PENDAHULUAN. Latar Belakang. Degradasi tanah merupakan isu penting dalam AGENDA 21, hal ini

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENDAHULUAN. Latar Belakang. Degradasi tanah merupakan isu penting dalam AGENDA 21, hal ini"

Transkripsi

1 PENDAHULUAN Latar Belakang Degradasi tanah merupakan isu penting dalam AGENDA 21, hal ini terkait dengan aspek ketahanan pangan dan kualitas lingkungan. Degradasi tanah menyebabkan penurunan LQ (land quality = kualitas lahan) dan kesesuaiannya untuk penggunaan tertentu. Tanah merupakan salah satu faktor penyusun lahan yang rentan terhadap proses degradasi. Menurut FAO (1977) degradasi tanah merupakan satu atau lebih proses terjadinya penurunan kemampuan tanah secara aktual atau potensial untuk memproduksi barang dan jasa. Karakteristik dan klasifikasi tanah terdegradasi yang dikenal secara umum adalah GLASOD atau Globall Assessment of Current Status of Human-induced Soil Degradation (Oldeman 1994 a ). GLASOD merupakan metode pengkajian degradasi tanah akibat pengaruh manusia dalam skala global dengan penekanan faktor eksternal erosi air dan angin, serta faktor internal memburuknya sifat kimia dan fisik tanah. Kajian degradasi tanah yang menggunakan metode GLASOD di tingkat regional Asia Selatan dan Asia Tenggara dikenal sebagai ASSOD atau Assessment of the Status of Human-induced Soil Degradation in South and Southeast Asia (Lynden dan Oldeman 1997). Tipe degradasi tanah yang digunakan sebagai dasar kajian GLASOD maupun ASSOD masih secara umum menggunakan sifat-sifat tanah dan belum menekankan pada LUT (Land Utilization Type = tipe penggunaan lahan) tertentu. Klasifikasi degradasi tanah di Indonesia juga telah dilakukan dan tidak jauh dari ASSOD, namun setiap klasifikasinya berbeda-beda berdasarkan tujuan yang ingin diperoleh; demikian juga istilah degradasi tanah juga tidak seragam.

2 2 Menurut Suwardjo et al. (1996) klasifikasi degradasi tanah di sektor kehutanan lebih menekankan pada aspek hidrologi lahan didasarkan pada tingkat penutupan lahan dan kurang menekankan pada kondisi tanahnya. Sektor transmigrasi lebih menekankan melihat degradasi tanah sebagai lahan marjinal, yaitu lahan yang pernah dibuka dan digunakan untuk pertanian namun saat ini produksinya sangat rendah. Lahan marjinal umumnya menjadi lahan tidur bervegetasi semak belukar, rumput-rumputan, dan wilayah ladang berpindah. Sektor pertanian mengartikan degradasi tanah sebagai lahan kritis dengan berbagai tingkatan yang mempengaruhi produktivitas tanah tersebut. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 150/2000 tentang pengendalian kerusakan tanah untuk biomassa, menggunakan istilah degradasi tanah sebagai kerusakan tanah untuk produksi biomassa. Kerusakan tanah untuk produksi biomassa adalah berubahnya sifat dasar tanah melampaui kriteria baku kerusakan tanah. Kriteria baku kerusakan tanah tingkat nasional yang terlampir pada peraturan pemerintah tersebut tidak bersifat komprehensif dan sangat umum, sedangkan kriteria baku kerusakan tanah tingkat daerah umumnya belum tersusun. Kondisi ini sangat memprihatinkan, dilain pihak pada tahuntahun terakhir ini bencana alam yang terkait degradasi tanah seringkali terjadi. Ekologis umumnya membagi degradasi dalam dua aspek terhadap kondisi perubahan lingkungan dalam penelitian-penelitian ekosistem, yaitu: 1) resistensi (resistance), kemampuan suatu ekosistem bertahan seperti ekosistem semula dan tidak berubah setelah terjadi gangguan, dan 2) resiliensi (resilience), kemampuan ekosistem pulih ke kondisi semula setelah lenyapnya gangguan.

3 3 Hal tersebut sesuai yang diungkapkan Tengberg dan Stocking (2001) bahwa degradasi tanah memiliki tingkatan yang beragam, tergantung daya dukung tanah bersangkutan, yaitu sensitivitas atau kerapuhan/fragilitas tanah serta resiliensi. Menurut Szabolcs (1994) resiliensi yaitu kemampuan tanah untuk memperbaharui (renewable) atau melakukan regenerasi dirinya sendiri setelah berbagai macam pemburukan (deterioration) dan degradasi telah hilang. Resiliensi tanah merupakan hal baru yang memerlukan penelitianpenelitian jangka panjang. Resiliensi dapat diketahui melalui penetapan indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur kemampuan tanah untuk berfungsi kembali (restore) atau pulih (recovery) (Seybold et al. 1999). Indikator-indikator tentang degradasi maupun resiliensi lahan yang saat ini banyak digunakan umumnya masih menggunakan sifat-sifat tanah, yaitu: sifat fisik, kimia, maupun biologi atau dikenal sebagai LC (land characteristic) atau karakteristik lahan. Pengertian LC adalah atribut lahan yang dapat diukur dan diperkirakan. Jika LC digunakan secara langsung dalam evaluasi lahan, maka akan timbul masalah yang terkait adanya interaksi antar LC tersebut. Kelemahan LC yang digunakan sebagai indikator penilaian degradasi dan resiliensi saat ini juga disebabkan tidak berhubungan langsung dengan kebutuhan spesifik penggunaan lahan. Akibatnya indikator-indikator tersebut yang saat ini digunakan kurang dapat menjelaskan tingkatan produksi atau manfaat yang akan diperoleh dari suatu LUT tertentu. Maka perlu disusun indikator degradasi berdasarkan LQ (land quality), karena LQ berhubungan erat dengan penggunaan suatu LUT, sehingga dapat menggambarkan produksi dugaan atau manfaat LUT.

