PEDOMAN PELAKSANAAN Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi, Jagung, Kedelai dan Kacang Tanah Tahun 2010

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEDOMAN PELAKSANAAN Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi, Jagung, Kedelai dan Kacang Tanah Tahun 2010"

Transkripsi

1 PEDOMAN PELAKSANAAN Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi, Jagung, Kedelai dan Kacang Tanah Tahun 2010 KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN 2010

2 KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN Jl. AUP No. 3 Pasar Minggu Kotak Pos 7264 & 7301/Jks. PM Jakarta Selatan KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN NOMOR : 01/HK 310/C/I/2010 T E N T A N G Telepon : Telex : Facsimile : PEDOMAN PELAKSANAAN SEKOLAH LAPANGAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL-PTT) PADI, JAGUNG, KEDELAI, DAN KACANG TANAH TAHUN ANGGARAN 2010 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN Menimbang : a. bahwa ketahanan pangan nasional perlu terus diupayakan untuk menjamin kecukupan pangan yang semakin meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk; b. bahwa dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan, diupayakan melalui peningkatan produksi dan produktivitas; c. bahwa peningkatan produktivitas padi, jagung, kedelai, dan kacang tanah tahun 2010 difokuskan melalui pendekatan SL-PTT; d. bahwa dalam DIPA Satuan Kerja Dinas yang menangani Tanaman Pangan di Propinsi dan Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2010 terdapat kegiatan Peningkatan Produksi dan Produktivitas Padi, Jagung, Kedelai dan Kacang Tanah Melalui Pelaksanaan SL-PTT; e. bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas, agar pelaksanaan kegiatan tersebut di atas dapat berdaya guna dan berhasil guna, dipandang perlu menerbitkan Pedoman Pelaksanaan SL-PTT Padi, Jagung, Kedelai dan Kacang Tanah Tahun Anggaran Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3478); 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4286); 3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4355); 4. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4400); 5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4421); 6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437); 7. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4438); 8. Undang-Undang Nomor 47 Tahun 2009 tentang Anggaran Pendapatan Belanja Negara Tahun 2010 (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5075); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3586); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1995 tentang Perbenihan Tanaman (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3616);

3 11. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2001 tentang Pupuk Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 4079; Penjelasan Atas Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 14); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2001 tentang Alat dan Mesin Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 147); 13. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia, juncto Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2005; 14. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia; 15. Keputusan Presiden No 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4212) Juncto Keputusan Presiden Nomor 72 Tahun 2004 (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4418); 16. Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4330) jis Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 2004 (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 77), Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2005 (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 36), Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2005, Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2006, Peraturan Presiden No. 85 Tahun 2006 dan Peraturan Presiden No. 95 Tahun 2007; 17. Keputusan Presiden Nomor 84/P/Tahun 2009 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II Periode ; 18. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 01/PM.2/2009 tentang Standar Biaya Umum Tahun 2010; 19. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.06/2005 tentang Pedoman Pembayaran Dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; 20. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 119/PMK.02/2009 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga dan Penyusunan, Penelaahan, Pengesahan dan Pelaksanaan DIPA Tahun Anggaran 2010; 21. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 299/Kpts/OT.140/7/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertanian juncto Peraturan Menteri Pertanian Nomor 11/Permentan/OT.140/2/2007; 22. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 341/Kpts/OT.140/9/2005 tentang Kelengkapan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertanian juncto Peraturan Menteri Pertanian Nomor 12/Permentan /OT.140/2/2007; 23. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 720.1/Kpts/OT.140/12/2006 tentang Pedoman Administrasi Keuangan Departemen Pertanian; 24. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1629/Kpts/KU.510/11/2008 tentang Pelimpahan Wewenang Menteri Pertanian Kepada Sekretaris Jenderal Departemen Pertanian untuk Penetapan Pejabat Pengelola Anggaran dilingkungan Departemen Pertanian; 25. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 47/Kpts/KU.410/1/2010 tanggal 7 Januari 2010 tentang Penetapan Kuasa Pengguna Anggaran, Pejabat Penguji Tagihan/ Penandatanganan Surat Perintah Membayar (SPM), Bendahara Pengeluaran, dan Bendahara Penerima Lingkup Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun Anggaran 2010;

4 Memperhatikan : Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Satuan Kerja Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun Anggaran 2010 Nomor : 0020/ /-/2010 tanggal 31 Desember 2009; M E M U T U S K A N : Menetapkan : KESATU : Pedoman Pelaksanaan SL-PTT Padi, Jagung, Kedelai dan Kacang Tanah Tahun Anggaran 2010, seperti tercantum pada Lampiran sebagai bagian yang tidak terpisahkan dengan Keputusan ini. KEDUA : Pedoman Pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam diktum KESATU merupakan acuan pelaksanaan kegiatan Peningkatan Produksi dan Produktivitas Padi, Jagung, Kedelai dan Kacang Tanah Melalui Pelaksanaan SL-PTT Tahun Anggaran KETIGA : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di : Jakarta Pada tanggal : 26 Januari 2010 DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN, SUTARTO ALIMOESO NIP Salinan Keputusan ini disampaikan Yth : 1. Menteri Pertanian RI; 2. Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian; 3. Inspektur Jenderal Kementerian Pertanian; 4. Gubernur Provinsi di seluruh Indonesia; 5. Bupati/Walikota di seluruh Indonesia; 6. Kepala Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Jakarta V; 7. Kepala Dinas Pertanian Provinsi yang membidangi Tanaman Pangan di seluruh Indonesia; 8. Kepala Dinas Pertanian Kabupaten / Kota yang membidangi Tanaman Pangan di seluruh Indonesia.

5 Lampiran KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN NOMOR : 01/Kpts/HK 310/C/I/2009 Tanggal 26 Januari 2010 DAFTAR ISI Hal DAFTAR ISI i DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR LAMPIRAN... vi I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan dan Sasaran... 2 C. Pengertian - Pengertian Dalam SL-PTT Padi Jagung, Kedelai dan Kacang Tanah... 4 II. KERAGAAN, SASARAN DAN TANTANGAN PRODUKSI TAHUN A. Keragaan Produksi... 9 B. Sasaran Produksi Tahun C. Tantangan III. STRATEGI DAN UPAYA PENCAPAIAN PRODUKSI TAHUN A. Strategi B. Upaya Pencapaian Sasaran Produksi Tahun IV. PTT PADI, JAGUNG DAN KEDELAI A. Prinsip - prinsip PTT B. Tahapan Penerapan PTT C. Komponen Teknologi Unggulan PTT Padi D. Komponen Teknologi Unggulan PTT Jagung E. Komponen Teknologi Unggulan PTT Kedelai F. Komponen Teknologi Unggulan PTT Kacang Tanah G. Peran Komponen Teknologi PTT H. Pemilihan Teknologi PTT I. Keuntungan Penerapan Teknologi PTT V. SEKOLAH LAPANGAN PTT PADI, JAGUNG DAN KEDELAI A. Pelaksanaan SL-PTT B. Penentuan Calon Lokasi dan Calon Petani /Kelompoktani SL-PTT C. Ketentuan Pelaksana SL-PTT D. Persyaratan Kelompoktani Pelaksana SL-PTT E. Jumlah Bantuan SL-PTT F. Sumber Bantuan SL-PTT G. Mekanisme Pelaksanaan SL-PTT H. Pertemuan - Pertemuan Kelompok SL-PTT VI. PENGORGANISASIAN DAN OPERASIONAL SL-PTT A. Pengorganisasian SL-PTT B. Operasionalisasi SL-PTT VII. PELATIHAN PETUGAS SL-PTT A. Pelatihan Pemandu Lapangan II B. Pelatihan Pemandu Lapangan III VIII. PEMBIAYAAN MEKANISME PENCAIRAN DANA DAN PENGADAAN A. Pembiayaan B. Mekanisme Penetapan Kelompoktani Penerima Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU) SL-PTT C. Mekanisme Pendistribusian Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU) SL-PTT D. Mekanisme Pengajuan dan Penyaluran Dana Bantuan Sosial SL-PTT E. Mekanisme Pengadaan BLM SL-PTT Direktorat Jenderal Tanaman Pangan i ii Direktorat Jenderal Tanaman Pangan

6 IX. BIMBINGAN / PEMBINAAN DAN PENDAMPINGAN X. MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN A. Monitoring B. Evaluasi C. Pelaporan XI. PENUTUP LAMPIRAN DAFTAR TABEL Hal Tabel 1. Perkembangan Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi (2009 adalah ARAM III)... 9 Tabel 2. Tabel 3. Perkembangan Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Jagung (2009 adalah ARAM III)... 9 Perkembangan Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kedelai (2009 adalah ARAM III) Tabel 4. Perkembangan Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kacang Tanah (2009 adalah ARAM III) Tabel 5. Upaya Pencapaian Sasaran Produksi Padi Tahun Tabel 6. Upaya Pencapaian Sasaran Produksi Jagung Tahun Tabel 7. Upaya Pencapaian Sasaran Produksi Kedelai Tahun Tabel 8. Upaya Pencapaian Sasaran Produksi Kacang Tanah Tahun Direktorat Jenderal Tanaman Pangan iii iv Direktorat Jenderal Tanaman Pangan

