BAB II KAJIAN TEORI. terjadi hanya ilusi belaka. Iklan sering kali menghadirkan gambaran palsu (pseudo

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN TEORI. terjadi hanya ilusi belaka. Iklan sering kali menghadirkan gambaran palsu (pseudo"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN TEORI Konstruksi memiliki arti menurut Kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI) susunan (model, tata letak) suatu bangunan (jembatan, rumah, dsb). Akan tetapi, dalam penelitian ini konstruksi merupakan susunan (model, tata letak) atau gambaran perempuan lewat iklan khususnya iklan makanan yang berbahan cokelat. Iklan berupaya merepresentasikan kenyataan yang ada dalam masyarakat melalui simbol tertentu, sehingga dalam benak konsumen bahwa citra produk yang ditampilkan adalah bagian dari kebudayaan yang diakui walaupun yang terjadi hanya ilusi belaka. Iklan sering kali menghadirkan gambaran palsu (pseudo reality). Perempuan dikonstruksi dalam iklan dengan memanipulasi tubuh perempuan sebagai tanda yang melekat seperti keanggunan, kelembutan, kelincahan, keibuan, kemanjaan. Iklan juga menampilkan perempuan yang memiliki struktur wajah cantik dimana, hidung mancung, bibir mungil, mata cerah, alis mata melengkung tipis, pipi lembut, kulit halus, dan cerah. Melalui penampilan, berlaku aturan sosial, pada saat memakai makeup kecantikan mereka bertambah, tentang rambut, perempuan selalu ditampilkan dengan rambut panjang dan biasanya dibiarkan terurai. Pada umumnya, pakaian yang dikenakan model merupakan potongan feminin yang memperlihatkan lekukan tubuh. Kategori tempat yang menjadi identitas perempuan dalam sebuah iklan dimana wilayah kategori domestik yaitu wilayah di dalam dan di seputar lingkungan rumah. 1

2 Tempat-tempat tersebut, misalnya meliputi ruang keluarga, dapur, kamar mandi, ruang tidur, beranda rumah serta mempunyai aktivitas domestik yang melakukan kegiatan reproduktif, seperti menyiapkan masakan, menjaga kebersihan rumah, mengasuh anak. Perempuan secara garis besar, direpresentasikan dari aspek kecantikan wajah dan tubuh. Sedangkan jika dibandingkan dengan laki-laki, identitas yang dimunculkan sebuah iklan sangat bertolak- belakang dengan yang dimiliki perempuan. Laki-laki cenderung diperlihatkan lebih natural. Menurut Widyatama (2006 : 49) bahwa sekalipun memiliki fisik wajah yang tidak tampan, tetapi saja digunakan sebagai model iklan dalam arti laki-laki direpresentasikan tidak pada sisi keindahan atau ketampanan fisik. Laki-laki dalam iklan biasanya lebih condong ditampilkan dengan fisik atletis, berotot dan kekar yang mana karakter laki-laki sebagai pelindung, pengawal dan pahlawan dalam masyarakat. Melalui penampilan, laki-laki diperlihatkan tanpa rias wajah, potongan rambut pendek, pakaian yang digunakan tidak menunjukkan lekukan tubuh. Laki-laki lebih ditampilkan ke dalam wilayah dan memiliki peran publik yang menghasilkan aktivitas berkaitan dengan kegiatan produktif yang berhubungan dengan masyarakat luas. Dalam penelitian ini, perempuan digunakan sebagai objek tanda dari produk makanan yang berbahan dasar cokelat dan sangat dekat dengan perempuan. Kenikmatan sebuah produk lebih mudah digambarkan dengan keindahan tubuh perempuan dengan mengkonstruksi identitas mereka. Pada bab II ini, akan dipaparkan teori-teori yang dianggap peneliti mampu menjelaskan fenomena yang diteliti, sebagai berikut : 2

3 2.1. Konstruksi Perempuan dalam Iklan Pemakaian perempuan sebagai substantif dekoratif dalam wacana iklan, paling tidak secara lebih operasional dapat dibahas dalam dua hal besar dan pokok. Yakni, pertama, dari jenis karakteristik makna kualitas isi posisi kedudukan serta peran yang disandang perempuan sebagai aktor dari adegan iklan yang diperankannya, baik disektor domestik maupun publik, dan kedua adalah persoalan eksploitasi dan pendisiplinan tubuh perempuan yang berlebihan (Kasiyan, 2001 : 126). Pada beberapa iklan yang menonjol dalam pencitraan diperoleh beberapa kategorisasi penggunaan pencitraan dalam iklan televisi. Salah satu diantaranya ialah citra perempuan. Menurut Tomagola (Widyatama, 2007 : 43) citra perempuan di dalam keseluruhan isi media dibagi menjadi 5 citra, yaitu : 1. Citra Pigura Berdasarkan citra ini ditekankan betapa pentingnya para perempuan selalu tampil memikat. Agar selalu tampil memikat, seorang perempuan perlu mempertegas keperempuannya secara biologis, seperti mempertunjukkan buah dada maupun yang terpatri secara budaya seperti mempunyai rambut hitam dan panjang, mempunyai alis mata yang tebal, pinggul besar dan betis yang ramping dan mulus. 2. Citra Pilar Perempuan digambarkan sebagai pihak yang menjadi pengurus utama (pilar) dari rumah tangganya. Citra ini jelas didasarkan atas suatu anggapan atau keyakinan bahwa walaupun laki-laki dan perempuan 3

4 sederajat, secara kodrati mereka tetap berbeda. Karena itu, masingmasing pihak mempunyai daerah kegiatan yang tanggung jawab yang berbeda. Laki-laki sebagai kepala keluarga, pencari nafkah, utama yang lebih banyak berkiprah di luar rumah sedangkan perempuan sebagai pilar rumah tangga memikul tanggung jawab domestik. 3. Citra Peraduan Citra ini lebih banyak mendasarkan diri pada suatu anggapan tersirat bahwa sudah sewajarnya perempuan diperlakukan sebagai objek segala jenis pemuas laki-laki, khususnya pemuasan seksual. 4. Citra Pinggan Terlepas dari seberapa tinggi tingkat pendidikan seorang perempuan dan jumlah penghasil per bulan yang dibawa ke rumah, dunia dapur adalah dunia perempuan yang mustahil dapat dihindari. Pada penggambaran citra ini lebih banyak ditekankan pada penggunaan produk oleh kaum perempuan dengan menyisipkan ilusi psikologis bahwa dunia dapur sama saja dengan dunia kerja. 5. Citra Pergaulan Berdasar citra ini perempuan dikesankan sangat ingin diterima dalam suatu lingkungan sosial tertentu. Perempuan dikesankan sebagai makhluk yang dalam benak dan kegiatannya disibuki oleh kekhawatiran : tidak memikat, tidak tampil menawan, tidak presentable, tidak acceptable, tidak dapat dibawa ke tengah dan sebagainya. Untuk itu, perempuan perlu memperhatikan penampilan agar dapat tampil anggun mempesona. 4

5 Dimana bentuk lekuk-lekuk tubuh, aksentuasi bagian-bagian tertentu dengan penerapan aksesoris yang harmonis, secara fisik dapat menarik untuk dipandang dan tidak membawa implikasi rendah diri dalam arena pergaulan luas. Dalam penelitian ini, citra perempuan yang ada di dalam iklan Tim - Tam dan Tango Crunch Cake adalah citra pigura, citra peradaban dan citra pergaulan. Citra Pigura disebabkan karena dalam kedua iklan, perempuan tampil memikat dengan wajah cantik dengan kulit putih, rambut panjang digerai dan dengan kulit putih yang mulus. Citra Peraduan dalam kedua iklan ditunjukkan dimana samasama melakukan adegan menggigit bibir yang artinya menggoda, sehingga citra ini menjadi dasar bahwa sudah sewajarnya perempuan diperlakukan sebagai objek pemuas laki-laki. Sedangkan Citra Pergaulan disebabkan karena perempuan selalu ditampilkan menarik untuk dipandang dan tidak membawa implikasi yang rendah diri dimana dalam kedua iklan, perempuan ditampilkan tidak terlalu menggunakan makeup tebal, menggunakan pakaian feminin, tetapi selalu tersenyum menunjukkan kepercayaan diri. 5

