ASPEK lingkungan JENIS: TEMBESU KAYU BAWANG GELAM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ASPEK lingkungan JENIS: TEMBESU KAYU BAWANG GELAM"

Transkripsi

1 ASPEK lingkungan JENIS: TEMBESU KAYU BAWANG GELAM 75

2 Program : Pengelolaan Hutan Tanaman Judul RPI : Pengelolaan Hutan Tanaman Penghasil Kayu Pertukangan Koordinator RPI : Drs. Riskan Efendi, MSc. Judul Kegiatan : Teknik Budidaya Tembesu Sub Judul Kegiatan : Aspek Lingkungan Pelaksana Kegiatan : Fatahul Azwar, S.Hut Etik Ernawati Hadi, S.Hut Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana perubahan keanekaragaman jenis dan lingkungan yang terjadi akibat pembangunan hutan tanaman tembesu dan kegiatan silvikultur didalamnya. Lokasi penelitian di KHDTK Benakat, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan. Perubahan lingkungan yang terjadi dilihat dari 2 parameter yaitu komposisi tumbuhan bawah dibawah tegakan dan iklim mikro di hutan tanaman Tembesu. Metode penelitian yang dilakukan adalah dengan metode analisis vegetasi dengan metode purposive sampling plot dengan luasan plot 2 x 2 m sebanyak 20 plot utk masingmasing perlakuan jarak tanam Tembesu. Dari data yang diperoleh terlihat bahwa jenis rumput empritan ( Cyrtococcum acrescens (Trin) Stap) selalu mendominasi disemua areal dan seperti menjadi tanaman perintis setelah kegiatan atau perlakuan silvikultur yang diberikan. Perlakuan silvikultur seperti pemangkasan, penjarangan, penebasan, dan penyemprotan gulma tidak berdampak negatif terhadap perubahan keanekaragaman jenis tumbuhan bawah yang ada dalam tegakan hutan tanaman tembesu. Kata kunci : Tembesu, tumbuhan bawah, analisis vegetasi, lingkungan, rumput empritan (Cyrtococcum acrescens (Trin) Stap) A. Latar Belakang Untuk meminimalkan dampak ekologis yang timbul akibat pembangunan hutan tanaman, saat ini tengah digulirkan wacana pembangunan hutan tanaman secara lestari. Pamulardi (1995) dalam Sukresno et al. (2004), menjelaskan bahwa terdapat empat prinsip umum pengelolaan hutan lestari, yaitu : 1). kawasan hutan yang dikelola secara mantap dan berencana. 2). sistem eksploitasi yang menjamin tingkat produksi yang berkelanjutan. 3). kawasan hutan yang dikelola dengan berwawasan lingkungan dan dapat memelihara kelangsungan ekosistem dan keanekaragaman hayati. 4). berdampak positip pada kondisi sosial ekonomi masyarakat. CIFOR telah mengembangkan sistem kriteria dan indikator pengelolaan hutan tanaman lestari, dengan mengacu pada kriteria manajemen, ekologi, dan sosial. Indikator pada kriteria ekologi antara lain; pemeliharaan struktur dan fungsi ekosistem, pemeliharaan dan peningkatan sumberdaya air, serta minimasi dampak lingkungan yang timbul (Muhtaman et al., 2000). Penelitian ini bertujuan untuk melihat sejauhmana keanekaragaman jenis 76

3 tumbuhan serta kondisi lingkungan (mikro) pada tipe hutan tanaman yang berbeda. B. Tujuan dan Sasaran Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pengaruh perubahan keanekaragaman jenis dan lingkungan akibat pembangunan hutan tanaman. Sasaran penelitian ini yaitu : 1. Tersedianya data komposisi tumbuhan bawah pada hutan tanaman monokultur Tembesu. 2. Tersedianya data kondisi lingkungan (mikro) pada hutan tanaman monokultur Tembesu. C. Metode Penelitian 1. Analisis Komunitas Tumbuhan Pengambilan contoh tumbuhan pada penelitian ini menggunakan metode petak ganda (Indriyanto, 2006). Peletakan petak contoh dilakukan secara sistematik. Dalam penelitian ini digunakan petak ukur berukuran 2m x 2m, sebanyak 20 petak ukur pada masing-masing perlakuan jarak tanam, hal ini agar pengambilan sampel lebih dapat mewakili untuk luasan areal penelitian. Identifikasi tumbuhan dilakukan dengan cara mencocokkan dengan gambar-gambar tumbuhan yang sudah diketahui identitasnya. Apabila dijumpai tumbuhan yang belum berhasil diidentifikasi atau ditemukan keragu-raguan, maka dibuat specimen herbarium untuk keperluan identifikasi. Dari hasil pengamatan pada petak contoh yang dibuat dilokasi penelitian, kemudian dihitung nilai kerapatan jenis, frekuensi, dominasi, indeks nilai penting, indeks keanekaragaman. 2. Pengamatan Kondisi Lingkungan Pengamatan faktor-faktor (kondisi) lingkungan dilakukan bersamaan dengan kegiatan analisis komunitas tumbuhan. Parameter yang diamati adalah cahaya, suhu tanah, dan kelembaban udara. D. Hasil yang Telah Dicapai Grafik 3. Jumlah total individu semua jenis pada setiap waktu pengamatan 77

4 x2 3X1m pengamatan ke-1 40 pengamatan ke-2 20 pengamatan ke-3 0 SU ST IN SU ST IN *) keterangan: SU = Suhu Udara ( o C) ST = Suhu Tanah ( o C) IN = Intensitas naungan (%) Grafik 4. Data suhu udara, suhu tanah, dan intensitas naungan (%) Keterangan (waktu pengamatan dan perlakuan silvikultur yang diteapkan) : Pengamatan ke-1 : Tujuh bulan setelah penjarangan pada JT 3x2 m dan tiga minggu setelah pemangkasan dan penebasan total Pengamatan ke-2 : Sembilan bulan setelah penjarangan pada JT 3x2 m dan sepuluh minggu setelah pemangkasan dan penebasan total Pengamatan ke-3 : dua belas bulan setelah penjarangan pada JT 3x2 m, 3 minggu penjarangan pada JT 3x1 m. Tiga minggu setelah pemangkasan dan penebasan total pada JT 3x2 m, dan tiga minggu setelah pemangkasan, penebasan total dan penyemprotan gulma pada JT 3x1 m Dari data diatas terlihat bahwa perlakuan silvikultur yang ada (penjarangan dan penyiangan gulma) tidak terlalu berpengaruh secara signifikan terhadap perubahan kelimpahan tumbuhan bawah dan iklim mikro. Perubahan yang terlihat cukup signifikan lebih disebabkan oleh faktor iklim (musim) dan penyemprotan gulma secara kimiawi E. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Dari data hasil penelitian dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu: 1. Perlakuan silvikultur berupa penjarangan dan penyiangan lahan (penebasan dan penyemprotan herbisida) tidak berdampak negatif terhadap keanekaragaman jenis tumbuhan bawah bila dilakukan secara terkendali, bahkan mampu menaikan jumlah total individu semua jenis tumbuhan bawah. 2. Perlakuan silvikultur penyiangan lahan secara kimiawi (penyemprotan herbisida) secara signifikan mengurangi jumlah jenis tumbuhan bawah namun tidak efektif berlangsung lama karena akan terjadi suksesi kembali setelahnya 3. Perubahan jumlah total individu semua jenis serta perubahan dominasi jenis dikarenakan oleh faktor iklim mikro yang terjadi atau berubah akibat perlakuan 78

5 silvikultur berupa penjarangan dan penyiangan lahan (penebasan dan penyemprotan herbisida). Saran A. Pada tegakan tanaman tembesu yang sudah besar (diatas 4 tahun) pemeliharaan lahan sebaiknya tidak harus intensif dan pembersihan gulma cukup dilakukan secara manual (tanpa penyemprotan herbisida) agar tidak berdampak negatif pada keanekaragaman jenis tumbuhan bawah. B. Perlakuan Penjarangan perlu dilakukan untuk membuka celah bagi pertumbuhan tumbuhan bawah agar dapat bersaing mendapatkan pasokan cahaya C. Perlakuan silvikultur juga harus memperhatikan keseimbangan ekologis didalam tegakan dan mempertimbangkan iklim mikro didalamnya Foto Kegiatan : 79

