PERENCANAAN LANSKAP GUNUNG KAPUR CIBADAK CIAMPEA BOGOR SEBAGAI KAWASAN WISATA TERPADU PUPUT NOVIANA
|
|
- Sudomo Tanudjaja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PERENCANAAN LANSKAP GUNUNG KAPUR CIBADAK CIAMPEA BOGOR SEBAGAI KAWASAN WISATA TERPADU PUPUT NOVIANA DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
2 RINGKASAN PUPUT NOVIANA. Perencanaan Lanskap Gunung Kapur Cibadak Ciampea Bogor Sebagai Kawasan Wisata Terpadu. (Dibawah bimbingan AFRA D. N. MAKALEW dan VERA DIAN DAMAYANTI) Lanskap Gunung Kapur Cibadak (GKC) merupakan salah satu kawasan karst yang berada di Jawa Barat. Kawasan ini berpotensi dijadikan kawasan wisata melihat sumberdaya wisata yang sangat beragam. Sumberdaya tersebut meliputi sumberdaya alam dan sumberdaya budaya. Kawasan ini terletak di bagian barat Kota Bogor dan waktu tempuh dari Kota Bogor ±1 jam. Saat ini Kawasan GKC dimanfaatkan sebagai area penambangan dan perkebunan, akibatnya kelestarian GKC ini terancam. Di beberapa bagian gunung kapur tinggal tersisa bekas-bekas penambangan. Agar potensi wisata dapat dikembangkan dan kelestariannya dapat dipertahankan maka sangat diperlukan suatu perencanaan lanskap pada kawasan ini. Studi ini bertujuan untuk merencanakan kawasan GKC sebagai kawasan wisata terpadu dengan menyediakan ruang-ruang wisata yang disertai dengan jalur-jalur sirkulasi dan fasilitas penunjang. Metode yang digunakan dalam studi ini mengikuti tahapan perencanaan yang dikemukakan oleh Gold (1980). Tahapan ini meliputi, persiapan, pengumpulan data, analisis, sintesis, dan perencanaan. Analisis yang digunakan mengacu pada Gunn (1994) berdasarkan nilai kepekaan dan kelangkaan sumberdaya yang ada di GKC. Studi ini dibatasi pada tahap perencanaan dengan hasil akhir berupa landscape plan. GKC secara administratif terletak di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Secara geografis GKC terletak pada BT BT dan LS LS. Kawasan ini memiliki luas ±470 Ha dan dikelilingi oleh perkebunan, permukiman dan sawah. Tapak terletak di ketinggian 200 m dpl dengan titik tertinggi 354 m dpl. Secara umum kondisi iklim kawasan GKC cukup sesuai sebagai kawasan wisata. Analisis yang dilakukan meliputi analisis biofisik, budaya, dan sumberdaya wisata baik alam maupun budaya berdasarkan nilai kepekaan dan kelangkaan. Dilihat dari kemiringan lahan dan jenis tanah maka didapatkan kepekaan lahan untuk erosi. Area yang tidak peka dapat dijadikan area wisata intensif, dan dapat dibangun fasilitas wisata, sedangkan area yang peka dijadikan kawasan konservasi. Tapak dialiri oleh Sungai Ciaruteun dengan air terjun dan mata air hangatnya. Vegetasi dan satwa yang terdapat di GKC terbagi menjadi dua yaitu satwa endemik dan non endemik. Terdapat bekas peninggalan kerajaan Siliwangi dan kesejarahan, dengan aspek sosial budaya yang bernilai tinggi. GKC juga dijumpai potensi sosialbudaya unik dan langka, hal ini ditandai dengan situs kesejarahan dan cerita mitos-mitos yang ada mengenai Gunung Kapur ini. Banyaknya potensi sumberdaya manusia yang ada di kawasan ini dapat mendukung adanya penyediaan tenaga kerja pendukung kegiatan pelayanan (service) bagi wisata. Aspek budaya yang potensial di kawasan ini antara lain: pasar, kehidupan masyarakat tani, kegiatan penambangan, dan perkebunan. Budaya tersebut dapat dijadikan atraksi bagi pengunjung.
3 Sumberdaya wisata yang terdapat di GKC ini terbagi menjadi dua, yaitu sumberdaya wisata alam dan budaya. Sumberdaya wisata alam antara lain: Gunung Kapur, Batu Roti, Sungai Ciaruteun, air terjun Ciaruteun, mata air hangat, camping ground, tebing Ciampea, Gua AC, dan kualitas visual tapak. Sumberdaya wisata budaya meliputi kesejarahan budaya dan sosial budaya Gunung Kapur, pasar, sawah, pertambangan dan perkebunan. Berdasarkan analisis faktor biofisik, sosial-budaya-ekonomi, dan sumber daya wisata maka diperoleh skor terendah sebesar 5-7. Area ini dapat dikembangkan untuk pendukung wisata. Area yang memiliki skor 8-10 dapat dikembangkan untuk wisata penunjang. Daerah yang dikembangkan untuk wisata utama adalah area yang memiliki nilai skor 11-13, yang mencakup seluruh GKC. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan maka diperlukan beberapa upaya agar nilai kealamiahan dan budaya tetap bertahan atau lestari. Usaha tersebut dilakukan dengan cara mempertahankan dan mengembangkan potensi pada tapak serta memecahkan masalah melalui berbagai alternatif tindakan, sehingga kawasan GKC tetap terjaga kelestariannya. Nilai kealamiahan dibentuk dengan mempertahankan kondisi yang telah ada dan mengkonservasi area-area yang rawan longsor. Selain itu dengan membatasi aktivitas wisata pada area yang rawan seperti mata air dan Gunung Kapur. Fungsi budaya dijaga dengan memelihara bekas-bekas peninggalan zaman kerajaan, mempertahankan area persawahan dan perkebunan. Konsep dasar perencanaan yang dibuat yaitu mengembangkan kawasan GKC sebagai kawasan wisata terpadu yang memadukan wisata dengan kegiatan yang menunjang keberlanjutan kondisi biofisik Gunung Kapur. Selain itu perencanaan ini juga mengembangkan fungsi-fungsi seperti : fungsi wisata, fungsi konservasi, fungsi pendidikan. Pengembangan konsep dasar terdiri dari pengembangan konsep ruang, sirkulasi, aktivitas wisata, dan fasilitas. Penataan ruang dimaksudkan untuk mengakomodasikan fungsi-fungsi pada tapak agar tidak saling mengganggu. Konsep sirkulasi yang dikembangkan pada dasarnya ditujukan untuk menghubungkan ruang-ruang pada tapak untuk menunjang aktivitas di dalam tapak, dengan mempertimbangkan fungsi-fungsi yang telah ditentukan. Konsep aktivitas wisata yang dikembangkan merupakan wisata pendidikan dan petualangan, sehingga kawasan ini mampu memberikan pengetahuan mengenai kawasan karst serta pengetahuan konservasi dan pengalaman berkunjung ke kawasan wisata alam dan budaya. Untuk mendukung aktivitas wisata perlu direncanakan fasilitas pada area penunjang wisata seperti penyediaan pintu gerbang, pusat informasi dan tempat pengelola atau pengawasan, tempat parkir, tempat makan dan penyewaan alat-alat wisata alam, mushala, toilet dan lain sebagainya. GKC direncananakan sebagai suatu kawasan wisata terpadu yang mampu mengakomodasikan kegiatan wisata alam dan budaya namun turut melestarikan nilai ekologis bagi keberlangsungan biofisik tapak. Perencanaan meliputi rencana tata ruang, rencana sirkulasi dan tata letak fasilitas penunjang. Perencanaan ruang penerimaan adalah seluas 6.9 Ha. Ruang pelayanan direncanakan seluas 18.4 Ha. Area wisata seluas 14 Ha, sedangkan area terbesar adalah area penyangga 329,4 Ha dan area konservasi seluas 142,1 Ha.
4 Jalur sirkulasi pada tapak ini ada dua bagian, yaitu jalur sirkulasi primer dan sekunder. Jalur sirkulasi primer merupakan jalur utama yang dapat dilalui kendaraan dengan bebas secara dua arah. Sirkulasi sekunder menghubungkan antar ruang pada tapak, jalur ini berupa jalur pejalan kaki dan jalur interpretasi. Jalur interpretasi berfungsi untuk memudahkan pengunjung untuk memilih sendiri objek wisata mana yang akan dikunjungi. Jalur ini juga terbagi menjadi jalur sebagai trotoar dan jalur untuk interpretasi atau jalur untuk hiking. Aktivitas wisata yang dikembangkan pada tapak merupakan aktivitas yang bersifat rekreatif dan edukatif, selain itu juga menanamkan nilai-nilai mengenai kelestarian. Kegiatan wisata dibagi menjadi paket wisata yang dibedakan berdasarkan jarak tempuh dan ketersediaan waktu untuk berwisata. Paket pertama ditujukan untuk pengunjung yang tidak mampu menjelajah kawasan GKC atau hanya ingin melakukan aktifitas wisata tertentu. Paket ini diberikan alternatif objek atau aktivitas yang dikunjungi. Paket wisata kedua diperuntukkan bagi pengunjung yang ingin mengunjungi keseluruhan kawasan GKC ini. Perencanaan berbagai fasilitas disesuaikan dengan berbagai aktifitas yang dikembangkan dalam masing-masing ruang. Fasilitas yang dialokasikan dalam tapak harus dapat menunjang tujuan pengembangan tapak serta mampu menampung kebutuhan pengunjung. Adapun fasilitas yang direncanakan antara lain: pintu gerbang, area parkir, gedung pengelola, pusat informasi, ruang multimedia, bangku taman, shelter, menara pandang, jalan setapak, kios-kios, mushola, dan toilet.
