OBSERVASI LAMA SIKLUS DAN PERIODE ESTRUS PADA KUDA (Equus caballus) DI DETASEMEN KAVALERI BERKUDA (DENKAVKUD) PARONGPONG LEMBANG-JAWA BARAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "OBSERVASI LAMA SIKLUS DAN PERIODE ESTRUS PADA KUDA (Equus caballus) DI DETASEMEN KAVALERI BERKUDA (DENKAVKUD) PARONGPONG LEMBANG-JAWA BARAT"

Transkripsi

1 OBSERVASI LAMA SIKLUS DAN PERIODE ESTRUS PADA KUDA (Equus caballus) DI DETASEMEN KAVALERI BERKUDA (DENKAVKUD) PARONGPONG LEMBANG-JAWA BARAT SKRIPSI ENENG DEPI KUSMAYANTI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2 RINGKASAN Eneng Depi Kusmayanti. D Observasi Lama Siklus dan Periode Estrus pada Kuda (Equus Caballus ) di Detasemen Kavaleri Berkuda (Denkavkud) Parongpong, Lembang - Jawa Barat. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor Pembimbing Utama Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Ir. Pollung H. Siagian, MS. : Dr. Dra. R. Iis Arifiantini, M.Si Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gejala estrus yang tampak pada kuda dan menentukan lama siklus serta periode estrus di Detasemen Kavaleri Berkuda (Denkavkud) dalam upaya menentukan waktu optimal kawinnya. Penelitian ini dilaksanakan dengan metode observasi lapang, wawancara dan pengamatan secara langsung. Pengamatan meliputi manajemen reproduksi induk kuda, gejala-gejala estrus yang tampak, lama siklus estrus alamiah pada induk kuda yang pernah beranak dan lama periode estrus. Induk kuda yang berada di Denkavkud Parongpong Lembang, Jawa Barat dipelihara secara semi intensif. Pemberian pakan dilakukan tiga kali sehari yaitu pagi, sore dan malam hari. Pada pagi hari induk kuda diberi ransum sebanyak 1,5 kg/e/h dan pada sore hari 2 kg/e/h. Rumput diberikan pada malam hari yaitu sekitar pukul WIB sebanyak ± 25 kg/e/h. Pada siang hari induk kuda dibiarkan merumput hingga menjelang sore hari. Gejala-gejala yang timbul selama kuda estrus adalah menurunnya nafsu makan, bersahutan suara dengan pejantan ataupun teaser, urinasi saat melihat pejantan dan winking (klitoris berdenyut-denyut). Gejala lain yang tampak adalah keluarnya lendir berwarna krem hingga putih yang terlihat pada bagian vulva, tidak menolak jika didekati pejantan dan berada dalam posisi siap kawin atau menghampiri pejantan dengan sendirinya serta memberikan bagian belakangnya pada teaser. Vulva kuda yang sedang estrus terlihat lebih besar jika dibandingkan dengan vulva yang tidak estrus, terlihat basah dan biasanya tertinggal lendir yang sudah mengering. Ciri lain yang teramati adalah terjadinya peningkatan urinasi pada saat di kandang sehingga kandang terlihat lebih basah dibandingkan dengan kandang kuda yang tidak estrus. Kuda yang sedang estrus selalu terlihat mengangkatkan ekornya dalam waktu yang relatif lama. Lama siklus estrus alamiah untuk induk kuda yang berada di Denkavkud dengan kisaran suhu lingkungan antara o C (siang) dan o C (malam), berkisar antara hari dengan nilai rataan 19,21±3,67 hari, sedangkan untuk lama periode estrus berlangsung antara 4-6 hari dengan nilai rataan 4,95±0,5 hari. Kata-kata kunci : Gejala estrus, siklus estrus, periode estrus. i

3 ABSTRACT Observation of Estrous Cycle and Estrus Period in Mare (Equus caballus) at Detasemen Kavaleri Berkuda (Denkavkud) Parongpong Lembang-West Java Kusmayanti. E.D, Siagian P.H dan Arifiantini R.I The success of reproductive activity in horses is closely related to the estrous cycle and estrus period. This study reports the estrous cycle, estrus period as well as estrus behavior in the Detasemen Kavaleri Berkuda with the environmental temperature range between 23 to 27 o C (day) and 17 to 20 o C (night). The length of the estrous cycle was 19.21±3.67 days, with estrus itself lasting 4.95±0.5 days. The behavior arising during estrus was decreasing appetite, squealing with stallion, occasional urinating and aversion of the vulvae labia (winking), secreting of white to cream mucus at the vulva, mare do not refusing when approached by stallion or come to the stallion and squatting, went to stud by itself and give the back part or its rump. The vulva in estrus mare appear to be larger than non estrus mare, the vulva looks wet and dried mucus left on a part of the vulva. Other characteristic were the high frequent of urination during in the stable that makes the cage looks wetter than non estrus mare and estrus mare always raising the tail in a relatively long time. Key word: estrous cycle, mare, estrus behavior ii

4 OBSERVASI LAMA SIKLUS DAN PERIODE ESTRUS PADA KUDA (Equus caballus) DI DETASEMEN KAVALERI BERKUDA (DENKAVKUD) PARONGPONG LEMBANG-JAWA BARAT LEMBAR PERNYATAAN Eneng Depi Kusmayanti D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 iii

5 LEMBAR PENGESAHAN Judul : Observasi Lama Siklus dan Periode Estrus Pada Kuda (Equus Caballus ) di Detasemen Kavaleri Berkuda Parongpong, Lembang - Jawa Barat Nama : Eneng Depi Kusmayanti NIM : D Menyetujui, Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota, (Prof. Dr. Ir. Pollung H. Siagian, MS) (Dr. Dra. R. Iis Arifiantini, M.Si) NIP NIP Mengetahui: Ketua Departemen, Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M. Agr. Sc) NIP Tanggal Ujian: 28 Februari 2011 Tanggal Lulus:. iv

6 RIWAYAT HIDUP Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak E. Kosasih dan Ibu Dedeh yang dilahirkan pada tanggal 8 September 1989 di Bogor, Jawa Barat. Penulis mengawali pendidikan dasar pada tahun 1995 di Sekolah Dasar Negeri Tanjung Sari 02 dan diselesaikan pada tahun Pendidikan lanjutan tingkat pertama dimulai pada tahun 2001 dan diselesaikan pada tahun 2003 di Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Cariu. Penulis melanjutkan pendidikan di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2 Bogor dan diselesaikan pada tahun Penulis aktif dalam kegiatan pramuka dan memiliki kesempatan untuk menjadi panitia dalam kegiatan Jambore Nasional (Jamnas) pada tahun 2005 sebagai Sekretaris 2 Kecamatan 8 Putri. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2007 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan. Penulis aktif dalam organisasi pers Majalah Emulsi sebagai manager advertising pada periode Penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan yang berada di lingkar kampus. Penulis pernah mengikuti kegiatan magang di Balai Besar Pelatihan Kesehatan Hewan (BPPKH) pada tahun Penulis berkesempatan menjadi asisten praktikum Teknologi Pengolahan Susu pada tahun 2011 dan sebagai penerima Beasiswa Pertamina pada tahun 2009/2011. v

7 KATA PENGANTAR Kegiatan budidaya pada ternak tidak terlepas dari tiga unsur pokok utama yaitu feeding, breeding dan management. Breeding dalam hal ini diantaranya meliputi suatu usaha peningkatan keberhasilan pengawinan pada ternak. Pengawinan pada ternak seperti kuda saat ini masih tergolong rendah baik secara alami maupun buatan. Keberhasilan dari pengawinan ini tidak terlepas kaitannya dengan lama siklus dan periode estrus. Hasil penelitian mengenai lama siklus dan periode estrus ini masih sedikit dilaporkan khususnya di Negara Indonesia. Skripsi ini memberikan informasi mengenai lama siklus dan periode estrus pada kuda serta manajemen reproduksi secara umum yang berada di Detasemen Kavaleri Berkuda (Denkavkud) Parongpong, Lembang-Jawa Barat. Proses penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan yang terdiri dari tahapan persiapan dan pelaksanaan penelitian. Penelitian dilakukan dengan observasi lapang, wawancara, pengambilan data primer maupun sekunder. Observasi dilakukan untuk mempelajari manajemen pemeliharaan induk kuda secara umum yang dilengkapi dengan informasi hasil wawancara. Pengambilan data primer meliputi lama siklus dan periode estrus sedangkan untuk data sekunder terdiri atas komposisi pakan, frekuensi beranak dan lain-lain yang mendukung hasil penelitian ini. Skripsi ini ditulis secara sistematis yang diawali dari bab pendahuluan, isi dan diakhiri dengan penutup. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam menentukan waktu optimal kawin kuda sehingga dapat meningkatkan produktivitas khususnya bagi kuda yang berada di Denkavkud. Bogor, Februari 2011 Penulis vi

8 DAFTAR ISI RINGKASAN... ABSTRACT... LEMBAR PERNYATAAN... LEMBAR PENGESAHAN... RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 Manfaat... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Kuda (Equus caballus)... 3 Fisiologi Reproduksi Kuda Betina... 3 Anatomi Reproduksi... 3 Pubertas... 7 Siklus Estrus... 8 Periode Estrus Peranan Hormon Selama Siklus Estrus Deteksi Estrus Faktor yang Mempengaruhi Lama Siklus dan Periode Estrus Kebutuhan Zat Makanan Untuk Kuda Air Energi Protein Vitamin Mineral MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Observasi Manajemen Reproduksi Induk Kuda Pendeteksian Gejala Estrus i ii iii iv v vi vii ix x xi vii

9 Penentuan Lama Siklus dan Periode Estrus Analisa Data HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Populasi Induk Kuda Kuda Pejantan Kuda Remonte Manajemen Reproduksi Induk Kuda Pemberian Pakan Perawatan Kuda Perawatan Kandang Proses Persiapan dan Pengawinan Gejala Estrus Siklus dan Periode Estrus Efisiensi Reproduksi KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN viii

10 Nomor DAFTAR TABEL Halaman 1. Kebutuhan Mineral Untuk Kuda Struktur Populasi Kuda dan Kandang Untuk Kinakud Struktur Populasi Kuda Pejantan Komposisi Nutrient Ransum Kuda Induk di Denkavkud Per Gross Kg Lama Siklus dan Periode Estrus pada Kuda Induk di Denkavkud ix