6 Program : Pengelolaan Hutan Tanaman Judul RPI : Pengelolaan Hutan Tanaman Penghasil Kayu Pertukangan Koordinator RPI : Drs. Riskan Efendi, MSc. Judul Kegiatan : Teknik Budidaya Jenis Kayu Bawang Sub Judul Kegiatan : Aspek Lingkungan Pelaksana Kegiatan : Andika Imanullah, S. Si Abstrak Untuk meminimalkan dampak ekologis yang timbul akibat pembangunan hutan tanaman, saat ini tengah digulirkan wacana pembangunan hutan tanaman secara lestari. Indikator pada kriteria ekologi antara lain; pemeliharaan struktur dan fungsi ekosistem, pemeliharaan dan peningkatan sumberdaya air, serta minimasi dampak lingkungan yang timbul. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pengaruh perubahan keanekaragaman jenis dan lingkungan akibat pembangunan hutan tanaman kayu bawang. Sasaran penelitian ini yaitu : 1) Tersedianya data komposisi tumbuhan pada hutan tanaman kayu bawang, 2) Tersedianya data kondisi lingkungan (mikro) pada hutan tanaman kayu bawang. Luaran yang diharapkan dari penelitian ini adalah informasi keanekaragaman jenis dan kondisi lingkungan (mikro) pada hutan tanaman kayu bawang, untuk melihat sejauh mana perubahan keanekaragaman jenis dan lingkungan yang terjadi sebagai dampak pembangunan hutan tanaman. Ruang lingkup penelitian ini meliputi kegiatan analisis komunitas tumbuhan dan pengamatan kondisi lingkungan (mikro) pada hutan tanaman kayu bawang. Metodologi yang dilaksanakan adalah analisis Komunitas Tumbuhan dan pengamatan Kondisi Lingkungan dan Pengambilan Contoh tanah. Pengamatan faktor-faktor (kondisi) lingkungan dilakukan bersamaan dengan kegiatan analisis komunitas tumbuhan. Parameter yang diamati adalah cahaya, suhu tanah, dan kelembaban udara. Kata kunci : ekologis, lingkungan, hutan tanaman, kayu bawang A. Latar Belakang Kayu Bawang merupakan salah satu jenis kayu yang telah banyak dibudidayakan oleh masyarakat di daerah Bengkulu Utara. Kayu ini menjadi jenis unggulan di Propinsi Bengkulu. Tanaman ini mampu tumbuh pada jenis tanah Alluvial dan Podsolik Merah Kuning serta tidak memerlukan persyaratan tempat tumbuh yang spesifik (Dinas Kehutanan Kabupaten Bengkulu Utara, 2004 dalam Effendi 2009). Program kebijakan pembangunan hutan tanaman tertuang dalam PP nomor 7 tahun 1990 yaitu untuk meningkatkan produktivitas lahan yang kurang produktif, meningkatkan kualitas lingkungan hidup serta menjamin tersedianya secara lestari bahan baku industri hasil hutan perlu dilaksanakan pengusahaan hutan tanaman berdasarkan asas kelestarian dengan menerapkan silvikultur intensif. Namun konsep pembangunan hutan tanaman monokultur ini 80

7 masih menimbulkan berbagai silang pendapat, terutama dari aspek lingkungan hidup. Kalangan ini beranggapan sistem monokultur disamping mengurangi keragaman hayati juga sangat rentan terhadap gangguan hama dan penyakit (Simon, 1999). Untuk meminimalkan dampak ekologis yang timbul akibat pembangunan hutan tanaman, saat ini tengah digulirkan wacana pembangunan hutan tanaman secara lestari. Pamulardi (1995) dalam Sukresno et al. (2004), menjelaskan bahwa terdapat empat prinsip umum pengelolaan hutan lestari, yaitu : 1). kawasan hutan yang dikelola secara mantap dan berencana. 2). sistem eksploitasi yang menjamin tingkat produksi yang berkelanjutan. 3). kawasan hutan yang dikelola dengan berwawasan lingkungan dan dapat memelihara kelangsungan ekosistem dan keanekaragaman hayati. 4). berdampak positip pada kondisi sosial ekonomi masyarakat. Perhatian akan konsep pembangunan hutan tanaman secara lestari tidak saja datang dari pemerintah, namun juga dari lembaga-lembaga non pemerintah yang konsisten dalam mendorong terwujudnya sistem pengelolaan hutan secara berkelanjutan. Salah satunya datang dari CIFOR yang telah mengembangkan sistem kriteria dan indikator pengelolaan hutan tanaman lestari, dengan mengacu pada kriteria manajemen, ekologi, dan sosial. Indikator pada kriteria ekologi antara lain; pemeliharaan struktur dan fungsi ekosistem, pemeliharaan dan peningkatan sumberdaya air, serta minimasi dampak lingkungan yang timbul (Muhtaman et al., 2000). Pemanfaatan tanah yang tidak dibarengi dengan pengelolaan tanah yang baik dapat mengakibatkan penurunan kualitas (degradasi) lahan dan berdampak luas bagi lingkungan. Erosi merupakan salah satu akibat yang terjadi dari pemanfaatan tanah yang tidak dibarengi dengan pengelolaan tanah yang baik. Pengelolaan tanah yang mengabaikan tindakan konservasi lahan dapat mengakibatkan degradasi nilai tanah dengan berkurangnya kesuburan tanah dan terancamnya biodiversitas yang ada. Akibat lanjut dari degradasi tanah yaitu bertambahnya lahan-lahan yang tidak produktif atau lahan kritis. Usaha-usaha untuk menghindari degradasi lahan telah banyak dilakukan, dari beberapa metode, konservasi menggunakan vegetasi merupakan cara yang relatif sederhana untuk mencegah erosi. Vegetasi berupa tumbuhan bawah yang menutupi permukaan tanah dapat mengurangi energi kinetik dari air hujan yang dapat memecah partikel tanah dan juga mampu menahan aliran permukaan yang dapat mengangkut partikel-partikel tanah yang pecah akibat air hujan. Sudah menjadi hal yang seharusnya apabila pengelolaan hutan tanaman dimasa mendatang menuntut sistem pengelolaan hutan tanaman secara lestari, yang mengacu pada kriteria manajemen, ekologi, dan sosial. B. Tujuan dan Sasaran Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pengaruh perubahan keanekaragaman jenis dan lingkungan, tingkat bahaya erosi yang dapat 81

