BUKU PUTIH SANITASI KOTA BANDA ACEH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BUKU PUTIH SANITASI KOTA BANDA ACEH"

Transkripsi

1 BUKU PUTIH SANITASI KOTA BANDA ACEH Versi 1, Juni 2009 Disiapkan oleh: TIM SANITASI KOTA BANDA ACEH Difasilitasi oleh: GTZ Supported Project SLGSR Sea Defence Consultants (SDC) i

2 Kata Pengantar Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan berkah dan hidayah sehingga Buku Putih Sanitasi Kota Banda Aceh selesai disusun. Ini merupakan titik tolak menuju sanitasi yang lebih baik. Kota Banda Aceh perlahan lahan bangkit kembali setelah gempa bumi dan Tsunami pada tanggal 26 Desember Salah satu kegiatan pasca bencana alam tersebut adalah rekonstruksi dan rehabilitasi bidang penyehatan lingkungan atau sanitasi yang dilakukan oleh berbagai pihak terkait. Hal ini sejalan dengan visi Kota Banda Aceh sebagai Bandar Wisata Islami Indonesia yang bersih, indah, asri dan nyaman. Untuk mencapai visi tersebut, Tim Sanitasi Kota difasilitasi oleh Sea Defence Consultants dan Deutsche Gesellschaft fuer Technische Zusammenarbeit (German Technical Cooperation Agency) Support for Local Governance for Sustainable Reconstruction telah menyusun Buku Putih Sanitasi versi satu. Buku Putih Sanitasi merupakan dokumen yang menjelaskan berbagai realita sanitasi terkini sebagai acuan perencanaan, pendanaan, pelaksanaan dan pengawasan program sanitasi kota. Diharapkan buku ini menjadi pedoman dalam menetapkan program kerja prioritas dan melaksanakan kerja yang berkaitan dengan mandat institusi masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Mudah-mudahan dengan selesainya Buku Putih ini, kita bersama dapat mewujudkan kondisi sanitasi yang lebih baik dalam satu kerangka menuju tercapainya visi Kota Banda Aceh sebagai bandar wisata Islami Indonesia. Banda Aceh, 5 Juni 2009 Walikota Banda Aceh Ir. Mawardy Nurdin, M.Eng.Sc.

3 Daftar Isi DAFTAR GAMBAR... IV DAFTAR TABEL... VI RINGKASAN EXECUTIVE... VII BAB 1 : PENDAHULUAN LATAR BELAKANG TUJUAN DAN SASARAN Tujuan Sasaran PERATURAN DAN PERUNDANGAN PENDEKATAN DAN METODOLOGI MANFAAT DARI BUKU PUTIH REVISI BERKALA DARI BUKU PUTIH DASAR PEMIKIRAN PROSES PENYIAPAN SRATEGI SANITASI KOTA (SSK)... 5 BAB 2 : GAMBARAN UMUM KOTA BANDA ACEH LETAK GEOGRAFIS ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN AKIBAT DARI TSUNAMI KONDISI FISIK DAN ALAM Kondisi geomorfologi Kondisi geologi Kondisi topografi Kondisi iklim Kondisi hidrologi Litologi PENGGUNAAN LAHAN KONDISI SOSIAL EKONOMI Pekerjaan/profesi Tingkat perekonomian lokal BAB 3 : RENCANA PENGEMBANGAN KOTA TATA GUNA LAHAN DAN ARAH PENGEMBANGAN KOTA Kondisi saat ini Rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) VISI KOTA BANDA ACEH MISI KOTA BANDA ACEH GRAND STRATEGY NILAI-NILAI UTAMA TUJUAN, SASARAN DAN STANDAR PELAYANAN SANITASI BAB 4 : GAMBARAN UMUM SANITASI GAMBARAN UMUM MENGENAI KONDISI KESEHATAN LINGKUNGAN Kesehatan masyarakat Air Bersih Pembuangan air limbah Drainase makro dan mikro Pengelolaan persampahan STUDI YANG SEDANG DAN/ATAU TELAH DILAKUKAN Pemetaan sanitasi (sanitation mapping) Environmental Pressure Point Study Pemantauan kualitas air sungai Banda Aceh Masterplan dan perencanaan detail drainase iii

4 4.2.5 Studi awal pengelolaan air limbah Masterplan persampahan Program konsolidasi pengembangan perkotaan kawasan Krueng Aceh KEGIATAN-KEGIATAN SANITASI YANG SEDANG BERLANGSUNG INVESTASI, PERAWATAN, DAN REINVESTASI Air bersih Pembuangan limbah Drainase makro dan mikro Pengelolaan persampahan SITUASI MENGENAI PERILAKU Perilaku Negatif Perilaku Positif MEMPROMOSIKAN KESEHATAN LINGKUNGAN BAB 5 : TATA KELOLA SANITASI PENJELASAN MENGENAI DINAS DAN INSTANSI TERKAIT DALAM SANITASI KOORDINASI DI BIDANG PENGEMBANGAN SANITASI Koordinasi pada tingkat kota Koordinasi di tingkat provinsi TIM SANITASI KOTA BANDA ACEH KETERLIBATAN SEKTOR SWASTA DAN NON-PEMERINTAH Partisipasi sektor swasta dalam bidang air bersih Partisipasi sektor swasta dalam bidang air limbah Partisipasi sektor swasta dan lembaga non-pemerintah dalam bidang persampahan STRUKTUR EKONOMI DAN KEUANGAN Perkembangan umum kondisi keuangan Prov. NAD Proses perencanaan dan penganggaran BAB 6 : ANALISA KONDISI DAN KEBIJAKAN SANITASI VISI DAN MISI SANITASI KOTA BANDA ACEH Penjelasan Visi Misi ANALISA KONDISI SANITASI SAAT INI DENGAN YANG DIINGINKAN PADA TAHUN Aspek teknis terkait air bersih Aspek teknis terkait pembuangan air limbah Aspek teknis terkait sistem drainase makro dan mikro Aspek teknis terkait pengelolaan persampahan Aspek budaya Aspek institusi Aspek keuangan Analisa mengenai sumber-sumber pencemar titik (point sources) PERMASALAHAN UTAMA YANG DIHADAPI SERTA IDENTIFIKASI DAERAH BERISIKO TINGGI KEBIJAKAN GAMBARAN AWAL TENTANG RENCANA KEDEPAN KESIMPULAN KESIMPULAN REKOMENDASI DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN A: DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN LAMPIRAN B: DAFTAR ISI DALAM CD LAMPIRAN C: SK WALIKOTA DAN KEANGGOTAAN TIM SANITASI... 99

5 Daftar Gambar GAMBAR 2-1: PETA SITUASI KOTA BANDA ACEH... 6 GAMBAR 2-2: BATAS-BATAS ADMINISTRASI KOTA BANDA ACEH... 7 GAMBAR 2-3: PERKEMBANGAN JUMLAH PENDUDUK BANDA ACEH... 8 GAMBAR 2-4: PERBANDINGAN KEPADATAN PENDUDUK DARI TAHUN KE TAHUN DI BANDA ACEH... 9 GAMBAR 2-5: WILAYAH YANG TERKENA DAMPAK TSUNAMI DI BANDA ACEH...11 GAMBAR 2-6: STRUKTUR PATAHAN SEMANGKO...12 GAMBAR 2-7: BENTANG ALAM KOTA BANDA ACEH...13 GAMBAR 2-8: KLIMATOLOGI KOTA BANDA ACEH...14 GAMBAR 3-9: RENCANA PEMANFAATAN RUANG TAHUN 2016 KOTA BANDA ACEH...18 GAMBAR 3-10: ZONASE KOTA BANDA ACEH SERTA RENCANA PUSAT KOTA BANDA ACEH...19 GAMBAR 4-11: PERKEMBANGAN KASUS DEMAM BERDARAH TAHUN GAMBAR 4-12: PROSENTASE KASUS DBD PER TOTAL JUMLAH PENDUDUK TAHUN GAMBAR 4-13: PERKEMBANGAN KASUS MALARIA TAHUN GAMBAR 4-14: PROSENTASE KASUS MALARIA PER TOTAL JUMLAH PENDUDUK TAHUN 2007 (PER KECAMATAN)...24 GAMBAR 4-15: KASUS DIARE DI KOTA BANDA ACEH TAHUN GAMBAR 4-16: PROSENTASE KASUS DIARE PER TOTAL JUMLAH PENDUDUK TAHUN 2007 (PER KECAMATAN)25 GAMBAR 4-17: PETA SEBARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DI KOTA BANDA ACEH...27 GAMBAR 4-18: PETA SEBARAN PENYAKIT DIARE DI KOTA BANDA ACEH...28 GAMBAR 4-19: CINCIN SEBAGAI PENERIMA AIR LIMBAH TINJA RUMAH TANGGA...31 GAMBAR 4-20: PETA ZONA DRAINASE KOTA BANDA ACEH...31 GAMBAR 4-21: GAMBARAN KONDISI EKSISTING DRAINASE MIKRO DAN JARINGAN DRAINAGE MIKRO BARU33 GAMBAR 4-22: KEGIATAN PENGELOLAAN SAMPAH BAIK OLEH DKKK MAUPUN OLEH SWASTA...36 GAMBAR 4-23: STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI OFF-SITE DI BANDA ACEH...40 GAMBAR 4-24: PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DRAINASE DAN STASIUN POMPA...44 GAMBAR 5-25 SINERGI ANTARA BERBAGAI LEVEL PEMERINTAH DALAM BIDANG PENGEMBANGAN SANITASI50 GAMBAR 5-26: ALUR PROSES PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN...59 GAMBAR 5-27: POSISI SSK DALAM KERANGKA ALUR PERENCANAAN YANG ADA...59 GAMBAR 6-28: PETA SEBARAN SUMBER-SUMBER PENCEMAR TITIK DI KOTA BANDA ACEH...75 GAMBAR 6-29: PETA DAERAH PRIORITAS KONDISI SANITASI KOTA BANDA ACEH...80

6 Daftar Tabel TABEL 2-1: LUAS DAN PROSENTASE WILAYAH KECAMATAN DI BANDA ACEH... 8 TABEL 2-2: PERKEMBANGAN DATA PENDUDUK DAN KEPADATAN PENDUDUK BANDA ACEH... 8 TABEL 2-3: SEJARAH TSUNAMI...10 TABEL 2-4: SUNGAI DI KOTA BANDA ACEH...14 TABEL 2-5: LUAS PENGGUNAAN LAHAN BERDASARKAN KECAMATAN DI...15 TABEL 2-6: SEKTOR LAPANGAN KERJA UTAMA DI BANDA ACEH...16 TABEL 2-7: BANDA ACEH: PDB ( ) PER SEKTOR...16 TABEL 3-8: KLASIFIKASI KEPADATAN PENDUDUK BERDASARKAN DRAFT REVISI RTRW TABEL 4-9: PERBANDINGAN PROSENTASE KEJADIAN PENYAKIT PER JUMLAH PENDUDUK TAHUN TABEL 4-10: GAMBARAN UMUM KONDISI LAYANAN AIR BERSIH KOTA BANDA ACEH...29 TABEL 4-11: KARAKTERISTIK ZONA DRAINASE DI KOTA BANDA ACEH...32 TABEL 4-12: INFRASTRUKTUR DRAINASE DI KOTA BANDA ACEH...32 TABEL 4-13: PERKIRAAN PANJANG SALURAN MIKRO DRAINASE DI BANDA ACEH...32 TABEL 4-14: PEMBAGIAN ZONE PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DI BANDA ACEH...33 TABEL 4-15: PENANGANAN SAMPAH DI KOTA BANDA ACEH TAHUN TABEL 4-16: TINGKAT PELAYANAN PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DI KOTA BANDA ACEH...34 TABEL 6-17: ZONE PERBAIKAN DRAINASE MAKRO DI BANDA ACEH...63 TABEL 6-18: PERKEMBANGAN PEMASUKAN DAERAH PERIODE (DALAM JUTA RUPIAH)...68 TABEL 6-19: PERKEMBANGAN PENGELUARAN KOTA DARI TAHUN (DALAM JUTA RUPIAH)...69

7 Ringkasan executive Dalam waktu lima (5) bulan setelah terbentuk, Tim Sanitasi Kota Banda Aceh berhasil menyelesaikan buku putih sanitasi kota. Buku ini menggambarkan rencana pengembangan kota, kondisi sanitasi kota terkini dan tata kelolanya. Buku putih dirancang untuk menjadi dasar, acuan dan panduan kebijakan kota/daerah dalam pembangunan dan pengelolaan sanitasi kota yang lebih terintegrasi. Komitmen bersama untuk memperbaiki kondisi sanitasi kota Banda Aceh perlu dilaksanakan. Pembangunan sanitasi merupakan tantangan yang tetap akan ada pasca rehabilitasi dan rekontruksi. Masalah-masalah sanitasi masih dapat dilihat jelas dari skala rumah tangga hingga skala kota. Hasil survei menunjukkan bahwa 81% rumah tangga membuang air tinja ke dalam tangki buis beton yang tidak memiliki fungsi pengolahan dan biasa disebut cincin. Air cucian diresapkan atau dibuang langsung ke saluran drainase. Saluran ini belum bisa mengalirkan air limpasan dengan baik sehingga masih terlihat genangan dan ditambah tumpukan sampah yang dibuang oleh masyarakat sekitar. Disamping pelayanan yang diberikan pemerintah, pembuangan sampah rumah tangga masih dilakukan dengan pengumpulan di lahan kosong dan pembakaran. Perilaku sanitasi buruk akan memicu terjangkitnya penyakit yang disebabkan oleh air seperti diare, malaria dan demam berdarah. Beberapa studi berkaitan dengan sanitasi telah dilakukan oleh organisasi non-pemerintah yang bekerja di kota Banda Aceh. Studi-studi ini menjadi referensi penyusunan buku putih sanitasi. Secara keseluruhan, kegiatan penyusunan buku putih memberikan gambaran kepada kita mengenai titik-titik pencemar industri kecil dan menengah dan juga area prioritas pembangunan sanitasi domestik yaitu kelurahan Peuniti, kelurahan Peunayong, kelurahan Laksana, kelurahan Keuramat, dan kelurahan Suka Ramai. Dalam Buku putih ini disampaikan visi dan misi sanitasi kota banda Aceh, lembaga atau dinas terlibat, area prioritas, kebijakan pengembangan sanitasi dan rencana strategi tim sanitasi hingga Kegiatan berikutnya harus dilanjutkan dan beberapa hal yang direkomendasikan yaitu: 1. Aspek umum meliputi penetapan visi & misi. 2. Kegiatan penyusunan masterplan sub-sektor. 3. Kegiatan studi kelayakan serta perencanaan detail untuk infrastruktur sanitasi. 4. Kegiatan pemasaran sosial,partisipasi masyarakat dan pengembangan. 5. Kegiatan tata kelola sanitasi. 6. Kegiatan penggalangan dana. 7. Kegiatan konsolidasi Tim Sanitasi. vii

8

9 BAB 1: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor sanitasi merupakan salah satu sektor pelayanan publik yang mempunyai kaitan erat dengan kesehatan masyarakat. Rendahnya kualitas sanitasi menjadi salah satu faktor bagi menurunnya derajat kesehatan masyarakat. Terkait dengan hal ini, Indonesia termasuk salah satu negara dengan tingkat kepemilikan sistem jaringan air limbah (sewerage) terendah di Asia. Kurang dari 10 kota di Indonesia memiliki sistem jaringan air limbah dengan tingkat pelayanan sekitar 1,3% dari keseluruhan jumlah populasi. Kondisi ini menjadi tantangan bagi pemerintah untuk mencapai target Millennium Development Goals (MDGs) tahun Khususnya untuk Kota Banda Aceh, tidak memadainya sistem sanitasi berdampak buruk terhadap kondisi kesehatan lingkungan yang berakibat pada naiknya kasus penyakit menular seperti DBD, malaria, diare dan cacingan. Hal tersebut mendorong pemerintah kota untuk meningkatkan kondisi sanitasi melalui pendekatan menyeluruh berskala kota. Pendekatan ini dimulai dengan pembentukan Tim Sanitasi Kota Banda Aceh. Salah satu tujuan dibentuknya tim ini adalah untuk mensinergikan kerja dinas-dinas yang berkaitan dengan sanitasi dalam satu wadah guna memperbaiki kinerja dan konsep sanitasi masyarakat. Komitmen Pemerintah Kota Banda Aceh dalam pembangunan kondisi sanitasi secara menyeluruh dimulai dengan pembentukan Tim Sanitasi Banda Aceh berdasarkan Keputusan Walikota Banda Aceh tanggal 4 November 2008 Nomor 304 Tahun 2008 tentang Pembentukan Tim Pengarah dan Pelaksana Sanitasi Kota Banda Aceh. Keputusan walikota ini memuat tugas dan kewajiban baik tim pengarah maupun tim pelaksananya. Profil dan perjalanan lengkap dari tim pelaksana sanitasi disajikan dalam bab 5 dari dokumen ini. Dalam menjalankan tugasnya, tim pelaksana melakukan pertemuan rutin untuk mengumpulkan, mengkaji serta menganalisa data dalam rangka memetakan kondisi sanitasi Kota Banda Aceh. Telah disepakati sebelumnya bahwa setidaknya setiap dua minggu sekali diadakan pertemuan tim kecil yang bertanggung jawab untuk menindaklanjuti data-data yang tersaji. Hasil pengumpulan, kajian dan analisa data tersebut disajikan dalam sebuah dokumen yang disebut sebagai Sanitation White Book atau Buku Putih Sanitasi. Buku Putih Sanitasi merupakan dokumen yang berisi hasil pengkajian dan pemetaan kondisi sanitasi yang merupakan informasi awal bagi penyusunan Strategi Sanitasi Kota (SSK) jangka menengah. Pada masa yang akan datang laporan dalam buku putih ini akan diperbaharui sebelum suatu SSK yang baru akan disusun. Hal ini berarti bahwa buku putih ini akan mengikuti kemajuan rencana-rencana dalam hal pengembangan sanitasi kota. Buku Putih versi pertama tersedia pada akhir periode pengumpulan data awal, buku ini memuat priority setting dari hasil pengolahan database sehingga terpilih lokasi-lokasi yang mempunyai 1

10 prioritas untuk ditangani dalam peningkatan sanitasi. Versi final tersedia setelah dilaksanakannya Participatory Sanitation Assesment (PSA) survey, dan kegiatan pengumpulan data tambahan. Versi final dari Buku Putih Sanitasi merupakan dasar bagi penyusunan SSK. 1.2 Tujuan dan sasaran Tujuan Tujuan disusunnya Buku Putih Sanitasi Banda Aceh ini adalah untuk menyediakan dasar dan acuan bagi dimulainya pekerjaan pengembangan sanitasi yang lebih terintegrasi. Disamping itu, buku ini juga nantinya dapat menjadi panduan kebijakan kota/daerah dalam kegiatan pengelolaan sanitasi, termasuk didalamnya adalah penetapan prioritas dalam pengembangan sanitasi skala kota yang mencakup strategi sanitasi, rencana tindak serta anggaran perbaikan maupun peningkatan sanitasi Sasaran Sedangkan sasaran dari penyusunan Buku Putih itu sendiri adalah sebagai berikut: 1. Adanya penguatan kapasitas dan penguatan kelembagaan sektor sanitasi kota. Pilihan metode Strategi Penguatan Kapasitas perlu ditentukan dahulu, dengan tidak melupakan keistimewaan-keistimewaan aspek sosial budaya, ekonomi dan sebagainya. 2. Adanya kegiatan-kegiatan studi pasar untuk mengetahui permintaan terhadap kondisi sanitasi yang lebih baik. 3. Adanya kegiatan monitoring dan evaluasi dalam implementasi program sehingga strategi monitoring & evaluasi yang tepat perlu diolah dengan matang. 4. Adanya pengkajian sektor sanitasi yang lebih dalam, pengembangan kapasitas pembuat kebijakan dan stakeholders, perkuatan kebijakan dan kerangka peraturan, pengembangan kerangka kelembagaan pada tingkat nasional pengembangan dan penyebarluasan strategi atau rencana tindak serta pedoman bagi pemerintah daerah. 1.3 Peraturan dan perundangan Kegiatan pengembangan sanitasi di Kota Banda Aceh didasarkan pada peraturan dan produk hukum yang meliputi : 1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alami Hayati dan Ekosistemnya, 2. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, 3. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, 4. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, 5. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 6. Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, 2