5 Hak cipta milik IPB, tahun 2010 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, microfilm, dan sebagainya
6 PERENCANAAN LANSKAP GUNUNG KAPUR CIBADAK CIAMPEA BOGOR SEBAGAI KAWASAN WISATA TERPADU PUPUT NOVIANA Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Arsitektur Lanskap DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
7 Judul Penelitian Nama Mahasiswa NRP Departemen : Perencanaan Lanskap Gunung Kapur Cibadak Ciampea Bogor Sebagai Kawasan Wisata Terpadu : Puput Noviana : A : Arsitektur Lanskap Disetujui, Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II Dr. Ir. Afra D. N. Makalew, MSc. Vera Dian Damayanti, SP. MLA NIP NIP Diketahui, Ketua Departemen Arsitektur Lanskap Dr. Ir. Siti Nurisjah, M.SLA NIP Tanggal Lulus: 18 Januari 2010
8 RIWAYAT HIDUP Puput Noviana lahir di Jakarta pada tanggal 17 Januari Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Eko Henri Martanto dan Ibu Ningrum. Pendidikan sekolah dasar diselesaikan di SDN Batan Indah pada tahun Pada tahun 2002 penulis menyelesaikan pendidikan menengah di SLTPN 4 Serpong, kemudian melanjutkan pendidikannya di SMUN 1 Serpong dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama penulis diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selanjutnya pada tahun 2006, penulis memilih Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian sebagai urutan pertama dalam pemilihan Mayor Minor, dan akhirnya diterima. Selama masa kuliah, penulis ikut serta dalam Himpunan Mahasiswa Arsitektur Lanskap (HIMASKAP) sebagai staf divisi Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM) pada tahun Penulis juga aktif ikut serta dalam organisasi teater serta berbagai kepanitiaan di tingkat departemen fakultas serta IPB. Pada pertengahan tahun 2007 penulis melakukan magang di Damai Indah Golf. Pada tahun 2008 Penulis mengikuti beberapa perlombaan perancangan taman kota di Jakarta. Selain itu penulis menjadi asisten mahasiswa mata kuliah Pengantar Seni dan Arsitektur tahun 2008 serta Dasar-Dasar Arsitektur Lanskap pada tahun 2009.
9 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas rahmat, hidayah dan karunia-nya sehingga pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Pertanian pada Institut Pertanian Bogor. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Ibu Dr. Ir. Afra D. N. Makalew, MSc dan Ibu Vera Dian Damayanti, SP. MLA selaku dosen pembimbing skripsi atas arahan, saran serta kesabaran dalam membimbing penulis sejak penyusunan usulan penelitian, pelaksanan, hingga penyusunan skripsi ini. 2. Bapak Ir. Qadarian Pramukanto, MS selaku dosen penguji atas masukan bagi perbaikan skripsi ini. 3. Dosen pembimbing akademik, Dr.Ir. Nizar Nasrullah, M.Agr. Terimakasih atas arahan dan bimbingannya selama masa perkuliahan. 4. Bapak Taing di Ciampea dalam proses pengambilan data. 5. Mama, Papa, serta adik-adikku tercinta Pipit Enggartati dan Galih Ingkang Rahayu untuk dukungan dan kesabarannya. 6. Endri Priyanto untuk setiap kebaikan dan semangat yang diberikan kepada penulis. Never Give Up!!! 7. Rekan Penelitian Lia, Iqbal, Oteph yang berjuang bersama. 8. Bapo, Rindha, Unee, Ian, Indah, Sammy, Azi, Nanang, terimakasih telah menjadi sayap disaat-saat terapuh.. 9. Kostan Diastin, Engkist, Nila, Tanjung, Poppy, Uut, Dianty, Pipeh, Chika, Novi, Nisha, Tata, Fanny, Liza, Nopi, Echi untuk kebersamaan dan keceriaannya. 10. Landscape 42 (Thicute, Boep, Dinong, Nando, M, Diar, Mas Bay, Tika, Chan2, Rizka, Dhofir, Hudi, Matz, Nawir, CF, Dara, Bang Dian, Oom, Anya, Dika, Fajar, Nina, Arsyad, Echa, Megami, Lovega, Zai, Phe2l, Cindy, Frans, Icha, Farida, Uli, Imoet, Endah, Jane, Joko, Ferbi, Uthe, Vabi, Dewi, Manda, Danand, Yola, Heru), terimakasih atas hari-hari yang akan menjadi kisah klasik untuk masa depan. i
10 11. Mas Imam LA 38 (terimakasih atas printernya), mas Zaenal LA 39, mas Yudi LA 39 atas bantuan dan pengertiannya. 12. Kakak dan adik tingkat LA 39, LA 40, LA 41, LA 43, LA 44, LA 45 untuk kekompakannya di Arsitektur Lanskap. 13. Staff Departemen Arsitektur Lanskap atas bantuan dan dukungannya. 14. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu kelancaran studi ini. Penulis berharap agar hasil penelitian ini dapat bermanfaat dan dapat dijadikan sebagai masukan bagi semua pihak yang membutuhkan. Bogor, Januari 2010 Penulis i
11 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR GAMBAR... ii DAFTAR TABEL... ii DAFTAR LAMPIRAN... iv I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Kerangka Berpikir... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Wisata Terpadu Potensi Wisata Perencanaan Lanskap dan Proses Perencanaan Lanskap Perencanaan Lanskap Wisata Karst III. METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Batasan Studi Metode Penelitian IV. KONDISI UMUM TAPAK 4.1 Letak, Luas dan Batas Tapak Iklim Kenyamanan Akustik Penggunaan Lahan Pengunjung V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Data dan Analisis Aksesibilitas Faktor Biofisik Faktor Budaya Sumber Daya Wisata Fasilitas Wisata Eksisting Hasil Penilaian Analisis Sintesis Konsep Dasar... 63
12 5.4 Konsep Pengembangan Konsep Ruang Konsep Sirkulasi Konsep Aktivitas Wisata Konsep Fasilitas Perencanaan Rencana Ruang Rencana Sirkulasi Rencana Aktifitas Rencana Fasilitas Rencana Daya Dukung VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 97
13 DAFTAR GAMBAR Nomor Teks Halaman 1. Kerangka Pikir Penelitian Peta Lokasi Penelitian Proses perencanaan menurut Gold (1980) Peta Luas dan Batas Grafik Rata-Rata Suhu Tahun Grafik Rata-Rata Curah Hujan Tahun Grafik Rata-Rata Hari Hujan Tahun Grafik Rata-Rata Kelembaban Udara Tahun Grafik Rata-Rata Lama Penyinaran Tahun Grafik Rata-Rata Kecepatan Angin Tahun Peta Tata Guna Lahan Pengunjung Gunung Kapur Peta Aksesibilitas Aksesibilitas Menuju Tapak Peta Tanah Peta Topografi Peta kemiringan Lahan Peta Analisis Kepekaan Lahan Peta Analisis Hidrologi Vegetasi Sekitar Gunung Kapur Vegetasi Gunung Kapur yang didominasi semak Peta Analisis Vegetasi dan Satwa Peta Tapak Arkeologi Peta Potensi Kebudayaan Peta Sosial Ekonomi Mulut Gua di Puncak Gunung Kapur Batu Roti View menuju tapak View dari Gunung Kapur ke arah Selatan... 52
14 30. Peta Sumber Daya Wisata Tracking menuju puncak Gunung Kapur Pendopo Mushala di puncak Gunung Kapur Peta Komposit Block Plan Konsep Wisata Terpadu Diagram konsep ruang Diagram konsep sirkulasi Concept Plan Rencana Lanskap Detail Plan Area Detail Plan Area Detail Plan Area Detail Plan Area Detail Plan Area Potongan Tampak Potongan Tampak Aktifitas yang dapat dikembangkan pada tapak Ilustrasi Gerbang Masuk Kawasan Gunung Kapur Parkir Kendaraan 45 (Chiara dan Koppelman, 1997) Ilustrasi Tong Sampah Kawasan Gunung Kapur... 89
15 DAFTAR TABEL Nomor Teks Halaman 1. Jenis, Bentuk dan Sumber Data Asumsi Spasial untuk Peta Faktor Sumber Daya Gunung Kapur Cibadak Ciampea Perhitungan Nilai THI Jenis tanaman bawah di GKC Hasil Skoring Kawasan GKC Luas Penggunaan Ruang di GKC Hubungan Antara Fungsi, Aktivitas, dan Fasilitas Rencana Sirkulasi dalam Kawasan Gunung Kapur Alternatif Paket Wisata Kawasan GKC Rencana Fasilitas pada Kawasan GKC Daya Dukung Fasilitas Daya Dukung Kawasan... 90
16 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Teks Halaman 1. Tabel Iklim Kawasan GKC Kuisioner Pengunjung Kawasan GKC Hasil kuisioner tentang identitas, persepsi, dan preferensi pengunjung kawasan GKC
17 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata di Indonesia semakin berkembang, yang ditunjukkan dengan bertambahnya daerah wisata yang ada di Indonesia. Selain itu bertambahnya jenisjenis wisata yang baru membuat wisatawan menjadi tertarik untuk mencoba wisata tersebut. Indonesia memiliki beragam sumberdaya yang mampu dijadikan sumberdaya wisata. Sumberdaya yang dimiliki antara lain sumberdaya alam dan kekayaan budayanya. Beragamnya kekayaan sumberdaya alam dan budaya seharusnya dapat dikembangkan sebagai aset untuk industri wisata, apalagi setiap daerah memiliki daerah yang berpotensi dijadikan kawasan wisata. Kawasan wisata memiliki keadaan alam dengan sumberdaya wisata yang dibangun dan dikembangkan sehingga mempunyai daya tarik untuk dikunjungi wisatawan (Gunn, 1994). Sumberdaya wisata dapat dikembangkan menjadi berbagai jenis wisata, antara lain wisata alam, wisata sejarah, wisata bahari dan sebagainya. Pada setiap wilayah terdapat beberapa sumberdaya wisata yang berbeda-beda. Banyak konsep wisata yang telah dikembangkan, salah satunya adalah wisata terpadu. Wisata terpadu adalah memadukan berbagai jenis wisata ataupun memadukan wisata dengan kegiatan lain yang mendukung wisata tersebut sehingga benilai lebih. Ada konsep lain yang serupa dengan wisata terpadu yaitu geotourism dimana, wisata yang praktis seperti di Iguazu Falls, Amerika Selatan. Wisata ini menawarkan karakter geografi tempat seperti budaya, lingkungan, warisan sejarah. Terdapat 13 prinsip dalam geotourism, salah satunya adalah konservasi (Wikipedia, 2010). Berdasarkan konsep wisata ini maka konsep wisata terpadu yang dibuat mngacu pada konsep geotourism. Suatu obyek wisata akan mempunyai akses pasar apabila dapat dikemas dalam suatu paket wisata bersama objek-objek lain di lokasi tersebut ataupun bersama obyek lain yang dapat dikaitkan menjadi satu kemasan/paket kunjungan bagi orang yang berwisata. Dengan dikemasnya beberapa objek wisata, akan memudahkan bagi para penyelenggara kegiatan wisata (tour operators) maupun
18 2 para wisatawan (tourist) untuk memilih sesuai dengan waktu yang tersedia dan persiapan yang dimiliki. Kabupaten Bogor adalah salah satu wilayah yang memiliki sumberdaya wisata yang berpotensi dijadikan sebagai kawasan wisata. Ada beberapa kecamatan yang telah dijadikan sebagai kawasan wisata. Kecamatan Ciampea merupakan daerah di bagian barat Kabupaten Bogor yang dijadikan kawasan wisata. Potensi wisata yang banyak terdapat di Ciampea rata-rata adalah jenis wisata alam, namun adapula jenis wisata budaya yang jumlahnya tidak sebanyak wisata alam. Kawasan Gunung Kapur Cibadak (GKC) yang terletak di Ciampea ternyata menyimpan banyak potensi yang masih belum diketahui banyak wisatawan. Sumberdaya wisata yang terdapat di Ciampea antara lain, sungai, air terjun, sumber air panas, gua dan gunung kapur yang terletak di Ciampea. Berbagai potensi yang ada di kawasan ini dapat dikembangkan sebagai kawasan wisata terpadu namun belum dikelola dengan baik. Perencanaan pada daerah GKC perlu dilakukan agar tercipta suatu lanskap yang dapat memanfaatkan potensi wisata yang telah ada agar meningkatkan pendapatan daerah dan memberi nilai jual yang lebih terhadap suatu daerah serta mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar GKC. Selain itu dengan adanya perencanaan ini GKC akan lestari. 1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk merencanakan lanskap GKC sebagai kawasan wisata terpadu, dengan menyediakan ruang-ruang wisata yang dilengkapi dengan jalur sirkulasi dan sarana penunjang. Adapun tujuan khusus antara lain: 1. Mengidentifikasi aspek biofisik, sejarah-sosial-budaya serta sumberdaya wisata di GKC dan sekitarnya. 2. Menganalisis aspek biofisik, sejarah-sosial-budaya serta sumberdaya wisata berdasarkan kepekaan, keunikan dan kelangkaan pada lanskap GKC dan sekitarnya. 3. Merencanakan lanskap GKC dan sekitarnya sebagai kawasan wisata terpadu dengan mempertimbangkan daya dukung kawasan.
