BAB I PENDAHULUAN. yang diungkapkan oleh sebuah verba ataupun predikat (Verhaar,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. yang diungkapkan oleh sebuah verba ataupun predikat (Verhaar,"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aspek adalah sesuatu yang berfungsi untuk menjelaskan peristiwaperistiwa yang diungkapkan oleh sebuah verba ataupun predikat (Verhaar, 2006: 127). Peristiwa tersebut bermacam-macam, bisa menyangkut adanya (kegiatan atau kejadian), mulainya, terjadinya (atau dilaksanakannya), berlangsungnya, selesai tidaknya, ada tidaknya hasil, dan adanya kebiasaan. Aspek atau peristiwa yang berkaitan dengan predikat ini dikenal oleh seluruh bahasa, termasuk bahasa Indonesia dan bahasa Korea. Dari peristiwaperistiwa yang terkandung dalam aspek, peristiwa yang berkaitan dengan keselesaian atau perfektif dalam kedua bahasa termasuk salah satu hal menarik. Dikatakan demikian karena dalam bahasa Korea ditemukan sejumlah cara yang cukup variatif untuk mengungkapkan atau mengekspresikan suatu keselesaian. Untuk menjelaskan peristiwa-peristiwa yang diungkapkan oleh aspek termasuk peristiwa keselesaian strategi yang digunakan oleh masingmasing bahasa bisa berbeda-beda. Tadjuddin (1992:3) berpendapat, aspek atau disebut juga aspektualitas, pada umumnya diungkapkan melalui berbagai cara/ bentuk, secara morfologis, melalui afiksasi, reduplikasi, dan secara

2 sintaksis pada tataran frasa verbal melalui penggunaan unsur-unsur leksikal pemarkah frasa verbal, pada tataran klausa dengan melibatkan argument dan frasa adverbial durasi, dan pada tataran kalimat melalui konjungsi. Namun demikian, dari keseluruhan strategi tersebut, ada bahasa yang mayoritas hanya menggunakan alat-alat leksikal, ada pula yang secara umum hanya menggunakan alat-alat gramatikal, namun ada pula bahasa yang menggunakan kedua alat leksikal dan gramatikal dalam menyatakan aspeknya. Bahasa Indonesia termasuk bahasa yang alat pengungkap aspeknya berwujud leksikal, sedangkan bentuk gramatikalnya hanya ditemukan dalam porsi yang terbilang sedikit. Sementara itu, secara berkebalikan bahasa Korea sendiri termasuk bahasa yang mayoritas aspeknya dihadirkan dalam bentuk gramatikal, sehingga bentuk-bentuk leksikal tidak begitu beragam di temukan dalam bahasa Korea. Bentuk gramatikal yang muncul sebagai penanda aspek dalam bahasa Korea salah satunya ialah ending. Di samping itu, masih ada bentuk lain yang melekat pada predikat yang menjadi penanda aspek dalam bahasa tersebut. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan oleh Sohn (2001: 362), yaitu dalam bahasa Korea, aspek tidak hanya ditinjau dari sufiks verbanya saja, akan tetapi lebih sering lagi di dalam predikat yang lebih kompleks. Melalui alat-alat gramatikal ini ditemukan berbagai bentuk yang teratur untuk mengungkapkan variasi makna aspek keselesaian dalam bahasa Korea. Bentuk pengungkapan tersebut ada yang terbilang cukup sederhana, namun

3 ada juga yang tergolong kompleks. Untuk mengetahui keberagaman pengungkapan dan variasi aspek keselesaian dalam bahasa Korea, maka penelitian tentang penanda aspek keselesaian dalam bahasa Korea ini dilakukan. Penelitian ini juga menjadi menarik dan bermanfaat karena penelitian ini turut membahas penerjemahan penanda-penanda aspek keselesaian bahasa Korea ke dalam bahasa Indonesia. Dengan demikian, hasil dari penelitian ini dapat membantu para pembelajar bahasa Korea yang berbahasakan ibu bahasa Indonesia dalam mempelajari aspek keselesaian bahasa Korea. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, masalah yang diteliti dalam penelitian ini ialah sebagai berikut. 1. Bagaimanakah aspek keselesaian diungkapkan secara gramatikal dalam bahasa Korea? 2. Bagaimanakah variasi makna aspek keselesaian dalam bahasa Korea? 3. Bagaimanakah penerjemahan penanda-penanda aspek tersebut dalam bahasa Indonesia? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian tentang akhiran penanda aspek dalam bahasa Korea ialah sebagai berikut.

