KAJIAN DAN REKONSTRUKSI KONSEP ECO-VILLAGE DAN ECO-HOUSE PADA PERMUKIMAN BADUY DALAM BERDASARKAN COMMUNITY SUSTAINABILITY ASSESSMENT MEISKE WIDYARTI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN DAN REKONSTRUKSI KONSEP ECO-VILLAGE DAN ECO-HOUSE PADA PERMUKIMAN BADUY DALAM BERDASARKAN COMMUNITY SUSTAINABILITY ASSESSMENT MEISKE WIDYARTI"

Transkripsi

1 i KAJIAN DAN REKONSTRUKSI KONSEP ECO-VILLAGE DAN ECO-HOUSE PADA PERMUKIMAN BADUY DALAM BERDASARKAN COMMUNITY SUSTAINABILITY ASSESSMENT MEISKE WIDYARTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 ii PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Kajian dan Rekonstruksi Konsep Eco-village dan Eco-house pada Permukiman Baduy Dalam Berdasarkan Community Sustainability Assessment adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir disertasi ini. Bogor, 12 Agustus 2011 Meiske Widyarti NIM. F

3 iii ABSTRACT MEISKE WIDYARTI. Evaluation & Reconstruction of Eco-village and Ecohouse Concept in Inner Baduy Settlement based on Community Sustainability Assesment. Under BUDI INDRA SETIAWAN, as Chairman of Advisory Commission, HADI SUSILO ARIFIN, and ARIEF SABDO YUWONO as Members of the Advisory Commision. Environment quality has been worsening year to year; building s sector contributes 66 % of fossil fuels pollution s sources. The technique in building constructions needs to be changed in more environmental friendly manner. Global Eco-village Network (GEN) has developed tool, which is called Community Sustainability Assessment (CSA). GEN has defined ways that can bring the world to be more sustainable and popularly known as Eco-village and Eco-house. Indigenous people, such as the Inner Baduy community, from longstanding experience have developed systems as their local wisdoms adapting to its environment and buildings in a sustainable manner. This study is emphasized the importance of traditional knowledge in terms of providing low input energy buildings and settlement. The objective of this study are: (1) Evaluation of sustainability of the Inner Baduy community base on Community Sustainability Assesment., (2) Reconstruction of Inner Baduy s site plan and houses, (3) Evaluation of local wisdom concept in housing based on CSA. The study results are, CSA criteria have reached total number 1196 in level of sustainability; which is 432 on ecological aspect, 348 on social aspect, and 414 on spiritual aspect. Therefore, the Inner Baduy settlement shows a very good progress towards sustainability. A reconstruction of the Inner Baduy house and settlement has been drawn by technical drawings with a computer program called SketchUp 8. The technical drawings consist of site plan, plan, section and details drawings. A distribution profile of ventilation and temperature is simulated using SolidWork 2010 software. Validation on errors between measured and simulation s data has been done by root mean square errors and umber of confident reach R 2 = 0,96 means that simulation result is not diferent from measured data. Simulation result describe that maximum ventilation rate is 0,75 m/sec and room temperature are evenly distributed throughout the house at maximum rate 34,16 o C at noon and the minimum relative humidity is 60 %. The inside climatic condition is distributed well inside the house and it has very much impact by outside condition. The stage and porous bamboo houses has a very good ventilation and suitable for usage in tropical region Keywords: ecological design, environmental friendly, local wisdom, passive cooling, traditional settlement.

4 iv RINGKASAN MEISKE WIDYARTI. Kajian dan Rekonstruksi Konsep Eco-village dan Eco-house pada Permukiman Baduy Dalam berdasarkan Community Sustainability Assessment. Di bawah bimbingan Budi Indra Setiawan, sebagai Ketua Komisi Pembimbing, Hadi Susilo Arifin dan Arief Sabdo Yuwono sebagai Anggota Komisi Pembimbing. Cara berinteraksi dengan lingkungan seperti yang dilaksanakan saat ini telah membawa banyak masalah di dunia dan diyakini oleh mayoritas masyarakat dunia akan menyebabkan kehidupan di bumi ini tidak akan berkelanjutan untuk waktu yang panjang. Masyarakat dunia berpendapat bahwa salah satu pencegahan dalam meningkatnya pemanasan global adalah kebutuhan akan suatu pemukiman manusia yang berkelanjutan yang disebut eco-village. Menurut definisi Gilman, eco-village adalah permukiman yang berkarakteristik aktifitas manusia dapat secara aman terintegrasi dengan alam dengan cara yang mendukung pembangunan kesehatan manusia. Interaksi yang demikian akan membuat bumi beserta isinya berkelanjutan sampai waktu yang tidak terbatas. Eco-village merupakan wilayah suatu komunitas manusia pada daerah perkotaan atau perdesaan, yang berintegrasi dengan lingkungannya. Global Eco-village Network (GEN) membuat suatu alat untuk mengukur taraf keberkelanjutan dari suatu komunitas dalam dimensi ekologis, sosial dan spiritual.disebut Community Sustainability Assessment (CSA). Suku asli Indonesia (Indeginous) telah berabad-abad lamanya hidup dalam komunitas yang bersahabat dengan alam dengan struktur sosial yang saling mendukung. Salah satunya adalah masyarakat Baduy Dalam. Masyarakat Baduy Dalam sejak berabad-abad silam hidup di Desa Kanekes tanpa bantuan dari manapun. Masyarakat Baduy dikenal dengan kearifan lokalnya yang mengutamakan konservasi alam sehingga pernah mendapatkan penghargaan Upakarti. Hingga saat ini masyarakat Baduy Dalam masih tetap mempertahankan adat dan budayanya dan belum terpengaruh modernisasi. Pertambahan populasi masyarakat Baduy antara 2-3 % per tahun. Lahan mereka tetap tidak bertambah sehingga dikuatirkan di masa mendatang daya dukung lahan tidak akan mencukupi kebutuhan hidup mereka sehingga kelak akan mengakibatkan terjadinya pergeseran adat dan budaya pada masyarakat Baduy Dalam. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk menemukan masyarakat yang hidup pada suatu wilayah permukiman yang berkelanjutan serta mendokumentasikannya agar dapat menjadi pedoman dimasa mendatang. Tujuan khusus penelitian ini antara lain; 1. Mengkaji tingkat keberlanjutan masyarakat Baduy Dalam berdasarkan CSA, 2. Merekonstruksi tata letak, desain dan struktur rumah Baduy Dalam, 3. Menganalisis kearifan lokal konsep desain rumah Baduy Dalam berdasarkan CSA. Untuk menganalisis tingkat keberlanjutan masyarakat Baduy Dalam dipergunakan kuesioner Community Sustainability Analysis dari GEN. Merekonstruksi tata letak dan desain bangunan dibuat dengan gambar teknik menggunakan program SketchUp. Menganalisis kearifan lokal konsep desain rumah dari gambar teknik dan analisa pengudaraan dengan program SolidWork.

5 v Berdasarkan hasil analisa data yang diperoleh dari kuesioner CSA, maka dalam aspek ekologis diperoleh nilai 432, aspek sosial 348 dan aspek spiritual 414. Pencapaian total nilai setiap aspek adalah 1196 yang menunjukkan bahwa masyarakat Baduy Dalam dan wilayah Desa Kanekes menunjukkan progress yang sangat baik dalam keberlanjutan dan sudah sesuai dengan konsep eco-village dari Global Eco-village Network. Kearifan lokal dan aturan adat Baduy Dalam dalam yang mengutamakan konservasi dalam penggunaan lahan serta aturan-aturan yang lengkap merupakan faktor utama dalam keberlanjutan masyarakat Baduy. Hasil rekonstruksi berupa gambar teknik antara lain gambar piktorial denah, tampak, struktur beserta detail elemen-elemen konstruksi. Selanjutnya dibuat miniatur bangunan dengan ukuran 1: 10. Kondisi iklim mikro rumah dianalisis dengan teknik simulasi. Hal ini dilakukan karena pada kampung Baduy Dalam tidak diperkenankan untuk mengambil data dengan menggunakan alat modern. Sebelum melakukan simulasi dilakukan validasi data hasil pengukuran suhu dengan hasil simulasi pada miniatur bangunan untuk mengetahui besar eror dari hasil simulasi. Hasil validasi menggunakan root mean square error diperoleh rata-rata nilai R 2 = 0,96 yang berarti nilai hasil simulasi tidak jauh berbeda dengan hasil pengukuran sehingga teknik simulasi dapat dipergunakan untuk mengetahui kondisi iklim mikro rumah Baduy Dalam. Hasil simulasi menunjukkan suhu terendah terjadi pada jam 5.00 sebesar 22 o C. Suhu terpanas pada jam 12 mencapai 34,16 o C pada ruang Sosoro Timur dengan kelembaban relatif 63% dan aliran udara 0,54 m/detik. Rumah Baduy Dalam mendapat aliran ventilasi yang baik sepanjang hari akibat rumah berbentuk panggung yang ditutup dengan lantai dan dinding yang bercelah.

6 vi Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atauseluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa ijin tertulis IPB.

7 vii Judul Disertasi Nama NIM : Kajian dan Rekonstruksi Konsep Eco-village dan Ecohouse pada Permukiman Baduy Dalam Berdasarkan Community Sustainability Assesment : Meiske Widyarti : F Disetujui: Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Budi Indra Setiawan, M.Agr. Ketua Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, M.S. Anggota Dr. Ir. Arief Sabdo Yuwono M.Sc. Anggota Diketahui: Ketua Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

8 viii Tanggal Ujian : 12 Agusturs 2011 Tanggal Lulus : Penguji pada Ujian Tertutup : 1. Dr. Ir. Erizal Rangkayo Basa, M.Agr. 2. Dr Ir. Nuhayati H.S. Arifin, M.Sc. Penguji pada Ujian Terbuka : 1. Dr.Ir.Ahmad Indra Siswantara MT. 2. Dr. Ir. Leopold Nelwan M.Agr.

9 ix KAJIAN DAN REKONSTRUKSI KONSEP ECO- VILLAGE DAN ECO-HOUSE PADA PERMUKIMAN BADUY DALAM BERDASARKAN COMMUNITY SUSTAINABILITY ASSESSMENT MEISKE WIDYARTI Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

10 x PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadlirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmah, hidayah, dan inayah-nya, sehingga penelitian dan disertasi ini dapat diselesaikan. Penulis menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Budi I. Setiawan, M. Agr, Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, M.S, Dr. Ir. Arief Sabdo Yuwono, M.Sc yang telah banyak memberikan bekal ilmu pengetahuan dan arahan kepada penulis sampai pada penyelesaian disertasi. 2. Pejabat Departemen Pendidikan Tinggi, Dekan Pascasarjana, Dekan Fakultas Teknologi Pertanian yang telah memberikan kesempatan dan Beasiswa Program Pascasarjana pada penulis untuk dapat tugas belajar di IPB dan mengikuti program Sandwich ke Jepang. 3. Ketua Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan dan Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian dan Head of Landscape Ecology and Management Laboratory, Iwate University yang telah memberikan ijin, bantuan, fasilitas, kesempatan dan dukungannya selama pendidikan. 4. Kepala dan Sekertaris Desa Kanekes yang telah memberikan ijin untuk mengambil data dan para pemuka adat di Kampung Cibeo, khususnya ayah Mursid, Jaro Sami, Sarpin yang telah memberikan data yang diperlukan untuk penelitian ini. 5. Teman-teman di Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, HSA s students serta staf Pengajar IPB khususnya Dr. Eti, Dr. Nora P., Dr Satyanto K. S., Chusnul A., M.Si, Allen K. M.T., Muhammad F. M.T. yang telah banyak memberikan bantuan, dorongan dan semangat kepada penulis selama pelaksanaan penelitian, 6. Teman-teman di Wisma Wageningen: Dr. Kudrat, Gardjito, M.Sc, Dr. Popi. M.Agr., Yanto, MS, Muh. Sakti M.T., Taufik M.Si, Fadli, MS., dan Mas Mulyawatulah atas kebersamaan, persahabatan, bantuannya. 7. Kepada Bapak, ibu (alm.) dan suami, anak penulis tercinta Dewa, Giri, dan Maulana atas pengorbanan, dorongan, kasih sayang dan doanya. Akhirnya kepada semua pihak yang memberi masukan, saran, dan kritik membangun yang telah mengilhami dan menginspirasi penulis, disampaikan penghargaan dan terimakasih yang tulus atas semua kontribusinya. Kepada Allah SWT kita pasrahkan usaha dan niat yang baik ini, dengan harapan semoga karya ilmiah ini bermanfaat adanya. Amin. Bogor, 12 Agustus 2011 Penulis

11 xi RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sukabumi Jawa Barat pada tanggal 9 Pebruari 1952, sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Alm. Haris Tirtadiredja dan Sari Suanti. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia Jakarta, lulus pada tahun Pada tahun 1999 menyelesaikan pendidikan di Asian Institute of Technology, Thailand. Pada tahun 2005 mendapat kesempatan untuk melanjutkan Program Doktor pada Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Beasiswa pendidikan S3 diperoleh dari Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Kementerian Pendidikan Nasional. Pada tahun 2009 mendapatkan beasiswa dari DIKTI untuk Sandwich Program di Iwate University. Penulis mulai bekerja di, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) sejak tahun 1987 sebagai staf pengajar pada Laboratorium Lingkungan dan Bangunan Pertanian. Mulai tahun 1990 penulis diangkat menjadi PNS di Departemen Teknik Pertanian dengan Jabatan Fungsional yang pertama diperoleh tahun 1990 sebagai Asisten Ahli, tahun 1999 sebagai Lektor dan pada tahun 2000 sampai saat ini menjadi Lektor Kepala. Pada tahun 1990 sampao 2002 aktif pada pembangunan Kampus IPB Darmaga. Pada tahun 2008 hingga sekarang menjadi staf pengajar pada Bagian Teknik Struktur dan Infrastruktur, Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Selama mengikuti program S3, penulis menyajikan karya ilmiah sebagai berikut: (1) Rekonstruksi Kearifan Lokal Konstruksi Rumah Masyarakat Baduy Dalam (Eco-house), pada Jurnal Ilmiah Forum Pascasarjana IPB, Vol. 34 No 4, Oktober (2) Analisis Kondisi Pengudaraan Pasif pada Rumah Baduy Dalam dengan Teknik Simulasi, pada Jurnal Keteknikan Pertanian, Vol 25, No 2, Oktober 2011.

12 xii DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... XII DAFTAR GAMBAR... XIII DAFTAR TABEL... XV DAFTAR LAMPIRAN... XVI PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 3 Hipotesis... 3 Manfaat Penelitian... 3 Kebaruan Penelitian (Novelty)... 3 TINJAUAN PUSTAKA... 5 Masyarakat Baduy... 5 Eco-village Eco-house Desain Ekologis Faktor yang Mempengaruhi Kenyamanan Termal (SNI, 2001) Temperatur Udara Kering METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Metode Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kesesuaian Masyarakat Baduy dengan Konsep Global Eco-village Network Rekonstruksi Desain Rumah Baduy Dalam Kearifan lokal desain rumah berdasarkan CSA Desain Rumah SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

13 xiii DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1 Struktur organisasi masyarakat Baduy Gambar 2 Peta Desa Kanekes Gambar 3 Kerangka penelitian Gambar 4 Titik pengambilan data ruang Gambar 5 Titik pengambilan data atap Gambar 6 Titik Pengambilan data di atap dan dinding luar Gambar 7 Hybrid Recorder Gambar 8 Weather station Gambar 9 Baling-baling Gambar 10Tahapan simulasi Gambar 11 Tata letak rumah di lokasi Gambar 12 Perspektip denah bangunan Gambar 13 Perspektip tampak Gambar 14 Perspektip tampak samping Gambar 15 Perspektif bangunan Gambar 16 Perspektip potongan melintang Gambar 17 Perspektif potongan memanjang Gambar 18 Potongan melintang Gambar 19 Perspektif konstruksi rumah Gambar 20 Piktorial detail konstruksi atap... Error! Bookmark not defined. Gambar 21 Perspektip sambungan dinding Gambar 22 Konstruksi lantai Gambar 23 Pondasi Gambar 24 Miniatur rumah Baduy Dalam Gambar 25 Radiasi wilayah Darmaga tanggal 13 Nopember Gambar 26 Validasi suhu atap Gambar 27 Validasi suhu ruang Sosoro Gambar 28 Validasi suhu ruang Tepas Gambar 29 Validasi suhu ruang Imah Gambar 30 Aliran udara di bawah rumah Gambar 31 Aliran udara pada potongan antar rumah... 90

14 xiv Gambar 32 Kondisi suhu di dalam rumah Gambar 34 Aliran udara jam Gambar 35 Aliran udara di dalam rumah Gambar 37 Aliran udara atap Gambar 39 Skema eco-village Baduy Dalam Gambar 40 Skema pengudaraan jam Gambar 41 Skema pengudaraan jam

15 xv DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Standard comfort ASHRAE... Error! Bookmark not defined. Tabel 2 Parameter aspek-aspek dalam CSA Tabel 3 Nilai dan kondisi keberlanjutan masyarakat Tabel 4 Nilai keberlanjutan dalam aspek ekologis Tabel 5 Nilai keberlanjutan dalam aspek sosial Tabel 6 Nilai keberlanjutan dalam aspek spiritual Tabel 7 Kearifan lokal dalam keberlanjutan masyarakat Baduy Dalam Tabel 8 Tata guna lahan Tabel 9 Sistem kalender dan aktivitas berladang Tabel 10 Kearifan lokal dalam aspek sosial Tabel 11 Kearifan lokal dalam keberlanjutan aspek spiritual Tabel 12 Aktivitas harian orang Baduy Dalam Tabel 13 Sistim konstruksi & pembangunan yang ramah lingkungan Tabel 14 Kearifan lokal dalam pemanfaatan sumber daya alam... 59

16 xvi DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 Hasil pengisian kuesioner menggunakan Community Sustainability Assessment Lampiran 2 Data kondisi lingkungan penelitian tanggal 12 Nopember Lampiran 3 Data kondisi lingkungan penelitian tanggal 13 Nopember Lampiran 4 Data kondisi lingkungan penelitian tanggal 14 Nopember Lampiran 5 Data temperatur miniatur tanggal 12 Nopember Lampiran 6 Data temperatur miniatur tanggal 13 Nopember Lampiran 7 Data hasil pengukuran miniatur tanggal 14 Nopember Lampiran 8 Data hasil pengukuran dan simulasi Lampiran 9 Hasil simulasi temperatur ( o C) Lampiran 10 Hasil simulasi kecepatan angin (m/s) Lampiran 11 Hasil simulasi kelembaban relatif ( %) Lampiran 12 Input simulasi CFD; General Setting Lampiran 13 Input CFD; Engineering Data Base Lampiran 14 Input CFD; Mesh Setting Lampiran 15 Hasil simulasi kondisi pengudaraan jam 12 dan jam Lampiran 16 Data hasil survey masyarakat Baduy Dalam; Desa Cibeo Lampiran 17 Grafik kenyamanan thermal Olgyay

17 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pemanasan global akibat efek rumah kaca terjadi mengakibatkan bencana alam diseluruh dunia. Cara berinteraksi dengan lingkungan seperti yang dilaksanakan saat ini diyakini oleh mayoritas masyarakat dunia akan menyebabkan kehidupan di bumi ini tidak akan berkelanjutan untuk waktu yang panjang. Untuk mencegah semakin buruknya kondisi ini maka praktek interaksi dengan alam seperti yang dilaksanakan saat ini harus dirubah. Masyarakat dunia menganggap hal tersebut saat ini kondisinya sudah sangat serius dan hal ini dibuktikan dengan diadakannya beberapa konferensi tentang masalah pemanasan global salah satunya di Bali pada bulan Desember tahun Menurut Papulous (2007), tidak ada suatu strategi teknispun memungkinkan untuk mengurangi penggunaan sumber daya alam yang sedemikian besar sementara gaya konsumerisme dari masyarakat dan kapitalis berlangsung terus. Harus dimulai suatu penyederhanaan hidup (Simpler Way) yaitu suatu cara yang lebih baik di mana kita hidup sangat ekonomis dan efisien dan dapat mandiri dalam ekonomi yang berlimpah. Masyarakat di dunia ini berpendapat bahwa salah satu pencegahan dalam meningkatnya pemanasan global ini adalah kebutuhan akan suatu model yang positif dalam pemukiman manusia yang berkelanjutan yang disebut eco-village. Gilman (1991), dalam bukunya berjudul Eco-villages and Sustainable Communities mendefinisikan bahwa suatu eco-village adalah permukiman yang berskala manusia, permukiman berkarakteristik aktifitas manusia secara aman terintegrasi dengan alam sehingga dan bumi beserta isinya dapat dengan sukses berkelanjutan sampai waktu yang tidak terbatas. Eco-village yang terdapat di dunia ini hanya sedikit saja yang dapat memenuhi definisi Gilman (1991) secara lengkap. Semenjak tahap awal jaringan eco-village telah memikirkan untuk menetapkan suatu kriteria untuk kesesuaian suatu komunitas dan menetapkan jalur pencapaian minimum komunitas dalam prinsip pembangunannya dalam dimensi ekologis, sosial dan spiritual agar komunitas dapat mengidentifikasikan dirinya sebagai suatu eco-village. Global Eco-village Network (GEN) menciptakan suatu

18 2 alat sebagai pendekatan untuk mengukur taraf keberkelanjutan dari suatu komunitas disebut Community Sustainability Assessment (CSA). CSA menjadi alat pengaudit keberlanjutan masyarakat yang dapat dipergunakan untuk mengukur, mengidentifikasi dan memberikan langkah yang dapat dilakukan. Desain bangunan saat ini sudah banyak kehilangan sentuhan dan pengetahuan khusus tentang suatu tempat, angin, air dan kehidupan alam. Kecenderungan saat ini adalah dalam mengatasi masalah lingkungan pada umumnya diambil keputusan untuk penggunaan alat yang banyak mengkonsumsi energi dan menghasilkan polusi. Untuk membangun komunitas yang berkelanjutan manusia harus secara aktif bertanggung jawab terhadap dampak lingkungan dari desain yang dibuat (eco-house). Telah berabad - abad lamanya manusia hidup dalam komunitas yang dekat dengan alam dengan struktur sosial yang saling mendukung. Banyak dari komunitas ini yang kita sebut eco-villages, masih ada saat ini dan mereka berjuang untuk tetap hidup termasuk di Indonesia. Saat ini eco-village kembali digalakkan agar manusia dapat hidup dalam komunitas yang selaras dengan alam untuk menjamin keberadaan seluruh mahluk hidup hingga masa yang tak terbatas. Kondisi eco-village dan eco-house yang ada di Indonesia perlu digali kebaikan - kebaikannya dan kesesuaiannya dengan definisi Gilman (1991), salah satumya adalah permukiman masyarakat Baduy. Masyarakat Baduy merupakan suku asli Indonesia (Indeginous) yang sejak berabad-abad silam hidup di Desa Kanekes tanpa bantuan dari manapun (survive). Masyarakat Baduy dikenal dengan kearifan lokalnya yang mengutamakan konservasi dengan gaya hidup terintergrasi dengan alam sehingga pernah mendapatkan Upakarti. Hingga saat ini sebagian masyarakat Baduy masih tetap mempertahankan adat dan budayanya dan belum terpengaruh modernisasi. Mata pencaharian utama suku Baduy adalah berladang (ngahuma). Pertambahan populasi masyarakat Baduy Dalam antara 2-3 % per tahun sedangkan lahan mereka tetap tidak bertambah. Dikuatirkan di masa mendatang daya dukung lahan tidak akan mencukupi kebutuhan hidup mereka. Indonesia membutuhkan model suatu wilayah permukiman dan bangunan yang berkelanjutan. Kekayaan budaya milik bangsa Indonesia juga harus terdokumentasikan dengan baik sehingga tidak punah di masa mendatang. Oleh

19 3 karena itu perlu dilakukan studi tentang kesesuaian permukiman dan rumah masyarakat Baduy Dalam dengan konsep eco-village dan eco-house dari GEN. Tujuan Penelitian Penelitian yang dilakukan memiliki tujuan sebagai berikut : 1. Mengkaji tingkat keberlanjutan masyarakat Baduy Dalam berdasarkan CSA 2. Merekonstruksi tata letak, desain dan struktur rumah Baduy Dalam 3. Menganalisis kearifan lokal konsep desain rumah Baduy Dalam berdasarkan CSA. Hipotesis Tiga hipotesis yang dikemukakan adalah sebagai berikut : 1. Permukiman masyarakat Baduy Dalam sudah sesuai dengan konsep ecovillage dari Global Eco-village Network. 2. Permukiman dan rumah masyarakat Baduy Dalam dapat dijadikan model ecovillage dan eco-house yang ada di Indonesia. 3. Konsep desain rumah Baduy Dalam sesuai untuk rumah di daerah beriklim tropis Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan akan bermanfaat untuk : 1. Mendapat informasi tentang tingkat keberlanjutan masyarakat Baduy Dalam berdasarkan konsep eco-village dari GEN. 2. Mendapatkan faktor- faktor yang mendasari (driven factor) keberlanjutan 3. Mendapatkan dokumentasi konsep eco-house didalam suatu eco-village di Indonesia yang sesuai dengan konsep GEN. Kebaruan Penelitian (Novelty) Penelitian tentang eco-village dan eco-house secara menyeluruh belum banyak dilakukan di Indonesia terutama pada permukiman masyarakat Baduy Dalam. Dengan dilakukannya penelitian ini akan diketahui tingkat keberlanjutan

20 4 masyarakat Baduy Dalam dalam aspek ekologis, sosial dan spiritual. Selain itu akan diketahui kearifan lokal konsep permukiman tradisional masyarakat Baduy Dalam dan kesesuaiannya dengan konsep desain ekologis (eco-house) dari GEN. Hasil dari penelitian ini akan membuat terdokumentasikannya kearifan lokal dalam tata letak permukiman dan rumah masyarakat Baduy Dalam. Konsep kearifan lokal Baduy Dalam penting untuk diketahui karena merupakan suatu aset kekayaan milik bangsa Indonesia yang sangat berharga.

21 5 TINJAUAN PUSTAKA Masyarakat Baduy Masyarakat Baduy hidup di pengunungan Kendengan, Banten Selatan. Masyarakat Baduy bukan masyarakat terasing tetapi mereka adalah masyarakat yang sengaja mengasingkan diri. Masyarakat Baduy tidak terisolir dalam berkomunikasi tetapi mereka dengan sengaja mengasingkan diri dari masyarakat lain disekitarnya. Mereka dengan sengaja menjadikan daerahnya sebagai tempat suci dan keramat. Menurut Suhada (2002), sejak sekitar abad XVI mereka tetap bertahan seperti yang dapat kita saksikan saat ini. Sandang, pangan dan papan mereka upayakan sendiri, hutan dan alam sekitarnya merupakan sumber hidup dan kehidupan mereka. Mereka dijaga oleh sebuah sistem adat yang amat kuat dan merupakan (sistem norma) batasan pola hidup mereka. Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari- hari mereka belum pernah mengharapkan bantuan dari luar karena mereka mampu untuk mandiri. Pleyte (diacu dalam Garna,1987) menduga nenek moyang mereka berasal dari daerah Bogor atau Pajajaran dengan bukti adanya tempat yang disebut Arca Domas didekat Cikopo Tengah dikaki gunung Pangrango. Pendapat Jacobs dan Meijer (diacu dalam Garna, 1987); orang Baduy berasal dari Banten Utara yang melarikan diri dari pengaruh Islam pada masa pemerintahan Maulana Hasanuddin ( ). Adapun menurut kepercayaan orang Baduy sendiri adalah Kanekes merupakan pusat dunia, tempat awal terciptanya dunia. Orang Baduy bersama Nabi Adam adalah manusia pertama yang lahir ke dunia sebagai Ambu Luhur yang tinggal di Nagara Suci atau Buana Nyungcung, Tuhan merekalah yang menciptakan alam dunia ini. Setelah jadi mengutus Batara yang bertugas mengurus dunia ciptaanya. Pada awalnya manusia bertempat tinggal di Cikeusik, kemudian Cikartawana dan akhirnya di Cibeo. Ketiga tempat pusat dunia itu dititipkan pada para Puun sebagai pimpinan tertinggi orang Baduy yang dianggap keturunan Batara. Desa Kanekes juga adalah tanah suci (kancana) yang mengandung banyak kekayaan. Maka orang yang tinggal di dalamnya harus menjaga kesucian itu dengan mematuh larangan (buyut). Hidup tidak boleh sombong dan berlebihan. Ada amanat leluhur (karuhun) yang telah menjadi ketentuan mutlak (pikukuh) yang

22 6 harus dipegang teguh oleh setiap insan Kanekes. Sebagai tanah suci, bumi Kanekes tidak boleh dibolak balik. Orang Baduy membatasi teknologi dalam upaya menjaga keutuhan alam dan lingkungan Kanekes. Orang Tangtu adalah yang paling ketat menjaga amanat leluhur dengan sikap dan tindakan yang teu wasa yaitu sikap tak berdaya melanggar pantangan adat atau buyut. Ini adalah salah satu ajaran dari Sunda Wiwitan yang merupakan agama orang Baduy. Kondisi Geografis Kanekes merupakan nama desa yang keseluruhannya dihuni oleh masyarakat Baduy. Desa tersebut termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak, Propinsi Banten. Perkampungan masyarakat Baduy pada umumnya terletak pada daerah aliran sungai Ciujung di pengunungan Kendeng- Banten Selatan. Letaknya sekitar 172 km sebelah Barat ibukota Jakarta. Sekitar 65 km sebelah Selatan ibukota propinsi Banten, sekitar 38 km sebelah Selatan kota kabupaten Lebak dan 17 km sebelah Selatan kota kecamatan Leuwidamar. Kampung Baduy Tangtu terletak pada kawasan sebelah Selatan sedangkan panamping tersebar disisi Barat dan Timur kampung Tangtu. Luasnya Desa Kanekes sekitar 5101,85 ha. Tata guna lahan dibagi tiga yaitu lahan usaha pertanian, hutan tetap, dan permukiman. Lahan usaha pertanian merupakan yang terbesar, yakni mencapai 2585,29 ha Lahan ini yang ditanami hanya 709,04 ha. Penggunaan lahan terkecil adalah untuk permukiman yaitu 24,5 ha. Hutan tetap sebesar 2492,06 ha yang merupakan hutan lindung yang tidak boleh digarap (Purnomohadi, 1985). Kampung Tangtu terdiri atas kampung Cibeo, Cikartawana, dan Cikeusik. Urutan tersebut menunjukkan keletakan berturut turut dari Utara ke Selatan. Masing masing kampung terletak di dekat sungai Ciparahiang, Cikatawana dan Ciujung. Batas Desa Kanekes : 1. Di sebelah Barat, berbatasan dengan desa Parakan Beusi; desa Kebon Cau dan desa Karangnunggal Kecamatan Bojongmanik 2. Di sebelah Utara berbatasan dengan desa Bojong Menteng; desa Cisimeut dan desa Nayagati Kecamatan Leuwidamar.

23 7 3. Di sebelah Timur berbatas dengan desa Karangcombong dan desa Cilebang kecamatan Muncang 4. Di sebelah Selatan, desa ini berbatasan dengan desa Cikateu Kecamatan Cijaku kabupaten Lebak. Di kawasan Baduy terdapat banyak sungai yang kebanyakan berakhir di sungai Ciujung. Di antaranya adalah sungai Cimangseuri; Ciparahiang; Cibeueung; Cibarani serta beberapa anak sungai lainya. Daerah ini juga memiliki beberapa gunung dan banyak perbukitan yang keseluruhannya merupakan bagian dari pegunungan Kendeng yang membentang sampai keujung Timur pulau Jawa, dengan ketinggian mencapai 1200 meter dari permukaan air laut. Di hulu sungai Ciujung disebut Leuweung Kolot (hutan larangan), di mana di sana terletak Panembahan Arca Domas yang juga disebut Sasaka Domas. Daerah ini merupakan daerah yang dikeramatkan dan menjadi kiblat bagi orang Baduy. Permukiman masyarakat Baduy berada di daerah perbukitan dan berada pada ketinggian di atas 250 meter di atas permukaan air laut. Terletak di sekitar pegunungan Kendeng dan merupakan kawasan yang kaya akan sumber air yang masih bebas dari polusi. Secara geografis, lokasi masyarakat Baduy ini terletak pada 6 o o 30 Lintang Selatan dan 108 o o 4 55 Bujur Timur (Bakosurtanal, 2005). Keadaan suhu udara berkisar antara 23 o sampai 28 o Celcius. Keadaan tanah pada umumnya selalu lembab, berlumut dan basah. Topografi wilayah Baduy pada umumnya berbukit dengan kemiringan lereng rata rata 49,1%, kemiringan lereng paling datar sebesar 0%, dan yang paling curam 55% (Purnomohadi, 1986). Kondisi Sosial & Ekonomi Masyarakat Baduy bagaikan dalam sebuah negara tersendiri yang tatanan hidupnya diatur oleh hukum adat yang sangat kuat. Semua kewenangan yang berlandaskan kebijaksanaan dan keadilan, berada ditangan pimpinan tertinggi yaitu Puun. Puun adalah pucuk pimpinan masyarakat Baduy, baik Baduy Dalam maupun Baduy Luar, sebagai pengendali hukum adat dan tatanan hidup masyarakat. Dalam menjalankan tugasnya beliau dibantu oleh beberapa tokoh adat lainnya. Puun, sebagai penguasa agama dan pemuka yang paling suci, harus

24 8 ditaati segala perintah dan perkataannya. Pikukuh, adalah ketentuan mutlak dari aspek kehidupan yang harus ditaati orang Baduy. Pikukuh yang berlaku antara lain; dilarang mengubah jalan air, membuat kolam dan irigasi, mengubah bentuk tanah, menggali, meratakan tanah, masuk hutan larangan, menebang pohon atau mengambil hasil hutan larangan, menggunakan alat alat pertanian, mengubah jadwal tanam, menebang sembarang jenis tanaman, memelihara binatang berkaki empat, menggunakan zat kimia, menggunakan bahan bakar minyak, membuat sumur, membuang sampah dan menuba ikan, mandi dan gosok gigi dengan bahan kimia di sungai. Panutan tersebut merupakan penjabaran dari pandangan hidup tata ajaran Sunda Wiwitan. Rukun agama Sunda Wiwitan adalah syahadat, puasa dan tapa di bulan kawalu, ngalaksa, seba, ngukus, ziarah ke Sasaka Domas. Pola prilaku masyarakat Baduy tidak bervariasi, lebih bertumpu pada sistem adat yang sudah berabad-abad mengakar dan mendarah daging pada setiap individu. Pandangan hidup masyarakat Baduy mengandung azas kekeluargaan dan gotongroyong serta saling melindungi. Tugas hidup mereka di antaranya adalah untuk menghayati dan mengamalkan titipan Adam Tunggal (yang maha kuasa) melalui upaya menjaga kelestarian lingkungan alamnya. Masyarakat Baduy terbagi mendjadi tiga bagian, yaitu Tangtu, Panamping dan Dangka. Tangtu dan Panamping berada pada wilayah Desa Kanekes, sedangkan Dangka terdapat di luar Desa Kanekes. Pembagian ini berdasarkan kesuciannya dan ketaatannya kepada adat, Tangtu (Baduy Dalam) lebih tinggi dibanding Panamping (Baduy Luar) dan Panamping lebih tinggi daripada Dangka. Baduy Dalam (Tangtu). Masyarakat Baduy Dalam menurut Suhada (2002), bertugas untuk bertapa, dan memiliki karakteristik tersendiri. Berdasarkan territorial kampung masyarakat Baduy Dalam tinggal di dalam tiga kampung yaitu: 1. Kampung Cikeusik, 2. Kampung Cibeo, dan 3. Kampung Cikartawana. Kampung Cikeusik disebut Tangtu Pada Ageng, Kampung Cibeo disebut Tangtu Parahiang dan Kampung Cikartawana disebut Tangtu Kadu Kujang. Ketiganya disebut sebagai Tangtu Tilu. Setiap kampung Baduy Dalam dipimpin oleh seorang Puun disebut Tri Tunggal. Ketiganya mempunyai tugas dan fungsi masing masing untuk keseluruhan masyarakat Baduy, baik Baduy Dalam maupun Baduy Luar. Pola dan perilaku anggota kelompok juga tidak terdapat perbedaan signifikan.