19 3 1.3 Manfaat Hasil penelitian ini berupa rencana kawasan wisata diharapkan dapat berguna sebagai: 1. Masukan rencana pengembangan kawasan wisata bagi pemerintah setempat. 2. Bahan pertimbangan dalam usaha pelestarian sumberdaya wisata. 3. Masukan bagi masyarakat setempat untuk peningkatan kesejahteraan. 1.4 Kerangka Pikir Adapun kerangka pikir dalam melakukan penelitian ini sebagai berikut. Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian
20 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Menurut Simond (1983) lanskap merupakan suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia, dengan karakter lanskap tersebut. Dalam hal ini indera manusia memegang peranan penting dalam merasakan suatu lanskap. Menurut Hubbard dan Kimball dalam Laurie (1990), arsitektur lanskap adalah seni yang fungsi terpentingnya untuk menciptakan dan melestarikan keindahan lingkungan di sekitar tempat hidup manusia dan pada pemandangan alam yang lebih luas lagi. Setiap tempat memiliki bentukan dan karakter lanskap yang berbeda baik terbentuk secara alami ataupun buatan. Karakter lanskap alami terdiri atas banyak tipe, antara lain: gunung, bukit, lembah, hutan, padang rumput, aliran air, rawa, laut danau, dan padang pasir. Karakter ini terbentuk oleh adanya kesan harmoni atau kesatuan antara elemen-elemen lanskap yang ada di alam seperti suatu bentuk lahan, formasi batuan, vegetasi, dan fauna. Derajat dari harmoni atau kesatuan dari bermacam elemen lanskap tidak hanya diukur dari kesan menyenangkan yang akan ditimbulkan, tetapi juga dari ukuran kualitas yang disebut dengan keindahan. Keindahan dapat diartikan sebagai hubungan harmoni yang nyata dari keseluruhan komponen perasaan (Simonds, 1983). 2.2 Wisata Terpadu Menurut Organisasi Wisata Dunia dalam Holden (1991) wisata terdiri dari aktivitas perjalanan seseorang dan tinggal pada tempat di luar lingkungan mereka juga tidak berkaitan dengan liburan tahunan, bisnis, atau tujuan lain. Kawasan wisata memiliki keadaan alam dengan sumberdaya wisata yang dibangun dan dikembangkan sehingga memiliki daya tarik untuk dikunjungi wisatawan (Gunn, 1994). Aktifitas wisata merupakan pergerakan sementara dari manusia dengan jarak lebih dari km dari tempat tinggal atau pekerjaan rutinitasnya menuju suatu tempat tertentu, dimana aktifitas tersebut dilakukan pada saat mereka berada
21 5 pada tempat yang dituju dan ada fasilitas yang disediakan untuk mengakomodasikan keinginan mereka (Gunn, 1994). Menurut Susantio (2003) perlu dikembangkan jenis-jenis pariwisata sesuai kondisi suatu daerah. Misalnya wisata bahari/tirta, wisata sejarah, wisata arkeologi, wisata budaya, wisata agama, wisata ziarah, wisata kesehatan, wisata werdha (orang tua), wisata remaja, wisata perkebunan (wisata agro), wisata nostalgia, wisata pendidikan/ilmiah, wisata alam, wisata petualangan, wisata dirgantara, wisata berburu, wisata belanja, dan wisata industri. Adapun bentuk-bentuk wisata menurut Gunn (1994) dikembangkan dan direncanakan berdasarkan hal berikut: a. Kepemilikan (ownership) atau pengelolaa areal wisata tersebut yang dapat dikelompokkan ke tiga sektor yaitu badan pemerintah, organisasi nirlaba, dan perusahaan komersial. b. Sumberdaya, yaitu: alam dan budaya c. Perjalanan wisata/lama tinggal d. Tempat kegiatan yaitu di dalam ruangan atau di luar ruangan e. Wisata utama/wisata penunjang f. Daya dukung tapak dengan tingkat penggunaan pengunjung yaitu: intensif, semi intensif, dan ekstensif Wisata terpadu merupakan usaha memadukan berbagai jenis wisata dengan potensi wisata yang terdapat pada suatu kawasan. Wisata terpadu menjadi salah satu dari usaha wisata yang berkembang saat ini. Jenis wisata ini memadukan berbagai wisata yang dikemas dalam satu paket wisata. Kawasan wisata terpadu adalah suatu kawasan wisata yang menyediakan berbagai sarana, obyek dan daya tarik wisata serta jasa pariwisata yang terletak di suatu kawasan (Perda Batam, 2003). Banyak daerah di Indonesia yang telah mengembangkan wisata terpadu seperti Provinsi Banten dengan menawarkan cagar budaya, wisata air dan wisata taman batu di Kecamatan Sajira Kabupaten Lebak. Selain daerah Banten adapula wisata terpadu yang ditawarkan di daerah Lamongan yaitu wisata terpadu bahari dimana menawarkan jenis wisata air. Selain kedua daerah tersebut banyak daerah yang mengembangkan jenis wisata ini, salah satu yang sudah berjalan adalah Batam. Dari setiap daerah yang telah
22 6 mengembangkan jenis wisata ini yang terpenting adalah perlunya suatu studi pendahuluan agar dalam mengembangkan kawasan ini tidak sulit karena masalah yang timbul di kawasan ini adalah masalah pengelolaan (Wisata nusantara.com, 2009). 2.3 Potensi Wisata Langkah pokok dalam melakukan kajian potensi objek dan daya tarik wisata adalah lewat identifikasi dan tidak terlepas dari objek tersebut. Daya tarik memiliki sifat relatif dan tergantung dari orang yang melihat, dalam hal ini wisatawan. Dengan demikian, menarik tidaknya suatu objek berkaitan erat dengan latar belakang budaya wisatawan, dan ini perlu diperhatikan pada saat tahap identifikasi objek wisata (Raharjana, 2009). Menurut Raharjana (2009) ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan berkenaan dengan daya tarik dari suatu objek wisata. Aspek-aspek ini merupakan sisi objek yang dapat dikatakan menarik. Beberapa diantaranya adalah: (1) Keunikan Suatu objek wisata biasanya menjadi menarik antara lain karena keunikannya, kekhasannya, keanehannya. Artinya objek ini sulit didapatkan kesamaannya atau tidak ada dalam masyarakat-masyarakat yang lain. Aspek keunikan ini seringkali terkait dengan sejarah dari objek itu sendiri, baik itu sejarah dalam arti yang sebenarnya maupun sejarah dalam arti yang lebih mitologis. Oleh karena itu dalam mengidentifikasi objek-objek wisata aspek keunikan ini perlu diperhatikan, karena ini dapat menjadi daya tarik yang kuat bagi wisatawan. (2) Estetika Aspek lain yang perlu diperhatikan adalah aspek keindahan, dan ini merupakan unsur yang paling penting dari suatu objek wisata untuk dapat menarik wisatawan. Aspek keindahan ini sangat perlu diperhatikan dalam proses pengembangan suatu objek wisata. Suatu objek yang tidak unik dapat saja menarik banyak wisatawan karena keindahan yang dimilikinya. Bilamana
23 7 keindahan ini menjadi sangat menonjol, maka keindahan tersebut kemudian menyatu dengan keunikan, dan membuat objek tersebut semakin menarik. (3) Keagamaan Suatu objek wisata bisa saja tidak unik, tidak menarik, namun mempunyai nilai keagamaan yang tinggi. Artinya, objek tersebut dipercaya sebagai objek yang bersifat suci, wingit, atau mempunyai kekuatan supernatural tertentu, yang dapat mempengaruhi kehidupan manusia. Aspek keagamaan ini perlu diperhatikan ketika identifikasi dan promosi dilakukan, karena wisatawan tertentu seringkali tertarik oleh hal-hal semacam ini. (4) Ilmiah Suatu objek wisata juga dapat menarik banyak wisatawan karena nilai ilmiah atau nilai pengetahuan yang tinggi, yang dimilikinya, walaupun unsur unik, estetis, dan keagamaannya kurang. Namun demikian, nilai ilmiah yang tinggi dari objek wisata tersebut pada dasarnya juga merupakan bagian dari keunikannya. Aspek ilmiah ini juga perlu diperhatikan dalam proses identifikasi, pengembangan dan promosi objek wisata tersebut, karena ini merupakan salah satu potensi yang dapat dimanfaatkan untuk menarik lebih banyak wisatawan. Daya tarik sebuah objek wisata akan semakin kuat bilamana berbagai elemen penarik tersebut hadir bersama-sama. Jika tidak, maka dalam proses pengembangan dan promosi elemen-elemen yang masih kurang menonjol hendaknya diperkuat lagi agar objek tersebut mampu menarik wisatawan lebih banyak lagi. Selanjutnya dalam mengidentifikasi suatu objek perlu memperhatikan tiga hal, yakni: kriteria atau patokan yang digunakan dalam identifikasi, metode identifikasi, dan dokumentasi hasil identifikasi. Bagian pertama, kriteria identifikasi didasarkan kepada sifat objek yang diidentifikasi. Berdasarkan sifatnya, objek wisata terbagi menjadi dua : a. Objek material (benda) Sebagai contoh, objek budaya material adalah objek-objek yang mencakup hasil perilaku manusia, seperti rumah, barang kerajinan, ataupun objek alam yang direkayasa manusia.
