IDENTIFIKASI PROTOZOA PARASITIK PADA KULIT, INSANG DAN USUS IKAN MAS (Cyprinus carpio) dan IKAN NILA (Oreochromis sp) DI PASAR EMPANG, BOGOR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IDENTIFIKASI PROTOZOA PARASITIK PADA KULIT, INSANG DAN USUS IKAN MAS (Cyprinus carpio) dan IKAN NILA (Oreochromis sp) DI PASAR EMPANG, BOGOR"

Transkripsi

1 IDENTIFIKASI PROTOZOA PARASITIK PADA KULIT, INSANG DAN USUS IKAN MAS (Cyprinus carpio) dan IKAN NILA (Oreochromis sp) DI PASAR EMPANG, BOGOR HENDRO KARNO B FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

2 ABSTRAK HENDRO KARNO. Identifikasi Protozoa Parasitik Pada Kulit, Insang dan Usus Ikan Mas (Cyprinus carpio) dan Ikan Nila (Oreochromis sp) di Pasar Empang, Bogor. Dibawah bimbingan Umi Cahyaningsih. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui keberadaan protozoa parasitik yang ada pada kulit, insang dan usus ikan mas (Cyprinus carpio) dan ikan nila (Oreochromis sp), sehingga penyakit akibat protozoa parasitik dapat dicegah. Sampel kulit, insang dan usus ikan mas dan ikan nila di Pasar Empang, Bogor. Pemeriksaan sisik, insang dan usus dengan cara kerokkan dan metode preparat natif. Protozoa parasitik dapat diidentifikasi berdasarkan morfologi dan struktur, mengacu pada studi pustaka. Hasil penelitian ini menggunakan analisis statistik uji Anova dan uji lanjutan Duncan s multiple range test. Jenis-jenis protozoa parasitik yang ditemukan pada kulit, insang dan usus ikan adalah Trichodina sp, Ichtyophthirius sp dan Myxosporidia sp. ABSTRACT This research was done to figure the existence of parasitic from skin, gills and intestines of goldfish (Cyprinus carpio) and indigofish (Oreochromis sp) so that diseases because of parasitic protozoa can be prevented. Skin, gills and intestines were collected from goldfish and indigofish in Bogor. Skin, gills and intestine examination were using scrapping and native slide method. Parasitic protozoa were identified based on morphology and structure, related to literature. Statistic method used in this research is Anova and followed by Duncan s multiple range test. Parasitic protozoa found on skin, gills and intestine of fish are Trichodina sp, Ichtyophthirius sp and Myxosporidia sp. i

3 IDENTIFIKASI PROTOZOA PARASITIK PADA KULIT, INSANG DAN USUS IKAN MAS (Cyprinus carpio) dan IKAN NILA (Oreochromis sp) DI PASAR EMPANG, BOGOR HENDRO KARNO B Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 ii

4 LEMBAR PENGESAHAN Judul Skripsi Nama NRP Program Studi : Identifikasi Protozoa Parasitik Pada Kulit, Insang dan Usus Ikan Mas (Cyprinus carpio) dan Ikan Nila (Oreochromis sp) di Pasar Empang, Bogor : Hendro Karno : B : Kedokteran Hewan Menyetujui, Dosen Pembimbing Utama Dr. Drh. Hj. Umi Cahyaningsih, MS Mengetahui, Wakil Dekan FKH IPB Dr. Nastiti Kusumorini Disetujui tanggal : 29 November 2007 iii

5 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 10 November 1984 dari ayah Sarkawi Asdi dan ibu Zainidar. Penulis merupakan putra keempat dari lima bersaudara. Penulis mengikuti pendidikan sekolah dasar di SDN Duren Jaya 14 Bekasi dan lulus pada tahun Pendidikan tingkat pertama diselesaikan penulis pada tahun 2000 di SLTPN 11 Bekasi. Pendidikan tingkat atas penulis diselesaikan pada tahun 2003 di SMUN 1 Tambun-Bekasi. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Kedokteran Hewan Institut pertanian Bogor melalui Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama Masa Perkuliahan penulis aktif sebagai anggota himpro Ruminansia. Penulis juga aktif sebagai anggota Ornith FKH-IPB periode Penulis pernah menjadi asisten dosen untuk praktikum mata kuliah Anatomi Veteriner I dan II periode , Anatomi Bedah periode iv

6 KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji dan syukur atas segala curahan rahmat dan karunia yang telah Allah SWT berikan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul Identifikasi Protozoa Parasitik Pada Kulit, Insang dan Usus Ikan Mas (Cyprinus carpio) dan Ikan Nila (Oreochromis sp)di Pasar Empang, Bogor. Tugas akhir ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada: 1. Kedua orang tua penulis yang telah memberikan doa, nasihat, membantu baik materi, motivasi, serta kasih sayang yang tiada henti diberikannya. 2. Dr. Drh. Hj. Umi Cahyaningsih, MS sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan doa, dorongan, masukkan serta canda selama penelitian dan penulisan skripsi. 3. Dr. Drh. Risa Tiuria, MS sebagai dosen penguji yang telah menguji dan memberikan dorongan dan masukkan kepada penulis. 4. Dr. Drh. Agatha Winny Sanjaya, MS selaku dosen Pembimbing Akademik yang telah bersedia membimbing dengan memberikan masukkan dan dorongan kepada penulis selama melakukan studi di FKH-IPB. 5. Pak Komar, Pak Sariyo, Bu Nani di Laboratorium Protozoologi FKH-IPB. 6. Rama 39, Om Adank 39, Vekry 39, Arif Teman-teman Gymnoleamata 40 ; Angga, Boy, Ito Chenty, Anin, Gaina, Mey, Elpita, Janiati, Efni, Isaias, Wywy, Bernike, Erna, Nisa, Intan, Rikky, Irao, Nandito, Au, Fajri, Andra, Ani Siti, Zulfa, Bone, Triono, Metha, dan semua teman-teman 40 yang tidak dapat di sebutkan satupersatu. 8. Dan semua pihak yang telah memberikan warna dan pelangi dalam penulisan dan skripsi ini. Bogor, November 2007 Penulis v

7 DAFTAR ISI ABSTRAK... HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... Halaman PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan penelitian... 2 Manfaat penelitian... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Pengenalan Ikan... 3 Klasifikasi Ikan Mas (Cyprinus carpio L)... 3 Habitat Ikan mas... 4 Klasifikasi Ikan Nila (Oreochromis sp)... 4 Habitat Ikan Nila... 5 Suhu Ikan... 5 Morfologi Ikan... 5 Penyakit ikan yang disebabkan protozoa... 5 Trichodiniasis... 6 Ichthyophthiriasis... 6 Myxosporidiasis... 7 MATERI DAN METODE... 9 Waktu dan tempat... 9 Materi penelitian... 9 Bahan dan alat... 9 Pengambilan sampel... 9 Identifikasi protozoa... 9 Metode kualitatif Penghitungan jumlah protozoa Cara memperoleh data total protozoa Cara memperoleh data rataan protozoa Cara memperoleh data persentase protozoa Analisa Data i ii iii iv v vi viii ix vi

8 HASIL DAN PEMBAHASAN KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN vii

9 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Patogen pada ikan budidaya air tawar di Indonesia Rataan jenis dan persentase protozoa pada kulit ikan mas dan ikan nila Rataan jenis dan persentase protozoa pada insang ikan mas dan ikan nila Rataan jenis dan persentase protozoa pada usus ikan mas dan ikan nila Jumlah total protozoa parasitik pada ikan mas dan ikan nila viii

10 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Ikan mas (Cyprinus carpio) Ikan nila (Oreochromis sp) Trichodina sp Myxosporidia sp Ichthyophthirius sp Perbandingan persentase protozoa pada kulit ikan mas dan nila Perbandingan persentase protozoa pada insang ikan mas dan nila Perbandingan persentase protozoa pada usus ikan mas dan nila ix

11 x

12 PENDAHULUAN Latar belakang Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang masih dapat terjangkau oleh semua lapisan masyarakat. Oleh karena itu, kebutuhan akan sumber protein hewani asal ikan semakin meningkat. Dengan meningkatnya kebutuhan protein, maka semakin meningkat pula permintaan konsumen yang ada di pasaran. Dewasa ini, para petani ikan sering mengeluh dengan masalah penyakit yang terjadi pada ikan, terutama ikan air tawar (Dana, 1990). Adapun faktor yang berperan dalam timbulnya suatu penyakit adalah faktor internal dan eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari lingkungan dalam seperti gangguan genetik, gangguan kekebalan dan gangguan metabolisme tubuh. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi penyakit bersifat patogen adalah parasit, virus, jamur dan bakteri. sedangkan non-patogen disebabkan oleh suhu, kualitas air, ph, gas beracun dan nutrisi (Pasaribu, 1989). Penyakit pada ikan merupakan salah satu masalah yang sering dijumpai dalam usaha budidaya ikan. Adanya penyakit ikan erat hubungannya dengan lingkungan tempat ikan itu berada (Anonim, 2007). Dalam usaha budidaya ikan air tawar terutama ikan mas dan ikan nila, permasalahan yang cukup serius dihadapi adalah timbulnya penyakit pada ikan. Masalah penyakit sangat penting diperhatikan karena dapat menyebabkan penurunan produksi, penurunan kualitas ikan bahkan kematian total (Dana, 1990). Protozoa merupakan jazad renik bersel satu yang mempunyai ukuran yang bervariasi antara mikron. Pada umumnya, penyakit yang sering ditemukan pada ikan air tawar adalah Trichodiniasis, Myxosporidiasis dan Ichthyophthiriasis (Anonim, 2007). Ketiga penyakit tersebut disebabkan oleh protozoa. Trichodiniasis merupakan penyakit yang disebabkan oleh parasit Trichodina sp. Parasit ini banyak dijumpai di bagian insang ikan yang terinfeksi. Myxosporidiasis merupakan penyakit yang disebabkan oleh parasit Myxosporidia sp. Parasit ini banyak dijumpai di bagian organ pencernaan ikan terutama daerah usus. Sedangkan Ichthyophthiriasis merupakan penyakit yang disebabkan oleh parasit Ichthyophthirius sp. Parasit ini banyak dijumpai di bagian epitel kulit serta selaput lendir ikan air tawar, baik ikan

13 hias maupun ikan konsumsi. Penyakit ini dikenal dengan istilah Ich atau White spot, sedangkan di Indonesia lebih umum dikenal dengan penyakit bintik putih. Penyakit Ich disebabkan oleh protozoa Ichthyophthirius multifilis (Yuasa, 2003). Ketiga parasit diatas cukup patogen, karena dapat menyebabkan kerusakan pada insang, usus dan kulit pada ikan mas dan nila (Anonim, 2004) Untuk menghindari hal tersebut perlu diupayakan pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit ikan (Anonim, 1993). Dengan demikian perlu diperhatikan bahwa tidak semua penyebab kematian dikarenakan penyakit, maka dalam menangani masalah ini, tindakan penanggulangannya dilakukan secara hatihati dan teliti agar tidak menimbulkan kematian pada ikan. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah dan jenis protozoa parasitik pada kulit, insang dan usus halus pada ikan mas (Cyprinus carpio) dan ikan nila (Oreochromis sp) yang ada di Pasar Empang, Bogor. Manfaat Penelitian Dari penelitian ini dapat diperoleh informasi tentang ada tidaknya protozoa parasitik pada ikan mas (Cyprinus carpio) dan ikan nila (Oreochromis sp). 2

14 Klasifikasi Ikan TINJAUAN PUSTAKA Pengenalan Ikan Ikan Mas (Cyprinus carpio L) Menurut Linnaeus 1758 dalam Chumchal (2002), taksonomi ikan mas adalah sebagai berikut : Kingdom Filum Subfilum Kelas Subkelas Ordo Subordo : Animalia : Chordata : Vertebrata : Osteichthyes : Teleostei : Ostariophysi : Cyprinoidea Famili : Cypirinidae Gambar 1. Ikan mas (Cyprinus carpio) Genus : Cyprinus Sumber : Lingga (2002) Spesies : Cyprinus carpio L Ikan mas merupakan jenis ikan konsumsi air tawar yang mempunyai bentuk tubuh pipih memanjang dan bertubuh lunak. Ikan ini mulai banyak dipelihara oleh masyarakat sejak tahun 475 sebelum masehi di Cina (Saanin, 1984). Di Indonesia ikan mas mulai dipelihara sekitar tahun Ikan mas termasuk ke dalam kelompok omnivora/ pemakan segala jenis makanan. Ikan mas yang terdapat di Indonesia merupakan ikan mas yang dibawa dari Cina, Eropa, Taiwan dan Jepang. Ikan mas Punten dan Majalaya merupakan hasil seleksi di Indonesia. Budidaya ikan mas telah berkembang pesat di kolam biasa, di sawah, waduk, sungai air deras, bahkan ada yang dipelihara dalam keramba di perairan umum. Adapun sentra produksi ikan mas adalah: Ciamis, Sukabumi, Tasikmalaya, Bogor, Garut, Bandung, Cianjur, dan Purwakarta. 3

15 Habitat ikan mas Ikan mas biasanya hidup di perairan sungai atau danau yang berada pada ketinggian meter diatas permukaan laut dengan ph 7-8, suhu optimal 20-25ºC dan tergolong ke dalam kelompok omnivora atau pemakan segalanya Ikan Nila (Oreochromis sp) Kingdom Filum Subfilum Kelas Subkelas Ordo Menurut Saanin (1984) taksonomi ikan nila adalah sebagai berikut : : Animalia : Chordata : Vertebrata : Osteichthyes : Acanthoptherigii : Percomorhi Subordo : Percoidea Gambar 2. Ikan nila (Oreochromis sp) Famili : Cichlidae Sumber : Lingga (2002) Genus Spesies : Oreochromis : Oreochromis sp Ikan nila merupakan jenis ikan konsumsi air tawar dengan bentuk tubuh memanjang kesamping dan mempunyai warna putih kehitaman. Ikan nila berasal dari Sungai Nil dan danau-danau sekitarnya. Penyebaran ikan nila sampai ke negaranegara di lima benua yang beriklim tropis dan subtropis, sedangkan di wilayah yang beriklim dingin, ikan nila tidak dapat hidup. Ikan nila banyak disukai oleh berbagai bangsa karena dagingnya enak dan tebal seperti daging ikan kakap merah. Bibit ikan nila didatangkan ke Indonesia secara resmi oleh Balai Penelitian Perikanan Air Tawar pada tahun Setelah melalui masa penelitian dan adaptasi, barulah ikan ini disebarluaskan kepada petani di seluruh Indonesia. Nila adalah nama khas Indonesia yang diberikan oleh Pemerintah melalui Direktur Jenderal Perikanan. Di Indonesia ikan nila telah dibudidayakan di seluruh propinsi (Saanin, 1984). Ikan ini memiliki bentuk tubuh pipih lateral dengan sirip punggung yang panjang. Intensitas warna dipengaruhi oleh faktor lingkungan, tingkat kematangan gonad dan faktor nutrisi. (Pasaribu, 1989). 4

16 Habitat ikan nila Ikan nila merupakan ikan yang tahan terhadap lingkungan hidup. Ikan ini dapat dapat hidup di lingkungan air tawar, air payau dan air asin. Ikan nila ini dapat hidup pada ph optimum yang berkisar antara 7-8, sedangkan suhu yang optimal adalah berkisar antara C. Ikan ini dapat hidup di perairan yang dalam dan luas maupun di kolam yang sempit dan dangkal (Anonim, 2006) Suhu Ikan Ikan mempunyai batas-batas toleransi panas, tinggi dan rendah dan juga suhu optimum bagi pertumbuhannya terhadap suatu penyakit tertentu. Batas-batas optimum ini bias berbeda-beda dan dapat berubah sesuai dengan keadaan faktor parameter, seperti tekanan oksigen dan ph air. Suhu air mempengaruhi sifat-sifat lingkungan sangat penting bagi kesehatan ikan. Suhu permukaan air sangat mudah berubah-ubah hingga mencapai 40ºC (Anonim, 2006) Morfologi Ikan Ikan mas dan ikan nila termasuk golongan ikan bertulang belakang yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : mempunyai rangka tulang, memiliki insang, tulang belakang dan penutup insang (operculum) pada kedua sisi tubuhmya. Sewaktu berenang, ikan memanfaatkan ekornya sebagai kemudi dan siripnya berfungsi sebagai alat keseimbangan. Ikan juga mempunyai indera penglihatan, penciuman dan organ yang peka pada kulit dan sirip (Pasaribu, 1989) Ikan mas yang berumur 3-4 tahun memiki panjang cm dengan berat tubuh gram dan pada umur 40 tahun, ikan ini dapat mencapai berat sekitar kg (Saanin, 1984). Penyakit ikan yang disebabkan Protozoa Tabel 1. Patogen pada ikan budidaya air tawar di Indonesia Spesies Ikan Parasit Ikan Mas (Cyprinus carpio) Ikan Nila (Oreochromis sp) Trichodina, Ichthyophthirius, Chilodonella, Myxobolus, Argulus, Lemaea, Dactylogyrus, Gyrodactylus, Cestoda, Digenetik, Glochidium Trichodina,Chilodonella, Dactylogyrus, 5

17 Trichodiniasis Trichodiniasis merupakan penyakit yang disebabkan oleh parasit Trichodina sp. Parasit ini dapat menimbulkan kematian mendadak pada ikan (Anonim, 2007). Ciri khas dari Trichodina sp adalah mempunyai dentikel atau gigi kait yang terdapat di dalam permukaan tubuhnya, bentuknya bulat seperti cakram dan alat gerak dari parasit ini ádalah berupa silia atau rambut getar pada bagian luar permukaan tubuhnya. Trichodina sp merupakan parasit yang cukup patogen yang menyerang saluran pernafasan pada ikan. Habitat dari parasit ini adalah pada insang ikan (Farmer, 1980). Gejala klinis yang ditimbulkan dari parasit ini adalah terjadi kerusakan pada insang ikan, ikan menjadi sulit bernafas, insang menjadi pucat dan berlendir, terjadi perdarahan atau peradangan pada insang (Anonim, 2004). Siklus hidup parasit ini dengan cara menempel pada organ pernafasan berupa insang (Anonim, 2004). Oleh karena itu, untuk mendiagnosa penyakit tersebut, maka dapat dilakukan uji tes jaringan insang dengan cara kerokkan secara langsung pada ikan yang masih segar, kemudian langsung diperiksa dibawah mikroskop (Anonim, 1993). Untuk mencegah agar tidak terjadi timbulnya suatu penyakit adalah dengan cara menjaga kulitas dan kebersihan air pada tempat tersebut dengan cara mengganti air tersebut, mengeringkan kolam, menjaga kebersihan pakan, pemberian Vitamin C yang cukup pada pakan. Pengobatan yang dapat dilakukan untuk mengobati penyakit pada ikan adalah dengan cara melakukan perendaman dengan formalin yang dicampur dengan garam dan dilakukan secara berturut-turut selama 2-3 hari selama seminggu sampai ikan tersebut kembali normal, kemudian ikan diberi air yang segar atau dapat juga dengan perendaman dengan larutan NaCl selama 24 jam (Anonim, 1993). Ichthyophthiriasis Ichthyophthiriasis adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit Ichthyophthirius sp. Parasit ini dapat menimbulkan kematian pada ikan (Anonim, 2007).Ciri khas dari Ichthyophthirius sp adalah bentuknya bulat agak lonjong, mempunyai alat gerak berupa silia atau rambut getar dan mempunyai dua inti didalam tubuhnya, yaitu inti makro yang berbentuk seperti tapal kuda dan sebuah inti mikro yang kecil. Adapun fungsi dari inti mikro adalah untuk melakukan proses 6

18 reproduksi, sedangkan inti makro berfungsi dalam proses vegetatif. Ichthyophthirius sp merupakan parasit yang cukup patogen yang menyerang epitel kulit serta selaput lendir pada ikan, sebab habitat parasit ini banyak terdapat pada kulit ikan. (Farmer, 1980). Gejala klinis yang ditimbulkan dari parasit ini adalah terjadi kerusakan pada epitel kulit, timbul bintik-bintik putih atau white spot diseases pada permukaan kulitnya (Anonim, 2004). Jika ikan yang terserang oleh parasit ini dalam jumlah banyak dapat menimbulkan kematian pada ikan. Siklus hidup dari parasit ini dengan cara menempel dan menembus permukaan kulit (Anonim, 2004). Pada parasit yang masih muda biasanya me ncari inang definitif berupa ikan yang berumur masih muda, sebab pada ikan yang berumur muda mudah terserang oleh penyakit, kekebalan tubuhnya masih terlalu rendah (Anonim, 2004) Untuk mendiagnosa penyakit tersebut, maka dapat dilakukan uji tes jaringan pada epitel kulit dengan cara kerokkan secara langsung pada ikan yang masih segar, kemudian langsung diperiksa dibawah mikroskop. Untuk mencegah agar tidak terjadi penyakit adalah dengan cara menjaga kulitas dan kebersihan air pada tempat tersebut dengan cara mengganti air tersebut, mengeringkan kolam, menjaga kebersihan pakan, pemberian Vitamin C yang cukup pada pakan. Pengobatan yang dapat dilakukan untuk mengobati penyakit pada ikan adalah dengan cara melakukan perendaman dengan formalin yang dicampur dengan Malachite Green Oxalate selama jam, dan dilakukan secara berulang-ulang selama 3 hari kemudian ikan diberi air yang segar atau dapat juga dengan perendaman dengan larutan NaCl selama 24 jam (Anonim, 1993). Myxosporidiasis Myxosporidiasis merupakan penyakit yang disebabkan oleh parasit Myxosporidia sp. Parasit ini umumnya menyerang usus pada ikan dan menyebabkan perdarahan dan peradangan pada usus (Anonim, 2007). Adapun ciri khas dari parasit ini adalah mempunyai bentuk oval atau lonjong, mempunyai dua sampai enam polar kapsul di kedua ujungnya dan juga mempunyai sporoplasma. Pada setiap polar kapsulnya terdiri atas polar filament dan pada bagian dalam sporoplasmanya terdapat spora (Farmer, 1980). Siklus hidup parasit ini berbeda dalam penularannya. 7

19 Proses penularan parasit jenis Myxosporidia sp melalui kotoran atau feses ikan yang mengandung kista Myxosporidia sp (Anonim, 2004). Untuk mendiagnosa penyakit tersebut, maka dapat dilakukan uji tes jaringan pada saluran pencernaan berupa usus dengan cara kerokkan atau dengan cara mengeluarkan sebagian usus untuk diperiksa secara langsung dibawah mikroskop (Anonim, 1993). Oleh karena itu, untuk mencegah agar tidak terjadi timb ulnya suatu penyakit adalah dengan cara menjaga kualitas dan kebersihan air pada tempat tersebut dengan cara mengganti air tersebut, mengeringkan kolam, menjaga kebersihan pakan, pemberian Vitamin C yang cukup pada pakan. Pengobatan yang dilakukan hampir sama dengan penyakit Trichodiniasis dan Ichthyophthiriasis. Sampai saat ini belum ada pengobatan yang manjur untuk penyakit ini, sebab beberapa antibiotik yang ada dipasaran kurang efektif terhadap penyakit ini. 8

20 MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan bulan Agustus 2007 sampai dengan bulan September 2007 di Laboratorium Protozoologi, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Materi penelitian Penelitian ini menggunakan 60 ekor ikan ukuran kecil (3-5 cm) yang terdiri atas 2 jenis ikan, yaitu 30 ekor ikan mas (Cyprinus carpio) dan 30 ekor ikan nila (Oreochromis sp). Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah kulit, insang dan usus pada ikan mas dan ikan nila, metanol, larutan Giemsa 10% dan air. Alat yang digunakan antara lain kantong plastik 0,5 kg, gelas objek, gelas penutup, silet atau scalpel, tissu, alat penghitung, mikroskop cahaya, wadah penampungan dan kamera digital. Pengambilan sampel Pengambilan sampel ikan diperoleh dari Pasar Empang, Bogor. Sampel ini diambil secara acak sebanyak 60 ekor yang terdiri dari 30 ekor ikan mas dan 30 ekor ikan nila dan dilakukan satu kali pengambilan, kemudian sampel dimasukkan kedalam kantong plastik transparan dan diberi oksigen dan air secukupnya, lalu sampel ikan tersebut dibawa ke Laboratorium Protozoologi untuk diidentifikasi parasitnya. Identifikasi protozoa Protozoa yang ditemukan diperoleh dari kerokan kulit, insang dan usus, kemudian hasil pengamatan dicocokkan dengan studi pustaka yang sudah ada. 9

21 1. Metode kualitatif a. Metode preparat natif Pemeriksaan protozoa dilakukan terhadap seluruh permukaan tubuh (kulit/ sisik, lendir dan sirip), insang dan usus. Pemeriksaan protozoa yang menempel di permukaan tubuh dilakukan dengan cara scrapping (kerokkan) dengan menggunakan scalpel, sedangkan pemeriksaan bagian insang dengan cara mengambil langsung lembaran insang dengan gunting kemudian diteteskan diatas gelas obyek, dan ditutup dengan gelas penutup. Identifikasi protozoa dengan pemeriksaan mikroskop pembesaran 100 kali dan 400 kali. Pemeriksaan usus dilakukan secara natif dengan cara mengeluarkan isi usus kemudian diulaskan di atas gelas objek dan ditutup gelas penutup, lalu diperiksa dengan mikroskop. b. Metode pewarnaan Giemsa Setelah preparat natif kering, maka dilakukan pewarnaan untuk menghitung jumlah protozoa yang telah mati. Siapkan preparat natif, lalu dilakukan perendaman di dalam metanol selama 5 menit, lalu preparat diangkat dan dikeringkan diudara. Setelah kering, lalu dimasukkan ke dalam larutan Giemsa 10% selama menit, lalu dicuci dengan air yang mengalir dan dikeringkan di udara, lalu diperiksa dibawah mikroskop denga pembesaran 100 kali dan 400 kali. 2. Penghitungan jumlah protozoa Penghitungan jumlah protozoa dengan cara menghitung protozoa dalam 10 kali lapang pandang. Dalam setiap lapang pandang, dihitung jumlah dan jenis protozoanya. Cara memperoleh data total protozoa Untuk memperoleh data total protozoa pada ikan mas dan ikan nila dapat dilakukan dengan cara menghitung jumlah protozoa yang ada pada setiap masingmasing habitat seperti pada kulit, insang dan usus dalam 10 kali lapang pandang dalam 30 kali pengulangan, lalu jumlahkan jenis protozoa yang ada pada setiap masing-masing habitat, lalu didapat total keseluruhan protozoa yang ada pada ikan mas maupun ikan nila. 10

22 Cara memperoleh data rataan protozoa Untuk memperoleh data rataan protozoa pada ikan mas dan ikan nila dapat dilakukan dengan cara menghitung jumlah protozoa yang diamati, kemudian dibagi dengan faktor pengulangannya sebanyak 30 kali, lalu didapat rata-rata protozoa pada ikan mas dan ikan nila. Cara memperoleh data persentase protozoa Untuk memperoleh data persentase protozoa yang ada pada ikan mas dan ikan nila dapat dilakukan dengan cara menghitung rata-rata protozoa yang diamati, kemudian dibagi dengan total rata-rata protozoa, setelah itu dikalikan dengan 100 %, maka didapat data persentase protozoa. Analisis Data Data berupa rata-rata jumlah protozoa dianalisis dengan menggunakan uji ANOVA dan uji Duncan sebagai uji lanjutan. Sedangkan untuk persentase protozoa dapat dihitung dengan cara menghitung rata-rata protozoa yang diamati dibagi dengan jumlah total populasi protozoa yang ada pada ikan yang diamati tersebut. 11

23 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambar 3. Trichodina sp Hasil pengamatan mikroskop 400x Keterangan : 1) Denticle; 2) Radial pin; 3) Silia Sumber : Anonim, 2007 Dari hasil identifikasi pada ikan nila dan ikan mas, jenis protozoa parasitik yang ditemukan pada sisik atau kulit, insang dan usus adalah Trichodina sp, Myxosporidia sp dan Ichthyophthirius sp. Trichodina sp merupakan protozoa parasitik yang mempunyai bentuk seperti cakram dengan diameter sekitar 100 mikron dan dilengkapi dengan gigi-gigi yang terdapat di bagian tengah dan silia atau rambut getar yang berada pada bagian permukaan luar. Parasit ini cukup patogen dan dapat menyebabkan kematian yang tinggi jika kondisi dan mutu perairan yang sudah mulai tercemar oleh limbah-limbah cair dan padat. Parasit ini relatif berbeda dengan parasit lain, karena mempunyai dentikel bulat yang berbentuk seperti cincin dan biasanya menyerang insang dan kulit. Suhu optimum yang dimilki oleh parasit ini untuk melakukan reproduksi adalah C (Anonim, 2006). 12

24 1 2 3 Gambar 4. Myxosporidia sp Hasil pengamatan mikroskop 400x Keterangan : 1) Polar capsule; 2) Suture line; 3) Sporoplasma Sumber : Anonim, 2007 Myxosporidia sp merupakan parasit pada ikan yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : bentuk oval atau lonjong. Parasit ini mempunyai dua sampai enam polar kapsul di kedua ujungnya dan sporoplasma. Pada setiap polar kapsulnya terdiri atas polar filament dan pada bagian dalam sporoplasmanya terdapat spora (Farmer, 1980). Parasit ini tidak memiliki alat gerak, akan tetapi parasit ini mampu berkembang biak dengan menggunakan spora. Habitat dari parasit ini adalah pada organ pencernaan terutama usus ikan (Farmer, 1980). 13

25 2 3 Gambar 5. Ichthyophthirius sp Hasil pengamatan mikroskop 400x Keterangan : 1) Silia; 2) Makronukleus; 3) Mikronukleus 1 Sumber : Anonim, 2007 Ichthyophthirius sp merupakan protozoa yang mampu menyerang kulit ikan dalam waktu yang relatif singkat. Parasit ini dapat menyebabkan penyakit bintikbintik putih atau lebih dikenal dengan White Spot Diseases (Yuasa, 2003). Protozoa ini memiliki bentuk tubuh oval dengan silia sebagai alat geraknya yang merata disekeliling tubuhnya. Di dalam tubuhnya terdapat sebuah inti makro yang berbentuk seperti tapal kuda dan sebuah inti mikro yang kecil. Inti mikro aktif untuk melakukan reproduksi, sedangkan inti makro untuk melakukan fungsi vegatatif (Farmer, 1980). Tabel 2. Rataan jenis dan persentase protozoa pada kulit ikan mas dan nila Rataan jenis protozoa Persentase protozoa Jenis protozoa Ikan Mas Ikan Nila Ikan Mas Ikan Nila Trichodina sp 0,47±0,68 a 0,30±0,60 a Myxosporidia sp 0,93±1,28 ab 0,40±0,56 a Ichthyophthirius sp 1,23±1,77 b 1,03±1,52 b Keterangan: Huruf superskrip yang sama pada baris yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada taraf (p>0,05) 14

26 % protozoa ikan mas ikan nila jenis ikan Trichodina Myxosporidia Ichthyophthirius Gambar 6. Perbandingan persentase protozoa pada kulit ikan mas dan nila Dari hasil analisis statisitik pada Tabel 2 menunjukkan bahwa rataan ketiga jenis parasit di kulit tidak berbeda nyata (p>0,05). Hal ini disebabkan, ketiga parasit tersebut hidup di perairan air tawar. Oleh karena itu, parasit ini tidak menunjukkan perbedaan yang nyata diantara ketiganya. Dari hasil persentase pada Tabel 2 menunjukkan bahwa parasit jenis Ichthyophthirius sp relatif lebih banyak ditemukan pada kulit ikan mas maupun ikan nila. Hal ini disebabkan karena parasit ini mempunyai habitat di daerah kulit ikan. Oleh karena itu parasit ini lebih cocok hidup di kulit ikan mas maupun ikan nila. Pada bagian permukaan luar kulit biasanya berhubungan langsung dengan parasitnya, karena siklus hidup parasit ini menempel dan menembus permukaan kulit ikan. Menurut (Anonim, 2004) menerangkan bahwa Ichthyophthirius sp dapat menginfeksi ikan dengan cara menempel pada permukaan kulit dengan temperatur yang relatif rendah (Noe, 1995). Tabel 3. Rataan jenis dan persentase protozoa pada insang ikan mas dan nila Rataan jenis protozoa Persentase protozoa Jenis protozoa Ikan Mas Ikan Nila Ikan Mas Ikan Nila Trichodina sp 0,97±1,54 a 0,63±1,16 ab Myxosporidia sp 0,80±1,03 a 1,13±1,43 b Ichthyophthirius sp 0,43±0,68 a 0,17±0,38 a 20 8 Keterangan: Huruf superskrip yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada taraf (p>0,05) 15

27 % protozoa ikan mas ikan nila Trichodina Myxosporidia Jenis ikan Ichthyophthirius Gambar 7. Perbandingan persentase protozoa pada insang ikan mas dan nila Dari hasil analisis pada Tabel 3 terlihat bahwa rataan protozoa jenis Trichodina sp dan Ichthyophthirius sp pada insang kelompok ikan mas dengan ikan nila menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (p>0,05). Pada jenis Myxosporidia sp menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p<0,05). Hal ini disebabkan karena siklus hidup parasit ini berbeda dalam penularannya. Proses penularan parasit jenis Myxosporidia sp melalui melalui kotoran atau feses ikan yang mengandung kista Myxosporidia sp (Anonim, 2004). Dari hasil analisis gambar 7 menunjukkan bahwa persentase insang pada kelompok ikan mas lebih banyak ditemukan parasit Trichodina sp. Hal ini disebabkan karena Trichodina sp lebih cocok hidup pada ikan mas, sebab daging, insang pada ikan mas paling mudah terinfeksi oleh parasit ini. Dari hasil persentase pada kelompok ikan nila lebih banyak ditemukan parasit Myxosporidia sp. Hal ini menunjukan bahwa parasit ini lebih cocok pada ikan nila dibandingkan dengan ikan mas. Dari segi habitat, parasit ini sebenarnya hidup di usus (Farmer, 1980), akan tetapi parasit ini juga dapat hidup pada insang ikan nila. Adapun faktor yang menyebabkan ikan nila tersebut terinfeksi oleh parasit ini karena kurangnya sanitasi kebersihan airnya (Anonim, 1993) 16

28 Tabel 4. Rataan jenis dan persentase protozoa pada usus ikan mas dan nila Rataan jenis protozoa Persentase protozoa Jenis protozoa Ikan Mas Ikan Nila Ikan Mas Ikan Nila Trichodina sp 0,10±0,40 a 0,13±0,35 a 5 2 Myosporidia sp 1,97±1,96 b 6,20±10,57 b Ichthyophthirius sp 0,10±0,31 a 0,17±0,38 a 5 3 Keterangan: Huruf superskrip yang sama pada baris yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada taraf (p>0,05) %protozoa ikan mas ikan nila Jenis ikan Trichodina Myxosporidia Ichthyophthirius Gambar 8. Perbandingan persentase protozoa pada usus ikan mas dan nila Dari hasil analisis statistik pada Tabel 4, rataan jenis Trichodina sp, Myxosporidia sp dan Ichthyophthirius sp pada usus ikan mas dengan ikan nila menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (p>0,05). Dari hasil persentase pada gambar 8 menunjukkan bahwa parasit jenis Myxosporidia sp lebih dominan hidup di usus ikan mas maupun ikan nila. Hal ini disebabkan karena usus merupakan media yang sangat baik untuk pembentukan kista, sebab parasit ini dapat menular dari induk semang yang satu ke induk semang yang lain melalui kotoran atau feses ikan yang sakit kemudian tertelan oleh ikan yang sehat. Tabel 5. Jumlah total protozoa parasitik pada ikan mas dan ikan nila Habitat Ikan Mas Ikan Nila Kulit Insang Usus Total protozoa parasitik Dari hasil Tabel 5 diatas menunjukkan bahwa jumlah protozoa yang berada di kulit dan insang ikan mas relatif lebih banyak daripada ikan nila. Hal ini disebabkan karena daging, kulit dan insang pada ikan mas lebih mudah terinfeksi 17

29 oleh parasit. Jumlah protozoa yang ditemukan di usus ikan nila jauh lebih banyak dibanding ikan mas. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh faktor suhu, kualitas air, kepadatan ikan dan makanan yang kurang baik (Anonim, 2004). Dari keempat tabel diatas menunjukkan bahwa ikan yang terserang oleh parasit dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan pada kulit, insang dan usus. Hal ini ditandai dari gejala klinis masing-masing ikan (Anonim, 2004). Dengan adanya serangan parasit tersebut membawa dampak kerugian ekonomi yang cukup besar berupa kematian pada ikan, penurunan produksi ikan, kurangnya minat daya beli konsumen terhadap ikan yang sakit untuk dipelihara (Dana, 1990). Oleh karena itu, untuk membasmi parasit yang ada pada ikan tersebut, maka diperlukan usaha pencegahan secara lansung melalui sanitasi airnya dengan cara mendesinfeksi air tersebut dan membasmi sekaligus jamur dan bakteri, (Anonim, 1993). Infeksi parasit yang menyerang ikan air tawar biasanya berhubungan dengan lingkungan yang kurang baik, suhu dan saliitas yang tinggi sering menjadi lemahnya daya tahan tubuh pada ikan, sehingga ikan menjadi lebih mudah stress dan terinfeksi oleh penyakit. Stress dapat dikurangi dengan cara memberikan Vitamin C secara teratur melalui pakannya. Vitamin ini selain mengurangi stress pada ikan juga dapat meningkatkan daya tahan tubuh (Anonim, 1993). 18

30 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Jenis protozoa yang ditemukan pada ikan mas dan ikan nila yaitu jenis Trichodina sp, Myxosporidia sp dan Ichthyophthirius sp. 2. Protozoa yang paling banyak ditemukan di kulit ikan mas dan ikan nila adalah dari jenis Ichthyophthirius sp, sedangkan protozoa paling banyak ditemukan di usus adalah Myxosporidia sp. 3. Total protozoa parasitik paling banyak ditemukan pada ikan nila dibanding ikan mas. Saran 1. Mempelajari penyakit lain yang disebabkan protozoa pada ikan. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai protozoa parasitik sampai tingkat spesies untuk me ngetahui sifat patogen dari tiap protozoa parasitik. 3. Pemeriksaan rutin terhadap protozoa parasitik pada ikan air tawar. 19

31 DAFTAR PUSTAKA Anonim Petunjuk Pelaksanaan Penanggulangan Penyakit Ikan. Sumber Hayati. Ditjen Perikanan [24 September]. Anonim Pengawalan penyakit-penyakit pada ikan ternakan [1 Oktober 2007]. Anonim Osmoregulasi, Ikan Uji : Ikan nila dan Ikan mas. [28 September 2007]. Anonim Penyakit Ikan. [24 September 2007]. Chumchal, M Cyprinus carpio. Animal Diversity. http//animaldiversityumm2.umich.edu/site/account/information/cyprinus _ carpio. Dana, D Masalah Penyakit Parasit dan Bakteri Pada Ikan Air Tawar Serta Cara Penanggulangannya. Prosiding Seminar Nasional II Penyakit Ikan dan Udang. Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Farmer, JN The Protozoa Introduction to Protozoology. The C. C. Mosby Company. London.. Lingga, Pinus Ikan Mas Kolam Air Deras. Penebar Swadaya. Jakarta. Noe, J. G Sustained Growth of Ichthyophthirius multifiliis at Low Temperature in the Laboratory. The Journal of Parasitology, vol 81, No. 6, pp Pasaribu, F. H Patologi Dan Penyakit Ikan. PAU Bioteknologi Institut Pertanian Bogor. Saanin Taksonomi dan Kunci Identifikasi. Bina Cipta. Bogor Yuasa, K Panduan Diagnosa Penyakit Ikan. Balai Budidaya Air Tawar Jambi, Ditjen Perikanan Budidaya, DKP dan JICA. 20

32 lampiran 21

33 Lampiran 1. Hasil olahan data kulit pada ikan mas dan nila Descriptives MAS Total NILA Total % Confidence Interval Mean N Mean td. DeviatioStd. Errorower Boundpper Bound MinimumMaximum MAS NILA Test of Homogeneity of Variances Levene Statistic df1 df2 Sig Keterangan : 1.00 = Trichodina sp 2.00 = Myxosporidia sp 3.00 = Ichthyophthirius sp ANOVA MAS NILA Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Sum of Squares df Mean Square F Sig

34 Duncan a PROTO Sig. MAS Subset for alpha =.05 N Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = Duncan a PROTO Sig. NILA Subset for alpha =.05 N Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = Keterangan : 1.00 = Trichodina sp 2.00 = Myxosporidia sp 3.00 = Ichthyophthirius sp Lampiran 2. Hasil olahan data insang pada ikan mas dan nila MAS Total NILA Total Descriptives N Mean td. DeviatioStd. Errorower Boundpper Bound MinimumMaximum Keterangan : 1.00 = Trichodina sp 2.00 = Myxosporidia sp 3.00 = Ichthyophthirius sp % Confidence Interval Mean

35 Test of Homogeneity of Variances MAS NILA Levene Statistic df1 df2 Sig MAS NILA Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total ANOVA Sum of Squares df Mean Square F Sig Duncan a PROTO Sig. MAS Subset for alpha =.05 N Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = Duncan a PROTO Sig. NILA Subset for alpha =.05 N Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = Keterangan : 1.00 = Trichodina sp 2.00 = Myxosporidia sp 3.00 = Ichthyophthirius sp 24

36 Lampiran 3. Hasil olahan data usus pada ikan mas dan nila MAS NILA Total Total Descriptives 95% Confidence Interval for Mean N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum Keterangan : 1.00 = Trichodina sp 2.00 = Myxosporidia sp 3.00 = Ichthyophthirius sp Test of Homogeneity of Variances MAS NILA Levene Statistic df1 df2 Sig MAS NILA Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total ANOVA Sum of Squares df Mean Square F Sig Duncan a PROTO Sig. MAS Subset for alpha =.05 N Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size =

37 Duncan a PROTO Sig. NILA Subset for alpha =.05 N Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = Keterangan : 1.00 = Trichodina sp 2.00 = Myxosporidia sp 3.00 = Ichthyophthirius sp 26

IDENTIFIKASI PROTOZOA PARASITIK PADA KULIT, INSANG DAN USUS IKAN MAS (Cyprinus carpio) dan IKAN NILA (Oreochromis sp) DI PASAR EMPANG, BOGOR

IDENTIFIKASI PROTOZOA PARASITIK PADA KULIT, INSANG DAN USUS IKAN MAS (Cyprinus carpio) dan IKAN NILA (Oreochromis sp) DI PASAR EMPANG, BOGOR IDENTIFIKASI PROTOZOA PARASITIK PADA KULIT, INSANG DAN USUS IKAN MAS (Cyprinus carpio) dan IKAN NILA (Oreochromis sp) DI PASAR EMPANG, BOGOR HENDRO KARNO B04103090 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Lampiran 1: Data Sebelum Dan Sesudah Perlakuan. Kadar Glukosa Darah Puasa (mg%) Setelah Induksi Aloksan. Setelah Perlakuan

Lampiran 1: Data Sebelum Dan Sesudah Perlakuan. Kadar Glukosa Darah Puasa (mg%) Setelah Induksi Aloksan. Setelah Perlakuan Lampiran 1: Data Sebelum Dan Sesudah Perlakuan Kelompok Perlakuan (n = 4) Kadar Glukosa Darah Puasa (mg%) Setelah Induksi Aloksan Setelah Perlakuan Penurunan Persentase penurunan (%) I 211 51 160 75.83

Lebih terperinci

PROSEDUR PEMBUATAN INFUSA KULIT KAYU RAPAT (Parameria laevigata (Juss.) Moldenke)

PROSEDUR PEMBUATAN INFUSA KULIT KAYU RAPAT (Parameria laevigata (Juss.) Moldenke) 49 LAMPIRAN 1 PROSEDUR PEMBUATAN INFUSA KULIT KAYU RAPAT (Parameria laevigata (Juss.) Moldenke) Pembuatan dilakukan di Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha Bandung

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Test of Homogeneity of Variances. Menit ke Levene Statistic df1 df2 Sig

LAMPIRAN. Test of Homogeneity of Variances. Menit ke Levene Statistic df1 df2 Sig LAMPIRAN Lampiran 1 Uji Oneway ANOVA post hoc Duncan Perbandingan antar perlakuan (tanpa anestesi dan anetesi) pada sudut pandang laterolateral (LL) Oneway [DataSet3] G:\data\ajeng\input_LL (perbedaan

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 KONVERSI DOSIS

LAMPIRAN 1 KONVERSI DOSIS LAMPIRAN 1 KONVERSI DOSIS Berat rerata hewan coba yang digunakan dalam penelitian = 22 gram. A. Dosis Asetosal Dosis asetosal = 30 mg/100 g tikus (Wahjoedi, 1989) Konversi dari tikus 200 g untuk mencit

Lebih terperinci

Sel dihitung menggunakan kamar hitung Improved Neaubauer dengan metode perhitungan leukosit (4 bidang sedang) dibawah mikroskop cahaya.

Sel dihitung menggunakan kamar hitung Improved Neaubauer dengan metode perhitungan leukosit (4 bidang sedang) dibawah mikroskop cahaya. 59 LAMPIRAN 1 Penghitungan Jumlah Sel Sebelum Perlakuan Sel dihitung menggunakan kamar hitung Improved Neaubauer dengan metode perhitungan leukosit (4 bidang sedang) dibawah mikroskop cahaya. Hasil penghitungan

Lebih terperinci

Perhitungan dosis aloksan, glibenklamid, dan Ekstrak etanol buah mengkudu.

Perhitungan dosis aloksan, glibenklamid, dan Ekstrak etanol buah mengkudu. Lampiran 1 : Perhitungan dosis aloksan, glibenklamid, dan Ekstrak etanol buah mengkudu. 1. Dosis aloksan : Dosis aloksan pada tikus 120 mg/kgbb Pada tikus 200 g : = ( 200 g/1000 g ) x 120 mg/kgbb = 24

Lebih terperinci

Hari ke-1 Pembelian mencit dari FMIPA ITB Bandung. Hari ke-1 sampai ke-7 Aklitimasi/adaptasi mencit hingga mencapai usia dan berat ideal

Hari ke-1 Pembelian mencit dari FMIPA ITB Bandung. Hari ke-1 sampai ke-7 Aklitimasi/adaptasi mencit hingga mencapai usia dan berat ideal Lampiran 1: Rencana Kerja Penelitian Hari ke-1 Pembelian mencit dari FMIPA ITB Bandung Hari ke-1 sampai ke-7 Aklitimasi/adaptasi mencit hingga mencapai usia dan berat ideal Hari ke-8 Induksi aloksan untuk

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 PEMBUATAN EKSTRAK ETANOL BIJI PALA

LAMPIRAN 1 PEMBUATAN EKSTRAK ETANOL BIJI PALA LAMPIRAN 1 PEMBUATAN EKSTRAK ETANOL BIJI PALA Biji pala diperoleh dari Bogor karena dari penelitian yang dilakukan oleh jurusan Farmasi FMIPA ITB dengan menggunakan destilasi uap diketahui bahwa biji pala

Lebih terperinci

Cara perhitungan dosis ekstrak etanol Bawang Putih

Cara perhitungan dosis ekstrak etanol Bawang Putih Lampiran 1 Cara perhitungan dosis ekstrak etanol Bawang Putih Cara perhitungan dosis buah Bawang Putih Dosis buah bawang putih untuk manusia = 0,5g / kg BB Faktor konversi untuk manusia ke mencit 20g =

Lebih terperinci

MK Teknologi Pengendalian Dan Penanggulangan Penyakit Dalam Akuakultur

MK Teknologi Pengendalian Dan Penanggulangan Penyakit Dalam Akuakultur MK Teknologi Pengendalian Dan Penanggulangan Penyakit Dalam Akuakultur Jenis-jenis penyakit akibat mikroba: PROTOZOAN Program Alih Jenjang D4 Bidang Konsentrasi Akuakultur Penyakit Budidaya Perikanan akibat

Lebih terperinci

Perhitungan dosis ekstrak etanol buah mengkudu (EEBM) (Morinda citrifolia)

Perhitungan dosis ekstrak etanol buah mengkudu (EEBM) (Morinda citrifolia) 42 LAMPIRAN 1 PERHITUNGAN DOSIS Perhitungan dosis asetosal Dosis asetosal 30 mg /100 g BB tikus (Wahjoedi, Yun Astuti N., B. Nuratmi, 1997) Faktor konversi dari tikus yang beratnya ± 200 g ke mencit yang

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. Prosedur Kerja

LAMPIRAN 1. Prosedur Kerja LAMPIRAN 1 Prosedur Kerja Hewan coba yang digunakan adalah mencit Swiss Webster jantan dewasa berusia 6-8 minggu dengan berat badan 25-30 gram sebanyak 25 ekor. Hewan coba diperoleh dari Laboratorium Biologi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Dosis infusa rimpang kunyit yang dipakai pada percobaan sebelumnya untuk mencit = 7,8 mg / 0,5 ml (Joao M.C.Ximenes, 2010).

Lampiran 1. Dosis infusa rimpang kunyit yang dipakai pada percobaan sebelumnya untuk mencit = 7,8 mg / 0,5 ml (Joao M.C.Ximenes, 2010). Lampiran 1 Perhitungan Dosis Perhitungan Dosis Kunyit Dosis infusa rimpang kunyit yang dipakai pada percobaan sebelumnya untuk mencit = 7,8 mg / 0,5 ml (Joao M.C.Ximenes, 2010). Berat serbuk rimpang kunyit

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan mas menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan mas menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut: 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Mas (Cyprinus carpio) 2.1.1 Klasifikasi dan morfologi Klasifikasi ikan mas menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut: Spesies Kingdom : Animalia Filum : Chordata Class

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 Perhitungan Dosis Pembuatan Infusa Kulit Batang Angsana : Dosis Loperamid

LAMPIRAN 1 Perhitungan Dosis Pembuatan Infusa Kulit Batang Angsana : Dosis Loperamid LAMPIRAN 1 Perhitungan Dosis Kadar infus yang digunakan pada percobaan yaitu 10%, 20%, 30% Tikus 200 g 2 ml x 10% = 10 g/100 ml = 0,1 g/ml x 2 = 0,2 mg/ml Konversi tikus ke mencit = 0,14 Dosis 1 mencit

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 PERHITUNGAN DOSIS

LAMPIRAN 1 PERHITUNGAN DOSIS 54 LAMPIRAN 1 PERHITUNGAN DOSIS 1. Perhitungan Dosis Asetosal Dosis Asetosal untuk menimbulkan tukak pada tikus = 800 mg/kg BB (Soewarni Mansjoer, 1994) Berat badan rata-rata tikus = ± 150 gram Dosis Asetosal

Lebih terperinci

Lampiran 1 Jaringan Kolon Mencit Kelompok Kontrol Negatif

Lampiran 1 Jaringan Kolon Mencit Kelompok Kontrol Negatif 56 Lampiran 1 Jaringan Kolon Mencit Kelompok Kontrol Negatif Mukosa normal (perbesaran objektif 4x) Dinding normal(perbesaran objektif 10x) Sel Goblet (+)(perbesaran objektif 40x) 57 Lampiran 2 Jaringan

Lebih terperinci

Tabel. Pengamatan Jumlah Mortalitas Larva Instar III Plutella xylostella Hama yang diinfeksikan. Persentase Mortalitas (%)Pengamatan ke-

Tabel. Pengamatan Jumlah Mortalitas Larva Instar III Plutella xylostella Hama yang diinfeksikan. Persentase Mortalitas (%)Pengamatan ke- LAMPIRAN 1. Data Pengaruh Pemberian Larutan Pestisida Nabati Perasan Daun Kayu Kuning (Arcangelisia flava L.) terhadap Mortalitas Hama Plutella xylostella pada Tanaman Sawi (Brassica juncea L.) Tabel.

Lebih terperinci

Lampiran Universitas Kristen Maranatha

Lampiran Universitas Kristen Maranatha Lampiran 1 Cara Pembuatan Ekstrak Etanol Biji Mahoni 1. Biji mahoni yang sudah dikupas kemudian dikeringkan dan digiling hingga halus. 2. Serbuk simplisia tersebut di bungkus dengan kain kasa dan dimasukkan

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH KULIAH LINGKUNGAN BISNIS. Oleh: Nama : Fandhi Achmad Permana NIM : Kelas : 11-S1TI-11 Judul : Bisnis Budidaya Ikan Nila

KARYA ILMIAH KULIAH LINGKUNGAN BISNIS. Oleh: Nama : Fandhi Achmad Permana NIM : Kelas : 11-S1TI-11 Judul : Bisnis Budidaya Ikan Nila KARYA ILMIAH KULIAH LINGKUNGAN BISNIS Oleh: Nama : Fandhi Achmad Permana NIM : 11.11.5412 Kelas : 11-S1TI-11 Judul : Bisnis Budidaya Ikan Nila STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2011 / 2012 BISNIS BUDIDAYA IKAN NILA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pada tahun Ikan nila merupakan ikan konsumsi air tawar yang diminati oleh

I. PENDAHULUAN. pada tahun Ikan nila merupakan ikan konsumsi air tawar yang diminati oleh 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan nila (Oreochromis niloticus L.) adalah ikan yang hidup di air tawar dan berasal dari Sungai Nil dan danau-danau sekitarnya. Ikan nila mulai didatangkan ke Bogor

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perubahan bobot tubuh ikan selais (Ompok hypopthalmus) pada setiap perlakuan selama penelitian

Lampiran 1. Perubahan bobot tubuh ikan selais (Ompok hypopthalmus) pada setiap perlakuan selama penelitian Lampiran 1. Perubahan bobot tubuh ikan selais (Ompok hypopthalmus) pada setiap perlakuan selama penelitian P1 P2 bobot rata-rata tubuh ikan (g) awal akhir minggu minggu minggu Ulangan (minggu (minggu ke-4

Lebih terperinci

LAMPIRAN I SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN UNTUK IKUT SERTA DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT)

LAMPIRAN I SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN UNTUK IKUT SERTA DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT) LAMPIRAN I SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN UNTUK IKUT SERTA DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT) Yang bertanda tangan di bawah ini, Nama lengkap : Tgl lahir : NRP : Alamat : Menyatakan bersedia dan tidak berkeberatan

Lebih terperinci

LAMPIRAN A. HASIL STANDARISASI SPESIFIK EKSTRAK TEH (Camellia sinensis Linn.) 1 5,40 2 5,42 3 5,42 x ± SD 5,41 ± 0,01.

LAMPIRAN A. HASIL STANDARISASI SPESIFIK EKSTRAK TEH (Camellia sinensis Linn.) 1 5,40 2 5,42 3 5,42 x ± SD 5,41 ± 0,01. LAMPIRAN A HASIL STANDARISASI SPESIFIK EKSTRAK TEH (Camellia sinensis Linn.) 1. Hasil Perhitungan ph Replikasi ph 1 5,40 2 5,42 3 5,42 x ± SD 5,41 ± 0,01 2. Hasil Perhitungan Kadar Sari Larut Air Replikasi

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 PEMBUATAN EKSTRAK ETANOL BIJI PALA

LAMPIRAN 1 PEMBUATAN EKSTRAK ETANOL BIJI PALA LAMPIRAN 1 PEMBUATAN EKSTRAK ETANOL BIJI PALA Biji pala yng digunakan pada penelitian diperoleh dari Bogor karena berdasarkan penelitian jurusan Farmasi FMIPA ITB dengan destilasi uap diketahui bahwa biji

Lebih terperinci

Lampiran 1 Lembar Persetujuan Komisi Etik

Lampiran 1 Lembar Persetujuan Komisi Etik 59 Lampiran 1 Lembar Persetujuan Komisi Etik 59 60 Lampiran 2 Perhitungan Dosis Ekstrak Etanol Coklat Hitam, Fluoxetin 1. Dosis Ekstrak Etanol Coklat Hitam Dosis coklat hitam untuk manusia adalah 85 gram

Lebih terperinci

KONVERSI DOSIS. Berat rerata hewan coba yang digunakan dalam penelitian = 22.5 gram. Dosis Asetosal = 30 mg/100 g tikus ( Wahjoedi, 1989)

KONVERSI DOSIS. Berat rerata hewan coba yang digunakan dalam penelitian = 22.5 gram. Dosis Asetosal = 30 mg/100 g tikus ( Wahjoedi, 1989) LAMPIRAN 1 KONVERSI DOSIS Berat rerata hewan coba yang digunakan dalam penelitian = 22.5 gram A. Dosis Asetosal Dosis Asetosal = 30 mg/100 g tikus ( Wahjoedi, 1989) Konversi dari tikus 200 g untuk mencit

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 Perhitungan Dosis Bahan Uji Dan Pembanding. x = g/kgbb/hr

LAMPIRAN 1 Perhitungan Dosis Bahan Uji Dan Pembanding. x = g/kgbb/hr LAMPIRAN 1 Perhitungan Dosis Bahan Uji Dan Pembanding Dosis buah belimbing wuluh sebagai penurun kolesterol total untuk manusia 2 buah belimbing wuluh segar dijus dan diminum 3 kali sehari (BPOM, 2006).

Lebih terperinci

HAMA DAN PENYAKIT IKAN

HAMA DAN PENYAKIT IKAN HAMA DAN PENYAKIT IKAN I. MENCEGAH HAMA DAN PENYAKIT IKAN Hama dan penyakit ikan dapat dibedakan berdasarkan penyerangan yaitu hama umumnya jenis organisme pemangsa (predator) dengan ukuran tubuh lebih

Lebih terperinci

Lampiran 1 dari Kulit Udang serta Transformasi Kitin menjadi Kitosan 1. Gambar Persiapan Bahan

Lampiran 1 dari Kulit Udang serta Transformasi Kitin menjadi Kitosan 1. Gambar Persiapan Bahan 55 Lampiran 1 Proses Isolasi Kitin dari Kulit Udang serta Transformasi Kitin menjadi Kitosan 1. Gambar Persiapan Bahan kulit udang setelah dikeringkan Penghalusan kulit udang Pengayakann dengan ukuran

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 FIKSASI JARINGAN

LAMPIRAN 1 FIKSASI JARINGAN LAMPIRAN 1 FIKSASI JARINGAN Cara Melakukan Fiksasi Jaringan : - Sebelum melakukan biopsi harus disiapkan botol yang mempunyai mulut lebar yang telah diisi oleh cairan fiksasi. - Cairan yang diperlukan

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 PERHITUNGAN DOSIS. Perhitungan dosis pembanding (Andriol)

LAMPIRAN 1 PERHITUNGAN DOSIS. Perhitungan dosis pembanding (Andriol) LAMPIRAN 1 PERHITUNGAN DOSIS Perhitungan dosis pembanding (Andriol) Kandungan Andriol (1 kaplet/tablet)= 40 mg Faktor konversi dari dosis manusia (80 mg/70 kg BB) ke dosis mencit yang beratnya 20 g adalah

Lebih terperinci

LAMPIRAN I SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN UNTUK IKUT SERTA DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT)

LAMPIRAN I SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN UNTUK IKUT SERTA DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT) LAMPIRAN I SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN UNTUK IKUT SERTA DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT) Yang bertanda tangan di bawah ini, Nama lengkap : Tgl lahir : NRP : Alamat : Menyatakan bersedia dan tidak berkeberatan

Lebih terperinci

Pembuatan Ekstrak Menggunakan Pelarut Organik

Pembuatan Ekstrak Menggunakan Pelarut Organik 60 LAMPIRAN 1 PERHITUNGAN DOSIS Pembuatan Simplisia Kering Akar Pasak Bumi Iris atau rajang bahan baku (akar Pasak Bumi) dengan ketebalan 1 2 cm kemudian masukkan ke dalam oven dengan suhu 500 selama 2

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Identifikasi Parasit Jenis parasit yang ditemukan adalah Trichodina (Gambar 2), Chilodonella (Gambar 3), Dactylogyrus (Gambar 4), Gyrodactylus (Gambar 5), dan

Lebih terperinci

Perhitungan Dosis Bahan Uji Dan Pembanding

Perhitungan Dosis Bahan Uji Dan Pembanding LAMPIRAN 1 Perhitungan Dosis Bahan Uji Dan Pembanding Dosis buah belimbing wuluh sebagai penurun trigliserida untuk manusia 2 buah belimbing wuluh segar dijus dan diminum 3 kali sehari (BPOM, 2006). 2

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan Dosis Phenylephrine. Phenylephrine dosis mencit 25 gr. = 0,5 x 0,14. = 0,07 mg / 25 gram mencit

Lampiran 1. Perhitungan Dosis Phenylephrine. Phenylephrine dosis mencit 25 gr. = 0,5 x 0,14. = 0,07 mg / 25 gram mencit Lampiran 1. Perhitungan Dosis Phenylephrine Phenylephrine dosis tikus Phenylephrine dosis tikus 250 gr Phenylephrine dosis mencit 25 gr = 2 mg / kg = 0,5 mg = dosis 250 gram tikus x faktor konversi = 0,5

Lebih terperinci

Keterangan : E = L 2 + a 2 + b 2 E = intensitas warna L, a, b = dapat dilihat dari hasil pengukuran menggunakan chromameter

Keterangan : E = L 2 + a 2 + b 2 E = intensitas warna L, a, b = dapat dilihat dari hasil pengukuran menggunakan chromameter 7. LAMPIRAN Lampiran 1. Perhitungan Nilai Intensitas Warna Rumus : Keterangan : E = L 2 + a 2 + b 2 E = intensitas warna L, a, b = dapat dilihat dari hasil pengukuran menggunakan chromameter Tepung tempe

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Ikan mas tergolong dalam jenis ikan air tawar. Ikan mas terkadang juga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Ikan mas tergolong dalam jenis ikan air tawar. Ikan mas terkadang juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ikan mas tergolong dalam jenis ikan air tawar. Ikan mas terkadang juga dapat ditemukan pada perairan payau atau muara sungai. Ikan mas tergolong jenis omnivora

Lebih terperinci

DAFTAR LAMPIRAN. Lampiran 1. Alur prosedur kerja

DAFTAR LAMPIRAN. Lampiran 1. Alur prosedur kerja DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Alur prosedur kerja Hewan coba yang digunakan adalah mencit putih jantan berumur 8-10 minggu galur Swiss Webster sebanyak 25 ekor dengan berat badan 20-25 mg. Hewan coba diperoleh

Lebih terperinci

LAMPIRAN A DETERMINASI BUAH NAGA MERAH (HYLOCEREUS POLYRHIZUS)

LAMPIRAN A DETERMINASI BUAH NAGA MERAH (HYLOCEREUS POLYRHIZUS) LAMPIRAN A DETERMINASI BUAH NAGA MERAH (HYLOCEREUS POLYRHIZUS) 95 LAMPIRAN B SERTIFIKASI TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR 96 LAMPIRAN C HASIL PERHITUNGAN KLT Hasil Perhitungan Harga Rf pada pemeriksaan

Lebih terperinci

LAMPIRAN Lampiran 1 PERSIAPAN PENELITIAN. A. Persiapan Hewan Coba

LAMPIRAN Lampiran 1 PERSIAPAN PENELITIAN. A. Persiapan Hewan Coba LAMPIRAN Lampiran 1 PERSIAPAN PENELITIAN A. Persiapan Hewan Coba Hewan coba yang digunakan adalah 25 ekor mencit jantan galur Swiss Webster berumur delapan minggu dengan berat badan 20 25 g, diperoleh

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 Perhitungan Dosis Bahan Uji dan Pembanding

LAMPIRAN 1 Perhitungan Dosis Bahan Uji dan Pembanding LAMPIRAN 1 Perhitungan Dosis Bahan Uji dan Pembanding Dosis buah belimbing wuluh sebagai penurun berat badan untuk manusia 2 buah belimbing wuluh segar dijus dan diminum 3 kali sehari (BPOM, 2006). 2 buah

Lebih terperinci

Lampiran 1 : Perhitungan Dosis

Lampiran 1 : Perhitungan Dosis Lampiran 1 : Perhitungan Dosis Perhitungan dosis infusa kulit jengkol (IKJ) Penelitian yang dilakukan menggunakan variabel dosis IKJ 10%, 20%, 40% dan 80%. Pembuatan dosis IKJ 10% dibuat dengan prosedur

Lebih terperinci

Lampiran 2. Metode Analisa Kimiawi. 2.1 Uji Kadar Air 35

Lampiran 2. Metode Analisa Kimiawi. 2.1 Uji Kadar Air 35 Lampiran 2. Metode Analisa Kimiawi 2.1 Uji Kadar Air Sampel yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 35 3 gram dalam cawan porselin yang telah diketahui berat konstannya. Lalu sampel dikeringkan dalam

Lebih terperinci

Lampiran 1 : Pembuatan Infusa daun Sirih (IDS)

Lampiran 1 : Pembuatan Infusa daun Sirih (IDS) Lampiran 1 : Pembuatan Infusa daun Sirih (IDS) Penelitian ini menggunakan dosis dengan dasar penelitian Vivin K (2008) yang menggunakan ekstrak daun sirih dengan dosis 0,01% sampai 0,1%. Diketahui : 240

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. Perhitungan Dosis. x 60 gr = 0,6539 gr

LAMPIRAN 1. Perhitungan Dosis. x 60 gr = 0,6539 gr LAMPIRAN 1 Perhitungan Dosis 1. Penghitungan Dosis Bawang Merah Dosis bawang merah untuk manusia 70kg = 60 gr Bawang merah segar sebesar 4.730g dibuat menjadi 51,5501g ekstrak etanol bawang merah. x 60

Lebih terperinci

Perhitungan Dosis Ekstrak Etanol Daun Papaya (EEDP)

Perhitungan Dosis Ekstrak Etanol Daun Papaya (EEDP) Lampiran 1 Perhitungan dosis dan Proses Ektraksi Daun pepaya Perhitungan Dosis Ekstrak Etanol Daun Papaya (EEDP) Dosis daun papaya sebagai antidiare untuk manusia dengan berat badan 70 kg adalah 1 lembar

Lebih terperinci

Mencit yang dipilih adalah mencit yang berumur 2-3 bulan dengan berat. rata-rata g dan dipelihara di Labaratorium Biokimia Fakultas

Mencit yang dipilih adalah mencit yang berumur 2-3 bulan dengan berat. rata-rata g dan dipelihara di Labaratorium Biokimia Fakultas a. Pemeliharaan hewan coba Mencit yang dipilih adalah mencit yang berumur 2-3 bulan dengan berat rata-rata 20-30 g dan dipelihara di Labaratorium Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Kandang

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1 Komisi Etik Penelitian

LAMPIRAN. Lampiran 1 Komisi Etik Penelitian LAMPIRAN Lampiran 1 Komisi Etik Penelitian 37 38 Lampiran 2 PERSIAPAN PENELITIAN A. Persiapan hewan coba Hewan coba yang digunakan adalah mencit galur Swiss Webster jantan dewasa berumur 6-8 minggu dengan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Surat Hasil Identifikasi Tumbuhan

Lampiran 1. Surat Hasil Identifikasi Tumbuhan Lampiran 1. Surat Hasil Identifikasi Tumbuhan Lampiran 2. Tumbuhan rumput laut merah Kappaphycus alvarezii Lampiran 3. Gambar Simplisia dan Serbuk Kasar Simplisia Rumput Laut Merah Kappaphycus alvarezii

Lebih terperinci

Lampiran 2. Skema tata letak akuarium perlakuan T

Lampiran 2. Skema tata letak akuarium perlakuan T LAMPIRAN 17 Lampiran 1. Pembuatan perlakuan untuk 1000 gram 1. Pakan komersil dihaluskan hingga menjadi tepung (bubuk) 2. Bahan uji sebanyak 30% dari total (300 gram) dicampurkan ke dalam 680 gram komersil

Lebih terperinci

Uji Organoleptik Ikan Mujair

Uji Organoleptik Ikan Mujair Uji Organoleptik Ikan Mujair Bahan Mentah OLEH : PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN SEKOLAH TINGGI PERIKANAN JAKARTA I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mutu atau nilai-nilai tertentu yang

Lebih terperinci

Lampiran I. Diagram Pembuatan Tepung Limbang Udang Terfermentasi. Limbah udang (kulit) 1000 gram. Dibersihkan dari benda asing

Lampiran I. Diagram Pembuatan Tepung Limbang Udang Terfermentasi. Limbah udang (kulit) 1000 gram. Dibersihkan dari benda asing 78 Lampiran I. Diagram Pembuatan Tepung Limbang Udang Terfermentasi Limbah udang (kulit) 1000 gram Dibersihkan dari benda asing Direndam dengan Filtrat Abu Air Sekam (FAAS) selama 48 jam Dikukus selama

Lebih terperinci

LAMPIRAN A SURAT DETERMINASI TANAMAN MONDOKAKI

LAMPIRAN A SURAT DETERMINASI TANAMAN MONDOKAKI LAMPIRAN A SURAT DETERMINASI TANAMAN MONDOKAKI 85 LAMPIRAN B SERTIFIKAT ANALISIS ETANOL 96% 86 LAMPIRAN C HASIL PEMERIKSAAN STANDARISASI PARAMETER NON SPESIFIK SIMPLISIA DAUN MONDOKAKI A. Perhitungan randemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara maritim dengan luas perairan sekitar 5,8 juta

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara maritim dengan luas perairan sekitar 5,8 juta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim dengan luas perairan sekitar 5,8 juta km 2, sehingga memiliki potensi perikanan baik laut maupun tawar (Anonimous, 2010). Permintaan

Lebih terperinci

LAMPIRAN II HASIL PERHITUNGAN KONVERSI DOSIS

LAMPIRAN II HASIL PERHITUNGAN KONVERSI DOSIS LAMPIRAN 1 61 LAMPIRAN II HASIL PERHITUNGAN KONVERSI DOSIS 1. Larutan Glibenklamid Dosis manusia untuk Glibenklamid sebesar 5 mg dan konversi dosis dari manusia ke mencit = 0,0026 (Sunthornsaj N,et al,

Lebih terperinci

Daftar Komposisi Buah dan Sayur (per 100 gram)

Daftar Komposisi Buah dan Sayur (per 100 gram) 7. LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Komposisi Buah dan Sayur Daftar Komposisi Buah dan Sayur (per 100 gram) Nutrisi Melon Mangga Wortel Labu Kuning Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil Skrining Fitokimia Kecombrang (Etlingera elatior Jack R. M. Sm) tanin dan triterpenoid/steroid, dapat dilihat pada Tabel 1.

Lampiran 1. Hasil Skrining Fitokimia Kecombrang (Etlingera elatior Jack R. M. Sm) tanin dan triterpenoid/steroid, dapat dilihat pada Tabel 1. Lampiran 1. Hasil Skrining Fitokimia Kecombrang (Etlingera elatior Jack R. M. Sm) Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia dan ekstrak etanol bunga kecombrang dijumpai adanya alkaloida, glikosida, antrakinon,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Lele dumbo merupakan ikan hasil perkawinan silang antara induk betina lele Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kode etik penelitian

Lampiran 1. Kode etik penelitian Lampiran 1. Kode etik penelitian 38 Lampiran 2. Skema Penelitian 1. Pembuatan Seduhan Teh Hijau dan Teh Hitam Ditimbang teh hijau dan teh hitam sebanyak 1750 /kg, 3500 /kg dan 7000 /kg Seduhan teh dosis1750

Lebih terperinci

DENY HERMAWAN. SKRIPSI sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan

DENY HERMAWAN. SKRIPSI sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan ii EFEKTIFITAS EKSTRAK SAMBILOTO (Andrographis paniculata Nees) DENGAN PELARUT AIR HANGAT TANPA EVAPORASI DAN KAJIAN DIFFERENSIAL LEUKOSIT PADA AYAM YANG DIINFEKSI DENGAN Eimeria tenella DENY HERMAWAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ikan bawal air tawar (Colossoma macopomum) merupakan ikan yang

BAB I PENDAHULUAN. Ikan bawal air tawar (Colossoma macopomum) merupakan ikan yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sudah dikenal memiliki kekayaan sumberdaya perikanan yang cukup besar. Ada beragam jenis ikan yang hidup di air tawar maupun air laut. Menurut Khairuman

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 02-6730.2-2002 Standar Nasional Indonesia Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock) Prakata Standar induk kodok lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok disusun

Lebih terperinci

Budidaya Nila Merah. Written by admin Tuesday, 08 March 2011 10:22

Budidaya Nila Merah. Written by admin Tuesday, 08 March 2011 10:22 Dikenal sebagai nila merah taiwan atau hibrid antara 0. homorum dengan 0. mossombicus yang diberi nama ikan nila merah florida. Ada yang menduga bahwa nila merah merupakan mutan dari ikan mujair. Ikan

Lebih terperinci

LAMPIRAN A HASIL STANDARISASI SPESIFIK EKSTRAK

LAMPIRAN A HASIL STANDARISASI SPESIFIK EKSTRAK LAMPIRAN A HASIL STANDARISASI SPESIFIK EKSTRAK 1. Hasil Perhitungan Kadar sari larut air Replikasi Berat ekstrak (g) Berat cawan kosong (g) Berat cawan + ekstrak setelah pemanasan % kadar sari larut air

Lebih terperinci

Perlakuan Lama Waktu 2 minggu. 4 Minggu. Ket: (I). Inti, (S).Sinusoid. Ket: (I). Inti, (L).Lemak. Ket: (I). Inti, (S).Sinusoid

Perlakuan Lama Waktu 2 minggu. 4 Minggu. Ket: (I). Inti, (S).Sinusoid. Ket: (I). Inti, (L).Lemak. Ket: (I). Inti, (S).Sinusoid LAMPIRAN Lampiran 1. Gambar Histologi Preparat Jaringan Hati Tikus Putih (Rattus norvegicus) pada luasan sel 25 µm dengan menggunakan mikroskop cahaya perbesaran 10 x 10. Perlakuan Lama Waktu 2 Kontrol

Lebih terperinci

Lampiran 1 Analisis BiayaBubuk Instan Ekstrak Ikan GabusPer Resep

Lampiran 1 Analisis BiayaBubuk Instan Ekstrak Ikan GabusPer Resep Lampiran 1 Analisis BiayaBubuk Instan Ekstrak Ikan GabusPer Resep Biaya Produksi dengan Konsentrasi Penambahan Jahe dan Bawang Putih Perlakuan 0 Bahan Berat Bersih Harga Satuan Harga Total Ikan gabus 250

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.47/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA MERAH NILASA

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.47/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA MERAH NILASA KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.47/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA MERAH NILASA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Lampiran I. Diagram Pembuatan Tepung Kaki Ayam Broiler. Kaki Ayam Broiler. Direbus pada suhu 80 0 C selama 60 menit. Dioven pada suhu 40 0 C

Lampiran I. Diagram Pembuatan Tepung Kaki Ayam Broiler. Kaki Ayam Broiler. Direbus pada suhu 80 0 C selama 60 menit. Dioven pada suhu 40 0 C 70 Lampiran I. Diagram Pembuatan Tepung Kaki Ayam Broiler Kaki Ayam Broiler Direbus pada suhu 80 0 C selama 60 menit Tulang dan daging dipisahkan untk mempermudah pengeringan Dioven pada suhu 40 0 C Penggilingan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA SALINA

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA SALINA KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA SALINA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

LATIHAN SPSS I. A. Entri Data

LATIHAN SPSS I. A. Entri Data A. Entri Data LATIHAN SPSS I Variabel Name Label Type Nama Nama Mahasiswa String NIM Nomor Induk Mahasiswa String JK Numeris 1. 2. TglLahir Tanggal Lahir Date da Daerah Asal Numeris 1. Perkotaan 2. Pinggiran

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil identifikasi daun poguntano (Picria fel-terrae Lour.)

Lampiran 1. Hasil identifikasi daun poguntano (Picria fel-terrae Lour.) Lampiran 1. Hasil identifikasi daun poguntano (Picria fel-terrae Lour.) 114 Lampiran 2 Simplisia daun poguntano (Picria fel-terrae Lour.) A a b Keterangan: a. Gambar daun poguntano b. Gambar simplisia

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data Hasil Pengamatan Biji Kenari. A. Data Hasil Pengamatan Presentase Jumlah Kecambah Yang Dihitung Pada Hari Ke- 14 Setelah Tanam (hst)

Lampiran 1. Data Hasil Pengamatan Biji Kenari. A. Data Hasil Pengamatan Presentase Jumlah Kecambah Yang Dihitung Pada Hari Ke- 14 Setelah Tanam (hst) Lampiran 1. Data Hasil Pengamatan Biji Kenari A. Data Hasil Pengamatan Presentase Jumlah Kecambah Yang Dihitung Pada Hari Ke- 14 Setelah Tanam (hst) Konsentrasi (%) Lama perendaman (jam) Ulangan Total

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 PERHITUNGAN DOSIS

LAMPIRAN 1 PERHITUNGAN DOSIS LAMPIRAN 1 PERHITUNGAN DOSIS Berdasarkan jurnal A Dose-Response Study on the Effects of Purified Lycopene Supplementation on Biomarkers of Oxidative Stress, disebutkan bahwa dosis likopen 30 mg/hari pada

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Cases. VolumeUdem KontrolNegatif % 0.0% % VolumeUdem KontrolNegatif Mean % Confidence Interval for Mean

LAMPIRAN. Cases. VolumeUdem KontrolNegatif % 0.0% % VolumeUdem KontrolNegatif Mean % Confidence Interval for Mean LAMPIRAN Lampiran 1. Interpretasi hasil SPSS Case Processing Summary Cases Kelompok Perlakuan Valid Missing Total N Percent N Percent N Percent VolumeUdem KontrolNegatif 13 100.0% 0.0% 13 100.0% Pembanding

Lebih terperinci

Jawaban Tes Praktikum Pengolahan Data Diklat Metode Penelitian Percobaan dan Pengolahan Data

Jawaban Tes Praktikum Pengolahan Data Diklat Metode Penelitian Percobaan dan Pengolahan Data Jawaban Tes Praktikum Pengolahan Data Diklat Metode Penelitian Percobaan dan Pengolahan Data Peneliti di sebuah pabrik pembuatan genteng bermaksud mencari bahan dan suhu pemanasan optimal dalam produksi

Lebih terperinci

Dosis 1 : 0,02g/0,25cc aquadestper ekor mencit 1 dosis manusia Dosis 2 : 0,02 g x 5 = 0,1 g/0,25 cc aquadest per ekor mencit 5 dosis

Dosis 1 : 0,02g/0,25cc aquadestper ekor mencit 1 dosis manusia Dosis 2 : 0,02 g x 5 = 0,1 g/0,25 cc aquadest per ekor mencit 5 dosis LAMPIRAN 1 Perhitungan Dosis Daun Salam Berat 50 lembar daun salam segar = 60 g Berat 50 lembar daun salam kering = 20,75 g Penggunaan empiris daun salam pada manusia sebagai antidiare: ~ 20 lembar= 8,3g

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. Prosedur Kerja

LAMPIRAN 1. Prosedur Kerja LAMPIRAN 1 Prosedur Kerja Hewan coba yang digunakan adalah mencit Swiss Webster jantan dewasa berusia 6 8 minggu dengan berat badan 25 30 gram sebanyak 25 ekor. Hewan coba diperoleh dari Sekolah Ilmu dan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Penghitungan Dosis Ekstrak dan Fraksi Teripang Phyllophorus sp.

Lampiran 1. Penghitungan Dosis Ekstrak dan Fraksi Teripang Phyllophorus sp. Lampiran 1. Penghitungan Dosis Ekstrak dan Fraksi Teripang Phyllophorus sp. Menurut Dick, et al., (2010) tiap 1 gr berat basah teripang setara dengan 0,025-0,04 mg glikosida triterpen dengan kadar air

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Klasifikasi lele masamo SNI (2000), adalah : Kingdom : Animalia Phylum: Chordata Subphylum: Vertebrata Class : Pisces

Lebih terperinci

Lampiran 1. Surat keterangan sampel

Lampiran 1. Surat keterangan sampel Lampiran 1. Surat keterangan sampel 70 Lampiran 2. Hasil identifikasi sampel penelitian 71 Lampiran 3. Gambar Karakteristik Tumbuhan Temu Giring Tumbuhan Temu Giring 72 Lampiran 3. (lanjutan) Rimpang Temu

Lebih terperinci

Lampiran 1 Perhitungan konsentrasi Perhitungan temephos 1 ppm

Lampiran 1 Perhitungan konsentrasi Perhitungan temephos 1 ppm Lampiran 1 Perhitungan konsentrasi: Konsentrasi 1 ppm = 1000 mg didalam 1.000.000 ml akuades. = 1 mg didalam 1.000 ml akuades. Konsentrasi 1100 ppm = 1100 mg / 1000 ml akuades. Konsentrasi 1300 ppm = 1300

Lebih terperinci

LAMPIRAN LAMPIRAN 1 GAMBAR PENELITIAN

LAMPIRAN LAMPIRAN 1 GAMBAR PENELITIAN LAMPIRAN LAMPIRAN 1 GAMBAR PENELITIAN Tikus Jantan Galur Wistar Tikus diberi makan pelet standar Pakan Tinggi Kolesterol Mortir + stamfer 38 39 Buah Belimbing Wuluh Juicer Tikus dipanaskan Pengambilan

Lebih terperinci

STANDAR NATIONAL INDONESIA TAHU

STANDAR NATIONAL INDONESIA TAHU Lampiran 1. SNI Tahu STANDAR NATIONAL INDONESIA 01-3142-1998 TAHU Definisi : Tahu adalah suatu produk makanan berupa padatan lunak yang dibuat melalui proses pengolahan kedelai (Glycine species) dengan

Lebih terperinci

RESPON TANGGAP KEBAL IKAN MAS Cyprinus carpio TERHADAP VAKSIN KOI HERPESVIRUS YANG DIBERIKAN MELALUI INJEKSI DENGAN DOSIS BERBEDA EUIS LAELAWATI

RESPON TANGGAP KEBAL IKAN MAS Cyprinus carpio TERHADAP VAKSIN KOI HERPESVIRUS YANG DIBERIKAN MELALUI INJEKSI DENGAN DOSIS BERBEDA EUIS LAELAWATI RESPON TANGGAP KEBAL IKAN MAS Cyprinus carpio TERHADAP VAKSIN KOI HERPESVIRUS YANG DIBERIKAN MELALUI INJEKSI DENGAN DOSIS BERBEDA EUIS LAELAWATI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS

Lebih terperinci

Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan

Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan Lampiran 2. Gambar Talus Rumput Laut Sargassum ilicifolim (Turner) C. Agardh 1 2 3 Makroskopik Tumbuhan Segar Rumput Laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh Keterangan:

Lebih terperinci

Lampiran 1 Identifikasi Tumbuhan

Lampiran 1 Identifikasi Tumbuhan Lampiran 1 Identifikasi Tumbuhan Lampiran 2 Karakteristik Tumbuhan Temu Giring Tumbuhan Temu giring Rimpang Temu Giring Simplisia Rimpang Temu Giring Lampiran 2 (sambungan) 1 2 3 4 5 6 Mikroskopik serbuk

Lebih terperinci

Lampiran 1: Konversi perhitungan dosis antar jenis hewan. Marmot. Kelinci. 400 g. 1,5 kg 1,0 7,0 12,25 27,8 64,1 124,3 387,9

Lampiran 1: Konversi perhitungan dosis antar jenis hewan. Marmot. Kelinci. 400 g. 1,5 kg 1,0 7,0 12,25 27,8 64,1 124,3 387,9 Lampiran 1: Konversi perhitungan dosis antar jenis hewan Mencit Tikus Marmot Kelinci Kera Anjing Manusia 20 g 200 g 400 g 1,5 kg 4 kg 12 kg 70 kg Mencit 1,0 7,0 12,25 27,8 64,1 124,3 387,9 20 g Tikus 0,14

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berjalannya waktu. Hal ini merupakan pertanda baik khususnya untuk

BAB I PENDAHULUAN. berjalannya waktu. Hal ini merupakan pertanda baik khususnya untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesadaran masyarakat akan konsumsi ikan meningkat seiring dengan berjalannya waktu. Hal ini merupakan pertanda baik khususnya untuk masyarakat Indonesia karena

Lebih terperinci

PENENTUAN PERSAMAAN GARIS REGRESI DARI KURVA LARUTAN STANDAR Cu. Tabel 7. Perhitungan mencari persamaan garis regresi larutan standar Cu

PENENTUAN PERSAMAAN GARIS REGRESI DARI KURVA LARUTAN STANDAR Cu. Tabel 7. Perhitungan mencari persamaan garis regresi larutan standar Cu LAMPIRAN LAMPIRAN 1 PENENTUAN PERSAMAAN GARIS REGRESI DARI KURVA LARUTAN STANDAR Cu Tabel 7. Perhitungan mencari persamaan garis regresi larutan standar Cu No X Y X 2 Y 2 XY 1 0,05 0,0009 0,0025 0,00000081

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : Yogyakarta masih berada pada level physiological needs dengan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : Yogyakarta masih berada pada level physiological needs dengan 32 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan Studi Mengenai Hubungan Motivasi Kerja Dan Waktu Kerja Tukang Pada Proyek Konstruksi, dapat diambil kesimpulan

Lebih terperinci

Lampiran 2. Perhitungan Kadar Serat dan Zat Besi Pada Cookies

Lampiran 2. Perhitungan Kadar Serat dan Zat Besi Pada Cookies Lampiran 2. Perhitungan Kadar Serat dan Zat Besi Pada Cookies Kadungan serat pada cookies cookies dengan substitusi tepung beras merah 60% sebanyak 1,49 g/100 g atau 0,0149g/g Angka kecukupan gizi serat

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data Iklim Kabupaten Bima

Lampiran 1. Data Iklim Kabupaten Bima LAMPIRAN 75 Lampiran 1. Data Iklim Kabupaten Bima 76 Lanjutan Lampiran 1 77 Lanjutan Lampiran 1 78 Lanjutan Lampiran 1 79 80 Lanjutan Lampiran 1 Prakiraan Curah Hujan Bulan Agustus Oktober Tahun 2011 81

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan nila (Oreochromis niloticus) adalah ikan air tawar yang banyak dibudidayakan di Indonesia dan merupakan ikan budidaya yang menjadi salah satu komoditas ekspor.

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 Perhitungan Dosis Ekstrak Air Daun Stroberi (EADS)

LAMPIRAN 1 Perhitungan Dosis Ekstrak Air Daun Stroberi (EADS) LAMPIRAN 1 Perhitungan Dosis Ekstrak Air Daun Stroberi (EADS) Prosedur pembuatan ekstrak air daun stroberi dilakukan di Sekolah Ilmu & Teknologi Hayati ITB: 1. 500 gram daun stroberi kering ditumbuk menggunakan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur uji

Lampiran 1. Prosedur uji LAMPIRAN 32 Lampiran 1. Prosedur uji 1) Kandungan nitrogen dengan Metode Kjedahl (APHA ed. 21 th 4500-Norg C, 2005) Sebanyak 0,25 gram sampel dimasukkan ke dalam labu kjedahl dan ditambahkan H 2 SO 4 pekat

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil Persetujuan Etik Penelitian

Lampiran 1. Hasil Persetujuan Etik Penelitian Lampiran 1. Hasil Persetujuan Etik Penelitian 49 Lampiran 2. Hasil Identifikasi Tumbuhan 50 Lampiran 3. Karakteristik Tanaman Kelor (Moringa oleifera Lam. ) Tanaman kelor Daun kelor 51 Lampiran 3. (Lanjutan)

Lebih terperinci