TINGKAT PENGETAHUAN WANITA PEKERJA SEKSUAL (WPS) TENTANG PENYAKIT INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS) DI TEMPAT PROSTITUSI KABUPATEN BREBES ARTIKEL
|
|
- Deddy Chandra
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 TINGKAT PENGETAHUAN WANITA PEKERJA SEKSUAL (WPS) TENTANG PENYAKIT INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS) DI TEMPAT PROSTITUSI KABUPATEN BREBES ARTIKEL OLEH SITI ASLIKHA a043 PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NGUDI WALUYO UNGARAN 2016 (IMS) di tempat Prostitusi Kabupaten Brebes 1
2 TINGKAT PENGETAHUAN WANITA PEKERJA SEKSUAL (WPS) TENTANG PENYAKIT INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS) DI TEMPAT PROSTITUSI KABUPATEN BREBES Siti Aslikha *), Sigit Ambar Widyawati, S.KM, M.Kes **), H. Auly Tarmali, S,KM, M.Kes ***) * Mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat STIKES Ngudi Waluyo Ungaran **Staf Pengajar Program Studi Kesehatan Masyarakat STIKES Ngudi Waluyo Ungaran *** Staf Pengajar Program Studi Kesehatan Masyarakat STIKES Ngudi Waluyo Ungaran ABSTRAK Infeksi menular seksual merupakan masalah kesehatan utama dan menjadi beban ekonomi bagi Negara-negara berkembang. WHO memperkirakan bahwa setiap tahun diseluruh Negara terdapat sekitar 350 juta kasus baru infeksi menular seksual. Di Indonesia beberapa tahun terakhir ini terjadi kecenderungan meningkat prevalensi IMS sampai 30-40% pada kelompok WTS dan juga pada penderita IMS yang berobat ke rumah sakit. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan wanita pekerja seks tentang penyakit infeksi menular seksual berdasarkan karakteristik di tempat prostitusi Kabupaten Brebes. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh wanita pekerja seksual di Kabupaten Brebes pada tahun 2014 yang berjumlah 150 orang dengan sampel sebanyak 60 responden yang diambil secara quota sampling. Alat pengumpulan data menggunakan kuesioner, dianalisis secara univariat. Hasil penelitian menunjukkan tingkat pengetahuan baik berdasarkan umur (25%), tingkat pengetahuan baik berdasarkan pendidikan (15,8%), tingkat pengetahuan baik berdasarkan lama menjadi WPS (10,3%) dan tingkat pengetahuan baik berdasarkan asal lokalisasi (20%). Wanita Pekerja Seksual diharapkan untuk meningkatkan pengetahuan dan pencegahan tentang penyakit infeksi menular seksual. Kata Kunci : Infeksi Menular Seksual, Tingkat Pengetahuan, Wanita Pekerja Seks Kepustakaan : 47 ( ) ABSTRACT Sexual transmitted infections is a major health problem and the economic burden for developing countries. WHO estimates that every year there are about 350 million new cases of sexual transmitted disease. In Indonesia in the last few years a there has increased prevalence of sexual transmitted disease up to 30-40% in the group of female sexual workers and also in sexual transmitted disease patients were treated at the hospital. The purpose of this study was to determine the knowledge level of female sexual workers about sexual transmitted disease in place of prostitution Brebes. The study used description design with cross sectional approach. The population in this study were all female sex workers at Brebes regency in 2014, as many as 150 people with sample of 60 respondents taken by quota sampling. Data collection used quesionnares, analysis by using univariate the result show good knowledge level based on age (25%), good knowledge level based on education (15,8%), good knowledge level based an duration WPS (10,3%) and good knowledge level based on the prostitusion place (20%). Female sexual workers are expected to improve the knowledge and prevention of sexual transmitted disease. (IMS) di tempat Prostitusi Kabupaten Brebes 2
3 Key Word : Sexsually transmitted infection, a knowledge level, female sexual workers Bibliographies : 47 ( ) PENDAHULUAN. Word Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa sekitar 340 juta kasus baru dari empat IMS (gonore, sifilis, infeksi klamidia dan trikomoniasis) dapat disembuhkan. Sekitar 75-85% dari jumlah tersebut berasal dari Negara berkembang. Penyakit Menular Seksual menimbulkan beban besar terhadap morbiditas dan mortalitas di Negara berkembang, baik secara langsung melalui dampaknya terhadap reproduksi dan kesehatan anak, dan secara tidak langsung berperan dalam memfasilitasi penularan infeksi HIV (Mayaud & Mabey, 2004). Pada tahun 2005, diperkirakan ada 318 juta IMS dengan perkiraan kasus infeksi klamidia, kasus gonore, 2.54 juta kasus sifilis dan sekitar kasus trikomonas (WHO, 2012). Kasus baru IMS diperkirakan lebih dari 110 juta di kalangan laik-laki dan perempuan di dunia (CDC, 2013). Referensi bahwa kelompok IMS banyak dikomunitas wanita pekerja seksual. Prostitusi merupakan masalah utama dalam penyebaran IMS sehingga perlu dilakukan pemeriksaan secara berkala (Mc Gough, 2008). Wanita Pekerja Seks (WPS) merupakan sasaran yang penting dalam pengendalian IMS, karena kelompok ini berisiko tinggi menularkan IMS kepada masyarakat melalui kliennya (Nguyen et al, 2008). Wanita Pekerja Seksual merupakan wanita yang pekerjaannya menjual diri kepada siapa saja atau banyak laki-laki yang membutuhkan pemuas hubungan seksual dengan diberi imbalan bayaran. Dengan Pekerjaan tersebut, maka WPS beresiko terkena IMS (Penyakit Infeksi Menular Seksual). IMS adalah suatu penyakit atau gangguan yang ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui kontak hubungan seksual. IMS yang sering terjadi dan dijumpai adalah gonorhoe, sifilis, herpes, namun yang paling besar adalah AIDS. Karena AIDS dapat mengakibatkan pada penderita kematian. IMS juga dikatakan infeksi yang sebagian besar menular lewat hubungan seksual dengan pasangan yang sudah tertular atau disebut juga penyakit kelamin atau penyakit kotor. Penyakit ini akan lebih beresiko bila melakukan hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan baik melalui vagina, oral maupun anal. WPS akan terkena infeksi alat reproduksi yang harus dianggap serius, bila tidak diobati secara tepat, infeksi dapat menjalar dan menyebabkan penderitaan, sakit berkepanjangan, kemandulan dan bahkan kematian. (Nugroho, 2012). Insiden maupun prevalensi IMS yang sebenarnya diberbagai negara tidak diketahui dengan pasti. IMS merupakan satu kelompok penyakit yang penularannya terutama melalui hubungan seksual. Berdasarkan laporan-laporan yang dikumpulkan oleh WHO setiap tahun diseluruh negara terdapat sekitar 350 juta penderita baru IMS yang meliputi penyakit gonore, sifilis, herpes genetalis dan jumlah tersebut menurut hasil analisis WHO cenderung meningkat dari waktu ke waktu (Daili, 2004). Terdapat lebih dari 15 juta kasus IMS dilaporkan pertahun. Kelompok remaja dan dewasa muda (15-24 tahun) adalah kelompok umur yang memilik resiko paling tinggi untuk tertular PMS, 2 juta kasus baru tiap tahun adalah dari kelompok ini (center for Disease Control and Preventation, 2004). Saat ini di dunia terjadi peningkatan jumlah HIV-AIDS dari 36,6 juta pada tahun 2002 menjadi 39,4 juta orang pada tahun 2004 (IMS) di tempat Prostitusi Kabupaten Brebes 3
