BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekonomi Kesehatan Pengertian dan Ruang Lingkup Ilmu Ekonomi menurut Samuelson (1995) adalah ilmu mengenai pilihan yang mempelajari bagaimana orang memilih sumber daya produksi yang langka/terbatas, untuk memproduksi berbagai komoditi dan mendistribusikannya keanggota masyarakat untuk dikonsumsi saat ini atau dimasa mendatang. Ilmu ini mengakaji semua biaya dan manfaat dari perbaikan pola alokasi sumber daya yang ada. Kegiatan yang dilaksanakan juga harus memenuhi kriteria efisiensi (Cost Effective). Tjiptoherijanto (1994), menjelaskan ekonomi kesehatan merupakan ilmu ekonomi yang diterapkan dalam topik topik kesehatan. Mills dan Gillson (1999) mendefenisikan ekonomi kesehatan sebagai penerapan teori, konsep dan teknik ilmu ekonomi dalam sektor kesehatan. Ekonomi kesehatan berhubungan dengan: (1) alokasi sumber daya diantara berbagai upaya kesehatan; (2) jumlah sumber daya yang dipergunakan dalam pelayanan kesehatan; (3) pengorganisasian dan pembiayaan dari berbagai pelayanan kesehatan; (4) efisiensi pengalokasian dan penggunaan berbagai sumber daya serta (5) dampak upaya pencegahan, pengobatan dan pemulihan kesehatan pada individu dan masyarakat.

2 Klarman (1968) menjelaskan bahwa ekonomi kesehatan itu merupakan aplikasi ekonomi dalam bidang kesehatan. Secara umum ekonomi kesehatan akan berkonsentrasi pada industri kesehatan. Ada empat bidang yang tercakup dalam ekonomi kesehatan, yaitu : (1) peraturan (regulation;, (2) perencanaan (planning); (3) pemeliharaan kesehatan (the health maintenance) dan (4) analisis biaya (cost) dan manfaat (benefit). Mengutip tulisan Lubis (2009) tentang Ekonomi Kesehatan, PPEKI (1989) menyatakan bahwa ilmu ekonomi kesehatan adalah penerapan ilmu ekonomi dalam upaya kesehatan dan faktor faktor yang mempengaruhi kesehatan untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. Menyikapi keterbatasan sumber daya yang ada, mendorong masuknya disiplin ilmu ekonomi dalam perencanaan, manajemen dan evaluasi sektor kesehatan. Ekonomi kesehatan akan menjawab petanyaan pertanyaan berikut : (1) pelayanan kesehatan apa yang perlu diproduksi; (2) berapa besar biaya produksinya; (3) bagaimana mobilisasi dana kesehatan (siapa yang mendanai); (4) bagaimana utillisasi dana kesehatan (siapa penggunanya dan berapa banyak) serta (5) berapa besar manfaat (benefit) investasi pelayanan kesehatan tersebut Karakteristik Komoditi Kesehatan Menurut Tjiptoherijanto (1994), Gani (1994) dan Lubis (2009), aplikasi ilmu ekonomi pada sektor kesehatan perlu mendapat perhatian terhadap karakteristiknya. Karakteristik tersebut menyebabkan asumsi asumsi tertentu

3 dalam ilmu ekonomi tidak berlaku atau tidak seluruhnya berlaku apabila diaplikasikan untuk sektor kesehatan, yaitu : a. Kejadian penyakit tidak terduga, tidak ada orang yang dapat memprediksi penyakit apa yang akan menimpanya dimasa yang akan datang, oleh karena itu tidak mungkin dapat dipastikan pelayanan kesehatan apa yang dibutuhkan. Ketidakpastian (uncertainty) ini berarti seseorang menghadapai suatu resiko akan sakit dan oleh karena itu ada juga resiko untuk mengeluarkan biaya untuk mengobati penyakit tersebut. b. Consumer ignorance, artinya konsumer sangat tergantung pada penyedia (provider) pelayanan kesehatan. Ini disebabkan karena umumnya konsumen tersebut tidak tahu banyak tentang jenis penyakit, jenis pemeriksaan dan jenis pengobatan yang dibutuhkannya. Dalam hal ini penyedialah yang menentukan jenis dan volume pelayanan kesehatan yang perlu dikonsumsi oleh konsumen. c. Sehat dan pelayanan kesehatan sebagai hak. Makan, pakaian, tempat tinggal dan hidup sehat adalah elemen kebutuhan dasar manusia yang harus senantiasa diusahakan untuk dipenuhi, terlepas dari kemampuan seseorang untuk membayarnya. Hal ini menyebabkan distribusi pelayanan kesehatan sering kali dilakukan atas dasar kebutuhan (need) dan bukan atas dasar kemampuan membayar (demand). d. Eksternalitas, efek eksternal dalam penggunaan pelayanan kesehatan adalah dampak positif atau negatif yang dialami orang lain sebagai akibat perbuatan seseorang. Misalnya imunisasi dari penyaki menular akan memberikan

4 manfaat kepada masyarakat banyak atau social marginal benefit yang diperoleh lebih besar dari private margial benefit. Pelayanan kesehatan yang tergolong pencegahan akan mempunyai eksternalitas yang besar, sehingga dapat digolongkan sebagai komoditi masyarakat atau public goods. Oleh karena itu program ini sebaiknya mendapat subsidi atau bahkan disediakan oleh pemerintah secara gratis. Sedangkan untuk pelayanan kesehatan yang bersifat kuratif akan mempunyai ekternalitas yang rendah atau private good hendaknya dibayar atau dibiayai sendiri oleh penggunanya atau pihak swasta. e. Motif non-profit, umumnya pelayanan kesehatan diselenggarakan dengan motif sosial, namun sekarang terjadi perubahan orientasi, terutama setelah pemilik modal dan dunia bisnis melihat sektor kesehatan sebagai peluang investasi yang menguntungkan. Pendapat yang dianut adalah Orang tidak layak memperoleh keuntungan dari penyakit orang lain. f. Padat karya, terdapat kecenderungan spesialis dan superspesialis menyebabkan komponen tenaga dalam pelayanan kesehatan semakin besar. Komponen tersebut bisa mencapai 40 60% dari keseluruhan biaya. g. Mixed output, paket pelayanan merupakan konsumsi pasien, yaitu sejumlah pemeriksaan diagnosis, perawatan, terapi dan nasehat kesehatan. Paket tersebut bervariasi antar individu dan sangat tergantung kepada jenis penyakit.

5 h. Upaya kesehatan sebagai konsumsi dan investasi. Pembangunan sektor kesehatan sesungguhnya adalah investasi jangka pendek maupun panjang karena orientasi pembangunan pada akhirnya adalah pembangunan manusia. i. Restriksi berkompetisi, artinya terdapat pembatasan praktek berkompetisi. Hal ini menyebabkan mekanisme pasar dalam pelayanan kesehatan tidak bisa sempurna seperti mekanisme pasar untuk komoditi lain. Pada sektor kesehatan tidak pernah terdengar adanya promosi discount atau bonus dalam pelayanan kesehatan Teori Demand For Health Capital (Grossman, 1972) Tjiptoherijanto, dkk.(1994), menyebutkan bahwa teori ini mengacu pada pendekatan investment models dan mengasumsikan bahwa masing masing individu melakukan penilaian manfaat atas pengeluaran untuk kesehatan yang diperbandingkan dengan pengeluaran untuk komoditi komoditi lainnya dalam rangka memutuskan status kesehatannya yang optimal. Dalam hal ini, konsumen diasumsikan mempunyai pengetahuan tentang status kesehatannya sendiri, tingkat depresiasi status kesehatannya dan fungsi produksi yang mengaitkan antara perbaikan kesehatan dengan pengeluaran untuk pelayanan kesehatan. Sejalan dengan kerangka fikir teori keputusan investasi yang umum, diasumsikan bahwa setiap individu akan memaksimumkan fungsi utilitinya yang dibentuk dari flow jasa pelayanan kesehatan dan dari konsumsi barang lainnya untuk setiap tahun kehidupannya. Maksimasi ini akan menyebabkan individu tadi menyamakan the marginal return on the asset dengan marginal

6 costnya. Return kepada individu dari terdiri atas marginal physical return dan marginal monetary return. Monetary return ditentukan oleh tiga komponen, yaitu : upah harian, produk marginal kesehatan yang dihitung dalam jumlah hari sehat yang dihasilkan oleh satu unit stok kesehatan dan biaya marginal dari gross investment dibidang kesehatan yang dibeli pada periode sebelumnya, termasuk biaya waktu dan uang. Prinsipnya, Grossman mendukung asumsi ekonomi makro, dimana produk marginal kesehatan menurun secara asimtomatis menuju nol sejalan dengan peningkatan kesehatan. Hal ini ditunjukkan oleh Grossman pada return kesehatan yang diukur dengan hari sehat (healthy days) dan mempunyai batas 365 hari pertahunnya. Return tersebut akan bisa menjawab persoalan debility (Cullis JG and West PA, 1979, hal.29-32) yang akan mempengaruhi tingkat upah. Dengan stok kapital kesehatan yang optimal dapat dilakukan uji pengaruh usia dan income terhadap stok kesehatan. Pertama dengan memperhatikan aspek usia dan mengasumsikan bahwa tingkat upah, marginal product dari stok kesehatan dan biaya marginal dari gross investmen adalah independen terhadap usia. Pengaruh yang diasumsikan dari kenaikan usia adalah meningkatnya tingkat depresiasi kesehatan. Ini tidak berarti bahwa orang yang lebih tua akan kurang sehat dibandingkan yang muda usia, tetapi untuk orang tertentu tingkat depresiasi kesehatannya pertahun akan menjadi lebih besar ketika usianya lebih tua. Implikasi asumsi Grossman adalah peningkatan depresiasi menyebabkan konsumen memilih stok kesehatan yang lebih rendah dalam rangka meningkatkan

7 produk marginal kesehatan, juga menyamakan hasil marginal dengan biaya yang lebih tinggi (telah diasumsikan bahwa besarnya produk marginal kesehatan akan lebih kecil pada tingkat stok kesehatan yang lebih tinggi). Dengan demikian ketika dihadapkan kepada depresiasi kesehatan yang diketahui sudah cenderung naik, model Grossman mengatakan bahwa seseorang akan memilih suatu status kesehatan yang lebih rendah pada setiap tahun berurutan (successive year). Hal ini akan mendorong orang tersebut terpaksa harus memilih usia hidupnya sendiri, mengingat stok kesehatannya yang optimal pada akhirnya akan turun hingga dibawah life-supporting minimal yang dia perlukan, dan kalau hal itu sudah tercapai berarti dia akan mati. Pengaruh tingkat upah kepada stok kesehatan dan demand pelayanan kesehatan akan terdiri dari dua unsur. Produk marginal kesehatan, dihitung dari healthy days, jelas akan lebih berharga pada tingkat upah yang lebih tinggi. Tetapi waktu yang dimiliki konsumen juga merupakan input bagi pelayanan kesehatan, jika tingkat upah naik maka biaya pelayanan akan naik. Penekanan public policy yang dapat ditunjukkan oleh model pendekatan Grossman ini adalah perlunya penyediaan informasi kesehatan yang memadai bagi konsumen dan sekaligus para penyedia pelayanan kesehatan tentang pengaruh masing-masing input pelayanan kesehatan dan juga tentang efisiensi dari mengkombinasikan input kesehatan yang diinginkan dari pada jika hanya informasi tentang pelayanan kesehatan saja.