7 DAFTAR GAMBAR Hal Gambar 1. Sasaran Produksi Padi Tahun Gambar 2. Sasaran Produksi Jagung Tahun Gambar 3. Sasaran Produksi Kedelai Tahun Gambar 4. Sasaran Produksi Kacang Tanah Tahun Gambar 5. Model Pemberdayaan Petani Melalui SL-PTT Gambar 6. Kerangka Pelaksanaan SL-PTT Padi Non Hibrida Gambar 7. Kerangka Pelaksanaan SL-PTT Padi Hibrida Gambar 8. Kerangka Pelaksanaan SL-PTT Padi Gogo Gambar 9. Kerangka Pelaksanaan SL-PTT Jagung Hibrida Gambar 10. Kerangka Pelaksanaan SL-PTT Kedelai Gambar 11. Kerangka Pelaksanaan SL-PTT Kacang Tanah Gambar 12. Kerangka Pelaksanaan LL Padi, Jagung dan Kedelai Gambar 13. Skema Operasional SL-PTT DAFTAR LAMPIRAN Hal Lampiran 1. Form Daftar Calon Petani dan Calon Lokasi Penerima BLBU / BLBU SL-PTT / Bansos SL-PTT Tahun Lampiran 2. Contoh Surat Keputusan Kepala Dinas Pertanian Kabupaten/Kota Lampiran 3. Form RUK Pelaksana SL-PTT Tahun Lampiran 4. Form Surat Pernyataan Lampiran 5. Blangko Laporan Kelompoktani Pelaksanaan SL-PTT Lampiran 6. Blangko Rencana Kebutuhan Benih Poktan BLBU TA Lampiran 7. Blangko Rekapitulasi Kebutuhan Benih Kelompoktani Tingkat Kecamatan BLBU TA Lampiran 8. Blangko Rekapitulasi Kebutuhan Benih Kelompoktani Tingkat Kabupaten/Kota BLBU TA Lampiran 9. Lampiran SK Kepala Dinas Pertanian Kabupaten/Kota tentang Penetapan Kelompoktani Sasaran BLBU TA Lampiran 10. Lampiran Surat Persetujuan Kepala Dinas Pertanian Provinsi tentang Sasaran Lokasi BLBU TA Lampiran 11. BAP BLBU TA 2010 (kelompoktani) Lampiran 12. BAP BLBU TA 2010 (Kabupaten/Kota) Lampiran 13. Bagan Mekanisme Pencairan Dana Bantuan SL-PTT Pola BLM TA Lampiran 14. Form BAP Dana Bansos SL-PTT Tahun Lampiran 15. Jadwal Tentatif Pelaksanaan SL-PTT Tahun Lampiran 16. Blangko Laporan Bulanan Pelaksanaan SL-PTT Tingkat Kecamatan Lampiran 17. Blangko Laporan Bulanan Pelaksanaan SL-PTT Tingkat Kabupaten Direktorat Jenderal Tanaman Pangan v vi Direktorat Jenderal Tanaman Pangan

8 Lampiran 18. Blangko Laporan Bulanan Pelaksanaan SL-PTT Tingkat Provinsi Lampiran 19. Sasaran Indikatif Produksi Padi, Jagung, Kedelai dan Kacang Tanah Tahun Lampiran 20. Rencana Lokasi SL-PTT Padi, Jagung, Kedelai dan Kacang Tanah per Kabupaten Tahun Direktorat Jenderal Tanaman Pangan vii

9 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komoditi tanaman pangan memiliki peranan pokok sebagai pemenuh kebutuhan pangan, pakan dan industri dalam negeri yang setiap tahunnya cenderung meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan berkembangnya industri pangan dan pakan. Sehingga dari sisi Ketahanan Pangan Nasional fungsinya menjadi amat penting dan strategis. Komoditi padi berperan untuk memenuhi kebutuhan pokok karbohidrat masyarakat, sedangkan jagung, kedelai, dan kacang tanah terutama untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri pangan olahan dan pakan. Upaya peningkatan produksi padi, jagung dan kedelai yang terfokus pada penerapan SL-PTT tahun 2009 pada areal seluas hektar telah berhasil menjadi pemicu dalam meningkatkan produksi padi 5,91 %, jagung 11,34 %, kedelai 26,97 % dan kacang tanah 1,92% (ARAM III 2009). Berdasarkan hasil penerapan SL-PTT tahun 2009, maka pada tahun 2010 fokus kegiatan tersebut akan dilanjutkan dan diperluas menjadi seluas hektar untuk padi non hidrida, padi hibrida, padi gogo, dan jagung hibrida. untuk areal kedelai seluas 250 ribu hektar, dan ditambah satu komoditi lainnya yaitu kacang tanah seluas 50 ribu hektar. Pelaksanaan SL-PTT tahun 2010 akan mendapat fasilitasi/dukungan penyediaan benih padi non hibrida, padi hibrida, padi gogo, jagung hibrida, kedelai dan kacang tanah melalui Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU) dari PSO seluas 2,95 juta hektar. SL-PTT merupakan Sekolah Lapangan bagi petani dalam menerapkan berbagai teknologi usahatani melalui penggunaan input produksi yang efisien menurut spesifik lokasi sehingga mampu menghasilkan produktivitas tinggi untuk menunjang peningkatan produksi secara berkelanjutan. Dalam SL-PTT petani dapat belajar langsung di lapangan melalui pembelajaran dan penghayatan langsung (mengalami), mengungkapkan, menganalisis, menyimpulkan dan menerapkan (melakukan / mengalami kembali), menghadapi dan memecahkan masalah-masalah terutama dalam hal teknik budidaya dengan mengkaji bersama berdasarkan spesifik lokasi. Melalui penerapan SL-PTT petani akan mampu mengelola sumberdaya yang tersedia (varietas, tanah, air dan sarana produksi) secara terpadu dalam melakukan budidaya di lahan usahataninya berdasarkan kondisi spesifik lokasi sehingga petani menjadi lebih terampil serta mampu mengembangkan usahataninya dalam rangka peningkatan produksi padi, jagung, kedelai dan kacang tanah. Namun demikian wilayah diluar SL- PTT akan tetap dilakukan pembinaan peningkatan produksi sehingga produksi dan produktivitas tahun 2010 dapat meningkat. B. Tujuan dan Sasaran 1. Tujuan a. Menyediakan acuan pelaksanaan SL-PTT padi, jagung, kedelai dan kacang tanah untuk mendukung kegiatan peningkatan produksi tahun 2010 di provinsi dan kabupaten/kota. b. Meningkatkan koordinasi dan keterpaduan pelaksanaan peningkatan produksi melalui kegiatan SL-PTT padi, jagung, kedelai dan kacang tanah antara pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 1 2 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan

10 c. Mempercepat penerapan komponen teknologi PTT padi, jagung, kedelai dan kacang tanah oleh petani sehingga dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam mengelola usahataninya untuk mendukung peningkatan produksi nasional. d. Meningkatkan produktivitas, produksi dan pendapatan serta kesejahteraan petani padi, jagung, kedelai dan kacang tanah. 2. Sasaran a. Tersedianya acuan pelaksanaan SL-PTT padi, jagung, kedelai dan kacang tanah untuk mendukung kegiatan peningkatan produksi tahun 2010 di provinsi dan kabupaten/kota. b. Terkoordinasi dan terpadunya pelaksanaan peningkatan produksi melalui kegiatan SL-PTT padi, jagung, kedelai dan kacang tanah antara pusat, provinsi dan kabupaten/kota. c. Teradopsinya berbagai alternatif pilihan komponen teknologi PTT padi, jagung, kedelai dan kacang tanah oleh petani sehingga dapat meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam mengelola usahataninya untuk mendukung peningkatan produksi nasional. d. Meningkatnya produktivitas padi non hibrida sekitar 0,5 1,0 ton/hektar pada areal SL-PTT seluas 2 juta hektar, padi hibrida sekitar 1,5 2,5 ton/hektar pada areal SL-PTT seluas 200 ribu hektar, padi gogo sekitar 0,5 1,0 ton/hektar pada areal SL-PTT seluas 300 ribu hektar, jagung hibrida sekitar 2,0 3,0 ton/hektar pada areal SL-PTT seluas 150 ribu ha, kedelai sekitar 0,5 ton/hektar pada areal SL-PTT seluas 250 ribu ha, serta kacang tanah sekitar 0,5 0,7 ton/hektar pada areal SL-PTT seluas 50 ribu ha. e. Mendukung tercapainya produksi padi tahun 2010 sebesar 66,68 juta ton GKG, produksi jagung sebesar 19,80 juta ton PK, produksi kedelai sebesar 1,3 juta ton BK, dan produksi kacang tanah sebesar 882 ribu ton BK. C. Pengertian Pengertian dalam SL-PTT 1. Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) adalah suatu pendekatan inovatif dalam upaya meningkatkan produktivitas dan efisiensi usahatani melalui perbaikan sistem / pendekatan dalam perakitan paket teknologi yang sinergis antar komponen teknologi, dilakukan secara partisipatif oleh petani serta bersifat spesifik lokasi. Komponen teknologi dasar PTT adalah teknologi yang dianjurkan untuk diterapkan di semua lokasi. Komponen teknologi pilihan adalah teknologi pilihan disesuaikan dengan kondisi, kemauan, dan kemampuan. 2. Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) adalah suatu tempat Pendidikan non formal bagi petani untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam mengenali potensi, menyusun rencana usahatani, mengatasi permasalahan, mengambil keputusan dan menerapkan teknologi yang sesuai dengan kondisi sumberdaya setempat secara sinergis dan berwawasan lingkungan sehingga usahataninya menjadi efisien, berproduktivitas tinggi dan berkelanjutan. 3. Laboratorium Lapangan (LL) adalah kawasan / area yang terdapat dalam kawasan SL-PTT yang berfungsi sebagai lokasi percontohan, temu lapang, tempat belajar dan tempat praktek penerapan teknologi yang disusun dan diaplikasikan bersama oleh kelompoktani / petani. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 3 4 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan

11 4. Pemandu Lapangan (PL) adalah Penyuluh Pertanian, Pengamat Organisme Pengganggu Tanaman (POPT), Pengawas Benih Tanaman (PBT) yang telah mengikuti pelatihan SL-PTT. 5. Pemahaman Masalah dan Peluang (PMP) atau Kajian Kebutuhan dan Peluang (KKP) adalah tahapan pendekatan PTT yang diawali dengan kelompoktani melakukan identifikasi masalah peningkatan hasil padi di wilayah setempat dan membahas peluang kemungkinan mengatasi masalah tersebut. 6. POSKO I - V adalah Pos Simpul Koordinasi sebagai tempat melaksanakan koordinasi dalam rangka mendukung kelancaran pelaksanaan SL-PTT, POSKO yang dimaksud adalah POSKO yang telah ada misalnya POSKO P2BN. 7. Rencana Usahatani Kelompok (RUK) adalah rencana kerja usahatani dari kelompoktani untuk satu periode musim tanam yang disusun melalui musyawarah dan kesepakatan bersama dalam pengelolaan usahatani sehamparan wilayah kelompoktani yang memuat uraian kebutuhan, jenis, volume, harga satuan dan jumlah uang yang diajukan untuk pembelian saprodi. 8. Pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri atas bahan organik yang berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan, antara lain pupuk kandang, pupuk hijau dan kompos (humus) berbentuk padat yang telah mengalami dekomposisi. 9. Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU) adalah sejumlah tertentu benih varietas unggul bermutu padi non hibrida, padi hibrida, padi gogo, jagung hibrida, kedelai dan kacang tanah yang disalurkan oleh pemerintah secara gratis kepada petani (kelompoktani) yang ditetapkan. 10. Pengawalan dan Pendampingan oleh Peneliti adalah kegiatan yang dilakukan oleh peneliti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) didukung oleh peneliti UK/UPT Lingkup Badan Litbang Pertanian guna meningkatkan pemahaman dan akselerasi adopsi PTT dengan menjadi narasumber pada pelatihan, penyebaran informasi, melakukan uji adaptasi varietas unggul baru, demo-plot, dan supervisi penerapan teknologi. 11. Pengawalan dan Pendampingan oleh Penyuluh adalah kegiatan yang dilakukan oleh Penyuluh guna meningkatkan penerapan teknologi spesifik lokasi sesuai rekomendasi BPTP dan secara berkala hadir di lokasi khususnya lokasi LL dalam rangka pemberdayaan kelompoktani sekaligus memberikan bimbingan kepada kelompok dalam penerapan teknologi. 12. Pengawalan dan Pendampingan oleh POPT adalah kegiatan pendampingan oleh Pengawas OPT dalam rangka pengendalian hama terpadu. 13. Pengawalan dan Pendampingan oleh Pengawas Benih Tanaman adalah kegiatan pendampingan oleh Pengawas Benih dalam rangka pengawasan benih. 14. Wilayah Fokus adalah lokasi peningkatan produktivitas di areal SL-PTT. 15. Wilayah Non-Fokus adalah lokasi peningkatan produktivitas di luar areal SL-PTT. 16. Carry Over adalah sisa pertanaman kegiatan tahun berjalan tetapi produksi tidak berkontribusi pada tahun tersebut, dan akan berkontribusi pada tahun berikutnya. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 5 6 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan

12 17. Kelompoktani adalah sejumlah petani yang tergabung dalam satu hamparan / wilayah yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan untuk meningkatkan usaha agribisnis dan memudahkan pengelolaan dalam proses distribusi, baik itu benih, pestisida, sarana produksi dan lain-lain. 18. Swadaya adalah semua upaya yang berasal dari modal tani sendiri. 19. Cadangan Benih Nasional (CBN) adalah sejumlah tertentu benih padi, jagung, dan kedelai yang memenuhi spesifikasi teknis, dan merupakan milik pemerintah pusat yang pengadaannya bersumber dari dana APBN. 20. Public Service Obligation (PSO) adalah kewajiban pelayanan umum Pemerintah untuk memberikan pelayanan berupa barang dan jasa kepada masyarakat yang selanjutnya Pemerintah menugaskan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk melaksanakan PSO dimaksud. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 7

13 II. KERAGAAN, SASARAN DAN TANTANGAN PRODUKSI TAHUN 2010 A. Keragaan produksi Produksi padi dalam 5 tahun terakhir meningkat rata-rata 4,22 %/tahun, dari 54,15 juta ton GKG pada tahun 2005 menjadi 63,84 juta ton GKG pada tahun 2009 (ARAM III) sedangkan laju peningkatan produktivitas baru mencapai 2,11 %/tahun sebagaimana terlihat dalam Tabel 1. Produksi kedelai dalam 5 tahun terakhir meningkat rata-rata 6,81 %/tahun dari 808,353 ribu ton pada tahun 2005 menjadi ribu ton pada tahun 2009 (ARAM III) sedangkan laju peningkatan produktivitas baru mencapai 0,5 %/tahun sebagaimana terlihat dalam Tabel 3. Tabel 3. Perkembangan Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kedelai (2009 adalah ARAM III) Tabel 1. : Perkembangan Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi (2009 adalah ARAM III) Produksi jagung dalam 5 tahun terakhir meningkat rata-rata 9,54 %/tahun dari juta ton pada tahun 2005 menjadi juta ton pada tahun 2009 (ARAM III) sedangkan laju peningkatan produktivitas baru mencapai 5,15 %/tahun sebagaimana terlihat dalam Tabel 2. Produksi kacang tanah dalam 5 tahun terakhir menurun ratarata 1,52 % /tahun dari 836,30 ribu ton pada tahun 2005 menjadi 785,15 ribu ton pada tahun 2009 (ARAM III) sedangkan laju peningkatan produktivitas baru mencapai 1,80 % /tahun sebagaimana terlihat dalam Tabel 4. Tabel 4. Perkembangan Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kacang Tanah (2009 adalah ARAM III) Tabel 2. : Perkembangan Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Jagung (2009 adalah ARAM III) Dari data 5 tahun tersebut diatas menunjukkan bahwa Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 9 10 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan

14 upaya upaya peningkatan produksi dan produktivitas khususnya 3 tahun terakhir masih belum menunjukkan laju peningkatan seperti yang telah direncanakan, disamping itu produktivitas rata-rata nasional masih dibawah potensi hasil masing-masing varietas. Dengan demikian pada tahun 2010 perlu dilakukan upaya upaya terobosan yang lebih terfokus pada persentase peningkatan yang cukup signifikan. B. Sasaran Produksi Tahun Jagung Sasaran produksi jagung tahun 2010 mencapai 19,80 juta ton PK atau meningkat 16,20 % dibanding tahun sebelumnya. Sasaran tanam 4,41 juta ha, sasaran panen 4,20 juta ha, sasaran produktivitas 47,14 ku/ha sebagaimana terlihat dalam Gambar 2. Gambar 2. Sasaran Produksi Jagung Tahun Padi Sasaran produksi padi tahun 2010 adalah 66,80 juta ton GKG atau meningkat 6,58 % dibanding sasaran produksi tahun sebelumnya. Sasaran tanam 12,60 juta ha, sasaran panen 12,00 juta ha, sasaran produktivitas 55,56 ku/ha atau sebagaimana terlihat dalam Gambar 1. Gambar 1. Sasaran Produksi Padi Tahun Kedelai Sasaran produksi kedelai tahun 2010 mencapai 1,3 juta ton BK atau meningkat 18,20 % dibanding dengan sasaran produksi tahun sebelumnya. Sasaran tanam 0,92 juta ha, sasaran panen 0,874 juta ha, sasaran produktivitas 14,9 ku/ha sebagaimana terlihat dalam Gambar 3. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan

15 Gambar 3. Sasaran Produksi Kedelai Tahun 2010 Gambar 4. Sasaran Produksi Kacang Tanah Tahun Kacang Tanah Sasaran produksi kacang tanah tahun 2010 mencapai 882 ribu ton atau menurun 4.65 % dibanding sasaran produksi tahun sebelumnya. Sasaran tanam ha atau menurun ha, sasaran panen ha atau menurun 5.89 %, sasaran produktivitas 13,00 ku/ha atau meningkat 1,33 % sebagaimana terlihat dalam Gambar 4. C. Tantangan Kendala antar sektoral dalam peningkatan produksi tanaman pangan yang semakin kompleks karena berbagai perubahan dan perkembangan lingkungan strategis diluar sektor pertanian yang amat berpengaruh dalam peningkatan produksi pangan, antara lain dampak fenomena iklim (DFI), semakin berkurangnya ketersedian lahan produksi untuk tanaman pangan akibat alih fungsi lahan, berkurangnya ketersediaan air irigasi karena sumber sumber air yang semakin berkurang dan persaingan penggunaan air diluar sektor pertanian (industri dan pemukiman) serta laju pertumbuhan penduduk. Permasalahan subsektor tanaman pangan khususnya padi, jagung, kedelai dan kacang tanah adalah adanya kesenjangan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan

16 produktivitas ditingkat petani yang cukup besar, dibanding potensi yang dapat dicapai petani. Penyebabnya antara lain penggunaan benih unggul varietas potensi tinggi dan bersertifikat ditingkat petani masih rendah sekitar 53 %, penggunaan pupuk yang belum berimbang dan efisien, penggunaan pupuk organik yang belum populer, budidaya spesifik lokasi masih belum berkembang, pendampingan penyuluh, POPT, PBT dan peneliti belum optimal, lemahnya akses petani terhadap sumber permodalan/ pembiayaan usaha serta pasar dll. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 15

17 III. STRATEGI DAN UPAYA PENCAPAIAN PRODUKSI TAHUN 2010 A. Strategi Strategi peningkatan produksi tanaman pangan tahun 2010 adalah sebagai berikut : 1. Peningkatan Produktivitas Peningkatan produktivitas dilakukan melalui pemakaian benih varietas unggul bermutu termasuk benih padi hibrida dan jagung hibrida, pemupukan berimbang dan pemakaian pupuk organik serta pupuk bio-hayati, pengelolaan pengairan dan perbaikan budidaya disertai pengawalan, pemantauan, pendampingan dan koordinasi dll. 2. Perluasan Areal Perluasan areal dilakukan melalui upaya optimalisasi lahan seperti JITUT, JIDES, dan Tata Air Mikro, pompanisasi dan penambahan baku lahan sawah (cetak sawah baru), disertai konservasi lahan yang berkelanjutan dll. 3. Pengamanan Produksi Pengamanan produksi dimaksudkan untuk mengurangi dampak fenomena iklim seperti kebanjiran dan kekeringan serta pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT), dan pengamanan kualitas produksi dari residu pestisida serta mengurangi kehilangan hasil pada saat penanganan panen dan pasca panen yang masih cukup besar. penyuluhan, kelompoktani (Poktan), gabungan kelompoktani (Gapoktan), koperasi tani (Koptan), penangkar benih, pengusaha benih, kios, KUD, pasar desa, pedagang, asosiasi petani, asosiasi industri olahan, asosiasi benih, P3A, UPJA, kelembagaan perlindungan tanaman seperti brigade proteksi dan lain-lain diupayakan diberdayakan se-optimal mungkin untuk mendukung keberhasilan pembangunan tanaman pangan. Pembiayaan usahatani melalui KKP-E, LM3, Kredit Untuk Rakyat (KUR), PUAP serta kemitraan diupayakan meningkat dalam realisasi penyerapannya. B. Upaya Pencapaian Sasaran Produksi Tahun 2010 Upaya pencapaian sasaran produksi padi, jagung, kedelai dan kacang tanah tahun 2010 secara spesifik komoditas adalah sebagai berikut : 1. Upaya Pencapaian Sasaran Produksi Padi Tahun 2010 Fokus Utama pencapaian sasaran produksi padi tahun 2010 adalah peningkatan produktivitas padi melalui SL-PTT padi seluas 2,5 juta ha. Sedangkan diluar fokus utama melalui upaya peningkatan produksi lainnya pada kawasan areal tanam seluas 6,67 juta ha, perluasan areal tanam seluas 130 ribu ha sebagaimana terlihat dalam Tabel 5. berikut ini : 4. Kelembagaan dan Pembiayaan Strategi ini dilakukan melalui penguatan kelembagaan pertanian antara lain yang meliputi kelembagaan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan

18 Tabel 5. Upaya Pencapaian Sasaran Produksi Padi Tahun 2010 b. Upaya peningkatan produksi padi diluar wilayah fokus Peningkatan produktivitas dan produksi dilakukan dengan pembinaan yang terkoordinasi melalui pemanfaatan bantuan benih, pupuk bersubsidi (urea, ZA, SP-36 / Superphos NPK dan pupuk organik), alsintan, kemitraan dengan stakeholder serta peningkatan luas tanam melalui swadaya, perluasan areal tanam sawah dan lahan kering. Areal tanam yang dikelola dengan pola ini seluas 6,80 juta ha. a. Fokus utama peningkatan produktivitas padi melalui SL-PTT adalah upaya pencapaian sasasaran produksi padi tahun 2010 yang difokuskan pada kegiatan peningkatan produktivitas di kawasan areal tanam padi seluas 2,5 juta ha, yang terdiri dari: v v v SL-PTT padi sawah non hibrida seluas 2 juta ha dengan melibatkan 80 ribu kelompoktani/unit di 31 provinsi, 373 kabupaten/kota. SL-PTT padi hibrida seluas 200 ribu ha dengan melibatkan 20 ribu kelompoktani/unit di 22 provinsi, 197 kabupaten/kota. SL-PTT padi lahan kering seluas 300 ribu ha dengan melibatkan 12 ribu kelompoktani/unit di 26 provinsi, 174 kabupaten/kota. Agar upaya ini dapat berhasil maka perlu dilakukan melalui berbagai gerakan seperti : (1) gerakan pengolahan tanah, (2) gerakan tanam serentak, (3) gerakan pemupukan berimbang, (4) gerakan penerapan teknologi, (5) gerakan pengendalian OPT, (6) gerakan penanganan panen dan pasca panen serta gerakan lainnya dengan dukungan dana APBN maupun APBD serta dana masyarakat dan stakeholder. Upaya ini diharapkan mampu menyumbangkan produksi pada tahun 2010 sebesar 47,06 juta ton GKG. 2. Upaya Pencapaian Sasaran Produksi Jagung Tahun 2010 Fokus utama pencapaian sasaran produksi jagung tahun 2010 adalah peningkatan produktivitas jagung melalui SL- PTT jagung hibrida seluas 150 ribu ha. Sedangkan diluar fokus utama melalui upaya peningkatan produksi lainnya pada kawasan areal tanam seluas 3,99 juta ha, dan perluasan areal tanam seluas 267 ribu ha sebagaimana terlihat dalam Tabel 6. berikut ini : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan

19 Tabel 6. Upaya Pencapaian Sasaran Produksi Jagung Tahun 2010 sasaran produksi sebesar 9,37 juta ton PK diharapkan didapat dari pertanaman seluas 2,15 jt Ha, yang berasal dari BLBU, CBN, kemitraan dan swadaya petani. 3. Upaya Pencapaian Sasaran Produksi Kedelai Tahun 2010 Fokus utama pencapaian sasaran produksi kedelai tahun 2010 adalah peningkatan produktivitas kedelai melalui SL- PTT kedelai seluas 250 ribu ha. Sedangkan diluar fokus utama yaitu melalui upaya peningkatan produksi lainnya pada kawasan areal tanam seluas 920 ribu ha sebagaimana terlihat dalam Tabel 7. berikut ini : Tabel 7. Upaya Pencapaian Sasaran Produksi Kedelai Tahun 2010 a. Fokus utama peningkatan produktivitas jagung melalui SL-PTT jagung hibrida adalah upaya pencapaian sasaran produksi jagung tahun 2010 yang difokuskan pada kegiatan peningkatan produktivitas jagung di kawasan areal tanam seluas 150 ribu ha melalui kegiatan SL- PTT jagung hibrida. Kegiatan peningkatan produktivitas SL-PTT jagung hibrida melibatkan 10 ribu kelompoktani/ unit SL-PTT jagung hibrida di 23 provinsi (181 kabupaten/kota). b. Upaya peningkatan produksi jagung diluar fokus utama Peningkatan produktivitas dan produksi dilakukan dengan pembinaan yang terkoordinasi melalui pemanfaatan carry over bantuan benih 2009 seluas 2.11 juta ha. Upaya ini diperkirakan mampu menyumbangkan produksi pada tahun 2010 sebesar 9,50 juta ton PK. Sedangkan sisa a. Fokus Utama peningkatan produktivitas kedelai melalui SL-PTT kedelai adalah Upaya pencapaian sasaran produksi kedelai tahun 2010 yang difokuskan pada kegiatan peningkatan produktivitas kedelai di kawasan areal tanam seluas 250 ribu ha melalui kegiatan SL- PTT kedelai. Kegiatan peningkatan produktivitas SL-PTT kedelai dilakukan pada kawasan luas tanam 250 ribu ha dengan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan

20 melibatkan kelompoktani / unit SL-PTT kedelai di 16 provinsi (137 kabupaten/kota). Dengan kegiatan SL-PTT kedelai diperkirakan dapat meningkatkan produktivitas sebesar 5 ku/ha, sehingga mampu menyumbang tambahan produksi sebesar 125 ribu ton. c. Upaya peningkatan produksi kedelai diluar fokus utama adalah upaya upaya peningkatan produksi kedelai yang dilakukan melalui bantuan benih CBN pada areal tanam seluas 40 ribu ha, BLBU (Non SL-PTT) seluas 135 ribu ha, BLBU APBN-P 2009 seluas 126 ribu ha, melalui optimalisasi pembinaan 219 ribu Ha, kemitraan seluas 50 ribu ha, dan upsus 100 ribu Ha. Pembinaan peningkatan produksi pada areal tersebut mampu menyumbangkan produksi pada tahun 2010 sebesar 670 ribu ton. 4. Upaya Pencapaian Sasaran Produksi Kacang Tanah Tahun 2010 Fokus utama pencapaian sasaran produksi kacang tanah tahun 2010 adalah peningkatan produktivitas kacang tanah melalui SL-PTT kacang tanah seluas ha. Sedangkan diluar fokus utama melalui upaya peningkatan produksi lainnya pada kawasan areal tanam seluas ha sebagaimana terlihat dalam Tabel 8., berikut ini : a. Fokus Utama peningkatan produktivitas kacang tanah melalui SL-PTT kacang tanah adalah upaya pencapaian sasaran produksi kacang tanah di kawasan areal tanam seluas ha melalui kegiatan SL-PTT kacang tanah. Kegiatan peningkatan produktivitas SL-PTT kacang tanah dilakukan pada kawasan luas tanam ha dengan melibatkan kelompoktani/unit SL-PTT kacang tanah di 14 Propinsi (59 Kabupaten). Dengan kegiatan SL-PTT kacang tanah diperkirakan dapat meningkatkan produktivitas sebesar 17,51 ku/ha, sehingga mampu produksi sebesar ton. b. Upaya peningkatan produksi kacang tanah diluar fokus utama adalah upaya-upaya peningkatan produksi kacang tanah yang dilakukan melalui BLBU seluas ha, replikasi skr ha, kemitraan ha dan swadaya ha, peningkatan produksi pada areal tersebut mampu menyumbangkan produksi pada tahun 2010 sebesar ribu ton. Tabel 8. Upaya Pencapaian Sasaran Produksi Kacang Tanah Tahun 2010 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan

21 IV. PTT PADI, JAGUNG, KEDELAI DAN KACANG TANAH A. Prinsip-prinsip PTT 1. Terpadu : PTT merupakan suatu pendekatan agar sumber daya tanaman, tanah dan air dapat dikelola dengan sebaikbaiknya secara terpadu. 2. Sinergis : PTT memanfaatkan teknologi pertanian terbaik, dengan memperhatikan keterkaitan yang saling mendukung antar komponen teknologi. 3. Spesifik lokasi : PTT memperhatikan kesesuaian teknologi dengan lingkungan fisik maupun sosial budaya dan ekonomi petani setempat. 4. Partisipatif : berarti petani turut berperan serta dalam memilih dan menguji teknologi yang sesuai dengan kondisi setempat dan kemampuan petani melalui proses pembelajaran dalam bentuk laboratorium lapangan. B. Tahapan Penerapan PTT 1. Langkah pertama penerapan PTT adalah pemandu lapangan bersama petani melakukan Pemahaman Masalah dan Peluang (PMP) atau Kajian Kebutuhan dan Peluang (KKP). Identifikasi masalah peningkatan hasil di wilayah setempat dan membahas peluang mengatasi masalah tersebut, berdasarkan cara pengelolaan tanaman, analisis iklim/curah hujan, kesuburan tanah, luas pemilikan lahan, lingkungan sosial ekonomi. 2. Langkah kedua adalah merakit berbagai komponen teknologi PTT berdasarkan kesepakatan kelompok untuk diterapkan di lahan usahataninya. 3. Langkah ketiga, penyusunan RUK berdasarkan kesepakatan kelompok. 4. Langkah keempat, penerapan PTT. 5. Langkah kelima, pengembangan PTT ke petani lainnya. C. Komponen Teknologi Unggulan PTT Padi (komponen teknologi dasar dan pilihan disesuaikan spesifik wilayah setempat yang paling tepat diterapkan) Komponen teknologi dasar: 1. Varietas unggul baru, inbrida, atau hibrida 2. Benih bermutu dan berlabel 3. Pemberian bahan organik melalui pengembalian jerami ke sawah atau dalam bentuk kompos 4. Pengaturan populasi tanaman secara optimum 5. Pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman dan status hara tanah 6. Pengendalian OPT (Organisme Pengganggu Tanaman) dengan pendekatan PHT (Pengendalian Hama Terpadu) Komponen teknologi pilihan: 1. Pengolahan tanah sesuai musim dan pola tanam 2. Penggunaan bibit muda (< 21 hari) 3. Tanam bibit 1 3 batang per rumpun 4. Pengairan secara efektif dan efisien 5. Penyiangan dengan landak atau gasrok 6. Panen tepat waktu dan gabah segera dirontok D. Komponen Teknologi Unggulan PTT Jagung (komponen teknologi dasar dan pilihan disesuaikan spesifik wilayah setempat yang paling tepat diterapkan) Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan

22 Komponen teknologi dasar: 1. Varietas unggul baru, hibrida atau komposit 2. Benih bermutu dan berlabel 3. Populasi tanaman/ha 4. Pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman dan status hara tanah Komponen teknologi pilihan: 1. Penyiapan lahan 2. Pemberian pupuk organik 3. Pembuatan saluran drainase pada lahan kering, atau saluran irigasi pada lahan sawah 4. Pembumbunan 5. Pengendalian gulma secara mekanis atau dengan herbisida kontak 6. Pengendalian hama dan penyakit 7. Panen tepat waktu, pengeringan segera E. Komponen Teknologi Unggulan PTT Kedelai (komponen teknologi dasar dan pilihan disesuaikan spesifik wilayah setempat yang paling tepat diterapkan) Komponen teknologi dasar: 1. Varietas unggul baru 2. Benih bermutu dan berlabel 3. Populasi tanaman 4. Pemupukan 5. Pengendalian OPT (organisme pengganggu tanaman) Komponen teknologi pilihan: 1. Pengolahan tanah 2. Pupuk Hayati 3. Pemberian pupuk organik 4. Amelioran pada lahan masam 5. Pengairan 6. Panen dan pascapanen F. Komponen Teknologi Unggulan PTT Kacang Tanah (komponen teknologi dasar dan pilihan disesuaikan spesifik wilayah setempat yang paling tepat diterapkan) Komponen teknologi dasar: 1. Varietas unggul 2. Benih bermutu atau berlabel 3. Pembuatan saluran darinase 4. Populasi tanaman 5. Pengendalian OPT Komponen teknologi pilihan: 1. Pengolahan tanah 2. Pemupukan 3. Pupuk organik 4. Amelioran 5. Pengairan 6. Panen dan pasca panen G. Peran Komponen Teknologi PTT Penggunaan benih varietas unggul bermutu akan menghasilkan daya perkecambahan yang tinggi dan seragam, tanaman yang sehat dengan perakaran yang baik, tanaman tumbuh lebih cepat, tahan terhadap hama dan penyakit, berpotensi hasil tinggi dan mutu hasil yang lebih baik. Penanaman yang tepat waktu, serentak dan jumlah populasi yang optimal dapat menghindari serangan hama dan penyakit, menekan pertumbuhan gulma, terhindar dari kelebihan dan kekurangan air, memberikan pertumbuhan tanaman yang sehat dan seragam serta hasil yang tinggi. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan

23 Pemberian pupuk secara berimbang berdasarkan kebutuhan tanaman dan ketersediaan hara tanah dengan prinsip tepat jumlah, jenis, cara, dan waktu aplikasi sesuai dengan jenis tanaman akan memberikan pertumbuhan yang baik dan meningkatkan kemampuan tanaman mencapai hasil tinggi. Pemberian air pada tanaman secara efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan tanaman dan kondisi tanah merupakan faktor penting bagi pertumbuhan dan hasil tanaman yaitu air sebagai pelarut sekaligus pengangkut hara dari tanah ke bagian tanaman. Kebutuhan akan air disetiap stadia tanaman berbeda-beda, pemberian air secara tepat akan meningkatkan hasil dan menekan terjadinya stres pada tanaman yang diakibatkan karena kekurangan dan kelebihan air. Perlindungan tanaman dilaksanakan untuk mengantisipasi dan mengendalikan serangan OPT tanaman dengan meminimalkan kerusakan atau penurunan produksi akibat serangan OPT. Pengendalian dilakukan berdasarkan prinsip dan strategi Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Khususnya pengendalian dengan pestisida merupakan pilihan terakhir bila serangan OPT berada diatas ambang ekonomi. Penggunaan pestisida harus memperhatikan jenis, jumlah dan cara penggunaannya sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku sehingga tidak menimbulkan resurjensi atau resistensi OPT atau dampak lain yang merugikan lingkungan. Penanganan panen dan pasca panen akan memberikan hasil yang optimal jika panen dilakukan pada umur dan cara yang tepat yaitu tanaman dipanen pada masak fisiologis berdasarkan umur tanaman, kadar air dan penampakan visual hasil sesuai dengan diskripsi varietas. Pemanenan dilakukan dengan sistem kelompok yang dilengkapi dengan peralatan dan mesin yang cocok sehingga menekan kehilangan hasil. Hasil panen dikemas dalam wadah dan disimpan ditempat penyimpanan yang aman dari OPT dan perusak hasil lainnya sehingga mutu hasil tetap terjaga dan tidak tercecer. H. Pemilihan Teknologi PTT Komponen teknologi yang dipilih dan diterapkan oleh petani dalam melaksanakan SL-PTT adalah komponen teknologi PTT. Perakitan komponen teknologi budidaya dilakukan dengan cara penelusuran setiap alternatif komponen teknologi, jumlah yang mempengaruhi dan yang dipengaruhi, maka antar komponen teknologi dan aspek lingkungan dapat disinergiskan. Pemilihan teknologi budidaya yang optimal dapat dilakukan dengan memaksimalkan komponen teknologi yang saling sinergis dan meminimalkan komponen teknologi yang saling antagonis (berlawanan) sehingga diperoleh teknik budidaya dalam pendekatan PTT yang spesifik lokasi. Kombinasi komponen teknologi yang digunakan pada lokasi tertentu dapat berbeda dengan lokasi lainnya, karena beragamnya kondisi lingkungan pertanaman. Setiap teknologi dan kombinasi teknologi yang sedang dikembangkan pada suatu lokasi dapat berubah sejalan dengan perkembangan ilmu dan pengalaman petani di lokasi setempat. Untuk menetapkan paket teknologi SL-PTT yang akan dilaksanakan di setiap unit agar dikonsultasikan dengan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) di masing masing wilayah. I. Keuntungan Penerapan Teknologi PTT 1. Meningkatkan kuantitas dan kualitas hasil usahatani 2. Efisiensi biaya usahatani dengan penggunaan teknologi yang tepat untuk masing-masing lokasi. 3. Kesehatan lingkungan tumbuh pertanaman dan lingkungan kehidupan secara keseluruhan akan terjaga. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan

24 V. SEKOLAH LAPANGAN PTT PADI, JAGUNG, KEDELAI DAN KACANG TANAH A. Pelaksanaan SL-PTT Fokus kegiatan peningkatan produktivitas tanaman pangan tahun 2010 dilaksanakan melalui pendekatan kegiatan SL-PTT yang berfungsi sebagai pusat belajar pengambilan keputusan para petani/kelompoktani, sekaligus tempat tukar menukar informasi dan pengalaman lapangan, pembinaan manajemen kelompok serta sebagai percontohan bagi kawasan lainnya. Petani SL-PTT nantinya akan mampu mengambil keputusan atas dasar pertimbangan teknis dan ekonomis dalam setiap tahapan budidaya usahataninya serta mampu mengaplikasikan teknologi secara benar sehingga meningkatkan produksi dan pendapatannya. Sekolah Lapangan PTT tidak terikat dengan ruang kelas, sehingga belajar dapat dilakukan di saung pertemuan petani dan tempattempat lain yang berdekatan dengan lahan belajar. Dalam SL- PTT terdapat satu unit Laboratorium Lapangan (LL) yang merupakan bagian dari kegiatan SL-PTT sebagai tempat bagi petani anggota kelompoktani dapat melaksanakan seluruh tahapan SL-PTT pada lahan tersebut. Dalam melaksanakan LL kelompoktani dapat mengacu pada rekomendasi teknologi setempat. Pelaksanaan SL-PTT menggunakan sarana kelompoktani yang sudah terbentuk dan masih aktif. Kelompoktani yang dimaksud adalah kelompoktani yang dibentuk berdasarkan domisili atau hamparan, diusahakan yang lokasi lahan usahataninya masih dalam satu hamparan. Hal ini perlu untuk mempermudah interaksi antar anggota karena mereka saling mengenal satu sama lainnya dan tinggal saling berdekatan sehingga bila teknologi SL-PTT sudah diadopsi secara individu akan mudah ditiru petani lainnya. Pertanaman di areal SL-PTT padi non hibrida dan gogo ditargetkan mampu menaikan produksi sebesar 0,5 1 ton/ha dan di areal LL dalam SL-PTT ditargetkan mampu menaikan produksi sebesar 1 1,5 ton/ha, untuk areal SL-PTT padi hibrida ditargetkan mampu menaikan produksi sebesar 2 ton/ha dan di areal LL dalam SL-PTT ditargetkan mampu menaikan produksi sebesar 2,5 ton/ha, jagung hibrida ditargetkan mampu menaikan produksi sebesar 2,5 ton/ha dan di areal LL dalam SL-PTT ditargetkan mampu menaikan produksi sebesar 3 ton/ha, kedelai ditargetkan mampu menaikan produksi sebesar 0,5 ton/ha dan di areal LL dalam SL-PTT ditargetkan mampu menaikan produksi 0,5 ton/ha, sedangkan pertanaman di areal SL-PTT kacang tanah mampu menaikkan produksi 0,5 0,7 ton/ha dan di areal LL dalam SL-PTT ditargetkan mampu menaikkan produksi sebesar 0,7 1 ton/ha. Agar kegiatan SL-PTT tersebut berkontribusi nyata pada produksi tahun 2010, maka pertanaman di areal SL-PTT diharapkan harus sudah dilaksanakan paling lambat bulan September 2010, kecuali secara teknis maupun administratif tidak memungkinkan dilakukan pertanaman sehingga pertanaman baru dilakukan pada musim penghujan (Oktober Desember). Luas satu unit SL-PTT adalah berkisar antara ha, satu unit LL seluas minimal 1 ha. Areal yang digunakan sebagai unit SL-PTT mendapat bantuan benih dan areal yang digunakan sebagai unit LL akan mendapat bantuan benih, pupuk Urea, NPK dan pupuk Organik. sebagaimana terlihat dalam Gambar 5. s/d 12., berikut ini : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan

25 Gambar 5. Model Pemberdayaan Petani Melalui SL-PTT Gambar 7. Kerangka Pelaksanaan SL-PTT Padi Hibrida Gambar 6. Kerangka Pelaksanaan SL-PTT Padi Non Hibrida Gambar 8. Kerangka Pelaksanaan SL-PTT Padi Gogo Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan

26 Gambar 9. Kerangka Pelaksanaan SL-PTT Jagung Hibrida Gambar 11. Kerangka pelaksanaan SL-PTT Kacang Tanah Gambar 10. Kerangka pelaksanaan SL-PTT Kedelai Gambar 12. Kerangka Pelaksanaan LL Padi, Jagung, Kedelai dan Kacang Tanah Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan

27 Mengingat bantuan pemerintah hanya berupa benih yang berasal dari BLBU (PSO), terdiri dari padi non hibrida seluas ±25 ha, padi hibrida seluas +10 ha, padi gogo seluas + 25 ha, jagung hibrida seluas ±15 ha, kedelai seluas ±10 ha dan kacang tanah seluas ±10 ha tiap kelompok SL-PTT dan saprodi untuk 1 ha pada LL SL-PTT, maka penyediaan saprodi lainnya agar ditanggung secara swadana oleh anggota kelompok atau berasal dari sumber lainnya. Tiap unit SL-PTT terdiri dari petani peserta yang berasal dari satu kelompoktani yang sama. Dalam setiap unit SL-PTT perlu ditetapkan seorang ketua peserta yang bertugas mengkoordinasikan aktivitas anggota kelompok, seorang sekretaris yang bertugas sebagai pencatat kegiatan kegiatan yang dilaksanakan pada setiap pertemuan dan seorang bendahara yang bertugas mengurusi masalah yang berhubungan dengan keuangan. Untuk menjamin kelangsungan dinamika kelompok dalam kelas SL-PTT, perlu diusahakan paling tidak satu orang dari kelompoktani sebagai motivator yang mampu memberikan respon yang cepat terhadap inovasi dan mampu mendorong anggota kelompok lainnya dapat memberikan respon yang sama. Peserta SL-PTT akan mengadakan pengamatan bersama sama di petak percontohan / Laboratorium Lapangan, mendiskripsikan dan membahas temuan temuan lapangan. Pemandu Lapangan berperan sebagai fasilitator untuk mengarahkan jalannya diskusi kelompok. Peserta SL-PTT wajib mengikuti setiap tahap pertanaman dan mengaplikasikan kombinasi komponen teknologi yang sesuai spesifik lokasi mulai dari pengolahan tanah, budidaya, penanganan panen dan pasca panen. Pada setiap tahapan pelaksanaan, petani peserta diharapkan melakukan serangkaian kegiatan yang sudah direncanakan dan dijadwalkan, baik dipetak LL maupun dilahan usahataninya. Pendampingan Kegiatan SL-PTT oleh Pemandu Lapangan (PP, POPT,PBT) dan Peneliti, Pemandu Lapangan berperan sebagai : 1. Pemandu yang paham terhadap permasalahan, kebutuhan dan kekuatan yang ada di lapangan dan desa. 2. Dinamisator proses latihan SL-PTT sehingga menimbulkan ketertarikan dan lebih menghidupkan latihan. 3. Motivator yang kaya akan pengalaman dalam berolah tanam dan dapat membantu membangkitkan kepercayaan diri para peserta SL-PTT 4. Konsultan bagi petani peserta SL-PTT untuk mempermudah menentukan langkah-langkah selanjutnya dalam melaksanakan kegiatan usahataninya setelah kegiatan SL- PTT selesai. B. Penentuan Calon Lokasi dan Calon Petani / Kelompoktani SL-PTT Pemilihan penempatan lokasi SL-PTT dengan prioritas luasan areal memenuhi syarat, produktivitasnya masih berpotensi untuk ditingkatkan dan petaninya responsif terhadap teknologi. Pemilihan letak petak LL yang berada didalam areal SL-PTT terpilih dengan prioritas pertimbangan terletak dibagian pinggir areal SL-PTT sehingga berbatasan langsung dengan areal diluar SL-PTT diharapkan penerapan teknologi SL-PTT mudah dilihat dan ditiru oleh petani diluar SL-PTT. Format CP/CL sebagaimana terlihat pada Lampiran Penentuan Calon Lokasi a. Lokasi dapat berupa persawahan yang beririgasi, sawah tadah hujan, lahan kering dan pasang surut yang Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan

PEDOMAN PELAKSANAAN. Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi, Jagung dan Kedelai Tahun 2009

PEDOMAN PELAKSANAAN. Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi, Jagung dan Kedelai Tahun 2009 PEDOMAN PELAKSANAAN Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi, Jagung dan Kedelai Tahun 2009 DEPARTEMEN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN 2009 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL TANAMAN

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN KACANG-KACANGAN DAN UMBI-UMBIAN TAHUN 2010

PEDOMAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN KACANG-KACANGAN DAN UMBI-UMBIAN TAHUN 2010 PEDOMAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN KACANG-KACANGAN DAN UMBI-UMBIAN TAHUN 2010 KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN JAKARTA, 2010 KATA PENGANTAR Tanaman kacang-kacangan dan umbi-umbian

Lebih terperinci

PERAN SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL- PTT) DALAM PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI DI KABUPATEN PURBALINGGA

PERAN SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL- PTT) DALAM PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI DI KABUPATEN PURBALINGGA PERAN SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL- PTT) DALAM PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI DI KABUPATEN PURBALINGGA M. Eti Wulanjari dan Seno Basuki Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN Nomor : 6/HK.310/C/1/2013

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN Nomor : 6/HK.310/C/1/2013 1 KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN Nomor : 6/HK.310/C/1/2013 T E N T A N G PEDOMAN TEKNIS SEKOLAH LAPANGAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi...

PENDAHULUAN. Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi... Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi... PENDAHULUAN P ada dasarnya pengelolaan tanaman dan sumber daya terpadu (PTT) bukanlah suatu paket teknologi, akan tetapi lebih merupakan metodologi atau

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung

Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung Siwi Purwanto Direktorat Budi Daya Serealia, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan PENDAHULUAN Jagung (Zea mays) merupakan salah satu

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN

DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA PROGRAM DAN KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN 2015 Evaluasi Capaian Kinerja Pembangunan Tanaman

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM SEKOLAH LAPANGAN PTT PADI

PEDOMAN UMUM SEKOLAH LAPANGAN PTT PADI PEDOMAN UMUM SEKOLAH LAPANGAN PTT PADI DEPARTEMEN PERTANIAN BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PERTANIAN PUSAT PENGEMBANGAN PENYULUHAN PERTANIAN 2008 PEDOMAN UMUM SEKOLAH LAPANGAN PTT PADI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN Nomor : /HK../C/ /2014

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN Nomor : /HK../C/ /2014 KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN Nomor : /HK../C/ /2014 T E N T A N G PEDOMAN TEKNIS SEKOLAH LAPANGAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL-PTT)

Lebih terperinci

POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT

POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT Ir. Mewa Ariani, MS Pendahuluan 1. Upaya pencapaian swasembada pangan sudah menjadi salah satu

Lebih terperinci

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN TAPIN TAHUN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 87/Permentan/SR.130/12/2011 /Permentan/SR.130/8/2010 man/ot. /.../2009 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG 1 BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2016 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN SINJAI TAHUN ANGGARAN 2016

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN

Lebih terperinci

WALIKOTA TEBING TINGGI PROVINSI SUMATERA UTARA

WALIKOTA TEBING TINGGI PROVINSI SUMATERA UTARA WALIKOTA TEBING TINGGI PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN WALIKOTA TEBING TINGGI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG ALOKASI KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KOTA TEBING

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 46/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN CADANGAN BENIH NASIONAL

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 46/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN CADANGAN BENIH NASIONAL PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 46/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN CADANGAN BENIH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

MODUL PTT FILOSOFI DAN DINAMIKA PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU KEDELAI

MODUL PTT FILOSOFI DAN DINAMIKA PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU KEDELAI MODUL PTT FILOSOFI DAN DINAMIKA PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU KEDELAI Prof. Dr. Marwoto dan Prof. Dr. Subandi Peneliti Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian MALANG Modul B Tujuan Ikhtisar

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 14 TAHUN 2011

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 14 TAHUN 2011 GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN ANGGARAN 2011 DENGAN

Lebih terperinci

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN BELITUNG

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PERATURAN BUPATI SAMPANG NOMOR : 2 TAHUN 2010 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN SAMPANG

Lebih terperinci

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURANBUPATI TANAH BUMBU NOMOR 4 TAHUN 2016

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURANBUPATI TANAH BUMBU NOMOR 4 TAHUN 2016 BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURANBUPATI TANAH BUMBU NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN TANAH BUMBU

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 109/PMK. 02/2006 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 109/PMK. 02/2006 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 109/PMK. 02/2006 TENTANG TATA CARA PENYEDIAAN, PENCAIRAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN CADANGAN BENIH NASIONAL TAHUN ANGGARAN 2006

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 072 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 072 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 072 TAHUN 2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN NOMOR 16/KPA/SK.310/C/2/2016 TENTANG

KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN NOMOR 16/KPA/SK.310/C/2/2016 TENTANG KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN NOMOR 16/KPA/SK.310/C/2/2016 TENTANG PETUNJUK TEKNIS SUBSIDI BENIH TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik KONSEP GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 73 TAHUN 2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

BUPATI MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI MALANG BUPATI MALANG, BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 55 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN MALANG TAHUN ANGGARAN 2013 BUPATI

Lebih terperinci

Bunaiyah Honorita Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu Jl. Irian Km.6,5 Bengkulu 38119

Bunaiyah Honorita Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu Jl. Irian Km.6,5 Bengkulu 38119 1 KAJIAN KEBUTUHAN DAN PELUANG (KKP) PADI Bunaiyah Honorita Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu Jl. Irian Km.6,5 Bengkulu 38119 Padi merupakan tulang punggung pembangunan subsektor tanaman pangan

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI BALI

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI BALI GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa peranan pupuk

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 51 TAHUN 2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KOTA PROBOLINGGO TAHUN

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG 1 BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG KEBUTUHAN, PENYALURAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN SITUBONDO TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

Jakarta, Januari 2010 Direktur Jenderal Tanaman Pangan IR. SUTARTO ALIMOESO, MM NIP

Jakarta, Januari 2010 Direktur Jenderal Tanaman Pangan IR. SUTARTO ALIMOESO, MM NIP KATA PENGANTAR Dalam upaya peningkatan produksi pertanian tahun 2010, pemerintah telah menyediakan berbagai fasilitas sarana produksi, antara lain subsidi pupuk untuk sektor pertanian. Tujuan pemberian

Lebih terperinci

4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara

4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara SALINAN PROVINSI MALUKU PERATURAN WALIKOTA TUAL NOMOR 04 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN ALOKASI KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2015 WALIKOTA TUAL,

Lebih terperinci

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 42/Permentan/OT.140/09/2008 TENTANG

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 42/Permentan/OT.140/09/2008 TENTANG CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 42/Permentan/OT.140/09/2008 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2009

Lebih terperinci

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 14 TAHUN 2011

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 14 TAHUN 2011 GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 93 TAHUN 2008 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 93 TAHUN 2008 TENTANG GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 93 TAHUN 2008 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI BALI TAHUN ANGGARAN 2009 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 12 TAHUN 2012 T E N T A N G KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI DI KABUPATEN SUKAMARA BUPATI SUKAMARA,

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 12 TAHUN 2012 T E N T A N G KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI DI KABUPATEN SUKAMARA BUPATI SUKAMARA, BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 12 TAHUN 2012 T E N T A N G KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI DI KABUPATEN SUKAMARA BUPATI SUKAMARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung Program Peningkatan