24 8 b. Objek non material (aktivitas) Objek non material sifatnya lebih mengarah pada aktivitas manusia, baik itu aktivitas yang rutin, ataupun yang jarang dilakukan dan berlangsung karena ada sesuatu atau waktu-waktu yang khusus. Kedua, metode identifikasi objek wisata yang dilakukan seperti halnya ketika melakukan penelitian diantaranya pengamatan dan survai lapangan, pengamatan dengan partisipasi observasi, dan wawancara mendalam. 4.4 Perencanaan Lanskap dan Proses Perencanaan Lanskap Perencanaan adalah suatu proses sintesis yang kreatif tanpa akhir dan dapat ditambah, juga merupakan proses yang rasional dan evolusi yang teratur. Perencanaan merupakan urutan-urutan pekerjaan yang panjang dan terdiri dari bagian-bagian pekerjaan yang saling berhubungan dan berkaitan. Semua bagian tersebut tersusun sedemikian rupa sehingga apabila terjadi perubahan pada satu bagian, maka akan mempengaruhi bagian yang lain (Simonds, 1983). Perencanaan tapak (lanskap) adalah suatu kompromi antara penyesuaian tapak dan adaptasi program terhadap kondisi tapaknya. Kemudian dijelaskan dengan lebih rinci bahwa perencanaan lanskap merupakan suatu proses melengkapi, menempatkan dan menghubungkan program-program satu dengan lainnya, dengan kerusakan minimum, dilengkapi dengan imajinasi serta kepekaan terhadap implikasi-implikasi pada analisis tapak. Hubungan timbal balik antara program dan tapak akan menghasilkan rencana tata guna lahan. Rencana ini akan memperihatkan dimana program secara spesifik dapat ditampung dalam tapak dan bagaimana proyek tersebut dihubungkan dengan lingkungan di sekitarnya (Laurie, 1990). Perencanaan lanskap merupakan suatu penyesuaian antara lanskap dan program yang akan dikembangkan untuk menjaga ekosistem dan pemandangan lanskap sehingga tercapai penggunaan terbaik (Mars,1983). Perencanaan tapak adalah sebuah proses dimana analisa tapak dan persyaratan-persyaratan program untuk maksud kegunaan tapak dibahas secara bersama didalam proses sintesa yang kreatif. Elemen-elemen dan fasilitas-fasilitas ditempatkan pada tapak sesuai
25 9 dengan perhubungan fungsionalnya dan dalam suatu cara yang benar-benar tanggap terhadap karakteristik-karakteristik tapak dan wilayahnya (Laurie,1990). Nurisjah dan Pramukanto (1995) menyatakan bahwa pendekatan perencanaan harus efektif untuk menyediakan segala bentuk pelayanan dan ruang bagi manusia dan penggunanya. Pada awal proses perencanaan dimulai dengan memperhatikan, menafsirkan, dan menjawab kepentingan dan kebutuhan manusia dan mengakomodasi berbagai kepentingan ke produk (lahan) yang direncanakan seperti antara lain untuk mengkreasikan dan merencanakan secara fisik berbagai bentuk pelayanan, fasilitas, dan berbagai bentuk pelayanan sumber daya yang tersedia lainnya serta nilai-nilai budaya manusia. Menurut Nurisjah dan Pramukanto (1995), pada awalnya, proses perencanaan dimulai dengan memperhatikan, menafsirkan dan menjawab kepentingan dan kebutuhan manusia, dan mengakomodasikan berbagai kepentingan ini ke produk (lahan) yang direncanakan, seperti untuk mengkreasikan dan merencanakan secara fisik berbagai bentuk pelayanan, fasilitas, dan berbagai bentuk pemanfaatan sumber daya tersedia lainnya serta nilai-nilai budaya manusia. Pada tahapan perencanaan selalu terdapat kemungkinan adanya perubahan yang diakibatkan oleh penyesuaian kepentingan dan beberapa hal yang tidak dapat dihindari. Sejauh tetap menunjang tujuan yang direncanakan pada awal, perubahan-perubahan ini masih dapat ditoleransi atau diakomodasikan. Adapun tahapan dalam proses perencanan lanskap menurut Nurisjah dan Pramukanto (1995) : 1. Persiapan Tahap ini merupakan tahap awal sebelum memasuki tahapan proses perencanaan. Produk utama dari tahapan ini adalah suatu usulan kegiatan kerja, yang memuat : a. Jadwal kerja kegiatan perencanaan b. Rencana biaya pelaksanaan kegiatan perencanaan c. Produk perencanaan yang akan dihasilkan
26 10 2. Pengumpulan Data dan Informasi Pada tahap ini dikumpulkan semua data dan informasi pembentuk tapak serta data dan informasi lain yang diduga akan mempengaruhi tapak dan perencanaan yang akan mempengaruhi tapak dan perencanaan yang akan dibuat pada tapak. Seluruh data yang dikumpulkan, dalam bentuk data primer maupun data sekunder, dapat berasal atau diukur secara fisik dari tapak sendiri atau dapat berasal dari luar tapak. Semua data yang terkumpul dapat disajikan dalam berbagai bentuk (gambar, peta, tulisan dan lainnya) sejauh memberikan informasi terpakai mengenai kondisi tapak. Data yang dikumpulkan dapat dibagi lima kelompok: a. Data fisik b. Data biota dan habitat c. Data sosial d. Data finansial e. Data mengenai berbagai peraturan dan undang-undang 3. Analisis Berdasarkan data dan informasi yang dikumpulkan dilakukan analisis terhadap berbagai aspek dan faktor yang berperan terhadap keindahan dan kelestarian rencana pada tapak/lahan tersebut sehingga dapat diketahui masalah, hambatan, potensi serta berbagai tingkat kerawanan dan kerapuhan dari lahan atau lanskap tersebut. Secara kualitatif deskriptif, data dikelompokkan menjadi kelompok yang menyajikan: a. Potensi tapak b. Kendala tapak c. Amenities tapak d. Danger signal tapak Secara kuantitatif, dihitung daya dukung dari sumberdaya yang akan dikembangkan untuk tujuan dan fungsi yang diinginkan. Suatu tapak atau lanskap sebaiknya dikembangkan sampai batas daya dukungnya terutama untuk menjaga kelestarian dan keindahan alamnya. Hasil dari analisis ini yaitu disajikannya berbagai kemungkinan atau alternatif pengembangan
27 11 tapak/lanskap, baik yang bersifat total maupun hanya merupakan bagian dari tapak direncanakan. 4. Sintesis Pada tahap ini, hasil yang diperoleh dari tahap analisis yang dikristalisasi dan dikembangkan sebagai input untuk mendapatkan rencana lanskap yang sesuai dengan tujuan dan program yang diinginkan. Hasil dari tahap sintesis adalah alternatif-alternatif rencana penggunaan lahan dengan berbagai kekuatan dan kelemahannya. 5. Perencanaan Lanskap Dari hasil sintesis ditentukan alternatif terpilih. Alternatif ini dapat berupa satu alternatif, modifikasi atau kombinasi dari beberapa alternatif pra perencanaan. Alternatif terpilih ini dinyatakan sebagai rencana lanskap (landscape plan), yang dapat disajikan dalam bentuk rencana lanskap total atau rencana tapak. Bentuk hasil akhir dari kegiatan perencanaan lanskap ini bukanlah suatu pendugaan atau pra konsep yang masih mentah, tetapi konsep yang dihasilkan merupakan suatu kumpulan kebijakan atau kriteria yang dapat mewakili nilai, aspirasi dan keinginan dari masyarakat yang menggunakan lanskap tersebut. 2.5 Perencanaan Lanskap Wisata Menurut Gunn (1994), perencanaan kawasan wisata merupakan proses pengintegrasian komponen-komponen kawasan yang meliputi daya tarik, pelayanan, informasi, transportasi dan promosi. Pada proses ini, ditujukan untuk memberikan kepuasan bagi para pengunjung, meningkatkan aspek ekonomi, melindungi sumberdaya alam dan integrasi aspek sosial ekonomi dari komuniti dan kawasan. Hal ini dapat dicapai dengan perencanaan yang baik dan terintegrasi pada semua aspek pengembangan wisata. Lebih lanjut dikatakan Gunn (1994) bahwa berdasarkan skala perencanaan kawasan wisata terbagi atas tiga yaitu skala tapak, skala tujuan dan skala regional. Pertama adalah skala tapak, yang telah banyak dilakukan pada tapak dengan luasan tertentu seperti pada resort, marina, hotel, taman dan tapak wisata lainnya.
