BAB 2 KAJIAN PUS TAKA
|
|
- Johan Susanto
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB 2 KAJIAN PUS TAKA 2.1 Kecerdasan Buatan Definisi Kecerdasan Buatan Kecerdasan buatan dapat didefinisikan sebagai cabang dari ilmu komputer yang memusatkan perhatian pada otomatisasi dari karakteristik inteligensia (Luger, 1993). Kecerdasan buatan merupakan salah satu bagian ilmu komputer yang membuat agar mesin (komputer) dapat melakukan pekerjaan seperti dan sebaik yang dilakukan oleh manusia (Kusumadewi, 2003). Manusia pandai dalam menyelesaikan segala permasalahan karena manusia mempunyai pengetahuan dan pengalaman. Agar komputer dapat bertindak seperti dan sebaik manusia, maka komputer juga harus dibekali bekal pengetahuan dan mempunyai kemampuan untuk menalar. Dua bagian utama pada konsep kecerdasan buatan, yaitu: Basis Pengetahuan Berisi fakta, teori, pemikiran, dan hubungan suatu hal dengan hal lainnya. Mesin Inferensi Kemampuan menarik kesimpulan berdasarkan pengalaman. Gambar 2.1 Konsep kecerdasan buatan pada komputer 8
2 Ruang Lingkup Kecerdasan Buatan Makin pesatnya perkembangan teknologi menyebabkan adanya perkembangan dan perluasan lingkup yang membutuhkan peran kecerdasan buatan. Kecerdasan buatan tidak hanya dominan di bidang ilmu komputer (informatika), namun juga sudah digunakan di beberapa disiplin ilmu lain. Adanya irisan penggunaan kecerdasan buatan di berbagai disiplin ilmu menyebabkan sulitnya pengklasifikasian berdasarkan disiplin ilmu. Oleh karena itu, pengklasifikasian kecerdasan buatan dibuat berdasarkan keluaran yang dihasilkan. Ruang lingkup utama dalam kecerdasan buatan adalah: Sistem pakar Sistem pakar dapat menyelesaikan permasalahan yang biasa diselesaikan oleh seorang pakar (Rich, 1991, p547). Komputer digunakan sebagai sarana untuk menyimpan basis pengetahuan seorang pakar sehingga komputer dapat menyelesaikan permasalahan layaknya seorang pakar. Pengolahan bahasa alami Sebuah program yang mampu memahami bahasa manusia (Luger, 1993, p17). Komputer diberikan pengetahuan mengenai bahasa manusia sehingga pengguna dapat berkomunikasi dengan komputer dengan menggunakan bahasa sehari-hari. Perencanaan dan robotik Perencanaan adalah sebuah aspek yang penting dalam merancang sebuah sistem robot yang dapat menyelesaikan tugas-tugasnya dengan derajat fleksibilitas dan tanggung jawab terhadap dunia luar (Luger, 1993, p19).
3 10 Visi komputer Visi komputer dapat dideskripsikan sebagai sebuah deduksi otomatis dari struktur atau properti dari ruang dimensi tiga baik dari satu atau beberapa citra dua dimensi dari ruang lingkup dan pengenalan objek dengan bantuan properti ini. Tujuan dari visi komputer adalah untuk menarik kesimpulan mengenai lingkungan fisik dari citra yang ambigu atau yang memiliki derau (Kulkarni, 2001, p27). Permainan Konsep kecerdasan buatan dapat diterapkan pada beberapa permainan seperti catur dan dam. Permainan-permainan ini memiliki aturan main yang jelas sehingga mudah untuk dapat mengaplikasikan teknik pencarian heuristik (Luger, 1993, p14). Pencarian heuristik adalah metode pencarian yang dilakukan dengan menggunakan penalaran. Dengan pencarian heuristik, mesin dapat memunculkan beberapa kemungkinan yang dapat dilakukan dan mencari jalan yang terbaik atau mendekati hasil yang diinginkan. 2.2 Visi komputer Seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan di atas, visi komputer dapat dideskripsikan sebagai sebuah deduksi otomatis dari struktur atau properti dari ruang dimensi tiga baik dari satu atau beberapa citra dua dimensi dari ruang lingkup dan pengenalan objek dengan bantuan properti ini. Tujuan dari visi komputer adalah untuk menarik kesimpulan mengenai lingkungan fisik dari citra yang ambigu atau yang memiliki derau (Kulkarni, 2001, p27).
4 11 Salah satu pendekatan untuk mengimplementasikan sistem visi komputer adalah dengan berusaha meniru sistem visi manusia. Namun, permasalahan yang ada pada pendekatan ini adalah sistem visi manusia sangat kompleks dan sulit dimengerti. Sistem penglihatan manusia bersifat terputus-putus (tidak berhubungan) dan spekulatif (tidak menentu). Oleh karena itu, tidaklah mungkin untuk dapat meniru sistem visi manusia secara sempurna. Walaupun demikian, studi terhadap sistem biologis memberikan petunjuk untuk membangun sistem visi komputer. Gambar 2.2 Sistem visi komputer Tahap-tahap dalam sistem visi komputer secara umum digambarkan pada Gambar 2.2. Tiga tahap yang pertama adalah akuisisi citra, prapengolahan, dan ekstraksi fitur. Ketiga tahap ini disebut dengan tahap pemrosesan awal atau pemrosesan tingkat rendah karena berhubungan dengan pemrosesan citra pada retina. Sedangkan rekognisi (pengenalan) merupakan tahapan akhir atau pemrosesan tingkat tinggi karena berhubungan dengan penggunaan kognitif atas basis pengetahuan dan informasi-informasi pendukung lain yang berkaitan.
5 Citra Definisi Citra Citra adalah suatu fungsi intensitas warna dua dimensi f(x,y) di mana x dan y mewakili koordinat lokasi suatu titik dan nilai fungsi yang merupakan tingkat intensitas warna atau derajat keabuan pada titik tersebut (Schalkoff, 1989, p9). Citra adalah gambar pada bidang dua dimensi yang dihasilkan dari gambar analog dua dimensi yang kontinu menjadi gambar diskrit melalui proses digitasi. Citra mengandung informasi mengenai objek di dalamnya Pengolahan Citra Pengolahan citra merupakan bidang yang berhubungan dengan proses transformasi citra yang bertujuan untuk mendapatkan kualitas citra yang lebih baik (Fairhust, 1988). Dalam bidang komputer ada tiga bidang studi yang berkaitan dengan data citra, tetapi masing-masing memiliki tujuan yang berbeda, yaitu: Komputer grafis Bidang studi yang mempelajari cara pembuatan dan memanipulasi gambar dengan menggunakan objek-objek primitif, seperti titik, garis, kotak, dan sebagainya. Contoh data deskriptif adalah koordinat titik, panjang garis, jari-jari lingkaran, warna, dan sebagainya. Pengolahan citra Pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan komputer, menjadi citra yang kualitasnya lebih baik. Teknik-teknik pengolahan citra mentransformasikan citra menjadi citra lain.
6 13 Pengenalan pola Mengelompokkan data numerik dan simbolik (termasuk citra) secara otomatis yang dilakukan oleh komputer dengan tujuan untuk mengenali suatu objek di dalam citra dan hasil keluarannya berupa deskripsi objek. Secara umum operasi pengolahan citra dapat diklasifikasikan menjadi 5 jenis pemrosesan, yaitu: Perbaikan kualitas citra Jenis operasi ini bertujuan untuk memperbaiki kualitas citra dengan cara memanipulasi parameter-parameter pada citra. Dengan operasi ini ciri-ciri khusus yang terdapat pada citra lebih ditonjolkan. Yang termasuk dalam klasifikasi ini antara lain: 1. Perbaikan kontras 2. Perbaikan tepian objek 3. Penajaman 4. Pemberian warna semu 5. Pemfilteran derau Pemulihan citra Operasi ini bertujuan untuk menghilangkan atau meminimumkan kekurangan-kekurangan yang ada pada citra. Tujuan pemulihan citra hampir sama dengan perbaikan citra, yaitu untuk memperbaiki kualitas citra. Yang termasuk dalam klasifikasi ini antara lain: 1. Penghilangan kesamaran 2. Penghilangan derau
7 14 Pengkompresian citra Operasi ini bertujuan untuk memampatkan ukuran citra sehingga memori yang dibutuhkan untuk menyimpan citra lebih kecil, tetapi hasil citra yang telah dimampatkan tetap memiliki kualitas gambar yang bagus. Contohnya adalah metode JPEG. Segmentasi citra Operasi ini bertujuan untuk memecah atau membagi suatu citra ke dalam beberapa segmen dengan suatu kriteria tertentu. Jenis operasi ini erat kaitannya dengan pengenalan pola. Analisis citra Operasi ini bertujuan untuk menghitung besaran kuantitatif citra untuk menghasilkan deskripsinya. Teknik analisis citra mengekstrak ciri-ciri tertentu yang membantu dalam identifikasi objek. Proses segmentasi terkadang diperlukan untuk melokalisasi objek yang diinginkan dari sekelilingnya. Yang termasuk dalam klasifikasi ini antara lain: 1. Pendeteksian tepian 2. Ekstraksi batas 3. Representasi daerah Rekonstruksi citra Operasi ini bertujuan untuk membentuk ulang objek dari beberapa citra hasil proyeksi. Operasi rekonstruksi citra banyak digunakan dalam bidang medis. Contohnya adalah foto ronsen dengan sinar X.
8 Perangkat Analisis Dari segi etimologi, perangkat analisis berarti sebuah perangkat atau program aplikasi yang dikhususkan untuk tujuan menganalisis data masukan yang diterimanya menjadi data keluaran yang diharapkan. Perangkat analisis yang akan dibahas di sini adalah perangkat analisis yang mengolah citra. Agar dapat memperoleh hasil yang maksimal, tentu saja citra masukan yang akan dianalisis harus diolah terlebih dahulu agar proses analisis dapat dilakukan secara maksimal. Oleh karena itu, proses ini dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu prapengolahan, pengolahan, dan analisis Prapengolahan Tahap prapengolahan atau pemrosesan awal berkaitan dengan visi awal pemrosesan citra. Tujuan utama dari pemrosesan awal adalah untuk mengembangkan deskripsi bentuk dan permukaan pada citra yang diberikan (Kulkarni, 2001, p153). Tahap pemrosesan awal mengimplementasikan berbagai teknik dalam pengolahan citra untuk meningkatkan kualitas gambar agar mudah diolah oleh tahap berikutnya. Tahap pemrosesan awal termasuk dalam tahap pengolahan tingkat rendah, artinya tahap ini dapat dilakukan tanpa memerlukan penalaran ataupun basis pengetahuan. Pada tahap pemrosesan awal, kita cukup mengkaji metode atau pendekatan fungsi yang tepat untuk melakukan pemrosesan citra. Banyak fungsi atau fitur yang terdapat pada tahap pemrosesan awal, tetapi fitur yang dibahas di sini terbatas pada ruang lingkup citra bioinformatik saja. Fitur-fitur yang terdapat pada tahap pemrosesan awal, yaitu: kecerahan, kontras, skala abu, dan ambang batas.
