BAB I KETUHANAN DALAM AGAMA HINDU ANTARA PANTEISME DAN MONISME

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I KETUHANAN DALAM AGAMA HINDU ANTARA PANTEISME DAN MONISME"

Transkripsi

1 BAB I KETUHANAN DALAM AGAMA HINDU ANTARA PANTEISME DAN MONISME A. Latar Belakang Masalah Tuhan merupakan satu dari sekian banyak ekspresi puitis tentang suatu nilai yang tertinggi dalam sejarah kemanusiaan. 1 Tuhan semula diakui sebagai prinsip dasar dalam memahami semua hukum alam dan pikiran manusia. 2 Namun dalam perkembangan selanjutnya Tuhan dijadikan sebagai Dugaan sementara yang kadang tidak dibutuhkan manusia. Maka masalah Tuhan dikemukakan berpangkal dari manusia. Dalam sejarah kehidupannya, manusia selalu diwarnai dengan kepercayaan terhadap Tuhan. Kebenaran ungkapan ini dibuktikan dengan tumbuh dan berkembangnya berbagai kepercayaan dan agama yang dianut dan dipeluk oleh umat manusia (homo sapiens) yang pernah hidup di atas bumi dari masa pra sejarah sampai zaman modern. 3 Perkembangan kepercayaan manusia terhadap Tuhan berlangsung dari fase ke fase secara evolutif. 4 Para ahli perbandingan agama dengan dukungan teori evolusi membagi kepercayaan manusia terhadap Tuhan menjadi tiga fase, yaitu fase politeisme, fase henoteisme dan fase monoteisme. 5 Dan ada yang menambahkan dua fase lagi yaitu fase dualisme dan fase panteisme. Pada fase politeisme, manusia pertama mengangkat dewa-dewa (Tuhan) dengan jumlah puluhan, bahkan ratusan, pada fase ini hampir setiap keluarga besar mempunyai dewa yang dipujanya. 6 Seperti dalam ajaran Hindu yang disebutkan dalam kitab-kitab Veda. Jumlah dewa dalam agama ini sebanyak 32 dewa yang 1 Erich Fromm, Manusia Menjadi Tuhan: Pergumulan Antara Tuhan Sejarah dan Tuhan Alam, terj. Evan Wisastra, M. Rusdhan dan Firmansyah Agus, (Yogyakarta: Jalasutra, 2002), cet. I, hlm Tom Jacobs S.J., Paham Allah: Dalam Filsafat, Agama-agama dan Teologi, (Yogyakarta: Kanisius, 2002), cet. V, hlm K. Sukardji, Agama-agama yang Berkembang di Dunia dan Pemeluknya, (Bandung: Angkasa, 1993), cet. X, hlm Ibid, hlm., Ibid., hlm., Abbas Mahmoud al-akkad, Ketuhanan Sepanjang Ajaran Agama-agama, tej. A. Hanafi, M.A, (Jakarta: Bulan Bintang, 1970), cet. I, hlm

2 2 mempunyai fungsi masing-masing dalam hubungannya dengan kehidupan manusia. 7 Pada fase kedua, yaitu fase Henoteisme, dewa-dewa tetap banyak, tetapi ada satu yang menonjol dan paling dihormati dari yang lain, apakah karena dewa tersebut adalah dewa dari suku besar yang ditunjuki kepemimpinannya oleh sukusuku lain ada yang di andaikan dalam urusan pertahanan dan kehidupan ataukah karena dewa yang satu itu dapat mewujudkan lagi pemuja-pemujanya. Suatu maksud yang lebih besar dan lebih diperlukan daripada semua kebutuhan yang dapat diwujudkan oleh berbagai dewa lainnya. Pada fase ketiga (monoteisme), umat pemuja bersatu untuk berkumpul dalam suatu pemujaan yang cukup merukunkan mereka. Meskipun adanya bermacam-macam dewa pada tiap-tiap daerah dari berbagai daerah yang terpisahpisah pada fase ini sesuatu umat dapat memaksakan ibadahnya sendiri atas umat lainnya, sebagaiman ia memaksakan kedaulatan mahkota dan pemilik singgasananya (raja atas umat lain). Menurut ulama Perbandingan Agama, kepercayaan dualisme (dua Tuhan) seringkali muncul sesudah kepercayaan monoteisme atau adanya perebutan ketunggalan (ke-satu-an) antara Tuhan sesuatu negeri dengan Tuhan negeri lain. Menurut sarjana Perbandingan Agama, yang lebih kuat lagi daripada ini ialah bahwa Panteisme (kesatuan wujud) dating sesudah semua fase-fase tersebut, sebagai hasil pemecahan antara kontradiksi-kontradiksi dan hukum-hukum keharusan dan sebagai hasil penetapan wujud Tuhan dengan jalan ketetapan yang tidak diragukan lagi, yaitu ketetapan adanya alam universal dengan indera, akal, dan iman. 8 Adanya konsep ketuhanan secara evolusi yang berlangsung terus menerus, berangsur-angsur merembet perubahan arti, kata, lain konsep kunci dalam agamaagama menambah semakin maraknya kajian tentang hal ini. Misalnya pada agama Hindu tentang konsepsi dan system penetapan sifat kemahakuasaan Tuhan. hlm H.M. Arifin, Belajar Memahami Ajaran Agama-agama Besar, (Jakarta: CV. Era Jaya, t.th), 8 Lihat Abbas Mahmoud Al-Akkad, op.cit., hlm. 21.

3 3 Konsepsi ketuhanan dalam kepercayaan Hindu Dharma tidak boleh disebut politeisme, akan tetapi sebaliknya adalah monoteisme seperti yang terdapat pada sabda kitab Weda yang berbunyi Ekam Eva Adwityam Brahman yang artinya: Hanya satu tiada dua-nya yaitu Brahman (Sang Hyang Widhi) itu Meskipun Tuhan hanya satu, akan tetapi dapat dimanefestasikan dalam bermacam-macam nama menurut sifat kemahakuasaan yang berubah dan mempunyai tiga oknum (nama) menurut perbuatan-nya dalam wujud. Ia adalah Brahman ketika ia menjadi zat yang mengadakan dan menciptakan. Ia adalah Wisnu ketika menjadi penjaga dan pemelihara. Ia adalah Siwa ketika menjadi pembinasa dan penghancur. 9 Dalam hal penamaan tentang yang Maha Kuasa akan semakin jelas ketika berbicara upacara korban. Orang yang berkorban bagi dewa-dewi dapat memaksakan keinginannya supaya terkabul. Ini berarti manusia tidak bisa berbuat apa-apa tanpa upacara korban. Jadi, korbanlah yang berkuasa. Korban di sini disebut Brahma. Kemudian pemikiran tentang siapa yang berkuasa lalu dikaitkan dengan Rita yang merupakan aturan dan hukum yang mengatur segala sesuatunya. Menurutnya pusat alam semesta lebih tepat diberi nama Brahma. Dari pemikiran inilah lalu kata Brahma yang awalnya berarti korban kemudian menunjuk ke pengertian yang Maha Kuasa dengan perkataan lain bisa juga diartikan sebagai Yang Menguasai segala sesuatunya, pusat dunia dan malahan pusat alam semesta. 10 Ajaran ketuhanan dalam Hindu disebut Brahma Widya, yang membahas tentang Tuhan Yang Maha Esa dan ciptaan-nya, termasuk manusia dalam alam 9 Wujud Tiga Oknum (Nama) dari Brahman itu, yaitu Brahman, Wisnu, Siwa, adalah paham yang disebut dengan ajaran Trimurti (wujud dari tiga kesaktian) yang melahirkan pasangannya, yaitu Trishakti merupakan Shakti (permaisuri) dari satu persatuannya, yaitu Sharasvati (Dewi kebijaksanaan dan pengetahuan), Lakhsmi (dewi kecantikan dan kebahagiaan), dan Parvati (Dewi keberanian dan kegarangan) lihat Yosoef Sou yb, Agama-agama Besar di Dunia, (Jakarta: Al-Husna Zikra, 1996), hlm Di dalam himpunan Mahabharata dan Bragavat Gita ditemukan nama Krisna. Disini Krisna dilukiskan sebagai penjelmaan dewata Wisnu, sebuah oknum dari Trimurti. Lihat I Wayan Maswinara, Srimad Bhagawed Gita, (Surabaya: Paramita, 1997), hlm lihat juga dalam buku Sri Srimas A.C. Bhaktivedevta Swami Prabhupada, jalan menuju kepada Krisna, terj. Tim Penterjemah, (Jakarta: Hanuman Sakti 2001), hlm Bagus Takwin, Filsafat Timur, (Yogyakarta: Jalasutra, 2001), cet. I, hlm