4 4 Penggunaaan lahan tentu tergantung kepada atribut LUT yang memiliki tujuan khusus. Setiap atribut penyusun LUT memiliki kriteria tertentu, satu saja atribut dari salah satu atribut penyusun LUT berbeda, maka akan memberikan perbedaan terhadap produksi atau manfaat yang dihasilkan. Berdasarkan hal tersebut, maka nilai besaran indikator-indikator untuk mengklasifikasikan tingkatan degradasi dan resiliensi lahan akan berubah sesuai dengan atribut LUTnya. Tanah-tanah yang menyusun lahan kering umumnya marjinal, bereaksi masam, kandungan basa-basa rendah, kadar aluminium tinggi, serta peka erosi. Tanah-tanah tersebut saat ini merupakan tumpuan produksi biomassa, baik sebagai sumber pangan maupun sumber energi yang dapat diperbaharui. Penggunaan tanah-tanah di lahan kering yang melampaui daya dukung lahan akibat penggunaan lahan yang tidak berbasis konservasi dan kesesuaian penggunaan lahan akan mempercepat dan meningkatkan terjadinya proses-proses degradasi tanah. Di Provinsi Kalimantan Tengah degradasi tanah yang mengakibatkan lahan kritis mencapai 1,76 juta hektar pada awal tahun 1999/2000 (BPS 2001). Degradasi tersebut umumnya terjadi pada lahan kering yang meliputi 4,78 juta hektar atau 31,34% dari luas Kalimantan Tengah (Puslittanak 1995). Penggunaan lahan umumnya selain untuk tanaman pangan juga digunakan untuk pengusahaan tanaman perkebunan. Berdasarkan hal tersebut di atas maka diperlukan penelitian mengenai karakteristik degradasi tanah berdasarkan kemampuan tanah untuk memproduksi biomassa melalui penggunaan LQ pada berbagai LUT. Penggunaan LQ untuk

5 5 berbagai LUT sebagai parameter degradasi tanah ditujukan untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan kesesuaian lahan serta produksi yang dihasilkan masing-masing LUT. Selain itu diperlukan juga penelitian tentang resiliensi tanah berdasarkan restorasi LQ yang terdegradasi melalui lama pemberaan. Permasalahan Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan klasifikasi degradasi tanah yang sudah ada adalah belum menggambarkan besarnya penurunan kemampuan tanah yang mengalami degradasi terutama terhadap produksi biomassa. Permasalahan yang lain adalah klasifikasi degradasi tanah yang sudah ada selain tidak mampu menunjukkan besarnya penurunan produksi biomassa pada tanah yang mengalami degradasi, juga belum dapat menunjukkan penurunan produksi apabila tanah yang terdegradasi digunakan untuk berbagai jenis penggunaan lahan yang berbeda. Hal ini didasarkan bahwa tipe penggunaan lahan yang berbeda-beda akan membutuhkan persyaratan (requirement) yang berbeda pula. Permasalahan lainnya pada klasifikasi degradasi tanah yang sudah ada adalah klasifikasi tersebut kurang logis, karena menganggap bahwa tanah tidak memiliki keragaman dalam sifat-sifatnya. Hal itu dikarenakan klasifikasi degradasi tanah masih bersifat umum, dan akan sangat fatal apabila digunakan untuk mengklasifikasikan jenis tanah yang secara alami memiliki sifat tanah yang kurang baik. Sebagai contoh adalah Spodosol walaupun tidak terdegradasi namun karena sifat tanah secara alaminya kurang baik dan lebih rendah dari tolok ukur

6 6 yang digunakan oleh klasifikasi degradasi tanah yang sudah ada, maka tanah tersebut masuk dalam tanah terdegradasi. Terkait dengan resiliensi, maka klasifikasi resiliensi tanah hingga saat ini secara nasional belum dikenal. Ketiadaan informasi faktor-faktor utama resiliensi berdampak pada kurang tepatnya upaya penggunaan dan pengelolaan lahan untuk berbagai peruntukan pertanian dan non pertanian, serta upaya pemulihan tanah terdegradasi melalui proses alami maupun antropogenik. Diketahuinya faktor yang memberikan pengaruh resiliensi akan mempercepat dan lebih memberikan peluang keberhasilan upaya rehabilitasi tanah terdegradasi. Kerangka Pemikiran Tanah yang mengalami degradasi umumnya digolong-golongkan berdasarkan penurunan sifat-sifat lahannya (LC), namun penggunaan indikator LC tersebut tidak mampu menunjukkan sejauh mana degradasi yang terjadi menimbulkan penurunan produksi barang (komoditas) maupun jasa. Salah satu upaya agar klasifikasi degradasi tanah mampu menunjukkan besarnya penurunan produksi maka digunakan kualitas lahan (LQ), karena LQ berhubungan erat dengan LUT dan dapat digunakan menduga besarnya produksi komoditas lebih tepat dibandingkan LC. Menurut Sys et al. (1991 a,b ) keuntungan penggunaan LQ antara lain: 1) LQ berkaitan langsung terhadap kebutuhan spesifik penggunaan lahan, 2) LQ dapat menghitung interaksi antara faktor-faktor lingkungan, 3) jumlah keseluruhan LQ lebih rendah dibandingkan LC. Kondisi LQ yang mengalami penurunan sangat berpengaruh terhadap penggunaan lahan, sebab LQ untuk penggunaan yang berbeda akan memiliki kepekaan yang berbeda terhadap macam dan derajat degradasi yang terjadi.

