POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) KERAJINAN BORDIR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) KERAJINAN BORDIR"

Transkripsi

1 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) KERAJINAN BORDIR BANK INDONESIA Direktorat Kredit, BPR dan UMKM Telepon : (021) Fax: (021) , tbtlkm@bi.go.id

2 DAFTAR ISI 1. Pendahuluan a. Latar Belakang b. Tujuan, Ruang Lingkup dan Metode Penelitian Profil Usaha dan Pola Pembiayaan a. Profil Pengusaha b. Pola Pembiayaan Aspek Pemasaran a. Permintaan b. Penawaran c. Harga d. Persaingan d. Jalur Pemasaran e. Kendala Pemasaran Aspek Produksi a. Lokasi Usaha b. Fasilitas Produksi c. Bahan Baku d. Tenaga Kerja e. Teknologi f. Proses Produksi g. Mutu Produksi Aspek Keuangan a. Struktur Biaya b. Pendapatan Usaha c. Kebutuhan Modal d. Analisa Arus Kas e. Evaluiasi Profitabilitas Rencana Investasi f. Analisa Break Even Point g. Analisa Sensitivitas h. Kendala Aspek Sosial Ekonomi dan Dampak Lingkungan a. Aspek Sosial Ekonomi b. Dampak Lingkungan Penutup a. Kesimpulan b. Saran LAMPIRAN Bank Indonesia Kerajinan Bordir 1

3 1. Pendahuluan a. Latar Belakang Bordir merupakan kerajinan rakyat yang memerlukan ketekunan dan ketelatenan dalam pengerjaannya. Kerajinan ini telah tumbuh di beberapa daerah dengan motif dan rancangan khas daerah masing-masing. Awalnya kerajinan ini berkembang untuk memenuhi kebutuhan pakaian kebaya wanita yang merupakan pakaian nasional Indonesia, tetapi adanya perkembangan dan penggunaan yang semakin meluas kerajinan ini menjadi bagian dari ciri khas motif pakaian untuk sholat seperti mukena, baju koko, dan selendang. Hasil kerajinan bordir yang ada di beberapa daerah telah dipasarkan secara meluas sampai ke manca negara, sehingga dengan adanya krisis moneter yang membuat nilai dollar melonjak, pasaran ekspor bordir semakin meningkat dan pendapatan pengusaha bordir semakin tinggi bahkan penjualan yang dilakukan banyak ditujukan untuk pasaran ekspor karena nilai jual dalam negeri rendah dan jumlah permintaannya juga sedikit. Adanya kerajinan ini meningkatkan produktivitas para pengrajin dan memberi tambahan pendapatan masyarakat yang tidak kecil. Karena ratarata seorang pengusaha kerajinan bordir paling sedikit mempekerjakan 10 orang tenaga kerja secara langsung. Untuk pengrajin bordir yang ada di Bukittinggi Sumatra Barat, mempunyai dua macam sistem pengerjaan yaitu secara borongan yang dikerjakan di rumah pekerja masing-masing dan sistem pengerjaan di pabrik, Sehingga tenaga kerja yang terserap sebenarnya lebih banyak lagi dari yang tercatat di perusahaan. Keterampilan membordir kain di Bukittinggi merupakan salah satu khasanah kekayaan pengetahuan dalam masyarakat yang diturunkan secara berkesinambungan antar generasi, khususnya kaum wanita atau perempuan muda dalam mengisi kekosongan waktu setelah selesai pendidikan di madrasah. Dengan semakin majunya zaman dan kebutuhan akan kain bordir semakin meningkat maka muncullah perusahaan-perusahaan yang mengelola dan memproduksi kain bordir secara khusus. Biasanya perusahaan yang memproduksi kain bordir berawal dari pedagang yang menjual kain bordir di toko atau di Pasar Atas dan Pasar Aur Kuning Bukittinggi, sehingga untuk keterjaminan pasar barang yang diproduksi tidak mengalami kesulitan. Semakin meningkatnya permintaan dan adanya perkembangan teknologi pembuatan kain bordir yang menggunakan mesin bordir yang lebih baik dengan banyak kepala jarum didapatkan hasil kain yang lebih cepat dan baik dibandingkan dengan mesin yang ada saat ini. Pengrajin membutuhkan adanya suntikan teknologi dan bimbingan untuk mendapatkan akses pendanaan. Bank Indonesia Kerajinan Bordir 2

4 b. Tujuan, Ruang Lingkup dan Metode Penelitian Tujuan Tujuan kajian pola pembiayaan ini adalah: 1. Menyediakan rujukan bagi perbankan dalam rangka meningkatkan realisasi kredit untuk usaha kecil, khususnya melalui penyediaan kredit untuk usaha kerajinan bordir. 2. Menyediakan informasi dan pengetahuan untuk mengembangkan usaha kerajinan bordir mengenai aspek-aspek pemasarannya, aspek teknik produksinya dan aspek keuangannya. Ruang Lingkup Ruang lingkup dari studi ini meliputi : 1. Usaha kerajinan bordir yang dimulai dari proses pemotongan kain, pembuatan pola untuk jenis bordiran Terancang. 2. Melakukan penelitian pola pembiayaan komoditi yang meliputi aspekaspek : a. Aspek pemasaran meliputi antara lain kondisi permintaan (termasuk pasar ekspor), penawaran, persaingan, harga, proyeksi permintaan pasar dan rantai pemasaran produk, b. Aspek produksi meliputi gambaran komoditi, persyaratan teknis produksi, proses pembuatan dan penanganannya, c. Aspek keuangan meliputi perhitungan kebutuhan biaya investasi, dan kelayakan keuangan. Perhitungan kelayakan keuangan menggunakan analisa yang disesuaikan dengan jenis usaha yang dapat meliputi rugi laba, cash flow, net present value, pay back ratio, benefit cost ratio dan internal rate of return, termasuk analisa sensitivitas, d. Aspek sosial ekonomi meliputi pengaruh pengembangan usaha kerajinan yang diteliti terhadap perekonomian, penciptaan lapangan kerja dan pengaruh terhadap sektor lain, e. Aspek dampak lingkungan Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan mengadakan survei lapang di wilayah yang selama ini mempunyai potensi pengembangan usaha kerajinan bordir cukup baik, yaitu di Bukittinggi, Sumatra Barat. Survei lapang dilakukan untuk memperoleh data sebagai berikut: 1. Data primer dari pengusaha kecil (pengrajin bordir); Bank Indonesia Kerajinan Bordir 3

5 2. Data sekunder dari bank umum dan instansi terkait (Dinas Perindustrian dan Perdagangan, dan BPS Kota Bukittinggi); 3. Tokoh masyarakat setempat (tokoh formal dan tokoh informal). Hasil pengumpulan data tersebut di atas selanjutnya dianalisa khususnya untuk hal-hal sebagai berikut: a. Analisa usaha, dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh komoditi yang diteliti dilihat dari aspek-aspek pemasaran, produksi, sosial-ekonomi, dan dampak lingkungannya; b. Analisa pembiayaan, dilakukan untuk mengetahui bagaimana pembiayaan proyek dan kelayakan usaha dilihat dari aspek keuangannya. Untuk kepentingan pengumpulan dan analisa data tersebut di atas, sampel usaha kecil di wilayah penelitian diambil secara acak dengan persyaratan bahwa usaha kecil tersebut yang paling banyak terdapat di wilayah studi, dengan mengutamakan mereka yang mendapat kredit bank untuk usaha kecilnya. Bank Indonesia Kerajinan Bordir 4

6 2. Profil Usaha dan Pola Pembiayaan a. Profil Pengusaha Usaha kerajinan bordir di Bukittinggi sebagian besar merupakan usaha turun temurun yang diwariskan dari orang tuanya. Kebanyakan kerajinan ini dikerjakan oleh para wanita. Hal ini terkait dengan budaya setempat khususnya para Wanita Minang, yang dalam waktu senggangnya diharuskan untuk belajar agar terampil dalam menyulam dan menjahit termasuk keterampilan bordir. Dengan semakin modernnya pola dan peralatan yang digunakan dalam bordir ini para Wanita Minang khususnya di Bukittinggi tak ketinggalan memanfaatkan dan mendalami teknik bordir dengan peralatan atau mesin jahit khusus bordir. Adanya krisis ekonomi yang melanda Indonesia, kerajinan bordir Bukittinggi bukan semakin tenggelam tetapi semakin terangkat naik kepermukaan dengan adanya pemasaran langsung ke Singapura dan Malaysia. Pendapatan pengusaha bordir meningkat berlipat dan harga kain Bordir Bukittinggi ikut naik dengan harga yang tinggi bahkan untuk penduduk lokal tergolong sangat mahal, sehingga untuk memenuhi keperluan lokal para pedagang di Bukittinggi akhir-akhir ini cenderung banyak mendatangkan produk bordir dari Tasikmalaya, Jawa Barat. Pembuatan kain bordir yang ada di Bukittinggi dilakukan dengan dua macam sistem, yaitu sistem borongan dan sistem kerja pabrik. Sistem borongan dilakukan oleh karyawan yang dianggap perusahaan cukup mampu dan cakap dalam mengerjakan bordir secara mandiri dimana kain, benang dan design gambar telah ditetapkan oleh perusahaan, pekerja tinggal mengerjakan sesuai waktu yang telah ditentukan. Biasanya bordir yang dikerjakan secara borongan ini termasuk dalam golongan bordir biasa bukan kelas mewah atau mahal, sedangkan sistem kerja di pabrik dilakukan seperti pekerja biasa dimana dalam mengerjakannya selalu diawasi oleh supervisor langsung setiap tahapan produksinya. Kain bordir yang dikerjakan dalam pabrik ini umumnya mempunyai mutu yang baik dan berharga mahal. Kerajinan bordir sangat tergantung dengan kualitas keterampilan sumber daya manusia yang mengerjakannya, karena pekerjaan ini hampir 80% merupakan pekerjaan tangan (hand made) yang membutuhkan pengetahuan dan keterampilan khusus dalam mengerjakannya, oleh karena itu perlindungan dan peningkatan kesejahteraan pekerja bordir supaya tetap loyal dan tekun menjalankan pekerjaan di Bukittinggi atau perusahaannya merupakan langkah paling penting. Saat ini pesaing kerajinan Bordir Bukittinggi bukan berasal dari sesama pengrajin yang ada di Bukittinggi atau bordir dari Tasikmalaya tetapi dari pengusaha Malaysia dan Singapura yang membawa para Pengrajin Bordir Bank Indonesia Kerajinan Bordir 5

7 Bukittinggi ke negara masing-masing guna memenuhi pasar bordir di Singapura dan Malaysia dengan imbalan kesejahteraan yang lebih tinggi. b. Pola Pembiayaan Kerajinan Bordir di Bukittinggi yang mempunyai prospek usaha cukup baik dan telah mendapatkan bantuan pembiayaan dari perbankan sejak tahun 1960-an. Bank telah lama mempunyai catatan serta pengalaman terhadap pembiayaan komoditi ini. Semua Perbankan yang ada di Bukittinggi telah mengucurkan kredit untuk pembiayaan usaha ini dan semuanya dapat membiayai keperluan keuangan dalam pendirian kerajinan bordir baik untuk keperluan investasi atau keperluan modal kerja. Informasi adanya kegiatan usaha ini serta pengetahuan kelayakan bank membiayai kerajinan bordir didapatkan oleh pihak intern bank sendiri. Latar belakang perbankan melakukan pembiayaan terhadap kegiatan ini adalah alasan bisnis semata tanpa adanya anjuran atau himbauan dari pihak lain. Dimana semua perbankan mengatakan bahwa usaha kerajinan bordir di Bukittinggi merupakan proyek yang layak untuk dibiayai dan menguntungkan secara bisnis. Sampai saat ini besarnya plafond kredit yang disediakan untuk usaha kecil kerajinan bordir berkisar kurang dari Rp 5 juta sampai dengan Rp 300 juta. Besarnya tingkat bunga yang biasa diberlakukan untuk usaha kecil ini berkisar antara 20 sampai dengan 24% pertahun. Bank memberikan grace period paling lama selama 1 (satu) tahun untuk kredit investasi, sedangkan untuk modal kerja tidak dikenakan grace period. Untuk jenis kredit investasi masa pengembalian harus tidak lebih dari 5 (lima) sampai 8 (delapan) tahun dan untuk jenis kredit modal kerja tidak lebih dari 3 (tiga) tahun sekalipun demikian bilamana terjadi kesulitan dalam pengembalian, melalui konsultasi dengan pihak bank, debitur dimungkinkan untuk dapat memperpanjang pengembalian kredit modal kerjanya. Persyaratan keharusan debitur menyertakan dana sendiri, merupakan persyaratan yang bersifat keharusan, dimana debitur sebelum mendapatkan kredit harus mencantumkan jumlah dana yang mereka sediakan sebesar 35%. Sehingga dalam kajian analisis finansial proyek ini diberlakukan struktur biaya 65% merupakan kredit bank dan 35% dana sendiri. Guna menjamin keamanan kredit, bank juga memberlakukan keharusan untuk menyediakan jaminan kredit yang dianggap cukup aman untuk keselamatan bank. Umumnya jaminan kredit tersebut berupa sertifikat tanah/bangunan tempat berusaha, girik, tabungan/deposito atau kombinasi diantara hal tersebut diatas, serta jaminan pribadi berupa barang yang relatif mudah untuk dijual dan jaminan lain yang dianggap aman untuk bank bilamana terjadi non performing loan. Bank Indonesia Kerajinan Bordir 6

8 Persyaratan lain yang diberlakukan kepada usaha kecil yang kreditnya diatas 5 juta adalah Surat Ijin Usaha Perdagangan, tanda daftar perusahaan, fotocopy kartu tanda penduduk, jaminan dimaksudkan untuk pengikatan hak tanggungan. Persyaratan teknis telah dilengkapi bank akan segera menindaklanjuti melalui tahapan-tahapan peninjauan lapangan, informasi antar bank, analisa kredit dan dilanjutkan dengan pembahasan oleh/dalam loan committee. Keputusan persetujuan pemberian kredit - baik menyangkut penolakan, persetujuan pemberian kredit dalam jumlah yang lebih kecil, sama atau lebih besar dengan permohonan, sangat tergantung dari hasil pembahasan loan committee. Keseluruhan proses ini memerlukan waktu antara 3 minggu - 1 bulan. Keputusan ini cukup ditetapkan oleh kantor cabang setempat jika jumlah kredit yang dikucurkan masih dibawah wewenangnya. Proses permohonan kredit usaha ini seluruhnya diajukan oleh pengusaha sendiri, hanya dalam penyusunan laporan keuangan yang sesuai dengan keharusan perbankan, dan bank melakukan bantuan teknis penyusunannya. Bank Indonesia Kerajinan Bordir 7

9 3. Aspek Pemasaran a. Permintaan Aspek pemasaran akan dianalisis dari potensi pasar untuk menyerap hasil bordir yang dihasilkan pengrajin. Sebagai barang ekonomi bordir saat ini diperjualbelikan dalam bentuk baju koko (baju ibadah pria), kerudung, mukena, dan kain kebaya. Kain bordir Indonesia saat ini tidak hanya untuk pasaran dalam negeri saja tetapi sudah diekspor untuk memenuhi permintaan luar negeri. Permintaan kain bordir dengan ragam hias yang khas Bukittinggi untuk wilayah Sumatra Barat dan sekitarnya cukup tinggi. Tetapi kain bordir Bukittinggi dengan teknis serta ragam tersendiri mempunyai pasar khusus dengan nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan bordir dari daerah lain. Berdasarkan wawancara dengan responden diperoleh informasi bahwa hasil bordir yang paling banyak diminati adalah kebaya, selendang, dan mukena. Pengusaha bordir di Bukittinggi melayani permintaan baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Ada kecenderungan permintaan pasar dalam negeri saat ini agak lesu namun biasanya terjadi peningkatan menjelang bulan puasa dan lebaran. Permintaan ekspor kain bordir dari Bukittinggi terbanyak ke Singapura dan Malaysia yang merupakan pembeli tradisional kain bordir dari Bukittinggi selama lima tahun terakhir. Berdasarkan data ekspor tahun 2001 untuk komoditi selendang, kerudung, cadar, dan syal ( HS: ) termasuk didalamnya kain bordir, maka dapat dilihat bahwa negara negara utama tujuan ekspor produk tersebut dari Indonesia adalah Amerika Serikat, Saudi Arabia, Belanda, Jerman, Sinegal, Jepang, Meksiko, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Denmark, Panama, Tanzania, Chili, Belanda, Australia, Burma, Swedia, Perancis, Yaman, Austria, Taiwan, Venezuela dan Inggris. Volume dan nilai ekspor bordir Indonesia sendiri dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan (Grafik 3.1) Bank Indonesia Kerajinan Bordir 8

10 Permintaan negara-negara pengimpor produk selendang, kerudung, syal dan sejenisnya cukup bervariasi baik jumlah maupun volumenya. Nilai ekspor tertinggi adalah ke Amerika Serikat yang pada tahun 2000 mencapai nilai US$ dengan total volume 32,89 ton, disusul Jepang dengan nilai US$ dan volume 6,63 ton. Berikutnya adalah Sinegal, Belanda, Brunei Darussalam, Denmark, Singapura dan Malaysia. Diantara negara-negara tujuan ekspor Indonesia yang transaksi ekspornya kontinyu terjadi setiap tahunnya mulai tahun 1996 adalah ke negara Amerika Serikat, Arab Saudi, Jerman, Singapura, Malaysia dan Perancis. Khusus ekspor ke Arab Saudi sejak tahun 1998 sampai 2000 menunjukkan bahwa volume dan nilai ekspor produk sejenis bordir dari Indonesia ke negara ini mengalami penurunan yang sangat tajam. Hal ini perlu mendapat perhatian khusus dalam pemeliharaan pangsa pasar yang sudah ada. b. Penawaran Jumlah pengusaha kain bordir di Bukittinggi hasil dari inventarisasi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bukittinggi secara formal ada 63 perusahaan dengan total jumlah produksi pada tahun 2000 sebanyak helai kain bordir, kodi jilbab, stel mukena dan 2 master. Berdasarkan informasi yang didapat, Bordir Bukittinggi yang terkenal dengan nama bordir terancang dipasarkan dengan harga yang cukup tinggi dengan tujuan untuk pasaran menengah ke atas serta turis dari luar negeri atau diekspor, sedangkan untuk kebutuhan menengah ke bawah pedagang bordir di Bukittinggi mendatangkan Bordir Tasikmalaya. Beberapa daerah penghasil bordir di Indonesia selain Bukittinggi (Sumbar) adalah Sumatra Utara, Riau, Lampung, Jawa Barat, DKI, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali dan Kalimantan Barat. Berdasarkan daerah asal ekspor (asal Bank Indonesia Kerajinan Bordir 9

11 pelabuhan ekspor) DKI Jakarta merupakan asal daerah ekspor kerudung, selendang, syal (termasuk bordir) tertinggi. Tingginya ekspor produk tersebut dari DKI Jakarta adalah dikarenakan sebagian berasal dari daerah lain yang juga diekspor melalui Pelabuhan Tanjungpriok Jakarta, seperti dari Jawa Barat, sebagian Sumatra dan Kalimantan. Sebagai perbandingan daerah pengekspor kerudung, selendang, syal (termasuk bordir) pada tahun 2000 dapat dilihat pada Tabel 3.1. dibawah ini. Sebagian volume dan nilai ekspor kain bordir dan produk seperti mukena, kebaya dan kerudung tidak tercatat sebagai nilai ekspor dari Sumatra Barat, karena sebagian dikirim melalui daerah lain seperti Batam. c. Harga Harga jual bordir yang terjadi di pasaran sangat bervariasi, tergantung pada motif bordirnya, jenis kain, jenis benang yang digunakan dan mutu produk bordir yang dihasilkan. Kekhasan hasil bordir dari suatu daerah juga mempengaruhi harga jual. Harga jual produk Bordir Bukittinggi dan Bordir Tasikmalaya dapat dilihat pada Tabel 3.2. d. Persaingan Bordir merupakan hasil kerajinan yang memiliki nilai seni yang memberikan nilai tambah bagi produk tekstil (kain) yang telah jadi. Bordir dapat menambah kesan keindahan terhadap suatu produk tekstil dengan menampilkan berbagai variasi motif. Motif bordir biasanya menampilkan kekhasan seni di suatu daerah. Oleh karena itu produk yang telah mendapat polesan dengan bordir memiliki pangsa pasar tersendiri. Produk hasil kerajinan bordir mampu bersaing dengan produk sejenis yang berada di pasaran. Produk bordir dari Indonesia khususnya mukena, kerudung (jilbab) dan kain kebaya mampu bersaing dengan produk sejenis yang berasal dari Turki, Taiwan dan Maroko. Di dalam negeri sendiri terjadi persaingan yang sehat antara berbagai produk bordir dari daerah lain. Sebagai contoh bordir dari Tasikmalaya dan Bukittinggi masing-masing memiliki pangsa pasar tersendiri. Hal ini karena masing-masing produk menampilkan kekhasan yang berlainan. Di daerah Bukittinggi terdapat sekitar 63 pengusaha bordir, enam diantaranya tergolong usaha menengah besar, dan sekitar 57 merupakan usaha kecil (dengan omset setahun kurang dari 1 milyar). Omset penjualan usaha kecil kerajinan bordir di Bukittinggi berkisar antara Rp 13,5 juta sampai dengan Rp 997,5 juta. Bank Indonesia Kerajinan Bordir 10

12 Pangsa pasar bordir disamping pasar dalam negeri juga adalah pangsa pasar luar negeri. Memperkenalkan hasil karya bordir dari Indonesia melalui kegiatan-kegiatan seperti pameran produk di mancanegera merupakan salah satu usaha untuk meraih pasar ekspor. d. Jalur Pemasaran Pemasaran kain bordir dari pengrajin ke konsumen baik di dalam negeri maupun di luar negeri biasanya dilakukan sendiri oleh pengusaha bordir, tetapi untuk pengrajin kecil yang mendapatkan order borongan dari pengusaha bordir penjualannya lewat pengusaha pemberi order. Hampir tidak ada pengusaha yang menjual produknya lewat kelompok usaha atau koperasi. Pengusaha yang biasanya juga pedagang kain bordir di pasar atau toko melakukan penjualan secara langsung lewat pasar atau tokonya. Kain bordir dan produknya berupa bahan kebaya, mukena dan kerudung selama ini sebanyak 80% dibeli langsung oleh masyarakat/rumah tangga, sedangkan sisanya dibeli oleh pedagang besar untuk dijual kembali. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden instansi terkait, disebutkan bahwa daerah pemasaran kain bordir diantaranya sebanyak 10% dilakukan antar kecamatan, 15% antar kabupaten, 25% antar propinsi dan 50% dijual ke luar negeri. Rantai pemasaran kain bordir mulai dari pengrajin sampai mencapai tujuan ekspor atau konsumen didaerah lain dapat dilihat dalam Grafik 3.2 e. Kendala Pemasaran Pemasaran kerajinan Bordir Bukittinggi sampai saat ini tidak ada hambatan karena para pengrajin melakukan pemasaran dan promosi secara langsung ke konsumen di luar negeri khususnya Singapura dan Malaysia. Kendala yang cukup menonjol dalam pemasaran adalah adanya persaingan penawaran produk sejenis dari Singapura dan Malaysia dengan cara memproduksi bordir di negaranya masing-masing tetapi menggunakan Bank Indonesia Kerajinan Bordir 11

13 tenaga kerja dari Bukittinggi sehingga pengrajin dan pengusaha bordir di Bukittinggi kekurangan tenaga kerja dan tidak dapat memenuhi pesanan yang ada. Bank Indonesia Kerajinan Bordir 12

14 4. Aspek Produksi a. Lokasi Usaha Usaha kerajinan bordir memerlukan ruang usaha sebagai tempat untuk menempatkan peralatan mesin juki dan mesin jahit, melakukan pekerjaan menjahit, mengerjakan bordir, serta ruang toko tempat penjualan/pajangan produk jadi. Tidak ada persyaratan khusus untuk lokasi usaha kerajinan bordir ini, karena dapat diusahakan baik di lingkungan perumahan, rumah tangga, atau di lingkungan pasar. Walaupun demikian untuk memudahkan dalam penjualan/pemasaran produk, lokasi usaha ini dipilih pada tempat yang ramai atau dekat dengan pasar sehingga mudah dikunjungi. Disamping itu untuk memudahkan pengadaan bahan baku berupa kain dan benang dalam jumlah besar lokasi usaha ini hendaknya berada dalam satu kawasan sentra usaha kecil sejenis. b. Fasilitas Produksi Fasilitas produksi untuk usaha kerajinan bordir terdiri dari fasilitas bangunan tempat usaha dan peralatan untuk produksi. Bangunan untuk tempat usaha direncanakan sewa dan dapat digunakan juga sebagai toko tempat penjualan produk (ruko), sementara mesin dan peralatan untuk produksi direncanakan dibeli. Jenis fasilitas produksi usaha kerajinan bordir dapat dilihat pada Tabel 4.1. c. Bahan Baku Bahan baku yang diperlukan untuk usaha kerajinan bordir adalah kain dan benang. Jenis kain dan benang yang digunakan disesuaikan dengan produk yang akan dibuat, yakni kain untuk bahan kerudung, bahan mukena dan untuk bahan kebaya. Beberapa jenis kain yang bisa digunakan seperti kain piskin dan polino. Jenis kain yang dibeli disesuaikan pula dengan pesanan dan yang saat itu banyak digemari dipasaran. Pembelian kain biasanya dalam satuan rol dan benang dalam satuan gulungan. Sumber bahan baku relatif tidak sulit didapat, karena hampir seluruh kebutuhan dapat dipenuhi oleh pasar lokal, baik melalui toko eceran maupun di toko besar atau pedagang grosir di Pasar Aur Kuning, Bukittinggi. Secara rinci kebutuhan bahan baku dapat dilihat pada Lampiran 3. d. Tenaga Kerja Tenaga kerja yang diperlukan untuk usaha kerajinan bordir umumnya adalah tenaga yang memiliki keterampilan dalam hal membuat gambar dasar (pola), tenaga lukis, dan tenaga yang memiliki keterampilan menjahit bordir. Umumnya tenaga yang ada tergolong tenaga terampil yang terlatih secara turun temurun. Selain itu juga diperlukan tenaga pemasaran. Tenaga kerja yang terserap pada usaha kerajinan bordir sebagian besar berasal dari penduduk setempat dan hanya sebagian kecil yang berasal dari luar. Bank Indonesia Kerajinan Bordir 13

15 Upah diberikan berdasarkan jenis pekerjaan atau sistem kerja. Untuk pekerja tetap seperti tukang pola, tukang lukis dan tenaga pemasaran biasanya diberi upah setiap bulan yang berkisar antara Rp Rp Adapun tenaga penjahit ada yang diberi upah harian atau dengan sistem borongan. Untuk tenaga harian diberi upah antara Rp Rp per hari sedangkan untuk tenaga kerja borongan upah diberikan berdasarkan jumlah unit produk yang dihasilkan. Untuk satu unit kerudung sebesar Rp 4.000, satu unit kebaya panjang diborongkan dengan upah Rp dan untuk pembuatan mukena sebesar per unit. Kebutuhan untuk tenaga kerja tetap dapat dilihat pada Tabel 4.2. e. Teknologi Teknologi pembuatan kerajinan bordir terdiri dari teknologi yang bersifat tradisional dan teknologi modern. Teknologi bordir secara tradisional umumnya mengandalkan tenaga manual manusia mulai dari pembuatan pola, pemotongan bahan sampai penjahitan. Biasanya teknologi ini diajarkan secara turun temurun dari ibu - ibu yang sudah berpengalaman kepada anak perempuan yang masih muda. Teknologi bordir yang modern telah memanfaatkan bantuan komputer dalam pembuatan pola dan memanfaatkan mesin bordir seperti TMEX-C, TMFXII-C, TMFX-V, dan TMFD Tajima. Umumnya yang mengunakan teknologi modern sudah tergolong perusahaan besar. f. Proses Produksi Proses produksi pembuatan kerajinan bordir secara umum dapat dilihat pada Grafik 4.1. Bahan baku berupa kain dipilah dan dipotong sesuai dengan kebutuhan dan jenis produk bordir yang akan dibuat. Kain yang telah dipotong diberi pola dan gambar dengan pensil yang akan menjadi dasar dalam proses pembordiran nantinya. Gambar yang dibuat sebagai motif bordir disesuaikan dengan selera konsumen yang sedang trend saat itu atau sesuai pesanan. Kain yang telah diberi pola dan gambar selanjutnya siap untuk dibordir. Proses pembordiran mengikuti motif gambar yang sudah dibuat dan untuk itu memerlukan kesabaran dan ketelitian dalam mengerjakannya, agar produk yang dihasilkan indah dan rapi. Hasil jahitan umumnya diinginkan jangan terlihat terlalu menumpuk atau sebaliknya terlalu jarang. Biasanya untuk sebuah bahan kebaya memerlukan waktu pembordiran rata-rata selama 6 hari, dan untuk satu unit mukena selama 5 hari serta kain kerudung selama 1-2 hari. Disamping itu untuk produk bordir yang berkualitas sangat baik, tidak jarang untuk satu bahan kebaya memerlukan waktu 2 sampai 3 minggu. Akan tetapi produk ini hanya merupakan bagian terkecil dari produksi yang dihasilkan, karena harga yang sangat mahal (diatas Rp yang umumnya permintaan dari luar negeri). Bank Indonesia Kerajinan Bordir 14

16 Kain yang sudah dibordir selanjutnya dirapikan, bagian yang berlubang dibuat lubang dengan menggunakan ujung gunting, selanjutnya dirapikan dengan solder atau besi panas. Fungsi solder atau besi panas dalam membuat lubang adalah agar sisa benang pada pinggiran lubang tidak terurai sehingga hasil bordirnya terlihat lebih rapi. Setelah selesai dibordir, selanjutnya kain dipotong sesuai dengan jenis dan ukuran produk yang akan dibuat. Kain bordir yang sudah dipotong menurut polanya kemudian dijahit menjadi kerudung atau mukena. Khusus bahan kebaya panjang tidak dijahit, tapi dijual dalam bentuk kain bordir sebagai bahan kebaya. Produk hasil dari kerajinan usaha bordir ini selanjutnya dirapikan dan dikemas dalam plastik yang diberi label. Untuk kerudung dikemas setiap 10 unit dalam satu kantung. Adapun untuk mukena dan bahan kebaya masingmasing dikemas satu unit dalam satu kemasan kantung plastik. Grafik 4.1. Proses Produksi Kain Bordir Bank Indonesia Kerajinan Bordir 15

17 g. Mutu Produksi Jenis produk dari usaha kerajinan bordir di Bukittinggi adalah bordir terancang, merupakan produk khas bordir daerah ini yang proses pembuatannya menggunakan mesin jahit biasa (mesin jahit goyang), dengan motif bordir berlubang. Walaupun proses pekerjaannya relatif membutuhkan waktu lama, namun hasil yang diperoleh lebih rapi dan halus dibandingkan dengan jenis bordir lain yang pembuatannya menggunakan mesin jahit bermotor. Bordir yang dibuat dengan mesin jahit bermotor, motif bordirnya diberi lubang dengan menggunakan solder/besi panas. Dalam kajian ini, jumlah, jenis dan mutu produksi yang dihasilkan adalah sebagai berikut: Uraian Satuan Volume Penjualan Per Periode (Unit) Harga Jual (Rp) 1. Kerudung (jilbab) Unit Kebaya Panjang Unit a.mukena : Kw 1 (atas) b.mukena : Kw 2 (atas + bawah) Unit Jumlah Unit Sumber : Data Primer Hasil Survei (2001) Hasil kerajinan Bordir Bukittinggi dalam bentuk kebaya panjang disajikan pada Gambar 4.1. dibawah ini. Gambar 4.1. Kebaya Panjang Hasil Kerajinan Bordir Bukittinggi Bank Indonesia Kerajinan Bordir 16

18 h. Produksi Optimum Faktor yang berpengaruh terhadap proses produksi bordir adalah besarnya upah dan ketersediaan tenaga kerja, harga bahan baku pokok, harga jual, jumlah dan waktu pesanan, serta tingkat kerumitan motif atau gambar bordir yang bersangkutan. Diantara faktor tersebut yang sangat menentukan optimalisasi produksi adalah waktu pengerjaan dan harga jual produk. Dengan kapasitas terpasang 10 mesin juki dan 25 mesin jahit singer dalam satu tahun dapat dihasilkan jumlah produksi optimum kerudung sebanyak unit, mukena atas saja (KW1) sebanyak unit, mukena atas bawah (KW2) sebanyak 600 unit, dan kebaya sebanyak 600 unit. Umumnya ketiga produk yang dihasilkan (kerudung, mukena dan kebaya) pada saat menjelang puasa dan lebaran mengalami peningkatan penjualan/pesanan. Untuk membuat kebaya panjang membutuhkan waktu antara 5-21 hari, serta mukena sekitar 4-7 hari, maka untuk mengejar target produksi di saat pesanan banyak dilakukan dengan mensub-kontrakkan pekerjaan membordir secara borongan kepada pengrajin setempat. i. Kendala Produksi Hambatan aspek teknis produksi usaha kerajinan bordir yang paling menonjol adalah adanya kekurangan tenaga terampil yang mengerjakan bordir akibat banyaknya tenaga terampil bordir yang dibawa pengusaha Singapura dan Malaysia ke negaranya. Disamping itu, kebutuhan akan bahan baku bordir yang baik dan berkualitas tinggi (seperti benang emas) harus didatangkan dari Singapura sehingga harganya cukup tinggi. Bank Indonesia Kerajinan Bordir 17

19 5. Aspek Keuangan a. Struktur Biaya Analisa aspek keuangan ini dilakukan untuk melihat kelayakan pembiayaan menjalankan usaha kerajinan bordir. Melalui Analisa ini dapat diketahui nilai tambah yang dapat diperoleh serta kemampuan usaha dalam mengembalikan kredit dengan jangka waktu yang wajar. Kredit yang digunakan dalam analisa keuangan adalah skim kredit umum dengan tingkat suku bunga 24 %, sesuai dengan usaha yang telah berjalan. Usaha kerajinan bordir ini memproduksi sejumlah kerudung (600 unit), kebaya panjang (200 unit) dan mukena (300 unit). Beberapa asumsi yang digunakan dalam analisa keuangan usaha ini dapat dilihat pada Tabel 5.1. Komponen biaya usaha kerajinan bordir terdiri dari biaya investasi dan biaya modal kerja. Biaya investasi terdiri dari biaya sewa bangunan/toko dan pengadaan peralatan produksi. Adapun biaya modal kerja merupakan biaya untuk operasional produksi yang terdiri dari biaya variabel dan biaya tetap. 1. Biaya Investasi Total biaya investasi untuk usaha kerajinan bordir adalah sebesar Rp yang terdiri dari biaya investasi untuk sewa bangunan proyek sebesar Rp dan untuk pengadaan peralatan sebesar Rp Rincian selengkapnya komponen biaya investasi usaha pembuatan bordir dapat dilihat pada Lampiran Biaya Produksi Biaya produksi untuk usaha kerajinan bordir terdiri dari biaya produksi langsung (biaya variabel) dan biaya overhead (biaya tetap). Biaya Produksi Langsung (Biaya Variabel) Biaya variabel merupakan biaya pengadaan bahan baku berupa kain, benang, serta upah tenaga kerja harian untuk pembuatan masingmasing jenis produk. Total biaya variabel untuk sejumlah kerudung (600 unit), kebaya panjang (200 unit) dan mukena (300 unit) dalam satu kali periode produksi selama 2 bulan kerja (tabel 5.2) Perincian komponen biaya variabel usaha kerajinan bordir selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2. Biaya Overhead (Biaya Tetap) Biaya tetap merupakan biaya operasional yang dikeluarkan untuk setiap periode kerja, yang tidak terkait langsung dengan jumlah produksi. Yang termasuk biaya tetap adalah biaya tenaga kerja tetap, biaya pemasaran dan promosi, biaya transportasi, biaya administrasi, Bank Indonesia Kerajinan Bordir 18

20 listrik, air dan biaya tetap lainnya. Jumlah biaya tetap yang diperlukan dalam usaha kerajinan bordir adalah sebesar Rp Tabel 5.3. Total Biaya Overhead (Biaya Tetap) Usaha Kerajinan Bordir Uraian Total Biaya Per 2 Bulan Total Biaya Per Tahun Biaya Tenaga Tetap 8,000,000 48,000,000 Biaya Pemasaran 4,766,667 28,600,000 Listrik 3,000,000 18,000,000 Transportasi dan administrasi 1,200,000 7,200,000 Biaya Pemeliharaan 1,200,000 7,200,000 Jumlah Biaya Tetap 18,166, ,000,000 Sumber: Data Hasil Olahan (2001) Dengan demikian berdasarkan uraian b.1 dan b.2 maka Total biaya produksi usaha kerajinan bordir adalah sebagai berikut Uraian Tabel 5.4. Total Biaya Produksi Usaha Kerajinan Bordir (Rp) Modal Kerja Per periode (2 bulanan) Total Biaya Produksi Per Tahun Biaya produksi Biaya Overhead Total Biaya Produksi Sumber: Data Hasil Olahan (2001) Selengkapnya rekapitulasi biaya operasi usaha kerajinan bordir dapat dilihat pada Lampiran 3 b. Pendapatan Usaha Pendapatan usaha kerajinan bordir berasal dari total penjualan sejumlah kerudung (600 unit), kebaya panjang (200 unit) dan mukena (300 unit) selama 2 bulanan, dengan rincian sebagai berikut: Bank Indonesia Kerajinan Bordir 19

21 Tabel 5.5. Rencana Penjualan dan Pendapatan Usaha Kerajinan Bordir Uraian 1. Kerudung (jilbab) Satuan Volume Penjualan Per Periode (Unit) Harga Jual (Rp Total Penjualan Perperiode (Rp) Total Penjualan Pertahun (Rp) Unit , Kebaya Panjang Unit , Mukena : Kw 1 (atas) 4. Mukena : Kw 2 (atas & bawah) Unit , Unit , Total Penjualan Unit 1, Sumber: Data Hasil Olahan (2001) c. Kebutuhan Modal Kebutuhan modal dalam menjalankan usaha kerajinan bordir terdiri dari modal investasi dan Modal Kerja untuk satu periode produksi. Dalam memenuhi kebutuhan modal usaha kerajinan bordir sebagian dipenuhi dari modal sendiri dan sebagian dari modal pinjaman. Pihak bank bersedia melakukan pinjaman berupa kredit investasi atau kredit modal kerja. Jangka waktu pinjaman selama 3 tahun untuk kredit investasi dan 1 tahun untuk kredit modal kerja dengan bunga sebesar 24 % per tahun. Pembiayaan proyek usaha kerajinan bordir dibiayai dari dana sendiri dan dana pinjaman dengan komposisi 35% dana sendiri dan 65% dana pinjaman. (Tabel 5.6) Tabel 5.6. Total Kebutuhan Biaya Usaha Kerajinan Bordir No Uraian Kebutuhan Modal Modal Sendiri 35% Modal Pinjaman 65% A Biaya Investasi B Biaya Modal Kerja C Total Biaya Proyek Sumber: Data Hasil Olahan (2001) Bank Indonesia Kerajinan Bordir 20

22 d. Analisa Arus Kas Berdasarkan proyeksi arus kas terlihat bahwa tidak terjadi defisit anggaran selama umur proyek (5 tahun). Melalui pendapatan yang diperoleh telah mampu membayar cicilan pokok kredit dan bunga sesuai jadwal yang ditentukan. Pelunasan kredit investasi dapat dilakukan dalam 3 tahun dan modal kerja selama 1 tahun. Sejak tahun pertama perolehan pendapatan telah mengalami surplus. Secara rinci proyeksi arus kas tersebut dapat dilihat pada Lampiran 4. e. Evaluiasi Profitabilitas Rencana Investasi Untuk melihat profitabilitas dari modal yang diinvestasikan maka dilakukan perhitungan berdasarkan parameter dan asumsi pada Tabel 5.1. dengan cara perhitungan dan rumus seperti pada Lampiran 5, dan diperoleh kriteria kelayakan usaha sebagai berikut : Tabel 5.7. Kriteria Kelayakan Usaha Kerajinan Bordir No Kriteria Nilai Kriteria 1 NPV (24%) IRR 61,89% 3 Profit on sale 22,09% 4 PBP (tahun) 1,93 5 Net B/C 2,16 6 ROI 43,11% Sumber: Data Hasil Olahan (2001) Nilai NPV yang positif, IRR yang berada diatas suku bunga dan Net B/C yang lebih dari satu memperlihatkan bahwa proyek ini layak untuk dilaksanakan, dengan tingkat pengembalian modal yang relatif cepat (1,93 tahun). Secara lebih rinci perhitungan kriteria kelayakan usaha tersebut dapat dilihat pada Lampiran 6. f. Analisa Break Even Point Analisa break event point menunjukkan kapasitas produksi minimum pertahun yang tidak menghasilkan benefit namun tetap masih sanggup menjalankan usaha (jumlah pengeluaran sama dengan jumlah pendapatan). Nilai BEP untuk usaha kerajinan bordir adalah sebagai berikut: Bank Indonesia Kerajinan Bordir 21

23 Tabel 5.8. Analisa BEP Proyek Usaha Kerajinan Bordir BEP Nilai Dalam Rupiah Dalam Unit Rincian produk BEP : 3.1. Kerudung (jilbab) Kebaya Panjang Mukena : Kw 1 (atas) 471 Mukena : Kw 2 (atas + bawah) 236 TOTAL Sumber: Data Primer Hasil Olahan (2001) Lebih jelasnya perhitungan nilai BEP dapat dilihat pada Lampiran 6. g. Analisa Sensitivitas Suatu usaha yang akan dijalankan sebaiknya juga mempertimbangkan atau mengantisipasi perubahan-perubahan variabel biaya yang mungkin terjadi saat proyek sudah berjalan. Suatu unit usaha aman untuk dijalankan apabila dengan adanya penurunan harga atau kenaikan biaya produksi, usaha tersebut masih mampu bertahan atau masih dapat memberi keuntungan atas investasi yang ditanamkan. Untuk mengantisipasi perubahan tersebut dilakukan analisa sensitivitas. Berdasarkan analisa sensitivitas terhadap usaha kerajinan bordir menunjukkan bahwa penurunan harga jual sebesar 10 persen atau biaya produksi naik sebesar 10 persen, proyek tersebut masih memberi keuntungan untuk dapat menutupi biaya investasinya. Bahkan usaha kerajinan bordir tersebut masih layak dengan penurunan harga jual mencapai 12,5% dan kenaikan biaya produksi sebesar 20%. Analisa sensitivitas selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.9. Analisa nilai IRR dari basis dasar perhitungan sebesar 61,89 %. Nilai ini mempunyai arti bahwa usaha kerajinan bordir yang dilakukan masih layak untuk diusahakan pada kondisi kenaikan tingkat suku bunga sampai sebesar 61,89%. h. Kendala Hambatan aspek keuangan usaha kerajinan bordir dilihat dari arus kas masuk (inflow) dan arus kas ke luar (outflow). Arus kas masuk usaha Bank Indonesia Kerajinan Bordir 22

24 kerajinan bordir mempunyai hambatan dari adanya penundaan atau tidak terbayarnya penjualan bordir yang dihasilkan akibat dari sistem pembayaran angsuran atau tunda. Pada aspek arus kas keluar, tidak ada hambatan dan kendala yang berarti mempengaruhi kelangsungan usaha kerajinan bordir ini. Apabila ada penurunan harga jual atau kenaikan biaya operasi (baik biaya variabel maupun biaya tetap) masih di dalam kisaran yang dimungkinkan layak secara finansial. Bank Indonesia Kerajinan Bordir 23

25 6. Aspek Sosial Ekonomi dan Dampak Lingkungan a. Aspek Sosial Ekonomi Usaha kerajinan bordir merupakan usaha yang sangat menguntungkan. Dengan berbekal keterampilan, keuletan dan ketekunan berusaha serta ditunjang dengan pembinaan dari berbagai pihak, unit usaha kecil kerajinan bordir mampu memberikan sumbangan yang berarti bagi peningkatan pendapatan maupun penyerapan tenaga kerja. Disamping itu usaha kerajinan bordir, melalui ekspor produknya dapat memberikan kontribusi sebagai sumber devisa dan peningkatan pendapatan asli daerah. Karena itu usaha kecil kerajinan bordir merupakan salah unit usaha yang perlu terus mendapat perhatian dalam pengembangannya. Penyerapan Tenaga Kerja Usaha kecil kerajinan bordir turut memberikan lapangan pekerjaan bagi penduduk sekitar. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, jumlah tenaga kerja yang terserap pada salah satu sentra kerajinan bordir adalah sebanyak 150 tenaga kerja yang tersebar pada 10 unit usaha. Berdasarkan data industri kecil Deperindag Kota Bukittinggi tahun 2000 jumlah kerajinan bordir yang mempunyai ijin sebanyak 63 buah dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 723 orang. Umumnya tenaga tetap adalah tenaga untuk pembuat pola, tenaga lukis, dan tenaga pemasaran. Adapun tenaga penjahit biasa digunakan tenaga harian atau borongan. Peningkatan Pendapatan dan Peluang Usaha Dengan terserapnya tenaga kerja di sekitar lokasi usaha akan memberikan tambahan pendapatan bagi pekerja dan mengurangi pengangguran. Ratarata upah yang diterima sebagai tukang jahit adalah berkisar antara Rp Rp per hari. Disamping adanya tenaga kerja harian, usaha kerajinan bordir juga memberikan pekerjaan borongan kepada mereka yang memiliki mesin jahit untuk mengerjakan pekerjaan penjahitan per unit kerudung, kebaya atau mukena. Umumnya ibu rumah tangga di sekitar lokasi mengerjakan pekerjaan borongan penjahitan di rumah masing-masing. Hasil yang diperoleh tergantung jumlah unit produk yang dihasilkan. Pendapatan yang diperoleh untuk setiap unitnya adalah sebesar Rp per unit kerudung, Rp per unit mukena dan Rp per unit kebaya panjang. Berkembangnya usaha kerajinan bordir juga turut mendorong berkembangnya usaha lain, baik yang langsung berkaitan dengan usaha ini, seperti pedagang kain dan benang maupun usaha lain seperti jasa pendidikan/kursus-kursus menjahit bordir, dan usaha di sektor pariwisata. Bank Indonesia Kerajinan Bordir 24

26 Peluang Ekspor (Peningkatan Devisa) Hasil kerajinan bordir terancang yang dihasilkan sudah dipasarkan ke luar negeri seperti ke Malaysia dan Singapura. Upaya untuk menembus pasar ekspor terus dilakukan seperti aktif dalam mengikuti kegiatan pameran produk-produk kerajinan di luar negeri sambil menjual produk yang dihasilkan. Walaupun frekuensinya baru sekali dalam setahun, namun cukup memberi keuntungan bagi usaha kecil yang bersangkutan. Sebagai tindak lanjutnya ada sebagian pembeli dari luar langsung memesan atau bahkan mengirimkan bahan kain untuk dijadikan bordir. Berdasarkan data ekspor kerudung, selendang, syal (termasuk bordir) tahun 2000 sebesar US $ menunjukkan bahwa usaha ini mampu memberikan andil dalam meningkatkan devisa. Peningkatan Pendapatan Asli Daerah Tumbuhnya usaha kerajinan bordir akan memberi kontribusi pula terhadap meningkatnya PAD (Pendapatan Asli Daerah) yang berasal dari berbagai sumber retribusi ataupun pajak penghasilan. b. Dampak Lingkungan Usaha kerajinan bordir di Kota Bukittinggi sebagian besar merupakan industri rumah tangga (home industry) hanya beberapa yang merupakan industri formal dengan struktur organisasi baik dan mempunyai ruangan khusus. Sehingga limbah yang dihasilkan sebagian besar bercampur dengan limbah domestik/rumah tangga. Limbah dari ini biasanya dikumpulkan dan langsung dibuang ke tempat pembungan sampah akhir (TPA). Sedangkan limbah hasil dari kegiatan kerajinan bordir dari industri formal, semuanya tergolong limbah padat yang berupa sisa guntingan kain dan potongan benang bordir umumnya terpisah dari limbah domestik. Limbah ini tidak mencemari lingkungan. Karena sisa potongan kain dan benang yang tidak terpakai dalam jumlahnya relatif kecil dan biasanya dikumpulkan untuk dijual sebagai bahan baku kerajinan tangan lainnya. Berdasarkan keterangan dari tokoh masyarakat setempat. Keberadaan usaha kerajinan bordir di wilayah ini disambut gembira. Karena memberikan kontribusi yang tidak sedikit terhadap pendapatan pada masyarakat dan pemerintah setempat. Bank Indonesia Kerajinan Bordir 25

27 7. Penutup a. Kesimpulan 1. Usaha kerajinan bordir merupakan industri yang berpotensi untuk dikembangkan, karena memiliki nilai tambah yang cukup besar serta ditunjang dengan potensi kekayaan khasanah seni budaya yang beraneka ragam yang dapat diangkat dalam motif bordir sebagai ciri khas masing-masing daerah. 2. Industri kecil usaha kerajinan bordir sudah mendapat perhatian pembiayaan oleh bank sejak tahun 1960-an dan terbukti mampu berkembang dan cukup memberi keuntungan sebagai suatu unit bisnis. 3. Usaha kerajinan bordir memiliki prospek pasar yang cukup potensial baik untuk pasar domestik maupun pasar ekspor. 4. Usaha kerajinan bordir merupakan usaha yang mengandalkan keterampilan dalam menjahit dan dapat diturunkan dari generasi ke generasi sehingga memungkinkan untuk dilakukan dan dikelola oleh industri kecil. Lokasi usaha dapat dilakukan di ruko atau di sekitar pasar serta dapat dikelola di dalam suatu sentra industri kecil sebagai satu unit kelompok usaha. 5. Secara finansial kebutuhan investasi untuk usaha kerajinan bordir yang dikelola secara intensif dengan kapasitas produksi unit/2 bulan adalah sekitar Rp dan modal kerja sebesar Rp per 2 bulan. 6. Berdasarkan analisa finansial terlihat bahwa usaha kerajinan bordir memberikan manfaat NPV sebesar Rp , IRR 61,89%, Net B/C 2,16 dan Pay Back Periode dalam jangka waktu 1,93 tahun (24 bulan) dengan umur proyek selama 5 tahun. Nilai produksi untuk mencapai BEP adalah sebesar Rp Analisa sensitivitas menunjukkan usaha kerajinan bordir masih layak dibiayai jika terjadi penurunan harga produk sebesar 10 persen dan kenaikan biaya produksi 10 persen, bahkan proyek masih dapat berjalan sampai dengan penurunan harga sebesar 12,5% dan kenaikan biaya produksi sebesar 20%. 8. Usaha kerajinan bordir memberikan dampak yang positif dari aspek ekonomi, sosial dan lingkungan karena mampu menyerap tenaga kerja, tidak mencemari lingkungan serta sebagai sumber devisa dan sumber pendapatan daerah. b. Saran 1. Berdasarkan potensi bahan baku, prospek pasar, aspek teknis teknologis, dan kelayakan secara finansial, disarankan Bank dapat Bank Indonesia Kerajinan Bordir 26

28 memberikan kredit untuk pengembangan usaha kerajinan bordir ini, khususnya terhadap usaha kecil dan menengah. 2. Instansi terkait dan perbankan dapat terus membina dan mendukung pengembangan usaha kerajinan ini baik dari segi penerapan teknologi maupun untuk memperoleh akses terhadap permodalan. 3. Dari segi perbaikan teknologi, usaha kecil bordir dapat memanfaatkan teknologi bordir dengan menggunakan alat bantu mesin bordir yang lebih besar sehingga mampu menaikkan kapasitas produksi dan penghematan waktu. Bank Indonesia Kerajinan Bordir 27

29 LAMPIRAN Bank Indonesia Kerajinan Bordir 28

POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) PENGOLAHAN ARANG TEMPURUNG

POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) PENGOLAHAN ARANG TEMPURUNG POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) PENGOLAHAN ARANG TEMPURUNG BANK INDONESIA Direktorat Kredit, BPR dan UMKM Telepon : (021) 3818043 Fax: (021) 3518951, Email : tbtlkm@bi.go.id DAFTAR ISI 1. Pendahuluan.........

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS FINANSIAL

VIII. ANALISIS FINANSIAL VIII. ANALISIS FINANSIAL Analisis aspek finansial bertujuan untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Kerangka pemikiran penelitian ini diawali dengan melihat potensi usaha yang sedang dijalankan oleh Warung Surabi yang memiliki banyak konsumen

Lebih terperinci

INDUSTRI PAKAIAN JADI MUSLIM

INDUSTRI PAKAIAN JADI MUSLIM POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL INDUSTRI PAKAIAN JADI MUSLIM BANK INDONESIA KATA PENGANTAR Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam perekonomian nasional memiliki peran yang penting dan strategis. Namun

Lebih terperinci

POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) INDUSTRI PENGECORAN LOGAM

POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) INDUSTRI PENGECORAN LOGAM POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) INDUSTRI PENGECORAN LOGAM BANK INDONESIA Direktorat Kredit, BPR dan UMKM Telepon : (021) 3818043 Fax: (021) 3518951, Email : tbtlkm@bi.go.id DAFTAR ISI 1. Pendahuluan.........

Lebih terperinci

A. Kerangka Pemikiran

A. Kerangka Pemikiran III. METODOLOGI PENELITIAN A. Kerangka Pemikiran Penelitian ini mengkaji studi kelayakan pendirian industri pengolahan keripik nangka di kabupaten Semarang. Studi kelayakan dilakukan untuk meminimumkan

Lebih terperinci

VII. RENCANA KEUANGAN

VII. RENCANA KEUANGAN VII. RENCANA KEUANGAN Rencana keuangan bertujuan untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan. Untuk melakukan

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di sebuah lokasi yang berada Desa Kanreapia Kecamatan Tombolo Pao, Kabupaten Gowa, Propinsi Sulawesi Selatan. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS FINANSIAL

VIII. ANALISIS FINANSIAL VIII. ANALISIS FINANSIAL Analisis finansial bertujuan untuk menghitung jumlah dana yang diperlukan dalam perencanaan suatu industri melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual III. METODE PENELITIAN Nilai tambah yang tinggi yang diperoleh melalui pengolahan cokelat menjadi berbagai produk cokelat, seperti cokelat batangan merupakan suatu peluang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Berdasarkan tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, yaitu untuk mengetahui kelayakan pengembangan usaha pengolahan komoditi kelapa, dampaknya terhadap

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Proyek adalah kegiatan-kegiatan yang direncanakan dan dilaksanakan dalam satu bentuk kesatuan dengan mempergunakan sumber-sumber untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BISNIS PLAN JILBAB SHOP

BISNIS PLAN JILBAB SHOP BISNIS PLAN JILBAB SHOP Oleh : Citra Mulia 1110011211190 Dosen : Yuhelmi, S.E, M.M Mata Kuliah : Kewirausahaan 1 I. LATAR BELAKANG Bukittinggi merupakan sebuah kota yang berada di Sumatera Barat yang dikenal

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Penelitian Usaha warnet sebetulnya tidak terlalu sulit untuk didirikan dan dikelola. Cukup membeli beberapa buah komputer kemudian menginstalnya dengan software,

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Data dan Instrumentasi 4.3. Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Data dan Instrumentasi 4.3. Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengambil tempat di kantor administratif Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Jawa Barat yang berlokasi di Kompleks Pasar Baru Lembang

Lebih terperinci

BAB 5 ANALISIS KEUANGAN

BAB 5 ANALISIS KEUANGAN BAB 5 ANALISIS KEUANGAN 5.1. Ekuitas Ekuitas adalah modal kepemilikan yang diinvestasikan dalam suatu usaha. Vraniolle merupakan badan perorangan dengan modal yang berasal dari pemilik. Ekuitas modal pemilik

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Maju Bersama, Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Studi Kelayakan Proyek Proyek merupakan suatu kegiatan untuk membangun sistem yang belum ada. Sistem dibangun dahulu oleh proyek, kemudian dioperasionalkan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek adalah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan kemanfaatan (benefit),

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri perkayuan mempunyai peranan yang sangat penting terhadap perolehan devisa dan pembangunan ekonomi negara. Perkembangan industri kayu di Indonesia dimulai pada

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN PERLUASAN USAHA PEMASOK IKAN HIAS AIR TAWAR Budi Fish Farm Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor. Oleh: DWIASIH AGUSTIKA A

ANALISIS KELAYAKAN PERLUASAN USAHA PEMASOK IKAN HIAS AIR TAWAR Budi Fish Farm Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor. Oleh: DWIASIH AGUSTIKA A ANALISIS KELAYAKAN PERLUASAN USAHA PEMASOK IKAN HIAS AIR TAWAR Budi Fish Farm Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor Oleh: DWIASIH AGUSTIKA A 14105665 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

BOKS 2 PENELITIAN POLA PEMBIAYAAN (LENDING MODEL) USAHA MIKRO KECIL INDUSTRI KECIL BATU BATA DI SULAWESI TENGGARA

BOKS 2 PENELITIAN POLA PEMBIAYAAN (LENDING MODEL) USAHA MIKRO KECIL INDUSTRI KECIL BATU BATA DI SULAWESI TENGGARA 2 PENELITIAN POLA PEMBIAYAAN (LENDING MODEL) USAHA MIKRO KECIL INDUSTRI KECIL BATU BATA DI SULAWESI TENGGARA Kesenjangan informasi (asymmetric information) antara produk perbankan beserta persyaratan yang

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Definisi Proyek Menurut Kadariah et al. (1999) proyek merupakan suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Restoran Pastel and Pizza Rijsttafel yang terletak di Jalan Binamarga I/1 Bogor. Pemilihan tempat penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. KERANGKA PEMIKIRAN KONSEPTUAL Gambir merupakan salah satu produk ekspor Indonesia yang prospektif, namun hingga saat ini Indonesia baru mengekspor gambir dalam bentuk gambir asalan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tasikmalaya merupakan kota yang terletak di selatan Jawa Barat. Sejarah

BAB I PENDAHULUAN. Tasikmalaya merupakan kota yang terletak di selatan Jawa Barat. Sejarah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tasikmalaya merupakan kota yang terletak di selatan Jawa Barat. Sejarah berdirinya Kota Tasikmalaya sebagai daerah otonomi tidak terlepas dari sejarah berdirinya

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 KERANGKA PEMIKIRAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 KERANGKA PEMIKIRAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 KERANGKA PEMIKIRAN Upaya yang dapat ditempuh untuk meningkatkan produksi minyak bumi, salah satunya dengan menerapkan teknologi Enhanched Oil Recovery (EOR) pada lapangan

Lebih terperinci

NAMA : WIRO FANSURI PUTRA

NAMA : WIRO FANSURI PUTRA Peluang bisnis INDUSTRI SERAT SABUT KELAPA OLEH : NAMA : WIRO FANSURI PUTRA NIM : 11.12.6300 KELAS : 11-S1SI-13 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA Tahun 2011/2012 Industri Serat Sabut Kelapa PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka pengembangan ekonomi daerah yang bertujuan. meningkatkan kesejahteraan masyarakat, maka pengembangan ekonomi lokal

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka pengembangan ekonomi daerah yang bertujuan. meningkatkan kesejahteraan masyarakat, maka pengembangan ekonomi lokal BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam rangka pengembangan ekonomi daerah yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, maka pengembangan ekonomi lokal sesuai potensinya menjadi sangat penting.

Lebih terperinci

POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) INDUSTRI KERAJINAN BATIK

POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) INDUSTRI KERAJINAN BATIK POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) INDUSTRI KERAJINAN BATIK BANK INDONESIA Direktorat Kredit, BPR dan UMKM Telepon : (021) 3818043 Fax: (021) 3518951, Email : tbtlkm@bi.go.id DAFTAR ISI 1. Pendahuluan.........

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Penentuan Narasumber

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Penentuan Narasumber IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di peternakan milik Bapak Sarno yang bertempat di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa barat. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Kusumaningrat (2009:4), bahwa pada awal tahun 2003 pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Kusumaningrat (2009:4), bahwa pada awal tahun 2003 pemerintah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Kusumaningrat (2009:4), bahwa pada awal tahun 2003 pemerintah Indonesia mulai menggagas sebuah gagasan ekonomi rakyat sebagai salah satu upaya pemberdayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bukittinggi yang berada di provinsi Sumatra Barat yang pada masa kolonial

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bukittinggi yang berada di provinsi Sumatra Barat yang pada masa kolonial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Kota Bukittinggi yang berada di provinsi Sumatra Barat yang pada masa kolonial Belanda disebut dengan Fort de kock ini pernah menjadi ibu kota Indonesia

Lebih terperinci

6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI

6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI 6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI 6.1 Pendahuluan Industri surimi merupakan suatu industri pengolahan yang memiliki peluang besar untuk dibangun dan dikembangkan. Hal ini didukung oleh adanya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Obyek dan Lokasi Penelitian Obyek penelitian yang akan diangkat pada penelitian ini adalah Perencanaan budidaya ikan lele yang akan berlokasi di Desa Slogohimo, Wonogiri.

Lebih terperinci

Rencana Bisnis [BIDANG USAHA] [tempat dan tanggal penyusunan] disusun oleh: [Nama Penyusun] [Jabatan Penyusun]

Rencana Bisnis [BIDANG USAHA] [tempat dan tanggal penyusunan] disusun oleh: [Nama Penyusun] [Jabatan Penyusun] Rencana Bisnis [Nama Perusahaan] [BIDANG USAHA] [tempat dan tanggal penyusunan] disusun oleh: [Nama Penyusun] [Jabatan Penyusun] [Alamat Lengkap Perusahaan] No. Telepon [Nomor Telepon] No. Fax [Nomor Fax]

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Regional Bruto (PDRB). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi

I. PENDAHULUAN. Regional Bruto (PDRB). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki banyak peran di Provinsi Bali, salah satunya adalah sebagai sektor pembentuk Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Usaha 4.1.1 Sejarah Perusahaan UKM Flamboyan adalah salah satu usaha kecil menengah yang mengolah bahan pertanian menjadi berbagai macam produk makanan olahan.

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL TERHADAP PROFITABILITAS INDUSTRI RUMAH TANGGA ANEKA KUE KERING (STUDI KASUS: INDUSTRI RUMAH TANGGA ONI COOKIES )

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL TERHADAP PROFITABILITAS INDUSTRI RUMAH TANGGA ANEKA KUE KERING (STUDI KASUS: INDUSTRI RUMAH TANGGA ONI COOKIES ) ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL TERHADAP PROFITABILITAS INDUSTRI RUMAH TANGGA ANEKA KUE KERING (STUDI KASUS: INDUSTRI RUMAH TANGGA ONI COOKIES ) Nama : Sonny Suryadi NPM : 36410653 Jurusan : Teknik Industri

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Penentuan Responden

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Penentuan Responden IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Elsari Brownies and Bakery yang terletak di Jl. Pondok Rumput Raya No. 18 Bogor. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI PERKEMBANGAN MIGRASI, PASAR KERJA DAN PEREKONOMIAN INDONESIA. penting untuk diteliti secara khusus karena adanya kepadatan dan distribusi

V. DESKRIPSI PERKEMBANGAN MIGRASI, PASAR KERJA DAN PEREKONOMIAN INDONESIA. penting untuk diteliti secara khusus karena adanya kepadatan dan distribusi 131 V. DESKRIPSI PERKEMBANGAN MIGRASI, PASAR KERJA DAN PEREKONOMIAN INDONESIA 5.1. Migrasi Internal Migrasi merupakan salah satu faktor dari tiga faktor dasar yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk. Peninjauan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Bisnis Studi kelayakan bisnis merupakan penelitian terhadap rencana bisnis yang tidak hanya menganalisis layak atau tidak

Lebih terperinci

Studi Kelayakan HOTEL BERBINTANG di PROVINSI KEPULAUAN RIAU, Mohon Kirimkan. eksemplar. Posisi : Nama (Mr/Mrs/Ms) Nama Perusahaan.

Studi Kelayakan HOTEL BERBINTANG di PROVINSI KEPULAUAN RIAU, Mohon Kirimkan. eksemplar. Posisi : Nama (Mr/Mrs/Ms) Nama Perusahaan. 021 31930108 9 marketing@cdmione.com P T. CENTRAL DATA MEDIATAMA INDONESIA () dikenal luas oleh kalangan bisnis nasional dan internasional sebagai perusahaan konsultan yang banyak mengeluarkan studi kelayakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu lembaga yang diorganisir dan dijalankan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu lembaga yang diorganisir dan dijalankan untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan adalah suatu lembaga yang diorganisir dan dijalankan untuk menyediakan barang dan jasa bagi masyarakat dengan motif laba. Pada era krisis global yang dialami

Lebih terperinci

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA BUBAR BARCA BUSANA BATIK ANAK-ANAK HASIL DAUR ULANG KAIN PERCA PKM-K

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA BUBAR BARCA BUSANA BATIK ANAK-ANAK HASIL DAUR ULANG KAIN PERCA PKM-K PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA BUBAR BARCA BUSANA BATIK ANAK-ANAK HASIL DAUR ULANG KAIN PERCA PKM-K Diusulkan Oleh : Ahmad Solikin 4411412048 2012 Aulia Nuanza Alam 4411412055 2012 Siti Rofiatus Saadah

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis mengemukakan teori-teori terkait penelitian. Teori-teori tersebut antara lain pengertian proyek, keterkaitan proyek dengan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek memiliki beberapa pengertian. Menurut Kadariah et al. (1999) proyek ialah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pernah mengalami masa keemasan dan maju pesat hingga menembus ke

BAB I PENDAHULUAN. pernah mengalami masa keemasan dan maju pesat hingga menembus ke 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Sebagai tulang punggung perekonomian, industri mebel ukir Jepara pernah mengalami masa keemasan dan maju pesat hingga menembus ke pasar ekspor dengan nilai hampir

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2014.

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2014. II. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2014. Tempat Pengambilan sampel harga pokok produksi kopi luwak dilakukan di usaha agroindustri

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tulang Bawang. Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Juli

III. METODE PENELITIAN. Tulang Bawang. Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Juli III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi penelitian pendirian agroindustri berbasis ikan dilaksanakan di Kabupaten Tulang Bawang. Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei sampai dengan

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Rakyat (KUR) di Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung.

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Rakyat (KUR) di Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung. 22 III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah usaha ternak sapi perah penerima Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung.

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek adalah kegiatan-kegiatan yang dapat direncanakan dan dilaksanakan dalam suatu bentuk kesatuan dengan mempergunakan

Lebih terperinci

VII. PEMBAHASAN ASPEK FINANSIAL

VII. PEMBAHASAN ASPEK FINANSIAL VII. PEMBAHASAN ASPEK FINANSIAL 7.1. Proyeksi Arus Kas (Cashflow) Proyeksi arus kas merupakan laporan aliran kas yang memperlihatkan gambaran penerimaan (inflow) dan pengeluaran kas (outflow). Dalam penelitian

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1. Studi Kelayakan Bisnis Bisnis adalah kegiatan yang dilakukan oleh individu dan sekelompok orang (organisasi) yang menciptakan nilai (create

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1.Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Menurut Husnan dan Suwarsono (2000), proyek pada dasarnya merupakan kegiatan yang menyangkut pengeluaran modal (capital

Lebih terperinci

BAB VI ASPEK KEUANGAN

BAB VI ASPEK KEUANGAN BAB VI Bagian ini akan menjelaskan tentang kebutuhan dana, sumber dana, proyeksi neraca, proyeksi laba rugi, proyeksi arus kas, dan penilaian kelayakan investasi. Proyeksi keuangan ini akan dibuat dalam

Lebih terperinci

ASPEK FINANSIAL Skenario I

ASPEK FINANSIAL Skenario I VII ASPEK FINANSIAL Setelah menganalisis kelayakan usaha dari beberapa aspek nonfinansial, analisis dilanjutkan dengan melakukan analisis kelayakan pada aspek finansial yaitu dari aspek keuangan usaha

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 17 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Usaha Kecil Menengah (UKM) pengolahan pupuk kompos padat di Jatikuwung Innovation Center, Kecamatan Gondangrejo Kabupaten

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Tahap Pengumpulan Data dan Informasi

III. METODOLOGI. Tahap Pengumpulan Data dan Informasi 23 III METODOLOGI Penelitian ini dilakukan dalam empat tahapan penelitian yaitu tahap pengumpulan data dan informasi, tahap pengkajian pengembangan produk, tahap pengkajian teknologi, tahap uji coba dan

Lebih terperinci

BAB V HASIL ANALISA. dan keekonomian. Analisis ini dilakukan untuk 10 (sepuluh) tahun. batubara merupakan faktor lain yang juga menunjang.

BAB V HASIL ANALISA. dan keekonomian. Analisis ini dilakukan untuk 10 (sepuluh) tahun. batubara merupakan faktor lain yang juga menunjang. BAB V HASIL ANALISA 5.1 ANALISIS FINANSIAL Untuk melihat prospek cadangan batubara PT. XYZ, selain dilakukan tinjauan dari segi teknis, dilakukan juga kajian berdasarkan aspek keuangan dan keekonomian.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang dipergunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

2015 PENGARUH DIVERSIFIKASI PRODUK DAN PERSAINGAN TERHADAP PENDAPATAN PENGUSAHA BATIK DI CIREBON

2015 PENGARUH DIVERSIFIKASI PRODUK DAN PERSAINGAN TERHADAP PENDAPATAN PENGUSAHA BATIK DI CIREBON BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Banyak kota di Indonesia yang memproduksi batik dan tiap kota memiliki ciri tersendiri akan batik yang diproduksinya, seperti di Solo, Yogyakarta, Cirebon

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoretis Kerangka pemikiran teoretis merupakan suatu penalaran peneliti yang didasarkan pada pengetahuan, teori, dalil, dan proposisi untuk menjawab suatu

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil Uji Lanjut Ortogonal Kekerasan Sumber keragaman

Lampiran 1. Hasil Uji Lanjut Ortogonal Kekerasan Sumber keragaman LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil Uji Lanjut Ortogonal Kekerasan Sumber keragaman db JK KT F hit F 0.05 F0.01 Perlakuan 3 13,23749 4,412497 48,60917 4,06618 7,590984 Linier 1 12,742 12,74204 140,3695 5,317645*

Lebih terperinci

MATERI 7 ASPEK EKONOMI FINANSIAL

MATERI 7 ASPEK EKONOMI FINANSIAL MATERI 7 ASPEK EKONOMI FINANSIAL Analisis kelayakan finansial adalah alat yang digunakan untuk mengkaji kemungkinan keuntungan yang diperoleh dari suatu penanaman modal. Tujuan dilakukan analisis kelayakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perumahan Hakekat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seluruhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

SIDANG TUGAS AKHIR ANALISIS ELAYAKAN USAHA MAKANAN TRADISIONAL PEPES

SIDANG TUGAS AKHIR ANALISIS ELAYAKAN USAHA MAKANAN TRADISIONAL PEPES SIDANG TUGAS AKHIR ANALISIS ELAYAKAN USAHA MAKANAN TRADISIONAL PEPES Pembimbing: Agus Riyanto, MT Oleh: Winda Octaviany 1.03.08.010 Bab 1 Pendahuluan Latar Belakang Masalah Berbagai usaha pada saat ini

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di PT Mekar Unggul Sari, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan alasan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Definisi dan Batasan Operasional Untuk memperjelas dan menghindari kesalahpamaham mengenai pengertian tentang istlah-istilah dalam penelitian ini maka dibuat definisi dan batasan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Definisi Proyek Kegiatan proyek dapat diartikan sebagai satu kegiatan sementara yang berlangsung dalam jangka waktu terbatas, dengan alokasi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... Halaman ABSTRAKSI.. KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR Latar Belakang Penelitian 1

DAFTAR ISI... Halaman ABSTRAKSI.. KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR Latar Belakang Penelitian 1 ABSTRAKSI Dalam menghadapi persaingan dunia usaha yang semakin ketat, maka perusahaan memerlukan strategi yang tepat untuk selalu dapat unggul dalam persaingan. Karena bila salah dalam menerapkan strategi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015 A. Perkembangan Perekonomian Saudi Arabia. 1. Dana Moneter Internasional (IMF) menyatakan pertumbuhan ekonomi di Saudi Arabia diatur melambat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Packing House Packing house ini berada di Desa Hegarmanah, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi. Packing house dibangun pada tahun 2000 oleh petani diatas lahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Kabupaten Batubara yang terletak pada kawasan hasil pemekaran

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Kabupaten Batubara yang terletak pada kawasan hasil pemekaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah Kabupaten Batubara yang terletak pada kawasan hasil pemekaran dari Kabupaten Asahan Provinsi Sumatera Utara adalah salah satu daerah yang didiami masyarakat

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Kampung Budaya Sindangbarang, Desa Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri JUNI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Juni 2017 Pendahuluan Membaiknya perekonomian dunia secara keseluruhan merupakan penyebab utama membaiknya kinerja ekspor Indonesia pada

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian kelayakan Usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele Sangkuriang dilakukan di Perusahaan Parakbada, Katulampa, Kota Bogor, Provinsi Jawa

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 3.1 Kerangka Pemikiran. 3.2 Metode Penelitian

III. METODOLOGI. 3.1 Kerangka Pemikiran. 3.2 Metode Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran Ketersediaan bahan baku ikan hasil tangkap sampingan yang melimpah merupakan potensi yang besar untuk dijadikan surimi. Akan tetapi, belum banyak industri di Indonesia

Lebih terperinci

BUSINESS PLAN RUMAH PRODUKSI RAJUNGAN

BUSINESS PLAN RUMAH PRODUKSI RAJUNGAN BUSINESS PLAN RUMAH PRODUKSI RAJUNGAN PIU KABUPATEN KUBU RAYA TAHUN 2014 BUSINESS PLAN INFRASTRUKTUR KOMPONEN 2 RUMAH PRODUKSI RAJUNGAN A. LATAR BELAKANG Business Plan akan menjadi dasar atau pijakan bagi

Lebih terperinci

1. RINGKASAN EKSEKUTIF

1. RINGKASAN EKSEKUTIF BAB XIV Menyusun Proposal Bisnis Dalam Menyusun Proposal bisnis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yakni 1. Menggambar keseluruhan (overview) rencana strategi perusahaan yang akan dijalankan. 2.

Lebih terperinci

EVALUASI EKONOMI. Evalusi ekonomi dalam perancangan pabrik meliputi : Modal yang ditanam Biaya produksi Analisis ekonomi

EVALUASI EKONOMI. Evalusi ekonomi dalam perancangan pabrik meliputi : Modal yang ditanam Biaya produksi Analisis ekonomi EVALUASI EKONOMI Evalusi ekonomi dalam perancangan pabrik meliputi : Modal yang ditanam Biaya produksi Analisis ekonomi 1. Modal yang ditanam A.Modal tetap, meliputi : letak pabrik gedung utilities pabrik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peran strategi dalam pembangunan nasional. Hal ini dikarenakan sebagian besar penduduk terlibat dalam kegiatan UMKM

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN dan HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Tinjauan teknologi pengolahan sagu Teknologi merupakan sumberdaya buatan manusia yang kompetitif dan selalu

Lebih terperinci

TUGAS PENGANTAR EKONOMI PRODUKSI ANALISIS USAHA JAHIT ARYAN TAILOR

TUGAS PENGANTAR EKONOMI PRODUKSI ANALISIS USAHA JAHIT ARYAN TAILOR TUGAS PENGANTAR EKONOMI PRODUKSI ANALISIS USAHA JAHIT ARYAN TAILOR Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Ekonomi Produksi Perikanan dan Kelautan Disusun Oleh: Ludfi Dwi 230110120120 Sofan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri (HTI) sebagai solusi untuk memenuhi suplai bahan baku kayu. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Industri (HTI) sebagai solusi untuk memenuhi suplai bahan baku kayu. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Penurunan produktivitas hutan alam telah mengakibatkan berkurangnya suplai hasil hutan kayu yang dapat dimanfaatkan dalam bidang industri kehutanan. Hal ini mendorong

Lebih terperinci

LAMPIRAN PENELITIAN. Dengan Judul : ANALISIS RANTAI NILAI (VALUE CHAIN ANALYSIS) DALAM MENCIPTAKAN KEUNGGULAN KOMPETITIF PADA PENGRAJIN

LAMPIRAN PENELITIAN. Dengan Judul : ANALISIS RANTAI NILAI (VALUE CHAIN ANALYSIS) DALAM MENCIPTAKAN KEUNGGULAN KOMPETITIF PADA PENGRAJIN LAMPIRAN PENELITIAN Dengan Judul : ANALISIS RANTAI NILAI (VALUE CHAIN ANALYSIS) DALAM MENCIPTAKAN KEUNGGULAN KOMPETITIF PADA PENGRAJIN BATIK MUKTI RAHAYU DIKABUPATEN MAGETAN LAMPIRAN 1 FORMULA WAWANCARA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu aktivitas ekonomi dalam agribisnis adalah bisnis peternakan. Agribisnis bidang ini utamanya dilatarbelakangi oleh fakta bahwa kebutuhan masyarakat akan produk-produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat di Indonesia. Sampai dengan tahun 1998, jumlah industri TPT di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pesat di Indonesia. Sampai dengan tahun 1998, jumlah industri TPT di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri tekstil merupakan salah satu industri yang berkembang cukup pesat di Indonesia. Sampai dengan tahun 1998, jumlah industri TPT di Indonesia mencapai 2.581

Lebih terperinci

Kreasi Jilbab, Bisnisnya Mudah Omsetnya Jutaan Rupiah

Kreasi Jilbab, Bisnisnya Mudah Omsetnya Jutaan Rupiah Kreasi Jilbab, Bisnisnya Mudah Omsetnya Jutaan Rupiah Perkembangan bisnis fashion yang semakin bervariatif, ternyata mendorong para muslimah di Indonesia untuk berkarya menciptakan kreasi jilbab baru dengan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur 47 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Jenis/Desain Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dan tipe data yang digunakan adalah data kualitatif dan kuantitatif. Sehingga penelitian ini bersifat deskriptif

Lebih terperinci

Pertemuan 12 Investasi dan Penganggaran Modal

Pertemuan 12 Investasi dan Penganggaran Modal Pertemuan 12 Investasi dan Penganggaran Modal Disarikan Gitman dan Sumber lain yang relevan Pendahuluan Investasi merupakan penanaman kembali dana yang dimiliki oleh perusahaan ke dalam suatu aset dengan

Lebih terperinci

pendekatan rasional, yang pembuktiannya mudah dilakukan, sedangkan pertimbangan kualitatif

pendekatan rasional, yang pembuktiannya mudah dilakukan, sedangkan pertimbangan kualitatif A. PENDAHULUAN Terlaksananya suatu proyek investasi, seringkali tergantung kepada pertimbangan manajemen yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Pertimbangan kuantitatif lebih bersifat kepada pendekatan

Lebih terperinci

INDUSTRI KERUPUK UDANG

INDUSTRI KERUPUK UDANG POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL INDUSTRI KERUPUK UDANG BANK INDONESIA KATA PENGANTAR Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam perekonomian nasional memiliki peran yang penting dan strategis. Namun demikian,

Lebih terperinci

VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL

VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL Menganalisis kelayakan suatu proyek atau usaha dari segi keuangan dapat mengunakan. Analisis finansial. Adapun kriteria kriteria penilaian investasi yang dapat digunakan yaitu

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. dan data yang diperoleh. Penelitian ini disusun sebagai penelitian induktif yaitu

BAB IV METODE PENELITIAN. dan data yang diperoleh. Penelitian ini disusun sebagai penelitian induktif yaitu BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Jenis/Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kuantitatif karena dalam pelaksanaannya meliputi data, analisis dan interpretasi tentang arti

Lebih terperinci

Manajemen Investasi. Febriyanto, SE, MM. LOGO

Manajemen Investasi. Febriyanto, SE, MM.  LOGO Manajemen Investasi Febriyanto, SE, MM. www.febriyanto79.wordpress.com LOGO 2 Manajemen Investasi Aspek Keuangan Aspek keuangan merupakan aspek yang digunakan untuk menilai keuangan perusahaan secara keseluruhan.

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR JAWA TENGAH SEPTEMBER 2008

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR JAWA TENGAH SEPTEMBER 2008 BPS PROVINSI JAWA TENGAH No.02/01/33/Th.III, 05 Januari 2009 PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR JAWA TENGAH SEPTEMBER 2008 Nilai ekspor Jawa Tengah bulan September 2008 mencapai 286,02 juta USD, meningkat sebesar

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Agrifarm, yang terletak di desa Cihideung Udik Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri tekstil merupakan industri penting sebagai penyedia kebutuhan sandang manusia. Kebutuhan sandang di dunia akan terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah

Lebih terperinci