stakeholders dalam melaksanakan program pengembangan jagung secara

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "stakeholders dalam melaksanakan program pengembangan jagung secara"

Transkripsi

1 KATA PENGANTAR Jagung merupakan komoditas tanaman pangan yang memiliki peranan penting dan strategis dalam pembangunan nasional. Sekarang ini jagung tidak hanya digunakan sebagai bahan pangan tetapi juga digunakan sebagai bahan pakan dan industri bahkan di luar negeri sudah mulai digunakan sebagai bahan bakar alternatif (biofuel). Permintaan jagung terus mengalami peningkatan berbanding lurus dengan pertumbuhan penduduk, sebagai dampak dari peningkatan kebutuhan pangan, konsumsi protein hewani dan energi. Sebagian besar dari pemenuhan konsumsi protein hewani masyarakat bersumber dari daging ayam. Dalam hal ini jagung merupakan bahan baku utama pakan ternak, dan menentukan keberlanjutan produksi daging nasional. Selain itu, jagung akan semakin diperhitungkan kegunaannya, sebagai bahan baku energi alternatif (biofuel) seiring dengan makin berkurangnya cadangan minyak bumi dunia. Menyadari fungsi dan peran penting jagung tersebut, maka pemerintah berupaya untuk mewujudkan peningkatan produksi jagung berbasis kawasan agribisnis tahun 2015 melalui Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (GP-PTT) Jagung. Kebijakan swasembada jagung ditetapkan dengan kriteria terpenuhinya kebutuhan pangan, bahan baku industri pakan ternak, bahan baku industri lainnya (biofuel) dari produksi dalam negeri. Untuk mencapai hal ini, maka produksi jagung ditetapkan meningkat 5% per tahun. i

2 Buku Pedoman Pelaksanaan GP-PTT 2015 ini berisi kebijakan, strategi dan langkah aksi bagi pemerintah (pusat, provinsi dan kabupaten/kota) bersama stakeholders dalam melaksanakan program pengembangan jagung secara sinergis dan berkesinambungan untuk bersama-sama mencapai target produksi jagung dan mewujudkan swasembada jagung. Pedoman teknis ini disusun untuk menjadi acuan bagi seluruh pihak yang akan melaksanakan kegiatan ini. Kepada semua pihak yang memberikan bantuan dalam pelaksanaan kegiatan ini, disampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih. Jakarta, Januari 2015 Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Hasil Sembiring NIP ii

3 Lampiran KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN NOMOR : Tanggal : DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... B. Tujuan dan Sasaran... C. Pengertian Pengertian... II. TANTANGAN PRODUKSI JAGUNG TAHUN III. A. Trend Kebutuhan Jagung B. Sasaran Produksi Jagung C. Sasaran Neraca Produksi Jagung 2015 STRATEGI DAN UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI JAGUNG A. Kendala, Masalah, dan Peluang Peningkatan Produksi Jagung... B. Strategi Peningkatan Produksi Jagung Berkelanjutan Berbasis Kawasan... C. Skenario Pencapaian Sasaran Produksi Jagung iii

4 IV. PRINSIP PRINSIP GP-PTT JAGUNG A. Prinsip Umum GP-PTT Jagung... B. Kelembagaan GP-PTT... C. Pemberdayaan GP-PTT... D. Model Kemitraan Agribisnis Jagung... V. PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT) JAGUNG.. 30 A. Tahapan Penerapan PTT... B. Komponen PTT Jagung... C. Peran Komponen PTT... D. Pemilihan Teknologi PTT... E. Keuntungan Penerapan Teknologi PTT... VI. GERAKAN PENERAPAN PTT (GP-PTT) JAGUNG A. Model Kawasan Tanaman Pangan... B. Penentuan Calon Lokasi... C. Persyaratan Kelompok Tani Pelaksana GP-PTT... D. Bantuan Pelaksanaan GP-PTT dan Pemanfaatannya... VII. PENGORGANISASIAN DAN OPERASIONAL GP-PTT A. Pengorganisasian GP-PTT... B. Operasionalisasi GP-PTT... VIII TATA KELOLA PENCAIRAN BANTUAN SOSIAL TRANSFER UANG (SARANA PRODUKSI) A. Prosedur Pengajuan Bantuan Sosial Sarana Produksi... B. Penetapan Penerima Bantuan Sosial... C. Prosedur Pencairan dan dan Penyaluran Dana Bantuan Sosial untuk Sarana Produksi... D. Prosedur Pengadaan Sarana Produksi iv

5 E. Prosedur Pemanfaatan Bantuan Sosial IX. KRITERIA TEKNIS BANTUAN SOSIAL A. Benih B. Pupuk Urea, NPK dan Organik C. Pestisida X. BIMBINGAN/PEMBINAAN DAN PENDAMPINGAN XI. MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN XII. PENUTUP LAMPIRAN v

6 DAFTAR TABEL Tabel 1. Hal Sasaran Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Jagung Periode Tabel 2. Neraca Produksi Terhadap Kebituhan Jagung Tahun Tabel 3. Skenario Pencapaian Sasaran Produksi Jagung vi

7 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Strategi Umum Peningkatan Produksi Jagung Gambar 2. Hal Perbandingan SL-PTT Tahun 2014 dengan GP-PTT Tahun vii

8 Lampiran 1. DAFTAR LAMPIRAN Hal Sasaran Indikatif Luas Tanam, Panen, Produktivitas dan Produksi Jagung Tahun Lampiran 2. Rekapitulasi Areal GP-PTT Jagung Tahun Lampiran 3. Lokasi GP-PTT Jagung Tahun Lampiran 4. Lampiran 5. Daftar Calon Petani dan Calon Lokasi Penerima Bansos GP-PTT Tahun Data Calon Petani dan Calon Lokasi (CP/CL) Pelaksana Kegiatan GP-PTT Jagung Tahun 2015 (Format BPS) Lampiran 6. Surat Keputusan Kepala Dinas Pertanian Kabupaten/Kota Tentang Penetapan Kelompok Tani Penerima Dana Bantuan Sosial (Bansos) GP-PTT Tahun Anggaran Lampiran 7. Lampiran Surat Keputusan Kepala Dinas Kabupaten/Kota Penetapan Kelompok Tani Penerima Dana Bansos untuk Sarana Produksi dan Dana Pertemuan Kelompok GP-PTT Tahun Lampiran 8. Lampiran 9. Lampiran 10. Rencana Usaha Kelompok (RUK) Pelaksana GP-PTT Tahun Surat Pernyataan Penerimaan Bansos dan Penggunaan Bansos Mekanisme Pencairan Dana Bantuan GP-PTT Pola Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) TA Lampiran 11. Rencana Pelaksanaan GP-PTT Jagung Tahun Lampiran 12. Lampiran 13. Lampiran 14. Blangko Laporan Bulanan Kecamatan Realisasi GP-PTT Kawasan/Non Kawasan Jagung Hibrida Tahun Blangko Laporan Bulanan Kabupaten Realisasi GP-PTT Kawasan/Non Kawasan Jagung Hibrida Tahun Blangko Laporan Bulanan Provinsi Realisasi GP-PTT Kawasan/Non Kawasan Jagung Hibrida Tahun viii

9 Lampiran 15. Blangko Laporan Akhir Provinsi/Kabupaten Realisasi GP- PTT Kawasan/Non Kawasan Jagung Hibrida Tahun Lampiran 16. Form Isian Hasil Ubinan GP-PTT Jagung Hibrida Lampiran 17. Daftar Contoh Varietas Jagung Hibrida dengan Potensi Hasil Minimal 11 ton per Hektar, rata-rata hasil minimal 9 ton/ha dan Tahan/Toleran/Agak Tahan Terhadap Bulai ix

10 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan sektor tanaman pangan merupakan salah satu strategi kunci dalam memacu pertumbuhan ekonomi pada masa yang akan datang. Selain berperan sebagai sumber penghasil devisa yang besar, juga merupakan sumber kehidupan bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Salah satu strategi yang dilakukan dalam upaya memacu peningkatan produksi dan produktivitas usaha tani padi dan jagung adalah dengan mengintegrasikan antar sektor dan antar wilayah dalam pengembangan usaha pertanian. Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia, telah memunculkan kerisauan akan terjadinya keadaan rawan pangan di masa yang akan datang. Selain itu, dengan semakin meningkatnya tingkat pendidikan dan kesejahteraan masyarakat terjadi pula peningkatan konsumsi per kapita untuk berbagai jenis pangan, akibatnya Indonesia membutuhkan tambahan ketersediaan pangan guna mengimbangi laju pertambahan penduduk yang masih cukup tinggi. Komoditi tanaman pangan memiliki peranan pokok sebagai pemenuh kebutuhan pangan, pakan dan industri dalam negeri yang setiap tahunnya cenderung meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan berkembangnya industri pangan dan pakan sehingga dari sisi Ketahanan Pangan Nasional fungsinya menjadi amat penting dan strategis. Salah satu komoditas tanaman pangan yang terus meningkat permintaannya adalah jagung. 1

11 Sebagai upaya untuk mememenuhi kebutuhan jagung yang terus meningkat, pemerintah telah menetapkan sasaran produksi jagung tahun 2015 sebesar ton PK, dengan rincian sasaran per provinsi seperti pada Lampiran 1. Untuk mencapai sasaran ini diperlukan upaya peningkatan produksi yang luar biasa untuk mencapai sasaran tersebut. Upaya peningkatan produksi dan produktivitas sebagaimana telah dilaksanakan melalui Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) sejak tahun 2008 maupun melalui PTT atau peningkatan mutu intensifikasi pada tahun-tahun sebelumnya dirasa belum cukup sehinga diperlukan terobosan baru. Pelaksanaan SL-PTT sebagai pendekatan pembangunan tanaman pangan khususnya dalam mendorong peningkatan produksi padi dan jagung nasional memang telah terbukti mendorong peningkatan produktivitas, namun kedepan dengan tantangan yang lebih beragam sebagaimana dijelaskan di depan maka perlu penyempurnaan dan peningkatan kualitas. Oleh karena itu pada tahun 2015, untuk menyempurnakan SL-PTT maka upaya peningkatan produksi akan dilakukan melalui Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (GP-PTT), yaitu kegiatan peningkatan produktivitas akan difokuskan melalui pola kawasan yang terintegrasi dari hulu sampai hilir, peningkatan jumlah paket bantuan sebagai instrumen stimulan, serta dukungan pendampingan dan pengawalan. Melalui GP-PTT petani diharapkan dalam menerapkan ilmu yang mereka peroleh saat mendapat kegiatan SL-PTT, mampu menganalisis, menyimpulkan dan menerapkan (melakukan/mengalami kembali), menghadapi dan memecahkan masalah-masalah terutama dalam hal teknik budidaya dengan mengkaji berdasarkan spesifik lokasi. 2

12 Pelaksanaan GP-PTT diharapkan akan mendapat dukungan dari Eselon I terkait diantaranya: 1. Badan Litbang Pertanian diharapkan akan mendukung dalam hal: a. Sosialisasi Varietas Baru; b. Perbanyakan dan Penyediaan Benih Sumber; c. Pendampingan Pengelolaan Teknologi Terpadu termasuk penyediaan teknologi spesifik lokasi dan kalender tanam. 2. Direktorat Jeneral Sarana Dan Prasarana diharapkan dapat memberikan dukungan dalam hal: a. Penyediaan prasarana alat olah tanah (Traktor); b. Penyediaan sarana irigasi (Pompa, Pipanisasi, Embung, dll); c. Penyediaan Pupuk Organik atau Alat Pengolah Pupuk Organik (APPO); d. Pembangunan Jalan Usaha Tani. 3. BPPSDMP, diharapkan dapat memberikan dukungan dalam hal: a. Pelatihan bagi petugas pendamping dan kelompok tani; b. Penyuluhan; c. Pengawalan. Sehubungan dengan hal tersebut di atas agar pelaksanaan kegiatan GP-PTT tahun 2015 dapat mencapai sasaran yang diharapkan maka disusun Pedoman Teknis Gerakan Pengelolaan Tanaman Terpadu (GP-PTT) sebagai acuan bagi semua pihak yang terkait dalam pelaksanaan kegiatan tersebut di lapangan. Dengan adanya pedoman teknis ini, semua pihak terkait akan berkontribusi secara positif sehingga akhirnya kegiatan ini menjadi salah satu kegiatan 3

13 yang berkontribusi terhadap pencapaian sasaran produksi jagung. Mengingat tingginya keberagaman kondisi di masing-masing daerah dan kemampuan adopsi inovasi, maka pedoman teknis ini diharapkan dijabarkan lebih lanjut oleh Dinas Pertanian Provinsi menjabarkan dalam bentuk Petunjuk Pelaksanaan sehingga kegiatan tersebut dapat dilakukan tepat waktu dan tepat sasaran dan menghindari penafsiran yang berbeda atas isi pedoman teknis ini. Sedangkan Dinas Pertanian Kabupaten/Kota diharapkan menyusun Petunjuk Teknis Pelaksanaan Lapangan menyesuaikan dengan kondisi spesifik lokasi. Petunjuk Teknis Lapangan merupakan panduan operasional lebih rinci disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan. B. Tujuan dan Sasaran 1. Tujuan Tujuan dari pelaksanaan kegiatan GP-PTT tahun 2015 adalah: a. Mensinergikan semua instansi terkait mulai dari hulu sampai hilir (pusat, daerah, swasta) dalam peningkatkan produksi. b. Meningkatkan produksi dan produktivitas jagung di daerah pelaksana GP-PTT menuju swasembada berkelanjutan. 2. Sasaran Sasaran dari kegiatan GP-PTT 2015 adalah: a. Terbangunnya embrio kawasan agribisnis jagung di daerah pelaksana. b. Meningkatnya produksi jagung di daerah pelaksana GP-PTT. 4

14 C. Pengertian-Pengertian dalam GP-PTT 1. Kawasan Tanaman Pangan adalah kawasan usaha tanaman pangan yang disatukan oleh faktor alamiah, sosial budaya, infrastruktur fisik buatan, serta dibatasi oleh agroekosistem yang sama sedemikian rupa sehingga mencapai skala ekonomi dan efektifitas manajemen usaha tanaman pangan. Kawasan tanaman pangan dapat berupa kawasan yang telah eksis atau calon lokasi baru, dan lokasinya dapat berupa hamparan atau spot partial namun terhubung dengan aksesbilitas yang memadai. 2. Pengelolaan Tanaman dan sumberdaya secara Terpadu (PTT) adalah suatu pendekatan inovatif dalam upaya meningkatkan produktivitas dan efisiensi usahatani melalui perbaikan sistem/pendekatan dalam perakitan paket teknologi yang sinergis antar komponen teknologi, dilakukan secara partisipatif oleh petani serta bersifat spesifik lokasi. PTT merupakan inovasi baru untuk memecahkan berbagai permasalahan dalam peningkatan produktivitas padi. Teknologi intensifikasi jagung bersifat spesifik lokasi, bergantung pada masalah yang akan diatasi (demand driven technology). Komponen teknologi PTT ditentukan bersama-sama petani melalui analisis kebutuhan teknologi (need assessment). Komponen teknologi PTT dasar/compulsory adalah teknologi yang dianjurkan untuk diterapkan di semua lokasi. Komponen teknologi PTT pilihan adalah teknologi pilihan disesuaikan dengan kondisi, kemauan, dan kemampuan. Komponen teknologi PTT pilihan dapat menjadi compulsory apabila hasil KKP (Kajian Kebutuhan dan Peluang) memprioritaskan komponen teknologi yang dimaksud menjadi 5

