(Fusion of LANDSAT 7 ETM+ and ASTER G-DEM Imagery for Identification Hydrothermal Alteration Zone in West Borneo)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "(Fusion of LANDSAT 7 ETM+ and ASTER G-DEM Imagery for Identification Hydrothermal Alteration Zone in West Borneo)"

Transkripsi

1 Jurnal Ilmiah Geomatika Volume 20 No. 2 Desember 2014: FUSI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DAN CITRA ASTER G-DEM UNTUK IDENTIFIKASI ZONA ALTERASI HYDROTHERMAL TERKAIT MINERAL DI SEBAGIAN KALIMANTAN BARAT (Fusion of LANDSAT 7 ETM+ and ASTER G-DEM Imagery for Identification Hydrothermal Alteration Zone in West Borneo) Irvan Nurrahman Ananda, Projo Danoedoro Jurusan Teknik Geodesi FT-UGM Jl. Grafika No. 2 Yogyakarta, Telp ananda.irvankpj08@gmail.com Diterima (received): 21 Oktober 2014; Direvisi (revised): 20 November 2014; Disetujui dpublikasikan (accepted): 5 Desember 2014 ABSTRAK Indonesia sebagai negara kepulauan dengan potensi sumber daya mineral yang melimpah. Salah satunya adalah mengindikasikan terdapat batuan teralterasi hydrothermal. Batuan teralterasi hydrothermal dapat digunakan sebagai indikator berbagai macam mineral. Data penginderaan jauh dengan teknik pengolahan citra banyak digunakan untuk melihat potensi mineral melalui pendekatan fisik medan. Pada penelitian ini, aspek fisik medan diperoleh melalui interpretasi visual LANDSAT 7 ETM+ dan ASTER G-DEM yang telah diolah menggunakan tiga metode fusi yaitu Principal Component (PC), Intensity Hue and Saturation (IHS), dan fusi hasil Band Ratioing. Selain itu, dilakukan juga proses pemfilteran spasial. Analisis yang digunakan adalah petrografi untuk mengetahui kandungan mineral pada batuan terkait zona alterasi hydrothermal. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Principal Component memiliki akurasi bentuklahan tertinggi sebesar 71,15%. Akurasi tertinggi untuk parameter batuan (litologi) sebesar 70,98% yang diperoleh dari Intensity, Hue, and Saturation. Pemetaan zona alterasi hydrothermal ini menghasilkan empat zona yaitu Argilik 1399,42 km 2, Potasik 2913,46 km 2, Propilitik 1160,54 km 2, dan Serisitik 946,38 km 2. Kata Kunci: mineral, fusi, pemfilteran spasial, alterasi hydrothermal, interpretasi visual, petrografi ABSTRACT Indonesia as an archipelagic country has huge potentials of mineral resources. One of them is an indication of hydrothermal alteration rocks. Hydrothermal alteration rocks can be used for indicating various type of minerals. Remote sensing data with image processing techniques have been frequently used to determine the mineral potentials through terrain analysis approach. In this study, physical aspects of terrain parameters were obtained using visual interpretation of LANDSAT 7 ETM+ and ASTER G-DEM imagery, which have been processed using three fusion methods, i.e. Principal Component (PC), Intensity, Hue, and Saturation (IHS), and image fusion from Band Ratioing techniques. In addition spatial filtering was also applied. Laboratory analysis of rock petrographic analysis was conducted to identity the mineral content of the rocks in order to determine the hydrothermal alteration zones. Results of this study showed that Principal Component (PC) fusion techniques have the highest accuracy for landform identification with 71.15%. Highest accuracy for rocks (lithology) is 70.98%, which was obtained from Intensity, Hue, and Saturation fusion techniques. Mapping of hydrothermal alteration zones showed four hydrothermal alterated zones, i.e. Argilic alteration zone with an area of 1399,42 km 2, 2913,46 km 2 zone of potassic alteration, Propilitic alteration zone 1160,54 km 2, and 946,38 km 2 zone of Serisitic alteration. Keyword: mineral, image fusion, spatial filtering, hydrothermal alteration, visual interpretation, petrographic PENDAHULUAN Mineral sangat terkait dengan aktivitas vulkanik atau yang lebih dikenal dengan batuan mineral teralterasi hydrothermal dan proses fluvial yang membawa endapan batuan mineral teralterasi hydrothermal tersebut. Batuan teralterasi hydrothermal ini terbentuk akibat adanya proses penyusupan larutan cairan panas (hydrothermal) yang kemudian berinteraksi dengan batuan induk. Batuan induk kemudian mengalami perubahan temperatur, tekanan, dan proses kimiawi sehingga menjadi batuan teralterasi hydrothermal. Penginderaan jauh merupakan sebuah teknik dalam mengenali obyek tanpa harus kontak langsung dengan obyek atau fenomena yang diteliti (Lilesand dan Kiefer,1994). Batuan teralterasi hydrothermal merupakan suatu obyek yang termasuk dalam fokus geologi. Perkembangaan teknologi penginderaan jauh saat ini memungkinkan memiliki keunggulan dan sangat membantu dalam proses prediksi permasalahan dan bahaya geologi (Belcher, 1960, Rib 1975, dalam Siegal, B.S et.al, 1980). Dalam 149

2 Fusi Citra Landsat 7 ETM+ dan Citra Aster G-DEM untuk Identifikasi Zona Alterasi... (Ananda, I.N. dan Danoedoro, P.) hal ini, prediksi/identifikasi batuan terlaterasi hydrotehermal sangat memungkinkan. Provinsi Kalimantan Barat merupakan daerah vulkanik tua yang mengindikasikan adanya batuan teralterasi hydrothermal. Identifikasi batuan teralterasi hydrothermal dapat menggunakan pendekatan secara fisik medan. Pendekatan fisik medan dilakukan dengan cara menginterpretasi secara visual bentuklahan, batuan (litologi), dan struktur geologi yang dibantu dengan teknik pengolahan citra sebagai salah satu fungsi penginderaan jauh yaitu fusi. Fusi merupakan proses penggabungan informasi dari keseluruhan kanal citra dengan unit terkecil adalah elemen citra/pixel (Murni, 1996, Sitanggang, G.,1992, Sitanggang et.al, 2000, dalam Sitanggang et.al, 2014). Fusi Principal Component (PC), fusi Intensity Hue and Saturation (IHS) serta metode transformasi khusus seperti penisbahan saluran atau rationing band dan pemfilteran spasial merupakan beberapa contoh metode fusi. Menurut Zheng (2011), metode PC dan IHS merupakan metode paling populer untuk meningkatkan resolusi spasial dari citra multispektral dengan citra pankromatik. Metode tersebut diharapkan dapat menghasilkan citra baru hasil pengolahan yang lebih informatif sehingga dapat menonjolkan kenampakan relief atau morfologi guna membantu dalam interpretasi bentuklahan, batuan (litologi), dan struktur geologi terkait dengan zona batuan teralterasi hydrothermal. METODE PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk melihat kemampuan hasil pengolahan data penginderaan jauh pada citra LANDSAT 7 ETM+ dan citra ASTER G-DEM dalam identifikasi zona alterasi hydrothermal. Alur penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Pengolahan citra menggunakan tiga metode fusi atau penggabungan dua jenis data yaitu Principal Component, Intensity, Hue, and Saturation (IHS), fusi citra hasil Rationing Band, dan teknik pemfilteran spasial. Interpretasi visual pada hasil pengolahan citra dilakukan untuk mendapatkan informasi awal terkait bentuklahan, batuan dan struktur geologi. Dengan penginderaan jauh obyek dapat dikenali melalui rona atau warna yang berbeda-beda (Sutanto, 1999). Parameter-parameter tersebut berguna dalam menentukan posisi atau lokasi pembentukan mineral teralterasi, sehingga diharapkan zona alterasi hydrothermal dapat dipetakan. Rationing band merupakan pembagian dua saluran yang berbeda karakteristik yang digunakan untuk menonjolkan obyek tertentu yang ada di permukaan bumi. Teknik rationing band ini membagi nilai digital (digital numbers) dari setiap band satu dengan yang lainnya pada masing-masing piksel citra. Melalui perbandingan ini, akan dihasilkan citra baru dengan nilai piksel yang merupakan hasil bagi dari piksel pada suatu saluran dengan nilai piksel dari saluran lainnya (Colwell, 1983 dalam Soesilo, 1994). Formulanya adalah:... (1) Principal Component Analysis (PCA) merupakan teknik rotasi yang diterapkan pada koordinat multisaluran sehingga menghasilkan citra baru dengan saluran yang lebih sedikit atau dengan kata lain mampu mengurangi dimensionalitas data (Danoedoro, 1996). Adanya korelasi tinggi pada citra multispektral menggambarkan bahwa data mengalami redundansi atau pengulangan informasi antar saluran (Mather, 2004). Sehingga PCA bermanfaat dalam menghasilkan saluran yang tidak berkorelasi satu dengan yang lainnya tanpa mengurangi kandungan informasi. Intensity, Hue, and Saturation (IHS) atau transformasi ruang warna (color space) adalah teknik pengolahan citra yang hanya menggunakan tiga saluran pada citra. Metode IHS yang awalnya digunakan sebagai teknik penajaman (Vincent, 1997 dalam Sitanggang et.al, 2004), mampu menyajikan warna yang hampir sama dengan penglihatan manusia. Intensity merepresentasikan informasi tingkat kecerahan dari hitam (0) hingga putih (255). Hue menggambarkan pengaruh panjang gelombang terhadap warna. Sedangkan Saturation tingkat kedalaman warna relatif terhadap abu-abu (Sabins, 1987). Formulanya sebagai berikut :... (2)... (3)... (4) Teknik fusi IHS mengubah ruang warna RGB dari saluran pada citra input menjadi ruang warna IHS. Histogram dari citra ASTER G-DEM dicocokkan dengan komponen Intensity yang dimasukkan. Kemudian komponen Intensity diganti dengan citra ASTER G-DEM yang telah direntangkan dan dilakukan konversi balik lagi dari ruang warna IHS dengan menjadi ruang warna RGB. Pemfilteran adalah suatu cara untuk ekstrasi bagian data tertentu dari suatu himpunan data, dengan menghilangkan bagian-bagian data yang tidak diinginkan (Swain dan Davis, 1978 dalam Danoedoro, 1996). Teknik pemfilteran dalam 150

