II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan ketentuan Undang Undang Tentang Penataan Ruang yaitu Undang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan ketentuan Undang Undang Tentang Penataan Ruang yaitu Undang"

Transkripsi

1 27 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Ruang dan Wilayah Berdasarkan ketentuan Undang Undang Tentang Penataan Ruang yaitu Undang Undang Nomor 27 Tahun 2006, pengertian ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan mahluk hidup lainnya malakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya. Dengan demikian maka tanah merupakan salah satu subsistem dari ruang. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional. Ruang wilayah Indonesia sebagai wadah atau tempat bagi manusia dan mahluk lainnya hidup dan melakukan kegiatannya merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa. Sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa yang perlu disyukuri, dilindungi dan dikelola, ruang wajib dikembangkan dan dilestarikan pemanfaatannya secara optimal dan berkelanjutan demi kelangsungan hidup yang berkualitas. Sebagai landasan konstitusional yaitu UUD1945 mewajibkan agar sumber daya alam dipergunakan untuk sebesar besarnya untuk kemakmuran rakyat yang harus dapat dinikmati, baik oleh generasi sekarang maupun generasi yang akan datang. Oleh karena itu, ruang wajib dikembangkan dan dilestarikan pemanfaatannya secara serasi, selaras dan seimbang dalam yang berkelanjutan. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, sebenarnya sudah cukup berpengalaman mengalami kegagalan dalam pembangunan dan pengelolaan lingkungannya. Tidak sedikit pula para ahli yang berharap bahwa kegagalan yang terjadi tidak separah dan 9

2 28 serumit seperti sekarang. Apalagi kegagalan kegagalan tersebut banyak menyisakan permasalahan yang berkepanjangan serta melibatkan banyak pihak,melintas batas dan generasi. Perkembangan kota yang tidak terkendali berimplikasi sangat serius pada lingkungan dan ekonomi perkotaan. Pembangunan yang tak terkendali mengakibatkan pengadaan perumahan, jalan jalan, pasokan air, dan pelayanan masyarakat menjadi sangat mahal. Kota kota sering dibangun di atas lahan pertanian yang paling produktif, dan pertumbuhannya yang tak terarah dapat mengakibatkan habisnya lahan tersebut. Kehilangan demikian ini sangat serius bagi bangsa yang mempunyai lahan pertanian terbatas seperti Mesir (WCED,1988). Tata ruang dalam arti luas mencakup keterkaitan dan keserasian tata guna lahan, tata guna air, tata guna udara serta alokasi sumberdaya melalui koordinasi dan upaya penyelesaian konflik antar kepentingan yang berbeda (Soegijoko, 1999). Menurut Jayadinata (1999) yang dimaksud ruang menurut istilah geografis umum adalah seluruh permukaan bumi yang merupakan lapisan biosfer, tempat hidup tumbuhtumbuhan, hewan dan manusia. Menurut geografis regional ruang dapat merupakan statu wilayah yang mempunyai batas geografi yaitu batas menurut fisik, sosial dan pemerintahan yang terjadi dari permukaan bumi dan lapisan tanah dibawahnya dan lapisan udara diatasnya, jadi penggunaan tanah berarti juga tata ruang. Ruang sedang adalah ruang wilayah sering berubah karena proses alam dan tindakan manusia. Mengenai pengertian tata ruang atau spatial structure menurut Undang Undang tentang Penataan Ruang, baik direncanakan atau tidak.

3 29 Sedangkan penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Menurut Andy (2005) bahwa istilah tata ruang ini pertama tama menjadi sangat penting karena berkaitan erat dengan perencanaan pembangunan regional dan perkotaan. Rencana tata ruang kota yang ideal adalah selalu memperhatikan aspek manusia tampa melupakan aspek fisik wilayah. Aspek fisik atau unsur alam sangat penting dalam mempengaruhi hidup manusia, sebagaimana yang dikemukakan oleh Daldjoeni, 1991 bahwa: Cuaca, iklim, musim, persediaan air, jenis tanah, batuan serta flora dan fauna turut mempengaruhi pola hidup manusia. Lebih lanjut dikatakan bahwa unsur alam yang disebutkan terakhir turut mempengaruhi pola menu makanan dan kadar kalori (Kozlowski, 1997). Pemanfaatan ruang dilakukan melalui pelaksanaan program pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya yang didasarkan atas rencana tata ruang dan diseleggarakan secara bertahap sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan dalam rencana tata ruang. Dalam pemanfaatan ruang juga dikembangkan antara lain pola pengelolaan tata guna tanah (penatagunaan tanah), tata guna air, tata guna udara, dan tata guna sumber daya alam lainnya sesuai dengan asas penataan ruang. Selain itu juga dikembangkan perangkat yang bersifat insentif dan disinsentif dengan menghormati hak penduduk sebagai warga negara (Mayasari, 2007).

4 Rencana Tata Guna Tanah Secara harfiah Land Use Planning adalah perencanaan tata guna tanah, yaitu pengaturan penggunaan tanah, kesesuaian tanah dan zonasi. Dengan kata lain tata guna tanah, adalah usaha untuk bisa memanfaatkan tanah sebesar besar bagi kemakmuran rakyat secara berencana. Adapun defenisi lain tentang tata guna tanah antara lain : 1. Tata guna tanah adalah rangkaian kegiatan untuk mengatur peruntukan, penggunaan dan persediaan tanaha secara berencana dan teratur sehingga diperoleh manfaat yang lestari, optimal, seimbang dan serasi. 2. Tata guna tanah adalah rangkaian kegiatan penataan, penyediaan peruntukan dan penggunaan tanaha secara berencana dalam rangkaian melaksanakan pembangunan Nasional. 3. Tata guna tanah adalah usaha untuk menata proyek proyek pebangunan, baik diprakarsai pemerintah maupun yang tumbuh dari prakarsa dan swadaya masyarakat sesuai dengan daftar skala prioritas sehingga di satu pihak dapat tercapai tertib penggunaan tanah, sedangkan dipihak lain tetap dihormati peraturan perundangan yang berlaku (Zaidar, 2006). Meningkatnya kebutuhan akan tanah misalnya untuk berbagai kegiatan telah mendorong timbulnya upaya upaya ekstensifikasi, intensifikasi maupun diversifikasi usaha guna memanfaatkan tanah secara lebih efektif dan efisien untuk berbagai bidang kegiatan baik dibidang pertanian maupun bidang bidang non pertanian. Efisiensi pemanfaatan tanah, disisi lain juga mendorong timbulnya kompetensi maupun konflik kepentingan antar pengguna tanah yang pada kenyataannya sering kali yang dirugikan adalah pihak pihak ekonomi yang lemah.

5 31 Kebutuhan akan tanah dari tahun ketahun semakin meningkat karena laju pertumbuhan penduduk yang pesat sedangkan luas tanah relatif tidak bertambah, maka dampak yang sering terjadi adalah persengketaan tanah sehingga menimbulkan penipuan, kejahatan, pencaloan tanah dan bahkan ada yang mengakibatkan kematian seseorang. Untuk mengatasi hal tersebut perlu adanya pengendalian pertanahan yang harus mendapatkan penanganan khusus dari pemerintah agar ketertiban, kepastian, perlindungan hukum bagi pemegang hak atas tanah dapat terwujud (Mayasari, 2007). Berkurangnya lahan pertanian subur di sepanjang jalur transportasi, banjir banjir lokal karena tersumbatnya saluran drainase oleh sampah, galian galian pipa dan kabel yang tidak kunjung selesai dan lain lain yang semua itu sebagai akibat pembangunan yang dilaksanakan tidak secara terpadu antara satu sektor dengan sektor lainnya. Di samping itu izin pembangunan yang direkomendasikan Pemerintah Daerah sering tidak terpadu dengan peraturan daerah yang telah ditetapkan. Seperti daerah hijau (sebagai penyangga) diijinkan untuk daerah permukiman (Baiquni dan Susilawardani, 2002). Dengan demikian bahwa pola pengelolaan tata guna tanah (penatagunaan tanah) adalah merupakan proses penyesuaian terhadap kondisi penggunaan tanah pada saat ini untuk mewujudkan kondisi yang dikehendaki menurut Rencana Tata Ruang yang dalam hal ini adalah Rencana Tata Ruang Kota (RUTRK). Atau dengan kata lain, apabila rencana tata ruang merupakan kondisi ideal yang akan dicapai, maka pengelolaan tata guna tanah (penatagunaan tanah) merupakan rangkaian proses untuk mewujudkan kondisi ideal tersebut (Baiquni dan Susilawardani, 2002).

6 32 Penggunaan lahan sebagai salah satu produk kegiatan manusia di permukaan bumi memang menunjukkan variasi yang sangat besar, baik di dalam kota besar, baik didalam kota lokal maupun didalam kota regional. Pemahaman bentuk-bentuk penggunaan lahan yang mewarnai daerah terbangun, daerah peralihan kota-desa serta daerah pedesaan sendiri merupakan suatu hal yang prinsipil untuk melakukan diferensiasi struktur keruangannya. Untuk membedakan jenis penggunaan lahan kekotaan dan penggunaan lahan kedesaan, pada umumnya keterkaitan jenis tersebut dengan lahan peranian menjadi fokus utamanya. Memang diakui bahwa sebahagian besar jenis penggunaan lahan pedesaan selaliu berasosiasi dengan kegiatan pertanian, namun diakui pula bahwa ada lahan kekotaan yang digunakan untuk kegiatan-kegiatan pertanian dan ada pula lahan-lahan kedesaan yang berkaitan dengan kepentingan non pertanian (Yunus, 2005) Perencanaan Pembangunan Perkotaan di Indonesia Secara harfiah Planning berarti perencanaan. Namun dari segi pengertian terdapat bermacam macam defenisi, ini tergantung dari sudut pandang keahlian seseorang. Namur bagi seorang perencana apapun latar belakang disiplin ilmunya, perencanaan merupakan statu pengaturan yang akan dilakukan untuk waktu yang akan datang. Dalam kaitannya dengan perencanaan, Wilson menyebutkan, perencanaan hádala statu proses yang mengubah proses lain, atau mengubah statu keadaan untuk mencapai maksud yang dituju oleh perencana atau oleh orang atau badan yang diwakili oleh perncana itu.

