahakan melalui belajar. Pendidikan di sekolah mengarahkan belajar siswa agar memperoleh pengetahuan, pemahaman, keterampilan, sikap dan nilai yang semuanya menunjang perkembangannya. Para pendidik di sekolah diharuskan memiliki keahlian didaktis agar tujuan pendidikan di sekolah tercapai. Guru harus memahami apa hakikat belajar, apa yang mempengaruhi aktivitas belajar itu, bagaimana proses belajar berlangsung, apa ciri-ciri khas dari belajar di bidang

13 2 kognitif, sensorik-motorik serta dinamik-afektif. Baru setelah itu, guru mampu merencanakan dan menyelenggarakan proses belajar-mengajar di dalam kelas. Mengetahui dan menguasai materi pelajaran, berbagai prosedur didaktis, penggunaan alat-alat peraga dan cara-cara mengadakan evaluasi hasil belajar, tidak mencukupi untuk menunaikan tugas sebagai guru yang baik, guru pun harus mengenal siswa yang belajar dengan baik. Dalam Ames dan Archer (1988) disebutkan bahwa ada dua kategori orientasi tujuan (achievement goal) yaitu mastery goal dan performance goal. Diantara dua kategori tersebut, siswa yang belajar dengan baik adalah siswa yang memiliki mastery goal atau siswa yang memiliki fokus pada proses belajar, bukan sekedar hasil yang dicapai. Karena beberapa penelitian menunjukkan bahwa siswa lebih berkemauan mengerjakan tugas, memiliki perasaan yang positif terhadap situasi, dan menunjukkan pola perilaku yang adaptif ketika siswa memiliki tujuan menguasai sesuatu yang baru (mastery orientation). Ames dan Archer (1988) juga menyebutkan bahwa situasi kelas yang terbentuk dapat mempengaruhi orientasi tujuan dan selanjutnya mendorong perilaku yang berbeda pada siswa sesuai dengan orientasi tujuan yang diadopsi. Penjelasan di atas menunjukkan bahwa seorang guru dituntut untuk memiliki keahlian sebagai pendidik serta pengelola proses pembelajaran. Pengelolaan pembelajaran di dalam kelas merupakan hal yang sangat penting. Karena dalam beberapa penelitian mengenai pembelajaran di dalam kelas, aspek pendidik (guru) merupakan aspek sentral yang dipandang oleh siswa. Bagaimana seorang pendidik mengelola kelas, akan dipersepsikan oleh siswa di dalam kelas. Dalam penelitian

14 3 Church, Elliot dan Gable juga disebutkan bahwa lingkungan kelas atau biasa disebut iklim kelas dan seluruh aspek yang ada di dalamnya ikut mempengaruhi persepsi siswa dan pada akhirnya mempengaruhi orientasi tujuan dan selanjutnya mempengaruhi perilaku belajar siswa. Menurut McCombs dan McCombs dan Quiat (dalam Santrock, 2008) bahwa dalam sebuah studi, persepsi siswa terhadap lingkungan pembelajaran yang positif dan hubungan interpersonal dengan guru merupakan faktor paling penting yang memperkuat motivasi siswa dan prestasi siswa. Iklim kelas merupakan kumpulan dari keadaan di lingkungan tersebut dan diasumsikan bahwa keadaan itu akan mempengaruhi individu. Proses pembelajaran adalah salah satu hal yang dipersepsi oleh siswa di dalam kelas, selain pengajar itu sendiri. Disinilah peran pengajar untuk membuat situasi kelas menjadi daya tarik bagi siswa. Aspek lingkungan kelas (environment) ini dapat dikatakan sebagai salah satu aspek dalam analisis mengenai self-regulated learning. Lingkungan kelas yang telah dipersepsi oleh siswa akan mempengaruhi aspek individu (person), yaitu siswa mempersepsikan dengan baik lingkungan kelasnya, atau justru sebaliknya. Persepsi mengenai lingkungan kelasnya ini akan mempengaruhi aspek perilaku (behavior). Sehingga dapat disimpulkan bahwa interaksi dalam lingkungan kelas (dimensi-dimensi iklim kelas) akan mempengaruhi perilaku atau strategi yang akan digunakan siswa dalam belajar (strategi self-regulated learning). Keberhasilan siswa juga ditentukan oleh faktor motivasi dan keahlian dalam self-regulated learning, tidak terbatas pada faktor pengembangan aspek kognitif saja.

15 4 Dalam Pintrich dan Schunk (1996) disebutkan bahwa dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Lewin, Lippit dan White dijelaskan pengaruh kepemimpinan seorang guru terhadap motivasi dan perilaku siswa. Bagaimanapun iklim suatu kelas, selalu memiliki pengaruh tertentu terhadap siswa di dalamnya. Sebagai contoh adalah penelitian oleh Lewin, Lippit dan White (1939) yang menjelaskan bahwa iklim kelas yang demokratis memiliki pengaruh yang paling baik dibandingkan iklim kelas otoriter dan permisif. Iklim kelas demokratis merupakan iklim kelas yang dapat menciptakan siswa yang berusaha menyelesaikan tugas, kooperatif, dan ramah. Siswa juga menunjukkan kemandirian dan inisiatif yang tinggi, tetap mengerjakan tugas walau tidak ada guru, dan tidak mudah jenuh. Dari uraian di atas, dapat dilihat pengaruh iklim kelas terhadap perilaku siswa. Walaupun iklim kelas yang ada adalah iklim kelas otoriter, tetap memiliki pengaruh tertentu. Karenanya, sangat penting bagi pendidik mengetahui bagaimana menciptakan iklim kelas yang dapat memacu semangat siswa dalam belajar agar siswa dapat mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan, salah satunya dengan menerapkan strategi self-regulated learning. Self-regulated learning didefinisikan sebagai suatu cara yang dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan dalam belajar. Sejumlah peneliti telah menemukan bahwa siswa dengan prestasi yang tinggi merupakan siswa-siswa yang memiliki self-regulated dalam belajar (Paris & Paris, 2001; Pintrich, 2000; Pintrich & Schunk, 2002; Zimmerman, 1998, 2000, 2001; Zimmerman & Schunk, 2001, dalam Santrock, 2008).

16 5 Self-regulated learning memiliki peran yang penting dalam menunjang keberhasilan studi siswa. Self-regulated learning merupakan suatu terminologi yang membuka wacana baru tentang faktor-faktor determinan keberhasilan siswa dalam belajar. Konsep tentang self-regulated learning telah merubah perspektif fokus analisis keberhasilan belajar dari kemampuan belajar siswa atau potensi belajar siswa dan lingkungan belajar di sekolah atau di rumah sebagai suatu entitas yang fixed, kini digantikan oleh kesanggupan siswa secara personal untuk merancang sendiri strategi belajar dalam upaya meningkatkan pencapaian hasil belajar dan kesanggupannya untuk mengelola lingkungan yang kondusif untuk belajar (Zimmerman, 1989). Karenanya, sangat penting bagi siswa mengerti bahwa dirinyalah yang sesungguhnya memiliki peranan utama dalam keberhasilan dalam belajar. Dengan memahami konsep self-regulated learning, siswa diasumsikan akan memiliki prestasi yang tinggi seperti yang telah ditemukan dari beberapa penelitian para ahli. Zimmerman (1989) menekankan bahwa untuk dapat dikatakan self-regulated, proses belajar siswa harus melibatkan penggunaan strategi-strategi khusus untuk mencapai tujuan akademiknya. Strategi self-regulated learning adalah aksi dan proses mendapatkan informasi dan keterampilan secara langsung yang mengandung unsur melakukan aksi, tujuan, dan implementasi persepsi oleh pelajar. Mengembangkan self-regulated learning adalah salah satu strategi yang penting agar siswa dapat menentukan sendiri pilihan-pilihan kegiatan belajarnya, target dan cara mencapai target yang telah ditetapkan. Dengan mengembangkan

17 6 self-regulated learning, siswa akan mampu mengoptimalkan kemampuan yang mereka miliki dan melakukan sesuatu karena mereka menginginkan yang terbaik bagi diri mereka sendiri. Uraian mengenai iklim kelas dimana iklim kelas ini mempengaruhi orientasi tujuan yang selanjutnya mempengaruhi perilaku individu, termasuk perilaku belajarnya, maka diharapkan siswa memiliki persepsi iklim yang bagus sehingga memiliki orientasi tujuan penguasaan (mastery goal) yang kemudian strategistrategi self-regulated learning akan semakin sering digunakan karena siswa mempersepsikan suasana belajar di dalam kelas sebagai suasana yang menyenangkan dan memunculkan perilaku belajar yang positif. Dalam hal self-regulated learning, perbedaan jenis kelamin juga menjadi catatan tersendiri mengingat penelitian yang dilakukan oleh Marsh, Cheng dan Martin (2008) menyebutkan bahwa siswa putri lebih mudah termotivasi dibanding siswa putra. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian Zimmerman dan Martinez-Pons (1990) yang menyebutkan bahwa siswa putri lebih sering menunjukkan strategi goal setting and planning, keeping records and monitoring, dan environmental structuring daripada siswa putra. Namun siswa putra lebih sering menggunakan respon other daripada siswa putri. Beberapa penelitian yang telah dilakukan (Ames & Archer, 1988; Church, Elliot & Gable, 2001) hanya sampai pada hasil yang menunjukkan bahwa persepsi iklim kelas yang positif akan mempengaruhi orientasi tujuan, namun belum sampai pada strategi apa saja yang digunakan siswa guna mewujudkan orientasi tujuan belajarnya tersebut.