4 sedangkan di Asia diperkirakan mencapai 8,2 juta orang degan HIV-AIDS (UNAIDS, 2004). Di Indonesia beberapa tahun terakhir ini terjadi kecenderungan meningkatnya prevalensi IMS misalnya prevalensi sifilis meningkat sampai 10% pada beberapa kelompok WTS (Wanita Tua Susila), 35% pada kelompok waria dan 2% pada kelompok ibu hamil, prevalensi gonore meningkat sampai 30-40% pada kelompok WTS dan juga pada penderita IMS yang berobat ke rumah sakit. Demikian juga prevalensi HIV pada beberapa kelompok perilaku resiko tinggi meningkat tajam sejak tahun 1993 (Daili,2004).Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) 2011 melakukan pengukuran prevalensi PMS yaitu sifilis, klamidia, dan gonore. Prevalensi Sifilis tertinggi pada kelompok Waria (25%). Dibandingkan dengan tahun 2007, prevalensi Sifilis mengalami penurunan pada kelompok Wanita penjaja seks langsung (WPSL) adalah wanita yang secara terbuka menjajakan seks baik dijalanan maupun di lokalisasi / ekslokalisasi. Pekerja seks langsung mengacu pada keadaan mereka dimana interaksi seks untuk mendapatkan uang merupakan tujuan utama (Blancard & Moses,2008 ) dan Wanita Penjaja Seksual Tidak Langsung (WPSTL) adalah wanita yang beroperasi secara terselubung sebagai penjaja seks komersial, yang biasanya bekerja pada bidang-bidang pekerjaan tertentu seperti : bar, panti pijat dan sebagainya (4-8 kali), kelompok waria (20%) dan pria resti (3%). Penurunan tersebut terutama terjadi di lokasi-lokasi yang mendapatkan program Pengobatan Presumif Berkala (PPB). Hal yang berbeda terjadi pada kelompok Lelaki Suka Lelaki ( LSL) dimana prevalensi Sifilis meningkat 2-5 kali dibandingkan tahun Wanita penjaja seks langsung (WPSL) adalah wanita yang secara terbuka menjajakan seks baik dijalanan maupun di lokalisasi / eks- lokalisasi. Pekerja seks langsung mengacu pada keadaan mereka dimana interaksi seks untuk mendapatkan uang merupakan tujuan utama (Blancard & Moses,2008 ). Dihubungkan dengan lama mereka melakukan praktek sebagai WPS, maka pengetahuan tentang IMS sangat minim. Pengetahuan mereka hanya terbatas pada akibat penyakit yang umum terjadi. Pengetahuan yang berhubungan dengan gejala-gejala dan pola-pola pencegahan pada umumnya masih sangat kurang. Padahal pengetahuan ini justru sangat dibutuhkan untuk mencegah kemungkinan seseorang tertular IMS. Minimnya pengetahuan mereka turut mempengaruhi upaya penganggulangan yang perlu dilakukan, sehingga dapat memutuskan mata rantai penularan. Demikian pula apa yang dilaporkan DEPKES RI (2005), bahwa hanya 24% WPS mengetahui tentang IMS. Rendahnya pengetahuan WPS tentang cara penularannya dan gejala yang diperlihatkan seseorang yang menderita IMS akan turut berpengaruh pada perilaku seks mereka. Pengetahuan dan pemahaman yang tidak jelas terhadap orang dengan gejala dan tanda IMS membuat WPS tidak mewaspadai pelanggan yeng berpotensi menularkan penyakit tersebut pada waktu melayaninya. Melalui pengalaman yang menurut mereka aman-aman inilah membuat WPS semakin mempunyai kepastian untuk meneruskan pekerjaan mereka menjadi WPS dan melakukan hubungan seks dengan pelanggan dengan pemikiran tidak akan mungkin tertular IMS. Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pasca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan (knowledge) adalah hasil (IMS) di tempat Prostitusi Kabupaten Brebes 4
5 tahu dari manusia terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memugkinkan seseorang untuk memecahkan masalah yang dihadapinya (Notoadmodjo, 2003). Dari penelitian pada murid-murid SMA di Jakarta diperoleh data bahwa hanya 54% murid-murid SMA yang mengetahui bahaya penyakit kelamin. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Puji lestari (2009), studi diskriptif tingkat pengetahuan wanita pekerja seks (WPS) tentang penyakit menular seksual di Desa Sidomukti Kecamatan Karanganyar Kabupaten Pekalongan, dari 93 reponden wanita pekerja seks (WPS) yang mempunyai pengetahuan baik 39 orang (39,78%), pengetahuan cukup 45 orang (48,38%) dan yang mempunyai pengetahaun kurang 11 orang (11,82%) dan berdasarkan penelitian Puji Lestari (2009), hubungan tingkat pengetahuan tentang infeksi menular seksual dengan prilaku seks pranikah mahasiswa DIII Kebidanan Semarang. Tidak ada hubungan pengetahuan tentang infeksi menular seksual dengan prilaku seks pranikah. Hasil studi pendahuluan dari tempat Resosialisasi yang ada di Kabupaten Brebes terdapat 150 orang WPS yang terdapat dibeberapa tempat Lokalisasi antara lain di Kecipir, Klikiran, Kreseman, Lawang ijo, Kaliwlingi, Kersana dan Lapangan PG. Jatibarang. Wanita pekerja seks yang berada di eks lokalisasi tersebut secara periodic memeriksakan diri ke klinik IMS dipuskesmas Kecipir, Puskesmas Bulakamba dan Puskesmas Brebes. Dari data kunjungan klinik IMS di Kabupaten Brebes diketahui bahwa proporsi kejadian IMS masih tinggi dari tahun ke tahun. Dari data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Brebes Periode Januari- Juni tahun 2014 diperoleh servistis/proctitis sebanyak 29 kasus, dan Urethritis non-go sebanyak 12 kasus. Dan Periode bulan Juli- Desember tahun 2014 diperoleh servitis/proctitis sebanyak 38 kasus,dan Urethritis non-go sebanyak 10 kasus. Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul tingkat pengetahuan wanita pekerja seks (WPS) tentang penyakit infeksi menular seksual (IMS) ditempat Prostitusi Kabupaten Brebes? METODE PENELITIAN ini merupakan penelitian deskriptif dengan Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan cross sectional. Populasi yang diteliti dalam penelitian ini adalah seluruh WPS di Kabupaten Brebes sebanyak 60 responden.metode pengambilan sampel dengan cara Quota sampling. Alat yang digunakan kuesioner dengan melalukan wawancara kepada responden. HASIL PENELITIAN A. Analisis Univariat 1). Tingkat Pengetahuan Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan WPS tentang penyakit IMS ditempat prostitusi Tingkat Pengetahuan Frekuensi Presentase (%) Baik 6 10,0 Cukup 11 ` 8,3 Kurang 43 71,7 Total ,0 2). Umur Tabel 4.3Distribusi Frekuensi Umur WPS tentang penyakit IMS di Tempat Prostitusi Kabupaten Brebes Umur Frekuensi Presentase (%) Remaja 25 41,7 Dewasa 35 58,3 Total ,0 (IMS) di tempat Prostitusi Kabupaten Brebes 5