15 keharusan untuk pemecahan masalah utama suatu wilayah, demikian pula sebaliknya bagi komponen teknologi dasar. 3. Kelompok tani adalah sejumlah petani yang tergabung dalam satu hamparan/wilayah yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan untuk meningkatkan usaha agribisnis dan memudahkan pengelolaan dalam proses distribusi, baik itu benih, pestisida, sarana produksi dan lain-lain. 4. Rencana Usahatani Kelompok (RUK) adalah rencana kerja usahatani dari kelompok tani untuk satu periode musim tanam yang disusun melalui musyawarah dan kesepakatan bersama dalam pengelolaan usahatani sehamparan wilayah kelompok tani yang memuat uraian kebutuhan saprodi yang meliputi: jenis, volume, harga satuan dan jumlah uang yang diajukan untuk pembelian saprodi sesuai kebutuhan di lapangan (spesifik lokasi) dan atau pengeluaran lainnya (pertemuan kelompok tani) dan lainnya. 5. Pemandu Lapangan (PL) adalah Penyuluh Pertanian, Pengamat Organisme Pengganggu Tanaman (POPT), Pengawas Benih Tanaman (PBT) yang telah mengikuti pelatihan SL-PTT dan berperan sebagai pendamping dan pengawal pelaksanaan SL-PTT. 6. Pengawalan dan pendampingan oleh petugas dinas adalah kegiatan yang dilakukan oleh petugas Dinas Pertanian Provinsi dan Kabupaten/Kota termasuk Penyuluh, POPT, PBT, Mantri Tani dan atau petugas lainnya sesuai dengan kebutuhan di lapangan dalam melakukan pengawalan dan 6

16 pendampingan, guna lebih mengoptimalkan pelaksanaan kegiatan GP- PTT. 7. Pengawalan dan pendampingan oleh Aparat adalah kegiatan yang dilakukan oleh TNI-AD beserta jajarannya (Babinsa), Camat, Kades dan atau petugas lainnya sesuai dengan kebutuhan di lapangan dalam melakukan pengawalan dan pendampingan, guna lebih mengoptimalkan pelaksanaan kegiatan SL-PTT. 8. Pengawalan dan pendampingan oleh Peneliti adalah kegiatan yang dilakukan oleh peneliti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) didukung oleh peneliti UK/UPT Lingkup Badan Litbang Pertanian guna meningkatkan pemahaman dan akselerasi adopsi PTT dengan menjadi narasumber pada pelatihan, penyebaran informasi, melakukan uji adaptasi varietas unggul baru, demplot, dan supervisi penerapan teknologi. 9. Pengawalan dan pendampingan oleh Penyuluh adalah kegiatan yang dilakukan oleh Penyuluh guna meningkatkan penerapan teknologi spesifik lokasi sesuai rekomendasi BPTP dan secara berkala hadir di lokasi GP-PTT dalam rangka pemberdayaan kelompok tani sekaligus memberikan bimbingan kepada kelompok dalam penerapan teknologi. Penyuluh diharapkan hadir pada setiap pertemuan kelompok tani di lapangan. 10. Pengawalan dan pendampingan oleh POPT (Pengawas Organisme Pengganggu Tanaman) adalah kegiatan pendampingan oleh Pengawas OPT dalam rangka pengendalian hama terpadu (PHT). 7

17 11. Pengawalan dan pendampingan oleh PBT (Pengawas Benih Tanaman) adalah kegiatan pendampingan oleh Pengawas Benih dalam rangka pengawasan mutu benih. 12. Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari tumbuhan mati, kotoran hewan dan/atau bagian hewan/atau limbah organik lainnya yang telah melalui proses rekayasa, berbentuk padat atau cair, dapat diperkaya dengan bahan mineral dan/atau mikroba, yang bermanfaat untuk meningkatkan kandungan hara dan bahan organik tanah serta memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. 14. Benih Varietas Unggul Bersertifikat adalah benih bina yang telah disertifikasi. 15. Benih bersubsidi adalah benih jagung bersertifikat yang mendapat subsidi bersumber dari dana APBN. 16. Swadaya adalah semua upaya yang dilakukan petani dengan sumber pembiayaan yang berasal dari modal petani sendiri. 8

18 II. TANTANGAN PRODUKSI JAGUNG TAHUN A. Trend Kebutuhan Jagung Komoditas jagung mempunyai utility yang sangat strategis, baik dalam sistem ketahanan pangan maupun perannya sebagai penggerak roda ekonomi nasional. Jagung digunakan bahan sebagai food, feed, fuel dan polymer. Permintaan jagung baik untuk industri pangan, pakan, dan kebutuhan industri lainnya dalam lima tahun ke depan diproyeksikan akan terus meningkat seiring dengan terus bertambahnya jumlah penduduk, di mana menurut BPS laju pertumbuhan penduduk Indonesia per tahun sebesar 1,49 persen atau populasi diproyeksikan akan bertambah sekitar 3,5 juta jiwa setiap tahunnya. Selain itu, meningkatnya kebutuhan jagung juga didorong oleh pertumbuhan ekonomi Indonesia yang cukup tinggi yaitu rata-rata mencapai 5,8 persen per tahun, hal ini tentunya akan berimbas pada peningkatan pendapatan dan daya beli masyarakat terutama untuk pemenuhan kebutuhan akan daging ayam. Menurut data United State Departement of Agriculture (USDA, 2014) kebutuhan jagung di Indonesia untuk pemenuhan konsumsi (dan industri) sebesar 5,45 juta ton. Kebutuhan jagung untuk konsumsi langsung sebesar 1,65 kg/kapita/tahun (data Susenas, 2013), dan berdasarkan data proyeksi jumlah penduduk Indonesia BAPPENAS pada tahun 2014 jumlah penduduk Indonesia sebesar jiwa, sehingga total kebutuhan jagung untuk konsumsi langsung adalah ton per tahun. Dengan asumsi pertumbuhan penduduk sebesar 1,49 persen per tahun maka 9

19 kebutuhan jagung untuk konsumsi langsung meningkat ton per tahun. Trend penganekaragaman produk pangan olahan berbasis jagung terus menunjukkan peningkatan. Pati jagung merupakan bahan baku utama dalam beberapa industri makanan. Dalam industri pangan, jagung juga digunakan sebagai bahan baku untuk industri pati jagung/corn starch, industri tepung jagung, industri minyak goreng, industri fermentasi, industri polimerasi, industri pati termodifikasi, dan industri pemanis/sweetener. Diperkirakan, di masa mendatang permintaan produk-produk pangan olahan jagung akan terus meningkat seiring dengan perbaikan gaya hidup. Sebagai bahan pakan, jagung merupakan bahan baku utama dengan porsi mencapai 51 persen. Pertumbuhan industri pabrik pakan terus tumbuh dengan pesat dengan rata-rata pertumbuhan 10 persen per tahun dan akan terus bertambah karena semua populasi ternak akan terus bertumbuh dan ragamnya juga bertambah. Konsumsi unggas dan produk unggas akan terus meningkat mengikuti pertambahan penduduk dan daya beli masyarakat yang semakin tinggi. Dalam lima tahun terakhir ini, pertumbuhan permintaan/konsumsi daging ayam dan telur terus meningkat hingga mencapai 12,5 % per tahun. Pada tahun 2014 total kebutuhan jagung untuk bahan baku industri pabrik pakan sebesar 7,5 juta ton. Melihat trend pertumbuhan ini, maka diperkirakan dalam lima tahun ke depan permintaan daging dan telur akan menjadi dua kali lipat dari kebutuhan sekarang. Konsekwensi dari pertumbuhan tersebut maka diperkirakan dalam lima tahun kedepan kebutuhan jagung untuk industri 10

20 pakan ternak saja akan mencapai dua kali lipat dari sekarang yaitu sekitar 15 juta ton. Selain oleh industri, pakan ternak juga diproduksi oleh peternak lokal yang melakukan pencampuran sendiri (self mixing). Kebutuhan jagung untuk bahan baku pakan peternak lokal/sebesar 4,96 juta ton per tahun. Sehingga jika dijumlahkan maka total kebutuhan jagung untuk bahan baku pakan sebesar 12,46 juta ton per tahun. Berdasarkan analisis tersebut di atas, maka diperkirakan total kebutuhan jagung mencapai 20,9 juta ton di tahun Persoalan penyediaan jagung juga terkendala dengan sifat pertanaman jagung di Indonesia. Produksi jagung terutama tersebar di 17 propinsi sedangkan pasar jagung utama berada di pulau Jawa. Sebagian besar daerah produksi jagung ini masih belum memilki prasarana transportasi yang baik sehingga arus jagung dari daerah produksi menuju daerah pemasaran terkendala. Demikian pula, pertanaman jagung terutama masih dilakukan di lahan kering tadah hujan sehingga puncak produksi terjadi pada bulan-bulan Februari-April (60%). Padahal, kebutuhan industri relatif merata sepanjang tahun. Kondisi ini menyebabkan ketimpangan penyediaan jagung untuk industri, dan menyebabkan sebagian industri terpaksa melakukan impor. Tahun 2013 impor jagung untuk industri pakan telah mencapai 3,0 juta ton meningkat 1,7 juta ton tahun Pada tahun 2014, impor jagung diperkirakan akan mencapai 3,6 juta ton atau mengisi sekitar 50% kebutuhan jagung untuk industri pakan ternak nasional. 11

21 Kondisi seperti diuraikan di atas perlu diantisipasi agar tidak terjadi krisis jagung pada saatnya. Jika mengacu pada kondisi saat ini pertumbuhan produksi jagung rata-rata satu tahun hanya mencapai 5% per tahun. Sehingga jika tidak ada upaya khusus untuk peningkatan produksi jagung maka defisit (impor) jagung akan semakin meningkat. Kondisi ini tentunya akan mengganggu stabilitas ketahanan pangan nasional. B. Sasaran Produksi Jagung Menyikapi trend peningkatan kebutuhan jagung sebagaimana tersebut di atas, maka Direktorat Jenderal Tanaman Pangan menetapkan sasaran produksi jagung untuk tahun sebagaimana dijelaskan pada Tabel 1. Dalam hal ini sasaran produksi tahun 2015 ditetapkan sebesar 20,3 juta ton. Untuk tahun selanjutnya ( ) sasaran produksi ditetapkan meningkat sebesar lima persen per tahun. Tabel 1. Sasaran Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Jagung Periode TAHUN LUAS TANAM LUAS PANEN PRODUKTIVITAS PRODUKSI PERTUMBUHAN (Ha) (Ha) (Ku/Ha) (Ton) (%) , , , , , , , , ,19 12

22 C. Sasaran Neraca Produksi Jagung 2015 Dengan penetapan sasaran produksi jagung sebagaimana dijelaskan di atas, diharapkan neraca produksi dan kebutuhan jagung semakin proporsional yaitu dalam hal ini terjadinya defisit yang lebih kecil. Rancangan neraca produksi dan kebutuhan jagung nasional pada tahun 2015 dapat dijelaskan sebagaimana tercantum pada Tabel 2 di bawah ini. 13

23 Tabel 2. Neraca Produksi Terhadap Kebutuhan Jagung Tahun 2015 No. Uraian Produksi Jagung Kebutuhan : Konsumsi Langsung Kebutuhan Untuk Pakan a. Industri Pakan b. Peternak Lokal (self mixing ) * 2) Bahan Baku Industri a. Industri Pangan * 3) b. Indusri Non Pangan dan Non Pakan * 4) Kebutuhan Benih Neraca (1-2) ( ) ( ) 4 Impor Jagung* 5) Expor Jagung - Neraca ( (3+4)-5) Jumlah Penduduk (Jiwa) Tingkat Konsumsi (Susenas) (Kg/kapita/Tahun) 1,65 1,65 Keterangan: 1. Produksi 2014 berdasarkan ARAM II BPS 2. Estimasi dari Asosiasi Peternak Lokal Indonesia bahwa self mixing 60% dari kebutuhan industri pakan 3. Estimasi kebutuhan industri pangan sebesar 23,93% dari total produksi (sumber: KADIN, 2014) 4. Estimasi kebutuhan indusri non pangan dan non pakan 15% dari total produksi (sumber: KADIN, 2014) 5. Angka Sementara dari Direktorat Pakan Ternak, Ditjen Nakeswan per tanggal 4 September 2014 impor sudah mencapai ton. Konsumsi langsung merupakan perkalian jumlah penduduk dengan tingkat konsumsi jagung berdasarkan Susenas BPS. 14

24 III. STRATEGI DAN UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI JAGUNG A. Kendala, Masalah, dan Peluang Peningkatan Produksi Jagung Upaya peningkatan produksi jagung diarahkan untuk mencapai swasembada jagung secara bekelanjutan. Namun demikian masih terdapat sejumlah kendala dan masalah yang perlu diselesaikan. Kendala dan masalah tersebut adalah belum teradopsinya sistem Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) secara penuh dan utuh di kalangan petani jagung. Beberapa masalah tersebut antara lain sebagai berikut: 1. Penggunaan Benih Unggul Penggunaan benih unggul merupakan kunci utama untuk peningkatan produktivitas jagung. Dalam kaitan ini pemerintah mendorong penggunaan benih jagung hibrida unggul karena memiliki tingkat produktivitas yang tinggi. Sampai saat ini tingkat penggunaan benih jagung hibrida masih rendah yaitu baru sekitar 56% dari total pertananaman. Tingkat penggunaan benih unggul yang masih rendah ini antara lain disebabkan harga benih jagung hibrida relative tinggi sehingga tidak terjangkau oleh sebagaian besar petani. Selain masalah harga, distribusi benih unggul jagung hibrida yang belum meluas juga menjadi kendala bagi petani untuk menanam jagung varietas unggul. 2. Pemupukan Berimbang Penerapan penggunaan pupuk berimbang juga belum sepenuhnya diterapkan oleh petani, sehingga masih menjadi kendala dalam pengembangan jagung. Saat ini sebagian besar petani belum 15