8 2.1.4 Evaluasi Ekonomi dalam Pelayanan Kesehatan Lubis (2009) menyebutkan bahwa teknik evaluasi ekonomi mampu menyediakan berbagai cara untuk menanggulangi masalah dengan menggunakan berbagai pertimbangan pilihan masyarakat. Evaluasi ekonomi mempunyai peranan penting dalam menanggulangi berbagai masalah manajemen, penekanannya terletak pada penentuan bagaimana penyediaan pelayanan kesehatan yang terbaik, bukan penentuan prioritas dalam investasi. Masalah teknis yang selalu terjadi dalam evaluasi ekonomi adalah kurangnya informasi dan satuan dari dampak pelayanan kesehatan. Masalah lain yang timbul adalah adanya perbedaan pendapat mengenai teknik yang digunakan dan perbedaan tentang strategi Primary Health Care (PHC). Secara selektif, PHC dianggap pelayanan yang paling efektif dari segi biaya dengan menggunakan teknik CBA. Langkah langkah yang harus dilalui dalam evaluasi ekonomi dalam pelayanan kesehatan adalah : (1) identifikasi berbagai biaya dan berbagai konsekuensinya sehingga tidak menimbulkan kesalahan dalam memperhitungkan kebutuhan kesehatan masyarakat dan konsekuensinya; (2) perhitungan biaya dan konsekuensi tersebut. Hal ini berkaitan dengan dampak terhadap status kesehatan dan faktor faktor yang mempengaruhinya. Pendekatan yang biasa dipakai adalah penggunaan indikator kesehatan secara umum, yaitu tahun penyesuaian hidup berkualitas (quality adjusted life years) dan hari kehilangan hidup dalam keadaan sehat ( healthy days of life lost) dan pemilihan unit of effect yang sesuai dengan

9 luaran antara; (3) penilaian dan pengukuran biaya tersebut serta konsekuensinya dengan konsep opportunity cost dan teknik shadow pricing dan (4) penyesuaian biaya dan konsekuensi untuk waktu yang berbeda, misalnya program pencegahan yang memiliki dampak yang lama, hasilnya tidak dapat dilihat langsung seperti program pengobatan penyakit. Untuk itu dilakukan metode discounting dengan asumsi bahwa orang lebih menyukai manfaat yang cepat diperoleh dari pada yang lama. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam mengambil keputusan berdasarkan langkah tersebut adalah: (1) jumlah sumber daya yang tersedia untuk diteliti; (2) adanya suatu pilihan yang jelas dalam penggunaan sumber daya yang akan dievaluasi; (3) penggunaan teknologi yang cukup dikenal sebagai dasar dalam menentukan pilihan; (4) tersedianya waktu yang cukup untuk penelitian dan (5) pengambil keputusan diharapkan dapat menerima hasil penelitian dan tidak berubah ubah fikiran. 2.2 Analisis Biaya Manfaat (Cost Benefit Analisis) Sejarah dan Pemanfaatannya Analisis biaya manfaat merupakan bagian dari analisis ekonomi kesejahteraan modern, dibangun oleh Hicks (1943) dan Kaldor (1939). Sebelumnya Pareto menyatakan kelayakan proyek dierima jika kesejahteraan sosial masyarakat meningkat (social improvement) dengan beberapa orang merasa baik (better off) dan tidak ada yang merasa dirugikan (worse off). Kondisi tersebut

10 dikenal sebagai Pareto Improvement. Prinsip kompensasi Hicks-Kaldor mengemukakan gainer dapat mengkompensasi loser untuk mencapai pareto improvement potensial, karena tidak mungkin seseorang atau masyarakat akan kembali pada keadan semula setelah ada proyek (Hafidh, 2010). Kebanyakan ekonom menyatakan bahwa suatu penilaian kurang lengkap bila usaha untuk melihat penggunaan sumber daya dan hasil yang didapatnya tidak dinyatakan dalam nilai uang. Analisis biaya manfaat (CBA) merupakan suatu alat yang paling penting untuk membantu pengambilan keputusan dalam menentukan pilihannya, atau lazimnya metode ini akan menjamin pengambilan keputusan untuk dapat melakukan allocative efficiency (Mooney, 1986). Sugiyono (2001) menyebutkan bahwa pemerintah mempunyai banyak program yang harus dilaksanakan, sedangkan biaya yang tersedia sangat terbatas. Analisis ini dapat membantu pemerintah dalam memilih program program yang memenuhi kriteria efisiensi dengan pertimbangan kesejahteraan masyarakat. Ada dua pihak yang menaruh perhatian pada analisis ini. Pertama praktisi teknis dan ekonom yang berperan dalam mengembangkan metode analisis, pengumpulan data dan membuat analisis serta rekomendasi. Kedua, pemegang kekuasaan eksekutif yang berwenang untuk membuat peraturan dan prosedur untuk melaksanakan keputusan publik. Pada dasarnya CBA menawarkan perbandingan antara seluruh biaya dan manfaat dari suatu program yang dibiayai dari dana masyarakat. Biaya yang dikeluarkan termasuk juga rencana pengeluaran yang terlihat dalam anggaran.

11 Sedangkan manfaat diperoleh jika kerugian dimasa datang dapat dicegah karena keberhasilan program tersebut. Manfaat dari program-program kesehatan tidak lain dari biaya yang bisa dicegah bila program tersebut berhasil, beberapa penulis menyarankan bahwa nilai manfaat mungkin saja diperoleh dengan menghitung biaya ekonomi dari suatu penyakit. Oleh karena efek atau dampak dari suatu program itu baru dapat terlihat setelah beberapa lama, maka nilai-nilai biaya dan manfaat program tersebut harus disesuaikan mengingat nilainya berubah menurut perjalanan waktu. Dalam hal ini digunakan cara discounting. Discounting adalah cara penyesuaian nilai atau uang dengan menghitung berapa nilai uang saat ini dikemudian hari dengan memperhitungkan bunga pada akhir setiap tahun. Untuk ini dipergunakan discount rate. Biaya discount rate disesuaikan dengan interest rate atau suku bunga yang berlaku dalam peminjaman uang. (Tjiptoherijanto,dkk.1994) Langkah Langkah Analisis Biaya Manfaat Lubis (2009) menjelaskan secara ringkas, langkah-langkah yang dilakukan dalam CBA adalah sebagai berikut : a. Identifikasi para pengambil keputusan Langkah ini bertujuan untuk menetapkan siapa yang akan dilibatkan dalam proses CBA, terutama untuk memberikan penilaian terhadap dampak suatu program atau alternativ kebijaksanaan secara menyeluruh.

12 b. Identifikasi alternatif Langkah ini bertujuan untuk mengetahui secara jelas alternative-alternatif apa yang tersedia dihadapan pengambilan keputusan, sehingga dapat dibandingkan baik biaya maupun manfat dari masing-masing alternatif tersebut. c. Identifikasi biaya Biaya (cost) adalah pengorbanan sumber ekonomis yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau mungkin akan terjadi. Biaya suatu program mencakup biaya itu sendiri dan dampak yang tidak diharapkan (dis-benefit, maupun benefit yang hilang oleh karena sumber daya tidak dialokasikan kepada alternative lain (opportunity cost). Terdiri atas biaya langsung dan biaya tidak langsung. Biaya langsung adalah biaya yang melekat pada kegiatan dan operasional desa siaga aktif dan poskesdes, seperti pembentukan, pendirian Poskesdes dan penyediaan alat kesehatan dan pelatihan bidan desa. Sedangkan biaya tidak langsung meliputi biaya rapat berkala yang diselenggarakan oleh pengurus desa siaga. Jadi biaya total kegiatan tersebut bertindak sebagai pengukur untuk manfaat yang didapatkan. Dalam suatu perhitungan manfaat-biaya, perbandingannya adalah antara pengeluaran tambahan yang ditujukan untuk pelayanan kesehatan dan antisipasi penurunan dari biaya biaya yang ada. d. Identifikasi manfaat Manfaat juga terdiri atas manfaat langsung dan tidak langsung. Manfaat langsung adalah manfaat yang dapat dirasakan masyarakat secara langsung setelah program desa siaga aktif berjalan, misalnya menurunnya angka kesakitan dan

13 pengurangan biaya operasional. Sedangkan manfaat tidak langsung adalah manfaat yang dirasakan masyarakat dalam jangka panjang (5-10 tahun) setelah program ini dijalankan, misalnya peningkatan pendapatan dan produktifitas, karena hari sehatnya lebih banyak. Untuk menghitung biaya langsung atau manfaat langsung suatu program, biasanya tidak begitu sulit. e. Transformasi dampak kedalam nilai moneter Semua biaya dan manfaat selanjutnya ditransformasi kedalam bentuk uang. Dalam hal ini diperlukan data data pendukung, seperti harga satuan perobatan dan UMR, sehingga nilai moneternya dapat diestimasi. f. Discounting Oleh karena efek (dampak) suatu program biasanya berlangsung lama, maka nilai-nilai biaya dan manfaat tadi harus disesuaikan. Oleh karena nilainya memang berubah menurut perjalanan waktu. Hal ini dilakukan dengan tindakan discounting, yakni dengan menggunakan discount rate yang sesuai. Dalam hal ini mengacu pada tingkat inflasi Mei 2012, berkisar 12 % - 15 % (Waspada, 2012). g. Penafsiran hasil cost benefit analysis Hasil perhitungan biaya dan manfaat selanjutnya ditafsirkan dengan melakukan perhitungan lebih lanjut. Ada dua cara yang lazim dipakai, yakni menghitung rasio manfaat biaya (benefit cost ratio) dan menghitung manfaat bersih (net benefit) program bersangkutan dengan menghitung Net Persent Value ( NPV ) atau menghitung Internal Rate of Return (IRR ).