8 terjadi serta pengaruh tutupan tumbuhan bawah terhadap besarnya erosi yang terjadi dari akibat pembangunan hutan tanaman khususnya pada tegakan Kayu Bawang. Sasaran penelitian ini yaitu :1) Tersedianya data komposisi tumbuhan pada tegakan Kayu Bawang, 2) Tersedianya data makrofauna tanah pada tegakan Kayu Bawang, 3) Tersedianya data kondisi lingkungan (mikro) pada tegakan Kayu Bawang, 4) Tersedianya data Tingkat Bahaya Erosi yang dapat terjadi pada plot tanaman Kayu Bawang. 5) Tersedianya data tutupan tumbuhan bawah terhadap besarnya erosi yang terjadi. C. Metode Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di plot Tanaman Kayu Bawang KHDTK Kemampo Kabupaten Banyuasin, propinsi Sumatra Selatan. 2. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alkohol dan spiritus, serta data curah hujan harian dan bulanan dari BMG. Sedangkan alat yang digunakan adalah kompas, peta lokasi, gunting, plant-press, tali raphia, tambang plastik, pi-band, kaliper, pengukur tinggi, kertas koran, tally-sheet, kertas ph, dan pensil, bor tanah, ring sampler, kantong plastik 5 kg, kantong plastik hitam dan stiker label, alat untuk penelitian pendugaan erosi dilapangan, yaitu klinometer, plastik dengan lebar ± 1.5 m, patok, cangkul, timbangan, alat tulis dan alat untuk dokumentasi kegiatan. yaitu buku catatan, spidol permanent, pulpen dan kamera. 3. Prosedur Kerja a. Analisis Komunitas Tumbuhan Pengambilan contoh tumbuhan pada penelitian ini menggunakan metode petak ganda (Indriyanto, 2006). Identifikasi tumbuhan dilakukan dengan cara mencocokkan dengan gambar-gambar tumbuhan Dari hasil pengamatan pada petak contoh yang dibuat dilokasi penelitian, kemudian dihitung kerapatan jenis, frekuensi, dominansi, indeks nilai penting, indeks keanekaragaman dan indekskesamaan. b. Analisis Komunitas Makrofauna Makrofauna tanah yang diamati meliputi makrofauna yang aktif di permukaan tanah dan makrofauna yang hidup didalam tanah. Makrofauna di permukaan tanah dengan pengambilan sampel dengan cara menggunakan toples/bejana jebak (pitfall trap), yang dipasang pada plot penelitian, juga dengan metode hand sortir, kemudian diidentifikasi jenisnya dan dihitung jumlah tiap jenisnya. Fauna yang didapatkan kemudian dikoleksi di botol koleksi, kemudian diidentifikasi (ditentukan nama yang benar sesuai sistem klasifikasi) dengan menggunakan kunci determinasi. Kemudian dihitung Indeks Keanekaragaman Jenis dan Indeks Dominansi. 82

9 c. Pengamatan Kondisi Lingkungan dan Pengambilan Contoh tanah Pengamatan faktor-faktor (kondisi) lingkungan dilakukan bersamaan dengan kegiatan analisis komunitas tumbuhan. Parameter yang diamati adalah cahaya, suhu tanah, dan kelembaban udara. d. Analisis Tingkat Erosi Penelitian ini menggunakan dua metode dalam pendugaan erosi di plot kayu bawang KHDTK Kemampo. Metode pertama berdasarkan rumus USLE yaitu metode yang memperkirakan jumlah erosi yang dapat terjadi pada suatu lahan bila pengelolaan tanahnya tidak mengalami perubahan dan metode kedua menggunakan bak penampung tanah tererosi untuk mengetahui hubungan tutupan tumbuhan bawah dengan jumalah erosi yang terjadi. Kemudian dihitung dengan beberapa rumusan : Faktor erosivitas hujan (R) didapat dengan menjumlahkan erosivitas hujan bulanan (RM). Erosivitas hujan bulanan dap at dihitung dengan menggunakan rumus Lenvain dan di ambil dari BMG Kenten Palembang, serta faktor erodibilitas tanah (K). Penentuan tekstur, % C, Bobot Isi dan Permeabilitas dilakukan di Laboratorium Kesuburan Tanah, Jurusan Ilmu Tanah, Universitas Sriwijaya. Faktor panjang dan kemiringan lereng (LS) dihitung berdasarkan persamaan. Faktor tanaman (C) yaitu nisbah antara besarnya erosi dari suatu areal dengan vegetasi dan pengelolaan tanaman.tertentu terhadap besarnya erosi dari tanah yang identik dan tanpa tanaman. Faktor teknik konservasi tanah (P) tidak hanya tindakan konservasi tanah secara mekanik atau fisik saja, penentuan Tingkat Bahaya Erosi (TBE) dan tingkat bahaya erosi yang diperkenankan (Tolerable Soil Loss) Analisa Data Analisis data dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap keanekaragaman jenis tumbuhan pada areal studi dilakukan analisis dan korelasi menggunakan program SPSS. D. Hasil yang telah dicapai A. Jumlah total jenis 1. Jumlah Total Jenis Tumbuhan Bawah Pada pengambilan dilakukan di areal sekitar Plot tanaman Kayu bawang ditemukan jumlah total individu sebesar 5473 dengan jenis individu terbanyak yaitu jenis Paspalum conjugatum.ntuk perlakuan ini di ambil di areal sekitar plot penanaman kayu bawang karena dianggap mewaliki kondisi areal sebelum dilakukan penanaman. a. 4 minggu setelah pemeliharaan plot (pemangkasan total & penyemprotan herbisida) Pengamatan dan pengambilan data dilakukan setelah 4 minggu (bulan April 2011) dari pemeliharaan plot (bulan Maret 2011) dengan perlakuan Pemangkasan total dan peyemprotan herbisida. Hasil analisa vegetasi pada tiga perlakuan jarak tanam menemukan jumlah total individu semua sebagai berikut : 83

10 jarak tanam 3 x 3 m jumlah total indvidu semua jenis 361 jenis individu terbanyak Acasia Mangium; jarak tanam 3 x 4 m jumlah total indvidu semua jenis 1098 jenis individu terbanyak A (serunai), jarak tanam 4 x 5 m jumlah total indvidu semua jenis 968 jenis individu terbanyak A (serunai) b. 3 minggu setelah pemeliharaan plot (pemangkasan jalur & penyemprotan herbisida) Pengamatan dan pengambilan data dilakukan setelah 3 minggu (bulan Juli 2011) dari pemeliharaan plot (bulan Juni 2011) Hasil analisa vegetasi pada tiga perlakuan jarak tanam menemukan jumlah total individu semua sebagai berikut : jarak tanam 3 x 3 m jumlah total indvidu semua jenis 224 jenis individu terbanyak jenis Acasia Mangium; jarak tanam 3 x 4 m jumlah total indvidu semua jenis 59 jenis individu terbanyak jenis Echinocoa colonum jarak tanam 4 x 5 m jumlah total indvidu semua jenis47 jenis individu terbanyak Akar Ripit. c. 4 minggu setelah pemeliharaan plot (pemangkasan jalur & penyemprotan herbisida) Pengamatan dan pengambilan data dilakukan setelah 7 minggu (bulan Oktober 2011) dari pemeliharaan plot (bulan April 2011) dan pemeliharaan secara manual di bulan September. Hasil analisa vegetasi pada tiga perlakuan jarak tanam menemukan jumlah total individu semua sebagai berikut : jarak tanam 3 x 3 m jumlah total indvidu semua jenis 1121 jenis individu terbanyak jenis Acasia Mangium; jarak tanam 4 x 3 m jumlah total individu 762 semua jenis jenis individu terbanyak jenis Acasia Mangium ; jarak tanam 4 x 5 m jumlah total indvidu semua jenis 737 jenis individu terbanyak jenis Acasia Mangium. 2. Jumlah Total Jenis Makrofauna tanah a. areal sekitar plot penanaman Plot kayu Bawang Pada pengambilan dilakukan di areal sekitar Plot tanaman Kayu bawang ditemukan jumlah total individu sebesar 475 dengan jenis individu terbanyak yaitu jenis Cacing tanah (Megaloscolecidae). b. 4 minggu setelah pemeliharaan plot (pemangkasan total & penyemprotan herbisida) Pengamatan dan pengambilan data dilakukan setelah 4 minggu (bulan April 2011) dari pemeliharaan plot (bulan Maret 2011), Hasil analisa makrofauna tanah pada tiga perlakuan jarak tanam menemukan jumlah total individu semua sebagai berikut : jarak tanam 3 x 3 m jumlah total indvidu semua jenis 179 jenis individu terbanyak jenis Semut Hitam (Formicidae) ; jarak tanam 3 x 4 m jumlah total indvidu semua jenis 66 jenis individu terbanyak jenis Cacing tanah (Megaloscolecidae). jarak tanam 4 x 5 m jumlah total indvidu semua jenis 93 jenis individu terbanyak Cacing tanah (Megaloscolecidae). c. 3 minggu setelah pemeliharaan plot (pemangkasan jalur & penyemprotan herbisida) 84

