Bab IV Analisis dan Pembahasan
|
|
- Lanny Susman
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Bab IV Analisis dan Pembahasan IV.1 Analisis Clustering Analisis clustering menggunakan jaringan kompetitif Kohonen (Self Organizing Map) menggunakan 2 vektor masukan x 1 dan x 2. Vektor x 1 diisi dengan nilai bobot yang didapat dari korelasi sunspot perwilayah, sementara x 2 adalah nilai grid point posisi geografis stasiun. Vektor masukan tersebut di training menggunakan 500 iterasi agar mendapatkan nilai euclidis optimum (terdekat ) dengan neuron sekitar. Gambar IV.1 Posisi neuron sebelum pelatihan Gambar IV.2 Posisi neuron setelah pelatihan (epoch = 500) 31
2 Dengan jaringan Kohonen, dapat ditentukan jumlah neuron target. Disini didapat lima kelompok output berdasarkan neuron terdekat yang kemudian disebut sebagai Zona Prediksi meskipun secara fisis batasan antar zona bukanlah batasan tegas karena didasarkan pada euclidis (jarak terdekat) antara neuron. Tabel IV.1 Zona Prediksi ZONA 1 ZONA 2 ZONA 3 ZONA 4 ZONA 5 Kuala Kayan Paloh Putusibau Tanjung Selor Kotabaru Banjarmasin Sintang Nangapinoh Tanjung Redeb Banjarbaru Syamsudin Noor Pontianak Ketapang Samarinda Tarakan Tanjung Singkawang Pangkalanbun Balikpapan Longiram Sampit Muarawahau Palangkaraya Sangkulirang Muaratewe Zona Prediksi 1 meliputi sebagian Kalimantan Tengah dan sebagian Kalimantan Selatan yang berbatasan dengan Laut Jawa, Zona Prediksi 2 meliputi sebagian besar Kalimantan Barat dimana sebelah baratnya berbatasan dengan Laut Cina dan Selat Karimata, Zona Prediksi 3 meliputi sebagian daerah Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah, sementara itu Zona Prediksi 4 meliputi sebagian Kalimantan Timur yang berbatasan dengan Selat Makasar, Zona Prediksi 5 meliputi sebagian daerah Kalimantan Timur bagian Barat dan sebagian Kalimantan Selatan yang berbatasan dengan Selat Makasar dan Laut Jawa. IV.2 Analisis Spektral Pelacakan sinyal sunspot yang hadir pada data curah hujan masingmasing zona prediksi dilakukan dengan analis spektral menggunakan Fast Fourier Transform (FFT) untuk menemukan komponen frekuensi. Selanjutnya perhitungan densitas power spektral menghasilkan variasi energi frekuensi (magnitudo). Hasil akhir spektral berupa plotting power versus frekuensi berupa periodogram yang menunjukkan proses siklik dari data sampel. 32
3 Secara garis besar analisis spektral periodogram menunjukkan adanya sinyal sunspot pada setiap deret waktu data curah hujan masing-masing zona prediksi. Pada Zona Prediksi 1, memperlihatkan adanya periode yang mendekati periode siklus sunspot dengan magnitude 1.3 x Pada Zona Prediksi 2, deret waktu data curah hujan memperlihatkan periode 11 tahunan siklus sunspot dengan magnitudo yang cukup besar yaitu 8.3 x Sementara itu, pada Zona Prediksi 3, deret waktu data curah hujan memperlihatkan adanya sinyal sunspot yang hadir dengan magnitude yang tidak terlalu besar yaitu 2.2 x Gambar IV.3 Spektrum data sunspot Gambar IV.4 Spektrum data curah hujan pada Zona Predisksi 2 33
4 Pada Zona Prediksi 4 dan 5, sinyal sunspot yang lemah ditunggangi oleh adanya gangguan lain meskipun tidak terlalu besar dengan periode 5-6 tahun yang diidentifikasi sebagai ENSO. Gangguan ini sedikit meredam sinyal sunspot yang lemah pada deret waktu data curah hujan. Gambaran lengkap periodogram setiap zona prediksi diperlihatkan pada lampiran L III.4. Dalam konteks sebenarnya, fenomena sunspot mempengaruhi kondisi cuaca dan iklim dalam cakupan daerah yang luas dan bersifat global. Peranan aktivitas matahari pada pembentukan awan dipercayai berkaitan dengan variabilitas fluks sinar kosmik primer. Partikel-partikel sinar kosmik yang masuk ke atmosfer bumi dengan kecepatan mendekati m/s memiliki energi lebih dari 10 MeV (1.6 x 10-7 erg). Dengan kecepatan dan energi sedemikian sangat mungkin terjadi tumbukan antara partikel ketika kosmik memasuki wilayah atmosfer bumi. Diluar eksosfer terdapat suatu daerah dengan sifat magnetik bumi yang berinteraksi dengan arus radiasi korpuskuler yang disebut angin matahari (solar wind). Partikel-partikel bermuatan dari angin matahari didefleksikan oleh medan magnet bumi dengan sebuah gaya yang tegak lurus pada medan magnet dan trajektori partikel : uv v uv F = qv x B... (IV.1) Dengan, uv F adalah gaya yang bekerja pada partikel bermuatan, q merupakan muatan partikel, v v adalah kecepatan partikel bermuatan dan uv B adalah induksi magnetik. uv B memberikan efek defleksi partikel-partikel menjauhi bumi. Efek partikel kosmik bervariasi pada lintang di bumi sebagai akibat garis medan magnet bumi. Partikel-partikel akan ditolak oleh medan magnet bumi, tapi tumbukan tetap akan terjadi dan mengganggu lintasannya meskipun ada juga yang terperangkap. Jika hal ini terjadi maka partikel akan bergerak spiral (berpilin) sebagaimana gambar IV.5. Putaran pilin (spiral) lebih renggang ketika berada sekitar ekuator dan menjadi lebih rapat ketika mencapai medan magnet yang lebih kuat ke arah kutub. 34
5 Helical motion of Electrons and ions Around field lines electron drift Ion drift + - Ring current Gambar IV.5 Gerakan helikal ion dan elektron sepanjang garis gaya magnet (Sandstorm, 1965). Partikel-partikel akan bergerak mengikuti lintasan magnet bumi. Intensitas tumbukan yang kuat terjadi pada densitas yang lebih tinggi di daerah kutub. Tumbukan partikel kosmik dengan kecepatan dan energi yang besar mampu memecah komposisi molekul yang berada di atmosfer terutama yang mengandung ion H + dalam kaitannya dengan pembentukan inti kondensasi sehingga dapat dikatakan bahwa partikel-partikel sinar kosmik berhubungan dengan tingkat tutupan awan dan bervariasi terhadap lintang ataupun bujur (lihat gambar IV.6 dan IV.7). Gambar IV.6 Koefisien korelasi antara sinar kosmik primer dan tutupan awan (Svensmark dan Friis, 1997). 35
