SEMANTIK Teori Memahami Makna Bahasa

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SEMANTIK Teori Memahami Makna Bahasa"

Transkripsi

1 SEMANTIK Teori Memahami Makna Bahasa

2

3 SEMANTIK Teori Memahami Makna Bahasa Dr. Mohamad Jazeri, M.Pd STAIN Tulungagung Press

4 SEMANTIK Teori Memahami Makna Bahasa Penulis: Dr. Mohamad Jazeri, M.Pd. Cetakan, Juli 2012 Penerbit: STAIN Tulungagung Press Jl. Mayor Sujadi Timur 46 Tulungagung Telp. (0355) , Fax (0355) , ISBN xxx-xxx-xxxx-xx-x

5 KATA PENGANTAR Bahasa tumbuh dan berkembang karena kebutuhan manusia untuk berinteraksi. Agar interaksi berjalan lancar dan tidak terjadi hambatan apalagi kesalahpahaman, diperlukan konvensi dalam memahami makna bahasa. Meski pada awal pertumbuhannya bahasa bersifat manasuka (arbitrer), dalam penggunaannya diperlukan konvensi bersama antara pengguna bahasa. Itulah sebabnya mengapa bahasa bersifat manasuka, dinamis, dan konvensional. Dikatakan manasuka karena antara lambang dan acuan tidak memiliki hubungan logis. Sifat dinamis berkaitan erat dengan manusia sebagai penemu dan pengguna bahasa, yakni selalu melakukan inovasi dalam kehidupannya yang berimplikasi terhadap bahasa yang digunakannya. Kemanasukaan dan kedinamisan bahasa membuat bahasa tersebut sulit dipahami oleh manusia tanpa disertai dengan kesepakatan bersama dalam memberikan makna. Hal inilah yang menyebabkan mengapa bahasa bersifat konvensional. Makna, dalam kajian bahasa, menjadi isu utama karena bahasa dapat digunakan untuk berinteraksi sejauh bahasa itu dipahami maknanya. Mengenai makna bahasa ini, Aminuddin (2003) menyatakan bahwa makna memiliki tiga tingkatan. Pada tingkat pertama, makna menjadi isi abstraksi dalam kegiatan v

6 Mohamad Jazeri bernalar secara logis sehingga melahirkan proposisi yang benar. Tingkat kedua, makna menjadi isi dari suatu bentuk kebahasaan. Tingkat ketiga, makna menjadi isi komunikasi berupa pesan tertentu yang dikirim dan diterima oleh partisipan komunikasi. Mengkaji makna pada tingakt pertama melahirkan pemahaman tentang cara mengolah pesan secara benar. Mengkaji makna pada tingkat kedua melahirkan pemahaman tentang menata struktur kebahasaan secara benar sehingga menghadirkan makna seperti yang diinginkan partisipan komunikasi. Sementara mengkaji makna pada tingkat ketiga melahirkan pemahaman tentang cara mengungkapkan struktur kebahasaan dalam konteks komunikasi secara benar. Untuk memahami tiga tingkat makna tersebut diperlukan ilmu tentang makna bahasa. Salah satu ilmu yang mempelajari makna bahasa adalah SEMANTIK. Semantik mengandung pengertian studi tentang makna bahasa. Jika makna adalah bagian dari bahasa, maka semantik merupakan bagian dari linguistik (ilmu bahasa). Dalam kaitannya dengan ilmu lain yang samasama mengkaji makna seperti pragmatik, semiotik, dan hermeneutik, semantik dianggap sebagai bagian sekaligus induk ilmu makna. Artinya, ada sebagaian ahli bahasa yang beranggapan bahawa semantik adalah bagian dari pragmatik, semiotik, atau hermeneutik, namun sebagian yang lain menganggap semantik sebagai induk dari pragmatik, semiotik, dan hermeneutik. Tanpa memperdebatkan posisi semantik di antara ilmu sejenisnya, buku ini menyajikan ilmu semantik dalam beberapa hal yang berkaitan dengan konsentrasi studi semantik. Buku ini dibagi dalam sembilan bab yang saling berkaitan. Bab I vi

7 SEMANTIK Teori Memahami Makna Bahasa membicarakan hakikat semantik yang meliputi pengertian semantik, sejarah perkembangan semantik, hubungan semantik dengan disiplin ilmu lain, baik ilmu di bidang linguistik maupun nonlinguistik. Bab II menyajikan teori makna yang diawali dengan pembahasan tentang arti makna. Makna merupakan hubungan antara bahsa dengan bahasa luar yang disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat saling dimengerti. Menurut teori yang berkembang di kalangan para ahli bahasa, makna adalah pengertian atau konsep yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda linguistik. Dalam pemakaian sehari-hari, makna disejajarkan dengan arti, gagasan, konsep, pernyataan, pesan, informasi, maksud, firasat, isi, dan pikiran (Aminudddin, 2003: 50). Beberapa kata tersebut disejajarkan dengan makna sesuai dengan konteks pemakaiannya. Namun yang paling dekat dan sering disejajarkan adalah arti. Untuk menentukan makna bahasa, Alston (dalam Aminuddin, 2003: 55) mengemukakan tiga teori atau pendekatan, yakni (1) referensial, (2) ideasional, dan (3) behavioral. Tiga pendekatan tersebut sejajar dengan tiga fungsi bahasa, yakni sebagai (1) representasi realitas yang menyertai proses berpikir manusia secara individual, (2) media dalam mengirim dan menerima pesan, dan (3) fakta sosial yang mampu menciptakan berbagai bentuk komunikasi. Tiga pendekatan tersebut memiliki titik pandang yang berbeda dalam memahami makna bahasa. Namun secara keseluruhan ketiga teori tersebut dapat saling melengkapi dan disikapi sebagai tiga tataran makna. Bab berukutnya membicarakan aspek-aspek makna, jenisjenis makna, dan diakhiri dengan tujuh jenis makna menurut Leech. vii

8 Mohamad Jazeri Menurut Pateda (2001: 88), ada empat aspek makna yang dapat menentukan jenis makna. Keempat aspek makna tersebut adalah (1) pengertian (sense), (2) nilai rasa (feeling), (3) nada (tone), dan (4) maksud (intention). Aspek-aspek makna tersebut tentunya mempunyai pengaruh terhadap jenis-jenis makna yang ada dalam semantik. Leech (2003: 19) menyebutkan tujuh tipe makna yang dapat dipahami dari kegiatan berbahasa, yakni (1) makna konseptual, (2) makna konotatif, (3) makna stilistik, (4) makna afektif, (5) makna reflektif, (6) makna kolokatif, dan (7) makna tematik. Berkaitan dengan sifat bahasa yang dinamis, makna bahasa juga mengalami pergeseran dan perubahan. Hal ini dibahas di bab IV. Secara harfiah, pergeseran makna berarti makna yang bergeser dari aslinya, sedangkan perubahan makna adalah makna yang berubah dari asalnya. Dalam pergeseran makna, makna berubah namun masih dalam satu medan makna sedangkan dalam perubahan makna, makna berubah karena terjadi perubahan rujukan. Parera (2004: ) menghimpun beberapa penyebab pergeseran dan perubahan, yakni (1) linguistik, (2) historis, (3) sosial, (4) psikologis, (5) keperluan, dan (6) kekuasaan. Chaer (2002: 141) mengidentifikasi lima jenis perubahan makna, yakni (1) meluas, (2) menyempit, (3) perubahan total, (4) penghalusan, dan (5) pengasaran. Bab V membahas hubungan makna yang terjadi pada tataran morfologi dan sintaksis. Dalam tataran morfologi, ditemukan relasi makna dalam morfem terikat, morfem bebas, dan kata. Pada tataran sintaksis, relasi tersebut ditemukan pada frase, klausa, dan kalimat. Selain itu, relasi makna juga mungkin terjadi antartataran (Parera, 2004: 61). Artinya, sebuah kata dapat viii

9 SEMANTIK Teori Memahami Makna Bahasa memiliki relasi makna dengan sebuah frase atau klausa seperti kata putra bersinonim dengan anak laki-laki. Relasi makna dapat dibedakan ke dalam sinonimi, antonimi, hipernimi (superordinat), hiponimi (subordinat), homonimi, dan polisemi. Makna bahasa dapat dipahami melalui satuan bahasa mulai dari kata, kalimat, dan tuturan. Sebagai sebuah unit makna, sebuah kata dapat mempengaruhi makna kalimat karena secara gramatikal sebuah kalimat disusun dari beberapa kata. Bagaimana kita memaknai sebuah kalimat? Hipotesis yang paling sederhana mengatakan bahwa makna suatu kalimat adalah penjumlahan makna kata-kata yang membentuk kalimat tersebut. Namun hipotesis ini segera dipatahkan karena jika demikian setiap kalimat yang tersusun dari kata-kata yang sama adalah sinonim. Padahal kenyataannya tidaklah demikian. Misalnya, kalimat Istri saya memiliki teman baru., Istri baru saya memiliki teman., dan Teman baru saya memiliki istri. tidak bersinonim. Hipotesis lain mengatakan bahwa makna suatu kalimat merupakan percampuran makna konstituen kalimat dengan cara khusus sambil mengkonversikannya menjadi makna keseluruhan kalimat. Pendekatan ini bisa menyesatkan karena di satu sisi memberi makna dalam kategori sintaksis dan di sisi lain memberi makna dalam kategori fonologis. Masalah-masalah tersebut dibahas pada bab VII. Melanjutkan bab sebelumnya, bab VIII membahas makna tuturan. Bab ini lebih mengarah pada kajian pragmatik. Penggunaan bahasa dalam berintekasi antara masyarakat penguna bahasa disebut tindak tutur (speech acts). Dalam teori tindak tutur dikemukakan bahwa meskipun tuturan sering disampaikan untuk ix

