PERBANDINGAN HASIL PENANGANAN FRAKTUR COLLES TERTUTUP DENGAN METODA MODIFIKASI BOHLER, SDFDU DAN FSPFDU SAHALA MARULI HUTAGALUNG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERBANDINGAN HASIL PENANGANAN FRAKTUR COLLES TERTUTUP DENGAN METODA MODIFIKASI BOHLER, SDFDU DAN FSPFDU SAHALA MARULI HUTAGALUNG"

Transkripsi

1 PERBANDINGAN HASIL PENANGANAN FRAKTUR COLLES TERTUTUP DENGAN METODA MODIFIKASI BOHLER, SDFDU DAN FSPFDU SAHALA MARULI HUTAGALUNG Fakultas Kedokteran Bagian Ilmu Bedah Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kejadian fraktur Colles cukup tinggi, tetapi sampai sekarang masih banyak perbedaan mengenai klasifikasi, cara reposisi, metoda fiksasi, faktor yang mempengaruhi hasil akhir serta prognosis (Kreder dkk, 1996). Hasil yang baik dapat dicapai dengan diagnosa yang tepat, reposisi yang akurat, fiksasi yang adekuat serta rehabilitasi yang memadai. Reposisi tertutup biasanya tidak sulit, tetapi sulit untuk mempertahankan hasil reposisi, terutama pada fraktur kominutif (Linden dkk,1981; Manjas, 1996). Selama ini metoda fiksasi yang banyak dianut adalah dengan gips sirkuler panjang sampai di atas siku dengan posisi siku fleksi 90 0, lengan bawah pronasi, pergelangan tangan fleksi dan deviasi ulna seperti yang dianjurkan oleh Salter atau Walstrom yang dikenal dengan Cotton Loader (Salter, 1984) Pada penelitian selanjutnya ternyata metoda ini mempunyai beberapa kelemahan yaitu angka peranjakan ulang yang tinggi, dan mengakibatkan malunion, penekanan saraf medianus, kaku sendi, nyeri dan gangguan fungsi pergelangan tangan (Cooney dkk, 1980; Rhycak dkk, 1997). Pada penelitian ini akan dilakukan perbandingan metoda di atas dengan metoda fiksasi gips sirkuler setinggi siku, posisi lengan bawah supinasi, pergelangan tangan dorsifleksi dan deviasi ulna, dimana metoda terakhir ini masih dimungkinkan fleksi sendi siku, tetapi gerak pronasisupinasi serta gerak pergelangan tangan terfiksasi Perumusan masalah Pada fraktur Colles masalah utama pasca reposisi dan fiksasi adalah malunion akibat peranjakan ulang yang mengakibatkan gangguan fungsi dan rasa sakit pergelangan tangan Tujuan penelitian Untuk mendapatkan metoda fiksasi yang lebih efektif dan efisien yaitu dengan membandingkan fiksasi gips sirkuler dengan metoda modifikasi Bohler pada SDFDU (setinggi siku, posisi supinasi, dorsifleksi dan deviasi ulna) dan FSPFDU ( di atas siku, posisi fleksi siku, pronasi, fleksi dan deviasi ulna) baik secara anatomis maupun fungsional. Dengan metoda ini hanya diperlukan 2-3 gulung gips 4 inci dibanding pada metoda sebelumnya 4-5 gulung gips 4 inci dalam sekali pemasangan (Manjas, 1996; Solichin, 1994; Nugroho, 1982; Steward dkk,1984) Digitized by USU digital library 1

2 1.4. Kontribusi penelitian Bila hasil penelitian ini menunjukkan akurasi yang tinggi, maka diharapkan komplikasi yang timbul akan diminimalisir serta nilai ekonomis dari segi biaya yang dikeluarkan untuk pemasangan gips sirkuler. BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sejarah Sejak jaman Hipocrates sampai awal abad 19, fraktur distal radius masih disalah artikan sebagai dislokasi dari npergelangan tangan. Abraham Colles ( ) pada tahun 1814 mempublikasikan sebuah artikel yang berjudul On the fracture of the carpal extremity of the radius. Sejak saat itu fraktur jenis ini diberi nama sebagai fraktur Colles sesuai dengan nama Abraham Colles (Appley,1995; Salter,1984) Fraktur Colles adalah fraktur yang terjadi pada tulang radius bagian distal yang berjarak 1,5 inchi dari permukaan sendi radiocarpal dengan deformitas ke posterior, yang biasanya terjadi pada umur di atas tahun dengan tulangnya sudah osteoporosis. Kalau ditemukan pada usia muda disebut fraktur tipe Colles (Appley, 1995; Jupiter, 1991; Salter, 1984). 2.2 Anatomi dan Biomekanik Antebrakhii Distal Bahagian antebrakhii distal sering disebut pergelangan tangan, batas atasnya kira-kira 1,5 2 inchi distal radius. Pada tempat ini ditemui bagian tulang distal radius yang relatif lemah karena tempat persambungan antara tulang kortikal dan tulang spongiosa dekat sendi. Dorsal radius bentuknya cembung dengan permukaan beralur-alur untuk tempat lewatnya tendon ekstensor. Bahagian volarnya cekung dan ditutupi oleh otot pronator quadratus. Sisi lateral radius distal memanjang ke bawah membentuk prosesus styloideus radius dengan posisi yang lebih rendah dari prosesus styloideus ulna. Bahagian ini merupakan tempat insersi otot brakhioradialis (Appley, 1995; Brumfeeld et al, 1984; Salter, 1984). Pada antebrakhii distal ini ditemui 2 sendi yaitu sendi radioulna distal dan sendi radiocarpalia. Kapsul sendi radioulna dan radiocarpalia melekat pada batas permukaan sendi. Kapsul ini tipis dan lemah tapi diperkuat oleh beberapa ligamen antara lain : 1. Ligamentum Carpeum volare (yang paling kuat). 2. Ligamentum Carpaeum dorsale. 3. Ligamentum Carpal dorsale dan volare. 4. Ligamentum Collateral Gerakan Pada Pergelangan Tangan Sendi radioulnar distal adalah sendi antara cavum sigmoid radius (yang terletak pada bahagian dalam radius) dengan ulna. Pada permukaan sendi ini terdapat fibrocartilago triangular dengan basis melekat pada permukaaan inferior radius dan puncaknya pada prosesus styloideus ulna. Sendi ini membantu gerakan pronasi dan supinasi lengan bawah, di mana dalam keadaan normal gerakan ini membutuhkan kedudukan sumbu sendi radioulnar proksimal dan distal dalam keadaan coaxial Digitized by USU digital library 2

3 Adapun nilai maksimal rata-rata lingkup sendi dari pronasi dan supinasi sebagai berikut : 1. pronasi = supinasi = Menurut American Academy of Orthopaedic Surgeon untuk pengukuran lingkup sendi ini, siku harus dalam posisi fleksi 90 0 sehingga mencegah gerakan rotasi pada humerus (Kaner, 1980; Kapanji, 1983). Sendi Radio Carpalia merupakan suatu persendian yang kompleks, dibentuk oleh radius distal dan tulang carpalia ( os navikulare dan lunatum ) yang terdiri dari inner dan outer facet. Dengan adanya sendi ini tangan dapat digerakkan ke arah volar, dorsal, radial dan ulnar secara sirkumdiksi. Sedangkan gerakan rotasi tidak mungkin karena bentuk permukaan sendi ellips. Rata-rata gerakan maksimal pada pergelangan tangan adalah sebagai berikut : 1. fleksi dorsal = fleksi volar/palmar= deviasi radial = deviasi ulnar = Menurut American Acadeny of Orthopaedic Surgeon untuk pengukuran lingkup sendi ini dilakukan dengan memakai goniometer, dalam posisi pronasi secara normal sendi radio carpalia ini mempunyai sudut ke arah palmar polar, jadi fraktur yang mengarah pada volar akan mempunyai pragnosa baik (Appley, 1995; Brumfield & Champoux, 1984; Kaner, 1980) Fungsi Tangan Kelainan pada pergelangan tangan sebagai akibat fraktur distal radius akan mempengaruhi fungsi tangan karena pergelangan tangan merupakan kunci untuk mendapatkan fungsi tangan yang baik (Auliffe dkk, 1995;Brumfield dkk, 1984). Di bawah ini dikemukakan beberapa fungsi tangan (Appley, 1995; Palmer dkk, 1984; Kaner, 1980) : 1. Gerakan membuka tangan merupakan gerakan ekstensi jari dan abduksi ibu jari. 2. Gerakan menutup tangan merupakan gerakan fleksi dan adduksi jari-jari serta gerakan fleksi, adduksi dan oposisi dari ibu jari. 3. Gerakan menggenggam : a. Power grip : saat menggenggam tabung b. Ball grip : saat menggenggam bola c. Pinch grip : saat mengambil barang yang tipis d. Three point grip : saat memegang pensil e. Key grip : saat membuka pintu dengan kunci Anatomi Radiologi Terdapat tiga pengukuran radiologi yang sering dipakai untuk melakukan evaluasi radiologis dari distal radius. Pengukuran dilakukan dengan mengacu kepada axis longitudinal dari radius. Pada foto AP dan lateral, garis ini ditentukan sebagai garis yang menghubungkan dua titik pada jarak 3 cm dan 6 cm proksimal dari permukaan sendi yang terletak di garis tengah. Ketiga pengukuran tersebut terdiri dari ( Bunger, 1974; Charnley, 1984) : 2003 Digitized by USU digital library 3

4 1. Volar Angle / Dorsal Angle. Diukur dari foto lateral, merupakan sudut yang dibentuk oleh garis yang menghubungkan tepi dorsal dan tepi volar radius dengan garis yang tegak lurus pada axis longitudinal (Gartland & Werley, 1951;Sarmiento,1981) : Nilai rata-rata : Range : Standar deviasi : 4,3 2. Radial Angle / Radial Inklinasi Diukur dari foto antero posterior (AP), merupakan sudut yang dibentuk antara garis yang menghubungkan ujung radial styloid dengan sudut ulnar dari distal radius dengan garis yang tegak lurus pada axis longitudinal (Gartland & Werley, 1951; Sarmiento, 1981) : Nilai rata-rata : 23 0 Range : Standar deviasi : 2,2 3. Radial Length Diukur dari foto AP, merupakan jarak antara dua garis yang tegak lurus pada axis longitudinal, garis pertama melalui tepi ujung dari radial styloid, garis kedua merupakan garis yang melalui permukaan sendi ulna (Gartland & Werley, 1951; Sarmiento, 1981) : Nilai rata-rata : 12 mm Range : 8 18 mm Standar deviasi : 2,3 Gambar 1 Skema Volar Angle, Radial Angle dan Radial Length volar angle / Radial Tilt radial angle ] radial length Ada satu pengukuran lagi yang penting pada fraktur Colles yaitu Radial Width. Diukur dari foto AP, merupakan antara garis axis longitudinal dan garis yang melalui tepi paling lateral dari radial styloid Digitized by USU digital library 4

5 Pemeriksaan foto rontgen diperlukan untuk konfirmasi diagnosa, menilai tipe fraktur, kestabilan dan penilaian derajat peranjakan. Penilaian terutama pada : 1. Apakah prosesus styloid / kolumn ulna ikut patah. 2. Apakah fraktur mengenai DRUJ (distal radioulnar joint). 3. Apakah fraktur mengenai radiocarpalia. 2.2 Insiden Fraktur distal radius terutama fraktur Colles lebih sering ditemukan pada wanita, dan jarang ditemui sebelum umur 50 tahun (Clancey, 1984; Cooney, 1982). Secara umum insidennya kira-kira 8 15% dari seluruh fraktur dan diterapi di ruang gawat darurat. Dari suatu survey epidemiologi yang dilakukan di Swedia, didapatkan angka 74,5% dari seluruh fraktur pada lengan bawah merupakan fraktur distal radius (Cooney,1980). Umur di atas 50 tahun pria dan wanita 1 berbanding 5. Sebelum umur 50 tahun, insiden pada pria dan wanita lebih kurang sama di mana fraktur Colles lebih kurang 60% dari seluruh fraktur radius (Cooney,1980). Sisi kanan lebih sering dari sisi kiri. Angka kejadian rata-rata pertahun 0,98%. Usia terbanyak dikenai adalah antara umur tahun (Dias dkk, 1980; Sarmiento dkk, 1980). 2.3 Patogenesa Umumnya fraktur distal radius terutama fraktur Colles dapat timbul setelah penderita terjatuh dengan tangan posisi terkedang dan meyangga badan (Appley, 1995 ; Salter, 1981). Pada saat terjatuh sebahagian energi yang timbul diserap oleh jaringan lunak dan persendian tangan, kemudian baru diteruskan ke distal radius, hingga dapat menimbulkan patah tulang pada daerah yang lemah yaitu antara batas tulang kortikal dan tulang spongiosa. Khusus pada fraktur Colles biasanya fragmen distal bergeser ke dorsal, tertarik ke proksimal dengan angulasi ke arah radial serta supinasi. Adanya fraktur prosesus styloid ulna mungkin akibat adanya tarikan triangular fibrokartilago atau ligamen ulnar collateral ( Salter, 1984). Berdasarkan percobaan cadaver didapatkan bahwa fraktur distal radius dapat terjadi, jika pergelangan tangan berada dalam posisi dorsofleksi dengan beban gaya tarikan sebesar 195 kg pada wanita dan 282 kg pada pria ( Rychack, 1977). Pada bahagian dorsal radius frakturnya sering komunited, dengan periosteum masih utuh, sehingga jarang disertai trauma tendon ekstensor. Sebaliknya pada bahagian volar umumnya fraktur tidak komunited, disertai oleh robekan periosteum, dan dapat disertai dengan trauma tendon fleksor dan jaringan lunak lainnya seperti n. medianus dan n. ulnaris. Fraktur pada radius distal ini dapat disertai dengan kerusakan sendi radio carpalia dan radio ulna distal berupa luksasi atau subluksasi. Pada sendi radio ulna distal umumnya disertai dengan robekan dari triangular fibrokartilago. 2.4 Klasifikasi Penggunaan eponyms seperti Colles, Smith atau Barton fraktur telah lama dikenal untuk menerangkan tentang fraktur distal radius dan sampai sekarang istilah tersebut masih dipakai (Peltier, 1984) Namun penggunaan istilah ini tidak dapat menggambarkan tentang hubungannya dengan pengobatan dan hasil pengobatan Digitized by USU digital library 5