4 1. Mendeskripsikan pengungkapan aspek keselesaian secara gramatikal dalam bahasa Korea 2. Mendeskripsikan variasi makna aspek keselesaian dalam bahasa Korea. 3. Mendeskripsikan penerjemahan penanda-penanda aspek tersebut dalam bahasa Indonesia. 1.4 Manfaat Penelitian Ada dua manfaat yang dihadirkan oleh penelitian ini, yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis. 1. Manfaat Teoretis Dari segi teoretis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memperkaya kajian-kajian kekoreaan, khususnya dunia kebahasaannya. 2. Manfaat Praktis Secara praktis, penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pembelajar bahasa Korea tingkat lanjut dalam proses pembelajaran penanda aspek. 1.5 Tinjauan Pustaka Penelitian yang dilakukan ini merupakan penelitian yang berfokus pada cara pengungkapan aspek keselesaian dalam bahasa Indonesia dan bahasa Korea. Untuk dapat melakukan penelitian ini, terlebih dahulu dicari dan dikumpulkan penelitian-penelitian serupa sebagai bahan acuan serta untuk

5 memastikan bahwa penelitian yang dilakukan merupakan penelitian baru karena belum pernah dilakukan sebelumnya. Dari sejumlah penelitian terkait kebahasaan, penelitian tentang aspektualitas masih belum begitu banyak dilakukan. Namun demikian, ditemukan beberapa judul penelitian tentang aspek dan juga tentang penerjemahannya sebagai berikut. a. Penelitian yang pertama ini dilakukan oleh Titien Rostini. Penelitian ini menggunakan kalimat-kalimat berbahasa Jepang sebagai data. Fokus penelitian ini ialah menemukan persamaan dan perbedaan antara kala dan aspek dalam bahasa Jepang. Hasil analisis menunjukkan bahwa segmentasi dalam tataran verba bahasa Jepang dapat dikaji melalui pendekatan etik dan emik yang memiliki hubungan fungsional dengan cara menentukan satuan-satuan kontrastif minimal sebagai dasar deskripsinya. Pendekatan yang bersifat emik menunjukkan bahwa pembentukan unsur kata dengan morfem terikat morfologis seperti gabungan te, -ta, dan i memiliki fungsi dan makna, sedangkan melalui pendekatan etik menunjukkan bahwa oposisi bentuk-bentuk {-te}/{-ta} berdistribusi parallel dengan alomorfalomorf (varian): [-nde]/[-nda], [-ite]/[-ita], [-ide]/[-ida], [- shite]/[shita], dan bunyi geminate [-tte]/[-tta]. Secara fonologis, tataran verba yang melibatkan oposisi fonem /-e/ dan /-a/ dalam bentuk {-te} dan {-ta} tersebut merupakan perbedaan minimal (minimal pairs) yang menunjukkan oposisi kala: past (-ta) dan nonpast (-te). Fonem