7 7 Klasifikasi degradasi tanah hendaknya mampu menunjukkan penurunan produksi biomassa, jika dibandingkan kemampuan tanah alaminya memproduksi biomassa pada penggunaan lahan yang sama. Klasifikasi degradasi tanah dapat menjawab pertanyaan tersebut apabila menggunakan tolok ukur penurunan produksi melalui penggunaan LQ, dan juga berdasarkan LUT. Dengan demikian akan diketahui jenis penggunaaan lahan yang berdampak besar dan jenis penggunaan lahan yang berdampak kecil pada degradasi tanah. Penggunaan tolok ukur yang umum pada klasifikasi degradasi tanah yang sudah ada tidak menggambarkan keragaman jenis tanah, maka sebaiknya digunakan tolok ukur spesifik berdasarkan jenis tanah yang sama dengan jenis tanah yang akan diklasifikasikan. Tolok ukur setiap jenis tanah didasarkan pada tanah yang tidak terdegradasi atau belum terdegradasi, maka tolok ukur didasarkan pada tanah yang diambil di unit lahan hutan dengan asumsi tanah tersebut belum atau tidak mengalami degradasi. Konsekuensi penggunaan tolok ukur ini adalah bahwa setiap jenis tanah akan memiliki tolok ukur sendiri-sendiri. Karena keragaman sifat-sifat tanah disebabkan berbagai aspek faktor pembentuk tanah antara lain kondisi iklim, bahan induk, vegetasi, topografi, dan waktu, maka klasifikasi degradasi tanah secara lateral dibatasi selama ada kesamaan faktor-faktor pembentukan tanah. Aspek penting yang perlu diperhatikan adalah perlu digunakannya asas penggunaan yang lestari atau berkelanjutan, lestari diartikan bahwa tanah dapat digunakan terus-menerus tanpa mengalami penurunan sifat atau kualitas lahannya, atau diartikan bahwa penggunaan tanah oleh generasi sekarang untuk mencukupi kebutuhannya tidak akan mengurangi atau menghambat kepada generasi yang

8 8 akan datang untuk memenuhi kebutuhannya dari penggunaan tanah. Dengan demikian jenis penggunaan tanah yang lestari dan berkelanjutan tidak hanya memperhatikan keuntungan ekonomi jangka pendek, namun juga berdasarkan asas kelestarian sumberdaya tanah. Pengetahuan tentang resistensi dan resiliensi tanah hingga saat ini masih banyak berupa konsep dan hipotesis, sehingga perlu dilakukan penelitian yang mendalam untuk keberhasilan upaya rehabilitasi tanah terdegradasi. Blaikie dan Brookfield (1987 dalam Barrow 1991) menyatakan bahwa lahan dengan sensitivitas tinggi/resiliensi rendah umumnya terdapat di wilayah tropika dan subtropika akibat perubahan radikal seperti konversi hutan menjadi lahan tanaman pangan, dibandingkan konversi hutan untuk tanaman perkebunan. Penelitian resiliensi tanah yang umum dilakukan merupakan penelitian jangka panjang, dan pada lokasi yang sama yang diamati secara periodik. Dalam penelitian ini digunakan cara untuk memperpendek jangka waktu penelitian tersebut, yaitu melalui penggunaan contoh tanah dari jangka waktu tertentu pada lahan yang diberakan atau lahan yang ditelantarkan. Lahan tersebut oleh masyarakat dikenal sebagai lahan tidur, yaitu lahan yang pernah dibuka untuk diusahakan penanaman tanaman kemudian dibiarkan kembali. Umumnya pemberaan lahan dalam jangka panjang (lahan tidur) merupakan upaya revegetasi secara alami. Pemberaan lahan setelah digunakan untuk pertanian tanaman pangan berfungsi untuk mencapai kondisi keseimbangan sumberdaya lahan. Pemberaan umumnya mampu memperbaiki ketersediaan hara melalui penyerapan perakaran dalam oleh tanaman belukar hingga tegakan pohon. Serasah dari tanaman pada periode bera akan memberikan tambahan hara

9 9 yang berasal dari lapisan tanah dalam. Selain itu penyerapan hara tanaman selama periode bera tidak setinggi tanaman pertanian, bahkan pemupukan pada tanaman pertanian akan menyebabkan tanaman tersebut menyerap hara tanah lebih intensif dan memicu pelepasan hara meningkat. Dampaknya cadangan hara pada tanah akan banyak terkuras. Melalui pemberaan maka penyerapan hara tidak sekuat tanaman pertanian, sehingga pelepasan hara mampu menyediakan kebutuhan hara vegetasi dalam periode bera. Dan pada akhirnya pemberaan meningkatkan kualitas lahan. Namun, jika proses-proses diatas tidak dapat dipenuhi, maka pemberaan akan gagal meningkatkan kualitas lahan. Jangka waktu lahan tidur yang digunakan dijenjang lima tahunan, diawali dari lahan hutan sebagai titik nol, kemudian dilanjutkan pada jangka waktu lahan tidur 20 tahun, 15 tahun, 10 tahun, 5 tahun dan lahan yang baru saja digunakan untuk pertanian. Penggunaan lahan pertanian diperlukan untuk melihat degradasi lahan seperti asumsi yang berlaku umum. Jenjang waktu pengamatan berjangka lima tahunan diharapkan mampu menunjukkan apakah telah terjadi resiliensi dan dapat diketahui waktu elastisitasnya yaitu kecepatan lahan untuk pulih kembali seperti kondisi semula setelah terganggu akibat aktivitas manusia dalam mengusahakan lahan. Penelitian terhadap resiliensi tanah didasarkan kepada lama pemberaan dan juga terhadap berbagai jenis tanah akan memberikan informasi yang berharga bagi pengelolaan lahan kering. Upaya penggunaan lahan secara lestari dan mencegah degradasi akan lebih baik jika mengetahui resistensi dan resiliensi lahan, terutama LQ yang menjadi faktor penentu dominan (Gambar 1). Kualitas lahan dipilih berdasarkan faktor utama yang akan mempengaruhi produksi

10 10 Kelestarian Sumberdaya Lahan Ketahanan Pangan Menurun Meningkat Atribut LUT LQ Produce Teknologi w f n t e d Produksi dugaan Indeks LQ Indeks Lahan KKL Tanah Unit Lahan Hutan Sebagai Tolok Ukur Tanah Unit Lahan Pertanian/Bun LUT yang diklasifikasikan - Degradasi + Resiliensi Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian.