6 Supaya klasifikasi ini berguna untuk menentukan jenis terapi dan mengevaluasi hasilnya maka harus mencakup tipe dan derajat beratnya fraktur, ada juga secara umum dibagi berdasarkan : 1. Lokasi 2. Bentuk garis fraktur 3. Arah peranjakan fragmen distal 4. Nama dari penemu fraktur tersebut Gartland dan Werley pada tahun 1951 serta Lidstrom pada tahun 1959 mengembangkan sistem klasifikasi yang didasarkan kepada adanya peranjakan atau displacement pada tempat fraktur serta mengenai atau tidaknya permukaan sendi radiocarpal. KLASIFIKASI GARTLAND & WERLEY (Gartland & Werley, 1951) Klasifikasi ini didasarkan kepada ada tidaknya peranjakan tanpa menilai menilai derajat displacement. Fraktur dibagi atas 4 kelompok, yaitu : 1. Group I : Extra-articular, displaced 2. Group II : Intra-articular, non displaced 3. Group III : Intra-rticular, displaced 4. Group IV : Non displaced extra articular fracture KLASIFIKASI MENURUT LIDSTROM (Lidstrom, 1959) Dasarnya sama seperti klasifikasi menurut Gartland & Werley. Fraktur dibagi menjadi 6 kelompok, yaitu : 1. Group I : Minimal displacement 2. Group IIA : Extra-articular, dorsal angulation 3. Group IIB : Intra-articular, dorsal angulation, joint surface non comminuted 4. Group IIC : Extra-articular, dorsal angulation and dorsal displacement 5. Group IID : Intra-articular, dorsal angulation and displacement, joint surface non comminuted 6. Group IIE : Intra-articular, dorsal angulation and displacement, joint surface comminuted KLASIFIKASI AO (Kreder & Hanell, 1996) Klasifikasi ini lebih rumit dan detil di mana fraktur dibagi menjadi 3 tipe kemudian masing-masing tipe dibagi lagi menjadi sub tipe, sebagai berikut : 1. Tipe A : Extra articular, dibagi menjadi A1, A2, A3. 2. Tipe B : Partial articular, dibagi menjadi B1, B2, B3. 3. Tipe C : Complete articular, dibagi menjadi C1, C2, C3. KLASIFIKASI SARMIENTO (Sarmiento, 1981) Membagi fraktur berdasarkan peranjakan fragmen distal dan adanya fraktur pada sendi radiocarpalia Digitized by USU digital library 6

7 1. Tipe 1 : Fraktur tidak beranjak tanpa disertai fraktur radiocarpalia 2. Tipe 2 : Fraktur yang beranjak, tanpa disertai fraktur radiocarpalia 3. Tipe 3 : Fraktur yang tidak beranjak disertai fraktur radiocarpalia 4. Tipe 4 : Fraktur yang beranjak dan disertai fraktur radiocarpalia KLASIFIKASI MENURUT OLDER Klasifikasi ini berdasarkan kepada derajat displacement, dorsal angulasi, pemendekan distal fragmen radius dan derajat kominutif fragmen. Fraktur dibagi menjadi 4 tipe : 1. Tipe I : Dorsal angulasi sampai 5 derajat, radial length minimal 7 milimeter. 2. Tipe II : Terdapat dorsal angulasi, radial length antara 1-7 mm, tidak kominutif. 3. Tipe III : Dorsal radius kominutif, radial length kurang dari 4 mm, distal fragmen sedikit kominutif. 4. Tipe IV : Jelas kominutif, radial length biasanya negatif. Klasifikasi ini lebih baik dalam hal memberikan gambaran kemungkinan reduksi anatomis dan posisi anatomis pada tempat fraktur. KLASIFIKASI MENURUT FRYKMAN (Frykmann, 1967) Klasifikasi ini berdasarkan biomekanik serta uji klinik, juga memisahkan antara intra dan ekstra artikular serta ada tidaknya fraktur pada ulna distal. Pada klasifikasi ini nomor yang lebih besar menunjukkan fase penyembuhan yang lebih rumit dan prognosa yang lebih jelek. 1. Tipe 1 : Fraktur distal radius dengan garis fraktur extra articular. 2. Tipe 2 : Tipe 1 + Fraktur prosesus styloid radius. 3. Tipe 3 : Tipe 1 + Fraktur permukaan sendi radiocarpalia. 4. Tipe 4 : Tipe 3 + Fraktur prosesus styloid radius. 5. Tipe 5 : Fraktur distal radius dengan garis melewati sendi radio ulnar distal. 6. Tipe 6 : Tipe 5 + Fraktur prosesus styloid radius. 7. Tipe 7 : Tipe 5 + Fraktur permukaan sendi radiocarpalia. 8. Tipe 8 : Tipe 7 + Fraktur prosesus styloid radius Digitized by USU digital library 7

8 Gambar 2 Klasifikasi Frykman Masih banyak klasifikasi lainnya tergantung dasar pembagian klasifikasi tersebut. Cooney dan Weber membagi fraktur berdasarkan derajat ketidakstabilan fraktur. Fernandez membagi fraktur berdasarkan mekanisme trauma. Mc Murty dan Jupiter serta Malone membagi fraktur intra articular berdasarkan jumlah fragmen. 2.5 Diagnosa Biasanya penderita mengeluh deformitas pada pergelangan tangan dengan adanya riwayat trauma sebelumnya. Pada penemuan klinis untuk fraktur distal radius terutama fraktur Colles akan memberikan gambaran klinis yang klasik berupa dinner fork deformity, dimana bagian distal fragmen fraktur beranjak ke arah dorsal dan radial, bagian distal ulna menonjol ke arah volar, sementara tangan biasanya dalam posisi pronasi, dan gerakan aktif pada pergelangan tangan tidak dapat dilakukan (Appley, 1995; Charnley, 1970; Collert & Issacson, 1978; Kauer, 1980; Sarmiento 1981). Pada fraktur dengan peranjakan yang berat akan dapat menimbulkan extra vasasi darah hingga pergelangan tangan dan tangan bahkan bagian distal lengan bawah akan cepat membengkak ( Cooney, 1980; Howard dkk, 1989). 2.6 Penanganan Berbagai macam metode stabilisasi dan immobilisasi telah dikemukakan. Hal inilah yang sering menimbulkan kontroversi dalam penanganan fraktur distal radius. Ini menunjukkan belum adanya metode immobilisasi yang benarbenar memuaskan. Tujuan utama dari pengobatan fraktur ini adalah menghasilkan reduksi seanatomis mungkin dan mempertahankan posisi ini sampai timbul konsolidasi tulang dan pencegahan komplikasi (Jenkins dkk, 2003 Digitized by USU digital library 8

9 1987; Jupiter, 1993). Dari kepustakaan ternyata bahwa fungsi optimal dapat tercapai dengan reposisi seanatomis mungkin ( Clancey, 1984; Collert dkk, 1978; Peltier, 1984; Salter, 1984 ). Untuk mendapatkan reposisi yang anatomis dan fungsi yang baik maka haruslah diperhatikan metode anestesi, cara reposisi dan immobilisasi yang digunakan serta tindakan rehabilitasi selanjutnya (Collert dkk, 1978; Lidstrom, 1959; Peltier, 1984; Salter, 1984). Penanganan fraktur distal radius ini umumnya dapat dilakukan secara : 1. Non Operatif / Konservatif 2. Operatif Pengobatan Konservatif Pengobatan konservatif meliputi reposisi tertutup dan kemudian dilanjutkan dengan immobilisasi Teknik Reposisi Reposisi dapat dilakukan dengan memakai anestesi lokal, regional blok (plexus brachialis dan axilaris) atau anestesi umum. Sering dipakai penggunaan infiltrasi lokal lidokain 1% atau 2% sebanyak ml. Tsukazaki dan Iwasah, 1993 menyatakan bahwa lokal anestesi sangat bagus dan tidak ada resiko infeksi dari pengalamannya terhadap 280 pasien (Tsukazaki dkk, 1993). Anestesi umum mempunyai keunggulan dalam hal mendapatkan relaksasi otot yang baik, namun cara ini tidak dapat digunakan untuk kasus rawat jalan. Cara lain yang cukup aman adalah anestesi regional intravena (Biers anaesthesia) dan blok plexus axilaris. Reposisi harus dilakukan segera sebelum adanya edema yang dapat mengganggu. Ada beberapa ahli (Bohler, Robert Jones dan Charnley), tetapi secara umum prinsipnya adalah dengan melakukan Disimpaksi, Traksi, Reposisi dan Immobilisasi. Traksi dilakukan selama 2-5 menit, tipe Bohler melakukan traksi pasif dengan bantuan gravitasi dan finger chinese trap selama 5-10 menit dan counter traksi pada humerus dengan beban 3-10 kg dalam posisi siku fleksi Secara umum reposisi bukanlah hal yang sulit dibandingkan dengan mempertahankan hasil reposisi. Metode Charnley, impaksi dibebaskan dengan cara melakukan hiperekstensi yang diikuti segera dengan fleksi palmar dan pronasi untuk mengunci fragmen fraktur. Biasanya periosteum yang intak serta jaringan ikat dari tendon sheath membentuk semacam engsel pintu yang mempertahankan stabilitas fragmen fraktur. Tetapi harus diingat bahwa tindakan melakukan hiperekstensi mungkin akan menambah kerusakan jaringan lunak disekitarnya. Fungsi yang baik tercapai jika paska reposisi angulasi dorsal < 15 0 dan pemendekan radius < 3 mm (De Palma) karena itu Collert melakukan reposisi ulang jika angulasi dorsal > 15 0 dan deviasi ulnar < Menurut Gartland, kalau angulasi > 10 0 akan menyebabkan gangguan palmar fleksi Metode Immobilisasi Berbagai teknik pemasangan cast telah dikenal. Pada prinsipnya cast tidak boleh melebihi atau melewati sendi metacarpofalangeal, dimana jari-jari harus dalam posisi bebas bergerak. Immobolisasi dapat dipakai gips ataupun 2003 Digitized by USU digital library 9