7 33 Plan for People merupakan suatu slogan yang seharusnya mendorong para perencana untuk bekerja lebih terfokus kepada masyarakat. Rencana Tata Ruang yang disusun oleh perencana adalah media perantara untuk mencapai kesejahteraan masyarakat tersebut. Oleh karena itu, para perencana harus lebih banyak bekerja sama dengan masyarakat (plan by people) dan turut serta mendorong kegiatan perencanaan tata ruang agar menjadi proses yang partisipatif. Keterlibatan masyarakat menjadi komponen penting dalam perencanaan. Begitu juga halnya dalam pembangunan karena anggota masyarakat memiliki perspektif yang berbeda beda, baik dalam haknya sebagai orang memiliki pengetahuan maupun sebagai faktor strategis dalam pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi rencana tersebut (Andy, 2005). Sebagai upaya dalam menterpadukan program pembangunan dan pengelolaan sumberdaya alam sehingga tercipta suatu pembangunan yang berkelanjutan, pemerintah daerah mempunyai kewajiban untuk menyusun suatu rencana tata ruang yang dapat menjadi acuan dalam pembangunan wilayah. Produk rencana tata ruang tersebut harus dapat menjadi pedoman dalam pelaksanaan pembangunan daerah dan telah menjadi hasil kesepakatan semua stakeholders di daerah (Sunardi, 2004). Dalam melaksanakan proses perencanaan tata ruang partisipatif, perencana harus mampu mengawinkan kemampuan analitis dan sintesis secara berimbang agar dapat menjadi seorang fasilitator perencanaan tata ruang yang tepat. Perencana harus bisa menyadari posisinya dalam proses pembangunan, khususnya dalam pengambilan keputusan kebijakan publik. Perannya sebagai pihak yang netral dalam proses tersebut harus terus dijaga dan ditingkatkan kemampuan teknisnya dalam memberikan alternatif alternatif solusi yang lebih

8 34 informatif mengenai rencana tata ruang yang disusun tersebut. Perencana memang tidak dapat dilepaskan dari hal hal yang berkaitan dengan masa depan dan ke utopis an. Dalam praktek perencanaan yang partisipatif, seringkali ditemui kendala bagi masyarakat untuk memahami gambaran masa depan yang ditawarkan oleh para perencana tersebut, dan begitu juga sebaliknya, tidak semua perencana mampu menyerap dan memahami keinginan masa depan dari para stakeholder bagi kota/wilayahnya. Padahal pengetahuan tersebut sangat diperlukan untuk dapat menghasilkan suatu konsesus terhadap gambaran kota/wilayah yang mereka cita citakan. Untuk menghasilkan konsesus tersebut, maka proses perencanaannya tentunya tidak akan berjalan dalam satu kali iterasi. Frekuensi dan intensitas dari forum yang diadakan akan terus bergulir sepanjang belum terjadinya kesepakatan terhadap substansi dari perencanaan tata ruang tersebut. Para perencana harus mampu memetakan (setting), mengarahkan (steering), dan mendorong (accelerating) proses perencanaan yang terjadi menjadi lebih efektif, efisien, dan tepat sasaran. Oleh karena itu, kepemilikan mental yang kuat dan kesabaran yang tinggi juga mutlak diperlukan oleh para perencana untuk dapat mewujudkan rencana tata ruang yang partisipatif tersebut (Nurrochmat, 2006). Pengguanaan lahan kota merupakan statu proses dan sekaligus produk yang menyangkut semua sisi kehidupan manusia. Oleh karena hal inilah banyak seklai disiplin yang terlibat dalam pembahasan mengenai penggunaan lahan kota. Banyak sekali jenis model pendekatan yang telah dilontarkan untuk menyoroti dinamika kehidupan statu kota khususnya penggunaan lahan kotanya. Secara garis besar, pendekatan pendekatan tersebut dapat dikategorikan menjadi lima yaitu ;

9 35 1. Pendekatan Ekologikal 2. Pendekatan Ekonomi 3. Pendekatan Morfologikal 4. Pendekatan Sistem Kegiatan 5. Pendekatan Ekologi Faktorial (Yunus, 2005) Hal yang terpenting dalam perencanaan wilayah adalah menunjukkan bagaimana caranya mempengaruhi proses pembangunan agar yakin bahwa hasil transformasi struktural dan fungsional pemukiman mengarah pada pemenuhan tujuan. Selanjutnya perencanaan dapat juga dilihat sebagai organisasi kegiatan masa mendatang berkenaan dengan pertanyaan dimana? Dan bagaimana? Apa keputusan aspek sosial ekonomi selanjutnya? Dan kapan? Demikianlah, perencanaan secara jelas merupakan alat penting untuk pembangunan secara sadar tentang lingkungan manusia (Kozlowski, 1997). Selanjutnya Kozlowski (1997) mengatakan bahwa rencana yang dibuat harus mempengaruhi proses pembuatan keputusan pembangunan, karena nilai nyata perencanaan bagi masyarakat bergantung pada pelaksanaannya, sebab tanpa usulan perencanaan akan tampak hanya sekedar elemen dekoratif atau pelengkap saja dari kantor-kantor pejabat setempat. Seolah-olah pembangunan yang dilaksanakan tidak begitu penting untuk dilaksanakan. Pelaksanaan, dalam pada itu bergantung pada menejemen dan proses pembangunan yang tepat. Manajemen yang harus diperlakukan sebagai integral dari perencanaan, karenanya harus menekankan pada kegiatan yang ditujukan untuk pelaksanaan usulan perencanaan. Hal tersebut dapat dilakukan

10 36 terutama dengan penggunaan intensif atau sanksi ekonomi dan sosial. Manajemen harus pula dikaitkan dengan pengawasan dan evaluasi hasil pelaksanaan misalnya tinjauan dan penyusunan kembali tujuan. Hal tersebut berarti bahwa usulan yang telah dibuat, dalam pelaksanaannya harus diadakan pemantauan agar tetap dalam koridor seperti yang diharapkan. Keberhasilan penataan ruang akan ditentukan oleh seberapa besar masyarakat dapat terlibat dalam kegiatan perencanaan, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang yang difasilitasi oleh Pemerintah. Sebagai tahapan pertama dari penataan ruang, maka perencanaan memegang peran strategis dan vital untuk dapat menentukan keberhasilan pemanfaatan dan serta pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif dan efisien. Perencanaan yang partisipatif memberikan peluang yang lebih besar untuk terciptanya pemanfaatan ruang yang terpadu dan sinergis, proses partisipatif dalam tahapan perencanaan tata ruang saja, beserta apa peran dan kontribusi yang dapat dilakukan oleh para perencana (Andy, 2005). Sesuai UU No. 27 Tahun 2006, tentang Penataan Ruang, disiplin penataan ruang terdiri atas 3 (tiga) unsur utama, yakni: perencanaan tata ruang yang menghasilkan rencana tata ruang wilayah (RTRW), pemanfaatan ruang berupa rancangan program dan kebutuhan investasi untuk pelaksanaan pembangunan dan pengendalian pemanfaatan ruang untuk menjaga konsistensi pelaksanaan pembangunan supaya sesuai dengan rencana tata ruang. Ketiga unsur penataan ruang tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh dan saling terkait dalam suatu siklus yang berlangsung secara terus menerus, seiring dinamika kehidupan masyarakat.