11 7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, 8. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antar Pemerintah Pusat dan Daerah, 9. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, 10. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, 11. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, 12. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 tentang Pengaturan Air, 13. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1985 tentang Jalan, 14. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan, 15. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai, 16. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman, 17. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, 18. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, 19. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam, 20. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, 21. Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 1989 tentang Kawasan Industri, 22. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, 23. Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 1990 tentang Penggunaan Tanah bagi kawasan Industri, 24. Qanun no 23 tahun 1999 tentang Pendapatan Daerah, 25. Qanun no 3 tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW). 26. Qanun no 5 tahun 2003 tentang Kebersihan dan Keindahan kota, 27. Qanun no 13 tahun 2007 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Banda Aceh Nomor 10 tahun 1999 tentang Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan. 1.4 Pendekatan dan metodologi Untuk lebih memahami proses dan kegiatan penyusunan Buku Putih ini secara menyeluruh, beberapa hal penting berkaitan dengan aspek metodologi yang digunakan dalam penulisan ini secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Sumber Data a. Arsip dan dokumen yang berkaitan dengan aktivitas program masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait, baik langsung maupun tidak langsung, yaitu data primer dan sekunder, proposal, laporan, foto, rencana strategis dan peta. 3

12 b. Narasumber, yang terdiri dari beragam posisi yang berkaitan dengan tugas SKPD terkait untuk klarifikasi data, pihak swasta, masyarakat sipil, dan tokoh masyarakat. c. Hasil studi terkait dengan sanitasi dari berbagai organisasi non-pemerintah. 2. Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan proses seleksi dan kompilasi data primer dan sekunder. Teknik kajian dokumen dipergunakan oleh tim untuk mengkaji data yang tersedia. 1.5 Manfaat dari Buku Putih Dengan adanya Buku Putih Sanitasi ini beberapa manfaat yang dapat diperoleh Kota Banda Aceh adalah sebagai berikut: 1. Diketahuinya kondisi menyeluruh sanitasi kota saat ini yang menjadi masukan penting bagi penyusunan prioritas pembangunan sanitasi. Hal ini dapat dicapai karena Buku Putih disusun dari kompilasi berbagai data terkait sanitasi Kota Banda Aceh; 2. Adanya pedoman pelaksanaan pengembangan sanitasi Kota Banda Aceh yang lebih jelas dan tepat sasaran; 3. Buku Putih dapat dijadikan acuan strategi sanitasi kota karena Buku Putih Sanitasi juga menjadi dasar bagi penyusunan Strategi Sanitasi Kota (SSK); 4. Buku Putih dapat dijadikan rekomendasi bagi perencanaan pembangunan daerah khususnya di bidang sanitasi; 5. Karena Buku Putih memuat strategi pengembangan sanitasi serta prioritas penanganan sanitasi, maka Buku Putih juga dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk melakukan investasi di bidang sanitasi; 6. Karena Buku Putih memuat kondisi sanitasi Kota Banda Aceh saat ini, maka dokumen ini dapat digunakan juga sebagai pedoman untuk mengukur sejauh mana pencapaian pembangunan di bidang sanitasi. 1.5 Revisi berkala dari Buku Putih Revisi Buku Putih Sanitasi tahap pertama akan dilakukan pada tahun 2011, selanjutnya revisi kedua dan seterusnya dilakukan setiap lima (5) tahun sekali. Laporan tahunan kondisi sanitasi akan mulai dikeluarkan sejak tahun 2009 guna melihat pencapaian program kerja tahunan dan sebagai bahan masukan Musrenbang SKPD tahun berikutnya. 4

13 1.7 Dasar pemikiran proses penyiapan Srategi Sanitasi Kota (SSK) Dalam upaya menyiapkan SSK, beberapa hal yang menjadi dasar pemikiran proses penyusunan ini adalah sebagai berikut: 1. Visi Misi Kota Banda Aceh: SSK merupakan rencana strategis yang harus mengacu pada visi misi kota yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM). 2. Visi Misi Sanitasi: Visi Misi sanitasi merupakan turunan dari visi misi kota yang mendukung upaya pencapaian visi misi kota dari sisi pencapaian kondisi sanitasi. 3. Sinkronisasi dengan Renstra SKPD: SSK harus sesuai dengan Renstra dari SKPD, walaupun pada akhirnya nanti SSK dapat menjadi masukan penting dalam penyusunan Renstra SKPD. Sinkronisasi ini akan menjamin rencana program yang terdapat dalam SSK dalam memperolah kejelasan pendanaan dari APBK. 4. Peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. 5. Kondisi terkini dari sistem sanitasi yang ada di Kota Banda Aceh. 6. Target dan capaian dari kondisi sanitasi yang diharapkan. 7. Kebijakan Nasional mengenai sanitasi: penyusunan SSK harus sejalan dengan kebijakan nasional tentang sanitasi. 8. MDGs (Millennium Development Goals). 9. Standar Pelayanan Minimum (SPM). 10. SSK juga harus mempertimbangkan status Banda Aceh sebagai ibukota provinsi. 11. Hasil kajian dan penelitian dalam bidang sanitasi. 5

14 BAB 2: GAMBARAN UMUM KOTA BANDA ACEH 2.1 Letak geografis Wilayah Kota Banda Aceh terletak di ujung Pulau Sumatera dan merupakan salah satu dari lima (5) Kota/Kotamadya yang terdapat dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Kota Banda Aceh merupakan Ibu Kota Provinsi NAD, memiliki ketinggian daratan rata-rata 0,80 meter dari permukaan laut dan terletak antara Lintang Utara (LU) dan Bujur Timur (BT). Mencakup area seluas 61,36 km 2, Kota Banda Aceh secara administratif dibatasi oleh: Utara Selatan Barat Timur : Selat Malaka, : Kecamatan Darul Imarah, Kecamatan Ingin Jaya dan Kabupaten Aceh Besar, : Kecamatan Peukan Bada, Kabupaten Aceh Besar, : Kecamatan Barona Jaya dan Kecamatan Darussalam, Kabupaten Aceh Besar. Peta situasi Kota Banda Aceh dapat dilihat dalam gambar 2-1 berikut. Gambar 2-1: Peta situasi Kota Banda Aceh 6

15 2.2 Administrasi Kota Banda Aceh terdiri dari 9 kecamatan dan 90 gampong (desa)/kelurahan 1 (terdiri dari 70 gampong dan 20 kelurahan) dengan pembagian tiap kecamatan seperti ditunjukkan pada gambar 2-2 berikut ini. Gambar 2-2: Batas-batas Administrasi Kota Banda Aceh Sumber : Master plan NA-NIAS Lampiran 2 dan 4 Tabel 2-1 berikut memberikan informasi mengenai luas wilayah beserta prosentasenya untuk setiap kecamatan di Kota Banda Aceh. Kecamatan Syiah Kuala adalah kecamatan terluas dengan luas wilayah sebesar 23,21% dari total wilayah. Sedangkan kecamatan dengan luas wilayah terkecil adalah kecamatan Jaya Baru dengan prosentase luas wilayah adalah 6,16%. 1 Gampong (Desa) dan kelurahan merupakan wilayah administrasi terkecil dari sistem pemerintahan di Indonesia setelah kecamatan. Gampong dipimpin oleh seorang Keuchik (dikenal sebagai Kepala Desa di wilayah Indonesia lainnya) yang dipilihmelalui mekanismne pemilihan langsung oleh masyarakat gampong. Kelurahan merupakan wilayah administrasi setara desa yang dikepalai oleh seorang lurah yang diangkat oleh pemerintah. 7

16 Tabel 2-1: Luas dan prosentase wilayah kecamatan di Banda Aceh No Kecamatan Luas (Km²) Prosentase (%) 1. Meuraxa 7,258 11,83 2. Baiturrahman 4,539 7,40 3. Kuta Alam 10,047 16,37 4. Syiah Kuala 14,244 23,21 5. Ulee Kareng 6,150 10,02 6. Banda Raya 4,789 7,80 7. Kuta Raja 5,211 8,49 8. Lueng Bata 5,341 8,70 9. Jaya Baru 3,780 6,16 JUMLAH 61, ,00 Sumber : Banda Aceh Dalam Angka, Kependudukan Tsunami telah memberikan perubahan signifikan terhadap jumlah penduduk serta kepadatan penduduk di Kota Banda Aceh. Perkembangan jumlah penduduk Kota Banda Aceh dapat dilihat dalam gambar berikut. Gambar 2-3: Perkembangan jumlah penduduk Banda Aceh Secara lengkap, data kepadatan penduduk Kota Banda Aceh selama 5 tahun nampak sebagaimana tersebut dalam tabel di bawah ini. Tabel 2-2: Perkembangan data penduduk dan kepadatan penduduk Banda Aceh Sumber : Banda Aceh Dalam Angka, 2006 dan Dinas Kependuduk dan tenaga Kerja,

17 Gambar 2-4: Perbandingan kepadatan penduduk dari tahun ke tahun di Banda Aceh Data tersebut di atas menunjukkan bahwa sebaran penduduk di Kota Banda Aceh nampak tidak merata. Kepadatan penduduk tertinggi berada di Kecamatan Baiturrahman sebesar 64 jiwa/ha (pada tahun 2008). Sedangkan kepadatan penduduk terendah di Kecamatan Meuraxa sebesar jiwa dengan kepadatan penduduk 15 jiwa/ha pada tahun yang sama. 2.4 Akibat dari tsunami 2004 Gempa bumi yang sangat dahsyat pada skala 9,0 SR menimpa Sumatra bagian utara pada tanggal 26 Desember 2004 pukul WIB. Gempa bumi tersebut dirasakan masyarakat di sepanjang pesisir Samudra Hindia, Srilanka, Bangladesh, Thailand, Malaysia dan sebagian Afrika mengakibatkan banyak kematian. Kerusakan berat dan kepanikan massal dilaporkan terjadi di Kota Banda Aceh. Gempa bumi ini tercatat sebagai gempa terbesar nomor tiga serta gempa terkuat semenjak ditemukannya alat seismograf tahun Tsunami merupakan akibat langsung dari terjadinya gempa tersebut. Tsunami ini disebabkan oleh adanya pergerakan dasar laut yang memindahkan volume air dalam jumlah besar dan mengakibatkan terjadinya gelombang tsunami. Sejarah terjadinya tsunami pada pertemuan lempeng benua di wilayah ini dapat dilihat dalam tabel 2-3. Tsunami terbesar yang setara dengan tsunami 2004 (Mt 2 =3) terjadi pada tahun 1861 dan tsunami skala menengah (Mt=2) terjadi pada tahun Kemungkinan tsunami dengan kekuatan yang sama seperti tahun 2004 diperkirakan terjadi setiap tahun sekali. 2 Skala tsunami (Mt) didasarkan kepada skala Imamura; Mt=2 ketinggian tsunami antara 4 sampai 6 meter dan Mt=3 menunjukkan ketinggian gelombang tsunami 10 sampai 20 meter. 9

18 Tabel 2-3: Sejarah tsunami Tanggal Lintang Bujur Skala gempa (M) Skala tsunami (Mt) 1797/02/10 0 N 99 E /11/ N E /01/ N 98 E /02/16 1 N 97.5 E /01/ N 97 E Sumber: Soloviev and Go, Tsunami Catalogue, 1975 Ketinggian gelombang tsunami diperkirakan 10 meter di pantai utara Kota Banda Aceh dan 20 meter di pantai barat Samudra Hindia. Kerusakan baik berat, sedang maupun ringan dilaporkan terjadi di sebagian besar infrastruktur kota, yang dapat dirangkum sebagai berikut: 1. Perumahan, rumah dan bangunan yang hancur baik total maupun sebagian di daerah dampak tsunami mencapai bangunan atau sekitar 50% dari bangunan yang ada sebelum tsunami. 2. Jalan, dari sekitar 457 km panjang jalan, 70% diantaranya mengalami rusak. 3. Jembatan, sebelum tsunami terdapat 54 jembatan. Akibat tsunami telah mengakibatkan 4 jembatan rusak total, 3 jembatan rusak parah dan kerusakan ringan menimpa 3 jembatan lainnya. 4. Terminal feri, terminal feri di Ulee Lheu yang sedang dalam tahapan pembangunan sejak tahun 2001 dan baru sebagian dioperasikan tahun 2003 mengalami kerusakan total. 5. Air bersih, sekitar 75% dari jaringan air bersih yang ada (dengan total panjang sekitar 385 km) terkena dampak tsunami. Produksi air bersih turun dari m 3 /hari pada saat sebelum tsunami menjadi m 3 /hari setelah tsunami. 6. Sanitasi, Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) dengan kapasitas 50 m 3 /hari yang terletak di dekat pantai di Gampong Jawa mengalami kerusakan total. 7. Penahan gelombang, penahan gelombang sepanjang m di sepanjang Ulee Lheu dan 750 m di Syah Kuala mengalami kehancuran. 8. Banjir kanal, sepanjang 400 m tanggul di kedua sisi banjir kanal hancur. 10

19 Secara umum, daerah yang terkena dampak tsunami ditunjukkan dalam gambar 2-5. Gambar 2-5: Wilayah yang terkena dampak tsunami di Banda Aceh Scource; JICA Study Team 2.5 Kondisi fisik dan alam Kondisi geomorfologi Secara umum, Kota Banda Aceh berdiri di atas formasi batuan vulkanis tertier (sekitar Gunung Seulawah dan Pulau Breueh), formasi batuan sedimen, formasi endapan batu (disepanjang Kr. Aceh), formasi batuan kapur (dibagian timur), formasi batuan vulkanis tua terlipat (dibagian selatan), formasi batuan sedimen terlipat dan formasi batuan dalam. Geomorfologi daerah pesisir Kota Banda Aceh secara garis besar dibagi menjadi: 1. Dataran terdapat di pesisir pantai utara dari Kecamatan Kuta Alam hingga sebagian Kecamatan Kuta Raja; 2. Pesisir pantai wilayah barat dari sebagian Kecamatan Meuraxa. Sedangkan daerah yang termasuk dataran sampai dengan elevasi ketinggian 0 hingga lebih dari 10 m, kemiringan lereng 0 2 % terletak antara muara-muara sungai dan perbukitan. Dataran di pesisir Kota Banda Aceh secara umum terbentuk dari endapan sistem marin yang merupakan satuan unit yang berasal dari bahan endapan (aluvial) marin yang terdiri dari pasir, lumpur dan krikil. Kelompok ini dijumpai di dataran pantai yang memanjang sejajar dengan garis pantai dan berupa jalur-jalur beting pasir resen dan subresen. Beting pasir resen berada paling dekat dengan laut dan selalu mendapat tambahan baru yang berupa endapan pasir, sedangkan 11

20 beting pasir subresen dibentuk oleh bahan-bahan yang berupa endapan pasir tua, endapan sungai, dan bahan-bahan aluvial/koluvial dari daerah sekitarnya Kondisi geologi Pulau Sumatera dilalui oleh patahan aktif Sesar Semangko yang memanjang dari Banda Aceh hingga Lampung. Patahan ini bergeser sekitar 11 cm/tahun sehingga daerah ini merupakan daerah rawan gempa dan longsor. Pada gambar 2.6 di bawah ini ditunjukkan ruas-ruas patahan Semangko di Pulau Sumatera dan juga kedudukannya terhadap Kota Banda Aceh. Kota Banda Aceh diapit oleh dua patahan di Barat dan Timur kota, yaitu patahan Darul Imarah dan Darussalam, dan kedua patahan yang merupakan sesar aktif tersebut diperkirakan bertemu pada pegunungan di sebelah tenggara kota. Sehingga sesungguhnya Banda Aceh adalah suatu daratan hasil ambalasan sejak Pilosen, membentuk suatu Graben. Sehingga dataran Banda Aceh ini merupakan batuan sediment yang berpengaruh kuat apabila terjadi gempa di sekitarnya. Gambar 2-6: Struktur Patahan Semangko Sumber: URRP Banda Aceh City, JICA Study Team, Lampiran Kondisi topografi Secara topografi, Kota Banda Aceh merupakan dataran rawan banjir dari luapan Sungai Krueng Aceh dimana 70% wilayahnya berada pada ketinggian kurang dari 10 meter dari permukaan laut. Ke arah hulu dataran ini menyempit dan bergelombang dengan ketinggian hingga 50 m di atas permukaan laut. Dataran ini diapit oleh perbukitan terjal di sebelah barat dan timur dan ketinggian lebih dari 500 m, sehingga mirip kerucut dengan mulut menghadap ke laut. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2-7 berikut ini. 12

21 Gambar 2-7: Bentang Alam Kota Banda Aceh Dataran banjir : Ketinggian 5 meter cenderung tergenang permanen drainase sulit air tanah dangkal dan payau Dataran: ketinggian 5 10m daerah hilir rawan banjir drainase sulit terutama pada daerah hilir air tanah sebagian payau bagian hulu bergelombang lemah Sumber: Master Plan NAD-NIAS Lampiran 2 dan Kondisi iklim Banda Aceh memiliki suhu udara rata-rata bulanan berkisar antara 25,5 0 C sampai 27,5 0 C dengan tekanan udara milibar. Sedangkan untuk suhu terendah dan tertinggi bervariasi antara 18,0 0 C hingga 20,0 0 C dan antara 33,0 0 C hingga 37,0 0 C. Curah hujan Kota Banda Aceh yang diperoleh dari Stasiun Meteorologi Blang Bintang menunjukkan bahwa selama tahun 1986 sampai dengan 1998 curah hujan berkisar antara mm sampai dengan mm dengan curah hujan tahunan rata-rata mm. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Maret, Oktober dan November, sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan Agustus yaitu hari dan terendah pada bulan Februari dan Maret dengan jumlah hari hujan hanya 2 7 hari. Kelembaban udara di Kota Banda Aceh sangat bervariasi tergantung pada keadaan iklim pada umumnya. Kelembaban udara berdasarkan data tahun 1998 berkisar antara 75% - 87%. Kelembaban udara tertinggi terjadi pada bulan Desember dan terendah pada bulan Juni. Kecepatan angin antara 2 28 knots. Gambar 2-4 berikut memperlihatkan grafik perkembangan kondisi iklim Kota Banda Aceh selama setahun yang meliputi curah hujan rata-rata bulanan; suhu udara rata-rata; maksimum dan minimum; tingkat kelembaban relatif rata-rata; maksimum dan minimum; serta kecepatan angin rata-rata; maksimum dan minimum. Dataran Bergelombang: dataran bergelombang ketinggian m drainase cukup mudah relatif bebas dari genangan 13

22 Gambar 2-8: Klimatologi Kota Banda Aceh Sumber: URRP Banda Aceh City, JICA Study Team Kondisi hidrologi Kota Banda Aceh dibelah oleh Krueng Aceh, yang merupakan sungai terpanjang di Kota Banda Aceh. Ada delapan sungai yang melalui Kota Banda Aceh yang berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area), sumber air baku, kegiatan perikanan, dan sebagainya. Wilayah Kota Banda Aceh memiliki air tanah yang bersifat asin, payau dan tawar. Daerah dengan air tanah asin terdapat pada bagian utara dan timur kota sampai ke tengah kota. Air payau berada di bagian tengah kota membujur dari timur ke barat. Sedangkan wilayah yang memiliki air tanah tawar berada di bagian selatan kota membentang dari kecamatan Baiturrahman sampai kecamatan Meuraxa. Tabel 2.4 berikut ini menjelaskan nama-nama sungai beserta luas daerah resapannya. Tabel 2-4: Sungai di Kota Banda Aceh No Sungai Wilayah Panjang [ha] [km] 1 Kr Aceh ,13 2 Kr Neng 707 5,60 3 Kr Daroy ,91 4 Kr Doy 342 3,03 5 Kr Lueng Paga ,97 6 Kr Keumeh ,84 7 Titipaya ,69 8 Kr Cut 766 7,05 9 Kr Tanjung 208 1,78 10 Titi Panjang 595 3,88 Total catchments area ,88 14