9 Kecerahan Kecerahan didefinisikan sebagai sebuah atribut dari sensasi visual yang sesuai dengan rangsangan visual yang ada untuk intensitas yang lebih banyak atau sedikit (Bezryadin, 2007). Kecerahan digunakan untuk memberikan efek cahaya pada citra yang mempunyai intensitas cahaya yang minim sehingga citra yang gelap terlihat lebih terang. Di ruang warna RGB (merah, hijau, biru), kecerahan dapat dianggap sebagai rata-rata aritmetik μ dari koordinat warna merah, hijau, dan biru (walaupun beberapa dari tiga komponen tersebut membuat cahaya terlihat terang daripada yang lain). Perubahan kecerahan (kecerahan) yang paling sering digunakan adalah dengan rata-rata aritmetik yang dirumuskan dengan: R G B 2.1 Luminance merupakan kuantitas terukur yang paling mendekati kecerahan sehingga sering digunakan sebagai sinonim kecerahan. Tetapi pada dasarnya ukuran kecerahan dan terang berbeda jauh. Karena perhitungan terang menurut ITU-R BT.601 (himpunan standar yang mendefinisikan aturan-aturan untuk mengkonversi sinyal analog televisi (PAL atau NTSC) menjadi sinyal digital atau sebaliknya) kecerahannya dapat dihitung dengan rumus: Y = 0,299 R + 0,587 G + 0,114 B 2.2 Sehingga kecerahan dan terang memiliki perbedaan hasil walaupun diberikan masukan nilai yang sama.
10 Kontras Kontras adalah perbedaan antara nilai kecerahan relatif antara sebuah benda dengan objek di sekelilingnya pada citra. Ekualisasi histogram Metode ekualiasasi histogram ini biasanya meningkatkan kontras global dari citra, terutama saat citra direpresentasikan dengan nilai kontras yang berdekatan. Melalui penyesuaian ini, intensitas citra dapat terdistribusi dengan lebih baik. Ekualisasi histogram dicapai dengan menyebarkan nilai intensitas yang paling sering muncul. Gambar 2.3 Citra tanpa ekualiasi histogram Gambar 2.4 Citra dengan ekualisasi histogram Ekualisasi histogram ini dapat diimplementasikan dengan algoritma. Dengan menganggap citra yang sudah dibuat hitam putih sebagai x, dan n i adalah angka yang menunjukkan seberapa seringnya derajat keabuan I muncul, maka dapat diperoleh notasi:
11 18 P x (i) = p (x = I ) =, 0 I < L 2.3 Di mana L adalah total angka dari derajat keabuan dalam citra, n adalah jumlah total pixel pada citra, dan p x adalah nilai dari histogram citra tersebut, yang sudah dinormalisasi ke [0,1]. Kita juga harus mendefinisikan fungsi distribusi kumulatif cdf yang berkorespondensi ke p x. Cdf y (i) = ik 2.4 Yang juga berupa histogram ternormalisasi yang telah diakumulasi dari citra tersebut. Kita juga ingin menciptakan transformasi dari y = T(x) untuk menciptakan citra baru y, kemudian cdf yang ada dilineariasi dengan fungsi yang dinotasikan dengan: Y y. (max {x} min{x}) + min {x} 2.5 Untuk memetakan kembali nilai-nilai tersebut ke sebarannya yang normal, diperlukan transformasi sederhana yang dapat diperoleh dari fungsi yang dinotasikan dengan: 2.6 Peregangan Kontras Peregangan kontras adalah teknik yang digunakan untuk mendapatkan citra keluaran dengan kontras (perbedaan tingkat intensitas warna pada gambar) yang lebih baik dari citra
12 19 masukannya. Citra yang memiliki kontras yang rendah dapat terjadi karena kurangnya pencahayaan, atau kurangnya bidang dinamika dari sensor citra. Ide dasar dari perbaikan kontras adalah meningkatkan bidang dinamika derajat keabuan pada citra yang akan diproses. Proses perbaikan kontras termasuk proses perbaikan yang bersifat pemrosesan titik, yang artinya proses ini hanya bergantung dari nilai intensitas derajat keabuan sebuah piksel dan tidak tergantung pada piksel lain yang ada di sekitarnya. Sebelum melakukan perbaikan kita perlu menspesifikasikan nilai batas atas dan batas bawah piksel dari citra yang ingin dinormalisasi. Sebagai contoh untuk citra hitam putih 8-bit nilai batas bawahnya 0 dan batas atasnya 255. Sebut saja nilai batas bawah sebagai a dan nilai batas atas sebagai b. Cara termudah untuk melakukan normalisasi adalah dengan menemukan nilai terendah dan tertinggi nilai piksel dari citra tersebut, misalnya kita anggap sebagai c dan d. Kemudian setiap piksel P dihitung dengan menggunakan fungsi: P out = (P m c) + a 2.7 Di mana nilai di bawah 0 ditentukan sebagai 0 dan nilai di atas 255 ditentukan menjadi 255.
13 Skala abu Dalam fotografi dan komputerisasi, citra skala abu adalah sebuah citra di mana nilai dari setiap piksel adalah sebuah sampel tunggal, dalam arti, citra itu hanya membawa informasi intensitas. Citra jenis ini, juga dikenal sebagai citra hitam putih, dibentuk secara eksklusif dari derajat warna abu, bervariasi dari hitam pada intensitas terendah ke putih pada intensitas tertinggi. Citra skala abu berbeda dari citra hitam putih 1 bit, di mana pada konteks pencitraan komputer adalah citra dengan hanya 2 warna, hitam dan putih (disebut juga citra bilevel atau citra biner). Citra skala abu mempunyai sejumlah nilai derajat keabuan di dalamnya (disebut juga citra monokromatik, yaitu citra yang mengindikasikan tidak adanya variasi kromatik di dalamnya). Citra skala abu dapat disintesis dari citra yang berwarna (citra kromatik). Jika setiap piksel pada citra kromatik direpresentasikan oleh intensitas R, G, dan B yang masing-masing mewakili nilai untuk warna merah, hijau, dan biru, ada 3 metode perata-rataan sederhana yang dapat diimplementasikan untuk mengkonversi citra kromatik menjadi citra skala abu: Lightness Metode lightness bekerja dengan merata-ratakan nilai piksel warna yang paling menonjol dan yang paling tidak menonjol. Nilai piksel skala abu dapat dihitung dengan rumus:
14 21 P g =,,,, 2.8 Average Metode average merata-ratakan dengan sederhana. Metode ini memberikan nilai yang sama pada tiap piksel warna. Nilai piksel skala abu dapat dihitung dengan rumus: P g = 2.9 Luminosity Metode luminosity juga bekerja dengan cara merata-ratakan nilai, tetapi metode ini membentuk rata-rata dengan bobot tertentu berdasarkan persepsi mata manusia. Mata kita lebih sensitif dengan warna hijau, oleh karena itu warna hijau diberi bobot yang lebih besar daripada yang lainnya. Formula untuk metode luminosity: P g = 0,299 R + 0,587 G + 0,114 B 2.10 Gambar 2.5 Perbandingan citra keluaran metode lightness, average, dan luminosity
15 22 Berdasarkan perbandingan keluaran citra di atas, dapat disimpulkan bahwa metode lightness cenderung mengurangi kontras, sedangkan metode luminosity yang bekerja menggunakan persepsi mata manusia menghasilkan citra yang paling baik dari ketiga metode di atas. Akan tetapi, terkadang ketiga metode tersebut menghasilkan citra keluaran yang sangat mirip Ambang batas Ambang batas adalah teknik segmentasi yang sederhana untuk citra yang mengandung objek yang solid pada latar belakang dengan kecerahan berbeda tetapi masih terdapat keseragaman di dalamnya (Dougherty, 2009). Setiap piksel dibandingkan dengan nilai ambang batas. Jika nilai piksel lebih besar, maka piksel tersebut dianggap sebagai latar depan dan ditempatkan sebagai warna putih. Jika nilainya lebih kecil atau sama dengan nilai ambang batas, maka piksel tersebut dianggap sebagai latar belakang dan ditempatkan sebagai warna hitam. Gambar 2.6 Citra hasil ambang batas
16 23 Pada umumnya, derajat keabuan pada histogram terdiri dari dua distribusi yang terpisah (histogram bimodal) yang masing-masing merepresentasikan latar depan dan latar belakang yang tidak saling tumpang tindih, dan sebuah ambang batas global T dapat diambil di manapun di daerah lembah yang memisahkan kedua distribusi tersebut (di antara T 1 dan T 2 ). Gambar 2.7 Histogram bimodal Penentuan ambang batas tidak selalu sama terhadap semua citra. Masing-masing citra dengan kondisi yang berbeda-beda memerlukan pendekatan atau metode yang berbeda-beda pula. Berikut merupakan beberapa metode yang dapat digunakan untuk menentukan ambang batas citra. Ambang Batas Optimal Ambang batas optimal menganggap histogram dari sebuah citra sebagai jumlah terbobot dari dua (atau lebih) probabilitas kepadatan. Ambang batas kemudian ditempatkan sebagai derajat keabuan yang menghasilkan piksel yang mengalami salah pengklasifikasian dalam jumlah yang terkecil, misalnya piksel latar
17 24 belakang diklasifikasikan sebagai latar depan, dan sebaliknya. Letak ambang batas tersebut mengarah kepada irisan dari kedua distribusi normal, dan tidak identik dengan bagian terdasar dari lembah di antara dua puncak (metode konvensional). Metode yang menggunakan prinsip ini, yaitu metode Otsu, isodata, kesimetrisan latar belakang, dan algoritma segi tiga. - Histogram dengan metode Otsu Metode Otsu mendeskripsikan histogram tingkat keabuan dari sebuah citra sebagai sebuah distribusi probabilitas, sehingga: p i = n i / N 2.11 Di mana n i adalah jumlah piksel dengan nilai keabuan i, N adalah jumlah total piksel pada citra, dan p i adalah probabilitas dari piksel yang memiliki nilai keabuan i. Jika kita melakukan ambang batas pada level k, kita dapat mendefinisikan: μ Di mana L adalah jumlah dari derajat keabuan (misalnya 256 untuk citra 8 bit). Dengan definisi: μ
18 25 Kita bermaksud akan menemukan k untuk memaksimalisasi perbedaan antara ω(k) dan µ(k). Hal ini dapat dilakukan pertama-tama dengan mendefinisikan rata-rata nilai derajat keabuan citra dengan: μ 2.15 Dan kemudian menemukan nilai k maksimal: μ μ μ.16 Yang memaksimalisasi varians antar kelas (atau meminimalisasi varians di dalam kelas). Nilai k tersebut dipilih untuk memaksimalisasi pemisahan antar dua kelas (latar depan dan latar belakang), atau secara alternatif meminimalisasi penyebarannya, sehingga tumpang tindah di antaranya menjadi minimal. - Isodata Metode isodata (Iterative Self-Organizing Data Analyzing Technique Algorithm) merupakan metode yang bekerja dengan cara membandingkan nilai rata-rata dari kedua distribusi secara iteratif hingga konvergensi terpenuhi. Metode ini bekerja secara berulang terus menerus hingga syarat yang ditentukan terpenuhi. Algoritma yang digunakan adalah sebagai berikut:
19 26 1. Tentukan ambang batas citra dengan menggunakan rata-rata dari dua puncak atau rata-rata dari nilai piksel, T Hitung nilai rata-rata piksel di bawah ambang batas, µ 1, dan nilai rata-rata piksel di atas ambang batas, µ Ganti nilai ambang batas lama dengan nilai ambang batas baru, T i = (µ 1 + µ 2 )/2. 4. Ulangi langkah 2 dan 3 hingga T 1 T i-1 < Δ (di mana perubahan Δ dapat didefinisikan dengan beberapa cara, baik dengan cara mengukur perubahan relatif pada nilai ambang batas atau dengan persentase dari piksel yang berubah posisi selama iterasi). - Kesimetrisan latar belakang Metode kesimetrisan latar belakang mengasumsikan bahwa latar belakang membentuk sebuah puncak yang simetris (bentuk sisi kiri sama dengan sisi kanan dari lembah hingga puncak) dan dominan pada histogram. Puncak maksimum max p diperoleh dengan mencari nilai maksimum pada histogram. Metode ini dapat dilakukan dengan algoritma sebagai berikut: 1. Lakukan penghalusan terhadap citra. 2. Tentukan nilai maksimum global dari histogram max p. 3. Lakukan pencarian dari sebelah kanan (sisi yang berlawanan dengan objek) untuk titik yang bersesuaian dengan p% dari histogram (misalnya 95%)
20 27 4. Dengan mengasumsikan bahwa puncak dari latar belakang adalah simetris, gunakan rumus: θ = max p (p% - max p ) 2.17 Metode ini dapat diadaptasi dengan mudah untuk kasus di mana kita memiliki objek terang pada latar belakang yang gelap. - Algoritma segi tiga Metode algoritma segi tiga adalah metode yang mencari nilai ambang batas berdasarkan histogram dari citra. Metode ini mencari lembah yang berjarak paling jauh dari garis diagonal yang terbentuk dari titik puncak histogram pada sebuah distribusi dan titik terendah histogram dari distribusi lainnya. Metode ini bekerja dengan algoritma sebagai berikut: 1. Tarik garis antara nilai maksimum dari histogram b max dan nilai minimum b min pada citra. 2. Hitung jarak dari garis tersebut ke histogram h(b) untuk setiap nilai b (dari b min hingga b max ). 3. Tentukan nilai derajat keabuan b 0 di mana jarak antara h(b 0 ) dan garis tersebut bernilai maksimal. Nilai b 0 tersebut merupakan nilai ambang batas yang diperoleh (T = b 0 ). Metode ini dapat bekerja dengan efektif ketika piksel dari objek menghasilkan puncak yang lemah pada histogram.
21 28 Ambang Batas Adaptif Terkadang tidaklah mungkin untuk membagi sebuah citra dengan sebuah ambang batas global. Hal ini dapat terjadi pada sebuah citra dengan latar belakang yang bervariasi. Penentuan ambang batas disebut juga ambang batas adaptif ketika ambang batas yang berbeda digunakan untuk daerah yang berbeda pada citra. Metode ini dikenal juga sebagai ambang batas lokal atau dinamis (Shapiro, 2001, p89). Gambar 2.8 (i) Sebuah citra dan (ii) penampang citra Pada gambar 2.8, penampang citra yang diambil sepanjang garis hitam pada citra menunjukkan tingkat keabuan tiap-tiap piksel yang dilaluinya. Tidak ada ambang batas global yang tepat (baik T 1 maupun T 2 ) yang dapat memisahkan objek (latar depan) dari latar belakang. Satu cara yang dapat menyelesaikan permasalahan ini adalah mengurangi atau membagi citra dengan citra dari latar belakang itu sendiri, baik mendapatkannya secara independen maupun dari citra itu sendiri dengan menyamarkannya.
22 29 Tidak seperti metode ambang batas lainnya, ambang batas adaptif mengubah nilai ambang batas secara dinamis sepanjang penelusuran citra. Setiap piksel dianggap memiliki n n piksel bersebelahan di sekelilingnya di mana nilai-nilai tersebut merupakan sumber perhitungan dari nilai ambang batas lokal (dari rata-rata atau nilai tengah dari nilai-nilai tersebut). Piksel ditetapkan menjadi putih atau hitam berdasarkan perbandingan letak nilainya dari ambang batas lokal T L. Besarnya nilai n harus cukup untuk meliputi piksel latar depan dan latar belakang tertentu sehingga efek dari derau dapat diminimalisasi, dan juga tidak terlalu besar hingga menyebabkan pencahayaan yang tidak merata dapat terlihat di dalam piksel yang bersebelahan. Seringkali metode ini dapat lebih berhasil jika ambang batas lokal T L dipilih dengan cara: T L = {mean atau median} C 2.18 Di mana nilai C adalah sebuah konstanta. Metode Berbasis Daerah Metode berbasis daerah bekerja dengan cara menemukan daerah-daerah yang berhubungan berdasarkan beberapa kesamaan antar piksel di antaranya (Dougherty, 2009, p321). Tujuannya adalah untuk menghasilkan daerah-daerah yang berhubungan yang seluas mungkin, dengan fleksibilitas tertentu. Jika kita menetapkan similaritas yang terlalu tinggi terhadap piksel pada daerah tertentu,
23 30 kita akan membagi citra secara berlebihan, sebaliknya, jika kita memberikan fleksibilitas yang terlalu besar, mungkin kita akan menggabungkan beberapa daerah yang seharusnya merupakan objek-objek yang terpisah. Pengembangan wilayah bekerja dari piksel awal yang ditentukan. Daerah diperluas dengan menambahkan piksel-piksel yang bersebelahan yang memiliki kesamaan karakteristik (misalnya kecerahan, warna, tekstur, karakteristik geometri, dan sebagainya) dengan 4- atau 8-konektivitas. Kita dapat menentukan sebuah varians sebagai karakteristik. Pengembangan daerah berakhir ketika menemukan piksel yang berada di luar varians. Gambar 2.9 (i) Citra dan (ii)-(v) hasil pengembangan daerah citra Gambar 2.9 menunjukkan hasil ambang batas terhadap citra (i) dengan metode pengembangan daerah. Gambar tersebut masingmasing menunjukkan hasil ambang batas dengan nilai jangkauan piksel sebesar 50 pada gambar (ii), 100 pada gambar (iii), 150 pada gambar (iv), dan 200 pada gambar (v).
24 31 Metode Berbasis Batas Metode berbasis batas bekerja dengan cara menemukan perbedaan piksel daripada kesamaannya. Tujuannya adalah untuk menentukan batas yang tertutup sehingga objek (latar depan) dan latar belakang dapat didefinisikan. - Deteksi dan koneksi sisi Sisi pada sebuah citra dideteksi dengan menggunakan operator gradien, misalnya operator Sobel. Selanjutnya, dilakukan penentuan ambang batas terhadap besarnya citra yang bergradien. Sisi yang tegas akan tampak jelas, sedangkan beberapa sisi yang lebih lemah akan tampak terputus. Citra yang memiliki derau juga ikut menambahkan permasalahan yang ada, menghasilkan sisi-sisi yang tidak nyata. Beberapa koneksi pada sisi untuk membentuk batas yang terhubung dibutuhkan pada kasus ini. Piksel sisi yang bersebelahan dapat dihubungkan jika piksel-piksel tersebut memiliki karakteristik yang hampir sama, misalnya besar gradien dan orientasi yang sama berdasarkan hasil Sobel. Pada saat hubungan antar sisi ditetapkan, sisi-sisi yang terhubung tersebut menjadi batas pinggir. Piksel-piksel yang terhubung masih harus dipersempit, misalnya melakukan pemindaian sepanjang baris dan kolom. Pengkoneksian sisi biasanya diikuti dengan pemrosesan akhir untuk menemukan
25 32 sekumpulan piksel-piksel yang terhubung yang dipisahkan oleh celah kecil yang dapat diisi. - Penelusuran batas Penelusuran batas dapat diaplikasikan pada citra yang bergradien atau citra lain yang hanya mengandung informasi mengenai batasan-batasan. Pada saat sebuah titik pada batasan tersebut diidentifikasi, hanya dengan menentukan sebuah nilai maksimum derajat keabuan, penelusuran berjalan dengan mengikuti batasan, mengasumsikan bahwa penelusuran itu akan berakhir membentuk suatu rangkaian tertutup menghasilkan sebuah batasan objek. Metode yang sederhana ini dapat mengalami kegagalan jika citra memiliki derau yang tinggi. Batasan akan terlihat acak dan berubah arah secara mendadak sehingga sulit untuk melakukan penelusuran. Solusi yang dapat dilakukan adalah dengan mereduksi derau pada citra terlebih dahulu. Gambar 2.10 Teknik penelusuran batas
26 33 Gambar 2.10 menunjukkan simulasi yang dilakukan dengan menggunakan metode penelusuran batas. Tetapkan piksel 1 sebagai piksel awal di daerah batasan objek. Lakukan pencarian dengan menggunakan 8-konektivitas untuk mencari piksel selanjutnya (misalnya piksel 2). Lakukan langkah tersebut secara iteratif hingga membentuk suatu rangkaian tertutup Pembalikan (Invert) Pembalikan merupakan suatu cara yang digunakan untuk mengubah atau membalikkan piksel yang ada pada citra biner dari 1 menjadi 0 atau sebaliknya. Proses pembalikan dilakukan dengan menggunakan logika tidak. Fitur ini diperlukan jika objek yang ada pada citra lebih gelap daripada latar belakangnya sehingga setelah tahap binerisasi objek yang dihasilkan akan berwarna hitam. Oleh karena fitur-fitur yang ada mengenal objek dengan warna putih, maka objek yang berwarna hitam perlu dibalikkan. I O NOT
27 Pengolahan Tahap pengolahan merupakan bentuk dari pemrosesan sinyal di mana masukannya adalah berupa citra dan ditransformasikan menjadi citra lain sebagai keluarannya dengan teknik tertentu. Tujuannya adalah meningkatkan kualitas gambar berdasarkan persepsi manusia dan interpretasi komputer. Pengolahan dilakukan agar citra dapat diinterpretasi oleh sistem penglihatan manusia dengan cara melakukan manipulasi terhadap citra. Banyak fitur yang terdapat pada tahap pengolahan, tetapi fitur yang dibahas di sini terbatas pada ruang lingkup citra bioinformatik saja. Fitur-fitur yang terdapat pada tahap pengolahan, yaitu: morfologi, reduksi derau, dan deteksi sisi Morfologi Pengolahan citra secara morfologi adalah alat untuk mengekstrak atau memodifikasi informasi pada bentuk dan struktur dari objek di dalam citra (Dougherty, 2009). Operator morfologi yang umum digunakan adalah erosi dan dilasi, sedangkan operator lainnya merupakan pengembangan dari keduanya Erosi Erosi adalah salah satu operasi dasar dalam pemrosesan citra secara morfologi. Erosi adalah sebuah operasi yang meningkatkan ukuran dari latar belakang (dan mengikis objek latar depan) pada citra biner (Dougherty, 2009).