4 4 semesta. 11 Kitab weda menyebut Tuhan yang Maha Esa dengan berbagai nama. Ini karena penamaan yang beraneka ragam yang memuji dan mengagungkan-nya adalah keterbatasan manusia dalam membayangkan Tuhan. Sering mereka tergelincir terhdap hal ini. Agama Hindu bukan merupakan agama yang fanatik dalam konsep ketuhanannya. Sangat menarik karena sifat nama yang diberikan adalah berhubungan langsung dengan hal-hal yang dialami oleh manusia, sebagaimana tampak dalam terjemahan mantra Rig Weda ia (adalah) Bapak kami, pencipta kami, pelebur kami, siapakah yang dapat mengenal semua jabatan-nya semua yang ada? Ia itulah yang dicari oleh semua makhluk di dunia ini dengan pertanyaan itu semua. (Rig Weda 82 : 3). 12 Isi kitab agama Hindu (Veda) agak beragam dan sukar dipahami. Misalnya menceritakan asal muasal kejadian alam. Katanya, alam berasal dari Parjabat yang berkepala seribu, bermuka seribu dan berkaki seribu, lalu mengembangkan dirinya memenuhi segala yang ada. Untuk itu para dewa memotong-motong dirinya. Kemudian menaburkannya ke segala penjuru, maka terjadilah alam ini. Artinya alam dan Parjabat adalah satu bukan dua atau lebih dan bukan juga berlainan. 13 Tentang Brahma sebagai Tuhan agama Hindu beremanasi dengan dunia yang serbaneka masih belum dapat dirumuskan dengan jelas. Orang Hindu menganggap masuknya yang terbatas (manusia) pada yang tak terbatas (Tuhan) atau panteisme sebagai puncak kebahagiaan. Dan untuk mencapai tujuan itu, ia tinggal di suatu tempat dan membiarkan dirinya tenggelam pada yang mutlak, 14 yang akhirnya pemikiran ini sampai pada kesimpulan seperti dalam Bhagawad Gita (kitab suci ketiga agama Hindu) bahwa pencipta dan yang diciptakan adalah identik. Maka, hal ini mendekati pada fetesyisme Djam annuri (ed.), Agama Kita Perspektif Agama-agama (Sebuah Pengantar), (Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta, 2000), cet. I, hlm Abdul Qadir Djaelani, Koreksi Terhadap Ajaran Tasawuf, (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), hlm. 44, lihat dalam G. Pudja Wedaparikrama, (Jakarta, 1971), hlm Abujamin Rohman, Agama Wahyu dan Kepercayaan Budaya, (Jakarta: Media Dakwah, 1995), hlm Abdul Qadir Djaelani, op.cit., hlm Fetyisisme merupakan esensi dalam agama yang berpaham dinamisme, yang dijumpai pada masyarakat yang paling primitif, Ibid., hlm. 47.

5 5 Panteisme Timur (misalnya dalam Hinduisme) berbeda dengan panteisme Barat karena panteisme Timur tidak menyatakan bahwa segala sesuatu adalah Tuhan, tetapi segala sesuatu ada dalam Tuhan (pan-en-theism). Ini berarti bahwa Tuhan dan makhluk-makhluk ciptaan disatukan seperti badan dan jiwa dalam diri manusia, meskipun ciptaan bergantung dan berbeda dengan Tuhan. Misalnya panteisme yang dianut Rama Khrisna (seorang ahli piker agama Hindu) melihat penciptaan dalam kerangka cinta dan memandang ke-tuhan-an sebagai cinta yang subtansial. 16 Bertolak dari panteisme yang merupakan unsure tersembunyi dalam panteisme, monisme mencari yang satu di dalam yang banyak, atau juga memikirkan yang satu, yang sama sekali tidak punya batas-batas dan definisi, sampai menjadi tidak terkondisikan begitu saja. Itulah yang ada dan dunia fenomena di sangkal realitasnya karena hanya penampakan ilusi. Yang lain tampaknya telah memilih satu dari sekian banyak dewa (politeisme) dan mengangkatnya dalam tingkat tertinggi, menganggap sebagai Tuhan yang satusatunya. 17 Definisi tentang panteisme hingga sekarang masih menjadi perdebatan dan sulit atau tidak dapat dibedakan antara panteisme dan monisme. 18 Dalam kamus filsafat, istilah panteisme berasal dari bahasa Yunani. Pan artinya semua. Theos artinya Tuhan. Panteisme yaitu kepercayaan bahwa Tuhan identik dengan alam semesta. Segalanya adalah Tuhan dan Tuhan adalah segalanya. Tuhan dan alam adalah sinonim, dua kata untuk benda yang sama 19 kata ini untuk pertama kalinya muncul pada tahun 1709, system pemikiran panties sekurang-kurangnya sudah setua Hinduisme Mariasusai Dharamony, Fenomena Agama, tej. Kelompok St. Agama Drikarya, (Yogyakarta: Kanisius, 1996), hlm Ibid., hlm Lihat pada A. Abdul Qadir Djaelani, op.cit., hlm Tim Penulis Rosda, Kamus Filsafat, 1995, hlm Gereld O Collins, SJ dan Edward G. Farrugia, S.3., Kamus Teologi, (Yogyakarta: Kanisius, 1996), hlm. 228.

6 6 Sedang istilah monisme juga berasal dari Yunani, artinya satu sebuah bentuk monoteisme. Dari banyaknya Tuhan yang dinamai dan dipercayai, masingmasing secara bergiliran (jadi, secara satu persatu) disembah dan ditaati serta dihormati dengan cara yang pantas bagi sebuah dewa tertinggi pada waktu tertentu, dalam kesadaran bahwa setiap dewa menyimbolkan hanya satu dari asset tak terhingga sebuah realitas atau Tuhan yang lebih kompleks dan fundamental sebagai sumber dari segala sesuatu. 21 Istilah ini diciptakan oleh Christian Wolf ( ) bagi setiap usaha untuk menafsirkan realitas berdasarkan satu prinsip dengan menghilangkan keragaman dan perbedaan missal antara tubuh dan jiwa. 22 Dalam Islam ajaran panteisme ini lebih dikenal dengan wahdat al-wujud yang dibawa oleh Muhyi al-din ibn al-arabi (W ). Dan dipersoalkan karena menyamakan Tuhan dengan alam, menerima panteisme dalam pengertian yang popular, Tuhan identik dengan alam sebagaimana diajarkan panteisme, menurut Islam adalah penghinaan / penghujatan terhadap Tuhan dan merupakan ajaran sesat dan syirik 23 itulah mengapa panteisme menjadi perdebatan Demikian permasalahan yang ada dalam ketuhanan agama Hindu yang tentunya dilihat dari dimensi panteistik dan monistik akan melahirkan pemahaman yang jelas dan dapat mengetahui perkembangan teologi atau ketuhanan dalam agama ini (Hindu). B. Perumusan Masalah Berdasarkan pada latar belakang masalah tersebut maka penyusunan merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana dimensi panteistik dan monistik dalam ketuhanan agama Hindu.? 2. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan timbulnya panteisme dan monisme.? 21 Lihat pada Kamus Filsafat, loc.cit., hlm Lihat Gerald O, Collins, dkk, op.cit., hlm Kautsar Azhari Noer, Ibn Al-Arabi, Wahdat al-wujud Dalam Perdebatan, (Jakarta: Paramadina, 1995), hlm. 2.