23 2.5.6 Litologi Kondisi tanah yang umumnya terdapat di Kota Banda Aceh secara umum dan khususnya di daerah pesisir ini didominasi oleh jenis tanah Podzolik Merah Kuning (PMK) dan Regosol dengan tekstur tanah antara sedang sampai kasar. Sebagai hasil erosi partikel-partikel tanah diendapkan melalui media air sungai atau aliran permukaan pada daerah rendah. Pada daerah pesisir terjadi endapan di tempat-tempat tertentu seperti Krueng Aceh dan anak-anak sungai lainnya, seperti pada belokan sungai bagian dalam. Hasil sedimentasi oleh aliran permukaan setempat dijumpai sebagai longgakan tanah pada bagian tertentu. 2.6 Penggunaan Lahan Tabel 2.5 berikut menampilkan data tentang luas penggunaan lahan berdasarkan kecamatan di Banda Aceh. Kecamatan Tabel 2-5: Luas Penggunaan Lahan Berdasarkan Kecamatan di Sawah Tadah Hujan Bangun an Kota Banda Aceh Tahun 2002 Penggunaan Lahan (Ha) Rawa Tegal/ Tidak Tambak Kebun Ditanam Lain- Lain Jumlah Baiturrahman 13,5 928, ,0 453,9 Kuta Alam 4,0 957, ,0 6,5 1004,7 Meuraxa 62,5 548,8 32,5-60,0 22,0 725,8 Syiah Kuala 30,0 1171,3 145,1 6,0 40,0 32,0 1424,4 Leung Bata 23,5 460,6 24, ,0 534,1 Kuta Raja - 493, ,0 6,0 521,1 Banda Raya 178,0 245,9 25, ,0 478,9 Jaya Baru 61,5 292,1 11,4-9,0 4,0 378,0 Ulee Kareng 36,0 293,2 183, ,0 615,0 Total 409,0 4890,6 421,8 6,0 168,0 240,5 6135,9 Prosentase dari total luas lahan (%) Sumber: BPS, Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa penggunaan lahan untuk didirikan bangunan memiliki prosentase terbesar yaitu mencapai 80% dari luas lahan di Banda Aceh. 2.7 Kondisi sosial ekonomi Pekerjaan/profesi Berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik (BPS) Kota Banda Aceh tahun 2005, terdapat orang angkatan kerja (20% dari total penduduk). Pekerjaan utama adalah pegawai pemerintah (45%), swasta (29%), pedagang (18%), petani (5%) dan di bidang pendidikan (2%). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel

24 Pada tahun 2005 sekitar 12% dari jumlah penduduk ( laki-laki dan perempuan) terdaftar di Dinas Tenaga Kerja Kota Banda Aceh. Tabel 2-6: Sektor lapangan kerja utama di Banda Aceh Kecamatan Pemerintahan Swasta Perdagangan Pertania Pendidikan Meuraxa n.a n.a n.a n.a n.a Jaya Baru Banda Raya Baiturrahman Kuta Alam Syahkuala Ulee Kareng Lueng Bata Kutaraja Total 1693, , , % 45% 29% 18% 5% 2% Sumber: Statistik kecamatan di Banda Aceh Tingkat perekonomian lokal Produk domestik bruto (PDB) Data dari BPS Kota Banda Aceh menunjukkan bahwa PDB tahun 2005 adalah juta rupiah sampai dengan juta rupiah di tahun (berdasarkan harga saat ini) atau juta rupiah (berdasarkan harga tetap tahun 2000). Sektor penyumbang ekonomi ini dapat dilihat dalam tabel 2-7. Pendapatan per kapita Pendapatan per kapita dihitung sebagai PDB dibagi dengan total penduduk. Pendapatan per kapita akan naik apabila PDB naik atau jumlah penduduk turun. Pendapatan per kapita Banda Aceh tahun 2005 naik 45,6% (dengan harga sekarang) atau 36,3% (berdasarkan harga tetap) dibandingkan dengan tahun Tahun 2005, PDB Banda Aceh mengalami kenaikan sedangkan jumlah penduduk turun. Tahun 2005 pendapatan perkapita Banda Aceh sebesar 11 juta rupiah (harga sekarang) atau 8,4 juta rupiah (harga tetap). Tabel 2-7: Banda Aceh: PDB ( ) per sektor PDB Banda Aceh Sektor (dalam juta rupiah harga sekarang) Restoran, Hotel dan Perdagangan ,7% ,3% Komunikasi dan transportasi ,2% ,3% Jasa, termasuk pemerintahan ,4% ,0% Konstruksi/bangunan ,8% ,1% Bank dan jasa keuangan lain ,9% ,3% Pertanian ,9% ,3% Industri pemrosesan ,3% ,2% Utilitas termasuk air dan listrik ,9% ,6% Total ,0% % 16

25 BAB 3: RENCANA PENGEMBANGAN KOTA 3.1 Tata guna lahan dan arah pengembangan kota Kondisi saat ini Informasi mengenai tata guna lahan saat ini tersedia dari berbagai sumber seperti; 1) ARRIS (GIS) yang disiapkan oleh JICA Study Team (2005) 2) Biro Pusat Statistik (BPS) Kota Banda Aceh, dan 3) Dinas Tata Kota. Namun harus dicatat bahwa terdapat beberapa ketidakkonsistenan diantara informasi dari berbagai sumber tersebut. Kepadatan penduduk bersih bervariasi antara 45 sampai dengan 130 jiwa/ha dengan rata-rata 80 jiwa/ha, serta kepadatan penduduk kotor bervariasi antara 15 sampai dengan 65 jiwa/ha (rata-rata 34 jiwa/ha). Kepadatan penduduk tertinggi terdapat di kecamatan Kota Baru dan Baiturrahman dan kepadatan penduduk terendah terdapat di kecamatan Meuraxa dan Syiah Kuala. Kepadatan penduduk pada tingkat kelurahan/desa jauh lebih tinggi dari kepadatan penduduk tingkat kecamatan Rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) Di dalam draft revisi RTRW Kota Banda Aceh, kepadatan penduduk dapat diklasifikasikan sebagaimana dalam tabel 3-1. Kepadatan penduduk ini umumnya berlaku untuk area yang relatif kecil seperti desa maupun kelurahan. Tabel 3-8: Klasifikasi kepadatan penduduk berdasarkan draft revisi RTRW Klasifikasi kepadatan Kepadatan penduduk kotor Rendah 1 40 jiwa/ha Sedang jiwa/ha Tinggi jiwa/ha Gambar 3-1 menunjukkan rencana pemanfaatan ruang tahun 2016 Kota Banda Aceh sedangkan gambar 3-2 memperlihatkan rencana struktur dan sistem pelayanan tahun 2016 Kota Banda Aceh. Dalam rencananya, Banda Aceh akan memiliki dua pusat kota yaitu di pusat kota lama di daerah Peunayong (atau yang dikenal juga sebagai Central Business District-CBD) serta di daerah Batoh/Lamdon. 17

26 Gambar 3-9: Rencana pemanfaatan ruang tahun 2016 Kota Banda Aceh 18

27 Gambar 3-10: Zonase Kota Banda Aceh serta rencana pusat Kota Banda Aceh 19

28 3.2 Visi Kota Banda Aceh Berdasarkan RPJM Kota Banda Aceh tahun disebutkan bahwa visi Kota Banda Aceh adalah: Banda Aceh Bandar Wisata Islami Indonesia 3.3 Misi Kota Banda Aceh 1. Meningkatkan kualitas pengamalan syariah Islam secara kaffah. 2. Meningkatkan mutu pendidikan dan derajat kesehatan mayarakat. 3. Mengembangkan pariwisata yang bernuansa Islami. 4. Meningkatkan kualitas dan kuantitas infrastruktur perkotaan, lingkungan hidup dan permukiman. 5. Mengembangkan perekonomian masyarakat. 3.4 Grand Strategy 1. Mewujudkan kepemerintahan yang amanah. 2. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia. 3. Melibatkan peran serta aktif masyarakat dalam pembangunan dan pemerintahan. 4. Membangun infrastruktur perkotaan yang mendukung pariwisata. 5. Menumbuhkembangkan ekonomi rakyat. 3.5 Nilai-nilai utama Nilai-nilai, ketahanan dan daya juang tinggi yang bersumber dari pandangan hidup, adat istiadat, berdasarkan Syariat Islam merupakan modal yang sangat berharga, disamping keistimewaan yang terkait dengan salah satu karakter khas sejarah perjuangan masyarakat Aceh. Menghadapi berbagai tantangan ke depan Pemerintah Kota Banda Aceh merumuskan pedoman dalam merumuskan kebijakan antara lain: 1. Ketaqwaan, dengan menjalankan segala kewajiban, menjauhi semua larangan dan syubhat (perkara yang samar), selanjutnya melaksanakan perkara-perkara sunnah (mandub), serta menjauhi perkara-perkara yang makruh (dibenci). 2. Profesionalisme, dengan pengetahuan, ketrampilan, keahlian yang dimiliki dalam melaksanakan tugas atau pengabdian, yang dilandasi dengan penuh dedikasi dan kesadaran tinggi sesuai dengan Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi). 3 Pada saat ini revisi RPJM Kota Banda Aceh sedang dilakukan oleh sebuah Tim Revisi RPJM Kota Banda Aceh. 20

29 3. Kejujuran, adalah suatu nilai dimana sikap dan ucapan yang disampaikan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, memberitakan kebenaran tanpa diganti, diubah, dikurangi atau ditambah. Kejujuran merupakan suatu sikap dimana satu ucapan sama dengan satu perbuatan. 4. Keterbukaan, adalah suatu nilai memberi kesempatan kepada masyarakat untuk mendapatkan akses / mendapatkan pelayanan dan informasi secara baik dan benar. 5. Keadilan, dengan memberikan hak-hak dasar yang sama kepada setiap orang, dengan tanpa membedakan kelompok, golongan, gender dan tidak bertentangan dengan Syariat Islam. 3.6 Tujuan, sasaran dan standar pelayanan sanitasi Dalam konteks sanitasi, acuan yang menjadi tujuan, sasaran dan standar pelayanan sanitasi yang diterapkan oleh Kota Banda Aceh adalah: Millennium Development Goals (MDGs) Tujuan nomor 7, sasaran 10 dari MDGs menyebutkan untuk mengurangi setengahnya pada tahun 2015 proporsi dari penduduk tanpa akses ke air bersih yang aman serta sarana sanitasi dasar. Pada saat dilakukannya the Johannesburg World Summit on Sustainable Development pada bulan Agustus tahun 2002, Pemerintah Indonesia berkomitment untuk melaksankan MDGs dan harus mewujudkan apa yang ada dalam MDGs sebagai bagian tidak terpisahkan dari kebijakan nasional, tujuan dan sasaran. Sarana sanitasi yang lebih baik - Dalam konteks kebijakan nasional Indonesia, terciptanya sarana sanitasi yang lebih baik bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan, lingkungan dan ekonomi masyarakat pedesaan dan perkotaan, khususnya masyarakat miskin, melalui kegiatan-kegiatan terarah untuk meningkatkan dan melanggengkan layanan sanitasi. Tujuan dan sasaran nasional Setiap kementrian menyusun tujuan dan targetnya masingmasing berdasarkan kepada Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RJPM ) dan dikerjakan dalam rencana kerja kementrian. MDGs merupakan bagian tidak terpisahkan dari perencanaan ini. Standar Pelayanan Minimum (SPM) Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 65 tahun 2005, SPM untuk sanitasi harus dikeluarkan oleh masing-masing departemen teknis dari kementrian terkait. SPM ini sekarang dalam berbagai tahapan pengembangan. Pada tahun 2001, Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah mengeluarkan SPM melalui Keputusan Menteri Nomor 534/KTPS/M/2001 untuk air limbah, drainase, dan pembuangan sampah. Departemen Pekerjaan Umum telah menyelesaikan rancangan beberapa SPM termasuk SPM untuk air limbah, drainase dan pembuangan sampah. 21

30 BAB 4: GAMBARAN UMUM SANITASI 4.1 Gambaran umum mengenai kondisi kesehatan lingkungan Kesehatan masyarakat World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa penyakit demam berdarah adalah penyakit yang menular melalui makhluk hidup yang lain yang paling cepat berkembang di seluruh dunia. Sistem sanitasi dan sistem drainase yang umum ditemukan di Indonesia menyediakan tempat berkembang biak yang ideal bagi nyamuk yang menjadi pembawa penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Tingkat kejadian DBD merupaka salah satu indikator penting bagi kondisi sanitasi disamping indikator lainnya yaitu kejadian malaria serta diare. Demam Berdarah Dengue (DBD) Kota Banda Aceh mencatat di tahun 2006 terjadi 242 kasus DBD. Wilayah dengan jumlah kasus tertinggi terjadi di kecamatan Baiturrahman, Kuta Alam, dan Banda Raya. Sementara di tahun 2007, tercatat 851 kasus DBD dimana kecamatan Syiah Kuala, Kuta Alam, dan Baiturrahman masuk dalam kategori tiga (3) kasus tertinggi. Peta sebaran penyakit DBD di Kota Banda Aceh dapat dilihat dalam gambar Sedangkan perkembangan kasus kejadian DBD dari tahun dapat dilihat dalam gambar berikut. Gambar 4-11: Perkembangan kasus demam berdarah tahun Sumber: Subdin P2P DINKES Kota Banda Aceh 2007 Perkembangan kasus DBD berdasarkan prosentase kasus DBD dibandingkan dengan total penduduk (jumlah penduduk berdasarkan data tahun 2008) adalah sebagai berikut: 22

31 Gambar 4-12: Prosentase kasus DBD per total jumlah penduduk tahun 2007 Sumber: analisa Syiah Kuala memiliki prosentase penduduk yang terjangkit DBD yang tertinggi yaitu 0,71% dan yang terendah adalah kecamatan Kuta Raja dengan 0,13%. Malaria Malaria masih merupakan salah satu masalah kesehatan yang menyebabkan kematian terutama pada kelompok resiko tinggi yaitu: bayi, balita, ibu hamil, serta dapat menurunkan produktivitas kerja. Di Indonesia terdapat 15 juta kasus malaria dengan kematian setiap tahunnya. Diperkirakan 35 % penduduk Indonesia tinggal di daerah yang beresiko tertular malaria. Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam kasus malaria positif tahun 2006 sebanyak kasus. Perkembangan kasus malaria positif dalam tiga (3) tahun terakhir di Kota Banda Aceh dapat dilihat pada gambar berikut ini: Gambar 4-13: Perkembangan kasus malaria tahun

32 Sumber: Subdin P2P DINKES Kota Banda Aceh 2007 Kasus malaria tahun 2005 sebanyak 68 kasus, tahun 2006 terjadi peningkatan dengan jumlah 77 kasus, sedangkan pada tahun 2007 cenderung stabil dibandingkan tahun 2006 karena pada tahun tersebut ditempat yang dicurigai dilakukan penyemprotan Indoor Residual Spray. Untuk melihat prosentase penduduk yang terjangkit malaria pada tahun 2007, dilakukan analisa yang menghasilkan grafik sebagai berikut. Gambar 4-14: Prosentase kasus malaria per total jumlah penduduk tahun 2007 (per kecamatan) Sumber: Analisa Syiah Kuala merupakan daerah dengan penduduk yang terjangkit malaria tertinggi di Banda Aceh (0,08%), sedangkan Kuta Raja menjadi daerah tanpa kejadian penyakit malaria pada tahun Diare Diare merupakan salah satu penyakit yang bebasis lingkungan. Dua faktor yang sangat dominan mempengaruhi kejadian diare yaitu penyediaan air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar bakteri dan virus serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula yaitu melalui makanan dan minuman maka dapat menimbulkan kejadian diare. Angka kejadian diare di Kota Banda Aceh dalam 3 tahun terakhir dapat dilihat pada gambar berikut ini : 24

33 Gambar 4-15: Kasus diare di kota Banda Aceh tahun Sumber: Subdin P2P DINKES Kota Banda Aceh 2007 Demikian halnya terhadap kasus diare, analisa dilakukan untuk menemukan prosentase penduduk yang terjangkit penyakit ini sebagaimana dapat dilihat dalam gambar berikut ini. Gambar 4-16: Prosentase kasus diare per total jumlah penduduk tahun 2007 (per kecamatan) Sumber: Analisa Berdasarkan hasil analisa yang dilakukan, Lueng Bata memiliki prosentase terbesar penduduk yang terjangkit diare sedangkan prosentase terkecil dimiliki oleh kecamatan Syiah Kuala. Untuk memberikan gambaran jelas mengenai prosentase kejadian penyakit terhadap total penduduk, perbandingan prosentase ketiga kasus penyakit tersebut pada tahun 2007 disajikan dalam tabel di bawah ini. 25

34 Tabel 4-9: Perbandingan prosentase kejadian penyakit per jumlah penduduk tahun 2007 Sumber: Analisa 26

35 Gambar 4-17: Peta sebaran penyakit demam berdarah di Kota Banda Aceh 27

36 Gambar 4-18: Peta sebaran penyakit diare di Kota Banda Aceh 28

37 4.1.2 Air Bersih Pelayanan air bersih merupakan salah satu isu prioritas terkait dengan sanitasi pada level kota. Pada saat ini, Kota Banda Aceh memperoleh layanan air bersih yang disediakan oleh PDAM Tirta Daroy. Dalam pelaksanaannya, terdapat berbagai permasalahan yang menghambat kelancaran layanan air bersih tersebut, diantaranya adalah: - Tingginya tingkat kehilangan air (Non Revenue Water/NRW 4 ). Hal ini terutama disebabkan oleh kebocoran di jaringan distribusi, adanya sambungan yang tidak sah (pencurian air) dan sistem penagihan yang belum optimal. - Terjadinya intrusi air laut di Krueng Aceh yang dapat membahayakan penggunaan air baku untuk keperluan pengolahan air bersih terutama pada saat aliran minimum, namun hal ini telah diantisipasi dengan adanya bendungan karet. Berkaitan dengan permasalahan tersebut, pada saat ini sedang dilakukan upaya untuk menurunkan angka kehilangan air melalui kegiatan Blok Renovasi Program (BRP). Program ini merupakan kerjasama antara PDAM Tirta Daroy dengan SAB-SAS (Sektor Air Belanda Mendukung Sektor Air Sumatra). Program BRP ini meliputi perbaikan fisik atas jaringan distribusi, perbaikan sistem administrasi dan keuangan. Tabel 4-10 berikut ini memberikan gambaran umum mengenai kondisi pelayanan air bersih di Kota Banda Aceh saat ini yang dilakukan oleh PDAM Tirta Daroy. Tabel 4-10: Gambaran umum kondisi layanan air bersih Kota Banda Aceh Deskripsi Unit Sebelum dan sesudah tsunami Saat ini Jumlah penduduk orang Cakupan pelayanan % 47% 41% 68% 80% orang Jam operasi Jam Pelayanan Kontinyu Kontinyu Kontinyu Pelanggan Aktif Non aktif Kehilangan air % 48% 60% 52% 20% Produksi l/detik Sumber: PDAM Kota Banda Aceh Pembuangan air limbah Pada saat ini sistem pengelolaan limbah secara off-site belum dimiliki oleh Kota Banda Aceh. Sebagian besar warga kota membuang limbah kakus atau yang juga dikenal sebagai black water ke dalam septic tank yang tidak dirancang dan dibangun dengan baik sehingga tidak 4 Kehilangan Air atau NRW didefinisikan oleh IWA (International Water Assosiation) sebagai perbedaan antara volume air yang didistribusikan (system input) dengan volume konsumsi air resmi yang ditagihkan (authorized billed consumption). Volume air resmi yang ditagihkan ini adalah volume air yang digunakan oleh pelanggan resmi baik yang tercatat dalam meter air maupun tidak. 29

