Aplikasi Penginderaan Jauh dalam Pengelolaan Sumberdaya Hutan SAMSURI. Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Aplikasi Penginderaan Jauh dalam Pengelolaan Sumberdaya Hutan SAMSURI. Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara"

Transkripsi

1 Aplikasi Penginderaan Jauh dalam Pengelolaan Sumberdaya Hutan SAMSURI Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara A. Sumberdaya Hutan Sumber daya alam merupakan andalan modal pembangunan di Indonesia karena relatif mudah untuk mendapatkannya. Untuk memanfaatkan sumberdaya alam yang melimpah hanya dibutuhkan tenaga, sarana prasarana dan keahlian yang memadai. Hutan dengan flora fauna di dalamnya merupakan contoh sumberdaya alam yang dapat diperbaharui. Sumberdaya alam ini dapat melakukan regenerasi sendiri maupun dengan bantuan manusia. Karena ketersediaan yang melimpah, sumberdaya alam mendapatkan tekanan yang hebat dari manusia yang melakukan eksploitasi berlebihan. Walaupun dapat diperbaharui, sumberdaya alam memiliki keterbatasan dalam memperharui sendiri sehingga jika terus mendapatkan tekanan berlebihan dapat menyebabkan kerusakan bahkan kepunahan sumberdaya alam hutan. B. Perencanaan Pengelolaan Sumberdaya hutan yang terbatas kemampuannya dalam menyediakan manfaat bagi manusi harus dikelola dengan bijaksana. Pemanfaatan sumberdaya hutan perlu dikelola dengan terencana dan berkelanjutan. Perencanaan pengelolaan hutan yang dapat diterapkan dan menjamin kelestarian harus berdasarkan pada informasi dan data yang akurat dan dapat dipercaya serta harus selalu diperbaharui. Data-data tersebut diperoleh dengan melakukan inventarisasi baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung artinya surveyor langsung terjun ke lapangan untuk mendata sumberdaya hutan, sedangkan secara tidak langsung surveyor menggunakan alat bantu untuk menginventarisir sumberdaya hutan atau yang disebut dengan metode penginderaan jauh atau tanpa kontak langsung dengan objek. C. Penginderaan Jauh Ada beberapa pengertian pengertian penginderaan jauh yang diantaranya dikemukan oleh Lillesan dan Kiefer yaitu : Remote sensing (penginderaan jarak jauh) adalah ilmu pengetahuan dan seni untuk memperoleh informasi tentang permukaan bumi tanpa melakukan kontak/sentuhan dengannya. Ini dilakukan dengan sense dan perekaman energi yang dipantulkan dan dilepaskan oleh permukaan bumi dan kemudian energi tersebut diproses, dianalisa dan diaplikasikan sebagai informasi. Proses Penginderaan Jauh 2004 Digitized by USU digital library 1

2 Dalam penginderaan jauh terdapat beberpa proses melibatkan interaksi antara radiasi dan target yang dituju mencakup 7 elemen penting yakni: 1. Sumber Energi atau Illumination (A); merupakan elemen pertama dalam menyediakan energi elektromagnetik ke target interes 2. Radiasi dan Atmosfer (B); adalah perjalanan energi dari sumber ke targetnya dan sebaliknya. Energi akan mengalami kontak dengan target dan berinteraksi dengan atmosfer yang dilewatinya. 3. Interaksi dengan Target (C), 4. Perekaman Energi oleh Sensor (D); setelah energi dipancarkan atau dilepaskan dari target, elemen penting yang dibutuhkan adalah sensor untuk menumpulkan dan merekam radiasi elektromagnetik. 5. Transmisi, penerimaan dan Pemrosesan (E); energi yang terekam oleh sensor harus ditransmisikan untuk diterima oleh stasiun pengolahan, dimana data diolah menjadi citra (hardcopy ataupun digital) 6. Interpretasi dan Analisis (F); merupakan pengolahan image dengan interpretasi secara visual atau digital untuk mengekstrak informasi tentang target. 7. Aplikasi (G); elemen terakhir adalah pengaplikasian informasi tentang target untuk memperoleh pengertian yang lebih baik, menerima beberapa informasi baru, dan membantu pemecahan masalah. Radiasi Elektromagnetik Sumber energi yang untuk mengenai target dalam bentuk radiasi elektromagnetik (RE). Dua karakteristik RE yang sangat penting dalam pengertian penginderaan jauh adalah: panjang gelombang dan frekuensi. Semakin pendek gelombangnya semakin tinggi frekuensinya atau semakin panjang gelombangnya, maka semakin rendah frekuensinya. Kedua karakteristik RE ini adalah hal yang penting dalam mengartikan informasi yang diekstrak dari data penginderaan jauh. Spektrum Elektromagnetik Spectrum elektromagnetik (SE) adalah rentang panjang gelombang terpendek sampai terpanjang. Ada beberapa daerah panjang gelompbang yang digunakan dalam penginderaan jauh yaitu : - Ultraviolet; merupakan gelombang terpendek - Cahaya tampak : berkisar dari 0.4 sampai 0.7 µm berturutan ungu, biru, hijau, kuning, jingga dan merah. - Infra merah; berkisar antara µm Gelombang ultraviolet dipantulkan oleh beberapa material permukaan bumi seperti bebatuan dan mineral. Pada gelombang cahaya tampak, merah, hijau dan biru merupakan warna utama yang akan digunakan secara luas dan mendalam dalam aktifitas pengolahan data indraja. Inframerah terbagi dua kategori yaitu : IR refleksi dan IR termal/emitted. Radiasi yang direfleksikan digunakan sama halnya dengan radiasi cahaya tampak untuk indraja, sedangkan radiasi yang dilepaskan (termal) digunakan untuk mengukur panas permukaan bumi. Daerah panjang gelombang lain yang digunakan dalam indraja adalah gelombang micro dari 1µm - 1 m. kisaran gelombang terpendek memiliki hubungan yang sama dengan region inframerah termal, sedangkan kisaran yang lebih panjang digunakan dalam siaran radio Digitized by USU digital library 2

3 Interaksi dengan Atmosfer Sebelum radiasi yang digunakan untuk remote sensing mencapai bumi, terlebih dahulu melewati lapisan atmosfir. Partikel dan gas dalam atmosfer dapat mempengaruhi cahaya yang masuk dan radiasinya. Efek ini disebabkan oleh mekanisme dari scattering/habluran dan absorbsi/penyerapan. Scattering terjadi bila partikel atau molekul gas yang besar yang ada di atmosfer berinteraksi dan menyebabkan arah radiasi elektromagnetik melenceng dari jalur sebenarnya. Besarnya penyimpangan ini tergantung pada beberapa faktor termasuk panjang gelombang radiasi, kelimpahan pertikel dan gas dan jarak perjalanan radiasi. Absorbsi terjadi radiasi elektromagnetik berinteraksi dengan atmosfer, dimana molekul partikel dan gas menyerap energi pada panjang gelombang yang beragam. Ozon, CO2 dan uap air adalah 3 molekul atmosfer yang menyerap radiasi. a. Interaksi pada Target Radiasi yang tidak dihablurkan dan diserap atmosfer dapat mencapai permukaan bumi dan berinteraksi melalui 3 cara : penyerapan (absorbsi), transmisidan pemantulan (refleksi). Besarnya energi pada ketiga interaksi ini tergantung pada panjang gelombang energi dan material serta kondisi materialnya. b. Karakteristik Citra Dalam penginderaan jauh, citra berbeda dengan foto. Proses fotografi menggunakan reaksi kimia pada permukaan film yang sensitive untuk mendeteksi dan merekam variasi energi, sedangkan citra berkaitan dengan representasi pictorial tanpa peduli media apa yang digunakan untuk mendeteksi dan merekam energi elektromagnetik. Normalnya foto dapat direkam diluar dari range panjang gelombang 0.3 µm 0.9 µm. semua foto dapat dikategorikan sebagai citra tetapi tidak semua citra dapat dikatakan foto. Sebuah citra terbentuk dalam format digital yang tersusun dari beberapa unsur gambar atau disebut piksel. Tingkat kecerahan piksel ini direpresentasikan oleh nilai numeric atau digital number (DN) pada masingmasing piksel. Sensor secara elektronik merekam energi elektromagnetik sebagai sekumpulan DN yang akan menyusun gambar. Istilah lain yang penting dalam karakteristik citra adalah band atau saluran. Informasi dari range panjang gelombang yang berdekatan dikumpulkan menjadi satu dan disimpan dalam band. Kita dapat mengkombonasikan dan menampilakan band digital dengan menggunakan tiga warna utama (merah,biru dan hijau). Satelit Dan Sensor c. Sistem Satelit Sistem satelit dalam penginderaan jauh tersusun dari penyiam (scanner) dengan dilengkapi sensor pada wahana (platform) satelit, dan sensor itu dilengkapi oleh detektoe. Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut : - penyiam merupakan sistem perolehan data secara keseluruhan termasuk sensor dan detector 2004 Digitized by USU digital library 3