11 Pengamatan dan pengambilan data dilakukan setelah 3 minggu (bulan Juli 2011) dari pemeliharaan plot (bulan Juni 2011) Hasil analisa makrofauna tanah pada tiga perlakuan jarak tanam menemukan jumlah total individu semua sebagai berikut : jarak tanam 3 x 3 m jumlah total indvidu semua jenis 87 jenis individu terbanyak Cacing tanah ( Megaloscolecidae) ; jarak tanam 3 x 4 m jumlah total indvidu semua jenis 75 jenis individu terbanyak jenis Cacing tanah (Megaloscolecidae). jarak tanam 4 x 5 m jumlah total indvidu semua jenis 187 jenis individu terbanyak Semut Hitam (Formicidae) d. 7 minggu setelah pemeliharaan plot (pemangkasan jalur & penyemprotan herbisida) Pengamatan dan pengambilan data dilakukan setelah 7 minggu (bulan Oktober 2011) dari pemeliharaan plot (bulan April 2011) dan pemeliharaan secara manual di bulan September yaitu dengan mengambil gadung yang ada di seluruh plot. Kegiatan penyiangan ini dilakukan pada seluruh perlakuan jarak tanam. Hasil analisa makrofauna tanah pada tiga perlakuan jarak tanam menemukan jumlah total individu semua sebagai berikut : jarak tanam 3 x 3 m jumlah total indvidu semua jenis 30 jenis individu terbanyak Semut Hitam (Formicidae) ; jarak tanam 3 x 4 m jumlah total indvidu semua jenis 35 jenis individu terbanyak jenis Semut Hitam (Formicidae). jarak tanam 4 x 5 m jumlah total indvidu semua jenis 1146 jenis individu terbanyak Semut Hitam (Formicidae) 3. Iklim Mikro Pengamatan dan penambilan data iklim mikro yang dilakukan meliputi kegiatan pengambilan data suhu lingkungan dibawah tegakan, suhu tanah, dan intensitas cahaya pada masing-masing perlakuan jarak tanam (3 x 3 m, 3 x 4m dan 4 x 5 m). Hasil data yang diperoleh untuk parameter iklim mikro adalah sebagai berikut : di luar plot pengamatan rata-rata suhu udara dan suhu tanah 30,92 o C dan 26,50 o C, rata-rata kelembaban 78,95 % dan rata-rata intensitas cahaya 12,19 %. Pengamatan bulan April, jarak tanam 3 x 3 m rata-rata suhu udara dan suhu tanah 32,37 o C dan 26,66 o C, rata-rata kelembaban 58,29 % dan rata-rata intensitas cahaya 74,65 %, jarak tanam 3 x 4 m rata-rata suhu udara dan suhu tanah 36,19 o C dan 27,14 o C, rata-rata kelembaban 63,43 % dan rata-rata intensitas cahaya 62,02 %. jarak tanam 4 x 5 m rata-rata suhu udara dan suhu tanah 39,4 o C dan 27,85 o C, rata-rata kelembaban 54,00 % dan rata-rata intensitas cahaya 75,23 %. %. Pengamatan bulan Juli, jarak tanam 3 x 3 m rata-rata suhu udara dan suhu tanah 39,63 o C dan 28,30 o C, rata-rata kelembaban 43,86 % dan rata-rata intensitas cahaya 50,73 %, jarak tanam 3 x 4 m rata-rata suhu udara dan suhu tanah 43,37 o C dan 29,26 o C, rata-rata kelembaban 34,86 % dan rata-rata intensitas cahaya 50,03 %. jarak tanam 4 x 5 m rata-rata suhu udara dan suhu tanah 42,95 o C dan 29,35 o C, rata-rata kelembaban 31,83 % dan rata-rata intensitas cahaya 45,28 %. Pengamatan bulan Oktober, jarak tanam 3 x 3 m rata-rata suhu udara dan suhu 85

12 tanah 43,37 o C dan 29,59 o C, rata-rata kelembaban 39,71 % dan rata-rata intensitas cahaya 67,67 %, jarak tanam 3 x 4 m rata-rata suhu udara dan suhu tanah 37,24 o C dan 29,86 o C, rata-rata kelembaban 49,86 % dan rata-rata intensitas cahaya 80,49 %. jarak tanam 4 x 5 m rata-rata suhu udara dan suhu tanah 32,8 o C dan 30,95 o C, rata-rata kelembaban 57,86 % dan rata-rata intensitas cahaya 52,81 %. B. Analisis Tingkat Erosi Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa lahan pada lokasi pengamatan bertekstur lempung dan memiliki rata-rata kadar C-organik yang rendah. Nilai Erodibilitas (K) pada lahan penelitian sebesar 0,37 dengan struktur tanah granular sedang sampai kasar dan permeabilitas yang termasuk sedang. Selama tahun 2011 intensitas curah hujan tertinggi terjadi pada saat penelitian dilakukan yaitu pada bulan Oktober dan November 2011 termasuk kategori sedang. Nilai Erosivitas (R) berdasarkan data curah hujan selama setahun terakhir sebesar 243,45 cm/tahun. Lokasi penelitian memiliki lereng dengan panjang lereng dan kemiringan yang relatif seragam yaitu panjang 35 meter dengan kemiringan 11%, sehingga faktor panjang lereng dan kemiringan (LS) pada lokasi penelitian dapat diketahui sebesar 1,70. Penggunaan lahan pada lokasi yang diamati merupakan plot penelitian tanaman kayu bawang dengan solum dalam. Nilai faktor C merupakan pohon-pohon dibawahnya diolah dengan nilai faktor P tanaman dengan penutup tanah sedang, sehingga nilai CP nya adalah 0,105. Dari hasil analisis dan pengamatan lapangan pada lokasi penelitian dapat dihitung menggunakan rumus USLE besarnya erosi yang dapat terjadi dalam satu tahun. Perkiraan jumlah erosi (A) yang dapat terjadi pada lokasi penelitian sebesar 16,23 ton/ha/tahun. Hasil pendugaan Tingkat Bahaya Erosi (TBE) lokasi penelitian termasuk kedalam kategori rendah, namun tidak dapat dikesampingkan bahwa dari nilai kategori TBE yang rendah dapat berpotensi meningkat menjadi lebih tinggi nilainya. Pengamatan pengaruh luas tutupan tumbuhan bawah terhadap erosi dilakukan selama bulan Oktober November 2011 menggunakan petak percobaan dengan kondisi panjang dan kemiringan lereng yang relatif sama. Petak pertama terdapat beberapa tumbuhan bawah seperti akasia, rumput gajah, empritan, gadung dan patikan yang menutupi <5% dari luas petak serta serasah sekitar 70% dari luas petak. Petak kedua terdapat tumbuhan bawah, berupa akasia, jarongan, empritan, lawatan dan patikan yang menutupi sekitar 50% dari luas petak serta serasah sekitar 70% dari luas petak. Hasil pengamatan pada petak pertama, tanah hasil erosi pada bak/lubang penampung sebesar 8,79 kg/m 2 sedangkan pada petak kedua tanah hasil erosi yang tertampung pada bak/lubang penampung sebesar 1,49 kg/m 2 (tabel 5). Perbedaan jumlah tanah tererosi petak pertama dibandingkan petak kedua hampir mencapai enam kali lipat, hal ini membuktikan bahwa tutupan tumbuhan bawah dapat berperan mengurangi laju erosi. 86

