INSIDENSI INTERAKSI OBAT PADA PASIEN LANSIA DENGAN TERAPI POLIFARMASI DI PUSKESMAS PAMULANG PERIODE JANUARI MARET 2011

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "INSIDENSI INTERAKSI OBAT PADA PASIEN LANSIA DENGAN TERAPI POLIFARMASI DI PUSKESMAS PAMULANG PERIODE JANUARI MARET 2011"

Transkripsi

1 INSIDENSI INTERAKSI OBAT PADA PASIEN LANSIA DENGAN TERAPI POLIFARMASI DI PUSKESMAS PAMULANG PERIODE JANUARI MARET 2011 Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN Disusun Oleh : Santiko Restuadhi NIM: PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H / 2011 M

2 LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Ciputat, 24 November 2011 Santiko Restuadhi ii

3 LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING INSIDENSI INTERAKSI OBAT PADA PASIEN LANSIA DENGAN TERAPI POLIFARMASI DI PUSKESMAS PAMULANG PERIODE JANUARI MARET 2011 Laporan Penelitian Diajukan Kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked) Oleh : Santiko Restuadhi NIM: Pembimbing 1 Pembimbing 2 dr. Alyya Shiddiqa, Sp.FK dr. Rahmania Diandini, MKK PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H/2011 M iii

4 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Laporan Penelitian berjudul INSIDENSI INTERAKSI OBAT PADA PASIEN LANSIA DENGAN TERAPI POLIFARMASI DI PUSKESMAS PAMULANG PERIODE JANUARI MARET 2011 yang diajukan oleh Santiko Restuadhi (NIM: ), telah diujikan dalam sidang di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan pada 24 November Laporan penelitian ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked) pada Program Studi Pendidikan Dokter. Ciputat, 24 November 2011 Penguji I DEWAN PENGUJI Penguji II Dr. Dede moeswir, SpPD dr. Hadianti SpPD PIMPINAN FAKULTAS Dekan FKIK UIN Kaprodi PSPD FKIK UIN Prof. Dr. (hc). dr. M.K. Tadjudin, SpAnd Dr. dr. Syarief Hasan Lutfie, Sp.KFR iv

5 KATA PENGANTAR Assalamu alaikum Wr.Wb. Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang dengan limpahan rahmat dan hidayahnya serta izin dan petunjuknya pula maka Penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian yang merupakan pelengkap dalam rangkaian persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Kedokteran pada program Studi Pendidikan Dokter Fakultas kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Jakarta. Penulisan laporan penelitian ini tidak luput dari bantuan, bimbingan, dan dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr (hc). dr. M. K. Tadjudin, Sp.And,Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. H. Dr. dr. Syarief Hasan Lutfi selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter. 3. dr. Alyya Shidiqa Sp.FK. dan dr.rachmania Diandini, MKK selaku Dosen Pembimbing yang telah dengan sangat sangat sabar banyak menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan penelitian ini. 4. Bapak, Ibu, Enggar, Mbak warti dan keluarga besar penulis yang telah mambantu, mendoakan dan memberikan dukungan baik moril maupun materil. 5. Sahara Effendy, yang selalu menjadi sahabat terbaik dan penyelamat dalam terselesaikannya penelitian ini. 6. Arini Retno Palupi, Ning Widya, Akbar Andriansah, Anaytullah, Abdul Majid, Roysam Azmal, Faris Elhaq, dan semua teman teman di PSPD yang telah banyak membantu penulis dalam penyusunan penelitian ini. 7. Netadea Aprina, yang senantiasa berada disisi penulis dan selalu membuat semua seakan akan terasa mudah bahkan ketika penulis menemui kesulitan. 8. Audria Gupitarini, Ananda Dwi Nur Apriliani, Gery Askamal, Putri Ratna, Nurbaeti Baba, Lucky Persiana, Yosephinne Phytama, Meutia Adryana dan v

6 semua sahabat penulis dimanapun berada, yang selalu menjadi inspirasi bagi penulis. Penulis berharap riset ini dapat bermanfaat terutama baik bagi penulis sendiri, maupun pihak-pihak yang membutuhkan informasi terkait. Jakarta, 25 November 2011 Penulis vi

7 ABSTRAK Santiko Restuadhi. INSIDENSI INTERAKSI OBAT PADA PASIEN LANSIA DENGAN TERAPI POLIFARMASI DI PUSKESMAS PAMULANG PERIODE JANUARI MARET Angka harapan hidup yang semakin meningkat telah menyebabkan peningkatan jumlah penduduk lanjut usia. Hal ini pada umumnya diikuti dengan peningkatan kejadian polifarmasi karena pada lanjut usia sering dijumpai penurunan kesehatan yang membutuhkan penanganan yang kompleks dan pengobatan yang beragam. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jumlah kejadian peresepan obat lebih dari 5 (polifarmasi) pada pasien lansia di Puskesmas Pamulang periode Januari 2011 Maret 2011 dan mengetahui berapa yang memiliki interaksi obat didalamnya. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain deskriptif dengan variabel penelitian ada tidaknya interaksi obat menurut literatur. Sampel adalah pasien lansia yang mendapat resep 5 obat atau lebih dengan obat variasi 20 terbanyak diberikan. Dalam penelitian ini digunakan jenis data sekunder, bersumber dari data logbook harian puskesmas pamulang bulan janauari 2011 sampai maret Analisa data yang digunakan adalah analisa univariat. Ditemukan dari 860 pasien lansia, 185 (21,5%) diantaranya mendapatkan terapi polifarmasi. Dan dari 103 pasien polifarmasi, ditemukan kejadian 26 jenis interaksi yang tersebar pada 67 pasien (65% sampel) Santiko Restuadhi. INCIDENCE OF DRUG INTERACTION IN ELDERLY PATIENTS WITH POLYPHARMACY AT PUSKESMAS PAMULANG PERIOD JANUARY MARCH The increase of life expectancy has led to an increasing number of elderly people. This is generally followed by an increase in the incidence of polypharmacy in the elderly patients, because in elderly it is often to found a decline in health that requires a complex treatments and diverse medications. The purpose of this study was to determine the number of incidences of prescription with more than 5 medications (polypharmacy) in elderly patients at Puskesmas Pamulang in period January 2011 March 2011 and the incidences of drug interaction among it. The study was conducted using a descriptive design with a variable presence or absence of drug interaction according to literature. Samples were elderly patients who have been prescribed five medications or more with 20 variations of most drugs are given. This study used secondary data types, derived from the daily logbook of Puskesmas Pamulang period January 2011 March The data is analyzed using the univariate analysis. From 860 elderly patients, found that 185 (21.5%) of them get polypharmacy therapy. And from 103 patients with polypharmacy, found that there are 26 types of interactions that are distributed in 67 patients (65% sample) vii

8 DAFTAR ISI JUDUL... i LEMBAR PERNYATAAN... ii LEMBAR PERSETUJUAN... i LEMBAR PENGESAHAN... iv KATA PENGANTAR... v ABSTRAK/ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR BAGAN... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan Khusus Manfaat Penelitian Manfaat Bagi Peneliti Manfaat Bagi Perguruan Tinggi Manfaat Bagi Masyarakat... 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Landasan teori Lanjut usia dan penuaan Perubahan Pada Lanjut Usia Masalah Pada Lanjut Usia Penuaan... 8 viii

9 2.1.5 Teori Biologis Penuaan Dan Sensitifitas Obat Polifarmasi Polifarmasi Dan Lanjut Usia Polifarmasi Dan Interaksi Obat Interaksi Obat Mekanisme Interaksi Obat Interaksi Farmakokinetik Interaksi Farmakodinamik Definisi Operasional Kerangka Konsep BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Desain Penelitian Lokasi Dan Waktu Penelitian Populasi Dan Sampel Populasi Target Populasi Terjangkau Subjek Penelitian Besar Sampel Kriteria Sampel Kriteria Inklusi Kriteria Ekslusi Cara kerja Alur Penelitian Manajemen Data Pengumpulan Data Pengolahan Data Analisis Data Penyajian Data BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Penelitian Analisis Univariat ix

10 4.2.1 Penilaian Penggunaan 20 jenis obat Interaksi Obat Pembahasan Efek Interaksi Obat Keterbatasan Peneletian BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA x

11 DAFTAR TABEL No. Tabel Halaman Tabel 3.1 Definisi opeasional Tabel 4.1 Sebaran sampel terhadap populasi Tabel 4.2 Sebaran kualitatif sampel Tabel 4.3 Sebaran kualitatif sampel Tabel 4.4 Persentase Penggunaan Obat Tabel 4.5 Sebaran interaksi obat Tabel 4.6 Sebaran kejadian kombinasi 2 obat dengan efek interaksi Tabel 4.2 Sebaran pasien dengan interaksi obat xi

12 DAFTAR BAGAN No.Bagan Halaman Bagan 2.1. Kerangka Konsep Bagan 3.1. Alur Penelitian xii

13 DAFTAR LAMPIRAN Daftar seluruh jenis obat yang digunakan Daftar seluruh jenis kombinasi obat yang terjadi pada sampel Surat pengantar UIN ke Departemen Kesehatan Tangerang Selatan Surat pengantar Departemen Kesehatan Tangerang Selatan ke Puskesmas Pamulang Daftar riwayat hidup xiii

14 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan di Indonesia terutama di bidang kesehatan dan ilmu kedokteran telah memberikan hasil positif yang salah satunya ditandai dengan peningkatan angka harapan hidup. Angka harapan hidup penduduk Indonesia berdasarkan data Biro Pusat Statistik menunjukan peningkatan yang signifikan dalam kurun waktu 40 tahun terakhir. Pada tahun 1968 angka harapan hidup adalah 45,7 tahun, angka ini terus meningkat tiap tahunnya hingga menjadi tahun pada tahun Seiring dengan peningkatan angka harapan hidup tersebut, akan juga didapatkan penigkatan jumlah penduduk lanjut usia. Pada tahun 1980 penduduk lanjut usia baru berjumlah 7,7 juta jiwa atau 5,2 persen dari seluruh jumlah penduduk. Jumlah ini terus meningkat di seluruh Indonesia menjadi 15,1 juta jiwa pada tahun 2000 atau 7,2 persen dari seluruh penduduk. Dan diperkirakan pada tahun 2020 akan menjadi 29 juta orang atau 11,4 persen. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk lanjut usia meningkat secara konsisten dari waktu ke waktu. 1 Menurut Darmojo, akan didapatkan berbagai konsekuensi dari peningkatan jumlah penduduk lanjut usia menyangkut masalah kesehatan, ekonomi, serta sosial budaya yang cukup dari pola penyakit sehubungan dengan proses penuaan, seperti penyakit degeneratif, penyakit metabolik, dan gangguan psiko sosial. 2 Masalah umum yang dialami lanjut usia yang berhubungan dengan kesehatan fisik, yaitu rentannya terhadap berbagai penyakit, karena beragam penurunan fungsi organ dan berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi pengaruh dari luar. Dalam penelitian Profil Penduduk Usia Lanjut Di Kodya Ujung Pandang ditemukan bahwa lanjut usia menderita berbagai penyakit yang berhubungan dengan ketuaan antara lain diabetes melitus, hipertensi, jantung koroner, rematik dan asma sehingga menyebabkan aktifitas bekerja terganggu. 3 1