28 35 Dengan memisalkan A sebagai objek pada citra masukan, B sebagai elemen terstruktur, dan C sebagai objek pada citra keluaran hasil erosi, maka proses erosi dapat dinotasikan dengan: C = ( A Ө B ) 2.19 Erosi dilakukan dengan bantuan elemen terstruktur. Elemen terstruktur membantu menentukan piksel tetangga yang akan ditelusuri dengan proses erosi. Elemen terstruktur yang umum digunakan adalah 4-konektivitas dan 8-konektivitas. Gambar 2.11 Elemen terstruktur 4- dan 8-konektivitas Erosi memiliki karakteristik: - Erosi pada umumnya memperkecil ukuran dari objek dan menghilangkan elemen atau anomali kecil dengan mengurangi objek dengan sebuah radius yang lebih kecil dari ukuran elemen terstruktur. - Dengan citra biner, erosi menghilangkan objek yang lebih kecil dari elemen terstruktur dan mengeliminasi piksel parameter dari objek citra yang lebih besar.
29 36 Algoritma yang dilakukan pada dilasi adalah sebagai berikut: 1. Posisikan elemen terstruktur di bagian atas (menutupi) tiap-tiap piksel dari citra masukan hingga titik pusat dari elemen terstruktur bertepatan dengan posisi piksel masukan. 2. Jika paling sedikit satu piksel pada elemen terstruktur bertemu dengan piksel latar belakang di bawahnya (yang ditutupinya), maka tetapkan piksel keluaran pada citra baru ke nilai latar belakang. Begitu juga jika bertemu dengan piksel latar belakang, maka tetapkan piksel keluaran pada citra baru ke nilai latar depan. Gambar 2.12 Erosi dengan menggunakan elemen terstruktur 8-konektivitas Dengan begitu, piksel latar belakang pada citra masukan akan menjadi latar belakang pada citra keluaran dan juga piksel latar depan pada citra masukan akan menjadi latar belakang pada citra keluaran.
30 Dilasi Dilasi adalah salah satu operasi dasar dalam morfologi matematika. Pada citra biner, dilasi adalah sebuah operasi yang mengekspansi atau memperbesar ukuran dari objek latar depan (Dougherty, 2009). Biasanya objek pada citra dilambangkan dengan piksel putih, walaupun untuk beberapa implementasi objek pada citra dilambangkan dengan piksel hitam. Konektivitas antar piksel pusat dengan tetangganya dibuat berdasarkan elemen terstruktur yang terdefinisi. Dengan memisalkan A sebagai objek pada citra masukan, B sebagai elemen terstrukstur, dan C sebagai objek pada citra keluaran hasil dilasi, maka proses dilasi dapat dinotasikan dengan: C = ( A B ) 2.20 Dilasi memiliki karakteristik: - Dilasi pada umumnya memperbesar ukuran dari objek, mengisi lubang dan area yang rusak, dan menghubungkan area yang dipisahkan oleh jarak yang lebih kecil dari ukuran elemen terstruktur. - Dengan citra biner, dilasi menghubungkan area yang dipisahkan oleh jarak yang lebih kecil dari elemen terstruktur dan menambahkan piksel ke parameter dari setiap objek citra.
31 38 Algoritma yang dilakukan pada dilasi adalah sebagai berikut: 1. Posisikan elemen terstruktur di bagian atas (menutupi) tiap-tiap piksel dari citra masukan hingga titik pusat dari elemen terstruktur bertepatan dengan posisi piksel masukan. 2. Jika paling sedikit satu piksel pada elemen terstruktur bertemu dengan piksel latar depan di bawahnya (yang ditutupinya), maka tetapkan piksel keluaran pada citra baru ke nilai latar depan. Begitu juga jika bertemu dengan piksel latar belakang, maka tetapkan piksel keluaran pada citra baru ke nilai latar depan. Dengan begitu, piksel latar depan pada citra masukan akan menjadi latar depan pada citra keluaran dan juga piksel latar belakang pada citra masukan akan menjadi latar depan pada citra keluaran. Gambar 2.13 Dilasi dengan menggunakan elemen terstruktur 8-konektivitas
32 39 Operator erosi dan dilasi merupakan operator dasar yang ada pada pengolahan citra secara morfologi. Operator-operator morfologi lainnya, seperti opening, closing, thinning, dan skeletonizing muncul berdasarkan hasil pengembangan dari kedua metode ini Opening Opening didefinisikan sebagai proses erosi yang diikuti oleh proses dilasi dengan menggunakan elemen terstruktur yang sama untuk kedua operasi (Dougherty, 2009). Proses erosi yang merupakan bagian dari proses ini menghilangkan piksel latar depan dari tepi daerah piksel latar depan tersebut, kemudian proses dilasi mengembalikan ukuran dari piksel yang tersisa ke ukuran semula. Pada umumnya, opening digunakan untuk mengeliminasi noise yang terlihat sebagai latar depan. Gambar 2.14 Proses opening
33 Closing Closing didefinisikan sebagai proses dilasi yang diikuti oleh proses erosi dengan menggunakan elemen terstruktur yang sama untuk kedua operasi (Dougherty, 2009). Proses dilasi memperbesar dan menghubungkan piksel-piksel latar depan, kemudian proses erosi mengembalikan ukurannya ke ukuran semula. Proses closing berfungsi untuk menghaluskan kontur dari objek latar depan. Operator ini menghubungkan celah sempit dan mengeliminasi lubang-lubang kecil yang ada pada objek. Gambar 2.15 Proses closing Pengerangkaan Pengerangkaan (lebih dikenal sebagai skeletonizing) adalah hasil dari proses thinning yang dilakukan terhadap citra secara iteratif. Thinning adalah operasi morfologi yang mengerosi piksel objek dari batas tepi pada citra biner dengan menjaga titik akhir dari garis ruas objek (Dougherty, 2009).
34 41 Gambar 2.16 Proses pengerangkaan Reduksi Derau Derau adalah fluktuasi atau perubahan nilai dari piksel suatu citra yang tidak diinginkan. Derau menyebabkan penurunan kualitas dari suatu citra (Dougherty, 2009, p247). Terdapat berbagai jenis derau, yang bisa disebabkan oleh beberapa hal, misalnya perbedaan kecepatan penerimaan paparan cahaya pada alat pencitraan digital, yang menyebabkan derau secara acak karena kedatangan foton yang tidak bersamaan, atau bahkan berasal dari hasil pengkompresian citra digital. Karena itu terdapat bermacam-macam jenis derau, antara lain: - Derau putih Derau putih adalah derau yang sama sekali tidak berhubungan, yaitu nilai dari setiap piksel tersebut sama sekali tidak berhubungan dengan nilai piksel yang menjadi tetangganya. Hal ini menunjukkan bahwa fungsi autokorelasinya adalah 0.
35 42 - Derau berwarna Derau berwarna adalah derau yang memiliki warna. - Derau Salt and pepper Derau Salt and pepper adalah derau yang terjadi karena kesalahan saat transmisi data. Jika ada piksel yang rusak, maka nilainya akan diubah menjadi maksimum atau 0, sehingga tampak seperti salt and pepper. Piksel yang tidak bermasalah tidak akan mengalami perubahan. - Derau kuantisasi Derau kuantisasi adalah derau yang timbul karena kesalahan pada proses pengubahan data dari analog ke digital, saat nilai sampel dianggap memiliki jumlah level yang terbatas Penyaringan Nilai Rata-Rata Penyaringan nilai rata-rata merupakan teknik penerapan matriks yang termasuk dalam kategori penyaringan nonlinear. Teknik ini sering digunakan untuk menghilangkan derau pada gambar. Nilai piksel keluaran ditentukan oleh nilai rata-rata dari lingkungan matriks yang ditentukan. Matriks yang digunakan pada penyaringan ini: 1/9 1/9 1/9 w(k,l) = 1/9 1/9 1/9 1/9 1/9 1/9
36 43 Sebuah gambar bernoise a i (m,n) dapat diformulasikan dengan: A i (m,n) = f(m,n) + d i (m,n) 2.21 Di mana f(m,n) mewakili citra bebas derau, dan d i (m,n) adalah derau tambahan pada gambar tersebut. Jika total dari Q gambar tersedia, maka rata-rata citra adalah:, 1, 2.22 Untuk melakukan penyaringan dengan nilai rata-rata, kita harus menentukan piksel yang akan diganti nilai pusatnya. Gambar 2.17 Matriks penyaringan pada citra Dengan menggunakan citra di atas, diambil 3x3 matriks penyaringan. Setelah dilakukan penghitungan, nilai rata-rata yang diperoleh adalah 125. Nilai rata-rata ini digunakan untuk menggantikan nilai pusat matriks, sehingga nilai 150 akan diganti dengan 125. Spesifiknya, penyaringan nilai rata-rata mengganti sebuah piksel dengan rata-rata dari semua piksel pada tetangganya.