25 9 Semuanya terikat oleh batin yang padu sebagaimana tersirat namun tak tersurat dalam prinsip hidup mereka yakni menghayati dan mengamalkan titipan dari Adam Tunggal. Pakaian orang Tangtu adalah destar putih hasil tenunan sendiri Baduy Luar (panamping). Menurut Suhada (2002) Baduy Luar ditugaskan oleh adat untuk menjaga orang yang sedang bertapa (Baduy Dalam) sekaligus membantu meneguhkan adat. Tugas hidup tersebut membawa pengaruh terhadap berbagai aspek kehidupannya, terutama dalam masalah pola prilaku serta sistem sosial yang ada. Panamping adalah masyarakat yang tinggal diluar wilayah tanah suci mereka disebut urang kaluaran atau Baduy Luar. Meskipun begitu Tangtu dan Panamping tetap dalam satu kesatuan ekonomi, sosial, politik, religi dan sistem nilai.pakaian Panamping warna hitam atau biru tua dan membeli sebagian pakaiannya dari penjahit yang tinggal diluar Kanekes. Masyarakat Baduy Luar sedikit lebih terbuka bila dibandingkan dengan sistem sosial masyarakat Baduy Dalam. Mereka dituntut untuk berhadapan langsung dengan faktor faktor yang setiap saat dapat mempengaruhi dan merongrong sistem yang ada. Faktor faktor tersebut antara lain semakin pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang setiap saat memberikan dampak bagi setiap komunitas manusia. Begitu juga dengan permasalahan yang berkenaan dengan upaya baik yang dilakukan oleh pemerintah atau pihak lain. Orang Dangka. Orang Dangka adalah orang Baduy yang tinggal di daerah luar wilayah Baduy. Mereka tinggal di perkampungan diluar Desa Kanekes. Orang Dangka berfungsi sebagai benteng untuk menahan penetrasi kebudayaan luar. Dangka mempunyai arti kotor atau rangka. Orang Dangka adalah orang Baduy yang melanggar aturan pikukuh atau orang yang sudah tidak mau melaksanakan adat Baduy sehingga mereka tidak diperbolehkan tinggal di Desa Kanekes baik sementara ataupun untuk selamanya. Organisasi Sosial Dalam masyarakat Baduy dikenal dua sistem pemerintahan yaitu sistem nasional dan sistem tradisional (adat). Dalam sistem nasional masyarakat Baduy termasuk dalam wilayah Desa Kanekes yang terdiri dari beberapa kampung Tangtu, kampung Panamping dan kampung Dangka. Desa Kanekes dipimpin oleh

26 10 Jaro Pamarentah. Jaro Pamarentah berada dibawah Camat, kecuali untuk urusan adat harus tunduk kepada kepala pemerintahan tradisional adat yang disebut Puun. Kepala Desa Kanekes bertugas untuk menerima tamu dari luar atau wisatawan dan hubungan dengan pemerintahan untuk pengangkatannya berdasarkan persetujuan para Puun dan di SK kan oleh Camat setempat baru kemudian diajukan kepada Bupati. Secara tradisonal, pemerintahan adat masyarakat Baduy disebut Kapuunan dan Puun menjadi pimpinan tertinggi. Puun diwilayah Baduy ada tiga orang masing masing Puun Cikeusik, Puun Cibeo dan Puun Cikartawan. Puun tersebut merupakan Tri Tunggal karena secara bersama sama memegang pemerintahan tradisional. Ketiga Puun mempunyai wewenang tugas berlainan. Kapuunan Cikeusik mempunyai tugas yang menyangkut urusan keagamaan dan pengadilan adat dan memutuskan hukuman bagi pelanggaran adat dan pelaksanaa upacara adat. Kapuunan Cibeo mempunyai tugas yang menyangkut pelayanan kepada warga dan tamu kawasan Baduy termasuk administrator tata tertib pelintas batas dan berhubungan dengan daerah luar. Kapuunan Cikartawana mempunyai tugas yang menyangkut urusan pembinaan warga, kesejahteraan, keamanan atau badan pelaksana langsung di lapangan yang memonitor permasalahan yang berhubungan dengan kawasan Baduy. Organisasi Desa Kanekes adalah (Gambar 1) : a. Puun (kepala adat) dianggap sebagai pimpinan tertinggi, sifatnya turun temurun dan dipilih oleh masyarakat Baduy sendiri dan bila diganti ditentukan dari keturunannya. Setelah tidak menjabat mantan Puun menjabat sebagai penasehat (kokolot). Puun dibantu oleh dua orang yaitu girang serat untuk urusan dalam dan untuk urusan luar adalah jaro Tangtu. b. Girang serat bertugas di bidang kesejahteraan sosial budaya dan penyelenggaraan upacara adat membantu dalam urusan peramalan dan siasat. c. Jaro tangtu sebagai penghubung aspirasi warga Baduy mempertimbangkan kepada Puun tentang putusan hukum adat. d. Jaro tujuh sebagai pembantu tugas girang serat pada pelaksanaan upacara adat dan sosial budaya

27 11 Gambar 1 Struktur organisasi masyarakat Baduy e. Jaro dangka bertugas dibidang keagamaan, tradisi adat dan mengawasi masuknya budaya dari luar. f. Jaro tanggungan dua belas bertugas dalam bidang keagamaan menjaga dan menindak para pelanggar adat dan pengawasan lingkungan hidup g. Baresan sembilan berjumlah sembilan orang merupakan dewan pertimbangan untuk memutuskan segala putusan dalam hal ini sebagai ketua dan jaro warega sebagai wakil ketua. Mata Pencaharian Mata pencaharian utama orang Baduy adalah pertanian lahan kering yang berpindah-pindah dalam suatu waktu tertentu. Tidak semua lahan dapat dipergunakan sebagai ladang atau disebut dengan huma. Hutan tua dan hutan lebat tabu untuk dibuat huma, yang boleh hanya hutan muda, bekas huma dan kebun. Terdapat tiga jenis huma yaitu huma serang, huma puun dan huma tangtu. Telah berabad-abad orang Baduy menjaga adat leluhur dengan mematuhi larangan agar tanah titipan Batara agar tetap tak ternoda. Selain buyut, pedoman

28 12 hidup mereka juga bersandar pada kolenjer alat keramat dari kayu bergambar kotak-kotak yang disilang dan diberi titik-titik. Segala perilaku dan kegiatan sehari-hari dapat dikaji baik buruknya lewat penafsiran dari titik, kotak dan garis silang yang ada pada kolenjer. Kebutuhan hidup masyarakat Baduy akan sandang pangan dan papan maupun kesehatan mengandalkan hasil pertanian dan huma yaitu mengawinkan dewi padi dengan bumi sesuai dengan ketentuan karuhun. Padi hanya boleh ditanam dilahan kering. Di sana tidak terdapat sawah karena letak geografisnya yang merupakan daerah pegunungan dan dilarang mencangkul tanah. Untuk menjaga kesehatannya mereka biasa meramu akar akaran serta daun daun yang steril dari unsur kimiawi. Padi tidak boleh dijual dan harus disimpan dengan baik. Untuk keperluan sehari hari mereka terpenuhi oleh kerajinan tangan yang dijajakan pada wisatawan, membuat gula merah yang dijual kekota dan berburu. Proses berladang yang dilakukan masyarakat Baduy adalah mulai dari awal persiapan ladang dikenal narawas dan nyacar sampai pada ngakut yaitu mengangkut hasil panen kerumah. Pada penghujung musim kemarau mereka mulai membuka semak belukar dan hutan belantara. (tidak termasuk hutan larangan) dengan menebangi pepohonan untuk dijadikan tempat bercocok tanam. Dalam mengolah tanah mereka menggunakan golok atau parang serta tongkat yang runcing/aseuk. Ketika musim penghujan mulai datang, masyarakat Baduy mulai melakukan penanaman benih padi, jagung atau jenis tanaman kacangkacangan lainya, dengan cara melubangi lahan dengan aseuk. Sistem kalender dan sebagian upacara keagamaan orang Baduy tidak terlepas dari hubungan dengan padi dan perladangan. Seperti awal penyiapan lahan juga merupakan awal masuknya tahun baru orang Baduy yaitu bulan kapat.yaitu saat matahari berada di bumi Utara. Saat itu keadaan tanah sudah dingin sehingga sudah siap untuk kegiatan perladangan. Tidak ada jual beli ataupun sewa menyewa. Lahan dibuka untuk digarap semampunya. Kepemilikan bukan pada lahan tetapi pada tanamannya, terutama tanaman keras. Hanya tanaman durian dan petai yang dijual. Tidak memakan binatang mamalia besar hanya ayam dan ikan. Peralatan dan teknologi dibuat dengan memanfaatkan sumber daya alam yang ada misalnya kayu, bambu, pandan, tempurung kelapa, rotan, dan lampu dari minyak picung. Sepintas terlihat sosok orang Baduy hanya memenuhi kebutuhan hidup yang

29 13 pokok saja, hal ini akibat aturan adat bahwa mereka harus sanggup mengamalkan dan siap meneguhkan titipan dari Adam Tunggal. Permukiman Lokasi yang dijadikan pemukiman pada umumnya berada di lereng gunung, celah bukit serta lembah yang ditumbuhi pohon pohon besar, yang dekat dengan sumber mata air semak belukar yang hijau di sekitarnya turut mewarnai keindahan serta kesejukan suasana yang tenang itu. Permukiman Baduy mencerminkan suasana keheningan, kedamaian dan kehidupan yang bersahaja (Permana, 2006). Tata Ruang Permukiman. Perkampungan adalah suatu unit tempat tinggal sekelompok masyarakat dalam suatu lingkungan tertentu. Permukiman masyarakat Baduy terdiri dari sejumlah rumah, bangunan balai kampung (bale), bangunan tempat menumbuk padi (saung lisung), bangunan tempat menyimpan padi (leuit) dan lingkungan sekitarnya berupa leuweung lembur. Tata ruang suatu permukiman atau kampung orang Baduy pada dasarnya merupakan semacam miniatur dari penataan yang lebih besar yaitu dari tata ruang kawasan. Pola yang nyata terlihat adalah adanya daerah terbuka, orientasi dan penataan bangunan dan jalan masuk keluar. Tata letak kampung pada kawasan lebih banyak di sebelah Barat daripada di daerah Timur. Penataan rumah warga Baduy banyak terdapat pada sisi Barat alun alun dan hanya beberapa saja yang di sisi sebelah Timur. Di kampung Cibeo pada sisi Timur hanya terdapat enam buah rumah dari 74 buah. Di Cikartawana 5 buah dari 22 buah yang membentuk satu baris dari Utara ke Selatan. Sementara di Cikeusik terdapat sembilan buah rumah dari 62 buah yang membentuk dua baris, lima rumah pada baris depan, dan dibelakangnya terdapat empat rumah (Permana, 2006). Arah depan dari setiap deret atau baris rumah selalu saling berhadapan. Oleh karenanya arah depan rumah ada yang berada disisi Utara dan disisi Selatan. Wilayah sebelah Selatan hanya ada rumah Puun yang merupakan wilayah sakral dan tidak boleh dilewati. Penataan kawasan daerah Selatan ditandai dengan permukiman yang dianggap sakral yakni permukiman tangtu. Di sebelah Utara alun alun terdapat bangunan yang bersifat profan yakni bale. Bangunan ini merupakan tempat menginap dan menerima pengunjung. Berbeda dengan bangunan lain orientasi bale adalah Barat -Timur

30 14 sedangkan rumah lainnya berorientasi Utara-Selatan. Luas ketiga permukiman Tangtu berbeda-beda. Kampung Cibeo memiliki luas sekitar 100 x 250 meter, Cikeusik berukuran sekitar 100 x 150 meter dan Cikartawana berukuran paling kecil sekitar 70 x 100 meter. Kepadatan rumah di Cikeusik lebih tinggi, bahkan ada bagian ujung atap antar rumah yang berdekatan dan saling berhimpitan. Di Cibeo walaupun jumlah rumahnya lebih banyak, tetapi karena lahan permukimannya lebih luas maka jarang sekali ada bagian atap rumah yang saling berhimpit seperti Cikeusik. Di Cikartawana kepadatan rumah cukup rendah karena jumlah rumah sedikit sedang lahan cukup luas. Kampung kampung Baduy umumnya berada di kaki suatu bukit atau lereng, terletak sedikit lebih tinggi daripada aliran sungai atau anak sungai yang mengalir, sehingga mudah untuk dipergunakan kegiatan mandi, cuci dan keperluan lainnya. Selain itu warga kampung sering menggunakan pancuran air yang terbuat dari bambu untuk mandi dan cuci atau untuk memasak. Batas antar kampung kebanyakan adalah sungai. Fungsi Ruang. Pada permukiman Baduy terdapat beberapa fungsi ruang maupun bangunan. Perbedaan fungsi ini di terapkan pada penataan kawasan, penataan permukiman maupun penataan bangunan termasuk rumah. Letak kampung Tangtu pada umumnya serupa. Kampung Tangtu terletak pada lokasi yang relatif datar, berbatu dekat aliran sungai dan dikelilingi hutan. Letak huma sekitar 0,5 2 km dengan ukuran yang juga beda beda 0,75 1,5 ha. Di sebelah Timur hanya terdapat huma serang ladang bersama, dan di sebelah Selatan terdapat huma Puun Sebagaimana penataan bangunan oleh perancang masa kini, pada permukiman masyarakat Baduy dikenal kawasan dan bangunan yang bersifat pribadi, sosial dan ditambah dengan fungsi sakral. Bangunan Teknologi yang dimiliki orang Baduy masih tergolong sederhana, namun sangat menjunjung tinggi kearifan lingkungan. Struktur bangunan adalah sistem rangka yang terbuat dari kayu berupa balok dan tiang persegi empat. Sementara penutup dinding terbuat dari anyaman bambu (bilik), yang dibiarkan pada warna

31 15 dan karakter aslinya. Detail pengakhiran anyaman bambu untuk penutup dinding adalah bambu yang di belah. Konstruksi bangunan disambung dengan menggunakan sistem ikatan, tumpuan, pasak, tumpuan berpaut dan sambungan berkait. Selain sistem tersebut di atas maka dilarang untuk digunakan. Bahan bangunan yang dipergunakan untuk mengikat suatu sambungan adalah bahan rotan dan bambu. Struktur penutup lantai mengunakan bambu disebut palupuh. Untuk penutup atap digunakan rumbia, yang didukung oleh konstruksi bambu dan di ikat dengan menggunakan rotan. (Permana, 2006). Rumah. Rumah bagi orang Baduy hanya berfungsi sebagai tempat untuk beristirahat pada malam hari karena sejak sekitar pulul 5.30 WIB warga masyarakat Baduy Dalam sudah beranjak menuju lahan huma. Tatkala senja bergerak menyongsong gelapnya malam, secara bertahap mereka pulang. Aktifitas yang dilakukan masyarakat seragam. Pada siang hari, situasi perkampungan nampak sunyi, kecuali beberapa orang yang secara bergiliran melakukan penjagaan (ronda) karena di siang hari semua anggota keluarga berada di huma atau sedang menyadap air nira sebagai bahan baku untuk membuat gula merah. Rumah orang Baduy lebih banyak difungsikan sebagai tempat beristrirahat pada malam hari, selebihnya mereka berada di luar rumah atau ketika sakit ataupun saat ada keperluan yang mengharuskan mereka untuk tetap tinggal. Rumah Tangtu berupa rumah panggung sederhana dari bahan kayu ringan dan bambu. Bangunan rumah berdiri di atas tiang setinggi 40 cm sampai 150 cm yang berjumlah 13, 17, atau 25 buah termasuk tiang golodog. Rumah pada umumnya berukuran antara 4,5 m dan 9 m. Besar kecil ukuran rumah tergantung pada kemampuan pemilik dan kesediaan lahan. Rumah Baduy secara vertikal merupakan cerminan pembagian jagad raya. Kaki atau tiang melambangkan dunia bawah (dunia kegelapan, neraka), badan atau dinding dan ruang di dalamnya melambangkan dunia tengah ( dunia kehidupan alam semesta) dan atap melambangkan dunia atas (dunia abadi, kahyangan) jika rumah tanpa tiang dianggap sama saja dengan hidup di dunia bawah, atau jika rumah menggunakan atap genting, sama artinya dengan dikubur hidup-hidup ( karena genting terbuat dari tanah) (Permana, 2006).

32 16 Ruang. Secara horisontal bagian rumah yang terpenting adalah Imah, kemudian berturut turut Tepas, Sosoro, dan terakhir Golodog. Hirarkhi kepentingan itu ditunjukkan pula dalam proses pendirian sebuah rumah. Semua bagian konstruksi rumah (tiang, lantai, dinding dan atap) selalu dimulai dari ruang Imah, kemudian ruang Tepas, Sosoro dan Golodog. Rumah orang Baduy hanya memiliki dua kemungkinan arah depan. Apabila pintu terletak di sebelah Selatan, maka rumah yang berada di depannya umumnya memiliki pintu di sebelah Utara. Pintu terdapat di bagian depan selain berfungsi jalan masuk, juga sebagai jalan keluar, karena rumah hanya memiliki satu pintu. a. Golodog. Bila memasuki rumah Baduy pertama kita akan menaiki taraje, yaitu suatu tangga bambu yang terdiri dari 2 5 injakan dan berdiri di atas 6 10 buah susunan lonjoran bambu bulat ( diameter 6 cm) yang berorientasi Barat-Timur yang disebut Golodog. Golodog berukuran 200 x 75 cm. Di atas Golodog bersandar ke dinding rumah terdapat beberapa kelek (tabung air dari seruas bambu). Air dalam kelek diambil dari pancuran dan digunakan untuk keperluan memasak dan untuk mencuci kaki yang kotor sebelum masuk ke dalam rumah. Pencucian kaki dilakukan di atas golodog atau di tangga. b. Sosoro Untuk memasuki rumah Baduy, sebelum memasuki Sosoro, kita akan melewati sebuah panthok berukuran 180 x 70 cm. Daun pintu dibuat dari rangkaian bilah bambu. Di atas gawang pintu sebelah dalam biasanya terdapat daun kelapa, katomas atau daun hanjuang, kembang merak kembang sepatu yang diselipkan antara kayu dan dinding. Daun tersebut disebut babay atau palias. Fungsinya untuk menolak bala agar penghuni terjaga keselamatannya. Janur biasanya juga menunjukkan waktu, karena satu rangkaian daun kelapa dipasang hanya pada waktu kawalu. Untuk tiga rangkai berarti rumah telah selama dihuni tiga tahun. Setelah melewati pantok langsung memasuki lantai Sosoro yang lebih tinggi dari lantai Golodok. Lantai pada ruang Sososro terdiri atas jajaran bambu bulat, berorientasi Barat -Timur, beberapa bilah bambu sebagai penjepit atau penguat susunan palupuh. Ruang Sosoro meliputi sepertiga bagian rumah pada

33 17 sisi depan (depan Imah dan Tepas). Ruang Sosoro berfungsi sebagai tempat menerima tamu, mengerjakan kerajinan, meletakkan barang barang seperti bubu, menggantungkan pakaian kotor atau basah, meletakkan tikar, meletakkan bakul berisi gabah. Pada dinding Sosoro bagian depan biasanya terdapat beberapa lubang kecil berukuran 10 x 10 cm untuk melihat ke luar (lolongok). Di atas sosoro biasanya terdapat para-para pada ruang yang sejajar dengan Imah. Pada para- para disimpan tikar, nyiru, bakul, panci, gabah yang tidak muat didalam lumbung. c. Tepas. Ruang Tepas lebih kecil, tanpa sekat dan lantainya sejajar dengan Sosoro. Memiliki ketinggian lantai sama tetapi orientasi palupuhnya berbeda. Orientasi palupuh Sosoro Barat-Timur, sedangkan Tepas Utara -Selatan. Ruang Tepas biasanya untuk menerima tamu, makan dan tidur. Sering terdapat perapian tanpa tungku untuk tempat membakar ubi, pisang, jagung bila ada tamu. d. Imah. Merupakan pusat atau inti dari rumah. Di ruang ini keluarga memasak, makan, tidur dan berkumpul. Imah bersifat pribadi dan hanya diperuntukkan bagi anggota keluarga. Orang luar tidak diperkenankan masuk. Di sini disimpan keperluan untuk sehari-hari termasuk peralatan ladang. Tempat untuk memasak disebut parako yang terletak di pojok ruang, tepat dimuka pintu masuk. Konstruksi dan arah lantai ruang Imah lebih tinggi sekitar daripada lantai Tepas. Eco-village Menurut Capra (2003) eco-village adalah suatu komunitas manusia pada daerah perkotaan atau perdesaan, yang mengutamakan untuk mengintegrasikan suatu lingkungan sosial yang mendukung dengan gaya hidup yang berdampak rendah terhadap lingkungan. Mereka mengintegrasikan berbagai aspek seperti desain ekologis, permaculture, bangunan ekologis, produksi hijau, energi alternatif, membangun komunitas setempat dan lain- lain. Dalam Global Ecovillage Network (GEN) (2000) dikatakan bahwa motivasi eco-village adalah pilihan dan komitmen untuk mengubah disintegrasi antar budaya dan sosial tertentu dan praktek yang merusak lingkungan hidup di bumi ini. Istilah eco-

34 18 village mulai diperkenalkan oleh Gilman dan Diane (1991) dalam, suatu seminar di Denmark. Eco-village merupakan solusi dari kebanyakan permasalahan yang ada di bumi. Eco-village merupakan contoh bagaimana meniadakan degradasi dari masalah lingkungan dengan dimensi sosial, ekologi, dan spiritual untuk menuju keberlanjutan di abad ke 21. Menurut Gilman (1991), prinsip pembangunan dalam dimensi ekologis dalam eco-village antara lain: a. Menggunakan tanah secara benar/memadai b. Melakukan efisiensi terhadap sumber daya alam yang terbatas c. Mengutamakan kesehatan manusia untuk pembangun dan pemilik d. Menggunakan material lokal non toxic untuk menunjang ekonomi lokal e. Preservasi tumbuhan, hewan, spesies kritis dan habitat alam f. Mengurangi penggunaan energi fosil dan memanen energi alam g. Membuat struktur ekonomis untuk dibangun dan dioperasikan h. Menerapkan sistem daur ulang pada seluruh produk yang digunakan Suatu eco-village menyerupai sebuah ekosistem alami, karena keduanya merupakan interaksi timbal balik antara komunitas suatu organisme dengan lingkungannya. Suatu eco-village terbentuk dalam cara yang sama dengan suatu ekosistem yang merupakan komponen dasar, baik yang hidup maupun tidak, butuh untuk diperlihara siklusnya agar dapat berkelanjutan untuk waktu yang tak terbatas. Randla (2002) menyatakan bahwa pemikiran mendasar tentang keberlanjutan adalah pemahaman yang mendalam bahwa seluruh sumber daya alam, baik yang dapat diperbaharui maupun yang tidak jumlahnya terbatas, oleh sebab itu aktivitas manusia tidak boleh melebihi kapasitas pendukungan ekosistem dibumi. Dan potensi dari penggantian dari siklus suatu material, terutama untuk material yang tidak dapat diperbaharui harus dijaga agar selalu dalam tingkatan minimum akan menjaga dari kepunahan. White and Masset (2003), menyinggung tentang semakin besar derajat dari masyarakat untuk dapat mampu berkecukupan dan berdiri sendiri, semakin tinggi tingkat keberlanjutan dari masyarakat tersebut. Menurut Gallent and Show (2007), untuk menganggulangi kemiskinan perlu pengaturan jumlah penduduk, karena

35 19 kemiskinan akan cenderung bertambah dengan bertambahnya jumlah dalam keluarga terutama apabila kurangnya pendidikan. Masyarakat dalam eco-village mendapatkan energi dari sumber non fosil, memproduksi makanan seimbang dengan kebutuhan kalori dari penduduk, mendapatkan material bangunan dan membelanjakan uangnya di lokal sebanyak mungkin, berinteraksi positif dengan penduduk lokal sekitarnya dan lingkungan alam dan mendaur ulang air, limbah cair dan produk limbah lainnya selama memungkinkan, sehingga mereka dapat menjadi sumberdaya untuk bagian lain dari komunitas. Menurut Gilman (1991) definisi Eco-village yang sekarang diterima oleh anggota dari Global Eco-village Network (GEN) adalah; Pemukiman berskala manusia yang berkwalitas (full-featured settlement) di dalamnya aktifitas manusia terintegrasi dengan alam dengan tidak merusak dalam cara yang mendukung perkembangan kesehatan manusia dan dapat berhasil untuk berlangsung sampai waktu yang tidak terbatas. Prinsip Eco-village dapat diterapkan secara sama untuk lokasi kota dan desa, baik untuk negara berkembang maupun negara maju, dan memberikan solusi untuk kebutuhan manusia dan sosial, sementara memproteksi lingkungan dan memberikan perbaikan hidup yang baik untuk seluruhnya. Gilman (1991) menggambarkan sulit untuk mendapatkan suatu yang lebih menyenangkan, dan lagi pula sulit dibayangkan kemungkinan untuk hidup harmonis dengan alam dan dengan sesama manusia. Suatu pendekatan khusus yang kuat untuk mencapai impian ini adalah eco-village, yang akan ditentukan dengan skala manusia, pemukiman yang (full-featured settlement) berkarakteristik penuh di mana aktifitas manusia terintegrasi dengan alam dengan cara yang mendukung pembangunan kesehatan dan dapat dengan sukses berlanjut sampai waktu yang tidak terbatas. Gilman (1991), melihatnya sebagai memasukkan keseimbangan dan pengintegrasian pembangunan ke dalam seluruh aspek kehidupan manusia seperti fisik, emosi, spiritual dan mental. Perkembangan yang sehat ini harus dicerminkan tidak hanya dalam kehidupan individual tetapi dalam kehidupan masyarakat

36 20 secara menyeluruh. Dalam hal ini berarti dapat dengan sukses berlanjut sampai masa yang tidak terbatas. Prinsip keberlanjutan akan sukses bila memegang komitmen awal untuk berlaku adil dan tidak mengeksploitasi bagian lain dari dunia ini, manusia lain, mahluk lain, dan kepada kehidupan mendatang. Global Eco-village Network Global Eco-village Network (GEN) adalah suatu assosiasi global dari manusia dan masyarakat yang berdedikasi untuk hidup berkelanjutan dengan merestorasi lahan, dan menambahkan lebih dari yang diambil. Anggotanya bertukar informasi dan mentransfer teknologi dan mengembangkan pertukaran budaya dan pendidikan. Visi dari Global Eco-village Network (GEN) adalah agar seluruh mahluk hidup bersatu dalam suatu komunitas di mana satu dengan lainnya dan dengan bumi hidup secara harmonis, sementara dapat mecapai kebutuhan masa kini dan generasi masa yang akan datang. Hal ini dapat tercapai dengan cara mengidentifikan, membantu, dan mengkoordinasikan usaha dari suatu komunitas untuk mencapai harmonisasi sosial, spiritual, ekonomi dan ekologi. GEN mentransformasi keseluruh dunia menuju keberlanjutan, dengan mendukung ecovillage, bergabung dengan partner yang sesuai pemikirannya dan memperluas program pendidikan dan demonstrasi dalam kehidupan berkelanjutan. Global Ecovillge Network mengembangkan suatu konsep tentang cara mengaudit suatu keberlanjutan untuk memberikan dasar untuk menilai individual, perdesaan yang ada dan masyarakat untuk dibandingkan statusnya saat ini dengan tujuan ideal dari keberlanjutan ekologi, sosial dan spiritual. Alat ini merupakan instrumen pembelajaran untuk pengambilan tindakan agar individual dan masyarakat dapat menjadi lebih berkelanjutan disebut Community Sustainability Assessment (CSA). Community Sustainability Assessment (CSA) Community sustainability assessment (CSA) adalah suatu alat yang dapat membantu masyarakat dalam mengevaluasi dalam memetakan arah menuju dan meningkatkan keberlanjutan. Dalam CSA terdapat aspek yang semuanya sama pentingnya yaitu aspek ekologi, sosial dan spiritual dari masyarakat. CSA merupakan alat yang bersifat subjektif, artinya bahwa pertanyaan di dalamnya ada

37 21 yang dapat dijawab dengan keputusan dan perkiraan individu maupun kelompok tentang apa yang benar untuk masyarakat mereka. Namun demikian alat ini sangat berguna sebagai evaluasi terhadap kondisi keberlanjutan suatu masyarakat. CSA bersifat universal sehingga akan sesuai dengan kondisi alami suatu masyarakat. Hasil evaluasi pada masyarakat tertentu akan mendapatkan nilai rendah pada beberapa aspek dan sebaliknya mendapatkan nilai yang tinggi pada aspek lainnya (GEN, 2000 ). Diharapkan hasil evaluasi yang dilakukan dapat menjadi dasar bagi masyarakat untuk berkembang. Sebagai alat penilaian, CSA terdiri dari sejumlah pertanyaan dengan variabel dan parameter tertentu. Menurut Svensson (2000) tercapainya suatu keberlanjutan dalam masyarakat suatu tempat dapat diukur dari kondisi keseimbangan tiga aspek penting yaitu aspek ekologis, sosial dan spiritual. Eco-house Eco-house adalah sistem membangun yang ramah lingkungan dan efisien dalam penggunaan sumber daya. Hal ini dapat tercapai dengan melalui pendekatan terintegrasi dalam desain. Eco-house dikenal juga dengan bangunan yang berkelanjutan (sustainable building). Praktek ini mengarah pada keuntungan dalam mengurangi biaya operasional (dengan penggunaan energi dan air yang minim), memperbaiki kesehatan penghuni, dengan memperbaiki kwalitas udara dalam bangunan, dan mengurangi dampak lingkungan (dengan mengurangi buangan limbah cair dan dampak pemanasan dalam bangunan) sehingga manusia dan mahluk lainnya di bumi dapat hidup berkelanjutan. Telah banyak dilakukan penelitian penelitian yang bertujuan untuk menghasilkan bangunan yang lebih ramah lingkungan. Antara lain adalah Kim (2005), yang berpendapat bahwa saat ini arsitektur modern tidak mempunyai kapasitas untuk mengontrol lingkungan mikro di dalam suatu bangunan tanpa penggunaan suatu metoda yang mengkonsumsi energi banyak dan hal ini akan berdampak pada masalah lingkungan. Para Arsitek harus memperbaiki kapasitas dan kemampuannya dalam mengontrol lingkungan dengan cara yang lebih ramah terhadap lingkungan. Arsitektur tradisional Korea telah membuat suatu sistem untuk mengontrol lingkungan mereka dengan cara yang ramah lingkungan yang

38 22 bersumber dari pengalaman mereka selama bertahun-tahun. Kim melakukan penelitian untuk menganalisa metoda yang digunakan untuk mengontrol lingkungan dalam bangunan pada arsitektur tradisional di Korea dan membandingkannya dengan arsitektur modern di Korea. Penelitian lainnya dilakukan oleh Mahdavi (2008) yang meneliti tentang aktifitas penghuni untuk mengontrol kondisi iklim didalam bangunan. Biasanya pengoperasian dari elemen elemen bangunan seperti jendela, naungan, penerangan dan sumber panas dan kipas angin akan dilakukan untuk mengkondisikan ruang agar tercapai kondisi dalam bangunan sesuai dengan yang diinginkan. Prilaku pengontrolan ini dapat membuat dampak yang sangat signifikan dalam pengkondisian iklim mikro dalam bangunan dan penghematan penggunaan energi. Menurut pendapatnya pengetahuan yang baik dari kelakuan pengontrolan udara oleh penghuni akan memfasilitasi keakuratan prediksi dari performance bangunan, dan juga mendukung keefektifan dari operasional dalam bangunan dan sistem servis. Gaitani (2007) melakukan penelitian tentang pentingnya pelaksanaan proses desain untuk menggunakan teknik teknik untuk menerapkan kriteria bioklimatik arsitektur dan sistem pendinginan pasif dan prinsip konservasi energi dalam rangka meningkatkan kondisi kenyamanan pada lokasi luar suatu bangunan. Penelitian ini dilakukan di Great Athens. Dia membandingkan struktur konvensional dengan lainnya yaitu desain yang memperbaiki prinsip bioklimat. Untuk itu dia menggunakan program Comfa untuk mengestimasi biaya energi bagi seseorang yang berada diluar bangunan dan sensasi thermal mereka. Penelitian ini dibuat berdasarkan terdapatnya ketidak puasan terhadap sensasi kondisi iklim diluar bangunan. Desain Ekologis Menurut Ryn (1998), pada saat ini kita sudah banyak kehilangan sentuhan dan pengetahuan khusus tentang tempat tertentu dan hasilnya adalah kita menjadi kehilangan identitas. Dalam desain yang ekologis kita harus terikat pada tempat kita, angin, air dan denyut kehidupan alam dan sejarah. Dalam membangun komunitas yang berkelanjutan manusia harus secara aktif untuk selalu bertanggung jawab dalam melaksanakan aktifitasnya sehari-hari dan dalam segala yang dilakukan. Air, energi, limbah dan tanah harus diperlakukan sebaik

39 23 memperlakukan milik kita, atau keluarga kita. Prilaku yang sederhanapun akan berkontribusi pada budaya keberlanjutan dan dapat memberikan kontribusi pada kesehatan manusia dan ekosistem. Budaya keberlanjutan adalah menumbuhkan suatu budaya yang sesuai untuk dilakukan pada suatu tempat tertentu. Desain bangunan yang berkelanjutan adalah desain yang memastikan bahwa dilakukan penelusuran terhadap dampak lingkungan dari desain yang dibuat. Ada 5 prinsip utama dalam desain ekologis yaitu antara lain: 1. Prinsip pertama adalah harus membuat desain yang sesuai untuk detail tempatnya. Harus selalu dipertanyakan tentang ; bagaimana kondisi tempat tersebut, perbuatan apa yang tidak merusak alam. Aktifitas apa sajakah yang didukung oleh alam ditempat itu. 2. Prinsip kedua adalah menyajikan kriteria untuk mengevaluasi dampak ekologis dari desain yang dibuat. 3. Prinsip ketiga menyarankan bahwa dampak ini dapat diminimalkan dengan bekerja dalam keserasian dengan alam. 4. Prinsip keempat adalah bahwa desain ekologis berimplikasi untuk tidak hanya dikerjakan oleh para ahli saja, tetapi seluruh komunitas harus turut berpartisipasi. 5. Prinsip kelima bahwa transformasi efektif dan kepedulian terhadap kelanjutan desain yang dibuat dengan memberikan kemungkinan pada masyarakat untuk belajar dan berpartisipasi. Kelima prinsip di atas membantu para perancang untuk berfikir guna mengintegrasikan antara ekologi dan desain. Menurut Orr (2004) desain yang ekologis adalah: - mendesain suatu bangunan yang meminimalkan dalam menggunakan sumberdaya dan energi dari luar. - mendaur ulang seluruh limbah yang dihasilkan oleh penghuni, - mengkonstruksikan bangunan dari sumber material lokal yang ada, material yang ramah lingkungan.

40 24 - mengembangkan direktori suatu wilayah bio dari material bangunan - menginventarisir aliran sumberdaya - merestorasi ekosistem yang terdegradasi dalam atau dekat permukiman - mendesain suatu sistem yang dapat berkelanjutan (low input- system) Beberapa penelitian yang dilakukan untuk perbaikan desain seperti dilakukan oleh Smeds (2007) meneliti tentang kunci keberhasilan dari suatu desain untuk menghasilkan suatu rumah yang ramah lingkungan untuk menghasilkan efisiensi dalam penggunaan energy didaerah yang beriklim dingin penelitian dini dilakukan di Stockholm, Sweden. Ia membandingkan antara konstruksi perumahan apartment dengan desain tipikal dengan perumahan yang menggunakan teknologi yang terbaik untuk apartment yang tercantum dalam aturan Nordic Building codes of 2001 dan desain untuk rumah yang baik yang memenuhi IEA Task 28, dan bangunan berkelanjutan (sustainable solar housing). Ia juga melakukan simulasi bangunan menggunakan program DEROB-LTH dan hasil dari simulasi menunjukkan berapa jam pemanasan dibutuhkan didalam rumah dan kapan dan besar dari kebutuhan puncaknya. Hasil dari penelitian ini membuktikan bahwa rumah yang dirancang dengan baik dapat mengurangi lebih dari 85% penggunaan energi. Engin (2007) melakukan penelitian tentang pengaruh faktor iklim seperti hujan, angin dan kelembaban dan matahari di daerah yang beriklim tropika panas dan lembab yang mempunyai curah hujan yang tinggi. Kondisi iklim ini memberikan dampak yang berbeda pada setiap ruang, elemen dan naungan dari rumah tipe tradisional di daerah sebelah Timur dari Laut Hitam. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi tentang arsitektur tradisional wilayah Timur Laut Hitam dan hubungan antara bentuk arsitektur tradisional tersebut dengan iklim. Berbagai kelompok etnik dan suku yang berbeda latar belakang budaya dan agamanya akan mengembangkan kebiasaan dan kebutuhan sosial yang berbeda. Kebutuhan budaya dari keluarga dan sosial harus dapat terakomodasi sehingga dapat memberikan kenyamanan optimal bagi penghuninya. Analisis terhadap kehidupan sehari-hari di rumah, termasuk kebutuhan yang ada sekarang dan mendatang akan membantu menyeleksi faktor penting sebagai dasar untuk mendesain rumah yang memadai.

41 25 Hal yang penting untuk dievaluasi dalam setiap desain adalah terpenuhinya ruang untuk melaksanakan aktifitas sehari-hari. Dalam hal ini termasuk juga terpenuhinya kondisi setiap ruang sesuai dengan fungsinya untuk memberikan kenyamanan bagi penghuni. Sozen (2007) membuat penelitian untuk memastikan adaptasi dari rumah tradisional yang lama terhadap iklim setempat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menekankan pentingnya suatu bangunan tradisional dalam hal membuat desain bangunan yang efisien penggunaan energinya untuk membuat suatu bangunan yang ramah lingkungan. Penelitian ini dilakukan di Diyarbakkir, sebelah Selatan dari wilayah Turki. Rumah tradisional Diyarbakir merupakan suatu contoh kesuksesan dari bangunan yang dapat beradaptasi dengan iklim panas dan kering. Hal ini dapat tercapai dengan gaya hidup lama dan dengan kebutuhan dan penggunaan material lokal. Dalam penelitian ini, seluruh bagian dari arsitektur tradisional rumah Diyarbakir, seperti tata letak, denah, dinding, atap dan elemen naungan dievaluasi sebagai suatu kriteria fisik sebuah bangunan. Kondisi sekarang di Diyarbakir, dengan perkembangan teknologi baru, teknik dan material yang modern, bangunan sejenis masih dibangun tanpa memperhitungkan faktor iklim. Sebagai akibatnya bangunan ini tidak dilengkapi dengan naungan dan ruang untuk pendinginan, dan mengakibatkan ketidak nyamanan atau peningkatan penggunaan energi. Xia (2008) melakukan penelitian tentang sejauh mana melakukan simulasi di dalam bangunan dapat membantu perancang dalam tahap pembuatan konsep desain. Hasil dari penelitian tersebut membuktikan bahwa untuk mendapatkan suatu hasil desain yang baik maka penting untuk dilakukan simulasi di saat tahap perancangan bangunan. Selain itu terbukti bahwa dengan dilakukannya simulasi pada tahap awal yaitu saat pembuatan konsep perancangan bangunan maka akan dapat dilakukan efisiensi dalam penggunaan energi dalam bangunan. Proses simulasi bangunan akan sangat membantu perancang dalam membuat rancangan pengkondisian udara. Ventilasi alamiah Ventilasi alamiah pada dasarnya berarti pergerakan udara dalam bangunan yang dipacu oleh perbedaan temperatur dalam bangunan atau oleh tekanan angin diluar atau sekitar bangunan. Hal ini berlangsung tanpa ada proses tekanan atau pemadatan udara. Udara segar masuk kedalam bangunan melalui kisi kisi atau

42 26 jendela dengan efek perbedaan thermal didalam bangunan ataupun oleh tekanan angin yang bekerja pada sisi bangunan. Udara panas akan keluar dari bangunan melalui jendela, cerobong ventilasi atau kisi yang terletak di bagian atas. Kadang kadang penting untuk menentukan beban tekanan angin, hal ini akan dapat tercapai dengan membuat model dari bangunan. Tekanan pada setiap sisi bangunan dapat ditentukan menggunakan suatu wilayah domain. Coffey (2007) melakukan penelitian tentang keefektifan suatu aliran ventilasi dalam hal sifat apung udara (buoyancy) yaitu pindah panas dalam ruang. Tiga pengukuran baru dibuat berdasarkan pada kemampuan dari aliran udara untuk mengalirkan panas secara buoyancy dari suatu ruang yang berlubang ventilasi. Pengukuran dilakukan tentang efektifitasnya aliran dalam ukuran skala dan waktu untuk seluruh ruang dan keefektifan dari penempatan aliran disetiap ketinggian tertentu pada ruang. Hasil dari pengukuran ini mendapatkan suatu perbandingan secara kuantitatif tentang perbedaan aliran dan hal ini dapat dipergunakan apabila terjadi perbedaan kerapatan udara antara lingkungan luar dan dalam bangunan. Livermore (2006) melakukan penelitian tentang penggunaan cerobong dalam meningkatkan ventilasi alam didalam bangunan. Cerobong dapat juga digunakan untuk mengarahkan ventilasi pada lantai bangunan dimana terdapat beban panas yang sedikit untuk menambah besaran tekanan gaya apung (buoyancy) yang ada untuk memacu aliran. Udara akan keluar dari ruang yang lebih hangat melalui cerobong sehingga akan mengakibatkan aliran melalui lantai yang bersuhu rendah. Percobaan lain yang dilakukan membuktikan dengan menggunakan cerobong akan meningkatkan besaran ventilasi untuk suatu lantai bangunan, yaitu meningkatnya besaran ventilasi yang melalui lantai di atasnya, terutama bilamana lantai dibawahnya mempunyai inlet yang luas. Tenorio (2007) melakukan penelitian tentang penggabungan pengudaraan aktif dan pasif dalam mendesain suatu bangunan. Pengoperasian kedua model tersebut dijalankan dengan parallel dan konsep ini telah dikembangkan untuk percobaan pada sebuah bangunan prototipe di daerah beriklim tropika di Brasil. Tingkat kenyamanan termal dan penggunaan energi dibandingkan dalam hal lamanya penggunaan, kelebihan pemanasan atau kekurangan pemanasan dan pendinginan. Penggunaan sumber daya lainnya seperti air, dan material pada bangunan prototipe juga diamati dalam sistem desain