4 - Sensor dipergunakan untuk menangkap energi dan mengubahnya dalam bentuk sinyal dan menyajikannya ke dalam bentuk yang sesuai dengan informasi yang ingin disadap (Colwell, 1983) - Detektor merupakan alat pada sistem sensor yang merekam radiasi elektromagnetik. Sinyal radiasi elektromagnetik yang sampai kesensor direkam dalam pita megnetik untuk diproses menjadi data visual atau digital yang dapat diolah komputer. Pilihan untuk menyajikan data pada citra satelit akan memberikan kesempatan pada pengguna untuk melakukan penyadapan informasi dengan berbagai cara sesuai dengan kebutuhannya. Apabila seseorang peneliti akan menentukan pilihan terhadap jenis citra penginderaan jauh yang akan dianalisis, maka yang perlu diperhatikan ada beberapa hal yaitu : a. Resolusi spectral Resolusi spektral merupakan interval panjang gelombang khusus pada spektrum elektromagnetik yang direkam oleh sensor. Semakin sempit lebar interval spektrum elektromagnetik, resolusi spectral akan menjadi semakin tinggi. Contoh SPOT pankromatik band 3 mempunyai lebar interval m. sedagkan TM3 mempunyai lebar interval m, sehingga resolusi spektral SPOT lebih tinggi dari TM3. b. Resolusi spasial Resolusi spasial adalah ukuran terkecil dari objek yang dapat dibedakan oleh sensor atau ukuran daerah yang dapat disajikan oleh setiap piksel. Objek yang mempunyai ukuran lebih kecil dari ukuran piksel dapat dideteksi apabila mempunyai nilai kontras dengan sekitarnya, seperti jalan, pola drainase. Contoh : Landsat MSS mempunyai resolusi spasial yang lebih rendah : 80 m, dibanding dengan Landsat TM: 30 m. Bila sebuah sensor memiliki resolusi spasial 20 m citra yang dihasilkannya ditampilkan dengan resolusi penuh, maka setiap piksel mewakili luasan area 20 x 20 m di lapangan. Semakin tinggi resolusinya, maka semakin kecil area yang dapat dicakupnya. c. Resolusi Radiometrik Resolusi Radiometrik ditunjukkan oleh jumlah nilai data yang dimungkinkan pada setiap band. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah bit perekam. Contoh pada Landsat TM mencakup 8 bit, sehingga julat nilai data pada spektral untuk setiap piksel adalah Resolusi ini lebih tinggi dibanding dengan Landsat MSS saluran 4,5,6 yaitu serftta saluran 7 mempunyai julat nilai spektral d. Resolusi Temporal Resolusi temporal ditunjukkan dengan seringnya citra merekam suatu daerah yang sama. Contoh : citra Landsat TM melewati suatu daerah yang sama sebanyak 16 hari sekali, sedang NOAA dapat 2x sehari melewati daerah yang sama. Oleh kerena itu resolusi temporal NOAA lebih tinggi daripada Landsat TM. Dalam proses perekaman oleh wahana penginderaan jauh terjadi kesalahankesalahan yang disebabkan oleh : 2004 Digitized by USU digital library 4

5 a. Distorsi Geometrik pada Citra Kesalahan geometric yang terdapat pada citra penginderaan jauh terjadi pada saat proses perekaman. Kesalahan tersebut meliputi : Kesalahan alat (instrument error) Kesalahan alat meliputi distorsi pada sistem optik, mekanisme penyiaman nonlinier dan tingkat sampling yang tidak seragam. b. Distorsi panoramik Distori panoramik adalah fungsi dari sudut pandang sensor, arti sudut pandang sensor yang lebar akan mempunyai distori yang lebih besar dibanding dengan distori dengan sensor pada sudut pandang sempit (seperti Landsat dan SPOT) c. Rotasi Bumi Efek dari rotasi bumi akan menyebabkan citra berbentuk miring atau condong. Hal tersebut dapat terjadi karena satelit berputar ke arah selatan dan sekaligus melakukan penyiaman terhadap permukaan bumi yang dilewatinya. Pada saat waktu t, sensor melakukan penyiaman pada baris 1-6. Pada saat waktu t+1, menyiam baris 7-12 dan seterusnya. Tetapi bumi berotasi ke arah timur selama periode waktu dari t sampai t+1 akibatnya pada saat penyiaman baris 7-12 menjadi agak miring ke barat dari awal penyiaman baris 1. Demikian pula pada saat penyiaman baris akan menjadi agak miring ke barat dari awal penyiaman baris ke 7. Wahana yang tidak stabil mengakibatkan perubahan penyiaman dan distorsi skala citra. Selain untuk mengurangi kesalahan geometric yang terjadi akibat beberapa hal yang telah disebutkan diatas, koreksi geometric juga dipergunakan untuk menentukan skala dan proyeksi peta tertentu, dimana proses tersebut disebut dengan rektifikasi. Beberapa Jenis Sensor/Satelit a. Satelit Cuaca/Meteorologi Beberapa sensor/satelit yang dipergunakan dalam rangka memonitoring cuaca Tiros-1, ATS dan GOES, NOAA AVHHR, DMSP. Kesemua satelit ini diluncurkan oleh NASA. Untuk badan National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA). Satelit pemantau cuaca/meteorology yang lain adalah GMS (Jepang), Meteosat (Eropa). GOES (Geostationery Operational Environment Satellite) memiliki 5 band. Satelit cuaca yang paling luas penggunaannya adalah NOAA AVHHR. Sensor satelit ini mendeteksi radiasi pada panjang gelombang tampak, dekat infra merah, infra merah dan sebagian gelombang thermal. b. Satelit/Sensor Pengamatan Penutupan Lahan Landsat landsat didesain untuk menangkap informasi yang ada dopermukaan bumi (terutama tentang penutupandaratan). Landsat adalah kombinasi dari sensorsensor yang memiliki band spektral yang khusus untuk pengamatan bumi, fungsi resolusi spasial dan memiliki cakupan areal yang luas. Satelit ini terletak pada ketinggian sekitar 700 km di atas bumi dan mempunyai priode kunjung 16 hari. Sejumlah sensor Landsat antara lain Return Beam Vidicom (RBV) camera systems, MultiSpectral Scanner (MSS) systems, dan Thematic Mapper (TM). Sensor yang paling popular adalah MultiSpectral Scanner (MSS) dan kemudian yang mutakhir Thematic Mapper (TM) Digitized by USU digital library 5

6 MSS meremote sensing radiasi elektromagnetik dari permukaan bumi dalam 4 band, masing-masing band memiliki resolusi spasial ± 60 x 80 m dan resolusi 6 bits, atau 64 digital numbers. Proses sensing dilakukan dengan alat penyiaman dengan sebuah cermin oscillating. Sensor TM memiliki beberapa kamajuan dari sensor MSS diantaranya resolusi spasial dan radiometric yang lebih tinggi; band spectral yang lebih baik; 7 band spectral dan kenaikan jumlah detector per saluran (mis: 16 detektor per saluran, hanya 6 pada MSS. Resolusi spasial TM adalah 30 m kecuali untuk saluran termal 120 m, dan resolusi radiometriknya 8 bits (256 DN). SPOT SPOT (systeme Pour l Observation de la Terre) adalah seri dari satelit pengamatan bumi yang didesain dan diluncurkan oleh CNES (Centre National d Etudes Spatiales) dari Perancis. Sensor satelit ini terletak pada ketinggian ± 830 km diatas bumi, dengan waktu kunjung 26 hari. Satelit SPOT memiliki sistem pencitraan ganda high resolution visible (HRV), masing-masing HRV dapat mengindera saluran tunggal resolusi spasial tinggi panchromatic (PLA) maupun resolusi spasial yang lebih rendah pada tiga saluran yang disebut mode multipectral (MILA). PLA memiliki resolusi 10 m, sedangkan MILA 30 m SPOT memiliki sejumlah keuntungan daripada sensor lainnya. keunggulan utamanya adalah pada tingkat resolusi spasial yang tinggi, dengan mengkombinasikan 3 band warna dan 1 band panchromatic, maka akan didapat sebuah citra berwarna yang beresolusi 10 m sehingga lebih detail. Data SPOT dapat dipakai untuk pemantauan detail seperti pemetaan perkotaan yang akan menghemat biaya dan waktu, monitoring pertanian, kehutanan. IRS Indian Remote Sensing (IRS) mengkombinasikan kemampuan sensor Landsat dan sensor HRV SPOT, Satelit ini mempunyai 3 sensor; kamera resolusi tinggi pada saluran tunggal panchromatic (PAN), resolusi sedang pada 4 saluran Linear Imaging Self-scanning Sensor (LISS-III), dan resolusi rendah pada saluran 2 saluran Wide Field Sensor (WiFS). Resolusi tinggi dari IRS berguna untuk pemetaan perkotaan, resolusi LISS-III memiliki fungsi yang sama dengan Landsat band 1-4 yang baik digunakan untuk pemetaan vegetasi, pemetaan penutupan lahan, dan perencanaan sumberdaya alam. Sensor WiFS hampir sama dengan band NOAA AVHRR yang dapat berguna untuk pemetaan vegetasi regional. b. Penerimaan, Transmisi, dan Pemrosesan Data Data dapat diperoleh selama misi remote sensing mampu mengambil informasi dari permukaan bumi. Kemudian diproses dan dikirimkan ke pengguna. Bagaimanapun data yang diperoleh tersebut perlu ditransmisikan secara elektronik dari wahana satelit ke bumi, karena satelit tetap berada di luar angkasa. Ada tiga opsi dalam mentransmisikan data, yaitu 1. secara langsung ditransmisikan jika Stasiun Penerima Bumi (GRS) berada dalam posisi yang sejajar dengan satelit (A). 2. Perekaman pada panel satelit terlebih dulu untuk kemudian ditransmisikan ke GRS (B), dan 3. Ditransmisikan secara relay ke GRS melalui Tracking and Data Relay Satellite System (TDRSS) (C) Digitized by USU digital library 6

