MUSIM PENANGKAPAN DAN PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN JARING CUMI DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN (WPP) 711 RIZKY NUR AINUN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MUSIM PENANGKAPAN DAN PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN JARING CUMI DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN (WPP) 711 RIZKY NUR AINUN"

Transkripsi

1 MUSIM PENANGKAPAN DAN PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN JARING CUMI DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN (WPP) 711 RIZKY NUR AINUN DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Musim Penangkapan dan Pemetaan Daerah Penagkapan Jaring Cumi di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 711 adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, September 2014 Rizky Nur Ainun NIM C

4 ABSTRAK RIZKY NUR AINUN. Musim Penangkapan dan Pemetaan Daerah Penangkapan Jaring Cumi di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 711. Dibimbing oleh PRIHATIN IKA WAHYUNINGRUM dan EKO SRI WIYONO. Cumi-cumi (Loligo sp) merupakan salah satu komoditas ekspor Indonesia. Salah satu daerah penangkapan cumi-cumi yang potensial adalah Perairan Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 711. Cumi-cumi yang didaratkan di PPI Muara Angke yang diperoleh dari WPP 711 paling banyak ditangkap menggunakan alat tangkap jaring cumi. Informasi mengenai musim penangkapan dan estimasi daerah penangkapan ikan khususnya cumi-cumi menjadi penting dilakukan untuk meningkatkan produktivitas perikanan jaring cumi. Musim penangkapan cumi-cumi dapat dilihat dari nilai Indeks Musim Penangkapan (IMP) dan daerah penangkapan sesuai musim diperoleh dengan wawancara terhadap nelayan jaring cumi PPI Muara Angke. Indeks musim penangkapan menunjukkan bahwa pada tahun terjadi musim puncak penangkapan cumi-cumi pada bulan September-November, sedangkan musim sedang terjadi pada bulan Januari-Agustus dan Desember. Pada musim sedang daerah penangkapan cumi-cumi berada di selatan dan utara Perairan Pulau Bangka Belitung, sedangkan musim penangkapan puncak berada di barat dan utara Perairan Pontianak Kalimantan Barat. Kata kunci: cumi-cumi, jaring cumi, musim penangkapan cumi-cumi, daerah penangkapan, WPP 711 ABSTRACT RIZKY NUR AINUN. Fishing Season and Fishing Ground Mapping of The Squid Net in The Regional Fisheries Management (WPP) 711. Supervised by PRIHATIN IKA WAHYUNINGRUM and EKO SRI WIYONO. Squid is a kind of Indonesian export commodities. One of the potential squid s fishing ground is in the Waters of Regional Fisheries Management (RFM) 711. The squid that is landed on PPI Muara Angke which was found in the Water of Regional Fisheries Management (RFM) was mostly captured by squid net. Information about fishing season and fishing ground estimation especially squid becomes important to improve the productivity of squid net. Squid s fishing season can be seen from the Fishing Season Index and the fishing ground seasonally is obtained by interviewing the PPI Muara Angke s squid net fishermen. Fishing Season Index showed that the peak season of fishing squid on September-November, while the average fishing season occured on Januari- Agustus and Desember. In average season, squid s fishing ground found in the south and north of the waters of Bangka Belitung island, while the peak season found in western and northern waters of Pontianak in West Kalimantan. Key words: squid, squid net, squid fishing season, fishing ground, WPP 711

5 MUSIM PENANGKAPAN DAN PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN JARING CUMI DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN (WPP) 711 RIZKY NUR AINUN Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

6

7 Judul Skripsi : Musim Penangkapan dan Pemetaan Daerah Penangkapan Jaring Cumi di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 711 Nama : Rizky Nur Ainun NIM : C Program Studi : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap Disetujui oleh Prihatin Ika Wahyuningrum, SPi MSi Pembimbing I Dr Eko Sri Wiyono, SPi MSi Pembimbing II Diketahui oleh Dr Ir Budy Wiryawan, MSc Ketua Departemen Tanggal Lulus:

8 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wata ala atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini ialah estimasi daerah penangkapan ikan, dengan judul Musim Penangkapan dan Pemetaan Daerah Penangkapan Jaring Cumi di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 711. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Maret 2014 di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Muara Angke, Jakarta. Dalam kesempatan kali ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Allah SWT yang telah memberi kelancaran selama menyelesaikan skripsi ini. 2. Prihatin Ika Wahyuningrum, SPi MSi dan Dr Eko Sri Wiyono, SPi MSi selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan selama pengerjaan penelitian ini. 3. Ayah (Moh. Abdoerrosif) dan Ibu (Tutik Rahmawati) serta seluruh keluarga besar yang senantiasa memberikan dukungan, do a, moril, dan nasehatnya. 4. Dwi Putra Yuwandana, SPi, Andikha Pratama Putra, Febby Yosella, Chitra Novia Anandhita, Arsheilla Febrina, Muhamad Sobarudin, Yowan Riyandi, Mochamad Ramadhani, Linly Amelianing yang membatu dalam penelitian dan penyusunan skripsi. 5. Teman-teman PSP 47 atas dukungan dan persahabatan selama ini. 6. Seluruh pihak PPI Muara Angke yang telah membantu selama proses penelitian. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi berbagai pihak. Bogor, September 2014 Rizky Nur Ainun

9 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL x DAFTAR GAMBAR x DAFTAR LAMPIRAN x PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 METODE 2 Waktu dan Lokasi Penelitian 2 Alat Penelitian 3 Metode Penelitian 3 Metode Pengumpulan Data 3 Analisis Data 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 6 Unit Penangkapan Jaring Cumi 6 Alat tangkap 6 Kapal 7 Nelayan 9 Hasil tangkapan 9 Operasi penangkapan ikan 10 Produksi Cumi-Cumi di PPI Muara Angke 11 Upaya Penangkapan (Effort) 12 Produktivitas 13 Pola Musim Penangkapan Cumi-Cumi di PPI Muara Angke 14 Pemetaan Daerah Penangkapan Cumi-Cumi Berdasarkan Pola Musim 16 KESIMPULAN DAN SARAN 21 Kesimpulan 21 Saran 21 DAFTAR PUSTAKA 21 LAMPIRAN 24 RIWAYAT HIDUP 29

10 DAFTAR TABEL 1 Penggolongan musim penangkapan ikan berdasarkan nilai Indeks Musim Penangkapan 5 2 Spesifikasi alat tangkap jaring cumi 7 3 Spesifikasi kapal jaring cumi 8 4 Musim penangkapan cumi di perairan WPP Keadaan oseanografi perairan Laut Cina Selatan setiap musim 20 DAFTAR GAMBAR 1 Peta lokasi penelitian 2 2 Alat tangkap jaring cumi 6 3 Kapal unit penangkapan jaring cumi di PPI Muara Angke 8 4 Hasil tangkapan cumi-cumi berdasarkan ukurannya 10 5 Produksi bulanan cumi-cumi di PPI Muara Angke tahun Upaya penangkapan (effort) bulanan cumi-cumi di PPI Muara Angke tahun CPUE bulanan cumi-cumi di PPI Muara Angke tahun Indeks musim penangkapan cumi-cumi di PPI Muara Angke 14 9 Daerah penangkapan cumi-cumi musim penangkapan sedang saat musim barat Daerah penangkapan cumi-cumi musim penangkapan sedang saat musim peralihan Daerah penangkapan cumi-cumi musim penangkapan sedang saat musim timur Daerah penangkapan cumi-cumi musim penangkapan puncak saat musim peralihan 2 19 DAFTAR LAMPIRAN 1 Dokumentasi penelitian 24 2 Data produksi cumi-cumi tahun Data upaya penangkapan cumi-cumi tahun Nilai Catch Per Unit Effort 27 5 Perhitungan indeks musim penangkapn cumi-cumi 27

11 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai potensi sumberdaya perikanan yang melimpah. Salah satu potensi perikanan yang ada adalah cumi-cumi (Loligo sp). Cumi-cumi hidup bergerombol dan terpusat pada perairan pantai yang memiliki ekosistem lamun atau karang tersebar mulai dari lapisan permukaan sampai dengan kedalaman 100 meter dengan daerah penyebaran meliputi perairan Pasifik bagian barat, Filipina dan Indonesia (Ismail et al. 2013) Cumi-cumi merupakan salah satu potensi sumberdaya perikanan yang banyak tersebar di Perairan Indonesia salah satunya pada Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 711. Perairan tersebut merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi penangkapan cumi-cumi untuk komoditas lokal maupun ekspor. Intensitas kegiatan penangkapan cumi-cumi yang dilakukan oleh nelayan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Muara Angke di perairan WPP 711 termasuk tinggi. Menurut informasi nelayan jaring cumi PPI Muara Angke selalu melakukan operasi penangkapan di Perairan WPP 711. Produksi cumi-cumi dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, bila pada tahun 2009 sebesar 2.577,74 ton pada tahun 2012 naik menjadi 8.493,41 ton (UPT PPI Muara Angke 2013). Berdasarkan data laporan tahunan PPI Muara Angke alat tangkap yang digunakan untuk menangkap cumi-cumi yaitu jaring cumi, purse seine, dan bubu. Alat tangkap yang dominan menangkap cumi-cumi di perairan WPP 711 adalah jaring cumi. Alat tangkap ini memiliki presentase paling besar dalam menyumbangkan hasil tangkapan cumi-cumi di PPI Muara Angke. Hal tersebut terbukti produksi pada bulan Desember 2013 mencapai 94,16% hasil tangkapan cumi-cumi yang didaratkan ditangkap menggunakan jaring cumi (UPT PPI Muara Angke 2013). Produksi cumi-cumi mengalami penurunan dari tahun 2012 (8.493,41 ton) ke tahun 2013 (6.099,99 ton), sementara itu upaya penangkapan (effort) jaring cumi mengalami pertambahan dari tahun 2012 (2.796 unit) ke tahun 2013 (3.692 unit) (UPT PPI Muara Angke 2013). Analisis penangkapan sumberdaya suatu jenis ikan penting dilakukan untuk mendorong terciptanya kegiatan operasi penangkapan ikan dengan tingkat efektifitas yang tinggi dan memberikan keuntungan yang optimal. Salah satu informasi yang penting dalam kegiatan penangkapan ikan adalah musim penangkapan ikan. Musim penangkapan memberikan informasi kepada nelayan tentang waktu atau musim yang paling tepat untuk melakukan kegiatan operasi penangkapan ikan, sehingga dapat mengurangi risiko kerugian usaha penangkapan. Disisi lain, penangkapan ikan juga akan menjadi lebih efisien jika daerah penangkapannya diketahui terlebih dahulu. Daerah penangkapan ikan selalu berubah sesuai dengan perubahan kondisi yang dipengaruhi musim dan faktor-faktor oseanografi. Oleh karena itu penelitian mengenai musim penangkapan dan pemetaan daerah penangkapan ikan khususnya cumi-cumi menjadi penting dilakukan untuk meningkatkan produktivitas perikanan jaring cumi.

12 2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Menghitung produktivitas unit penangkapan jaring cumi; 2) Menganalisis musim penangkapan cumi-cumi; 3) Menganalisis daerah penangkapan cumi-cumi berdasarkan musim penangkapannya. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: 1) Memberikan informasi mengenai musim penangkapan serta memetakan daerah penangkapan kepada nelayan jaring cumi agar dapat meningkatkan produktivitas perikanan jaring cumi; 2) Memberikan informasi kepada pihak yang membutuhkan sebagai pengembangan ilmu; 3) Memberikan informasi kepada pengambil kebijakan untuk menentukan kebijakan yang sesuai dengan kondisi yang terjadi di WPP 711 saat ini. METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2014 sampai dengan Maret 2014, yang bertempat di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Muara Angke Jakarta Utara, Jakarta. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1 Peta lokasi penelitian

13 3 Alat Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 1) Kuesioner; 2) Kamera digital; 3) Alat tulis; 4) Microsft Excel; 5) Peta lokasi penelitian; 6) Software untuk membuat peta estimasi daerah penangkapan cumi-cumi. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan secara deskriptif, dimana merupakan jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejelas mungkin tanpa ada perlakuan terhadap obyek yang diteliti (Kountur 2007). Pada umumnya penelitian deskriptif menggunakan survei sebagai metode pengumpulan datanya. Menurut Nazir (1988) metode survei cenderung mengevaluasi variabel yang lebih sedikit tetapi dengan unit sampel yang relatif besar untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala yang ada. Metode survei dilakukan untuk memperoleh data primer dan informasi aktual lainnya. Metode tersebut merupakan suatu teknik pengumpulan informasi yang dilakukan dengan cara menyusun daftar pertanyaan berupa kuesioner yang diajukan kepada responden. Metode Pengumpulan Data Jenis data dalam penelitian ini terdiri dari dua data, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh berdasarkan hasil pengamatan atau wawancara nelayan pada saat penelitian di lapangan. Adapun data sekunder merupakan data yang diperoleh melalui hasil penelitian, laporan, ataupun dokumen ilmiah lainnya. Pengambilan dan pengumpulan data sekunder difokuskan pada objek penelitian yaitu produksi hasil tangkapan dan upaya penangkapan selama lima tahun terakhir, yaitu pada tahun 2009 sampai dengan Data tersebut digunakan untuk menghitung hasil tangkapan per upaya penangkapan (CPUE) dan pola musim penangkapan yang diperoleh dari tempat pelelangan ikan (TPI) dan unit pelaksana teknis (UPT) Pelabuhan Perikanan Pantai (PPI) Muara Angke. Teknik pengumpulan data responden menggunakan purposive sampling. Pengambilan dan pengumpulan data primer difokuskan pada wawancara terhadap nelayan, utamanya untuk menentukan daerah penangkapan setiap musim penangkapan cumi-cumi. Semua kapal jaring cumi di PPI Muara Angke melakukan operasi penangkapan di WPP 711. Responden berjumlah 33 orang yang terdiri dari 3 orang pemilik kapal, 6 orang nahkoda, 24 orang ABK.

14 4 Analisis Data Pada penelitian ini digunakan tiga analisis data yang terdiri: 1) Produktivitas alat tangkap Produktivitas alat penangkapan ikan diestimasi dengan menggunakan analisis catch per unit effort (CPUE). Nilai CPUE diperoleh dari data sekunder setiap bulan selama lima tahun, yaitu dari tahun 2009 sampai dengan tahun Analisis CPUE dihitung berdasarkan total hasil tangkapan dari satu alat tangkap dengan jumlah total upaya penangkapan (effort) dalam satuan unit. Menurut Gulland (1982) CPUE dapat dihitung dengan formula sebagai berikut: CPUEi = Keterangan: CPUEi : jumlah hasil tangkapan per satuan upaya penangkapan ke-i (kg/trip) Catch i : hasil tangkapan bulan ke-i (kg) Effort i : upaya penangkapan persatuan upaya penangkapan ke-i (trip) 2) Musim penangkapan ikan Pola musim penangkapan cumi-cumi dihitung dengan menggunakan analisis deret waktu terhadap hasil tangkapan cumi-cumi yang didaratkan di PPI Muara Angke selama periode Menurut Dajan (1983) yang dimodifikasi oleh Wiyono (2001), langkah-langkah perhitungan metodenya sebagai berikut: (1) Menyusun deret CPUE dalam periode kurun waktu 5 tahun: CPUE i = n i Keterangan: i = 1,2,3,...n n i = urutan ke-i (2) Menyusun rata-rata bergerak CPUE selama 12 bulan (RG): RG i = i Keterangan: RG i = rata-rata bergerak 12 bulan urutan ke-i CPUE i = CPUE urutan ke-i i = 7,8,...,n-5 (3) Menyusun rata-rata bergerak CPUE terpusat (RGP): RGP i = i Keterangan: RGP i = rata-rata bergerak CPUE terpusat ke-i RG i = rata-rata bergerak 12 bulan urutan ke-i i = 7,8,...,n-5 (4) Menyusun rasio rata-rata tiap bulan (Rb): Rb i =

15 Keterangan: Rb i = rasio rata-rata bulan urutan ke-i CPUE i = CPUE urutan ke-i RGP i = rata-rata bergerak CPUE terpusat urutan ke-i (5) Menyusun nilai rasio rata-rata dalam suatu matriks berukuran i x j yang disusun untuk setiap bulan, dimulai dari bulan Juli tahun 2009 sampai dengan bulan Juni tahun (6) Menghitung total rasio rata-rata bulanan (JRRBi) JRRB i = i Keterangan: JRRB i = jumlah rasio rata-rata bulanan RBB i = rata-rata Rb ij untuk bulan ke-i i = 1,2,...,12 (7) Indeks musim penangkapan Idealnya jumlah rasio rata-rata bulanan JRBB sama dengan 1200, namun karena banyak faktor sehingga menyebabkan JRBB tidak selalu sama dengan Oleh karena itu nilai rasio rata-rata bulanan harus dikoreksi dengan suatu nilai koreksi yang disebut dengan Faktor Koreksi (FK). Rumus untuk memperoleh nilai Faktor Koreksi adalah: FK = Keterangan: FK = nilai faktor koreksi JRRB = jumlah rasio rata-rata bulanan Indeks Musim Penangkapan (IMP) dapat dihitung dengan menggunakan rumus: IMP i = RRB i x FK Keterangan: IMP i = indeks musim penangkapan bulan ke-i RRB i = rasio rata-rata bulanan FK = nilai faktor koreksi i = 1,2,...,12 Peggolongan musim penangkapan ikan dapat digolongkan dalam tiga kategori berdasarkan nilai Indeks Musim Penangkapan (IMP) yaitu musim paceklik, musim sedang dan musim puncak (Zulkarnain et al. 2012) (Tabel 1). Tabel 1 Penggolongan musim penangkapan ikan berdasarkan nilai Indeks Musim Penangkapan (IMP) No Nilai IMP Kategori Musim 1 < 50% Musim Paceklik 2 50% IMP < 100% Musim Sedang 3 100% Musim Puncak 3) Daerah penangkapan ikan Informasi mengenai daerah penangkapan ikan setiap musim penangkapan diperoleh dengan mewawancarai nelayan. Penentuan daerah penangkapan ikan menggunakan peta perairan WPP 711 untuk memperkirakan posisi lintang dan 5

16 6 bujurnya. Setelah mendapatkan lintang dan bujur daerah penangkapan ikan, kemudian diplotkan ke dalam peta digital berdasarkan musim penangkapannya (puncak, sedang, dan paceklik), sehingga dapat dilihat pergerakan daerah penangkapan ikan pada setiap musimnya. HASIL DAN PEMBAHASAN Unit Penangkapan Jaring Cumi Alat Tangkap Secara umum alat tangkap jaring cumi di Muara Angke tidak berbeda jauh dengan jaring cumi di daerah lain. Alat tangkap jaring cumi yang digunakan oleh nelayan Muara Angke terdiri atas kantong jaring, badan jaring, tali kolor, tali kerek, pemberat, cincin, dan rig (Gambar 2). Gambar 2 Alat tangkap jaring cumi Bagian jaring cumi secara umum dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu bagian jaring, bagian tali, dan perlengkapan lain (pemberat, cincin, dan rig) (Tabel 2). Keterangan bagian-bagian jaring cumi adalah sebagai berikut, kantong jaring terbuat dari polyamide (PA) dengan mesh size 1 inch. Badan jaring terbuat dari polyamide (PA) dengan 4 lapisan dari bagian paling dalam dekat kantong hingga paling luar dekat pemberat dengan mesh size lapisan 1 sebesar 1,5 inch, lapisan 2 sebesar 2 inch, lapisan 3 sebesar 2,5 inch, lapisan 4 sebesar 3 inch. Tali kolor terbuat dari polyethylene dengan diameter 3 cm, panjang m, dan berjumlah satu buah. Tali kerek terbuat dari polyethylene dengan diameter 2,5 cm, panjang m, dan berjumlah dua buah. Pemberat terbuat dari timah dengan berat 500 gram sejumlah 708 sampai 768 buah. Cincin terbuat dari stainless dengan berat 500 gram dan diameter 20 cm sejumlah buah. Rig terbuat dari besi dengan

17 jumlah 2 buah yang berfungsi untuk mengatur setting dan hauling dalam pengoperasian alat tangkap. Gambar mengenai alat tangkap jaring cumi dapat dilahat pada Lampiran 1. Tabel 2 Spesifikasi alat tangkap jaring cumi Bagian alat Bahan Keterangan 1. Bagian jaring a. Kantong Polyamide (PA) Mesh size 1 inch b. Badan jaring Polyamide (PA) Mesh size perlapisan dari dekat kantong hingga dekat pemberat - Lapisan 1: 1,5 inch - Lapisan 2: 2 inch - Lapisan 3: 2,5 inch - Lapisan 4: 3 inch 2. Bagian tali a. Tali kolor Polyethylene (PE) Diameter 3 cm Panjang m Jumlah 1 buah b. Tali kerek Polyethylene (PE) Diameter 2,5 cm Panjang m Jumlah 2 buah 3. Perlengkapan lain a. Pemberat Timah Berat 500 gram Jumlah buah b. Cincin Stainless Berat 500 gram Diameter 20 cm Jumlah buah c. Rig Besi Panjang 3-4 m Jumlah 2 buah Terdapat pada bagian sisi kanan kapal Pada pengoperasian alat tangkap jaring cumi dibantu dengan menggunakan lampu yang dipasang pada kapal (Lampiran 1). Lampu digunakan sebagai atraktor untuk menarik cumi-cumi agar mendekat ke kapal. Jumlah lampu yang digunakan sebanyak 30 hingga 80 buah tergantung pada ukuran kapal dengan daya watt. Kapal jaring cumi juga menggunakan lampu tembak untuk memfokuskan gerombolan cumi-cumi setelah lampu bohlam dimatikan. Alat bantu penangkapan lainnya yang digunakan adalah serok, GPS (Global Positioning System), echosounder, radio kontak dan fishfinder. Kapal Kapal yang digunakan dalam kegiatan operasi penangkapan jaring cumi terbuat dari bahan kayu dan fiber. Badan kapal terbuat dari kayu dengan dilapisi fiber. Kayu yang digunakan biasanya kayu bungur (Lagerstroemia) atau kayu jati (Tectona grandis). Sebagian besar kapal jaring cumi di Muara Angke pembuatannya dilakukan di Bangka. Kapal yang digunakan untuk 7

18 8 mengoperasikan jaring cumi di Muara Angke ukurannya homogen, artinya ukurannya tidak jauh berbeda antara kapal satu dengan kapal yang lainnya. Tonage kapal tersebut berkisar antara GT. Gambaran tentang kapal jaring cumi terdapat pada Gambar 3. Gambar 3 Kapal unit penangkapan jaring cumi di PPI Muara Angke Panjang kapal adalah m, lebar kapal 3,5-5 m, dan dalamnya 1,8-2,5 m. Tenaga penggerak yang digunakan pada kapal merupakan jenis tenaga penggerak inboard engine. Jenis mesin yang digunakan sebagai mesin utama atau penggerak kapal adalah 6D22 Mitsubishi dengan kekuatan HP sebanyak satu buah. Selain mesin utama digunakan juga mesin bantu untuk menyalakan lampu dan freezer, mesin yang biasa digunakan adalah 6D16 Mitsubishi dengan kekuatan 175 HP sebanyak dua buah. Pada kapal jaring cumi juga dilengkapi dengan alat bantu berupa winch hauler sebanyak satu buah digunakan untuk membantu menaikkan alat tangkap keatas kapal. Spesifikasi kapal dan mesin kapal jaring cumi disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Spesifikasi kapal jaring cumi Spesifikasi Keterangan 1. Dimensi utama a. Panjang (L) 12-18m b. Lebar (B) 3,5-5 m c. Dalam (D) 1,8-2,5 m 2. Mesin a. Mesin utama 6D22 Mitsubishi HP Jumlah 1 buah b. Mesin bantu 6D16 Mitsubishi 175 HP Jumlah 2 buah 3. Winch hauler Jumlah 1 buah

19 Kapal jaring cumi menggunakan bahan bakar solar dengan kebutuhan untuk sekali melaut sebanyak ton. Kapal jaring cumi juga dilengkapi dengan palka yang berfreezer untuk menyimpan hasil tangkapan. Kapasitas palka tersebut mampu menampung hingga ton. Gambaran tentang palka unit penangkapan jaring cumi dapat dilihat pada Lampiran 1. Nelayan Jumlah nelayan yang terlihat dalam kegiatan operasi penangkapan jaring cumi sebanyak 10 sampai 17 orang. Satu orang bertugas sebagai nahkoda atau juru mudi, dua orang bertugas sebagai teknisi mesin kapal, dan yang lainnya bertugas dalam pengoperasian alat tangkap jaring cumi. Juru mudi dan teknisi mesin kapal terkadang juga membantu dalam proses pengoperasian alat tangkap. Pendapatan nelayan jaring cumi di Muara Angke sebagian besar berupa sistem gaji perhari, dimana dalam satu hari gajinya sebesar Rp ,00 hingga Rp ,00. Akan tetapi ada beberapa pemilik kapal yang menggunakan sistem bagi hasil. Sistem bagi hasil yang digunakan adalah 60% untuk pemilik dari pendapatan bersih sedangkan nelayan buruh 40%. Jumlah pembagian untuk nelayan adalah 12% untuk pengurus, 10% nahkoda, 10% ABK dan 8% juru mesin. Sistem gaji lebih banyak diterapkan oleh pemilik daripada sistem bagi hasil, karena menurut pemilik sistem gaji lebih menguntungkan daripada sistem bagi hasil. Hasil Tangkapan Hasil tangkapan utama jaring cumi adalah cumi-cumi (Loligo sp), sedangkan hasil tangkapan sampingannya adalah ikan lemadang (Coryphaena hippurus), ikan ekor kuning (Caesionidae sp), ikan lemuru (Sardinella lemuru), ikan tembang (Sardinella gibbosa), ikan kembung (Rastrelliger sp) dan ikan jambal siam (Pangasius suchi). Gambar hasil tangkapan sampingan jaring cumi dapat dilihat pada Lampiran 1. Cumi-cumi yang tertangkap dikelompokkan dalam lima ukuran yaitu ukuran 1 panjangnya cm, ukuran 2 panjangnya cm, ukuran 3 panjangnya cm, ukuran 4 panjangnya cm, dan ukuran 5 panjangnya 5-10 cm atau yang sering disebut cendol (cumi-cumi dalam ukuran kecil) (Gambar 4). Hasil tangkapan yang diperoleh langsung dicuci bersih setelah proses hauling diatas kapal. Setelah cumi-cumi dicuci, kemudian langsung disortir dan dikelompokkan berdasarkan ukuran dengan dibungkus plastik sebelum disimpan pada palka ber-freezer. Berbeda dengan cumi-cumi, hasil tangkapan sampingan setelah dicuci langsung dimasukkan kedalam palka dalam bentuk curah. Hasil tangkapan cumi-cumi tersebut saat didaratkan sudah dalam keadaan frozen, hal itulah yang membuat istimewa dari hasil tangkapan cumi-cumi nelayan jaring cumi PPI Muara Angke. 9

20 10 Ukuran 1 Ukuran 2 Ukuran 3 Ukuran 4 Ukuran 5 Gambar 4 Hasil tangkapan cumi-cumi berdasarkan ukurannya Operasi Penangkapan Ikan Kapal jaring cumi melakukan operasi penangkapan dalam satu kali trip yaitu 2-3 bulan. Pengoperasian jaring cumi dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu persiapan, setting, dan hauling. Metode pengoperasian jaring cumi sebagai berikut: 1) Persiapan Tahap persiapan yaitu menentukan daerah penangkapan (fishing ground) yang dituju oleh nahkoda, nahkoda disini juga berperan sebagai fishing master. Selanjutnya nahkoda menentukan alur pelayaran menggunakan GPS untuk sampai ke fishing ground. Lama perjalanan yang ditempuh hingga ke fishing ground kurang lebih 2-3 hari, hal tersebut bergantung pada jarak fishing ground yang dituju.

21 2) Setting Proses setting diawali dengan membentangkan rig atau tiang melintang yang terdapat pada sisi kanan kapal dan mengatur tali temali pada jaring. Kemudian semua lampu yang terdapat pada bagian kiri dan kanan kapal dinyalakan untuk menarik perhatian cumi-cumi. Lampu tetap dinyalakan hingga cumi-cumi naik ke permukaan dan mendekat pada kapal. Setting dilakukan sebanyak kali dalam satu malam saat musim penangkapan puncak dan 8-10 kali dalam satu malam saat musim penangkapan sedang. 3) Hauling Proses hauling mulai dilakukan ketika cumi-cumi telah mendekat ke permukaan. Satu per satu lampu dimatikan hingga hanya terdapat satu lampu yang menyala agar cumi-cumi terfokus pada salah satu sisi kapal yang terdapat jaring diatasnya. Setelah cumi-cumi tertangkap jaring diangkat dan hasil tangkapan cumi-cumi dipindahkan menggunakan serok ke atas kapal. 11 Produksi Cumi-Cumi di PPI Muara Angke Produksi cumi-cumi dalam periode tahun 2009 hingga 2013 menunjukkan fluktuasi bulanan dan tahunan (Gambar 5). Produksi cumi-cumi pada tahun 2009 di PPI Muara Angke sebesar 2.577,7 ton dengan produksi tertinggi pada bulan Oktober dan terendah pada bulan Maret. Tahun 2010 produksi cumi-cumi sebesar 2.938,5 ton dengan produksi tertinggi pada bulan November dan terendah pada bulan Juni dan Agustus. Tahun 2011 produksi cumi-cumi sebesar 5.199,9 ton dengan produksi tertinggi pada bulan September dan terendah pada bulan Februari. Tahun 2012 produksi cumi-cumi sebesar 8.493,4 ton dengan produksi tertinggi pada bulan Agustus dan terendah pada bulan Februari. Sedangkan pada tahun 2013 produksi cumi-cumi mengalami penurunan. Tahun 2013 produksi cumicumi sebesar 6.099,9 ton dengan produksi tertinggi pada bulan November dan terendah pada bulan Februari. Gambar 5 Produksi bulanan cumi-cumi di PPI Muara Angke tahun

22 12 Hasil tangkapn cumi-cumi sangat berfluktuasi setiap bulannya selama lima tahun ( ). Data produksi tahun memperlihatkan bahwa hasil tangkapan cumi-cumi mencapai puncak produksi pada bulan September- November dan terendah terjadi sepanjang bulan Desember-Maret. Menurut nelayan setempat fluktuasi hasil tangkapan terjadi karena kurang berkembangnya strategi yang dilakukan dalam menghadapi perubahan musim penangkapan, cuaca ekstrim, dan armada penangkapan yang bertambah setiap tahunnya. Produksi cumi-cumi selama lima tahun terakhir yang tertinggi Agustus di tahun 2012 dan terendah Maret Data produksi cumi-cumi tahun terdapat pada Lampiran 2. Upaya Penangkapan (Effort) Upaya penangkapan cumi-cumi yang dilakukan oleh unit penangkapan jaring cumi dinyatakan dalam satuan unit. Hal ini perlu diketahui karena berkaitan dengan musim penangkapan cumi-cumi. Upaya penangkapan cumi-cumi berfluktuasi setiap bulan dan tahunnya dalam periode tahun (Gambar 6). Upaya penangkapan cumi-cumi yang dilakukan oleh jaring cumi pada tahun 2009 berjumlah unit, dengan upaya penangkapan maksimum dilakukan pada bulan Oktober dan minimum dilakukan pada bulan Februari. Pada tahun 2010 jumlah trip sebanyak unit dengan upaya penangkapan maksimum dilakukan pada bulan Mei dan minimum pada bulan Oktober. Tahun 2011 sebanyak unit dilakukan oleh unit penangkapan jaring cumi, dengan upaya penangkapan maksimum pada bulan November dan minimum pada bulan Februari. Pada tahun 2012 dioperasikan sebanyak unit armada jaring cumi dengan upaya penangkapan maksimum pada bulan Desember dan minimum pada bulan Februari. Tahun 2013 jumlah armada jaring cumi semakin meningkat dengan jumlah unit, upaya penangkapan maksimum terjadi pada bulan Oktober dan minimum terjadi pada bulan Maret. Upaya penangkapan cumi-cumi semakin bertambah dari tahun 2010 hingga Hal ini kemumgkinan disebabkan oleh banyaknya peluang memperoleh keuntungan dari kegiatan penangkapan jaring cumi. Upaya penangkapan jaring cumi setiap bulannya berfluktuatif. Umumnya upaya penangkapan jaring cumi mengalami kenaikan pada bulan Maret sampai dengan bulan Desember dengan upaya penangkapan tertinggi setiap tahunnya terjadi pada bulan Oktober atau Desember. Penurunan upaya penangkapan jaring cumi terjadi pada bulan Januari dan Februari setiap tahunnya. Fluktuasi peningkatan atau penurunan effort dipengaruhi oleh faktor ekonomi, perilaku nelayan dan lingkungan (Novri 2006). Upaya penangkapan cumi-cumi selama lima tahun terkahir yang tertinggi Oktober di tahun 2013 dan terendah Februari di tahun Data upaya penangkapan kapal jaring cumi tahun terdapat pada Lampiran 3.

23 13 Gambar 6 Upaya penangkapan (effort) bulanan cumi-cumi di PPI Muara Angke tahun Produktivitas CPUE menggambarkan produktivitas suatu alat tangkap dalam menghasilkan suatu tangkapan. Dalam penelitian ini, CPUE diperoleh dari jumlah hasil tangkapan (dalam satuan ton) dibagi dengan upaya penangkapan (dalam satuan unit). CPUE cumi-cumi berfluktuasi setiap bulannya selama periode (Gambar 7). Gambar 7 CPUE bulanan cumi-cumi di PPI Muara Angke tahun

24 14 Berdasarkan Gambar 7 dapat diketahui bahwa CPUE tertinggi terjadi saat bulan Oktober dan terendah bulan Maret pada tahun Tahun 2010 CPUE tertinggi terjadi pada bulan Oktober dan terendah bulan Agustus. Pada tahun 2011 CPUE tertinggi terjadi pada bulan September dan terendah bulan Januari. Tahun 2012 CPUE tertinggi terjadi pada bulan September dan terendah bulan Januari. Pada 2013 CPUE tertinggi terjadi pada saat bulan November dan terendah pada bulan Desember. CPUE dalam jangka waktu lima tahun tersebut tertinggi pada sekitar bulan September, Oktober, dan November kemungkinan karena saat itu memasuki musim penangkapan cumi-cumi di perairan WPP 711. CPUE setiap bulannya pada tahun berfluktuatif. Peningkatan CPUE dalam tahun mulai terjadi pada bulan September-November dan mulai mengalami penurunan pada bulan Desember-Februari. Peningkatan dan penurunan CPUE kemungkinan disebabkan oleh berkurangnya stok cumi-cumi yang terdapat di WPP 711. CPUE selama lima tahun terakhir yang tertinggi September di tahun 2012 dan terendah Maret Berdasarkan gambar 7 telah terjadi penurunan CPUE dari tahun 2012 ke tahun Penurunan CPUE tersebut kemungkinan disebabkan sudah mulai terjadi over fishing pada WPP 711 akibat effort yang semakin meningkat setiap tahunnya. Peningkatan effort yang tidak disertai pertambahan produksi dari tahun 2012 ke 2013 menyebabkan turunnya CPUE secara drastis. Perhitungan mengenai CPUE terdapat pada Lampiran 4. Pola Musim Penangkapan Cumi-Cumi di PPI Muara Angke Pola musim penangkapan ikan dapat ditentukan dengan mengetahui nilai indeks musim penangkapan (IMP) (Gambar 8). Berdasarkan Gambar 8 dapat dilihat bahwa indeks musim penangkapan tertinggi terjadi pada bulan Oktober sebesar 159,53%, sedangkan terendah terjadi pada bulan Februari sebesar 68,02%. Gambar 8 Indeks musim penangkapan cumi-cumi di PPI Muara Angke Nilai Indeks Musim Penangkapan (IMP) setiap bulannya berfluktuasi, dimana terjadi peningkatan nilai IMP pada bulan September-November dan

25 terjadi penurunan pada bulan Desember-Februari. Peningkatan dan penurunan nilai IMP setiap bulannya dipengaruhi oleh hasil produksi dan effort yang dilakukan. Oleh karena itu fluktuasi nilai IMP berbanding lurus dengan fluktuasi produksi, effort dan CPUE. Contoh perhitungan nilai IMP terdapat pada Lampiran 5. Musim puncak penangkapan cumi-cumi terjadi pada bulan September, Oktober, dan November. Musim sedang penangkapan cumi-cumi terjadi pada bulan Desember hingga Agustus. Pada musim puncak penangkapan diduga kelimpahan cumi-cumi sangat tinggi, sedangkan pada musim penangkapan sedang diduga kelimpahan cumi-cumi pada perairan WPP 711. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Hartati (1998) dalam Triharyuni (2012) bahwa musim penangkapan cumi-cumi berhubungan dengan kelimpahan cumi-cumi di suatu perairan. Terjadinya puncak musim cumi di bulan September hingga November dimungkinkan terjadi karena pengaruh musim timur yang merupakan musim puncak di Indonesia dan peralihan angin barat sudah bertiup lebih awal. Menurut Purba et al. (1994) dalam Nugraha (2006), terjadinya musim puncak ikan pada musim timur masih terlihat pengaruhnya sampai bulan September hingga November. Tabel 4 Musim penangkapan cumi di Perairan WPP 711 Bulan Musim di IMP Indonesia (%) Musim Penangkapan Januari 70,6661 Sedang Barat Februari 68,0152 Sedang Barat Maret 72,7952 Sedang Peralihan I April 93,5445 Sedang Peralihan I Mei 98,9371 Sedang Peralihan I Juni 88,8505 Sedang Timur Juli 92,1043 Sedang Timur Agustus 92,1652 Sedang Timur September 148,2890 Puncak Peralihan II Oktober 159,5297 Puncak Peralihan II November 135,9532 Puncak Peralihan II Desember 79,1500 Sedang Barat Hasil penelitian ini sedikit berbeda dengan penelitian Hartati et al. (2004) yang menyatakan bahwa musim puncak penangkapan cumi-cumi di Selat Alas (Nusa Tenggara Barat) terjadi pada bulan November dengan musim paceklik terjadi pada bulan April-September, sedangkan musim sedang terjadi pada bulan Desember-Maret dan Oktober. Berdasarkan nilai IMP tersebut, dapat diketahui kecenderungan pola musim yang menunjukkan waktu atau musim yang paling tepat untuk menangkap cumi-cumi di WPP 711 yaitu pada bulan September- November. 15

26 16 Pemetaan Daerah Penangkapan Cumi-Cumi Berdasarkan Pola Musim Pada penelitian ini pemetaan daerah penangkapan cumi-cumi didasarkan pada hasil perhitungan pola musim penangkapannya, yaitu saat musim penangkapan sedang dan musim penangkapan puncak yang disesuaikan dengan angin musim di Indonesia. Estimasi daerah penangkapan cumi-cumi dipetakan sesuai hasil data primer yaitu wawancara dengan nahkoda kapal jaring cumi. Daerah penangkapan cumi-cumi yang dituju oleh nelayan jaring cumi PPI Muara Angke berada di perairan WPP 711. Nelayan mendapatkan informasi mengenai adanya cumi-cumi di suatu perairan dengan mendapatkan informasi posisi lintang dan bujur dari nelayan lain melalui radio kontak, serta memanfaatkan fishfinder dan echosounder. Cumi-cumi digolongkan sebagai hewan karnivora karena memakan udang dan ikan-ikan kecil pelagis yang ditangkap dengan tentakelnya (Barnes 1987). Ikan-ikan pelagis tersebut memakan plankton-plankton yang ada. Perairan Bangka-Belitung dan perairan Laut Cina Selatan memiliki kelimpahan plankton yang relatif tinggi (Thoha 2004). Kelimpahan plankton pada perairan tersebut mempengaruhi kelimpahan sumberdaya cumi-cumi. Gambar 9 Daerah penangkapan cumi-cumi musim penangkapan sedang (musim barat) Musim penangkapan sedang saat musim barat yang terjadi pada bulan Desember-Februari, nelayan melakukan penangkapan di posisi dan S. Menurut hasil wawancara nelayan, pada bulan Desember- Februari daerah penangkapan cumi berada di selatan Pulau Bangka dan Pulau Belitung. Hal ini disebabkan pada bulan Desember hingga Februari merupakan musim barat, dimana angin yang berhembus adalah angin musim barat. Angin musim barat adalah angin yang mengalir dari Benua Asia ke Benua Australia dan

27 mengandung curah hujan yang banyak di Indonesia bagian Barat, perairan dan samudera yang dilewati adalah Laut Cina Selatan dan Samudera Hindia (Megalina 2010). Pada musim barat memungkinkan terjadi banyak badai, sehingga saat cuaca ekstrim unit penangkapan jaring cumi beroperasi di selatan Pulau Bangka dan Pulau Belitung untuk menghindari terjadinya kecelakaan laut akibat tingginya gelombang yang dibentuk oleh angin musim barat. Jika sedang melakukan operasi penangkapan ikan terjadi badai di laut, maka nahkoda memutuskan untuk menambatkan kapalnya pada pelabuhan terdekat yang ada di Pulau Bangka dan Pulau Belitung. Berbeda halnya dengan nelayan jaring cumi yang berasal dari PPI Muara Angke, nelayan yang berasal dari Pulau Bangka pada saat terjadi musim barat lebih memilih untuk tidak melaut dan beralih mata pencaharian (Adiatma 2013). Widyaprasetya (1999) dalam Almuas (2005) menyatakan bahwa pada musim barat terjadi suhu minimum dan salinitas tinggi di perairan Laut Cina Selatan diduga dipengaruhi oleh arus dari utara yang membawa massa air dari Samudera Pasifik yang bersuhu rendah dan bersalinitas tinggi. Pada musim barat arus dari utara bergerak menuju selatan (Almuas 2005). Hasil tangkapan cumicumi pada musim penangkapan sedang di bulan Desember-Februari yang bertepatan dengan musim barat adalah produksi terendah setiap tahunnya. Hal tersebut terjadi karena saat musim barat nelayan melakukan operasi penangkapan di perairan yang tidak terlalu jauh dari daratan, sementara itu sumberdaya cumicumi pada saat itu berada pada perairan yang dalam yang terbawa oleh arus (Roper et al. (1984) dalam Wiadnyana (1996)). 17 Gambar 10 Daerah penangkapan cumi-cumi musim penangkapan sedang (musim peralihan 1) Berbeda halnya dengan bulan Desember-Februari, pada musim penangkapan sedang di musim peralihan yang terjadi saat bulan Maret-Mei daerah

28 18 penangkapan cumi-cumi berada pada dan LS. Ketika musim peralihan ini daerah penangkapan semakin bergerak menuju ke arah utara yang bertepatan dengan utara perairan Pulau Bangka dan Belitung. Pada bulan Maret-Mei (musim peralihan 1) arah arus di perairan tidak menentu dan gelombang serta angin mulai mereda (Triharyuni 2012). Arus menuju ke arah selatan hingga pada akhir musim peralihan 1 berbelok akibat desakan arus dari selatan menuju ke utara, (Almuas 2005). Ketika musim peralihan 1 ini terjadi cumi-cumi yang bermigrasi mulai kembali ke perairan pesisir akibat terbawa arah arus yang terjadi Roper et al. (1984) dalam Wiadnyana (1996). Fenomena pembelokan arus tersebut terjadi hanya terjadi di perairan tertentu, salah satunya di WPP 711.Hal tersebut tidak terlalu membuat nelayan khawatir akan adanya gelombang besar seperti saat musim barat, sehingga effort yang dilakukan lebih banyak daripada musim barat. Widyaprasetya (1999) dalam Almuas (2005) mengamati salinitas permukaan di Laut Cina Selatan tinggi pada musim peralihan 1 dan awal musim timur mulai menurun. Gambar 11 Daerah penangkapan cumi-cumi musim penangkapan sedang (musim timur) Musim penangkapan sedang saat musim timur yang terjadi pada bulan Juni- Agusus, nelayan melakukan penangkapan di posisi dan LU. Pada musim timur angin yang berhembus adalah angin musim timur, yaitu angin yang berhembus dari Australia ke Asia sehingga sedikit curah hujan yang terjadi (Megalina 2010). Bulan Juni-Agustus (musim timur) gelombang tinggi terjadi di perairan Indonesia bagian selatan seperti Samudera Hindia, Laut Timor, Laut Arafuru, dan Laut Banda sehingga perairan Laut Cina Selatan tidak mengalaminya (Kurniawan 2011). Saat musim timur terjadi nelayan jaring cumi yang melakukan operasi penangkapan di daerah perairan Selat Karimata tidak terkena dampak gelombang tinggi tersebut, sehingga armada penangkapan jaring cumi bertambah pada musim timur. Masrikat (2002) menyatakan bagian selatan

29 perairan Laut Cina Selatan yang relatif lebih dangkal memiliki massa air yang lebih homogen sehingga proses percampuran terjadi secara sempurna, selain itu diduga adanya pengaruh arus yang membawa massa air dari Laut Jawa masuk ke Laut Cina Selatan selama berlangsungnya musim timur. Arus selama musim timur bergerak ke arah utara, dari selatan Khatulistiwa yang berasal dari Laut Jawa menuju arah utara perairan Laut Cina Selatan dengan kecepatan 6 m/s (Almuas 2005). Sumberdaya cumi-cumi pada musim timur mulai bermigrasi kembali kearah utara sesuai dengan pergerakan arusnya (Roper et al. (1984) dalam Wiadnyana (1996)). 19 Gambar 12 Daerah penangkapan cumi-cumi musim penangkapan puncak (musim peralihan 2) Daerah penangkapan cumi-cumi pada musim puncak eptemberovember terletak di posisi dan tepatnya pada perairan utara dan barat Pontianak atau Perairan Laut Cina Selatan. Pergerakan daerah penangkapan cumi-cumi semakin ke arah utara, hal ini disebabkan adanya pengaruh dari musim timur yang terjadi di Indonesia dan berdampak hingga ke musim peralihan 2. Umumnya pada musim timur massa air perairan Laut Cina Selatan memiliki salinitas yang rendah dan suhu permukaan laut hangat akibat banyak mineral yang terbawa dari sungai-sungai Pulau Jawa, Sumatera, dan Kalimantan Ilahude (1997) dalam Masrikat (2011). Soewito et al. 1 0 menjelaskan bahwa cumi-cumi menempati perairan dengan suhu antara -32 dan salinitas 8,5-30. elain itu musim puncak penangkapan cumi-cumi terjadi di musim peralihan 2 (September-November) karena kondisi kecepatan angin di atas perairan Indonesia tergolong rendah, sehingga gelombang laut yang terjadi pada musim peralihan 2 lebih rendah dibandingkan dengan musim barat ataupun musim peralihan 1 serta musim timur (Kurniawan et al 2011). Arus selama musim peralihan 2 bergerak ke arah utara dari selatan Khatulistiwa yang berasal dari Laut Jawa menuju arah utara perairan Laut Cina Selatan, kemudian saat akhir musim peralihan 2 arus yang selama ini bergerak ke arah utara mulai berbalik ke arah

30 20 selatan akibat desakan arus dari utara (Almuas 2005). Sumberdaya cumi-cumi saat musim peralihan 2 sudah mulai banyak terdapat di perairan Laut Cina Selatan akibat terbawa oleh arus (Roper et al. (1984) dalam Wiadnyana (1996)). Secara umum keadaan oseanografi perairan Laut Cina Selatan sesuai angin musim di Indonesia terdapat pada Tabel 5. Tabel 5 Keadaan oseanografi perairan Laut Cina Selatan setiap musim Musim Arus Salinitas Suhu Gelombang Angin Barat Perairan Laut Cina Selatan menuju Laut Jawa Tinggi Rendah Tinggi Asia menuju Australia Peralihan 1 Timur Peralihan 2 Perairan Laut Cina Selatan menuju Laut Jawa Laut Jawa menuju perairan Laut Cina Selatan Laut Jawa menuju perairan Laut Cina Selatan Tinggi Rendah Tinggi Asia menuju Australia Rendah Tinngi Rendah Australia menuju Asia Rendah Tinggi Rendah Australia menuju Asia Nelayan jaring cumi PPI Muara Angke melakukan operasi penangkapan di WPP 711 pada saat musim penangkapan sedang atau puncak dikarenakan status eksploitasi di perairan tersebut untuk cumi-cumi adalah moderate (KEP. 45 MEN 2011), hal itu berarti bahwa sumberdaya cumi-cumi di perairan tersebut masih dapat dieksploitasi. Pada musim penangkapan sedang, daerah penangkapan tidak terlalu jauh dari tempat pendaratan hasil tangkapan akan tetapi waktu operasi penangkapan lebih panjang antara tiga sampai empat bulan. Hal tersebut berbeda dengan musim penangkapan puncak, dimana unit penangkapan jaring cumi memperjauh dan memperluas daerah penangkapannya serta mempersingkat waktu operasi penangkapan menjadi dua hingga tiga bulan. Kapal jaring cumi akan kembali ke PPI Muara Angke untuk mendaratkan hasil tangkapan apabila palka untuk menyimpan hasil tangkapan sudah terisi penuh atau bahan bakar dan perbekalan sudah habis.

31 21 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah: 1) Produktivitas jaring cumi setiap bulannya berfluktuatif dari tahun , dimana terjadi peningkatan produktivas pada bulan September-November dan mulai terjadi penurunan pada Desember-Februari. 2) Musim penangkapan sedang terjadi pada saat musim barat (Desember- Februari), musim peralihan 1 (Maret-Mei) dan musim timur (Juni-Agustus). Musim penangkapan puncaknya terjadi saat musim peralihan 2 yaitu September-November. 3) Daerah penangkapan cumi-cumi pada musim barat terletak di selatan Pulau Bangka dan Pulau Belitung ( dan S), musim peralihan 1 terletak di utara Pulau angka dan Pulau elitung dan LS) dan musim timur terletak di Selat Karimata ( dan LU). Daerah penangkapan cumi-cumi pada musim peralihan 2 bergesak ke arah utara yang terletak di perairan barat dan utara Kalimantan Barat ( dan ). Saran Agar hasil tangkapan cumi-cumi optimum, maka operasi penangkapan cumi-cumi disarankan sebagai berikut: 1) Musim barat di perairan barat dan utara Kalimantan Barat ( dan ); 2) Musim peralihan 1 di utara Pulau angka dan Pulau elitung dan LS); 3) Musim timur di Selat Karimata ( dan LU); 4) Musim peralihan 2 di perairan barat dan utara Kalimantan Barat ( dan ). DAFTAR PUSTAKA Adiatma I, Azis NB, Hartuti P Adaptasi Nelayan Terhadap Perubahan Iklim dalam Pemanfaatan Ruang Pesisir (Studi Kasus: Desa Batu Belubang, Bangka) [tesis]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. Almuas Analisis Karakteristik Parameter Oseanografi Untuk Penentuan Daerah Penangkapan Potensial Ikan Pelagis di Perairan Laut Cina Selatan Bagian Selatan Pada Musim Timur [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Barnes RD Invertebrate Zoology. Sounders College Publishing: New York.

32 22 Hartati, IS Wahyuni, Awaluddin Musim Penangkapan Ikan di Indonesia edisi cetakan 1. Jakarta (ID): Balai Riset Perikanan Laut. P Ismail T, Zainal AM, Nur F, Ichsan S Kebiasaan makan dan komposisi makanan tiga species cumi (Loligo edulis, Sepioteuthis lessoniana dan Sepia officinalis) hasil tangkapan nelayan dari Perairan Pantai Utara Provinsi Aceh. Jurnal Ilmu Perairan, Pesisir, dan Perikanan. 2(2): Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI. Nomor KEP.45/MEN/2011 tentang Estimasi Potensi Sumberdaya Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Inonesia. Kountur R Metode Penelitian. Jakarta (ID): PPM. hlm 108. Kurniawan R, M Najib H, Surano Variasi Bulanan Gelombang Laut di Inonesia. Jurnal Meteorologi dan Geofisika. 12(3): Masrikat JAN Karakteristik Oseanografi Fisik dan Distribusi Ikan di Perairan Laut Cina Selatan dan Selat Malaka pada Musim Timur [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Masrikat JAN Karakteristik Oseanografi Laut Cina Selatan. Jurnal Online Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Patimura. 10(1): Megalina Y Prediksi Cuaca Ekstrim dengan Model Jaringan Syaraf Tiruan Menggunakan Program Matlab [tesis]. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara. Nazir M Metodologi Penelitian. Jakarta (ID): Ghalia Indonesia. hlm 67. Novri F Analisis Hasil Tangkapan dan Pola Musim Penangkapan Ikan Tenggiri (Scomberomorus spp.) di Perairan Laut Jawa Bagian Barat Berdasarkan Hasil Tangkapan yang Didaratkan di PPI Muara Angke, Jakarta Utara [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Nugraha GA Estimasi Biomassa Ikan Pelagis di Teluk Pelabuhan Ratu dengan Menggunakan Sistem Akustik [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Soewito AP, B Syarif Uji Coba Pancing Cumi-cumi Squid Jigger di Perairan Laut Cina Selatan dan Kalimantan Barat. Semarang (ID): Balai Pengembangan Penangkapan Ikan. Thoha H Kelimpahan Plankton di Perairan Bangka-Belitung dan Laut Cina Selatang, Sumatera, Mei-Juni Jurnal Sains. 8(3): [TPI] Tempat Pelelangan Ikan PPI Muara Angke Laporan Bulanan Kegiatan Tempat Pelelangan Ikan Koperasi Perikanan Mina Jaya DKI Jakarta. Jakarta (ID): PPI Muara Angke. [TPI] Tempat Pelelangan Ikan PPI Muara Angke Laporan Bulanan Kegiatan Tempat Pelelangan Ikan Koperasi Perikanan Mina Jaya DKI Jakarta. Jakarta (ID): PPI Muara Angke. [TPI] Tempat Pelelangan Ikan PPI Muara Angke Laporan Bulanan Kegiatan Tempat Pelelangan Ikan Koperasi Perikanan Mina Jaya DKI Jakarta. Jakarta (ID): PPI Muara Angke.

33 Triharyuni S, Reny P Produksi dan Musim Penagkapan Cumi-cumi (Loligo spp.) di Perairan Rembang (Jawa Tengah). Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 18(2): [UPT] Unit Pelaksana Teknis PPI Muara Angke Laporan Bulanan PPI Muara Angke. Jakarta (ID): PPI Muara Angke. [UPT] Unit Pelaksana Teknis PPI Muara Angke Laporan Bulanan PPI Muara Angke. Jakarta (ID): PPI Muara Angke. Wiadnyana NN Kemungkinan Perairan Irian Jaya Sebagai Tempat Pemijahan Cumi-Cumi Oseanik. Jurnal Puslitbang Oseanologi LIPI Poka Ambon. 65: Wiyono, ES Optimasi Manajemen Perikanan Skala Kecil di Teluk Palabuhanatu Jawa Barat [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Zulkarnain, Wahju RI, Sulistiono Komposisi dan Estimasi Musim Penangkapan Ikan Pelagis Kecil dari Purse Seine yang Didaratkan di PPN Pekalongan, Jawa Tengah. Jurnal Saintek Perikanan. 7(2):

34 24 Lampiran 1 Dokumentasi penelitian LAMPIRAN Kegiatan bongkar hasil tangkapan jaring cumi Hasil tangkapan sampingan (by catch) Badan jaring Pemberat Cincin

35 25 Alat bantu lampu kapal jaring cumi Tali kolor Tali kerek Palka berfreezer kapal jaring cumi

36 26 Lampiran 2 Data produksi cumi-cumi tahun Bulan Periode (ton) Rata-rata produksi bulanan Januari 61, , , , , ,1162 Februari 43, , , , , ,5288 Maret 10, , , , , ,3298 April 166, , , , , ,0880 Mei 199, , , , , ,6364 Juni 164, , , , , ,2956 Juli 242, , , , , ,5300 Agustus 108, , , , , ,5882 September 291, , , , , ,2970 Oktober 581, , , , , ,5566 November 426, , , , , ,7560 Desember 279, , , , , ,1946 TOTAL 2577, , , , , ,9172 Sumber: TPI dan UPT PPI Muara Angke , diolah kembali Lampiran 3 Data upaya penangkapan cumi-cumi tahun Bulan Periode (unit) Rata-rata effort bulanan Januari ,2 Februari Maret ,8 April ,8 Mei ,8 Juni ,4 Juli ,2 Agustus ,8 September ,2 Oktober ,4 November ,2 Desember ,8 TOTAL ,6 Sumber: TPI dan UPT PPI Muara Angke , diolah kembali

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 14 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai bulan April tahun 2012. Pengambilan data primer dilakukan pada bulan April tahun 2012 sedangkan

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS PERIKANAN TUNA LONGLINE DI BENOA (STUDI KASUS: PT. PERIKANAN NUSANTARA)

PRODUKTIVITAS PERIKANAN TUNA LONGLINE DI BENOA (STUDI KASUS: PT. PERIKANAN NUSANTARA) Marine Fisheries ISSN 2087-4235 Vol. 3, No. 2, November 2012 Hal: 135-140 PRODUKTIVITAS PERIKANAN TUNA LONGLINE DI BENOA (STUDI KASUS: PT. PERIKANAN NUSANTARA) Tuna Lingline Fisheries Productivity in Benoa

Lebih terperinci

Gambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif.

Gambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Wilayah Sebaran Penangkapan Nelayan Labuan termasuk nelayan kecil yang masih melakukan penangkapan ikan khususnya ikan kuniran dengan cara tradisional dan sangat tergantung pada

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI Perairan Selat Bali merupakan perairan yang menghubungkan Laut Flores dan Selat Madura di Utara dan Samudera Hindia di Selatan. Mulut selat sebelah Utara sangat sempit

Lebih terperinci

Sp.) DI PERAIRAN TIMUR SULAWESI TENGGARA

Sp.) DI PERAIRAN TIMUR SULAWESI TENGGARA PENENTUAN MUSIM PENANGKAPAN IKAN LAYANG (Decapterus Sp.) DI PERAIRAN TIMUR SULAWESI TENGGARA DETERMINATION OF FISHING CATCHING SEASON (Decapterus Sp.) IN EAST WATERS OF SOUTHEAST SULAWESI Eddy Hamka 1),

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 2 Peta lokasi penelitian PETA LOKASI PENELITIAN

3 METODE PENELITIAN. Gambar 2 Peta lokasi penelitian PETA LOKASI PENELITIAN 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Pelaksanaan penelitian dibagi dalam 2 tahapan berdasarkan waktu kegiatan, yaitu : (1) Pelaksanaan penelitian lapangan selama 2 bulan (September- Oktober

Lebih terperinci

3. METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penangkapan ikan tembang (Sardinella fimbriata) Sumber : Dinas Hidro-Oseanografi (2004)

3. METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penangkapan ikan tembang (Sardinella fimbriata) Sumber : Dinas Hidro-Oseanografi (2004) 3. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan selama delapan bulan dari bulan Maret 2011 hingga Oktober 2011 dengan mengikuti penelitian bagian Manajemen Sumberdaya Perikanan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 14 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2011 sampai bulan Februari 2012 dengan interval waktu pengambilan sampel 1 bulan. Penelitian dilakukan di Pelabuhan

Lebih terperinci

PENGARUH MUSIM PENANGKAPAN CUMI-CUMI TERHADAP PENDAPATAN NELAYAN DI PPI MUARA ANGKE ARSHEILLA FEBRINA

PENGARUH MUSIM PENANGKAPAN CUMI-CUMI TERHADAP PENDAPATAN NELAYAN DI PPI MUARA ANGKE ARSHEILLA FEBRINA PENGARUH MUSIM PENANGKAPAN CUMI-CUMI TERHADAP PENDAPATAN NELAYAN DI PPI MUARA ANGKE ARSHEILLA FEBRINA DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Penangkapan Tuna dan Cakalang... Pondokdadap Sendang Biru, Malang (Nurdin, E. & Budi N.)

Penangkapan Tuna dan Cakalang... Pondokdadap Sendang Biru, Malang (Nurdin, E. & Budi N.) Penangkapan Tuna dan... Pondokdadap Sendang Biru, Malang (Nurdin, E. & Budi N.) PENANGKAPAN TUNA DAN CAKALANG DENGAN MENGGUNAKAN ALAT TANGKAP PANCING ULUR (HAND LINE) YANG BERBASIS DI PANGKALAN PENDARATAN

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Partisipatif Daerah Penangkapan Ikan kurisi dapat ditangkap dengan menggunakan alat tangkap cantrang dan jaring rampus. Kapal dengan alat tangkap cantrang memiliki

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi SPL Dari pengamatan pola sebaran suhu permukaan laut di sepanjang perairan Selat Sunda yang di analisis dari data penginderaan jauh satelit modis terlihat ada pembagian

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan 6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan Daerah penangkapan ikan kakap (Lutjanus sp.) oleh nelayan di Kabupaten Kupang tersebar diberbagai lokasi jalur penangkapan.

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NO 16 TAHUN 1964 TENTANG SISTEM BAGI HASIL PERIKANAN: PRAKTEK SISTEM BAGI HASIL PERIKANAN DI PPI MUARA ANGKE

IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NO 16 TAHUN 1964 TENTANG SISTEM BAGI HASIL PERIKANAN: PRAKTEK SISTEM BAGI HASIL PERIKANAN DI PPI MUARA ANGKE IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NO 16 TAHUN 1964 TENTANG SISTEM BAGI HASIL PERIKANAN: PRAKTEK SISTEM BAGI HASIL PERIKANAN DI PPI MUARA ANGKE WANDA PUTRI UTAMI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Perikanan Tangkap 4.1.1 Armada Kapal Perikanan Kapal penangkapan ikan merupakan salah satu faktor pendukung utama dalam melakukan kegiatan penangkapan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Distribusi SPL secara Spasial dan Temporal Pola distribusi SPL sangat erat kaitannya dengan pola angin yang bertiup pada suatu daerah. Wilayah Indonesia sendiri dipengaruhi

Lebih terperinci

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA Pengamatan Aspek Operasional Penangkapan...di Selat Malaka (Yahya, Mohammad Fadli) PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA Mohammad Fadli Yahya Teknisi pada Balai

Lebih terperinci

BULETIN PSP ISSN: X Volume XIX No. 1 Edisi April 2011 Hal

BULETIN PSP ISSN: X Volume XIX No. 1 Edisi April 2011 Hal BULETIN PSP ISSN: 0251-286X Volume XIX No. 1 Edisi April 2011 Hal 105-113 ESTIMASI MUSIM PENANGKAPAN LAYANG (DECAPTERUS SPP) YANG DIDARATKAN DI PPN PEKALONGAN, JAWA TENGAH (Estimation Fishing Season of

Lebih terperinci

6 HASIL DAN PEMBAHASAN

6 HASIL DAN PEMBAHASAN 6 HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Kondisi Riil Fasilitas Kebutuhan Operasional Penangkapan Ikan di PPN Karangantu Fasilitas kebutuhan operasional penangkapan ikan di PPN Karangantu dibagi menjadi dua aspek, yaitu

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN STOCK. Analisis Bio-ekonomi Model Gordon Schaefer

METODE PENELITIAN STOCK. Analisis Bio-ekonomi Model Gordon Schaefer METODE PENELITIAN 108 Kerangka Pemikiran Agar pengelolaan sumber daya udang jerbung bisa dikelola secara berkelanjutan, dalam penelitian ini dilakukan beberapa langkah perhitungan untuk mengetahui: 1.

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE. Gambar 6. Peta Lokasi Penelitian (Dinas Hidro-Oseanografi 2004)

3. BAHAN DAN METODE. Gambar 6. Peta Lokasi Penelitian (Dinas Hidro-Oseanografi 2004) 24 3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini mengikuti penelitian bagian Manajemen Sumberdaya Perikanan (MSPi) dan dilaksanakan selama periode bulan Maret 2011 hingga Oktober

Lebih terperinci

Study Catches of Decpterus Fish (Decapterus Sp) With The Arrested Purse Seine in Samudera Fishing Port (Pps) Lampulo

Study Catches of Decpterus Fish (Decapterus Sp) With The Arrested Purse Seine in Samudera Fishing Port (Pps) Lampulo Studi Hasil Tangkapan Ikan Layang (Decapterus Sp) Dengan Alat Tangkap Pukat Cincin (Purse Seine) Yang Didaratkan di Pelabuhan Perikanan Samudera (Pps) Lampulo Study Catches of Decpterus Fish (Decapterus

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai September 2010. Pengambilan data lapangan dilakukan di wilayah Kabupaten Maluku Tenggara, sejak 21 Juli

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 35 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kota Jakarta Utara 4.1.1 Letak geografis dan topografi Jakarta Utara Muara Angke berada di wilayah Jakarta Utara. Wilayah DKI Jakarta terbagi menjadi

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian penangkapan ikan dengan menggunakan jaring arad yang telah dilakukan di perairan pantai Cirebon, daerah Kecamatan Gebang, Jawa Barat

Lebih terperinci

Gambar 6 Peta lokasi penelitian.

Gambar 6 Peta lokasi penelitian. 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan dimulai dengan penyusunan proposal dan penelusuran literatur mengenai objek penelitian cantrang di Pulau Jawa dari

Lebih terperinci

Efektifitas Modifikasi Rumpon Cumi sebagai Media Penempelan Telur Cumi Bangka (Loligo chinensis)

Efektifitas Modifikasi Rumpon Cumi sebagai Media Penempelan Telur Cumi Bangka (Loligo chinensis) EFEKTIFITAS MODIFIKASI RUMPON CUMI SEBAGAI MEDIA PENEMPELAN TELUR CUMI BANGKA (Loligo Effectiveness of Squid Modification As a Media of Attachment Squid Eggs Bangka Indra Ambalika Syari 1) 1) Staff Pengajar

Lebih terperinci

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti Sebuah lagu berjudul Nenek moyangku seorang pelaut membuat saya teringat akan kekayaan laut Indonesia. Tapi beberapa waktu lalu, beberapa nelayan Kepulauan

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kabupaten Pati 4.1.1 Kondisi geografi Kabupaten Pati dengan pusat pemerintahannya Kota Pati secara administratif berada dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten

Lebih terperinci

Tabel 1 Contoh spesifikasi kapal purse seine Pekalongan No. Spesifikasi Dimensi

Tabel 1 Contoh spesifikasi kapal purse seine Pekalongan No. Spesifikasi Dimensi 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Perikanan purse seine Pekalongan 4.1.1.1 Kapal purse seine Pekalongan Secara umum armada penangkapan ikan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Pekalongan adalah

Lebih terperinci

BEBERAPA JENIS PANCING (HANDLINE) IKAN PELAGIS BESAR YANG DIGUNAKAN NELAYAN DI PPI HAMADI (JAYAPURA)

BEBERAPA JENIS PANCING (HANDLINE) IKAN PELAGIS BESAR YANG DIGUNAKAN NELAYAN DI PPI HAMADI (JAYAPURA) Tersedia online di: http://ejournal-balitbang.kkp.go.id/index.php/btl e-mail:btl.puslitbangkan@gmail.com BULETINTEKNIKLITKAYASA Volume 15 Nomor 2 Desember 2017 e-issn: 2541-2450 BEBERAPA JENIS PANCING

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN Lampiran 1. Komponen Alat Tangkap Jaring Kembung a. Jaring Kembung b. Pengukuran Mata Jaring c. Pemberat d. Pelampung Utama e. Pelampung Tanda f. Bendera Tanda Pemilik Jaring Lampiran 2. Kapal

Lebih terperinci

MUSIM PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI LEMPASING PROVINSI LAMPUNG

MUSIM PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI LEMPASING PROVINSI LAMPUNG MUSIM PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI LEMPASING PROVINSI LAMPUNG (Fishing Season of Large Pelagic Fish in Lempasing Coastal Fishing Port Lampung Province) Setia Agustina 1

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Daerah Penelitian Kabupaten Kupang merupakan kabupaten yang paling selatan di negara Republik Indonesia. Kabupaten ini memiliki 27 buah pulau, dan 19 buah pulau

Lebih terperinci

5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR

5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR 5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR 5.1 Sumberdaya Ikan Sumberdaya ikan (SDI) digolongkan oleh Mallawa (2006) ke dalam dua kategori, yaitu SDI konsumsi dan SDI non konsumsi. Sumberdaya ikan konsumsi

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Indramayu Kabupaten Indramayu secara geografis berada pada 107 52'-108 36' BT dan 6 15'-6 40' LS. Berdasarkan topografinya sebagian besar merupakan

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial

5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial 5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial Hasil pengamatan terhadap citra SPL diperoleh bahwa secara umum SPL yang terendah terjadi pada bulan September 2007 dan tertinggi pada bulan Mei

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Kajian tentang konsep kapasitas penangkapan ikan berikut metoda pengukurannya sudah menjadi isu penting pada upaya pengelolaan perikanan yang berkelanjutan. The Code of

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi umum perairan Selat Sunda Perairan Selat Sunda terletak di antara Pulau Sumatera dan Pulau Jawa sehingga perairan ini merupakan pertemuan antara perairan

Lebih terperinci

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Kota Serang Kota Serang adalah ibukota Provinsi Banten yang berjarak kurang lebih 70 km dari Jakarta. Suhu udara rata-rata di Kota Serang pada tahun 2009

Lebih terperinci

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas 26 4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi 4.1.1 Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas Menurut DKP Kabupaten Banyuwangi (2010) luas wilayah Kabupaten Banyuwangi

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis, Topografis dan Luas Wilayah Kabupaten Ciamis merupakan salah satu kota yang berada di selatan pulau Jawa Barat, yang jaraknya dari ibu kota Propinsi

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. Gambar 2 Peta Selat Bali dan daerah penangkapan ikan lemuru.

3 METODOLOGI. Gambar 2 Peta Selat Bali dan daerah penangkapan ikan lemuru. 3 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan selama bulan Juli 009 di Pelabuhan Perikanan Pantai Muncar - Perairan Selat Bali, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Perairan Selat Bali terletak

Lebih terperinci

5 HASIL PENELITIAN. Tahun. Gambar 8. Perkembangan jumlah alat tangkap purse seine di kota Sibolga tahun

5 HASIL PENELITIAN. Tahun. Gambar 8. Perkembangan jumlah alat tangkap purse seine di kota Sibolga tahun 37 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Aspek Teknis Perikanan Purse seine Aspek teknis merupakan aspek yang menjelaskan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan usaha penangkapan ikan, yaitu upaya penangkapan, alat

Lebih terperinci

8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI

8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI 131 8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI 8.1 Pendahuluan Mewujudkan sosok perikanan tangkap yang mampu mempertahankan

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN MINI DI PERAIRAN PEMALANG DAN SEKITARNYA

PENGARUH JUMLAH LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN MINI DI PERAIRAN PEMALANG DAN SEKITARNYA Pengaruh Lampu terhadap Hasil Tangkapan... Pemalang dan Sekitarnya (Nurdin, E.) PENGARUH JUMLAH LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN MINI DI PERAIRAN PEMALANG DAN SEKITARNYA Erfind Nurdin Peneliti

Lebih terperinci

Analisis Tangkapan Lestari dan Pola Musim Penangkapan Cumi-Cumi di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat-Bangka

Analisis Tangkapan Lestari dan Pola Musim Penangkapan Cumi-Cumi di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat-Bangka 26 D Rosalina et al. / Maspari Journal 02 (2011) 26-38 Maspari Journal 02 (2011) 26-38 http://masparijournal.blogspot.com Analisis Tangkapan Lestari dan Pola Musim Penangkapan Cumi-Cumi di Pelabuhan Perikanan

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Perairan Palabuhanratu terletak di sebelah selatan Jawa Barat, daerah ini merupakan salah satu daerah perikanan yang potensial di Jawa

Lebih terperinci

PENENTUAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN TONGKOL BERDASARKAN PENDEKATAN SUHU PERMUKAAN LAUT DAN HASIL TANGKAPAN DI PERAIRAN BINUANGEUN, BANTEN TOPAN BASUMA

PENENTUAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN TONGKOL BERDASARKAN PENDEKATAN SUHU PERMUKAAN LAUT DAN HASIL TANGKAPAN DI PERAIRAN BINUANGEUN, BANTEN TOPAN BASUMA PENENTUAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN TONGKOL BERDASARKAN PENDEKATAN SUHU PERMUKAAN LAUT DAN HASIL TANGKAPAN DI PERAIRAN BINUANGEUN, BANTEN TOPAN BASUMA DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun memiliki hak yang sama untuk mengambil atau mengeksploitasi sumberdaya didalamnya. Nelayan menangkap

Lebih terperinci

Gambar 1. Diagram TS

Gambar 1. Diagram TS BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air 4.1.1 Diagram TS Massa Air di Selat Lombok diketahui berasal dari Samudra Pasifik. Hal ini dibuktikan dengan diagram TS di 5 titik stasiun

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Distribusi Klorofil-a secara Temporal dan Spasial. Secara keseluruhan konsentrasi klorofil-a cenderung menurun dan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Distribusi Klorofil-a secara Temporal dan Spasial. Secara keseluruhan konsentrasi klorofil-a cenderung menurun dan 28 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Distribusi Klorofil-a secara Temporal dan Spasial Secara keseluruhan konsentrasi klorofil-a cenderung menurun dan bervariasi dari tahun 2006 hingga tahun 2010. Nilai rata-rata

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum PPP Labuan, Banten Wilayah Kabupaten Pandeglang secara geografis terletak antara 6 0 21-7 0 10 Lintang Selatan dan 104 0 48-106 0 11 Bujur Barat dengan luas

Lebih terperinci

KAJIAN UNIT PENANGKAPAN PURSE SEINE DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI INDRAMAYU

KAJIAN UNIT PENANGKAPAN PURSE SEINE DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI INDRAMAYU KAJIAN UNIT PENANGKAPAN PURSE SEINE DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI INDRAMAYU PROGRAM STUD1 PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

FENOMENA UPWELLING DAN KAITANNYA TERHADAP JUMLAH TANGKAPAN IKAN LAYANG DELES (Decapterus Macrosoma) DI PERAIRAN TRENGGALEK

FENOMENA UPWELLING DAN KAITANNYA TERHADAP JUMLAH TANGKAPAN IKAN LAYANG DELES (Decapterus Macrosoma) DI PERAIRAN TRENGGALEK FENOMENA UPWELLING DAN KAITANNYA TERHADAP JUMLAH TANGKAPAN IKAN LAYANG DELES (Decapterus Macrosoma) DI PERAIRAN TRENGGALEK Indri Ika Widyastuti 1, Supriyatno Widagdo 2, Viv Djanat Prasita 2 1 Mahasiswa

Lebih terperinci

Lampiran 2. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian

Lampiran 2. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian Lampiran 1. Ilustrasi Peta Lokasi Penelitian 42 Lampiran 2. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian Lampiran 3. Alat yang Digunakan GPS (Global Positioning System) Refraktometer Timbangan Digital

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian Wilayah Banten berada pada batas astronomi 5º7 50-7º1 11 Lintang Selatan dan 105º1 11-106º7 12 Bujur Timur. Luas wilayah Banten adalah

Lebih terperinci

POLA MUSIM IKAN LAYUR (Trichiurus spp.) HASIL TANGKAPAN PANCING LAYUR DI TELUK PALABUHANRATU SUKABUMI ULFAH NUR UTAMI

POLA MUSIM IKAN LAYUR (Trichiurus spp.) HASIL TANGKAPAN PANCING LAYUR DI TELUK PALABUHANRATU SUKABUMI ULFAH NUR UTAMI POLA MUSIM IKAN LAYUR (Trichiurus spp.) HASIL TANGKAPAN PANCING LAYUR DI TELUK PALABUHANRATU SUKABUMI ULFAH NUR UTAMI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

PS Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan ABSTRAK

PS Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan ABSTRAK PENGARUH PEMASANGAN RUMPON PADA MUSIM BARAT TERHADAP HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP PAYANG DI PERAIRAN TUBAN JAWA TIMUR Mohammad Rizal Kurniawan 1*), Daduk Setyohadi 2*), Gatut Bintoro 3*) PS Pemanfaatan

Lebih terperinci

Lokasi penelitian di UPPPP Muncar dan PPN Pengambengan Selat Bali (Bakosurtanal, 2010)

Lokasi penelitian di UPPPP Muncar dan PPN Pengambengan Selat Bali (Bakosurtanal, 2010) 37 3 METODOLOGI UMUM Penjelasan dalam metodologi umum, menggambarkan secara umum tentang waktu, tempat penelitian, metode yang digunakan. Secara spesifik sesuai dengan masing-masing kriteria yang akan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Wilayah laut Indonesia kaya akan ikan, lagi pula sebagian besar merupakan dangkalan. Daerah dangkalan merupakan daerah yang kaya akan ikan sebab di daerah dangkalan sinar

Lebih terperinci

Nadhilah Nur Shabrina, Sunarto, dan Herman Hamdani Universitas Padjadjaran

Nadhilah Nur Shabrina, Sunarto, dan Herman Hamdani Universitas Padjadjaran PENENTUAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN TONGKOL BERDASARKAN PENDEKATAN DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN LAUT DAN HASIL TANGKAPAN IKAN DI PERAIRAN UTARA INDRAMAYU JAWA BARAT Nadhilah Nur Shabrina, Sunarto, dan Herman

Lebih terperinci

3. METODE. penelitian dilakukan dengan beberapa tahap : pertama, pada bulan Februari. posisi koordinat LS dan BT.

3. METODE. penelitian dilakukan dengan beberapa tahap : pertama, pada bulan Februari. posisi koordinat LS dan BT. 3. METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari Februari hingga Agustus 2011. Proses penelitian dilakukan dengan beberapa tahap : pertama, pada bulan Februari dilakukan pengumpulan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 44 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Selat Malaka Perairan Selat Malaka merupakan bagian dari Paparan Sunda yang relatif dangkal dan merupakan satu bagian dengan dataran utama Asia serta

Lebih terperinci

DINAMIKA PERIKANAN PURSE SEINE YANG BERBASIS DI PPN PEKALONGAN, JAWA TENGAH UMI CHODRIYAH

DINAMIKA PERIKANAN PURSE SEINE YANG BERBASIS DI PPN PEKALONGAN, JAWA TENGAH UMI CHODRIYAH DINAMIKA PERIKANAN PURSE SEINE YANG BERBASIS DI PPN PEKALONGAN, JAWA TENGAH UMI CHODRIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah (Gambar 3). 3.2 Tahapan Pelaksanaan Penelitian Tahapan-tahapan pelaksanaan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PUNGUTAN HASIL PERIKANAN (PHP) : STUDI KASUS PERIKANAN PURSE SEINE PELAGIS KECIL DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) PEKALONGAN

KEBIJAKAN PUNGUTAN HASIL PERIKANAN (PHP) : STUDI KASUS PERIKANAN PURSE SEINE PELAGIS KECIL DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) PEKALONGAN KEBIJAKAN PUNGUTAN HASIL PERIKANAN (PHP) : STUDI KASUS PERIKANAN PURSE SEINE PELAGIS KECIL DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) PEKALONGAN EDDY SOESANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis 29 4 KEADAAN UMUM 4.1 Letak dan Kondisi Geografis Keadaan geografi Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten yang memiliki luas laut yang cukup besar. Secara geografis Kabupaten Aceh Besar berada

Lebih terperinci

ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN JARING INSANG HANYUT DAN KOMPOSISI JENIS IKAN HASIL TANGKAPAN DI SEKITAR PULAU BENGKALIS, SELAT MALAKA

ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN JARING INSANG HANYUT DAN KOMPOSISI JENIS IKAN HASIL TANGKAPAN DI SEKITAR PULAU BENGKALIS, SELAT MALAKA ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN JARING INSANG HANYUT DAN KOMPOSISI JENIS IKAN HASIL TANGKAPAN DI SEKITAR PULAU BENGKALIS, SELAT MALAKA Enjah Rahmat Teknisi pada Balai Penelitian Perikanan Laut, Muara Baru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1. BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara maritim dengan luas wilayah laut

Lebih terperinci

Produktivitas dan Kelayakan Usaha Bagan Perahu di Pelabuhan Perikanan Nusantara Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara

Produktivitas dan Kelayakan Usaha Bagan Perahu di Pelabuhan Perikanan Nusantara Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara Produktivitas dan Kelayakan Usaha Bagan Perahu di Pelabuhan Perikanan Nusantara Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara 1,2 Frengky Amrain, 2 Abd. Hafidz Olii, 2 Alfi S.R. Baruwadi frengky_amrain@yahoo.com

Lebih terperinci

SISTEM BAGI HASIL USAHA PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA (PPS) BUNGUS KOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT. Oleh

SISTEM BAGI HASIL USAHA PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA (PPS) BUNGUS KOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT. Oleh 1 SISTEM BAGI HASIL USAHA PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA (PPS) BUNGUS KOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT Oleh Wendy Alan 1) Hendrik (2) dan Firman Nugroho (2) Email : wendyalan@gmail.com

Lebih terperinci

5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU

5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU 5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU 5.1 Jenis dan Volume Produksi serta Ukuran Hasil Tangkapan 1) Jenis dan Volume Produksi Hasil Tangkapan Pada tahun 2006, jenis

Lebih terperinci

4 HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN PANTAI BARAT SULAWESI SELATAN

4 HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN PANTAI BARAT SULAWESI SELATAN 4 HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN PANTAI BARAT SULAWESI SELATAN 4.1 Pendahuluan Perikanan tangkap merupakan kegiatan yang dilakukan dengan tujuan memanfaatkan sumberdaya ikan yang mempunyai

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 27 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengumpulan data dilaksanakan bulan Juli-September 2007 yaitu di Polewali, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Unit Penangkapan Mini Purse Seine di Kabupaten Jeneponto 4.1.1 Kapal Kapal yang dipergunakan untuk pengoperasian alat tangkap mini purse seine di Desa Tanru Sampe dan Tarowang

Lebih terperinci

Aspek Biologi Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta) Sebagai Landasan Pengelolaan Teknologi Penangkapan Ikan di Kabupaten Kendal

Aspek Biologi Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta) Sebagai Landasan Pengelolaan Teknologi Penangkapan Ikan di Kabupaten Kendal Aspek Biologi Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta) Sebagai Landasan Pengelolaan Teknologi Penangkapan Ikan di Kabupaten Kendal Nadia Adlina 1, *, Herry Boesono 2, Aristi Dian Purnama Fitri 2 1

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perikanan purse seine di pantai utara Jawa merupakan salah satu usaha perikanan tangkap yang menjadi tulang punggung bagi masyarakat perikanan di Jawa Tengah, terutama

Lebih terperinci

4 HASIL. Gambar 4 Produksi tahunan hasil tangkapan ikan lemuru tahun

4 HASIL. Gambar 4 Produksi tahunan hasil tangkapan ikan lemuru tahun Cacth (ton) 46 4 HASIL 4.1 Hasil Tangkapan (Catch) Ikan Lemuru Jumlah dan nilai produksi tahunan hasil tangkapan ikan lemuru yang didaratkan di PPP Muncar dari tahun 24 28 dapat dilihat pada Gambar 4 dan

Lebih terperinci

Fluctuation of catch per unit efforts and catch seasons of skipjack tuna (Katsuwonus pelamis) in Prigi waters, East Java Province

Fluctuation of catch per unit efforts and catch seasons of skipjack tuna (Katsuwonus pelamis) in Prigi waters, East Java Province Perkembangan hasil tangkapan per upaya dan pola musim penangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) di Perairan Prigi, Provinsi JawaTimur Fluctuation of catch per unit efforts and catch seasons of skipjack

Lebih terperinci

VARIABILITAS SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANGIN MUSON DAN IODM (INDIAN OCEAN DIPOLE MODE)

VARIABILITAS SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANGIN MUSON DAN IODM (INDIAN OCEAN DIPOLE MODE) VARIABILITAS SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANGIN MUSON DAN IODM (INDIAN OCEAN DIPOLE MODE) Oleh : HOLILUDIN C64104069 SKRIPSI PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN

Lebih terperinci

STUDITENTANG HBSFL TANGNAPAN IKAH KEMBUNG DENGWN klat TANGKWP PURSE SlhlNE DI PELABUNWN PEFaIKANWH NUSAWTARA BELAWAH KOTAMYA MEDAN, SUMATERA UTARA

STUDITENTANG HBSFL TANGNAPAN IKAH KEMBUNG DENGWN klat TANGKWP PURSE SlhlNE DI PELABUNWN PEFaIKANWH NUSAWTARA BELAWAH KOTAMYA MEDAN, SUMATERA UTARA STUDITENTANG HBSFL TANGNAPAN IKAH KEMBUNG DENGWN klat TANGKWP PURSE SlhlNE DI PELABUNWN PEFaIKANWH NUSAWTARA BELAWAH KOTAMYA MEDAN, SUMATERA UTARA Oleh FPKULTAS PERiKANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1990

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN aa 16 a aa a 4.1 Keadaan Geografis dan Topografis Secara geografis Kabupaten Indramayu terletak pada posisi 107 52' 108 36' BT dan 6 15' 6 40' LS. Batas wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian penangkapan rajungan dengan menggunakan jaring kejer dilakukan di perairan Gebang Kabupaten Cirebon, Jawa Barat (Lampiran 1 dan Lampiran 2). Penelitian

Lebih terperinci

PENGHITUNGAN TINGKAT EFISIENSI TEKNIS DAN PENGGUNAAN VARIABEL INPUT ALAT TANGKAP PURSE SEINE YANG BERBASIS DI PPP LAMPULO ACEH

PENGHITUNGAN TINGKAT EFISIENSI TEKNIS DAN PENGGUNAAN VARIABEL INPUT ALAT TANGKAP PURSE SEINE YANG BERBASIS DI PPP LAMPULO ACEH PENGHITUNGAN TINGKAT EFISIENSI TEKNIS DAN PENGGUNAAN VARIABEL INPUT ALAT TANGKAP PURSE SEINE YANG BERBASIS DI PPP LAMPULO ACEH PI - 0 Eko S. Wiyono Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 143,5 mm/tahun dengan kelembaban 74% - 85%. Kecepatan angin pada musim

I. PENDAHULUAN. 143,5 mm/tahun dengan kelembaban 74% - 85%. Kecepatan angin pada musim I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Aceh Singkil beriklim tropis dengan curah hujan rata rata 143,5 mm/tahun dengan kelembaban 74% - 85%. Kecepatan angin pada musim timur maksimum 15 knot, sedangkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Jumlah Armada Penangkapan Ikan Cirebon Tahun Tahun Jumlah Motor

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Jumlah Armada Penangkapan Ikan Cirebon Tahun Tahun Jumlah Motor BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perikanan Tangkap di Cirebon Armada penangkapan ikan di kota Cirebon terdiri dari motor tempel dan kapal motor. Jumlah armada penangkapan ikan dikota Cirebon

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP HASIL TAGKAPAN IKAN CAKALANG DI PERAIRAN KOTA BENGKULU

PENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP HASIL TAGKAPAN IKAN CAKALANG DI PERAIRAN KOTA BENGKULU PENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP HASIL TAGKAPAN IKAN CAKALANG DI PERAIRAN KOTA BENGKULU Zulkhasyni Fakultas Pertanian Universitas Prof. Dr. Hazairin, SH Bengkulu ABSTRAK Perairan Laut Bengkulu merupakan

Lebih terperinci

PERIKANAN TUNA SKALA RAKYAT (SMALL SCALE) DI PRIGI, TRENGGALEK-JAWA TIMUR

PERIKANAN TUNA SKALA RAKYAT (SMALL SCALE) DI PRIGI, TRENGGALEK-JAWA TIMUR ABSTRAK PERIKANAN TUNA SKALA RAKYAT (SMALL SCALE) DI PRIGI, TRENGGALEK-JAWA TIMUR Erfind Nurdin Peneliti pada Balai Riset Perikanan Laut, Muara Baru-Jakarta Teregristrasi I tanggal: 18 September 2007;

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN NELAYAN ALAT TANGKAP MINI PURSE SEINE 9 GT DAN 16 GT DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) MORODEMAK, DEMAK

ANALISIS PENDAPATAN NELAYAN ALAT TANGKAP MINI PURSE SEINE 9 GT DAN 16 GT DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) MORODEMAK, DEMAK ANALISIS PENDAPATAN NELAYAN ALAT TANGKAP MINI PURSE SEINE 9 GT DAN 16 GT DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) MORODEMAK, DEMAK Mini Purse Seiner s Revenue Analysis Used 9 GT and 16 GT in Coastal Fishing

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum aktivitas perikanan tangkap di Indonesia dilakukan secara open access. Kondisi ini memungkinkan nelayan dapat bebas melakukan aktivitas penangkapan tanpa batas

Lebih terperinci

Sumber : Wiryawan (2009) Gambar 9 Peta Teluk Jakarta

Sumber : Wiryawan (2009) Gambar 9 Peta Teluk Jakarta 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Teluk Jakarta Secara geografis Teluk Jakarta (Gambar 9) terletak pada 5 o 55 30-6 o 07 00 Lintang Selatan dan 106 o 42 30-106 o 59 30 Bujur Timur. Batasan di sebelah

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 15 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis dan Topografis Kabupaten Indramayu terletak di pesisir utara Pantai Jawa, dengan garis pantai sepanjang 114 km. Kabupaten Indramayu terletak pada

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah laut Indonesia terdiri dari perairan teritorial seluas 0,3 juta km 2, perairan laut Nusantara seluas 2,8 juta km 2 dan perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas

Lebih terperinci

4 HASIL PENELITIAN. 4.1 Statistik Produksi Ikan dan Telur Ikan Terbang Produksi tahunan ikan dan telur ikan terbang

4 HASIL PENELITIAN. 4.1 Statistik Produksi Ikan dan Telur Ikan Terbang Produksi tahunan ikan dan telur ikan terbang 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Statistik Produksi Ikan dan Telur Ikan Terbang 4.1.1 Produksi tahunan ikan dan telur ikan terbang Produksi ikan terbang (IT) di daerah ini dihasilkan dari beberapa kabupaten yang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten di Pemerintah Aceh yang memiliki potensi sumberdaya ikan. Jumlah sumberdaya ikan diperkirakan sebesar 11.131 ton terdiri

Lebih terperinci

4 HASIL. Gambar 8 Kapal saat meninggalkan fishing base.

4 HASIL. Gambar 8 Kapal saat meninggalkan fishing base. 31 4 HASIL 4.1 Unit Penangkapan Ikan 4.1.1 Kapal Jumlah perahu/kapal yang beroperasi di Kecamatan Mempawah Hilir terdiri dari 124 perahu/kapal tanpa motor, 376 motor tempel, 60 kapal motor 0-5 GT dan 39

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL TANGKAPAN PURSE SEINE WARING UNTUK PELESTARIAN SUMBERDAYA IKAN TERI (Stolephorus devisi) DI PERAIRAN WONOKERTO, KABUPATEN PEKALONGAN

ANALISIS HASIL TANGKAPAN PURSE SEINE WARING UNTUK PELESTARIAN SUMBERDAYA IKAN TERI (Stolephorus devisi) DI PERAIRAN WONOKERTO, KABUPATEN PEKALONGAN ANALISIS HASIL TANGKAPAN PURSE SEINE WARING UNTUK PELESTARIAN SUMBERDAYA IKAN TERI (Stolephorus devisi) DI PERAIRAN WONOKERTO, KABUPATEN PEKALONGAN Catch Analyses of Purse Seine Waring for Preservation

Lebih terperinci

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Karang Congkak, Karang Lebar, dan Semak Daun Kepulauan Seribu (Gambar 2). Lokasi pengambilan contoh dilakukan di perairan yang

Lebih terperinci

Status Perikanan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPP RI 571) Laut Andaman dan Selat Malaka 1

Status Perikanan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPP RI 571) Laut Andaman dan Selat Malaka 1 Status Perikanan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPP RI 571) Laut Andaman dan Selat Malaka 1 Oleh: Yudi Wahyudin 2 Abstrak Wilayah Pengelolaan Perikanan Repubik Indonesia (WPP RI)

Lebih terperinci