LAPORAN PENELITIAN PF MAKNA BENTUK PADA ARSITEKTUR GEREJA KATOLIK DENGAN PRINSIP INKULTURASI. Oleh : Ir. Joyce M.Laurens, M.Arch.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN PENELITIAN PF MAKNA BENTUK PADA ARSITEKTUR GEREJA KATOLIK DENGAN PRINSIP INKULTURASI. Oleh : Ir. Joyce M.Laurens, M.Arch."

Transkripsi

1 LAPORAN PENELITIAN PF MAKNA BENTUK PADA ARSITEKTUR GEREJA KATOLIK DENGAN PRINSIP INKULTURASI Oleh : Ir. Joyce M.Laurens, M.Arch. IAI ARSITEKTUR/FTSP UNIVERSITAS KRISTEN PETRA SURABAYA Juli, 2014

2 Halaman Pengesahan 1 Judul Penelitian : Makna Bentuk Arsitektur Gereja Katolik dengan Prinsip Inkulturasi 2 Ketua Peneliti: a. Nama Lengkap dan Gelar : ir.joyce M.Laurens, M.Arch., IAI b. Jenis Kelamin : L/P c. NIP : d. Jabatan Fungsional : Lektor Kepala e. Jurusan/Fakultas/Pusat Studi : Arsitektur/FTSP f. Telepon kantor & HP : g. joyce@peter.petra.ac.id h. Alamat Rumah : Puri Indah J-03, Sidoarjo 3 Jumlah Anggota Peneliti : - a. Nama Anggota Peneliti I : Fakultas/Jurusan : b. Nama Anggota Peneliti II : Fakultas/Jurusan : 4 Lokasi Penelitian : Surabaya 5 Institusi lain yang bekerjasama : - 6 Jangka Waktu Penelitian : 4 bulan 7 Biaya yang diusulkan a. Sumber dari UK Petra : Rp ,- b. Sumber lainnya : - Total : Rp ,- Surabaya, 15 Juli 2014 Mengetahui, Ketua Jurusan Ketua Peneliti (Eunike Kristi Julistiono, ST. M.Des.Sc.) (ir.joyce M.L., M.Arch.) NIP: NIP: Menyetujui: Dekan Fakultas (Timoticin Kwanda, BsC., MRP., PhD.) NIP: 88002

3 Ringkasan Sejak masuknya arsitektur gereja ke Indonesia pada abad 7, bentuk arsitektur gereja telah mengalami perubahan yang signifikan. Melalui proses inkulturasi, arsitektur gereja di Indonesia mengalami transformasi. Interaksi yang terjadi antara agama Kristen dengan budaya masyarakat setempat, mempengaruhi pertumbuhan arsitektur gereja sehingga semakin meninggalkan bentuk arsitektur Gotik dan semakin bernafaskan arsitektur setempat. Arsitektur Gotik yang selama ini menjadi rujukan penting dalam perancangan arsitektur gereja, sarat dengan makna yang berkaitan dengan misi dan hakekat agama Katolik di satu sisi, dan di sisi lain pengaruh dan perkembangan budaya masyarakat barat. Bangunan gereja Katolik Hati Kudus Yesus, Ganjuran, adalah satu bentuk perwujudan lahiriah dari proses inkulturasi dalam agama Katolik, di mana Gereja belajar dari budaya setempat dan memperkaya diri dengan nilai-nilai setempat. Penelitian ini bertujuan mengungkap dinamika makna yang terkandung dalam arsitektur religius dengan kasus studi Gereja Katolik Hati Kudus Yesus, Ganjuran, dalam bentuknya yang dipengaruhi oleh budaya setempat. Studi ini diharapkan dapat memberi manfaat pada pengetahuan teori arsitektur religius, khususnya arsitektur gereja di Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini bersifat deskriptif, analitis dan interpretatif berdasarkan pada bukti empiris yang ditemukan pada kasus studi. Pendekatan yang akan digunakan berlandas pada teori relasi bentuk-fungsi dan makna. Kata kunci: arsitektur gereja, bentuk, makna, inkulturatif

4 DAFTAR ISI Lembar Judul.... Halaman pengesahan Ringkasan. Daftar isi.. i ii iii iv Bab I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Premis Pertanyaan Penelitian Lingkup Penelitian dan Kasus Studi Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian.. 4 Bab II. TINJAUAN PUSTAKA 1. State of the art Inkulturasi dalam Gereja Katolik 6 3. Relasi Bentuk-Fungsi-Makna Makna Ruang Sakral. 15 Bab III. METODE PENELITIAN 1. Alur Pikir Metode Penelitian.. 18 Bab IV. DISKUSI DAN PEMBAHASAN 1. Sejarah Arsitektur Gereja Katolik Hati Kudus Yesus, Ganjuran Ruang Luar Arsitektur Gereja Katolik Hati Kudus Yesus, Ganjuran Massa bangunan Asitektur Gereja Katolik Hati Kudus Yesus, Ganjuran Makna Sakral Arsitektur Gereja Katolik Hati Kudus Yesus, Ganjuran Bab V. RANGKUMAN DAFTAR PUSTAKA 32 DAFTAR GAMBAR. 34

5 Halaman Pengesahan 1 Judul Penelitian : Makna Bentuk Arsitektur Gereja Katolik dengan Prinsip Inkulturasi 2 Ketua Peneliti: a. Nama Lengkap dan Gelar : ir.joyce M.Laurens, M.Arch., IAI b. Jenis Kelamin : L/P c. NIP : d. Jabatan Fungsional : Lektor Kepala e. Jurusan/Fakultas/Pusat Studi : Arsitektur/FTSP f. Telepon kantor & HP : g. joyce@peter.petra.ac.id h. Alamat Rumah : Puri Indah J-03, Sidoarjo 3 Jumlah Anggota Peneliti : - a. Nama Anggota Peneliti I : Fakultas/Jurusan : b. Nama Anggota Peneliti II : Fakultas/Jurusan : 4 Lokasi Penelitian : Surabaya 5 Institusi lain yang bekerjasama : - 6 Jangka Waktu Penelitian : 4 bulan 7 Biaya yang diusulkan a. Sumber dari UK Petra : Rp ,- b. Sumber lainnya : - Total : Rp ,- Surabaya, 15 Juli 2014 Mengetahui, Ketua Jurusan Ketua Peneliti (Eunike Kristi Julistiono, ST. M.Des.Sc.) (ir.joyce M.L., M.Arch.) NIP: NIP: Menyetujui: Dekan Fakultas (Timoticin Kwanda, BsC., MRP., PhD.) NIP: 88002

6 Ringkasan Sejak masuknya arsitektur gereja ke Indonesia pada abad 7, bentuk arsitektur gereja telah mengalami perubahan yang signifikan. Melalui proses inkulturasi, arsitektur gereja di Indonesia mengalami transformasi. Interaksi yang terjadi antara agama Kristen dengan budaya masyarakat setempat, mempengaruhi pertumbuhan arsitektur gereja sehingga semakin meninggalkan bentuk arsitektur Gotik dan semakin bernafaskan arsitektur setempat. Arsitektur Gotik yang selama ini menjadi rujukan penting dalam perancangan arsitektur gereja, sarat dengan makna yang berkaitan dengan misi dan hakekat agama Katolik di satu sisi, dan di sisi lain pengaruh dan perkembangan budaya masyarakat barat. Bangunan gereja Katolik Hati Kudus Yesus, Ganjuran, adalah satu bentuk perwujudan lahiriah dari proses inkulturasi dalam agama Katolik, di mana Gereja belajar dari budaya setempat dan memperkaya diri dengan nilai-nilai setempat. Penelitian ini bertujuan mengungkap dinamika makna yang terkandung dalam arsitektur religius dengan kasus studi Gereja Katolik Hati Kudus Yesus, Ganjuran, dalam bentuknya yang dipengaruhi oleh budaya setempat. Studi ini diharapkan dapat memberi manfaat pada pengetahuan teori arsitektur religius, khususnya arsitektur gereja di Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini bersifat deskriptif, analitis dan interpretatif berdasarkan pada bukti empiris yang ditemukan pada kasus studi. Pendekatan yang akan digunakan berlandas pada teori relasi bentuk-fungsi dan makna. Kata kunci: arsitektur gereja, bentuk, makna, inkulturatif

7 DAFTAR ISI Lembar Judul.... Halaman pengesahan Ringkasan. Daftar isi... i ii iii iv Bab I. PENDAHULUAN 7. Latar Belakang Premis Pertanyaan Penelitian Lingkup Penelitian dan Kasus Studi Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian.. 4 Bab II. TINJAUAN PUSTAKA 5. State of the art Inkulturasi dalam Gereja Katolik 6 7. Relasi Bentuk-Fungsi-Makna Makna Ruang Sakral. 15 Bab III. METODE PENELITIAN 3. Alur Pikir Metode Penelitian.. 18 Bab IV. DISKUSI DAN PEMBAHASAN 5. Sejarah Arsitektur Gereja Katolik Hati Kudus Yesus, Ganjuran Ruang Luar Arsitektur Gereja Katolik Hati Kudus Yesus, Ganjuran Massa bangunan Asitektur Gereja Katolik Hati Kudus Yesus, Ganjuran Makna Sakral Arsitektur Gereja Katolik Hati Kudus Yesus, Ganjuran Bab V. RANGKUMAN DAFTAR PUSTAKA 32 DAFTAR GAMBAR. 34

8 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Perubahan selalu terjadi di manapun manusia berada, termasuk pada arsitektur. Sejarah menunjukkan bahwa arsitektur di Indonesia telah membuka diri terhadap pengaruh budaya lain. Tekanan dari luar seperti globalisasi, merupakan tantangan jaman yang bersifat ancaman sekaligus peluang. Global paradox [1], menunjukkan semakin kuat tekanan global, semakin kuat pula potensi lokal. Perkembangan kekuatan arsitektur lokal juga terlihat pada bentuk arsitektur gereja Katolik di Indonesia. Pada awal kehadirannya di Indonesia, bentuk bangunan gereja merujuk pada bentuk arsitektur Romanesk, Gotik, Renaisans dan Barok di Eropa Barat dan Tengah, -dengan bentuk atap yang pipih, lancip menjulang tinggi, tampil mencolok di tengah lingkungannya-. Namun dalam perkembangannya kini semakin banyak arsitektur Gereja Katolik di Indonesia yang meninggalkan ciri-ciri arsitektur Gotik tersebut; dan semakin bernafaskan arsitektur setempat. Evolusi dari bentuk langgam arsitektur gereja ini tidak selalu berada dalam garis lurus dari jaman ke jaman. Seperti halnya rumah yang berbeda satu sama lain karena iklim, budaya, jaman, kebutuhan penghuni, kemampuan ekonomi penghuni, dsb., demikian pula dengan arsitektur gereja. Keragaman budaya terekspresikan dalam keragaman langgam arsitektur, bentuk karya seni gereja dan sampai batas tertentu dalam bentuk ritus liturgial dengan sejumlah adaptasi budaya. Tradisi Katolik yang sungguh katolik, yaitu universal, menunjukkan adanya keragaman langgam. Setelah kebangkitan Kristus, para pengikutnya berkumpul di rumah-rumah untuk merayakan upacara pemecahan roti. Rumah-rumah itu kemudian menjadi tempat peribadatan di abad kedua dan ketiga. Kemudian lahir bentuk Basilika sebagai arsitektur gereja di jaman Romawi dan Byzantine, yang segera menjadi bentuk rujukan bagi arsitektur gereja di Eropa barat, bahkan bentuk tersebut masih banyak dijadikan standard arsitektur gereja dewasa ini, meskipun berbagai bentuk baru muncul di era modern dan pasca modern. Sebagai sebuah artefak, arsitektur adalah produk budaya yang berkembang melalui proses dalam waktu yang panjang, sesuai dengan konteks setempat. Pada setiap