7 Interpretasi & Analisa Citra Interpretasi dan analisa citra remote sensing melibatkan aktifitas identifikasi dan pernghitungan dari berbagai target dalam sebuah image untuk mengekstrak informasi yang berguna. Target dalam citra merupakan objek yang diobservasi yang memiliki karakteristik : Target dapat berupa titik, garis, atau area. Ini objek memiliki beberapa bentuk. Target mesti dapat dibedakan; ia memiliki kontras yang berbeda dengan halhal lain disekitarnya. Kegiatan interpretasi dan dentifikasi target dalam remote sensing dilakukan secara manual dan visual oleh interpreter. Dalam banyak kasus kegiatan ini menggunakan citra yang didisplay dalam sebuah pictorial atau type fotografi, terlepas dari tipe sensor yang digunakan dan bagaimana data dikumpulkan. Hal ini disebut dengan format analog. Citra dapat juga dianalisis dengan menggunakan format digital dimana kandungan piksel dan digital number diproses. Interpretasi visual dapat dilakukan dengan menguji data format digital. Bila data indraja tersedia dalam bentuk digital maka analisa dan proses digital dapat dilakukan secara komputerisasi Proses digital juga dapat dilakukan untuk mengidentifikasi target secara otomatis dan mengekstrak informasi secara komplit. Namun bagaimanapun campur tangan interpreter tetap diperlukan untuk menyempurnakan hasil analisa. Teknik manual dan digital untuk interpretasi masing-masing memiliki keunggulan dan kelemahan secara umum interpretasi manual tidak membutuhkan peralatan yang spesial, sedangkan teknik digital memerlukan peralatan yang spesial yang mungkin mahal. Teknik manual memiliki keterbatasan untuk menganalisa data, yakni hanya pada satu image pada satu waktu, sehingga memakan waktu lama. Teknologi komputer memungkinkan pemrosesan citra yang lebih kompleks dari beberapa saluran. Sehingga analisa digital lebih berguna untuk analisa yang bersifat simultan dari berbagai spectral band dan dapat memproses data yang besar dan lebih cepat daripada yang dilakukan manusia. Interpretasi manual merupakan suatu proses yang subjektif yang mana hasil analisa dapat berbeda dari satu interpreter dengan yang lainnya. analisa digital didasarkan pada manipulasi DN dalam komputer yang dikandung oleh piksel citra sehingga lebih objektif dan menghasilkan hasil lebih konsisten, namun mendeterminasi hasil dari analisa digital cukup sulit. Sehingga kombinasi dari dua teknik ini lebih berguna dalam menganalisa citra. Secara fakta keputusan tentang informasi dari terget/objek tetap ditangan manusia. Elemen dari Interpretasi Visual Target dapat dikenali dalam pengertian caranya melepaskan radiasi yang dari energi yang diterimanya. Radiasi ini kemudian diukur dan direkam oleh sensor, dan pada akhirnya digambarkan sebagai sebuah produk image seperti foto udara dan citra satelit. Pengenalan target merupakan kunci dari interpretasi dan pengambilan informasi. Pengamatan perbedaan diantara objek dengan lingkungannya melibatkan satu atau beberapa dari unsur-unsur visual. Elemen visual yang dapat dijadikan sebagai kunci interpretasi adalah : tone (kekontrasan warna), shape 2004 Digitized by USU digital library 7

8 (bentuk), size (ukuran), pattern (pola), tekstur, shadow (bayangan), dan asosiasi situs. Tone bereferensi pada tingkat kecerahan/kekontrasan atau warna dari dalam image. Secara umum tone juga diperkuat/diikuti oleh elemen lain seperti bentuk, tekstur,dan pola dari objek untuk dapat dibedakan. Shape bereferensi pada bentuk, struktur dan outline dari individu objek. Shape merupakan petunjuk yang baik untuk interpretasi. Bentuk tepian yang lurus dari suatu objek dapat dikategorokan sebagai areal perkotaan atau perkebunan, sedangkan hutan biasanya dalam bentuk yang tidak beraturan. Lahan pertanian yang memiliki system pengairan spirinkle muncul dengan bentuk lingkaran. Size merupakan ukuran dari objek. Elemen ini penting untuk memperoleh ukuran dari objek sehingga dapat dibedakan dengan objek lain secara cepat. Sebagai contoh, jika interpreter harus membedakan zona dari penggunaan lahan, dan juga mengidentifikasi sebuah area dengan sejumlah bangunan didalamnya, bangunan besar sebagai fabrik atau property perumahan besar dan bangunan kecil mengidentifikasikan rumah tinggal biasa. Pattern bereferensi pada susunan ruang dari objek yang tampak. Secara tipikal pengulangan yang teratur dari tone dan tekstur yang sama akan menghasilkan pola tertentu yang mudah dikenali dan dibedakan dengan objek lain. Jarak tanam pada lahan pertanian, dan jugamerupakan jalan diantara rumah-rumah merupakan contoh pola. Texture bereferensi pada susunan dan frekwensi dari variasi tone dalam area tertentu. Tekstur yang kasar merupakan tone yang bercorak dimana tingkat keabuan warna berubah secara kasar pada area yang kecil. Sedangkan tekstur yang halus memiliki lebih sedikit variasi tone. Tekstur halus mewakili tekstur keseragaman, seperti lapangan, aspal dan padang rumput. Objek yang memiliki tekstur yang tidak teratur seperti hutan kanopi akan memunculkan tekstur yang kasar pada image. Dalam citra radar tekstur merupakan salah satu elemen terpenting untuk membedakan fitur didalamnya. Shadow atau bayangan juga berguna dalam interpretasi hal mana kita dapat mengidentifikasi target melalui profil dan perkiraan tinggi. Namun juga bayangan juga dapat menimbulkan kebingungan dalam interpretasi karena area yang tertutup bayangan awan misalnya menjadi tidak jelas. Bayanganjuga digunakan untuk identifikasi toppgrafi dan landform, terutama dalam citra radar. Association berkaitan dengan hubungan antara objek yang dikenali dengan objek lain yang didekatnya. Identifikasi dengan cara mengasosiasikan sesuatu objek dengan objek lain berguna memberikan informasi yang lebih akurat. Dalam contoh diatas, property perumahan (real estate) dapat diasosiasikan dengan keberadaan sekolah, taman bermain, lapangan olahraga. Pada gambar dibawah ini danau diasosiasikan dengan boat, marina, dan lahan rekreasi didekatnya. c. Pemrosesan Citra Digital Untuk Ekstraksi Informasi Pemrosesan citra satelit secara digital merupakan interpretasi dan manipulasi citra digital dengan bantuan komputer. Pengolahan citra digital melibatkan sejumlah prosedur berkaitan dengan format dan pengoreksian data, digital 2004 Digitized by USU digital library 8