15 2 Demikian juga temuan studi yang dilakukan Lembaga Demografi Universitas Indonesia di Kabupaten Bogor tahun 1998, sekitar 74 persen lansia dinyatakan mengidap penyakit kronis. Tekanan darah tinggi adalah penyakit kronis yang banyak diderita lanjut usia, sehingga mereka tidak dapat melakukan aktifitas kehidupan sehari-hari. 4 Masalah kesehatan yang beragam pada individu lanjut usia memerlukan penanganan yang kompleks untuk mengatasinya, seperti dengan pemberian obat yang juga beragam pada individu tersebut (polifarmasi). Menurut literatur polifarmasi adalah penggunaan beberapa obat. Walaupun tidak ada jumlah pasti obat yang dikonsumsi untuk mendefinisikan polifarmasi, mayoritas menggunakan 3 sampai 5 obat per pasien. 5 Polifarmasi biasanya terjadi pada pasien lanjut usia yang memiliki banyak masalah kesehatan, yang setiap masalahnya memerlukan terapi obat obatan. 6 Polifarmasi adalah masalah bagi pasien lanjut usia karena dapat meningkatkan risiko efek samping. Sebuah studi di Belanda meneliti tentang insiden dan prevalensi adverse drug reaction pada pasien praktek umum menggunakan dua atau lebih obat secara bersamaan, ditemukan bahwa tingkat kejadian menjadi 5,5 per 100 pasien usia lanjut (> 64 tahun), dan tingkat prevalensi 6,1 per 100. Risiko adverse drug reaction sangat terkait dengan meningkatnya jumlah obat yang diminum. 7 Polifarmasi juga meningkatkan risiko sindrom geriatrik (gangguan kognitif dan delirium, jatuh dan patah tulang pinggul, inkontinensia urin), dan penurunan status fungsional. 6 Tidak hanya resiko efek samping, polifarmasi juga meningkatkan resiko terjadinya interaksi obat. Interaksi obat merupakan satu dari delapan kategori masalah terkait obat yang diidentifikasi sebagai kejadian atau keadaan terapi obat yang dapat mempengaruhi kondisi klinis pada pasien. Suatu interaksi obat terjadi ketika farmakokinetika atau farmakodinamika obat dalam tubuh diubah oleh kehadiran satu atau lebih zat yang berinteraksi. 8 Penelitian tentang interaksi obat pada polifarmasi di Indonesia masih sangatlah minim sehinga peneliti tertarik untuk meneliti insidensi interaksi obat yang terjadi pada pasien lansia dengan terapi polifarmasi di Puskesmas Pamluang

16 3 karena Puskesmas Pamulang merupakan Puskesmas yang sudah memiliki sistem pendataan yang cukup baik. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Berapa prevalensi pasien lanjut usia dengan terapi polifarmasi di Puskesmas Pamulang Januari Maret 2011? 2. Berapa kejadian interaksi obat pada pasien lanjut usia dengan terapi polifarmasi di Puskesmas Pamulang Januari Maret 2011? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan Umum 1. Diketahuinya prevalensi pasien lanjut usia dengan terapi polifarmasi di Puskesmas Pamulang Januari Maret Diketahuinya angka kejadian interaksi obat pada pasien lanjut usia dengan terapi polifarmasi di Puskesmas Pamulang Januari 2011 Maret Tujuan Khusus 1. Diketahuinya karakteristik usia dan jenis kelamin pasien lanjut usia dengan terapi polifarmasi di Puskesmas Pamulang Januari Maret Diketahuinya jenis obat tersering yang diberikan pada pasien lanjut usia dengan terapi polifarmasi di Puskesmas Pamulang Januari Maret Manfaat penelitian Manfaat Bagi Peneliti 1. Menambah keterampilan bagi peneliti dalam melakukan penelitian. 2. Mengaplikasikan ilmu yang didapat selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

17 Manfaat bagi perguruan tinggi 1. Mewujudkan Tri Dharma perguruan tinggi dalam melaksanakan fungsi dan tugas perguruan tinggi sebagiai lembaga yang menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat. 2. Mewujudkan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah sebagai universitas riset dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan. 3. Meningkatkan kerjasama dan komunikasi antara mahasiswa dan staf pengajar Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. 4. Mendapatkan data awal tentang prevalensi pasien lanjut usia dengan terapi polifarmasi di Puskesmas Pamulang Januari Maret Manfaat bagi masyarakat 1. Meningkatkan kewaspadaan bagi para sejawat dalam peresepan pasien lansia. 2. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang resiko terdapatnya efek interaksi obat pada terapi polifarmasi 3. Memberikan informasi kepada puskesmas tentang resiko terdapatnya kombinasi obat yang berpotensi menimbulkan efek interaksi obat yang berbahaya untuk pasien pada pengobatan polifarmasi terutama pasien lanjut usia.

18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Lanjut Usia dan Penuaan Definisi lanjut usia Pengertian dan Pengelompokkan Lanjut Usia Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia. Ada beberapa pengertian yang menjadi batasan kelompok lansia. Pada pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998 tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun. 9 Jika mengacu pada usia pensiun, lansia adalah mereka yang telah berusia di atas 56 tahun. 10 Sedangkan, Munro dkk., (1987) mengelompokkan older elderly ke dalam 2 bagian, yaitu tahun dan 85 tahun. 10 Sementara itu, WHO membagi lansia atas tiga kelompok: 1. Kelompok middle age (45-59 tahun) 2. Kelompok elderly age (60-74 tahun) 3. Kelompok old age (75-90 tahun) 11 Maryam dkk. (2008), dalam bukunya Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya, menyebutkan ada 5 klasifiksi pada lansia, yakni: 1. Pralansia (prasenilis), adalah seseorang yang berusia tahun. 2. Lansia, adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih. 3. Lansia risiko tinggi, adalah seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/ seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan 4. Lansia potensial, adalah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa. 5. Lansia tidak potensial, adalah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain. 9 5

19 Perubahan-perubahan pada lanjut usia Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. 12 Proses menua merupakan proses yang terus menerus (berlanjut) secara alamiah. Dimulai sejak lahir dan umumnya pada semua mahkluk hidup. Menua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun dari luar tubuh. 13 Bagi sebagian orang besar, proses manua adalah suatu proses perubahan klinikal yang didasarkan pada pengalaman dan observasi yang di defenisikan dengan ; (1) penuaan pada kemikal dengan manifestasi perubahan struktur kristal atau pada makromolekular, (2) penuaan ekstraseluler dengan manifestasi progresif pada jaringan kolagen dan jaringan elastis atau kekurangan amiloid, (3) penuaan intraseluler dengan menifestasi perubahan komponen sel normal atau akumulasi substansi dan (4) penuaan pada organisme. 13 Pada lansia sering terjadi komplikasi penyakit atau multiple penyakit. Hal ini di pengaruhi berbagai faktor, terutama oleh perubahan-perubahan dalam diri lansia tersebut secara fisiologis. Lansia akan lebih sensitif terhadap penyakit seperti terhadap nyeri, temperatur, dan penyakit berkemih. 14 Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia : a. Perubahan perubahan fisik meliputi perubahan sel, sistem pernafasan, sistem pendengaran, sistem penglihatan, sistem cardiovaskuler, sistem pengaturan temperatur tubuh, sistem respirasi, sistem pencernaan, sistem genitourinaria, sistem endokrin, sistem kulit dan sistem muskuloskletal. Perubahan yang terjadi pada bentuk dan fungsi masing masing. b. Perubahan perubahan mental: perubahan- perubahan mental pada lansia berkaitan dengan 2 hal yaitu kenangan dan intelegensia. Lansia akan mengingat kenangan masa terdahulu namun sering lupa pada masa yang baru, sedangkan intelegensia tidak berubah. 13

20 7 c. Perubahan perubahan psikososial: Pensiun dimana lansia mengalami kehilangan finansial, kehilangan status, kehilangan teman, dan kehilangan pekerjaan, kemudian akan merasakan atau sadar terhadap kematian, perubahan cara hidup, penyakit kronik dan ketidakmampuan, gangguan gizi akibat kehilangan jabatan dan hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik yaitu perubahan terdapat konsep diri dan gambaran diri. 13 d. Perkembangan spiritual: Agama dan kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya. 13 e. Perubahan minat: Terdapat hubungan yang erat antar jumlah keinginan dan minat orang pada seluruh tingkat usia dan keberhasilan penyesuaian mereka. 13 Keinginan tertentu mungkin di anggap sebagai tipe keinginan dan minat pribadi, minat untuk berekreasi keinginan sosial, keinginan yang bersifat keagamaan dan keinginan untuk mati Masalah - masalah pada lanjut usia Secara individu, pengaruh proses menua dapat menimbulkan berbagai masalah fisik baik secara fisik-biologik, mental maupun sosial ekonomis. Dengan semakin lanjut usia seseorang, mereka akan mengalami kemunduran terutama di bidang kemampuan fisik, yang dapat mengakibatkan penurunan pada perananperanan sosialnya. Hal ini mengkibatkan pula timbulnya gangguan di dalam hal mencukupi kebutuhan hidupnya sehingga dapat meningkatkan ketergantunga yang memerlukan bantuan orang lain. Lanjut usia tidak saja di tandai dengan kenunduran fisik, tetapi dapat pula berpengaruh terhadap kondisi mental. Semakin lanjut seseorang, kesibukan sosialnya akan semakin berkurang hal mana akan dapat mengakibatkan berkurangnya integrasi dengan lingkungannya. Hal ini dapat memberikan dampak pada kebahagiaan seseorang 16 Masalah masalah pada lanjut usia di kategorikan ke dalam empat besar penderitaan lanjut usia yaitu imobilisasi, ketidakstabilan, gangguan mental, dan inkontinensia. 17

21 Penuaan Teori teori penuaan ada 2 jenis yaitu teori biologis dan teori psikologis. Teori biologis meliputi teori seluler, sintesis protein, sintesis imun, teori pelepasan, teori aktivitas, dan teori berkelanjutan Teori biologis Teori seluler mengemukakan bahwa sel di program hanya untuk membelah pada waktu yang terbatas serta kemampuan sel yang hanya dapat membelah dalam jumlah yang tertentu dan kebanyakan diprogram membelah sekitar 50 kali. Jika sebuah sel pada lanjut usia dilepas dari tubuh dan di biakkan dari laboratorium, lalu diobservasi, jumlah sel yang akan membelah akan terlihat sedikit, pembelahan sel lebih lanjut mungkin terjadi untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan sesuai dengan berkurangnya umur. 17 Teori sintesis protein mengemukakan bahwa proses penuaan terjadi ketika protein tubuh terutama kolagen dan elastin menjadi kurang fleksibel dan kurang elastis. Pada lanjut usia, beberapa protein di buat oleh tubuh dengan bentuk dan struktur yang berbeda dari pritein tubuh orang yang lebih muda. Banyak kolagen pada kartilago dan elastin pada kulit yang kehilangan fleksibilitasnya serta menjadi tebal, seiring dengan bertambahnya usia. 17 Teori sistem imun mengemukakan bahwa kamampuan sistem imun mengalami kemunduran pada masa penuaan dan mengakibatkan terjadinya peningkatan infeksi, penyakit autoimun, dan kanker. Terdapat juga perubahan yang progresif dalam kemampuan tubuh untuk berespon secara adaptif (Homeostasis), seiring dengan pengunduran fungsi dan penurunan kapasitas untuk beradaptasi terhadap stres biologis dehidrasi, hipotermi, dan proses penyakit akut dan kronik. 17 Teori Pelepasan. Teori ini memberikan pandangan bahwa penyesuaian diri lanjut usia merupakan suatu proses yang secara berangsur angsur sengaja di lakukan mereka dengan mengurangi aktivitasnya untuk bersama sama melepaska diri atau menarik diri dari masyarakat. 17 Teori Aktivitas. Teori ini berlawanan dengan teori pelepasan dimana teori ini berpandangan bahwa walaupun lanjut usia pasti terbebas dari aktivitas, tetapi