28 12 Skala kedua adalah tujuan, dimana atraksi-atraksi wisata dikaitkan dengan keberadaan masyarakat sekitar, pemerintah daerah, dan sektor swasta juga dilibatkan. Skala yang ketiga adalah wilayah, dimana pengembangan lebih terarah pada kebijakan tata guna lahan yang terkait dengan jaringan transportasi, sumberdaya yang harus dilindungi dan dikembangkan sebagai daerah yang sangat potensial. Gunn (1994) juga mengungkapkan pengembangan daerah tujuan wisata harus memperhatikan semua sumberdaya alam dan budaya, serta lingkungan agar tidak terjadi degradasi. Pengembangan kawasan wisata harus selalu melindungi sumberdaya yang ada karena penting sekali bagi keberhasilan wisata, selain hal tersebut juga harus menonjolkan kualitas asli atau lokal dari suatu tempat. Perencanaan kawasan yang baik harus dapat melindungi badan air dan menjaga air tanah, mengkonservasi hutan, dan sumberdaya mineral, menghindari erosi, menjaga kestabilan iklim, menyediakan tempat yang cukup untuk aktifitas rekreasi dan suaka margasatwa, serta dapat melindungi tapak yang memiliki keindahan dan ekologis (Simond, 1983). 2.6 Karst Karst adalah jenis batuan gamping yang telah mengalami proses pelarutan dengan batuan asam karbonat dan asam lainnya sebagai hasil dari proses pembusukan sisa-sisa tumbuhan di atasnya. Pembentukan Fisiografis secara umum berupa bukit-bukit dengan besar dan ketinggian yang beragam. Ciri khas bentang alam ini selain pembukitan, adanya dekokan/cekungan dengan berbagai ukuran. Pengasatan permukaan yang terganggu, serta gua dan sistem pengasatan bawah tanah. Perlindungan kawasan karst dan gua-gua di bawahnya dalam UU No. 24 th 1992 bahwa yang termasuk kawasan lindung diantaranya kawasan resapan air dan kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan (pasal 7) yang merupakan kawasan yang memberikan perlindungan kawasan dibawahnya (pasal 3) (Rahmadi, 2007). Menurut Purnomo (2005), Topografi karst adalah bentukan rupa bumi yang unik dengan kenampakan atau fenomena khas akibat proses pelarutan dan pengendapan kembali CaCO 3 diatas dan dibawah permukaan bumi. Selain itu,
29 13 bentang alam seperti karst juga dapat terjadi dari proses pelapukan, hasil kerja hidrolik misalnya pengikisan, pergerakan tektonik, pencairan es dan evakuasi dari batuan beku (lava). Karena proses utama pembentukanya bukan pelarutan, maka bentang alam demikian disebut pseudokarst. Sementara itu karst yang terbentuk oleh pelarutan disebut truekarst. Lebih Lanjut dikatakan Purnomo (2005), salah satu potensi yang ada di daerah karst adalah air bawah tanah yang tersimpan dalam bentukan morfologi karst, dimana batuan karbonat bertindak sebagai akuifer dengan jumlah penyimpanan air tanah yang melebihi akifer jenis lain. Air tanah merupakan salah satu unsur sumber daya alam ( Natural Resources ) yang sangat penting keberadaanya untuk kehidupan makhluk hidup (manusia, hewan dan tumbuhtumbuhan) karena menunjang berbagai aktivitas kehidupan. Maka dari itu pengoptimalan pemanfaatan dan perlindungan karst dengan pembagian daerah karst perlu diperhatikan untuk menunjang kelestarian daerah karst.
30 III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kawasan Gunung Kapur Cibadak Ciampea Bogor, Propinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian terlihat pada Gambar 2. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai September Jawa Barat Kecamatan Ciampea dan sekitarnya Kabupaten Bogor U Tanpa skala Gambar 2. Peta lokasi penelitian. 3.2 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam kegiatan studi ini adalah peta rupa bumi tahun 2008 skala 1:25000, peta tanah semi detail daerah Parung-Depok-Bogor-Ciawi tahun 1979 skala 1:50000, peta geologi tahun 1998 skala 1:100000, sedangkan alat yang digunakan adalah GPS Garmin untuk mengambil titik koordinat, kamera digital, serta kuisioner untuk mengambil data responden. Untuk pengolahan datanya menggunakan perangkat komputer grafis dan alat gambar. 3.3 Batasan Penelitian Studi perencanaan ini dilakukan sampai dengan tahapan perencanaan yang meliputi tata ruang dan tata letak elemen dan fasilitas yang menunjang kegiatan wisata tanpa merusak kondisi alami tapak.
31 Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap yang meliputi : inventarisasi data, analisis, dan sintesis untuk memformulasikan hasil analisis, selanjutnya dibuat suatu perencanaan. Tahapan tersebut ditunjukan dalam Gambar 3. Gambar 3. Proses perencanaan menurut Gold (1980) 1. Inventarisasi Inventarisasi merupakan tahap pengambilan data biofisik, data sosial-ekonomibudaya serta sumberdaya wisata. Data-data yang akan dicari ditabulasikan dalam Tabel 1. Inventarisasi data dilakukan dengan cara : a. Observasi lapang. Hal ini dilakukan untuk mengetahui langsung kondisi tapak, yaitu kondisi biofisik lanskap, karakter lanskap dan lingkungan sekitarnya, dan aktivitas pengguna lanskap. b. Wawancara dan kuisioner untuk memperoleh data dan informasi dari pihak-pihak yang bersangkutan. Wawancara dilakukan kepada masyarakat sekitar, pengelola, tokoh masyarakat mengenai kondisi lanskap, sejarah kawasan, persepsi masyarakat, pengelolaan, pengembangan dan kebijakan dan pihak-pihak yang bersangkutan sedangkan kuisioner diberikan pada pengunjung untuk mengetahui persepsi dan preferensi terhadap perencanaan GKC sebagai kawasan wisata terpadu.
32 16 c. Studi Pustaka melalui kepustakaan/dokumen, untuk mendapatkan data dan informasi sekunder sebagai penunjang yang tidak didapatkan dari observasi lapang. Tabel 1. Jenis, Bentuk dan Sumber Data No Jenis Data Bentuk Data Sumber Data 1. Topografi Kemiringan Lahan Spasial Bakosurtanal Iklim Curah hujan Suhu udara rata-rata Kelembaban relatif udara Kecepatan angin Arah angin Geologi Bahan Induk Batuan Tanah Kepekaan tanah Hidrologi Pola sirkulasi air Kualitas air Debit air Vegetasi dan Satwa Jenis Vegetasi Jenis Satwa Sensuous Quality Sound Kenyamanan Visual 2. Kondisi Masyarakat Sosial-budaya masyarakat Sosial-ekonomi masyarakat 4 Sumber daya Wisata Atraksi/obyek wisata Aksesibilitas Informasi dan Promosi potensi tapak Kuantitatif Kuantitatif Kuantitatif Kuantitatif Kuantitatif Deskriptif Spasial Deskriptif Deskriptif dan spasial Deskriptif Deskriptif Deskriptif Deskriptif Deskriptif Deskriptif Deskriptif Deskriptif Deskriptif Deskriptif Deskriptif Deskriptif BMG BMG BMG BMG BMG Puslitbangtanak Studi Pustaka Puslitbangtanak Studi Pustaka Survey lapang Survey lapang Survey lapang Survey lapang Studi Pustaka Survey lapang Survey lapang Survey lapang Survey lapang Wawancara Survey lapang Wawancara 3. Kebijakan pengelolaan /aspek legal Tata ruang Deskriptif Instansi terkait Studi pustaka Wawancara Observasi lapang Keterangan: BMG : Badan Meteorologi dan Geofisika Bakosurtanal : Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional Puslitbangtanak : Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat
33 17 2. Analisis Analisis dilakukan terhadap data yang sudah didapatkan. Aspek yang dianalisis adalah faktor alam, budaya, dan sumberdaya wisata. Faktor alam meliputi: 1. Hidrologi, dikategorikan berdasarkan bentuk badan air. Pada tapak hanya terdapat sungai dan mata air. Dilihat dari keunikan dan kelangkaan maka mata air mendapat skor lebih tinggi. 2. Flora dan fauna, dikategorikan berdasarkan keunikan, dimana vegetasi dan satwa dibagi menjadi vegetasi dan satwa endemik dan non endemik. Skor untuk endemik lebih tinggi dikarenakan satwa endemik tidak ditemukan di kawasan sekitar Gunung Kapur. 3. Kepekaan tanah, dikategorikan berdasarkan kepekaan terhadap erosi. Analisis kepekaan tanah didapatkan dari overlay peta kemiringan dan jenis tanah. Selain faktor alam, faktor budaya yang dianalisis yaitu: 1. Tapak arkeologi dan peninggalan sejarah, dikategorikan berdasarkan titik lokasi dan kepekaan, dimana tapak kecil mendapatkan skor lebih tinggi dibandingkan dengan tapak sedang. Hal ini dikarenakan tapak kecil lebih peka terhadap kerusakan. 2. Sejarah, sosial, dan budaya, dikategorikan berdasarkan keunikan. Dimana tapak yang memiliki budaya lebih unik akan mendapatkan skor lebih tinggi. 3. Potensi sosial ekonomi, dikategorikan berdasarkan pada kegiatan ekonomi dengan alam. Skor tinggi diberikan kepada kegiatan ekonomi yang dekat dengan memanfaatkan alam secara langsung Analisis sumberdaya wisata dilakukan dengan melihat potensi sumberdaya yang dapat dikembangkan sebagai atraksi. Dalam menganalisis sumberdaya wisata, atraksi atau objek wisata dinilai berdasarkan peluang kegiatan wisata yang dapat dilakukan pada objek wisata. Skor tertinggi adalah 2 yang akan diberikan pada faktor yang memiliki keunikan, kelangkaan, kepekaan serta kedekatan dengan alam yang tinggi. Nilai 1 diberikan pada faktor yang sebaliknya.
34 18 Selanjutnya mengingat masing-masing faktor memiliki dampak dan tingkat kepentingan yang berbeda dan akan berubah berdasarkan waktu maka diberi faktor pembobot. Jumlah faktor pembobot pada masing-masing sumberdaya akan memiliki total 50 untuk sumberdaya alam, 30 untuk sumberdaya budaya, dan 20 untuk sumberdaya wisata. Hal ini dengan asumsi bahwa faktor sumberdaya alam pada perencanaan Gunung Kapur akan lebih tinggi dampaknya (Adaptasi Gunn, 1994) (Tabel 2). Tabel 2. Asumsi Spasial untuk Penilaian Kualitas Sumberdaya GKC Faktor Kategori Bentuk Skor Asumsi Pembobot Alam Hidrologi Sungai 1 16,7 Mata Air 2 Flora & Fauna, vegetasi Spesies non endemik 1 16,7 Spesies endemik 2 Kepekaan Tanah Tidak Peka 1 16,7 Peka 2 Sangat Peka 3 Budaya Tapak Arkeologi dan Tapak Sedang 1 10 Peninggalan Sejarah Potensi Sumberdaya Wisata Tapak Kecil 2 Sejarah Sosial Budaya Unik 2 10 Sedang 1 Potensi Sosial Ekonomi Industri Rakyat 1 10 Pertanian dan 2 perkebunan Alam dan Budaya Banyak Kegiatan 2 20 <2 kegiatan 1 Sumber: Gunn, 1994 dan Roslita, 2001 (dimodifikasi) Penilaian skoring mengacu pada Gunn (1994) dan Roslita (2001), dimana kriteria terbagi menjadi (A= Tinggi 4), (B=Cukup Tinggi 3), (C= agak buruk 2), (D= Buruk 1). Untuk memudahkan maka dikonversi sesuai dengan bentuk yang telah dibuat sehingga dapat dilihat secara kualitatif sehingga digunakan angka 1 dan 2, 1 mewakili B, dan 2 mewakili A. Selain itu daya dukung kawasan juga dihitung untuk mengetahui kemampuan kawasan agar dalam pengembangan kawasan wisata tidak merusak kelestarian kawasan tersebut.