25 menerapkan prinsip pemupukan sesuai rekomendasi sehingga produktivitas hasil tidak maksimal sesuai potensi. Sejumlah kendala masih dihadapi oleh petani jagung dalam kaitan dengan hal ini yaitu keterbatasan modal dan ketersediaan pupuk tepat waktu dan tepat jumlah. Terkait dengan permodalan, sebagian besar petani jagung masih menggunakan modal sendiri tanpa dukungan dari perbankan atau lembaga permodalan lainnya. Akibatnya, petani memupuk sesuai dengan kemampuan keuangannya. Sementara itu, di sejumlah daerah distribusi pupuk juga masih belum lancar sehingga sering terjadi pupuk tidak tersedia pada saat diperlukan. Kondisi di atas menyebabkan produktivitas jagung di tingkat petani masih rendah. 3. Pasca Panen Penanganan pasca panen sangat diperlukan mengingat hasil panen jagung mudah rusak jika tidak mendapat perlakuan pasca panen yang tepat. Sembilan jam setelah panen, jagung harus dikeringkan sampai kadar air mencapai 14-15%. Jika tidak maka jagung akan berjamur dan terkena aflatoxin. Kandungan aflatoxin yang tinggi bisa menyebabkan keracunan pada unggas yang memakannya. Namun demikian sampai saat ini mayoritas petani belum melakukan penanganan pasca panen dengan baik dan benar. Setelah pemanenan, petani umumnya hanya mengeringkan di bawah sinar matahari. Pengeringan dengan cara ini sebenarnya cukup bisa menurunkan kadar air namun sulit untuk mencapai tingkat maksimum (15%). Selain itu, jika panen dilakukan pada musim hujan pengeringan akan terkendala oleh cuaca yang kurang baik (mendung, hujan, dan lain - lain). 16

26 Untuk mengatasi hal tersebut di atas seharusnya dilakukan pengeringan secara mekanis dengan menggunakan alat pengering (dryer). Namun ketersediaan dryer baik yang disediakan pemerintah maupun swasta masih sangat terbatas. Akibatnya kualitas jagung petani jarang mencapai tingkat terbaik (premium). Pengolahan pasca panen yang tidak maksimal ini juga menyebabkan susut hasil akibat kerusakan jagung. B. Strategi Peningkatan Produksi Jagung Berkelanjutan Berbasis Kawasan Sebagai upaya sistematis untuk meningkatkan produksi jagung, pemerintah melaksanakan strategi umum terpadu melalui pengembangan kawasan pangan yaitu dengan upaya simultan antara lain peningkatan luas tanam, peningkatan produktivitas, penurunan tingkat kehilangan hasil dan peningkatan kualitas mutu hasil. Pendekatan terpadu ini dilaksanakan pada satu kawasan dengan luasan minimum tertentu yang memenuhi skala ekonomis. Gambaran strategi umum peningkatan produksi jagung dijelaskan pada Gambar 1 di bawah ini. 17

27 Gambar 1. Strategi Umum Peningkatan Produksi Jagung Langkah strategi peningkatan produksi tanaman jagung tersebut pada Gambar 1 di atas diuraikan sebagai berikut: 1. Peningkatan Produktivitas Peningkatan produktivitas dilakukan melalui upaya penerapan pengelolaan tanaman terpadu (PTT) dengan komponen utama meliputi pemakaian benih varietas unggul bermutu termasuk jagung hibrida dan 18

28 jagung komposit, peningkatan populasi dengan pengaturan jarak tanam 75 cm x 20 cm atau 70 cm x 20 cm, satu biji per lubang atau 75 cm x 40 cm atau 70 cm x 40 cm, dua biji per lubang, pemupukan berimbang dan pemakaian pupuk organik, pupuk bio-hayati, pengapuran pada tanah masam dan pengelolaan pengairan. Selain itu, untuk memastikan PTT diterapkan maka dilakukan pengawalan, pendampingan agar jika ada masalah di lapangan dapat ditangani lebih dini. Strategi peningkatan produktivitas terutama dilaksanakan di wilayah yang sudah tidak memungkinkan dilakukan perluasan areal tanam, sehingga dengan penerapan teknologi spesifik lokasi produktivitas tanaman diharapkan masih dapat ditingkatkan. Upaya peningkatan produktivitas juga dilakukan dengan upaya pengamanan produksi yaitu dengan mengurangi dampak perubahan iklim seperti kebanjiran dan kekeringan serta pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT). 2. Perluasan Areal Tanam Perluasan areal tanam dilakukan melalui upaya penanaman di areal tanam baru atau dengan melakukan peningkatan indeks pertanaman baik di lahan kering atau lahan sawah di musim kemarau. Perluasan areal tanam baru bisa dilakukan di lahan bukaan baru (misalnya lahan eks peremajaan perkebunan, perhutani, dan lain-lain) atau di daerah yang selama ini belum pernah menanam jagung. Sedangkan peningkatan indeks pertanaman dapat dilakukan dengan pengaturan pola tanam di lahan kering yang sebelumnya ditanami jagung satu kali 19

29 menjadi dua kali atau di lahan sawah di musim kemarau (padi-padijagung). Perluasan areal tanam juga dapat dilakukan di daerah eks pengembangan/perbaikan irigasi (seperti JITUT, JIDES dan Tata Air Mikro) karena dengan perbaikan irigasi akan dimungkinkan ketersediaan air di musim kemarau yang cukup untuk fase awal pertanaman jagung. Demikian pula, kawasan yang menerima program pengembangan irigasi air tanah (pompanisasi) juga sesuai untuk program peningkatan indeks pertanaman. 3. Penurunan Susut Hasil Penurunan susut hasil khususnya akibat kehilangan pada waktu panen dilakukan dengan upaya panen yang tepat yaitu antara lain dengan menetapkan umur panen yang cukup yaitu sekitar umur panen 120 hari. Selain itu, juga diterapkan penggunaan alat panen dan alat pemipil yang baik untuk menghindari kehilangan dan kerusakan pipilan seperti patah, pecah, dan sebagainya. 4. Mempertahankan Kualitas Peningkatan produksi jagung juga diupayakan dengan mempertahankan mutu produk sehingga memenuhi spesifikasi yang diinginkan pasar. Dalam kaitan ini budidaya jagung harus diikuti dengan pasca panen yang tepat yaitu khususnya pengeringan dan penyimpanan untuk mencegah tumbuhnya jamur yang menghasilkan aflatoxin. 20

30 5. Penguatan Manajemen Kawasan Agar pelaksanaan program dapat berjalan sesuai rencana, diperlukan penyempurnaan manajemen yang telah ada. Penyempurnaan manajemen tersebut diperlukan karena dengan pendekatan GP-PTT ini proses budidaya dikendalikan secara terpadu dalam satu kawasan produksi. Salah satu tujuan GP-PTT antara lain adalah menumbuhkan kawasan produksi yang berkelanjutan, mencapai skala ekonomis serta mencapai produktivitas yang maksimal. Oleh sebab itu, maka kegiatan budidaya dalam kawasan GP-PTT perlu dikoordinasikan dalam satu manajemen, khususnya terkait dengan penyediaan input, penyediaan sarana alat dan mesin pertanian, pengelolaan pasca panen dan pemasaran. Diharapkan, dengan manajemen yang terpadu dan terkoordinasi ini akan diperoleh peningkatan produksi tanaman pangan sesuai dengan yang diharapkan dan pada akhirnya dapat mendukung pencapaian sasaran produksi tahun C. Skenario Pencapaian Sasaran Produksi Jagung 2015 Guna mencapai sasaran produksi tahun 2015 sebesar 20,31 juta ton, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan telah menyusun skenario pencapaian produksi sebagaimana dijelaskan pada Tabel 3. 21

31 Tabel 3. Skenario Pencapaian Sasaran Produksi Jagung Tahun

32 IV. PRINSIP - PRINSIP GP-PTT JAGUNG A. Prinsip Umum GP-PTT Jagung Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (GP-PTT) jagung merupakan sebuah pendekatan baru dalam mendorong peningkatan produksi jagung secara berkelanjutan. GP-PTT merupakan bentuk implementasi dari pendekatan peningkatan produksi pertanian dengan berbasis pengembangan kawasan. Di samping itu, karena karakteristik produk serta tata niaga yang spesifik/unik, maka jagung harus dikembangkan secara terpadu dari hulu hingga hilir pada skala usaha yang ekonomis. Urgensi pengembangan jagung pada skala ekonomis sangat diperlukan mengingat pasar komoditas jagung cenderung oligopsoni (pembelinya terbatas pada sejumlah industri). Dengan landasan pemikiran tersebut di atas, maka GP-PTT akan dilaksanakan dengan mengadopsi sejumlah prinsip sebagai berikut: 1. Terpadu: GP-PTT akan dilaksanakan dengan pendekatan satu kawasan satu manajemen. Hal ini dimaksudkan agar semua faktor-faktor produksi dapat dikelola bersama (tidak secara individual oleh petani) dalam satu manajemen sehingga lebih efektif dan efisien. Demikian pula, keterpaduan juga diarahkan pada aspek pemasaran hasil nantinya. 2. Sinergis: Pengembangan jagung pada skala kawasan melalui GP-PTT perlu melibatkan pemangku kepentingan yang lain. Dalam kaitan ini seluruh sumberdaya para pemangku kepentingan dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk mendorong produktivitas semaksimal 23

33 mungkin. Pemangku kepentingan yang dinilai penting untuk dilibatkan secara sinergis antara lain adalah produsen benih jagung, produsen pestisida, penyedia pupuk serta mitra pembeli jagung. Sinergi diharapkan terutama pada aspek transfer teknologi dan pendampingan. 3. Modern: Pengembangan GP-PTT juga diarahkan untuk mengadopsi sistem budidaya pertanian yang modern yaitu antara lain dengan memanfaatkan kemajuan teknologi pertanian. Dalam kaitan ini GP-PTT akan mendorong mekanisasi pertanian sejak pra-panen hingga pasca panen dengan tujuan efisiensi usahatani serta menekan kehilangan hasil. 4. Spesifik Lokasi: GP-PTT memperhatikan karakteristik spesifik lokasi untuk menetapkan pilihan teknologi, pilihan varietas, serta pola tanam. Karakter spesifik lokasi yang perlu menjadi pertimbangan antara lain meliputi lahan dan iklim, sosial ekonomi, budaya dan aspek pemasaran. 5. Partisipatif: GP-PTT akan melibatkan partisipasi petani dan pemangku kepentingan lainnya secara aktif. Partisipasi antara lain akan meliputi sejak perencanaan, akses dan pemanfaatan sumberdaya dan teknologi, pengambilan keputusan dalam organisasi dan kelembagaan pengelola GP-PTT. B. Kelembagaan GP-PTT Sesuai dengan prinsip keterpaduan, sinergis dan modern maka untuk menjamin efektivitas pelaksanaan GP-PTT maka petani peserta GP-PTT diorganisasikan dalam sebuah kelembagaan dengan mekanisme/ketentuan pengelompokan sebagai berikut. 24

34 1. Pengelompokan petani peserta: a. Luasan satu kawasan diupayakan sekitar 500 hektar. b. Satu kawasan akan dipecah menjadi unit-unit pelaksana yang ditetapkan berdasarkan batas - batas wilayah kerja kelompok tani. c. Satu kelompok tani ditetapkan sebagai satu unit pelaksana GP-PTT tanpa memperhatikan batasan luas lahan usaha. d. Seluruh anggota kelompok tani atau seluruh lahan usaha kelompok tani dapat menjadi pelaksana dari GP-PTT. e. Petani peserta harus menjadi anggota kelompok tani. 2. Pengelolaan kawasan: a. Satu kawasan (sekitar 500 ha) dikelola oleh Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan). b. Pengurus gapoktan dipilih mewakili/dari pengurus kelompok tani peserta. c. Gapoktan bertugas mengkoordinasikan pengadaan sarana produksi (benih, pupuk, pestisida, dan lain - lain), koordinasi dan pengadaan/penyewaan alsintan, pemasaran secara kolektif, dan sebagainya. d. Gapoktan berwenang untuk menjalin kontrak kerjasama/kemitraan dengan pihak ketiga. 25

35 C. Pemberdayaan GP-PTT Untuk menjamin kesuksesan pencapaian tujuan GP-PTT, maka diperlukan pendampingan dan pemberdayaan kepada kelompoktani/petani pelaksana. Pemberdayaan GP-PTT peningkatan kapasitas petani serta pembenahan manajemen kelompok tani. 1. Peningkatan kapasitas petani Pemberdayaan dan peningkatan kapasitas petani peserta diarahkan untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan petani di bidang budidaya jagung yang baik sesuai dengan kondisi spesifik lokasi sehingga pertanaman akan mencapai produktivitas yang optimal. Dalam kaitan ini petani akan diarahkan untuk mengadopsi sistem Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). Jika dimungkinkan, petani mengadopsi seluruh komponen PTT ditambah dengan komponen teknologi lain dari sumber-sumber lain. Sehubungan dengan tujuan tersebut maka peningkatan kapasitas petani akan dilakukan oleh penyuluh/bp3k/bpp didukung oleh BPTP dan Dinas Pertanian Provinsi/Kabupaten/Kota ditambah/diperkuat oleh pemangku kepentingan lain seperti produsen benih, pupuk, atau pestisida. Lembaga lain seperti LSM, perguruan tinggi serta instansi pemerintah lainnya juga diperbolehkan untuk berbagi teknologi kepada petani peserta GP-PTT. Menganut prinsip spesifik lokasi dan partisipatif, peningkatan kapasitas petani peserta GP-PTT akan disesuaikan dengan kebutuhan spesifik lokasi. Dalam kaitan ini petani memilih topik pelatihan yang 26

36 dikehendaki sesuai dengan kebutuhannya atau topik pelatihan untuk memperkuat titik lemah sistem produksi. Selanjutnya, pelatihan bisa menghadirkan narasumber sesuai dengan topik yang dipilih. Pemangku kepentingan (khususnya produsen benih, pestisida dan pupuk) diminta memberikan pelayanan/pendampingan agar aplikasi produknya tepat sesuai arahan teknisnya. 2. Peningkatan kelembagaan pengelola GP-PTT Salah satu penentu keberhasilan GP-PTT terletak pada kemampuan manajemen kelembagaan Gapoktan dalam mengorganisasikan faktorfaktor produksi yang diperlukan serta mendorong partisipasi aktif seluruh petani anggota. Agar Gapoktan dapat menjalankan fungsi tersebut maka perlu dilakukan pendampingan kepada pengurus dalam hal akuntabilitas organisasi, pengelolaan sumberdaya (termasuk sumberdaya modal dan keuangan), dan komunikasi dengan pihak ketiga. Pendampingan di bidang akuntabilitas organisasi perlu meliputi aspek transparansi pengelolaan keuangan, partisipasi dalam pengambilan keputusan dan kesetaraan dalam akses terhadap manfaat program dan sumberdaya organisasi. Pendampingan di bidang pengelolaan sumberdaya antara lain meliputi manajemen pelayanan jasa alsintan dan pasca panen serta pengadaan sarana produksi. Sedangkan pemberdayaan di bidang komunikasi dengan pihak ketiga antara lain meliputi berbagai aspek (termasuk aspek hukum) terkait dengan 27