7 7 C. Tujuan dan Manfaat Penyusunan Skripsi a. Tujuan Penyusunan Skripsi 1. Untuk mendiskripsikan tentang Tuhan dalam ajaran Hindu 2. Untuk mengetahui sejauh mana konsep ketuhanan dalam agama Hindu 3. Untuk mengetahui dimensi panteistik dan dimensi monistik dalam ketuhanan agama Hindu 4. Untuk mengetahui factor-faktor apa saja yang menyebabkan timbulnya panteisme dan monisme b. Manfaat Penyusunan Skripsi 1. Dapat mengetahui perkembangan dan pemahaman terhadap teologi atau ketuhanan dari suatu agama (Hindu) yang sesuai dengan perkembangan dan pemikiran manusia 2. Agar dapat memahami ketuhanan dalam agama Hindu dengan jelas dan memperkaya wawasan D. Tinjauan Pustaka Menurut doktrin Ibn Arabi, hanya ada satu realitas dalam eksistensi. Realitas ini dipandang dari dua sudut berbeda, pertama dinamakan Haqq ( yang nyata = real) apabila kita pandang Haqq itu sebagai esensi dari semua fenomena, dari kedua khalq apabila kita pandang sebagai fenomena yang memanifestasikan esensi itu teori Ibn Arabi tentang realitas ini merupakan teori yang panteistik. Dan ini dapat diringkas dalam kata-katanya. Segala puji bagi Tuhan yang menciptakan segala sesuatu. Masalah tentang panteisme dan monisme ini agaknya sangat sedikit yang menyentuhnya, apabila yang membahasnya, karena menjadi perdebatan yang rumit, disebabkan lebih banyak membicarakan tentang esensi Tuhan, namun bukan tidak ada yang mengkajinya. Dan kiranya dari sudut panteisme dan monisme sekaligus memang agak sulit yang berbicara dan menyatukan ketiga unsure, yaitu manusia, Tuhan dan alam semesta. Buku-buku yang membahas tentang panteisme dan monisme ini dapat dilihat dalam buku Ibn Al-Arabi: Wahdat al-wujud Dalam Perdebatan yang

8 8 dikarang oleh Dr. Kautsar Azhar Noer buku ini membahas doktrin Ibn Arabi tentang panteisme. Dalam tasawuf lebih dikenal dengan wahdat al-wujud. Berbagai macam problem hingga permasalahan yang ada tentang doktrin ini. Selain itu dalam buku Filsafat Mistis Ibn Arabi yang dikarang oleh A.E. Affifi akan semakin nampak doktrin panteistik Ibn Arabi yang menyangkut metafisika, yang bertumpu pada adanya titik-titik pandangan yang berbeda dan tidak satupun di dalam sistemnya yang tidak memperlihatkan perbedaan. Kemudian dalam buku Jalan menuju kepada Kristen karya Sri Srimad A.C Bhativedanta Swami Prabhupada, menguraikan tentang cara bagaimana cara Krisna yang merupakan perwujudan dari dewa (Tuhan) dalam agama Hindu. Di dalam Bhagawed Gita, Krisna menempatkan diri menjadi pelayan, sebagai kusir kereta Arjuna dalam kedudukan yang asli, Arjuna adalah pelayan Krisna. Dan dalam buku berjudul The Principle of the Upanishads, karya S. Radhakrishnan, yang menjelaskan tentang Brahman, dimana Brahman sebagai pencipta dan Atman sebagai percikan terkecilnya yang menghidupi semua makhluk adalah tunggal. Brahman dan Atman adalah yang menjiwai alam semesta dan manusia dalam kehidupan ini adalah suatu kebenaran. Dalam buku Percik Pemikiran Swami Viverananda cendekiawan Hindu abad 19 yang diterjemahkan dan diberi ulasan oleh Nyoman S. Pendit. Di sini menjelaskan bahwa Tuhan dalam pemikiran agama Hindu adalah segalanya. Tuhan menurutnya adalah satu, itu adalah realitas. Karenanya, bukan hanya satu bentuk pemujaan melainkan bentuk-bentuk lain juga sama. Semua kerja, perjuangan, kreatifitas adalah ditujukan kepada realitas itu sendiri tidak ada beda antara Kudus dan Duniawiah, Between sacred an seculer. Dari uraian dan penjelasan tersebut di atas, yaitu dari buku-buku karya tokoh-tokoh tersebut mayoritas mereka masih terbatas padahal yang umum karena pendekatannya tidak sama. Dan pembahasan tentang ketuhanan dalam agama Hindu, antara panteisme dan monisme ini sangat jelas kebenaran dan keberadaannya yang mempunyai tujuan supaya dapat diketahui konsepsi dan system sifat kemahakuasaan Tuhan. Dan dari sini dapat diketahui bagaimana dimensi panteistik dan monistik dalam ketuhanan agama Hindu setelah itu,

9 9 diharapkan factor-faktor yang menyebabkan timbulnya panteisme dan monisme ini dapat terungkap. E. Metode Penyusunan Skripsi Dengan memperhatikan problema yang ada, maka penyusunan skripsi ini akan didasarkan dalam bentuk riset perpustakaan (library research) dengn menggunakan metode sebagai berikut: 1. Sumber data Guna memperoleh data-data yang diperlukan maka penulis melakukan penelitian dengan cara memahami literature yang ada. Dan penulis dalam hal ini membagi dua sumber data yaitu: a. Sumber Primer Adalah sumber yang memberikan data langsung 24 yang berkaitan dengan permasalahan, yang didapat dari sumber-sumber kitab suci agama Hindu seperti: kitab Veda, kitab Upanishad, kitab Bhagawad-Gita. b. Sumber Skunder Yaitu sumber yang diperoleh atau mengutip, dari buku-buku, surat kabar, majalah, journal, dan sebagainya terutama dari karya agama yang diteliti dan yang menunjang yang berhubungan dengan judul skripsi akan masalah tersebut. 2. Metode Pengumpulan Data Oleh karena sumber primernya adalah kitab-kitab suci maka untuk memperoleh data-data yang diperlukan, penulis melakukan penelitian dengan menggunakan metode: a. Library Research (Penelitian Kepustakaan) Yaitu penggumpulan data yang dilakukan dengan cara mencari data informasi dengan bantuan macam-macam materi yang terdapat di rung perpustakaan Winarna Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah (Dasar Metode Tekhnik I, (Bandung: Tarsita, 1980), hlm. 134.

10 10 Yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mencari data informasi dengan bantuan macam-macam materi yang terdapat di ruang kepustakaan 25 dengan membaca, meneliti dan memahami kitab-kitab suci yang ada terjemahannya dan penafsiranya yang sesuai dengan permasalahan judul skripsi dan kutipan opara ahli. b. Dokumentasi Yaitu metode untuk memperoleh data dengan cara meneliti benda-benda tertulis 26 seperti buku-buku, jurnal, majalah, surat kabar, dan sebagainya. 3. Metode Analisis Data Dari data-data yang ada dari hasil penelitian perpustakaan yasng sudah terkumpul, penulis menganalisa dengan metode sebagai berikut : a. Metode Hermeneutic Adalah cara menafsirkan symbol yang berupa teks atau benda konkrit untuk diari arti dan maknanya dengan proses penelaahan isi dan maksud yang mengejawantah dari sebuah teks sampai makna yang terdalam, metode ini lebih sesuai dalam ilmu tafsir kitab suci. 27 b. Metode Induksi Ialah suatu cara atau jalan yang dipakai untuk mendapatkan ilmu pengetahuan ilmiah dengan bertitik tolak dari pengamatan atas hal-hal atau masalah yang bersifat khusus, kemudian menarik kesimpulan yang bersifat umum. 28 c. Metode Deduksi ialah suatu cara akan jalan yang dipakai untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah dengan bertitik tolak dari pengamatan atas hal-hal 25 Prof. Drs. Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: Fak Psikologi UGM, 1986), hlm Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Bina Aksara, 1998), hlm Dadang Kahmad, Metode Penelitian Agama (Perspektif Ilmu Perbandingan Agama). (Bandung: Pustaka Setia, 2000, hlm Ibid

