PEDNIS SL-PTT PADI DAN JAGUNG 2014 KATA PENGANTAR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEDNIS SL-PTT PADI DAN JAGUNG 2014 KATA PENGANTAR"

Transkripsi

1

2 PEDNIS SL-PTT PADI DAN JAGUNG 2014 KATA PENGANTAR Padi (Beras) merupakan salah satu pangan pokok bagi Indonesia. Sejak Indonesia merdeka, perkembangan perpadian (perberasan) di Indonesia telah mengalami pasang surut. Diawal tahun kemerdekaan, ketidakmampuan menyediakan beras bagi rakyat Indonesia telah menimbulkan instabilitas politik. Pada tahun 1984, Indonesia telah mampu mencapai swasembada beras, setelah itu penyediaan beras bersumber dari produksi dalam negeri tidak dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri sehingga penyediaan beras dari impor menjadi alternative untuk mengurangi resistensi sosial dan politik. Namun sejak tahun 2008 sampai sekarang ini, penyediaan beras telah kembali mencapai swasembada. Melihat realitas tersebut, beras menjadi komoditas yang fundamental dan strategis. Untuk itu, pengelolaan perpadian (perberasan) memerlukan perhatian khusus dari pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya. Selama 5 (lima) tahun mendatang, kebutuhan padi (beras) akan terus meningkat seiring dengan proyeksi laju pertambahan penduduk. Tetapi pencapaian produksi padi ke depan akan semakin sulit karena pertumbuhan jumlah penduduk masih lebih dari pertumbuhan produksi padi nasional. Untuk memenuhi produksi padi nasional, direncanakan peningkatan produksi padi 1,50 % setiap tahunnya. Dalam konteks ini, diperlukan berbagai terobosan-terobosan peingkatan produksi. i

3 PEDNIS SL-PTT PADI DAN JAGUNG 2014 Menyadari fungsi dan peran penting padi tersebut, maka pemerintah berupaya untuk mewujudkan peningkatan produksi padi berbasis kawasan agribisnis tahun 2015 melalui Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (GP-PTT) padi. Agar upaya pencapaian sasaran produksi padi, utamanya melalui kegiatan GP-PTT dapat tercapai maka diperlukan Pedoman Teknis. Buku Pedoman Teknis GP-PTT 2015 padi ini berisi kebijakan, strategi dan langkah aksi bagi pemerintah (pusat, provinsi dan kabupaten/kota) bersama stakeholders dalam melaksanakan kegiatan tersebut secara sinergis dan berkesinambungan untuk bersama-sama mencapai target produksi yang telah ditetapkan dalam mewujudkan swasembada yang berkelanjutan. Pedoman teknis ini disusun untuk menjadi salah satu acuan bagi seluruh pihak yang akan melaksanakan kegiatan ini. Kepada semua pihak yang memberikan bantuan dalam pelaksanaan kegiatan ini, disampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih. Jakarta, Januari 2015 Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Hasil Sembiring NIP ii

4 PEDNIS SL-PTT PADI DAN JAGUNG 2014 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN... 1 II. A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan dan Sasaran... 6 C. Pengertian-Pengertian Dalam GP-PTT... 8 Hal KERAGAAN, SASARAN DAN TANTANGAN SERTA PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI TAHUN A. Keragaan Produksi B. Sasaran Produksi Tahun C. Tantangan dan Peluang Peningkatan Produksi III. STRATEGI DAN UPAYA PENCAPAIAN PRODUKSI TAHUN A. Strategi B. Upaya Pencapaian Sasaran Produksi Tahun IV. PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU PADI A. Prinsip-prinsip PTT B. Tahapan Penerapan PTT C. Komponen PTT Padi i iii iv vi vii iii

5 PEDNIS SL-PTT PADI DAN JAGUNG 2014 D. Keuntungan Penerapan Teknologi PTT V. GERAKAN PENERAPAN PTT PADI A. Model Kawasan Tanaman Pangan B. Penentuan Calon Lokasi C. Ketentuan Pelaksana GP-PTT D. Persyaratan Kelompoktani Pelaksana GP-PTT E. Bantuan Pelaksanaan GP-PTT dan Pemanfaatan VI. PENGORGANISASIAN DAN OPERASIONAL GP-PTT. 49 A. Pengorganisasian GP-PTT B. Operasionalisasi GP-PTT VII. PEMBIAYAAN, MEKANISME PENYALURAN BELANJA BANTUAN SOSIAL DAN PENGADAAN A. Pembiayaan B. Mekanisme Penyaluran Bantuan Sosial Melalui Transfer Uang C. Mekanisme Pengadaan VIII. BIMBINGAN / PEMBINAAN DAN PENDAMPINGAN IX. MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN X. PENUTUP LAMPIRAN iv

6 PEDNIS SL-PTT PADI DAN JAGUNG 2014 DAFTAR TABEL Hal Tabel 1. Perkembangan Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi (ARAM II BPS) Tabel 2. Persentase Kenaikan Angka Sasaran 2015 Terhadap ARAM II Tahun Tabel 3. Upaya Pencapaian Sasaran Produksi Padi Tahun Tabel 4. Komponen PTT Padi Dasar Tabel 5. Komponen PTT Padi Pilihan Tabel 6. Plafon Stimulan/Bantuan Saprodi GP-PTT Padi Tahun v

7 PEDNIS SL-PTT PADI DAN JAGUNG 2014 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Model Kawasan Tanaman Pangan Gambar 2. Hal Perbandingan SL-PTT (2014) dengan GP-PTT (2015) vi

8 PEDNIS SL-PTT PADI DAN JAGUNG 2014 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Hal Sasaran Inidkatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi Tahun Lampiran 2. Rekapitulas Alokasi GP-PTT Padi Tahun Lampiran 3. Lokasi GP-PTT Padi Tahun Lampiran 4. Daftar Calon Petani dan Calon Lokasi Penerima Bansos GP-PTT Tahun Lampiran 5. Contoh SK Penetapan Kelompoktani Lampiran 6. Rencana Usaha Kelompok (RUK) Lampiran 7. Surat Pernyataan Penerima dan Penggunaan Dana Bansos Lampiran 8. Mekanisme Pencairan Dana Bantuan GP-PTT.. 87 Lampiran 9. Lampiran 10. Lampiran 11. Lampiran 12. Lampiran 13. Rencana Jadwal Pelaksanaan GP-PTT Padi Tahun Blangko Laporan Bulanan Kecamatan Realisasi GP-PTT Blangko Laporan Bulanan Kabupaten Realisasi GP-PTT Blangko Laporan Bulanan Provinsi Realisasi GP-PTT Blangko Laporan Akhir Provinsi/Kabupaten Realisasi GP-PTT Lampiran 14. Form Isian Hasil Ubinan GP-PTT Padi Lampiran 15. Legowo 2 : 1 (20cm 40cm) x 10cm Lampiran 16. Legowo 2 : 1 (25cm 50cm) x 12,5cm Lampiran 17. Legowo 2 : 1 (30cm 60cm) x 15cm Lampiran 18. Legowo 4 : 1 Penuh (20cm 40cm) x 10cm Lampiran 19. Legowo 4 : 1 Penuh (25cm 50cm) x 12,5cm vii

9 PEDNIS SL-PTT PADI DAN JAGUNG 2014 Lampiran 20. Legowo 4 : 1 Kosong (20cm 40cm) x 10cm Lampiran 21. Legowo 4 : 1 Kosong (25cm 50cm) x (12,5cm x 25cm) viii

10 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komoditi tanaman pangan memiliki peranan pokok sebagai pemenuh kebutuhan pangan, pakan dan industri dalam negeri yang setiap tahunnya cenderung meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan berkembangnya industri pangan dan pakan sehingga dari sisi Ketahanan Pangan Nasional fungsinya menjadi amat penting dan strategis. Pengembangan sektor tanaman pangan merupakan salah satu strategi kunci dalam memacu pertumbuhan ekonomi pada masa yang akan datang. Selain berperan sebagai sumber penghasil devisa yang besar, juga merupakan sumber kehidupan bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Salah satu strategi yang dilakukan dalam upaya memacu peningkatan produksi dan produktivitas usahatani padi dan jagung adalah dengan mengintegrasikan dukungan kegiatan antar sektor dan antar wilayah dalam pengembangan usaha pertanian. Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia, telah memunculkan kerisauan akan terjadinya keadaan rawan pangan di masa yang akan datang. Selain itu, dengan semakin meningkatnya tingkat pendidikan dan kesejahteraan masyarakat, terjadi pula peningkatan konsumsi 1

11 per-kapita untuk berbagai jenis pangan, akibatnya Indonesia membutuhkan tambahan ketersediaan pangan guna mengimbangi laju pertambahan penduduk yang masih cukup tinggi. Untuk memenuhi kebutuhan beras dari produksi dalam negeri, telah ditetapkan sasaran produksi padi tahun 2015 sebesar ton gabah kering giling (GKG). Banyak tantangan yang harus dihadapi untuk mencapai sasaran produksi tersebut. Oleh karena itu, diperlukan upaya peningkatan produksi yang luar biasa. Berbagai upaya peningkatan produksi melalui peningkatan produktivitas telah dilaksanakan antara lain melalui Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) sejak tahun 2008 maupun melalui PTT atau peningkatan mutu intensifikasi pada tahun-tahun sebelumnya. Pelaksanaan SL- PTT sebagai pendekatan pembangunan tanaman pangan, khususnya dalam mendorong peningkatan produksi padi nasional telah terbukti mengungkit pencapaian produksi, namun kedepan dengan berbagai tantangan yang lebih beragam maka diperlukan penyempurnaan dan atau peningkatan kualitas baik pada tatanan perencanaan dan operasionalisasi di lapangan. Perencanaan pembangunan pertanian pada periode RPJM telah ditetapkan focus pada lokasi pengembangan kawasan. Komoditas strategis dan unggulan nasional dikembangkan pada kawasan-kawasan andalan secara utuh, 2