13 E. Kesimpulan dan Rekomendasi Dari kegiatan ini dapat di ambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1) Perlakuan pemeliharaan berupa penebasan dan penyemprotan herbisida tidak berpengaruh terhadap keanekaragaman jenis tumbuhan bawah dan makrofauna bila dilakukan secara terkendali. 2) Perlakuan pemeliharaan mempengaruhi dominansi tumbuhan bawah. 3) Perlakuan penebasan mempengaruhi dominansi makrofauna tanah dimana perlakuan tersebut menyebabkan meningkatnya bahan organik di plot kayu bawang. 4) Perubahan dominasi jenis dapat disebabkan oleh faktor iklim mikro yang terjadi akibat perlakuan pemeliharaan. 5) Plot penelitian Kayu Bawang di KHDTK Kemampo memiliki potensi erosi sebesar 16,23 ton/ha/tahun dan memiliki nilai TBE 0,68 yang termasuk dalam kategori rendah. 6) Tutupan tumbuhan bawah dapat berperan dalam mengurangi laju erosi. Tutupan tanaman bawah dengan luas tutupan 50% dari petak percobaan mampu menekan erosi dengan menghasilkan erosi sebesar 1,49 kg/m 2 sedangkan petak percobaan dengan luas tutupan < 5% menghasilkan erosi sebesar 8,79 kg/m 2. Foto Kegiatan : Pengukuran kondisi Pembuatan Petak ukur Penghitungan tumbuhan bawah lingkungan Pengkoleksian Tumbuhan bawah Herbarium 87

14 Program : Pengelolaan Hutan Tanaman Judul RPI : Pengelolaan Hutan Tanaman Penghasil Kayu Pertukangan Koordinator RPI : Drs. Riskan Efendi, MSc. Judul Kegiatan : Teknik Pembudidayaan Gelam Sub Judul Kegiatan : Aspek Lingkungan Pelaksana Kegiatan : Ir. Bastoni Etik Ernawati Hadi, S.Hut Nesti Andriani. Sairun Abstrak Gelam (Melaleuca leucadendron L.) adalah salah satu jenis pohon andalan yang sudah lama dan telah banyak dimanfaatkan untuk berbagai keperluan di Indonesia, termasuk di wilayah Sumatera Selatan. Permudaan alam gelam memiliki karakteristik yang unik, umumnya ditandai oleh pembentukan permudaan seumur sehingga memiliki tinggi dan diameter tegakan alam yang relatif seragam. Permudaan alam gelam juga baru muncul setelah lahan terbuka oleh kebakaran. Fenomena ini diduga sangat terkait dengan aspek lingkungan yang perlu dikaji lebih lanjut. Tujuan penelitian ini untuk memperoleh faktorfaktor lingkungan yang mempengaruhi perkecambahan benih dan pertumbuhan permudaan alam gelam. Metodologi yang digunakan adalah percobaan lapangan dan uji statistik. Kegiatan penelitian yang dilakukan terdiri dari pembuatan plot pengamatan permudaan alam gelam, pengamatan dan pengumpulan data. Kata kunci: gelam, lingkungan, permudaan alam A. Latar Belakang Permudaan alam gelam memiliki karakteristik yang unik, umumnya ditandai oleh pembentukan permudaan seumur sehingga memiliki tinggi dan diameter tegakan alam yang relatif seragam, sangat sulit dijumpai tegakan alam yang tersusun atas berbagai kelas diameter. Permudaan alam gelam juga baru muncul setelah lahan terbuka oleh kebakaran dan sangat sulit dijumpai perkecambahan benih pada lahan yang tidak terbakar. Fenomena ini diduga sangat terkait dengan aspek lingkungan yang perlu dikaji lebih lanjut. B. Tujuan dan Sasaran Tujuan penelitian adalah untuk memperoleh faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi perkecambahan benih dan pertumbuhan permudaan alam gelam. Sedangkan sasaran penelitian adalah untuk memperoleh data dan informasi karakteristik permudaan alam gelam pada beberapa kondisi lingkungan tumbuhnya. 88

15 C. Metode Penelitian Kegiatan penelitian terdiri dari: (1) pembuatan plot pengamatan permudaan alam gelam, (2) pengamatan dan pengumpulan data. Plot pengamatan dibuat di dalam tegakan dan di luar tegakan hutan gelam. Rancangan percobaan yang digunakan untuk penelitian ini adalah rancangan acak kelompok dengan perlakuan yang digunakan terdiri dari: (1) kondisi alami sebagai kontrol, (2) pembersihan total lantai hutan dari serasah dan tumbuhan bawah secara manual, (3) penyemprotan tumbuhan bawah dengan herbisida. Plot pengamatan potensi invasif permudaan alam gelam pada areal bekas kebakaran menggunakan rancangan acak kelompok dengan perlakuan jarak plot dari tegakan pohon induk gelam (0, 10, 20, 30, 40 dan 50 meter). Faktor lingkungan yang diamati adalah: komposisi vegetasi, karakteristik tanah dan hidrologi. Parameter permudaan alam gelam yang diamati adalah jumlah kecambah gelam dan tinggi anakan gelam. D. Hasil yang Telah Dicapai (2011) Plot pengamatan sebanyak 12 plot untuk mengamati karakteristik perkecambahan biji dan pertumbuhan permudaan alam gelam di Daerah Gasing Kabupaten Banyuasin. Plot pengamatan sebanyak 18 plot untuk mengamati potensi invasif permudaan alam gelam pada areal bekas kebakaran di daerah Indralaya Kabupaten Ogan Ilir. Plot pengamatan sebanyak 12 plot untuk mengamati biodibersitas pada habitat gelam di daerah Indralaya Kabupaten Ogan Ilir dan Gasing Kabupaten Banyuasin. Plot pengamatan sebanyak 12 plot untuk mengamati biodibersitas pada habitat gelam di daerah Indralaya Kabupaten Ogan Ilir dan Gasing Kabupaten Banyuasin. Permudaan alam gelam yang tumbuh pada areal yang tidak terbakar (3 kecambah/m2) lebih sedikit dibandingkan dengan permudaan alam pada areal yang terbakar (40 kecambah/m2). Jumlah permudaan alam gelam menurun dengan bertambahnya jarak areal dari pohon induk. Pada jarak 0 m (di bawah pondok induk) jumlah kecambah mencapai kecambah/m2 dan pada jarak 50 m dari pohon induk terdapat 8 kecambah/m2. E. Kesimpulan dan Rekomendasi 1. Penelitian karakteristik permudaan alam gelam dan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhinya sangat diperlukan untuk memperoleh landasan pengelolaan hutan gelam yang tepat. 2. Penelitian masih perlu dilanjutkan untuk memperoleh data dan informasi yang lebih lengkap. 89

16 Foto Kegiatan : Gambar 1. Plot Pengamatan Permudaan Alam Gelam Gambar 2. Permudaan Alam Gelam pada Areal yang terbakar Permudaan alam di bawah pohon induk (kiri), permudaan alam pada jarak 20 m dari pohon induk (kanan) 90

Paket INFORMASI DAMPAK HUTAN TANAMAN TERHADAP LINGKUNGAN

Paket INFORMASI DAMPAK HUTAN TANAMAN TERHADAP LINGKUNGAN Paket INFORMASI DAMPAK HUTAN TANAMAN TERHADAP LINGKUNGAN Jenis Bambang Lanang Kajian Dampak Hutan Tanaman Jenis Penghasil Kayu Terhadap Biodiversitas Flora, Fauna, dan Potensi Invasif Paket Informasi Dampak

Lebih terperinci

Kata kunci: hutan rawa gambut, degradasi, rehabilitasi, kondisi hidrologi, gelam

Kata kunci: hutan rawa gambut, degradasi, rehabilitasi, kondisi hidrologi, gelam Program : Penelitian dan Pengembangan Produktivitas Hutan Judul RPI : Pengelolaan Hutan Gambut Koordinator : Ir. Atok Subiakto, M.Apl.Sc Judul Kegiatan : Teknologi Rehabilitasi Hutan Rawa Gambut Terdegradasi

Lebih terperinci

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau, pada 3 tipe penggunaan lahan gambut yaitu; Hutan Alam, Kebun Rakyat dan Areal HTI Sagu, yang secara geografis