43 27 berkelanjutan. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa untuk daerah beriklim tropis, strategi penggunaan energi campuran telah mengoptimisasi penggunaan energi dan memberikan level kenyamanan thermal yang baik. Untuk beberapa kasus, penggudaraan energi campuran dapat mengurangi penggunaan energi untuk pendinginan sampai mencapai 80%, dan kenyamanan thermal dapat meningkat sampai 65%. Andersen (2007) menganalisa kemungkinan dari besaran aliran udara dengan mengkombinasikan ventilasi alam dengan menggunakan ventilasi silang dalam ruang. Ruang yang diteliti membuktikan bahwa bukaan ganda pada ruang memperlihatkan hasil bahwa terjadinya ketidak stabilan dan histeria pada penghuni. Simulasi dalam Bangunan Simulasi dalam bangunan (building simulation) adalah praktek yang biasanya dilakukan saat proses desain suatu bangunan. Simulasi dibuat untuk menganalisa aliran udara, kelembaban dan suhu atau aliran fluida lainnya yang terjadi didalam bangunan yang dirancang. Praktek simulasi banyak dilakukan belakangan ini untuk mengurangi pemakaian energi yang berasal dari bahan bakar fosildalam bangunan. Dengan simulasi dapat diketahui kondisi lingkungan dalam bangunan sebelum pelaksanaan pembangunan. Praktek ini penting untuk dilakukan dalam membantu perancang untuk mengambil keputusan dalam pembuatan desain bangunan dan untuk mendapatkan hasil desain yang optimal. Perancang dapat menggunakan simulasi komputer yang canggih seperti yang banyak digunakan akhir akhir ini adalah Computational Fluid Dynamic (CFD) sebagai alat untuk membantu dalam proses desain. Dengan bantuan simulasi ini perancang dapat membuat keputusan desain yang tepat seperti orientasi bangunan (relatif pada matahari), tipe jendela dan penempatannya, lebar teritis, nilai insulasi dari elemen bangunan, kerapatan udara, efisiensi dari pemanasan, penerangan dan alat lainnya sesuai dengan iklim lokal. Simulasi ini sangat membantu perancang untuk mengetahui bagaimana kondisi bangunan sebelum pembangunan dilaksanakan, dan berimplikasi besar pada biaya pembangunan dan pemeliharaan. Pada umumnya penelitian penelitian untuk melakukan simulasi ini dilaksanakan dengan menggunakan suatu program komputer antara lain yang akhir akhir ini banyak dipergunakan adalah program Computational

44 28 Fluid Dynamic.(CFD). Wong (2007), membuat pengukuran lapang dan simulasi energi dengan program komputer CFD untuk mengevaluasi keefektifan dari metoda yang banyak digunakan memakai pengudaraan pasif dalam pendinginan bangunan. Dipelajari dampak dari orientasi dan penempatan bangunan, konstruksi naungan, sistem atap dan pembayangan bagian jendela dalam bangunan untuk mengkondisikan lingkungan mikro dalam bangunan dan beban pendinginan. Temperatur diluar pada permukaan dinding luar dan di lingkungan dalam bangunan diukur untuk dianalisa tentang kinerja thermal dari efek naungan atau teritis. Beban pendinginan disimulasi untuk mengevaluasi keefektifitas dari berbagai metode pasif. Hasil dari penelitian ini menemukan tentang penggunaan sistem spesial untuk atap sebagai penghalang panas merupakan metoda yang paling efisien untuk mengurangi beban pendinginan ruang. Hirano (2006) melakukan penelitian tentang kinerja dari efek dari bangunan perumahan yang berpori (porous) untuk mendapatkan ventilasi alam dan pengurangan beban pendinginan pada bangunan. Dia mengevaluasi pada dua model perumahan dengan rasio bukaan 0% dan 50 %. Ia menganalisis tentang aliran dan jaringan termal dan udara yang terjadi dengan menggunakan program komputer untuk aliran fluida (CFD). Analisis pada komponen dari beban panas menunjukkan dan bahwa peningkatan kualitas dari ventilasi alam meningkat dengan sangat akibat bukaan dengan rasio 50% dan mengurangi beban pendinginan untuk ruangan. Bastide (2006) melakukan penelitian tentang cara mengoptimisasi penggunaan energi pada bangunan di daerah beriklim tropis dengan cara mengurangi perioda pemberian pendingin udara (AC) dan mengganti dengan penggunaan ventilasi alam dan desain bioklimatik yang baik. Dalam penelitian ini dilakukan perhitungan tentang persentasi dari ruang yang membutuhkan pendinginan dan dianalisis tentang bagaimana jalannya aliran udara dalam bangunan dengan menggunakan CFD. Metoda ini sangat membantu para arsitek dalam mendesain ruang yang sesuai dengan penggunaan ruang tersebut dan kondisi iklim mikro dalam ruang yang diinginkan. Menurut pendapatnya sangat penting untuk mengatur agar penutup bangunan dilimitasi kontribusi energinya dan optimisasi aliran udara berdasarkan pada analisis dari jaringan ventilasi alamiah. Untuk itu dia mengimplementasikan alat seperti model nodal dan zonal dalam kode energi

45 29 dalam bangunan dan mengevaluasi transportasi energi antara luar dan dalam bangunan. Untuk menganalisis aliran udara dalam dua dimensional dia menggunakan model tiga dimensi yang mendetail seperti program CFD. Computational Fluid Dynamic Computational fluid dynamics (CFD) merupakan salah satu cabang dari ilmu mekanika fluida yang menggunakan metoda numerikal dan algoritma untuk menyelesaikan dan menganalisis masalah masalah yang menyangkut aliran fluida. Computational Fluid Dynamics (CFD) merupakan suatu sistem simulasi yang berbasis computer. CFD dilakukan untuk menganalisis tentang aliran fluida, pindah panas dan fenomena yang lain seperti reaksi kimia (Versteeg and Malalasekera,1995). Komputer dipergunakan untuk mengkalkulasikan perhitungan yang jumlahnya jutaan yang dibutuhkan untuk mensimulasi interaksi dari fluida, gas dengan permukaan yang kompleks di bidang teknik. Dengan persamaan yang disederhanakan dan komputer dengan kecepatan sangat tinggi semakin hari hasil simulasi semakin membaik dan akurat seperti pada perhitungan aliran transonik dan turbulensi. CFD merupakan alat yang mampu untuk mendukung pembuatan model pengudaraan menggunakan granularity untuk lingkungan dan ruang dengan tingkat halus. Manajemen dan seluruh proses fisika untuk keseluruhan masalah tidak hanya dapat menggambarkan kondisi elemen bangunan yang berbeda, tetapi juga dapat menghitung secara tepat perpindahan antar permukaan (inter facial transfer). CFD dapat juga menggambarkan aliran antar ruang dengan menggunakan model zonal yang menggunakan pendekatan butiran kasar. Alat ini dapat memberikan simulasi fluida seluruhnya secara tipikal, fluida dan sekelilingnya dapat berubah propertinya seperti bentuk, dan temperatur secara simultan dan lingkungan sekeliling yang berbeda dapat mengkarakterisasi interaksi yang berbeda yang akan mengubah bentuk, kecepatan fluida dalam cara yang berbeda dan interaksi campuran. Berbagai macam fluida akan memberikan prilaku yang komprehensif seperti padatan (solid) dan fluida, termasuk juga cairan dan gas. Bentuk dan aliran dari fluida akan lebih sulit untuk diprediksi karena fluida tidak dapat menanggung beban geser, dan bentuknya biasanya sangat berubah-ubah. Dasar yang fundamental dari setiap perhitungan masalah CFD adalah persamaan Navier-

46 30 Strokes. Teknik Simulasi CFD CFD sebenarnya mengganti persamaan-persamaan diferential parsial dari kontinuitas, momentum, dan energi dengan persamaan-persamaan aljabar. CFD merupakan pendekatan dari persoalan yang asalnya kontinum (kondisi jumlah sel tak terhingga) menjadi model diskrit (jumlah sel hingga). Pemecahan simulasi dan pendefinisian geometri bangunan menggunakan software CFD SolidWork 2010 CFD memiliki tiga elemen utama, yaitu pre-processor, solver dan post-processor. a. Pre-processor Komponen pre-processor merupakan komponen input dari permasalahan aliran ke dalam program CFD dengan menggunakan interface yang memudahkan operator, berfungsi sebagai pengubah input berikutnya ke dalam bentuk yang sesuai pemecahan oleh solver. Hal-hal yang dilakukan dalam tahap pre-processor adalah sebagai berikut: 1. Mendefinisikan geometri dari domain (daerah) yang akan dianalisis 2. Pembentukan grid (meshing) pada setiap domain 3. Pemilihan fenomena kimia-fisika yang diinginkan 4. Menentukan sifat-sifat fluida (konduktivitas, viskositas, massa jenis, panas jenis, dan sebagainya) 5. Menentukan kondisi batas (boundary condition) yang sesuai dengan fungsi masing-masing. Jumlah grid dari geometri yang dibangun akan menentukan ketepatan aliran fluida yang dibentuk dalam CFD. Semakin banyak jumlah sel yang dibentuk, akan semakin tinggi pula tingkat ketepatannya. Pengoptimalan grid (mesh) dapat dilakukan dengan memperhalusnya pada bagian yang bersifat variatif cukup besar (sensitif), sedangkan bagian yang tidak sensitif terhadap perubahan tidak perlu diperhalus. b. Solver Proses ini merupakan tahapan pemecahan masalah secara matematik dalam

47 31 CFD. Metode yang digunakan adalah volume hingga (finite volume) yang dikembangkan dari metode beda hingga (finite difference) khusus. Pada proses solver, terdapat 3 persamaan aliran fluida yang menyatakan hukum kekekalan fisika, yaitu: 1. Massa fluida kekal (kekekalan massa) 2. Laju perubahan momentum sama dengan resultansi gaya pada partikel fluida (Hukum II Newton) 3. Laju perubahan energi sama dengan resultansi laju panas yang ditambahkan dan laju kerja yang diberikan pada partikel fluida (Hukum I Termodinamika). c. Kekekalan Massa 3 Dimensi Steady State Keseimbangan massa fluida menyatakan laju kenaikan (pertambahan) massa elemen fluida sama dengan laju net aliran massa ke dalam elemen fluida. Dalam bentuk persamaan dinyatakan sebagai berikut: 0 ) ( ) ( ) ( w w y v x u... (1) d. Persamaan Momentum 3 Dimensi Steady State Persamaan momentum dikembangkan dari persamaan Navier-Strokes dalam bentuk sesuai dengan metode finite volume. Momentum x: S MX z u y u x u x p z u w y u v x u u (2) Momentum y: S MY z v y v x v y p z v w y v v x v u (3) Momentum z:

48 32 S MZ z w y w x w z p z w w y w v x w u (4) e. Persamaan Energi 3 Dimensi Steady State Persamaan energi diturunkan dari Hukum I Termodinamika yang menyatakan bahwa : Laju perubahan energi partikel fluida = laju penambahan panas ke dalam partikel fluida ditambah dengan laju gaya yang diberikan pada partikel. Secara matematik dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut: S i z T y T x T k z w y v x u p z T w y T v x T u (5) f. Post-processor 1. Post-processor menampilkan hasil dari dua tahap sebelumnya. Tampilan yang disajikan meliputi: 2. Tampilan geometri domain dan grid 3. Plot vektor 4. Plot permukaan 2 dimensi dan 3 dimensi 5. Pergerakan partikel 6. Manipulasi pandangan 7. Output warna Faktor yang Mempengaruhi Kenyamanan Termal (SNI, 2001) Temperatur efektif didefinisikan sebagai indeks lingkungan yang menggabungkan temperatur dan kelembaban udara menjadi satu indeks yang mempunyai arti bahwa pada temperatur tersebut respon termal dari orang pada kondisi tersebut adalah sama. Temperatur Udara Kering. a. Temperatur udara kering sangat besar pengaruhnya terhadap besar kecilnya kalor yang dilepas melalui penguapan (evaporasi) dan melalui konveksi. b. Daerah kenyamanan termal untuk daerah tropis dapat dibagi menjadi :

49 33 1. sejuk nyaman, antara temperatur efektif 20,5 0 C ~ 22,8 0 C. 2. nyaman optimal, antara temperatur efektif 22,8 0 C ~ 25,8 0 C. 3. hangat nyaman, antara temperatur efektif 25,8 0 C ~ 27,1 0 C. Emisi uap air dari badan manusia beragam dan membentuk proses pengeluaran panas yang penting menaik dengan kenaikan temperatur ruang, terutama di atas panas temperatur darah 37 o C. Kelembaban Udara Relatif. a. Kelembaban udara relatif dalam ruangan adalah perbandingan antara jumlah uap air yang dikandung oleh udara tersebut dibandingkan dengan jumlah kandungan uap air pada keadaan jenuh pada temperatur udara ruangan tersebut. b. Untuk daerah tropis, kelembaban udara relatif yang dianjurkan antara 40% ~ 70%, kelembaban yang terlalu tinggi akan menyebabkan penyakit jamur, karat, dan kondensasi. Pergerakan Udara. a. Untuk mempertahankan kondisi nyaman, kecepatan udara yang jatuh di atas kepala tidak boleh lebih besar dari 0,25 m/detik dan sebaiknya lebih kecil dari 0,15 m/detik. b. Kecepatan udara ini dapat lebih besar dari 0,25 m/detik tergantung dari temperatur. Semakin besar kecepatan udara maka temperatur yang diijinkan untuk memperoleh kenyamanan semakin tinggi. Contoh dengan kecepatan udara, 0,35 m/detik, maka temperatur yang diijinkan adalah 27,2 0 C. Misalnya temperatur udara kering dalam ruangan berubah dari 25 0 C menjadi 27,2 0 C atau naik 2,2 0 C untuk mengkompensasi kenaikan temperatur ini maka kecepatan udara yang mula-mula hanya 0,15 m/detik harus dinaikkan menjadi 0,625 m/detik

50 34 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, Jawa Barat (Gambar 2). Pemilihan kampung untuk lokasi penelitian di daerah Baduy dilakukan pada kantor Desa Kanekes, yang merupakan kantor Jaro Pamarentah. Jaro Pamarentah yang bernama Jaro Dainah bertanggung jawab atas segala masalah selain masalah adat terutama untuk hubungan masyarakat Baduy dengan masyarakat luar desa Kanekes. Untuk lokasi penelitian pada Desa Kanekes, dipilih sebuah kampung yang merupakan permukiman masyarakat Baduy Dalam yaitu Kampung Cibeo. Penelitian di

51 35 Kampung Cibeo dan Desa Kanekes, Provinsi Banten (Gambar 2). Secara geografis, Desa Kanekes terletak pada 6 o o 30 0 Lintang Selatan dan 106 o o 3 9 Bujur Timur. Penelitian di lapangan dilakukan mulai tanggal 8 sampai dengan 11 Agustus 2008 dikarenakan ada maksimal waktu untuk tinggal di Desa Kanekes bagi para pengunjung. Pengambilan data untuk melengkapi data yang diperlukan dilakukan beberapa kali pada tahun 2009 dan Pembuatan gambar rekonstruksi dilakukan pada pertengahan Agustus 2008 sampai bulan Oktober Pembuatan model dari bangunan rekonstruksi dilakukan pada bulan Oktober Pengambilan data pada model untuk validasi data dilakukan pada tanggal 12 sampai dengan 15 November 2009 di Leuwikopo, Laboratorium Lapangan Bagian Lingkungan dan Bangunan Pertanian, Departemen Teknik Mesin & Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan gambar lokasi permukiman Kampung Cibeo dengan Geographic Information System dan studi pustaka dilakukan pada tahun 2008 di Laboratory of Landscape Ecology and Management (Sandwich Program), Department Environtment Ecology for Sustainability, Faculty of Agriculture, Iwate University, Japan selama empat bulan. Pengolahan data dan analisis dilakukan di Wisma Wageningen, Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Fluida, Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan dua tahap sebagai berikut. Pada tahap pertama dilakukan penelitian pendahuluan tentang : a. Mendapatkan data sekunder tentang masyarakat Baduy b. Kemungkinan penelitian ini dapat dilaksanakan c. Mencari cara yang sesuai dan efektif untuk melakukan penelitian Penelitian pendahuluan ini penting untuk dilakukan mengingat masyarakat Baduy Dalam terkenal sangat tertutup sehingga tidak mudah untuk mendapatkan data yang diinginkan dan lokasi permukiman masyarakat Baduy Dalam sangat sulit untuk dicapai sehingga perlu penjajagan.

52 36 Setelah diketahui bahwa penelitian ini mungkin untuk dilakukan dan teknik yang sesuai untuk melakukan penelitian maka dilanjutkan pada penelitian tahap selanjutnya yaitu pengambilan data penelitian. Gambar 2 Peta Desa Kanekes Sumber Bakosurtanal 2005; skala 1 :60.000

53 37 Kerangka Penelitian Tahapan dalam pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Gambar 3. Dalam kerangka penelitian digambarkan hasil dari setiap tujuan penelitian. Tujuan Penelitian Ke Bidang Kajian Hasil Aspek Ekologis 1.Kajian Keberlanjutan Masyarakat Baduy Dalam Berdasarkan CSA Aspek Sosial Tingkat Keberlanjutan Masyarakat Baduy Dalam Aspek Spiritual 2. Merekonstruksi Tata Letak, Desain & Struktur Rumah Tataletak Rumah Tataletak Ruang Struktur Rumah Gambar Rumah Baduy Dalam Miniatur Rumah Baduy Dalam Analisis desain tata letak dan rumah Analisis orientasi & tata letak rumah Analisis desain rumah Konsep desain ekologis X-Axis 3. Menganalisis kearifan lokal konsep desain rumah Baduy Dalam berdasarkan CSA Analisis pengudaraan pasif bangunan Pengukuran kondisi suhu,rh, ventilasi pada miniatur rumah Baduy Dalam Perbandingan hasil verifikasi dengan simulasi Simulasi kondisi suhu, Rh, ventilasi rumah Baduy Dalam Kearifan lokal konsep rumah Baduy Dalam berdasarkan CSA Gambar 3 Kerangka penelitian

54 38 Teknik Pengambilan Data Pada penelitian tahap pertama dilakukan penelitian pendahuluan berupa pengambilan data-data sekunder dari peneliti-peneliti terdahulu dan dilakukan survey pustaka mengenai topik yang diteliti baik data yang telah ada di perpustakaan, internet maupun toko buku. Selain itu pada tahap ini juga dilakukan penelitian pendahuluan tentang kemungkinan dilaksanakannya penelitian ini dan bagaimana cara pelaksanaan pengambilan data yang paling efektif dan apakah medan pada lokasi penelitian memungkinkan dilakukannya penelitian ini. Hal ini perlu dilakukan mengingat lokasi penelitian terkenal sulit untuk dicapai dan masyarakat Baduy Dalam adalah suatu masyarakat yang sangat tertutup bagi orang diluar komunitas tersebut. Penelitian pendahuluan ini dilakukan dengan cara berdiskusi dengan Kepala Desa Kanekes yaitu Jaro Pamarentah. Setelah penelitian tahap pertama dilakukan dan diketahui bahwa penelitian ini mungkin untuk dilaksanakan, medan untuk mencapai lokasi masih mungkin untuk dapat dicapai dan teknik yang memungkinkan untuk pelaksanaan pengambilan data sudah diketahui, maka dapat dilanjutkan dengan penelitian tahap kedua yaitu pengambilan data di lokasi penelitian. Pada penelitian tahap ke dua dilakukan pengambilan data untuk penelitian. Pengambilan data dilakukan dengan beberapa langkah sebagai berikut: a. Menentukan lokasi penelitian. Sesuai dengan tujuan penelitian ini, maka pengambilan data dilakukan di Kampung Cibeo, Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, Jawa Barat. Dalam penelitian ini dilakukan wawancara dengan menggunakan kuesioner dari CSA dan untuk melakukan konfirmasi dan pemahaman tentang lokasi maka dilakukan survey pengamatan pada lokasi. Dasar pemilihan kampung untuk lokasi penelitian adalah kampung yang masih asli dan belum terpengaruh oleh teknologi modern pada masyarakatnya, pola perkampungannya, budaya, dan pola arsitektur bangunannya dan memungkinkan untuk disurvey. Hal yang mendasari pemilihan lokasi penelitian ini karena tujuan

55 39 penelitian yang utama adalah untuk mempreservasi dengan mendokumentasikan salah satu budaya milik bangsa Indonesia yang sangat bernilai agar tidak punah di masa mendatang. b. Teknik pengambilan data penelitian Data untuk penelitian ini terdiri atas data sekunder dan data primer. Untuk mendapatkan data penelitian akan dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1. Data sekunder antara lain peta rupa bumi skala 1 : dari Bakosurtanal tahun Data monogram Kampung Cibeo diperoleh dari kantor Desa Kanekes. Tulisan tentang masyarakat Baduy diperoleh dari toko buku dan hasil penelitian sebelumnya. 2. Mencari data primer dilakukan dengan survey kuesioner dan pengamatan lokasi. c. Mengkaji tingkat keberlanjutan masyarakat Baduy Dalam berdasarkan CSA. Pada penelitian pertama untuk mengkajian tentang keberlanjutan masyarakat Baduy Dalam dipergunakan kuesioner CSA. CSA adalah alat untuk mengukur tingkat keberlanjutan suatu masyarakat dalam kerangka pikir ecovillage dari GEN. Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan wawancara dengan menggunakan kuesioner CSA (Lampiran 1). Teknik wawancara yang digunakan adalah Focus Group Discussion (FGD) dengan sampel sebanyak 10 orang informan kunci. Semua informan ditetapkan dengan strategi purposif yaitu yang sungguh-sungguh mengetahui masalah yang ditanyakan pada kuesioner. Informan kunci terdiri dari pemuka adat, sesepuh kampung dan pejabat Desa Kanekes seperti Jaro Pamarentah, Jaro Tangtu, wakil Jaro Tangtu antara lain Ayah Mursid, Jaro Sami, Jaro Daenah dan Sarmidi. Teknik yang di pergunakan dalam FGD di kampung Cibeo awalnya dilakukan modifikasi dari kuesioner asli ke dalam bahasa Indonesia. Untuk pertanyaan yang sudah jelas tidak ada di lokasi penelitian tidak ditanyakan. Semua informan dikumpulkan pada satu ruangan kuesioner dipegang oleh penulis dan menanyakan seluruh pertanyaan dalam CSA dan menuliskan jawaban mereka di kuesioner. Informan yang mengetahui jawaban yang ditanyakan akan menjawab dilengkapi dengan jawaban dari

56 40 informan lainnya. Acuan nilai untuk aspek ekologis, sosial dan spiritual tertera pada Tabel 1. Wawancara dilakukan sampai data diperoleh lengkap dan memuaskan. Waktu pengambilan data terutama saat malam hari setelah informan sudah kembali dari ladang. Informan biasa di Kampung Cibeo adalah Arman, Sarpin, Naja, Away dan warga lainnya. Selain itu dilakukan pengamatan lokasi dengan merekam seluruh faktor yang penting dengan membuat sketsa dan catatan. Alat yang dipergunakan adalah kompas, anemometer, Global Positioning System (GPS) hanya di luar Kampung Cibeo. d. Merekonstruksi tata letak, desain dan struktur rumah Baduy Dalam. Teknik pengambilan data untuk melakukan rekonstruksi adalah: Melakukan wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan dengan wakil pemuka adat, melakukan pengukuran untuk mengambil data primer dan pengamatan pada lokasi. 1. Data-data yang ditanyakan antara lain aktifitas sehari-hari penghuni di dalam rumah, fungsi ruang, material bangunan, elemen dan komponen struktur bangunan. Komponen data yang di ambil di lapangan adalah bentuk dan ukuran rumah, teknik dan material konstruksi termasuk elemen-elemen dan komponennya, sistem pengawetan, asal material dan sistem pembangunan. 2. Melakukan pengukuran dimensi rumah yang dilakukan tanpa alat bantu. Jadi hanya dipergunakan anggota tubuh saja. Pengukuran panjang menggunakan langkah kaki dan panjang tangan, pengukuran tinggi menggunakan tinggi badan dan tangan. Hasil pengukuran dicatat dan bentuk-bentuk dari bangunan digambarkan dengan sketsa dan catatan. 3. Melakukan pengamatan, untuk memperjelas hasil wawancara dan data sekunder maka dilakukan pengamatan pada rumah dan lokasi permukiman. Hasil survey didokumentasikan berupa catatan dan sketsa dari bangunan. Data didokumentasikan dengan dibuat sketsa dan tulisan. Rekonstruksi dilakukan dengan membuat gambar teknik menggunakan program SketchUp 8. Gambar yang dibuat antara lain adalah gambar piktorial denah lokasi, denah rumah, tampak potongan dan detail. Selanjutnya dibuat miniatur bangunan dengan ukuran 1: 10.

57 41 e. Menganalisis kearifan lokal konsep desain rumah Baduy Dalam berdasarkan CSA Menganalisis konsep desain rumah Baduy Dalam meliputi konsep tata letak dan dan orientasi rumah, desain fisik dan pengudaraan pasif bangunan. Data untuk konsep tata letak, orientasi dan desain fisik diambil bersamaan dengan penelitian ke 2 yaitu merekonstruksi dan menggunakan hasil dari penelitian ke 2. Untuk pengudaraan pasif bangunan, dikarenakan di kampung Cibeo tidak diperkenankan untuk mengukur dengan alat dipergunakan teknik simulasi. Simulasi penting dilakukan untuk mengetahui kondisi pengudaraan didalam bangunan sebelum pelaksanan pembangunan (Chunhai, 2008). Simulasi dibuat menggunakan program SolidWork Untuk melakukan simulasi dilakukan dengan beberapa tahapan seperti telah diuraikan pada kerangka penelitian ( Gambar 3). Pengambilan data pada miniatur yaitu di laboratorium lapang Departemen Teknik Pertanian di Leuwikopo, Kampus Institut Pertanian Bogor, Darmaga. Pengambilan data di miniatur bertujuan untuk mengetahui nilai kepercayaan dari hasil simulasi dengan memvalidasikan dengan hasil simulasi. Untuk pengambilan data dan simulasi dipergunakan miniatur rumah. Pembuatan miniatur berdasarkan gambar teknik hasil rekonstruksi yang dibuat dengan skala 1 : 10, berukuran 0,6 m x 0,6 m x 0,6 m dan tinggi 50 cm. Miniatur rumah dibuat dengan menggunakan bahan bangunan yang sama dengan bahan yang dipergunakan di Baduy Dalam dengan skala. Pengambilan data pada miniatur dilakukan di laboratorium lapang Departemen Teknik Mesin dan Biosistem di Leuwikopo, Kampus Institut Pertanian Bogor, Darmaga. Miniatur ditempatkan di tempat terbuka agar angin lingkungan dan radiasi matahari tidak terhalangi dan diletakkan 0.5 m dari atas tanah. Pengambilan data untuk validasi meliputi suhu ruang, dinding dan atap miniatur. Pada miniatur diambil data temperatur sebanyak 14 titik. Suhu ruang diambil 4 titik pada masing-masing ruang menggunakan thermocoppel yang diletakkan pada tengah-tengah ruang setinggi 5 cm (Gambar 4). Selain itu diukur 3 titik pada atap bagian dalam bangunan sejarak 6 cm dari puncak atap sejarak 1 cm dari sisi Utara dan Selatan dan di tengah-tengah atap.(gambar 5). Pengukuran suhu dinding dan atap juga menggunakan thermocouple sebanyak 4 titik pada setiap dinding bangunan.dan 3 titik pada

58 42 penutup atap (Gambar 6). Data disimpan pada hybrid recorder (Gambar 7). Pengambilan data kelembaban menggunakan RH meter yang diletakkan pada titik yang sama dengan suhu. Pengambilan data kecepatan dan arah angin di dalam bangunan menggunakan bandul kertas dan anemometer. Pengambilan data tentang kondisi lingkungan dipergunakan Weather Station (Gambar 8). Data yang diperoleh divalidasikan dengan hasil simulasi untuk mengetahui nilai kepercayaan dari simulasi. Pengambilan data dilakukan selama 3 hari sejak 12 sampai 14 November Pengambilan data dilakukan setiap jam selama 24 jam sehari. Sebagai data masukan untuk simulasi dipergunakan data tanggal 13 Nopember Pengambilan data untuk verifikasi meliputi kondisi suhu pada bangunan, dinding dan atap miniatur, di dalam dan di luar miniatur rumah dengan menggunakan wheather station, hybrid recorder, thermocouple, anemometer dan RH meter. Untuk mengambil data angin lingkungan dipergunakan baling-baling (Gambar 9). Gambar 4 Titik pengambilan data ruang Gambar 5 Titik pengambilan data atap Gambar 6 Titik Pengambilan data di atap dan dinding luar Gambar 7 Hybrid Recorder

59 43 Gambar 8 Weather station Gambar 9 Baling-baling Metode Evaluasi Data a. Mengkaji Tingkat Keberlanjutan Masyarakat Baduy Dalam Berdasarkan CSA Penelitian pertama tentang kesesuaian dengan konsep eco-village dan kondisi keberlanjutan masyarakat Baduy berdasarkan kriteria CSA. Evaluasi dilaksanakan dengan menjumlahkan nilai dari setiap parameter menurut kriteria dari CSA (Tabel 1) untuk mengetahui tentang keberlanjutan dari setiap aspek. Setelah seluruh nilai diperoleh maka dijumlahkan hasil nilai dari setiap aspek. Total nilai yang diperoleh dari penjumlahan nilai setiap parameter dalam setiap aspek akan menunjukkan tingkat keberlanjutan dari masyarakat Baduy Dalam. Menurut CSA suatu masyarakat dikatakan berkelanjutan mencapai nilai yang disajikan pada Tabel 2. Tabel 1 Parameter aspek-aspek dalam CSA Parameter Bobot Aspek Ekologis 1. Makna dari tempat tinggal * 2. Ketersediaan makanan ( produksi & distribusi ) * 3. Infrastruktur (bangunan & transportasi) * 4. Pola (konsumsi & Pengelolaan limbah padat) * 5. Air (sumber, kualitas & pola penggunaan) * 6. Manajemen (limbah cair & polusi air) * 7. Energi (sumber& penggunaan) * Total nilai untuk aspek ekologis Aspek Sosial 1. Keterbukaan ( kepercayaan & keamanan; ruang bersama) * 2. Komunikasi (aliran gagasan & informasi) * 3. Jaringan (pencapaian & jasa) * A

60 44 4. Keberlanjutan sosial * 5. Pendidikan * 6. Pelayanan kesehatan * 7. Keberlanjutan ekonomi (kesehatan ekonomi local) * Total nilai untuk aspek sosial B Aspek Spiritual 1. Keberlanjutan budaya * 2. Seni dan rekreasi * 3. Keberlanjutan Spiritual * 4. Keterikatan masyarakat * 5. Ketahanan masyarakat * 6. Holographic baru (pandangan dunia/global) * 7. Kedamaian dan pemikiran global * Total nilai aspek spiritual C Total nilai keseluruhan T Tabel 2 Nilai dan kondisi keberlanjutan masyarakat Keterangan Nilai Kondisi Keberlanjutan Masyarakat Parameter ( * ) 50 + Menunjukkan progress sangat baik menuju keberlanjutan Menunjukkan permulaan yang baik menuju keberlanjutan Menunjukkan harus dilakukan tindakan untuk dapat berkelanjutan Aspek (A,B,C ) Menunjukkan progress sangat baik menuju keberlanjutan : Menunjukkan permulaan yang baik menuju keberlanjutan Menunjukkan harus dilakukan tindakan untuk dapat berkelanjutan Total Setiap Aspek (T ) Menunjukkan progress sangat baik menuju keberlanjutan Menunjukkan permulaan yang baik menuju keberlanjutan Menunjukkan harus dilakukan tindakan untuk dapat berkelanjutan Sumber Hildur,2006 b. Merekonstruksi Tata Letak, Desain dan Struktur Rumah Masyarakat Baduy Dalam Penelitian kedua melakukan rekonstruksi tata letak dan rumah masyarakat Baduy Dalam, Kampung Cibeo. Rekonstruksi dibuat untuk mendokumentasikan rancangan permukiman dan rumah Baduy Dalam. Dalam merekonstruksi desain rumah dilakukan dengan cara berikut ini: 1. Melakukan penerjemahan dari ukuran anggota badan hasil survey ke dalam ukuran metrik. Penerjemahan menggunakan data gambar sketsa dan kuesioner hasil survey. Anggota badan seperti lengan, tangan dan langkah kaki diukur dengan meteran. Lalu ukuran hasil survey dikalikan dengan ukuran anggota badan. Sketsa gambar bangunan dibuat berdasarkan ukuran tersebut, hasil kuesioner dan pengamatan.

61 45 2. Merekonstruksi rumah masyarakat Baduy Dalam dibuat dengan menggunakan gambar teknik. Gambar teknik dibuat dengan menterjemahkan sketsa gambar yang sudah berukuran metrik. Merekonstruksi rumah dilakukan dengan menggunakan program komputer SketchUp 8. Program sketchup dipilih karena lebih mudah untuk menampilkan hasil rekonstruksi secara 3 dimensi. Dengan tampilan 3 dimensi maka pengertian gambar akan lebih jelas. Gambar yang dibuat adalah gambar denah lokasi, denah bangunan, tampak, potongan beserta detail. Gambar Denah merupakan potongan horisontal bangunan untuk memperlihatkan susunan dan pembagian ruang yang ada di dalam bangunan. Gambar Tampak dibuat untuk memperlihatkan seluruh bentuk bangunan. Gambar Potongan adalah irisan vertikal bangunan. Gambar Potongan ini berfungsi untuk memperlihatkan bentuk dan dimensi struktur bangunan secara keseluruhan. Gambar Potongan yang dibuat adalah potongan melintang bangunan (Gambar 4) 3. Selanjutnya dibuat miniatur rumah masyarakat Baduy Dalam. Pembuatan miniatur menggunakan skala 1 : 10. Material yang dipergunakan disesuaikan dengan material yang digunakan di Kampung Cibeo agar hasilnya lebih akurat. c. Menganalisis Kearifan Lokal Konsep Desain Eco-house Baduy Dalam Berdasarkan CSA 1. Melakukan Analisis Orientasi, Tata Letak dan Desain Bangunan Berdasarkan CSA Dalam menganalisis konsep desain ekologis maka perlu dianalisis bagaimana tata letak dan orientasi rumah di lokasi permukiman. Menganalisis desain bangunan dan tata letak ruang yang akan mempengaruhi kenyamanan bangunan. 2. Melakukan simulasi pada miniatur Simulasi dilakukan pada miniatur bangunan yang berskala 1 : 10. Simulasi dibuat menggunakan teknik CFD menggunakan program Solid Work Hasil simulasi dievaluasi dengan memvalidasikannya dengan

62 46 hasil pengukuran data. Karena alat pengukuran terbatas maka validasi dilakukan pada suhu di titik-titik pengukuran data di lapangan. d. Melakukan validasi data Untuk mengetahui besar eror data hasil simulasi maka hasil simulasi tersebut dibandingkan dengan data hasil pengukuran. Nilai eror dari kedua teknik pengambilan data tersebut diuji dengan root mean square error (RMSE). Apabila nilai kepercayaannya di bawah 5% maka berarti hasil simulasi dapat dipercaya berarti hasil simulasi dapat dipergunakan untuk menduga kondisi rumah Baduy Dalam. Pengambilan data pada miniatur bangunan Melakukan simulasi pada miniatur Membandingkan hasil pengukuran dengan simulasi R2 = > 5% R2= < 5% Melakukan simulasi pada bangunan Baduy Dalam Gambar 10 Tahapan simulasi Kondisi iklim mikro bangunan Baduy Dalam Selanjutnya dilakukan simulasi pada bangunan berskala 1: 1. Simulasi ini dilakukan dengan kondisi lingkungan Darmaga untuk mengetahui kondisi pengudaraan pasif di dalam bangunan Baduy Dalam. Hasil simulasi yang dibuat adalah besar temperatur, RH, dan aliran udara pada bangunan Baduy Dalam. Setelah itu dianalisa kesesuaiannya dengan standard kenyamanan bangunan ada.

63 47 HASIL DAN PEMBAHASAN Kesesuaian Masyarakat Baduy dengan Konsep Global Eco-village Network Hasil survey kuesioner menggunakan kuesioner dari Community Sustainabily Assessment dapat dilihat pada Tabel 3-5 dibawah ini. Tabel 3 Nilai keberlanjutan dalam aspek ekologis Aspek Ekologis: Total 1. Makna dari tempat tinggal Ketersediaan makanan ( produksi & distribusi ) Infrastruktur (bangunan & transportasi.) Pola (konsumsi & Pengelolaan limbah padat ) Air (sumber, kwalitas & pola penggunaan) Manajemen (limbah cair & polusi air) Energi, (sumber& penggunaan) 72 Total 432 Dalam aspek ekologis nilai setiap parameter rata rata mencapai di atas 50 yang berarti seluruh parameter dalam bidang ekologis menunjukkan progres yang sangat baik pada keberlanjutan. Total nilai aspek ekologis mencapai di atas 333 yaitu 432 yang berarti masyarakat Baduy Dalam dan wilayahnya menunjukkan progres yang sangat baik pada keberlanjutan ekologis. Tabel 4 Nilai keberlanjutan dalam aspek sosial Aspek Sosial Total 1. Keterbukaan,( kepercayaan & keamanan; ruang bersama) Komunikasi; (aliran gagasan & informasi) Jaringan (pencapaian & jasa) Keberlanjutan sosial Pendidikan * Pelayanan kesehatan Keberlanjutan ekonomi; (kesehatan ekonomi local) 56 Total 348 Dalam aspek sosial nilai hampir setiap parameter mencapai di atas 50 yang berarti hampir setiap parameter dalam bidang sosial menunjukkan progres yang sangat baik pada keberlanjutan. Terdapat dua parameter yang bernilai dibawah 50

64 48 yaitu untuk komunikasi mendapatkan nilai 32 dan untuk jaringan mendapatkan nilai 38. Untuk parameter komunikasi terdapat pertanyaan tentang penggunaan alat komunikasi modern yang dilarang dipergunakan di daerah Baduy. Untuk parameter jaringan terdapat pertanyaan tentang jaringan hubungan dengan komunitas lain yang tidak dilakukan masyarakat Baduy karena mereka meutup diri. Total nilai aspek ekologis mencapai di atas 333 yaitu 348 yang berarti masyarakat Baduy Dalam dalam aspek sosial menunjukkan progres yang sangat baik pada keberlanjutan. Tabel 5 Nilai keberlanjutan dalam aspek spiritual Aspek Spiritual Total 1. Keberlanjutan budaya Seni dan rekreasi Keberlanjutan spiritual Keterikatan masyarakat Ketahanan masyarakat Holographic baru; (pandangan dunia/global) Kedamaian dan pemikiran global 62 Total 414 Dalam aspek spiritual nilai setiap parameter hampir seluruhnya mencapai di atas 50 yang berarti seluruh parameter dalam aspek spiritual menunjukkan progres yang sangat baik pada keberlanjutan. Dalam parameter seni dan rekreasi jumlah nilai hanya mencapai 45 karena dalam pertanyaan tentang pencerminan masyarakat dalam kualitas seni keindahan tidak dapat dinilai. Total nilai aspek ekologis mencapai di atas 333 yaitu 414 yang berarti masyarakat Baduy Dalam menunjukkan progres yang sangat baik pada keberlanjutan spiritual. Pencapaian total nilai setiap aspek adalah 1196 yang menunjukkan bahwa masyarakat Baduy Dalam dan wilayah Desa kanekes menunjukkan progress yang sangat baik dalam keberlanjutan dan sudah sesuai dengan konsep eco-village dari Global Eco-village Network. Kearifan Lokal pada Keberlanjutan Aspek Ekologis Hasil analisis data menggunakan kuesioner dari Community Sustainabily Assessment untuk Aspek Ekologis mencapai 432. Pencapaian tingkat

65 49 keberlanjutan masyarakat Baduy Dalam sangat didukung oleh kearifan lokal dalam konsep pemanfaatan wilayah yang diatur oleh adat pikukuh Baduy antara lain (Tabel 6). Konservasi Lahan. a. Tata Guna Lahan Desa Kanekes Luas lahan Desa Kanekes adalah 5101, 85 ha, luas hutan tetap adalah 2493,06 ha (48,85%), sedangkan luas lahan pertanian hanya sekitar 2146,25 ha. (42,06 ) seperti dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 6 Kearifan lokal dalam keberlanjutan masyarakat Baduy Dalam Variabel Indikator Penjelasan Aspek Ekologis a.konservasi lahan b.tata berladang c.konservasi Energi d.konservasi Margasatwa e.konservasi daya alam sumber a. aturan tata guna lahan b. zoning Hutan, huma, permukiman Puncak bukit, lereng, lembah c. peruntukan lahan Leuwung kolot, leuweung ngora, leuweung lembur, lembur a. aturan masa bera 4,5 tahun (semakin cepat) b. teknik berladang & Nerawas, nyacar, nukuh,ngaseuk, mipit, kalender panen,kawalu. c. pembagian jenis ladang Huma Puun, huma serang, huma tangtu a.aturan tentang bahan bakar b.aturan tentang orientasi bangunan & penerangan c.aturan dan sistem transportasi a.aturan tentang waktu dan teknik pengambilan a. air b. sampah c. limbah cair a. site pan b. Orientasi Biomassa Sesuai iklim & lingkungan, energi minyak picung Jalan kaki Pada acara adat Teknik ramah lingkungan Puncak bukit, lereng dan lembah Organik, non organik Zoning hulu, hilir Lembah, leuweung Utara-Selatan Tabel 7 Tata guna lahan Penggunaan Lahan Luas (ha) % Luas Lahan Desa Kanekes Hutan tetap (Leuweung Kolot) Lahan pertanian (Leuweung Ngora) Lahan huma Lahan permukiman Sungai, rawa tegalan dan lainnya Sumber Purnomohadi, Pada wilayah Kanekes luas lahan datar dan dengan kemiringan 0-3% hanya 20.2 % yang kebanyakan terletak di bagian Utara. Bagian tengah dan selatan

66 50 bertopografi landai dan curam berbukit. Menurut hasil survey, penduduk Baduy Dalam berdiam di tiga kampung berjumlah jiwa, terdiri atas 388 jiwa warga Cikeusik, 537 jiwa warga Cibeo, dan 158 jiwa warga Cikartawana. Letak Kampung Cikeusik adalah 450 m dpl, Cibeo dan Cikartawana 400 m dpl dan Panamping berada pada m dpl. b. Zoning Menurut pikukuh (aturan/adat) Baduy wilayah Kanekes hanya untuk orang Baduy. Karuhun (nenek moyang) memberi tugas mereka untuk menyepikan tempat itu bagi kepentingan seluruh umat manusia. Pandangan masyarakat Baduy dalam mempertapakan diri menyebabkan tindakan konsevasi sangat menonjol dalam mengeksploitasi lingkungan sumber daya alam. Melalui aturan adat yang ketat, pengelolaan dan pengubahan lahan dilakukan seminimal mungkin dan seperlunya saja. Puncak bukit dan gunung dilarang untuk dijadikan huma maupun diambil kayunya dan yang boleh diusahakan untuk menjadi huma hanya bagian lereng dan lembah saja. Puncak dari pegunungan Kendeng dengan ketinggian meter dari permukaan laut merupakan hutan larangan. Tempat ini sangat penting bagi orang Baduy karena terdapat Sasaka Domas. Hutan tersebut terlarang untuk umum dan hanya beberapa orang saja yang terpilih untuk melakukan upacara sakral yang boleh memasukinya. Menurut orang Baduy puncak gunung tersebut tempat bersemayam roh nenek moyang (karuhun). Hutan di puncak puncak bukit dilarang untuk dirusak dan diambil kayunya secara berlebihan dan tidak boleh untuk dibuat ladang. Masyarakat Baduy sudah sejak lama mengenal dan melaksanakan konservasi hutan dengan baik sesuai tuntunan adat mereka. c. Peruntukan Lahan Aturan adat yang ketat, menyebabkan tindakan konsevasi sangat menonjol dalam mengeksploitasi lingkungan sumber daya alam. Pengolahan dan pengubahan lahan dilakukan seminimal mungkin dan seperlunya saja. Terdapat aturan tentang zoning wilayah di mana puncak bukit dan gunung dijadikan Leuweung kolot atau hutan larangan yang dijadikan sebagai wilayah konservasi.

