PENILAIAN KEBERLANJUTAN EKOSISTEM PULAU KECIL MELALUI PENDEKATAN SOCIO ECOLOGICAL SYSTEM DALAM MENENTUKAN KAPASITAS EKOSISTEM DI PULAU SAPEKEN, MADURA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENILAIAN KEBERLANJUTAN EKOSISTEM PULAU KECIL MELALUI PENDEKATAN SOCIO ECOLOGICAL SYSTEM DALAM MENENTUKAN KAPASITAS EKOSISTEM DI PULAU SAPEKEN, MADURA"

Transkripsi

1 PENILAIAN KEBERLANJUTAN EKOSISTEM PULAU KECIL MELALUI PENDEKATAN SOCIO ECOLOGICAL SYSTEM DALAM MENENTUKAN KAPASITAS EKOSISTEM DI PULAU SAPEKEN, MADURA Romadhon, A. Program studi Ilmu Kelautan, Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura ABSTRAK Pulau Sapeken sebagai salah satu pulau kecil di Kabupaten Sumenep merupakan pulau kecil dengan kepadatan penduduk yang tinggi. Salah satu dampak terhadap dari hal tersebut berupa tekanan terhadap keberlanjutan ekosistem, yang berasal dari perubahan penggunaan lahan dan tutupan lahan. Perubahan tersebut berdampak pada kapasitas ekosistem untuk menyediakan barang dan jasa bagi manusia. Penilaian terhadap kondisi Socio Ecological System (SES) akan dapat menggambarkan dinamika kapasitas ekosistem di Pulau Sapeken. Dengan menghubungkan informasi tutupan lahan, survei lahan dan GIS dengan data dari hasil pemantauan lapangan dan penilaian statistik, yang dapat disediakan ekosistem dan dibutuhkan manusia dapat dinilai. Hasil penelitian mengungkapkan pola - pola kegiatan manusia tiap tempat yang ada di Pulau Sapeken berbeda sesuai dengan kapasitas ekosistem yang ada melalui penjelasan secara spatial tiap unit lanskap biofisik dan kondisi ekosistem. Untuk tempat dengan kapasitas ekosistem masih baik, masyarakat memiliki yang lebih baik dibandingkan masyarakat di tempat lainnya. Hasil lainnya juga menunjukkan keseimbangan supply demand berpengaruh terhadap tingkat ketergantungan kawasan, hal ini ditunjukkan dengan Pulau Sapeken dengan supply dan demand atas jasa dan barang yang seimbang menjadi kawasan yang berpengaruh terhadap perkembangan kawasan pulau kecil lainnya di Kecamatan Sapeken. Kata kunci : Pulau Sapeken, Socio Ecological System (SES), kapasitas ekosistem, keberlanjutan ekosistem, supply dan demand atas jasa dan barang PENDAHULUAN Pulau pulau kecil sebagai sebuah entitas dengan karakteristik yang dimiliki merupakan suatu kawasan yang potensial untuk dikembangkan. Salah satu karakteristik dari pulau pulau kecil adalah luas wilayah yang kecil dan dikelilingi oleh laut. Karakteristik tersebut menjadikan pulau pulau kecil dalam pengembangannya harus selalu memperhatikan ketersediaan dan keberlanjutan segenap ekosistem yang ada, Hal ini disebabkan ekosistem pulau-pulau kecil rentan terhadap gangguan dari kegiatan manusia dan bencana alam karena terisolasi, ukuran kecil, dan keterbatasan sumber daya alam (Pelling dan Uitto, 2001). Salah satu tantangan keberadaan pulau-pulau kecil adalah menyeimbangkan manfaat ekonomi dengan tekanan lingkungan yang timbul dari keberadaan manusia. Ekosistem pulau terdiri dari berbagai subsistem memerlukan kesetimbangan berkelanjutan. Kesetimbangan berkelanjutan dapat dicapai jika ekosistem dapat berjalan sesuai dengan fungsinya. Dengan kata lain, ketika tekanan terhadap ekosistem, ekonomi, atau masyarakat dari sumber eksternal yang melebihi kapasitas pulau, maka

2 ekosistem akan rusak. Gangguan keseimbangan ekosistem membuat pembangunan berkelanjutan tidak mungkin terjadi dan dapat mengakibatkan kerusakan ekosistem pulau Pulau Sapken sebagai salah satu dari 72 pulau kecil yang ada di Kabupaten Sumenep, merupakan pulau yang menjadi sentra layanan barang dan jasa bagi pulau kecil lainnya di gugus pulau Sapeken. Dibandingkan dengan pulau kecil lainnya, Pulau Sapeken memiliki kepadatan penduduk yang paling tinggi. Tingginya populasi manusia akan berkorelasi dengan semakin tingginya kerusakan ekosistem, yang disebabkan semakin tingginya pemenuhan kebutuhan hidup. Kondisi inilah yang akan berpengaruh terhadap keberlanjutan ekosistem untuk menjalankan fungsi ekologis baik sebagai penyedia sumberdaya, pengatur jasa lingkungan dan penerima limbah. Untuk mengetahui status kesetimbangan keberlanjutan ekosistem di Pulau Sapeken, dibutuhkan penilaian terhadap jasa ekosistem dalam menyediakan ruang dan sumberdaya bagi penduduk yang ada. Terkait dengan hal tersebut, pendekatan Socio Ecologycal System (SES) diperlukan untuk melihat keterkaitan antara penduduk dengan kemampuan ekosistem untuk tetap mempertahankan fungsi ekologis secara berkelanjutan. Dengan demikian akan diketahui sejauh mana daya dukung Pulau Sapeken dalam memberikan jasa bagi segenap pemanfaatan yang ada. Penelitian ini bertujuan menentukan kapasitas dan permintaan jasa ekosistem di Pulau Sapeken, Kabupaten Sumenep, Madura dan menentukan status keseimbangan jasa ekosistem di Pulau Sapeken. METODE Penelitian dilakukan di wilayah Pulau Sapeken, Kecamatan Sapeken, Kabupaten Sumenep. Adapun luas wilayah Pulau Sapeken sebesar 15,793 km 2 dengan penduduk sekitar jiwa (Bappeda, Kabupaten Sumenep, 2010). Alat dan bahan yang digunakan berupa kamera digital, GPS, peta dan kuesioner Gambar 1. Letak Pulau Sapudi, Kabupaten Sumenep, Madura