3 Jurnal Ilmiah Geomatika Volume 20 No. 2 Desember 2014: pengolahan citra digunakan untuk menyaring informasi spektral pada citra, sehingga citra baru berbeda dengan citra asli yang ditunjukkan dari variasi nilai spektralnya (Danoedoro, 1996). Filter low-pass sering digunakan untuk memperhalus kenampakan dari citra. Filter highpass digunakan untuk menajamkan batas tepi dari tiap obyek pada citra sehingga perbedaan antar obyek dan perbedaan nilai dapat terlihat jelas. Filter directional berguna dalam menajamkan kenampakan linier pada arah tertentu. Sedangkan filter undirectional atau yang biasa disebut dengan filter laplacian adalah filter yang menajamkan ke segala arah, kecuali kenampakan linier yang sejajar. Penentuan lokasi sampel menggunakan metode sampel acak berstrata (stratified random sampling), dimana setiap satu unit pemetaan diambil sampel, dengan asumsi tiap unit pemetaan hasil interpretasi visual pada beberapa teknik pengolahan citra memiliki kesamaan sifat. Analisis data hasil survey lapangan dilakukan dalam empat tahapan yaitu analisis petrografi batuan, reinterpretasi, uji kemampuan dan uji ketelitian. Analisis petrografi batuan dilakukan untuk melihat kandungan mineral, ukuran mineral, dan persentase mineral penyusun suatu batuan. Reinterpretasi ulang guna memperbaiki interpretasi citra yang dibuat pada tahap pra lapangan, serta mengetahui sejauh mana kemampuan dan ketelitian teknik transformasi citra penginderaan jauh yang digunakan. Gambar 1. Diagram alir penelitian 151

4 Fusi Citra Landsat 7 ETM+ dan Citra Aster G-DEM untuk Identifikasi Zona Alterasi... (Ananda, I.N. dan Danoedoro, P.) HASIL PEMBAHASAN Band Ratioing Band Ratioing merupakan teknik transformasi citra yang banyak digunakan dalam mengamati anomali atau fenomena kenampakan obyek dipermukaan bumi, sehingga kemampuan dari masing-masing saluran pada citra LANDSAT ETM+ akan berpengaruh didalam proses ini. Pengaruh dari pembagian pada dua saluran yang berbeda ini membuat kenampakan relief atau topografi pada citra hasil tidak terlihat. Namun, identifikasi fenomena obyek secara spektral pada citra baru hasil pengolahan ini tidak berjalan dengan baik akibat dari pengaruh iklim tropis yang menyebabkan adanya tutupan vegetasi kerapatan tinggi pada lokasi penelitian sehingga kenampakan bentuklahan, batuan (litologi) serta struktur geologi dalam penentuan zona alterasi hydrothermal tidak memberikan hasil yang maksimal. Pemilihan komposit warna RGB ini berdasarkan kemampuan citra hasil Band Ratioing didalam menangkap fenomena alterasi hydrothermal di permukaan bumi. Komposit RGB saluran 5/7, saluran 5/4, dan saluran 3/1 dipilih karena kemampuan tiap saluran yang berbeda. Saluran 5/7 berguna untuk melihat kandungan material lempung, saluran 5/4 terkait dengan kemampuannya mengidentifikasi kerapatan vegetasi dan lahan terbuka. Selain itu, saluran 3/1 juga terkait dengan obyek air, vegetasi, dan tanah. Komposit saluran 5/7, 5/4, dan 3/1 ini kemudian digabungkan dengan citra ASTER G- DEM untuk mengembalikan efek topografi pada lokasi penelitian. Gambar 2. Bukit Gunungapi Tua Terdenudasi Kuat dengan pola kelurusan dan igir meruncing Kenampakan batuan dan struktur geologi cukup sulit dilakukan akibat visualisasi warna citra hasil fusi cenderung gelap dan batas antar obyek tidak tegas sehingga tekuk lereng terkait dengan material penyusun batuan yang berbeda tidak teridentifikasi dengan baik. Pola kelurusan dan sesar terkait dengan struktur geologi tidak terlihat dengan jelas diakibatkan dari pengaruh vegetasi pada lokasi penelitian (Gambar 2). Penggunaan metode fusi pada citra hasil Band Ratioing tidak mampu memberikan informasi terkait dengan kemampuan tiap saluran hasil pembagian akibat banyaknya tutupan vegetasi pada lokasi penelitian. Sehingga fenomena alterasi hydrothermal terkait dengan mineral lempung dan oksida besi tidak dapat teridentifikasi. Principal Component Fusi citra dengan teknik transformasi Principal Component merupakan salah satu teknik penajaman citra untuk menghasilkan citra baru dengan saluran yang tidak saling berkorelasi sehingga tidak terjadi pengulangan data. Hasil pada PC 1 memiliki persentase sebesar 50,96%, PC 2 (32,11%), dan PC 3 (11,14%). Gambar 3. Perbukitan Antiklinal Terkikis Kuat dengan pola kelurusan (merah), igir meruncing (kuning), dan sesar geser (hijau) Hal ini disebabkan oleh citra ASTER G-DEM lebih dominan pada proses fusi sehingga citra LANDSAT 7 ETM+ dengan informasi spektral obyek di permukaan bumi relatif sedikit atau tidak ada dan tergantikan oleh kenampakan relief atau morfologi dari citra ASTER G-DEM (Gambar 3). Hanya pada obyek vegetasi kerapatan tinggi dan obyek air yang dapat dibedakan pada citra hasil fusi. Obyek vegetasi kerapatan tinggi dengan penggunaan lahan hutan atau hutan rawa dari citra LANDSAT 7 ETM+ akan terlihat dengan rona dan warna hijau cerah pada hutan, sedangkan pada hutan rawa memiliki kenampakan rona dan warna hijau gelap akibat dari pengaruh obyek air. Obyek air keruh akibat pengaruh tanah pada citra hasil fusi memiliki rona dan warna merah kekuningan sedangkan air dengan kandungan material tanah sedikit akan berwarna coklat muda. 152