9 jaman, gereja dibangun sebagai respons komunitas Kristen dalam mengekspresikan dirinya dalam peribadatan. Ekspresi ini berubah sejalan dengan perubahan jaman, yang kemudian juga mempengaruhi bentuk ruang peribadatan. Arsitektur Gotik menggambarkan kondisi masyarakatnya pada saat itu, yaitu saat masa kegelapan telah digantikan oleh kemapanan dan kesejahteraan, sehingga arsitektur Gotik menggambarkan kegembiraan dan pengabdian tanpa pamrih pada Tuhan dan Gereja. Dalam setiap jaman, kerapkali muncul keinginan para jemaat atau komunitas Kristen untuk mempunyai arsitektur gereja yang merujuk pada langgam arsitektur gereja pada era sebelumnya. Tentu kita harus belajar dari masa lalu, namun dengan pemahaman yang diperbarui mengenai cara orang mengalami kehadiran Kristus dalam liturgi dan berpartisipasi dalam misteri keselamatannya, kita disadarkan pada kenyataan bahwa tidak setiap langgam arsitektur gereja mendukung dan meningkatkan pemahaman kita saat ini pada derajat yang sama. Kondisi masyarakat Indonesia tentu berbeda dengan kondisi masyarakat Eropa di jaman Gotik tersebut sehingga menjadi hal yang menarik untuk ditelaah lebih dalam mengenai hubungan makna dengan bentuk arsitektur gereja Katolik di Indonesia pada masa setelah Konsili Vatikan II, dengan dicanangkan mengenai inkulturasi oleh institusi Gereja Katolik sebagai proses di mana Gereja Katolik belajar dari budaya setempat dan memperkaya diri dengan nilai-nilai setempat. Inkulturasi dalam arsitektur gereja, sejalan dengan pernyataan bahwa keunikan lokal yang tersingkir dari wacana arsitektur modern, mulai mendapat perhatian dari para praktisi dan teoretisi di bidang arsitektur, karena tradisi lokal dianggap memiliki tata nilai dan makna yang sangat kaya [2]. I.2. Premis Pemahaman mengenai makna yang diterima dan dikenali seseorang dalam sebuah lingkungan arsitektur, menjadi penting karena keberhasilan sebuah karya arsitektur tidak dapat dilepaskan dari bagaimana seseorang memaknai lingkungan yang dialaminya tersebut, dan memahami makna yang ada di balik wujud arsitektur tersebut. Kenyataan yang ada, proses inkulturasi telah terjadi pada arsitektur Gereja Katolik di Indonesia. Inkulturasi adalah sebuah proses yang berjalan terus tanpa henti, sepanjang masyarakat hidup dan bereaksi menyikapi perkembangan lingkungan hidupnya.

10 Berangkat dari kenyataan ini, maka premis dalam penelitian ini adalah bahwa makna yang diterima dan dikenali seseorang dari bentuk inkulturasi arsitektur Gereja Katolik terkait dengan bentuk yang bernafaskan arsitektur setempat, dan nilai sakral arsitektur Gereja Katolik. I.3. Pertanyaan Penelitian Penelitian ini diawali dengan pertanyaan: a. Apakah yang dimaksud dengan inkulturasi dan bagaimana kaitannya dengan bentuk dan fungsi arsitektur Gereja Katolik? Penlusuran arti istilah inkulturasi, penelaahan sejarah inkulturasi dalam gereja Katolik, akan mengantar pada pemahaman proses inkulturasi dalam bentuk arsitektur gereja Katolik di Indonesia. Makna arsitektur gereja tidak terlepas dari fungsi dan bentuknya, sehingga pertanyaan selanjutnya adalah: b. Bagaimana cara memahami berbagai makna yang ada di balik bentuk arsitektur Gereja Katolik yang inkulturatif tersebut? Interaksi manusia dengan lingkungan arsitektur melibatkan pemikiran yang abstrak, dan pengalaman tubuh yang konkrit, yang diyakini akan mempengaruhi pembentukan berbagai makna arsitektur Gereja Katolik. Setelah mendapatkan pemahaman mengenai proses pemaknaan arsitektur secara umum, dan berbagai kategori makna yang ada di balik bentuk arsitektur Gereja Katolik secara umum, pertanyaan berikutnya adalah: c. Apa makna di balik bentuk arsitektur Gereja Katolik pada kasus studi? Gereja Katolik selalu melibatkan unsur teologi iman Katolik yang berasal dari kebudayaan barat, dan hal-hal praktis yang terkait dengan konteks kesetempatan, lingkungan fisik maupun kebudayaan masyarakat setempat; dengan demikian berbagai makna yang ada di balik bentuk arsitektur pada objek studi, akan ditelaah dari hal ini. I.4. Lingkup Penelitian dan Kasus Studi Penelaahan mengenai makna bentuk arsitektur Gereja Katolik dengan prinsip inkulturasi ini, akan difokuskan pada perihal pemaknaan, bagaimana pengalaman tubuh dan kesadaran intelektual pada pemaknaan bentuk inkulturasi arsitektur Gereja Katolik dapat berjalan bersama dalam konteks ruang sakral, dan konteks budaya masyarakat setempat. Penelitian ini bersifat deskriptif, analitis dan interpretatif, berdasarkan data empiris yang ditemukan pada kasus studi. Meskipun penelitian ini tidak dimaksudkan

11 untuk menelaah aspek teologis Gereja Katolik, ataupun kebudayaan Jawa, namun lingkup paparan pada fungsi arsitektur Gereja Katolik akan melibatkan aspek teologi Gereja Katolik, serta kebudayaan masyarakat Yogyakarta dan kondisi geografis Yogyakarta. Sebagai kasus studi dipilih arsitektur gereja Katolik Hati Kudus Yesus, Ganjuran, Yogyakarta, yang sangat kuat memperlihatkan tatanan dan bentuk dengan ciri arsitektur lokal, yang dibangun dengan semangat inkulturasi. I.5. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan mengungkap lebih dalam mengenai simpanan pengetahuan arsitektur lokal tersebut, khususnya mengenai makna pada arsitektur Gereja Katolik di Indonesia, dikaitkan dengan bentuk arsitekturnya yang dipengaruhi oleh arsitektur lokal. I.6. Manfaat Penelitian Manfaat dan kontribusi penelitian ini adalah pengembangan pengetahuan teoritis mengenai relasi makna dengan bentuk inkulturasi arsitektur untuk keberlanjutan pengembangan arsitektur setempat dan keberlanjutan arsitektur Gereja Katolik sesuai misi dan hakekat Gereja Katolik, yang meliputi: a. Pemahaman akan bentuk dan makna bentuk inkulturasi arsitektur Gereja Katolik pada kasus studi dalam konteks liturgi dan simbolisasi agama Katolik. b. Pemahaman akan konsep makna bentuk inkulturasi arsitektur Gereja Katolik, dalam konteks arsitektur sakral. Semangat dan proses inkulturasi juga mewujud dalam perencanaan dan desain bentuk arsitektur Gereja Katolik. Pengetahuan tentang hubungan antara bentuk dan makna arsitektur gereja, sebagai bangunan religious merupakan hal penting untuk menentukan arah perkembangan arsitektur gereja di Indonesia, yang tidak lagi mengacu pada arsitektur Gotik, tetapi merujuk pada arsitektur lokal.

12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. State of the Art Usaha inkulturasi oleh Gereja Katolik merupakan fenomena budaya yang menggambarkan pengaruh timbal balik antara Gereja setempat dengan kebudayaan setempat. Studi dan penelitian yang banyak dilakukan terkait permasalahan ini adalah inkulturasi dari sudut pandang teologi Gereja Katolik, sebagai bagian dari aktivitas ritual umat Katolik. Sejumlah penelitian yang menelusuri pengaruh inkulturasi dari aspek budaya, - seperti penempatan atau penggunaan ornamen dekorasi bangunan maupun interior arsitektur gereja Kristen dan Katolik, atau penggunaan seni setempat dalam pelaksanaan upacara ritual gerejani-, telah dilakukan. Beberapa penelitian mengenai inkulturasi Gereja Katolik di Indonesia, pasca Konsili Vatikan II, pada umumnya merupakan penelitian/studi dalam aspek liturgi Gereja, dan bidang seni liturgi, seperti penelitian Sukatmi mengenai unsur-unsur kesenian Jawa dalam inkulturasi Gereja Katolik, sebuah kajian aksiologi mengenai seni pertunjukan dan seni rupa dalam liturgi [3]. Penelitian inkulturasi arsitektur masih sangat terbatas; beberapa penelitian yang ditemukan terkait dengan arsitektur Gereja Katolik di Indonesia adalah: a. Dominasi Makna Pragmatik YB Mangunwijaya dalam Penerapan Konsep Konsili Vatikan II [4]. Penelitian ini memfokuskan penelaahan satu bentuk makna pada arsitektur Gereja karya YB Mangunwijaya b. Pola Inkulturasi Arsitektur pada Gereja-gereja Katolik dan Protestan di Bali dan Jawa Tengah [5]. Penelitian ini merujuk pada empat tahapan inkulturasi dalam teori Crollius untuk mendapatkan pola inkulturasi arsitektur. c. Studi Ikonologi Panofsky pada Arsitektur dan Interior Gereja Katolik Inkulturatif Panguruan [6]. Penelitian ini menelaah makna karya seni Gereja Panguruan lewat ikonografi.

13 d. Konsep Ruang Sakral Gereja Katolik dan Perwujudannya dalam Inkulturasi Arsitektur Gereja Katolik di Bali [7]. Penelitian ini menelaah penerapan konsep sakral masyarakat Bali pada arsitektur Gereja Katolik Penelitian-penelitian tersebut di atas menunjukkan bahwa bentuk arsitektur Gereja Katolik pasca Konsili Vatikan II telah mendapat perhatian, namun penelitian yang menelaah secara mendalam mengenai dinamika makna dari arsitektur gereja Katolik yang inkulturatif sebagai makna yang diterima dan dikenali pengguna berdasarkan pengalamannya atas bentuk inkulturasi arsitektur Gereja Katolik di Indonesia, belum ditemukan. Karena itu penelitian ini diharapkan dapat mengisi studi mengenai makna bentuk arsitektur Gereja Katolik, khususnya pada objek kasus studi gereja Hati Kudus Yesus, Ganjuran. II.2. Inkulturasi Dalam Gereja Katolik Inkulturasi merupakan istilah populer di kalangan agama Katolik, semenjak bergulirnya Konsili Vatikan II pada tahun , yang diwarnai semangat memperbaharui Gereja sesuai tuntutan dunia di masa depan. Proses inkulturasi yang menjadi perhatian utama Gereja Katolik ini merupakan perubahan yang dialami masyarakat dan Gereja, di mana Gereja Katolik dituntut untuk tidak hanya berkontribusi pada kebudayaan setempat, melainkan belajar dari budaya setempat dan memperkaya diri dengan nilai-nilai setempat, agar tidak melahirkan alienasi bentuk gereja yang tidak berakar pada lingkungannya [5]. a. Pengertian Akulturasi Dalam antropologi kebudayaan terdapat dua istilah teknis yang mempunyai akar kata sama yaitu akulturasi dan enkulturasi. Kata akulturasi, cukup lama diartikan sama dengan kata inkulturasi, namun sesungguhnya pengertian kedua kata ini berbeda. A.Shorter mengatakan bahwa akulturasi adalah pertemuan antara satu budaya dengan budaya lain, atau pertemuan antara dua budaya (juxtaposition) dengan dasar saling menghormati dan toleransi. Pengertian ini menunjukkan bahwa terjadi kontak budaya, yaitu perpaduan kebudayaan apabila sekelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan pada unsur-unsur kebudayaan asing yang berbeda sehingga unsur kebudayaan asing tersebut lambat laun diterima dan diolah dalam kebudayaannya sendiri, tanpa menghilangkan karakter kebudayaan asalnya, atau tidak terjadi dominasi atas salah satu kebudayaan [8],