11 11 sekaligus mempengaruhi kondisi tanah adalah: LQ ketersediaan air (LQw), LQ genangan (LQf), LQ ketersediaan hara (LQn), LQ toksisitas aluminium (LQt), LQ ketahanan tanah terhadap erosi (LQe), dan LQ deteriorasi tanah secara antropogenik (LQd). Jenis penggunaan lahan di tanah-tanah di lahan kering Kalimantan Tengah yang perlu dikaji antara lain untuk menjawab pertanyaan penting, yaitu: Bagaimana pengunaan lahan saat ini, dan apa akibatnya bila penggunaan lahan saat ini tidak mengalami perubahan. Perbaikan apa saja yang perlu dilakukan dalam tindakan pengelolaan saat ini. Apakah penggunaan lahan selain lahan yang ada saat ini memungkinkan dilakukan secara fisik, dan relevan secara ekonomi dan sosial. Apakah penggunaaan lahan tersebut memungkinkan untuk mencapai produksi dan manfaat-manfaat lain secara berkelanjutan. Selain itu untuk menentukan faktor pemicu degradasi, atau mencapai resiliensi pada tanah yang digunakan untuk budidaya komoditas yang umum diusahakan di Kalimantan Tengah, yaitu: padi, kedelai, karet, dan kelapa sawit. Komoditas yang digunakan mewakili tanaman pangan dan tanaman perkebunan, sehingga dapat dilihat dampak penggunaan lahan untuk tanaman tersebut terhadap degradasi ataupun resiliensi di tanah di lahan kering Kalimantan Tengah. Novelty Klasifikasi resiliensi tanah belum tersusun di Indonesia, sehingga penelitian ini sebagai awal untuk menetapkan klasifikasi resiliensi tanah berdasarkan indeks lahan. Klasifikasi resiliensi didasarkan pada penggunaan kualitas lahan dan tipe penggunaan lahan tertentu yang akan menunjukkan kecepatan pemulihan tanah yang digunakan untuk penggunaan lahan tertentu.

12 12 Selain itu juga menetapkan indikator-indikator untuk mengenal resiliensi tanah pada berbagai jenis tanah dan lokasi penyebarannya. Tujuan 1. Karakterisasi dan klasifikasi tanah terdegradasi di lahan kering Kalimantan Tengah berdasarkan penurunan indeks lahan dan kelas kesesuaian lahan pada LUT padi lokal, LUT padi-kedelai, LUT padi-padi-kedelai, LUT karet, dan LUT kelapa sawit. 2. Menetapkan jenis tanah dan jenis penggunaan lahan yang berpotensi terdegradasi dan teresiliensi, serta indikator utama resiliensi jenis tanah. Manfaat 1. Klasifikasi tanah terdegradasi dengan menggunakan kriteria penurunan LQ memberikan manfaat untuk upaya perbaikan lahan terdegradasi didasarkan atas perbaikan LQ yang memburuk. 2. Klasifikasi tanah terdegradasi dapat memberikan pedoman pengelolaan wilayah untuk pemerintah propinsi maupun kabupaten/kota agar lebih hatihati dalam penetapan penggunaan lahan.

TINJAUAN PUSTAKA. Bahasan mengenai degradasi dan resiliensi (resilience) merupakan hal

TINJAUAN PUSTAKA. Bahasan mengenai degradasi dan resiliensi (resilience) merupakan hal TINJAUAN PUSTAKA Bahasan mengenai degradasi dan resiliensi (resilience) merupakan hal penting, karena terkait dengan sistim penggunaan lahan secara lestari. Bahasan tersebut merupakan salah satu kesimpulan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan lingkungan seperti banjir, erosi dan longsor terjadi dimana-mana pada musim penghujan, sedangkan pada musim kemarau terjadi kekeringan dan kebakaran hutan

Lebih terperinci

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang beranekaragam termasuk lahan gambut berkisar antara 16-27 juta hektar, mempresentasikan 70% areal gambut di Asia Tenggara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi lahan kering untuk menunjang pembangunan pertanian di Indonesia sangat besar yaitu 148 juta ha (78%) dari total luas daratan Indonesia sebesar 188,20 juta ha

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan nasional, pengembangan pertanian di lahan kering mempunyai harapan besar untuk mewujudkan pertanian yang tangguh di Indonesia, mengingat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan tropis di Indonesia meliputi areal seluas 143 juta hektar dengan berbagai tipe dan peruntukan (Murdiyarso dan Satjaprapdja, 1997). Kerusakan hutan (deforestasi) masih

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumberdaya alam merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu ekosistem, yaitu lingkungan tempat berlangsungnya hubungan timbal balik antara makhluk hidup yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sistem yang kompleks dan terdiri dari komponen utama seperti vegetasi (hutan), tanah, air, manusia dan biota lainnya. Hutan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya lahan merupakan tumpuan kehidupan manusia dalam pemenuhan kebutuhan pokok pangan dan kenyamanan lingkungan. Jumlah penduduk yang terus berkembang sementara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan kebutuhan hidup manusia, tidak dapat dipungkiri bahwa tekanan terhadap perubahan lingkungan juga akan meningkat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kualitas Tanah. Secara umum kualitas tanah (soil quality) didefenisikan sebagai kapasitas

