PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN REFLEKTIF SIFAT ELEKTROLIT-NON ELEKTROLIT TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS X MAN MALANG 1

Transkripsi

1 PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN REFLEKTIF SIFAT ELEKTROLIT-NON ELEKTROLIT TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS X MAN MALANG 1 Izzatul Lailiyah, Munzil, Ida Bagus Suryadharma Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang izzatul.lailiyah@gmail.com ABSTRAK : Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran reflektif terhadap hasil belajar siswa kelas X MAN Malang 1 Tahun ajaran 2012/2013. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian eksperimen semu. Sampel penelitian terdiri dari 2 kelas yang diambil secara cluster random sampling dari 10 kelas. Hasil analisis menunjukkan bahwa model pembelajaran reflektif tidak memberikan pengaruh secara signifikan terhadap hasil belajar siswa. Namun,dilihat dari nilai rata-rata kelas dan ketuntasan belajar, siswa kelas eksperimen memiliki nilai rata-rata dan ketuntasan belajar lebih tinggi dari kelas kontrol. Kata Kunci : model pembelajaran reflektif, refleksi, hasil belajar Materi kimia merupakan materi yang terdiri dari fakta, konsep, prosedur, hukum, dan perhitungan. Proses pembelajaran yang dilakukan juga membutuhkan strategi yang berbeda sesuai karakter materi yang diajarkan. Berdasarkan survei yang dilakukan di sekolah, termasuk MAN Malang 1 menunjukkan bahwa guru lebih sering melakukan metode ceramah dalam mengajarkan materi kimia. Apabila dilihat dari hasil belajar yang diperoleh siswa untuk materi sebelumnya yaitu Konsep Mol menunjukkan bahwa 55,26% siswa kelas X tidak tuntas. Proses belajar mengajar akan lebih bermakna apabila siswa mampu menghubungkan dengan pengalaman sehari-hari. Karakter pembelajaran ini dimiliki oleh model pembelajaran reflektif. Selain proses pembelajaran yang membantu siswa memahami materi berdasarkan kehidupan sehari-hari, model pembelajaran reflektif diharapkan mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa setelah menerapkan model pembelajaran reflektif, keaktifan siswa meningkat dari 14,7% menjadi 61,76%. Penggunaan model pembelajaran reflektif juga meningkatkan prestasi belajar dari 20,59% menjadi 91,17% (Handayani, 2011). Model pembelajaran reflektif melatih siswa berpikir aktif dan reflektif yang dilandasi proses berpikir ke arah kesimpulan-kesimpulan yang definitif (Suprijono, 2010:115). Model pembelajaran ini membantu siswa memahami materi berdasarkan pengalaman yang dimiliki sehingga mereka memiliki kemampuan menganalisis pengalaman pribadi dalam menjelaskan materi yang dipelajari khususnya kimia. Proses belajar yang mendasarkan pada pengalaman sendiri akan mengeksplorasi kemampuan dasar siswa untuk memahami peristiwa/ fenomena. Selain itu, kesiapan serta minat dalam mempelajari materi tersebut juga meningkat karena hal yang akan dipelajari berasal dari kehidupan sehari-hari siswa. Penggunaan pengalaman siswa sebagai bahan pelajaran akan membentuk suasana belajar yang menyenangkan tanpa meninggalkan konteks belajar itu sendiri. Menurut Drost (2001:14) pembelajaran reflektif dapat diterapkan pada semua kurikulum sebagai suatu sikap, mentalitas, dan pendekatan yang konsisten yang mewarnai seluruh pembelajaran. Model pembelajaran ini juga dapat 1