6 2.2. Iklan Televisi Iklan merupakan bagian dari reklame yang berasal dari bahasa Prancis, yaitu re-clame yang berarti meneriakkan berulang-ulang. Tujuan dasar iklan adalah pemberian informasi tentang suatu produk layanan dengan cara dan srategi persuasif. Agar berita atau pesan dapat dipahami, diterima, dan disimpan ataupun diingat, serta adanya tindakan tertentu, yaitu membeli yang ditingkatkan dengan cara menarik perhatian konsumen serta menimbulkan asosiasi-asosiasi yang dapat menggugah selera. Menurut Widyatama (2007: 92) bahwa tindakan cara menarik perhatian konsumen diantaranya dengan bentuk live action yang melibatkan unsur gambar, suara, dan gerak secara bersamaan. Gambar yang diperlihatkan sangat beragam, meliputi cuplikan kehidupan manusia, tempat dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya. Begitu juga halnya dengan musik sebagai media penyampaian pesan. Pesan iklan dikemas dalam sebuah alunan musik sebagai kekuatan utama pesan iklan. Sesuai medianya, iklan televisi adalah iklan yang ditayangkan melalui media televisi. Melalui media ini, pesan dapat disampaikan dalam bentuk audio, visual dan verbal (Widyatama, 2006: 14) Televisi sebagai Wacana dan Ideologi Menurut Eriyanto (2001: 65) wacana disini tidaklah dipahami sebagai serangkaian kata atau proposisi dalam teks, melainkan sesuatu yang memproduksi suatu ide, opini, konsep, dan pandangan hidup dibentuk dalam suatu konteks tertentu sehingga mempengaruhi cara berpikir dan bertindak tertentu. Wacana 6

7 juga dalam perkembangannya tidak hanya terbatas pada hubungan komunikasi dua belah pihak semata. Dalam hal ini, ketika wacana sudah disampaikan dalam bentuk media kepada masyarakat luas, maka kekuasaan ada dalam sebuah wacana tersebut yang telah menjadi wacana media (media discourse). Gagasan tentang kekuasaan dibalik wacana adalah keseluruhan tatanan sosial dalam diskursus dan diletakkan kemudian disusun bersama sebagai sebuah efek tersembunyi dari kekuasaan yang telah memproduksi gagasan atau efek bagi masyarakat. Kekuasaan dipastikan tidak mungkin berdiri sendiri. Ideologi sebagai pengikat utama kekuasaan dalam membentuk wacana. Konsep ideologi yang penting diantaranya adalah pemikiran Althusser. Ideologi atau level suprastruktur dalam konsep Althusser adalah dialetika yang dikarakteristikkan dengan kekuasaan yang tidak seimbang atau dominasi (Eriyanto, 2001 : 98). Pandangan kritis melihat media bukan hanya alat dari kelompok dominan, tetapi juga memproduksi ideologi dominan. Media membantu kelompok dominan menyebarkan gagasannya, mengontrol kelompok lain, dan membentuk konsensus antaranggota komunitas. Lewat medialah, ideologi dominan, dan apa yang buruk dimapankan (Eriyanto, 2001 : 36). Dengan pernyataan ini, televisi termasuk media yang bukan hanya sebuah alat melainkan memproduksi ideologi dominan. Televisi menjadi salah satu media yang dipandang sebagai agen konstruksi sosial yang mendefenisikan realitas sesuai dengan kepentingannya. Titik penting dalam memahami media terkhusus, televisi, menurut paradigma kritis adalah bagaimana media melakukan politik pemaknaan. Makna, tidaklah secara sederhana dapat dianggap sebagai reproduksi dalam bahasa, tetapi 7

8 sebuah pertentangan sosial (social struggle), perjuangan dalam memenangkan wacana. Perjuangan yang terjadi ini melahirkan pemaknaan untuk mengunggulkan satu kelompok dan merendahkan kelompok lain (Eriyanto, 2001 : 37). Ideologi dalam pandangan Althusser bukan hanya membutuhkan subjek, tetapi juga menciptakan subjek. Dengan kata lain, bahwa ideologi menempatkan seseorang bukan hanya posisi tertentu dalam suatu relasi sosial, tetapi juga hubungan antara individu dengan relasi sosial tersebut. Ideologi adalah hasil rumusan dari individu-individu tertentu. Althusser juga berpandangan bahwa kehidupan manusia sebagai subjek identik dengan subjek bagi struktur, dimana struktur tadi bukan ciptaannya melainkan ciptaan kelompok atau kelas tertentu. Karena struktur itu diciptakan dengan identik kepentingan kelompok penciptanya, individu-individu disini dikatakan sebagai subjek bagi struktur tidak lain adalah pelayanan kepentingan dari kelas tertentu yang menciptakan struktur tersebut. 1 Dalam konteks ini, kelompok atau kelas tertentu menggunakan logika, penafsiran, dan bahasa tertentu agar pandangannya lebih diterima oleh publik. Jika dihubungkan dengan iklan, biro iklan turut mengambil peran dalam menciptakan wacana sendiri yang sesuai dengan logika, penafsiran, dan bahasa mereka. 1 Dikutip dari teks skripsi: Priscilla, Martha Mada Warouw, 2011, Representasi Feminisme dalam Program Reality Show Take Him Out Indonesia ( Analisis Wacana Feminis Sara Mills ).Salatiga : Univeristas Kristen Satya Wacana. 8

9 2.4. Analisis Wacana Kritis Model Sara Mills Analisis Wacana menyerap sumbangan dari studi linguistik dimana menggunakan bahasa dalam teks untuk dianalisis, tetapi menghubungkannya dengan konteks dan proses produksi dan konsumsi suatu teks yang termasuk di dalamnya praktik kekuasaan. Analisis wacana adalah salah satu alternatif dari analisis isi selain analisis isi kuantitatif. Kalau analisis isi kuantitatif lebih menekankan pada pernyataan apa (what), analisis wacana lebih melihat pada bagaimana (how) dari pesan atau teks komunikasi. Lewat analasis ini kita bukan hanya mengetahui bagaimana isi suatu teks, tetapi juga bagaimana pesan itu disampaikan. Terdapat tiga pendekatan dalam analisis wacana yaitu, pandangan positivisme-empiris, konstruktivisme, dan kritis atau analisis wacana kritis (AWK) yang dimana penelitian lebih condong menggunakan pandangan ini. Analisis Wacana Kritis dipahami sebagai sebuah tindakan yang bertujuan, apakah untuk mempengaruhi, mendebat, membujuk, menyangga, bereaksi, sehingga dipahami sebagai sesuatu yang diekspresikan secara sadar dan terkontrol. Teks yang digunakan dalam analisis ini bukan hanya kata-kata yang tercetak di lembar kertas melainkan semua jenis ekspresi komunikasi, ucapan, musik, gambar, efek suara, citra dan sebagainya dan didalamnya terdapat kekuasaan satu orang atau kelompok mengontrol orang atau kelompok lain lewat wacana sehingga terkandung ideologi. Misalnya dalam wacana iklan dalam penelitian ini pencerminan dari ideologi apakah dia feminis, antifeminis, kapitalis, sosialis, dan sebagainya. Yang menjadi titik dari perhatian analisis ini adalah menunjukkan bagaimana perempuan digambarkan dan dimarjinalkan dalam teks, 9