18 7 Karena itu, penulis tertarik untuk membuktikan adanya Hubungan Persepsi Tentang Iklim Kelas Dengan Penggunaan Strategi Self-Regulated Learning Siswa SMA Negeri 2 Kota Tangerang Selatan. Dengan judul tersebut penulis berharap dapat mengetahui strategi selfregulated learning yang digunakan siswa yang disebabkan oleh persepsi iklim kelas. Berdasarkan judul diatas maka permasalahan yang mungkin muncul adalah gambaran persepsi siswa mengenai iklim kelas dimana siswa tersebut belajar, hubungan persepsi tentang iklim kelas dengan penggunaan strategi self-regulated learning, self-regulated learning sebagai dampak dari persepsi tentang iklim kelas, perbedaan strategi self-regulated learning antara siswa putra dan siswa putri, perbedaan penggunaan self-regulated learning berdasarkan persepsi tentang iklim kelas, dan sumbangan persepsi tentang iklim kelas kepada penggunaan strategi self-regulated learning. 1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah Pembatasan Masalah Masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini dibatasi dalam ruang lingkup : 1. Persepsi tentang iklim kelas Persepsi tentang iklim kelas yang dimaksud adalah interpretasi siswa mengenai hal-hal yang diterima di kelas, yang meliputi persepsi siswa mengenai kemampuan guru menyampaikan materi

19 8 dan metode pengajaran yang dilakukan guru (kategori Task), persepsi siswa mengenai evaluasi yang diberikan guru (kategori Evaluation), dan persepsi siswa mengenai pencapaian nilai dalam evaluasi yang diberikan guru (kategori Recognition dan Evaluation). Dibatasi hanya pada tiga hal dikarenakan ketiga hal tersebut merupakan hal yang paling mempengaruhi orientasi tujuan siswa dan selanjutnya mempengaruhi strategi belajar siswa (Church, Elliot & Gable, 2001). 2. Strategi self-regulated learning Strategi self-regulated learning yang dimaksud adalah ke-12 strategi yang disusun oleh Zimmerman dan Pons (1988). Yaitu evaluasi diri, pengaturan, penetapan dan perencanaan tujuan, pencarian informasi, pencatatan, konsekuensi diri, pengulangan dan mengingat, meminta bantuan teman, meminta bantuan guru, mengulang catatan, mengulang ujian atau tugas, dan membaca buku teks. Sedangkan untuk strategi pengaturan lingkungan dan meminta bantuan orang dewasa tidak dipergunakan karena penulis hanya memfokuskan pada lingkungan kelas, bukan lingkungan belajar di luar sekolah. Dan other pada dasarnya bukan merupakan strategi self-regulated learning karena other merupakan respon non-strategic yang muncul sebagai hasil interview yang dikembangkan oleh Zimmerman dan Martinez-Pons (1988).

20 Perumusan Masalah Perumusan masalah pada penelitian ini adalah: 1. Apakah ada hubungan yang signifikan antara persepsi siswa mengenai iklim kelas dengan penggunaan strategi self-regulated learning siswa SMA Negeri 2 Kota Tangerang Selatan? 2. Apakah ada perbedaan penggunaan strategi self-regulated learning antara siswa putra dan siswa putri? 3. Berapa besar sumbangan persepsi tentang iklim kelas kepada penggunaan strategi self-regulated learning? 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya hubungan antara persepsi tentang iklim kelas dengan penggunaan strategi self-regulated learning siswa SMA Negeri 2 Kota Tangerang Selatan. Hal ini dikarenakan hasil penelitian oleh Church, Elliot dan Gable menunjukkan bahwa persepsi tentang iklim kelas mempengaruhi orientasi tujuan siswa, belum sampai strategi yang digunakan sebagai kelanjutan dari pengaruh persepsi tentang iklim kelas. Beberapa penelitian (Ames & Archer, 1988; Church, Eliiot & Gable,2001) menunjukkan bahwa persepsi tentang iklim kelas secara tidak langsung mempengaruhi perilaku belajar siswa. Karena itu, penulis memiliki tujuan melihat hubungan persepsi tentang iklim kelas dengan penggunaan strategi self-regulated learning. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan melihat perbedaan penggunaan strategi self-regulated

21 10 learning antara siswa putra dan siswa putri serta melihat berapa besar sumbangan yang diberikan persepsi tentang iklim kelas terhadap strategi self-regulated learning Manfaat Penelitian Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah wacana dalam psikologi pendidikan. Bagi pengembangan keilmuan diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan dan pustaka untuk mengkaji masalah iklim kelas dan strategi self-regulated learning siswa SMA. Secara praktis diharapkan penelitian ini bermanfaat bagi para pendidik, siswa, serta umumnya bagi masyarakat pemerhati masalah pendidikan. 1.4 Sistematika Penulisan Dalam penulisan skripsi ini, sistematika penulisan adalah sebagai berikut: BAB I : Pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, sistematika penulisan, dan teknik penulisan. BAB II : Kajian teori yang meliputi self-regulated learning, persepsi tentang iklim kelas, penelitian-penelitian terdahulu, kerangka berpikir, dan hipotesis. BAB III : Metode penelitian yang meliputi pendekatan penelitian, variabel penelitian, definisi variabel dan definisi operasional variabel,

22 11 populasi dan sampel, instrumen penelitian, proses uji coba instrumen, prosedur penelitian, dan analisis data. BAB IV : Presentasi dan analisa data yang meliputi gambaran umum subjek penelitian, kategorisasi subjek, uji persyaratan, hasil penelitian, dan analisis tambahan. BAB V : Kesimpulan, diskusi, dan saran. 1.5 Teknik Penulisan Teknik penulisan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini berpedoman pada buku panduan penulisan skripsi fakultas psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

23 12 BAB 2 KAJIAN TEORI Dalam bab 2 ini akan dibahas tentang self-regulated learning, persepsi mengenai iklim kelas, penelitian-penelitian terdahulu, kerangka berpikir, dan diakhiri dengan perumusan hipotesis. 2.1 Self-Regulated Learning Menurut ahli teori sosial kognitif, self-regulated learning tidak hanya dipengaruhi oleh proses personal saja. Proses personal ini diasumsikan dipengaruhi oleh lingkungan dan perilaku dalam hubungan timbal balik antara kesemuanya. Person (self) Environment Behavior Gambar 2.1 tiga aspek yang saling berhubungan dalam proses self-regulated learning (diadaptasi dari Zimmerman, 1989). Self-regulation dalam perilaku digambarkan pada gambar 2.1. Siswa yang secara proaktif menggunakan strategi self-evaluation (misalnya memeriksa tugas

24 13 matematika), akan menyediakan informasi mengenai keakuratan dan memeriksa tugas diteruskan melalui umpan balik secara langsung. Dalam penggambaran hubungan timbal balik ini, penyebab utamanya adalah inisiatif dari diri sendiri (self-initiated), yang diimplementasikan melalui serangkaian strategi, dan secara langsung diatur melalui persepsi atas kemampuan. Dengan demikian, self-efficacy memainkan peranan seperti alat pengatur yang mengatur usaha strategi untuk mendapatkan pengetahuan dan kemahiran melalui umpan balik. Self-regulation dalam hal lingkungan juga demikian, siswa secara proaktif melakukan strategi manipulasi lingkungan (misalnya menyusun area untuk belajar yang tenang guna mengerjakan pekerjaan rumah) akan melakukan serangkaian usaha untuk menghalangi respon dalam ruangan seperti mengurangi kebisingan, mengatur pencahayaan yang baik, dan menyusun tempat untuk mengerjakan tugas. Self-regulation dalam individu diindikasikan sebagai hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi satu sama lain. Banyak ahli teori sosial kognitif tertarik pada pengaruh proses metakognitif terhadap proses dalam diri seseorang seperti dasar pengetahuan. Bandura (1986 dalam Zimmerman, 1989) menyimpulkan bahwa proses dalam diri ini saling berhubungan timbal balik dengan faktor lain dalam self-regulated learning ini. Penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa self-regulated learning memiliki tiga faktor yang saling berhubungan timbal balik selama proses pencapaian pengetahuan atau kemahiran.

25 Definisi self-regulated learning Santrock (2008) mendefinisikan self-regulatory learning sebagai selfgeneration and self-monitoring of thoughts, feelings, and behaviors in order to reach a goal (mengatur dan memonitor pikiran, perasaan, dan perilaku guna meraih suatu tujuan). Hal ini senada dengan apa yang dikemukakan Zimmerman (dalam Schunk, dalam Zaenah, 2007) self-regulation (self-regulated learning) adalah suatu proses dimana siswa secara aktif dan menopang pikiran, perilaku dan pengaruh yang diarahkan secara sistematis untuk mencapai tujuan. Jadi, self-regulated learning merupakan sebuah cara yang digunakan siswa dalam mencapai tujuan belajar. Zimmerman (1989) juga menyebutkan bahwa siswa yang memiliki self-regulated adalah siswa yang secara metakognitif, motivasi, dan perilakunya aktif dalam proses belajarnya. Zimmerman (1989) menyatakan ada tiga hal mendasar dalam self-regulated learning yaitu strategi self-regulated learning, keyakinan terhadap kemampuan diri sendiri, dan komitmen terhadap tujuan akademik. Siswa perlu melakukan serangkaian strategi sebagai langkah nyata bahwa dirinya memang mengatur secara mandiri apa yang harus dilakukannya demi mencapai tujuan belajar dan memiliki self-efficacy atau rasa kesanggupan yang tinggi. Hal inilah yang dimaksud dengan pengaturan metakognitif, dimana dalam proses metakognitif ini siswa melakukan serangkaian strategi seperti merencanakan, menetapkan tujuan, mengelola, memonitor diri sendiri, dan

26 15 melakukan evaluasi diri selama proses mencapai kemahiran berlangsung (Zimmerman, 1989). Menurut Schunk (1998, dalam Zaenah, 2007), self-regulated learning bukan kemampuan mental seperti inteligensi atau kemampuan akademik, tetapi lebih kepada proses mengarahkan diri untuk mengubah kemampuan mental menjadi kemampuan akademik. Woolfolk (2004) mendefinisikan self-regulated learner adalah seseorang yang memiliki kemampuan dalam belajar dan disiplin diri yang membuat mereka lebih mudah dalam belajar dan motivasinya selalu terpelihara. Siswa yang memiliki pengaturan diri dalam belajar (self-regulated learners) melihat kemampuan atau kemahiran sebagai proses yang terkontrol dan terstruktur, dan mereka menerima tanggung jawab yang lebih demi pencapaian tujuan akademiknya (Zimmerman & Martinez-Pons, 1990). Dapat dikatakan bahwa kemahiran itu merupakan tujuan belajar seseorang, sehingga dari pernyataan tersebut dapat diperkuat lagi dengan pernyataan bahwa seseorang yang self-regulated memiliki karakteristik yang salah satunya memiliki tujuan. Maka, self-regulated learning merupakan suatu aktivitas terstruktur dalam belajar yang dilakukan oleh siswa guna mencapai tujuan belajar dengan melakukan serangkaian strategi Strategi-strategi self-regulated learning Zimmerman (1989) menyatakan bahwa strategi self-regulated learning adalah aksi dan proses yang diarahkan untuk meraih pengetahuan atau keahlian yang meliputi aksi, tujuan, dan implementasi persepsi oleh siswa.