2 2 diterapkan tidak hanya pada disiplin-disiplin akademis tapi juga pada ranah non akademis seperti kegiatan ekstrakulikuler, program pelayanan masyarakat, dan olah raga. Menurut teori konstruktivistik, belajar bukanlah sekedar menghafal tetapi lebih merupakan proses mengkontruksi pengetahuan melalui pengalaman. Pengetahuan bukanlah hasil pemberian dari orang lain seperti guru, akan tetapi hasil dari mengkonstruksi yang dilakukan tiap individu. Pengetahuan hasil dari pemberitahuan tidak akan menjadi pengetahuan yang bermakna. Piaget berpendapat, bahwa sejak kecil setiap anak sudah memiliki struktur kognitif yang dinamakan skema yang terbentuk berdasarkan pengalaman (Sanjaya, 2008:164). Penerapan model pembelajaran reflektif menekankan pada proses konstruksi pengalaman sebagai bahan belajar, siswa didorong untuk membangun skema pemikirannya sendiri. Model pembelajaran reflektif sesuai apabila diterapkan pada materi yang menekankan pada peristiwa/alat serta aplikasi dalam kehidupan sehari hari, salah satunya materi sifat larutan elektrolit-non elektrolit. Materi sifat larutan elektrolit-non elektrolit menekankan pada pemahaman konsep mengenai pengertian elektrolit, perbedaan antara elektrolit kuat, lemah, dan non elektrolit, proses penghantaran listrik, serta peristiwa-peristiwa yang berhubungan dengan sifat elektrolit-non elektrolit. Misalnya, siswa juga belajar memahami bahwa sistem dalam tubuh juga terkait dengan materi sifat elektrolitnon elektrolit. Apakah benar iklan di televisi yang menyatakan bahwa tubuh memerlukan elektrolit, tetapi apakah harus dengan minum minuman yang mengandung elektrolit? Beberapa peristiwa yang sering ditemui oleh siswa akan dianalisis yang didiskusikan untuk memahami konsep elektrolit. METODE Penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran reflektif pada hasil belajar siswa materi elektrolit-non elektrolit adalah eksperimen semu dengan rancangan yang ditunjukkan pada Tabel 1 berikut. Tabel 1 Bagan Rancangan Penelitian Subyek* Kemampuan Penguasaan Perlakuan Awal Kompetensi Kelas Kontrol - X 1 O 2 Kelas Eksperimen - X 2 O 2 Keterangan * : kemampuan awal kelas kontrol dan kelas eksperimen sama X 1 : pembelajaran konvensional X 2 : pembelajaran reflektif : hasil belajar yang diukur setelah perlakuan O 2 Populasi penelitian ini adalah siswa kelas X di MAN Malang 1 tahun ajaran 2012/2013 yang terdiri dari 10 kelas, sampel ditarik dengan teknik cluster random sampling. Pengujian homogenitas, normalitas, dan kesamaan rata-rata menunjukkan bahwa kedua kelas terdistribusi normal, homogen, dan memiliki

3 3 kemampuan awal sama. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah tes dan lembar observasi. Pengumpulan data dilakukan tanggal 25 Februari 16 Feberuari 2013, bertempat di MAN Malang 1 Jl.Baiduri Bulan No.40, Malang. Pembelajaran berlangsung selama 6x pertemuan (termasuk ulangan harian) pada masing-masing kelas kontrol dan eksperimen. Pengumpulan data dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu persiapan, pelaksanaan, dan tahap akhir. Analisis data dilakukan untuk membandingkan hasil belajar kognitif siswa dan juga membuktikan hipotesis yang telah dirumuskan. Data hasil belajar kognitif siswa dianalisis apakah terdistribusi normal dan homogen, baru kemudian diuji apakah terdapat pengaruh penerapan model pembelajaran reflektif dengan Uji Independent Sample T-test pada taraf signifikansi 5% dengan kriteria (1) apabila sig 2-tailed > 0,05 maka tidak ada pengaruh penerapan model pembelajaran reflektif sifat elektrolit-non elektrolit terhadap hasil belajar siswa, (2) apabila sig 2-tailed < 0,05 maka ada pengaruh penerapan model pembelajaran reflektif sifat elektrolit-non elektrolit terhadap hasil belajar siswa. Pada penelitian ini, kemampuan berefleksi dianalisis dari jurnal refleksi siswa. Berdasarkan jurnal refleksi yang ditulis masing-masing siswa, akan diidentifikasi kemampuan merefleksikan pengalaman yang dimiliki, analisis konsep, menghubungkan konsep yang benar dengan pengalaman, dan mengungkapkan pendapat individu HASIL Analisis hasil belajar kognitif diperoleh dari data primer yaitu nilai ulangan harian materi sifat elektrolit-non elektrolit dari instrumen yang disusun sebelumnya. Setelah dilakukan pengukuran hasil belajar kognitif siswa baik kelas kontrol maupun kelas eksperimen diperoleh ringkasan data seperti tertera pada Tabel 2 berikut Tabel 2 Ringkasan Data Hasil Belajar Kognitif Siswa Kriteria Kelas Eksperimen Kelas Kontrol Mean 74,4 68,9 Median Standar Deviasi 12,3 15,3 Jumlah Siswa Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa rata-rata nilai 68,9 dan kelas eksperimen dengan nilai rata-rata nilai sebesar 74,4. Hal ini menunjukkan bahwa hasil belajar kognitif siswa kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan hasil belajar kognitif kelas kontrol. Selanjutnya dilakukan uji t dua arah (Independent Sample T-test) untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh penerapan model pembelajaran reflektif terhadap hasil belajar siswa. Hasil uji Independent Sample T-test ditunjukkan pada Tabel 3 berikut

