FENOTIPE DAN GENOTIPE AYAM HUTAN MERAH (Gallus gallus gallus) DAN AYAM KAMPUNG (Gallus gallus domesticus) DI WATUTELA DAN NGATABARU SULAWESI TENGAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "FENOTIPE DAN GENOTIPE AYAM HUTAN MERAH (Gallus gallus gallus) DAN AYAM KAMPUNG (Gallus gallus domesticus) DI WATUTELA DAN NGATABARU SULAWESI TENGAH"

Transkripsi

1 FENOTIPE DAN GENOTIPE AYAM HUTAN MERAH (Gallus gallus gallus) DAN AYAM KAMPUNG (Gallus gallus domesticus) DI WATUTELA DAN NGATABARU SULAWESI TENGAH RIZAL Y. TANTU SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 i

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Fenotipe dan Genotipe Ayam Hutan Merah (Gallus gallus gallus) dan Ayam Kampung (Gallus gallus domesticus) di Watutela dan Ngatabaru Sulawesi Tengah adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Agustus 2007 Rizal Y. Tantu NIM. D ii

3 ABSTRAK RIZAL Y. TANTU. Fenotipe dan Genotipe Ayam Hutan Merah (Gallus gallus gallus) dan Ayam Kampung (Gallus gallus domesticus) di Watutela dan Ngatabaru Sulawesi Tengah. Dibimbing oleh SRI SUPRAPTINI MANSJOER dan WIRANDA G. PILIANG. Penelitian bertujuan mendapatkan informasi karakteristik fenotipe dan genotipe ayam hutan merah (Gallus gallus gallus) dan ayam kampung (Gallus gallus domesticus) di Watutela dan Ngatabaru Sulawesi Tengah. Penelitian dilakukan, mulai bulan Maret sampai dengan Juni Jumlah ayam yang diamati pada pengamatan sifat kuantitatif dan kualitatif sebanyak 54 ekor ayam hutan merah dan 119 ekor ayam kampung. Dua ekor ayam hutan merah digunakan untuk analisis crop. Peubah yang diamati adalah sifat kuantitatif meliputi bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh dan sifat kualitatif meliputi warna bulu, corak bulu, kerlip bulu, warna shank, dan bentuk jengger. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ayam hutan merah jantan, ayam kampung jantan dan betina memiliki keragaman tinggi (>10%) pada bobot badan, sedangkan ayam hutan merah betina pada panjang paha. Analisis Komponen Utama menunjukkan bahwa penciri ukuran tubuh dan bentuk tubuh ayam hutan merah jantan dan ayam kampung jantan adalah panjang total dan panjang bulu ekor. Ayam hutan merah dan ayam kampung betina penciri ukuran tubuh adalah panjang total dan panjang bulu ekor. Penciri bentuk tubuh ayam hutan betina adalah panjang sayap dan panjang paha. sedangkan ayam kampung betina adalah panjang bulu ekor dan panjang sayap. Fenotipe dan genotipe sifat-sifat kualitatif ayam hutan merah di dua lokasi penelitian relatif seragam. Nilai heterozigositas ayam kampung 0,447 di Watutela dan 0,358 di Ngatabaru. Jarak genetik antar ayam hutan merah dan ayam kampung di dua lokasi 0,15. Berdasarkan analisis crop pada dua ekor ayam hutan merah ditemukan biji-bijian dari jenis tanaman ketumbar hutan (Lantana camara L.) dan kayu kuning (Maclura amboinensis L.), serta pucuk-pucuk rumput dan insekta. Kata Kunci : fenotipe, genotipe, ayam hutan merah, ayam kampung, Sulawesi Tengah iii

4 ABSTRACT RIZAL Y. TANTU. Phenotype and Genotype of Red Jungle Fowl (Gallus gallus gallus) and Kampung Chicken (Gallus gallus domesticus) in Watutela and Ngatabaru Central Sulawesi. Under the supervisions of SRI SUPRAPTINI MANSJOER and WIRANDA G. PILIANG. The research was aimed to search informations concerning phenotypes and genotypes characteristics of red jungle fowl (Gallus gallus gallus) and kampung chicken (Gallus gallus domesticus) in Watutela and Ngatabaru, Central Sulawesi. The research was carried out from March till June There were 54 red jungle fowls and 119 kampung chickens observed for quantitative and qualitative characteristics. Two red jungle fowls were used for crop analysis. The quantitative characteristics observation were body weight and body measurements. The qualitative characteristics were observed for feather colors, color patterns, feather brightness, shank colors and comb shapes. The results showed significant variation (>10%) on body weight of male Red jungle fowls, male and female of kampung chickens, whereas on female red jungle fowls, significant variation was only observed on leg lengths. The principal component analysis showed the body size and body shape characteristics of male red jungle fowls and kampung chickens were tail and body lengths. Whereas, the body size characteristics of both females were tail and body lengths. In addition, the characteristics of female shapes of red jungle fowls were wing and leg lengths, but the characteristics of female shapes of kampung chicken were tail and wings lengths. The phenotypes and genotypes characteristics of Red jungle fowls were relatively homogenous. The heterozigosity values of kampung chickens were 0,447 in Watutela and 0,358 in Ngatabaru. The genetic distance between Red jungle fowls and kampung chickens in both locations was 0,15. From crop analysis of the two red jungle fowls, seeds of Lantana camara L and Maclura amboinensis L, grass and insects were found. Keywords : phenotype, genotype, kampung chicken, red jungle fowl, Central Sulawesi iv

5 Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007 Hak Cipta dilindungi 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruhnya karya tulis ini tanpa mencamtumkan atau menyebut sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruhnya karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB v

6 FENOTIPE DAN GENOTIPE AYAM HUTAN MERAH (Gallus gallus gallus) DAN AYAM KAMPUNG (Gallus gallus domesticus) Di WATUTELA DAN NGATABARU SULAWESI TENGAH RIZAL Y. TANTU Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ternak (PTK) SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 vi

7 Penguji Luar Komisi Ujian Tesis: Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc. vii

8 Judul Tesis Nama NIM : Fenotipe dan Genotipe Ayam Hutan Merah (Gallus gallus gallus) dan Ayam Kampung (Gallus gallus domesticus) di Watutela dan Ngatabaru Sulawesi Tengah : Rizal Y. Tantu : D Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Sri Supraptini Mansjoer Ketua Prof. Dr. Ir. Wiranda G. Piliang, M.Sc. Anggota Diketahui Ketua Depatermen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc. Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS. Tanggal Ujian: 24 Agustus 2007 Tanggal Lulus: 7 September 2007 viii

9 PRAKATA Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat, karunia dan pertolongan yang diberikan sehingga tesis dengan judul Fenotipe dan Genotipe Ayam Hutan Merah (Gallus gallus gallus) dan Ayam Kampung (Gallus gallus domesticus) di Watutela dan Ngatabaru di Sulawesi Tengah dapat diselesaikan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibunda Dr. Ir. Sri Supraptini Mansjoer selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ibunda Prof. Dr. Ir. Wiranda G. Piliang, M.Sc. selaku Anggota Komisi Pembimbing, yang telah banyak memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis sehingga penyusunan tesis ini dapat diselesaikan. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada rekan-rekan di Program Studi Ilmu Ternak Kurniawan Sinaga, Gatot Muslim, Firman Harahap, Hamdan, Urip Rosani, Yuni, Nandari, Asriani, Lamalesi, Kiston Simanuhuruk, Yuniar Sirait, Amiruddin Dg. Malewa, Syahrir Akil, dan Moh Rusdin. Dalam kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Nachrowi, M.Sc. Bapak Zakaria, Ibu Ir. Hj. Warda, M.Sc., Suyanti, S.Pt. M.Si, Dr. Ir. Andi Ete, MS., Bapak H. Dadang Suhendar dan rekan-rekan HIMPAST (Himpunan Mahasiswa Pascasarjana Sulawesi Tengah). Ungkapan Terima kasih juga disampaikan kepada masyarakat Watutela dan Ngatabaru khususnya bapak Masludin yang selama penelitian membantu penulis sebagai pemandu dilapangan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ibunda Kuraisin Abdulwali (alm) dan ayahanda Yasin Tantu (alm) atas segala doa dan kasih sayang mereka sehingga penulis dapat melanjutkan sekolah di IPB. Buat kakanda Ismat Y. Tantu, Moeh. Roem Y. Tantu, Ramli Y. Tantu (alm), Usman Y. Tantu, Rukyani Y. Tantu, Maryam Y. Tantu, Fadli Y. Tantu, Isra Y. Tantu dan Adinda Irfan Y. Tantu yang telah memberikan bantuan moril maupun materil selama masa studi di IPB. Ungkapan terima kasih secara khusus buat Istri tercinta Nimat Abdul Hamid Dg. Parebba dan Anakda Muhammad Ziyadatullah, yang telah memberikan motivasi dan dukungan dengan penuh kesabaran dan keihlasan menanti penyelesaian studi penulis. Semoga informasi dalam tesis ini dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkannya. Bogor, September 2007 Rizal Y. Tantu i

10 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tinombo Kabupaten Donggala Propinsi Sulawesi Tengah (setelah dimekarkan menjadi Kabupaten Parigi Moutong) pada tanggal 20 Desember 1967 (18 Ramadhan 1387 H) dari pasangan ayah Yasin Tantu (alm) dan ibu Kuraisin Abdulwali (alm). Penulis merupakan anak kesebelas dari duabelas bersaudara. Tahun 1986 penulis lulus dari SMA Negeri Tinombo Kab. Donggala dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Universitas Tadulako. Penulis memilih Program Studi Produksi Ternak Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian dan meraih gelar Sarjana Peternakan tahun Penulis bekerja sebagai staf pengajar Universitas Tadulako Jurusan Peternakan sejak tahun 1997 melalui jalur beasiswa Tunjangan Ikatan Dinas (TID) Departemen Pendidikan Nasional. Penulis menikah dengan Nikmat Abd Hamid Dg. Parebba, S.Pd tahun 2002 dan telah dikaruniai dua anak yaitu Syaskiah Zaima Putri (alm) dan Muhammad Ziyadatullah. Tahun 2002 penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ternak Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dengan sponsor beasiswa DUE LIKE Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. ii

11 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat penelitian... 2 Kerangka Pikir Penelitian... 3 TINJAUAN PUSTAKA... 5 Ayam Hutan dan Ayam Kampung... 5 Asal usul Ayam... 5 Klasifikasi dan tingkah laku ayam hutan merah... 5 Sifat Kualitatif... 8 Sifat Kuantitatif Analisis Komponen Utama (AKU) Konservasi Satwaliar MATERI DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Materi dan Alat Penelitian Metode Penelitian Cara Pengumpulan Data Analisis Data KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak geografis Topografi Keadaan Iklim Potensi Peternakan HASIL DAN PEMBAHASAN iii

12 Karakteristik Fenotipe Sifat Kuantitatif Bobot Badan dan Ukuran-ukuran Tubuh Ayam Hutan Merah Jantan Analisis Komponen Utama Ayam Hutan Merah Jantan Bobot Badan dan Ukuran-ukuran Tubuh Ayam Hutan Merah Betina Analisis Komponen Utama Ayam Hutan Merah Betina Bobot badan dan Ukuran-ukuran Tubuh Ayam Kampung Jantan Analisis Komponen Utama Ayam Kampung Jantan Bobot badan dan Ukuran-ukuran Tubuh Ayam Kampung Betina Analisis Komponen Utama Ayam Kampung Betina Studi Komparasi Ayam Kampung dan Ayam Hutan Bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh ayam kampung dan ayam hutan jantan Watutela Analisis Komponen Utama ayam kampung dan ayam hutan jantan Watutela Bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh ayam kampung dan ayam hutan betina Watutela Analisis Komponen Utama Ayam kampung dan ayam hutan betina Watutela Bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh ayam kampung dan ayam hutan jantan Ngatabaru Analisis Komponen Utama ayam kampung dan ayam hutan jantan Ngatabaru Bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh ayam kapung dan ayam hutan betina Ngatabaru Analisis Komponen Utama ayam kapung dan ayam hutan betina Ngatabaru Karakteristik Genotipe Sifat Kualitatif Genotipe Ayam Hutan Merah Genotipe Ayam Kampung Frekuensi Gen dan Heterozigositas Kesamaan dan Jarak Genetik Aktivitas Masyarakat KONSERVASI iv