37 Penyaringan Nilai Tengah Penyaringan nilai tengah merupakan teknik penerapan matriks yang termasuk dalam kategori penyaringan nonlinear. Teknik ini sering digunakan untuk menghilangkan derau yang ada pada citra. Inti dari proses ini adalah nilai piksel keluaran ditentukan oleh nilai pusat dari lingkungan matriks yang ditentukan. Nilai pusat dicari dengan melakukan pengurutan terhadap nilai piksel dari matriks yang sudah ditentukan, kemudian dicari nilai tengahnya. Gambar 2.18 Matriks penyaringan pada citra Dengan menggunakan citra di atas, diambil sebuat piksel pusat yang akan diubah nilainya beserta kedelapan tetangga di sekelilingnya. Penyaringan dilakukan dengan menggunakan matriks 3x3. Nilai masing-masing piksel yang bertetanggaan setelah diurutkan adalah sebagai berikut: 115, 119, 120, 123, 124, 125, 126, 127, 150
38 45 Hasil pengurutan tersebut mendapatkan nilai median 124. Nilai nilai tengah ini digunakan untuk menggantikan nilai pusat matriks, sehingga nilai 150 akan diganti dengan 124. Spesifiknya, nilai tengah filter mengganti sebuah piksel dengan median dari semua piksel pada tetangganya: Y (n) = med ( x n k, x n k,..., x n,...x n + k ) 2.23 Mask adalah matriks kecil yang nilainya disebut bobot. Setiap matriks memiliki nilai asli yang biasanya memiliki satu posisi. Nilai aslinya terdapat pada pusat piksel. Gambar 2.19 Macam-macam matriks dengan bobot yang berbeda-beda Biasanya mask digunakan untuk melakukan penyaringan citra dari derau. Matriks ini diletakkan di atas piksel citra masukan sehingga citra tertutup oleh matriks. Nilai dari piksel di bawah matriks dikalkulasikan dengan bobot mask yang ada di atasnya kemudian seluruh jumlah yang ada dirata-ratakan. Nilai piksel pusat akan digantikan dengan nilai rata-rata tersebut.
39 Gaussian Blur Operator Gaussian blur dua dimensi digunakan dalam banyak aplikasi pengolahan citra. Sesuai dengan namanya, penyamaran Gaussian blur memiliki efek penghalusan pada citra. Citra akan diproses dengan menggunakan operator Gaussian di mana nilai koefisien dari operatornya diambil berdasarkan konsep segi tiga Pascal (koefisien binomial). n koefisien 2 n Gambar 2.20 Segi tiga Pascal Biasanya, opererator Gaussian berupa operator x Operator ini diimplementasikan pada citra masukan untuk mengganti nilai pusat citra dengan mengalikan nilai piksel pusat dan tetangganya dengan bobot yang ada pada operator Gaussian tersebut kemudian dibagi dengan
40 47 jumlah seluruh bobot operator. Nilai yang dihasilkan akan menjadi nilai pusat baru. Waktu eksekusi yang diperlukan dapat menjadi lama jika terdapat banyak piksel pada sebuah citra. Penggunaan dari karakteristik Gaussian blur dapat membantu mengatasi permasalahan ini: - Piksel yang banyak dapat didekomposisi menjadi deretan pemrosesan piksel dalam jumlah yang lebih sedikit - Gaussian blur dapat dibagi menjadi operator baris dan kolom. Sebagai contoh: Mempunyai nilai yang sama dengan yang diikuti 2. 1 ( _GBlur.pdf) Deteksi sisi Deteksi sisi (deteksi tepi) merupakan salah satu prosedur yang digunakan untuk menentukan batas tepi dari objek dengan sekitarnya yang terdapat pada citra. Dengan adanya deteksi tepi, proses pengenalan objek dapat menjadi lebih mudah untuk dilakukan. Metode yang biasa digunakan untuk melakukan deteksi sisi pada citra adalah Sobel dan Canny.
41 Sobel Operator sobel menggunakan sepasang matriks 3x3 seperti yang ditunjukkan pada gambar Sebuah matrik Gx ditentukan berdasarkan pengembangan dari metode Prewitt dan matriks Gy merupakan hasil rotasi 90 dari matriks Gx. Gambar 2.21 Matriks konvolusi Sobel Matriks ini disusun untuk respon maksimal untuk sisi vertikal maupun horisontal yang bergantung pada grid piksel. Matriks dapat diterima secara terpisah pada citra masukan, untuk membuat perkiraan ukuran dari gradien komponen pada suatu orientasi (Gx dan Gy). Hasilnya kemudian dapat digabungkan bersama untuk menemukan besaran mutlak dari gradien pada suatu poin dan orientasi dari gradien itu. Besaran gradien diberikan oleh persamaan: G = 2.24 Besarannya dapat dihitung dengan: G = Gx + Gy 2.25
42 49 Orientasi dari tepi diberikan oleh gradien spasial (tergantung pada orientasi piksel grid) diberikan oleh persamaan: θ = arctan (G y /G x ) 2.26 Pada kasus ini, orientasi 0 diambil untuk rata-rata yang ditunjuk pada kontras maksimum dari hitam atau putih dari kiri ke kanan gambar, dari sisi lain berlawanan arah jarum jam Sering kali, besaran mutlak hanya gambar keluaran yang dilihat pengguna, dua komponen dari gradien dihitung dan ditambahkan pada suatu perhitungan gambar masukan menggunakan operator pseudo-convolution yang ditunjukkan pada Figure 2. Gambar 2.22 Operator pseudo-convolution Dengan menggunakan matriks ini, kita dapat menghitung besarannya diberikan oleh persamaan: G = (P x P 2 + P 3 ) (P x P 8 + P 9 ) + (P x P 6 + P 9 ) (P x P 4 + P 7 ) 2.27
43 Canny Operator deteksi sisi Canny dikembangkan oleh John F. Canny pada tahun Deteksi sisi dengan metode Canny merupakan salah satu teknik deteksi sisi yang cukup populer penggunaannya dalam pengolahan citra. Salah satu alasannya adalah ketebalan sisi yang bernilai satu piksel yang dimaksudkan untuk melokalisasi posisi sisi pada citra secara sepresisi mungkin. Tujuan dari deteksi sisi Canny adalah untuk menemukan algoritma deteksi sisi yang optimal, dalam arti: - Deteksi yang baik Algoritma yang dilakukan harus dapat menandai sisi-sisi yang nyata pada citra sebanyak mungkin. - Lokalisasi yang baik Sisi yang ditandai harus sedekat mungkin dengan sisi yang ada pada citra yang sebenarnya. - Responsi minimal Sisi yang ada pada citra hanya ditandai sebanyak satu kali (satu piksel) dan derau pada citra tidak membuat deteksi sisi yang salah. Untuk memaksimalkan fungsinya, deteksi sisi Canny bekerja sesuai dengan tahapan-tahapan berikut:
44 51 1. Reduksi derau Reduksi derau digunakan untuk meminimalisasi kesalahan deteksi yang diakibatkan oleh derau pada citra. Metode yang biasa digunakan adalah penyaringan Gaussian 5x B = *A (2.28) 2. Menentukan gradien Setelah melakukan pereduksian terhadap derau, langkah selanjutnya adalah menentukan gradien. Operator yang umum digunakan adalah operator sobel dengan matriks konvolusi 3x3 G x dan G y. Operator sobel dapat dilihat pada gambar 2.19 dan besarannya dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan 2.24 dan Menentukan arah Setelah mendapatkan gradien, langkah selanjutnya adalah menentukan dan mengelompokkan arahnya. Arah dari gradien dapat diperoleh dengan melakukan invers tangen dari besaran yang telah didapatkan dengan persamaan Arah yang telah diperoleh ini kemudian dikelompokkan ke dalam 4 arah secara garis besar.
45 52 Gambar 2.23 Empat arah pengelompokan Berdasarkan gambar di atas: - Jika arah yang didapatkan berada pada daerah kuning (0-22,5 dan 157,5-180 ), maka arah sisi diubah menjadi 0. - Jika arah yang didapatkan berada pada daerah hijau (22,5-67,5 ), maka arah sisi diubah menjadi Jika arah yang didapatkan berada pada daerah biru (67,5-112,5 ), maka arah sisi diubah menjadi Jika arah yang didapatkan berada pada daerah merah (112,5-157,5 ), maka arah sisi diubah menjadi Supresi nonmaksimal Setelah arah sisi telah diketahui, langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah mengimplementasikan supresi nonmaksimum. Supresi nonmaksimum adalah proses pengeliminasian terhadap nilai-nilai yang tidak maksimum sehingga akan dihasilkan sebuah garis yang tipis pada citra keluaran.