9 enhancement untuk memperoleh interpretasi visual yang lebih baik dan bahkan untuk otomatisasi klasifikasi. Untuk pemrosesan citra satelit digital, data harus direkam dan tersedia dalam bentuk digital yang sesuai yang dapat disimpan dalam system komputer, dan pemrosesan data digital juga dapat dikaitkan dengan system analisa imege yang berhubungan dengan penggunaan software dan hardware. Beberapa system software dikembangkan untuk tujuan pemrosesan dan analisa data citra satelit, seperti ER Mapper, ERDAS, IDRISI, ILWIS dan lain-lain. Pengolahan citra secara garis besar dibedakan menjadi 2 tahap, yaitu perbaikan citra dan penyadapan informasi. Kedua tahap ini dalam sistem analisa citra diuraikan menjadi 4 kategori kegiatan yakni : 1. Preprocessing (Pemrosesan Awal) 2. Image Enhancement (Penajaman Citra) 3. Transformasi 4. Klasifikasi dan Analisis Pre-Processing (Pemrosesan awal) Preprocessing merupakan operasi yang prioritas dilakukan terhadap data sebelum data diekstrak dan dianalisa. Secara umum kegiatan ini adalah untuk mengkoreksi kesalahan yang ada pada data citra seperti yang diungkapkan dalam tiga bagian I. Koreksi kesalahan tersebut adalah radiometric dan geometric. Koreksi Radiometrik berkaitan dengan interaksi radiasi elektromagnetik dengan atmosfer dan mengkonversi data sehingga dapat digunakan secara akurat oleh sensor. Koreksi Geometrik berkaitan dengan distorsi geometric dikarenakan variasi posisi sensor dengan bumi, data yang dikoreksi dikonversi menjadi data yang sesuai dengan posisi real pada sistem koordinat di dunia. Perbaikan citra merupakan suatu proses untuk mengurangi kesalahan yang terdapat pada citra pada saat perekaman, sehingga kualitas citra pada saat penyadapan data dapat dipertanggungjawabkan dan mempermudah dalam identifikasi serta determinasi. Untuk memperjelas pengertian terhadap, berikut dijabarkan mengenai perbaikan citra. Koreksi radiometric diperlukan pada analisa data penginderaan jauh karena pada saat perekaman, tenaga radiometric yang sampai ke sensor banyak mengalami gangguan atmosfir. Radiasi matahari yang berinteraksi dengan atmosfir bumi akan mengalami hamburan dan absorbsi. Absorbsi atmosfer oleh uap air dan gas-gas lain pada atmosfer cenderung berpengaruh pada panjang gelombang yang lebih besar dari (0.4-7m). Efek dari hamburan dan peyerapan atmosfir akan mempengaruhi nilai kecerahan pada citra sehingga menjadi sumber kesalahan dan menurunkan kualitas dari data penginderaan jauh. Hal ini dapat terjadi pada saat kita ingin membandingkan respon spectral dari suatu piksel dengan citra lain pada daerah yang sama. Untuk mengatasi masalah ini dikembangkan 2 teknik, yaitu : Penyesuaikan Histogram Penyesuaian histogram (histogram adjusment) meliputi evaluasi histogram pada setiap band dari data penginderaan jauh. Biasanya data pada panjang gelombang tampak (TM saluran 1-3) mempunyai nilai minimum yang lebih tinggi karena dipengaruhi oleh hamburan atmosfir. Sebaliknya penyerapan atau absorbsi pada atmosfir akan mengurangi kecerahan pada data yang direkam dalam interval 2004 Digitized by USU digital library 9

10 panjang gelombang yang lebih besar seperti TM 4,5,7. Sehingga data pada band ini nilai minimumnya mendekati nilai nol. Algoritma yang dipergunakan untuk koreksi radiometric mengikuti formula sebagai berikut : Output BV Dimana : - Input : input piksel pada baris I dan kolom j dari band k - Output : nilai piksel yang dikoreksi pada lokasi yang sama - Bias : Selisih nilai minimal dan nilai nol pada saluran k - BV : brightness value atau nilai kecerahan Pada prinsipnya algoritma ini mengurangi nilai bias dengan nilai bias nilai kecerahan pada band tertentu. Penyesuaian Regresi Penyesuaian regresi (regression adjusment) pada prinsipnya menghendaki analisis untuk mengidentifikasi objek bayangan atau air jernih pada citra yang akan dikoreksi. Nilai kecerahan pada objek dari setiap saluran di plotkan dalam sumbu koordinat secara berlawanan arah antara saluran tampak (seperti TM saluran 1, 2, 3) dan saluran infra merah (seperti TM 4,5,7). Pada diagram ini garis lurus dibuat menggunakan teori least.square. perpotongannya dengan sumbu X akan menunjukkan besarnya nilai bias demikian seterusnya untuk saluran yang lain. Penyesuaian histogram ini melewati beberapa tahap, dan hasilnya tidak selalu naik. Hal ini disebabkan karena tidak setiap citra mempunyai nilai objek yang ideal untuk dikoreksi, seperti air jernih atau bayangan awan. Dibandingkan dengan teknik penyesuaian histogram hasilnya tidak jauh berbeda. Koreksi geometric adalah proses perbaikan sesalahan geometric dan transformasi citra penginderaan jauh agar memberikan hasil citra yang mempunyai skala tertentu dan mengikuti proyeksi peta tertentu. Dikenal 3 istilah dalam pengkoreksian geometric yakni rektifikasi, orthorektifikasi, dan regresi. Rektifikasi adalah proses transformasi kordinat citra digital ke dalam sistem kordinat bumi tertentu. Proses ini kadang kala disebut dengan warping ataupun rubbersheeting, karena citra seperti ditarik ataupun dimampatkan supaya terjajar dengan sistem kordinat bumi. Orthorektifikasi adalah rektifikasi yang lebih akurat karena menggunakan atau mengukur informasi mengenai sensor dan wahana yang dipakai untuk memproduksi citra tersebut. Biasanya orthorektifikasi dilakukan untuk mengoreksi foto udara. Registrasi secara sederhana adalah menjajarkan dua buah citra sehingga dapat saling bertumpangtindih (overlaid), tanpa memperdulikan apakah kedua citra tersebut telah direktifikasi pada sistem kordinat tertentu atau tidak. D. Aplikasi Penginderaan Jauh Pengukuran Biomassa Biomassa tegakan dapat ditentukan berdasarkan karakteristik gelombang elektromagnetik yang dipancarkannya. Biomassa tegakan hutan dipengaruhi 2004 Digitized by USU digital library 10

11 oleh umur tegakan, sejarah perkembangan vegetasi, komposisi dan struktur tegakan, kondisi iklim setempat terutama temperature dan curah hujan. Data biomassa suatu ekosistem menunjukkan tingkat produktifitas ekosisitem tersebut, sehingga sangat berguna untuk mengevaluasi pola produkstivitas berbagai macam ekosistem di dunia. Dari segi manajemen hutan secara praktis, biomassa hutan sangat penting dalam tahap perencanaan hutan, karena keseluruhan kegiatan operasional pengelolaan hutan sangat dipengaruhi oleh besarnya biomassa atau potensi hutan. Penelitian dengan menggunakan citra landsat TM untuk menduga biomassa dilakukan oleh Januardi di areal HPH PT Bina Lestari Riau pada tahun 1998, di kawasan hutan mangrove HPH tersebut. Penutupan lahan dikelaskan dengan metode klasfikasi terbimbing (supervised classification) dengan pengkelasan maksimum likelihood pada komposisi kanal 354 dan didukung data pemeriksaan lapangan serta peta yang tersedia. Perbedaan warna pada kelas hutan mangrove juga disebabkan oleh variasi kerapatan tegakan sehingga menyebabkan perbedaan proporsi pantulan obyek. Pada tegakan rapat pantulan energi yang diterima sensor satelit didominasi oleh pantulan energi dari vegetasi mangrove. Sedangkan pada tegakan jarang pantulan energi yang diterima sensor merupakan campuran dari pantulan mangrove dan lantai hutan. Hasil uji statistic F pada analisis sidik ragam model regresi linear sederhana menunjukkan bahwa hanya pada nilai digital pada kanal 1,2,3 dan 4 mempunyai hubungan regresi yang nyata dengan biomassa hutan mangrove. Dari enam macam indeks vegetasi yang diuji, semuanya mempunyai hubungan regresi sangat nyata dengan biomassa vegetasi mangrove pada tingkat kepercayaan 0,99. Penentuan Penutupan Lahan Penutupan lahan dapat ditentukan dengan melakukan identifikasi dan interpretasi citra satelit penginderaan jauh. Data-data penutupan lahan banyak digunakan sebagai dasar dalam perencanaan pembangunan ataupun pengembangan wilayah, monitoring pelestarian sumberdaya hutan. Penginderaan jauh dapat juga dimanfaatkan untuk mengevaluasi keberhasilan kegiatan reboisasi dengan beberapa pendekatan antara lain perubahan penutupan lahannya (indicator tingkat pertumbuhan tanaman) dan pengaruh reboisasi terhadap penurunan tingkat erosi. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik penginderaan jauh dan survey lapangan. Proyek Gerakan Nasional Rehabilitasi Lahan dan Hutan yang dimulai tahun 2003, beberapa tahun ke depan dapat dievaluasi keberhasilannya dengan menggunakan metode di atas. Pada studi pemanfaatan penginderaan jauh untuk pemantauan reboisasi di Sub DAS Roraya Kendari dengan membandingkan citra foro udara tahun 1988 dan tahun Berdasarkan data citra foto tahun 1988 diketahui bahwa luas hutan areal reboisasi berhasil sebesar 1.661,5 ha, sedangkan pada tahun 1985 areal tersebut berupa tanah kosong dan alang-alang. Hal ini menunjukkan perubahan liputan lahan atau penutupan lahan karena adanya kegiatan reboisasi. Penentuan Kerapatan Tegakan Kerapatan tegakan dapat dijadikan parameter untuk menentukan tingkat kerusakan tegakan hutan. Data penginderaan jauh memiliki kemampuan dalam menampilkan tingkat kerapatan tegakan. Data Landsat TM dapat digunakan untuk pemantauan kondisi tegakan, luas dan distribusi hutan secara actual dan factual Digitized by USU digital library 11

