IDENTIFIKASI GELATIN DALAM BEBERAPA OBAT BENTUK SEDIAAN TABLET MENGGUNAKAN METODE SPEKTROFOTOMETRI WILLY PRAIRA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IDENTIFIKASI GELATIN DALAM BEBERAPA OBAT BENTUK SEDIAAN TABLET MENGGUNAKAN METODE SPEKTROFOTOMETRI WILLY PRAIRA"

Transkripsi

1 IDENTIFIKASI GELATIN DALAM BEBERAPA OBAT BENTUK SEDIAAN TABLET MENGGUNAKAN METODE SPEKTROFOTOMETRI WILLY PRAIRA PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

2 ABSTRAK WILLY PRAIRA. Identifikasi Gelatin dalam Beberapa Obat Bentuk Sediaan Tablet Menggunakan Metode Spektrofotometri. Dibimbing oleh ANNA P. ROSWIEM dan MEGA SAFITHRI. Gelatin adalah bahan tambahan yang dibutuhkan dalam pembuatan obat, bentuk sediaan tablet dan kapsul. Sebagian besar gelatin yang beredar di Indonsia diragukan kehalalannya. Gelatin dalam obat dapat diidentifikasi menggunakan teknik spektrofotometri, seperti metode Biuret, Lowry, dan Bradford. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan antara ketiga metode tersebut dalam mengidentifikasi gelatin pada obat berbentuk tablet; dan untuk mengetahui keberadaan gelatin dalam sampel yang digunakan. Penelitian ini menggunakan 24 sampel obat berbentuk tablet dengan dua kali pengulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir semua sampel obat menunjukkan adanya protein. Pembuatan tablet obat tidak menggunakan bahan yang tergolong protein kecuali gelatin. Berdasarkan hal ini, disimpulkan bahwa protein yang teridentifikasi dalam sampel obat ini adalah gelatin. Hasil analisis antar metode menunjukkan ketidaksesuaian. Hasil analisis dengan metode Biuret menunjukkan bahwa semua sampel mengandung gelatin dengan konsentrasi yang bervariasi antara 0.71% (b/b) (obat O) 9.82% (b/b) (obat J), kecuali sampel A dan F yang tidak dapat dianalisis dengan metode ini, sedangkan hasil analisis dengan metode Lowry menunjukkan bahwa semua sampel juga mengandung gelatin dengan konsentrasi rata-rata yang cukup besar, yakni antara 0.02% (b/b) (obat E) 12.65% (b/b) (obat L). Hasil analisis dengan metode Bradford juga menunjukkan bahwa semua sampel mengandung gelatin dengan konsentrasi bervariasi antara 0.24% (b/b) (obat O) 14.48% (b/b) (obat J).

3 ABSTRACT WILLY PRAIRA. Identification of Gelatin in Tablet Medicines Using Spectrophotometry Methods. Under the direction of ANNA P. ROSWIEM and MEGA SAFITHRI Gelatin is needed in tablet medicine formulation. Gelatin is one of the pharmaceutical compound that suspected not permitted. Like protein, Gelatin can identified using spectrophotometry methods, such as Biuret, Lowry, and Bradford method. This research aim to compare between Biuret, Lowry, Bradford method in gelatin identifying; and to know the existence of gelatin in some tablet medicines. This research used as many as 24 tablets. The results showed that almost all of the samples contained some protein in their tablets. Except gelatin, tablet do not use any protein compound in the formulation. Based on this finding, it is concluded that protein which identified in these samples is gelatin. The analyze result between Biuret, Lowry, and Bradford methods did not support each other. The Biuret result showed that almost of all samples contained gelatin with various concentration, 0.71% (w/w) (sample O) 9.82% (w/w) (sample J). Sample A and F can t be identified by this method. The Lowry result Showed that all sample contain gelatin with various concentration too, 0.02% (w/w) (sample E) 12.65% (w/w) (sample L). The Bradford result also showed that all sample contained gelatin with various concentration from 0.24% (w/w) (sample O) to 14.48% (b/b) (sample J).

4 IDENTIFIKASI GELATIN DALAM BEBERAPA OBAT BENTUK SEDIAAN TABLET MENGGUNAKAN METODE SPEKTROFOTOMETRI WILLY PRAIRA Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Studi Biokimia PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

5 PRAKATA Penulis bersyukur kepada Allah SWT atas segala nikmatnya sehingga karya ilmiah yang dilaksanakan dari September 2007 hingga Januari 2008 ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian yang dipilih adalah Identifikasi Gelatin dalam Beberapa Obat Bentuk Sediaan Tablet menggunakan Metode Spektrofotometri. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Anna P. Roswiem, MS dan Ibu Mega Safithri, S.Si, M.Si yang telah membimbing penulis selama melakukan penelitian ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Kepala Laboratorium Biologi Molekuler dan Rekayasa Genetika, Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia yang telah mengijinkan penulis melakukan penelitian di laboratorium tersebut. kami ucapkan terima kasih kepada Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM-MUI) Pusat, yang telah mendanai penelitian ini Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Kak Topani, Mbak Riana, dan teknisi laboratorium, atas segala bimbingan dan bantuannya, serta kepada Gilang atas bantuan dan kerja samanya di laboratorium, Henry, Adi, dan temanteman Asrama Felicia IPB atas dukungan semangatnya. Terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada ayah, ibu, dan seluruh keluarga tercinta atas dukungan, do a, dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Bogor, September 2008 Willy Praira

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 28 Agustus 1985 di Labuhan Batu, Sumatera Utara dari ayah bernama Rusdi dan Ibu bernama Wartik. Penulis adalah anak keempat dari delapan bersaudara. Penulis lulus SMU Negeri 1 Kualuh Hulu pada tahun Penulis diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB, pada tahun Penulis mamilih jurusan Biokima, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama kuliah, penulis pernah menjadi asisten praktikum Biokimia Umum, Metabolisme, dan Biokimia Medis. Penulis juga pernah mengikuti organisasi himpunan program studi biokimia sebagai anggota bidang kewirausahaan. Selain itu, penulis juga pernah menjadi wakil ketua organisasi mahasiswa daerah Labuhan Batu pada tahun 2004.

7 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... ix PENDAHULUAN... 1 TINJAUAN PUSTAKA Gelatin... 2 Obat Bentuk Sediaan Tablet... 4 Analisis Protein Metode Spektrofotometri... 6 BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat... 7 Metode... 7 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Biuret... 9 Hasil Analisis Lowry... 9 Hasil Analisis Bradford Perbandingan Hasil Analisis Biuret, Lowry, dan Bradford SIMPULAN DAN SARAN Simpulan...11 Saran...11 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN...13 ix

8 DAFTAR TABEL Halaman 1 Komposisi asam amino pada gelatin Perbedaan antara gelatin A dan B Penggunaan gelatin dalam industri di dunia tahun Impor gelatin Indonesia tahun Pemasaran gelatin di dunia dan eropa Hasil analisis gelatin dengan metode Biuret, Lowry, dan Bradford DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Tahapan penelitian Preparasi sampel Hasil preparasi sampel Pembuatan pereaksi-pereaksi Standar gelatin dengan pereaksi Biuret Standar gelatin dengan pereaksi Lowry Standar gelatin dengan pereaksi Bradford Hasil analisis Biuret Hasil analisis Lowry Hasil analisis Bradford Contoh perhitungan sampel obat B (metode Biuret)... 22

9 Judul Skripsi : Identifikasi Gelatin dalam Beberapa Obat Bentuk Sediaan Tablet Menggunakan Metode Spektrofotometri Nama : Willy Praira NIM : G Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Anna P. Roswiem, MS Ketua Mega Safithri, S.Si, M.Si Anggota Diketahui Dr. drh. Hasim, DEA Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Tanggal Lulus :

10 PENDAHULUAN Ilmu pengetahuan dalam bidang bioanalisis telah banyak berkembang. Hal ini didukung oleh adanya teknik yang mempermudah analisis senyawa dalam bidang biologi, kimia, maupun biokimia. Salah satu teknik bioanalisis yang banyak digunakan adalah teknik spektrofotometri. Teknik spektrofotometri telah umum dan banyak digunakan dalam berbagai analisis, seperti untuk analisis glukosa darah, aktivitas enzim, dan penghitungan jumlah bakteri. Metode spektrofotometri ini banyak digunakan karena tergolong mudah, bersifat kualitatif, cepat, dan relatif murah. Teknik spektrofotometri juga telah banyak digunakan dalam analisis biomolekul, di antaranya adalah analisis protein. Metodemetode analisis protein dengan spektrofotometri di antaranya adalah metode Biuret, Lowry, dan Bradford. Metode-metode ini dapat digunakan untuk melihat keberadaan protein, dan mengukur jumlahnya, salah satu protein yang dapat dianalisis dengan metode ini adalah gelatin. Gelatin merupakan senyawa turunan protein yang bersumber dari kolagen hewan, baik itu kulit maupun tulang (Davis 2000). Umumnya gelatin dibuat dari serat kolagen hewan seperti babi, sapi, domba, dan ikan. Gelatin banyak dimanfaatkan dalam berbagai bidang, salah satunya adalah bidang farmasi. Peran gelatin dalam bidang farmasi di antaranya adalah sebagai bahan baku pembuatan kapsul (kapsul keras ataupun kapsul lunak) dan bahan pengikat pada pembuatan tablet (Poppe 1992). Pembuatan tablet menggunakan gelatin menjadikan tablet cukup keras dan melarut secara perlahan tanpa mengalami disintegrasi. Hal ini disebabkan oleh sifat gelatin yang dapat mengikat partikel-partikel dalam tablet tersebut sehingga membentuk granula yang mempunyai kohesifitas dan kompresibilitas yang cukup tinggi. Fungsi gelatin ini sesungguhnya dapat digantikan oleh etil selulosa, gum arab, atau metil selulosa. Namun mutu tablet yang dihasilkan tidak sebaik tablet yang menggunakan gelatin sebagai bahan pengikatnya. Penelitian yang dilakukan oleh Sugiartono et al (2003) menyimpulkan bahwa gelatin memiliki kualitas yang lebih baik daripada etil selulosa dalam hal sebagai pengikat dalam obat sediaan tablet. Widjaja dan Setyawan (2004) juga melaporkan bahwa formula tablet yang dibuat dengan bahan pengikat gelatin menghasilkan tablet hisap rimpang kencur yang lebih baik dari pada formula yang dibuat dengan bahan pengikat gum arab. Gelatin dengan konsentrasi 1-5% (b/b) biasanya digunakan sebagai bahan pengikat pada pembuatan tablet. Gelatine Market of Europe (2006) menyebutkan bahwa pemasaran gelatin di dunia didominasi oleh gelatin yang bersumber dari kulit babi, yaitu sebesar 45,8%. Pemasaran di Eropa juga didominasi oleh gelatin jenis ini yaitu sebesar 68,8%. Sampai sejauh ini belum ada penelitian mengenai keberadaan gelatin dalam obat ataupun mengenai kehalalan obat. Obat merupakan suatu zat yang dimaksudkan untuk digunakan dalam diagnosis, mengurangi rasa sakit, dan mengobati atau mencegah penyakit baik pada manusia maupun pada hewan (Ansel 1989). Keberadaan obat sangat penting dalam kehidupan manusia. Sebagian besar obat yang sering digunakan adalah obat yang digunakan dengan cara oral, salah satunya adalah tablet. Kehalalan obat harus dipertimbangkan berkaitan dengan bahan utama dan bahan farmaseutik yang ada dalam obat tersebut. Kehalalan obat ini harus diperhatikan, terlebih lagi Indonesia merupakan negara berpenduduk muslim terbesar di dunia. Selain itu, sampai saat ini baru tiga merk obat yang mencantumkan label halal dari lebih 1000 merk obat yang ada di Indonesia. Penelitian ini dilakukan berdasarkan beberapa permasalahan, di antaranya adalah masih banyak obat-obatan bentuk sediaan tablet di Indonesia yang belum mencantumkan label halal atau mendapatkan sertifikat halal dari lembaga yang berwenang. Pemasaran gelatin di dunia didominasi oleh gelatin yang bersumber dari babi sehingga kemungkinan besar gelatin yang digunakan dalam pembuatan obat bentuk sediaan tablet adalah gelatin yang tidak halal. Selain itu, penelitian tentang analisis gelatin dalam obat bentuk sediaan tablet belum pernah dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui metode analisis gelatin terbaik dalam obat-obatan bentuk sediaan tablet dan tablet salut dengan menggunakan spektrofotometer. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui keberadaan protein yang diduga gelatin dalam beberapa

