BAB II LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Hukum Pajak Internasional Negara Indonesia mengadakan treaty tax (perjanjian penghidaran pajak berganda) bukanlah semata-mata keinginan dari negara kita, namun juga karena ada asas timbal balik dan keinginan yang sama dari negara yang mengadakan perjanjian tersebut. Menurut PJA Adriani, hukum pajak internasional ialah keseluruhan peraturan (Pasal 23 Ayat (2) Undang-undang Dasar 1945) Segala pajak untuk keperluan Negara berdasarkan Undang-undang yang mengatur tata tertib hukum dan yang mengatur soal penyedotan daya beli itu di masing-masing negara. Pengertian hukum pajak internsional itu merupakan suatu pengertian yang lebih luas dari pada pengertian hukum pajak berganda dan hukum pajak nasional itu termasuk di dalam hukum pajak internasional. Hukum pajak internasional merupakan suatu kesatuan undang-undang nasional mengenai: a. Pengenaan pajak terhadap orang-orang luar negeri. b. Peraturan-peraturan nasional untuk menghindarkan pajak berganda. c. Traktat-traktat. 7

2 Menurut negara-negara Anglo Sakson (Amerika Serikat, Inggris, dan Jepang), hukum internasional dibagi sebagai berikut: 1. Hukum pajak nasional mengatur hukum pajak luar negeri (National External Tax Law) 2. Hukum pajak luar negeri (Foreign Tax Law) 3. Hukum pajak internasional (International Tax Law) National external tax law merupakan bagian dari hukum pajak nasional yang memuat ketentuan-ketentuan mengenai pengenaan pajak yang mempunyai daya kerja sampai di luar batas-batas negara karena terdapat unsure-unsur asing, baik mengenai objeknya (sumber ada di luar negeri) maupun mengenai subyeknya (subyek ada di luar negeri). Foreign Tax Law keseluruhan perundang-undangan dan peraturan-peraturan pajak dari negara-negara yang ada diseluruh dunia. International Tax Law dibedakan dalam arti sempit dan arti luas. Hukum pajak internsional dalam arti sempit merupakan keseluruhan kaedah pajak yang berdasarkan hukum antar negara seperti traktat-traktat, konvensi, dan lazim diterima baik oleh negara-negara didunia, mempunyai tujuan mengatur soal perpajakan antara negara yang saling mempunyai kepentingan. Sedangkan hukum pajak internasional dalam arti luas. Hukum keseluruhan kaedah yang berdasarkan traktat-traktat, konvensi-konvensi, dan prinsip hukum pajak yang diterima baik oleh negara-negara di dunia, maupun kaedah-kaedah nasional yang 8

3 mempunyai sebagai subjeknya pengenaan pajak dalam mana dapat ditunjukkan adanya unsur-unsur asing, hal mana mungkin dapat menimbulkan bentrokan hukum atara dua negara atau lebih. II.2 Pengertian Pajak Berganda International Sehubungan dengan pengertian pajak berganda (double taxation), berdasarkan Knechtle dalam bukunya yang berjudul Basic Problems in Internasional Fiscal Law (1979) memberikan pembahasan secara rinci bahwa pengertian pajak berganda dibedakan menjadi dua, yaitu : 1. Secara Luas, Pajak berganda adalah bentuk pembebanan pajak dan pungutan lainnya lebih dari satu kali, yang dapat berganda atau lebih atas suatu fakta fiskal. 2. Secara Sempit, Pajak berganda dianggap terjadi pada semua kasus pemajakan beberapa kali terhadap suatu subjek dan atau objek pajak dalam satu administrasi pajak yang sama, yang mengesampingkan pembebanan pajak oleh pemerintah daerah. Selanjutnya, pajak berganda sesuai dengan negara (yurisdiksi) pemungut pajaknya, dapat dikelompokkan menjadi pajak berganda : 1. Internal (domestic) 2. Internasional Dalam kedua kelompok tersebut terdapat pajak berganda vertikal, horizontal dan diagonal (terutama dalam negara yang berbentuk federal). 9

4 Beberapa unsur Pajak Berganda Internasional (PBI), apabila pemajakan berganda (multiple) dilakukan oleh beberapa adminitrasi pajak (berdasarkan yurisdiksi pemajakan domestik tiap negara) maka teradapat pajak berganda Internasional (international double taxation). Secara teoretis dan normatif, istilah pajak berganda internasional meliputi beberapa unsur, antara lain: 1. Pengenaan Pajak oleh beberapa otoritas pemajakan terhadap kriteria identitas. 2. Identitas subjek pajak (Wajib Pajak yang sama) 3. Identitas objek pajak (objek yang sama) 4. Identitas masa pajak 5. Identitas (kesamaan) pajak Beberapa tipe Pajak Berganda Internasional ( PBI ): 1. Faktual dan potensial 2. Yuridis dan ekonomis 3. Langsung dan tidak langsung Beberapa bentuk pajak berganda internasional: 1. Pajak Penjualan Walaupun hanya ditujukan terhadap peredaran dan konsumsi domestik, terdapat kemungkinan bahwa pajak penjualan (peredaran dan pertambahan nilai) dapat menimbulkan P3B. Hal itu dapat terjadi apabila dalam prinsip pemajakan 10

5 negara pengekspor menganut prinsip Negara asal (origin principle, pemajakan oleh negara asal barang dan jasa), sedangkan negara pengimpor menganut prinsip negara tujuan (destination principle, pemajakan oleh negara tujuan sebagai pemanfaat barang dan jasa). Namun, karena pemajakan atas transfer barang dan jasa, hampir semua Negara pemungut pajak penjualan menganut prinsip negara tujuan, maka tidak akan terjadi PBI dalam pajak tidak langsung. 2. Pajak Penghasilan Dalam pemajakan ini, kita mengenal dua pendekatan kewajiban pajak, antara lain: a. Kewajiban pajak tidak terbatas, merupakan resultat dari pemajakan berdasarkan pertalian subjektif yang dapat berupa nasionalitas atau tempat pendirian atau tempat kedudukan. b. Kewajiban pajak terbatas, merupakan resultat dari pemajakan berdasarkan pertalian objektif yang dapat berupa lokasi aktivitas ekonomi dan sumber penghasilan. Sehubungan dengan pajak penghasilan, PBI dapat terjadi karena benturan antar klaim, yaitu: 1. Pemajakan tak terbatas 2. Pemajakan tak dengan terbats 3. Pemajakan terbatas 11

6 Benturan antar klaim pemajakan tak terbatas dapat terjadi antar negara penganut prinsip : a. Nasionalitas, pada umumnya terjadi terhadap orang pribadi yang berada di negara penganut tempat kelahiran dengan orang tua dari negara penganut keturunan. b. Nasionalitas dengan residensi, dapat terjadi baik pada wajib pajak orang pribadi maupun badan. c. Residensi, terjadi pada orang pribadi yang mempunyai tempat tinggal di negara penganut pemajakan berdasarkan asas domisili namun ia berada dalam waktu yang relatif substansial di negara penganut prinsip kehadiran substansial (lebih dari 183 hari). Benturan tersebut terjadi apabila subjek pajak yang bertempat tinggal atau bertempat kedudukan di negara penganut pemajakan global memperoleh penghasilan atau menjalankan aktivitas ekonomi juga memperoleh penghasilan dari negara penganut klaim pemajakan terbatas, maka akan timbul PBI sebagai akibat benturan klaim pemajakan terbatas. Ketentuan dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan. Dalam ketentuan pemajakannya, UU PPh menganut pertalian subjektif dan objektif. Pertalian subjektif orang pribadi ditentukan berdasarkan : a. Tempat tinggal (di Indonesia) b. Kehadiran/ keberadaan (di Indonesia lebih dari 183 hari) c. Niat untuk bertempat tinggal di Indonesia 12