37 kemitraan atau kontrak kerjasama dengan pihak ketiga. Pemberdayaan kelompok/gapoktan dilaksanakan oleh penyuluh/bp3k. D. Model Kemitraan Agribisnis Jagung Guna menjamin pemasaran jagung dari hasil mendapatkan harga yang menguntungkan, kelompok tani/gabungan kelompok tani pelaksana disarankan untuk menjalin kemitraan dengan industri atau pengusaha. Bentuk-bentuk kemitraan yang dapat dilakukan antara lain adalah sebagai berikut: 1. Kontrak Penjualan (Contract Farming) Kelompok tani dapat membuat kontrak/perjanjian penjualan dengan pengusaha sebelum musim panen/musim tanam. Dengan model kemitraan ini pengusaha dapat diminta memberikan kepastian harga pada waktu panen sedangkan kelompok tani diminta memberikan kepastian volume jagung yang disediakan. Bagi kedua pihak, model kemitraan ini akan saling menguntungkan. 2. Kerjasama Pasca Panen dan Pergudangan Untuk mengatasi persoalan ketersediaan alat pasca panen yang terbatas, kelompok tani dapat melakukan kerjasama pemanfaatan fasilitas pasca panen dan pergudangan yang dimiliki oleh swasta atau BUMN. Salah satu perusahaan yang memiliki fasilitas ini adalah PT. Pertani (Persero) yang memiliki fasilitas pengering dan gudang. Kelompok tani dapat memanfaatkan fasilitas tersebut dengan membayar sejumlah fee. 28

38 3. Kerjasama Pembiayaan dan Dana Talangan Untuk membiayai usaha tani, kelompok tani dapat mengajukan fasilitas Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE) yang disalurkan melalui sejumlah bank pemerintah. KKPE dengan bunga rendah disediakan memang khusus untuk membantu pembiayaan bagi petani. Sedangkan untuk mengatasi anjloknya harga setelah panen, kelompok tani dapat memanfaatkan fasilitas resi gudang yaitu dengan menitipkan hasil panen ke lembaga pengelola resi gudang dan menerima dana talangan sebelum dilakukan penjualan. Kelompok tani/gapoktan juga disarankan bekerja sama dengan lembaga formal lainnya untuk mendapatkan pembiayaan usaha tani, misalnya dengan industri. 29

39 V. PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT) JAGUNG Pengelolaan tanaman dan sumberdaya secara terpadu (PTT) merupakan inovasi baru untuk memecahkan berbagai permasalahan dalam peningkatan produktivitas. Teknologi intensifikasi bersifat spesifik lokasi, tergantung pada masalah yang akan diatasi (demand driven technology). Komponen teknologi PTT ditentukan bersama-sama petani melalui analisis kebutuhan teknologi (need assessment). PTT sebagai suatu pendekatan inovatif dalam upaya meningkatkan produktivitas dan efisiensi usaha tani serta sebagai suatu pendekatan pembangunan tanaman pangan khususnya dalam mendorong peningkatan produksi jagung akan terus dilaksanakan dan pada tahun 2015 difokuskan melalui gerakan penerapan di lapangan dengan lebih terkoordinasi pada areal ha, yang terdiri dari kawasan GP-PTT seluas ha dan non kawasan/rintisan kawasan seluas ha. Rekapitulasi per provinsi dapat dilihat pada Lampiran 2. A. Tahapan Penerapan PTT 1. Langkah pertama penerapan PTT adalah pemandu lapangan bersama petani melakukan Pemahaman Masalah dan Peluang (PMP) atau Kajian Kebutuhan dan Peluang (KKP). Identifikasi masalah peningkatan hasil di wilayah setempat dan membahas peluang mengatasi masalah tersebut, berdasarkan cara pengelolaan tanaman, analisis iklim/curah hujan, kesuburan tanah, luas pemilikan lahan, dan lingkungan sosial ekonomi. 30

40 2. Langkah kedua adalah merakit berbagai komponen teknologi PTT berdasarkan kesepakatan kelompok untuk diterapkan di lahan usahataninya. 3. Langkah ketiga adalah penyusunan RUK berdasarkan kesepakatan kelompok. 4. Langkah keempat adalah penerapan PTT. 5. Langkah kelima adalah pengembangan/replikasi PTT ke petani lainnya. A. Komponen PTT Jagung Komponen dasar dan pilihan disesuaikan spesifik wilayah setempat yang paling tepat diterapkan. Komponen PTT Jagung dasar yaitu : 1). Varietas unggul baru, hibrida atau komposit, 2). Benih bermutu dan berlabel, 3). Populasi tanaman/ha dan 4). Pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman dan status hara tanah. Sedangkan komponen PTT Jagung pilihan adalah : 1). Penyiapan lahan, 2). Pemberian pupuk organik, 3). Pembuatan saluran drainase pada lahan kering, atau saluran irigasi pada lahan sawah, 4). Pembumbunan, 5). Pengendalian gulma secara mekanis atau dengan herbisida kontak, 6). Pengendalian hama dan penyakit, dan 7). Panen tepat waktu dan pengeringan segera. Dalam rangka peningkatan Indeks Pertanaman (IP) 400 jagung, persyaratan yang harus dipenuhi adalah : 1). Lokasi tersedia cukup air saat diperlukan, terutama saat musim kemarau, 2). Lahan bebas genangan air saat musin hujan, 3). Tenaga kerja cukup tersedia setiap saat dan 4). Umur varietas yang ditanam tidak lebih 120 hari. 31

41 B. Peran Komponen PTT Penggunaan benih varietas unggul bermutu akan menghasilkan daya perkecambahan yang tinggi dan seragam, tanaman yang sehat dengan perakaran yang baik, tanaman tumbuh lebih cepat, tahan terhadap hama dan penyakit, berpotensi hasil tinggi dan mutu hasil yang lebih baik. Penanaman yang tepat waktu, serentak dan jumlah populasi yang optimal dapat menghindari serangan hama dan penyakit, menekan pertumbuhan gulma, terhindar dari kelebihan dan kekurangan air, memberikan pertumbuhan tanaman yang sehat dan seragam serta hasil yang tinggi. Pemberian pupuk secara berimbang berdasarkan kebutuhan tanaman dan ketersediaan hara tanah dengan prinsip tepat jumlah, jenis, cara, dan waktu aplikasi sesuai dengan jenis tanaman akan memberikan pertumbuhan yang baik dan meningkatkan kemampuan tanaman mencapai hasil tinggi. Pemberian air pada tanaman secara efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan tanaman dan kondisi tanah merupakan faktor penting bagi pertumbuhan dan hasil tanaman yaitu air sebagai pelarut sekaligus pengangkut hara dari tanah ke bagian tanaman. Kebutuhan akan air disetiap stadia tanaman berbeda-beda, pemberian air secara tepat akan meningkatkan hasil dan menekan terjadinya stres pada tanaman yang diakibatkan karena kekurangan dan kelebihan air. Perlindungan tanaman dilaksanakan untuk mengantisipasi dan mengendalikan serangan OPT dan DPI dengan meminimalkan kerusakan 32

42 atau penurunan produksi akibat serangan OPT. Pengendalian dilakukan berdasarkan prinsip dan strategi Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Khususnya pengendalian dengan pestisida merupakan pilihan terakhir bila serangan OPT berada di atas ambang ekonomi. Penggunaan pestisida harus memperhatikan jenis, jumlah dan cara penggunaannya sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku sehingga tidak menimbulkan resurjensi atau resistensi OPT atau dampak lain yang merugikan lingkungan. Penanganan panen dan pasca panen akan memberikan hasil yang optimal jika panen dilakukan pada waktu dan cara yang tepat yaitu tanaman dipanen pada masak fisiologis berdasarkan umur tanaman, kadar air dan penampakan visual hasil sesuai dengan diskripsi varietas. Pemanenan dilakukan dengan sistem kelompok yang dilengkapi dengan peralatan dan mesin yang cocok sehingga menekan kehilangan hasil. Hasil panen dikemas dalam wadah dan disimpan di tempat penyimpanan yang aman dari OPT dan perusak hasil lainnya sehingga mutu hasil tetap terjaga dan tidak tercecer. C. Pemilihan Teknologi PTT Komponen teknologi yang dipilih dan diterapkan oleh petani dalam melaksanakan GP-PTT adalah komponen teknologi PTT. Perakitan komponen teknologi budidaya dilakukan dengan cara penelusuran setiap alternatif komponen teknologi, jumlah yang mempengaruhi dan yang dipengaruhi. Apabila hal tersebut telah diketahui maka antar komponen teknologi dan aspek lingkungan dapat disinergikan. Pemilihan teknologi budidaya yang optimal dapat dilakukan dengan memaksimalkan 33

43 komponen teknologi yang saling sinergis dan meminimalkan komponen teknologi yang saling antagonis (berlawanan) sehingga diperoleh teknik budidaya dalam pendekatan PTT yang spesifik lokasi. Kombinasi komponen teknologi yang digunakan pada lokasi tertentu dapat berbeda dengan lokasi lainnya, karena beragamnya kondisi lingkungan pertanaman. Setiap teknologi dan kombinasi teknologi yang sedang dikembangkan pada suatu lokasi dapat berubah sejalan dengan perkembangan ilmu dan pengalaman petani di lokasi setempat. Untuk menetapkan paket teknologi GP-PTT yang akan dilaksanakan di setiap unit agar Dinas Pertanian Kabupaten/Kota berkomunikasi dan atau berkonsultasi dengan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) di masing masing wilayah. E. Keuntungan Penerapan Teknologi PTT 1. Meningkatkan kuantitas dan kualitas hasil usahatani, 2. Efisiensi biaya usaha tani dengan penggunaan teknologi yang tepat untuk masing-masing lokasi, 3. Kesehatan lingkungan tempat tumbuh pertanaman dan lingkungan kehidupan secara keseluruhan akan terjaga. 34

44 VI. GERAKAN PENERAPAN PTT (GP-PTT) JAGUNG A. Model Kawasan Tanaman Pangan Sesuai Peraturan Menteri Pertanian Nomor 50 Tahun 2012, tentang pedoman pengembangan kawasan pertanian, kawasan pertanian terdiri dari 1). Kawasan tanaman pangan, 2). Kawasan hortikultura, 3).Kawasan perkebunan dan 4). Kawasan peternakan. Adapun kawasan tanaman pangan adalah kawasan usaha tanaman pangan yang disatukan oleh faktor alamiah, sosial budaya, infrastruktur fisik buatan, serta dibatasi oleh agroekosistem yang sama sedemikian rupa sehingga mencapai skala ekonomi dan efektifitas manajemen usaha tanaman pangan. Kawasan tanaman pangan dapat berupa kawasan yang telah eksis atau calon lokasi baru, dan lokasinya dapat berupa hamparan atau spot partial namun terhubung dengan aksesbilitas yang memadai. Pengembangan kawasan pertanian tanaman pangan, seperti jagung pada tahun 2015, dilakukan melalui Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (GP-PTT). Untuk itu pada tahun 2015, tidak dikenal lagi SL-PTT Kawasan Pertumbuhan, Kawasan Pengembangan dan Kawasan Pemantapan. Kriteria khusus tanaman pangan/jagung dalam aspek luas agregat adalah ha/2-4 kecamatan dan atau disesuaikan dengan kondisi di lapangan dengan fasilitasi GP-PTT seluas ha. Rancangan kawasan jagung tahun 2015 di alokasikan di 166 Kabupaten/Kota pada 26 Provinsi seluas ha, seperti tercantum pada Lampiran 3. 35

45 Pada kawasan GP-PTT jagung, dalam upaya pencapaian target produktivitas >1 ton/ha seluruh Eselon I lingkup Kementerian Pertanian dan Eselon II lingkup Direktorat Jenderal Tanaman Pangan akan memberikan kontribusi kegiatannya guna mendukung pelaksanaan GP-PTT secara optimal. Untuk itu koordinasi, replikasi, nilai tambah, keberhasilan dan regulasi menjadi kata kunci guna menjamin keberhasilan kegiatan tersebut di tingkat lapangan. Selanjutnya dalam upaya peningkatan produktivitas dan produksi, areal di luar kawasan (non kawasan/rintisan/regular) tetap mendapat perhatian melalui pelaksanaan GP-PTT jagung seluas ha dengan luasan 500 ha per kabupaten. Pada GP-PTT jagung non kawasan ini, hanya akan mendapatkan stimulan dari kegiatan pengelolaan produksi tanaman serealia berupa bantuan saprodi termasuk benih, pertemuan kelompok dan pendampingan serta pengawalan tanpa dukungan kegiatan dari Eselon I lingkup Kementerian Pertanian dan atau Eselon II lingkup Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. GP-PTT dilaksanakan oleh kelompok tani yang sudah terbentuk dan masih aktif. Kelompok tani yang dimaksud diupayakan kelompok tani yang dibentuk berdasarkan hamparan, atau lokasi lahan usaha taninya diupayakan masih dalam satu hamparan setiap kelompok. Hal ini perlu untuk mempermudah interaksi antar anggota karena mereka saling mengenal satu sama lainnya dan diharapkan tinggal saling berdekatan sehingga bila teknologi GP-PTT sudah diadopsi secara individu akan mudah ditiru petani lainnya. Peserta GP-PTT wajib mengikuti setiap tahap pertanaman dan mengaplikasikan kombinasi komponen teknologi yang sesuai spesifik lokasi mulai dari pengolahan tanah, budidaya, penanganan panen dan pasca panen. 36

46 Pada setiap tahapan pelaksanaan, petani peserta diharapkan melakukan serangkaian kegiatan yang sudah direncanakan dan dijadwalkan. B. Penentuan Calon Lokasi Pemilihan penempatan calon lokasi GP-PTT dengan prioritas produktivitas masih berpotensi untuk ditingkatkan dan petaninya responsif terhadap teknologi. Pemilihan/penunjukan letak petak untuk pertemuan kelompok tani dengan pertimbangan terletak dibagian pinggir areal GP-PTT sehingga berbatasan langsung dengan areal di luar areal GP-PTT dengan harapan penerapan teknologi PTT mudah dilihat dan ditiru oleh petani diluar areal GP-PTT. Pertimbangan lainnya disesuaikan dengan kondisi di lapangan. Pemilihan/penunjukan letak petak pertemuan tersebut, dilakukan melalui musyawarah mufakat (disepakati bersama). Format CL dan CP disajikan pada Lampiran Penentuan Calon Lokasi a. Lokasi dapat berupa lahan kering atau lahan sawah tadah hujan (padipadi-jagung) yang produktivitas dan/atau indeks pertanamannya masih dapat ditingkatkan. Lokasi GP-PTT tahun anggaran 2015 diutamakan lokasi SL-PTT tahun anggaran 2014 dengan tetap memperhatikan kondisi di lapangan. Oleh karena itu Dinas Pertanian Provinsi dan Dinas Pertanian Kabupaten/Kota harus melakukan identifikasi lokasi-lokasi yang produktivitas masih dapat ditingkatkan. Untuk itu, CP/CL yang telah diverifikasi oleh Dinas Pertanian Provinsi, diharapkan sudah 37