10 Mohamad Jazeri menyampaikan informasi, dalam keadaan tertentu har us dianggap sebagai pelaksanaan tindakan (Leech, 1983). Dalam bukunya How to Do Things with Words, Austin juga berupaya untuk merinci macam-macam ungkapan bahasa dalam kaitannya dengan tindakan dalam mengucapkannya. Dalam usahanya mempelajari speech acts, Austin membedakannya menjadi tiga macam acts, yaitu: tindakan lokusi (locutionary acts), illokusi (illocutionary acts), dan perlokusi (perlocutionary). Untuk memahami makna tindak tutur diperlukan praanggapan (presupposition). Praanggapan merupakan pengetahuan tentang teori ilmiah, budaya, adat-istiadat, kebiasaan, dan konteks yang dimiliki bersama oleh para peserta interaksi, yakni penutur dan mitra tutur atau penulis dan pembaca. Berdasarkan praanggapan ini, sebuah tuturan dan responnya dapat dipahami maknanya meskipun terkadang terlihat tidak memiliki relevansi. Satu hal lagi yang perlu dikuasai dalam memahami makna tuturan adalah implikatur percakapan. Implikatur adalah makna yang berbeda dengan apa yang sebenarnya diucapkan oleh penutur. Implikatur memiliki peranan penting dalam memahami tuturan, karena pertama, implikatur dapat memberikan penjelasan fungsional yang bermakna atas fakta-fakta kebahasan yang tidak terjangkau oleh teori linguistik (struktural). Kedua, implikatur memberikan penjelasan eksplisit adanya perbedaan antara apa yang diucapkan secara lahiriyah dan apa yang dimaksud oleh suatu ujaran dan bahwa pemakai bahasa pun memahami. Ketiga, implikatur dapat menyederhanakan deskripsi semantik hubungan antarklausa yang berbeda konjungsinya. Keempat, implikatur dapat menerangkan berbagai macam gejala kebahasaan yang secara x

11 SEMANTIK Teori Memahami Makna Bahasa lahiriah tampak tidak berkaitan atau bahkan berlawanan, tetapi ternyata berhubungan. Bab berikutnya membahas hubungan bahasa dan logika. Dalam hal logika dalam berbahasa ini, Parera (2004: 188) menjelaskan tiga hal yang harus diperhatikan. Pertama, logika berbahasa harus memenuhi runtun berpikir yang sistematis dan memenuhi kaidah-kaidah logika. Kedua, logika berbahasa harus memenuhi hubungan antara konsep-konsep yang ditautkan. Ketiga, logika berbahasa tidak boleh menimbulkan kontradiksi. Ketiga syarat tersebut dapat digunakan untuk menilai apakah sebuah kalimat atau tuturan memenuhi aturan logika berbahasa atau tidak. Relasi antara bahasa dan pikiran dapat dilihat dari dua sisi. Pertama, bahasa dipandang sebagai alat untuk mengungkapkan persepsi, pikiran, gagasan, dan emosi. Pandangan ini melihat pikiran mempengaruhi bahasa. Kedua, bahasa mempengaruhi pikiran, yakni manusia hanya dapat mempersepsi, berpikir, dan merasakan karena adanya bahasa. Karena itu, orang yang memiliki bahasa berbeda, berbeda pula cara berpikir dan berkata (Jazeri, 2011). Dalam hal ini, setidaknya ada tiga pandangan mengenai relasi bahasa dan logika yang disajikan, yaitu hipotesis Saphir-Worf, bahasa sebagai cermin pikiran, serta bahasa dan kerja akal budi (intellect). Bagian akhir buku ini sayang untuk dilewatkan karena menyajikan beberapa fenomena berbahasa dalam masyarakat yang ditinjau dari kajian semantik. Ada beberapa contoh penggunaan bahasa yang secara gramatikal dan semantis keliru namun tetap terpahami oleh pengguna bahasa. Diantaranya Tambal Ban 24 jam; Nasi Kucing; Kok dimakan manusia; Sate Kambing dan xi

12 Mohamad Jazeri Sate Madura; Apa yang disate?; Ayam Bakar Wong Solo; Sungguh kejam si ayam!; Gule Kambing Pak Mi un dan Sop Buntut Wak Kaji; Kambing dan buntut siapa?; Ulang Tahun Pernikahan ke dua; Berapa kali nikahnya?; dan Apa saya harus bilang Wow gitu? Buku ini terselasaikan berkat sumbang sih berbagai pihak. Untuk itu terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada mereka. Terima kasih disampaikan kepada para mahasiswa yang selama perkuliahan banyak memberikan inspirasi untuk menulis buku ini, terutama bab akhir. Terima kasih juga disampaikan kepada STAIN Tulungagung Press yang berkenan menerbitkan karya sederhana ini. Terima kasih yang tulus juga penulis sampaikan kepada istri, Puger Utami dan anak, Fuad Fahmi atas dukungan semangat dan do anya. Akhirnya, puji syukur alhamdulillah penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas karunia- Nya sehingga bacaan sederhana ini hadir di hadapan pembaca budiman. Tulungagung, Maret Penulis xii

13 DAFTAR ISI Kata Pengantar... v Daftar Isi... xiii BAB I HAKIKAT SEMANTIK Pengertian Semantik Sejarah dan Perkembangan Semantik Hubungan Semantik dengan Ilmu Lain Hubungan Semantik dengan Ilmu-ilmu Linguistik Fonologi Morfologi Sintaksis Sastra Hubungan Semantik dengan Non-linguistik Sosiologi Psikologi Antropologi Filsafat xiii

14 Mohamad Jazeri BAB II MAKNA DAN TEORI MAKNA Arti Makna Teori Makna Referensial Ideasional Behavioral BAB III ASPEK DAN JENIS MAKNA Aspek-aspek Makna Jenis-jenis Makna Makna Emotif Makna Konotatif Makna Kognitif Makna Referensial Makna Piktorikal Tujuh Tipe Makna Menurut Leech Makna Konseptual Makna Konotatif Makna Stilistik Makna Afektif Makna Reflektif Makna Kolokatif Makna Tematik xiv

15 SEMANTIK Teori Memahami Makna Bahasa BAB IV PERUBAHAN MAKNA Pengertian Perubahan Makna Penyebab Perubahan Makna Linguistik Historis Sosial Psikologis Pertemuan Antarbahasa Kekuasaan Proses Gramatikal Reduplikasi Konteks Pertukaran Tanggapan Indera Asosiasi Jenis-Jenis Perubahan Makna Perluasan Makna Pembatasan Makna Penghalusan makna Pengasaran Makna Kata Tetap-Acuan Berubah Acuan Tetap-Kata Berubah BAB V RELASI MAKNA Sinonimi Antonimi Hipernimi (superordinat) xv

16 Mohamad Jazeri 5.4 Hiponimi (subordinat) Homonimi Polisemi BAB VI MAKNA LEKSIKAL DAN MAKNA KALIMAT Makna Leksikal Kata sebagai Unit Makna Makna Kata Dasar (Leksem) Makna Paduan Leksem Makna Kata Bebas Makna Kata Berimbuhan Makna Kata Berulang Makna Kata dalam Konteks Makna Kependekan Makna Kata Plesetan Makna Kalimat Kalimat Bermakna dan Tak Bermakna Peran Semantis Unsur Kalimat Kalimat, Makna, dan Isi Proposisi Kalimat Sederhana dan Kompleks Makna Kalimat Interogatif dan Deklaratif Makna Kalimat Imperatif xvi

17 SEMANTIK Teori Memahami Makna Bahasa BAB VII MAKNA TUTURAN: Peran Praanggapan dan Implikatur dalam Memahami Makna Tindak Tutur Tindak Lokusi (Locutionary Acts) Tindak Illokusi (Illocutionary Acts) Tindakan Perlokusi (Perlocutionary Acts) Peran Praanggapan Peran Implikatur Percakapan BAB VIII BAHASA DAN LOGIKA Bahasa Logis Bahasa dan Pikiran Hipotesis Sapir-Worf Bahasa sebagai Cermin Pikiran Bahasa dan Kerja Akal Budi BAB IX FENOMENA PENGGUNAAN BAHASA DALAM MASYARAKAT Tambal Ban 24 Jam; Lama sekali Nasi Kucing; Kok dimakan orang? Sate Kambing dan Sate Madura; Apa yang disate? Ayam Bakar Wong Solo; Sungguh kejam si ayam! Itu Aku Banget; Apanya yang banget? Gulai Kambing Pak Mi un dan Sop Buntut Wak Kaji; Kambing dan buntut siapa? xvii