35 19 Pendugaan nilai daya dukung wisata berdasarkan pada standar rata-rata individu dalam m 2 /orang (Boulon dalam WTO dan UNEP, 1992 dalam Siti Nurisjah et. al., 2003): DD = A S T = DD x K K = N R DD A S T K N R : Daya Dukung tapak : Area yang digunakan sebagai wisata : Standar rata-rata individu : Total hari kunjungan yang diperkenankan : Koefisien rotasi : Jam kunjungan per hari yang diijinkan : Rata-rata waktu kunjungan 3. Sintesis Hasil dari tahap sintesis akan disajikan berupa pembagian dan rencana pengembangan ruang untuk mendapatkan perencanaan lanskap Kawasan GKC dalam bentuk block plan yang akan tercipta zona wisata dan zona non wisata. 4. Perencanaan Dari hasil tahap sintesis dibuat suatu konsep pengembangan dari konsep dasar yang terbaik untuk dikembangkan lebih lanjut sebagai produk perencanaan sehingga menghasilkan Landscape Plan.
36 IV KONDISI UMUM TAPAK 4.1 Letak, Luas, dan Batas Tapak Secara geografis kawasan Gunung Kapur Cibadak Ciampea terletak pada BT BT dan LS LS. Secara administratif terletak di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. GKC ini memiliki luas ±470 ha, dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Utara : Desa Ciaruteun Hilir dan Desa Ciampea Sebelah Selatan : Jalur jalan Darmaga-Ciampea-Jasinga, Desa Leuwiliang Kolot dan Bojong Rangkas Sebelah Timur : Jalur jalan Bantar kambing-ciampea-jasinga, Desa Ciampea Sebelah Barat : Sungai Ciaruteun Menurut pembagian administrasi pengelolaan hutan, Kawasan GKC berada dalam wilayah RPH Gobang, BKPH Leuwiliang, KPH Bogor, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Letak, luas, dan batas tapak ditunjukkan pada Gambar Iklim Data iklim Ciampea diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Balai Besar Wilayah II stasiun klimatologi klas I Darmaga. Data iklim lokasi studi berada pada elevasi m dpl, dengan letak astronomis antara 6 33' LS dan 106 BT. Data diambil pada kisaran waktu Suhu berada pada kisaran 24 C-32 C dengan suhu rata-rata 26 C dan hampir merata sepanjang tahun (Gambar 5). Dari Gambar 6 terlihat bahwa kisaran curah hujan tahunan dalam tapak adalah mm, dengan rata-rata 129,5 mm. Curah hujan tertinggi pada Januari dan curah hujan terendah pada bulan Agustus. Hari hujan terbanyak terdapat pada bulan Januari sebesar 28 hari dan terendah pada bulan Agustus dan September, dengan hari hujan rata-rata 14 hari (Gambar 7).
37 GAMBAR.4 LUAS BA
38 suhu rata rata Suhu minimum ratarata Suhu rata rata Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Suhu maksimum ratarata Gambar 5. Grafik Rata-Rata Suhu Tahun (Sumber BMG Bogor, 2009) Curah hujan(mm) Gambar 6. Grafik Rata-Rata Curah Hujan Tahun (Sumber BMG Bogor, 2009) Hari hujan (Hari) Gambar 7. Grafik Rata-Rata Hari Hujan Tahun (Sumber BMG Bogor, 2009)
39 21 Kelembaban udara Kawasan GKC sekitar 66%-83% dengan rata-rata kelembaban tahunan 74,75%, kelembaban tertinggi bulan Januari dan kelembaban terendah pada bulan September (Gambar 8). Kelembaban udara (%) Gambar 8. Grafik Rata-Rata Kelembaban Udara Tahun (Sumber BMG Bogor, 2009) Intensitas penyinaran adalah lamanya matahari bersinar dalam satu hari yang turut mempengaruhi terciptanya kelembaban udara dan suhu. penyinaran bulanan Kawasan GKC 18%-93% dengan rata-rata 65%. Intensitas radiasi terbanyak pada bulan Juli dan intensitas terendah pada bulan Februari (Gambar 9). Lama penyinaran (%) ,75 Gambar 9. Grafik Rata-Rata Lama Penyinaran Tahun 2008 (Sumber BMG Bogor, 2009) Kecepatan angin rata-rata 2,5 km/jam, dimana kecepatan angin terbesar 3,2 km/jam pada bulan Februari dan kecepatan angin terendah 2 km/jam terjadi pada bulan Juni. Angin bergerak dari arah Timur Laut (Gambar 10).
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap 2.2 Wisata Terpadu
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Menurut Simond (1983) lanskap merupakan suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia, dengan karakter lanskap tersebut.
Lebih terperinciIII METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian.
III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kawasan Gunung Kapur Cibadak Ciampea Bogor, Propinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian terlihat pada Gambar 2. Penelitian dilaksanakan
Lebih terperinciIV KONDISI UMUM TAPAK
IV KONDISI UMUM TAPAK 4.1 Letak, Luas, dan Batas Tapak Secara geografis kawasan Gunung Kapur Cibadak Ciampea terletak pada 16 32 BT 16 35 46 BT dan 6 36 LS 6 55 46 LS. Secara administratif terletak di
Lebih terperinciData Iklim Rata-Rata Bulanan di Wilayah Penelitian Bulan Curah Hujan (mm)*) Suhu ( C)*)
LAMPIRAN 9 Lampiran 1. Tabel Iklim Kawasan GKC Data Iklim RataRata Bulanan di Wilayah Penelitian Bulan Curah Hujan (mm)*) Hari Hujan (Hari)*) Suhu ( C)*) Kelembaban relatif udara (%)*) Lama Penyinaran
Lebih terperinciGambar 2. Peta Lokasi Penelitian Desa Mulo, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta (Sumber: Triple A: Special Province of Yogyakarta)
BAB III METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai lanskap kawasan ekowisata karst ini dilakukan di Lembah Mulo, Desa Mulo, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
14 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODOLOGI Kegiatan penelitian ini dilakukan di Pusat Kota Banda Aceh yang berada di Kecamatan Baiturrahman, tepatnya mencakup tiga kampung, yaitu Kampung Baru,
Lebih terperinciPERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN
PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN Oleh : Mutiara Ayuputri A34201043 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN
Lebih terperinci3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi
3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware
Lebih terperinciGambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi
BAB III METODOLOGI. Lokasi dan Waktu Kegiatan studi dilakukan di Dukuh Karangkulon yang terletak di Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan luas
Lebih terperinciPERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK. Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A
PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A34201023 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN YULIANANTO
Lebih terperinciBAB III BAHAN DAN METODE
33 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Studi ini dilakukan di Kota Padang Panjang, Sumatera Barat. Secara administrasi pemerintahan Kota Padang Panjang terletak di Provinsi Sumatera
Lebih terperinciGambar 2 Peta lokasi studi
15 III. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Studi Studi dilakukan di Kebun Anggrek yang terletak dalam areal Taman Kyai Langgeng (TKL) di Jalan Cempaka No 6, Kelurahan Kemirirejo, Kecamatan Magelang Tengah,
Lebih terperinciPENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG
PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG DIAR ERSTANTYO DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN
Lebih terperinciPERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK
PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK Oleh : Dina Dwi Wahyuni A 34201030 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN
Lebih terperinciPERENCANAAN LANSKAP BUMI PERKEMAHAN RANCA UPAS BERDASARKAN PENDEKATAN DAYA DUKUNG EKOLOGI MUHAMMAD ICHWAN A
PERENCANAAN LANSKAP BUMI PERKEMAHAN RANCA UPAS BERDASARKAN PENDEKATAN DAYA DUKUNG EKOLOGI MUHAMMAD ICHWAN A34204040 DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Marzoeki Mahdi, Bogor, Jawa Barat. Penelitian dilakukan pada Agustus Oktober 2010, mencakup pelaksanaan penelitian
Lebih terperinciGambar 1 Lokasi penelitian.