10 functional brace, yang dapat dipasang di atas atau di bawah siku. Yang paling sering dipakai dan hasilnya cukup stabil ialah pemasangan below elbow cast Posisi pergelangan tangan Dilakukan dengan posisi palmar fleksi 15 0 dan ulnar deviasi 20 0, karena dengan posisi tersebut tendon ekstensor dan otot brakhioradialis sedikit teregang sehingga dapat menambah stabilitas hasil reposisi. Tetapi posisi palmar fleksi dan ulnar deviasi yang ekstrim akan menimbulkan komplikasi berupa edema dan kompresi saraf medianus, sehingga jari sukar digerakkan yang akhirnya dapat menimbulkan kekakuan. Bohler menganjurkan posisi pergelangan tangan netral anatar volar dan dorsal fleksi yang dikombinasi dengan deviasi ke ulnar. Charnley menganjurkan untuk memakai posisi sedikit volar fleksi. Wiker menempatkan pergelangan tangan pada posisi netral dengan membuat penekanan pada bagian dorsal dan radial dari cast untuk mencegah displacement / pergeseran (Wiker, 1987) Stewart menyimpulkan bahwa posisi dari immobilisasi tidak mempengaruhi hasil akhir dari anatomi Posisi lengan bawah Below elbow cast menghasilkan posisi netral dari lengan bawah, sehingga pronasi dan supinasi tidak dikurangi secara penuh. Beberapa penulis menganjurkan posisi supinasi dalam pemakaian above elbow cast. Posisi ini dikemukakan oleh Sarmiento dan kawan-kawan dengan dasar hasil pemeriksaan EMG menunjukkan penurunan aktivitas otot brakhioradialis yang berinsersi pada distal radius berperanan penting terhadap penyebab redislokasi pada fraktur Colles. Seperti diketahui bahwa otot brakhioradialis merupakan otot fleksi sendi siku yang cukup kuat, dengan insersi pada prosesus styloideus radius akan teregang dan cenderung berkontraksi untuk menarik fragmen distal ke arah dorsal. Karena itu Sarmiento menganjurkan posisi supinasi untuk immobilisasi. Wahlstorm juga membuktikan bahwa otot pronator quadratus yang melekat pada distal radius bila berkontraksi menyebabkan redislokasi dari fraktur distal radius. Otot pronator quadratus berkontraksi terutama ketika posisi lengan bawah dalam supinasi sehingga posisi pronasi lebih stabil (Collert dkk,1974). Rosetzky menemukan dalam penelitian prospektifnya bahwa above elbow cast tidak mempunyai kelebihan dibandingkan dengan below elbow cast (Rosetzky, 1982). Keuntungan Posisi Supinasi : 1. Mengurangi aksi otot brakhioradialis. 2. Mengurangi kecenderungan redislokasi. 3. Terbaik dalam penyembuhan ligamentum collateral radius. 4. Mudah menilai pemeriksaan radiologis. 5. Mudah untuk latihan jari-jari. 6. Mobilisasi mudah karena posisi pronasi dibantu gravitasi. 7. Jika ada gangguan pronasi dapat dikompensasi oleh adduksi bahu Lama Immobilisasi Lama pemasangan gips bervariasi antara 3 6 minggu. Wahlstorm dengan bone scanning membuktikan bahwa setelah 28 hari fraktur sudah cukup stabil dan boleh mobilisasi. Sarmiento menganjurkan pemakaian ini setelah Digitized by USU digital library 10

11 minggu dengan gips. Selama pemasangan gips akan terjadi perubahan ratarata VA , RA dan RL 0-8 mm. Pada kasus yang minimal displacement immobilisasi cukup 3 4 minggu, sedang pada tindakan operatif berkisar 6 12 minggu Pengobatan Operatif Dilakukan pada kasus-kasus yang tidak stabil seprti fraktur yang kominutif, angulasi hebat > 20 0, serta adanya kerusakan pada permukaan sendi terutama pada penderita usia muda atau adanya redislokasi dini dengan cara pengobatan konservatif. Teknik alternatif antara lain fiksasi interna dan fiksasi eksterna. Fiksasi Interna (Rickli dkk, 1996) : 1. Fiksasi interna (Roger Anderson technical) 2. Fiksasi interna dengan K-wire (Ulnar pinning) atau Ellis butress plate 3. Percutaneus Pinning Post Reposition (sering untuk umur tua) 4. Cancelous bone grafting 5. Ligamentotaxis + bone grafting Fiksasi Eksterna : Conney (1983) menganjurkan eksternal fiksasi pada, 1. Frykman tipe Dorsal angulasi > Pemendekan radius > 10 mm 4. Fraktur intra artikuler kominutif 5. Redislokasi setelah reposisi 6. Fraktur bilateral Fisioterapi atau Rehabilitasi Bertujuan agar fungsi tangan kembali normal dan penderita dapat bekerja seperti biasa setelah 3-4 bulan. Periode ini saat dari pengangkatan cast, brace atau fiksasi skeletal sampai pulihnya fungsi. Latihan fungsional harus dilakukan oleh penderita sendiri dengan pengawasan dokter. Fisioterapi hanya dilakukan terhadap penderita yang kurang motivasi dan penyembuhan yang kurang progresif. Waktu 4 bulan dapat dikatakan normal untuk bisa bekerja lagi. Tetapi hasil akhir penyembuhan baru bisa ditentukan sekitar 1 tahun setelah trauma. Kekuatan menggemgam bisa dipakai sebagai parameter yang baik untuk perbaikan fungsi rehabilitasi. Sarmiento meyatakan mobilisasi awal dengan fungsional brace memungkinkan untuk perbaikan fungsi gerak dan rehabilitasi (Sarmiento, 1980) Komplikasi Penting karena komplikasi ini akan mempengaruhi hasil akhir fungsi yang tidak memuaskan. Umumnya akan selalu ada komplikasi. Menurut Cooney, hanya ada 2,9% kasus yang tidak mengalami disabiliti dan gangguan fungsi (Cooney, 1980). Adapun komplikasi yang mungkin terjadi : A. DINI - Kompresi / trauma saraf ulnaris dan medianus - Kerusakan tendon - Edema paska reposisi - Redislokasi 2003 Digitized by USU digital library 11

12 B. LANJUT - Arthrosis dan nyeri kronis - Shoulder Hand Syndrome - Defek kosmetik ( penonjolan styloideus radius ) - Ruptur tendon - Malunion / Non union - Stiff hand ( perlengketan antar tendon ) - Volksman Ischemic Contracture - Suddeck Athrophy Kompressif Neuropathy Umumnya terjadi akibat anestesi lokal, teknik reposisi yang salah dan posisi ekstrem dari palmar fleksi dan ulnar deviasi sehingga terjadi neuropati terutama median neuropati, 0,2-5% dari kasus yang terjadi, kebanyakan mengenai n.medianus pada carpal tunnel. Stewart, menemukan tidak ada hubungan antara kompresi saraf dengan displacement awal. Nampaknya delayed carpal tunnel berhubungan dengan akhir volar angle shift. Indikasi operasi bila ada rasa sakit dan hilangnya sensasi yang berat. Kompresi n.ulnaris jarang, parastesia dari n. radialis tidak sering dan biasanya hilang spontan dalam beberapa minggu Ruptur Tendon Sering terjadi karena trauma dari fragmen fraktur dan jarang disebabkan abrasi kalus yang terjadi sesudah 2 bulan pertama. Tendon yang sering dikenai adalah : EPL, FPL dan FDP, sekitar 0,4-1% dari kasus. Ruptur terjadi pada bony groove dari radius distal.terapi berupa tendon transfer dari ekstensor indicis propius. Stenosing tenosynovitis terjadi pada 0,6-1,4% dari kasus Redislokasi Adalah bergesernya kembali fragmen distal ke posisi semula pada 2 minggu. Biasanya berkisar antara 11-42%. Gartland & Werley mendapatkan perubahan VA 3-6 0, RA 2-4 0, dan RL 1,5 2,5 mm pada minggu pertama. Stewart HD dan kawan-kawan 1984, mendapatkan perubahan VA rata-rata 9,9 0, RA dan RL 1,7 mm selama immobilisasi 6 minggu. Secara umum dari kepustakaan akan didapatkan perubahan VA , RA dan RL 0-8 mm. Collert dan Isacson melakukan reposisi ulang kalau angulasi > 15 0 dan ulnar deviasi > Sedang De Palma menyatakan bahwa untuk mendapatkan fungsi yang baik, angulasi dorsal < 5 0 dan pemendekan radius < 3 mm. Gartland & Werley mendapatkan bahwa angulasi dorsal > 10 0, maka palmar fleksi akan terganggu (hanya sampai 30 0 ), sedangkan perubahan RA dan pemendekan radius (RL) tidak begitu berpengaruh pada fungsi pergelangan tangan. Rhycak dan kawan-kawan, menyatakan bahwa adanya residual dorsal tilt > 10 0 tidak akan menimbulkan gangguan yang nyata pada gerakan dorsi dan palmar fleksi, dan pemendekan radius 2-6 mm tidak menimbulkan gangguan pada pronasi dan supinasi. Sedangkan menurut Kapanji, kalau terjadi perubahan sumbu radio ulnar distal, apakah itu akibat perubahan radial angle atau volar angle akan menimbulkan subluksasi / dislokasi yang mengakibatkan gerakan pronasi dan rotasi akan terbatas dan nyeri Digitized by USU digital library 12

13 2.8.4 Arthrosis Lebih sering terjadi pada sendi radio ulnar dari pada radio carpalia terutama pada Frykman. Arthrosis ini terjadi karena mal-alignment dari sigmoid dengan kapitulum ulna, imobilisasi dalam posisi pronasi yang lama serta adanya pemendekan radius Shoulder Hand Syndrome Dikenal dengan upper limb dystrophy / pain dysfunction dengan gejala sympathetic dominan seperti perubahan suhu, nyeri, kekakuan pada tangan. Hal ini terjadi akibat adanya carpal tunnel syndrome, arthrosis dan malunion Stiff Hands Akibat arthro-fibrosis atau perlengketan tendon fleksor dengan manifestasi berupa oedema jari-jari tangan disertai gangguan pergelangan tangan Sudeck Dystrophy Adalah suatu istilah yang luas dengan nyeri dan kaku pada jari-jari berhubungan dengan post trauma refleks dystrophy, post trauma sympathetic dystrophy, shoulder hand syndrome, osteoneurodystrophy dan causalgic syndroma. Insidens pada Colles fraktur 0,1-16% dan kita duga bila rasa sakit, pembengkakan, kekakuan sendi melebihi dari derajat trauma. Terdapat 3 tahap dari Sudeck dystrophy : Tahap I : Puffy oedem, kemerahan, rasa sakit yang berlebihan,hiperestesia, hiperhidrosis, gerakan sendi berkurang, x-ray spotty demineralization setelah 3 minggu. Tahap II : Pembengkakan yang fusiform, kulit yang mengkilat, rasa sakit yang meningkat dan difus, banyak keringat, kemerahan, gerakan makin menurun, sendi menjadi kaku,benjolan akut akibat palmar fasciitis, atrofi jaringan subkutaneus, kuku rapuh. Tahap III : Tangan pucat, dingin dan kering, kulit tipis, kaku dan mengkilap, neuralgia yang menyebar, tangan yang kaku, demineralisasi yang difus dari tulang. Etiologi tidak jelas. Faktor yang harus dipertimbangkan : - Symphatetic over activity - Reflex vasomotor - Insufisiensi peredaran darah - Trauma waktu reposisi fraktur - Bengkak - Re-reposisi - Penggantian cast yang sering - Malunion - Faktor psikologis - Faktor endogen 2003 Digitized by USU digital library 13

14 2.8.8 Malunion Tidak ada kriteria yang jelas. Kebanyakan terjadi akibat redislokasi dan kemungkinan menyebabkan limitasi gerak, deformity kosmetik dan rasa sakit. Terapi : wedge osteotomy Hilangnya integritas radioulnar Gejalanya meliputi gerakan supinasi dan pronasi yang terhambat dan sakit kadang disertai bunyi klik, kelemahan menggenggam, rasa sakit yang menetap pada penekanan di daerah distal ulna dan sendi radioulna, penonjolan distal ulna, dan kelemahan dari sendi radioulna distal. Frykman menemukan insidens sebanyak 19% dan menyatakan ini merupakan penyebab penting dari ketidak-puasan akan hasil akhir fungsional Arthritis post trauma Tidak ada kesepakatan mengenai definisi arthritis di sini. Klinis : rasa sakit pada gerakan dan gangguan gerakan. X-ray : penyempitan rongga sendi, sclerosis, subchondral clearing, osteofit. Insidens bervariasi mulai 5-40%, terutama terjadi setelah fraktur intraartikuler. Terapi dapat berupa : - fusi pergelangan tangan - proximal row carpectomy - total prostetic arthroplasty Gangguan gerakan dan fungsi Defek permanen yang sering adalah menurunnya kemampuan volar fleksi 95% kasus menurut Cooney. Frykman menemukan hilangnya kekuatan menggenggam pada 24-25%, kekakuan sendi pada 1-18%. Bunger menemukan 80% dengan penurunan kekuatan pronasi dan supinasi, tidak berhubungan dengan derajat malunion Kontraktur Dupuytrens Insidens 0,2-3%. Klinis berupa palmar nodulus dan band. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan penelitian Penelitian ini merupakan uji klinis komparatif terbuka secara acak yaitu perbandingan hasil dari tindakan konservatif reposisi modifikasi Bohler dan fiksasi SDFDU dan FSPFDU pada kasus fraktur Colles atau tipe Colles tertutup. 3.2 Lokasi penelitian Penelitian ini dilakukan secara mandiri terhadap fraktur Colles atau tipe Colles tertutup di IGD/UGD dan Poliklinik Bagian Bedah Orthopaedi RSUP H Adam Malik dan RSUD Dr Pirngadi serta RS tempat pendidikan, selama 9 bulan Digitized by USU digital library 14