7 Pertalian subjektif badan ditentukan berdasarkan : a. Tempat pendirian b. Tempat kedudukan II. 3 Pengertian Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda Perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) adalah perjanjian pajak antara 2 (dua) negara (bilateral) yang mengatur mengenai pembagian hak pemajakan atas penghasilan yang diperoleh atau diterima oleh penduduk dari salah satu atau kedua negara pihak pada persetujuan (both Contracting States). Pembagian hak pemajakan tersebut diatur dengan tujuan untuk mencegah seminimal mungkin terjadinya pengenaan pajak berganda. Dengan kata lain, pencegahan pajak berganda dalam P3B diatur dengan membatasi hak pemajakan dari negara sumber atas penghasilan yang timbul dari wilayah juridiksinya. Apabila pengenaan pajak berganda dapat dihindari seminimal mungkin, maka diharapkan dapat mencegah timbulnya efek negatif yaitu distorsi dalam transaksi internasional. Disamping itu, P3B memiliki tujuan lainnya, yaitu : 1. Mencegah timbulnya pengelakan pajak 2. Memberikan kepastian hukum. 3. Pertukaran informasi. 4. Penyelesain sengketa di dalam penerapan P3B. 5. Non diskriminasi. 6. Bantuan dalam penagihan pajak. 7. Penghematan dalam cash flow. 13

8 Pada umumnya P3B dimaksudkan sebagai salah satu instrumen yang digunakan untuk menciptakan iklim yang kondusif dalam meningkatkan hubungan ekonomi kedua negara. Hal ini dimungkinkan dengan mencegah timbulnya pajak berganda, penyeludupan pajak, dan memberikan kepastian hukum dan insentif pajak berupa penghematan pajak berupa penghematan dalam cash flow bagi penduduk dari kedua negara pihak pada persetujuan yang melakukan transaksi internasional. Persetujuan ini mengakomodasi ketentuan yang memberikan perlindungan bagi penduduk dari suatu negara pihak pada persetujuan yang melakukan usaha di negara pihak lainnya pada persetujuan (the other Contracting States). Perlindungan dimaksud berupa perlakukan non diskriminasi dan penyelesaian sengketa pajak yang tidak sesuai dengan penerapan sebagaimana dimaksud dalam persetujuan. Selain itu, P3B mengakomodasi pula kepentingan politik dari kedua negara pihak pada persetujuan. Misalnya dengan persetujuan ini diharapkan hubungan politik luar negeri dari kedua negara tersebut menajdi lebih erat dan harmonis. II.4 Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) Secara tradisional terdapat beberapa metode penghindaran P3B, yaitu : 1. Pembebasan/pengecualian (exemption) Metode ini berupaya untuk secara total mengeliminasi P3B. Metode tersebut menghendaki suatu Negara pemegang yurisdiksi pemajakan untuk rela melepaskan hak pemajakannya dan sepertinya mengakui pemajakan eksklusif di negara lain. Metode ini meliputi : 14

9 a. Pembebasan subjek, umumnya diberlakukan terhadap anggota korps diplomatik, konsuler, dan organisasi internasional. Para duta besar, anggota korps diplomatik dan konsuler, yang sesuai dengan hukum internasional, mendapat privelage pemajakan. Mereka hanya dikenakan pajak oleh negara pengirimnya saja. b. Pembebasan objek, yang lebih dikenal dengan full exemption diberikan dengan mengeluarkan penghasilan luar negeri dari basis pemajakan WPDN negara tersebut. Karena penghasilan luar negeri dikeluarkan dari basis penghitungan pajak atas penghasilan global, maka secara wajar, kerugian juga dikeluarkan sebagai pengurang basis penghitungan pajak. c. Pembebasan pajak, pada prinsipnya penghasilan luar negeri dibebaskan dari pajak domestik, namun untuk keperluan penghitungan pajak pengaruh progresi penghasilan luar negeri terhadap pengenaan pajak atas penghasilan global dipertahankan. Apabila Negara residen memberlakukan tarif sepadan (proposional atau flat), maka pengaruh progresi tersebut adalah nihil. Progresi akan berpengaruh positif apabila penghasilan luar negeri negative, karena kerugian tersebut merupakan pengurang basis penghitungan pajak atas penghasilan global. Hal ini merupakan salah satu perbedaan antara metode pembebasan penghasilan dengan pembebasan pajak. Pengaruh progresif akan efektif di negara penganut tarif pajak progresif. Misalnya: Tuan Wili, penduduk negara A, memperoleh penghasilan bersih Rp.100,000,000,- Penghasilan dalam negeri Rp. 40,000,000,- penghasilan 15

10 luar negeri Rp. 60,000,000,- Negara A menerapkan tarif progresif yaitu, 10 % atas penghasilan bersih sampai dengan 25,000,000,-, 20 % atas penghasilan diatas Rp. 25,000,000 sampai dengan Rp. 50,000,000,-, 30 % atas penghasilan di atas Rp. 50,000,000,-. Apabila negara itu menerapkan metode pembebasan penuh maka pajak terutang atas penghasilan yang diperoleh Tn Wili adalah: Tarif Pogresif 10 % X 25,000,000,- = Rp. 4,000,000,- 20 % X 15,000,000,- = Rp. 1,500,000,- Jumlah Rp. 5,500,000,- Diklasifkasikan sebagai metode pembebasan progresif apabila penghasilan yang berasal dari luar negeri turut diperhitungkan dengan penghasilan dalam negeri hanya untuk tujuan penentuan tarif pajak dakam rangka menentukan besarnya pajak yang terutang atas penghasilan dari dalam negeri. Apabila contoh diambil dari kasus Tn Satoru, maka pajak terutang atas penghasilan yang diperolehnya adalah 30 % X 40,000,000,- = Rp. 12,000,000,- 2. Kredit Pajak Berbeda dengan metode eksemsi (yang mengeliminasi penghasilan luar negeri dari basis pengenaan atau pemajakan dengan memperhitungkan penghasilan terhadap penghasilan income against income), metode kredit memberikan keringanan atau eliminasi PBI dengan cara mengkreditkan (mengurangkan atau mengimputasikan) 16

11 pajak luar negeri terhadap pajak penghasilan global yang merupakan porsi penghasilan luar negeri. Beberapa varian dari metode kredit, antara lain : a. Kredit penuh, mengurangkan pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri sepenuhnya terhadap pajak domestik yang dialokasikan terhadap penghasilan dimaksud. Metode ini sangat jarang negara yang memberlakukan metode kredit penuh. Misalnya, Tn Wolo, penduduk negara B memperoleh penghasilan dari luar negeri sebesar Rp. 100,000,000,- dan telah dikanakan pajak di luar negeri sebesar 40% dari jumlah bruto sebesar Rp. 40,000,000,-. Selain itu, Tn Wolo memperoleh penghasilan yang berasal dari dalam negeri sebesar Rp. 100,000,00,- Negara B menerapkan tarif progresif, 10 % atas penghasilan bersih sampai dengan Rp. 20,000,000,-, 20 % atas penghasilan di atas Rp. 20,000,000,- sampai dengan Rp. 40,000,000,-, 40 % atas penghasilan di atas Rp. 40,000,000,-. Tarif Progresif 10 % X 20,000,000,- = Rp. 2,000,000,- 20 % X 50,000,000,- = Rp. 10,000,000,- 40 % X 140,000,000,- = Rp. 56,000,000,- 17