14 melainkan terjadi proses penggabungan yang memunculkan kebudayaan baru, namun baru pada tahap dasar eksternal atau kontak luaran [9]. b. Pengertian Inkulturasi Kata enkulturasi (atau inkulturasi ; en atau in dalam bahasa Yunani, berarti ke dalam, menunjuk pada proses inisiasi seseorang ke dalam kebudayaan sezaman dan setempat). GL Barney, adalah misionaris Protestan yang pertama kali menggunakan kata enculturation, dalam missiology di tahun Karena bahasa Latin tak ada awalan enmaka dipilih in-, jadilah inculturatio. Barney mengatakan bahwa di tanah misi nilainilai Injil yang adi budya (mengatasi kultur) dan mau diwartakan kepada orang-orang setempat, haruslah diinkulturasikan dalam budaya orang setempat itu sehingga dapat terbentuk satu budaya baru yang bersifat kristen. Secara khusus istilah inkulturasi ini dipakai dalam bidang katekese ketika pada tahun 1975 para anggota sidang umum Serikat Yesus berdiskusi mengenai metode pewartaan. Arrupe, seorang pemimpin umum Serikat Yesus, menggunakan istilah itu dalam bidang katekese ketika beliau berbicara tentang katekese dan inkulturasi di depan para uskup yang membuat sinode tentang katekese pada tahun 1977 di kota Roma. Maka sinode itu memakai istilah inkulturasi dalam dokumen resminya yang berjudul Pesan kepada umat Allah. Ditegaskan bahwa warta kristiani harus berakar dalam kebudayaan setempat. Dari uraian di atas, menjadi jelaskan bahwa kata inkulturasi mempunyai pengertian yang berbeda dari kata akulturasi. Perbedaan ini pertama-tama karena hubungan antara Gereja dan sebuah budaya tertentu tidak sama dengan kontak antarbudaya, sebab Gereja berkaitan dengan misi dan hakekatnya, tidak terikat pada suatu bentuk budaya tertentu. Kecuali itu, proses inkulturasi bukan sekedar suatu jenis kontak, melainkan sebuah penyisipan mendalam, yang dengannya Gereja menjadi bagian dari sebuah masyarakat tertentu. Dengan demikian pengertian inkulturasi dalam sebuah agama adalah usaha suatu agama untuk menyesuaikan diri dengan kebudayaan setempat; merupakan suatu proses penyisipan mendalam, proses pengintegrasian pengalaman iman ke dalam kebudayaan setempat sedemikian rupa sehingga pengalaman tersebut tidak hanya

15 mengungkapkan diri di dalam unsur-unsur kebudayaan bersangkutan, melainkan juga menjadi kekuatan yang menjiwai, mengarahkan dan memperbaharui kebudayaan bersangkutan. Melalui proses ini Gereja sebagai bagian dari masyarakat setempat, dan kebudayaan dimaknai secara baru dengan kacamata iman Katolik [10]. Paus Yohanes Paulus II menjelaskan inkulturasi sebagai suatu refleksi di mana kebudayaan yang diangkat dari tradisi hidup masyarakat setempat, ekspresi orisinal kehidupan, upacara dan pemikiran Kristen ditransformasikan dan diregenerasi oleh Injil. Kemudian Schineller [11] menambahkan bahwa inkulturasi merupakan transformasi intim dari nilai-nilai kebudayaan autentik melalui integrasinya ke dalam kekristenan serta keberadaan kekristenan dalam berbagai kebudayaan manusia. c. Inkulturasi dalam Gereja Katolik Dalam konteks Gereja Katolik, fenomena inkulturasi terangkat ke permukaan sekitar pertengahan abad ke-20. Gereja Katolik Roma, -yang sempat menuai kritik pasca Konsili Vatikan I karena dinilai anti perubahan-, melalui Konsili Vatikan II. mendorong proses inkulturasi, yaitu upaya strukturisasi metodologis yang mengubah keseragaman universal dalam kehidupan meng-gereja. Gereja dituntut untuk belajar dari budaya setempat dan memperkaya diri dengan nilai-nilai setempat, tidak lagi hanya mengikuti tata atur dunia barat. Dalam konsili tersebut, dibentuk undang-undang Gereja yang baru, yang mendorong terbentuknya Gereja yang melibatkan peran aktif umat melalui liturgi yang mengangkat budaya setempat, yang dimengerti dan dihayati umat. Gereja harus mengakar pada masyarakat pendukungnya sedemikian rupa sehingga pengintegrasian pengalaman iman Katolik ke dalam kebudayaan setempat menjadi kekuatan yang menjiwai, mengarahkan dan memperbaharui kebudayaan yang bersangkutan, seolah-olah menjadi satu ciptaan baru, satu kebudayaan yang dimaknai secara baru dengan kacamata iman Katolik. Dalam kajian teologi agama Katolik, inkulturasi kerap disamakan dengan istilah indigenisasi, kontekstualisasi atau inkarnasi [10]. Indigenisasi berarti menjadi dan membaur dengan unsur setempat, sehingga komunitas setempatlah yang memiliki tanggungjawab untuk mengembangkan ajaran dan praktek agama karena komunitas itulah yang memahami budaya setempat.

16 Pada tahun 1970 an, D.S.Amalorpavadass menjelaskan bahwa sejarah indigenisasi yang berasal dari kata indigeuous berarti pribumi. Indianisasi meliputi 3 tahap yaitu menciptakan tatanan India untuk peribadatan dengan memperkenalkan tata gerak, bentuk penghormatan, benda suci dan keheningan; membuat terjemahan yang memadai dan menciptakan lagu liturgis baru; menggunakan tempat buku suci India dalam liturgi Sabda. Kontekstualisasi adalah menyatukan ajaran agama ke dalam situasi khusus dalam konteks budaya setempat. World Council of Churches menjelaskan bahwa hidup dan misi Gereja perlu menjadi relevan dengan kondisi masyarakat kontemporer di sekitarnya. Konteks hidup Gereja mencakup pergulatan kebebasan politik, ekonomi, budaya. Konsep perjuangan demi keadilan-sosial memasuki liturgi, dalam bahasa dan simbol lain. Konteks adalah ekspresi vibran dari kebudayaan manusia Inkarnasi bertolak dari ayat Yohanes 1:14, yang berbunyi sabdanya telah menjadi daging dan tinggal di dalam kita. Inkarnasi Gereja lokal mengacu pada inkarnasi Yesus. Hal ini lebih tepat sebagai dasar teologis daripada sinonim untuk adaptasi liturgis. Liturgi tak hanya diadaptasikan tapi juga diinkarnasikan, yang berarti bersatu dengan tradisi dan budaya Gereja lokal. Liturgi baru Konsili Vatikan II, pada akhirnya juga mempengaruhi perancangan arsitektur gereja [12], seperti tercantum dalam pasal 124 Sacrosanctum Concilium:...dalam mendirikan gereja-gereja hendaknya diusahakan dengan saksama, supaya gedung-gedung itu memadai untuk menyelenggarakan upacara-upacara Liturgi dan memungkinkan umat beriman ikutserta secara aktif. Meskipun dokumen ini tidak secara langsung menunjuk pada bentuk arsitektur, namun pada kenyataannya, semangat inkulturasi mempengaruhi bentuk arsitektur Gereja di Indonesia [5, 7, 9]. BUDAYA RELIGIOUS Masyarakat Setempat Arsitektur Setempat INKULTURASI DALAM ARSITEKTUR GEREJA KATOLIK BUDAYA BARAT dalam Agama Katolik Arsitektur Gotik Gambar 1. Inkulturasi dalam Arsitektur Gereja Katolik

17 Prinsip keterbukaan dan universal yang diusung Gereja, - bahwa Gereja Katolik tidak identik dengan budaya Eropa-, terlihat pada tatanan liturgis dan juga desain arsitektur gereja, dengan semakin ditinggalkannya ciri-ciri arsitektur Gotik, dan semakin bernafaskan arsitektur setempat. Arsitektur tidak pernah terlepas dari adanya tiga aspek utama yaitu fungsi, bentuk dan makna. II.3. Relasi Bentuk, Fungsi dan Makna Tatanan ruang aktivitas atau fungsi, keteknikan, dan bentuk merupakan tiga unsur dalam komposisi arsitektur yang tidak dapat dilepaskan dari konteks tempat. a. Bentuk Arsitektur Gereja Dalam kajian teori arsitektur, Capon dan Salura [13, 14] menempatkan aspek fungsi, bentuk dan makna sebagai aspek yang utama dalam arsitektur. Setiap bentukan arsitektur selalu diawali dengan adanya aktivitas manusia yang menjadi penggerak lahirnya wadah aktivitas tersebut. Hubungan antara satu aktivitas dengan aktivitas lainnya, atau antara satu kelompok aktivitas dengan kelompok aktivitas lainnya terstruktur dalam satu tatanan ruang. Tatanan ini, secara tiga dimensional merupakan aspek bentuk arsitektur. Meskipun tidak ada teori koheren yang menjelaskan dengan gamblang sumber pemberi bentuk arsitektur, namun secara umum dapat dikatakan bahwa terdapat tiga kelompok teori bentuk. Pertama, teori deterministik yang menekankan pentingnya kekuatan informasi eksternal yang ditangkap oleh perancang. Di sini perancang berperan pasif dalam menemukan kekuatan tersebut. Dalam pandangan ini sebuah bangunan arsitektur dibentuk oleh berbagai tuntutan fungsi fisik, sosial, psikologis, maupun fungsi simbolik yang harus diakomodasikannya, seperti kekuatan nilai-nilai sosial budaya, ekonomi setempat, atau bahkan ditentukan oleh prinsip tatanan yang sudah ada berdasarkan logika geometris. Kelompok kedua adalah kelompok behavioristik yang menekankan pentingnya kondisi transpersonal perancang, di mana perancang berperan secara aktif mengekspresikan imajinasinya untuk kemudian membentuk kesesuaian dengan kondisi lingkungan di luar dirinya. Penganut paham strukturalis mempunyai pandangan yang berlawanan dengan kelompok pertama yang lebih deterministik maupun kelompok behavioristik. Mereka berpendapat bahwa perancang tidak secara pasif menerima informasi eksternal tetapi secara aktif mengolah

18 informasi eksternal tersebut untuk mendapatkan solusi bagi tuntutan desain dalam tatanan ruang. Bentuk arsitektur Gereja Katolik selalu dilandasi gagasan teologis agama Katolik, yang juga menjadi dasar penerimaan dan penolakan teori atau pemahaman tertentu lainnya. Dalam perwujudannya, arsitektur Gereja Katolik selalu merupakan pencampuran antara hal-hal orthodoxies, yang terkait dengan konsep teologis agama Katolik tersebut, dan hal-hal praktis yang berperan sebagai kekuatan pembentuk perwujudan fisik bangunan gereja. KONSEP FUNGSI-BENTUK INKULTURASI ARSITEKTUR GEREJA KATOLIK LITURGI Gereja Katolik - Pengertian liturgi - Ritus liturgi - Persyaratan wadah liturgi - Perlengkapan liturgi - Inkulturasi liturgikonsili Vatikan II SIMBOLISASI Misi-hakekat agama Katolik - Sejarah-simboliasi dalam Gereja Katolik - Pengertian misihakekat agama - Simbolisasi liturgi - Konsep ruang sakral KONTEKS LOKAL Budaya setempat Iklim-geografis Teknologi, ekonomi - Simbol budaya Jawa - Konsep sakral budaya Jawa - Alam-lingkungan DIY - Teknolgi di DIY Gambar 2. Faktor Pembentuk Arsitektur Gereja Katolik b. Fungsi Arsitektur Gereja Umat Kristen perlu berhimpun agar bisa beribadat sebagai jemaat, agar bisa memuliakan Allah dalam roh dan kebenaran (Yoh 4:21). Liturgi dalam peribadatan merupakan landasan utama penataan ruang dan bentuk arsitektur gereja Katolik. Aktivitas utama yang harus diakomodasi dalam sebuah bangunan Gereja Katolik adalah aktivitas perayaan liturgis, sebagai perayaan iman umat Kristen. Dasar Liturgi (leitourgia) dalam agama Katolik yang berarti karya publik, diartikan sebagai keikutsertaan umat dalam karya keselamatan Allah. Bentuk wujud kesatuan dengan Kristus yang paling nyata di dunia ini adalah melalui perayaan Ekaristi kudus, umat Katolik menyambut Tubuh dan Darah, Jiwa dan ke-ilahian Kristus, sehingga olehnya kita dipersatukan dengan Allah Tritunggal.