15 3.3 Populasi penelitian Subjek penelitian adalah semua penderita dewasa dengan fraktur Colles atau tipe Colles tertutup tanpa cedera lain dan setuju menjadi subjek penelitian.sedangkan populasi yang tidak termasuk dalam penelitian adalah fraktur terbuka, fraktur lain yang bersamaan pada sisi ipsilateral, trauma berganda dan fraktur lebih dari tiga hari. Peralatan yang digunakan adalah : a. Alat traksi modifikasi Bohler (Chinese Finger Strap). b. Light box untuk menilai pemeriksaan radiologis. c. Busur derajat untuk mengukur jarak dengan ketelitian sampai 1 mm. d. Pencatatan dilakukan dengan menggunakan form khusus. Gambar 3 Cara Traksi Memakai Finger Straps 3.4 Pelaksanaan penelitian Data dicatat pada lembar pengumpul data dari ruangan pada hari 0 (pasca reposisi tertutup modifikasi Bohler), dilakukan kontrol foto pasca tindakan, dan dilanjutkan di poliklinik 2 minggu kemudian, kontrol foto Rontgen diukur angka peranjakan ulang (migrasi) yaitu Radial Angle (RA), Radial Length (RL), dan Radial Tilt (RT) (Sanjaya, 1993; Steward, 1984). Selanjutnya 4 minggu pasca tindakan : gips dibuka, dinilai deformitas, fungsi pergelangan tangan dengan foto kontrol, dievaluasi RA, RL dan RT. Tiga bulan pasca tindakan kembali dikontrol foto dan dinilai RA, RL dan RT; evaluasi fungsi dengan kriteria Gartland dan Werley (Gartland & Werley, 1951), kemudian analisa statistik dan kesimpulan Digitized by USU digital library 15

16 Gambar 4 Contoh Pemasangan Gips Sirkuler SDFDU dan FSPFDU Pemeriksaan radiologis dipergunakan plain foto pada proyeksi anteroposterior (AP) dan proyeksi lateral (L). Foto AP, lengan bawah diletakkan dalam posisi pronasi di atas meja, kaset film diletakkan di bawah lengan bawah dan pergelangan tangan. Tangan sedikit melengkung pada sendi MCP. Sinar diarahkan tegak lurus pada daerah midcarpal. Foto lateral, dibuat dengan posisi sendi siku 90 0, lengan bawah dan pergelangan tangan diletakkan pada posisi lateral. Sinar diarahkan tegak lurus pada pergelangan tangan. Gambar 5 Contoh Hasil Foto Rontgen AP/L dan Parameter Pengukuran RA, RL dan RT RT RT RA & RL 3.5 Pengolahan / analisa data Data yang diperoleh dari sampel yang memenuhi kriteria penerimaan dan penolakan secara acak untuk mendapatkan sampel yang homogen Digitized by USU digital library 16

17 Selanjutnya dilakukan analisa statistik terhadap hasil anatomis yaitu RA, RL dan RT serta hasil fungsional setelah 3 bulan dengan kriteria Gartland dan Werley yaitu Student T-test. Suatu perbedaan dinyatakan bermakna bila p<0,05. Perubahan pada tiap kelompok perlakuan dianalisis dengan one way Anova. Bila perubahan fungsi pergelangan tangan diperhitungkan dengan kriteria Gartland dan Werley, maka data yang diperoleh dianalisis dengan X 2 -test (chi-square test). BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL 4.1 Umum Selama penelitian ini berlangsung dari mulai bulan Maret 2002 sampai selesai, telah dilakukan pemasangan below elbow cast posisi lengan bawah supinasi pada 17 kasus (SDFDU, disebut kelompok A), 2 kasus drop out dan above elbow cast dengan posisi lengan bawah pronasi pada 19 kasus (FSPFDU, disebut kelompok B), 4 kasus drop out karena tidak melakukan follow-up ke lokasi penelitian. Jadi sampel yang dimasukkan ke dalam penelitian adalah sejumlah 30 pasien. Tabel 1 Distribusi Umur dan Jenis Kelamin Antara Kelompok A (SDFDU) dan Kelompok B (FSPFDU) Jenis Kelamin Umur Klp.A Klp.B (th) Lk Pr Lk Pr < > Total % ,67 36,66 20,0 16,67 10,0 Total X ± SD 32,067 ± 12,203 32,933 ± 14,335 P = 0,4299 Pada tabel di atas terlihat bahwa, jenis kelamin terbanyak untuk kedua kelompok A dan B adalah laki-laki sekitar 70% lebih kurang sama, sehingga kedua kelompok tidak berbeda bermakna menurut jenis kelamin. Kelompok usia terbanyak adalah tahun sekitar 35-40% lebih kurang sama, tidak berbeda bermakna (p>0,05). Usia rata-rata antara kedua kelompok adalah 32,5 tahun dengan rentang usia penderita antara 17 sampai 62 tahun Digitized by USU digital library 17

18 Tabel 2 Distribusi Sisi Tangan Fraktur Terhadap Jenis Kelamin Kedua Kelompok A dan B Jenis Kelamin Lengan Klp.A Klp.B Total % Lk Pr Lk Pr Kanan ,33 Kiri ,67 Total ,00 Dari hasil penelitian terhadap 30 kasus didapatkan bahwa seluruh penderita mempunyai tangan kanan yang dominan. Ternyata pada penelitian ini fraktur Colles atau tipe Colles menimpa tangan kanan sebanyak 22 kasus (73,33% dan tangan kiri 8 kasus (26,67%). Perbandingan tangan kanan dan kiri kirakira 3:1 dan laki-laki dibanding perempuan 21 (70%) : 9 (30%). Penyebab Laka Lalin Kerja Terjatuh Tabel 3 Distribusi Umur dan Penyebab Fraktur Colles atau Tipe Colles Pada Kedua Kelompok A dan B U m u r (th) < >50 A A A B A B A B B B % 22(73,33) 5(16,67) 3(10,0) Total (100) Pada penelitian ini ternyata fraktur Colles atau tipe Colles paling banyak disebabkan kecelakaan lalu lintas 22 kasus ( 73,33%) kemudian diikuti karena kecelakaan kerja 5 kasus (16,67%). Sedangkan akibat jatuh sendiri sebanyak 3 kasus (10%). Ternyata semakin muda umur penderita, maka penyebab kecelakaaan lalu lintas semakin tinggi. Sebaliknya semakin tua, maka makin disebabkan oleh jatuh sendiri. 4.2 Khusus Data Pra Reposisi Tertutup 2003 Digitized by USU digital library 18

19 Tabel 4 Tipe Fraktur Berdasarkan Sistem Frykman Pada Kedua Kelompok A dan B Dari 30 kasus yang dilakukan penelitian bahwa fraktur Colles atau tipe Colles terbanyak adalah Tipe I sebanyak 12 kasus (40,00%). Distribusi tipe fraktur menurut Frykman pada kedua kelompok terlihat hampir merata kecuali pada tipe I yang lebih banyak pada kelompok A sebanyak 7 kasus. Tabel 5 Radial Angle, Radial Length dan Radial Tilt Sisi Sehat Kedua Kelompok A dan B 2003 Digitized by USU digital library 19

20 Dari 30 kasus yang diteliti ternyata pada sisi sehat atau sisi kontralateral didapatkan RA, RL dan RT kedua kelompok merata dengan signifikansi tidak bermakna dimana p>0,05. Tabel 6 Perubahan Rata-rata Radial Angle, Radial Length dan Radial Tilt Pada Sisi Fraktur Setelah didapatkan pengukuran RA, RL dan RT pada sisi sehat, maka dapat dicari nilai perubahan yang terjadi pada sisi fraktur dengan membandingkannya pada sisi sehat. Seperti pada tabel di atas dari 30 kasus kedua kelompok ternyata RA, RL dan RT kelompok A maupun B tidak bermakna di mana p>0, Hasil Pasca Reposisi Tertutup dan Fiksasi Perubahan rata-rata Radial Angle, Radial Length dan Radial Tilt pada sisi fraktur pasca reposisi dan fiksasi. Setelah dilakukan reposisi tertutup dengan anestesi lokal dan pemasangan gips dengan membandingkan kedua kelompok A (SDFDU) dan B (FSPFDU), didapatkan sebagai berikut : Tabel 7 RA, RL dan RT Pasca Reposisi dan Fiksasi Awal 2003 Digitized by USU digital library 20

21 Pasca reposisi dan fiksasi awal nilai RT pada kelompok A secara statistik lebih kecil (p<0,05) dari pada nilai kelompok B sehingga perbedaan kedua kelompok signifikan. Tabel 8 RA, RL dan RT 2 Minggu Pasca Reposisi dan Fiksasi Parameter Klp.A = 15 Klp.B = 15 Mean SD Mean SD P RA RL RT 23,930 5,85 7,40mm 1,40 18,070 3,39 22,800 4,52 5,73mm 2,12 21,730 6,88 0,2788 0,0085 0,0374 Dua minggu pasca reposisi dan fiksasi, nilai RL pada kelompok A secara statistik lebih besar (p<0,05) daripada kelompok B dan nilai RT pada kelompok A lebih kecil secara statistik (p<0,05) daripada kelompok B. Tabel 9 RA, RL dan RT 4 Minggu Pasca Reposisi dan Fiksasi Parameter Klp.A = 15 Klp.B = 15 Mean SD Mean SD P RA RL RT 23,930 5,89 7,13mm 1,30 17,470 3,02 22,400 4,44 5,27mm 1,75 20,470 5,97 0,2139 0,0013 0,0468 Empat minggu pasca reposisi dan fiksasi nilai RL pada kelompok A secara statistik lebih besar (p<0,05) daripada kelompok B dan nilai RT pada kelompok A lebih kecil (p<0,05) daripada kelompok B. Tabel 10 RA, RL dan RT 3 Bulan Pasca Reposisi dan Fiksasi Parameter Klp.A = 15 Klp.B = 15 Mean SD Mean SD P RA RL RT 22,400 4,70 7,13mm 1,30 17,470 2,89 21,400 3,64 5,00mm 1,56 20,000 5,57 0,2601 0,0002 0, Digitized by USU digital library 21

22 Tiga bulan pasca reposisi dan fiksasi, nilai RL kelompok A secara statistik lebih besar (p<0,05) daripada kelompok B dan nilai RT kelompok A secara statistik lebih kecil (p<0,05) daripada kelompok B. Tabel 11 Rata-rata Fungsi Setelah 3 Bulan ( Kriteria Gartland dan Werley ) FUNGSI Klp.A = 15 Klp.B = 15 Jumlah Sempurna 9 60% 4 26,7% 13 43,3% Baik 3 20% Cukup 3 20% 2 13,3% 3 20% 5 16,7% 6 20% Kurang % 6 20% X 2 = 8,123 Df = 3 P = 0,0435 Pada kelompok A tidak seorangpun mengalami fungsi pergelangan tangan yang kurang/jelek (0 dari 15) dibandingkan dengan kelompok B (6 dari 15). Pada kelompok A yang mengalami perbaikan fungsi sempurna (9 dari 15 ; 60%) adalah dua kali lebih banyak daripada kelompok B (4 dari 15; 26,7%) Tabel 12 Hubungan Perubahan RA,RL dan RT pada Fiksasi Awal Sampai 3 Bulan Pada Kelompok A Parameter Awal 2 mgg 4 mgg 3 bln F P RA 24,80 ± 5, ,93 ± 5, ,93 ± 5, ,40 ± 4,70 0 0,484 0,6950 RL 7,73 ± 1,49mm 7.40 ± 1,40mm 7,13 ± 1,30 mm 7,13 ± 4,70mm 0,643 0,5907 RT 18,67 ± 3, ,07 ± 3,39 17,47 ± 3,02 17,47 ± 2,89 0,465 0,7076 Peranjakan atau displacement dari waktu ke waktu selama dipasang gips secara statistik pada kelompok A tidak signifikan (p>0,05) Digitized by USU digital library 22