47 disampaikan ke Direktorat Budidaya Serealia pada akhir bulan Januari 2015 sesuai format BPS sebagaimana pada Lampiran 5. b. Diprioritaskan bukan daerah endemis hama dan penyakit, bebas dari bencana kekeringan, kebanjiran dan sengketa. c. Areal GP-PTT, diusahakan agar berada dalam satu hamparan/kawasan yang strategis dan mudah dijangkau petani atau disesuaikan dengan kondisi di lapangan. d. Setiap 25 ha areal GP-PTT, diberi papan nama sebagai tanda/identitas lokasi pelaksanaan kegiatan. 2. Penentuan Calon Petani/Kelompok Tani Peserta GP-PTT a. Kelompok tani/petani yang dinamis, pro aktif dan bertempat tinggal dalam satu desa/wilayah yang berdekatan dan diusulkan oleh Kepala Desa, KCD dan atau Petugas/Penyuluh Lapangan. b. Petani yang dipilih adalah petani aktif yang memiliki lahan atau pun penggarap/penyewadan mau menerima teknologi baru. c. Bersedia mengikuti seluruh rangkaian kegiatan GP-PTT. d. Kelompok tani GP-PTT ditetapkan dengan Surat Keputusan Kepala Dinas Pertanian Kabupaten/Kota yang membidangi tanaman pangan selaku KPA, sebagaimana contoh pada Lampiran 6. C. Persyaratan Kelompok Tani Pelaksana GP-PTT 1. Kelompok tani tersebut masih aktif dan mempunyai kepengurusan yang lengkap yaitu minimal ada Ketua, Sekretaris dan Bendahara. 2. Menyusun RUK sebagaimana terlihat dalam Lampiran 8. 38

48 3. Kelompok tani penerima bantuan GP-PTT ditetapkan dengan Surat Keputusan Kepala Dinas Pertanian Kabupaten/Kota selaku KPA. 4. Memiliki rekening yang masih berlaku/masih aktif di Bank Pemerintah (BUMN atau BUMD/Bank Daerah) yang terdekat dan bagi kelompok tani yang belum memiliki, terlebih dahulu harus membuka rekening di bank. 5. Rekening bank diutamakan berupa rekening bank setiap kelompok tani namun dapat pula rekening gabungan kelompok tani (Gapoktan). Jika menggunakan rekening gapoktan, mekanisme pengaturan antar kelompok tani agar diatur lebih lanjut oleh Kepala Dinas Pertanian Kabupaten/Kota. 6. Membuat surat pernyataan bersedia dan sanggup menggunakan dana bantuan GP-PTT sesuai peruntukannya (RUK) dan sanggup mengembalikan dana apabila tidak sesuai peruntukannya sebagaimana terlihat dalam Lampiran 9. Adapun mekanisme pengembaliannya, sesuai peraturan perundangan yang berlaku. 7. Bersedia menambah biaya pembelian sarana produksi dan pendukung lainnya, bilamana bantuan Pemerintah Pusat tersebut tidak mencukupi/kurang. 8. Bersedia mengikuti seluruh rangkaian kegiatan GP-PTT. 9. Petani/kelompok tani penerima Bansos GP-PTT tidak diperkenankan menerima bansos dari kegiatan yang sama pada tahun anggaran berjalan. 39

49 D. Bantuan Pelaksanaan GP-PTT dan Pemanfaatannya Guna mendukung pelaksanaan GP-PTT jagung berbasis kawasan dan GP- PTT jagung non kawasan, seluruh areal yang ditetapkan dalam CP/CL akan mendapatkan fasilitasi berupa bantuan. Konsep ini berbeda dengan model SL-PTT Tahun 2014, seperti pada Gambar 2 berikut; Gambar 2. Perbandingan SL-PTT Tahun 2014 dengan GP-PTT Tahun 2015 Areal GP-PTT jagung berbasis kawasan maupun non kawasan sebagai stimulan direncanakan mendapatkan sarana produksi (benih, pupuk, pestisida, dan pertemuan kelompok tani), sedangkan insentif/bantuan transport bagi petugas pendamping (petugas dinas dan atau aparat/disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan), papan nama dan ubinan diberikan pada setiap 25 ha. 40

50 Bantuan saprodi yang diberikan dalam pelaksanaan GP-PTT Jagung, digunakan untuk: 1. Pembelian benih varietas unggul bersertifikat, dengan harga non subsidi. Tidak dibolehkan memanfaatkan/menggunakan benih bersubsidi yang disediakan pemerintah. Jumlah dan varietas yang akan digunakan dapat disesuaikan dengan kondisi setempat (spesifik lokasi), serta disetujui dan atau diketahui oleh Petugas Lapangan/Penyuluh, Dinas Pertanian Kabupaten/Kota dan BPTP setempat. Sumber benih dapat berasal dari kios benih, penangkar benih, produsen BUMN/BUMD/Swasta, dan atau dari sumber lain yang jelas, dan lain - lain. Kemasan dan label benih agar disimpan dengan baik. 2. Pembelian pupuk bersubsidi (urea, NPK, organik) dengan harga yang ditetapkan pemerintah. Untuk itu pastikan petani pelaksana telah tergabung dalam kelompok tani dan telah menyusun RDK dan RDKK. Adapun jenis pupuk dan dosis yang akan digunakan di lapangan, dapat disesuaikan dengan rekomendasi dan kondisi di masing-masing daerah (spesifik lokasi) serta disetujui dan atau diketahui oleh petugas lapangan/penyuluh, Dinas Pertanian Kabupaten/Kota dan BPTP setempat. Digunakan pula untuk pembelian pestisida yang jumlah dan dosis, disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan. Apabila rekomendasi di suatu lokasi memerlukan pupuk/pestisida jenis lainnya, maka apabila dana masih memungkinkan dapat dibiayai dari dana yang tersedia tersebut. Pupuk yang belum digunakan agar disimpan dan dijaga dengan baik agar mutunya tetap terjaga saat digunakan. Kemasan pupuk disimpan dengan baik. 41

51 3. Membiayai pertemuan kelompok, yang jumlahnya minimal 4 kali dan atau disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan. Pertemuan dilakukan oleh kelompok tani peserta GP-PTT dan bertempat di areal yang ditunjuk dan disepakati bersama (musyawarah mufakat). Peserta pertemuan adalah petani peserta dipandu oleh Petugas Lapangan (Penyuluh, POPT, PBT, Peneliti, Aparat dan petugas). Materi pertemuan, disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan dalam mendukung pelaksanaan GP-PTT tersebut. Apabila dibutuhkan, anggaran yang tersedia dapat pula digunakan untuk pelaksanaan Temu Lapangan Petani (FFD) dalam rangka sosialisasi kepada masyarakat, dengan mengundang petani sekitarnya, pemuda/i tani, tokoh masyarakat, petugas lapangan, aparat, stakeholder, dan lain - lain. Semua jenis pengeluaran saprodi, dituangkan dalam RUK (Rencana Usaha Kelompok), masing-masing Kelompok tani pelaksana GP-PTT baik kawasan maupun non kawasan/rintisan/regular. Kebutuhan sarana produksi dan pendukung lainnya yang tidak difasilitasi Pemerintah Pusat maupun kekurangannya, agar ditanggung dan diusahakan secara swadaya oleh anggota kelompok tani atau dari sumber lainnya. Hal ini dimaksudkan agar petani/kelompoktani ikut memiliki sehingga mempunyai tanggung jawab moral untuk mensukseskan GP-PTT jagung dalam rangka mendukung pencapaian sasaran produksi tahun Teknologi yang akan diterapkan pada GP-PTT (kawasan maupun non kawasan/rintisan/reguler), dikomunikasikan dan atau dikonsultasikan lebih dahulu dengan BPTP setempat dan sesuai dengan kondisi di lapangan 42

52 (spesifik lokasi) guna menjamin keberhasilan pelaksanaan kegiatan sehingga dapat menjadi pengungkit peningkatan produktivitas dan produksi. Bantuan sarana produksi merupakan Belanja Bantuan Sosial (BANSOS) pada akun dan penggunaannya dengan mekanisme transfer langsung ke rekening kelompoktani dalam bentuk uang dan sesuai pedoman serta peraturan perundang-undangan yang berlaku. Disamping itu, guna mendukung pelaksanaan GP-PTT Jagung, pemerintah memberikan pula stimulan berupa anggaran untuk penyediaan papan nama, pendampingan dan ubinan, dengan rincian penggunaan seperti berikut: 1. Digunakan untuk penyediaan papan nama. Papan nama merupakan identitas lokasi dimana kegiatan tersebut dilaksanakan. Papan nama diberikan setiap unit 25 ha). Bahan dan ukuran disesuaikan dengan anggaran yang tersedia (tidak harus dalam bentuk papan, namun dapat berupa tripleks, plastik sablon, dan atau lainnya) dan atau disesuaikan dengan kondisi di masing-masing lokasi. Apabila dipandang perlu menambah biaya untuk keperluan tersebut, dapat diupayakan dari swadaya petani/kelompok tani atau dari sumber-sumber lain yang sah dan diketahui petugas lapangan dan Dinas Pertanian Kabupaten/Kota. 2. Digunakan untuk membiayai pendampingan dan pengawalan, kegiatan GP-PTT baik kawasan maupun non kawasan di lapangan. Pendampingan dan atau pengawalan, dilakukan oleh petugas dinas kabupaten/kota termasuk Penyuluh, POPT, PBT, Mantri Tani atau Petugas lainnya sesuai kebutuhan di lapangan serta Aparat (Babinsa, Camat, Kades atau lainnya). Khusus pendampingan dan atau pengawalan oleh aparat, 43

53 keterlibatannya (pemanfaatan dan kebutuhan) disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan. Jumlah kunjungan/pendampingan dan atau pengawalan ke lapangan, disesuaikan dengan anggaran yang tersedia. Untuk itu, diperlukan koordinasi antara Dinas Pertanian Kabupaten/Kota dengan Bapeluh, Kodim, Korem, Babinsa dan Aparat Kecamatan sampai desa. 3. Digunakan untuk membiayai pelaksanaan ubinan bersama. Ubinan dilaksanakan pada kawasan maupun non kawasan/rintisan/regula GP-PTT Jagung. Setiap 25 ha, difasilitasi 1 unit ubinan dengan anggaran yang disediakan sebesar Rp ,-/unit, yang diperuntukkan untuk honor petugas ubinan (masing-masing 1 orang Mantri Tani dan 1 orang KSK) serta fasilitasi untuk pencatatan hasil ubinan dan pengirimannya ke pusat. Untuk itu, koordinasi dan sinergitas antara Dinas Pertanian Kabupaten/Kota dan BPS Kabupaten sangat diperlukan. Data ubinan merupakan salah satu indikator keberhasilan pelaksanaan GP-PTT baik pada kawasan maupun non kawasan/rintisan/reguler. Format ubinan seperti pada Lampiran 16. Bantuan anggaran untuk pelaksanaan pengadaan papan nama, bantuan transport untuk pendampingan dan pengawalan petugas dan aparat serta ubinan dialokasikan pada Satker Dinas Pertanian Kabupaten/Kota yang membidangi tanaman pangan dan penggunaannya disesuaikan dengan kondisi di lapangan dan sesuai dengan pedoman serta peraturan perundangundangan yang berlaku. Pada Satker Dinas Pertanian Kabupaten/Kota yang membidangi tanaman pangan, disediakan pula anggaran untuk melaksanakan pembinaan dalam 44

54 arti luas yang mencakup perencanaan, pembinaan dan monitoring serta evaluasi, baik daerah yang mendapatkan alokasi GP-PTT Jagung maupun yang tidak. Untuk jelasnya rincian kegiatan dapat dilihat pada POK Pengelolaan Produksi Tanaman Serealia Tahun Selanjutnya agar kegiatan GP-PTT berbasis kawasan tersebut berkontribusi pada produksi tahun 2015, maka diharapkan pelaksanaan GP-PTT Jagung diharapkan sudah dilaksanakan pada awal tahun 2015 (Akhir MH 2014/2015 sampai MK II 2015), kecuali secara teknis dan kondisi lapangan tidak memungkinkan dilaksanakan. Untuk itu, penyaluran dana bansos diharapkan terealisasi 100% pada akhir bulan Agustus Di samping itu agar segera mengambil langkah-langkah dan mempersiapkan secara terencana, akurat dan efektif melalui koordinasi dengan instansi terkait antara lain Dinas Pengairan, BMKG, Penyedia Benih, Pupuk, Alsintan dan lain sebagainya agar pelaksanaan tepat waktu dan tepat sasaran. Sebagai salah satu bentuk peningkatan kualitas GP-PTT Jagung di lapangan, maka pembinaan, pendampingan dan pengawalan yang telah dilakukan pada tahun 2013 perlu lebih ditingkatkan dengan melibatkan petugas dinas dan aparat. Untuk itu, Dinas Pertanian Kabupaten/Kota perlu melakukan koordinasi yang lebih intensif, sosialisasi serta sinergi kegiatan dengan instansi terkait baik di lingkup Kementerian Pertanian, TNI-AD (Pangdam, Dandim, Kodim, Korem, Babinsa) dan stake holders. Pendampingan dan pengawalan dilakukan oleh Petugas Dinas Provinsi dan Kabupaten/Kota termasuk Penyuluh/PPL, POPT, PBT, KCD, Mantri Tani atau petugas lain sesuai kebutuhan di masing-masing lokasi; dan Aparat (TNI-AD 45

55 beserta jajarannya/babinsa, Camat dan Kades atau lainnya) serta petugas pusat. Pengawalan GP-PTT dilakukan pula oleh para Peneliti BPTP di masingmasing lokasi yang penugasannya melalui Surat Keputusan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Selanjutnya Posko P2BN pada setiap tingkatan (Kabupaten/Kota dan Provinsi) harus lebih diaktifkan guna melakukan koordinasi dan sinergi dengan berbagai pihak dan instansi terkait untuk turun bersama memantau kondisi di lapangan, menggerakkan percepatan tanam/panen serentak, pemeliharaan tanaman dan mengetahui segala permasalahannya untuk selanjutnya diselesaikan agar tidak menjadi penghambat dalam merealisasikan kegiatan. Hal-hal yang lebih teknis dan operasional di lapangan agar dapat diatur dan diuraikan dalam Petunjuk Teknis (JUKNIS) GP-PTT yang disusun/dibuat oleh Dinas Pertanian Kabupaten/Kota secara lebih rinci dan jelas guna menghindari penafsiran yang berbeda-beda oleh petugas lapangan sedangkan Dinas Pertanian Provinsi menjabarkan Pedoman Teknis dalam bentuk Petunjuk Pelaksanaan (JUKLAK) GP-PTT. 46