3 Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan memberikan kuesioner terhadap stakeholder. Kuesioner yang dibuat berisi daftar pertanyaan tentang Socio Ecological System dan kondisi sumberdaya Pulau Sapeken. Metode pengambilan contoh dilakukan dengan menggunakan metode acak berlapis/stratifikasi, pengambilan contoh pada setiap lapisan dilakukan dengan metode acak sederhana. Jumlah sample yang diambil sebesar 150 orang. Analisis SES dilakukan sebagaimana yang dikemukakan Burkhard et al (2012) yaitu sebelum dilakukan analisa, tahapan yang dilakukan meliputi pertama, beberapa jasa ekosistem masing-masing diidentifikasi dan dinilai oleh berbagai stakeholder. Kedua, serangkaian matriks digunakan untuk melakukan kuantifikasi dan kaitan secara berurutan antara tutupan lahan dan jasa ekosistem. Matriks ini mengorganisasikan dan mengintegraskan informasi penilaian stakeholder terhadap peranan jasa ekosistem di Pulau Sapeken. Adapun 3 langkah utama dalam metode penilaian status ekosistem Pulau Sapeken melalui SES, sebagai berikut : a. Penilaian kapasitas ekosistem (supply) Penilaian kapasitas ekosistem dilakukan dengan memberikan nilai atau skor relevansi terhadap kemampuan pulau kecil, direpresentasikan melalui tutupan lahan dalam menyediakan jasa ekosistem tertentu pada skala yang meliputi : 0 : tidak ada relevansi dari tipe penutupan lahan untuk mendukung atau memasok layanan ekosistem yang dipilih 1 : relevansi rendah 4 : relevansi tinggi 2 : relevan 5 : relevansi sangat tinggi 3 : relevansi sedang Matrik yang digunakan dalam penilaian kapasitas ekosistem Pulau Sapeken sebagai berikut : b. Penilaian permintaan (demand) jasa ekosistem Penilaian permintaan (demand) jasa ekosistem dilakukan dengan memberikan nilai atau skor relevansi atas permintaan manusia untuk jasa ekosistem di jenis tutupan lahan tertentu pada skala yang meliputi :

4 0 : tidak ada relevansi dari permintaan dari orang-orang dalam tipe penutupan lahan untuk jasa ekosistem 1 : relevansi rendah 4 : relevansi tinggi 2 : relevan 5 : relevansi sangat tinggi 3 : relevansi sedang Matrik yang digunakan dalam penilaian permintaan (demand) jasa ekosistem Pulau Sapeken sebagai berikut : c. Penilaian status keseimbangan jasa ekosistem Penilaian status keseimbangan jasa ekosistem, diperoleh dengan menggabungkan matrik kapasitas ekosistem (supply) dengan matrik permintaan (demand) jasa ekosistem. Setiap bidang dalam matriks penilaian status keseimbangan jasa ekosistem dihitung berdasarkan bidang yang sesuai pada kapasitas ekosistem (supply) dan matriks permintaan (demand). Skala berkisar dari - 5 sampai 5. Tanda ( - ) menunjukkan permintaan (demand) melebihi pasokan (supply); 0 = permintaan = suplai = keseimbangan netral, dan untuk tanda ( + ) menunjukkan pasokan (supply) melebihi permintaan HASIL DAN PEMBAHASAN Kapasitas Jasa Ekosistem (Supply) di Pulau Sapeken Kapasitas jasa ekosistem (supply) mengacu pada kapasitas dari wilayah tertentu untuk menyediakan sebuah paket tertentu dari barang dan jasa ekosistem dalam jangka waktu tertentu. Di sini, kapasitas mengacu pada pemahaman penggunaan dan

5 pengaturan sumberdaya alam secara benar. Dengan demikian, tidak mirip dengan potensi pasokan jasa ekosistem dalam ekosistem tertentu, yang akan menjadi hipotetis hasil maksimum jika dioptimalkan. Berangkat dari pemahaman tersebut kapasitas ekosistem yang direpresentasikan melalui tipe penggunaan lahan di Pulau Sapeken, memiliki fungsi berbeda berdasarkan struktur dan proses yang ada. Akibatnya, kapasitas ekosistem untuk menyediakan jasa ekosistem tertentu yang digunakan oleh manusia dapat sangat bervariasi (Bastian et al., 2012). Kapasitas ekosistem untuk memasok jasa sangat terkait dengan (a) kondisi alam, misalnya tutupan lahan alami (vegetasi), hidrologi, kondisi tanah, fauna, elevasi, kemiringan dan iklim; serta (b) dampak manusia; terutama penggunaan lahan emisi,polusi, dan lainnya. Hasil penelitian mengungkapkan pola kondisi alam yang berbeda pada tiap tipe tutupan lahan akan berpengaruh terhadap kapasitas ekosistem untuk memasok jasa ekosistem (Gambar 2). Kapasitas ekosistem (supply) tertinggi berturut - turut terdapat pada laut, vegetasi, pantai, lahan pertanian, dermaga dan pemukiman. Type Tutupan Lahan Integritas Ecologi Heterogenitas Abiotik Biodiversity Biota Aliran Air Pengatur Penyediaan Jasa Iklim Pengisian Air Tanah Dalam Purifikasi Air Penyedia SDA Tanaman Perikanan tangkap Perikanan budidaya Pelestarian Budaya Wisata dan nilai estetik Nilai intrinsik Skala Penilaian Kapasitas Pemukiman Vegetasi Lahan Pertanian Pantai Dermaga Tidak ada relevansi Relevansi rendah Relevan Cukup relevan Sangat relevan Laut Sangat relevan sekali Gambar 2. Hasil Penilaian Kapasitas Ekosistem (Supply) di Pulau Sapeken Keberadaan pemukiman yang padat sangat berpengaruh dalam menentukan kapasitas ekosistem terutama di pulau kecil. Pulau Sapeken sebagai pulau kecil memiliki kepadatan penduduk paling tinggi dibandingkan pulau kecil lainnya, berpotensi akan mengalami penurunan kapasitas jasa ekosistem, sebagai konsekuensi semakin meningkatnya penggunaan lahan, pencemaran dan polusi. Kondisi tersebut akan memperbesar tekanan terhadap keberlanjutan jasa ekosistem untuk mendukung integritas ekologi di Pulau Sapeken. Permintaan Jasa Ekosistem ( Demand) di Pulau Sapeken Permintaan untuk jasa ekosistem adalah jumlah dari semua barang dan jasa ekosistem saat ini dikonsumsi atau digunakan di daerah tertentu selama periode waktu tertentu. Pola - pola penyediaan secara rinci adalah bagian dari supply ekosistem, berkaitan erat dengan konsep ecological footprint (Rees, 1992) diperlukan untuk

