III. TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "III. TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 III. TINJAUAN PUSTAKA A. BISKUIT Biskuit merupakan makanan ringan yang disenangi karena enak, manis, dan renyah. Biskuit merupakan makanan kering yang tergolong makanan panggang atau kue kering. Biskuit merupakan produk kering yang mempunyai daya awet yang tinggi, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lama dan mudah dibawa dalam perjalanan, karena volume dan beratnya yang relatif ringan akibat adanya proses pengeringan (Whiteley, 1971). Menurut Faridi (1994), biskuit merupakan produk yang berasal dari tepung terigu halus dan dalam formulanya mengandung gula dan lemak yang tinggi, tapi mengandung sedikit air. Menurut SNI (1992), biskuit adalah sejenis makanan yang dibuat dari tepung terigu dengan penambahan bahan makanan lain, dengan proses pemanasan dan pencetakan. Menurut SNI (1992), biskuit diklasifikasikan menjadi empat jenis, yaitu biskuit keras, crackers, wafer, dan cookies. Biskuit keras adalah jenis biskuit yang berbentuk pipih, berkadar lemak tinggi atau rendah, dan bila dipatahkan penampang potongannya berlapis-lapis. Crackers adalah biskuit yang dibuat dari adonan keras melalui fermentasi dan memiliki struktur yang berlapis-lapis. Cookies adalah jenis biskuit yang berkadar lemak tinggi, renyah, dan bila dipatahkan penampang potongnya bertekstur kurang padat. Sedangkan wafer adalah jenis biskuit berpori kasar, renyah, dan bila dipatahkan penampang potongnya berongga. Biskuit pada umumnya berwarna coklat keemasan, permukaan agak licin, bentuk dan ukurannya seragam, crumb berwarna putih kekuningan, kering, renyah dan ringan serta aroma yang menyenangkan. Bahan pembentuk biskuit dapat dkelompokkan menjadi dua jenis yaitu bahan pengikat dan bahan perapuh. Bahan pengikat terdiri dari tepung, air, padatan dari susu dan putih telur. Bahan pengikat berfungsi untuk membentuk adonan yang kompak. Bahan perapuh terdiri dari gula, shortening, bahan pengembang, dan kuning telur (Matz, 1978). 20

2 B. PENGEMBANGAN PRODUK Penelitian dan pengembangan merupakan kegiatan industri dalam rangka mengembangkan produk baru dan mengantisipasi perubahan pasar. Secara umum, produk baru adalah produk yang belum pernah ada sebelumnya atau produk hasil modifikasi dan inovasi dari produk yang sudah ada sebelumnya dari aspek produksi seperti bahan baku, proses, karakteristik produk, maupun kemasan. Pada dunia industri, produk baru mengandung pengertian yaitu produk baru yang sebelumnya belum pernah diproduksi oleh suatu perusahaan meskipun produk tersebut telah atau pernah diproduksi oleh perusahaan lain. Beberapa modifikasi dan inovasi yang dapat dilakukan terkait pengembangan produk baru antara lain modifikasi flavor, warna, bentuk, substitusi bahan baku utama dengan bahan baku lainnya dengan tujuan menurunkan biaya produksi atau meningkatkan nilai gizi produk tersebut tanpa mengurangi dan menurunkan mutunya (Soekarto, 1990). Produk baru dapat digolongkan menjadi tiga jenis. Pertama, fresh new product atau produk yang benar-benar baru, yaitu produk tersebut belum pernah diproduksi dan dikomersialkan oleh suatu perusahaan. Kedua, produk modifikasi atau modified product yaitu produk hasil modifikasi produk yang sudah ada di suatu perusahaan. Modifikasi dapat dilakukan pada jenis kemasan, formula bahan, jenis bahan, jenis bahan baku, atau penggunaan flavor yang berbeda. Ketiga, me too, yaitu produk baru hasil tiruan produk perusahaan lain yang sebelumnya produk tersebut belum diproduksi ole perusahaan. Produk me too ini biasanya dibuat oleh perusahaan follower atau perusahaan challenger dengan maksud untuk merebut daerah pemasaran perusahaan leader. Salah satu ciri produk jenis ini antara lain harganya yang lebih murah dibandingkan harga produk sejenis dari perusahaan leader (Feigenbaum, 1989). Terdapat beberapa alasan yang menjadi faktor pendorong perlunya pengembangan produk baru. Alasan-alasan tersebut antara lain yaitu untuk meningkatkan mutu produk yang sudah ada baik dari segi kandungan gizi maupun penampakannya. Disamping itu, pengembangan produk diperlukan untuk memenuhi keinginan dan tuntutan konsumen yang selalu berubah seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi. Tidak kalah pentingnya, pengembangan produk perlu dilakukan untuk meningkatkan daya saing guna menghadapi 21

3 persaingan industri yang semakin ketat khususnya industri pangan (Feigenbaum, 1989). Diharapkan produk baru tersebut dapat menghasilkan keuntungan bagi perusahaan dan dapat bersaing dengan produk pesaing yang sejenis, sesuai dengan kebutuhan dan prioritas konsumen serta mengikuti tren yang sedang berkembang seperti pangan fungsional, makanan menyehatkan, dan makanan bernutrisi tinggi. C. STABILITAS ZAT GIZI PADA PROSES PENGOLAHAN Bahan pangan diolah dengan tiga tujuan utama yaitu untuk mengawetkan (pengalengan, pengeringan, penggaraman, radiasi, pembekuan, dan penambahan food additive ), untuk membuat produk yang dikehendaki (roti, kue, makanan bayi, keju, sosis, dan sebagainya), dan untuk dihidangkan atau disajikan segera (pengirisan, pengupasan, dan pemanasan). Karena itu teknologi pengolahan diberi definisi yang mencakup semua penanganan atau proses yang diberikan pada bahan pangan dari asalnya sampai dikonsumsi, maka berarti lebih dari 95% dari bahan pangan telah diproses melalui teknologi pengolahan (Andarwulan dan Koswara, 1992). Hampir semua makanan yang kita konsumsi telah mengalami derajat pengolahan tertentu, akibatnya secara umum bahan makanan telah mengalami penurunan nilai gizinya. Penilaian pengaruh pengolahan terhadap bahan pangan biasanya dititik beratkan pada tingkat seberapa jauh zat gizi yang terkandung rusak. Kuncinya adalah pengetahuan mengenai kestabilan zat gizi dalam berbagai kondisi pengolahan. Misalnya, vitamin A sangat sensitif (tidak stabil) terhadap asam, udara, cahaya, dan panas, sebaliknya vitamin C stabil terhadap asam tetapi sensitif terhadap basa, udara, cahaya, dan panas. Ketidakstabilan zat gizi dalam berbagai kondisi dan kelarutannya dalam air dapat menyebabkan susut masak dari beberapa zat gizi penting dapat melebihi 75%. Dalam pengolahan pangan modern, bagaimanapun juga, susut masak yang terjadi jarang melebihi 25% (Potter dan Hotchkiss, 1995). Pada pengolahan biskuit, susut masak yang paling utama adalah susut masak karena panas. Tabel 1 menunjukkan kestabilan nutrisi terhadap panas secara umum, sedangkan susut masak vitamin pada proses pemanggangan yang umumnya dipakai dalam pengolahan biskuit tersaji pada Tabel 2. 22