13 Ayam Hutan Ayam kampung Habitat Ayam Hutan Habitat Ayam Kampung Sumberdaya Manusia SIMPULAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN v

14 DAFTAR TABEL Halaman 1. Karakteristik sifat kualitatif yang diamati dalam penelitian Perbandingan bobot badan dan ukuran ukuran tubuh Ayam Hutan Merah Jawa (Gallus gallus Javanicus), ayam hutan merah Sumatera (Gallus gallus gallus) dan ayam hutan hijau (Galus varius) Populasi beberapa jenis ternak yang dipelihara/digembalakan di sekitar/dalam kawasan TAHURA Rataan dan nilai koefisien keragaman (KK) bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh ayam hutan merah jantan di lokasi penelitian Ringkasan penciri ukuran dan bentuk tubuh keragaman total (KT) dan nilai eigen (λ) ayam hutan merah jantan di lokasi penelitian Korelasi antara ukuran dan bentuk tubuh dengan masing-masing ukuran tubuh ayam hutan merah jantan di lokasi penelitian Rataan dan nilai koefisien keragaman (KK) bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh ayam hutan merah betina di lokasi penelitian Ringkasan penciri ukuran dan bentuk tubuh keragaman total (KT) dan nilai eigen (λ) ayam hutan merah betina di lokasi penelitian Korelasi antara ukuran dan bentuk tubuh dengan masing-masing ukuran tubuh ayam hutan merah betina di lokasi penelitian Rataan dan nilai koefisien keragaman (KK) bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh ayam kampung jantan di lokasi penelitian Ringkasan penciri ukuran dan bentuk tubuh keragaman total (KT) dan nilai eigen (λ) ayam kampung jantan di lokasi penelitian Korelasi antara ukuran dan bentuk tubuh dengan masing-masing ukuran tubuh ayam kampung jantan di lokasi penelitian Rataan dan nilai koefisien keragaman (KK) bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh ayam kampung betina di lokasi penelitian Ringkasan penciri ukuran dan bentuk tubuh keragaman total (KT) dan nilai eigen (λ) ayam kampung betina di lokasi penelitian Korelasi antara ukuran dan bentuk tubuh dengan masing-masing ukuran tubuh ayam kampung betina di lokasi penelitian Rataan dan nilai koefisien keragaman (KK) bobot badan dan ukuran- ukuran tubuh ayam kampung dan ayam hutan merah jantan Watutela Ringkasan penciri ukuran dan bentuk tubuh keragaman total (KT) dan nilai eigen (λ) ayam hutan merah dan ayam kampung jantan di Watutela vi

15 18. Korelasi antara Komponen Utama dengan masing-masing ukuran tubuh ayam kampung dan ayam hutan merah jantan di lokasi Watutela Rataan dan nilai koefisien keragaman (KK) bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh ayam kampung dan ayam hutan merah betina Watutela Ringkasan penciri ukuran dan bentuk tubuh keragaman total (KT) dan nilai eigen (λ) ayam kampung dan ayam hutan merah betina di Watutela Korelasi antara Komponen Utama dengan masing-masing ukuran tubuh ayam hutan merah dan ayam kampung betina di lokasi Watutela Rataan dan nilai koefisien keragaman (KK) bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh ayam kampung dan ayam hutan merah jantan di Ngatabaru Ringkasan penciri ukuran dan bentuk tubuh keragaman total (KT) dan nilai eigen (λ) ayam kampung dan ayam hutan merah jantan di Ngatabaru Korelasi antara ukuran dan bentuk tubuh dengan masing-masing ukuran tubuh ayam hutan merah dan ayam kampung jantan di lokasi Ngatabaru Rataan dan nilai koefisien keragaman (KK) bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh ayam kampung dan ayam hutan merah betina di Ngatabaru Ringkasan penciri ukuran dan bentuk tubuh keragaman total (KT) dan nilai eigen (λ) ayam hutan merah dan ayam kampung betina di Ngatabaru Korelasi antara ukuran dan bentuk tubuh dengan masing-masing ukuran tubuh ayam hutan merah dan ayam kampung betina di lokasi Ngatabaru Frekuensi fenotipe sifat kualitatif ayam hutan merah di lokasi penelitian Frekuensi fenotipe sifat kualitatif ayam kampung di lokasi penelitian Frekuensi gen dan angka heterozigositas sifat kualitatif ayam hutan merah di lokasi penelitian Frekuensi gen dan angka heterozigositas sifat kualitatif ayam kampung di lokasi penelitian Kesamaan (I) dan jarak genetik (D) ayam hutan merah dan ayam kampung antar lokasi penelitian Karakteristik responden di Lokasi Penelitian Jenis pakan yang dimakan ayam hutan merah di lokasi penelitian vii

16 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Kerangka berpikir penelitian ayam hutan merah dan ayam kampung di Taman Hutan Raya Palu dan sekitarnya Penyebaran tiga subspesies ayam hutan merah dan ayam hutan hijau di Asia Tenggara (Nishida et al. 1982) Peta lokasi penelitian Kerangka tubuh ayam (Jull 1951) Sebaran skor ukuran dan bentuk tubuh ayam hutan merah jantan di lokasi penelitian Sebaran skor ukuran dan bentuk tubuh ayam hutan merah betina di lokasi penelitian Sebaran skor ukuran dan bentuk tubuh ayam kampung jantan di lokasi penelitian Sebaran skor ukuran dan bentuk tubuh ayam kampung betina di lokasi penelitian Sebaran skor ukuran dan bentuk tubuh ayam kampung dan ayam hutan jantan di lokasi Watutela Sebaran skor ukuran dan bentuk tubuh ayam kampung dan ayam hutan betina Watutela Sebaran skor ukuran dan bentuk tubuh ayam kampung dan ayam hutan merah jantan Ngatabaru Sebaran skor ukuran dan bentuk tubuh ayam kampung dan ayam hutan merah betina di Ngatabaru Warna bulu ayam hutan merah jantan dan betina Kerlip bulu ayam hutan merah betina (B) dan jantan (A) Bentuk jengger ayam hutan merah jantan (a) dan betina (b) Variasi warna bulu pada ayam kampung jantan dan betina Variasi bentuk jengger ayam kampung jantan Dendogram jarak genetik ayam hutan merah dan ayam kampung di lokasi penelitian Bantara alat penangkap ayam hutan merah Aktivitas masyarakat berburu satwa liar Strategi konservasi sumberdaya genetik ayam hutan merah Tembolok ayam hutan merah jantan (a) dan isi tembolok (b) viii

17 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Uji t ayam hutan merah jantan Watutela VS Ngata Baru Uji t ayam hutan merah betina Watutela VS Ngata Baru Uji t ayam kampung jantan Watutela VS Ngata Baru Uji t ayam kampung betina Watutela VS Ngata Baru Uji t ayam kampung jantan vs ayam hutan jantan Watutela Uji t ayam kampung jantan vs ayam hutan jantan Watutela Uji t ayam kampung betina vs ayam hutan betina Watutela Uji t ayam kampung betina vs ayam hutan betina Ngatabaru Analisis Komponen Utama ayam hutan merah jantan di Watutela dan Ngatabaru Analisis Komponen Utama ayam hutan merah betina di Watutela dan Ngatabaru Analisis Komponen Utama ayam kampung jantan di Watutela dan Ngatabaru Analisis Komponen Utama ayam kampung betina di Watutela dan Ngatabaru ix

18 PENDAHULUAN Latar Belakang Letak geografis suatu pulau dapat menentukan jumlah jenis penghuninya. Kepulauan Indonesia terletak diantara dua wilayah geografis utama, yaitu wilayah Oriental dan Australia. Pulau Sulawesi tidak memiliki hubungan daratan terhadap Benua Asia dan Benua Australia, sehingga wilayah ini memiliki jenis-jenis flora dan fauna yang khas dan unik. Menurut Alikodra (1990) satwa liar mempunyai peranan penting bagi kehidupan manusia baik ditinjau dari segi ekonomi, penelitian, pendidikan dan kebudayaan, maupun untuk kepentingan rekreasi. Ayam hutan merah merupakan salah satu satwa liar yang ada di Sulawesi. Ayam hutan (jungle fowl) yang merupakan nenek moyang dari ayam domestik, mempunyai bentuk dan warna bulu yang indah, sehingga selain merupakan sumber genetik, juga memiliki nilai ornamental yang tinggi. Didunia ini terdapat empat jenis ayam hutan, yaitu: ayam hutan abu-abu (Gallus sonneratii Temminck), ayam hutan jingga (Gallus lafayetii Lesson), ayam hutan merah (Gallus gallus Linnaeus) dan ayam hutan hijau (Gallus varius Shaw&Nodder). Keempat jenis ayam hutan tersebut diklasifikasikan kedalam genus Gallus, famili Phasianidae dan Ordo Galliformes (Delacour 1977). Di Indonesia terdapat dua spesies ayam hutan yaitu ayam hutan merah (Gallus gallus) dan ayam hutan hijau (Gallus varius). Salah satu spesies ayam hutan yang ada di Watutela dan Ngatabaru Sulawesi Tengah adalah ayam hutan merah (Gallus gallus gallus). Ayam hutan merah di Watutela dan Ngatabaru khususnya ayam hutan jantan banyak diburu orang untuk dikonsumsi dan diperjualbelikan. Hal ini menunjukkan suatu realita bahwa ayam hutan merah menjadi salah satu sumber pendapatan masyarakat di sekitar Watutela dan Ngatabaru. Disisi lain, perburuan tersebut juga berpotensi besar sebagai ancaman bagi kelestarian ayam hutan merah. Pelestarian ayam hutan merah di Indonesia khususnya di Sulawesi Tengah sampai saat ini dalam perkembangannya relatif lambat dan bersifat tradisional.

19 2 Hal ini disebabkan masih kurangnya pengetahuan, serta perhatian masyarakat terhadap jenis unggas tersebut. Informasi dan penelitian mengenai ayam hutan ini masih sangat terbatas, khususnya karakteristik fenotipe dan genotipe ayam hutan merah di Sulawesi Tengah. Informasi yang didapat sangat dibutuhkan karena ayam hutan merupakan sumber genetik unggas di Sulawesi. Menurut Mansjoer (1985) ayam hutan yang ada di Indonesia sekarang ini masih merupakan ayam liar yang belum dilindungi oleh peraturan untuk menjaga kelestariannya. Selain ayam hutan, ayam kampung merupakan salah satu sumber daya lokal yang potensial dalam menunjang pendapatan masyarakat lokal. Ayam kampung mempunyai variasi fenotipe yang cukup besar didaerah yang berbeda di Indonesia. Ayam di Jawa Barat sebagian besar berkaki panjang, sedangkan ayam dari Bali lebih mirip ayam Bantam dan seringkali berjambul, sehingga ayam kampung belum dapat dimasukkan dalam suatu ras tertentu (Kingston 1979). Berdasarkan pemikiran diatas, maka dilakukan penelitian untuk mendapatkan informasi fenotipe dan genotipe ayam hutan merah (Gallus gallus gallus) dan ayam kampung (Gallus gallus domesticus) di Watutela dan Ngatabaru Sulawesi Tengah. Tujuan Penelitian 1. Mempelajari karakteristik sifat-sifat kuantitatif berupa bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh ayam hutan merah dan ayam kampung di Watutela dan Ngatabaru 2. Mendapatkan karakteristik genotipe melalui sifat-sifat kualitatif eksternal ayam hutan merah dan ayam kampung di Watutela dan Ngatabaru. Manfaat Penelitian 1. Melengkapi data yang sudah ada, serta dapat menunjang upaya pelestarian ayam hutan merah secara in-situ. 2. Menunjang upaya budidaya ayam hutan merah secara ex-situ.