12 Jumlah Rp. 66,000,000,- Sehubungan dengan metode pengkreditan penuh, atas seluruh pajak yang dibayar atau terutang diluar negeri sebesar Rp. 40,000,000,- oleh Tn Wolo dapat diperhitungkan senagai kredit pajak atas yang terutang diakhir tahun. b. Kredit pajak biasa, memberikan keringan pajak berganda internasional yang berupa pengurangan pajak luar negeri terhadap pajak nasioanl dengan batasan jumlah yang terendah antara pajak domestik yang dialokasikan kepada penghasilan luar negeri dan pajak yang sebenarnya terutang atau dibayar di luar negeri atas penghasilan dimaksud yang termasuk dalam penghasilan global. Misalnya, PT. AB memperoleh penghasilan bersih dalam satu tahun pajak sebesar Rp. 1,000,000,000,- yang terdiri dari Rp. 500,000,000,- dari luar negeri dan sisanya Rp. 500,000,000,- diperoleh dari kegiatan dalam negeri. Atas penghasilan dari luar negeri itu telah dikenakan pajak pajak 50% atau sebesar Rp. 250,000,000,- Jumlah pajak yang dibayar diluar negeri dapat dikreditkan di Indonesia adalah sebesar Rp. 145,625,000,- yaitu sebesar batas maksimum yang diperkenankan sesuai dengan pasal 24 undang undang PPh yang berlaku di Indonesia. Besarnya batas maksimum yang diperkenankan sesuai pasal 24 undang-undang PPh di atas ditentukan berdasarkan ratio penghasilan luar negeri dengan penghasilan kena pajak dikalikan PPh terutang. 18

13 3. Metode Fiktif (tax sparing) Insentif pajak yang diperoleh dari luar negeri oleh penduduk dari suatu negara yang dapat diperhitungkan sebagai kredit pajak atas pajak yang terutang di negara itu. Umumnya insentif pajak diberikan oleh Negara-negara berkembang untuk menarik investor dari Negara-negara maju. Insentif pajak dimaksud berupa pembebasan pajak (tax holiday) atau pajak ditanggung pemerintah (tax borne by government). Agar insentif pajak itu efektif dan bermaanfaat bagi investor maka negara maju tempat si investor berdomisili memberikan tax sparing. Apabila negara tidak memberikan tax sparing maka insentif pajak tersebut akan dinikmati oleh negara itu dan bukan oleh investor. Dengan kata lain, negara berkembang memberikan subsidi pajak kepada negara maju tidak menerapkan tax sparing rule. II.5 Implikasi Penghindaran Pajak Berganda Beberapa metode penghindaran P3B sebagaimana dibahas di muka mempunyai implikasi baik bagi wajib pajak (investor), negara sumber maupun negara domisili (penyedian keringan). Pemberian keringan dalam bentuk pembebasan (exemption) baik objek maupun pajak dapat mengeliminasi secara tuntas P3B karena pemajakan hanya dilakukan oleh Negara sumber. Pelepasan pemajakan oleh negara domisili menyebabkan hilangnya potensi penerimaan negara tersebut dari penghasilan mancanegara. Metode eksemsi didasarkan atas prinsip netralitas impor modal (netralitas pasar internasional) yang secara otomatis mendorong mobilitas sumber dana ke mancanegara. Hal ini dapat merupakan rangsangan untuk menanam modal di negara berkembang. 19

14 Karena beban pajak hanya ditentukan oleh Negara tempat penanaman modal, apabila beban tersebut lebih rendah daripada negara domisili dan Negara lainnya, investor memperoleh penghematan pajak. Karena tidak mengenakan pajak, administrasi pajak negara domisili investor tidak direpotkan dengan kekurang-lengkapan informasi pajak kecuali negara tersebut menerapkan metode eksemsi pajak dan terdapat kerugian mancanegara. Dalam rangka peningkatan penerimaan pajak dari penghasilan mancanegara, Negara domisili dapat menerapkan kebijakan pengurangan pajak terhadap penghasilan luar negeri atau keringanan tarif pajak. Kedua metode tersebut dapat menghambat minat investasi ke mancanegara terutama apabila bebas pajak disana sudah cukup tinggi. Namun hal demikian secara statuter tidak akan mengurangi niat baik Negara sumber untuk memberikan keringan pajak dalam rangka menarik investasi. II.6 Asas asas Pemungutan Pajak 1) Asas Equality Pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata, yaitu dikenakan pada orang pribadi yang harus sebanding dengan kemampuan membayar pajak (ability to pay) dan sesuai dengan manfaat yang diterima. 2) Asas Certainty Penetapan pajak hendaknya tidak sewenang-wenang, jadi wajib pajak harus mengetahui kapan membayar dan batas waktu pembayaran 3) Asas Convenience of Payment 20

15 Kapan Wajib Pajak itu harus membayar pajak sebaiknya sesuai dengan saat saat yang tidak menyulitkan Wajib Pajak, misalnya pada saat memperoleh penghasilan. 4) Asas Economy Secara ekonomi, biaya pemungutan dan pemenuhan kewajiban pajak bagi Wajib Pajak diharapkan seminimum mungkin, demikian pula beban yang dipikul. Pengenaan pajak berganda secara internasional pada dasarnya merupakan akibat dari perbedaan prinsip-prinsip perpajakan internasional yang dianut oleh setiap negara. Perbedaan prinsip tersebut mengakibatkan konflik juridiksi antara satu negara dan negara lainnya. Walaupun setiap negara mempunyai metode penghindaran pajak berganda secara unilateral, hal ini tidak sepenuhnya menjamin tidak terjadinya pengenaan pajak berganda. Pada dasarnya, pengenaan pajak berganda disebabkan oleh tiga jenis konflik jurisdiksi yang akan dibahas berikut ini : a. Konflik antara azas domisili dan azas sumber Masalah yang umum terjadi dalam pengenaan pajak berganda adalah bertemunya azas domisili dengan azas sumber. Negara domisili, dalam hal ini adalah Jepang, mengenakan pajak atas penghasilan yang diterima di negaranya, sedangkan negara sumber yaitu Indonesia juga mengenakan pajak atas penghasilan yang dihasilkan dari negara tersebut. 21

16 b. Konflik karena perbedaan definisi penduduk Seorang pribadi atau badan pada saat yang bersamaan dapat dianggap sebagai penduduk dari dua negara. Hal ini terjadi karena definisi penduduk kedua negara tersebut berbeda. Konflik mengenai penduduk ganda (dual residence) biasanya terjadi atas orang pribadi, tetapi tidak menutup kemungkinan terjadi pada suatu badan hukum. Dalam perjanjian Indonesia Jepang, seseorang atau suatu badan merupakan penduduk dari kedua negara, maka untuk tujuan persetujuan ini pejabat yang berwenang dari masing-masing negara, berdasarkan permufakatan kedua belah pihak akan menentukan tempat kedudukan seseorang atau badan tersebut. c. Perbedaan definisi tentang sumber penghasilan Apabila kedua negara memperlakukan satu jenis penghasilan yang bersumber dari wilayahnya, yang kemudian berakibat penghasilan tersebut dikenai pajak dikedua negara. II.7 Transaksi Hubungan Istimewa Transaksi hubungan istimewa dapat terjadi baik antara Wajib Pajak dalam negeri maupun antara Wajib Pajak dalam negeri dengan pihak luar negeri, terutama yang berkedudukan di negara-negara dengan beban pajak rendah. Terhadap transaksi antara Wajib Pajak yang memiliki hubungan istimewa, undang-undang perpajakan Indonesia menganut asa material (substance over form rule) 22