6 segmental yang direalisasikan dalam bentuk morfem terikat morfologis tersebut merupakan penyebab timbulnya asimilasi dan berada pada posisi yang berdekatan, yaitu sebelum segmen yang mengalami asimilasi yang dalam hal ini adalah akar. Oleh sebab itu, kelinieran dalam tataran fonem setelah terjadi proses asimilasi tersebut merupakan bentuk asimilasi progresif atau perseveratif yang bersifat parsial dan dapat diamati melalui gejala perubahan bunyi yang menyangkut pelesapan, penambahan, permutasi, perubahan urutan segmen, ciri-ciri distingtif, dan penyatuan segmen. b. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Condro Nur Alim pada tahun Penelitian yang berjudul Kala dan Aspek Bahasa Inggris serta Masalah Penerjemahanya (Sebuah Analisis tentang Fungsi Kala dan makna Aspek Verba dalam Novel The God of Small Things serta Padanan Penerjemahannya dalam Bahasa Indonesia) ini mendeskripsikan kala dan aspek sebagai pemarkah waktu dalam novel bahasa Inggris tersebut. Selain itu, penulis tersebut juga mendeskripsikan makna aspektualitas verba dalam novel yang sama, serta mendeskripsikan penerjemahan kala dan aspek dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia agar diperoleh kesepadanannya. Hasil dari penelitian tersebut dibagi ke dalam tiga bagian. Bagian pertama tentang kala. Dalam novel tersebut ditemukan banyaknya penggunaan kala mutlak, yang terdiri dari kala mutlak present, kala mutlak past, dan future. Pada bagian aspek, ditemukan hampir seluruh

7 aspek dalam bahasa Inggris digunakan dalam novel tersebut, yaitu progressive, perfect, perfect-progressive, dan aspek simple. Kesimpulan terakhir berkenaan dengan penerjemahan. Dalam tesis tersebut dijelaskan bahwa terjadi pergeseran makna terjemahan. Sebagai contoh, seharusnya aspek progressive maknanya menjadi aspek simple, dan sebagainya. c. Penelitian selanjutnya ditulis oleh Xu Yunyu. Penelitian yang berupa tesis ini mengangkat permasalahan aspektualitas dalam bahasa Mandarin. Dari penelitian yang berjudul Aspektualitas dalam Bahasa Mandarin ini diperoleh hasil bahwa secara garis besar aspek dalam bahasa Mandarin dapat dibagi menjadi aspek perfektif dan aspek imperfektif. Pada aspek perfektif, terdapat aspek pengalaman ditandai oleh guo2 ; aspek pencapaian yang ditandai oleh guo1, le1 atau le2. Pada aspek imperfektif, terdapat aspek inkoatif dan penandanya qilai ; aspek progresif dan penandanya zhe2 ; aspek duratif serta penandanya zhe1 dan xiaqu ; aspek momentif serta penanda berbentuk verba-reduplikasi dan terdapat beberapa aspek pada aspek momentif itu sendiri. Penggunaan penanda aspek berhubungan erat dengan arti semantik verba dan kata keterangan waktu yang terletak pada kalimat. Bahasa Mandarin menggunakan penanda aspek disebabkan beberapa faktor, termasuk faktor morfologi, faktor sintaksis, dan faktor-faktor lain.

8 d. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh mahasiswa Korea bernama Lee Hae Yoon ( 이해윤 ). Penelitian tersebut berjudul Makna Bojo Yongɔn yang Berhubungan dengan Aspek Dilihat dari Sudut Pandang Tata Bahasa". Penelitian ini hanya membahas bentuk-bentuk gramatikal berupa bojo yongɔn atau auxiliary verbs dalam bahasa Korea. Dari penelitian tersebut ditemukan bahwa auxiliary verb dalam bahasa Korea terbagi dalam dua sub-tipe, yaitu aspektualitas dan aktionsart. Disebutkan juga bahwa makna tambahan yang dibawa oleh verba yang berfungsi sebagai aktionsart diasumsikan berkaitan dengan modalitas. Selain itu, beberapa bentuk auxiliary dalam bahasa Korea, seperti -ɔ bɔrida, -ɔ nada, go malda, dan sebagainya memiliki dua makna, yaitu aktionsart dan modalitas. e. Penelitian terakhir yang dijadikan daftar pustaka ialah penelitian kontrastif terkait aspektualitas dan temporalitas. Lee Jae Ock selaku penulis menggunakan dua bahasa sebagai objek penelitiannya, yaitu bahasa Korea dan bahasa Rusia. Hasil penelitian tersebut ialah ditemukannya keterkaitan antara aspek dan kala. Keduanya saling mempengaruhi satu sama lain. Dari kelima judul penelitian yang telah dipaparkan dapat dilihat bahwa penelitian-penelitian tersebut cukup berbeda dari penelitian yang berjudul Penanda Gramatikal Aspek Keselesaian dalam Bahasa Korea dan Penerjemahannya dalam Bahasa Indonesia ini. Penelitian ini berfokus pada pengungkapan aspek keselesaian secara gramatikal dalam bahasa Korea. Hal-