27 16 Siswa melakukan serangkaian strategi belajar (strategi self-regulated learning) sebagai langkah nyata mencapai tujuan belajarnya. Zimmerman dan Martinez- Pons (1988) mengembangkan wawancara terstruktur (structured interview) untuk melihat strategi self-regulated learning siswa dan menemukan empat belas strategi self-regulated learning yang biasa dilakukan siswa di kelas ditambah satu respon jawaban yang bukan merupakan strategi self-regulated learning yang diberi label other. Kelima belas strategi tersebut adalah: 1. Evaluasi diri (Self-evaluation) Self-evaluation adalah inisiatif siswa untuk melihat kualitas atau kemajuan pekerjaan yang dikerjakannya, pemahaman akan situasi kerja yang berhubungan dengan tugas, atau usaha yang terkait dengan tugas. 2. Pengaturan (Organizing and transforming) Inisiatif siswa dalam mengatur ulang materi instruksional baik secara overt atau covert untuk meningkatkan proses belajar. 3. Penetapan dan perencaan tujuan (Goal setting and planning) Siswa menetapkan tujuan atau sub-tujuan dan merencanakan untuk mengurutkan, memperhitungkan waktu, dan menyelesaikan aktivitas yang berkaitan dengan mencapai tujuan tersebut. 4. Pencarian informasi (Seeking information) Usaha siswa dalam mencari informasi pada sumber yang tidak biasa ketika menyelesaikan sebuah tugas. 5. Pencatatan (Keeping record and monitoring) Usaha siswa untuk mencatat kejadian atau hasil.

28 17 6. Pengaturan lingkungan (Environmental structuring) Inisiatif siswa dalam usaha untuk mengatur lingkungan belajar dengan cara tertentu sehingga membantu mereka belajar lebih baik. 7. Konsekuensi diri (Self consequences) Siswa membayangkan rewards atau punishment bila ia sukses atau gagal dalam menyelesaikan suatu tugas atau ujian. 8. Pengulangan dan Mengingat (Rehearsing and memorizing) Peserta didik berusaha mengingat bahan bacaan dengan menggunakan perilaku yang overt maupun covert Mencari bantuan dari orang sekitar (Seeking social assistance) Siswa berusaha meminta bantuan kepada orang lain. Strategi ini berbeda dengan kategori satu yang dimana siswa secara khusus bertanya kepada seseorang untuk memeriksa tugasnya. 9. Meminta bantuan teman (Seek peer assistance) Meminta bantuan kepada teman sebaya jika menghadapi masalah dengan tugas. 10. Meminta bantuan guru (Seek teacher assistance) Bertanya kepada pengajar di kelas maupun di luar kelas dengan tujuan agar dapat membantu dalam menyelesaikan tugas. 11. Meminta bantuan orang dewasa (Seek adult assistance) Meminta bantuan orang dewasa (termasuk orang di luar tutor dan semua orang yang tidak termasuk kedua kategori di atas) yang berada di dalam dan di luar lingkungan belajar jika ada topik yang tidak dipahaminya.

29 Peninjauan ulang (Reviewing record) Siswa berusaha untuk memperbaiki atau meninjau ulang tugas yang dikerjakannya. 12. Mengulang catatan (Reviewing notes) Siswa memeriksa ulang catatan sehingga ia tahu topik yang akan diujikan sebelum mengikuti ujian. 13. Mengulang ujian atau tugas (Review test/work) Menjadikan ujian-ujian yang telah lewat dan tugas-tugas yang telah dikerjakan sebagai sumber informasi untuk belajar. 14. Membaca buku teks (Review text books) Menjadikan buku teks sebagai sumber informasi dalam belajar. 15. Lain-lain (Other) Mengindikasikan penyelesaian masalah yang tetap dilakukan oleh siswa untuk berhasil dalam tugasnya atau untuk menggunakan sumber dari dalam dirinya. Other merupakan respon non strategi yang muncul berdasarkan beberapa konteks lingkungan belajar dalam penelitian yang dilakukan Zimmerman dan Martinez-Pons (1988). Dalam Zimmerman (1989) disebutkan bahwa strategi-strategi di atas digunakan untuk mengatur tiga aspek yang terdapat dalam self-regulated learning. Sebagai contoh, strategi organizing and transforming, rehearsing and memorizing, dan goal setting and planning berfokus pada pengoptimalan pengaturan dalam diri. Strategi seperti self-evaluation dan self consequences

30 19 didesain untuk meningkatkan fungsi perilaku. Strategi environmental structuring, seeking information, reviewing, dan seeking assistance dimaksudkan untuk mengoptimalkan pemanfaatan siswa akan lingkungan belajarnya Faktor-faktor yang mempengaruhi self-regulated learning Menurut Zimmerman dan Schunk (2001) dan Pintrich dan Schunk (2002) (dalam Santrock, 2008) menyebutkan bahwa perkembangan self-regulated learning dipengaruhi oleh banyak faktor, di antaranya modelling dan self-efficacy. Sedangkan jika mengacu pada teori sosial kognitif, self-regulated learning dipengaruhi oleh tiga faktor besar, yaitu: 1. Faktor individu (Personal influences) Personal siswa merupakan salah satu faktor penting dalam self-regulated learning. Salah satu bagian dalam personal siswa ini adalah self-efficacy (rasa mampu diri). Self-efficacy ini sangat berkaitan dengan bagian-bagian lainnya dalam personal siswa, yaitu pengetahuan siswa (student s knowledge), proses metakognitif (metacognitive process), tujuan (goals), dan afeksi (affects). a. Kemampuan diri (Self-efficacy) Para ahli teori sosial kognitif mengasumsikan bahwa self-efficacy merupakan variabel kunci dalam self-regulated learning (Bandura, 1986, dalam Zimmerman, 1989). Zimmerman (1989), mendefinisikan self-efficacy didefinisikan sebagai persepsi akan kemampuan diri dalam mengelola dan melakukan tindakan-tindakan yang penting untuk mencapai tingkat performa keterampilan dalam suatu tugas. Sementara Bandura (1995, dalam Zaenah,

31 ) mendefinisikan self-efficacy sebagai keyakinan akan kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mengorganisasikan dan melakukan tindakan yang dibutuhkan untuk menghadapi dan mengatasi situasi tertentu yang akan dihadapi serta berpengaruh pada bagaimana seseorang berpikir, merasakan, dan memotivasi dirinya. Sedangkan dalam Santrock (2008) Bandura menyebutkan self-efficacy dapat mempengaruhi siswa dalam memilih suatu tugas, usahanya, ketekunannya, dan prestasinya. Dibandingkan dengan siswa yang meragukan kemampuan belajarnya, siswa yang merasa mampu menguasai suatu keahlian atau melaksanakan suatu tugas akan lebih siap untuk berpartisipasi, bekerja keras, lebih ulet dalam menghadapi suatu kesulitan, dan mencapai level yang lebih tinggi. Bandura (1995, dalam Zaenah, 2007) juga mengungkapkan ada empat faktor yang mempengaruhi perkembangan self-efficacy seseorang. Keempat faktor tersebut adalah mastery experience, vicarious experience, social persuasion, serta physiological and emotional states. Mastery experience adalah pengalaman keberhasilan seseorang dalam menghadapi tugas sebelumnya. Vicarious experience adalah pengalaman seseorang dalam melihat keberhasilan orang lain yang memiliki kemiripan ciri dengannya. Social persuasion didefinisikan sebagai suatu cara untuk meyakinkan seseorang bahwa ia memiliki sesuatu yang diperlukan untuk berhasil, dan faktor yang terakhir adalah physiological and emotional states yang berarti keadaan fisik dan emosi pada saat menghadapi tugas tertentu dimana dapat mempengaruhi keyakinan seseorang akan kemampuannya

32 21 dalam menghadapi tugas tersebut. Tinggi rendahnya self-efficacy seseorang ditentukan oleh keempat faktor di atas. Sedangkan menurut Kurt dan Borkowski (1984, dalam Zimmerman, 1989) mengungkapkan bahwa siswa yang memiliki self-efficacy yang tinggi menunjukkan strategi belajar yang lebih baik. b. Pengetahuan siswa (student s knowledge) Dua jenis pengetahuan yang saling mempengaruhi dalam self-regulated learning menurut Zimmerman (1989) yaitu: Pengetahuan deklaratif (declarative knowledge) Menurut Siegler (1982, dalam Zimmerman, 1989) pengetahuan deklaratif adalah pengetahuan yang dikelola dalam bagian subjek dan predikat, memiliki hubungan yang jelas dengan kejadian di dunia luar, terpisah dari struktur pengawasan (proses metakognitif), dan tidak dipengaruhi oleh konteks kondisi. Pengetahuan regulasi diri (self-regulative knowledge) Yaitu pengetahuan yang mengandung pengetahuan procedural dan pengetahuan kondisional. Pengetahuan procedural adalah pengetahuan tentang bagaimana seseorang memakai strategi sedangkan pengetahuan kondisional berkaitan dengan kapan dan mengapa strategi yang dipakai dapat efektif. Sebagai contoh yang menunjukkan bahwa kedua pengetahuan ini saling berhubungan adalah pengetahuan umum siswa mengenai matematika akan memberikan kontribusi terhadap kemampuan mereka untuk membagi tugas mingguan ke dalam tugas yang dikerjakan setiap hari.