5 Jurnal Ilmiah Geomatika Volume 20 No. 2 Desember 2014: Intensity, Hue, and Saturation (IHS) Citra fusi IHS tidak memiliki kesan beda tinggi dengan baik atau kabur. Pengaruh tidak jelasnya beda tinggi pada citra hasil fusi IHS diakibatkan oleh obyek-obyek dipermukaan bumi yang direkam oleh citra LANDSAT 7 ETM+ menutupi beda tinggi tersebut seperti adanya vegetasi baik itu kerapatan tinggi, sedang, maupun rendah pada daerah penelitian. Sehingga interpretasi visual kenampakan bentuklahan, batuan, dan struktur geologi lebih kompleks dikarenakan dalam interpretasi ketiga parameter selain memperhatikan topografi atau relief juga harus memperhatikan kenampakan fenomena spektral obyek dipermukaan bumi. Obyek vegetasi kerapatan tinggi pada daerah bukit gunungapi terdenudasi dan perbukitan antiklinal memiliki kenampakan rona coklat tua dengan tekstur agak halus. Sedangkan kenampakan obyek vegetasi kerapatan rendah memiliki rona warna coklat muda dan umumnya berada pada bentuklahan asal proses denudasional contohnya bukit sisa dan bentuklahan asal proses fluvial seperti dataran aluvial (Gambar 4). spektral tinggi pada kenampakan obyek yang mengandung air. Filter Lowpass Filter Lowpass berfungsi mengaburkan batas tepi obyek, sehingga mampu memberikan kenampakan yang jelas pada zona perlapisan batuan sehingga kenampakan bentuklahan asal proses struktural dapat lebih mudah terdeteksi. Namun akibat dari kaburnya batas tepi obyek, kenampakan-kenampakan zona kelurusan, retakan (sesar dan kekar), igir, dan pola aliran akan terlihat tidak jelas. Selain itu efek gangguan atmosferik seperti awan dan kabut membuat citra hasil filter Lowpass tidak mampu memberikan informasi yang berguna, seperti pada daerah dengan relief tinggi cenderung tertutupi oleh bayangan awan sehingga menyulitkan interpreter (Gambar 5). Gambar 5. Perbukitan Antiklinal Terkikis Kuat dengan pola igir meruncing dan gangguan bayangan awan Filter Highpass Gambar 4. Dataran Aluvial (biru) dengan pola aliran dendritik Pada daerah yang relatif datar memiliki tektur sangat kasar akibat aktifitas penambangan maupun pembukaan lahan oleh masyarakat setempat. Obyek air seperti pada pola aliran akan terlihat jelas jika pada sungai utama dibandingkan dengan cabang sungai yang batasnya tidak terlihat jelas. Pada lahan terbuka seperti dataran aluvial memiliki rona hijau muda akibat dari pembukaan lahan oleh masyarakat setempat untuk digunakan sebagai tempat bercocok tanam. Rona dan warna hijau muda ini juga diakibatkan oleh material penyusun merupakan batulempung kaya akan kandungan air sehingga saluran 5 (inframerah tengah) dengan kurva pantulan Filter Highpass mampu menonjolkan zona kelurusan, sesar naik-turun dan pola aliran dengan batas yang tegas. Pola kelurusan banyak teridentifikasi pada bagian barat laut dan disepanjang bagian selatan daerah kajian. Pada bagian barat laut zona kelurusan terletak pada dua sisi tebing yang curam sehingga tekstur pada citra hasil filter Highpass sangat kasar. Sedangkan pada bagian selatan zona kelurusan teridentifikasi pada perbukitan dengan salah satu sisi tebing curam sehingga tekstur pada sisi tebing yang tidak curam akan terlihat agak halus. Citra hasil filtering Directional dan Undirectional tidak memberikan kenampakan lebih baik hanya sedikit informasi struktur geologi yang dapat teridentifikasi. Namun kedua jenis filter ini mampu memberikan batas yang tegas pada pola aliran didaerah penelitian (Gambar 6). 153

6 Hasil Klasifikasi Fusi Citra Landsat 7 ETM+ dan Citra Aster G-DEM untuk Identifikasi Zona Alterasi... (Ananda, I.N. dan Danoedoro, P.) Gambar 6. Kenampakan pola aliran dendritik Gambar 8. Pola aliran dendritik Filter Directional dan Unidirectional Pola aliran pada citra hasil filter Directional (Gambar 8) terlihat lebih baik dibandingkan citra hasil filter Unidirectional. Tekstur pada citra hasil filter directional akan terlihat sangat kasar akibat dari jenis filter yang menajamkan kenampakan satu arah. Sedangkan pada filter Unidirectional kenampakan tekstur agak kasar dikarenakan filter ini menajamkan ke segala arah (Gambar 7). Uji Akurasi Uji akurasi dilakukan untuk mengetahui tingkat keakuratan kelas bentuklahan dan batuan (litologi) hasil interpretasi visual pada citra Fusi hasil Rationing Band, citra Fusi Principal Component, citra Fusi Intensity, Hue, and Saturation, serta teknik Filtering Lowpass. Uji akurasi dilakukan dengan cara menumpangsusunkan peta klasifikasi baik peta bentuklahan dan peta batuan (litologi) dengan peta geologi yang dianggap benar (bersifat independen), sehingga dengan dilakukannya uji akurasi ini dapat diperoleh teknik pengolahan citra terbaik. Hasil uji akurasi menggunakan confusion matrix menunjukkan hasil berupa fusi citra hasil Principal Component merupakan teknik pengolahan citra dengan akurasi parameter bentuklahan paling tinggi sebesar 71,15 % (Tabel 1). Hal ini disebabkan oleh kemampuan citra fusi Principal Component yang mampu menggambarkan batas tepi relief. Gambar 7. Pola kelurusan dan pola aliran rectangular (directional) Tabel 1. Confusion matrix bentuklahan Principal Component Terobosan Sintang (Toms), Kelompok Selangkai (Kse), Batupasir Haloq (Teh) Peta Geologi Batupasir Dangkan (Ted), Mentemoi (Teme), Tonalit Sepauk (Kls) Tebidah (Tot), Ingar (Tei) Serpih silat (Tesi), Payak (Teop) Total Baris Vulkanik Tua Struktural Denudasional Fluvial Total Kolom Akurasi Total: (2937/4128) x 100% = 71,15 Fusi citra Intensity, Hue, and Saturation (IHS) merupakan teknik pengolahan citra dengan akurasi batuan (litologi) tertinggi yaitu sebesar 70,89 % (Tabel 2). Tingkat akurasi pada parameter batuan (litologi) yang tinggi disebabkan fusi dengan metode ini memiliki visualisasi yang baik. Kenampakan tutupan vegetasi, relief, serta pola aliran terkait dengan interpretasi geologi mampu ditonjolkan pada citra hasil. 154

7 Hasil Klasifikasi Jurnal Ilmiah Geomatika Volume 20 No. 2 Desember 2014: Tabel 2. Confusion matrix batuan Intensity, Hue, and Saturation Batuan Beku Terubah (Grandidiorit/Mikrodiorit), Batuan Piroklastik Terubah (Tuff), Batuan Piroklastik Terubah Kuat (Tuff), Batupasir Kuarsa Terobosan Sintang (Toms), Kelompok Selangkai (Kse), Batupasir Haloq (Teh) Peta Geologi Batupasir Dangkan (Ted), Mentemoi (Teme), Tonalit Sepauk (Kls) Tebidah (Tot), Ingar (Tei) Serpih silat (Tesi), Payak (Teop) Total Baris Batulanau, Batupasir Arkosa Halus-Kasar Coklat Kemerahan, Tuff Kristal Batulumpur, Batulumpur Karbonan, Batulempung Serpih Hitam, Serpih Karbonan Total Kolom Akuarasi Total: (2930/4128) x 100% = 70,98 Zona Alterasi Hydrothermal Penentuan zona alterasi hydrothermal dilakukan berdasarkan analisis parameter bentuklahan, parameter batuan (litologi), serta analisis petrografi batuan di laboratorium. Hasil analisis petrografi tersebut digunakan sebagai informasi tambahan dalam pemetaan zona alterasi hydrothermal ini. Pemetaan zona alterasi hydrothermal ini menghasilkan 4 zona alterasi hydrothermal yaitu zona alterasi Argilik, zona alterasi Propilitik, zona alterasi Serisitik, dan zona alterasi Potasik (Guilbert et.al, 1986). Selengkapnya pada Tabel 3 dan secara spasial dapat dilihat pada Gambar 9. Tabel 3. Luasan Zona Alterasi Hydrothermal No. Zona Alterasi Hydrothermal Luas (Km 2 ) 1 Argilik 1399,42 2 Potasik 2913,46 3 Propilitik 1160,54 4 Serisitik 946,38 Total 6419,80 Zona alterasi Argilik merupakan penyusun utama dari bentuklahan asal proses denudasional dan bentuklahan asal proses fluvial dengan luas. Penciri utama dari zona ini adalah kandungan mineral lempung yang tinggi pada batuan serta mineral sekunder seperti pirit, klorit, kalsit, dan kuarsa. Berdasarkan analisis petrografi batuan, mineral ini teridentifikasi pada batuan batulumpur karbonan, batulumpur, batulempung, serpih hitam, dan serpih karbonan. Bentuklahan asal proses struktural terbagi menjadi 2 zona alterasi hydrothermal yaitu zona alterasi Propilitik dan zona alterasi Serisitik. Zona alterasi Propilitik terdapat pada batuan batupasir arkosa halus-kasar coklat kemerahan dan tuff kristal. Zona alterasi ini memiliki karakteristik mineral penyusun utama berupa mineral kuarsa, mineral lempung, dan mineral karbonat serta mineral sekunder berupa oksida besi, kalsit, pirit, klorit, dan epidot. Sedangkan zona alterasi Serisitik teridentifikasi pada material batuan batulanau. Zona alterasi ini memiliki kandungan mineral kuarsa yang tinggi dengan adanya mineral sekunder seperti muskovit, mineral lempung berserta ubahannya (serisit). Zona alterasi Potasik merupakan zona alterasi yang berada pada bentuklahan asal proses vulkanik tua. Zona alterasi terbentuk dekat dengan batuan intrusi sehingga mineral-mineral penciri zona ini seperti biotit, klorit, hornblenda, kuarsa serta mineral sekunder seperti feldspar, mineral opak, dan mineral lempung banyak ditemukan pada batuan (Gambar 9, 10, 11, 12). Analisis petrografi batuan menunjukkan batuan seperti batuan beku terubah (granidiorit/mikrodiorit), batuan piroklastik terubah, batuan piroklastik terubah kuat, dan batupasir kuarsa memiliki kandungan mineral tersebut, sehingga batuan tersebut masuk pada zona alterasi Potasik (selengkapnya pada Tabel 4). 155