9 hal yang dikupas dalam penelitian ini mencakup bentuk-bentuk penandanya, makna yang terkandung dalam tiap-tiap penanda, dan juga penerjemahan ke dalam bahasa Indonesia atas masing-masing penandanya. Dengan demikian, penelitian ini menghasilkan karya yang bermanfaat dalam memperkaya kajian-kajian kekoreaan, khususnya dunia kebahasaannya dan juga bermanfaat bagi pembelajar bahasa Korea tingkat lanjut. 1.6 Landasan Teori Teori utama yang digunakan dalam penelitian ini ada tiga, yaitu teori tentang aspek, teori penerjemahan, dan teori ekuivalensi. Teori aspek yang digunakan ada dua macam, yaitu aspek secara umum dan aspek dalam bahasa Korea. Teori penerjemahan digunakan dalam penelitian ini karena penelitian ini berkaitan dengan pengalihbahasaan, yaitu bahasa Korea sebagai bahasa sumber dan bahasa Indonesia sebagai bahasa sasaran. Selain itu, untuk membantu memudahakan proses pengalihbahasaan tersebut, penelitian ini menggunakan teori ekuivalensi untuk menemukan padanan penerjemahan yang tepat dari bahasa sumber ke bahasa sasaran. Selain ketiga teori di atas, ditambahkan juga sekilas tentang sistem ending dan sistem auxiliary verb dalam bahasa Korea. Hal ini dikarenakan penelitian ini turut menyinggung kedua hal tersebut. Tanpa menyertakan pembahasan tentang keduanya, maka penelitian ini tidak memiliki dasar yang kuat. Berikut pemaparan selengkapnya.

10 1.6.1 Aspek Menurut Comrie (1998: 3), waktu yang dibicarakan dalam aspek ialah waktu internal dalam suatu situasi. Menurut Kridalaksana (2008), aspek adalah kategori gramatikal verba yang menunjukkan lamanya dan jenisnya perbuatan; apakah mulai, selesai, sedang berlangsung, berulang, dsb. Sementara itu menurut Verhaar (2006:239), aspek menunjukkan segi arti verba yang berkaitan dengan dimulainya, berlangsungnya, terjadinya, diulang-tidaknya, selesai-tidaknya, atau ada-tidaknya hasil dari suatu keadaan atau tindakan. Berdasarkan pendapat beberapa pakar tersebut terlihat bahwa hal-hal yang dibicarakan dalam aspek ialah situasi, keadaan, atau peristiwa yang mengandung 1) permulaan, 2) penyelesaian, 3) hasil, 4) keberlangsungan, dan juga 5) pengulangan. Dari sejumlah hal yang dibicarakan dalam aspek, penelitian ini hanya membahas masalah keselesaian saja, lebih khususnya adalah keselesaian dalam bahasa Korea. Gambaran tentang aspek keselesaian ini selanjutnya dibahas pada sub-bab selanjutnya Aspek dalam Bahasa Korea Dalam disertasinya, Sohn (1995: 25) menyatakan bahwa aspek dalam bahasa Korea terdiri atas dua macam, yaitu perfektif dan imperfektif. Namun demikian, ternyata aspek dalam bahasa Korea tidak juga sesederhana itu ragamnya. Sejalan dengan Comrie, Sohn (1995: 37) juga menyatakan bahwa untuk aspek imperfektif dapat dipecah lagi ke dalam

11 beberapa kategori yang lebih kecil, seperti inkoatif, iteratif, habituatif, pungtual, duratif, dsb. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa aspek dalam bahasa Korea cukup beragam. Layaknya bahasa-bahasa lain yang memiliki alat tersendiri untuk mengungkapkan aspek, bahasa Korea juga memiliki alat tersebut. Secara leksikal, bahasa Korea juga mengenal adverbia aspek seperti bahasa Indonesia, sedangkan secara gramatikal bahasa Korea mempunyai berbagai bentuk ending untuk mewujudkan aspek. Sebenarnya, dalam bahasa Korea tidak hanya melalui ending untuk mewujudkan aspek secara gramatikal, Ho (2001: 362) mengakatan bahwa aspek tidak hanya muncul dalam sufiks verbal, tetapi juga muncul lebih sering dalam predikat-predikat yang lebih rumit. Sohn (1995: 37) menambahkan bahwa untuk mengekspresikan keanekaragaman aspek, bahasa Korea menggunakan bentuk-bentuk kata bantu khusus (special auxiliary) 1. Dari pendapat-pendapat tersebut tampak bahwa perihal aspek dalam bahasa Korea cukup rumit dan menarik untuk ditelaah. Dari dua jenis aspek dalam bahasa Korea perfektif dan imperfektif penelitian ini hanya membahas salah satunya. Penelitian ini hanya berfokus pada perihal keselesaian atau perfektif. Hal ini dikarenakan ditemukan bahwa penanda keselesaian dalam bahasa Korea 1 Dikatakan kata bantu khusus karena bentuk kata bantu dalam bahasa Korea ini memiliki karakteristik yang cukup berbeda dibandingkan dengan kata bantu dalam bahasa lain. Penjelasan lebih detilnya terdapat pada bab selanjutnya.

12 cukup variatif. Gambaran tentang aspek keselesaian dalam bahasa Korea dijelaskan lebih lanjut pada sub-bab selanjutnya Aspek Keselesaian dalam Bahasa Korea Aspek keselesaian dalam bahasa Korea biasa disebut sebagai wallyosang. Menurut Go dan Gu (2009: 411), aspek keselesaian adalah aspek yang menunjukkan suatu pergerakan atau aksi yang telah selesai, namun hasilnya masih tersisa. Dengan kata lain, hasil dari aktivitas yang telah selesai tersebut masih bisa dirasakan hingga saat tuturan berlangsung. Berikut contoh kalimat yang dapat membantu pemahaman tentang makna dan penggunaan aspek keselesaian dalam bahasa Korea. (1) Jɔnǝn gǝ yɔnghwarǝl boassɔyo Jɔ nǝn gǝ yɔnghwa rǝl bo- ass- ɔyo. Saya p.top itu film p.obj menonton perf- dek. Saya sudah menonton film itu. Dalam bahasa Indonesia, salah satu ciri atau penanda aspek keselesaian adalah kata sudah. Seperti yang tampak dalam kalimat (1), dalam bahasa Korea penanda aspek yang sama tidak ditandai dengan kata, tetapi bentuk morfologis yang berupa ending. Ending yang dimaksud adalah morfem ass-. Dalam bahasa Korea morfem ini berfungsi untuk menandai aktivitas verba yang telah selesai dilakukan. Dengan demikian, ketika morfem ini melekat pada verba bo- menonton, maka ini

13 menunjukkan bahwa aktivitas menonton telah selesai dilakukan oleh subjek (saya). Contoh lain adalah sebagai berikut. (2) Suniga jigǝm mak ttɔnatta. Suni ga jigǝm mak ttɔna- ass- da. Suni p.subj sekarang pada saat berangkat perf. dek. Sekarang Suni sudah berangkat. Seperti halnya kalimat (1), dalam kalimat (2) bentuk keselesaian juga ditandai dengan ending ass-. Ending ini melekat pada verba ttɔ berangkat. Dengan dilekatkannya ending ass- pada verba tersebut ini menunjukkan bahwa pekerjaan berangkat telah dilakukan oleh subjek (Suni). Jika contoh kalimat (1) dan (2) menggunakan bentuk ending sebagai penanda aspek keselesaian, berikut contoh lain yang menggunakan bentuk yang berbeda untuk mengungkapkan keselesaian dalam bahasa Korea. (3) Ǝmsigǝl mɔgɔ bɔryɔtta. ǝmsik ǝl mɔg- ɔ bɔri- ɔss- da. Makanan p.obj makan perf. perf. dek (saya) sudah memakan habis makanannya. Dalam kalimat (3), bentuk keselesaian dinyatakan dengan bentuk - ɔ bɔri-. Bentuk ini digunakan untuk menyatakan suatu pekerjaan yang telah selesai dilakukan. Jika diamati, bentuk ini tampak berbeda dari bentuk yang digunakan dalam kalimat (1) dan (2). Jika dalam kalimat (1)