6 menghitung daerah yang menghasilkan jasa ekosistem tertentu yang dibutuhkan oleh manusia di daerah tertentu dalam waktu tertentu. Dengan kata lain, harus ada permintaan tertentu oleh orang-orang untuk menggunakan layanan ekosistem tertentu (Fisher et al, 2009.). Mengacu dari pendekatan tersebut jasa ekosistem yang dibutuhkan oleh penduduk di Pulau Sapeken meliputi pengatur penyedia jasa (iklim, air tanah dalam dan purifikasi air), penyedia sumberdaya (tanaman, perikanan tangkap dan perikanan budidaya) dan pelestarian budaya (wisata dan nilai intrinsik). Lebih lanjut hasil penilaian terhadap permintaan jasa ekosistem (demand) di Pulau Sapeken menunjukkan pola kondisi alam yang berbeda pada tiap tipe tutupan lahan akan berpengaruh terhadap permintaan jasa ekosistem (Gambar 3). Permintaan jasa ekosistem (demand) tertinggi untuk tiap jasa ekosistem terdapat pada tipe tutupan lahan pemukiman. Type Tutupan Lahan Pengatur Penyediaan Jasa Iklim Pengisian Air Tanah Dalam Purifikasi Air Penyedia SDA Tanaman Perikanan tangkap Perikanan budidaya Pelestarian Budaya Wisata dan nilai estetik Nilai intrinsik Skala Penilaian Permintaan Pemukiman Vegetasi Lahan Pertanian Pantai Dermaga Tidak ada relevansi Relevansi rendah Relevan Cukup relevan Sangat relevan Laut Sangat relevan sekali Gambar 3. Hasil Penilaian Permintaan Ekosistem (Demand) di Pulau Sapeken Hasil penilaian tersebut menunjukkan bahwasanya semakin tinggi populasi akan sangat relevan sekali dengan permintaan jasa ekosistem. Kondisi ini terkait dengan tingginya pemenuhan kebutuhan yang harus dipenuhi. Semakin tinggi tingkat peradaban suatu kelompok masyarakat akan meningkat pula kebutuhan hidup yang harus dipenuhi. Disaat kebutuhan hidup semakin beragam maka tuntutan terhadap jasa ekosistem akan meningkat pula (Curran et al., 2004) Status Keseimbangan Jasa Ekosistem di Pulau Sapeken Status keseimbangan jasa ekosistem dinilai dengan membandingkan antara kapasitas ekosistem (supply) dan permintaan jasa ekosistem (demand). Hasil penilaian terhadap status keseimbangan jasa ekosistem di Pulau Sapeken menunjukkan kapasitas ekosistem (supply) masih melebihi permintaan jasa ekosistem (demand). Kondisi ini menunjukkan bahwasanya secara umum di Pulau Sapeken masih dapat memberikan dan menunjang keberlanjutan jasa ekosistem.

7 Type Tutupan Lahan Pengatur Penyediaan Jasa Iklim Pengisian Air Tanah Dalam Purifikasi Air Penyedia SDA Tanaman Perikanan tangkap Perikanan budidaya Pelestarian Budaya Wisata dan nilai estetik Nilai intrinsik Skala Keseimbangan Jasa Ekosistem Permintaan Melebihi Penawaran Pemukiman Vegetasi Lahan Pertanian Pantai Dermaga Laut Keseimbangan Penawaran Melebihi Permintaan Gambar 4. Hasil Penilaian Status Keseimbangan Jasa Ekosistem di Pulau Sapeken Jasa ekosistem yang perlu mendapat perhatian seiring dengan meningkatnya populasi di Pulau Sapeken adalah ketersediaan air, baik penyediaan air tanah dalam dan purifikasi air. Kondisi ini dapat dilihat terutama pada tipe tutupan lahan pemukiman yang berada pada status keseimbangan permintaan (demand) melebihi penawaran (supply). Keberadaan sumberdaya air di pulau kecil selain sangat tergantung pada curah hujan, bentuk dan penyebaran batuan reservoir, ketebalan tanah pelapukan, dan jenis vegetasi yang ada, juga mendapat pengaruh interaksi air laut dan air tawar yang terdapat di kawasan tersebut, yang dikenal dengan gejala penyusupan air laut. Gejala ini sangat menyolok dan mudah diamanti terutama untuk pulau sangat kecil yaitu yang berukuran lebih kecil dari 200 km 2 (Falkland, 1991). KESIMPULAN Berdasarkan hasil penilaian jasa ekosistem dalam menentukan keberlanjutan ekosistem di Pulau Sapeken dapat disimpulkan : 1. Diantara tipe tutupan lahan yang digunakan dalam menilai kapasitas ekosistem, keberadaan pemukiman sangat berpengaruh dalam menentukan kapasitas ekosistem Pulau Sapeken. Hal ini erat kaitannya dengan semakin meningkatnya penggunaan lahan, pencemaran dan polusi sebagai konsekuensi dari keberadaan pemukiman. 2. Permintaan (demand) tertinggi untuk tiap jasa ekosistem terdapat pada tipe tutupan lahan pemukiman. Keberadaan pemukiman sangat relevan sekali dengan permintaan jasa ekosistem di Pulau Sapeken. 3. Status keseimbangan jasa ekosistem yang perlu diperhatikan di Pulau Sapeken adalah ketersediaan air, baik penyediaan air tanah dalam dan purifikasi air untuk tetap dapat menunjang dan meningkatkan fungsi kawasan. DAFTAR PUSTAKA Adrianto. L., Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Berkelanjutan : Tantangan Riset dan Akademik. Disampaikan pada Mukernas Himitekindo Bogor, 16 Januari PKSPL-IPB. Bogor

8 Bass S, Dalal-Clayton B Small island states and sustainable development: strategic issues and experience. Environmental Planning Issues No. 8. London: International Institute for Environment and Development Bastian, O., Haase, D., Grunewald, K., Ecosystem properties, potentials and services The EPPS conceptual framework and an urban application example. Ecological Indicators 21, Bengen, D.G Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor Burkhard B, Kroll F, Stoyan N, Felix M Mapping ecosystem service supply, demand and budgets. Ecological Indicators 21 (2012) Burns GL, Howard P When wildlife tourism goes wrong: a case study of stakeholder and management issues regarding Dingoes on Fraser Island, Australia. j. Tourism Manage;24(6): Curran, S.R., de Sherbinin, A., Completing the picture: the challenges of bringing consumption into the population-environment equation. Population and Environment 26 (2), Falkland, A, Hydrology and water resources of small islands : a practical guide, IHP-UNESCO, Paris Fisher, B., Turner, R.K., Morling, P., Defining and classifying ecosystem services for decision making. Ecological Economics 68, Pelling M, Uitto JI Small island developing states: natural disaster vulnerability and global change. Global Environ Change B Environ Hazards;3 (2):49 62 Wackernagel, M. Rees, Our Ecological Footprint: Reducing Human Impact on The Earth. New Society Publishers, Gabriola Island, British Colombia

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pulau Madura merupakan wilayah dengan luas 15.250 km 2 yang secara geografis terpisah dari Pulau Jawa dan dikelilingi oleh selat Madura dan laut Jawa. Sebagai kawasan yang

Lebih terperinci

MANAGEMENT OF THE NATURAL RESOURCES OF SMALL ISLAND AROUND MALUKU PROVINCE

MANAGEMENT OF THE NATURAL RESOURCES OF SMALL ISLAND AROUND MALUKU PROVINCE MANAGEMENT OF THE NATURAL RESOURCES OF SMALL ISLAND AROUND MALUKU PROVINCE (Environmental Study of University of Pattimura) Memiliki 1.340 pulau Pulau kecil sebanyak 1.336 pulau Pulau besar (P. Seram,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan pulau pulau kecil merupakan arah kebijakan baru nasional dibidang kelautan. Berawal dari munculnya Peraturan Presiden No. 78 tahun 2005 tentang Pengelolaan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan pulau-pulau kecil (PPK) di Indonesia masih belum mendapatkan perhatian yang cukup besar dari pemerintah. Banyak PPK yang kurang optimal pemanfaatannya.

Lebih terperinci

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan KERANGKA PEMIKIRAN Dasar teori yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada konsep pembangunan berkelanjutan, yaitu konsep pengelolaan dan konservasi berbasis sumberdaya alam serta orientasi perubahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir pulau kecil pada umumnya memiliki panorama yang indah untuk dapat dijadikan sebagai obyek wisata yang menarik dan menguntungkan, seperti pantai pasir putih, ekosistem

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN POLA ADAPTASI MASYARAKAT TERHADAP KETERBATASAN LAHAN DI PULAU PANGGANG KEPULAUAN SERIBU DKI JAKARTA

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN POLA ADAPTASI MASYARAKAT TERHADAP KETERBATASAN LAHAN DI PULAU PANGGANG KEPULAUAN SERIBU DKI JAKARTA ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN POLA ADAPTASI MASYARAKAT TERHADAP KETERBATASAN LAHAN DI PULAU PANGGANG KEPULAUAN SERIBU DKI JAKARTA Dini Feti Anggraini *) Ahmad Cahyadi **) Abstrak : Pertumbuhan

Lebih terperinci

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PEMANENAN AIR HUJAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP KETAHANAN SUMBERDAYA AIR DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PEMANENAN AIR HUJAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP KETAHANAN SUMBERDAYA AIR DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PEMANENAN AIR HUJAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP KETAHANAN SUMBERDAYA AIR DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA Ahmad Cahyadi dan Tommy Andryan Tivianton Jurusan Geografi

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Diketahui bahwa Papua diberi anugerah Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah. Sumberdaya tersebut dapat berupa sumberdaya hayati dan sumberdaya non-hayati. Untuk sumberdaya

Lebih terperinci

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL SUKANDAR, IR, MP, IPM (081334773989/cak.kdr@gmail.com) Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Sebagai DaerahPeralihan antara Daratan dan Laut 12 mil laut

Lebih terperinci

KAJIAN DAYA TAMPUNG RUANG UNTUK PEMANFAATAN LAHAN KOTA TARAKAN TUGAS AKHIR

KAJIAN DAYA TAMPUNG RUANG UNTUK PEMANFAATAN LAHAN KOTA TARAKAN TUGAS AKHIR KAJIAN DAYA TAMPUNG RUANG UNTUK PEMANFAATAN LAHAN KOTA TARAKAN TUGAS AKHIR Oleh : M. HELWIN SETIAWAN L2D 099 434 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2004

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan subtropis yang

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan subtropis yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan subtropis yang didominasi oleh beberapa jenis mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir dan laut merupakan daerah dengan karateristik khas dan bersifat dinamis dimana terjadi interaksi baik secara fisik, ekologi, sosial dan ekonomi, sehingga

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN HAYATI (BIODIVERSITY) SEBAGAI ELEMEN KUNCI EKOSISTEM KOTA HIJAU

KEANEKARAGAMAN HAYATI (BIODIVERSITY) SEBAGAI ELEMEN KUNCI EKOSISTEM KOTA HIJAU KEANEKARAGAMAN HAYATI (BIODIVERSITY) SEBAGAI ELEMEN KUNCI EKOSISTEM KOTA HIJAU Cecep Kusmana Guru Besar Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Tual adalah salah satu kota kepulauan yang ada di Provinsi Maluku dengan potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang cukup melimpah serta potensi pariwisata yang

Lebih terperinci

3. KONDISI SISTEM EKOLOGI SOSIAL GUGUS PULAU SAPEKEN

3. KONDISI SISTEM EKOLOGI SOSIAL GUGUS PULAU SAPEKEN . KONDISI SISTEM EKOLOGI SOSIAL GUGUS PULAU SAPEKEN. Pendahuluan.. Latar belakang Pengenalan terhadap kondisi eksisting merupakan langkah awal dalam mengembangkan suatu kawasan pulau-pulau kecil. Kawasan

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian... 29

DAFTAR ISI. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian... 29 DAFTAR ISI Halaman Pengesahan... Halaman Pernyataan... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran... Intisari... Abstract... i ii iii v viii x xi xii xiii BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

36 2. Menghitung kerugian ekonomi perubahan ekologi CPAD dan tambak sekitarnya akibat kenaikan muka laut 3. Mengidentifikasi upaya peningkatan resilie

36 2. Menghitung kerugian ekonomi perubahan ekologi CPAD dan tambak sekitarnya akibat kenaikan muka laut 3. Mengidentifikasi upaya peningkatan resilie 35 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian prediksi dampak kenaikan muka lauit ini dilakukan di Cagar Alam Pulau Dua (CAPD) dan kawasan penyangga di sekitarnya dengan batasan wilayah

Lebih terperinci

OPTIMASI PEMANFAATAN PULAU - PULAU KECIL BERBASIS DAYA DUKUNG BAGI PERUNTUKAN WISATA AGUS ROMADHON

OPTIMASI PEMANFAATAN PULAU - PULAU KECIL BERBASIS DAYA DUKUNG BAGI PERUNTUKAN WISATA AGUS ROMADHON OPTIMASI PEMANFAATAN PULAU - PULAU KECIL BERBASIS DAYA DUKUNG BAGI PERUNTUKAN WISATA (Kasus Gugus Pulau Sapeken, Kecamatan Sapeken, Kabupaten Sumenep) AGUS ROMADHON SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS DISTRIBUSI SPASIAL SALINITAS AIRTANAH DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA

ANALISIS DISTRIBUSI SPASIAL SALINITAS AIRTANAH DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA ANALISIS DISTRIBUSI SPASIAL SALINITAS AIRTANAH DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA Ahmad Cahyadi, Muh Aris Marfai, Tommy Andryan Tivianto, Wulandari dan Wahyu Hidayat Jurusan Geografi Lingkungan

Lebih terperinci

KAJIAN DISTRIBUSI SPASIAL SALINITAS AIRTANAH BERDASARKAN KANDUNGAN KLORIDA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA

KAJIAN DISTRIBUSI SPASIAL SALINITAS AIRTANAH BERDASARKAN KANDUNGAN KLORIDA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA KAJIAN DISTRIBUSI SPASIAL SALINITAS AIRTANAH BERDASARKAN KANDUNGAN KLORIDA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA Ahmad Cahyadi, Muh Aris Marfai, Tommy Andryan Tivianton, Wulandari dan Wahyu Hidayat

Lebih terperinci

EVALUASI DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DI DAERAH ERNAN RUSTIADI

EVALUASI DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DI DAERAH ERNAN RUSTIADI PENERAPAN EVALUASI DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DI DAERAH ERNAN RUSTIADI Pengertian Daya Dukung Kemampuan dari suatu sistem untuk mendukung (support) suatu aktivitas sampai pada level tertentu Pengertian Daya

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi

Lebih terperinci

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya 1 Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya PENDAHULUAN Wilayah pesisir merupakan ruang pertemuan antara daratan dan lautan, karenanya wilayah ini merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam suatu wilayah pesisir terdapat beragam sistem lingkungan (ekosistem). Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, terumbu karang,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kabupaten Lombok Barat-Propinsi Nusa Tenggara Barat, yaitu di kawasan pesisir Kecamatan Sekotong bagian utara, tepatnya di Desa Sekotong

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan, memiliki 18 306 pulau dengan garis pantai sepanjang 106 000 km (Sulistiyo 2002). Ini merupakan kawasan pesisir terpanjang kedua

Lebih terperinci

PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program

PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program Konsep Perencanaan Pengelolaan DAS Terpadu, dengan ciri-ciri sebagai berikut (1) hutan masih dominant, (2) satwa masih baik, (3) lahan pertanian masih kecil, (4) belum ada pencatat hidrometri, dan (5)

Lebih terperinci

Pendahuluan: Pengantar Kepada Ekologi Manusia (Kuliah I)

Pendahuluan: Pengantar Kepada Ekologi Manusia (Kuliah I) Pendahuluan: Pengantar Kepada Ekologi Manusia (Kuliah I) Tim Pengajar MK Ekologi Manusia 2010 Tujuan Pengajaran Memperkenalkan ekologi manusia kepada mahasiswa sebagai salah satu pendekatan untuk memahami

Lebih terperinci

APLIKASI WEAP (WATER EVALUATION AND PLANNING) UNTUK PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

APLIKASI WEAP (WATER EVALUATION AND PLANNING) UNTUK PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR M1O-04 APLIKASI WEAP (WATER EVALUATION AND PLANNING) UNTUK PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR Niko Anatoly 1, Thomas Triadi Putranto 1 1 Prodi Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jl. Prof.

Lebih terperinci

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R Oleh : Andreas Untung Diananto L 2D 099 399 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir

Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir Daerah peralihan (interface area) antara ekosistem daratan dan laut. Batas ke arah darat: Ekologis: kawasan yang masih dipengaruhi oleh proses-proses laut seperti pasang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pembangunan Pariwisata Pesisir dan Lautan Berkelanjutan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pembangunan Pariwisata Pesisir dan Lautan Berkelanjutan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pembangunan Pariwisata Pesisir dan Lautan Berkelanjutan Konsep pembangunan pariwisata berkelanjutan di dunia sudah populer sejak akhir Tahun 1980 an. Konsep ini muncul sebagai

Lebih terperinci

3. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

3. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 3. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Pemikiran Pembangunan pulau kecil menjadi kasus khusus disebabkan keterbatasan yang dimilikinya seperti sumberdaya alam, ekonomi dan kebudayaannya. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara kepulauan, yang memiliki potensi besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian besar bertempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 11 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tantangan terbesar bagi pengelolaan sumberdaya alam adalah menciptakan untuk selanjutnya memertahankan keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan hidup manusia dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan fakta fisiknya, Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km (terpanjang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi penelitian

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi penelitian 20 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi penelitian Penelitian ini dilaksanakan dalam rentang waktu 4 bulan, pada bulan Februari sampai dengan bulan Mei 2012. Persiapan dilakukan sejak bulan Maret 2011

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioregion

II.TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioregion II.TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioregion Bioregion merupakan area geografis yang mempunyai karakteristik tanah, daerah aliran sungai (DAS), iklim, tanaman lokal serta hewan, yang unik dan memiliki nilai intrinsik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak manusia diciptakan di atas bumi, sejak itu manusia telah beradaptasi

BAB I PENDAHULUAN. Sejak manusia diciptakan di atas bumi, sejak itu manusia telah beradaptasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak manusia diciptakan di atas bumi, sejak itu manusia telah beradaptasi dengan alam sekelilingnya atau lingkungannya. Seiring dengan perkembangan zaman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai sebuah ekosistem mempunyai berbagai fungsi penting dan strategis bagi kehidupan manusia. Beberapa fungsi utama dalam ekosistem sumber daya hutan adalah

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir merupakan daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Kawasan pesisir merupakan ekosistem yang kompleks dan mempunyai nilai sumberdaya alam yang tinggi.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir bukan merupakan pemisah antara perairan lautan dengan daratan, melainkan tempat bertemunya daratan dan perairan lautan, dimana didarat masih dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU

PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU Zonasi Wilayah Pesisir dan Lautan PESISIR Wilayah pesisir adalah hamparan kering dan ruangan lautan (air dan lahan

Lebih terperinci

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila

I. PENDAHULUAN. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya Alam dan Lingkungan (SDAL) sangat diperlukan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila dilakukan secara berlebihan dan tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan bangsa yang hidup di wilayah pesisir. Sejarah telah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan bangsa yang hidup di wilayah pesisir. Sejarah telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan bangsa yang hidup di wilayah pesisir. Sejarah telah mencatat pada periode abad ke VII sampai ke XVI bangsa Indonesia terbiasa hidup di wilayah kepulauan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan kota dari tahun ke tahun turut memengaruhi suhu perkotaan. Laporan United Nation tahun 2005 menyebutkan bahwa lebih dari setengah populasi dunia tinggal

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di sepanjang jalur ekowisata hutan mangrove di Pantai

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di sepanjang jalur ekowisata hutan mangrove di Pantai III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di sepanjang jalur ekowisata hutan mangrove di Pantai Sari Ringgung, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung, pada bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang BAB I PENDAHULUAN 1.1.LatarBelakang Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang 95.181 km terdiri dari sumber daya alam laut dan pantai yang beragam. Dengan kondisi iklim dan substrat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan wilayah di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan dengan dua

Lebih terperinci

92 pulau terluar. overfishing. 12 bioekoregion 11 WPP. Ancaman kerusakan sumberdaya ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM

92 pulau terluar. overfishing. 12 bioekoregion 11 WPP. Ancaman kerusakan sumberdaya ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM Indonesia diposisi silang samudera dan benua 92 pulau terluar overfishing PENCEMARAN KEMISKINAN Ancaman kerusakan sumberdaya 12 bioekoregion 11 WPP PETA TINGKAT EKSPLORASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara yang memiliki kawasan pesisir yang sangat luas, karena Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. negara yang memiliki kawasan pesisir yang sangat luas, karena Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Wilayah pesisir merupakan daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. Indonesia merupakan negara yang memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 88 I. PENDAHULUAN Kawasan pesisir memerlukan perlindungan dan pengelolaan yang tepat dan terarah. Keseimbangan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan hidup menjadi tujuan akhir yang berkelanjutan. Telah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia diramaikan oleh isu perubahan iklim bumi akibat meningkatnya gas rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang memicu terjadinya perubahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Desakan pertumbuhan penduduk selalu beriring dengan resiko tercemar dan menurunnya kualitas lingkungan. Penurunan kualitas lingkungan antara lain sebagai akibat pembuangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sistem yang kompleks dan terdiri dari komponen utama seperti vegetasi (hutan), tanah, air, manusia dan biota lainnya. Hutan sebagai

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Lombok memiliki luas 467.200 ha. dan secara geografis terletak antara 115 o 45-116 o 40 BT dan 8 o 10-9 o 10 LS. Pulau Lombok seringkali digambarkan sebagai

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi geografis yang dimiliki Indonesia berpengaruh terhadap pembangunan bangsa dan negara. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2011 menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

Disampaikan pada Seminar Nasional Restorasi DAS, 25 Agustus 2015

Disampaikan pada Seminar Nasional Restorasi DAS, 25 Agustus 2015 Oleh : Prabang Setyono & Widhi Himawan Program Pascasarjana Program Studi Ilmu Lingkungan Universitas Sebelas Maret Surakarta Email : prabangsetyono@gmail.com 1 widhi_himawan@rocketmail.com 2 Pendahuluan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kota Metropolitan Makassar, ibukota Provinsi Sulawesi Selatan, merupakan pusat pemerintahan dengan berbagai kegiatan sosial, politik, kebudayaan maupun pembangunan.

Lebih terperinci

Pengelolaan Kawasan Pesisir Berkelanjutan. 16-Sep-11. Syawaludin A. Harahap 1

Pengelolaan Kawasan Pesisir Berkelanjutan. 16-Sep-11. Syawaludin A. Harahap 1 PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR YANG BERKELANJUTAN PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS PADJADJARAN Syawaludin A. Harahap 1 Pengelolaan/ Pembangunan merupakan Pembangunan

Lebih terperinci

Pendahuluan: Konsep-konsep Dasar Ekologi Manusia. Tim Pengajar MK Ekologi Manusia Tujuan Pengajaran

Pendahuluan: Konsep-konsep Dasar Ekologi Manusia. Tim Pengajar MK Ekologi Manusia Tujuan Pengajaran Pendahuluan: Konsep-konsep Dasar Ekologi Manusia Tim Pengajar MK Ekologi Manusia 2010 Tujuan Pengajaran 1 2 Memperhitungkan kembali seberapa besar kekuatan bumi (biosfer) untuk menopang kehidupan di masa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pulau-Pulau Kecil 2.1.1 Karakteristik Pulau-Pulau Kecil Definisi pulau menurut UNCLOS (1982) dalam Jaelani dkk (2012) adalah daratan yang terbentuk secara alami, dikelilingi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari pulau besar dan kecil dengan panjang garis pantai km

BAB I PENDAHULUAN. dari pulau besar dan kecil dengan panjang garis pantai km BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau besar dan kecil dengan panjang garis pantai 81.000 km dan luas laut 3,1 juta

Lebih terperinci

DAYA DUKUNG LINGKUNGAN UNTUK PENATAAN RUANG

DAYA DUKUNG LINGKUNGAN UNTUK PENATAAN RUANG DAYA DUKUNG LINGKUNGAN UNTUK PENATAAN RUANG Setyo S. Moersidik Program Studi Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana Universitas Indonesia (smoersidik@yahoo.com) DDL Adalah kemampuan lingkungan hidup untuk

Lebih terperinci

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN BA B PENDAHULUAN I 1.1. Latar Belakang Sebagai bangsa yang besar dengan kekayaan potensi sumber daya alam yang luar biasa, sebenarnya Indonesia memiliki peluang yang besar untuk menjadi pelaku ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang , 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang , 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara di Asia Tenggara, terletak di daerah khatulistiwa dan berada di antara benua Asia dan Australia serta antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia.

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam hayati, sumberdaya alam non hayati dan sumberdaya buatan, merupakan salah satu aset pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak potensi wisata yang unik, beragam dan tersebar di berbagai daerah. Potensi wisata tersebut banyak yang belum dimanfaatkan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan kota pantai merupakan tempat konsentrasi penduduk yang paling padat. Sekitar 75% dari total penduduk dunia bermukim di kawasan pantai. Dua pertiga dari kota-kota

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan lingkungan telah mendorong kesadaran publik terhadap isu-isu mengenai pentingnya transformasi paradigma

Lebih terperinci

Konsep Usahatani Terpadu : Tanaman Pangan dan Ternak FAKULTAS PETERNAKAN

Konsep Usahatani Terpadu : Tanaman Pangan dan Ternak FAKULTAS PETERNAKAN Sistem Produksi Pertanian/ Peternakan Konsep Usahatani Terpadu : Tanaman Pangan dan Ternak FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN Pembangunan peternakan rakyat (small farmers) di negara yang sedang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan yang merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan taraf hidup manusia tidak terlepas dari aktifitas pemanfaatan sumberdaya alam (Bengen 2004). Peluang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di dunia dan terletak pada iklim tropis memiliki jenis hutan yang beragam. Salah satu jenis hutan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri atas 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.791 km (Supriharyono, 2007) mempunyai keragaman

Lebih terperinci

Arahan Pengelolaan Sumberdaya Alam Secara Berkelanjutan di Pulau Pramuka Kepulauan Seribu DKI Jakarta

Arahan Pengelolaan Sumberdaya Alam Secara Berkelanjutan di Pulau Pramuka Kepulauan Seribu DKI Jakarta Prosiding Perencanaan Wilayah dan Kota ISSN: 2460-6480 Arahan Pengelolaan Sumberdaya Alam Secara Berkelanjutan di Pulau Pramuka Kepulauan Seribu DKI Jakarta The Direction of Sustainable Management of Natural

Lebih terperinci

PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN DI KAWASAN NELAYAN SEPULUH - MADURA

PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN DI KAWASAN NELAYAN SEPULUH - MADURA Volume 8, No. 2, Oktober 1 ISSN: 1907-991 PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN DI KAWASAN NELAYAN SEPULUH - MADURA Akhmad Farid Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo Madura e-mail: akhmadfarid@trunojoyo.ac.id

Lebih terperinci

DAMPAK POLA PENGGUNAAN LAHAN PADA DAS TERHADAP PRODUKTIVITAS TAMBAK DI PERAIRAN PESISIR LAMPUNG SELATAN

DAMPAK POLA PENGGUNAAN LAHAN PADA DAS TERHADAP PRODUKTIVITAS TAMBAK DI PERAIRAN PESISIR LAMPUNG SELATAN SEMINAR NASIONAL PERIKANAN DAN KELAUTAN 2016 Pembangunan Perikanan dan Kelautan dalam Mendukung Kedaulatan Pangan Nasional Bandar Lampung, 17 Mei 2016 DAMPAK POLA PENGGUNAAN LAHAN PADA DAS TERHADAP PRODUKTIVITAS

Lebih terperinci

3 KERANGKA PEMIKIRAN

3 KERANGKA PEMIKIRAN 55 3 KERANGKA PEMIKIRAN Pulau kecil merupakan habitat yang terisolasi dari habitat lain. Keterisolasian suatu pulau akan menambah keanekaragaman organisme yang hidup di pulau tersebut dan membentuk kehidupan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemenuh kebutuhan pangan, penyedia bahan mentah untuk industri, penyedia

I. PENDAHULUAN. pemenuh kebutuhan pangan, penyedia bahan mentah untuk industri, penyedia I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian bersifat substansial dalam pembangunan, yaitu sebagai pemenuh kebutuhan pangan, penyedia bahan mentah untuk industri, penyedia lapangan kerja, dan sebagai penyumbang

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada gambut yang berada di tengah Kota Sintang dengan luas areal sebesar hektar. Kawasan ini terletak di Desa Baning, Kota Sintang,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau-pulau kecil memiliki potensi pembangunan yang besar karena didukung oleh letaknya yang strategis dari aspek ekonomi, pertahanan dan keamanan serta adanya ekosistem

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan pulau-pulau kecil yang walaupun cukup potensial namun notabene memiliki banyak keterbatasan, sudah mulai dilirik untuk dimanfaatkan seoptimal mungkin. Kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Menurut Suprihayono (2007) wilayah pesisir merupakan wilayah pertemuan antara daratan dan laut,

Lebih terperinci

Konsep Penataan Kota berbasis Berkelanjutan: Belajar di Eropa WIDIASTUTI

Konsep Penataan Kota berbasis Berkelanjutan: Belajar di Eropa WIDIASTUTI Konsep Penataan Kota berbasis Berkelanjutan: Belajar di Eropa WIDIASTUTI PENGERTIAN Kota yang mampu memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengabaikan kebutuhan generasi mendatang (Brundtland,1987) suatu interaksi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

STRATEGI MANAJEMEN AIR TANAH WILAYAH PERKOTAAN *)

STRATEGI MANAJEMEN AIR TANAH WILAYAH PERKOTAAN *) STRATEGI MANAJEMEN AIR TANAH WILAYAH PERKOTAAN *) Oleh : Soetrisno S. **) S a r i Ada dua faktor penting yang harus dipertimbangkan dalam merumuskan strategi manajemen air tanah perkotaan : i. wilayah

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR Oleh : TEMMY FATIMASARI L2D 306 024 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

1. Konsep pertumbuhan ekonomi dalam. 2. Growth & Development dan ekstraksi SDAL

1. Konsep pertumbuhan ekonomi dalam. 2. Growth & Development dan ekstraksi SDAL 1. Konsep pertumbuhan ekonomi dalam neoklasik dan SDAL 2. Growth & Development dan ekstraksi SDAL 3. Limit to Growth (Club of Rome) dan pandangan optimis dalam ekstraksi SDA Pandangan Sumber Daya dalam

Lebih terperinci

Pemanfaatan jenis sumberdaya hayati pesisir dan laut seperti rumput laut dan lain-lain telah lama dilakukan oleh masyarakat nelayan Kecamatan Kupang

Pemanfaatan jenis sumberdaya hayati pesisir dan laut seperti rumput laut dan lain-lain telah lama dilakukan oleh masyarakat nelayan Kecamatan Kupang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Kupang adalah salah satu kabupaten dengan ekosistem kepulauan. Wilayah ini terdiri dari 27 pulau dimana diantaranya masih terdapat 8 pulau yang belum memiliki

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU

ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU Urip Rahmani 1), Riena F Telussa 2), Amirullah 3) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan USNI Email: urip_rahmani@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia adalah negara bahari dan negara kepulauan terbesar di dunia dengan keanekaragaman hayati laut terbesar (mega marine biodiversity) (Polunin, 1983).

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata memiliki peran yang semakin penting dan memiliki dampak positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013). Dengan adanya misi

Lebih terperinci

III METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian.

III METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian. III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kawasan Gunung Kapur Cibadak Ciampea Bogor, Propinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian terlihat pada Gambar 2. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

METODOLOGI. Peta Jawa Barat. Peta Purwakarta Peta Grama Tirta Jatiluhur. Gambar 2. Peta lokasi penelitian, Kawasan Wisata Grama Tirta Jatiluhur

METODOLOGI. Peta Jawa Barat. Peta Purwakarta Peta Grama Tirta Jatiluhur. Gambar 2. Peta lokasi penelitian, Kawasan Wisata Grama Tirta Jatiluhur 16 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kawasan Grama Tirta Jatiluhur, Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Propinsi Jawa Barat (Gambar 2 dan 3). Penelitian berlangsung

Lebih terperinci