11 obat bentuk sediaan tablet produksi pabrik farmasi di Indonesia. Hipotesis penelitian ini adalah metode analisis yang berbeda memberikan hasil yang berbeda dan saling mendukung. Beberapa obat bentuk sediaan tablet/tablet salut buatan pabrik farmasi Indonesia mengandung gelatin. Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi tentang cara sederhana analisis gelatin dalam obat bentuk sediaan tablet. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi awal penelitian tentang gelatin dalam obatobatan. TINJAUAN PUSTAKA Gelatin Definisi Gelatin Gelatin berasal dari bahasa latin, yaitu gelatus yang berarti kuat atau beku. Nama gelatin mulai digunakan secara umum sekitar tahun 1700-an. Menurut Leiner Davis Gelatin Co (2000), gelatin diperoleh dari hidrolisis terkontrol serat protein kolagen yang banyak ditemukan di alam sebagai unsur pokok dari kulit, tulang, dan jaringan ikat. Menurut de Man (1997), gelatin adalah protein yang diperoleh dari jaringan kolagen hewan yang dapat didispersi dalam air dan menunjukkan perubahan sol menjadi gel, yang bersifat bolak-balik seiring perubahan suhu. Charley (1982) menambahkan bahwa, gelatin merupakan senyawa turunan yang dihasilkan dari serabut kolagen jaringan penghubung yang dihidrolisis dengan asam atau basa. Gelatin juga dapat diperoleh dengan cara denaturasi panas kolagen (Gelatine Food Science 2004). Pemanasan kolagen secara bertahap akan menyebabkan struktur rusak dan rantai-rantainya akan terpisah. Struktur Gelatin Gelatin merupakan senyawa turunan protein yang tersusun atas asam-asam amino. Menurut Fardiaz (1989), molekul-molekul gelatin mengandung tiga kelompok asam amino yang tinggi, yaitu sekitar sepertiganya terdiri dari residu asam amino glisin atau alanin, hampir seperempatnya terdiri atas asam amino basa atau asam, seperempatnya lagi merupakan asam amino prolin dan hidroksiprolin, dan sisanya aam amino lain. Proporsi yang tinggi dari residu polar ini membuat molekul gelatin mempunyai afinitas yang sangat tinggi terhadap air. Oleh karena proporsi yang tinggi dari residu prolin dan hidroksiprolin, molekul-molekul gelatin tidak mampu melilit membentuk coil helix seperti halnya pada kebanyakan molekul protein. Sebaliknya molekul-molekul gelatin ini membentuk molekul yang panjang dan tipis, suatu sifat yang sangat menguntungkan dalam proses pembentukan gel. Parker (1982) juga menambahkan bahwa gelatin merupakan suatu polimer linear dari asam amino yang umumnya terjadi dari pengulangan asam amino glisin-prolin-prolin atau glisin-prolin-hidroksiprolin. Komposisi asam amino gelatin bervariasi tergantung pada spesies hewan penghasil, sumber kolagen, dan jenis kolagen (Wards dan Courts 1977) (Tabel 1). Gelatin bukan termasuk protein yang lengkap karena gelatin tidak mengandung asam amino triptofan (Cole 2000), namun gelatin mengandung sedikit asam amino yang jarang ditemui yaitu hidroksilisin (Glicksman 1969). Gelatin mengandung asam glutamat dengan jumlah yang cukup tinggi. Asam glutamat ini sangat berperan dalam pengolahan makanan karena dapat menimbulkan citarasa yang lezat (Winarno 1997). Gelatin memiliki bobot molekul antara hingga Dalton (Courts 1977). Tabel 1 Komposisi asam amino pada gelatin Cole (2000) Asam amino Persentase (%) Glisin Alanin Serin Prolin Tirosin Asam aspartat Asam Glutamat Hidroksiprolin Hidroksilisin Valin Isoleusin Leusin Treonin Fenilalanin Metionin Histidin Arginin Lisin Sifat Gelatin Sifat fisik dan kimia gelatin tergantung dari kualitas bahan baku, ph, keberadaan zatzat organik, metode ekstraksi, suhu, dan konsentrasinya (Parker 1982). Sifat-sifat gelatin juga tergantung dari asam-asam amino

12 yang menyusunnya. Komposisi asam amino gelatin bervariasi tergantung dari sumber kolagen yang dijadikan gelatin (Ward dan Courts 1977). Gelatin umumnya dihasilkan dari kolagen hewan seperti babi, sapi, domba, dan ikan. Gelatin yang beredar di pasaran terdiri dari dua bentuk yaitu yang tidak memiliki rasa apapun (plain atau unflafoured) dan gelatin yang memiliki rasa tertentu (flavoured). Gelatin flavoured biasanya mengandung gula, asam sitrat, perasa, dan pewarna (Gates 1981). Secara fisik gelatin dapat berbentuk bubuk, pasta, maupun lembaran gelatin. Gelatin yang berbentuk lembaran atau butiran, harus direndam terlebih dahulu sebelum digunakan, sedangkan gelatin yang berbentuk bubuk dapat langsung digunakan. Gelatin murni biasanya tidak berasa, tidak berbau, dan berwarna sedikit kuning (Mark dan Stewart 1957). Gelatin dapat berubah dari bentuk sol menjadi gel dan sebaliknya dapat berubah dari bentuk gel menjadi sol kembali. Gelatin juga dapat membengkak atau mengembang dalam air dingin, membentuk film, mempengaruhi viskositas suatu bahan, dan dapat melindungi sistem koloid (Parker 1982). Menurut Jones (1977) sifat gelatin yang dapat berubah dari sol menjadi gel secara reversible itulah yang membuat gelatin lebih istimewa daripada gel hidrokoloid lain yang tidak dapat berubah secara reversible seperti pati, alginat, protein susu, dan albumin telur. Salah satu sifat fisik gelatin yang penting adalah kekuatan untuk membentuk gel yang disebut kekuatan gel. Gel gelatin terbentuk akibat adanya pembentukan jala atau jaring tiga dimensi oleh molekul polimer yang membentuk ikatan silang diantara sesamanya. Ikatan atau interaksi yang berperan dalam pembentukan ikatan silang ini diperkirakan adalah ikatan hidrogen, ikatan ion, dan ikatan hidrofobik antar rantai (Fardiaz 1989). Perubahan sol ke gel atau sebaliknya dipengaruhi oleh perubahan suhu, komposisi pelarut, dan tingkat keasaman (ph). Pembentukan atau perubahan menjadi gel ini akan terganggu jika kondisi terlalu asam atau terlalu basa. Menurut Ward dan Courts (1977) gelatin larut dalam air minimal pada suhu 49 C, cenderung membentuk gel pada suhu sekitar 48 C dan larut baik pada suhu 60 C sampai 70 C. Gelatin juga mudah larut dalam gliserol, manitol, sorbitol, dan propilen. Kelarutan gelatin akan berkurang dalam alkohol, aseton, dan pelarut nonpolar seperti karbon tetraklorida (CCl 4 ), proteleum eter, dan karbon disulfida (Glicksman 1969). Winarno (1997) menambahkan bahwa saat pemanasan daya tarik menarik antara molekul air berkurang sehingga memberikan energi bagi gelatin untuk mengatasi daya tarik menarik molekul yang larut pada air. Dengan demikian, daya larut molekul yang dilarutkan dalam air akan meningkat dengan meningkatnya suhu air. Jenis-Jenis Gelatin Berdasarkan cara pembuatannya, gelatin dibedakan atas dua jenis yaitu gelatin tipe A (gelatin A) dan gelatin tipe B (Gelatin B) (Hinterwaldner 1977). Gelatin A dibuat dengan cara ekstraksi menggunakan asamasam organik seperti asam klorida (HCl), asam sulfat (H 2 SO 4 ), asam sulfit (H 2 SO 3 ), dan asam fosfat (H 3 PO 4 ). Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan, asam yang paling baik digunakan adalah HCl dengan konsentrasi 1-5% (v/v) dan masa perendaman selama jam. Asam klorida memiliki kelebihan yaitu dapat menguraikan serat kolagen lebih banyak dan lebih cepat tanpa mengurangi kualitas gelatin yang dihasilkan, serta mengubah serat kolagen tripel heliks menjadi rantai tunggal (Ward dan Courts 1977). Gelatin B dihasilkan dari ekstraksi dengan larutan yang bersifat basa seperti air kapur. Waktu perendaman yang diperlukan untuk ekstraksi menggunakan basa biasanya lebih lama, dapat mencapai 12 minggu dan menghasilkan kolagen rantai ganda (Poppe 1992). Secara umum semua gelatin mempunyai kegunaan yang sama, namun terdapat perbedaan sifat antara gelatin A dan gelatin B, di antaranya adalah dalam hal viskositas, kadar abu, ph, dan titik isoelektrik (Tabel 2) Tabel 2 Perbedaan antara gelatin A dan B Sifat Gelatin A Gelatin B Kekuatan gel (bloom) Viskositas (cp) Kadar abu (%) ph Titik isoelektrik Manfaat Gelatin Gelatin banyak dimanfaatkan oleh berbagai industri. Penggunaan gelatin di dunia mengindikasikan bahwa lebih dari 60% total produksi gelatin digunakan oleh industri pangan, seperti dessert, permen, jeli, es krim, produk-produk susu, roti, kue, dan