11 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Organ Reproduksi Kuda Betina Uterus Serviks Konformasi Vulva Normal dan Abnormal Vulva Kuda Normal (a) dan Vulva Kuda Abnormal (b) Level Hormon dan Aktivitas Ovarium pada Siklus Estrus Skema Umum Siklus Estrus Pen Teasing Paddock Teasing Teasing Rails Trying Board Teasing Mill Fase Siklus Estrus Kuda Betina pada Iklim Subtropis Kawin Alam pada Kuda Kuda Betina Urinasi Saat Melihat Pejantan Kuda Betina yang Sedang Winking Urin Kuda yang Sedang Estrus Kuda Pejantan Mendekati Kuda yang Estrus Betina Estrus Menghampiri Kuda Pejantan Vulva Kuda yang Sedang Estrus Ekor Kuda Betina Estrus (a) dan Ekor Kuda Betina yang Tidak Estrus (b) Pendeteksian Kuda Estrus Menggunakan Kuda Teaser x

12 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Denah Kandang Denkavkud Secara Umum Denah Kandang Induk Data Ulangan Lama Siklus dan Periode Estrus Induk Kuda Rataan Bobot Badan Induk Kuda Perkiraan Konsumsi Rumput African star pada saat merumput Kandungan Nutrient Rumput African Star Perhitungan Total Asupan Nutrisi dari Rumput African Star Berdasarkan As Fed Perhitungan Total Asupan Nutrisi Konsentrat Vital Berdasarkan As Fed Total Asupan Nutrisi pada Induk Kuda di Denkavkud Kebutuhan Maintenance Nutrisi Induk Berdasarkan NRC (1989) dengan Bobot Badan kg Rumus Perhitungan Kebutuhan Maintenance Kuda Berdasarkan NRC (1989) dengan Bobot Badan Kg xi

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Kuda yang dikenal sebagai hewan herbivora-non ruminansia memiliki manfaat cukup banyak bagi kehidupan manusia. Dalam sejarah tercatat bahwa kuda dapat digunakan sebagai bahan pangan melalui pemanfaatan daging dan susu. Selain itu kuda juga dapat dimanfaatkan untuk olahraga atau rekreasi, keperluan pertanian secara luas dan sebagai alat pengangkutan bahkan sebagai kuda perang seperti yang berada di Detasemen Kavaleri Berkuda (Denkavkud) Lembang, Jawa Barat. Melalui peranannya ini maka penting untuk dilakukan pelestarian melalui budidaya yang intensif. Selain pengawinan secara alamiah, inseminasi buatan (IB) merupakan salah satu teknologi reproduksi yang digunakan untuk peningkatan produksi dan perbaikan mutu genetik ternak dan sebagai alat dalam pelaksanaan kebijakan pemuliaan secara nasional. Di Indonesia IB pada kuda telah dilaksanakan sejak tahun 2000-an, meskipun demikian sampai saat ini belum menunjukkan hasil yang optimal, dibandingkan dengan IB pada ternak lainnya. Tingkat keberhasilan pengawinan kuda yang masih rendah baik secara inseminasi maupun kawin alam di Indonesia sudah selayaknya menjadi suatu titik perhatian. Beberapa hal yang menyebabkan rendahnya tingkat keberhasilan pengawinan ini adalah minimnya informasi mengenai lama siklus dan periode estrus pada kuda, sehingga peternak tidak mampu untuk menentukan waktu optimal kawin pada kuda. Hal ini berbeda jika dibandingkan dengan ternak lainnya seperti pada sapi, kambing, domba dan babi tingkat keberhasilan pengawinannya relatif lebih tinggi. Observasi mengenai lama siklus dan periode estrus secara intensif sangat dibutuhkan untuk memperoleh tingkat efisiensi reproduksi. Hal ini dapat dicerminkan melalui tingkat keberhasilan pengawinan yang tinggi. Detasemen Kavaleri Berkuda merupakan satuan operasional dibawah pusat kesenjataan kavaleri yang menyelenggarakan peternakan kuda serta menyelenggarakan tugas-tugas protokoler dan pengembangan olah raga berkuda nasional. Hal ini dapat dijadikan 1

14 dasar sebagai suatu sarana untuk dilakukannya observasi mengenai lama siklus dan periode estrus pada kuda. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari lama siklus dan periode estrus serta gejala-gejala estrus kuda di Detasemen Kavaleri Berkuda (Denkavkud) Parongpong-Lembang Jawa Barat, sehingga waktu optimal kawin dapat ditentukan dengan tepat agar dapat meningkatkan keberhasilan pengawinan kuda baik secara alami maupun buatan. Manfaat Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah meningkatkan produktivitas kuda yang berada di Denkavkud Parongpong-Lembang Jawa Barat, melalui upaya perbaikan manajemen reproduksi berupa penanggulangan dan penanganan yang tepat dalam proses pengawinan kuda baik secara alami maupun buatan.. 2

15 TINJAUAN PUSTAKA Kuda (Equus caballus) Kuda merupakan salah satu jenis ternak herbivora-non ruminansia yang telah terkenal luas. Kuda bersifat nomadik dan kuat serta memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi dan memiliki kemampuan belajar yang baik dalam mengenal suatu obyek (Kilgour dan Dalton, 1984), dengan klasifikasi zoologis menurut Blakely dan Bade (1991) adalah : Kingdom : Animalia (hewan) Phylum : Chordata (bertulang belakang) Class : Mammalia (menyusui) Ordo : Perissodactyla (berteracak tidak memamahbiak) Family : Equidae Genus : Equus Spesies : Equus caballus Selain kuda, keledai juga termasuk kedalam famili Equidae, yang membedakannya adalah pada spesiesnya yaitu Equus asinus. Keledai merupakan hewan jinak yang digunakan untuk alat transportasi dan binatang kesayangan. Banyak persamaan kondisi fisiologis reproduksi antara keledai dengan kuda (Blanchard dan Taylor, 2005). Fisiologi Reproduksi Kuda Betina Anatomi Reproduksi Organ genitalia kuda betina terdiri atas dua buah ovarium, dua buah tuba fallopii, uterus, vagina dan vulva. Organ reproduksi kuda betina selengkapnya diperlihatkan pada Gambar 1. Gambar 1 Organ Reproduksi Kuda Betina Sumber : Morel (2008) 3

16 Ovarium adalah suatu organ primer reproduksi pada betina. Ovarium dapat bersifat endokrin atau sitogenik karena mempunyai kemampuan menghasilkan hormon yang akan disalurkan ke dalam peredaran darah, dan juga penghasil ovum (sel telur) yang diovulasikan oleh ovarium. Ovarium berfungsi dalam pembentukan dan pematangan folikel menjadi ovum, ovulasi (egg release) sintesis dan sekresi hormon-hormon steroid (steroidogenesis) (Hafez dan Hafez, 2000a; Morel, 2008). Pada saat musim kawin ovarium memiliki ukuran panjang 6-8 cm dan lebar 3-4 cm, pada saat itu kondisi ovarium terasa lebih lembut hal ini terjadi karena adanya sekresi cairan akibat perkembangan sel folikel. Lain halnya ketika bukan musim kawin ukuran ovarium cenderung lebih kecil yaitu dengan panjang 2-4 cm dan lebar 2-3 cm, dalam kondisi seperti ini ovarium akan terasa tidak lembut hal ini disebabkan tidak adanya perkembangan folikel (Morel, 2008). Tuba falopii atau oviduct adalah saluran yang berpasangan dan berkonvulasi yang berfungsi mengantarkan ovum yang diovulasikan dari ovarium menuju cornua uteri. Ovum yang diovulasikan oleh ovarium akan diterima oleh infundibulum menuju ampula tempat terjadinya proses pembuahan (fertilisasi). Lapisan dalam tuba falopii merupakan membran mukosa yang berlipat-lipat dilapisi oleh epitel silia kolumner sederhana. Selama masa estrus dan sebelum kelahiran epitel bersilia tersebut bersifat sekretoris aktif (Manan, 2002). Panjang rataan dari tuba falopii ini adalah cm (Morel, 2008). Uterus merupakan organ yang berperan pada saat kebuntingan berfungsi sebagai tempat implantasi, retensi (pemeliharaan) dan nutrisi konseptus. Uterus terdiri dari carpus uteri (badan uterus) dan cornua uteri (tanduk uterus). Corpus uteri berfungsi sebagai tempat deposisi semen pada saat IB, sedangkan cornua uteri berfungsi sebagai tempat menempelnya zigot, lalu berkembang menjadi embrio dan fetus. Secara anatomis dan histologis, cornua dan corpus uteri memiliki struktur yang sama yaitu terdiri dari myometrium (otot), perimetrium (selaput serosa/peritonium), endometrium (mukosa/selaput lendir) (Manan, 2002). Corpus uteri normalnya mempunyai rataan panjang cm dengan diameter 8-12 cm, sedangkan untuk cornua uteri memiliki panjang hingga 25 cm dengan diameter 4-6 cm mengerucut hingga 1-2 cm mendekati tuba falopii. Uterus pada kuda dinamakan dengan simplex bipartitus, hal ini disebabkan oleh ukuran corpus uteri yang lebih 4

17 besar dibandingkan dengan cornua uteri (Gambar 2), berbeda dengan ternak lainnya dimana cornua uteri cenderung lebih besar dan mendominasi (Morel, 2008). serviks Vagina Gambar 2 Uterus Sumber: Mottershead (1999) Serviks (Gambar 3) atau leher uterus adalah suatu urat daging sphincter tubular yaitu otot polos yang sangat kuat yang terletak antara uterus dan vagina. Serviks mempunyai panjang antara 5-10 cm dengan diameter antara 1,5-1,7 cm. Saluran serviks dikenal dengan nama Canalis cervicalis, mempunyai bentuk berkelok-belok karena dibentuk oleh Annulus cervicalis. Annulus cervicalis yaitu suatu cincin yang melingkar di Canalis cervicalis. Cairan mukus yang dikenal sebagai lendir serviks dapat menutupi lumen pada saat hewan dalam keadaan bunting, tetapi akan kembali mencair pada saat estrus atau saat proses kelahiran berlangsung. Adapun fungsi serviks adalah sebagai gerbang yang kuat, melindungi uterus dari infeksi lingkungan luar (Manan, 2002). Serviks dalam kondisi tidak estrus akan tertutup rapat dan kuat, berwarna pucat dan mempunyai ukuran panjang rataan 6-8 cm dengan diameter 4-5 cm, sedangkan dalam kondisi estrus otot serviks akan mengalami relaksasi yang akan memudahkan penis masuk kedalamnya, selain itu serviks berwarna merah muda dan terlihat menonjol sehingga vagina kuda yang sedang estrus akan terlihat lebih besar dan tidak terdapat lipatan (Morel, 2008). Serviks adalah barier fisik bagi pergerakan mikroorganisme kedalam saluran reproduksi. Fungsi serviks difasilitasi oleh sekresi lendir yang kental dan dapat 5