11 11 atau masalah yang bersifat umum. Kemudian menarik kesimpulan yang bersifat khusus. 29 G. Sistematika Penyusunan Skripsi Skripsi ini secara garis besar ditulis dengan sistematika sebagai berikut: 1. Bagian muka (preliminaries), terdiri dari: Halaman sampul, halaman judul, halaman nota pembimbing, halaman pengesahan, halaman motto, halaman persembahan, halaman kata pengantar dan halaman daftar isi. 2. Bagian isi (tekt), terdiri dari: Bab I : Pendahuluan Dalam bab ini akan dibahas yang berkaitan dengan penulisan skripsi meliputi: pengesahan judul, alas an pemilihan judul, pokok masalah, tujuan penulisan skripsi, metode penulisan dan sistematika penulisan skripsi. Bab II : Panteisme dan Monisme Dalam Sejarah Dalam bab ini dibahas tentang Panteisme dan Monisme yang difokuskan pada pembahasan tentang Tuhan, Panteisme dan Monisme. Bab kedua ini menjelaskan tentang pengertian Panteisme dan Monisme, Tuhan dalam sejarah filsafat, Panteisme dan Monisme dalam sejarah filsafat dan pengaruh Panteisme dan Monisme dalam agama Hindu, Kristen dan Islam. Bab III : Ketuhanan dalam Agama Hindu Dalam bab ini terdiri dari 2 sub bab, yaitu: Pada bagian pertama, berisi tentang konsepsi ketuhanan dalam agama Hindu yang meliputi: pengertian dewa, paham tentang Tuhan yang maha esa, Tuhan menurut pemikiran Hindu. Pada bagian dua, berisi tentang hubungan manusia (Atman) Tuhan dan alam semesta yang meliputi pengertian roh menurut agama 29 Ibid, hlm. 58

12 12 Hindu, pemahaman tentang keesaan Tuhan, trimurti dan ketuhanan Krisna, Brahman sebagai pencipta alam, ajaran TATTWAMASI dalam agama Hindu. Bab IV : Analisis Antara Panteisme dan Monisme dalam Pandangan Agama Hindu Dalam bab ini menganalisis dimensi panteistik dan monistik dalam ketuhanan agama Hindu dan factor-faktor yang menyebabkan timbulnya panteisme dan monisme. Bab V : Penutup Dalam bab terakhir ini terdiri dari tiga sub bab yaitu kesimpulan, saran-saran, dan kata penutup. 3. Bagian akhir skripsi Pada bagian akhir ini berisi daftar pustaka, lampiran-lampiran serta daftar riwayat pendidikan penulis.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Restu Nur Karimah, 2015

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Restu Nur Karimah, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam mempelajari suatu agama, aspek yang pertama dipertimbangkan sekaligus harus dikaji ialah konsep ketuhanannya. Dari konsep ketuhanan, akan diketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Agama Hindu merupakan agama tertua didunia dan masih ada hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Agama Hindu merupakan agama tertua didunia dan masih ada hingga saat ini. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Agama Hindu merupakan agama tertua didunia dan masih ada hingga saat ini. Agama Hindu merupakan agama yang mempercayai banyak dewa dan dewi yang tersebar menurut fungsinya

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Konsep Tuhan Dalam Perspektif Agama Islam, Kristen, Dan Hindu. berbilang tidak bergantung pada siapa-siapa melainkan ciptaan-nyalah

BAB V PENUTUP. 1. Konsep Tuhan Dalam Perspektif Agama Islam, Kristen, Dan Hindu. berbilang tidak bergantung pada siapa-siapa melainkan ciptaan-nyalah 124 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Konsep Tuhan Dalam Perspektif Agama Islam, Kristen, Dan Hindu Antara Lain: Agama Islam Tuhan adalah Allah, Esa, Ahad, Ia merupakan dirin-nya sendiri tunggal dalam sifatnya

Lebih terperinci

ALLAH, UNIVERSALITAS, DAN PLURALITAS

ALLAH, UNIVERSALITAS, DAN PLURALITAS ALLAH, UNIVERSALITAS, DAN PLURALITAS Achmad Jainuri, PhD IAIN Sunan Ampel, Surabaya Abstraksi Harold Coward menulis sebuah buku menarik, Pluralism Challenge to World Religions. Gagasan pluralisme dewasa

Lebih terperinci

FILSAFAT KETUHANAN (Sebuah Pengantar) Kompetensi Kuliah : Memahami Tuhan Yang Maha Esa dan Ketuhanan (Filsafat Ketuhanan)

FILSAFAT KETUHANAN (Sebuah Pengantar) Kompetensi Kuliah : Memahami Tuhan Yang Maha Esa dan Ketuhanan (Filsafat Ketuhanan) FILSAFAT KETUHANAN (Sebuah Pengantar) Kompetensi Kuliah : Memahami Tuhan Yang Maha Esa dan Ketuhanan (Filsafat Ketuhanan) INTRODUCTION Nama : Ismuyadi, S.E., M.Pd.I TTL : Kananga Sila Bima, 01 Februari

Lebih terperinci

Kemanakah jiwa manusia setelah tubuhnya binasa?

Kemanakah jiwa manusia setelah tubuhnya binasa? Kemanakah jiwa manusia setelah tubuhnya binasa? Penelusuran Bhagavad-Gita dan Alkitab, tentang jiwa setelah kebinasaan tubuh. Makalah Extention Course Filsafat Manusia STF. Drijarkara NEGARI KARUNIA ADI

Lebih terperinci

AKULTURASI BUDAYA ISLAM DAN BUDAYA HINDU (Studi Tentang Perilaku Keagamaan Masyarakat Islam Tradisional di Gununggangsir Beji Pasuruan)

AKULTURASI BUDAYA ISLAM DAN BUDAYA HINDU (Studi Tentang Perilaku Keagamaan Masyarakat Islam Tradisional di Gununggangsir Beji Pasuruan) AKULTURASI BUDAYA ISLAM DAN BUDAYA HINDU (Studi Tentang Perilaku Keagamaan Masyarakat Islam Tradisional di Gununggangsir Beji Pasuruan) A. Latar Belakang Masalah Setiap agama bagi para pemeluknya merupakan

Lebih terperinci

MISTERI TUHAN ANTARA ADA DAN TIADA

MISTERI TUHAN ANTARA ADA DAN TIADA ADAADNAN ABDULLA ADNAN ABDULLAH MISTERI TUHAN ANTARA ADA DAN TIADA Diterbitkan secara mandiri melalui Nulisbuku.com DAFTAR ISI Daftar Isi 3 Pendahuluan.. 5 1. Terminologi Tuhan. 10 2. Agama-agama di Dunia..

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang kaya akan keberagaman, di mana negara ini terdiri dari berbagai suku yang memiliki bahasa, budaya, bahkan kepercayaan (agama)

Lebih terperinci

Filsafat Islam قولية كونية. Wahyu. Para Rasul. Alam. Akal Manusia. Problem Filsafat Islam tentang tuhan: Bentuk Aktifitas Manusia. Aktivitas Kehidupan

Filsafat Islam قولية كونية. Wahyu. Para Rasul. Alam. Akal Manusia. Problem Filsafat Islam tentang tuhan: Bentuk Aktifitas Manusia. Aktivitas Kehidupan Problem Filsafat Islam tentang tuhan: Bentuk Aktifitas Manusia هللا Wahyu كونية قولية Para Rasul Alam Akal Manusia Aktivitas Kehidupan 1 pg. Filsafat Islam Problem Tuhan berpisah dengan alam Tuhan bersatu

Lebih terperinci

16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)

16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) 16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya untuk

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Adapun kesimpulan tersebut terdapat dalam poin-poin berikut:

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Adapun kesimpulan tersebut terdapat dalam poin-poin berikut: BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Uraian akhir dari analisa atas pemikiran Frithjof Schuon tentang makna agama dalam perspektif Filsafat Agama adalah bagian kesimpulan, yang merupakan rangkuman jawaban atas