4 4 Tabel 3 Hasil Uji Independent Sample T-Test Hasil Belajar Kognitif Siswa Kelas Df Sig 2-tailed Kesimpulan Eksperimen Kontrol 73 0,149 Sig 2-tailed > 0,05, H 0 diterima (tidak ada pengaruh signifikan) Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 yaitu 0,149 maka dapat disimpulkan tidak ada pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar. Namun, dilihat dari nilai rata-rata hasil belajar kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Hasil analisis ketuntasan belajar ini menyatakan bahwa siswa yang belajar dengan model pembelajaran reflektif lebih tinggi dibandingkan siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional. Hasil analisis ketuntasan belajar ditunjukkan oleh Tabel 4 berikut. Tabel 4 Persentase Nilai Hasil Belajar Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen Kelas Interval Nilai Kelas kontrol Kelas eksperimen ,63 % 0 % ,41 % 13,16 % ,95 % 18,92 % ,05 % 24,32 % ,68 % 35,13 % ,53 % 16,22 % Pada Tabel 4 menyatakan bahwa siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) > 70 sebesar 34,21 % lebih rendah dibandingkan kelas eksperimen yaitu sebesar 51,35 %. Persentase ketuntasan belajar pada kelas eksperimen yang lebih tinggi ini menyatakan bahwa model pembelajaran reflektif mampu meningkatkan hasil belajar siswa. RMIT(2006:2) menyatakan refleksi sebagai suatu proses yang terus berkaitan (Reflection cycle) dimana setiap tahapan yang digunakan disesuaikan dengan situasi atau lingkungan pembelajaran. Tahap refleksi ini dilakukan dengan penulisan jurnal refleksi oleh masing-masing siswa. Melalui jurnal reflektif tersebut, guru mampu memahami seberapa besar siswa mampu melakukan refleksi dalam pembelajaran materi sifat elektrolit-non elektrolit. Berdasarkan hasil analisis terhadap kemampuan reflektif siswa pada kelas eksperimen, diperoleh nilai serta persentase kemampuan reflektif siswa pada tiap kriteria yang digambarkan pada Tabel 5 berikut. Tabel 5 Persentase Kemampuan Reflektif Siswa Kelas Eksperimen Kriteria Penilaian Persentase Sangat baik 2,7 % Baik 47,75 % Cukup 43,81 % Kurang 8,11 %