33 22 c. Tujuan (goal) Menetapkan sebuah tujuan, baik itu jangka pendek maupun jangka panjang dalam sebuah proses belajar merupakan hal yang sangat penting. Penetapan tujuan jangka panjang merupakan langkah awal dalam mengambil keputusan metakognitif. Hal ini sesuai dengan Zimmerman (1989) yang menyatakan bahwa pengambilan keputusan metakognitif ini bergantung pada tujuan jangka panjang dari siswa. d. Proses metakognitif (metacognitive process) Proses metakognitif adalah proses pengambilan keputusan yang mengatur penyeleksian dan penggunaan berbagai bentuk pengetahuan. Pengambilan keputusan metakognitif ini bergantung pada tujuan jangka panjang dari siswa (Zimmerman, 1989). Dalam proses metakognitif, seseorang yang melakukan pengaturan diri dalam belajar (self-regulated learning) itu merencanakan, menetapkan tujuan, mengelola, memonitor diri sendiri, dan melakukan evaluasi diri selama proses kemahiran itu berlangsung (Corno, 1986, 1989; Ghatala, 1986; Pressley, Borkowski, & Schneider, 1987 dalam Zimmerman, 1990, dalam Zaenah, 2007). e. Afeksi (affect) Zimmerman (1989) mengungkapkan bahwa afektif dapat juga mempengaruhi fungsi self-regulated. Misalnya, terdapat sebuah bukti bahwa kecemasan menghambat proses metakognitif, terutama proses mengontrol tindakan.

34 23 2. Faktor perilaku (Behavioral influences) Tiga kategori tindakan siswa terutama bagian yang relevan dalam melakukan analisis self-regulated learning adalah: self-observation, self-judgement, dan self-reaction. a. Observasi diri (Self-observation) Self-observation merupakan respon siswa yang melibatkan pemantauan yang sistematis terhadap performanya. Self-observation dipengaruhi oleh beberapa proses dalam diri (personal process) seperti self-efficacy, penetapan tujuan, dan perencanaan metakognitif, seperti halnya perilaku mempengaruhinya. Dua metode perilaku self-observation antara lain: (a) laporan dalam bentuk lisan atau tulisan dan (b) data kuantitatif akan aksi dan reaksinya. b. Penilaian diri (Self-judgement) Self-judgement adalah respons yang melibatkan pembandingan yang sistematis antara performa (hasil kerjanya) dengan standar atau tujuan yang ditetapkan. Dua cara yang dapat digunakan dalam melakukan self-judgement adalah dengan meneliti kembali prosedur dan membandingkan hasil yang diperoleh dengan hasil orang lain atau dengan standar tertentu. Self-judgement berkaitan dengan proses self-regulated learning personal seperti persepsi akan efficacy. c. Reaksi diri (Self-reaction) Self-reaction melibatkan proses dalam diri seperti penetapan tujuan, selfefficacy, dan perencanaan metakognitif, seperti halnya perilaku mempengaruhinya. Zimmerman (1989) mengungkapkan bahwa berdasarkan teori sosial kognitif, self-reaction ini terdiri dari tiga jenis: (a) behavioral self-

35 24 reaction yang digunakan siswa untuk mengoptimalkan respons belajar yang spesifik, (b) personal self-reaction yang digunakan untuk meningkatkan proses-proses dalam dirinya selama belajar, dan (c) environmental selfreaction dimana siswa meningkatkan lingkungan-lingkungannya. 3. Faktor lingkungan (Environmental influences) Para ahli teori sosial kognitif telah banyak memberikan perhatian pada pengaruh pengalaman sosial dan pengalaman enactive (langsung). Dalam Zimmerman (1989) diungkapkan bahwa dua jenis lingkungan yang mempengaruhi selfregulated learning adalah pengalaman sosial dan struktur dari lingkungan belajar. Salah satu bagian dari pengalaman sosial yang berpengaruh dalam selfregulated learning adalah belajar melalui pengamatan secara langsung terhadap perilakunya sendiri dan hasil yang diperoleh dari perilaku tersebut. Bandura (1986, dalam Zimmerman, 1989) mengungkapkan akan pentingnya pengalaman enactive (langsung) dalam memberikan umpan balik mengenai kemampuan diri sendiri sekaligus pengetahuan deklaratif dan pengetahuan selfregulative pada siswa. Perasaan mampu untuk mempelajari sesuatu ini diasumsikan memotivasi pemilihan dari penerapan strategi selanjutnya. Bagian lain dari pengalaman sosial ini adalah modeling. Modelling merupakan sebuah proses dimana observer menampilkan pemikiran, keyakinan, strategi, dan aksi setelah hal tersebut dilakukan oleh satu orang atau lebih model (Schunk, 1987 dalam Schunk, 1998, dalam Zaenah, 2007).

36 25 Model merupakan sumber untuk menampilkan keterampilan dalam selfregulatory. Yang dapat ditiru dari model diantaranya adalah dalam merencanakan dan mengelola waktu secara efektif, menampilkan dan menetapkan, mengelola dan mengkodekan informasi secara strategis, membangun lingkungan kerja/belajar yang produktif, dan menggunakan sumber-sumber sosial. Modelling dari strategi-strategi self-regulated learning yang efektif dapat meningkatkan selfefficacy siswa, baik bagi siswa yang merasa kurang memiliki kemampuan maupun siswa yang yakin akan kemampuannya (Zimmerman, 1989) Peran self-regulated learning dalam belajar Self-regulated learning memiliki peran yang penting dalam menunjang keberhasilan studi siswa. Peran self-regulated learning dapat dilihat dari batasanbatasan sebagai berikut ini. Zimmerman (1989) mendefiniskan self-regulated learning sebagai derajat metakognitif, motivasional, dan perilaku individu di dalam proses belajar yang dijalani untuk mencapai tujuan belajar. Sedangkan Winne dan Wolters (dalam Nugroho, 2003) mengatakan bahwa self-regulated learning adalah kemampuan seseorang untuk mengelola secara efektif pengalaman belajarnya sendiri di dalam berbagai cara sehingga mencapai hasil belajar yang optimal. Sementara itu Frank dan Robert (1988, dalam Nugroho, 2003) mengatakan bahwa self-regulation merupakan kemampuan diri untuk memonitor pemahamannya, untuk memutuskan kapan ia siap diuji, untuk memilih startegi pemrosesan informasi yang adekuat

37 26 dan sejenisnya. Dikatakan pula bahwa self-regulated learning mencakup tiga tahap kegiatan yakni sebelum, selama, dan sesudah melaksanakan tugas belajar. Dari batasan-batasan yang diberikan diatas jelaslah terlihat bagaimana peran self-regulated learning dalam pencapaian tujuan belajar. Dengan melakukan selfregulated learning serta strategi-strategi self-regulated learning, siswa akan mampu mengoptimalkan kemampuannya dengan mengefektifkan pengalaman belajarnya. Markus & Wurf (1989, dalam Nugroho, 2003) mendeskripsikan bahwa dalam pandangan umum yang dapat diterima, self-regulated learning selalu mengarah pada beberapa tujuan. Dalam hal ini Markus & Wurf (1989) mencatat beberapa tahapan kerja pencapaian tujuan yang berlangsung dalam konteks self-regulated learning sebagai berikut: Tahap pertama yakni pemilihan atau penentuan tujuan belajar yang mana ditentukan oleh 1) Harapan tentang self-competencies dan luaran yang didapat dari pelaksanaan tugas, 2) Faktor-faktor afektif seperti kebutuhankebutuhan, motivasi dan nilai-nilai, 3) Keinginan dalam self-conception sebagai yang digambarkan dalam tujuan umum kehidupan yang telah dirumuskan sesuai selera pribadinya ke dalam tujuan-tujuan sementara dan perilaku-perilakunya. Tahap kedua dalam self-regulated learning yaitu berupa membuat perencanaan, dan memilih strategi pencapaian tujuan.