17 Hubungan istimewa di antara wajib pajak dapat terjadi karena ketergantungan atau keterikatan satu dengan yang lain disebabkan karena : a. Kepemilikan atau penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah 25% pada wajib pajak lain. b. Adanya penguasaan melalui manajer atau penggunaan teknologi. Apabila terdapat transaksi internasional yang bersifat tidak wajar, maka dapat mengakibatkan terjadinya pengalian penghasilan atau dasar pengenaan pajak dan/ menekan keseluruhan jumlah pajak terutang atas wajib pajak lainnya, yang dapat direkayasa untuk menekan keseluruhan jumlah pajak terutang atas Wajib Pajak yang mempunya tujuan instimewa baik nasional maupun multinasional. Dan ketidakwajaran tersebut terjadi pada : a. Harga penjualan. b. Harga pembelian. c. Alokasi biaya administrasi dan umum. d. Pembebasan bunga atas pemberian pinjaman oleh pemegang saham e. Pembayaran komisi, Lisensi, waralaba, sewa, royalti, imbalan jasa manajemen, imbalan jasa teknik, dan imbalan jasa lainnya. Dan atas penyebab ketidakwajaran tersebut, maka Direktur Jendral Pajak dapat mengenakan perhitungan kembali jumlah kewajaran atas transaksi hubungan istimewa dalam Pasal 18 UU PPh, yang memiliki fungsi untuk mencegah terjadinya penghindaran pajak karena adanya hubungan istimewa. Atas wewenang tersebut, Direktur Jendral Pajak juga berwenang melakukan perjanjian dengan wajib pajak dan bekerja sama 23

18 dengan pihak otoritas pajak negara lain, untuk menentukan harga transaksi antar pihak pihak yang mempunyai hubungan istimewa, yang berlaku selama suatu periode tertentu dan mengawasi pelaksanaannya serta melakukan renegosiasi setelah periode tertentu berakhir. Perjanjian dengan Direktur Jendral Pajak yang lebih dikenal dengan Advance Pricing Agreement (APA), merupakan persetujuan di antara Internal Revenue Services (IRS) dan perusahaan dengan menggunakan harga-harga transfer, untuk menentukan harga transfer yang telah disepakati. APA biasanya diperoleh sebelum perusahaan terkait dalam harga transfer, yang memiliki tujuan memecahkan masalah perselisihan harga transfer dengan cara yang lebih tepat dan menghindari proses pengadilan yang akan lebih banyak menghabiskan biaya. Dan dengan APA, perusahaan dapat mendapatkan manfaat-manfaat antara lain : a. Memberikan kepastian kepada Wajib Pajak atas semua perhitungan mengenai harga transaksi dengan menggunakan metode yang disetujui. b. Memberikan kepastian terhadap kegiatan Wajib Pajak termasuk kepastian mengenai kewajiban pajak yang berkaitan dengan harga transfer. c. Mengurangi biaya pada saat diaudit, karena selama periode APA berlaku harga transaksi yang telah disepakati oleh Wajib Pajak dan otoritas pajak. d. Dapat mencegah praktik harga transfer yang tidak benar dan semata-mata hanya untuk menghindari pajak. 24

19 II.8 Bunga, Royalti, dan Dividen kutipan PSAK No Pendapatan yang timbul dari penggunaan aktiva perusahaan oleh pihakpihak lain yang menghasilkan bunga, royalti, dan dividen harus diakui atas dasar yang dijelaskan dalam paragraf 29 bila: (a) besar kemungkinan manfaat ekonomi sehubungan dengan transaksi tersebut akan diperoleh perusahaan. (b) jumlah pendapatan dapat diukur dengan andal. 29 Pendapatan harus diakui dengan dasar sebagai berikut: (a) bunga harus diakui atas dasar proporsi waktu yang memperhitungkan hasil efektif aktiva tersebut. (b) royalti harus diakui atas dasar akrual sesuai dengan substansi perjanjian yang relevan. (c) dalam metode biaya (cost method), dividen tunai harus diakui bila hak pemegang saham untuk menerima pembayaran ditetapkan. 30 Hasil efektif suatu aktiva merupakan tingkat bunga yang diperlukan untuk mendiskontokan aliran penerimaan ka.s di masa depan yang diharapkan selama hidup aktiva tersebut untuk menyamakan jumlah tercatat semula dari aktiva tersebut. Pendapatan bunga mencakup jumlah amortisasi setiap diskon, premium atau perbedaan lain antara jumlah tercatat semula dari suatu instrumen hutang dan jumlahnya pada saat jatuh tempo. 25

20 31 Jika bunga yang belum dibayar telah diakru sebelum pembelian suatu investasi (investment) yang berbunga, penerimaan bunga kemudian dialokasikan antara periode sebelum pembelian dan sesudah pembelian; hanya bagian setelah pembelian yang diakui sebagai pendapatan. Jika dividen pada sekuritas ekuitas diumumkan dari penghasilan neto sebelum pembelian, dividen tersebut dikurangi dari harga bell sekuritas tersebut. Jika sulit untuk membuat alokasi seperti itu kecuali atas dasar arbriter, dividen diakui sebagai pendapatan kecuali bila dividen itu dengan jelas merupakan suatu perolehan kembali dari sebagian harga beli sekuritas ekuitas tersebut. 32 Royalti diakui sesuai dengan syarat perjanjian yang relevan kecuali, dengan memperhatikan hakikat perjanjian, adalah lebih sesuai untuk mengakui pendapatan atas suatu dasar yang sistematik dan rasional lain. 33 Pendapatan diakui bila besar kemungkinan manfaat ekonomi sehubungan dengan transaksi tersebut akan diperoleh perusahaan tersebut. Namun, bila ketidakpastian timbul tentang kolektibilitas sejumlah yang telah termasuk dalam pendapatan, jumlah yang tidak dapat ditagih, atau jumlah yang pemulihannya tidak lagi besar kemungkinannya, diakui sebagai beban, daripada penyesuaian jumlah pendapatan yang diakui semula. 37 Pendapatan harus diukur dengan nilai wajar imbalan yang diterima atau yang dapat diterima. 41 Pendapatan yang timbul dari penggunaan aktiva perusahaan oleh pihakpihak lain yang menghasilkan bunga, royalti dan dividen harus diakui atas dasar yang diatur dalam paragraf 42 bila: (a) besar kemungkinan manfaat ekonomi sehubungan dengan transaksi tersebut akan diperoleh perusahaan; dan 26

21 (b) jumlah pendapatan dapat diukur dengan andal. 42 Pendapatan harus diakui dengan dasar sebagai berikut: (a) bunga harus diakui atas dasar proporsi waktu yang memperhitungkan hasil efektif aktiva tersebut. (b) royalti harus diakui atas dasar akrual sesuai dengan substansi perjanjian yang relevan. (c) dalam metode biaya (cost method), dividen tunai harus diakui bila hak pemegang saham untuk menerima pembayaran ditetapkan. 43 Perusahaan harus mengungkapkan: (a) kebijakan akuntansi yang dianut untuk pengakuan pendapatan termasuk metode yang dianut untuk menentukan tingkat penyelesaian transaksi penjualan jasa. (b) jumlah setiap kategori signifikan dari pendapatan yang diakui selama periode tersebut termasuk pendapatan dari: (i) (ii) penjualan barang. penjualan jasa. (iii) bunga. (iv) royalti. (v) dividen. (c) jumlah pendapatan yang berasal dari pertukaran barang atau jasa dimasukkan dalam setiap kategori yang signifikan dari pendapatan. (d) pendapatan yang ditunda pengakuannya. 27

PERPAJAKAN INTERNASIONAL

PERPAJAKAN INTERNASIONAL Modul ke: Fakultas EKONOMI PERPAJAKAN INTERNASIONAL Pengertian Pajak Berganda (Double taxation) para ahli, pemajakan berganda dalam aspek Nasional dan Internasional, Penerapan pajak berganda dalam UU PPh