18 Mohamad Jazeri 9.7 Saya Suaminya, Dok! Ulang Tahun Pernikahan Saya yang Kedua; Berapa kali nikahnya? Terus Aku Harus Bilang Wow Gitu? Ciyus, Miyapah? Daftar Rujukan Tentang Penulis xviii

19 BAB I HAKIKAT SEMANTIK 1.1 Pengertian Semantik Secara umum, semantik mengandung pengertian studi tentang makna bahasa. Jika makna adalah bagian dari bahasa, maka semantik merupakan bagian dari linguistik (ilmu bahasa). Kata semantik berasal dari bahasa Yunani, yaitu sema (kata benda) yang berarti menandai atau lambang. Kata kerjanya adalah semaino yang berarti menandai atau melambangkan. Kemudian semantik disepakati sebagai istilah yang digunakan dalam bidang linguistik untuk mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik (intralingual) dengan sesuatu yang ditandainya (ekstralingual) (Cahyono, 1994). Kata semantik sebenarnya merupakan istilah teknis yang mengacu pada studi tentang makna bahasa (Hurford dan Heasley, 1986: 1). Para ahli bahasa memberikan pengertian semantik sebagai cabang ilmu bahasa yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik atau tanda-tanda lingual dengan hal-hal yang ditandainya (makna). Istilah lain yang pernah digunakan hal yang sama adalah semiotika, semiologi, semasiologi, dan 1

20 Mohamad Jazeri semetik. Jika dipahami sebagai studi tentang makna, maka semantik merupakan bidang kajian yang sangat luas karena turut menyinggung aspek-aspek struktur dan fungsi bahasa sehingga dapat dihubungkan dengan psikologi, filsafat, dan antropologi (nanik-tri.blogspot.com, 2012). Makna bahasa beragam sesuai konteks penggunaannya dalam kalimat. Karena itu, dalam analisis semantik harus disadari bahwa bahasa itu bersifat unik dan mempunyai hubungan erat dengan masalah budaya. Karenanya, analisis suatu bahasa hanya berlaku untuk bahasa itu saja dan tidak dapat digunakan untuk menganalisis bahasa lain. Umpamanya, kata ikan dalam bahasa Indonesia merujuk pada jenis binatang yang hidup dalam air dan biasa dimakan sebagai lauk yang dalam bahasa Inggris sepadan dengan kata fish. Tetapi kata iwak dalam bahasa Jawa bukan hanya berarti ikan atau fish, melainkan juga berarti daging yang digunakan sebagai lauk. Dalam penggunaan bahasa yang nyata, makna kata atau leksem seringkali, dan mungkin juga biasanya, terlepas dari pengertian atau konsep dasarnya dan juga dari acuannya. Contoh, Dasar buaya, ibunya sendiri ditipunya. Kata buaya di sini tidak merujuk pada hewan yang bernama buaya, melainkan merujuk pada seseorang yang gemar menipu. Oleh karena itu, kita baru dapat menentukan makna sebuah kata apabila kata itu sudah berada dalam konteks kalimatnya. Satu hal lagi yang harus diingat mengenai makna ini, karena bahasa itu bersifat arbitrer, maka hubungan antara kata dan maknanya juga bersifat manasuka. Artinya, tidak ada keharusan hubungan logis antara kata dan maknanya seperti kata meja, kursi, keripik, dan 2

21 SEMANTIK Teori Memahami Makna Bahasa sebagainya. Mengapa benda tertentu disebut meja, kursi dan keripik tidak ada jawaban pasti. Contoh lain, setelah memeriksa kamar anaknya dan melihat kamarnya kotor dan berantakan, seorang ibu berkata kepada anaknya dengan nada memuji, Bersih sekali kamarmu, Nak! Jelas, dia tidak bermaksud memuji walaupun nadanya memuji, melainkan sebaliknya, yakni menegur atau mungkin mengejek anaknya. 1.2 Sejarah dan Perkembangan Semantik Istilah semantik pertama kali digunakan oleh seorang filolog Perancis bernama Michel Breal pada tahun Kata semantik kemudian disepakati sebagai istilah yang digunakan untuk bidang linguistik yang mempelajari hubungan antara tandatanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya. Oleh karena itu, kata semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau tentang arti (Chaer, 1990). Istilah semantik sudah ada sejak abad ke-17 bila dipertimbangkan melalui frase semantics philosophy. Sejarah semantik dapat dibaca di dalam artikel An Account of the Word Semantics. Istilah semantik baru muncul pada tahun 1984 yang dikenal melalui American Philological Association organisasi filologi Amerika dalam sebuah artikel yang berjudul Reflected Meanings: A point in Semantics. Breal melalui artikelnya Le Lois Intellectuelles du Language mengungkapkan istilah semantik sebagai bidang baru dalam ilmu bahasa. Dalam bahasa Prancis istilah ini digunakan sebagai ilmu murni historis (historical semantics). Historical semantics ini cenderung mempelajari semantik yang berhubungan dengan unsur-unsur luar bahasa, misalnya 3

22 Mohamad Jazeri perubahan makna dengan logika, psikologi, dan sebagainya. Reisig sebagai salah seorang ahli klasik mengungkapkan konsep baru tentang grammar (tata bahasa) yang meliputi tiga unsur utama, yakni etimologi, studi asal-usul kata sehubungan dengan perubahan bentuk maupun makna; sintaksis, tata kalimat dalam semasiologi, ilmu tanda (makna). Semasiologi sebagai ilmu baru pada itu belum disadari sebagai semantik.istilah Semasiologi sendiri adalah istilah yang dikemukakan Reisig. Pada tahun 1990-an, dengan munculnya essai de semantikue dari Breal, yang kemudian pada periode berikutnya disusul oleh karya Stern semantik ditegaskan sebagai ilmu tentang makna bahasa. Tetapi, sebelum kelahiran karya stern, di Jenewa telah diterbitkan bahan kumpulan kuliah dari seorang pengajar bahasa yang sangat menentukan perkembangan linguistik berikutnya, yakni Ferdinand de Saussure yang berjudul Cours de Linguistikue General. Pandangan Saussure itu menjadi pandangan aliran strukturalisme. Menurut pandangan strukturalisme de Saussure, bahasa merupakan satu sistem yang terdiri atas unsur-unsur yang saling berhubungan dan merupakan satu kesatuan. Pandangan ini kemudian dijadikan titik tolak penelitian yang sangat kuat mempengaruhi berbagai bidang penelitian, terutama di Eropa. Sejak kehadiran karya de Sausure, semantik kemudian berbeda dengan pandangan sebelumnya. Perbedaan pandangan tersebut antara lain (1) pandangan historis mulai ditinggalkan, (2) perhatian mulai ditinggalkan pada struktur di dalam kosa kata, (3) semantik mulai dipengaruhi stilistika, (4) studi semantik terarah pada bahasa tertentu (tidak bersifat umum lagi), (5) hubungan antara bahasa dan pikiran mulai dipelajari, karena 4

23 SEMANTIK Teori Memahami Makna Bahasa bahasa merupakan kekuatan yang menetukan dan mengarahkan pikiran, (6) semantik telah melepaskan diri dari filsafat, tetapi tidak berarti filsafat tidak membantu perkembangan semantik (perhatikan pula adanya semantik filosofis yang merupakan cabang logika simbolis). Pada tahun 1923 muncul ahli semantik, Ogden & Richards, yang menekankan hubungan tiga unsur dasar, yakni (1) thought of reference (pikiran) sebagai unsur yang menghadirkan makna tertentu yang memiliki hubungan signifikan dengan referent (acuan). Pikiran memiliki hubungan langsung dengan simbol (lambang). Lambang tidak memiliki hubungan yang arbitrer. Sehubungan dengan meaning, para pakar semantik biasa menetukan fakta bahwa asal kata meaning (nomina) dari to mean (verba), di dalamnya banyak mengandung meaning yang berbeda-beda. Ahli-ahli semantik sering tidak wajar memikirkan the meaning of meaning yang diperlukan untuk pengantar studi semantik. Mereka sebenarnya cenderung menerangkan semantik dalam hubungannya dengan ilmu lain. Artinya, para ahli sendiri masih memperdebatkan bahwa makna bahasa tidak dapat dimengerti atau tidak dapat dikembangkan kecuali dalam makna nonlinguistik (bahasa.kompassiana.com, 2011). Para filosuf Yunani sejak dulu telah mengkaji dan mendiskusikan isu-isu yang dapat dikatagorikan sebagai embrio semantik. Studi semantik pada saat itu dapat dijadikan sebagai barometer kemajuan berpikir seseorang. Aristoteles sebagai pemikir Yunani yang hidup pada masa SM adalah pemikir pertama yang menggunakan istilah makna lewat batasan pengertian kata yang menurutnya adalah satuan terkecil 5