38 27 Tahap pelaksanaan dan evaluasi yang berisi self-monitoring, selfevaluation processes untuk membantu memelihara atau mempertahankan perhatian, membandingkan tujuan-tujuan yang aktual dengan tujuan-tujuan yang diharapkan dan berupaya untuk mengurangi adanya kesenjangan penampilan bagi keberhasilan individu dalam belajar, memecahkan masalah dan melakukan transfer of learning serta keberhasilan akademik secara umum (Winne, 1997, dalam Nugroho, 2003). Konsep tentang self-regulated learning telah merubah perspektif fokus analisis keberhasilan belajar dari kemampuan belajar siswa atau potensi belajar siswa dan lingkungan belajar di sekolah atau di rumah sebagai sesuatu yang fixed, kini digantikan oleh kesanggupan siswa secara personal untuk merancang sendiri strategi belajar dalam upaya meningkatkan pencapaian hasil belajar dan kesanggupannya untuk mengelola lingkungan yang kondusif untuk belajar (Zimmerman, 1989). Konsep self-regulated learning membalikkan semua paradigma lama yang menempatkan potensi belajar siswa dan lingkungan sebagai sesuatu yang fixed serta berperan sebagai determinan faktor dalam menentukan keberhasilan siswa dalam belajar. Sebab, self-regulated learning berasumsi bahwa a) Siswa secara personal dapat meningkatkan kemampuannya untuk belajar melalui penggunaan metakognitif strategi dan motivasional strategi yang selektif, b) Siswa secara proaktif dapat memilih struktur, dan mengkreasi lingkungan belajar yang menguntungkan untuk mencapai tujuan belajar, c) Siswa dapat memainkan peran

39 28 yang signifikan dalam memilih bentuk dan aktivitas belajar sesuai dengan kebutuhannya. Teori self-regulated learning berusaha menjelaskan dan mendeskripsikan bagaimana siswa-siswa tertentu akan tetap dapat belajar dan berprestasi meskipun memiliki keterbatasan dalam mental ability, latar belakang lingkungan sosial, atau kualitas sekolah. Teori self-regulated learning juga memberikan penjelasan dan deskripsi tentang mengapa kadang ada siswa yang mengalami kegagalan dalam studi meskipun mereka memiliki keunggulan dalam mental ability, latar belakang lingkungan sosial, dan kualitas sekolah yang baik. Dari penjelasan di atas dapat dilihat bagaimana peran self-regulated learning dalam belajar. Self-regulated learning merupakan cara siswa meningkatkan keberhasilan belajar dengan melakukan serangkaian strategi yang menuntut siswa proaktif selama mencapai kemahiran atau keberhasilan yang ditetapkan. Strategi yang dijalankan meliputi pengaturan terhadap diri sendiri, perilaku, dan lingkungan dimana siswa itu berada. 2.2 Persepsi Tentang Iklim Kelas Definisi persepsi Chaplin (2002) menyebutkan bahwa persepsi adalah proses mengetahui atau mengenali objek dan kejadian objektif dengan bantuan indera. Hal ini selaras dengan Matlin (2002) yang menyatakan bahwa persepsi merupakan penggunaan pengetahuan yang telah dimiliki untuk mengolah dan menginterpretasikan

REGULASI DIRI DALAM BELAJAR PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 83 JAKARTA UTARA

REGULASI DIRI DALAM BELAJAR PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 83 JAKARTA UTARA 70 Regulasi Diri Dalam Belajar Pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 83 Jakarta Utara REGULASI DIRI DALAM BELAJAR PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 83 JAKARTA UTARA Nurhasanah 1 Moch. Dimyati, M.Pd 2 Dra. Meithy

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. self-regulated learning dapat dikatakan berlangsung bila peserta didik secara

BAB II LANDASAN TEORI. self-regulated learning dapat dikatakan berlangsung bila peserta didik secara BAB II LANDASAN TEORI A. SELF REGULATED LEARNING 1. Pengertian Self-Regulated Learning Zimmerman (dalam Schunk & Zimmerman, 1998) mengatakan bahwa self-regulated learning dapat dikatakan berlangsung bila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Menurut Syah (2006), belajar adalah tahapan perubahan seluruh

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Menurut Syah (2006), belajar adalah tahapan perubahan seluruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekolah merupakan lingkungan pendidikan formal yang memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya bagi suatu bangsa. Dikatakan formal karena di sekolah terlaksana

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. perilaku, memainkan peran penting dalam proses pembelajaran. Salah satu proses

BAB II LANDASAN TEORI. perilaku, memainkan peran penting dalam proses pembelajaran. Salah satu proses BAB II LANDASAN TEORI A. Self Regulated Learning 1. Definisi self regulated learning Teori sosial kognitif menyatakan bahwa faktor sosial, kognitif serta faktor perilaku, memainkan peran penting dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Konsep self-efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Self-efficacy

BAB II LANDASAN TEORI. Konsep self-efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Self-efficacy BAB II LANDASAN TEORI A. SELF-EFFICACY 1. Pengertian Self-efficacy Self-efficacy merupakan salah satu kemampuan pengaturan diri individu. Konsep self-efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Self-efficacy

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan bidang kehidupan, termasuk di dalamnya bidang pekerjaan. Tidak terkecuali

BAB I PENDAHULUAN. dan bidang kehidupan, termasuk di dalamnya bidang pekerjaan. Tidak terkecuali BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa sekarang adalah masa yang penuh dengan persaingan diberbagai aspek dan bidang kehidupan, termasuk di dalamnya bidang pekerjaan. Tidak terkecuali negara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Teoritis 1. Self-Efficacy a. Pengertian Self-Efficacy Self-efficacy menurut Bandura (1997) adalah keyakinan individu mengenai kemampuan dirinya dalam melakukan tugas atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Self-regulated learning adalah sebuah konsep mengenai bagaimana

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Self-regulated learning adalah sebuah konsep mengenai bagaimana BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Self-Regulated Learning 1. Pengertian Self-Regulated Learning Self-regulated learning adalah sebuah konsep mengenai bagaimana seseorang peserta didik menjadi regulator atau pengatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan dan sepanjang hidup serta segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan dan sepanjang hidup serta segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu proses penting yang harus didapatkan dalam hidup setiap individu, yang terdiri dari segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN SELF- REGULATED LEARNING PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI USU TIS A MUHARRANI

HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN SELF- REGULATED LEARNING PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI USU TIS A MUHARRANI HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN SELF- REGULATED LEARNING PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI USU Oleh TIS A MUHARRANI 061301015 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA GENAP, 2011/2012 LEMBAR

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Zimmerman & Martinez Pons, (1990) menyatakan bahwa self regulated

BAB II LANDASAN TEORI. Zimmerman & Martinez Pons, (1990) menyatakan bahwa self regulated BAB II LANDASAN TEORI A. Self regulated Learning 1. Defenisi self regulated learning Zimmerman & Martinez Pons, (1990) menyatakan bahwa self regulated learning merupakan konsep bagaimana seorang peserta

Lebih terperinci

PENGARUH PERSEPSI IKLIM KELAS TERHADAP PENGGUNAAN STRATEGI SELF-REGULATED LEARNING SISWA KELAS X DAN XI UNGGULANPADA SMA NEGERI 3 MEDAN SKRIPSI

PENGARUH PERSEPSI IKLIM KELAS TERHADAP PENGGUNAAN STRATEGI SELF-REGULATED LEARNING SISWA KELAS X DAN XI UNGGULANPADA SMA NEGERI 3 MEDAN SKRIPSI PENGARUH PERSEPSI IKLIM KELAS TERHADAP PENGGUNAAN STRATEGI SELF-REGULATED LEARNING SISWA KELAS X DAN XI UNGGULANPADA SMA NEGERI 3 MEDAN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Lebih terperinci

Educational Psychology Journal

Educational Psychology Journal EPJ 2 (1) (2013) Educational Psychology Journal http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/epj SELF REGULATED LEARNING DITINJAU DARI GOAL ORIENTATION Anggi Puspitasari, Edy Purwanto, Dyah Indah Noviyani

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KOMUNIKASI INTERPERSONAL GURU-SISWA DENGAN SELF-REGULATED LEARNING PADA SISWA SMAN 9 SEMARANG

HUBUNGAN ANTARA KOMUNIKASI INTERPERSONAL GURU-SISWA DENGAN SELF-REGULATED LEARNING PADA SISWA SMAN 9 SEMARANG HUBUNGAN ANTARA KOMUNIKASI INTERPERSONAL GURU-SISWA DENGAN SELF-REGULATED LEARNING PADA SISWA SMAN 9 SEMARANG Lucky Rianatha 1, Dian Ratna Sawitri 2 1,2 Fakultas Psikologi,Universitas Diponegoro Jl. Prof.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempersiapkan dirinya salah satunya untuk suatu keahlian tingkat sarjana.

BAB I PENDAHULUAN. mempersiapkan dirinya salah satunya untuk suatu keahlian tingkat sarjana. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah individu yang belajar di perguruan tinggi, baik di Universitas, Institute atau Akademi. Sukadji (2001) mengemukakan bahwa mahasiswa adalah sebagian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Self-Regulated Learning Zimmerman dalam Ahmadi mendefinisikan self-regulated learning sebagai suatu proses dimana seorang siswa mengaktifkan dan mendorong kognisi (cognition),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan tingkat kehidupan masyarakat yang lebih baik. Tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan tingkat kehidupan masyarakat yang lebih baik. Tidak dapat BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Sumber daya manusia yang berkualitas sangat penting artinya untuk mewujudkan tingkat kehidupan masyarakat yang lebih baik. Tidak dapat dipungkiri bahwa kemajuan

Lebih terperinci

Hubungan antara Self Regulated Learning Dengan Kemampuan Memecahkan Masalah Pada Pembelajaran Matematika Pada Siswa SMUN 53 Di Jakarta Timur.