TINJAUAN PUSTAKA. Kualitas Tanah. Secara umum kualitas tanah (soil quality) didefenisikan sebagai kapasitas TINJAUAN PUSTAKA Kualitas Tanah Secara umum kualitas tanah (soil quality) didefenisikan sebagai kapasitas tanah untuk berfungsi dalam suatu ekosistem dalam hubungannya dengan daya dukungnya terhadap tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang yang dibutuhkan manusia, dengan cara budidaya usaha tani. Namun pertumbuhan manusia dan

Lebih terperinci

2.8 Kerangka Pemikiran Penelitian Hipotesis.. 28

2.8 Kerangka Pemikiran Penelitian Hipotesis.. 28 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN PRAKATA DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN.. ix INTISARI... x ABSTRACK... xi I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tidak berkelanjutan. Pertanian dengan olah tanah intensif di lahan kering merusak

I. PENDAHULUAN. tidak berkelanjutan. Pertanian dengan olah tanah intensif di lahan kering merusak I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kehilangan karbon di sektor pertanian disebabkan oleh cara praktik budidaya yang tidak berkelanjutan. Pertanian dengan olah tanah intensif di lahan kering

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150 TAHUN 2000 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150 TAHUN 2000 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150 TAHUN 2000 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA UMUM Tanah sebagai salah satu komponen lahan, bagian dari ruang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu dibandingkan

Lebih terperinci

Penggunaan Lahan Pertanian dan Arah Pengembangan ke Depan

Penggunaan Lahan Pertanian dan Arah Pengembangan ke Depan Penggunaan Lahan Pertanian dan Arah Pengembangan ke Depan Oleh: Anny Mulyani, Fahmuddin Agus, dan Subagyo Penggunaan Lahan Pertanian Dari total luas lahan Indonesia, tidak terrnasuk Maluku dan Papua (tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah DAS Biru yang mencakup Kecamatan Bulukerto dan Kecamatan Purwantoro berdasarkan peraturan daerah wonogiri termasuk dalam kawasan lindung, selain itu DAS Biru

Lebih terperinci

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam ANNY MULYANI Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi) (sumber : SINAR TANI

Lebih terperinci

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau ABSTRAK Sejalan dengan peningkatan kebutuhan penduduk, maka kebutuhan akan perluasan lahan pertanian dan perkebunan juga meningkat. Lahan yang dulunya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penatagunaan lahan belum dapat melindungi lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Perencanaan yang memadukan unsur pembangunan infrastruktur, kesesuaian

Lebih terperinci

AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN

AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN Noviana Khususiyah, Subekti Rahayu, dan S. Suyanto World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dampak penambangan yang paling serius dan luas adalah degradasi, kualitas

I. PENDAHULUAN. Dampak penambangan yang paling serius dan luas adalah degradasi, kualitas I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan kegiatan penambangan telah meningkatkan isu kerusakan lingkungan dan konsekuensi serius terhadap lingkungan lokal maupun global. Dampak penambangan yang paling

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan merupakan komoditi tanaman pangan kedua setelah padi. Akhir-akhir ini

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan merupakan komoditi tanaman pangan kedua setelah padi. Akhir-akhir ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung memiliki kebutuhan yang cukup penting bagi kehidupan manusia dan merupakan komoditi tanaman pangan kedua setelah padi. Akhir-akhir ini tanaman jagung semakin meningkat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) merupakan salah satu penghasil batubara terbesar di Indonesia. Deposit batubara di Kalimantan Timur mencapai sekitar 19,5 miliar ton

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor II. TINJAUAN PUSTAKA Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor pertanian, kehutanan, perumahan, industri, pertambangan dan transportasi.di bidang pertanian, lahan merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelestarian lingkungan dekade ini sudah sangat terancam, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate change) yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kawasan pertanian lahan kering (Wiradisastra, Sastrosoemarjo dan Sarief et al, 1991).

BAB I PENDAHULUAN. kawasan pertanian lahan kering (Wiradisastra, Sastrosoemarjo dan Sarief et al, 1991). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan yang mengalami penurunan produktivitas sarnpai ke titik kritis di Indonesia makin bertambah dengan laju sekitar 400 000 hektar tiap tahun. Lahan seperti ini

Lebih terperinci

Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon

Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon 1 Presentasi ini terbagi menjadi lima bagian. Bagian pertama, memberikan pengantar tentang besarnya karbon yang tersimpan di lahan gambut. Bagian kedua membahas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yaitu : Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150 TAHUN 2000 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150 TAHUN 2000 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.legalitas.org PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150 TAHUN 2000 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tanah sebagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap.

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. 4 TINJAUAN PUSTAKA Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang di tunjuk dan atau di tetapkan oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. Kawasan hutan perlu di tetapkan untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memiliki fungsi yang sangat penting bagi makhluk hidup karena

I. PENDAHULUAN. memiliki fungsi yang sangat penting bagi makhluk hidup karena I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Tanah memiliki fungsi yang sangat penting bagi makhluk hidup karena setiap makhluk hidup baik tanaman dan makhluk hidup lainnya sangat memerlukan tanah. Tanah merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Sumberdaya lahan merupakan suatu sumberdaya alam yang sangat penting bagi mahluk hidup, dengan tanah yang menduduki lapisan atas permukaan bumi yang tersusun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan Menurut Lillesand dan Kiefer (1997) penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Penggunaan lahan juga diartikan sebagai setiap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi prioritas dunia saat ini. Berbagai skema dirancang dan dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lahan merupakan sumberdaya yang sangat penting untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lahan merupakan sumberdaya yang sangat penting untuk memenuhi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan merupakan sumberdaya yang sangat penting untuk memenuhi segala kebutuhan hidup, sehingga dalam pengelolaannya harus sesuai dengan kemampuannya agar tidak menurunkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektor-sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tujuan pembangunan pada dasarnya mencakup beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman, pertanian, kehutanan, perkebunan, penggembalaan, dan

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman, pertanian, kehutanan, perkebunan, penggembalaan, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk di Indonesia tergolong besar. Saat ini berdasarkan survey terakhir, jumlah penduduk Indonesia adalah 230 juta lebih. Laju pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

Oleh : Sri Wilarso Budi R

Oleh : Sri Wilarso Budi R Annex 2. The Training Modules 1 MODULE PELATIHAN RESTORASI, AGROFORESTRY DAN REHABILITASI HUTAN Oleh : Sri Wilarso Budi R ITTO PROJECT PARTICIPATORY ESTABLISHMENT COLLABORATIVE SUSTAINABLE FOREST MANAGEMENT

Lebih terperinci

KARAKTERISASI DAN RESILIENSI TANAH TERDEGRADASI DI LAHAN KERING KALIMANTAN TENGAH MUHAMMAD ANANG FIRMANSYAH

KARAKTERISASI DAN RESILIENSI TANAH TERDEGRADASI DI LAHAN KERING KALIMANTAN TENGAH MUHAMMAD ANANG FIRMANSYAH KARAKTERISASI DAN RESILIENSI TANAH TERDEGRADASI DI LAHAN KERING KALIMANTAN TENGAH MUHAMMAD ANANG FIRMANSYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 Judul Disertasi Nama NRP Program Studi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan rawa gambut merupakan suatu ekosistem yang unik dan di dalamnya terdapat beranekaragam flora dan fauna. Hutan rawa gambut memainkan suatu peranan yang penting

Lebih terperinci

PENDAHULLUAN. Latar Belakang

PENDAHULLUAN. Latar Belakang PENDAHULLUAN Latar Belakang Tanaman kakao sebagai salah satu komoditas andalan subsektor perkebunan Propinsi Sulawesi Tenggara banyak dikembangkan pada topografi berlereng. Hal ini sulit dihindari karena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ekstensifikasi pertanian merupakan salah satu cara untuk meningkatkan produksi

I. PENDAHULUAN. Ekstensifikasi pertanian merupakan salah satu cara untuk meningkatkan produksi 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ekstensifikasi pertanian merupakan salah satu cara untuk meningkatkan produksi tanaman pangan. Usaha ekstensifikasi dilakukan dengan cara pembukaan lahan

Lebih terperinci

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki nilai ekonomi, ekologi dan sosial yang tinggi. Hutan alam tropika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. LatarBelakang. Lahan gambut di dunia mencapai luas 400 juta ha. Sekitar350 juta ha dari

I. PENDAHULUAN. A. LatarBelakang. Lahan gambut di dunia mencapai luas 400 juta ha. Sekitar350 juta ha dari 1 I. PENDAHULUAN A. LatarBelakang Lahan gambut di dunia mencapai luas 400 juta ha. Sekitar350 juta ha dari luas tersebut merupakan gambut subtropika dan sisanya merupakan gambut tropika (Page et al., 2008;

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN 2012, No.205 4 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN, PANGAN

Lebih terperinci

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN Penanggulangan Kerusakan Lahan Akibat Erosi Tanah OLEH: RESTI AMELIA SUSANTI 0810480202 PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanah marginal adalah tanah sub-optimum yang potensial untuk pertanian baik untuk

I. PENDAHULUAN. Tanah marginal adalah tanah sub-optimum yang potensial untuk pertanian baik untuk 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanah marginal adalah tanah sub-optimum yang potensial untuk pertanian baik untuk tanaman kebun, hutan, ataupun pangan. Tetapi secara alami kesuburanan tanah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bercocok tanam. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, peluang

I. PENDAHULUAN. bercocok tanam. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, peluang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor penting bagi perekonomian Indonesia. Hal ini dikarenakan kondisi alam dan luas areal lahan pertanian yang memadai untuk bercocok tanam.

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 267, 2000 LINGKUNGAN HIDUP.TANAH.Pengendalian Biomasa. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam 11 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan, termasuk hutan tanaman, bukan hanya sekumpulan individu pohon, namun merupakan suatu komunitas (masyarakat) tumbuhan (vegetasi) yang kompleks yang terdiri dari pohon,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem,

PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, PENDAHULUAN Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, peluang pengembangannya sangat besar

Lebih terperinci

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang saat ini telah menjadi penyebab berubahnya pola konsumsi penduduk, dari konsumsi pangan penghasil energi ke produk penghasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya/Papua. Dari 168 juta hektar lahan

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya/Papua. Dari 168 juta hektar lahan I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Luas daratan Indonesia seluruhnya adalah 2000 juta hektar. Sekitar 168 juta hektar atau 81% tersebar di empat pulau besar selain di pulau Jawa, yaitu Sumatera, Kalimantan,

Lebih terperinci

PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program

PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program Konsep Perencanaan Pengelolaan DAS Terpadu, dengan ciri-ciri sebagai berikut (1) hutan masih dominant, (2) satwa masih baik, (3) lahan pertanian masih kecil, (4) belum ada pencatat hidrometri, dan (5)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Hutan sebagai sumberdaya alam mempunyai manfaat yang penting bagi

PENDAHULUAN. Hutan sebagai sumberdaya alam mempunyai manfaat yang penting bagi PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai sumberdaya alam mempunyai manfaat yang penting bagi kehidupan manusia baik secara ekonomi, ekologi dan sosial. Dalam Undangundang Nomor 41 Tahun 1999 disebutkan

Lebih terperinci

DEGRADASI DAN REHABILITASI HUTAN TROPIKA BASAH (KAJIAN FALSAFAH SAINS) PAPER INDIVIDU MATA AJARAN PENGANTAR FALSAFAH SAINS OLEH PRIJANTO PAMOENGKAS

DEGRADASI DAN REHABILITASI HUTAN TROPIKA BASAH (KAJIAN FALSAFAH SAINS) PAPER INDIVIDU MATA AJARAN PENGANTAR FALSAFAH SAINS OLEH PRIJANTO PAMOENGKAS DEGRADASI DAN REHABILITASI HUTAN TROPIKA BASAH (KAJIAN FALSAFAH SAINS) PAPER INDIVIDU MATA AJARAN PENGANTAR FALSAFAH SAINS OLEH PRIJANTO PAMOENGKAS IPK 14600003 PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rawa merupakan sebutan bagi semua lahan yang tergenang air, yang penggenangannya dapat bersifat musiman ataupun permanen dan ditumbuhi oleh tumbuhan (vegetasi). Di Indonesia

Lebih terperinci

B A B I PE N D A H U L U A N. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk

B A B I PE N D A H U L U A N. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk 1 B A B I PE N D A H U L U A N A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang banyak dan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi. Tercatat pada tahun 2005,

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

Lebih terperinci

Soal Jawab DIT (dibuat oleh mahasiswa)

Soal Jawab DIT (dibuat oleh mahasiswa) Soal Jawab DIT (dibuat oleh mahasiswa) 1. Cara memperbaiki tanah setelah mengalami erosi yaitu dengan cara?? Konservasi Tanah adalah penempatansetiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan

Lebih terperinci

Karakterisasi dan Resiliensi Tanah Terdegradasi di Lahan Kering Kalimantan Tengah

Karakterisasi dan Resiliensi Tanah Terdegradasi di Lahan Kering Kalimantan Tengah Karakterisasi dan Resiliensi Tanah Terdegradasi di Lahan Kering Kalimantan Tengah Characterization and Resilience of Upland Degraded Soils of Central Kalimantan M.A. FIRMANSYAH 1, SUDARSONO 2, H. PAWITAN

Lebih terperinci

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan KERANGKA PEMIKIRAN Dasar teori yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada konsep pembangunan berkelanjutan, yaitu konsep pengelolaan dan konservasi berbasis sumberdaya alam serta orientasi perubahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan yang mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia, yaitu dalam penyediaan

Lebih terperinci

Arah Masa Depan Kondisi Sumberdaya Pertanian Indonesia

Arah Masa Depan Kondisi Sumberdaya Pertanian Indonesia Arah Masa Depan Kondisi Sumberdaya Pertanian Indonesia Kebijakan Penguasaan Lahan (Land Tenure) : Pentingnya kebijakan land tenure bagi pertanian Julian Adam Ridjal PS Agribisnis Universitas Jember www.adamjulian.net

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurangnya pemahaman dari masyarakat dalam pengolahan lahan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kurangnya pemahaman dari masyarakat dalam pengolahan lahan merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris yang menjadikan sebagian besar masyarakatnya hidup dari sektor pertanian. Walau termasuk sektor penting, namun sektor pertanian ini masih

Lebih terperinci

dan penggunaan sumber daya alam secara tidak efisien.

dan penggunaan sumber daya alam secara tidak efisien. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan komponen penting bagi proses kehidupan di bumi karena semua organisme hidup membutuhkan air dan merupakan senyawa yang paling berlimpah di dalam sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia dan kawasan konservasi memiliki korelasi yang kuat. Suatu kawasan konservasi memiliki fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial sedangkan manusia memiliki peran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks global emisi gas rumah kaca (GRK) cenderung meningkat setiap tahunnya. Sumber emisi GRK dunia berasal dari emisi energi (65%) dan non energi (35%). Emisi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis berbentuk kepulauan dengan 17.500 pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km, yang merupakan kawasan tempat tumbuh hutan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150 TAHUN 2000 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150 TAHUN 2000 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150 TAHUN 2000 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tanah sebagai salah satu sumber

Lebih terperinci

SESI : 7. Kualitas Air dan Pemulihan Ekosistem Topik : 7.1. Konservasi Tanah dan Air. Jadwal : Selasa, 25 November 2014 Jam : WIB.

SESI : 7. Kualitas Air dan Pemulihan Ekosistem Topik : 7.1. Konservasi Tanah dan Air. Jadwal : Selasa, 25 November 2014 Jam : WIB. SESI : 7. Kualitas Air dan Pemulihan Ekosistem Topik : 7.1. Konservasi Tanah dan Air Jadwal : Selasa, 25 November 2014 Jam : 08.00 12.00 WIB. Oleh : HARRY SANTOSO Kementerian Kehutanan -DAS adalah : Suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana Gempa dan Tsunami yang terjadi di beberapa wilayah di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) pada 26 Desember 2004 telah menimbulkan dampak yang sungguh luar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam 2 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam lingkungan hidup. Oleh karena adanya pengaruh laut dan daratan, di kawasan mangrove terjadi interaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang penting bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang penting bagi kehidupan manusia sekarang ini. Lahan mempunyai beberapa fungsi penting bagi manusia diantaranya dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

seperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO) juga beberapa kali mengingatkan akan dilakukan pemerintah di sektor pangan terutama beras, seperti investasi

seperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO) juga beberapa kali mengingatkan akan dilakukan pemerintah di sektor pangan terutama beras, seperti investasi 1.1. Latar Belakang Upaya pemenuhan kebutuhan pangan di lingkup global, regional maupun nasional menghadapi tantangan yang semakin berat. Lembaga internasional seperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO)

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hutan dapat diberi batasan sesuai dengan sudut pandang masing-masing pakar. Misalnya dari sisi ekologi dan biologi, bahwa hutan adalah komunitas hidup yang terdiri dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan,

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan, karakteristik lahan dan kaidah konservasi akan mengakibatkan masalah yang serius seperti

Lebih terperinci

Lahan rawa untuk budidaya tanaman pangan berwawasan lingkungan Sholehien

Lahan rawa untuk budidaya tanaman pangan berwawasan lingkungan Sholehien Perpustakaan Universitas Indonesia >> UI - Tesis (Membership) Lahan rawa untuk budidaya tanaman pangan berwawasan lingkungan Sholehien Deskripsi Dokumen: http://lib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=74226&lokasi=lokal

Lebih terperinci

Rehabilitasi dan Pengelolaan Lahan Gambut Bekelanjutan

Rehabilitasi dan Pengelolaan Lahan Gambut Bekelanjutan Rehabilitasi dan Pengelolaan Lahan Gambut Bekelanjutan Dr. Muhammad Syakir, MS Kepala Kongres Nasional VII Perkumpulan Masyarakat Gambut Indonesia (HGI) dan Seminar Pengelolaan Lahan Sub-optimal Secara

Lebih terperinci

2013, No.1041 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2013, No.1041 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 5 2013, No.1041 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN KESESUAIAN LAHAN PADA KOMODITAS TANAMAN PANGAN PEDOMAN KESESUAIAN LAHAN PADA KOMODITAS

Lebih terperinci

D4 Penggunaan 2013 Wetlands Supplement to the 2006 IPCC Guidelines untuk Inventarisasi Gas Rumah Kaca di Indonesia.

D4 Penggunaan 2013 Wetlands Supplement to the 2006 IPCC Guidelines untuk Inventarisasi Gas Rumah Kaca di Indonesia. D4 Penggunaan 2013 Wetlands Supplement to the 2006 IPCC Guidelines untuk Inventarisasi Gas Rumah Kaca di Indonesia. 1 Pokok bahasan meliputi latar belakang penyusunan IPCC Supplement, apa saja yang menjadi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai ketentuan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 38 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Identifikasi Komoditas Basis Komoditas basis adalah komoditas yang memiliki keunggulan secara komparatif dan kompetitif. Secara komparatif, tingkat keunggulan ditentukan

Lebih terperinci

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan Latar Belakang Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang utama memegang posisi penting dalam kelestarian lingkungan. Kemerosotan kemampuan tanah yang ditunjukkan dengan meningkatnya laju erosi dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Dengan kata lain manfaat

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Dengan kata lain manfaat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan memiliki peranan penting bagi kehidupan manusia, baik yang berupa manfaat ekonomi secara langsung maupun fungsinya dalam menjaga daya dukung lingkungan. Hutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Indonesia menguasai ekspor pasar minyak sawit mentah dunia sebesar

BAB I PENDAHULUAN Indonesia menguasai ekspor pasar minyak sawit mentah dunia sebesar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan dapat berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya lahan merupakan komponen sumberdaya alam yang ketersediaannya sangat terbatas dan secara relatif memiliki luas yang tetap serta sangat bermanfaat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kerusakan akibat erosi dalam ekosistem DAS (Widianto dkk., 2004). Kegiatan

I. PENDAHULUAN. kerusakan akibat erosi dalam ekosistem DAS (Widianto dkk., 2004). Kegiatan I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sistem penggunaan lahan dalam daerah aliran sungai (DAS), berupa aneka pepohonan dan semak sehingga membentuk tajuk berlapis. Hutan yang demikian

Lebih terperinci

-2- saling melengkapi dan saling mendukung, sedangkan peran KLHS pada perencanaan perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup bersifat menguatkan. K

-2- saling melengkapi dan saling mendukung, sedangkan peran KLHS pada perencanaan perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup bersifat menguatkan. K TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I LINGKUNGAN HIDUP. Strategis. Penyelenggaraan. Tata Cara. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 228) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan akan lahan untuk berbagai kepentingan manusia semakin lama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan akan lahan untuk berbagai kepentingan manusia semakin lama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan lahan untuk berbagai kepentingan manusia semakin lama semakin meningkat. Seiring dengan semakin meningkatnya populasi manusia. Dengan kata lain

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI

BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Gambaran Umum Lahan Kering Tantangan penyediaan pangan semakin hari semakin berat. Degradasi lahan dan lingkungan, baik oleh gangguan manusia maupun

Lebih terperinci

Workshop Monitoring Teknologi Mitigasi dan Adaptasi Terkait Perubahan Iklim. Surakarta, 8 Desember 2011

Workshop Monitoring Teknologi Mitigasi dan Adaptasi Terkait Perubahan Iklim. Surakarta, 8 Desember 2011 Workshop Monitoring Teknologi Mitigasi dan Adaptasi Terkait Perubahan Iklim Surakarta, 8 Desember 2011 BALAI BESAR LITBANG SUMBER DAYA LAHAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Desa Pandu Senjaya merupakan wilayah dengan potensi pengembangan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Desa Pandu Senjaya merupakan wilayah dengan potensi pengembangan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Desa Pandu Senjaya merupakan wilayah dengan potensi pengembangan perkebunan kelapa sawit di Kecamatan Pangkalan Lada, Kabupaten Kotawaringin Barat, selain beberapa desa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya kebutuhan lahan dan semakin terbatasnya sumberdaya alam menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih guna hutan sering terjadi

Lebih terperinci

PENUTUP. Degradasi Lahan dan Air

PENUTUP. Degradasi Lahan dan Air BAB VI PENUTUP Air dan lahan merupakan dua elemen ekosistem yang tidak terpisahkan satu-sama lain. Setiap perubahan yang terjadi pada lahan akan berdampak pada air, baik terhadap kuantitas, kualitas,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Deforestasi atau kerusakan hutan di Indonesia saat ini sudah sangat memprihatinkan, Menurut Badan Planologi Kehutanan (2005), selama lima tahun terakhir laju kemsakan hutan tersebut

Lebih terperinci