14 2.2.3 Metode Analisis Biaya Manfaat Pelaksanaan analisis pada proyek yang mempunyai umur ekonomis yang relatif panjang dan memberikan manfaat serta menimbulkan biaya pada saat yang berbeda-beda harus memperhatikan konsep uang. Analisis harus dilakukan dengan menghitung seluruh manfaat dan biaya dari suatu proyek selama umur proyek yang bersangkutan dan dihitung dalam nilai sekarang. Adanya faktor ketidak pastian tentang hal yang terjadi dimasa datang dan diskonto, maka perlu ditentukan konsep uang yang akan datang ( future value) dan nilai uang sekarang (present value) karena hampir semua proyek mempunyai umur yang lebih panjang dari satu tahun dan manfaat proyek tersebut tidak diterima seluruhnya pada suatu saat. Biaya proyek juga dikeluarkan dalam waktu yang berbeda-beda selama umur proyek yang bersangkutan. Diskonto biasanya disamakan dengan tingkat bunga, meskipun dalam analisis manfaat dan biaya faktor diskonto tidak selalu sama dengan suku bunga. Konsep nilai uang yang akan datang dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut : Pt =Po ( 1+ i ) t Dimana ; Pt Po i t : nilai uang dimasa datang : nilai uang sekarang : tingkat diskonto : tahun

15 Sedangkan konsep nilai uang sekarang, dapat dihitung dengan rumus : Po = Pt / (1+ i ) Pada dasarnya untuk menganalisis efisiensi suatu proyek langkah-langkah yang harus diambil adalah : (1) Menentukan semua manfaat dan biaya dari proyek yang akan dilaksanakan; (2) Menghitung manfaat dan biaya dalam nilai uang dan (3) Menghitung masing-masing manfaat dan biaya dalam nilai uang sekarang. Ada tiga metode untuk menganialisis manfaat dan biaya suatu proyek yaitu nilai bersih sekarang (NPV =Net Present Value), Internal Rate of Return (IRR) dan perbandingan manfaat biaya (BCR = Benefit Cost Ratio) Proyek yang efisien adalah proyek yang manfaatnya lebih besar dari pada biaya yang diperlukan. Nilai bersih suatu proyek (NPV) merupakan seluruh nilai dari manfaat proyek dikurangkan dengan biaya proyek pada tahun yang bersangkutan dan didiskontokan dengan tingkat diskonto yang berlaku. Berdasarkan metode ini, proyek yang mempunyai NPV tertinggi adalah proyek yang mendapat prioritas untuk dilaksanakan. Pemilihan proyek tergantung dari tingkat diskonto yang dipilih. Pemilihan tingkat diskonto haruslah mencerminkan biaya oportunitas penggunaan dana. Metode IRR dapat mencari tingkat diskonto, sehingga menghasilkan nilai sekarang suatu proyek sama dengan nol. Sedangkan metode BCR memilih proyek dengan kriteria perbandingan lebih besar dari satu. Metode BCR akan memberikan hasil yang konsisten dengan metode NPV, apabila BCR >1 berarti pula NPV>0. Perbandingan ketiga metode ini dapat dilihat pada tabel berikut :

16 Tabel 2.1 Perbandingan Metode Analisis Biaya Manfaat Karakteristik Cerminan Skala Proyek Mudah Mengurutkan Proyek Mudah Digunakan Kelebihan Kekurangan Sumber : de Neufville (1990) Metode Analisis Biaya Manfaat NPV IRR BCR Tidak Tidak Ya Tidak Ya Ya Mudah Agak Sukar Mudah Berfokus pada nilai uang Sukar mengurutkan proyek Mencerminkan tingkat pengembalian Hasil dapat membingungkan Mudah mengurutkan proyek Bias dalam operasional 2.3 Desa Siaga Aktif Perkembangan Program Desa Siaga Undang Undang RI No. 17 tahun 2007 tentang Rencanan Pembangunan Jangka Panjang Nasional tahun menyebutkan Visi Pembangunan Nasional adalah INDONESIA YANG MANDIRI, MAJU, ADIL DAN MAKMUR. Salah satu arah pembangunan jangka panjang tersebut adalah mewujudkan bangsa yang berdaya saing dengan mengedepankan pembangunan sumber daya manusia yang ditandai dengan meningkatnya IPKM. Unsur unsur penting bagi peningkatan IPKM adalah derajat kesehatan, tingkat pendidikan dan pertumbuhan ekonomi. Derajat kesehatan dan tingkat pendidikan pada hakikatnya adalah investasi bagi terciptanya sumber daya manusia yang berkualitas, yang

17 selanjutnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan menurunkan tingkat kemiskinan. Undang Undang RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, juga mengamanatkan bahwa pembangunan kesehatan harus ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat masyarakat yang setinggi tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Setiap orang berhak atas kesehatan dan setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan dan setiap orang juga tidak luput dari kewajiban kewajiban di bidang kesehatan. Pemerintah pernah berhasil menggalang peran aktif dan memberdayakan masyarakat di bidang kesehatan melalui gerakan Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD) pada dasawarsa an. Pada saat itu, seluruh sektor pemerintahan terkait, organisasi kemasyarakatan, dunia usaha serta para pengambil keputusan dan pemangku kepentingan (stakeholders), bahu membahu menggerakkan, memfasilitasi dan membantu masyarakat di desa dan kelurahan untuk membangun kesehatan mereka sendiri. Akibat terjadinya krisis ekonomi dan faktor faktor lain, gerakan pemberdayaaan masyarakat di bidang kesehatan itu berangsur melemah. Semangat yang tersisa adalah Posyandu yang digerakkan melalui kegiatan Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK). Masa kejayaan PKMD itu hendak diulang dan dibangkitkan kembali melalui gerakan pengembangan dan pembinaan Desa Siaga yang sudah dimulai

18 tahun Sampai tahun 2009, tercatat desa dan kelurahan (56,1%) dari desa dan kelurahan di Indonesia telah memulai upaya mewujudkan Desa/kelurahan Siaga ini. Namun, banyak diantaranya yang belum aktif. Dapat difahami, kegiatan yang menganut konsep pemberdayaan masyarakat seperti ini memang memerlukan proses panjang (Kemenkes RI, 2011) Konsep Dasar Desa Siaga Aktif Desa Siaga Aktif adalah bentuk pengembangan dari Desa Siaga yang telah dimulai sejak Tahun Desa atau Kelurahan Siaga Aktif adalah desa atau kelurahan atau yang disebut dengan nama lain yang penduduknya dapat mengakses dengan mudah pelayanan kesehatan dasar yang memberikan pelayanan kesehatan setiap hari melalui Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) atau sarana kesehatan yang ada di wilayah tersebut seperti Pusat Kesehatan Masyarakat Pembantu (Pustu), Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) atau sarana kesehatan lainnya. Selain itu penduduknya juga mampu mengembangkan UKBM dan melaksanakan surveilans berbasis masyarakat (meliputi pemantauan penyakit, kesehatan ibu dan anak, gizi, lingkungan dan perilaku), kedaruratan kesehatan dan penanggulangan bencana, serta penyehatan lingkungan sehingga masyarakatnya menerapkan PHBS. Dengan demikian, Desa Siaga Aktif memiliki komponen: (1) pelayanan kesehatan dasar; (2) pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan UKBM dan mendorong upaya surveilans berbasis masyarakat, kedaruratan kesehatan dan penanggulangan bencana serta penyehatan lingkungan; (3) menerapkan PHBS (Kemenkes RI, 2010).

19 Pelayanan kesehatan bagi masyarakat di Desa Siaga Aktif diselenggarakan melalui berbagai UKBM, serta kegiatan kader dan masyarakat. Pelayanan ini selanjutnya didukung oleh sarana sarana kesehatan seperti Puskesmas, Pustu dan rumah sakit. Pelayanan tersebut meliputi : (1) pelayanan kesehatan untuk ibu hamil; (2) pelayanan kesehatan untuk ibu menyusui; (3) pelayanan kesehatan untuk anak serta (4) penemuan dan penanganan penderita penyakit. Pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan UKBM difokuskan kepada upaya surveilans berbasis masyarakat, kedaruratan kesehatan dan penanggulangan bencana serta penyehatan lingkungan. Surveilans berbasis masyarakat adalah pengamatan dan pencatatan penyakit yang dilakukan dan diselenggarakan oleh masyarakat (kader) dibantu oleh tenaga kesehatan. Kegiatannya meliputi : (1) pengamatan dan pemantauan penyakit serta keadaan kesehatan ibu dan anak, gizi, lingkungan dan perilaku yang dapat menimbulkan masalah kesehatan masyarakat; (2) pelaporan cepat (kurang dari 24 jam) kepada petugas kesehatan untuk respon cepat; (3) pencegahan dan penanggulangan sederhana penyakit dan masalah kesehatan serta (4) pelaporan kematian. Kedaruratan kesehatan dan penanggulangan bencana adalah upaya upaya yang dilakukan oleh masyarakat dalam mencegah dan mengatasi bencana dan kedaruratan kesehatan. Kegiatannya berupa : (1) bimbingan dalam pencarian tempat yang aman untuk mengungsi; (2) promosi kesehatan dan bimbingan mengatasi masalah kesehatan akibat bencana dan mencegah faktor faktor

20 penyebab masalah; (3) bantuan/fasilitasi pemenuhan kebutuhan sarana sanitasi dasar (air bersih, jamban, pembuangan sampah/limbah) di tempat pengungsian; (4) penyediaan relawan yang bersedia menjadi donor darah dan (5) pelayanan kesehatan bagi pengungsi. Penyehatan lingkungan adalah upaya upaya yang dilakukan masyarakat untuk memelihara lingkungan pemukiman dan sekitarnya agar terhindar dari penyakit dan masalah kesehatan. Kegiatannya meliputi : (1) promosi tentang pentingnya sanitasi dasar; (2) bantuan/fasilitasi pemenuhan kebutuhan sarana sanitasi dasar (air bersih, jamban, pembuangan sampah / limbah) dan (3) bantuan/fasilitas upaya pencegahan pencemaran lingkungan. Masyarakat di Desa Siaga Aktif harus melaksanakan PHBS, yaitu sekumpulan perilaku yang dipraktekkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran, yang menjadikan seseorang, keluarga atau masyarakat mampu menolong dirinya sendiri (mandiri) di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakat. Indikator keberhasilan pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif adalah penerapan PHBS di rumah tangga, institusi pendidikan, tempat kerja, tempat umum, sarana kesehatan dan mengupayakan sarana dan kemudahan untuk melakukannya. Indikator yang dipakai untuk mengukur keberhasilan PHBS di rumah tangga adalah: (1) persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan; (2) memberikan ASI Eksklusif pada bayi; (3) menimbang berat badan balita; (4) menggunakan air bersih; (5) mencuci tangan dengan air bersih dan sabun; (6) menggunakan jamban

21 sehat; (7) memberantas jentik nyamuk; (8) mengonsumsi sayur dan buah setiap hari; (9) melakukan aktifitas fisik setiap hari dan (10) tidak merokok di dalam rumah (Kemenkes RI, 2011) Tujuan Desa Siaga Aktif Tujuan Umum pengembangan Desa Siaga Aktif adalah untuk percepatan terwujudnya masyarakat desa/kelurahan yang peduli, tanggap dan mampu mengenali, mencegah serta mengatasi permasalahan kesehatan yang dihadapi secara mandiri, sehingga derajat kesehatannya meningkat. Tujuan khususnya meliputi : (1) mengembankan kebijakan pengembangan Desa Siaga Aktif di Pemerintahan Desa/Kelurahan; (2) meningkatkan komitmen dan kerjasama semua perangkat desa/kelurahan dan organisasi kemasyarakatan untuk pengembangan Desa/Kelurahan Siaga Aktif; (3) meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dasar di desa / kelurahan ; (4) mengembangkan UKBM dan melaksanakan survailans berbasis masyarakat (meliputi pemantauan penyakit, kesehatan ibu dan anak, lingkungan dan perilaku), penanggulangan bencana dan kedaruratan kesehatan, serta penyehatan lingkungan; (5) meningkatkan ketersediaan sumberdaya manusia, dana, maupun sumber daya lain, yang berasal dari Pemerintah Desa/Kelurahan, masyarakat dan swasta / dunia usaha, untuk pengembangan Desa Siaga Aktif serta (6) meningkatkan PHBS di Rumah Tangga (Kemenkes RI, 2011).