38 memberikan pengolahan optimal kepada limbah tersebut. Buangan dari septic tank ini (dikenal di Aceh sebagai cincin) dialirkan ke air tanah dangkal dan/atau badan air terbuka sehingga menyebabkan terjadinya pencemaran air. Dalam beberapa kasus, rumah tangga membuang secara langsung limbah kakus mereka ke saluran air terbuka. Meskipun tidak tersedia informasi resmi, dapat diasumsikan bahwa septic tank-septic tank ini merupakan ancaman utama bagi kualitas air sumur dangkal yang saat ini masih digunakan secara luas sebagai sumber air bersih bagi warga kota. Hampir semua air limbah mandi, cuci dan masak (grey water) dibuang langsung ke saluran drainase mikro maupun ke saluran terbuka lainnya. Berdasarkan data hasil dari pemetaan sanitasi yang dilakukan GTZ (lihat bab 4.2 untuk keterangan lebih lanjut mengenai kegiatan pemetaan sanitasi ini), diketahui bahwa fasilitas WC merupakan fasilitas yang sudah dimiliki oleh hampir seluruh responden. Hampir 92% responden menyatakan memiliki fasilitas WC sendiri. Dan selebihnya menggunakan fasilitas toilet umum, sungai dan lain-lain. Dari fasilitas MCK yang tersedia, responden memiliki kesadaran tinggi untuk melakukan pemisahan air limbah wc dan air limbah cucian. Sekitar 85% responden melakukan pemisahan kedua jenis air limbah dan hanya 15% yang tidak melakukan pemisahan. Alasan yang muncul ketika tidak dilakukan pemisahan adalah kurangnya lahan yang tersedia (55%), ketidaktersediaan dana (42%) dan tidak ada informasi (3%). Kegiatan penyedotan secara berkala terhadap septic tank ditemukan di Kota Banda Aceh. Lumpur tinja dibuang dan diolah pada dua Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) yang terletak di Gampong Jawa, pantai utara Banda Aceh. Fasilitas ini dikelola oleh DKKK Kota Banda Aceh. Instalasi pertama memanfaatkan teknologi kolam oksidasi dan juga bak pengering lumpur dengan kapasitas sebesar 56 m 3 /hari. Instalasi ini sudah direhabilitasi dengan bantuan JICA setelah terkena dampak tsunami. Volume air limbah yang dibuang ke instalasi pertama ini pada tahun 2005 diperkirakan mencapai 114 m 3 /hari, melebihi kapasitas perencanaannya. Instalasi kedua memiliki kapasitas 75 m 3 /hari yang dibangun melalui bantuan GTZ dan Unicef dengan menerapkan kombinasi pengolahan secara aerobic dan anaerobic. Beberapa teknologi anaerobic yang digunakan antara lain: digester, sludge stabilization, baffle reactor, dan anaerobic filter. Sementara teknologi aerobic yang digunakan adalah planted gravel filter, kolam, dan bak pengering lumpur tinja. Saat ini IPLT Gampong Jawa melayani mobil tinja sebanyak rata-rata 6 trip atau 30 m³ per hari terdiri dari mobil tinja DK3 Kota Banda Aceh, swasta, dan KKP Aceh Besar. Tapi dari pengakuan pengusaha jasa pengurasan tangki septik (ada 5 pengusaha), rata-rata mobil tangki bisa mendapatkan order pengurasan sebanyak 6 kali per hari. Jadi frekwensi pembuangan limbah tinja ke IPLT seharusnya sekitar kali per hari. 30

39 Gambar 4-19:: Cincin sebagai penerima air limbah tinja rumah tangga Cincin yang biasa digunakan memiliki diameter 0,8 m dengan ketinggian ketinggian antara 0,4 m hingga 0,6 m. Bergantung ketinggian muka air tanah, maka pemanfaatan 3 sampai dengan 5 buis beton (cincin beton) adalah hal yang lazim. Proses pemasangan cukup mudah. Setelah tanah digali, cincin beton disusun di lubang galian. Cincin biasanya tidak lapis plester ataupun dibeton dasarnya sehingga tingkat kebocoran tinggi. Akibatnya kontak air limbah dengan air tanah juga tinggi. Dengan jarak antara sumur dangkal ke cincing kurang dari 10 m menyebabkan tingginya kemungkinan pencemaran air a tanah oleh bakteri tinja Drainase makro dan mikro Kota Banda Aceh dibagi bagi menjadi delapan (8) zona drainase. Pembagian zona drainase di Banda Aceh ini dapat dilihat dalam gambar berikut. Gambar : Peta zona drainase Kota Banda Aceh 31

40 Karakteristik dari masing-masing zone drainase tersebut ditunjukkan dalam tabel 4-11 berikut, yang meliputi luas wilayah tangkapan serta batas-batas zone. Tabel 4-11: Karakteristik zona drainase di Kota Banda Aceh Zona Wilayah (ha) Batas-batas Kr. Neng & Kr. Doy 2 Kr. Aceh & Kr. Doy 3 Kr. Aceh 4 Kr. Daroy & Kr. Lhueng Paga 5 Kr. Titi Panjang & Kr. Cut 6 Kr. Lhueng Paga, Kr. Tanjung 7 Kr. Aceh & Kr. Cut Darussalam Banjir kanal Informasi rinci mengenai infrastruktur drainase yang ada di kedelapan zona drainase tersebut dapat dilihat dalam tabel 4-12 di bawah ini. Tabel 4-12: Infrastruktur drainase di Kota Banda Aceh Uraian Zona Drslm Drainase induk (km) 24,3 5,4 15,4 19,9 28,9 25,1 9,1 6,1 Kolam retensi (unit) Pompa (unit) Mobile pump (unit) Pintu air (unit) Khusus untuk sistem drainase mikro, panjang saluran diperkirakan mencapai lebih dari km. Hasil ini didapatkan dari perhitungan hasil pengambilan sampel di lapangan yang dilakukan oleh SDC dalam kegiatan inventarisasi sistem drainase mikro. Untuk lebih jelasnya, informasi mengenai drainase mikro ini diberikan dalam tabel berikut ini. Tabel 4-13: Perkiraan panjang saluran mikro drainase di Banda Aceh Tipe Klasifikasi panjang saluran Area (ha) Tipe 1 L > 350 m/ha Tipe > L < 350 m/ha Tipe 3 L < 200 m/ha TOTAL Estimasi panjang saluran (km) Pada saat ini, sistem drainase mikro selain berfungsi sebagai saluran penerima limpasan air hujan (surface runoff) juga sebagai saluran penerima limbah domestik dan industri (khususnya industri kecil). Di berbagai tempat, drainase mikro tersumbat oleh akumulasi sampah maupun ditimbun oleh pemilik rumah untuk mendapatkan akses ke rumahnya. Dari pengamatan di lapangan terlihat bahwa sebagian besar drainase mikro dibangun sebagai drainase jalan dan tidak dapat mengalirkan limpasan dari area rendah lainnya. Gambar di bawah ini memberikan 32

41 gambaran mengenai kondisi eksisting drainase mikro serta jaringan drainase mikro yang baru dibangun. Gambar 4-21: Gambaran kondisi eksisting drainase mikro dan jaringan drainage mikro baru Desa Peuniti drainase mikro eksisting Desa Lampaseh jaringan mikro drainase baru Pengelolaan persampahan Dinas Kebersihan dan Keindahan Kota (DKKK) bertanggung jawab dalam pengelolaan persampahan di Kota Banda Aceh. Pola pengelolaan sampah yang saat ini dilaksanakan meliputi kegiatan pewadahan sampah, pengumpulan sampah, pemindahan sampah, pengangkutan sampah, pengolahan sampah dan pembuangan akhir sampah. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sebagai tempat proses pengelolaan dan pembuangan akhir sampah terletak di Desa Gampong Jawa yang berjarak ± 3 km dari pusat kota. Hingga saat ini landfill Gampong Jawa telah memiliki lahan seluas ± 21 ha. Lahan yang telah difungsikan sebagai landfill seluas ± 12 ha, dan yang belum difungsikan seluas ± 9 ha. Dalam melakukan kegiatan pengumpulan dan pengangkutan sampah ini, DKKK melakukan pembagian zona pengelolaan persampahan menjadi tiga (3) zone. Ketiga zone tersebut dapat dijelaskan dalam tabel berikut. Tabel 4-14: Pembagian zone pengelolaan persampahan di Banda Aceh No Zone Wilayah (kecamatan) 1 Zone I Kecamatan Jaya Baru Kecamatan Meuraxa Kecamatan Banda Raya 2 Zone II Kecamatan Ulee Kareng Kecamatan Syiah Kuala Kecamatan Kuta Alam 3 Zone III Kecamatan Lueng Bata Kecamatan Kuta Raja Kecamatan Baiturrahman 33

42 Berdasarkan data dari DKKK, gambaran pelayanan pengelolaan Kota Banda Aceh saat ini ditampilkan dalam tabel berikut. Tabel 4-15: Penanganan sampah di Kota Banda Aceh tahun 2008 Nr Penanganan Volume Prosentase (dari (m 3 )/bulan total timbulan) 1 Diangkut ke TPA ,1% 2 Diolah 2.1 Kompos 600 3,1% 2.2 Daur ulang ,5% 2.3 Pemanfaatan lain Tidak terangkut ,3% Tabel 4-16: Tingkat pelayanan pengelolaan persampahan di Kota Banda Aceh Nr Pelayanan Tingkat pelayanan Luas daerah pelayanan ha ha ha 2 Jumlah penduduk terlayani jiwa jiwa jiwa 3 Prosentase jumlah penduduk 70% 74% 76% terlayani terhadap jumlah penduduk kota Meskipun pengelolaan persampahan sudah mencakup 76% dari penduduk kota, namun pengambilan sampah dari rumah ke rumah secara teratur baru terbatas pada daerah pusat kota, wilayah campuran, institusi-institusi besar serta jalan arteri dan penghubung utama. Jalanan di daerah komersial mendapatkan pelayanan pengambilan sampah sampai dengan tiga (3) kali dalam sehari, sementara daerah pemukiman (sebagian) hanya mendapatkan layanan pengambilan sampah 2 sampai 3 kali dalam seminggu. Secara umum, kegiatan pengumpulan dan pengambilan sampah untuk setiap kecamatan di Banda Aceh dapat digambarkan sebagai berikut: Kecamatan Kuta Raya: Sekitar 40 % dari jalan-jalan yang ada telah terlayani pengambilan sapah secara teratur dengan tiga frekuensi pengambilan yang berbeda. Di daerah ini terdapat lima (5) pusat daur ulang sampah informal serta 1 kontainer. Kecamatan Meuraxa Hanya dua jalan utama yang dilayani: Jl. Iskandar Muda and (sebagian) Jl. Habib Abdurrhaman 34

43 (2 frekuensi pengambilan sampah berbeda). Tidak ada pusat daur ulang sampah informal dan terdapat 1 kontainer. Kecamatan Jaya Baru Hanya terdapat 4 jalan yang telah dilayani (satu jalan utama dan dua jalan sekunder) dengan 5 frekuensi pengambilan yang berbeda. Terdapat 1 pusat daur ulang sampah informal dan 4 lokasi kontainer. Kecamatan Banda Raya Beberapa jalan dilayani, yang mencakup kurang lebih 25% dari wilayah kecamatan dengan 5 frekuensi pengambilan sampah yang berbeda. Terdapat 2 pusat daur ulang sampah informal serta 3 lokasi kontainer. Kecamatan Lueng Bata Sebagian besar jalanan telah terlayani yang meliputi hampir 90% dari wilayah Lueng Bata dengan 4 frekuensi pengambilan yang berbeda. Terdapat 2 pusat daur ulang sampah informal dan 4 lokasi kontainer. Kecamatan Baiturrahman Kurang lebih 50% dari wilayah ini telah terlayani dengan 6 frekuensi pengambilan sampah yang berbeda. Terdapat 4 pusat daur ulang sampah informal dan 13 lokasi kontainer. Kecamatan Syiah Kuala Kurang lebih 50% area telah terlayani. Pengambilan sampah tidak ditemui di bagian utara Jl.Tengku Nyak Arief dengan 5 pengambilan sampah yang berbeda. Terdapat 3 pusat daur ulang sampah informal dan 5 lokasi kontainer. Kecamatan Kuta Alam Kurang lebih 90% dari area ini telah terlayani dengan 5 frekuensi pengambilan yang berbeda. Beberapa lokasi masih tetap belum mendapatkan pelayanan. Terdapat 8 pusat daur ulang sampah informal dan 16 lokasi kontainer. Kecamatan Ulee Kareng Kurang lebih 80% dari area telah terlayani. 3 area pemukiman kecil belum terlayani. Terdapat 2 pusat daur ulang sampah informat dan dua lokasi kontainer. Dalam hal penyapuan jalan, juga masih terbatas pada daerah komersial serta pusat administrasi dari Kota Banda Aceh. Penyapuan jalan dilakukan secara manual menggunakan sapu biasa serta tong sampah beroda untuk penyimpanan sementara hasil dari kegiatan penyapuan tersebut. Penyapuan secara mekanis tidak lagi dilakukan (mesin penyapu jalan hasil bantuan dari Pemerintah Turki tidak dapat bekerja dengan baik). 35

44 Kegiatan pengambilan dan pengumpulan sampah ini dilakukan menggunakan: - 26 dump truk, - 11 truk arm roll (hidrolik), - 10 pick up - 4 truk compactor (dua tidak berfungsi normal), - 1 mesin penyapu jalan, Untuk pembiayaan pengelolaann persampahan ini, qanun retribusi persampahan sudah dikeluarkan Qanun Nomor 13 tahun Sampai saat ini, tingkat partisipasi masyarakat untuk membayar retribusi sampah masih sangat rendah. Hanya sekitar rumah di Kota Banda Aceh yang membayar retribusi sampah secara teratur (Koran Waspada, 5 Desember 2008). Untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam hal pembayaran retribusi, DKKK telah membentuk beberapa wilayah percontohan pembayaran retribusi dengan salah satunya adalah Ateuk Pahlawan. Sektor swasta dan informal juga berperan aktif dalam melakukan pengumpulan bahan-bahan yang dapat didaur ulang seperti plastik, kertas dan berbagai macam logam. Diperkirakan 500 sampai dengan 750 orang bekerja penuh waktu dalam pengumpulan dan pemrosesan bahan yang dapat di daur ulang. Sejumlah LSM telah memulai di level rumah tangga dan masyarakat dengan kegiatan daur ulang. Fokusnya adalah kegiatan pengkomposan untuk sampah basah serta kegiatan untuk mengubah sampah menjadi cenderamata dan peralatan kantor. Sesaat setelah tsunami, DKKKK menandatangi Nota Kesepahaman (MoU) dengan Kota Apeldoorn dan Rotterdam (Roteb) untuk menjalin kerjasama di bidang pengelolaan persampahan. Sebuah dokumen master plan pengelolaan persampahan Kota Banda Aceh telah disiapkan. Masterplan ini menjadi dasar bagi penyusunan rencana strategis untuk pengembangan pelayanan pengelolaan persampahan di Kota Banda Aceh. Gambar 4-22: Kegiatan pengelolaan sampah baik oleh DKKK maupun oleh swastaa Pengumpulan dari rumah ke rumah Komposting di level rumah tangga Kontainer sampah Inisiatif recycling dari swasta Tempat pembuangan akhir Tempat pembuangan sementara 36

45 4.2 Studi yang sedang dan/atau telah dilakukan Pemetaan sanitasi (sanitation mapping) Kegiatan pemetaan sanitasi yang dilakukan GTZ - Support for Local Governance and Sustainable Reconstruction (SLGRS) dilakukan untuk menentukan wilayah prioritas perbaikan sanitasi melalui proses analisa dan interpretasi data sanitasi primer. Tujuan secara detail dari studi ini adalah untuk: - Menilai dan memvisualisasikan pola pengelolaan air limbah dari sumber rumah tangga di Kota Banda Aceh saat ini - Memformulasikan konsep strategi pengelolaan dan pengolahan air limbah di Kota Banda Aceh memperhatikan kerangka waktu dan kemampuan keuangan - Menyusun pendekatan terdesentralisasi untuk pengelolaan air limbah rumah tangga Studi ini mengkombinasikan survei lapangan melalui kuesioner dan analisa informasi sistem informasi geografis untuk analisa ruang. Tahap persiapan ditekankan ke arah studi literatur dan pembentukan kelompok kerja pemetaan sanitasi. Pada tahap ini juga disusun kuesioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan berkaitan dengan air bersih, air kotor, sampah, dan drainase. Kuesioner dikonsultasikan kepada kelompok kerja pemetaan sanitasi yang mewakili dinas-dinas terkait dan GTZ-SLGSR sebelum digunakan. Pola perhitungan kuantitatif juga dilakukan pada tahap ini. Data primer dikumpulkan menggunakan kuesioner yang langsung ditanyakan kepada kelompok responden yang mewakili masyarakat kota Banda Aceh. Menurut data hasil Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) bulan Mei 2007, terdapat lebih kurang keluarga di kota Banda Aceh. Untuk kebutuhan sampling pemetaan sanitasi ini, maka diambil keluarga atau sekitar 10% (sepuluh persen) dari jumlah total keluarga sebagai responden. Kegiatan pemetaan sanitasi ini menyimpulkan bahwa terdapat lima area prioritas untuk peningkatan kondisi sanitasi di Kota Banda Aceh yaitu; Peuniti, Peunayong, Laksana, Keuramat, dan Suka Ramai. Laporan lengkap dalam dua bahasa (Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris) terdapat dalam Compact Disk (CD) yang dilampirkan bersama dengan buku putih ini Environmental Pressure Point Study Pada masa lalu, dampak lingkungan yang diakibatkan oleh usaha kecil dan menengah dan berbagai aktivitas komersial lainnya jarang untuk dipertimbangkan. Karena kegiatan tersebut dianggap memiliki dampak kecil terhadap lingkungan, maka dampak lingkungan dari kegiatan ini sering diabaikan. Meskipun demikian, dampak kumulatif dari kegiatan ini akan menghasilkan tekanan besar bagi lingkungan. Menanggapi hal ini, Kantor Lingkungan Hidup (KLH) Kota Banda Aceh dengan dukungan dari GTZ - SLGSR telah melakukan survei dampak kegiatan komersial di Banda Aceh dalam bentuk Environmental Pressure Point Survey. Survey ini telah menghasilkan data dan informasi yang 37