19 Dalam Katekismus Gereja Katolik, dan Lumen Gentium 11, Ekaristi adalah sumber dan puncak seluruh hidup kristiani. Ekaristi, berasal dari kata Yunani (eucharista) digunakan untuk arti syukur. Dengan demikian, Liturgi merupakan karya bersama antara Kristus-Sang Kepala, dan Gereja yang adalah TubuhNya, sehingga Liturgi Ekaristi menjadi perayaan ritual tertinggi dalam Gereja Katolik. Selain fungsi liturgial, arsitektur gereja juga berperan dalam mengekspresikan misi dan hakekat agama Katolik melalui simbol-simbol keagamaan [15]. Arsitektur gereja harus mampu membawa umat pada keyakinan bahwa mereka memasuki sebuah tempat yang istimewa; yang menyadarkan orang pada kenyataan bahwa mereka memasuki area sakral, di mana Tuhan tinggal (domus Dei = rumah Tuhan), bukan memasuki rumah tinggal biasa, melainkan ruang yang memiliki nilai kosmologis berupa titik pusat orientasi dan berkaitan dengan pengalaman religius, mengandung nilai spiritual, kesucian dan ritual. Hakekat agama Katolik untuk menciptakan komunitas dan rasa kebersamaan, kerukunan membuat gereja harus mampu membentuk keterbukaan dan berperan sebagai media katekisasi-tanpa-kata, atau pembelajaran iman [15]. Simbolisasi kekristenan ini tidak selalu ditampilkan dengan cara yang sama di setiap bangunan gereja Katolik. Transformasi simbolis terjadi melalui adanya pengalaman yang sejalan dengan sosial-budaya masyarakat pendukungnya atau masyarakat setempat dan pada periode tertentu. Di dalamnya terdapat pembentukan simbol-simbol ekspresif yang sesuai dengan perjalanan waktu dan perkembangan budaya, namun tidak menyimpang dari kaidah-kaidah gerejani. Kendati landasan liturgi gereja Katolik selalu sama, namun ritusnya sendiri maupun konteks setempat tidak selalu sama, bahkan di tempat yang sama pun, konteksnya tidak pernah statis. Inkulturasi menguatkan peran faktor kontekstual bagi perwujudan bentuk dan makna arsitektur gereja Katolik; sehingga menjadi kekuatan yang berpengaruh dalam pembentukan keanekaan bentuk arsitektur. Faktor konteks kesetempatan meliputi alam, teknologi dan ekonomi, serta budaya. Di lokasi dengan faktor sosial budaya masyarakat yang bersifat lebih homogen dan menganut budaya lokal yang kuat, proses inkulturasi berjalan lebih kuat dibandingkan dengan di lokasi dengan faktor sosial budaya masyarakat yang lebih heterogen seperti di kota-kota besar.

20 c. Makna dalam Arsitektur Gereja Aspek fungsi selalu berkaitan dengan konteks, aspek bentuk berkaitan dengan struktur dan makna berhubungan dengan interpretasi dari fungsi dan bentuk arsitektur. Dalam uraiannya, Salura [14] menjelaskan bahwa yang membedakan karya arsitektur yang satu dengan lainnya adalah dominasi kepentingan dari salah satu aspeknya. Makna menjadi bagian yang fundamental dalam hidup manusia, karenanya manusia selalu membubuhkan makna pada apapun yang diberikan kepadanya; manusia tidak pernah mendapatkan dalam kesadarannya sesuatu yang tidak bermakna dan dirujuk di luar dirinya. Sebagai bangunan religius, arsitektur gereja mengandung makna-makna keagamaan yang dihasilkan suatu peradaban manusia selama ratusan bahkan ribuan tahun, sehingga arsitektur gereja mempunyai arti lebih dari sekedar ruang pertemuan di mana sejumlah kegiatan diakomodasi, karena ia juga merupakan simbol kehadiran Kristus di dunia dan pengharapan umat di dunia. Gereja ditujukan untuk mengantarkan kebenaran, keyakinan dan membawa para penganutnya kepada tindakan yang diharapkan sesuai hakekat agama Katolik, sehingga arsitektur gereja selalu menjadi simbol kesakralan, ekspresi konsep teologi, membawa makna atau berperan langsung dalam pembentukan sebuah makna bagi komunitas Kristen [16,17]. Makna-makna ini tertuang baik dalam wujud arsitekturnya secara keseluruhan, maupun dalam elemen-elemen simbolik yang ada pada objek arsitekturnya. Bentuk dan tatanan yang masih kuat berlandas pada tradisi merupakan ekspresi dari makna, nilai dan kepercayaan yang dianut oleh masyarakat setempat pada waktu tertentu [18]. Hal ini dapat diartikan bahwa dalam arsitektur lokal, tema utama terejawantahkan dalam konsep bentuk dan makna serta hubungan saling mempengaruhi di antara keduanya. Perubahan yang terjadi pada masyarakat maupun lingkungannya akan mempengaruhi hubungan bentuk dan makna yang ada. Dalam studi tentang makna, JJ.Gibson [19] menyatakan bahwa makna dikomunikasikan dalam proses persepsi secara langsung, tanpa mediasi. Makna dianggap sudah terkandung dalam stimuli lingkungan, tersedia bagi manusia untuk menyerapnya. Sedangkan Hershberger [20] berpendapat bahwa makna diperoleh melalui mediasi, yaitu dalam proses persepsi dibentuk representasi yang kemudian melahirkan repsons afektif penggunanya. Dari kedua pandangan ini, makna dapat diklasifikasikan menjadi:

21 a. Makna pragmatik/fungsional, yang dapat dirasakan umat apabila tatanan ruang memungkinkan dirinya mengikuti ibadat dengan baik, seperti tatanan ruang ketika umat berdoa, bernyanyi, paduan suara dan musik, yang mampu membawa umat pada suasana kekhusukan beribadat. b. Makna simbolik, terkait dengan simbol kekristenan yang mengandung nilai-nilai sesuai ajaran Katolik, melambangkan misi dan hakekat agama Katolik. Perannya menjembatani hal yang konkrit dengan hal yang transcendental [21]. Makna simbolik yang selalu menjadi bagian pada arsitektur Gereja Katolik, dapat dirasakan umat melalui persepsinya dan keterkaitan dengan simpanan pengetahuannya. Refleksi kebudayaan Jawa, yang dalam semangat inkulturasi mewarnai bentuk arsitektur Gereja Katolik, dan sejalan dengan ajaran Gerejani, akan lebih mudah diterima dan dikenali oleh umat dengan latar belakang kebudayaan setempat. c. Makna poetik. Pada tingkatan ini, arsitektur gereja dapat merepresentasikan makna terdalam kehidupan beragama, yaitu pengalaman mistik, sebuah pengalaman yang menggetarkan sekaligus mengagumkan, ketika umat bersentuhan dengan yang Ilahi dalam liturgi. Struktur alami lingkungan berupa tatanan spasial merupakan makna alami yang secara eksistensial mudah diterima dan dikenali oleh manusia sebagai bentuk artefak, dan dapat diterima dan dikenali secara universal, tanpa terikat pada agama yang dianutnya. Namun, makna yang merupakan produk sosial atau kesepahaman yang berlandaskan budaya, akan mempunyai keterbatasan lingkup penerimaan dan pengenalannya, sehingga lebih dipahami oleh komunitas tertentu. Makna yang melibatkan pengalaman seseorang dalam berarsitektur, terasa pada bangunan yang sarat makna seperti arsitektur Gereja Katolik. Orang dapat mengalami suasana religius sebagai konsekuensi langsung dari pengalamannya yang diasosiasikan dengan kesakralan bangunan gereja dengan semua elemen simboliknya [17, 19].

22 II.3. Makna Ruang Sakral Perkembangan bentuk arsitektur Gereja Katolik di berbagai tempat juga mendapat perhatian dari Paus Benediktus XVI, sebagai pimpinan umat Katolik. Desakralisasi arsitektur Gereja Katolik, merupakan hal yang menjadi keprihatinan lembaga Gereja Katolik [23] terutama pada bentuk arsitektur Gereja dengan langgam modern. Fenomena desakralisasi ini tidak dapat dilepaskan dari perlunya pemahaman akan makna yang ada di balik wujud arsitektur tersebut, karena pemaknaan merupakan hal yang mempengaruhi tindakan manusia dan melibatkan perasaan/emosi manusia. Kata sakral yang berasal dari sacrum (Latin) terkait dengan Tuhan dan kekuatan kuasanya. Dalam kata ini juga terkandung makna spasial yang menunjuk pada area tertentu. Area sakral merupakan ruang yang memiliki nilai kosmologis berupa titik pusat orientasi dan berkaitan dengan pengalaman religious, mengandung nilai spiritual, kesucian dan ritual. Mircea, membedakan ruang sakral dari ruang profan, pada kepekaan kultural dalam menanggapi kehadiran kekuatan Ilahi [24]. Konsep ini menyatakan bahwa sebuah ruang disebut sakral karena yang Ilahi atau kekuatan supernatural berdiam di dalamnya, dan menggerakkan masyarakat setempat untuk mengorientasikan dirinya pada tempat tersebut. Kesakralan di tempat tersebut berarti kehadiran kekuatan Ilahi yang menggerakkan komunitas untuk mengorientasikan dirinya secara vertikal dan horizontal pada tempat tersebut. Thomas [22] mendefinisikan teori arsitektur sakral, -dalam hal ruang dan tempat-, sebagai pemikiran teologis terstruktur mengenai realitas alam semesta. Teori ini berkaitan dengan konsep mengenai alam dan Tuhan, dogma mengenai hubungannya dengan manusia; yang membawa dampak pada cara orang berpikir tentang ruang dan tempat di dunia ini. Konsep Mircea tersebut dapat dikelompokkan pada teori dasar Sakralis, yang menganggap bangunan dan tempat religius adalah tempat yang suci, sedangkan konsep Thomas termasuk teori dasar Kosmologis, yang memandang bangunan atau tempat tertentu sebagai simbol dari tatanan alam semesta, baik sebagian atau keseluruhannya. Selain kedua kelompok tersebut terdapat teori Sekularis, yang menganggap semua tempat adalah sama, tidak ada perbedaan. Pemikiran Kristen lebih mengacu pada kedua teori dasar pertama.

23 Dalam pemikiran sakralisme klasik terdapat kategori sakralisme ritual yaitu terbentuknya tempat sakral karena adanya ritual sakral, dan sakralisme penampakan (theophany) yaitu terbentuknya ruang/tempat sakral karena adanya suatu peristiwa sakral seperti misalnya penampakan Bunda Maria yang terjadi di Lourdes. Kemudian, berkembang pula pemahaman sakralisme asosiasional, yang menganggap ruang sakral tidak terikat pada tempat tertentu, tetapi pada keberadaan komunitas yang melakukan penyembahan, sehingga kesakralan ruang bersifat temporer. Dalam gereja Katolik, titik pusat orientasi adalah perayaan Ekaristi Kudus [24]. Karena peristiwa ekaristi Kudus adalah peristiwa sakral, maka Sanctuary, tempat di mana Ekaristi Kudus dipersembahkan menjadi pusat ruang sakral dalam tatanan gereja. Umat mengikuti perayaan Ekaristi Kudus di bagian tengah gereja (nave), yang membentang dari area pintu masuk (narthex) ke bagian mimbar di area sanctuary. Melalui ritual liturgi gereja ini lah terjadi pembentukan hirarki kesakralan ruang. Arsitektur gereja selalu menjadi simbol kesakralan, ekspresi konsep teologi, membawa makna atau berperan langsung dalam pembentukan sebuah makna bagi komunitas Kristen [22, 24].

24 BAB III METODE PENELITIAN III.1. Alur pikir Langkah-langkah penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut: Gambar 3 Kerangka penelitian a. Langkah 1: Berdasarkan latar belakang permasalahan yang ada, maka dilakukan penelaahan mengenai pemahaman tentang arti inkulturasi, sejarah inkulturasi dan hubungannya dengan arsitektur gereja Katolik b. Langkah 2: Melakukan penelaahan mengenai pemaknaan dalam arsitektur secara umum melalui literatur yang relevan, meliputi landasan teoritik proses pemaknaan arsitektur, pengertian relasi makna dengan bentuk dan fungsi arsitektur. Kemudian mengidentifikasi pemahaman ini pada obyek arsitektur Gereja Katolik yang dijadikan objek studi c. Langkah 3: Membangun kerangka analisis untuk membaca makna bentuk inkulturasi arsitektur Gereja Katolik secara menyeluruh. Kemudian

25 menerapkannya dalam pengujian obyek kasus studi, melalui analisis teoritis dan data empiris. d. Langkah 4: Membuat interpretasi hasil temuan terkait makna bentuk obyek kasus studi dengan mengacu pada tujuan dan pertanyaan penelitian.. III.2. Metode Penelitian Kajian mengenai makna arsitektural religious pada arsitektur gereja ini akan berpumpun pada faktor pengaruh, proses keterkaitan dan konteks budaya yang merupakan rujukan bagi perancangan bentuk dan pemaknaan arsitektur gereja Katolik. Metode yang akan digunakan bersifat deskriptif, analitis dan interpretatif berdasarkan bukti empiris yang ditemukan pada objek studi melalui paparan kondisi lingkungan fisik, latar belakang kesejarahan, pelaksanaan upacara liturgial dan pengaruh-pengaruh luar lain.