46 53 5. Ambang batas hysteresis Langkah terakhir adalah menentukan ambang batas atau klasifikasi tiap piksel. Pada tahap ini bisa saja menggunakan ambang batas yang berdasarkan pada satu nilai tertentu. Namun pemilihan ambang batas yang hanya menggunakan satu nilai ini memiliki keterbatasan yaitu adanya kemungkinan piksel yang hilang padahal sebetulnya meruapakan piksel sisi ataupun dimasukkannya piksel yang sebetulnya merupakan derau sebagai piksel sisi ( Oleh karena itulah digunakan dua buah threshold T 1 dan T 2. Suatu piksel dianggap sebagai sisi jika nilainya lebih besar daripada T 1 dan akan dianggap bukan sebagai sisi jika nilainya lebih kecil daripada T 2. Jika nilai piksel berada di antara T 1 dan T 2 : - Piksel tersebut akan dianggap sebagai sisi jika piksel tersebut berhubungan dengan piksel lain yang dianggap sebagai sisi. - Piksel tersebut akan dianggap bukan sebagai sisi jika piksel tersebut tidak berhubungan dengan piksel lain yang dianggap sebagai sisi. (
47 Analisis Tahap analisis adalah proses untuk mengekstraksi sebanyak mungkin informasi diagnostik dari sebuah citra (Dougherty, 2009, p3). Tahap analisis termasuk dalam tahap pengolahan tingkat tinggi, yaitu tahap yang bertujuan untuk merekognisi, merepresentasikan, dan mengklasifikasikan pola pada citra. Tahap analisis merupakan tahap terakhir dalam pengolahan citra, di mana pada tahap ini informasi spesifik mengenai objek dan hubungannya akan diidentifikasi. Tahap ini akan melibatkan kajian tentang teknik-teknik pada kecerdasan buatan. Contoh proses yang dilakukan pada tahap analisis adalah: - Mencocokkan data yang diekstrak dari citra dengan model data yang ada. - Mengestimasikan parameter-parameter objek pada citra, misalnya posisi objek atau ukuran objek pada citra. - Mengklasifikasikan objek kedalam kategori-kategori yang dibuat. Banyak fungsi atau fitur yang dapat digunakan pada tahap analisis, tetapi fitur yang dibahas di sini terbatas pada ruang lingkup citra bioinformatik saja. Fiturfitur yang digunakan adalah penomoran, perhitungan, dan pengklasifikasian Penomoran Penomoran (pemberian label) adalah sebuah prosedur untuk memberikan label yang unik pada setiap objek (kumpulan dari komponen-komponen yang berhubungan) pada sebuah citra. Labellabel ini adalah kunci dari tahap analisis selanjutnya dan digunakan untuk membedakan serta mereferensikan objek-objek tersebut. Proses pemberian label dilakukan dengan prosedur yang bernama Connected
48 55 Component Labeling (CCL). Hal ini membuat CCL menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam hampir semua aplikasi pengenalan pola dan visi komputer (Kesheng, 2008). Pada skripsi ini, digunakan CCL untuk memproses dan menganalisis citra biner yang disimpan dalam format array 2 dimensi. Citra-citra ini umumnya adalah berupa keluaran dari langkah-langkah proses citra sebelumya, misalnya segmentasi citra. Setiap piksel dalam citra biner umumnya disebut piksel objek atau piksel latar belakang. Terdapat 2 cara umum yang digunakan untuk mendefinisikan konektivitas dalam citra 2 dimensi, yaitu 4-konektivitas dan 8- konektivitas. Piksel-piksel 4-konektivitas merupakan tetangga dari setiap piksel yang menyentuh salah satu dari sisi mereka. Piksel-piksel ini terhubung secara horizontal dan vertikal. Dalam koordinat piksel, setiap piksel yang memiliki koordinat (x ± 1, y) atau (x, y ± 1) terhubung dengan piksel yang berada dikoordinat (x, y). Gambar konektivitas
49 56 Gambar 2.25 Contoh pola dari 4-konektivitas Piksel-piksel 8-konektivitas merupakan tetangga dari setiap piksel yang menyentuh atau bersebelahan dengan salah satu sisi atau sudut mereka sehingga ada 8 tetangga pada sebuah piksel yang tidak berada di pinggir. Piksel-piksel ini terhubung secara horizontal, vertikal, dan diagonal. Dalam koordinat piksel, piksel-piksel dengan koordinat (x+1,y+1) terhubung dengan piksel yang berada di koordinat (x, y). Contoh pola dari 8-konektivitas: Gambar 2.26 Contoh pola 8-konektivitas
50 57 Metode-metode CCL antara lain: - Algoritma One-pass Algoritma ini melakukan pemindaian terhadap citra untuk menemukan piksel objek yang belum diberi label, kemudian memberikan label yang sama pada semua piksel objek yang berhubungan. Algoritma ini hanya melakukan pemindaian pada citra sebanyak satu kali, biasanya dengan pola penelusuran yang acak. Sebagai contohnya, setiap kali sebuah piksel objek yang belum diberi label ditemukan, maka algoritma ini akan menelusuri batasan dari komponen-komponen objek yang saling berhubungan tersebut hingga kembali ke posisi awalnya. Gambar 2.27 Contoh algoritma One-pass - Algoritma Two-pass Algoritma Two-pass sebenarnya adalah pengembangan dari algoritma One-pass, hanya saja pada algoritma ini dilakukan pemindaian citra sebanyak 2 kali. Algoritma Two-pass ini bekerja dalam 3 fase, yaitu:
51 58 1. Fase pemindaian Dalam fase ini, dilakukan satu kali pemindaian terhadap citra untuk memberikan label sementara pada semua piksel objek, dan untuk menyimpan informasi kesamaan mengenai label sementaranya. 2. Fase analisis Fase ini menganalisis kesamaan informasi label pada tiap piksel untuk menentukan label akhir piksel untuk setiap label sementara. 3. Fase penomoran Fase ketiga ini berfungsi untuk memberikan label akhir pada semua piksel objek dengan melakukan pemindaian kedua pada citra Penghitungan Penghitungan merupakan fitur yang digunakan untuk melakukan penganalisisan terhadap citra yang dibuat dengan menggunakan dasar teori yang sama dengan proses pemberian label, hanya saja setiap kali sebuah objek diberi label, maka objek itu dianggap sebagai objek yang berbeda dengan objek yang berlainan labelnya, sehingga dapat diperoleh informasi berupa jumlah objek yang terdapat dalam citra tersebut sebagai hasil akhir.
BAB 2 LANDASAN TEORI
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengolahan Citra Pengolahan citra adalah kegiatan memanipulasi citra yang telah ada menjadi gambar lain dengan menggunakan suatu algoritma atau metode tertentu. Proses ini mempunyai
Lebih terperinciGLOSARIUM Adaptive thresholding Peng-ambangan adaptif Additive noise Derau tambahan Algoritma Moore Array Binary image Citra biner Brightness
753 GLOSARIUM Adaptive thresholding (lihat Peng-ambangan adaptif). Additive noise (lihat Derau tambahan). Algoritma Moore : Algoritma untuk memperoleh kontur internal. Array. Suatu wadah yang dapat digunakan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas teori yang berkaitan dengan pemrosesan data untuk sistem pendeteksi senyum pada skripsi ini, meliputi metode Viola Jones, konversi citra RGB ke grayscale,
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Citra Citra menurut kamus Webster adalah suatu representasi atau gambaran, kemiripan, atau imitasi dari suatu objek atau benda, contohnya yaitu foto seseorang dari kamera yang
Lebih terperinciBAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus
BAB II DASAR TEORI 2.1 Meter Air Gambar 2.1 Meter Air Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus menerus melalui sistem kerja peralatan yang dilengkapi dengan unit sensor,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. citra keluaran dengan informasi yang siap digunakan. meningkatkan efisiensi dan akurasi, serta meminimalisasi kesalahan.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi pada bidang kedokteran cukup pesat. Dalam bidang pencitraan biologis, penggunaan kardiologi dan mammografi telah diaplikasikan secara luas di
Lebih terperinciBAB 3 IMPLEMENTASI SISTEM
BAB 3 IMPLEMENTASI SISTEM Bab ini akan membahas mengenai proses implementasi dari metode pendeteksian paranodus yang digunakan dalam penelitian ini. Bab ini terbagai menjadi empat bagian, bagian 3.1 menjelaskan
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI. dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya
5 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Secara harfiah citra atau image adalah gambar pada bidang dua dimensi. Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya pada
Lebih terperinciOperasi-operasi Dasar Pengolahan Citra Digital
Operasi-operasi Dasar Pengolahan Citra Digital Pendahuluan Citra digital direpresentasikan dengan matriks. Operasi pada citra digital pada dasarnya adalah memanipulasi elemen- elemen matriks. Elemen matriks
Lebih terperinciKonvolusi. Esther Wibowo Erick Kurniawan
Konvolusi Esther Wibowo esther.visual@gmail.com Erick Kurniawan erick.kurniawan@gmail.com Filter / Penapis Digunakan untuk proses pengolahan citra: Perbaikan kualitas citra (image enhancement) Penghilangan
Lebih terperinciProses memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau komputer
Pengolahan Citra / Image Processing : Proses memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau komputer Teknik pengolahan citra dengan mentrasformasikan citra menjadi citra lain, contoh
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI
7 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Digital Citra digital merupakan sebuah fungsi intensitas cahaya, dimana harga x dan y merupakan koordinat spasial dan harga fungsi f tersebut pada setiap titik merupakan
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Citra Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan atau imitasi dari suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa
Lebih terperinciAPLIKASI DETEKSI MIKROKALSIFIKASI DAN KLASIFIKASI CITRA MAMMOGRAM BERBASIS TEKSTUR SEBAGAI PENDUKUNG DIAGNOSIS KANKER PAYUDARA
APLIKASI DETEKSI MIKROKALSIFIKASI DAN KLASIFIKASI CITRA MAMMOGRAM BERBASIS TEKSTUR SEBAGAI PENDUKUNG DIAGNOSIS KANKER PAYUDARA Yusti Fitriyani Nampira 50408896 Dr. Karmilasari Kanker Latar Belakang Kanker
Lebih terperinciSAMPLING DAN KUANTISASI
SAMPLING DAN KUANTISASI Budi Setiyono 1 3/14/2013 Citra Suatu citra adalah fungsi intensitas 2 dimensi f(x, y), dimana x dan y adalahkoordinat spasial dan f pada titik (x, y) merupakan tingkat kecerahan
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Computer Vision Computer vision dapat diartikan sebagai suatu proses pengenalan objek-objek berdasarkan ciri khas dari sebuah gambar dan dapat juga digambarkan sebagai suatu deduksi
Lebih terperinciBAB 4 IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN. perangkat lunak yang sama untuk semua pengujian. analisa citra bioinformatika ini dalah sebagai berikut:
BAB 4 IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN 4.1 Spesifikasi Sistem Perangkat analisis citra bioinformatika ini menggunakan perangkat keras dan perangkat lunak yang sama untuk semua pengujian. 4.1.1 Spesifikasi Perangkat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. dilakukan oleh para peneliti, berbagai metode baik ekstraksi fitur maupun metode
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2. Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian mengenai pengenalan tulisan tangan telah banyak dilakukan oleh para peneliti, berbagai metode baik ekstraksi fitur
Lebih terperinciAlgoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner
Jurnal Ilmiah Teknologi dan Informasia ASIA (JITIKA) Vol.9, No.2, Agustus 2015 ISSN: 0852-730X Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner Nur Nafi'iyah Prodi Teknik Informatika
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Citra Citra (image) atau yang secara umum disebut gambar merupakan representasi spasial dari suatu objek yang sebenarnya dalam bidang dua dimensi yang biasanya ditulis dalam
Lebih terperinciPENGOLAHAN CITRA DIGITAL
PENGOLAHAN CITRA DIGITAL Aditya Wikan Mahastama mahas@ukdw.ac.id Sistem Optik dan Proses Akuisisi Citra Digital 2 UNIV KRISTEN DUTA WACANA GENAP 1213 v2 Bisa dilihat pada slide berikut. SISTEM OPTIK MANUSIA
Lebih terperinciKlasifikasi Kualitas Keramik Menggunakan Metode Deteksi Tepi Laplacian of Gaussian dan Prewitt
Klasifikasi Kualitas Keramik Menggunakan Metode Deteksi Tepi Laplacian of Gaussian dan Prewitt Ardi Satrya Afandi Fakultas Teknologi Industri Universitas Gunadarma Depok, Indonesia art_dhi@yahoo.com Prihandoko,
Lebih terperinciSEGMENTASI CITRA. thresholding
SEGMENTASI CITRA Dalam visi komputer, Segmentasi adalah proses mempartisi citra digital menjadi beberapa segmen (set piksel, juga dikenal sebagai superpixels). Tujuan dari segmentasi adalah untuk menyederhanakan
Lebih terperinciBAB II TI JAUA PUSTAKA
BAB II TI JAUA PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang menunjang tugas akhir ini. Antara lain yaitu pengertian citra, pengertian dari impulse noise, dan pengertian dari reduksi noise.