10 baik dalam cerpen, gambar, foto, maupun media dan bagaimana bentuk dan pola pemarjinalan itu dilakukan. Model Sara Mills agak berbeda dengan model critical linguistic, yang memusatkan perhatian pada struktur kebahasaan dan bagaimana pengaruhnya dalam pemaknaan khalayak, sedangkan Sara Mills lebih melihat pada bagaimana posisi-posisi aktor ditampilkan dalam teks. Titik perhatian dari perspektif wacana feminis Sara Mills yaitu penggambaran perempuan yang bias saat ditampilkan pada suatu teks. Yaitu posisi dalam arti siapa yang menjadi subjek penceritaan dan siapa yang menjadi objek penceritaan akan menentukan bagaimana struktur teks & bagaimana makna diperlakukan dalam teks secara keseluruhan. 2 Sara Mills juga menempatkan representasi sebagai bagian terpenting dari analisisnya (Eriyanto, 2001 : 200). Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam analisis model Sara Mills, dapat dilihat dari model analisis berikut ini. 2 Ahmad Hartanto, 2009, Analisis Wacana Pemberitaan Kekerasan Pada Perempuan di Halaman Patroli HU SOLOPOS Tahun 2007, Skripsi Program S1 FAKULTAS DAKWAH Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. 10

11 Tabel 2.1. Kerangka Analisis Wacana model Sara Mills TINGKAT YANG INGIN DILIHAT Posisi Subjek Objek Bagaimana peristiwa dilihat, dari kacamata siapa peristiwa itu dilihat. Siapa yang diposisikan sebagai pencerita (subjek) dan siapa yang menjadi objek yang diceritakan. Apakah masing-masing aktor dan kelompok sosial mempunyai kesempatan untuk menampilkan dirinya sendiri, gagasannya ataukah kehadirannya, gagasannya ditampilkan oleh kelompok/ orang lain. Posisi Peneliti Pembaca Bagaimana posisi pembaca ditampilkan dalam teks. Bagaimana pembaca memposisikan dirinya dalam teks yang ditampilkan. Kepada kelompok manakah pembaca mengidentifikasi dirinya. Sumber: Eriyanto.2001.Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LkiS.hlm

12 Disaat Sara Mills melihat dengan posisi aktor ditampilkan, menentukan bentuk teks yang hadir ditengah khalayak, dalam artian siapa yang menjadi subjek penceritaan dan siapa yang menjadi objek penceritaan akan menentukan bagaimana struktur teks dan bagaimana makna diperlakukan dalam teks secara keseluruhan, siapa yang memiliki kuasa untuk menafsirkan kondisi dan siapa yang ditafsirkan olehnya. Selain posisi-posisi aktor dalam teks, Sara Mills juga memusatkan perhatian pada bagaimana pembaca dan peneliti ditampilkan dalam teks. Teks adalah suatu hasil negosiasi antara peneliti dan pembaca. Bagi Mills, membangun suatu model yang menghubungkan antara teks dan peneliti di satu sisi dengan teks dan pembaca di sisi lain, mempunyai sejumlah kelebihan : Akan secara komprehensif melihat teks bukan hanya berhubungan dengan faktor produksi, tetapi juga resepsi. Posisi pembaca disini ditempatkan dalam posisi yang penting. Hal ini karena teks memang ditujukan secara langsung atau tidak berkomunikasi dengan khalayak. Pembaca dianggap bukan hanya penerima teks, tetapi ikut berperan bagaimana nantinya teks itu ditampilkan. Disini ada dua hal penting yang menarik untuk dibahas dari posisi pembaca, pertama, bagaimana pembaca dominan ditujukan kepada laki-laki atau perempuan. Dari teks berita yang disajikan mengenai peristiwa, kita bisa menafsirkan apakah berita itu relatif ditujukan untuk laki-laki atau perempuan, tergantung siapa berada sebagai pencerita. Kedua, bagaimana teks ditafsir oleh pembaca. Belum tentu meskipun secara dominan teks itu ditujukan untuk 12

13 perempuan, bisa jadi ia menempatkan dirinya pada posisi laki-laki (Eriyanto, 2006 : 210) Teori Feminisme Secara umum, feminisme dianggap sebagai suatu bentuk politik yang bertujuan untuk mengintervensi dan mengubah hubungan kekuasaan yang tidak setara antara laki-laki dan perempuan. Menurut Thornham (2010 : 264), teori feminis didefenisikan sebagai teori yang berkembang tentang subjek sosial yang berjenis kelamin perempuan atau berwujudkan perempuan, yang pembentukannya dan bentuk-bentuk eksistensi sosial dan subjektifnya mencakup secara paling jelas seks dan gender, tetapi juga mencakup ras, kelas, dan pelbagai representasi dan pembagian sosiokultural penting lainnya; teori yang berkembang tentang subjek sosial yang berwujudkan perempuan yang didasarkan pada sejarah spesifik, baru terbentuk (emergent), dan konfliktual. Beberapa hal yang saya kutip dari buku Teori Feminis dan Cultural Studies: Tentang Relasi yang Belum Terselesaikan oleh Sue Thornham bahwa : 1. Tubuh perempuan adalah wilayah yang di atasnya patriarki ditegakkan. 2. Penindasan perempuan bersifat budaya (dibangun dan dijalani dalam pelbagai praktik dan teks budaya) dimana setiap perempuan yang dilahirkan telah didehumanisasi dan diperempuankan kembali bahwa perempuan hanya memiliki hubungan seksual, tetapi tidak memiliki hubungan sosial sedangkan maskulinitas yang demikian dikonstruksi secara kultural ditopang oleh semua atribut kemanusiaan. 13

14 3. Satu-satu komoditas perempuan yang dapat dijual adalah dirinya sendiri sebagai benda dan sebagai pekerja, laki-laki adalah pasar dan permintaan. Konsep marginalisasi perempuan tampak bahwa laki-laki adalah sang Subjek, sang Absolut, sedangkan perempuan adalah sosok yang lain. Dengan kondisi seperti ini muncul gerakan Feminisme. Maka secara umum, istilah feminisme adalah menunjukkan pada pengertian sebagai ideologi pembebasan perempuan, karena yang melekat dalam semua pendekatannya adalah keyakinan bahwa perempuan mengalami ketidakadilan karena jenis kelaminnya (Kasiyan, 2008 : 73). Gerakan feminisme dideskripsikan sebagai berikut : Feminisme Liberal Gerakan Feminisme Liberal merupakan gerakan perjuangan proyek kesetaraan gender. Gerakan ini muncul sebagai kritik terhadap politik liberal yang pada umumnya menjunjung tinggi nilai otonomi, persamaan, nilai moral, serta kebebasan individu, namun pada saat yang sama dianggap mendiskriminasikan kaum perempuan. Kaum liberal memandang bahwa tiap orang pada dasarnya dilahirkan bebas dan memiliki nilai-nilai moral yang berbeda. Jadi, feminisme liberal adalah gerakan perempuan yang meyakini bahwa nilai-nilai di atas dapat digunakan untuk mengembalikan hak-hak kaum perempuan menuju individualitasnya yang memiliki hak asasi untuk hidup layak, otonom, dan berposisi setara dengan manusia lain (laki-laki). Feminisme liberal lebih menekankan pada adanya kesetaraan, jadi mereka harus mendapatkan kesempatan yang sama untuk menerapkan pilihan rasional (Irianto, 2008 : 43). 14