Lebih terperinci

Agama Sebagai Sarana Mengenal Tuhan POKOK GAGASAN

Agama Sebagai Sarana Mengenal Tuhan POKOK GAGASAN Agama Sebagai Sarana Mengenal Tuhan POKOK GAGASAN Kerinduan manusia akan Tuhan sudah terukir dalam hati manusia sejak awal eksistensinya. Akal budi dan nurani manusia sebagai sarana yang ditujukan untuk

Lebih terperinci

16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)

16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) 16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi terhadap semua ciptaan-nya baik dari segi yang terkecil hingga ciptaan-

BAB I PENDAHULUAN. terjadi terhadap semua ciptaan-nya baik dari segi yang terkecil hingga ciptaan- 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang Alam semesta jagat raya dengan seisinya bergerak berputar tiada hentinya dengan perputaran yang teratur sesuai dengan hukumnya. Hukum perputaran terjadi terhadap semua

Lebih terperinci

Keimanan pada Wujud Ilahi

Keimanan pada Wujud Ilahi Keimanan pada Wujud Ilahi Hazrat Mirza Tahir Ahmad, Khalifah ke empat dari Jemaat Islam Ahmadiyah selalu memberikan kesempatan dari waktu ke waktu kepada semua orang dari segala bangsa, agama dan keyakinan

Lebih terperinci

Nirwana dan Cara Pencapaiannya dalam Agama Hindu

Nirwana dan Cara Pencapaiannya dalam Agama Hindu Oleh : Hj. A. Nirawana Abstract Menggapai nirwanan adalah sebuah tujuan spiritual dalam agama hindu. Tulisan berikut ingin menelusuri sejauhmana makna nirwana dan langkahlangkah pencapaiannya bagi penganut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Musik dipergunakan untuk memuja dewa-dewi yang mereka percaya sebagai. acara-acara besar dan hiburan untuk kerajaan.

BAB I PENDAHULUAN. Musik dipergunakan untuk memuja dewa-dewi yang mereka percaya sebagai. acara-acara besar dan hiburan untuk kerajaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara tentang musik tidak akan pernah ada habisnya, karena musik begitu melekat, begitu dekat dengan kehidupan manusia. Musik telah ada sejak sebelum Masehi,

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan Sebagai salah satu pulau di Indonesia, Bali memiliki daya tarik yang luar biasa. Keindahan alam dan budayanya menjadikan pulau ini terkenal dan banyak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal. 1 Adapun secara

Lebih terperinci

lambang dan Citra citra Rakyat (PERSETIA. 1992), hlm.27 6 Scn 3, hlm

lambang dan Citra citra Rakyat (PERSETIA. 1992), hlm.27 6 Scn 3, hlm BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia pada hakekatnya adalah makhluk berbudaya, karena itu manusia tidak dapat lepas dari budaya yang dianutnya. Suatu budaya memiliki nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Amin Abdullah, studi mengenai agama-agama ini bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Amin Abdullah, studi mengenai agama-agama ini bertujuan untuk BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1 Latar Belakang Permasalahan Pada akhir abad 19, mulai berkembang sebuah disiplin ilmu baru yang terpisah dari disiplin ilmu lainnya. Pada awal perkembangannya ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan Manusia pada zaman modern ini mungkin patut berbangga atas pencapaian yang telah diraih manusia hingga sampai pada saat ini dan kemajuan dalam segala

Lebih terperinci

AGAMA dan PERUBAHAN SOSIAL. Oleh : Erna Karim

AGAMA dan PERUBAHAN SOSIAL. Oleh : Erna Karim AGAMA dan PERUBAHAN SOSIAL Oleh : Erna Karim DEFINISI AGAMA MENGUNDANG PERDEBATAN POLEMIK (Ilmu Filsafat Agama, Teologi, Sosiologi, Antropologi, dan Ilmu Perbandingan Agama) TIDAK ADA DEFINISI AGAMA YANG

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. budaya Jawa terhadap liturgi GKJ adalah ada kesulitan besar pada tata

BAB V PENUTUP. budaya Jawa terhadap liturgi GKJ adalah ada kesulitan besar pada tata BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Kesimpulan akhir dari penelitian tentang teologi kontekstual berbasis budaya Jawa terhadap liturgi GKJ adalah ada kesulitan besar pada tata peribadahan GKJ di dalam menanamkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam. Pedoman dalam mengajarkan ajarannya yaitu berupa Al-Qur an. Al-

BAB I PENDAHULUAN. alam. Pedoman dalam mengajarkan ajarannya yaitu berupa Al-Qur an. Al- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam mempunyai pedoman ajaran yag sempurna dan rahmat bagi seluruh alam. Pedoman dalam mengajarkan ajarannya yaitu berupa Al-Qur an. Al- Qur an merupakan kitab

Lebih terperinci

Penyusunan Kompetensi Dasar Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Dasar. Menunjukkan contoh-contoh ciptaan Sang Hyang Widhi (Tuhan)

Penyusunan Kompetensi Dasar Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Dasar. Menunjukkan contoh-contoh ciptaan Sang Hyang Widhi (Tuhan) Penyusunan Kompetensi Dasar Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Dasar Kelas 1 Kompetensi Inti KD Lama KD Baru 1. Menerima dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya Menunjukkan contoh-contoh ciptaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan manusia. Adanya komunikasi mengisyaratkan

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan manusia. Adanya komunikasi mengisyaratkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia dalam sepanjang hidupnya tidak pernah bisa lepas dari kegiatan komunikasi. Disadari atau tidak, komunikasi merupakan bagian penting dalam kehidupan

Lebih terperinci

PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN. Pdt. Sundoyo GKJ Brayat Kinasih Yogyakarta

PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN. Pdt. Sundoyo GKJ Brayat Kinasih Yogyakarta PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN Pdt. Sundoyo GKJ Brayat Kinasih Yogyakarta sundoyo59@gmail.com AGAMA Bahasa Indonesia -------> Bahasa Sanskerta A + gam + a A = tidak, Gam = Pergi, berjalan. a-> bunyi sengau Tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk bersemayam para dewa (Fontein, 1972: 14). Dalam kamus besar

BAB I PENDAHULUAN. untuk bersemayam para dewa (Fontein, 1972: 14). Dalam kamus besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Candi adalah bangunan yang menggunakan batu sebagai bahan utamanya. Bangunan ini merupakan peninggalan masa kejayaan Hindu Budha di Indonesia. Candi dibangun

Lebih terperinci

JIKA ALKITAB SATU-SATUNYA OTORITAS KITA DALAM AGAMA, MENGAPA MANUSIA MENAFSIRKAN ALKITAB SECARA BERLAINAN?

JIKA ALKITAB SATU-SATUNYA OTORITAS KITA DALAM AGAMA, MENGAPA MANUSIA MENAFSIRKAN ALKITAB SECARA BERLAINAN? JIKA ALKITAB SATU-SATUNYA OTORITAS KITA DALAM AGAMA, MENGAPA MANUSIA MENAFSIRKAN ALKITAB SECARA BERLAINAN? Salah satu prinsip yang diterapkan untuk mengambil arti dari nas-nas Alkitab adalah agama sejati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. a. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. a. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang Permasalahan Jean Paul Sartre seorang filsuf eksistensialis dari Perancis mengatakan bahwa manusia dilahirkan begitu saja ke dalam dunia ini, dan ia harus segera menanggung

Lebih terperinci

BAB I. Aaditama, 1998), hlm Nasruddin Razak, Dienul Islam, (Bandung: PT. Al-Ma arif, 1989), hlm. 15

BAB I. Aaditama, 1998), hlm Nasruddin Razak, Dienul Islam, (Bandung: PT. Al-Ma arif, 1989), hlm. 15 BAB I A. Latar Belakang Masalah Kecemasan adalah gangguan alam perasaan yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai

Lebih terperinci

Pendidikan Agama Islam

Pendidikan Agama Islam Modul ke: Pendidikan Agama Islam Manusia dan Ketuhanan Fakultas EKONOMI Dr. Saepudin S.Ag. M.Si. Program Studi Manajemen www.mercubuana.ac.id Perkataan yang selalu diterjemahkan Tuhan, dalam al-qur`an