20 3 Kerangka Pikir Penelitian Populasi satwa liar akan berubah mengikuti perubahan atau dinamika lingkungan. Perubahan kualitas hutan yang terjadi karena berbagai aktivitas manusia, akan berpengaruh negatif terhadap satwa liar yang secara alami mempunyai habitat di hutan primer. Manusia mempunyai peranan yang sangat besar terhadap timbulnya gangguan satwa liar, oleh karena itu dalam melakukan analisis terhadap rangkaian permasalahan gangguan satwa liar, seharusnya dimulai dari unsur manusia yang mempunyai kekuasaan dan kemampuan yang sangat besar dalam penurunan populasi satwaliar khususnya ayam hutan merah di habitatnya. Selain satwa liar ternak lokal seperti ayam kampung keberadaanya sangat dipengaruhi oleh aktivitas manusia yang hidup di sekitar habitatnya. Secara teoritis berbagai aktivitas manusia yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan populasi satwa liar dan ayam kampung disajikan pada Gambar 1. Diduga bahwa populasi ayam hutan dari waktu kewaktu semakin menurun. Selain itu kemurnian genetik ayam hutan merah juga terancam akibat terjadi persilangan dengan ayam kampung yang berada disekitar habitatnya. Penurunan popolasi terjadi akibat adanya perburuan dan kerusakan habitat akibat penebangan liar. Kecendurungan manusia dalam melakukan perburuan dan penebangan liar yang berlebihan disebabkan berbagai faktor, antara lain untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Jika hal ini berlanjut tanpa kendali maka dipastikan akan terjadi kepunahan satwa ini oleh karena itu, konsevasi terhadap satwa ini harus di lakukan.

21 4 Ayam Ayam Hutan Merah Sulawesi (Gallus gallus gallus) Ayam Kampung (Gallus gallus domesticus) Kondisi : - Perburuan - Seleksi negatif - Studi komparatif: - Performa kualitatif dan kuantitatif - Genetik ayam Sistem pemeliharaan tradisional Identifikasi Sifat-sifat Kuantitatif Identifikasi Sifat-sifat Kualitatif Aspek Sosial Ekonomi Analisis komparatif Simpulan Penelitian Rekomendasi Gambar 1 Kerangka berpikir penelitian ayam hutan merah dan ayam kampung di Taman Hutan Raya Palu dan sekitarnya.

22 TINJAUAN PUSTAKA Ayam Hutan dan Ayam Kampung Asal usul ayam Ayam yang ada sekarang ini berasal dari empat jenis ayam liar yaitu ayam hutan merah (Gallus gallus), ayam Srilangka (Gallus lafayetti), ayam hutan abu-abu atau ayam Sonnerati (Gallus sonnerattii) dan ayam hutan Jawa (Gallus varius), meskipun kemungkinan bahwa diantara jenis ayam liar itu, Gallus gallus adalah nenek moyang ayam yang utama (Williamson dan Payne 1993). Nenek moyang ayam-ayam piara yang sekarang tersebar diberbagai wilayah di dunia, berasal dari daerah India, Burma, Srilangka, Semenanjung Malaka, Filipina, Sumatera dan Jawa. Ada empat spesies ayam liar yang semua digolongkan dalam genus Gallus. Keempat ayam liar tersebut dikenal dengan sebutan ayam hutan; ayam hutan merah (Gallus gallus Linneaus), ayam hutan Ceylon (Gallus lafayetii Lesson), ayam hutan abu-abu (Gallus sonneratii Temnick), dan ayam hutan hijau (Gallus varius Shaw). Ayam hutan merah yang disebut juga Gallus bankiva atau Gallus ferrugineus terdapat di daerah India bagian Timur, Burma, Muangthai, Semenanjung Malaka dan Sumatera; ayam hutan Ceylon terdapat di Srilangka; ayam hutan abu-abu terdapat di India bagian Barat dan Timur; ayam hutan hijau yang dikenal juga dengan nama ayam hutan Jawa (Gallus furcatus atau Gallus javanicus) terdapat di Jawa dan pulau-pulau sekitarnya. Selanjutnya terjadi perkawinan campuran antara keempat spesies ayam-ayam hutan tersebut, kemudian para penemu dan pemelihara ayam ayam liar mengembangbiakan dan menjinakkan sehingga menjadi ayam-ayam piara. Di Indonesia ada dua macam ayam hutan yaitu ayam hutan hijau dan ayam hutan merah. Ayam hutan merah merupakan salah satu ayam hutan yang menjadi nenek moyang ayam kampung yang banyak di temukan diseluruh Indonesia (Mansjoer 1985). Klasifikasi dan tingkah laku ayam hutan merah Klasifikasi ayam hutan merah menurut Gautier (2002) adalah sebagai berikut: Kerajaan Animalia, Filum Chordata, Subfilum Vertebrata, Kelas Aves,

23 6 Ordo Galliformes, Famili Phasianidae, Genus Gallus dan Spesies Gallus gallus gallus. Ciri-ciri umum ordo Galliformes paruh pendek, kaki umumnya beradaptasi untuk mencakar, mengais dan berlari. Hewan muda yang baru menetas berbulu halus dan cepat dewasa (cepat dapat berjalan dan makan sendiri), merupakan hewan buru daratan, beberapa spesies hidup didaratan, berkelompok-kelompok, bersarang di darat, makanan terutama tanam-tanaman dan biji-bijian (Murad 1977). Grzimek, s (1972) menambahkan ayam hutan terdiri dari empat spesies diantaranya Gallus gallus (Red jungle fowl; ayam hutan merah) atau di Indonesia disebut ayam hutan merah Melayu, Gallus varius (Green jungle fowl; ayam hutan hijau), Gallus sonnerattii (Sonnerat s jungle fowl; ayam hutan india/ayam hutan abu-abu), Gallus lafayettii (Lafayette, s jungle fowl; ayam hutan Ceylon/ayam hutan jingga Ceylon). Peta penyebaran tiga sub spesies ayam hutan dapat dilihat pada Gambar 2. Mansjoer (1985) menyatakan dari keempat spesies di atas, ayam hutan merah dan ayam hutan hijau merupakan jenis ayam hutan yang hidup di Indonesia. Lebih lanjut dinyatakan bahwa ayam hutan merah Sumatera (Gallus gallus gallus) dan ayam hutan merah Jawa (Gallus gallus javanicus) atau gallus gallus bankiva merupakan nenek moyang ayam kampung (Gallus gallus var. domesticus) yang terdapat di Indonesia. Hal ini dapat diketahui dengan melihat jarak genetik antara ayam kampung dengan ayam hutan merah lebih dekat dibandingkan dengan ayam hutan hijau (Gallus varius) (Mansjoer 1990, Fumihito et al. 1994). Tingkah laku Nishida et al. (1982) menyatakan bahwa ayam hutan merah di Sumatera, Jawa Barat dan Jawa Tengah serta Sulawesi musim kawin sepanjang tahun kecuali pada bulan basah (musim hujan), sedangkan di daerah Jawa Timur, Bali, Lombok dan Sumbawa musim kawin terbatas hanya pada musim kering.

24 7 Gambar 2 Penyebaran tiga subspesies ayam hutan merah dan ayam hutan hijau di Asia Tenggara (Nishida et al. 1982). Menurut Soeratmo (1979) ayam hutan tidak toleran terhadap sesama kelompok lainnya dan sering terjadi perkelahian diantara mereka. Sifat ayam hutan sangat liar, penakut dan susah dijinakkan, terutama ayam betinanya. Ayam hutan jantan bersifat poligami yaitu mempunyai pasangan betina yang banyak. Ayam hutan merah hidup berkelompok membentuk suatu kumpulan yang paling besar diantara kerabatnya. Pejantan yang kuat dapat menguasai tiga sampai lima ekor betina. Pejantan muda hidup menyendiri atau membentuk kelompok sendiri sampai tiga ekor. Scott (1972) menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkah laku ayam hutan disebut rangsangan, stimulasi atau agants. Rangsangan dalam tubuh berupa perasaan lapar, sifat bermusuhan dan nafsu untuk kawin yang dipengaruhi oleh sistem syaraf dan reaksi hormonal dalam tubuh. Rangsangan dari luar tubuh berupa suara, pandangan, tenaga mekanis dan rangsangan kimia. Aktivitas yang ditimbulkan oleh rangsangan dikenal dengan respon (Soeratmo 1979). Grzimek, s (1972) menyatakan inisiatif ayam hutan untuk bergerak, beristirahat maupun tidur biasanya dimulai dari ayam hutan betina. Ayam hutan

25 8 jantan hanya mengawasi anggota/kelompoknya dari ancaman dan bahaya. Salah satu sifat ayam hutan yaitu pandai terbang meskipun dalam jarak pendek, tetapi lebih suka hidup di tanah untuk mencari makan sehingga terkenal dengan hewan terestrial (Burton 1975). Ayam hutan merah pemakan tumbuhan dan insekta seperti jagung, kacang kedelai, cacing, rumput, dan bermacam butiran yang ditemukan disekitarnya. Ayam hutan merah tidak dapat mendeteksi rasa manis, tetapi dapat mendeteksi rasa asin, walaupun tidak disukainya (Damerow 1995 ; Limburg 1975 ; Ponnampalam 2000). North (1978) menyatakan genetik mempunyai pengaruh yang besar terhadap perilaku ayam. Perilaku sosial yang berlaku dalam kelompok ayam dapat saja berbeda. Pembentukan tingkat sosial tidak dapat dicegah, terjadi secara lambat atau cepat bergantung pada keadaan kelompok, sifat individu dan luas tempat kelompok. Menurut Hafez (1969) ayam yang ditempatkan dalam kandang yang luas tetapi padat, masing-masing individu jantan dan betina kurang dapat mengenal satu sama lain, dengan demikian akan sukar dan lama terbentuk tingkat sosial. Craig (1981) menyatakan sifat relatif perbedaan besar badan, umur lebih tua dan jenis kelamin merupakan faktor penentu tingkat sosial di dalam kelompok. Hubungan sosial dalam suatu kelompok berubah bila diadakan perubahan susunan individu dalam kelompok. Hubungan sosial yang stabil terbentuk bila dominasi kelompok sudah tercapai. Sifat Kualitatif Sifat yang dapat dibedakan atau dikelompokkan, seperti warna bulu, warna shank dan bentuk jengger pada ayam disebut sebagai sifat kualitatif. Ekspresi sifat kualitatif ditentukan oleh satu gen tunggal sampai dua pasang gen. Perbedaan sifat ini hampir seluruhnya ditentukan oleh perbedaan genetik, sedangkan perbedaan lingkungan memberikan pengaruh yang kecil bahkan tidak ada, sehingga variasi sifat kualitatif juga merupakan variasi genetik (Warwick at al. 1995). Sifat kualitatif sering dipertimbangkan dalam program pemuliaan, karena sifat-sifat ini dapat dijadikan merek dagang tertentu atau dapat juga dijadikan ciri dari breed tertentu. Sifat kualitatif dipengaruhi oleh satu atau

26 9 beberapa pasang gen (Warwick at al ; Noor 1996). Menurut (Noor 1996) bahwa sifat-sifat kualitatif, seperti warna, pola warna, sifat bertanduk, atau tidak bertanduk sangat mudah dibedakan tanpa harus mengukurnya. Tabel 1 menjelaskan lokus dan tipe gen yang mengendalikan karakteristik sifat kualitatif pada ayam. Tabel 1 Karakteristik sifat kualitatif yang diamati dalam penelitian Ekspresi Lokus Genotipe Fenotipe Warna bulu I-i Pola bulu E-e + -e I- ii E- e + - ee Putih Berwarna Hitam Liar Pola kolumbian Kerlip bulu S-s (terkait kelamin) Z S Z - Z s Z s Z S W Z s W Jantan Perak Jantan Emas Betina Perak Betina Emas Corak bulu B-b (terkait kelamin) Z B Z - Z b Z b Z B W Z b W Jantan lurik Jantan polos Betina lurik Betina polos Warna shank Id-id (terkait kelamin) Z Id Z - Z id Z id Z Id W Z id W Jantan Kuning/putih Jantan Hitam/abu-abu Betina Kuning/putih Betina Hitam/abu-abu Bentuk Jengger P-p P- pp Kapri Tunggal Sumber : Nishida (1982) Hutt (1949), Jull (1951), Lasley (1978) dan Buntaran (1984) menyatakan bahwa ayam yang sekarang banyak dipelihara orang mempunyai 78 buah kromosom yang terdiri atas 38 pasang kromosom autosom dan sepasang kromosom kelamin (jantan ZZ dan betina ZW). Ciri-ciri kegenetikaan luar dapat dijadikan patokan untuk menentukan suatu bangsa ayam. Ciri-ciri ini ditentukan oleh gen-gen yang terdapat pada kromosom autosom maupun kromosom kelamin. Beberapa sifat kualitatif penting yang merupakan ciri-ciri

27 10 khas yang dipakai sebagai patokan untuk penentuan suatu bangsa ayam diantaranya adalah warna bulu, warna kerabang, warna cakar (shank) dan bentuk jengger yang tidak dipengaruhi oleh lingkungan. Selanjutnya kemurnian suatu bangsa ayam dapat ditentukan dari keseragaman dalam ciri-ciri kegenetikaan luar tersebut. Ayam mempunyai warna bulu, warna shank dan bentuk jengger yang bervariasi. Warna bulu ada yang hitam (E-), pola warna bulu tipe liar (e + ), pola warna bulu kolumbian (ee), bulu putih (I- atau cc) serta corak bulu lurik (B-). Warna shank ada yang putih/kuning (Id), hitam (id) atau kehijauan. Begitu juga pada bentuk jengger ada yang tunggal (rrpp), ros (R-pp) atau bentuk kapri (rrp-) (Mansjoer et al. 1989). Ayam Kampung didefinisikan sebagai ayam yang tidak mempunyai ciri-ciri khas, dengan kata lain penampilan fenotipenya masih sangat beragam. Sifat-sifat kualitatif seperti warna bulu sangat bervariasi, ada yang berwarna hitam (EE, Ee+, Ee), warna bulu tipe liar (e+e+, e+e), tipe columbian (ee), bulu putih (I-cc) serta warna lurik (B-, Bb) masih bercampur baur. Demikian pula warna kulit ada yang putih/kuning (Id), hitam/abu-abu atau kehijauan (idid). Bentuk jengger ada yang tunggal (pprr), ros (ppr-), walnut (P-R-) atau bentuk kacang polong/pea (P-rr). Mansjoer et al. (1989) mengemukakan bahwa pada ayam Kampung yang dipelihara di pedesaan, frekuensi gen warna bulu hitam sebesar 0,20, warna bulu tipe liar 0,43, tipe columbian 0,35, warna kulit putih/kuning sebesar 0,34 dan bentuk jengger tunggal sebesar 0,37. Warna Bulu Warna bulu dipengaruhi oleh adanya pigmen melanoblast yang dibentuk saat awal embrio sekitar 8 jam inkubasi (Jull 1951). Pada ayam terdapat warna dan pola warna bulu. Keragaman warna bulu pada banyak situasi bergantung pada letak bulu di tubuh ayam. Pola warna bulu adalah hasil interaksi genetik serta adanya pengaruh dari hormon kelamin jantan dan betina (North dan Bell 1990). Karakteristik pola bulu terkait jenis kelamin, yaitu pola bulu lurik (B-) dan pola bulu keperakan (S-). Gen pola bulu lurik (B-) bersifat dominan tidak lengkap dan penampilannya bervariasi yang disebabkan oleh faktor jenis kelamin dan pertumbuhan bulu. Pada betina gen terkaitnya bersifat homozigot, sedangkan

28 11 pada jantan bisa bersifat homozigot atau heterozigot. Gen pola bulu keperakan (S-) dan pola bulu keemasan (ss) merupakan gen terkait kelamin. Hal ini ditemukan oleh Hutt (1949) melalui persilangan berulang antar ayam Brown Leghorn dan Columbian Wyandott. Lebih lanjut dijelaskan bahwa genotip hitam dan putih dapat mempengaruhi alel S dan s yang hanya dapat dibedakan melalui uji perkawinan. Hutt (1949) menyatakan bahwa ayam yang berbulu hitam polos selain memiliki warna hitam (E) juga mempunyai gen warna (C) yang mengatur penampilan warna bulu. Warna bulu keemasan (ss) bersifat resesif terhadap warna hitam dan warna perak (S-). Warna bulu putih yang terdapat pada Leghorn bersifat dominan terhadap bulu berwarna, warna putih tersebut disebabkan oleh adanya gen penghambat (I) terhadap pigmen hitam. Warna buluh putih pada unggas ada juga yang disebabkan oleh tidak adanya pigmentasi pada bulu dan memang tidak memiliki gen warna (C). Ayam tersebut adalah ayam Albino dan sifat gen buluh putih ini bersifat resesif terhadap gen bulu berwarna. Gen warna bulu keemasan (ss) dan perak (S-) terpaut pada kromosom kelamin, demikian pula pola bulu lurik. Ayam hutan merah jantan warna dominan yang tampak adalah bulu tubuh coklat kemerahan, bulu kepala jingga kecoklatan, bulu leher merah, bulu punggung merah kekuningan, bulu dada hitam kemerahan, bulu sayap hitam dan merah, bulu ekor hitam mengkilap, sedangkan ayam hutan merah betina mempunyai warna dominan pada tubuh yaitu merah kekuningan dan lurik coklat, bulu kepala kuning kecoklatan, bulu leher coklat, bulu punggung lurik coklat hitam, bulu sayap coklat kehitaman, bulu ekor coklat (Rostikawati 1995). Warna Cakar (Shank) Menurut Ensminger (1992), beberapa warna cakar berbeda ditemukan pada ayam dari kombinasi pigmen yang berbeda di lapisan atas dan bawah kulit. Warna cakar kuning dipengaruhi oleh adanya pigmen karotenoid pada epidermis dan tidak adanya pigmen melanin. Warna cakar hitam dipengaruhi oleh adanya pigmen melanin pada epidermis. Bila kedua pigmen tersebut tidak ada maka cakar berwarna putih.

29 12 Karakteristik warna cakar kuning atau putih (id) disebabkan oleh kurangnya kandungan melanin pada jaringan kulit (dermis). Kandungan melanin dalam lapisan kulit (dermis) dikontrol oleh gen resesif terkait kelamin (id) dalam keadaan homozigot atau heterozigot. Warna cakar hitam Id (inhibitor dari melanin dermis) bersifat dominan tidak lengkap terhadap id. Pada ayam yang memiliki warna kulit putih dan mengandung gen resesif (idid), warna cakarnya biru gelap dan pada ayam berwarna kulit kuning memiliki warna cakar hijau tua atau abu-abu (Somes 1988; Hutt 1949). Bentuk Jengger Menurut Hutt (1949) sebagian besar ayam piara sekarang ini memiliki bentuk jengger tunggal, seperti yang dimiliki ayam hutan merah (Gallus gallus), ayam hutan abu-abu dan ayam hutan Ceylon. Selama proses domestikasi terjadi mutasi sehingga ada perubahan-perubahan bentuk jengger diantaranya bentuk ros, bentuk kapri (pea), bentuk kemiri (Walnut), bentuk V, bentuk dupleks dan bahkan tidak berjengger sama sekali. Bentuk jengger pea (kapri) (P) bersifat dominan tidak lengkap terhadap bentuk jengger tunggal (p). Bentuk jengger kapri (P) pada keadaan homozigot adalah bilah kecil dengan tiga baris memanjang dari papillae dan seringkali baris tengah sedikit mencuat keatas. Gen bentuk jengger kapri (P) merupakan gen tidak terkait kelamin yang bersifat dominan tidak lengkap, pada keadaan heterozigot terlihat jelas bilah bagian tengah mencuat keatas dengan dua bilah disampingnya yang lebih pendek dan kecil (Somes 1988; Hutt 1949). Sifat Kuantitatif Sifat-sifat produksi dan reproduksi (produktivitas) atau sifat yang dapat diukur seperti bobot badan, ukuran ukuran tubuh, produksi daging dan telur disebut sebagai sifat kuantitatif. Ekspresi sifat ini ditentukan oleh banyak pasangan gen (poligen) dan dipengaruhi oleh faktor lingkungan (Warwick 1995). Berdasarkan ukuran tubuhnya, diketahui bahwa ayam hutan merah Sumatera (Gallus gallus gallus) memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dibandingkan dengan ayam hutan hijau; tetapi ayam hutan merah jawa memiliki ukuran tubuh lebih kecil dan berat tubuh yang lebih ringan dibandingkan dengan

30 13 ayam hutan merah Sumatera maupun ayam hutan hijau (Nishida et al. 1980; 1982). Perbandingan bobot badan dan ukuran ukuran tubuh ayam hutan merah Jawa (Gallus gallus javanicus), ayam hutan merah Sumatera (Gallus gallus gallus) dan ayam hutan hijau (Galus varius) disajikan pada Tabel 2 Tabel 2 Perbandingan bobot badan dan ukuran ukuran tubuh ayam hutan merah Jawa (Gallus gallus javanicus), ayam hutan merah Sumatera (Gallus gallus gallus) dan ayam hutan hijau (Galus varius) Gallus gallus Gallus gallus Gallus varius Javanicus gallus Ukuran-ukuran tubuh Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina (n=5) (n=1) (n=6) (n=2) (n=7) (n=7) Bobot badan (g) 718, , Panjang Paha (mm) 73,48 56,3 83,22 70,9 79,79 66,21 Panjang betis (mm) 108,82 92, ,87 96,77 Panjang cakar (mm) 76,50 61,4 82,43 70,1 81,20 68,06 Linkar cakar (mm) ,42 27,5 26,71 22,86 Panjang Jari ketiga (mm) 56, ,18 53,7 60,20 51,91 Panjang Sayap (mm) , ,1 181,7 Tinggi Jengger (mm) 21,13-31,48 11,04 21,16 - Panjang bulu ekor (mm)* 249,77 142,96 239,15 121, (n=5) (n=5) (n=5) Sumber: Nishida at al. 1982; Mansjoer 1985 dan Rostikawati 1995* Keragaman sifat-sifat kualitatif dapat menggambarkan keragaman sifat-sifat produksinya, seperti halnya dikemukakan Mansjoer (1985) bahwa koefisien keragaman performans ayam Kampung yang dipelihara secara tradisional untuk bobot badan dapat mencapai 21,9 24,8%, produksi telur 26%, bobot telur 17,6%, dan daya tetas 23,3%. Koefisien keragaman tersebut dapat dijadikan patokan untuk memperbaiki mutu genetik/seleksi lebih lanjut. Ukuran-ukuran tubuh (morfometrik tubuh) yang penting untuk diamati dan dijadikan penentu karakteristik jenis ayam antara lain adalah bobot tubuh, panjang bagian-bagian kaki, panjang sayap, panjang paruh dan tinggi jengger (Mansjoer et al. 1989). Lebih lanjut Mansjoer et al. (1996) mengemukakan bahwa untuk ayam Kampung jantan dewasa, rataan bobot badan sebesar 2,24 kg, panjang tulang paha/femur 10,93 cm, panjang tulang betis/tibia 16,29 cm, panjang tulang cakar tarsometatarsus 11,67 cm dan tinggi jengger 3,47 cm dengan koefisien keragaman

31 14 untuk bobot badan, panjang tulang paha, panjang tulang betis, panjang tulang cakar dan tinggi jengger berturut-turut sebesar 16,96, 9,61; 9,27, 10,28 dan 48,13%. Ayam Kampung betina dewasa, rataan bobot badan sebesar 1,67 kg panjang tulang paha/femur 9,12 cm, panjang tulang betis/tibia 12,86 cm, panjang tulang cakar/tarsometatarsus 8,99 cm dan tinggi jengger 1,82 cm dengan koefisien keragaman berturut-turut sebesar 19,16; 10,42; 9,33; 8,90 dan 57,69%. Tinggi jengger baik pada jantan maupun betina dewasa mempunyai koefisien keragaman yang paling tinggi. Analisis Komponen Utama (AKU) Principal Componen Anaysis (PCA) diterjemahkan sebagai Analisis Komponen Utama (AKU) adalah salah satu metode multivariat yang paling tua dan banyak digunakan (Everitt dan Dunn 1991). Hayashi et al. ( 1982) menyatakan bahwa AKU merupakan metode yang populer untuk membedakan keragaman suatu populasi. Mulyono dan Pangestu (1996) menambahkan bahwa AKU sering digunakan sebagai penentu diskriminasi diantara populasi-populasi ternak. Nishida et al. (1982) menggunakan AKU untuk membedakan ukuran dan bentuk tubuh pada ayam. Komponen Utama I disetarakan dengan ukuran tubuh, sedangkan komponen Utama II disetarakan dengan bentuk tubuh. Everiit dan Dunn (1991) menyatakan bahwa penggunaan aplikasi AKU dilakukan dengan dua cara yaitu dengan menggunakan matriks kovarian dan matriks korelasi. Menurut Hayashi et al. (1982) Komponen-komponen utama yang berasal dari matriks kovarian mampu menerangkan keragaman total populasi sekitar 76%, sedangkan matriks korelasi hanya sekitar 69%. Komponenkomponen utama yang berasal dari matriks kovarian juga lebih efektif untuk membedakan suatu populasi. Konservasi Satwaliar Sumberdaya alam adalah unsur-unsur lingkungan alam, baik fisik maupun hayati yang diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan dan meningkatkan kesejahteraannya. Kategori sumberdaya alam meliputi: (1) sumberdaya alam yang dapat diperbaharui/dipulihkan, seperti tanah, air, hutan,

32 15 padang rumput dan satwa; (2) sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui/dipulihkan, seperti minyak bumi, batubara, gas bumi dan biji logam; (3) Sumberdaya alam yang tidak akan habis yaitu energi matahari, energi pasang surut air laut, udara dan air dalam fungsinya sebagai pengatur tata air (siklus hidrologi). Konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya adalah pengelolaan sumberdaya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilanya. Kegiatan konservasi berasaskan pelestarian dan kemampuan serta pemanfaatan sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya secara serasi dan seimbang. Asas tersebut adalah landasan dalam mencapai tujuan yang diinginkan, yaitu mengusahakan terwujudnya kelestarian sumberdaya alam hayati serta kesinambungan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia (Widada dkk. 2003). Satwa adalah semua jenis sumberdaya alam hewani yang hidup di darat, dan atau di air, dan atau di udara. Satwa liar adalah semua binatang yang hidup di darat, dan atau di air, dan atau di udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun dipelihara oleh manusia (Widada dkk. 2003) Konsevasi sumberdaya alam adalah kegiatan yang meliputi perlindungan, pengawetan, pemeliharaan, rehabilitasi, introduksi, pelestarian pemanfaatan dan pengembangan (Anonim 1985). Sesuai dengan pengertian konservasi sumber daya alam secara umum, maka Alikodra (1990) menyatakan bahwa konservasi satwa liar merupakan kegiatan yang meliputi perlindungan, pengawetan, pemeliharaan, rehabilitasi, introduksi, pelestarian pemanfaatan dan pengembangan satwa liar. Jadi tujuan kegiatan konservasi satwa liar adalah terjaminnya kelangsungan hidup satwa liar dan terjaminnya kebutuhan masyarakat untuk memanfaatkannya baik langsung ataupun tidak langsung berdasarkan prinsip pelestarian. Alikodra (1990) menyatakan bahwa tujuan kegiatan konservasi dapat dicapai melalui upaya-upaya sebagai berikut : 1) melakukan pembatasan-pembatasan terhadap perburuan liar,

33 16 2) melakukan pengendalian persaingan dan pemangsaan, 3) pembinaan wilayah (suaka) tempat berlindung, tidur, dan berkembang biak baik berupa taman-taman, hutan, maupun suaka margasatwa, cagar alam, taman nasional, dan taman hutan raya ataupun kebun raya, 4) melakukan pengawasan terhadap kuantitas dan kaulitas lingkungan hidup satwa liar seperti ketersediaan makanan, air, pelindung, penyakit, dan faktorfaktor lainnya, 5) meningkatkan peran serta masyarakat dalam upaya konservasi satwa liar, 6) pengembangan pendayagunaan satwa liar baik untuk rekreasi, berburu, obyek wisata alam ataupun penangkaran, dan 7) pengembangan penelitian.

34 MATERI DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian genotipe dan fenotipe ayam hutan merah (Gallus gallus gallus) dan ayam kampung (Gallus gallus domesticus) di Watutela dan Ngatabaru Sulawesi Tengah telah dilaksanakan di Propinsi Sulawesi Tengah yaitu di lokasi Watutela dan Ngatabaru selama empat bulan mulai dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni Watutela Ngatabaru Gambar 3. Peta lokasi penelitian.

35 18 Hewan Percobaan Materi dan Alat Penelitian Hewan percobaan yang digunakan adalah ayam hutan merah dan ayam kampung berasal dari lokasi Watutela dan Ngatabaru Sulawesi Tengah. Ayam hutan merah berjumlah 54 ekor, diperoleh dari Watutela 28 ekor (15 ekor jantan dan 13 ekor betina) dan di Ngatabaru 24 ekor (13 ekor jantan dan 11 ekor betina). Ayam lokal berjumlah 119 ekor, diperoleh dari Watutela 60 ekor (30 ekor jantan dan 30 ekor betina) dan Ngatabaru 59 ekor (29 ekor jantan dan 30 ekor betina). Peralatan Peralatan yang digunakan: timbangan duduk dengan kapasitas 2 kg, pita ukur, jangka sorong dengan ketelitian 0,05 mm, handycam, dan foto kamera, global position sistem (GPS), kompas, alat ukur (pita ukur), binoculer, kantung plastik, tenda dan peta lokasi serta alat tulis menulis. Metode Penelitian Penentuan Lokasi Penentuan lokasi dilakukan secara purposive sampling, yaitu dengan memilih dua lokasi yaitu Watutela dan Ngatabaru sebagai lokasi sampel dari 5 lokasi yang ada disekitar Taman Hutan Raya (TAHURA) Palu. Orientasi Lapangan (survei awal) Orientasi lapangan ini dilakukan di dua lokasi penelitian untuk mendapatkan gambaran awal kondisi habitat dan mengenal kondisi lapangan. Setelah itu dilakukan pengamatan langsung dilapangan berdasarkan informasi masyarakat setempat tentang keberadaan ayam hutan merah di lokasi penelitian untuk pengambilan data selanjutnya. Habitat. Pada pengamatan ini peneliti mengamati tempat-tempat yang sering ditemui ada ayam hutan merah, baik melalui informasi masyarakat maupun hasil survei dilapangan, kemudian mencatat kondisi habitat dan aktivitas masyarakat di sekitar tempat tersebut.

36 19 Survei Masyarakat. Untuk mengetahui aktivitas masyarakat dalam pemanfaatan hutan dan sikap terhadap keberadaan ayam hutan, maka dilakukan survei dengan metode wawancara semi terstruktur. Wawancara ini dirancang dalam bentuk borang untuk mendapatkan jawaban secara terbuka. Penentuan responden tidak dilakukan secara acak, tetapi dengan melakukan pemilihan atas responden berdasarkan pendidikan, pekerjaan, umur dan yang terutama mempunyai akses terhadap hutan. Survei masyarakat ini akan ditambah dari data sekunder yang berasal dari kepala desa, dan survei pasar yang akan dilakukan pada beberapa desa di sekitar lokasi penelitian. Hasil wawancara semi terstruktur dianalisis secara deskriptif. Cara Pengumpulan Data Pengamatan fenotipe ayam hutan dan ayam kampung. Data kuantitatif yang diamati meliputi pengukuran tubuh yang terdiri atas bobot badan, panjang paha (femur), panjang betis (tibia), panjang cakar (tarsometatarsus), lingkar cakar, panjang sayap, panjang jari ketiga, panjang bulu ekor, panjang tubuh total, tinggi jengger, panjang paruh atas dan panjang paruh bawah, pengukuran dilakukan pada tubuh bagian sebelah kanan. Sifat Kuantitatif yang diamati : 1) bobot badan, diukur dengan menggunakan timbangan (satuan gram), 2) panjang paha, merupakan panjang tulang femur yaitu dari persendian tulang pangkal paha sampai dengan persendian pangkal atas tulang tibai, diukur dengan menggunakan jangka sorong (satuan mm), 3) panjang betis, merupakan panjang tulang tibia yaitu dari persendian pangkal tulang atas tulang tibia sampai dengan persendian bawah tulang tibia, diukur dengan menggunakan jangka sorong (satuan mm), 4) panjang cakar, merupakan panjang tulang metatarsus yaitu dari persendian bagian bawah tulang tibia sampai dengan persendian awal jari tengah, diukur dengan menggunakan jangka sorong (satuan mm),

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Hutan dan Ayam Kampung Asal usul ayam Klasifikasi dan tingkah laku ayam hutan merah

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Hutan dan Ayam Kampung Asal usul ayam Klasifikasi dan tingkah laku ayam hutan merah TINJAUAN PUSTAKA Ayam Hutan dan Ayam Kampung Asal usul ayam Ayam yang ada sekarang ini berasal dari empat jenis ayam liar yaitu ayam hutan merah (Gallus gallus), ayam Srilangka (Gallus lafayetti), ayam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Ayam

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Ayam TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Ayam Klasifikasi bangsa ayam menurut Myers (2001) yaitu kingdom Animalia (hewan); filum Chordata (hewan bertulang belakang); kelas Aves (burung); ordo Galliformes; famili Phasianidae;

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Lokal Ayam Kampung

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Lokal Ayam Kampung TINJAUAN PUSTAKA Ayam Lokal Ayam di dunia berasal dari daerah Selatan India, pegunungan Himalaya, Assam, Burma, Ceylon dan beberapa daerah di pulau Sumatra dan Jawa. Ditemukan empat spesies ayam liar yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang tidak ternilai harganya (Badarudin dkk. 2013). Ayam kampung

I. PENDAHULUAN. nasional yang tidak ternilai harganya (Badarudin dkk. 2013). Ayam kampung I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ayam lokal di Indonesia adalah kekayaan alam yang merupakan aset nasional yang tidak ternilai harganya (Badarudin dkk. 2013). Ayam kampung disebut juga dengan istilah

Lebih terperinci

III. KARAKTERISTIK AYAM KUB Sifat Kualitatif Warna Bulu, Shank dan Comb

III. KARAKTERISTIK AYAM KUB Sifat Kualitatif Warna Bulu, Shank dan Comb III. KARAKTERISTIK AYAM KUB-1 A. Sifat Kualitatif Ayam KUB-1 1. Sifat Kualitatif Warna Bulu, Shank dan Comb Sifat-sifat kualitatif ayam KUB-1 sama dengan ayam Kampung pada umumnya yaitu mempunyai warna

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Ciamis, Jawa Barat Kabupaten Ciamis merupakan daerah dataran tinggi yang memiliki luasan sekitar 244.479 Ha. Secara geografis Kabupaten Ciamis terletak

Lebih terperinci

STUDI FREKUENSI SIFAT KUALITATIF AYAM KAMPUNG DI DESA MENAMING KECAMATAN RAMBAH KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

STUDI FREKUENSI SIFAT KUALITATIF AYAM KAMPUNG DI DESA MENAMING KECAMATAN RAMBAH KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU STUDI FREKUENSI SIFAT KUALITATIF AYAM KAMPUNG DI DESA MENAMING KECAMATAN RAMBAH KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU (The Study of Native Chicken Qualitative Frequency in Menaming Village Rambah Subdistrict

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. lebih murah dibandingkan dengan daging ternak lain seperti sapi dan domba.