26 BAB IV DISKUSI DAN HASIL PEMBAHASAN IV.1. Sejarah Arsitektur Gereja Katolik Hati Kudus Yesus, Ganjuran Gereja Hati Kudus Yesus, terletak di kabupaten Bantul, 17 km selatan kota Yogyakarta. Gereja ini memiliki 8000 umatyang tersebar di 27 wilayah yang teriri atas 54 lingkungan. Gereja ini dibangun pada tahun 2009 di atas lahan seluas 2.5 ha. Di atas lahan ini juga terdapat bangunan pastoran, ruang pertemuan, candi dan pelataran terbuka, dikenal sebagai Mandala Hati Kudus Tuhan Yesus Berawal dari sebuah gereja kecil yang dibangun pada 16 April tahun 1924 oleh keluarga Schmutzer, manager pabrik gula Ganjuran Gondanglipuro, sebagai ungkapan syukur mereka kepada Hati Kudus Yesus, dan sebagai bentuk pelaksanaan ajaran sosial Gereja (rerum novarum) oleh keluarga Schmutzer, dengan memperlakukan buruhburuh pekerja pabrik gula sebagai rekan/sahabat mereka, berbagi hasil kerja dan menyediakan fasilitas bagi mereka, termasuk fasilitas peribadatan [25]. Pada tahun 1927 mulai dibangun sebuah candi sebagai ungkapan syukur atas berkat Tuhan yang melimpah; menggambarkan kedamaian dan keadilan Tuhan atas tanah itu. Di dalam candi ditempatkan patung Hati Kudus Yesus dan sekaligus Kristus Raja, dan dinamakan candi Hati Kudus Yesus (seperti tertulis dalam candi Sampeyan Dalem Maha Prabu Yesus Kristus Pangeraning para Bangsa, Engkaulah Kristus Raja Tuhan segala bangsa). Berbeda dengan candi yang dibangun dengan mengadopsi langgam Hindu- Jawa, bentuk bangunan arsitektur gereja pada awal pendiriannya itu mengacu pada bentuk arsitektur gereja di Eropa barat, tempat keluarga Schmutzer berasal. Selama perang militer kedua antara Indonesia dan Belanda, pabrik gula Ganjuran Gondanglipuro dibumi-hanguskan, akan tetapi candi dan gereja Hati Kudus Yesus masih tersisa dan masih tumbuh bersama dengan anggota jemaat Gereja sampai sekarang. Sesuai dengan perkembangan umat, bangunan gereja sempat mengalami perluasan-pengembangan sebelum rusak total akibat gempa bumi pada tahun 2006, dan dibangun kembali pada tahun 2009 dengan bentuk arsitektur yang samasekali berbeda

27 dari bentuk asalnya. Bentuk gereja yang baru ini mengambil sosok arsitektur setempat/arsitektur Jawa (Gambar 4). Gambar 4 Tampak Gereja Sebelum dan Sesudah Gempa Bumi tahun 2006 Sumber: Dokumentasi Gereja Ganjuran IV.2. Ruang Luar Arsitektur Gereja Katolik Hati Kudus Yesus, Ganjuran Tatanan arsitektur dibentuk oleh elemen-elemen geometris yang secara visual dapat ditangkap/dikenali penggunanya melalui penginderaannya, dan juga oleh prinsipprinsip tatanan (formal abstract), baik pada tatanan ruang luarnya maupun massa bangunannya. Gereja Hati Kudus Yesus dibangun dengan konteks yang tidak terkait dengan bentuk desa setempat, dan lebih merupakan prakarsa individu keluarga Schmutzer, pemilik pabrik gula Gondanglipuro di mana Gereja Katolik Hati Kudus Yesus tersebut didirikan, sebagai bentuk pelayanan ajaran sosial yang dilakukan keluarga Schmutzer bagi karyawan pabrik gula miliknya. Pemilihan lokasi gereja bukan karena dipengaruhi oleh nilai-nilai lokal melainkan karena alasan kepemilikan lahan. Dalam pemahaman masyarakat Jawa, diperlukan batas yang jelas antara bangunan rumah dan halaman sebagai mikrokosmos dengan bagian luar sebagai makrokosmos dan oleh karenanya pembatas memiliki peran yang penting sebagai penanda peralihan antara bagian dalam dan luar bangunan.

28 Gambar 5 Tapak Gereja Katolik Hati Kudus Yesus, Ganjuran, Yogyakarta Sumber: Di dalam kompleks Gereja Hati Kudus Yesus (Gambar 5), selain gedung gereja juga terdapat sejumlah fungsi lain yang berkaitan dengan kegiatan gereja seperti candi hati Kudus Yesus sebagai tempat peziarah berdoa, pastoram, dan ruang kegiatan sosial gereja; maupun fungsi yang tidak secara langsung berkaitan dengan kegiatan liturgi seperti rumah sakit St. Elizabeth, dan makam. Terdapat sejumlah pintu masuk ke dalam kompleks ini, namun bentuk pintu gerbang utama yang langsung menuju ke pelataran gereja Hati Kudus Yesus, mempunyai bentuk yang lebih erat kaitannya dengan bentuk candi Hati Kudus Yesus, yang dipengaruhi oleh arsitektur Hindu, daripada arsitektur Jawa; kecuali tulisan berbahasa Jawa ( Berkah Dalem ) yang nampak dicantumkan pada dinding gerbang (Gambar 6). Pelataran depan gereja berperan terutama sebagai ruang publik, di mana umat dapat saling bertegur sapa sebelum dan sesudah mengikuti liturgi. Pelataran juga menjadi ruang terbuka yang mempunyai akses langsung ke pelataran candi Hati Kudus Yesus di sisi timur, di mana umat melakukan ziarah, berdoa dan menjalankan berbagai prosesi seperti ibadat jalan salib.

29 Gambar 6 Gerbang Masuk ke Pelataran Gereja Hati Kudus Yesus, Ganjuran Sejak memasuki kompleks Gereja Hati Kudus Yesus ini, umat diantar untuk merasakan pengalaman ruang yang terkait dengan ritus keagamaan; yaitu menuju ke bangunan gereja untuk mengikuti berbagai upacara liturgial, menuju ke candi untuk berziarah, ataupun ke gua Maria untuk berdoa. Kegiatan arak-arakan seperti saat perayaan minggu Palma, Paskah, ataupun devosi sakramen MahaKudus dilakukan dari luar menuju ke dalam gereja. Prosesi jalan salib dapat dilaksanakan di luar gereja, yang ditandai dengan deretan stasi pemberhentian yang terpasang di sepanjang sisi pelataran candi, serta keberadaan gua Maria. Makna pragmatis dari tatanan ruang luar gereja akan semakin dapat dirasakan umat, ketika seluruh kegiatan keagamaan tersebut dapat dilakukannya dengan kekhusukan tanpa gangguan yang berarti. Gambar 7 Candi dan Sumber Air Perwitasari Sumber:

30 Gambar 8 Upacara di Pelataran Candi Hati Kudus Yesus Sumber: IV.3. Masa Bangunan Arsitektur Gereja Katolik Hati Kudus Yesus, Ganjuran Bentuk arsitektur gereja Hati Kudus Yesus sangat dipengaruhi bentuk arsitektur keraton Yogyakarta, dalam hal bentuk geomteris, maupun elemen-elemennya. a. Geometri massa bangunan Arsitektur gereja Hati Kudus Yesus yang diposisikan seperti pendopo (pendhopo) pada rumah Jawa dengan bentuk Joglo Lambangsari [26] dengan skala, proporsi yang menjadikannya tampil dominan dalam kompleks gereja. Dominasi bentuk dasar arsitektur barat pada konfigurasi denah gereja yang umumnya berbentuk salib, tidak nampak pada gereja Hati Kudus Yesus, sebaliknya digunakan pola dasar denah sebuah bangunan pendopo. Demikian pula bentuk arsitektur Gotik dengan ciri-ciri atap pipih meruncing yang menjulang dengan dinding massif tidak lagi tampak Gambar 9 Geometri Ruang Penunjang dan Gereja Katolik Hati Kudus Yesus

31 b. Elemen Pembentuk Ruang Seperti halnya sebuah pendopo yang berupa denah terbuka, gereja Hati Kudus Yesus yang berbentuk pednopo ini tidak memiliki gerbang formal sebagai pintu masuk ke dalam bangunan. Keterbukaan ruang sangat dominan, atau derajat keterlingkupan ruang gereja sangat rendah dengan hanya memiliki bidang masif pada sisi utara, sedangkan pada sisi lain hampir seluruhnya terbuka. Empat buah tiang penyangga (soko guru) pada Rumah Joglo yang melambangkan empat unsur alam yaitu tanah, air, api dan udara, dan keempatnya dipercaya orang Jawa akan memperkuat rumah secara fisik maupun mental penghuni rumah tersebut, juga ditemui pada gereja Hati Kudus Yesus (Gambar 10). Batas ruang gereja adalah peninggian lantai berundak, jajaran kolom dan naungan teritisan, yang membentuk pelingkup ruang secara maya. Meskipun tidak terdapat pintu gerbang masuk secara formal, namun penempatan cawan air suci, -yang digunakan umat saat memasuki ruang gereja-, pada posisi tertentu di sisi selatan dan timu, serta penyusunan kursi dalam ruang gereja, secara fungsional membatasi akses ke dalam ruang pendopo dan membentuk jalan masuk ke dalam gereja. Gambar 10 Ruang Dalam Gereja Hati Kudus Yesus, Ganjuran Langit-langit gereja, mempunyai pola menyerupai pola langit-langit Rumah Joglo Lambangsari, yaitu mengikuti kemiringan atap pada sisi bawah, dan datar pada bagian tengah di atas pilar-pilar (soko guru). Langit-langit (uleng-ulengan) pada pendopo keraton Yogyakarta disangga oleh balok tumpangsari lima tingkat, dilengkapi dengan banyak hiasan ukiran dan warna yang mengandung makna simbolik. Demikian pula pada gereja Hati Kudus Yesus, keberadaan tumpang sari dilengkapi dengan hiasan dan warna-waran simbolis yang melambangkan kebenaran sejati.

RELASI MAKNA-BENTUK INKULTURASI ARSITEKTUR GEREJA KATOLIK DENGAN ARSITEKTUR JAWA DALAM TINJAUAN KONSEPTUAL DAN PERSEPTUAL

RELASI MAKNA-BENTUK INKULTURASI ARSITEKTUR GEREJA KATOLIK DENGAN ARSITEKTUR JAWA DALAM TINJAUAN KONSEPTUAL DAN PERSEPTUAL RELASI MAKNA-BENTUK INKULTURASI DENGAN ARSITEKTUR JAWA DALAM TINJAUAN KONSEPTUAL DAN PERSEPTUAL OBJEK STUDI : GEREJA HATI KUDUS YESUS-GANJURAN- BANTUL, YOGYAKARTA Joyce M.Laurens Latar belakang Perkembangan

Lebih terperinci

MAKNA TRANSENDENTAL DI BALIK BENTUK ARSITEKTUR TRADISIONAL JAWA PADA GEREJA KATOLIK GANJURAN, YOGYAKARTA

MAKNA TRANSENDENTAL DI BALIK BENTUK ARSITEKTUR TRADISIONAL JAWA PADA GEREJA KATOLIK GANJURAN, YOGYAKARTA MAKNA TRANSENDENTAL DI BALIK BENTUK ARSITEKTUR TRADISIONAL JAWA PADA GEREJA KATOLIK GANJURAN, YOGYAKARTA Joyce M.Laurens jmlaurens22@gmail.com ABSTRAK: Bangunan gereja Katolik Hati Kudus Yesus, Ganjuran,

Lebih terperinci

MEMAHAMI ARSITEKTUR LOKAL DARI PROSES INKULTURASI PADA ARSITEKTUR GEREJA KATOLIK DI INDONESIA

MEMAHAMI ARSITEKTUR LOKAL DARI PROSES INKULTURASI PADA ARSITEKTUR GEREJA KATOLIK DI INDONESIA MEMAHAMI ARSITEKTUR LOKAL DARI PROSES INKULTURASI PADA ARSITEKTUR GEREJA KATOLIK DI INDONESIA Joyce Marcella Laurens Universitas Kristen Petra joyce@peter.petra.ac.id ABSTRACT Architecture is a product