Lebih terperinci

PERPAJAKAN INTERNASIONAL BAB 1 : PENDAHULUAN

PERPAJAKAN INTERNASIONAL BAB 1 : PENDAHULUAN TUGAS AK-5A PERPAJAKAN INTERNASIONAL BAB 1 : PENDAHULUAN OLEH : RAYNALDO KURNIAWAN (1501035110) LOVIAWAN, AGNES VALENTINA (1501035140) WILLIAM ONGKOJOYO (1501035200) BENJAMIN (1501035266) JURUSAN AKUNTANSI

Lebih terperinci

Bab 3 PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA (P3B)

Bab 3 PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA (P3B) Bab 3 PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA (P3B) PENGERTIAN DAN TUJUAN PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA Perjanjian penghindaran pajak berganda adalah perjanjian pajak antara dua negara bilateral

Lebih terperinci

Konsep Dasar Perpajakan Internasional (Bag.I)

Konsep Dasar Perpajakan Internasional (Bag.I) Konsep Dasar Perpajakan Internasional (Bag.I) Hello! We are : Ahmad Deza Perdana Dhiyana Riyani Viva Nurakifiya G. Table of Contents 1. Transaksi Lintas Batas Negara dan Konsep Dasar Pemajakannya 2. Ruang

Lebih terperinci

Feber Sormin, SE.,M.Ak.,Ak.,CA

Feber Sormin, SE.,M.Ak.,Ak.,CA Modul ke: PERPAJAKAN INTERNASIONAL Memahami definisi Perpajakan Internasional, Konsep Perpajakan Internasional (Unilateral/Bilateral, Multillateral). Fakultas EKONOMI Feber Sormin, SE.,M.Ak.,Ak.,CA Program

Lebih terperinci

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 23 PENDAPATAN

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 23 PENDAPATAN Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 23 PENDAPATAN Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 23 tentang Pendapatan disetujui dalam Rapat Komite Prinsip Akuntansi Indonesia pada tanggal

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah bagian dari Dunia Internasional, setiap negara menjalin hubungan dengan negara lainnya guna mengadakan transaksi-transaksi yang saling menguntungkan

Lebih terperinci

PAJAK INTERNASIONAL. Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com

PAJAK INTERNASIONAL. Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com PAJAK INTERNASIONAL Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com Latar Belakang Perkembangan transaksi perdagangan barang dan jasa lintas negara Pemberlakukan hukum pajak di masing-masing negara

Lebih terperinci

Perpajakan internasional

Perpajakan internasional AKUNTANSI INTERNASIONAL MODUL 13 PERTEMUAN 13 Perpajakan internasional OLEH ; NUR DIANA SE, MSi JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ISLAM MALANG 2016 PERPAJAKAN INTERNASIONAL Tujuan Kebijakan

Lebih terperinci

HUKUM PAJAK ( TAX LAW ) MK-14 JULIUS HARDJONO

HUKUM PAJAK ( TAX LAW ) MK-14 JULIUS HARDJONO HUKUM PAJAK ( TAX LAW ) MK-14 JULIUS HARDJONO HUKAKDSAhUKU PENGATAR HUKUM PAJAK INTERNATIONAL Istilah : - PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA (P3B) - International Tax Treaty (perjanjian Pajak international

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN V.I. Simpulan Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah melakukan pengamatan, penghitungan, dan pembahasan terhadap pelaksanaan Tax Treaty antara Indonesia dan United Kingdom

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.161, 2010 KEUANGAN NEGARA. Pajak Penghasilan. Penghitungan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5183) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1. Perjanjian Perpajakan Internasional II.1.1 Perjanjian Internasional Pemajakan internasional tidak terlepas adanya suatu perjanjian bilateral antar dua negara guna menghindari

Lebih terperinci

PENGERTIAN PAJAK INTERNASIONAL

PENGERTIAN PAJAK INTERNASIONAL Bab 1 PENGERTIAN PAJAK INTERNASIONAL PENDAHULUAN DAN LATAR BELAKANG Indonesia adalah bagian dari dunia internasional, setiap negara dipastikan menjalin hubungan dengan negara lainnya guna mengadakan transaksi-transaksi

Lebih terperinci

I. UMUM II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2

I. UMUM II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2 I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN Dengan diundangkannya

Lebih terperinci

Perpajakan Internasional. Yurisdiksi Pemajakan. 30 Agustus Benny Januar Tannawi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Perpajakan Internasional. Yurisdiksi Pemajakan. 30 Agustus Benny Januar Tannawi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Perpajakan Internasional Yurisdiksi Pemajakan 30 Agustus 2017 Benny Januar Tannawi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia 1 Pengertian yurisdiksi Etis / retributif Etis / retributif Menurut KBBI : 1. Kekuasaan

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE 4 DOSEN KEDUA PAJAK INTERNASIONAL

PERTEMUAN KE 4 DOSEN KEDUA PAJAK INTERNASIONAL PERTEMUAN KE 4 DOSEN KEDUA PAJAK INTERNASIONAL Pajak internasional dibuat untuk memenuhi prinsip keadilan. Salah satu dengan adanya penghindaran pajak berganda. Contoh: PPh 26, jika pengusaha luar negeri

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. perusahaan yang mengajak orang lain untuk membeli barang dan jasa yang ditawarkan

BAB II LANDASAN TEORI. perusahaan yang mengajak orang lain untuk membeli barang dan jasa yang ditawarkan BAB II LANDASAN TEORI II.1. Penjualan II.1.1. Definisi Penjualan Penjualan secara umum memiliki pengertian kegiatan yang dilakukan oleh suatu perusahaan yang mengajak orang lain untuk membeli barang dan

Lebih terperinci

Bab 4 PASAL-PASAL TAX TREATY DAN PENJELASANNYA

Bab 4 PASAL-PASAL TAX TREATY DAN PENJELASANNYA Bab 4 PASAL-PASAL TAX TREATY DAN PENJELASANNYA RUANG LINGKUP P3B Untuk mempermudah pemahaman pembaca tentang P3B, maka ruang lingkup P3B dengan menggunakan United Nations (UN) Model dikelompokkan sebagai

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERSANDINGAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN

PERSANDINGAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN PERSANDINGAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN PP 138 Tahun 2000 PP 94 Tahun 2010 Bab I Penghitungan Penghasilan Kena

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 138 TAHUN 2000 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 138 TAHUN 2000 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 138 TAHUN 2000 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

Aspek Perpajakan atas Aktiva Tetap

Aspek Perpajakan atas Aktiva Tetap Aspek Perpajakan atas Aktiva Tetap Aktiva Tetap Aktiva Tetap: SAK (2009) : aktiva berwujud yang dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa, untuk disewakan ke pihak lain,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Seluruh negara di dunia memperoleh sumber pendanaan utamanya adalah dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Seluruh negara di dunia memperoleh sumber pendanaan utamanya adalah dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seluruh negara di dunia memperoleh sumber pendanaan utamanya adalah dari perpajakan. Secara sederhana pajak adalah instrumen yang dipergunakan oleh pemerintah untuk

Lebih terperinci

Metode penhindaran pajak berganda berdasarkan Perjanjian internasional dan ketentuan UU PPh. Feber Sormin, SE.,M.Ak.,Ak.,CA

Metode penhindaran pajak berganda berdasarkan Perjanjian internasional dan ketentuan UU PPh. Feber Sormin, SE.,M.Ak.,Ak.,CA Modul ke: PERPAJAKAN INTERNASIONAL Metode penhindaran pajak berganda berdasarkan Perjanjian internasional dan ketentuan UU PPh Fakultas EKONOMI Feber Sormin, SE.,M.Ak.,Ak.,CA Program Studi AKUNTANSI www.mercubuana.ac.id