PENDAHULUAN. lebih murah dibandingkan dengan daging ternak lain seperti sapi dan domba. 1 I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Ternak unggas merupakan ternak yang sangat populer di Indonesia sebagai sumber daging. Selain cita rasanya yang disukai, ternak unggas harganya relatif lebih murah dibandingkan

Lebih terperinci

STUDI KARAKTERISTIK SIFAT KUALITATIF DAN KUANTITATIF AYAM KAMPUNG DI KECAMATAN LASALIMU KABUPATEN BUTON

STUDI KARAKTERISTIK SIFAT KUALITATIF DAN KUANTITATIF AYAM KAMPUNG DI KECAMATAN LASALIMU KABUPATEN BUTON STUDI KARAKTERISTIK SIFAT KUALITATIF DAN KUANTITATIF AYAM KAMPUNG DI KECAMATAN LASALIMU KABUPATEN BUTON Amlia 1, Muh. Amrullah Pagala 2, dan Rahim Aka 2 1 Alumnus Fakultas Peternakan UHO 2 Dosen Fakultas

Lebih terperinci

SIFAT-SIFAT KUALITATIF DAN KUANTITATIF AYAM KETAWA DI KOTA KENDARI

SIFAT-SIFAT KUALITATIF DAN KUANTITATIF AYAM KETAWA DI KOTA KENDARI SIFAT-SIFAT KUALITATIF DAN KUANTITATIF AYAM KETAWA DI KOTA KENDARI Lusri Andrianto 1, La Ode Baa 2, Muh.Rusdin 2 1) Alumnus Fakultas Peternakan UHO 2) Staf Pengajar Fakultas Peternakan UHO * e-mail : mrusdin74@yahoo.com

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya genetik

PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya genetik 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya genetik ternak tinggi, namun sumber daya genetik tersebut belum dimanfaatkan dengan optimal. Salah satu sumberdaya

Lebih terperinci

PERFORMANS DAN KARAKTERISTIK AYAM NUNUKAN

PERFORMANS DAN KARAKTERISTIK AYAM NUNUKAN PERFORMANS DAN KARAKTERISTIK AYAM NUNUKAN WAFIATININGSIH 1, IMAM SULISTYONO 1, dan RATNA AYU SAPTATI 2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur 2 Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. pengembangannya harus benar-benar diperhatikan dan ditingkatkan. Seiring

I PENDAHULUAN. pengembangannya harus benar-benar diperhatikan dan ditingkatkan. Seiring I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Unggas merupakan ternak yang sangat populer di Indonesia sebagai sumber protein hewani daging dan telur. Hal tersebut disebabkan karena ternak unggas harganya relatif murah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dari hasil domestikasi ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan

TINJAUAN PUSTAKA. dari hasil domestikasi ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Kampung Ayam kampung merupakan turunan panjang dari proses sejarah perkembangan genetik perunggasan di tanah air. Ayam kampung diindikasikan dari hasil domestikasi ayam hutan

Lebih terperinci

KERAGAMAN SIFAT KUALITATIF ITIK LOKAL DI USAHA PEMBIBITAN ER DI KOTO BARU PAYOBASUNG KECAMATAN PAYAKUMBUH TIMUR KOTA PAYAKUMBUH SKRIPSI

KERAGAMAN SIFAT KUALITATIF ITIK LOKAL DI USAHA PEMBIBITAN ER DI KOTO BARU PAYOBASUNG KECAMATAN PAYAKUMBUH TIMUR KOTA PAYAKUMBUH SKRIPSI KERAGAMAN SIFAT KUALITATIF ITIK LOKAL DI USAHA PEMBIBITAN ER DI KOTO BARU PAYOBASUNG KECAMATAN PAYAKUMBUH TIMUR KOTA PAYAKUMBUH SKRIPSI Oleh: CHARLLY CHARMINI ARSIH 0910611005 Diajukan Sebagai Salah Satu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Burung jalak bali oleh masyarakat Bali disebut dinamakan dengan curik putih atau curik bali, sedangkan dalam istilah asing disebut dengan white starling, white mynah,

Lebih terperinci

PERFORMANS AYAM MERAWANG BETINA DEWASA BERDASARKAN KARAKTER KUALITATIF DAN UKURAN- UKURAN TUBUH SEBAGAI BIBIT

PERFORMANS AYAM MERAWANG BETINA DEWASA BERDASARKAN KARAKTER KUALITATIF DAN UKURAN- UKURAN TUBUH SEBAGAI BIBIT PERFORMANS AYAM MERAWANG BETINA DEWASA BERDASARKAN KARAKTER KUALITATIF DAN UKURAN- UKURAN TUBUH SEBAGAI BIBIT HASNELLY Z. dan RAFIDA ARMAYANTI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Bangka Belitung

Lebih terperinci

STUDI KERAGAMAN FENOTIPE DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU SUNGAI, RAWA DAN SILANGANNYA DI SUMATERA UTARA SKRIPSI ANDRI JUWITA SITORUS

STUDI KERAGAMAN FENOTIPE DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU SUNGAI, RAWA DAN SILANGANNYA DI SUMATERA UTARA SKRIPSI ANDRI JUWITA SITORUS STUDI KERAGAMAN FENOTIPE DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU SUNGAI, RAWA DAN SILANGANNYA DI SUMATERA UTARA SKRIPSI ANDRI JUWITA SITORUS PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUALITATIF DAN UKURAN TUBUH PADA ITIK TEGAL, ITIK MAGELANG, DAN ITIK DAMIAKING

IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUALITATIF DAN UKURAN TUBUH PADA ITIK TEGAL, ITIK MAGELANG, DAN ITIK DAMIAKING IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUALITATIF DAN UKURAN TUBUH PADA ITIK TEGAL, ITIK MAGELANG, DAN ITIK DAMIAKING S. SOPIYANA, A.R. SETIOKO, dan M.E. YUSNANDAR Balai Penelitian Ternak Jl. Veteran III PO Box 221

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Puyuh petelur Jepang (Coturnix coturnix japonica) merupakan penyedia telur

PENDAHULUAN. Puyuh petelur Jepang (Coturnix coturnix japonica) merupakan penyedia telur I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Puyuh petelur Jepang (Coturnix coturnix japonica) merupakan penyedia telur puyuh utama di Indonesia. Dalam satu tahun puyuh ini mampu menghasilkan 250 sampai 300 butir

Lebih terperinci

STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI, KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN SUKAWENING KABUPATEN GARUT

STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI, KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN SUKAWENING KABUPATEN GARUT STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI, KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN SUKAWENING KABUPATEN GARUT SKRIPSI TANTAN KERTANUGRAHA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI

Lebih terperinci

STUDI UKURAN DAN BENTUK TUBUH AYAM KAMPUNG, AYAM SENTUL DAN AYAM WARENG TANGERANG MELALUI ANALISIS KOMPONEN UTAMA SKRIPSI

STUDI UKURAN DAN BENTUK TUBUH AYAM KAMPUNG, AYAM SENTUL DAN AYAM WARENG TANGERANG MELALUI ANALISIS KOMPONEN UTAMA SKRIPSI STUDI UKURAN DAN BENTUK TUBUH AYAM KAMPUNG, AYAM SENTUL DAN AYAM WARENG TANGERANG MELALUI ANALISIS KOMPONEN UTAMA SKRIPSI VINDHA YULI CANDRAWATI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. cara diburu di hutan-hutan pedalaman. Puyuh liar biasanya hidup di semak-semak

PENDAHULUAN. cara diburu di hutan-hutan pedalaman. Puyuh liar biasanya hidup di semak-semak 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Burung puyuh adalah salah satu jenis burung yang hidup secara liar dan keberadaannya di alam bebas dan terbuka. Burung ini biasanya ditemukan dengan cara diburu di hutan-hutan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Tekukur Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang terbentang dari India dan Sri Lanka di Asia Selatan Tropika hingga ke China Selatan dan Asia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang dilindungi melalui Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati

Lebih terperinci

II. SEJARAH PEMBENTUKAN AYAM KUB-1

II. SEJARAH PEMBENTUKAN AYAM KUB-1 II. SEJARAH PEMBENTUKAN AYAM KUB-1 A. Keberadaan Ayam Kampung di Indonesia Ayam Kampung merupakan hasil domestikasi ayam Hutan Merah (red jungle fowl/gallus gallus) yang telah dipelihara oleh nenek moyang

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK SIFAT KUALITATIF DAN KUANTITATIF AYAM WALIK DI SUMEDANG DAN BOGOR SKRIPSI

KARAKTERISTIK SIFAT KUALITATIF DAN KUANTITATIF AYAM WALIK DI SUMEDANG DAN BOGOR SKRIPSI KARAKTERISTIK SIFAT KUALITATIF DAN KUANTITATIF AYAM WALIK DI SUMEDANG DAN BOGOR SKRIPSI RESTYMAYA TIRAMA TARIGAN DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Beberapa ratus tahun yang lalu di Jepang telah diadakan penjinakan

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Beberapa ratus tahun yang lalu di Jepang telah diadakan penjinakan II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sejarah Perkembangan Puyuh Beberapa ratus tahun yang lalu di Jepang telah diadakan penjinakan terhadap burung puyuh. Mula-mula ditujukan untuk hewan kesenangan dan untuk kontes

Lebih terperinci

Karakteristik Genetik Eksternal Ayam Kampung di Kecamatan Sungai Pagu Kabupaten Solok Selatan

Karakteristik Genetik Eksternal Ayam Kampung di Kecamatan Sungai Pagu Kabupaten Solok Selatan Karakteristik Genetik Eksternal Ayam Kampung di Kecamatan Sungai Pagu Kabupaten Solok Selatan Kusnadidi Subekti 1 dan Firda Arlina 1 1 Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Padang Intisari Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. potensi alam didalamnya sejak dahulu kala. Beragam sumber daya genetik hewan

I. PENDAHULUAN. potensi alam didalamnya sejak dahulu kala. Beragam sumber daya genetik hewan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki banyak potensi alam didalamnya sejak dahulu kala. Beragam sumber daya genetik hewan maupun tumbuhan dapat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sumber: Kuswardani (2012) Gambar 1. Ayam Ketawa Jantan (A), Ayam Pelung Jantan (B) Sumber: Candrawati (2007)

TINJAUAN PUSTAKA. Sumber: Kuswardani (2012) Gambar 1. Ayam Ketawa Jantan (A), Ayam Pelung Jantan (B) Sumber: Candrawati (2007) TINJAUAN PUSTAKA Ayam Lokal Indonesia Ayam diklasifikasikan ke dalam kingdom Animalia, filum Chordata, subfium Vertebrata, kelas Aves, super order Carinatae, ordo Galliformes dan spesies Gallus gallus

Lebih terperinci

UKURAN DAN BENTUK ITIK PEKIN (Anas Platyrhynchos), ENTOK IMPOR DAN ENTOK LOKAL (Cairina moschata)

UKURAN DAN BENTUK ITIK PEKIN (Anas Platyrhynchos), ENTOK IMPOR DAN ENTOK LOKAL (Cairina moschata) UKURAN DAN BENTUK ITIK PEKIN (Anas Platyrhynchos), ENTOK IMPOR DAN ENTOK LOKAL (Cairina moschata) BRAM BRAHMANTIYO 1, RINI H. MULYONO 2 dan ADE SUTISNA 2 1 Balai Penelitian Ternak, Jl. Veteran III P.O.

Lebih terperinci

Oleh: Suhardi, SPt.,MP

Oleh: Suhardi, SPt.,MP Oleh: Suhardi, SPt.,MP Ayam Puyuh Itik Itik Manila (entok) Angsa Kalkun Merpati (semua jenis burung) Burung Unta Merak, bangau, dll Unggas atau khususnya ayam dalam sistematika taksonomi termasuk dalam

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Arab

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Arab TINJAUAN PUSTAKA Ayam Arab Berbagai alasan muncul berkaitan dengan asal-usul penamaan ayam Arab. Beberapa sumber mengatakan bahwa asal mula disebut ayam Arab karena awalnya dibawa dari kepulangan ibadah

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

PEMBAHASAN UMUM. Keadaan Umum Lokasi Penelitian 79 PEMBAHASAN UMUM Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kuda di Sulawesi Utara telah dikenal sejak lama dimana pemanfatan ternak ini hampir dapat dijumpai di seluruh daerah sebagai ternak tunggangan, menarik

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Puyuh adalah spesies atau subspecies dari genus Coturnix yang tersebar di

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Puyuh adalah spesies atau subspecies dari genus Coturnix yang tersebar di 6 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 1.1 Puyuh (Coturnix coturnix japonica) Puyuh adalah spesies atau subspecies dari genus Coturnix yang tersebar di seluruh daratan, kecuali Amerika. Awalnya puyuh merupakan ternak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan Kabupaten Kuantan Singingi didasari dengan Undang-undang

II. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan Kabupaten Kuantan Singingi didasari dengan Undang-undang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi Kabupaten Kuantan Singingi adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Riau, hasil pemekaran dari Kabupaten induknya yaitu Kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

Burung Kakaktua. Kakatua

Burung Kakaktua. Kakatua Burung Kakaktua Kakatua Kakak tua putih Klasifikasi ilmiah Kerajaan: Animalia Filum: Chordata Kelas: Aves Ordo: Psittaciformes Famili: Cacatuidae G.R. Gray, 1840 Subfamily Microglossinae Calyptorhynchinae

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i ABSTRACT... ii RIWAYAT HIDUP... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i ABSTRACT... ii RIWAYAT HIDUP... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI ABSTRAK... i ABSTRACT... ii RIWAYAT HIDUP... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR.... Viii PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 4 Kegunaan

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Itik atau yang lebih dikenal dimasyarakat disebut bebek (bahasa jawa),

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Itik atau yang lebih dikenal dimasyarakat disebut bebek (bahasa jawa), 1 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Sejarah Perkembangan Itik Itik atau yang lebih dikenal dimasyarakat disebut bebek (bahasa jawa), golongan terdahulunya merupakan itik liar bernama Mallard (Anas plathytynchos)

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Merak hijau 2.1.1 Taksonomi Grzimek (1972) menyatakan bahwa klasifikasi merak hijau jawa (Pavo muticus muticus) sebagai berikut : Kingdom Phyllum : Animalia : Chordata

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifkasi Kambing

TINJAUAN PUSTAKA Klasifkasi Kambing TINJAUAN PUSTAKA Klasifkasi Kambing Kambing diklasifikasikan ke dalam kerajaan Animalia; filum Chordata; subfilum Vertebrata; kelas Mammalia; ordo Artiodactyla; sub-ordo Ruminantia; familia Bovidae; sub-familia

Lebih terperinci

Identifikasi sifat-sifat Kualitatif ayam Wareng Tangerang. Andika Mahendra

Identifikasi sifat-sifat Kualitatif ayam Wareng Tangerang. Andika Mahendra IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUALITATIF AYAM WARENG TANGERANG DI UPT BALAI PEMBIBITAN TERNAK DAN HIJAUAN PAKAN TERNAK DESA CURUG WETAN KECAMATAN CURUG KABUPATEN TANGERANG Andika Mahendra*, Indrawati Yudha

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG JAHE MERAH DALAM RANSUM TERHADAP BOBOT BADAN DAN UKURAN TUBUH AYAM KAMPUNG PERIODE PERTUMBUHAN (UMUR MINGGU) SKRIPSI

PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG JAHE MERAH DALAM RANSUM TERHADAP BOBOT BADAN DAN UKURAN TUBUH AYAM KAMPUNG PERIODE PERTUMBUHAN (UMUR MINGGU) SKRIPSI PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG JAHE MERAH DALAM RANSUM TERHADAP BOBOT BADAN DAN UKURAN TUBUH AYAM KAMPUNG PERIODE PERTUMBUHAN (UMUR 16 22 MINGGU) SKRIPSI Oleh NUR FITRIANI FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Burung di Pantai Trisik Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman hayati di Yogyakarta khususnya pada jenis burung. Areal persawahan, laguna

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menurut Pane (1991) meliputi bobot badan kg, panjang badan

TINJAUAN PUSTAKA. menurut Pane (1991) meliputi bobot badan kg, panjang badan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Bali Sapi bali adalah sapi lokal Indonesia keturunan banteng yang telah didomestikasi. Sapi bali banyak berkembang di Indonesia khususnya di pulau bali dan kemudian menyebar

Lebih terperinci

KERAGAMAN SIFAT KUALITATIF DAN MORFOMETRIK ANTARA AYAM KAMPUNG, AYAM BANGKOK, AYAM KATAI, AYAM BIRMA, AYAM BAGON DAN MAGON DI MEDAN

KERAGAMAN SIFAT KUALITATIF DAN MORFOMETRIK ANTARA AYAM KAMPUNG, AYAM BANGKOK, AYAM KATAI, AYAM BIRMA, AYAM BAGON DAN MAGON DI MEDAN KERAGAMAN SIFAT KUALITATIF DAN MORFOMETRIK ANTARA AYAM KAMPUNG, AYAM BANGKOK, AYAM KATAI, AYAM BIRMA, AYAM BAGON DAN MAGON DI MEDAN (Diversity of Qualitative Trait and Morphometrics Between Kampung, Bangkok,

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi Bangsa (breed) adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tertentu tersebut, suatu bangsa dapat dibedakan dari

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK SIFAT KUALITATIF DAN KUANTITATIF KELINCI FLEMISH GIANT, ENGLISH SPOT, DAN REX DI KABUPATEN MAGELANG

KARAKTERISTIK SIFAT KUALITATIF DAN KUANTITATIF KELINCI FLEMISH GIANT, ENGLISH SPOT, DAN REX DI KABUPATEN MAGELANG KARAKTERISTIK SIFAT KUALITATIF DAN KUANTITATIF KELINCI FLEMISH GIANT, ENGLISH SPOT, DAN REX DI KABUPATEN MAGELANG SKRIPSI LIDIA FAFARITA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka Burung Jalak Bali Burung Jalak Bali Curik Bali atau yang lebih dikenal dengan nama Jalak Bali, merupakan salah satu spesies burung cantik endemis Indonesia. Burung

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Badan Pusat Statistik Kabupaten Donggala dalam Angka. Donggala: Kerjasama BAPPEDA dengan BPS Kabupaten Donggala.

DAFTAR PUSTAKA. Badan Pusat Statistik Kabupaten Donggala dalam Angka. Donggala: Kerjasama BAPPEDA dengan BPS Kabupaten Donggala. DAFTAR PUSTAKA Alikodra HS. 1990. Pengelolaan Satwa Liar Jilid I. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat IPB Anonim. 1985. Strategi

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI BERBAGAI TIPE DAERAH TEPI (EDGES) TAMAN HUTAN RAYA SULTAN SYARIF HASYIM PROPINSI RIAU DEFRI YOZA

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI BERBAGAI TIPE DAERAH TEPI (EDGES) TAMAN HUTAN RAYA SULTAN SYARIF HASYIM PROPINSI RIAU DEFRI YOZA KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI BERBAGAI TIPE DAERAH TEPI (EDGES) TAMAN HUTAN RAYA SULTAN SYARIF HASYIM PROPINSI RIAU DEFRI YOZA SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

HUBUNGAN MOTIVASI BERPRESTASI DAN IKLIM ORGANISASI DENGAN KINERJA PENYULUH KEHUTANAN TERAMPIL

HUBUNGAN MOTIVASI BERPRESTASI DAN IKLIM ORGANISASI DENGAN KINERJA PENYULUH KEHUTANAN TERAMPIL HUBUNGAN MOTIVASI BERPRESTASI DAN IKLIM ORGANISASI DENGAN KINERJA PENYULUH KEHUTANAN TERAMPIL (Kasus di Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat) HENDRO ASMORO SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

PENANGKARAN DAN PERBIBITAN AYAM MERAWANG DI BANGKA BELITUNG

PENANGKARAN DAN PERBIBITAN AYAM MERAWANG DI BANGKA BELITUNG PENANGKARAN DAN PERBIBITAN AYAM MERAWANG DI BANGKA BELITUNG HASNELLY Z., RINALDI dan SUWARDIH Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Bangka Belitung Jl. Mentok Km 4 Pangkal Pinang 33134 ABSTRAK

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua

KAJIAN KEPUSTAKAAN. berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua 6 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Klasifikasi Domba Berdasarkan taksonominya, domba merupakan hewan ruminansia yang berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua domba termasuk kedalam

Lebih terperinci

METODE. Materi. Tabel 2. Distribusi Ayam Kampung yang Digunakan

METODE. Materi. Tabel 2. Distribusi Ayam Kampung yang Digunakan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di desa Tanjung Manggu Sindangrasa, Imbanagara, Ciamis, Jawa Barat; di desa Dampyak, Mejasem Timur, Tegal, Jawa Tengah dan di desa Duren Talun, Blitar,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KECAMATAN CIBADAK DAN SAJIRA KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN SKRIPSI SAROJI

KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KECAMATAN CIBADAK DAN SAJIRA KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN SKRIPSI SAROJI KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KECAMATAN CIBADAK DAN SAJIRA KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN SKRIPSI SAROJI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN II. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilakukan di Desa Koto Perambahan Kecamatan Kampar Timur Kabupaten Kampar Provinsi Riau, pada bulan Oktober sampai November 2014. 3.2.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Alat Percobaan Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah puyuh Malon betina dewasaumur 4-5 bulan. Jumlah puyuh Malon yang dijadikan sampel sebanyak

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Kamruton adalah salah satu bagian dari Kecamatan Lebak Wangi,

HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Kamruton adalah salah satu bagian dari Kecamatan Lebak Wangi, 1 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Manajemen Pemeliharaan dan Pakan Desa Kamruton adalah salah satu bagian dari Kecamatan Lebak Wangi, yang berbatasan dengan desa teras bendung di sebelah utara dan desa jeruk

Lebih terperinci

Bibit induk (parent stock) itik Alabio muda

Bibit induk (parent stock) itik Alabio muda Standar Nasional Indonesia Bibit induk (parent stock) itik Alabio muda ICS 65.020.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK KUALITATIF DAN UKURAN-UKURAN TUBUH AYAM WARENG TANGERANG

KARAKTERISTIK KUALITATIF DAN UKURAN-UKURAN TUBUH AYAM WARENG TANGERANG KARAKTERISTIK KUALITATIF DAN UKURAN-UKURAN TUBUH AYAM WARENG TANGERANG (The Qualitative Characteristic and Body Size of Tangerang-Wareng Chicken) T. SUSANTI, S. ISKANDAR dan S. SOPIYANA Balai Penelitian

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. lokal adalah salah satu unggas air yang telah lama di domestikasi, dan

I PENDAHULUAN. lokal adalah salah satu unggas air yang telah lama di domestikasi, dan I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak unggas penghasil telur, daging dan sebagai binatang kesayangan dibedakan menjadi unggas darat dan unggas air. Dari berbagai macam jenis unggas air yang ada di Indonesia,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dibedakan dari bangsa lain meskipun masih dalam spesies. bangsa sapi memiliki keunggulan dan kekurangan yang kadang-kadang dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. dibedakan dari bangsa lain meskipun masih dalam spesies. bangsa sapi memiliki keunggulan dan kekurangan yang kadang-kadang dapat II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keragaman Bangsa Sapi Lokal Bangsa (breed) adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tersebut, suatu bangsa dapat dibedakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Kampung

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Kampung TINJAUAN PUSTAKA Ayam Kampung Ayam diklasifikasikan ke dalam kelas Aves, ordo Galliformes dan famili Phasianidae (Sulandari et al., 2007 a ). Dijelaskan lebih lanjut bahwa ayam mempunyai jengger (comb)

Lebih terperinci

KAJIAN EKOLOGI, POPULASI DAN KRANIOMETRI BANGE (Macaca tonkeana) DI KABUPATEN MOROWALI SULAWESI TENGAH MOHAMAD IRFAN

KAJIAN EKOLOGI, POPULASI DAN KRANIOMETRI BANGE (Macaca tonkeana) DI KABUPATEN MOROWALI SULAWESI TENGAH MOHAMAD IRFAN KAJIAN EKOLOGI, POPULASI DAN KRANIOMETRI BANGE (Macaca tonkeana) DI KABUPATEN MOROWALI SULAWESI TENGAH MOHAMAD IRFAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di peternakan merpati di area Komplek Alam Sinar Sari, Desa Sinarsari, Dramaga, Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini berlangsung selama bulan

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Eropa, Asia, dan Australia. Sebagian besar puyuh tersebut hidupnya masih liar dan

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Eropa, Asia, dan Australia. Sebagian besar puyuh tersebut hidupnya masih liar dan II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Sejarah Perkembangan Puyuh Bangsa-bangsa puyuh terdapat di seluruh dunia yaitu di benua Amerika, Eropa, Asia, dan Australia. Sebagian besar puyuh tersebut hidupnya masih liar

Lebih terperinci

TINJAUAN KEPUSTAKAAN. merupakan ruminansia yang berasal dari Asia dan pertama kali di domestikasi

TINJAUAN KEPUSTAKAAN. merupakan ruminansia yang berasal dari Asia dan pertama kali di domestikasi II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Perkembangan Domba Asia merupakan pusat domestikasi domba. Diperkirakan domba merupakan ruminansia yang berasal dari Asia dan pertama kali di domestikasi oleh manusia kira-kira

Lebih terperinci

ACARA PENGAJARAN (SAP) IV A.

ACARA PENGAJARAN (SAP) IV A. SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP) IV A. 1. Pokok Bahasan : Jenis dan tipe ayam komersial A.2. Pertemuan minggu ke : 6 (2 jam) B. Sub Pokok Bahasan: 1. Ayam tipe petelur 2. Ayam tipe pedaging 3. Ayam tipe dwiguna

Lebih terperinci

Perbandingan Genetik Eksternal Ayam Wareng dan Ayam Kampung yang Dilihat dari Laju Introgresi dan Variabilitas Genetiknya

Perbandingan Genetik Eksternal Ayam Wareng dan Ayam Kampung yang Dilihat dari Laju Introgresi dan Variabilitas Genetiknya Perbandingan Genetik Eksternal Ayam Wareng dan Ayam Kampung yang Dilihat dari Laju Introgresi dan Variabilitas Genetiknya T. SARTIKA 1, D.K. WATI 2, H.S. IMAN RAHAYU 2. dan S. ISKANDAR 1 1 Balai Penelitian

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.330, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Pengelolaan. Pelestarian. Suaka. Kawasan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5798) PERATURAN

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK GE ETIK EKSTER AL AYAM ARAB, PELU G DA KAMPU G SKRIPSI JAKA SAPUTRA PROGRAM STUDI TEK OLOGI PRODUKSI TER AK FAKULTAS PETER AKA

KARAKTERISTIK GE ETIK EKSTER AL AYAM ARAB, PELU G DA KAMPU G SKRIPSI JAKA SAPUTRA PROGRAM STUDI TEK OLOGI PRODUKSI TER AK FAKULTAS PETER AKA KARAKTERISTIK GE ETIK EKSTER AL AYAM ARAB, PELU G DA KAMPU G SKRIPSI JAKA SAPUTRA PROGRAM STUDI TEK OLOGI PRODUKSI TER AK FAKULTAS PETER AKA I STITUT PERTA IA BOGOR 2010 i KARAKTERISTIK GE ETIK EKSTER

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Bali

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Bali TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali Sapi bali merupakan salah satu ternak asli dari Indonesia. Sapi bali adalah bangsa sapi yang dominan dikembangkan di bagian Timur Indonesia dan beberapa provinsi di Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan ayam hutan hijau

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan ayam hutan hijau II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Deskripsi Ayam Sentul Ayam lokal merupakan turunan panjang dari proses sejarah perkembangan genetik perunggasan di Indonesia. Ayam lokal merupakan hasil domestikasi ayam hutan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. sebagai alternatif sumber protein hewanidi masyarakat baik sebagai penghasil telur

I PENDAHULUAN. sebagai alternatif sumber protein hewanidi masyarakat baik sebagai penghasil telur I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Puyuh merupakan salah satu jenis ternak unggas yang dikembangkan sebagai alternatif sumber protein hewanidi masyarakat baik sebagai penghasil telur maupun daging. Sejak

Lebih terperinci

Keragaman Fenotipe Sifat Kualitatif Ayam Burgo di Provinsi Bengkulu

Keragaman Fenotipe Sifat Kualitatif Ayam Burgo di Provinsi Bengkulu Keragaman Fenotipe Sifat Kualitatif Ayam Burgo di Provinsi Bengkulu Qualitative henotype Diversity of Burgo Chicken in Bengkulu Province T. Rafian 1, Jakaria 2, dan N. Ulupi 2 1 Mahasiswa Program Magister

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. murni yang masih sedikit dan wawasan peternak masih sangat minim dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. murni yang masih sedikit dan wawasan peternak masih sangat minim dalam 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Lokal Ayam lokal di Indonesia telah lama dikembangkan oleh masyarakat Indonesia dan biasanya sering disebut dengan ayam buras. Ayam buras di Indonesia memiliki perkembangan

Lebih terperinci

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Analisis

Lebih terperinci

KAJIAN PUSTAKA. (Ovis amon) yang berasal dari Asia Tenggara, serta Urial (Ovis vignei) yang

KAJIAN PUSTAKA. (Ovis amon) yang berasal dari Asia Tenggara, serta Urial (Ovis vignei) yang II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Asal-Usul dan Klasifikasi Domba Domba yang dijumpai saat ini merupakan hasil domestikasi yang dilakukan manusia. Pada awalnya domba diturunkan dari 3 jenis domba liar, yaitu Mouflon

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos

TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah Sapi Bali Abidin (2002) mengatakan bahwa sapi bali merupakan sapi asli Indonesia yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos Sondaicus)

Lebih terperinci

A~a n = B~b~b 1 n = C~c b ~c s ~c a ~c n = D~d n = i~i n= L~l n = o~o n = = h.

A~a n = B~b~b 1 n = C~c b ~c s ~c a ~c n = D~d n = i~i n= L~l n = o~o n = = h. Lokus o~o yang terpaut kromosom X akan memberikan tiga macam warna fenotipe yaitu oranye (a 1 ), tortoiseshell (a ) dan bukan oranye (a ) dengan jumlah a 1 + a + a = n. Frekuensi alel ditentukan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Rusa termasuk ke dalam genus Cervus spp yang keberadaannya sudah tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa mengingat Undang-

I. PENDAHULUAN. Rusa termasuk ke dalam genus Cervus spp yang keberadaannya sudah tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa mengingat Undang- I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rusa termasuk ke dalam genus Cervus spp yang keberadaannya sudah langka. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang pengawetan jenis

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL TANGKAPAN SUMBERDAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU

ANALISIS HASIL TANGKAPAN SUMBERDAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU i ANALISIS HASIL TANGKAPAN SUMBERDAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU DESI HARMIYATI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun diperlihatkan dengan data Badan Pusat Statistik. menjadi ekor domba pada tahun 2010.

PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun diperlihatkan dengan data Badan Pusat Statistik. menjadi ekor domba pada tahun 2010. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Domba merupakan ternak yang keberadaannya cukup penting dalam dunia peternakan, karena kemampuannya untuk menghasilkan daging sebagai protein hewani bagi masyarakat. Populasi

Lebih terperinci

PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA

PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

ANALISIS PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA DAN PELUANG KEMISKINAN NELAYAN TRADISIONAL

ANALISIS PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA DAN PELUANG KEMISKINAN NELAYAN TRADISIONAL ANALISIS PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA DAN PELUANG KEMISKINAN NELAYAN TRADISIONAL (Studi Kasus: Rumahtangga Nelayan Tradisional Di Kecamatan Kasemen Kabupaten Serang Propinsi Banten) RANTHY PANCASASTI SEKOLAH

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK MORFOLOGI UKURAN TUBUH KERBAU MURRAH DAN KERBAU RAWA DI BPTU BABI DAN KERBAU SIBORONGBORONG

KARAKTERISTIK MORFOLOGI UKURAN TUBUH KERBAU MURRAH DAN KERBAU RAWA DI BPTU BABI DAN KERBAU SIBORONGBORONG KARAKTERISTIK MORFOLOGI UKURAN TUBUH KERBAU MURRAH DAN KERBAU RAWA DI BPTU BABI DAN KERBAU SIBORONGBORONG SKRIPSI GERLI 070306038 PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUALITATIF PADA ITIK LOKAL (Anas platyrhyncos), ENTOK (Cairina moschata) DAN TIKTOK JANTAN SKRIPSI. Oleh M.

IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUALITATIF PADA ITIK LOKAL (Anas platyrhyncos), ENTOK (Cairina moschata) DAN TIKTOK JANTAN SKRIPSI. Oleh M. IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUALITATIF PADA ITIK LOKAL (Anas platyrhyncos), ENTOK (Cairina moschata) DAN TIKTOK JANTAN SKRIPSI Oleh M. AZHAR NURUL HUDA FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Kambing 2.1.1. Kambing Kacang Menurut Mileski dan Myers (2004), kambing diklasifikasikan ke dalam : Kerajaan Filum Kelas Ordo Famili Upafamili Genus Spesies Upaspesies

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi danwaktu Penelitian ayam Ketawa dilaksanakan di tiga tempat, yaitu Peternakan Ayam Ketawa (Arawa) Permata Hijau II Cidodol, Kebayoran Lama, Jakarta Barat dan Pondok Pesantren Daarul

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki Indeks Keanekaragaman Hayati(Biodiversity Index) tertinggi dengan 17% spesies burung dari total burung di dunia (Paine 1997). Sekitar 1598 spesies burung ada

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah Berdasarkan aspek pewilayahan Kalimantan Tengah mempunyai potensi besar untuk pengembangan peternakan dilihat dari luas lahan 153.564 km 2 yang terdiri atas

Lebih terperinci

MENGANGKAT POTENSI GENETIK DAN PRODUKTIVITAS AYAM GAOK

MENGANGKAT POTENSI GENETIK DAN PRODUKTIVITAS AYAM GAOK MENGANGKAT POTENSI GENETIK DAN PRODUKTIVITAS AYAM GAOK TIKE SARTIKA 1, S. SULANDARI 2, MSA ZEIN 2 dan S. PARYANTI 2 1 Balai Penelitian Ternak-Ciawi Jl. Veteran PO Box-221-Bogor 162 2 Bidang Zoologi, Puslitbang

Lebih terperinci