24 Mohamad Jazeri yang mengandung makna. Berkaitan dengan makna, Aristoteles membedakan antara bunyi dan makna. Baginya, makna itu sesuai dengan konsep yang ada pada pikiran. Dia membedakan antara sesuatu yang ada di dunia luar (al-asyya fil alam al-khariji), konsep/makna (attashawwurat/al-ma ani), dan bunyi/lambang atau kata (ar-rumuz/ al-kalimat). Bahkan Plato ( SM) dalam Cratylus mengungkapkan bahwa bunyi-bunyi bahasa itu secara implisit mengandung makna-makna tertentu. Hanya saja, pada masa itu batas antara etimologi, studi makna, maupun studi makna kata belum jelas. Semantik sebagai subdisiplin linguistik muncul pada abad ke-19. Pada tahun 1825, seorang pakar linguistik berkebangsaan Jer man, C. Reisig, mengemukakan pendapatnya tentang tatabahasa (grammar). Dia membagi tatabahasa menjadi tiga bagian utama, yaitu (1) semasiologi, ilmu tentang tanda, (2) sintaksis, studi tentang kalimat, dan (3) etimologi, studi tentang asal usul kata sehubungan dengan perubahan bentuk maupun makna (Pateda, 2001). Istilah semasiologi yang berasal dari Reisig ini berpadanan dengan istilah semantik. Pada saat itu, istilah semantik masih belum digunakan meskipun studi tentangnya sudah dilaksanakan. Berdasarkan pandangan Reisig ini, perkembangan semantik dapat dibagi atas tiga fase. Fase pertama meliputi masa setengah abad, termasuk di dalamnya kegiatan Reisig. Fase ini biasa disebut the underground period of semantics. Fase kedua, awal tahun 1883 (dalam buku Pateda, 2001 disebutkan awal tahun 1880) dimulai dengan munculnya buku karya Michel Breal, 6

25 SEMANTIK Teori Memahami Makna Bahasa seorang berkebangsaan Perancis lewat artikelnya berjudul Les Lois Intellectuelles du langage. Pada masa itu, studi semantik lebih banyak berkaitan dengan unsur-unsur di luar bahasa itu sendiri, misalnya bentuk perubahan makna, latar belakang perubahan makna, hubungan perubahan makna dengan logika, psikologi maupun kriteria lainnya. Karya klasik Breal dalam bidang semantik pada akhir abad ke-19 ini adalah Essai de Semantique Science des Significations (1897), yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris Semantics: Studi in the Science of Meaning. Fase ketiga, yakni tiga dekade pertama abab XX merupakan masa pertumbuhan studi tentang makna. Fase ini ditandai dengan pemunculan buku berjudul Meaning and Change of Meaning with Special Reference to the English Language (1931) karya filosof Swedia bernama Gustaf Stern. Stern dalam kajiannya sudah melakukan studi makna secara empiris dengan bertolak dari satu bahasa, yakni bahasa Inggris. Sebelumnya, yakni pada tahun 1916, Ferdinand de Saussure yang sering disebut sebagai bapak linguistik modern telah menulis buku berjudul Cours de Linguistique Generale (pada tahun 1959, buku ini diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris Course in General Linguistics). Dia berpendapat, bahwa studi linguistik harus difokuskan pada keberadaan bahasa itu pada waktu tertentu. Dengan demikian, studi bahasa yang dilaksanakan haruslah menggunakan pendekatan sinkronis atau studi yang bersifat deskriptif. Sementara itu, studi tentang sejarah dan perkembangan suatu bahasa adalah kajian kesejarahan yang menggunakan pendekatan diakronis. Pandangan de Saussure tersebut berimplikasi pada studi semantik yang dicirikan oleh (i) pandangan yang bersifat historis 7

26 Mohamad Jazeri telah ditinggalkan karena pendekatannya sinkronis, meskipun masalah perubahan makna masih juga dibicarakan; (ii) perhatian diarahkan pada strukutr kosa kata; (iii) semantik dipengaruhi oleh stilistika; (iv) studi semantik telah diarahkan pada bahasa tertentu dan tidak bersifat umum lagi; (v) dipelajari hubungan antara bahasa dan pikiran karena bahasa tidak dianggap sebagai kekuatan yang menentukan dan mengarahkan pikiran; (vi) meskipun semantik telah melepaskan diri dari filsafat, namun tidak berarti bahwa filsafat tidak dapat membantu perkembangan semantik. Menurut Saussure, suatu bahasa terdiri atas satu perangkat tanda atau signs yang merupakan kesatuan dari signifiant (penanda atau bagian bunyi ujaran) dengan signifie (tertanda atau bagian arti). Masing-masing tanda tersebut tidak dapat dipisahkan, karena ucapan atau artinya ditentukan oleh perbedaan dengan tanda-tanda di dalam sistemnya. Tanpa sistem yang ada dalam sutau bahasa, kita tidak mempunyai landasan untuk membicarakan bunyi atau konsep/arti (anaksastra.blogspot.com, 2009). 1.3 Hubungan Semantik dengan Ilmu Lain Sebagai sebuah ilmu, semantik memiliki keterkaitan dengan ilmu-ilmu lain, baik ilmu-ilmu bahasa maupun nonbahasa. Di antara ilmu bahasa yang berkaitan adalah fonologi, morfologi, sintaksis, dan sastra. Ilmu nonbahasa yang memiliki relasi dengan ilmu semantik antara lain sosiologi, psikologi, antropologi, dan filsafat. 8

27 SEMANTIK Teori Memahami Makna Bahasa Hubungan Semantik dengan Ilmu-ilmu Linguistik Fonologi Fonologi merupakan ilmu tentang fonem (bunyi) yang merupakan unsur terkecil dari bahasa. Perbedaan fonem yang dimiliki sebuah kata dapat membuat perbedaan makna. Misalnya, kata babi dan babu. Perbedaan fonem i dan u merubah makna kata tersebut dari sejenis hewan (berkaki empat) menjadi sejenis profesi (pembantu rumah tangga). Karena itu, dalam pandangan kaum Atomisme Logis, analisis bahasa harus dimulai dari unsur atom bahasa, yakni fonem, karena perbedaan fonem diyakini berpengaruh terhadap makna sebuah kata yang konsekwensi lanjutannya adalah berpengaruh pada makna kalimat dan wacana di mana kata tersebut menjadi unsurnya Morfologi Sebagai ilmu yang mempelajari kaidah bentuk dan pembentukan kata, Morfologi memiliki hubungan erat dengan semantik. Hal ini dikarenakan pembentukan kata yang salah akan mengakibatkan makna kata tersebut berbeda atau bahkan tidak bermakna. Misalnya kata juang dalam kalimat Bangsa Indonesia juang merebut kemerdekaan. Kata juang dalam kalimat tersebut mestinya berubah menjadi berjuang. Di antara kesalahan pembentukan kata yang dapat mengakibatkan perubahan makna adalah (1) penghilangan afiks (prefiks, infiks, sufiks, dan konfiks), (2) penidakluluhan bunyi yang seharusnya luluh, (3) peluluhan bunyi yang seharusnya tidak luluh, (4) penggantian morfem, (5) penggunaan afiks yang tidak tepat, dan (6) pengulangan yang 9

28 Mohamad Jazeri tidak tepat (Setyawati, 2010: 36). Meskipun tidak semua kesalahan morfologis berakibat fatal dalam memahami makna, tentu dengan menghindarinya makna bahasa akan lebih mudah dimengerti pembaca atau mitra tutur Sintaksis Sintaksis merupakan cabang linguistik yang mempelajari struktur kalimat dan bagian-bagiannya. Ramlan (1987: 21) menjelaskan sintaksis sebagai cabang ilmu bahasa yang membicarakan seluk-beluk wacana, kalimat, klausa, dan frasa. Kalimat yang tersusun secara teratur akan lebih mudah dipahami maknanya dibanding kalimat yang susunannya tidak teratur. Sebuah kalimat tersusun dari beberapa fungsi sintaksis seperti subjek, predikat, objek, dan keterangan. Fungsi sintaksis tersebut harus tersusun secara logis agar makna kalimat mudah dipahami. Kalimat, Kannika Tinkeaw sudah belajar bahasa Indonesia selama empat bulan. lebih mudah dipahami maknanya dibanding kalimat, Sudah Kannika Tinkaew bahasa Indonesia belajar selama empat bulan. Di sinilah hubungan antara semantik dan sintaksis dapat dirasakan Sastra Sastra merupakan karya fiksi yang menggunakan bahasa sebagai media penyampai pesannya. Karena penggunaan bahasa ini sastra bersinggungan dengan semantik. Tetapi, berbeda dengan bahasa ilmiah dan bahasa sehari-hari, bahasa sastra merupakan salah satu bentuk idiosyncratic, yaitu kata-kata yang digunakan adalah hasil kreasi ekspresi penulisnya. Penggunaan gaya bahasa 10