12 sehingga menjadi satu kesatuan dalam sistem pertanian bioindustri. Aktivitas usahatani dikelola dengan prinsip pertanian lestari dengan memanfaatkan agro-input yang ada di sekitar dan mengelola limbah dengan prinsip zero waste melalui reduce, re-use dan re-cycle. Rancangan lokasi kawasan untuk pengembangan komoditas strategis/unggulan nasional akan menjadi bagian dari Dokumen Renstra Kementerian Pertanian sehingga mengikat bagi pusat dan daerah untuk secara konsisten mengembangkan kawasan dalam periode 5 tahun ke depan. Dengan demikian dalam 5 tahun kedepan akan dibangun kawasan di beberapa lokasi saja, namun diselesaikan secara tuntas baik pada aspek hulu, on-farm, hlir maupun penunjangnya. Sedangkan terkait pelayanan dasar di bidang pertanian tetap harus hadir dan dilaksanakan di seluruh Kabupaten/Kota seperti layanan perbenihan, pemupukan, pengendalian hama penyakit dan lainnya. Dalam membangun sebuah kawasan, tidak harus dari awal tetapi bisa juga memanfaatkan kawasan yang sudah ada. Penanganan dan pengelolaan kawasan baru dan atau lama berbeda. Pembangunan pada kawasan baru lebih dominan pada pembangunan infrastruktur pertanian (JITUT, JIDES, penyediaan benih, prasarana penyuluhan dan lainnya) sedangkan pada kawasan yang sudah ada yang diperlukan adalah penguatan kelembagaan dan sumber daya manusia 3

13 sehingga mampu melakukan perluasan usaha bahkan mampu melakukan ekspor. Pola perencanaan yang fokus pada lokasi kawasan komoditas tersebut, maka kegiatan pengembangan komoditas tidak tersebar ke seluruh kabupaten melainkan hanya beberapa kabupaten saja yang menjadi perioritas kawasan andalan. Pendekatan pengembangan pendekatan kawasan dirancang untuk meningkatkan efektivitas kegiatan, efisiensi anggaran dan mendorong keberlanjutan kawasan komoditas unggulan dengan pendekatan agroekosistem, sistem agribisnis, partisipatif dan terpadu. Sejalan dengan hal tersebut diatas, maka pada tahun 2015 upaya peningkatan produksi padi difokuskan pada kawasan tanaman pangan, melalui Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (GP-PTT) dengan fasilitasi bantuan sarana produksi (saprodi), tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal program GP-PTT sebagai instrument stimulan disertai dengan dukungan pembinaan, pengawalan dan pemantauan oleh berbagai pihak. Sejalan dengan fasilitasi bantuan yang diberikan pemerintah pada seluruh areal program, maka luas GP-PTT Padi tahun 2015 adalah sebesar ha, yang dialokasikan pada kawasan padi dan non kawasan/rintisan/regular padi dan terinci atas: Kawasan Padi inbrida seluas ha, NonKawasan/Rintisan/Reguler Padi inbrida seluas ha 4

14 dan Non Kawasan/Rintisan/Reguler Padi hibrida seluas ha. Dalam GP-PTT petani dapat langsung menerapkan teknologi budidaya spesifik lokasi yang merupakan hasil rekomendasi dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) setempat. Melalui GP-PTT petani akan mampu mengelola potensi sumberdaya yang tersedia secara terpadu dalam budidaya padi di lahan usahataninya spesifik lokasi, sehingga petani menjadi lebih terampil serta mampu mengembangkan usahataninya dalam rangka peningkatan produksi padi. Namun demikian wilayah di luar GP-PTT (pertanaman swadaya petani) harus tetap dilakukan pembinaan, pendampingan dan pengawalan sehingga produksi dan produktivitas tetap dapat meningkat, mengingat sasaran produksi yang telah ditetapkan meningkat dari tahun sebelumnya. Dengan berbagai fasilitasi/stimulan yang diberikan pemerintah, diharapkan pelaksanaan GP-PTT Padi berbasis kawasan dan non kawasan/rintisan/regular dapat terlaksana dengan baik dan tepat sasaran sehingga dapat memberikan sumbangan terhadap peningkatan produktivitas dan produksi tahun Agar upaya pencapaian sasaran produksi padi melalui kegiatan GP-PTT tahun 2015 dapat tercapai, maka perlu untuk menyusun Pedoman Teknis Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (GP-PTT) sebagai acuan umum bagi semua 5

15 pihak yang terkait dalam pelaksanaan kegiatan tersebut di lapangan. Dengan adanya pedoman teknis ini, semua pihak terkait akan berkontribusi secara positif sehingga akhirnya kegiatan ini menjadi salah satu kegiatan yang berkontribusi terhadap pencapaian sasaran produksi padi. Mengingat tingginya keberagaman kondisi di masing-masing daerah dan kemampuan adopsi inovasi, maka pedoman teknis ini agar dilengkapi oleh Dinas Pertanian Provinsi dalam bentuk Petunjuk Pelaksanaan (JUKLAK), sehingga kegiatan tersebut dapat dilakukan tepat waktu dan tepat sasaran, dan wajib dirinci secara teknis oleh Dinas Pertanian Kabupaten/Kota sesuai dengan kondisi spesifik lokasi dalam bentuk Petunjuk Teknis (JUKNIS) Pelaksanaan Lapangan, agar lebih operasional sesuai kebutuhan di lapangan dan tidak multitafsir. B. Tujuan dan Sasaran 1. Tujuan a. Menyediakan acuan pelaksanaangp-ptt padi melalui pendekatan kawasan dan non kawasan/rintisan/regular bagi Dinas PertanianProvinsi dan Kabupaten/Kota, dalam rangka mendukung peningkatan produksi padi tahun

16 b. Mendorong dan meningkatkan koordinasidan keterpaduan pelaksanaan GP-PTT padi melalui pendekatan kawasan dan non kawasan/rintisan/reguler, antara Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota. c. Meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap petani guna mempercepat penerapan komponen teknologi PTT padi dalam usahataninya. d. Meningkatkan produktivitas, produksi dan pendapatan serta kesejahteraan petani padi. 2. Sasaran a. Tersedianya acuan pelaksanaan GP-PTT padi melalui pendekatan kawasan dan non kawasan/rintisan/regular bagi Dinas Pertanian Provinsi dan Kabupaten/Kota, dalam rangka mendukung peningkatan produksi padi tahun b. Terkoordinasi dan terpadunya pelaksanaan GP-PTT padi melalui pendekatan kawasan dan non kawasan/rintisan/regular antara Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, cq Direktorat Budidaya Serealia, Dinas PertanianProvinsi dan Kabupaten/Kota. c. Meningkatnya pengetahuan, keterampilan dan sikap petani sehingga penerapan komponen teknologi PTT padi berjalan lebih cepat dan keberlanjutan. 7

17 d. Meningkatnya produktivitas padi inbrida pada lokasi kawasan yang ditetapkan, sebesar > 1,00 ton/ha dan padi inbrida pada lokasi non kawasan/rintisan/regular sebesar 0,5-0,75 ton/ha serta padi hibrida pada lokasi non kawasan/rintisan/regular sebesar > 0,75 ton/ha. C. Pengertian Pengertian dalam GP-PTT 1. Kawasan Tanaman Pangan adalah kawasan usaha tanaman pangan yang disatukan oleh factor alamiah, social budaya, infrastruktur fisik buatan, serta dibatasi oleh agroekosistem yang sama sedemikian rupa sehingga mencapai skala ekonomi dan efektifitas manajemen usaha tanaman pangan. Kawasan tanaman pangan dapat berupa kawasan yang telah eksis atau calon lokasi baru, dan lokasinya dapat berupa hamparan atau spot partial namun terhubung dengan aksesbilitas yang memadai. 2. Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (PTT) adalah suatu pendekatan inovatif dalam upaya meningkatkan produktivitas dan efisiensi usahatani melalui perbaikan sistem/pendekatan dalam perakitan paket teknologi yang sinergis antar komponen teknologi, dilakukan secara partisipatif oleh petani serta bersifat spesifik lokasi. PTT merupakan inovasi baru untuk memecahkan berbagai permasalahan dalam peningkatan produktivitas padi. Teknologi intensifikasi padi bersifat spesifik lokasi, bergantung pada masalah yang akan diatasi (demand driven 8

18 technology). Komponen teknologi PTT ditentukan bersamasama petani melalui analisis kebutuhan teknologi (need assessment). Komponen teknologi PTT dasar/compulsory adalah teknologi yang dianjurkan untuk diterapkan di semua lokasi. Komponen teknologi PTT pilihan adalah teknologi pilihan disesuaikan dengan kondisi, kemauan, dan kemampuan. Komponen teknologi PTT pilihan dapat menjadi compulsory apabila hasil KKP (Kajian Kebutuhan dan Peluang) memprioritaskan komponen teknologi yang dimaksud menjadi keharusan untuk pemecahan masalah utama suatu wilayah, demikian pula sebaliknya bagi komponen teknologi dasar. 3. Kelompoktani adalah sejumlah petani yang tergabung dalam satu hamparan/wilayah yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan untuk meningkatkan usaha agribisnis dan memudahkan pengelolaan dalam proses distribusi, baik itu benih, pestisida, sarana produksi dan lain-lain. 4. Rencana Usahatani Kelompok (RUK) adalah rencana kerja usahatani dari kelompoktani untuk satu periode musim tanam yang disusun melalui musyawarah dan kesepakatan bersama dalam pengelolaan usahatani sehamparan wilayah kelompoktani yang memuat uraian kebutuhan saprodi yang meliputi: jenis, volume, harga satuan dan jumlah uang yang diajukan untuk pembelian saprodi sesuai kebutuhan di 9

19 lapangan (spesifik lokasi) dan pengeluaran lainnya (bantuan tanam jajar legowo, pertemuan kelompok) dan lainnya. 5. Pemandu Lapangan (PL) adalah Penyuluh Pertanian, Pengawas Organisme Pengganggu Tanaman (POPT), Pengawas Benih Tanaman (PBT)yang telah mengikuti pelatihan SL-PTT dan berperan sebagai pendamping dan pengawal pelaksanaan GP-PTT. 6. Pengawalan dan Pendampingan oleh Petugas Dinas adalah kegiatan yang dilakukan oleh petugas Dinas Pertanian Provinsi dan Kabupaten/Kota termasuk Penyuluh, POPT, PBT, Mantri Tani dan atau petugas lainnya sesuai dengan kebutuhan di lapangan dalam melakukan pengawalan dan pendampingan, guna lebih mengoptimalkan pelaksanaan kegiatan GP-PTT. 7. Pengawalan dan Pendampingan oleh Aparat adalah kegiatan yang dilakukan oleh TNI-AD beserta jajarannya (Babinsa), Camat, Kades dan atau petugas lainnya sesuai dengan kebutuhan di lapangan dalam melakukan pengawalan dan pendampingan, guna lebih mengoptimalkan pelaksanaan kegiatan GP-PTT. 8. Pengawalan dan Pendampingan oleh Peneliti adalah kegiatan yang dilakukan oleh peneliti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) didukung oleh peneliti UK/UPT Lingkup Badan Litbang Pertanian guna meningkatkan pemahaman dan akselerasi adopsi PTT dengan menjadi 10