15 Feminisme Radikal Gerakan ini beranggapan bahwa faktor utama yang menjadi sebab pembagian kerja secara seksual adalah sistem patriarkal. Para feminisme radikal memandang dirinya revolusioner meyakini bahwa sistem seks/gender adalah penyebab fundamental opresi terhadap perempuan. Dimana bahwa tubuh perempuan merupakan objek utama penindasan oleh kekuasaan laki-laki. Oleh karena itu, feminisme radikal mempermasalahkan antara lain tubuh serta hak-hak reproduksi, seksualitas (termasuk lesbianisme), seksisme, relasi kuasa perempuan dan laki-laki, dan dikotomi privat-publik. Gerakan ini menjadikan perempuan terkesan membenci laki-laki. Feminisme radikal memiliki konsep utama tentang perbedaan. Laki-laki mendefenisikan perempuan berbeda, perempuan tidak akan pernah dapat mencapai kesetaraan. Laki-laki mendominasi perempuan, permasalahan sebenarnya berkaitan dengan masalah kekuasaan. Anggapan feminisme radikal, selama ini dunia telah dibentuk oleh laki-laki. Aliran radikal feminis yang lebih mengarah kepada dimensi negatifnya, yaitu pengobjekan seksual dari perempuan (Irianto, 2008 : 43). Penindasan terhadap perempuan adalah yang terdalam, karenanya paling sulit dihapuskan, dan tidak dapat dihilangkan dengan perubahan sosial yang lain, misalnya dengan penghapusan masyarakat kelas. Para pemikir aliran ini terbagi atas dua bagian, yaitu feminisme radikal libertarian dan feminisme radikal kultural. Inti pemikiran feminisme radikal libertarian adalah sistem gender menuntut laki-laki mengembangkan karakter feminin saja. Digunakan sebagai pembenaran konstruksi sosial, sebagai kontrol laki-laki dalam 15

16 masyarakat atas seksualitas perempuan. Isu dan perjuangan dari aliran ini adalah kontrol perempuan atas tubuh dan seksualitasnya (termasuk dalam penggunaan perempuan sebagai objek tanda dalam iklan). Sedangkan feminisme radikal kultural memiliki inti pemikiran bahwa feminitas dalam dirinya sendiri sesungguhnya positif, tetapi oleh laki-laki didefenisikan sehingga terkesan negatif Feminisme Marxis-Sosialis Feminisme Marxis-Sosialis adalah kalangan yang sangat anti-kapitalisme dan karenanya gagasan terpentingnya berupaya memberikan kritik terhadap feminisme liberal. Feminisme liberal dituduh sebagai cerminan ideologi kaum borjuis (kapitalis) yang mendukung berlangsungnya tatanan ekonomi kapitalis yang menyengsarakan dan diwarnai penindasan kelas. Kapitalisme berdasarkan pada peranan sedikit orang yang berkuasa yang memiliki semua sumber ekonomi dan industri dalam hal ini setiap institusi mendukung bahwa pemerintah, keluarga, media, dan sebagainya yang penyebab penindasan perempuan. Laki-laki mengontrol produksi untuk pertukaran dan sebagai konsekuensinya mereka mendominasi hubungan sosial, sedangkan perempuan direduksi menjadi bagian dari properti. Ini lah gambaran dari gerakan Feminisme Marxis-Sosialis. 16

17 Patriarki Bagi para feminis, konsep yang paling tepat untuk menjelaskan penindasan terhadap perempuan adalah konsep patriarki, suatu sistem dominasi laki-laki. Patriarki merupakan konsep yang diperlukan untuk menjelaskan mengenai apa yang tampaknya merupakan penindasan universal terhadap perempuan (Hollows, 2010 : 8). Patriarki terbentuk secara historis dari dinamika relasi dan organisasi sosial tempat laki laki mendominasi perempuan. Sebagai ideologi, patriarki dapat didefenisikan secara ringkas sebagai kekuasaan laki laki, hubungan sosial dimana laki-laki menguasai. Dalam penelitian ini hubungannya dengan teori patriarki bahwa perempuan kebanyakan divisualisasikan selayaknya bagaimana pandangan laki-laki menilai. Perempuan itu cantik, putih, langsing, dan feminin dengan menggunakan pakaian yang feminin, rambut panjang digerai. Secara luas patriarki dapat didefinisikan suatu struktur sosial yang saling berhubungan dan disana laki-laki mengeksploitasi perempuan. Beberapa bentuk ketidaksetaraan gender yang dikembangkan dan dilanggengkan dalam tatanan masyarakat patriarki, antara lain sebagai berikut : - Marjinalisasi perempuan. Laki-laki dianggap superior dan perempuan berada di wilayah inferior (pinggiran, lebih tidak penting daripada lakilaki). Jika ditelusuri melalui penelitian ini, perempuan sebagai objek marjinal dalam sebuah iklan makanan yang merupakan produk tidak terlalu superior melalui pandangan laki-laki. 17

18 - Subordinasi. Subordinasi terhadap perempuan terjadi akibat pandangan bias gender yang terjadi dalam segala bentuk yang berbeda dari suatu tempat ke tempat lain dan dari waktu ke waktu. Anggapan bahwa perempuan itu tidak rasional, mengedepankan sifat-sifat emosional dan lebih banyak berbicara atas dasar perasaan daripada rasionalitasnya berakibat munculnya sikap yang menempatkan perempuan pada posisi tidak penting, baik dalam perlakuan diskriminasi maupun kebijakan. - Streotip. Adanya labelisasi (penandaan, cap, vonis) negatif terhadap perempuan, terutama dalam konteks hubungan sosialnya dengan lakilaki, sehingga selalu menimbulkan kerugian pada perempuan. Perempuan sudah di cap sebagai makhluk yang lemah ini membuat kaumnya merasa tidak ada gunanya berperan lebih luas maupun meningkatkan kualitas lebih tinggi. - Kekerasan. Penyerangan (invasi) terhadap fisik maupun integritas mental psikologis perempuan yang disebabkan oleh anggapan gender atau acapkali disebut dengan gender related violence. Kekerasan terjadi, baik dalam rumah tangga (KDRT) maupun di ranah publik, seperti pemerkosaan di jalan, pelecehan di tempat kerja, dan lain-lain. - Beban kerja. Kaum perempuan menanggung beban ganda (double burden), dalam dan luar rumah. Pembebanan pekerjaan kepada perempuan di area sekitar rumah yang cenderung dianggap rendahan dan tidak produktif dibandingkan dengan jenis pekerjaan yang biasa dikerjakan laki-laki. Pembebanan pekerjaan domestik, rendahan, dan 18

19 tidak produktif seperti ini mengakibatkan ketidakadilan terhadap perempuan Penelitian Sebelumnya Tabel 2.2. Beberapa jurnal penelitian yang mengangkat perempuan dalam iklan dengan metode penelitian yang digunakan NO. PENELITI JUDUL HASIL 1. Martha Priscilla Mada Warouw,2011 Representasi FEMINISME dalam Program Reality Show Take Him Out Indonesia Menggunakan metode analisis wacana perspektif feminis Sara Mills dengan pendekatan kualitatif. 2. Zelfia Amran, 2011, Edisi Pengaruh Media Massa Analisis data I (Televisi) Dalam digunakan dengan Pembagian Gender cara kualitatif, Terhadap Perempuan dengan Makassar mengumpulkan & menghubungkan setiap data yang diperoleh dari 19

20 jawaban kuistioner. 3. Kresna Abdi Parela, Representasi Perempuan Dalam Iklan Televisi Analisis menggunakan (Analisis Semiotik Pada Iklan Parfum Merk Axe) Teori Roland Semiotika Berthes pada dua iklan parfum Axe, yaitu versi Pengendara Motor & versi Asmirandah. 4. Syulinda Fidelia Izaak Representasi Sensualitas Metode penelitian Dalam Iklan Televisi Tim- Tam Slam (Studi yang ialah digunakan metode Semiotik) Tentang deskriptif Representasi Sensualitas kualitatif yang pada Iklan Televisi Tim- Tam Slam versi Titi menggunakan analisis semiotik. Kamal sebagai Pramugari 5. Ahmad Hartanto Analisis Wacana Metode penelitian Pemberitaan Kekerasan yang digunakan Pada Perempuan di ialah deskriptif Halaman Patroli HU kualitatif 20

21 SOLOPOS tahun 2007 dilanjutkan analisis wacana model Sara Mills. Subjek penelitian ialah surat kabar Harian Umum (HU) SOLOPOS dan penelitian objek ialah berita-berita kekerasan perempuan halaman Harian pada di Patroli Umum SOLOPOS sepanjang tahun 6. Maria Dorotea D.A. Representasi FEMINISME Metode penelitian Stevianita, 2012 dalam Buku 13 Perempuan yang digunakan Karya Yonathan Rahardjo adalah analisis wacana kritis. Dalam menganalisis 21