56 VII. PENGORGANISASIAN DAN OPERASIONAL GP-PTT A. Pengorganisasian GP-PTT Agar pelaksanaan GP-PTT terkoordinasi dan terpadu mulai dari kelompok tani, kabupaten, provinsi sampai ke tingkat pusat maka perlu dibentuk tim pengendali tingkat pusat, tim pembina tingkat provinsi, tim pelaksana tingkat kabupaten/kota serta tim pelaksana tingkat kecamatan. Tim pengendali tingkat pusat, ditetapkan dengan Surat Keputusan Direktur Jenderal Tanaman Pangan. Tim pembina tingkat provinsi ditetapkan dengan Surat Keputusan Gubernur/Kepala Dinas Pertanian Provinsi yang bersangkutan. Sedangkan tim pelaksana tingkat kabupaten/kota serta kecamatan, ditetapkan dengan Surat Keputusan Bupati/Walikota. Tim pembina tingkat provinsi serta tim pelaksana tingkat kabupaten/kota dan tim pelaksana kecamatan melaksanakan kegiatan koordinasi pelaksanaan GP-PTT melalui Pos Simpul Koordinasi (POSKO) mulai dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten/kota sampai tingkat provinsi. B. Operasionalisasi GP-PTT Tim Pengendali Pusat melakukan koordinasi dan sinergisitas program dan kegiatan antar instansi terkait untuk kelancaran pelaksanaan GP-PTT. Tim Pembina Tingkat Provinsi melakukan koordinasi dan mengorganisir Tim Pelaksana Tingkat Kabupaten/Kota untuk dapat melaksanakan GP-PTT sesuai sasaran. Pembinaan dilakukan mulai sejak perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan serta evaluasi. Tim Pelaksana Tingkat Kabupaten/Kota dan kecamatan melakukan langsung pelaksanaan GP-PTT 47

57 dengan mengorganisir dan menggerakkan Kepala Cabang Dinas Pertanian Kecamatan (KCD), Penyuluh, POPT, PBT, Kepala Desa, Babinsa, Kelompok tani, dan petani dalam melaksanakan GP-PTT sesuai sasaran. Pengorganisasian/gerakan dilakukan mulai sejak perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan serta evaluasi. Tim Pelaksana Kabupaten/Kota juga melakukan administrasi kegiatan sesuai prosedur dan peraturan perundangundangan yang berlaku. 48

58 VIII. TATA KELOLA PENCAIRAN BANTUAN SOSIAL TRANSFER UANG (SARANA PRODUKSI) A. Prosedur Pengajuan Bantuan Sosial Sarana Produksi Dinas Pertanian Kabupaten/Kota melakukan identifikasi calon petani dan calon lokasi (CPCL) bantuan sarana produksi dan menganalisa serta melakukan verifikasi secara obyektif dengan memperhatikan kriteria yang dipersyaratkan. CPCL harus sesuai dengan format BPS sesuai pada Lampiran 5. B. Penetapan Penerima Bantuan Sosial 1. Kepala Dinas Pertanian Kabupaten/Kota menetapkan calon penerima bantuan dalam bentuk Surat Keputusan Kepala Dinas tentang penetapan kelompok tani pelaksana GP-PTT Jagung penerima bantuan sarana produksi jagung yang disahkan dengan Surat Keputusan Kepala Dinas Pertanian Kabupaten/Kota selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) tentang pengesahan calon penerima bantuan. Penetapan Surat Keputusan ini harus sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.05/2012 tentang Belanja Bantuan Sosial Pada Kementerian Negara/Lembaga; 2. Surat Keputusan penerima bantuan sosial paling sedikit memuat: a. Identitas penerima bantuan sosial; sesuai dengan format BPS (nama kelompok tani/gapoktan, nama ketua dan alamat lengkap (desa, kecamatan), serta nomor rekening kelompok tani/gapoktan); 49

59 b. Nilai barang/sarana bantuan sosial; c. Jenis dan jumlah barang/sarana yang akan diberikan/atau nilai uang. C. Prosedur Pencairan dan Penyaluran Dana Bantuan Sosial untuk Sarana Produksi (Lampiran 10). 1. Kelompok tani harus menyusun Rencana Usaha Kelompok (RUK) yang ditanda-tangani ketua kelompok tani, bendahara kelompok tani, dan penyuluh/petugas pertanian (format seperti Lampiran 8.) 2. Ketentuan dalam penyusunan RUK adalah sebagai berikut: a. Bantuan sosial yang bisa dicairkan adalah sesuai luasan rencana tanam sesuai CPCL; b. Total bantuan sosial yang bisa dicairkan adalah luas rencana tanam dikalikan dengan harga satuan maximum sesuai dengan RKAKL; c. Penggunaan anggaran disesuaikan dengan kebutuhan spesifik lokasi, dengan indikasi sebagai berikut: 1) Pupuk Urea, rekomendasi kebutuhan per ha = 100 kg, harga satuan sesuai dengan HET setempat. 2) Pupuk NPK, rekomendasi kebutuhan per ha = 300 kg, harga satuan sesuai dengan HET setempat. 3) Pupuk Organik, rekomendasi kebutuhan per ha = kg, harga satuan sesuai dengan HET setempat. 50

60 4) Benih, standar kebutuhan per ha = 15 kg, harga satuan setempat. 5) Pestisida, rekomendasi kebutuhan per ha = 2 liter, harga satuan sesuai HET setempat. d. Kelompok tani diperbolehkan memilih dan menentukan sendiri jenis, merek dan varietas sarana produksi yang diperlukan tetapi tetap dengan mengacu pada peraturan yang terkait peredaran pupuk, pestisida dan benih. e. Jika harga sarana produksi yang dibeli kelompok tani lebih tinggi dari harga satuan atau kebutuhan anggaran lebih tinggi dari RKAKL maka kelompok tani boleh/harus menambahkan kekurangan anggaran secara swadaya. e. Jika harga sarana produksi yang dibeli kelompok tani lebih rendah dari harga satuan maka kelompok tani harus mengembalikan sisa anggaran ke kas negara atau maksimum mencairkan alokasi anggaran sesuai kebutuhannya. D. Prosedur Pengadaan Sarana Produksi 1. Setelah dana dicairkan dan masuk ke rekening kelompok tani, maka kelompok tani dapat membeli sendiri saprodi yang dibutuhkan sesuai RUK. 2. Pembelian dapat dilakukan dengan cara langsung (secara eceran) ke kios/toko terdekat atau secara partai besar (bulk) dengan pembelian 51

61 secara kontrak pembelian (purchase order) dengan pihak lain (toko besar/distributor/agen/reseller). 3. Dalam rangka akuntabilitas pengadaan sarana produksi, maka kelompok tani harus: a. Menyimpan tanda bukti pembelian sarana produksi (kuitansi, kontrak/purchase order, bukti transfer, dan lain-lain). b. Mencatat semua nomor seri label benih dan label pestisida yang diterima. c. Mencatat semua nomor seri karung/kantung/botol/sachet pupuk/saprodi yang dibeli. d. Menyimpan sarana produksi yang belum digunakan secara benar untuk menjaga kualitas. e. Membuat pernyataan penerimaan dana bantuan sosial (Lampiran 9.) 4. Dalam rangka pengawasan pengadaan sarana produksi oleh kelompok tani, maka kepala dinas pertanian kabupaten/kota harus: a. Melakukan verifikasi dokumen pembelian (kuitansi, kontrak, dan lain-lain). b. Mem-fotocopy dokumen pembelian (kuitansi, kontrak, dan lainlain) sebagai arsip dan salinan untuk keperluan pemeriksaan (audit). 52

62 5. Apabila terjadi perubahan/penyimpangan pengadaan sarana produksi oleh kelompok tani (dari RUK), maka kelompok tani harus mengembalikan sisa dana bantuan sosial yang tidak terpakai ke kas negara. 6. Kegiatan pengadaan harga barang/saprodi adalah termasuk biaya distribusi barang sampai ke lokasi poktan/gapoktan yang terpilih pelaksana kegiatan. E. Prosedur Pemanfaatan Bantuan Sosial 1. Sarana produksi jagung tersebut segera dimanfaatkan oleh kelompok tani/gapoktan. 2. Kelompok tani/gapoktan penerima bantuan harus melakukan penanaman pada musim tanam 2015/2016, serta bersedia dan sanggup untuk melaksanakan penanaman, pemeliharaan, sampai panen di areal pertanaman yang mendapat bantuan terserbut. Kesediaan ini dituangkan dalam surat perjanjian antara kelompok tani/gapoktan penerima bantuan dengan dinas pertanian kabupaten/kota yang menyatakan bahwa bantuan sarana tersebut dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi jagung tahun 2015, sesuai format Lampiran 9. 53

63 IX. KRITERIA TEKNIS BANTUAN SOSIAL Kriteria teknis sarana produksi jagung dalam kegiatan Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (GP-PTT) Jagung Tahun 2015 adalah sebagai berikut: A. Benih 1. Benih yang dapat digunakan adalah benih jagung hibrida bersertifikat; 2. Varietas jagung yang dipilih adalah varietas yang sesuai dengan kondisi lokasi, memiliki potensi hasil minimum 11 ton per hektar (pipilan kering), rata-rata hasil minimal 9 ton per hektar dan tahan/agak tahan/toleran penyakit bulai. Contoh varietas yang memenuhi kriteria teknis terlampir di Lampiran 17. B. Pupuk Urea, NPK dan Organik 1. Pupuk urea yang digunakan adalah pupuk urea bersubsidi; 2. Pupuk NPK yang digunakan adalah pupuk NPK bersubsidi; 3. Pupuk Organik yang digunakan boleh pupuk organik bersubsidi atau pupuk organik produksi lokal yang telah mendapat sertifikasi atau mendapat rekomendasi oleh Dinas Pertanian Provinsi/Kabupaten/Kota. C. Pestisida Pestisida yang digunakan adalah pestisida untuk pengendalian gulma (herbisida), pengendalian serangan penyakit akibat cendawan (fungisida) dan pengendalian serangan serangga (insektisida). Pemilihan jenis pestisida disesuaikan dengan kebutuhan spesifik lokasi yang mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 54

64 X. BIMBINGAN, PEMBINAAN DAN PENDAMPINGAN Bimbingan, pembinaan dan pendampingan dilaksanakan secara periodik mulai dari persiapan sampai dengan panen dan berjenjang mulai dari pusat, provinsi, kabupaten/kota dan kecamatan serta desa seperti terlihat dalam rencana jadwal pelaksanaan pada Lampiran 11. A. Pusat melakukan koordinasi, supervisi dan pembinaan pelaksanaan GP- PTT di provinsi dan kabupaten/kota sesuai dengan ketersediaan dana. B. Provinsi melakukan koordinasi, supervisi, pembinaan dan pengawalan pelaksanaan GP-PTT di kabupaten/kota diharapkan minimal 2 (dua) kali selama musim tanam sesuai dengan ketersediaan dana. C. Kabupaten melakukan koordinasi dan pembinaan pelaksanaan GP-PTT di tingkat lapangan/kelompoktani pelaksana GP-PTT diharapkan minimal 4 (empat) kali selama musim tanam disesuaikan dengan ketersediaan dana. Melakukan pendampingan kelompok tani pelaksana GP-PTT dalam menerapkan paket teknologi spesifik lokasi dan membantu kelancaran distribusi bantuan GP-PTT dan lain - lain. D. Pengawalan dan pendampingan oleh Badan Litbang Pertanian melalui BPTP. E. Pengawalan dan pendampingan oleh peneliti dilakukan di seluruh daerah pelaksana GP-PTT yang disesuaikan dengan kondisi di lapangan dan ketersediaan dana yang ada di masing-masing BPTP setempat. Pendampingan dan pengawalan GP-PTT perlu mengedepankan teknologi spesifik lokasi yang sinergisitas, yakni teknologi yang 55

65 mengutamakan peningkatan produktivitas dan pengurangan kehilangan hasil serta pendekatan teknologi yang memperhatikan sub-ekosistem setempat. Di samping melakukan pengawalan dan pendampingan, peneliti/ BPTP dapat melakukan display varietas berdampingan dengan lokasi GP-PTT. 56

66 XI. MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN A. Monitoring Kegiatan monitoring dilaksanakan secara periodik mulai dari persiapan sampai dengan panen oleh petugas pusat, provinsi dan kabupaten/kota sebagaimana terlihat dalam rencana jadwal pelaksanaan pada Lampiran 11. Monitoring meliputi perkembangan pelaksanaan GP-PTT, hasil yang telah dicapai dan lain lain. B. Evaluasi Kegiatan evaluasi dilaksanakan oleh petugas pusat, provinsi dan kabupaten/kota setelah seluruh rangkaian kegiatan dalam GP-PTT selesai sebagaimana terlihat dalam rencana jadwal pelaksanaan pada Lampiran 11. Evaluasi meliputi 1) Komponen kegiatan pelaksanaan GP-PTT, 2) Tingkat pencapaian sasaran areal dan hasil, 3) Kenaikan produktivitas di lokasi GP- PTT (Ubinan), 4) Penerapan komponen teknologi PTT dan 5). Lain-lain. C. Pelaporan Kegiatan pelaporan dilaksanakan oleh petugas provinsi, kabupaten/kota dan kecamatan serta desa/unit GP-PTT secara periodik setiap bulan. Pelaporan dilakukan secara berjenjang yaitu dari Pemandu Lapangan ke Dinas Pertanian Kabupaten/Kota, dari Dinas Pertanian Kabupaten/Kota ke Dinas Pertanian Provinsi dan dari Dinas Pertanian Provinsi ke Direktorat Jenderal Tanaman Pangan c/q Direktorat Budidaya Serealia. Laporan meliputi pelaksanaan GP-PTT, hasil yang telah diperoleh, dan lain - lain sebagaimana terlihat dalam format laporan (Lampiran 12,13,14, dan 15). 57

67 Laporan akhir memuat hasil evaluasi, kesimpulan, saran serta data dukung lainnya dan lain-lain. Laporan ke pusat disampaikan ke Direktorat Budidaya Serealia Jl. AUP No. 3 Pasar Minggu Jakarta Selatan 12520; Telp. (021) ; Faximile (021) ; serealiapangan@yahoo.com. Kinerja penyampaian laporan akan dijadikan salah satu dasar penentuan Tahun anggaran 2016 sebagai penerapan azas reward and punishment. 58

68 XII. PENUTUP Peningkatan produktivitas jagung melalui peningkatan kualitas GP-PTT melalui pendekatan kawasan skala luas, merupakan salah satu terobosan yang diharapkan mampu memberikan kontribusi yang lebih besar dalam pencapaian sasaran produksi jagung nasional. GP-PTT akan berhasil meningkatkan produksi dan pendapatan petani apabila didukung oleh semua pihak termasuk pemangku kepentingan baik hulu, on farm maupun hilir serta terciptanya koordinasi pelaksanaan GP- PTT yang sinkron dan sinergis pada setiap tingkat pemerintahan mulai dari pusat, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan sampai tingkat desa. Untuk itu diperlukan niat tulus dari seluruh stakeholders, pola gerakan yang seiring seirama terpadu terkoordinasi terpantau mulai dari pusat sampai lapangan, upaya dan dukungan yang luar biasa karena sasaran yang diminta luar biasa, dari seluruh pelaku usaha, pemangku kepentingan dan masyarakat tani, kecepatan pengambilan keputusan dalam menyelesaikan masalah dan komitmen seluruh pemangku kepentingan. Peran Gubernur dan Bupati/Walikota sangat besar dalam mendukung setiap kegiatan pembangunan tanaman pangan di daerah termasuk GP-PTT. Untuk itu Kepala Dinas Pertanian Provinsi dan Kepala Dinas Kabupaten/Kota diharapkan berupaya meyakinkan Gubernur/Bupati/Walikota untuk memberi perhatian serius terhadap keberhasilan kegiatan pembangunan tanaman pangan terutama pelaksanaan GP-PTT jagung serta pengembangan serealia di wilayahnya untuk meningkatkan produksi dan kesejahteraan petani. 59