18 menutupi lumen serviks selama terjadi kebuntingan. Sekresi lendir pada serviks ini juga mengandung bahan yang disebut lactoferin yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri (Lestari, 2006). Gambar 3 Serviks Sumber: Mottershead (1999) Vagina termasuk kedalam organ reproduksi bagian luar dan merupakan gerbang bagi mikroorganisme memasuki tubuh ternak betina. Vagina memiliki diameter cm dan panjang rata-rata cm. Dinding vagina yang elastis ini merupakan otot yang dilapisi oleh mukosa dan dengan keelastisannya dapat membantu dalam proses kelahiran. Vagina merupakan perlindungan pertama dalam sistem dan saluran reproduksi yang memiliki ph asam sehingga dapat membunuh bakteri (Morel, 2008). Vagina mempunyai fungsi sebagai tempat terjadinya pengawinan, tempat peletakan semen pada pengawinan alam, dan juga sebagai tempat penyimpanan vaginal pessary atau spons vaginal pada saat sinkronisasi estrus. Vestibula adalah bagian tubular dari saluran reproduksi antara vagina dan labia vulva. Vestibula vagina memiliki beberapa urat daging sirkuler atau serupa sphincter yang menutup saluran kelamin dari lingkungan luar sehingga dapat memperkecil kemungkinan masuknya mikroorganisme kedalam vagina (Lestari, 2006). Vulva berada kurang lebih tujuh cm dibawah anus termasuk ke dalam organ reproduksi bagian luar, yang akan dilalui pada saat kopulasi sebelum vagina. Otot sphincter vulva memperkecil kemungkinan masuknya mikroorganisme ke dalam vagina, demikian pula otot sphincter vestibula memperkecil pergerakan mikroba menuju arah anterior vagina (Lestari, 2006). Vulva terletak lurus secara vertikal terhadap anus dan hal ini memberikan peluang untuk terjadinya kontaminasi yang 6

19 berasal dari kotoran. Vulva kuda yang normal tidak boleh memiliki kemiringan lebih dari 10 o dari kondisi vertikal yang sewajarnya (Gambar 4 dan 5), kondisi bibir vulva harus rapat dan normal (England, 2004). Tulang pelvis Tulang pelvis Gambar 4 Konformasi Vulva Normal dan Abnormal Sumber : England (2004) (a) (b) Gambar 5 Vulva Kuda Normal (a) dan Vulva Kuda Abnormal (b) Sumber : Morel, 2008 Pada bagian dalam vulva terdapat klitoris dan tiga sinus yang menghasilkan lingkungan yang tidak diinginkan oleh pertumbuhan bakteri yang menyebabkan penyakit (Morel, 2008). Vulva terdiri dari dua labia (commissural dorsalis dan ventralis). Klitoris terdiri dari dua krura atau akar, badan dan kepala (glans). Klitoris terdiri dari jaringan erektil yang tertutup oleh ephitel dan dengan sempurna memperoleh inervansi dari ujung-ujung saraf sensori (Manan, 2002). Pubertas Pubertas atau dewasa kelamin didefinisikan sebagai kondisi dimana organorgan reproduksi mulai berfungsi dan perkembangbiakan dapat terjadi. Menurut 7

20 England (2004) dan Morel (2002) pubertas pada kuda terjadi pada umur kurang lebih bulan, sedangkan menurut Hafez dan Hafez (2000c) umur pubertas pada kuda dapat dicapai antara 15 hingga 18 bulan. Pada hewan jantan, pubertas ditandai dengan kesanggupannya berkopulasi dan menghasilkan spermatozoa yang motil diikuti dengan perubahan-perubahan kelamin sekunder lainnya. Pubertas pada kuda betina ditandai oleh terjadinya estrus (England, 2004) Kuda yang memiliki kerja berat, dewasa kelaminnya akan tertunda hingga umur 3 4 tahun (Laing, 1979). Kuda betina yang sudah mengalami pubertas sebaiknya tidak dikawinkan sebelum mencapai umur dua tahun dan bahkan sebaiknya setelah berumur tiga tahun. Kuda betina yang dikawinkan pada umur yang lebih muda, biasanya tingkat kebuntingannya rendah (Blackely dan Bade, 1991). Siklus Estrus Siklus estrus merupakan satu periode dari satu estrus ke estrus berikutnya atau interval antara timbulnya satu periode estrus ke permulaan periode estrus berikutnya (Slusher et al., 2004). Kuda betina digolongkan kedalam "seasonally polyestrus" yang berarti kuda betina mengalami siklus estrus dalam waktu yang tertentu setiap tahunnya (pada musim semi dan panas). Hal ini bertujuan untuk menghindari kelahiran anak kuda dalam kondisi cuaca yang tidak baik atau ekstrim (Mottershead, 2001). Lama siklus estrus kuda bervariasi yaitu antara 21 hingga 23 hari (Slusher et al, 2004; England, 2004). Beberapa kuda memperlihatkan keinginan kawin yang besar pada awal musim kawin selama periode estrus yang panjang tetapi tidak terjadi ovulasi. Kuda ini mungkin tidak akan subur sampai periode estrusnya menjadi lebih pendek dan lebih teratur. Kuda lain mungkin hanya mengalami estrus tenang atau silent heat dimana terjadi ovulasi tetapi tidak memperlihatkan keinginan untuk kawin. Banyak kuda semacam ini akan dapat bunting apabila saat estrus dapat diidentifikasi melalui palpasi rektal serta diamati perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada vulva, vagina dan serviksnya (Frandson, 1992). Fase awal dari siklus estrus ini dianggap sebagai fase penumpukan atau pemantapan dimana folikel ovarium yang berisi ovum membesar terutama karena meningkatnya cairan folikel yang berisi cairan estrogenik. Estrogen yang diserap dari folikel kedalam aliran darah merangsang peningkatam vaskularisasi dan 8

21 pertumbuhan sel gamet dalam persiapan untuk estrus dan kebuntingan yang terjadi (Frandson, 1992). Siklus estrus pada kuda terdiri dari estrus dan diestrus. Diestrus adalah periode terakhir dan terlama pada siklus estrus, yaitu suatu kondisi dimana sel-sel granulosa dari folikel yang berovulasi pada akhir estrus berubah menjadi sel lutein dan membentuk corpus luteum (CL). Selanjutnya CL menjadi matang dan konsentrasi progesteron semakin meningkat. Progesteron ini menghambat sekeresi Follicle stimulating hormone (FSH) oleh hipofisa anterior sehingga menghambat pertumbuhan folikel ovarium dan mencegah terjadinya estrus. Jika kuda itu tidak bunting, CL akan teregresi dan terjadi perkembangan folikel yang baru. Diestrus biasanya berlangsung selama 15 sampai dengan 19 hari (Slusher et al., 2004). Menurut Hafez dan Hafez (2000b) dan (England, 2004) diestrus pada kuda terjadi masing-masing selama 14 hari dan hari. Lama diestrus yang bervariasi ini, dapat disebabkan oleh tiga hal yaitu, terjadinya ovulasi akan tetapi tidak terlihat gejala estrus atau yang dinamakan dengan silent ovulasi, adanya keberadaan CL yang persisten yang tidak dapat dilisis oleh PGF2α atau PGF2α yang dihasilkan tidak cukup untuk melisis CL dan yang terakhir adalah adanya ovarium yang tidak aktif baik pada masa transisi maupun bukan musim kawin. Beberapa hal tersebut dapat menyebabkan perhitungan lama diestrus yang bervariasi (Morel, 2002). Siklus estrus terbagi menjadi dua fase yaitu fase luteal dan fase folikuler. Fase luteal dapat disebut juga dengan diestrus merupakan suatu kondisi dimana CL dominan, sedangkan fase folikuler (estrus) adalah fase disaat terjadi perkembangan folikel dominan. Kuda betina merupakan ternak yang efisien, dia dapat estrus selama laktasi, tidak seperti ternak lainnya yaitu domba yang sama-sama tergolong kedalam seasonally polyestrus. Kuda betina bahkan mampu bunting dan laktasi dalam satu waktu yang sama. Kuda betina akan terlihat estrus 4-10 hari setelah beranak yang dinamakan dengan foal heat. Setelah itu kuda betina akan kembali pada siklus estrus yang regular yaitu 21 hari (Morel, 2002). Kuda betina dapat dikawinkan kembali 2-3 minggu setelah beranak (Reilas, 2001). 9

22 Periode Estrus Periode estrus pada kuda rata-rata adalah tujuh hari dengan kisaran 4-8 hari. Ovulasi biasanya terjadi secara spontan menjelang akhir estrus. Ovulasi akan terjadi pada 24 hingga 48 jam menjelang akhir estrus dan sebaiknya kuda dikawinkan dua hari menjelang akhir estrus dan diteruskan pada hari terakhir sebelum masa estrus berakhir (Hafez dan Hafez, 2000c). Lamanya periode estrus bervariasi antara 4-7 hari (England, 2004) dan 5-6 hari (Malinowski, 2008) bahkan dapat mencapai 2-10 hari (Morel, 2002). Hafez dan Hafez (2000c), menyatakan lama dan siklus estrus dapat berbeda antar individu kuda betina. Selama estrus vulva kuda betina terlihat lebih besar dan lipatan pada vulva melonggar dan akan mudah jika ingin dilakukan pemeriksaan. Selaput mukosa vulva membengkak, memerah, basah dan mengkilap karena dilapisi oleh lendir yang transparan. Selain itu kuda yang sedang estrus selalu berdiri dalam keadaan seperti akan urinasi, mengangkatkan ekornya dan terjadi kontraksi pada klitoris. Kuda betina estrus pada saat didekati kuda jantan akan urinasi, terdiam, ekor diangkat dan mengambil posisi siap untuk kawin dengan kondisi vulva yang menutup dan membuka (Morel, 2008). Peranan Hormon Selama Siklus Estrus Hormon yang berperan dalam siklus estrus meliputi: gonadotropin releasing hormone (GnRH), follicle stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH), estrogen, progesteron, prostaglandin F2α, serta inhibin dan activin (Mottershead, 2001). Level hormon dan aktivitas ovarium dalam siklus estrus dapat dilihat secara lengkap pada Gambar 6. Ovulasi Ovulasi Hari Aktivitas Ovarium Ovulasi folikel Perkembangan CL Pematangan CL CL Beregresi Gambar 6 Level Hormon dan Aktivitas Ovarium pada Siklus Estrus Sumber : Mottershead (2001) Ovulasi folikel 10