22 data, analisis wacana kritis Sara Mills dikolaborasi dengan Representasi John Fiske. 7. Jojor Hanna Ruth Konstruksi Identitas Metode penelitian Simanjuntak Perempuan Pada Iklan yang digunakan Makanan Ringan(Tim- adalah analisis Tam dan Tango Crunch Cake ) wacana dengan pendekatan kualitatif. kritis 2.7. Kerangka Penelitian Iklan merupakan bentuk komunikasi dimana sebuah pesan disampaikan oleh biro iklan kepada khalayak mengenai suatu produk untuk menginformasikan, membujuk dengan struktur wacana yang menarik. Dan dalam iklan, perempuan sering dijadikan objek demi rating atau popularitas. Melalui media khususnya televisi, iklan mampu menjangkau khalayak luas. Sesuai medianya, iklan televisi adalah iklan yang ditayangkan melalui media televisi. Melalui media ini, pesan dapat disampaikan dalam bentuk audio, visual, dan verbal. Dan disetiap iklan berusaha dibangun sebuah konstruksi (a construction), realitas yang dibangun 22

23 oleh pembuat teks yakni realitas yang dibentuk oleh pihak-pihak yang terlibat dalam proses produksi makna lewat bahasa yang dilakukan oleh pembuat teks sehingga tercipta ideologi tertentu. Dengan terciptanya ideologi tertentu, iklan Tim-Tam dan Tango Crunch Cake menghasilkan wacana dimana peneliti berpendapat bahwa perempuan telah dikonstruksi. Dalam penelitian ini, perempuan diposisikan sebagai objek tanda (sign object) dibalik produksi iklan dan itu merupakan hal yang kurang menguntungkan. Fokus penelitian kedua iklan, teks dikaji dengan menggunakan analisis wacana model Sara Mills yang lebih mengarah kepada wacana feminisme, yakni bagaimana perempuan ditampilkan dalam teks baik dalam cerpen, gambar, foto, maupun media. Titik perhatian dari perspektif wacana feminis adalah menunjukkan bagaimana teks bias dalam menampilkan perempuan. 23

24 Bagan 2.1. Kerangka Pikir Penelitian IKLAN TV TIM-TAM DAN IKLAN TV TANGO CRUNCH CAKE KONSTRUKSI COKELAT KONSTRUKSI PEREMPUAN ANALISIS WACANA KRITIS SARA MILLS PANDANGAN TEORI FEMINISME 24

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi berasal dari kata Yunani 'methodologia' yang berarti teknik atau prosedur, yang lebih merujuk kepada alur pemikiran umum atau menyeluruh dan juga gagasan teoritis

Lebih terperinci

Gambar 1.1 : Foto Sampul Majalah Laki-Laki Dewasa Sumber:

Gambar 1.1 : Foto Sampul Majalah Laki-Laki Dewasa Sumber: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Menurut Widyokusumo (2012:613) bahwa sampul majalah merupakan ujung tombak dari daya tarik sebuah majalah. Dalam penelitian tersebut dideskripsikan anatomi sampul

Lebih terperinci

Dalam televisi seperti pakaian, make up, perilaku, gerakgerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya.

Dalam televisi seperti pakaian, make up, perilaku, gerakgerik, ucapan, suara. Dalam bahasa tulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan sebagainya. BAB II KAJIAN TEORI Di dalam bab dua ini akan dibahas beberapa teori yang menjadi landasan dari analisis yang akan dilakukan dalam penelitian ini. Teori tersebut adalah Representasi, Cerita Pendek, Feminisme,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Media televisi merupakan media massa yang sering digunakan sebagai media

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Media televisi merupakan media massa yang sering digunakan sebagai media BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Media televisi merupakan media massa yang sering digunakan sebagai media penyampaian informasi. Kekuatan media massa televisi paling mempunyai kekuatan yang

Lebih terperinci

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang melahirkan aliran feminisme, yakni: 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik * *Tokoh : Robert Merton & Talcott Parsons. *Teori

Lebih terperinci

COKELAT DAN PEREMPUAN

COKELAT DAN PEREMPUAN COKELAT DAN PEREMPUAN (Analisis Wacana Kritis Sara Mills pada Iklan Televisi Tim-Tam dan Tango Crunch Cake) Jojor Hanna Ruth Simanjuntak 1 Dewi Kartika Sari 2 ABSTRACT Advertisement is one kind of communication.

Lebih terperinci

COKELAT DAN PEREMPUAN

COKELAT DAN PEREMPUAN COKELAT DAN PEREMPUAN (Analisis Wacana Kritis Sara Mills pada Iklan Televisi Tim-Tam dan Tango Crunch Cake) Jojor Hanna Ruth Simanjuntak 1 Dewi Kartika Sari 2 ABSTRACT Advertisement is one kind of communication.

Lebih terperinci

2016 REPRESENTASI SENSUALITAS PEREMPUAN DALAM IKLAN

2016 REPRESENTASI SENSUALITAS PEREMPUAN DALAM IKLAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Parfum Casablanca merupakan produk perawatan tubuh yang berupa body spray. Melalui kegiatan promosi pada iklan di televisi, Casablanca ingin menyampaikan pesan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Film pada dasarnya digunakan sebagai media yang merefleksikan realitas, atau bahkan membentuk realitas. Dalam keberagaman nilai-nilai yang ada film mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada perkembangan teknologi informasi saat ini manusia dimudahkan dalam mencari

BAB I PENDAHULUAN. Pada perkembangan teknologi informasi saat ini manusia dimudahkan dalam mencari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada perkembangan teknologi informasi saat ini manusia dimudahkan dalam mencari dan mendapatkan kebutuhan informasi, baik sekedar untuk pengetahuan maupun memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa dan manusia bagai dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan.

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa dan manusia bagai dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa dan manusia bagai dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Manusia selalu memerlukan bahasa di setiap geraknya, hampir dapat dipastikan semua

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI 318 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Simpulan Berdasarkan capaian hasil penelitian dan pembahasan seperti yang tertuang pada bab IV, bahwa penelitian ini telah menghasilkan dua analisis, pertama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang produk baik itu barang, jasa, maupun gagasan oleh sponsor melalui

BAB I PENDAHULUAN. tentang produk baik itu barang, jasa, maupun gagasan oleh sponsor melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Iklan merupakan bentuk kegiatan komunikasi. Hal ini didukung oleh pernyataan Widyatama (2006 : 13) bahwa iklan adalah struktur informasi dan susunan komunikasi non

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan

BAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan kesempatan tersebut terjadi baik

Lebih terperinci

BAB IV PENYAJIAN DATA

BAB IV PENYAJIAN DATA BAB IV PENYAJIAN DATA 4.1. Penyajian Data Iklan Tim-Tam 4.1.1. Iklan 1 : Iklan Tim-Tam versi Kebahagiaan Kecil Berlapis Cokelat 4.1.1.1. Breakdown per Scene Kedua iklan ini akan dibreakdown berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional ( 2005:588), konsep didefenisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam peradaban manusia semenjak ribuan tahun lalu. Penelitian terhadap karya sastra penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan mediator utama dalam mengekspresikan pikiran, mengonseptualisasi, menafsirkan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan mediator utama dalam mengekspresikan pikiran, mengonseptualisasi, menafsirkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah aspek penting interaksi manusia. Dengan bahasa, baik itu bahasa lisan, tulisan maupun isyarat, orang akan melakukan suatu komunikasi dan kontak sosial.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perempuan oleh masyarakat kadang-kadang masih dianggap sebagai manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan tidak lebih penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Isu tentang gender telah menjadi bahasan analisis sosial, menjadi pokok