Lebih terperinci

PERAN TEKNOLOGI PADA RELASI BENTUK DAN MAKNA ARSITEKTUR GEREJA KATOLIK DALAM PROSES INKULTURASI

PERAN TEKNOLOGI PADA RELASI BENTUK DAN MAKNA ARSITEKTUR GEREJA KATOLIK DALAM PROSES INKULTURASI PERAN TEKNOLOGI PADA RELASI BENTUK DAN MAKNA ARSITEKTUR GEREJA KATOLIK DALAM PROSES INKULTURASI Joyce M.Laurens. 1 1 joyce@peter.petra.ac.id ABSTRAK: Persentuhan satu budaya dengan budaya yang lain, membawa

Lebih terperinci

MEMAHAMI ARSITEKTUR LOKAL DARI PROSES INKULTURASI PADA ARSITEKTUR GEREJA KATOLIK DI INDONESIA

MEMAHAMI ARSITEKTUR LOKAL DARI PROSES INKULTURASI PADA ARSITEKTUR GEREJA KATOLIK DI INDONESIA MEMAHAMI ARSITEKTUR LOKAL DARI PROSES INKULTURASI PADA ARSITEKTUR GEREJA KATOLIK DI INDONESIA Joyce Marcella Laurens Universitas Kristen Petra joyce@peter.petra.ac.id ABSTRACT Architecture is a product

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. KESIMPULAN Kesimpulan akan menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian yang telah diajukan sebelumnya (pada bab 1) sehingga akan didapatkan pemahaman mengenai konsep ruang

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan BAB 1 PENDAHULUAN

Bab I Pendahuluan BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK 1.1.1 Tinjauan Umum Gereja Dengan adanya perkembangan zaman dan pertumbuhan penduduk yang semakin cepat, mengakibatkan manusia berlomba-lomba dalam

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Salah satu hal yang paling penting bagi sebuah agama adalah tempat ibadah. Dan tempat ibadah tersebut dapat berupa gedung ataupun bangunan yang lain. Sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imannya itu kepada Kristus dalam doa dan pujian. Doa, pujian dan kegiatan-kegiatan liturgi

BAB I PENDAHULUAN. imannya itu kepada Kristus dalam doa dan pujian. Doa, pujian dan kegiatan-kegiatan liturgi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penulisan Gereja adalah persekutuan umat beriman yang percaya kepada Kristus. Sebagai sebuah persekutuan iman, umat beriman senantiasa mengungkapkan dan mengekspresikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan Dunia dalam berbagai bidang kehidupan mempengaruhi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan Dunia dalam berbagai bidang kehidupan mempengaruhi kehidupan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kemajuan Dunia dalam berbagai bidang kehidupan mempengaruhi kehidupan dan nilai-nilai rohani masyarakat. Kehidupan rohani menjadi semakin terdesak dari perhatian umat

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. budaya Jawa terhadap liturgi GKJ adalah ada kesulitan besar pada tata

BAB V PENUTUP. budaya Jawa terhadap liturgi GKJ adalah ada kesulitan besar pada tata BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Kesimpulan akhir dari penelitian tentang teologi kontekstual berbasis budaya Jawa terhadap liturgi GKJ adalah ada kesulitan besar pada tata peribadahan GKJ di dalam menanamkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejak berabad-abad silam dan beberapa diantaranya sekarang sudah menjadi aset

BAB I PENDAHULUAN. sejak berabad-abad silam dan beberapa diantaranya sekarang sudah menjadi aset BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Gereja merupakan bangunan ibadat umat kristiani yang mewadahi kegiatan spiritual bagi jemaatnya. Berbagai bentuk desain gereja telah tercipta sejak berabad-abad silam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anastasia Jessica Putri Larasati

BAB I PENDAHULUAN. Anastasia Jessica Putri Larasati BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Pengadaan Proyek Paus Benediktus XVI dalam pidatonya pada Hari Penutupan Orang Muda Sedunia (World Youth Day) yang diselenggarakan di Sidney pada 20 Juli 2006 mengingatkan

Lebih terperinci

Pendidikan Agama. Katolik IMAN DAN GLOBALISASI ( PEMBAHARUAN KONSILI VATIKAN II ) Modul ke: 12Fakultas Psikologi

Pendidikan Agama. Katolik IMAN DAN GLOBALISASI ( PEMBAHARUAN KONSILI VATIKAN II ) Modul ke: 12Fakultas Psikologi Pendidikan Agama Modul ke: 12Fakultas Psikologi Katolik IMAN DAN GLOBALISASI ( PEMBAHARUAN KONSILI VATIKAN II ) Program Studi Psikologi Oleh : Drs. Sugeng Baskoro, M.M Sejarah Konsili Vatikan II Konsili

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proyek

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proyek BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proyek Keseimbangan hidup manusia adalah adanya keseimbangan segi jasmani dan rohani. Kehidupan jasmani terpenuhi dengan segala hal yang bersifat duniawi sedangkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Kematian

BAB 1 PENDAHULUAN Kematian BAB 1 PENDAHULUAN Menurut Vitruvius di dalam bukunya Ten Books of Architecture, arsitektur merupakan gabungan dari ketiga aspek ini: firmity (kekuatan, atau bisa dianggap sebagai struktur), venustas (keindahan

Lebih terperinci

BAB II EKARISTI SEBAGAI SUMBER DAN PUNCAK HIDUP KRISTIANI. Dosen : Drs. Petrus Yusuf Adi Suseno, M.H. Modul ke: Fakultas MKCU. Program Studi Psikologi

BAB II EKARISTI SEBAGAI SUMBER DAN PUNCAK HIDUP KRISTIANI. Dosen : Drs. Petrus Yusuf Adi Suseno, M.H. Modul ke: Fakultas MKCU. Program Studi Psikologi BAB II Modul ke: 03 EKARISTI SEBAGAI SUMBER DAN PUNCAK HIDUP KRISTIANI Fakultas MKCU Dosen : Drs. Petrus Yusuf Adi Suseno, M.H. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id 1 A. Pengertian Ekaristi Istilah

Lebih terperinci

RELASI BENTUK-MAKNA PERSEPTUAL PADA ARSITEKTUR GEREJA KATOLIK DI INDONESIA

RELASI BENTUK-MAKNA PERSEPTUAL PADA ARSITEKTUR GEREJA KATOLIK DI INDONESIA RELASI BENTUK-MAKNA PERSEPTUAL PADA ARSITEKTUR GEREJA KATOLIK DI INDONESIA Joyce M.Laurens 1 1 joyce@peter.petra.ac.id ABSTRAK: Melalui proses inkulturasi, bentuk arsitektur Gereja Katolik di Indonesia,

Lebih terperinci

diberikan Tuhan, meminta tolong kepada Tuhan, menenangkan pikiran dan memusatkannya untuk menuju ke fase kesederhanaan, absolusi / penebusan, epifania

diberikan Tuhan, meminta tolong kepada Tuhan, menenangkan pikiran dan memusatkannya untuk menuju ke fase kesederhanaan, absolusi / penebusan, epifania BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gereja adalah sebuah bangunan atau struktur yang tujuan utamanya untuk memfasilitasi pertemuan umat Kristiani. Dalam kegiatan ibadat umat Katolik, kegiatan terpenting

Lebih terperinci

Gereja Katolik Kristus Raja di Wasuponda, Luwu Timur, Sulawesi Selatan BAB I PENDAHULUAN

Gereja Katolik Kristus Raja di Wasuponda, Luwu Timur, Sulawesi Selatan BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Dalam buku Gereja yang Melayani dengan Rendah Hati bersama Mgr Ignatius Suharyo, editor E. Martasudjita menuliskan, Perjanjian Baru selalu berbicara

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. A. Latar belakang permasalahan

BAB I Pendahuluan. A. Latar belakang permasalahan BAB I Pendahuluan A. Latar belakang permasalahan Manusia membutuhkan sarana untuk mengungkapkan setiap pengalaman yang dia rasakan dan dia alami, yang di dalamnya manusia bisa berbagi dengan manusia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jubelando O Tambunan, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jubelando O Tambunan, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai ciri keanekaragaman budaya yang berbeda tetapi tetap satu. Indonesia juga memiliki keanekaragaman agama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia mempunyai dua aspek kebutuhan yang wajib untuk dipenuhi oleh setiap pribadinya, yaitu kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani. Kebutuhan jasmani merupakan

Lebih terperinci

PASTORAL DIALOGAL. Erik Wahju Tjahjana

PASTORAL DIALOGAL. Erik Wahju Tjahjana PASTORAL DIALOGAL Erik Wahju Tjahjana Pendahuluan Konsili Vatikan II yang dijiwai oleh semangat aggiornamento 1 merupakan momentum yang telah menghantar Gereja Katolik memasuki Abad Pencerahan di mana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Agama memiliki hubungan yang erat dengan kebudayaan. Banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Agama memiliki hubungan yang erat dengan kebudayaan. Banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agama memiliki hubungan yang erat dengan kebudayaan. Banyak bangunan-bangunan megah yang sengaja dibangun oleh tangan-tangan manusia sebagai wujud berdiamnya Allah di

Lebih terperinci

MUSIK DAN MISI. Oleh. Florentina Wijayani Kusumawati 21. Pendahuluan

MUSIK DAN MISI. Oleh. Florentina Wijayani Kusumawati 21. Pendahuluan MUSIK DAN MISI Oleh Florentina Wijayani Kusumawati 21 Pendahuluan Tidak dapat disangkal bahwa musik merupakan bagian integral dalam ibadah Kristen. Peranan dan pengaruh musik dalam ibadah tidak dapat disepelekan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jurnal Teologi Gema Duta Wacana edisi Musik Gerejawi No. 48 Tahun 1994, hal. 119.

BAB I PENDAHULUAN. Jurnal Teologi Gema Duta Wacana edisi Musik Gerejawi No. 48 Tahun 1994, hal. 119. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya, musik merupakan suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan dari suatu kegiatan peribadatan. Pada masa sekarang ini sangat jarang dijumpai ada suatu

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan Latar Belakang. Tugas Akhir 122

Bab I Pendahuluan Latar Belakang. Tugas Akhir 122 Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Wilayah Semarang dan sekitarnya merupakan salah satu pusat perkembangan Agama Katolik ditandai sejak tahun 1808 berawal dari Gereja Paroki pertama di Semarang yakni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan yang kedua, Gereja adalah umat Katolik itu sendiri. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan yang kedua, Gereja adalah umat Katolik itu sendiri. Perkembangan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.1.1 Latar belakang penelitian Gereja dalam ajaran agama Katolik memiliki dua pengertian, yang pertama, gereja adalah bangunan untuk melaksanakan ibadah bagi umat

Lebih terperinci

SPIRITUALITAS EKARISTI

SPIRITUALITAS EKARISTI SPIRITUALITAS EKARISTI SUSUNAN PERAYAAN EKARISTI RITUS PEMBUKA LITURGI SABDA LITURGI EKARISTI RITUS PENUTUP RITUS PEMBUKA Tanda Salib Salam Doa Tobat Madah Kemuliaan Doa Pembuka LITURGI SABDA Bacaan I

Lebih terperinci

Spiritualitas Organis, Pengiring Lagu Liturgi dalam dokumen Gereja

Spiritualitas Organis, Pengiring Lagu Liturgi dalam dokumen Gereja Spiritualitas Organis, Pengiring Lagu Liturgi dalam dokumen Gereja RD.Sridanto Aribowo, MA.Lit Temu paguyuban organis Gereja Keuskupan Agung Jakarta Rawamangun, 20 Juli 2013 AJARAN GEREJA TENTANG MUSIK

Lebih terperinci

Pendidikan Agama Katolik

Pendidikan Agama Katolik Pendidikan Agama Katolik Modul ke: 03 EKARISTI SEBAGAI SUMBER DAN PUNCAK HIDUP KRISTIANI Fakultas Psikologi Program Studi Psikologi Drs. Sugeng Baskoro, M.M Pendahuluan Dalam suatu adegan yang mengharukan

Lebih terperinci

Selama ini selain bulan Mei, kita mengenal bulan Oktober adalah bulan Maria yang diperingati setiap

Selama ini selain bulan Mei, kita mengenal bulan Oktober adalah bulan Maria yang diperingati setiap Pengantar Selama ini selain bulan Mei, kita mengenal bulan Oktober adalah bulan Maria yang diperingati setiap tahunnya oleh seluruh umat katolik sedunia untuk menghormati Santa Perawan Maria. Bapa Suci

Lebih terperinci

BAB III KONSEP PERANCANGAN INTERIOR

BAB III KONSEP PERANCANGAN INTERIOR BAB III KONSEP PERANCANGAN INTERIOR 3.1 Tema perancangan Tema perancangan yang di ambil dalam membangun fasilitas ibadat ini adalah Keimanan Kepada Yesus Kristus, dalam pengertian penciptaan suasana transendental

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transformasi dalam arsitektur

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transformasi dalam arsitektur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1. Transformasi dalam arsitektur Transformasi dalam arsitektur bukanlah hal baru karena selalu berkait dengan masalah klasik tentang pembentukan citra lingkungan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Agama Katolik masuk ke Indonesia melalui Bangsa Portugis pada tahun 1512 dengan tujuan untuk berdagang di daerah penghasil rempahrempah tepatnya di kepulauan Maluku.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Jawa Barat merupakan salah satu propinsi yang memiliki agama-agama suku dan kebudayaan-kebudayaan lokal serta masih dipelihara. Salah satu agama suku yang ada di Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Dalam proses penyebarluasan firman Tuhan, pekabaran Injil selalu berlangsung dalam konteks adat-istiadat dan budaya tertentu, seperti halnya Gereja gereja di

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Sekolah : SMP-K PERMATA BUNDA CIMANGGIS Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Katolik Kelas/Semester : VIII / 1 Alokasi Waktu : 2 x 40 menit A. Standar Kompetensi : Memahami

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan. kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan

BAB VI KESIMPULAN. Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan. kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan 533 BAB VI KESIMPULAN A. Kesimpulan Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan sebagai landasan relasi manusia-tuhan-alam semesta.