8 Fusi Citra Landsat 7 ETM+ dan Citra Aster G-DEM untuk Identifikasi Zona Alterasi... (Ananda, I.N. dan Danoedoro, P.) Gambar 9. Sayatan Batuan alterasi Argilik Gambar 10. Sayatan Batuan alterasi Potasik Gambar 11. Sayatan Batuan alterasi Propilitik Gambar 12. Sayatan Batuan alterasi Serisitik 156

9 Jurnal Ilmiah Geomatika Volume 20 No. 2 Desember 2014: Tabel 4. Hubungan zona alterasi dengan bentuklahan, batuan (litologi), dan hasil analisis petrografi batuan Zona Alterasi Argilik Propilitik Bentuklahan Denudasional Fluvial Struktural Batuan (Litologi) Batulumpur Karbonan, Batulumpur, dan Batulempung Serpih Hitam, dan Serpih Karbonan Batupasir Arkosa Halus-Kasar Coklat Kemerahan dan Tuff Kristal Serisitik Struktural Batulanau Potasik Vulkanik Tua Batuan Beku Terubah (Granidiorit/Mikrodiorit), Batuan Piroklastik Terubah, Batuan Piroklastik Terubah Kuat, dan Batupasir Kuarsa Kandungan Mineral Batuan Hasil Analisis Petrografi Mineral Primer Kandungan Mineral Lempung Tinggi Kuarsa, Mineral Lempung, dan Mineral Karbonat Kandungan Mineral Kuarsa Tinggi Biotit, Klorit, Hornblenda, Kuarsa Mineral Sekunder Pirit, Klorit, Kalsit, dan Kuarsa Oksida Besi, Kalsit, Pirit, Klorit, dan Epidot Muskovit dan Mineral Lempung beserta ubahannya (Serisit) Feldspar, Mineral Opak, dan Kandungan Mineral Lempung Tinggi Gambar 13. Zona Alterasi Hydrothermal Kecamatan Ambalau, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan hasil yang telah diperoleh, fusi citra Principal Component merupakan teknik pengolahan citra dengan kemampuan dalam identifikasi bentuklahan terbaik. Hal ini ditunjukkan dengan akurasi parameter bentuklahan tertinggi yaitu sebesar 71,15 % sedangkan fusi citra Intensity, Hue, and Saturation memiliki kemampuan terbaik dalam identifikasi batuan (litologi) dengan akurasi sebesar 70,98 %. Kesimpulan berikutnya yaitu penggunaan metode fusi citra Principal Component (PC), fusi citra Intensity, Hue, and Saturation (IHS), fusi citra hasil Band Ratioing, dan filter Lowpass mampu memberikan informasi fisik medan seperti bentuklahan, batuan (litologi), dan struktur geologi. Sedangkan filter Highpass, Directional, dan Unidirectional hanya mampu menonjolkan kenampakan struktur geologi seperti pola kelurusan, sesar geser, dan sesar naik-turun terkait dengan zona alterasi hydrothermal. Namun, dalam penentuan zona alterasi 157

10 Penentuan Teluk Berdasarkan Hukum Laut Internasional... (Ramdhan, M., dkk.) hydrothermal ini diperlukan juga adanya analisis petrografi batuan di laboratorium sebagai data pendukung. Pada daerah penelitian terdapat 4 zona alterasi hydrothermal yaitu zona alterasi Argilik seluas 1399,42 Km 2, zona alterasi Potasik 2913,46 Km 2, zona alterasi Propilitik 1160,54 Km 2, dan zona alterasi Serisitik 946,38 Km 2. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada mitra bebestari serta rekan-rekan semua yang telah mendukung serta membantu baik secara langsung ataupun tidak langsung akan terselesaikannya penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Danoedoro, P Pengolahan Citra Digital. Yogyakarta: Fakultas Geografi UGM. Guilbert, J.M and Park, C.F.Jr The Geology Of Ore Deposits. New York: W. H. Freeman and Company. Lillesand, T.M dan Kiefer, R.W Remote Sensing and Image Interpretation, 5th Edition. New York: John Wiley & Sons. Mather, P. M Computer Processing of Remotely Sensed Images, An Introduction. West Sussex. John Wiley & Sons Ltd. Sabins, F.F Remote Sensing Principles and Interpretation. United States of America: Waveland Press, Inc. Siegal, B.S., Gillespie, A.R Remote Sensing In Geology. New York: John Wiley & Sons. Sitanggang, G., Carolita I., B.H. Trisasongko Aplikasi Teknik dan Metode Fusi Data Optik ETM-Plus Landsat dan Sar Radarsat untuk Ekstraksi Informasi Geologi Pertambangan Batu Bara. Jurnal Lapan Vol 6, No.1 Juni Tahun 2004, Hal Soesilo, I Proceeding International Seminar on Image Processing and Remote Sensing, Jakarta, Nopember Jakarta: Mapin Suharsono, P Identifikasi Bentuklahan dan Interpretasi Citra Untuk Geomorfologi. Yogyakarta: PUSPICS Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada. Sutanto, 1999, Penginderaan Jauh Jilid 1. Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Sutanto, 1999, Penginderaan Jauh Jilid 2. Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Zheng, Y Image Fusion and Its Applications. Croatia: Intech. 158

FUSI CITRA LANDSAT 7ETM+ DAN ASTER G-DEM UNTUK IDENTIFIKASI ASPEK GEOLOGI KABUPATEN SOPPENG SULAWESI SELATAN

FUSI CITRA LANDSAT 7ETM+ DAN ASTER G-DEM UNTUK IDENTIFIKASI ASPEK GEOLOGI KABUPATEN SOPPENG SULAWESI SELATAN FUSI CITRA LANDSAT 7ETM+ DAN ASTER G-DEM UNTUK IDENTIFIKASI ASPEK GEOLOGI KABUPATEN SOPPENG SULAWESI SELATAN Anugerah Ramadhian AP anugerah.ramadhian.a@mail.ugm.ac.id Taufik Hery Purwanto taufik@ugm.ac.id

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii INTISARI... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

Pemetaan Geologi Skala 1:50000 dengan Menggunakan Citra Radarsat 2 dan Landsat 8 (Studi Kasus : Nangapinoh Provinsi Kalimantan Barat)

Pemetaan Geologi Skala 1:50000 dengan Menggunakan Citra Radarsat 2 dan Landsat 8 (Studi Kasus : Nangapinoh Provinsi Kalimantan Barat) Pemetaan Geologi Skala 1:50000 dengan Menggunakan Citra Radarsat 2 dan Landsat 8 (Studi Kasus : Nangapinoh Provinsi Kalimantan Barat) Oleh : Desi Ismawati (3510 100 027) Dosen Pembimbing : 1.Prof. Dr.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang dilewati oleh Ring of Fire terbukti dengan banyaknya gejala-gejala geologi yang terdapat di Indonesia salah satunya adalah