Lebih terperinci

27. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI SD

27. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI SD 27. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI SD KELAS: I Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan secara keseluruhan dirumuskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara menjamin setiap warga untuk memeluk agama masing-masing dan

BAB I PENDAHULUAN. Negara menjamin setiap warga untuk memeluk agama masing-masing dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agama Hindu merupakan salah satu agama yang diakui di Indonesia. Negara menjamin setiap warga untuk memeluk agama masing-masing dan beribadah menurut agama dan kepercayaan

Lebih terperinci

DESKRIPSI KARYA SARADPULAGEMBAL THE SYMBOL OF TRI LOKA

DESKRIPSI KARYA SARADPULAGEMBAL THE SYMBOL OF TRI LOKA DESKRIPSI KARYA SARADPULAGEMBAL THE SYMBOL OF TRI LOKA I GUSTI NGURAH WIRAWAN, S.Sn., M.Sn NIP : 198204012014041001 INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR 2016 ABSTRAK Saradpulagembal, seperti halnya sesajen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kalangan ilmuwan khususnya para ahli pendidikan. Hal ini karena pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. kalangan ilmuwan khususnya para ahli pendidikan. Hal ini karena pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia. Untuk itu, masalah pendidikan sejak dahulu hingga sekarang mendapat perhatian sekaligus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara sekuler, melainkan Negara yang berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa, karena ada bermacam-macam agama yang hidup di dalamnya.

BAB I PENDAHULUAN. Negara sekuler, melainkan Negara yang berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa, karena ada bermacam-macam agama yang hidup di dalamnya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia bukan Negara yang berdasarkan kepada agama dan juga bukan Negara sekuler, melainkan Negara yang berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa, karena ada bermacam-macam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ibadah merupakan sebuah bentuk perjumpaan manusia dengan Allah, pun juga dengan corak masing-masing sesuai dengan pengalaman iman dari setiap individu atau

Lebih terperinci

Bimbingan Ruhani. Penanya:

Bimbingan Ruhani.  Penanya: Bimbingan Ruhani Hazrat Mirza Tahir Ahmad, Khalifah ke empat dari Jemaat Islam Ahmadiyah selalu memberikan kesempatan dari waktu ke waktu kepada semua orang dari segala bangsa, agama dan keyakinan untuk

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. menjadi pemimpin bagi negara-negara lain di sekitarnya dalam berbagai bidang

Bab 1. Pendahuluan. menjadi pemimpin bagi negara-negara lain di sekitarnya dalam berbagai bidang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Negara Jepang merupakan salah satu negara maju dan modern di kawasan Asia yang menjadi pemimpin bagi negara-negara lain di sekitarnya dalam berbagai bidang kehidupan.

Lebih terperinci

BAB I KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM. Tujuan bab : Setelah membaca bab ini anda diharapkan dapat menjelaskan konsep ketuhanan dalam Islam

BAB I KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM. Tujuan bab : Setelah membaca bab ini anda diharapkan dapat menjelaskan konsep ketuhanan dalam Islam BAB I KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM Tujuan bab : Setelah membaca bab ini anda diharapkan dapat menjelaskan konsep ketuhanan dalam Islam Sasaran bab : Anda dapat: 1. Menjelaskan falsafah ketuhanan dalam

Lebih terperinci

BAB II AGAMA DALAM PRESPEKTIF FILOSOFIS

BAB II AGAMA DALAM PRESPEKTIF FILOSOFIS 21 BAB II AGAMA DALAM PRESPEKTIF FILOSOFIS A. Profan dan Sakral 1. Pengertian Profan dan Sakral Profan adalah sesuatu yang biasa, yang bersifat umum dan dianggap tidak penting. Sedangakan sakral adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kehidupan individu dan masyarakat, bahkan terhadap segala gejala alam.

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kehidupan individu dan masyarakat, bahkan terhadap segala gejala alam. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan beragama pada dasarnya merupakan kepercayaan terhadap keyakinan adanya kekuatan ghaib, luar biasa atau supernatural yang berpengaruh terhadap kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam kehidupan didasarkan atas nilai-nilai agama yang diyakininya.

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam kehidupan didasarkan atas nilai-nilai agama yang diyakininya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ramayulis mengemukakan masalah tingkah-laku keagamaan pada manusia, bahwa tingkah-laku keagamaan pada manusia adalah segala aktivitas manusia dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Seperti diketahui bersama bahwa dalam kehidupan orang Kristen saat ini, gereja adalah sebuah identitas yang sangat penting bagi orang-orang percaya kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui metode pengajaran dalam pendidikan islam di dalamnya memuat

BAB I PENDAHULUAN. melalui metode pengajaran dalam pendidikan islam di dalamnya memuat BAB I PENDAHULUAN A. KONTEKS PENELITIAN Pendidikan yang diberikan kepada anak sebagaimana yang dikonsepkan melalui metode pengajaran dalam pendidikan islam di dalamnya memuat sebuah metode yang disebut

Lebih terperinci

BAB II TELAAH TEORITIS ANIMISME DALAM MASYARAKAT. Nusak Dengka, dan makna perayaan Limbe dalam masyarakat tersebut.

BAB II TELAAH TEORITIS ANIMISME DALAM MASYARAKAT. Nusak Dengka, dan makna perayaan Limbe dalam masyarakat tersebut. BAB II TELAAH TEORITIS ANIMISME DALAM MASYARAKAT Bab ini merupakan pembahasan atas kerangka teoritis yang dapat menjadi referensi berpikir dalam melihat masalah penelitian yang dilakukan sekaligus menjadi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. A. Deskripsi aktivitas keagamaan menurut pemikiran Joachim Wach

BAB IV ANALISIS DATA. A. Deskripsi aktivitas keagamaan menurut pemikiran Joachim Wach BAB IV ANALISIS DATA A. Deskripsi aktivitas keagamaan menurut pemikiran Joachim Wach Dalam teori Joachim wach dapat diamati dalam tiga bentuk ekspressi keagamaan atau pengalaman beragama baik individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebelum masuknya agama-agama besar dunia ke Indonesia, masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Sebelum masuknya agama-agama besar dunia ke Indonesia, masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebelum masuknya agama-agama besar dunia ke Indonesia, masyarakat Indonesia telah bertuhan dan menjunjung tinggi prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa. Prof. Dr. Purbatjaraka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam suku, ras, agama, dan budaya. Keberagaman tersebut tersebar hampir

BAB I PENDAHULUAN. macam suku, ras, agama, dan budaya. Keberagaman tersebut tersebar hampir digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara plural yang terdiri dari berbagai macam suku, ras, agama, dan budaya. Keberagaman tersebut tersebar hampir di seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sehingga tidak memicu terjadinya konflik sosial didalam masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Sehingga tidak memicu terjadinya konflik sosial didalam masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara multikultural yang masyarakatnya memiliki beragam suku, agama, ras dan antargolongan (SARA). Keberagaman tersebut dapat memunculkan sikap

Lebih terperinci

RAGAM DAN STRUKTUR FUNGSIONAL KALIMAT PADA TERJEMAHAN AL-QURAN SURAH LUQMAN

RAGAM DAN STRUKTUR FUNGSIONAL KALIMAT PADA TERJEMAHAN AL-QURAN SURAH LUQMAN RAGAM DAN STRUKTUR FUNGSIONAL KALIMAT PADA TERJEMAHAN AL-QURAN SURAH LUQMAN SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Sebagian Syarat untuk Memperoleh Gelar S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah Oleh:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI. beberapa buku, skripsi yang isinya relevan dengan judul penelitian ini.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI. beberapa buku, skripsi yang isinya relevan dengan judul penelitian ini. BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1Tinjauan Pustaka Tinjauan adalah hasil meninjau, pandangan, pendapat sesudah,menyelidiki atau mempelajari (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2003:1198).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Ia mustahil dapat hidup sendirian saja. Seseorang yang mengalami

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Ia mustahil dapat hidup sendirian saja. Seseorang yang mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Manusia adalah makhluk sosial karena merupakan bagian dari masyarakat. Ia mustahil dapat hidup sendirian saja. Seseorang yang mengalami kecelakaan lalu lintaspun pasti