20 narasumber pada pelatihan, penyebaran informasi, melakukan uji adaptasi varietas unggul baru, demplot, dan supervisi penerapan teknologi. 9. Pengawalan dan Pendampingan oleh Penyuluh adalah kegiatan yang dilakukan oleh Penyuluh guna meningkatkan penerapan teknologi spesifik lokasi sesuai rekomendasi BPTP dan secara berkala hadir di lokasi GP-PTT dalam rangka pemberdayaan kelompoktani sekaligus memberikan bimbingan kepada kelompok dalam penerapan teknologi. Penyuluh diharapkan hadir pada setiap pertemuan kelompoktani di lapangan. 10. Pengawalan dan Pendampingan oleh POPT (Pengawas Organisme Pengganggu Tanaman) adalah kegiatan pendampingan oleh Pengawas OPT dalam rangka pengendalian hama terpadu(pht). 11. Pengawalan dan Pendampingan oleh PBT (Pengawas Benih Tanaman) adalah kegiatan pendampingan oleh Pengawas Benih dalam rangka pengawasan mutubenih. 12. Pupuk Organik adalah pupuk yang berasal dari tumbuhan mati, kotoran hewan dan/atau bagian hewan/atau limbah organik lainnya yang telah melalui proses rekayasa, berbentuk padat atau cair, dapat diperkaya dengan bahan mineral dan/atau mikroba, yang bermanfaat untuk meningkatkan 11

21 kandungan hara dan bahan organik tanah serta memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. 13. Benih Bina adalah benih dari varietas unggul yang telah dilepas produksi dan peredarannya diawasi. 14. Benih Varietas Unggul Bersertifikat adalah benih bina yang telah disertifikasi. 15. Benih bersubsidi adalah benih padi (inbrida dan hibrida) bersertifikat yang mendapat subsidi bersumber dari dana APBN. 16. Swadaya adalah semua upaya yang dilakukan petani dengan sumber pembiayaan yang berasal dari modal petani sendiri. 17. Wilayah Fokus adalah lokasi peningkatan produktivitas/ip di areal/kawasan dan non kawasan/rintisan/reguler GP-PTT. 18. Wilayah Non-Fokus adalah lokasi peningkatan produktivitas/ip di luar areal/kawasan dan non kawasan/rintisan/regular GP-PTT. 19. Carry Over adalah sisa pertanaman kegiatan tahun berjalan tetapi produksi tidak berkontribusi pada tahun tersebut, namun akan berkontribusi pada tahun berikutnya. 12

22 20. POSKO I - V adalah Pos Simpul Koordinasi sebagai tempat melaksanakan koordinasi dan pertemuanyang dilaksanakan dalam rangka mendukung kelancaran pelaksanaan GP-PTT. POSKO yang dimaksud adalah POSKO yang telah ada, misalnya POSKO P2BN. 13

23 II. KERAGAAN, SASARAN DAN TANTANGAN SERTA PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI TAHUN 2015 A. Keragaan Produksi Produksi padi dalam 5 tahun terakhir meningkat rata-rata 1,89%/tahun, dari 66,47 juta ton GKG pada tahun 2010 menjadi 70,61 juta ton GKG pada tahun 2014 (ARAM II) sedangkan laju peningkatan produktivitas mencapai rata-rata 0,52%/tahun dan luas panen meningkat rata-rata 1,35 %/tahun, sebagaimana terlihat dalam Tabel 1. Tabel 1. Perkembangan Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi Tahun LUAS PANEN PRODUKTIVITAS PRODUKSI TAHUN Ha % Ku/Ha % Ton % , ,87 50,15 0, , (0,38) 49,80 (0,70) (1,07) ,83 51,36 3, , ,90 51,52 0, , * (0,48) 51,28 (0,46) (0,94) *) ARAM II BPS RATA-RATA B. Sasaran Produksi Padi Tahun ,35 0,52 1,89 Sasaran produksi padi tahun 2015 sejumlah73,40 juta ton GKG atau meningkat 1,47% dibanding sasaran produksi tahun 14

24 sebelumnya sebesar 72,34 ton GKG. Sasaran sejumlah tersebut diperoleh dari sasaran luas tanam 14,58 juta ha, sasaran luas panen 14,09 juta hadan sasaran produktivitas 52,09ku/ha. Apabila dibandingkan dengan pencapaian pada tahun 2014 (ARAM II), sasaran produksi tahun 2015 meningkat adalah 3,95%, sasaran luas panen meningkat 2,32%, produktivitas meningkat 1,58 %,seperti dikemukakan pada Tabel 2 berikut. Tabel 2. Persentase Kenaikan Angka Sasaran 2015 Terhadap ARAM II 2014 (BPS) KOMODITAS PADI URAIAN ARAM II 2014 SASARAN 2015* Luas Tanam (jt Ha) 14,26 14,59 2,32 Luas Panen (jt Ha) 13,77 14,09 2,32 Produktivitas (Ku/Ha) 51,28 52,09 1,58 Produksi (jt ton GKG) 70,61 73,40 3,95 % Sasaran produksi padi tahun 2015 secara rinci per Provinsi, disajikan pada Lampiran 1. C. Tantangan dan Peluang Peningkatan Produksi Kendala dalam peningkatan produksi tanaman pangan yang semakin kompleks karena berbagai perubahan dan perkembangan lingkungan strategis diluar sektor pertanian berpengaruh dalam peningkatan produksi tanaman pangan. Tantangan utama yang dihadapi dalam upaya peningkatan produksi tanaman pangan adalah : 1). Meningkatnya permintaan 15

25 beras sesuai dengan peningkatan jumlah penduduk, 2). Terbatasnya ketersediaan beras dunia, dan 3). Kecenderungan meningkatnya harga pangan. Disamping tantangan, upaya peningkatan produksi tanaman juga dihadapi oleh sejumlah permasalahan, yaitu antara lain : 1). Meningkatnya kerusakan lingkungan dan perubahan iklim global, 2). Terbatasnya ketersediaan infrastruktur, 3). Belum optimalnya sistem perbenihan nasional, 4). Terbatasnya akses petani terhadap permodalan dan masih tingginya suku bunga usaha tani, 5). Masih lemahnya kapasitas kelembagaan petani dan penyuluh, 6). Meningkatnya alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian, serta 7) Kurang harmonisnya koordinasi kerja antar sector terkait pembangunan pertanian. Disamping itu, pembangunan pertanian selama ini masih dilaksanakan tersekat-sekat oleh batasan administratif serta berorientasi pada kegiatan-kegiatan yang tidak mampu menjadi faktor pengungkit untuk pencapaian sasaran pembangunan pertanian. Disamping tantangan dan permasalahan yang dihadapi dalam upaya peningatan produksi tanaman pangan, terdapat sejumlah peluang yang apabila dimanfaatkan dengan baik akan memberikan kontribusi pada upaya peningkatan produksi. Peluang tersebut antara lain : 1). Kesenjangan hasil antara potensi dan kondisi di lapangan masih tinggi, 2). Tersedia teknologi untuk meningkatkan produktivitas, 3). Potensi 16

26 sumberdaya lahan sawah, rawa/lebak, lahan kering (perkebunan, kehutanan) yang masih luas, 4). Pengetahuan/Keterampilan SDM (Petani, Penyuluh/PPL, POPT, Pengawas Benih Tanaman/PBT, dan Petugas Pertanian Lainnya) masih dapat dikembangkan, 5).Tersedianya potensi pengembangan produksi berbagai pangan pilihan selain beras, 6).Dukungan Pemerintah Daerah dan 7).Ketersediaan sumber genetik. 17

27 III. STRATEGI DAN UPAYA PENCAPAIAN PRODUKSI PADI TAHUN 2015 A. Strategi Strategi peningkatan produksi tanaman serealia tahun 2015 adalah sebagai berikut: 1. Peningkatan Produktivitas Peningkatan produktivitas dilakukan melalui peningkatan penggunaan benih varietas unggul bermutu produktivitas tinggi termasuk benih padi hibrida, peningkatan jumlah populasi tanaman dengan sistem tanam jajar legowo, pemupukan sesuai rekomendasi spesifik lokasi serta berimbang dengan pemakaian pupuk organik serta pupuk biohayati, pengelolaan pengairan dan perbaikan budidaya lainnya disertai dengan peningkatan pengawalan, pendampingan, pemantauan dan koordinasi. Strategi ini terutama dilaksanakan di wilayah dimana perluasan areal sudah sulit dilakukan, sehingga dengan penerapan teknologi spesifik lokasi diharapkan masih dapat ditingkatkan produktivitasnya. 2. Perluasan Areal Tanam Perluasan areal dilakukan melalui upaya optimalisasi lahan (peningkatan indeks pertanaman) melalui upaya perbaikan jaringan irigasi seperti JITUT, JIDES, dan Tata Air Mikro, 18

28 pompanisasi dan pemanfaatan lahan sawah, disertai konservasi lahan yang berkelanjutan serta penanaman tumpang sari di lahan perkebunan, kehutanan dan lahan terlantar. 3. Pengamanan Produksi Pengamanan produksi dimaksudkan untuk mengurangi dampak perubahan iklim seperti kebanjiran dan kekeringan, gangguan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT), serta pengamanan kualitas produksi dari residu pestisida. Selain itu dilakukan dengan pula peningkatan penggunaan alat dan mesin pertanian dalam rangka mengurangi kehilangan hasil pada saat penanganan panen dan pasca panen yang masih cukup besar. 4. Penguatan Kelembagaan dan Manajemen Manajemen yang telah ada dan berjalan saat ini perlu lebih disempurnakan agar pelaksanaan program dapat berjalan sesuai rencana. Penyempurnaan manajemen tersebut berupa dukungan kebijakan dan regulasi, penyempurnaan manajemen teknis serta penyempurnaan data dan informasi. Dengan kegiatan penyempurnaan diharapkan pelaksanaan peningkatan produksi tanaman pangan dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan dan pada akhirnya dapat mendukung pencapaian sasaran produksi tahun