BAB I PENDAHULUAN. Isu tentang gender telah menjadi bahasan analisis sosial, menjadi pokok 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Isu tentang gender telah menjadi bahasan analisis sosial, menjadi pokok bahasan dalam perdebatan mengenai perubahan sosial dan juga menjadi topik utama dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. The Great queen Seondeok dan kemudian melihat relasi antara teks tersebut

BAB III METODE PENELITIAN. The Great queen Seondeok dan kemudian melihat relasi antara teks tersebut BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian Tipe Penelitian ini adalah kualitatif eksploratif, yakni penelitian yang menggali makna-makna yang diartikulasikan dalam teks visual berupa film serial drama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra memuat perilaku manusia melalui karakter tokoh-tokoh cerita. Hadirnya tokoh dalam suatu karya dapat menghidupkan cerita dalam karya sastra. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Mendengar kata kekerasan, saat ini telah menjadi sesuatu hal yang diresahkan oleh siapapun. Menurut Black (1951) kekerasan adalah pemakaian kekuatan yang

Lebih terperinci

Media & Cultural Studies

Media & Cultural Studies Modul ke: Media & Cultural Studies Feminisme dalam perspektif Cultural Studies Fakultas ILMU KOMUNIKASI ADI SULHARDI. Program Studi Penyiaran www.mercubuana.ac.id FEMINISME DAN CULTURAL STUDIES Pemikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Media seni-budaya merupakan tempat yang paling banyak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Media seni-budaya merupakan tempat yang paling banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media seni-budaya merupakan tempat yang paling banyak merepresentasikan perempuan sebagai pihak yang terpinggirkan, tereksploitasi, dan lain sebagainya. Perempuan sebagai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL. Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL. Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL 2.1. Tinjauan Pustaka Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum pernah ditulis di penelitian-penelitian di Kajian Wanita Universitas Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra tercipta sebagai reaksi dinamika sosial dan kultural yang terjadi dalam masyarakat. Terdapat struktur sosial yang melatarbelakangi seorang pengarang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam

I. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya (Semi, 2008:8).Sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sering kita jumpai banyak wanita masa kini yang mengadopsi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sering kita jumpai banyak wanita masa kini yang mengadopsi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sering kita jumpai banyak wanita masa kini yang mengadopsi penuh gaya hidup luar negeri. Pakaian yang terbuka dan minimalis, gaya hidup yang hedonis dan konsumtif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. efektif dan efisien untuk berkomunikasi dengan konsumen sasaran.

BAB I PENDAHULUAN. efektif dan efisien untuk berkomunikasi dengan konsumen sasaran. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri periklanan belakangan ini menunjukan perubahan orientasi yang sangat signifikan dari sifatnya yang hanya sekedar menempatkan iklan berbayar di media massa menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Wacana merupakan salah satu kata yang sering digunakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Wacana merupakan salah satu kata yang sering digunakan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wacana merupakan salah satu kata yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat umumnya memahami wacana sebagai perbincangan terkait topik tertentu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana

BAB I PENDAHULUAN. Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana hitam sering identik dengan salah dan putih identik dengan benar. Pertentangan konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu sama lain, yakni sebagai media informasi, media pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. Fungsi

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. terlihat. Seperti yang dikutip dalam buku Feminisme : Sebuah Kata Hati bahwa

BAB I. Pendahuluan. terlihat. Seperti yang dikutip dalam buku Feminisme : Sebuah Kata Hati bahwa BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Peralatan sang tuan tidak akan dapat membongkar rumah sang tuan. Audre Lorde. Secanggih apapun kita peralatan yang kita punyai tidak akan dapat membongkar cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ciri khas merupakan tuntutan dalam derasnya persaingan industri media massa yang ditinjau berdasarkan tujuannya sebagai sarana untuk mempersuasi masyarakat. Sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, kodrat manusia menjadi tua seolah bisa dihindari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, kodrat manusia menjadi tua seolah bisa dihindari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, kodrat manusia menjadi tua seolah bisa dihindari dengan teknologi yang diciptakan oleh manusia. Kemunculan produkproduk kecantikan masa kini menjanjikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pekerja dan itu menjadi penanda waktu yang beremansipasi.

BAB I PENDAHULUAN. pekerja dan itu menjadi penanda waktu yang beremansipasi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perempuan dalam televisi senantiasa hanya mempertentangkan antara wanita karir dan menjadi ibu-ibu rumah tangga. Dua posisi ini ada didalam lokasi yang berseberangan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sesuai dengan perkembangan teknologi dan khidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sesuai dengan perkembangan teknologi dan khidupan manusia. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dunia periklanan memang telah menjadi sejarah panjang dalam peradaban manusia. Sekarang ini periklanan semakin berkembang dengan pesat dan dinamis, berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu media komunikasi massa yaitu televisi memiliki peran yang cukup besar dalam menyebarkan informasi dan memberikan hiburan kepada masyarakat. Sebagai media

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perempuan dan laki-laki merupakan istilah yang digunakan masyarakat Indonesia untuk membedakan dua jenis kelamin yang berbeda. Dalam Fakih (2013:8), jenis

Lebih terperinci

Analisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani

Analisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani Analisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani Pokok bahasan dalam buku Analisis Gender dan Transformasi Sosial karya Mansour Fakih ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu tentang analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan perkotaan. Kekotaan menyangkut sifat-sifat yang melekat pada kota dalam artian fisikal, sosial,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah berhasil dikumpulkan,

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah berhasil dikumpulkan, BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI 2.1 Kajian Pustaka Berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah berhasil dikumpulkan, diketahui bahwa terdapat beberapa penelitian yang dapat dijadikan

Lebih terperinci

Teori Kritikal mulai berkembang tahun 1937 (pengkajiannya dimulai tahun 1930) Teori Kritikal eksis sebagai ciri dari Institut Marxisme

Teori Kritikal mulai berkembang tahun 1937 (pengkajiannya dimulai tahun 1930) Teori Kritikal eksis sebagai ciri dari Institut Marxisme Studi Media Perspektif Media Krititis MIKOM Universitas Muhammadiyah Jakarta Aminah, M.Si Teori Kritikal mulai berkembang tahun 1937 (pengkajiannya dimulai tahun 1930) Teori Kritikal eksis sebagai ciri

Lebih terperinci

11Ilmu ANALISIS WACANA KRITIS. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom

11Ilmu ANALISIS WACANA KRITIS. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom Modul ke: ANALISIS WACANA KRITIS Mengungkap realitas yang dibingkai media, pendekatan analisis kritis, dan model analisis kritis Fakultas 11Ilmu Komunikasi Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Melihat isi media saat ini, baik media cetak maupun non cetak, sebagian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Melihat isi media saat ini, baik media cetak maupun non cetak, sebagian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Melihat isi media saat ini, baik media cetak maupun non cetak, sebagian besar dipenuhi oleh iklan yang mempromosikan berbagai macam produk atau jasa. Dengan menampilkan

Lebih terperinci

BAB V. Refleksi Hasil Penelitian

BAB V. Refleksi Hasil Penelitian BAB V Refleksi Hasil Penelitian 5.2.1 Implikasi Teoritis Implikasi teoritis yang didapatkan dalam penelitian ini yaitu media menciptakan pesan yang disampaikan kepada khalayak dan khalayak memaknai pesan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (http://kbbi.web.id/jilbab). Pada zaman orde baru pemerintah melarang

BAB I PENDAHULUAN. (http://kbbi.web.id/jilbab). Pada zaman orde baru pemerintah melarang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk muslim terbanyak di dunia sehingga banyak ditemui perempuan muslim Indonesia menggunakan jilbab,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum kurikulum Konstruksi tersebut melakukan the making process dalam