46 akurat terhadap kegiatan usaha tersebut yang meliputi; kegiatan usaha dasar yang dilakukan, lokasi, dan kualitas air limbah dari lebih 290 usaha kecil dan menengah serta berbagai instalasi lain. Survei ini difokuskan untuk mengetahui informasi pada usaha pembuatan batu-bata, pasar ikan, rumah sakit, service AC dan lemari pendingin, perbaikan batere, pabrik tahu dan tempe, bengkel serta tempat pencucian mobil dan motor (doorsmeer). Dari semua kegiatan tersebut, bengkel dan tempat pencucian mobil dan motor (doorsmeer) memberikan dampak lingkungan yang signifikan di Kota Banda Aceh yang mengakibatkan penurunan kualitas air tanah maupun air permukaan. Survei ini berhasil mengidentifikasi lebih dari 200 bengkel beroperasi di Kota Banda Aceh dan menampung lebih dari 80 m 3 oli bekas per bulan. Sejumlah besar oli bekas ini tumpah maupun dibuang ke air permukaan maupun ke tanah. Sedangkan tempat pencucian mobil dan motor (doorsmeer) mengakibatkan pencemaran air oleh oli. Lebih dari 4,400 m 3 air tercemar dihasilkan setiap bulannya dari kegiatan ini. Ringkasan eksekutif laporan kegiatan ini dapat dilihat dalam Lampiran D. Laporan lengkap dalam Bahasa Inggris terdapat dalam CD yang dilampirkan bersama dengan buku putih ini Pemantauan kualitas air sungai Banda Aceh Pada tahun 2008 Bappedalda (saat ini telah menjadi Kantor Lingkungan Hidup) melakukan kegiatan pemantauan kualitas air sungai terhadap empat (4) sungai di Banda Aceh yaiut; Krueng Aceh, Krueng Daroy, Krueng Doy dan Krueng Lamnyong. Kegiatan pemantauan kualitas air ini dilakukan melalui pengambilan sampel air di 15 titik sampling pada keempat sungai tersebut. Titik-titik sampling tersebut adalah sebagai berikut: 1. TPA Lampulo 2. PPS/TPI Lampulo 3. Pasar Peunayong 4. Anak sungai dekat jembatan Pante Pirak, Peunayong 5. Anak sungai dekat Simpang Surabaya, Lamseupeung 6. Belakang PLTD Lueng Bata 7. Anak sungai diperbatasan Kota Banda Aceh-Aceh Besar, Lueng Bata 8. Jembatan Gunongan, Neusu Jaya 9. Jembatan anak sungai Jl. Seulawah, Lamlagang 10. Jembatan anak sungai desa Punge Blang Cut 11. Jembatan Pasar Setui, Lamteumen Timur 12. Jembatan Ketapang, desa Geuceu Menara 13. Anak sungai sekitar Pabrik Tahu/Tempe desa Batoh 14. Anak sungai sekitar Simpang Mesra, Jeulingke 15. Jembatan Lamnyong, Rukoh Darussalam 38

47 Berdasarkan hasil pengujian kualitas air hasil sampling, pencemaran ringan Krueng Daroy dan Krueng Doy serta Krueng Lamnyong. Hasil sampling mengindikasikan bahwa Krueng Aceh belum mengalami pencemaran. Hasil lengkap dari kegiatan pemantauan kualitas air sungai ini dapat dilihat dalam CD yang dilampirkan dalam Buku Putih ini Masterplan dan perencanaan detail drainase Perencanaan jangka panjang dalam bentuk masterplan drainase serta perencaan detail drainase (Detailed Engineering Design/DED) untuk tiga wilayah pilot telah dilakukan oleh SDC. Ketiga wilayah pilot tersebut meliputi Peuniti, CBD (Peunayong, Laksana dan Keuramat) serta Lampriet. Langkah awal dalam penyusunan dokumen-dokumen ini adalah dengan melakukan inventarisasi infrastruktur drainase yang meliputi dimensi serta kondisinya. Software KIKKER digunakan sebagai alat bantu untuk dalam melakukan pengelolaan aset drainase serta perencanaan kegiatan operasi dan pemeliharaan drainase. Kegiatan inventarisasi detail telah selesai dilakukan untuk ketiga wilayah pilot dan sedang dilanjutkan untuk keseluruhan wilayah Banda Aceh. Software SOBEK digunakan untuk melakukan analisa hidrolis terhadap sistem drainase yang ada. Analisa hidrolis ini terutama dilakukan untuk ketiga wilayah pilot tersebut sebagai salah satu dasar penyusunan DED Studi awal pengelolaan air limbah SDC telah melakukan studi awal untuk mengembangkan konsep pengelolaan air limbah di Kota Banda Aceh (terutama sistem sanitasi off-site). Di dalam studi ini dikembangkan konsep pengelolaan air limbah dari tahun 2009 sampai tahun Pada gambar 4-13 dapat dilihat strategi pengembangan sistem off-site di Kota Banda Aceh yang disiapkan oleh SDC. Dalam konsep ini, pengembangan sistem off-site ini dibagi menjadi empat (4) tahapan yang berjangka waktu lima tahunan. Wilayah pelayanan difokuskan pertama kali di wilayan Peuniti (disebut sebagai wilayah pelayanan 1) dan wilayah CBD (central business district) yang meliputi Peunayong, Laksana dan Keuramat dan disebut sebagai wilayah 2. 39

48 Gambar 4-23: Strategi pengembangan sanitasi off-site di Banda Aceh Development Strategy Off-site Sanitation Banda Aceh WWTP Pump Station Rising Main Service Area Masterplan persampahan Sebagai hasil dari Nota kesepahaman (MoU) antara Roteb dan Pemko Banda Aceh mengenai pengelolaan persampahan, maka telah dihasilkan dokumen masterplan pengelolaan persampahan dengan periode perencanaan selama 15 tahun. Di dalam masterplan ini dibahas mengenai kebijakan utama di bidang persampahan serta tujuan dari kebijakan tersebut, strategi pengelolaan persampahan, kegiatan prioritas dalam pengelolaan persampahan dan kondisi awal serta peta jalur (road map) untuk implementasinya. Dapat disampaikan dalam bab ini adalah kegiatan jangka pendek yang direkomendasikan untuk dilakukan dalam masterplan ini: - Terkait dengan kegiatan penyapuan jalan; Kegiatan penyapuan jalan saat ini hanya terjadi di jalan utama. Peningkatan perlu dilakukan untuk dapat memperluas cakupan kegiatan ini. Selain itu, metodologi penyapuan juga perlu disempurnakan untuk dapat meningkatkan efisiensi kegiatan penyapuan tersebut. 40

49 - Terkait dengan pengumpulan sampah Beberapa kegiatan yang direkomendasikan misalnya adalah pengenalan tong sampah yang terstandarisasi, penjadwalan ulang serta penyusunan rute ulang pengambilan sampah untuk meningkatkan efisiensi, serta pengenalan kembali sistem cost recovery dalam kegiatan pengelolaan sampah. - Terkait dengan TPA Mengenai TPA, rencana peningkatan kapasitas TPA perlu dilakukan. Rencana pembangunan TPA bersama di Aceh Besar perlu disertai transfer kemampuan DKKK atas kegiatan ini, serta wilayah percontohan 3R di Kuta Raja perlu dikembangkan di kecamatan lainnya. - Terkait dengan DKKK sendiri Perlunya dilakukan peningkatan di internal DKKK yang contohnya meliputi; kegiatan perencanaan dan pemograman operasi harian, administrasi kegiatan, pertukaran informasi dan pengalaman dengan kota-kota lain di Sumatra dll. Ringkasan eksekutif laporan kegiatan ini dapat dilihat dalam Lampiran D. Laporan lengkap dalam Bahasa Inggris terdapat dalam CD yang dilampirkan bersama dengan buku putih ini Program konsolidasi pengembangan perkotaan kawasan Krueng Aceh Rekomendasi pra studi kelayakan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Banda Aceh bekerja sama dengan CDIA (City Development Initiative for Asia) dan GOPA Consultant adalah: 1. Pengembangan terminal Keudah. 2. Pengolahan limbah dan drainase pada kawasan pusat kota lama dengan fokus area: Laksana, Keuramat, Peunayong, Peuniti, dan Kampung Baru. 3. Rehabilitasi kawasan pusat kota lama (fokus kawasan Peunayong). Dengan kondisi geografis dan hidrologis kota Banda Aceh, konsultan CDIA mengajukan sekitar 100 sistem pengolahan air limbah anaerobic di area proyek yang disepakati guna melayani penerima manfaat dari sektor bisnis dan perumahan, pasar, hotel dan rumah sakit. Komponen drainase dalam proyek ini juga termasuk didalamnya pembangunan sistem drainase tersier/mikro. Ringkasan eksekutif laporan kegiatan ini dapat dilihat dalam Lampiran D. Laporan lengkap yang terkait dengan aspek sanitasi dalam Bahasa Inggris terdapat dalam CD yang dilampirkan bersama dengan buku putih ini. 4.3 Kegiatan-kegiatan sanitasi yang sedang berlangsung Saat ini, beberapa lembaga baik pemerintah maupun non-pemerintah telah mulai melakukan studi dan perencanaan tentang pengelolaan sanitasi di Kota Banda Aceh. Beberapa studi yang dilakukan sudah sampai ke perencanaan detail dan diadopsi oleh pemerintah serta dalam proses menunggu pembiayaan untuk konstruksi. 41

50 Di bawah ini adalah beberapa inisiatif rencana pengelolaan sanitasi yang dimaksud: a. Pengelolaan sampah domestik: DKKK telah melakukan perencanaan untuk pengelolaan sampah domestik yang befokus pada 3R (recycle, reuse, reduce). Beberapa kegiatan yang telah dilakukan dan sedang dikembangkan adalah kegiatan pemanfaatan sampah domestik organik untuk diolah menjadi kompos (kegiatan pengomposan). Kegiatan pengomposan skala rumah tangga sudah mulai dilakukan oleh masyarakat, dan saat ini sedang disiapkan kegiatan komposting berbasis wilayah. Untuk sampah anorganik, DKKK mengembangkan bank sampah serta mendirikan pabrik pengolahan kembali (recycle) sampah. Bank sampah adalah upaya DKKK untuk mengumpulkan sampah anorganik pada sumbernya, yang juga sebagai upaya untuk mensosialisasikan pemisahan sampah di sumbernya. b. Pengelolaan limbah non-domestik: Beberapa rencana pengelolaan limbah non-domestik untuk RPH, industri tahu, rumah sakit, TPI Lampulo serta Rumah Pemotongan Unggas (RPU) Keudah sedang dikaji. Kajian ini juga termasuk identifikasi pilihan teknologi pengolahan paling tepat yang dapat diterapkan. c. Instalasi Pengolahan Limbah Tinja (IPLT) Tsunami tahun 2004 telah menghancurkan IPLT yang terletak di Gampong Jawa. Melalui bantuan dari berbagai donor, IPLT tersebut telah direhabilitasi dan ditingkatkan kapasitasnya. d. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Gampong Jawa TPA Gampong Jawa yang berdekatan dengan IPLT Gampong Jawa telah dihanyutkan oleh tsunami e. Drainase mikro Muslim Aid, SDC dan JBIC telah melakukan studi di seluruh zona drainase di Kota Banda Aceh. Proses konstruksi saat ini sedang dijalankan dan diharapkan dapat selesai pada tahun f. Bengkel dan doorsmeer Sebuah survei untuk mengetahui beban pencemaran dari kedua kegiatan ini telah dilakukan oleh KLD bekerjasama dengan GTZ-SLGSR. Pengelolaan limbah dari keduanya sedang dalam kegiatan pengkajian dan diharapkan dapat diimplementasikan pada tahun

51 4.4 Investasi, perawatan, dan reinvestasi Kegiatan-kegiatan investasi yang telah dilakukan dalam bidang sanitasi di Kota Banda Aceh yang dilakukan oleh pemerintah maupun organisasi non-pemerintah dijelaskan di bawah ini Air bersih Dua kegiatan utama yang telah dilakukan dalam sektor air bersih Kota Banda Aceh terutama yang bekerja sama dengan PDAM diantaranya adalah; meliputi rehabilitasi Instalasi Pengolahan Air (IPA) Lambaro. Rehabilitasi IPA Lambaro ini dilakukan pada tahun atas bantuan dari Swiss Agency for Development and Cooperation (SDC), SRC (Swiss Red Cross), SSC (Swiss Solidarity Chain), dan SIG (Services Industriels de la Ville de Genève). Kegiatan ini sangat penting mengingat IPA Lambaro menjadi penyuplai utama air bersih bagi Kota Banda Aceh. Disamping itu, kegiatan penurunan kebocoran yang dilakukan oleh PDAM bekerjasama dengan SAB-SAS juga menjadi salah satu contoh kegiatan investasi di bidang air bersih yang sedang dilakukan hingga saat ini Pembuangan limbah Di bawah ini disajikan kegiatan-kegiatan investasi yang telah dilakukan di Kota Banda Aceh di sektor pembuangan limbah baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun organisasi nonpemerintah. - Instalasi Pengolahan Limbah Tinja (IPLT) Kegiatan rehabilitasi dan peningkatan kapasitas IPLT di Gampong Jawa dilakukan melalui instalasi dua unit pengolah tinja menggunakan sistem DEWATS dan Oxidation pond. - IPAL Terminal Terpadu Batoh - MCK terminal Setui GTZ telah membangun fasilitas Mandi Cuci Kakus (MCK) umum di terminal Setui. - Perbaikan infrastruktur fasilitas umum (mesjid, sekolah, pesantren, balai pengajian) Saat ini tercatatat sebanyak 93 mesjid, 4 gereja dan 2 vihara terdapat di Kota Banda Aceh. Beberapa inisiatif peningkatan kondisi sanitasi yang meliputi tempat wudhlu dan toilet terutama di masjid telah dilakukan. Akan tetapi informasi tertulis mengenai kegiatan ini saat ini belum tersedia. - Pengolahan limbah yang berasal dari industri batik Drainase makro dan mikro Studi kelayakan, perencanaan detail serta dokumen lelang telah disiapkan untuk saluran drainase sekunder di seluruh zone drainage Banda Aceh. Terkecuali pada zone 2 dan 3, keseluruhan studi dan perencanaan tersebut dilakukan oleh Sea Defence Consultants (SDC). 43

52 Studi dan desain untuk zone 2 dilakukan oleh Muslim Aid sedangkan zone 3 dilakukan oleh JICS (Pemerintah Jepang) termasuk pembiayaan atas konstruksinya. Konstruksi jaringan drainase sekunder, katup-katup dan stasiun pompa di zona 2 sedang dilakukan dan dibiayai oleh Muslim Aid dan zona 3 sudah selesai dilakukan. Untuk zona 3, desain tambahan sedang dilakukan oleh SDC. Pekerjaan konstruksi untuk drainase sekunder di zone 1 telah digabungkan dengan rehabilitasi dan peningkatan jalan di wilayah ini dan saat ini sedang dalam tahapan pembangunan. Tahapan pembangunan ini dibiayai oleh JBIC dan diharapkan selesai pada kuarter awal tahun Pembangunan jaringan drainase sekunder yang tersisa, kolam penampungan (retention basin) dan stasiun pompa dengan perkiraan dana 31,6 juta Euro akan didanai oleh hutang dari Pemerintah Prancis (AFD). Pemerintah Kota Banda Aceh akan mengalokasikann dana untuk pembebasan lahan melalui APBK. Pembebasan lahan sudah hampir selesai dan diharapkan proses pembangunan dapat dimulai pada awal tahun 2009 dan dijadwalkan selesai dalam waktu 2 tahun. Setelah rehabilitasi drainase sekunder serta kolam penampungannya serta stasiun pompa maka diharapkan bahwaa banjir reguler yang terjadi di Kota Banda Aceh dapat ditanggulangi. Meskipun demikian, genangan-genangan yang terjadi akibat tidak berfungsinya jaringan drainase mikro serta pembuangan air limbah domersih dari rumah tanggaa dan industri kecil tidak dapat dihindari. Gambar 4-24: Pembangunan infrastruktur drainase dan stasiun pompa Zone 4 Kondisi esksiting drainase mikro di dekat wilayah pasar Zone 1 Pembangunan jalan dan drainase sekunder Zone 3 Stasiun pompa drainase baru Pengelolaan persampahan Di bidang persampahan, terdapat beberapa kegiatan fisik maupun non-fisik yang sedang dan sudah dilakukan. Kegiatan-kegiatan tersebut dapat diidentifikasi sebagai berikut: - Kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi TPA Gampong Jawa. Rencana peningkatan kapasitas TPA ini juga sedang dalam studi. 44

53 - Karena peningkatan kapasitas TPA Gampong Jawa sangat bersifat sementara, pembangunan TPA di lokasi baru perlu dipertimbangkan. Studi mengenai pembangunan TPA bersama antara Banda Aceh dan Aceh Besar sedang dilakukan. - Untuk mengembangkan konsep 3R di Kota Banda Aceh, maka didirikan rumah kompos dan pabrik daur ulang sampah plastik. - Khusus untuk pengelolaan limbah medis, RSU Meuraxa memiliki sistem pengolahan thermal (menggunakan insinerator) yang juga dapat digunakan oleh institusi kesehatan lainnya. - Penanganan limbah rumah potong hewan, ikan busuk dari nelayan dan sampah dari TPU (Tempat Penampungan Unggas) sedang dalam studi dan diharapkan bisa dilakukan pada tahun Selain kegiatan fisik tersebut, masterplan persampahan untuk Banda Aceh juga telah diselesaikan. Masterplan ini (sebagaimana disebutkan dalam bab sebelumnya) adalah hasil kerjasama antara Kota Apeldoorn, Rotterdam dan Banda Aceh dalam pengelolaan persampahan. 4.5 Situasi Mengenai Perilaku Perilaku memegang peran penting untuk membangun kondisi sanitasi yang baik. Identifikasi atas perilaku sanitasi masyarakat dapat menjadi dasar bagi perencanaan program perubahan perilaku (apabila diperlukan). Berikut ini dijelaskan situasi mengenai perilaku masyarakat di Kota Banda Aceh terhadap sanitasi Perilaku Negatif Perilaku negatif masyarakat terkait dengan sanitasi dapat digambarkan dalam sebagai berikut: 1. Banyaknya masyarakat yang belum memahami pentingnya sanitasi 2. Masyarakat masih berperilaku hidup tidak sehat 3. Masih banyaknya masyarakat yang belum mengetahui dampak negatif dari kondisi sanitasi yang buruk 4. Masyarakat belum terbiasa mengelola sampah dan limbah dengan baik dan benar 5. Masyarakat masih membuang air limbah kesaluran drainase 6. Kurangnya kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap kebersihan lingkungan 7. Masih menganggap pengelolaan lingkungan hanya tanggungjawab pemerintah 8. Masyarakat masih enggan membayar retribusi pelayanan air bersih dan sanitasi 9. Masih ada masyarakat menggunakan air sungai yang tercemar untuk mencuci dan mandi 10. Masih ada masyarakat yang membuang limbah cair dan padat ke sungai 11. Masih ada masyarakat yang mencuci tangan tidak memakai sabun 45

54 4.5.2 Perilaku Positif Perilaku positif masyarakat terkait dengan sanitasi dapat digambarkan dalam sebagai berikut: 1. Masyarakat telah memisahkan air limbah mandi dan cuci dengan limbah kakus. 2. Masyarakat telah memiliki tempat penampungan sampah sementara (tong sampah) 3. Sebahagian masyarakat telah mengolah sampah organic menjadi kompos 4. Sebagian masyarakat telah memilah sampah anorganik dan memanfaatkannya menjadi produk baru 5. Sebagian masyarakat sudah menggunakan air bersih 6. Adanya kesadaran masyarakat melakukan gotong royong 7. Sebagian masyarakat sudah memanfaatkan fasilitas sanitasi yang standar 4.6 Mempromosikan Kesehatan Lingkungan Beberapa kegiatan promosi untuk meningkatkan derajat kesehatan lingkungan (serta kesehatan pribadi) yang telah dan sedang dilakukan di Banda Aceh adalah sebagai berikut: 1. Membentuk duta sanitasi 2. Memasukkan program sanitasi kedalam kegiatan sekolah 3. Melakukan sosialisasi kebersihan melalui upacara bendera dan media masa 4. Gerakan mencuci tangan dengan sabun 5. Pelatihan kader sanitasi baik untuk anak usia dini, sekolah dan gampoeng 6. Program Juru Pemantau Jentik 7. Program kampanye kebersihan melalui mesjid 8. Program Jum at bersih 9. Gotong royong masal 10. Program pembersihan tempat wudhu dan WC mesjid 11. Program Desa Siaga 12. Memasang panflet, billboard tentang promosi kebersihan lingkungan 13. Program Promosi tentang sanitasi di Kutaraja TV dengan Judul Sanitasi Kota ku 14. Program Promosi tentang sanitasi pada RRI dengan judul BESTARI 46