6 3). Pendidikan Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Pendidikan WPS tentang penyakit IMS di Tempat Prostitusi Kabupaten Brebes. Umur Frekuensi Presentase (%) Tidak Tamat 4 6,7 SD Tamat SD 19 31,7 Tamat SMP 23 38,3 Tamat SMA 12 20,0 D3/S1 2 3,3 Total ,0 4). Lama menjadi WPS Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Lama Menjadi WPS tentang IMS di Kabupaten Brebes Lama menjadi WPS Frekuensi Presentase (%) <5 tahun 2 3,3 5 tahun 58 96,7 Total ,0 5). Asal lokalisasi WPS Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Asal (WPS) di Kabupaten Brebes Asal lokalisasi WPS Frekuensi Presentase (%) Jatibarang 16 26,6 Kecipir Kersana Klikiran Lawang ijo ,4 8,3 18,3 13,3 Total ,0 PEMBAHASAN A. Tingkat Pengetahuan WPS tentang penyakit IMS Hasil penelitian diketahui bahwa sebagian dari responden mempunyai pengetahuan tentang penyakit menular seksual dalam kategori kurang yaitu sebanyak 43 responden (71,7%), cukup 11 responden (18,3%). Kurang dan cukupnya pengetahuan para WPS tentang penyakit IMS dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya : informasi langsung dari petugas penyuluhan kesehatan setempat mengenai IMS, selain itu informasi tidak langsung dari media cetak seperti postyer, selebaran, maupun media elektronik melalui iklan televisi dan sebagainya. Pengetahuan juga dipengaruhi oleh pengalaman, tingkat pendidikan,sosial budya dan lingkungan yang mempengaruhi perkembangnya intelektual serta aspek fisiologis yang mana menentukan dalam mendapatkan pengetahuan. Budaya atau lingkungan berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang di lingkungan yang mayoritas penduduknya memahami tentang kesehatan khususnya IMS karena tidak semua WPS memiliki lingkungan yang mayoritas penduduknya memahami tentang IMS pengetahuan yang didapatkan juga berbeda-beda. Pengalam juga sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan, baik pengalaman sendiri ataupun dari orang lain. Sesuai pendapat Notoatmodjo (2012), sesuatu yang pernah dilakukan baik oleh diri sendiri atau orang lain dapat menambah pengetahuan seseorang tentang sesuatu yang bersifat non formal. Berdasarkan pengetahuan WPS tentang penyakit IMS kebanyakan WPS menjawab pada tahu bahwa bergantiganti pasangan dapat mengakibatkan penyakit IMS. Sebagian besar WPS sudah mengetahui dan memahami sehingga mereka dapat mengaplikasikannya. Berganti ganti pasangan dapat mengakibatkan penyakit IMS karena IMS dapat tertular melalui kontak seksual. Semakin banyak jumlah kontak seksual seseorang lebih mungkin terjadinya infeksi. (Ronald 2011). Sedangkan responden yang menjawab 36 responden tahu gejala penyakit IMS dengan tanda keputihannya yang berbau (IMS) di tempat Prostitusi Kabupaten Brebes 6
7 dan rasa gatal pada alat kelamin, kurangnya pengetahuan dan pemahaman WPS mengenai tanda dan gejala penyakit IMS sehingga mereka tidak dapat mengaplikasikannya terbukti banyak WPS yang menjawab tidak tahu mengenai tanda dan gejala seseorang terkena IMS. B. Tingkat Pengetahuan WPS tentang penyakit IMS berdasarkan umur. Hasil penelitian diketahui bahwa sangat sedikit dari responden yang tingkat pengetahuannya baik yaitu sejumlah 6 responden (10,0%) sebagian besar responden mempunyai tingkat pengetahuan tentang penyakit infeksi menular seksual dalam kategori kurang yaitu sejumlah 43 responden (71,7%). Sebagian dari responden yang memiliki pengetahuan cukup tentang penyakit IMS yaitu sejumlah 11 responden (18,3%). Tingkat pengetahuan tentang penyakit IMS kurang dikarenakan adanya keterbatasan informasi, tidak ada pengumuman yang isinya memberi informasi tentang cara penularan dan pencegahan IMS salah satunya seperti poster. Hasil penelitian diketahui bahwa sebanyak 27 responden (77,1%) dengan umur dewasa yang memiliki tingkat pengetahuan kurang. Diperoleh pula bahwa masih ada 7 responden (11,7%) yang sudah mengetahui pengertian dari IMS. Banyaknya responden yang belum mengerti tentang IMS yang disebabkan karena kurangnya pemahaman WPS. Tingkat pengetahuan responden yang bervariasi dapat disebabkan karena seseorang memperolehnya dengan cara yang berbeda. Mereka memperoleh pengetahuan dari teman, buku, media masa dan media elektronik. C. Tingkat Pengetahuan WPS tentang penyakit IMS berdasarkan Pendidikan. Hasil penelitian diketahui bahwa sebagian dari responden dengan pendidikan tamat SMP yaitu sejumlah 23 responden (38,3%). Diperoleh pula sebagian besar responden dengan tingkat pengetahuan kurang dan tamatan SMP yaitu sejumlah 21 responden (91.3%). Responden dengan pengetahuannya kurang dikarenakan mereka hanya sebatas tahu saja tidak mau untuk mempelajari dan memahaminya. Mereka menganggap hal tersebut tidak penting dan tidak mempunyai dampak dalam kehidupannya, akhirnya mereka mengabaikan bahaya penyakit IMS. Menurut Rostikawati (2004), semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin mudah menerima konsep hidup sehat secara mandiri, kreatif dan berkesinambungan. Pendidikan dapat meningkatkan kematangan intelektual seseorang. Kematangan intelktual akan berpengaruh pada wawasan, dan cara berfikir, sehingga pengetahuan tentang kesehatan semakin baik. Menurut Notoatmodjo (2003), tingkat pendidikan turut menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memehami pengetahuan, pada umumnya semakin tinggi pendidikan WPS semakin baik pula pengetahuannya Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal karena terdapat faktor yang mempengaruhi pengetahuan WPS antar lain intelegensi, pengalama, informasi, kepercayaan, sosial budaya, status sosial dan pendidikan itu sendiri. Misalnya pengetahuan yang didapatkan dari penyuluhan kesehatan yang diberikan tenaga kesehatan pada WPS dilokalisasi, ataupun melalui media informasi yang ada. Menurut pengelola Layanan IMS di Kabupaten Brebes, bahwa WPS setiap akhir bulan mendapatkan (IMS) di tempat Prostitusi Kabupaten Brebes 7
8 penyuluhan dilokalisasi, penyuluhan ini dilakukan agar WPS mendapatkan pengetahuan tentang penyakit IMS sehingg WPS dapat termotivasi untuk melakukan pemeriksaan IMS di Puskesmas terdekat. Menurut Wahyuni (2003), Untuk mendapatkan informasi IMS, tidah harus melalui pendidikan formal, informasi dapat diperoleh dari televisi, majalah, surat kabar, radio ataupun liflet yang dikemas dengan sangat menarik, dan dimana saja berada ataupun dari teman sebaya. D. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Responden yang mempunyai tingkat pengetahuan kurang di tempat prostitusi Kabupaten Brebes mempunyai persentase paling tinggi yaitu 71,7%. 2. Responden yang berumur tahun di tempat prostitusi Kabupaten Brebes mempunyai persentase paling tinggi yaitu 30,0%. 3. Responden yang mempunyai tingkat pendidikan tamat SMP di tempat prostitusi Kabupaten Brebes mempunyai persentase paling tinggi yaitu 38,3%. 4. Responden yang mempunyai lama menjadi WPS > 5 tahun di tempat prostitusi Kabupaten Brebes mempunyai persentase paling tinggi yaitu 96,7%. 5. Responden yang berasal dari tempat prostitusi di Kecipir Kabupaten Brebes mempunyai persentase paling tinggi yaitu 33,3%. D. Tingkat Pengetahuan WPS tentang penyakit IMS berdasarkan lama mejadi WPS. Hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden menjadi WPS > 5 tahun yaitu sejumlah 58 responden (96,7%), dan tingkat pengetahuan WPS berdasarkan lama menjadi WPS sebagian besar > 5 tahun dan tingkat pengetahuan kurang sebesar 41 responden (70,7%). Hal tersebut dijalani oleh WPS untuk mendapatkan uang dan memenuhi kebutuhan kehidupannya, biasanya para WPS tidak perfikir panjang untuk menjalani pekerjaan yang ada didalam benaknya hanya untuk mendapatkan uang dan menuruti kepuasaan sesaat. Tidak memandang terlebih dahulu apa yang akan terjadi di waktu yang akan datang. E.Tingkat Pengetahuan WPS tentang penyakit IMS berdasarkan asal lokalisasi WPS. Hasil penelitian diperoleh bahwa sebagian responden berasal dari Kecipir yaitu sejumlah 20 responden (33,3%). Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh letak tempat lokalisasi yang strategis, aman dan nyaman sehingga WPS lebih memilih tempat lokalisasi di kecipir. Selain terletak di tempat yang strategis kecipir termasuk tempat lokalisasi yang ramai dikunjungi. Diperoleh pula responden dengan tingkat pengetahuan kurang dan asal lokalisasi di Jatibarang yaitu sejumlah 12 responden (75,0%). Hal ini dapat terjadi karena di lokalisasi jatibarang tidak mempunyai sarana dan prasarana yang tidak lengkap. Selain tidak lengkap tempat ini tidak strategis dan berada di lingkungan kumuh, sehingga sepi dari pengunjung. Tempat lokalisasi yang baik adalah tempat lokalisasi yang sudah tertata rapi dan terorganisasi seperti halnya di kecipir ini. Menurut Subadara (2007) dalam Isnaeni (2014), tempat lokalisasi (IMS) di tempat Prostitusi Kabupaten Brebes 8