6 Sebaliknya di ekuator karena densitas yang rendah dari medan magnet bumi menyebabkan intensitas tumbukan menjadi kecil ditambah lagi lintasan medan yang lebih panjang dibandingkan kutub. Fluks sinar kosmik maksimum di ekuator berkaitan dengan rendahnya radiasi yang diterima karena terhalang oleh tutupan awan tinggi yang terbentuk sehingga terjadi pendinginan permukaan dan berdampak pada lemahnya updraft (udara naik). % 10 5 W E Gambar IV.7 Intensitas sinar kosmik sebagai fungsi garis bujur (Sandstorm, 1965) Intensitas sinar kosmik memperlihatkan suatu hubungan terbalik dengan siklus sunspot. Kurva gambar IV.8 memperlihatkan bahwa pada saat puncak siklus sunspot tahun terjadi minimum di sinar kosmik atau bisa juga disebutkan bahwa sinar kosmik mengalami keterlambatan fasa terhadap aktivitas matahari. Hal ini disebabkan oleh medium antara planet membelokkan sinar kosmik selama aktivitas matahari tinggi. Akibatnya sinar kosmik terlihat seperti termodulasi oleh aktivitas matahari. 36
7 Gambar IV.8 Kurva hubungan sinar kosmik dengan siklus sunspot Hubungan antara sinar kosmik dan curah hujan dapat diinterpretasikan bahwa ketika sinar kosmik maksimum di ekuator mengakibatkan terhalangnya radiasi langsung matahari ke bumi oleh awan-awan tinggi yang terbentuk sehingga terjadi pendinginan permukaan. Akibatnya konvektivitas menjadi kecil karena tidak ada gaya angkat ke atas (bouyancy) sehingga jumlah curah hujan menjadi minimum. Sebaliknya ketika sinar kosmik minimum maka konvektivitas di ekuator menjadi kuat karena radiasi matahari dapat langsung diterima oleh permukaan ditandai dengan curah hujan yang maksimum. Gambar IV.9 memperlihatkan kuatnya hubungan antara sunspot-kosmik adalah yang menunjukkan korelasi terbalik karena beda fasa antara kosmik dan bilangan sunspot artinya ketika aktivitas matahari maksimum maka kosmik akan minimum. Sementara itu hubungan radiasi-kosmik juga memberikan korelasi sesuai dengan analisis awal bahwa peningkatan kosmik akan mengakibatkan minimnya radiasi sehingga konvektivitas menjadi kecil. Hubungan radiasi-sunspot memberikan korelasi 0.83 artinya ketika terjadi penguatan medan magnet matahari sebagai indikasi aktif diikuti dengan penguatan radiasi yang diterima oleh bumi. Intensitas kosmik yang cenderung kecil di ekuator dibandingkan daerah kutub memberikan gambaran bahwa di ekuator menerima radiasi yang lebih 37
8 besar dibandingkan daerah manapun di bumi sehingga berdampak pada kuatnya konveksi sepanjang tahun. Gambar IV.9 Kurva hubungan siklus sunspot-radiasi-sinar kosmik, Radiasi-sunspot =0.83, radiasi-kosmik =-0.76, sunspot-kosmik=-0.86 Dengan menambahkan data radiasi rata-rata Pontianak pada peta radiasi matahari LIPI, 2005 (lampiran L III.8) terlihat bahwa intensitas radiasi terbesar berada pada sebagian besar Zona Prediksi 2. Asumsi fisis ini diperkuat dengan tingginya jumlah hujan (mm) yang terdistribusi pada Zona Prediksi 2 (gambar Gambar IV.11) Gambar IV.10 Kontur radiasi bulanan rata-rata untuk Indonesia Dengan distribusi radiasi rata-rata cal.cm -2.month -1 sangat memungkinkan jika terjadi konveksi updraft yang sangat kuat di Zona Prediksi 2. 38
9 LU LS BT BT Gambar IV.11 Isohyet curah hujan bulanan rata-rata Ketika kedudukan matahari berada pada lintang BBU yang disebut sebagai soltis musim panas maupun ketika terjadi soltis musim dingin dengan kedudukan matahari pada lintang BBS ekuator tetap menerima radiasi yang optimum, apalagi ketika posisi matahari pada ekinoks. Dengan melihat pola kontur radiasi matahari bulanan (gambar IV.10) yang terdapat pada wilayah bagian barat Kalimantan (zona prediksi 2) cukup memperjelas tentang tingginya konvektivitas pada wilayah tersebut Bulan Tahun Gambar IV.12 Distribusi radiasi Zona Prediksi 2, rata-rata cal.cm -2.month -1 39
10 Aktivitas matahari yang ditandai dengan siklus sunspot seharusnya memberikan pengaruh global pada setiap zona prediksi di Kalimantan. Hanya saja gangguan ini akan dieliminir oleh adanya dinamika atmosfer yang berbeda-beda pada masing-masing zona. Jika dilihat dengan pola angin (gambar IV.13), wilayah barat kalimantan (Zona Prediksi 2) cenderung statik sehingga inti kondensasi yang bersinergi dengan aktivitas matahari tidak terdisipasi ke wilayah lain, berbeda dengan daerah selain zona 2 yang cenderung terdisipasi. a) b) Gambar IV.13 Pola angin 1000 mb bulan (a) Januari, dan (b) bulan Juli (sumber : LU LS BT BT 2.00 Gambar IV.14 Kontur Kecepatan Angin Tahunan Rata-rata Observasi Permukaan Gambar IV.14 memberikan bukti kuantitatif tentang kondisi atmosfer di Zona Prediksi 2 yang cenderung statik dibandingkan pada zona lainnya. Lebih engkap gambaran pola dan kecepatan angin bulanan dapat dilihat pada lampiran L III. 40