Lebih terperinci

Pemetaan Geologi Menggunakan Analisa Integrasi Citra Radarsat-2 dan Landsat (Daerah Studi : Puttusibau, Kalimantan Barat)

Pemetaan Geologi Menggunakan Analisa Integrasi Citra Radarsat-2 dan Landsat (Daerah Studi : Puttusibau, Kalimantan Barat) Pemetaan Geologi Menggunakan Analisa Integrasi Citra Radarsat-2 dan Landsat (Daerah Studi : Puttusibau, Kalimantan Barat) O L E H : A H N A S A W W A B 3 5 0 9 1 0 0 0 6 2 Latar Belakang Penelitian Pemetaan

Lebih terperinci

INTERPRETATION OF GEOLOGICAL STRUCTURE AND LITHOLOGY BY LANDSAT 8 AND SRTM IMAGERY IN REMBANG DISTRICT AND ITS SURROUNDING

INTERPRETATION OF GEOLOGICAL STRUCTURE AND LITHOLOGY BY LANDSAT 8 AND SRTM IMAGERY IN REMBANG DISTRICT AND ITS SURROUNDING INTERPRETATION OF GEOLOGICAL STRUCTURE AND LITHOLOGY BY LANDSAT 8 AND SRTM IMAGERY IN REMBANG DISTRICT AND ITS SURROUNDING Carolina Ajeng Sukmawati Putri carolinaajengsp@gmail.com Taufik Hery Purwanto

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan pengamatan awal, daerah penelitian secara umum dicirikan oleh perbedaan tinggi dan ralief yang tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur pada

Lebih terperinci

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL 4.1. Tinjauan umum Ubahan Hidrothermal merupakan proses yang kompleks, meliputi perubahan secara mineralogi, kimia dan tekstur yang dihasilkan dari interaksi larutan hidrotermal

Lebih terperinci

By. Lili Somantri, S.Pd.M.Si

By. Lili Somantri, S.Pd.M.Si By. Lili Somantri, S.Pd.M.Si Panjang Gelombang 1 m = 0,001 mm 1 m = 0,000001 m 0,6 m = 0,6 X 10-6 = 6 x 10-7 PANTULAN SPEKTRAL OBJEK Terdapat tiga objek utama di permukaan bumi, yaitu vegetasi, tanah,

Lebih terperinci

Aplikasi data penginderaan jauh untuk geologi telah

Aplikasi data penginderaan jauh untuk geologi telah Pengenalan Aplikasi Geologi Daerah Bojonegoro dan Sekitarnya Menggunakan Data Landsat-7 ETM+ Tri Muji Susantoro*, Projo Danoedoro**, Sutikno** * Staf Kelompok Penginderaan Jauh, KPRT Eksplorasi, PPPTMGB

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian

Lebih terperinci

Fariza Andri Anuz Retnadi Heru Jatmiko

Fariza Andri Anuz Retnadi Heru Jatmiko INTEGRASI PENGINDERAAN JAUH BERBASIS CITRA ASTER VNIR DAN SWIR DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI UNTUK PENENTUAN AWAL ZONA JEBAKAN MINYAK BUMI DI DAERAH JAWA TENGAH BAGIAN UTARA Fariza Andri Anuz fariza_andri@mail.ugm.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pembangunan pada suatu negara dapat dijadikan sebagai tolak ukur kualitas dari pemerintahan suatu negara. Pembangunan wilayah pada suatu negara dapat

Lebih terperinci

2.3.7 Analisis Data Penginderaan Jauh

2.3.7 Analisis Data Penginderaan Jauh 2.3.7 Analisis Data Penginderaan Jauh 2.3.7.1.Analisis Visual Analisis visual dilakukan untuk mendapatkan algoritma terbaik untuk menggabungkan data Landsat ETM+. Analisis visual dilakukan dengan menguji

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / BAB III GEOLOGI DAERAH PERBUKITAN RUMU 3.1 Geomorfologi Perbukitan Rumu Bentang alam yang terbentuk pada saat ini merupakan hasil dari pengaruh struktur, proses dan tahapan yang terjadi pada suatu daerah

Lebih terperinci

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

III.1 Morfologi Daerah Penelitian TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi suatu daerah merupakan bentukan bentang alam daerah tersebut. Morfologi daerah penelitian berdasakan pengamatan awal tekstur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan organik merupakan komponen tanah yang terbentuk dari jasad hidup (flora dan fauna) di tanah, perakaran tanaman hidup maupun mati yang sebagian terdekomposisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan, memiliki potensi sumberdaya mineral yang sangat melimpah. Sumberdaya mineral di Indonesia dapat berupa timah, nikel, bauksit, batubara,

Lebih terperinci

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Spektral Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR-2 yang diakuisisi pada tanggal 30 Juni 2009 seperti yang tampak pada Gambar 11. Untuk dapat

Lebih terperinci

PENGGUNAAN CITRA LANDSAT 7 ETM+ UNTUK IDENTIFIKASI STRUKTUR GEOLOGI DI KABUPATEN SUAI, TIMOR LESTE

PENGGUNAAN CITRA LANDSAT 7 ETM+ UNTUK IDENTIFIKASI STRUKTUR GEOLOGI DI KABUPATEN SUAI, TIMOR LESTE PENGGUNAAN CITRA LANDSAT 7 ETM+ UNTUK IDENTIFIKASI STRUKTUR GEOLOGI DI KABUPATEN SUAI, TIMOR LESTE Maria Maia De Fatima Barreto kajolbareto@yahoo.com Retnadi Heru Jatmiko Retnadi_heru@yahoo.com ABSTRACT

Lebih terperinci

PEMANFAATAN CITRA PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PEMETAAN LAHAN KRITIS DI DAERAH KOKAP DAN PENGASIH KABUPATEN KULONPROGO

PEMANFAATAN CITRA PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PEMETAAN LAHAN KRITIS DI DAERAH KOKAP DAN PENGASIH KABUPATEN KULONPROGO PEMANFAATAN CITRA PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PEMETAAN LAHAN KRITIS DI DAERAH KOKAP DAN PENGASIH KABUPATEN KULONPROGO Rahmadi Nur Prasetya geo.rahmadi@gmail.com Totok Gunawan

Lebih terperinci

HALAMAN PENGESAHAN...

HALAMAN PENGESAHAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii UCAPAN TERIMA KASIH... iv SARI... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR FOTO... xiii DAFTAR TABEL... xvi DAFTAR

Lebih terperinci

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH Asmoro Widagdo*, Sachrul Iswahyudi, Rachmad Setijadi, Gentur Waluyo Teknik Geologi, Universitas

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Daerah penelitian berada pada kuasa HPH milik PT. Aya Yayang Indonesia Indonesia, yang luasnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisi tentang latar belakang, tujuan, dan sistematika penulisan. BAB II KAJIAN LITERATUR

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisi tentang latar belakang, tujuan, dan sistematika penulisan. BAB II KAJIAN LITERATUR BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Citra yang direkam oleh satelit, memanfaatkan variasi daya, gelombang bunyi atau energi elektromagnetik. Selain itu juga dipengaruhi oleh cuaca dan keadaan atmosfer

Lebih terperinci

Evaluasi Indeks Urban Pada Citra Landsat Multitemporal Dalam Ekstraksi Kepadatan Bangunan

Evaluasi Indeks Urban Pada Citra Landsat Multitemporal Dalam Ekstraksi Kepadatan Bangunan Sukristiyanti et al. / Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan Jilid 17 No.1 ( 2007) 1-10 1 Evaluasi Indeks Urban Pada Citra Landsat Multitemporal Dalam Ekstraksi Kepadatan Bangunan SUKRISTIYANTI a, R. SUHARYADI

Lebih terperinci

BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL

BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL 4.1 Pengertian Ubahan Hidrotermal Ubahan hidrotermal adalah proses yang kompleks, meliputi perubahan secara mineralogi, kimia, dan tekstur yang dihasilkan dari interaksi larutan

Lebih terperinci

Image Fusion: Trik Mengatasi Keterbatasan Citra

Image Fusion: Trik Mengatasi Keterbatasan Citra Image Fusion: Trik Mengatasi Keterbatasan itra Hartanto Sanjaya Pemanfaatan cita satelit sebagai bahan kajian sumberdaya alam terus berkembang, sejalan dengan semakin majunya teknologi pemrosesan dan adanya