23 Gambar 6 memperlihatkan ovulasi terjadi pada hari ke-0 menunjukkan adanya peningkatan LH. Apabila tidak terjadi kebuntingan maka CL akan mulai teregresi. Corpus luteum teregresi sempurna pada hari ke-18. Level progesteron akan menurun seiring dengan teregresinya CL (hari ke-13). Level FSH akan meningkat yang akan berperan penting dalam pertumbuhan folikel untuk mempersiapkan terjadinya ovulasi kembali (hari ke terhitung dari estrus sebelumnya) (Slusher et al., 2004). Hormon FSH ini akan menurun setelah sel folikel matang, hal ini terjadi karena adanya inhibin yang dihasilkan oleh sel folikel tersebut sebagai negatif feedback (umpan balik negatif) terhadap produksi FSH melalui respon yang disampaikan pada hipofisa anterior. Selain itu terdapat activin yang dihasilkan oleh cairan folikel sebagai positif feedback (umpan balik positif) untuk dihasilkannya FSH setelah terjadi ovulasi, untuk mempersiapkan perkembangan folikel berikutnya (Morel, 2002). Gonadotropin releasing hormone (GnRH), disekresikan oleh hipotalamus dan mempengaruhi kegiatan hormon reproduksi. Sekresi dari GnRH akan merangsang produksi hormon lain (FSH, LH). Pada kuda yang sedang estrus GnRH disekresikan secara terus-menerus setiap dua jam pada diestrus dan dua kali per jam selama estrus (Mottershead, 2001). Gonadotropin releasing hormone (GnRH) ini 20% nya berperan dalam mengatur tingkah laku kuda yang sedang estrus dan 80% lainnya berperan dalam menstimulasi pelepesan FSH dan LH pada hipofisa anterior (Morel, 2002). Hormon estrogen dihasilkan dari folikel yang berfungsi mengatur tingkah laku yang ditimbulkan selama siklus estrus berlangsung. Hormon estrogen ini akan meningkat menjelang estrus. Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan tingkah laku kuda betina yang dapat menerima pejantan (Slusher et al, 2004). Hormon lainnya seperti FSH dan LH, kedua hormon ini diproduksi di kelenjar hipofisa dan diatur oleh GnRH. FSH berfungsi merangsang pematangan sel telur dan pembentukan hormon estrogen dan LH berfungsi untuk merangsang terjadinya ovulasi (Mottershead, 2001; Slusher et al, 2004). Menurut Slusher et al. (2004) konsentrasi LH terendah adalah selama fase luteal dari pertengahan estrus, 11

24 naik hanya beberapa hari sebelum estrus atau segera setelah ovulasi, untuk kemudian kembali turun ketingkat sebelumnya selama beberapa hari berikutnya. Hormon progesteron yang dihasilkan oleh CL adalah hormon utama yang bertanggungjawab terhadap kebuntingan (Mottershead, 2001). Progesteron berperan dalam mempertahankan kebuntingan hingga menjelang 150 hari kebuntingan. Sejak 150 hari hingga masa akhir kebuntingan yang mempertahankan kebuntingan adalah plasenta (Slusher et al.,2004). Level progesteron meningkat jam setelah ovulasi. Progesteron dapat menghambat pelepasan LH (Morel, 2002). Prostaglandin F2α bertanggungjawab terhadap proses luteolisis dari CL sehingga level progesteron akan turun hal ini dilakukan untuk melanjutkan proses siklus estrus dan ovulasi. Hormon PGF2α ini dihasilkan pada sel-sel epithel uterus, berperan dalam kontraksi otot uterus. Hormon PGF2α pada umumnya dihasilkan pada hari ke-14 atau 17 setelah ovulasi, yaitu sesaat sebelum level progesteron turun (Mottershead, 2001; Morel, 2002). Hormon lain yang terlibat dalam siklus estrus adalah Oxytocin, ketika diketahui bahwa kuda betina tersebut tidak mengalami kebuntingan maka hormon oxytocin ini akan dihasilkan dan diangkut melalui sistem sirkulasi menuju uterus yang dapat menstimulasi peningkatan pelepasan PGF2α (Morel, 2002). Secara umum skema dari siklus estrus dapat dilihat pada Gambar 7. HIPOFISA OVARIUM Folikel matang Gambar 7 Skema Umum Siklus Estrus Sumber : Mottershead (2001) 12

25 Kontrol endokrin dalam siklus estrus sangat dipengaruhi oleh photoperiod (lamanya pencahayaan). Menurunnya lama pencahayaan akan menyebabkan tidak terjadinya estrus. Adanya cahaya akan dirasakan oleh gland pineal pada pusat otak yang berperan dalam pembentukan hormon melatonin. Melatonin ini banyak diproduksi saat kondisi gelap oleh gland pineal, dalam kondisi pencahayaan yang cukup konsentrasi melatonin ini sangat rendah. Adanya melatonin akan menghambat pelepasan hormon GnRH sehingga tidak dihasilkannya hormon FSH dan LH. Melatonin dibentuk dalam dua fase yaitu photophase (siang hari) dan scotophase (malam hari), konsentrasi tertinggi berada pada malam hari (Morel, 2002). Deteksi Estrus Deteksi estrus perlu dilakukan, karena dalam kondisi estrus kuda dipersiapkan untuk bunting dan memperoleh anak. Pendeteksian estrus pada dasarnya dapat dilakukan dengan tiga metode yaitu melaui teasing system, ultrasonography (USG) dan menggunakan metode palpasi rektal. Teasing system adalah metode deteksi estrus menggunakan kuda teaser dengan melihat respon dari kuda betina terhadap kuda pejantan. Metode USG adalah deteksi estrus dengan melihat ukuran folikel dan metode palpasi rektal adalah deteksi estrus melalui pemeriksaan dan perabaan pada bagian foosa ovulatori yang akan menonjol sesaat sebelum ovulasi (Slusher et al., 2004). Meadows et al. (2003) menyatakan bahwa pendeteksian estrus menggunakan kuda teaser (kuda pejantan penggoda) yang dilewatkan pada kumpulan kuda betina akan dapat mengetahui kuda betina yang sedang estrus, karena kuda betina yang sedang estrus akan menghampiri kuda teaser tersebut. Metode teasing system ini terdiri dari pen teasing, paddock teasing, pasture teasing, teasing chute, stall door teasing, teasing rail, dan teasing mill. Pen teasing (Gambar 8) merupakan salah satu metode pendeteksian estrus dimana kuda teaser dilewatkan diantara kuda betina. Kuda teaser dapat dilepas di kandang untuk menghampiri kuda betina dengan sendirinya atau kuda teaser dapat dikendalikan oleh peternak. Kandang yang digunakan harus terbuat dari bahan-bahan yang aman untuk menghindari atau meminimalisir terjadinya kecelakaan (Meadows et al., 2003). 13

26 Gambar 8 Pen Teasing Paddock teasing dilakukan menggunakan kuda teaser yang diletakkan di tengah dan dikelilingi oleh kuda betina yang berada didalam kandang. Metode ini efektif untuk mengetahui kuda mana yang sedang estrus (Gambar 9). Gambar 9 Paddock Teasing Metode Pasture teasing sudah banyak digunakan dalam melakukan pendeteksian estrus akhir-akhir ini. Melalui metode ini peternak hanya membawa kuda baik jantan maupun betina ke padang pastura atau padang rumput, dalam kondisi seperti ini akan terlihat tingkah laku kuda betina yang sedang estrus, kuda betina yang sedang estrus tidak akan menolak jika dinaiki oleh pejantan ataupun teaser. Biaya yang dikeluarkan melalui metode ini pun cukup murah, walaupun dalam pelaksanaannya metode ini biasanya terdapat kecelakaan baik pada peternak 14

27 ataupun kudanya. Kelemahan dari metode ini adalah pada kuda betina yang pemalu dia akan cenderung tidak memperlihatkan keinginan untuk kawin, bahkan dapat menghindar dari kuda pejantan maupun peternaknya (Meadows et al., 2003). Teasing chute merupakan metode pendeteksian estrus yang menggunakan kandang dengan ukuran panjang 2,44 m, lebar 0,76 m dan tinggi 1,22 m. Ukuran ini hanya untuk satu ekor kuda betina. Kuda betina yang akan dideteksi dibawa masuk kedalam kandang tersebut beserta kuda teaser dan kemudian akan dikeluarkan kembali jika telah diketahui apakah kuda betina tersebut sedang estrus atau tidak (Meadows et al., 2003). Stall door teasing merupakan suatu metode dimana kuda betina yang dikandangkan secara individu didatangi satu persatu oleh kuda teaser, sehingga akan diketahui kuda betina mana yang sedang estrus. Hal ini hampir sama dengan teasing rail yang digunakan untuk mendeteksi kuda betina secara individu dengan adanya pembatas yang memisahkan antara kuda pejantan dan betina, dalam hal ini baik kuda betina maupun pejantan masing-masing dibawa oleh peternak untuk didekatkan atau dipertemukan. Pembatas yang digunakan harus terbuat dari bahan yang aman dengan ketinggian sekitar 1,22 meter dan panjang 2,44 meter (Gambar 10) (Meadows et al., 2003). Menurut Morel (2002) hal yang demikian dinamakan dengan Trying board (Gambar 11). Gambar 10. Teasing Rails 15

28 Gambar 11. Trying Board Sumber : Morel (2002) Teasing mill merupakan suatu variasi yang menarik dalam pendeteksian estrus. Digunakan kandang yang berbentuk melingkar, pada pusat kandang merupakan tempat kuda pejantan yang berfungsi sebagai teaser, kuda teaser terlebih dahulu dimasukkan kedalam kandang kemudian diikuti oleh kuda betina yang dikandangkan secara individu dengan kondisi melingkar mengelilingi kuda pejantan (Gambar 12). Kuda teaser akan menghampiri kuda betina satu per satu untuk diketahui estrus atau tidaknya. Apabila pendeteksian ini sudah selesai, maka kuda betina lainnya dapat dimasukkan segera menggantikan kuda betina sebelumnya. (Meadows et al., 2003). Grambar 12. Teasing Mill 16