13 sebagainya. Industri lain yang juga menggunakan gelatin dengan jumlah yang cukup besar di antaranya adalah industri farmasi dan industri fotografi ( Tabel 3). Penggunaan gelatin di Indonesia juga tidak jauh berbeda. Gelatin digunakan dalam industri pangan lebih disebabkan karena sifat fisik dan kimia gelatin daripada nilai gizinya sebagai protein. Gelatin dalam industri pangan umumnya berfungsi sebagai pembentuk gel, pengental makanan, pemantap emulsi, pengemulsi, penjernih, pengikat air, dan pelapis. Gelatin pada industri pengolahan produk daging seperti sosis umumnya digunakan untuk memperhalus dan menimbulkan struktur gel yang kenyal. Gelatin pada industri pembuatan selai digunakan untuk memperbaiki tampilan menjadi lebih menarik dengan lapisan berwarna bening, sekaligus melindunginya dari sinar dan oksigen sehingga menjadi lebih awet. Gelatin pada industri permen dan coklat digunakan untuk membuatnya menjadi lebih kenyal dan lembut. Gelatin dalam pembuatan es krim digunakan untuk membantu mencegah pembentukan kristal-kristal es yang besar, sehingga menjaga tekstur es krim menjadi lebih lembut. Gelatin juga dapat berfungsi menjernihkan minuman agar lebih menarik. Gelatin dalam minuman juga berperan menyerap zat-zat yang menyebabkan minuman tersebut berembun. Gelatin dalam industri farmasi digunakan untuk membuat kapsul obat sehingga obat lebih mudah ditelan, selain itu juga digunakan dalam pembuatan tablet obat agar bentuk tablet lebih padat, kompak, dan kandungan zat menjadi lebih awet. Gelatin dalam pembuatan tablet biasanya digunakan sejumlah 1-5% (b/b) (Herbert et al 1989). Gelatin dalam industri fotografi digunakan untuk menstabilkan kristal perak halida yang sensitif terhadap sinar matahari yang kemudian dilapiskan pada lembaran film (Jones 1977). Seiring dengan makin berkembangnya industri pangan, farmasi dan kosmetik di Indonesia, kebutuhan akan gelatin pun makin meningkat. Namun sayangnya, meningkatnya kebutuhan gelatin di Indonesia ternyata belum banyak direspons positif oleh industri dalam negeri untuk memproduksinya secara komersial. Karena itu, Indonesia banyak mengimpor gelatin dari luar negeri. Data BPS (2004) menyebutkan bahwa tercatat dari tahun 1995 hingga tahun 2003 Indonesia selalu mengimpor gelatin dari luar negeri dengan jumlah lebih dari 1000 ton setiap tahunnya, bahkan pada tahun 2001 jumlah impor gelatin lebih dari 3000 ton (Tabel 4). Kondisi seperti ini sangat mengkhawatirkan. Selain biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk mengimpor gelatin sangat besar, gelatin yang beredar di pasaran dunia juga tidak terjamin kehalalannya. Menurut Gelatine Market of Europe (2006), pemasaran gelatin di dunia didominasi oleh gelatin yang bersumber dari kulit babi, yaitu sebesar 45,8%. Pemasaran di eropa juga didominasi oleh gelatin kulit babi yaitu sebesar 68,8% (Tabel 5). Tabel 3 Penggunaan gelatin dalam industri di dunia tahun 1999 (BPS 2004) Industri Penggunaan (ton) Pangan Farmasi Fotografi Teknik Tabel 4 Impor gelatin Indonesia tahun (BPS 2004) Tahun Gelatin (kg) US$ Tabel 5 Pemasaran gelatin di dunia dan Eropa Sumber Persen (%) Jumlah (ton) gelatin Dunia Eropa Dunia Eropa Kulit 45,8 68, Babi Kulit 28,4 10, sapi Tulang 24,2 18, Lainlain 1,6 2, Sumber : Gelatine Market of Europe (2006) Obat Bentuk Sediaan Tablet Tablet berasal dari kata tabuletta yang berarti piring pipih atau papan tipis. Tablet adalah salah satu bentuk sediaan obat berbentuk padat, kompak, dibuat secara kempa cetak dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung (Voight 1994). Tablet dapat

14 berbentuk silinder, kubus, batang, cakram, seperti telur, atau seperti peluru (Gambar 1). Tablet pada umumnya memiliki garis tengah 5-17 mm dan bobot 0,1-1 gram (Voight 1994). Tablet biasanya mengandung berbagai bahan tambahan. Zat tambahan yang digunakan dalam pembuatan tablet dapat berfungsi sebagai zat pengisi, zat pengikat, zat pelicin, zat pembasah, atau zat lain yang cocok (Lachman et al 1994). Tablet dicetak dari serbuk kering, kristal, atau granulat, dan dengan penambahan suatu bahan tertentu. Saat ini paling tidak terdapat 40% obat diracik dalam bentuk tablet. Bentuk sediaan tablet merupakan salah satu bentuk sediaan farmasi yang paling disukai karena harganya murah, takarannya tepat, mudah dikemas, transportasi dan penyimpanan praktis, serta mudah ditelan (Voight 1995). Selain itu, tablet juga memiliki sifat pencampuran kimia, mekanik, dan stabilitas mikrobiologi yang paling baik (Ansel 1985). Kekurangan sediaan obat bentuk sediaan tablet adalah ada beberapa senyawa obat yang tidak dapat dibentuk menjadi tablet; senyawa obat yang sukar dibasahkan dan lambat melarut sukar diformulasikan dalam bentuk tablet; rasa pahit dan bau obat tidak dapat dihilangkan; peka terhadap oksigen sehingga memerlukan pengkapsulan atau penyalutan; bahan pembantu yang ditambahkan dalam tablet harus inert, tidak berbau, tidak berasa, dan sebaiknya tidak berwarna (Voight 1994). Lachman et al (1976) menyebutkan bahwa dalam pengembangan suatu formulasi sediaan tablet perlu memperhatikan sifat-sifat yang harus dimiliki, yaitu: produk harus menarik secara fisik; sanggup menahan guncangan mekanik selama produksi dan pengepakan; mempunyai kestabilan kimia dan fisika untuk mempertahankan kelengkapan fisiknya sepanjang waktu; dapat melepas zat berkhasiat obat ke dalam tubuh dengan cara yang tetap. Gambar 1 Obat bentuk sediaan tablet Pembuatan tablet dapat dilakukan dengan tiga cara berbeda, yaitu metode granulasi basah, granulasi kering, dan kompresi langsung. Metode yang paling sering digunakan dalam pembuatan tablet adalah metode granulasi basah. Hal ini disebabkan banyak bahan yang terlibat dalam pembuatan tablet sehingga harus dicampur membentuk granula dengan bantuan larutan pengikat (Ansel 1985). Granulasi kering biasanya dilakukan terhadap bahan-bahan yang tidak dapat diolah dengan metode granulasi basah, misalnya karena bahan yang akan digunakan memilki kepekaan terhadap uap air atau karena untuk mengeringkannya diperlukan temperatur yang sangat tinggi. Metode kompresi langsung dilakukan terhadap beberapa bahan kimia yang granulanya memiliki sifat mudah mengalir serta memiliki sifat kohesif yang memungkinkan untuk langsung dikompresi dalam mesin tablet (Lieberman et al 1990). Selain bahan-bahan aktif, tablet juga mengandung bahan-bahan tambahan (farmaseutik) dalam proses pembuatannya. Bahan-bahan tambahan yang biasa digunakan dalam pembuatan obat di antaranya adalah bahan pengisi, bahan pengikat, penambah rasa, pewarna, pelicin, pelumas, dan pelincir. Bahan pengisi merupakan bahan yang digunakan untuk mencukupkan bahan pembuat tablet. Ukuran diameter tablet biasanya antara 3/16 inci sampai 1/2 inci, dengan berat antara mg untuk kerapatan zat organik. Syarat-syarat bahan pengisi adalah nontoksik, tersedia dalam jumlah yang cukup, mudah didapat, stabil secara fisik maupun kimia, netral, bebas dari mikroba, dan tidak mengganggu warna tablet (Lachman et al 1976). Bahan-bahan yang umum digunakan sebagai pengisi adalah pati, sukrosa, sakarin, manitol, sorbitol, laktosa, selulosa mikrokristal, kalsium fosfat dihidrat, dan kalsium sulfat dihidrat (Wade dan Weller 1994). Bahan pengikat biasanya digunakan dalam pembuatan tablet granulasi basah. Bahan pengikat berfungsi menyatukan berbagai granula-granula bahan tertentu yang terbentuk dari granulasi. Bahan pengikat juga berperan penting dalam kekerasan akhir tablet (Lieberman et al 1990). Bahan pengikat ditambahkan dalam bentuk kering atau cairan selama pembuatan granula. Bahan yang dapat digunakan sebagai bahan pengikat di antaranya adalah gelatin, gum arab, glukosa,