Hubungan antara Self Regulated Learning Dengan Kemampuan Memecahkan Masalah Pada Pembelajaran Matematika Pada Siswa SMUN 53 Di Jakarta Timur. Hubungan antara Self Regulated Learning Dengan Kemampuan Memecahkan Masalah Pada Pembelajaran Matematika Pada Siswa SMUN 53 Di Jakarta Timur. Amelia Elvina Dr. Awaluddin Tjalla Fakultas Psikologi Universiyas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut pendapat Ryff (Widyati Ama & Utami, 2012) psychological well

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut pendapat Ryff (Widyati Ama & Utami, 2012) psychological well BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Psychological Well Being 2.1.1 Pengertian Psychological Well Being Menurut pendapat Ryff (Widyati Ama & Utami, 2012) psychological well being merupakan istilah yang digunakan

Lebih terperinci

PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK DITINJAU DARI BELAJAR BERDASAR REGULASI DIRI (SELF REGULATED LEARNING) BAB I PENDAHULUAN

PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK DITINJAU DARI BELAJAR BERDASAR REGULASI DIRI (SELF REGULATED LEARNING) BAB I PENDAHULUAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK DITINJAU DARI BELAJAR BERDASAR REGULASI DIRI (SELF REGULATED LEARNING) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prestasi belajar sudah sejak lama menjadi

Lebih terperinci

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013 HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KEPUASAN SISWA DENGAN PRESTASI BELAJAR AKUNTANSI (Studi Kasus Pada Siswa Kelas XII Jurusan IPS SMA N 1 Ngemplak Tahun Ajaran 2011/2012) SKRIPSI Oleh : Puji Wahono K7408252 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar 17 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar dapat menyesuaikan diri sebaik mungkin terhadap lingkungannya dan dengan demikian akan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. mengontrol diri sendiri. Self regulation merupakan penggunaan suatu proses yang

BAB II LANDASAN TEORI. mengontrol diri sendiri. Self regulation merupakan penggunaan suatu proses yang BAB II LANDASAN TEORI A. SELF REGULATED LEARNING 1. Pengertian Self Regulation Menurut Schunk (dalam Susanto 2006), regulasi adalah kemampuan untuk mengontrol diri sendiri. Self regulation merupakan penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang, baik di bidang ekonomi, politik, hukum dan tata kehidupan dalam

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang, baik di bidang ekonomi, politik, hukum dan tata kehidupan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia menjadi bangsa yang kian berkembang adalah harapan seluruh rakyat Indonesia. Masyarakat Indonesia mengharapkan adanya pembaharuan di segala bidang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komponen penting yang harus diperhatikan dalam proses pendidikan adalah peserta didik, sarana dan prasarana, lingkungan pendidikan, dan kurikulum sebagai materi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. emosional dengan adanya ciri-ciri seperti keterangsangan fisiologis, perasaan

BAB II LANDASAN TEORI. emosional dengan adanya ciri-ciri seperti keterangsangan fisiologis, perasaan BAB II LANDASAN TEORI A. KECEMASAN AKADEMIS 1. Pengertian Kecemasan Akademis Nevid (2005) menjelaskan bahwa kecemasan sebagai salah satu keadaan emosional dengan adanya ciri-ciri seperti keterangsangan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Santrock (Komalasari, 2005) mengatakan self regulatory learning

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Santrock (Komalasari, 2005) mengatakan self regulatory learning 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Self Regulated Learning 1. Pengertian Santrock (Komalasari, 2005) mengatakan self regulatory learning menyangkut self generation dan self monitoring pada pemikiran, perasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dengan kecepatan yang sangat tinggi, sehingga dengan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dengan kecepatan yang sangat tinggi, sehingga dengan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkembangan teknologi informasi beberapa tahun belakangan ini berkembang dengan kecepatan yang sangat tinggi, sehingga dengan perkembangan ini telah mengubah paradigma

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Self Regulated Learning 1. Pengertian Self Regulated Learning Zimmerman berpendapat bahwa self regulation berkaitan dengan pembangkitan diri baik pikiran, perasaan serta tindakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyelesaikan seluruh mata kuliah yang diwajibkan dan tugas akhir yang biasa

BAB I PENDAHULUAN. menyelesaikan seluruh mata kuliah yang diwajibkan dan tugas akhir yang biasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang yang memutuskan untuk melanjutkan sekolahnya sebagai mahasiswa di salah satu universitas pasti memiliki tujuan yang sama yaitu mendapatkan gelar

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PEMANFAATAN MEDIA VIDEO DAN MOTIVASI

HUBUNGAN ANTARA PEMANFAATAN MEDIA VIDEO DAN MOTIVASI HUBUNGAN ANTARA PEMANFAATAN MEDIA VIDEO DAN MOTIVASI BELAJAR DENGAN PRESTASI BELAJAR SOSIOLOGI SISWA KELAS X ILMU PENGETAHUAN SOSIAL SMA NEGERI 6 SURAKARTA SKRIPSI Oleh: LIA MAWARNI K8412040 FAKULTAS KEGURUAN

Lebih terperinci

PENGARUH PERSEPSI IKLIM KELAS TERHADAP STUDENT ENGAGEMENT PADA MAHASISWA USU SKRIPSI BYUTI RIDHA ANDINI

PENGARUH PERSEPSI IKLIM KELAS TERHADAP STUDENT ENGAGEMENT PADA MAHASISWA USU SKRIPSI BYUTI RIDHA ANDINI PENGARUH PERSEPSI IKLIM KELAS TERHADAP STUDENT ENGAGEMENT PADA MAHASISWA USU SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi Oleh BYUTI RIDHA ANDINI 121301001 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang semakin meningkat. Individu dituntut untuk semakin maju agar dapat mengikuti persaingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlu dikembangkan sepanjang hidupnya. Dalam menjalani proses belajar setiap

BAB I PENDAHULUAN. perlu dikembangkan sepanjang hidupnya. Dalam menjalani proses belajar setiap 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap individu terlahir dengan memiliki kemampuan untuk belajar yang perlu dikembangkan sepanjang hidupnya. Dalam menjalani proses belajar setiap individu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Menengah Pertama individu diberikan pengetahuan secara umum, sedangkan pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Menengah Pertama individu diberikan pengetahuan secara umum, sedangkan pada 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada umumnya seorang individu, memasuki dunia pendidikan atau masa sekolah formal semenjak masa Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya

BAB I PENDAHULUAN. seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan, menurut Kamus Bahasa Indonesia, proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai sektor kehidupan semakin pesat, sebagai dampak dari faktor kemajuan di bidang teknologi

Lebih terperinci

: CANDRA WRI WANDANA K

: CANDRA WRI WANDANA K HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DAN KONSEP DIRI SISWA DENGAN PRESTASI BELAJAR KIMIA PADA POKOK BAHASAN ASAM BASA DAN GARAM KELAS VII SEMESTER GASAL SMP NEGERI 1 TASIKMADU TAHUN AJARAN 2009/2010 Skripsi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ACADEMIC SELF CONCEPT DENGAN TASK COMMITMENT PADA SISWA SMA PROGRAM AKSELERASI DI MEDAN

HUBUNGAN ACADEMIC SELF CONCEPT DENGAN TASK COMMITMENT PADA SISWA SMA PROGRAM AKSELERASI DI MEDAN HUBUNGAN ACADEMIC SELF CONCEPT DENGAN TASK COMMITMENT PADA SISWA SMA PROGRAM AKSELERASI DI MEDAN SKRIPSI Ditujukan untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi Oleh: CINTHYA MERDEKAWATY 101301111

Lebih terperinci

EFIKASI DIRI, DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DAN SELF REGULATED LEARNING PADA SISWA KELAS VIII. Abstract

EFIKASI DIRI, DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DAN SELF REGULATED LEARNING PADA SISWA KELAS VIII. Abstract EFIKASI DIRI, DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DAN SELF REGULATED LEARNING PADA SISWA KELAS VIII Nobelina Adicondro & Alfi Purnamasari Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan Jalan Kapas No. 9 Yogyakarta alfi_purnamasari@yahoo.com.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan dirinya sehingga mampu menghadapi setiap perubahan yang terjadi.

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan dirinya sehingga mampu menghadapi setiap perubahan yang terjadi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini pendidikan memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Pada dasarnya, pendidikan merupakan suatu proses yang membantu manusia dalam mengembangkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi adalah jenjang pendidikan yang merupakan lanjutan dari pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk mempersiapkan peserta

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuasi eksperimen, di mana subjek tidak dikelompokan secara acak tetapi menerima keadaan

Lebih terperinci

PENGARUH PERSEPSI PENGGUNAAN MEDIA AUDIO-VISUAL

PENGARUH PERSEPSI PENGGUNAAN MEDIA AUDIO-VISUAL PENGARUH PERSEPSI PENGGUNAAN MEDIA AUDIO-VISUAL DAN METODE PROBLEM SOLVING TERHADAP PRESTASI BELAJAR SEJARAH SISWA KELAS XI IPS SMA NEGERI GONDANGREJO TAHUN AJARAN 2012/2013 SKRIPSI OLEH : AMY TRISNA RAHMAWATI

Lebih terperinci

BAB 2 Kajian Teori A. Self Regulated Learning 1. Pengertian Self Regulated Learning

BAB 2 Kajian Teori A. Self Regulated Learning 1. Pengertian Self Regulated Learning BAB 2 Kajian Teori A Self Regulated Learning 1 Pengertian Self Regulated Learning Zimmerman dan Martinez-Pons mendefinisikan self regulated learning sebagai tingkatan dimana partisipan secara aktif melibatkan

Lebih terperinci

BAB III METODE DAN DESAIN PENELITIAN. B. Desain Penelitian Desain penelitian dapat dilihat pada bagan di bawah ini :

BAB III METODE DAN DESAIN PENELITIAN. B. Desain Penelitian Desain penelitian dapat dilihat pada bagan di bawah ini : BAB III METODE DAN DESAIN PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas XI IPA SMA Pasundan 7 Bandung Semester genap Tahun Ajaran 2016/2017. Menggunakan metode kualitatif deskriptif

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI PERHATIAN ORANG TUA DAN KEDISIPLINAN BELAJAR DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS X IPS SMA NEGERI 2 MAGELANG

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI PERHATIAN ORANG TUA DAN KEDISIPLINAN BELAJAR DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS X IPS SMA NEGERI 2 MAGELANG HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI PERHATIAN ORANG TUA DAN KEDISIPLINAN BELAJAR DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS X IPS SMA NEGERI 2 MAGELANG TAHUN PELAJARAN2014/2015 SKRIPSI Oleh : RENNISA ANGGRAENI K8411061