29 B. Upaya Pencapaian Sasaran Produksi Padi Tahun 2015 Fokus Utama pencapaian sasaran produksi padi tahun 2015 adalah peningkatan produktivitas padi melalui GP-PTT berbasis kawasan dan non kawasan, dengan bantuan sebagai instrument stimulant dan dukungan pendampingan dan pengawalan pada areal seluas 350 ribu ha. Sedangkan di luar fokus utama melalui upaya peningkatan produksi pada areal tanam seluas 14,299 juta ha, terdiri atas: Carry over SL-PTT Tahun 2014: 570 ribu ha, Percepatan Optimasi Lahan (OPL): 170 ribu ha, Perluasan areal tanam/pemanfaatan cetak sawah 2014: 40 ribu ha, Bantuan benih (rehabilitasi jaringan irigasi PSP): 1 juta ha, Bantuan benih (optimasi lahan PSP): 500 ribu ha dan Swadaya petani seluas: ribu ha, sebagaimana terlihat dalam Tabel 3 berikut ini : Tabel3. Upaya Pencapaian Sasaran Produksi Padi Tahun 2015 No Kegiatan Sasaran Luas Tanam Luas Panen Produktivitas Produksi (Ha) (Ha) (Ha) (Ku/ha) (Ton) A PENINGKATAN PRODUKTIVITAS 13,038,783 13,038,783 12,655, ,216,410 1 GP-PTT (2015) 350, , , ,070,590 2 Carry Over SL-PTT Tahun , , , ,234,534 3 Percepatan Optimasi Lahan (POL) 170, , , ,038 4 Swadaya petani 11,948,783 11,948,783 11,603, ,012,248 B PERLUASAN AREAL TANAM 40,000 40,000 38, ,540 1 Pemanfatan Cetak sawah ,000 40,000 38, ,540 JUMLAH (A+B) 13,078,783 13,078,783 12,694, ,312,950 C 1 2 BANTUAN BENIH (APBN-P 2015 DITJEN TP) Bantuan Benih (rehabilitasi jaringan irigasi/refokusing 2015 PSP) Bantuan Benih (optimasi lahan/refokusing 2015 PSP) JUMLAH C TOTAL 1,500,000 1,500,000 1,448, ,087,156 1,000,000 1,000, , ,442, , , , ,644,231 1,500,000 1,500,000 1,448, ,087,156 14,578,783 14,578,783 14,142, ,400,106 20

30 a. Fokus utama peningkatan produktivitas padi melalui GP- PTT berbasis kawasan dan non kawasanadalah upaya pencapaian sasaran produksi padi tahun 2015 yangdifokuskan pada kegiatan peningkatan produktivitas di areal tanam GP-PTT padi seluas 350 ribu ha, yang terdiri dari: 1) GP-PTT Padi Inbrida Kawasan seluas : ha, dialokasikan di 30 Kabupaten pada 26 Provinsi. 2) GP-PTT Padi Inbrida Non Kawasan seluas : ha, dialokasikan di 143 Kabupaten pada 31 Provinsi. 3) GP-PTT Padi Hibrida Non Kawasan seluas : ha, dialokasikan di 35 Kabupaten pada 13 Provinsi. Alokasi GP-PTT Padi (kawasan dan non kawasan) Tahun 2015, per Provinsi dan Kabupaten/Kota, disajikan pada Lampiran 2. b. Upaya peningkatan produksi padi di luar wilayah fokus Upaya peningkatan produksi dan produktivitas padi di luar wilayah fokus dilakukan melalui serangkaian pembinaan, pengawalan, pendampingan dan bimbingan yang terkoordinasi dan terintegrasi dengan memanfaatkan bantuan benih, benih bersubsidi, benih non subsidi dan atau benih dari sumber-sumber lain, pupuk bersubsidi (urea, ZA, SP-36, NPK dan pupuk organik), alsintan, carry over SL-PTT Tahun 2014, rehabilitasi jaringan irigasi, gerakan peningkatan indeks pertanaman/optimasi lahan, dukungan APBD, pemanfaatan 21

31 hasil cetak sawah 2014, dan swadaya murni petani melalui KKP-E/KUR/Dukungan Penyuluh/PPL Swadaya. Areal yang dikelola dengan pola ini seluas 14,299 juta ha dengan kontribusi produksi sebesar 71,330 juta ton GKG. Agar upaya ini dapat berhasil maka dukungan dari berbagai pihak sangat diperlukan melalui gerakan yang luar biasa antara lain :(1). gerakan pengolahan tanah, (2). gerakan tanam dan panen serentak, (3). gerakan pemupukan berimbang, (4). gerakan penerapan teknologi, (5). gerakan pengendalian OPT, (6). gerakan penanganan panen dan pasca panen, dan (7). gerakan lainnya dengan dukungan dana APBN maupun APBD I dan APBD II serta dana masyarakat dan stakeholder. Penyuluh Pertanian/PPL, POPT dan PBT tetap harus melakukan pengawalan dan pendampingan pada areal tanam di luar GP-PTT. Pada prinsipnya semua dana yang ada dan dikelola oleh Dinas Pertanian dan Bakorluh/Bapeluh ditujukan untuk meningkatkan produksi padi baik di areal GP-PTT maupun di luar areal GP-PTT (Non Program). Pos simpul koordinasi pelaksanaan GP-PTT dapat memanfaatkan Posko yang ada di masing-masing daerah antara lain seperti Posko P2BN yang selama ini ada yakni, Posko I P2BN di Pusat, Posko II di Provinsi, Posko III di Kabupaten/Kota, Posko IV di Kecamatan/BPP, dan Posko V di Desa. Posko-posko yang ada, agar dioperasionalkan secara 22

32 optimal sesuai dengan Permentan Nomor 45 Tahun 2011 mengenai Tata Hubungan Kerja Antar Kelembagaan Teknis, Penelitian dan Pengembangan, dan Penyuluhan Pertanian Dalam Mendukung Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN). 23

33 IV. PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT) PADI Pengelolaan tanaman dan sumberdaya terpadu (PTT) merupakan inovasi baru untuk memecahkan berbagai permasalahan dalam peningkatan produktivitas. Teknologi intensifikasi bersifat spesifik lokasi, tergantung pada masalah yang akan diatasi (demand driven technology). Komponen teknologi PTT ditentukan bersama-sama petani melalui analisis kebutuhan teknologi (need assessment). PTT sebagai suatu pendekatan inovatif dalam upaya meningkatkan produktivitas dan efisiensi usahatani serta sebagai suatu pendekatan pembangunan tanaman pangan khususnya dalam mendorong peningkatan produksi padi akan terus dilaksanakan dan pada Tahun 2015 difokuskan melalui Gerakan Penerapan PTT di lapangan dengan lebih terkoordinasi pada areal ha. A. Prinsip-prinsip PTT 1. Terpadu : PTT merupakan suatu pendekatan agar sumber daya tanaman, tanah dan air dapat dikelola dengan sebaikbaiknya secara terpadu. 2. Sinergis : PTT memanfaatkan teknologi pertanian terbaik, dengan memperhatikan keterkaitan yang saling mendukung antar komponen teknologi. 3. Spesifik lokasi : PTT memperhatikankesesuaian teknologi dengan lingkungan fisik maupun sosial budaya dan ekonomi petani setempat. 24

34 4. Partisipatif : Petani turut berperanserta dalam memilih dan menguji teknologi yang sesuai dengan kondisi setempat dan kemampuan petani melalui proses pembelajaran dalam bentuk laboratorium lapangan (LL). B. Tahapan Penerapan PTT 1. Langkah pertama penerapan PTT adalah pemandu lapangan bersama petani melakukan Pemahaman Masalah dan Peluang (PMP) atau Kajian Kebutuhan dan Peluang (KKP). Identifikasi masalah peningkatan hasil di wilayah setempat dan membahas peluang mengatasi masalah tersebut, berdasarkan cara pengelolaan tanaman, analisis iklim/curah hujan, kesuburan tanah, luas pemilikan lahan, lingkungan sosial ekonomi. 2. Langkah kedua adalah merakit berbagai komponen teknologi PTT berdasarkan kesepakatan kelompok untuk diterapkan di lahan usahataninya. 3. Langkah ketiga adalah penyusunan RUK berdasarkan kesepakatan kelompok. 4. Langkah keempat adalah penerapan PTT. 5. Langkah kelima adalah pengembangan/replikasi PTT ke petani lainnya. 25

35 C. Komponen PTT Padi Komponen dasar/compulsory dan pilihan disesuaikan spesifik wilayah setempat yang paling tepat diterapkan.komponen teknologi pilihan dapat menjadi compulsory apabila hasil KKP memprioritaskan komponen teknologi dimaksud menjadi keharusan untuk pemecahan masalah utama suatu wilayah, demikian pula sebaliknya bagi komponen teknologi dasar. Adapun komponen PTT padi dasar/compulsory, dikemukakan pada Tabel 4 sedangkan komponen pilihan pada Tabel 5 berikut. Tabel 4.Komponen PTT Padi Dasar PADI SAWAH IRIGASI PADI SAWAH TADAH HUJAN PADI GOGO PADI RAWA LEBAK Varietas Modern (VUB, PH, PTB) Bibit bermutu dan sehat Pengeturan cara tanam (Jajar Legowo) Pemupukan berimbang dan efisien menggunakan BWD dan PUTS/petak omisi/permentan No. 4/2007 PHT sesuai OPT sasaran Varietas Modern (VUB, PH, PTB) Bibit bermutu dan sehat Pengelolaan hara P dan K berdasar PUTS Pemberian bahan organik Pengendalian gulma terpadu Varietas Modern (VUB, PH, PTB) Bibit bermutu dan sehat Pemberian bahan organik Pemupukan berdasar status kesuburan tanah Konservasi tanah dan air Varietas Modern (VUB, PH, PTB) Bibit bermutu dan sehat Pemupukan N granul, P dan K berdasarkan PUTS PHT sesuai OPT sasaran Tabel 5.Komponen PTT Padi Pilihan PADI SAWAH IRIGASI Bahan organik/pupuk kandang/amelioran ** Pengelohan tanah yang baik Pengelolaan air optimal (pengairan berselang) Pupuk cair (PPC, organik, bio hayati)/zpt, pupuk mikro Penanganan panen dan pascapanen PADI SAWAH TADAH HUJAN Pengelolaan tanaman yang meliputi populasi dan cara tanam (legowo, larikan, dll) Cara tanam dilarik dengan populasi tanaman tinggi menggunakan alat tanam row seeding PHT sesuai OPT sasaran Penanganan panen dan pascapanen PADI GOGO Pengelolaan tanaman yang meliputi populasi dan cara tanam (legowo, larikan, dll) PHT sesuai OPT setempat Pengendalian gulma terpadu Pola tanam berbasis padi gogo Penanganan panen dan pascapanen PADI RAWA LEBAK Pengelolaan tanaman yang meliputi populasi dan cara tanam (legowo, larikan, dll) Umur bibit Pengelolaan air, pembuatan saluran/caren keliling Pengendalian gulma terpadu Penanganan panen dan pascapanen *: Komponen teknologi pilihan dapat menjadi compulsory apabila hasil KKP memprioritaskan komponen teknologi yang dimaksud menjadi keharusan untuk pemecahan masalah utama suatu wilayah, demikian pula sebaliknya bagi komponen teknologi dasar. **: Prioritas (Sumber : Puslitbang Tanaman Pangan, Badan Litbang 2012 dan Analisis) 26