9 B. Saran yang terorganisasi dengan baik yaitu adanya pemimpin, pengelola atau mucikari, dan para pekerjanya mengikuti aturan yang mereka tetapkan. Kondisi lokalisasi yang sudah terorganisir disini diantaranya Kecipir dan lawang ijo beda sama yang lain seperti di jatibarang, Kersana dan Klikiran karena dilokalisasi ini belum terorganisir, dan tidak adanya pemimpin, pengelola. Ditempat lokalisasi ini juga jarang adanya kunjungan tenaga kesehatan yang secara berkala untuk pemeriksaan layanan IMS dan penyuluhan tentang promosi kesehatan seperti Pencegahan IMS. 1. Bagi Tenaga Kesehatan a. Tenaga kesehatan dapat meningkatkan kinerja dengan melakukan kunjungan ke lokalisasi, yaitu dengan selalu melakukan pemeriksaan berkala untuk mengurangi penyebaran penyakit IMS b. Tenaga kesehatan selalu melakukan promosi kesehatan dengan cara penyuluhan dalam pencegahan penyakit IMS. 2. Bagi Wanita Pekerja Seksual Diharapkan wanita pekerja seksual rutin dalam mengikuti pemeriksaan IMS agar bisa mengetahui lebih dini tentang penyakit yang dialami diwilayah Kabupaten Brebes 3. Masyarakat Diharapkan untuk meningkatkan pengetahuan dan pencegahan tentang penyakit infeksi menular seksual di wilayah Kabupaten Brebes. 4. Peneliti Selanjutnya Diharapkan dapat meneliti lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi tentang penyakit infeksi menular seksual (IMS). DAFTAR PUSTAKA American Academy of Pediatrics Gonorrhea. Org/english/healthissues/conditions/sexuallytransmitted/pages/gonorrhea (Diakses tanggal 30 Agustus 2013). Ananya Mandal What is HIV-AIDS. (Diakses tanggal 3 September 2013). Bambang, Nugroho Pekerja Sebagai WPS. Jogjakarta : Insistpress Daili S.F; Indriatmi W.,Zubair, F Judanarso, J Penyakit Menular Seksual. Jakarta: FKUI. Depkes Penyuluhan Tentang Kesehatan. Djuanda, Adhi Wanita Pekerja Seksual dan Penyakit yang Mengintai. Jogjakarta : Insistpress. Dr. Suparyanto, M.Kes Cara Pengukuran Pengetahuan. pengukuran-pengetahuan.html. (Diakses tanggal 17 Juni 2014). Herbaleng, Adi Kesehatan Reproduksi. Jakarta : Erlangga. Hutapea, Ronald AIDS & PMS dan Perkosaan. Jakarta :Rineka Cipta Indriani, Dyah Perilaku pemanfaatan skrining IMS oleh WPS ResosialisasiArgorejo dalam pencegahan HIV dan AIDS di klinik Griya ASA PKBIKota Semarang. Skripsi. Semarang :Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas DianNuswantoro. Kasnodihardjo Penyebaran IMS di Indonesia. Koentjoro dalam Anggraeni 2014 Manuaba, Ida Bagus Gde, Ilmu Kebidanan, PenyakitKandungan dan (IMS) di tempat Prostitusi Kabupaten Brebes 9
10 KB untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC. Manuaba, Ida Bagus Gde, Memahami kesehatan ReproduksiWanita. Jakarta: Arcan. Mayaud, Mabey, Penyakit Menular Seksual. Jakarta. Notoatmodjo, Soekidjo Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Notoatmodjo, Soekidjo Pendidikan dan Peilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Notoatmodjo, Soekidjo Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta :Rineka Cipta Notoatmodjo, Soekidjo Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Nugroho, Taufan, Verra scorviani Mengupas Tuntas 9 JenisPMS. Yogjakarta: Nuha Medika. Nugroho, Taufan Mengungkap Tuntas 9Jenis Penyakit Menular Seksual. Yogyakarta : Nuha Medika. Rostikawati Pendidikan Kesehatan Masyarakat, Jakarta :Rineka Cipta. Scorviani, Verra Mengungkap Tuntas 9 Jenis Penyakit Menular Seksual. Yogyakarta : Nuha Medika. Sunaryo Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta:EGC. Wahyuni Informasi Panduan kesehatan, dari diakses tanggal 28 juni Wulandari, Stya Faktor-faktor yang berhubungan dengan praktek WPS dalam melakukan skrining ulang. (IMS) di tempat Prostitusi Kabupaten Brebes 10
TINGKAT PENGETAHUAN WANITA PEKERJA SEKS TENTANG INFEKSI MENULAR SEKSUAL
TINGKAT PENGETAHUAN WANITA PEKERJA SEKS TENTANG INFEKSI MENULAR SEKSUAL Ekawati, Dyah Candra Purbaningrum Stikes Jendral Ahmad Yani Yogyakarta, Jl.Ringroad Barat, Gamping Sleman Yogyakarta email: ekawati_1412@yahoo.com
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi menular seksual (IMS) merupakan masalah kesehatan utama dan menjadi beban ekonomi bagi negara-negara berkembang. World Health Organization (WHO) memperkirakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia, baik di negara maju (industri) maupun di negara berkembang.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melalui hubungan seksual. PMS diantaranya Gonorrhea, Syphilis, Kondiloma
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit menular seksual (PMS) adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. PMS diantaranya Gonorrhea, Syphilis, Kondiloma Akuminata, HIV/ Acquired Immuno
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan modal awal seseorang untuk dapat beraktifitas dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan modal awal seseorang untuk dapat beraktifitas dan mengaktualisasikan dirinya. Kesehatan juga berarti keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan akan seks merupakan kebutuhan yang dimiliki oleh setiap individu yang telah mencapai kematangan fisik dan psikis baik pada wanita maupun laki-laki terutama
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. bisa sembuh, menimbulkan kecacatan dan juga bisa mengakibatkan kematian.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) sudah diketahui sejak dari zaman dahulu kala dan tetap ada sampai zaman sekarang. Penyakit infeksi menular seksual ini penyebarannya
Lebih terperinci2015 GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA SISWI KELAS XI TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DI SMA NEGERI 24 BANDUNG
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit menular seksual (PMS) adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri, virus, parasit atau jamur, yang penularannya terutama melalui hubungan seksual dari seseorang
Lebih terperinciGAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS UNGARAN KABUPATEN SEMARANG ARTIKEL
GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS UNGARAN KABUPATEN SEMARANG ARTIKEL Oleh : MEIRINA MEGA MASTUTI 040112a028 PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN SEKOLAH TINGGI
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di seluruh dunia, baik di negara maju (industri) maupun di
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia, baik di negara maju (industri) maupun di negara berkembang.