Lebih terperinci

SKRIPSI Oleh : K

SKRIPSI Oleh : K digilib.uns.ac.id KETERKAITAN EQ ( Emotional Quotient ), POLA BELAJAR DAN LINGKUNGAN BELAJAR DENGAN PRESTASI BELAJAR KIMIA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON ELEKTROLIT SISWA KELAS X SEMESTER GENAP SMAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan suatu metode yang bertujuan membuat deskriptif gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu dalam hidupnya tidak terlepas dari proses belajar. Individu

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu dalam hidupnya tidak terlepas dari proses belajar. Individu 1 BAB I PENDAHULUAN I. 1 LATAR BELAKANG MASALAH Setiap individu dalam hidupnya tidak terlepas dari proses belajar. Individu selalu belajar untuk memperoleh berbagai keterampilan dan kemampuan agar dapat

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA MINAT BELAJAR DAN PERSEPSI CARA MENGAJAR GURU TERHADAP HASIL KOGNITIF BELAJAR FISIKA SISWA SMA

HUBUNGAN ANTARA MINAT BELAJAR DAN PERSEPSI CARA MENGAJAR GURU TERHADAP HASIL KOGNITIF BELAJAR FISIKA SISWA SMA HUBUNGAN ANTARA MINAT BELAJAR DAN PERSEPSI CARA MENGAJAR GURU TERHADAP HASIL KOGNITIF BELAJAR FISIKA SISWA SMA Skripsi Oleh : Muhammad Irfan Jaya K 2308103 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus bangsa diharapkan dapat meneruskan pembangunan di Indonesia. Upaya yang dapat dilakukan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. mengenai bagaimana individu menjadi regulator atau pengatur bagi dirinya sendiri.

BAB 2 LANDASAN TEORI. mengenai bagaimana individu menjadi regulator atau pengatur bagi dirinya sendiri. BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Self Regulated Learning 2.1.1. Definisi Self Regulated Learning Menurut Zimmerman (1988), Self regulated learning adalah sebuah konsep mengenai bagaimana individu menjadi regulator

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : Daisy Oktavia Tegarawan

SKRIPSI. Oleh : Daisy Oktavia Tegarawan HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI KEADILAN KOMPENSASI DENGAN KEPUASAN KERJA GURU HONORER SEKOLAH DASAR NEGERI DI KELURAHAN BABELAN KOTA DAN KEBALEN WILAYAH UPTD PENDIDIKAN KECAMATAN BABELAN SKRIPSI Oleh : Daisy

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA IKLIM ORGANISASI DENGAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PADA KARYAWAN SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi persyaratan. Ujian Sarjana Psikologi

HUBUNGAN ANTARA IKLIM ORGANISASI DENGAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PADA KARYAWAN SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi persyaratan. Ujian Sarjana Psikologi HUBUNGAN ANTARA IKLIM ORGANISASI DENGAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PADA KARYAWAN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi OLEH FITRI DIAN ADLINA 101301091 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mensosialisasikannya sejak Juli 2005 (www.dbeusaid.org/publications/index.cfm?fuseaction=throwpub&id..).

BAB I PENDAHULUAN. mensosialisasikannya sejak Juli 2005 (www.dbeusaid.org/publications/index.cfm?fuseaction=throwpub&id..). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus bangsa diharapkan dapat meneruskan pembangunan di Indonesia. Upaya yang dilakukan pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada tahun-tahun terakhir terjadi perubahan yang semakin pesat dalam berbagai sektor kehidupan. Perubahan tersebut terjadi sebagai dampak dari kemajuan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi. dan negara. Contoh peran pendidikan yang nyata bagi perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi. dan negara. Contoh peran pendidikan yang nyata bagi perkembangan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Contoh peran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan untuk menghafal, dan bukan untuk berpikir secara kreatif, seperti

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan untuk menghafal, dan bukan untuk berpikir secara kreatif, seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pendidikan merupakan sarana utama untuk mempersiapkan diri dengan keterampilan dan pengetahuan dasar. Sekolah merupakan sarana yang diharapkan mampu menolong individu

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI BELAJAR DAN SARANA

HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI BELAJAR DAN SARANA HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI BELAJAR DAN SARANA PENDIDIKAN DENGAN PRESTASI BELAJAR SOSIOLOGI SISWA KELAS X IPS SMA NEGERI 1 TERAS TAHUN PELAJARAN 2015/2016 SKRIPSI Oleh: Muhammad Fauzan K8412052 FAKULTAS KEGURUAN

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

PROGRAM STUDI MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN SKRIPSI Pengaruh Kemandirian Pribadi Terhadap Kemauan Memulai Usaha Kecil (Studi Kasus Pada Mahasiswa Program Studi Manajemen Ekstensi Fakultas Ekonomi ) OLEH Risa Yunita 090521086 PROGRAM STUDI MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu terlahir dengan memiliki kapasitas untuk belajar yang

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu terlahir dengan memiliki kapasitas untuk belajar yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap individu terlahir dengan memiliki kapasitas untuk belajar yang perlu dikembangkan sepanjang hidupnya. Seiring dengan berjalannya waktu, setiap individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi yang ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi yang ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Era globalisasi yang ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang semakin pesat dewasa ini menuntut masyarakat untuk menyikapinya

Lebih terperinci

PENGARUH SELF-REGULATED LEARNING TERHADAP PRESTASI AKADEMIK MAHASISWA YANG AKTIF BERORGANISASI DI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PENGARUH SELF-REGULATED LEARNING TERHADAP PRESTASI AKADEMIK MAHASISWA YANG AKTIF BERORGANISASI DI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PENGARUH SELF-REGULATED LEARNING TERHADAP PRESTASI AKADEMIK MAHASISWA YANG AKTIF BERORGANISASI DI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan ujian Sarjana Psikologi oleh : CHIKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak menuju masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa. Pada masa transisi ini, remaja mengalami perubahan dalam aspek fisik, mental, spiritual,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lia Liana Iskandar, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lia Liana Iskandar, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan usaha sadar, terencana untuk mewujudkan proses belajar dan hasil belajar yang optimal sesuai dengan karekteristik peserta didik. Dalam proses pendidikan,

Lebih terperinci

PENGARUH PERSEPSI IKLIM SEKOLAH TERHADAP STUDENT ENGAGEMENT PADA SISWA SMA SULTAN ISKANDAR MUDA MEDAN SKRIPSI MUHAMMAD ANGGY FAJAR PURBA

PENGARUH PERSEPSI IKLIM SEKOLAH TERHADAP STUDENT ENGAGEMENT PADA SISWA SMA SULTAN ISKANDAR MUDA MEDAN SKRIPSI MUHAMMAD ANGGY FAJAR PURBA PENGARUH PERSEPSI IKLIM SEKOLAH TERHADAP STUDENT ENGAGEMENT PADA SISWA SMA SULTAN ISKANDAR MUDA MEDAN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi Oleh: MUHAMMAD ANGGY FAJAR PURBA

Lebih terperinci

BIOSFER: JURNAL PENDIDIKAN BIOLOGI (BIOSFERJPB) 2016, Volume 9 No 2, ISSN:

BIOSFER: JURNAL PENDIDIKAN BIOLOGI (BIOSFERJPB) 2016, Volume 9 No 2, ISSN: BIOSFER: JURNAL PENDIDIKAN BIOLOGI (BIOSFERJPB) 2016, Volume 9 No 2, 23-28 ISSN: 0853-2451 STUDI KOMPARATIF HASIL BELAJAR BIOLOGI DIDASARKAN PADA PERSEPSI SISWA TERHADAP IKLIM KELAS (CLASSROOM ENVIRONMENT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa mengalami masa peralihan dari remaja akhir ke masa dewasa awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih dituntut suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang

BAB I PENDAHULUAN. Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang dialami Indonesia pada saat ini menyebabkan keterpurukan dunia usaha di Indonesia.

Lebih terperinci

HASIL BELAJAR KOGNITIF BIOLOGI DIPREDIKSI DARI EMOTIONAL QUOTIENT

HASIL BELAJAR KOGNITIF BIOLOGI DIPREDIKSI DARI EMOTIONAL QUOTIENT HASIL BELAJAR KOGNITIF BIOLOGI DIPREDIKSI DARI EMOTIONAL QUOTIENT (EQ) DAN KESIAPAN BELAJAR SISWA KELAS X SMA NEGERI 7 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2011/2012 SKRIPSI Oleh : RESTY HERMITA NIM K4308111 FAKULTAS

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA STATUS SOSIAL EKONOMI ORANG TUA DAN

HUBUNGAN ANTARA STATUS SOSIAL EKONOMI ORANG TUA DAN HUBUNGAN ANTARA STATUS SOSIAL EKONOMI ORANG TUA DAN MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS XI IPS SMA NEGERI 6 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2013/2014 SKRIPSI Oleh : CYNTHIA DEWI SUDARNO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, keadaan dunia pendidikan di Indonesia mengalami. perkembangan. Salah satu perkembangan terbaru yang terjadi adalah

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, keadaan dunia pendidikan di Indonesia mengalami. perkembangan. Salah satu perkembangan terbaru yang terjadi adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, keadaan dunia pendidikan di Indonesia mengalami perkembangan. Salah satu perkembangan terbaru yang terjadi adalah ditetapkannya standar kurikulum

Lebih terperinci

PENGARUH KETERSEDIAAN KOLEKSI PERPUSTAKAAN TERHADAP MINAT BACA SISWA KELAS X DI SMA NEGERI 1 MAGELANG TAHUN AJARAN 2014/2015

PENGARUH KETERSEDIAAN KOLEKSI PERPUSTAKAAN TERHADAP MINAT BACA SISWA KELAS X DI SMA NEGERI 1 MAGELANG TAHUN AJARAN 2014/2015 PENGARUH KETERSEDIAAN KOLEKSI PERPUSTAKAAN TERHADAP MINAT BACA SISWA KELAS X DI SMA NEGERI 1 MAGELANG TAHUN AJARAN 2014/2015 SKRIPSI Oleh: TYAS SETIANI K7407149 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh pengetahuan atau menambah wawasan. Penyelenggaraan. melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh pengetahuan atau menambah wawasan. Penyelenggaraan. melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu kebutuhan dalam kehidupan manusia untuk memperoleh pengetahuan atau menambah wawasan. Penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Self-efficacy mengarah pada keyakinan seseorang terhadap kemampuannya dalam

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Self-efficacy mengarah pada keyakinan seseorang terhadap kemampuannya dalam BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Self Efficacy 2.1.1 Definisi self efficacy Self-efficacy mengarah pada keyakinan seseorang terhadap kemampuannya dalam mengatur dan melaksanakan serangkaian tindakan dalam mencapai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Efikasi Diri (self-efficacy) Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran penting. Faktor person (kognitif) yang ditekankan Bandura (dalam Santrock,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian self regulated learning. social dari bbandura. Menurut teori triadic kognisi social, manusia

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian self regulated learning. social dari bbandura. Menurut teori triadic kognisi social, manusia BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Self regulated learning 1. Pengertian self regulated learning Self regulated learning dalam istilah bahasa indonesia dapat disebut pengelolaan diri dalam belajar merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. masing-masing akan dijelaskan dalam sub bab berikut.