23 Tabel 13 Hubungan Perubahan RA, RL dan RT pada Fiksasi Awal Sampai 3 Bulan Pada Kelompok B Paramete r Awal 2 mgg 4 mgg 3 bln F P RA 25,53 ± 5, ,80 ± 4, ,40 ± 4, ,40 ± 3,64 0 2,168 0,1030 RL RT 8,13 ± 1,64 mm 23,60 ± 7,51 5,73 ± 2,12 21,73 ± 6,88 5,27 ± 1,75 20,47 ± 5,97 5,00 ± 1,56 20,00 ± 5,57 9,705 0,912 0,0001 0,4411 Peranjakan atau displacement selama dipasang gips pada fiksasi dari waktu ke waktu (mulai fiksasi awal sampai 4 minggu) secara statistik tidak signifikan, kecuali perubahan fungsi RL pada kelompok B, setelah 3 bulan dinilai fungsi pergelangan tangan. B. PEMBAHASAN Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap 30 kasus fraktur Colles atau tipe Colles selama 9 bulan dengan 2 kelompok perlakuan antara fiksasi gips sirkular SDFDU dan FSPFDU didapatkan penderita terbanyak adalah laki-laki 70% seperti pada penelitian terbaru (Solichin,Nugroho B,Manjas M, Wihandono dkk, 1998), insiden terbanyak pada usia muda (60%), penyebab fraktur terbanyak adalah kecelakaan lalu lintas (73,33%), karena diperlukan trauma yang agak berat untuk terjadinya fraktur, sedangkan usia tua jatuh sendiri terjadi fraktur karena tulang sudah osteoporotik. Dari kepustakaan didapatkan bahwa fraktur distal radius banyak ditemui pada wanita dan umur tua (Conwell,Vesley,1992; Jupiter, 1991,Peltier, 1984; Wahlstorm, 1982). Sisi tangan yang dikenai pada penelitian ini ditemukan pada sisi kanan lebih banyak fraktur (71,3%). Hal ini mungkin karena kasus yang diteliti umumnya usia muda dengan mobilitas tinggi, sehingga tangan kanan yang dominan lebih berfungsi sebagai proteksi. Penemuan ini sesuai dengan laporan dari Chapman, 1992; Collert, 1978; Peltier, 1984). Distribusi tipe fraktur menurut sistem Frykman pada kedua kelompok merata, secara keseluruhan tipe I paling banyak ditemui (40%). Hal ini terjadi karena kasus terbanyak adalah umur muda di mana menurut kepustakaan tulangnya belum osteoporotik dengan periosteumnya masih tebal dan intak. (Appley, 1995; Kapanji, 1983; Salter, 1984). Pengukuran yang dilakukan pada sisi kontralateral (sisi yang sehat) diperoleh angka rata-rata Radial Angle (RA) 20,47 ± 2,0513 0, Radial Length (RL) 11± 1,38 mm dan Radial Tilt (RT) 11,67 ± 2,869 0 tidak bermakna pada kedua kelompok A dan B di mana p>0,05. Besarnya pengukuran ini ternyata tidak berbeda bila dibandingkan dengan kepustakaan. Umumnya rata-rata berkisar RA , RL 8-14 mm dan RT Nilai rata-rata RA sisi sehat di atas sesuai juga dengan penelitian Sanjaya, 1993; Manjas, 1996; untuk orang Indonesia dan lebih kecil dibanding orang Kaukasia Digitized by USU digital library 23

24 Rata-rata RA dan perubahan RA pasca reposisi dan fiksasi awal, 2 minggu, 4 minggu dan 3 bulan pada kedua kelompok tidak berbeda bermakna (p>0,05), hal ini karena posisi pergelangan tangan pada kedua kelompok sama-sama pada posisi deviasi ulna (Cooney, 1980; Manjas, 1996; Sarmiento, 1980; Solichin, 1994). Rata-rata RL dan perubahan RL pasca reposisi dan fiksasi 2 minggu, 4 minggu dan 3 bulan berbeda bermakna kecuali fiksasi awal (p<0,05). Hal ini membuktikan pada posisi supinasi tarikan oleh otot brakhioradialis lebih kecil dibanding posisi pronasi. Efek otot brakhioradialis ini telah dibuktikan oleh Sarmiento baik secara klinis maupun EMG (Sarmiento, Zakarsky, Sinclair, 1980). Rata-rata RT pasca reposisi dan fiksasi awal, 2 minggu, 4 minggu dan 3 bulan kedua kelompok berbeda bermakna (p<0,05). Hal ini membuktikan bahwa deforming force pada dorsofleksi lebih kecil dibanding pada posisi fleksi pergelangan tangan. Seperti yang telah dibuktikan dalam penelitian Ajay Gupta (Gupta, 1991; Kreder & Hanell, 1996). Penilaian fungsi dilakukan setelah 3 bulan pasca tindakan berdasarkan kriteria Gartland dan Werley. Hasil sangat baik kelompok A = 69,2%; B = 30,8%; hasil baik kelompok A = 60%; B = 40%. Hasil kurang atau jelek tidak terdapat pada kelompok A, tetapi B terdapat 6 subyek atau 100% dibanding kelompok A atau 20% dari total subyek penelitian. Kedua kelompok berbeda bermakna (p<0,05). Hal ini sesuai dengan hasil pengukuran anatomis, di mana nilai RA, RL dan RT kelompok A lebih baik dari kelompok B, sesuai dengan penelitian sebelumnya (Sarmiento, 1980; Gupta,1991; Solichin,1994; Manjas, 1996; Wihandono dkk, 1998). Hubungan perubahan peranjakan dari waktu ke waktu secara statistik tidak signifikan pada kelompok A maupun kelompok B kecuali perubahan peranjakan RL pada kelompok B.Hal ini disebabkan jumlah sampel yang sedikit. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Dari 30 kasus fraktur Colles atau tipe Colles yang diteliti, maka pada penelitian ini dapat diambil kesimpulan : 1. Fraktur tipe Colles lebih sering terjadi pada usia muda akibat kecelakaan lalu lintas. 2. Berat fraktur berhubungan dengan penyebabnya (force trauma), sisi kanan lebih sering dibanding sisi kiri. 3. Nilai rata-rata RA = 20,47 ± 2,05 0 ; RL = 11 ± 1,38mm; RT =11,67 ± 2,87 0. Kedua kelompok homogen. 4. RA hasil reposisi dan fiksasi kedua kelompok tidak berbeda bermakna, tetapi berbeda bermakna pada RL dan RT, baik secara anatomis (RL dan RT) dan fungsional kelompok A lebih baik dari kelompok B. 5. Metoda reposisi modifikasi Bohler disertai fiksasi gips sirkuler setinggi siku, posisi supinasi, lengan bawah dan pergelangan tangan dorsifleksi serta deviasi ulna (SDFDU) lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan metoda fiksasi gips sirkuler di atas siku, posisi siku fleksi 90 0, lengan bawah pronasi dan pergelangan tangan fleksi serta deviasi ulna (Cotton Loader) FSPFDU yang selama ini digunakan Digitized by USU digital library 24

25 6. Perbaikan peranjakan atau displacement dari waktu ke waktu selama dipasang gips secara statistik tidak signifikan baik pada kelompok A maupun kelompok B, kecuali perubahan fungsi RL pada kelompok B Saran 1. Dari hasil penelitian yang dilakukan terbukti bahwa metoda reposisi modifikasi Bohler disertai fiksasi dengan gips sirkuler setinggi siku, posisi lengan bawah supinasi, pergelangan tangan dorsifleksi serta deviasi ulna (SDFDU) ini dapat dipertimbangkan untuk dipergunakan sebagai salah satu metoda penanganan fraktur Colles atau tipe Colles tertutup terutama fraktur Colles ekstra artikuler. 2. Penelitian ini hanya pada 30 kasus dan diikuti sampai 3 bulan pertama, maka untuk lebih baik diperlukan penelitian lanjut yang dapat melihat fungsi pergelangan tangan secara keseluruhan pada jumlah kasus yang lebih banyak. BAB VI KEPUSTAKAAN Appleys AG : System of orthopaedic and fractures. 7 th Bitterwarth Heineman, , ed. ELBS with ELBS with Auliffe Mc TB, Hillar KM, Cooles CJ : Early mobilization of Colles fractures a prospective trial. J.Bone and Joint Surg. 69(5), , Brumfeeld RH, Champoux JA : A biomechanical study of normal functional wrist motion Clin.Orthop. 187, 23-25, Bunger C, Solound K, Rasmussen P : Early result after Colles fractures, functional bracing in supination vs dorsal plaster immobilization. Arch Orthop.Trauma Surg. 113, , Charnley : The closed treatment of common fractures. 3 rd ed , Clancey GJ : Percutaneus Kirschner wire fixation of Colles fracture. J Bone and Joint Surg. 66A, , Collert S, Issacson : Management of redislocated Colles fracture. Clin Orthop. 135, , Cooney, William P et al : Complication of Colles fractures. J Bone and Jont Surg. 62A, , Dias JJ, Wray CC et al : The value of early mobillization in the treatment of Colles Fractures. J.Bone and Joint Surg. 69B, , Frykmann G : Fracture of the distal radius including sequelle. Acta Orthop Scand 108, Gartland JJ.,Werley CW.: Evaluation of healed Colles Fracture.J Bone Joint Surgery 33A, , Digitized by USU digital library 25

26 Gupta A : The treatment of Colles fracture. J Bone and Joint Surg. 73B, , Howard Pw, Stewart HD et al : External fixation or plaster for severely displaced comminuted Colles fracture. A prospective study of anatomical and functional result.j.bone and Joint Surg. 71B, 68-73, Jenkins NH, Jonee DG : External fixation of Colles fractures. J Bone and Joint Surg. 69B (2), , Jupiter JB : Current concept review fractures of the distal end of the radius. J Bone and Joint Surg. 73A, , Kaner JMG : Functional anatomy of the wrist. Clin Orthop. 149, 9-19, Kapanji JA : The physiology of the Joint.2 nd ed. Vol 1 Upper Limb, Wong King Tong Co, Ltd, Kreder HJ, Hanell DP : Consistency of AO fracture classification for distal radius. J Bone and Joint Surg. 78B(5), , Lidstrom A : Fracture of the distal end radius.acta Orthop. Scand Suppl 41, Linden VDW, Ericson R. : Colles fracture. How should its displacement be measured and how should it be immobilized? J.Bone and Joint Surg. 63(8), , Manjas M: Hasil reposisi tertutup fraktur distal radius antara traksi dan non traksi pra Reposisi. Makalah bebas Program Studi Ilmu Bedah Orthopaedi FKUI, Nugroho B, Simbardjo D : Penanggulangan fraktur Colles di RSCM.September 1981 Juli Makalah bebas Program Studi Ilmu Bedah Orthopaedi FKUI/RSCM, Palmer AK, Werner FW: Biomechanic of distal radioulnar joint. Clin Orthop. 187, 26-35, Peltier LF : Fracture of the distal end of the radius. Clin Orthop. 187,12-22, Rickli DA, Rigazzoni P : Fracture of the distal end of the radius treated by internal fixation and early function. A preliminary report of 20 cases. J.Bone and Joint Surg. 78B(4), , Rosetzky A : Colles fractures treated by plaster and polyurethrane braces. A controlled Clinical study. J.Taruma. 22(11), , Rhycak JS, Akerder, Maryland : Injury to the median and ulnar nerves secondary to the fracture of the radius. J.Bone and Joint Surg.A, , Salter RB : Text book of disorder and injuries of the musculoskeletal system. William Wilkin Co Ltd. P, , Digitized by USU digital library 26

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Sejarah Fraktur Radius Distal Sejak jaman Hipocrates sampai awal abad 19, fraktur distal radius masih disalah artikan sebagai dislokasi dari pergelangan tangan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Kerangka Teoritis II.1.1 Definisi Fraktur radius distal adalah salah satu dari macam fraktur yang biasa terjadi pada pergelangan tangan. Umumnya sering terjadi karena jatuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fraktur adalah terputusnya hubungan (diskontinuitas) tulang radius dan

BAB I PENDAHULUAN. Fraktur adalah terputusnya hubungan (diskontinuitas) tulang radius dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fraktur adalah terputusnya hubungan (diskontinuitas) tulang radius dan ulna yang disebabkan oleh cedera pada lengan bawah baik trauma langsung maupun trauma tidak langsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (1) pada pasien manula, terbaik untuk tidak mempedulikan fraktur tetapi berkonsentrasi pada pengembalian gerakan;

BAB I PENDAHULUAN. (1) pada pasien manula, terbaik untuk tidak mempedulikan fraktur tetapi berkonsentrasi pada pengembalian gerakan; BAB I PENDAHULUAN Fraktur radius distal ataupun Fraktur Colles adalah salah satu dari macam fraktur yang biasa terjadi pada pergelangan tangan. Umumnya terjadi karena jatuh dalam keadaan tangan menumpu

Lebih terperinci

FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA

FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA Fraktur tibia umumnya dikaitkan dengan fraktur tulang fibula, karena gaya ditransmisikan sepanjang membran interoseus fibula. Kulit dan jaringan subkutan sangat tipis pada bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tujuan tersebut bangsa Indonesia melakukan pembangunan disegala

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tujuan tersebut bangsa Indonesia melakukan pembangunan disegala 1 BAB I PENDAHULUAN Salah satu tujuan pembangunan bangsa Indonesia yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 adalah memajukan kesejahteraan umum, dan untuk mencapai tujuan tersebut bangsa Indonesia melakukan

Lebih terperinci

a. fraktur midshaft umum pada anak-anak maupun orang dewasa muda.

a. fraktur midshaft umum pada anak-anak maupun orang dewasa muda. 1. Klasifikasi patah tulang terbuka: menurut Gustilo Tipe I Luka kecil kurang dan 1 cm, terdapat sedikit kerusakan jaringan, tidak terdapat tanda-tanda trauma yang hebat pada jaringan lunak. Fraktur yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecelakaan lalu lintas adalah fraktur yang lebih dikenal dengan patah tulang.