Lebih terperinci

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN 4.1 Geomorfologi Pada bab sebelumnya telah dijelaskan secara singkat mengenai geomorfologi umum daerah penelitian, dan pada bab ini akan dijelaskan secara lebih

Lebih terperinci

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB II TATANAN GEOLOGI BAB II TATANAN GEOLOGI 2.1 Geologi Regional 2.1.1 Fisiografi dan Morfologi Batu Hijau Pulau Sumbawa bagian baratdaya memiliki tipe endapan porfiri Cu-Au yang terletak di daerah Batu Hijau. Pulau Sumbawa

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Bentuk dan Pola Umum Morfologi Daerah Penelitian Bentuk bentang alam daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal tekstur berupa perbedaan tinggi dan relief yang

Lebih terperinci

STUDI ALTERASI DAN MINERALISASI DAERAH TAMBAKASRI DAN SEKITARNYA, KECAMATAN SUMBERMANJING WETAN KABUPATEN MALANG, PROVINSI JAWA TIMUR

STUDI ALTERASI DAN MINERALISASI DAERAH TAMBAKASRI DAN SEKITARNYA, KECAMATAN SUMBERMANJING WETAN KABUPATEN MALANG, PROVINSI JAWA TIMUR STUDI ALTERASI DAN MINERALISASI DAERAH TAMBAKASRI DAN SEKITARNYA, KECAMATAN SUMBERMANJING WETAN KABUPATEN MALANG, PROVINSI JAWA TIMUR ABSTRAK Sapto Heru Yuwanto (1), Lia Solichah (2) Jurusan Teknik Geologi

Lebih terperinci

Analisa Geologi Menggunakan Integrasi Citra Radarsat-2 dan Landsat ETM+7 (Studi Kasus : Kecamatan Puttusibau, Kalimantan Barat)

Analisa Geologi Menggunakan Integrasi Citra Radarsat-2 dan Landsat ETM+7 (Studi Kasus : Kecamatan Puttusibau, Kalimantan Barat) JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Analisa Geologi Menggunakan Integrasi Citra Radarsat-2 dan Landsat ETM+7 (Studi Kasus : Kecamatan Puttusibau, Kalimantan Barat)

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses eksogen adalah proses-proses yang bersifat

Lebih terperinci

Pemetaan Geologi Skala 1:50000 dengan Menggunakan Citra Radarsat 2 dan Landsat 8 (Studi Kasus : Nangapinoh Provinsi Kalimantan Barat)

Pemetaan Geologi Skala 1:50000 dengan Menggunakan Citra Radarsat 2 dan Landsat 8 (Studi Kasus : Nangapinoh Provinsi Kalimantan Barat) JURNAL TEKNIK POMITS Vol. x, No. x, (xxxx) ISSN: xxxx-xxxx (xxxx-xxxx Print) 1 Pemetaan Geologi Skala 1:50000 dengan Menggunakan Citra Radarsat 2 dan Landsat 8 (Studi Kasus : Nangapinoh Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN. Landsat (citra sejenis)

5 PEMBAHASAN. Landsat (citra sejenis) 5 PEMBAHASAN 5.1 Teknik Pengolahan Data Pulau Kecil dan Ekosistemnya 5.1.1 Pulau Kecil Pulau kecil tipe tektonik ditandai terutama oleh bentuklahan tektonik atau struktural dan di daerah penelitian didominasi

Lebih terperinci

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN Rahayu *), Danang Surya Candra **) *) Universitas Jendral Soedirman

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentang alam dan morfologi suatu daerah terbentuk melalui proses pembentukan secara geologi. Proses geologi itu disebut dengan proses geomorfologi. Bentang

Lebih terperinci

Bab III Karakteristik Alterasi Hidrotermal

Bab III Karakteristik Alterasi Hidrotermal Bab III Karakteristik Alterasi Hidrotermal III.1 Dasar Teori Alterasi hidrotermal adalah suatu proses yang terjadi akibat interaksi antara fluida panas dengan batuan samping yang dilaluinya, sehingga membentuk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan 15 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli sampai dengan April 2011 dengan daerah penelitian di Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur,

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Berdasarkan bentuk topografi dan morfologi daerah penelitian maka diperlukan analisa geomorfologi sehingga dapat diketahui bagaimana

Lebih terperinci

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan 3.2.3.3. Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan Secara umum, satuan ini telah mengalami metamorfisme derajat sangat rendah. Hal ini dapat ditunjukkan dengan kondisi batuan yang relatif jauh lebih keras

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Daerah penyelidikan terletak di Desa Popai, Kecamatan Ella Hilir, Kabupaten Melawi, Propinsi Kalimantan Barat. Secara geografis daerah penyelidikan

Lebih terperinci

PERAN REMOTE SENSING DALAM KEGIATAN EKSPLORASI GEOLOGI

PERAN REMOTE SENSING DALAM KEGIATAN EKSPLORASI GEOLOGI PERAN REMOTE SENSING DALAM KEGIATAN EKSPLORASI GEOLOGI Penginderaan jauh atau disingkat inderaja, berasal dari bahasa Inggris yaitu remote sensing. Pada awal perkembangannya, inderaja hanya merupakan teknik

Lebih terperinci

Oleh : Imron Bashori*, Prakosa Rachwibowo*, Dian Agus Widiarso (corresponding

Oleh : Imron Bashori*, Prakosa Rachwibowo*, Dian Agus Widiarso (corresponding ANALISIS PENGINDERAAN JAUH UNTUK MENENTUKAN DAERAH BAHAYA DALAM RANGKA MENDUKUNG UPAYA MITIGASI BENCANA GUNUNGAPI DENGAN MENGGUNAKAN CITRA DEM DAN LANDSAT DAERAH GUNUNG BATUR KABUPATEN BANGLI PROVINSI

Lebih terperinci

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik 5. PEMBAHASAN Penginderaan jauh mempunyai peran penting dalam inventarisasi sumberdaya alam. Berbagai kekurangan dan kelebihan yang dimiliki penginderaan jauh mampu memberikan informasi yang cepat khususnya

Lebih terperinci

PENGINDERAAN JAUH DENGAN NILAI INDEKS FAKTOR UNTUK IDENTIFIKASI MANGROVE DI BATAM (Studi Kasus Gugusan Pulau Jandaberhias)

PENGINDERAAN JAUH DENGAN NILAI INDEKS FAKTOR UNTUK IDENTIFIKASI MANGROVE DI BATAM (Studi Kasus Gugusan Pulau Jandaberhias) Berita Dirgantara Vol. 12 No. 3 September 2011:104-109 PENGINDERAAN JAUH DENGAN NILAI INDEKS FAKTOR UNTUK IDENTIFIKASI MANGROVE DI BATAM (Studi Kasus Gugusan Pulau Jandaberhias) Susanto, Wikanti Asriningrum

Lebih terperinci

Pemanfaatan Citra Aster untuk Inventarisasi Sumberdaya Laut dan Pesisir Pulau Karimunjawa dan Kemujan, Kepulauan Karimunjawa

Pemanfaatan Citra Aster untuk Inventarisasi Sumberdaya Laut dan Pesisir Pulau Karimunjawa dan Kemujan, Kepulauan Karimunjawa ISSN 0853-7291 Pemanfaatan Citra Aster untuk Inventarisasi Sumberdaya Laut dan Pesisir Pulau Karimunjawa dan Kemujan, Kepulauan Karimunjawa Petrus Soebardjo*, Baskoro Rochaddi, Sigit Purnomo Jurusan Ilmu

Lebih terperinci

Ciri Litologi

Ciri Litologi Kedudukan perlapisan umum satuan ini berarah barat laut-tenggara dengan kemiringan berkisar antara 60 o hingga 84 o (Lampiran F. Peta Lintasan). Satuan batuan ini diperkirakan mengalami proses deformasi

Lebih terperinci

Gambar 4.15 Kenampakan Satuan Dataran Aluvial. Foto menghadap selatan.