Lebih terperinci1. Pendahuluan FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN GONORE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS IBRAHIM ADJIE KOTA BANDUNG
Prosiding SNaPP2015 Kesehatan pissn 2477-2364 eissn 2477-2356 FAKT-FAKT YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN GONE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS IBRAHIM ADJIE KOTA BANDUNG 1 Budiman, 2 Ruhyandi, 3 Anissa Pratiwi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. commit to user. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan salah satu penyebab masalah kesehatan, sosial dan ekonomi di banyak negara serta merupakan salah satu pintu masuk HIV. Keberadaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. akan mempunyai hampir tiga kali jumlah orang yang hidup dengan HIV dan AIDS
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah HIV dan AIDS merupakan masalah kesehatan masyarakat yang memerlukan perhatian yang sangat serius. Ini terlihat dari jumlah kasus AIDS yang dilaporkan setiap
Lebih terperinciPENGETAHUAN IBU RUMAH TANGGA TENTANG HIVAIDS BERDASARKAN KARAKTERISTIK DI DESA PARAKAN KAUMAN KECAMATAN PARAKAN KABUPATEN TEMANGGUNG ARTIKEL.
PENGETAHUAN IBU RUMAH TANGGA TENTANG HIVAIDS BERDASARKAN KARAKTERISTIK DI DESA PARAKAN KAUMAN KECAMATAN PARAKAN KABUPATEN TEMANGGUNG ARTIKEL Oleh : LIA YUNI FITASARI 040112a024 PROGRAM STUDI DIPLOMA III
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tinggal dalam darah atau cairan tubuh, bisa merupakan virus, mikoplasma, bakteri,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan infeksi yang bisa didapat melalui kontak seksual. IMS adalah istilah umum dan organisme penyebabnya, yang tinggal dalam
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gonorrhea,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi menular seksual (IMS) adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. Menurut WHO (2009), terdapat lebih kurang dari 30 jenis mikroba (bakteri, virus,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini, dunia sedang mengalami perubahan pola penyakit yang dikenal sebagai transisi epidemiologi, yaitu perubahan pola penyakit dan penyebab kematian. Pada awalnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, makin banyak pula ditemukan penyakit-penyakit baru sehingga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Menular Seksual atau Penyakit Kelamin (venereal diseases) telah lama dikenal dan beberapa di antaranya sangat populer di Indonesia, yaitu sifilis dan kencing
Lebih terperinciKARYA TULIS ILMIAH FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN IMS PADA WPS DI LOKALISASI DJOKO TINGKIR SRAGEN
KARYA TULIS ILMIAH FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PADA WPS DI LOKALISASI DJOKO TINGKIR SRAGEN ARTIKEL Disusun Oleh : Astuti Handayani 040112a006 PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN STIKES NGUDI
Lebih terperinciHubungan Pengetahuan Pengguna Jasa Female Condom Di Lokalisasi Pekerja Seks Komersial Dengan Perilaku Pemakaian Tegal Panas Kabupaten Semarang
Hubungan Pengetahuan Pengguna Jasa Female Condom Di Lokalisasi Pekerja Seks Komersial Dengan Perilaku Pemakaian Tegal Panas Kabupaten Semarang Rahayu Dwi Nofianti, S.Tr.Keb*. Dwi Novitasari, S.Kep. Ns.
Lebih terperinci3740 kasus AIDS. Dari jumlah kasus ini proporsi terbesar yaitu 40% kasus dialami oleh golongan usia muda yaitu tahun (Depkes RI 2006).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Human Immuno-defiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang menyerang system kekebalan tubuh manusia dan melemahkan kemampuan tubuh untuk melawan penyakit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lagi dan diubah menjadi PMS (penyakit menular seksual) karena seiring dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kelamin (veneral diseases) merupakan suatu fenomena yang telah lama kita kenal seperti sifilis, gonore, ulkus mole, limfogranuloma venerum dan granuloma inguinal.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. tersebut tidak sesuai lagi dan diubah menjadi sexual transmitted disease. (STD) atau penyakit menular seksual (Fahmi dkk, 2014).
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kelamin ( veneral disease) sudah lama dikenal dan beberapa diantaranya sangat popular di Indonesia yaitu sifilis dan gonorhea. Semakin majunya ilmu pengetahuan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesehatan di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Upaya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Upaya pencegahan IMS yang dilaksanakan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Veneral Disease ini adalah Sifilis, Gonore, Ulkus Mole, Limfogranuloma Venerum
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit kelamin sudah lama dikenal dan sering disebut sebagai Veneral Disease (VD) yang berasal dari kata Venus (dewi cinta) dan yang termasuk ke dalam Veneral Disease
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. karena hubungan seksual (Manuaba,2010 : 553). Infeksi menular
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Servisitis merupakan infeksi pada serviks uteri sering terjadi karena luka kecil bekas persalinan yang tidak dirawat atau infeksi karena hubungan seksual (Manuaba,2010
Lebih terperinciPENELITIAN HUBUNGAN PENGETAHUAN WANITA PEKERJA SEKSUAL DENGAN KEJADIAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL. Anggia Suci W *, Tori Rihiantoro **, Titi Astuti **
PENELITIAN HUBUNGAN PENGETAHUAN WANITA PEKERJA SEKSUAL DENGAN KEJADIAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL Anggia Suci W *, Tori Rihiantoro **, Titi Astuti ** Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini masih menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Millennium Development Goals (MDGs), sebuah deklarasi global yang telah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu masalah internasional dalam bidang kesehatan adalah upaya menghadapi masalah Infeksi Menular Seksual (IMS) yang tertuang pada target keenam Millennium Development
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masuk dan berkembang biak di dalam tubuh yang ditularkan melalui free
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit menular seksual adalah bagian dari infeksi saluran reproduksi (ISR) yang disebabkan oleh kuman seperti jamur, virus, dan parasit yang masuk dan berkembang biak
Lebih terperinciThe Implementation of STI, HIV/AIDS prevention using Role Play Module towards the Direct Knowledge and Attitude of Female Sex Workers
The Implementation of STI, HIV/AIDS prevention using Role Play Module towards the Direct Knowledge and Attitude of Female Sex Workers Pencegahan IMS, HIV/AIDS dengan Modul Role Play terhadap Pengetahuan
Lebih terperinciPERILAKU WANITA PEKERJA SEKSUAL (WPS) DALAM MELAKUKAN SKRINING INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS) DI LOKALISASI TEGAL PANAS KABUPATEN SEMARANG
PERILAKU WANITA PEKERJA SEKSUAL (WPS) DALAM MELAKUKAN SKRINING INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS) DI LOKALISASI TEGAL PANAS KABUPATEN SEMARANG Female Sexual Workers (FSWs) Behavior Screening in Doing Sexually
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. uterus. Pada organ reproduksi wanita, kelenjar serviks bertugas sebagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Serviks merupakan bagian penghubung vagina uterus. Kelenjar serviks berfungsi sebagai pelindung terhadap masuknya organisme lain yang bersifat parasit pada saluran vagina
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan melemahkan kemampuan tubuh untuk melawan penyakit yang datang.