Lebih terperinci

HUKUM PAJAK INTERNASIONAL

HUKUM PAJAK INTERNASIONAL HUKUM PAJAK INTERNASIONAL PELAKSANAAN DAN HAMBATAN DALAM PENEGAKAN PAJAK INTERNASIONAL MAKALAH Disusun dalam memenuhi nilai Tugas dalam Mata Kuliah Hukum Pajak Semester Genap - Tahun Akademik 2009-2010

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang- Undang,

Lebih terperinci

TRANSAKSI LINTAS BATAS NEGARA DAN KONSEP DASAR PEMAJAKANNYA

TRANSAKSI LINTAS BATAS NEGARA DAN KONSEP DASAR PEMAJAKANNYA TRANSAKSI LINTAS BATAS NEGARA DAN KONSEP DASAR PEMAJAKANNYA Transaksi Lintas Batas Negara Transaksi lintas batas negara adalah transaksi antar pihak yang berasal dari dua negara (ruang lingkup internasional).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penentuan status..., Benny Mangoting, FH UI, 2010

BAB 1 PENDAHULUAN. Penentuan status..., Benny Mangoting, FH UI, 2010 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemajakan atas suatu penghasilan secara bersamaan oleh negara domisili 1 dan sumber 2 menimbulkan pajak ganda internasional (international double taxation). Oleh para

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 10/PJ/2017 TENTANG TATA CARA PENERAPAN PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 10/PJ/2017 TENTANG TATA CARA PENERAPAN PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DIREKTUR JENDERAL PAJAK, PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 10/PJ/2017 TENTANG TATA CARA PENERAPAN PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Menimbang : a. bahwa ketentuan mengenai tata cara penerapan

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 10/PJ/2017 TENTANG TATA CARA PENERAPAN PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 10/PJ/2017 TENTANG TATA CARA PENERAPAN PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DIREKTUR JENDERAL PAJAK, PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 10/PJ/2017 TENTANG TATA CARA PENERAPAN PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Menimbang : a. bahwa ketentuan mengenai tata cara penerapan

Lebih terperinci

PERTEMUAN 7 By Ely Suhayati SE MSi Ak PENGKREDITAN PPH PASAL 24 DAN ANGSURAN PPH PASAL 25

PERTEMUAN 7 By Ely Suhayati SE MSi Ak PENGKREDITAN PPH PASAL 24 DAN ANGSURAN PPH PASAL 25 PERTEMUAN 7 By Ely Suhayati SE MSi Ak PENGKREDITAN PPH PASAL 24 DAN ANGSURAN PPH PASAL 25 3.1 PPH PASAL 24 Dalam kondisi bisnis internasional semakin meningkat, WP Dalam Negeri dan WP BUT mungkin saja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. investor asing berkenaan dengan permasalahan utama bagi setiap investor untuk

BAB I PENDAHULUAN. investor asing berkenaan dengan permasalahan utama bagi setiap investor untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Persaingan untuk menarik investor asing menanamkan modalnya pada suatu negara semakin ketat. Oleh karena itu, negara juga secara aktif mempromosikan negaranya

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 138 TAHUN 2000 (138/2000) TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Akuntansi 2.1.1 Pengertian Akuntansi Warren (2013 : 9), mendefinisikan akuntansi diartikan sebagai sistem informasi yang menyediakan laporan untuk para pemangku kepentingan mengenai

Lebih terperinci

MAKALAH PAJAK INTERNASIONAL MODEL PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA

MAKALAH PAJAK INTERNASIONAL MODEL PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA MAKALAH PAJAK INTERNASIONAL MODEL PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA Oleh : Misdawati 1110531019 Risa Kurnia 1210532063 JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS 2015 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

PERPAJAKAN II. Penyajian Laporan Keuangan dan Pengaruhnya terhadap Perpajakan

PERPAJAKAN II. Penyajian Laporan Keuangan dan Pengaruhnya terhadap Perpajakan PERPAJAKAN II Modul ke: Penyajian Laporan Keuangan dan Pengaruhnya terhadap Perpajakan Fakultas EKONOMI Program Studi MAGISTER AKUNTANSI www.mercubuana.ac.id Dr. Suhirman Madjid, SE.,MS.i.,Ak., CA. HP/WA

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang- Undang,

Lebih terperinci

BAB 3 OBJEK DAN METODA PENELITIAN. penelitian ini menggunakan satu metode dalam mengumpulkan data yang. serta karakter dari masalah yang diteliti.

BAB 3 OBJEK DAN METODA PENELITIAN. penelitian ini menggunakan satu metode dalam mengumpulkan data yang. serta karakter dari masalah yang diteliti. BAB 3 OBJEK DAN METODA PENELITIAN 3.1. Metoda Penelitian Berdasarkan karakterisitik masalah dalam penelitian ini, maka penelitian ini menggunakan satu metode dalam mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI / PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-undang No.10 Tahun 1998

BAB II LANDASAN TEORI / PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-undang No.10 Tahun 1998 BAB II LANDASAN TEORI / PENGEMBANGAN HIPOTESIS II.1. Aturan Perbankan II.1.1. Pengertian Bank Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-undang No.10 Tahun 1998 tentang perbankan adalah: Bank adalah bidang

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH PENERAPAN TAX TREATY INDONESIA - HONGKONG TERHADAP INVESTASI MODAL DI INDONESIA

ANALISA PENGARUH PENERAPAN TAX TREATY INDONESIA - HONGKONG TERHADAP INVESTASI MODAL DI INDONESIA ANALISA PENGARUH PENERAPAN TAX TREATY INDONESIA - HONGKONG TERHADAP INVESTASI MODAL DI INDONESIA Ervina Binus University Jl. Raya Sesetan No. 216b Denpasar- Bali 081805488886 rvinalee@gmail.com Stefanus

Lebih terperinci

ORGANISASI NIRLABA. Oleh: Tri Purwanto

ORGANISASI NIRLABA. Oleh: Tri Purwanto KONSEP DASAR ORGANISASI NIRLABA Oleh: Tri Purwanto Pelatihan Penyusunan Laporan Keuangan sesuai PSAK 45 berdasar SAK ETAP Pelatihan Penyusunan Laporan Keuangan sesuai PSAK 45 berdasar SAK ETAP Sekretariat

Lebih terperinci

BENEFICIAL OWNER DI DALAM TAX TREATY (STUDI KASUS TAX TREATY INDONESIA BELANDA)

BENEFICIAL OWNER DI DALAM TAX TREATY (STUDI KASUS TAX TREATY INDONESIA BELANDA) BENEFICIAL OWNER DI DALAM TAX TREATY (STUDI KASUS TAX TREATY INDONESIA BELANDA) Silvia Flouren Universitas Bina Nusantara Jalan Rawa Belong Raya No.8, Kemanggisan Jakarta Barat 11480 085217772077 silviaflouren@ymail.com

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pengertian Koperasi

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pengertian Koperasi BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pengertian Koperasi Berbagai pendapat telah dikemukakan oleh para ahli tentang pengertian dari koperasi. Berdasarkan ilmu yang dipelajari beserta asumsi masing-masing, pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang undang sebagai perwujudan pengabdian dan peran serta rakyat untuk membiayai negara dan

Lebih terperinci

ERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125/PMK.010/2015 TENTANG

ERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125/PMK.010/2015 TENTANG ERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125/PMK.010/2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 60/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PERTUKARAN INFORMASI (EXCHANGE OF INFORMATION)

Lebih terperinci

PERSETUJUAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK FEDERAL JERMAN TENTANG PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN TIMBAL BALIK PENANAMAN MODAL

PERSETUJUAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK FEDERAL JERMAN TENTANG PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN TIMBAL BALIK PENANAMAN MODAL PERSETUJUAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK FEDERAL JERMAN TENTANG PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN TIMBAL BALIK PENANAMAN MODAL Republik Indonesia dan Republik Federal Jerman (selanjutnya disebut sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan

BAB II TINJAUAN TEORITIS. merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan penerimaan negara yang paling utama, untuk itu pajak merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA Pengertian Penghasilan menurut Akuntansi dan Pajak. Penghasilan menurut SAK No. 23 meliputi pendapatan (revenue)

BAB II TELAAH PUSTAKA Pengertian Penghasilan menurut Akuntansi dan Pajak. Penghasilan menurut SAK No. 23 meliputi pendapatan (revenue) BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Penghasilan menurut Akuntansi dan Pajak Penghasilan menurut SAK No. 23 meliputi pendapatan (revenue) Maupun keuntungan ( gain ). Definisi penghasilan

Lebih terperinci

Kelompok 3. Karina Elminingtias Ni Putu Ayu A.W M. Syaiful Mizan

Kelompok 3. Karina Elminingtias Ni Putu Ayu A.W M. Syaiful Mizan Kelompok 3 Karina Elminingtias Ni Putu Ayu A.W M. Syaiful Mizan Pajak penghasilan, subjek, objek pajak dan objek pajak BUT Tata cara dasar pengenaan pajak Kompensasi Kerugian PTKP, Tarif pajak dan cara

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 240/PMK.03/2014

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 240/PMK.03/2014 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 240/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PROSEDUR PERSETUJUAN BERSAMA (MUTUAL AGREEMENT PROCEDURE) DENGAN

Lebih terperinci

Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com

Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com Definisi Pajak yang dikenakan atas penghasilan berasal dari Indonesia yang diterima atau diperoleh WP luar negeri selain BUT. Subjek PPh 26 dapat

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.162, 2011 EKONOMI. Pajak. Hak dan Kewajiban. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5268) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

REKSA DANA SCHRODER PRESTASI GEBYAR INDONESIA II DAFTAR ISI. Halaman. Laporan Auditor Independen 1

REKSA DANA SCHRODER PRESTASI GEBYAR INDONESIA II DAFTAR ISI. Halaman. Laporan Auditor Independen 1 DAFTAR ISI Halaman Laporan Auditor Independen 1 LAPORAN KEUANGAN - Pada tanggal 31 Desember 2010 dan 2009 serta untuk tahun-tahun yang berakhir pada tanggal tersebut Laporan Aset dan Kewajiban Laporan

Lebih terperinci

Laporan Keuangan - Pada tanggal 31 Desember 2008 dan untuk periode sejak 8 April 2008 (tanggal efektif) sampai dengan 31 Desember 2008

Laporan Keuangan - Pada tanggal 31 Desember 2008 dan untuk periode sejak 8 April 2008 (tanggal efektif) sampai dengan 31 Desember 2008 Daftar Isi Halaman Laporan Auditor Independen 1 Laporan Keuangan - Pada tanggal 31 Desember 2008 dan untuk periode sejak 8 April 2008 (tanggal efektif) Laporan Aset dan Kewajiban Laporan Operasi Laporan

Lebih terperinci

MINGGU PERTAMA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

MINGGU PERTAMA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN MINGGU PERTAMA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan diatur dalam Undang - Undang No.28 tahun 2007 yaitu perubahan ketiga atas Undang-Undang No.16 tahun 2000 A.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Sesuai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), terlihat bahwa salah satu sumber penerimaan negara adalah bersumber dari sektor

Lebih terperinci

Pembagian Hak Pemajakan Atas Suatu Jenis Penghasilan Tulisan Ilmiah Perpajakan Internasional Jurnal Perpajakan KUP

Pembagian Hak Pemajakan Atas Suatu Jenis Penghasilan Tulisan Ilmiah Perpajakan Internasional Jurnal Perpajakan KUP MATA KULIAH DOSEN TEMA Sumber diambil dari Ketentuan-ketentuan yang terdapat didalam P3B Perpajakan Internasional VED SE.,MSi Pembagian Hak Pemajakan Atas Suatu Jenis Penghasilan Tulisan Ilmiah Perpajakan

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

BAB 4 PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN BAB 4 PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN 4.1. Perjanjian Tax Treaty antara Indonesia dan Hongkong Setiap negara mempunyai kedaulatan dalam memungut pajak atas penghasilan yang diterima di negara tersebut

Lebih terperinci

DAFTAR ISTILAH DAN PENUTUP. Istilah yang digunakan dalam Kebijakan Akuntansi Pemerintah Kabupaten Bungo termuat dalam daftar sebagai berikut :

DAFTAR ISTILAH DAN PENUTUP. Istilah yang digunakan dalam Kebijakan Akuntansi Pemerintah Kabupaten Bungo termuat dalam daftar sebagai berikut : Lampiran IV Peraturan Bupati Bungo Nomor 20 Tahun 2014 Tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Kabupaten Bungo DAFTAR ISTILAH DAN PENUTUP I. DAFTAR ISTILAH Istilah yang digunakan dalam Kebijakan Akuntansi

Lebih terperinci

Transaksi Lintas Batas Negara dan Konsep Dasar Pemajakannya

Transaksi Lintas Batas Negara dan Konsep Dasar Pemajakannya 1 1 2 2 3 Transaksi Lintas Batas Negara dan Konsep Dasar Pemajakannya Setiap negara mempunyai Undang-Undang Perpajakan Tersendiri. Dari Segi Kekuatan modal dikelompokkan menjadi : a. Capital Exporting

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN

PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN Pertemuan 1 PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN Pertemuan 1 6 P1.1 Teori Pajak Penghasilan Umum Dan Norma Perhitungan Pajak Penghasilan A. UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN BAB 4 HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN 4.1. Hubungan Indonesia dan Belanda dalam Tax Treaty Indonesia - Belanda Suatu Tax Treaty dibuat dengan tujuan untuk menghindari pengenaan pajak atas penghasilan yang

Lebih terperinci

BAHAN AJAR PAJAK INTERNASIONAL

BAHAN AJAR PAJAK INTERNASIONAL BAHAN AJAR PAJAK INTERNASIONAL PROGRAM DIPLOMA III KEUANGAN SPESIALISASI PAJAK ANANG MURY KURNIAWAN, S.S.T., Ak., M.Si. SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA TAHUN 2010 KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Dasar Perpajakan 2.1.1 Pengertian Pajak Ada banyak definisi atau pendapat yang dikemukan oleh para pakar mengenai pengertian pajak, beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:

Lebih terperinci

menggunakan asumsi bahwa penghitungan jumlah laba rugi

menggunakan asumsi bahwa penghitungan jumlah laba rugi BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penentuan Kebijakan Mata Uang Fungsional Dan Pengukuran Kembali Laporan Keuangan 1. Asumsi-asumsi Sebelum dilakukan analisis faktor penentu mata uang fungsional

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. 2.1 Pengertian dan Fungsi Pajak Penghasilan. 1. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh)

BAB II LANDASAN TEORITIS. 2.1 Pengertian dan Fungsi Pajak Penghasilan. 1. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) 5 BAB II LANDASAN TEORITIS A. Teori 2.1 Pengertian dan Fungsi Pajak Penghasilan 1. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pajak Penghasilan (PPh) adalah Pajak yang dikenakan terhadap Subjek Pajak Penghasilan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN. Konsep pengenaan pajak atas penghasilan berdasarkan Undang-undang Pajak

BAB 4 PEMBAHASAN. Konsep pengenaan pajak atas penghasilan berdasarkan Undang-undang Pajak BAB 4 PEMBAHASAN Konsep pengenaan pajak atas penghasilan berdasarkan Undang-undang Pajak Penghasilan (UU PPh) Pasal 4 ayat (1) yang saat ini berlaku di Indonesia mengandung pengertian bahwa, yang menjadi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 83, 2004 () KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. capaian dan biaya mempresentasi upaya. Konsep upaya dan hasil