Gambar 4.15 Kenampakan Satuan Dataran Aluvial. Foto menghadap selatan. Gambar 4.15 Kenampakan Satuan Dataran Aluvial. Foto menghadap selatan. Gambar 4.16 Teras sungai pada daerah penelitian. Foto menghadap timur. 4.2 Tata Guna Lahan Tata guna lahan pada daerah penelitian

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta,

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta, BAB II Geomorfologi II.1 Fisiografi Fisiografi Jawa Barat telah dilakukan penelitian oleh Van Bemmelen sehingga dapat dikelompokkan menjadi 6 zona yang berarah barat-timur (van Bemmelen, 1949 op.cit Martodjojo,

Lebih terperinci

ACARA IV POLA PENGALIRAN

ACARA IV POLA PENGALIRAN ACARA IV POLA PENGALIRAN 4.1 Maksud dan Tujuan Maksud acara pola pengaliran adalah: 1. Mengenalkan macam-macam jenis pola pengaliran dasar dan ubahannya. 2. Mengenalkan cara analisis pola pengaliran pada

Lebih terperinci

Studi Banding antara Metode Minimum Distance dan Gaussian Maximum Likelihood Sebagai Pengklasifikasi Citra Multispektral

Studi Banding antara Metode Minimum Distance dan Gaussian Maximum Likelihood Sebagai Pengklasifikasi Citra Multispektral JURNAL MATEMATIKA DAN KOMPUTER Vol. 7. No. 2, 26-35, Agustus 2004, ISSN : 40-858 Studi Banding antara Metode Minimum Distance dan Gaussian Maximum Likelihood Sebagai Pengklasifikasi Citra Multispektral

Lebih terperinci

BAB III ALTERASI HIDROTERMAL

BAB III ALTERASI HIDROTERMAL BAB III ALTERASI HIDROTERMAL 3.1 Tinjauan Umum White (1996) mendefinisikan alterasi hidrotermal adalah perubahan mineralogi dan komposisi yang terjadi pada batuan ketika batuan berinteraksi dengan larutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan materi yang terdiri dari agregat (butiran) padat yang tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain serta dari bahan bahan organik yang telah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan 2.1.1 Pengertian Lahan Pengertian lahan tidak sama dengan tanah, tanah adalah benda alami yang heterogen dan dinamis, merupakan interaksi hasil kerja

Lebih terperinci

INTERPRETASI CITRA IKONOS KAWASAN PESISIR PANTAI SELATAN MATA KULIAH PENGINDERAAN JAUH OLEH : BHIAN RANGGA J.R NIM : K

INTERPRETASI CITRA IKONOS KAWASAN PESISIR PANTAI SELATAN MATA KULIAH PENGINDERAAN JAUH OLEH : BHIAN RANGGA J.R NIM : K INTERPRETASI CITRA IKONOS KAWASAN PESISIR PANTAI SELATAN MATA KULIAH PENGINDERAAN JAUH OLEH : BHIAN RANGGA J.R NIM : K 5410012 PENDIDIKAN GEOGRAFI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Luas DAS Cileungsi

HASIL DAN PEMBAHASAN Luas DAS Cileungsi 9 HASIL DAN PEMBAHASAN Luas DAS Cileungsi Wilayah DAS Cileungsi meliputi wilayah tangkapan air hujan yang secara keseluruhan dialirkan melalui sungai Cileungsi. Batas DAS tersebut dapat diketahui dari

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian meliputi wilayah Kota Bogor yang terletak di antara 106 0 43 30 106 0 51 00 Bujur Timur dan 6 0 30 30 6 0 41 00 Lintang Selatan.

Lebih terperinci

KLASIFIKASI CITRA LANDSAT UNTUK IDENTIFIKASI KONDISI GEOLOGI: STUDI KASUS DAERAH PARANGTRITIS JOGJAKARTA

KLASIFIKASI CITRA LANDSAT UNTUK IDENTIFIKASI KONDISI GEOLOGI: STUDI KASUS DAERAH PARANGTRITIS JOGJAKARTA KLASIFIKASI CITRA LANDSAT UNTUK IDENTIFIKASI KONDISI GEOLOGI: STUDI KASUS DAERAH PARANGTRITIS JOGJAKARTA Rokhmat Hidayat, Mauridhi Hery Purnomo, dan I Ketut Eddy Purnama Bidang Keahlian Telematika, Teknik

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian Morfologi muka bumi yang tampak pada saat ini merupakan hasil dari proses-proses geomorfik yang berlangsung. Proses geomorfik menurut

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : ARIE OCTAVIANUS RAHEL NIM

SKRIPSI. Oleh : ARIE OCTAVIANUS RAHEL NIM GEOLOGI DAN STUDI ALTERASI HIDROTHERMAL DAN MINERALISASI DI DAERAH BUKIT DELIMA DAN SEKITARNYA, KECAMATAN OBA TENGAH, KOTA TIDORE KEPULAUAN, PROPINSI MALUKU UTARA SKRIPSI Oleh : ARIE OCTAVIANUS RAHEL NIM.

Lebih terperinci

BAB III Perolehan dan Analisis Data

BAB III Perolehan dan Analisis Data BAB III Perolehan dan Analisis Data BAB III PEROLEHAN DAN ANALISIS DATA Lokasi penelitian, pada Peta Geologi Lembar Cianjur skala 1 : 100.000, terletak di Formasi Rajamandala. Penelitian lapangan berupa

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini serta tahapan-tahapan yang dilakukan dalam mengklasifikasi tata guna lahan dari hasil

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Stratigrafi Daerah Nanga Kantu Stratigrafi Formasi Kantu terdiri dari 4 satuan tidak resmi. Urutan satuan tersebut dari tua ke muda (Gambar 3.1) adalah Satuan Bancuh

Lebih terperinci

BAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN

BAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN BAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN 5.1 Tinjauan Umum Alterasi hidrotermal adalah suatu proses yang terjadi sebagai akibat dari adanya interaksi antara batuan dengan fluida hidrotermal. Proses yang

Lebih terperinci

APLIKASI PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI UNTUK KESESUAIAN LAHAN PERMUKIMAN KOTA BEKASI. Dyah Wuri Khairina

APLIKASI PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI UNTUK KESESUAIAN LAHAN PERMUKIMAN KOTA BEKASI. Dyah Wuri Khairina APLIKASI PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI UNTUK KESESUAIAN LAHAN PERMUKIMAN KOTA BEKASI Dyah Wuri Khairina dyah.wuri.k@mail.ugm.ac.id Taufik Hery Purwanto taufikhery@mail.ugm.ac.id Abstract

Lebih terperinci

ix

ix DAFTAR ISI viii ix x DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Emisivitas dari permukaan benda yang berbeda pada panjang gelombang 8 14 μm. 12 Tabel 1.2. Kesalahan suhu yang disebabkan oleh emisivitas objek pada suhu 288

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH KOMPOSIT BAND CITRA LANDSAT DENGAN ENVI. Oleh: Nama : Deasy Rosyida Rahmayunita NRP :

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH KOMPOSIT BAND CITRA LANDSAT DENGAN ENVI. Oleh: Nama : Deasy Rosyida Rahmayunita NRP : LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH KOMPOSIT BAND CITRA LANDSAT DENGAN ENVI Oleh: Nama : Deasy Rosyida Rahmayunita NRP : 3513100016 Dosen Pembimbing: Nama : Prof.Dr.Ir. Bangun Muljo Sukojo, DEA, DESS NIP

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Geomorfologi daerah penelitian ditentukan berdasarkan intepretasi peta topografi, yang kemudian dilakukan pengamatan secara langsung di

Lebih terperinci

EVALUASI METODE FUSI CITRA MULTI RESOLUSI MENGGUNAKAN ALGORITMA WANG BOVIK DAN OBJECT BASED IMAGE ANALYSIS (OBIA)

EVALUASI METODE FUSI CITRA MULTI RESOLUSI MENGGUNAKAN ALGORITMA WANG BOVIK DAN OBJECT BASED IMAGE ANALYSIS (OBIA) EVALUASI METODE FUSI CITRA MULTI RESOLUSI MENGGUNAKAN ALGORITMA WANG BOVIK DAN OBJECT BASED IMAGE ANALYSIS (OBIA) Sanjiwana Arjasakusuma 1,3*, Yanuar Adji N. 2, Isti Fadatul K. 2 dan Pramaditya W. 3 1

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN APLIKASI FUSI CITRA (IMAGE FUSION) DARI DATA PENGINDERAAN JAUH MENGGUNAKAN METODE PANSHARPENING TUGAS AKHIR

RANCANG BANGUN APLIKASI FUSI CITRA (IMAGE FUSION) DARI DATA PENGINDERAAN JAUH MENGGUNAKAN METODE PANSHARPENING TUGAS AKHIR RANCANG BANGUN APLIKASI FUSI CITRA (IMAGE FUSION) DARI DATA PENGINDERAAN JAUH MENGGUNAKAN METODE PANSHARPENING TUGAS AKHIR Diajukan guna memenuhi sebagian persyaratan dalam rangka menyelesaikan studi Program