15 polivinilpirolidon, amilum (pasta), campuran amilum-gelatin, natrium alginat, sorbitol, serta etil dan metil selulosa (Lieberman et al 1990). Bahan penambah rasa umumnya ditambahkan pada pembuatan tablet kunyah atau hisap. Bahan yang dapat digunakan sebagai perasa salah satunya adalah peppermint oil yaitu minyak tanaman Mentha piperita. Bahan pewarna kebanyakan digunakan untuk tablet-tablet yang dikhususkan bagi anak-anak. Bahan pelicin, pelumas, dan pelincir menurut Lachman et al (1976) biasanya memiliki fungsi yang tumpang tindih. Suatu bahan pelicin terkadang juga memiliki sifat sebagai pelincir atau pelumas. Bahan pelincir berfungsi mengurangi gesekan antara dinding tablet dengan dinding ruang pencetak saat tablet ditekan keluar. Pelicin berfungsi mengurangi gesekan antar partikel-partikel. Bahan pelumas berfungsi mengurangi kelengketan granula pada permukaan stempel pencetak. Lachman et al (1976) juga menuliskan dalam bukunya semua bahanbahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan tablet, dan dari semua bahanbahan yang tercantum, hanya gelatin yang merupakan bahan tambahan dari golongan protein. Analisis Protein Metode Spektrofotometri Konsentrasi protein dapat diketahui dengan metode spektrofotometri, baik menggunakan sinar ultraviolet (UV) maupun sinar tampak. Metode spektrofotometri biasanya menggunakan suatu pereaksi atau reagen pewarna yang intensitas warna yang dibentuknya sebanding dengan konsentrasi protein dalam sampel. Metode yang umum digunakan untuk mengukur konsentrasi protein dengan teknik spektrofotometri di antaranya adalah metode Biuret, Lowry,dan Bradford. Prinsip dasar metode spektrofotometri ini adalah pelewatan cahaya yang memiliki panjang gelombang tertentu melalui suatu sampel. Cahaya tersebut kemudian sebagian diserap oleh sampel berwarna dan sebagian lagi diteruskan lalu ditangkap oleh alat pendeteksi/pengukur cahaya yang disebut fotometer. Intensitas cahaya yang diukur oleh fotometer dikonversi menjadi satuan serapan (absorbansi) dan kemudian digunakan untuk menghitung konsentrasi sampel dengan persamaan Lambert-Beer. I 0 A= log = ε C l I T = I I 0 A= logt Keterangan: A = Serapan cahaya (absorbans) I 0 = Intensitas cahaya tanpa absorpsi I = Intensitas cahaya yang diteruskan oleh sampel ε = Koefisien absorpsi molekul l = Ketebalan lapisan larutan sampel C = Konsentrasi T = Transmitan Analisis Protein Metode Biuret Metode Biuret merupakan metode analisis protein yang paling sederhana dibandingkan dengan metode Lowry dan Bradford. Metode ini telah ditemukan pada tahun 1915, kemudian dimodifikasi oleh Gornall et al pada tahun Metode biuret yang dimodifikasi inilah yang sampai saat ini sering digunakan dalam penentuan protein (Zaia et al 1998). Pereaksi Biuret terdiri atas campuran tembaga dengan kompleks natrium yang dapat menstabilkan tembaga dalam larutan. Dalam hal ini Gornal et al (1949) menyarankan penggunaan kompleks natrium kalium tartrat. Prinsip metode Biuret ini adalah pembentukan kompleks berwarna antara garam tembaga yang ada pada pereaksi dengan ikatan peptida yang ada pada sampel. Reaksi ini menghasilkan dua spektrum cahaya maksimum, yaitu pada panjang gelombang 270 nm dan 540 nm. Penggunaan panjang gelombang 540 nm lebih disarankan walaupun hasil pada panjang gelombang 270 nm memiliki sensitivitas 6 kali lebih besar dari pada panjang gelombang 540 nm. Hal ini disebabkan banyaknya senyawa pengganggu yang juga menyerap cahaya pada panjang gelombang 270 nm ini (Zaia et al 1998). Metode biuret ini telah banyak digunakan untuk penentuan protein dalam berbagai bidang, di antaranya adalah penentuan protein total dalam serum atau plasma (Flack et al 1984), cairan otak dan tulang belakang (Hische et al 1982), dan urin. Selain hanya membutuhkan beberapa jenis pereaksi saja, metode ini juga tergolong mudah dan cepat. Kelemahan metode ini adalah kurang sensitif jika dibandingkan dengan dua metode

16 lainnya, yakni metode Lowry dan Bradford. Metode Biuret ini membutuhkan sampel dengan konsentrasi yang cukup besar. Metode ini lebih banyak membutuhkan bahan dan sedikit terganggu dengan adanya senyawa garam seperti garam-garam amonium. Menurut Alexander dan Griffith (1993) metode ini baik digunakan untuk identifikasi protein dengan konsentrasi mg/ml. Analisis Protein Metode Lowry Metode Lowry merupakan metode yang telah umum digunakan dalam analisis protein. Metode ini cukup sensitif dan telah banyak digunakan dalam analisis protein total di antaranya dalam fraksi sel, fraksi kromatografi, dan preparasi enzim (Alexander dan Griffith 1993). Metode Lowry yang saat ini banyak digunakan adalah metode yang dikemukakan oleh Lowry et al (1951). Metode yang digunakan oleh Lowry et al merupakan modifikasi dari metode yang telah digunakan sebelumnya oleh Wu et al pada tahun Prinsip dasar metode Lowry adalah pembentukan kompleks antara ikatan peptida pada protein dengan ion Cu 2+ dalam kondisi basa. Ion Cu 2+ kemudian direduksi menjadi ion Cu +. Ion Cu + ini dan grup-grup radikal dari beberapa asam amino seperti tirosin, triptofan, asparagin, histidin, dan sistein akan bereaksi dengan pereaksi Folin Ciocalteu menghasilkan senyawa molibdat/tungstat biru. Metode ini memiliki sensitivitas yang cukup tinggi. Menurut Alexander dan Griffith (1993), metode ini mampu mengidentifikasi protein hingga konsentrasi 0.02 mg/ml. Namun, kelemahan metode ini adalah senyawa pengganggu yang banyak, dan memerlukan waktu yang lebih lama (Zaia et al 1998). Metode Lowry ini merupakan metode identifikasi protein yang cukup banyak memiliki senyawa pengganggu dibandingkan metode Biuret dan Bradford. Senyawasenyawa yang dapat mengganggu dalam metode ini di antaranya adalah gugus fenolik, lipid, deterjen, amonium sulfat, guanin, melanin, bilirubin, 4-metilumbeliferona, merkaptosistein, tris-hcl, dan RNA (Lowry et al 1951). Analisis Protein Metode Bradford Metode bradford merupakan metode analisis protein yang menggunakan coomassie brilliant blue G-250. Metode ini lebih sensitif daripada metode Biuret dan Lowry. Metode ini baik digunakan untuk protein yang konsentrasinya mg/ml. Selain itu, metode ini juga cukup cepat, mudah, dan sedikit senyawa penggangu. Walaupun demikian, selain membutuhkan pereaksi yang cukup mahal, metode ini tidak baik digunakan untuk protein dengan bobot molekul rendah (Zaia et al 1998). Analisis protein dengan metode Bradford didasarkan atas pembentukan ikatan antara pewarna coomassie dengan beberapa asam amino seperti arginin dan residu asam amino hidrofobik yang ada pada protein. Pembentukan ikatan menghasilkan warna biru dan memiliki spektrum absorbansi maksimum sebesar 595 nm. Bentuk yang tidak berikatan (anionik) ditunjukkan oleh warna hijau atau merah. Nilai absorbansi yang diperoleh pada panjang gelombang 595 nm sebanding dengan jumlah senyawa yang berikatan, dan sebanding dengan konsentrasi protein pada sampel. Metode Bradford sedikit lebih praktis dan lebih sensitif dibandingkan dengan metode Biuret dan lowry (Bradford 1976). BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini di antaranya adalah obat-obat batuk dan antiinfluenza dalam bentuk sediaan tablet atau tablet salut buatan pabrik farmasi di Indonesia (24 merek), coomassie brilliant blue G-250, metanol 95%, asam fosfat 85%, gelatin, Na-K tartrat, natrium karbonat, natrium hidroksida, tembaga sulfat, pereaksi Folin-Ciocalteu, gelatin babi, gelatin sapi, dan akuades. Alat-alat yang digunakan adalah mortar, corong, kertas saring, penangas air, spektrofotometer UV/Vis Beckman DU Series 500, kuvet, autopipet, tips, dan peralatan gelas. Metode Preparasi Sampel Obat bentuk sediaan tablet digerus sampai menjadi serbuk halus menggunakan mortar. Obat bentuk sediaan tablet salut, bahan salutnya dipisahkan dan sisa bahan obat digerus sampai halus. Serbuk obat sebanyak 1 gram kemudian dilarutkan dalam 20 ml akuades 60 C. Suspensi ini diaduk lalu disaring menggunakan kertas saring dan diambil filtratnya. Filtrat kemudian ditambah dengan arang aktif sebanyak 2 gram dan disaring dengan kertas saring biasa. Hasil