29 SEMANTIK Teori Memahami Makna Bahasa yang tidak lazim dalam bahasa sehari-hari maupun bahasa ilmiah banyak dijumpai dalam karya sastra. Bahasa metaforis dan alegoris menjadi bagian yang membuat sebuah karya sastra menarik dibaca dan dimaknai. Berikut ini contoh bahasa alegoris dalam puisi karya Sitor Situmorang: Akulah telaga Berlayarlah di atasku Hadapi riak-riak kecil yang menggoyangkan bunga padma Sesampainya di tepi Tinggalkan perahumu, biar aku yang menjaga Untuk memahami puisi di atas, Aminuddin (2003: 25), mengutip Roman Ingarden, menyarankan untuk memahami konsep strata makna dalam sastra. Bahasa sastra memiliki dua lapis, yakni (1) lapis bunyi atau bentuk, dan (2) lapis makna. Pada tataran lapis makna, ada beberapa strata makna, yaitu (a) makna literal, (b) dunia rekaan pengarang, (c) dunia dari sudut pandang tertentu, dan (d) pesan metafisis. Untuk dapat memahami sastra dengan baik, seorang memerlukan ilmu semantik sebagai bekal awal sebelum mengetahui ilmu-ilmu lain seperti semiotika, stilistika, dan hermeneutika Hubungan Semantik dengan Non-linguistik Sosiologi Ungkapan Bahasa menunjukkan bangsa tepat sekali untuk menggambarkan hubungan antara semantik dengan sosiologi. Kata atau kalimat yang digunakan masyarakat tertentu dapat mengandung makna berbeda pada masyarakat lainnya. Dengan 11

30 Mohamad Jazeri demikian, kata tertentu dapat menandai identitas kelompok penuturnya. Misalnya, kata gedang yang bagi masyarakat jawa berarti pisang, bagi masyarakat sunda kata tersebut berarti pepaya. (Silahkan mencari contoh lainnya!). Sebaliknya, gagasan yang sama diungkapkan secara berbeda oleh masyarakat yang berbeda. Misalnya, untuk mengungkapkan gagasan betapa berharganya waktu, masyarakat Arab mengungkapkan, al-waqtu ka al-syaifi (Waktu itu bagaikan pedang), sedangkan masyarakat Eropa menggunakan ungkapan, Time is money (Waktu adalah uang). Hubungan antara semantik dan sosiologi ini melahirkan ilmu baru yang melihat makna dari sudut pandang sosiologis, yakni sosiolinguistik. Sosiolinguistik mengkaji bahasa dalam penggunaan sehari-hari oleh masyarakat tertentu. Kajian-kajian ini biasanya difokuskan pada masyarakat bahasa, alih kode dan ganti kode, pembakuan bahasa, dan pembinaan bahasa Psikologi Dalam memahami makna bahasa, unsur kejiwaan seperti kesadaran batin, pikiran, asosiasi, pengalaman dan perasaan tentu tidak dapat dilepaskan. Keterkaitan semantik dengan psikologi ini tampak pada sejumlah aliran dalam psikologi seperti behaviorisme dan kognitivisme. Psikologi behavioris memahami makna berdasar relasi stimulus dan respon sesuai dengan asosiasi dan hasil belajar yang dimiliki. Aminuddin (2003: 22) mencontohkan seseorang dapat membedakan makna kucing dan anjing berdasar hasil belajar bahwa kedua binatang itu memiliki bentuk, ciri-ciri, dan perilaku yang berbeda. Seseorang akan marah jika dikatakan, Kamu seperti anjing! karena dia telah mampu 12

31 SEMANTIK Teori Memahami Makna Bahasa mengasosiasikan bentuk dan perilaku anjing. Psikologi kognitivisme beranggapan bahwa makna bahasa berkaitan dengan aspek kejiwaan dalam kaitannya denga referen yang diacu dan konteks pemakaiannya. Satu kata dapat memiliki makna berbeda sesuai konteks penggunaannya. Misalnya seorang bapak kos mengatakan kepada seorang mahasiswa yang sedang mengunjungi pacarnya, Mas, ini sudah pukul sepuluh, tentu tidak sedang memberi tahu bahwa sekarang sudah pukul sepuluh malam, melainkan menyuruh mahasiswa tersebut pulang karena tidak pantas berpacaran sampai larut malam Antropologi Antropologi dan sosiologi memiliki wilayah kajian yang relatif sama, yakni masalah manusia dalam masyarakat. Dengan kata lain, sosiologi dan antropologi sama-sama mengkaji fenomena sosial dan kultural suatu masyarakat. Budaya yang berbeda menyebabkan ekspresi bahasa yang berbeda pula meskipun realitas yang ingin diungkapkan sama. Contohnya penggunaan kata ngelih dan lesu. Masyarakat Jawa Tengah mengatakan ngelih untuk menyatakan rasa lapar, sedangkan masyarakat Jawa Timur memilih kata lesu Filsafat Filsafat merupakan ilmu yang berkenaan dengan hakikat pengetahuan, kearifan, realitas, dan kebenaran. Hubungan antara filsafat dan semantik terlihat dalam aktivitas berfilsafat yang memerlukan bahasa sebagai media proses berpikir dan menyampaikan hasil berpikir tersebut. Bolinger dan Sears (dalam 13

32 Mohamad Jazeri Aminuddin, 2003: 19) menegaskan bahwa kita tidak dapat memikirkan sesuatu di luar yang terbahasakan. Hakikat realitas yang dapat dipahami adalah sejauh yang terbahasakan. Pertemuan antara semantik dengan filsafat kemudian melahirkan Filsafat Bahasa. Dalam kajian Filsafat Bahasa dikemukakan bahwa bahasa yang kita gunakan sehari-hari banyak mengandung setidaknya lima kelemahan, yaitu kekaburan arti (vagueness), kemaknagandaan (ambiguity), ketidakterangan atau ketidakjelasan (inexplecitness), tergantung pada konteks (context dependent), dan menyesatkan (misleadingness) (Kaelan, 2002). Oleh karena itu perlu disusun suatu kriteria logis yang dapat menentukan apakah suatu ungkapan mengandung makna (meaningfull) atau tidak bermakna (meaningless) (Muntasyir, 1987:7). Jika berfilsafat adalah aktivitas berpikir, maka bahasa dan pikiran diyakini memiliki hubungan timbal balik. Pikiran mempengaruhi bahasa dan bahasa mempengaruhi pikiran. Manusia tidak dapat berpikir atau menangkap kesan dan membentuk sebuah gagasan tanpa bahasa. Tanpa bahasa, manusia tidak akan memahami apa yang dibaca, apa yang dilihat, dan apa yang diamati. Oleh karena itu, realitas hanya dapat terungkap ketika realitas tersebut terekspresikan dalam bahasa. Gadamer (2004) lebih tegas mengatakan bahwa hanya sejauh terbahasakan sesuatu dapat dimengerti. 14

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK 2.1 Teori-Teori Yang Relevan Dengan Variabel Yang Diteliti 2.1.1 Pengertian Semantik Semantik ialah bidang linguistik yang mengkaji hubungan antara tanda-tanda

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekunder yang akan mendukung penelitian, juga diperlukan untuk mengetahui sampai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekunder yang akan mendukung penelitian, juga diperlukan untuk mengetahui sampai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan Yang Relevan Pengkajian teori tidak akan terlepas dari kajian pustaka atau studi pustaka karena teori secara nyata dapat dipeoleh melalui studi atau kajian kepustakaan.

Lebih terperinci

BAHAN AJAR. oleh Dra. Nunung Sitaresmi, M.Pd. FPBS UPO

BAHAN AJAR. oleh Dra. Nunung Sitaresmi, M.Pd. FPBS UPO BAHAN AJAR oleh Dra. Nunung Sitaresmi, M.Pd. FPBS UPO Pengertian dan Perkembangan Semantik A. Pengertian Semantik Semantik berasal dari bahasa Yunani semainein (bermakna). KB sema tanda atau lambang KK

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu kegiatan yang rutin dilakukan oleh pihak sekolah untuk menyambut kedatangan siswa baru. Kegiatan ini

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB II TEORI SEMANTIK

BAB II TEORI SEMANTIK BAB II TEORI SEMANTIK A. Pengertian dan Perkembangan Sejarah Semantik Kata semantik, sebenarnya merupakan istilah teknis yang mengacu pada studi tentang makna. 1 Makna yang dimaksud disini adalah makna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam pikiran sehingga terwujud suatu aktivitas. dalam pikiran pendengar atau pembaca.

BAB I PENDAHULUAN. alam pikiran sehingga terwujud suatu aktivitas. dalam pikiran pendengar atau pembaca. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat untuk berkomunikasi sehari-hari oleh para penuturnya. Bahasa merupakan sesuatu yang sangat penting dalam proses berpikir maupun dalam kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa adalah sebuah sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer yang digunakan oleh masyarakat umum dengan tujuan berkomunikasi. Dalam ilmu bahasa dikenal dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial perlu untuk berinteraksi untuk bisa hidup berdampingan dan saling membantu. Bahasa merupakan alat yang digunakan manusia untuk berinteraksi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan konsep atau hasil-hasil penelitian yang ditemukan oleh peneliti terdahulu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem lambang bunyi yang bermakna dan dihasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf, 2004:1), sedangkan

Lebih terperinci

TATARAN LINGUISTIK (4) : SEMANTIK. meskipun sifat kehadirannya pada tiap tataran itu tidak sama.