11 37 Perencanaan menyeluruh dan integral merupakan sauatu rencana tata guna lahan hanya merupakan fungsional dari suatu proses menyeluruh. Namun deikian perencanaan tata ruang kota mesti dilengkapi dengan unsur unsur fungsional dan hasil hasil penelitian yang mendukung. Seperti salah satu contoh yang dikemukakan oleh Andy (2005) pengembangan lahan pemerintahan daerah negara bagian Florida menyusun serta mensahkan rencana menyeluruh yang mencakup unsur unsur sebagai berikut: perbaikan modal, rencana tata guna lahan untuk masa depan, sirkulasi lalu lintas, saluran pembangunan limbah, pelestarian alam, rekreasi dan ruangan terbuka, perumahan, pengolahan daerah pantai, serta koordinasi antar instansi pemerintah. Untuk dapat mengatasi berbagai permasalahan antara kepentingan pemerintah dan masyarakat yang berkaitan dengan RUTRK sebagai suatu model dalam penggunaan dan pemanfaatan tanah modern hádala suatu model yang mengatur semua bentuk pertanahan sesuai dengan RUTRK yang berlaku dari penataan tanah yang tidak teratur menjadi lebih teratur. Perkembangan dan pertumbuhan kota secara spesifik tercermin dari perubahanperubahan fisik kota, yaitu sebagai akibat dari semakin meningkatnya kebutuhan akan perumahan, fasilitas sosial dan fasilitas umum, fasilitas ekonomi, fasilitas transportasi, fasilitas komunikasi, serta meningkatnya hubungan fungsional dengan kota kota atau daerah lainnya. Dari penelitian diketahui bahwa pada umumnya penyimpangan terhadap rencana tata ruang kota justru berawal dari kebijaksanaan pemerintah. Hal ini berarti pemerintah daerah sebagai penanggung jawab rencana tata ruang kota dirasa kurang konsekuen dalam melaksanakan pembangunan kota. Sebagai penyebab utama kurang efektifnya rencana tata

12 38 ruang kota (dengan indikator adanya berbagai penyimpangan) adalah selain kurang adanya koordinasi antar dinas/instansi, juga kurang dilibatkannya unsur masyarakat, sehingga aspirasi masyarakat kurang terakomodasikan di dalam rencana tata ruang kota. Dari hal hal terurai di atas dapat dikatakan bahwa penetapan peraturan daerah tentang rencana tata ruang kota hanyalah sekedar formalitas, sesuai dengan ketentuan peraturan Menteri Dalam Negeri. Tetapi mulai dari proses penyusunan, sampai dengan implementasi dan pelaksanaannya jauh dari apa yang diinginkan oleh peraturan dasarnya Deskripsi Area Kabupaten Batu Bara Goegrafis Pada pertengahan tahun 2007 berdasarkan UU No. 5 Tahun 2007 tanggal 25 Juni 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Batu Bara. Kabupaten Asahan dimekarkan menjadi dua kabupaten yaitu Asahan dan Batu Bara. Wilayah Asahan terdiri dari atas 13 kecamatan sedangkan Batu Bara 7 kecamatan yaitu kecamatan Sei Balai, Kecamatan Tanjung Tiram, Kecamatan Talawi, Kecamatan Lima Puluh, Kecamatan Air Putih, Kecamatan Sei Suka, Kecamatan Medan Deras. Berdasarkan Peraturan Bupati Batu Bara Nomor 3 Tahun 2007 ditetapkan bahwa hari jadi Kabupaten Batu Bara adalah tanggal 8 Desember 2006 sesuai dengan Persetujuan Bersama DPR RI yang memutuskan undang-undang tentang pembentukan Kabupaten Batu Bara. Kabupaten Batu Bara merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera Utara yang baru terbentuk pada tahun 2007 berdasarkan pemekaran dari Kabupaten

13 39 Asahan. Kabupaten Batu Bara berada di kawasan Pantai Timur Sumatera Utara yang berbatasan dengan Selat Malaka. Kabupaten Batu Bara menempati area seluas 904,96 Km 2 atan Ha yang terdiri dari 7 kecamatan serta 100 desa/kelurahan defenitif. Letak geografis kabupaten ini berada di Lintang Utara dan Bujur Timur. Adapun batas administrasi Kabupaten Batu Bara yaitu : 1. Sebelah Utara : Kabupaten Serdang Berdagai 2. Sebelah Selatan : Kabupaten Asahan 3. Sebelah Barat : Kabupaten Simalungun 4. Sebelah Timur : Selat Malaka Ibukota Kabupaten terletak di Kecamatan Lima Puluh. Berdasarkan luas daerah menurut kecamatan, daerah Lima Puluh merupakan kecamatan terluas dengan luas wilayah mencapai 239,55 Km 2 atau 26,47 % dari luas total Kabupaten Batu Bara. Sedangkan Kecamatan Medan Deras merupakan wilayah terkecil dengan luas 65,47 Km 2 atau 7,23 % dari luas total Kabupaten Batu Bara. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1. No Tabel 1. Luas Wilayah di Kabupaten Batu Bara Tahun 2009 Kecamatan Ibu Kota Kecamatan Kelurahan Desa Luas (Km 2 ) Jarak Ke Ibu Kota Kabupaten (Km) 1 Sei Balai Sei Balai , Tanjung Tiram Tanjung Tiram , Malawi Labuha Ruku , Lima Puluh Lima Puluh , Air Putih Indrapura ,24 15

14 40 6 Sei Suka Sei Suka/Deras , Madang Deras Pngakalan Dodek ,47 46 J u m l a h ,96 - Sumber: Batu Bara dalam Angka 2010 Biro Pusat Statistik Kab. Asahan (2010) Kelerengan Salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan lahan adalah kemiringan lahan (lereng). Wilayah Kabupaten Batu Bara mempunyai topografi yang bervariasi, yakni kondisi landai, datar, bergelombang, curam dan terjal. Pada sebagian wilayah utara (arah pesisir) memiliki kondisi kemiringan yang relative tidak bervariasi yaitu landai dan datar Ketinggian lahan Ketinggian Lahan dimaksud adalah ketinggian permukaan lahan rata-rata di atas permukaan laut. Wilayah Kabupaten Batu Bara berada pada ketinggian 0 sampai dengan 100 meter di atas permukaan laut. Wilayah Kabupaten Batu Bara didominasi dengan ketinggian 7 25 meter di atas permukaan laut dan untuk ketinggian lahan yang terkecil yakni 0 7 meter di atas permukaan laut. Memiliki kedalam efektif tanah yang dangkal (20-50) cm, sedang tanah lahan kering umunya memiliki kedalaman tanah sangat dalam (> 90 cm). Drainase tanah di lokasi pengamatan juga bervariasi dari berdrainase baik hingga sangat terhambat. Drainase sangat terhambat umunya terdapat pada lahan sawah dan tambak, sedangkan drainase baik hingga agak baik terdapat pada tanah lahan kering. Namun demikaian, pada lahan kering di beberapa lokasi pengamatan ada yang memiliki drainase agak terhambat (muka air dangkal),

15 41 kadang-kadang tergenang beberapa lama. Hal ini terutama terjadi pada lahan dekat pantai atau sungai yang muka air tanahnya terpengaruh oleh pasang surut air laut Klimatologi Kabupaten Batu Bara memiliki iklim tropis dimana kondisi iklimnya hampir sama dengan Provinsi Sumatera Utara. Menurut catatan Pos Perkebunan Sei Bejangkar, pada tahun 2007 terdapat 95 hari hujan dengan curah hujan sebesar mm. Curah hujan terbesar terjadi pada bulan Nopember yaitu sebesar 233 mm dengan hari hujan sebanyak 12 hari. Sedangkan Curah hujan terendah terjadi pada bulan Februari sebesar 18 mm dengan jumlah hari hujan sebanyak 2 hari. Rata-rata curah hujan tahun 2007 mencapai 144,67 mm/bulan Hidrologi Satuan Wilayah Sungai yang tersebar yang terdapat di wilayah Kabupaten Batu Bara adalah Satuan Wilayah Sungai Bah Bolon dan sungai-sungai kecil lainnya yang mengalir ke pantai timur. Sungai-sungai di kabupaten ini merupakan sumber untuk pengairan ke persawahan dan perkebunan baik yang dimanfaatkan oleh masyarakat dan swasta. Aliran Hidrologi dari sungai yang ada kemudian mengaliri irigasi semi teknis maupun irigasi sederhana di Kabupaten Batu Bara sehingga sebagian besar sawah di kabupaten ini dapat ditanami 3 (tiga) kali setahun. Sungai-sungai di Kabupaten Batu Bara sebagian besar berhulu di pegunungan bukit barisan yang terdapat di Kabupaten Simalungun. Kondisi ini mengakibatkan fluktuasi air sungai

16 42 sangat dipengaruhi oleh kondisi penggunaan lahan wilayah aliran sungai (WAS) atau hulunya Penggunaan Tanah Jenis penggunaan lahan dominan di Kabupaten Batu Bara adalah untuk budidaya komoditi perkebunan, terutama perusahaan perkebunan negara (BUMN) dan swasta nasional mencapai 49,61% dari total luas wilayahnya dan untuk perkebunan rakyat mencapai 21,35%. Luas penggunaan lahan untuk perkebunan ini belum termasuk luas lahan tegalan yang umumnya digunakan untuk kebun campuran dengan komoditi utama tanaman perkebunan (kelapa sawit, kakao, dan karet) mencapai 9,04% dari total luas wilayah Kabupaten Batu Bara. Jenis penggunaan lahan selengkapnya di Kabupaten Batu Bara disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Jenis dan Luas Penggunaan Lahan Di Kabupaten Batu Bara Tahun 2009 No Jenis Penggunaan Lahan Luas Hektar % 1 Pemukiman/pekarangan ,48 2 Persawahan ,23 3 Perkebunan Negara/Swasta Nasional ,61 4 Perkebunan Rakyat ,35 5 Tegalan ,04 6 Rawa/Tambak/Kolam ,34 7 Hutan ,92 8 Sementara tidak diusahakan/lainnya ,03 Jumlah Sumber: Batu Bara dalam Angka 2010 Biro Pusat Statistik Kab. Asahan (2010). Bila ditinjau per wilayah kecamatan, penggunaan lahan di Kabupaten Batu Bara bervariasi bergantung kepada posisi wilayah kecamatan tersebut. Untuk wilayah kecamatan yang berada di bagian tengah hingga ke barat lebih didominasi oleh penggunaan untuk pertanian lahan kering dan perkebunan, sementara di bagian timur