Lebih terperinciAnalisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital
Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital Nurul Fuad 1, Yuliana Melita 2 Magister Teknologi Informasi Institut Saint Terapan & Teknologi
Lebih terperinciPENGOLAHAN CITRA DIGITAL
PENGOLAHAN CITRA DIGITAL Aditya Wikan Mahastama mahas@ukdw.ac.id Histogram dan Operasi Dasar Pengolahan Citra Digital 3 UNIV KRISTEN DUTA WACANA GENAP 1213 v2 MAMPIR SEB EN TAR Histogram Histogram citra
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Citra Citra (image) sebagai salah satu komponen multimedia memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Citra mempunyai karakteristik yang tidak dimiliki oleh
Lebih terperinciIMPLEMENTASI METODE HARMONIC MEAN FILTERDAN CANNY UNTUK MEREDUKSI NOISEPADA CITRA DIGITAL
IMPLEMENTASI METODE HARMONIC MEAN FILTERDAN CANNY UNTUK MEREDUKSI NOISEPADA CITRA DIGITAL Ahmad Yunus Nasution 1, Garuda Ginting 2 1 Mahasiswa Teknik Informatika STMIK Budi Darma 2 Dosen Tetap STMIK Budi
Lebih terperinciImplementasi Morphology Concept and Technique dalam Pengolahan Citra Digital Untuk Menentukan Batas Obyek dan Latar Belakang Citra
Implementasi Morphology Concept and Technique dalam Pengolahan Citra Digital Untuk Menentukan Batas Obyek dan Latar Belakang Citra Eddy Nurraharjo Program Studi Teknik Informatika, Universitas Stikubank
Lebih terperinciGRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.
GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. PERTEMUAN 8 - GRAFKOM DAN PENGOLAHAN CITRA Konsep Dasar Pengolahan Citra Pengertian Citra Analog/Continue dan Digital. Elemen-elemen Citra
Lebih terperinciPertemuan 2 Representasi Citra
/29/23 FAKULTAS TEKNIK INFORMATIKA PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING ) Pertemuan 2 Representasi Citra Representasi Citra citra Citra analog Citra digital Matrik dua dimensi yang terdiri
Lebih terperinciBAB II Tinjauan Pustaka
BAB II Tinjauan Pustaka Pada bab ini dibahas mengenai konsep-konsep yang mendasari ekstraksi unsur jalan pada citra inderaja. Uraian mengenai konsep tersebut dimulai dari ekstraksi jalan, deteksi tepi,
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Citra Citra merupakan salah satu komponen multimedia yang memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Meskipun sebuah citra kaya akan informasi, namun sering
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Citra Digital Istilah citra biasanya digunakan dalam bidang pengolahan citra yang berarti gambar. Suatu citra dapat didefinisikan sebagai fungsi dua dimensi, di mana dan adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Citra adalah gambar dua dimensi yang dihasilkan dari gambar analog dua dimensi yang kontinu menjadi gambar diskrit melalui proses sampling. Gambar analog dibagi
Lebih terperinciANALISIS PERBANDINGAN METODE PREWITT DAN CANNY UNTUK IDENTIFIKASI IKAN AIR TAWAR
ANALISIS PERBANDINGAN METODE PREWITT DAN CANNY UNTUK IDENTIFIKASI IKAN AIR TAWAR Gibtha Fitri Laxmi 1, Puspa Eosina 2, Fety Fatimah 3 1,2,3 Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Teknik, Universitas
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Teori Umum 2.1.1. Warna Dengan menggunakan 3 buah reseptor manusia dapat membedakan banyak warna. Warna tricromatic RGB dalam sistem grafis umumnya menggunakan 3 byte (2 8 ) 3,
Lebih terperinciPembentukan Citra. Bab Model Citra
Bab 2 Pembentukan Citra C itra ada dua macam: citra kontinu dan citra diskrit. Citra kontinu dihasilkan dari sistem optik yang menerima sinyal analog, misalnya mata manusia dan kamera analog. Citra diskrit
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Citra Digital Citra digital adalah citra yang bersifat diskrit yang dapat diolah oleh computer. Citra ini dapat dihasilkan melalui kamera digital dan scanner ataupun citra yang
Lebih terperinciSuatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara.
Image Enhancement Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara. Cara-cara yang bisa dilakukan misalnya dengan fungsi transformasi, operasi matematis,
Lebih terperinciPengantar Pengolahan Citra. Ade Sarah H., M. Kom
Pengantar Pengolahan Citra Ade Sarah H., M. Kom Pendahuluan Data atau Informasi terdiri dari: teks, gambar, audio, dan video. Citra = gambar adalah salah satu komponen multimedia yang memegang peranan
Lebih terperinciMKB3383 TEKNIK PENGOLAHAN CITRA Pemrosesan Citra Biner
MKB3383 TEKNIK PENGOLAHAN CITRA Pemrosesan Citra Biner Dosen Pengampu: Muhammad Zidny Naf an, M.Kom. Genap 2016/2017 Definisi Citra biner (binary image) adalah citra yang hanya mempunyai dua nilai derajat
Lebih terperinciPertemuan 3 Perbaikan Citra pada Domain Spasial (1) Anny Yuniarti, S.Kom, M.Comp.Sc
Pertemuan 3 Perbaikan Citra pada Domain Spasial (1), S.Kom, M.Comp.Sc Tujuan Memberikan pemahaman kepada mahasiswa mengenai berbagai teknik perbaikan citra pada domain spasial, antara lain : Transformasi
Lebih terperinciBAB II TEORI PENUNJANG
BAB II TEORI PENUNJANG 2.1 Computer Vision Komputerisasi memiliki ketelitian yang jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan cara manual yang dilakukan oleh mata manusia, komputer dapat melakukan berbagai
Lebih terperinciRepresentasi Citra. Bertalya. Universitas Gunadarma
Representasi Citra Bertalya Universitas Gunadarma 2005 Pengertian Citra Digital Ada 2 citra, yakni : citra kontinu dan citra diskrit (citra digital) Citra kontinu diperoleh dari sistem optik yg menerima
Lebih terperinciIMPLEMENTASI SEGMENTASI PEMBULUH DARAH RETINA PADA CITRA FUNDUS MATA BERWARNA MENGGUNAKAN PENDEKATAN MORFOLOGI ADAPTIF
IMPLEMENTASI SEGMENTASI PEMBULUH DARAH RETINA PADA CITRA FUNDUS MATA BERWARNA MENGGUNAKAN PENDEKATAN MORFOLOGI ADAPTIF Dini Nuzulia Rahmah 1, Handayani Tjandrasa 2, Anny Yuniarti 3 Teknik Informatika,
Lebih terperinciSATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP )
SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Pengolahan Citra Digital Kode : IES 6323 Semester : VI Waktu : 1 x 3x 50 Menit Pertemuan : 6 A. Kompetensi 1. Utama Mahasiswa dapat memahami tentang sistem
Lebih terperinciBy Emy. 2 of By Emy
2 1 3 Kompetensi Mampu menjelaskan dan operasi morfologi Mampu menerapkan konsep morfologi untuk memperoleh informasi yang menyatakan deskripsi dari suatu benda pada citra mampu membangun aplikasi untuk
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Pengolahan Citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Citra Citra adalah gambar pada bidang dwimatra (dua dimensi). Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi menerus dan intensitas cahaya pada bidang dwimatra
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Citra Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi dari suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu system perekaman data dapat bersifat optik berupa foto,
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2. Pengertian Citra Citra (image) atau istilah lain untuk gambar sebagai salah satu komponen multimedia yang memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Meskipun
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Meteran Air Meteran air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus menerus melalui sistem kerja peralatan yang dilengkapi dengan unit sensor, unit penghitung,
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN TEORITIS
BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Citra Citra merupakan istilah lain untuk gambar sebagai salah satu komponen multimedia memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Citra mempunyai karakteristik
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas teori yang berkaitan dengan sistem pendeteksi orang tergeletak mulai dari : pembentukan citra digital, background subtraction, binerisasi, median filtering,
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini diperlukan sebuah desain dan metode penelitian agar dalam pelaksanaaannya dapat menjadi lebih teratur dan terurut. 3.1. Desain Penelitian Bentuk dari desain
Lebih terperinciOperasi Piksel dan Histogram
BAB 3 Operasi Piksel dan Histogram Setelah bab ini berakhir, diharapkan pembaca memahami berbagai bahasan berikut. Operasi piksel Menggunakan histogram citra Meningkatkan kecerahan Meregangkan kontras
Lebih terperinciPERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MENDESAIN KARTU UCAPAN
PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MENDESAIN KARTU UCAPAN Rudy Adipranata 1, Liliana 2, Gunawan Iteh Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Informatika, Universitas Kristen Petra Jl. Siwalankerto
Lebih terperinciOperasi Bertetangga KONVOLUSI. Informatics Eng. - UNIJOYO log.i. Citra kualitas baik: mencerminkan kondisi sesungguhnya dari obyek yang dicitrakan
KONVOLUSI Informatics Eng. - UNIJOYO log.i Citra kualitas baik: mencerminkan kondisi sesungguhnya dari obyek yang dicitrakan Citra ideal: korespondensi satu-satu sebuah titik pada obyek yang dicitrakan
Lebih terperinciMuhammad Zidny Naf an, M.Kom. Gasal 2015/2016
MKB3383 - Teknik Pengolahan Citra Pengolahan Citra Digital Muhammad Zidny Naf an, M.Kom. Gasal 2015/2016 CITRA Citra (image) = gambar pada bidang 2 dimensi. Citra (ditinjau dari sudut pandang matematis)
Lebih terperinciPencocokan Citra Digital
BAB II DASAR TEORI II.1 Pencocokan Citra Digital Teknologi fotogrametri terus mengalami perkembangan dari sistem fotogrametri analog hingga sistem fotogrametri dijital yang lebih praktis, murah dan otomatis.
Lebih terperinciPERBANDINGAN METODE PENDETEKSI TEPI STUDI KASUS : CITRA USG JANIN
PERBANDINGAN METODE PENDETEKSI TEPI STUDI KASUS : CITRA USG JANIN 1) Merly Indira 2) Eva Yuliana 3) Wahyu Suprihatin 4) Bertalya Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi Universitas Gunadarma Jl.