17 filtrat inilah yang akan digunakan sebagai larutan sampel. Identifikasi Protein Sampel dengan Metode Biuret (Gornall et al 1948) Pembuatan Kurva Standar dan Penentuan Panjang Gelombang Maksimum. Larutan standar gelatin dibuat dalam berbagai konsentrasi dari 0, 1, 2, 4, 5, 6, 8, dan 10 mg/ml. Sebanyak 0.5 ml setiap standar dimasukkan dalam tabung reaksi berbeda. Setiap tabung ditambah dengan 4.5 ml pereaksi biuret, kemudian segera diaduk dengan vorteks. Campuran kemudian didiamkan selama menit lalu diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum, yaitu 555 nm. Panjang gelombang maksimum diperoleh dengan mengukur campuran standar dan pereaksi pada panjang gelombang nm dengan selang 10 nm. Panjang gelomang yang memiliki absorbansi maksimum merupakan panjang gelombang maksimum. Pengukuran Sampel. Sebanyak 0.5 ml larutan sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang bersih dan kering. Sebanyak 4.5 ml pereaksi biuret kemudian ditambahkan ke dalam sampel. Campuran ini segera diaduk dengan vorteks dan didiamkan selama menit. Campuran ini kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum standar yang diperoleh (555) nm. Pengukuran sampel dilakukan dengan dua kali ulangan (duplo). Identifikasi Protein Sampel dengan Metode Lowry (Lowry et al 1951) Pembuatan Kurva Standar dan Penentuan Panjang Gelombang Maksimum. Larutan standar gelatin dibuat dalam berbagai konsentrasi dari 0.125, 0.25, 0.5, 0.75, 1.0 mg/ml. Sebanyak 1.6 ml standar dimasukkan ke dalam tabung reaksi berbeda. Setiap larutan standar ditambah dengan 0,6 ml pereaksi C, diaduk dan didiamkan pada suhu kamar selama 10 menit. Setelah itu, setiap campuran tersebut ditambah dengan pereaksi D sebanyak 0,2 ml, kemudian diaduk dan didiamkan pada suhu kamar selama 30 menit. Setelah itu, campuran diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum (750 nm). Panjang gelombang maksimum dicari dengan mengukur larutan standar BSA dengan konsentrasi 0,5 mg/ml pada panjang gelombang nm dengan selang 10 nm. Panjang gelombang yang menghasilkan absorbansi maksimum digunakan sebagai panjang gelombang maksimum. Pengukuran Sampel. Tabung reaksi yang bersih dan kering diisi dengan 1.6 ml larutan sampel dan 0,6 ml pereaksi C. Campuran kemudian diaduk dan didiamkan pada suhu kamar selama 10 menit. Setelah itu, campuran tersebut ditambah dengan 0,2 ml pereaksi D, lalu diaduk dan didiamkan pada suhu kamar selama 30 menit. Setelah itu, campuran tersebut diukur absorbansinya pada panjang gelombang 750 nm. Pengukuran sampel dilakukan dengan dua kali ulangan (duplo). Identifikasi Protein Sampel dengan Metode Bradford (Bradford 1976) Pembuatan Kurva Standar dan Penentuan Panjang Gelombang Maksimum. Larutan standar gelatin dibuat dalam berbagai konsentrasi dari 0.125, 0.25, 0.50, 0.75, dan 1 mg/ml. Larutan standar ini masing-masing sebanyak sebanyak 100 µl dicampur dengan NaOH 1 M sebanyak 100 µl. Kemudian Campuran ditambah pereaksi Bradford sebanyak 3 ml. Campuran ini kemudian diaduk dengan vorteks hingga merata, lalu didiamkan pada suhu kamar selama 30 menit. Salah satu larutan digunakan untuk mencari panjang gelombang maksimum pada panjang gelombang antara nm dengan selang panjang gelombang 10 nm. Campuran kemudian diukur pada panjang gelombang maksimum yang telah diperoleh, yaitu 595 nm. Pengukuran Sampel. Larutan sampel sebanyak 100 µl dicampur dengan 100 µl NaOH 1M lalu direaksikan dengan pereaksi Bradford sebanyak 6 ml. Campuran ini kemudian diaduk menggunakan vorteks sampai homogen. Campuran ini kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 595 nm. Setiap sampel dilakukan pengulangan sebanyak 2 kali (duplo). HASIL DAN PEMBAHASAN Obat bentuk sediaan tablet, selain berisi bahan aktif, juga dibuat dengan bantuan bahan-bahan tambahan (farmaseutik). Bahanbahan tambahan yang digunakan di antaranya digunakan sebagai bahan pengisi, pengikat, pewarna, dan pemanis. Salah satu bahan pengisi atau pengikat yang sering digunakan adalah gelatin. Gelatin juga dapat terlibat dalam aktivitas obat seperti dalam vitamin, terutama vitamin yang tidak stabil. Tahap analisis gelatin dalam sampel obat bentuk sediaan tablet diawali dengan

18 ekstraksi. Ekstraksi sampel obat bentuk sediaan tablet dilakukan dengan menggunakan akuades bersuhu C. Warna sampel obat yang ada kemudian dihilangkan dengan arang aktif, karena warna ini dapat mengganggu analisis. Selain arang aktif, bahan yang bisa digunakan untuk menghilangkan warna adalah zeolit, namun dalam hal ini penggunaan arang aktif memberikan hasil yang lebih baik daripada zeolit. Penggunaan arang aktif halus lebih efisien daripada arang aktif kasar, karena arang aktif halus memiliki luas permukaan yang lebih besar untuk menjerap kotoran atau warna yang ada pada larutan sampel daripada arang aktif kasar. Analisis protein diduga gelatin dalam obat-obatan bentuk sediaan tablet ini dilakukan untuk mengetahui keberadaan gelatin sebagai bahan tambahan dalam obatobatan bentuk sediaan tablet atau bahan tambahan dari bahan aktif. Analisis ini dilakukan dengan metode identifikasi protein dengan spektrofotometri, seperti Biuret, Lowry, dan Bradford. Hasil Analisis Biuret Metode Biuret didasarkan atas pembentukan kompleks berwarna antara ikatan peptida dengan garam tembaga yang ada pada pereaksi. Garam tembaga yang terdapat pada pereaksi hanya akan membentuk kompleks dengan senyawa yang memiliki ikatan peptida. Pembentukan kompleks warna antara garam tembaga dengan asam amino tidak dapat terjadi. Hasil analisis Biuret menunjukkan bahwa bahwa seluruh sampel obat kecuali obat A dan obat F mengandung protein dengan konsentrasi bervariasi. Sebanyak 21 sampel obat memiliki konsentrasi protein antara 1-5% (b/b), satu sampel obat dengan konsentrasi protein diatas 5% (b/b) (obat J), dan satu sampel obat dengan konsentrasi protein dibawah 1% (b/b) (Obat P) (Tabel 6). Sampel obat A dan obat F menghasilkan warna yang berbeda dengan warna positif dari reaksi Biuret. Warna positif reaksi Biuret seharusnya adalah biru atau ungu, namun warna yang dihasilkan dari kedua sampel ini setelah penambahan pereaksi adalah warna kuning keruh. Hal ini mungkin terjadi karena senyawa aktif dalam sampel obat tersebut ikut bereaksi dengan pereaksi Biuret dan menghasilkan warna kuning. Berdasarkan metode analisis ini, kedua sampel obat A dan F ini tidak dapat dipastikan keberadaan gelatinnya. Secara teori, kedua sampel obat ini mungkin mengandung gelatin karena kedua jenis sampel ini merupakan tablet yang mengandung vitamin. Tablet yang mengandung vitamin selain membutuhkan bahan pengikat yang kemungkinan besar adalah gelatin, juga membutuhkan penstabil vitamin yang umumnya juga menggunakan gelatin. Senyawa golongan protein yang mungkin ada dalam tablet hanyalah gelatin. Selain itu, baik diantara bahan aktif maupun bahanbahan tambahan, tidak ada senyawa yang memiliki ikatan peptida kecuali gelatin. Berdasarkan hal ini, hasil analisis biuret yang telah dilakukan ini menyimpulkan bahwa semua sampel obat yang dianalisis mengandung gelatin dengan konsentrasi antara 0.71% (b/b) (obat O) hingga 9.82% (b/b) (obat J), kecuali sampel obat A dan F yang tidak dapat dianalisis dengan metode ini. Hasil Analisis Lowry Metode Lowry didasarkan atas pembentukan kompleks antara ikatan peptida pada protein dengan ion Cu 2+ dalam kondisi basa. Ion Cu 2+ kemudian direduksi menjadi ion Cu +. Kemudian Ion Cu + ini dan grup-grup radikal dari tirosin, triptofan, dan sistein bereaksi dengan pereaksi Folin Ciocalteu menghasilkan senyawa molibdat/tungstat berwarna biru. Hasil analisis Lowry menunjukkan bahwa seluruh sampel, kecuali obat C, obat E, dan obat H memberikan warna positif (biru) yang sangat pekat dengan nilai absorbansi lebih besar dari satu. Nilai absorbansi yang dihasilkan oleh sampel ini semuanya masih dapat dideteksi dengan alat spektrofotometer yang digunakan. Absorbansi maksimum yang masih dapat dibaca oleh spektrofotometer adalah 3. Hasil analisis standar gelatin menunjukkan hasil yang cukup baik, dengan persamaan garis Y = X dan R 2 = %. Berdasarkan hasil ini, sampelsampel obat yang dianalisis mengandung protein dengan konsentrasi yang cukup besar. Hasil analisis Lowry pada sampel ini menunjukkan bahwa sebanyak 21 sampel obat mengandung protein dengan konsentrasi antara % (b/b), dan sebanyak 3 sampel dengan konsentrasi di bawah 1% (b/b). Hasil analisis lowry ini juga menunjukkan bahwa semua sampel obat

19 menunjukkan hasil yang positif. Ini menggambarkan bahwa, dengan metode ini semua sampel juga menunjukkan keberadaan gelatin. Namun, ada senyawa yang terdapat dalam beberapa sampel yang mungkin mengganggu analisis Lowry ini dan menghasilkan galat positif. Senyawa tersebut adalah senyawa yang memiliki gugus fenol, seperti parasetamol, asam salisilat, dan salisil amida. Ketiga senyawa ini ada di hampir semua sampel obat yang dianalisis. Lowry et al (1951) menyebutkan bahwa gugus fenolik yang ada pada suatu senyawa dapat bereaksi dengan pereaksi Folin Ciocalteu yang digunakan pada analisis Lowry dan menghasilkan galat positif. Nilai absorbansi sampel obat C, obat E, dan obat H cukup rendah, namun hasil ini tetap menunjukkan keberadaan gelatin dalam sampel tersebut. Ketiga sampel obat ini merupakan sampel yang tidak mengandung senyawa bergugus fenol dalam bahan aktifnya. Kandungan protein di dalam ketiga sampel tersebut adalah 0.32% (b/b) (obat C), 0.02% (b/b) (obat E), 0.34% (b/b) (obat H). Metode Lowry ini mampu mendeteksi protein dengan konsentrasi minimal 0.02 mg/ml. Hasil Analisis Bradford Analisis dengan metode Bradford didasarkan atas pembentukan ikatan antara pewarna coomassie dengan arginin dan residu asam amino hidrofobik yang ada pada protein. Hasil reaksi ini menghasilkan senyawa kompleks berwarna biru. Metode Bradford ini merupakan metode analisis protein yang paling sensitif, yaitu dengan kemampuan deteksi hingga 0.02 mg/ml. Hasil analisis Bradford menunjukkan bahwa semua sampel positif mengandung gelatin juga. Konsentrasi gelatin hasil analisis ini juga bervariasi antara 0.24% (b/b) (obat O) hingga 14.48% (b/b) obat J (tabel 6). Berdasarkan prinsip kerjanya dan bahan-bahan aktif yang ada dalam sampel, hasil analisis Bradford ini minim kontaminasi atau interferensi yang dapat menyebabkan galat positif atau negatif. Tabel 6 Hasil analisis gelatin dengan metode Biuret, Lowry, dan Bradford Kode nama obat [Protein] (% b/b) Biuret Lowry Bradford Komposisi Obat A - 11,28 2,60 Vit: A, B1, B2, B3, B6, B12, C, D3, E; Nikotinamida; Capantotenat; Biotin; asam folat; Kalium; Fe; Ca; Mg; Mn; F; Zn. Obat B 2,72 9,21 7,03 Asetosal Obat C 5,76 0,32 4,22 Al-hidroksida; Mg-hidroksida; Simetikon. Obat D 1,67 9,99 4,02 Asam asetalsalisilat Obat E 1,02 0,02 2,01 Hidrotalsit; Mg-hidroksida; Simetikon. Obat F - 10,58 2,21 Vit: B1, B2, B6, B12, C; Niasinamida; Ca-pantotenat. Obat G 1,10 10,40 7,96 Parasetamol; Propifenazon; Kofeina. Obat H 1,15 0,34 7,00 Atapulgit; Pektin Obat I 1,83 11,97 9,79 Salisilamida, Parasetamol, Kofeina Obat J 9,82 8,50 14,48 Mg-hidroksida; Al-hidroksida koloidal; Dimetikon aktif. Obat K 3,29 7,35 5,50 Dimenhidraminat Obat L 2,20 12,65 2,78 Fenilpropanolamina HCl, Asetaminofen, Klorfeniramina maleat, Salisilamida, Vitamin C Obat M 1,18 10,70 1,42 Parasetamol Obat N 2,21 11,40 2,21 Fenilpropanolamina HCl, Klorfeniramina maleat, asetaminofen, Vitamin C Obat O 0,71 12,14 0,24 Parasetamol; Kofein anhidrat. Obat P 3,07 9,86 1,41 Asam asetalsalisilat Obat Q 3,59 11,39 1,98 Asetaminofen, Fenilpropanolamida HCl, Klorfeniramina Maleat Obat R 4,14 11,04 1,43 Dekstrometorfan HBr, Asetaminofen, Gliserilguaiakolat, Klorfeniramina maleat, Fenilefrina HCl, Vitamin C Obat S 1,96 10,90 5,14 Parasetamol; Aseetosat; Kofeina. Obat T 3,57 11,51 6,80 Parasetamol, PseudoefedrinHCl, Klorfeniramina maleat, Guaifenesin Obat U 1,08 10,66 8,58 Parasetamol; Fenilpropanolamina maleat. Obat V 2,04 11,39 7,49 Propifenazon, Asetaminofen, Deksklorfeniramina maleat, Kofeina anhidrat Obat W 1,89 11,31 6,74 Asetaminofen Obat X 1,47 11,83 5,86 Parasetamol; Fenilpropanolamin HCl; Klorfeniramin maleat Keterangan : Obat A dan F menunjukkan warna kuning setelah ditambah pereaksi (warna positif reaksi biuret adalah biru)