67 51 Jadi dilarang untuk dijadikan huma maupun diambil kayunya. Bagian lereng bukit merupakan leuweung ngora yang boleh diusahakan untuk menjadi huma. Wilayah untuk perumahan terletak di lembah. Wilayah Desa Kanekes dibagi menjadi beberapa jenis peruntukan lahan antara lain : Leuweung Tutupan, Leuweung Kolot, Leuweung Ngora, Huma, dan lembur (permukiman). Peruntukan Lahan Wilayah Desa Kanekes antara lain: 1. Hutan Larangan: ketentuan pada hutan ini adalah tidak boleh dimasuki oleh masyarakat Baduy. Merupakan sumber dari hulu sungai, merupakan resapan air, tempat sakral dimana Sasaka Domas dan arwah para leluhur Baduy berada. 2. Leuweung Tutupan. Atau disebut juga hutan primer. Hutan ini terletak didekat aliran sungai/mata air/hulu sungai. Pada hutan ini tidak boleh dijadikan huma. Hutan ini merupakan tempat jalur hijau yang dilarang ditebang pohon pohonnya untuk diambil kayunya dan yang diperbolehkan adalah mengambil hasilnya seperti daun, buah, ranting dan lain lain. Hutan primer tidak boleh dibuka untuk ladang atau keperluan lainnya. 3. Leuweung Kolot, lokasinya dipuncak dan lereng gunung dan bukit. Hutan ini merupakan hutan lindung atau hutan titipan oleh sebab itu pada hutan ini tidak boleh menebang sembarangan. Jikalau ingin mengambil kayu harus seijin Puun. Hanya diperbolehkan mengambil hasilnya seperti buah-buahan dan madu. Hutan ini merupakan tempat resapan air dan hulu sungai dan tidak boleh untuk berladang. 4. Leuweung Ngora. Hutan ini disebut juga reuma atau bekas huma (hutan sekunder). Penggunaan reuma harus seijin Puun dan masyarakat boleh mengambil kayu disini. Reuma adalah lahan yang ditinggalkan setelah panen padi dan diberakan selama 3-5 tahun. Reuma kolot; adalah huma yang sudah diberakan selama 4, 7 sampai 9 tahun. 5. Huma, Lahan ini merupakan lahan yang boleh digarap untuk dibuat ladang, boleh ditanami tanaman lain asalkan tidak mengganggu huma, kepemilikan pada pohon tetapi tanpa kepemilikan lahan. Huma boleh

68 52 ditanami pohon buah, sayuran, dan lain lain. Kemiringan lahan huma biasanya mencapai 45 %. 6. Lembur atau permukiman, merupakan daerah yang datar yang terletak didekat sungai dan dikelilingi oleh hutan. Daerah ini merupakan tempat tinggal masyarakat Baduy 7. Leuweung Lembur hutan yang terletak disekitar kampung. Hutan ini merupakan hutan buatan masyarakat Baduy untuk ditanami dengan pohon buah-buahan dan tanaman yang dapat difungsikan dan dijual. Tata Berladang. a. Masa Bera Masyarakat Baduy berladang di lereng-lereng bukit dan tidak sampai ke puncaknya pada lahan yang berkemiringan sampai 45 %. Lahan yang dapat digarap untuk dijadikan ladang adalah hutan sekunder yaitu bekas ladang yang telah diberakan cukup lama dan telah menghutan. Ladang masyarakat Baduy terletak di punggung bukit atau lereng diantara kaki bukit dan puncak bukit. Menurut adat berladang hanya boleh dilakukan pada hutan sekunder (reuma), sesuai dengan waktunya dengan luas penggunaan secukupnya. Bekas ladang baru dapat ditanami kembali setelah 4 9 tahun untuk Baduy Dalam. Kepemilikan tanah lamanya penggunaan untuk berhuma di dalam Kanekes ditentukan oleh adat. Karena itu lahan bekas huma (reuma) di kampung kampung desa Kanekes dan bakal huma (leuweung ngora) hampir semuanya sudah dikerjakan dan menjadi milik garapan warga Kanekes. Bekas huma (reuma) yang letaknya didekat kampung lama kelamaan akan berubah menjadi kebon (kebun) karena ditanami berbagai tanaman untuk keperluan obat dan keperluan upacara, seperti koneng beureum, honje, seureuh, bangban, laleus, laja, cengek, roay, jahe dan panglay. b. Kalender & Teknik Berladang Penggunaan lahan di daerah Baduy Dalam disesuaikan dengan kemampuan masing masing pengelolanya. Lahan yang dipergunakan sebagai lahan garapan luasnya bervariasi antara 0,5 2 ha disesuaikan kemampuan untuk mengelolanya. Untuk Baduy Dalam setiap kepala keluarga umumnya hanya mampu menggarap

69 53 satu hektar lahan. Ketentuan adat dalam berladang tidak boleh membolak balik tanah dengan cangkul dan menggunakan pupuk kimia. Tanaman utama yang ditanam di ladang adalah padi, selain itu ditanam juga jagung, kacang panjang, dangdeur, ketimun, roay, terung dan labu. Pada lahan lahan huma banyak dijumpai pohon kayu yang tumbuh secara tersebar. Dalam mengerjakan ladang mereka menggunakan pengolahan minimum (minimum tillage). Pengolahan tanah hanya ditugal dengan menggunakan kayu runcing disebut aseuk. Perhitungan kalender tahunan masyarakat Baduy erat kaitannya dengan sistem pertanian mereka. Awal tahun dimulai dengan kondisi alam yang dalam istilah Baduy disebut nanggalkeun kidang (kemunculan bintang Waluku). Pada saat itu menurut mereka matahari sudah bergeser kearah utara yang menyebabkan keadaan tanah menjadi dingin. Keadaan ini merupakan kondisi terbaik sebagai awal penggarapan ladang. Dalam kalender Baduy jatuh pada bulan Kapat dan biasanya diadakan upacara seba-laksa pada saat itu. Segala aktivitas keseharian masyarakat Baduy didasari oleh patokan kondisi matahari yang melintas di wilayah mereka dalam menentukan waktu (Tabel 8). Narawas, artinya mencari atau memilih lahan untuk dijadikan huma. Nyacar, berarti menebas rumput atau semak belukar. Nukuh, berarti mengeringkan rumput dan hasil tebasan lainnya. Ngaduruk adalah kegiatan membakar sampah yang telah dikumpulkan pada kegiatan nukuh. Ngaseuk, artinya membuat lubang kecil dengan menggunakan aseukan (penugal) untuk mananam benih padi. Menugal dilakukan oleh pria, sedangkan memasukkan benih padi ke dalam lubang tugalan dilakukan oleh perempuan. Ngirab sawan, membersihkan sampah bekas ranting dan daun atau tanaman lain yang mengganggu tanaman padi yang sedang tumbuh. Mipit adalah kegiatan pertama kali memetik atau menuai padi. Tiga bulan saat pemanenan tersebut sering pula dikenal dengan bulan kawalu. Dibuat, berarti menuai atau memotong padi (panen). Ngunjal, artinya mengangkut hasil panen padi dari huma ke lumbung padi. Nganyaran, upacara makan nasi baru atau nasi pertama kali hasil dibuat di huma serang. Seluruh tata urutan perladangan di ikuti oleh masyarakat Baduy.

70 54 Tabel 8 Sistem kalender dan aktivitas berladang Bulan Baduy Sunda Masehi Aktivitas 1 Sapar/ Kapat Kasa Mei -Juli Seba, narawas, nyacar 2 Kalima Karo Juni - Agustus Inisiasi, perkawinan, muja 3 Kanem Katiga Juli - September Nukuh,selametan 4 Katujuh Kapat Agustus - September Ngaduruk, Ngaseuk serang 5 Kadalapan Kalima September - November Ngaseuk huma puun 6 Kasalapan Kanem Oktober - Desember Ngaseuk huma tangtu 7 Kasapuluh Kapitu November Pebruari Ngaseuk huma warga 8 Hapit-lemah Kawalu Desember Maret Mipit 9 Hapit-kayu Kasonga Januari -Maret Semi panen 10 Kasa Kasadasa Februari - April Kawalu tembeuy 11 Karo Desta Maret -Mei Kawalu panengah 12 Katiga Sada April -Juni Kawalu tutug, ngalaksa Alat pertanian masih menggunakan teknologi sederhana seperti menggunakan kored, aseuk, parang dan bedog. Dalam penanaman padi di ladang orang Baduy tidak menggunakan alat cangkul, bajak atau menggunakan pupuk, atau obat hama modern. Peralatan yang digunakan yaitu bedog(golok), kujang (parang pendek), baliung (kapak besar) dan kored (pembersih rumput) dan aseuk (tugal). Untuk pupuk dipergunakan campuran daun mengkudu, atau karakas(daun kering), air, pasir dan jampi-jampi. c. Jenis-jenis Ladang Orang Baduy Tangtu berhuma di wilayah taneuh larangan dan tidak pernah keluar dari daerah itu. Dilihat dari letak dan kegunaan dan orang yang mengerjakannya terdapat berbagai jenis huma yaitu huma Puun, huma serang, huma tangtu yang masing masing mempunyai fungsi yang berbeda.huma serang merupakan huma yang dianggap suci dan menjadi contoh gambaran tentang proses berladang orang Baduy. Huma serang merupakan tempat suci karena rangkaian proses perladangan penuh dengan upacara adat yang sakral. Letak huma serang di sebelah timur kampung. Bagi masyarakat Baduy arah Timur sebagai tempat terbitnya matahari mengandung makna simbolik kehidupan dan kesejahteraan dan memberi cahaya kehidupan. Barat dianggap mempunyai makna kematian yang dihubungkan dengan tenggelamnya matahari. Huma tangtu terletak di bagian utara dan barat merupakan tempat yang sifatnya biasa biasa saja. Jumlah penduduk setiap tahunnya meningkat dengan sekitar 2 % maka dapat dilihat bahwa lahan permukiman mereka menjadi padat. Juga dalam berladang yang biasanya masa bera harus 7 9 tahun sekarang semakin cepat

71 55 menjadi 3 4 tahun karena keterbatasan lahan. Hal ini dimasa mendatang menjadi masalah besar bagi mereka karena lahan pertanian mereka sudah tidak cukup untuk mendukung penduduk suatu kampung. apabila tidak dilakukan suatu hal karena panen mereka terus menerus menurun hasilnya sehingga terlihat bahwa saat ini mereka sudah perlu membeli beras untuk makan sehari-hari. Beras hasil panen biasanya disimpan dan dipergunakan apabila dibutuhkan dan untuk acara sosial masyarakat. Konservasi Energi. a. Bahan Bakar dan Penerangan Pikukuh telah mengatur gaya hidup masyarakat Baduy dalam melaksanakan kehidupan sehari hari mereka tidak merusak lingkungan, proses kehidupan alami, margasatwa dan habitat tumbuhan dikonservasi. Masyarakat Baduy Dalam menggunakan bahan bakar untuk memasak dari kayu bakar. Kayu merupakan sumber energi terbarukan disebut biomassa. Pada saat membersihkan lahan untuk dipergunakan huma, kayu yang ditebang dipergunakan untuk kayu bakar sedangkan ranting dan daun dipergunakan untuk memupuk tanah. Pada saat sebelum menanam mereka membakar di atas tanah agar akar alang alang mati. Untuk memasak mereka mengumpulkan ranting ranting dan dahan dari leuweung lembur ataupun huma yang disimpan ditepi atau kolong rumah. Mereka tidak menggunakan alat alat yang menggunakan listrik atau bahan bakar fosil sama sekali karena dilarang oleh pikukuh. Bahkan untuk penerangan pun mereka dilarang menggunakan bahan kimiawi. Biasanya mereka menggunakan minyak picung atau kadang kadang lilin. Mereka sangat hemat dalam menggunakan energi untuk penerangan. b. Transportasi Konservasi dipraktekkan dalam metoda dan sistem transportasi. Di dalam wilayah Desa Kanekes tidak diperbolehkan menggunakan kendaraan. Jalan hanya dibuat untuk pejalan kaki saja. Orang Baduy dilarang menggunakan kendaraan bermotor. Mereka harus berjalan kaki kemanapun untuk keperluan mereka. Sampai dalam menjajakan hasil bumi ke tempat yang jauh dilakukan dengan berjalan kaki. Mereka sering berjalan sampai ke Jakarta dan kota kota lainnya.

72 56 Para pemimpin adat tidak setuju dengan program inftrastruktur jalan, penerangan, pendidikan karena akan membuat masyarakat konsumtif. Menurut mereka dengan berlaku konsumtif akan melarat karena menjual sawah untuk membeli motor, TV dan lainnya. Konservasi Margasatwa. Terdapat aturan adat dalam konservasi margasatwa. Masyarakat diperbolehkan mengambil hewan hanya pada waktu waktu tertentu saja biasanya saat ada upacara adat atau daur kehidupan. Hewan tersebut akan dibagikan untuk hidangan masyarakat sekampung. Dalam mengambil hewan seperti dalam berburu. Berburu disebut dengan ngalanjak menurut pikukuh hanya diperbolehkan menggunakan tombak dan dilaksanakan pada bulan kawalu. Pelaksanaan ngalanjak dipimpin oleh Puun dan hewan yang boleh di buru hanya jenis-jenis tertentu seperti peucang, bajing dan mencek. Hewan yang salah tangkap harus dilepas kembali. Menangkap ikan dalam istilah Baduy disebut munday. Menangkap ikan di sungai menurut aturan dalam pikukuh Baduy hanya boleh menggunakan jaring atau jala. Munday dilaksanakan pada buka kawalu dipimpin oleh Puun. Jenis ikan yang boleh dijaring terbatas hanya empat jenis yaitu ikan soro, kancra, parang dan hurang. Ikan jenis lain harus dilepas kan kembali ke sungai. Ayam dipelihara oleh rata rata masyarakat Baduy. Apabila ada upacara adat atau daur kehidupan, masing masing keluarga akan menyumbangkan ayam mereka untuk keperluan acara untuk dibagikan kepada masyarakat seluruh kampung. Struktur & Infrastruktur. Lokasi permukiman Baduy Dalam yang terletak paling Utara adalah Kampung Cibeo. Luas kampung Cibeo sekitar m 2. Kampung-kampung Baduy umumnya berada di kaki suatu bukit, sedikit lebih tinggi daripada aliran sungai atau anak sungai sehingga mudah untuk warga kampung mandi dan mencuci dan keperluan lainnya. 1. Sampah Masyarakat menggunakan metoda yang mengurangi konsumsi sumber daya alam dan membuat banyak buangan. Menurut aturan adat masyarakat harus menyederhanakan kehendak. Kebanyakan aktifitas dilakukan bersama-sama untuk seluruh masyarakat termasuk pembelian keperluan-keperluan kampung.

73 57 Seluruh masyarakat telah mengerti dari sistem pendidikan mereka bagaimana menangani sampah mereka. Menurut pikukuh Baduy dalam menjalankan hidup orang harus bertindak baik, jujur dan tidak merusak, tidak mencemari lingkungan dan tidak merugikan orang lain selama hidup. Dunia bawah walaupun berkonotasi negatif tidak boleh seenaknya dikotori dirusak atau dicemari karena ada yang menguasai dan mengayominya bahkan merupakan terminal transit menuju ke dunia atas. Sebelum memasuki rumah kaki di cuci di Golodog dengan air yang tersedia di kelek.oleh karena itu rumah orang Baduy terlihat bersih walaupun sederhana. Masyarakat Baduy sangat mengenal konsevasi dan preservasi lingkungan. Kampung mereka sangat bersih dibandingkan dengan kampung dan desa lain di Indonesia. Seluruh masyarakat Baduy Dalam telah mengerti bagaimana cara untuk menangani sampah yang mayoritas sampah organik. Mereka mengumpulkan sampah untuk ditaruh di tempat sampah di Golodog (Tabel 9). Setiap pagi sampah tersebut dibawa ke leuweung lembur untuk dibuang. Adapun saat ini makanan anak-anak telah dijual di kampung dengan berbungkus plastik. Mereka memisahkan plastik dari sampah organik dan membakarnya di parako atau di kampung. Jadi perilaku konservasi dan preservasi lingkungan telah diatur dalam pikukuh dan menjadi prilaku keseharian orang Baduy Dalam. 2. Limbah Cair (Sewage) Sistem penanganan limbah cair (Sewage) difahami oleh seluruh masyarakat. Didalam rumah tidak pernah dilakukan pencucian alat-alat rumah tangga seperti alat makan dan dapur. Pencucian dilakukan di pancuran atau sungai tanpa sabun dan bahan kimia lainnya Untuk keperluan mandi, cuci dan buang air besar mereka menggunakan sungai di dekat kampung. Terdapat aturan dalam penggunaan sungai agar masyarakat tetap menggunakan air yang bersih dan belum tercemar. Pembagian untuk penggunaan adalah dibedakan peruntukan pada bagian hulu dengan hilir dari sungai. Pada bagian yang lebih hulu dipergunakan untuk mandi dan cuci oleh Puun, laki-laki, wanita, dan anak- anak. Bagian yang lebih hilir dipergunakan untuk WC yang dibagi menjadi tempat bagi wanita dan anak anak dan laki-laki.

74 58 Kualitas air bekas juga tidak berubah karena masih berjalan sesuai ekosistem alam. 3. Energi Energi yang dipergunakan masyarakat berasal dari sumber terbarukan. Mereka menggunakan minyak picung dan desain bangunan yang porous untuk pencahayaan dan untuk memasak menggunakan biomasa yang berasal dari reuma dan leuweung lembur. Hal tersebut sudah diatur dan diajarkan dalam adat mereka. Mereka tidak menggunakan energi fosil sama sekali dalam kegiatan sehari-hari. Aturan penanaman dan pemanenan pohon sudah diatur oleh adat. Untuk memasak mereka memanen ranting kering pohon dari dalam bioregion. Konservasi energi dilaksanakan pada pembangunan rumah masyarakat seperti: - Orientasi dan lokasi bangunan di rancang agar bangunan menjadi nyaman. - Menggunakan metoda pengudaraan pasif bangunan yang baik dan material porous - Masyarakat menggunakan metoda yang mengkonservasi dan efisiensi energi pada desain bangunan. Penggunaan energi di rumah di minimalkan dengan praktek yang mengkonservasi seperti menggunakan pencahayaan alami dari lubang pori-pori dinding. 4. Bahan Bangunan Bahan bangunan diambil antara lain dari huma, reuma, leuweung lembur maupun leuweung kolot (Tabel 10). Apabila bahan bangunan yang diperlukan diambil dari leuweung kolot maka menurut aturan adat mereka harus meminta ijin dahulu kepada Puun. Penggunaan bahan bangunan adalah : a. alami / recycable b. dapat dipergunakan kembali/reusable c. berasal dari dalam bioregion Aturan adat telah berhasil mengkonservasi lingkungan dan hutan mereka sehingga baik teknik pengambilan bahan bangunan maupun pengawetan di Baduy menggunakan teknik yang ramah lingkungan. Pembangunan digunakan material

75 59 dan metoda konstruksi yang alami bersumber dari wilayah terdekat dan tidak menggunakan campuran bahan kimia. Jenis kayu yang dipergunakan antara lain Kayu Huru, Kibuluh, Laban, Bintinu, dan Kikacang. Bambu yang dipergunakan adalah Bambu Tali, Gede, dan Cangkoreh. Konstruksi kayu dapat bertahan sampai 35 tahun dan keawetan konstruksi bambu sekitar lebih dari 15 tahun tanpa diawetkan dengan bahan kimia. Penggunaan material konstruksi seperti kayu dan bambu sudah sejalan dengan anjuran penggunaan bahan yang ramah lingkungan sebab kayu dan bambu adalah bahan bangunan yang terbarukan. Terutama bambu yang termasuk tumbuhan yang cepat tumbuh (EPA, 2010). Rumah murah dapat diperoleh dengan menggunakan bahan bambu ataupun kayu yang banyak terdapat terutama di wilayah perdesaan dan cepat pertumbuhannya. Tabel 9 Kearifan lokal dalam pemanfaatan sumber daya alam JENIS PENGGUNAAN MASUK KELUAR SUMBER DAYA Tidak mencemari lingkungan ALAM AIR ENERGI MATERIAL LAINNYA IKLIM ANGIN WC Mandi Cuci Cuci piring Penerangan Masak Transportasi Bangunan Perabot Makanan Rumah Udara disungai dengan terbatas jumlahnya tidak menggunakan sabun tidak menggunakan sabun menggunakan daun minyak picung ranting pohon/biomassa jalan kaki kayu dan bambu diambil dari lahan yang dikonservasi dan diambil secara ekologis bambu tidak menggunakan penyedap, pengawet dan pewarna bahan kimia. Ventilasi alamiah Angin tidak kencang Desain sesuai dengan iklim Untuk pakan ikan dan hewan air Organik tidak mencemari sungai dan lingkungan dengan bahan kimia Tidak menggunakan energi fosil/ Tidak polusi Tidak diawetkan/tercemar dengan bahan kimia & bahan yang toksik Sampah organik, degredable diproses dileuweung lembur Udara disaring tidak polusi di leuweung lembur MATAHARI Cahaya Panas Bersih tidak polusi Orientasi rumah U-S Vegetasi Tidak polusi 5. Sistem Pembangunan Proses pendirian rumah dilakukan pada bulan kalima saat di lahan pertanian (huma) tidak ada kegiatan. Tanah dilarang untuk digali untuk mendirikan rumah dan hal ini disebabkan kepadatan tanah yang akan berkurang daya dukungnya apabila tanah merupakan urugan sehingga kemungkinan akan terjadinya

76 60 penurunan bangunan. Elemen-elemen konstruksi bangunan dibuat ditempat pengambilan bahan bangunan seperti reuma, huma dan dibawa ke lokasi sudah berupa komponen. Pembuatan rumah Baduy Dalam menggunakan sistem pre- fabrikasi. Sebelum suatu rumah didirikan. bagian-bagian dan komponenkomponen rumah seperti penutup atap, penutup dinding, penutup lantai sudah disiapkan pemilik rumah menjadi bagian-bagian yang siap untuk dipasang. Apabila kayu tidak tersedia di reuma maka dapat di ambil di leuweung kolot atas seijin Puun (Tabel 10). Dengan sistem pre-fabrikasi pembangunan rumah menjadi sangat cepat dan efisien. Dalam sehari dapat didirikan sebanyak 5 10 rumah. Sistem pelaksanaan pembangunan secara gotong royong antar warga sekampung. Sistem pembangunan di Baduy ini sejalan himbauan pembangunan ramah lingkungan yang dikembangkan saat ini dalam rangka proteksi lingkungan. Tabel 10 Sistim konstruksi & pembangunan yang ramah lingkungan ELEMEN KONSTRUKSI 1.Atap -Penutup atap -Rangka atap -Kuda kuda MATERIAL ASAL MATERIAL TEMPAT PEMBUATAN Kampung Rumbia Reuma Huma Leuweung lembur Bambu Leuweung Lembur Kampung Reuma Kayu Leuwung kolot Kampung Reuma Huma Reuma Huma Reuma 2.Kolom Kayu Leuweung kolot 3.Balok Kayu Leuweung kolot CARA Gotong royong Keluarga Gotong royong Keluarga Gotong royong Keluarga Keluarga Keluarga 4.Dinding Bambu Leuweung lembur Huma Keluarga 5.Lantai -Penutup lantai -Rangka lantai Bambu Kayu Leuweung lembur Reuma Huma Huma Keluarga Gotong royong Bambu Leuweung kolot 6.Pondasi Batu kali Sungai Kampung Gotong royong EPA (2010) menyarankan agar bahan bangunan yang dipergunakan diproses di tempat dan elemen bangunan dipasang di luar lokasi. Elemen dibawa ke lokasi sudah berupa komponen mencemari lokasi dengan bunyi dan debu (EPA, 2010). untuk meminimalkan buangan dan tidak Konservasi Sumber Daya Alam. Preservasi alam sudah diajarkan oleh pikukuh Baduy. Mereka sudah membagi suatu wilayah dengan zoning dan peruntukan yang dimaksudkan untuk mempreservasi lingkungan dan sumber daya air. Dalam pikukuh Baduy wilayah puncak suatu gunung atau bukit harus dibiarkan sebagai hutan dan tidak boleh di ditebangi pohon-pohonnya. Demikian pula hutan yang menjadi hulu dari sungai atau disekitar sungai. Yang

77 61 diperbolehkan untuk digarap menjadi huma adalah hanya lereng gunung. Air. Masyarakat menggunakan pancuran air yang berasal dari mata air untuk keperluan minum dan memasak. Air untuk keperluan rumah tangga dari sungai sekeliling kampung dalam kondisi bersih tidak perlu di olah lagi. Ketersediaan air bersih merupakan syarat utama dari suatu permukiman sehat (Frick dan Suskiyanto, 1998). Masyarakat di komunitas mengerti cara dan menghormati dan memproteksi sumber air. Puncak gunung atau bukit tidak boleh ditanami atau dibuka dan harus dibiarkan. Pohon yang ada hanya boleh diambil hasilnya dan kayunya dengan seijin Puun tidak diijinkan untuk menebang tanpa ijin. Mereka mengetahui bahwa daerah puncak bukit merupakan daerah resapan air dan merupakan sumber mata air yang mengalir ke sungai-sungai dan pancuran yang mereka pergunakan untuk memasak dan MCK. Jadi prilaku konservasi telah diatur oleh pikukuh dan diketahui dan dilaksanakan oleh seluruh masyarakat. Kearifan Lokal dalam Keberlanjutan Aspek Sosial Hasil pencapaian nilai analisis data pada Aspek Sosial mencapai 348 yang berarti masyarakat Baduy Dalam dalam Aspek Sosial menunjukkan progres yang sangat baik pada keberlanjutan (Tabel 4). Beberapa hal yang menunjang keberlanjutan dalam Aspek Sosial adalah: Tabel 11 Kearifan lokal dalam Aspek Sosial Aspek Sosial Indikator Keterangan a. Pendidikan a. aturan adat & pendidikan adat b.pendidikan praktek berladang dan kehidupan spiritual, bekerja, sosial pemuka adat dan orang tua b. Kesehatan. a. obat tradisional Dukun, tumbuh-tumbuhan c. Ekonomi. a. aturan teknik berladang b. aturan hasil panen c. aturan hasil hutan d.keberlanjutan sosial a. keterbukaan & kekeluargaan b. gotong royong c. komunikasi Tidak dijual, disimpan, bibit dan dimakan Leuit Dapat dijual (Sistem barter hilang) Homogen, Seluruh aktivitas lisan Aturan Adat. Pendidikan bagi orang Baduy adalah pendidikan adat dan menjalankan perikehidupan yang baik. Dalam menjalankan kehidupan sehari hari masyarakat Baduy melaksanakan sesuai dengan Pikukuh. Pikukuh mengajarkan

78 62 tata cara mereka dalam bertingkah laku. Pemuka adat selalu membimbing mereka untuk menjalankan pikukuh dengan benar. Tertungkap segala tindakan mereka dilandasi sikap teuwasa, sikap tak berdaya melanggar pantangan adat atau buyut. Mulai mandi, masak, ke huma, merajut, ke pasar sampai bersantai menjelang tidur merupakan hidup keseharian mereka yang senantiasa terjaga oleh adat. Kolenjer kayu bergambar titik-titik dan kotak kotak merupakan alat keramat bagi orang Baduy dalam menentukan langkah dan tindakan mereka. Sistem Pendidikan. Masyarakat Baduy Dalam maupun Baduy Luar tidak bersekolah. Masyarakat Baduy tabu untuk bersekolah formal karena menurut aturan adat mereka pendidikan dari aturan adat lebih baik dibandingkan dengan pendidikan formal di sekolah. Menurut pendapat mereka kalau bersekolah orang akan menjadi pintar dan setelah pintar mereka akan cenderung berlaku buruk terhadap orang lain. Prinsip mereka adalah manusia bukan harus pintar tetapi harus bertindak benar. Pendidikan merupakan hal penting bagi orang Baduy. Orang tua mengajar anak mereka sambil mengerjakan segala sesuatu dan untuk masalah adat oleh pemuka adat. Pendidikan utama di keluarga adalah untuk melestarikan adat mereka. Pendidikan yang diberikan adalah pendidikan tentang bertapa yaitu bagaimana cara untuk mengkonservasi sumber daya alam, membangun, beraktivitas sosial dalam masyarakat dan tata pelaksanaan kehidupan sehari-hari termasuk dalam mengerjakan huma. Mereka dididik untuk mengerti dan mempreservasi keragaman biologi dan tata cara berhubungan dengan lingkungan alami. Teknik pendidikan yang diterapkan adalah belajar sambil praktek. Anak-anak diajarkan segala macam pelajaran setelah diberi contoh sambil melakukan pekerjaan tersebut di bimbing oleh orang tua mereka. Seluruh masyarakat mengetahui aturan mengenai jenis-jenis hewan dan tanaman yang boleh dan yang tidak boleh di wilayah Baduy dan teknik dalam mengambil sumber daya alam seperti tanaman dan hewan. Hal ini sejalan dengan proteksi terhadap sumber daya lokal. Mereka mempreservasi keragaman biologi yang terdapat di wilayah mereka baik jenis-jenis padi dan tumbuhan dan hewan lokal. Kesehatan. Kesehatan masyarakat pada umumnya baik. Di dalam wilayah

79 63 Baduy tersedia berbagai jenis obat obatan untuk manusia maupun untuk pertanian dan penyimpanan padi. Mereka memiliki cara pengobatan tradisional untuk berbagai macam penyakit. Pada umumnya penyakit yang ada seperti sakit kulit dan batuk pada orang lanjut usia. Pada umumnya para dukun menangani masalah kesehatan. Saat ini bidan sudah diperbolehkan untuk masuk Desa Kanekes untuk mengurus balita, dan orang sakit dan memberikan obat obatan terutama di Baduy Luar. Sistem Ekonomi. Mata pencarian utama masyarakat Baduy adalah pertanian lahan kering yang dilaksanakan dengan berpindah-pindah tempat dalam waktu tertentu. Padi yang ditanam adalah padi ladang varietas lokal yang berumur sekitar 5 bulan. Kegiatan ini disebut ngahuma. Menjual padi tidak diperbolehkan oleh aturan adat. Menurut kepercayaan padi merupakan jelmaan dari dewi Nyi Pohaci Sanghyang Asri yang harus dihormati dan tidak boleh diperjual belikan. Biasanya padi hanya dipinjamkan kepada keluarga yang membutuhkan. Sebagian dari panen disimpan di leuit. Aturan adat dalam berladang terutama terdapatnya leuit dan huma serang mengandung sistem logistik yang baik. Dengan adanya Huma Serang segala keperluan adat akan tetap terjamin. Penyelenggaraan upacara adat yang cukup banyak tidak membebankan kepada warga Baduy. Adanya jenis jenis huma menjamin terkonsevasinya keragaman jenis jenis varietas padi lokal. Berladang juga dilakukan secara individual dan komunal. Huma serang, huma Puun, huma Girang Seurat tidak boleh digarap masyarakat karena merupakan ladang pribadi tetapi warga berkewajiban untuk bekerja dihuma tersebut. Hasil dari Huma Serang yang dikerjakan secara kolektif disimpan dalam lumbung khusus yang kegunaannya untuk upacara adat, menjamu tamu masyarakat, membantu orang jompo, yatim piatu dan warga Baduy. Huma serang diurus oleh Girang Seurat, bawahan Puun. Huma Serang bermakna dua yaitu sebagai keperluan upacara yang telah terprogram dan sebagai pemenuhan hidup pengurusnya. Luas tanah Baduy Dalam sekitar 1065 ha. Luas ladang yang digarap antara 0,5 2 ha tergantung kemampuan penggarap. Hasil panen rata rata masyarakat

80 64 Baduy Dalam adalah 123,75 ranggeong atau sekitar 500 gedeng untuk 1 keluarga. Menurut aturan adat hasil panen yang 1/3 bagian untuk dimakan, 1/3 bagian untuk bibit, dan 1/3 bagian untuk disimpan bilamana terpaksa baru akan dikeluarkan. Penyimpanan padi di leuit biasanya dapat tahan lama sampai berpuluh puluh tahun. Dengan adanya aturan adat untuk menyimpan padi, masyarakat Baduy tidak pernah kekurangan pangan. Untuk kebutuhan sehari hari mereka membeli dari pasar Ciboleger atau Cibengkung sehingga persediaan beras di dalam leuit selalu terjaga. Menurut kebiasaan masyarakat makan dengan ikan asin japuh bakar dan rebusan waluh dengan garam. Ikan di beli di pasar terdekat. Mereka tidak merokok, makanan yang biasa dikonsumsi antara lain gula aren, madu dan tanaman palawija. Jenis-jenis palawija adalah kacang hiris, wijen, jagung, singkong, umbili, cabe, ubi jalar dan kacang tanah. Tanaman ini ditanam di huma bersamaan dengan padi. Padi akan di tanam setahun sekali. Mata pencaharian sampingan Baduy Dalam adalah membuat kerajinan boboko dari bambu, tas koja dari kulit kayu teureup, jarog, topi, tempat minum, membuat kalung, gelang dan berdagang kerajinan tersebut. Hasil hutan merupakan penghasilan sampingan warga Baduy. Hasil hutan dibagi dua yaitu hasil produksi dari leuweung kolot dan reuma. Hasil Leuweung kolot yang dijual adalah aren, durian, petai, keranji, dan madu. Reuma merupakan hutan sekunder yang paling menghasilkan pendapatan bagi masyarakat Baduy karena menghasilkan durian, petai, dukuh, pisang rambutan dan lain lain Masyarakat Baduy dapat mencukupi kebutuhan kebutuhan mereka dengan adanya hutan di sekeliling mereka. Para leluhur dan adat telah membuat zoning dan site plan yang baik dan juga aturan aturan adat yang jelas. Baik dalam pekerjaan utama mereka yaitu mengerjakan huma yang menurut pikukuh adat mereka adalah upacara sakral yaitu mengawinkan Nyi Pohaci. Aturan tentang menanam padi juga telah diatur oleh pikukuh adat. Saat ini yang mereka beli keluar hanyalah garam dan ikan asin dari pasar sekitar. Biasanya pembelian sesuatu dilakukan secara kolektif pada kampung untuk seluruh warga. Jadi pengurus adat yang mengurusi kebutuhan-kebutuhan warga secara kolektif. Sistem Sosial. Masyarakat Baduy sangat erat berhubungan satu dengan

81 65 lainnya, sebagai layaknya satu keluarga besar. Segala sesuatu acara dilakukan secara bergotong royong. Segala masalah yang terjadi diselesaikan di dalam keluarga, masyarakat atau kalau diperlukan diselesaikan secara adat. Dalam aturan adat banyak acara acara sosial yang harus dilakukan. seperti melakukan upacara adat perkawinan, dan perayan perayaan kematian yang dirayakan 3, 7, 14 harinya dan dilaksanakan secara gotong royong. Pengumuman dilakukan secara lisan sebab mereka selalu bertemu satu dengan lainnya dan ada jadwal waktu tertentu untuk pelaksanaan acara sosial. Proses daur kehidupan seperti kelahiran biasanya dilakukan di rumah masing masing yaitu di ruang Imah dengan dibantu ambeu beurang. Anak Baduy selain bermain juga sudah membantu orang tuanya. Upacara sunatan dan perkawinan diadakan di bale dan dirayakan oleh seluruh kampung. Seluruh masyarakat dan pemuka adat akan berpartisipasi dalam acara ini baik menyumbang makanan, menyiapkan untuk acara adat dan pesta serta pelaksanaan acara perkawinan. Acara ini dipimpim oleh Puun. Untuk acara masal dilaksanakan pada alun-alun di tengah kampung. Menurut survey tahun 2008, populasi penduduk Baduy Dalam hanya 10.8 % dari keseluruhan penduduk Baduy yang mendiami 56 kampung di Desa Kanekes. Jumlah penduduk Cibeo tahun 2004 adalah 117 kepala keluarga dengan jumah penduduk sebesar 507 orang. Sedangkan pada tahun 2008 jumlah penduduk menjadi 573 orang dengan jumlah keluarga menjadi 132 kk. Jadi pertambahan penduduk di desa Cibeo sekitar 2.8 % per tahunnya. Dengan pertambahan penduduk maka dikuatirkan akan terjadi kekurangan lahan untuk ladang. Hal ini dikuatirkan akan mengakibatkan pergeseran adat dan budaya mereka yang gejalanya sudah mulai tampak saat ini. Kearifan Lokal dalam Keberlanjutan Aspek Spiritual Total nilai aspek spiritual mencapai 414 yang berarti masyarakat Baduy Dalam menunjukkan progres yang sangat baik pada keberlanjutan spiritual (Tabel 12). Tabel 12 Kearifan lokal dalam keberlanjutan aspek spiritual Aspek Spiritual Keberlanjutan a.tata wilayah Zoning wilayah, Baduy Dalam,