Lebih terperinciJurnal Ilmiah Simantek Vol. 1 No. 4 November 2017
PERILAKU REMAJA TENTANG PENCEGAHAN PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (PMS) DI SMA NEGERI 1 AIR JOMAN TAHUN 2015. USTIFINA HASANAH HASIBUAN AKBID AS SYIFA KISARAN ABSTRAK Menurut WHO (World Health Organization)
Lebih terperinciIka Setyaningrum *), Suharyo**), Kriswiharsi Kun Saptorini**) **) Staf Pengajar Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro
BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PRAKTIK PENCEGAHAN PENULARAN KUSTA PADA KONTAK SERUMAH DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GAYAMSARI SEMARANG TAHUN 2013 Ika Setyaningrum *), Suharyo**), Kriswiharsi Kun
Lebih terperinciMarieta K. S. Bai, SSiT, M.Kes. Abstract
551 JURNAL INFO KESEHATAN, VOL. 1, NOMOR 1 JUNI 1 HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN PENDERITA TB PARU DENGAN PERILAKU PEMBUANGAN DAHAK DI PUSKESMAS REWARANGGA KECAMATAN ENDE TIMUR KABUPATEN ENDE
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi sel-sel dari sistem kekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak fungsinya. Selama infeksi berlangsung,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Peningkatan insidens dan penyebaran infeksi menular seksual (IMS) di seluruh dunia,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Peningkatan insidens dan penyebaran infeksi menular seksual (IMS) di seluruh dunia, tidak dapat diperkirakan secara tepat. Di beberapa negara disebutkan bahwa
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. resiko penularan HIV melalui hubungan seksual (The United Nations High
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang cukup besar di dunia termasuk di Indonesia. Kebutuhan akan adanya program penanggulangan IMS
Lebih terperinciFaktor-faktor resiko yang Mempengaruhi Penyakit Menular Seksual
Faktor-faktor resiko yang Mempengaruhi Penyakit Menular Seksual a. Penyebab penyakit (agent) Penyakit menular seksual sangat bervariasi dapat berupa virus, parasit, bakteri, protozoa (Widyastuti, 2009).
Lebih terperinciHUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN WANITA PEKERJA SEKS DENGAN PERILAKU PEMERIKSAAN PAP SMEAR DI LOKALISASI SUNAN KUNING SEMARANG
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN WANITA PEKERJA SEKS DENGAN PERILAKU PEMERIKSAAN PAP SMEAR DI LOKALISASI SUNAN KUNING SEMARANG Nina Susanti * ) Wagiyo ** ), Elisa *** ) *) Mahasiswa Program Studi S1 Ilmu Keperawatan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat
16 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Human Immuno-deficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang menyerang system kekebalan tubuh manusia dan melemahkan kemampuan tubuh untuk melawan penyakit yang
Lebih terperinciABSTRAK PERBEDAAN PENGETAHUAN, SIKAP, PERILAKU SISWA-SISWI SMA NEGERI X DENGAN SMA SWASTA X KOTA BANDUNG TERHADAP INFFEKSI MENULAR SEKSUAL
ABSTRAK PERBEDAAN PENGETAHUAN, SIKAP, PERILAKU SISWA-SISWI SMA NEGERI X DENGAN SMA SWASTA X KOTA BANDUNG TERHADAP INFFEKSI MENULAR SEKSUAL Nurlaili Irintana Dewi, 2012. Pembimbing I : Dr. Savitri Restu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masa remaja adalah masa transisi antara masa kanak-kanak dengan dewasa dan relatif belum mencapai tahap kematangan mental dan sosial sehingga mereka harus menghadapi
Lebih terperinciUniversitas Tribhuwana Tunggadewi Malang 2)
HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENULARAN PADA MAHASISWA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI MALANG Meity Asshela 1), Swito Prastiwi 2), Ronasari Mahaji
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA USIA, PEKERJAAN, PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS)
HUBUNGAN ANTARA USIA, PEKERJAAN, PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS) Sarwinanti STIKES Aisyiyah Yogyakarta sarwinantisyamsudin@yahoo.com Abstract: This study aims to
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diselesaikan. Pada akhir abad ke-20 dunia dihadapkan dengan permasalahan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini masih terdapat banyak penyakit di dunia yang belum dapat diselesaikan. Pada akhir abad ke-20 dunia dihadapkan dengan permasalahan kesehatan yang sebelumnya
Lebih terperinciDadang Darmawan, SKM, M.Kes Akademi Keperawatan RS Dustira ABSTRAK
PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP PENGETAHUAN PEKERJA SEKS KOMERSIAL TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DI DESA CIKAMUNING KECAMATAN PADALARANG KABUPATEN BANDUNG BARAT Dadang Darmawan, SKM, M.Kes Akademi
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN REMAJA TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (PMS) DENGAN JENIS KELAMIN DAN SUMBER INFORMASI DI SMAN 3 BANDA ACEH TAHUN 2012
HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN REMAJA TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (PMS) DENGAN JENIS KELAMIN DAN SUMBER INFORMASI DI SMAN 3 BANDA ACEH TAHUN 2012 SITI WAHYUNI 1 1 Tenaga Pengajar Pada STiKes Ubudiyah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Pola penyakit yang masih banyak diderita oleh masyarakat adalah penyakit
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pola penyakit yang masih banyak diderita oleh masyarakat adalah penyakit infeksi dan salah satunya adalah penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS). Selain itu, pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. macam pekerjaan rumah tangga. Sedangkan HIV (Human Immuno Virus)
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu rumah tangga menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai seorang wanita yang mengatur penyelenggaraan berbagai macam pekerjaan rumah tangga. Sedangkan
Lebih terperinciDr Siti Nadia M Epid Kasubdit P2 AIDS dan PMS Kementerian Kesehatan RI. Forum Nasional Jaringan Kebijakan Kesehatan
Dr Siti Nadia M Epid Kasubdit P2 AIDS dan PMS Kementerian Kesehatan RI Forum Nasional Jaringan Kebijakan Kesehatan PENDAHULUAN Secara umum Indonesia adalah negara dengan epidemi rendah, tetapi terkonsentrasi
Lebih terperinciGAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG HIV/AIDS BERDASARKAN KARAKTERISTIK SISWA DI SMK FARMASI YPIB MAJALENGKA TAHUN 2012
GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG HIV/AIDS BERDASARKAN KARAKTERISTIK SISWA DI SMK FARMASI YPIB MAJALENGKA TAHUN 2012 Oleh : Rina Veronika, Idris Handriana, S.Kep.,Ners, Wawan Kurniawan, SKM., M.Kes SEKOLAH
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat umum dan penting, sedangkan infeksi bakteri lebih sering
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Infeksi menular seksual merupakan infeksi yang rute transmisinya terutama adalah melalui hubungan seksual. Infeksi menular seksual dapat disebabkan oleh bakteri,
Lebih terperinciGLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 1, Maret 2017 ISSN
PENGARUH STIGMA DAN DISKRIMINASI ODHA TERHADAP PEMANFAATAN VCT DI DISTRIK SORONG TIMUR KOTA SORONG Sariana Pangaribuan (STIKes Papua, Sorong) E-mail: sarianapangaribuan@yahoo.co.id ABSTRAK Voluntary Counselling