22 9 mereka secara bertahap mengisi waktu luangnya dengan melakukan aktivitas lain sebagai kompensasi dan penyesuaian. dengan kata lain sebagai orang yang telah berumur, mereka meninggalkan bentuk aktivitas yang pasti dan mengkompensasikan dengan melakukan banyak aktivitas yang baru untuk mempertahankan hubungan antara sitem sosial dan individu daru usia pertengahan kelanjut usia. 17 Teori Berkelanjutan. Teori ini menjelaskan bahwa sebagaimana dengan bertambahnya usia, masyarakat berupaya secara terus menerus mempertahankan kebiasaan, pernyataan, dan pilihan yang tepat sesuai dengan dnegan kepribadiannya Penuaan dan sensitifitas obat Pasien lansia lebih beresiko terhadap kejadian efek samping obat (Adverse Drug Event), karena penuaan menyebabkan perubahan fisiologis yang membuat tubuh lebih sensitif terhadap efek obat. Perubahan ini mempengaruhi baik farmakokinetik dan farmakodinamik. 18 Penuan dapat mempengaruhi farmakokinetik, yakni absorbsi, disttribusi, metabolisme, dan eksresi. Absorbsi, pada obat oral sedikit terpengaruh. Pada pasien lansia, absorbsi secara umum lebih lambat namun tetaop terabsorbsi seluruhnya. Makin banyak obat yang dikonsumsi, makin banyak pula kemungkinan satu obat dapat mempengaruhi obat yang lain. 18 Distribusi obat juga dipengaruhi oleh penuaan. Obat di dalam tubuh dapat didistribusikan melalui lemak atau air, tergantung dari unsur kimiawinya. Seiring dengan pasien yang semakin menua, presentasi lemak didalam tubuh akan semakin meningkat, maka obat obat yang larut lemak, seperti diazepam, akan menetap didalam tubuh lebih lama karena didalam tubuh terdapat lebih banyak cadangan lemak yang dapat didistribusikan. Dan, karena pasien lansia memiliki proporsi air yang lebih sedikit dibanding pasien yang lebih muda, kadar obat yang larut air di dalam darah akan menjadi lebih tinggi dari yang seharusnya. Walaupun demikian, perubahan efek obat karena perubahan cadangan lemak dan cairan tubuh tetap merupakan hal yang sulit untuk diantisipasi karena fungsi tubuh

23 10 yang lain seperti protein pengikat obat, juga berpengaruh terhadap distribusi obat Polifarmasi Menurut literatur polifarmasi adalah penggunaan beberapa obat. Walaupun tidak ada jumlah pasti obat yang dikonsumsi untuk mendefinisikan polifarmasi, mayoritas menggunakan 3 sampai 5 obat per pasien. 5 Polifarmasi biasanya terjadi pada pasien lanjut usia yang memiliki banyak masalah kesehatan, yang memerlukan terapi obat obatan yang beragam Polifarmasi dan Usia lanjut Polifarmasi biasanya terjadi pada pasien lanjut usia yang memiliki banyak masalah kesehatan, yang memerlukan terapi obat obatan yang beragam. 6 Dalam penelitian yang dilakukan di Quebec, menunjukkan bahwa individu-individu diatas usia 75 tahun rata rata mengonsumsi enam obat yang berbeda Polifarmasi dan interaksi obat Semakin banyaknya obat yang dikonsumsi sering kali dikaitkan dengan potensi yang lebih besar untuk terjadinya interaksi obat dan efek samping. Interaksi obat merupakan penyebab dari 15% sampai 20% insidensi adverse drug reaction. 20 Menurut beberapa peneliti, insidensi adverse drug reaction meningkat sebanding dengan jumlah obat yang digunakan oleh seorang individu. 21 Sebagai contoh, 4% dari efek samping per tahun dilaporkan ketika kurang dari lima obat yang dikonsumsi, namun hal ini meningkat menjadi 54% ketika lebih dari lima obat yang diresepkan. 20

24 Interaksi obat Definisi Interaksi Obat Interaksi obat merupakan satu dari delapan kategori masalah terkait obat yang diidentifikasi sebagai kejadian atau keadaan terapi obat yang dapat mempengaruhi keadaan klinis pasien. Suatu interaksi obat terjadi ketika farmakokinetika atau farmakodinamika obat dalam tubuh diubah oleh kehadiran satu atau lebih zat yang berinteraksi. 8 Dua atau lebih obat yang diberikan pada waktu yang sama dapat berubah efeknya secara tidak langsung atau dapat berinteraksi. Interaksi bisa bersifat potensiasi atau antagonis efek satu obat oleh obat lainnya, atau adakalanya beberapa efek lainnya. 23 Suatu interaksi terjadi ketika efek suatu obat diubah oleh kehadiran obat lain, obat herbal, makanan, minuman atau agen kimia lainnya dalam lingkungannya. Definisi yang lebih relevan kepada pasien adalah ketika obat bersaing satu dengan yang lainnya, atau apa yang terjadi ketika obat hadir bersama satu dengan yang lainnya. 22 Interaksi obat dianggap penting secara klinik bila berakibat meningkatkan toksisitas dan atau mengurangi efektivitas obat yang berinteraksi terutama bila menyangkut obat dengan batas keamanan yang sempit (indeks terapi yang rendah), misalnya glikosida jantung, antikoagulan, dan obat-obat sitostatik Mekanisme Interaksi Obat Secara umum, ada dua mekanisme interaksi obat : Interaksi Farmakokinetik Interaksi farmakokinetik terjadi ketika suatu obat mempengaruhi absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat lainnya sehingga meningkatkan atau mengurangi jumlah obat yang tersedia untuk menghasilkan efek farmakologisnya. 23

25 12 Interaksi farmakokinetik terdiri dari beberapa tipe : a. Interaksi pada absorbsi obat i. Efek perubahan ph gastrointestinal Obat melintasi membran mukosa dengan difusi pasif tergantung pada apakah obat terdapat dalam bentuk terlarut lemak yang tidak terionkan. Absorpsi ditentukan oleh nilai pka obat, kelarutannya dalam lemak, ph isi usus dan sejumlah parameter yang terkait dengan formulasi obat. Sebagai contoh adalah absorpsi asam salisilat oleh lambung lebih besar terjadi pada ph rendah daripada pada ph tinggi. 22 ii. Absorpsi, khelasi, dan mekanisme pembentukan komplek Arang aktif dimaksudkan bertindak sebagai agen penyerap di dalam usus untuk pengobatan overdosis obat atau untuk menghilangkan bahan beracun lainnya, tetapi dapat mempengaruhi penyerapan obat yang diberikan dalam dosis terapetik. Antasida juga dapat menyerap sejumlah besar obat-obatan. Sebagai contoh, antibakteri tetrasiklin dapat membentuk khelat dengan sejumlah ion logam divalen dan trivalen, seperti kalsium, bismut aluminium, dan besi, membentuk kompleks yang kurang diserap dan mengurangi efek antibakteri. 22 iii. Perubahan motilitas gastrointestinal Karena kebanyakan obat sebagian besar diserap di bagian atas usus kecil, obat-obatan yang mengubah laju pengosongan lambung dapat mempengaruhi absorpsi. Propantelin misalnya, menghambat pengosongan lambung dan mengurangi penyerapan parasetamol (asetaminofen), sedangkan metoklopramid memiliki efek sebaliknya. 22 iv. Induksi atau inhibisi protein transporter obat Ketersediaan hayati beberapa obat dibatasi oleh aksi protein transporter obat. Saat ini, transporter obat yang terkarakteristik paling baik adalah Pglikoprotein. Digoksin adalah substrat P-glikoprotein, dan obatobatan yang menginduksi protein ini, seperti rifampisin, dapat mengurangi ketersediaan hayati digoksin. 22

26 13 v. Malabsorbsi dikarenakan obat Neomisin menyebabkan sindrom malabsorpsi dan dapat mengganggu penyerapan sejumlah obat-obatan termasuk digoksin dan metotreksat. 22 b. Interaksi pada distribusi obat i. Interaksi ikatan protein Setelah absorpsi, obat dengan cepat didistribusikan ke seluruh tubuh oleh sirkulasi. Beberapa obat secara total terlarut dalam cairan plasma, banyak yang lainnya diangkut oleh beberapa proporsi molekul dalam larutan dan sisanya terikat dengan protein plasma, terutama albumin. Ikatan obat dengan protein plasma bersifat reversibel, kesetimbangan dibentuk antara molekul-molekul yang terikat dan yang tidak. Hanya molekul tidak terikat yang tetap bebas dan aktif secara farmakologi. 22 ii. Induksi dan inhibisi protein transport obat Distribusi obat ke otak, dan beberapa organ lain seperti testis, dibatasi oleh aksi protein transporter obat seperti P-glikoprotein. Protein ini secara aktif membawa obat keluar dari sel-sel ketika obat berdifusi secara pasif. Obat yang termasuk inhibitor transporter dapat meningkatkan penyerapan substrat obat ke dalam otak, yang dapat meningkatkan efek samping CNS. 22 c. Interaksi pada metabolisme obat i. Perubahan pada metabolisme fase pertama Meskipun beberapa obat dikeluarkan dari tubuh dalam bentuk tidak berubah dalam urin, banyak diantaranya secara kimia diubah menjadi senyawa lipid kurang larut, yang lebih mudah diekskresikan oleh ginjal. Jika tidak demikian, banyak obat yang akan bertahan dalam tubuh dan terus memberikan efeknya untuk waktu yang lama. Perubahan kimia ini disebut metabolisme, biotransformasi, degradasi biokimia, atau detoksifikasi. Beberapa metabolisme obat terjadi di dalam serum, ginjal,