Lebih terperinci

Teknologi rehabilitasi hutan rawa gambut terdegradasi

Teknologi rehabilitasi hutan rawa gambut terdegradasi Teknologi rehabilitasi hutan rawa gambut terdegradasi Teknologi Rehabilitasi Hutan Rawa Gambut Ujicoba Teknik Rehabilitasi Hutan Alam Rawa Gambut Bersulfat Masam Dengan Jenis Melaleuca leucadendron Ujicoba

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April sampai bulan Juni tahun 2009, pada areal hutan produksi perusahaan pemegang Izin Usaha Pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Letak dan Ciri-ciri Lintasan Sepeda Gunung Letak lintasan sepeda gunung di HPGW disajikan dalam Gambar 5. Ciricirinya disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Keadaan plot penelitian

Lebih terperinci

Teknologi rehabilitasi hutan rawa gambut

Teknologi rehabilitasi hutan rawa gambut Teknologi rehabilitasi hutan rawa gambut UjI COBA TEKNIK BIO REMEDIASI BERBAGAI KONDISI HUTAN ALAM RAWA GAMBUT TERDEGRADASI DI SUMSEL Rehabilitasi Hutan Rawa Gambut Sulfat Masam dengan Jenis Melaleuca

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat manusia. Pengertian lahan dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998), yaitu : Lahan merupakan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan tanggal 22 April sampai 9 Mei 2007 di hutan rawa habitat tembesu Danau Sumbu dan Danau Bekuan kawasan Taman Nasional Danau

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat 18 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2006 - Agustus 2006 di wilayah daerah aliran sungai (DAS) Dodokan (34.814 ha) dengan plot pengambilan sampel difokuskan

Lebih terperinci

HABITAT POHON PUTAT (Barringtonia acutangula) PADA KAWASAN BERHUTAN SUNGAI JEMELAK KABUPATEN SINTANG

HABITAT POHON PUTAT (Barringtonia acutangula) PADA KAWASAN BERHUTAN SUNGAI JEMELAK KABUPATEN SINTANG HABITAT POHON PUTAT (Barringtonia acutangula) PADA KAWASAN BERHUTAN SUNGAI JEMELAK KABUPATEN SINTANG Muhammad Syukur Fakultas Pertanian Universitas Kapuas Sintang Email : msyukur1973@yahoo.co.id ABSTRAKS:

Lebih terperinci

ASPEK Agroforestry JENIS: BAMBANG LANANG GELAM

ASPEK Agroforestry JENIS: BAMBANG LANANG GELAM ASPEK Agroforestry JENIS: BAMBANG LANANG GELAM Program : Pengelolaan Hutan Tanaman Judul RPI : Pengelolaan Hutan Tanaman Penghasil Kayu Pertukangan Koordinator RPI : Drs. Riskan Efendi, MSc. Judul Kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia dan kawasan konservasi memiliki korelasi yang kuat. Suatu kawasan konservasi memiliki fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial sedangkan manusia memiliki peran

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xiii

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xiii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Rumusan Masalah... 10 C. Tujuan Penelitian... 10

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di dalam areal Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT. Sari Bumi Kusuma, Unit S. Seruyan, Kalimantan Tengah. Areal hutan yang dipilih untuk penelitian

Lebih terperinci

Program Penelitian dan Pengembangan Produktivitas Hutan Judul RPI Pengelolaan Hutan Tanaman Penghasil Kayu Koordinator

Program Penelitian dan Pengembangan Produktivitas Hutan Judul RPI Pengelolaan Hutan Tanaman Penghasil Kayu Koordinator Program : Penelitian dan Pengembangan Produktivitas Hutan Judul RPI : Pengelolaan Hutan Tanaman Penghasil Kayu Koordinator : Prof. Dr. Ir. Nina Mindawati, MS. Judul Kegiatan : Paket Teknik Silvikultur

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan pada bulan Agustus sampai November 2011 yang berada di dua tempat yaitu, daerah hutan mangrove Wonorejo

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang Penentuan Kuota Panenan dan Ukuran Populasi Awal Rusa Timor di Penangkaran Hutan Penelitian Dramaga ini dilakukan di Hutan Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan berkelanjutan mengandung makna bahwa pengelolaan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan sekarang tidak boleh mengurangi kemampuan sumberdaya

Lebih terperinci

4 METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

4 METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian 4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di hutan Desa Aur Kuning, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Provinsi Riau. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Mei 2012.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Pembangunan hutan tanaman bertujuan untuk meningkatkan. produktivitas lahan yang kurang produktif, meningkatkan kualitas lingkungan

PENDAHULUAN. Pembangunan hutan tanaman bertujuan untuk meningkatkan. produktivitas lahan yang kurang produktif, meningkatkan kualitas lingkungan A B I B PENDAHULUAN Pembangunan hutan tanaman bertujuan untuk meningkatkan produktivitas lahan yang kurang produktif, meningkatkan kualitas lingkungan hidup serta menjamin tersedianya secara lestari bahan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Pelaksanaan Penelitian 1. Waktu dan tempat penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2014 sampai September 2014 di Dukuh Kaliwuluh, Desa Sidorejo, Kecamatan Kemalang,

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO 1 INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO (Johannes teijsmania altifrons) DI DUSUN METAH, RESORT LAHAI, TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH PROVINSI RIAU- JAMBI Yusi Indriani, Cory Wulan, Panji

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di lahan sawah terus berkurang seiring perkembangan dan pembangunan di

I. PENDAHULUAN. di lahan sawah terus berkurang seiring perkembangan dan pembangunan di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Padi merupakan bahan pangan terpenting di Indonesia mengingat makanan pokok penduduk Indonesia sebagian besar adalah beras. Sementara itu, areal pertanian

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan 29 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN 3.1. Kerangka Berpikir Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan ekosistem laut. Mangrove diketahui mempunyai fungsi ganda

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi 12 Gymnospermae lebih efisien pada intensitas cahaya tinggi (Kramer & Kozlowski 1979). Sudomo (2007) menyatakan bahwa intensitas cahaya yang berlebihan akan menyebabkan laju transpirasi tinggi, sedangkan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan waktu Penelitian lapangan dilaksanakan di areal IUPHHK PT. Sari Bumi Kusuma Propinsi Kalimantan Tengah. Areal penelitian merupakan areal hutan yang dikelola dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan data menggunakan metode eksplorasi yaitu dengan mengadakan pengamatan terhadap

Lebih terperinci

Teknik Konservasi Waduk

Teknik Konservasi Waduk Teknik Konservasi Waduk Pendugaan Erosi Untuk memperkirakan besarnya laju erosi dalam studi ini menggunakan metode USLE (Universal Soil Loss Equation) atau PUKT (Persamaan umum Kehilangan Tanah). USLE

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. metode eksplorasi, yaitu dengan mengadakan pengamatan terhadap arthropoda

BAB III METODE PENELITIAN. metode eksplorasi, yaitu dengan mengadakan pengamatan terhadap arthropoda BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Penelitian ini menggunakan metode eksplorasi, yaitu dengan mengadakan pengamatan terhadap arthropoda tanah

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang karakteristik habitat Macaca nigra dilakukan di CA Tangkoko yang terletak di Kecamatan Bitung Utara, Kotamadya Bitung, Sulawesi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Pengambilan Data Metode Pengumpulan Data Vegetasi :

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Pengambilan Data Metode Pengumpulan Data Vegetasi : METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Agustus 2008 sampai dengan Februari 2009. Penelitian dilakukan di rumah kaca Departemen Silvikultur Fakultas Kehutaan Institut

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan sejak bulan Desember 2011 sampai Januari 2012. Lokasi penelitian yaitu di RPH Jatirejo, Desa Gadungan, Kecamatan Puncu,

Lebih terperinci

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang beranekaragam termasuk lahan gambut berkisar antara 16-27 juta hektar, mempresentasikan 70% areal gambut di Asia Tenggara

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di hutan hujan tropika yang berlokasi di areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS.

BAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan hujan tropis merupakan salah satu tipe ekosistem hutan yang sangat produktif dan memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi. Kawasan ini terletak di

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode USLE

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode USLE BAB III LANDASAN TEORI A. Metode USLE Metode Universal Soil Loss Equation (USLE) merupakan model empiris yang dikembangkan di Pusat Data Aliran Permukaan dan Erosi Nasional, Dinas Penelitian Pertanian,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 15 s.d 20 September 2011 di Taman hutan raya R. Soerjo yang terletak di Kota Batu, Provinsi Jawa Timur

Lebih terperinci

PEMETAAN TINGKAT BAHAYA EROSI DENGAN METODE USLE (UNIVERSAL SOIL LOSS EQUATION) BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) DI PULAU SAMOSIR

PEMETAAN TINGKAT BAHAYA EROSI DENGAN METODE USLE (UNIVERSAL SOIL LOSS EQUATION) BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) DI PULAU SAMOSIR PEMETAAN TINGKAT BAHAYA EROSI DENGAN METODE USLE (UNIVERSAL SOIL LOSS EQUATION) BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) DI PULAU SAMOSIR SKRIPSI OLEH: FRISCA ELIANA SIDABUTAR 031201021/MANAJEMEN HUTAN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... ii KATA PENGANTAR... iii PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR PETA... xii DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan lingkungan seperti banjir, erosi dan longsor terjadi dimana-mana pada musim penghujan, sedangkan pada musim kemarau terjadi kekeringan dan kebakaran hutan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di DAS Hulu Mikro Sumber Brantas, terletak di Desa

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di DAS Hulu Mikro Sumber Brantas, terletak di Desa BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di DAS Hulu Mikro Sumber Brantas, terletak di Desa Sumber Brantas Kota Batu Jawa Timur. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 bertempat di kawasan sistem

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 bertempat di kawasan sistem III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 bertempat di kawasan sistem agroforestry Register 39 Datar Setuju KPHL Batutegi Kabupaten Tanggamus. 3.2 Objek

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian 19 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada remnant forest (hutan sisa) Kawasan Konservasi Hutan Duri PT. Caltex Pacifik Indonesia dengan luas 255 hektar di dalam kawasan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN 8 II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 1. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1.1. Materi 1.1.1. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alkohol 70%, akuades, dan larutan gliserin. 1.1.2. Alat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional,

I. PENDAHULUAN. Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional, 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional, khususnya pembangunan sektor pertanian. Perkebunan juga berperan dalam membangun perekonomian nasional,

Lebih terperinci

MENENTUKAN LAJU EROSI

MENENTUKAN LAJU EROSI MENENTUKAN LAJU EROSI Pendahuluan Erosi adalah proses berpindahnya massa batuan dari satu tempat ke tempat lain yang dibawa oleh tenaga pengangkut yang bergerak di muka bumi. Tenaga pengangkut tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya lahan merupakan komponen sumberdaya alam yang ketersediaannya sangat terbatas dan secara relatif memiliki luas yang tetap serta sangat bermanfaat

Lebih terperinci

ASPEK GROWTH AND YIELD

ASPEK GROWTH AND YIELD ASPEK GROWTH AND YIELD JENIS: TEMBESU BAMBANG LANANG KAYU BAWANG GELAM 56 Program : Pengelolaan Hutan Tanaman Judul RPI : Pengelolaan Hutan Tanaman Penghasil Kayu Pertukangan Koordinator RPI : Drs. Riskan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. erosi, tanah atau bagian-bagian tanah pada suatu tempat terkikis dan terangkut

TINJAUAN PUSTAKA. erosi, tanah atau bagian-bagian tanah pada suatu tempat terkikis dan terangkut TINJAUAN PUSTAKA Erosi Erosi adalah peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagianbagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. Pada peristiwa erosi, tanah atau bagian-bagian

Lebih terperinci

PERMUDAAN ALAM dan PERMUDAAN BUATAN

PERMUDAAN ALAM dan PERMUDAAN BUATAN Laboratorium Silvikultur &Agroforestry Jurusan Budidaya Hutan FakultasKehutanan, UGM PERMUDAAN ALAM dan PERMUDAAN BUATAN SILVIKULTUR Metode Permudaan Metode permudaan merupakan suatu prosedur dimana suatu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ekologi perilaku ayam hutan hijau (Gallus varius) dilaksanakan di hutan musim Tanjung Gelap dan savana Semenanjung Prapat Agung kawasan Taman

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di dua tempat yaitu pengambilan data di lapangan dilakukan di sempadan muara Kali Lamong dan Pulau Galang, serta pengolahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 41 tahun 1999). Menurut Indriyanto (2006), hutan merupakan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. 41 tahun 1999). Menurut Indriyanto (2006), hutan merupakan masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juni Pengambilan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juni Pengambilan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif yang mendiskripsikan tentang keanekaragaman dan pola distribusi jenis tumbuhan paku terestrial.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan milik petani yang mempunyai tanaman jati pada hutan rakyat di Desa Karanglayung, Desa Babakan Asem dan Desa Conggeang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Produktivitas Tegakan Berdasarkan Tabel 3 produktivitas masing-masing petak ukur penelitian yaitu luas bidang dasar (LBDS), volume tegakan, riap volume tegakan dan biomassa kayu

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

3. BAHAN DAN METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian 10 3. BAHAN DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian lapangan dilakukan di Kampung Arca Baru Sawah, Desa Sukaresmi, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Analisis tanah dan air dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang. sensus atau dengan menggunakan sampel (Nazir,1999).

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang. sensus atau dengan menggunakan sampel (Nazir,1999). 26 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang merupakan suatu penyelidikan terhadap sejumlah individu, baik secara sensus atau

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di tiga tipe hutan kerangas di Kabupaten Belitung Timur yaitu hutan kerangas primer (Rimba), hutan kerangas sekunder (Bebak)

Lebih terperinci

Pendugaan Erosi Aktual Berdasarkan Metode USLE Melalui Pendekatan Vegetasi, Kemiringan Lereng dan Erodibilitas di Hulu Sub DAS Padang

Pendugaan Erosi Aktual Berdasarkan Metode USLE Melalui Pendekatan Vegetasi, Kemiringan Lereng dan Erodibilitas di Hulu Sub DAS Padang Pendugaan Erosi Aktual Berdasarkan Metode USLE Melalui Pendekatan Vegetasi, Kemiringan Lereng dan Erodibilitas di Hulu Sub DAS Padang Estimation of Actual Erosion by USLE Method Approach Vegetation, Slope

Lebih terperinci

Proses Pemulihan Vegetasi METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

Proses Pemulihan Vegetasi METODE. Waktu dan Tempat Penelitian 4 praktek perambahan masyarakat lokal melalui aktivitas pertanian atau perladangan berpindah dan mampu menyerap tenaga kerja yang lebih banyak. Hal ini sesuai dengan karakteristik usaha kehutanan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara disebut Mega Biodiversity setelah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara disebut Mega Biodiversity setelah 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara disebut Mega Biodiversity setelah Brazil dan Madagaskar. Diperkirakan 25% aneka spesies dunia berada di Indonesia (Rahmawaty,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 38 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.1 Curah hujan Grafik curah hujan selama pengamatan (2 Desember 2010-31 Januari 2011) disajikan dalam Gambar 10. Gambar 10 Curah hujan selama pengamatan. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 12 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Cagar Alam Kamojang, Kabupaten Garut dan Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat. Kegiatan pengambilan data di

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto,

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto, III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto, Kasihan, Bantul dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif dengan menggunakan metode

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif dengan menggunakan metode BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif dengan menggunakan metode belt transek. Metode ini sangat cocok digunakan untuk mempelajari suatu kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki mega biodiversity

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki mega biodiversity BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki mega biodiversity setelah Brazil dan Madagaskar. Keanekaragaman sumber daya hayati Indonesia termasuk dalam golongan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Taman Nasional Baluran, Jawa Timur dan dilakasanakan pada 28 September

BAB III METODE PENELITIAN. Taman Nasional Baluran, Jawa Timur dan dilakasanakan pada 28 September BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif, dengan objek penelitian tumbuhan mangrove di Pantai Bama hingga Dermaga Lama, Taman Nasional Baluran, Jawa

Lebih terperinci

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak Vol. 2 (1): 1 6 Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak Gustap Baloari 1, Riza Linda 1, Mukarlina 1 1 Program Studi Biologi, Fakultas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura 12 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura Wan Abdul Rachman yang memiliki luasan 1.143 ha. Secara geografis terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. Adapun yang membedakannya dengan hutan yang lainnya yaitu

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta lokasi penelitian.