Lebih terperinci

BAB I ARTI DAN MAKNA GEREJA

BAB I ARTI DAN MAKNA GEREJA BAB I ARTI DAN MAKNA GEREJA A. KOMPETENSI 1. Standar Kompetensi Memahami karya Yesus Kristus yang mewartakan Kerajaan Allah dan penerusannya oleh Gereja, sehingga dapat mengembangkan hidup bersama dan

Lebih terperinci

UKDW PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

UKDW PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah makhluk rohani. Kata rohani berasal dari kata Ibrani ruah, yang berarti nafas. 1 Doa adalah nafas hidup. Ini menunjukkan bahwa di dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Surakarta selain dikenal sebagai kota batik, juga populer dengan keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia memiliki kekhasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perancangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perancangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan Gereja merupakan fasilitas pendukung kebutuhan manusia dalam mendekatkan diri dan beribadah kepada Tuhan. Gereja menjadi komunitas, wadah, dan sarana yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. E.P. Ginting, Religi Karo: Membaca Religi Karo dengan Mata yang Baru (Kabanjahe: Abdi Karya, 1999), hlm.

BAB I PENDAHULUAN UKDW. E.P. Ginting, Religi Karo: Membaca Religi Karo dengan Mata yang Baru (Kabanjahe: Abdi Karya, 1999), hlm. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Secara umum masyarakat Karo menganggap bahwa agama Hindu-Karo adalah agama Pemena (Agama Pertama/Awal). Dalam agama Pemena, terdapat pencampuran konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang permasalahan

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar belakang permasalahan Dalam diri manusia terdapat dua element dasar yang sangat berpengaruh dalam membentuk kepribadian manusia. Element tersebut adalah rasio dan rasa.

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 5.1 Konsep Ruang dan Bangunan Permasalahan dalam perencanaan dan perancangan kompleks Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran di Kabupaten Bantul, DIY adalah sebagai

Lebih terperinci

1/14/2018 RUANG SAKRA. Paroki St. Odilia Citra Raya 14 Januari 2018 M.F. Dinar Ari Wijayanti. Dasar Biblis

1/14/2018 RUANG SAKRA. Paroki St. Odilia Citra Raya 14 Januari 2018 M.F. Dinar Ari Wijayanti. Dasar Biblis RUANG SAKRA Paroki St. Odilia Citra Raya 14 Januari 2018 M.F. Dinar Ari Wijayanti Dasar Biblis 1 Kitab Nabi Yehezkiel 40:48 47:12 Bait Suci yang Baru Yesus Menyucikan Bait Allah RumahKu adalah Rumah Doa

Lebih terperinci

EVANGELISASI BARU. Rohani, Desember 2012, hal Paul Suparno, S.J.

EVANGELISASI BARU. Rohani, Desember 2012, hal Paul Suparno, S.J. 1 EVANGELISASI BARU Rohani, Desember 2012, hal 25-28 Paul Suparno, S.J. Suster Budayanita waktu mengajar agama pada beberapa orang tua yang ingin menjadi Katolik, sering meneguhkan bahwa mereka itu sebenarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ibadah merupakan sebuah bentuk perjumpaan manusia dengan Allah, pun juga dengan corak masing-masing sesuai dengan pengalaman iman dari setiap individu atau

Lebih terperinci

BAB V KAJIAN TEORI. Tema desain yang digunakan pada proyek Komples Wisata Budaya di Kota

BAB V KAJIAN TEORI. Tema desain yang digunakan pada proyek Komples Wisata Budaya di Kota BAB V KAJIAN TEORI 5.1 Kajian Teori Penekanan Desain 5.1.1 Teori Tema Desain Tema desain yang digunakan pada proyek Komples Wisata Budaya di Kota Solo menggunakan langgam arsitektur Neo-Vernakular. Arsitektur

Lebih terperinci

GEREJA KATOLIK PAROKI SAMBIROTO SEMARANG

GEREJA KATOLIK PAROKI SAMBIROTO SEMARANG P LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR GEREJA KATOLIK PAROKI SAMBIROTO SEMARANG PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR NEO-VERNAKULAR Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh

Lebih terperinci

HOME. Written by Sr. Maria Rufina, P.Karm Published Date. A. Pembentukan Intelektual dan Spiritual Para Imam

HOME. Written by Sr. Maria Rufina, P.Karm Published Date. A. Pembentukan Intelektual dan Spiritual Para Imam A. Pembentukan Intelektual dan Spiritual Para Imam Di masa sekarang ini banyak para novis dan seminaris yang mengabaikan satu atau lebih aspek dari latihan pembentukan mereka untuk menjadi imam. Beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agama memiliki hubungan yang erat dengan kebudayaan, banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agama memiliki hubungan yang erat dengan kebudayaan, banyak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agama memiliki hubungan yang erat dengan kebudayaan, banyak bangunan-bangunan megah yang sengaja dibangun oleh tangan-tangan manusia sebagai wujud berdiamnya

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN TEOLOGIS TERHADAP PENGHAYATAN ROH KUDUS JEMAAT KRISTEN INDONESIA INJIL KERAJAAN DI SEMARANG

BAB IV TINJAUAN TEOLOGIS TERHADAP PENGHAYATAN ROH KUDUS JEMAAT KRISTEN INDONESIA INJIL KERAJAAN DI SEMARANG BAB IV TINJAUAN TEOLOGIS TERHADAP PENGHAYATAN ROH KUDUS JEMAAT KRISTEN INDONESIA INJIL KERAJAAN DI SEMARANG Pada Bab ini, penulis akan menggunakan pemahaman-pemahaman Teologis yang telah dikemukakan pada

Lebih terperinci

10. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunalaras (SMPLB E)

10. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunalaras (SMPLB E) 10. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunalaras (SMPLB E) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimana arsitektur itu berada (Rapoport, 1969). Rapoport membagi arsitektur menjadi

BAB I PENDAHULUAN. dimana arsitektur itu berada (Rapoport, 1969). Rapoport membagi arsitektur menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Menurut Amos Rapoport arsitektur dibentuk dari latar belakang kebudayaan dimana arsitektur itu berada (Rapoport, 1969). Rapoport membagi arsitektur menjadi dua bagian

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA. dan biasanya jatuh pada bulan Maret/April. Ritual ini dilakukan dengan

BAB IV ANALISA DATA. dan biasanya jatuh pada bulan Maret/April. Ritual ini dilakukan dengan BAB IV ANALISA DATA Ritual Jumat Agung merupakan ritual yang dilaksanakan pada hari Jumat dan biasanya jatuh pada bulan Maret/April. Ritual ini dilakukan dengan mempunyai tujuan untuk memperingati hari

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. Ada beberapa definisi untuk kata gereja. Jika kita amati, definisi pertama

Bab I PENDAHULUAN. Ada beberapa definisi untuk kata gereja. Jika kita amati, definisi pertama Bab I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Ada beberapa definisi untuk kata gereja. Jika kita amati, definisi pertama kata gereja yang diberikan oleh banyak kamus, khususnya kamus daring (online),

Lebih terperinci

KISI-KISI PENULISAN SOAL. kemampuan

KISI-KISI PENULISAN SOAL. kemampuan KISI-KISI PENULISAN SOAL Jenis Sekolah : SMP Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti Kurikulum : 2006 Alokasi Waktu : 120 Menit Jumlah soal : 40 + 5 Bentuk Soal : Pilihan Ganda dan Uraian

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN ZIARAH CANDI HATI KUDUS TUHAN YESUS GANJURAN DI BANTUL

PENGEMBANGAN KAWASAN ZIARAH CANDI HATI KUDUS TUHAN YESUS GANJURAN DI BANTUL LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENGEMBANGAN KAWASAN ZIARAH CANDI HATI KUDUS TUHAN YESUS GANJURAN DI BANTUL Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia dapat menghasilkan keindahan melalui kegiatan bernyanyi. Bernyanyi adalah

BAB I PENDAHULUAN. manusia dapat menghasilkan keindahan melalui kegiatan bernyanyi. Bernyanyi adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Musik adalah bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Ia merupakan bagian dari kesenian atau keindahan yang dihasilkan melalui media bunyi atau suara. Suara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan keberadaannya. Dari ajaran resmi yang dituangkan di dalam Pokok-

BAB I PENDAHULUAN. dengan keberadaannya. Dari ajaran resmi yang dituangkan di dalam Pokok- BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Identifikasi Permasalahan Sebagai salah satu penerus tradisi Gereja Reformasi, Gereja Kristen Jawa (GKJ) memiliki ajaran iman yang sangat mendasar sehubungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjamuan kudus merupakan perintah Tuhan sendiri, seperti terdapat dalam Matius 26:26-29, Mar

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjamuan kudus merupakan perintah Tuhan sendiri, seperti terdapat dalam Matius 26:26-29, Mar BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam pengajaran gereja sakramen disebut sebagai salah satu alat pemelihara keselamatan bagi umat Kristiani. Menurut gereja-gereja reformasi hanya ada dua sakramen,

Lebih terperinci

Written by Tim carmelia.net Published Date

Written by Tim carmelia.net Published Date Pada masa akhir hidupnya, Paus Yohanes Paulus II menetapkan tahun Ekaristi yang dimulai pada bulan Oktober tahun 2004 sampai bulan Oktober tahun 2005. Hal ini menunjukkan suatu kecintaan yang luar biasa

Lebih terperinci

KONTEKSTUALISASI DAN PERJANJIAN LAMA

KONTEKSTUALISASI DAN PERJANJIAN LAMA KONTEKSTUALISASI DAN PERJANJIAN LAMA SHORTER kitab Perjanjian lama lebih dahulu menempatkan Sabda kepada dunia, konsep yang mendasari pendekatan Kristologi untuk berkontekstualisasi. inilah suara Tuhan

Lebih terperinci

MUSIK LITURGI BERNUANSA ETNIS

MUSIK LITURGI BERNUANSA ETNIS MUSIK LITURGI BERNUANSA ETNIS Musik Gereja Inkulturasi Adalah musik gereja yang bernuansa musik tradisi setempat atau lokal. Di Indonesia, musik gereja yang digunakan dalam peribadatan sudah berkembang

Lebih terperinci

5. Pengantar : Imam mengarahkan umat kepada inti bacaan, liturgi yang akan dirayakan saat itu.

5. Pengantar : Imam mengarahkan umat kepada inti bacaan, liturgi yang akan dirayakan saat itu. TATA CARA dan URUTAN PERAYAAN EKARISTI: Bagian 1 : RITUS PEMBUKA Bertujuan mempersatukan umat yang berkumpul dan mempersiapkan umat untuk mendengarkan sabda Allah dan merayakan Ekaristi dengan layak. Ritus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kata "agama" berasal dari bahasa Sansekerta, agama yang berarti "tradisi".