27 14 kulit dan usus, tetapi proporsi terbesar dilakukan oleh enzim yang ditemukan di membran retikulum endoplasma sel-sel hati. Ada dua jenis reaksi utama metabolisme obat. Yang pertama, reaksi tahap I (melibatkan oksidasi, reduksi atau hidrolisis) obat-obatan menjadi senyawa yang lebih polar. Sedangkan, reaksi tahap II melibatkan terikatnya obat dengan zat lain (misalnya asam glukuronat, yang dikenal sebagai glukuronidasi)untuk membuat senyawa yang tidak aktif. Mayoritas reaksi oksidasi fase I dilakukan oleh enzim sitokrom P ii. Induksi Enzim Ketika barbiturat secara luas digunakan sebagai hipnotik, perlu terus dilakukan peningkatan dosis seiring waktu untuk mencapai efek hipnotik yang sama, alasannya bahwa barbiturat meningkatkan aktivitas enzim mikrosom sehingga meningkatkan laju metabolisme dan ekskresinya. 22 iii. Inhibisi enzim Inhibisi enzim menyebabkan berkurangnya metabolisme obat, sehingga obat terakumulasi di dalam tubuh. Berbeda dengan induksi enzim, yang mungkin memerlukan waktu beberapa hari atau bahkan minggu untuk berkembang sepenuhnya, inhibisi enzim dapat terjadi dalam waktu 2 sampai 3 hari, sehingga terjadi perkembangan toksisitas yang cepat. Jalur metabolisme yang paling sering dihambat adalah fase I oksidasi oleh isoenzim sitokrom P450. Signifikansi klinis dari banyak interaksi inhibisi enzim tergantung pada sejauh mana tingkat kenaikan serum obat. Jika serum tetap berada dalam kisaran terapeutik interaksi tidak penting secara klinis. 22 iv. Faktor genetik dalam metabolisme obat Peningkatan pemahaman genetika telah menunjukkan bahwa beberapa isoenzim sitokrom P450 memiliki polimorfisme genetik, yang berarti bahwa beberapa dari populasi memiliki varian isoenzim yang berbeda aktivitas. Contoh yang paling terkenal adalah CYP2D6, yang sebagian kecil populasi memiliki varian aktivitas rendah dan dikenal

28 15 sebagai metabolisme lambat. Sebagian lainnya memiliki isoenzim cepat atau metabolisme ekstensif. Kemampuan yang berbeda dalam metabolisme obat-obatan tertentu dapat menjelaskan mengapa beberapa pasien berkembang mengalami toksisitas ketika diberikan obat sementara yang lain bebas dari gejala. 22 v. Interaksi isoenzim sitokrom P450 dan obat yang diprediksi Siklosporin dimetabolisme oleh CYP3A4, rifampisin menginduksi isoenzim ini, sedangkan ketokonazol menghambatnya, sehingga tidak mengherankan bahwa rifampisin mengurangi efek siklosporin sementara ketokonazol meningkatkannya. 22 d. Interaksi pada ekskresi obat i. Perubahan ph urin Pada nilai ph tinggi (basa), obat yang bersifat asam lemah (pka 3-7,5) sebagian besar terdapat sebagai molekul terionisasi larut lipid, yang tidak dapat berdifusi ke dalam sel tubulus dan karenanya akan tetap dalam urin dan dikeluarkan dari tubuh. Sebaliknya, basa lemah dengan nilai pka 7,5 sampai Dengan demikian, perubahan ph yang meningkatkan jumlah obat dalam bentuk terionisasi, meningkatkan hilangnya obat. 22 ii. Perubahan ekskresi aktif tubular renal Obat yang menggunakan sistem transportasi aktif yang sama di tubulus ginjal dapat bersaing satu sama lain dalam hal ekskresi. Sebagai contoh, probenesid mengurangi ekskresi penisilin dan obat lainnya. Dengan meningkatnya pemahaman terhadap protein transporter obat pada ginjal, sekarang diketahui bahwa probenesid menghambat sekresi ginjal banyak obat anionik lain dengan transporter anion organik (OATs). 22 iii. Perubahan aliran darah renal Aliran darah melalui ginjal dikendalikan oleh produksi vasodilator prostaglandin ginjal. Jika sintesis prostaglandin ini dihambat, ekskresi beberapa obat dari ginjal dapat berkurang. 22

29 Interaksi Farmakodinamik Interaksi farmakodinamik adalah interaksi yang terjadi antara obat yang memiliki efek farmakologis, antagonis atau efek samping yang hampir sama. Interaksi ini dapat terjadi karena kompetisi pada reseptor atau terjadi antara obat obat yang bekerja pada sistem fisiologis yang sama. Interaksi ini biasanya dapat diprediksi dari pengetahuan tentang farmakologi obat-obat yang berinteraksi. 23 a. Interaksi aditif atau sinergis Jika dua obat yang memiliki efek farmakologis yang sama diberikan bersamaan efeknya bisa bersifat aditif. Sebagai contoh, alkohol menekan SSP, jika diberikan dalam jumlah sedang dosis terapi normal sejumlah besar obat (misalnya ansiolitik, hipnotik, dan lain-lain), dapat menyebabkan mengantuk berlebihan. Kadang-kadang efek aditif menyebabkan toksik (misalnya aditif ototoksisitas, nefrotoksisitas, depresi sumsum tulang dan perpanjangan interval QT). 22 b. Interaksi antagonis atau berlawanan Berbeda dengan interaksi aditif, ada beberapa pasang obat dengan kegiatan yang bertentangan satu sama lain. Misalnya kumarin dapat memperpanjang waktu pembekuan darah yang secara kompetitif menghambat efek vitamin K. Jika asupan vitamin K bertambah, efek dari antikoagulan oral dihambat dan waktu protrombin dapat kembali normal, sehingga menggagalkan manfaat terapi pengobatan antikoagulan Definisi Operasional Untuk melihat dan menilai variabel-variabel yang akan diukur, digunakan definisi operasional dari masing-masing variabel yaitu :

30 17 Tabel 2.1 Definisi Operasional No Variabel Definisi Operasional 1. Lansia Seseorang berusia 60 tahun atau lebih 2. Polifarmasi Seseorang yang sedang menjalani pengobatan dengan 5 jenis obat atau lebih 3. Interaksi obat Peristiwa berubahnya efek obat karena pemberian bersamaan atau hampir bersamaan dengan obat lain Cara Ukur Alat Ukur Skala Hasil Ukur Hitung Hitung Logbook kunjungan harian pasien puskesmas Logbook kunjungan harian pasien puskesmas Studi pustaka literatur kategorik kategorik (-) < 60 tahun (+) > 60 tahun (-) < 5 obat (+) > 5 obat Deskripsi efek interaksi yang terjadi 2.3 Kerangka Konsep Sesuai dengan tujuan penelitian yaitu mengetahui prevalensi terapi polifarmasi pada lansia di Puskesmas Pamulang Januari 2011 sampai Maret 2011, maka peneliti akan lebih difokuskan pada beberapa faktor sesuai dengan kerangka konsep berikut ini. Bagan 2.1 Kerangka konsep

31 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Berdasarkan data statistik yang digunakan, desain penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif untuk mendapat data sekunder dan menilainya sehingga didapat data interaksi obat pada usia lanjut dengan terapi polifarmasi. Adapun berdasarkan waktu penelitian, desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain penelitian potong lintang (cross-sectional) dimana data yang diambil adalah data aktual atau langsung dilakukan pada saat sekarang. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Puskesmas Pamulang pada bulan Agustus November Populasi dan Sampel Populasi Target Populasi target pada penelitian ini adalah seluruh pasien lansia di Puskesmas Pamulang tahun Populasi Terjangkau Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah pasien lansia yang mendapat terapi polifarmasi di Puskesmas Pamulang Januari Maret Subjek Penelitian Subjek penelitian pada penelitian ini adalah pasien lansia yang mendapat terapi polifarmasi di Puskesmas Pamulang Januari Maret 2011 yang ditentukan oleh peneliti berdasarkan variasi 20 jenis obat tersering 18

32 Besar Sampel Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kategorik dimana penilaian akan dilakukan dengan cara pengelompokan apakah terdapat efek interaksi atau tidak. Maka dari itu untuk menentukan besarnya sampel dalam penelitian ini digunakan rumus besar sampel untuk penelitian deskriptif kategorik sebagai berikut : (z α ) 2 P.Q n = d 2 Keterangan: n : jumlah sampel P : Proporsi : prevalensi dari penelitian 0, d : tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki = 0.1 α : tingkat kemaknaan = 1.96 Q : 1 P = = x ( ) = 92,99 (0.1) 2 n = 93 Maka, diperoleh jumlah sampel yang diperlukan adalah 93 subjek. Untuk menjaga kemungkinan adanya drop out (DO), maka jumlah subjek ditambah sebanyak 10%. Jadi jumlah subjek adalah ,3 = 102,3 dibulatkan menjadi 102 subjek Kriteria Sampel Penelitian Kriteria Inklusi Pasien usia diatas 60 tahun yang mendapatkan terapi 5 obat oral atau lebih dan terdaftar sebagai pasien di Puskesmas Pamulang Januari Maret Kriteria Eksklusi Pasien dengan terapi diluar 20 variasi obat yang paling sering digunakan dalam terapi polifarmasi pada pasien usia lanjut 28

33 Cara Kerja Alur Penelitian Bagan 3.1 Alur Penelitian Literatur 3.5. Managemen Data Pengumpulan Data 1. Data dikumpulkan dengan melihat logbook kunjungan harian pasien di Puskesmas Pamulang periode Januari Maret Kemudian dari data tersebut diseleksi yang memenuhi kriteria yakni berusia 60 tahun atau lebih dan menjalani terapi polifarmasi. 2. Data kemudian diurutkan untuk mendapat 20 jenis obat yang paling sering digunakan pada pasien usia lanjut yang mendapat terapi polifarmasi

34 21 3. Sehingga data yang digunakan adalah sejumlah pasien yang mendapat terapi polifarmasi dalam 20 variasi jenis obat yang sudah ditentukan, yaitu 103 orang Pengolahan Data Data dimasukkan ke dalam komputer melalui data entry pada program Microsoft Excell untuk diolah dan dilihat jumlah dan jenis kombinasi 2 obat yang terjadi pada seluruh sampel. Lalu kombinasi obat tersebut dimasukan kedalam program yang tersedia dari situs untuk mempermudah mengetahui kombinasi obat yang berpotensi menimbulkan efek interaksi. Kombinasi 2 obat yang memiliki potensi efek interaksi selanjutnya di cari penjelasannya lebih lanjut di literatur Analisis Data Analisis data dilakukan dengan menggunakan distribusi frekuensi dan prevalensi. Data yang didapat kemudian dinilai, dan diteliti untuk mendapat jumlah interaksi obat yang terjadi dan dianalisa bentuk interaksi yang terjadi melalui studi pustaka Penyajian Data Penyajian data dilakukan dalam bentuk narasi, teks, dan tabel. Hasil penelitian dibuat dalam bentuk makalah laporan penelitian yang dipresentasikan di hadapan staf pengajar Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN.

35 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Penelitian Tabel 4.1 Sebaran Sampel Terhadap Populasi Total pasien lansia 860 Jumlah Persentase (%) Pasien polifarmasi ,5 Pasien dengan pengobatan 5 obat atau lebih dengan variasi obat 20 tersering (sampel) Tabel 4.1 menunjukkan jumlah dan persentase sampel sebanyak 103 orang dari total populasi sebanyak 860 orang. Jumlah yang termasuk kriteria inklusi sebanyak 185 orang, tereksklusi sebanyak 82 orang karena menggunakan obat diluar 20 jenis obat tersering pada pasien lansia di puskesmas Pamulang dengan terapi polifarmasi. Tabel 4.2 Sebaran Kualitatif Sampel Jenis Kelamin Pasien Jumlah Presentase Laki laki 38 37% Perempuan 65 63% perempuan Pada tabel 4.2 dapat kita lihat sampel penelitian didominasi oleh Tabel 4.3 Sebaran Kuantitatif Sampel Nilai Mean Min-Maks SD Umur 67, ,893 Tabel 4.3 menunjukkan rata rata usia subjek penelitian yang diikutsertakan adalah 67,17 tahun dengan usia paling muda 60 tahun dan usia paling tua 86 22

36 23 tahun. Secara keseluruhan hasil analisis simpang baku menunjukkan nilai > 0 yang berarti data yang diujikan memiliki variasi (heterogen). 4.2 Analisis Univariat Penilaian Penggunaan 20 Jenis Obat Dalam penelitian ini, peneliti menemukan 42 jenis obat yang dipakai pada pasien lanjut usia dengan terapi polifarmasi. Untuk memudahkan fokus penelitian dalam mencari kemungkinan efek interaksi obat dalam terapi polfarmasi, peneliti hanya menggunakan pasien dengan penggunaan 20 jenis obat tersering sebagai sampel penelitian. Tabel 4.4 Persentase Penggunaan Obat Golongan obat Nama Obat Jumlah kejadian Persentase Vitamin B Kompleks 89 17,28% C 10 1,94% Antipiretik Parasetamol 87 16,89% Antihipertensi Ace-Inhibitor Kaptopril 57 11,07% Antasida Antasid 49 9,51% Antihistamin H1 Klorfeniramin Maleat 40 7,77% Ekspektoran Guaifenesin 25 4,85% Guaicolat Antitusif OBH 20 3,88% NSAID Piroksikam 18 3,50% Antibiotik Penicilin Amoksisilin 16 3,11% Antagonis Resepto H2 Ranitidin 15 2,91% Obat SSP, Benzodiazepin Diazepam 14 2,72% Anti Hipertensi Ca + channel blocker Nifedipin 13 2,52% Antiurisemia Allopurinol 13 2,52% Mineral Kalsium 12 2,33% Anti Diabetik Oral Insulin Sekretagog, Sulfonilurea Glibenklamid 12 2,33% Antidiabetik Oral Metformin 8 1,55% Kortikosteroid Prednison 7 1,36% Deksametason 6 1,17% Antibiotirimetoprimk Kombinasi Sulfonamid Dan Trimetopim Kotrimoksazole 4 0,78% Tabel 4.4 menjelaskan jumlah dan persentase penggunaan 20 jenis obat oleh sampel. Obat tersebut terdiri dari vitamin, analgetik, antipiretik,

37 24 antihipertensi, antasida dan sebagainya. Obat dengan persentase pengguaan tertinggi adalah Vitamin B-Kompleks dan Parasetamol Interaksi Obat Secara matematis bila ada 2 obat atau lebih dikombinasikan, maka kemungkinan kombinasi 2 obat yang terjadi adalah : [1/2n(n-1)] kombinasi, n = jumlah obat Dalam penelitian ini terdapat 20 jenis obat, maka : (matematika dasar) [1/2(20)(20-1)] kombinasi = 190 kemungkinan kombinasi 2 obat Pada penelitian ini dari 190 jenis kemungkinan terjadinya kombinasi 2 obat, ditemukan 140 jenis kombinasi. Untuk memudahkan peneliti dalam menentukan adanya potensi interaksi atau tidak, 140 jenis kombinasi tersebut dimasukan ke situs Menurut situs dari 140 jenis kombinasi obat yang ditemukan, didapat 26 jenis kombinasi yang memiliki efek interaksi obat. Selanjutnya 26 jenis kombinasi obat tersebut dicari penjelasan efek interaksi di literatur farmakologi. Tabel 4.5 Sebaran Interaksi Obat No Interaksi Jumlah Pasien Persentase dari sampel (%) 1 Parasetmol Ranitidin 13 12,6 2 Piroksikam Glibenklamid 3 2,9 3 Piroksikam Kaptopril 10 9,7 4 Piroksikam Nifedpin 1 1,0 5 Piroksikam Ranitidin 3 2,9 6 Piroksikam Deksametason 2 1,9 7 Kalsium Nifedipin 1 1,0 8 Glibenklamid Kaptopril 2 1,9 9 Glibenklamid Antasid 3 2,9 10 Glibenklamid Ranitidin 1 1,0 11 Glibenklamid Metformin 2 1,9 12 Glibenklamid Deksametason 2 1,9 13 Kaptopril Allopurinol 7 6,8 14 Kaptopril Antasid 30 29,1 15 Kaptopril Diazepam 10 9,7 16 Kaptopril Metformin 2 1,9 17 Kaptopril Deksametason 3 2,9 18 Kaptopril Prednison 2 1,9

38 25 19 Kaptopril Kotrimoksazol 1 1,0 20 Nifedipin Metformin 1 1,0 21 Nifedipin Dexamtason 1 1,0 22 Antasid Ranitidin 14 13,6 23 Antasid Allopurinol 4 3,9 24 Antasid Diazepam 10 9,7 25 Antasid Deksametasom 3 2,9 26 Antasid Prednison 3 2,9 Tabel 4.5 menunjukkan jenis kombinasi 2 obat yang dinyatakan memiliki interaksi oleh dan sebaran pasien yang mengalaminya. Dari 26 jenis interaksi didapatkan 1 jenis interaksi obat yang sifatnya berbahaya dengan 7 kejadian, yaitu interaksi Kaptopril dengan Allupurinol. Tabel 4.5 juga menunjukan interaksi obat yang paling sering terjadi, yakni Kaptopril dengan Antasid, menurut literatur pemberian Kaptopril bersamaan dengan Antasid dapat menurunkan absorbsi dan bioavailabilitas oral Kaptopril dan ACE-inhibitor lainnya. Sebenarnya efek interaksi ini dapat dicegah dengan memisahkan penggunaan kedua obat tersebut selama 1 sampai 2 Jam. Tabel 4.6 Sebaran kejadian kombinasi 2 obat dengan efek interaksi Seluruh jenis pertemuan obat 140 kombinasi 1030 kejadian Jenis kombinasi 2 obat yang memiliki interaksi 26 kombinasi 134 kejadian Persentase (%) 18,57 13,07 Tabel 4.6 menjelaskan sebaran kejadian 26 jenis kombinasi obat yang memiliki efek interaksi, yaitu sejumlah 134 kasus atau sekitar 13% dari total kejadian keseluruhan jenis kombinasi yang terjadi. Tiap masing-masing kombinasi yang berpotensi menimbulkan efek interaksi akan dibahas pada poin Tabel 4.7 Sebaran pasien dengan interaksi obat Jumlah Persentase (%) Jumlah pasien tanpa interaksi obat Jumlah pasien dengan interaksi obat Jumlah pasien polifarmasi

39 26 Tabel 4.7 menunjukan bahwa 134 kejadian kombinasi 2 obat dengan efek interaksi tersebar pada 65% sampel (67 orang). Tingginya angka kejadian interaksi obat pada pasien dengan terapi polifarmasi ini mengemukakan kemungkinan bahwa interaksi obat mendasari fakta yang ditemukan pada penelitian sebelumnya, bahwa 4% dari adverse drug reaction per tahun dilaporkan ketika kurang dari lima obat yang dikonsumsi, namun hal ini meningkat menjadi 54% ketika lebih dari lima obat yang diresepkan Pembahasan Efek Interaksi Obat Dalam penelitian ini didapatkan 26 jenis kombinasi obat yang memiliki efek interaksi, namun ada beberapa efek interaksi yang sama yang ditimbulkan oleh 2 kombinasi obat berbeda. Hal ini disebabkan obat tersebut masih dalam golongan yang sama, misalkan interaksi antara Kaptopril Prednison dan Kaptopril Deksametason. Selain itu, didapatkan beberapa kombinasi yang dinyatakan berpotensi memiliki efek interaksi oleh program di situs namun tidak dapat dikonfirmasi lebih lanjut dari literatur, hal ini mungkin disebabkan hal tersebut masih sebatas penelitian dan laporan dari beberapa kasus. Berikut adalah kombinasi obat yang berpotensi menimbulkan efek interaksi menurut literatur : a. Piroksikam Glibenklamid Piroksikam dapat meningkatkan efek hipoglikemi dari Glibenklamid. 22 Namun NSAID lain dari golongan salisilat seperti aspirin dapat meningkatkan efek hipoglikemi dari antidiabetik oral lebih signifikan. Hal ini disebabkan salisilat diketahui juga memiliki efek hipoglikemi sehingga efek dari kedua obat itu saling bertambah. Penurunan dosis dari obat antidiabetik diperlukan jika digunakan bersamaan dengan dosis salisilat yang tinggi. 22 b. Piroksikam Kaptopril Piroksikam tidak memilik efek dengan ACE-inhibitor, namun NSAID lain seperti indometasin dan aspirin dapat menurunkan efek antihipertensi dari ACEinhibitor. Hal ini diduga terjadi melalui mekanisme penghambatan sintesis prostaglandin ginjal oleh NSAID, yang akhirnya menyebabkan hipertensi. Selain

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (drug-related problem) yang diidentifikasi sebagai kejadian atau keadaan terapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (drug-related problem) yang diidentifikasi sebagai kejadian atau keadaan terapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Interaksi Obat Interaksi obat merupakan satu dari delapan kategori masalah terkait obat (drug-related problem) yang diidentifikasi sebagai kejadian atau keadaan terapi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau yang terjadi ketika satu obat hadir bersama dengan obat yang lainnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau yang terjadi ketika satu obat hadir bersama dengan obat yang lainnya BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Interaksi Obat Interaksi obat didefinisikan ketika obat bersaing satu dengan yang lainnya, atau yang terjadi ketika satu obat hadir bersama dengan obat yang lainnya (Stockley,

Lebih terperinci

MATA KULIAH PROFESI INTERAKSI OBAT PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MATA KULIAH PROFESI INTERAKSI OBAT PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MATA KULIAH PROFESI INTERAKSI OBAT PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Pendahuluan Interaksi Obat : Hubungan/ikatan obat dengan senyawa/bahan lain Diantara berbagai

Lebih terperinci

OBAT DAN NASIB OBAT DALAM TUBUH

OBAT DAN NASIB OBAT DALAM TUBUH OBAT DAN NASIB OBAT DALAM TUBUH OBAT : setiap molekul yang bisa merubah fungsi tubuh secara molekuler. NASIB OBAT DALAM TUBUH Obat Absorbsi (1) Distribusi (2) Respon farmakologis Interaksi dg reseptor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Interaksi obat dianggap penting karena dapat menguntungkan dan merugikan. Salah satu dari interaksi obat adalah interaksi obat itu sendiri dengan makanan. Interaksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. obat yang dapat mempengaruhi outcome klinis pasien. Sebuah interaksi obat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. obat yang dapat mempengaruhi outcome klinis pasien. Sebuah interaksi obat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Interaksi Obat Interaksi obat merupakan satu dari delapan kategori masalah terkait obat (drug-related problem) yang diidentifikasi sebagai kejadian atau keadaan terapi

Lebih terperinci

FARMAKOTERAPI KELOMPOK KHUSUS

FARMAKOTERAPI KELOMPOK KHUSUS FARMAKOTERAPI KELOMPOK KHUSUS dr HM Bakhriansyah, M.Kes., M.Med.Ed Farmakologi FK UNLAM Banjarbaru PENGGUNAAN OBAT PADA ANAK Perbedaan laju perkembangan organ, sistem dalam tubuh, maupun enzim yang bertanggung

Lebih terperinci

Pengantar Farmakologi Keperawatan

Pengantar Farmakologi Keperawatan Pengantar Farmakologi Keperawatan dr H M Bakhriansyah, M.Kes.,., M.Med.Ed Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UNLAM Farmakologi Substansi yang berinteraksi dengan suatu sistem yang hidup melalui proses

Lebih terperinci

Farmakologi. Pengantar Farmakologi. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UNLAM. Farmakodinamik. ., M.Med.Ed. normal tubuh. menghambat proses-proses

Farmakologi. Pengantar Farmakologi. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UNLAM. Farmakodinamik. ., M.Med.Ed. normal tubuh. menghambat proses-proses dr H M Bakhriansyah, M.Kes.,., M.Med.Ed Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UNLAM Farmakologi Substansi yang berinteraksi dengan suatu sistem yang hidup melalui proses kimia, terutama terikat pada molekul

Lebih terperinci

Di bawah ini diuraikan beberapa bentuk peresepan obat yang tidak rasional pada lansia, yaitu :

Di bawah ini diuraikan beberapa bentuk peresepan obat yang tidak rasional pada lansia, yaitu : Peresepan obat pada lanjut usia (lansia) merupakan salah satu masalah yang penting, karena dengan bertambahnya usia akan menyebabkan perubahan-perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik. Pemakaian obat

Lebih terperinci

Pengantar Farmakologi

Pengantar Farmakologi dr H M Bakhriansyah, M.Kes., M.Med.Ed Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UNLAM Farmakologi Substansi yang berinteraksi dengan suatu sistem yang hidup melalui proses kimia, terutama terikat pada molekul

Lebih terperinci

PENGANTAR FARMAKOLOGI

PENGANTAR FARMAKOLOGI PENGANTAR FARMAKOLOGI FARMAKOLOGI : PENGGUNAAN OBAT - PREVENTIV - DIAGNOSIS - PENGOBATAN GEJALA PENYAKIT FARMAKOTERAPI : CABANG ILMU PENGGUNAAN OBAT - PREVENTIV - PENGOBATAN FARMAKOLOGI KLINIK : CABANG

Lebih terperinci

Fenasetin (anti piretik jaman dulu) banyak anak2 mati, Prodrug Hasil metabolismenya yg aktif

Fenasetin (anti piretik jaman dulu) banyak anak2 mati, Prodrug Hasil metabolismenya yg aktif Sebelum PCT Fenasetin (anti piretik jaman dulu) banyak anak2 mati, orang dewasa Prodrug Hasil metabolismenya yg aktif Dlm tubuh dimetabolisme menjadi PCT (zat aktif) + metaboliknya Yg sebenarnya antipiretik

Lebih terperinci

RUMAH SAKIT MATA PADANG EYE CENTER (RSMPEC) Ramah, Empati, Siaga, Proaktif, Exsclusive, dan Competence PANDUAN TENTANG PANDUAN TELAAH INTERAKSI OBAT

RUMAH SAKIT MATA PADANG EYE CENTER (RSMPEC) Ramah, Empati, Siaga, Proaktif, Exsclusive, dan Competence PANDUAN TENTANG PANDUAN TELAAH INTERAKSI OBAT PANDUAN TENTANG PANDUAN TELAAH INTERAKSI OBAT RS MATA PADANG EYE CENTER BAB I DEFINISI A. Pengertian Interaksi obat adalah suatu perubahan atau efek yang terjadi pada suatu obat ketika obat tersebut digabungkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. OSTEOARTHRITIS 1. Definisi Osteoartritis disebut juga penyakit sendi degeneratif atau artritis hipertrofi. Penyakit ini merupakan penyakit kerusakan tulang rawan sendi yang

Lebih terperinci

Panduan Interaksi Obat

Panduan Interaksi Obat Panduan Interaksi Obat Rumah Sakit Harapan Bunda Jl. Raya Lintas Sumatera, Seputih Jaya, Gunung Sugih Lampung Tengah I N D O N E S I A Telp. (0725) 26766. Fax. (0725) 25091 http://www.rshb-lampung.co.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri adalah gejala penyakit atau kerusakan yang paling sering. Walaupun nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering memudahkan diagnosis, pasien

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. vitamin ataupun herbal yang digunakan oleh pasien. 1. Distribusi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. vitamin ataupun herbal yang digunakan oleh pasien. 1. Distribusi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Setelah melakukan penelitian pada pasien DM tipe 2 di Puskesmas Sewon 2 Bantul telah ditemukan sebanyak 36 sampel yang sesuai dengan kriteria inklusi maupun eksklusi. Peneliti

Lebih terperinci

Obat Diabetes Farmakologi. Hipoglikemik Oral

Obat Diabetes Farmakologi. Hipoglikemik Oral Obat Diabetes Farmakologi Terapi Insulin dan Hipoglikemik Oral Obat Diabetes Farmakologi Terapi Insulin dan Hipoglikemik Oral. Pengertian farmakologi sendiri adalah ilmu mengenai pengaruh senyawa terhadap

Lebih terperinci

II. KERJA BAHAN TOKSIK DALAM TUBUH ORGANISMS

II. KERJA BAHAN TOKSIK DALAM TUBUH ORGANISMS II. KERJA BAHAN TOKSIK DALAM TUBUH ORGANISMS A. Interaksi Senyawa Kimia dengan Organisme Ilmu yang mempelajari tentang interaksi senyawa kimia dengan organisme hidup disebut farmakologi, dengan demikian

Lebih terperinci

Pengantar Farmakologi

Pengantar Farmakologi Pengantar Farmakologi Kuntarti, S.Kp, M.Biomed 1 PDF Created with deskpdf PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com 4 Istilah Dasar Obat Farmakologi Farmakologi klinik Terapeutik farmakoterapeutik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di Indonesia sering terdengar kata Transisi Epidemiologi atau beban ganda penyakit. Transisi epidemiologi bermula dari suatu perubahan yang kompleks dalam pola kesehatan

Lebih terperinci

Pengaruh umum Pengaruh faktor genetik Reaksi idiosinkrasi Interaksi obat. Faktor yang mempengaruhi khasiat obat - 2

Pengaruh umum Pengaruh faktor genetik Reaksi idiosinkrasi Interaksi obat. Faktor yang mempengaruhi khasiat obat - 2 Pengaruh umum Pengaruh faktor genetik Reaksi idiosinkrasi Interaksi obat Faktor yang mempengaruhi khasiat obat - 2 1 Rute pemberian obat Untuk memperoleh efek yang cepat obat biasanya diberikan secara

Lebih terperinci

MATA KULIAH FARMAKOLOGI DASAR

MATA KULIAH FARMAKOLOGI DASAR MATA KULIAH FARMAKOLOGI DASAR AKADEMI FARMASI TADULAKO FARMA PALU 2015 SEMESTER II Khusnul Diana, S.Far., M.Sc., Apt. Obat Farmakodinamis : bekerja terhadap fungsi organ dengan jalan mempercepat/memperlambat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan peningkatan angka morbiditas secara global sebesar 4,5 %, dan

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan peningkatan angka morbiditas secara global sebesar 4,5 %, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi dikenal secara luas sebagai penyakit kardiovaskular dimana penderita memiliki tekanan darah diatas normal. Penyakit ini diperkirakan telah menyebabkan peningkatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Goreng Minyak goreng merupakan salah satu bahan yang termasuk dalam lemak, baik yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Peningkatan asupan lemak sebagian besar berasal dari tingginya

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Peningkatan asupan lemak sebagian besar berasal dari tingginya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsumsi diet tinggi lemak dan fruktosa di masyarakat saat ini mulai meningkat. Peningkatan asupan lemak sebagian besar berasal dari tingginya konsumsi junk food dan

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN TENTANG PENGGUNAAN OBAT GLIBENKLAMID PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE-2 DI PUSKESMAS ALALAK SELATAN BANJARMASIN

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN TENTANG PENGGUNAAN OBAT GLIBENKLAMID PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE-2 DI PUSKESMAS ALALAK SELATAN BANJARMASIN ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN TENTANG PENGGUNAAN OBAT GLIBENKLAMID PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE-2 DI PUSKESMAS ALALAK SELATAN BANJARMASIN Muhammad Yusuf¹; Aditya Maulana Perdana Putra² ; Maria Ulfah³

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif yang sering

BAB I PENDAHULUAN. penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif yang sering BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan penurunan fungsi organ tubuh, maka resiko terjadinya penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif yang sering terjadi pada lansia antara

Lebih terperinci

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL Pendahuluan Parasetamol adalah golongan obat analgesik non opioid yang dijual secara bebas. Indikasi parasetamol adalah untuk sakit kepala, nyeri otot sementara, sakit menjelang

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI POTENSI INTERAKSI OBAT ANTI-HIPERTENSI PADA RESEP PASIEN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI INSTALASI FARMASI UNIT RAWAT JALAN RSUD

IDENTIFIKASI POTENSI INTERAKSI OBAT ANTI-HIPERTENSI PADA RESEP PASIEN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI INSTALASI FARMASI UNIT RAWAT JALAN RSUD ABSTRAK IDENTIFIKASI POTENSI INTERAKSI OBAT ANTI-HIPERTENSI PADA RESEP PASIEN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI INSTALASI FARMASI UNIT RAWAT JALAN RSUD Dr. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN Alfisah Fatrianoor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya prevalensi diabetes melitus (DM) akibat peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya prevalensi diabetes melitus (DM) akibat peningkatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya prevalensi diabetes melitus (DM) akibat peningkatan kemakmuran di negara berkembang banyak disoroti. Peningkatan pendapatan perkapita dan perubahan gaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kelainan metabolisme yang disebabkan kurangnya hormon insulin. Kadar glukosa yang tinggi dalam tubuh tidak seluruhnya dapat

Lebih terperinci

2/20/2012. Oleh: Joharman

2/20/2012. Oleh: Joharman PENGANTAR FARMAKOLOGI Oleh: Joharman Farmakologi Interaksi bahan dgn sistem kehidupan melalui proses kimia, khususnya melalui pengikatan molekul regulator dan pengaktifan atau penghambatan proses tubuh

Lebih terperinci

MAKALAH PERHITUNGAN DOSIS OBAT DISUSUN OLEH : VERTI AGSUTIN

MAKALAH PERHITUNGAN DOSIS OBAT DISUSUN OLEH : VERTI AGSUTIN MAKALAH PERHITUNGAN DOSIS OBAT DISUSUN OLEH : VERTI AGSUTIN 5390033 POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG JURUSAN DIII FARMASI TAHUN 205 KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah swt. karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit metabolik yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit metabolik yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit metabolik yang prevalensinya semakin meningkat dari tahun ke tahun. Diabetes melitus didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI POTENSI INTERAKSI OBAT ANTIDIABETES PADA RESEP PASIEN DI APOTEK RAHMAT BANJARMASIN

IDENTIFIKASI POTENSI INTERAKSI OBAT ANTIDIABETES PADA RESEP PASIEN DI APOTEK RAHMAT BANJARMASIN INTISARI IDENTIFIKASI POTENSI INTERAKSI OBAT ANTIDIABETES PADA RESEP PASIEN DI APOTEK RAHMAT BANJARMASIN Salah satu penyakit degeneratif terbesar adalah Diabetes Mellitus. Diabetes Meliitus yang tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Interaksi Obat Interaksi obat adalah peristiwa dimana aksi suatu obat di ubah atau dipengaruhi oleh obat lain yang di berikan bersamaan. Interaksi obat terjadi jika suatu obat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peresepan obat terkadang tidak hanya dengan satu macam obat, melainkan dengan kombinasi berbagai macam obat dan digunakan secara bersamaan tergantung dari kebutuhan

Lebih terperinci

Pengertian farmakokinetik Proses farmakokinetik Absorpsi (Bioavaibilitas) Distribusi Metabolisme (Biotransformasi) Ekskresi

Pengertian farmakokinetik Proses farmakokinetik Absorpsi (Bioavaibilitas) Distribusi Metabolisme (Biotransformasi) Ekskresi Pengertian farmakokinetik Proses farmakokinetik Absorpsi (Bioavaibilitas) Distribusi Metabolisme (Biotransformasi) Ekskresi Farmakokinetik - 2 Mempelajari cara tubuh menangani obat Mempelajari perjalanan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam bentuk asalnya atau dalam bentuk metabolit hasil biotransformasi. Ekskresi di sini merupakan hasil

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Sakit Perut Berulang Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut berulang pada remaja terjadi paling sedikit tiga kali dengan jarak paling sedikit

Lebih terperinci

INTISARI IDENTIFIKASI POTENSI INTERAKSI OBAT ANTIHIPERTENSI PADA RESEP PASIEN UMUM DI UNIT RAWAT JALAN INSTALASI FARMASI RSUD DR. H.

INTISARI IDENTIFIKASI POTENSI INTERAKSI OBAT ANTIHIPERTENSI PADA RESEP PASIEN UMUM DI UNIT RAWAT JALAN INSTALASI FARMASI RSUD DR. H. INTISARI IDENTIFIKASI POTENSI INTERAKSI OBAT ANTIHIPERTENSI PADA RESEP PASIEN UMUM DI UNIT RAWAT JALAN INSTALASI FARMASI RSUD DR. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN TAHUN 2013 Nidayanti 1 ; Aditya Maulana.P.P

Lebih terperinci

Faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Pelepasan, Pelarutan dan Absorbsi Obat

Faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Pelepasan, Pelarutan dan Absorbsi Obat Faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Pelepasan, Pelarutan dan Absorbsi Obat Al Syahril Samsi, S.Farm., M.Si., Apt 1 Faktor yang Mempengaruhi Liberation (Pelepasan), disolution (Pelarutan) dan absorbtion(absorbsi/difusi)lda

Lebih terperinci

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN PENELITIAN HUBUNGAN POLA KONSUMSI ENERGI, LEMAK JENUH DAN SERAT DENGAN KADAR TRIGLISERIDA PADA PASIEN PENYAKIT JANTUNG KORONER Usdeka Muliani* *Dosen Jurusan Gizi Indonesia saat ini menghadapi masalah

Lebih terperinci

INTERAKSI OBAT DENGAN KASUS KHUSUS DAN PENGATASAN INTERAKSI

INTERAKSI OBAT DENGAN KASUS KHUSUS DAN PENGATASAN INTERAKSI INTERAKSI OBAT DENGAN KASUS KHUSUS DAN PENGATASAN INTERAKSI 1 Diabetes Melitus dan Obat-Obat β- Bloker Disusun oleh: 1. Achmad Yani Setiawan 2. Angelina Putri Prima Jessy 3. Hijrianty 4. Hafiz Surahman

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepar merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia, dengan berat 1.200-1.500 gram. Pada orang dewasa ± 1/50 dari berat badannya sedangkan pada bayi ± 1/18 dari berat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dilakukan dengan cara pendekatan, observasi, pengumpulan data dan faktor resiko

BAB III METODE PENELITIAN. dilakukan dengan cara pendekatan, observasi, pengumpulan data dan faktor resiko BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif menggunakan desain pendekatan prospektif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronik (PGK) atau chronic kidney disease (CKD) adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronik (PGK) atau chronic kidney disease (CKD) adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) atau chronic kidney disease (CKD) adalah suatu penurunan fungsi ginjal yang progresif dan ireversibel akibat suatu proses patofisiologis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan penelitian eksperimental quasi yang telah dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya pengaruh obat anti ansietas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan proses perubahan biologis secara terus- menerus, dan terjadi. suatu kemunduran atau penurunan (Suardiman, 2011)

BAB I PENDAHULUAN. merupakan proses perubahan biologis secara terus- menerus, dan terjadi. suatu kemunduran atau penurunan (Suardiman, 2011) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penuaan merupakan bagian dari rentang kehidupan manusia, menua atau aging adalah suatu keadaan yang terjadi dalam kehidupan manusia yang diberi umur panjang. Menua bukanlah

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. tahun, usia termuda 18 tahun dan tertua 68 tahun. Hasil ini sesuai dengan

BAB 6 PEMBAHASAN. tahun, usia termuda 18 tahun dan tertua 68 tahun. Hasil ini sesuai dengan BAB 6 PEMBAHASAN 6.1. Karakteristik subyek penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata usia sampel penelitian 47,2 tahun, usia termuda 18 tahun dan tertua 68 tahun. Hasil ini sesuai dengan penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit asam urat atau biasa dikenal sebagai gout arthritis merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit asam urat atau biasa dikenal sebagai gout arthritis merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit asam urat atau biasa dikenal sebagai gout arthritis merupakan suatu penyakit yang diakibatkan karena penimbunan kristal monosodium urat di dalam tubuh. Asam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nekrosis merupakan proses degenerasi yang menyebabkan kerusakan sel yang terjadi setelah suplai darah hilang ditandai dengan pembengkakan sel, denaturasi protein dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. zat atau substasi normal di urin menjadi sangat tinggi konsentrasinya. 1 Penyakit

BAB I PENDAHULUAN. zat atau substasi normal di urin menjadi sangat tinggi konsentrasinya. 1 Penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nefrolitiasis adalah sebuah material solid yang terbentuk di ginjal ketika zat atau substasi normal di urin menjadi sangat tinggi konsentrasinya. 1 Penyakit ini bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan, padahal kasusnya cukup banyak ditemukan, hal ini terjadi karena

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan, padahal kasusnya cukup banyak ditemukan, hal ini terjadi karena 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam ruang lingkup ilmu penyakit dalam, depresi masih sering terlupakan, padahal kasusnya cukup banyak ditemukan, hal ini terjadi karena seringkali pasien depresi

Lebih terperinci

KAJIAN PENGOBATAN HIPERTENSI DI PUSKESMAS KARANG ASAM SAMARINDA

KAJIAN PENGOBATAN HIPERTENSI DI PUSKESMAS KARANG ASAM SAMARINDA KAJIAN PENGOBATAN HIPERTENSI DI PUSKESMAS KARANG ASAM SAMARINDA Faisal Ramdani, Nur Mita, Rolan Rusli* Laboratorium Penelitian dan Pengembangan Farmaka Tropis Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman, Samarinda

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai istilah bergesernya umur sebuah populasi menuju usia tua. (1)

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai istilah bergesernya umur sebuah populasi menuju usia tua. (1) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Fenomena penuaan populasi (population aging) merupakan fenomena yang telah terjadi di seluruh dunia, istilah ini digunakan sebagai istilah bergesernya umur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dua atau lebih obat yang diberikan pada waktu yang sama atau hampir

BAB I PENDAHULUAN. Dua atau lebih obat yang diberikan pada waktu yang sama atau hampir BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dua atau lebih obat yang diberikan pada waktu yang sama atau hampir bersamaan berpotensi menyebabkan interaksi yang dapat mengubah efek yang diinginkan. Interaksi bisa

Lebih terperinci

Hubungan Albumin Serum Awal Perawatan dengan Perbaikan Klinis Infeksi Ulkus Kaki Diabetik di Rumah Sakit di Jakarta

Hubungan Albumin Serum Awal Perawatan dengan Perbaikan Klinis Infeksi Ulkus Kaki Diabetik di Rumah Sakit di Jakarta LAPORAN PENELITIAN Hubungan Albumin Serum Awal Perawatan dengan Perbaikan Klinis Infeksi Ulkus Kaki Diabetik di Rumah Sakit di Jakarta Hendra Dwi Kurniawan 1, Em Yunir 2, Pringgodigdo Nugroho 3 1 Departemen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (drug related problem) yang diidentifikasi sebagai kejadian atau keadaan terapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (drug related problem) yang diidentifikasi sebagai kejadian atau keadaan terapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Interaksi Obat Interaksi obat merupakan satu dari delapan kategori masalah terkait obat (drug related problem) yang diidentifikasi sebagai kejadian atau keadaan terapi obat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kreatinin serum pada pasien diabetes melitus tipe 2 telah dilakukan di RS

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kreatinin serum pada pasien diabetes melitus tipe 2 telah dilakukan di RS BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Hasil Penelitian Pelaksanaan penelitian tentang korelasi antara kadar asam urat dan kreatinin serum pada pasien diabetes melitus tipe 2 telah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN penduduk Amerika menderita penyakit gagal jantung kongestif (Brashesrs,

I. PENDAHULUAN penduduk Amerika menderita penyakit gagal jantung kongestif (Brashesrs, I. PENDAHULUAN Masalah kesehatan dengan gangguan sistem kardiovaskular masih menduduki peringkat yang tinggi. Menurut data WHO dilaporkan bahwa sekitar 3000 penduduk Amerika menderita penyakit gagal jantung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akibat insufiensi fungsi insulin (Depkes RI., 2005). Diabetes tipe ini disebabkan oleh kerusakan autoimun dari sel-sel β

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akibat insufiensi fungsi insulin (Depkes RI., 2005). Diabetes tipe ini disebabkan oleh kerusakan autoimun dari sel-sel β BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Melitus Diabetes melitus (DM) adalah suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar glukosa darah disertai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya umur harapan hidup ini mengakibatkan jumlah penduduk lanjut usia meningkat pesat

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya umur harapan hidup ini mengakibatkan jumlah penduduk lanjut usia meningkat pesat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan merupakan cita-cita suatu bangsa dan salah satu keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan adalah meningkatnya Umur Harapan Hidup (UHH).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia. 11 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah kesehatan adalah masalah kompleks yang merupakan hasil dari berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia. Datangnya penyakit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saliva memiliki beberapa fungsi yaitu sebagai proteksi, pengaturan reseptor

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saliva memiliki beberapa fungsi yaitu sebagai proteksi, pengaturan reseptor I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saliva memiliki beberapa fungsi yaitu sebagai proteksi, pengaturan reseptor pengecapan, dan turut menentukan persepsi rasa melalui interaksinya dengan stimulus sensoris.

Lebih terperinci

darah. Kerusakan glomerulus menyebabkan protein (albumin) dapat melewati glomerulus sehingga ditemukan dalam urin yang disebut mikroalbuminuria (Ritz

darah. Kerusakan glomerulus menyebabkan protein (albumin) dapat melewati glomerulus sehingga ditemukan dalam urin yang disebut mikroalbuminuria (Ritz BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tekanan darah tinggi atau hipertensi merupakan suatu masalah kesehatan masyarakat yang umum di negara berkembang, secara khusus bagi masyarakat Indonesia. Menurut

Lebih terperinci

Penggunaan Obat pada Anak FARMAKOTERAPI PADA KELOMPOK KHUSUS. Penggunaan Obat pada Anak. Alfi Yasmina. Dosis: berdasarkan usia, BB, LPT

Penggunaan Obat pada Anak FARMAKOTERAPI PADA KELOMPOK KHUSUS. Penggunaan Obat pada Anak. Alfi Yasmina. Dosis: berdasarkan usia, BB, LPT FARMAKOTERAPI PADA KELOMPOK KHUSUS Alfi Yasmina Dipengaruhi oleh Fungsi biotransformasi hati Fungsi ekskresi ginjal Kapasitas pengikatan protein Sawar darah-otak, sawar kulit Sensitivitas reseptor obat

Lebih terperinci

Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh:

Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh: FARMAKOKINETIK Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh: Absorpsi (diserap ke dalam darah) Distribusi (disebarkan ke berbagai jaringan tubuh) Metabolisme (diubah

Lebih terperinci

FARMAKOKINETIKA. Farmakologi. Oleh: Isnaini

FARMAKOKINETIKA. Farmakologi. Oleh: Isnaini FARMAKOKINETIKA Oleh: Isnaini Farmakologi Interaksi bahan dgn sistem kehidupan melalui proses kimia, khususnya melalui pengikatan molekul regulator dan pengaktifan atau penghambatan proses tubuh yang normal

Lebih terperinci

Prosiding Farmasi ISSN:

Prosiding Farmasi ISSN: Prosiding Farmasi ISSN: 2460-6472 Kajian Interaksi Obat Antihipertensi pada Resep Pasien Rawat Jalan di Satu Puskesmas Kabupaten Bandung Barat Study of Antihypertension Drug Interactions in Outpatient

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua masalah ganda (double burden). Disamping masalah penyakit menular dan kekurangan gizi terjadi pula peningkatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. obat yang dapat mempengaruhi outcome klinis pasien. Suatu interaksi obat terjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. obat yang dapat mempengaruhi outcome klinis pasien. Suatu interaksi obat terjadi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Interaksi Obat Interaksi obat merupakan satu dari delapan kategori masalah terkait obat (Drug Related Problems) yang diidentifikasi sebagai kejadian atau keadaan terapi obat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tidak menular (PTM), merupakan penyakit kronik yang tidak. umumnya berkembang lambat. Empat jenis PTM utama menurut WHO

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tidak menular (PTM), merupakan penyakit kronik yang tidak. umumnya berkembang lambat. Empat jenis PTM utama menurut WHO BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM), merupakan penyakit kronik yang tidak ditularkan dari orang ke orang. PTM mempunyai durasi yang panjang dan umumnya berkembang lambat. Empat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diwaspadai. Hipertensi menjadi masalah kesehatan masyarakat yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. diwaspadai. Hipertensi menjadi masalah kesehatan masyarakat yang terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi merupakan salah satu penyakit degeneratif yang harus diwaspadai. Hipertensi menjadi masalah kesehatan masyarakat yang terjadi di negara maju maupun negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lemah ginjal, buta, menderita penyakit bagian kaki dan banyak

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lemah ginjal, buta, menderita penyakit bagian kaki dan banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang berlangsung kronik progresif, dengan manifestasi gangguan metabolisme glukosa dan lipid, disertai oleh

Lebih terperinci

FARMAKOTERAPI PADA KELOMPOK KHUSUS

FARMAKOTERAPI PADA KELOMPOK KHUSUS FARMAKOTERAPI PADA KELOMPOK KHUSUS Alfi Yasmina Penggunaan Obat pada Anak Dipengaruhi oleh Fungsi biotransformasi hati Fungsi ekskresi ginjal Kapasitas pengikatan protein Sawar darah-otak, sawar kulit

Lebih terperinci

FARMAKOTERAPI PADA KELOMPOK KHUSUS. Alfi Yasmina

FARMAKOTERAPI PADA KELOMPOK KHUSUS. Alfi Yasmina FARMAKOTERAPI PADA KELOMPOK KHUSUS Alfi Yasmina Penggunaan Obat pada Anak Dipengaruhi oleh Fungsi biotransformasi hati Fungsi ekskresi ginjal Kapasitas pengikatan protein Sawar darah-otak, sawar kulit

Lebih terperinci

2016 GAMBARAN PENGETAHUAN WANITA LANJUT USIA TENTANG DIET HIPERTENSI DI PANTI SOSIAL TRESNA WREDHA BUDI PERTIWI BANDUNG.

2016 GAMBARAN PENGETAHUAN WANITA LANJUT USIA TENTANG DIET HIPERTENSI DI PANTI SOSIAL TRESNA WREDHA BUDI PERTIWI BANDUNG. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk lansia semakin meningkat dari tahun ke tahun di perkirakan ada 500 juta dengan usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi atau tekanan darah tinggi menurut JNC 7 adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmhg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmhg. Hipertensi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Zat besi Besi (Fe) adalah salah satu mineral zat gizi mikro esensial dalam kehidupan manusia. Tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. juta orang atau 8,05 persen dari seluruh penduduk Indonesia. Persentase keluhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. juta orang atau 8,05 persen dari seluruh penduduk Indonesia. Persentase keluhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan penduduk usia lanjut di Indonesia semakin meningkat karena angka harapan hidup semakin tinggi. Jumlah penduduk usia lanjut mencapai 20,04 juta orang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 200 SM sindrom metabolik yang berkaitan dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid, dan protein, diberi nama diabetes oleh Aretaeus, yang kemudian dikenal

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan pada hepar dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor, antara lain virus, radikal bebas, maupun autoimun. Salah satu yang banyak dikenal masyarakat adalah

Lebih terperinci

SKRIPSI FITRIA ARDHITANTRI K Oleh :

SKRIPSI FITRIA ARDHITANTRI K Oleh : IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS POTENSIAL KATEGORI DOSIS PADA PASIEN DI INSTALASI RAWAT JALAN BAGIAN ANAK RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA PERIODE JANUARI - JUNI 2007 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. psikologis dan sosial. Hal tersebut menimbulkan keterbatasan-keterbatasan yang

BAB I PENDAHULUAN. psikologis dan sosial. Hal tersebut menimbulkan keterbatasan-keterbatasan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lanjut usia tidak dapat terhindar dari penurunan kondisi fisik, psikologis dan sosial. Hal tersebut menimbulkan keterbatasan-keterbatasan yang dapat mengakibatkan gangguan

Lebih terperinci

HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN PROSES ABSORPSI, DISTRIBUSI DAN EKSKRESI OBAT

HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN PROSES ABSORPSI, DISTRIBUSI DAN EKSKRESI OBAT HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN PROSES ABSORPSI, DISTRIBUSI DAN EKSKRESI OBAT Oleh: Siswandono Laboratorium Kimia Medisinal Proses absorpsi dan distribusi obat Absorpsi Distribusi m.b. m.b.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkatnya angka harapan hidup (life expectancy); semakin banyak

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkatnya angka harapan hidup (life expectancy); semakin banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan kesehatan dalam menurunkan angka kematian dan kelahiran berdampak pada perubahan struktur penduduk yang di dominasi oleh kelompok muda, namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Kemajuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi saat ini kemajuan teknologi berkembang dengan sangat pesat, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Kemajuan teknologi tersebut berpengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penduduk usia lanjut di Indonesia sangatlah tinggi dan diperkirakan jumlah penduduk usia lanjut tahun 2020 akan berjumlah 28,8 juta jiwa atau 11% dari total penduduk

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI ANALISIS POTENSI INTERAKSI OBAT ANTIDIABETIK ORAL PADA PASIEN DI INSTALASI RAWAT JALAN ASKES RUMAH SAKIT DOKTER SOEDARSO PONTIANAK PERIODE JANUARI- MARET 2013 OLEH MEGA GUSTIANI

Lebih terperinci

Obat Penyakit Diabetes Metformin Biguanide

Obat Penyakit Diabetes Metformin Biguanide Obat Penyakit Metformin Biguanide Obat Penyakit Metformin Biguanide. Obat diabetes ini bekerja dengan meningkatkan sensitivitas insulin, baik pada jaringan hati maupun perifer. Peningkatan sensitivitas

Lebih terperinci

APLIKASI FARMAKOKINETIKA DALAM FARMASI KLINIK MAKALAH

APLIKASI FARMAKOKINETIKA DALAM FARMASI KLINIK MAKALAH APLIKASI FARMAKOKINETIKA DALAM FARMASI KLINIK MAKALAH Disusun: Apriana Rohman S 07023232 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN YOGYAKARTA 2011 A. LATAR BELAKANG Farmakologi adalah ilmu mengenai pengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Natrium diklofenak merupakan obat golongan antiinflamasi nonsteroid

BAB I PENDAHULUAN. Natrium diklofenak merupakan obat golongan antiinflamasi nonsteroid 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Natrium diklofenak merupakan obat golongan antiinflamasi nonsteroid (OAINS) dengan efek analgesik, antiinflamasi, dan antipiretik yang digunakan secara luas pada

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... v. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. RINGKASAN... viii. SUMMARY...

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... v. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. RINGKASAN... viii. SUMMARY... DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i LEMBAR PERSETUJUAN... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii KATA PENGANTAR... iv PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... v ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii RINGKASAN... viii SUMMARY...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara, pada berbagai tingkat pelayanan kesehatan, berbagai studi dan temuan

BAB I PENDAHULUAN. negara, pada berbagai tingkat pelayanan kesehatan, berbagai studi dan temuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemakaian obat yang tidak rasional merupakan masalah serius dalam pelayanan kesehatan karena kemungkinan dampak negatif yang terjadi. Di banyak negara, pada berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat zaman modern ini, setiap individu sibuk dengan kegiatan masingmasing, sehingga cenderung kurang memperhatikan pola makan. Gaya hidup sedentari cenderung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan rumah sakit yang didefinisikan sebagai kejadian tidak diinginkan yang

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan rumah sakit yang didefinisikan sebagai kejadian tidak diinginkan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Drug Related Problems (DRPs) merupakan penyebab kurangnya kualitas pelayanan rumah sakit yang didefinisikan sebagai kejadian tidak diinginkan yang menimpa pasien yang

Lebih terperinci