TATARAN LINGUISTIK (4) : SEMANTIK. meskipun sifat kehadirannya pada tiap tataran itu tidak sama. Nama : Setyaningyan NIM : 1402408232 BAB 7 TATARAN LINGUISTIK (4) : SEMANTIK Makna bahasa juga merupakan satu tataran linguistik. Semantik, dengan objeknya yakni makna, berada di seluruh atau di semua

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lain, sehingga orang lain mengetahui informasi untuk memenuhi kebutuhan

I. PENDAHULUAN. lain, sehingga orang lain mengetahui informasi untuk memenuhi kebutuhan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa berperan penting di dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial, hampir semua kegiatan manusia bergantung pada dan bertaut dengan bahasa. Tanpa adanya bahasa

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257

KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257 KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI - 13010113140096 FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257 1. INTISARI Semiotika merupakan teori tentang sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk berinteraksi antar sesama. Kridalaksana (dalam Chaer, 2003: 32)

BAB I PENDAHULUAN. untuk berinteraksi antar sesama. Kridalaksana (dalam Chaer, 2003: 32) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan hal penting yang perlu dipelajari karena bahasa mempunyai fungsi dan peranan yang besar dalam kehidupan manusia. Pada umumnya seluruh kegiatan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pergeseran makna pada BT, oleh sebab itu seorang penerjemah harus

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pergeseran makna pada BT, oleh sebab itu seorang penerjemah harus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerjemahan adalah pengalihan makna dari bahasa sumber (BS) ke bahasa target (BT) dan makna BS harus dapat dipertahankan sehingga tidak terjadi pergeseran makna pada

Lebih terperinci

BAB VII TATARAN LINGUISTIK(4) SEMANTIK

BAB VII TATARAN LINGUISTIK(4) SEMANTIK Nama : Hasan Triyakfi NIM : 1402408287 BAB VII TATARAN LINGUISTIK(4) SEMANTIK Dalam berbagai kepustakaan linguistik disebutkan bidang studi linguistik yang objek penelitiannya makna bahasa juga merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, yang kemudian disebut dengan komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi

Lebih terperinci

Apa yang Dipelajari oleh Ilmu Bahasa (linguistik)? (Bahan Kuliah Sosiolinguistik)

Apa yang Dipelajari oleh Ilmu Bahasa (linguistik)? (Bahan Kuliah Sosiolinguistik) Bahasa dipelajari atau dikaji oleh disiplin ilmu yang disebut linguistik atau ilmu bahasa. Seperti halnya disiplin-displin yang lain, linguistik juga memiliki tiga pilar penyangga, yakni ontologi, epistemologi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi, dan mengidentifikasi diri (Kridalaksana, 2001: 21). Sebagai alat

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi, dan mengidentifikasi diri (Kridalaksana, 2001: 21). Sebagai alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa (language) merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bersama. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari antara orang yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bersama. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari antara orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam kelangsungan hidupnya manusia selalu membutuhkan orang lain untuk hidup bersama. Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang. Cabang-cabang itu diantaranya adalah fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, pragmatik,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Bahasa adalah suatu sistem simbol lisan yang arbitrer yang dipakai oleh anggota

BAB II LANDASAN TEORI. Bahasa adalah suatu sistem simbol lisan yang arbitrer yang dipakai oleh anggota BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Bahasa Bahasa adalah suatu sistem simbol lisan yang arbitrer yang dipakai oleh anggota suatu masyarakat bahasa untuk berkomunikasi dan berinteraksi antar sesamanya,

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (KBBI,

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (KBBI, BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (KBBI,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kailani (2001:76) menyatakan bahwa bahasa merupakan alat komunikasi yang

BAB I PENDAHULUAN. Kailani (2001:76) menyatakan bahwa bahasa merupakan alat komunikasi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Kailani (2001:76) menyatakan bahwa bahasa merupakan alat komunikasi yang berbentuk lisan dan tulisan yang dipergunakan oleh masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat pemakai bahasa membutuhkan satu

Lebih terperinci

(26 November February 1913) By: Ubaidillah

(26 November February 1913) By: Ubaidillah TEORI LINGUISTIK STRUKTURAL Ferdinand de Saussure (26 November 1857 22 February 1913) Sumber Bacaan: 1. Sampson, Geoffrey. 1980. Schools of Linguistics, Competition and Evolution. Hutchinson: London, Melbourne,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa tujuan jangka pendek, menengah, dan panjang. Dalam mata

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa tujuan jangka pendek, menengah, dan panjang. Dalam mata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Peningkatan hasil belajar siswa merupakan tujuan yang ingin selalu dicapai oleh para pelaksana pendidikan dan peserta didik. Tujuan tersebut dapat berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia

BAB I PENDAHULUAN. peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia hampir tidak dapat terlepas dari peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia memerlukan sarana untuk

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah

METODOLOGI PENELITIAN. kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah penelitian yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kabupaten Purbalingga (Kajian Semantik) ini berbeda dengan penelitian-penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kabupaten Purbalingga (Kajian Semantik) ini berbeda dengan penelitian-penelitian 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian yang Relevan Penelitian yang berjudul Sistem Penamaan Tempat Pemakaman Umum di Kabupaten Purbalingga (Kajian Semantik) ini berbeda dengan penelitian-penelitian sejenis.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. selalu berkaitan dengan menggunakan referensi yang berhubungan, sehingga

BAB II KAJIAN PUSTAKA. selalu berkaitan dengan menggunakan referensi yang berhubungan, sehingga BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan Yang Relevan Penulisan suatu karya ilmiah merupakan suatu rangkaian yang semuanya selalu berkaitan dengan menggunakan referensi yang berhubungan, sehingga penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Begitu pula melalui bahasa, menurut Poerwadarmita (1985; 5), bahasa adalah alat

BAB I PENDAHULUAN. Begitu pula melalui bahasa, menurut Poerwadarmita (1985; 5), bahasa adalah alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penggunaan bahasa oleh manusia merupakan salah satu kelebihan manusia dari pada makhluk lainnya di muka bumi ini. Semua orang menyadari betapa pentingnya peranan

Lebih terperinci

Diajukan Oleh: ALI MAHMUDI A

Diajukan Oleh: ALI MAHMUDI A ANALISIS MAKNA PADA STATUS BBM (BLACKBERRY MESSENGER) DI KALANGAN REMAJA: TINJAUAN SEMANTIK Skripsi Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan tanggapannya terhadap alam sekitar atau peristiwa-peristiwa yang dialami secara individual atau secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi yang ampuh untuk mengadakan hubungan komunikasi dan melakukan kerja sama. Dalam kehidupan masyarakat, bahasa menjadi kebutuhan pokok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. interaksi antarpesona dan memelihara hubungan sosial. Tujuan percakapan bukan

BAB I PENDAHULUAN. interaksi antarpesona dan memelihara hubungan sosial. Tujuan percakapan bukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kegiatan berbicara menduduki posisi penting dalam kehidupan manusia. Sebagai makhluk sosial, manusia melakukan percakapan untuk membentuk interaksi antarpesona

Lebih terperinci

ANTROPOLINGUISTIK DR. FAJRI USMAN, M.HUM FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS ANDALAS 2014

ANTROPOLINGUISTIK DR. FAJRI USMAN, M.HUM FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS ANDALAS 2014 ANTROPOLINGUISTIK DR. FAJRI USMAN, M.HUM FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS ANDALAS 2014 ANTROPOLINGUISTIK KAJIAN KEBUDAYAAN MELALUI BENTUK-BENTUK LINGUAL ---- MENGKAJI BAHASA MELALUI BUDAYA يم ب س م من

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak

BAB II KAJIAN TEORI. Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak 9 BAB II KAJIAN TEORI Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak bahasa. Chaer (2003: 65) menyatakan bahwa akibat dari kontak bahasa dapat tampak dalam kasus seperti interferensi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sasaran (selanjutnya disingkat Bsa) se-alami mungkin baik secara arti dan secara

BAB I PENDAHULUAN. sasaran (selanjutnya disingkat Bsa) se-alami mungkin baik secara arti dan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, perbedaan bahasa sudah tidak lagi menjadi hambatan untuk mendapatkan informasi dari berbagai belahan dunia. Tuntutan mendapatkan informasi inilah yang memunculkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, semantik adalah bidang yang fokus mempelajari tentang makna baik yang berupa text

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, semantik adalah bidang yang fokus mempelajari tentang makna baik yang berupa text BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan oleh manusia dalam kehidupan seharihari. Ketika berbahasa ada bentuk nyata dari pikiran yang ingin disampaikan kepada mitra

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi bersifat arbitrer yang dipergunakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi bersifat arbitrer yang dipergunakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat utama dalam komunikasi dan memiliki daya ekspresi dan informatif yang besar. Bahasa sangat dibutuhkan oleh manusia karena dengan bahasa manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesalahan berbahasa ini tidak hanya terjadi pada orang-orang awam yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi tertentu, tetapi sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses berbahasa adalah hal yang tidak bisa terlepas dari kehidupan manusia. Dengan berbahasa, seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan secara lisan adalah hubungan langsung. Dalam hubungan langsung

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan secara lisan adalah hubungan langsung. Dalam hubungan langsung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memerlukan komunikasi untuk dapat menjalin hubungan dengan manusia lain dalam lingkungan masyarakat sekitar. Ada dua cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan kekacauan pada tindak berbahasa. Salah satu contoh penggunaan bentuk bersinonim yang dewasa ini sulit

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa konsep seperti pemerolehan bahasa, morfologi, afiksasi dan prefiks, penggunaan konsep ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan berkomunikasi merupakan hal yang sangat diperlukan saat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan berkomunikasi merupakan hal yang sangat diperlukan saat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan berkomunikasi merupakan hal yang sangat diperlukan saat ini. Kemampuan ini hendaknya dilatih sejak usia dini karena berkomunikasi merupakan cara untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau

I. PENDAHULUAN. berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi, digunakan baik sebagai bahasa pengantar sehari-hari ataupun bahasa pengantar di lingkungan formal seperti bahasa pengantar sekolah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan komunikasi dalam bentuk tulisan. bahasa Indonesia ragam lisan atau omong.