BAB V KESIMPULAN Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum kurikulum Konstruksi tersebut melakukan the making process dalam BAB V KESIMPULAN 5.1. Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum 2013 Konstruksi Identitas Nasional Indonesia tidaklah berlangsung secara alamiah. Ia berlangsung dengan konstruksi besar, dalam hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Laki-laki dan perempuan memang berbeda, tetapi bukan berarti perbedaan itu diperuntukkan untuk saling menindas, selain dari jenis kelamin, laki-laki dan perempuan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. historisnya, dipersoalkan oleh pemeluk agama, serta

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. historisnya, dipersoalkan oleh pemeluk agama, serta BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Praktik poligami dalam bentuk tindakan-tindakan seksual pada perempuan dan keluarga dekatnya telah lama terjadi dan menjadi tradisi masyarakat tertentu di belahan

Lebih terperinci

MODEL SARA MILLS DALAM ANALISIS WACANA PERAN DAN RELASI GENDER

MODEL SARA MILLS DALAM ANALISIS WACANA PERAN DAN RELASI GENDER MODEL SARA MILLS DALAM ANALISIS WACANA PERAN DAN RELASI GENDER Teti Sobari 1, Lilis Faridah 2 1 STKIP Siliwangi tetisobari@yahoo.com 2 SMPN 1 Soreang faridahlilis@gmail.com Abstrak Gender artinya perbedaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat itu dalam berbagai bentuk film-film ini akhirnya memiliki bekas nyata di benak

BAB I PENDAHULUAN. saat itu dalam berbagai bentuk film-film ini akhirnya memiliki bekas nyata di benak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Film adalah media audio visual yang memiliki peranan penting bagi perkembangan zaman di setiap negara. terlepas menjadi bahan propaganda atau tidak, terkadang sebuah

Lebih terperinci

ABSTRAK. Munculnya berbagai kasus kasus seperti pemerkosaan diangkot, kekerasan

ABSTRAK. Munculnya berbagai kasus kasus seperti pemerkosaan diangkot, kekerasan ABSTRAK JUDUL : Analisis Bingkai: Objektifikasi Perempuan dalam Buku Sarinah NAMA : Yudha Setya Nugraha NIM : D2C009030 Munculnya berbagai kasus kasus seperti pemerkosaan diangkot, kekerasan dalam rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khalayak. Karena menurut McLuhan (dalam Rakhmat,2008:224), media

BAB I PENDAHULUAN. khalayak. Karena menurut McLuhan (dalam Rakhmat,2008:224), media BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini, media massa sudah menjadi kebutuhan penting bagi khalayak. Karena menurut McLuhan (dalam Rakhmat,2008:224), media massa adalah perpanjangan alat indra.

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. mucul dalam tayangan acara Wisata Malam, yaitu kode Appearance

BAB V PENUTUP. mucul dalam tayangan acara Wisata Malam, yaitu kode Appearance BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Setelah melakukan penelitian dan menganalisis melalui tahapan kajian pustaka dan analisis data mengenai adanya unsur sensualitas lewat para bintang tamu perempuan dalam tayangan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Behavior dalam Pandangan Nitze tentang Perspektif Tuan dan Buruh Sosiologi perilaku memusatkan perhatian pada hubungan antara pengaruh perilaku seorang aktor terhadap lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. iklan dalam menyampaikan informasi mengenai produknya. Umumnya,

BAB I PENDAHULUAN. iklan dalam menyampaikan informasi mengenai produknya. Umumnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Iklan televisi pada dasarnya diciptakan untuk memenuhi kebutuhan pemasang iklan dalam menyampaikan informasi mengenai produknya. Umumnya, pengiklan juga ingin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak pantas atau tabu dibicarakan. 1. lainnya secara filosofis, sebenarnya manusia sudah kehilangan hak atas

BAB I PENDAHULUAN. tidak pantas atau tabu dibicarakan. 1. lainnya secara filosofis, sebenarnya manusia sudah kehilangan hak atas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seksualitas adalah sebuah proses sosial-budaya yang mengarahkan hasrat atau berahi manusia. Seksualitas berhubungan erat dengan tatanan nilai, norma, pengetahuan,

Lebih terperinci

Dekonstruksi Maskulinitas dan Feminitas dalam Sinetron ABG Jadi Manten Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1

Dekonstruksi Maskulinitas dan Feminitas dalam Sinetron ABG Jadi Manten Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1 Dekonstruksi Maskulinitas dan Feminitas dalam Sinetron ABG Jadi Manten Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1 Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Dalam penelitian ini, peneliti meneliti mengenai pemaknaan pasangan suami-istri di Surabaya terkait peran gender dalam film Erin Brockovich. Gender sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam telaah-telaah ilmu sosial, bahasa menempati posisi yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam telaah-telaah ilmu sosial, bahasa menempati posisi yang sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Dalam telaah-telaah ilmu sosial, bahasa menempati posisi yang sangat penting. Posisi penting bahasa tersebut, semakin diakui terutama setelah munculnya

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. deskriptif dan dengan pendekatan analisis wacana. Dalam melakukan

METODE PENELITIAN. deskriptif dan dengan pendekatan analisis wacana. Dalam melakukan 25 III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif dan dengan

Lebih terperinci

Imaji Vol. 4 - No. 2/ Februari 2009 RESENSI BUKU

Imaji Vol. 4 - No. 2/ Februari 2009 RESENSI BUKU RESENSI BUKU JUDUL BUKU : Cultural Studies; Teori dan Praktik PENULIS : Chris Barker PENERBIT : Kreasi Wacana, Yogyakarta CETAKAN : Ke-IV, Mei 2008 TEBAL BUKU : xxvi + 470 halaman PENINJAU : Petrus B J

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan yang sudah ada atau keluar dari suatu zona aman dalam beriklan

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan yang sudah ada atau keluar dari suatu zona aman dalam beriklan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring munculnya berbagai macam industri ditengah masyarakat, membuat persaingan antar industri yang menghasilkan produk sejenis semakin ketat. Banyak dari mereka

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA. Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana.

BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA. Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana. BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana. Relevansi Dalam perkuliahan ini mahasiswa diharapkan sudah punya

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENGARUH STRUKTUR SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP VISUALISASI TUBUH WANITA DALAM POSTER IKLAN MINUMAN ABSINTHE

BAB IV ANALISIS PENGARUH STRUKTUR SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP VISUALISASI TUBUH WANITA DALAM POSTER IKLAN MINUMAN ABSINTHE BAB IV ANALISIS PENGARUH STRUKTUR SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP VISUALISASI TUBUH WANITA DALAM POSTER IKLAN MINUMAN ABSINTHE Pada masa Revolusi Industri muncul fenomena - fenomena sosial dimasyarakat. Dan

Lebih terperinci

REPRESENTASI PEREMPUAN DEWASA YANG TERBELENGGU DALAM TAYANGAN IKLAN TELEVISI

REPRESENTASI PEREMPUAN DEWASA YANG TERBELENGGU DALAM TAYANGAN IKLAN TELEVISI REPRESENTASI PEREMPUAN DEWASA YANG TERBELENGGU DALAM TAYANGAN IKLAN TELEVISI Analisis Semiotika John Fiske pada Tayangan TVC Tri Always On versi Perempuan SKRIPSI Diajukan sebagai Syarat Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Media massa bukanlah saluran yang bebas dan netral, demikian pandangan

BAB I PENDAHULUAN. Media massa bukanlah saluran yang bebas dan netral, demikian pandangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media massa bukanlah saluran yang bebas dan netral, demikian pandangan paradigma kritis. Perspektif kritis ini bertolak dari asumsi umum bahwa realitas kehidupan bukanlah

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik

BAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik 68 BAB IV KESIMPULAN Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik (ekonomi) merupakan konsep kesetaraan gender. Perempuan tidak selalu berada dalam urusan-urusan domestik yang menyudutkannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Masyarakat hidup secara berkelompok dalam suatu kesatuan sistem sosial atau organisasi. Salah satu bidang dalam organisasi yaitu bidang politik (Wirawan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perawatan wajah identik bagi para wanita saja, namun saat ini para pria mulai menyadari akan pentingnya untuk menjaga kesehatan kulit wajah. Berbagai macam produk perawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. simbol-simbol pada khalayak dalam jumlah besar (Herman & Chomsky, 1988).