12 Sebuah penelitian yang dilakukan oleh LAPAN memberikan contoh pemanfaatan data landsat TM untuk pemantauan kondisi hutan mangrove di Pantura Subang dan Pantai Timur Lampung. Analisis kerusakan mangrove didasarkan pada hasil analisis perubahan tingkat kerapatan vegetasi mangrove yang diturunkan dari histogram indeks vegetasi (NDVI) dua dimensi. Dalam kasus ini, kelas kerapatan dapat dibagi ke dalam lima kategori yaitu kerapatan sangat jarang, kerapatan jarang, kerapatan sedang, kerapatan lebat dan kerapatan sangat lebat. Indeks vegetasi dihitung dengan menggunakan rumus : NDVI = (NS4-NS3)/(NS4+NS3), dimana NDVI adalah indeks nilai vegetasi normal berkisar antara -1 (indeks minimum) sampai +1 (indeks maksimum), parameter NS3 dan NS4 masingmasing adalah nilai spekstral untuk setiap piksel yang diperoleh dari kanal 3 dan 4 landsat TM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi perubahan luas pada 4 (empat) kategori tingkat kerapatan tegakan mangrove, tidak pada kerapatan sangat lebat. Adanya penambahan luas kategori selain kerapatan sangat lebat, terjadi karena adanya degradasi yang sangat pada tingkat kerapatan sangat lebat. DAFTAR PUSTAKA Anonim Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahun Ke-8 MAPIN (Masyarakat Penginderaan Jauh Indonesia). Jakarta Harsanugraha, W.K., Budhiman, S., Dewanti, R. dan Suwargana, N Pemantauan Hutan Mangrove di Pantura Subang dan Pantai Timur Lampung Menggunakan Data Landsat-TM dalam Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahun Ke-8 MAPIN (Masyarakat Penginderaan Jauh Indonesia). Jakarta Howard, J.A Penginderaan Jauh Untuk Sumberdaya Hutan, Teori dan Aplikasi. Terjemahan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Januardi., M.F Estimasi Biomassa Vegetasi Mangrove Menggunakan Data Landsat Thematic Mapper. Skripsi pada Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Tidak diterbitkan. Lillesand, T.M and Kiefer, R.W Remote Sensing and Image Interpretation. Jhon Wiley&Son Inc. New York Sumaryono Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan Reboisasi Di Sub DAS Roraya-Kendari dalam Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahun Ke-8 MAPIN (Masyarakat Penginderaan Jauh Indonesia). Jakarta 2004 Digitized by USU digital library 12

KARAKTERISTIK CITRA SATELIT Uftori Wasit 1

KARAKTERISTIK CITRA SATELIT Uftori Wasit 1 KARAKTERISTIK CITRA SATELIT Uftori Wasit 1 1. Pendahuluan Penginderaan jarak jauh merupakan salah satu teknologi penunjang pengelolaan sumber daya alam yang paling banyak digunakan saat ini. Teknologi

Lebih terperinci

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi Ukuran Hubungan antar obyek Informasi spasial dari obyek Pengambilan data fisik dari

Lebih terperinci

SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD

SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD SENSOR DAN PLATFORM Kuliah ketiga ICD SENSOR Sensor adalah : alat perekam obyek bumi. Dipasang pada wahana (platform) Bertugas untuk merekam radiasi elektromagnetik yang merupakan hasil interaksi antara

Lebih terperinci

PENGINDERAAN JAUH. --- anna s file

PENGINDERAAN JAUH. --- anna s file PENGINDERAAN JAUH copyright@2007 --- anna s file Pengertian Penginderaan Jauh Beberapa ahli berpendapat bahwa inderaja merupakan teknik yang dikembangkan untuk memperoleh data di permukaan bumi, jadi inderaja

Lebih terperinci

ISTILAH DI NEGARA LAIN

ISTILAH DI NEGARA LAIN Geografi PENGERTIAN Ilmu atau seni untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah atau gejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap obyek

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 10 Sesi NGAN PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO Citra nonfoto adalah gambaran yang dihasilkan oleh sensor nonfotografik atau sensor elektronik. Sensornya

Lebih terperinci

PERBEDAAN INTERPRETASI CITRA RADAR DENGAN CITRA FOTO UDARA

PERBEDAAN INTERPRETASI CITRA RADAR DENGAN CITRA FOTO UDARA PERBEDAAN INTERPRETASI CITRA RADAR DENGAN CITRA FOTO UDARA I. Citra Foto Udara Kegiatan pengindraan jauh memberikan produk atau hasil berupa keluaran atau citra. Citra adalah gambaran suatu objek yang

Lebih terperinci

KOMPONEN PENGINDERAAN JAUH. Sumber tenaga Atmosfer Interaksi antara tenaga dan objek Sensor Wahana Perolehan data Pengguna data

KOMPONEN PENGINDERAAN JAUH. Sumber tenaga Atmosfer Interaksi antara tenaga dan objek Sensor Wahana Perolehan data Pengguna data PENGINDERAAN JAUH KOMPONEN PENGINDERAAN JAUH Sumber tenaga Atmosfer Interaksi antara tenaga dan objek Sensor Wahana Perolehan data Pengguna data Lanjutan Sumber tenaga * Alamiah/sistem pasif : sinar matahari

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997 LAMPIRAN Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997 17 Lampiran 2. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 2006 18 Lampiran 3. Peta sebaran suhu permukaan Kodya Bogor tahun

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 22 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sukabumi, Jawa Barat pada 7 wilayah kecamatan dengan waktu penelitian pada bulan Juni sampai November 2009. Pada lokasi penelitian

Lebih terperinci

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik 5. PEMBAHASAN Penginderaan jauh mempunyai peran penting dalam inventarisasi sumberdaya alam. Berbagai kekurangan dan kelebihan yang dimiliki penginderaan jauh mampu memberikan informasi yang cepat khususnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Permukaan Suhu permukaan dapat diartikan sebagai suhu terluar suatu obyek. Untuk suatu tanah terbuka, suhu permukaan adalah suhu pada lapisan terluar permukaan tanah. Sedangkan

Lebih terperinci

JENIS CITRA

JENIS CITRA JENIS CITRA PJ SENSOR Tenaga yang dipantulkan dari obyek di permukaan bumi akan diterima dan direkam oleh SENSOR. Tiap sensor memiliki kepekaan tersendiri terhadap bagian spektrum elektromagnetik. Kepekaannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh yaitu berbagai teknik yang dikembangkan untuk perolehan dan analisis informasi tentang bumi. Informasi tersebut berbentuk radiasi elektromagnetik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh didefinisikan sebagai proses perolehan informasi tentang suatu obyek tanpa adanya kontak fisik secara langsung dengan obyek tersebut (Rees, 2001;

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kekeringan

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kekeringan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kekeringan Kekeringan (drought) secara umum bisa didefinisikan sebagai kurangnya persediaan air atau kelembaban yang bersifat sementara secara signifikan di bawah normal atau volume

Lebih terperinci

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Spektral Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR-2 yang diakuisisi pada tanggal 30 Juni 2009 seperti yang tampak pada Gambar 11. Untuk dapat