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan komunikasi dalam bentuk tulisan. bahasa Indonesia ragam lisan atau omong. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia lebih banyak melakukan komunikasi lisan daripada komunikasi tulisan oleh sebab itu, komunikasi lisan dianggap lebih penting dibandingkan komunikasi dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budaya Menurut Marvin Harris (dalam Spradley, 2007:5) konsep kebudayaan ditampakkan dalam berbagai pola tingkah laku yang dikaitkan dengan kelompokkelompok masyarakat tertentu,

Lebih terperinci

OBJEK LINGUISTIK = BAHASA

OBJEK LINGUISTIK = BAHASA Nama : Laela Mumtahanah NIM : 1402408305 BAB III OBJEK LINGUISTIK = BAHASA Objek kajian linguistik yaitu bahasa 3. 1. Pengertian Bahasa Objek kajian linguistik secara langsung adalah parole karena parole

Lebih terperinci

Drs. Mulyana, M. Hum. Semantik Bahasa Jawa Kajian Lengkap Dinamika Makna Dalam Bahasa. Oktober 2008 KATA PENGANTAR

Drs. Mulyana, M. Hum. Semantik Bahasa Jawa Kajian Lengkap Dinamika Makna Dalam Bahasa. Oktober 2008 KATA PENGANTAR Drs. Mulyana, M. Hum Semantik Bahasa Jawa Kajian Lengkap Dinamika Makna Dalam Bahasa Oktober 2008 KATA PENGANTAR i Alhamdullilah, segala puji hanya pantas baagi Allh SWT, atas segala Rahmat dan Karunia-Nya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam aspek kehidupan manusia (Sutedi, 2003:2). Sehingga

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam aspek kehidupan manusia (Sutedi, 2003:2). Sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa digunakan sebagai alat untuk menyampaikan suatu ide, pikiran, hasrat, dan keinginan kepada orang lain dan berperan dalam perkembangan berbagai macam

Lebih terperinci

KELOMPOK 1 Teknik Mesin UB DIKSI DAN KATA BAKU. Makalah Bahasa Indonesia

KELOMPOK 1 Teknik Mesin UB DIKSI DAN KATA BAKU. Makalah Bahasa Indonesia KELOMPOK 1 Teknik Mesin UB DIKSI DAN KATA BAKU Makalah Bahasa Indonesia KATA PENGANTAR Syukur alhamdulilah kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat yang telah di limpahkannya. Sehingga penyusunan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORETIS, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN PERTANYAAN PENELITIAN. Kerangka teoretis merupakan suatu rancangan teori-teori mengenai hakikat

BAB II KERANGKA TEORETIS, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN PERTANYAAN PENELITIAN. Kerangka teoretis merupakan suatu rancangan teori-teori mengenai hakikat BAB II KERANGKA TEORETIS, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN PERTANYAAN PENELITIAN A. Kerangka Teoretis Kerangka teoretis merupakan suatu rancangan teori-teori mengenai hakikat yang memberikan penjelasan tentang

Lebih terperinci

Cabang Linguistik & Manfaat Linguistik Bagi Guru Bahasa. Pertemuan Ketiga-Munif 1

Cabang Linguistik & Manfaat Linguistik Bagi Guru Bahasa. Pertemuan Ketiga-Munif 1 Cabang Linguistik & Manfaat Linguistik Bagi Guru Bahasa Pertemuan Ketiga By Munif Pertemuan Ketiga-Munif 1 Cabang Linguistik Berdasarkan Pembidangannya Berdasarkan Sifat Telaahnya Beradasarkan Pendekatan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim

BAB II KAJIAN PUSTAKA. onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Sinonim Secara etimologi kata sinonim berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim berarti nama lain

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan salah satu alat komunikasi manusia dalam berinteraksi di lingkungan sekitar. Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan kita. Hal ini harus benar-benar

Lebih terperinci

KATA HABIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Anisa Rofikoh Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro

KATA HABIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Anisa Rofikoh Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro KATA HABIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Anisa Rofikoh Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Abstrak Bahasa adalah sarana paling penting dalam masyarakat, karena bahasa adalah salah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kajian tentang afiks dalam bahasa Banggai di Kecamatan Labobo

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kajian tentang afiks dalam bahasa Banggai di Kecamatan Labobo BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian yang Relevan Kajian tentang afiks dalam bahasa Banggai di Kecamatan Labobo Kabupaten Banggai Kepulauan Provinsi Sulawesi Tengah belum pernah dilakukan sebelumnya. Oleh

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan Yang Relevan Sofa,S.IP(2008) yang menulis tentang, Penggunaan Pendekatan Pragmatik dalam Upaya Meningkatkan Keterampilan Berbicara bagi Siswa SMPN 3 Tarakan Kalimantan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Surat kabar atau dapat disebut koran merupakan lembaran-lembaran kertas

BAB I PENDAHULUAN. Surat kabar atau dapat disebut koran merupakan lembaran-lembaran kertas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Surat kabar atau dapat disebut koran merupakan lembaran-lembaran kertas yang bertuliskan berita-berita dan sebagainya (Sugono ed., 2015:872). Beritaberita dalam surat

Lebih terperinci

Peranan Filsafat Bahasa Dalam Pengembangan Ilmu Bahasa

Peranan Filsafat Bahasa Dalam Pengembangan Ilmu Bahasa Peranan Filsafat Bahasa Dalam Pengembangan Ilmu Bahasa Salliyanti Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN Tulisan ini membicarakan peranan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. selalu berkaitan dengan menggunakan referensi yang berhubungan, sehingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. selalu berkaitan dengan menggunakan referensi yang berhubungan, sehingga 2.1 Kepustakaan yang Relevan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penulisan suatu karya ilmiah merupakan suatu rangkaian yang semuanya selalu berkaitan dengan menggunakan referensi yang berhubungan, sehingga penulis

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK KHUSUS BAHASA INDONESIA KEILMUAN PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

KARAKTERISTIK KHUSUS BAHASA INDONESIA KEILMUAN PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG KARAKTERISTIK KHUSUS BAHASA INDONESIA KEILMUAN PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG Anggota Kelompok A.Khoirul N. Khoirunnisa M. J. Fida Adib Musta in Sub Pokok Bahasan EYD DIKSI KEILMUAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Kebudayaan Widhagdo (1988 : 21) menyatakan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia untuk memenuhi kehidupan. Semuanya

Lebih terperinci

SEJARAH ALIRAN LINGUISTIK

SEJARAH ALIRAN LINGUISTIK SEJARAH ALIRAN LINGUISTIK Linguistik Tradisional Dalam pendidikan formal ada istilah kata tata bahasa tradisional dan tata bahasa structural. Kedua jenis tata bahasa ini banyak dibicarakan orang sebagai

Lebih terperinci

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa. Berkat

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa. Berkat PRAGMATIK, oleh Prof. Dr. Ida Bagus Putrayasa, M.Pd. Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta 55283 Telp: 0274-889398; Fax: 0274-889057; E-mail: info@grahailmu.co.id Hak Cipta

Lebih terperinci

Bahasa sebagai Sistem. Bayu Dwi Nurwicaksono, M.Pd. Dosen Penerbitan Politeknik Negeri Media Kreatif

Bahasa sebagai Sistem. Bayu Dwi Nurwicaksono, M.Pd. Dosen Penerbitan Politeknik Negeri Media Kreatif Bahasa sebagai Sistem Bayu Dwi Nurwicaksono, M.Pd. Dosen Penerbitan Politeknik Negeri Media Kreatif Bahasa sebagai sebuah sistem Bahasa terdiri atas unsur-unsur yang tersusun secara teratur. Unsur-unsur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penelitian ini, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan, manfaat dan definisi