55 BAB 5: TATA KELOLA SANITASI 5.1 Penjelasan mengenai dinas dan instansi terkait dalam sanitasi Sanitasi merupakan sektor yang menjadi tanggung jawab dari berbagai dinas dan instansi. Identifikasi dinas dan instansi terkait dalam pengelolaan sanitasi menjadi sangat penting dalam pelaksanaan tata kelola sanitasi secara menyeluruh. Dengan mempertimbangkan reorganisasi struktur administrasi Kota Banda Aceh yang efektif berlaku sejak bulan Januari 2009, dinas dan instansi berikut ini dipertimbangkan sebagai organisasi utama yang terlibat dalam bidang sanitasi. Dinas Kebersihan dan Keindahan Kota (DKKK) bertanggung jawab untuk pengangkutan sampah, penyapuan jalan termasuk pembersihan lumpur/sedimen dari saluran dan drainase, penyedotan septic tank dan pengangkutan lumpur tinja ke instalasi pengolahan lumpur tinja (IPLT), pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) termasuk pengelolaan IPLT, pengelolaan taman dan tempat pemakaman umum (TPU). Dinas Pekerjaan Umum (PU) bertanggung jawab untuk jalan, sumber daya air (pengendalian banjir dan drainase), infrastruktur terbangun (pengelolaan air permukaan dan air tanah, sanitasi termasuk infrastruktur air bersih) dan tata kota. Kantor Lingkungan Hidup (KanLH) bertanggung jawab dalam bidang Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) serta mengeluarkan dan melakukan penegakan hukum atas ijin pembuangan limbah. Kantor ini pada awalnya adalah Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bappedalda) yang bertanggung jawab mengenai AMDAL, mengeluarkan dan menegakkan ijin pembuangan limbah dan pengendalian pencemaran bersama dinas yang lain. Karena sifat administrasinya yang lebih rendah daripada sebelumnya, KanLH dapat mengalami kesulitan dalam menjalankan perannya apabila dibandingkan dalam bentuk badan sebelumnya. Badan Pemberdayaan Masyarakat (BPM) bertanggung jawab untuk pengembangan kelembagaan dan prasarana pada tingkat masyarakat (desa dan lingkungan), memperkuat kekuatan masyarakat melalui peningkatan motivasi serta partisipasi masyarakat, serta penguatan ekonomi melalui teknologi tepat guna. BPM ini merupakan hasil pengurangan ruang lingkup dari Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Kesejahteraan Sosial (BPMKS). BPMKS bertanggung jawab dalam bidang pengembangan desa dan lingkungan, pengembangan sosial budaya yang meliputi kegiatan masyarakat (gotong royong) serta emansipasi wanita, pengembangan ekonomi mikro termasuk kredit mikro, dan mendukung usaha keluarga, kesejahteraan sosial yang meliputi kesehatan anak dan keluarga, penuntasan kemiskinan serta rehabilitasi mantan narapidana serta pengguna narkoba. 47

56 Dinas Kesehatan bertanggung jawab dalam bidang kesehatan lingkungan dan masyarakat, termasuk peningkatan kebersihan di ruang publik, pencegahan serta menghilangkan penyebaran penyakit menular, serta kesehatan ibu dan anak. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) bertanggung jawab untuk melakukan koordinasi dalam rangka menyusun rencana pembangunan jangka menengah dan jangka panjang, melakukan koordinasi antar dinas dalam proses penyusunan rencana pembangunan tahunan, penyiapan rencana anggaran dan belanja kota bersama-sama dengan biro keuangan, melakukan pengawasan serta evaluasi terhadapa pelaksanaan rencanan pembangunan kota, menyelenggarakan Musrenbang, serta memfasilitasi terselenggaranya forum SKPD. Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah departemen ini merupakan gabungan antara Dinas Pendapatan Daerah dan Bagian Keuangan dari Sekretarian Daerah. Dinas baru ini memiliki potensi untuk perbaikan dalam pengelolaan keuangan dan pengelolaan aset daerah. Melalui adanya pengelolaan yang benar atas aset daerah, diharapkan dapat terjadi keseimbangan antara pengembangan infrastruktur serta aktivitas perawatan sehingga kegiatan perawatan tidak sekedar menjadi kegiatan perbaikan untuk kerusakan yang harus segera diperbaiki. PDAM Tirta Daroy PDAM bukan merupakan dinas maupun instansi melainkan badan usaha milik daerah yang bersifat independen/mandiri yang dimiliki oleh Pemerintah Kota Banda Aceh. PDAM memiliki kewenangan untuk mendistribusikan air bersih perpipaan di Kota Banda Aceh. 5.2 Koordinasi di bidang pengembangan sanitasi Koordinasi pada tingkat kota Keputusan Walikota Nomor 3004/2008 telah melahirkan sebuah Tim Sanitasi Banda Aceh (Tim Sanitasi) yang terdiri dari tim pengarah dan tim pelaksana. Motivasi dasar dari pembentukan tim ini adalah untuk mendukung tercapainya visi Kota Banda Aceh sebagai Bandar Wisata Islami Indonesia serta untuk mencapai tujuan MDGs terutama dalam bidang air bersih dan sanitasi. Dengan petunjuk serta pengarahan Tim Pengarah, tim pelaksana sanitasi memiliki tugas utama untuk: Memformulasikan strategi dan program sanitasi agar sejalan dengan visi dan misi Kota Banda Aceh Mengorganisir pertemuan dengan dinas-dinas terkait sanitasi Berkoordinasi dengan pokja AMPL di tingkat provinsi Peran tim sanitasi menjadi sangat penting mengingat kompleksitas permasalahan sanitasi serta peran dan tanggung jawab pengelolaan sanitasi yang tersebar di beberapa dinas dan instansi. Dengan adanya pengelolaan sanitasi yang lebih terkoordinasi, maka sinergi antar dinas dan 48

57 instansi dalam pengembangan sanitasi dapat tercapai. Secara umum, sinergi antara berbagai tingkat pemerintahan dalam bidang pengembangan sanitasi dapat digambarkan berikut ini. Gambar 5-25 Sinergi antara berbagai level pemerintah dalam bidang pengembangan sanitasi Koordinasi di tingkat provinsi Di tingkat provinsi terdapat juga sebuah komite yang bertugas untuk melakukan koordinasi kegiatan sanitasi. Komite ini disebut sebagai Pokja AMPL (Air Minum dan Penyehatan Lingkungan). Perlu menjadi perhatian disini bahwa motivasi pembentukan Pokja AMPL di tingkat provinsi tentunya berbeda dengan motivasi pembentukan Pokja Sanitasi di tingkat kota terutama apabila dikaitkan dengan pencapaian visi kota Banda Aceh menjadi bandar wisata islami Indonesia. Pokja AMPL hanya fokus pada pencapaian target MDGs terutama di bidang pelayanan air bersih dan penyediaan fasilitas sanitasi. Berbeda dengan Tim Sanitasi Banda Aceh yang memiliki fokus utama untuk memformulasikan dan menjalankan rencana kerjanya, Tim Koordinasi AMPL memiliki focus pada penyiapan kebijakan serta penyiapan program untuk pengaplikasiannya. 5.3 Tim Sanitasi Kota Banda Aceh Perjalanan terbentuknya Tim Sanitasi Kota Banda Aceh dapat dijelaskan sebagai berikut. Setelah diskusi awal dengan stakeholder kunci di Badan Aceh, disetujui untuk membentuk sebuah Pokja Sanitasi pada tingkat kota yang akan menyiapkan sebuah rencana strategis untuk 49

58 pengembangan pelayanan sanitasi yang lebih baik di Banda Aceh. Tim utama dari Pokja Sanitasi ini berasal dari Pokja yang mengkoordinasi dan melaksanakan pemetaan sanitasi yang disponsori oleh GTZ-SLGSR. Di bulan Juni Juli, kelompok kerja ini menyelenggarakan pertemuan rutin untuk membahas tugas dan komposisi dari Pokja Sanitasi. Pertemuan ini difasilitasi oleh ahli sanitasi dari SDC yang berpengalaman sebagai fasilitator kota di Surakarta dalam program nasional ISSDP (Indonesia Sanitation Sector Development Program). Beberapa rancangan deskripsi tugas berhasil disiapkan dan beberapaa komposisi pokja dipertimbangkan. Selama berlangsungnya proses ini, petunjuk aktif disediakan oleh Sekda dan bagian hukum dari pemerintah kota. Pada awal bulan Agustus 2008 rancangan final keputusan walikota disetujui oleh semua pihak dan daftar akhir keanggotaan Pokja Sanitasi telah selesai disiapkan. Minggu terakhir bulan Juli 2008 Wakil Walikota Banda Aceh ikut serta dalam rapat resmi pertama dari Pokja Sanitasi Banda Aceh. Pokja telah menyiapkan sebuah dokumen awal yang menggambarkan secara garis besar kondisi sanitasi pada saat ini dan memberikan daftar awal permasalahan strategis yang harus menjadi perhatian Pokja Sanitasi. Wakil Walikota Banda Aceh melantik Pokja Sanitasi Sesi training pertama 28 Juli 2008 Pokja Sanitasi Pokja Sanitasi terdiri dari Tim Pengarah yang beranggotan kepala dinas-kepala dinas, serta tim pelaksana sanitasi yang diketuai oleh DKKK dengan sekretariat harian juga berada di kantor DKKK. Sekretariat tim sanitasi telah selesai dibangun di kantor DKKK (dengan bantuan dari SDC dan GTZ-SLGSR) serta menjadi tempat bagi pelaksaan pertemuan rutin tim pelaksana sanitasi. Penyusunan rencana kerja tim sanitasi serta finalisasi Buku Putih Sanitasi Kota Banda Aceh merupakan salah satu prioritas kerja tim sanitasi tahun Dalam rangka penyusunan kedua dokumen tersebut, sebuah lokakarya selama 3 hari dilakukan di Kota Sabang pada bulan Maret 2009 yang juga difasilitasi oleh SDC serta GTZ-SLGSR. Lokakarya tersebut dihadiri oleh 15 orang anggota tim pelaksana sanitasi Kota Banda Aceh. Lokakarya ini menghasilkan rancangan Buku Putih Sanitasi serta rancangan rencana kerja tim sanitasi. 50

59 5.4 Keterlibatan sektor swasta dan non-pemerintah Partisipasi sektor swasta dalam bidang air bersih Partisipasi sektor swasta dalam pengelolaan bidang ini sangat terbatas mengingat PDAM memegang peranan kunci dalam pengelolaan sektor air bersih di Kota Banda Aceh. Akan tetapi, dua kegiatan berikut dapat diidentifikasi sebagi bentuk keterlibatan swasta di sektor ini, yaitu: - Air minum isi ulang: Usaha air minum isi ulang merupakan merupakan usaha penyediaan air kualitas air minum yang didapatkan melalui pengolahan lebih lanjut atas air baku. Sumber air baku dapat berasal dari mata air maupun dari air hasil olahan PDAM. Air minum isi ulang pada umumnya melayani pengisian kembali air minum menggunakan botol 19 liter milik konsumen itu sendiri. Saat ini terdapat sekita 161 usaha air isi ulang di Banda Aceh, dan yang direkomendasikan oleh Dinas Kesehatan adalah hanya 47 usaha (Laporan Dinkes 2008). Tidak ada penjelasan lanjutan mengenai kegiatan air isi ulang yang tidak mendapatkan rekomendasi dari Dinkes. - Distribusi air bersih/penjual air: Kegiatan distribusi air bersih pada umumnya dilakukan oleh perorangan menggunakan jerigen-jerigen yang dibawa dengan gerobak. Pelanggan yang dilayani umumnya adalah warga miskin kota yang tidak mendapatkan akses terhadap layanan PDAM. Harga air dari dari penjual air ini secara umum jauh lebih mahal dari tarif air hasil produksi PDAM Partisipasi sektor swasta dalam bidang air limbah Usaha penyedotan tinja melalui mobil-mobil sedot tinja di Kota Banda Aceh merupakan bentuk keterlibatan sektor swasta dalam bidang ini. Lumpur tinja hasil penyedotan dibuang dan diolah di IPLT Gampong Jawa yang dikelola oleh DKKK. Pengelolaan beberapa toilet umum (pada umumnya hanya diperuntukkan untuk kegiatan kakus dan mandi tanpa kegiatan mencuci) juga melibatkan swasta, misalnya toilet umum di terminal STUI lama hasil bantuan dari GTZ serta pengelolaan toilet umum di Peunayong. Informasi mengenai pengelolaan toilet umum oleh swasta sangat terbatas, namun dari salah satu toilet umum di Peunayong dapat diketahui bahwa masyarakat membayar Rp untuk mandi dan kakus, Rp untuk kakus, dan Rp. 500 untuk buang air kecil. Karena skala kegiatan usaha penyedotan tinja lebih besar, relatif lebih banyak informasi yang berhasil dikumpulkan. Di bawah ini ditampilkan profil dua perusahaan penyedotan tinja untuk memberikan gambaran mengenai profil swasta yang terlibat dalam pengelolaan sektor air limbah di Banda Aceh. 51

60 CV. Ie Mon Mata Perusahaan ini beroperasi sejak tahun 1990 dan dimiliki oleh Bapak Azhari. Perusahaan ini mengoperasikan 2 unit armada mobil tangki masing-masing berkapasitas 2 m 3 dan 4 m 3. Kedua mobil tersebut ternyata bukan hasil investasi, melainkan sewaan dari pihak ketiga. Harga sewa mobil tangki berkapasitas 2 m 3 adalah Rp 27.5 juta per tahun dan mobil tangki berkapasitas 4 m 3 adalah Rp 42 juta per tahun. Armada mobil tangki tersebut dioperasikan oleh lima (5) orang karyawan secara bergiliran. Mereka melayani panggilan 24 jam per hari. Rata-rata permintaan pada musim kemarau sekitar lima (5) kali per hari dan pada musim hujan sekitar sepuluh (10) kali per hari. Pada musim hujan lebih sering karena terjadi rembesan air yang masuk memenuhi tanki septik. Ada cukup banyak pelanggan tertentu yang frekwensi pengurasan tangki septiknya relatif sering, yaitu setiap 3 sampai dengan 6 bulan. Tarif jasa pengurasan tangki septik sebesar Rp atau Rp untuk sekali pengurasan untuk tangki septik berbentuk sumur (dengan cincin) dan Rp per kali pengurasan untuk tangki septik berbentuk kotak. Berdasarkan pengakuan karyawan yang menjalankan usahanya, lumpur tinja hasil penyedotan selalu dibuang ke IPLT Gampong Jawa dengan membayar Rp / buangan. Dari mereka juga diperoleh informasi bahwa di Banda Aceh ada sekitar 5 pengusaha kuras tangki septik. Para pengusaha lain pada umumya hanya memiliki 1 mobil tangki. CV. Usaha Baru CV Usaha Baru, milik Bapak Wahyudin baru menangani usaha pengurasan tangki septik selama satu (1) tahun dengan satu (1) unit mobil tangki. Karyawan yang mengoperasikannya sebanyak tiga (3) orang. Permintaan penyedotan yang diperoleh rata-rata 20 kali per minggu. Tarif yang dikenakan setara dengan tarif perusahaan kuras lainnya yaitu Rp atau Rp per sekali pengurasan. Bapak Wahyudin sebagai pemlik CV Usaha Baru juga memiliki beberapa jenis usaha selain kuras tangki septik. Salah satu usaha lain terkait dengan pengurasan tangki septik adalah sebagai pemborong pembuatan tangki septik. Meskipun memahami standar teknis pembangunan tangki septik, dalam pelaksanaannya desain tangki septik yang dibuat selalu mengikuti keinginan konsumen dan tidak pernah mengusulkan desain tertentu Partisipasi sektor swasta dan lembaga non-pemerintah dalam bidang persampahan Berdasarkan penilaian DKKK, saat ini sektor swasta hanya sedikit berperan dalam pengelolaan sampah di Kota Banda Aceh. DKKK merupakan penyedia jasa utama pengelolaan persampahan dan belum ada operator lain yang sebanding yang mampu melayani pangsa pasar pengelolaan sampah non rumah tangga. Akan tetapi ada beberapa perusahaan menyewa alat angkut untuk 52

61 mengangkut sendiri sampah mereka ke TPA, ataupun menggunakan kendaraan mereka sendiri untuk melakukan pengangkutan. Perusahaan swasta hanya terlibat dalam skala kecil untuk kegiatan penggunaan kembali (reuse) dan daur ulang sampah (recycle) termasuk menyediakan sarana transportasi bahan daur ulang ke pabrik daur ulang yang ada di Medan dan di luar negeri. Pemkot Banda Aceh/DKKK tidak memberikan fasilitas, kecuali pada kasus penggunaan kembali sampah kayu tsunami dan produksi perabot yang sudah berjalan setelah gempa bumi dan tsunami. Kayu sisa sampah tsunami tersebut diproses menjadi barang baru (meja, kursi, bangku, lemari, dsb) di lokasi sekitar TPA Gampong Jawa. Berikut ini adalah informasi mengenai partsipasi sektor swasta dan lembaga non pemerintah dalam penanganan persampahan berdasarkan hasil survei di Kota Banda Aceh. Yayasan Lamjabat Yayasan LAMJABAT lebih menekankan pada penyelenggaraan pelatihan kecakapan hidup (life skills) untuk masyarakat dengan obyek pelatihan adalah pengelolaan sampah menjadi barang yang bermanfaat. Area kerjanya terutama adalah di sekitar Ujoeng Panco yang dulunya daerah bekas konflik. Peserta pelatihan terdiri atas para wanita remaja dan ibu rumah tangga yang membuat kerajinan dari barang bekas dan peserta pria membuat kompos dari semak belukar dan kotoran ternak ayam. Dengan demikian upaya pengomposan sampah organik belum memberikan kontribusi terhadap pengurangan sampah kota. Inisiatif Yayasan LAMJABAT dimulai sejak pasca gempa Tsunami atas bantuan lembaga donor AUSTCARE. Yayasan ini sudah mempunyai outlet penjualan berupa sebuah toko di pusat kota untuk menyalurkan hasil kerajinan peserta. Namun demikian upaya pemasaran tersebut masih terlalu pasif dan belum efektif menyalurkan seluruh hasil produksi kerajinan mereka. PPR Foundation Palapa Plastic Recycle Foundation atau PPR Foundation berinisiatif membantu menanggulangi permasalahan limbah plastik dengan membangun Basis Pengolahan Daur Ulang Plastik. Program penanggulangan limbah plastik ini dilaksanakan selain membantu mengatasi masalah limbah sampah juga untuk membantu peningkatan taraf hidup masyarakat kelas bawah, khususnya para pemulung atau pengumpul sampah. Dengan demikian program Plastic Recycling Project ini dititikberatkan pada upaya peningkatan kesehatan lingkungan hidup dan peningkatan taraf hidup masyarakat miskin dan pemulung. 53

62 PPR Foundation melakukan pemberdayaan masyarakat dengan mengubah cara pandang mereka untuk memiliki etos kerja baru mengingat pekerjaan mengolah sampah ini sebelumnya belum pernah dilakukan oleh masyarakat Aceh. Mayoritas masyarakat miskin binaan adalah korban konflik yang pada awal PPR Foundation beroperasi masih traumatis. Kebanyakan dari mereka adalah kaum perempuan (remaja putri dan janda miskin) serta kaum duafa lainnya. Melalui program ini mereka dibiasakan untuk menjadi penyortir plastik dirumahnya sendiri. PPR Program berharap akan membawa kehidupan ekonomi pemulung menjadi lebih baik. PPR Foundation mengkoordinir para pengumpul limbah plastik secara berkelompok dan dibiayai oleh PPR dengan jaminan harga tampung yang layak dan kompetitif. Untuk itu disiapkan titik-titik pengumpulan (Central Collecting Point atau CCP) guna menampung dan menanggulangi limbah plastik dari pemulung. CCP ini beroperasi dan dikelola secara mandiri oleh personil yang sudah dilatih. Limbah plastik yang telah ditampung selanjutnya diolah sendiri. Saat ini pengolahan baru sampai tahap pencacahan dan menjual hasil cacahan ke Medan. Dalam jangka panjang hasil produksi limbah plastik PPR direncanakan akan diolah hingga produk bahan jadi dalam segala bentuk kebutuhan masyarakat. PPR Foundation didirikan pada tangal 25 Mei Area kerjanya bukan hanya di Banda Aceh, tapi juga di tiap kabupaten di seluruh NAD. Hal yang cukup menonjol dari lembaga ini adalah berbagai usaha untuk meyakinkan para pemulung agar memiliki spirit wirausaha dan keterampilan teknis. Para pemulung dilatih mengenal jenis-jenis limbah plastik dan manfaat limbah serta cara pengumpulan yang aman dan sehat. Dalam menjalankan aktivitasnya, para pemulung juga diberi pakaian seragam sehingga mudah dikenali bahwa mereka tergabung dalam binaan PPR. Berdasarkan pengalaman mereka, membangun masyarakat miskin (non educated) tidaklah gampang. Selain adanya hambatan intelektualitas, basis mind-set mereka cenderung tidak berani (minder) bila berhubungan dengan pihak yang belum dikenal. Terlebih untuk masyarakat Aceh yang pada masa sebelumnya didera konflik berat dan berkepanjangan. Tapi dengan didasari niat iklas dan semangat kepedulian sosial yang tinggi, PPR Foundation mulai berhasil 54