5 5 Berdasarkan Tabel 5 di atas, diketahui bahwa persentase kemampuan siswa yang cukup dan kurang lebih besar dibandingkan siswa yang berkemampuan reflektif baik dan sangat baik, sehingga dapat dikatakan bahwa sebagian besar siswa belum mampu untuk melakukan refleksi baik terhadap materi yang dipelajari maupun proses pembelajaran yang berlangsung. Kemudian berdasarkan hasil penilaian jurnal refleksi ketiga sub materi yang dilakukan selama 5 kali pertemuan, dapat digambarkan diagram peningkatan kemampuan reflektif siswa seperti pada Gambar 1 berikut. p e r s e n t s e 83.% 82.% 82.% 81.% 81.% 80.% 80.% 79.% 79.% 82.16% 81.40% 79.73% sub materi 1 sub materi 2 sub materi 3 kelas eksperimen jumlah pertemuan Gambar 1 Diagram Peningkatan Kemampuan Reflektif Kelas Eksperimen Berdasarkan diagram peningkatan kemampuan reflektif siswa pada kelas eksperimen seperti tertera pada Gambar 3 di atas, menunjukkan bahwa kemampuan reflektif siswa sedikit meningkat sejak pertemuan pertama sebesar 81,4% menjadi 82,16% pada pertemuan ketiga. Sedangkan kemampuan reflektif siswa menurun drastis dari 82,16% pada pertemuan ketiga menjadi 79,73% pada pertemuan terakhir. Sehingga dapat dinyatakan bahwa kemampuan reflektif siswa sedikit meningkat pada sub materi 1 dan 2, kemudian menurun pada sub materi Penyebab Larutan Elektrolit Dapat Menghantarkan Listrik. PEMBAHASAN Hasil uji Independent Sample T-test menunjukkan bahwa uji pengaruh tidak signifikan karena sig 2-tailed > 0,05 yaitu 0,149. Ada beberapa hal yang menyebabkan hasil belajar tidak berbeda yaitu dari aspek kognitif, siswa kelas X belum memiliki modal dasar yang cukup untuk belajar dengan model pembelajaran reflektif. Hal ini dapat terlihat dari data siswa memiliki kemampuan refleksi yang cukup dan kurang sebesar 51,92% lebih tinggi dibandingkan siswa yang memiliki kemampuan refleksi yang sangat baik dan baik, yaitu sebesar 48,08%. Hal ini berdampak pada hasil belajar siswa yang tidak meningkat secara signifikan. Berdasarkan salah satu jurnal refleksi yang ditulis siswa untuk materi sifat elektrolit-non elektrolit, siswa mampu menjelaskan contoh peristiwa yang berkaitan dengan penggunaan larutan elektrolit, tergolong larutan elektrolit kuat,

6 lemah, atau non elektrolit. Kemudian, ketika ditindaklanjuti pada pertemuan ketiga, siswa juga masih mampu menunjukkan apakah senyawa pada larutan tersebut tergolong senyawa ionik atau kovalen polar serta alasannya. Ketika siswa masuk pada pertemuan 4 mengenai sub materi Penyebab Larutan Elektrolit dapat Menghantarkan Listrik, siswa mulai kebingungan. Hal ini ditunjukkan oleh kemampuan refleksi siswa menurun drastis dari 82,16% pada pertemuan ketiga menjadi 79,73% pada pertemuan keempat seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3 sebelumnya. Berdasarkan jurnal refleksi, mayoritas siswa belum memahami mengenai proses ionisasi senyawa tersebut sehingga mereka tidak mampu menjelaskan bagaimana larutan dapat menghantarkan listrik. Sedangkan beberapa orang siswa yang lain menyatakan bahwa larutan elektrolit bukanlah larutan yang menghantarkan listrik tapi larutan yang menghasilkan listrik, sehingga ketika mereka diminta menuliskan tentang bagaimana larutan elektrolit tersebut dihantarkan, siswa kesulitan untuk menjelaskan. Ketika dilakukan tes pengukuran yang ± 40% berdasarkan aplikasi materi sifat larutan elektrolit-non elektrolit, siswa tidak bisa mengerjakan. Tes pengukuran pun menunjukkan hasil yang tidak berbeda dengan siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional. Berdasarkan penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa pembelajaran reflektif tidak mampu menunjukkan peningkatan hasil belajar dalam waktu dekat. Model pembelajaran ini membutuhkan waktu yang lama untuk menunjukkan hasil yang maksimal karena bersifat long term memory atau pembelajaran yang mengasah kemampuan jangka panjang. Melalui model pembelajaran ini, diharapkan pemahaman siswa mengenai materi sifat elektrolit-non elektrolit tidak hanya berlangsung hingga selesai ulangan harian saja, namun dapat menganalisis peristiwa yang dialami menurut ilmu yang diperoleh atau lebih jauh lagi mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun penerapan model pembelajaran memberikan hasil belajar yang tidak meningkat secara signifikan, namun diharapkan mampu meningkatkan kemampuan afektif serta psikomotorik siswa. Hal ini didukung oleh data kemampuan afektif siswa yang belajar dengan model konvensional menunjukkan bahwa 14,91% memiliki kemampuan sangat baik dan 45,62% memiliki kemampuan baik, 19,30% cukup, 17,54% kurang dan 2,63% siswa berkemampuan kurang. Pada kelas eksperimen 21,62% siswa memiliki kemampuan afektif yang sangat baik dan 60,36% siswa berkemampuan baik, 9,01% siswa masing-masing berkemampuan cukup dan kurang. Apabila dilihat dari persentase kemampuan psikomotorik siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional berdasarkan kriteria penilaian psikomotorik yang telah ditentukan sebelumnya menunjukkan bahwa 57,89% siswa memiliki kemampuan sangat baik, 31,58% berkemampuan baik, 7,89% cukup, dan 2,63% kurang. Adapun pada kelas eksperimen sebanyak 83,78 menunjukkan kemampuan sangat baik, 13,51% berkemampuan baik, dan 2,7% memiliki kemampuan cukup. Data kemampuan afektif ini menunjukkan bahwa kemampuan psikomotorik siswa yang belajar dengan model pembelajaran reflektif lebih tinggi daripada siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional. Berdasarkan penjelasan tersebut, dengan jelas diketahui bahwa baik hasil belajar afektif maupun psikomotorik siswa yang belajar dengan model pembelajaran reflektif 6