82 66 Adat/budaya Baduy Luar dan Dangka b.hirarhi suci profan& Utara ke selatan Tinggi- rendah, kiblat arah utara- selatan pelaksanaan aturan adat c. keterikatan masyarakat Visi,tujuan sama, homogen d. sistem informasi terbatas e. kepercayaan Sunda wiwitan f. pemerintahan adat organisasi Tata Wilayah. Wilayah desa Kanekes dibagi menjadi Baduy Luar yang seluruh kampungnya terletak di bagian utara Desa Kanekes dan kampung Baduy Dalam yang terletak di bagian selatan Desa Kanekes. Perkampungan Baduy Luar merupakan pintu masuk ke desa Kanekes. Pengaturan sirkulasi jalan mengikuti arah Utara -Selatan (Gambar 2). Jadi pengunjung yang memasuki wilayah Baduy diharuskan masuk melalui bagian Utara yaitu Kampung Kaduketug dimana terdapat Jaro Pamarentah. Dalam peraturan adat terdapat aturan dalam sirkulasi untuk pengunjung. Pengunjung harus mengikuti arah Utara -Selatan. Jadi setiap orang luar yang datang tidak dapat masuk dengan bebas ke wilayah Desa Kanekes selain dari arah sebelah Utara atau kampung Baduy Luar menuju arah Selatan yaitu perkampungan Baduy Dalam. Perkampungan Baduy Luar merupakan pintu masuk ke Desa Kanekes. Kampung Kaduketug merupakan desa terluar dari desa Kanekes dari arah Utara. Selain jalan itu pengunjung tidak diperkenankan memasuki wilayah Baduy. Setiap pengunjung yang memasuki wilayah ini harus berhubungan dengan Jaro Pamarentah dan selanjutnya Jaro Pamarentah akan mengatur sesuai dengan aturan dan tata cara yang berlaku di desa Kanekes. Jaro Pamarentah berfungsi sebagai penghubung orang luar dengan Desa Kanekes terutama untuk kunjungan ke kampung Baduy Dalam. Kampung Baduy Dalam terletak di sebelah Selatan yang berjarak sekitar 15 km dari jalan masuk ke Desa Kanekes dengan jalan yang sangat sulit dilewati karena naik turun dan licin. Jadi tidak ada tamu yang masuk tanpa diketahui dan ijin terutama ke wilayah Baduy Dalam. Wilayah Dangka merupakan penjaga pertama terhadap kemurnian adat dan budaya mereka (Gambar 2) Tata wilayah masyarakat Baduy juga merupakan sistem ketahanan sosial budaya setempat terhadap penetrasi agama Hindu, Islam dan Budha dalam jangka waktu yang panjang. Dalam pembagian wilayah terdapat hirarhi dimana semakin kearah Selatan wilayah Desa Kanekes semakin suci dan semakin tinggi dalam menjaga kemurnian adat dan pikukuh. Masing masing kampung Baduy Dalam mempunyai tugas berbeda dalam menjalankan

83 67 adat. Cikeusik bertugas menjaga kemurnian adat, Cikartawana bertugas menjaga keamanan kawasan dan Cibeo bertugas sebagai penerima tamu dan hubungan masyarakat. Daerah Tangtu merupakan inti jagat yaitu tempat asal mula leluhur manusia di bumi ini. Warga Tangtu merupakan pertapa dan bertugas menjaga agar pikukuh Baduy tetap murni. Panamping berfungsi sebagai penjaga orang yang sedang bertapa. Mereka tinggal pada bagian sebelah utara dari Desa Kanekes yang merupakan pintu masuk ke wilayah ini. Masyarakat Baduy tidak dipaksa dalam menjalankan adat. Apabila ada warga Baduy yang sudah tidak mau melaksanakan adat maka dipersilahkan keluar ke kampung Dangka.Dangka hidup berdampingan dengan orang di luar Baduy, hanya pada upacara adat mereka datang. Dangka berfungsi sebagai penyaring pertama pada kemurnian adat Baduy Dalam. Derajat kesucian dalam adat Baduy dicerminkan dengan pakaian mereka. Baduy Dalam berpakaian putih berarti suci, sedangkan pakaian Baduy Luar hitam berarti kotor Kepercayaan. Pikukuh masyarakat Baduy merupakan dasar dari segala tindak perbuatan masyarakatnya yang tidak boleh dilanggar. Pikukuh diamalkan dalam peri kehidupan masyarakat dibawah pimpinan Puun sebagai pemimpin adat. Pedoman bagi tingkah laku dan tindakan serta kehidupan sehari hari adalah pikukuh yang dianggap bersumber dari karuhun, yang kemudian diturunkan dari generasi ke generasi. Ajaran utama pikukuh adalah ketentuan bahwa tempat bermukim mereka perlu dipelihara oleh semua orang karena merupakan pancer bumi, atau inti jagad yaitu pusat bumi yang membuat sejahtera kehidupan dunia. Menurut orang Baduy, kehidupan di dunia ini adalah proses perjalanan yang ditempuh seseorang seperti layaknya suatu pengembaraan. Sisi mula dari kehidupan yaitu kelahiran akan menentukan tentang kematian nanti. Hal ini berkaitan dengan cara-cara bagaimana pengembaraan itu diselesaikan. Karuhun yang juga pernah mengalami pengembaraan telah menyusun pikukuh ( pedoman, adat, aturan hidup ) bagi para keturunannya. Salah satu prinsip dalam pikukuh adalah buyut, teu wasa yaitu prinsip bahwa; tidak boleh merubah, seperti dikatakan bahwa lojor teu meunang dipotong, pondok teu meunang disambung (panjang tidak boleh dipotong, pendek tidak boleh disambung). Puun merupakan pemimpin utama yang dipilih karuhun mewakili Batara Tunggal untuk

84 68 melaksanakan pikukuh. Kepercayaan yang kuat terhadap agama Sunda Wiwitan merupakan hal yang mendasari keberlanjutan adat mereka. Dengan kepercayaan yang kuat bahwa masa hidup ini akan menentukan kematian nantinya maka ajaran adat mengenai perilaku mereka di dunia dilaksanakan dengan sukarela. Oleh sebab itu maka adat dan budaya Baduy terutama Baduy Dalam tidak banyak mengalami perubahan sejak abad ke 16. Hal tersebut dapat berlangsung hingga saat ini terutama didukung oleh sistem adat, organisasi desa dan pembagian wilayah di atas. Buyut memberi pertanda tentang bagaimana seharusnya orang Baduy berlaku dan bertindak sesuai dengan pikukuh. Masyarakat Baduy harus hidup bersahaja atau apa adanya dan tidak boleh kaya sebab materi dianggap merupakan ancaman ketentraman kehidupan sebuah mandala (tempat suci) dan sebagai pertapa harus berbuat baik dan patuh kepada pikukuh. Pemerintahan Adat. Masyarakat Baduy dibagi dalam 2 paroh masyarakat yaitu kajeroan dan panamping. Menurut Garna (1985), struktur sosial kehidupan warga masyarakat Baduy seperti tersirat dari pikukuh pada hakekatnya terlingkup oleh tiga bagian kajeroan dan jaro tujuh yang melaksanakannya struktur sosial itu dapat dilihat pada struktur organisasi desa dan juga menjadi landasan pokok bagi mekanisme pemerintahan adat menurut pikukuh Baduy. Karena itu orang Baduy mengangkat Jaro Pamarentah sebagai pelaksana kepala desa menurut keperluan dan untuk berhubungan dengan pemerintah formal. Keadaan itu memberikan peluang bagi kelangsungan dari struktur sosial dan sistem pemerintahan adat Baduy serta kepercayaan Sunda Wiwitan sejak diketahui keberadaan orang Baduy pada zaman Hindia Belanda dulu. Kedudukan para pemimpin adat dan Puun sifatnya kekal. Para pemimpin adat memiliki peranan dan kekuasaan luas terhadap keseluruhan sistem sosial budaya Baduy. Wewenang dan kedudukan itu sudah ditentukan oleh karuhun dan sangat terkait dengan sistem sosial budaya. Oleh sebab itu masyarakatnya hampir tak tergoyahkan oleh pengaruh serta perubahan yang ada. Pemilihan calon untuk Puun, Jaro dan Tangkesan dilakukan oleh warga. Walaupun Baduy Luar dianggap kurang kesuciannya daripada Baduy Dalam tetapi mereka secara organisasi, peraturan kemasyarakatan adat merupakan satu sistem yang saling terkait dan mendukung satu dengan lainnya.

85 69 Adat dan Budaya. Dalam menjalankan kehidupan sehari hari Pikukuh mengajarkan tata cara mereka dalam bertingkah laku. Pemuka adat selalu membimbing mereka untuk menjalankan pikukuh dengan benar. Tertungkap segala tindakan mereka dilandasi sikap teuwasa, sikap tak berdaya melanggar pantangan adat atau buyut. Mulai mandi, masak, ke huma, merajut, ke pasar sampai bersantai menjelang tidur merupakan hidup keseharian mereka yang senantiasa terjaga oleh adat. Kolenjer kayu bergambar titik titik dan kotak kotak merupakan alat keramat bagi orang Baduy dalam menentukan langkah dan tindakan mereka. Segala perilaku dan kegiatan pada kehidupan di rumah, berhuma atau berpergian dapat dikaji baik buruknya lewat penafsiran dari titik, kotak dan garis silang yang ada pada kolenjer. Alat ini yang dijadikan pegangan dalam proses kehidupan orang Baduy selain menjalani buyut. Budaya setempat dilestarikan melalui aktivitas dan perayaan perayaan dari kehidupan dan siklus dalam perladangan yang dirayakan bersama orang sekampung. Pikukuh menetapkan aturan seluruh perilaku dalam kehidupan termasuk tata cara mengerjakan huma, upacara dan jadwal dalam proses perladangan itu. Dalam merayakan hasil pertanian mereka juga memainkan alat seperti angklung buhun. Rekonstruksi Desain Rumah Baduy Dalam Pengambilan data di Baduy Dalam dilakukan pada 8-11 Agustus Dengan melakukan wawancara dengan wakil pemuka adat, melakukan pengukuran untuk mengambil data primer, pengamatan pada lokasi. Rekonstruksi Tata Letak Rumah Permukiman masyarakat Baduy Dalam kampung Cibeo mempunyai sistem tata letak dan peraturan tertentu yang serupa dengan tata letak pada wilayah Desa Kanekes. Konsep penempatan seperti ini memang sudah dikenal pada tata letak wilayah dan rumah masyarakat Sunda pada umumnya (Salura, 2007). Konsep yang dipergunakan pada masyarakat Baduy dalam membuat tata letak wilayah dan permukiman mengikuti konsep, luhur- handap, kidul- kaler, atau wetan - kulon. Rumah Puun sebagai pemimpin adat diletakan tempat yang lebih suci yaitu

86 70 arah Selatan (kidul) dan ditempatkan di tempat yang lebih tinggi dari pada bangunan lainnya (luhur-handap) sedangkan bangunan Bale dan Lisung diletakkan di bagian Utara (Kaler). Untuk penempatan perumahan menggunakan konsep Kulon - Wetan dimana para pemimpin adat ditempatkan diarah Timur (Wetan) di muka rumah Puun. Sedangkan rumah masyarakat umum diletakkan di bagian Barat (Kulon). Untuk orang Baduy bagian Timur mengandung makna yang sangat penting sebagai tempat terbitnya matahari mengandung makna simbolik bagi kehidupan dan kesejahteraan dan memberi cahaya kehidupan. Arah Barat bagi masyarakat Baduy selalu dihubungkan dengan tenggelamnya matahari dan kematian (Permana, 2006). Bangunan umum yang sifatnya profan seperti aula (bale,) saung lisung, dan kuburan ditempatkan didaerah Utara (Kaler) (Gambar 11). Rumah bagian Timur, diperuntukkan untuk para pemuka adat, seperti rumah Jaro Tangtu berada dimuka rumah Puun, disebelahnya terdapat rumah Girang Seurat, di belakang rumah Girang Seurat terletak Saung Panjang. Rumah pemuka adat dan bukan merupakan milik pribadi. Di Baduy Dalam terdapat 6 bangunan umum untuk dipergunakan oleh pemuka adat antara lain; rumah Puun, Jaro Tangtu, Girang Seurat, Saung Panjang, Saung Lisung dan Bale Di bagian Barat berderet perumahan warga masyarakat Baduy Dalam. Gambar 11 Tata letak rumah di lokasi Leuit diletakkan di luar kampung karena suplai makanan tidak boleh berkurang walaupun kebakaran menimpa kampung.

87 71 Rekonstruksi Rumah Baduy Dalam Rekonstruksi rumah Baduy dalam dilakukan dengan membuat gambar teknik. Gambar yang dibuat meliputi antara lain: gambar denah, potongan, tampak, detail konstruksi dan. sketsa perspektif. Seluruh gambar dibuat dengan 3 dimensi agar dapat lebih mudah dimengerti. Gambar 12 Perspektip denah bangunan

88 72 Gambar 13 Perspektip tampak Gambar 14 Perspektip tampak samping Gambar 15 Perspektif bangunan Denah. Ruang ruang yang terdapat di dalam rumah adalah Imah, Sosoro, Tepas dan Golodog (Gambar 12). Terdapat hirarkhi pada penempatan ruang yang ditandai dengan peninggian lantai ruang. Peninggian lantai bangunan ditentukan oleh penting tidaknya suatu ruang. Ruang Imah lebih tinggi dari lantai ruang lainnya seperti ruang Tepas dan Sosoro. karena ruang Imah dianggap lebih penting dibanding ruang lainnya. Konstruksi Bangunan. Konstruksi bangunan memegang peranan penting dalam pembuatan rumah. Konstruksi bangunan harus benar, kokoh dan juga harus dibuat seefisien mungkin dalam pemakaian sumber daya alam. Masalah efisiensi penggunaan sumber daya alam dalam pembuatan konstruksi bangunan ini merupakan tantangan besar di masa mendatang karena konstruksi menggunakan

89 73 sumber daya alam dengan persentase besar. Masyarakat dunia menargetkan untuk membuat bangunan ramah Gambar 16 Perspektip potongan melintang Gambar 17 Perspektif potongan memanjang lingkungan dan mempraktekkan gaya hidup yang sederhana dan harmonis antara bangunan dan lingkungannya. Pembangunan harus meminimalkan penggunaan sumber daya alam yang tidak terbarukan. Konstruksi rumah Baduy Dalam terdiri atas konstruksi utama yaitu konstruksi pondasi, kolom, balok dan kuda-kuda (Gambar 18,19). Konstruksi atap dan balok menggunakan kayu huru, laban atau kihiang. Konstruksi pelengkap antara lain penutup atap, dinding, dan lantai. Untuk konstruksi lantai, gordeng dan kaso menggunakan bambu gede, apus. Konstruksi bangunan yang diteliti untuk direkonstruksi pada bangunan Baduy Dalam merupakan struktur utama dari bangunan rumah seperti atap, dinding, lantai dan pondasi beserta detail konstruksi dan sistem konstruksinya. Masyarakat dunia menargetkan untuk membuat bangunan ramah lingkungan dan mempraktekkan gaya hidup yang sederhana dan harmonis antara bangunan dengan lingkungannya antara lain (EPA, 2010) minimimalkan jumlah energi yang dipergunakan untuk pembangunan, menggunakan teknik konstruksi yang sederhana, meningggalkan bahan yang toksik dan meminimalkan penggunaan bahan bangunan dari sumber yang tidak terbarukan. a. Konstruksi Atap Konstruksi atap rumah Baduy Dalam berbentuk rangka. Menurut Garna (1987), atap rumah Baduy membentuk bangun segitiga yang meruncing keatas melambangkan buana nyuncung. Atap arah melintang disebut sulah nyanda. Susunan konstruksi atap terdiri dari; bagian terbawah yaitu kuda kuda di atasnya

90 74 terdapat rangka pendukung atap dan penutup atap. Konstruksi atap menggunakan bahan kayu dan bambu (Gambar 19) Gambar 18 Potongan melintang Gambar 19 Perspektif konstruksi rumah

91 75 Gambar 20 Piktorial detail konstruksi atap 1. Konstruksi kuda-kuda. Kuda-kuda rumah terbentuk oleh 3 rarangki atau rangka kuda-kuda atap yaitu rarangki pondok, rarangki tukang dan rarangki panjang. Rangka kuda kuda ini dipasang berjajar dalam arah melintang bangunan. Bahan untuk kuda kuda atap terbuat dari kayu dengan dimensi 8 x 12 cm. Sudut atap adalah 45 o dan 60 o. 2. Konstruksi Rangka Pendukung Atap. Di atas kuda-kuda terdapat rangka pendukung atap. Konstruksi rangka pendukung atap dibuat dengan bahan bambu. Gordeng (panglari) terbuat dari bambu gede atau apus berdiameter 12 cm. Di atas gordeng ditempatkan usuk (lancang) yang terbuat dari bambu apus dan tali dengan diameter 4 cm. 3. Konstruksi Penutup Atap Konstruksi penutup atap dipasang di atas usuk dan terbuat dari bahan rumbia (kiray). Penutup atap rumbia sudah dirangkai sebelum dipasang. Atap rumbia dianyam pada bambu tali yang dibelah yang berfungsi sebagai reng (Gambar 20) atap kirai sebagai penutup atap berjarak 10 cm. Di puncak atap yaitu bagian bubungan (suhunan) dan pada perpotongan bidang atap ditutup dengan belahan bambu yang di atasnya dipasang penutup ijuk. Penutup ini berfungsi sebagai pentutup bubungan untuk mencegah atap agar tidak bocor. Pada dinding sopi-sopi atap dibuat anyaman bambu (abik-abik) dengan lubang yang lebih besar

92 76 dan berfungsi sebagai ventilasi atap. Bahan yang dipergunakan untuk kuda kuda adalah kayu huru, laban atau kihiang. Untuk gordeng dan kaso menggunakan bambu gede, apus. Demikian pula bahan untuk reng dipergunakan bambu apus dan tali yang dibelah. Pada bagian atas ruang tidak ditutup dengan plafond tetapi terdapat para-para yang dipergunakan sebagai gudang. b. Kolom (tihang) Konstruksi atap di topang dengan kolom kayu (tihang). Kolom kayu berfungsi sebagai pendukung atap dan berdimensi 10 x 12 cm 2. Kolom bagian samping bangunan terdapat 3 buah demikian pula di bagian muka dan tengah bangunan. Kolom menggunakan kayu huru, laban, duren, dan kihiang. Kolom kayu tersebut diikat dengan balok kayu pada bagian atas dan bawahnya. Sambungan tidak diperkenankan menggunakan paku, jadi dipergunakan pasak dan lubang dan diikata dengan tali bambu atau rotan. Kolom bagian bawah ditumpu oleh umpak atau dedel yang berfungsi sebagai pondasi. c. Balok (sunduk) Balok konstruksi disebut sunduk. Balok bagian atas atau balok atap disebut sunduk luhur. Balok bagian bawah atau sloof disebut sunduk handap. Balok utama yaitu sunduk luhur dan sunduk handap tidak diperkenankan untuk disambung (Gambar 21). Kayu yang dipergunakan untuk balok atap dan sloof adalah kayu huru, laban, duren dan kihiang berukuran 10 x 12 cm 2. Pada kolom dan balok ini diikatkan dinding dari anyaman bambu. d. Dinding (bilik) Konstruksi dinding terbuat dari bambu. Bambu yang dipergunakan untuk konstruksi dinding berdiameter sekitar 5-6 cm. Konstruksi dinding menggunakan sistem pre-fabrikasi jadi pembuatannya dilakukan sebelum pembangunan dilaksanakan. Bidang penutup dinding ini diikatkan ke kolom dan balok bangunan. Penutup dinding rumah Baduy dibuat dari anyaman bambu (bilik). Bilik bambu mempunyai ketebalan sekitar 2,5 mm dan berpori sebesar 2,5 x 3mm 2. Pori-pori ini berfungsi sebagai lubang ventilasi dan sebagai penerangan ruang. Dinding bambu ini menyebabkan terjadinya aliran ventilasi pada ruang.

93 77 Pada keempat ujung bidang dinding dijepit oleh bambu yang dibelah (Gambar 21). Rangka dinding tersebut diikatkan dengan tali bambu ke kolom bangunan. Untuk rangka penguat dinding dipergunakan bambu dari jenis bambu apus. Karena tidak diperkenankan menggunakan paku maka sistem sambungan yang mereka laksanakan hanya dengan diikat saja. Pada rumah Baduy Dalam tidak Gambar 21 Perspektip sambungan dinding menggunakan jendela. Untuk melihat keluar rumah dari dalam hanya dibuat lubang-lubang (lolongok) pada dinding bambu berukuran 2 x 3 cm di bagian muka bangunan. e. Pintu (panto) Ketinggian bangunan diukur sesuai kebutuhan penghuni rumah. Tinggi pintu dibuat setinggi pemilik rumah ditambah dengan sekitar 20 cm. Untuk menentukan ketinggian ruang juga tergantung dari tinggi pemilik rumah ditambah cm. Tinggi dinding sekitar 2 meter. Rumah Baduy Dalam hanya terdapat satu pintu masuk (panto) utama untuk memasuki ruang Sosoro dan satu pintu untuk memasuki ruang Imah. Konstruksi pintu dibuat dari bambu dan ditutup dengan bilik bambu. Sedangkan kosen pintu dibuat dari kayu laban berukuran 4 x 6 cm. f. Lantai Panggung

94 78 Lantai rumah menggunakan sistem panggung. Ketinggian lantai berbedabeda sesuai dengan penting atau kurang pentingnya ruang tersebut atau hirarhi ruang ( luhur-handap). Ruang Tepas dan Sosoro dibuat lebih tinggi 20 cm perletakannya dibanding ruang luar yaitu Golodog. Untuk mencapai Golodog dari tanah harus dipergunakan taraje atau tangga kayu. Tangga terdiri minimum dari 3 anak tangga (hampalan) berjarak 30 cm, karena tinggi rumah dari umpak sekitar 0,80-1 m ( Permana, 1986). Gambar 22 Konstruksi lantai Konstruksi lantai ruang Imah lebih tinggi sekitar cm atau setengah jengkal dari pada lantai Tepas dan Sosoro. Lantai bangunan rumah Baduy berjarak sekitar 0,80 1 m di atas tanah. Konstruksi lantai terdiri atas balok induk, balok anak, rangka pendukung lantai serta penutup lantai (Gambar 22). Konstruksi balok induk (sunduk) menggunakan kayu kihiang berukuran 8 x 12 cm 2, balok anak menggunakan bambu gede (dolor) berukuran φ10 cm. Untuk rangka penutup lantai dipergunakan bambu apus (sarang) berukuran φ 7 cm yang dibelah yang disusun sejarak 1-2 cm. Di atas balok penutup ini dipasang lantai bambu yang disebut palupuh. Palupuh terbuat dari bambu yang terbelah menjadi potongan kecil-kecil. Palupuh ini berfungsi sebagai lantai bangunan. Palupuh terbuat dari bambu apus φ 7 cm yang dibelah-belah. Pada malam hari di atas palupuh di hamparkan tikar dari anyaman bambu, hal ini dimaksudkan agar pada malam hari ruangan tidak terlalu dingin akibat aliran udara yang masuk dari lantai

95 79 panggung. Sebagai sambungan konstruksi lantai dipergunakan sambungan pasak dan untuk pengikat atau penguat dipergunakan tali dari bambu atau rotan. g. Pondasi (umpak) Rumah dibuat berkolong, menurut Garna (1987) dalam adat Baduy bila rumah langsung ketanah sama saja dengan hidup di dunia bawah. Kolom rumahpun tidak boleh langsung menyentuh tanah dan harus dilandasi oleh batu umpak sebagai pembatas antara tanah dengan bangunan rumah. Gambar 23 Pondasi Kolom bangunan disangga dengan batu kali yang berbentuk datar berfungsi sebagai pondasi rumah (Gambar 23 Pondasi). Untuk membuat lantai rumah menjadi datar, mereka tidak menggali ataupun mengurug tanah akan tetapi ketinggian dari kolom rumah disesuaikan dengan kondisi tanah. Ketinggian masing masing kolom rumah dari tanah tidak sama yaitu antara 0,80 1 m. Hal ini dimaksudkan agar lantai rumah menjadi datar. Konstruksi bangunan Baduy sejalan dengan ilmu konstruksi bangunan dimana bangunan harus disangga oleh pondasi agar tidak terjadi penurunan bangunan (deformasi). Pondasi ini terletak di atas tanah karena tabu bagi warga Baduy untuk menggali tanah. Batu pondasi juga berfungsi agar kolom kayu tidak menjadi lembab dan rusak dimakan rayap. Tanah dasar sekeliling bangunan diproteksi dengan batu kali agar air hujan tidak menggerus tanah dibawah bangunan. Miniatur rumah Berdasarkan gambar teknik yang telah dibuat dalam merekonstruksi rumah Baduy Dalam selanjutnya dibuat miniatur rumah. Pembuatan miniatur rumah Baduy Dalam dilakukan untuk memvisualisasikan bentuk bangunan dan

96 80 mengambil data kondisi iklim di dalam bangunan. Pengukuran kondisi suhu dan pengudaraan di dalam miniatur rumah dilakukan karena menurut adat di desa Cibeo pengambilan data dengan alat tidak mungkin dilakukan. Gambar 24 Miniatur rumah Baduy Dalam Pembuatan maket dilakukan menggunakan skala 1: 10 dari salah satu ukuran rumah Baduy Dalam dari 3 tipe dimensi rumah yang ada yaitu berukuran 6 x 6 m 2. Ukuran maket adalah 60 x 60 cm dengan tinggi 24 cm dengan sudut atap 30 derajat dan 45 derajat.bahan bahan yang dipergunakan adalah seluruh material yang sama yang di pergunakan untuk membuat rumah masyarakat Baduy Dalam agar hasilnya dapat mendekati hasil yang sebenarnya (Gambar 24). Kearifan lokal desain rumah berdasarkan CSA Tata Letak Rumah Peran iklim sangat penting dalam design ekologis karena sangat erat hubungannya antara bentuk fisik bangunan dengan kondisi iklim. Memberi naungan yang baik dan mengorientasikan rumah yang sesuai iklim merupakan tujuan utama untuk mendapatkan rumah yang nyaman dan efisien pengelolaannya (Prianto, 2000). Permukiman Baduy Dalam diletakkan dikaki bukit yang dikelilingi oleh hutan (leuweung lembur). Leuweung lembur berfungsi sebagai penahan angin (windbreak), mengkreasikan iklim mikro lingkungan luar bangunan yang menyenangkan dan mensuplai kebutuhan masyarakat sehari-hari. Selain itu permukiman akan aman dari terpaan angin kencang sehingga angin yang datang

97 81 ke lokasi merupakan angin yang tidak membahayakan. Adanya hutan akan menahan aliran air hujan yang deras dan menjadikan temperatur lingkungan yang lebih rendah di siang hari. Perancangan rumah yang baik dimulai dengan membuat tata letak rumah yang sesuai kondisi iklim pada lokasi. Menurut Morrow (1993) Pada wilayah beriklim tropis lembab biasanya lebih rentan terhadap bencana periodik seperti banjir, gempa bumi angin kencang, erosi dan lain lain. Konsep perletakan permukiman Kampung Cibeo aman dan jangka panjang karena sudah sejalan dengan prinsip keamanan untuk permukiman wilayah tropis lembab. Perkembangan kampung dikontrol secara ketat guna mempertahankan bentuknya. Pada masyarakat Baduy terdapat ketentuan bahwa setelah suatu kampung mencapai jumlah 40 rumah maka dapat mendirikan suatu babakan yaitu kampung baru yang berdekatan. Masyarakat Baduy Dalam tidak menjalankan ketentuan ini. Mereka lebih mempertahankan jumlah kampung Baduy Dalam yang 3 buah dengan tugas masing masing yang berbeda. Rumah masyarakat berorientasi Utara-Selatan. Rumah untuk pemuka adat (Puun) terletak di bagian paling Selatan dari lokasi permukiman dan diletakkan lebih tinggi dari rumah lainnya. Bagi masyarakat Baduy, peninggian tanah mengandung makna lebih penting atau lebih dihormati (luhur-handap). Bangunan umum seperti aula (bale) dan proses padi (lisung) ditempatkan didaerah Utara (Kaler). Masyarakat Baduy mengenal hirarhi dalam fungsi dan makna simbolik tertentu pada penempatan bangunan seperti pembagian daerah privat, semi privat dan umum, atau sakral dan tidak sakral pada rumah. Sakral dan tidaknya suatu rumah diikuti dengan tinggi rendahnya lantai ruang. Lantai ruang yang lebih penting, sakral dan privat sifatnya dibuat lebih tinggi dari pada lantai bangunan yang mempunyai sifat kurang penting. Pembagian rumah juga mengandung suatu filosofi dan makna simbolik tertentu. Ditempat tersebut terletak rumah Puun yang mempunyai fungsi sakral. Disekitar rumah Puun terdapat garis imaginer yang membatasi dengan rumah masyarakat lainnya di kampung. Ruang yang tertutup ini disebut taneuh larangan dan dilarang untuk dimasuki oleh pengunjung. Kesakralan dari sumbu ini dimaksudkan untuk menghormati Puun, yang merupakan jelmaan dari Batara Tunggal sebagai dewa tertinggi Baduy. Rumah pemuka adat lainnya seperti Jaro Tangtu juga terletak didaerah Selatan di muka

98 82 rumah Puun pada bagian sebelah Timur lokasi permukiman. Pada tengah-tengah area permukiman terdapat tanah kosong atau alun alun yang dipergunakan untuk berbagai kegiatan masyarakat. Orientasi. Pengunjung yang memasuki Kampung Cibeo, harus datang dari arah Utara menuju ke Selatan yaitu melalui Kampung Kaduketug di Baduy Luar. Untuk memasuki Kampung Cibeo terletak disebelah Timur Laut Kampung Cibeo. Untuk keluar dari Kampung Cibeo harus dari arah sebelah Barat Laut Kampung Cibeo. Bagi orang Baduy bagian Timur mengandung makna yang sangat penting sebagai tempat terbitnya matahari dan bermakna simbolik bagi kehidupan dan kesejahteraan dan memberi cahaya kehidupan. Arah Barat bagi masyarakat Baduy selalu dihubungkan dengan tenggelamnya matahari dan kematian. Rumah Baduy Dalam berorientasi Utara-Selatan, rumah terletak berjajar dan berhadap-hadapan sebagaimana layaknya tata letak rumah di permukiman pada umumnya. Jadi apabila satu jajaran rumah berorientasi Utara maka jajaran di mukanya akan berorientasi Selatan. Oleh sebab itu sebagian rumah memiliki pintu masuk pada arah Utara dan sebagian lagi pada arah Selatan. Arah Timur-Barat ditutupi dengan dinding bilik dan dilindungi dengan naungan teritis yang cukup lebar terhadap panas matahari. Teknik mengorientasikan rumah akan mempengaruhi tipe dan besarnya biaya pengelolaan rumah dimasa mendatang. Dalam SNI disebutkan tentang efek penyinaran matahari akan tergantung teknik mengorientasikan bangunan dan jam penyinaran per hari. Desain Rumah Kebutuhan rumah di Kampung Cibeo tercukupi, terjangkau dan memadai. Desain bangunan dibuat untuk meminimalkan penggunaan energi, tidak toksik dan harmonis dengan lingkungan. Bangunan seluruhnya berbentuk sama dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Desain Fungsional. Adat Baduy menganut konsep tiga untuk pembagian rumah secara vertikal, yaitu : atap sebagai simbol dunia atas, dinding sebagai simbol dunia tengah, lantai dan pondasi merupakan simbol bagian bawah. Menurut orang Baduy bagian tengah dari rumah diibaratkan seperti kehidupan dimuka bumi. Rumah dibuat berkolong karena menurut mereka bila langsung

99 83 ketanah sama saja dengan hidup di dunia bawah. Masyarakat Baduy menerapkan pembagian menurut fungsi bangunan seperti pembagian daerah privat, semi privat dan umum pada rumah. Terdapat hirarkhi ruang dengan peninggian lantai bangunan yang ditentukan oleh penting atau tidaknya ruang tersebut. Lantai ruang yang lebih penting, sakral dan privat sifatnya dibuat lebih tinggi dari pada lantai bangunan yang mempunyai sifat kurang penting, atau semi privat maupun bersifat umum. Ruang Imah lebih tinggi dari ruang lainnya seperti ruang Tepas dan Sosoro. Ruang Imah bermakna privat dan merupakan salah satu ruang di dalam rumah yang merupakan pusat atau inti suatu rumah. Dalam Imah seluruh kegiatan keluarga dilakukan seperti memasak, makan, tidur dan berkumpul dengan keluarga. Rumah hanya mempunyai satu ruang tertutup yaitu Imah. a. Aktivitas Masyarakat Baduy. Berdasarkan hasil observasi di perkampungan Baduy, terlihat kehidupan sehari-hari orang Baduy berjalan rutin dan homogen, mulai dari bangun tidur, makan, ke huma. Aktifitas keseharian orang Baduy Dalam akan digambarkan dalam Tabel 13. Tabel 13 Aktivitas harian orang Baduy Dalam Waktu Jam Kegiatan Pelaku Tempat Pagi Janari leutik 3-4 Bangun, masak air dan nasi I,A Imah, parako Janari gede 5 Persiapan alat ke huma B Imah Isuk-isuk Makan, pek RT, mandi, siap siap ke huma I Imah, sungai rangsang 8-10 Mandi,cuci, numbuk, ngasuh, bekerja di huma I, A Tepas, sungai, lisung Siang tengari Istirahat di huma & rumah I,B,A Imah, Tepas Santap siang, senda gurau dan tidur2an Tepas lingsir Akhir pekerjaan/di huma dan istirahat (huma & I,B, A rumah) burit Pulang dari huma, mandi I,B,A Tepas Santap malam dan istirahat A Imah Kayu bakar baru I,B, Parako Malam Sareureuh budak Anak anak tidur A Imah 20 Ngobrol, acara adat I,B,T Sosoro, Tepas >21 Orang dewasa tidur I,B Imah Sareureuh kolot Tengah peuting 24 ronda B Keterangan: I = ibu, B = Bapak, A = anak, T = tetangga b. Fungsi Rumah Rumah bagi orang Baduy adalah tempat melakukan segala aktifitas selama mereka tidak ke ladang. Aktifitas mereka yang dilakukan di rumah adalah makan, masak, mengobrol dengan tetangga, menerima tamu dan tidur (Tabel 13). Rumah

100 84 masyarakat Baduy Dalam pada umumnya berdenah sama. Terdapat tiga macam dimensi rumah sesuai dengan kemampuan dan keperluan penghuninya yaitu ukuran 4,5, 6, 7,5 m 2 atau persegi panjang. Rumah pada umumnya dihuni pada malam hari sedangkan pada siang hari mereka tinggal di saung huma. Pada masa panen, mereka tidak pulang berhari-hari dan tinggal di saung huma. Dalam setahun hanya satu atau dua bulan mereka berada di rumah pada siang hari. Pada saat itupun acara mereka padat dengan upacara adat dan sosial dimana mereka secara bergotong- royong mempersiapkannya seperti sunatan, perkawinan dan pembangunan rumah. c. Tata Letak Ruang dalam Rumah. Dapur terletak di dalam Imah. Asap dari dapur dapat dijadikan pengawet makanan dan atap bangunan dari serangan jamur dan serangga kecil. Sudut atap dibuat curam sebesar 45 o 60 o kemiringannya. Atap yang curam berfungsi untuk menghalau air secara cepat saat hujan lebat dan untuk ketahanan terhadap angin kencang. Kamar mandi dan cuci tidak di tempatkan di rumah. Untuk keperluan mandi, cuci dan buang air mereka menggunakan sungai. Pada sungai tersebut sudah dibagi zoning untuk Puun, laki-laki, wanita dan anak-anak mandi dan buang air. Pengudaraaan Pasif dalam Rumah. a. Pengukuran Radiasi di Lokasi Pengambilan data dilakukan di Laboratorium Lapang Leuwikopo, Darmaga. Pengambilan data kondisi bangunan dan lingkungan wilayah Darmaga dilakukan selama 24 jam. Pengukuran ini dilaksanakan selama 3 hari pada tanggal 12 sampai 14 November Iklim pada saat pengukuran adalah mulai musim penghujan. Setiap siang antara jam 13 jam 15 hujan turun yang didahului dengan mendung sebelumnya. Hasil pengambilan data kondisi radiasi di wilayah Darmaga pada tanggal 13 Nopember 2009 dapat dilihat pada Gambar 25. Dapat dilihat pada grafik nilai radiasi matahari turun drastis sekitar jam dikarenakan hujan mulai turun.

101 Watt/M radiasi Jam Gambar 25 Radiasi wilayah Darmaga tanggal 13 Nopember 2009 Kondisi radiasi hasil pengukuran menunjukkan radiasi pada malam hari antara jam sampai jam 5.00 pagi adalah radiasi 0 Watt/m 2. Radiasi tertinggi terjadi antara jam 9.30 sampai jam dengan nilai radiasi sebesar 900 Watt/m Simulasi CFD a. Penggambaran Geometri Permodelan simulasi dilakukan menggunakan program SolidWork Model yang telah digambarkan kemudian disimulasikan dengan flow simulation. Mesh yang digunakan dalam pensimulasian diatur khusus untuk narrow channel, solid fluid interface dan basic mesh (Lampiran 14). b. Masukan Untuk Simulasi Data-data yang dimasukkan untuk simulasi CFD disajikan pada Tabel 15. Pensimulasian dilakukan untuk mengetahui distribusi suhu, RH dan kecepatan angin pada bangunan Baduy Dalam. Kondisi pensimulasian adalah pintu dalam keadaan tertutup dan bangunan kosong. Sumber panas yang digunakan adalah dari pancaran radiasi matahari dengan kondisi cerah. Nilai intensitas radiasi menggunakan default berdasarkan dari letak lintang pada tanggal 13 Nopember 2009.