Gambar 2 Peta lokasi penelitian. 0 IV. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Bidang Pengelolaan Wilayah III Bengkulu dan Sumatera Selatan, SPTN V Lubuk Linggau, Sumatera Selatan, Taman Nasional Kerinci

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 21 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan, mulai dari Januari sampai April 2010, dilakukan dengan dua tahapan, yaitu : a. pengambilan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan data lapangan dilaksanakan selama 2 bulan, yaitu bulan Agustus 2015 sampai dengan September 2015. Lokasi penelitian berada di Dusun Duren

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan selama dua bulan pengamatan dari bulan Juli hingga Agustus 2009 di Pondok Ambung, Taman Nasional Tanjung Puting, Kalimantan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan I. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia adalah salah satu negara yang dikenal memiliki banyak hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan tropis Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 3 Lokasi penelitian ( ) Alat dan Bahan

BAHAN DAN METODE. Gambar 3 Lokasi penelitian ( ) Alat dan Bahan 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli - Agustus 2010 di Hutan Tanaman Pelawan Desa Trubus, Hutan Kawasan Lindung Kalung Desa Namang, dan Hutan Dusun Air

Lebih terperinci

KONDISI BEBERAPA KOMPONEN HIDROLOGI PADA TEGAKAN SENGON WURI HANDAYANI DAN EDY JUNAIDI

KONDISI BEBERAPA KOMPONEN HIDROLOGI PADA TEGAKAN SENGON WURI HANDAYANI DAN EDY JUNAIDI KONDISI BEBERAPA KOMPONEN HIDROLOGI PADA TEGAKAN SENGON WURI HANDAYANI DAN EDY JUNAIDI Pendahuluan Sengon merupakan jenis tanaman kayu yang banyak dijumpai di Jawa Barat. Sebagai jenis tanaman kayu fast

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan bersifat deskriptif kuantitatif. Pengamatan

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan bersifat deskriptif kuantitatif. Pengamatan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang digunakan bersifat deskriptif kuantitatif. Pengamatan ini mengunakan metode petak. Metode petak merupakan metode yang paling umum

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi umum daerah Wonorejo Kawasan mangrove di Desa Wonorejo yang tumbuh secara alami dan juga semi buatan telah diputuskan oleh pemerintah Surabaya sebagai tempat ekowisata.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasim wilayah bagian Kelurahan Muara Fajar Kecamatan Minas Kabupaten Siak pada bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam dan jasa lingkungan yang kaya dan beragam. Kawasan pesisir merupakan

BAB I PENDAHULUAN. alam dan jasa lingkungan yang kaya dan beragam. Kawasan pesisir merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan kawasan yang memiliki potensi sumber daya alam dan jasa lingkungan yang kaya dan beragam. Kawasan pesisir merupakan salah satu sistem ekologi

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat BAB IV METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang terfokus di Desa Tompobulu dan kawasan hutan sekitarnya. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

Asrianny, Arghatama Djuan. Laboratorium Konservasi Biologi dan Ekowisata Unhas. Abstrak

Asrianny, Arghatama Djuan. Laboratorium Konservasi Biologi dan Ekowisata Unhas. Abstrak Pola Penyebaran dan Struktur Populasi Eboni (Diospyros celebica Bakh.) di Hutan Pendidikan Universitas Hasanuddin, Kabupaten Maros Propinsi Sulawesi Selatan Asrianny, Arghatama Djuan Laboratorium Konservasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat dengan memperhatikan tiga prinsip yaitu secara ekologi tidak merusak. waktu, aman dan terjangkau bagi setiap rumah tangga.

I. PENDAHULUAN. masyarakat dengan memperhatikan tiga prinsip yaitu secara ekologi tidak merusak. waktu, aman dan terjangkau bagi setiap rumah tangga. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian, perkebunan dan kehutanan bertujuan untuk perbaikan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pendapatan masyarakat dengan memperhatikan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Penengahan, Kecamatan Pesisir Tengah, Kabupaten Lampung Barat, Provinsi Lampung (Gambar 2). Penelitian dilaksanakan pada

Lebih terperinci

PENDAHULLUAN. Latar Belakang

PENDAHULLUAN. Latar Belakang PENDAHULLUAN Latar Belakang Tanaman kakao sebagai salah satu komoditas andalan subsektor perkebunan Propinsi Sulawesi Tenggara banyak dikembangkan pada topografi berlereng. Hal ini sulit dihindari karena

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem,

PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, PENDAHULUAN Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, peluang pengembangannya sangat besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. bumi, namun demikian keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya sangat

BAB I PENDAHULUAN UKDW. bumi, namun demikian keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya sangat BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki hutan Tropis di dunia, walaupun luas daratannya hanya 1.32% dari luas daratan di permukaan bumi, namun demikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Suginingsih (2008), hutan adalah asosiasi tumbuhan dimana pohonpohon

BAB I PENDAHULUAN. dalam Suginingsih (2008), hutan adalah asosiasi tumbuhan dimana pohonpohon BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Definisi atau pengertian tentang hutan menurut Dengler (1930) dalam Suginingsih (2008), hutan adalah asosiasi tumbuhan dimana pohonpohon atau tumbuhan berkayu lainya

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang 1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Erosi adalah proses terkikis dan terangkutnya tanah atau bagian bagian tanah oleh media alami yang berupa air. Tanah dan bagian bagian tanah yang terangkut dari suatu

Lebih terperinci

Analisis Vegetasi Hutan Alam

Analisis Vegetasi Hutan Alam Analisis Vegetasi Hutan Alam Siti Latifah Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Analisis vegetasi hutan merupakan studi untuk mengetahui komposisi dan struktur hutan.

Lebih terperinci

Lokasi Kajian Metode Penelitian Lanjutan Metode Penelitian

Lokasi Kajian Metode Penelitian Lanjutan Metode Penelitian Pinus merkusii strain Kerinci: Satu-satunya jenis pinus yang menyebar melewati khatulistiwa ke bagian bumi lintang selatan hingga sekitar o L.S. Belum dikembangkan atau dibudidayakan secara luas di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Jika dirumuskan dalam suatu persamaan adalah sebagai berikut : R=.(3.1) : curah hujan rata-rata (mm)

BAB III LANDASAN TEORI. Jika dirumuskan dalam suatu persamaan adalah sebagai berikut : R=.(3.1) : curah hujan rata-rata (mm) BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Curah hujan wilayah Menurut Triatmodjo (2010) stasiun penakar hujan hanya memberikan kedalaman hujan di titik di mana stasiun tersebut berada, sehingga hujan pada suatu luasan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan ekosistem alami yang sangat kompleks dan juga merupakan salah satu gudang plasma nutfah tumbuhan karena memiliki berbagai spesies tumbuhan. Selain itu,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli ` I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli dan dikelola dengan sistem zonasi. Kawasan ini dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Vegetasi Hutan Hutan merupakan ekosistem alamiah yang sangat kompleks mengandung berbagai spesies tumbuhan yang tumbuh rapat mulai dari jenis tumbuhan yang kecil hingga berukuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove adalah suatu lingkungan yang memiliki ciri khusus yaitu lantai hutannya selalu digenangi air, dimana air tersebut sangat dipengaruhi oleh pasang

Lebih terperinci