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sehingga memunculkan masalah-masalah sosial (sosiopatik) atau yang biasa
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini merupakan era globalisasi dimana sering terjadi perdagangan manusia, budaya luar dengan mudahnya masuk dan diadopsi oleh masyarakat sehingga memunculkan
Lebih terperinciGAMBARAN PELAYANAN KUNJUNGAN BAYI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUMOWONO KABUPATEN SEMARANG
GAMBARAN PELAYANAN KUNJUNGAN BAYI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUMOWONO KABUPATEN SEMARANG Ida Fitriya *), Purbowati,S.Gz.,M.Gizi **), dr. H. Adil Zulkarnain, Sp. OG (K) ***) *) Alumnus Program Studi D-IV
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan reproduksi adalah kesehatan fisik, mental dan sosial secara menyeluruh dalam semua hal berkaitan dengan sistem reproduksi, fungsi-fungsi serta proses-prosesnya,
Lebih terperinciSituasi HIV & AIDS di Indonesia
Situasi HIV & AIDS di Indonesia 2.1. Perkembangan Kasus AIDS Tahun 2000-2009 Masalah HIV dan AIDS adalah masalah kesehatan masyarakat yang memerlukan perhatian yang sangat serius. Ini terlihat dari apabila
Lebih terperinciKARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN SIKAP REMAJA TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (PMS) DI SMA N 1 GEYER KABUPATEN GROBOGAN
KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN SIKAP REMAJA TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (PMS) DI SMA N 1 GEYER KABUPATEN GROBOGAN Karya Tulis Ilmiah ini diajukan untuk memenui persyaratan
Lebih terperinciHUBUNGAN PERAN ORANG TUA DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DI SMP MUHAMMADIYAH 1 YOGYAKARTA TAHUN 2011 NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DI SMP MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA TAHUN 20 NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh : DINI ARIANI NIM : 20000445 PROGRAM STUDI BIDAN PENDIDIK
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia, sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrom. penularan terjadi melalui hubungan seksual (Noviana, 2013).
BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Human Immunodeficiensy Vyrus (HIV) yaitu virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia, sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrom (AIDS) adalah sindrom kekebalan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tahun dan untuk laki-laki adalah 19 tahun. Namun data susenas 2006
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena pernikahan muda pada dasarnya merupakan bagian dari budaya masyarakat tertentu. Minimnya akses mendapatkan fasilitas kesehatan, tingkat pendidikan yang rendah,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang HIV/AIDS merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang memerlukan perhatian sangat serius. Hal ini karena jumlah kasus AIDS yang dilaporkan setiap tahunnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan secara fisik, kematangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja sering dipahami sebagai suatu masa peralihan antara masa kanak-kanak dan dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan secara fisik, kematangan biologis atau
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pasangan yang sudah tertular, maupun mereka yang sering berganti-ganti
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi menular seksual (IMS) yang disebut juga penyakit menular seksual (PMS) adalah infeksi yang menular lewat hubungan seksual baik dengan pasangan yang sudah tertular,
Lebih terperinciFAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEAKTIFAN IBU BALITA DALAM KEGIATAN POSYANDU DI POSYANDU NUSA INDAH DESA JENAR KECAMATAN JENAR KABUPATEN SRAGEN
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEAKTIFAN IBU BALITA DALAM KEGIATAN POSYANDU DI POSYANDU NUSA INDAH DESA JENAR KECAMATAN JENAR KABUPATEN SRAGEN Oleh MAHARDIKA CAHYANINGRUM NIM: 030113a050 PROGRAM
Lebih terperinciPENGETAHUAN SISWA TENTANG HIV/AIDS SEBELUM DAN SESUDAH PENYULUHAN
PENGETAHUAN SISWA TENTANG HIV/AIDS SEBELUM DAN SESUDAH PENYULUHAN Rachel Dwi Wilujeng* *Akademi Kebidanan Griya Husada, Jl. Dukuh Pakis Baru II no. Surabaya Email : admin@akbid-griyahusada.ac.id ABSTRAK
Lebih terperinciUniversitas Sumatera Utara
15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. AIDS, Sifilis, Gonorrhea dan Klamydia adalah merupakan penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) yang sering terjadi di kalangan masyarakat. Antara sadar dan tidak,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan banyak hal tentang sisi gelap kehidupan manusia, tidak hanya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelacuran merupakan fenomena sosial yang senantiasa hadir dan berkembang di setiap putaran roda zaman dan keadaan. Keberadaan pelacuran tidak pernah selesai dikupas,
Lebih terperinciABSTRAK HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU KELOMPOK RISIKO TINGGI TENTANG HIV-AIDS DI KOTA BANDUNG PERIODE TAHUN 2014
ABSTRAK HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU KELOMPOK RISIKO TINGGI TENTANG HIV-AIDS DI KOTA BANDUNG PERIODE TAHUN 2014 Mia Maya Ulpha, 2014. Pembimbing I : Penny S. Martioso, dr., SpPK, M.Kes Pembimbing
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam kurun waktu adalah memerangi HIV/AIDS, dengan target
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
Lebih terperinciBAB I Pendahuluan. Penyakit gonore adalah penyakit infeksi menular. yang disebabkan oleh infeksi bakteri
1 BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Penyakit gonore adalah penyakit infeksi menular seksual (IMS) yang disebabkan oleh infeksi bakteri Neisseria gonorrhoeae (Kumar et al. 2013). Organisme ini dalam
Lebih terperinciNASKAH PUBLIKASI. Disusun Oleh : NUR ALIEF MAHMUDAH
STUDI EKSPERIMEN DENGAN METODE PENYULUHAN TENTANG SIKAP PENANGANAN PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (PMS) PADA REMAJA JALANAN DI RUMAH SINGGAH GIRLAN NUSANTARA SLEMAN YOGYAKARTA TAHUN 2014 NASKAH PUBLIKASI Disusun
Lebih terperinciSURVEI TERPADU BIOLOGIS DAN PERILAKU
SURVEI TERPADU BIOLOGIS DAN PERILAKU 1 Tujuan Menentukan kecenderungan prevalensi HIV, Sifilis, Gonore, dan Klamidia di antara Populasi Paling Berisiko di beberapa kota di Indonesia. Menentukan kecenderungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World Health Organization (WHO) sekitar seperlima dari penduduk dunia adalah remaja berusia 10-19