7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Perencanaan tapak ini dilaksanakan di KHDTK Cikampek, Kabupaten Karawang, Jawa Barat (Gambar 1). Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juli 2012. Gambar
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu
METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di kawasan Kampung Setu Babakan-Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa-Kotamadya Jakarta Selatan (Gambar 6), dengan luas kawasan ± 165 ha, meliputi
Lebih terperinciPERENCANAAN LANSKAP WISATA SEJARAH DAN BUDAYA KOMPLEKS CANDI GEDONG SONGO, KABUPATEN SEMARANG MUTIARA SANI A
PERENCANAAN LANSKAP WISATA SEJARAH DAN BUDAYA KOMPLEKS CANDI GEDONG SONGO, KABUPATEN SEMARANG MUTIARA SANI A34203015 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PERENCANAAN
Lebih terperinciMETODOLOGI. Gambar 2. Peta orientasi lokasi penelitian (Sumber: diolah dari google)
METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai perencanaan lanskap agrowisata berkelanjutan ini dilakukan di Desa Sukaharja dan Desa Tajurhalang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, Propinsi
Lebih terperinciBAB III BAHAN DAN METODE
BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan selama 5 bulan, dimulai bulan Februari 2011 hingga bulan Juni 2011 di Sentra Produksi Rambutan Gedongjetis, Tulung, Klaten (Gambar
Lebih terperinciPERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN GERABAH DI DESA BANYUMULEK, KECAMATAN KEDIRI, LOMBOK BARAT
PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN GERABAH DI DESA BANYUMULEK, KECAMATAN KEDIRI, LOMBOK BARAT Oleh : RINRIN KODARIYAH A 34201017 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan sumberdaya alam baik hayati maupun non hayati. Negara ini dikenal sebagai negara megabiodiversitas
Lebih terperinciPERENCANAAN LANSKAP RIPARIAN SUNGAI MARTAPURA UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS LINGKUNGAN ALAMI KOTA BANJARMASIN LISA ANISA A
PERENCANAAN LANSKAP RIPARIAN SUNGAI MARTAPURA UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS LINGKUNGAN ALAMI KOTA BANJARMASIN LISA ANISA A44050670 DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Lokasi yang dijadikan fokus penelitian berlokasi di TWA Cimanggu Sesuai administrasi pemangkuan kawasan konservasi, TWA Cimanggu termasuk wilayah kerja Seksi Konservasi
Lebih terperinciPERENCANAAN LANSKAP KAWASAN PASAR TERAPUNG SUNGAI BARITO KOTA BANJARMASIN KALIMANTAN SELATAN SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA
PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN PASAR TERAPUNG SUNGAI BARITO KOTA BANJARMASIN KALIMANTAN SELATAN SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA OLEH: MOCH SAEPULLOH A44052066 DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN
Lebih terperinciPERANCANGAN ULANG JALUR HIJAU JALAN BARAT-TIMUR KOTA BARU BANDAR KEMAYORAN. Oleh: Syahroji A
PERANCANGAN ULANG JALUR HIJAU JALAN BARAT-TIMUR KOTA BARU BANDAR KEMAYORAN Oleh: Syahroji A34204015 DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN SYAHROJI. Perancangan
Lebih terperinciPERENCANAAN LANSKAP JALUR PENCAPAIAN KAWASAN AGROWISATA PADA AGROPOLITAN CIPANAS, CIANJUR. Oleh : Annisa Budi Erawati A
PERENCANAAN LANSKAP JALUR PENCAPAIAN KAWASAN AGROWISATA PADA AGROPOLITAN CIPANAS, CIANJUR Oleh : Annisa Budi Erawati A34201035 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rekreasi dan Wisata 2.2 Perencanaan Kawasan Wisata
5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rekreasi dan Wisata Secara etimologi kata rekreasi berasal dari bahasa Inggris yaitu recreation yang merupakan gabungan dari kata re yang berarti kembali dan creation yang berarti
Lebih terperinciPERENCANAAN KAMPUNG BERBASIS LINGKUNGAN (ECOVILLAGE) DI KAWASAN PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON BANTEN
PERENCANAAN KAMPUNG BERBASIS LINGKUNGAN (ECOVILLAGE) DI KAWASAN PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON BANTEN (Kasus Kampung Cimenteng, Desa Taman Jaya, Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, Propinsi Banten)
Lebih terperinciGambar 2. Lokasi Studi
17 III. METODOLOGI 3.1. Lokasi Studi Studi ini berlokasi di Kawasan Sungai Kelayan di Kota Banjarmasin, Provinsi Kalimantan Selatan. Sungai Kelayan terletak di Kecamatan Banjarmasin Selatan (Gambar 2).
Lebih terperinciV. KONSEP Konsep Dasar Perencanaan Tapak
V. KONSEP 5.1. Konsep Dasar Perencanaan Tapak Konsep perencanaan pada tapak merupakan Konsep Wisata Sejarah Perkampungan Portugis di Kampung Tugu. Konsep ini dimaksudkan untuk membantu aktivitas interpretasi
Lebih terperinciKAJIAN LANSKAP PERTIGAAN JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR INDAH CAHYA IRIANTI
KAJIAN LANSKAP PERTIGAAN JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR INDAH CAHYA IRIANTI DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 RINGKASAN INDAH CAHYA IRIANTI. A44050251.
Lebih terperinciMETODOLOGI. Tabel 1. Jenis, Sumber, dan Kegunaan data No Jenis Data Sumber Data Kegunaan
METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Pantai Kelapa Rapat (Klara) Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung, dengan luas area ± 5.6 Ha (Gambar 2). Penelitian ini dilaksanakan selama 4
Lebih terperinciPENGARUH REKLAME TERHADAP KUALITAS ESTETIK LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR RAKHMAT AFANDI
PENGARUH REKLAME TERHADAP KUALITAS ESTETIK LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR RAKHMAT AFANDI DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 Judul Nama NRP : Pengaruh
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Studi
10 BAB III METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Studi Penelitian mengenai perencanaan lanskap ini dilakukan di kawasan bersejarah Komplek Candi Gedong Songo,, Kecamatan Ambarawa, Semarang, Jawa Tengah. Peta,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perencanaan Lanskap Menurut Marsh (2005) perencanaan lanskap perkotaan merupakan cakupan besar yang fokus terhadap seluruh area metropolitan. Kebanyakan aktivitas dalam merencana
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI 3. 1 Tempat dan Waktu 3. 2 Alat dan Bahan 3. 3 Metode dan Pendekatan Perancangan 3. 4 Proses Perancangan
BAB III METODOLOGI 3. 1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di areal kompleks perguruan tinggi ISI Yogyakarta, Panggungharjo, Sewon, Bantul. Pelaksanaan penelitian dimulai bulan Januari 2008.
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Taman Wisata Alam Rimbo Panti Kabupaten Pasaman Provinsi Sumatera Barat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli - Agustus
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. A. Pengembangan Potensi Kawasan Pariwisata. berkesinambungan untuk melakukan matching dan adjustment yang terus menerus
5 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengembangan Potensi Kawasan Pariwisata Pada dasarnya pengembangan pariwisata adalah suatu proses yang berkesinambungan untuk melakukan matching dan adjustment yang terus menerus
Lebih terperinciKONDISI UMUM Batas Geografis dan Administratif Situs Candi Muara Takus
30 KONDISI UMUM Batas Geografis dan Administratif Wilayah perencanaan situs Candi Muara Takus terletak di Desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Jarak kompleks candi
Lebih terperinciSALINAN. Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN KAWASAN KARS DI JAWA BARAT GUBERNUR JAWA BARAT
SALINAN Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN KAWASAN KARS DI JAWA BARAT GUBERNUR JAWA BARAT Menimbang : Mengingat : a. bahwa kawasan kars yang merupakan sumberdaya
Lebih terperinciTabel 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian
Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian Perkampungan Portugis Kampung Tugu Jakarta Utara Lanskap Sejarah Aspek Wisata Kondisi Lanskap: - Kondisi fisik alami - Pola Pemukiman - Elemen bersejarah - Pola RTH
Lebih terperinciMETODOLOGI. Gambar 6 Peta lokasi penelitian. Sumber: www. wikimapia.com 2010 dan BB Litbang Sumber Daya Lahan, 2008.
METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian berlokasi di Yayasan Pengembangan Insan Pertanian Indonesia (YAPIPI) yang secara administratif berlokasi di Kp. Bojongsari RT 03 RW 05 Kecamatan
Lebih terperinciSTUDI DAYA DUKUNG BIOFISIK KAWASAN REKREASI KEBUN RAYA BOGOR
STUDI DAYA DUKUNG BIOFISIK KAWASAN REKREASI KEBUN RAYA BOGOR Oleh : YAYAT RUHIYAT A34201018 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN YAYAT RUHIYAT. Studi
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni - Agustus 2007, bertempat di kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu (TNGMB). Taman Nasional Gunung Merbabu
Lebih terperinciPENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN RUANG TERHADAP KENYAMANAN LANSKAP WILAYAH PENGEMBANGAN BOJONAGARA, KOTA BANDUNG YOSEP PERMATA
PENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN RUANG TERHADAP KENYAMANAN LANSKAP WILAYAH PENGEMBANGAN BOJONAGARA, KOTA BANDUNG YOSEP PERMATA DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Lebih terperinciPERSEPSI KUALITAS ESTETIKA DAN EKOLOGI PADA JALUR WISATA ALAM TAMAN NASIONAL GEDE PANGRANGO. Oleh DIDIK YULIANTO A
PERSEPSI KUALITAS ESTETIKA DAN EKOLOGI PADA JALUR WISATA ALAM TAMAN NASIONAL GEDE PANGRANGO Oleh DIDIK YULIANTO A34202008 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTIT UT PERTANIAN BOGOR 2006
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Sejarah dan Budaya Lanskap merupakan suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indra manusia. Semakin jelas harmonisasi dan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan
118 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Objek wisata Curug Orok yang terletak di Desa Cikandang Kecamatan
Lebih terperinciPERENCANAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL SEGENTER, PULAU LOMBOK, SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA. Oleh MUHAMMAD IMAM SULISTIANTO A
PERENCANAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL SEGENTER, PULAU LOMBOK, SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA Oleh MUHAMMAD IMAM SULISTIANTO A34201037 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi
Lebih terperinciIII METODOLOGI. Desa Ketep. Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian. Tanpa Skala
14 III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi penelitian berada di Desa Ketep, Kecamatan Sawangan yang merupakan bagian dari Kawasan Agropolitan Merapi Merbabu, Kabupaten Magelang, Provinsi
Lebih terperinciPERANCANGAN LANSKAP SEKOLAH ISLAM TERPADU UMMUL QURO BERDASARKAN KONSEP TAMAN ISLAMI FISQA TASYARA A
PERANCANGAN LANSKAP SEKOLAH ISLAM TERPADU UMMUL QURO BERDASARKAN KONSEP TAMAN ISLAMI FISQA TASYARA A34203058 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 Dengan ini
Lebih terperinciIV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas
42 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas Secara geografis, perumahan Bukit Cimanggu City (BCC) terletak pada 06.53 LS-06.56 LS dan 106.78 BT sedangkan perumahan Taman Yasmin terletak pada
Lebih terperinciPERANCANGAN LANSKAP AGROWISATA IKAN HIAS AIR TAWAR DI BALAI PENGEMBANGAN BENIH IKAN CIHERANG KABUPATEN CIANJUR JAWA BARAT
PERANCANGAN LANSKAP AGROWISATA IKAN HIAS AIR TAWAR DI BALAI PENGEMBANGAN BENIH IKAN CIHERANG KABUPATEN CIANJUR JAWA BARAT Oleh: GIN GIN GINANJAR A34201029 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN
Lebih terperinciKEADAAN UMUM KABUPATEN SINTANG
KEADAAN UMUM KABUPATEN SINTANG Geografis dan Administrasi Kabupaten Sintang mempunyai luas 21.635 Km 2 dan di bagi menjadi 14 kecamatan, cakupan wilayah administrasi Kabupaten Sintang disajikan pada Tabel
Lebih terperinciOleh : ERINA WULANSARI [ ]
MATA KULIAH TUGAS AKHIR [PW 09-1333] PENELITIAN TUGAS AKHIR Oleh : ERINA WULANSARI [3607100008] PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rusa timor (Rusa timorensis Blainville 1822) merupakan salah satu jenis satwa liar yang hidup tersebar pada beberapa wilayah di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa sampai
Lebih terperinciII TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata
6 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata Pariwisata merupakan perjalanan dari satu tempat ke tempat lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan maupun kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak potensi wisata yang unik, beragam dan tersebar di berbagai daerah. Potensi wisata tersebut banyak yang belum dimanfaatkan
Lebih terperinciBAB III BAHAN DAN METODE
12 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III BAHAN DAN METODE Penelitian di lapang berlangsung dari April 2011 sampai Juni 2011. Kegiatan penelitian ini berlokasi di Kawasan Industri Karawang International
Lebih terperinciKONSEP STREET FURNITURE KAMPUS INSTITUT PERTANIAN BOGOR DRAMAGA INDRA SAPUTRA A
KONSEP STREET FURNITURE KAMPUS INSTITUT PERTANIAN BOGOR DRAMAGA INDRA SAPUTRA A34203039 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 RINGKASAN INDRA SAPUTRA. A34203039.