Lebih terperinci

researc yang berarti usaha atau pekerjaan untuk mencari kembali yang dilakukan

researc yang berarti usaha atau pekerjaan untuk mencari kembali yang dilakukan BAB III METODE PENELITIAN Metode berasal dari bahasa Yunani: methodos yang berarti cara atau jalan. Jadi metode merupakan jalan yang berkaitan dengan cara kerja dalam mencapai sasaran yang diperlukan bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia terdiri dari berbagai macam budaya, agama, adat istiadat, bahasa, dan sukusuku bangsa yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Hal ini

Lebih terperinci

TELAAH DAKWAH TENTANG INSAN KAMIL DALAM BUKU "KONSEPSI MANUSIA MENURUT ISLAM"

TELAAH DAKWAH TENTANG INSAN KAMIL DALAM BUKU KONSEPSI MANUSIA MENURUT ISLAM TELAAH DAKWAH TENTANG INSAN KAMIL DALAM BUKU "KONSEPSI MANUSIA MENURUT ISLAM" SKRIPSI untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam

Lebih terperinci

MENYANGKAL TUHAN KARENA KEJAHATAN DAN PENDERITAAN? Ikhtiar-Filsafati Menjawab Masalah Teodise M. Subhi-Ibrahim

MENYANGKAL TUHAN KARENA KEJAHATAN DAN PENDERITAAN? Ikhtiar-Filsafati Menjawab Masalah Teodise M. Subhi-Ibrahim MENYANGKAL TUHAN KARENA KEJAHATAN DAN PENDERITAAN? Ikhtiar-Filsafati Menjawab Masalah Teodise M. Subhi-Ibrahim Jika Tuhan itu ada, Mahabaik, dan Mahakuasa, maka mengapa membiarkan datangnya kejahatan?

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Lihat sila pertama dalam Dasar Negara Indonesia: Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. 1 Lihat sila pertama dalam Dasar Negara Indonesia: Pancasila BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Seringkali kita mendengar dan membaca bahwa negara kita yaitu negara Indonesia adalah negara yang beragama. Dikatakan demikian, karena pada umumnya setiap warga negara

Lebih terperinci

Resensi Buku EKONOMI POLITIK: Peradaban Islam Klasik, karangan Suwarsono Muhammad Oleh: Musa Asy arie

Resensi Buku EKONOMI POLITIK: Peradaban Islam Klasik, karangan Suwarsono Muhammad Oleh: Musa Asy arie Resensi Buku EKONOMI POLITIK: Peradaban Islam Klasik, karangan Suwarsono Muhammad Oleh: Musa Asy arie Judul diatas adalah judul sebuah buku yang ditulis oleh Suwarsono Muhammad, seorang dosen dan akademisi

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar belakang permasalahan

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar belakang permasalahan BAB I Pendahuluan 1.1 Latar belakang permasalahan Bangsa Indonesia merupakan salah satu bangsa yang besar yang dikenal karena keberagaman budaya dan banyaknya suku yang ada di dalamnya. Untuk mengelola

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Mustopo Habib berpendapat bahwa kesenian merupakan jawaban terhadap tuntutan dasar kemanusiaan yang bertujuan untuk menambah dan melengkapi kehidupan. Namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Islam adalah agama rahmatan lil alamin.ajarannya diperuntukkan bagi umat

BAB I PENDAHULUAN. Islam adalah agama rahmatan lil alamin.ajarannya diperuntukkan bagi umat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Islam adalah agama rahmatan lil alamin.ajarannya diperuntukkan bagi umat manusia secara keseluruhan. Ajaran Islam dapat berpengaruh bagi umat manusia dalam segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup dalam komunitas sebagai anggota gereja (Gereja sebagai Institusi). 1

BAB I PENDAHULUAN. hidup dalam komunitas sebagai anggota gereja (Gereja sebagai Institusi). 1 BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Nabeel Jabbour menepis pemahaman tentang gereja hanya sebatas bangunan, gedung dan persekutuan yang institusional. Berangkat dari pengalaman hidup Nabeel Jabbour selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prasejarah. Pada zaman yunani kuno misalnya, sudah mulai mempertanyakan

BAB I PENDAHULUAN. prasejarah. Pada zaman yunani kuno misalnya, sudah mulai mempertanyakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agama merupakan fenomena universal yang dapat kita temui disetiap kehidupan manusia. Eksistensi agama telah ada sejak lama, bahkan sejak zaman prasejarah. Pada zaman

Lebih terperinci

KEPENUHAN HIDUP MANUSIA DALAM RELASI I AND THOU 1 (Antonius Hari Purnanto)

KEPENUHAN HIDUP MANUSIA DALAM RELASI I AND THOU 1 (Antonius Hari Purnanto) KEPENUHAN HIDUP MANUSIA DALAM RELASI I AND THOU 1 (Antonius Hari Purnanto) 1. Pengantar Manusia tidak bisa hidup seorang diri. Ia adalah Homo Socius. Ia hidup di dalam realitas yang saling berkaitan antara

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN 1. Latar Belakang Masalah a) Gambaran GKP Dan Konteksnya Secara Umum Gereja Kristen Pasundan atau disingkat GKP melaksanakan panggilan dan pelayanannya di wilayah Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cukup panjang yang disebut Injil. Karangan-karangan yang panjang itu bercerita tentang seorang

BAB I PENDAHULUAN. cukup panjang yang disebut Injil. Karangan-karangan yang panjang itu bercerita tentang seorang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Alasan Pemilihan Teks Membuka Kitab Suci Perjanjian Baru, kita akan berjumpa dengan empat karangan yang cukup panjang yang disebut Injil. Karangan-karangan yang panjang itu bercerita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu pengetahuan ( Ilm) biasanya diperoleh melalui otoritas orang lain, baik itu melalui seorang guru atau buku, dan arena itu disebut sebagai ilmu perolehan (Ilmu hushuli).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan kebudayaan melalui pendidikan. Maka dari itu dalam sejarah

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan kebudayaan melalui pendidikan. Maka dari itu dalam sejarah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari hidup dan kehidupan manusia. Sejak manusia menghendaki kemajuan dalam kehidupan, maka sejak itu timbul gagasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hayyie Al-Kattani, Gema Insani Press, Jakarta, cet III, 2001, h Yusuf Qardhawi, Berinteraksi dengan Al-Qur an, Terj.

BAB I PENDAHULUAN. Hayyie Al-Kattani, Gema Insani Press, Jakarta, cet III, 2001, h Yusuf Qardhawi, Berinteraksi dengan Al-Qur an, Terj. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Al-Qur an merupakan kitab suci terakhir yang di wahyukan Allah kepada nabi Muhammad SAW guna untuk dijadikan sebagai pedoman hidup (way of life) bagi umat manusia,

Lebih terperinci

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1. Latar Belakang Masalah. Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1. Latar Belakang Masalah. Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah BAB I Pendahuluan 1. Latar Belakang Masalah Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah satunya karena Indonesia berdasar pada Pancasila, dan butir sila pertamanya adalah Ketuhanan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ANTARA AJARAN AWATARA DALAM AGAMA HINDU DAN TASHAWUF ISLAM

BAB IV ANALISA DATA PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ANTARA AJARAN AWATARA DALAM AGAMA HINDU DAN TASHAWUF ISLAM BAB IV ANALISA DATA PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ANTARA AJARAN AWATARA DALAM AGAMA HINDU DAN TASHAWUF ISLAM A. Konsep Ketuhanan Ajaran Awatara dalam Agama Hindu Konsepsi Ajaran Awatara dalam Agama Hindu mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar belakang masalah 1 BAB I PENDAHULUAN I. Latar belakang masalah Dalam semua agama ditemukan pola mistik sebagai puncak penghayatan keagamaan. Dalam hal ini ekstase adalah tahap akhir dari pengalaman mistik itu, dimana jiwa