20 Perbandingan Hasil Analisis Biuret, Lowry, dan Bradford Hasil analisis ketiga metode spektrofometri memberikan kesimpulan bahwa hampir seluruh sampel mengandung gelatin. Gelatin merupakan satu-satunya bahan tambahan tergolong protein yang digunakan dalam pembuatan obat bentuk sediaan tablet. Namun, konsentrasi gelatin yang dikandung oleh sampel obat yang dianalisis berbeda-beda antara ketiga metode tersebut. Hasil analisis Biuret menyatakan bahwa konsentrasi protein sampel berkisar antara % (b/b). Hasil anaisis dengan metode Lowry menunjukkan bahwa sebagian besar sampel mengandung gelatin dengan konsentrasi % (b/b), dan tiga sampel mengandung gelatin dengan konsentrasi 0.02% (b/b) (obat E), 0.32% (b/b) (obat C), dan 0.34% (b/b) (obat H). Hasil analisis Bradford menunjukkan bahwa konsentrasi protein dalam sampel-sampel obat yaitu antara % (b/b). Hasil analisis ini menyimpulkan bahwa antara metode analisis yang dilakukan tidak saling mendukung. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, setiap metode memiliki sensitifitas yang berbeda, metode Bradford lebih sensitif daripada metode lowry dan Biuret. Kedua, kemungkinan adanya senyawa pengganggu dalam sampel obat yang dapat bereaksi juga dengan pereaksi yang digunakan dalam analisis, sehingga menimbulkan galat (positif/negatif). Beberapa senyawa dalam sampel obat yang mungkin dapat mengganggu analisis ini adalah senyawa parasetamol, asam salisilat, dan salisilamida yang terdapat di sebagian besar obat-obatan bentuk sediaan tablet. Berdasarkan Zaia et al (1998), senyawa yang mengandung gugus fenol dapat menimbulkan galat positif pada metode Lowry. Senyawa fenol ini juga dapat bereaksi dengan Pereaksi Folin-Ciocalteu pada pereaksi Lowry menghasilkan warna biru. Senyawa-senyawa lain yang dapat mengganggu dalam analisis Lowry di antaranya adalah senyawa lipid, deterjen, asam urat, amonium sulfat, guanin, melanin, bilirubin, metilumbeliferona, dan tris-hcl (Zaia et al 1998). Senyawa fenolik yang dapat mengganggu analisis dengan metode Lowry tidak mempengaruhi analisis dengan metode Biuret dan Bradford. Analisis dengan metode Biuret akan terganggu dengan adanya senyawa bilirubin, amonia, lipid, hemoglobin, melanin, tris-hcl, dan laktosa. Senyawa pengganggu dalam analisis dengan metode Bradford adalah urea, Na/K klorat, deterjen (triton, SDS, tween-20), gliserol, lipid, kloropromazina. Berdasarkan hasil penelitian ini, metode bradford merupakan metode yang paling baik untuk digunakan dalam analisis gelatin dalam sampel tablet, karena semua sampel obat dapat dianalisis dengan metode ini. Metode Biuret juga cukup efisien. Selain lebih murah, metode ini dapat menganalisis gelatin dalam tablet yang jumlahnya cukup besar (1-5% b/b). Kelemahan metode Biuret adalah tidak dapat menganalisis sampel yang sejenis sampel obat A atau F. Kedua sampel ini memberikan warna yang tidak sesuai sengan warna positif biuret. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa sebagian besar sampel obat yang dianalisis dengan metode Biuret, Lowry, dan Bradford menunjukkan adanya gelatin dengan konsentrasi antara 0.02% (b/b) sampai dengan 12.65% (b/b). Antara hasil metode Biuret, Lowry, dan Bradford tidak saling mendukung. Ada dua sampel obat yang tidak dapat dianalisis dengan metode Biuret, yaitu sampel obat A dan obat F. Metode Bradford merupakan metode yang paling baik di antara metode Lowry dan Biuret. Saran Pemurnian sampel obat perlu dilakukan untuk memperoleh ekstrak sampel yang lebih murni, dan terbebas dari senyawasenyawa aktif obat. Penggunaan gelatin yang lebih murni sebagai standar juga perlu dilakukan. Analisis lebih lanjut untuk sampel yang mengandung gelatin dengan elektroforesis gel poliakrilamida atau teknik lain perlu dilakukan untuk lebih memastikan keberadaan gelatin dalam obat-obatan.

IDENTIFIKASI GELATIN DALAM BEBERAPA OBAT BENTUK SEDIAAN TABLET MENGGUNAKAN METODE SPEKTROFOTOMETRI WILLY PRAIRA

IDENTIFIKASI GELATIN DALAM BEBERAPA OBAT BENTUK SEDIAAN TABLET MENGGUNAKAN METODE SPEKTROFOTOMETRI WILLY PRAIRA IDENTIFIKASI GELATIN DALAM BEBERAPA OBAT BENTUK SEDIAAN TABLET MENGGUNAKAN METODE SPEKTROFOTOMETRI WILLY PRAIRA PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti yang paling utama) adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan A. Protein Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino

Lebih terperinci

I. TOPIK PERCOBAAN Topik Percobaan : Reaksi Uji Asam Amino Dan Protein

I. TOPIK PERCOBAAN Topik Percobaan : Reaksi Uji Asam Amino Dan Protein I. TOPIK PERCOBAAN Topik Percobaan : Reaksi Uji Asam Amino Dan Protein II. TUJUAN Tujuan dari percobaan ini adalah : 1. Menganalisis unsur-unsur yang menyusun protein 2. Uji Biuret pada telur III. DASAR

Lebih terperinci

Asam Amino dan Protein

Asam Amino dan Protein Modul 1 Asam Amino dan Protein Dra. Susi Sulistiana, M.Si. M PENDAHULUAN odul 1 ini membahas 2 unit kegiatan praktikum, yaitu pemisahan asam amino dengan elektroforesis kertas dan uji kualitatif Buret

Lebih terperinci

EFEK ASAM TERHADAP SIFAT TERMAL EKSTRAK GELATIN DARI TULANG IKAN TUNA (Euthynnus affinis)

EFEK ASAM TERHADAP SIFAT TERMAL EKSTRAK GELATIN DARI TULANG IKAN TUNA (Euthynnus affinis) EFEK ASAM TERHADAP SIFAT TERMAL EKSTRAK GELATIN DARI TULANG IKAN TUNA (Euthynnus affinis) Oleh : MARSAID/ 1409.201.717 Pembimbing: Drs.Lukman Atmaja, M.Si.,Ph.D. LATAR BELAKANG PENELITIAN GELATIN Aplikasinya

Lebih terperinci

Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Larutan Perendam terhadap Rendemen Gelatin

Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Larutan Perendam terhadap Rendemen Gelatin 4. PEMBAHASAN Dalam penelitian ini dilakukan proses ekstraksi gelatin dari bahan dasar berupa cakar ayam broiler. Kandungan protein dalam cakar ayam broiler dapat mencapai 22,98% (Purnomo, 1992 dalam Siregar

Lebih terperinci

ANALISIS PROTEIN. Free Powerpoint Templates. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih Page 1

ANALISIS PROTEIN. Free Powerpoint Templates. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih Page 1 ANALISIS PROTEIN Page 1 PENDAHULUAN Merupakan polimer yang tersusun atas asam amino Ikatan antar asam amino adalah ikatan peptida Protein tersusun atas atom C, H, O, N, dan pada protein tertentu mengandung

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni 2013.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni 2013. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni 2013. 2. Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Patologi,

Lebih terperinci

LAPORAN BIOKIMIA KI 3161 Percobaan 1 REAKSI UJI TERHADAP ASAM AMINO DAN PROTEIN

LAPORAN BIOKIMIA KI 3161 Percobaan 1 REAKSI UJI TERHADAP ASAM AMINO DAN PROTEIN LAPORAN BIOKIMIA KI 3161 Percobaan 1 REAKSI UJI TERHADAP ASAM AMINO DAN PROTEIN Nama : Ade Tria NIM : 10511094 Kelompok : 4 Shift : Selasa Siang Nama Asisten : Nelson Gaspersz (20512021) Tanggal Percobaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dikelompokkan sebagai berikut:kingdomanimalia, FilumChordata, KelasAves,

TINJAUAN PUSTAKA. dikelompokkan sebagai berikut:kingdomanimalia, FilumChordata, KelasAves, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler adalah jenis ayam dari luar negeri yang bersifat unggul sesuai dengan tujuan pemeliharaan karena telah mengalami perbaikan mutu genetik. Jenis ayam ini

Lebih terperinci

KIMIA. Sesi. Review IV A. KARBOHIDRAT

KIMIA. Sesi. Review IV A. KARBOHIDRAT KIMIA KELAS XII IPA - KURIKULUM GABUNGAN 24 Sesi NGAN Review IV A. KARBOHIDRAT 1. Di bawah ini adalah monosakarida golongan aldosa, kecuali... A. Ribosa D. Eritrosa B. Galaktosa E. Glukosa C. Fruktosa

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tulang adalah subtansi hidup yang dapat diperbaharui yang memiliki

TINJAUAN PUSTAKA. Tulang adalah subtansi hidup yang dapat diperbaharui yang memiliki II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tulang Tulang adalah subtansi hidup yang dapat diperbaharui yang memiliki pembuluh darah, limpa dan syaraf. Tulang terdiri atas bagian tulang yang kompak atau padat dan bagian

Lebih terperinci

Analisa Protein. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc.

Analisa Protein. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc. Analisa Protein Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc. Tujuan Pembelajaran Mahasiswa mampu memahami prinsip dasar berbagai metode analisa protein Mahasiswa mampu memilih metode yang tepat untuk mengukur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gelatin adalah biopolimer yang dihasilkan dari hidrolisis parsial jaringan

BAB I PENDAHULUAN. Gelatin adalah biopolimer yang dihasilkan dari hidrolisis parsial jaringan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gelatin adalah biopolimer yang dihasilkan dari hidrolisis parsial jaringan kolagen yang ada pada kulit, tulang rawan, dan jaringan ikat hewan. Gelatin merupakan protein

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat Komposisi rumput laut Padina australis yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu tidak larut asam dilakukan

Lebih terperinci

: Mengidentifikasi bahan makanan yang mengandung karbohidrat (amilum dan gula ), protein, lemak dan vitamin C secara kuantitatif.

: Mengidentifikasi bahan makanan yang mengandung karbohidrat (amilum dan gula ), protein, lemak dan vitamin C secara kuantitatif. II. Tujuan : Mengidentifikasi bahan makanan yang mengandung karbohidrat (amilum dan gula ), protein, lemak dan vitamin C secara kuantitatif. III. Alat dan bahan : Rak tabung reaksi Tabung reaksi Gelas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Fisik Gelatin Pengujian fisik gelatin meliputi rendemen, kekuatan gel dan viskositas. Pengujian fisik bertujuan untuk mengetahui nilai dari rendemen, kekuatan

Lebih terperinci

PENYEHATAN MAKANAN MINUMAN A

PENYEHATAN MAKANAN MINUMAN A PETUNJUK PRAKTIKUM PENYEHATAN MAKANAN MINUMAN A Cemaran Logam Berat dalam Makanan Cemaran Kimia non logam dalam Makanan Dosen CHOIRUL AMRI JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA 2016

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tablet Tablet adalah sediaan padat, kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. pengisi. Bahan pengisi pada tulang terdiri dari protein dan garam-garam mineral.

I. TINJAUAN PUSTAKA. pengisi. Bahan pengisi pada tulang terdiri dari protein dan garam-garam mineral. I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tulang sapi Tulang merupakan jaringan ikat yang terdiri dari sel, serat dan bahan pengisi. Bahan pengisi pada tulang terdiri dari protein dan garam-garam mineral. Garam-garam mineral

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA II KLINIK

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA II KLINIK LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA II KLINIK NAMA NIM KEL.PRAKTIKUM/KELAS JUDUL ASISTEN DOSEN PEMBIMBING : : : : : : HASTI RIZKY WAHYUNI 08121006019 VII / A (GANJIL) UJI PROTEIN DINDA FARRAH DIBA 1. Dr. rer.nat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini: Gambar 3.1 Diagram alir penelitian 22 23 3.2 Metode Penelitian Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan bahan baku dilakukan untuk menjamin kualitas bahan yang digunakan dalam penelitian ini. Tabel 4.1 dan 4.2 menunjukkan hasil pemeriksaan bahan baku. Pemeriksaan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Maret sampai Juni 2012 di Laboratorium Riset Kimia dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

laporan praktikum penentuan kadar protein metode biuret

laporan praktikum penentuan kadar protein metode biuret laporan praktikum penentuan kadar protein metode biuret V.1 HASIL PENGAMATAN 1. TELUR PUYUH BJ = 0,991 mg/ml r 2 = 0,98 VOLUME BSA ( ml) y = 0,0782x + 0,0023 KONSENTRASI ( X ) 0,1 0,125 0,010 0,2 0,25

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel Zat warna sebagai bahan tambahan dalam kosmetika dekoratif berada dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Paye dkk (2006) menyebutkan,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: waterbath,

BAB III METODE PENELITIAN. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: waterbath, 31 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 3.1.1 Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: waterbath,

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi enzim fibrinolitik Cacing tanah P. excavatus merupakan jenis cacing tanah yang agresif dan tahan akan kondisi pemeliharaan yang ekstrim. Pemeliharaan P. excavatus dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan 3.3.1 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pemanas listrik, panci alumunium, saringan, peralatan gelas (labu Erlenmayer, botol vial, gelas ukur,

Lebih terperinci

EKSTRAKSI GELATIN DARI LIMBAH TULANG IKAN TENGGIRI (Scomberomorus sp.) DENGAN JENIS DAN KONSENTRASI ASAM YANG BERBEDA

EKSTRAKSI GELATIN DARI LIMBAH TULANG IKAN TENGGIRI (Scomberomorus sp.) DENGAN JENIS DAN KONSENTRASI ASAM YANG BERBEDA EKSTRAKSI GELATIN DARI LIMBAH TULANG IKAN TENGGIRI (Scomberomorus sp.) DENGAN JENIS DAN KONSENTRASI ASAM YANG BERBEDA TUGAS AKHIR Diajukan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Program Studi Teknologi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Prosedur Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember 2010 sampai dengan Mei 2011 di Laboratorium Kimia Organik, Departemen Kimia Institut Pertanian Bogor (IPB),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki hasil perkebunan yang cukup banyak, salah satunya hasil perkebunan ubi kayu yang mencapai 26.421.770 ton/tahun (BPS, 2014). Pemanfaatan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gelatin merupakan salah satu jenis protein yang didapatkan melalui tulang atau kulit hewan dengan cara ekstraksi. Pada prinsipnya, gelatin diproduksi dari bahan yang

Lebih terperinci

LAPORAN TETAP PRAKTIKUM BIOKIMIA I

LAPORAN TETAP PRAKTIKUM BIOKIMIA I LAPORAN TETAP PRAKTIKUM BIOKIMIA I UJI ASAM AMINO UJI MILLON UJI HOPKINS-COLE UJI NINHIDRIN Oleh LUCIANA MENTARI 06091010033 PROGRAM PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17. Tegangan Permukaan (dyne/cm) Tegangan permukaan (dyne/cm) 6 dihilangkan airnya dengan Na 2 SO 4 anhidrat lalu disaring. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan radas uap putar hingga kering.

Lebih terperinci

ANALISIS. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih

ANALISIS. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih ANALISIS KARBOHIDRAT Analisis Zat Gizi Teti Estiasih 1 Definisi Ada beberapa definisi Merupakan polihidroksialdehid atau polihidroksiketon Senyawa yang mengandung C, H, dan O dengan rumus empiris (CH2O)n,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Produksi Kerupuk Terfortifikasi Tepung Belut Bagan alir produksi kerupuk terfortifikasi tepung belut adalah sebagai berikut : Belut 3 Kg dibersihkan dari pengotornya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi atas kapsul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gelatin memiliki sifat yang khas, yaitu berubah secara reversible dari bentuk sol

BAB I PENDAHULUAN. Gelatin memiliki sifat yang khas, yaitu berubah secara reversible dari bentuk sol BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gelatin merupakan suatu polipeptida larut hasil hidrolisis parsial kolagen yang merupakan konstituen utama dari kulit, tulang, dan jaringan ikat hewan. Gelatin memiliki

Lebih terperinci

A. Ekstraksi Minyak Buah Makasar (Brucea javanica (L.) Merr.) setiap hari selama 10 menit dilakukan pengadukan. Campuran divorteks

A. Ekstraksi Minyak Buah Makasar (Brucea javanica (L.) Merr.) setiap hari selama 10 menit dilakukan pengadukan. Campuran divorteks LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Kerja Ekstraksi Minyak Buah Makasar (Brucea javanica (L.) Merr.), Pengambilan Sampel Darah, Penetapan Profil Urea Darah (DAM) dan Penentuan Profil Asam Urat Darah (Follin-Wu)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data penetapan kadar larutan baku formaldehid dapat dilihat pada

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data penetapan kadar larutan baku formaldehid dapat dilihat pada BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PERCOBAAN 1. Penetapan kadar larutan baku formaldehid Data penetapan kadar larutan baku formaldehid dapat dilihat pada tabel 2. Hasil yang diperoleh dari penetapan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Instrumentasi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Instrumentasi III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Instrumentasi Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g) Lampiran 1. Metode analisis proksimat a. Analisis kadar air (SNI 01-2891-1992) Kadar air sampel tapioka dianalisis dengan menggunakan metode gravimetri. Cawan aluminium dikeringkan dengan oven pada suhu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan Tablet Effervescent Tepung Lidah Buaya. Tablet dibuat dalam lima formula, seperti terlihat pada Tabel 1,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan Tablet Effervescent Tepung Lidah Buaya. Tablet dibuat dalam lima formula, seperti terlihat pada Tabel 1, 35 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Tablet Effervescent Tepung Lidah Buaya Tablet dibuat dalam lima formula, seperti terlihat pada Tabel 1, menggunakan metode kering pada kondisi khusus

Lebih terperinci

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. 1 I. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium Biokimia, Laboratorium Instrumentasi Jurusan Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

UJI KUANTITATIF DNA. Oleh : Nur Fatimah, S.TP PBT Ahli Pertama

UJI KUANTITATIF DNA. Oleh : Nur Fatimah, S.TP PBT Ahli Pertama UJI KUANTITATIF DNA Oleh : Nur Fatimah, S.TP PBT Ahli Pertama A. PENDAHULUAN Asam deoksiribonukleat atau lebih dikenal dengan DNA (deoxyribonucleid acid) adalah sejenis asam nukleat yang tergolong biomolekul

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2013 dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2013 dan BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2013 dan dilaksanakan di Laboratorium Patologi, Entomologi dan Mikrobiologi (PEM) Fakultas

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di 30 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 - Januari 2013, bertempat di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian pengaruh konsentrasi larutan tawas terhadap protein terlarut dan kandungan asam amino pada ikan tongkol adalah melalui eksperimen di bidang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph meter,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu 1. Bentuk Granula Suspensi pati, untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi cahaya, disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian

Lebih terperinci

METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Tahapan

METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Tahapan METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai bulan Agustus 2012. Penelitian dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Organoleptik, Laboratorium Biokimia Zat Gizi,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus hingga bulan Desember 2013 di Laboratorium Bioteknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah teh hitam yang diperoleh dari PT Perkebunan Nusantara VIII Gunung Mas Bogor grade BP1 (Broken Pekoe 1).

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Bahan Baku 4.1.2 Karet Crepe Lateks kebun yang digunakan berasal dari kebun percobaan Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Ciomas-Bogor. Lateks kebun merupakan

Lebih terperinci

4.1. Pengaruh Pra Perlakuan dan Jenis Larutan Ekstraksi terhadap Rendemen Gelatin yang Dihasilkan.

4.1. Pengaruh Pra Perlakuan dan Jenis Larutan Ekstraksi terhadap Rendemen Gelatin yang Dihasilkan. 4. PEMBAHASAN Pada penelitian ini, tulang ikan nila mengalami tiga jenis pra perlakuan dan dua jenis ekstraksi untuk mendapatkan ekstrak gelatin yang nantinya akan digunakan sebagai bahan dasar pembuatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. produksi modern saat ini didominasi susu sapi. Fermentasi gula susu (laktosa)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. produksi modern saat ini didominasi susu sapi. Fermentasi gula susu (laktosa) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Yoghurt Yoghurt atau yogurt, adalah susu yang dibuat melalui fermentasi bakteri. Yoghurt dapat dibuat dari susu apa saja, termasuk susu kacang kedelai. Tetapi produksi modern

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis

Lampiran 1. Prosedur Analisis L A M P I R A N 69 Lampiran 1. Prosedur Analisis A. Pengukuran Nilai COD (APHA,2005). 1. Bahan yang digunakan : a. Pembuatan pereaksi Kalium dikromat (K 2 Cr 2 O 7 ) adalah dengan melarutkan 4.193 g K

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tepung Jagung Swasembada jagung memerlukan teknologi pemanfaatan jagung sehingga dapat meningkatkan nilai tambahnya secara optimal. Salah satu cara meningkatkan nilai tambah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji pendahuluan Mikrokapsul memberikan hasil yang optimum pada kondisi percobaan dengan

Lebih terperinci

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Bagian Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Evaluasi Krim Hasil evaluasi krim diperoleh sifat krim yang lembut, mudah menyebar, membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat dioleskan pada

Lebih terperinci

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM BIOKIMIA. (Uji Pembentukan Emulsi Lipid)

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM BIOKIMIA. (Uji Pembentukan Emulsi Lipid) LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM BIOKIMIA (Uji Pembentukan Emulsi Lipid) Disusun oleh: NAMA : LASINRANG ADITIA NIM : 60300112034 KELAS : BIOLOGI A KELOMPOK : IV (Empat) LABORATORIUM BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat.

Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. PROTEIN Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Sebagai zat pembangun, protein merupakan bahan pembentuk jaringanjaringan

Lebih terperinci

R E A K S I U J I P R O T E I N

R E A K S I U J I P R O T E I N R E A K S I U J I P R O T E I N I. Tujuan Percobaan Memahami proses uji adanya protein (identifikasi protein) secara kualitatif. II. Teori Dasar Protein adalah suatu polipeptida yang mempunyai bobot molekul

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 14 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan melalui dua tahap selama bulan April-Oktober 2010. Tahap pertama adalah proses pencekokan serbuk buah kepel dan akuades dilakukan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. I. Definisi

PEMBAHASAN. I. Definisi PEMBAHASAN I. Definisi Gel menurut Farmakope Indonesia Edisi IV (1995), merupakan sistem semi padat, terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar,

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN Hasil Kerja Ekstraksi Jahe

BAB 4 PEMBAHASAN Hasil Kerja Ekstraksi Jahe 4.1. Hasil Kerja Ekstraksi Jahe BAB 4 PEMBAHASAN Bahan jahe merupakan jenis varietas putih besar yang diapat dari pasar bahan organik Bogor. Prinsip kerja ekstraksi ini adalah dengan melarutkan senyawa

Lebih terperinci

Asam amino merupakan komponen utama penyusun

Asam amino merupakan komponen utama penyusun ANALISIS ASAM AMINO DALAM TEPUNG IKAN DAN BUNGKIL KEDELAI Saulina Sitompul Asam amino merupakan komponen utama penyusun protein, dan dibagi dalam dua kelompok yaitu asam amino esensial dan non-esensial.

Lebih terperinci

BIOMOLEKUL II PROTEIN

BIOMOLEKUL II PROTEIN KIMIA KELAS XII IPA - KURIKULUM GABUNGAN 22 Sesi NGAN BIOMOLEKUL II PROTEIN Protein dan peptida adalah molekul raksasa yang tersusun dari asam α-amino (disebut residu) yang terikat satu dengan lainnya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian 3.1.1 Bagan Alir Pembuatan Keju Cottage Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1 900 g Susu skim - Ditambahkan

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB XVIII PENGUJIAN BAHAN SECARA KIMIAWI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g Kacang hijau (tanpa kulit) ± 1

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan yang digunakan Kerupuk Udang. Pengujian ini adalah bertujuan untuk mengetahui kadar air dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012. 26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Penelitian

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Alat dan Bahan Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah teh hijau yang diperoleh dari PT Perkebunan Nusantara Gunung Mas di Bogor. Bahan-bahan yang digunakan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan preparasi sampel, bahan, alat dan prosedur kerja yang dilakukan, yaitu : A. Sampel Uji Penelitian Tanaman Ara

Lebih terperinci

Analisa Karbohidrat. Oleh: Ilzamha Hadijah Rusdan, S.TP., M.Sc

Analisa Karbohidrat. Oleh: Ilzamha Hadijah Rusdan, S.TP., M.Sc Analisa Karbohidrat Oleh: Ilzamha Hadijah Rusdan, S.TP., M.Sc Definisi Karbohidrat Turunan aldehida atau keton yang memiliki rumus umum (CH 2 O) n atau C n H 2n O n. Karbohidrat terbentuk dari sintesa

Lebih terperinci

PENENTUAN KADAR GULA METODE NELSON-SOMOGYI. Kelompok 8 Dini Rohmawati Nafisah Amira Nahnu Aslamia Yunus Septiawan

PENENTUAN KADAR GULA METODE NELSON-SOMOGYI. Kelompok 8 Dini Rohmawati Nafisah Amira Nahnu Aslamia Yunus Septiawan PENENTUAN KADAR GULA METODE NELSON-SOMOGYI Kelompok 8 Dini Rohmawati Nafisah Amira Nahnu Aslamia Yunus Septiawan Latar Belakang Tujuan: Menentukan kadar gula pereduksi dalam bahan pangan Prinsip: Berdasarkan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA. Penentuan Kadar Glukosa Darah

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA. Penentuan Kadar Glukosa Darah LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA Penentuan Kadar Glukosa Darah Oleh : Kelompok 4 - Offering C Desy Ratna Sugiarti (130331614749) Rita Nurdiana (130331614740)* Sikya Hiswara (130331614743) Yuslim Nasru S. (130331614748)

Lebih terperinci

METODE. Materi. Rancangan

METODE. Materi. Rancangan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2008, bertempat di laboratorium Pengolahan Pangan Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PERCOBAAN KE 2 PEMISAHAN PROTEIN PUTIH TELUR DENGAN FRAKSINASI (NH 4 ) 2 SO 4

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PERCOBAAN KE 2 PEMISAHAN PROTEIN PUTIH TELUR DENGAN FRAKSINASI (NH 4 ) 2 SO 4 LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PERCOBAAN KE 2 PEMISAHAN PROTEIN PUTIH TELUR DENGAN FRAKSINASI (NH 4 ) 2 SO 4 Disusun oleh : Ulan Darulan - 10511046 Kelompok 1 Asisten Praktikum : R. Roro Rika Damayanti (10510065)

Lebih terperinci

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya.

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya. SUSU a. Definisi Susu Air susu termasuk jenis bahan pangan hewani, berupa cairan putih yang dihasilkan oleh hewan ternak mamalia dan diperoleh dengan cara pemerahan (Hadiwiyoto, 1983). Sedangkan menurut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang 32 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi 2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan

Lebih terperinci

A. Judul Percobaan : Penentuan Kadar Glukosa Darah. B. Mulai Percobaan : Senin, 11 November 2013 C. Selesai Percobaan : Senin, 11 November 2013

A. Judul Percobaan : Penentuan Kadar Glukosa Darah. B. Mulai Percobaan : Senin, 11 November 2013 C. Selesai Percobaan : Senin, 11 November 2013 A. Judul Percobaan : Penentuan Kadar Glukosa Darah B. Mulai Percobaan : Senin, 11 November 2013 C. Selesai Percobaan : Senin, 11 November 2013 D. Tujuan : Menentukan kadar glukosa dalam darah. E. Dasar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penyiapan Sampel Sampel daging buah sirsak (Anonna Muricata Linn) yang diambil didesa Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, terlebih

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Preparasi Sampel Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ariansah (2008), itik masih sangat populer dan banyak di manfaatkan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ariansah (2008), itik masih sangat populer dan banyak di manfaatkan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daging Itik Afkir Itik afkir merupakan ternak betina yang tidak produktif bertelur lagi. Menurut Ariansah (2008), itik masih sangat populer dan banyak di manfaatkan sebagai bahan

Lebih terperinci

BAB VI REAKSI KIMIA. Reaksi Kimia. Buku Pelajaran IPA SMP Kelas IX 67

BAB VI REAKSI KIMIA. Reaksi Kimia. Buku Pelajaran IPA SMP Kelas IX 67 BAB VI REAKSI KIMIA Pada bab ini akan dipelajari tentang: 1. Ciri-ciri reaksi kimia dan faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi kimia. 2. Pengelompokan materi kimia berdasarkan sifat keasamannya.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah 30 LAMPIRAN 31 Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah No. Sifat Tanah Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi 1. C (%) < 1.00 1.00-2.00 2.01-3.00 3.01-5.00 > 5.0 2. N (%)

Lebih terperinci

Analisis kadar protein

Analisis kadar protein LAMPIRAN Lampiran 1 Bagan alir penelitian Biawak air bagian duodenum, jejenum, ileum, kolon Cuci dengan akuades dan kerok lapisan atasnya (mukosa Ekstraksi enzim protease Analisis kadar protein Pencirian

Lebih terperinci