36 Adapun PTT padi di lahan pasang surut yaitu : 1).Penggunaan varietas unggul adaptif, 2). Pemupukan spesifik lokasi, 3). Amelioran (digunakan abu dan/atau kapur untuk meningkatkan ph), 4). Pengendalian terpadu untuk hama, penyakit dan gulma dan 5). Menggunakan alsin untuk pra dan pasca panen. Pengolahan tanah sempurna dimaksudkan untuk pencucian racun dan meratakan tanah.(sumber : Puslitbang Tanaman Pangan, Badan Litbang, 2012). a. Peran Komponen PTT Penggunaan benih varietas unggul bermutu akan menghasilkan daya perkecambahan yang tinggi dan seragam, tanaman yang sehat dengan perakaran yang baik, tanaman tumbuh lebih cepat, tahan terhadap hama dan penyakit, berpotensi hasil tinggi dan mutu hasil yang lebih baik. Penanaman yang tepat waktu, serentak dan jumlah populasi yang optimal dapat menghindari serangan hama dan penyakit, menekan pertumbuhan gulma, terhindar dari kelebihan dan kekurangan air, memberikan pertumbuhan tanaman yang sehat dan seragam serta hasil yang tinggi. Pemberian pupuk secara berimbang berdasarkan kebutuhan tanaman dan ketersediaan hara tanah dengan prinsip tepat jumlah, jenis, cara, dan waktu aplikasi sesuai dengan jenis tanaman akan memberikan pertumbuhan yang baik dan meningkatkan kemampuan tanaman mencapai hasil tinggi. 27

37 Pemberian air pada tanaman secara efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan tanaman dan kondisi tanah merupakan faktor penting bagi pertumbuhan dan hasil tanaman yaitu air sebagai pelarut sekaligus pengangkut hara dari tanah ke bagian tanaman. Kebutuhan akan air disetiap stadia tanaman berbeda-beda, pemberian air secara tepat akan meningkatkan hasil dan menekan terjadinya stres pada tanaman yang diakibatkan karena kekurangan dan kelebihan air. Perlindungan tanaman dilaksanakan untuk mengantisipasi dan mengendalikan serangan OPT dan DPI dengan meminimalkan kerusakan atau penurunan produksi akibat serangan OPT. Pengendalian dilakukan berdasarkan prinsip dan strategi Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Khususnya pengendalian dengan pestisida merupakan pilihan terakhir bila serangan OPT berada diatas ambang ekonomi. Penggunaan pestisida harus memperhatikan jenis, jumlah dan cara penggunaannya sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku sehingga tidak menimbulkan resurjensi atau resistensi OPT atau dampak lain yang merugikan lingkungan. Penanganan panen dan pasca panen akan memberikan hasil yang optimal jika panen dilakukan pada waktu dan cara yang tepat yaitu tanaman dipanen pada masak fisiologis berdasarkan umur tanaman, kadar air dan penampakan visual hasil sesuai dengan diskripsi varietas. Pemanenan dilakukan 28

38 dengan sistem kelompok yang dilengkapi dengan peralatan dan mesin yang cocok sehingga menekan kehilangan hasil. Hasil panen dikemas dalam wadah dan disimpan ditempat penyimpanan yang aman dari OPT dan perusak hasil lainnya sehingga mutu hasil tetap terjaga dan tidak tercecer. b. Pemilihan Teknologi PTT Komponen teknologi yang dipilih dan diterapkan oleh petani dalam melaksanakan GP-PTT adalah komponen teknologi PTT. Perakitan komponen teknologi budidaya dilakukan dengan cara penelusuran setiap alternatif komponen teknologi, jumlah yang mempengaruhi dan yang dipengaruhi. Apabila hal tersebut telah diketahui maka antar komponen teknologi dan aspek lingkungan dapat disinergiskan. Pemilihan teknologi budidaya yang optimal dapat dilakukan dengan memaksimalkan komponen teknologi yang saling sinergis dan meminimalkan komponen teknologi yang saling antagonis (berlawanan) sehingga diperoleh teknik budidaya dalam pendekatan PTT yang spesifik lokasi. Kombinasi komponen teknologi yang digunakan pada lokasi tertentu dapat berbeda dengan lokasi lainnya, karena beragamnya kondisi lingkungan pertanaman. Setiap teknologi dan kombinasi teknologi yang sedang dikembangkan pada suatu lokasi dapat berubah sejalan dengan perkembangan ilmu dan pengalaman petani di lokasi setempat. Untuk menetapkan paket teknologi GP-PTT yang akan dilaksanakan 29

39 di setiap unit agar Dinas Pertanian Kabupaten/Kota berkomunikasi dan atau berkonsultasi dengan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) di masing masing wilayah. D. Keuntungan Penerapan Teknologi PTT 1. Meningkatkan kuantitas dan kualitas hasil usahatani 2. Efisiensi biaya usahatani dengan penggunaan teknologi yang tepat untuk masing-masing lokasi. 3. Kesehatan lingkungan tumbuh pertanaman dan lingkungan kehidupan secara keseluruhan akan terjaga. 30

40 V. GERAKAN PENERAPAN PTT (GP-PTT) PADI A. Model Kawasan Tanaman Pangan Sesuai Peraturan Menteri Pertanian Nomor 50 Tahun 2012, tentang pedoman pengembangan kawasan pertanian, kawasan pertanian terdiri dari 1). Kawasan tanaman pangan, 2). Kawasan hortikultura, 3). Kawasan perkebunan dan 4). Kawasan peternakan. Adapun kawasan tanaman pangan adalahkawasan usaha tanaman pangan yang disatukan oleh faktor alamiah, sosial budaya, infrastruktur fisik buatan, serta dibatasi oleh agroekosistem yang sama sedemikian rupa sehingga mencapai skala ekonomi dan efektifitas manajemen usaha tanaman pangan. Kawasan tanaman pangan dapat berupa kawasan yang telah eksis atau calon lokasi baru, dan lokasinya dapat berupa hamparan atau spot partial namun terhubung dengan aksesbilitas yang memadai. Pengembangan kawasan pertanian tanaman pangan, khususnya padi pada tahun 2015 dilakukan melalui Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (GP-PTT). Untuk itu pada tahun 2015, tidak dikenal lagi SL-PTT Kawasan Pertumbuhan, Kawasan Pengembangan dan Kawasan Pemantapan. Kriteria khusus tanaman pangan/padi dalam aspek luas agregat adalah ha/2-4 kecamatan dan atau disesuaikan dengan kondisi di lapangan, dengan fasilitasi GP-PTT seluas ha. 31

41 Rancangan kawasan padi inbrida tahun 2015 di alokasikan di 30 Kabupaten pada 24 Provinsi seluas ha. Model pengembangan kawasan (padi inbrida) dikemukakan pada Gambar 1 berikut. Gambar 1. Model Kawasan Tanaman Pangan Pada kawasan GP-PTT padi inbrida, dalam upaya pencapaian target produksi > 1 ton/ha seluruh Eselon I lingkup Kementerian Pertanian dan Eselon II lingkup Direktorat Jenderal Tanaman Pangan akan memberikan kontribusi kegiatannya guna mendukung pelaksanaan GP-PTT secara optimal. Untuk itu koordinasi, replikasi, nilai tambah, keberhasilan dan regulasi 32

42 menjadi kata kunci guna menjamin keberhasilan kegiatan tersebut di tingkat lapangan. Selanjutnya dalam upaya peningkatan produktivitas dan produksi, areal di luar kawasan (non kawasan/rintisan/regular) tetap mendapat perhatian melalui pelaksanaan GP-PTT padi inbrida seluas ha dan GP-PTT padi hibrida seluas ha dengan luasan di masing-masing kabupaten/lokasi disesuaikan dengan kondisi setempat. Pada GP-PTT padi inbrida dan hibrida non kawasan ini, hanya mendapatkan stimulan dari kegiatan pengelolaan produksi tanaman serealia berupa bantuan saprodi termasuk benih, bantuan tanam jajar legowo, pertemuan kelompok dan pendampingan serta pengawalan tanpa dukungan kegiatan dari Eselon I lingkup Kementerian Pertanian dan atau Eselon II lingkup Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. GP-PTT dilaksanakan oleh kelompoktani yang sudah terbentuk dan masih aktif. Kelompoktani yang dimaksud diupayakan kelompoktani yang dibentuk berdasarkan hamparan, atau lokasi lahan usahataninya diupayakan masih dalam satu hamparan setiap kelompok. Hal ini perlu untuk mempermudah interaksi antar anggota karena mereka saling mengenal satu sama lainnya dan diharapkan tinggal saling berdekatan sehingga bila teknologi GP-PTT sudah diadopsi secara individu akan mudah ditiru petani lainnya. Peserta GP-PTT wajib mengikuti setiap tahap pertanaman dan mengaplikasikan kombinasi komponen teknologi yang sesuai 33