4 Tabel 1. Kestabilan Nutrisi terhadap Panas Kelompok Nutrisi Nutrisi Susut Masak Secara Umum(%) Vitamin A 0-40 C Biotin 0-60 Karoten (Pro A) 0-30 Kolin 0-5 Cobalamin (B 12) 0-10 D 0-40 Folate Inositol 0-95 K 0-5 Niasin 0 75 Asam Panttotenat 0-50 p-amino asam 0-5 benzoat B Riboflavin (B2) 0-75 Thiamin (B1) 0-80 Tokoferol (E) 0-55 Asam Lemak 0-10 Esensial Asam amino Esensial Isoleusin 0-10 Leusin 0-10 Lisin 0-40 Metionin 0-10 Fenilalanin 0-5 Threonin 0-20 Triptofan 0-15 Valin 0-10 Garam Mineral 0-3 Sumber: Harris, R.S. dan Kamas, E,

5 Tabel 2. Susut masak vitamin pada proses pemanggangan Vitamin Susut Masak pada Proses Pemanggangan (%) A 18 C 60 Biotin 0 Cobalamin (B 12) 10 D 40 Folate 7 Niasin 5 Asam Panttotenat 25 B6 25 Riboflavin (B2) 15 Thiamin (B1) 20 Tokoferol (E) 27 Sumber: Duncan Manley, 2001 D. ANGKA KECUKUPAN GIZI Untuk memahami apakah suatu perlakuan yang diberikan pada suatu bahan pangan menghasilkan mutu gizi yang dapat diterima, maka perlu pengertian tentang dua hal, yaitu pertama, kebutuhan manusia terhadap zat gizi, dan kedua, jumlah atau kadar zat-zat gizi yang masih terdapat dalam bahan pangan setelah perlakuan tersebut berlangsung. Kebutuhan manusia secara kuantitatif terhadap zat-zat gizi esensial, yang dilakukan dengan pendekatan ilmiah, merupakan dasar untuk penyusunan US Recomended Dietary Allowances (RDA) atau kecukupan zat-zat gizi yang dianjurkan. RDA ini dapat digunakan sebagai pedoman dalam perencanaan diet atau penyusunan ransum, suplai makanan, keperluan pelabelan, dan untuk evaluasi kecukupan zat-zat gizi dari makanan yang dikonsumsi (Andarwulan dan Koswara, 1992). RDA didefinisikan sebagai tingkat konsumsi zat-zat gizi esensial yang dikeluarkan atau ditentukan oleh Commitee on Dietary Allowances of the Food and Nutrition Board berdasarkan pertimbangan dan perhitungan secara ilmiah, untuk memenuhi zat-zat gizi yang biasa dikonsumsi oleh orang-orang yang sehat. Kebutuhan minimum akan zat-zat gizi bervariasi tergantung individu dan kebutuhan yang ditetapkan oleh RDA tersebut merupakan jumlah zat-zat gizi yang biasa dikonsumsi oleh orang-orang yang sehat dalam suatu populasi (masyarakat). Standar-standar kebutuhan gizi yang ada sekarang dibuat 24

6 berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dan karena data tentang kebutuhan zat-zat gizi untuk manusia masih terbatas, maka tidak heran jika terdapat perbedaan antara kebutuhan zat gizi yang dianjurkan oleh suatu komisi atau badan di suatu negara dengan negara lainnya. Indonesia sendiri memiliki departemen kesehatan yang mengeluarkan standar Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan bagi bangsa Indonesia. Revisi terbaru mengenai AKG yang dipakai sebagai acuan label gizi untuk kelompok konsumen tertentu terdapat dalam Keputusan Kepala Badan POM Nomor. HK seperti yang tertera pada Tabel 12. E. SOFTWARE NUTRITION FACT Nutrition Facts adalah piranti lunak disusun dengan menggunakan program Borland Delphi versi 0.5 yang disediakan secara gratis dan dapat diunduh melalui situs yang menyajikan berbagai jenis informasi nutrisi dari berbagai jenis pangan yang dibuat oleh Michael Silver. Informasi nutrisi yang diberikan kurang lebih berjumlah 6200 makanan. Semua informasi yang diberikan terdapat pada kebanyakan label makanan, termasuk kadar air, alkohol, dan kandungan kafein. Informasi mengenai kandungan vitamin dan mineral pada jenis makanan tertentu juga tersedia. Vitamin dan mineral tersebut diantaranya vitamin A, B6, B12, C, D, riboflavin, thiamin (B1), E, kalsium, tembaga, folat, zat besi, magnesium, mangan, niasin, asam panthotenat, fosfor, selenium, dan zink. Semua informasi yang terdapat dalam piranti lunak nutrition fact ini berasal dari format yang dikeluarkan oleh laboratorium data nutrisi USDA (United State s Departement of Agriculture). Data-data yang terdapat pada software ini dapat dijadikan panduan untuk memprediksi kandungan nutrisi yang terdapat dalam suatu produk pangan (Silver, 2007). Namun pembuktian atau verifikasi lebih lanjut mengenai keberadaan suatu nutrisi dalam produk pangan tetap diperlukan. F. PELABELAN DAN KLAIM PRODUK PANGAN 25