102 86 Tabel 14 Masukan untuk simulasi tanggal 13 Nopember 2009 Masukan Suhu Lingkungan 33 o C Kecepatan Angin Arah x 0 m/s Arah y 0 m/s Arah Z - 0,4 m/s. Solid Parameter 36 o C Kelembaban Relatif 60 % Radiasi matahari Lokasi dan waktu Letak geografis 06 o 34 Lintang Selatan Waktu Sudut 16 o Arah zenith SumbuY pada koordinat global Besar sudut dari Utara Sumbu X pada koordinat global Material : Solid Balok (15 x 12 cm) Porous media Rumbia (t = 6,4 mm) Bilik (t = 2,5 mm) Lantai (t = 7,5 mm) c. Validasi Data Hasil Simulasi Menganalisis kondisi iklim mikro rumah dilakukan dengan teknik simulasi. Teknik simulasi dilakukan karena pada kampung Baduy Dalam tidak diperkenankan untuk mengambil data dengan menggunakan alat modern. Simulasi penting dilakukan untuk mengetahui kondisi pengudaraan di dalam bangunan sebelum pelaksanan pembangunan (Chunhai, 2008). Simulasi dibuat menggunakan program SolidWork Tahap awal dari simulasi adalah melakukan pengecekan besar error antara data hasil pengukuran dan hasil simulasi (validasi). Validasi data dilakukan untuk mengetahui berapa besar nilai kepercayaan dari hasil simulasi yang dilakukan (Gambar 10). Pengecekan eror data hasil pengukuran dengan data hasil simulasi (validasi) dilakukan dengan menggunakan root mean square error (RMSE). Dari hasil validasi data diperoleh tingkat kepercayaan dari hasil simulasi rata-rata nilai R 2 = 0,96 pada ruang atap, Sosoro, Tepas dan Imah (Gambar 26-29)

103 Pengukuran o C Pengukuran o C Pengukuran o C Pengukuran o C Gambar 26 Validasi suhu atap y = 0,739x + 6,722 R² = 0, Simulasi o C Atap y = 0,838x + 4,653 R² = 0, Simulasi o C SosT Linear (SosT) Gambar 27 Validasi suhu ruang Sosoro Simulasi o C y = 0,888x + 3,417 R² = 0,963 Tepas Linear ( Tepas) y = 1,111x - 3,590 R² = 0, Simulasi o C Imah Linear (Imah) Gambar 28 Validasi suhu ruang Tepas Gambar 29 Validasi suhu ruang Imah d. Hasil Simulasi 1. Hasil Simulasi Aliran Udara di Permukiman Pada lokasi permukiman angin bertiup dari arah Tenggara dengan kecepatan 0.8 m/s. Dapat dilihat pada hasil simulasi potongan denah lokasi permukiman Baduy Dalam angin sebesar 0.8 m/s. bertiup dari arah Tenggara. Gambar denah dibawah bangunan sejarak 0.5 m dari tanah menunjukkan bahwa dengan adanya angin sebesar 0.8 m/s.maka seluruh wilayah permukiman teraliri angin dengan kecepatan yang cukup besar. Terlihat bahwa terjadi aliran dikolong bangunan dengan kecepatan antara m/s. (Gambar 30).

104 88 Gambar 30 Aliran udara di bawah rumah (t = 0,5 m) Pada bangunan dengan sistim panggung maka di bawah bangunan terjadi aliran angin yang cukup besar sekitar 0.8 m/s. Pada saat angin membentur bangunan maka kecepatannya menjadi 0 m/s.(gambar 31) Di antara bangunan Gambar 31 Aliran udara pada potongan antar rumah Terdapat aliran angin yang cukup besar antara m/s. Angin di kolong bangunan dan di jalan antara bangunan berkecepatan yang sama sebesar 0.8 m/s. Melihat dari hasil simulasi di lokasi. aliran udara mengalir melalui bagian bawah rumah panggung dan tidak tertahan oleh bangunan sehingga terjadi aliran menerus pada lokasi. 2. Hasil Simulasi Kondisi Pengudaraan di Dalam Rumah a. Suhu Suhu mulai meningkat pada jam 6 sesuai dengan peningkatan besar radiasi matahari. Peningkatan suhu terbesar terjadi pada jam 9 sampai jam 13. Pada jam 14 suhu menurun kembali hingga jam 18 dan setelah itu mulai stabil sepanjang malam dengan suhu sebesar 23 o C. Suhu terendah terjadi pada jam 5 sebesar 22 o C.

105 89 Suhu terpanas pada jam 12 mencapai o C pada ruang Sosoro Timur. Besar suhu hampir merata di setiap ruang. Di ruang Imah dan ruang Sosoro Barat suhu lebih rendah yaitu hanya sebesar o C. Hal ini dikarenakan pada saat itu matahari berada di Lintang Selatan dan letak ruang Imah di bagian Barat Laut dan ruang Imah tertutup dinding bilik (Gambar 32). Simulasi dilakukan dengan kondisi bangunan tertutup. Kondisi suhu di dalam bangunan sangat terpengaruh dengan suhu lingkungan. Apabila suhu lingkungan naik maka suhu di dalam bangunan akan naik. Suhu lingkungan antara jam 6 18 adalah 23 o C. Suhu dalam bangunan antara jam 17 5 sekitar o C. Suhu lingkungan mulai naik pada jam 6 dan mencapai puncaknya pada jam Gambar 26 Kondisi suhu di dalam rumah sebesar 34 o C. Suhu rata rata bangunan setelah jam 18 sampai jam 4 pagi sekitar 23 o C. Jam 5 suhu bangunan menurun menjadi 22 o C. Mulai jam 6 sampai jam 10suhu naik dan mencapai puncaknya jam 12 yaitu sebesar o C di ruang Sosoro Timur. Setelah jam 13 suhu menurun kembali, karena hujan turun pada jam 13. Pada saat itu matahari sudah bergulir ke arah Barat memanasi ruang Imah dan Sosoro Barat. Dikarenakan ruang Imah bersekat maka suhunya menjadi sedikit lebih rendah dari ruang lainnya. Hasil simulasi menunjukkan suhu terdistribusi hampir merata pada seluruh bangunan. Perbedaan suhu antara satu ruang dengan ruang lainnya maksimal o C antara jam 8 14, sedangkan pada malam hari suhu lebih merata. Atap

106 90 bangunan bersuhu 0.5 o C di atas bangunan pada siang hari. Temperatur atap terbesar pada jam 13 sebesar o C ( Gambar 33). Gambar 33 Kondisi suhu jam 13 Gambar 34 Aliran udara jam 13 b. Aliran Udara Aliran udara di dalam bangunan disimulasikan pada kondisi bangunan tertutup. Kecepatan angin lingkungan mulai besar pada jam Kecepatan angin lingkungan terbesar terjadi pada jam 11, 15 dan 17 yaitu sebesar m/s. Aliran ventilasi dalam rumah terjadi sepanjang hari dengan besaran yang beragam. Melihat hasil simulasi Gambar 34, kondisi aliran udara terjadi diseluruh bagian bangunan. Ruang Imah walaupun berpenyekat tetapi aliran udaranya tidak lebih kecil rata ratanya dari pada ruang lainnya. Aliran udara ini terlihat lebih besar disiang hari daripada di malam hari. Hal ini sejalan dengan kondisi aliran udara lingkungan. Kecepatan angin terbesar pada jam 10 di ruang Imah sebesar

107 m/s m/s., pada ruang Sosoro Barat sebesar 0.71 m/s. dan Tepas 0.66 m/s. dan pada jam 15 di ruang Sosoro Timur sebesar 0.44 m/s. Angin lingkungan maka saat itu bertiup dari arah Barat Laut dengan kecepatan 1 m/s. Walaupun tidak terdapat jendela dan pintu dalam keadaan tertutup ternyata angin lingkungan berpengaruh terhadap aliran udara di dalam rumah. Aliran udara tetap berjalan sepanjang siang dan malam di dalam rumah dengan besaran yang beragam. Kecepatan angin di seluruh bangunan pada siang hari lebih besar daripada malam hari (Gambar 35). Pada bagian atap bangunan aliran udara lebih besar daripada di dalam ruangan dengan kecepatan maksimum sebesar 1.80 m/s. Aliran angin bagian atap sangat besar pada siang hari antara m/s. Aliran udara di dalam bangunan terjadi sepanjang hari. Kecepatan angin jam 10 dan jam 15 merupakan yang terbesar (Gambar 35). Pada pengamatan di satu lubang di sopi- 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 Lingk. Imah Jam Gambar 35 Aliran udara di dalam rumah Gambar 36 Aliran udara di ruang dan atap

108 Persen 92 sopi atap bagian Selatan terlihat bahwa antara jam 10 sampai jam 15 kecepatan angin di bagian atap dan sopi-sopi sangat besar yaitu antara 1,30 2,20 m/s. pada saat itu kecepatan angin lingkungan antara ,00 m/s. Hal ini sisebabkan karena pada bagian atap terjadi konveksi akibat perbedaan panas (Gambar 36, 37). Gambar 37 Aliran udara atap c. Kelembaban Relatif Pada ruang yang terletak di bagian Barat kelembaban pada jam 13 dan 14 lebih tinggi sebesar 0.3 % yaitu pada ruang Sosoro Barat. Kelembaban terendah ruang terjadi pada jam 11 yaitu sebesar 60%. Kelembaban bagian atap bangunan lebih kecil dari pada kelembaban ruang di bawahnya. Hal ini terjadi mulai jam 10 sampai jam sebesar % Jam Lingk. Imah Tepas SosoroT SosoroB Atap Gambar 38 Kelembaban relatif di dalam rumah Kelembaban relatif terendah terjadi pada jam sebesar 58.8 % (Gambar 38). Kelembaban pada bangunan di waktu malam bernilai tertinggi yaitu sekitar %. Kelembaban dalam ruang mulai rendah pada jam 7.00 dan terus

109 93 menurun sampai jam Kelembaban relatif (RH) merata di dalam seluruh bangunan. Kelembaban di dalam rumah sangat tergantung dari kondisi kelembaban lingkungan dan rata-rata lebih rendah sekitar 1 % pada siang hari dan lebih besar sekitar 1-2 % pada malam hari. Konsep Kearifan Lokal Desain Rumah Baduy Dalam Tata letak rumah. Keterangan: Zone I : Permukiman. Dilengkapi dengan alun-alun, bangunan tempat memproses pangan dan aula, tempat ibadah dan ternak kecil. Tata letak permukiman sesuai dengan iklim dan kondisi geografis setempat.. Z 4 Z 3 Z 2 Z 1 >1.5km >10 m Gambar 39 Skema eco-village Baduy Dalam Zone II : Vegetasi (windbreaker), bangunan penyimpanan, air bersih dan MCK Area ini berjarak minimal 15 m dari permukiman. Fungsi Zone ini sebagai pelindung dan pengendali angin kencang yang tidak diinginkan, menyerap CO2, polusi dan memproduksi O 2. Fungsi lainnya sebagai gudang pangan, penyejuk lingkungan, bahan bangunan, kebun buah-buahan, bahan bakar, sumber air bersih dan ikan (protein).

110 94 Zone III : Huma (ladang). Zone ini terletak di lereng yang berjarak minimal 1,5 km dari permukiman. Merupakan tempat mencari nafkah, sumber pangan, bahan bangunan dan sumber ekonomi lainnya. Zone IV : Hutan. Hutan seluruhnya terdapat dipuncak bukit atau gunung. Hutan dikonservasi karena merupakan sumber mata air, proteksi terhadap bencana longsor dan keragaman ( biodiversity) hayati. Dapat menjadi sumber nafkah dengan aturan tentang pengambilan yang mendukung keberlanjutan (sustainable). Kampung Cibeo diletakkan di wilayah lembah bukit yang datar 1 5 % kemiringannya, di atas elevasi permukaan air dan dikelilingi hutan pada zone 2 sehingga aman terhadap bahaya longsor dan banjir (Gambar 39). Pemilihan lokasi permukiman di Kampung Cibeo yang dikelilingi oleh vegetasi yang padat (leuweung lembur) membuat temperatur agak lebih rendah yaitu sekitar 28 o C pada jam (Lampiran 16). Perletakan rumah disesuaikan dengan kondisi iklim setempat seperti angin, matahari. Vegetasi akan mengatur aliran udara dengan memfilter, mengarahkan, menahan dan mendefleksikan angin (Prianto, 2000). Setelah melewati leuweung lembur angin yang datang di permukiman Baduy Dalam akan menjadi angin yang nyaman berkecepatan sedang dan suhu lebih sejuk (Gambar 40). Seluruh sistem di Desa Kanekes di desain untuk dicapai dengan berjalan kaki. Terdapat peraturan adat bahwa masyarakat dilarang menaiki kendaraan bermotor. Keseluruhan sistem yang mendukung kebutuhan manusia seperti desain bangunan dan tata letaknya, infrastruktur, aktifitas dan lanskap dibuat dengan menghormati keberlanjutan alam, flora dan fauna. Desain perletakan bangunan yang memposisikan rumah dengan orientasi yang benar akan efisien penggunaan energinya. Tata letak rumah Baduy Dalam diorientasikan Utara Selatan sehingga panas matahari tidak masuk bangunan.

111 95 Gambar 40 Konsep tata letak permukiman Kampung dikelilingi oleh sungai dan terdapat banyak air yang bersumber dari mata air untuk keperluan penduduk seperti mandi, mencuci dan kakus. Dengan pembatasan jumlah penduduk yang saat ini sekitar 537 orang, masih dapat mencukupi kebutuhan air penduduk dan air bekasnya belum tercemar, jadi siklus ekologi masih berjalan baik. Jumlah penduduk sekitar 500 orang per kampung yang termasuk kategori kecil sampai sedang Zee (1986). Menurut kategori Zee (1986) tipe permukiman Baduy Dalam berbentuk plaza. Tipe plaza adalah permukiman dimana jajaran rumah membentuk suatu alun-alun di tengah yang berfungsi sebagai lahan serba guna yang berfungsi sebagai tempat interaksi sosial terbuka. Terdapat hirarhi dalam penyediaan tempat berinteraksi sosial. Bangunan aula (bale) berfungsi sebagai tempat interaksi sosial tertutup.

112 96 Perletakan rumah Baduy Dalam berhadap-hadapan agar warga dapat berinteraksi dengan tetangga. Tata letak rumah disesuaikan dengan kontour tanah agar rumah tidak tergenang air waktu hujan. Air dibiarkan mengalir bebas tanpa dibuat saluran sehingga sebagian besar air meresap ke tanah sesuai dengan anjuran Sinukaban (2001). Bangunan penyimpanan diletakkan diluar lokasi permukiman agar ketersediaan pangan tetap terjaga. Hampir seluruh kebutuhan hidup masyarakat telah tersedia di Desa Kanekes. Masyarakat tidak perlu keluar wilayah untuk mencari pekerjaan dan makanan yang mereka beli hanya garam dan ikan asin. Huma tempat bekerja orang Baduy Dalam terletak minimal 1,5 km-2 km dari kampung di lereng bukit (Gambar 39). Puncak bukit dan gunung tetap dipreservasi untuk menjaga ketersediaan air dan biodivesitas tumbuhan dan hewan. Desain Rumah. Rumah masyarakat Baduy tidak mempunyai jendela dan hanya mempunyai 1 buah pintu masuk. Jendela dibuat dengan cara melubangi dinding. Walaupun tidak mempunyai jendela, cahaya dan udara masuk dari celah-celah dinding. Hasil simulasi dibuat dalam kondisi pintu tertutup, dan ternyata tiupan angin lingkungan tetap berpengaruh terhadap aliran udara di dalam rumah. Rumah dibuat dengan tujuan untuk memberi naungan yang baik bagi penghuninya dengan biaya pengelolaan serendah mungkin. Pembuatan rumah di wilayah panas dan lembab harus memperhatikan untuk mencegah panas matahari memasuki rumah dan menghilangkan panas yang ada akibat dari aktivitas penghuni. Oleh sebab itu merupakan hal yang esensial maka sangat penting untuk membuat aliran ventilasi sepanjang tahun. Pada daerah beriklim tropis, aliran udara masuk melalui penempatan dari pintu, jendela dan kisi-kisi vertikal pada dinding dan lubang atap (Mollinson,1991).

113 97 Gambar 41 Skema pengudaraan jam 12 Gambar 42 Skema pengudaraan jam 20 Bangunan dikonstruksikan dengan material yang ringan yang dikonstruksikan memakai rangka yang kokoh sehingga tahan terhadap angin maupun gempa (Purwanto, 2006). Pada atap bangunan terdapat teritis (overstek) yang lebar untuk mengurangi panas matahari di siang hari. Rumah Baduy Dalam tidak ditutup plafon dengan demikian tinggi bangunan akan bertambah mengakibatkan terjadinya pertukaran udara secara konveksi didalam rumah akibat perbedaan suhu pada siang hari (Gambar 41). Pada bidang sopi-sopi atap ditutup dengan penutup dinding dari anyaman bambu yang sangat porous (abig-abig) yang berlubang besar dengan porositas sebesar 50 %. Pada denah rumah hanya terdapat satu ruang yang bersekat yaitu ruang Imah. Pada denah rumah Baduy Dalam tidak terdapat banyak ruang yang tertutup dengan dinding pembatas ruang yang masif. Banyaknya dinding pembatas ruang yang masif akan menyebabkan akumulasi panas didalam rumah dikarenakan sirkulasi udara tidak berjalan dengan baik. Pada siang dan malam hari aliran udara selalu terjadi di dalam rumah. Penyekat ruang dibuat dengan dinding dari bahan porous yaitu bilik dari anyaman bambu. Dengan menggunakan dinding porous maka aliran udara masih dapat masuk melalui pori-pori dinding. Dinding penutup mempergunakan anyaman bambu (bilik) yang porous dan bernilai konduktifitas rendah 0.17 W/mK, sehingga dapat mengurangi panas yang masuk ke dalam rumah. Hal ini dapat dilihat dari hasil simulasi yang menunjukkan bahwa suhu dan aliran udara ruang Imah pada jam 12 adalah sekitar 0.6 m/s. dengan kelembaban sebesar 60 % dan suhu o C, dimana saat itu suhu lingkungan

114 98 adalah sebesar 33 o C dan kelembaban 64% dan angin lingkungan sebesar 0.4 m/s. (Gambar 41). Kondisi ini masih dirasakan nyaman dengan terjadinya aliran ventilasi yang baik dan merata di dalam rumah, terutama apabila pintu dalam keadaan terbuka maka aliran ventilasi akan sangat besar. Menurut standard dari SNI (2001) untuk kenyamanan termal di wilayah tropis suhu maksimal sekitar 27 o C, dengan naiknya temperatur 2.2 o C maka kecepatan angin harus naik dengan 0.5 m/s. Kelembaban relatif yang dianjurkan sekitar maksimal 70 %. Dengan naiknya aliran ventilasi maka kelembaban relatifpun dapat meningkat besarnya. Perlu diingat bahwa manusia dapat beradaptasi dengan lingkungan. Manusia tropis lebih tolerir terhadap suhu tinggi. Menurut hasil penelitian Mallick (1994) di Dhaka dimana suhu selalu tinggi, temperatur yang nyaman tanpa aliran udara.untuk daerah panas di dalam rumah adalah antara o C dan kelembaban relatif antara %. Hasil penelitian Duangporn (2004) menunjukkan bahwa prediksi kondisi kenyamanan termal pada standard yang ada adalah pada temperatur 25,6 31,5 o C dengan kelembaban relatif 62,2 90 %. Dengan temperatur dan kelembaban yang digambarkan pada grafik Olgyay (Lampiran 17) maka untuk manusia yang tinggal di wilayah beriklim panas dan lembab seperti Thailand dan Indonesia, zone kenyamanan dapat naik karena temperatur dan kelembaban selalu tinggi. Oleh sebab itu dengan ventilasi memadai maka suhu lebih dari 30 o C masih dianggap nyaman pada wilayah beriklim panas (Rilatupa, 2008). Dengan kombinasi suhu, kelembaban dan kecepatan udara maka suhu efektif kenyamanan akan naik (Duangporn, 2004). Kecepatan angin pada sopi-sopi dan atap terjadi akibat adanya angin lingkungan ditambah dengan konveksi akibat terjadinya perbedaan tekanan udara di dalam bangunan pada siang hari Kecepatan angin atap terbesar adalah 2 m/detik. Kondisi iklim mikro Rumah Baduy merata seluruh bangunan. Hal ini sesuai dengan pendapat Woolley dalam Neufert (1993) bahwa ventilasi di dalam bangunan harus dapat efektif dan merata pada seluruh ruang. Rumah berbentuk panggung yang ditutup dengan lantai yang bercelah membuat aliran ventilasi masuk dari bagian bawah bangunan. Hal ini didukung pula dengan dinding bangunan yang porous membuat rumah Baduy Dalam mempunyai aliran ventilasi baik dan merata sepanjang hari.

115 99 Aliran udara tetap berjalan di dalam ruang walaupun jendela dan pintu dalam keadaan tertutup. Besar suhu bangunan berdinding bilik sangat dipengaruhi kondisi lingkungannya. Dengan kondisi aliran udara yang baik dan kelembaban relatif yang rendah dan denah yang tidak banyak bersekat maka kenyamanan penghuni rumah di dalam rumah Baduy Dalam tetap terjaga. Konstruksi penutup yang porous di bagian atap, lantai dan dinding sangat cocok untuk negara beriklim tropis lembab. Pada kehidupan yang masih bertaraf sederhana, manusia yang hidup pada iklim tropis cenderung tidak memerlukan energi fosil untuk mempertahankan hidupnya. Mereka dapat hidup tanpa bantuan alat pemanas ataupun pendingin udara (Karyono, 2001). Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa rumah panggung sesuai untuk wilayah tropis karena akan membuat aliran ventilasi masuk dari bawah bangunan sehingga ventilasi menjadi lebih besar dan merata pada seluruh bangunan. Bahan penutup dinding dan atap yang bernilai konduktivitas rendah cocok untuk dipergunakan pada daerah tropis. Dinding yang sesuai dengan wilayah tropis sebaiknya dinding porous atau dapat dibantu dengan penempatan jendela yang tepat dan kisi kisi dinding dan lubang atap. Bentuk bangunan dengan atap runcing dan teritis lebar cocok untuk digunakan pada rumah tropis untuk mengalirkan air hujan, pelindung dari infiltrasi panas dan penahan angin. Mulyana (2009) menyebutkan bahwa pemakaian bahan lokal dan bangunan panggung akan memperpanjang jangka waktu pemakaian dan menguntungkan dari kalkulasi energi. Menurut hasil penelitian Mallick, dalam Rashid (2008) bangunan kontemporer hanya mempunyai 20% bagian ruang yang nyaman dan hanya mempunyai 5 6 jam waktu nyaman didalam bangunan seharinya, sedangkan bangunan tradisional mempunyai jam waktu nyaman. Kondisi termal dari bangunan tradisional lebih baik sehingga mempelajari vernacular buildings menjadi penting (Engin, 2007). Vernacular buildings dapat memberikan pandangan tentang kondisi dasar dari kebutuhan akan naungan dan rumah (Kartono,1999).

116 100 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu : a. Permukiman tradisional masyarakat Baduy Dalam sudah sesuai dengan konsep ecovillage dari Global Ecovillage Network. Hal ini terbukti dari hasil analisis data berdasarkan CSA yang mendapatkan nilai total 1196 ; dengan nilai aspek ekologis, aspek sosial dan aspek spiritual masing masing 432, 348 dan 414 yang berarti masyarakat Baduy Dalam menunjukkan progress yang sangat baik pada keberlanjutan wilayahnya. b. Rekonstruksi desain rumah Baduy Dalam dibuat menggunakan gambar teknik yang berbentuk 3 dimensi menggunakan program komputer SketchUp 8. Gambar yang dibuat antara lain denah tata letak rumah, denah rumah, tampak muka, tampak samping, potongan melintang dan memanjang, perspektif dari konstruksi bangunan, gambar detail dari elemen-elemen bangunan seperti konstruksi atap, konstruksi lantai, konstuksi pondasi dan detail sambungan. Untuk memperjelas bentuk rumah dibuat sebuah miniatur rumah Baduy dengan skala 1:10. c. Analisis menggunakan teknik CFD menunjukkan bahwa rumah Baduy Dalam mempunyai pengudaraan pasif yang baik dan merupakan rumah yang berdesain ekologis dari bentuk denah, konstruksi penggunaan bahan dan sistim pembangunannya. Kondisi pengudaraan di rumah Baduy Dalam antara lain; 1. Kondisi suhu setelah jam 18 sampai jam 4 pagi sekitar 23 o C. Suhu tertinggi terjadi pada jam 13 yaitu sebesar o C di ruang Sosoro Timur. 2. Kecepatan angin terbesar terjadi pada jam 10 yaitu pada ruang Imah sebesar 0.75 m/s. dan pada ruang Sosoro Timur sebesar 0.44 m/s. Aliran angin yang melewati sopi-sopi atap pada siang hari lebih besar, yaitu antara m/s.

117 Kelembaban relatif pada ruang terendah terjadi pada jam 11 yaitu sebesar 60%. Kelembaban pada bangunan di waktu malam mencapai nilai tertinggi sebesar %. Simpulan umum dari penelitian ini adalah : - Aturan yang lengkap dan mengutamakan konservasi, serta sistim kontrol dan hukum yang jelas dan dilaksanakan segenap masyarakat merupakan dasar dalam pemanfaatan suatu wilayah berkelanjutan. - Rumah panggung sesuai untuk wilayah tropis karena akan membuat bangunan tidak lembab dan lebih nyaman dengan aliran ventilasi yang lebih besar. Bahan penutup dinding dan atap yang bernilai konduktivitas rendah cocok untuk dipergunakan pada daerah tropis. Denah bangunan yang berpenyekat dinding porous atau penempatan jendela dan kisi kisi dinding yang tepat akan membuat kondisi pengudaraan bangunan yang baik, karena aliran ventilasi terjadi sepanjang hari dan merata pada seluruh bangunan. - Atap berbentuk segitiga, berteritis lebar cocok untuk digunakan pada rumah tropis untuk memproteksi panas dan hujan dan pelindung dari infiltrasi panas. - Rekonstruksi konsep kearifan lokal masyarakat Baduy Dalam penting dilakukan untuk mendokumentasikan bangunan dan tata letak permukiman salah satu kekayaan budaya bangsa Indonesia. Saran Berdasarkan kajian dan evaluasi pada konsep eco-village dan eco-house yang telah dilaksanakan maka beberapa saran yang diberikan antara lain : a. Konsep kearifan lokal masyarakat Baduy Dalam sebaiknya dijadikan acuan dalam pengembangan suatu wilayah berkelanjutan dimana sangat memperhatikan kesesuaian dengan iklim setempat dan fasilitas pendukung dan aturan yang lengkap. b. Konsep desain rumah, sistem penyediaan bahan bangunan, sistem pembangunan dapat diterapkan di perdesaan lainnya untuk penyediaan bangunan yang ekonomis dan efisien penggunaan energinya.

118 102 DAFTAR PUSTAKA [Anonim] What is an Eco-village, Wikipedia [5 June 2006] Aditjipto MI Jenis masalah perancangan dan jenis pendekatannya, http;//puslit.petra.ac.id/jpurnalsarchitecture/ Andersen KT Airflow rates by combined natural ventilation with opposing wind unambiguous solutions for practical use. J. Building and Environment 42: Bastide A. et.al. 2006, Building energy efficiency and thermal comfort in tropical climates: Presentation of a numerical approach for predicting the percentage of well-ventilated living spaces in buildings using natural ventilation, J.Energy and Buildings 38: Chiara JD, Koppleman LE. 1978, Site planning standard, Mc Graw Hill Inc. USA Capra F What is an eco-village. building/.html [4 June 2006] Chunhai X Building simulation as assistance in the conceptual design, J. Building Simulation 1: Duangporn and Jitkhajornwanich N, Panin O, Chindavanig T. 2004, Thermal comfort and adaptation to living for local people, Silpakom University, Bangkok, Thailand. Engin N. et al. 2007, Climatic effect in the formation of vernacular houses in the Eastern Black Sea Region. J. Building and Environment 42: [EPA] Environment Protection Agency. 2010, Indoor Air Quality. http//: [20 Desember 2010] Gaitani N. et.al 2007, On the use of bio climatic architecture principles in order to improve thermal comfort conditions in outdoor spaces. J. Building and Environment 42: Gallent N, Show D. 2007, Spatial planning, Abieingdon. J. Environmental Planning & Management 50 : 617 Garna YK. 1987, Tangtu telu jaro tujuh [tesis]. Universiti Kebangsaan Malaysia, Bangi Gilman R. 1991, Ecovillage definiton.

119 103 gilman.html [2 November 2007] [GEN] Global Ecovillage Network 2007, Community Sustainability Assesment, org/activities/index.html [1 Nov 2007] Hildur J 2006, Global Ecovillage Network, Gaia Trust, book/global. html [1 Nov 2007] Hirano T. et.al 2006, A study on a porous residential building model in hot and humid regions: Part 1 the natural ventilation performance and the cooling load reduction effect of the building model. J Building and Environment 41:21-32 Kaye NB, Hunt GR Heat source modelling and natural ventilation efficiency. J Energy and Buildings 9: Kartono JL. 1999, Ruang manusia dan rumah tinggal; suatu tinjauan perspektip kebudayaan Timur dan Barat. J. Dimensi Teknik Arsitektur 27: Karyono T.H. 1999, Wujud kota tropis di Indonesia; suatu pendekatan iklim, lingkungan dan energi, http;//puslit.petra.ac.id/jpurnalsarchitecture/ [1 Januari 2011] Kim DK. 2007, The natural environment control system of Korean traditional architecture: Comparison with Korean contemporary architecture. J Building and Environment 7: Kumar R. et.al Dynamic earth-contact building: A sustainable low-energy technology. J Building and Environment 42: Lee JH Optimization of indoor climate conditioning with passive and active methods using GA and CFD. J Building & Simulation 9: Livermore SR, Woods AW. 2006, Natural ventilation of multiple storey buildings: The use of stacks for secondary ventilation. J Building and Environment 40: Maciel AA. et al Main influences on the design philosophy and knowledge basis to bioclimatic integration into architectural design. J Building & Simulation 42: Mahdavi A. et al Shading and lighting operation in office buildings in Austria: A study of user control behavior. J Building and Environment 16: Mollison B Introduction to permaculture. Australia: Tagari Publications. Morrow E Earth User guide to permaculture. Australia: Kangaroo Press.

120 104 Neufert E Data Arsitek. Amril S.penerjemah. Jakarta. Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Ardhitectural Data. Permana RCE Tata Ruang Masyarakat Baduy. Jakarta: Wedatama Widya Sastra. Prianto E, Bonneaud F, Depecker P, Peneau JP. 2000, Tropical humid architecture in natural ventilation efficient point of view. J Archtectural Science 1: Purwanto LMF, Hermawan, Sanjaya R Pengaruh bentuk atap bangunan tradisional di Jawa Tengah untuk peningkatan kenyamanan termal bangunan. J Dimensi Teknik Arsitektur 34: Randla T, Kurisso T, Velu R. 2002, An eco-efficiency & sustainable development in Estonica. J Environtment & Sustainable Development 1:1-10. Rashid R Thermal performance of contemporary house in the city of Dhaka. J Architecture and Built Environment 36: Rilatupa J Aspek kenyamanan termal pada pengkondisian ruang dalam. J Sains dan Teknologi EMAS 18:3-13. Ryn S, Cowan S Ecological Design., USA: Island Press. Sinukaban N. 2001, Menjinakkan Ciliwung untuk mengamankan Jakarta, http: // / kompas - cetak/ 0501/ 29/ metro/ html [10 September 2008]. [SNI] Standard Nasional Indonesia Tata cara perancangan sistem ventilasi dan pengkondisian udara pada bangunan gedung: SNI; (SNI ). Smed J, Wall M Enhanced energy conservation in houses through high performance. J Building and Environment 42: Sozen MS, Gedik GZ Evaluation of traditional architecture in terms of building physics: Old Diyarbakír houses. J Building and Environment 42: Suhada Masyarakat Baduy Dalam Rentang Sejarah. Banten: Bapeda. Tenorio R Enabling the hybrid use of air conditioning: A prototype on sustainable housing in tropical regions, J Build and Envir 42: Tomlinson P. 200., Why planning has a vital role to play in helping adapt to climate change, London. J Planning and Environment 4: 1744 Van der Zee Human Settlement Analysis. Enshede Netherlands: International Institute for Aerospace Survey and Earth Science (ITC).

121 105 Versteeg HK, Malalasekera W An Introduction to Computational Fluid Dynamics. England: Longman Scientific & Technical. White H, Masset E Importance of household size & composition in constructing poverty proviles, Blackwell. J Development & Change 34:1-11. Wong NH et al Environmental study of the impact of greenery in an institutional campus in the tropics. J Building and Environment 42: Wong NH, Lin S A study of the effectiveness of passive climate control in naturally ventilated residential buildings in Singapore. J Building and Environment 42: Chiara JD, Koppleman LE Site Planning Standard. USA: McGrawHill Inc. [DPU RI] Departemen Pekerjaan Umum R.I, Direktorat Jendral Cipta Karya 1997, Rumah dan Lingkungan Permukiman Sehat. Jakarta. Mulyana R Konsep permukiman sehat dan berwawasan Lingkungan di daerah aliran sungai Cianjur, kabupaten cianjur Provinsi Jawa Barat [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Ditjen Ciptakarya Pedoman Rumah Sederhana Sehat. Jakarta. Frick H, Suskiyatno Dasar-dasar Eko-Arsitektur, Konsep arsitektur berwawasan lingkungan serta kualitas konstruksi dan bahan bangunan untuk rumah sehat dan dampaknya atas kesehatan manusia. Yogyakarta: Kanisius. Frick H, Ardiyanto A, Darmawan AMS Ilmu Fisika Bangunan. Yogyakarta: penerbit Kanisius. [Kepmenkes] Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan. Jakarta : Departemen Kesehatan R.I. Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Pedoman Teknis Pembangunan Rumah Sederhana Sehat (Rs SEHAT). Jakarta: Kantor Kimpraswil. Soegiyanto Bangunan di Indonesia dengan Iklim Tropis ditinjau dari Aspek Fisik Bangunan. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

122 LAMPIRAN 106

123 107 Lampiran 1 Hasil pengisian kuesioner Community Sustainability Assessment Nama Masyarakat : Baduy Dalam Kampung Cibeo Umur masyarakat : Sejak abad ke 16 Nama yang melengkapi CSA Bidang masyarakat Alamat : Ayah Mursid, Jaro Sami, Narja, Jaro Dainah, Sarmidi, Away, dan masyarakat Kampung Cibeo lainnya : Pemuka Adat, Kepala dan Sekretaris Desa, : Kampung Cibeo Waktu Pengisian : 10, 11 Agustus 2008 Jumlah Masyarakat yang mengambil bagian dalam melengkapi CSA : 10 orang 1. SCORING INFORMATION For each item in this questionnaire, check the box(es) that you believe most closely describe the truth for your community. After each answer that you selected, there is a number in parens - that is your score for that item. At the end of each section, there is a space to add up your total score for that section. Insert your scores for each section of the CSA (below and next page), to calculate your overall score. EACH SECTION SCORE 50+ : Indicates excellent progress toward sustainability : Indicates a good start toward sustainability 0-24 : Indicates actions are needed to undertake sustainability

124 108 EACH ASPECT SCORE 333+ : Indicates excellent progress toward sustainability : Indicates a good start toward sustainability : Indicates actions are needed to undertake sustainability TOTAL SCORE 999+ : Indicates excellent progress toward sustainability : Indicates a good start toward sustainability : Indicates actions are needed to undertake sustainability 1. ECOLOGICAL ASPECTS 1. Sense of Place - community location and scale; restoration & preservation of nature A. How many people in the community would you describe as being connected with and living harmoniously within the place in which they live: x all - very few exceptions (5) most (3) some (1) new/none (-1) B. Size - Number of people belonging to the community (sole or major place of residence): 0-5 (0) 5-19 (1) (2) x (4) (2) (1) (0) C. An estimate of how many people in the community knowledgeable of native plants and wildlife is: x majority (5) some (3) minority (1) few or none (0) D. Native plant and wildlife habitat in the area:

125 109 are actively supported/enhanced x often (4) sometimes (2) rarely (0) never (-1) are protected x often (4) sometimes (2) rarely (0) never (-1) are reclaimed when disturbed by human activity x often (4) sometimes (2) rarely (0) never (-1) E. The depth of humus is increasing yearly: Check as many as apply - x throughout bioregion (5) x on most land within the community (3) x in food production areas - only (1) No increase (0) Net decrease (-1) F. Diversity of appropriate species in the community is: Flora : increasing (4) x unchanging (1) decreasing (- 1) Fauna : increasing (4) x unchanging (1) decreasing (-1) G. Change in the health of the general environment over the last year: Soil Quality worse (-1) x same (0) better (3) Water Quality worse (-1) x same (0) better (3) Air Quality worse (-1) x same (0) better (3) H. The extent to which the natural environment of the community is disturbed by: Noise Pollution (unpleasant sound generated by human activity and disrupting the natural quiet) frequently (-1) sometimes (0) rarely (2) x not at all (4) Light Pollution (bright light sources unpleasant to neighbors and/or obscuring viewing of the stars)

126 110 frequently (-1) sometimes (0) rarely (2) x not at all (4) Litter (human trash, improperly discarded) frequently (-1) sometimes (0) rarely (2) x not at all (4) I. The extent to which the community actively plans conservation of dwindling natural resources in consideration of the needs and enjoyment of future generations: x frequently (4) sometimes (2) rarely (1) not at all (-1) J. The extent to which community members actively participate in environmental conservation and restoration activities (tree planting, nonnative species removal, etc.): x frequently (4) sometimes (2) rarely (1) not at all (-1) Sense of Place Total: 51 ECOLOGICAL CHECKLIST 2 2. Food Availability, Production & Distribution A. Sufficient food, providing adequate nutritional balance is: Check as many as apply x available locally (3) x easily accessible (3) affordable (3) B. Food is - estimated % (points) - (If less than the lowest %, count as 0 points) produced within community 12% (1) 13-25% (3) x 26-40% or more (5) obtained from local/bioregional food producers, outside of the community 25% (1) 40% (3) x 55% (5)

127 111 organically grown: 25% (1) 50% (3) x 65% or more (5) from bioregional/traditional/indigenous crops: 25% (1) 50% (3) x 65% or more (5) C. Surplus food is produced: Check as many as apply - within the community (12) x within bioregion (6) x No surplus is produced (0) Food must be brought in from outside the bioregion for adequate nutrition. (-1 ) D. Surplus food is: Check as many as apply - x stored for future use (1) x sold (1) x donated (1) fed to animals (1) x composted (1) discarded as trash (-3) Food scraps are: Check as many as apply - donated (2) x fed to animals (2) x composted (2) discarded as trash (-3) E. The extent to which greenhouse and/or roof or window gardens are used for year round food production: great (6) some (3) little (2) none (0) x not needed - outdoor food production is sufficient (4) F. Pesticides, herbicides, chemical fertilizers are used in the community's food production: commonly (-3) some (-1) minimally (1) x never (6) G. Seeds used in food production are: Check as many as apply - x open pollinated seeds (6) (varieties that produce seed and preserve biodiversity, locally cultivated and exchanged)

128 112 hybrid seeds (-2) (seeds sold by commercial corporations which will not breed true and therefore cannot be saved for next year's crops) Add up the numbers in parentheses behind each item above that you checked. 2. Food Availability, Production &Distribution Total: 53 Ecological Checklist 3 3. Physical Infrastructure, Buildings & Transportation - ecological materials, methods & designs A. Sufficient housing, providing adequate shelter is: Check as many as apply x available locally (4) x affordable (4) few/none (0) B. The extent to which building materials used are : natural / recyclable x most (2) some (1) few/none (0) recycled/reusable materials x most (2) some (1) few/none (0) rom your own bioregion x most (2) some (1) few/none (0) C. Buildings are designed to minimize energy needs and harmonize with the natural environment using: Check as many as apply - Shared spaces (common buildings, shared houses, etc.) x most (3) x some (1) few/none (0) Locally appropriate insulation standards x most (3) x some (1) few/none (0) Natural/non-toxic insulation materials most (3) some (1) few/none (0) Orientation of buildings (for light and temperature control) x most (3) some (1) few/none (0)

129 113 Creation of favorable outdoor microclimates (planting to regulate indoor temperatures for comfort) x most (3) some (1) few/none (0) Design to blend with the environment (colors, materials, site selection, etc.) x most (3) some (1) few/none (0) Design and construction planning for long life and/or renewability x most (3) some (1) few/none (0) x Other (1 point for each) - describe: building has the same form of the building has a uniform plan The extent to which pre-existing buildings are retrofitted for sustainability/aesthetics: x most (6) some (3) few/none (0) D. Some form of honoring the Earth, or attuning to it, is used to connect with the natural environment during community design, any excavating or rearrangement of the landscape, infrastructure development and community activities: x often (4) sometimes (2) rarely (0) never (-1) E. The extent to which community design (buildings, other infrastructure, landscaping and activity areas) is done with a Permaculture or other whole system approach, that respects and includes the needs of the Earth, local flora and fauna, as well as the needs of humans: x often (4) sometimes (2) rarely (0) never (-1) F. How well the community is designed to minimize motor vehicle use inside the community (for example, clustering of buildings): x very well (4) adequately (2) minimally (1) inadequately (-1)