69 Sebagai catatan penting bahwa pelaksanaan GP-PTT diharapkan sebagai pengungkit untuk mencapai sasaran produktivitas dan produksi tahun 2015 serta swasembada jagung berkelanjutan. 60

70 LAMPIRAN 61

71 Lampiran 1. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Panen, Produktivitas dan Produksi Jagung Tahun 2015 No Provinsi Luas Tanam Luas Panen Provitas (Ku/Ha) Produksi (Ton) 1 Aceh , Sumatera Utara , Sumatera Barat , Riau , Jambi , Sumatera Selatan , Bengkulu , Lampung , Kep. Bangka Belitung , Kepulauan Riau , D K I Jakarta Jawa Barat , Jawa Tengah , D I Yogyakarta , Jawa Timur , Banten , B a l i , Nusa Tenggara Barat , Nusa Tenggara Timur , Kalimantan Barat , Kalimantan Tengah , Kalimantan Selatan , Kalimantan Timur , Kalimantan Utara , Sulawesi Utara , Sulawesi Tengah , Sulawesi Selatan , Sulawesi Tenggara , Gorontalo , Sulawesi Barat , Maluku , Maluku Utara , Papua Barat , Papua , JUMLAH ,

72 Lampiran 2. Rekapitulasi Areal GP-PTT Jagung Tahun

73 Lokasi GP-PTT Jagung Tahun 2015 Lampiran 3. 64

74 65

75 66

76 67

77 68

78 69

79 DAFTAR CALON PETANI DAN CALON LOKASI PENERIMA BANSOS GP-PTT TAHUN 2015 Lampiran 4. 4piran Nama Poktan / Gapoktan : Jumlah Anggota Kelompok : Desa : Kecamatan : Kabupaten : Kawasan/Non Kawasan : Komoditi : No. Nama Petani Luas Areal (ha) Kebutuhan Benih (kg) Varietas Jadwal Tanam dst Jumlah Mengetahui KCD/Penyuluh Ketua Kelompoktani Nama. Nama. 70

80 Lampiran 5. 4piran 71

81 Lampiran 6 SURAT KEPUTUSAN KEPALA DINAS PERTANIAN KABUPATEN/KOTA NOMOR : TENTANG PENETAPAN KELOMPOKTANI PENERIMA DANA BANTUAN SOSIAL (BANSOS) GP-PTT...)* TAHUN ANGGARAN 2015 KEPALA DINAS PERTANIAN KABUPATEN/KOTA Menimbang : a. Bahwa ketahanan pangan nasional perlu terus diupayakan melalui peningkatan produksi untuk menjamin kecukupan pangan yang semakin meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. b. Bahwa peningkatan produksi padi dan jagung tahun 2015 difokuskan pada peningkatan produktivitas melalui penerapan teknologi dalam GP-PTT. c. Bahwa pelaksanaan GP-PTT padi dan jagung untuk peningkatan produksi, produktivitas dan pendapatan petani perlu ditetapkan kelompoktani penerima Bansos GP-PTT tahun d. Bahwa sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b dan c perlu ditetapkan Kelompoktani Penerima Bantuan GP-PTT Padi dan Jagung Tahun Anggaran Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor... Tahun... tentang...; 2. Surat Keputusan... Nomor... Tahun... tentang...; 3. Peraturan Daerah Kabupaten / Kota Nomor... Tahun... tentang...; 4. dst 72 72

82 Memperhatikan : 1. DIPA Dinas Pertanian Kabupaten / Kota Nomor... Tanggal... Bulan... Tahun... Menetapkan : 2. Pedoman Teknis Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (GP-PTT) Padi, Jagung Tahun MEMUTUSKAN PERTAMA : Penetapan Kelompoktani penerima bantuan GP-PTT...*) tahun anggaran 2015 sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini. KEDUA : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam penetapan ini maka akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya. Ditetapkan di :... Pada Tanggal :... Kepala Dinas Pertanian Kabupaten/Kota... NIP.... Tembusan : 1. Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian RI di Jakarta 2. Bupati / Walikota di Kepala Dinas Pertanian Provinsi di dst. *) disesuaikan dengan komoditi (GP-PTT jagung hibrida dan jagung komposit) **) disesuaikan dengan sumber bantuan 73 73

83 Lampiran Surat Keputusan Kepala Dinas Kabupaten/Kota Penetapan Kelompoktani Penerima Dana Bansos untuk Sarana Produksi dan Dana Pertemuan Kelompok GP-PTT Tahun 2015 Lampiran 7. No dst Nama Kelompok Tani/ Gapoktan Jumlah Nama Ketua Desa Alamat Kecamatan Nomor Rekening Jumlah (Rp.) Alamat Bank Cabang, Unit Ditetapkan,Tgl.Bln.Tahun 2015 Kepala Dinas Pertanian Kabupaten/Kota, 74 Nama NIP 74

84 Rencana Usaha Kelompok (RUK) Pelaksana GP-PTT Tahun 2015 Lampiran 8. 4piran Nama Kelompok Tani : Alamat Kelompok Tani : Luas Lahan : Jumlah Anggota Kelompok : Rincian Kebutuhan Kel. : Komoditi : Varietas : No Uraian Kebutuhan Jenis Volume (Kg) Harga Satuan (Rp.) Jumlah (Rp) dst Jumlah Mengetahui,...,... Penyuluh/Petugas Pertanian Bendaraha Kelompok, Ketua Kelompok, Nama Nama Nama NIP Anggota Kelompok, Anggota Kelompok, 75 Nama Nama 75

85 SURAT PERNYATAAN PENERIMAAN BANSOS DAN PENGGUNAAN BANSOS Lampiran 9. Yang bertandatangan di bawah ini adalah nama :.. selaku Ketua Kelompoktani... Desa. Kecamatan.. Kabupaten dengan ini menyatakan bahwa dana yang kami terima sebesar Rp dan akan kami gunakan : a. Untuk pembelian saprodi GP-PTT b. Biaya pertemuan Kelompoktani c. Bersedia dan sanggup untuk melaksanakan penanaman, pemeliharaan sampai panen di areal GP-PTT dan sanggup mengembalikan dana apabila tidak sesuai peruntukannya. Demikian Surat Pernyataan ini kami buat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya. Mengetahui Petugas Lapangan Ketua Kelompoktani Materai (...) (...) 76 76

86 MEKANISME PENCAIRAN DANA BANTUAN GP-PTT POLA BANTUAN LANGSUNG MASYARAKAT (BLM) TA Lampiran 10. Pembentukan Tim Teknis Kab/Kota Menyusun Juknis dan Kriteria Seleksi CP/CL KPA/PPK SPP-LS SPM-LS KPPN Seleksi Tahap-I Administrasi Seleksi Tahap-II Penilaian Proposal/Usulan Kelompoktani Forum Musyawarah & Berita Acara CP/CL Menyusun RUK didampingi PPL & diverifikasi Tim Teknis Kab/Kota SP2D Penetapan Kelompoktani Kelompok Sasaran Membuka Rekening di Bank Bank terdekat Pencairan dana dari rekening melalui persetujuan Kepala Dinas Pertanian Kabupaten/Kota setelah diverifikasi oleh Tim Teknis/Tim Verifikasi Kabupaten/Kota 77 77

87 Lampiran 11. RENCANA PELAKSANAAN GP-PTT JAGUNG TAHUN piran NO KEGIATAN 1 Penyusunan Juklak dan Juknis 2 Pembentukan Tim Teknis 3 Sosialisasi 4 Finalisasi CP/CL 5 Penyusunan dan Pengiriman RUK, Rekening Poktan/Gapoktan ke Kabupaten/ Kota, Provinsi, dan Pusat 6 Proses Administrasi Keuangan 7 Penyerapan dan Penyaluran Dana Bansos ke Rekening Kelompok 8 Peningkatan Kemampuan Petugas Pemandu Lapangan 9 Pelaksanaan 1. Tanam 2. Pemeliharaan 3. Panen 10 Pembinaan 11 Monitoring 12 Evaluasi 13 Pelaporan BULAN JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES 78

88 KECAMATAN : BULAN : No Desa Poktan BLANGKO LAPORAN BULANAN KECAMATAN REALISASI GP-PTT KAWASAN / NON KAWASAN JAGUNG HIBRIDA TAHUN 2015 Dilaksanakan MH 15/16 (Ha) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) 1 A , , B , , dst Jumlah Jumlah Luas Areal (Ha) Jumlah SL-PTT ( Unit ) Realisasi Tanam (Ha) (%) Luas (Ha) Realisasi Panen Provitas (ku/ha) Produksi (ton) , , Lampiran 12. 4piran Keterangan., tgl,, bulan,.., tahun Petugas Penyuluh Pertanian / Kepala Cabang Dinas Pertanian Nama NIP 79

89 BLANGKO LAPORAN BULANAN KABUPATEN REALISASI GP-PTT KAWASAN/NON KAWASAN JAGUNG HIBRIDA TAHUN 2015 Lampiran 13. 4piran KABUPATEN BULAN : : Pengajuan Ke Jumlah Luas SK Realisasi Tanam Realisasi Panen Bank Dilaksanaka Keteran No Kecamatan Areal Penetapan Proses Cair Provitas Produksi n MH 15/16 gan Desa Poktan (Ha) CPCL (Ha) (Ha) (%) (Ha) (Ha) (Ha) (Ku/Ha) (Ton) (Ha) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) 1 2 dst Jumlah, tgl,.., bulan,, tahun Tim Teknis Tingkat Kabupaten/Kota/ Kepala Dinas Pertanian Kabupaten/Kota Nama NIP 80

90 Lampiran

91 Lampiran 15. 4piran 82

92 Lampiran 16. 4piran 83

93 Lampiran 17. Daftar varietas jagung hibrida dengan potensi hasil minimal 11 ton/ha, ratarata hasil minimal 9 ton/ha per ha dan tahan/agak tahan/toleran terhadap bulai 84

94 85

95 86

96 87

97 88

98 89

DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN, HASIL SEMBIRING NIP

DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN, HASIL SEMBIRING NIP KATA PENGANTAR Jagung merupakan komoditas tanaman pangan yang memiliki peranan penting dan strategis dalam pembangunan nasional. Saat ini, jagung tidak hanya digunakan sebagai bahan pangan tetapi juga

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR Jagung merupakan komoditas tanaman pangan yang memiliki peranan penting dan strategis dalam pembangunan nasional. Saat ini, jagung tidak hanya digunakan sebagai bahan pangan tetapi juga

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN Nomor : 6/HK.310/C/1/2013

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN Nomor : 6/HK.310/C/1/2013 1 KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN Nomor : 6/HK.310/C/1/2013 T E N T A N G PEDOMAN TEKNIS SEKOLAH LAPANGAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU

Lebih terperinci

Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung

Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung Siwi Purwanto Direktorat Budi Daya Serealia, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan PENDAHULUAN Jagung (Zea mays) merupakan salah satu

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk di dunia semakin meningkat dari tahun ketahun. Jumlah penduduk dunia mencapai tujuh miliar saat ini, akan melonjak menjadi sembilan miliar pada

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi, Jagung, Kedelai dan Kacang Tanah Tahun 2010

PEDOMAN PELAKSANAAN Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi, Jagung, Kedelai dan Kacang Tanah Tahun 2010 PEDOMAN PELAKSANAAN Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi, Jagung, Kedelai dan Kacang Tanah Tahun 2010 KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN 2010 KEMENTERIAN PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian adalah bagian dari pembangunan ekonomi yang berupaya dalam mempertahankan peran dan kontribusi yang besar dari sektor pertanian terhadap pembangunan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi...

PENDAHULUAN. Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi... Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi... PENDAHULUAN P ada dasarnya pengelolaan tanaman dan sumber daya terpadu (PTT) bukanlah suatu paket teknologi, akan tetapi lebih merupakan metodologi atau

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN

DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA PROGRAM DAN KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN 2015 Evaluasi Capaian Kinerja Pembangunan Tanaman

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN. Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi, Jagung dan Kedelai Tahun 2009

PEDOMAN PELAKSANAAN. Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi, Jagung dan Kedelai Tahun 2009 PEDOMAN PELAKSANAAN Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi, Jagung dan Kedelai Tahun 2009 DEPARTEMEN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN 2009 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL TANAMAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Petunjuk teknis ini disusun untuk menjadi salah satu acuan bagi seluruh pihak yang akan melaksanakan kegiatan tersebut.