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN PROVINSI KEPULAUAN

Lebih terperinci

BUPATI SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

BUPATI SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SALINAN BUPATI SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI SERUYAN PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI SERUYAN PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN BUPATI SERUYAN PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2014 BUPATI SERUYAN, Menimbang

Lebih terperinci

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PERATURAN BUPATI HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas tanaman pangan berupa Serealia yaitu Padi, Jagung dan Serealia lain (antara lain gandum dan sorgum) mempunyai arti strategis dalam perekonomian nasional,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas tanaman pangan berupa Serealia yaitu Padi, Jagung dan Serealia lain (antara lain gandum dan sorgum) mempunyai arti strategis dalam perekonomian nasional,

Lebih terperinci

BUPATI KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI KUANTAN SINGINGI NOMOR 5 TAHUN 2014

BUPATI KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI KUANTAN SINGINGI NOMOR 5 TAHUN 2014 BUPATI KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI KUANTAN SINGINGI NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG ALOKASI KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN KUANTAN

Lebih terperinci

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG INTENSIFIKASI PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN PERKEBUNAN TAHUN 2008 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan

Lebih terperinci

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURANBUPATI TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURANBUPATI TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURANBUPATI TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN TANAH BUMBU

Lebih terperinci

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 66/Permentan/OT.140/12/2006 TENTANG

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 66/Permentan/OT.140/12/2006 TENTANG CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 66/Permentan/OT.140/12/2006 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2007 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN SALINANAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI MADIUN SALINANAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI MADIUN SALINANAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN MADIUN TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. PTT Padi Sawah. Penelitian ini dilakukan di Poktan Giri Mukti II, Desa

BAB III METODE PENELITIAN. PTT Padi Sawah. Penelitian ini dilakukan di Poktan Giri Mukti II, Desa 31 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Tempat Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah respon petani terhadap kegiatan penyuluhan PTT Padi Sawah. Penelitian ini dilakukan di Poktan Giri Mukti II,

Lebih terperinci

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOM OR 7 TAHUN

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOM OR 7 TAHUN PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI SIAK,

Lebih terperinci

6. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan

6. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan PERATURAN BUPATI LUWU TIMUR TENTANG ALOKASI KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2012 Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA : a. bahwa peranan

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2011 DI KABUPATEN

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN BANYUWANGI TAHUN

Lebih terperinci

BUPATI TANGGAMUS PERATURAN BUPATI TANGGAMUS NOMOR : 02 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI TANGGAMUS PERATURAN BUPATI TANGGAMUS NOMOR : 02 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI TANGGAMUS PERATURAN BUPATI TANGGAMUS NOMOR : 02 TAHUN 2014 TENTANG ALOKASI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN TANGGAMUS TAHUN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGGAMUS,

Lebih terperinci

GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT

GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN/KOTA SE-NUSA TENGGARA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Jawa Timur terletak di bagian Timur Pulau Jawa, dengan luas wilayah 47.154,70 kilometer persegi, dikelilingi oleh 2.916 km garis pantai. Batas wilayah di sebelah

Lebih terperinci

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BLITAR NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KOTA BLITAR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Program adalah pernyataan tertulis tentang keadaan, masalah, tujuan dan cara mencapai tujuan yang

Lebih terperinci

SALINAN NOMOR 5/E, 2010

SALINAN NOMOR 5/E, 2010 SALINAN NOMOR 5/E, 2010 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2010 WALIKOTA MALANG, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA BLITAR WALIKOTA BLITAR,

WALIKOTA BLITAR WALIKOTA BLITAR, WALIKOTA BLITAR PERATURAN WALIKOTA BLITAR NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI ( HET ) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KOTA BLITAR TAHUN ANGGARAN 2009

Lebih terperinci

BUPATI KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2016

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN PROVINSI KEPULAUAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR

BERITA DAERAH KOTA BOGOR BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 10 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DAN PERIKANAN DI

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN TANAH BUMBU TAHUN ANGGARAN 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Kajian Kinerja dan Dampak Program Strategis Departemen Pertanian

Kajian Kinerja dan Dampak Program Strategis Departemen Pertanian Kajian Kinerja dan Dampak Program Strategis Departemen Pertanian PENDAHULUAN 1. Dalam upaya meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani dan masyarakat di perdesaan, Departemen Pertanian memfokuskan

Lebih terperinci

Nasional. Komoditi tanaman pangan merupakan salah satu bagian utama dari sektor pertanian, oleh karena itu dalam

Nasional. Komoditi tanaman pangan merupakan salah satu bagian utama dari sektor pertanian, oleh karena itu dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Pertanian memegang peranan yang sangat penting dan strategis dalam pelaksanaan Pembangunan Nasional. Komoditi tanaman pangan merupakan salah satu bagian utama

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR : 8 TAHUN 2012 T E N T A N G

PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR : 8 TAHUN 2012 T E N T A N G SALINAN PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR : 8 TAHUN 2012 T E N T A N G ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN SRAGEN TAHUN ANGGARAN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2011

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN BADUNG TAHUN ANGGARAN 2010 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 82/Permentan/OT.140/8/2013 TANGGAL : 19 Agustus 2013 PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I

Lebih terperinci

BUPATI BIMA PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BIMA PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI BIMA PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN BIMA TAHUN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan beras di Indonesia pada masa yang akan datang akan meningkat. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi dengan besarnya konsumsi beras

Lebih terperinci

BUPATI PENAJAM PASER UTARA

BUPATI PENAJAM PASER UTARA BUPATI PENAJAM 9 PASER UTARA PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENETAPAN KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2014 DENGAN

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI (RDK) DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI (RDKK)

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI (RDK) DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI (RDKK) MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 273/Kpts/OT.160/4/2007 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN KELEMBAGAAN PETANI LAMPIRAN 2 PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penyuluhan pertanian mempunyai peranan strategis dalam pengembangan kualitas sumber daya manusia (petani) sebagai pelaku utama usahatani. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 79 TAHUN 2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN

Lebih terperinci

RENCANA OPERASIONAL DISEMINASI HASIL PENELITIAN PENDAMPINGAN PROGRAM STRATEGIS KEMENTERIAN PERTANIAN DI SULAWESI SELATAN:

RENCANA OPERASIONAL DISEMINASI HASIL PENELITIAN PENDAMPINGAN PROGRAM STRATEGIS KEMENTERIAN PERTANIAN DI SULAWESI SELATAN: 1 RENCANA OPERASIONAL DISEMINASI HASIL PENELITIAN PENDAMPINGAN PROGRAM STRATEGIS KEMENTERIAN PERTANIAN DI SULAWESI SELATAN: PENDAMPINGAN PROGRAM SLPTT PADI DAN JAGUNG DI KABUPATEN BANTAENG LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KAYONG UTARA TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG ALOKASI, REALOKASI DAN RENCANA KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KAPUAS

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG ALOKASI KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSUSI PADA SEKTOR PERTANIAN DAN PERIKANAN KABUPATEN TANGERANG TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU Jl. Let. Jend. S. Pa[ PERATURAN WALIKOTA BENGKULU NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KOTA BENGKULU

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 505/Kpts/SR.130/12/2005 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 505/Kpts/SR.130/12/2005 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 505/Kpts/SR.130/12/2005 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2006 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN TA. 2013 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 RKT PSP TA. 2012 KATA PENGANTAR Untuk

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 43 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KOTA PROBOLINGGO

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 04/Permentan/HK.140/2/2016 TENTANG PEDOMAN SUBSIDI BENIH TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PANEN RAYA PADI DI DESA SENAKIN KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PANEN RAYA PADI DI DESA SENAKIN KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK 1 SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PANEN RAYA PADI DI DESA SENAKIN KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK Yang terhormat: Hari/Tanggal : Senin /11 Pebruari 2008 Pukul : 09.00 WIB Bupati

Lebih terperinci

BUPATI KARANGANYAR PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 13 TAHUN 2012

BUPATI KARANGANYAR PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 13 TAHUN 2012 BUPATI KARANGANYAR PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 13 TAHUN 2012 T E N T A N G ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 167/PMK.02/2010 TENTANG TATA CARA PENYEDIAAN, PENCAIRAN, DAN PERTANGGUNGJAWABAN DANA CADANGAN BENIH NASIONAL DAN BANTUAN LANGSUNG BENIH UNGGUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG 1 BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN SITUBONDO TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 138 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 138 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 138 TAHUN 2015 TENTANG ALOKASI KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI PADA SEKTOR PERTANIAN DAN PERIKANAN KABUPATEN TANGERANG

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Petunjuk teknis ini disusun untuk menjadi salah satu acuan bagi seluruh pihak yang akan melaksanakan kegiatan tersebut.

KATA PENGANTAR. Petunjuk teknis ini disusun untuk menjadi salah satu acuan bagi seluruh pihak yang akan melaksanakan kegiatan tersebut. KATA PENGANTAR Kekayaan sumber-sumber pangan lokal di Indonesia sangat beragam diantaranya yang berasal dari tanaman biji-bijian seperti gandum, sorgum, hotong dan jewawut bila dikembangkan dapat menjadi

Lebih terperinci