22 2.3.4 Manfaat Desa Siaga Aktif Pengembangan Desa Siaga Aktif sangat bermanfaat bagi masyarakat, Puskesmas dan Pemerintah Kecamatan. Bagi masyarakat, manfaat yang dapat diperoleh adalah mudahnya mendapatkan pelayanan kesehatan dasar, masyarakat menjadi peduli, tanggap dan mampu mengenali, mencegah dan mengatasi masalah kesehatan yang dihadapi, masyarakat dapat tinggal dilingkungan yang sehat dengan mempraktikkan PHBS dan tokoh masyarakat serta kader dapat berperan aktif memberdayakan dan menggerakkan masyarakat. Dengan demikian, derajat kesehatan dan produktifitas masyarakat juga meningkat. Hal ini dapat dilihat dari jumlah hari hari sehat yang banyak dan waktu kerja yang termanfaatkan secara optimal. Manfaat yang diperoleh Puskesmas dengan adanya pengembangan Desa Siaga Aktif adalah meningkatkan cakupan program kesehatan, optimalisasi fungsi Puskesmas, menurunkan angka kesakitan dan kematian, serta meningkatkan citra Puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan. Manfaat yang lebih luas juga dirasakan oleh Pemerintah Kecamatan, yakni terciptanya pembangunan berwawasan kesehatan di kecamatan, alokasi dana pembangunan tidak banyak digunakan untuk pelayanan kuratif, melainkan untuk promotif dan preventif, mempercepat terwujudnya Kecamatan Sehat dan meningkatkan citra Pemerintahan Kecamatan ( Kemenkes RI, 2011).

23 2.3.5 Kriteria Desa Siaga Aktif Kriteria Desa Siaga Aktif, yaitu : (1) kepedulian Pemerintah Desa atau Kelurahan dan pemuka masyarakat terhadap Desa dan Kelurahan Siaga Aktif yang tercermin dari kesadaran dan keaktifan Forum Desa dan Kelurahan; (2) keberadaan Kader Pemberdayaan Masyarakat/Kader Kesehatan Desa/Kelurahan Siaga Aktif; (3) kemudahan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dasar yang buka atau memberikan pelayanan setiap hari; (4) keberadaan UKBM yang dapat melaksanakan survailans berbasis masyarakat, kedaruratan kesehatan dan penanggulangan bencana serta penyehatan lingkungan; (5) tercukupinya pendanaan untuk pengembangan Desa Siaga Aktif dalam Anggaran Pembangunan Desa/Kelurahan serta dari masyarakat dan dunia usaha; (6) peran serta aktif masyarakat dan organisasi kemasyarakatan dalam kegiatan kesehatan Desa Siaga Aktif; (7) peraturan di Desa/Kelurahan yang melandasi atau mengatur tentang pengembangan Desa Siaga Aktif dan (8) pembinaan PHBS di rumah tangga. Dalam bentuk matriks, pentahapan perkembangan Desa/Kelurahan Siaga Aktif tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :

24 Kriteria Forum Desa/Kelurahan KPM/Kader Kesehatan Kemudahan akses Pelayanan Kesehatan Dasar Tabel 2.2 Tahap Pengembangan Desa Siaga Aktif dan Kriteria yang Harus Dipenuhi Pentahapan Desa/Kelurahan Siaga Aktif Pratama Madya Purnama Mandiri Ada, tetapi Berjalan, tetapi Berjalan setiap Berjalan belum berjalan belum rutin Triwulan setiap bulan Sudah ada Sudah ada Sudah ada 3-5 Sudah ada 6-8 minimal 2 9 orang orang orang orang atau lebih Ya Ya Ya Ya Posyandu & UKBM lainnya aktif Posyandu ya, UKBM lainnya tidak aktif Posyandu & 2 UKBM lainnya aktif Posyandu & 3 UKBM lainnya aktif Posyandu & 4 UKBM lainnya aktif Dukungan dana untuk kegiatan kesehatan di Desa dan Kelurahan : (dari Pemerintah Desa dan Kelurahan, Masyarakat dan Dunia Usaha) Peran serta masyarakat dan Organisasi Kemasyarakatan Peraturan Kepala Desa atau peraturan Bupati/Walikota Pembinaan PHBS di Rumah Tangga Sudah ada dana dari Pemerintah Desa dan Kelurahan serta belum ada sumber dana lainnya Ada peran aktif masyarakat dan tidak ada peran aktif ormas Belum ada Pembinaan PHBS kurang dari 20% rumah tangga yang ada Sumber : Kemenkes RI (2011) Sudah ada dana dari pemerintah Desa dan Kelurahan serta satu sumber dana lainnya Ada peran aktif masyarakat dan peran aktif satu ormas Ada, belum direalisasikan Pembinaan PHBS minimal 20% rumah tangga yang ada Sudah ada dana dari pemerintah Desa dan Kelurahan serta dua sumber dana lainnya Ada peran aktif masyarakat dan peran aktif satu ormas Ada, sudah direalisasikan Pembinaan PHBS minimal 40% rumah tangga yang ada Sudah ada dana dari pemerintah Desa dan Kelurahan serta dua sumber lainnya Ada peran aktif masyarakat dan peran aktif lebih dari dua ormas Ada, sudah direalisasik an Pembinaan PHBS minimal 70% rumah tangga yang ada

25 Langkah-Langkah Pengembangan Desa Siaga Aktif Kepala Desa/Lurah bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Perangkat Desa/Kelurahan, serta lembaga kemasyarakatan yang ada harus mendukung pengembangan Desa/Kelurahan Siaga Aktif. Kegiatannya merupakan langkah-langkah memfasilitasi siklus pemecahan masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat yang dapat digambarkan sebagai berikut : 6. PEMBINAAN KELESTARIAN 5. PELAKSANAAN KEGIATAN 1. PENGENALAN KONDISI DESA/KELURAHA FASILITATOR/KP M/KADER KESEHATAN 4. PERENCANAAN PARTISIPATIF 2. IDENTIFIKASI MASALAH KESEHATAN & 3. MUSYAWARAH DESA/KELURAH Gambar 2.1 Upaya Pemecahan Masalah di Desa Siaga Aktif Pengenalan kondisi Desa/Kelurahan oleh Kader Pemberdayaan Masyarakat (KPM), Lembaga kemasyarakatan, dan Perangkat Desa/Keluran, dilakukan bersama dan hasil analisis situasi perkembangan Desa/Kelurahan Siaga Aktif, yang sudah dapat atau belum dapat dipenuhi oleh Desa//Kelurahan yang bersangkutan.

26 Selanjutnya dilakukan identifikasi terhadap : (1) masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat dan prioritas penanganannya; (2) penyebab masalah kesehatan dan prilaku masyarakat; (3) potensi yang dimiliki oleh Desa/Kelurahan; (4) UKBM yang ada dan harus diaktifkan kembali/dibentuk baru dan (5) bantuan /dukungan yang diharapkan : apa bentuknya, berapa banyak, dari mana kemungkinan didapat (sumber) dan bilamana dibutuhkan. Kemudian dilakukan musyawarah Desa/Kelurahan, dapat dilakukan secara berjenjang dengan terlebih dahulu menyelenggarakan Musyawarah Dusun atau Rukun Warga. Musyawarah Desa diselenggarakan dengan menyajikan hasil analisis data hasil kajian Profil Desa/Kelurahan dan atau hasil survey mawas diri (SMD). Musyawarah Desa/Kelurahan bertujuan untuk : (1) mensosialisasikan masalah kesehatan yang dihadapi; (2) mencapai kesepakatan urutan prioritas; (3) mencapai kesepakatan tentang UKBM yang dibentuk baru atau diaktifkan kembali; (4) memantapkan data potensi desa untuk sumber bantuan/dukungan yang diperlukan serta (5) Menggalang semangat dan partisipasi warga untuk mendukung pengembangan Desa/Kelurahan Siaga Aktif. Setelah diperoleh kesepakatan dari warga, KPM dan lembaga kemasyarakatan mengadakan pertemuan guna menyusun rencana pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif untuk dimasukkan kedalam Rencana Pembangunan Desa/Kelurahan Rencana pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif mencakup : (1) UKBM yang akan dibentuk baru atau diaktifkan kembali; (2) sarana yang akan dibangun baru atau direhabilitasi (misalnya Poskesdes, Polindes, sarana air bersih,

27 jamban keluarga, dll); (3) kegiatan yang akan dilaksanakan dan biaya operasionalnya; (4) hal-hal yang dapat dilaksanakan dengan swadaya masyarakat dan atau bantuan dari donator (misalnya swasta), disatukan dalam dokumen tersendiri. Sedangkan hal-hal yang memerlukan dukungan Pemerintah dimasukkan dalam ke dokumen Musrenbang Kecamatan dan Kabupaten/Kota. Kegiatan kegiatan yang dilaksanakan adalah kegiatan yang mendapat dukungan dana dari pemerintah dan sudah melewati proses Musrenbang. Kegiatan dapat dimulai dengan membentuk UKBM dan menetapkan kader-kader pelaksanaanya, dan pelaksanaan kegiatan yang tidak memerlukan biaya operasional seperti promosi kesehatan melalui Dasawisma, pertemuan Rukun Tetangga, pertemuan Rukun Warga/Dusun, atau forum-forum kegiatan kemasyarakatan dan keagamaan. Tim pelaksana kegiatan bertanggung jawab mengenai realisasi fisik, keuangan dan administrasi kegiatan yang dilakukan, sesuai dengan rencana. Apabila dibutuhkan barang berupa bahan dan alat yang tidak dapat disediakan/dilakukan sendiri oleh masyarakat, maka Dinas Kesehatan melalui Puskesmas dapat membantu masyarakat untuk menyediakan barang/jasa tersebut. Pencatatan dan pelaporan kegiatan dilaksanakan sesuai dengan petunjuk teknis dari Kemendagri. Pelatihan teknis, termasuk kursus-kursus penyegaran, bagi para kader pelaksanaan UKBM menjadi tanggung jawab Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