BAB III METODE PENELITIAN. masing-masing akan dijelaskan dalam sub bab berikut. 25 BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini menjelaskan tentang metodologi penelitian dalam penelitian ini, terdiri dari: pendekatan penelitian, variabel penelitian, definisi operasional variabel, subjek

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Menurut Azwar

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Menurut Azwar BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Menurut Azwar (2012) penelitian dengan pendekatan pendekatan kuantitatif menekankan analisisnya pada data-data numerikal yang

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh: NURYANTI K

SKRIPSI. Oleh: NURYANTI K HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI (SELF ESTEEM) DAN PERGAULAN TEMAN SEBAYA DENGAN HASIL BELAJAR SOSIOLOGI SISWA KELAS XI IPS DI SMA NEGERI 8 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2016/2017 SKRIPSI Oleh: NURYANTI K8413057

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Universitas adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan

Lebih terperinci

PENGARUH SELF-REGULATED LEARNING DAN ADVERSITY QUOTIENT TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA SMP TERBUKA

PENGARUH SELF-REGULATED LEARNING DAN ADVERSITY QUOTIENT TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA SMP TERBUKA PENGARUH SELF-REGULATED LEARNING DAN ADVERSITY QUOTIENT TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA SMP TERBUKA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Oleh: KIKI RIZKI AMALIA

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Berikut ini akan dipaparkan hasil pengolahan data dari penelitian

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Berikut ini akan dipaparkan hasil pengolahan data dari penelitian BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengolahan Data Berikut ini akan dipaparkan hasil pengolahan data dari penelitian mengenai hubungan antara cara mengajar guru dengan self-efficacy siswa pada pemerolehan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARAKREATIVITAS SISWA DAN KEMAMPUAN NUMERIKDENGAN KEMAMPUAN KOGNITIF FISIKA SISWA SMPKELAS VIII

HUBUNGAN ANTARAKREATIVITAS SISWA DAN KEMAMPUAN NUMERIKDENGAN KEMAMPUAN KOGNITIF FISIKA SISWA SMPKELAS VIII HUBUNGAN ANTARAKREATIVITAS SISWA DAN KEMAMPUAN NUMERIKDENGAN KEMAMPUAN KOGNITIF FISIKA SISWA SMPKELAS VIII Skripsi Oleh: Dwi Isworo K 2308082 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Lebih terperinci

TAHUN PELAJARAN 2013/2014. Tesis. Diajukan kepada. Pendidikan. Oleh: Siti Khuriyah NPM: PROGRAM PASCASARJANA

TAHUN PELAJARAN 2013/2014. Tesis. Diajukan kepada. Pendidikan. Oleh: Siti Khuriyah NPM: PROGRAM PASCASARJANA HUBUNGAN GAYA BELAJAR ASIMILASI DAN HARGA DIRI DENGAN PRESTASI BELAJAR KIMIA SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 PARAKAN TAHUN PELAJARAN 2013/2014 Tesis Diajukan kepada Program Pascasarjana Magister Manajemen Pendidikan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DAN KEPERCAYAAN DIRI DENGAN KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA PADA MATA PLAJARAN FISIKA KELAS X SMA NEGERI KEBAKKRAMAT

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DAN KEPERCAYAAN DIRI DENGAN KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA PADA MATA PLAJARAN FISIKA KELAS X SMA NEGERI KEBAKKRAMAT HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DAN KEPERCAYAAN DIRI DENGAN KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA PADA MATA PLAJARAN FISIKA KELAS X SMA NEGERI KEBAKKRAMAT Skripsi Oleh : May Shofiana Amalia K2308101 FAKULTAS KEGURUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini setiap orang berusaha untuk dapat bersekolah. Menurut W. S

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini setiap orang berusaha untuk dapat bersekolah. Menurut W. S BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini setiap orang berusaha untuk dapat bersekolah. Menurut W. S Winkel 1987 dalam bukunya yang berjudul Psikologi Pengajaran salah satu kemampuan pokok

Lebih terperinci

REGULASI BELAJAR PADA MAHASISWA PSIKOLOGI. Ermida Simanjuntak Fakultas Psikologi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya

REGULASI BELAJAR PADA MAHASISWA PSIKOLOGI. Ermida Simanjuntak Fakultas Psikologi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya REGULASI BELAJAR PADA MAHASISWA PSIKOLOGI Ermida Simanjuntak Fakultas Psikologi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya Abstraksi Penelitian ini adalah penelitian tentang regulasi belajar yang didasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menengah adalah pendidikan yang dijalankan setelah selesai

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menengah adalah pendidikan yang dijalankan setelah selesai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menengah adalah pendidikan yang dijalankan setelah selesai melalui jenjang pendidikan dasar (SMA, MTs, dan sederajatnya). Hal ini dicantumkan dalam

Lebih terperinci

HUBUNGAN SELF-EFFICACY, DAN MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN KECEMASAN MAHASISWA YANG SEDANG MENGERJAKAN SKRIPSI.

HUBUNGAN SELF-EFFICACY, DAN MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN KECEMASAN MAHASISWA YANG SEDANG MENGERJAKAN SKRIPSI. HUBUNGAN SELF-EFFICACY, DAN MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN KECEMASAN MAHASISWA YANG SEDANG MENGERJAKAN SKRIPSI. TESIS Disusun dan Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebutuhan dibentuk oleh lima kebutuhan konatif (conative needs), yang memiliki karakter

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebutuhan dibentuk oleh lima kebutuhan konatif (conative needs), yang memiliki karakter BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prestasi menjadi suatu hal yang sangat didambakan oleh banyak orang di era globalisasi saat ini. Ketika seseorang mampu mencapai prestasi yang baik maka akan memunculkan

Lebih terperinci

PENGARUH KEDISIPLINAN BELAJAR DAN PEMANFAATAN

PENGARUH KEDISIPLINAN BELAJAR DAN PEMANFAATAN PENGARUH KEDISIPLINAN BELAJAR DAN PEMANFAATAN FASILITAS BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR SOSIOLOGI SISWA KELAS XI IPS DI SMA BATIK 1 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2013/2014 Oleh : MARINA TRI HANDHANI K8409036

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas. Hal tersebut dapat terlihat dari Undang-Undang Sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas. Hal tersebut dapat terlihat dari Undang-Undang Sistem Pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan sangat berperan dalam membangun sumber daya manusia yang berkualitas. Hal tersebut dapat terlihat dari Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)

Lebih terperinci

Skripsi. Oleh: Gilang Ramadhan K

Skripsi. Oleh: Gilang Ramadhan K PEMBELAJARAN FISIKA GASING MENGGUNAKAN METODE DEMONSTRASI DAN DISKUSI PADA MATA PELAJARAN FISIKA SMA KELAS X MATERI GERAK LURUS DITINJAU DARI MINAT SISWA Skripsi Oleh: Gilang Ramadhan K 2310046 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 1. Prestasi Akademik 1.1.Pengertian Prestasi Akademik Menurut Chaplin (2006) prestasi adalah suatu tingkatan khusus dari kesuksesan karena mempelajari tugas-tugas, atau tingkat tertentu

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL ORANGTUA DENGAN KEMANDIRIAN BELAJAR PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS SKRIPSI ADE RIZA RAHMA RAMBE

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL ORANGTUA DENGAN KEMANDIRIAN BELAJAR PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS SKRIPSI ADE RIZA RAHMA RAMBE HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL ORANGTUA DENGAN KEMANDIRIAN BELAJAR PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi prasyaratan Ujian sarjana Psikologi Oleh ADE RIZA RAHMA RAMBE 051301136

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI BELAJAR DAN KEMANDIRIAN BELAJAR PADA MAHASISWA UNIVERSITAS MEDAN AREA ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI BELAJAR DAN KEMANDIRIAN BELAJAR PADA MAHASISWA UNIVERSITAS MEDAN AREA ABSTRAK Psikologia 2015, Vol. 10, No. 2, hal. 18-24 18 HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI BELAJAR DAN KEMANDIRIAN BELAJAR PADA MAHASISWA UNIVERSITAS MEDAN AREA Nefi Darmayanti, Mulia Siregar dan Puspa Ega Harahap UIN Sumatera

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas BAB II KAJIAN TEORI A. Self Efficacy 1. Pengertian Self Efficacy Sejarah self efficacy pertama kali diperkenalkan oleh Bandura dalam pembelajaran sosial, dimana self efficacy merupakan turunan dari teori

Lebih terperinci