Lebih terperinciIV. METODOLOGI 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des Jan
IV. METODOLOGI 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Tapak secara geografis terletak di 3 o 16 32-3 o 22 43 Lintang Selatan dan 114 o 3 02 114 o 35 24 Bujur Timur administratif termasuk ke dalam Kelurahan Kertak
Lebih terperinciKeputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung
Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciSTUD1 FtENCANA PENGELOLAAN LANSEIUP DI TAMAN WISATA ALAM BANTIMURUNG IUBUPATEN MAROS SULAWESI SELATAN
STUD1 FtENCANA PENGELOLAAN LANSEIUP DI TAMAN WISATA ALAM BANTIMURUNG IUBUPATEN MAROS SULAWESI SELATAN Oleh : NURFAIDA A 29.0714 JURUSAN BUD1 DAYA PERTANIAN FAIWLTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 4-
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Estetika
4 TINJAUAN PUSTAKA Estetika Istilah estetika dikemukakan pertama kali oleh Alexander Blaumgarten pada tahun 1750 untuk menunjukkan studi tentang taste dalam bidang seni rupa. Ilmu estetika berkaitan dengan
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI 3.1 Waktu Magang
12 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu Magang Kegiatan magang berlangsung sekitar tiga bulan (Tabel 1) dimulai pada bulan Februari dan berakhir pada bulan Mei Tabel 1 Kegiatan dan Alokasi Waktu Magang Jenis Kegiatan
Lebih terperinciIV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota
IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan
Lebih terperinciPERANCANGAN LANSKAP ASTON AMBON NATSEPA RESORT DAN SPA, AMBON DWI RETNO HANDAYANI A
PERANCANGAN LANSKAP ASTON AMBON NATSEPA RESORT DAN SPA, AMBON DWI RETNO HANDAYANI A34203044 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PERANCANGAN LANSKAP ASTON AMBON
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok
III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Beji sebagai pusat Kota Depok, Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Penelitian
Lebih terperinciPERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA ISLAM SUNAN BONANG. Oleh Mufidah Atho Atun A
PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA ISLAM SUNAN BONANG Oleh Mufidah Atho Atun A34204020 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN MUFIDAH ATHO ATUN.
Lebih terperinciIDENTIFIKASI KARAKTERISTIK RUANG TERBUKA HIJAU PADA KOTA DATARAN RENDAH DI INDONESIA (Studi Kasus: Kota Banjarmasin, Yogyakarta, dan Medan)
IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK RUANG TERBUKA HIJAU PADA KOTA DATARAN RENDAH DI INDONESIA (Studi Kasus: Kota Banjarmasin, Yogyakarta, dan Medan) YUNI PUJIRAHAYU DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN
Lebih terperinciIDENTIFIKASI KARAKTERISTIK RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA-KOTA PANTAI INDONESIA (STUDI KASUS KOTA PADANG, DENPASAR, DAN MAKASSAR) IAN PRANITA
IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA-KOTA PANTAI INDONESIA (STUDI KASUS KOTA PADANG, DENPASAR, DAN MAKASSAR) IAN PRANITA DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN
Lebih terperinciPERENCANAAN EKOWISATA DI ZONA PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON (TNUK), BANTEN (Kasus Desa Taman Jaya, Kecamatan Sumur Kabupaten Pandeglang)
PERENCANAAN EKOWISATA DI ZONA PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON (TNUK), BANTEN (Kasus Desa Taman Jaya, Kecamatan Sumur Kabupaten Pandeglang) AINI HARTANTI A34204035 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP
Lebih terperinciIDENTIFIKASI KARAKTERISTIK RUANG TERBUKA HIJAU PADA KOTA PULAU DI INDONESIA (Studi Kasus Kota Batam, Kota Tarakan Dan Kota Ternate) HUDI WIDYARTA
IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK RUANG TERBUKA HIJAU PADA KOTA PULAU DI INDONESIA (Studi Kasus Kota Batam, Kota Tarakan Dan Kota Ternate) HUDI WIDYARTA DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT
Lebih terperinciTATA CARA PENELITIAN. B. Metode Penelitian dan Analisis Data. kuisioner, pengambilan gambar dan pengumpulan data sekunder. Menurut
IV. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kawasan ekowisata hutan lindung mangrove dan penangkaran buaya di Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang
Lebih terperinciGambar 4. Peta Lokasi Penelitian
33 METODOLOGI Lokasi Penelitian Penelitian mengenai Rencana Penataan Lanskap Kompleks Candi Muara Takus sebagai Kawasan Wisata Sejarah dilakukan di Desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto, Kabupaten Kampar,
Lebih terperinciKONDISI UMUM BANJARMASIN
KONDISI UMUM BANJARMASIN Fisik Geografis Kota Banjarmasin merupakan salah satu kota dari 11 kota dan kabupaten yang berada dalam wilayah propinsi Kalimantan Selatan. Kota Banjarmasin secara astronomis
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu
15 BAB III METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di kawasan Situ Gintung, Kelurahan Cirendeu, Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten (Gambar 1). Penelitian
Lebih terperinciIII. METODOLOGI. Gambar 3. Lokasi Penelitian
III. METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Studi mengenai perencanaan lanskap jalur interpretasi wisata sejarah budaya ini dilakukan di Kota Surakarta, tepatnya di kawasan Jalan Slamet Riyadi. Studi ini dilaksanakan
Lebih terperinciSTUDI ELEMEN MENTAL MAP LANSKAP KAMPUS UNIVERSITAS INDONESIA, DEPOK HADRIAN PRANA PUTRA
STUDI ELEMEN MENTAL MAP LANSKAP KAMPUS UNIVERSITAS INDONESIA, DEPOK HADRIAN PRANA PUTRA DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 RINGKASAN HADRIAN PRANA PUTRA.
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Kawasan Wisata
7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Kawasan Wisata Perencanaan merupakan suatu bentuk alat yang sistematis yang diarahkan untuk mendapatkan tujuan dan maksud tertentu melalui pengaturan, pengarahan
Lebih terperinciV. KONSEP PENGEMBANGAN
84 V. KONSEP PENGEMBANGAN 5.1. Pengembangan Wisata Sebagaimana telah tercantum dalam Perda Provinsi DI Yogyakarta No 11 tahun 2005 tentang pengelolaan Kawasan Cagar Budaya (KCB) dan Benda Cagar Budaya
Lebih terperincimempertahankan fungsi dan mutu lingkungan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepariwisataan saat ini sangat ramai dibicarakan karena berkembangnya sektor pariwisata maka pengaruh terhadap sektor lainnya sangat besar, oleh karena itu permintaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu aset penting bagi negara, yang juga merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat. Hutan sebagai sumberdaya
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI. (c)foto Satelit Area Wisata Kebun Wisata Pasirmukti
BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Magang Kegiatan magang dilaksanakan di Kebun Wisata Pasirmukti yang terletak pada Jalan Raya Tajur Pasirmukti Km. 4, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Lebih terperinciIII. METODOLOGI. Gambar 1 Peta lokasi penelitian
16 III. METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Studi mengenai Perencanaan Jalur Hijau Jalan sebagai Identitas Kota Banjarnegara dilakukan di jalan utama Kota Banjarnegara yang terdiri dari empat segmen,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan wilayah di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan dengan dua
Lebih terperinciGambar 12. Lokasi Penelitian
III. METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di jalur wisata Puncak, terletak di Kabupaten Bogor. Jalur yang diamati adalah jalur pemasangan reklame yang berdasarkan data
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekowisata bagi negara-negara berkembang dipandang sebagai cara untuk mengembangkan perekonomian dengan memanfaatkan kawasan-kawasan alami secara tidak konsumtif. Untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi geografis yang dimiliki Indonesia berpengaruh terhadap pembangunan bangsa dan negara. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2011 menunjukkan bahwa
Lebih terperinciKonservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI
Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Indikator Perkuliahan Menjelaskan kawasan yang dilindungi Menjelaskan klasifikasi kawasan yang dilindungi Menjelaskan pendekatan spesies Menjelaskan
Lebih terperinciTahap II. Penilaian/ pembobotan Kriteria Penilaian Daya Dukung Lingkungan dalam Rangka Pengembangan Kawasan Wisata Alam
Tahap II. Penilaian/ pembobotan Kriteria Penilaian Daya Dukung Lingkungan dalam Rangka Pengembangan Kawasan Wisata Alam Untuk penentuan prioritas kriteria dilakukan dengan memberikan penilaian atau bobot
Lebih terperinciIV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi
IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga
Lebih terperinciKONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
23 IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Batas Wilayah Kabupaten Tabalong merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di Provinsi Kalimantan Selatan dengan ibukota Tanjung yang mempunyai
Lebih terperinciBAB V ANALISIS SINTESIS
BAB V ANALISIS SINTESIS 5.1 Aspek Fisik dan Biofisik 5.1.1 Letak, Luas, dan Batas Tapak Tapak terletak di bagian Timur kompleks sekolah dan berdekatan dengan pintu keluar sekolah, bangunan kolam renang,
Lebih terperinciPENILAIAN POTENSI OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA ALAM SERTA ALTERNATIF PERENCANAANNYA DI TAMAN NASIONAL BUKIT DUABELAS PROVINSI JAMBI SIAM ROMANI
PENILAIAN POTENSI OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA ALAM SERTA ALTERNATIF PERENCANAANNYA DI TAMAN NASIONAL BUKIT DUABELAS PROVINSI JAMBI SIAM ROMANI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS
Lebih terperinci