28 dengan dibantu oleh Dinas Kesehatan Provinsi untuk melaksanakannya, dengan mengacu kepada petunjuk teknis yang dibuat oleh Kemendagri dan Kemenkes. Pembinaan kelestarian Desa Siaga Aktif tugas dari KPM, Kepala Desa/Lurah, Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat. Pertemuan berkala dan kursus penyegaran bagi para kader, termasuk KPM, dapat dikembangkan dengan cara lain melalui program Kelompecapir dan Perpustakaan Desa/Kelurahan. Pembinaan kelestarian dapat dilaksanakan terintregasi dengan penyelenggaraan Perlombaan Desa dan Kelurahan yang diselenggarakan setiap tahun ketingkat Nasional. Pembinaan kelestarian juga diselenggarakan dengan pencatatan dan pelaporan perkembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif yang berjalan secara berjenjang dan terintegrasi dengan Sistem Informasi Pembangunan Desa yang diselenggarakan oleh Kemendagri, dengan demikian kesuksesan program ini juga ditentukan oleh persiapan yang matang, penyelenggaraan yang terorganisasi dan evaluasi secara berkala (Kemenkes RI, 2011) Pembiayaan Desa Siaga Aktif Azwar (1994) menyebutkan bahwa pembiayaan kesehatan pada dasarnya merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat dan swasta. Jumlah dana pembiayaan harus cukup untuk membiayai upaya kesehatan yang telah direncanakan. Bila biaya tidak mencukupi, maka jenis dan bentuk pelayanan kesehatannya harus diubah sehingga sesuai dengan biaya yang disediakan. Distribusi atau penyebaran dana juga perlu disesuaikan berdasarkan skala prioritas.

29 Aspek pembiayaan merupakan hal penting dalam pengembangan Desa Siaga Aktif. Tujuannya adalah untuk menyediakan biaya dengan jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil dan termanfaatkan secara berhasil guna dan berdaya guna untuk menjamin terselenggaranya seluruh kegiatan yang direncanakan. Disamping itu juga diperlukan sumber daya manusia yang berkompetensi dan mampu mengelola dana dengan baik, karena salah satu cirri Desa/Kelurahan Siaga Aktif adalah memiliki sistem pembiayaan kesehatan yang berbasis masyarakat. Sedangkan sumbernya dapat berasal dari masyarakat, swasta/dunia usaha, hasil usaha dan pemerintah. Sumber dana dari masyarakat dapat berupa : (1) iuran pengguna/pengunjung Poskesdes; (2) iuran masyarakat umum dalam bentuk dana sehat; (3) sumbangan/donator dari perorangan atau kelompok masyarakat dan mobilisasi dana sosial keagamaan. Pera aktif swasta atau dunia usaha dapat dilakukan dengan cara menjadikan Desa Siaga Aktif sebagai anak angkat usaha. Bantuan yang diberikan dapat berupa sarana, prasarana atau tenaga sukarelawan poskesdes. Disamping itu pengelola dan kader Desa/Kelurahan Siaga Aktif dapat melakukan usaha mandiri yang hasilnya disumbangkan untuk pengolaan Desa/Kelurahan Siaga (Depkes, 2007). Pemerintah melalui Depkes juga telah mengalokasikan anggaran khusus yang bersumber APBN untuk pembentukan Desa/Kelurahan Siaga. Pemanfaatan dana ini sebaiknya tidak berjalan sendiri, melainkan diintegrasikan dengan dana lain yang disediakan untuk pengadaan Poskesdes, pelatihan fasilitator dan lain

30 lain sehingga saling menunjang dan mengisi. Sumber dana lainnya dapat berasal dari bantuan luar negeri seperti USAID yang disalurkan melalui APBN (Depkes, 2006). Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : HK.0305/B.I.4/3060/2008 tentang penerimaan bantuan sosial dana operasional tahun anggaran 2008 disebutkan bahwa tujuan utama pembiayaan Desa Siaga adalah terselenggaranya pengembangan/operasional Poskesdes secara optimal untuk mewujudkan Desa Siaga melalui tersedianya dana stimulan operasional. Rata rata dana yang dikeluarkan adalah Rp ,00 per tahun per desa. Jenis kegiatan yang difasilitasi olah dana ini adalah musyawarah desa, pelatihan kader Desa/Kelurahan Siaga, insentif kader, kegiatan pemantauan, pelaporan, pengadaan sarana/prasarana dan kegiatan pengembangan. Mengingat besarnya kegiatan Desa Siaga, pelatihan kader merupakan paket kegiatan yang berkesinambungan. Tahap pertama difokuskan pada masalah PHBS dan Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi). Tahap kedua dan ketiga diberikan berupa kegiatan surveilan epidemiologi dan penaggulangan KLB. Tahap keempat, kader diberi pengetahuan dan praktek tentang kesiapansiagaan bencana, tindakan emergensi serta pengelolaan obat sederhana di desa. Jika dirasa perlu, pelatihan lainnya dapat juga dilakukan (Depkes, 2007). Penelitian Polisiri dan kawan kawan di Kota Tidore Kepulauan tahun 2008 tentang implementasi Desa Siaga, diperoleh gambaran bahwa Pemerintah Pusat menyediakan secara penuh semua sumber dana terhadap 28 desa dari 72

31 desa yang ada. Pemerintah secara penuh menyediakan dana bagi pembentukan desa siaga di Desa Bua Bua dengan memberikan dana sebesar Rp ,00 untuk proses pembentukan awal desa siaga ini. Sedangkan untuk desa selanjutnya, dana yang tersedia semakin berkurang, hanya tinggal Rp ,00 bagi masing masing desa. Hal ini mengakibatkan perkembangan desa siaga tidak sebaik yang ada di Desa Bua Bua. Penelitian lain yang dilakukan oleh Taufik Noor dan kawan kawan terhadap pengembangan Desa Siaga di Cibatu Purwakarta tahun 2007, diperoleh gambaran bahwa bantuan untuk pembangunan posyandu di 7 kecamatan terpilih sebesar Rp ,00 per posyandu. Bantuan dana operasional posyandu diberikan untuk 192 desa yang meliputi 9 kelurahan dan 183 desa sebesar Rp ,00. Dana yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana posyandu masing masing sebesar Rp ,00. Bagi usaha penguatan ekonomi kader diberi dana sebesar Rp ,00. Penambahan pendapatan ini biasanya digunakan untuk membuka warung obat desa, membuat jamu-jamu atau modal usaha dagang kader. Pada Simposium Internasional Kesehatan Masyarakat yang digelar di Hotel Polonia Medan pada tanggal Oktober 2009, Makkasau mempresentasikan proses advokasinya kepada Pemerintah Kota Ternate sehubungan dengan pengembangan program Desa Siaga Aktif. Beliau menghitung nilai ekonomi yang hilang melalui anggaran Dinas Kesehatan Kota Ternate akibat 10 penyakit terbesar yang ada disana. Total nilai ekonomi yang hilang pada tahun

32 2008 berjumlah Rp ,00. Melihat kondisi tersebut, akhirnya Walikota Ternate mampu mengaanggarkan biaya pembentukan dan operasinal 23 kelurahan siaga melalui APBD. Sofiarini dan Goeman (2009) menjelaskan analisis biaya Desa Siaga di NTB dan NTT berdasarkan dukungan GTZ SISKES selama Beliau menyebutkan bahwa biaya untuk implementasi desa siaga untuk satu desa selama satu tahun di NTB adalah Rp ,00 sedangkan di NTT Rp ,00. Dari biaya ini, 80 % dipergunakan untuk penbentukan konsep desa siaga dan 20% untuk kegiatan operasional dan mempertahankan fungsi desa siaga. Perinciannya dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2.3 Perbandingan Analisa Biaya Desa Siaga Di NTB dan NTT Tahun Uraian Kegiatan Kumpulan semua langkah untuk 1 tahun Distribusi untuk 1 desa/tahun Biaya Pembentu kan Biaya 1 kali operasion al Biaya operasion al 1 tahun NTB NTT Min Unit Biaya Maks Min Unit Biaya Maks Sumber : Sofiarini dan Goeman (2009)

33 2.4 Landasan Teori Tjiptoherijanto (1994) menyebutkan bahwa teori Demand For Health Capital (Grossman, 1972) mengacu pada pendekatan investment models dan mengasumsikan bahwa masing masing individu melakukan penilaian manfaat atas pengeluaran untuk kesehatan yang diperbandingkan dengan pengeluaran untuk komoditi komoditi lainnya dalam rangka memutuskan status kesehatannya yang optimal. Dalam hal ini konsumen diasumsikan mempunyai pengetahuan tentang status kesehatannya sendiri, tingkat depresiasi status kesehatannya dan fungsi produksi yang mengaitkan antara perbaikan kesehatan dengan pengeluaran untuk pelayanan kesehatan. Aplikasi asumsi teori tersebut banyak diterapkan pada program pengembangan Konsep Desa Siaga Aktif. Program ini merupakan program pemerintah yang berdampak jangka panjang, karena berbasis UKBM. Evaluasi program tersebut akan dilakukan dengan menganalisis biaya manfaatnya (CBA). Pada dasarnya CBA menawarkan perbandingan antara seluruh biaya dan manfaat dari suatu program yang dibiayai dari dana masyarakat. Biaya yang dikeluarkan termasuk juga rencana pengeluaran yang terlihat dalam anggaran. Sedangkan manfaat diperoleh bila kerugian dimasa datang bisa dicegah karena keberhasilan dari program tersebut. Manfaat dari program-program kesehatan tidak lain dari biaya yang bisa dicegah bila program tersebut berhasil sehingga beberapa penulis menyarankan bahwa nilai manfaat mungkin saja diperoleh dengan menghitung biaya ekonomi dari suatu penyakit. Efek atau

34 dampak dari suatu program kesehatan itu baru dapat terlihat setelah beberapa lama, maka nilai-nilai biaya dan manfaat program tersebut harus disesuaikan mengingat nilainya berubah menurut perjalanan waktu. Langkah langkah yang akan dilakukan dalam penerapan menganalisis biaya manfaat pengembangan program Desa Siaga Aktif ini meliputi : (1) identifikasi pengambil keputusan dan alternatif; (2) identifikasi biaya; (3) identifikasi manfaat baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung; (4) transformasi dampak kedalam nilai moneter; (5) discounting dan (6) penafsiran hasil CBA dengan menghitung ratio biaya manfaat (benefit cost ratio) atau menghitung manfaat bersih program kesehatan dengan menghitung net present value (NPV) dan internal rate of return (IRR).