130 114 How frequently community members must travel outside of the community for their needs: often (-2) sometimes (1) rarely (2) x never (4) The extent to which transportation conservation methods are used: Trail systems (walking, bike, horse, etc.) x often (2) sometimes (1) rarely (0) never (-1) Use of vehicles powered by clean, renewable energy sources (solar) often (2) sometimes (1) rarely (0) never (-1) Car-pooling x often (2) sometimes (1) rarely (0) never (-1) Sharing of vehicles often (2) sometimes (1) rarely (0) never (-1) Mass transit availability for longer distance travel (train/bus/air) often (2) sometimes (1) rarely (0) never (-1) x Other sustainable method (1 point for each) - describe: x walk J. Opportunities are sought to work at home vs. leaving the community to work: x often (4) sometimes (2) rarely (0) never (-1) 3. Physical Infrastructure, Buildings & Transportation Total: 63 ECOLOGICAL CHECLIST 4

131 Consumption Patterns & Solid Waste Management A. Estimates of how many people in the community use the following methods to reduce consumption of natural resources and generation of solid wastes: Voluntary simplicity - personal consumption is minimized x all - very few exceptions (10) most (6) some (3) few/none (0) Shared resources - equipment, tools, clothing, etc. x all - very few exceptions (10) most (6) some (3) few/none (0) Shared facilities - kitchens, storage space, offices, etc. all - very few exceptions (10) x most (6) some (3) few/none (0) Bulk/cooperative buying x all - very few exceptions (10) most (6) some (3) few/none (0) Other (1 point for each) Specify: x coordination (1) x donations (1) B. The extent to which the community's needs are met by local marketplaces (shortening the gap between producers and consumers): x great (5) somewhat (3) very little (1) not at all (-1) C. Indicate which of the following systems are in place and the extent they are used by the community: x Recycling: glass, plastic, aluminum, tin, etc. (2) x often (5) sometimes (3) rarely (0) never (-5) x Reuse (2) x often (5) sometimes (3) rarely (0) never (-5) x Repair or making things (vs. buying new ones) (2) x often (5) sometimes (3) rarely (0) never (-5) Other (1 point for each) Specify:

132 116 D. An estimate of how many people in the community know the location and method of managing trash from the community (garbage removal, landfill site, etc.): x all - very few exceptions (S) most (B) some (1) few/none (O) Ecological Checklist 5 5. Water - sources, quality & use patterns A. An estimate of how many people in the community know, respect and protect the water source: x all - very few exceptions (6) most (3) some (1) few/none (-1) B. Water source and supply is: Check as many as apply - x local and plentiful/renewable (4) catchment (1) well (1) springs or other waterways (1) piped from great distance, or imported (bottled, tanked in, etc.) (1) extremely inconvenient (excessively expensive, distant, scarce/rationed) (-1) from a non-renewable source, or, withdrawal is greater than renewal (-2) C. Water is: Check as many as apply - x naturally clean - not treated, filtering not required (5) filtered to remove minor natural impurities (3) treated with environmental & health friendly additives to balance ph or mineral imbalances (2) chemically treated with chlorine, bromine, iodine or fluorine (0) treated with the above chemicals, then filtered/purified (1)

133 117 D. Water storage methods are: x clean and healthy (5) unsanitary, posing contamination and health risks (-5) E. The extent to which the following water conservation methods are used by the community: Irrigation methods that conserve water often (6) sometimes (3) rarely (1) never (-1) Greywater reuse x often (6) sometimes (3) rarely (1) never (-1) Minimizing household use often (6) sometimes (3) rarely (1) never (-1) Devices reducing the amount of water used (faucet aerators, low flow shower heads, etc.) often (6) sometimes (3) rarely (1) never (-1) Xeriscaping (landscaping with drought tolerant native plants requiring minimal maintenance) x often (6) sometimes (3) rarely (1) never (-1) Use of natural/non-toxic products (cleaning, gardening, household products, etc.) x often (6) sometimes (3) rarely (1) never (-1) Care and maintenance of plumbing to prevent/repair leaks often (6) sometimes (3) rarely (1) never (-1) x Other (1 point for each) Specify: x memproteksi sungai (1) x memproteksi jalur hijau (1) x memproteksi mata air (1)

134 118 ECOLOGICAL CHECLIST 6 6. Waste Water & Water Pollution Management A. Sewage management systems used in the community: Check as many as apply - Composting toilets, dry toilets, constructed wetlands or living machine systems x all (7) most (5) some (3) little (1) Low flush toilets or standard toilets with toilet dams (objects in tank that reduce flush volume) x all (7) most (5) some (3) little (1) Regular flush toilets, no conservation methods (-1) x Other (1 point for each) - describe: x watershed (1) Sanitation is not adequately managed (contamination threat) (-5) An estimate of how many people in the community know the location and method of sewage treatment used by the community: x all - very few exceptions (6) most (3) some (1) few/none (0) B. Waste Water side effects/by-products are overall: x positive (e.g. growth of useful plants, aquaculture) (15) negative (e.g. emission of chemicals or other pollutants) (-5) x D. The quality of any water leaving the community, as compared with when it entered is: improved, cleaner (10) x the same, unchanged (0) decreased, less clean (-5) If decreased:

135 119 does it meet local standards for waste water emissions yes (2) no (0) does it meet local standards for drinking water yes (3) no (0) E. Water Pollution: x Does not exist locally (10) Exists and is being treated to restore clean water (8) being addressed (-5) Exists and is not F. Systems are available locally for proper disposal of toxic substances (paint, oil, batteries, etc.): x yes (B) no (O) Community members make use of these: x yes (B) no (O) 6. Waste Water &Water Pollution Management Total: 62 Ecological Checklist 7 7. Energy A. The amount of energy that is generated from renewable energy sources (solar, wind, hydro, biomass or geothermal) located at the community is: x all (7) most (5) some (3) little (1) none (0) B. The amount of energy that is brought in from outside the community/bought from a utility provider that is generated from renewable sources: x all (5) most (3) some (2) little/none (1) C. The amount of energy that is brought in from outside the community/bought from a utility provider that is generated by nuclear or fossil fuel sources: all (-6) most (-3) some (0) little (1) x none (5)

136 120 The extent to which community members are aware that their energy needs are met using non-renewable energy sources: x all - very few exceptions (3) most (2) some (1) few (0) none (-1) D. Energy conservation information and education in the community is best described as: x programs and information are readily available and used by most community members (7) programs and information are available, but not well utilized by community members (3) (0) programs and information are NOT available to community members E. Most household needs and activities (clothes washing, food preservation, etc.) are accomplished using: x natural, non-electric methods (5) x super energy efficient appliances (3) basic energy efficient appliances (2) standard appliances with conservation practices or adaptations (1) standard appliances, no conservation practices or adaptations (-1) other sustainable method (1 point for each) describe F. Water heating and space heating or cooling are provided mostly by: x solar gain, geothermal, or, sustainable biomass (including wood) from community land (5) natural gas, propane, bioregional wood or biomass, or, heat pump (3) fuel oil, or, electricity from a non-renewable source (0)

137 121 x other sustainable method (1 point for each) describe : x biomass (1) G. Cooking is mostly provided for by: x solar, or, sustainable biomass from community land (including wood) (3) propane or natural gas (1) electricity from a non-renewable source (0) other sustainable method (1 point for each) describe : If wood is a significant source, please indicate how it is renewed: x self sustaining tree planting program within the community/bioregion (2) x collection of dead wood from within the community/bioregion (2) imported from outside the bioregion from a source that renews via tree planting (1) from a source (local, bioregional or more distant) with no renewal program in place (-2) does not apply (0) H. Refrigeration is mostly provided for by: x seasonal systems or cold boxes/cellars (3) electricity from solar or other renewable source (2) propane or natural gas (1) electricity from a non-renewable source (-2) other sustainable method (1 point for each) describe :

138 122 I. Energy conservation is considered in construction of community buildings by: Check as many as apply - x building location and orientation for thermal mass, shading, etc. by climate (2) x use of appropriate construction materials/methods (super insulation, etc.) (2) energy conservation is not considered in community building construction (-2) other sustainable method (1 point for each) describe J. The extent to which the following energy conservation and efficiency methods are used: Consideration of energy conservation in the design of community buildings x often (2) sometimes (1) rarely (0) never (-1) Appliances and electronic equipment are shared by community members often (2) sometimes (1) rarely (0) never (-1) Community members select energy efficient appliances, equipment and tools x often (2) sometimes (1) rarely (0) never (-1) On-demand energy systems (only using energy when in use, such as water heaters) often (2) sometimes (1) rarely (0) never (-1) Household energy use is minimized through conservation practices and products, such as turning off power when not in use, timing devices, insulation of heat sources, etc.

139 123 x often (2) sometimes (1) rarely (0) never (-1) Regular care and maintenance of appliances and equipment often (2) sometimes (1) rarely (0) never (-1) Regular care and maintenance of buildings - windows, doors, etc. to prevent loss of heated or cooled air x often (2) sometimes (1) rarely (0) never (-1) Natural lighting for indoor spaces x often (2) sometimes (1) rarely (0) never (-1) Use of compact fluorescent lighting 60% or more of lights (3) 20-60% (2) 10-20% (1) less than 10% of lights (0) x other sustainable method (1 point for each) - describe (on next page) x wall pores (1) K. Surplus energy is generated from renewable sources within the community: x yes (2) no (0) The surplus energy generated is: put to new uses within the community x yes (2) no (0) provided to neighbors or the grid x yes (2) no (0) 7. Energy Sources &Uses Total: 72 B. SOCIAL ASPECT 1. Openness, Trust & Safety; Communal Space The extent to which there is a basic sense of safety and trust within the community: x mostly (6) some (3) little (0) not at all (-1) The extent to which the community is a safe environment for women:

140 124 x completely (6) mostly (3) sometimes (0) not at all (-1) The extent to which the community is a safe environment for children: completely (6) x mostly (3) sometimes (0) not at all (-1) The extent to which people in the community know and relate supportively with their neighbors: x almost always (6) often (3) sometimes (0) not at all (-1) Adult crimes in the community are best described as: rare (6) occasional (3) frequent (-3) constant (-5) Juvenile crimes in the community are best described as: x rare (6) occasional (3) frequent (-3) constant (-5) Indoor spaces available for communal gatherings and activities are: x excellent (6) adequate (3) minimal (1) inadequate/none (0) Outdoor spaces available for communal gatherings and activities are: x excellent (6) adequate (3) minimal (1) inadequate/none (0) Places available for youth gatherings and wholesome activities are: excellent (6) x adequate (3) minimal (1) inadequate/none (0) The frequency of social gatherings for the whole community: Check as many as apply x Daily (7) x Weekly (5) x Monthly (3) x Seasonally (2) Annually (1) Rarely (-1) 1. Openness, Trust &Safety; Communal Space Total: 58

141 125 Social Checklist 2 2. Communication - the flow of ideas & information The community's system to provide members with opportunities to regularly share information, exchange ideas and announce needs is: excellent (15) x adequate (5) minimal (1) inadequate (-5) Community members make use of this system: often (10) x sometimes (3) very little (1) not at all (0) Communication systems are used and work well in the community for the following: Check as many as apply - x announcing social events (3) x announcing group work activities (3) x encouraging discussion of important community decisions (3) x making information about past community decisions and policies available (3) x providing opportunities to share resources, skills, transportation, etc. (3) x providing personal support at times when a community member is in need (3) x uncensored exchange of ideas and discussion of values and visions (3) Other (1 point for each) - describe (on next page) C. There is adequate accessibility for community members to: Meet and talk face to face: x often (8) sometimes (4) rarely (-3) Phone: yes (5) no (-3) Fax : yes (4) no (-1) Regular Mail service yes (3) -no (-1) Internet/ yes (2) no (0) x Other (1 point for each) - describe: x pengumuman (1)

142 Communication - the flow of ideas &information Total: 32 Comments: some question are not relevant for indegenous community Social Checklist 3 3. Networking outreach & services - resource exchange (internal/external) Information about the community is available for others (general public) in some form: yes (7) x no (0) The community offers programs and services in sustainable living methods, technologies and/or businesses: To community members: x yes (7) no (0) To the general public: x yes (7) no (0) C. The community provides assistance/service to those in need: Check as many as apply - x within the community (10) x within bioregion (5) in the country/state (5) in other parts of the world (5) The extent to which community members engage in service projects: Check as many as apply - Within the community - often (5) x sometimes (3) very little (1) not at all (-1) Within the bioregion, (surrounding or nearby community) - often (5) sometimes (3) very little (1) not at all (-1) Nationally/internationally - often (5) sometimes (3) very little (1) not at all (-1) The extent to which there are community service opportunities available for youth:

143 127 x often (7) sometimes (3) very little (1) not at all (-3) F. The community builds relations and exchanges information, resources and support with other communities and related organizations: x often (7) sometimes (3) very little (1) not at all (-1) 3. Networking Outreach &Services Total: 38 Comments: the community don t involve with servise project Social Checklist 4 4. Social Sustainability - diversity &tolerance; decision-making; conflict resolution An estimate of how many community members value diversity and practice tolerance: Within the community - all - very few exceptions (3) most (2) some (1) few/none (-1) Outside of the community - all - very few exceptions (3) x most (2) some (1) few/none (-1) The extent to which the community has the power of self-governance regarding community issues: x completely (4) mostly (3) some (1) little (0) none (-1) A non-discriminatory method agreeable to the community is used for important community decisions and directions: x yes (4) in part or sometimes (1) no (-1) Decision-making is transparent: Information about decision topics is available to all x always - very few exceptions (3) sometimes (2) rarely/never (-1) Any member of the community can attend decision making meetings always - very few exceptions (3) x sometimes (2) rarely/never (-1)

144 128 Decision-making processes are inclusive: There is a system by which any adult member of the community can have input in the decision making process - x yes (3) no (-2) There is a system by which the children of the community can have input in the decision making process, as appropriate x yes (3) no (-1) An estimate of how many community members regularly participate in community governance and decision-making is best described as: all - very few exceptions (4) most (3) x some (1) few/none (-1) Information/training is available in decision-making and mutual empowerment skills: For adult community members x yes (3) no (-1) For children in the community x yes (3) no (-1) An estimate of how many community members would agree that the decision-making system is successful in difficult decisions/situations: x all - very few exceptions (4) most (3) some (1) few/none (-1) Social difficulties and disputes are successfully managed by an agreed upon system that is supportive, not punitive: almost always (5) x usually (3) sometimes (1) rarely/never (-5) J. Community members have easy access to this conflict resolution system: x yes (4) no (-2) K. Information/training is available in non-violent conflict resolution skills: For adult community members x yes (5) no (-1) For children in the community x yes (5) no (-1)

145 129 L. An estimate of how many community members would agree that their conflict resolution system: is successful in dealing with difficult people/situations x all - very few exceptions (4) most (3) some (1) few/none (-1) safeguards human rights x all - very few exceptions (4) most (3) some (1) few/none (-1) promotes equality and social justice x all - very few exceptions (4) most (3) some (1) few/none (-1) 3. Social Sustainability Total: Social Checklist 5 5. Education A. Education and learning are valued in the community as demonstrated by the following: Check as many as apply - x mentoring, internships and/or apprenticeship offered by those with special skills/expertise (3) x community gatherings for information exchange and group learning (3) community gatherings to discuss and learn from issues and mistakes and make changes toimprove what is not working well (3) x the input and contributions of community elders are sought and respected (3) x including children in work and community activities of all kinds (3) x parent involvement in their children's educational process (3) (3) learners determining the focus and content of their educational programs no or low drop out rate of children from their educational system (3)

146 130 other (1 point for each) - describe: B. Educational opportunities (appropriate to the community) are available and accessible within the community or bioregion, including: Check as many as apply - Early education (pre-school learning activities) (2) Basic education (2) x Vocational/livelihood skills training (2) Formal/higher education (college) (2) Special interest workshops/seminars/group programs (2) x Wholesome programs/activities for youth, outside of school (2) x Life experience learning opportunities (2) other (1 point for each) describe Education opportunities are available to all age groups: in the community x yes (10) no (-1) in the bioregion x yes (5) no (-5) The extent to which educational systems and teaching methods: honor and support individual differences of learners (talents, aptitudes, interests &limits, etc.) great (6) x somewhat (3) in small part (1) not at all (-2) promote individual self-realization great (6) x somewhat (3) in small part (1) not at all (-2) promote cooperative interdependence and community building skills x great (6) somewhat (3) in small part (1) not at all (-2) 5. Education Total: 51

147 Health Care Basic health care is: Check as many as apply - x available locally (3) x easily accessible (3) x affordable (3) Health care options available within or near the community: Check as many as apply - x Basic health care - conventional medical services (2) x Pre-natal care (2) x Dental care - conventional medical services (2) x Pediatric care (2) x Emergency care (2) x Care & support for the handicapped/disabled (2) x Maternity care (2) x Traditional services (shamanic ceremonies, counseling, etc.) (2) x Elder care (2) x Traditional remedies (herbal, nutritional, etc.) (2) x Care & support for the dying (2) x Preventive care/teaching (diet, exercise) (2) x Homeopathy (2) x Alternative practices (meditation, yoga, etc.) (2) x Alternative/eclectic therapies (body work, hypnosis, biofeedback, energy methods, etc) (2) Other (1 point for each) - Spsecify (on next page) How well health needs are met within or near the community: Physical well (2) x adequately (1) poorly (0) not at all (-2)

148 132 Mental-well x well (2) adequately (1) poorly (0) not at all (-2) Emotional x well (2) adequately (1) poorly (0) not at all (-2) Spiritual x well (2) adequately (1) poorly (0) not at all (-2) Deaths from preventable causes in the community are: x rare (6) occasional (3) common (-1) frequent (-3) Deaths from suicide/homicide/drug abuse in the community are: x rare (6) occasional (3) common (-1) frequent (-3) The incidence of serious communicable diseases in the community is: rare (6) x occasional (3) common (-1) frequent (-3) The extent to which there is a general commitment to healthy living in the community is: x great (6) somewhat (3) in small part (1) not at all (-3) Add up the numbers in parentheses behind each item above that you checked. 6. Health Care Total: 55 Social Checklist 7 7. Sustainable Economics - healthy local economy There is explicit encouragement for community members creating businesses thatenhance the local economy: x yes (4) no (0) do NOT generate pollution: x yes (4) no (0)

149 133 do NOT exploit human resources: x yes (4) no (0) do NOT exploit natural resources: x yes (4) no (0) Local banks lend in support of sustainability projects: x yes (4) no (0) An estimate of the how many youth leave the community for a livelihood: majority (-5) some (0) x minority (3) few or none (5) The extent to which community members experience unemployment or lack of work for which they receive funds or other exchange is: x rarely (2) occasionally (1) often (-1) frequently (-2) An estimate of how many community members have difficulty providing for their basic needs (food, shelter, clothing, etc.): most (-6) some (-1) few (3) x none (6) If there are economic inequalities among community members, is there a system for dealing with this: x yes (3) no (0) F. Economic systems active in the community: Check as many as apply - x self-sufficiency for basic needs (5) ecologically friendly cottage industry (2) sustainable small businesses (2) x barter and exchange systems (2) education/programs (2) telecommunications or other work at home (2) x volunteerism - work contribution (2) local market days (2)

150 134 x fund raising for modeling sustainable practices (2) x voluntary levies within the community for sustainability project development (2) exchange with other eco-villages and sustainable communities (2) x fund raising for community operations (0) leaving the community for paid work (-2) Other(1 point for each) Specify: Community members actively engage in economic cooperation: in their bioregion x yes (2) no (-2) in their country/state yes (1) no (-1) with other parts of the world yes (1) no (0) An estimate of how many community members would describe their work as meaningful and fulfilling: x all - very few exceptions (4) most (3) some (1) few/none (-2) An estimate of how many community members would say they experience non-monetary abundance/prosperity in their life: x all - very few exceptions (4) most (3) some (1) few/none (-2) 7. Sustainable Economics - healthy local economy Total:56 SPIRITUAL ASPECT 1. Cultural Sustainability

151 135 The common cultural/ethnic heritage of the community is celebrated and preserved through: Check as many as apply - x oral transmission or storytelling (5) written records and archives (5) x person(s) serving as historian(s) (5) training/apprenticeship in expertise specific to the community (artisanry, indigenous language, folk products, etc.) (5) x a shared vision/method for ensuring continuity of the culture in the future (5) x ceremonies and celebrations (5) art (photographs, murals, songs, etc.) (5) does not apply (0) Though community members do not share a common heritage, they do: x join in celebrating the heritage(s) of fellow community members (15) x value and act to preserve the current community's culture/history by one or more of the methods above (15) Cultural programs, festivals and celebrations, open to anyone, are offered: Check as many as apply - x within the community (10) x within bioregion (5) none nearby (-5) An estimate of how many community members know the history of the community is: x most (13) some (6) few (1) none (-4) Cycles/transitions of life are acknowledged and shared in celebrations, ceremonies and rites of passage: x always - very few exceptions (13) usually (6) occasionally (2) never (-5)

152 Cultural Sustainability Total: Arts & Leisure Opportunities are available for community members to develop artistic talents (classes, apprenticeships, and support for individual artistic pursuits): x almost always (6) usually (4) sometimes (2) rarely (0) never (-2) These opportunities include: Check as many as apply - painting (2) x music (2) creative writing (2) theater/acting (2) dancing (2) textiles (2) folk crafts (2) photography (2) pottery/sculpture (2) other (1 point for each) describe : x menganyam (1) The extent to which the community values and encourages the development of local entertainers and entertainment: x great (6) somewhat (3) in small part (1) not at all (-1) The extent to which community members have time for recreational and leisure activities (sports, hobbies, relaxation, etc.) is: x great (6) somewhat (3) in small part (1) not at all (-1) There is group space available for art activities and events:

153 137 indoor : x yes (6) no (-1) outdoor : x yes (4) no (-1) Indicate the frequency of artistic events/celebrations in the community: Check as many as apply Daily (5) Weekly (3) Monthly (2) x Seasonally (2) Annually (1) Never (-5) The design and appearance of the community demonstrates that the community values art, beauty and aesthetic quality: clearly (6) somewhat (3) in small part (1) not at all (-1) The extent to which the expression and experience of beauty (in - art, ceremonies, poetry, gardens, architecture, etc.) is a natural part of the community's way of life: great (6) somewhat (3) x in small part (1) not at all (-1) 2. Arts &Leisure Total: 46 Spiritual Checklist 3 3. Spiritual Sustainability - rituals &celebrations; support for inner development &spiritual practices Community members are free to worship the creator/creation, and celebrate their connection with the divine, through devotional practices of their choice: x yes (10) no (-5) Opportunities for contemplation and development of the inner self are available in the community: Check as many as apply - x through individual pursuit (5) x through group programs and activities (5)

154 138 no (-5) other (1 point for each) - describe The topic and experiences of spirituality within the community are best described as: x comfortable, harmonious and contributing to the overall well-being of the community (2) a source of interpersonal difficulties and unrest or problems within the community (-2) Group spiritual practices conducted within the community, include: Check as many as apply - x Meditation (1) Attunement/group centering practices (1) x Sacred dancing (1) Talking stick sessions/sharing circles (1) x Meal blessings (1) Shared silence (1) Prayer (1) Chanting/devotional singing (1) x Invocation of God/Spirit at community activities and events (1) Other(1 point for each) Specify: How often community members come together for spiritual practices that connect them to a deeper level of consciousness within themselves and/or to the Earth: x regularly (5) occasionally (3) rarely (1) never (-1)

155 139 The extent to which community members wishing to devote themselves to a life of spiritual mastery and selfless service, are encouraged/supported by the community in doing this: x great (5) somewhat (3) in small part (1) not at all (-1) The extent to which the wisdom and spiritual expertise of older community members is seen as a community resource and used as a guide in community matters: x great (5) somewhat (3) in small part (1) not at all (-1) There are spaces available within the community dedicated for spiritual gatherings and practices: indoor ; x yes (5) no (-1) outdoor : x yes (5) no (-1) An estimate of how many community members appreciate that spirituality manifests in many ways, and respect the ways of others: most (5) some (3) few (1) none (-1) 3. Spiritual Sustainability - rituals &celebrations; support for inner development &spiritual practices Total: 50 Spiritual Checklist 4 4. Community Glue Most community members would agree that the quality of life in the community is best described as: x excellent (5) good (3) adequate (1) inadequate (0) poor (-2) Sharing occurs among community members about beliefs, values and experiences: x frequently (5) sometimes (3) rarely (1) never (-1) The extent to which moral principles (such as respect for oneself and others, responsibility for personal mastery and personal integrity) are part of the community's philosophy and activities:

156 140 x great (5) somewhat (3) little (0) not at all (-1) The extent to which a common vision or purpose aligns and unites the community: x great (5) somewhat (3) little (0) not at all (-1) Community review and renewal of a shared vision and purpose occurs: x regularly (5) occasionally (3) rarely (1) never (0) The community laughs, plays, relaxes and generally enjoys life together: x regularly (5) occasionally (3) rarely (1) never (0) G. The level of harmony, caring and support: Between the women of the community is - x excellent (6) good (4) adequate (2) inadequate (0) poor (-2) Between the men of the community is - x excellent (6) good (4) adequate (2) inadequate (0) poor (-2) Between men and women of the community is - x excellent (6) good (4) adequate (2) inadequate (0) poor (-2) Between the children of the community is - x excellent (6) good (4) adequate (2) inadequate (0) poor (-2) Between the various age groups within the community is - x excellent (6) good (4) adequate (2) inadequate (0) poor (-2) H. Sexual relationships within the community are best described as: x appropriate (for this community) and contributing to the overall wellbeing of the community (3) a source of social difficulties and unrest or problems within the community (-3) I. The community endeavors to strengthen its internal (community glue) bonds:

157 141 x regularly (8) occasionally (4) rarely (2) never (-1) Community Glue Total: 67 Spiritual Checklist 5 5. Community Resilience The extent to which the community is able to respond beneficially to community members in crisis: x completely - very few exceptions (14) mostly (8) somewhat (5) little (2) not at all (-3) The community is able to discern when external expertise is needed to help community members in crisis: x usually (14) sometimes (5) rarely (2) never (-3) How often the community is able to help members facing personal or existential problems, transform the crisis into an opportunity for inner growth and self-realization: x usually (14) sometimes (5) rarely (2) never (-3) The extent to which the community is able to respond supportively to marginalized community members (the poor, ill, dying, troubled, disabled, elderly, etc.): x completely - very few exceptions (14) mostly (8) somewhat (5) little (2) not at all (-3) The community endeavors to strengthen its ability to successfully handle challenges/crises: x regularly (15) occasionally (7) rarely (2) never (-3)

158 Community Resilience Total: 71 Spiritual Checklist 6 6. A New Holographic, Circulatory World View The extent to which the community values conscious living (personal responsibility, personal growth and caring interaction with others) is best described as: x great (14) some (10) a little (5) not at all (-3) The extent to which diversity (human) is valued and encouraged as important to the overall health and success of the community is: great (14) some (10) x a little (5) not at all (-3) The extent to which there is a shared sense of the community's place in and contribution to the world: x great (14) some (10) a little (5) not at all (-3) The extent to which the concept of sustainability is gaining acceptance and use in the community is: x great (14) some (10) a little (5) not at all (-3) The extent to which there is a shared commitment within the community to a greater purpose - "we are doing this for something greater than us" - for the greater good: x great (14) some (10) a little (5) not at all (-3) 6. A New Holographic, Circulatory World View Total: 66 Spiritual Checklist 7 7. Peace & Global Consciousness

159 143 The extent to which there is harmony within the diversity, that is, the dynamic tension of people's differences is put to creative uses that benefit the community: great (14) x some (10) a little (5) not at all (-3) The community engages in activities that open the hearts and minds of community members to an experience of being part of a greater whole: x regularly (10) occasionally (6) rarely (2) never (-2) When making important community decisions, the community engages in activities that open the heart to deeper truths and balance mind, body and spirit: x regularly (10) occasionally (6) rarely (2) never (-2) The extent to which community members are aware of and take responsibility for the effects of projecting their emotional and/or mental energy into the collective energy-field of the community: great (14) x some (10) a little (5) not at all (-3) Community members offer selfless service: within the community x frequently (10) sometimes (6) rarely (2) never (-2) outside the community frequently (10) x sometimes (6) rarely (2) never (-2) The value the community places on cultivating inner peace is best described as: x great (14) some (10) a little (5) not at all (-3) 7. Peace &Global Consciousness Total:40

160 144 Lampiran 2 Data kondisi lingkungan penelitian tanggal 12 Nopember 2009 Jam Angin Suhu RH Tek Rad arah m/dt C % mmhg Lux 1 _ ,8 0 2 _ ,5 0 3 _ ,3 0 4 _ ,3 0 5 _ ,2 0 6 _ , TL , TL , B 0, , BD 0, , TG 1, , S 0, , TG 1, , TG 2, , U , BL 0, , TG ,6 119,4 18 TG ,5 27,4 19 T , _ , _ , _ , _ , _ ,9 0

161 145 Lampiran 3 Data kondisi lingkungan penelitian tanggal 13 Nopember 2009 Jam Angin Suhu RH Tek Rad arah m/dt C % mmhg Lux 1 _ _ _ _ _ _ TL TL B BD TG S TG TG U BL TG TG T _ _ _ _ _

162 146 Lampiran 4 Data kondisi lingkungan penelitian tanggal 14 Nopember 2009 Jam Angin Suhu RH Tek Rad arah m/dt C % mmhg Lux , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,6 0

163 147 Lampiran 5 Data temperatur miniatur tanggal 12 Nopember 2009 Data Temperatur Miniatur 12 Nopember 2009 Jam ADB ATgD ADT ALT ALBw ALB DT DB DU DS RST RI RT RSB 24 23,7 23,8 22,8 22,7 22,9 27,6 23,7 23,6 23,8 23,8 23,9 23,7 23,8 2 23,7 23,3 23,3 22,4 22,3 22, ,3 23,3 23,3 23,6 23,7 23,5 23,6 3 23,5 23,2 23,5 22,4 22,5 22,7 28,6 23,5 23,5 23,3 23,5 23,7 23,6 23,7 4 23,1 22,8 22,7 21,3 21,3 21,3 23,2 22,7 22,9 22,8 22,8 23,1 22,8 23,1 5 23,2 22, ,1 22,1 22,2 23,2 23,2 23,1 23,1 22,9 23,2 23,1 23,3 6 23,4 23,1 23,2 22,5 22,5 22,4 23,5 23,3 23,1 23, ,1 23,1 23,2 7 26,8 31,8 26, ,4 30,3 27,8 29,5 27,6 26,8 26,6 27,2 26,9 8 30,4 29,3 31,5 48,1 29,6 30,7 39,9 31,4 26,9 32,2 30, ,7 29,7 9 32,6 32,2 32, ,2 33,7 34,5 28,8 34,9 32,5 32,1 32,6 32, ,1 32,2 36, ,6 53,6 36,4 36,4 32,2 34,1 33,1 33,1 33, , , ,8 36,9 36,1 35,2 35,8 34,4 33, , ,4 33,7 39,7 38,7 46,9 62,8 42,5 37,1 34,9 37,1 34,3 34,3 34, ,2 28,6 29,4 29,6 30,8 30,6 27,1 29,1 26,8 29, , ,4 27,8 28,9 29,3 29,6 30,1 31,8 28,3 33,5 28,7 28,1 28,7 28,2 28, ,5 27,3 27,8 27,8 27,2 27,5 34,4 26,8 36,9 27,3 27,3 29,2 27,5 27, , ,5 25,1 25,6 26,2 29,2 27,2 33,8 27,2 27,3 27,5 27, ,2 27,1 27,2 25,2 25,5 25,8 27,8 27, ,3 27,1 27,2 27,3 28, ,7 26,5 26,6 24,3 24,5 24,7 33,3 26, ,4 26,4 26,5 26,5 27, ,2 23,9 24,2 23,1 23,1 23, ,9 24,1 24,4 24,1 24, ,1 23,8 23,7 22,6 22,5 22,8 29,6 23,7 23,8 23,8 23,9 24,1 23, ,2 23, , ,2 46,9 23,8 23,8 23,8 23,9 24, , ,6 23,8 22,8 22,7 23,1 27,8 23,8 23,7 23,8 23,8 24,1 23,8 23, ,7 23,8 22,8 22,9 23,1 23,7 23,6 23,5 23,7 23, ,8 23, ,2 23, , ,9 24,2 24,2 24,2 24,2

164 148 Lampiran 6 Data temperatur miniatur tanggal 13 Nopember 2009 Jam ADB ATgD ADT ALT ALBw ALB DT DB DU DS RST RI RT RSB 1 25, , ,8 24,9 24,9 24,5 24,9 25,1 24,6 24,7 25, ,6 24,9 23,7 23,8 23,8 24,7 24,9 24,7 24,9 24,8 24,6 24,5 25,7 3 24,9 24,7 24,9 23, ,5 24,7 24,8 24,7 24,8 24,9 24,6 24,8 25,5 4 24, ,2 22,3 22, , ,6 23,9 24,9 5 23,8 23,6 23, ,5 21,7 23,4 23,4 23,3 23,5 23,7 23,2 23,5 24,5 6 24,8 24,2 24,9 27,4 23,9 24,6 24,7 24,7 24,5 24,7 30,8 24,6 25, ,2 25,7 26,6 30,4 25,6 26,4 26,1 26,3 25,8 26,1 32,7 26,3 25,9 27,1 8 29,5 29, ,2 30,4 29,2 28,9 29, ,8 30,6 31,3 31,1 9 32,4 31,2 35, ,9 36,9 31,7 31,5 31,9 31,5 37,2 32,1 32,6 32, ,5 32,9 34, ,6 49,8 33,4 33,2 34,5 33,2 38,9 36,5 36,6 36, ,6 33,5 38, ,6 49,5 34,5 34,8 34,8 34,3 36,9 35,7 36,5 35, ,2 33,4 37,6 42,7 41,8 44,5 34,5 34,3 34,7 34,2 42,3 36,6 34,4 34, ,4 33,6 38,1 44,9 44,4 56,5 34,6 35,5 34,9 34,5 36,2 35,9 36, ,1 30,7 32,4 33,2 34,8 37,6 31,1 31, ,5 35,1 31,2 31,1 32, ,5 25,1 25, ,1 25,4 25,7 25,4 25,8 26,1 24,9 25,5 24, ,6 24,8 23,4 23,5 23,5 24,7 24,8 24, ,3 24,7 24,3 24, , , ,1 25,3 25,2 25,3 28, , ,2 23,7 23,7 22,5 22,6 22,8 23,9 24,2 23,9 24,1 22,6 23,7 23,7 23, ,2 23,9 24,2 23,1 23,1 23,3 24,1 24,4 24,1 24,2 23, , ,1 23,8 23,7 22,6 22,5 22,8 23,9 24,1 23, ,7 23,7 23,8 23, ,2 23, , ,2 23,9 24, ,1 23,7 23,8 23,8 23, ,6 23,8 22,8 22,7 23,1 23,8 24,1 23,8 23,9 23,8 23,8 23,7 23, ,7 23,8 22,8 22,9 23,1 23, ,8 23,9 23,7 23,6 23,5 23, ,2 23, ,2 24,2 24,2 24,2 24, ,9

165 149 Lampiran 7 Data hasil pengukuran miniatur tanggal 14 Nopember 2009 Jam ADB ATgD ADT ALT ALBw ALB DT DB DU DS RST RI RT RSB ,7 23,8 22,8 22,7 22,9 23,8 23,9 23,7 23, ,7 23,6 23,8 2 23,7 23,3 23,3 22,4 22,3 22,6 23,6 23,7 23,5 23, ,3 23,3 23,3 3 23,5 23,2 23,5 22,4 22,5 22,7 23,5 23,7 23,6 23, ,5 23,5 23,3 4 23,1 22,8 22,7 21,3 21,3 21,3 22,8 23,1 22,8 23,1 23,2 22,7 22,9 22,8 5 23,2 22, ,1 22,1 22,2 22,9 23,2 23,1 23,3 22,2 23,2 23,1 23,1 6 23,4 23,1 23,2 22,5 22,5 22, ,1 23,1 23,2 23,5 23,3 23,1 23,3 7 24,3 23,9 24,5 25,4 24,5 24,3 24,3 24,4 24,5 24,2 33, , ,9 26,5 28,2 41,7 27,1 26,6 26,6 26,5 27, ,1 29,8 29,4 29, ,9 35,6 46,4 38,3 44,2 32,2 32,5 32,9 31,9 40,9 33,9 30,7 31, ,1 32,2 36, ,6 53,6 33,1 33,1 33, ,4 36,4 32,2 34, , , ,8 34,4 33, ,5 36,9 36,1 35,2 35, ,4 33,7 39,7 38,7 46,9 62,8 34,3 34,3 34, ,5 37,1 34,9 37, ,2 32,3 36,2 40,5 40,3 47,9 33,2 33,3 33,5 32, ,2 32,8 35, ,6 33,1 36,1 39,2 41,4 50,4 34,9 33,9 34,1 33,8 35,3 35, , ,5 30,6 31,4 32,2 32,1 32,9 31,5 31,4 31,1 31,2 37,3 31,1 30, ,2 29, ,9 32,9 30,2 29,9 29,8 29,8 30,4 30,5 29,1 30, ,1 27,7 27, ,4 26, ,9 27,8 27,8 30,5 27,4 27,5 27, ,5 27,2 27,5 25,4 25, ,4 27,7 27,3 27,4 27, ,1 27, ,8 25,5 25,8 24,4 24,2 24,7 25,8 26,1 25,8 26,2 25,8 25,8 25,7 26, ,6 24,4 24,5 23,5 23,5 23,4 24,3 24,3 24,3 24,1 24,4 23, , ,7 24,3 24,6 23,6 23,5 23,7 24,6 24,6 24,5 24,6 24,5 23, , ,2 25,1 25,1 24,2 23, , ,9 25,1 24, , ,9 24,7 24,8 23,8 23,9 23,8 24,7 24,7 24,6 24,6 24, ,5 25, ,8 24,9 23,9 23, ,7 24,9 24,7 24,8 24,8 24,6 24,7 25,6

166 150 Lampiran 8 Data hasil pengukuran dan simulasi Data Pengukuran Hasil Simulasi Jam Atap SosT Imah Tepas SosB Atap Sos T Imah Tepas Sos B ,9 24,9 24,5 24,9 22,977 22,963 22,903 22,953 22, ,6 24,7 24,9 24,7 24,9 23,949 23,59 23,323 23,633 23, ,7 24,7 24,8 24,7 24,8 23,984 23,586 23,334 23,622 23, , ,616 23,438 23,216 23,47 23, ,6 23,4 23,4 23,3 23,5 22,125 22,033 22,041 22,036 22, ,2 24,7 24,7 24,5 24,7 24,3 24,918 24,893 24,913 24,9 7 25,7 26,1 26,3 25,8 26,1 25,9 26,344 26,282 26,281 26,3 8 29,3 29,2 28,9 29, ,537 32,159 31,814 32,344 31, ,2 31,7 31,5 31,9 31,5 33,114 32,156 31,91 32,535 31, ,9 33,4 33,2 34,5 33,2 34,608 33,608 33,539 33,804 33, ,5 34,5 34,8 34,8 34,3 37,085 35,688 35,013 34,978 35, ,4 34,5 34,3 34,7 34,2 34,218 33,752 33,541 33,582 33, ,6 34,6 35,5 34,9 34,5 36,426 35,571 35,088 35,052 34, ,7 31,1 31, ,5 31,392 31,244 31,16 31,173 31, ,1 25,4 25,7 25,4 25,8 24,001 24,001 24,001 24,001 24, ,6 24,7 24,8 24, ,466 23,585 23,674 23,599 23, ,7 25,1 25,3 25,2 25,3 23,988 23,986 23,996 23,99 23, ,7 23,9 24,2 23,9 24,1 22,88 22,918 23,729 23,072 23, ,9 24,1 24,4 24,1 24,2 23,8 23,344 23,395 23,365 23, ,8 23,9 24,1 23, ,442 23,04 23,053 23,044 23, ,9 23,9 24, ,1 23,516 23,35 23,196 23,357 23, ,6 23,8 24,1 23,8 23,9 23,82 23,323 23,206 23,171 23, ,7 23, ,8 23,9 23,295 23,29 23,228 23,357 23, ,9 24,2 24,2 24,2 24,2 23,844 23,135 23,879 23,144 23,736