29 Faktor yang Mempengaruhi Lama Siklus dan Periode Estrus Faktor-faktor yang mempengaruhi lama siklus dan periode estrus ini adalah faktor iklim, pencahayaan (fotoperioditas), pakan dan umur. Kuda yang berada di negara empat musim bersifat seasonally polyestrus (estrus yang berulang pada musim kawinnya) yang terjadi pada akhir musim semi, panas hingga awal musim gugur sekitar bulan Mei hingga Oktober (England, 2004). Terjadinya musim kawin pada kuda di daerah subtropis terkait dengan pembentukan hormon melatonin yang dibentuk pada saat gelap, dikarenakan pada musim gugur dan musim dingin kondisi gelap jauh lebih panjang dibandingkan dengan terang, hal ini mengakibatkan konsentrasi melatonin yang terbentuk tinggi, sehingga menekan pelepasan GnRH dari hipothalamus. Dengan tidak disekresikannya GnRH, maka FSH dan LH tidak dihasilkan oleh hipofisa, padahal FSH dan LH adalah hormon yang berperan dalam perkembangan folikel dan ovulasi. Kondisi ini disebut dengan anestrus dimana kuda tidak mengalami estrus (England, 2004). Kuda di negara empat musim akan mengalami beberapa fase menuju siklus estrus yang normal yaitu terdiri dari kondisi anestrus, masa transisi, dan fase ovulatori (masa estrus) (Gambar 13). Pada musim dingin pertengahan November hingga pertengahan Februari kuda pada umumnya berada dalam kondisi anestrus. Masa transisi dimulai pada saat menjelang musim semi pertengahan Februari hingga Mei, folikel pada kondisi ini berukuran kecil dan tidak memiliki kemampuan untuk berovulasi, sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama sampai folikel tersebut matang dan mampu berovulasi yang ditandai sebagai awal dimulainya siklus estrus secara normal. Gambar 13. Fase Siklus Estrus Kuda Betina pada Iklim Subtropis Sumber : Slusher et al. (2004) 17

30 Lamanya estrus pada kuda betina dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: (1) ovarium kebanyakan dikelilingi oleh sebuah lapisan serosa dan beberapa folikel bermigrasi untuk mencapai foosa ovulatoris sehingga terjadi ovulasi; (2) ovarium kurang sensitif terhadap hormon FSH daripada spesies lain (unggas dan domba), sehingga proses sebelum ovulasi (pre ovulatory) dalam perkembangan folikelnya memerlukan waktu yang lama untuk mencapai ukuran yang maksimal; dan (3) kadar LH yang rendah dibandingkan dengan kadar FSH dan hal tersebut menyebabkan tertundanya ovulasi (Hafez dan Hafez, 2000c). Kuda atau pun ternak lain dapat mengalami keterlambatan ovulasi. Ovulasi yang tidak sempurna atau ovulasi yang tertunda dapat terjadi akibat adanya kekurangan nutrisi yang dibutuhkan. Kekurangan nutrisi pada ternak dapat menyebabkan penurunan perkembangan folikel ovarium (Gil, 2003; Robinson, 1996). Schillo et al. (1992) menyatakan bahwa energi tubuh yang cukup diperlukan untuk memproduksi LH. Selain itu dinyatakan pula bahwa pengaruh nutrisi dan musim lebih menentukan mekanisme fisologis reproduksi pada ternak dibandingkan dengan manajemen, terutama dalam pencapaian umur pubertas. Menurut Carnevale (2008) umur akan mempengaruhi fungsi dari ovarium dinyatakan pula bahwa kuda betina yang berumur tahun akan menunjukkan siklus estrus yang lebih panjang jika dibandingkan dengan kuda umur 5-7 tahun. Pada kuda betina umur tahun fase folikuler semakin pendek dengan laju pertumbuhan folikel yang lambat. Hal ini disebabkan konsentrasi FSH yang tinggi pada saat fase luteal sehingga terdapat folikel dominan pada akhir fase luteal, tanpa diiringi aleh peningkatan LH, dan pada saat fase folikuler konsentrasi hormon estrogen yang dihasilkan rendah. Lama fase luteal (diestrus) tidak terjadi perbedaan diantara kuda yang berumur tahun dengan kuda yang berumur 5-7 tahun. Selain itu ukuran folikel yang diovulasikan oleh kuda betina yang tua cenderung memiliki ukuran yang lebih kecil. Kebutuhan Zat Makanan Untuk Kuda Pengetahuan mengenai kebutuhan zat-zat makanan untuk kuda belum diketahui luas dibanding ternak lain (sapi, domba, dan lain sebagainya). Seperti halnya ternak lain, kuda memerlukan air, karbohidrat, protein, mineral, vitamin untuk 18

31 hidup pokok (beristirahat), bekerja (misalnya untuk berlari), reproduksi (bunting dan berlaktasi) dan pertumbuhan. Beberapa faktor yang menentukan kebutuhan zat makanan antara lain temperatur, umur, berat badan, lama bekerja/hari dan kondisi fisiologis ternak (Parakkasi, 1986). Air Air merupakan salah satu komponen nutrient yang sangat penting pada kuda, kurang dari 20% air yang terkandung dalam tubuh dapat menyebabkan kematian. Air dibutuhkan untuk memenuhi kehidupan pokok dan membentuk sel, tulang, dan merupakan sumber utama dalam membentuk cairan dalam tubuh seperti darah dan limpa (kelenjar getah bening). Air juga dapat membawa zat-zat makanan kedalam tubuh dan keluar tubuh seperti saliva, urin, dan keringat. Air merupakan sesuatu yang vital dan memiliki fungsi metabolisme dalam sistem pencernaan (McBane, 1995). Energi Energi sangat penting untuk hidup pokok, berproduksi dan bereproduksi (bunting dan laktasi). Setelah kebutuhan-kebutuhan tersebut terpenuhi, maka kelebihan energi dapat digunakan untuk bekerja atau disimpan dalam bentuk lemak (energi cadangan). Kebutuhan energi untuk bekerja terutama ditentukan oleh individu yang bersangkutan (besar, macam dan berat kerja yang dilakukan). Terkait dengan hal itu, lambung kuda relatif kurang mempunyai kapasitas dalam menampung bahan makanan tersebut, maka kebutuhan energi yang meningkat dapat diatasi dengan meningkatkan kadar makanan penguat yang kaya akan energi (bijibijian) dan menurunkan hijauan (Parakkasi, 1986). Energi merupakan suatu unsur yang sangat dipertimbangkan dalam menyusun ransum kuda yang sedang tumbuh, sedang laktasi maupun kuda yang sedang dipekerjakan. Salah satu sumber energi diantaranya adalah serat atau hijauan yang terdiri dari karbohidrat kompleks yang dapat ditemukan pada sel tanaman seperti dinding sel, lignin, selullosa dan hemisellulosa yang terdiri dari beberapa senyawa penyusunnya (McBane, 1995). Kebutuhan asupan nutrisi disesuaikan berdasarkan kondisi fisiologis dan bobot badan. Kuda induk yang memiliki bobot badan 400 kg harus memenuhi kebutuhan digestible energy (DE) untuk maintenance (hidup pokok) sebesar 13,4 19

32 Mkal, sedangkan pada kuda betina bunting sembilan bulan dibutuhkan 14,9 Mkal, kebutuhan ini cenderung akan meningkat seiring dengan peningkatan umur kebuntingan, yaitu pada kuda yang sedang bunting 10 dan 11 bulan masing-masing adalah 15,1 dan 16,1 Mkal. Induk laktasi memiliki kebutuhan DE yang lebih besar yaitu pada kuda sesaat setelah beranak hingga tiga bulan membutuhkan DE sebanyak 22,9 Mkal dan induk kuda laktasi setelah tiga bulan hingga penyapihan membutuhkan DE sebanyak 19,7 Mkal (NRC, 1989). Protein Kebutuhan lainnya adalah protein yang merupakan salah satu faktor penting dalam mendukung semua aktivitas tubuh dan perombakan sel-sel dalam tubuh. Protein terdiri dari asam amino dan ada 25 asam amino yang diketahui di alam, 22 diantaranya terdapat pada kuda yang dibagi menjadi dua bagian yaitu asam amino esensial dan asam amino non esensial (McBane, 1995; Gaman dan Sherringthon, 1994). Jumlah sel dalam tubuh meningkat selama periode pertumbuhan, sehingga dalam kondisi seperti ini dibutuhkan protein yang cukup tinggi. Selain itu, protein penting dalam pembentukan enzim, antibodi dan beberapa hormon termasuk hormon reproduksi (Gaman dan Sherringthon, 1994). Crude Protein (CP) yang harus dipenuhi untuk kebutuhan maintenance (hidup pokok) induk kuda yang memiliki bobot badan 400 kg adalah 536 g, sedangkan pada kuda betina bunting 9, 10 dan 11 bulan dibutuhkan CP masing - masing 654, 666 dan 708 g. Induk laktasi memiliki kebutuhan CP yang lebih besar yaitu pada kuda sesaat setelah beranak hingga tiga bulan membutuhkan CP sebanyak g dan induk kuda laktasi setelah tiga bulan hingga penyapihan membutuhkan CP sebanyak 839 g (NRC, 1989). Vitamin Vitamin diperlukan dalam jumlah yang lebih kecil dibandingkan nutrient lainnya, namun kekurangan vitamin dalam ransum menyebabkan gangguan metabolisme dan penyakit. Sebagian besar vitamin dapat diperoleh dari hijauan. Vitamin yang terdapat dalam pakan bervariasi tergantung pada tipe tanah, iklim, pemanenan, dan penyimpanan. Hijauan berkualitas yang diperoleh pada pagi hari biasanya banyak mengandung vitamin. Defisiensi vitamin dapat terjadi jika kuda 20

33 banyak mengkonsumsi hijauan kualitas buruk atau pakan tanpa suplemen vitamin. Sebagian besar vitamin yang larut dalam air dapat disintesis dari mikroorganisme dalam usus kuda, namun tidak untuk disimpan. Beberapa diantaranya terlibat dalam metabolisme atau penggunaan lemak, protein dan karbohidrat pakan, sehingga berarti pakan yang mengandung banyak energi harus diiringi dengan banyak vitamin (Abun, 2006). Vitamin digolongkan kedalam dua macam yaitu vitamin yang larut dalam lemak dan vitamin yang larut dalam air. Vitamin yang larut dalam lemak adalah vitamin A, D, E dan K, dapat disediakan oleh deposit lemak dalam tubuh atau melalui pakan seperti hijauan yang berada di padang rumput (McBane, 1995). Vitamin A berfungsi dalam pemeliharaan kesehatan jaringan-jaringan permukaan, terutama membran selaput lendir seperti kornea dan saluran pernafasan. Vitamin D diperlukan untuk pertumbuhan dan pemeliharaan tulang dan gigi. Vitamin D dibutuhkan untuk absorpsi kalsium dari usus dan untuk pengambilan kalsium serta fosfor oleh tulang dan gigi (Gaman dan Sherringthon, 1994). Kuda memperoleh vitamin D dari cahaya matahari, rumput kering (hay), atau dari penambahan vitamin pada ransum. Vitamin E merupakan antioksidan alam. Selain itu, vitamin E dibutuhkan dalam nutrisi baik selama metabolisme maupun sebagai antioksidan, sehingga keduanya sangat penting dalam ransum hewan. Secara normal kuda dapat mensintesis vitamin K dalam usus. Hijauan sebagai salah satu sumber dari vitamin K. Vitamin K dibutuhkan untuk pembentukan protrombin (sebagai penggumpal darah) yang terjadi dalam hati. Penggumpalan darah sangat diperlukan jika kuda terluka atau keperluan operasi (Abun, 2006). Vitamin yang larut dalam air terdiri dari vitamin C dan kelompok vitamin B. Vitamin C disebut juga asam askorbat, diperlukan untuk pembentukan jaringan ikat dan membantu absorpsi zat besi dalam usus halus. Dalam kelompok vitamin B terdapat tiga vitamin yang sangat penting yaitu tiamin (vitamin B 1 ), riboflavin (vitamin B 2 ) dan asam askorbat. Tiamin berperan dalam oksidasi nutrient dan pelepasan energi dalam tubuh. Riboflavin dan asam nikotinat atau dikenal juga sebagai niasin berfungsi membentuk bagian dari sistem enzim yang penting bagi oksidasi glukosa dan pelepasan energi dalam sel-sel tubuh. Vutamin B lainnya adalah asam folat yang penting dalam sintesis asam nukleat dan pembentukan sel-sel 21