43 spesifik lokasi mulai dari pengolahan tanah, budidaya, penanganan panen dan pasca panen. Pada setiap tahapan pelaksanaan, petani peserta diharapkan melakukan serangkaian kegiatan yang sudah direncanakan dan dijadwalkan. B. Penentuan Calon Lokasi Pemilihan penempatan calon lokasi GP-PTT dengan prioritas produktivitas masih berpotensi untuk ditingkatkan dan petaninya responsif terhadap teknologi. Pemilihan/penunjukan letak petak untuk pertemuan kelompoktani dengan pertimbangan terletak di bagian pinggir areal GP-PTT sehingga berbatasan langsung dengan areal di luar areal GP-PTT dengan harapan penerapan teknologi PTT mudah dilihat dan ditiru oleh petani di luar areal GP-PTT. Pertimbangan lainnya disesuaikan dengan kondisi di lapangan. Pemilihan/penunjukan letak petak pertemuan tersebut, dilakukan melalui musyawarah mufakat (disepakati bersama). Format CL dan CP disajikan pada Lampiran Penentuan Calon Lokasi a. Lokasi dapat berupa persawahan yang beririgasi, sawah tadah hujan, lahan kering, pasang surut dan lebak yang produktivitas dan/atau indeks pertanamannya masih dapat ditingkatkan. Lokasi GP-PTT tahun anggaran 2015 diutamakan lokasi SL-PTT tahun anggaran 2014 dengan tetap memperhatikan kondisi di lapangan. Oleh karena itu 34

44 Dinas Pertanian Kabupaten/Kota perlu melakukan identifikasi lokasi tersebut dan lokasi-lokasi yang produktivitas masih dapat ditingkatkan sedangkan Dinas Pertanian Provinsi melakukan verifikasi atas CP/CL tersebut. Untuk itu, CP/CL yang telah diverifikasi oleh Dinas Pertanian Provinsi, diharapkan sudah disampaikan ke Direktorat Budidaya Serealia paling lambat pada akhir bulan Januari 2015 guna disampaikan kepada berbagai pihak yang membutuhkan baik untuk perencanaan, pengawalan, monitoring, evaluasi, dll. b. Diprioritaskan bukan daerah endemis hama dan penyakit, bebas dari bencana kekeringan, kebanjiran dan sengketa. c. Areal GP-PTT, diusahakan agar berada dalam satu hamparan/kawasan yang strategis dan mudah dijangkau petani atau disesuaikan dengan kondisi di lapangan. d. Setiap 25 ha dan atau sesuai dengan kondisi di lapangan, areal GP-PTT diberi papan nama sebagai tanda/identitas lokasi pelaksanaan kegiatan. 2. Penentuan Calon Petani/Kelompoktani Peserta GP-PTT a. Kelompoktani/petani yang dinamis, pro aktif dan bertempat tinggal dalam satu desa/wilayah yang berdekatan dan diusulkan oleh Kepala Desa, KCD dan atau Petugas Lapangan/Penyuluh. 35

45 b. Petani yang dipilih adalah petani aktif yang memiliki lahan ataupun penggarap/penyewa dan mau menerima teknologi baru. c. Bersedia mengikuti seluruh rangkaian kegiatan GP-PTT. d. Kelompoktani GP-PTT ditetapkan dengan Surat Keputusan Kepala Dinas Pertanian Kabupaten/Kota yang membidangi tanaman pangan selaku KPA, sebagaimana contoh pada Lampiran 4. C. Ketentuan Pelaksana GP-PTT Ketentuan pelaksana GP-PTT sebagai berikut : 1. Lokasi GP-PTT diusahakan berada pada satu hamparan atau kawasan, mempunyai potensi untuk ditingkatkan produktivitas dan/atau IP-nya, serta anggota kelompoktaninya respon terhadap penerapan teknologi. 2. Luas satu unit GP-PTT padi adalah 25 ha, dan atau disesuaikan dengan kondisi di lapangan. 3. Memiliki Pemandu Lapangan. Pemandu Lapangan (PL) khususnya Petugas Lapangan/ Penyuluh, POPT, PBT dan Peneliti mempunyai fungsi sebagai : 1. Pemandu yang paham terhadap permasalahan, kebutuhan dan kekuatan yang ada di lapangan dan desa. 36

46 2. Dinamisator proses pertemuan kelompok sehingga menimbulkan ketertarikan dan lebih menghidupkan latihan. 3. Motivator yang kaya akan pengalaman dalam berolah tanam dan dapat membantu membangkitkan kepercayaan diri para peserta GP-PTT 4. Konsultan bagi petani peserta GP-PTT untuk mempermudah menentukan langkah-langkah selanjutnya dalam melaksanakan kegiatan usahataninya setelah kegiatan GP-PTT selesai. D. Persyaratan Kelompoktani Pelaksana GP-PTT 1. Kelompoktani tersebut masih aktif dan mempunyai kepengurusan yang lengkap yaitu minimal ada Ketua, Sekretaris dan Bendahara. 2. Menyusun RUK sebagaimana terlihat dalam Lampiran Kelompoktani penerima bantuan GP-PTT ditetapkan dengan Surat Keputusan Kepala Dinas Pertanian Kabupaten/Kota selaku KPA. 4. Memiliki rekening yang masih berlaku/masih aktif di Bank Pemerintah (BUMN atau BUMD/Bank Daerah) yang terdekat dan bagi Kelompoktani yang belum memiliki, terlebih dahulu harus membuka rekening di bank. 5. Rekening bank diutamakan berupa rekening bank setiap kelompoktani namun dapat pula rekening gabungan kelompoktani (Gapoktan). Jika menggunakan rekening 37

47 gapoktan, mekanisme pengaturan antar kelompoktani agar diatur lebih lanjut oleh Kepala Dinas Pertanian Kabupaten/Kota. 6. Membuat surat pernyataan bersedia dan sanggup menggunakan dana bantuan GP-PTT sesuai peruntukannya (RUK) dan sanggup mengembalikan dana apabila tidak sesuai peruntukannya sebagaimana terlihat dalam Lampiran 6. Adapun mekanisme pengembaliannya, sesuai peraturan perundangan yang berlaku. 7. Bersedia menambah biaya pembelian sarana produksi dan pendukung lainnya, bilamana bantuan Pemerintah Pusat tersebut tidak mencukupi/kurang. 8. Bersedia mengikuti seluruh rangkaian kegiatan GP-PTT. 9. Petani/kelompoktani penerima Bansos GP-PTT tidak diperkenankan menerima bansos dari kegiatan yang sama pada tahun anggaran berjalan. E. Bantuan Pelaksanaan GP-PTT dan Pemanfaatannya. Guna mendukung pelaksanaan GP-PTT padi inbrida berbasis kawasan dan GP-PTT padi inbrida non kawasan serta GP-PTT padi hibrida non kawasan, seluruh areal yang ditetapkan dalam CP/CL akan mendapatkan fasilitasi berupa bantuan saprodi, biaya tanam jajar legowo, biaya pertemuan kelompoktani. Konsep ini berbeda dengan SL-PTT Tahun Gambar 2 berikut, menjelaskan perbedaan tersebut. 38

48 Gambar 2. Perbandingan SL-PTT (2014) Dengan GP-PTT (2015) Areal GP-PTT padi berbasis kawasan maupun non kawasan sebagai stimulan direncanakan mendapatkan sarana produksi (benih, pupuk, pestisida, biaya tanam jajar legowo dan biaya pertemuan kelompoktani), sedangkan insentif/bantuan transport bagi petugas pendamping (petugas dinas dan atau aparat/disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan), papan nama/identitas dan ubinan diberikan pada setiap 25 ha atau disesuaikan dengan kondisi di lapangan. Untuk lebih jelasnya, plafon stimulan/bantuan saprodi untuk pelaksanaan GP-PTT Padi Tahun 2015 dapat dilihat pada Tabel 6 berikut. 39

49 Tabel 6. Plafon Stimulan/Bantuan Saprodi GP-PTT Padi Tahun 2015 No Uraian Areal (Ha) I a. Kawasan GP-PTT Padi Inbrida Kawasan: Biaya (Rp 000/Ha) 1. Di Luar Papua 70,000 2,900 Instrumen -. Saprodi (benih, pupuk, pestisida) -. Bantuan biaya tanam jarwo -. Pertemuan Kelompok minimal 4 kali 2. Papua 5,000 3, Saprodi (benih, pupuk, pestisida) -. Bantuan biaya tanam jarwo -. Pertemuan Kelompok minimal 4 kali II a. Kawasan GP-PTT Padi Inbrida Non Kawasan/Rintisan/Reguler: 1. Di Luar Papua 220,000 2, Saprodi (benih, pupuk, pestisida) -. Bantuan biaya tanam jarwo -. Pertemuan Kelompok minimal 4 kali 2. Papua 5,000 3, Saprodi (benih, pupuk, pestisida) -. Bantuan biaya tanam jarwo -. Pertemuan Kelompok minimal 4 kali b. Kawasan GP-PTT Padi Hibrida 1. Di Luar Papua 50,000 3, Saprodi (benih, pupuk, pestisida) -. Bantuan biaya tanam jarwo -. Pertemuan Kelompok minimal 4 kali 2. Papua - - JUMLAH: 1. Kawasan GP-PTT Padi Inbrida 75, Non Kawasan GP-PTT Padi Inbrida 225, Non Kawasan GP-PTT Padi Hibrida 50,000 TOTAL: 1. GP-PTT Padi 350,000 Bantuan saprodi yang diberikan dalam pelaksanaan GP-PTT Padi, digunakan untuk: 40

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN Nomor : 6/HK.310/C/1/2013

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN Nomor : 6/HK.310/C/1/2013 1 KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN Nomor : 6/HK.310/C/1/2013 T E N T A N G PEDOMAN TEKNIS SEKOLAH LAPANGAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN Nomor : /HK../C/ /2014

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN Nomor : /HK../C/ /2014 KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN Nomor : /HK../C/ /2014 T E N T A N G PEDOMAN TEKNIS SEKOLAH LAPANGAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL-PTT)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian adalah bagian dari pembangunan ekonomi yang berupaya dalam mempertahankan peran dan kontribusi yang besar dari sektor pertanian terhadap pembangunan

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN. Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi, Jagung dan Kedelai Tahun 2009

PEDOMAN PELAKSANAAN. Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi, Jagung dan Kedelai Tahun 2009 PEDOMAN PELAKSANAAN Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi, Jagung dan Kedelai Tahun 2009 DEPARTEMEN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN 2009 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL TANAMAN

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi, Jagung, Kedelai dan Kacang Tanah Tahun 2010

PEDOMAN PELAKSANAAN Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi, Jagung, Kedelai dan Kacang Tanah Tahun 2010 PEDOMAN PELAKSANAAN Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi, Jagung, Kedelai dan Kacang Tanah Tahun 2010 KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN 2010 KEMENTERIAN PERTANIAN

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM SEKOLAH LAPANGAN PTT PADI

PEDOMAN UMUM SEKOLAH LAPANGAN PTT PADI PEDOMAN UMUM SEKOLAH LAPANGAN PTT PADI DEPARTEMEN PERTANIAN BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PERTANIAN PUSAT PENGEMBANGAN PENYULUHAN PERTANIAN 2008 PEDOMAN UMUM SEKOLAH LAPANGAN PTT PADI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi...