BAB 1 PENDAHULUAN. penelitian ini, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan, manfaat dan definisi 1 BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab 1, peneliti akan memaparkan hal-hal yang melatarbelakangi penelitian ini, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan, manfaat dan definisi operasional. 1.1 Latar Belakang Masalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup diperhitungkan karya-karyanya dan dianggap sebagai pengarang produktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pesan yang disampaikan dapat melalui karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. Pesan yang disampaikan dapat melalui karya sastra. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bahasa memiliki peranan penting dalam hal berkomunikasi. Fungsi penting dari bahasa adalah menyampaikan pesan dengan baik secara verbal atau tulisan. Pesan yang disampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya metafora adalah suatu bentuk kekreatifan makna dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya metafora adalah suatu bentuk kekreatifan makna dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya metafora adalah suatu bentuk kekreatifan makna dalam menggunakan bahasa saat berkomunikasi baik bahasa lisan maupun bahasa tulisan. Di dalam berbahasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh masyarakat pemakainya dalam berkomunikasi. Bahasa yang baik berkembang berdasarkan sistem, yaitu seperangkat

Lebih terperinci

Strukturalisme (Ferdinand de Saussure) (26 November February 1913)

Strukturalisme (Ferdinand de Saussure) (26 November February 1913) Strukturalisme (Ferdinand de Saussure) (26 November 1857 22 February 1913) Strukturalisme suatu gerakan pemikiran filsafat yg mempunyai pokok pikiran bhw semua masy & kebudayaan mempunyai suatu struktur

Lebih terperinci

Alat Sintaksis. Kata Tugas (Partikel) Intonasi. Peran. Alat SINTAKSIS. Bahasan dalam Sintaksis. Morfologi. Sintaksis URUTAN KATA 03/01/2015

Alat Sintaksis. Kata Tugas (Partikel) Intonasi. Peran. Alat SINTAKSIS. Bahasan dalam Sintaksis. Morfologi. Sintaksis URUTAN KATA 03/01/2015 SINTAKSIS Pengantar Linguistik Umum 26 November 2014 Morfologi Sintaksis Tata bahasa (gramatika) Bahasan dalam Sintaksis Morfologi Struktur intern kata Tata kata Satuan Fungsi Sintaksis Struktur antar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring berjalannya waktu, dunia perfilman telah mengalami perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring berjalannya waktu, dunia perfilman telah mengalami perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring berjalannya waktu, dunia perfilman telah mengalami perkembangan yang pesat saat ini. Film juga telah memberikan manfaat bagi kehidupan masyarakat. Selain

Lebih terperinci

WHAT PSYCHOLINGUISTICS IS

WHAT PSYCHOLINGUISTICS IS WHAT PSYCHOLINGUISTICS IS Rohmani Nur Indah Objectives: Understanding the basic of Pscyholinguistics Explaining the definition, historical perspective, developments and schools in Psycholinguistics Exploring

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori-teori dalam penelitian ini perlu dibicarakan secara terinci.

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori-teori dalam penelitian ini perlu dibicarakan secara terinci. BAB 2 LANDASAN TEORI Teori-teori dalam penelitian ini perlu dibicarakan secara terinci. Pembicaraan mengenai teori dibatasi pada teori yang relevan dengan tujuan penelitian. Teori-teori yang dimaksud sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan sarana berkomunikasi yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Peranan bahasa sangat membantu manusia dalam menyampaikan gagasan, ide, bahkan pendapatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ucap yang bersifat arbiter dan konvensional, yang dipakai sebagai alat komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. ucap yang bersifat arbiter dan konvensional, yang dipakai sebagai alat komunikasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan sistem simbol bunyi bermakna dan berartikulasi oleh alat ucap yang bersifat arbiter dan konvensional, yang dipakai sebagai alat komunikasi oleh sekelompok

Lebih terperinci

SEMIOTIKA ALQURAN YANG MEMBEBASKAN

SEMIOTIKA ALQURAN YANG MEMBEBASKAN SEMIOTIKA ALQURAN YANG MEMBEBASKAN Mu adz Fahmi 1 Semiotika Alquran yang Membebaskan Tafsir klasik konvensional seringkali dinilai hegemonik, mendominasi, anti-konteks, status-quois, mengkungkung kebebasan,

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN SEMANTIK DR 414

SATUAN ACARA PERKULIAHAN SEMANTIK DR 414 SATUAN ACARA PERKULIAHAN SEMANTIK DR 414 Hernawan, S.Pd., M.Pd. NIP 197810202003121001 JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAERAH FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2010 SATUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dalam segala kegiatan seperti pendidikan, keagamaan, perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dalam segala kegiatan seperti pendidikan, keagamaan, perdagangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai alat interaksi sosial peranan bahasa besar sekali. Hampir tidak ada kegiatan manusia yang berlangsung tanpa kehadiran bahasa. Bahasa muncul dan diperlukan dalam

Lebih terperinci

Nama : Irine Linawati NIM : BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI

Nama : Irine Linawati NIM : BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI Nama : Irine Linawati NIM : 1402408306 BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI Fonem adalah satuan bunyi terkecil dari arus ujaran. Satuanfonem yang fungsional itu ada satuan yang lebih tinggi yang disebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengantar Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah menjadi suatu wilayah yang kompleks masyarakatnya. Keadaan ini terjadi karena sekarang semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. interaksi dan kerjasama dalam kehidupan sehari-hari. Dengan berinteraksi,

BAB I PENDAHULUAN. interaksi dan kerjasama dalam kehidupan sehari-hari. Dengan berinteraksi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada hakekatnya manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan interaksi dan kerjasama dalam kehidupan sehari-hari. Dengan berinteraksi, manusia dapat memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa mempunyai kaidah-kaidah ataupun aturan-aturan masing-masing yang baik dan

BAB I PENDAHULUAN. bahasa mempunyai kaidah-kaidah ataupun aturan-aturan masing-masing yang baik dan BAB I PENDAHULUAN.1 Latar Belakang Masalah Robert Sibarani (1997: 65) mengemukakan, bahwa bahasa merupakan suatu sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan oleh masyarakat sebagai alat komunikasi. Setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbeda dengan sintaksis yang mempelajari bagaimana satuan bahasa terbentuk,

BAB I PENDAHULUAN. Berbeda dengan sintaksis yang mempelajari bagaimana satuan bahasa terbentuk, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam mempelajari bahasa Inggris terutama yang berkenaan dengan makna yang terkandung dalam setiap unsur suatu bahasa, semantik merupakan ilmu yang menjadi pengukur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipilih umat manusia dalam berkomunikasi dibanding berbahasa non lisan. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. dipilih umat manusia dalam berkomunikasi dibanding berbahasa non lisan. Hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbahasa adalah suatu hal yang amat lazim diperankan di dalam setiap aspek kehidupan manusia. Tak dapat dipungkiri, kegiatan berbahasa lisan hingga kini masih dipilih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku.setiap suku memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku.setiap suku memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku.setiap suku memiliki acara adat yang berbeda-beda dalam upacara adat perkawinan, kematian dan memasuki rumah baru.dalam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Saat ini, komunikasi merupakan hal yang sangat penting dikarenakan

PENDAHULUAN. Saat ini, komunikasi merupakan hal yang sangat penting dikarenakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini, komunikasi merupakan hal yang sangat penting dikarenakan komunikasi dapat menyampaikan pesan antar umat manusia. Salah satu alat komunikasi adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Nani Astuti, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Nani Astuti, 2013 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa dan masyarakat merupakan dua unsur yang tidak dapat dipisahkan. Bahasa akan selalu berhubungan dengan masyarakat penutur begitu pula sebaliknya, masyarakat

Lebih terperinci

banyak orang yang meneliti gaya bahasa puisi kontemporer. Gaya bahasa yang dideskripsikan melalui penelitian Gaya Bahasa dalam

banyak orang yang meneliti gaya bahasa puisi kontemporer. Gaya bahasa yang dideskripsikan melalui penelitian Gaya Bahasa dalam 12 Telepon Genggam terdapat banyak gaya bahasa yang khas dan unik serta belum banyak orang yang meneliti gaya bahasa puisi kontemporer. Gaya bahasa yang dideskripsikan melalui penelitian Gaya Bahasa dalam

Lebih terperinci

PERILAKU SINTAKSIS FRASA ADJEKTIVA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BAHASA INDONESIA

PERILAKU SINTAKSIS FRASA ADJEKTIVA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BAHASA INDONESIA -Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III- PERILAKU SINTAKSIS FRASA ADJEKTIVA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BAHASA INDONESIA Munirah Pascasarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Unismuh Makassar munirah.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. penelitian mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purwokerto yang berjudul

BAB II LANDASAN TEORI. penelitian mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purwokerto yang berjudul 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan Penelitian ini berjudul Kajian Penamaan Tempat Fotokopi di Sekitar Lingkungan Kampus di Purwokerto Tahun 2015. Untuk membedakan penelitian sekarang dengan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI. ini, yang berkaitan dengan: (1) pengertian pragmatik; (2) tindak tutur; (3) klasifikasi

BAB II KERANGKA TEORI. ini, yang berkaitan dengan: (1) pengertian pragmatik; (2) tindak tutur; (3) klasifikasi BAB II KERANGKA TEORI Kerangka teori ini berisi tentang teori yang akan digunakan dalam penelitian ini, yang berkaitan dengan: (1) pengertian pragmatik; (2) tindak tutur; (3) klasifikasi tindak tutur;

Lebih terperinci