11 Daerah konvergensi (Inter Tropical Conve Zone, ITCZ) dan efek Coriolis juga berpengaruh dalam mengumpulkan inti kondensasi disekitar Kalimantan bagian barat yang sebanding dengan jumlah rata-rata curah hujannya. Kondisi geografis yang sedikit dipengaruhi oleh faktor orografi juga menjawab mengapa zona prediksi selain Zona Prediksi 2 kurang memberikan respon langsung pada sinyal sunspot. Gambaran lengkap hubungan aktivitas matahari-curah hujan dapat dilihat pada lampiran L III. Gambar IV.15 Korelasi curah hujan sunspot pada Zona Prediksi 2 IV.3 Prediksi Curah Hujan Prediksi dilakukan dengan menempatkan curah hujan sebagai prediktor (1 Prediktor) dan menggunakan sinar kosmik dan sunspot sebagai prediktor (2 Prediktor) pada masing-masing Zona Prediksi dimana curah hujan sebagai prediktan. Pengujian dilakukan dengan metode ANFIS dan Jaringan Neural untuk membuat prediksi curah hujan satu tahun (12 bulan) ke depan serta melakukan variasi panjang data input. Disamping itu juga dilakukan prediksi 14 tahun ke depan (14 titik) untuk masing-masing Zona Prediksi. Prediksi curah hujan bulanan dengan Metode ANFIS maupun Jaringan Neural dilakukan dengan panjang data bervariasi yaitu 45 tahun, 30 tahun, dan 15 tahun. Pembelajaran (training) dilakukan dengan menggunakan data input 41
12 tersebut. Setelah mendapatkan nilai optimum pembelajaran (error mendekati 0) selanjutnya dilakukan prediksi 12 bulan kedepan. Gambar IV.16 Hasil Training (atas) dan Error (bawah) dengan Metode ANFIS 1 Prediktor untuk Zona 1 menggunakan panjang data 45 tahun. Gambar IV.17 Hasil prediksi (2006) dengan Metode ANFIS 1 Prediktor untuk Zona 1 menggunakan panjang data 45 tahun. 42
13 Gambar IV.18 Hasil Training (atas) dan Error (bawah) dengan Jaringan Neural 1 Prediktor untuk Zona 1 menggunakan panjang data 45 tahun. Gambar IV.19 Hasil prediksi (2006) dengan Jaringan Neural 1 Prediktor untuk Zona 1 menggunakan panjang data 45 tahun. Secara keseluruhan hasil keluaran Metode ANFIS 1 Prediktor menunjukkan korelasi positif berkisar 0.46 sampai dengan 0.81 dengan rata-rata nilai korelasi 0.81 pada panjang data 45 tahun. Nilai RMSE (Root Mean Square Error) berkisar sampai dengan rata-rata RMSE pada panjang data 45 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum hasil prediksi cukup 43
14 baik diterapkan pada seluruh Zona Prediksi. Sementara itu hasil keluaran Model Jaringan Neural menunjukkan kisaran korelasi negatif (pada Zona Prediksi 5 dengan panjang input 30 th) dan positif dengan rata-rata korelasi keseluruhan antara 0.48 sampai dengan 0.79 atau rata-rata nilai korelasi Nilai RMSE (root mean square error) berkisar sampai atau dengan rata-rata pada panjang data 30 tahun Korelasi negatif menunjukkan bahwa peningkatan nilai hasil prediksi berbanding terbalik dengan data observasi. Hasil prediksi model keluaran Jaringan Neural 1 Prediktor tidak lebih baik dari keluaran Metode ANFIS 1 Prediktor meskipun secara keseluruhan cukup baik diterapkan pada seluruh Zona Prediksi. Berikut ini disampaikan nilai RMSE dan korelasi hasil prediksi curah hujan menggunakan Metode ANFIS 1 Prediktor maupun Metode Jaringan Neural 1 Prediktor dengan variasi jumlah data masukan pada masing-masing Zona Prediksi : Tabel IV.2 Nilai Error Prediksi, RMSE dan Koefisien Korelasi tiap Zona Prediksi Dengan Metode ANFIS 1 Prediktor E P(%) 15 Tahun 30 Tahun 45 Tahun RMSE (mm) Korelasi EP (%) RMSE (mm) Korelasi EP (%) RMSE (mm) Korelasi ZONA ZONA ZONA ZONA ZONA Rata-rata Tabel IV.3 Nilai Error Prediksi, RMSE dan Koefisien Korelasi tiap Zona Prediksi Dengan Metode Jaringan Neural 1 Prediktor EP (%) 15 Tahun 30 Tahun 45 Tahun RMSE (mm) Korela si EP (%) RMSE (mm) Korela si EP (%) RMSE (mm) ZONA ZONA ZONA ZONA Korela si ZONA
15 Ratarata Sementara itu juga dicoba melakukan prediksi menggunakan sinar kosmik dan sunspot sebagai prediktor (2 Prediktor) untuk panjang data 45 tahun, namun memperlihatkan hasil yang kurang baik jika dibandingkan dengan prediksi menggunakan curah hujan sebagai prediktor (1 Prediktor). Hal ini dimungkinkan karena aktivitas matahari lebih terasa pengaruhnya pada periode yang panjang (tahunan). Berikut ini disampaikan tabel deskripsi akurasi prediksi menggunakan 2 input pada panjang data 45 tahun. Tabel IV.4 Akurasi tiap Zona Prediksi dengan Metode ANFIS dan Jaringan Neural 2 Prediktor pada panjang data 45 tahun. ANFIS 2 Prediktor Jaringan NEURAL 2 Prediktor EP (%) RMSE Korelasi EP (%) RMSE (mm) Korelasi ZONA ZONA ZONA ZONA ZONA Rata-rata Secara umum panjang data input 45 tahun cukup ideal untuk mengeliminir efek global yang dibangkitkan oleh sistem atmosfer bumi lautan. Gambaran hasil training dan prediksi secara keseluruhan untuk panjang input berbeda ditampilkan dalam lampiran L I.1. Sedangkan tabel nilai RMSE tiap metode ditampilkan pada lampiran L IV. Sementara itu prediksi curah hujan tahunan dilakukan menggunakan Metode ANFIS dengan panjang data 46 tahun ( ) untuk mendapatkan 14 tahun output ( ) terdiri dari ANFIS 1 Prediktor (curah hujan) dan 2 Prediktor (sinar kosmik + sunspot). 45
16 Gambar IV.20 Hasil Training (atas) dan Error (bawah) dengan Metode ANFIS 1 Prediktor untuk Zona 1 menggunakan panjang data 46 tahun. Gambar IV.21 Hasil Prediksi Tahunan Metode ANFIS 1 Prediktor untuk Zona 1 menggunakan panjang data 46 tahun. 46
17 Gambar IV.22 Hasil Training (atas) dan Error (bawah) dengan Metode ANFIS 2 Prediktor untuk Zona 1 menggunakan panjang data 46 tahun. Gambar IV.23 Hasil prediksi Tahunan Metode ANFIS 2 Prediktor untuk Zona 1 menggunakan panjang data 46 tahun. Berikut ini disampaikan nilai RMSE dan korelasi hasil prediksi curah hujan tahunan menggunakan Metode ANFIS 1 Prediktor maupun maupun ANFIS 2 Prediktor dengan panjang data input 46 tahun pada masing-masing Zona Prediksi. 47