PENDAHULUAN. Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi... Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi... PENDAHULUAN P ada dasarnya pengelolaan tanaman dan sumber daya terpadu (PTT) bukanlah suatu paket teknologi, akan tetapi lebih merupakan metodologi atau

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS TEKNOLOGI TANAM JAJAR LEGOWO TAHUN 2016 DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN

PETUNJUK TEKNIS TEKNOLOGI TANAM JAJAR LEGOWO TAHUN 2016 DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN PETUNJUK TEKNIS TEKNOLOGI TANAM JAJAR LEGOWO DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN KATA PENGANTAR Padi (Beras) merupakan salah satu pangan pokok bagi Indonesia. Sejak Indonesia merdeka,

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN

DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA PROGRAM DAN KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN 2015 Evaluasi Capaian Kinerja Pembangunan Tanaman

Lebih terperinci

PERAN SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL- PTT) DALAM PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI DI KABUPATEN PURBALINGGA

PERAN SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL- PTT) DALAM PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI DI KABUPATEN PURBALINGGA PERAN SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL- PTT) DALAM PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI DI KABUPATEN PURBALINGGA M. Eti Wulanjari dan Seno Basuki Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN KACANG-KACANGAN DAN UMBI-UMBIAN TAHUN 2010

PEDOMAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN KACANG-KACANGAN DAN UMBI-UMBIAN TAHUN 2010 PEDOMAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN KACANG-KACANGAN DAN UMBI-UMBIAN TAHUN 2010 KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN JAKARTA, 2010 KATA PENGANTAR Tanaman kacang-kacangan dan umbi-umbian

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan

Lebih terperinci

MODUL PTT FILOSOFI DAN DINAMIKA PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU KEDELAI

MODUL PTT FILOSOFI DAN DINAMIKA PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU KEDELAI MODUL PTT FILOSOFI DAN DINAMIKA PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU KEDELAI Prof. Dr. Marwoto dan Prof. Dr. Subandi Peneliti Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian MALANG Modul B Tujuan Ikhtisar

Lebih terperinci

stakeholders dalam melaksanakan program pengembangan jagung secara

stakeholders dalam melaksanakan program pengembangan jagung secara KATA PENGANTAR Jagung merupakan komoditas tanaman pangan yang memiliki peranan penting dan strategis dalam pembangunan nasional. Sekarang ini jagung tidak hanya digunakan sebagai bahan pangan tetapi juga

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Petunjuk teknis ini disusun untuk menjadi salah satu acuan bagi seluruh pihak yang akan melaksanakan kegiatan tersebut.

KATA PENGANTAR. Petunjuk teknis ini disusun untuk menjadi salah satu acuan bagi seluruh pihak yang akan melaksanakan kegiatan tersebut. KATA PENGANTAR Kekayaan sumber-sumber pangan lokal di Indonesia sangat beragam diantaranya yang berasal dari tanaman biji-bijian seperti gandum, sorgum, hotong dan jewawut bila dikembangkan dapat menjadi

Lebih terperinci

POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT

POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT Ir. Mewa Ariani, MS Pendahuluan 1. Upaya pencapaian swasembada pangan sudah menjadi salah satu

Lebih terperinci

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN Pada tahun 2009, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian melakukan kegiatan analisis dan kajian secara spesifik tentang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk di dunia semakin meningkat dari tahun ketahun. Jumlah penduduk dunia mencapai tujuh miliar saat ini, akan melonjak menjadi sembilan miliar pada

Lebih terperinci

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG 1 BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2016 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Laporan Kinerja 2014 KATA PENGATAR

Laporan Kinerja 2014 KATA PENGATAR KATA PENGATAR Berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 53 Tahun 2014 setiap Unit Organisasi Eselon I pada Kementerian/Lembaga wajib menyusun Laporan Kinerja

Lebih terperinci

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik KONSEP GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 73 TAHUN 2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN SINJAI TAHUN ANGGARAN 2016

Lebih terperinci

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN BELITUNG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN, HASIL SEMBIRING NIP

DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN, HASIL SEMBIRING NIP KATA PENGANTAR Jagung merupakan komoditas tanaman pangan yang memiliki peranan penting dan strategis dalam pembangunan nasional. Saat ini, jagung tidak hanya digunakan sebagai bahan pangan tetapi juga

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS TEKNOLOGI TANAM JAJAR LEGOWO TAHUN 2016

PETUNJUK TEKNIS TEKNOLOGI TANAM JAJAR LEGOWO TAHUN 2016 TAHUN 2016 i TAHUN 2016 i TAHUN 2016 i TAHUN 2016 KATA PENGANTAR Padi (Beras) merupakan salah satu pangan pokok bagi Indonesia.Sejak Indonesia merdeka, perkembangan perpadian (perberasan) di Indonesia

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN PROVINSI KEPULAUAN

Lebih terperinci

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN TAPIN TAHUN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

Kajian Kinerja dan Dampak Program Strategis Departemen Pertanian

Kajian Kinerja dan Dampak Program Strategis Departemen Pertanian Kajian Kinerja dan Dampak Program Strategis Departemen Pertanian PENDAHULUAN 1. Dalam upaya meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani dan masyarakat di perdesaan, Departemen Pertanian memfokuskan

Lebih terperinci

WALIKOTA TEBING TINGGI PROVINSI SUMATERA UTARA

WALIKOTA TEBING TINGGI PROVINSI SUMATERA UTARA WALIKOTA TEBING TINGGI PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN WALIKOTA TEBING TINGGI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG ALOKASI KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KOTA TEBING

Lebih terperinci

BUPATI MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI MALANG BUPATI MALANG, BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 55 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN MALANG TAHUN ANGGARAN 2013 BUPATI

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN SALINANAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI MADIUN SALINANAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI MADIUN SALINANAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN MADIUN TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan beras di Indonesia pada masa yang akan datang akan meningkat. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi dengan besarnya konsumsi beras

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG 1 BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG KEBUTUHAN, PENYALURAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN SITUBONDO TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 82/Permentan/OT.140/8/2013 TANGGAL : 19 Agustus 2013 PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 51 TAHUN 2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KOTA PROBOLINGGO TAHUN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR Jagung merupakan komoditas tanaman pangan yang memiliki peranan penting dan strategis dalam pembangunan nasional. Saat ini, jagung tidak hanya digunakan sebagai bahan pangan tetapi juga

Lebih terperinci

Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung

Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung Siwi Purwanto Direktorat Budi Daya Serealia, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan PENDAHULUAN Jagung (Zea mays) merupakan salah satu

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 79 TAHUN 2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PERATURAN BUPATI SAMPANG NOMOR : 2 TAHUN 2010 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN SAMPANG

Lebih terperinci

PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03//Permentan/OT.140/1/2011 TANGGAL : 31 Januari 2011 PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2011

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN TA. 2013 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 RKT PSP TA. 2012 KATA PENGANTAR Untuk

Lebih terperinci

KAJIAN POLA PENDAMPINGAN PROGRAM SL-PTT DI KABUPATEN LUWU PROPINSI SULAWESI SELATAN

KAJIAN POLA PENDAMPINGAN PROGRAM SL-PTT DI KABUPATEN LUWU PROPINSI SULAWESI SELATAN Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013 KAJIAN POLA PENDAMPINGAN PROGRAM SL-PTT DI KABUPATEN LUWU PROPINSI SULAWESI SELATAN Sahardi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan ABSTRAK

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 072 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 072 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 072 TAHUN 2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN

Lebih terperinci

Oleh: Teti Tresnaningsih 1, Dedi Herdiansah S 2, Tito Hardiyanto 3 1,2,3 Fakultas Pertanian Universitas Galuh ABSTRAK

Oleh: Teti Tresnaningsih 1, Dedi Herdiansah S 2, Tito Hardiyanto 3 1,2,3 Fakultas Pertanian Universitas Galuh ABSTRAK TINGKAT PENERAPAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT) PADA USAHATANI PADI SAWAH (ORYZA SATIVA L.) (Suatu Kasus Di Desa Rejasari Kecamatan Langensari Kota Banjar) Oleh: Teti Tresnaningsih 1, Dedi

Lebih terperinci

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN Emlan Fauzi Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar dari suatu bangsa. Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sudah mencapai sekitar 220

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BUPATI SERUYAN PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI SERUYAN PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN BUPATI SERUYAN PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2014 BUPATI SERUYAN, Menimbang

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 KATA PENGANTAR Untuk melaksanakan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENYULUHAN DALAM MENDUKUNG UPSUS PAJALE

KEBIJAKAN PENYULUHAN DALAM MENDUKUNG UPSUS PAJALE KEBIJAKAN PENYULUHAN DALAM MENDUKUNG UPSUS PAJALE KEBIJAKAN PENYULUHAN DALAM MENDUKUNG UPSUS PAJALE Oleh: Kepala Pusat Penyuluhan Pertanian Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian 2015 BPPSDMP

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI BALI

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI BALI GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa peranan pupuk

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

STRATEGI DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN

STRATEGI DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN 94 Masterplan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan dan Hortikultura STRATEGI DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA JAWA TIMUR Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan

Lebih terperinci

Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Dr. Ir. Hasil Sembiring, M.Sc NIP KATA PENGANTAR

Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Dr. Ir. Hasil Sembiring, M.Sc NIP KATA PENGANTAR PEDOMAN PELAKSANAAN KEGIATAN PADI TAHUN 2017 KATA PENGANTAR Permintaan padi (beras) terus meningkat seiring dengan laju pertambahan penduduk. Laju pertumbuhan jumlah penduduk masih lebih tinggi bila dibandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu usahatani diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki secara efektif dan efisien dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENYULUHAN DALAM MENDUKUNG UPSUS PAJALE