17 43 hingga pantai Sumatera, penggunaan lahannya didominasi oleh persawahan dan perairan. Jenis dan distribusi penggunaan lahan untuk masing-masing wilayah kecamatan di Kabupaten Batu Bara disajikan pada Tabel 2. Dari Tabel 2 diperoleh gambaran bahwa penggunaan lahan dominan di Kabupaten Batu Bara didominasi untuk perkebunan, baik perkebunan Negara maupun perkebunan rakyat. Penggunaan lahan yang berorientasi pada usaha dan kebun campuran berbasis tanaman perkebunan (terutama kelapa sawit, kelapa, karet dan kakao) juga tergambar dari hasil survei lapangan. Di areal persawahan juga banyak ditanami tanaman kelapa pada jarak tertentu di pematang sawahnya. Pengamatan menunjukkan bahwa pada setiap lokasi pengambilan sampel tanah, terutama pada lahan tegalan diusahakan untuk kebun campuran dengan komoditi utama tanaman perkebunan Tabel 3. Tabel 3. Jenis Dan Luas Penggunaan Lahan Pada Setiap Wilayah Kecamatan Di Kabupaten Batu Bara Tahun 2008 No. Kecamatan Jenis Penggunaan Lahan Luas Hektar % Belukar Hutan belukar rawa Hutan mangrove skunder Perairan Medan Deras Pert. lahan kering campur semak Pertanian lahan kering Sawah Tambak J u m l a h Sei Suka Belukar Danau/air Hutan belukar rawa Pemukiman Perairan Perkebunan Pert. lahan kering campur semak

18 44 Pertanian lahan kering Sawah Jumlah Belukar Hutan belukar rawa Perairan Perkebunan Lima puluh Pert. lahan kering campur semak Pertanian lahan kering Rawa Sawah Terbuka Jumlah Belukar Hutan belukar rawa Hutan mangrove skunder Perairan Talawi Perkebunan Pert. lahan kering campur semak Pertanian lahan kering Sawah Terbuka Jumlah Belukar Hutan belukar rawa Hutan mangrove skunder Perairan Tanjung tiram Perkebunan Pert. lahan kering campur semak Sawah Lanjutan Tabel 3 Terbuka Jumlah Belukar Perkebunan Pert. lahan kering campur semak Sei Balai Pertanian lahan kering Sawah Terbuka Jumlah Belukar Pemukiman Perairan Air putih Perkebunan Pert. lahan kering campur semak Pertanian lahan kering Sawah Jumlah Sumber: Batu Bara dalam Angka 2010 Biro Pusat Statistik Kab. Asahan (2010). Dari Tabel 3 dapat diketahui bahwa dari 20 lokasi pengambilan sampel tanah terdapat sedikitnya 15 lokasi yang penggunaan lahannya untuk tanaman perkebunan,

19 45 baik berupa kebun campuran, maupun kebun tanaman monokultur. Pada lahan sawah pun banyak terdapat tanaman perkebunan, terutama kelapa, yang dibudidayakan pada pematang-pematangnya. Bahkan lahan sawah telah banyak dikonversi menjadi lahan perkebunan, terutama untuk pertanaman kelapa sawit Rona Sosial Kependudukan Perkembangan Jumlah Penduduk di Kabupaten Batu Bara dilihat dari tahun 2004 berjumlah jiwa sampai pada tahun 2009 meningkat dengan jumlah jiwa. Jumlah penduduk Kabupaten Batu Bara pada tahun 2004 berjumlah jiwa, pada tahun 2005 berjumlah jiwa, tahun 2006 berjumlah jiwa, tahun 2007 berjumlah jiwa, sedangkan tahun 2009 berjumlah jiwa. Dimana jumlah penduduk pada tahun 2009 terbesar berada di Kecamatan Lima Puluh debgan jumlah penduduk jiwa dan jumlah penduduk terkecil berada di Kecamatan Sei Balai berjumlah jiwa. Hal ini disebabkan karena Kabupaten Batu Bara baru dimekarkan dari Kabupaten Asahan. Lihat Tabel 4. Tabel 4. Perkembangan Jumlah Penduduk Di Kabupaten Batu Bara Tahun 2009 No Kecamatan Perkembangan Jumlah Penduduk (Jiwa) Sei Balai Tanjung Tiram Talawi Lima Puluh Air Putih

20 46 6 Sei Suka Medang Deras Jumlah Sumber: Batu Bara dalam Angka 2010 Biro Pusat Statistik Kab. Asahan (2010) Laju pertumbuhan penduduk Jumlah laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten Batu Bara di Tahun 2009 sebesar 0,06 % per tahun di setiap kecamatan. Pertumbuhan penduduk tersebut di ambil berdasarkan pertumbuhan kabupaten bukan rata-rata laju pertumbuhan kecamatan, dikarenakan ada perkembangan laju jumlah penduduk kecamatan yang mengalami penurunan atau minus. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Laju Pertumbuhan Penduduk Di Kabupaten Batu Bara Tahun 2009 No. Kecamatan Perkembangan Jumlah Penduduk (Jiwa) Sei Balai -0,41-0,23-0,21 0,06 2 Tanjung Tiram 0,75 0,33 0,21 0,06 3 Talawi 0,01 0,01 0,01 0,06 4 Lima Puluh 0,01 0,01 0,01 0,06 5 Air Putih 0,01 0,01 0,01 0,06 6 Sei Suka 0,01 0,01 0,01 0,06 7 Medang Deras 0,01 0,01 0,01 0,06 Total 0,014 0,014 0,004 0,06 Sumber: Batu Bara dalam Angka 2010 Biro Pusat Statistik Kab. Asahan (2010) Distribusi kepadatan penduduk Berdasarkan data kepadatan penduduk di Kabupaten Batu Bara pada tahun 2009 sebesar 414,88 jiwa/km 2. Kepadatan terbesar di Kecamatan Medang Deras

21 47 sebesar 715,53 jiwa/km 2 dan kepadatan penduduk terkecil di Kecamatan Sei Suka sebesar 310,44 jiwa/km 2. Lihat pada Tabel 6. Tabel 6. Kepadatan Penduduk di Kabupaten Batu Bara Tahun 2009 No Kecamatan Luas (Km 2 ) Jumlah Penduduk (Jiwa) Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km 2 ) 1 Sei Balai 92, ,29 2 Tanjung Tiram 173, ,50 3 Talawi 89, ,02 4 Lima Puluh 239, ,43 5 Air Putih 72, ,78 6 Sei Suka 171, ,44 7 Medang Deras 65, ,53 Jumlah 904, ,88 Sumber: Batu Bara dalam Angka 2010 Biro Pusat Statistik Kab. Asahan (2010) Sex ratio Sex ratio penduduk memberi gambaran perbandingan antara jumlah penduduk laki-laki dengan jumlah penduduk perempuan. Rasio penduduk laki-laki terhadap penduduk perempuan pada tahun 2007 sebesar 1:1, artinya diibaratkan dalam setiap 100 jiwa penduduk perempuan. Bila dilihat sex ratio di tiap kecamatan, maka Kabupaten Batu Bara yang memiliki ratio perempuan terkecil yaitu jiwa penduduk dan yang memiliki ratio laki-laki terbesar yaitu jiwa penduduk. Lihat Tabel 7. Tabel 7. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kabupaten Batu Bara Tahun 2009 No Kecamatan Laki-laki (Jiwa) Perempuan (Jiwa) Jumlah Penduduk (Jiwa) Jumlah KK 1 Sei Balai

22 48 2 Tanjung Tiram Talawi Lima Puluh Air Putih Sei Suka Medan Deras Jumlah Sumber: Batu Bara dalam Angka 2010 Biro Pusat Statistik Kab. Asahan (2010) Kelembagaan Pemerintahan Perangkat pemerintah Kabupaten Batu Bara adalah Kepala Daerah Kabupaten, Kepala Kecamatan, dan Kepala Desa/Kelurahan. Tugas Pemerintah Kabupaten meliputi wewenang dan kebijaksanaan kegiatan pemerintah daerah, pemerintah umum, pemerintah desa, tugas pembantu, dan lain-lain sesuai dengan Undang-Undang No. 32 Tahun tentang Pemerintahan Daerah, dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 84 Tahun 2000 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah. Selain Dinas Pemerintah, Kabupaten Batu Bara memiliki Kantor Daerah Kabupaten Batu Bara yang merupakan unsur pelaksana Pemerintah Kabupaten melaksanakan unsur-unsur Pemerintahan yang telah menjadi tanggung jawab dan kewenagannya yang mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Daerah Kabupaten yang mempunyai wilayah kerja satu atau beberapa wilayah Kecamatan. Untuk membantu pemerintahan daerah dalam melaksanakan wewenang dan tugas daerah maka Pemerintahan Kabupaten Batu Bara di bantu oleh unsur pelaksana Pemerintah Kabupaten meliputi : A. Sekretariat Daerah

23 49 I. Sekretariat Daerah II. Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Sosial 1. Bagian Pemerintahan Umum 2. Bagian Hukum 3. Bagian Kesejahteraan Sosial III. Asisten Administrasi Umum 1. Bagian Umum 2. Bagian Organisasi dan Tatalaksana 3. Bagian Hubungan Masyarakat IV. Staf Ahli B. Sekretariat dewan 1. Bagian Umum 2. Bagian Risalah dan Persidangan 3. Bagian Humas dan Perundang undangan C. Dinas - Dinas 1. Dinas Pendidikan 2. Dinas Kesehatan 3. Dinas Sosial 4. Dinas Tenaga Kerja 5. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil 6. Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika 7. Dinas Pekerjaan Umum dan Pertambangan

24 50 8. Dinas Peerindustrian, Perdagangan Koperasi dan UKM 9. Dinas Kebudayaan, Periwisata dan Pemuda Olahraga 10. Dinas Pendapatan, Pengolahan Keuangan dan Asset Daerah 11. Dinas Pertanian dan Peternakan 12. Dinas Perkebunan dan Kehutanan 13. Dinas Kelautan dan Perikanan D. Lembaga Teknis Badan 1. Inspektorat 2. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPEDA) 3. Badan Kepegawaian Daerah 4. Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa 5. Badan Pemberdayaan Perempuan, Anak dan Keluarga Berencana 6. Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan E. Lembaga Teknis Berbentuk Kantor 1. Kantor Lingkungan Hidup 2. Kantor Perpustakaan dan Arsip 3. Kantor Polisi Pamong Praja 4. Kantor Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat 5. Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Rona Ekonomi Pertanian tanaman pangan

25 51 Perkembangan subsektor pertanian tanaman pangan yang meliputi komoditi tanaman padi sawah, kacang tanah, kedelai, dan kacang hijau di Kabupaten Batu Bara pada empat tahun teakhir ini mengalami peningkatan, sementara komoditi jagung, ubi kayu dan ubi jalar mengalami penurunan produksi. Sementara untuk komoditi tanaman hortikultura, terutama sayuran dan buah-buahan umunya mengalami penurunan produksi yang dipengaruhi oleh pengurangan luas panen. Produksi padi sawah di Kabupaten Batu Bara mengalami peningkatkan cukup signifikan. Produksi padi sawah pada tahun 2006 sebanyak ton menjadi ton pada tahun 2007, yang berarti terjadi peningkatann sebesar 15,17 %. Peningkatan produksi padi sawah ini terjadi karena adanya peningkatan luas panen dari hektar pada tahun 2006 menjadi hektar pada tahun Produksi padi sawah pada tahun 2009, hingga bulan September saja sebesar ton yang berarti terjadi peningkatan sebesar 11,77 % dibandingkan pada tahun Peningkatan produksi pada sawah ini juga terjadi akibat adanya peningkatan luas panen menjadi hektar (hingga September 2009). Perkembangan luas panen dan produksi padi sawah di Kabupaten Batu Bara terjadi di semua wilayah kecamatan dengan jumlah produksi tertinggi pada tahun 2006 dan 2007 terjadi di Kecamatan Air Putih, sedangakan pada tahun 2009 terjadi di Kecamatan Lima Puluh. Perkembangan luas panen dan produksi padi sawah di setiap wilayah kecamatan di Kabupaten Batu Bara disajikan pada Tabel 8 Peningkatan produksi padi sawah di Kabupaten Batu Bara dari tahun ke tahun sebenarnya masih dapat ditingkatkan bukan hanya disebabkan oleh peningkatan luas

26 52 tanam dan luas panen saja, namun dengan peningkatan produkstivitas lahan. Produkstivitas lahan untuk tanaman padi sawah di Kabupaten Batu Bara pada tahun 2006 rata-rata sebesar 4,9 ton/ha, meningkat menjadi rata-rata 5,2 ton/ha pada tahun Produktivitas lahan sawah di Kabupaten ini belum mencapai standar nasional yang ditetapkan sebesar 6,0 ton/ha. Dengan peningkatan produktivitas mencapai standar nasional saja, total produksi padi sawah di Kabupaten Batu Bara dapat ditingkatkan, meskipun luas panen tidak bertambah dan bahkan berkemungkinan berkurang akibat alih fungsi lahan menjadi penggunaan lain seperti untuk perkebunan kelapa sawit dan atau pemukiman. Tabel 8. Perkembangan Luas Panen dan Produksi Padi Sawah Pada Setiap Kecamatan Di Kabupaten Batu Bara No Kecamatan Luas Panen (Ha) Tahun 2006 Tahun 2007 Tahun 2009 Produksi (Ton) Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) 1 Medan Deras Air Putih Sei Suka Lima Puluh Talawi Tanjung Tiram Sei Balai Jumlah Sumber: Batu Bara dalam Angka 2010 Biro Pusat Statistik Kab. Asahan (2010). Peningkatkan total produksi padi sawah di Kabupaten Batu Bara dari tahun 2006 ke tahun 2007 tidak diikuti oleh produksi komoditi tanaman pangan lainnya,

27 53 terutama jagung, ubi kayu dan ubi jalar. Total produksi jagung di daerah ini paada tahun 2006 sebanyak 7050 ton menurun cukup drastis menjadi hanya 1370 ton. Demikian halnya dengan ubi kayu yang dapat mencapai produksi ton pada tahun 2006 menjadi hanya 8008 ton pada tahun Penurunan produksi jagung dan ubi kayu dari tahun 2006 ke tahun 2007, disamping disebabkan oleh penurunan luas panen, juga disebabkan penurunan produktivitas lahan. Namun pada tahun 2009 (hingga bulan September), terjadi peningkatkan produksi cukup berarti pada dua komoditi ini. Peningkatkan produktivitas rata-rata untuk jagung dan 927 hektar untuk ubi kayu. Dengan asumsi produktivitas rata-rata untuk jagung sebesar 4,5 ton/ha untuk ubi kayu sebesar 23 ton/ha, maka produksi jagung pada tahun 2009 (hingga bulan September) mencapai ,5 ton, sedangkan produksi ubi kayu mencapai ton. Produksi jagung tertinggi pada tahun 2006 terjadi di Kecamatan Medan Deras dan Kecamatan Sie Suka, sedangkan pada tahun 2007 juga terjadi di Kecamatan Medan Deras yang diikuti kemudian di Kecamatan Lima Puluh. Data perkembangan produksi dan luas panen jagung pada setiap kecamatan di Kabupaten Batu Bara disajikan pada Tabel 9 Tabel 9. Perkembangan Luas Panen dan Produksi Jagung Pada Setiap Kecamatan di Kabupaten Batu Bara No Kecamatan Luas Panen (Ha) Tahun ) Tahun ) Produksi Luas Panen (Ton) (Ha) Produksi (Ton) 1 Medan Deras Air Putih Sei Suka

28 54 4 Lima Puluh Talawi Tanjung Tiram Sei Balai Jumlah Sumber: Batu Bara dalam Angka 2010 Biro Pusat Statistik Kab. Asahan (2010). Penurunan produksi jagung di Kabupaten Batu Bara pada tahun 2007 terjadi di semua Kecamatan, kecuali di Kecamatan Lima Puluh yang terjadi sedikit peningkatkan dari 263 ton pada tahun 2006 menjadi 392 ton pada tahun 2007 (Tabel 10). Berbeda dengan komoditi jagung, produksi ubi kayu tertinggi pada tahun 2006 diperoleh di Kecamatan Sei Suka, sedangkan pada tahun 2007 terjadi di Kecamatan Lima Puluh. Data perkembangan produksi dan luas panen komoditi ubi kayu pada setiap Kecamatan di Kabupaten Batu Bara disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Perkembangan Luas Panen dan Produksi Ubi Kayu Pada Setiap Kecamatan di Kabupaten Batu Bara No Kecamatan Luas Panen (Ha) Tahun 2006 Tahun 2007 Produksi (Ton) Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) 1 Medan Deras Air Putih Sei Suka Lima Puluh Talawi Tanjung Tiram Sei Balai Jumlah

29 55 Sumber: Batu Bara dalam Angka 2010 Biro Pusat Statistik Kab. Asahan (2010). Dari Tabel 10 dapat diketahui bahwa penurunan produksi ubi kayu secara drastis terjadi di Kecamatan Sei Suka dari 8945 ton pada tahun 2006 menjadi hanya 1533 ton pada tahun Penurunan produksi ubi kayu juga terjadi di Kecamatan Air Putih dan Tanjung Tiram, sementara di Kecamatan lainnya (Medang Deras, Lima Puluh, talawi dan Sei Balai) terjadi peningkatan produksi. Namun peningkatan produksi di empat kecamatan yang disebutkan terakhir ini tidak dapat mengimbangi penurunan produksi yang sangat drastis yang terjadi di Kecamatan Sei Suka mencapai sekitar 7421 ton. Perkembangan budidaya dan produksi komoditi tanaman pangan lainnya ada yang mengalami peningkatan yaitu kacang tanah dan kacang hijau dan ada juga yang mengalami penurunan pada dan meningkat pada 2009 yaitu kedelai dan mengalami penurunan terus menerus yaitu ubi jalar. Produksi kacang tanah di Kabupaten Batu Bara pada tahun 2006 sebanyak 14 ton dari luas panen 15 hektar menjadi 28 ton dengan luas panen 20 hektar pada tahun Selanjutnya berdasarkan laporan posko bulanan Dinas Pertanian dan Peternakan kabupaten Batu Bara tahun 2009 bahwa hingga bulan September saja produksi total kacang tanah bisa mencapai 44 ton dari luas panen 44 hektar (asumsi produktivitas kacang tanah rata-rata 1 ton/ha). Dalam hal ini peningkatan produksi kacang tanah masih disebabkan oleh faktor peningkatan luas panen (ekstensifikasi). Masih sangat terbuka peluang peningkatan produksi kacang tanah di daerah ini melalui peningkatan produktivitas dengan memanfaatkan agroteknologi yang berkembang. Demikian pula

30 56 pengembangan luas panen masih dapat dilakukan guna meningkatkan produksi kacang tanah di Kabupaten Batu Bara karena wilayah kecamatan yang menghasilkan kacang tanah selama ini hanya di Kecamatan Air Putih, Sei Suka, dan Medang Deras saja. Hal yang sama terjadi pada peningkatan produksi kacang hijau. Dari luas panen 33 hektar pada tahun 2006 dihasilkan 31 ton kacang hijau. Produksi kacang hijau meningkat pada tahun 2007 menjadi 53 ton dengan peningkatan luas panen menjadi 39 hektar. Demikian pula pada tahun 2009 (hingga bulan September) menurut laporan posko bulanan Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Batu Bara tahun 2009 bahwa terjadi peningkatan luas panen menjadi 51 hektar. Ini berarti dapat memproduksi kacang hijau sebanyak ton bila produktivitas kacang hijau ini ratarata 1,15 ton/ha. Wilayah kecamatan yang banyak memproduksi kacang hijau di Kabupaten Batu Bara adalah Kecamatan Air Putih, Sei Balai, dan Medang Deras. Produksi kedelai di Kabupaten Batu Bara mengalami penurunan dari tahun 2006 dengan produksi sebanyak 53 ton dari luas panen 97 hektar menjadi 19 ton dari luas panen 16 hektar pada tahun Pada tahun 2009 (hingga bulan September) menurut laporan posko bulanan Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Batu Bara tahun 2009 bahwa luas panen kedelai meningkat drastis menjadi 590 hektar. Dengan produktivitas kedelai di daerah ini rata-rata sebesar 0,87 ton/ha akan diperoleh produksi kedelai sebanyak 511 ton. Daerah penghasil kedelai di Kabupaten Batu Bara adalah Kecamatan Sei Balai, Talawi, Air Putih dan Sei Suka. Komoditi tanaman pangan yang terus menerus mengalami penurunan produksi adalah ubi jalar. Total produksi sebanyak 1619 ton dari luas panen 117 hektar pada

31 57 tahun 2006 menurun menjadi 1490 ton dari luas panen yang juga menurun menjadi 106 hektar pada tahun Pada tahun 2009 (hingga bulan September) menurut laporan posko bulanan Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Batu Bara tahun 2009 bahwa luas panen ubi jalar menjadi hanya 36 hektar. Dengan produktivitas ubi jalar rata-rata di daerah ini sebesar 13,95 ton/ha maka total produksi di tahun 2009 hanya 502 ton. Daerah penghasil ubi jalar di Kabupaten Batu Bara masih terbatas di tiga kecamatan saja, yaitu Kecamatan Lima Puluh, Medang Deras dan Sei Balai Tanaman hortikultura Komoditi tanaman hortikultura (sayuran dan buah-buahan) yang banyak diusahakan di Kabupaten Batu Bara adalah mentimun, cabai, kacang panjang, sawi/petsai, terung, bayam, tomat dan semangka Tabel 11. Produksi mentimun di Kabupaten Batu Bara pada tahun 2008 mengalami penurunan sebesar 620 ton atau 25% dari tahun sebelumnya. Produksi mentimun pada tahun 2007 sebanyak 3095 ton dari luas panen 206 hektar (Batu Bara dalam Angka, 2008) menjadi 2475 ton dari luas panen 110 hektar pada tahun 2008 (Posko Bulanan Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Batu Bara, 2009). Dari sumber (bahan) bacaan yang sama, diketahui bahwa produksi cabai juga mengalami penurunan dari 3446 ton dari luas panen 440 hektar pada tahun 2007 menjadi hanya 339 ton dari luas panen 29 hektar pada tahun Tabel 11. Perkembangan Luas Panen dan Produksi Berbagai Komoditi Hortikultura di Kabupaten Batu Bara

32 58 No Kecamatan Tahun ) Tahun ) Luas Panen (Ha) Produks i (Ton) Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) 1 Sawi/Petsai Kacang Panjang Cabai (besar/kecil) Tomat - - 1, Terung Mentimun Kangkung ,5 8 Bayam Semangka Tidak ada data Sumber: Batu Bara dalam Angka 2010 Biro Pusat Statistik Kab. Asahan (2010). Produksi kacang panjang pada tahun 2008 juga mengalami penurunan bila dibandingkan dengan produksi pada tahun Produksi kacang panjang pada tahun 2007 sebesar 2501 ton (Batu Bara Dalam Angka, 2008) menjadi hanya 645 ton pada tahun 2008 (Posko Bulanan Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Batu Bara, 2008). Penurunan produksi yang sangat drastis ini disebabkan oleh penurunan luas panen yang sangat tinggi dari 384 hektar pada tahun 2007 menjadi 43 hektar pada tahun Produksi sayuran yang juga mengalami penurunan drastis adalah terung. Produksi terung paada tahun 2007 sebanyak 2713 ton dari luas panen 292 hektar (Batu Bara Dalam Angka, 2008) menjadi hanya 225 ton dari luas panen 15 hektar pada tahun 2008 (Posko Bulanan Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Batu Bara, 2009). Hal yang sama terjadi pada sayuran sawi/petsai yang mengalami penurunan dari 1830 ton dengan luas panen tanam 256 hektar pada tahun 2007 menjadi 150 ton dari 15

33 59 hektar luas panen pada tahun Produksi bayam juga menurun dari 1436 ton dengan luas panen 244 hektar pada tahun 2007 menjadi 300 ton dari luas panen 40 hektar pada tahun Produksi kangkung menurun drastis dari 1219 ton dengan luas panen 198 hektar menjadi hanya 67,5 ton dari luas panen 9 hektar pada tahun Hanya produksi tomat yang mengalami peningkatkan dari tidak ada produksi pada tahun 2007 menjadi 30 ton pada tahun 2008 dari luas panen 1,5 hektar. Buah semangka diproduksi di Kabupaten Batu Bara sebanyak ton dari luas panen 400 hektar pada tahun 2008 (Posko Bulanan Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Batu Bara, 2009). Komoditi tanaman buah-buahan yang potensial untuk dikembangkan di Kabupaten Batu Bara berdasarkan pengamatan lapangan selain semangka adalah rambutan, sawo dan sukun. Rambutan banyak dijumpai pada lahan pekarangan di Kecamatan Air Putih dan Lima Puluh yang kemudian dapat dikembangkan di daerah ini lainnya, terutama pada kawasan tengah kearah barat dari Kabupaten Batu Bara ini. Pohon sawo banyak dijumpai dan dapat dikembangkan di Kecamatan Sei Suka dan sekitarnya, demikian juga dengan sukun yang banyak dijumpai di Kecamatan Lima Puluh. Pohon sukun banyak dijumpai sebagai komponen kebun campuran, baik di lahan pekarangan maupun di perladangan (telagan) Daerah penangkapan ikan Karena posisi letak geografis Kabupaten Batu Bara sebelah timur bersebelahan dengan selat Malaka, maka daerah penangkapan ikan (fishing ground) mengandalkan perairan laut selat Malaka. Perairan laut Kabupaten Batu Bara seluas hektar yang

34 60 terdiri dari perairan laut Kecamatan Tanjung Tiram seluas hektar, Kecamatan Talawi seluas 286 hektar, Kecamatan Lima Puluh seluas hektar, Kecamatan Sei Suka seluas 663 hektar dan Kecamatan Medang Deras seluas hektar. Untuk jelasnya dapat dilihat pada Tabel 12 berikut ini: Tabel 12. Luas Daerah Penangkapan Ikan Menurut Kecamatan Kabupaten Batu Bara Tahun 2008 No Kecamatan Luas (Ha) 1 Tanjung Tiram Talawi Lima Puluh Sei Suka Medang Deras Jumlah Sumber: Batu Bara dalam Angka 2010 Biro Pusat Statistik Kab. Asahan (2010). Kecamatan Tanjung Tiram memiliki perairan laut yang luas hektar sebagai daerah penangkapan ikan bagi nelayan Kabupaten Batu Bara dan memiliki 1 unit TPI, kemudian disusul oleh Kecamatan Medang Deras hektar yang memiliki 2 unti TPI. Sedangkan yang memiliki perairan laut terkecil sebagai daerah penangkapan ikan adalah di Kecamatan Talawi seluas 286 hektar. A. Budidaya Laut Kawasan budidaya laut Kabupaten Batu Bara tahun 2008 seluas 321 hektar yang tersebar di 5 Kecamatan Pesisir. Untuk jelasnya dapat dilihat pada Tabel 13 berikut ini. Kecamatan Tanjung Tiram memiliki kawasan budidaya air laut terluas dibanding dengan Kecamatan Medang Deras seluas 85 hektar dan yang terkecil adalah

35 61 di Kecamatan Talawi seluas 20 hektar. Untuk jelasnya potensi kawasan budidaya laut Kabupaten Batu Bara dapat dilihat pada Tabel 13. Berdasarkan data Tabel dibawah, bila kawasan budidaya laut dimanfaatkan 40 % yaitu 128,4 hektar atau meter kubik volume air sebagai media kultur, maka keramba jaring apung dapat dioperasionalkan sebanyak 57 unit. Tabel 13. Produksi Olahan Hasil Laut Kabupaten Batu Bara (Ton) Tahun 2009 No Kecamatan Jumlah 1 Tanjung tiram 381,25 2 Talawi 18 3 Lima puluh 15 4 Sei suka 9 5 Medang deras 85 Jumlah 508,25 Sumber: Batu Bara dalam Angka 2010 Biro Pusat Statistik Kab. Asahan (2010). Penyerapan tenaga kerja dalam kegiatan pengolahan hasil perikanan laut tahun 2008 sebanyak orang yang berasal dari Kecamatan Medang Deras 200 orang, Kecamatan Sei Suka 60 orang, Kecamatan Lima Puluh 160 orang dan Kecamatan Talawi 120 orang. Untuk jelasnya dapat dilihat pada Tabel 14 berikut ini. Tabel 14. Penyerapan Tenaga Kerja Usaha Pengolahan Hasil Perikanan Laut di Kabupaten Batu Bara (Orang) Tahun 2009 Penyerapan Tenaga Kerja No Kecamatan Jumlah Salting/Drying Boiling Freezing Fish Meal 1 Medang Deras Sei Suka Lima Puluh Talawi

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. 25 Juni 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Batu Bara. Kabupaten Asahan

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. 25 Juni 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Batu Bara. Kabupaten Asahan BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 2.1. Kabupaten Batu Bara Pada pertengahan tahun 2007 berdasarkan UU No. 5 Tahun 2007 tanggal 25 Juni 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Batu Bara. Kabupaten Asahan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Atas dukungan dari semua pihak, khususnya Bappeda Kabupaten Serdang Bedagai kami sampaikan terima kasih. Sei Rampah, Desember 2006

KATA PENGANTAR. Atas dukungan dari semua pihak, khususnya Bappeda Kabupaten Serdang Bedagai kami sampaikan terima kasih. Sei Rampah, Desember 2006 KATA PENGANTAR Untuk mencapai pembangunan yang lebih terarah dan terpadu guna meningkatkan pembangunan melalui pemanfaatan sumberdaya secara maksimal, efektif dan efisien perlu dilakukan perencanaan, pelaksanaan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 1. Keadaan Geografi Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105,14 sampai dengan 105,45 Bujur Timur dan 5,15 sampai

Lebih terperinci

IV. KONDISI SUB-SEKTOR PERTANIAN TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN ROKAN HILIR

IV. KONDISI SUB-SEKTOR PERTANIAN TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN ROKAN HILIR IV. KONDISI SUB-SEKTOR PERTANIAN TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN ROKAN HILIR 4.1. Letak Geografis dan Luas Wilayah Kabupaten Rokan Hilir merupakan hasil pemekaran Kabupaten Bengkalis dengan Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang 70 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Tanggamus 1. Keadaan Geografis Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten

Lebih terperinci

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 27 Secara rinci indikator-indikator penilaian pada penetapan sentra pengembangan komoditas unggulan dapat dijelaskan sebagai berikut: Lokasi/jarak ekonomi: Jarak yang dimaksud disini adalah jarak produksi

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 45 TAHUN 2015 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KRITERIA DAN SYARAT KAWASAN PERTANIAN DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 36 BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN A. Keadaan Geografi Letak dan Batas Wilayah Kabupaten Ngawi secara geografis terletak pada koordinat 7º 21 7º 31 LS dan 110º 10 111º 40 BT. Batas wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Secara geografis, Kabupaten OKU Selatan terletak antara sampai

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Secara geografis, Kabupaten OKU Selatan terletak antara sampai 49 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Penelitian Secara geografis, Kabupaten OKU Selatan terletak antara 4 0 14 sampai 4 0 55 Lintang Selatan dan diantara 103 0 22 sampai 104

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang 43 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian 1. Keadaan Umum Kecamatan Sragi a. Letak Geografis Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang ada di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tatanan lingkungan, sebenarnya merupakan bentuk interaksi antara manusia dengan

I. PENDAHULUAN. Tatanan lingkungan, sebenarnya merupakan bentuk interaksi antara manusia dengan 19 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tatanan lingkungan, sebenarnya merupakan bentuk interaksi antara manusia dengan alamnya dari masa ke masa. Berbagai lingkungan mempunyai tatanan masing masing sebagai

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar BAB II PROFIL WILAYAH KAJIAN Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Demikian Laporan Pendahuluan ini kami sampaikan, atas kerjasama semua pihak yang terkait kami ucapkan terima kasih.

KATA PENGANTAR. Demikian Laporan Pendahuluan ini kami sampaikan, atas kerjasama semua pihak yang terkait kami ucapkan terima kasih. [Type text] [Type text] [Type tex[type text] [T KATA PENGANTAR Puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-nya Laporan Akhir Studi Penerapan Mekanisme Insentif

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Kampar terletak antara 1º 02' Lintang Utara dan 0º 20' Lintang

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Kampar terletak antara 1º 02' Lintang Utara dan 0º 20' Lintang IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Kabupaten Kampar 4.1.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Kampar terletak antara 1º 02' Lintang Utara dan 0º 20' Lintang Selatan, 100º 23' - 101º40' Bujur Timur.

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105. IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 4.1.1. Keadaan Geografis Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.14 sampai dengan 105, 45 Bujur Timur dan 5,15

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Sumberdaya lahan merupakan suatu sumberdaya alam yang sangat penting bagi mahluk hidup, dengan tanah yang menduduki lapisan atas permukaan bumi yang tersusun

Lebih terperinci

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN 2012, No.205 4 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN, PANGAN

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI. Tabel 7. Banyaknya Desa/Kelurahan, RW, RT, dan KK di Kabupaten Jepara Tahun Desa/ Kelurahan

KEADAAN UMUM LOKASI. Tabel 7. Banyaknya Desa/Kelurahan, RW, RT, dan KK di Kabupaten Jepara Tahun Desa/ Kelurahan KEADAAN UMUM LOKASI Keadaan Wilayah Kabupaten Jepara adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang terletak di ujung utara Pulau Jawa. Kabupaten Jepara terdiri dari 16 kecamatan, dimana dua

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Seluma Kabupaten Seluma merupakan salah satu daerah pemekaran dari Kabupaten Bengkulu Selatan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 3

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR MANJUNTO

STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR MANJUNTO STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR MANJUNTO 2014 Statistik Daerah Kecamatan Air Manjunto 2014 Halaman i STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR MANJUNTO 2014 Statistik Daerah Kecamatan Air Manjunto 2014 Halaman i

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 63 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2011) Provinsi Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288,35 km 2 termasuk pulau-pulau yang

Lebih terperinci

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 2 GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 2 GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari Bab 2 GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI Bab GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. 43 BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. Kecamatan Sragi merupakan sebuah Kecamatan yang ada

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT.

STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT. STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 Statistik Daerah Kecamatan Air Dikit 214 Halaman ii STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 Nomor ISSN : - Nomor Publikasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan

I. PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan banyak digunakan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, selain itu lahan

Lebih terperinci

PROFIL SANITASI SAAT INI

PROFIL SANITASI SAAT INI BAB II PROFIL SANITASI SAAT INI Tinjauan : Tidak ada narasi yang menjelaskan tabel tabel, Data dasar kemajuan SSK sebelum pemutakhiran belum ada ( Air Limbah, Sampah dan Drainase), Tabel kondisi sarana

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 39 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Kabupaten Deli Serdang merupakan bagian dari wilayah Propinsi Sumatera Utara dan secara geografis Kabupaten ini terletak pada 2º 57-3º

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan,

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan, karakteristik lahan dan kaidah konservasi akan mengakibatkan masalah yang serius seperti

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH BANTUL

BAB III TINJAUAN WILAYAH BANTUL BAB III TINJAUAN WILAYAH BANTUL 3.1. Tinjauan Kabupaten Bantul 3.1.1. Tinjauan Geografis Kabupaten Bantul Kabupaten Bantul merupakan salah satu Kabupaten dari 5 Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Beberapa gambaran umum dari kondisi fisik Kabupaten Blitar yang merupakan wilayah studi adalah kondisi geografis, kondisi topografi, dan iklim.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. raksasa mulai dari pengadaan sarana produksi (bibit, pupuk, pestisida) proses

PENDAHULUAN. raksasa mulai dari pengadaan sarana produksi (bibit, pupuk, pestisida) proses PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai produsen terbesar di dunia, kelapa Indonesia menjadi ajang bisnis raksasa mulai dari pengadaan sarana produksi (bibit, pupuk, pestisida) proses produksi, pengolahan

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN TERAS TERUNJAM 2014

STATISTIK DAERAH KECAMATAN TERAS TERUNJAM 2014 STATISTIK DAERAH KECAMATAN TERAS TERUNJAM 2014 Statistik Daerah Kecamatan Teras Terunjam 2014 Halaman i STATISTIK DAERAH KECAMATAN TERAS TERUNJAM 2014 STATISTIK DAERAH KECAMATAN TERAS TERUNJAM 2014 Nomor

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Desa Sendayan, Desa Naga Beralih, dan Desa Muara Jalai.

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Desa Sendayan, Desa Naga Beralih, dan Desa Muara Jalai. 36 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 1.1. Keadaan Geografis 4.1.1. Letak, Luas dan Batas Wilayah Desa Sungai Jalau merupakan salah satu desa yang termasuk dalam Kecamatan Kampar Utara, Kecamatan Kampar

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Lampung Selatan adalah salah satu dari 14 kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Lampung Selatan adalah salah satu dari 14 kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Geografi Lampung Selatan adalah salah satu dari 14 kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi Lampung. Kabupaten Lampung Selatan terletak di ujung selatan Pulau Sumatera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yaitu : Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air,

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Sejarah Kota Bekasi Berdasarkan Undang-Undang No 14 Tahun 1950, terbentuk Kabupaten Bekasi. Kabupaten bekasi mempunyai 4 kawedanan, 13 kecamatan, dan 95 desa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional.

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan regional memiliki peran utama dalam menangani secara langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. Peranan perencanaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Lokasi Geografis

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Lokasi Geografis 33 KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Lokasi Geografis Daerah penelitian terletak di Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Kecamatan Imogiri berada di sebelah Tenggara dari Ibukota Kabupaten Bantul.

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI WILAYAH KAJIAN

BAB III DESKRIPSI WILAYAH KAJIAN 24 BAB III DESKRIPSI WILAYAH KAJIAN 3.1. Gambaran Umum Kabupaten Serdang Bedagai Kabupaten Serdang Bedagai merupakan salah satu Kabupaten yang berada di kawasan Pantai Timur Sumatera Utara. Secara geografis

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Donggala memiliki 21 kecamatan dan 278 desa, dengan luas wilayah 10 471.71 kilometerpersegi. Wilayah ini

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektor-sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tujuan pembangunan pada dasarnya mencakup beberapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan potensi sumberdaya alam, tanah yang subur dan didukung

I. PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan potensi sumberdaya alam, tanah yang subur dan didukung 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia kaya akan potensi sumberdaya alam, tanah yang subur dan didukung oleh ketersediaannya air yang cukup merupakan faktor fisik pendukung majunya potensi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 52 TAHUN 2001 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 52 TAHUN 2001 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 52 TAHUN 2001 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

KAJIAN PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN DALAM RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA GORONTALO. Lydia Surijani Tatura Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo

KAJIAN PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN DALAM RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA GORONTALO. Lydia Surijani Tatura Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo KAJIAN PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN DALAM RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA GORONTALO Lydia Surijani Tatura Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo Abstrak: Terbentuknya Provinsi Gorontalo pada tahun 2000

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH. Projotamansari singkatan dari Produktif-profesional, ijo royo royo, tertib, aman,

KEADAAN UMUM WILAYAH. Projotamansari singkatan dari Produktif-profesional, ijo royo royo, tertib, aman, IV. KEADAAN UMUM WILAYAH A. Keadaan Fisik Daerah Kabupaten Bantul merupakan kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Ibukotanya adalah Bantul. Motto dari Kabupaten ini adalah Projotamansari

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan :

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan : 54 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Tata Guna Lahan Kabupaten Serang Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan : a. Kawasan pertanian lahan basah Kawasan pertanian lahan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES Nomor : 21 Tahun : 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Situasi Wilayah Letak Geografi Secara geografis Kabupaten Tapin terletak antara 2 o 11 40 LS 3 o 11 50 LS dan 114 o 4 27 BT 115 o 3 20 BT. Dengan tinggi dari permukaan laut

Lebih terperinci

Bupati Murung Raya. Kata Pengantar

Bupati Murung Raya. Kata Pengantar Bupati Murung Raya Kata Pengantar Perkembangan daerah yang begitu cepat yang disebabkan oleh semakin meningkatnya kegiatan pambangunan daerah dan perkembangan wilayah serta dinamisasi masyarakat, senantiasa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu dari lima daerah otonom di

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu dari lima daerah otonom di IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian 1. Letak Geografis Kabupaten Kulonprogo Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu dari lima daerah otonom di propinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim

IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim Provinsi Banten secara geografis terletak pada batas astronomis 105 o 1 11-106 o 7 12 BT dan 5 o 7 50-7 o 1 1 LS, mempunyai posisi strategis pada lintas

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7/DPD RI/I/ TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7/DPD RI/I/ TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT DEWAN PERWAKILAN DAERAH KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH NOMOR 7/DPD RI/I/2013-2014 PANDANGAN DAN PENDAPAT DEWAN PERWAKILAN DAERAH TERHADAP ASPIRASI MASYARAKAT DAN DAERAH PEMBENTUKAN KABUPATEN TAYAN SEBAGAI

Lebih terperinci

PENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PERTANAHAN

PENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PERTANAHAN PENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PERTANAHAN Oleh : Ir. Iwan Isa, M.Sc Direktur Penatagunaan Tanah Badan Pertanahan Nasional PENGANTAR Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Kuasa untuk kesejahteraan bangsa

Lebih terperinci

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya Latar Belakang Permasalahan yang menghadang Upaya pencapaian 10 juta ton surplus beras di tahun 2014 : Alih fungsi lahan sawah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang yang dibutuhkan manusia, dengan cara budidaya usaha tani. Namun pertumbuhan manusia dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan merupakan sumberdaya alam anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa yang tidak terhingga nilainya bagi seluruh umat manusia. Sebagai anugerah, hutan mempunyai nilai filosofi yang

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian Kabupaten Lampung Selatan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian Kabupaten Lampung Selatan 47 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian Kabupaten Lampung Selatan 1. Letak geografis, topografi, dan pertanian Kabupaten Lampung Selatan Wilayah Kabupaten Lampung Selatan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Lombok Timur merupakan salah satu dari delapan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara geografis terletak antara 116-117

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK TIMUR, Menimbang : a. bahwa irigasi merupakan

Lebih terperinci

3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak Geografis

3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak Geografis 3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Penelitian dilakukan di dua kabupaten di Provinsi Jambi yaitu Kabupaten Batanghari dan Muaro Jambi. Fokus area penelitian adalah ekosistem transisi meliputi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pertambahan penduduk Indonesia setiap tahunnya berimplikasi pada semakin meningkatkan kebutuhan pangan sebagai kebutuhan pokok manusia. Ketiadaan pangan dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan daerah provinsi di Indonesia, yang terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN KOTA MUKOMUKO

STATISTIK DAERAH KECAMATAN KOTA MUKOMUKO STATISTIK DAERAH KECAMATAN KOTA MUKOMUKO 2014 STATISTIK DAERAH KECAMATAN KOTA MUKOMUKO 2014 STATISTIK DAERAH KECAMATAN KOTA MUKOMUKO 2014 Nomor ISSN : Nomor Publikasi : 1706.1416 Katalog BPS : 4102004.1706040

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS

PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PERANGKAT DAERAH KABUPATEN SAMBAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Sub DAS pada DAS Bekasi Hulu Berdasarkan pola aliran sungai, DAS Bekasi Hulu terdiri dari dua Sub-DAS yaitu DAS Cikeas dan DAS Cileungsi. Penentuan batas hilir dari DAS Bekasi

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH. tenggara dari pusat pemerintahan kabupaten. Kecamatan Berbah berjarak 22 km

GAMBARAN UMUM WILAYAH. tenggara dari pusat pemerintahan kabupaten. Kecamatan Berbah berjarak 22 km IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH A. Kecamatan Berbah 1. Lokasi Kecamatan Berbah Kecamatan Berbah secara administrasi menjadi wilayah bagian dari Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, terletak

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara geografis wilayah Kota Bandar Lampung berada antara 50º20 -

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara geografis wilayah Kota Bandar Lampung berada antara 50º20 - 56 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Kondisi Geografis dan Administrasi Secara geografis wilayah Kota Bandar Lampung berada antara 50º20-50º30 LS dan 105º28-105º37 BT dengan luas wilayah 197,22 km

Lebih terperinci

BAB 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BENGKALIS DAN PERKEMBANGAN PERIKANANNYA

BAB 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BENGKALIS DAN PERKEMBANGAN PERIKANANNYA BAB 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BENGKALIS DAN PERKEMBANGAN PERIKANANNYA A. Sejarah Singkat Kabupaten Bengkalis Secara historis wilayah Kabupaten Bengkalis sebelum Indonesia merdeka, sebagian besar berada

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA KAB. TOBA SAMOSIR BAB I PENDAHULUAN

LAPORAN KINERJA KAB. TOBA SAMOSIR BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Kabupaten Toba Samosir Kabupaten Toba Samosir dimekarkan dari Kabupaten Tapanuli Utara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1998 tentang Pembentukan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Pada awalnya Kabupaten Tulang Bawang mempunyai luas daratan kurang lebih mendekati 22% dari luas Propinsi Lampung, dengan pusat pemerintahannya di Kota Menggala yang telah

Lebih terperinci

BUPATI GUNUNGKIDUL BUPATI GUNUNGKIDUL,

BUPATI GUNUNGKIDUL BUPATI GUNUNGKIDUL, BUPATI GUNUNGKIDUL PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG POLA HUBUNGAN KERJA ANTAR PERANGKAT DAERAH DAN ANTARA KECAMATAN DENGAN PEMERINTAHAN DESA BUPATI GUNUNGKIDUL, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

GEOGRAFI DAN IKLIM Curah hujan yang cukup, potensial untuk pertanian

GEOGRAFI DAN IKLIM Curah hujan yang cukup, potensial untuk pertanian GEOGRAFI DAN IKLIM Curah hujan yang cukup, potensial untuk pertanian Curah hujan Kecamatan Babulu rata-rata 242,25 mm pada tahun 2010 Kecamatan Babulu memiliki luas 399,46 km 2. Secara geografis berbatasan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Lampung yang memiliki luas wilayah 3.921,63 km 2 atau sebesar 11,11% dari

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Lampung yang memiliki luas wilayah 3.921,63 km 2 atau sebesar 11,11% dari IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Kabupaten Way Kanan 1. Geografi Kabupaten Way Kanan adalah salah satu dari 15 kabupaten/kota di Propinsi Lampung yang memiliki luas wilayah 3.921,63

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan sumber daya alam yang strategis bagi segala pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, seperti sektor pertanian,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN. Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabupaten Sleman terbentang

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN. Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabupaten Sleman terbentang IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN A. Letak Geografis Kabupaten Sleman Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabupaten Sleman terbentang mulai 110⁰ 13' 00" sampai dengan 110⁰ 33' 00" Bujur Timur, dan

Lebih terperinci