18 Tabel IV.5 Akurasi tiap Zona Prediksi dengan Metode ANFIS 1 Prediktor pada panjang data 46 tahun. Error Training (%) Error Prediksi (%) RMSE (mm) Korelasi ZONA ZONA ZONA ZONA ZONA Rata-rata Tabel IV.6 Akurasi tiap Zona Prediksi dengan Metode ANFIS 2 Prediktor pada panjang data 46 tahun. Error Training (%) Error Prediksi (%) RMSE (mm) Korelasi ZONA ZONA ZONA ZONA ZONA Rata-rata Hasil prediksi curah hujan tahunan memperlihatkan bahwa secara keseluruhan Metode ANFIS 2 Prediktor memperlihatkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan menggunakan Metode ANFIS 1 Prediktor. Hal ini menunjukkan bahwa fenomena sunspot dan sinar kosmik dapat diperhitungkan dalam melakukan prediksi jangka panjang karena memberikan akurasi yang lebih baik dibandingkan jika hanya menggunakan ANFIS 1 Prediktor. Hasil keluaran ANFIS 2 Prediktor pada Zona Prediksi 2 memperlihatkan nilai RMSE yang kecil yaitu 24.54, hal ini cukup menunjang analisis awal bahwa pola hujan Zona Prediksi 2 memberikan respon langsung terhadap aktivitas matahari sehingga akan memudahkan validasi dalam melakukan prediksi jangka panjang. 48
19 Gambar IV.24 Hasil prediksi Metode ANFIS untuk siklus sunspot Gambar IV.25 Hasil prediksi Tahunan Metode ANFIS 2 Prediktor untuk Zona 2 menggunakan panjang data 46 tahun. Lebih lengkap hasil training ANFIS maupun Jaringan Neural untuk prediksi bulanan maupun tahunan dapat dilihat pada lampiran. 49
APLIKASI SOFT COMPUTING PADA PREDIKSI CURAH HUJAN DI KALIMANTAN
APLIKASI SOFT COMPUTING PADA PREDIKSI CURAH HUJAN DI KALIMANTAN Program Doktor (S-3) Sains Kebumian,Bidang Khusus Sains Atmosfer, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung Abstrak
Lebih terperinciAPLIKASI SOFT COMPUTING PADA PREDIKSI CURAH HUJAN DI KALIMANTAN
APLIKASI SOFT COMPUTING PADA PREDIKSI CURAH HUJAN DI KALIMANTAN TESIS Karya tulis sebagai salah suatu syarat untuk memperoleh gelar magister dari Institut Teknologi Bandung Oleh : DENI SEPTIADI NIM : 22406002
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
7 d) phase spectrum, dengan persamaan matematis: e) coherency, dengan persamaan matematis: f) gain spektrum, dengan persamaan matematis: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Geografis dan Cuaca Kototabang
Lebih terperinciBab II Tinjauan Pustaka
Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Karakteristik Matahari Interaksi bumi atmosfer tidak lepas dari peranan matahari sebagai sumber energi dalam bentuk radiasi. Radiasi matahari terdistribusi melewati atmosfer,
Lebih terperinciKATA PENGANTAR REDAKSI. Pengarah : Wandayantolis, S. SI, M. Si. Penanggung Jawab : Subandriyo, SP. Pemimpin Redaksi : Ismaharto Adi, S.
i REDAKSI KATA PENGANTAR Pengarah : Wandayantolis, S. SI, M. Si Penanggung Jawab : Subandriyo, SP Pemimpin Redaksi : Ismaharto Adi, S. Kom Editor : Idrus, SE Staf Redaksi : 1. Fanni Aditya, S. Si 2. M.
Lebih terperinciATMOSFER BUMI A BAB. Komposisi Atmosfer Bumi
BAB 1 ATMOSFER BUMI A tmosfer Bumi berperan dalam menjaga bumi agar tetap layak huni. Dengan keberadaan atmosfer, suhu Bumi tidak turun secara drastis di malam hari dan tidak memanas dengan cepat di siang
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Pontianak, 1 April 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI SIANTAN PONTIANAK. WANDAYANTOLIS, S.Si, M.Si NIP
KATA PENGANTAR Stasiun Klimatologi Siantan Pontianak pada tahun 2016 menerbitkan dua buku Prakiraan Musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau dan Prakiraan Musim Hujan. Pada buku Prakiraan Musim Kemarau 2016
Lebih terperinciAtmosfer Bumi. Meteorologi. Peran Atmosfer Bumi dalam Kehidupan Kita. Atmosfer Bumi berperan dalam menjaga bumi agar tetap layak huni.
Atmosfer Bumi Meteorologi Pendahuluan Peran Atmosfer Bumi dalam Kehidupan Kita Atmosfer Bumi berperan dalam menjaga bumi agar tetap layak huni. Dengan keberadaan atmosfer, suhu Bumi tidak turun secara
Lebih terperinciHasil dan Analisis. Tabel IV.1. Koefisien keragaman C v dan nilai rata-rata bulanan LPM dan radiasi matahari
Bab IV Hasil dan Analisis IV.1 Analisis Variabilitas Data harian Lama Penyinaran Matahari (LPM) dan radiasi matahari dari 14 stasiun BMKG terlebih dahulu diolah menjadi data bulanan. Data untuk masingmasing
Lebih terperinciBab III Metodologi Penelitian
Bab III Metodologi Penelitian III. Data Penelitian ini menggunakan data curah hujan bulanan (mm) yang dikumpulkan dari 25 stasiun hujan (BMG dan Pos Kerjasama BMG-DIPERTA) yang tersebar di seluruh Kalimantan.
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Verifikasi Model Visualisasi Klimatologi Suhu Permukaan Laut (SPL) model SODA versi 2.1.6 diambil dari lapisan permukaan (Z=1) dengan kedalaman 0,5 meter (Lampiran 1). Begitu
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Peta lokasi penelitian disajikan pada Lampiran A. Hasil pengolahan data arus polar current rose disajikan pada Lampiran B. Hasil pengolahan data komponen arus setelah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Matahari adalah sebuah objek yang dinamik, banyak aktivitas yang terjadi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matahari adalah sebuah objek yang dinamik, banyak aktivitas yang terjadi didalamnya. Beragam aktivitas di permukaannya telah dipelajari secara mendalam dan
Lebih terperinciNugroho, A. S. (2007), Menggairahkan Riset Soft-Computing di Indonesia, BPPT, Bandung. Siregar, P. M. (2006). Hubungan Aktivitas Matahari Dengan
DAFTAR PUSTAKA Ahrens, C. Donald. (3), Meteorology Today, An introduction to weather, climate, and environment. Thomson learning, Inc. Amerika Bayong, T.H.K. (4), Klimatologi Umum, Penerbit ITB, Bandung.
Lebih terperinciPRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2017 REDAKSI
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas perkenannya, kami dapat menyelesaikan Buku Prakiraan Musim Kemarau Tahun 2017 Provinsi Kalimantan Barat. Buku ini berisi kondisi dinamika atmosfer
Lebih terperinciMusim Hujan. Musim Kemarau
mm IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisis Data Curah hujan Data curah hujan yang digunakan pada penelitian ini adalah wilayah Lampung, Pontianak, Banjarbaru dan Indramayu. Selanjutnya pada masing-masing wilayah
Lebih terperinciPRAKIRAAN MUSIM 2017/2018
1 Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas perkenannya, kami dapat menyelesaikan Buku Prakiraan Musim Hujan Tahun Provinsi Kalimantan Barat. Buku ini berisi kondisi dinamika atmosfer
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
memiliki nilai WWZ yang sama pada tahun yang dan periode yang sama pula. Hubungan keterpengaruhan juga teridentifikasi jika pada saat nilai WWZ bintik matahari maksimum, didapatkan nilai WWZ parameter
Lebih terperinci4 HASIL DAN PEMBAHASAN
99 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Validasi Data Asimilasi GFDL 4.1.1 TRITON Stasiun pengamatan data TRITON yang digunakan untuk melakukan validasi data asimilasi GFDL sebanyak 13 stasiun dengan 12 TRITON berada
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN II. TINJAUAN PUSTAKA
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sinar matahari yang sampai di bumi merupakan sumber utama energi yang menimbulkan segala macam kegiatan atmosfer seperti hujan, angin, siklon tropis, musim panas, musim
Lebih terperinciDEPRESI DAN SIKLON PENGARUHI CUACA INDONESIA
AKTUALITA DEPRESI DAN SIKLON INDERAJA TROPIS PENGARUHI CUACA INDONESIA DEPRESI DAN SIKLON TROPIS PENGARUHI CUACA INDONESIA Davit Putra, M.Rokhis Khomarudin (Pusbangja ) Cuaca di Indonesia dipengaruhi oleh
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. R = k (10g+f)
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bintik Matahari ( Sunspot ) Di permukaan matahari terjadi gejolak gejolak yang kadang menguat dan kadang melemah yang dikenal dengan aktivitas matahari. Salah satu bentuk aktivitas
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
9 menguji kelayakan model sehingga model sementara tersebut cukup memadai. Salah satu caranya adalah dengan menganalisis galat (residual). Galat merupakan selisih antara data observasi dengan data hasil
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 Data Siklon Tropis Data kejadian siklon tropis pada penelitian ini termasuk depresi tropis, badai tropis dan siklon tropis. Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang landas bumi maupun ruang angkasa dan membahayakan kehidupan dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cuaca antariksa adalah kondisi di matahari, magnetosfer, ionosfer dan termosfer yang dapat mempengaruhi kondisi dan kemampuan sistem teknologi baik yang landas bumi
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Banjarbaru, Oktober 2012 Kepala Stasiun Klimatologi Banjarbaru. Ir. PURWANTO NIP Buletin Edisi Oktober 2012
KATA PENGANTAR i Analisis Hujan Bulan Agustus 2012, Prakiraan Hujan Bulan November, Desember 2012, dan Januari 2013 Kalimantan Timur disusun berdasarkan hasil pantauan kondisi fisis atmosfer dan data yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yoana Nurul Asri, 2013
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bumi setiap saat selalu dihujani oleh atom-atom yang terionisasi dan partikel subatomik lainnya yang disebut sinar kosmik. Sinar kosmik ini terdiri dari partikel yang
Lebih terperinciMedan Magnet Benda Angkasa. Oleh: Chatief Kunjaya KK Astronomi ITB
Medan Magnet Benda Angkasa Oleh: Chatief Kunjaya KK Astronomi ITB Kompetensi Dasar XII.3.4 Menganalisis induksi magnet dan gaya magnetik pada berbagai produk teknologi XII.4.4 Melaksanakan pengamatan induksi
Lebih terperinciSkema proses penerimaan radiasi matahari oleh bumi
Besarnya radiasi yang diserap atau dipantulkan, baik oleh permukaan bumi atau awan berubah-ubah tergantung pada ketebalan awan, kandungan uap air, atau jumlah partikel debu Radiasi datang (100%) Radiasi
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Negara, September 2015 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI NEGARA BALI. NUGA PUTRANTIJO, SP, M.Si. NIP
1 KATA PENGANTAR Publikasi Prakiraan Awal Musim Hujan 2015/2016 di Propinsi Bali merupakan salah satu bentuk pelayanan jasa klimatologi yang dihasilkan oleh Stasiun Klimatologi Negara Bali. Prakiraan Awal
Lebih terperinciKARAKTER CURAH HUJAN DI INDONESIA. Tukidi Jurusan Geografi FIS UNNES. Abstrak PENDAHULUAN
KARAKTER CURAH HUJAN DI INDONESIA Tukidi Jurusan Geografi FIS UNNES Abstrak Kondisi fisiografis wilayah Indonesia dan sekitarnya, seperti posisi lintang, ketinggian, pola angin (angin pasat dan monsun),
Lebih terperinciTinjauan Pustaka. II.1 Variabilitas ARLINDO di Selat Makassar
BAB II Tinjauan Pustaka II.1 Variabilitas ARLINDO di Selat Makassar Matsumoto dan Yamagata (1996) dalam penelitiannya berdasarkan Ocean Circulation General Model (OGCM) menunjukkan adanya variabilitas
Lebih terperinciPrakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Matahari merupakan sumber energi terbesar di Bumi. Tanpa Matahari
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Matahari merupakan sumber energi terbesar di Bumi. Tanpa Matahari mungkin tidak pernah ada kehidupan di muka Bumi ini. Matahari adalah sebuah bintang yang merupakan
Lebih terperinciPOSITRON, Vol. IV, No. 2 (2014), Hal ISSN :
Pengaruh Fenomena El Niño Southern Oscillation dan Dipole Mode Terhadap Curah Hujan di Muhammad Elifant Yuggotomo 1,), Andi Ihwan ) 1) Stasiun Klimatologi Siantan Pontianak ) Program Studi Fisika Fakultas
Lebih terperinciKATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP
KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan
Lebih terperinciBAB I Pendahuluan I.1 Latar Belakang I.1.1 Historis Banjir Jakarta
BAB I Pendahuluan I.1 Latar Belakang I.1.1 Historis Banjir Jakarta Menurut Caljouw et al. (2004) secara morfologi Jakarta didirikan di atas dataran aluvial pantai dan sungai. Bentang alamnya didominasi
Lebih terperinciSTASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE
STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE KARAKTERISTIK RATA-RATA SUHU MAKSIMUM DAN SUHU MINIMUM STASIUN METEOROLOGI NABIRE TAHUN 2006 2015 OLEH : 1. EUSEBIO ANDRONIKOS SAMPE, S.Tr 2. RIFKI ADIGUNA SUTOWO, S.Tr
Lebih terperinciBADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG
B M K G BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan (12070) Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,
Lebih terperinciLIPUTAN AWAN TOTAL DI KAWASAN SEKITAR KHATULISTIWA SELAMA FASE AKTIF DAN TENANG MATAHARI SIKLUS 21 & 22 DAN KORELASINYA DENGAN INTENSITAS SINAR KOSMIK
Fibusi (JoF) Vol.1 No.3, Desember 2013 LIPUTAN AWAN TOTAL DI KAWASAN SEKITAR KHATULISTIWA SELAMA FASE AKTIF DAN TENANG MATAHARI SIKLUS 21 & 22 DAN KORELASINYA DENGAN INTENSITAS SINAR KOSMIK S.U. Utami
Lebih terperinciI. INFORMASI METEOROLOGI
I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan
Lebih terperinciSTRUKTUR BUMI. Bumi, Tata Surya dan Angkasa Luar
STRUKTUR BUMI 1. Skalu 1978 Jika bumi tidak mempunyai atmosfir, maka warna langit adalah A. hitam C. kuning E. putih B. biru D. merah Jawab : A Warna biru langit terjadi karena sinar matahari yang menuju
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang antara 95 o BT 141 o BT dan 6 o LU 11 o LS (Bakosurtanal, 2007) dengan luas wilayah yang
Lebih terperinciANALISIS POTENSI ENERGI MATAHARI DI KALIMANTAN BARAT
ANALISIS POTENSI ENERGI MATAHARI DI KALIMANTAN BARAT Ida sartika Nuraini 1), Nurdeka Hidayanto 2), Wandayantolis 3) Stasiun Klimatologi Kelas II Mempawah Kalimantan Barat sartikanuraini@gmail.com, nurdeka.hidayanto@gmail.com,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tidak hanya di Bumi, cuaca juga terjadi di Antariksa. Namun, cuaca di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidak hanya di Bumi, cuaca juga terjadi di Antariksa. Namun, cuaca di Antariksa bukan berupa hujan air atau salju es seperti di Bumi, melainkan cuaca di Antariksa terjadi
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Perubahan Rasio Hutan Sebelum membahas hasil simulasi model REMO, dilakukan analisis perubahan rasio hutan pada masing-masing simulasi yang dibuat. Dalam model
Lebih terperinciI. INFORMASI METEOROLOGI
I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan
Lebih terperinciAngin Meridional. Analisis Spektrum
menyebabkan pola dinamika angin seperti itu. Proporsi nilai eigen mempresentasikan seberapa besar pengaruh dinamika angin pada komponen utama angin baik zonal maupun meridional terhadap keseluruhan pergerakan
Lebih terperinciKATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP
Buletin Prakiraan Musim Kemarau 2016 i KATA PENGANTAR Penyajian prakiraan musim kemarau 2016 di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung diterbitkan untuk memberikan informasi kepada masyarakat disamping publikasi
Lebih terperinciBab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang
Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Salah satu energi alternatif yang jumlahnya tak terbatas, kontinu, terdapat dimanamana, tidak menimbulkan polusi dan gratis adalah sinar matahari. Kini, energi matahari
Lebih terperinciHIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ketiga (ATMOSFER)
Dosen : DR. ERY SUHARTANTO, ST. MT. JADFAN SIDQI FIDARI, ST., MT HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ketiga (ATMOSFER) 1. Pengertian Atmosfer Planet bumi dapat dibagi menjadi 4 bagian : (lithosfer) Bagian padat
Lebih terperinciGEJALA-GEJALA YANG TERJADI DI ATMOSFER
GEJALA-GEJALA YANG TERJADI DI ATMOSFER GEJALA-GEJALA YANG TERJADI DI ATMOSFER GEJALA OPTIK GEJALA KLIMATIK Gejala-gejala Optik Pelangi, yaitu spektrum matahari yang dibiaskan oleh air hujan. Oleh karena
Lebih terperinciBAB VII TATA SURYA. STANDAR KOMPETENSI : Memahami Sistem Tata Surya dan Proses yang terjadidi dalamnya.
BAB VII TATA SURYA STANDAR KOMPETENSI : Memahami Sistem Tata Surya dan Proses yang terjadidi dalamnya. KOMPETENSI DASAR 1. Mendeskripsikan karakteristik sistem tata surya 2. Mendeskripsikan Matahari sebagai
Lebih terperinciEstimasi Suhu Udara Bulanan Kota Pontianak Berdasarkan Metode Jaringan Syaraf Tiruan
Estimasi Suhu Udara Bulanan Kota Pontianak Berdasarkan Metode Jaringan Syaraf Tiruan Andi Ihwan 1), Yudha Arman 1) dan Iis Solehati 1) 1) Prodi Fisika FMIPA UNTAN Abstrak Fluktuasi suhu udara berdasarkan
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Semarang, 22 maret 2018 KEPALA STASIUN. Ir. TUBAN WIYOSO, MSi NIP STASIUN KLIMATOLOGI SEMARANG
KATA PENGANTAR Stasiun Klimatologi Semarang setiap tahun menerbitkan buku Prakiraan Musim Hujan dan Prakiraan Musim Kemarau daerah Propinsi Jawa Tengah. Buku Prakiraan Musim Hujan diterbitkan setiap bulan
Lebih terperinciPEMBAHASAN ... (3) RMSE =
7 kemampuan untuk mengikuti variasi hujan permukaan. Keterandalan model dapat dilihat dari beberapa parameter, antara lain : Koefisien korelasi Korelasi dinyatakan dengan suatu koefisien yang menunjukkan
Lebih terperinciI. INFORMASI METEOROLOGI
I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan
Lebih terperinciHIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Keenam (SUHU UDARA II)
HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Keenam (SUHU UDARA II) Dosen : DR. ERY SUHARTANTO, ST. MT. JADFAN SIDQI FIDARI, ST. MT 5. Penyebaran Suhu Menurut Ruang dan Waktu A. Penyebaran Suhu Vertikal Pada lapisan troposfer,
Lebih terperinciPRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN :
Prediksi Tinggi Signifikan Gelombang Laut Di Sebagian Wilayah Perairan Indonesia Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Metode Propagasi Balik Abraham Isahk Bekalani, Yudha Arman, Muhammad Ishak Jumarang Program
Lebih terperinci1. Tekanan Udara 2. Radiasi Surya 3. Lama Penyinaran 4. Suhu Udara 5. Kelembaban Udara 6. Curah Hujan 7. Angin 8. Evapotranspirasi Potensial
Unsur-unsur Iklim 1. Tekanan Udara 2. Radiasi Surya 3. Lama Penyinaran - 4. Suhu Udara 5. Kelembaban Udara 6. Curah Hujan 7. Angin 8. Evapotranspirasi Potensial Puncak Atmosfer ( 100 km ) Tekanan Udara
Lebih terperinciPRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA)
PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA) Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA I. PENDAHULUAN Wilayah Indonesia berada pada posisi strategis, terletak di daerah
Lebih terperinciPertanyaan Final SMA (wajib 1)
Pertanyaan Final SMA (wajib 1) 1. Sebuah balok bermassa m diletakkan di atas meja. Massa balok itu m dan percepatan gravitasi setempat g. Berdasarkan Hukum Newton tentang gerak, pernyataan berikut yang
Lebih terperinciI. INFORMASI METEOROLOGI
I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan
Lebih terperinciBADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG
BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan ( 12070 ) Telp. (021) 7353018, Fax: (021) 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,
Lebih terperinciMetode Jaringan Saraf Tiruan Propagasi Balik Untuk Estimasi Curah Hujan Bulanan di Ketapang Kalimantan Barat
Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013 Metode Jaringan Saraf Tiruan Propagasi Balik Untuk Estimasi Curah Hujan Bulanan di Ketapang Kalimantan Barat Andi Ihwan Prodi Fisika FMIPA Untan, Pontianak
Lebih terperinciANALISIS MUSIM KEMARAU 2015 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2015/2016
B M K G BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Tangerang Selatan Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,
Lebih terperinciKATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP
PROPINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan YME atas berkat dan rahmat Nya kami dapat menyusun laporan dan laporan Prakiraan Musim Kemarau 2016 di wilayah Propinsi Banten
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kalimantan Selatan sebagai salah satu wilayah Indonesia yang memiliki letak geografis di daerah ekuator memiliki pola cuaca yang sangat dipengaruhi oleh aktifitas monsoon,
Lebih terperinciANALISIS HUJAN BULAN JANUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN MARET, APRIL, DAN MEI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA
ANALISIS HUJAN BULAN JANUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN MARET, APRIL, DAN MEI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG
Lebih terperinci02. Jika laju fotosintesis (v) digambarkan terhadap suhu (T), maka grafik yang sesuai dengan bacaan di atas adalah (A) (C)
Pengaruh Kadar Gas Co 2 Pada Fotosintesis Tumbuhan yang mempunyai klorofil dapat mengalami proses fotosintesis yaitu proses pengubahan energi sinar matahari menjadi energi kimia dengan terbentuknya senyawa
Lebih terperinciBADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA
BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISIS STASIUN CUACA METEOROLOGI TERKAIT HUJAN
Lebih terperinciANALISA PERGERAKAN SIKLON TROPIS STAN DAN SIKLON TROPIS YVETTE DAN DAMPAKNYA TERHADAP CURAH HUJAN DI SUMBAWA BESAR
ANALISA PERGERAKAN SIKLON TROPIS STAN DAN SIKLON TROPIS YVETTE DAN DAMPAKNYA TERHADAP CURAH HUJAN DI SUMBAWA BESAR Oleh : Umam Syifaul Qolby, S.tr Stasiun Meteorologi Klas III Sultan Muhammad Kaharuddin
Lebih terperinciPOSITRON, Vol. V, No. 1 (2015), Hal ISSN :
POSITRON, Vol. V, No. (5), Hal. - 5 ISSN : -97 Prediksi Ketinggian Gelombang Laut Perairan Laut Jawa Bagian Barat Sebelah Utara Jakarta dengan Metode Jaringan Syaraf Tiruan Propagasi Balik Prada Wellyantama
Lebih terperinciPENGARUH SEBARAN SUHU UDARA DARI AUSTRALIA TERHADAP SUHU UDARA DI BALI. Oleh, Erasmus Kayadu
PENGARUH SEBARAN SUHU UDARA DARI AUSTRALIA TERHADAP SUHU UDARA DI BALI Oleh, Erasmus Kayadu BMKG Stasiun Meteorologi Kelas I Ngurah Rai Denpasar Bali 1. PENDAHULUAN Suhu udara di suatu tempat dapat mempengaruhi
Lebih terperinciBADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA
BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISA DINAMIKA STASIUN ATMOSFER METEOROLOGI
Lebih terperinciIklim, karakternya dan Energi. Dian P.E. Laksmiyanti, S.T, M.T
Iklim, karakternya dan Energi Dian P.E. Laksmiyanti, S.T, M.T Cuaca Cuaca terdiri dari seluruh fenomena yang terjadi di atmosfer atau planet lainnya. Cuaca biasanya merupakan sebuah aktivitas fenomena
Lebih terperinciHidrometeorologi. Pertemuan ke I
Hidrometeorologi Pertemuan ke I Pengertian Pengertian HIDROMETEOROLOGI Adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara unsur unsur meteorologi dengan siklus hidrologi, tekanannya pada hubungan timbal balik
Lebih terperinciPOSITRON, Vol. IV, No. 2 (2014), Hal ISSN :
Modifikasi Estimasi Curah Hujan Satelit TRMM Dengan Metode Jaringan Syaraf Tiruan Propagasi Balik Studi Kasus Stasiun Klimatologi Siantan Fanni Aditya 1)2)*, Joko Sampurno 2), Andi Ihwan 2) 1)BMKG Stasiun
Lebih terperinciBAB IV Hasil Dan Pembahasan
BAB IV Hasil Dan Pembahasan IV.1 Analisis Prekursor kejadian Curah Hujan Ekstrim Hujan lebat yang berlangsung berjam-jam untuk daerah yang cukup luas dan ditambah dengan banjir kiriman yang dibawa oleh
Lebih terperinciPerhitungan Potensi Energi Angin di Kalimantan Barat Irine Rahmani Utami Ar a), Muh. Ishak Jumarang a*, Apriansyah b
Perhitungan Potensi Energi Angin di Kalimantan Barat Irine Rahmani Utami Ar a), Muh. Ishak Jumarang a*, Apriansyah b a Program Studi Fisika, FMIPA Universitas Tanjungpura, b Program Studi Ilmu Kelautan,
Lebih terperinciGeografi. Kelas X ATMOSFER IV KTSP & K-13. I. Angin 1. Proses Terjadinya Angin
KTSP & K-13 Kelas X Geografi ATMOSFER IV Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini kamu diharapkan memiliki kemampuan untuk memahami proses terjadinya angin dan memahami jenis-jenis angin tetap
Lebih terperinciBADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA
BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 IDENTIFIKASI CUACA STASIUN TERKAIT METEOROLOGI
Lebih terperinciANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA
ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG
Lebih terperinciANALISIS SPEKTRAL DALAM PENENTUAN PERIODISITAS SIKLUS CURAH HUJAN DI WILAYAH SELATAN JATILUHUR, KABUPATEN SUBANG, JAWA BARAT
ANALISIS SPEKTRAL DALAM PENENTUAN PERIODISITAS SIKLUS CURAH HUJAN DI WILAYAH SELATAN JATILUHUR, KABUPATEN SUBANG, JAWA BARAT Dyah Susilokarti 1, Sigit Supadmo Arif 2, Sahid Susanto 2, Lilik Sutiarso 2
Lebih terperinciPERANCANGAN MODEL ADAPTIVE NEURO FUZZY INFERENCE SYSTEM UNTUK MEMPREDIKSI CUACA MARITIM
PERANCANGAN MODEL ADAPTIVE NEURO FUZZY INFERENCE SYSTEM UNTUK MEMPREDIKSI CUACA MARITIM Oleh : Ardian Candra Pratama 2406 100 021 Dosen Pembimbing : Ir. Syamsul Arifin, MT. Dr. Ir. Aulia Siti Aisyah, MT.
Lebih terperinciPERANCANGAN MODEL PREDIKSI CURAH HUJAN BULANAN BERDASARKAN SUHU PERMUKAAN LAUT DI KALIMANTAN SELATAN
PERANCANGAN MODEL PREDIKSI CURAH HUJAN BULANAN BERDASARKAN SUHU PERMUKAAN LAUT DI KALIMANTAN SELATAN Dian Handiana 1, Sri Cahyo Wahyono 2 dan Dewi Sri Susanti 3 Abstrak : Kebutuhan akan adanya informasi
Lebih terperinci5. HUBUNGAN ANTARA PEUBAH-PEUBAH PENJELAS GCM CSIRO Mk3 DAN CURAH HUJAN BULANAN
5. HUBUNGAN ANTARA PEUBAH-PEUBAH PENJELAS GCM CSIRO Mk3 DAN CURAH HUJAN BULANAN 5.1 Pendahuluan Dalam pemodelan statistical downscaling (SD), khususnya fungsi transfer diawali dengan mencari model hubungan
Lebih terperinciPEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu
BAB 2 PEMANASAN BUMI S alah satu kemampuan bahasa pemrograman adalah untuk melakukan kontrol struktur perulangan. Hal ini disebabkan di dalam komputasi numerik, proses perulangan sering digunakan terutama
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Lingkungan Mengetahui kondisi lingkungan tempat percobaan sangat penting diketahui karena diharapkan faktor-faktor luar yang berpengaruh terhadap percobaan dapat diketahui.
Lebih terperinci1 Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah
1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan masyarakat akan perkiraan cuaca terutama curah hujan ini menjadi sangat penting untuk merencanakan segala aktifivitas mereka. Curah hujan juga memiliki
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
8 eigenvalue masing-masing mode terhadap nilai total eigenvalue (dalam persen). PC 1 biasanya menjelaskan 60% dari keragaman data, dan semakin menurun untuk PC selanjutnya (Johnson 2002, Wilks 2006, Dool
Lebih terperinciSMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.1. argon. oksigen. nitrogen. hidrogen
1. Komposisi gas terbesar di atmosfer adalah gas. SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.1 argon oksigen nitrogen hidrogen karbon dioksida Komposisi gas-gas di udara
Lebih terperinciBADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA
BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISA CUACA STASIUN TERKAIT METEOROLOGI ANGIN
Lebih terperinciHubungan Suhu Muka Laut Perairan Sebelah Barat Sumatera Terhadap Variabilitas Musim Di Wilayah Zona Musim Sumatera Barat
1 Hubungan Suhu Muka Laut Perairan Sebelah Barat Sumatera Terhadap Variabilitas Musim Di Wilayah Zona Musim Sumatera Barat Diyas Dwi Erdinno NPT. 13.10.2291 Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi Dan Geofisika,
Lebih terperinciAnalisis Spektral Data Curah Hujan di Sulawesi Utara
JURNAL MIPA UNSRAT ONLINE 2 (2) 133-139 dapat diakses melalui http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jmuo Analisis Spektral Data Curah Hujan di Sulawesi Utara Novvria Sagita 1,2), As ari 2), Wandayantolis
Lebih terperinciAnomali Curah Hujan 2010 di Benua Maritim Indonesia Berdasarkan Satelit TRMM Terkait ITCZ
Anomali Curah Hujan 2010 di Benua Maritim Indonesia Berdasarkan Satelit TRMM Terkait ITCZ Erma Yulihastin* dan Ibnu Fathrio Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis terjadinya anomali curah
Lebih terperinciANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA
ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG
Lebih terperinciBAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengukuran Beda Tinggi Antara Bench Mark Dengan Palem Dari hasil pengukuran beda tinggi dengan metode sipat datar didapatkan beda tinggi antara palem dan benchmark
Lebih terperinciPrakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur
http://lasiana.ntt.bmkg.go.id/publikasi/prakiraanmusim-ntt/ Prakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun
Lebih terperinciMETEOROLOGI LAUT. Sirkulasi Umum Atmosfer dan Angin. M. Arif Zainul Fuad
METEOROLOGI LAUT Sirkulasi Umum Atmosfer dan Angin M. Arif Zainul Fuad Cuaca berubah oleh gerak udara, gerak udara disebabkan oleh berbagai gaya yang bekerja pada partikel udarayg berasal dari energi matahari
Lebih terperinci