BAB I PENDAHULUAN. kecelakaan lalu lintas adalah fraktur yang lebih dikenal dengan patah tulang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, seiring dengan perkembangan jaman, masyarakat Indonesia mulai memilih alat transportasi yang praktis, modern, dan tidak membuang banyak energi seperti kendaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Fraktur radius distal adalah salah satu dari macam fraktur yang biasa terjadi pada pergelangan tangan. Umumnya terjadi karena jatuh dalam keadaan tangan menumpu dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini adalah eksperimental uji klinis.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini adalah eksperimental uji klinis. digilib.uns.ac.id 33 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1.JENIS PENELITIAN Penelitian ini adalah eksperimental uji klinis. 3.2.WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di RSO Prof.Dr.R.Soeharso

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bersifat progresif, dimana keilmuan khususnya dibidang kesehatan akan

BAB I PENDAHULUAN. yang bersifat progresif, dimana keilmuan khususnya dibidang kesehatan akan 1 BAB I PENDAHULUAN Pembangunan mutu dan kualitas pelayanan kesehatan merupakan sesuatu yang bersifat progresif, dimana keilmuan khususnya dibidang kesehatan akan selalu berkembang dan semakin maju. Oleh

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN INFRA RED DAN TERAPI LATIHAN PADA KASUS POST OPERASI FRACTURE COLLES DISERTAI DISLOKASI ULNA DEXTRA DI RST Dr.

PENATALAKSANAAN INFRA RED DAN TERAPI LATIHAN PADA KASUS POST OPERASI FRACTURE COLLES DISERTAI DISLOKASI ULNA DEXTRA DI RST Dr. PENATALAKSANAAN INFRA RED DAN TERAPI LATIHAN PADA KASUS POST OPERASI FRACTURE COLLES DISERTAI DISLOKASI ULNA DEXTRA DI RST Dr. SOEDJONO MAGELANG Disusun oleh: FATHIA NURUL RAHMA J 100 090 019 NASKAH PUBLIKASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industrilisasi tentunya akan mempengaruhi peningkatan mobilisasi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. industrilisasi tentunya akan mempengaruhi peningkatan mobilisasi masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan Negara berkembang dan menuju industrilisasi tentunya akan mempengaruhi peningkatan mobilisasi masyarakat terutama dalam bidang penggunaan

Lebih terperinci

MODUL PRAKTIKUM MATA KULIAH PENGUKURAN FISIOTERAPI. Topik : Pengukuran Lingkup Gerak Sendi Pergelangan dan Tangan (Wrist Joint and Hand)

MODUL PRAKTIKUM MATA KULIAH PENGUKURAN FISIOTERAPI. Topik : Pengukuran Lingkup Gerak Sendi Pergelangan dan Tangan (Wrist Joint and Hand) MODUL PRAKTIKUM MATA KULIAH PENGUKURAN FISIOTERAPI Topik : Pengukuran Lingkup Gerak Sendi Pergelangan dan Tangan (Wrist Joint and Hand) Tim Penyusun : Muh. Irfan, SKM, S.Ft, M.Fis Wismanto, SSt.Ft, S.Ft,

Lebih terperinci

Insidens Dislokasi sendi panggul umumnya ditemukan pada umur di bawah usia 5 tahun. Lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan.

Insidens Dislokasi sendi panggul umumnya ditemukan pada umur di bawah usia 5 tahun. Lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Dislokasi Sendi Panggul Dislokasi sendi panggul banyak ditemukan di Indonesia akibat trauma dan sering dialami oleh anak-anak. Di Negara Eropa, Amerika dan Jepang, jenis dislokasi sendi panggul yang sering

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN INFRA RED DAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI PASCA GIPS FRAKTUR RADIUS 1/3 DISTAL SINISTRA DI RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

PENATALAKSANAAN INFRA RED DAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI PASCA GIPS FRAKTUR RADIUS 1/3 DISTAL SINISTRA DI RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL PENATALAKSANAAN INFRA RED DAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI PASCA GIPS FRAKTUR RADIUS 1/3 DISTAL SINISTRA DI RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL Di susun oleh : ALFIAN RUDIANTO J 100 090 049 NASKAH PUBLIKASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena musibah yang diberikan oleh-nya hendaknya tidak mudah berputus asa,

BAB I PENDAHULUAN. karena musibah yang diberikan oleh-nya hendaknya tidak mudah berputus asa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketika manusia mendapatkan sebuah ujian salah satunya diberikan rasa sakit karena musibah yang diberikan oleh-nya hendaknya tidak mudah berputus asa, bahwa terdapat

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Os radius 2. Os. Ulna

Gambar 2.1 Os radius 2. Os. Ulna Anatomi antebrachii 1. Os. Radius Adalah tulang lengan bawah yang menyambung dengan humerus dan membentuk sendi siku. Radius merupakan os longum yang terdiri atas epiphysis proximalis, diaphysis, dan epiphysis

Lebih terperinci

Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 derajat yang ditentukan oleh berat ringannya luka dan berat ringannya fraktur.

Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 derajat yang ditentukan oleh berat ringannya luka dan berat ringannya fraktur. Definisi fraktur Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa

Lebih terperinci

EMG digunakan untuk memastikan diagnosis dan untuk menduga beratnya sindroma kubital. Juga berguna menilai (8,12) :

EMG digunakan untuk memastikan diagnosis dan untuk menduga beratnya sindroma kubital. Juga berguna menilai (8,12) : Sindrom Kanalis Cubitalis (Cubital Tunnel Syndrome) Kesemutan atau baal biasanya terjadi di jari manis. Atau terjadi di wilayah saraf ulnaris. Gejalanya seperti sindrom ulnaris. Baal biasanya terjadi tidak

Lebih terperinci

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran BRAMASTA AGRA SAKTI G FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran BRAMASTA AGRA SAKTI G FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET PERBEDAAN PARAMETER KLINIS DAN RADIOLOGIS ANTARA FRAKTUR TERTUTUP RADIUS DISTAL EKSTRAARTIKULER YANG DITATALAKSANA DENGAN SHORT ARM CAST DAN LONG ARM CAST SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

Wan Rita Mardhiya, S. Ked

Wan Rita Mardhiya, S. Ked Author : Wan Rita Mardhiya, S. Ked Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau 2009 0 Files of DrsMed FK UR http://www.yayanakhyar.co.nr PENDAHULUAN Fraktur femur mempunyai pengaruh sosial ekonomi

Lebih terperinci

Menurut Depkes RI (1995), berdasarkan luas dan garis traktur meliputi:

Menurut Depkes RI (1995), berdasarkan luas dan garis traktur meliputi: DEFINISI Terdapat beberapa pengertian mengenai fraktur, sebagaimana yang dikemukakan para ahli melalui berbagai literature. Menurut FKUI (2000), fraktur adalah rusaknya dan terputusnya kontinuitas tulang,

Lebih terperinci

Tugas Akhir. Disusun oleh: PIPIT PUDJO YANANTO NIM.S PEMBIMBING. Dr. PAMUDJI UTOMO, SpOT, Dr. ISMAIL MARYANTO, SpOT

Tugas Akhir. Disusun oleh: PIPIT PUDJO YANANTO NIM.S PEMBIMBING. Dr. PAMUDJI UTOMO, SpOT, Dr. ISMAIL MARYANTO, SpOT digilib.uns.ac.id 1 Tugas Akhir PERBANDINGAN EVALUASI KLINIS DAN RADIOLOGIS PENANGANAN FRAKTUR RADIUS DISTAL EKSTRAARTIKULAR METODE CLOSED REDUCTION PERCUTANEOUS PINNING (CRPP) ANTARA K-WIRE PARALLEL (METODE

Lebih terperinci

Carpal tunnel syndrome

Carpal tunnel syndrome Carpal tunnel syndrome I. Definisi Carpal tunnel syndrome adalah keadaan nervus medianus tertekan di daerah pergelangan tangan sehingga menimbulkan rasa nyeri, parestesia, dan kelelahan otot tangan. Tempat

Lebih terperinci

1. tipe IIIA : jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah. Fraktur bersifat segmental atau komunitif hebat.

1. tipe IIIA : jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah. Fraktur bersifat segmental atau komunitif hebat. 1. Kalau kalian sudah mengenal tentang fraktur coba jelaskan klasifikasi fraktur terbuka menurut Gustilo dan Jelaskan critical point serta implikasi bagi perawat dari masing - masing derajat? Klasifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. derajat kesehatan masyarakat yang optimal sesuai dengan Undang-Undang No. 23

BAB I PENDAHULUAN. derajat kesehatan masyarakat yang optimal sesuai dengan Undang-Undang No. 23 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan Pembangunan Kesehatan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

DISLOKASI SENDI PANGGUL

DISLOKASI SENDI PANGGUL DISLOKASI SENDI PANGGUL Pembimbing: Prof. dr. H. Hafas Hanafiah, Sp.B, Sp.OT(K), FICS Oleh: Leni Agnes Siagian (070100153) Rahila (070100129) Hilda Destuty (070100039) ILMU BEDAH ORTOPAEDI DAN TRAUMATOLOGI

Lebih terperinci

TRAUMA REGIO MANUS (815)

TRAUMA REGIO MANUS (815) TRAUMA REGIO MANUS (815) - Distal dari metacarpal (ossa carpalia masuk regio wrsit) - Fungsi terpenting adalah gerakan ibu jari terhadap jari telunjuk/jari tengah (50%) 1. Fraktur Penanganan Fraktur :

Lebih terperinci

trauma pada flexsus brachialis, fraktur klavikula, dan fraktur humerus

trauma pada flexsus brachialis, fraktur klavikula, dan fraktur humerus Asuhan neonatus, bayi, dan balita trauma pada flexsus brachialis, fraktur klavikula, dan fraktur humerus Oleh: Witri Nofika Rosa (13211388) Dosen Pembimbing Dian Febrida Sari, S.Si.T STIKes MERCUBAKTIJAYA

Lebih terperinci

MODUL PRAKTIKUM MATA KULIAH PENGUKURAN FISIOTERAPI. Topik : Pengukuran Lingkup Gerak Sendi Siku (Elbow Joint)

MODUL PRAKTIKUM MATA KULIAH PENGUKURAN FISIOTERAPI. Topik : Pengukuran Lingkup Gerak Sendi Siku (Elbow Joint) MODUL PRAKTIKUM MATA KULIAH PENGUKURAN FISIOTERAPI Topik : Pengukuran Lingkup Gerak Sendi Siku (Elbow Joint) Tim Penyusun : Muh. Irfan, SKM, S.Ft, M.Fis Wismanto, SSt.Ft, S.Ft, M. Fis Abdul Chalik Meidian,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan observasional analitik dengan tinjauan cross-sectional.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan observasional analitik dengan tinjauan cross-sectional. digilib.uns.ac.id 28 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan observasional analitik dengan tinjauan cross-sectional. 3.2. Sampel dan populasi Sampel dan populasi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dengan dunia luar. Hal ini memungkinkan kita untuk menyentuh,

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dengan dunia luar. Hal ini memungkinkan kita untuk menyentuh, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tangan merupakan salah satu bagian tubuh yang menghubungkan seseorang dengan dunia luar. Hal ini memungkinkan kita untuk menyentuh, merasakan, memanipulasi, dan mengubah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paling umum. Sebagian besar cedera pada tangan merupakan cedera

BAB I PENDAHULUAN. paling umum. Sebagian besar cedera pada tangan merupakan cedera BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari fungsi tangan dan penggunaan jarijari tangan sangat penting untuk sebagian besar melakukan berbagai aktifitas dan hampir setiap profesi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. trauma atau aktifitas fisik dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada. dan terjadi fraktur radius 1/3 (Thomas, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. trauma atau aktifitas fisik dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada. dan terjadi fraktur radius 1/3 (Thomas, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fraktur merupakan suatu perpatahan pada kontinuitas struktur tulang. Patahan tadi mungkin tidak lebih dari suatu retakan atau primpilan korteks, biasanya patahan

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh: AYUDIA SEKAR PUTRI J

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh: AYUDIA SEKAR PUTRI J NASKAH PUBLIKASI PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA STIFFNESS ELBOW DEXTRA POST FRAKTUR SUPRACONDYLAR HUMERI DENGAN K-WIRE DI RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL Disusun oleh: AYUDIA SEKAR PUTRI J 100 090 02