Lebih terperinci

Elok Azza Ulul Azmi Projo Danoedoro

Elok Azza Ulul Azmi Projo Danoedoro ANALISA LANDSAT 5 DAN SRTM UNTUK IDENTIFIKASI STRUKTUR GEOLOGI SEBAGAI LANGKAH AWAL PENENTUAN LOKASI POTENSI CEBAKAN HIDROKARBON DI SEBAGIAN PANTURA JAWA TENGAH Elok Azza Ulul Azmi elok.azza.ua@gmail.com

Lebih terperinci

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. (a) (c) (b) (d) Foto 3.10 Kenampakan makroskopis berbagai macam litologi pada Satuan

Lebih terperinci

Analisa Perubahan Tutupan Lahan di Waduk Riam Kanan dan Sekitarnya Menggunakan Sistem Informasi Geografis(SIG) dan data citra Landsat

Analisa Perubahan Tutupan Lahan di Waduk Riam Kanan dan Sekitarnya Menggunakan Sistem Informasi Geografis(SIG) dan data citra Landsat Analisa Perubahan Tutupan Lahan di Waduk Riam Kanan dan Sekitarnya Menggunakan Sistem Informasi Geografis(SIG) dan data citra Landsat Rully Sasmitha dan Nurlina Abstrak: Telah dilakukan penelitian untuk

Lebih terperinci

Gambar 7. Lokasi Penelitian

Gambar 7. Lokasi Penelitian III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat sebagai daerah penelitian yang terletak pada 6 56'49''-7 45'00'' Lintang Selatan

Lebih terperinci

PENGINDERAAN JAUH. --- anna s file

PENGINDERAAN JAUH. --- anna s file PENGINDERAAN JAUH copyright@2007 --- anna s file Pengertian Penginderaan Jauh Beberapa ahli berpendapat bahwa inderaja merupakan teknik yang dikembangkan untuk memperoleh data di permukaan bumi, jadi inderaja

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi secara umum daerah penelitian tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur

Lebih terperinci

Oleh : Hernandi Kustandyo ( ) Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Oleh : Hernandi Kustandyo ( ) Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Oleh : Hernandi Kustandyo (3508100001) Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Ekosistem mangrove adalah salah satu obyek yang bisa diidentifikasi

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal dari peta topografi dan citra satelit,

Lebih terperinci

AbdurRahman* 1. UNLAM *

AbdurRahman* 1. UNLAM * PEMANFAATAN CITRA SATELIT ASTER DAN MODEL ALGORITMA PCA DAN NDVI UNTUK MONITORING KESEHATAN EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI PERAIRAN BUNATI KABUPATEN TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN AbdurRahman* 1

Lebih terperinci

Gambar 1. Satelit Landsat

Gambar 1. Satelit Landsat 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penginderaan Jauh Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu

Lebih terperinci

LOGO PEMBAHASAN. 1. Pemetaan Geomorfologi, NDVI dan Temperatur Permukaan Tanah. 2. Proses Deliniasi Prospek Panas Bumi Tiris dan Sekitarnya

LOGO PEMBAHASAN. 1. Pemetaan Geomorfologi, NDVI dan Temperatur Permukaan Tanah. 2. Proses Deliniasi Prospek Panas Bumi Tiris dan Sekitarnya PEMBAHASAN 1. Pemetaan Geomorfologi, NDVI dan Temperatur Permukaan Tanah 2. Proses Deliniasi Prospek Panas Bumi Tiris dan Sekitarnya Pemetaan Geomorfologi,NDVI dan Temperatur Permukaan Tanah Pemetaan Geomorfologi

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Kondisi Geomorfologi Bentuk topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses endogen adalah

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN LANJUTAN BITUMEN PADAT DI DAERAH NANGASILAT DAN SEKITARNYA KABUPATEN KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT. Soleh Basuki Rahmat 1

PENYELIDIKAN LANJUTAN BITUMEN PADAT DI DAERAH NANGASILAT DAN SEKITARNYA KABUPATEN KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT. Soleh Basuki Rahmat 1 PENYELIDIKAN LANJUTAN BITUMEN PADAT DI DAERAH NANGASILAT DAN SEKITARNYA KABUPATEN KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT Soleh Basuki Rahmat 1 1 Kelompok Kerja Energi Fosil S A R I Lokasi daerah penyelidikan

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN PERUMAHAN KELAS MENENGAH MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KOTA SURABAYA

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN PERUMAHAN KELAS MENENGAH MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KOTA SURABAYA ANALISIS KESESUAIAN LAHAN PERUMAHAN KELAS MENENGAH MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KOTA SURABAYA Artan Niki Alunita artan_niki@yahoo.com Projo Danoedoro projo.danoedoro@yahoo.com

Lebih terperinci

PEMANFAATAN CITRA LANDSAT 7 ETM+ UNTUK PEMETAAN POTENSI MINERALISASI EMAS DI KAWASAN GUNUNG DODO, KABUPATEN SUMBAWA, NTB

PEMANFAATAN CITRA LANDSAT 7 ETM+ UNTUK PEMETAAN POTENSI MINERALISASI EMAS DI KAWASAN GUNUNG DODO, KABUPATEN SUMBAWA, NTB PEMANFAATAN CITRA LANDSAT 7 ETM+ UNTUK PEMETAAN POTENSI MINERALISASI EMAS DI KAWASAN GUNUNG DODO, KABUPATEN SUMBAWA, NTB Rangga Paraditya rangga.paraditya89@gmail.com Taufik Hery Purwanto taufik_hp@yahoo.com

Lebih terperinci

Perubahan Luasan Mangrove dengan Menggunakan Teknik Penginderaan Jauh Di Taman Nasional Sembilang Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan

Perubahan Luasan Mangrove dengan Menggunakan Teknik Penginderaan Jauh Di Taman Nasional Sembilang Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan 77 M. Indica et al. / Maspari Journal 02 (2011) 77-82 Maspari Journal 02 (2011) 77-81 http://masparijournal.blogspot.com Perubahan Luasan Mangrove dengan Menggunakan Teknik Penginderaan Jauh Di Taman Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Judul Penelitian Evolusi Struktur Geologi Daerah Sentolo dan Sekitarnya, Kabupaten Kulon Progo, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. I.2. Latar Belakang Proses geologi yang berupa

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Geomorfologi pada daerah penelitian ditentukan berdasarkan pengamatan awal pada peta topografi dan pengamatan langsung

Lebih terperinci

APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH. Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2

APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH. Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2 APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2 Prosedur analisis citra untuk penggunaan tanah 1. Pra-pengolahan data atau pengolahan awal yang merupakan restorasi citra 2. Pemotongan

Lebih terperinci

INTEGRASI DATA PENGINDERAAN JAUH CITRA LANDSAT 8 DAN SRTM UNTUK IDENTIFIKASI BENTUK LAHAN DOME KULONPROGO

INTEGRASI DATA PENGINDERAAN JAUH CITRA LANDSAT 8 DAN SRTM UNTUK IDENTIFIKASI BENTUK LAHAN DOME KULONPROGO INTEGRASI DATA PENGINDERAAN JAUH CITRA LANDSAT 8 DAN SRTM UNTUK IDENTIFIKASI BENTUK LAHAN DOME KULONPROGO 1 2 Ignatius Adi Prabowo, Dianto Isnawan Jurusan Teknik Geologi Sekolah Tinggi Teknologi Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pulau Jawa merupakan busur gunungapi memanjang barat-timur yang dihasilkan dari pertemuan lempeng Eurasia dan Hindia-Australia. Kondisi geologi Pulau Jawa ditunjukkan

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. GEOMORFOLOGI Daerah penelitian memiliki pola kontur yang relatif rapat dan terjal. Ketinggian di daerah penelitian berkisar antara 1125-1711 mdpl. Daerah penelitian

Lebih terperinci

PENAJAMAN DAN SEGMENTASI CITRA PADA PENGOLAHAN CITRA DIGITAL. Moehammad Awaluddin, Bambang Darmo Y *)

PENAJAMAN DAN SEGMENTASI CITRA PADA PENGOLAHAN CITRA DIGITAL. Moehammad Awaluddin, Bambang Darmo Y *) PENAJAMAN DAN SEGMENTASI CITRA PADA PENGOLAHAN CITRA DIGITAL Moehammad Awaluddin, Bambang Darmo Y *) Abstract Image processing takes an image to produce a modified image for better viewing or some other

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentuk morfologi dan topografi di daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen yang bersifat destruktif dan proses endogen yang berisfat konstruktif.

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci