PENGARUH SISTEM PENGGEMBALAAN BEBAS (LEPAS) TERHADAP DEGRADASI LAHAN DI NUSA TENGGARA TIMUR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH SISTEM PENGGEMBALAAN BEBAS (LEPAS) TERHADAP DEGRADASI LAHAN DI NUSA TENGGARA TIMUR"

Transkripsi

1 PENGARUH SISTEM PENGGEMBALAAN BEBAS (LEPAS) TERHADAP DEGRADASI LAHAN DI NUSA TENGGARA TIMUR Medo Kote, Sophia Ratnawaty, dan Masniah Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) NTT ABSTRAK Kondisi fisik alam yang dimiliki NTT telah membentuk lingkungan hayati yang khas, dimana didominasi oleh sabana, padang rumput, hutan musim dataran tendah dan vegetasi sekunder belukar. Pemeliharaan ternak di NTT, hampir seluruhnya mengandalkan hijauan makanan ternak yang tersedia di alam (padang penggembalaan), walaupun ada upaya untuk penanaman hijauan makanan ternak, namun dalam jumlah yang tidak memenuhi kebutuhan ternak. Pemeliharaan ternak secara bebas (lepas) di padang penggembalaan di NTT dipandang sebagai salah satu pemicu kerusakan lingkungan salah satunya adalah terjadinya degradasi lahan. Bahwa jenis, jumlah dan cara pemeliharaan sangat erat kaitannya dengan tingkat kerusakan lahan atau erosi. Erosi berakibat menurunnya tingkat kesuburan tanah baik yang bersifat fisik, kimiawi maupun biologi. Oleh karena itu tulisan ini mencoba mengulas beberapa hal yang ada kaitannya dengan degradasi lahan akibat sistem penggembalaan bebas. Sistem pemeliharaan kandang kelompok disarankan untuk mengatasi permasalahan lingkuangan yang diakibatkan oleh ternak. Keuntungan dari kandang kelompok adalah selain kotorannya dapat dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman juga mudah dalam pengontrolan terutama kesehatan dan tentunya untuk memperkecil kasus pencurian ternak. Sosialisasi/penyuluhan tentang teknologi yang ramah lingkungan seperti teknologi kandang kelompok disertai dengan teknologi penyediaan hijauan makanan ternak sehingga tidak selalu mengandalkan padang rumput yang ketersediaannya terbatas hanya pada saat musim hujan. Kata kunci: sistem penggembalaan lepas, degradasi lahan, Nusa Tenggara Timur PENDAHULUAN Latar Belakang Degradasi adalah runtutan peristiwa dari penurunan mutu lingkungan atau penurunan kemampuan daya dukung lingkungan yang diakibatkan oleh manusia maupun oleh alam. Degradasi lingkungan merupakan proses yang sangat kompleks sehingga penyebabnya seringkali sulit untuk diidentifikasikan. Dalam beberapa kasus identifikasi, sering merumuskan penyebab degradasi yang bersifat umum, padahal proses degradasi lebih bersifat spesifik lokasi. Oleh kerena itu penyebab degradasi akan lebih teridentifikasi sebagai hubungan keterkaitan timbal balik antara faktor alam, manusia, kelembagaan serta kebijakan pemerintah daripada hubungan sebab akibat (Soetedjo, 2000). Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan daerah berekosistem kering, dimana bersifat lebih labil dibandingkan ekosistem lahan basah. Hal ini erat kaitannya dengan curah hujan yang rendah, kecepatan angin yang tinggi, radiasi matahari yang intens, kemiringan lahan yang tinggi dan proses genesis tanah yang relatif masih aktif (Kepas, 1984; Monk et al, 2000). Sifat-sifat ini akan menyebabkan ekosistem lahan kering peka terhadap degradasi jika digunakan untuk kepentingan pertanian dan kepentingan lainnya tanpa disertai pengelolaan yang memadai (Mudita, 1998). Kondisi fisik alam yang dimiliki NTT telah membentuk lingkungan hayati yang khas, dimana didominasi oleh sabana, padang rumput, hutan musim dataran tendah dan vegetasi sekunder belukar. Kepulauan di NTT dikenal sebagai daerah sabana, karena diperkirakan sekurang-kurangnya sekitar 38,1% dari total wilayah NTT berupa wilayah sabana, dan luasan ini diperkirakan akan semakin bertambah setiap tahunnya akibat pola perladangan yang diterapkan masyarakat, serta tingginya konversi hutan oleh masyarakat ke lahan pertanian. Savana dan padang rumput di NTT sebagian merupakan sabana dan padang rumput anthropogenic, jika dilihat dari peralihan yang tiba-tiba dari hutan ke sabana. Berkembangnya usaha peternakan sapi di Nusa Tenggara Timur (NTT) pada masa lalu telah menjadikan daerah ini menjadi salah satu lumbung ternak sapi di Indonesia. Kondisi ini mencapai puncaknya pada tahun 1983, dengan tingkat pertumbuhan mencapai 13,4 %. Populasi sapi Bali

2 mencapai ekor dan sapi Ongole mencapai ekor dengan tingkat pengeluaran ternak tertinggi pada tahun 1984 mencapai ekor. Potensi ini sangat ditunjang oleh padang pengembalaan yang luas sebagai sumber pakan utama ternak dalam sistem pemeliharaan ekstensif yaitu mencapai ha (59,4 % dari luas lahan NTT). Di NTT usaha dibidang peternakan sangat penting, berhubung kondisi iklim NTT yang sangat rentan untuk usaha pertanian tanaman pangan. Musim kering yang panjang (7 9 bulan) dan curah hujan yang rendah (< 1500 mm) dan kurang menentu (bersifat eratik) mengakibatkam resiko gagal panen cukup tinggi. Ternak, khususnya ternak besar merupakan bagian integral dari sistem pertanian di NTT. Akan tetapi pengusahaan ternak bagi masyarakat NTT tidak berorientasi ekonomi semata. Unsur sosial budaya dalam pemeliharaan ternak cukup dominan, ternak mempunyai peranan dalam upacara adat dan sebagai salah satu indicator status sosial keluarga. Pemeliharaan ternak di NTT, hampir seluruhnya mengandalkan hijauan makanan ternak yang tersedia di alam (padang penggembalaan), walaupun ada upaya untuk penanaman hijauan makanan ternak, namun dalam jumlah yang tidak memenuhi kebutuhan ternak. Oleh karena itu pemeliharaan ternak secara bebas (lepas) di padang penggembalaan di NTT dipandang sebagai salah satu pemicu kerusakan lingkungan salah satunya adalah terjadinya degradasi lahan. Makalah ini membahas masalah kerusakan padang penggembalaan sebagai akibat penggembalaan secara bebas yang berdampak pada degradasi padang penggembalaan karena terjadi penurunan vegetasi rumput dan tumbuhan lain yang disukai ternak sebagai akibat dari injakan dan renggutan ternak pada saat penggembalaan yang tidak diatur atau dikontrol. Tujuan Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui sejauh mana sistem pemeliharaan ternak secara bebas (lepas) di padang penggembalaan terhadap degradasi lahan. Metodologi Makalah ini merupakan kajian pustaka dari hasil-hasil penelitian tentang padang penggembalaan yang dikaitkan dengan sistem pemeliharaan ternak dan kerusakan lingkungan (padang penggembalaan). HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem Pemeliharaan Ekstensif Di NTT produksi peternakan adalah untuk memenuhi kesenjangan produksi tanaman pangan. Cekaman kekeringan mengakibatkan tanah-tanah di NTT relatif lebih cocok untuk penggembalaan ternak dibanding usaha pertanian tanaman pangan dan perkebunan. Diperkirakan bahwa kurang lebih 67,5% tanah di Nusa Tenggara diklasifikasikan sebagai tanah tipe IV-VI yang tidak cocok untuk mengembangkan sistem pertanian yang intensif. Tanah tipe ini lebih cocok untuk penggembalaan ternak (Hasibuan dan Mangunsong, 1993). NTT memiliki areal penggembalaan yang relatif luas. Umumnya padang penggembalaan alamiah (pastura) ini digunakan oleh masyarakat sekitar, secara bersama-sama. Bagaimanapun juga pastura ini memiliki beberapa kendala, antara lain kekurangan air dan sering terjadinya kebakaran yang dapat merusakan areal ini bila tidak ditanggulangi sejak dini. Diyakini bahwa lebih dari 90% ternak di NTT dipelihara secara ekstensif pada padang penggembalaan umum. Minimalnya masukan (input) yang ditanam oleh para pemilik ternak dan rendahnya biaya produksi merupakan alasan utama mengapa cara ini diterapkan secara luas. Walaupun produktivitasnya relatif rendah, ternyata pertumbuhan populasi sapi Bali meningkat pesat dari sekitar ekor pada tahun 1940-an menjadi lebih dari ekor dalam tahun 1990 (Bamualim dan Saramony, 1995). Peningkatan populasi yang tinggi dalam tiga decade terakhir dan belum jelasnya status penggunaan tanah penggembalaan mengakibatkan terjadinya overstocking di beberapa lokasi di NTT. Konsekuensinya, pertambahan populasi tahunan menurun pada tahun-tahun terakhir. Wirdahayati et al, (1997) mengemukakan bahwa pemeliharaan ternak sapi bagi petani di NTT adalah pola tradisional yaitu mengandalkan sumber pakan ternak dari rumput alam di lahan penggembalaan dengan biaya produksi yang relatif murah dan penggunaan tenaga yang minim, produktivitas ternak sapi dengan sistem ini berfluktuasi mengikuti musim. Pada musim hujan ketika produksi hijauan melimpah, ternak mengalami peningkatan bobot badan sebaliknya dimusim kemarau ketika produksi dan kualitas hijauan menurun, ternak mengalami kehilangan bobot badan dimana

3 penurunannya dapat mencapai 20-25% dari bobot badan pada musim hujan (Bamualim, 1994; Jelantik, 2001). Perkiraan total penggunaan tanah untuk peternakan dan kapasitas tampung pulau-pulau besar di NTT disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Perkiraan luas lahan, kawasan peternakan, jumlah ternak, dan kapasitas tampung padang rumput di NTT Pulau Luas lahan (Ha) Kawasan peternakan Jumlah ternak (UT) Kapasitas tampung (Ha/UT) (Ha) Sumba ,3 Flores/Alor ,1 Timor ,3 Total/rataan ,8 Sumber: Bamualim et al, 1991 Data pada Tabel 1 menunjukkan kapasitas tampung di Timor Barat secara teori telah mencapai titik maksimum. Ini berarti daerah tersebut membutuhkan perbaikan manajemen penggembalaan ternak terutama di wilayah-wilayah yang kritis. Selanjutnya sistem pemeliharaan intensif dengan persediaan cadangan makanan yang cukup perlu dikembangkan untuk menjamin ketersediaan pakan yang cukup jumlahnya, baik kualitasnya maupun kuantitasnya sepanjang tahun. Dilain pihak jumlah ternak yang digembalakan di Pulau Sumba dan Flores masih dapat ditingkatkan melalui penggunaan padang penggembalaan secara tepat dan pembagian sumber air yang merata. Karena pengaruh iklim maka pada pemeliharaan ekstensif, pertambahan bobot badan ternak meningkat pesat pada musim hujan, dan pada musim kemarau mengalami kehilangan bobot badan yang juga tinggi, oleh karena itu rataan produksi per tahun terbilang rendah. Ruminansia besar, terutama ternak sapi, merupakan komoditas pertanian penting di NTT, yang akan terus memanfaatkan lahan pastura alam di NTT. Melihat banyaknya tekanan yang diberikan oleh sektor dan subsektor lain dan beberapa kebijakan pemerintah untuk memanfaatkan lahan-lahan kosong untuk kegunaan yang lain, maka areal kawasan peternakan akan menurun dan terkonsentrasi pada tipe tanah yang lebih marginal lagi. Sehingga dengan tetap menerapkan sistem pengelolaan yang ekstensif dan tetap mempertahankan peningkatan jumlah ternak yang digembalakan, lahan pastura alam akan terus mengalami kerusakan, bahkan dapat menuju ke pemusnahan. Produktivitas Padang Penggembalaan Data dari Badan Pusat Statistik (BPS, 2004) menunjukkan bahwa padang rumput di NTT merupakan padang rumput yang paling luas, dibandingkan di tempat manapun di Indonesia. Padang rumput ini terkonsentrasi terutama di Sumba, Timor dan beberapa lokasi di Flores yang pada umummnya merupakan lahan komunal. Luas lahan penggembalaan di NTT menurut data BPS tahun 2004 adalah ha. Padang penggembalaan alam adalah padang yang terdiri dari tanaman dominan yang berupa rumput perenial, sedikit atau tak ada sama sekali gulma, tidak ada pohon (Moorre,1964) dalam Reksohadiprodjo (1977). Sering disebut padang penggembalaan permanen. Tidak ada campur tangan manusia terhadap susunan floranya. Manusia hanya mengawasi ternak yang digembalakan. Ternak berpindah-pindah secara nomad mengikuti pemiliknya. Padang penggembalaan ini biasanya menghasilkan hijauan yang melimpah di musim hujan, dan musim kemarau mengalami kekeringan. Hasil penelitian Bamualim et al. (1994) melaporkan bahwa produksi padang penggembalaan di NTT pada musim hujan dapat mencapai 1,7 ton BK/ha, dan pada musim kemarau hanya mencapai 0,538 ton BK/ha. Salah satu masalah yang saat ini dihadapi NTT adalah buruknya kondisi padang rumput tersebut. Hasil penelitian Bamualim, et al. (1992) menunjukkan bahwa periode defisiensi protein padang rumput alam di NTT terjadi selama bulan Juni sampai dengan Desember setiap tahunnya yang bertepatan dengan musim kemarau di NTT, terutama di Sumba dan Timor. Lebih lanjut Nulik dan Bamualim (1998) memperkirakan daya tampung padang penggembalaan alam di NTT berkisar antara 1,4 2,8 ekor/ha/tahun. Kondisi seperti ini akan mempengaruhi produktivitas ternak yang diusahakan.

4 Iklim semiarid tropis, persediaan dan kualitas pakan selama musim kemarau yang panjang merupakan kendala utama pengembangan peternakan di NTT, Jumlah dan kualitas pastura alam di NTT mempunyai variasi yang besar sepanjang tahun. Hanya ada periode yang singkat bagi pakan kualitas baik yaitu sekitar 3 bulan sesudah musim hujan berhenti (Maret-Mei), sejak hujan dimulai pada Desember, diikuti oleh periode yang panjang dari penurunan kuantitas dan kualitas pakan, sampai yang terburuk pada akhir musim kemarau (Agustus-November). Inilah periode kritis pada saat ternak dewasa mengalami kehilangan bobot badan sampai 25% dari bobotnya pada musim hujan. Dilaporkan bahwa angka kematian yang tinggi pada anak sapi di Timor selama musim kemarau sebesar 20-50% (Banks 1985; Wirdahayati dan Bamualim 1990) dengan kematian terbanyak pada bulan Mei-September. Selanjutnya dikatakan bahwa protein, forfor, belerang, natrium dan tembaga adalah unsur-unsur gizi yang selalu defisien selama musim kemarau. Produksi bahan kering juga menurun dari 3 ton/ha pada musim hujan menjadi kurang dari 0,5 ton/ha pada tiga bulan terakhir musim kemarau. Akibatnya kapasitas tampung turun dari 4 UT/ha pada musim hujan menjadi kurang dari 0,3 UT/ha pada akhir musim kemarau (Bamualim et al, 1994). Banyaknya penyebaran gulma eksotik Chromolaena odorata dan aneka jenis tumbuhan pengganggu lainnya yang membentuk koloni yang luas dalam lahan penggembalaan alam juga ikut membatasi produktivitas padang rumput tersebut. Selain akibat dari pengembalaan berat, penurunan keanekaragaman rumput padang pengembalaan alam, juga dapat disebabkan oleh pembakaran padang yang tidak terkontrol. McIlroy (1977) mengemukakan bahwa, pembakaran sangat berpengaruh terhadap asosiasi padang rumput namun dapat bermanfaat jika dikelola dan diawasi dengan sungguh-sungguh. Pembakaran merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk membasmi tumbuh-tumbuhan padang penggembalaan yang sudah sangat tua dan tidak berguna, sehingga pada waktu musim hujan dapat menyebabkan timbulnya tumbuhan muda yang bernilai gizi baik. Lebih lanjut dikemukakan bahwa, terdapat 16 asosiasi rumput di padang rumput daerah tropik. Menurut Bamualim et al. (1992), ada 7 jenis rumput yang mendominasi padang penggembalaan alam di NTT, sedangkan menurut Bonnemaison (1961) yang dikutip Siregar et al. (1985) bahwa sebagian besar padang penggembalaan di Nusa Tenggara didominasi oleh jenis rumput Paspalum sp., Axonopus compresus dan beberapa jenis legum Desmodium heterophyllum sedangkan pada padang savana, didominasi oleh jenis rumput Themeda sp., Sorghum sp. dan Heteropogon sp. Berkembangnya gulma yang mempunyai daya ekspansi dan daya tumbuh yang tinggi, pada padang penggembalaan dapat menekan pertumbuhan dan bahkan mematikan rumput alam. Beberapa gulma padang penggembalaan yang akhir-akhir ini berkembang di padang pengembalaan alam NTT, adalah bunga putih/kirinyu (Chromolaena odorata), Lantana (Lantana camara), Damar merah (Jatropha gassypiifolia) dan kacang hutan/papoo (Sena tora ). Di beberapa lokasi, gulma-gulma ini mendominasi padang penggembalaan alam, sehingga menekan produksi rumput alam dan mempersempit areal penggembalaan. Perbaikan padang penggembalaan alam lebih merupakan masalah sosial dan perizinan daripada masalah penyediaan teknologinya, karena cukup sulit untuk membentuk konsensus bersama dalam penggunaan padang rumput. Seharusnya sebagian areal penggembalaan dapat diisolasi dan diperbaiki menjadi lebih produktif, dan sistem ini mungkin dapat dikembangkan bila pengontrolan terhadap padang penggembalaan telah diterapkan. Namun kenyataannya faktor manusia dan institusi adalah persoalan yang sulit ditembus, padahal ini masalah penting. Kualitas padang rumput alam dapat diperbaiki melalui perbaikan fasilitas penyediaan air dan pemagaran kelompok yang hanya dapat dilakukan dengan bantuan permodalan dari pemerintah. Degradasi Lahan Degradasi lahan merupakan hasil (resultante) suatu atau beberapa proses yang dapat mengurangi tingkat kemampuan lahan, baik dimasa kini maupun dimasa mendatang, untuk memproduksi suatu barang atau jasa, baik secara kuantitatif maupun kualitatif (Requier, 1977: Saifuddin, 1985). Degradasi lahan dapat diartikan sebagai lahan yang tanahnya telah mengalami proses penurunan produktivitas tanah. Tiga macam proses perubahan dalam tubuh tanah, yaitu: 1) perubahan yang berlangsung dalam jangka panjang sesuai proses geologi, 2) perubahan yang berlangsung dalam kurun waktu setahun, berdaur ulang, terutama disebabkan oleh faktor iklim, bahan organik, kandungan unsur hara tertentu, dan ph, dan 3) perubahan yang berlangsung cepat dan tidak berkaitan dengan siklus tahunan. Perladangan merupakan salah satu faktor penyebab degradasi yang paling besar pengaruhnya karena erat kaitannya dengan pemanfaatan sumberdaya lahan untuk pertanian yang merupakan tulang

5 punggung pemenuhan kebutuhan pangan dan perekonomian di NTT yang lebih dari 80% penduduknya bergantung dari sektor pertanian (RePPProt, 1989). Degradasi lahan di NTT cenderung terus meningkat setiap tahun yang dicirikan dengan terus bertambahnya luas lahan kritis yang ada di NTT (Tabel 2.) Tabel 2. Luas lahan kritis didalam dan diluar kawasan hutan di 12 kabupaten No. Kabupaten Luas lahan kritis (Ha) Didalam kawasan hutan Diluar kawasan hutan 1. Kupang TTS TTU Belu Alor Flores Timur Sikka Ende Ngada Manggarai Sumba Timur Sumba Barat Sumber: Dephutbun, Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah, NTT (1999) Pengaruh Penggembalaan Bebas Terhadap Degradasi Lahan Peternakan lepas merupakan juga merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya degradasi lahan, karena faktor-faktor sebagai berikut: 1) Penginjakan atau trampling yang terjadi seiring dengan gerakan ternak menyebabkan lahan berkemiringan tinggi mudah erosi 2) Pembakaran untuk memicu pertumbuhan rumput pada musim kemarau menyebabkan lahan terbuka pada musim hujan 3) Perenggutan (browsing) menyebabkan anakan jenis-jenis pohon sulit tumbuh dan bahkan mati 4) Pembuatan pagar kayu untuk melindungi tanaman dari ternak lepas yang berperilaku sebagai hama menyebabkan banyak pohon harus ditebang 5) Pemangkasan jenis-jenis pohon-pohon tertentu untuk diambil daunnya sebagai pakan pada musim kemarau menyebabkan naungan berkurang dan pohon mati sehingga lahan menjadi terbuka. Selanjutnya dilaporkan bahwa jenis, jumlah dan cara pemeliharaan sangat erat kaitannya dengan tingkat kerusakan lahan atau erosi. Erosi berakibat menurunnya tingkat kesuburan tanah baik yang bersifat fisik, kimiawi maupun biologi, menurut Baver et al (1982) ada beberapa faktor yang mempengaruhi intensitas erosi yaitu: a) sifat-sifat hujan; b) tingkat kemiringan leher; c) panjang lereng; d) jenis tanaman penutup; e) kemampuan tanah untuk menahan dispersi dan mengisap air hujan untuk selanjutnya dirembeskan ke lapisan tanah yang lebih dalam. Seperti yang telah dijelaskan diatas, bahwa tingkat kemiringan lahan juga mempengaruhi intensitas erosi. Keadaan topografi NTT yang sebagian besar (70%) berbukit-bukit dan bergelombang dengan kemiringan mencapai 50%, dan iklim tropis yang dipengaruhi oleh angin Muson dengan intensitas penyinaran dan suhu rata-rata yang relatif tinggi ( C), serta keadaan musim kering yang panjang sekitar 7-10 bulan telah menciptakan kondisi lingkungan NTT yang khas. Wilayah NTT sebagian besar bertipe sabana, yang diperkirakan akan terus bertambah dari tahun ketahun sebagai akibat praktek perladangan yang diterapkan masyarakat (Conterius, BC. 2004).

6 KESIMPULAN Disadari atau tidak ternak merupakan salah satu faktor penyebab erosi, oleh karena itu untuk memperkecil erosi yang disebabkan ternak perlu dilaksanakan usaha intensifikasi peternakan. Salah satunya adalah dengan pemeliharaan kandang kelompok, keuntungan dari kandang kelompok adalah selain kotorannya dapat dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman juga mudah dalam pengontrolan terutama kesehatan dan tentunya untuk memperkecil kasus pencurian ternak. Sistem pemeliharaan lepas akan mengakibatkan penggembalaan berlebih atau over grazing yang berdampak pada menurunnya kualitas rumput atau vegetasi lainnya yang disukai ternak, karena direnggut secara terus menerus sementara tidak ada kesempatan bagi rumput untuk bertumbuh kembali, karena sistem penggembalaan tidak disertai dengan pengelolaan dalam hal penggiliran merumput. Kurangnya keterpaduan program pembangunan yang dilakukan secara sektoral sering menimbulkan tumpang tindih kepentingan antar instansi yang pada akhirnya memberikan beban pada kelestarian lingkungan dan sumberdaya alam. Antara pengembangan peternakan yang tidak mempertimbangkan daya dukung lingkungan dan tidak disertai dengan pemberdayaan masyarakat untuk menanam hijauan makanan ternak dan penerapan teknologi peternakan yang berwawasan lingkunagn telah menyebabkan kerusakan lingkungan flora akibat injakan ternak yang dipelihara secara bebas. SARAN Perlu adanya keterpaduan program pembanguan antar sektor/instansi demi memelihara keselamatan lingkungan yang berkelanjutan untuk masa mendatang. Perlunya sosialisasi/penyuluhan tentang teknologi yang ramah lingkungan seperti teknologi kandang kelompok untuk memperkecil kerusakan lahan disertani dengan teknologi penyediaan hijauan makanan ternak sehingga tidak selalu mengandalkan padang rumput yang ketersediaannya terbatas hanya pada saat musim hujan. DAFTAR PUSTAKA Bamualim, A., Saleh, A., Liem, C., dan Fernandez, P.Th Produksi Dan Kualitas Hijauan Rumput Alam Di Nusa Tenggara. Dalam: Chaps Book A. Final Seminar of the Cattle Health and Production Survey (CHAPS) held at the Disease Investigation Centre. Denpasar-Bali, May 15-17, Mataram: Eastern Island Veterinary Sercice Project. P.202. Banks. D.J.D Report on Livestock survey. NTT Livestock Development Project. Melbourne:ACIL. Pty Ltd. Conterius,B.C Tipologi Ekosistem Dan Kerawannya. Materi Kursus. Dasar-Dasar Analisis Menganai Dampak Lingkungan (AMDAL tipe A) Reguler angkatan XIV. Kerjasama BAPEDALDA Propinsi NTT dan PPLHSA UNDANA, Juli 2004.

7 Hasibuan, DB., dan Mangunsong, R.D Peluang Investasi Sub Sektor Peternakan Dalam Pengembangan Daerah Lahan Kering Di Nusa Tenggara. Dalam: Momuat, E.O., Taryoto, A.H., Momuat, Ch.J.S,. dan Sitepu, D. (Penyunting). Prosiding Lokakrya Status dan Pengembangan Lahan Kering di Indonesia. Mataram November Proyek Pengembangan Penelitian Nusa Tenggara (P3NT). Buku I. P.256. McIlroy. R.J Pengantar Budidaya Padang Rumput Tropika. Pradnya Paramita, Jakarta. Requier, J Phylosophy Of The World: Assesment of Soil Degradation and Items for Discussion, Assesing Soil Degradation. FAO Soil Bul.Rome. RePPProT Review Of Phase 1 Results Maluku And Nusa Tenggara Volume I Main Report. Government of the Republic of Indonesia. Ministry of the Transmigration, Directorate General of Settlement Preparation, Land Resources Department ODRNI and ODA, Jakarta. Reksohadiprojo. S Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropik.BPFE. Yogyakarta. Saifuddin, S Konservasi Tanah dan Air. Pustaka Buana. Bandung. Soetedjo. I.N.P. Proses Degradasi Lingkungan. Materi Kuliah Program Pascasarjana, UNDANA, Siregar. M.E. dan M. Pandjaitan. (1991). Agronomis Tanaman Gamal. Dalam Wina. E dan Syafrizal. S. (1991). Gamal (Gliricidia sepium) dan pemanfaatannya. Balai Penelitian Ternak. Ciawi-Bogor Wirdahayati R.B. dan Bamualim, A Penampilan Produksi Dan Struktur Populasi Ternak Sapi Bali di Nusa Tenggara Timur. Prosiding Seminar Nasional Sapi Bali. Denpasar, Bali September p.c1.

DAMPAK PEMELIHARAAN TERNAK DI KAWASAN PANTAI UTARA KABUPATEN TTU TERHADAP KELESTARIAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUT

DAMPAK PEMELIHARAAN TERNAK DI KAWASAN PANTAI UTARA KABUPATEN TTU TERHADAP KELESTARIAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUT DAMPAK PEMELIHARAAN TERNAK DI KAWASAN PANTAI UTARA KABUPATEN TTU TERHADAP KELESTARIAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUT Medo Kote dan Sophia Ratnawaty Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Tenggara

Lebih terperinci

SILASE SEBAGAI PAKAN SUPLEMEN SAPI PENGGEMUKAN PADA MUSIM KEMARAU DI DESA USAPINONOT

SILASE SEBAGAI PAKAN SUPLEMEN SAPI PENGGEMUKAN PADA MUSIM KEMARAU DI DESA USAPINONOT SILASE SEBAGAI PAKAN SUPLEMEN SAPI PENGGEMUKAN PADA MUSIM KEMARAU DI DESA USAPINONOT Sophia Ratnawaty, P. Th. Fernandez dan J. Nulik Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Tenggara Timur Abstrak

Lebih terperinci

POTENSI KING GRASS SEBAGAI PAKAN TERNAK DAN TANAMAN PENGUAT TERAS DI DESA TOBU, KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN

POTENSI KING GRASS SEBAGAI PAKAN TERNAK DAN TANAMAN PENGUAT TERAS DI DESA TOBU, KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN POTENSI KING GRASS SEBAGAI PAKAN TERNAK DAN TANAMAN PENGUAT TERAS DI DESA TOBU, KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN Sophia Ratnawaty, Didiek A. Budianto, dan Jacob Nulik Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

POTENSI PENGEMBANGAN TERNAK KAMBING LOKAL DALAM MENDUKUNG USAHA AGRIBISNIS TERNAK DI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR

POTENSI PENGEMBANGAN TERNAK KAMBING LOKAL DALAM MENDUKUNG USAHA AGRIBISNIS TERNAK DI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR POTENSI PENGEMBANGAN TERNAK KAMBING LOKAL DALAM MENDUKUNG USAHA AGRIBISNIS TERNAK DI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR D. KANA HAU DAN A. POHAN Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Timur ABSTRAK

Lebih terperinci

II. PERMASALAHAN USAHA TANI DI KAWASAN MEGABIODIVERSITAS TROPIKA BASAH

II. PERMASALAHAN USAHA TANI DI KAWASAN MEGABIODIVERSITAS TROPIKA BASAH 5 II. PERMASALAHAN USAHA TANI DI KAWASAN MEGABIODIVERSITAS TROPIKA BASAH 2.1. Karakteristik tanah tropika basah Indonesia merupakan salah satu negara megabiodiversitas di kawasan tropika basah, tetapi

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa SawitSapi POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN ABDULLAH BAMUALIM dan SUBOWO G. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Data dari Direktorat Jenderal Peternakan, Kementerian Pertanian yang diterbitkan melalui pemberitaan media cetak Kompas hari Jumat tanggal 13 Agustus 2010, menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang yang dibutuhkan manusia, dengan cara budidaya usaha tani. Namun pertumbuhan manusia dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal memiliki potensi sumberdaya alam yang tinggi dan hal itu telah diakui oleh negara-negara lain di dunia, terutama tentang potensi keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian masih merupakan prioritas pembangunan secara nasional maupun regional. Sektor pertanian memiliki peran penting untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pola Tanam. yang perlu diperhatikan yaitu jenis tanaman, lahan dan kurun waktu tertentu

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pola Tanam. yang perlu diperhatikan yaitu jenis tanaman, lahan dan kurun waktu tertentu II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Tanam Pola tanam dapat didefinisikan sebagai pengaturan jenis tanaman atau urutan jenis tanaman yang diusahakan pada sebidang lahan dalam kurun waktu tertentu (biasanya satu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan lingkungan seperti banjir, erosi dan longsor terjadi dimana-mana pada musim penghujan, sedangkan pada musim kemarau terjadi kekeringan dan kebakaran hutan

Lebih terperinci

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan Latar Belakang Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang utama memegang posisi penting dalam kelestarian lingkungan. Kemerosotan kemampuan tanah yang ditunjukkan dengan meningkatnya laju erosi dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai dari sumber daya alam yang diperbaharui dan yang tidak dapat diperbaharui. Dengan potensi tanah

Lebih terperinci

UJI COBA PEMBERIAN DUA JENIS LEGUMINOSA HERBA TERHADAP PERFORMANS SAPI BALI DI DESA TOBU, NUSA TENGGARA TIMUR

UJI COBA PEMBERIAN DUA JENIS LEGUMINOSA HERBA TERHADAP PERFORMANS SAPI BALI DI DESA TOBU, NUSA TENGGARA TIMUR UJI COBA PEMBERIAN DUA JENIS LEGUMINOSA HERBA TERHADAP PERFORMANS SAPI BALI DI DESA TOBU, NUSA TENGGARA TIMUR Sophia Ratnawaty dan Didiek A. Budianto Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara

Lebih terperinci

PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI NUSA TENGGARA BARAT

PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI NUSA TENGGARA BARAT PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI NUSA TENGGARA BARAT A. MUZANI dan MASHUR Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat, PO Box 1017, Mataram ABSTRAK Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)

Lebih terperinci

EKOLOGI MANUSIA : PERTANIAN DAN PANGAN MANUSIA. Nini Rahmawati

EKOLOGI MANUSIA : PERTANIAN DAN PANGAN MANUSIA. Nini Rahmawati EKOLOGI MANUSIA : PERTANIAN DAN PANGAN MANUSIA Nini Rahmawati Pangan dan Gizi Manusia Zat gizi merupakan komponen pangan yang bermanfaat bagi kesehatan (Mc Collum 1957; Intel et al 2002). Secara klasik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sistem yang kompleks dan terdiri dari komponen utama seperti vegetasi (hutan), tanah, air, manusia dan biota lainnya. Hutan sebagai

Lebih terperinci

Johanis A. Jermias; Vinni D. Tome dan Tri A. Y. Foenay. ABSTRAK

Johanis A. Jermias; Vinni D. Tome dan Tri A. Y. Foenay.    ABSTRAK PEMANFAATAN GULMA SEMAK BUNGA PUTIH (Chromolaena odorata) SEBAGAI BAHAN PEMBUAT PUPUK ORGANIK BOKHASI DALAM RANGKA MENGATASI PENYEMPITAN PADANG PEMGGEMBALAAN DAN MENCIPTAKAN PERTANIAN TERPADU BERBASIS

Lebih terperinci

ABSTRAK KARAKTERISTIK PETERNAKAN DI LAHAN KERING

ABSTRAK KARAKTERISTIK PETERNAKAN DI LAHAN KERING POTENSI, MASALAH DAN UPAYA PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN KERING Abdullah Bamualim dan Wirdahayati R.B. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumbar ABSTRAK Peran peternakan sapi bagi pendapatan

Lebih terperinci

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN Penanggulangan Kerusakan Lahan Akibat Erosi Tanah OLEH: RESTI AMELIA SUSANTI 0810480202 PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan perekonomian Indonesia. Kekayaan alam Indonesia yang berlimpah

I. PENDAHULUAN. perkembangan perekonomian Indonesia. Kekayaan alam Indonesia yang berlimpah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor ekonomi andalan bagi perkembangan perekonomian Indonesia. Kekayaan alam Indonesia yang berlimpah dilengkapi dengan iklim tropis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu dibandingkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem,

PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, PENDAHULUAN Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, peluang pengembangannya sangat besar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan merupakan kunci keberhasilan

I. PENDAHULUAN. merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan merupakan kunci keberhasilan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peranan pakan dalam usaha bidang peternakan sangat penting karena merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan merupakan kunci keberhasilan produksi ternak. Jenis pakan

Lebih terperinci

PERMASALAHAN dan PENGEMBANGAN IRIGASI LAHAN KERING. di NUSA TENGGARA BARAT PENDAHULUAN

PERMASALAHAN dan PENGEMBANGAN IRIGASI LAHAN KERING. di NUSA TENGGARA BARAT PENDAHULUAN PERMASALAHAN dan PENGEMBANGAN IRIGASI LAHAN KERING di NUSA TENGGARA BARAT PENDAHULUAN Sebagian besar lahan di propinsi NTB berupa lahan kering 1.807.463 ha atau 84% dari luas wilayah NTB (Suwardji, 2004).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan yang mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia, yaitu dalam penyediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Sumberdaya lahan merupakan suatu sumberdaya alam yang sangat penting bagi mahluk hidup, dengan tanah yang menduduki lapisan atas permukaan bumi yang tersusun

Lebih terperinci

BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PRODUKSI TANAMAN PADI DAN PALAWIJA NTT (ANGKA TETAP 2009 DAN ANGKA RAMALAN II 2010) No. 03/07/53/Th.XIII, 1 Juli 2010 PUSO NTT 2010 MENGHAMBAT PENINGKATAN PRODUKSI PANGAN

Lebih terperinci

RESPON PETANI ATAS PROGRES PENGGEMUKAN TERNAK SAPI DI DESA TOBU, KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN

RESPON PETANI ATAS PROGRES PENGGEMUKAN TERNAK SAPI DI DESA TOBU, KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN RESPON PETANI ATAS PROGRES PENGGEMUKAN TERNAK SAPI DI DESA TOBU, KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN Didiek AB dan Sophia Ratnawaty Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) NTT ABSTRAK Sistem pengemukan

Lebih terperinci

V. Budidaya Agar budidaya TPT berhasil dengan balk diperlukan pengetahuan dan ketrampilan. Dalam keadaan tertentu modal yang cukup juga kadang-kadang

V. Budidaya Agar budidaya TPT berhasil dengan balk diperlukan pengetahuan dan ketrampilan. Dalam keadaan tertentu modal yang cukup juga kadang-kadang V. Budidaya Agar budidaya TPT berhasil dengan balk diperlukan pengetahuan dan ketrampilan. Dalam keadaan tertentu modal yang cukup juga kadang-kadang diperlukan. Oleh karena itu, untuk keberhasilan dalam

Lebih terperinci

POTENSI INTEGRASI TERNAK SAPI DENGAN JERUK KEPROK SOE DI DESA TOBU, KECAMATAN MOLLO UTARA KABUPATEN TTS

POTENSI INTEGRASI TERNAK SAPI DENGAN JERUK KEPROK SOE DI DESA TOBU, KECAMATAN MOLLO UTARA KABUPATEN TTS POTENSI INTEGRASI TERNAK SAPI DENGAN JERUK KEPROK SOE DI DESA TOBU, KECAMATAN MOLLO UTARA KABUPATEN TTS Didiek Agung Budianto dan Sophia Ratnawaty Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Timur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat dengan memperhatikan tiga prinsip yaitu secara ekologi tidak merusak. waktu, aman dan terjangkau bagi setiap rumah tangga.

I. PENDAHULUAN. masyarakat dengan memperhatikan tiga prinsip yaitu secara ekologi tidak merusak. waktu, aman dan terjangkau bagi setiap rumah tangga. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian, perkebunan dan kehutanan bertujuan untuk perbaikan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pendapatan masyarakat dengan memperhatikan

Lebih terperinci

Ekologi Padang Alang-alang

Ekologi Padang Alang-alang Ekologi Padang Alang-alang Bab 2 Ekologi Padang Alang-alang Alang-alang adalah jenis rumput tahunan yang menyukai cahaya matahari, dengan bagian yang mudah terbakar di atas tanah dan akar rimpang (rhizome)

Lebih terperinci

Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011 ISSN KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN. Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng

Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011 ISSN KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN. Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng Abstrak Sektor pertanian di Indonesia masih mempunyai peran yang penting, khususnya untuk mendukung program ketahanan

Lebih terperinci

BUDAYA MASYARAKAT DAN KEBAKARAN HUTAN (Studi Kasus di Desa Mio dan Desa Boentuka Kabupaten Timor Tengah Selatan Provinsi Nusa Tenggara Timur)

BUDAYA MASYARAKAT DAN KEBAKARAN HUTAN (Studi Kasus di Desa Mio dan Desa Boentuka Kabupaten Timor Tengah Selatan Provinsi Nusa Tenggara Timur) BUDAYA MASYARAKAT DAN KEBAKARAN HUTAN (Studi Kasus di Desa Mio dan Desa Boentuka Kabupaten Timor Tengah Selatan Provinsi Nusa Tenggara Timur) Oleh : Rahman Kurniadi dan I Made Widnyana Ringkasan Kebakaran

Lebih terperinci

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang beranekaragam termasuk lahan gambut berkisar antara 16-27 juta hektar, mempresentasikan 70% areal gambut di Asia Tenggara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk

I. PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk Indonesia. Perkembangan produksi tanaman pada (Oryza sativa L.) baik di Indonesia maupun

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Intervensi manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang makin

I. PENDAHULUAN. Intervensi manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang makin I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Intervensi manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang makin lama semakin meningkat telah menimbulkan berbagai permasalahan lingkungan. Salah satu permasalahan lingkungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peranan penting dalam meningkatkan perekonomian Indonesia melalui. perannya dalam pembentukan Produk Domestic Bruto (PDB), penyerapan

I. PENDAHULUAN. peranan penting dalam meningkatkan perekonomian Indonesia melalui. perannya dalam pembentukan Produk Domestic Bruto (PDB), penyerapan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sumber pendapatan yang memiliki peranan penting dalam meningkatkan perekonomian Indonesia melalui perannya dalam pembentukan Produk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Degradasi tanah merupakan isu penting dalam AGENDA 21, hal ini

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Degradasi tanah merupakan isu penting dalam AGENDA 21, hal ini PENDAHULUAN Latar Belakang Degradasi tanah merupakan isu penting dalam AGENDA 21, hal ini terkait dengan aspek ketahanan pangan dan kualitas lingkungan. Degradasi tanah menyebabkan penurunan LQ (land quality

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

Laboratorium Tanaman Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

Laboratorium Tanaman Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Laboratorium Tanaman Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Inilah Gambaran Peternak Dalam Mencari Hijauan Bagaimna Penanaman Rumput Pada Peternak Ruminansia Bagaimna Penanaman Rumput

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dunia. Kebutuhan jagung dunia mencapai 770 juta ton/tahun, 42%

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dunia. Kebutuhan jagung dunia mencapai 770 juta ton/tahun, 42% 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas jagung (Zea mays L.) hingga kini masih sangat diminati oleh masyarakat dunia. Kebutuhan jagung dunia mencapai 770 juta ton/tahun, 42% diantaranya merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan sektor yang terus. dikembangkan dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan sektor yang terus. dikembangkan dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan sektor yang terus dikembangkan dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional. Sektor pertanian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai dan Permasalahannya Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan adalah karunia alam yang memiliki potensi dan fungsi untuk menjaga keseimbangan lingkungan. Potensi dan fungsi tersebut mengandung manfaat bagi populasi manusia

Lebih terperinci

PENANAMAN Untuk dapat meningkatkan produksi hijauan yang optimal dan berkualitas, maka perlu diperhatikan dalam budidaya tanaman. Ada beberapa hal yan

PENANAMAN Untuk dapat meningkatkan produksi hijauan yang optimal dan berkualitas, maka perlu diperhatikan dalam budidaya tanaman. Ada beberapa hal yan Lokakarya Fungsional Non Peneliri 1997 PENGEMBANGAN TANAMAN ARACHIS SEBAGAI BAHAN PAKAN TERNAK Hadi Budiman', Syamsimar D. 1, dan Suryana 2 ' Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Jalan Raya Pajajaran

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Bahasan mengenai degradasi dan resiliensi (resilience) merupakan hal

TINJAUAN PUSTAKA. Bahasan mengenai degradasi dan resiliensi (resilience) merupakan hal TINJAUAN PUSTAKA Bahasan mengenai degradasi dan resiliensi (resilience) merupakan hal penting, karena terkait dengan sistim penggunaan lahan secara lestari. Bahasan tersebut merupakan salah satu kesimpulan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Kondisi Wilayah Kabupaten Gorontalo Kabupaten Gorontalo terletak antara 0 0 30 0 0 54 Lintang Utara dan 122 0 07 123 0 44 Bujur Timur. Pada tahun 2010 kabupaten ini terbagi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia Sapi lokal memiliki potensi sebagai penghasil daging dalam negeri. Sapi lokal memiliki kelebihan, yaitu daya adaptasi terhadap lingkungan tinggi, mampu

Lebih terperinci

AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN

AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN Noviana Khususiyah, Subekti Rahayu, dan S. Suyanto World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian cukup strategis dalam pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB). Selama sepuluh tahun terakhir, peranan sektor ini terhadap PDB menujukkan pertumbuhan

Lebih terperinci

gamal, sebagai salah satu mekanisme yang ditempuh oleh tanaman ini dalam mengatasi kekeringan (Nulik, 1994). Pemberian lamtoro campur rumput adatah ko

gamal, sebagai salah satu mekanisme yang ditempuh oleh tanaman ini dalam mengatasi kekeringan (Nulik, 1994). Pemberian lamtoro campur rumput adatah ko TEKNOLOGI PEMANFAATAN SILASE TANPA BAHAN PENGAWET SEBAGAI PAKAN TERNAK SAM DI NUSA TENGGARA TIMUR Sophia Ratnawaty, P. Th. Fernandez, D. Kana Hau 1 don Wirdahayati R.B 2) '" Balai Pengkajian Teknotogi

Lebih terperinci

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam ANNY MULYANI Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi) (sumber : SINAR TANI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia dan kawasan konservasi memiliki korelasi yang kuat. Suatu kawasan konservasi memiliki fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial sedangkan manusia memiliki peran

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN AKHMAD HAMDAN dan ENI SITI ROHAENI BPTP Kalimantan Selatan ABSTRAK Kerbau merupakan salah satu ternak ruminansia yang memiliki potensi

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Deskripsi Lokasi Lokasi usaha peternakan sapi perah PT. Rejo Sari Bumi Unit Tapos terletak di Jalan Veteran 3 Kp. Tapos Desa Citapen Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN Emlan Fauzi Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar dari suatu bangsa. Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sudah mencapai sekitar 220

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Hijauan merupakan sumber pakan utama bagi ternak ruminansia.

PENGANTAR. Latar Belakang. Hijauan merupakan sumber pakan utama bagi ternak ruminansia. PENGANTAR Latar Belakang Hijauan merupakan sumber pakan utama bagi ternak ruminansia. Produktivitas ternak ruminansia sangat ditentukan oleh ketersediaan pakan yang berkualitas secara cukup dan berkesinambungan.

Lebih terperinci

BUDAYA MASYARAKAT DAN KEBAKARAN HUTA

BUDAYA MASYARAKAT DAN KEBAKARAN HUTA BUDAYA MASYARAKAT DAN KEBAKARAN HUTAN (Studi Kasus di Desa Mio dan Desa Boentuka Kabupaten Timor Tengah Selatan Provinsi Nusa Tenggara Timur) Oleh: Rahman Kurniadi dan I Made Widnyana RINGKASAN Kebakaran

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PENGGEMUKAN SAPI BALI MELALUI PENDEKATAN KANDANG KOLEKTIF DI KECAMATAN INSANA, KABUPATEN TTU

PERKEMBANGAN PENGGEMUKAN SAPI BALI MELALUI PENDEKATAN KANDANG KOLEKTIF DI KECAMATAN INSANA, KABUPATEN TTU PERKEMBANGAN PENGGEMUKAN SAPI BALI MELALUI PENDEKATAN KANDANG KOLEKTIF DI KECAMATAN INSANA, KABUPATEN TTU Amirudin Pohan, Sophia Ratnawaty dan Hendrik H. Marawali Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

V. DESKRIPSI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR 61 V. DESKRIPSI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR 5.1. Keadaaan Geografis dan Administrasi Daerah Provinsi NTT terletak antara 8 0-12 0 Lintang Selatan dan 118 0-125 0 Bujur Timur. Luas wilayah daratan 48 718.10

Lebih terperinci

Siti Nurul Kamaliyah. SISTEM TIGA STRATA (Three Strata Farming System)

Siti Nurul Kamaliyah. SISTEM TIGA STRATA (Three Strata Farming System) Siti Nurul Kamaliyah SISTEM TIGA STRATA (Three Strata Farming System) DEFINISI Suatu cara penanaman & pemotongan rumput, leguminosa, semak & pohon shg HMT tersedia sepanjang rahun : m. hujan : rumput &

Lebih terperinci

LUMBUNG PAKAN RUMINANSIA. Bernadete Barek Koten 1), Lilo J.M. Ch. Kalelado 1) dan Redempta Wea 1)

LUMBUNG PAKAN RUMINANSIA. Bernadete Barek Koten 1), Lilo J.M. Ch. Kalelado 1) dan Redempta Wea 1) LUMBUNG PAKAN RUMINANSIA Bernadete Barek Koten 1), Lilo J.M. Ch. Kalelado 1) dan Redempta Wea 1) 1) Politeknik Pertanian Negeri Kupang Email bernadete_koten@yahoo.com ABSTRAK Sebuah kegiatan I b M dalam

Lebih terperinci

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BAB VI. PERSIAPAN LAHAN Rizka Novi Sesanti KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penelitian Pembangunan sektor pertanian melalui peningkatan kontribusi subsektor tanaman pangan dan hortikultura merupakan salah satu upaya untuk memperkuat perekonomian

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan ekosistem alami yang sangat kompleks dan juga merupakan salah satu gudang plasma nutfah tumbuhan karena memiliki berbagai spesies tumbuhan. Selain itu,

Lebih terperinci

Penggunaan Lahan Pertanian dan Arah Pengembangan ke Depan

Penggunaan Lahan Pertanian dan Arah Pengembangan ke Depan Penggunaan Lahan Pertanian dan Arah Pengembangan ke Depan Oleh: Anny Mulyani, Fahmuddin Agus, dan Subagyo Penggunaan Lahan Pertanian Dari total luas lahan Indonesia, tidak terrnasuk Maluku dan Papua (tidak

Lebih terperinci

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu BAB I PENDAHULUAN Pembangunan pertanian merupakan bagian integral daripada pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur (Ditjen Tanaman Pangan, 1989). Agar pelaksanaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi. Di

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi. Di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi. Di Indonesia salah satu tanaman pangan yang penting untuk dikonsumsi masyarakat selain padi dan jagung

Lebih terperinci

MODEL SISTEM USAHATANI BERBASIS KONSERVASI SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN DAN PENYULUHAN BAGI PETANI LAHAN KERING DI KABUPATEN ENDE

MODEL SISTEM USAHATANI BERBASIS KONSERVASI SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN DAN PENYULUHAN BAGI PETANI LAHAN KERING DI KABUPATEN ENDE MODEL SISTEM USAHATANI BERBASIS KONSERVASI SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN DAN PENYULUHAN BAGI PETANI LAHAN KERING DI KABUPATEN ENDE Yohanes Leki Seran, Medo Kote dan Sophia Ratnawaty Balai Pengkajian Teknologi

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI

BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Gambaran Umum Lahan Kering Tantangan penyediaan pangan semakin hari semakin berat. Degradasi lahan dan lingkungan, baik oleh gangguan manusia maupun

Lebih terperinci

PENDAHULLUAN. Latar Belakang

PENDAHULLUAN. Latar Belakang PENDAHULLUAN Latar Belakang Tanaman kakao sebagai salah satu komoditas andalan subsektor perkebunan Propinsi Sulawesi Tenggara banyak dikembangkan pada topografi berlereng. Hal ini sulit dihindari karena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan kebutuhan hidup manusia, tidak dapat dipungkiri bahwa tekanan terhadap perubahan lingkungan juga akan meningkat

Lebih terperinci

KELAYAKAN KOMPETITIF TEKNOLOGI SILASE DALAM PENGGEMUKAN SAPI DI KABUPATEN TTU, NUSA TENGGARA TIMUR

KELAYAKAN KOMPETITIF TEKNOLOGI SILASE DALAM PENGGEMUKAN SAPI DI KABUPATEN TTU, NUSA TENGGARA TIMUR KELAYAKAN KOMPETITIF TEKNOLOGI SILASE DALAM PENGGEMUKAN SAPI DI KABUPATEN TTU, NUSA TENGGARA TIMUR Didiek AB, Sophia Ratnawaty dan H.H. Marawali Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Timur

Lebih terperinci

LAPORAN KEGIATAN Pengendali Ekosistem Hutan PENGUMPULAN DATA DAN INFORMASI PRODUKTIFITAS SAVANA BEKOL PADA MUSIM PENGHUJAN

LAPORAN KEGIATAN Pengendali Ekosistem Hutan PENGUMPULAN DATA DAN INFORMASI PRODUKTIFITAS SAVANA BEKOL PADA MUSIM PENGHUJAN LAPORAN KEGIATAN Pengendali Ekosistem Hutan PENGUMPULAN DATA DAN INFORMASI PRODUKTIFITAS SAVANA BEKOL PADA MUSIM PENGHUJAN TAMAN NASIONAL BALURAN 2006 I. PENDAHULUAN a. Latar Belakang Savana merupakan

Lebih terperinci

Alang-alang dan Manusia

Alang-alang dan Manusia Alang-alang dan Manusia Bab 1 Alang-alang dan Manusia 1.1 Mengapa padang alang-alang perlu direhabilitasi? Alasan yang paling bisa diterima untuk merehabilitasi padang alang-alang adalah agar lahan secara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Hutan sebagai sumberdaya alam mempunyai manfaat yang penting bagi

PENDAHULUAN. Hutan sebagai sumberdaya alam mempunyai manfaat yang penting bagi PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai sumberdaya alam mempunyai manfaat yang penting bagi kehidupan manusia baik secara ekonomi, ekologi dan sosial. Dalam Undangundang Nomor 41 Tahun 1999 disebutkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150 TAHUN 2000 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150 TAHUN 2000 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.legalitas.org PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150 TAHUN 2000 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tanah sebagai

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rusa timor (Rusa timorensis Blainville 1822) merupakan salah satu jenis satwa liar yang hidup tersebar pada beberapa wilayah di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa sampai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya/Papua. Dari 168 juta hektar lahan

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya/Papua. Dari 168 juta hektar lahan I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Luas daratan Indonesia seluruhnya adalah 2000 juta hektar. Sekitar 168 juta hektar atau 81% tersebar di empat pulau besar selain di pulau Jawa, yaitu Sumatera, Kalimantan,

Lebih terperinci

PRODUKSI TERNAK DALAM SISTEM PEMELIHARAAN TERPADU DI KEBUN PERCOBAAN LILI, BPTP NTT

PRODUKSI TERNAK DALAM SISTEM PEMELIHARAAN TERPADU DI KEBUN PERCOBAAN LILI, BPTP NTT PRODUKSI TERNAK DALAM SISTEM PEMELIHARAAN TERPADU DI KEBUN PERCOBAAN LILI, BPTP NTT A.Rubianti, P.Th.Fernandez dan H.H. Marawali. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) NTT ABSTRAK Penelitian tentang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terutama pangan dan energi dunia, termasuk Indonesia akan dihadapkan pada

I. PENDAHULUAN. terutama pangan dan energi dunia, termasuk Indonesia akan dihadapkan pada I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Peningkatan jumlah penduduk akan terus menuntut pemenuhan kebutuhan dasar terutama pangan dan energi dunia, termasuk Indonesia akan dihadapkan pada krisis

Lebih terperinci

PENGENDALIAN INFEKSI CACING HATI PADA SAPI OLeh : Akram Hamidi

PENGENDALIAN INFEKSI CACING HATI PADA SAPI OLeh : Akram Hamidi PENGENDALIAN INFEKSI CACING HATI PADA SAPI OLeh : Akram Hamidi PENDAHULUAN Infeksi cacing hati (fasciolosis) pada ternak ruminansia (sapi dan kerbau) di Indonesia merupakan penyakit parasiter yang disebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rawa merupakan sebutan bagi semua lahan yang tergenang air, yang penggenangannya dapat bersifat musiman ataupun permanen dan ditumbuhi oleh tumbuhan (vegetasi). Di Indonesia

Lebih terperinci

Dampak pada Tanah, Lahan dan Ruang Dampak pada Komponen Udara Dampak pada Kualitas Udara Dampak pada Komponen Iklim Dampak pada Fauna dan Flora

Dampak pada Tanah, Lahan dan Ruang Dampak pada Komponen Udara Dampak pada Kualitas Udara Dampak pada Komponen Iklim Dampak pada Fauna dan Flora AMDAL (AGR77) Dampak pada Tanah, Lahan dan Ruang Dampak pada Komponen Udara Dampak pada Kualitas Udara Dampak pada Komponen Iklim Dampak pada Fauna dan Flora Dampak pada Komponen Iklim Dampak pada Hidroorologis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan Menurut Lillesand dan Kiefer (1997) penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Penggunaan lahan juga diartikan sebagai setiap

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bercocok tanam. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, peluang

I. PENDAHULUAN. bercocok tanam. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, peluang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor penting bagi perekonomian Indonesia. Hal ini dikarenakan kondisi alam dan luas areal lahan pertanian yang memadai untuk bercocok tanam.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara yang bergerak dibidang pertanian.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara yang bergerak dibidang pertanian. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu Negara yang bergerak dibidang pertanian. Sekitar 60% penduduknya tinggal di daerah pedesaan dan bermata pencaharian sebagai

Lebih terperinci

AKTIFITAS ILLEGAL DI DALAM KAWASAN HUTAN. Penebangan Liar Pencurian Kayu Perambahan Hutan Perladangan Liar Pengembalaan Liar

AKTIFITAS ILLEGAL DI DALAM KAWASAN HUTAN. Penebangan Liar Pencurian Kayu Perambahan Hutan Perladangan Liar Pengembalaan Liar AKTIFITAS ILLEGAL DI DALAM KAWASAN HUTAN Penebangan Liar Pencurian Kayu Perambahan Hutan Perladangan Liar Pengembalaan Liar HUTAN TERANCAM Indonesia Kehilangan hutan asli 72% (Walhi, 2009) Luas Hutan dan

Lebih terperinci

INTRODUKSI PAKAN TERNAK DI LOKASI PRIMATANI, DESA TOBU, KECAMATAN MOLLO UTARA, KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN

INTRODUKSI PAKAN TERNAK DI LOKASI PRIMATANI, DESA TOBU, KECAMATAN MOLLO UTARA, KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN INTRODUKSI PAKAN TERNAK DI LOKASI PRIMATANI, DESA TOBU, KECAMATAN MOLLO UTARA, KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN Paskalis Th. Fernandez dan Sophia Ratnawaty Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) NTT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya lahan merupakan komponen sumberdaya alam yang ketersediaannya sangat terbatas dan secara relatif memiliki luas yang tetap serta sangat bermanfaat

Lebih terperinci

Lahan rawa untuk budidaya tanaman pangan berwawasan lingkungan Sholehien

Lahan rawa untuk budidaya tanaman pangan berwawasan lingkungan Sholehien Perpustakaan Universitas Indonesia >> UI - Tesis (Membership) Lahan rawa untuk budidaya tanaman pangan berwawasan lingkungan Sholehien Deskripsi Dokumen: http://lib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=74226&lokasi=lokal

Lebih terperinci

ANALISIS TIME SERIES TERHADAP PENGELOLAAN SUT KACANG HIJAU BELU (klon berhipokotil Putih) DI LAHAN KERING SETELAH PANEN JAGUNG

ANALISIS TIME SERIES TERHADAP PENGELOLAAN SUT KACANG HIJAU BELU (klon berhipokotil Putih) DI LAHAN KERING SETELAH PANEN JAGUNG ANALISIS TIME SERIES TERHADAP PENGELOLAAN SUT KACANG HIJAU BELU (klon berhipokotil Putih) DI LAHAN KERING SETELAH PANEN JAGUNG Yohanes Leki Seran Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTT ABSTRAK Lahan

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar

PENGANTAR. Latar Belakang. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar PENGANTAR Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar dalam pengembangan sektor peternakan dalam rangka mendukung upaya pemerintah dalam program pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yaitu : Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air,

Lebih terperinci