Lebih terperinci

Fraktura Os Radius Ulna

Fraktura Os Radius Ulna Fraktura Os Radius Ulna Pendahuluan Fraktura adalah patah atau ruptur kontinuitas struktur dari tulang atau cartilago dengan atau tanpa disertai dislokasio fragmen. Fraktur os radius dan fraktus os ulna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan bangsa Indonesia yang tertuang dalam

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan bangsa Indonesia yang tertuang dalam BAB I PENDAHULUAN Salah satu tujuan pembangunan bangsa Indonesia yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah memajukan kesejahteraan umum, dan untuk mencapai tujuan tersebut bangsa Indonesia

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Klavikula merupakan tulang penghubung antara lengan atas dengan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Klavikula merupakan tulang penghubung antara lengan atas dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Klavikula merupakan tulang penghubung antara lengan atas dengan dada (trunkus), sehingga klavikula memiliki peran penting dalam fungsi pada gelang bahu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh ligamen-ligamen kuat yang mempersatukan tulang-tulang ini. Ulna distal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh ligamen-ligamen kuat yang mempersatukan tulang-tulang ini. Ulna distal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pergelangan tangan terdiri dari persendian ujung distal radius dengan deretan proksimal tulang-tulang karpal. Stabilitas pergelangan tangan disebabkan oleh ligamen-ligamen

Lebih terperinci

Thompson-Epstein Classification of Posterior Hip Dislocation. Type I Simple dislocation with or without an insignificant posterior wall fragment

Thompson-Epstein Classification of Posterior Hip Dislocation. Type I Simple dislocation with or without an insignificant posterior wall fragment Dislokasi Hips Posterior Mekanisme trauma Caput femur dipaksa keluar ke belakang acetabulum melalui suatu trauma yang dihantarkan pada diafisis femur dimana sendi panggul dalam posisi fleksi atau semifleksi.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penatalaksanaanpatah tulang, sebab seringkali penanganan patah tulang ini. kekerasan yang timbul secara mendadak (Syaiful, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. penatalaksanaanpatah tulang, sebab seringkali penanganan patah tulang ini. kekerasan yang timbul secara mendadak (Syaiful, 2009). 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Seiring dengan perkembangan jaman, salah satu dampak kemajuan teknologi adalah semakin padatnya arus lalu lintas dewasa ini mengakibatkan meningkatnya angka kecelakaan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Fisiologi Neuromuskuloskeletal, dan Fisiologi Geriatri.

BAB IV METODE PENELITIAN. Fisiologi Neuromuskuloskeletal, dan Fisiologi Geriatri. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian adalah ilmu Fisiologi khususnya Fisiologi Olahraga, Fisiologi Neuromuskuloskeletal, dan Fisiologi Geriatri. 4.2 Tempat dan

Lebih terperinci

EVALUASI FUNGSIONAL PENANGANAN

EVALUASI FUNGSIONAL PENANGANAN Tugas Akhir EVALUASI FUNGSIONAL PENANGANAN DISRUPSI SENDI RADIOULNAR BAWAH REDUCIBLE DENGAN BELOW ELBOW SLAB DIBANDINGKAN DENGAN PERCUTANEUS PINNING ULNORADIAL PADA PASIEN FRAKTUR GALEAZZI DEWASA DI RSO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa perubahan ke arah perkembangan di bidang industri yang lebih maju. Hal ini ditandai dengan munculnya industri-industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesehatan (promotive), pencegahan penyakit (preventive),

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesehatan (promotive), pencegahan penyakit (preventive), BAB I PENDAHULUAN Dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotive), pencegahan penyakit

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 41 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kuantitatif. Tipe penelitian kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi eksperimen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau permukaan rawan sendi. Karena tulang dikelilingi oleh struktur jaringan

BAB I PENDAHULUAN. atau permukaan rawan sendi. Karena tulang dikelilingi oleh struktur jaringan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, lempeng epiphyseal atau permukaan rawan sendi. Karena tulang dikelilingi oleh struktur jaringan lunak, tekanan fisik yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. muka sekitar 40%. Lokasi hidung di tengah dan kedudukan di bagian anterior

BAB 1 PENDAHULUAN. muka sekitar 40%. Lokasi hidung di tengah dan kedudukan di bagian anterior BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fraktur os nasal merupakan fraktur paling sering ditemui pada trauma muka sekitar 40%. Lokasi hidung di tengah dan kedudukan di bagian anterior wajah merupakan faktor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Angka kecelakaan lalu lintas yang semakin meningkat lebih sering disebabkan oleh kurangnya kesadaran masyarakat untuk menggunakan perlengkapan berkendara dan

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS POST ORIF FRAKTUR CRURIS 1/3 DISTAL SINISTRA DI RSUD SALATIGA

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS POST ORIF FRAKTUR CRURIS 1/3 DISTAL SINISTRA DI RSUD SALATIGA PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS POST ORIF FRAKTUR CRURIS 1/3 DISTAL SINISTRA DI RSUD SALATIGA Naskah Publikasi Diajukan Guna Melengkapi Tugas dan Memenuhi Sebagian Persyaratan Menyelesaikan Program

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN INFRA MERAH, MASSAGE DAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI POST ORIF CLOSED FRAKTUR ANTEBRACHII DEXTRA DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PENATALAKSANAAN INFRA MERAH, MASSAGE DAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI POST ORIF CLOSED FRAKTUR ANTEBRACHII DEXTRA DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA PENATALAKSANAAN INFRA MERAH, MASSAGE DAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI POST ORIF CLOSED FRAKTUR ANTEBRACHII DEXTRA DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA Oleh : LENY MUSTIKA PUTRI J 100 050 049 KARYA TULIS ILMIAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penyakit pada anggota gerak yang disebabkan oleh traumatik. Trauma merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penyakit pada anggota gerak yang disebabkan oleh traumatik. Trauma merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anggota gerak pada manusia merupakan anggota gerak yang sangat penting sepanjang daur kehidupan manusia, baik anggota gerak atas maupun anggota gerak bawah.

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA POST ORIF FRAKTUR OLECRANON SINISTRA DENGAN PEMASANGAN WIRE DI RS. PROF.DR.SOEHARSO SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA POST ORIF FRAKTUR OLECRANON SINISTRA DENGAN PEMASANGAN WIRE DI RS. PROF.DR.SOEHARSO SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA POST ORIF FRAKTUR OLECRANON SINISTRA DENGAN PEMASANGAN WIRE DI RS. PROF.DR.SOEHARSO SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Oleh : Bondan Tri Laksana J 100 100 057 PROGRAM STUDI DIII

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan tangan terentang. Sebagian besar fraktur tersebut ditangani dalam unit

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan tangan terentang. Sebagian besar fraktur tersebut ditangani dalam unit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fraktur ekstremitas atas cukup sering terjadi, biasanya disebabkan karena jatuh dengan tangan terentang. Sebagian besar fraktur tersebut ditangani dalam unit rawat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau keadaan patologis (Dorland,1994) tungkai bawah yang terdiri dari tulang tibia dan

BAB I PENDAHULUAN. atau keadaan patologis (Dorland,1994) tungkai bawah yang terdiri dari tulang tibia dan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kemajuaan teknologi dan informasi yang berkembang pesat menimbulkan dampak positif maupun negative terhadap manusia.dampak positif yang muncul misalnya adanya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian yang bersifat analitik prospektif dengan time series design. 3.2. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1.

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI POST OPERASI FRAKTUR FEMUR 1/3 DISTAL DEXTRA DENGAN PEMASANGAN PLATE AND SCREW

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI POST OPERASI FRAKTUR FEMUR 1/3 DISTAL DEXTRA DENGAN PEMASANGAN PLATE AND SCREW PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI POST OPERASI FRAKTUR FEMUR 1/3 DISTAL DEXTRA DENGAN PEMASANGAN PLATE AND SCREW DI RSAL DR. RAMELAN SURABAYA KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Guna Melengkapi Tugas-Tugas

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KOMPLIKASI PADA PASIEN FRAKTUR KLAVIKULA PASCA PENATALAKSANAAN OPERATIF DIBANDINGKAN DENGAN KONTRALATERAL

PERBANDINGAN KOMPLIKASI PADA PASIEN FRAKTUR KLAVIKULA PASCA PENATALAKSANAAN OPERATIF DIBANDINGKAN DENGAN KONTRALATERAL PERBANDINGAN KOMPLIKASI PADA PASIEN FRAKTUR KLAVIKULA PASCA PENATALAKSANAAN OPERATIF DIBANDINGKAN DENGAN KONTRALATERAL (RS Bina Sehat Kabupaten Jember periode 2007-2012) SKRIPSI Oleh Adhitya Wicaksono

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi 2 yaitu fraktur terbuka, yaitu jika patahan tulang itu menembus kulit. fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia luar.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi 2 yaitu fraktur terbuka, yaitu jika patahan tulang itu menembus kulit. fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia luar. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh tekanan pada fragmen tulang. Fraktur dibagi menjadi 2

Lebih terperinci

CTEV (Congenital Talipes Equino Varus)/ Club Foot-I

CTEV (Congenital Talipes Equino Varus)/ Club Foot-I CTEV (Congenital Talipes Equino Varus)/ Club Foot-I CTEV merupakan kelainan pada kaki, dimana kaki belakang equinus (mengarah ke bawah), varus (mengarah ke dalam/ medial), dan kaki depan adduktus (mendekati

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur dapat terjadi pada semua tingkat umur (Perry & Potter, 2005).

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur dapat terjadi pada semua tingkat umur (Perry & Potter, 2005). BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mendapatkan peringkat kelima atas kejadian kecelakaan lalulintas di dunia. Kecelakaan lalulintas dapat menyebabkan berbagai dampak, baik

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN RANGE OF MOTION (ROM)

SATUAN ACARA PENYULUHAN RANGE OF MOTION (ROM) SATUAN ACARA PENYULUHAN RANGE OF MOTION (ROM) Dosen Pembimbing: Iis Fatimawati, S.Kep.Ns,M.Kes Oleh : Astriani Romawati 141.0020 Lina Ayu Dika 141.0057 Miftachul Rizal H. 141.0064 Varinta Putri P. 141.0103

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang utuh, yang biasanya disebabkan oleh trauma /ruda paksa atau tenaga fisik yang ditentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar terwujud derajat

BAB I PENDAHULUAN. mencapai kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar terwujud derajat BAB I PENDAHULUAN Pembangunan dibidang kesehatan adalah penyelenggaran upaya kesehatan mencapai kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar terwujud derajat kesehatan yang optimal. Hidup sehat pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa data yang tersedia menurut World Health Organization (2010),

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa data yang tersedia menurut World Health Organization (2010), BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Beberapa data yang tersedia menurut World Health Organization (2010), menunjukkan bahwa kejadian osteoartritis lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria di antara semua

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Kerangka Teoritis II.1.1 Defenisi Fraktur adalah hilangnya kontuinitas tulang, tulang rawan sendi dan tulang rawan epifise yang bersifat total maupun parsial. Untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jaman. Termasuk ilmu tentang kesehatan yang di dalamnya mencakup. manusia. Selama manusia hidup tidak pernah berhenti menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. jaman. Termasuk ilmu tentang kesehatan yang di dalamnya mencakup. manusia. Selama manusia hidup tidak pernah berhenti menggunakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu pengetahuan dan teknologi terus berkembang seiring perkembangan jaman. Termasuk ilmu tentang kesehatan yang di dalamnya mencakup bahasan tentang berbagai macam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aktivitas tersebut antara lain memasak, mencuci, menulis, mengetik, dan

BAB I PENDAHULUAN. Aktivitas tersebut antara lain memasak, mencuci, menulis, mengetik, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tangan adalah bagian tubuh yang memiliki peran dan fungsi yang penting dalam melakukan berbagai aktivitas baik ringan maupun berat. Aktivitas tersebut antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bebas dari penyakit, cacat, bahkan kelemahan maka dalam sistem kesehatan. menyeluruh, dan dapat terjangkau masyarakat luas.