7 7 lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional. PENUTUP Kesimpulan Penerapan model pembelajaran reflektif nampaknya mampu meningkatkan hasil belajar namun tidak signifikan sehingga nilai signifikansinya < 0,05 yaitu sebesar 0,149. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata hasil belajar siswa yang belajar dengan model pembelajaranr reflektif lebih tinggi daripada siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional. Ketidaksignifikanan ini disebabkan siswa belum mampu melakukan refleksi sehingga peningkatan hasil belajar tidak langsung dapat dilihat setelah 5x pertemuan. Meskipun hasil belajar kognitif tidak meningkat secara signifikan, namun kemungkinan mampu meningkatkan kemampuan afektif dan psikomotorik siswa. Saran Setelah melakukan penelitian dan diperoleh beberapa hasil yang tidak memuaskan, maka saran yang dapat diberikan untuk peneliti selanjutnya adalah hendaknya dilakukan pendekatan terlebih dahulu kepada siswa untuk memperkenalkan model pembelajaran yang baru sehingga ketika siswa. dibelajarkan dengan model pembelajaran tersebut, siswa mudah beradaptasi. Objek penelitian dengan model pembelajaran reflektif ini ialah siswa yang telah terbiasa dengan model pembelajaran yang bersifat konstruktivistik atau student center, maka penerapan model pembelajaran ini sebaiknya dilakukan di sekolah yang memiliki latar belakang siswa dengan kemampuan refleksi yang memadai. Penerapan model pembelajaran reflektif sebaiknya dilakukan pada materi-materi yang menyangkut peristiwa sehari-hari seperti koloid, minyak bumi dan materi lain yang sering diamati oleh siswa. Hal ini juga mempermudah pelaksanaan model pembelajaran sehingga hasil yang diberikan maksimal. Tahapan yang digunakan dalam pembelajaran reflektif harus direncanakan sebaik mungkin agar mudah dipahami oleh siswa karena tahapan dan instruksi yang tidak berbelit. DAFTAR RUJUKAN Drost, J Ignation Pedagogy: A Practical Approach. Jakarta. Handayani, Turi Penerapan Sistem Pembelajaran Reflektif dalam Upaya Peningkatan Berpikir Kritis Siswa pada Mata Pelajaran Matematika. Skripsi tidak diterbitkan. Jawa Tengah: Universitas Muhammadiya Surakarta. RMIT Reflective Journals and Learning Logs. Australia: RMIT University, Study and Learning Centre, Melbourne. Reflective Journal, (Online) ( diakses 3 November Sanjaya, Wina Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Suprijono, Agus Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar University of Worcester Learning Journals. Study Skills Advice Sheet, (Online) ( Learning_ Journals_2011.pdf ), diakses 3 November 2012.

8 8