Lebih terperinciPengolahan Citra : Konsep Dasar
Pengolahan Citra Konsep Dasar Universitas Gunadarma 2006 Pengolahan Citra Konsep Dasar 1/14 Definisi dan Tujuan Pengolahan Citra Pengolahan Citra / Image Processing Proses memperbaiki kualitas citra agar
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengolahan Citra Pengolahan citra (image processing) merupakan proses untuk mengolah pixel-pixel dalam citra digital untuk tujuan tertentu. Beberapa alasan dilakukan pengolahan
Lebih terperinciKonsep Dasar Pengolahan Citra. Pertemuan ke-2 Boldson H. Situmorang, S.Kom., MMSI
Konsep Dasar Pengolahan Citra Pertemuan ke-2 Boldson H. Situmorang, S.Kom., MMSI Definisi Citra digital: kumpulan piksel-piksel yang disusun dalam larik (array) dua-dimensi yang berisi nilai-nilai real
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Citra Digital Citra digital merupakan sebuah fungsi intensitas cahaya f(x,y), dimana harga x dan y merupakan koordinat spasial dan harga fungsi f tersebut pada setiap
Lebih terperinciBAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL
BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL 2.1 Citra Secara harafiah, citra adalah representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi pada bidang dari suatu objek. Ditinjau dari sudut pandang matematis,
Lebih terperinci1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
1 1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Iris mata merupakan salah satu organ internal yang dapat di lihat dari luar. Selaput ini berbentuk cincin yang mengelilingi pupil dan memberikan pola warna pada mata
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengenalan Pola Pengenalan pola adalah suatu ilmu untuk mengklasifikasikan atau menggambarkan sesuatu berdasarkan pengukuran kuantitatif fitur (ciri) atau sifat utama dari suatu
Lebih terperinciDAFTAR ISI. Lembar Pengesahan Penguji... iii. Halaman Persembahan... iv. Abstrak... viii. Daftar Isi... ix. Daftar Tabel... xvi
DAFTAR ISI Halaman Judul... i Lembar Pengesahan Pembimbing... ii Lembar Pengesahan Penguji... iii Halaman Persembahan... iv Halaman Motto... v Kata Pengantar... vi Abstrak... viii Daftar Isi... ix Daftar
Lebih terperinciPengolahan citra. Materi 3
Pengolahan citra Materi 3 Citra biner, citra grayscale dan citra warna Citra warna berindeks Subject Elemen-elemen Citra Digital reflectance MODEL WARNA Citra Biner Citra Biner Banyaknya warna hanya 2
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI
5 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Digital Image 2.1.1 Definisi Digital Image Menurut Gonzalez dan Woods (1992, p6), digital image adalah image f(x,y) yang telah dibedakan berdasarkan koordinat tata letak dan
Lebih terperinciLANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital
LANDASAN TEORI 2.1 Citra Digital 2.1.1 Pengertian Citra Digital Citra dapat didefinisikan sebagai sebuah fungsi dua dimensi, f(x,y) dimana x dan y merupakan koordinat bidang datar, dan harga fungsi f disetiap
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Citra Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. ada beberapa cara yang telah dilakukan, antara lain : akan digunakan untuk melakukan pengolahan citra.
BAB III METODE PENELITIAN Untuk pengumpulan data yang diperlukan dalam melaksanakan tugas akhir, ada beberapa cara yang telah dilakukan, antara lain : 1. Studi Kepustakaan Studi kepustakaan berupa pencarian
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Citra Digital Secara harafiah, citra (image) adalah gambar pada bidang dua dimensi. Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinu dari intensitas cahaya
Lebih terperinciOperasi-Operasi Dasar pada Pengolahan Citra. Bertalya Universitas Gunadarma
Operasi-Operasi Dasar pada Pengolahan Citra Bertalya Universitas Gunadarma 1 Operasi2 Dasar Merupakan manipulasi elemen matriks : elemen tunggal (piksel), sekumpulan elemen yang berdekatan, keseluruhan
Lebih terperinciPENERAPAN METODE SOBEL DAN GAUSSIAN DALAM MENDETEKSI TEPI DAN MEMPERBAIKI KUALITAS CITRA
PENERAPAN METODE SOBEL DAN GAUSSIAN DALAM MENDETEKSI TEPI DAN MEMPERBAIKI KUALITAS CITRA HASNAH(12110738) Mahasiswa Program Studi Teknik Informatika, STMIK Budidarma Medan Jl. Sisingamangaraja No. 338
Lebih terperinciPENGENALAN POLA PLAT NOMOR KENDARAAN BERBASIS CHAIN CODE
PENGENALAN POLA PLAT NOMOR KENDARAAN BERBASIS CHAIN CODE Muhammad Luqman Afif - A11.2009.04985 Program Studi Teknik Informatika Fakultas Ilmu Komputer Universitas Dian Nuswantoro Semarang ABSTRAK Program
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan perkembangan komputer dan alat pengambilan gambar secara digital yang semakin berkembang saat ini, sehingga menghasilkan banyak fasilitas untuk melakukan proses
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menginterprestasi sebuah citra untuk memperoleh diskripsi tentang citra tersebut melalui beberapa proses antara lain preprocessing, segmentasi citra, analisis
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian citra Secara umum pengertian citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi dari suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Citra Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi dan suatu obyek. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa foto,
Lebih terperinci7.7 Pelembutan Citra (Image Smoothing)
7.7 Pelembutan Citra (Image Smoothing) Pelembutan citra (image smoothing) bertujuan untuk menekan gangguan (noise) pada citra. Gangguan tersebut biasanya muncul sebagai akibat dari hasil penerokan yang
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Citra Secara harafiah, citra (image) adalah gambar pada bidang dwimatra (dua dimensi). Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi menerus (continue) dari intensitas
Lebih terperinciPENERAPAN SEGMENTASI MULTI KANAL DALAM MENDETEKSI SEL PARASIT PLASMODIUM SP. I Made Agus Wirahadi Putra 1, I Made Satria Wibawa 2 ABSTRAK
Jurnal Dinamika, April 2017, halaman 18-29 P-ISSN: 2087-889 E-ISSN: 2503-4863 Vol. 08. No.1 PENERAPAN SEGMENTASI MULTI KANAL DALAM MENDETEKSI SEL PARASIT PLASMODIUM SP. I Made Agus Wirahadi Putra 1, I
Lebih terperinciBAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN
BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN 3.1 Analisis Fungsi utama perancangan program aplikasi tugas akhir ini adalah melakukan konversi terhadap citra dengan format raster atau bitmap ke format vektor dengan tipe
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI
BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab landasan teori ini akan diuraikan mengenai teori-teori yang terkait dengan Content Based Image Retrieval, ekstraksi fitur, Operator Sobel, deteksi warna HSV, precision dan
Lebih terperinciOne picture is worth more than ten thousand words
Budi Setiyono One picture is worth more than ten thousand words Citra Pengolahan Citra Pengenalan Pola Grafika Komputer Deskripsi/ Informasi Kecerdasan Buatan 14/03/2013 PERTEMUAN KE-1 3 Image Processing
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI. 3.1 Metode GLCM ( Gray Level Co-Occurrence Matrix)
BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Metode GLCM ( Gray Level Co-Occurrence Matrix) Metode GLCM menurut Xie dkk (2010) merupakan suatu metode yang melakukan analisis terhadap suatu piksel pada citra dan mengetahui
Lebih terperinciPenentuan Stadium Kanker Payudara dengan Metode Canny dan Global Feature Diameter
Penentuan Stadium Kanker Payudara dengan Metode Canny dan Global Feature Diameter Metha Riandini 1) DR. Ing. Farid Thalib 2) 1) Laboratorium Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Industri, Universitas
Lebih terperinciPERBANDINGAN METODE ROBERTS DAN SOBEL DALAM MENDETEKSI TEPI SUATU CITRA DIGITAL. Lia Amelia (1) Rini Marwati (2) ABSTRAK
PERBANDINGAN METODE ROBERTS DAN SOBEL DALAM MENDETEKSI TEPI SUATU CITRA DIGITAL Lia Amelia (1) Rini Marwati (2) ABSTRAK Pengolahan citra digital merupakan proses yang bertujuan untuk memanipulasi dan menganalisis
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN TEORETIS
BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2. Citra Digital Menurut kamus Webster, citra adalah suatu representasi, kemiripan, atau imitasi dari suatu objek atau benda. Citra digital adalah representasi dari citra dua dimensi
Lebih terperinciBAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. a. Spesifikasi komputer yang digunakan dalam penelitian ini adalah
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Penelitian 3.1.1 Alat Penelitian a. Spesifikasi komputer yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Prosesor Intel (R) Atom (TM) CPU N550
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Sel Darah Merah Sel yang paling banyak di dalam selaput darah adalah sel darah merah atau juga dikenal dengan eritrosit. Sel darah merah berbentuk cakram bikonkaf dengan diameter
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Citra Digital
4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Bab ini berisi tentang teori yang mendasari penelitian ini. Terdapat beberapa dasar teori yang digunakan dan akan diuraikan sebagai berikut. 2.1.1 Citra Digital
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Batik Besurek 2.1.1 Sejarah Batik Besurek Bengkulu Kain Batik Besurek merupakan salah satu bentuk batik hasil kerajinan tradisional daerah Bengkulu yang telah diwariskan dari
Lebih terperinciALGORITMA SOBEL UNTUK DETEKSI KARAKTER PADA PLAT NOMOR KENDARAAN BERMOTOR
Pengolahan citra digital by Jans Hry / S2 TE UGM 09 ALGORITMA SOBEL UNTUK DETEKSI KARAKTER PADA PLAT NOMOR KENDARAAN BERMOTOR Edge atau tepi merupakan representasi dari batas objek dalam citra. Hal ini
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Marka Jalan Marka jalan merupakan suatu penanda bagi para pengguna jalan untuk membantu kelancaran jalan dan menghindari adanya kecelakaan. Pada umumnya marka jalan
Lebih terperinciPENGEMBANGAN APLIKASI PERHITUNGAN JUMLAH OBJEK PADA CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE MATHEMATICAL MORPHOLOGY
PENGEMBANGAN APLIKASI PERHITUNGAN JUMLAH OBJEK PADA CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE MATHEMATICAL MORPHOLOGY DAN TEKNIK CONNECTED COMPONENT LABELING Oleh I Komang Deny Supanji, NIM 0815051052 Jurusan
Lebih terperinciPENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING )
FAKULTAS TEKNIK INFORMATIKA PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING ) Pertemuan 1 Konsep Dasar Pengolahan Citra Pengertian Citra Citra atau Image merupakan istilah lain dari gambar, yang merupakan
Lebih terperinci