KEBIJAKAN PENYULUHAN DALAM MENDUKUNG UPSUS PAJALE KEBIJAKAN PENYULUHAN DALAM MENDUKUNG UPSUS PAJALE Oleh: Kepala Pusat Penyuluhan Pertanian Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian 2 0 1 5 BPPSDMP www.bppsdmp.pertanian.go.id I. PENDAHULUAN Presiden

Lebih terperinci

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 12 TAHUN 2012 T E N T A N G KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI DI KABUPATEN SUKAMARA BUPATI SUKAMARA,

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 12 TAHUN 2012 T E N T A N G KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI DI KABUPATEN SUKAMARA BUPATI SUKAMARA, BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 12 TAHUN 2012 T E N T A N G KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI DI KABUPATEN SUKAMARA BUPATI SUKAMARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung Program Peningkatan

Lebih terperinci

4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara

4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara SALINAN PROVINSI MALUKU PERATURAN WALIKOTA TUAL NOMOR 04 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN ALOKASI KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2015 WALIKOTA TUAL,

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan, dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, kami yang bertandatangan di bawah ini : Nama : Ir. Bambang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sub sektor pertanian tanaman pangan memiliki peranan sebagai penyedia bahan pangan bagi penduduk Indonesia yang setiap tahunnya cenderung meningkat seiring dengan pertambahan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, 2015 Direktur Jenderal, Sumarjo Gatot Irianto Nip

KATA PENGANTAR. Jakarta, 2015 Direktur Jenderal, Sumarjo Gatot Irianto Nip KATA PENGANTAR Dalam rangka pencapaian sasaran swasembada pangan berkelanjutan, Pemerintah berupaya untuk mengoptimalkan pemanfaatan seluruh sumber daya prasarana dan sarana pertanian guna peningkatan

Lebih terperinci

CAPAIAN INDIKATOR KINERJA KEGIATAN (IKK)

CAPAIAN INDIKATOR KINERJA KEGIATAN (IKK) CAPAIAN INDIKATOR KINERJA KEGIATAN (IKK) TRIWULAN III TAHUN 2016 DITJEN PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN DAFTAR ISI Halaman Kata Pengantar... i Daftar Isi... ii Daftar Tabel... iii

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN PATI TAHUN ANGGARAN 2016

Lebih terperinci

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 42/Permentan/OT.140/09/2008 TENTANG

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 42/Permentan/OT.140/09/2008 TENTANG CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 42/Permentan/OT.140/09/2008 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2009

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penyuluhan pertanian mempunyai peranan strategis dalam pengembangan kualitas sumber daya manusia (petani) sebagai pelaku utama usahatani. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 1149 TAHUN 2014 TENTANG ALOKASI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN GARUT TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI PAKPAK BHARAT NOMOR TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN BUPATI PAKPAK BHARAT NOMOR TAHUN 2016 TENTANG PERATURAN BUPATI PAKPAK BHARAT NOMOR TAHUN 2016 TENTANG ALOKASI KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN PAKPAK BHARAT TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI TANGGAMUS PERATURAN BUPATI TANGGAMUS NOMOR : 02 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI TANGGAMUS PERATURAN BUPATI TANGGAMUS NOMOR : 02 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI TANGGAMUS PERATURAN BUPATI TANGGAMUS NOMOR : 02 TAHUN 2014 TENTANG ALOKASI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN TANGGAMUS TAHUN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGGAMUS,

Lebih terperinci

BUPATI PENAJAM PASER UTARA

BUPATI PENAJAM PASER UTARA BUPATI PENAJAM 9 PASER UTARA PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENETAPAN KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2014 DENGAN

Lebih terperinci

6. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan

6. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan PERATURAN BUPATI LUWU TIMUR TENTANG ALOKASI KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2012 Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA : a. bahwa peranan

Lebih terperinci

SASARAN PRODUKSI KOMODITI UTAMA TANAMAN PANGAN TAHUN 2016

SASARAN PRODUKSI KOMODITI UTAMA TANAMAN PANGAN TAHUN 2016 EVALUASI E-PROPOSAL DAN RENCANA KERJA TAHUN 2016 DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN-RI 1 SASARAN PRODUKSI KOMODITI UTAMA TANAMAN PANGAN TAHUN 2016 NO. KOMODITI LUAS TANAM LUAS PANEN

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 87/Permentan/SR.130/12/2011 /Permentan/SR.130/8/2010 man/ot. /.../2009 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK

Lebih terperinci

WALIKOTA BLITAR WALIKOTA BLITAR,

WALIKOTA BLITAR WALIKOTA BLITAR, WALIKOTA BLITAR PERATURAN WALIKOTA BLITAR NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI ( HET ) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KOTA BLITAR TAHUN ANGGARAN 2009

Lebih terperinci

PENGANTAR. Ir. Suprapti

PENGANTAR. Ir. Suprapti PENGANTAR Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa dengan tersusunnya Rencana Strategis Direktorat Alat dan Mesin Pertanian Periode 2015 2019 sebagai penjabaran lebih lanjut Rencana Strategis

Lebih terperinci

BUPATI SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

BUPATI SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SALINAN BUPATI SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 93 TAHUN 2008 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 93 TAHUN 2008 TENTANG GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 93 TAHUN 2008 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI BALI TAHUN ANGGARAN 2009 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2011 DI KABUPATEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Upaya pemenuhan kebutuhan beras bagi 230 juta penduduk Indonesia

I. PENDAHULUAN. Upaya pemenuhan kebutuhan beras bagi 230 juta penduduk Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Upaya pemenuhan kebutuhan beras bagi 230 juta penduduk Indonesia dewasa ini memerlukan kerja keras dengan melibatkan puluhan juta orang yang berhadapan dengan berbagai

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SERANG NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN BUPATI SERANG NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN SERANG Nomor : 03 Tahun : 2016 PERATURAN BUPATI SERANG NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI PADA SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN SERANG

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS BANTUAN SARANA PRODUKSI DALAM RANGKA ANTISIPASI DAMPAK KEKERINGAN

PEDOMAN TEKNIS BANTUAN SARANA PRODUKSI DALAM RANGKA ANTISIPASI DAMPAK KEKERINGAN PEDOMAN TEKNIS BANTUAN SARANA PRODUKSI DALAM RANGKA ANTISIPASI DAMPAK KEKERINGAN DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 KATA PENGANTAR Kejadian El Nino Tahun 2015

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI TENGAH

GUBERNUR SULAWESI TENGAH GUBERNUR SULAWESI TENGAH SAMBUTAN GUBERNUR SULAWESI TENGAH PADA ACARA PEMBUKAAN SINKRONISASI PROGRAM KEGIATAN PEMBANGUNAN PERTANIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH SELASA, 01 MARET 2011 ASSALAMU ALAIKUM WAR,

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR : 11 TAHUN 2014 TENTANG

WALIKOTA YOGYAKARTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR : 11 TAHUN 2014 TENTANG WALIKOTA YOGYAKARTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR : 11 TAHUN 2014 TENTANG ALOKASI KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN, PETERNAKAN, PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PERATURAN BUPATI HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG INSENTIF PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG INSENTIF PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG INSENTIF PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURANBUPATI TANAH BUMBU NOMOR 4 TAHUN 2016

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURANBUPATI TANAH BUMBU NOMOR 4 TAHUN 2016 BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURANBUPATI TANAH BUMBU NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN TANAH BUMBU

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PUPUK DAN PESTISIDA TA. 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PUPUK DAN PESTISIDA TA. 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PUPUK DAN PESTISIDA TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii BAB

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2011 BUPATI KUDUS, Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan ini merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Padi adalah salah satu bahan makanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas tanaman pangan berupa Serealia yaitu Padi, Jagung dan Serealia lain (antara lain gandum dan sorgum) mempunyai arti strategis dalam perekonomian nasional,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas tanaman pangan berupa Serealia yaitu Padi, Jagung dan Serealia lain (antara lain gandum dan sorgum) mempunyai arti strategis dalam perekonomian nasional,

Lebih terperinci

Oleh: Tim Analisa BPK Biro Analisa APBN & Iman Sugema

Oleh: Tim Analisa BPK Biro Analisa APBN & Iman Sugema Catatan Kritis Atas Hasil Pemeriksaan BPK Pada KEGIATAN PERLUASAN (PENCETAKAN) SAWAH DALAM PROGRAM PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN TAHUN ANGGARAN 2007-2009 Oleh: Tim Analisa BPK Biro Analisa APBN & Iman Sugema

Lebih terperinci

BAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA

BAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA BAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA 2015-2019 Dalam penyusunan Rencana strategis hortikultura 2015 2019, beberapa dokumen yang digunakan sebagai rujukan yaitu Undang-Undang Hortikultura Nomor

Lebih terperinci

SEBARAN DAN POTENSI PRODUSEN BENIH PADI UNGGUL MENDUKUNG PENYEDIAAN BENIH BERMUTU DI KALIMANTAN SELATAN

SEBARAN DAN POTENSI PRODUSEN BENIH PADI UNGGUL MENDUKUNG PENYEDIAAN BENIH BERMUTU DI KALIMANTAN SELATAN SEBARAN DAN POTENSI PRODUSEN BENIH PADI UNGGUL MENDUKUNG PENYEDIAAN BENIH BERMUTU DI KALIMANTAN SELATAN Fakhrina dan Agus Hasbianto Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan Selatan Jl. P.

Lebih terperinci

pelaksanaan pencapaian ketahanan pangan dan kemandirian pangan nasional.

pelaksanaan pencapaian ketahanan pangan dan kemandirian pangan nasional. pelaksanaan pencapaian ketahanan pangan dan kemandirian pangan nasional. 2.2. PENDEKATAN MASALAH Permasalahan yang dihadapi dalam upaya pencapaian surplus 10 juta ton beras pada tahun 2014 dirumuskan menjadi

Lebih terperinci

Bunaiyah Honorita Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu Jl. Irian Km.6,5 Bengkulu 38119

Bunaiyah Honorita Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu Jl. Irian Km.6,5 Bengkulu 38119 1 KAJIAN KEBUTUHAN DAN PELUANG (KKP) PADI Bunaiyah Honorita Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu Jl. Irian Km.6,5 Bengkulu 38119 Padi merupakan tulang punggung pembangunan subsektor tanaman pangan

Lebih terperinci