Lebih terperinci

FILSAFAT SAMKHYA AJARAN DINAMISME DALAM HINDU

FILSAFAT SAMKHYA AJARAN DINAMISME DALAM HINDU FILSAFAT SAMKHYA AJARAN DINAMISME DALAM HINDU I K. Suparta Program Studi Pendidikan Agama Hindu STAH Dharma Sentana Sulawesi Tengah Email: padmabuana@yahoo.co.id ABSTRAK Konsep Ke-Tuhanan dalam Hindu merupakan

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. 1. Aktivitas keagamaan di pondok sosial Babat Jerawat mengalami

BAB IV PENUTUP. 1. Aktivitas keagamaan di pondok sosial Babat Jerawat mengalami BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Aktivitas keagamaan di pondok sosial Babat Jerawat mengalami perkembangan. Mulanya jama

Lebih terperinci

KONSEP IMAN PERSPEKTIF MURJI AH DAN MU TAZILAH (STUDI KOMPARATIF)

KONSEP IMAN PERSPEKTIF MURJI AH DAN MU TAZILAH (STUDI KOMPARATIF) KONSEP IMAN PERSPEKTIF MURJI AH DAN MU TAZILAH (STUDI KOMPARATIF) A. Latar Belakang Setiap orang yang ingin menyelami seluk beluk agamanya secara mendalam, terperinci, perlu mempelajari teologi yang terdapat

Lebih terperinci

Seri Iman Kristen (1/10)

Seri Iman Kristen (1/10) Seri Iman Kristen (1/10) Nama Kursus : DASAR-DASAR IMAN KRISTEN Nama Pelajaran : Penciptaan Alam Semesta Kode Pelajaran : DIK-P01 Pelajaran 01 - PENCIPTAAN ALAM SEMESTA DAFTAR ISI Teks Alkitab Ayat Kunci

Lebih terperinci

Gereja dan Toleransi Beragama (Usaha GBKP Semarang dalam mewujudkan Toleransi antar umat beragama) FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

Gereja dan Toleransi Beragama (Usaha GBKP Semarang dalam mewujudkan Toleransi antar umat beragama) FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA _ Gereja dan Toleransi Beragama (Usaha GBKP Semarang dalam mewujudkan Toleransi antar umat beragama) Oleh : Ruth Dwi Rimina br Ginting 712007058

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa

BAB I PENDAHULUAN. keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selain memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, Indonesia juga memiliki keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa dan sub-suku

Lebih terperinci

KETUHANAN YANG MAHA ESA

KETUHANAN YANG MAHA ESA Tugas Akhir Mata Kuliah Pancasila Judul Makalah : KETUHANAN YANG MAHA ESA Disusun Oleh : Nama : Dewi Retno Ningsih NIM : 11.02.7993 Kelompok : A Program Studi : D3 Jurusan Dosen : Manajemen Informatika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mayoritas masyarakatnya memeluk agama Islam. 1 Masyarakat Kalimantan

BAB I PENDAHULUAN. yang mayoritas masyarakatnya memeluk agama Islam. 1 Masyarakat Kalimantan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kalimantan Selatan, merupakan salah satu Provinsi yang ada di Indonesia yang mayoritas masyarakatnya memeluk agama Islam. 1 Masyarakat Kalimantan Selatan atau

Lebih terperinci

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT MAKALAH TUGAS MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA Oleh : FEBI GELAR RAMADHAN UNIVERSITAS WIDYATAMA FAKULTAS TEKNIK INFORMATIKA 2015 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... 2 BAB 1. PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM

KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM KELOMPOK 1 1 Anggota. Harish Ghani (10510023) Anita Yuwita (10510003) Karina Dewi (10510014) Ratih Fauziah (10510039) Yusran abdillah M (10510055) 2 Tuhan itu ada???? Lalu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Dalam penulisan skripsi ini digunakan beberapa macam metode untuk mengumpulkan informasi maupun data berkaitan erat dengan masalah peringatan maulid Nabi Muhammad Saw, kemudian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan individu dan masyarakat serta melibatkan

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan individu dan masyarakat serta melibatkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Al-Qur an yang mengandung seluruh ilmu pengetahuan adalah salah satu karunia Allah yang sangat besar manfaatnya bagi kehidupan manusia. 1 Macam karunia ini tidak mungkin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan A. Latar Belakang Al-Ikhlash adalah surah ke-22 yang diwahyukan oleh Allah kepada Nabi Muhammad di Mekkah. Tetapi, sebagian ulama berpendapat bahwa surah ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persatuan Amal Bakti, 1963), hlm Mudjahid Abdul Manaf, Sejarah Agama-agama, (Jakarta : Raja Grafindo, 1994), hlm.104.

BAB I PENDAHULUAN. Persatuan Amal Bakti, 1963), hlm Mudjahid Abdul Manaf, Sejarah Agama-agama, (Jakarta : Raja Grafindo, 1994), hlm.104. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Muhammad pembawa risalah Allah adalah Nabi dan Rasul terakhir penutup segala Nabi, seorang Nabi yang bertugas menyampaikan firman Allah ke seluruh umat manusia. Muhammad

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAB I. A. Latar belakang

PENDAHULUAN BAB I. A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sejarah menunjukan bahwa, Islam sebagai salah satu bagian dalam sejarah dunia, telah menorehkan sebuah sejarah yang sulit bahkan tidak mungkin terlupakan dalam sejarah

Lebih terperinci

Dan di dalam mulut mereka tidak terdapat dusta; mereka tidak bercela.

Dan di dalam mulut mereka tidak terdapat dusta; mereka tidak bercela. Seri Kitab Wahyu Pasal 14, Pembahasan #5 oleh Chris McCann Selamat malam dan selamat datang di pembahasan Alkitab EBible Fellowship dalam Kitab Wahyu. Malam ini adalah pembahasan #5 tentang Wahyu, pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekali. Selain membawa kemudahan dan kenyamanan hidup umat manusia.

BAB I PENDAHULUAN. sekali. Selain membawa kemudahan dan kenyamanan hidup umat manusia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era global, plural, multikultural seperti sekarang setiap saat dapat saja terjadi peristiwa-peristiwa yang tidak dapat terbayangkan dan tidak terduga sama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Kalimantan Selatan merupakan salah satu dari lima provinsi yang ada di Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga sebagai makhluk sosial. Dalam hidup bermasyarakat, manusia sebagai

BAB I PENDAHULUAN. juga sebagai makhluk sosial. Dalam hidup bermasyarakat, manusia sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dilahirkan di muka bumi ini selain menjadi makhluk individu juga sebagai makhluk sosial. Dalam hidup bermasyarakat, manusia sebagai makhluk sosial harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang (pendidik) terhadap seseorang (anak didik) agar tercapai perkembangan maksimal yang positif. Usaha itu banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Seiring dengan perkembangan jaman yang semakin modern dan maju secara tidak langsung menuntut setiap orang untuk mampu bersaing dalam mewujudkan tujuan

Lebih terperinci

TUGAS AGAMA DEWA YADNYA

TUGAS AGAMA DEWA YADNYA TUGAS AGAMA DEWA YADNYA NAMA ANGGOTA KELOMPOK 7 KETUT ALIT WIRA ADI KUSUMA (05) ( KETUA ) NI LUH LINA ANGGRENI (27) ( SEKETARIS ) NI LUH DIAH CITRA URMILA DEWI (14) I PUTU PARWATA (33) SMP N 2 RENDANG

Lebih terperinci

FILSAFAT ILMUDAN SEJARAH FILSAFAT. H. SyahrialSyarbaini, MA. Modul ke: 05Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

FILSAFAT ILMUDAN SEJARAH FILSAFAT. H. SyahrialSyarbaini, MA. Modul ke: 05Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi Modul ke: 05Fakultas Dr. PSIKOLOGI FILSAFAT ILMUDAN LOGIKA SEJARAH FILSAFAT H. SyahrialSyarbaini, MA. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id SEJARAH FILSAFAT ; Standar Kompetensi Setelah perkualiahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia di dunia ini, termasuk di Indonesia. Sejak dilahirkan di dunia manusia sudah mempunyai kecenderungan

Lebih terperinci