34 darah, vitamin B 12 berperan dalam pertumbuhan serta pembentukan sel darah merah, vitamin B 6 yang merupakan bagian dari sistem enzim yang berperan dalam sintesis protein, biotin, asam pentotenat dan kolin (Gaman dan Sherringthon, 1994). Kebutuhan vitamin A, D, E dan K untuk maintenance (hidup pokok) secara berturut-turut adalah 2.000, 300, 50 dan 3 (IU/Kg), dengan kebutuhan tiamin dan riboflavin masing-masing adalah 3 dan 2 (mg/kg). Lain halnya dengan induk kuda yang sedang bunting dan laktasi, kebutuhan vitamin A, D dan E secara berturut-turut adalah 3.000, 600 dan 80 (IU/Kg), namun untuk kebutuhan vitamin K belum diketahui secara pasti, akan tetapi untuk kebutuhan tiamin dan riboflavin sama halnya dengan kebutuhan maintenance (NRC, 1989). Mineral Hal yang tidak kalah pentingnya adalah pemenuhan kebutuhan mineral. Mineral biasanya dibutuhkan untuk pertumbuhan gigi dan tulang pada kuda dan juga dimanfaatkan dalam jaringan tubuh dan darah yang berperan dalam reaksi biokimia dalam tubuh kuda. Mineral dibagi menjadi dua bagian yaitu makro-mineral dan mikro-mineral. Makro-mineral dibutuhkan relatif banyak dalam tubuh jika dibandingkan dengan mikro-mineral. Makro-mineral terdiri dari Ca (kalsium), P (Fosfor), Na (sodium), K (potassium), Cl (klorin), Mg (magnesium) dan S (sulfur). Sedangkan untuk mikro-mineral yaitu cobalt (Co), copper (Cu), flourine, iodin (I), zat besi (Fe), Mn (mangan), Se (selenium), dan zink (Zn) (McBane, 1995; NRC 1989). Secara umum mineral yang dibutuhkan oleh makhluk hidup meliputi kalsium, klorin, besi, magnesium, fosfor, kalium, natrium dan sulfur. Unsur mineral mempunyai berbagai fungsi didalam tubuh. Kalsium, fosfor, dan magnesium adalah penyusun tulang dan gigi. Beberapa unsur, misalnya kalium, fosfor dan sulfur, terdapat didalam sel-sel tubuh sedangkan unsur-unsur yang lain terdapat dalam cairan sekeliling sel-sel, seperti natrium dan klorin. Mineral ini diperlukan dalam sistem anzim tubuh (Gaman dan Sherringthon, 1994). Kebutuhan Ca, P, Mg dan K yang harus dipenuhi kuda untuk kebutuhan hidup pokok, bunting dan laktasi dapat dilihat pada tabel 1. 22

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Organ Reproduksi Kuda Betina Sumber : Morel (2008)

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Organ Reproduksi Kuda Betina Sumber : Morel (2008) TINJAUAN PUSTAKA Kuda (Equus caballus) Kuda merupakan salah satu jenis ternak herbivora-non ruminansia yang telah terkenal luas. Kuda bersifat nomadik dan kuat serta memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi pesisir merupakan salah satu bangsa sapi lokal yang banyak di pelihara petani-peternak di Sumatera Barat, terutama di Kabupaten Pesisir Selatan. Sapi pesisir dapat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering (BK) Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok, produksi, dan reproduksi. Ratarata konsumsi

Lebih terperinci

Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour

Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour Rangsangan seksual libido Berkembang saat pubertas dan setelah dewasa berlangsung terus selama hidup Tergantung pada hormon testosteron

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda 3 TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda Siklus reproduksi terkait dengan berbagai fenomena, meliputi pubertas dan kematangan seksual, musim kawin, siklus estrus, aktivitas seksual setelah beranak, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis ini banyak diternakkan di pesisir pantai utara (Prawirodigdo et al., 2004). Kambing Jawarandu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan spesies bendera (flag species)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan spesies bendera (flag species) 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rusa Timor (Rusa timorensis) Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan spesies bendera (flag species) bagi Provinsi Nusa Tenggara Barat, bahkan telah menjadi lambang bagi provinsi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5 Kabupaten yang terdapat di provinsi Gorontalo dan secara geografis memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keadaan liar, efisiensi reproduksi pada kuda yang mencapai 90% atau lebih.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keadaan liar, efisiensi reproduksi pada kuda yang mencapai 90% atau lebih. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kuda adalah hewan yang bersifat nomadik dan bersemangat tinggi. Keadaan liar, efisiensi reproduksi pada kuda yang mencapai 90% atau lebih. Kondisi domestik dengan campur

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina akan menolak dan

HASIL DAN PEMBAHASAN. pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina akan menolak dan 30 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Estrus 4.1.1 Tingkah Laku Estrus Ternak yang mengalami fase estrus akan menunjukkan perilaku menerima pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Estrogen merupakan hormon steroid yang dihasilkan oleh sel granulosa dan sel teka dari folikel de Graaf pada ovarium (Hardjopranjoto, 1995). Estrogen berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Peranakan Ongole (PO) Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat di Indonesia. Populasi sapi PO terbesar berada di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging dan merupakan komoditas peternakan yang sangat potensial. Dalam perkembangannya, populasi sapi potong belum mampu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi potong pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu sapi lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi potong merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Persilangan Simmental dan Peranakan Ongole. Sapi hasil persilangan antara sapi peranakan Ongole (PO) dan sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Persilangan Simmental dan Peranakan Ongole. Sapi hasil persilangan antara sapi peranakan Ongole (PO) dan sapi 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Persilangan Simmental dan Peranakan Ongole Sapi hasil persilangan antara sapi peranakan Ongole (PO) dan sapi Simmental dengan nama SIMPO. Sapi SIMPO merupakan hasil

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. 3 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein Sapi peranakan Fresian Holstein (PFH) merupakan sapi hasil persilangan sapi-sapi jantan FH dengan sapi lokal melalui perkawinan alam (langsung)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk

I. PENDAHULUAN. Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk pengembangan ternak sapi potong. Kemampuan menampung ternak sapi di Lampung sebesar

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aplikasi bioteknologi reproduksi di bidang peternakan merupakan suatu terobosan untuk memacu pengembangan usaha peternakan. Sapi merupakan salah satu jenis ternak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk mencapai swasembada protein asal ternak khususnya swasembada daging pada tahun 2005, maka produkksi ternak kambing

Lebih terperinci

PUBERTAS DAN ESTRUS 32 Pubertas 32 Estrus 32 Waktu kawin 33

PUBERTAS DAN ESTRUS 32 Pubertas 32 Estrus 32 Waktu kawin 33 PUBERTAS DAN ESTRUS 32 Pubertas 32 Estrus 32 Waktu kawin 33 HORMON KEBUNTINGAN DAN KELAHIRAN 33 Peranan hormon dalam proses kebuntingan 33 Kelahiran 34 MASALAH-MASALAH REPRODUKSI 35 FERTILITAS 35 Faktor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua bagian dari tubuh rusa dapat dimanfaatkan, antara lain daging, ranggah dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua bagian dari tubuh rusa dapat dimanfaatkan, antara lain daging, ranggah dan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rusa Timor (Rusa timorensis) Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan salah satu contoh rusa yang ada di Indonesia yang memiliki potensi cukup baik untuk dikembangkan. Hampir

Lebih terperinci

5 KINERJA REPRODUKSI

5 KINERJA REPRODUKSI 5 KINERJA REPRODUKSI Pendahuluan Dengan meningkatnya permintaan terhadap daging tikus ekor putih sejalan dengan laju pertambahan penduduk, yang diikuti pula dengan makin berkurangnya kawasan hutan yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Domba Lokal

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Domba Lokal TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Bangsa domba secara umum diklasifikasikan berdasarkan atas hal-hal tertentu diantaranya berdasarkan perbandingan banyaknya daging atau wol, ada tidaknya tanduk atau berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Barat sekitar SM. Kambing yang dipelihara (Capra aegagrus hircus)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Barat sekitar SM. Kambing yang dipelihara (Capra aegagrus hircus) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Kambing Pada mulanya domestikasi kambing terjadi di daerah pegunungan Asia Barat sekitar 8000-7000 SM. Kambing yang dipelihara (Capra aegagrus hircus) berasal

Lebih terperinci

HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD. Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D.

HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD. Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D. HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D. Mekanisme umpan balik pelepasan hormon reproduksi pada hewan betina Rangsangan luar Cahaya, stress,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio.

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Seorang wanita disebut hamil jika sel telur berhasil dibuahi oleh sel sperma. Hasil pembuahan akan menghasilkan zigot, yang lalu berkembang (dengan cara pembelahan sel

Lebih terperinci

Anatomi/organ reproduksi wanita

Anatomi/organ reproduksi wanita Anatomi/organ reproduksi wanita Genitalia luar Genitalia dalam Anatomi payudara Kelainan organ reproduksi wanita Fisiologi alat reproduksi wanita Hubungan ovarium dan gonadotropin hormon Sekresi hormon

Lebih terperinci

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi.

