Analisis Polimorfisme Promoter Gen RUNX2 (Runt-related transcription factor2) pada Osteoporosis : Kajian pada Wanita Menopause di Indonesia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Analisis Polimorfisme Promoter Gen RUNX2 (Runt-related transcription factor2) pada Osteoporosis : Kajian pada Wanita Menopause di Indonesia"

Transkripsi

1 Analisis Polimorfisme Promoter Gen RUNX2 (Runt-related transcription factor2) pada Osteoporosis : Kajian pada Wanita Menopause di Indonesia Sri Sofiati Umami, 1 Dwi Anita Suryandari, 2 Elza Ibrahim Auerkari, 3 1 Dosen Jurusan Tadris IPA Biologi FITK IAIN Mataram 2,3 Departemen Biologi Oral, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia Abstrak Osteoporosis merupakan suatu penyakit metabolik tulang yang ditandai dengan penurunan densitas mineral tulang disertai dengan peningkatan risiko fraktur disebabkan ketidakseimbangan pembentukkan (formasi) dan penyerapan (resorpsi) tulang. Risiko kejadian osteoporosis meningkat seiring dengan bertambahnya usia, khususnya pada wanita pasca-menopause dan keadaan ini dipengaruhi oleh berbagai variasi ekspresi dari gen-gen regulator yang berasosiasi dengan proses penulangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan pengaruh gen RUNX2-faktor transkripsi osteoblastik yang menstimulasi pembentukan tulang dan diferensiasi osteoblas, menganalisis SNP pada promoter (P1) dan risiko terjadinya osteoporosis pada wanita pasca-menopause di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan ada kecenderungan pada peningkatan risiko osteoporosis yang diasosiasikan dengan genotip TT (tipe mutan) dan alel T yang ditemukan pada Polimorfisme RUNX2 promoter 1. Akan tetapi kecenderungan ini menunjukan hasil tidak signifikan setelah dilakukan uji multvariat yang dihubungkan dengan usia dan waktu setelah menopause. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu dalam upaya mengkonfirmasi potensial risiko pada genotip TT dibutuhkan sampel subjek dengan jumlah lebih besar. Analisis SNP yang dilakukan disini hanya menunjukan satu dari banyak polimorfisme pada RUNX2. Meski demikian, hasil penelitian ini dapat mengungkapkan pengaruh RUNX2 dan risiko yang diakibatkan pada wanita pasca-menopause di Indonesia. Kata Kunci : RUNX2, Osteoporosis, Menopause.

2 SRI SOFIATI UMAMI, DKK. PENDAHULUAN Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang kedokteran membawa dampak positif terhadap peningkatan angka harapan hidup manusia yang jumlahnya berbanding lurus dengan peningkatan penyakit degeneratif yang menyertainya, seperti osteoporosis. Osteoporosis merupakan penyakit metabolisme tulang yang ditandai dengan pengurangan massa tulang, kemunduran mikroarsitektur tulang dan fragilitas tulang yang meningkat. Di Amerika, osteoporosis diderita sekitar 10 juta penduduknya dan 80% penderitanya adalah wanita. Dua dari lima orang Indonesia memiliki risiko osteoporosis. Angka ini lebih tinggi dari prevalensi dunia, di mana satu diantara tiga orang berisiko mengalami osteoporosis, sehingga osteoporosis sudah selayaknya menjadi perhatian bersama. Osteoporosis dilaporkan lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan pria. Penelitian klinis pada wanita menopause menunjukkan bahwa defisiensi estrogen merupakan faktor utama tetapi bukan merupakan faktor dasar bagi berkembangnya osteoporosis. Hormon estrogen memiliki peran penting dalam pemeliharaan tulang dengan memicu aktifitas osteoblas dalam formasi tulang untuk membentuk kolagen. Kadar estrogen yang sangat rendah dapat menghambat kerja osteoblas dan akan meningkatkan kerja osteoklas sehingga remodelling tulang tidak seimbang dan lebih banyak ke arah proses resorpsi tulang (osteoklas lebih aktif dari osteoblas). Hal ini menjadi ancaman terjadinya ostopenia hingga osteoporosis. Kehilangan massa tulang pada awal menopause sekitar 10% dan berkelanjutan sekitar 2-5% pertahun (Rahman IA, 2006). Klasifikasi kepadatan massa tulang berdasarkan kriteria WHO membagi hasil T-score menjadi tiga kategori : T-score lebih besar dari -1 dikategorikan normal, antara -1 sampai -2,5 disebut osteopenia, dan kurang dari -2,5 disebut osteoporosis (Riggs BL dkk, 2005). Stimulasi pembentukkan tulang merupakan elemen kunci dari pengembalian kerusakan massa tulang dan mikroarsitektur. Kombinasi dari faktor lingkungan dan genetik merupakan komponen yang menentukan kekuatan tulang. Salah satu kandidat gen yang terakhir diketahui mempunyai peranan 130 BIOTA: Jurnal Tadris IPA Biologi FITK IAIN Mataram

3 Analisis Polimorfisme Promoter Gen RUNX2 dalam pembentukan tulang adalah Runt related transcription factor2 (RUNX2). RUNX2 (6p21,1) merupakan faktor transkripsi runt domain yang berperan penting sebagai regulator dini bagi diferensiasi osteoblas. Sejumlah gen penyandi matriks tulang membutuhkan RUNX2 untuk ekspresinya, diantaranya alkaline phosphatase, osteopontin, bone sialoprotein, dan collagen type Iα. Penelitian menggunakan model hewan coba mencit knock out dominan negatif RUNX2 memperlihatkan adanya fenotip tulang yang tidak lengkap, sementara heterozigot mencit knock-out menunjukkan adanya kelainan yang mengarah pada karakteristik Cleidocranial dysplasia (CCD) (Riggs BL dkk, 2005). Penelitian lain pada manusia yang dilakukan oleh Lee dkk (2009) mengungkapkan bahwa sindrom CCD pada manusia disebabkan oleh mutasi missense, nonsense dan frameshift pada gen RUNX2. Beberapa dari mutasi ini mengganggu aktivitas RUNX2 DNA-binding, sebaliknya pada mutasi lainnya ditemukan adanya perubahan lokalisasi protein, sintesis protein yang termutasi atau protein yang terpotong sehingga secara biologis menyebabkan aktivitas RUNX2 inaktif. Serangkaian studi asosiasi polimorfisme RUNX2 juga telah dilakukan dan beberapa diantaranya dihubungkan dengan densitas mineral tulang pada wanita pasca menopause. Menurut Doecke dkk (2006), region polimorfisme gen RUNX2 yang paling fungsional dan terkait dengan massa tulang serta suseptibilitasnya terhadap osteoporosis berada di daerah promoter. Salah satu polimorfisme yang memiliki asosiasi terhadap kerapatan mineral tulang yaitu pada promoter 1 titik G- 330-T, tetapi polimorfisme promoter di titik tersebut masih belum banyak diteliti (Napierala dkk, 2005). Penelitian Napierala dkk (2005) melaporkan bahwa mutasi pada posisi -330 promoter 1 RUNX2 turut berkontribusi terhadap predisposisi sindrom CCD pada manusia. Single Nucleotide Polymorphism (SNPs) promoter 1 (P1) -330 G/T diketahui berada pada daerah hulu dari promoter tepatnya pada domain pengikat DNA zinc finger yang dapat memengaruhi aktivitas transkripsi Volume VII, Nomor 2, Juli Desember

4 SRI SOFIATI UMAMI, DKK. dari gen RUNX2 melalui protein faktor transkripsi yang melekat pada elemen tersebut (Doecke JD, 2006), sehingga pada penelitian ini dilakukan analisis polimorfisme promoter 1 G-330T untuk melihat hubungan polimorfisme RUNX2 dengan nilai T-score dan apakah polimorfisme promoter 1 gen RUNX2 menyebabkan perbedaan pembentukan osteoblas sehingga memengaruhi kecenderungan seseorang untuk mengalami osteoporosis lebih cepat setelah menopause. METODOLOGI Isolasi DNA Sampel darah diambil dari (vena) subyek sebanyak 2 ml, dilakukan isolasi DNA di Laboratorium Biologi Molekuler Departemen Biologi FKUI. Isolasi DNA dilakukan menggunakan prosedur isolasi yang telah baku dengan tahapan yaitu ke dalam tabung falcon darah yang telah diberi zat antikoagulan ditambahkan RBC (NH4Cl 1,45M, EDTA anhidrous 5mM, KHCO3 0,1M) dengan komposisi 3 bagian RBC dan 1 bagian darah, lalu tabung dibolak-balik selama 10 menit. Kemudian tabung disentrifus selama 15 menit dengan kecepatan 1500rpm pada suhu 27 0 dan supernatan dibuang, begitu seterusnya dengan pengulangan 3 kali. Larutan RBC berfungsi untuk memisahkan anatar sel darah merah dengan leukosit. Setelah itu ditambahkan 2mL CLS (Tris-HCl 10mM ph8, EDTA 0,25 mm dan SDS 0,5%) ke dalam pelet dan larutan di up-down dengan pipet transfer, penambahan CLS bertujuan untuk melisiskan membran sel, campuran tersebut lalu diinkubasi dalam waterbath 37 0 C selama 60 menit. Selanjutnya larutan Protein presipitation (PP) (Amonium asetat 5M) 1,3mL ditambahkan ke dalam tabung yang berfungsi untuk mengendapkan protein, divortex sesaat dan disentrifus kembali 3000rpm 4 0 C selama 5 menit. Supernatan kemudian dituang ke tabung baru yang telah berisi isopropanol dingin 2,3mL dilakukan invert sampai terlihat DNA berwarna putih. Berikutnya etanol 70% dingin 1,3mL ditambahkan dan diinvert. Diulangi pencucian sebanyak 2 kali. Selanjutnya tabung dikeringkan dengan cara dimiringkan posisinya. Kemudian 132 BIOTA: Jurnal Tadris IPA Biologi FITK IAIN Mataram

5 Analisis Polimorfisme Promoter Gen RUNX2 ditambahkan 0,3mL TE (Tris-HCl EDTA) yang disesuaikan dengan jumlah DNA dan diinkubasi di waterbath 37 0 C ±2 jam. Terakhir larutan dipindahkan ke tabung eppendorf dengan mikropipet 300uL dan disimpan pada frezzer C sebelum digunakan untuk proses PCR. Amplifikasi Fragmen DNA Target Untuk mengetahui polimorfisme pada promoter (P1) gen RUNX2 DNA yang telah diisolasi dilakukan amplifikasi terlebih dahulu menggunakan sepasang primer yang meliputi promoter (P1) gen RUNX2. Pada posisi -330, forward 5 -AAA AAG GCA GAG GTT GAC CGG-3 dan reverse 5 -CCC CCT TGC TCT TTC TCT CTC-3. Amplifikasi dilakukan dengan metode PCR pada mesin Elmer GeneAmp PCR System Volume tiap pereaksi adalah 25uL yang terdiri dari 5ul DNA genom, larutan dapar yang mengandung 0,2 um untuk masing-masing dntp, 0,4 um pada masing-masing primer, 0,7U Tag Polymerase (promega), 1.5 mm MgCl2 dan ddh2o (promega). Sampel DNA diamplifikasi sebanyak 35 siklus dengan kondisi amplifikasi : pada awal siklus dilakukan pre-denaturasi 94 0 C selama 6 menit, kemudian siklus pertama denaturasi 94 0 C selama 1 menit, penempelan primer 62 0 C selama 30 detik dan pemanjangan DNA 72 0 C selama 30 detik. Pada akhir siklus ke-35 dilakukan pemanjangan waktu ekstensi 72 0 C selama 5 menit. Hasil amplifikasi dipisahkan dengan elektroforesis pada gel agarose 1,5% (promega) yang mengandung ethidium bromida 0,5mg/ml (promega) dalam larutan dapar TAE 1X (0,04M Tris- Asetat, 0,002 M EDTA ph 8,0). Fragmen DNA dipisahkan dengan elektroforesis pada tegangan 80V selama 40 menit. Panjang DNA target hasil PCR adalah 225bp. Restriction Fragment Lenght Polymorphism (RFLP) RFLP dilakukan menggunakan enzim restriksi BsaJI (NEB) sebanyak 1ul (10U/ul) ke dalam tabung yang telah berisi fragmen DNA hasil PCR, 2uL larutan dapar RE10X dan 18uL ddh2o. Selanjutnya diinkubasi dalam waterbath pada suhu 60 0 C selama 4 jam, kemudian diinaktivasi dengan cara diinkubasi pada suhu Volume VII, Nomor 2, Juli Desember

6 SRI SOFIATI UMAMI, DKK C selama 20 menit. Fragmen DNA dianalisis pada 3% gel agarose dalam buffer TAE 1X pada tegangan 90V selama 60 menit. Hasil pemotongan dengan enzim restriksi BsaJI adalah pita DNA berukuran 205bp dan 20 bp. Sekuensing DNA Sekuensing DNA dilakukan sebagai konfirmasi situs polimorfik, digunakan hasil amplikon PCR. Amplikon tersebut dikirim ke The 1 st -BASE di Singapura. Prosedur sekuensing DNA meliputi beberapa tahap yaitu purifikasi produk PCR, pengurutan siklus, presipitasi, pengurutan siklus kembali dan analisis urutan basa nukleotida. Analisis Statistik Analisis genotip dan alotip terhadap kelompok normal, osteopenia dan osteoporosis digunakan dengan uji statistik Chisquare dan dinyatakan bermakna jika p<0,05 sedangkan analisis hubungan genotip dan alotip dengan T-score dilakukan dengan uji Kruskal-Wallis karena data T-score tidak berdistribusi normal. Analisis statistik yang digunakan untuk melihat asosiasi polimorfisme gen dan risiko osteoporosis adalah odds ratio (OR). HASIL PENELITIAN Analisis Molekuler PCR dilakukan untuk mengamplifikasi DNA target daerah promoter 1 gen RUNX2 G-330T yang berada pada elemen enhancer. Sampel DNA hasil PCR yang diinginkan yaitu pita tunggal berukuran sebesar 225bp. Amplikon kemudian dipotong menggunakan enzim BsaJI untuk mengetahui situs polimorfik pada sampel. Digesti enzim menghasilkan 3 macam genotip yaitu genotip GG (wild type) akan terpotong menghasilkan 2 pita berukuran 205bp dan 20bp, genotip GT (heterozigot) direpresentasikan dengan terbentuknya 3 pita berukuran 225bp, 205bp dan 20bp dan genotip TT (mutan) yang tidak terpotong akan direpresentasikan dengan satu pita berukuran 225bp 134 BIOTA: Jurnal Tadris IPA Biologi FITK IAIN Mataram

7 Analisis Polimorfisme Promoter Gen RUNX2 (Gambar 1). Pada visualisasi elektroforesis gel tidak diperoleh pita DNA yang berukuran 20 bp dikarenakan ukuran molekul DNA yang terlalu kecil sehingga diduga sudah bermigrasi terlebih dahulu dan hilang pada saat dilakukan elektroforesis. Pemberian kode genotip didasarkan pada perubahan yang terjadi pada basa nukleotida di tiap sampel. Pada alel wild-type ditemukan basa guanin (G) sedangkan pada mutan ditemukan basa timin (T) sehingga tidak akan terpotong. Untuk mengkonfirmasi posisi perubahan basa nukleotida hasil pemotongan enzim BsaJI ini dilakukan sekuensing pada sampel wild-type, heterozigot dan mutan (Gambar 1). Tabel 1 Data Distribusi Genotip dan Alotip serta hubungannya dengan T-score pada Kelompok Normal, Osteopenia dan Osteoprosis Genotip n (%) Alotip n(%) GG GT TT P G T P Frekuensi 95 (59) 54 (33,5) 12 (7,5) 244 (75,8) 78 (24,2) 0,273* T-score -1,65-1,61-2,07 1,509** -1,64-1,75 0,450 Normal Osteopenia ,500*** Osteoporosis ,569*** Keterangan : * HWE P Value ** Uji Kruskal-Wallis *** Uji Chi-Square Volume VII, Nomor 2, Juli Desember

8 SRI SOFIATI UMAMI, DKK. (A) (B) Gambar 1 Gambaran hasil metode PCR-RFLP dan sekuensing. Pada gambar (A) sisi kiri memperlihatkan hasil PCR dengan menggunakan primer RUNX2. M=marker 100bp; sumur 1=kontrol negatif; sumur2=kontrol positif primer GAPDH; sumur 3-5 = sampel hasil PCR dengan produk 225bp. Hasil PCR kemudian dipotong dengan enzim BsaJI, yang dapat dilihat pada gambar (B) kiri. Sumur1=marker 50bp; sumur 1 dan 4 =GG; sumur 2-3=GT; sumur 5=TT. Hasil sekuensing pada gambar sisi kanan. Gambar 1 menunjukkan sampel homozigot wildtype (GG), gambar 2 adalah sampel homozigot mutan (TT) dan gambar C merupakan sampel heterozigot (GT) 136 BIOTA: Jurnal Tadris IPA Biologi FITK IAIN Mataram

9 Analisis Polimorfisme Promoter Gen RUNX2 Tabel 2 Hubungan Odds Ratio (OR) Genetik terhadap Risiko Osteoporosis Kelompok Genotip Gangguan Densitas Tulang P Odds Ratio (IK 95% lower upper) Ya Tidak GG ,117* 0,291 (0,058 1,459) GT ,186* 0,359 (0,074-1,733 ) TT 10 2 Referensi *) Uji Chi-Square Hubungan Genotip, Alotip dan T-score Sampel wanita menopause sebanyak 161 dianalisis genotip dan alelnya pada promoter 1 gen RUNX2. Dari 161 wanita menopause yang dianalisis, sebanyak 95 orang atau 59% memiliki genotip GG, 54 orang atau sebesar 33,5% memiliki genotip GT dan 12 orang memiliki genotip TT atau sebesar 7,5%, sedangkan frekuensi alelnya yaitu 75,8% untuk alel G dan 24,2% untuk alel T. Analisis T-score untuk kelompok genotip dan alotip diperoleh hubungan yang tidak berbeda bermakna (Tabel 1). Hubungan Polimorfisme dengan Risiko Osteoporosis Berdasarkan penghitungan nilai OR, genotip GG, GT dan TT menunjukkan nilai OR kurang dari 1 dengan interval kepercayaan mencakup angka 1 (Tabel 2). Secara statistik disimpulkan bahwa kelompok genotip bukan faktor risiko terhadap osteoporosis. PEMBAHASAN Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok genotip dan alotip dengan T-score dengan nilai signifikansi p=1,509 dan p=0,450 (p>0,05). Frekuensi genotip GG, GT dan TT pada tiap kelompok dianalisis Volume VII, Nomor 2, Juli Desember

10 SRI SOFIATI UMAMI, DKK. menggunakan uji chi-square dengan interval kepercayaan 95% memperlihatkan hasil tidak berbeda bermakna pada kelompok normal (T-score>-1), osteopenia (-2,5<T-score<-1) dan osteoporosis (T-score>- 2,5) dengan nilai 0,500 (p>0,05). Untuk frekuensi alel G dan T memperlihatkan hasil yang tidak berbeda bermakna dengan nilai p=0,569 (p>0,05). Perbandingan dengan studi SNP yang sama pada populasi Eropa (Spanyol) ditemukan distribusi yang serupa dimana alel G merupakan alel mayor dan alel T merupakan alel minor, namun frekuensi alel T (mutan) di Spanyol lebih sedikit yaitu 2% dibandingkan populasi Indonesia yaitu 12%. Perbedaan frekuensi ini diduga disebabkan oleh perbedaan ras dan jenis pengukuran densitas tulang. Pada populasi Indonesia genotip TT memiliki rerata nilai densitas tulang yang paling rendah (-2,07) dibandingkan dengan kelompok genotip GG dan GT, sedangkan pada populasi Spanyol densitas mineral tulang subyek yang memiliki genotip GG lebih rendah dibandingkan subyek yang membawa genotip GT dan TT. Ekspresi fenotip yang berbeda ini menimbulkan dugaan bahwa pada populasi Indonesia rendahnya nilai densitas mineral tulang disebabkan oleh rendahnya proses mineralisasi tulang yang dipengaruhi oleh lingkungan dan perbedaan etnis atau latar belakang genetik lainnya. Pada populasi Indonesia frekuensi genotip GG lebih banyak dimiliki oleh subyek normal sedangkan genotip TT cenderung meningkat frekuensinya pada subyek yang mengalami osteoporosis (Tabel 1), demikian pula pada frekuensi alel menunjukkan hal serupa yaitu alel G lebih banyak terdapat pada subyek normal dan alel T jumlahnya meningkat pada subyek osteoporosis, sehingga dapat disarankan pada penelitian berikutnya bila jumlah sampel dapat ditingkatkan, diduga akan diperoleh hubungan yang lebih bermakna. Distribusi frekuensi genotip dan alotip juga dianalisis menggunakan Hukum Hardy-Weinberg Equibrium (HWE) dengan uji Chi-Square, dikatakan konsisten dengan hukum Hardy-Weinberg apabila nilai p>0,05. Pada penelitian ini diperoleh nilai p=0,273 yang berarti frekuensi genotip dan alel populasi Bekasi mengikuti Hukum Keseimbangan Hardy-Weinberg. Hal ini dapat dimengerti karena Populasi di kecamatan Bekasi Timur diketahui didominasi oleh 138 BIOTA: Jurnal Tadris IPA Biologi FITK IAIN Mataram

11 Analisis Polimorfisme Promoter Gen RUNX2 pendatang sehingga dengan jumlah penduduk yang besar maka masyarakatnya cenderung melakukan perkawinan acak, dengan demikian keberadaan Hukum Hardy-Weinberg dapat berlaku. Analisis genotip dan alotip RUNX2 tidak cukup untuk mengetahui seberapa besar pengaruh RUNX2 terhadap pembentukkan tulang sehingga perlu dilakukan pengukuran rasio kadar protein RUNX2 pada subyek yang memiliki genotip wild-type dan mutan untuk menginterpretasi ekspresi RUNX2 pada proses formasi tulang dan melihat korelasi antara kadar protein dengan densitas mineral tulang menggunakan nilai T-score. Studi asosiasi SNPs lainnya dari gen RUNX2 dengan subyek osteoporosis menopause perlu dilakukan untuk mengetahui asosiasi yang paling kuat terhadap ekspresi RUNX2 terhadap densitas mineral tulang, Polimorfisme lain yang dilaporkan memiliki asosiasi paling kuat terhadap kerapatan mineral tulang yaitu SNP Promoter 2 T-1025C gen RUNX2. Dilaporkan bahwa perubahan T menjadi C dapat menghilangkan binding site repressor transkripsi, sehingga perubahan sehingga laju transkripsi meningkat (Lee dkk, 2009). Penelitian pengembangan pada polimorfisme lain terkait gen RUNX2 perlu dilakukan salah satunya gen reseptor Bone Morphogenetic Proteins (BMPs) pada subyek osteoporosis pasca menopause, karena diketahui BMPs merupakan faktor transduksi sinyal yang dapat mengaktivasi transkripsi gen RUNX2 (Miyazono K, 2004). PENUTUP Kesimpulan Analisis genotip dan alotip gen RUNX2 tidak menunjukkan hubungan antara polimorfisme genetik promoter 1 RUNX2 dengan T- score pada kelompok normal, osteopenia dan osteoporosis pada wanita menopause. Berdasarkan hasil analisis Odds Ratio diperoleh hasil bahwa kelompok genotip bukan faktor risiko terhadap osteoporosis. Volume VII, Nomor 2, Juli Desember

12 SRI SOFIATI UMAMI, DKK. Saran Dari hasil penelitian ini dapat disarankan perlu dilakukan pemeriksaan kadar protein RUNX2 untuk mengetahui seberapa besar pengaruh ekspresi RUNX2 terhadap penentuan densitas mineral tulang dan penelitian mengenai asosiasi polimorfisme lain terkait gen RUNX2 seperti pada gen reseptor Bone Morphogenetic Protein (BMPs) yang merupakan faktor transduksi bagi aktivasi gen RUNX2. DAFTAR PUSTAKA Doecke JD, Day CJ, Stephens AS, Carter SL. Van Daal A, Kotowicz MA, dkk. Association of functionally different RUNX2 P2 Promoter Alleles with BMD. J. Bone Miner. Res.2006; 21: International Osteoporosis Foundation (NOF). Prevalence. NOF; Online : Diakses tanggal 10 Juni Lee HJ, Koh JM, Hwang JY, Choi KY, Lee SH, Park EK, dkk. Association of a RUNX2 promoter polymorphism with bone mineral density in postmenopausal Korean women. Calcif Tissue Int. 2009; 84: Mariona B, Xavier N, Susana J, Anke W, Enrique C, Ramon C. Promoter T/C Polymorphism in the RUNX2 Gene Is Associated with Femoral Neck BMD in Spanish Postmenopausal Women. Calcif Tissue Int. 2007; 81: Miyazono K, Maeda S, Imamura T. Coordinate regulation of cell growth and differentiation by TGF-β superfamily and Runx proteins. Oncogene. 2004; 23: Napierala, Xavier GR, Kathy S, Keiko W, Connie C, Roberto M, et al. Mutations and promoter SNPs in RUNX2, a transcriptional regulator of bone formation. Molecular Genetics and Metabolism. 2005; 86: BIOTA: Jurnal Tadris IPA Biologi FITK IAIN Mataram

13 Analisis Polimorfisme Promoter Gen RUNX2 National Osteoporosis Foundation Prevention of osteopororis; Online : Diakses tanggal 7 Juni Rachman IA. Osteoporosis primer (post menopause osteoporosis). In osteoporosis. Edisi I. Editor : Suherman SK, Tobing S, Dohar AL. Perhimpunan Osteoporosis Indonesia, Indomedika. 2006; Riggs BL, Parfitt AM. Drugs used to treat osteoporosis: the critical need for a uniform nomenclature based on their action on bone remodeling. J Bone Miner Res 2005; 20 : Volume VII, Nomor 2, Juli Desember

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 individu udang Jari yang diambil dari Segara Anakan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel 16 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menggambarkan tahapan penelitian yang terdiri dari pengambilan sampel, penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel, amplifikasi D-loop mtdna dengan teknik

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Bentuk desain penelitian yang akan digunakan adalah bentuk deskriptif molekuler potong lintang untuk mengetahui dan membandingkan kekerapan mikrodelesi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian 12 METODE PEELITIA Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan April 2010, bertempat di Bagian Fungsi Hayati dan Perilaku Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian deskriptif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode B. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah sampel DNA koleksi hasil

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan sampel darah domba dilakukan di Kecamatan Koto Tengah Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober 2012. Amplifikasi gen Growth Hormone menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Suhu Annealing pada Program PCR terhadap Keberhasilan Amplifikasi DNA Udang Jari (Metapenaeus elegans) Laguna Segara Anakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 4 Amplifikasi gen GH exon 4 pada kambing Peranakan Etawah (PE), Saanen dan PESA (Persilangan PE-Saanen) diperoleh panjang fragmen 200 bp (Gambar 8). M 1 2 3

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 20 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif cross sectional molekuler. Data yang diperoleh berasal dari pemeriksaan langsung yang dilakukan peneliti sebanyak

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di II. MATERI DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di enam desa yaitu tiga desa di Kecamatan Grokgak dan tiga desa di Kecamatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR;

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR; BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar, langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah HVI mtdna

Lebih terperinci

METODE. Materi. Tabel 1. Jumlah Sampel DNA yang Digunakan dan Asal Pengambilan Sampel Darah.

METODE. Materi. Tabel 1. Jumlah Sampel DNA yang Digunakan dan Asal Pengambilan Sampel Darah. METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Analisis Polymerase Chain Reaction (PCR) serta analisis penciri Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism (PCR-RFLP) dilaksanakan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah D-loop

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen FSHR Alu-1 Amplifikasi fragmen gen FSHR Alu-1 dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dilakukan dengan kondisi annealing 60 C selama 45 detik dan diperoleh produk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap penyiapan templat mtdna, amplifikasi fragmen mtdna pada daerah D-loop mtdna manusia dengan teknik PCR, deteksi

Lebih terperinci

BAB V. KESIMPULAN, SARAN, DAN RINGKASAN. V. I. Kesimpulan. 1. Frekuensi genotip AC dan CC lebih tinggi pada kelompok obesitas

BAB V. KESIMPULAN, SARAN, DAN RINGKASAN. V. I. Kesimpulan. 1. Frekuensi genotip AC dan CC lebih tinggi pada kelompok obesitas BAB V. KESIMPULAN, SARAN, DAN RINGKASAN V. I. Kesimpulan 1. Frekuensi genotip AC dan CC lebih tinggi pada kelompok obesitas dibandingkan dengan kelompok normal namun secara statistik tidak berbeda signifikan

Lebih terperinci

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Ria Maria (G34090088), Achmad Farajallah, Maria Ulfah. 2012. Karakterisasi Single Nucleotide Polymorphism Gen CAST pada Ras Ayam Lokal. Makalah Kolokium

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Sampel Pengambilan Sampel Ekstraksi DNA Primer

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Sampel Pengambilan Sampel Ekstraksi DNA Primer MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni hingga Nopember 2010. Penelitian dilakukan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetik Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut: BAB III METODE PENELITIAN Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel, lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh, amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3 Amplifikasi gen Pit1 exon 3 pada sapi FH yang berasal dari BIB Lembang, BBIB Singosari, BPPT Cikole,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian. Penelitian ini dapat menerangkan

Lebih terperinci

Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri. Isolasi DNA kromosom bakteri. Kloning DNA

Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri. Isolasi DNA kromosom bakteri. Kloning DNA LAMPIRAN 15 15 Lampiran 1 Tahapan penelitian Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri Isolasi DNA kromosom bakteri Pemotongan DNA dengan enzim restriksi Kloning DNA Isolasi DNA plasmid hasil

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Survei penyakit klorosis dan koleksi sampel tanaman tomat sakit dilakukan di sentra produksi tomat di daerah Cianjur, Cipanas, Lembang, dan Garut. Deteksi

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 29 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian meliputi Laut Sulawesi, Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores, Laut Banda, Teluk Tolo, Laut Maluku dan Teluk Tomini (Gambar

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1. Peralatan Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol sampel, beaker glass, cool box, labu

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI ISOLASI TOTAL DNA TUMBUHAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA PHYTOPURE Halaman : 1 dari 5 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan tumbuhan, dapat dari daun, akar, batang,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Karakterisasi genetik Udang Jari (Metapenaeus elegans De Man, 1907) hasil tangkapan dari Laguna Segara Anakan berdasarkan haplotipe

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak terdapat di Amerika Serikat, sekitar 80-90% dari seluruh sapi perah yang berada di sana.

Lebih terperinci

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum Pendahuluan Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah suatu teknik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST MspI) Amplifikasi fragmen gen calpastatin (CAST MspI) pada setiap bangsa sapi dilakukan dengan menggunakan mesin thermal cycler (AB Bio System) pada

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer

LAMPIRAN. Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer LAMPIRAN Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer A. LARUTAN STOK CTAB 5 % (100 ml) - Ditimbang NaCl sebanyak 2.0 gram - Ditimbang CTAB sebanyak 5.0 gram. - Dimasukkan bahan kimia ke dalam erlenmeyer

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

4.1. Alat dan Bahan Penelitian a. Alat Penelitian. No. URAIAN ALAT. A. Pengambilan sampel

4.1. Alat dan Bahan Penelitian a. Alat Penelitian. No. URAIAN ALAT. A. Pengambilan sampel 7 IV. METODE PENELITIAN Ikan Lais diperoleh dari hasil penangkapan ikan oleh nelayan dari sungaisungai di Propinsi Riau yaitu S. Kampar dan S. Indragiri. Identifikasi jenis sampel dilakukan dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB 4. METODE PENELITIAN

BAB 4. METODE PENELITIAN BAB 4. METODE PENELITIAN Penelitian penanda genetik spesifik dilakukan terhadap jenis-jenis ikan endemik sungai paparan banjir Riau yaitu dari Genus Kryptopterus dan Ompok. Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian, sehingga dapat menerangkan arti

Lebih terperinci

Asam Asetat Glacial = 5,7 ml EDTA 0,5 M ph 8.0 = 10 ml Aquades ditambahkan hingga volume larutan 100 ml

Asam Asetat Glacial = 5,7 ml EDTA 0,5 M ph 8.0 = 10 ml Aquades ditambahkan hingga volume larutan 100 ml 36 Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer A. Pembuatan Larutan Stok Tris HCL 1 M ph 8.0 (100 ml) : Timbang Tris sebanyak 12,114 g. Masukkan Tris ke dalam Erlenmeyer dan ditambahkan 80 ml aquades.

Lebih terperinci

Gambar 5. Hasil Amplifikasi Gen Calpastatin pada Gel Agarose 1,5%.

Gambar 5. Hasil Amplifikasi Gen Calpastatin pada Gel Agarose 1,5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST AluI) Amplifikasi fragmen gen CAST AluI dilakukan dengan menggunakan mesin PCR dengan kondisi annealing 60 0 C selama 45 detik, dan diperoleh produk

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer

LAMPIRAN. Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer LAMPIRAN Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer 1. Pembuatan Larutan Stok a. CTAB 5 % Larutan dibuat dengan melarutkan : - NaCl : 2.0 gr - CTAB : 5.0 gr - Aquades : 100 ml b. Tris HCl

Lebih terperinci

PRAKTIKUM ISOLASI DNA DAN TEKNIK PCR

PRAKTIKUM ISOLASI DNA DAN TEKNIK PCR PRAKTIKUM ISOLASI DNA DAN TEKNIK PCR Tujuan: i) Mengerti metode umum mengisolasi DNA ii) Mengisolasi DNA dari buah dan sel-sel epithelial mulut iii) Mengerti dan mempraktek teknik PCR dengan sempel DNA

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling 16 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling sel folikel akar rambut. Sampel kemudian dilisis, diamplifikasi dan disekuensing dengan metode dideoksi

Lebih terperinci

III. Bahan dan Metode

III. Bahan dan Metode III. Bahan dan Metode A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan dari bulan Mei-Juli 2011 yang dilakukan di LPPT UGM Yogyakarta. B. Bahan Penelitian Sampel yang digunakan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM) KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 0 ISOLASI DAN IDENTIFIKASI DNA SEL MUKOSA

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk 27 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk mengamplifikasi Gen STX1A. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode penelitian deskriptif. B. Objek Penelitian Empat spesies burung anggota Famili

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Amplifikasi Gen Mx Amplifikasi gen Mx telah berhasil dilakukan. Hasil amplifikasi gen Mx divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita yang

Lebih terperinci

Lampiran 1 Ekstraksi dan isolasi DNA dengan metode GeneAid

Lampiran 1 Ekstraksi dan isolasi DNA dengan metode GeneAid LAMPIRAN 9 Lampiran 1 Ekstraksi dan isolasi DNA dengan metode GeneAid Satu ruas tungkai udang mantis dalam etanol dipotong dan dimasukkan ke dalam tube 1,5 ml. Ruas tungkai yang telah dipotong (otot tungkai)

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE 9 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai dengan Juli 2012. Kegiatan ekstraksi DNA sampai PCR-RFLP dilakukan di laboratorium Analisis

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk 56 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk mengamplifikasi Gen FNBP1L. B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. penelitian ini

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode 22 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode penelitian deskriptif. B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

BABm METODE PENELITIAN

BABm METODE PENELITIAN BABm METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross-sectioned, yaitu untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan distnbusi genotipe dan subtipe VHB

Lebih terperinci

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI 1 ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI PENDAHULUAN Polimerase Chain Reaction (PCR) PCR adalah suatu reaksi invitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu

Lebih terperinci

Laporan Praktikum Isolasi DNA, Teknik PCR dan Elektroforesis Agarose

Laporan Praktikum Isolasi DNA, Teknik PCR dan Elektroforesis Agarose Laporan Praktikum Isolasi DNA, Teknik PCR dan Elektroforesis Agarose Hari / Tanggal Praktikum : Kamis / 28 April - 09 Juni 2016 Nama Praktikan : Binayanti Nainggolan Yuliandriani Wannur Azah Pukul : 10.00

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Sapi Perah FH

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Sapi Perah FH 62 MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama sembilan bulan, yaitu dari bulan Oktober 2009 sampai dengan Juni 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler,

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Autentikasi Bahan Baku Ikan Tuna (Thunnus sp.) dalam Rangka Peningkatan Keamanan Pangan dengan Metode Berbasis DNA dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika dan Molekuler Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BIO306. Prinsip Bioteknologi

BIO306. Prinsip Bioteknologi BIO306 Prinsip Bioteknologi KULIAH 7. PUSTAKA GENOM DAN ANALISIS JENIS DNA Konstruksi Pustaka DNA Pustaka gen merupakan sumber utama isolasi gen spesifik atau fragmen gen. Koleksi klon rekombinan dari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode deskriptif (Nazir, 1983). B. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup dari penelitian ini meliputi bidang ilmu sitogenetika.

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup dari penelitian ini meliputi bidang ilmu sitogenetika. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup dari penelitian ini meliputi bidang ilmu sitogenetika. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pusat Riset Biomedik

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian 14 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Unit Pelayanan Mikrobiologi Terpadu, Bagian Mikrobiologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan

Lebih terperinci

molekul-molekul agarose. Proses elektroforesis diawali dengan pembuatan gel sebagai medianya yaitu agarose dilarutkan ke dalam TAE 10 X 50 ml yang

molekul-molekul agarose. Proses elektroforesis diawali dengan pembuatan gel sebagai medianya yaitu agarose dilarutkan ke dalam TAE 10 X 50 ml yang Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengisolasi DNA genom yang berasal dari darah sapi segar. Selanjutnya hasil dari isolasi tersebut akan diimplifikasikan dengan teknik in- vitro menggunakan PCR (Polimerase

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengekstraksi DNA dari dari beberapa spesimen herbarium Rafflesia arnoldii

BAB III METODE PENELITIAN. mengekstraksi DNA dari dari beberapa spesimen herbarium Rafflesia arnoldii 21 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif untuk mengekstraksi DNA dari dari beberapa spesimen herbarium Rafflesia arnoldii R.Br dan Rafflesia

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium BIORIN (Biotechnology Research Indonesian - The Netherlands) Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB. Penelitian

Lebih terperinci

BAB V HASIL. Studi ini melibatkan 46 sampel yang terbagi dalam dua kelompok, kelompok

BAB V HASIL. Studi ini melibatkan 46 sampel yang terbagi dalam dua kelompok, kelompok 34 BAB V HASIL Studi ini melibatkan 46 sampel yang terbagi dalam dua kelompok, kelompok sampel hipospadia isolated (n=23) dan kelompok laki-laki normal (n=23). Karakteristik pasien hipospadia di Indonesia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2012 sampai bulan Juli 2012, yang bertempat di Laboratorium Genetika dan Biologi Molekuler Jurusan Biologi

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan disajikan hasil dan pembahasan berdasarkan langkah-langkah penelitian yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya dalam empat bagian yang meliputi; sampel mtdna,

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI Halaman : 1 dari 5 ISOLASI TOTAL DNA HEWAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan hewan, dapat dari insang, otot, darah atau jaringan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Madura, Aceh, Pesisir, dan sapi Peranakan Simmental. Seperti sapi Pesisir

I. PENDAHULUAN. Madura, Aceh, Pesisir, dan sapi Peranakan Simmental. Seperti sapi Pesisir I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia memiliki beberapa bangsa sapi diantaranya adalah sapi Bali, Madura, Aceh, Pesisir, dan sapi Peranakan Simmental. Seperti sapi Pesisir merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. sekresi atau kerja insulin atau keduanya sehingga menyebabkan peningkatan

BAB I. PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. sekresi atau kerja insulin atau keduanya sehingga menyebabkan peningkatan BAB I. PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit metabolik akibat gangguan sekresi atau kerja insulin atau keduanya sehingga menyebabkan peningkatan kadar gula darah (hiperglikemia)

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus sampai September tahun 2011. Sampel ikan berasal dari 3 lokasi yaitu Jawa (Jawa Barat), Sumatera (Jambi),

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu pengumpulan sampel berupa akar rambut, ekstraksi mtdna melalui proses lisis akar rambut, amplifikasi

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN IV (ISOLASI RNA DARI TANAMAN) KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 0 ISOLASI RNA DARI TANAMAN TUJUAN Tujuan

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Alat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Biokimia, Program Studi Kimia, Institut Teknologi Bandung. Peralatan yang digunakan pada penelitian ini diantaranya

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. prevalensinya yang signifikan dalam 30 tahun terakhir. Prevalensi overweight dan

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. prevalensinya yang signifikan dalam 30 tahun terakhir. Prevalensi overweight dan BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Obesitas telah menarik perhatian masyarakat dunia karena peningkatan prevalensinya yang signifikan dalam 30 tahun terakhir. Prevalensi overweight dan obesitas meningkat

Lebih terperinci

1. Kualitas DNA total Udang Jari (Metapenaeus elegans De Man, 1907) Hasil. Tangkapan dari Laguna Segara Anakan, Cilacap, Jawa Tengah dengan

1. Kualitas DNA total Udang Jari (Metapenaeus elegans De Man, 1907) Hasil. Tangkapan dari Laguna Segara Anakan, Cilacap, Jawa Tengah dengan Lampiran 1. Data dan analisis karakterisasi genetik Udang Jari (Metapenaeus elegans De Man, 1907) Hasil Tangkapan dari Laguna Segara Anakan, Cilacap, Jawa Tengah. 1. Kualitas DNA total Udang Jari (Metapenaeus

Lebih terperinci

Laporan Praktikum Isolasi DNA, Teknik PCR dan Elektroforesis Agarose

Laporan Praktikum Isolasi DNA, Teknik PCR dan Elektroforesis Agarose Laporan Praktikum Isolasi DNA, Teknik PCR dan Elektroforesis Agarose Hari / Tanggal Praktikum : Kamis / 1 November dan 22 November 2012 Nama Praktikan : Rica Vera Br. Tarigan dan Jekson Martiar Siahaan

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD Herdiyana Fitriani Dosen Program Studi Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB dan Laboratorium Terpadu,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. bertujuan untuk menidentifikasi gen angiotensin converting enzyme (ACE)

BAB III METODE PENELITIAN. bertujuan untuk menidentifikasi gen angiotensin converting enzyme (ACE) BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif yang bertujuan untuk menidentifikasi gen angiotensin converting enzyme (ACE) insersi/ delesi

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim

III. MATERI DAN METODE. Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Genetika dan Pemuliaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan menurunnya kadar hemoglobin dalam darah individu. Eritrosit

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan menurunnya kadar hemoglobin dalam darah individu. Eritrosit 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Thalassemia adalah kelainan genetik bersifat autosomal resesif yang ditandai dengan menurunnya kadar hemoglobin dalam darah individu. Eritrosit mengandung hemoglobin

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR

II. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR II. BAHAN DAN METODE Ikan Uji Ikan uji yang digunakan adalah ikan nila hibrida hasil persilangan resiprok 3 strain BEST, Nirwana dan Red NIFI koleksi Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Sempur, Bogor.

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. lebih atau sama dengan 90 mmhg (Chobanian et al., 2003). Hipertensi merupakan

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. lebih atau sama dengan 90 mmhg (Chobanian et al., 2003). Hipertensi merupakan BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Hipertensi merupakan penyakit yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah sistolik lebih atau sama dengan 140 mmhg atau tekanan darah diastolik lebih atau sama

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari bulan April 2006 sampai dengan bulan April 2007. Penelitian dilakukan di rumah kaca, laboratorium Biologi Molekuler Seluler Tanaman, dan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan PCR, terlebih dahulu dilakukan perancangan primer menggunakan program DNA Star. Pemilihan primer dilakukan dengan mempertimbangkan parameter spesifisitas,

Lebih terperinci

BAB 3 PERCOBAAN. Alat elektroforesis agarosa (Biorad), autoklaf, cawan Petri, GeneAid High Speed Plasmid

BAB 3 PERCOBAAN. Alat elektroforesis agarosa (Biorad), autoklaf, cawan Petri, GeneAid High Speed Plasmid BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Alat Alat elektroforesis agarosa (Biorad), autoklaf, cawan Petri, GeneAid High Speed Plasmid Mini kit, inkubator goyang (GSL), jarum Ose bundar, kit GFX (GE Healthcare), kompor listrik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar belakang. orang yang sudah meninggal, kegunaan golongan darah lebih tertuju pada

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar belakang. orang yang sudah meninggal, kegunaan golongan darah lebih tertuju pada 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar belakang Golongan darah sistem ABO yang selanjutnya disebut golongan darah merupakan salah satu indikator identitas seseorang. Pada orang hidup, golongan darah sering digunakan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS Test Seleksi Calon Peserta International Biology Olympiad (IBO) 2014 2 8 September

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Hormon Pertumbuhan (GH) Amplifikasi gen hormon pertumbuhan pada sapi FH yang berasal dari BIB Lembang, BBIB Singosari, dan BET Cipelang; serta sapi pedaging (sebagai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 2 Gen GH exon 2 pada ternak kambing PE, Saanen, dan persilangannya (PESA) berhasil diamplifikasi menggunakan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction). Pasangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Minat dan kesadaran untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut semakin

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Minat dan kesadaran untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut semakin I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Minat dan kesadaran untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut semakin meningkat yaitu tidak lagi terbatas pada tumpatan dan pencabutan gigi, namun salah satunya adalah perawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya patah tulang. Selama ini osteoporosis indentik dengan orang tua tapi

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya patah tulang. Selama ini osteoporosis indentik dengan orang tua tapi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Osteoporosis merupakan penyakit yang paling umum terjadi pada tulang, penyakit ini ditandai dengan penurunan kepadatan tulang dan peningkatan risiko terjadinya patah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Produksi Protein Rekombinan Hormon Pertumbuhan (rgh)

BAHAN DAN METODE. Produksi Protein Rekombinan Hormon Pertumbuhan (rgh) 11 BAHAN DAN METODE Penelitian ini terdiri atas 2 tahapan utama, yaitu produksi protein rekombinan hormon pertumbuhan (rgh) dari ikan kerapu kertang, ikan gurame, dan ikan mas, dan uji bioaktivitas protein

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan termasuk dalam penelitian dasar yang. dilakukan dengan metode deskriptif (Nazir, 1998).

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan termasuk dalam penelitian dasar yang. dilakukan dengan metode deskriptif (Nazir, 1998). BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan termasuk dalam penelitian dasar yang dilakukan dengan metode deskriptif (Nazir, 1998). B. Populasi dan Sampel 1. Populasi yang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR...... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... ABSTRACT... PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang...

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 29 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik isolat bakteri dari ikan tuna dan cakalang 4.1.1 Morfologi isolat bakteri Secara alamiah, mikroba terdapat dalam bentuk campuran dari berbagai jenis. Untuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian dasar dengan metode deskriptif (Nazir, 1988). B. Populasi dan sampel Populasi pada penelitian ini adalah

Lebih terperinci