35 2.5 Kerangka Konsep Identifikasi Pemahanan Pengambil Keputusan Identifikasi Alternatif Pengembangan Program Desa Siaga Aktif Identifikasi Biaya 1. Biaya Langsung a. Pembentukan Desa Siaga b. Pengadaan Poskesdes c. Pengadaan Poskesdes Kit d. Operasional Poskesdes dan Kegiatan e. Biaya Pelatihan 2. Biaya tidak Langsung a. Biaya Rapat Berkala Identifikasi Manfaat 1. Manfaat Langsung a. Pengurangan Biaya Operasinal b. Penurunan Angka Kesakitan 2. Manfaat tidak Langsung a. Peningkatan Jumlah Hari Kerja/Sekolah b. Nilai YLD yang Dapat Transformasi Dampak ke dalam Nilai Moneter Discounting Interpretasi Hasil (BCR, NPV dan IRR) Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

Evaluasi Ekonomi Pelayanan Kesehatan

Evaluasi Ekonomi Pelayanan Kesehatan Evaluasi Ekonomi Pelayanan Kesehatan Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat 26/11/2014 bandi.staff.fe.uns.ac.id 1 Konsep Teoretis dalam Evaluasi Ekonomi Pelayanan Kesehatan BANDI 26/11/2014 bandi.staff.fe.uns.ac.id

Lebih terperinci

BAB 1 PEDAHULUAN. Manusia (IPKM). Undang Undang Kesehatan Republik Indonesia Nomor 36

BAB 1 PEDAHULUAN. Manusia (IPKM). Undang Undang Kesehatan Republik Indonesia Nomor 36 BAB 1 PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan investasi bagi setiap manusia dan memiliki kontribusi yang besar untuk meningkatkan Indeks Pembangunan Kesehatan Manusia (IPKM). Undang Undang Kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Desa dan Kelurahan Siaga Aktif Dalam Buku Pedoman Umum Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif (2014) Desa dan Kelurahan Siaga Aktif diartikan sebagai bentuk pengembangan

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 33 TAHUN 2015 TENTANG PENGEMBANGAN DESA DAN KELURAHAN SIAGA AKTIF DI KABUPATEN KARAWANG

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 33 TAHUN 2015 TENTANG PENGEMBANGAN DESA DAN KELURAHAN SIAGA AKTIF DI KABUPATEN KARAWANG Menimbang PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 33 TAHUN 2015 TENTANG PENGEMBANGAN DESA DAN KELURAHAN SIAGA AKTIF DI KABUPATEN KARAWANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG,

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN PROGRAM PROMKES DINAS KESEHATAN KOTA SURAKARTA UPTD PUSKESMAS PUCANGSAWIT

KERANGKA ACUAN PROGRAM PROMKES DINAS KESEHATAN KOTA SURAKARTA UPTD PUSKESMAS PUCANGSAWIT KERANGKA ACUAN PROGRAM PROMKES DINAS KESEHATAN KOTA SURAKARTA UPTD PUSKESMAS PUCANGSAWIT 1. Pendahuluan Dalam rangka mengoptimalkan fungsi Pusat Kesehatan Masyarakat dalam mendukung penyelenggaraan pembangunan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN DESA DAN KELURAHAN SIAGA AKTIF. Dinas Kesehatan Kab. Klungkung Bidang Kesmas

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN DESA DAN KELURAHAN SIAGA AKTIF. Dinas Kesehatan Kab. Klungkung Bidang Kesmas KEBIJAKAN PENGEMBANGAN DESA DAN KELURAHAN SIAGA AKTIF Dinas Kesehatan Kab. Klungkung Bidang Kesmas MASALAH KESEHATAN di BALI Unfinished agenda : DBD, Diare, dll Emerging disease : PTM (Diabetes, Kanker,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan nasional bangsa Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PENGHITUNGAN BIAYA PENGEMBANGAN DESA DAN KELURAHAN SIAGA AKTIF

PETUNJUK TEKNIS PENGHITUNGAN BIAYA PENGEMBANGAN DESA DAN KELURAHAN SIAGA AKTIF PETUNJUK TEKNIS PENGHITUNGAN BIAYA PENGEMBANGAN DESA DAN KELURAHAN SIAGA AKTIF i ii KATA PENGANTAR Desa dan merupakan salah satu indikator dalam Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota.

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 78 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT DI KABUPATEN PATI

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 78 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT DI KABUPATEN PATI SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 78 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT DI KABUPATEN PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang

Lebih terperinci

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KELURAHAN SIAGA KOTA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG. Buku Saku Dana Desa

LATAR BELAKANG. Buku Saku Dana Desa A LATAR BELAKANG Pembangunan kesehatan pada periode 2015-2019 adalah Program Indonesia Sehat dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Promosi Kesehatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Promosi Kesehatan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Promosi Kesehatan 2.1.1. Pengertian Promosi Kesehatan Promosi kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran diri oleh dan untuk masyarakat

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 2007 SERI : PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 56 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN RW SIAGA KOTA BEKASI WALIKOTA BEKASI, Menimbang : bahwa dengan telah ditetapkannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. MAKMUR. Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. MAKMUR. Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Visi pembangunan nasional tahun 2005-2025 sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 tentang RPJPN Tahun 2005-2025 adalah INDONESIA

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 46 TAHUN 2017 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 46 TAHUN 2017 TENTANG GERAKAN MASYARAKAT HIDUP SEHAT DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Poliklinik Kesehatan Desa

Poliklinik Kesehatan Desa Poliklinik Kesehatan Desa Oleh : 1. Diyan Mayangsari (090949) 2. Retno (101065) 3. Ayu Andriani (111112) 4. Siti Marfuah (111113) 5. Ewi Susilaningsih (111140) 6. Ummu Halida (111171) 7. Titah Adista (111172)

Lebih terperinci

Pendekatan Kemasyarakatan Bidang Kesehatan di Desa

Pendekatan Kemasyarakatan Bidang Kesehatan di Desa Pendekatan Kemasyarakatan Bidang Kesehatan di Desa Heri Muchdiyono, dr, MKes Derajad Kesehatan. Status kesehatan masyarakat memiliki beberapa faktor pengaruh yaitu faktor perilaku masyarakat, faktor lingkungan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Untuk mempercepat terwujudnya masyarakat sehat, yang merupakan bagian

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Untuk mempercepat terwujudnya masyarakat sehat, yang merupakan bagian BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Posyandu Untuk mempercepat terwujudnya masyarakat sehat, yang merupakan bagian dari kesejahteraan umum seperti yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945, Departemen Kesehatan pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Puskesmas merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan. Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. Puskesmas merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan. Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Puskesmas merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya. Sebagai

Lebih terperinci

BUKU PEDOMAN DESA SIAGA AKTIF

BUKU PEDOMAN DESA SIAGA AKTIF Seri Desa Siaga Aktif MENUJU MASYARAKAT BER-PHBS di Desa Membangun menuju Desa Peradaban BUKU PEDOMAN DESA SIAGA AKTIF Pemerintah Provinsi Jawa Barat Dinas Kesehatan 2010 Gerakan Sadar PHBS cara murah

Lebih terperinci

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SINGKAWANG, Menimbang : a. bahwa kesehatan

Lebih terperinci

secara sosial dan ekonomis (Notoatmodjo, 2007).

secara sosial dan ekonomis (Notoatmodjo, 2007). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sehat adalah kebutuhan dasar bagi kehidupan manusia. Kepentingan kesegaran jasmani dalam pemeliharaan kesehatan tidak diragukan lagi, semakin tinggi tingkat kesehatan,

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. sendiri. Karena masalah perubahan perilaku sangat terkait dengan promosi

BAB 1 : PENDAHULUAN. sendiri. Karena masalah perubahan perilaku sangat terkait dengan promosi BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan pada umumnya, disebabkan tiga faktor yang timbul secara bersamaan, yaitu (1) adanya bibit penyakit, (2) adanya lingkungan yang memungkinkan berkembangnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang lingkungan sehat, perilaku sehat dan pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan merata

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang lingkungan sehat, perilaku sehat dan pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan merata I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kesehatan adalah hak asasi manusia dan merupakan investasi sehingga perlu dijaga, dilindungi dan ditingkatkan kualitasnya. Kesehatan juga merupakan faktor penting untuk

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA DINAS KESEHATAN KABUPATEN BOYOLALI TAHUN

INDIKATOR KINERJA UTAMA DINAS KESEHATAN KABUPATEN BOYOLALI TAHUN DINAS KESEHATAN KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2016-2021 SASARAN program promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif pada semua kontinum siklus kehidupan (life cycle) 1 Penurunan Angka Kematian Bayi : Jumlah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan ketertiban dunia yang

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan ketertiban dunia yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembukaan UUD 1945, mencantumkan tujuan nasional bangsa Indonesia yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk keberhasilan pembangunan bangsa. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk mencapai Indonesia Sehat,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan mempunyai visi mewujudkan masyarakat mandiri untuk

I. PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan mempunyai visi mewujudkan masyarakat mandiri untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan kesehatan mempunyai visi mewujudkan masyarakat mandiri untuk hidup sehat. Visi ini dicapai dengan dukungan masyarakat dan pemerintah, oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL 4.1 SASARAN DAN ARAHAN PENAHAPAN PENCAPAIAN Sasaran Sektor Sanitasi yang hendak dicapai oleh Kabupaten Gunungkidul adalah sebagai berikut : - Meningkatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan menjaga tingkat kesehatan, aktifitas masyarakat tidak terganggu dan dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan menjaga tingkat kesehatan, aktifitas masyarakat tidak terganggu dan dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pentingnya menjaga kesehatan bagi masyarakat adalah hal mutlak. Karena dengan menjaga tingkat kesehatan, aktifitas masyarakat tidak terganggu dan dapat terus produktif.