Lebih terperinci

PENGINDERAAN JAUH D. SUGANDI NANIN T

PENGINDERAAN JAUH D. SUGANDI NANIN T PENGINDERAAN JAUH D. SUGANDI NANIN T PENGERTIAN Penginderaan Jauh atau Remote Sensing merupakan suatu ilmu dan seni untuk memperoleh data dan informasi dari suatu objek dipermukaan bumi dengan menggunakan

Lebih terperinci

ACARA I SIMULASI PENGENALAN BEBERAPA UNSUR INTERPRETASI

ACARA I SIMULASI PENGENALAN BEBERAPA UNSUR INTERPRETASI ACARA I SIMULASI PENGENALAN BEBERAPA UNSUR INTERPRETASI Oleh: Nama Mahasiswa : Titin Lichwatin NIM : 140722601700 Mata Kuliah : Praktikum Penginderaan Jauh Dosen Pengampu : Alfi Nur Rusydi, S.Si., M.Sc

Lebih terperinci

ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH

ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH 01. Teknologi yang terkait dengan pengamatan permukaan bumi dalam jangkauan yang sangat luas untuk mendapatkan informasi tentang objek dipermukaan bumi tanpa bersentuhan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang. III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober 2010. Lokasi penelitian di Kota Palembang dan Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan, Departemen Konservasi Sumberdaya

Lebih terperinci

Cara memperoleh Informasi Tidak kontak langsung dari jauh Alat pengindera atau sensor Data citra (image/imagery) a. Citra Foto Foto udara

Cara memperoleh Informasi Tidak kontak langsung dari jauh Alat pengindera atau sensor Data citra (image/imagery) a. Citra Foto Foto udara PENGINDERAAN JAUH (INDERAJA) remote sensing (Inggris), teledetection (Prancis), fernerkundung (Jerman), distantsionaya (Rusia), PENGERTIAN. Lillesand and Kiefer (1994), Inderaja adalah ilmu dan seni untuk

Lebih terperinci

MENU STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR MATERI SOAL REFERENSI

MENU STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR MATERI SOAL REFERENSI Arif Supendi, M.Si MENU STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR MATERI SOAL REFERENSI STANDAR KOMPETENSI Memahami pemanfaatan citra penginderaan jauh ( PJ ) dan Sistem Informasi Geografi KOMPETENSI DASAR Menjelaskan

Lebih terperinci

Citra Satelit IKONOS

Citra Satelit IKONOS Citra Satelit IKONOS Satelit IKONOS adalah satelit inderaja komersiil pertama yang dioperasikan dengan tingkat ketelitian 1 meter untuk model pankromatik dan 4 meter untuk model multispektral yang merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002)

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002) BAB III METODA 3.1 Penginderaan Jauh Pertanian Pada penginderaan jauh pertanian, total intensitas yang diterima sensor radar (radar backscattering) merupakan energi elektromagnetik yang terpantul dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa. penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa. penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan TINJAUAN PUSTAKA KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan) Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa perencanaan kehutanan meliputi inventarisasi hutan, pengukuhan kawasan hutan, penatagunaan kawasan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan 2.1.1 Pengertian Lahan Pengertian lahan tidak sama dengan tanah, tanah adalah benda alami yang heterogen dan dinamis, merupakan interaksi hasil kerja

Lebih terperinci

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL PENGOLAHAN CITRA DIGITAL Aditya Wikan Mahastama mahas@ukdw.ac.id Sistem Optik dan Proses Akuisisi Citra Digital 2 UNIV KRISTEN DUTA WACANA GENAP 1213 v2 Bisa dilihat pada slide berikut. SISTEM OPTIK MANUSIA

Lebih terperinci

TEORI DASAR INTERPRETASI CITRA SATELIT LANDSAT TM7+ METODE INTERPRETASI VISUAL ( DIGITIZE SCREEN) Oleh Dwi Nowo Martono

TEORI DASAR INTERPRETASI CITRA SATELIT LANDSAT TM7+ METODE INTERPRETASI VISUAL ( DIGITIZE SCREEN) Oleh Dwi Nowo Martono TEORI DASAR INTERPRETASI CITRA SATELIT LANDSAT TM7+ METODE INTERPRETASI VISUAL ( DIGITIZE SCREEN) Oleh Dwi Nowo Martono I. PENGANTAR Penginderaan jauh adalah ilmu dan teknik untuk memperoleh informasi

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 2 A. PENGINDERAAN JAUH NONFOTOGRAFIK. a. Sistem Termal

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 2 A. PENGINDERAAN JAUH NONFOTOGRAFIK. a. Sistem Termal GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 09 Sesi NGAN PENGINDERAAN JAUH : 2 A. PENGINDERAAN JAUH NONFOTOGRAFIK Menggunakan sensor nonkamera atau sensor elektronik. Terdiri dari inderaja sistem termal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Posisi Indonesia berada di daerah tropis mengakibatkan hampir sepanjang tahun selalu diliputi awan. Kondisi ini mempengaruhi kemampuan citra optik untuk menghasilkan

Lebih terperinci

Gambar 1. Satelit Landsat

Gambar 1. Satelit Landsat 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penginderaan Jauh Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 1 A. PENGERTIAN PENGINDERAAN JAUH B. PENGINDERAAN JAUH FOTOGRAFIK

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 1 A. PENGERTIAN PENGINDERAAN JAUH B. PENGINDERAAN JAUH FOTOGRAFIK GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 08 Sesi NGAN PENGINDERAAN JAUH : 1 A. PENGERTIAN PENGINDERAAN JAUH Penginderaan jauh (inderaja) adalah cara memperoleh data atau informasi tentang objek atau

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan 15 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli sampai dengan April 2011 dengan daerah penelitian di Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penginderaan Jauh Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS).

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS). TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai (DAS) Besitang Sekilas Tentang DAS Besitang Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o 45 04 o 22 44 LU dan 97 o 51 99 o 17 56 BT. Kawasan DAS Besitang melintasi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengolahan Awal Citra (Pre-Image Processing) Pengolahan awal citra (Pre Image Proccesing) merupakan suatu kegiatan memperbaiki dan mengoreksi citra yang memiliki kesalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. and R.W. Kiefer., 1979). Penggunaan penginderaan jauh dalam mendeteksi luas

BAB I PENDAHULUAN. and R.W. Kiefer., 1979). Penggunaan penginderaan jauh dalam mendeteksi luas BAB I PENDAHULUAN Bab I menguraikan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah serta sistematika penulisan yang menjadi dasar dari Perbandingan Penggunaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penutupan Lahan dan Perubahannya Penutupan lahan menggambarkan konstruksi vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan Lahan adalah suatu wilayah daratan yang ciri-cirinya menerangkan semua tanda pengenal biosfer, atsmosfer, tanah geologi,

Lebih terperinci

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : NDVI=(band4 band3)/(band4+band3).18 Nilai-nilai indeks vegetasi di deteksi oleh instrument pada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Konsep Dasar Penginderaan Jauh

TINJAUAN PUSTAKA Konsep Dasar Penginderaan Jauh 4 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Dasar Penginderaan Jauh Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah, dan fenomena melalui analisis data yang diperoleh dari suatu

Lebih terperinci

12/1/2009. Pengamatan dilakukan dengan kanal yang sempit Sensor dapat memiliki 200 kanal masing-

12/1/2009. Pengamatan dilakukan dengan kanal yang sempit Sensor dapat memiliki 200 kanal masing- Hyperspectral Remote Sensing Introduction to Remote Sensing Bab XIV Asal Mula HRS Pengamatan obyek pada remote sensing Dilakukan pada beberapa daerah spektrum elektromagnetik Sebelumnya menggunakan daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan bentang permukaan bumi yang dapat bermanfaat bagi manusia baik yang sudah dikelola maupun belum. Untuk itu peran lahan cukup penting dalam kehidupan

Lebih terperinci

K13 Revisi Antiremed Kelas 12 Geografi

K13 Revisi Antiremed Kelas 12 Geografi K13 Revisi Antiremed Kelas 12 Geografi 01. Suatu ilmu atau teknik untuk mengetahui suatu benda, gejala, dan area dan jarak jauh dengan menggunakan alat pengindraan berupa sensor buatan disebut... (A) citra

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Identifikasi Tutupan Lahan di Lapangan Berdasarkan hasil observasi lapangan yang telah dilakukan di Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Tapanuli Utara, dan Kabupaten

Lebih terperinci

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING )

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING ) FAKULTAS TEKNIK INFORMATIKA PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING ) Pertemuan 1 Konsep Dasar Pengolahan Citra Pengertian Citra Citra atau Image merupakan istilah lain dari gambar, yang merupakan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1. Hasil 4.1.1. Digitasi dan Klasifikasi Kerapatan Vegetasi Mangrove Digitasi terhadap citra yang sudah terkoreksi dilakukan untuk mendapatkan tutupan vegetasi mangrove di