BAB I PENDAHULUAN. Kata agama berasal dari bahasa Sansekerta, agama yang berarti tradisi. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi III mengatakan Agama adalah ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan ( kepercayaan ) dan peribadatan kepada Tuhan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gereja mulai menggunakan nyanyian dalam upacara keagamaan sebelum abad

BAB I PENDAHULUAN. Gereja mulai menggunakan nyanyian dalam upacara keagamaan sebelum abad BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gereja mulai menggunakan nyanyian dalam upacara keagamaan sebelum abad IV. Pada saat itu musik sudah masuk dalam unsur liturgi dan berfungsi sebagai sarana untuk

Lebih terperinci

KISI-KISI UJIAN SEKOLAH BERSTANDAR NASIONAL (USBN) TAHUN PELAJARAN 2017/2018

KISI-KISI UJIAN SEKOLAH BERSTANDAR NASIONAL (USBN) TAHUN PELAJARAN 2017/2018 Jenjang Pendidikan : SMP Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Katolik Kurikulum : 2006 Jumlah Kisi-Kisi : 60 KISI-KISI UJIAN SEKOLAH BERSTANDAR NASIONAL (USBN) TAHUN PELAJARAN 2017/2018 NO KOMPETENSI DASAR

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN HIEROPHANY DALAM RITUAL PERJAMUAN KUDUS DI GEREJA KRISTEN INDONESIA (GKI) DAN GEREJA HATI KUDUS YESUS DI SURABAYA

BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN HIEROPHANY DALAM RITUAL PERJAMUAN KUDUS DI GEREJA KRISTEN INDONESIA (GKI) DAN GEREJA HATI KUDUS YESUS DI SURABAYA BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN HIEROPHANY DALAM RITUAL PERJAMUAN KUDUS DI GEREJA KRISTEN INDONESIA (GKI) DAN GEREJA HATI KUDUS YESUS DI SURABAYA A. Pendahuluan Dalam suatu ritual keagamaan yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Mustopo Habib berpendapat bahwa kesenian merupakan jawaban terhadap tuntutan dasar kemanusiaan yang bertujuan untuk menambah dan melengkapi kehidupan. Namun

Lebih terperinci

UKDW. BAB I Pendahuluan. A. Latar Belakang

UKDW. BAB I Pendahuluan. A. Latar Belakang BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Kehidupan umat beragama tidak bisa dipisahkan dari ibadah. Ibadah bukan hanya sebagai suatu ritus keagamaan tetapi juga merupakan wujud respon manusia sebagai ciptaan

Lebih terperinci

Pertanyaan Alkitabiah Pertanyaan Bagaimanakah Orang Yang Percaya Akan Kristus Bisa Bersatu?

Pertanyaan Alkitabiah Pertanyaan Bagaimanakah Orang Yang Percaya Akan Kristus Bisa Bersatu? Pertanyaan Alkitabiah Pertanyaan 21-23 Bagaimanakah Orang Yang Percaya Akan Kristus Bisa Bersatu? Orang-orang yang percaya kepada Kristus terpecah-belah menjadi ratusan gereja. Merek agama Kristen sama

Lebih terperinci

PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK 1 MODUL PERKULIAHAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK IMAN KATOLIK Fakultas Program Studi Tatap Muka Reguler Kode MK Disusun Oleh MKCU PSIKOLOGI 02 MK900022 Drs. Petrus Yusuf Adi Suseno, M.H. Abstract Pada Bab

Lebih terperinci

Liturgi Anak yang Hidup

Liturgi Anak yang Hidup Liturgi Anak yang Hidup 50 Tahun Sacrosanctum Concilium Makasar, 16 Oktober 2013 RD.Sridanto Aribowo, MA.Lit Gereja yang Peduli kepada Anak Sejarah Gereja menunjukkan anak kerap menjadi subyek maupun obyek

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI DAN PROGRAM. Redesain Kompleks Gereja Kristus Raja Semesta Alam di Kelurahan Tegalrejo, Salatiga

LANDASAN TEORI DAN PROGRAM. Redesain Kompleks Gereja Kristus Raja Semesta Alam di Kelurahan Tegalrejo, Salatiga PROJEK AKHIR ARSITEKTUR Periode LXVII, Semester Genap, Tahun 2014/2015 LANDASAN TEORI DAN PROGRAM Redesain Kompleks Gereja Kristus Raja Semesta Alam di Kelurahan Tegalrejo, Salatiga Tema Desain ARSITEKTUR

Lebih terperinci

Tugas Agama. Mengapa Ekarisi menjadi pusat dan sumber liturgi Gereja Katolik?

Tugas Agama. Mengapa Ekarisi menjadi pusat dan sumber liturgi Gereja Katolik? Nama : Phoa, Wily Angpujana NIM : 4101412151 Fak/Jur: MIPA/Matemaika Tugas Agama Mengapa Ekarisi menjadi pusat dan sumber liturgi Gereja Katolik? Dalam Sacrosanctum Concilium (SC) (Konsitusi Tentang Liturgi

Lebih terperinci

11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Dasar (SD)

11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Dasar (SD) 11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Dasar (SD) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan

Lebih terperinci

Masjid Cipari Garut, Masjid Berasitektur Mirip Gereja

Masjid Cipari Garut, Masjid Berasitektur Mirip Gereja SEMINAR HERITAGE IPLBI 207 KASUS STUDI Masjid Cipari Garut, Masjid Berasitektur Mirip Gereja Franciska Tjandra tjandra.fransiska@gmail.com A rsitektur Islam, Jurusan A rsitektur, F akultas Sekolah A rsitektur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan manusia terdiri dari tubuh, jiwa dan roh. Untuk menciptakan kehidupan yang seimbang, maka manusia harus dapat membangun hubungan antara manusia dengan

Lebih terperinci

Theresiana Ani Larasati

Theresiana Ani Larasati MENGENAL CANDI GANJURAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SEBAGAI TEMPAT PEZIARAHAN DAN CAGAR BUDAYA Theresiana Ani Larasati Candi Ganjuran berada di dalam kompleks Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran, terletak

Lebih terperinci

lambang dan Citra citra Rakyat (PERSETIA. 1992), hlm.27 6 Scn 3, hlm

lambang dan Citra citra Rakyat (PERSETIA. 1992), hlm.27 6 Scn 3, hlm BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia pada hakekatnya adalah makhluk berbudaya, karena itu manusia tidak dapat lepas dari budaya yang dianutnya. Suatu budaya memiliki nilai

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iii. DAFTAR ISI... iv. DAFTAR GAMBAR... vii. DAFTAR TABEL... ix. DAFTAR DIAGRAM... x

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iii. DAFTAR ISI... iv. DAFTAR GAMBAR... vii. DAFTAR TABEL... ix. DAFTAR DIAGRAM... x ABSTRAK ABSTRAK Biara Katolik SSCC di Yogyakarta merupakan salah satu fasilitas sosial religius yang ditujukan untuk tempat tinggal dan pelatihan para calon imam. Biara ini diharapkan dapat mendukung pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS Keluarga merupakan salah satu komponen penting dalam kehidupan masyarakat yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak, dalamnya harus terdapat keseimbangan, keselarasan kasih sayang

Lebih terperinci

RINGKASAN SKRIPSI INKULTURASI MUSIK GAMELAN JAWA PADA MUSIK LITURGI DALAM EKARISTI DI GEREJA HATI KUDUS TUHAN YESUS PUGERAN YOGYAKARTA

RINGKASAN SKRIPSI INKULTURASI MUSIK GAMELAN JAWA PADA MUSIK LITURGI DALAM EKARISTI DI GEREJA HATI KUDUS TUHAN YESUS PUGERAN YOGYAKARTA RINGKASAN SKRIPSI INKULTURASI MUSIK GAMELAN JAWA PADA MUSIK LITURGI DALAM EKARISTI DI GEREJA HATI KUDUS TUHAN YESUS PUGERAN YOGYAKARTA Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah salah satu Negara dengan tingkat perkembangan yang sangat signifikan, perkembangan di Indonesia terjadi secara merata di setiap kota termasuk kota-kota

Lebih terperinci

Pdt. Gerry CJ Takaria

Pdt. Gerry CJ Takaria Defenisi Gereja menurut Alkitab Di terjemahkan dari bahasa Yunani ekklesia, yang berarti dipanggil keluar. Ungkapan ini pada umumnya digunakan untuk orang yang mengadakan pertemuan apa saja. Di Perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia, mitos dan ritual saling berkaitan. Penghadiran kembali pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia, mitos dan ritual saling berkaitan. Penghadiran kembali pengalaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ritual merupakan suatu proses pelaksanaan tradisi. Meskipun sudah ada ritual tanpa mitos-mitos dalam beberapa periode jaman kuno. Dalam tingkah laku manusia,

Lebih terperinci

bahasa dan mulai menyebarkan ajaran Kristus kepada orang lain yang beranekaragam. Hal tersebut mirip dengan karakter umat di Gereja St. Monika BSD yan

bahasa dan mulai menyebarkan ajaran Kristus kepada orang lain yang beranekaragam. Hal tersebut mirip dengan karakter umat di Gereja St. Monika BSD yan BAB V KONSEP PERANCANGAN Setelah melakukan pengamatan dan analisa pada bab sebelumnya, maka bangunan gereja St. Monika BSD memerlukan suatu peremajaan pada bagian interior berupa pengembangan komposisi

Lebih terperinci

Res e n s i Bu k u. Resensi Buku 107

Res e n s i Bu k u. Resensi Buku 107 Res e n s i Bu k u Judul Buku : Christ in Practice: A Christology of Everyday Life Pengarang : Clive Marsh Penerbit : Darton, Longman and Todd, London, 2006 Halaman : xiii + 168 Who is Christ for us today?

Lebih terperinci

Pendidikan Agama Kristen Protestan

Pendidikan Agama Kristen Protestan Pendidikan Agama Kristen Protestan Modul ke: 01Fakultas Psikologi GEREJA DAN HAKIKATNYA Drs. Sugeng Baskoro,M.M. Program Studi Psikologi HAKEKAT GEREJA A.pengertian Gereja Kata Gereja berasal dari bahasa

Lebih terperinci

B A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan

B A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan 5.1. Kesimpulan B A B V P E N U T U P Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan umum bahwa integrasi sosial dalam masyarakat Sumba di Kampung Waiwunga, merupakan konstruksi makna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. A.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. A.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1 A. Permasalahan A.1. Latar Belakang Masalah Perjamuan Kudus merupakan salah satu ritual yang masih terpelihara dalam tradisi gereja hingga saat ini. Sebuah ritual jamuan makan roti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gereja adalah tempat bersekutu umat Kristiani untuk beribadah kepada Tuhan. Konsep gereja yang memiliki nilai-nilai spiritual dan sakral memiliki keunikantersendiri

Lebih terperinci

Kitab Perjanjian Baru tidak memberikan informasi tanggal kelahiran Yesus sehingga pemunculan tanggal 25 Desember menimbulkan berbagai kontroversi

Kitab Perjanjian Baru tidak memberikan informasi tanggal kelahiran Yesus sehingga pemunculan tanggal 25 Desember menimbulkan berbagai kontroversi Kitab Perjanjian Baru tidak memberikan informasi tanggal kelahiran Yesus sehingga pemunculan tanggal 25 Desember menimbulkan berbagai kontroversi diantara kalangan Kristen sendiri. Darimana asal usul perayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keuskupan Surabaya. Menurut pernyataannya, jaman sekarang umat di

BAB I PENDAHULUAN. Keuskupan Surabaya. Menurut pernyataannya, jaman sekarang umat di BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Salah satu keprihatinan gereja pada jaman sekarang ini adalah pragmatisme. 1 Msgr. Vincentius Sutikno Wisaksono 2 pun juga beberapa kali menyatakan keprihatinan ini.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia. Agama ini pernah berkembang pesat dan menjadi bagian

BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia. Agama ini pernah berkembang pesat dan menjadi bagian BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Agama Buddha tidak pernah bisa dilepaskan dari perkembangan sejarah bangsa Indonesia. Agama ini pernah berkembang pesat dan menjadi bagian kehidupan masyarakat Indonesia

Lebih terperinci

BAB 4 RELEVANSI PEMURIDAN YANG SEDERAJAT BAGI KEHIDUPAN BERGEREJA DI INDONESIA

BAB 4 RELEVANSI PEMURIDAN YANG SEDERAJAT BAGI KEHIDUPAN BERGEREJA DI INDONESIA BAB 4 RELEVANSI PEMURIDAN YANG SEDERAJAT BAGI KEHIDUPAN BERGEREJA DI INDONESIA PENDAHULUAN Telah dibahas pada bab sebelumnya bahwa setiap orang baik laki-laki dan perempuan dipanggil untuk bergabung dalam

Lebih terperinci