7 Label pangan merupakan setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan atau merupakan bagian dari kemasan pangan. Mengenai sistem pelabelan pangan secara umum, keterangan yang wajib dicantumkan pada label adalah nama pangan, berat atau isi bersih, nama dan alamat perusahaan, daftar atau komposisi bahan yang digunakan, nomor pendaftaran, tanggal kadaluwarsa, kode produksi, informasi zat gizi, keterangan tentang peruntukan (jika ada), cara penggunaan (jika ada), keterangan lain jika perlu diketahui (termasuk peringatan), dan cara penyimpanan. Pangan yang disertai pernyataan mengandung vitamin, mineral dan atau zat gizi lainnya yang ditambahkan serta pangan yang wajib ditambahkan vitamin, mineral, dan atau zat gizi lainnya harus mencantumkan keterangan tentang kandungan gizi pada kemasannya (BPOM, 2007). Dalam penjelasan pasal 30 Ayat (1) UU No. 7 Tahun 1996 tentang pangan disebutkan bahwa tujuan pemberian label pada pangan yang dikemas, baik menyangkut asal, keamanan, mutu, kandungan gizi, maupun keterangan lain yang diperlukan sebelum memutuskan akan membeli dan atau mengkonsumsi pangan tersebut. Ketentuan ini berlaku bagi pangan yang telah melalui proses pengemasan akhir dan siap untuk diperdagangkan (pre-packaged), tetapi tidak berlaku bagi perdagangan pangan yang dibugkus di hadapan pembeli. Dalam konteks ini penggunaan label dalam kemasan selalu berkaitan dengan aspek perdagangan (Anonim, 2007). Menurut Wijaya (1997), label adalah tulisan, tag, gambar, atau deskripsi lain yang tertulis, dicetak, distensil, diukir, dihias, atau dicantumkan dengan jalan apapun sehingga memberi kesan melekat pada kemasan atau wadah. Menurut FDA (Food and Drug Administration) pelabelan nutrisi diperlukan apabila produk pangan mengandung nutrisi bahan pangan yang ditambahkan atau apabila ada klaim nutrisi pada produk pangan tersebut pada label atau dalam periklanannya. Daftar nutrisi yang harus terdapat pada label kemasan adalah takaran sajian, gram protein, karbohidrat, dan lemak per sajian, dan persentasinya yang sesuai dengan aturan dari US RDA (Recomended Dietary Allowance) atau Angka Kecukupan Gizi berdasarkan 26

8 diet 2000 atau 2500 kalori, vitamin A dan C, Thiamin, Riboflavin, Niasin, Kalsium, dan zat besi. Pada tahun 1984, FDA menambahkan natrium ke dalam daftar nutrisi yang harus dicantumkan di label (Nielsen, 2003). Selanjutnya pelabelan pangan yang menekankan tentang satu atau lebih bahan-bahan dengan kandungan rendah ataupun tinggi, maka presentase kandungan bahan tersebut harus dinyatakan sesuai dengan ketentuan. Persyaratan label berhubungan dengan aspek produk dan bagaimana produk dapat memenuhi kepuasan lonsumen. Syarat ini dapat dipenuhi dengan cara (1) memberikan informasi yang tepat dengan kebutuhan konsumen, dan (2) membuat label sedemikian rupa sehingga jelas dan mudah dibaca (Blanchfield, 2000). Di Indonesia sendiri ketentuan mengenai klaim untuk produk pangan mengacu kepada ketentuan yang dikeluarkan oleh Codex. Klaim Nutrisi dan Klaim kesehatan Produk (Codex, 1997) terbagi menjadi 2 yakni: 1. Klaim nutrisi, artinya segala jenis perwakilan yang menyatakan, menyarankan, atau mengindikasikan bahwa sebuah produk pangan memiliki ciri khas nutrisi tertentu tetapi tidak terbatas pada nilai energi dan kandungan protein, lemak dan karbohidrat, begitu juga dengan kandungan vitamin dan mineral. Klaim ini terdiri dari: a. Klaim kandungan zat gizi, klaim nutrisi yang menjelaskan tingkat keberadaan zat gizi yang dikandung dalam suatu produk pangan. Contoh: Sumber Kalsium, Tinggi serat dan rendah lemak. b. Klaim perbandingan zat gizi, klaim yang membandingkan tingkat keberadaan zat gizi dan atau besarnya energi dari dua atau lebih produk pangan. Contoh: dikurangi, kurang dari, lebih sedikit. 2. Klaim kesehatan, artinya segala perwakilan yang menyatakan, menyarankan, atau mengindikasikan adanya hubungan antara produk pangan atau kandungan produk pangan tersebut dengan kesehatan. Klaim ini terdiri dari: a. Klaim fungsi zat gizi, klaim nutrisi yang menggambarkan peran fisiologis zat gizi untuk pertumbuhan, perkembangan, dan fungsi normal tubuh. Misalnya, zat gizi X (disebutkan fungsi fisiologis zat 27

9 gizi X untuk tubuh dalam rangka mempertahankan kesehatan dan membantu pertumbuhan dan perkembangan normal). Produk pangan X adalah sumber atau tinggi akan nutrisi A). b. Klaim fungsi lainnya, klaim ini fokus kepada efek spesifik yang menguntungkan dari konsumsi bahan pangan atau komponennya, dalam konteks dari total makanan yang dikonsumsi pada fungsi normal tubuh atau aktivitas biologis tubuh. Klaim seperti ini berhubungan dengan kontribusi positif untuk kesehatan atau peningkatan dari suatu fungsi tubuh atau untuk menambah atau mempertahankan kesehatan. Contoh: Substansi A (disebutkan efek dari substansi A dalam rangka meningkatkan atau memperbaiki fungsi fisiologis atau aktivitas biologis terkait dengan kesehatan). Pangan Y mengandung x gram substansi A. c. Klaim pengurangan resiko terhadap suatu penyakit yakni klaim yang berhubungan dengan konsumsi suatu makanan atau unsur dari makanan, dalam konteks dari total makanan yang dikonsumsi, untuk mengurangi resiko dari suatu penyakit untuk berkembang atau kondisi yang berhubungan dengan kondisi kesehatan. Contoh: Konsumsi makanan sehat mengandung nutrisi yang rendah akan substansi A dapat mengurangi resiko penyakit D. Makanan X rendah akan nutrisi atau substansi A atau konsumsi makanan sehat mengandung nutrisi yang kaya akan substansi B dapat mengurangi resiko penyakit E. Makanan X kaya akan nutrisi atau substansi B. G. VITAMIN DALAM BAHAN PANGAN Vitamin adalah senyawa-senyawa organik yang dibutuhkan untuk pertumbuhan normal dan mempertahankan hidup hewan, termasuk manusia yang secara alami tidak mampu untuk mensintesis senyawa-senyawa tersebut melalui proses anabolisme yang tidak tergantug faktor lingkungan kecuali udara. Senyawa-senyawa tersebut diperlukan dan efektif dalam jumlah sedikit, tidak menghasilkan energi dan tidak digunakan sebagai unit pembangun struktur tubuh organisme, tetapi sangat penting untuk transformasi energi dan pengaturan 28