KATA PENGANTAR. Petunjuk teknis ini disusun untuk menjadi salah satu acuan bagi seluruh pihak yang akan melaksanakan kegiatan tersebut. KATA PENGANTAR Kekayaan sumber-sumber pangan lokal di Indonesia sangat beragam diantaranya yang berasal dari tanaman biji-bijian seperti gandum, sorgum, hotong dan jewawut bila dikembangkan dapat menjadi

Lebih terperinci

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM Hingga tahun 2010, berdasarkan ketersediaan teknologi produksi yang telah ada (varietas unggul dan budidaya), upaya mempertahankan laju peningkatan produksi sebesar

Lebih terperinci

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Anton J. Supit Dewan Jagung Nasional Pendahuluan Kemajuan teknologi dalam budidaya jagung semakin

Lebih terperinci

PENCAPAIAN TARGET SWASEMBADA JAGUNG BERKELANJUTAN PADA 2014 DENGAN PENDEKATAN SISTEM DINAMIS

PENCAPAIAN TARGET SWASEMBADA JAGUNG BERKELANJUTAN PADA 2014 DENGAN PENDEKATAN SISTEM DINAMIS BAB III PENCAPAIAN TARGET SWASEMBADA JAGUNG BERKELANJUTAN PADA 2014 DENGAN PENDEKATAN SISTEM DINAMIS Uning Budiharti, Putu Wigena I.G, Hendriadi A, Yulistiana E.Ui, Sri Nuryanti, dan Puji Astuti Abstrak

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN Nomor : /HK../C/ /2014

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN Nomor : /HK../C/ /2014 KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN Nomor : /HK../C/ /2014 T E N T A N G PEDOMAN TEKNIS SEKOLAH LAPANGAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL-PTT)

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi

BAB I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi manfaat tidak saja digunakan sebagai bahan pangan tetapi juga sebagai bahan baku industri

Lebih terperinci

POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT

POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT Ir. Mewa Ariani, MS Pendahuluan 1. Upaya pencapaian swasembada pangan sudah menjadi salah satu

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN KACANG-KACANGAN DAN UMBI-UMBIAN TAHUN 2010

PEDOMAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN KACANG-KACANGAN DAN UMBI-UMBIAN TAHUN 2010 PEDOMAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN KACANG-KACANGAN DAN UMBI-UMBIAN TAHUN 2010 KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN JAKARTA, 2010 KATA PENGANTAR Tanaman kacang-kacangan dan umbi-umbian

Lebih terperinci

Gambar 3.6: Hasil simulasi model pada kondisi eksisting

Gambar 3.6: Hasil simulasi model pada kondisi eksisting Dari hasil analisi sensitivitas, maka diketahui bahwa air merupakan paremater yang paling sensitif terhadap produksi jagung, selanjutnya berturut-turut adalah benih, pupuk, penanganan pasca panen, pengendalian

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 82/Permentan/OT.140/8/2013 TANGGAL : 19 Agustus 2013 PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI TENGAH

GUBERNUR SULAWESI TENGAH GUBERNUR SULAWESI TENGAH SAMBUTAN GUBERNUR SULAWESI TENGAH PADA ACARA PEMBUKAAN SINKRONISASI PROGRAM KEGIATAN PEMBANGUNAN PERTANIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH SELASA, 01 MARET 2011 ASSALAMU ALAIKUM WAR,

Lebih terperinci

Kajian Kinerja dan Dampak Program Strategis Departemen Pertanian

Kajian Kinerja dan Dampak Program Strategis Departemen Pertanian Kajian Kinerja dan Dampak Program Strategis Departemen Pertanian PENDAHULUAN 1. Dalam upaya meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani dan masyarakat di perdesaan, Departemen Pertanian memfokuskan

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN TA. 2013 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 RKT PSP TA. 2012 KATA PENGANTAR Untuk

Lebih terperinci

WALIKOTA TEBING TINGGI PROVINSI SUMATERA UTARA

WALIKOTA TEBING TINGGI PROVINSI SUMATERA UTARA WALIKOTA TEBING TINGGI PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN WALIKOTA TEBING TINGGI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG ALOKASI KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KOTA TEBING

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 1149 TAHUN 2014 TENTANG ALOKASI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN GARUT TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

BUPATI MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI MALANG BUPATI MALANG, BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 55 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN MALANG TAHUN ANGGARAN 2013 BUPATI

Lebih terperinci

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang saat ini telah menjadi penyebab berubahnya pola konsumsi penduduk, dari konsumsi pangan penghasil energi ke produk penghasil

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 KATA PENGANTAR Untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN SALINANAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI MADIUN SALINANAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI MADIUN SALINANAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN MADIUN TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN SINJAI TAHUN ANGGARAN 2016

Lebih terperinci

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN Emlan Fauzi Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar dari suatu bangsa. Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sudah mencapai sekitar 220

Lebih terperinci

PERAN SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL- PTT) DALAM PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI DI KABUPATEN PURBALINGGA

PERAN SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL- PTT) DALAM PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI DI KABUPATEN PURBALINGGA PERAN SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL- PTT) DALAM PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI DI KABUPATEN PURBALINGGA M. Eti Wulanjari dan Seno Basuki Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah

Lebih terperinci

MODUL PTT FILOSOFI DAN DINAMIKA PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU KEDELAI

MODUL PTT FILOSOFI DAN DINAMIKA PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU KEDELAI MODUL PTT FILOSOFI DAN DINAMIKA PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU KEDELAI Prof. Dr. Marwoto dan Prof. Dr. Subandi Peneliti Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian MALANG Modul B Tujuan Ikhtisar

Lebih terperinci

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN Pada tahun 2009, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian melakukan kegiatan analisis dan kajian secara spesifik tentang

Lebih terperinci

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN TAPIN TAHUN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 KAKAO Penyebaran Kakao Nasional Jawa, 104.241 ha Maluku, Papua, 118.449 ha Luas Areal (HA) NTT,NTB,Bali, 79.302 ha Kalimantan, 44.951 ha Maluku,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM INTENSIFIKASI PERTANIAN KABUPATEN PASURUAN TAHUN 2015

BUPATI PASURUAN PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM INTENSIFIKASI PERTANIAN KABUPATEN PASURUAN TAHUN 2015 BUPATI PASURUAN PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM INTENSIFIKASI PERTANIAN KABUPATEN PASURUAN TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu usahatani diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki secara efektif dan efisien dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan

Lebih terperinci

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agribisnis nasional diarahkan untuk meningkatkan kemandirian perekonomian dan pemantapan struktur industri nasional terutama untuk mendukung berkembangnya

Lebih terperinci

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik KONSEP GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 73 TAHUN 2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG INTENSIFIKASI PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN PERKEBUNAN TAHUN 2008 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 79 TAHUN 2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN

Lebih terperinci

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG 1 BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2016 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara

4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara SALINAN PROVINSI MALUKU PERATURAN WALIKOTA TUAL NOMOR 04 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN ALOKASI KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2015 WALIKOTA TUAL,

Lebih terperinci

CAPAIAN INDIKATOR KINERJA KEGIATAN (IKK)

CAPAIAN INDIKATOR KINERJA KEGIATAN (IKK) CAPAIAN INDIKATOR KINERJA KEGIATAN (IKK) TRIWULAN III TAHUN 2016 DITJEN PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN DAFTAR ISI Halaman Kata Pengantar... i Daftar Isi... ii Daftar Tabel... iii

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2011 DI KABUPATEN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KABUPATEN JEMBRANA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KABUPATEN JEMBRANA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa sistem pertanian

Lebih terperinci

BUPATI KARANGANYAR PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 13 TAHUN 2012

BUPATI KARANGANYAR PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 13 TAHUN 2012 BUPATI KARANGANYAR PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 13 TAHUN 2012 T E N T A N G ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

KELAYAKAN USAHATANI JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN MELALUI PENDEKATAN PTT

KELAYAKAN USAHATANI JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN MELALUI PENDEKATAN PTT Seminar Nasional Serealia, 2013 KELAYAKAN USAHATANI JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN MELALUI PENDEKATAN PTT Syuryawati, Roy Efendi, dan Faesal Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Untuk

Lebih terperinci

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BLITAR NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KOTA BLITAR

Lebih terperinci

pelaksanaan pencapaian ketahanan pangan dan kemandirian pangan nasional.

pelaksanaan pencapaian ketahanan pangan dan kemandirian pangan nasional. pelaksanaan pencapaian ketahanan pangan dan kemandirian pangan nasional. 2.2. PENDEKATAN MASALAH Permasalahan yang dihadapi dalam upaya pencapaian surplus 10 juta ton beras pada tahun 2014 dirumuskan menjadi

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis 1 Pendahuluan (1) Permintaan terhadap berbagai komoditas pangan akan terus meningkat: Inovasi teknologi dan penerapan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PERATURAN BUPATI SAMPANG NOMOR : 2 TAHUN 2010 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN SAMPANG

Lebih terperinci

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 12 TAHUN 2012 T E N T A N G KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI DI KABUPATEN SUKAMARA BUPATI SUKAMARA,

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 12 TAHUN 2012 T E N T A N G KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI DI KABUPATEN SUKAMARA BUPATI SUKAMARA, BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 12 TAHUN 2012 T E N T A N G KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI DI KABUPATEN SUKAMARA BUPATI SUKAMARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung Program Peningkatan

Lebih terperinci

Pedoman Umum. PTT Jagung

Pedoman Umum. PTT Jagung Pedoman Umum PTT Jagung Kementerian Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2016 i Pedoman Umum PTT Jagung ISBN: 978-979-1159-31-9 Cetakan pertama: Mei 2009 Cetakan kedua: Februari 2010 Cetakan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Direktur Alat dan Mesin Pertanian, Ir. Bambang Santosa, M.Sc NIP

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Direktur Alat dan Mesin Pertanian, Ir. Bambang Santosa, M.Sc NIP KATA PENGANTAR Direktorat Alat dan Mesin Pertanian merupakan salah satu unit kerja Eselon II di Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian. Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, pada tahun 2013

Lebih terperinci

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN BELITUNG

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN PROVINSI KEPULAUAN

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN TANAH BUMBU TAHUN ANGGARAN 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG PEDOMAN PROGRAM INTENSIFIKASI PEMBUDIDAYAAN IKAN (INBUDKAN) DI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : bahwa

Lebih terperinci

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG 5.1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jagung di Jawa Timur dan Jawa Barat 5.1.1. Jawa Timur Provinsi Jawa Timur

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sub sektor pertanian tanaman pangan memiliki peranan sebagai penyedia bahan pangan bagi penduduk Indonesia yang setiap tahunnya cenderung meningkat seiring dengan pertambahan

Lebih terperinci

Wilayah Produksi dan Potensi Pengembangan Jagung

Wilayah Produksi dan Potensi Pengembangan Jagung Wilayah Produksi dan Potensi Pengembangan Jagung Zubachtirodin, M.S. Pabbage, dan Subandi Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros PENDAHULUAN Jagung mempunyai peran strategis perekonomian nasional, mengingat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan beras di Indonesia pada masa yang akan datang akan meningkat. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi dengan besarnya konsumsi beras

Lebih terperinci

SASARAN PRODUKSI KOMODITI UTAMA TANAMAN PANGAN TAHUN 2016

SASARAN PRODUKSI KOMODITI UTAMA TANAMAN PANGAN TAHUN 2016 EVALUASI E-PROPOSAL DAN RENCANA KERJA TAHUN 2016 DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN-RI 1 SASARAN PRODUKSI KOMODITI UTAMA TANAMAN PANGAN TAHUN 2016 NO. KOMODITI LUAS TANAM LUAS PANEN

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG ALOKASI KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSUSI PADA SEKTOR PERTANIAN DAN PERIKANAN KABUPATEN TANGERANG TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI KUANTAN SINGINGI NOMOR 5 TAHUN 2014

BUPATI KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI KUANTAN SINGINGI NOMOR 5 TAHUN 2014 BUPATI KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI KUANTAN SINGINGI NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG ALOKASI KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN KUANTAN

Lebih terperinci

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOM OR 7 TAHUN

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOM OR 7 TAHUN PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI SIAK,

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2011 BUPATI KUDUS, Menimbang

Lebih terperinci

PEDNIS SL-PTT PADI DAN JAGUNG 2014 KATA PENGANTAR

PEDNIS SL-PTT PADI DAN JAGUNG 2014 KATA PENGANTAR PEDNIS SL-PTT PADI DAN JAGUNG 2014 KATA PENGANTAR Padi (Beras) merupakan salah satu pangan pokok bagi Indonesia. Sejak Indonesia merdeka, perkembangan perpadian (perberasan) di Indonesia telah mengalami

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI PAKPAK BHARAT NOMOR TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN BUPATI PAKPAK BHARAT NOMOR TAHUN 2016 TENTANG PERATURAN BUPATI PAKPAK BHARAT NOMOR TAHUN 2016 TENTANG ALOKASI KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN PAKPAK BHARAT TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN

Lebih terperinci

KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2014 BUPATI KUDUS,

KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2014 BUPATI KUDUS, PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 33 TAHUN 2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2014 BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 51 TAHUN 2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KOTA PROBOLINGGO TAHUN

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 43 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KOTA PROBOLINGGO

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN TANAMAN KELAPA SAWIT TAHUN 2014 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2013 I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU Jl. Let. Jend. S. Pa[ PERATURAN WALIKOTA BENGKULU NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KOTA BENGKULU

Lebih terperinci

GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT

GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN/KOTA SE-NUSA TENGGARA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN PATI TAHUN ANGGARAN 2016

Lebih terperinci

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 42/Permentan/OT.140/09/2008 TENTANG

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 42/Permentan/OT.140/09/2008 TENTANG CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 42/Permentan/OT.140/09/2008 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2009

Lebih terperinci

Petunjuk Teknis Kegiatan Pengembangan Sayuran dan Tanaman Obat Tahun 2017

Petunjuk Teknis Kegiatan Pengembangan Sayuran dan Tanaman Obat Tahun 2017 Petunjuk Teknis Kegiatan Pengembangan Sayuran dan Tanaman Obat Tahun 2017 STATISTIK PRODUKSI HORTIKULTURA TAHUN 2015 Direktorat Sayuran dan Tanaman Obat Jl. AUP NO. 3 Pasar Minggu, Jakarta Selatan 12520

Lebih terperinci

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016 PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN DIREKTORAT PERBENIHAN TANAMAN

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG 1 BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG KEBUTUHAN, PENYALURAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN SITUBONDO TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PANEN RAYA PADI DI DESA SENAKIN KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PANEN RAYA PADI DI DESA SENAKIN KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK 1 SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PANEN RAYA PADI DI DESA SENAKIN KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK Yang terhormat: Hari/Tanggal : Senin /11 Pebruari 2008 Pukul : 09.00 WIB Bupati

Lebih terperinci

PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03//Permentan/OT.140/1/2011 TANGGAL : 31 Januari 2011 PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 138 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 138 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 138 TAHUN 2015 TENTANG ALOKASI KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI PADA SEKTOR PERTANIAN DAN PERIKANAN KABUPATEN TANGERANG

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG ALOKASI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2010

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG ALOKASI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2010 BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG ALOKASI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2010 BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR, SALINAN PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN BELITUNG TIMUR TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2010 NOMOR 3 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2010 NOMOR 3 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2010 NOMOR 3 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KOTA BOGOR TAHUN

Lebih terperinci

Oleh: Teti Tresnaningsih 1, Dedi Herdiansah S 2, Tito Hardiyanto 3 1,2,3 Fakultas Pertanian Universitas Galuh ABSTRAK

Oleh: Teti Tresnaningsih 1, Dedi Herdiansah S 2, Tito Hardiyanto 3 1,2,3 Fakultas Pertanian Universitas Galuh ABSTRAK TINGKAT PENERAPAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT) PADA USAHATANI PADI SAWAH (ORYZA SATIVA L.) (Suatu Kasus Di Desa Rejasari Kecamatan Langensari Kota Banjar) Oleh: Teti Tresnaningsih 1, Dedi

Lebih terperinci

PENGANTAR. Ir. Suprapti

PENGANTAR. Ir. Suprapti PENGANTAR Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa dengan tersusunnya Rencana Strategis Direktorat Alat dan Mesin Pertanian Periode 2015 2019 sebagai penjabaran lebih lanjut Rencana Strategis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Kedudukan, Tugas, Fungsi dan Kewenangan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Kedudukan, Tugas, Fungsi dan Kewenangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komoditi aneka kacang (kacang tanah dan kacang hijau) memiliki peran yang cukup besar terutama untuk memenuhi kebutuhan pangan dan pakan. Peluang pengembangan aneka kacang

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 072 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 072 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 072 TAHUN 2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN

Lebih terperinci