63 menjalankan program pelestarian lingkungan sekaligus pengentasan kemiskinan secara konsisten. Mereka membutuhkan waktu 2 tahun untuk membina masyarakat miskin menjadi terampil dan mandiri. Selain itu PPR Foundation juga melakukan berbagai inovasi dengan menciptakan peralatan kerja yang mempermudah penanganan plastik barang bekas. Peralatan tersebut diantaranya adalah alat penyusun dan pelepas bagian tutup pada plastik bekas air minum ukuran gelas. Alat ini bisa membantu mempercepat pembersihan plastik bekas air minum ukuran gelas yang biasanya dilakukan secara manual menggunakan pisau cutter. Saat ini PPR Foundation sudah memberdayakan lebih dari 250 pemulung yang tersebar disepanjang jalur utara pesisir Aceh dan sudah membina lebih dari 150 KK masyarakat miskin menjadi pekerja sortir yang dilatih untuk menyortir limbah plastik. Kemampuan produksi plastik cacahan hingga saat ini sekitar 100 ton per bulan. Tapi karena keterbatasan pasokan dan modal kerja, kemampuan produksi saat ini berkisar antara 30 ton sampai dengan 35 ton per bulan. Pedagang Barang Bekas Pemilik Lapak: Said Ahmad Said Ahmad seorang pemuda asli Aceh masih berstatus mahasiswa di Fakultas Ekonomi UNSYIAH. Said mulai berusaha dalam jual beli barang bekas (sampah non organik) berupa aneka jenis plastik, logam dan kertas bekas kardus sejak tahun Lapak yang digunakan di atas lahan milik sendiri seluas 1 Ha, terletak di dekat TPA Gampong Jawa. Lingkup usaha yang dilakukan murni jual beli, tanpa ada proses nilai tambah (hanya dipress). Said hanya membeli dari 10 agen tetap (tidak langsung membeli dari pemulung) dan dalam menjalankan usahanya mempekerjakan 3 orang karyawan. Perkiraan volume penjualan per bulan: plastik 20 ton, kertas kardus 20 ton dan logam 100 ton dengan nila total sekitar Rp 450 juta 500 juta/ bulan. Dengan demikian total pemanfaatan sampah kota yang dilakukan oleh Said sebesar sekitar 140 ton per bulan. Barang dijual ke pembeli tetap di Medan, kecuali plastik bekas botol minuman mineral dijual ke mitra usaha di Banda Aceh yang melakukan usaha pencacahan. Hasil cacahannya dijual ke Medan juga. Selain Said Ahmad, pedagang barang bekas pemilik lapak di sekitar TPA Gampong Jawa yang dikunjungi adalah Tomy. Kapasitas binis Tomy lebih kecil, yaitu hanya 40 ton per bulan. Dia menampung barang dari 3 agen pengumpul tetap. Dari pengamatan langsung disekitar Kota Banda Aceh, tidak dijumpai pedagang barang bekas pemilik lapak skala besar ditempat lain di luar area sekitar TPA Gampong Jawa. Di salah satu sudut Pasar Aceh, di belakang Majid Baiturahman, terdapat beberapa lapak yang menampung barang bekas langsung dari pemulung. Pemilik lapak ini menjual barang bekasnya kepada para penampung di sekitar TPA Gampong Jawa. 55

64 Berdasarkan penuturan Said, di sekitar TPA Gampong Jawa ada 3 pengusaha lain yang diperkirakan kapasitas penjualannya sekelas Said Ahmad. Dengan demikian ada sekitar 4 pengusaha yang menjalankan usaha jual-beli serupa. Total volume bisnis mereka apabila dianggap rata-rata mampu penjual 90 ton per bulan, maka total pemanfaatan sampah bekas sekitar 4 X 90 ton = 360 ton per bulan. Apabila digabung dengan hasil produksi PPR sebesar 30 ton per bulan, maka total volume daur ulang sampah non organik ini mencapai 390 ton per bulan. Berdasarkan dasar perhitungan DKP, timbulan sampah di Kota Banda Aceh adalah sebesar 150 ton/hari atau sekitar ton/bulan. Dengan demikian tingkat pemanfaatan kembali sampah non organik melalui daur ulang oleh para pengusaha swasta sudah mencapai sekitar 8,7% dari total timbulan sampah Kota Banda Aceh. 5.5 Struktur ekonomi dan keuangan Perkembangan umum kondisi keuangan Prov. NAD Bank Dunia (World Bank) pada tahun 2006 dalam laporannya yang berjudul Aceh Public Expenditure Analysis, Spending For Reconstruction And Poverty Reduction menyebutkan bahwa ditinjau dari APBA-nya Aceh, termasuk provinsi terkaya di Indonesia, terlebih lagi apabila ditinjau dari pendapatan per kapitanya. Dengan jumlah penduduk hanya 4,1 juta jiwa, Provinsi NAD menerima 8,4 triliun rupiah pada tahun Hal ini sangat kontras apabila dibandingkan dengan kondisi Provinsi Jawa Timur yang menerima 18 triliun rupiah tetapi dengan penduduk 37 juta jiwa. Sebagaimana yang terjadi di pemerintah daerah lainnya, Pemerintah Daerah NAD mendapatkan kenaikan penerimaan setelah dikeluarkannya undang-undang otonomi daerah tahun Pada tahun 2001, NAD mendapatkan pemasukan tambahan semenjak mendapatkan status otonomi khusus. Undang-undang no. 18 tahun 2001 mengatur adaranya dana khusus (dana otsus) yang menyediakan bagi hasil dari minyak dan gas (lihat ilustrasi disamping). Undang-undang pemerintahan Aceh yang baru nomor 11 tahun 2006 yang menggantikan UU No. 18 tahun 2001 melanjutkan pengaturan keuangan ini serta juga mengalokasikan anggaran tambangan berupa Dana Alokasi Umum (DAU). Meskipun diperkirakan pemasukan dari sumber daya alam akan turun karena turunnya produksi minyak dan gas, Dana Otsur kemungkinan dapat mengkompensasi penurunan tersebut. Secara bersama, DAU dan bagi hasil merupakan sumber pemasukan penting bagi Aceh yang menyumbang masing-masing 44% untuk DAU dan 41% untuk bagi hasil sejak tahun Dana 56

65 Otsus ditujukan untuk pengembangan dan perawatan infrastruktur, penguatan masyarakat, penuntasan kemiskinan, pembiayaan kesehatan dan sektor sosial. Pemerintah provinsi NAD telah mengalami surplus semenjak diberlakukannya desentralisasi keuangan. Pada tahun 2005, surplus ini mencapai 1,5 triliun rupiah. Pada akhir tahun 2005, pemerintah provinsi NAD dan pemerintah daerah (kota dan kabupaten) telah mengakumulasikan cadangan sebesar 2,7 triliun rupiah. Alasan utama atas surplus anggaran ini adalah karena keterlambatan pencairan dana bagi hasil dari pemerintah pusat. Undang-undang nomor 33 tahun 2004 tentang otonomi daerah telah memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah untuk memperluas cakupan potensi Pemasukan Asli Daerah (PAD)nya melalui pajak local, retribusi, pendapatan dari perusahaan daerah, dan pemasukan lokal lainnya. Khusus untuk Aceh, Undang-undang nomor 18 tahun 2001 telah menambahkan komponen zakat sebagai salah satu komponen pemasukan. Aceh Public Expenditure Analysis, Spending For Reconstruction And Poverty Reduction dari Bank Dunia dapat mengidentifikasi dua hal utama mengenai persiapan anggaran dan pelaksanaannya untuk pengeluaran infrastruktur. Kedua hal tersebut adalah: - Kurangnya korelasi antara rencana jangka pendek dan rencana jangka panjang, program pembangunan daerah serta rencana strategis (renstra); - Kurangnya prioritas pengeluaran infrastruktur berdasarkan kebutuhan local Proses perencanaan dan penganggaran Landasan bagi proses perencanaan dan penganggaran adalah Undang-undang Nomor 25 tahun 2004 yang mempunyai tujuan untuk memperkuat hubungan antara Rencana Pembangunan Jangka Menengah, kegiatan yang diidentifikasi oleh dinas terkait, serta usulan masyarakat. Laporan dari World Bank menyatakan masih lemahnya proses ini diterapkan di Kota Banda Aceh. Ilustrasi proses ini dapat dilihat sebagai berikut. Gambar 5-26: Alur proses perencanaan dan penganggaran 57

KEADAAN UMUM KOTA BANDA ACEH. Tabel 4. Luas dan Persentase Wilayah Kecamatan di Kota Banda Aceh NO KECAMATAN LUAS (Km 2 )

KEADAAN UMUM KOTA BANDA ACEH. Tabel 4. Luas dan Persentase Wilayah Kecamatan di Kota Banda Aceh NO KECAMATAN LUAS (Km 2 ) 38 KEADAAN UMUM KOTA BANDA ACEH 4.1. Kota Banda Aceh 4.1.1. Letak Geografis Secara geografis Kota Banda Aceh terletak antara 5 30 05 0 35 LU dan 95 30 99 0 16 BT, dengan ketinggian rata-rata 0,80 meter

Lebih terperinci

BUKU PUTIH SANITASI KAB. WAKATOBI (POKJA SANITASI 2013) BAB I PENDAHULUAN

BUKU PUTIH SANITASI KAB. WAKATOBI (POKJA SANITASI 2013) BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Sektor sanitasi merupakan salah satu sektor pelayanan publik yang mempunyai kaitan erat dengan kesehatan masyarakat. Rendahnya kualitas sanitasi menjadi salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Program dan kegiatan Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) diharapkan dapat memberikan pengaruh terhadap kesehatan, meningkatkan produktifitas dan meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI PROYEK

BAB II DESKRIPSI PROYEK BAB II DESKRIPSI PROYEK 2.1 Terminologi Judul Judul Proyek adalah Perumahan Tepi Air Banda Aceh yang artinya, sebagai berikut : Waterfront : Land at the water edge, especially the part of town facing the

Lebih terperinci

KELOMPOK KERJA SANITASI KABUPATEN BERAU BAB I PENDAHULUAN

KELOMPOK KERJA SANITASI KABUPATEN BERAU BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sanitasi didefinisikan sebagai upaya membuang limbah cair domestik dan sampah untuk menjamin kebersihan dan lingkungan hidup sehat, baik ditingkat rumah tangga maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor sanitasi yang mencakupi bidang air limbah, persampahan dan drainase merupakan salah satu sektor pelayanan publik yang mempunyai kaitan erat dengan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Buku Putih Sanitasi Kabupaten Grobogan Halaman 1 1

BAB I PENDAHULUAN. Buku Putih Sanitasi Kabupaten Grobogan Halaman 1 1 BAB I PENDAHULUAN 2.1 LATAR BELAKANG Rendahnya kepedulian masyarakat dan pemerintah terhadap peranan penyehatan lingkungan dalam mendukung kualitas lingkungan menyebabkan masih rendahnya cakupan layanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Buku Putih Sanitasi (BPS) Kota Bima

BAB I PENDAHULUAN. Buku Putih Sanitasi (BPS) Kota Bima BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sanitasi merupakan salah satu pelayanan dasar yang kurang mendapatkan perhatian dan belum menjadi prioritas pembangunan di daerah. Dari berbagai kajian terungkap bahwa

Lebih terperinci

Strategi Sanitasi Kabupaten Malaka

Strategi Sanitasi Kabupaten Malaka BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Sanitasi di Indonesia telah ditetapkan dalam misi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJMPN) tahun 2005 2025 Pemerintah Indonesia. Berbagai langkah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Millenium Development Goals (MDG s) atau tujuan pembangunan millennium adalah upaya untuk memenuhi hak-hak dasar kebutuhan manusia melalui komitmen bersama antara

Lebih terperinci

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis Kota Makassar secara geografi terletak pada koordinat 119 o 24 17,38 BT dan 5 o 8 6,19 LS dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari

Lebih terperinci

PROFIL KABUPATEN / KOTA

PROFIL KABUPATEN / KOTA PROFIL KABUPATEN / KOTA KOTA BANDA ACEH NANGGROE ACEH DARUSSALAM KOTA BANDA ACEH ADMINISTRASI Profil Wilayah Aceh Utara berada pada jalur yang sangat strategis yang merupakan titik tengah antara Banda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Berdasarkan pengalaman masa lalu pelaksanaan pembangunan sanitasi di Kab. Bima berjalan secara lamban, belum terintegrasi dalam suatu perencanaan komprehensipif dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Buku Putih Sanitasi (BPS) Kabupaten Kapuas Hulu Tahun Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Buku Putih Sanitasi (BPS) Kabupaten Kapuas Hulu Tahun Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buku Putih Sanitasi berisi tentang pengkajian dan pemetaan sanitasi awal kondisi sanitasi dari berbagai aspek, yaitu mengenai Persampahan, Limbah Domestik, Drainase

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Bab Latar Belakang. BPS Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung

PENDAHULUAN. Bab Latar Belakang. BPS Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung Bab - 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sanitasi merupakan salah satu pelayanan dasar yang kurang mendapatkan perhatian dan belum menjadi prioritas pembangunan di daerah. Dari berbagai kajian terungkap

Lebih terperinci

Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

Buku Putih Sanitasi Kota Bogor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kondisi sanitasi merupakan salah satu komponen yang ikut mempengaruhi kondisi kesehatan masyarakat dan lingkungan yang secara tidak langsung juga turut berkontribusi

Lebih terperinci

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN STRATEGI SANITASI KABUPATEN MADIUN

BAB I PENDAHULUAN STRATEGI SANITASI KABUPATEN MADIUN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hampir 30% penduduk Indonesia masih buang air besar sembarangan (BABS), baik langsung maupun tidak langsung 18,1% diantaranya di perkotaan. Genangan di permukiman dan

Lebih terperinci

Strategi Sanitasi Kabupaten OKU TIMUR

Strategi Sanitasi Kabupaten OKU TIMUR 1.1. LATAR BELAKANG Pembangunan bidang Sanitasi di berbagai daerah selama ini belum menjadi prioritas, terlihat di Indonesia berada di posisi bawah karena pemahaman penduduknya mengenai pentingnya Sanitasi

Lebih terperinci

MPS Kabupaten Bantaeng Latar Belakang

MPS Kabupaten Bantaeng Latar Belakang MPS Kabupaten Bantaeng 1.1. Latar Belakang Kondisi sanitasi di Indonesia memang tertinggal cukup jauh dari negara-negara tetangga, apalagi dibandingkan dengan Malaysia atau Singapura yang memiliki komitmen

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN

PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sanitasi sebagai salah satu aspek pembangunan memiliki fungsi penting dalam menunjang tingkat kesejahteraan masyarakat, karena berkaitan dengan kesehatan, pola hidup,

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

BAB III KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI BAB III KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI 3.1. Visi dan Misi Sanitasi Visi merupakan harapan kondisi ideal masa mendatang yang terukur sebagai arah dari berbagai upaya sistematis dari setiap elemen dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON I - 1

BAB I PENDAHULUAN BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sanitasi adalah segala upaya yang dilakukan untuk menjamin terwujudnya kondisi yang memenuhi persyaratan kesehatan. Layanan yang tidak optimal dan buruknya kondisi

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Salah satu target MDGS adalah mengurangi separuh penduduk pada tahun 2015 yang tidak memiliki akses air minum yang sehat serta penanganan sanitasi dasar. Sehubungan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Kabupaten Balangan. 2.1 Visi Misi Sanitasi

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Kabupaten Balangan. 2.1 Visi Misi Sanitasi II-1 BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI 2.1 Visi Misi Sanitasi Visi Pembangunan Tahun 2011-2015 adalah Melanjutkan Pembangunan Menuju Balangan yang Mandiri dan Sejahtera. Mandiri bermakna harus mampu

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN I LATAR BELAKANG I Pengertian RPJP Kota Banda Aceh I Proses Penyusunan RPJP Kota Banda Aceh..

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN I LATAR BELAKANG I Pengertian RPJP Kota Banda Aceh I Proses Penyusunan RPJP Kota Banda Aceh.. DAFTAR ISI DAFTAR ISI i BAB I PENDAHULUAN I-1 1.1 LATAR BELAKANG I-1 1.1.1 Pengertian RPJP Kota Banda Aceh I-3 1.1.2 Proses Penyusunan RPJP Kota Banda Aceh.. I-3 1.2 MAKSUD DAN TUJUAN.. I-3 1.3 LANDASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN SSK. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN SSK. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kondisi umum sanitasi di Indonesia sampai dengan saat ini masih jauh dari kondisi faktual yang diharapkan untuk mampu mengakomodir kebutuhan dasar bagi masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pembangunan bidang sanitasi di berbagai daerah selama ini belum menjadi prioritas, sehingga perhatian dan alokasi pendanaan pun cenderung kurang memadai. Disamping

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pokja AMPL Kota Makassar

BAB 1 PENDAHULUAN. Pokja AMPL Kota Makassar BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sanitasi sebagai salah satu aspek pembangunan memiliki fungsi penting dalam menunjang tingkat kesejahteraan masyarakat, karena berkaitan dengan kesehatan, pola hidup,

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar BAB II PROFIL WILAYAH KAJIAN Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah

Lebih terperinci

Memorandum Program Sanitasi (MPS) Kabupaten Balangan BAB 1 PENDAHULUAN

Memorandum Program Sanitasi (MPS) Kabupaten Balangan BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sanitasi sebagai salah satu aspek pembangunan yang memiliki fungsi penting karena berkaitan dengan kesehatan, pola hidup serta kondisi lingkungan yang dapat memberikan

Lebih terperinci

BUKU PUTIH SANITASI KABUPATEN TANGERANG PROVINSI BANTEN. Program Percepatan Pembangunan Sanitasi (PPSP) Tahun 2012 POKJA AMPL KABUPATEN TANGERANG

BUKU PUTIH SANITASI KABUPATEN TANGERANG PROVINSI BANTEN. Program Percepatan Pembangunan Sanitasi (PPSP) Tahun 2012 POKJA AMPL KABUPATEN TANGERANG Program Percepatan Pembangunan Sanitasi (PPSP) Tahun 2012 BUKU PUTIH SANITASI KABUPATEN TANGERANG PROVINSI BANTEN Disiapkan oleh: POKJA AMPL KABUPATEN TANGERANG KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

BAB III KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI BAB III KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI 3.1. Visi dan Misi Sanitasi Visi pembangunan Kota Banda Aceh tahun 2012-2017 adalah: Banda Aceh Model Kota Madani. Kota Madani adalah sebuah kota yang penduduknya

Lebih terperinci

BAB II KONDISI UMUM LOKASI

BAB II KONDISI UMUM LOKASI 6 BAB II KONDISI UMUM LOKASI 2.1 GAMBARAN UMUM Lokasi wilayah studi terletak di wilayah Semarang Barat antara 06 57 18-07 00 54 Lintang Selatan dan 110 20 42-110 23 06 Bujur Timur. Wilayah kajian merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN BUKU PUTIH SANITASI KABUPATEN BENGKAYANG. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Landasan Gerak

BAB 1 PENDAHULUAN BUKU PUTIH SANITASI KABUPATEN BENGKAYANG. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Landasan Gerak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buku Putih Sanitasi Kabupaten Bengkayang Tahun berisi hasil pengkajian dan pemetaan sanitasi awal yang memotret kondisi sanitasi dari berbagai aspek, tidak terbatas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan dan pertumbuhan perekonomian Kota Yogyakarta yang semakin baik menjadikan Kota Yogyakarta sebagai kota yang memiliki daya tarik bagi para pencari kerja.