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi. Nama : Hernawati NIM : 09027 Saya mengkritisi makalah kelompok 9 No 5 tentang siklus menstruasi. Menurut saya makalah mereka sudah cukup baik dan ketikannya juga sudah cukup rapih. Saya di sini akan sedikit

Lebih terperinci

HEWAN (STRUKTUR,FUNGSI DAN MANFAATNYA) ENDRIKA WIDYASTUTI, S.Pt, M.Sc, MP BIOLOGY UNIVERSITY OF BRAWIJAYA 2013

HEWAN (STRUKTUR,FUNGSI DAN MANFAATNYA) ENDRIKA WIDYASTUTI, S.Pt, M.Sc, MP BIOLOGY UNIVERSITY OF BRAWIJAYA 2013 BIOLOGY UNIVERSITY OF BRAWIJAYA 2013 HEWAN (STRUKTUR,FUNGSI DAN MANFAATNYA) ENDRIKA WIDYASTUTI, S.Pt, M.Sc, MP ENDRIKA WIDYASTUTI, S.Pt, M.Sc, MP ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN endrika_w@ yahoo.com endrikawidyastuti.wordpress.com

Lebih terperinci

VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA

VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VIII VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA Tujuan Instruksional Umum : Mengetahui peranan ternak babi dalam usaha penyediaan daging. Mengetahui sifat-sifat karakteristik

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi perah Sapi perah (Bos sp.) merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi

Lebih terperinci

Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ;

Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ; Fisiologi Reproduksi & Hormonal Wanita Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ; 1. Hormon yang dikeluarkan hipothalamus, Hormon pelepas- gonadotropin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu sebanyak-banyaknya, disamping hasil lainnya. Macam - macam sapi perah yang ada di dunia adalah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%)

TINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%) TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein (FH) Bangsa sapi perah Fries Holland berasal dari North Holland dan West Friesland yaitu dua propinsi yang ada di Belanda. Kedua propinsi tersebut merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat desa dengan keadaan desa yang alami dan mampu memberikan suplai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat desa dengan keadaan desa yang alami dan mampu memberikan suplai 17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Domba merupakan ruminansia kecil yang relatif mudah dibudidayakan oleh masyarakat desa dengan keadaan desa yang alami dan mampu memberikan suplai pakan berupa

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kinerja Induk Parameter yang diukur untuk melihat pengaruh pemberian fitoestrogen ekstrak tempe terhadap kinerja induk adalah lama kebuntingan, dan tingkat produksi anak

Lebih terperinci

Gambar 1. Cara penggunaan alat pemeras madu. Gambar 2. Alat Pemeras madu. Gambar 3. Alat Penyaring madu Gambar 4. Ruang pengolahan madu 70 %

Gambar 1. Cara penggunaan alat pemeras madu. Gambar 2. Alat Pemeras madu. Gambar 3. Alat Penyaring madu Gambar 4. Ruang pengolahan madu 70 % BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN Kegiatan pengabdian yang telah dilakukan yaitu pembuatan alat pemeras madu (Gambar 1 & 2) dan penyaring madu (Gambar 3). Pelaksanaan pembuatan ruang khusus pengolahan madu (Gambar

Lebih terperinci

PENGARUH SUPEROVULASI PADA LAJU OVULASI, SEKRESI ESTRADIOL DAN PROGESTERON, SERTA PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN UTERUS DAN KELENJAR SUSU TIKUS PUTIH (Rattus Sp.) SELAMA SIKLUS ESTRUS TESIS OLEH : HERNAWATI

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 11 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah anak, rataan bobot lahir, bobot sapih, total bobot lahir, dan jumlah anak sekelahiran pada kelompok domba kontrol dan superovulasi, baik yang tidak diberi dan diberi

Lebih terperinci

HEWAN (STRUKTUR,FUNGSI DAN MANFAATNYA) ENDRIKA WIDYASTUTI, S.Pt, M.Sc, MP BIOLOGY UNIVERSITY OF BRAWIJAYA 2015

HEWAN (STRUKTUR,FUNGSI DAN MANFAATNYA) ENDRIKA WIDYASTUTI, S.Pt, M.Sc, MP BIOLOGY UNIVERSITY OF BRAWIJAYA 2015 HEWAN (STRUKTUR,FUNGSI DAN MANFAATNYA) ENDRIKA WIDYASTUTI, S.Pt, M.Sc, MP BIOLOGY UNIVERSITY OF BRAWIJAYA 2015 ENDRIKA WIDYASTUTI, S.Pt, M.Sc, MP ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN endrika_w@ yahoo.com endrikawidyastuti.wordpress.com

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum. Peningkatan protein disebabkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan produksi. Rataan konsumsi rumput, konsentrat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor (Suryana, 2009). Pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor (Suryana, 2009). Pemenuhan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging di Indonesia. Daging sapi merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dibutuhkan konsumen, namun sampai

Lebih terperinci

menghasilkan keturunan (melahirkan) yang sehat dan dapat tumbuh secara normal. Ternak yang mempunyai kesanggupan menghasilkan keturunan atau dapat

menghasilkan keturunan (melahirkan) yang sehat dan dapat tumbuh secara normal. Ternak yang mempunyai kesanggupan menghasilkan keturunan atau dapat UKURAN KRITERIA REPRODUKSI TERNAK Sekelompok ternak akan dapat berkembang biak apalagi pada setiap ternak (sapi) dalam kelompoknya mempunyai kesanggupan untuk berkembang biak menghasilkan keturunan (melahirkan)

Lebih terperinci

KOMPOSISI PAKAN DAN TUBUH HEWAN

KOMPOSISI PAKAN DAN TUBUH HEWAN 1 KOMPOSISI PAKAN DAN TUBUH HEWAN M.K. Pengantar Ilmu Nutrisi Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB Zat makanan adalah unsur atau senyawa kimia dalam pangan / pakan yang dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keberhasilan reproduksi akan sangat mendukung peningkatan populasi sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keberhasilan reproduksi akan sangat mendukung peningkatan populasi sapi 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Keberhasilan reproduksi akan sangat mendukung peningkatan populasi sapi potong. Namun kondisi sapi potong di usaha peternakan rakyat masih dijumpai adanya kasus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga mampu

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga mampu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan dan gizi merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam pembangunan. Komponen ini merupakan kontribusi dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Fries Holland (Holstein Friesian) Pemberian Pakan Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Fries Holland (Holstein Friesian) Pemberian Pakan Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Fries Holland (Holstein Friesian) Sapi Fries Holland (FH) berasal dari Propinsi Belanda Utara dan Propinsi Friesland Barat. Bulu sapi FH murni umumnya berwarna hitam dan putih, namun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan tujuan untuk menghasilkan daging, susu, dan sumber tenaga kerja sebagai

I. PENDAHULUAN. dengan tujuan untuk menghasilkan daging, susu, dan sumber tenaga kerja sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerbau merupakan salah satu ternak ruminansia yang dikembangkan dengan tujuan untuk menghasilkan daging, susu, dan sumber tenaga kerja sebagai hasil utama serta pupuk organik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan fase luteal yang terdiri dari metestrus-diestrus (Toelihere, 1979).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan fase luteal yang terdiri dari metestrus-diestrus (Toelihere, 1979). 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Siklus Estrus Siklus estrus umumnya terdiri dari empat fase, yaitu proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus. Namun ada juga yang membagi siklus estrus hanya menjadi dua

Lebih terperinci

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Teknologi Informasi dalam Kebidanan yang dibina oleh Bapak Nuruddin Santoso, ST., MT Oleh Devina Nindi Aulia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pemotongan hewan (TPH) adalah domba betina umur produktif, sedangkan untuk

PENDAHULUAN. pemotongan hewan (TPH) adalah domba betina umur produktif, sedangkan untuk 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan ternak yang dapat menyediakan kebutuhan protein hewani bagi masyarakat Indonesia selain dari sapi, kerbau dan unggas. Oleh karena itu populasi dan kualitasnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. subfilum vertebrata atau hewan bertulang belakang. Merak hijau adalah burung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. subfilum vertebrata atau hewan bertulang belakang. Merak hijau adalah burung 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Merak Hijau (Pavo muticus) Merak hijau (Pavo muticus) termasuk dalam filum chordata dengan subfilum vertebrata atau hewan bertulang belakang. Merak hijau adalah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking TINJAUAN PUSTAKA Itik Peking Itik peking adalah itik yang berasal dari daerah China. Setelah mengalami perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking dapat dipelihara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Tujuan. Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui ciri-ciri tiap fase siklus estrus pada mencit betina.

BAB I PENDAHULUAN Tujuan. Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui ciri-ciri tiap fase siklus estrus pada mencit betina. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Siklus reproduksi adalah perubahan siklus yang terjadi pada sistem reproduksi (ovarium, oviduk, uterus dan vagina) hewan betina dewasa yang tidak hamil, yang memperlihatkan

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan PENGANTAR Latar Belakang Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan ditingkatkan produktivitasnya untuk meningkatkan pendapatan peternak. Produktivitas itik lokal sangat

Lebih terperinci

CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB).

CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB). CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB). Peningkatan produktifitas ternak adalah suatu keharusan, Oleh karena itu diperlukan upaya memotivasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Peranakan Ongole Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi lokal. Sapi ini tahan terhadap iklim tropis dengan musim kemaraunya (Yulianto

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari Amerika (Masanto dan Agus, 2013). Kelinci New Zealand White memiliki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari Amerika (Masanto dan Agus, 2013). Kelinci New Zealand White memiliki 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White (NZW) bukan berasal dari New Zealand, tetapi dari Amerika (Masanto dan Agus, 2013). Kelinci New Zealand White memiliki

Lebih terperinci

SISTEM ALAT REPRODUKSI HEWAN BETINA. Oleh: Kustono Diah Tri Widayati

SISTEM ALAT REPRODUKSI HEWAN BETINA. Oleh: Kustono Diah Tri Widayati SISTEM ALAT REPRODUKSI HEWAN BETINA Oleh: Kustono Diah Tri Widayati Alat reproduksi betina terletak pada cavum pelvis (rongga pinggul). Cavum pelvis dibentuk oleh tulangtulang sacrum, vertebra coccygea

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi

Lebih terperinci

Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif. dr. Yulia Megawati

Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif. dr. Yulia Megawati Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif dr. Yulia Megawati Tenaga Kerja Adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

F I S I O L O G I Reproduksi dan Laktasi. 10 & 17 Februari 2014 Drh. Fika Yuliza Purba, M.Sc.