BAB II LANDASAN TEORI. capaian dan biaya mempresentasi upaya. Konsep upaya dan hasil BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Pendapatan 1. Definisi Pendapatan Teori akuntansi menyatakan bahwa pendapatan mempresentasikan capaian dan biaya mempresentasi upaya. Konsep upaya dan hasil mempunyai

Lebih terperinci

PT PENYELENGGARA PROGRAM PERLINDUNGAN INVESTOR EFEK INDONESIA

PT PENYELENGGARA PROGRAM PERLINDUNGAN INVESTOR EFEK INDONESIA Daftar Isi Halaman Laporan Auditor Independen Laporan Keuangan Untuk Periode yang Dimulai dari 18 Desember 2012 (Tanggal Pendirian) sampai dengan 31 Desember 2012 Laporan Posisi Keuangan 1 Laporan Laba

Lebih terperinci

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 Copyright 2002 BPHN UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 *8679 Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU)

Lebih terperinci

02FEB. Manajemen Perpajakan

02FEB. Manajemen Perpajakan Modul ke: Fakultas 02FEB Manajemen Perpajakan Mempelajari aspek manajemen pajak dalam pemilihan bentuk usaha tetap dan factor-faktor yang berhubungan dengan petunjuk pelaksanaan manajemen pajak Dra. Rokhanah

Lebih terperinci

2016, No pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia; b. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 10 ayat (2) P

2016, No pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia; b. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 10 ayat (2) P BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2120, 2016 KEMENKEU. Wajib Pajak. Jenis Dokumen. Informasi Tambahan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 213/PMK.03/2016 TENTANG JENIS DOKUMEN DAN/ATAU

Lebih terperinci

Landasan Hukum: Pasal 24 UU PPh, KMK No. 164/ KMK.03/ 2002

Landasan Hukum: Pasal 24 UU PPh, KMK No. 164/ KMK.03/ 2002 Landasan Hukum: Pasal 24 UU PPh, KMK No. 164/ KMK.03/ 2002 DEFINISI Pajak yang terutang atau dibayarkan di Luar Negeri (LN). Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri yang boleh dikreditkan

Lebih terperinci

*46879 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 6 TAHUN 1997 (6/1997)

*46879 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 6 TAHUN 1997 (6/1997) Copyright (C) 2000 BPHN KEPPRES 6/1997, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK SOSIALIS DEMOKRATIK SRI LANKA MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1994 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Soemitro, SH (Mardiasmo, 2006) adalah iuran rakyat kepada negara yang dapat

BAB II LANDASAN TEORI. Soemitro, SH (Mardiasmo, 2006) adalah iuran rakyat kepada negara yang dapat BAB II LANDASAN TEORI II.1. Dasar Perpajakan II.1.1. Definisi dan Fungsi Pajak Definisi atau pengertian pajak yang mengacu pada pendapat Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH (Mardiasmo, 2006) adalah iuran rakyat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1) Menurut Rochmat Soemitro pajak adalah iuran rakyat kepada kas

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1) Menurut Rochmat Soemitro pajak adalah iuran rakyat kepada kas BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Adapun pengertian pajak menurut para ahli dalam Siti Resmi (2009:1) diantaranya: 1) Menurut Rochmat Soemitro pajak adalah iuran rakyat kepada

Lebih terperinci

Modul ke: PERPAJAKAN I. PPh PASAL Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Tarmidi, SE., M.Ak., BKP. Program Studi Akuntansi.

Modul ke: PERPAJAKAN I. PPh PASAL Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Tarmidi, SE., M.Ak., BKP. Program Studi Akuntansi. Modul ke: 14Fakultas Deden Ekonomi dan Bisnis PERPAJAKAN I PPh PASAL 24 Tarmidi, SE., M.Ak., BKP. Program Studi Akuntansi www.mercubuana.ac.id PENDAHULUAN Pajak Penghasilan (PPh) mengatur tentang perhitungan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Konsep Penghasilan Untuk Keperluan Perpajakan. diperoleh Wajib Pajak, baik berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia,

BAB II LANDASAN TEORI. Konsep Penghasilan Untuk Keperluan Perpajakan. diperoleh Wajib Pajak, baik berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, BAB II LANDASAN TEORI II.1 Konsep Penghasilan Untuk Keperluan Perpajakan Penghasilan berdasarkan Undang-Undang No.17 Tahun 2000 Tentang PPh Pasal 4 ayat 1 adalah Setiap tambahan kemampuan ekonomi yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN Undang-Undang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan 1 PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANGNOMOR 7 TAHUN 1991 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wprdpress.com

Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wprdpress.com Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wprdpress.com » Dikelompokkan Sbb: Subjek pajak, jenis pajak, istilah umum dan penduduk Jenis-jenis penghasilan Hal-hal yang terkait pekerjaan Hubungan istimewa

Lebih terperinci

PEMAKAI DAN KEBUTUHAN INFORMASI

PEMAKAI DAN KEBUTUHAN INFORMASI LAPORAN KEUANGAN Analisa laporan keuangan merupakan suatu proses analisis terhadap laporan keuangan dengan tujuan untuk memberikan tambahan informasi kepada para pemakai laporan keuangan untuk pengambilan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 1:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pajak Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 1: Pajak adalah kontribusi wajib kepada

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pendapatan Menurut Keiso, Weygandt, Warfield (2008 :516), Pendapatan ialah arus masuk aktiva dan penyelesaian kewajiban akibat penyerahan atau produksi barang, pemberian

Lebih terperinci

A. PENENTUAN WAJIB PAJAK YANG WAJIB MENYELENGGARAKAN DAN MENYIMPAN DOKUMEN PENENTUAN HARGA TRANSFER

A. PENENTUAN WAJIB PAJAK YANG WAJIB MENYELENGGARAKAN DAN MENYIMPAN DOKUMEN PENENTUAN HARGA TRANSFER LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 213/PMK.03/2016 TENTANG : JENIS DOKUMEN DAN/ATAU INFORMASI TAMBAHAN YANG WAJIB DISIMPAN OLEH WAJIB PAJAK YANG MELAKUKAN TRANSAKSI DENGAN PARA

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pengertian Pajak Definisi atau pengertian pajak menurut Soemitro dalam Mardiasmo (2003) adalah sebagai berikut : Pajak adalah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN

Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Melihat situasi politik ekonomi yang terjadi saat ini, perkembangan perusahaan banyak mengalami hambatan. Keadaan ini mengharuskan pimpinan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 28

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 28 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 28 SAK merupakan pedoman pokok dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan bagi perusahaan, dana pensiun dan unit ekonomi lainnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan Controlled Foreign..., Stenny Mariani Lumban Tobing, FISIP UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan Controlled Foreign..., Stenny Mariani Lumban Tobing, FISIP UI, 2008 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi dunia yang cepat dan dinamis telah mengakibatkan hubungan perdagangan internasional semakin terbuka luas dan semakin ekstensif yang ditandai dengan terbentuknya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. A. Pengertian Pendapatan Menurut Pernyataan Standar Akuntansi

BAB II LANDASAN TEORITIS. A. Pengertian Pendapatan Menurut Pernyataan Standar Akuntansi BAB II LANDASAN TEORITIS A. Pengertian Pendapatan Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 23 Secara umum pendapatan dapat diartikan sebagai peningkatan penghasilan yang diperoleh perusahaan dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak Sejarah pemungutan pajak mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai dengan perkembangan masyarakat dan negara baik di bidang kenegaraan maupun di bidang sosial dan

Lebih terperinci