167 151 Lampiran 9 Hasil simulasi temperatur ( o C) Jam Lingk. Imah Tepas SosT SosB Atap Radiasi/lux 1,00 23,00 23,01 23,04 23,00 23,00 23,99 0 2,00 23,00 23,02 23,00 23,00 23,00 24,37 0 3,00 23,00 23,01 23,00 23,03 23,01 23,32 0 4,00 23,00 23,02 23,00 23,01 23,00 23,04 0 5,00 22,00 22,00 22,00 22,00 22,03 23,05 0 6,00 22,00 26,21 24,00 24,00 24,01 24, ,00 25,00 27,02 28,25 28,23 26,99 28, ,00 29,00 26,20 24,00 24,00 24,00 26, ,00 31,00 32,00 32,40 32,87 32,44 32, ,00 33,00 33,14 33,13 33,16 33,08 33, ,00 33,00 33,20 33,24 33,26 33,12 33, ,00 33,00 34,14 34,14 34,16 34,09 34, ,00 34,00 33,18 33,15 33,15 33,10 33, ,00 31,00 31,04 31,03 31,05 31,03 32, ,00 24,00 24,11 24,12 24,12 24,14 24, ,00 24,00 24,57 24,17 24,57 24,57 24, ,00 24,00 23,99 23,99 23,98 23,99 23, ,00 23,00 22,99 22,99 22,99 22,99 22, ,00 23,00 22,90 23,00 22,90 22,90 22, ,00 23,00 22,92 23,00 23,00 22,94 23, ,00 23,00 22,98 23,00 22,98 22,95 23, ,00 23,00 23,99 23,24 23,31 23,51 23, ,00 23,00 23,56 23,60 23,50 23,50 23, ,00 23,00 23,50 23,86 23,67 23,54 23,87 0

168 152 Lampiran 10 Hasil simulasi kecepatan angin (m/s) Jam Lingk. Imah Tepas SosT SosB Atap SopiS 1,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 2,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 3,00 0,00 0,00 0,01 0,01 0,01 0,00 0,00 4,00 0,00 0,01 0,01 0,00 0,01 0,00 0,02 5,00 0,00 0,00 0,01 0,01 0,01 0,10 0,08 6,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,04 0,17 7,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,03 0,06 8,00 0,00 5-E4 0,00 0,00 0,00 0,03 0,05 9,00 0,40 0,00 0,04 0,04 0,06 0,98 1,20 10,00 0,40 0,64 0,66 0,31 0,72 2,19 2,19 11,00 0,90 0,09 0,18 0,13 0,03 0,74 1,74 12,00 0,40 0,54 0,37 0,25 0,59 1,79 1,79 13,00 0,40 0,14 0,15 0,08 0,05 0,06 1,30 14,00 0,80 0,53 0,31 0,35 0,60 0,62 0,53 15,00 1,00 0,75 0,44 0,44 0,34 0,77 2,23 16,00 0,00 0,90 0,80 0,95 0,89 0,80 1,00 17,00 0,90 0,30 0,10 0,23 0,17 0,15 0,87 18,00 0,40 0,10 0,16 0,12 0,02 0,75 0,75 19,00 0,00 0,04 0,13 0,07 0,12 0,15 0,20 20,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 21,00 0,00 0,00 0,00 0,01 0,00 0,00 0,00 22,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,01 0,01 0,00 23,00 0,00 0,00 0,01 0,01 0,01 0,02 0,00 24,00 0,00 0,01 0,00 0,00 0,01 0,01 0,00

169 153 Lampiran 11 Hasil simulasi kelembaban relatif ( %) Jam Lingk. Imah Tepas SosT SosB Atap 1,00 96,00 95,00 95,00 95,00 95,90 99,54 2,00 96,00 95,87 96,00 96,01 95,99 98,42 3,00 95,00 95,60 96,00 96,00 95,70 96,00 4,00 96,00 96,01 96,00 96,00 96,00 96,00 5,00 96,00 96,08 96,05 96,08 96,00 96,00 6,00 96,00 80,66 91,97 91,98 91,94 96,36 7,00 88,00 86,90 87,00 87,00 87,94 86,00 8,00 74,00 70,50 70,00 70,20 70,00 69,00 9,00 67,00 68,08 68,70 68,00 68,00 66,00 10,00 66,00 67,48 67,50 67,39 67,69 66,89 11,00 61,00 60,33 60,19 60,13 60,58 58,81 12,00 64,00 63,47 63,46 63,37 63,64 62,28 13,00 63,00 62,52 62,52 62,43 62,68 61,82 14,00 65,00 64,86 64,87 64,82 64,88 62,00 15,00 92,00 91,35 91,34 91,34 91,23 91,58 16,00 94,00 91,70 91,60 92,00 91,60 91,50 17,00 95,00 92,60 92,60 92,50 92,60 92,50 18,00 94,00 94,05 94,06 94,07 94,03 94,15 19,00 96,00 95,00 95,00 95,00 94,00 95,60 20,00 96,00 96,48 96,00 96,04 96,34 96,01 21,00 96,00 96,50 96,80 96,00 97,00 97,00 22,00 96,00 96,08 100,00 100,00 98,88 99,78 23,00 96,00 98,00 97,00 98,00 97,00 98,80 24,00 96,00 96,90 96,81 97,91 98,67 96,74

170 Lampiran 12 Input Simulasi CFD; General Setting 154

171 Lampiran 13 Input CFD; Engineering Data Base 155

172 156 Lampiran 14 Input CFD; Mesh Setting Geometri rumah Baduy Dalam Pengaturan Mesh

173 157 Lampiran 15 Hasil simulasi kondisi pengudaraan jam 12 dan jam 20 a. Hasil simulasi Jam 12 b. Hasil Simulasi jam 20

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian 34 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, Jawa Barat (Gambar 2). Pemilihan kampung untuk lokasi

Lebih terperinci

EVALUASI KEBERLANJUTAN MASYARAKAT BADUY DALAM BERDASARKAN COMMUNITY SUSTAINABILITY ASSESSMENT

EVALUASI KEBERLANJUTAN MASYARAKAT BADUY DALAM BERDASARKAN COMMUNITY SUSTAINABILITY ASSESSMENT EVALUASI KEBERLANJUTAN MASYARAKAT BADUY DALAM BERDASARKAN COMMUNITY SUSTAINABILITY ASSESSMENT Evaluation of the Inner Baduy Community s Sustainability Based on Community Sustainability Assessment Mieske

Lebih terperinci

Konsep Ecohouse pada Rumah Baduy Dalam

Konsep Ecohouse pada Rumah Baduy Dalam Technical Paper Konsep Ecohouse pada Rumah Baduy Dalam Ecohouse s Concept in The Inner Baduy Community Meiske Widyarti, Budi Indra Setiawan, Hadi Susilo Arifin, dan Arief Sabdo Yuwono 2 Abstract Environment

Lebih terperinci

REKONSTRUKSI STRUKTUR ECO-HOUSE BADUY DALAM DI PROVINSI BANTEN. (Reconstruction of The Inner Baduy s Ecohouse Structure in Banten Province) ABSTRACT

REKONSTRUKSI STRUKTUR ECO-HOUSE BADUY DALAM DI PROVINSI BANTEN. (Reconstruction of The Inner Baduy s Ecohouse Structure in Banten Province) ABSTRACT Rekonstruksi Struktur Eco-House Baduy Dalam di Provinsi Banten (M. Widyarti et al.) REKONSTRUKSI STRUKTUR ECO-HOUSE BADUY DALAM DI PROVINSI BANTEN (Reconstruction of The Inner Baduy s Ecohouse Structure

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Propinsi Banten memiliki masyarakat tradisional yang masih memegang

BAB I PENDAHULUAN. Propinsi Banten memiliki masyarakat tradisional yang masih memegang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Propinsi Banten memiliki masyarakat tradisional yang masih memegang teguh adat dan tradisi yaitu suku Baduy yang tinggal di Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar Kabupaten

Lebih terperinci

PERENCANAAN KAMPUNG BERBASIS LINGKUNGAN (ECOVILLAGE) DI KAWASAN PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON BANTEN

PERENCANAAN KAMPUNG BERBASIS LINGKUNGAN (ECOVILLAGE) DI KAWASAN PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON BANTEN PERENCANAAN KAMPUNG BERBASIS LINGKUNGAN (ECOVILLAGE) DI KAWASAN PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON BANTEN (Kasus Kampung Cimenteng, Desa Taman Jaya, Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, Propinsi Banten)

Lebih terperinci

2015 KEHID UPAN MASAYARAKAT BAD UY LUAR D I D ESA KANEKES KABUPATEN LEBAK BANTEN

2015 KEHID UPAN MASAYARAKAT BAD UY LUAR D I D ESA KANEKES KABUPATEN LEBAK BANTEN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Masyarakat merupakan sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau dengan istilah ilmiah, saling berinteraksi. Suatu kesatuan manusia dapat mempunyai prasarana

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Simpulan Pada bagian ini akan disimpulan hasil penelitian yang telah dilakukan dalam penulisan skripsi yang berjudul. Kehidupan Masyarakat Baduy Luar Di Desa Kanekes

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Taman Nasional Gunung Halimun Salak 4.1.1. Sejarah, Letak, dan Luas Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH) ditetapkan pada tanggal 28 Februari 1992 dengan Surat Keputusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kaum Petani dengan kultur agraris khas pedesaan Indonesia bermukim di perumahan dengan bentuk bangunan yang mempunyai tata ruang dan tata letak sederhana. Hampir seluruh

Lebih terperinci

KARAKTER ARSITEKTUR TRADISIONAL SUKU BADUY LUAR DI GAJEBOH BANTEN. Djumiko. Abstrak

KARAKTER ARSITEKTUR TRADISIONAL SUKU BADUY LUAR DI GAJEBOH BANTEN. Djumiko. Abstrak KARAKTER ARSITEKTUR TRADISIONAL SUKU BADUY LUAR DI GAJEBOH BANTEN Djumiko Abstrak Suku Baduy merupakan masyarakat yang hidup di daerah Lebak, Banten dan merupakan masyarakat yang hidup dengan tetap memelihara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sangat kaya dengan budaya yang berbeda-beda. Salah saru diantaranya adalah masyarakat Kanekes (Baduy) yang tinggal di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar,

Lebih terperinci

STUDI TINGKAT KENYAMANAN TERMAL RUANG TAMU KOMPLEK PERUMAHAN SERDANG RESIDENCE MEDAN SKRIPSI OLEH HENDRA

STUDI TINGKAT KENYAMANAN TERMAL RUANG TAMU KOMPLEK PERUMAHAN SERDANG RESIDENCE MEDAN SKRIPSI OLEH HENDRA STUDI TINGKAT KENYAMANAN TERMAL RUANG TAMU KOMPLEK PERUMAHAN SERDANG RESIDENCE MEDAN SKRIPSI OLEH HENDRA 100406077 DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014 STUDI TINGKAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah bagi manusia memiliki arti yang sangat penting. Hubungan antara manusia

BAB I PENDAHULUAN. Tanah bagi manusia memiliki arti yang sangat penting. Hubungan antara manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Tanah bagi manusia memiliki arti yang sangat penting. Hubungan antara manusia dan tanah tidak dapat dipisahkan. Manusia diciptakan dari tanah, hidup

Lebih terperinci

ANALISIS DESAIN FUNGSIONAL, STRUKTURAL DAN KONDISI IKLLM MIKRO PADA LUMBUNG PAD1 TRADISIONAL. Oleh : BUD1 SEPTIAWAN F

ANALISIS DESAIN FUNGSIONAL, STRUKTURAL DAN KONDISI IKLLM MIKRO PADA LUMBUNG PAD1 TRADISIONAL. Oleh : BUD1 SEPTIAWAN F /33 ANALISIS DESAIN FUNGSIONAL, STRUKTURAL DAN KONDISI IKLLM MIKRO PADA LUMBUNG PAD1 TRADISIONAL (LEUIT) MASYARAKAT BADW LUAR DI PROPWSI BANTEN Oleh : BUD1 SEPTIAWAN F14104038 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN

Lebih terperinci

Pola pemukiman berdasarkan kultur penduduk

Pola pemukiman berdasarkan kultur penduduk Pola Pemukiman Terpusat Pola Pemukiman Linier Pola pemukiman berdasarkan kultur penduduk Adanya pemukiman penduduk di dataran rendah dan dataran tinggi sangat berkaitan dengan perbedaan potensi fisik dan

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK Oleh : Dina Dwi Wahyuni A 34201030 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

STRATEGI HIDUP HUBUNGANNYA DENGAN LAHAN PERTANIAN

STRATEGI HIDUP HUBUNGANNYA DENGAN LAHAN PERTANIAN STRATEGI HIDUP HUBUNGANNYA DENGAN LAHAN PERTANIAN ABSTRAK Masyarakat Baduy di desa Kanekes kehidupannya tidak lepas tidak lepas dari bertani, hanya saja pertanian yang mereka lakukan secara berpindah-pindah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bangsa Indonesia terkenal dengan kemajemukannya yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan hidup bersama dalam negara kesatuan RI dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika. Dalam keanekaragaman

Lebih terperinci

Kampung Wisata -> Kampung Wisata -> Konsep utama -> akomodasi + atraksi Jenis Wisatawan ---> Domestik + Mancanegara

Kampung Wisata -> Kampung Wisata -> Konsep utama -> akomodasi + atraksi Jenis Wisatawan ---> Domestik + Mancanegara Kampung Wisata -> suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku.

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 11 BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Taman Nasional Gunung Halimun Salak 3.1.1 Sejarah, letak, dan luas kawasan Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH) ditetapkan pada tanggal 28 Februari 1992 dengan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 15 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Lokasi Kabupaten Lebak secara geografis terletak antara 6º18'-7º00' Lintang Selatan dan 105º25'-106º30' Bujur Timur, dengan luas wilayah 304.472 Ha atau 3.044,72 km².

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Baduy merupakan salah satu suku adat di Indonesia yang sampai

BAB I PENDAHULUAN. Baduy merupakan salah satu suku adat di Indonesia yang sampai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Baduy merupakan salah satu suku adat di Indonesia yang sampai sekarang masih mempertahankan nilai-nilai budaya dasar yang dimiliki dan diyakininya,

Lebih terperinci

SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI

SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN Febriyani. E24104030. Sifat Fisis Mekanis Panel Sandwich

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR HUBUNGAN KARAKTERISTIK ANGGOTA MASYARAKAT SEKITAR HUTAN DAN BEBERAPA FAKTOR PENDUKUNG DENGAN PARTISIPASINYA DALAM PELESTARIAN HUTAN DI KAWASAN PEMANGKUAN HUTAN PARUNG PANJANG KABUPATEN BOGOR YAYUK SISWIYANTI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada bangsa Indonesia merupakan kekayaan yang wajib disyukuri, diurus, dan dimanfaatkan secara

Lebih terperinci

MODEL KONSEPTUAL PENGEMBANGAN LANSKAP WISATA BUDAYA DI KAWASAN SUNGAI CODE, KOTA YOGYAKARTA. Lis Noer Aini

MODEL KONSEPTUAL PENGEMBANGAN LANSKAP WISATA BUDAYA DI KAWASAN SUNGAI CODE, KOTA YOGYAKARTA. Lis Noer Aini MODEL KONSEPTUAL PENGEMBANGAN LANSKAP WISATA BUDAYA DI KAWASAN SUNGAI CODE, KOTA YOGYAKARTA Lis Noer Aini Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Arsitektur

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUTAN MELALUI KEARIFAN LOKAL. Oleh: Gurniwan Kamil Pasya

PERLINDUNGAN HUTAN MELALUI KEARIFAN LOKAL. Oleh: Gurniwan Kamil Pasya PERLINDUNGAN HUTAN MELALUI KEARIFAN LOKAL Oleh: Gurniwan Kamil Pasya ABSTRAK Kerusakan hutan di Indonesia sudah sangat parah sebagai akibat banyak perusahaan kayu yang membabat hutan secara besar-besaran,

Lebih terperinci

PENGGUNAAN BAHAN ORGANIK SEBAGAI PENGENDALI EROSI DI SUB DAS CIBOJONG KABUPATEN SERANG, BANTEN. Oleh: FANNY IRFANI WULANDARI F

PENGGUNAAN BAHAN ORGANIK SEBAGAI PENGENDALI EROSI DI SUB DAS CIBOJONG KABUPATEN SERANG, BANTEN. Oleh: FANNY IRFANI WULANDARI F PENGGUNAAN BAHAN ORGANIK SEBAGAI PENGENDALI EROSI DI SUB DAS CIBOJONG KABUPATEN SERANG, BANTEN Oleh: FANNY IRFANI WULANDARI F14101089 2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR FANNY

Lebih terperinci

Bab III Studi Kasus III.1 Sekilas Tentang Ciptagelar III.1.1 Bentang Alam di Daerah Kasepuhan Ciptagelar

Bab III Studi Kasus III.1 Sekilas Tentang Ciptagelar III.1.1 Bentang Alam di Daerah Kasepuhan Ciptagelar Bab III Studi Kasus III.1 Sekilas Tentang Ciptagelar Kasepuhan Ciptagelar merupakan komunitas masyarakat yang masih memegang teguh adatnya yaitu adat Banten Kidul. Dan Ciptagelar bisa dikatakan sebagai

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL KEBIJAKAN ENERGI TERBARUKAN BERBASIS HUTAN TANAMAN RAKYAT UNTUK INDUSTRI BIOMASA YANG BERKELANJUTAN ERWIN SUSANTO SADIRSAN

PENGEMBANGAN MODEL KEBIJAKAN ENERGI TERBARUKAN BERBASIS HUTAN TANAMAN RAKYAT UNTUK INDUSTRI BIOMASA YANG BERKELANJUTAN ERWIN SUSANTO SADIRSAN PENGEMBANGAN MODEL KEBIJAKAN ENERGI TERBARUKAN BERBASIS HUTAN TANAMAN RAKYAT UNTUK INDUSTRI BIOMASA YANG BERKELANJUTAN ERWIN SUSANTO SADIRSAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 i

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN 35 IV. GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN A. Kabupaten Lampung Barat Menurut Pemerintah Kabupaten Lampung Barat (2011) bahwa Kabupaten Lampung Barat dengan ibukota Liwa merupakan pemekaran dari Kabupaten

Lebih terperinci

PERANCANGAN LANSKAP SEKOLAH ISLAM TERPADU UMMUL QURO BERDASARKAN KONSEP TAMAN ISLAMI FISQA TASYARA A

PERANCANGAN LANSKAP SEKOLAH ISLAM TERPADU UMMUL QURO BERDASARKAN KONSEP TAMAN ISLAMI FISQA TASYARA A PERANCANGAN LANSKAP SEKOLAH ISLAM TERPADU UMMUL QURO BERDASARKAN KONSEP TAMAN ISLAMI FISQA TASYARA A34203058 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 Dengan ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya bagi kesejahteraan manusia. Keberadaan sumber daya alam dan manusia memiliki kaitan yang sangat

Lebih terperinci

Tinjauan Arsitektur Interior Tradisional Desa Kanekes

Tinjauan Arsitektur Interior Tradisional Desa Kanekes Jurnal Rekajiva Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Jurusan Desain Interior Itenas/no.x/vol.xx Januari 2013 Tinjauan Arsitektur Interior Tradisional Desa Kanekes Jamaludin, M.Ginanjar Ilham Permadi,

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Salah satu reaksi dari krisis lingkungan adalah munculnya konsep Desain Hijau atau green design yang mengarah pada desain berkelanjutan dan konsep energi. Dalam penelitian ini mengkajiupaya terapan

Lebih terperinci

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN KENYAMANAN TERMAL GEDUNG KULIAH B1, FEM IPB DENGAN MENGGUNAKAN ATAP BETON DAN GREEN ROOF (TANAMAN HIAS) YUNIANTI

ANALISIS PERBANDINGAN KENYAMANAN TERMAL GEDUNG KULIAH B1, FEM IPB DENGAN MENGGUNAKAN ATAP BETON DAN GREEN ROOF (TANAMAN HIAS) YUNIANTI ANALISIS PERBANDINGAN KENYAMANAN TERMAL GEDUNG KULIAH B, FEM IPB DENGAN MENGGUNAKAN ATAP BETON DAN GREEN ROOF (TANAMAN HIAS) YUNIANTI DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

ANALISIS SUDUT DATANG RADIASI MATAHARI PADA ATAP GELOMBANG DAN PENDUGAAN TEMPERATUR UDARA DALAM GREENHOUSE

ANALISIS SUDUT DATANG RADIASI MATAHARI PADA ATAP GELOMBANG DAN PENDUGAAN TEMPERATUR UDARA DALAM GREENHOUSE ANALISIS SUDUT DATANG RADIASI MATAHARI PADA ATAP GELOMBANG DAN PENDUGAAN TEMPERATUR UDARA DALAM GREENHOUSE MENGGUNAKAN PRINSIP PINDAH PANAS DAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK SKRIPSI Oleh : MURNIWATY F 14103131

Lebih terperinci

BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN

BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN Daerah pemukiman perkotaan yang dikategorikan kumuh di Indonesia terus meningkat dengan pesat setiap tahunnya. Jumlah daerah kumuh ini bertambah dengan kecepatan sekitar

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI DAN PROGRAM

LANDASAN TEORI DAN PROGRAM PROJEK AKHIR ARSITEKTUR Periode LXIV, Semester Gasal, Tahun 2013/2014 LANDASAN TEORI DAN PROGRAM KAWASAN DESA WISATA DI KABUPATEN SINTANG KALIMANTAN BARAT Tema Desain ARSITEKTUR VERNAKULAR Fokus Kajian

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH ORIENTASI BUKAAN SAMPING PADA RUKO TERHADAP KONDISI TERMAL RUANGAN

STUDI PENGARUH ORIENTASI BUKAAN SAMPING PADA RUKO TERHADAP KONDISI TERMAL RUANGAN STUDI PENGARUH ORIENTASI BUKAAN SAMPING PADA RUKO TERHADAP KONDISI TERMAL RUANGAN STUDI KASUS PADA RUKO JALAN CEMARA, JALAN YOS SUDARSO, DAN JALAN SETIA JADI. OLEH ERICK CHANDRA (090406023) DOSEN PEMBIMBING:

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA

PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK TEMPERATUR DAN ALIRAN LARUTAN NUTRISI TANAMAN TOMAT (Lycopersicum esculentum Mill) PADA SISTEM HIDROPONIK NUTRIENT FILM TECHNIQUE (NFT)

KARAKTERISTIK TEMPERATUR DAN ALIRAN LARUTAN NUTRISI TANAMAN TOMAT (Lycopersicum esculentum Mill) PADA SISTEM HIDROPONIK NUTRIENT FILM TECHNIQUE (NFT) KARAKTERISTIK TEMPERATUR DAN ALIRAN LARUTAN NUTRISI TANAMAN TOMAT (Lycopersicum esculentum Mill) PADA SISTEM HIDROPONIK NUTRIENT FILM TECHNIQUE (NFT) OLEH : DEWI NURNA WAHYUNININGSIH F14103055 2007 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Dimana permasalahan utama yang dihadapi oleh negara-negara berkembang termasuk indonesia adalah Pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal memiliki potensi sumberdaya alam yang tinggi dan hal itu telah diakui oleh negara-negara lain di dunia, terutama tentang potensi keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

BAB III: DATA DAN ANALISA PERENCANAAN

BAB III: DATA DAN ANALISA PERENCANAAN BAB III: DATA DAN ANALISA PERENCANAAN 3.1 Data Lokasi Gambar 30 Peta Lokasi Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 62 1) Lokasi tapak berada di Kawasan Candi Prambanan tepatnya di Jalan Taman

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR HUBUNGAN KARAKTERISTIK ANGGOTA MASYARAKAT SEKITAR HUTAN DAN BEBERAPA FAKTOR PENDUKUNG DENGAN PARTISIPASINYA DALAM PELESTARIAN HUTAN DI KAWASAN PEMANGKUAN HUTAN PARUNG PANJANG KABUPATEN BOGOR YAYUK SISWIYANTI

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH 51 BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis Kota Bogor 4.1.1 Letak dan Batas Wilayah Kota Bogor terletak diantara 106 derajat 43 30 BT dan 30 30 LS 6 derajat 41 00 LS serta mempunyai ketinggian

Lebih terperinci

III. KEADAAN UMUM LOKASI

III. KEADAAN UMUM LOKASI III. KEADAAN UMUM LOKASI Penelitian dilakukan di wilayah Jawa Timur dan berdasarkan jenis datanya terbagi menjadi 2 yaitu: data habitat dan morfometri. Data karakteristik habitat diambil di Kabupaten Nganjuk,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Fisiografi 1. Letak Wilayah Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan. Wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seperti kita ketahui, Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman budaya dan kesenian. Keberagaman budaya inilah yang membuat Indonesia dikenal oleh negara-negara

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis Sumber: Gambar 4.1 Peta Provinsi Banten 1. Batas Administrasi Secara geografis, Provinsi Banten terletak di ujung barat Pulau Jawa yang memiliki luas sebesar 9.160,70

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya pertumbuhan penduduk membuat permintaan akan bangunan rumah dan gedung sebagai tempat tinggal, beraktifitas dan bersosialisasi bagi masyarakat ikut meningkat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Rekreasi merupakan bagian dari kebutuhan pokok dari banyak orang pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Rekreasi merupakan bagian dari kebutuhan pokok dari banyak orang pada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rekreasi merupakan bagian dari kebutuhan pokok dari banyak orang pada saat ini. Banyaknya aktifitas, kurangnya istirahat, penatnya suasana kota yang terjadi berulang-ulang

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR

LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR Prasato Satwiko. Arsitektur Sadar Energi tahun 2005 Dengan memfokuskan permasalahan, strategi penataan energi bangunan dapat dikembangkan dengan lebih terarah.strategi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN UMUM

BAB V KESIMPULAN UMUM 177 BAB V KESIMPULAN UMUM Kesimpulan 1 Perilaku termal dalam bangunan percobaan menunjukan suhu pukul 07.00 WIB sebesar 24.1 o C,, pukul 13.00 WIB suhu mencapai 28.4 o C, pada pukul 18.00 WIB suhu mencapai

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian ini meliputi wilayah Kota Palangkaraya, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V.1 Konsep Dasar Perancangan V.1.1 Konsep Manusia Pelaku Kegiatan No. Pelaku 1. Penghuni/Pemilik Rumah Susun 2. Pengunjung Rumah Susun 3. Pengunjung Pasar Tradisional

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

SOLUSI VENTILASI VERTIKAL DALAM MENDUKUNG KENYAMANAN TERMAL PADA RUMAH DI PERKOTAAN

SOLUSI VENTILASI VERTIKAL DALAM MENDUKUNG KENYAMANAN TERMAL PADA RUMAH DI PERKOTAAN SOLUSI VENTILASI VERTIKAL DALAM MENDUKUNG KENYAMANAN TERMAL PADA RUMAH DI PERKOTAAN Ronim Azizah, Qomarun Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 1. Keadaan Geografi Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105,14 sampai dengan 105,45 Bujur Timur dan 5,15 sampai

Lebih terperinci

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRACT

Lebih terperinci

ANALISIS KEPUASAN PENGGUNA JASA PELAYANAN PERIZINAN PENANAMAN MODAL DI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP), BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL (BKPM)

ANALISIS KEPUASAN PENGGUNA JASA PELAYANAN PERIZINAN PENANAMAN MODAL DI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP), BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL (BKPM) ANALISIS KEPUASAN PENGGUNA JASA PELAYANAN PERIZINAN PENANAMAN MODAL DI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP), BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL (BKPM) EPI RATRI ZUWITA PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH BUNGA PRAGAWATI Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

UJI PERFORMANSI ALAT PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK) TIPE RAK DENGAN PEMANAS TAMBAHAN PADA PENGERINGAN KERUPUK UYEL

UJI PERFORMANSI ALAT PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK) TIPE RAK DENGAN PEMANAS TAMBAHAN PADA PENGERINGAN KERUPUK UYEL UJI PERFORMANSI ALAT PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK) TIPE RAK DENGAN PEMANAS TAMBAHAN PADA PENGERINGAN KERUPUK UYEL Oleh : DEWI RUBAEATUL ADAWIYAH F14103089 2007 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK. Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A

PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK. Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A34201023 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN YULIANANTO

Lebih terperinci

KONDISI UMUM. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 12. Peta Adminstratif Kecamatan Beji, Kota Depok

KONDISI UMUM. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 12. Peta Adminstratif Kecamatan Beji, Kota Depok IV. KONDISI UMUM 4.1 Lokasi Administratif Kecamatan Beji Secara geografis Kecamatan Beji terletak pada koordinat 6 21 13-6 24 00 Lintang Selatan dan 106 47 40-106 50 30 Bujur Timur. Kecamatan Beji memiliki

Lebih terperinci

RESORT DENGAN FASILITAS MEDITASI ARSITEKTUR TROPIS BAB III TINJAUAN KHUSUS. 3.1 Latar Belakang Pemilihan Tema. 3.2 Penjelasan Tema

RESORT DENGAN FASILITAS MEDITASI ARSITEKTUR TROPIS BAB III TINJAUAN KHUSUS. 3.1 Latar Belakang Pemilihan Tema. 3.2 Penjelasan Tema BAB III TINJAUAN KHUSUS 3.1 Latar Belakang Pemilihan Tema Tema yang diusung dalam pengerjaan proyek Resort Dengan Fasilitas Meditasi ini adalah Arsitektur Tropis yang ramah lingkungan. Beberapa alasan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. letaknya ini, matahari dapat bersinar di wilayah Indonesia selama 12 jam per

BAB 1 PENDAHULUAN. letaknya ini, matahari dapat bersinar di wilayah Indonesia selama 12 jam per BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Iklim tropis yang ada di Indonesia diakibatkan karena letak Indonesia berada tepat di garis ekuator, yang berarti dekat dengan matahari. Dipengaruhi letaknya ini, matahari

Lebih terperinci

Dari Bukit Turun Ke Sawah PLPBK di Kawasan Heritage Mentirotiku dan Lakessi

Dari Bukit Turun Ke Sawah PLPBK di Kawasan Heritage Mentirotiku dan Lakessi Dari Bukit Turun Ke Sawah PLPBK di Kawasan Heritage Mentirotiku dan Lakessi PLPBK DI KAWASAN HERITAGE MENTIROTIKU Kabupaten Toraja Utara memiliki budaya yang menarik bagi wisatawan dan memilki banyak obyek

Lebih terperinci

BAB IV: KONSEP Konsep Dasar Arsitektur Bioklimatik.

BAB IV: KONSEP Konsep Dasar Arsitektur Bioklimatik. BAB IV: KONSEP 4.1. Konsep Dasar 4.1.1. Arsitektur Bioklimatik Arsitektur bioklimatik adalah suatu pendekatan yang mengarahkan arsitek untuk mendapatkan penyelesaian desain dengan memperhatikan hubungan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR: 65 TAHUN 2001 SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 32 TAHUN 2001 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR: 65 TAHUN 2001 SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 32 TAHUN 2001 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR: 65 TAHUN 2001 SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 32 TAHUN 2001 TENTANG PERLINDUNGAN ATAS HAK ULAYAT MASYARAKAT BADUY DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH i STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 iii PERNYATAAN

Lebih terperinci

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia Mata Pencaharian Penduduk Indonesia Pertanian Perikanan Kehutanan dan Pertambangan Perindustrian, Pariwisata dan Perindustrian Jasa Pertanian merupakan proses untuk menghasilkan bahan pangan, ternak serta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat dengan memperhatikan tiga prinsip yaitu secara ekologi tidak merusak. waktu, aman dan terjangkau bagi setiap rumah tangga.

I. PENDAHULUAN. masyarakat dengan memperhatikan tiga prinsip yaitu secara ekologi tidak merusak. waktu, aman dan terjangkau bagi setiap rumah tangga. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian, perkebunan dan kehutanan bertujuan untuk perbaikan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pendapatan masyarakat dengan memperhatikan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR: 65 TAHUN 2001 SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 32 TAHUN 2001 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR: 65 TAHUN 2001 SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 32 TAHUN 2001 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR: 65 TAHUN 2001 SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 32 TAHUN 2001 TENTANG PERLINDUNGAN ATAS HAK ULAYAT MASYARAKAT BADUY DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Tipologi bangunan rumah tinggal masyarakat lereng gunung Sindoro tepatnya di Dusun

Lebih terperinci

Dasar-Dasar Rumah Sehat KATA PENGANTAR

Dasar-Dasar Rumah Sehat KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Guna menunjang program pemerintah dalam penyediaan infrastruktur perdesaan, Puslitbang Perumahan dan Permukiman, Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEMA ARSITEKTUR HIJAU

BAB III TINJAUAN TEMA ARSITEKTUR HIJAU BAB III TINJAUAN TEMA ARSITEKTUR HIJAU 3.1. Tinjauan Tema a. Latar Belakang Tema Seiring dengan berkembangnya kampus Universitas Mercu Buana dengan berbagai macam wacana yang telah direncanakan melihat

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN 2004-2012 RENALDO PRIMA SUTIKNO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105. IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 4.1.1. Keadaan Geografis Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.14 sampai dengan 105, 45 Bujur Timur dan 5,15

Lebih terperinci

BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN

BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN 5.1 Aksesibilitas Masyarakat terhadap Hutan 5.1.1 Sebelum Penunjukan Areal Konservasi Keberadaan masyarakat Desa Cirompang dimulai dengan adanya pembukaan lahan pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Permukiman menunjukkan tempat bermukim manusia dan bertempat tinggal menetap dan

I. PENDAHULUAN. Permukiman menunjukkan tempat bermukim manusia dan bertempat tinggal menetap dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permukiman menunjukkan tempat bermukim manusia dan bertempat tinggal menetap dan melakukan kegiatan/aktivitas sehari-harinya. Permukiman dapat diartikan sebagai

Lebih terperinci

PENGARUH ORIENTASI BANGUNAN TERHADAP KENYAMANAN TERMAL DALAM RUMAH TINGGAL DI MEDAN (STUDI KASUS KOMPLEK PERUMAHAN EVERGREEN)

PENGARUH ORIENTASI BANGUNAN TERHADAP KENYAMANAN TERMAL DALAM RUMAH TINGGAL DI MEDAN (STUDI KASUS KOMPLEK PERUMAHAN EVERGREEN) PENGARUH ORIENTASI BANGUNAN TERHADAP KENYAMANAN TERMAL DALAM RUMAH TINGGAL DI MEDAN (STUDI KASUS KOMPLEK PERUMAHAN EVERGREEN) Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Arsitektur Oleh SOFIANDY

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 25 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Kelurahan Surade 4.1.1 Kondisi Geografis, Topografi, dan Demografi Kelurahan Surade Secara Geografis Kelurahan Surade mempunyai luas 622,05 Ha,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS DIPONEGORO LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN (LP3A)

UNIVERSITAS DIPONEGORO LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN (LP3A) UNIVERSITAS DIPONEGORO LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN (LP3A) Desa Wisata di Kawasan Klenting Kuning dengan Penekanan Desain Arsitektur Ekologis TUGAS AKHIR PERIODE 131/53 APRIL-SEPTEMBER

Lebih terperinci

ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI

ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

Pemanfaatan Sistem Pengondisian Udara Pasif dalam Penghematan Energi

Pemanfaatan Sistem Pengondisian Udara Pasif dalam Penghematan Energi Pemanfaatan Sistem Pengondisian Udara Pasif dalam Penghematan Energi Lia Laila Prodi Teknologi Pengolahan Sawit, Institut Teknologi dan Sains Bandung Abstrak. Sistem pengondisian udara dibutuhkan untuk

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN LOKASI STUDI

BAB III GAMBARAN LOKASI STUDI BAB III GAMBARAN LOKASI STUDI 3.1. Umum Danau Cisanti atau Situ Cisanti atau Waduk Cisanti terletak di kaki Gunung Wayang, Desa Tarumajaya, Kecamatan Kertasari, Kabupaten Bandung. Secara geografis Waduk

Lebih terperinci

PENGELOLAAN LANSKAP JALUR HIJAU KOTA JALAN JENDERAL SUDIRMAN JAKARTA PADA DINAS PERTAMANAN DKI JAKARTA. Oleh : RIDHO DWIANTO A

PENGELOLAAN LANSKAP JALUR HIJAU KOTA JALAN JENDERAL SUDIRMAN JAKARTA PADA DINAS PERTAMANAN DKI JAKARTA. Oleh : RIDHO DWIANTO A PENGELOLAAN LANSKAP JALUR HIJAU KOTA JALAN JENDERAL SUDIRMAN JAKARTA PADA DINAS PERTAMANAN DKI JAKARTA Oleh : RIDHO DWIANTO A34204013 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

STUDI PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR UNTUK KEGIATAN WISATA PANTAI (KASUS PANTAI TELENG RIA KABUPATEN PACITAN, JAWA TIMUR)

STUDI PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR UNTUK KEGIATAN WISATA PANTAI (KASUS PANTAI TELENG RIA KABUPATEN PACITAN, JAWA TIMUR) STUDI PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR UNTUK KEGIATAN WISATA PANTAI (KASUS PANTAI TELENG RIA KABUPATEN PACITAN, JAWA TIMUR) ANI RAHMAWATI Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB I DESKRIPSI KEGIATAN. 1.1 Judul Mewujudkan Masyarakat Mandiri Melalui Gerakan Indonesia Melayani, Bersih dan Tertib di Desa Sudaji

BAB I DESKRIPSI KEGIATAN. 1.1 Judul Mewujudkan Masyarakat Mandiri Melalui Gerakan Indonesia Melayani, Bersih dan Tertib di Desa Sudaji BAB I DESKRIPSI KEGIATAN 1.1 Judul Mewujudkan Masyarakat Mandiri Melalui Gerakan Indonesia Melayani, Bersih dan Tertib di Desa Sudaji 1.2 Lokasi KKN RM XIII berlokasi di Desa Sudaji, Kecamatan Sawan, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERANCANGAN PRINSIP TEMA Keindahan Keselarasan Hablumminal alam QS. Al-Hijr [15]: 19-20 ISLAM BLEND WITH NATURE RESORT HOTEL BAB V KONSEP PERANCANGAN KONSEP DASAR KONSEP TAPAK KONSEP RUANG KONSEP BENTUK KONSEP STRUKTUR

Lebih terperinci

BAB 1. Pendahuluan. Negara Indonesia selain terkenal dengan Negara kepulauan, juga terkenal dengan keindahan alam dan kekayaan hutan.

BAB 1. Pendahuluan. Negara Indonesia selain terkenal dengan Negara kepulauan, juga terkenal dengan keindahan alam dan kekayaan hutan. BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia selain terkenal dengan Negara kepulauan, juga terkenal dengan keindahan alam dan kekayaan hutan. (www.wikipedia.com) Terjaganya hutan dan area terbuka

Lebih terperinci

OPTIMASI PEMANFAATAN AIR BAKU DENGAN MENGGUNAKAN LINEAR PROGRAMMING (LP) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI CIDANAU, BANTEN. OLEH : MIADAH F

OPTIMASI PEMANFAATAN AIR BAKU DENGAN MENGGUNAKAN LINEAR PROGRAMMING (LP) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI CIDANAU, BANTEN. OLEH : MIADAH F OPTIMASI PEMANFAATAN AIR BAKU DENGAN MENGGUNAKAN LINEAR PROGRAMMING (LP) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI CIDANAU, BANTEN. OLEH : MIADAH F14102075 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci