IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NO 16 TAHUN 1964 TENTANG SISTEM BAGI HASIL PERIKANAN: PRAKTEK SISTEM BAGI HASIL PERIKANAN DI PPI MUARA ANGKE

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NO 16 TAHUN 1964 TENTANG SISTEM BAGI HASIL PERIKANAN: PRAKTEK SISTEM BAGI HASIL PERIKANAN DI PPI MUARA ANGKE"

Transkripsi

1 IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NO 16 TAHUN 1964 TENTANG SISTEM BAGI HASIL PERIKANAN: PRAKTEK SISTEM BAGI HASIL PERIKANAN DI PPI MUARA ANGKE WANDA PUTRI UTAMI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Implementasi Undang- Undang No. 16 Tahun 1964 tentang Sistem Bagi Hasil Perikanan: Praktek Sistem Bagi Hasil Perikanan di PPI Muara Angke adalah benar karya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Juli 2014 Wanda Putri Utami NIM C

4 ABSTRAK WANDA PUTRI UTAMI. Implementasi Undang-Undang No. 16 Tahun 1964 tentang Sistem Bagi Hasil Perikanan: Praktek Sistem Bagi Hasil Perikanan di PPI Muara Angke. Dibimbing oleh AKHMAD SOLIHIN dan DARMAWAN. Perikanan di PPI Muara Angke menggunakan berbagai alat tangkap seperti Boukeami atau jaring cumi, Purse Seine atau pukat cincin, Gillnet atau jaring insang, dan bubu. Adapun pembagian hasil tangkapan yang berlaku sesuai dengan Undang-Undang No.16 Tahun 1964 yaitu 60% untuk nelayan pemilik dan 40% untuk nelayan penggarap. Namun untuk boukeami ada yang menggunakan pembagian hasil 50:50. Menurut undang-undang tersebut besarnya pembagian untuk tiap nelayan penggarap diatur pada Pasal 3 ayat (2) yaitu paling banyak mendapatkan 3 bagian dan paling sedikit mendapatkan 1 bagian. Hal ini juga berlaku di PPI Muara Angke. Namun praktek pembagian beban terdapat perbedaan yang mengakibatkan nelayan penggarap mendapat jumlah yang lebih sedikit. Kata kunci: alat tangkap, bagi hasil, nelayan, Undang-Undang, PPI Muara Angke ABSTRACT WANDA PUTRI UTAMI. Implementation of Act No. 16, 1964 on Fisheries Sharing System: Practice Fisheries Sharing System in PPI Muara Angke. Supervised by AKHMAD SOLIHIN and DARMAWAN. Fisheries in PPI Muara Angke is making use of fishing gears such as boukeami or squid net, purse Seine, gillnet, and trap. Sharing system practices which based on costums are in accord with the Act 16 of 1964, where the boat owner receives 60% and the fish workers receive 40%. Although in boukeami they use 50:50 sharing formula. According to the Act, the amount of allotment in the worker s share is regulated in Article 3 paragraph (2) which is no more than 3 shares and at least a share. This has actually been practiced in PPI Muara Angke. However, there were differences in splitting the cost, expenses and expenditures between what was said in the act with the practice. As result, the fish workers receive less revenue. Keywords: fishing gear, sharing revenue, fisherman, act, PPI Muara Angke

5 IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NO 16 TAHUN 1964 TENTANG SISTEM BAGI HASIL PERIKANAN: PRAKTEK SISTEM BAGI HASIL PERIKANAN DI PPI MUARA ANGKE WANDA PUTRI UTAMI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

6

7 Judul Skripsi : Implementasi Undang-Undang No. 16 Tahun 1964 Tentang Sistem Bagi Hasil Perikanan: Praktek Sistem Bagi Hasil Perikanan di PPI Muara Angke Nama : Wanda Putri Utami NIM : C Program Studi : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap Disetujui oleh Akhmad Solihin, SPi, MH Pembimbing I Dr Ir Darmawan, MAMA Pembimbing II Diketahui oleh Dr Ir Budy Wiryawan Ketua Departemen Tanggal Lulus:

8

9 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak Bulan Desember 2013 ini ialah bagi hasil, dengan judul Implementasi Undang-Undang No. 16 Tahun 1964 tentang Sistem Bagi Hasil Perikanan: Praktek Sistem Bagi Hasil Perikanandi PPI Muara Angke. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Akhmad Solihin SPi, MH dan Bapak Dr Ir Darmawan, MAMA selaku pembimbing, Dr Ir Sugeng Hari Wisudo, MSi selaku dosen penguji serta Dr Iin Solihin, SPi, MSi selaku komisi pendidikan yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan dan saran. Selain itu, penghargaan penulis sampaikan kepada semua pihak Unit Pengelola Teknis Pengelola Kawasan Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan (UPT PKPP dan PPI) Muara Angke, Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Muara Angke dan nelayan-nelayan di PPI Muara Angke yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada Ayah, Ibu dan seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya serta kepada teman-teman PSP 47 yang telah memberikan dukungannya. Atas segala kekurangan yang ada, penulis menerima segala masukan dan saran yang membangun. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Juli 2014 Wanda Putri Utami

10

11 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 METODE 2 Lokasi dan Waktu Penelitian 2 Obyek dan Alat Penelitian 3 Metode Penelitian 3 Analisis Data 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 Sistem Bagi Hasil berdasarkan Undang-Undang 5 Sistem Bagi Hasil di PPI Muara Angke berdasarkan Alat Tangkap 7 Perbandingan Undang-Undang dan Praktek di PPI Muara Angke 18 SIMPULAN DAN SARAN 19 Simpulan 19 Saran 19 DAFTAR PUSTAKA 20 LAMPIRAN 21 RIWAYAT HIDUP 32

12 DAFTAR TABEL 1 Pembagian beban-beban berdasarkan Undang-Undang dan kebiasaan 6 2 Alat tangkap di PPI Muara Angke tahun Musim tangkapan per alat tangkap 7 4 Pembagian hasil boukeami atau jaring cumi 8 5 Pendapatan nelayan boukeami atau jaring cumi bagi hasil 60% : 40% musim panen 9 6 Pendapatan nelayan boukeami atau jaring cumi bagi hasil 60% : 40% musim sedang 9 7 Pendapatan nelayan boukeami atau jaring cumi bagi hasil 60% : 40% musim paceklik 9 8 Pendapatan nelayan penggarap boukeami atau jaring cumi tiap musim menurut kebiasaan (bagi hasil 60% : 40%) 10 9 Pendapatan nelayan penggarap boukeami atau jaring cumi tiap musim menurut Undang-Undang (bagi hasil 60% : 40%) Pendapatan nelayan boukeami atau jaring cumi bagi hasil 50% : 50% musim panen Pendapatan nelayan boukeami atau jaring cumi bagi hasil 50% : 50% musim sedang Pendapatan nelayan boukeami atau jaring cumi bagi hasil 50% : 50% musim paceklik Pendapatan nelayan penggarap boukeami atau jaring cumi tiap musim menurut kebiasaan (bagi hasil 50% : 50%) Pendapatan nelayan penggarap boukeami atau jaring cumi tiap musim menurut Undang-Undang (bagi hasil 50% : 50%) Pembagian hasil purse seine atau pukat cincin Pendapatan nelayan purse seine atau pukat cincin musim panen Pendapatan nelayan purse seine atau pukat cincin musim sedang Pendapatan nelayan purse seine atau pukat cincin musim paceklik Pendapatan nelayan penggarap purse seine atau pukat cincin tiap musim menurut kebiasaan Pendapatan nelayan penggarap purse seine atau pukat cincin tiap musim menurut Undang-Undang Pembagian hasil gillnet atau jaring insang Pendapatan gillnet atau jaring insang musim panen Pendapatan gillnet atau jaring insang musim sedang Pendapatan gillnet atau jaring insang musim paceklik Pendapatan nelayan penggarap gillnet atau jaring insang tiap musim menurut kebiasaan Pendapatan nelayan penggarap gillnet atau jaring insang tiap musim menurut Undang-Undang Pendapatan nelayan penggarap bubu tiap musim Selisih bagi hasil tiap alat tangkap 18

13 DAFTAR GAMBAR 1 Peta lokasi penelitian 2 2 Kapal boukeami atau jaring cumi 8 3 Kapal purse seine atau pukat cincin 12 4 Kapal gillnet atau jaring insang 15 5 Kapal bubu 17 DAFTAR LAMPIRAN 1 Biaya tetap boukeami atau jaring cumi per trip dalam satu tahun 21 2 Biaya variabel boukeami atau jaring cumi musim panen 21 3 Hasil tangkapan boukeami atau jaring cumi musim panen 21 4 Pendapatan nelayan boukeami atau jaring cumi bagi hasil 60% : 40% musim panen 22 5 Pendapatan nelayan boukeami atau jaring cumi bagi hasil 50% : 50% musim panen 22 6 Biaya variabel boukeami atau jaring cumi musim sedang 22 7 Hasil tangkapan boukeami atau jaring cumi musim sedang 22 8 Pendapatan nelayan boukeami atau jaring cumi bagi hasil 60% : 40% musim sedang 23 9 Pendapatan nelayan boukeami atau jaring cumi bagi hasil 50% : 50% musim sedang Biaya variabel boukeami atau jaring cumi musim paceklik Hasil tangkapan boukeami atau jaring cumi musim paceklik Pendapatan nelayan boukeami atau jaring cumi bagi hasil 60% : 40% musim paceklik Pendapatan nelayan boukeami atau jaring cumi bagi hasil 50% : 50% musim paceklik Biaya tetap purse seine atau pukat cincin per trip dalam satu tahun Biaya variabel purse seine atau pukat cincin musim panen Hasil tangkapan purse seine atau pukat cincin musim panen Pendapatan nelayan purse seine atau pukat cincin musim panen Biaya variabel purse seine atau pukat cincin musim sedang Hasil tangkapan purse seine atau pukat cincin musim sedang Pendapatan nelayan purse seine atau pukat cincin musim sedang Biaya variabel purse seine atau pukat cincin musim paceklik Hasil tangkapan purse seine atau pukat cincin musim paceklik Pendapatan nelayan purse seine atau pukat cincin musim paceklik biaya variabel gillnet atau jaring insang per trip dalam satu tahun biaya variabel gillnet atau jaring insang musim panen Hasil tangkapan gillnet atau jaring insang musim panen Pendapatan gillnet atau jaring insang musim panen Biaya variabel gillnet atau jaring insang musim sedang Hasil tangkapan gillnet atau jaring insang musim sedang Pendapatan gillnet atau jaring insang musim sedang 28

14 31 Biaya variabel gillnet atau jaring insang musim paceklik Hasil tangkapan gillnet atau jaring insang musim paceklik Pendapatan gillnet atau jaring insang musim paceklik Biaya tetap bubu per trip dalam satu tahun Biaya variabel bubu musim panen Hasil tangkapan bubu musim panen Pendapatan bubu musim panen Biaya variabel bubu musim sedang Hasil tangkapan bubu musim sedang Pendapatan bubu musim sedang Biaya variabel bubu musim paceklik Hasil tangkapan bubu musim paceklik Pendapatan bubu musim paceklik 31

15 PENDAHULUAN Latar Belakang Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No.16 Tahun 1964 tentang Bagi Hasil Perikanan untuk meningkatkan taraf hidup nelayan penggarap (nelayan buruh) dan memperbesar produksi ikan. Adanya undang-undang ini dapat melindungi semua pihak yang terlibat dalam usaha perikanan tersebut dari unsurunsur yang bersifat pemerasan sehingga dapat menciptakan keadilan bagi kedua belah pihak (Undang-Undang No.16 Tahun 1964). Masyarakat sudah melakukan inisiatif untuk memperbaiki taraf hidupnya dari kemiskinan dengan melakukan kerjasama antar nelayan yang memiliki modal (nelayan pemilik) dan nelayan yang memiliki tenaga (nelayan penggarap) (Irwan et al 1988 dalam Eidman 1993). Hubungan ini merupakan relasi patron-klien yang saling ketergantungan satu dengan yang lainnya. Relasi ini membentuk suatu kerjasama yang berupa pembagian hasil. Pola bagi hasil merupakan suatu strategi adaptasi karena ketiadaan modal dari nelayan penggarap (Kusnadi 2007). Strategi yang dibangun belum mampu menyelesaikan kemiskinan yang dialami oleh para nelayan. Keterbatasan modal yang dimiliki oleh nelayan penggarap membuat mereka tidak dapat berperan lebih dalam menentukan besarnya pembagian hasil. Praktek sistem bagi hasil yang berjalan di PPI Muara Angke berdasarkan adat dan kebiasaan masyarakat. Perjanjian yang dilakukan oleh nelayan pemilik dan nelayan penggarap tidak tertulis. Nelayan penggarap memiliki posisi yang lemah karena hidup mereka berada ditangan nelayan pemiik. Kepemilikan modal dan alat yang terpusat kepada nelayan pemilik sehingga besarnya pembagian hasil ditentukan oleh nelayan pemilik (Eidman 1993). Pengaturan besarnya pembagian hasil dan beban-beban diatur pada UU No. 16 Tahun 1964 secara jelas antara beban yang ditanggung oleh nelayan pemilik ataupun nelayan penggarap dalam rangka menciptakan keadilan. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini akan menganalisis praktek-praktek pola bagi hasil yang dikaitkan dengan aturan UU No. 16 Tahun Perumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas maka permasalahan yang dapat dirumuskan yaitu: 1. Bagaimana pola bagi hasil berdasarkan Undang-Undang No. 16 Tahun 1964? 2. Bagaimana praktek pola bagi hasil yang dilakukan oleh nelayan-nelayan PPI Muara Angke? 3. Apakah sudah sesuai yang terjadi antara praktek di PPI Muara Angke dengan undang-undang, adakah perbedaanya? 4. Manakah yang lebih menguntukan untuk nelayan penggarap antara praktek yang terjadi di PPI Muara Angke dengan undang-undang?

16 2 Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Menguraikan pola bagi hasil berdasarkan Undang-Undang No. 16 Tahun Mendeskripsikan pola bagi hasil nelayan di PPI Muara Angke Jakarta 3. Menganalisis dan membandingkan pola bagi hasil di PPI Muara Angke sudah sesuai dengan Undang-undang No. 16 Tahun 1964 atau belum Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai bahan masukan kepada pihak yang berwenang dan berkepentingan dalam mengambil kebijakan dan perbaikan sistem bagi hasil perikanan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Desember 2013 sampai Maret 2014, bertempat di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Muara Angke, Jakarta Utara. Penelitian ini dilaksanakan dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah pembelajaran literatur mengenai sistem bagi hasil berdasarkan Undang-Undang No. 16 Tahun 1964, survei penelitian, dan pembuatan usulan penelitian. Tahap kedua adalah pelaksanaan penelitian dan pengambilan data di lapangan yang dilakukan Bulan Desember 2013 sampai Januari 2014 di PPI Muara Angke. Tahap ketiga yaitu pengolahan data pada Bulan Februari sampai Maret Peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar 1. Gambar 1 Peta lokasi penelitian

17 3 Obyek dan Alat Penelitian Obyek penelitian yang digunakan untuk penelitian ini adalah pola bagi hasil dengan melibatkan nelayan, alat tangkap, dan undang-undang sebagai pendukung data serta informasi penelitian. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: alat tulis, kuesioner, laptop, dan kamera. Metode Penelitian Metode yang digunakan yaitu metode deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu metode yang tertuju pada pemecahan masalah yang ada di masa sekarang, terhadap suatu obyek dengan cara mengumpulkan data, menyusun, menganalisa, menjelaskan dan menarik kesimpulan. Ada tujuh jenis penelitian deskriptif yaitu metode survei, continuity descriptive, studi kasus, penelitian analisis pekerjaan dan aktivitas, action research, perpustakaan dan dokumenter (Nazir 1988). Jenis metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Studi kasus adalah kajian yang rinci atas suatu latar atau peristiwa (Idrus 2009). Studi kasus yang akan diteliti pada penelitian ini yaitu memfokuskan pada pola bagi hasil yang terjadi di PPI Muara Angke berdasarkan tiap-tiap alat tangkap. Pola bagi hasil yang sudah diatur dalam Undang-Undang No.16 Tahun 1964 tentang Sistem Bagi Hasil Perikanan namun tidak sesuai antara praktek dan undang-undang menjadi latar dalam penelitian ini. Karakteristik dari populasi yang ada di PPI Muara Angke bersifat homogen yaitu jawaban yang diberikan oleh tiap responden tidak berbeda jauh sehingga dapat mewakil populasi. Teknik pengambilan sample yang sesuai dengan karakteristik responden yang homogen adalah non-probability sampling. Nonprobability sampling merupakan teknik pengambilan sample yang memerlukan waktu yang cepat dalam penelitiannya dan studi yang dilakukan merupakan studi deskriptif (Ashshofa 2007). Teknik non-probability sampling dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Purposive sampling adalah sample yang diambil berdasarkan pertimbangan tertentu (Eriyanto 2007) dan dipilih secara cermat sehingga relevan dengan desain penelitian (Nasution 2003). Pertimbanganpertimbangan pada penelitian ini pertama adalah nelayan pemilik dan nelayan penggarap (nelayan buruh) yang melakukan sistem bagi hasil dalam usaha perikanannya. Kedua, frekuensi berlabuh dalam satu bulan mempengaruhi jumlah ketersedian sample yang ada di PPI Muara Angke. Alat tangkap boukeami atau jaring cumi berlabuh sebanyak kapal per bulan, alat tangkap purse seine atau pukat cincin berlabuh sebanyak kapal per bulan, alat tangkap gillnet atau jaring insang belabuh sebanyak 1-63 kapal per bulan, dan alat tangkap bubu sebanyak 1-11 kapal per bulan. Ketiga, di PPI Muara Angke ada pengelola kapal yang mengelola beberapa kapal. Nelayan pemilik dan nelayan penggarap yang menjadi responden dalam penelitian ini terdiri berdasarkan jenis alat tangkap yaitu nelayan alat tangkap boukeami sebanyak 10 responden, nelayan purse seine sebanyak 10 responden, nelayan gillnet sebanyak 10 responden, dan nelayan bubu sebanyak 2 responden. Nelayan alat tangkap bubu hanya 3 responden saja karena alat tangkap bubu sudah seluruhnya menggunakan sistem gaji dan jumlahnya di PPI Muara Angke sedikit (tidak dominan).

18 4 Analisis Data Data yang digunakan pada penelitian ini ada dua jenis, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan dengan melakukan observasi dan wawancara langsung. Data sekunder diperoleh dari instansi/lembaga dan studi pustaka terkait sebagai pelengkap dan penunjang. Data sekunder yang dibutuhkan adalah peraturan Undang-Undang No. 16 Tahun 1964 tentang sistem bagi hasil perikanan Pasal 3 dan Pasal 4 didapatkan dari dokumen negara yang diolah dengan analisis deskriptif. Analisis deskriptif yaitu menggambarkan peraturan perundang-undangan yang dikaitkan dengan praktek pelaksanaan yang menyangkut dengan permasalahan yang terkait (Harini 2003). Data sekunder tersebut dijabrkan dan digambarkan sebagai acuan untuk dilihat pada praktektenya apakah sama atau berbeda dengan undang-undang tersebut. Data yang dibutuhkan adalah data jenis-jenis alat tangkap, jumlah alat tangkap, dan jumlah armada yang merupakan data sekunder yang didapatkan dari Unit Pengelola Teknis Pengelola Kawasan Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan (UPT PKPP dan PPI) Muara Angke diolah dengan menggunakan analisis deskriptif. Data tersebut akan dijabarkan secara deskriptif sebagai acuan alat tangkap apa saja yang ada di PPI Muara Angke. Data tersebut merupakan informasi untuk melakukan pengambilan data primer sistem bagi hasil, volume hasil tangkapan, harga ikan, biaya perbaikan (kapal, mesin, dan alat tangkap), dan biaya oprasional (solar, air tawar, es, ransum, oli) yang didapatkan dari nelayan pemilik dan nelayan penggarap. Sistem bagi hasil diolah menggunakan analisis deskriptif. Sistem bagi hasil akan dijabarkan dan digambarkan, yang selanjutnya dibandingkan dengan undang-undang. Volume hasil tangkapan, harga ikan, biaya perbaikan (kapal, mesin, dan alat tangkap), dan biaya operasional (solar, air tawar, es, ransum, oli) diolah dengan analisis pendapatan. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui besar pendapatan nelayan pemilik dan nelayan penggarap. Dalam penelitian ini ingin dihitung besarnya pendapatan bersih yang diterima oleh nelayan penggarap dan nelayan pemilik jika total biaya produksi berdasarkan dan kebiasaan undang-undang dilimpahkan kepada nelayan penggarap dan atau nelayan pemilik. Perbedaan pendapatan bersih berdasarkan kebiasaan dan undang-undang terletak pada total biaya operasi penangkapan ikan. Total biaya operasi penangkapan ikan berdasarkan kebiasaan yaitu ongkos lelang (retribusi), biaya perawatan tiap trip dalam satu tahun, SIUP, biaya eksploitasi usaha penangkapan ikan (solar, es, air tawar, oli), uang jajan atau rokok, dan perbekalan (ransum) sedangkan total biaya operasi penangkapan ikan berdasarkan undang-undang yaitu ongkos lelang (retribusi), uang jajan atau rokok dan perbekalan (ransum). Menurut Mangkusubroto dan Trisandi (1987) dalam Isvie (2007), konsep pendapatan bersih dapat dirumuskan sebagai berikut: Rb = Rk Co Keterangan: Rb = pendapatan bersih nelayan Rk = pendapatan kotor nelayan Co = total biaya operasi penangkapan ikan

19 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem Bagi Hasil berdasarkan Undang-Undang Menurut Undang-undang No. 16 Tahun 1964, Pasal 3 ayat (1), jika suatu usaha perikanan diselenggarakan atas dasar perjanjian bagi-hasil, maka dari hasil usaha itu kepada pihak nelayan penggarap paling sedikit harus diberikan bagian sebagai berikut: a. jika dipergunakan perahu layar: minimum 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari hasil bersih b. jika dipergunakan kapal motor: minimum 40% (empat puluh perseratus) dari hasil bersih. Maksud dari pernyataan diatas, nelayan pemilik mendapatkan 25% dari hasil bersih jika dipergunakan perahu layar dan 60% yang didapatkan oleh nelayan pemilik jika menggunakan kapal motor dari hasil bersih. Pengertian nelayan pemilik dan nelayan penggarap tertuang pada Pasal 1 butir b dan c. Nelayan pemilik adalah orang atau badan hukum yang dengan hak apapun berkuasa atas suatu kapal atau perahu yang dipergunakan dalam usaha penangkapan ikan. Nelayan penggarap adalah semua orang yang sebagai kesatuan dengan menyediakan tenaganya turut serta dalam usaha penangkapan ikan laut. Besarnya bagian minimal dan maksimal untuk nelayan penggarap diatur pada Pasal 3 ayat (2). Pembagian hasil diantara para nelayan penggarap dari bagian yang mereka terima berdasarkan ketentuan yang diatur pada Pasal 3 ayat (1) dapat diatur oleh mereka sendiri, dengan diawasi oleh Pemerintah Daerah Tingkat II (kabupaten/kota) yang bersangkutan. Berdasarkan wawancara, pemerintah daerah tingkat II tidak menjalankan pengawasan tersebut karena ketidaktahuan mereka terhadap undang-undang yang mengantur sistem bagi hasil yang sudah lama ini. Dalam rangka untuk menghindarkan terjadinya pemerasan, maka diberikan ketentuan yang diatur pada Pasal 3 ayat (2), bahwa perbandingan antara bagian yang terbanyak dan yang paling sedikit tidak boleh lebih dari 3 (tiga) banding 1 (satu). Hasil bersih perikanan laut menurut UU No. 16 Tahun 1964 yang terdapat pada Pasal 1 butir g yaitu hasil perikanan yang diperoleh dari penangkapan, setelah diambil sebagian untuk "lawuhan (lauk pauk)" para nelayan penggarap menurut kebiasaan setempat, dikurangi dengan beban-beban yang menjadi tanggungan bersama dari nelayan-nelayan dan para nelayan penggarap. Pembagian beban-beban antara nelayan pemilik dan nelayan penggarap ditetapkan didalam Pasal 4 ayat (1) butir a. Beban-beban yang usaha perikanan itu harus dibagi sebagai berikut: a. beban-beban yang menjadi tanggungan bersama dari nelayan pemilik dan pihak nelayan penggarap: ongkos lelang, uang rokok/jajan dan biaya perbekalan untuk para nelayan penggarap selama di laut, biaya untuk sedekah laut (selamatan bersama) serta iuran-iuran yang disahkan oleh Pemerintah Daerah Tingkat II yang bersangkutan seperti untuk koperasi, dan pembangunan perahu/kapal, dana kesejahteraan, dana kematian dan lain-lainnya; b. beban-beban yang menjadi tanggungan nelayan pemilik: ongkos pemeliharaan dan perbaikan perahu/kapal serta alat-alat lain yang dipergunakan, penyusutan

20 6 dan biaya eksploitasi usaha penangkapan, seperti untuk pembelian solar, minyak, es dan lain sebagainya. Pembagian beban-beban menurut kebiasaan, yang ditanggung secara bersama antara nelayan pemilik dan nelayan penggarap adalah retribusi, ransum, ongkos perbaikan (kapal, alat tangkap, mesin), serta biaya eksploitasi usaha penangkapan (solar, minyak, dan es). Retribusi diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2012, yaitu sebesar 3% dari nilai lelang yang didapat dari pemilik ikan sebesar 2% dan dari pembeli ikan sebesar 1%. Undang-undang membagi pembagian beban uang rokok atau jajan dan perbekalan secara terpisah namun, pada kebiasaan uang rokok dan perbekalan sudah digabung menjadi ransum yang sudah terdiri dari perbekalan dan rokok yang sudah dibelikan ketika masih didarat. Biaya eksploitasi penangkapan ikan adalah biaya yang dikeluarkan dalam usaha untuk melakukan pencarian ikan di laut. Kebiasaan di PPI Muara Angke berbeda dengan undang-undang yang seharusnya biaya-biaya yang ditanggung bersama yaitu ongkos lelang, uang rokok/jajan, dan perbekalan. Ongkos pemeliharaan dan perbaikan kapal serta biaya eksploitasi usaha penangkapan seharusnya ditanggung oleh nelayan pemilik menurut undang-undang. Sedekah laut tidak ada didalam kebiasaan, undang-undang mengatur adanya beban sedekah laut yang ditanggung bersama. Iuran-iuran terdiri dari koperasi, pembangunan perahu atau kapal, dana kesejahteraan, dan dana kematian. Biaya koperasi menurut kebiasaan ditanggung oleh nelayan pemilik dan penggarap yang menjadi anggota koperasi. Dana kematian besarnya tidak ditentukan hanya berdasarkan kerelaan dan keikhlasan dari nelayan pemilik. Undang-undang mengatur iuran untuk membangun perahu atau kapal namun pada kebiasaan tidak ada iuran tersebut. Pembangunan perahu atau kapal sepenuhnya dana ditanggung oleh nelayan pemilik, nelayan penggarap hanya tinggal mengoperasikan saja. Dana kesejahteraan dalam kebiasaan disebut dengan dana sosial yang dikelola oleh TPI Muara Angke. Dana sosial tersebut didapatkan dari retibusi yang sudah dibayarkan oleh nelayan pada saat tiap melakukan lelang, maka dari itu dana sosial ditanggung bersama. Uraian diatas dapat dilihat lebih jelas pada Tabel 2. Tabel 1 Pembagian beban-beban berdasarkan Undang-Undang dan kebiasaan Beban-Beban UU No. No Beban-Beban (UU) (Kebiasaan) 16/1964 Kebiasaan 1. Ongkos Lelang Retribusi Bersama Bersama 2. Uang Rokok / Jajan Ransum Bersama Bersama 3. Perbekalan Ransum Bersama Bersama 4. Sedekah Laut Tidak ada Bersama - 5. Iuran-iuran ( koperasi, dan Koperasi, dana Pemilik, pembangunan perahu/kapal, kematian, dana Bersama penggarap, dana kesejahteraan, dana sosial bersama kematian dan lain-lainnya) Ongkos pemeliharaan dan perbaikan kapal Biaya eksploitasi usaha penangkapan (solar, minyak, es dan lain sebagainya) Perawatan kapal, alat tangkap, dan mesin Solar, Es, Oli, Air Tawar Sumber: UU No.16 Tahun 1964 dan wawancara tahun 2014 Pemilik Pemilik Bersama Bersama

21 Sistem Bagi Hasil di PPI Muara Angke bedasarkan Alat Tangkap Alat tangkap yang terdapat di PPI Muara Angke adalah jaring cumi (boukeami), pukat lingkar (purse seine), jaring insang (gillnet) dan bubu. Berdasarkan jenis alat tangkap, terdapat unit boukeami, 154 unit purse seine, 21 unit bubu, dan 40 unit gillnet. Alat tangkap bubu di PPI Muara Angke menggunakan sistem gaji. Jenis mesin yang digunakan kapal-kapal di PPI Muara Angke adalah kapal motor atau disebut dengan inboard engine. Tabel 2 Alat tangkap di PPI Muara Angke tahun 2013 No Jenis Alat Tangkap Jumlah 1 Boukeami Purse Seine Gillnet 40 4 Bubu 21 Total Sumber: UPT PKPP dan PPI Muara Angke 2013 Bagi hasil di PPI Muara Angke masih berdasarkan kebiasaan turun temurun. Mereka melakukan bagi hasil masih secara tradisional dan tidak melalui tertulis. Perjanjian hanya berdasarkan kesepakatan lisan antara nelayan pemilik dan nelayan penggarap. Jangka waktu perjanjian pun tidak ditentukan secara pasti kontrak kerjanya (Eidman 1993). Musim tangkapan yang terjadi di PPI Muara Angke terbagi menjadi tiga musim tangkapan yaitu, panen, sedang, dan paceklik. Pada musim panen nelayan mendapatkan hasil tangkapan yang lebih banyak dibandingkan pada musim sedang dan musim paceklik. Lama trip yang dilakukan oleh tiap-tiap alat tangkap berbeda. Frekuensi trip per tahun pun tidak penuh dalam setahun nelayan melakukan kegiatan penangkapan. Ada masa libur atau masa perbaikan kapal, mesin, dan alat tangkap yang rusak pada saat penangkapan. Pada Tabel 3 dijelaskan bulan-bulan musim penangkapan, lama trip, dan frekuensi trip per tahun. Tabel 3 Musim tangkapan per alat tangkap No Alat Tangkap 1 Boukeami 2 Purse Seine 3 Gillnet 4 Bubu Musim Tangkapan Panen Sedang Paceklik Juli, Agustus, September, Oktober Juli, Agustus, September, Oktober Maret, Juli, Agustus, Oktober Maret, Juli, Agustus, Oktober Sumber: Wawancara tahun 2014 Maret, April, Mei, Juni Maret, April, Mei, Juni April, Mei, Juni, September April, Mei, Juni, September November, Desember, Januari, Februari November, Desember, Januari, Februari November, Desember, Januari, Februari November, Desember, Januari, Februari Lama Trip (Hari) Frekuensi Trip Per Tahun

22 8 Boukeami Kapal boukeami atau jaring cumi yang ada di PPI Muara Angke jenis mesin yang diggunakan yaitu inboard engine. Tenaga kerja yang digunakan rata-rata 11 orang. Lama trip alat tangkap ini rata-rata hari atau 2-3 bulan sehingga dalam setahun dilakukan trip sebanyak 5 kali. Gambar 2 Kapal boukeami atau jaring cumi Boukeami menggunakan sistem bagi hasil yang terbagi menjadi dua yaitu 50% nelayan pemilik dan 50% nelayan penggarap serta 60% nelayan pemilik dan 40% nelayan penggarap setelah dikurangi biaya-biaya perbekalan dan biaya-biaya untuk perbaikan. Perbedaan pembagian hasil 60%:40% dan 50%:50% terletak pada banyaknya jumlah nelayan penggarap. Pada pembagian hasil 50%:50% ada wakil juru mesin sedangkan pembagian 60%:40% tidak ada wakil juru mesin. Pembagian untuk tiap orang tersaji pada Tabel 4. Pembagian bagian tiap orang ataupun posisi nelayan penggarap sudah sesuai dengan undang-undang yang diatur pada Pasal 3 ayat (2) yaitu maksimal 3 bagian dan minimal 1 bagian. Tabel 4. Pembagian hasil boukeami Jumlah Pembagian Hasil Pembagian Hasil Posisi (orang) (60%:40%) (50% 50%) Nahkoda Juru Mesin (KKM) Wakil Juru Mesin (KKM) Anak Buah Kapal (ABK) Sumber: Wawancara tahun 2014 Pendapatan untuk tiap musim berbeda-beda. Biaya variabel yang dikeluarkan untuk musim panen dan musim sedang tidak ada yang berubah dapat dilihat pada Lampiran 2 dan Lampiran 6. Hal ini dikarenakan tidak adanya pengurangan lamanya trip dan jauhnya fishing ground yang ditempuh. Nelayan memperoleh pendapatan tambahan yaitu dari hasil memancing lalu hasil memancing tersebut dijual kepada pemilik kapal dengan harga yang ditentukan sendiri oleh pemilik kapal. Harga yang ditentukan pemilik kapal yaitu Rp per Kg. Tiap ABK biasayanya memperoleh pancingan paling banyak setiap musim panen sebanyak 4 kuintal-5 kuintal dan paling sedikit pada musim paceklik sebanyak 50 kg-1 kuintal. Nahkoda biasanya mendapatkan bonus dari pemilik kapal sebesar 5% dari pendapatan kotor. Pada Tabel 5, Tabel 6, dan Tabel 7 dijabarkan pendapatan bersih dan pembagian hasil Boukeami menurut undangundang dan kebiasaan bagi hasil 60%:40% beserta selisihnya di setiap musimnya.

23 9 Tabel 5 Pendapatan nelayan boukeami bagi hasil 60%:40% per trip pada musim panen Menurut Menurut Undang- Kebiasaan Undang Selisih (%) Pendapatan Bersih % Pemilik % Penggarap Tabel 6 Pendapatan nelayan boukeami bagi hasil 60%:40% per trip pada musim sedang Menurut Menurut Undang- Selisih (%) Kebiasaan Undang Pendapatan Bersih % Pemilik % Penggarap Tabel 7 Pendapatan nelayan boukeami bagi hasil 60%:40% per trip pada musim paceklik Menurut Menurut Undang- Kebiasaan Undang Selisih (%) Pendapatan Bersih % Pemilik % Penggarap Pendapatan bersih menurut kebiasaan yaitu pendapatan kotor (Lampiran 3, Lampiran 7, dan Lampiran 11) dikurangi seluruh pembagian beban-beban yang telah diuraikan pada Tabel 2 ditanggung bersama yaitu ongkos lelang (retribusi), biaya perawatan tiap trip dalam satu tahun (Lampiran 1), biaya eksploitasi usaha penangkapan ikan, dan ransum (Lampiran 2, Lampiran 6, dan Lampiran 10). Pendapatan menurut undang-undang biaya yang ditanggung bersama yaitu ongkos lelang (retribusi), uang jajan atau rokok dan perbekalan. Pada musim panen dapat dilihat terdapat selisih sebesar 29.51%; musim sedang sebesar 38.68%; dan musim paceklik sebesar 50.43%. Hal ini dapat dilihat bahwa nelayan penggarap mengalami pengurangan pendapatan jika mengikuti kebiasaan yang sudah dilakukan secara turun temurun. Adapun pendapatan nelayan penggarap Boukeami berdasarkan kebiasaan tersaji pada Tabel 8 dan dan berdasarkan undang-undang tersaji pada Tabel 9.

24 10 Tabel 8 Pendapatan nelayan penggarap boukeami per trip pada tiap musim menurut kebiasaan (bagi hasil 60%:40%) Posisi Musim Panen Musim Sedang Musim Paceklik Nahkoda Juru Mesin (KKM) ABK Tabel 9 Pendapatan nelayan penggarap boukeami per trip pada tiap musim menurut Undang-Undang (bagi hasil 60%:40%) Posisi Musim Panen Musim Sedang Musim Paceklik Nahkoda Juru Mesin (KKM) ABK Upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta pada tahun 2014 sebesar Rp per bulannya (Pergub DKI Jakarta No 123 Tahun 2013). Alat tangkap boukeami memiliki waktu trip 70 hari sehingga pendapatan tripnya sudah mencakup 2 bulan lebih 10 hari UMP yaitu sebesar Rp Dapat dilihat pada Tabel 8 pendapatan nelayan berdasarkan kebiasaan pada saat musim panen untuk nahkoda dan juru mesin (KKM) pendapatannya berada diatas UMP, sedangkan untuk anak buah kapal (ABK) berada dibawah UMP sebesar Rp Pendapatan nelayan berdasarkan undang-undang dapat dilihat pada Tabel 9 pada saat musim panen dan sedang hampir seluruh pendapatan nelayan berdasarkan posisi berada diatas UMP, kecuali ABK pada saat musim sedang dibawah UMP sebesar Rp Musim sedang dan paceklik berdasarkan kebiasaan hampir seluruh pendapatan nelayan tidak sesuai dengan UMP kecuali nahkoda saja pada saat musim sedang pendapatannya diatas UMP. Musim paceklik berdasarkan undang-undang untuk nahkoda pendapatannya berada diatas UMP, sedangkan untuk juru mesin dibawah UMP sebesar Rp dan ABK berada di bawah UMP sebesar Rp Pada Tabel 10, Tabel 11, dan Tabel 12 dijabarkan pendapatan bersih dan pembagian hasil boukeami menurut undangundang dan kebiasaan bagi hasil 50%:50% beserta selisihnya di setiap musimnya. Tabel 10 Pendapatan nelayan boukeami bagi hasil 50%:50% per trip pada musim panen Menurut Menurut Undang- Kebiasaan Undang Selisih (%) Pendapatan Bersih % Pemilik % Penggarap Sumber: Diolah dari Wawancara tahun 2014

25 Tabel 11 Pendapatan nelayan boukeami bagi hasil 50%:50% per trip pada musim sedang Menurut Menurut Undang- Kebiasaan Undang Selisih (%) Pendapatan Bersih % Pemilik % Penggarap Tabel 12 Pendapatan nelayan boukeami bagi hasil 50%:50% per trip pada musim paceklik Menurut Menurut Undang- Kebiasaan Undang Selisih (%) Pendapatan Bersih % Pemilik % Penggarap Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa selisih yang terjadi menurut kebiasaan dan undang-undang pada musim panen sebesar 29.51% ; musim sedang sebesar 38.68% ; dan musim paceklik sebesar 50.43%. Jika dilihat dari sistem bagi hasil 60%:40% dan 50%:50% tidak terdapat selisih perbedaan dalam persen namun jika dilihat dari besarnya jumlah yang diterima terdapat perbedaan. Adapun pendapatan nelayan penggarap boukeami berdasarkan kebiasaan tersaji pada Tabel 13 dan dan berdasarkan undang-undang tersaji pada Tabel 14. Tabel 13 Pendapatan nelayan boukeami per trip pada tiap musim menurut kebiasaan (bagi hasil 50%:50%) Posisi Musim Panen Musim Sedang Musim Paceklik Nahkoda KKM Wakil KKM ABK Tabel 14 Pendapatan nelayan boukeami atau jaring cumi per trip pada tiap musim menurut Undang - Undang (bagi hasil 50%:50%) Posisi Musim Panen Musim Sedang Musim Paceklik Nahkoda KKM Wakil KKM ABK

26 12 Upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta pada tahun 2014 sebesar Rp per bulannya (Pergub DKI Jakarta No 123 Tahun 2013). Alat tangkap boukeami memiliki waktu trip 70 hari sehingga pendapatan tripnya sudah mencakup 2 bulan lebih 10 hari UMP yaitu sebesar Rp Dapat dilihat pada Tabel 13 pendapatan nelayan berdasarkan kebiasaan pada saat musim panen untuk nahkoda, juru mesin (KKM), wakil juru mesin pendapatannya berada diatas UMP, sedangkan untuk anak buah kapal (ABK) berada dibawah UMP sebesar Rp Pendapatan nelayan berdasarkan undang-undang dapat dilihat pada Tabel 14 pada saat musim panen dan sedang seluruh pendapatan nelayan berdasarkan posisinya berada diatas UMP. Musim sedang dan paceklik berdasarkan kebiasaan hampir seluruh pendapatan nelayan tidak sesuai dengan UMP kecuali nahkoda saja pada saat musim sedang pendapatannya diatas UMP. Musim paceklik berdasarkan undang-undang untuk nahkoda dan juru mesin (KKM) pendapatannya berada diatas UMP, sedangkan untuk wakil juru mesin dibawah UMP sebesar Rp dan anak buah kapal (ABK) berada di bawah UMP sebesar Rp Purse Seine Tenaga kerja yang digunakan purse seine atau pukat cincin rata-rata 34 orang. Lama trip alat tangkap ini rata-rata hari atau 2-3 bulan sehingga dalam setahun dilakukan trip sebanyak 4 kali. Jenis mesin yang diggunakan yaitu inboard engine. Gambar 3 Kapal purse seine atau pukat cincin Purse seine menggunakan sistem bagi hasil 60% untuk nelayan pemilik dan 40% untuk nelayan penggarap setelah dikurangi biaya-biaya perbekalan dan biaya-biaya untuk perbaikan. Pembagian untuk tiap orang tersaji pada Tabel 15. Pembagian bagian tiap orang ataupun posisi nelayan penggarap sudah sesuai dengan undang-undang yang diatur pada Pasal 3 ayat (2) yaitu maksimal 3 bagian dan minimal 1 bagian. Tabel 15 Pembagian hasil purse seine Posisi Jumlah (orang) Pembagian Hasil Nahkoda 1 3 Wakil Nahkoda Juru Mesin (KKM) Asisten Juru Mesin (KKM) Anak Buah Kapal (ABK) 24 1 Pengepak Ikan 6 1.5

27 13 Pendapatan untuk tiap musimnya berbeda-beda. Adapun pendapatan tambahan yaitu dari hasil memancing lalu hasil memancing tersebut dijual kepada pemilik kapal dengan harga yang ditentukan sendiri oleh pemilik kapal. Harga yang ditentukan pemilik kapal yaitu Rp per Kg. Tiap ABK biasanya memperoleh pancingan paling banyak setiap musim panen sebanyak 1 ton dan paling sedikit pada musim paceklik sebanyak 40 kg hingga 1 kuintal. Nahkoda biasanya mendapatkan bonus dari pemilik kapal sebesar 5% dari pendapatan kotor. Pada Tabel 16, Tabel 17, dan Tabel 18 dijabarkan pendapatan bersih dan pembagian hasil Purse Seine atau Pukat Cincin menurut undang-undang dan kebiasaan beserta selisihnya di setiap musimnya. Tabel 16 Pendapatan nelayan purse seine per trip pada musim panen Menurut Menurut Undang- Kebiasaan Undang Selisih (%) Pendapatan Bersih % Pemilik % Penggarap Tabel 17 Pendapatan nelayan purse seine per trip pada musim sedang Menurut Menurut Undang- Kebiasaan Undang Selisih (%) Pendapatan Bersih % Pemilik % Penggarap Tabel 18 Pendapatan nelayan purse seine per trip pada musim paceklik Menurut Menurut Undang- Kebiasaan Undang Selisih (%) Pendapatan Bersih % Pemilik % Penggarap Pendapatan bersih menurut kebiasaan yaitu pendapatan kotor (Lampiran 16, Lampiran 19, dan Lampiran 22) dikurangi seluruh pembagian beban-beban yang telah diuraikan pada Tabel 2 ditanggung bersama yaitu ongkos lelang (retribusi), biaya perawatan tiap trip dalam satu tahun (Lampiran 14), biaya eksploitasi usaha penangkapan ikan, dan ransum (Lampiran 15, Lampiran 18, dan Lampiran 21). Pendapatan menurut undang-undang biaya yang ditanggung bersama yaitu ongkos lelang (retribusi), uang jajan atau rokok, dan perbekalan.. Pada musim panen dapat dilihat terdapat selisih sebesar 46.69%; musim sedang sebesar 53.17%; dan musim paceklik sebesar 66.85%. Hal ini dapat dilihat bahwa nelayan penggarap mengalami pengurangan pendapatan jika mengikuti kebiasaan yang sudah

28 14 dilakukan secara turun temurun. Adapun pendapatan nelayan penggarap Purse Seine atau Pukat Cincin berdasarkan kebiasaan tersaji pada Tabel 19 dan dan berdasarkan undang-undang tersaji pada Tabel 20. Tabel 19 Pendapatan nelayan penggarap purse seine per trip pada tiap musim menurut kebiasaan Posisi Musim Panen Musim Sedang Musim Paceklik Nahkoda Wakil Nahkoda KKM Asisten KKM ABK Pengepak Ikan Tabel 20 Pendapatan nelayan penggarap purse seine per trip pada tiap musim menurut Undang-Undang Posisi Musim Panen Musim Sedang Musim Paceklik Nahkoda Wakil Nahkoda KKM Asisten KKM ABK Pengepak Ikan Upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta pada tahun 2014 sebesar Rp per bulannya (Pergub DKI Jakarta No 123 Tahun 2013). Alat tangkap purse seine memiliki waktu trip hari sehingga pendapatan tripnya sudah mencakup 2-3 bulan UMP yaitu sebesar Rp hingga Rp Sampel yang diambil pada perhitungan pendapatan ini yaitu purse seine yang melakukan trip selama 60 hari. Dapat dilihat pada Tabel 19 pendapatan nelayan berdasarkan kebiasaan pada saat musim panen, sedang, dan paceklik seluruhnya berada di bawah UMP. Pendapatan nelayan berdasarkan undang-undang dapat dilihat pada Tabel 20 pada saat musim panen dan sedang hampir seluruh pendapatan nelayan berdasarkan posisinya berada diatas UMP kecuali ABK dan pengepak ikan berada dibawah UMP. Musim paceklik berdasarkan undangundang seluruh pendapatannya tidak sesuai dengan UMP. Gillnet Kapal gillnet atau jaring insang yang ada di PPI Muara Angke jenis mesin yang diggunakan yaitu inboard engine. Tenaga kerja yang digunakan rata-rata 13

29 orang. Lama trip alat tangkap ini rata-rata 30 hari atau 1 bulan sehingga dalam setahun dilakukan trip sebanyak 8 kali. 15 Gambar 4 Kapal gillnet atau jaring insang Gillnet menggunakan sistem bagi hasil 60% untuk nelayan pemilik dan 40% untuk nelayan penggarap setelah dikurangi biaya-biaya perbekalan dan biayabiaya untuk perbaikan. Pembagian untuk tiap orang tersaji pada Tabel 21. Pembagian bagian tiap orang ataupun posisi nelayan penggarap sudah sesuai dengan undang-undang yang diatur pada Pasal 3 ayat (2) yaitu maksimal 3 bagian dan minimal 1 bagian. Tabel 21 Pembagian hasil gillnet atau jaring insang Posisi Jumlah (orang) Pembagian Hasil Nahkoda 1 2 Wakil Nahkoda Juru Mesin (KKM) Anak Buah Kapal (ABK) 10 1 Pendapatan untuk tiap musimnya berbeda-beda. Adapun pendapatan tambahan yaitu dari hasil memancing lalu hasil memancing tersebut dijual kepada pemilik kapal dengan harga yang ditentukan sendiri oleh pemilik kapal. Harga yang ditentukan pemilik kapal yaitu Rp per Kg. Tiap ABK biasayanya memperoleh pancingan paling banyak setiap musim panen sebanyak 5 kuintal dan paling sedikit pada musim paceklik sebanyak 2 kuintal. Nahkoda biasanya mendapatkan bonus dari pemilik kapal sebesar 5% dari pendapatan kotor. Pada Tabel 22, Tabel 23, dan Tabel 24 dijabarkan pendapatan bersih dan pembagian hasil Gillnet menurut undang-undang dan kebiasaan beserta selisihnya di setiap musimnya. Tabel 22 Pendapatan gillnet per trip pada musim panen Menurut Menurut Undang- Kebiasaan Undang Selisih (%) Pendapatan Bersih % Pemilik % Penggarap Sumber: Diolah dari Wawancara tahun 2014

30 16 Tabel 23 Pendapatan gillnet per trip pada musim sedang Menurut Menurut Undang- Kebiasaan Undang Selisih (%) Pendapatan Bersih % Pemilik % Penggarap Tabel 24 Pendapatan gillnet per trip pada musim paceklik Menurut Menurut Undang- Kebiasaan Undang Selisih (%) Pendapatan Bersih % Pemilik % Penggarap Pendapatan bersih menurut kebiasaan yaitu pendapatan kotor (Lampiran 26, Lampiran 29, dan Lampiran 32) dikurangi seluruh pembagian beban-beban yang telah diuraikan pada Tabel 2 ditanggung bersama yaitu ongkos lelang (retribusi), biaya perawatan tiap trip dalam satu tahun (Lampiran 24), biaya eksploitasi usaha penangkapan ikan, dan ransum (Lampiran 25, Lampiran 28, dan Lampiran 31). Pada musim panen dapat dilihat pada tabel terdapat selisih sebesar 23.26%; musim sedang sebesar 35.39%; dan musim paceklik sebesar 24.51%. Hal ini dapat dilihat bahwa nelayan penggarap mengalami pengurangan pendapatan jika mengikuti kebiasaan yang sudah dilakukan secara turun temurun. Adapun pendapatan nelayan penggarap gillnet berdasarkan kebiasaan tersaji pada Tabel 25 dan dan berdasarkan undang-undang tersaji pada Tabel 26. Tabel 25 Pendapatan nelayan penggarap gillnet per trip pada tiap musim menurut kebiasaan Posisi Musim Panen Musim Sedang Musim Paceklik Nahkoda Wakil Nahkoda KKM ABK Tabel 26 Pendapatan nelayan penggarap gillnet per trip pada tiap musim menurut Undang-Undang Posisi Musim Panen Musim Sedang Musim Paceklik Nahkoda Wakil Nahkoda KKM ABK

31 17 Upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta pada tahun 2014 sebesar Rp per bulannya (Pergub DKI Jakarta No 123 Tahun 2013). Dapat dilihat pada Tabel 25 pendapatan nelayan berdasarkan kebiasaan pada saat musim panen untuk nahkoda, wakil nahkoda, dan juru mesin (KKM) sudah berada diatas UMP. Namun, untuk anak buah kapal (ABK) dibawah UMP sebesar Rp Pendapatan nelayan berdasarkan undang-undang dapat dilihat pada Tabel 26 pada saat musim panen seluruh pendapatan nelayan berdasarkan posisinya berada diatas UMP. Musim sedang dan paceklik berdasarkan kebiasaan seluruh pendapatannya dibawah UMP. Musim sedang berdasarkan undang-undang untuk nahkoda, wakil nahkoda, dan juru mesin (KKM) pendapatannya berada diatas UMP, sedangkan untuk anak buah kapal (ABK) pendapatannya berada di bawah UMP sebesar Rp Pendapatan pada musim paceklik berdasarkan undangundang untuk nahkoda berada diatas UMP. Posisi wakil nahkoda dan juru mesin (KKM) berada dibawah UMP sebesar Rp dan untuk ABK dibawah UMP sebesar Rp Bubu Nelayan penggarap bubu terdiri dari 1 orang nahkoda, 1 orang juru mesin, dan 6 orang anak buah kapal. Lama trip alat tangkap ini rata-rata 20 hari sehingga dalam setahun dilakukan trip sebanyak 15 kali. Jenis mesin yang diggunakan yaitu inboard engine. Gambar 5 Kapal bubu Bubu menggunakan sistem gaji, pembagian hasil hanya dilakukan oleh nelayan pemilik dan nahkoda. Nahkoda mendapatkan gaji sebesar 5% dari keuntungan yang didapatkan dari hasil tangkapan atau pendapatan kotor yang tidak dikurangi biaya operasional melaut. Juru mesin mendapatkan gaji sebesar Rp per hari sehingga dalam satu kali tripnya mendapatkan Rp Anak buah kapal (ABK) mendapatkan gaji sebesar Rp per hari sehingga dalam satu kali tripnya mendapatkan Rp Perhitungan lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 27 untuk setiap musimnya. Tabel 27 Pendapatan nelayan penggarap bubu per trip pada tiap musim Posisi Panen Sedang Paceklik Nahkoda Juru Mesin (KKM) ABK

32 18 Upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta pada tahun 2014 sebesar Rp per bulannya (Pergub DKI Jakarta No 123 Tahun 2013). Alat tangkap bubu memiliki waktu trip 20 hari sehingga pendapatan tripnya tidak mencapai satu bulan penuh UMP yaitu sebesar Rp Dapat dilihat pada Tabel 28 pendapatan nelayan berdasarkan kebiasaan pada saat musim panen, sedang, dan paceklik hampir seluruhnya berada di bawah UMP kecuali nahkoda pendapatannya berada diatas UMP. Perbandingan Undang-Undang dan Praktek di PPI Muara Angke Pembagian hasil di PPI Muara Angke terbagi menjadi dua pola yaitu pola yang pertama 60% nelayan pemilik dan 40% nelayan penggarap serta 50% nelayan pemilik dan 50% nelayan penggarap. Pola yang pertama sesuai dengan undang-undang yaitu 60% nelayan pemilik dan 40% nelayan penggarap. Dapat dilihat pada Tabel 28 bahwa terjadi kesenjangan selisih pendapatan yang cukup besar. Kesenjangan terendah terjadi pada alat tangkap Gillnet pada musim panen sebesar 23.26% dan kesenjangan tertinggi pada alat tangkap Purse Seine sebesar 53.17%. Hal ini membuktikan bahwa selisih pendapatan yang seharusnya dimilik oleh nelayan penggarap justru ada pada nelayan pemilik. Selisih lebih jelasnya ada pada Tabel 28 dibawah ini. Tabel 28 Selisih bagi hasil tiap alat tangkap Jenis Selisih (Panen) Selisih (Sedang) Selisish (Paceklik) No Alat Persen Persen Persen Tangkap Nilai Nilai (RP) Nilai (%) (%) (%) 1 Boukeami Purse Seine 3 Gillnet Beban-beban yang seharusnya tidak dilimpahkan bersama justru dilimpahkan bersama pada prakteknya. Sehingga nelayan penggarap kehilangan hampir setengah dari yang seharusnya dimiliki. Pembagian beban berdasarkan undang-undang lebih menguntungkan bagi nelayan penggarap dibandingkan dengan pembagian beban-beban pada praktek. Perbedaan beban-beban yang ditanggung bersama berdasarkan praktek yaitu terletak pada ongkos perbaikan (kapal, mesin, dan alat tangkap) dan biaya eksploitasi usaha penangkapan (solar, minyak, es, dan air tawar). Ketidakpastian hasil yang didapatkan dari usaha penangkapan merupakan salah satu faktor nelayan pemilik tidak menanggung beban yang seharunya menjadi beban pemilik. Usaha penangkapan ikan sifatnya memburu sehingga hasil yang didapatkan tidak pasti jumlah yang didapatkan.

SISTEM BAGI HASIL NELAYAN PERIKANAN TANGKAP DI PANTAI INDAH MUKOMUKO INDAH DWI TIARA

SISTEM BAGI HASIL NELAYAN PERIKANAN TANGKAP DI PANTAI INDAH MUKOMUKO INDAH DWI TIARA SISTEM BAGI HASIL NELAYAN PERIKANAN TANGKAP DI PANTAI INDAH MUKOMUKO INDAH DWI TIARA DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

Lebih terperinci

Wiga Yullia Utami 1), Eni Yulinda 2), Hamdi Hamid 2)

Wiga Yullia Utami 1), Eni Yulinda 2), Hamdi Hamid 2) 1 ANALISA BAGI HASIL NELAYAN BAGAN APUNG YANG TAMBAT LABUH DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA BUNGUS PROVINSI SUMATERA BARAT (KASUS PADA KM. PUTRI TUNGGAL 02 DAN KM. PUTRI TUNGGAL 03) THE WAGE ANALYSIS OF

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perikanan skala kecil. Menurut Hermawan (2005) cit. Rahmi,dkk (2013), hanya

BAB I PENDAHULUAN. perikanan skala kecil. Menurut Hermawan (2005) cit. Rahmi,dkk (2013), hanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum perikanan tangkap di Indonesia masih didominasi oleh usaha perikanan skala kecil. Menurut Hermawan (2005) cit. Rahmi,dkk (2013), hanya 15% usaha perikanan

Lebih terperinci

NOMOR 16 TAHUN 1964 TENTANG BAGI HASIL PERIKANAN

NOMOR 16 TAHUN 1964 TENTANG BAGI HASIL PERIKANAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1964 TENTANG BAGI HASIL PERIKANAN Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA a. bahwa sebagai salah satu usaha untuk menuju

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Perikanan Tangkap 4.1.1 Armada Kapal Perikanan Kapal penangkapan ikan merupakan salah satu faktor pendukung utama dalam melakukan kegiatan penangkapan

Lebih terperinci

ASPEK HUKUM SISTEM BAGI HASIL PERIKANAN DALAM RANGKA MENCIPTAKAN KEADILAN

ASPEK HUKUM SISTEM BAGI HASIL PERIKANAN DALAM RANGKA MENCIPTAKAN KEADILAN http://akhmad_solihin.staff.ipb.ac.id/2011/02/16/aspek-hukum-sistem-bagi-hasil-perikanan-dalam-ra n ASPEK HUKUM SISTEM BAGI HASIL PERIKANAN DALAM RANGKA MENCIPTAKAN KEADILAN ASPEK HUKUM SISTEM BAGI HASIL

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1964 TENTANG BAGI HASIL PERIKANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1964 TENTANG BAGI HASIL PERIKANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1964 TENTANG BAGI HASIL PERIKANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sebagai salah satu usaha untuk menuju ke arah perwujudan masyarakat sosialis

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1964 TENTANG BAGI HASIL PERIKANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1964 TENTANG BAGI HASIL PERIKANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 1964 TENTANG BAGI HASIL PERIKANAN PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa sebagai salah satu usaha untuk menuju kearah perwujudan masyarakat sosialis Indonesia pada umumnya, khususnya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1964 TENTANG BAGI HASIL PERIKANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1964 TENTANG BAGI HASIL PERIKANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1964 TENTANG BAGI HASIL PERIKANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sebagai salah satu usaha untuk menuju kearah perwujudan masyarakat sosialis

Lebih terperinci

ANALISIS USAHA PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROVINSI SUMATERA UTARA

ANALISIS USAHA PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROVINSI SUMATERA UTARA 1 ANALISIS USAHA PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROVINSI SUMATERA UTARA THE ANALYSIS OF PURSE SEINE AT THE PORT OF SIBOLGA ARCHIPELAGO FISHERY TAPANULI REGENCY

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN Lampiran 1. Komponen Alat Tangkap Jaring Kembung a. Jaring Kembung b. Pengukuran Mata Jaring c. Pemberat d. Pelampung Utama e. Pelampung Tanda f. Bendera Tanda Pemilik Jaring Lampiran 2. Kapal

Lebih terperinci

LAPORAN TAHUNAN TEMPAT PELELANGAN IKAN (TPI)

LAPORAN TAHUNAN TEMPAT PELELANGAN IKAN (TPI) REPUBLIK INDONESIA BADAN PUSAT STATISTIK LAPORAN TAHUNAN TEMPAT PELELANGAN IKAN (TPI) R AH A S I A BLOK I. KETERANGAN IDENTITAS 1. Provinsi 2. Kabupaten/Kota *) 3. Kecamatan 4. Desa/Kelurahan *) 5. Data

Lebih terperinci

Kampanye WALHI Sulsel

Kampanye WALHI Sulsel Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 16 TAHUN 1964 (16/1964) Tanggal: 23 SEPTEMBER 1964 (JAKARTA) Sumber: LN 1964/97; TLN NO. 2690 Tentang: BAGI HASIL PERIKANAN Indeks: HASIL

Lebih terperinci

METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengumpulan Data

METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengumpulan Data 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2012. Tempat penelitian dan pengambilan data dilakukan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Blanakan, Kabupaten Subang. 3.2 Alat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. biasa disebut faktor sosial seperti pertumbuhan jumlah penduduk yang tinggi,

BAB I PENDAHULUAN. biasa disebut faktor sosial seperti pertumbuhan jumlah penduduk yang tinggi, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat nelayan identik dengan kemiskinan, banyak hal yang menyebabkan yaitu kurangnya modal yang dimiliki para nelayan, teknologi yang dimiliki, rendahnya akses

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 16 TAHUN 1964 (16/1964) Tanggal: 23 SEPTEMBER 1964 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 16 TAHUN 1964 (16/1964) Tanggal: 23 SEPTEMBER 1964 (JAKARTA) \ Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 16 TAHUN 1964 (16/1964) Tanggal: 23 SEPTEMBER 1964 (JAKARTA) Sumber: LN 1964/97; TLN NO. 2690 Tentang: BAGI HASIL PERIKANAN Indeks:

Lebih terperinci

7 SOLUSI KEBIJAKAN YANG DITERAPKAN PEMERINTAH TERKAIT SISTEM BAGI HASIL NELAYAN DAN PELELANGAN

7 SOLUSI KEBIJAKAN YANG DITERAPKAN PEMERINTAH TERKAIT SISTEM BAGI HASIL NELAYAN DAN PELELANGAN 78 7 SOLUSI KEBIJAKAN YANG DITERAPKAN PEMERINTAH TERKAIT SISTEM BAGI HASIL NELAYAN DAN PELELANGAN 7.1 Kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah terkait sistem bagi hasil nelayan dan pelelangan Menurut

Lebih terperinci

EFISIENSI WAKTU PENGISIAN PERBEKALAN TERHADAP WAKTU TAMBAT KAPAL PERIKANAN SONDONG DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) DUMAI PROVINSI RIAU

EFISIENSI WAKTU PENGISIAN PERBEKALAN TERHADAP WAKTU TAMBAT KAPAL PERIKANAN SONDONG DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) DUMAI PROVINSI RIAU 1 EFISIENSI WAKTU PENGISIAN PERBEKALAN TERHADAP WAKTU TAMBAT KAPAL PERIKANAN SONDONG DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) DUMAI PROVINSI RIAU Oleh Safrizal 1), Syaifuddin 2), Jonny Zain 2) 1) Student of

Lebih terperinci

6 USAHA PENANGKAPAN PAYANG DI DESA BANDENGAN

6 USAHA PENANGKAPAN PAYANG DI DESA BANDENGAN 40 6 USAHA PENANGKAPAN PAYANG DI DESA BANDENGAN Tujuan akhir dari usaha penangkapan payang di Desa Bandengan adalah meningkatkan kesejahteraaan nelayan bersama keluarga. Karena itu sasaran dari kegiatan

Lebih terperinci

OPTIMASI PENYEDIAAN BAHAN BAKAR SOLAR UNTUK UNIT PENANGKAPAN IKAN DI PPP SUNGAILIAT, BANGKA

OPTIMASI PENYEDIAAN BAHAN BAKAR SOLAR UNTUK UNIT PENANGKAPAN IKAN DI PPP SUNGAILIAT, BANGKA OPTIMASI PENYEDIAAN BAHAN BAKAR SOLAR UNTUK UNIT PENANGKAPAN IKAN DI PPP SUNGAILIAT, BANGKA DODY SIHONO SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

KAJIAN AKTIVITAS DAN KAPASITAS FASILITAS FUNGSIONAL DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) KRONJO, TANGERANG

KAJIAN AKTIVITAS DAN KAPASITAS FASILITAS FUNGSIONAL DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) KRONJO, TANGERANG KAJIAN AKTIVITAS DAN KAPASITAS FASILITAS FUNGSIONAL DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) KRONJO, TANGERANG Oleh : Harry Priyaza C54103007 DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Usaha Penangkapan Ikan Dalam buku Statistik Perikanan Tangkap yang dikeluarkan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan

Lebih terperinci

SISTEM PENGUPAHAN NELAYAN DI PPP TAMPERAN KABUPATEN PACITAN JAWA TIMUR FAHMI SHIDIQ

SISTEM PENGUPAHAN NELAYAN DI PPP TAMPERAN KABUPATEN PACITAN JAWA TIMUR FAHMI SHIDIQ i SISTEM PENGUPAHAN NELAYAN DI PPP TAMPERAN KABUPATEN PACITAN JAWA TIMUR FAHMI SHIDIQ PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 iii PERNYATAAN

Lebih terperinci

Republik Indonesia BADAN PUSAT STATISTIK SURVEI PENYUSUNAN DIAGRAM TIMBANG NILAI TUKAR PETANI 16 KABUPATEN TAHUN Subsektor Perikanan - Tangkap

Republik Indonesia BADAN PUSAT STATISTIK SURVEI PENYUSUNAN DIAGRAM TIMBANG NILAI TUKAR PETANI 16 KABUPATEN TAHUN Subsektor Perikanan - Tangkap RAHASIA SPDT14-IT Republik Indonesia BADAN PUSAT STATISTIK SURVEI PENYUSUNAN DIAGRAM TIMBANG NILAI TUKAR PETANI 16 KABUPATEN TAHUN 2014 Subsektor Perikanan - Tangkap PERHATIAN 1. Jumlah anggota rumah tangga

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Tempat Penelitian Palabuhnratu merupakan daerah pesisir di selatan Kabupaten Sukabumi yang sekaligus menjadi ibukota Kabupaten Sukabumi. Palabuhanratu terkenal

Lebih terperinci

HUBUNGAN FREKUENSI KEBERANGKATAN KAPAL 3 GT DENGAN JUMLAH LOGISTIK MELAUTNYA DI PPI DUMAI PADA MUSIM BARAT DAN MUSIM TIMUR ABSTRAK

HUBUNGAN FREKUENSI KEBERANGKATAN KAPAL 3 GT DENGAN JUMLAH LOGISTIK MELAUTNYA DI PPI DUMAI PADA MUSIM BARAT DAN MUSIM TIMUR ABSTRAK HUBUNGAN FREKUENSI KEBERANGKATAN KAPAL 3 GT DENGAN JUMLAH LOGISTIK MELAUTNYA DI PPI DUMAI PADA MUSIM BARAT DAN MUSIM TIMUR Jonny Zain 1), Syaifuddin 1) dan Khoiru Rohmatin 2) 1) Staf Pengajar Fakultas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Perikanan adalah kegiatan ekonomi dalam bidang penangkapan atau budidaya ikan atau binatang air lainnya serta

Lebih terperinci

SISTEM BAGI HASIL USAHA PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA (PPS) BUNGUS KOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT. Oleh

SISTEM BAGI HASIL USAHA PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA (PPS) BUNGUS KOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT. Oleh 1 SISTEM BAGI HASIL USAHA PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA (PPS) BUNGUS KOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT Oleh Wendy Alan 1) Hendrik (2) dan Firman Nugroho (2) Email : wendyalan@gmail.com

Lebih terperinci

RIKA PUJIYANI SKRIPSI

RIKA PUJIYANI SKRIPSI KONDISI PERIKANANN TANGKAP DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI LEMPASING, BANDAR LAMPUNG RIKA PUJIYANI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK SURVEI PENYUSUNAN DIAGRAM TIMBANG NILAI TUKAR PETANI 18 KABUPATEN TAHUN 2015

BADAN PUSAT STATISTIK SURVEI PENYUSUNAN DIAGRAM TIMBANG NILAI TUKAR PETANI 18 KABUPATEN TAHUN 2015 RAHASIA SPDT15-IKT Republik Indonesia BADAN PUSAT STATISTIK SURVEI PENYUSUNAN DIAGRAM TIMBANG NILAI TUKAR PETANI 18 KABUPATEN TAHUN 2015 Subsektor Perikanan - Tangkap PERHATIAN 1. Jumlah anggota rumah

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Wawancara (Kuisioner) Penelitian DAFTAR WAWANCARA NAMA RESPONDEN : Muhammad Yusuf ALAMAT : Dusun III Sungai Ular Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat I. ASPEK OPERASIONAL

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI Perairan Selat Bali merupakan perairan yang menghubungkan Laut Flores dan Selat Madura di Utara dan Samudera Hindia di Selatan. Mulut selat sebelah Utara sangat sempit

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN NELAYAN JARING INSANG TETAP DAN BUBU DI KECAMATAN MEMBALONG KABUPATEN BELITUNG

ANALISIS PENDAPATAN NELAYAN JARING INSANG TETAP DAN BUBU DI KECAMATAN MEMBALONG KABUPATEN BELITUNG ANALISIS PENDAPATAN NELAYAN JARING INSANG TETAP DAN BUBU DI KECAMATAN MEMBALONG KABUPATEN BELITUNG Dwi Siskawati, Achmad Rizal, dan Donny Juliandri Prihadi Universitas Padjadjaran Abstrak Penelitian ini

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI

KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam upaya pengelolaan sumberdaya perikanan laut di Kabupaten Malang Jawa

I. PENDAHULUAN. dalam upaya pengelolaan sumberdaya perikanan laut di Kabupaten Malang Jawa I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sendang Biru merupakan salah satu kawasan pesisir yang menjadi prioritas dalam upaya pengelolaan sumberdaya perikanan laut di Kabupaten Malang Jawa Tmur. Pengembangan

Lebih terperinci

DISTRIBUSI DAN MARGIN PEMASARAN HASIL TANGKAPAN IKAN TONGKOL (Euthynnus Affinis) DI TPI UJUNGBATU JEPARA

DISTRIBUSI DAN MARGIN PEMASARAN HASIL TANGKAPAN IKAN TONGKOL (Euthynnus Affinis) DI TPI UJUNGBATU JEPARA AQUASAINS (Jurnal Ilmu Perikanan dan Sumberdaya Perairan) DISTRIBUSI DAN MARGIN PEMASARAN HASIL TANGKAPAN IKAN TONGKOL (Euthynnus Affinis) DI TPI UJUNGBATU JEPARA Trisnani Dwi Hapsari 1 Ringkasan Ikan

Lebih terperinci

REKONSTRUKSI UU SISTEM BAGI HASIL PERIKANAN PRO NELAYAN KECIL

REKONSTRUKSI UU SISTEM BAGI HASIL PERIKANAN PRO NELAYAN KECIL Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan Vol. 1 No. 3, Desember 2014: 192-196 ISSN : 2355-6226 REKONSTRUKSI UU SISTEM BAGI HASIL PERIKANAN PRO NELAYAN KECIL Yonvitner Departemen Manajemen Sumberdaya

Lebih terperinci

OPTIMASI PENYEDIAAN BAHAN BAKAR SOLAR UNTUK UNIT PENANGKAPAN IKAN DI PPI CITUIS, TANGERANG MOHAMMAD FACHRIZAL HERLAMBANG SKRIPSI

OPTIMASI PENYEDIAAN BAHAN BAKAR SOLAR UNTUK UNIT PENANGKAPAN IKAN DI PPI CITUIS, TANGERANG MOHAMMAD FACHRIZAL HERLAMBANG SKRIPSI OPTIMASI PENYEDIAAN BAHAN BAKAR SOLAR UNTUK UNIT PENANGKAPAN IKAN DI PPI CITUIS, TANGERANG MOHAMMAD FACHRIZAL HERLAMBANG SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ikan atau nelayan yang bekerja pada subsektor tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. ikan atau nelayan yang bekerja pada subsektor tersebut. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor perikanan berperan penting dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah atau daerah. Sumber daya alam ini diharapkan dapat mensejahterakan rakyat

Lebih terperinci

KAJIAN UNIT PENANGKAPAN PURSE SEINE DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI INDRAMAYU

KAJIAN UNIT PENANGKAPAN PURSE SEINE DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI INDRAMAYU KAJIAN UNIT PENANGKAPAN PURSE SEINE DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI INDRAMAYU PROGRAM STUD1 PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI

KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Desa Blanakan Desa Blanakan merupakan daerah yang secara administratif termasuk ke dalam Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang Provinsi Jawa Barat. Berdasarkan

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 1 Peta lokasi daerah penelitian.

3 METODE PENELITIAN. Gambar 1 Peta lokasi daerah penelitian. 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2009 sampai dengan bulan April 2009 bertempat di PPI Kota Dumai, Kelurahan Pangkalan Sesai, Kecamatan Dumai

Lebih terperinci

STRATEGI ADAPTASI NELAYAN CIREBON, JAWA BARAT Adaptation strategy of Cirebon s Fishermen, West Java

STRATEGI ADAPTASI NELAYAN CIREBON, JAWA BARAT Adaptation strategy of Cirebon s Fishermen, West Java Buletin PSP. Volume XVII. No. 3. Desember 8 STRATEGI ADAPTASI NELAYAN CIREBON, JAWA BARAT Adaptation strategy of Cirebon s Fishermen, West Java Oleh: Eko Sri Wiyono 1 Diterima: 14 Februari 8; Disetujui:

Lebih terperinci

PETA LOKASI PENELITIAN 105

PETA LOKASI PENELITIAN 105 14 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2011 di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu dan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Cisolok,

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN Geografis dan Administratif Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru terbentuk di Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 tahun

Lebih terperinci

THE SYSTEM OF REVENUE ON FISHERMEN USING BEACH SEINE IN PADANG COASTAL OF WEST SUMATERA PROVINCE

THE SYSTEM OF REVENUE ON FISHERMEN USING BEACH SEINE IN PADANG COASTAL OF WEST SUMATERA PROVINCE THE SYSTEM OF REVENUE ON FISHERMEN USING BEACH SEINE IN PADANG COASTAL OF WEST SUMATERA PROVINCE Hades Mandela 1), Zulkarnaini 2), Hendrik 2) Email: mandelahades@gmail.com ABSTRACT This study aims to determine

Lebih terperinci

KAJIAN SANITASI DI TEMPAT PENDARATAN DAN PELELANGAN IKAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN MUARA ANGKE SERTA PENGARUHNYA TERHADAP KUALITAS IKAN DIDARATKAN

KAJIAN SANITASI DI TEMPAT PENDARATAN DAN PELELANGAN IKAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN MUARA ANGKE SERTA PENGARUHNYA TERHADAP KUALITAS IKAN DIDARATKAN KAJIAN SANITASI DI TEMPAT PENDARATAN DAN PELELANGAN IKAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN MUARA ANGKE SERTA PENGARUHNYA TERHADAP KUALITAS IKAN DIDARATKAN VARENNA FAUBIANY SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1. Letak Geografis Kabupaten Sukabumi yang beribukota Palabuhanratu termasuk kedalam wilayah administrasi propinsi Jawa Barat. Wilayah yang seluas 4.128 Km 2, berbatasan dengan

Lebih terperinci

SISTEM PEMASARAN HASIL PERIKANAN DAN KEMISKINAN NELAYAN (Studi Kasus: di PPI Muara Angke, Kota Jakarta Utara)

SISTEM PEMASARAN HASIL PERIKANAN DAN KEMISKINAN NELAYAN (Studi Kasus: di PPI Muara Angke, Kota Jakarta Utara) SISTEM PEMASARAN HASIL PERIKANAN DAN KEMISKINAN NELAYAN (Studi Kasus: di PPI Muara Angke, Kota Jakarta Utara) SKRIPSI WINDI LISTIANINGSIH PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai nelayan. Masyarakat nelayan memiliki tradisi yang berbeda. setempat sebagai referensi perilaku mereka sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai nelayan. Masyarakat nelayan memiliki tradisi yang berbeda. setempat sebagai referensi perilaku mereka sehari-hari. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desa Kranji merupakan desa yang ada di wilayah Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan. Secara georgafis Desa Kranji terletak di utara pesisir Pulau Jawa, yang

Lebih terperinci

%-oh 03% ANALISIS SISTEM BAG1 IIASIL I3ERDASAlilGi.N

%-oh 03% ANALISIS SISTEM BAG1 IIASIL I3ERDASAlilGi.N C?9%2 %-oh 03% ANALISIS SISTEM BAG1 IIASIL I3ERDASAlilGi.N X'ERSPEKTIF IIUICUM ADAT DAN UNDANG-UNDANG BAGI EIASIL PELIIICANAN DI PPN PEICALONGAN SKRIPSI PROGRAM STUD1 MANAJEMEN UISNIS DAN EICONOMI PEIUKANAN

Lebih terperinci

5 KEADAAN PERIKANAN TANGKAP KECAMATAN MUNDU KABUPATEN CIREBON

5 KEADAAN PERIKANAN TANGKAP KECAMATAN MUNDU KABUPATEN CIREBON 28 5 KEADAAN PERIKANAN TANGKAP KECAMATAN MUNDU KABUPATEN CIREBON Perikanan tangkap di Kabupaten Cirebon memiliki prasarana perikanan seperti pangkalan pendaratan ikan (PPI). Pangkalan pendaratan ikan yang

Lebih terperinci

ABSTRACT. KAHARUDDIN SHOLEH. The Analysis of Ship Visits, Production and Fish Prices Relationship at Brondong Fishing Port. Under Supervision of EKO

ABSTRACT. KAHARUDDIN SHOLEH. The Analysis of Ship Visits, Production and Fish Prices Relationship at Brondong Fishing Port. Under Supervision of EKO ABSTRACT KAHARUDDIN SHOLEH. The Analysis of Ship Visits, Production and Fish Prices Relationship at Brondong Fishing Port. Under Supervision of EKO SRIWIYONO and SUGENG HARI WISUDO. As one of the factors

Lebih terperinci

3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengambilan Sampel 3.5 Jenis Data yang Dikumpulkan

3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengambilan Sampel 3.5 Jenis Data yang Dikumpulkan 13 3.3 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode studi kasus yang dilakukan di PPN Palabuhanratu. Sebagai kasus dalam penelitian ini adalah kondisi perikanan yang berbasis di pelabuhan ini dengan

Lebih terperinci

PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI

PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian KUESIONER

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian KUESIONER Lampiran 1. Kuisioner Penelitian KUESIONER ANALISIS FUNGSI KELEMBAGAAN NON-PASAR (NON- MARKET INSTITUTIONS) DALAM EFISIENSI ALOKASI SUMBERDAYA PERIKANAN (Studi Kasus: Pelabuhanratu, Kab. Sukabumi) RIAKANTRI

Lebih terperinci

THE EFFICIENCY OF SUPPLIES CHARGING TIME GILL NET AT FISHING PORT DUMAI CITY RIAU PROVINCE ABSTRACT.

THE EFFICIENCY OF SUPPLIES CHARGING TIME GILL NET AT FISHING PORT DUMAI CITY RIAU PROVINCE ABSTRACT. 1 THE EFFICIENCY OF SUPPLIES CHARGING TIME GILL NET AT FISHING PORT DUMAI CITY RIAU PROVINCE Oleh : Rendra Triardi 1), Jonny Zain, M.Si 2), dan Syaifuddin, M.Si 2) ABSTRACT Rendra_triardi@yahoo.com This

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan Penelitian 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan Penelitian 3.3 Metode Penelitian 25 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian lapang dilaksanakan pada bulan Maret 2010 yang bertempat di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Muara Angke, Jakarta Utara. 3.2 Alat dan Bahan Penelitian Alat

Lebih terperinci

Pemberdayaan masyarakat nelayan melalui pengembangan perikanan tangkap di Desa Majakerta, Indramayu, Jawa Barat

Pemberdayaan masyarakat nelayan melalui pengembangan perikanan tangkap di Desa Majakerta, Indramayu, Jawa Barat Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 Pemberdayaan masyarakat nelayan melalui pengembangan perikanan tangkap di Desa Majakerta, Indramayu, Jawa Barat Roisul Ma arif, Zulkarnain, Sulistiono P4W LPPM IPB

Lebih terperinci

Lampiran 1 Layout PPN Prigi

Lampiran 1 Layout PPN Prigi LAMPIRAN 93 Lampiran 1 Layout PPN Prigi TPI Barat BW 01 BW 02 Kolam Pelabuhan Barat BW 03 Kantor Syahbandar Cold Storage Kantor PPN TPI Timur BW 04 Kolam Pelabuhan Timur Sumber: www.maps.google.co.id diolah

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 25 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian adalah di PPI Muara Angke Jakarta karena PPI Muara angke berperan penting dalam pemasaran hasil tangkapan di Jakarta (Gambar 1).

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI UNTUK SEKTOR PERIKANAN DI PROVINSI GORONTALO

ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI UNTUK SEKTOR PERIKANAN DI PROVINSI GORONTALO Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000-2015 ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI UNTUK SEKTOR PERIKANAN DI PROVINSI GORONTALO Hari Suharyono Abstract Gorontalo Province has abundace fishery sources, however the

Lebih terperinci

Analisis usaha alat tangkap gillnet di pandan Kabupaten Tapanuli 28. Tengah Sumatera Utara

Analisis usaha alat tangkap gillnet di pandan Kabupaten Tapanuli 28. Tengah Sumatera Utara Analisis usaha alat tangkap gillnet di pandan Kabupaten Tapanuli 28 Jurnal perikanan dan kelautan 17,2 (2012): 28-35 ANALISIS USAHA ALAT TANGKAP GILLNET di PANDAN KABUPATEN TAPANULI TENGAH SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

Keywords: Agam regency, contribution, fisheries sector, Tiku fishing port

Keywords: Agam regency, contribution, fisheries sector, Tiku fishing port Contributions of Tiku Fishing Port (PPI Tiku) for fisheries sector at Agam regency, West Sumatera province, Indonesia Erly Novida Dongoran 1), Jonny Zain 2), Syaifuddin 2) 1) Student of Fisheries and Marine

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 35 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kota Jakarta Utara 4.1.1 Letak geografis dan topografi Jakarta Utara Muara Angke berada di wilayah Jakarta Utara. Wilayah DKI Jakarta terbagi menjadi

Lebih terperinci

Berkala Perikanan Terubuk, Februari 2013, hlm ISSN

Berkala Perikanan Terubuk, Februari 2013, hlm ISSN Berkala Perikanan Terubuk, Februari 2013, hlm 102 108 ISSN 0126-4265 Vol. 41. No.1 PERANAN TEMPAT PELELANGAN IKAN (TPI) DALAM PEMASARAN IKAN HASIL TANGKAPAN NELAYAN DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) KEC.

Lebih terperinci

BAB III USAHA PENANGKAPAN IKAN LAUT DAN ZAKATNYA DI KECAMATAN PEKALONGAN UTARA. memiliki luas wilayah 77098,8297 Ha, yang terdiri dari

BAB III USAHA PENANGKAPAN IKAN LAUT DAN ZAKATNYA DI KECAMATAN PEKALONGAN UTARA. memiliki luas wilayah 77098,8297 Ha, yang terdiri dari BAB III USAHA PENANGKAPAN IKAN LAUT DAN ZAKATNYA DI KECAMATAN PEKALONGAN UTARA A. Sekilas Kecamatan Pekalongan Utara 1. Keadaan Geografi Kecamatan Pekalongan Utara, merupakan satu dari empat kecamatan

Lebih terperinci

5 TINGKAT KEBUTUHAN ES UNTUK KEPERLUAN PENANGKAPAN IKAN DI PPS CILACAP

5 TINGKAT KEBUTUHAN ES UNTUK KEPERLUAN PENANGKAPAN IKAN DI PPS CILACAP 30 5 TINGKAT KEBUTUHAN ES UNTUK KEPERLUAN PENANGKAPAN IKAN DI PPS CILACAP 5.1 Kapal-kapal Yang Memanfaatkan PPS Cilacap Kapal-kapal penangkapan ikan yang melakukan pendaratan seperti membongkar muatan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN aa 16 a aa a 4.1 Keadaan Geografis dan Topografis Secara geografis Kabupaten Indramayu terletak pada posisi 107 52' 108 36' BT dan 6 15' 6 40' LS. Batas wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Manusia pada hakikatnya adalah sebagai mahluk individu sekaligus mahluk sosial. Manusia sebagai mahluk sosial dimana manusia itu sendiri memerlukan interaksi

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN 31 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain penelitian deskriptif (Umar, 2004). Desain ini bertujuan untuk menguraikan karakteristik

Lebih terperinci

Gambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif.

Gambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Wilayah Sebaran Penangkapan Nelayan Labuan termasuk nelayan kecil yang masih melakukan penangkapan ikan khususnya ikan kuniran dengan cara tradisional dan sangat tergantung pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi a. Letak Geografis BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kota Gorontalo merupakan ibukota Provinsi Gorontalo. Secara geografis mempunyai luas 79,03 km 2 atau 0,65 persen dari luas Provinsi

Lebih terperinci

ANALISIS USAHA PERIKANAN TONDA DI PADANG SUMATERA BARAT THOMAS ROMANO PUTRA SKRIPSI

ANALISIS USAHA PERIKANAN TONDA DI PADANG SUMATERA BARAT THOMAS ROMANO PUTRA SKRIPSI ANALISIS USAHA PERIKANAN TONDA DI PADANG SUMATERA BARAT THOMAS ROMANO PUTRA SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran rakyat. Sejak Indonesia merdeka, pemerintahan Republik

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran rakyat. Sejak Indonesia merdeka, pemerintahan Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah Negara maritime yang berbentuk kepulauan yang dikelilingi laut, maupun samudera yang luas sehingga memungkinkan sekali untuk tempat hidupnya berbagai

Lebih terperinci

8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI

8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI 131 8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI 8.1 Pendahuluan Mewujudkan sosok perikanan tangkap yang mampu mempertahankan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelabuhan Perikanan Karangantu merupakan suatu pelabuhan yang terletak di Kota Serang dan berperan penting sebagai pusat kegiatan perikanan yang memasok sebagian besar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Wilayah laut Indonesia kaya akan ikan, lagi pula sebagian besar merupakan dangkalan. Daerah dangkalan merupakan daerah yang kaya akan ikan sebab di daerah dangkalan sinar

Lebih terperinci

6 BESARAN KERUGIAN NELAYAN DALAM PEMASARAN TANPA LELANG

6 BESARAN KERUGIAN NELAYAN DALAM PEMASARAN TANPA LELANG 66 6 BESARAN KERUGIAN NELAYAN DALAM PEMASARAN TANPA LELANG Hubungan patron-klien antara nelayan dengan tengkulak terjadi karena pemasaran hasil tangkapan di TPI dilakukan tanpa lelang. Sistim pemasaran

Lebih terperinci

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN Hasil analisis LGP sebagai solusi permasalahan pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah

Lebih terperinci

SELEKSI UNIT PENANGKAPAN IKAN DI KABUPATEN MAJENE PROPINSI SULAWESI BARAT Selection of Fishing Unit in Majene Regency, West Celebes

SELEKSI UNIT PENANGKAPAN IKAN DI KABUPATEN MAJENE PROPINSI SULAWESI BARAT Selection of Fishing Unit in Majene Regency, West Celebes SELEKSI UNIT PENANGKAPAN IKAN DI KABUPATEN MAJENE PROPINSI SULAWESI BARAT Selection of Fishing Unit in Majene Regency, West Celebes Oleh: Muh. Ali Arsyad * dan Tasir Diterima: 0 Desember 008; Disetujui:

Lebih terperinci

ABSTRACT. Keywords: private port, purse seine, efficiency charging time supplies

ABSTRACT. Keywords: private port, purse seine, efficiency charging time supplies EFISIENSI WAKTU PENGISIAN PERBEKALAN TERHADAP WAKTU TAMBAT KAPAL PERIKANAN PUKAT CINCIN DI TANGKAHAN PT. AGUNG SUMATERA SAMUDERA SIBOLGA KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROVINSI SUMATERA UTARA Oleh Juwita Insani

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Seram Bagian Timur memiliki luas wilayah 20.656.894 Km 2 terdiri dari luas lautan 14,877.771 Km 2 dan daratan 5,779.123 Km 2. Dengan luas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berkumpulnya nelayan dan pedagang-pedagang ikan atau pembeli ikan dalam rangka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berkumpulnya nelayan dan pedagang-pedagang ikan atau pembeli ikan dalam rangka BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tempat Pelelangan Ikan (TPI) 2.1.1. Pengertian Tempat Pelelangan Ikan TPI kalau ditinjau dari menejemen operasi, maka TPI merupakan tempat penjual jasa pelayanan antara lain

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian Terdahulu. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Saskia (1996), yang menganalisis

II. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian Terdahulu. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Saskia (1996), yang menganalisis II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Saskia (1996), yang menganalisis masalah Kemiskinan dan Ketimpangan pendapatan nelayan di Kelurahan Bagan Deli dan

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 44 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 44 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 44 TAHUN 2013 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PENYELENGGARAAN PELELANGAN HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

ANALISIS KECENDERUNGAN PRODUKSI IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN LAUT HALMAHERA TAHUN Adrian A. Boleu & Darius Arkwright

ANALISIS KECENDERUNGAN PRODUKSI IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN LAUT HALMAHERA TAHUN Adrian A. Boleu & Darius Arkwright ANALISIS KECENDERUNGAN PRODUKSI IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN LAUT HALMAHERA TAHUN 2007 2008 Adrian A. Boleu & Darius Arkwright Abstract Small pelagic fishing effort made bythe fishermen in North Halmahera

Lebih terperinci

EFISIENSI WAKTU PENDARATAN IKAN TERHADAP WAKTU TAMBAT KAPAL PERIKANAN JARING INSANG DI PPI DUMAI. Fitri Novianti 1) Jonny Zain 2) dan Syaifuddin 2)

EFISIENSI WAKTU PENDARATAN IKAN TERHADAP WAKTU TAMBAT KAPAL PERIKANAN JARING INSANG DI PPI DUMAI. Fitri Novianti 1) Jonny Zain 2) dan Syaifuddin 2) EFISIENSI WAKTU PENDARATAN IKAN TERHADAP WAKTU TAMBAT KAPAL PERIKANAN JARING INSANG DI PPI DUMAI Fitri Novianti 1) Jonny Zain 2) dan Syaifuddin 2) ABSTRAK Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 212

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN NELAYAN ALAT TANGKAP MINI PURSE SEINE 9 GT DAN 16 GT DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) MORODEMAK, DEMAK

ANALISIS PENDAPATAN NELAYAN ALAT TANGKAP MINI PURSE SEINE 9 GT DAN 16 GT DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) MORODEMAK, DEMAK ANALISIS PENDAPATAN NELAYAN ALAT TANGKAP MINI PURSE SEINE 9 GT DAN 16 GT DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) MORODEMAK, DEMAK Mini Purse Seiner s Revenue Analysis Used 9 GT and 16 GT in Coastal Fishing

Lebih terperinci

KARAKTERISASI ALAT PENANGKAP IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA BARAT FIFIANA ALAM SARI SKRIPSI

KARAKTERISASI ALAT PENANGKAP IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA BARAT FIFIANA ALAM SARI SKRIPSI KARAKTERISASI ALAT PENANGKAP IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA BARAT FIFIANA ALAM SARI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

STUDI KOMPARATIF USAHA ALAT TANGKAP BUBU KARANG

STUDI KOMPARATIF USAHA ALAT TANGKAP BUBU KARANG STUDI KOMPARATIF USAHA ALAT TANGKAP BUBU KARANG SISTEM KEPEMILIKAN SENDIRI DAN SISTEM BAGI HASIL DI KECAMATAN BINTAN TIMUR KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU Ilham Rhamadhan 1), Hendrik 2),Lamun

Lebih terperinci

5 HASIL PENELITIAN. Tahun. Gambar 8. Perkembangan jumlah alat tangkap purse seine di kota Sibolga tahun

5 HASIL PENELITIAN. Tahun. Gambar 8. Perkembangan jumlah alat tangkap purse seine di kota Sibolga tahun 37 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Aspek Teknis Perikanan Purse seine Aspek teknis merupakan aspek yang menjelaskan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan usaha penangkapan ikan, yaitu upaya penangkapan, alat

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI PROPINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM TAHUN 2006

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI PROPINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM TAHUN 2006 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI PROPINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM TAHUN 2006 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana

Lebih terperinci

7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Analisis aspek biologi

7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Analisis aspek biologi 7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Teknologi penangkapan ikan pelagis yang digunakan oleh nelayan Sungsang saat ini adalah jaring insang hanyut, rawai hanyut

Lebih terperinci

BUPATI SUMBAWA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI SUMBAWA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BUPATI SUMBAWA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI SUMBAWA BARAT NOMOR 53 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN TEMPAT PELELANGAN IKAN (TPI) DI KABUPATEN SUMBAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun memiliki hak yang sama untuk mengambil atau mengeksploitasi sumberdaya didalamnya. Nelayan menangkap

Lebih terperinci

ANALISIS BIAYA KONSUMSI PANGAN, PENGETAHUAN GIZI, SERTA TINGKAT KECUKUPAN GIZI SISWI SMA DI PESANTREN LA TANSA, BANTEN SYIFA PUJIANTI

ANALISIS BIAYA KONSUMSI PANGAN, PENGETAHUAN GIZI, SERTA TINGKAT KECUKUPAN GIZI SISWI SMA DI PESANTREN LA TANSA, BANTEN SYIFA PUJIANTI ANALISIS BIAYA KONSUMSI PANGAN, PENGETAHUAN GIZI, SERTA TINGKAT KECUKUPAN GIZI SISWI SMA DI PESANTREN LA TANSA, BANTEN SYIFA PUJIANTI DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Management of Artisanal Fishing Port: a case study on Labuhanhaji fishing port, South Aceh Regency, Aceh Province. Abstract

Management of Artisanal Fishing Port: a case study on Labuhanhaji fishing port, South Aceh Regency, Aceh Province. Abstract Management of Artisanal Fishing Port: a case study on Labuhanhaji fishing port, South Aceh Regency, Aceh Province By Betri NurJannah 1), Syaifuddin 2), Jonny Zain 2) 1) Student of Fisheries and Marine

Lebih terperinci