10 metabolisme tubuh (Andarwulan dan Koswara, 1992). Vitamin sendiri berfungsi dalam sistem enzim yang berfungsi sebagai fasilitator metabolisme protein, karbohidrat, dan lemak (Potter dan Hotchkiss, 2006). 1. Vitamin B1 (Thiamin) Thiamin termasuk ke dalam gologan vitamin yang larut dalam air. Peran yang paling utama dari thiamin adalah dalam perombakan karbohidrat untuk menghasilkan energi, dimana fungsinya adalah sebagai koenzim thiamin pyrofosfat atau kokarboksilase dalam oksidasi glukosa. Thiamin stabil dalam panas dan dalam kondisi asam tapi terdapat dalam jumlah yang sedikit dalam makanan yang basa atau netral. 2. Vitamin B12 Vitamin B12 yang juga disebut sebagai cyanocobalamin sangat penting dalam pembentukan asam nukleat dan dalam metabolisme lemak dan karbohidrat. Vitamin B12 juga disebut sebagai faktor anti-pernicious anemia. Cyanocobalamin merupakan molekul vitamin terbesar dan mengandung unsur kobalt di dalamnya yang memberikan pasokan akan kebutuhan mineral kobalt dalam nutrisi (Potter dan Hotchkiss, 2006). 3. Folat Seperti halnya vitamin B12 folat juga dapat mencegah beberapa jenis anemia. Folat juga berperan dalam pembentukan asam nukleat, melindungi sistem syaraf, untuk pertumbuhan, perkembangan dan pembentukan sel darah merah,serta melindungi janin dari kerusakan atau cacat otak. H. MINERAL DALAM BAHAN PANGAN Mineral yang dibutuhkan dalam jumlah besar disebut sebagai makromineral atau mineral utama. Contohnya natrium, klorida, kalsium, fosfor, magnesium, dan belerang. Mineral yang dibutuhkan dalam jumlah yang relatif lebih sedikit disebut sebagai mikromineral yaitu besi, iodium, mangan, litium, molibdenum, nikel, selenium, flour, dan lain-lain. Namun ada lagi kelompok yang disebut sebagai trace element yang sebenarnya sudah termasuk kelompok mikromineral tapi diperlukan dalam jumlah yang relatif smikromineral atau trace 29

11 element merupakan istilah yang digunakan bagi sisa mineral yang secara tetap terdapat dalam sistem biologis. Makromineral berfungsi sebagai bagian penting dalam struktur sel dan jaringan keseimbangan cairan dan elektrolit serta berfungsi di dalam cairan tubuh baik interseluuar maupun ekstraselular, Makromineral dibutuhkan dalam konsentrasi yang lebih besar dari 100 ppm (part per million). Mikromineral berfungsi sebagai bagian dari struktur suatu hormon agar sebagian enzim dapatberfungsi secara maksimal dan dibutuhkan dalam jumlah kurang dari 100 ppm (Christensen,1982). 1. Zat Besi Besi termasuk mikromineral karena zat tersebut dibutuhkan dalam jumlah relatif sedikit di dalam tubuh. Mineral tersebut memainkan peranan yang sangat penting dalam gizi dan kesehatan (Harper, et al., 1985). Mervyn (1989) menyatakan bahwa fungsi zat besi dalam tubuh adalah: (1) besi dalam hemoglobin bertindak sebagai pembawa oksigen dalam sel darah merah, (2) Besi dalam mioglobin bertindak sebagai cadangan Oksigen dalam jaringan, (3) dalam sel tubuh bertindak sebagai transfer oksigen dalam sitokrom, dan (4) Besi ada dalam enzim katalase yang melindungi serangan racun peroksida, serta (5) meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi. Defisiensi besi menyababkan penurunan kadar Hb di dalam darah yang disebut dengan anemia besi. 2. Kalsium Peranan kalsium dalam tubuh pada umumnya dapat dibagi menjadi dua, yaitu membentuk tulang dan gigi dan mengatur proses biologis dalam tubuh. Selain itu kalsium juga berfungsi untuk mengatur pembekuan darah. Menurut Almatsier (2001), kalsium juga berfungsi sebagai katalisator berbagai reaksi biologis seperti absorpsi vitamin B12, lipase pankreas, ekskresi insulin oleh pankreas, pembentukan dan pemecahan asetilkolin, yaitu bahan yang diperlukan dalam memindahkan (transmisi) suatu rangsangan dari suatu serabut saraf ke serabut saraf lain. 3. Magnesium 30

12 Magnesium sangat penting untuk keberlangsungan sistem beberapa enzim. Magnesium juga berperan dalam mempertahankan potensial listrik dalam sistem saraf dan membran. Magnesium juga terlibat dalam pembebasan energi untuk kontraksi otot dan amat diperlukan untuk metabolisme normal dari kalsium dan fosfor ( Potter dan Hotchkiss, 2006). 31

PENGEMBANGAN INFORMASI NILAI GIZI PANGAN PRODUK BISKUIT, COOKIES, WAFER, DAN WAFER STICK UNTUK TUJUAN KLAIM PRODUK DI PT. ARNOTTS INDONESIA SKRIPSI

PENGEMBANGAN INFORMASI NILAI GIZI PANGAN PRODUK BISKUIT, COOKIES, WAFER, DAN WAFER STICK UNTUK TUJUAN KLAIM PRODUK DI PT. ARNOTTS INDONESIA SKRIPSI PENGEMBANGAN INFORMASI NILAI GIZI PANGAN PRODUK BISKUIT, COOKIES, WAFER, DAN WAFER STICK UNTUK TUJUAN KLAIM PRODUK DI PT. ARNOTTS INDONESIA SKRIPSI GADING INAYAH AVIANISA F 24103125 FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN ANALISIS KANDUNGAN GIZI BERDASARKAN STUDI LITERATUR Studi literatur ini dilakukan untuk mengumpulkan informasi sebanyakbanyaknya mengenai empat jenis produk yang diproduksi PT.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bekatul Bekatul merupakan hasil samping penggilingan gabah yang berasal dari berbagai varietas padi. Bekatul adalah bagian terluar dari bagian bulir, termasuk sebagian kecil endosperm

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gemuk untuk diambil dagingnya. Sepasang ceker yang kurus dan tampak rapuh,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gemuk untuk diambil dagingnya. Sepasang ceker yang kurus dan tampak rapuh, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ceker ayam Ceker adalah bagian dari tubuh ayam yang berhubungan langsung dengan benda-benda kotor. Meski demikian, tanpa ceker ayam tidak mungkin menjadi gemuk untuk diambil

Lebih terperinci

2011, No BAB 9 FORMAT

2011, No BAB 9 FORMAT 5 LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.11.11. TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.00.06.51.0475

Lebih terperinci

MAKALAH MATA KULIAH PANGAN DAN GIZI HASIL TERNAK. Oleh : Titian Rahmad S. H

MAKALAH MATA KULIAH PANGAN DAN GIZI HASIL TERNAK. Oleh : Titian Rahmad S. H MAKALAH MATA KULIAH PANGAN DAN GIZI HASIL TERNAK Oleh : Titian Rahmad S. H0506010 JURUSAN/PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009 MINERAL Mineral merupakan

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahan utama pembuatan biskuit pada umumnya adalah dengan

Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahan utama pembuatan biskuit pada umumnya adalah dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan utama pembuatan biskuit pada umumnya adalah dengan menggunakan tepung terigu, namun tepung terigu adalah produk impor. Untuk mengurangi kuota impor terigu tersebut

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.11.11.09605 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.00.06.51.0475 TAHUN 2005 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi

BAB I PENDAHULUAN. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi makanan beranekaragam yang dapat memberikan sumbangan zat gizi yang cukup bagi tubuh, dengan adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi makanan beranekaragam yang dapat memberikan sumber zat gizi yang cukup bagi tubuh, dengan adanya program

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang

I PENDAHULUAN. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang I PENDAHULUAN Cookies merupakan salah satu produk yang banyak menggunakan tepung. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang dihasilkan. Tepung kacang koro dan tepung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Snack telah menjadi salah satu makanan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat. Hampir seluruh masyarakat di dunia mengonsumsi snack karena kepraktisan dan kebutuhan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 224/Menkes/SK/II/2007 TENTANG SPESIFIKASI TEKNIS MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI)

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 224/Menkes/SK/II/2007 TENTANG SPESIFIKASI TEKNIS MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI) KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 224/Menkes/SK/II/2007 TENTANG SPESIFIKASI TEKNIS MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI) MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbukti berperan penting dalam menunjang kesehatan tubuh.

BAB I PENDAHULUAN. terbukti berperan penting dalam menunjang kesehatan tubuh. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan daerah tropis yang kaya akan hasil sumber daya alam. Salah satu hasilnya adalah sayuran. Seperti yang kita ketahui sayuran dan buahbuahan merupakan

Lebih terperinci

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA BAHAN AJAR PENGUJIAN BAHAN PANGAN

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA BAHAN AJAR PENGUJIAN BAHAN PANGAN No. BAK/TBB/BOG311 Revisi : 00 Tgl. 01 Mei 2010 Hal 1 dari 9 BAB III ACUAN LABEL GIZI Jika kita membeli produk makanan atau minuman di supermarket, seringkali Informasi Nilai Gizi yang tercetak pada kemasan

Lebih terperinci

Pedoman Pencantuman Informasi Nilai Gizi Pada Label Pangan

Pedoman Pencantuman Informasi Nilai Gizi Pada Label Pangan DIREKTORAT STANDARDISASI PRODUK PANGAN DEPUTI BIDANG PENGAWASAN KEAMANAN PANGAN DAN BAHAN BERBAHAYA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA 2005 Pedoman Pencantuman Informasi Nilai Gizi Pada

Lebih terperinci

PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN

PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN TUGAS AKHIR Diajukan untuk Memenuhi Syarat Sidang Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya status ekonomi masyarakat dan banyaknya iklan produk-produk pangan menyebabkan perubahan pola konsumsi pangan seseorang. Salah satunya jenis komoditas pangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asli Indonesia. Daerah asalnya adalah India dan Afrika Tengah. Tanaman ini

BAB I PENDAHULUAN. asli Indonesia. Daerah asalnya adalah India dan Afrika Tengah. Tanaman ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang panjang sudah lama dikenal di Indonesia, tetapi bukan tanaman asli Indonesia. Daerah asalnya adalah India dan Afrika Tengah. Tanaman ini tumbuh dan menyebar

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN FORMULA PERTUMBUHAN

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN FORMULA PERTUMBUHAN 7 2013, No.709 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN FORMULA PERTUMBUHAN PERSYARATAN KEAMANAN, MUTU DAN GIZI FORMULA PERTUMBUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai beranekaragam biji-bijian kacang polong yang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan tempe seperti kacang merah, kacang hijau, kacang tanah, biji kecipir,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan sumber daya tanaman umbi-umbian, termasuk aneka

I PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan sumber daya tanaman umbi-umbian, termasuk aneka I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diantaranya pisang ambon, pisang raja, pisang mas, pisang kepok

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diantaranya pisang ambon, pisang raja, pisang mas, pisang kepok BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pisang merupakan buah-buahan dengan jenis yang banyak di Indonesia diantaranya pisang ambon, pisang raja, pisang mas, pisang kepok dan masih banyak lagi. Menurut Kementrian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan tempe, tahu, kecap, oncom, susu, dan lain-lain. Kacangkacangan

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan tempe, tahu, kecap, oncom, susu, dan lain-lain. Kacangkacangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kacang-kacangan (Leguminosa), seperti kacang hijau, kacang tolo, kacang gude, kacang merah, kacang kedelai, dan kacang tanah, sudah dikenal dan dimanfaatkan secara luas

Lebih terperinci

Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif. dr. Yulia Megawati

Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif. dr. Yulia Megawati Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif dr. Yulia Megawati Tenaga Kerja Adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Es krim merupakan makanan padat dalam bentuk beku yang banyak disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga manula. Banyaknya masyarakat yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang digilib.uns.ac.id I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Orang sering memerlukan makanan selingan di samping makanan pokok. Makanan selingan sangat bervariasi dari makanan ringan sampai makanan berat, atau makanan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan salah satu jenis organisme laut yang banyak terdapat di perairan Indonesia. Berdasarkan data DKP (2005), ekspor rajungan beku sebesar

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya I PENDAHULUAN Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya dibutuhkan penulisan laporan mengenai penelitian tersebut. Sebuah laporan tugas akhir biasanya berisi beberapa hal yang meliputi

Lebih terperinci

Gambar 1. Cara penggunaan alat pemeras madu. Gambar 2. Alat Pemeras madu. Gambar 3. Alat Penyaring madu Gambar 4. Ruang pengolahan madu 70 %

Gambar 1. Cara penggunaan alat pemeras madu. Gambar 2. Alat Pemeras madu. Gambar 3. Alat Penyaring madu Gambar 4. Ruang pengolahan madu 70 % BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN Kegiatan pengabdian yang telah dilakukan yaitu pembuatan alat pemeras madu (Gambar 1 & 2) dan penyaring madu (Gambar 3). Pelaksanaan pembuatan ruang khusus pengolahan madu (Gambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini ketergantungan masyarakat terhadap tepung terigu untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini ketergantungan masyarakat terhadap tepung terigu untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini ketergantungan masyarakat terhadap tepung terigu untuk bahan dasar olahan pangan sangat tinggi. Hal ini terjadi karena semakin beragamnya produk olahan pangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ubi jalar atau ketela rambat ( Ipomoea batatas ) adalah sejenis tanaman

BAB I PENDAHULUAN. Ubi jalar atau ketela rambat ( Ipomoea batatas ) adalah sejenis tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Ubi jalar atau ketela rambat ( Ipomoea batatas ) adalah sejenis tanaman budidaya. Bagian yang dimanfaatkan adalah akarnya yang membentuk umbi dengan kadar gizi berupa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Susu Kedelai Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari kedelai. Protein susu kedelai memiliki susunan asam amino yang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. zaman dahulu jus buah dijadikan minuman raja-raja untuk menjaga kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. zaman dahulu jus buah dijadikan minuman raja-raja untuk menjaga kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buah-buahan telah lama dikenal sebagai sumber vitamin dan mineral. Pada zaman dahulu jus buah dijadikan minuman raja-raja untuk menjaga kesehatan tubuh. Demikian pula

Lebih terperinci

7 Manfaat Daun Singkong

7 Manfaat Daun Singkong 7 Manfaat Daun Singkong Manfaat Daun Singkong Penduduk asli negara Indonesia tentunya sudah tidak asing lagi dengan pohon singkong. Pohon singkong merupakan salah satu jenis tanaman yang banyak ditanam

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG ACUAN LABEL GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG ACUAN LABEL GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG ACUAN LABEL GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : 1.1 Latar Belakang, 1.2 Identifikasi Masalah, 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian, 1.4 Manfaat Penelitian, 1.5 Kerangka Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7

Lebih terperinci

GIZI. Pentingnya makanan bagi kesehatan Makanan bergizi Syarat dan Nilai makanan sehat Zat makanan yang mengganggu kesehatan

GIZI. Pentingnya makanan bagi kesehatan Makanan bergizi Syarat dan Nilai makanan sehat Zat makanan yang mengganggu kesehatan GIZI Pentingnya makanan bagi kesehatan Makanan bergizi Syarat dan Nilai makanan sehat Zat makanan yang mengganggu kesehatan Lanjutan Gizi : Arab gizzah : zat makanan sehat Makanan : segala sesuatu yang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. juta penduduk Indonesia (Siagian, 2003). Asupan yang cukup serta ketersediaan

I PENDAHULUAN. juta penduduk Indonesia (Siagian, 2003). Asupan yang cukup serta ketersediaan I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga mampu

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga mampu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan dan gizi merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam pembangunan. Komponen ini merupakan kontribusi dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) I PENDAHULUAN Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. vitamin dan mineral, sayuran juga menambah ragam, rasa, warna dan tekstur

BAB I PENDAHULUAN. vitamin dan mineral, sayuran juga menambah ragam, rasa, warna dan tekstur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sayuran segar adalah bahan pangan yang banyak mengandung vitamin dan mineral yang penting untuk tubuh (Ayu, 2002). Di samping sebagai sumber gizi, vitamin dan mineral,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN ton (US$ 3,6 juta) (Jefriando, 2014). Salah satu alternatif pemecahan

I. PENDAHULUAN ton (US$ 3,6 juta) (Jefriando, 2014). Salah satu alternatif pemecahan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tepung terigu sangat dibutuhkan dalam industri pangan di Indonesia. Rata-rata kebutuhan terigu perusahaan roti, dan kue kering terbesar di Indonesia mencapai 20 ton/tahun,

Lebih terperinci

INFORMASI NILAI GIZI

INFORMASI NILAI GIZI Format Informasi Nilai Gizi untuk pangan yang biasa dikombinasikan dengan pangan lain sebelum dikonsumsi INFORMASI NILAI GIZI Takaran saji. (URT) ( g) Jumlah Sajian per Kemasan :. JUMLAH PER SAJIAN Sereal

Lebih terperinci

PERSYARATAN KEAMANAN, MUTU DAN GIZI FORMULA LANJUTAN. 1.1 Ketentuan ini berlaku untuk Formula Lanjutan dalam bentuk cair atau bubuk.

PERSYARATAN KEAMANAN, MUTU DAN GIZI FORMULA LANJUTAN. 1.1 Ketentuan ini berlaku untuk Formula Lanjutan dalam bentuk cair atau bubuk. 7 LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN FORMULA LANJUTAN PERSYARATAN KEAMANAN, MUTU DAN GIZI FORMULA LANJUTAN 1. Ruang Lingkup

Lebih terperinci

KONSEP ILMU GIZI DAN PENGELOMPOKAN ZAT-ZAT GIZI. Fitriana Mustikaningrum S.Gz., M.Sc

KONSEP ILMU GIZI DAN PENGELOMPOKAN ZAT-ZAT GIZI. Fitriana Mustikaningrum S.Gz., M.Sc KONSEP ILMU GIZI DAN PENGELOMPOKAN ZAT-ZAT GIZI Fitriana Mustikaningrum S.Gz., M.Sc Tujuan Pembelajaran Mengetahui ruang lingkup gizi Mengetahui hubungan gizi dengan kesehatan Mengetahui Pengelompokan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

LOGO VITAMIN DAN MINERAL

LOGO VITAMIN DAN MINERAL LOGO VITAMIN DAN MINERAL Widelia Ika Putri, S.T.P., M.Sc Vitamin - Zat organik kompleks yang dibutuhkan dalam jumlah sangat kecil - Pada umumnya tidak dapat dibentuk oleh tubuh - Zat pengatur pertumbuhan

Lebih terperinci

Apakah Diet Makanan Saja Cukup Sebagai Obat Diabetes Alami?

Apakah Diet Makanan Saja Cukup Sebagai Obat Diabetes Alami? Apakah Diet Makanan Saja Cukup Sebagai Obat Diabetes Alami? Bicara tentang diabetes pasti juga perlu membicarakan mengenai diet makanan bagi penderita diabetes. Diet makanan bagi penderita diabetes dapat

Lebih terperinci

Berikut adalah beberapa istilah dan definisi yang digunakan dalam Pedoman ini.

Berikut adalah beberapa istilah dan definisi yang digunakan dalam Pedoman ini. Berikut adalah beberapa istilah dan definisi yang digunakan dalam Pedoman ini. 2.1 Label pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya atau bentuk lain

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hidup dan konsumsinya agar lebih sehat. Dengan demikian, konsumen saat ini

I PENDAHULUAN. hidup dan konsumsinya agar lebih sehat. Dengan demikian, konsumen saat ini I PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR MUTU GIZI, PELABELAN, DAN PERIKLANAN SUSU FORMULA PERTUMBUHAN DAN FORMULA PERTUMBUHAN ANAK USIA 1-3 TAHUN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berarti bagi tubuh. Menurut Dewanti (1997) bahan-bahan pembuat es krim

BAB I PENDAHULUAN. berarti bagi tubuh. Menurut Dewanti (1997) bahan-bahan pembuat es krim BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Es krim adalah sejenis makanan semi padat yang dibuat dengan cara pembekuan tepung es krim atau campuran susu, lemak hewani maupun nabati, gula, dan dengan atau tanpa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tepung Tulang Ikan Tuna 4.1.1 Rendemen Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu produk atau bahan. Perhitungan

Lebih terperinci

Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya

Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya Secara garis besar, bahan pangan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu bahan pangan asal tumbuhan (nabati) dan bahan pangan asal hewan (hewani).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan bahan-bahan yang dapat dikonsumsi sehari-hari untuk. cair. Pangan merupakan istilah sehari-hari yang digunakan untuk

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan bahan-bahan yang dapat dikonsumsi sehari-hari untuk. cair. Pangan merupakan istilah sehari-hari yang digunakan untuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan bahan-bahan yang dapat dikonsumsi sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan tubuh yang memiliki dua bentuk yaitu padat dan cair. Pangan merupakan istilah

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Peneltian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gizi selama Kehamilan dan Menyusui

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gizi selama Kehamilan dan Menyusui II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gizi selama Kehamilan dan Menyusui Salah satu faktor di antara sekian banyak yang mempengaruhi keberhasilan suatu kehamilan adalah gizi. Status gizi ibu hamil salah satunya berpengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di Asia yang memiliki lahan pertanian cukup luas dengan hasil pertanian yang melimpah. Pisang merupakan salah

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Inventarisasi data mutu produk formula bayi yang terdaftar di BPOM selama tahun 2004 2008 Inventarisasi data dilakukan melalui pengamatan terhadap berkas pendaftaran suatu

Lebih terperinci

Teknologi Produksi Bahan Baku Pakan. Program Alih Jenjang D4 Bidang Akuakultur SITH, ITB VEDCA - SEAMOLEC

Teknologi Produksi Bahan Baku Pakan. Program Alih Jenjang D4 Bidang Akuakultur SITH, ITB VEDCA - SEAMOLEC Teknologi Produksi Bahan Baku Pakan Program Alih Jenjang D4 Bidang Akuakultur SITH, ITB VEDCA - SEAMOLEC Teknologi Produksi Bahan Baku Pakan: 1. Pakan Buatan dalam Industri Akuakultur: Pengenalan 2. Nutrisi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang,

PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan zat gizi makro dan zat gizi mikro. Zat gizi makro yaitu karbohidrat, protein, dan

BAB I PENDAHULUAN. akan zat gizi makro dan zat gizi mikro. Zat gizi makro yaitu karbohidrat, protein, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dalam menjalani siklus hidupnya membutuhkan makanan untuk memenuhi kebutuhan gizinya. Kebutuhan zat gizi bagi tubuh meliputi kebutuhan akan zat gizi makro dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Masalah pangan: ketersediaan pangan; kerawanan konsumsi pangan oleh pengaruh kemiskinan, pendidikan rendah & pantangan terhadap makanan

PENDAHULUAN. Masalah pangan: ketersediaan pangan; kerawanan konsumsi pangan oleh pengaruh kemiskinan, pendidikan rendah & pantangan terhadap makanan GIZI & PANGAN PENDAHULUAN Gizi seseorang tergantung pada kondisi pangan yang dikonsumsinya Masalah pangan: ketersediaan pangan; kerawanan konsumsi pangan oleh pengaruh kemiskinan, pendidikan rendah & pantangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Waktu

1 I PENDAHULUAN. Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Waktu 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang Masalah, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (SNI, 1992). Berdasarkan SNI biskuit dapat dikelompokkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (SNI, 1992). Berdasarkan SNI biskuit dapat dikelompokkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biskuit Biskuit adalah produk makanan kering yang dibuat dengan memanggang adonan yang mengandung bahan dasar terigu, lemak, dan bahan pengembang dengan atau tanpa penambahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan kelangsungan hidup saja, tetapi seberapa besar kandungan gizi

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan kelangsungan hidup saja, tetapi seberapa besar kandungan gizi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan bahan pangan bagi manusia bukan hanya sekedar untuk mempertahankan kelangsungan hidup saja, tetapi seberapa besar kandungan gizi bahan makanan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan. penduduk yang mempunyai angka pertumbuhan yang tinggi sekitar 1.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan. penduduk yang mempunyai angka pertumbuhan yang tinggi sekitar 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan penduduk yang mempunyai angka pertumbuhan yang tinggi sekitar 1.35% per tahun, sehingga setiap tahun

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian. dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan bernilai gizi tinggi seperti kacang

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian. dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan bernilai gizi tinggi seperti kacang I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : Latar Belakang, Identifikasi Masalah, Maksud dan Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Pemikiran, Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian.

Lebih terperinci

MODUL 5 PIZZA IKAN. Indikator Keberhasilan: Mutu pizza ikan yang dihasilkan memiliki tekstur yang lembut, rasa dan aroma khas ikan.

MODUL 5 PIZZA IKAN. Indikator Keberhasilan: Mutu pizza ikan yang dihasilkan memiliki tekstur yang lembut, rasa dan aroma khas ikan. MODUL 5 PIZZA IKAN Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu membuat pizza ikan yang enak, bertekstur lembut dan rasa yang lezat. Indikator Keberhasilan: Mutu pizza ikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun.

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan salah satu kelompok usia yang memiliki tingkat kerentanan cukup tinggi disaat masa pertumbuhan dan pada masa ini terjadi proses kehidupan menuju kematangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di Indonesia kaya akan berbagai jenis tanaman umbi-umbian, baik

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di Indonesia kaya akan berbagai jenis tanaman umbi-umbian, baik BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia kaya akan berbagai jenis tanaman umbi-umbian, baik yang dibudidayakan maupun yang hidup liar di hutan. Umbi merupakan tanaman yang banyak mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gaya makanan junk food dan fast food yang tren di tengah masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. gaya makanan junk food dan fast food yang tren di tengah masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) menuntut sumber daya manusia yang berkualitas. Namun, seiring dengan kemajuannya, kesehatan yang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur TINJAUAN PUSTAKA Tempe Tempe adalah bahan makanan hasil fermentasi kacang kedelai atau jenis kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur Rhizopus oligosporus. Mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar masyarakat. Sampai saat ini produk-produk sumber protein

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar masyarakat. Sampai saat ini produk-produk sumber protein BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kekurangan konsumsi protein diduga sebagai salah satu penyebab gizi buruk di Indonesia. Hal ini yang diakibatkan oleh rendahnya taraf perekonomian sebagian besar masyarakat.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking TINJAUAN PUSTAKA Itik Peking Itik peking adalah itik yang berasal dari daerah China. Setelah mengalami perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking dapat dipelihara

Lebih terperinci

Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat.

Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. PROTEIN Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Sebagai zat pembangun, protein merupakan bahan pembentuk jaringanjaringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cookies merupakan alternatif makanan selingan yang cukup dikenal dan digemari oleh masyarakat. Cookies dikategorikan sebagai makanan ringan karena dapat dikonsumsi setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia, karena didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk memulihkan dan memperbaiki jaringan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kue bolu merupakan kue berbahan dasar tepung terigu dengan penambahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kue bolu merupakan kue berbahan dasar tepung terigu dengan penambahan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bolu Kukus Kue bolu merupakan kue berbahan dasar tepung terigu dengan penambahan telur dan gula. Terdapat banyak macam kue bolu, misalnya kue tart yang biasa dihidangkan

Lebih terperinci

KOMPOSISI PAKAN DAN TUBUH HEWAN

KOMPOSISI PAKAN DAN TUBUH HEWAN 1 KOMPOSISI PAKAN DAN TUBUH HEWAN M.K. Pengantar Ilmu Nutrisi Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB Zat makanan adalah unsur atau senyawa kimia dalam pangan / pakan yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Teh sarang semut merupakan salah satu jenis teh herbal alami yang terbuat

BAB I PENDAHULUAN. Teh sarang semut merupakan salah satu jenis teh herbal alami yang terbuat IX-xi BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Teh sarang semut merupakan salah satu jenis teh herbal alami yang terbuat dari bahan utama yaitu tumbuhan umbi yang digunakan oleh semut sebagai sarang sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anemia merupakan masalah kesehatan global yang prevalensinya terus

BAB I PENDAHULUAN. Anemia merupakan masalah kesehatan global yang prevalensinya terus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan masalah kesehatan global yang prevalensinya terus meningkat setiap tahun. Anemia yang paling banyak terjadi baik di negara maju maupun negara berkembang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Minyak dan Lemak Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang artinya lemak). Lipida larut dalam pelarut nonpolar dan tidak larut dalam air.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Roti tawar merupakan salah satu produk turunan dari terigu yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia khususnya masyarakat perkotaan, namun tepung terigu yang

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Analisa Kimia

4. PEMBAHASAN 4.1. Analisa Kimia 4. PEMBAHASAN Biskuit adalah salah satu makanan ringan yang disukai oleh masyarakat, sehingga dilakukan penelitian untuk mengembangkan produk biskuit yang lebih sehat. Pembuatan biskuit ini menggunakan

Lebih terperinci

Karenanya labu kuning yang bisa mencapai ukuran besar ini juga membawa beragam manfaat hebat untuk mencegah beragam penyakit, di antaranya:

Karenanya labu kuning yang bisa mencapai ukuran besar ini juga membawa beragam manfaat hebat untuk mencegah beragam penyakit, di antaranya: Labu kuning bisa berbentuk bulat pipih, lonjong, atau panjang, tergantung varietasnya. Buah muda berwarna hijau, sedangkan yang lebih tua berwarna kuning pucat. Warna kuning atau oranye daging buahnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keluarga yang sehat merupakan kebahagian bagi kehidupan manusia. Hal ini memang menjadi tujuan pokok dalam kehidupan. Soal kesehatan ditentukan oleh makanan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,

PENDAHULUAN. (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

BISNIS BEKATUL KAYA MANFAAT

BISNIS BEKATUL KAYA MANFAAT KARYA ILMIAH BISNIS BEKATUL KAYA MANFAAT MATA KULIAH LINGKUNGAN BISNIS Nama : Asmorojati Kridatmaja NIM : 10.11.3641 Kelas : SI-TI 2B SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

Lebih terperinci