BAB I PENDAHULUAN. simbol-simbol pada khalayak dalam jumlah besar (Herman & Chomsky, 1988). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Media massa bekerja sebagai sistem untuk mengkomunikasikan pesan dan simbol-simbol pada khalayak dalam jumlah besar (Herman & Chomsky, 1988). Menurut Herman

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Paradigma menurut Nyoman Kutha Ratna (2011:21) adalah seperangkat keyakinan mendasar, pandangan dunia yang berfungsi untuk menuntun tindakantindakan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau majalah, dan juga mendengarkan radio. Perkembangan media yang terjadi saat

BAB I PENDAHULUAN. atau majalah, dan juga mendengarkan radio. Perkembangan media yang terjadi saat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap saat kita dapat melihat orang-orang menonton televisi, membaca koran atau majalah, dan juga mendengarkan radio. Perkembangan media yang terjadi saat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif yaitu Pendekatan ini diarahkan pada latar belakang dan individu tersebut secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perempuan adalah tiang negara, artinya tegak runtuhnya suatu negara berada di tangan kaum perempuan. Penerus peradaban lahir dari rahim seorang perempuan,

Lebih terperinci

dapat dilihat bahwa media massa memiliki pengaruh yang besar dalam

dapat dilihat bahwa media massa memiliki pengaruh yang besar dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang- Undang No 33 tahun 2009 dalam pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa film adalah karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan media komunikasi massa yang dibuat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bertipe deskriptif dengan menggunakan pendekatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bertipe deskriptif dengan menggunakan pendekatan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian Penelitian ini bertipe deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Metode kualitatif memungkinkan peneliti mendekati data sehingga mampu mengembangkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. film memiliki realitas yang kuat salah satunya menceritakan tentang realitas

BAB 1 PENDAHULUAN. film memiliki realitas yang kuat salah satunya menceritakan tentang realitas 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk mengkomunikasikan tentang suatu realita yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, film memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia pasti membutuhkan sarana untuk mengungkapkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia pasti membutuhkan sarana untuk mengungkapkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia pasti membutuhkan sarana untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran, dan sebagainya. Bahasa dianggap sebagai sarana yang paling utama dalam memenuhi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan paradigma kritis. Paradigma kritis menyajikan serangkaian metode dan perspektif yang memungkinkan untuk

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Pertama, poligami direpresentasikan oleh majalah Sabili, Syir ah dan NooR dengan

BAB VI KESIMPULAN. Pertama, poligami direpresentasikan oleh majalah Sabili, Syir ah dan NooR dengan BAB VI KESIMPULAN 6.1 Kesimpulan Hasil analisa wacana kritis terhadap poligami pada media cetak Islam yakni majalah Sabili, Syir ah dan NooR ternyata menemukan beberapa kesimpulan. Pertama, poligami direpresentasikan

Lebih terperinci

SOSIOLOGI KOMUNIKASI

SOSIOLOGI KOMUNIKASI SOSIOLOGI KOMUNIKASI Modul ke: 12 Dr. Fakultas ILMU KOMUNIKASI Masalah Masalah Sosial Dan Media Massa Heri Budianto.M.Si Program Studi Publik Relations http://mercubuana.ac.id Para akademisi dan praktisi

Lebih terperinci

PENDEKATAN TEORITIS. Tinjauan Pustaka

PENDEKATAN TEORITIS. Tinjauan Pustaka 5 PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Konsep Gender Gender merupakan suatu konsep yang merujuk pada peran dan hubungan antara laki-laki dan perempuan yang tidak ditentukan oleh perbedaan biologis, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Perempuan diberbagai media digambarkan sebagai sosok yang cantik, putih, langsing, dan sangat feminin. Masyarakat memahami konstruksi perempuan yang cantik

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek penelitian dalam penelitian ini adalah teks berita pelecehan seksual yang dimuat di tabloidnova.com yang tayang dari bulan Januari hingga September

Lebih terperinci

GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN

GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN G E N D E R B R I E F S E R I E S NO. 1 GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN The Australia-Indonesia Partnership for Reconstruction and Development Local Governance and Community Infrastructure for Communities

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. kalangan masyarakat, bahwa perempuan sebagai anggota masyarakat masih

BAB V PENUTUP. kalangan masyarakat, bahwa perempuan sebagai anggota masyarakat masih BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Munculnya feminisme memang tak lepas dari akar persoalan yang ada di kalangan masyarakat, bahwa perempuan sebagai anggota masyarakat masih dianggap sebagai makhluk inferior.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. medium yang lain seperti menyebarkan hiburan, menyajikan cerita, peristiwa, musik, drama,

BAB I PENDAHULUAN. medium yang lain seperti menyebarkan hiburan, menyajikan cerita, peristiwa, musik, drama, BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Film pertama kali ditemukan pada abad 19, tetapi memiliki fungsi yang sama dengan medium yang lain seperti menyebarkan hiburan, menyajikan cerita, peristiwa, musik,

Lebih terperinci

BAHASA IKLAN DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN: SEBUAH KAJIAN KOMUNIKASI DAN BAHASA TERHADAP IKLAN TV PRODUK CITRA

BAHASA IKLAN DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN: SEBUAH KAJIAN KOMUNIKASI DAN BAHASA TERHADAP IKLAN TV PRODUK CITRA BAHASA IKLAN DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN: SEBUAH KAJIAN KOMUNIKASI DAN BAHASA TERHADAP IKLAN TV PRODUK CITRA Unika Atma Jaya, Jakarta Memasarkan sebuah produk di media massa bertujuan untuk mencapai target

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam era masa kini, topik mengenai perbedaan gender dan jenis kelamin seakan tak pernah usang untuk diperbincangkan. Pembahasan mengenai isu gender yang meliputi

Lebih terperinci

1Konsep dan Teori Gender

1Konsep dan Teori Gender 1Konsep dan Teori Gender Pengantar Dalam bab ini akan disampaikan secara detil arti dan makna dari Gender, serta konsepsi yang berkembang dalam melihat gender. Hal-hal mendasar yang perlu dipahami oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki dan perempuan dibedakan sesuai dengan perannya masing-masing yang dikonstruksikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemilihan simbol-simbol, kode-kode dalam pesan dilakukan pemilihan sesuai

BAB I PENDAHULUAN. pemilihan simbol-simbol, kode-kode dalam pesan dilakukan pemilihan sesuai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi dikatakan berhasil disaat transmisi pesan oleh pembuat pesan mampu merengkuh para pemakna pesan untuk berpola tingkah dan berpikir seperti si pemberi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini sangat menarik perhatian orang banyak, bahkan membuat banyak orang

BAB I PENDAHULUAN. ini sangat menarik perhatian orang banyak, bahkan membuat banyak orang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penampilan iklan Extra Joss di media cetak dan elektronik secara besarbesaran di Indonesia sungguh menarik perhatian untuk disimak. Penampilan iklan ini sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Film sebagai gambaran kehidupan sosial masyarakat, merupakan pandangan yang secara umum lebih mudah disepakati termasuk pada bagaimana pemakaian bahasa yang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian

BAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian BAB V KESIMPULAN Bagian kesimpulan ini menyampaikan empat hal. Pertama, mekanisme ekstraksi surplus yang terjadi dalam relasi sosial produksi pertanian padi dan posisi perempuan buruh tani di dalamnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Gender adalah signifikansi sosial dari seks (Burr 1998:11). Burr mengatakan bahwa gender mengacu pada karakteristik dan perilaku lakilaki dan perempuan dalam masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Gender Istilah gender diketengahkan oleh para ilmuwan sosial untuk menjelaskan mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan Tuhan dan mana

Lebih terperinci