Lebih terperinci

A. RENCANA STRATEGIS : VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, KEBIJAKAN DAN PROGRAM

A. RENCANA STRATEGIS : VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, KEBIJAKAN DAN PROGRAM BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA A. RENCANA STRATEGIS : VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, KEBIJAKAN DAN PROGRAM Rencana Strategis atau yang disebut dengan RENSTRA merupakan suatu proses perencanaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dimulai sejak tahun Desa atau kelurahan siaga aktif adalah desa atau kelurahan

BAB 1 PENDAHULUAN. dimulai sejak tahun Desa atau kelurahan siaga aktif adalah desa atau kelurahan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Desa siaga aktif adalah bentuk pengembangan dari desa siaga yang telah dimulai sejak tahun 2006. Desa atau kelurahan siaga aktif adalah desa atau kelurahan yang penduduknya

Lebih terperinci

KAJIAN PENERAPAN ILMU EKONOMI DALAM BIDANG KESEHATAN

KAJIAN PENERAPAN ILMU EKONOMI DALAM BIDANG KESEHATAN KAJIAN PENERAPAN ILMU EKONOMI DALAM BIDANG KESEHATAN Yosefina Maria Baitanu 1 ABSTRAK Artikel ini berjudul kajian penerapan ilmu ekonomi dalam bidang kesehatan. Penulisan artikel ini dilatarbelakangi oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan mengamanatkan bahwa pembangunan kesehatan harus ditujukan untuk meningkatkan kesadaran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang rencana strategis kementrian kesehatan tahun Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. tentang rencana strategis kementrian kesehatan tahun Pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan keputusan menteri kesehatan NO.HK.02.02/MENKES/ 52/2015 tentang rencana strategis kementrian kesehatan tahun 2015-2019. Pembangunan kesehatan pada periode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dekade berhasil meningkatkan derajat kesehatan masyarakat cukup signifikan,

BAB I PENDAHULUAN. dekade berhasil meningkatkan derajat kesehatan masyarakat cukup signifikan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah program Indonesia sehat dengan sasaran pokok Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yaitu meningkatkan status kesehatan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia. UU otonomi daerah tersebut kemudian

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia. UU otonomi daerah tersebut kemudian 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Lahirnya Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. UU No. 9 Tahun 1990 Tentang Pokok-Pokok Kesehatan. 3. Masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI)

BAB I PENDAHULUAN. 1. UU No. 9 Tahun 1990 Tentang Pokok-Pokok Kesehatan. 3. Masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan: 1. UU No. 9 Tahun 1990 Tentang Pokok-Pokok Kesehatan 2. UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kewajiban Keikutsertaan Masyarakat di Bidang Kesehatan 3. Masih tingginya

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN IV.1. IV.2. VISI Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur sebagai salah satu dari penyelenggara pembangunan kesehatan mempunyai visi: Masyarakat Jawa

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi Daerah Dalam Rencana Strategis Dinas Kesehatan 2016-2021 tidak ada visi dan misi, namun mengikuti visi dan misi Gubernur

Lebih terperinci

Standar Pelayanan Minimal Puskesmas. Indira Probo Handini

Standar Pelayanan Minimal Puskesmas. Indira Probo Handini Standar Pelayanan Minimal Puskesmas Indira Probo Handini 101111072 Puskesmas Puskesmas adalah unit pelaksana teknis (UPT) dari Dinas Kesehatan Kabupaten/kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maju adalah mempunyai derajat kesehatan yang tinggi, karena derajat kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. maju adalah mempunyai derajat kesehatan yang tinggi, karena derajat kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan yang ingin dicapai oleh bangsa Indonesia adalah tercapainya bangsa yang maju dan mandiri, sejahtera lahir dan batin. Salah satu ciri bangsa yang maju adalah

Lebih terperinci

VII. PERUMUSAN STRATEGI DAN PROGRAM PROMOSI KESEHATAN DI DESA JEBED SELATAN

VII. PERUMUSAN STRATEGI DAN PROGRAM PROMOSI KESEHATAN DI DESA JEBED SELATAN VII. PERUMUSAN STRATEGI DAN PROGRAM PROMOSI KESEHATAN DI DESA JEBED SELATAN Program Promosi Kesehatan adalah upaya meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya yang tinggi. Bahkan Indonesia menduduki peringkat ke-empat

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya yang tinggi. Bahkan Indonesia menduduki peringkat ke-empat 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat kepadatan penduduknya yang tinggi. Bahkan Indonesia menduduki peringkat ke-empat dalam hal kepadatan penduduk,

Lebih terperinci

1. Judul I. COMMUNITY HEALTH SERVICES 2. HEALTH DEVELOPMENT 3. PUBLIC HEATLH SERVICES

1. Judul I. COMMUNITY HEALTH SERVICES 2. HEALTH DEVELOPMENT 3. PUBLIC HEATLH SERVICES 351.077 Ind p Katalog Dalam Terbitan. Kementerian Kesehatan RI 351.077 Ind Indonesia. Kementerian Kesehatan. Pusat Promosi Kesehatan P Pedoman umum pengembangan desa dan keluarga siaga aktif: dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia, sebagaimana dimaksud dalam

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 24 TAHUN 2006 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kader kesehatan telah menyita perhatian dalam beberapa tahun terakhir ini, karena banyak program kesehatan dunia menekankan potensi kader kesehatan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN KEGIATAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN PROMOSI KESEHATAN TAHUN 2016

RENCANA KINERJA TAHUNAN KEGIATAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN PROMOSI KESEHATAN TAHUN 2016 RENCANA KINERJA TAHUNAN KEGIATAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN PROMOSI KESEHATAN TAHUN 2016 Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan

Lebih terperinci

Surveilans Berbasis Masyarakat Surveilans berbasis masyarakat merupakan upaya kesehatan untuk melakakun penemuan kasus/masalah kesehatan yang dilakukan oleh masyarakat yang kemudian diupayakan pemecahan

Lebih terperinci

V. IMPLEMENTASI STRATEGI PROMOSI KESEHATAN

V. IMPLEMENTASI STRATEGI PROMOSI KESEHATAN V. IMPLEMENTASI STRATEGI PROMOSI KESEHATAN 5.1 Sejarah Perkembangan Promosi Kesehatan Pada jaman awal kemerdekaan, upaya untuk mempromosikan produk atau jasa (jaman kemerdekaan istilahnya propaganda) di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prioritas (Nawa Cita) dimana agenda ke-5 (lima) yaitu meningkatkan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. prioritas (Nawa Cita) dimana agenda ke-5 (lima) yaitu meningkatkan kualitas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya merupakan hak asasi manusia dan diakui oleh segenap bangsa-bangsa di dunia,

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PERBAIKAN GIZI

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PERBAIKAN GIZI PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PERBAIKAN GIZI I. PENJELASAN UMUM Kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals (MDGs) yang terdiri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Selama beberapa periode belakangan ini, pembangunan sosial di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Selama beberapa periode belakangan ini, pembangunan sosial di Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama beberapa periode belakangan ini, pembangunan sosial di Indonesia tertinggal dari pembangunan ekonominya. Padahal pembangunan sosial sangat penting, karena pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sehatadalah hak azazi manusia, hal ini tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Sehatadalah hak azazi manusia, hal ini tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sehatadalah hak azazi manusia, hal ini tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, dimana Negara berkewajiban melindungi segenap tumpah darah Indonesia dan

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KEGIATAN PEMBINAAN DESA SIAGA

KERANGKA ACUAN KEGIATAN PEMBINAAN DESA SIAGA KERANGKA ACUAN KEGIATAN PEMBINAAN DESA SIAGA A. Pendahuluan Desa siaga adalah desa yang penduduknya memiliki kesiapan sumber daya dan kemampuan serta kemauan serta kemauan untuk untuk mencegah dan mengatasi

Lebih terperinci

Perencanaan Pembangunan Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau

Perencanaan Pembangunan Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau Perencanaan Pembangunan Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau 1 1. Pendahuluan Pembangunan kesehatan bertujuan untuk: meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tentang perlunya melakukan Primary Health Care Reforms. Intinya adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. tentang perlunya melakukan Primary Health Care Reforms. Intinya adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.6. Latar Belakang World Health Organization (WHO) Regional Meeting on Revitalizing Primary Health Care (PHC) di Jakarta pada Agustus 2008 menghasilkan rumusan tentang perlunya melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pelayanan kesehatan masyarakat pada prinsipnya mengutamakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pelayanan kesehatan masyarakat pada prinsipnya mengutamakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pelayanan kesehatan masyarakat pada prinsipnya mengutamakan pelayanan kesehatan promotif dan preventif. Pelayanan promotif adalah upaya meningkatkan kesehatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan salah satu contoh kebijakan publik yang paling mendasar.

I. PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan salah satu contoh kebijakan publik yang paling mendasar. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu contoh kebijakan publik yang paling mendasar. Kesehatan adalah hak fundamental setiap masyarakat, yang merupakan hak asasi manusia dan menjadi

Lebih terperinci

BAB VI INDIKATOR KINERJA PERANGKAT DAERAH YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD

BAB VI INDIKATOR KINERJA PERANGKAT DAERAH YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD BAB VI INDIKATOR KINERJA PERANGKAT DAERAH YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD Berdasarkan visi dan misi pembangunan jangka menengah, maka ditetapkan tujuan dan sasaran pembangunan pada masing-masing

Lebih terperinci

PENYULUHAN DAN PRAKTIK PHBS (PERILAKU HIDUP BERSIH SEHAT) DALAM MEWUJUDKAN MASYARAKAT DESA PEDULI SEHAT

PENYULUHAN DAN PRAKTIK PHBS (PERILAKU HIDUP BERSIH SEHAT) DALAM MEWUJUDKAN MASYARAKAT DESA PEDULI SEHAT Seri Pengabdian Masyarakat 2013 ISSN: 2089-3086 Jurnal Inovasi dan Kewirausahaan Volume 2 No. 1, Januari 2013 Halaman 45-50 PENYULUHAN DAN PRAKTIK PHBS (PERILAKU HIDUP BERSIH SEHAT) DALAM MEWUJUDKAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

LAPORAN BOK UPT DINAS KESEHATAN UNIT PUSKESMAS TAHUN 2013

LAPORAN BOK UPT DINAS KESEHATAN UNIT PUSKESMAS TAHUN 2013 LAPORAN BOK UPT DINAS KESEHATAN UNIT PUSKESMAS TAHUN 2013 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas terselesaikannya Laporan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) Dinas Kesehatan Kabupaten

Lebih terperinci

GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR : 10 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR : 10 TAHUN 2012 TENTANG GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR : 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu diselenggarakan pembangunan kesehatan secara menyeluruh

Lebih terperinci

FORMULIR RENCANA KINERJA TAHUNAN TINGKAT UNIT OEGANISASI ESELON I KL DAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAAH (SKPD)

FORMULIR RENCANA KINERJA TAHUNAN TINGKAT UNIT OEGANISASI ESELON I KL DAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAAH (SKPD) FORMULIR RENCANA KINERJA TAHUNAN TINGKAT UNIT OEGANISASI ESELON I KL DAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAAH (SKPD) Lampiran III Unit Eselon I Kementrian/Lembaga/SKPD : Dinas Kesehatan Tahun : 2016 SASARAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu agenda yang tercantum di dalam Nawa Cita Pembangunan Nasional adalah meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia. Upaya meningkatkan kualitas hidup manusia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. diupayakan, diperjuangkan dan tingkatkan oleh setiap individu dan oleh seluruh