Lebih terperinci

BAB 1 MEMORANDUM PROGRAM SANITASI (MPS) KOTA TERNATE BAB PENDAHULUAN

BAB 1 MEMORANDUM PROGRAM SANITASI (MPS) KOTA TERNATE BAB PENDAHULUAN PENDAHULUAN. Latar Belakang Aspek Sanitasi adalah sebagai salah satu aspek pembangunan yang memiliki fungsi penting dalam menunjang tingkat kesejahteraan masyarakat karena berkaitan dengan kesehatan, pola

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BUKU PUTIH SANITASI KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN BUKU PUTIH SANITASI KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sanitasi adalah segala upaya yang dilakukan untuk menjamin terwujudnya kondisi yang memenuhi persyaratan kesehatan. Layanan yang tidak optimal dan buruknya kondisi

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Tabel 2.1 : Visi Misi Sanitasi Kabupaten Aceh Jaya. Visi Sanitasi Kabupaten

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Tabel 2.1 : Visi Misi Sanitasi Kabupaten Aceh Jaya. Visi Sanitasi Kabupaten BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI 2.1 Visi Misi Sanitasi Tabel 2.1 : Visi Misi Sanitasi Kabupaten Aceh Jaya Visi Kabupaten Misi Kabupaten Visi Sanitasi Kabupaten Misi Sanitasi Kabupaten Kabupaten Aceh

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 26 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 4.1 Kota Yogyakarta (Daerah Istimewa Yogyakarta 4.1.1 Letak Geografis dan Administrasi Secara geografis DI. Yogyakarta terletak antara 7º 30' - 8º 15' lintang selatan dan

Lebih terperinci

POKJA PPSP KABUPATEN SAROLANGUN BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

POKJA PPSP KABUPATEN SAROLANGUN BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencapaian target MDGs di bidang sanitasi memerlukan kebijakan dan strategi yang efektif. Oleh karena itu, diperlukan berbagai program dan kegiatan yang terukur dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan sanitasi sampai saat ini masih belum menjadi prioritas dalam pembangunan daerah. Kecenderungan pembangunan lebih mengarah pada bidang ekonomi berupa pencarian

Lebih terperinci

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Sub DAS pada DAS Bekasi Hulu Berdasarkan pola aliran sungai, DAS Bekasi Hulu terdiri dari dua Sub-DAS yaitu DAS Cikeas dan DAS Cileungsi. Penentuan batas hilir dari DAS Bekasi

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI II-1 BAB II 2.1 Kondisi Alam 2.1.1 Topografi Morfologi Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali secara umum di bagian hulu adalah daerah pegunungan dengan topografi bergelombang dan membentuk cekungan dibeberapa

Lebih terperinci

Sia Tofu (Bersama dan Bersatu) dan Visi Pembangunan Kabupaten Pulau Taliabu Tahun

Sia Tofu (Bersama dan Bersatu) dan Visi Pembangunan Kabupaten Pulau Taliabu Tahun .1 Visi dan Misi Sanitasi Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional menjelaskan bahwa visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir periode

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Demikian Laporan Akhir ini kami sampaikan, atas kerjasama semua pihak yang terkait kami ucapkan terima kasih. Medan, Desember 2012

KATA PENGANTAR. Demikian Laporan Akhir ini kami sampaikan, atas kerjasama semua pihak yang terkait kami ucapkan terima kasih. Medan, Desember 2012 KATA PENGANTAR Puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-nya Laporan Akhir Kajian Rencana Zonasi Kawasan Industri ini dapat diselesaikan. Penyusunan Laporan

Lebih terperinci

Pertemuan Konsultasi dengan Tim Pengarah

Pertemuan Konsultasi dengan Tim Pengarah Pertemuan Konsultasi dengan Tim Pengarah Pertemuan konsultasi ini mengkonsultasikan perumusan visi dan misi, tujuan dan sasaran, penetapan sistem dan zona sanitasi, serta penetapan layanan, termasuk rumusan

Lebih terperinci

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah 2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah Provinsi Kalimantan Timur dengan ibukota Samarinda berdiri pada tanggal 7 Desember 1956, dengan dasar hukum Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sanitasi sebagai salah satu aspek pembangunan memiliki fungsi penting dalam menunjang tingkat kesejahteraan masyarakat, karena berkaitan dengan kesehatan, pola hidup,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kondisi eksisting sanitasi di perkotaan masih sangat memprihatinkan karena secara pembangunan sanitasi tak mampu mengejar pertambahan jumlah penduduk yang semakin

Lebih terperinci

KONDISI UMUM BANJARMASIN

KONDISI UMUM BANJARMASIN KONDISI UMUM BANJARMASIN Fisik Geografis Kota Banjarmasin merupakan salah satu kota dari 11 kota dan kabupaten yang berada dalam wilayah propinsi Kalimantan Selatan. Kota Banjarmasin secara astronomis

Lebih terperinci

Buku Putih Sanitasi Kabupaten Kepulauan Aru 2014 BAB 1. PENDAHULUAN

Buku Putih Sanitasi Kabupaten Kepulauan Aru 2014 BAB 1. PENDAHULUAN BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara Nasional Pemerintah Indonesia menaruh perhatian yang sangat serius dalam mencapai salah satu target Millenium Development Goals (MDGs) khususnya yang terkait

Lebih terperinci

BUKU PUTIH SANITASI KOTA SALATIGA BUKU PUTIH SANITASI. Tahun 2012 POKJA PPSP KOTA SALATIGA. Program Percepatan Pembangunan Sanitasi (PPSP)

BUKU PUTIH SANITASI KOTA SALATIGA BUKU PUTIH SANITASI. Tahun 2012 POKJA PPSP KOTA SALATIGA. Program Percepatan Pembangunan Sanitasi (PPSP) Program Percepatan Pembangunan Sanitasi (PPSP) Tahun 2012 BUKU PUTIH SANITASI KOTA SALATIGA Provinsi Jawa Tengah Disiapkan oleh: POKJA PPSP KOTA SALATIGA 1 Kata Pengantar Puji dan syukur kita panjatkan

Lebih terperinci

PROFIL KABUPATEN / KOTA

PROFIL KABUPATEN / KOTA PROFIL KABUPATEN / KOTA KOTA NANGGROE ACEH DARUSSALAM KOTA ADMINISTRASI Profil Wilayah Kota Lhokseumawe telah menjadi sebuah kota otonom, yang berarti Kota Lhokseumawe telah siap untuk berdiri sendiri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hingga saat ini akses masyarakat terhadap layanan sanitasi permukiman (air limbah domestik, sampah rumah tangga dan drainase lingkungan) di Indonesia masih relatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan di Kabupaten Pasuruan dilaksanakan secara partisipatif, transparan dan akuntabel dengan berpegang teguh pada prinsip-prinsip dan pengertian dasar pembangunan

Lebih terperinci

PEMUTAKHIRAN SSK LAMPUNG TIMUR Tahun 2016

PEMUTAKHIRAN SSK LAMPUNG TIMUR Tahun 2016 Created on 10/3/2016 at 9:8:38 Page 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Untuk memenuhi target pembangunan sektor sanitasi, yang meliputi pengelolaan air limbah domestik, pengelolaan persampahan, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program Percepatan Sanitasi Permukiman (PPSP) merupakan program pembangunan sanitasi yang menyeluruh dan terintegrasi dari tingkat pusat hingga daerah, dimana pembangunan

Lebih terperinci

BAB II ARAH PENGEMBANGAN SANITASI

BAB II ARAH PENGEMBANGAN SANITASI BAB II ARAH PENGEMBANGAN SANITASI 2.1 Visi Misi Sanitasi Visi dan Misi Kabupaten Grobogan sebagaimana tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 2011 2016 sebagai berikut : V I S

Lebih terperinci

ANALISA KEKERUHAN DAN KANDUNGAN SEDIMEN DAN KAITANNYA DENGAN KONDISI DAS SUNGAI KRUENG ACEH

ANALISA KEKERUHAN DAN KANDUNGAN SEDIMEN DAN KAITANNYA DENGAN KONDISI DAS SUNGAI KRUENG ACEH ANALISA KEKERUHAN DAN KANDUNGAN SEDIMEN DAN KAITANNYA DENGAN KONDISI DAS SUNGAI KRUENG ACEH Nurmalita, Maulidia, dan Muhammad Syukri Jurusan Fisika, FMIPA Universitas Syiah Kuala, Darussalam-Banda Aceh

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Bengkalis merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Riau. Wilayahnya mencakup daratan bagian pesisir timur Pulau Sumatera dan wilayah kepulauan,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 63 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2011) Provinsi Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288,35 km 2 termasuk pulau-pulau yang

Lebih terperinci

BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta Kondisi Geografis

BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta Kondisi Geografis BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta 3.1.1. Kondisi Geografis Mengacu kepada Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Akhir Masa Jabatan 2007 2012 PemProv DKI Jakarta. Provinsi DKI Jakarta

Lebih terperinci

KOTA TANGERANG SELATAN

KOTA TANGERANG SELATAN PEMERINTAH KOTA TANGERANG SELATAN KOTA TANGERANG SELATAN PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN POKJA AMPL KOTA TANGERANG SELATAN 2011 Daftar Isi Bagian 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang...

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF PEMUTAKHIRAN STRATEGI SANITASI KABUPATEN SUMBAWA BARAT 2016

RINGKASAN EKSEKUTIF PEMUTAKHIRAN STRATEGI SANITASI KABUPATEN SUMBAWA BARAT 2016 KABUPATEN SUMBAWA BARAT 2016 RINGKASAN EKSEKUTIF Dokumen Pemutakhiran Strategi Sanitasi Kota (SSK) Tahun 2016 ini merupakan satu rangkaian yang tidak terpisahkan dengan dokumen lainnya yang telah tersusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencapaian target MDGs di bidang sanitasi memerlukan kebijakan dan strategi yang efektif. Oleh karena itu, diperlukan berbagai program dan kegiatan yang terukur dan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM. Kota Bandar Lampung merupakan Ibu Kota Provinsi Lampung. Oleh karena itu,

BAB IV. GAMBARAN UMUM. Kota Bandar Lampung merupakan Ibu Kota Provinsi Lampung. Oleh karena itu, BAB IV. GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Kota Bandar Lampung 1. Profil Wilayah Kota Bandar Lampung Kota Bandar Lampung merupakan Ibu Kota Provinsi Lampung. Oleh karena itu, selain merupakan pusat kegiatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAB I 1.1. LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN BAB I 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Target Millenium Development Goals (MDGs) menempatkan manusia sebagai fokus utama pembangunan yang mencakup semua komponen kegiatan yang tujuan akhirnya ialah kesejahteraan

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF DIAGRAM SISTEM SANITASI PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK KABUPATEN WONOGIRI. (C) Pengangkutan / Pengaliran

RINGKASAN EKSEKUTIF DIAGRAM SISTEM SANITASI PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK KABUPATEN WONOGIRI. (C) Pengangkutan / Pengaliran RINGKASAN EKSEKUTIF Strategi Sanitasi Kabupaten Wonogiri adalah suatu dokumen perencanaan yang berisi kebijakan dan strategi pembangunan sanitasi secara komprehensif pada tingkat kabupaten yang dimaksudkan

Lebih terperinci

PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN

PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sanitasi sebagai salah satu aspek pembangunan memiliki fungsi penting dalam menunjang tingkat kesejahteraan masyarakat, karena berkaitan dengan kesehatan, pola hidup,

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pemerintah Nomor 3 tahun 1964 yang kemudian menjadi Undang-undang Nomor

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pemerintah Nomor 3 tahun 1964 yang kemudian menjadi Undang-undang Nomor BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Gambaran Umum Kota Bandar Lampung 1. Sejarah Kota Bandar Lampung Kota Bandar Lampung merupakan Ibu Kota dari Provinsi Lampung. Provinsi Lampung pada awalnya merupakan

Lebih terperinci

WALIKOTA BATU KOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG CIPTA KARYA DAN TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA BATU KOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG CIPTA KARYA DAN TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM CIPTA KARYA DAN TATA RUANG KOTA BATU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gempa bumi, tsunami dan letusan gunung api merupakan refleksi fenomena

BAB I PENDAHULUAN. Gempa bumi, tsunami dan letusan gunung api merupakan refleksi fenomena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gempa bumi, tsunami dan letusan gunung api merupakan refleksi fenomena alam yang secara geografis sangat khas untuk wilayah tanah air Indonensia. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

PROFIL SANITASI SAAT INI

PROFIL SANITASI SAAT INI BAB II PROFIL SANITASI SAAT INI Tinjauan : Tidak ada narasi yang menjelaskan tabel tabel, Data dasar kemajuan SSK sebelum pemutakhiran belum ada ( Air Limbah, Sampah dan Drainase), Tabel kondisi sarana

Lebih terperinci

Strategi Sanitasi Kabupaten Pasaman. ( Refisi 2012 ) I.1

Strategi Sanitasi Kabupaten Pasaman. ( Refisi 2012 ) I.1 1.1. Latar Belakang. Dalam kontek Program Pembangunan Sektor Sanitasi Indonesia (ISSDP), sanitasi didefinisikan sebagai tindakan memastikan pembuangan tinja, sullage dan limbah padat agar lingkungan rumah

Lebih terperinci

MEMORANDUM PROGRAM SANITASI (MPS) PEMERINTAH KOTA PADANGSIDIMPUAN

MEMORANDUM PROGRAM SANITASI (MPS) PEMERINTAH KOTA PADANGSIDIMPUAN Bab 1 ENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Memorandum Program Sanitasi (MPS) merupakan tahap ke 4 dari 6 (enam) tahapan program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP). Setelah penyelesaian dokumen

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program dan Kegiatan dalam dokumen ini merupakan hasil konsolidasi dan integrasi dari berbagai dokumen perencanaan terkait pengembangan sektor sanitasi dari berbagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN MEMORANDUM PROGRAM SANITASI (MPS) 1.1 Latar Belakang.

BAB 1 PENDAHULUAN MEMORANDUM PROGRAM SANITASI (MPS) 1.1 Latar Belakang. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Pemerintah Indonesia mempunyai komitmen sangat kuat untuk mencapai salah satu target dalam Millenium Development Goals (MDGs), yaitu menurunnya jumlah penduduk yang

Lebih terperinci

Bab 3 Kerangka Pengembangan Sanitasi

Bab 3 Kerangka Pengembangan Sanitasi 3.1. Visi dan misi sanitasi Bab 3 Kerangka Pengembangan Sanitasi Dalam rangka merumuskan visi misi sanitasi Kabupaten Lampung Tengah perlu adanya gambaran Visi dan Misi Kabupaten Lampung Tengah sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. MPS Kabupaten Pesawaran Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. MPS Kabupaten Pesawaran Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP) merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan akses terhadap sanitasi layak perkotaan dimana didalamnya setiap

Lebih terperinci

Mewujudkan Kota Padang sebagai Kota Pendidikan, Perdagangan dan Pariwisata Yang Sejahtera, Religius dan Berbudaya

Mewujudkan Kota Padang sebagai Kota Pendidikan, Perdagangan dan Pariwisata Yang Sejahtera, Religius dan Berbudaya Bab 3 Kerangka Pengembangan Sanitasi 3.1. Visi dan misi sanitasi Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004, visi dan misi pembangunan jangka menengah adalah visi dan misi kepala daerah

Lebih terperinci

BAB 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BENGKALIS DAN PERKEMBANGAN PERIKANANNYA

BAB 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BENGKALIS DAN PERKEMBANGAN PERIKANANNYA BAB 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BENGKALIS DAN PERKEMBANGAN PERIKANANNYA A. Sejarah Singkat Kabupaten Bengkalis Secara historis wilayah Kabupaten Bengkalis sebelum Indonesia merdeka, sebagian besar berada

Lebih terperinci

Strategi Sanitasi Kabupaten Tahun

Strategi Sanitasi Kabupaten Tahun BAB IV PROGRAM DAN KEGIATAN PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI Program merupakan tindak lanjut dari strategi pelaksanaan untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan, dan sebagai rencana tindak

Lebih terperinci

PROFIL KABUPATEN / KOTA

PROFIL KABUPATEN / KOTA PROFIL KABUPATEN / KOTA KOTA JAWA TIMUR KOTA ADMINISTRASI Profil Wilayah Kota Tuban merupakan ibukota Kabupaten Tuban. Apabila dilihat dari posisi Kota Tuban yang berada di jalan arteri primer yang menghubungkan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Provinsi Lampung yang dikukuhkan berdasarkan Undang-Undang Negara Republik

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Provinsi Lampung yang dikukuhkan berdasarkan Undang-Undang Negara Republik 47 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Profil Kabupaten Pringsewu 1. Sejarah Singkat Kabupaten Pringsewu Kabupaten Pringsewu merupakan salah satu Daerah Otonom Baru (DOB) di Provinsi Lampung yang

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan PEMUTAKHIRAN STRATEGI SANITASI KABUPATEN KUDUS. Pendahuluan 1.1. LATAR BELAKANG

Bab 1 Pendahuluan PEMUTAKHIRAN STRATEGI SANITASI KABUPATEN KUDUS. Pendahuluan 1.1. LATAR BELAKANG 1.1. LATAR BELAKANG Bab 1 Sektor sanitasi merupakan sektor yang termasuk tertinggal jika dibandingkan dengan sektor lain. Berdasarkan data yang dirilis oleh UNDP dan Asia Pacific MDGs Report 2010, disampaikan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH KONDISI GEOGRAFIS Kota Batam secara geografis mempunyai letak yang sangat strategis, yaitu terletak di jalur pelayaran dunia internasional. Kota Batam berdasarkan Perda Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan,

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan, pencemaran, dan pemulihan kualitas lingkungan. Hal tersebut telah menuntut dikembangkannya berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN KATA PENGANTAR Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mengamanatkan bahwa RTRW Kabupaten harus menyesuaikan dengan Undang-undang tersebut paling lambat 3 tahun setelah diberlakukan.

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa pokok utama yang telah dicapai dengan penyusunan dokumen ini antara lain:

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa pokok utama yang telah dicapai dengan penyusunan dokumen ini antara lain: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program dan Kegiatan dalam dokumen Memorandum Program Sanitasi ini merupakan hasil konsolidasi dan integrasi dari berbagai dokumen perencanaan terkait pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF PEMERINTAH KABUPATEN WAKATOBI KELOMPOK KERJA SANITASI KABUPATEN WAKATOBI

RINGKASAN EKSEKUTIF PEMERINTAH KABUPATEN WAKATOBI KELOMPOK KERJA SANITASI KABUPATEN WAKATOBI RINGKASAN EKSEKUTIF Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (Program PPSP) merupakan program yang dimaksudkan untuk mengarusutamakan pembangunan sanitasi dalam pembangunan, sehingga sanitasi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN. Bandar Lampung merupakan Ibukota Provinsi Lampung yang merupakan daerah

IV. GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN. Bandar Lampung merupakan Ibukota Provinsi Lampung yang merupakan daerah IV. GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Kota Bandar Lampung Bandar Lampung merupakan Ibukota Provinsi Lampung yang merupakan daerah yang dijadikan sebagai pusat kegiatan pemerintahan, politik,

Lebih terperinci