F I S I O L O G I Reproduksi dan Laktasi. 10 & 17 Februari 2014 Drh. Fika Yuliza Purba, M.Sc. F I S I O L O G I Reproduksi dan Laktasi 10 & 17 Februari 2014 Drh. Fika Yuliza Purba, M.Sc. Sasaran Pembelajaran Mahasiswa dapat menjelaskan sistem reproduksi dan laktasi Materi Kontrol gonad dan perkembangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peristiwa ovulasi (Sophia, 2003).Berahi diawali dengan turunnya hormon

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peristiwa ovulasi (Sophia, 2003).Berahi diawali dengan turunnya hormon 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanda tanda Berahi Masa subur ditandai dengan dilepaskannya sel telur betina matang melalui peristiwa ovulasi (Sophia, 2003).Berahi diawali dengan turunnya hormon progesteron

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Peranakan Ettawa (PE) merupakan hasil perkawinan antara kambing

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Peranakan Ettawa (PE) merupakan hasil perkawinan antara kambing BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Peranakan Ettawa Kambing Peranakan Ettawa (PE) merupakan hasil perkawinan antara kambing Kacang dengan kambing Ettawa sehingga mempunyai sifat diantara keduanya (Atabany,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi Kandungan nutrien biomineral tanpa proteksi dan yang diproteksi serta mineral mix dapat dilihat pada Tabel 7. Kandungan nutrien biomineral

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Simmental, antara lain warna bulu penutup badan bervariasi mulai dari putih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Simmental, antara lain warna bulu penutup badan bervariasi mulai dari putih 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Induk Sapi SimPO Sapi Simmental Peranakan Ongole (SimPO) merupakan hasil persilangan antara sapi Simmental dengan sapi Peranakan Ongole (PO). Karakteristik

Lebih terperinci

BAB II FAAL KELAHIRAN

BAB II FAAL KELAHIRAN BAB II FAAL KELAHIRAN A. PENDAHULUAN Pokok bahasan kuliah Faal kelahiran ini meliputi kelahiran seperti terjadinya inisiasi partus, tahapan partus, adaptasi perinatal dan puerpurium. Pokok bahasan ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk. (2015) kelinci dapat mengubah dan memanfaatkan bahan pakan kualitas rendah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan prioritas ke-5 tingkat Nasional dalam Rancangan

I. PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan prioritas ke-5 tingkat Nasional dalam Rancangan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Ketahanan pangan merupakan prioritas ke-5 tingkat Nasional dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kementrian Pertanian Tahun 2010-- 2014 (Anonim

Lebih terperinci

LOGO VITAMIN DAN MINERAL

LOGO VITAMIN DAN MINERAL LOGO VITAMIN DAN MINERAL Widelia Ika Putri, S.T.P., M.Sc Vitamin - Zat organik kompleks yang dibutuhkan dalam jumlah sangat kecil - Pada umumnya tidak dapat dibentuk oleh tubuh - Zat pengatur pertumbuhan

Lebih terperinci

Siklus menstruasi. Nama : Kristina vearni oni samin. Nim: Semester 1 Angkatan 12

Siklus menstruasi. Nama : Kristina vearni oni samin. Nim: Semester 1 Angkatan 12 Nama : Kristina vearni oni samin Nim: 09031 Semester 1 Angkatan 12 Saya mengkritisi tugas biologi reproduksi kelompok 7 tentang siklus menstruasi yang dikerjakan oleh saudari Nela Soraja gusti. Tugas mereka

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi Perah Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang mempunyai tanduk berongga. Sapi perah Fries Holland atau juga disebut Friesian Holstein

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia yang memanfaatkan berbagai jenis tumbuhan sebagai bahan untuk makanan maupun untuk pengobatan tradisional.

Lebih terperinci

PERTEMUAN/KULIAH KE: 13

PERTEMUAN/KULIAH KE: 13 PERTEMUAN/KULIAH KE: 13 TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS: Setelah mengikuti pertemuan ini Anda akan dapat: 1. Memahami dan menjelaskan fungsi dan kebutuhan mineral pada ternak babi 2. Memilih sumber mineral

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. sangat besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi susu bagi manusia, ternak. perah. (Siregar, dkk, dalam Djaja, dkk,. 2009).

KAJIAN KEPUSTAKAAN. sangat besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi susu bagi manusia, ternak. perah. (Siregar, dkk, dalam Djaja, dkk,. 2009). II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Karakteristik Sapi Perah FH (Fries Hollands) Sapi perah merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibandingkan dengan ternak perah lainnya. Sapi perah memiliki kontribusi

Lebih terperinci

MAKALAH MATA KULIAH PANGAN DAN GIZI HASIL TERNAK. Oleh : Titian Rahmad S. H

MAKALAH MATA KULIAH PANGAN DAN GIZI HASIL TERNAK. Oleh : Titian Rahmad S. H MAKALAH MATA KULIAH PANGAN DAN GIZI HASIL TERNAK Oleh : Titian Rahmad S. H0506010 JURUSAN/PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009 MINERAL Mineral merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah penduduk yang disertai dengan meningkatnya kesadaran

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah penduduk yang disertai dengan meningkatnya kesadaran I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya jumlah penduduk yang disertai dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pemenuhan gizi khususnya protein hewani menyebabkan semakin meningkatnya konsumsi

Lebih terperinci

Proses-proses reproduksi berlangsung di bawah pengaturan NEURO-ENDOKRIN melalui mekanisme HORMONAL. HORMON : Substansi kimia yang disintesa oleh

Proses-proses reproduksi berlangsung di bawah pengaturan NEURO-ENDOKRIN melalui mekanisme HORMONAL. HORMON : Substansi kimia yang disintesa oleh Proses-proses reproduksi berlangsung di bawah pengaturan NEURO-ENDOKRIN melalui mekanisme HORMONAL. HORMON : Substansi kimia yang disintesa oleh kelenjar endokrin dan disekresikan ke dalam aliran darah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat yakni pada tahun 2011 berjumlah 241.991 juta jiwa, 2012 berjumlah 245.425 juta

Lebih terperinci

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja (kandang B) pada bulan Mei sampai dengan bulan November 2010. Analisis sampel dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hari. Dalam perkembangannya, produktivitas kerbau masih rendah dibandingkan dengan sapi.

I. PENDAHULUAN. hari. Dalam perkembangannya, produktivitas kerbau masih rendah dibandingkan dengan sapi. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerbau sangat bermanfaat bagi petani di Indonesia yaitu sebagai tenaga kerja untuk mengolah sawah, penghasil daging dan susu, serta sebagai tabungan untuk keperluan dikemudian

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Siklus Menstruasi Remaja Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang utuh dari hipotalamus-hipofise-ovarium. Struktur alat reproduksi, status nutrisi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah yang dipelihara di Indonesia pada umumnya adalah Friesian Holstein (FH) dan Peranakan Friesian Holstein (PFH) (Siregar, 1993). Sapi FH memiliki ciri-ciri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Madura Sapi Madura termasuk dalam sapi lokal Indonesia, yang berasal dari hasil persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura memiliki

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan ternak ruminansia yang banyak dipelihara masyarakat dan dimanfaatkan produksinya sebagai ternak penghasil daging dan sebagai tabungan. Domba memiliki

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 9 A B Hari ke- 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16-17 Gambar 8 Teknik penyuntian PGF 2α. (A) Penyuntikan pertama, (B) Penyuntikan kedua, (C) Pengamatan estrus yang dilakukan tiga kali sehari yaitu pada

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ternak disamping manajemen pemeliharaan dan pemberian pakan adalah faktor manajemen lingkungan. Suhu dan kelembaban yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Keadaan Umum Lokasi Asal Induk Domba

TINJAUAN PUSTAKA. Keadaan Umum Lokasi Asal Induk Domba TINJAUAN PUSTAKA Keadaan Umum Lokasi Asal Induk Domba Unit Pendidikan, Penelitian dan Peternakan Jonggol (UP3J) merupakan areal peternakan domba milik Institut Pertanian Bogor (IPB) dibawah pengelola Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Batur Domba Batur merupakan salah satu domba lokal yang ada di Jawa Tengah tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba Batur sangat

Lebih terperinci

Daftar Pustaka. Leng, R.A Drought Feeding Strategies : Theory and Pactice. The University of New England Printery, Armidale - New South Wales.

Daftar Pustaka. Leng, R.A Drought Feeding Strategies : Theory and Pactice. The University of New England Printery, Armidale - New South Wales. 1 Strategi Pemberian Pakan Berkualitas Rendah (Jerami Padi) Untuk Produksi Ternak Ruminansia Oleh Djoni Prawira Rahardja Dosen Fakultas Peternakan Unhas I. Pendahuluan Ternak menggunakan komponen zat-zat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data rata-rata parameter uji hasil penelitian, yaitu laju pertumbuhan spesifik (LPS), efisiensi pemberian pakan (EP), jumlah konsumsi pakan (JKP), retensi protein

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Domba Garut Gambar 1

TINJAUAN PUSTAKA Domba Garut Gambar 1 TINJAUAN PUSTAKA Domba Garut Secara taksonomi domba termasuk ke dalam kingdom Animalia, filum Chordata, kelas Mamalia, ordo Artiodactyla, family Bovidae, genus Ovis dan spesies Ovis aries. Dari sisi genetik

Lebih terperinci

D. Uraian Pembahasan. Sistem Regulasi Hormonal 1. Tempat produksinya hormone

D. Uraian Pembahasan. Sistem Regulasi Hormonal 1. Tempat produksinya hormone SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP) IX A. 1. Pokok Bahasan : Sistem Regulasi Hormonal A.2. Pertemuan minggu ke : 12 (2 jam) B. Sub Pokok Bahasan: 1. Tempat produksi hormone 2. Kelenjar indokrin dan produksi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan hewan ternak perah lainnya. Keunggulan yang dimiliki sapi perah tersebut membuat banyak pengusaha-pengusaha

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh

II. TINJAUAN PUSTAKA. Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mineral Mikro Organik Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh makluk hidup. Sebagian besar mineral akan tertinggal dalam bentuk abu sebagai senyawa

Lebih terperinci

MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN PENINGKATAN POPULASI DAN MUTU GENETIK SAPI DENGAN TEKNOLOGI TRANSFER EMBRIO. DOSEN PENGAMPU Drh.

MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN PENINGKATAN POPULASI DAN MUTU GENETIK SAPI DENGAN TEKNOLOGI TRANSFER EMBRIO. DOSEN PENGAMPU Drh. MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN PENINGKATAN POPULASI DAN MUTU GENETIK SAPI DENGAN TEKNOLOGI TRANSFER EMBRIO DOSEN PENGAMPU Drh. BUDI PURWO W, MP SEMESTER III JUNAIDI PANGERAN SAPUTRA NIRM 06 2 4 10 375

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Persilangan Simmental Peranakan Ongole (SimPO)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Persilangan Simmental Peranakan Ongole (SimPO) 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Persilangan Simmental Peranakan Ongole (SimPO) Pelaksanaan Inseminasi Buatan (IB) di Peternakan rakyat masih sekedar menyilangkan sapi lokal (terutama induk sapi PO)

Lebih terperinci