BAB 1 PENDAHULUAN. diupayakan, diperjuangkan dan tingkatkan oleh setiap individu dan oleh seluruh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak azasi (UUD 1945, pasal 28 H ayat 1 dan UU No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan) dan sekaligus sebagai investasi, sehingga perlu diupayakan,

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA STANDAR PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA STANDAR PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA STANDAR PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Di masa yang lampau sistem kesehatan lebih banyak berorientasi pada penyakit, yaitu hanya

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUMEDANG DINAS KESEHATAN PUSKESMAS SUMEDANG SELATAN Jln. Pangeran Kornel No. 48 Telp Sumedang 45313

PEMERINTAH KABUPATEN SUMEDANG DINAS KESEHATAN PUSKESMAS SUMEDANG SELATAN Jln. Pangeran Kornel No. 48 Telp Sumedang 45313 Kabupaten Sumedang PEMERINTAH KABUPATEN SUMEDANG DINAS KESEHATAN PUSKESMAS SUMEDANG SELATAN Jln. Pangeran Kornel No. 48 Telp 0261-202114 Sumedang 45313 Puskesmas Sumedang Selatan KERANGKA ACUAN (TERM OF

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT DI PROVINSI

Lebih terperinci

BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN LALU

BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN LALU BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN LALU 2.1. Evaluasi Pelaksanaan Renja Tahun Lalu dan Capaian Renstra Evaluasi pelaksanaan RENJA tahun lalu ditujukan untuk mengidentifikasi sejauh mana kemampuan

Lebih terperinci

Pembangunan merupakan rangkaian dari program-program disegala bidang secara

Pembangunan merupakan rangkaian dari program-program disegala bidang secara I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan rangkaian dari program-program disegala bidang secara menyeluruh, terarah, dan berkesinambungan untuk menuju kehidupan yang lebih baik. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipelihara dan ditingkatkan. Hendrik L. Bloom dalam Notoadmojo (2007)

BAB I PENDAHULUAN. dipelihara dan ditingkatkan. Hendrik L. Bloom dalam Notoadmojo (2007) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan adalah hak dasar manusia yang merupakan karunia tuhan yang sangat tinggi nilainya. Kesehatan merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) tahun menitikberatkan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) tahun menitikberatkan digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Arah kebijakan pembangunan kesehatan yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) tahun 2010-2014 menitikberatkan pada pendekatan

Lebih terperinci

LAPORAN KOMUDA BLOK 19 SURVEI PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DAN PENGETAHUAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT

LAPORAN KOMUDA BLOK 19 SURVEI PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DAN PENGETAHUAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT LAPORAN KOMUDA BLOK 19 SURVEI PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DAN PENGETAHUAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT Disusun oleh : Nama : Aswan Subakja PH NIM : 20090340045 Kelompok : 4 Dosen Pembimbing : drg.

Lebih terperinci

VISI Menjadikan Bogor Sebagai Kota yang Nyaman, Beriman dan Transparan

VISI Menjadikan Bogor Sebagai Kota yang Nyaman, Beriman dan Transparan EXPOSE KETUA POKJANAL POSYANDU Disampaikan pada Tim Evaluasi Pokjanal Tingkat Provinsi Jawa Barat Oleh : AZRIN SYAMSUDDIN Asisten Administrasi Kemasyarakatan & Pembangunan PEMERINTAH KOTA BOGOR Bogor,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan Indonesia bertujuan memandirikan masyarakat untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan Indonesia bertujuan memandirikan masyarakat untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan Indonesia bertujuan memandirikan masyarakat untuk hidup sehat. Perilaku hidup sehat dapat ditingkatkan melalui berbagai kegiatan penyuluhan dan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek adalah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan kemanfaatan (benefit),

Lebih terperinci

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 72 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 72 TAHUN 2017 TENTANG BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 72 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT DESA DAN KELURAHAN DI KABUPATEN BULUKUMBA

Lebih terperinci

( Nenti Manurung ) (... )

( Nenti Manurung ) (... ) Lampiran 1 ANALISIS PERILAKU STAKEHOLDERS TINGKAT DESA TENTANG PENGEMBANGAN DESA SIAGA AKTIF DI KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2013 ------------------------------------------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Dasar Desa dan Kelurahan Siaga Aktif Pengertian Desa dan Kelurahan Siaga Aktif

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Dasar Desa dan Kelurahan Siaga Aktif Pengertian Desa dan Kelurahan Siaga Aktif BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Desa dan Kelurahan Siaga Aktif 2.1.1 Pengertian Desa dan Kelurahan Siaga Aktif Desa Siaga adalah desa yang memiliki kesiapan sumberdaya dan kemampuan untuk mencegah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam kebijakan Indonesia sehat 2010 ( Dinkes Makassar, 2006 )

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam kebijakan Indonesia sehat 2010 ( Dinkes Makassar, 2006 ) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sehat merupakan karunia Tuhan yang perlu disyukuri, karena kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dihargai. Sehat, perilaku sehat dan pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

RANCANGAN PEMANTAUAN DAN PENLAIAN

RANCANGAN PEMANTAUAN DAN PENLAIAN RANCANGAN PEMANTAUAN DAN PENLAIAN KEGIATAN ADVOKASI KESEHATAN MATERI INTI 6 KonsepDasarPemantauandanPenilaian AdvokasiKesehatan PenyusunanInstrumendan- Penilaian AdvokasiKesehatan RancanganKegiatandan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditentukan melalui perencanaan yang baik dan efektif.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditentukan melalui perencanaan yang baik dan efektif. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan 2.1.1 Pengertian Perencanaan Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, perencanaan adalah suatu proses untuk mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Primary Health Care (PHC) di Jakarta pada Agustus 2008 menghasilkan rumusan

BAB I PENDAHULUAN. Primary Health Care (PHC) di Jakarta pada Agustus 2008 menghasilkan rumusan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang World Health Organization (WHO) Regional Meeting on Revitalizing Primary Health Care (PHC) di Jakarta pada Agustus 2008 menghasilkan rumusan tentang perlunya melakukan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 72 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kualitas Pelayanan Kesehatan. menyediakan pengalaman jasa yang memuaskan selama periode

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kualitas Pelayanan Kesehatan. menyediakan pengalaman jasa yang memuaskan selama periode BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kualitas Pelayanan Kesehatan 1. Pengertian Kualitas Pelayanan Kesehatan Kualitas pelayanan kesehatan adalah persepsi pelanggan mengenai superioritas jasa pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

Perencanaan Pembangunan Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau

Perencanaan Pembangunan Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau Perencanaan Pembangunan Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau 1 1. Pendahuluan UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Pembangunan kesehatan bertujuan untuk: meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup

Lebih terperinci

SINERGITAS DESA DAN KELURAHAN SIAGA AKTIF DENGAN STBM drg. Rarit Gempari, MARS Puspromkes

SINERGITAS DESA DAN KELURAHAN SIAGA AKTIF DENGAN STBM drg. Rarit Gempari, MARS Puspromkes SINERGITAS DESA DAN KELURAHAN SIAGA AKTIF DENGAN STBM drg. Rarit Gempari, MARS Puspromkes Unsur -Unsur Desa/Kelurahan Siaga Aktif 2 PEMBINAAN UPAYA KESEHATAN BERSUMBERDAYA MASYARAKAT (UKBM) Pemberdayaan

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN PROGRAM PROMKES PUSKESMAS KARANG MULYA KECAMATAN PANGKALAN BANTENG

KERANGKA ACUAN PROGRAM PROMKES PUSKESMAS KARANG MULYA KECAMATAN PANGKALAN BANTENG KERANGKA ACUAN PROGRAM PROMKES PUSKESMAS KARANG MULYA KECAMATAN PANGKALAN BANTENG LATAR BELAKANG Kesehatan adalah hak asasi manusia dan merupakan investasi, juga merupakan karunia Tuhan, oleh karenanya

Lebih terperinci

d. Sumber Data Laporan Puskesmas. Laporan Dinas Kesehatan Kab/Kota

d. Sumber Data Laporan Puskesmas. Laporan Dinas Kesehatan Kab/Kota 14. Cakupan pelayanan kesehatan dasar pasien masyarakat miskin a. Pengertian 1) Rawat Jalan Tingkat Pertama adalah pelayanan kesehatan perorangan yang meliputi observasi diagnosa pengobatan rehabilitasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berwawasan Kesehatan, yang dilandasi paradigma sehat. Paradigma sehat adalah

BAB I PENDAHULUAN. Berwawasan Kesehatan, yang dilandasi paradigma sehat. Paradigma sehat adalah 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Departemen Kesehatan telah mencanangkan Gerakan Pembangunan Berwawasan Kesehatan, yang dilandasi paradigma sehat. Paradigma sehat adalah cara pandang, pola

Lebih terperinci

BAB III TUJUAN, SASARAN DAN KEBIJAKAN

BAB III TUJUAN, SASARAN DAN KEBIJAKAN BAB III TUJUAN, SASARAN DAN KEBIJAKAN 3.1. TUJUAN UMUM Meningkatkan pemerataan, aksesibilitas dan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat terutama kepada masyarakat miskin dengan mendayagunakan seluruh

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA (KIBBLA) DI KABUPATEN SUMEDANG DENGAN

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TINGKAT SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH INDIKATOR KINERJA UTAMA TARGET Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K4

PERJANJIAN KINERJA TINGKAT SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH INDIKATOR KINERJA UTAMA TARGET Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K4 SKPD : Dinas Kesehatan Kota Tebing Tinggi Tahun Anggaran : 2015 PERJANJIAN KINERJA TINGKAT SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH INDIKATOR KINERJA UTAMA NO SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA UTAMA TARGET 2015

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA - 1- PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG MURUNG RAYA SEHAT 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MURUNG RAYA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempengaruhi kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat (Notoatmodjo, 2003).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempengaruhi kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat (Notoatmodjo, 2003). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Kesehatan Perilaku merupakan faktor terbesar kedua setelah faktor lingkunagan yang mempengaruhi kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat (Notoatmodjo, 2003). Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membangun manusia Indonesia yang tangguh. Pembangunan dalam sektor kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. membangun manusia Indonesia yang tangguh. Pembangunan dalam sektor kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka membangun manusia Indonesia yang tangguh. Pembangunan dalam sektor kesehatan merupakan faktor

Lebih terperinci

LAPORAN KETERANGAN PERTANGGUNGJAWABAN WALIKOTA PADANG TAHUN 2009

LAPORAN KETERANGAN PERTANGGUNGJAWABAN WALIKOTA PADANG TAHUN 2009 LAPORAN KETERANGAN PERTANGGUNGJAWABAN WALIKOTA PADANG TAHUN 2009 A. VISI DAN MISI VISI Gambaran masyarakat Kota Padang yang ingin dicapai melalui Pembangunan Kesehatan adalah sebagai berikut: Padang Sehat

Lebih terperinci