Lebih terperinci

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan :

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan : MAKSUD DAN TUJUAN q Maksud dari kegiatan ini adalah memperoleh informasi yang upto date dari citra satelit untuk mendapatkan peta penggunaan lahan sedetail mungkin sebagai salah satu paramater dalam analisis

Lebih terperinci

PERUBAHAN LUAS EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI TIMUR SURABAYA

PERUBAHAN LUAS EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI TIMUR SURABAYA PERUBAHAN LUAS EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI TIMUR SURABAYA Nirmalasari Idha Wijaya 1, Inggriyana Risa Damayanti 2, Ety Patwati 3, Syifa Wismayanti Adawiah 4 1 Dosen Jurusan Oseanografi, Universitas

Lebih terperinci

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software For evaluation only. 23 LAMPIRAN

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software  For evaluation only. 23 LAMPIRAN 23 LAMPIRAN 24 Lampiran 1 Diagram Alir Penelitian Data Citra LANDSAT-TM/ETM Koreksi Geometrik Croping Wilayah Kajian Kanal 2,4,5 Kanal 1,2,3 Kanal 3,4 Spectral Radiance (L λ ) Albedo NDVI Class Radiasi

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. Beberapa definisi tentang tutupan lahan antara lain:

BAB II TEORI DASAR. Beberapa definisi tentang tutupan lahan antara lain: BAB II TEORI DASAR 2.1 Tutupan Lahan Tutupan Lahan atau juga yang biasa disebut dengan Land Cover memiliki berbagai pengertian, bahkan banyak yang memiliki anggapan bahwa tutupan lahan ini sama dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil

TINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil 4 TINJAUAN PUSTAKA Makin banyak informasi yang dipergunakan dalam klasifikasi penutup lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil klasifikasinya. Menggunakan informasi multi

Lebih terperinci

SAMPLING DAN KUANTISASI

SAMPLING DAN KUANTISASI SAMPLING DAN KUANTISASI Budi Setiyono 1 3/14/2013 Citra Suatu citra adalah fungsi intensitas 2 dimensi f(x, y), dimana x dan y adalahkoordinat spasial dan f pada titik (x, y) merupakan tingkat kecerahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan materi yang terdiri dari agregat (butiran) padat yang tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain serta dari bahan bahan organik yang telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisi tentang latar belakang, tujuan, dan sistematika penulisan. BAB II KAJIAN LITERATUR

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisi tentang latar belakang, tujuan, dan sistematika penulisan. BAB II KAJIAN LITERATUR BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Citra yang direkam oleh satelit, memanfaatkan variasi daya, gelombang bunyi atau energi elektromagnetik. Selain itu juga dipengaruhi oleh cuaca dan keadaan atmosfer

Lebih terperinci

INTERPRETASI CITRA SATELIT LANDSAT

INTERPRETASI CITRA SATELIT LANDSAT INTERPRETASI CITRA SATELIT LANDSAT Tujuan: Mahasiswa dapat mengidentifikasi objek yang ada pada citra landsat Mahasiswa dapat mendelineasi hasil interpretasi citra landsat secara teliti Mahasiswa dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999, bahwa mangrove merupakan ekosistem hutan, dengan definisi hutan adalah suatu ekosistem hamparan lahan berisi sumber daya

Lebih terperinci

penginderaan jauh remote sensing penginderaan jauh penginderaan jauh (passive remote sensing) (active remote sensing).

penginderaan jauh remote sensing penginderaan jauh penginderaan jauh (passive remote sensing) (active remote sensing). Istilah penginderaan jauh merupakan terjemahan dari remote sensing yang telah dikenal di Amerika Serikat sekitar akhir tahun 1950-an. Menurut Manual of Remote Sensing (American Society of Photogrammetry

Lebih terperinci

ix

ix DAFTAR ISI viii ix x DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Emisivitas dari permukaan benda yang berbeda pada panjang gelombang 8 14 μm. 12 Tabel 1.2. Kesalahan suhu yang disebabkan oleh emisivitas objek pada suhu 288

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH (REMOTE SENSING) Oleh : Lili Somantri

TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH (REMOTE SENSING) Oleh : Lili Somantri TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH (REMOTE SENSING) Oleh : Lili Somantri 1. Pengertian Penginderaan Jauh Menurut Lilesand et al. (2004) mengatakan bahwa penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh

Lebih terperinci

Penginderaan Jauh Dan Interpretasi Citra Khursanul Munibah Asisten : Ninda Fitri Yulianti

Penginderaan Jauh Dan Interpretasi Citra Khursanul Munibah Asisten : Ninda Fitri Yulianti Penginderaan Jauh Dan Interpretasi Citra Khursanul Munibah Asisten : 1. Muh. Tufiq Wiguna (A14120059) 2. Triawan Wicaksono H (A14120060) 3. Darwin (A14120091) ANALISIS SPEKTRAL Ninda Fitri Yulianti A14150046

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi 31 IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian ini adalah dimulai dari bulan April 2009 sampai dengan November 2009 yang secara umum terbagi terbagi menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis adalah sistem berbasis komputer yang terdiri atas perangkat keras komputer (hardware), perangkat lunak (software), data

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Persiapan Tahap persiapan merupakan tahapan penting dalam penelitian ini. Proses persiapan data ini berpengaruh pada hasil akhir penelitian. Persiapan yang dilakukan meliputi

Lebih terperinci

GD 319 PENGOLAHAN CITRA DIGITAL KOREKSI RADIOMETRIK CITRA

GD 319 PENGOLAHAN CITRA DIGITAL KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LAPORAN PRAKTIKUM II GD 319 PENGOLAHAN CITRA DIGITAL KOREKSI RADIOMETRIK CITRA Tanggal Penyerahan : 2 November 2016 Disusun Oleh : Kelompok : 7 (Tujuh) Achmad Faisal Marasabessy / 23-2013-052 Kelas : B

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya pertumbuhan penduduk dan pembangunan pada suatu wilayah akan berpengaruh terhadap perubahan suatu kawasan. Perubahan lahan terbuka hijau menjadi lahan terbangun

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan Mei sampai dengan Juni 2013 dengan lokasi penelitian meliputi wilayah Pesisir Utara dan Selatan Provinsi Jawa Barat.

Lebih terperinci

PERBANDINGAN RESOLUSI SPASIAL, TEMPORAL DAN RADIOMETRIK SERTA KENDALANYA

PERBANDINGAN RESOLUSI SPASIAL, TEMPORAL DAN RADIOMETRIK SERTA KENDALANYA PERBANDINGAN RESOLUSI SPASIAL, TEMPORAL DAN RADIOMETRIK SERTA KENDALANYA Oleh : Amelia Oktaviani dan Yarjohan Prodi Ilmu Kelautan Mahasiwa Ilmu Kelautan Universitas Bengkulu *E-mail : ameliaoktaviani049@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era Teknologi merupakan era dimana informasi serta data dapat didapatkan dan ditransfer secara lebih efektif. Perkembangan ilmu dan teknologi menyebabkan kemajuan

Lebih terperinci

PEDOMAN PEMANTAUAN PERUBAHAN LUAS PERMUKAAN AIR DANAU MENGGUNAKAN DATA SATELIT PENGINDERAAN JAUH

PEDOMAN PEMANTAUAN PERUBAHAN LUAS PERMUKAAN AIR DANAU MENGGUNAKAN DATA SATELIT PENGINDERAAN JAUH 2015 PUSAT PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH LAPAN Danau Rawa Pening, Provinsi Jawa Tengah PEDOMAN PEMANTAUAN PERUBAHAN LUAS PERMUKAAN AIR DANAU MENGGUNAKAN DATA SATELIT PENGINDERAAN JAUH LI1020010101 PEDOMAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di kawasan perkotaan Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Pada bulan Juni sampai dengan bulan Desember 2008. Gambar 3. Citra IKONOS Wilayah

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Remote Sensing (Penginderaan Jauh)

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Remote Sensing (Penginderaan Jauh) BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Remote Sensing (Penginderaan Jauh) Remote Sensing didefinisikan sebagai ilmu untuk mendapatkan informasi mengenai obyek-obyek pada permukaan bumi dengan analisis data yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1. Gap Filling Citra Gap Filling citra merupakan metode yang dilakukan untuk mengisi garisgaris yang kosong pada citra Landsat TM hasil download yang mengalami SLCoff, sehingga

Lebih terperinci

1.2 Tujuan. 1.3 Metodologi

1.2 Tujuan. 1.3 Metodologi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh telah menjadi sarana umum untuk mendapatkan data spasial dengan akurasi yang baik. Data dari penginderaan jauh dihasilkan dalam waktu yang relatif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebakaran Hutan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Definisi dan Tipe Kebakaran Hutan dan Lahan Kebakaran hutan adalah sebuah kejadian terbakarnya bahan bakar di hutan oleh api dan terjadi secara luas tidak

Lebih terperinci

PENGOLAHAN DATA SATELIT NOAA-AVHRR UNTUK PENGUKURAN SUHU PERMUKAAN LAUT RATA-RATA HARIAN

PENGOLAHAN DATA SATELIT NOAA-AVHRR UNTUK PENGUKURAN SUHU PERMUKAAN LAUT RATA-RATA HARIAN PENGOLAHAN DATA SATELIT NOAA-AVHRR UNTUK PENGUKURAN SUHU PERMUKAAN LAUT RATA-RATA HARIAN Dalam pembahasan ini akan dijelaskan tentang proses interpretasi salah satu citra NOAA untuk mengetahui informasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang mengalami

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang mengalami II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perubahan Penutupan Lahan Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang mengalami perubahan kondisi pada waktu yang berbeda disebabkan oleh manusia (Lillesand dkk,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan Pengertian masyarakat adat berdasarkan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara adalah kelompok masyarakat yang memiliki asal usul leluhur (secara turun temurun)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan lingkungan dengan suasana. fungsi dalam tata lingkungan perkotaan (Nazaruddin, 1996).

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan lingkungan dengan suasana. fungsi dalam tata lingkungan perkotaan (Nazaruddin, 1996). 5 TINJAUAN PUSTAKA Penghijauan Kota Kegiatan penghijauan dilaksanakan untuk mewujudkan lingkungan kota menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan lingkungan dengan suasana yang asri, serasi dan sejuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hasil sensus jumlah penduduk di Indonesia, dengan luas wilayah kurang lebih 1.904.569 km 2 menunjukkan adanya peningkatan jumlah penduduk, dari tahun 2010 jumlah penduduknya

Lebih terperinci

INTERPRETASI CITRA IKONOS KAWASAN PESISIR PANTAI SELATAN MATA KULIAH PENGINDERAAN JAUH OLEH : BHIAN RANGGA J.R NIM : K

INTERPRETASI CITRA IKONOS KAWASAN PESISIR PANTAI SELATAN MATA KULIAH PENGINDERAAN JAUH OLEH : BHIAN RANGGA J.R NIM : K INTERPRETASI CITRA IKONOS KAWASAN PESISIR PANTAI SELATAN MATA KULIAH PENGINDERAAN JAUH OLEH : BHIAN RANGGA J.R NIM : K 5410012 PENDIDIKAN GEOGRAFI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini serta tahapan-tahapan yang dilakukan dalam mengklasifikasi tata guna lahan dari hasil

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH KOMPOSIT BAND CITRA LANDSAT DENGAN ENVI. Oleh: Nama : Deasy Rosyida Rahmayunita NRP :

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH KOMPOSIT BAND CITRA LANDSAT DENGAN ENVI. Oleh: Nama : Deasy Rosyida Rahmayunita NRP : LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH KOMPOSIT BAND CITRA LANDSAT DENGAN ENVI Oleh: Nama : Deasy Rosyida Rahmayunita NRP : 3513100016 Dosen Pembimbing: Nama : Prof.Dr.Ir. Bangun Muljo Sukojo, DEA, DESS NIP

Lebih terperinci

LOGO PEMBAHASAN. 1. Pemetaan Geomorfologi, NDVI dan Temperatur Permukaan Tanah. 2. Proses Deliniasi Prospek Panas Bumi Tiris dan Sekitarnya

LOGO PEMBAHASAN. 1. Pemetaan Geomorfologi, NDVI dan Temperatur Permukaan Tanah. 2. Proses Deliniasi Prospek Panas Bumi Tiris dan Sekitarnya PEMBAHASAN 1. Pemetaan Geomorfologi, NDVI dan Temperatur Permukaan Tanah 2. Proses Deliniasi Prospek Panas Bumi Tiris dan Sekitarnya Pemetaan Geomorfologi,NDVI dan Temperatur Permukaan Tanah Pemetaan Geomorfologi

Lebih terperinci

LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL

LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL Sumber Energi Resolusi (Spasial, Spektral, Radiometrik, Temporal) Wahana Metode (visual, digital, otomatisasi) Penginderaan jauh adalah ilmu pengetahuan dan

Lebih terperinci

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN Rahayu *), Danang Surya Candra **) *) Universitas Jendral Soedirman

Lebih terperinci

Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s

Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s 11 Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s, dan nilai I diperoleh berdasarkan hasil penghitungan nilai radiasi yang transmisikan oleh kanopi tumbuhan, sedangkan nilai koefisien pemadaman berkisar antara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan yaitu bulan Juli-Agustus 2010 dengan pemilihan lokasi di Kota Denpasar. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

Proses memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau komputer

Proses memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau komputer Pengolahan Citra / Image Processing : Proses memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau komputer Teknik pengolahan citra dengan mentrasformasikan citra menjadi citra lain, contoh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Lahan dan Penggunaan Lahan 2.2 Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Lahan dan Penggunaan Lahan 2.2 Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Lahan dan Penggunaan Lahan Lahan adalah suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi, dan vegetasi, dimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB 4. METODE PENELITIAN

BAB 4. METODE PENELITIAN BAB 4. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi Penelitian dan Scene Data Satelit Lokasi penelitian ini difokuskan di pantai yang berada di pulau-pulau terluar NKRI yang berada di wilayah Provinsi Riau. Pulau-pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera Utara memiliki luas total sebesar 181.860,65 Km² yang terdiri dari luas daratan sebesar 71.680,68 Km² atau 3,73 % dari luas wilayah Republik Indonesia. Secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia memiliki kekayaan vegetasi yang beraneka ragam dan melimpah di seluruh wilayah Indonesia. Setiap saat perubahan lahan vegetasi seperti hutan, pertanian, perkebunan

Lebih terperinci

ANALISA DAERAH POTENSI BANJIR DI PULAU SUMATERA, JAWA DAN KALIMANTAN MENGGUNAKAN CITRA AVHRR/NOAA-16

ANALISA DAERAH POTENSI BANJIR DI PULAU SUMATERA, JAWA DAN KALIMANTAN MENGGUNAKAN CITRA AVHRR/NOAA-16 ANALISA DAERAH POTENSI BANJIR DI PULAU SUMATERA, JAWA DAN KALIMANTAN MENGGUNAKAN CITRA AVHRR/NOAA-16 Any Zubaidah 1, Suwarsono 1, dan Rina Purwaningsih 1 1 Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)

Lebih terperinci

09 - Penginderaan Jauh dan Pengolahan Citra Dijital. by: Ahmad Syauqi Ahsan

09 - Penginderaan Jauh dan Pengolahan Citra Dijital. by: Ahmad Syauqi Ahsan 09 - Penginderaan Jauh dan Pengolahan Citra Dijital by: Ahmad Syauqi Ahsan Remote Sensing (Penginderaan Jauh) is the measurement or acquisition of information of some property of an object or phenomena

Lebih terperinci

ANALISA KESEHATAN VEGETASI MANGROVE BERDASARKAN NILAI NDVI (NORMALIZED DIFFERENCE VEGETATION INDEX ) MENGGUNAKAN CITRA ALOS

ANALISA KESEHATAN VEGETASI MANGROVE BERDASARKAN NILAI NDVI (NORMALIZED DIFFERENCE VEGETATION INDEX ) MENGGUNAKAN CITRA ALOS ANALISA KESEHATAN VEGETASI MANGROVE BERDASARKAN NILAI NDVI (NORMALIZED DIFFERENCE VEGETATION INDEX ) MENGGUNAKAN CITRA ALOS Oleh : Tyas Eka Kusumaningrum 3509 100 001 LATAR BELAKANG Kawasan Pesisir Kota

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November Penelitian ini

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November Penelitian ini METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November 2012. Penelitian ini dilaksanakan di lahan sebaran agroforestri yaitu di Kecamatan Sei Bingai, Kecamatan Bahorok,

Lebih terperinci

Evaluasi Indeks Urban Pada Citra Landsat Multitemporal Dalam Ekstraksi Kepadatan Bangunan

Evaluasi Indeks Urban Pada Citra Landsat Multitemporal Dalam Ekstraksi Kepadatan Bangunan Sukristiyanti et al. / Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan Jilid 17 No.1 ( 2007) 1-10 1 Evaluasi Indeks Urban Pada Citra Landsat Multitemporal Dalam Ekstraksi Kepadatan Bangunan SUKRISTIYANTI a, R. SUHARYADI

Lebih terperinci