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia termasuk negara dengan jumlah penduduk yang besar. Penduduk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia termasuk negara dengan jumlah penduduk yang besar. Penduduk yang besar, sehat dan produktif merupakan potensi dan kekuatan efektif bangsa. Begitu pula sebaliknya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (2004), pelacuran bukan saja masalah kualitas moral, melainkan juga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya jumlah kasus infeksi HIV khususnya pada kelompok Wanita Penjaja Seks (WPS) di Indonesia pada saat ini, akan menyebabkan tingginya risiko penyebaran infeksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Angka HIV/AIDS dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut laporan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Angka HIV/AIDS dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut laporan Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP dan PL) Departemen Kesehatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. serta proses-prosesnya, termasuk dalam hal ini adalah hak pria dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan reproduksi adalah kesehatan fisik, mental dan sosial secara menyeluruh dalam semua hal berkaitan dengan sistem reproduksi, fungsifungsi serta proses-prosesnya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Di seluruh dunia, lebih dari 1,8 miliar. penduduknya berusia tahun dan 90% diantaranya
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Di seluruh dunia, lebih dari 1,8 miliar penduduknya berusia 10-24 tahun dan 90% diantaranya tinggal di negara berkembang (PBB, 2013). Hasil Sensus Penduduk tahun 2010
Lebih terperinciPENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL TERHADAP PERUBAHAN PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA SMAN 8 SURAKARTA
PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL TERHADAP PERUBAHAN PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA SMAN 8 SURAKARTA SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk meraih gelar sarjana Keperawatan
Lebih terperinciKesehatan Reproduksi Remaja Putri di SMA Negeri 2 Takengon
Serambi Saintia, Vol. V, No. 1, April 2017 ISSN : 2337-9952 Kesehatan Reproduksi Remaja Putri di SMA Negeri 2 Takengon Maya Maulida Fitri 1, Masyudi 2 1,2) Fakultas Kesehatan Masyarakat USM Email: masyudi29@gmail.com
Lebih terperinciABSTRAK TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG HEPATITIS B PADA DOKTER GIGI DI DENPASAR UTARA
ABSTRAK TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG HEPATITIS B PADA DOKTER GIGI DI DENPASAR UTARA Latar Belakang: Virus Hepatitis B atau (HBV) adalah virus DNA ganda hepadnaviridae. Virus Hepatitis B dapat
Lebih terperinciGambaran Tingkat Pengetahuan Wanita Pekerja Seks Komersial Tentang Infeksi Menular Seksual
Gambaran Tingkat Pengetahuan Wanita Pekerja Seks Komersial Tentang Infeksi Menular Seksual Santa Maria Pangaribuan 1, Wiwi Mardiah 2 1,2 Fakultas Keperawatan, Universitas Padjadjaran Email : 2 wimar09@gmail.com
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan reproduksi pada wanita akan berpengaruh pada fungsi reproduksinya dalam memperoleh keturunan dimasa yang akan datang. Masalah yang timbul akibat kurangnya
Lebih terperinciProsiding Pendidikan Dokter ISSN: X
Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: 2460-657X Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Perilaku Siswa SMA Negeri 1 Bandung terhadap Penularan dan Pencegahan HIV/AIDS Tahun 2016 Relationship Between Knowledge
Lebih terperinciKARAKTERISTIK PASIEN INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS) PADA PUSKESMAS II DENPASAR SELATAN PERIODE JANUARI JUNI TAHUN 2012
KARAKTERISTIK PASIEN INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS) PADA PUSKESMAS II DENPASAR SELATAN PERIODE JANUARI JUNI TAHUN 2012 Made Edwin Sridana, Agung Wiwiek Indrayani Fakultas Kedokteran Universitas Udayana,
Lebih terperinciFAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU SEKS PRANIKAH REMAJA `KELAS VII DAN VIII DI SMP NEGERI 7 KOTA SUKABUMI
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU SEKS PRANIKAH REMAJA `KELAS VII DAN VIII DI SMP NEGERI 7 KOTA SUKABUMI Annysa Yanitama, Iwan Permana, Dewi Hanifah Abstrak Salah satu masalah remaja adalah masalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gonore atau penyakit kencing nanah adalah penyakit infeksi menular seksual (IMS) yang paling sering terjadi. Gonore disebabkan oleh bakteri diplokokus gram negatif,
Lebih terperinciNASKAH PUBLIKASI DISKA ASTARINI I
NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG INFEKSI MENULAR SEKSUAL DAN KEJADIAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL PADA WANITA PEKERJA SEKS DI KOTA PONTIANAK DISKA ASTARINI I11109083 PROGRAM STUDI
Lebih terperinciEFEKTIFITAS PENYULUHAN TERHADAP PENGETAHUAN WANITA USIA SUBUR TENTANG KANKER SERVIKS DI WILAYAH UPT PUSKESMAS GAYAMAN MOJOANYAR MOJOKERTO
EFEKTIFITAS PENYULUHAN TERHADAP PENGETAHUAN WANITA USIA SUBUR TENTANG KANKER SERVIKS DI WILAYAH UPT PUSKESMAS GAYAMAN MOJOANYAR MOJOKERTO Dwi Helynarti, S.Si *) Abstrak Kanker serviks uteri merupakan penyakit
Lebih terperinciHUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI KELAS 2 TENTANG VULVA HYGIENE DENGAN KEPUTIHAN DI MTs MASHLAHIYAH KRECEK BADAS
HUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI KELAS 2 TENTANG VULVA HYGIENE DENGAN KEPUTIHAN DI MTs MASHLAHIYAH KRECEK BADAS Sukatmi*, Nikmaturohmah.** *) Dosen Akper Pamenang Pare Kediri **) Perawat Puskesmas Badas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. individu mulai berkembang dan pertama kali menunjukkan tanda-tanda seksual
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja menurut WHO (World Health Organization) adalah suatu masa saat individu mulai berkembang dan pertama kali menunjukkan tanda-tanda seksual sekunder ketika telah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada sejarah, United National HIV/AIDS (UNAIDS) & Word Health. diperkirakan sebanyak 1.6 juta orang diseluruh dunia.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang HIV/AIDS sebagai salah satu epidemik yang paling menghancurkan pada sejarah, United National HIV/AIDS (UNAIDS) & Word Health Organization (WHO) 2012 menyebutkan bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi merupakan hal yang sangat penting dalam skala global. Pada tahun 2005, terdapat 1.21 miliar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebaliknya dengan yang negatif remaja dengan mudah terbawa ke hal yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa dimana seorang anak mengalami pubertas dan mulai mencari jati diri mereka ingin menempuh jalan sendiri dan diperlakukan secara khusus. Disinilah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pencegahan IMS yang dilaksanakan di banyak negara, nampaknya belum
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Insiden maupun prevalensi yang
Lebih terperinciPengaruh Promosi Kesehatan Tentang HIV/AIDS Terhadap Tingkat Pengetahuan Remaja
Pengaruh Promosi Kesehatan Tentang HIV/AIDS Terhadap Tingkat Pengetahuan Remaja Caecilia Takainginan 1, Ellen Pesak 2, Dionysius Sumenge 3 1.SMK Negeri I Sangkub kabupaten Bolaang Mongondow Utara 2,3,
Lebih terperinciGAMBARAN PENGETAHUAN DAN MOTIVASI IBU TENTANG PENCEGAHAN ASCARIASIS ( CACINGAN ) PADA BALITA DI PUSKESMAS TAHTUL YAMAN KOTA JAMBI TAHUN 2015
GAMBARAN PENGETAHUAN DAN MOTIVASI IBU TENTANG PENCEGAHAN ASCARIASIS ( CACINGAN ) PADA BALITA DI PUSKESMAS TAHTUL YAMAN KOTA JAMBI TAHUN 2015 DESCRIPTION OF KNOWLEDGE AND MOTHER S MOTAVATION TOWARD PREVENTION
Lebih terperinci