BAB I PENDAHULUAN. bebas dari penyakit, cacat, bahkan kelemahan maka dalam sistem kesehatan. menyeluruh, dan dapat terjangkau masyarakat luas. BAB I PENDAHULUAN Dalam upaya mewujudkan pembangunan masyarakat Indonesia seutuhnya, maka setiap warga Indonesia berhak memperoleh derajat sehat yang setinggi- tingginya yang meliputi sehat jasmani, rohani,

Lebih terperinci

Gangguan Pada Bagian Sendi

Gangguan Pada Bagian Sendi Gangguan Pada Bagian Sendi Haemarthrosis ( Hemarthrosis ) Hemarthrosis adalah penyakit kompleks di mana terjadi perdarahan ke dalam rongga sendi - Penyebab (Etiologi) Traumatic nontraumatic Degrees - Gejala

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH. Disusun oleh: ILSA ROVIATIN AGUSTINA J Diajukan Guna Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat

KARYA TULIS ILMIAH. Disusun oleh: ILSA ROVIATIN AGUSTINA J Diajukan Guna Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat 1 KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI STIFFNESS ANKLE JOINT SINISTRA AKIBAT POST FRACTURE CRURIS DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA Disusun oleh: ILSA ROVIATIN AGUSTINA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan diarahkan guna mencapai kesadaran, kemauan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan diarahkan guna mencapai kesadaran, kemauan BAB I PENDAHULUAN Pembangunan kesehatan diarahkan guna mencapai kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Kesehatan optimal

Lebih terperinci

Teknik Radiografi Manus, Wrist joint, Antebrachii, Humerus

Teknik Radiografi Manus, Wrist joint, Antebrachii, Humerus Teknik Radiografi Manus, Wrist joint, Antebrachii, Humerus INDIKASI PEMERIKSAAN RADIOGRAFI Trauma / cidera Fraktur, fisura, dislokasi, luksasi, ruptur Pathologis Artheritis, Osteoma, dll. Benda asing (corpus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya penyembuhan (kuratif) dan upaya pemulihan (rehabilitatif), yang

BAB I PENDAHULUAN. upaya penyembuhan (kuratif) dan upaya pemulihan (rehabilitatif), yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN (KONTRAKTUR)

LAPORAN PENDAHULUAN (KONTRAKTUR) LAPORAN PENDAHULUAN (KONTRAKTUR) I. KONSEP DASAR MEDIS A. Definisi 1. Kontraktur merupakan suatu keadaan patologis tingkat akhir dari suatu kontraksi. Umumnya kontraktur terjadi apabila pembentukan sikatrik

Lebih terperinci

Teksbook reading. Tessa Rulianty (Hal 71-80)

Teksbook reading. Tessa Rulianty (Hal 71-80) Teksbook reading Tessa Rulianty (Hal 71-80) Tes ini sama dengan tes job dimana lengan diputar ke arah yang berlawanan. Jika terdapat nyeri dan pasien mengalami kesulitan mengatur posisi mengindikasikan

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA PASKA OPERASI FRAKTUR OLECRANON DEKSTRA DENGAN PEMASANGAN WIRE DI RSAL DR. RAMELAN SURABAYA

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA PASKA OPERASI FRAKTUR OLECRANON DEKSTRA DENGAN PEMASANGAN WIRE DI RSAL DR. RAMELAN SURABAYA PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA PASKA OPERASI FRAKTUR OLECRANON DEKSTRA DENGAN PEMASANGAN WIRE DI RSAL DR. RAMELAN SURABAYA Oleh : DWI NUR KHAYATI J 100 070 005 Diajukan guna melengkapi tugas-tugas dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk Indonesia sampai tahun ini mencapai 237,56 juta orang (Badan

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk Indonesia sampai tahun ini mencapai 237,56 juta orang (Badan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Jumlah penduduk di Indonesia setiap tahunya mengalami peningkatan, total jumlah penduduk Indonesia sampai tahun ini mencapai 237,56 juta orang (Badan pusat statistik,

Lebih terperinci

LAPORAN STATUS KLINIK D III FISIOTERAPI FISIOTERAPI MUSKULOSKELETAL. Program Studi Fisioterapi

LAPORAN STATUS KLINIK D III FISIOTERAPI FISIOTERAPI MUSKULOSKELETAL. Program Studi Fisioterapi LAPORAN STATUS KLINIK D III FISIOTERAPI FISIOTERAPI MUSKULOSKELETAL Program Studi Fisioterapi Nomor Urut: 2/R/2014 NAMA MAHASISWA N.I.M TEMPAT PRAKTEK PEMBIMBING : Triastika Restti Alfiandri : J100110059

Lebih terperinci

Oleh: JOHANA SYA BANAWATI J KARYA TULIS ILMIAH

Oleh: JOHANA SYA BANAWATI J KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI PASCA OPERASI FRAKTUR FEMUR 1/3 DISTAL DEXTRA DENGAN PEMASANGAN PLATE AND SCREW DI RSO Prof. Dr. SOEHARSO SURAKARTA Oleh: JOHANA SYA BANAWATI J 100 050 019 KARYA

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS FRACTURE CAPUT HUMERI DISERTAI DISLOKASI SHOULDER DEXTRA DENGAN MODALITAS INFRA RED DAN TERAPI LATIHAN

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS FRACTURE CAPUT HUMERI DISERTAI DISLOKASI SHOULDER DEXTRA DENGAN MODALITAS INFRA RED DAN TERAPI LATIHAN PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS FRACTURE CAPUT HUMERI DISERTAI DISLOKASI SHOULDER DEXTRA DENGAN MODALITAS INFRA RED DAN TERAPI LATIHAN NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh : U. DIANA J 100 100 076 KARYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya pusat rehabilitasi di Surakarta menuntut pengetahuan lebih

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya pusat rehabilitasi di Surakarta menuntut pengetahuan lebih 1 BAB I PENDAHULUAN Pada tahun 1948 Prof. Dr. Soeharso mendidik tenaga kesehatan dalam rangka kerja besarnya memulihkan korban perang, dibangun Sekolah Perawat Fisioterapi. Semakin berkembangnya pusat

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III Fisioterapi

KARYA TULIS ILMIAH Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III Fisioterapi PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS PASCA OPERASI FRAKTUR FEMUR 1/3 TENGAH DEXTRA DENGAN PEMASANGAN INTRA MEDULLARY NAIL DI RSO Prof. Dr. SOEHARSO SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. barang, mencuci, ataupun aktivitas pertukangan dapat mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. barang, mencuci, ataupun aktivitas pertukangan dapat mengakibatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aktivitas sehari-hari tidak jarang dapat menimbulkan gangguan pada tubuh kita, misalnya pada saat melakukan aktivitas olahraga, mengangkat barang, mencuci, ataupun aktivitas

Lebih terperinci

sendi pergelangan tangan dibentuk oleh:

sendi pergelangan tangan dibentuk oleh: sendi pergelangan tangan dibentuk oleh: sendi radiocarpal, sendi intercarpal dan sendi radioulnar distal. Persendian antara lengan bawah dan tangan terutama melalui sendi radiocarpal dan sendi radioulnar

Lebih terperinci

PERANAN REHABILITASI MEDIK PASCA FRAKTUR RAHANG

PERANAN REHABILITASI MEDIK PASCA FRAKTUR RAHANG PERANAN REHABILITASI MEDIK PASCA FRAKTUR RAHANG Marina A. Moeliono, dr.,sprm Dibawakan pada acara Kongres Nasional Persatuan Ahli Bedah Mulut Bandung, 15 17 Januari 2004 Abstrak The mandible is involved

Lebih terperinci

Adalah suatu cedera pada seluruh atau sebagian dari pleksus brakhialis yang terjadi pada saat proses persalinan

Adalah suatu cedera pada seluruh atau sebagian dari pleksus brakhialis yang terjadi pada saat proses persalinan Ika Rosdiana Adalah suatu cedera pada seluruh atau sebagian dari pleksus brakhialis yang terjadi pada saat proses persalinan Cedera pada upper plexus brachial : Erb s palsy Cedera pada lower plexus brachial

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA POST OPERASI FRAKTUR COLLES 1/3 DISTAL SINISTRA DI RUMAH SAKIT TENTARA Dr SOEDJONO MAGELANG

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA POST OPERASI FRAKTUR COLLES 1/3 DISTAL SINISTRA DI RUMAH SAKIT TENTARA Dr SOEDJONO MAGELANG PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA POST OPERASI FRAKTUR COLLES 1/3 DISTAL SINISTRA DI RUMAH SAKIT TENTARA Dr SOEDJONO MAGELANG Naskah Publikasi Diajukan Guna Melengkapi Tugas dan Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang meliputi sehat jasmani, rohani, dan sosial. Tidak hanya bebas dari

BAB I PENDAHULUAN. yang meliputi sehat jasmani, rohani, dan sosial. Tidak hanya bebas dari BAB I PENDAHULUAN Dalam upaya mewujudkan pembangunan masyarakat Indonesia seutuhnya, maka setiap warga Indonesia berhak memperoleh derajat sehat yang setinggitingginya yang meliputi sehat jasmani, rohani,

Lebih terperinci

2. ETIOLOGI a. Trauma b. Gerakan pintir mendadak. c. Kontraksi otot extreme d. Keadaan patologik : osteoporosis, neoplasma e.

2. ETIOLOGI a. Trauma b. Gerakan pintir mendadak. c. Kontraksi otot extreme d. Keadaan patologik : osteoporosis, neoplasma e. A. Pengertian Fraktur adalah diskontinuitas atau kepatahan pada tulang baik bersifat terbuka atau tertutup. Fraktur Radius ulna terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, yang

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bersama dengan kemajuan zaman yang dirasakan dan perkembangan ilmu

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bersama dengan kemajuan zaman yang dirasakan dan perkembangan ilmu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bersama dengan kemajuan zaman yang dirasakan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang dirasakan akan mempengaruhi kehidupan kesehatan dimasyarakat

Lebih terperinci

PANDUAN SKILL LAB BLOK MEDICAL EMERGENCY DISLOKASI TMJ DAN AVULSI JURUSAN KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

PANDUAN SKILL LAB BLOK MEDICAL EMERGENCY DISLOKASI TMJ DAN AVULSI JURUSAN KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN PANDUAN SKILL LAB BLOK MEDICAL EMERGENCY DISLOKASI TMJ DAN AVULSI JURUSAN KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN Purwokerto, 2012 1 Blok M e d i c a

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting. Penurunan kapasitas fungsi dapat menyebabkan penurunan. patologi morfologis maupun patologi fungsional.

BAB I PENDAHULUAN. penting. Penurunan kapasitas fungsi dapat menyebabkan penurunan. patologi morfologis maupun patologi fungsional. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fungsi tangan dan jari dalam melakukan kegiatan sehari-hari baik dalam aktifitas kerja, vokasi, olahraga maupun kegiatan hobi dan rekreasi sangatlah penting.

Lebih terperinci

DDH (Developmental Displacement of the Hip)-I

DDH (Developmental Displacement of the Hip)-I DDH (Developmental Displacement of the Hip)-I DDH juga diistilahkan sebagai Developmental Displasia of the hip. Dahulu, lebih populer dengan nama CDH (Congenital Dislocation of the Hip) atau yang dalam

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI POST OPEN REDUCTION INTERNAL FIXATION FRAKTUR RADIUS ULNA 1/3 DISTAL SINISTRA DI RST SOEJONO MAGELANG

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI POST OPEN REDUCTION INTERNAL FIXATION FRAKTUR RADIUS ULNA 1/3 DISTAL SINISTRA DI RST SOEJONO MAGELANG PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI POST OPEN REDUCTION INTERNAL FIXATION FRAKTUR RADIUS ULNA 1/3 DISTAL SINISTRA DI RST SOEJONO MAGELANG NASKAH PUBLIKASI DISUSUN UNTUK MEMENUHI PERSYARATAN DALAM

Lebih terperinci

16/02/2016 ASKEP KEGAWATAN MUSKULOSKELETAL. Masykur Khair FRAKTUR

16/02/2016 ASKEP KEGAWATAN MUSKULOSKELETAL. Masykur Khair FRAKTUR ASKEP KEGAWATAN MUSKULOSKELETAL Masykur Khair FRAKTUR 1 Definisi Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang disebabkan oleh kekerasan (Oswari, 2000

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Definisi fraktur secara umum adalah pemecahan atau kerusakan suatu bagian terutama tulang (Dorland, 2002). Literatur lain menyebutkan bahwa fraktur atau patah tulang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berat. Apabila terjadi gangguan pada tangan maka kita akan kesulitan untuk

BAB I PENDAHULUAN. berat. Apabila terjadi gangguan pada tangan maka kita akan kesulitan untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tangan adalah bagian tubuh yang memiliki peran penting dalam melakukan berbagai aktivitas dari yang paling ringan sampai yang paling berat. Apabila terjadi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA AKTIVITAS BERMAIN BULUTANGKIS DENGAN KECENDERUNGAN TERKENA TENNIS ELBOW DI GOR BULUTANGKIS DIRGANTARA KARTASURA

HUBUNGAN ANTARA AKTIVITAS BERMAIN BULUTANGKIS DENGAN KECENDERUNGAN TERKENA TENNIS ELBOW DI GOR BULUTANGKIS DIRGANTARA KARTASURA HUBUNGAN ANTARA AKTIVITAS BERMAIN BULUTANGKIS DENGAN KECENDERUNGAN TERKENA TENNIS ELBOW DI GOR BULUTANGKIS DIRGANTARA KARTASURA SKRIPSI Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mendapatkan gelar

Lebih terperinci