14 dan (2) digunakan bentuk ending, maka dalam kalimat ini digunakan bentuk kata bantu khusus. Penjelasan tentang kata bantu khusus dalam bahasa Korea dijelaskan pada sub-bab selanjutnya Ending dalam Bahasa Korea Telah disinggung sebelumnya, bahwa ada berbagai macam alat untuk mengungkapkan aspek keselesaian, salah satunya ialah dengan menggunakan ending. Dalam buku linguistik Korea Hangukeohak Gaeron, definisi ending, atau yang dalam bahasa Korea disebut ɔmi, adalah komponen penting yang melekat pada akar kata atau ɔgan (Lee & Lee, 2006). Komponen ini dikatakan penting karena mengandung makna dan fungsi tertentu ketika dilekatkan pada akar kata. Untuk lebih memahami konsep ending dalam bahasa Korea dapat melihat contoh kalimat berikut beserta penjelasannya. (4) Nalssiga jotha. Nalssi ga joh- da cuaca p.sub bagus dek. Cuacanya bagus. Pada kalimat (4), kata johda baik, bagus terdiri atas dua morfem. Morfem yang pertama adalah joh- dan morfem yang kedua adalah -da. Morfem joh- adalah morfem akar dari adjektiva, sedangkan morfem da sendiri disebut ending karena sesuai dengan definisinya, morfem ini

15 melekat pada akar kata. Morfem -da in digunakan untuk menyatakan kondisi sesuatu pada saat tuturan berlangsung. Perhatikan juga contoh berikut. (5) Jigǝm dongsɛngi babǝl mɔgɔssɔyo. Jigǝm dongsɛng i bab ǝl mɔg- ɔss- ɔyo. Sekarang adik p.sub nasi p.obj makan-perf-dek Sekarang adik (sudah) makan nasi. Dalam kalimat (5), kata yang digarisbawahi dan dicetak tebal ialah kata mɔgɔssɔyo. Kata ini berasal dari akar verba mɔg- yang berarti makan. Untuk menjadi mɔgɔssɔyo, akar kata mɔg- diberi ending ɔssuntuk menyatakan suatu pekerjaan telah selesai dilakukan. Selanjutnya, verba tersebut ditutup dengan ending ɔyo yang berfungsi untuk menyatakan bahwa bentuk kalimat yang dituturkan adalah kalimat deklaratif atau pernyataan. (6) Oje biga mani ogo baramdo mani burɔtkuna.. Oje bi ga mani o- go baram do Kemarin hujan p.sub banyak datang dan angin juga mani bur- ɔss- guna.. dengan banyak bertiup lamp. intj. Ternyata kemarin hujan turun dengan deras dan anginpun bertiup dengan kencang. Dalam kalimat (6) di atas tampak dua bentuk yang digarisbawahi dan dicetak tebal, yaitu ogo dan burɔssɔyo. Bentuk ogo berasal dari akar

16 verba o- datang yang diberi ending penghubung verba, yaitu go. Selanjutnya, kata burɔssɔyo berasal dari akar bur- bertiup, berhembus mendapat ending ɔss- untuk menandakan bahwa kejadian dalam kalimat tersebut berlangsung di waktu lampau serta ending interjeksi guna untuk mendeskripsikan suatu fakta yang baru diketahui. Contoh dan penjelasan dari kalimat (3)-(6) diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih jelas tentang konsep ending dalam bahasa Korea. Dari ketiga contoh tersebut dapat dilihat bahwa ending dalam bahasa Korea cukup beragam hingga banyak makna kalimat yang terwakilkan dalam macam-macam ending tersebut Kata Bantu dalam Bahasa Korea Selama ini, kata bantu sering dikenal dengan istilah auxiliary verb, dalam sejumlah bahasa termasuk dalam pembahasan leksikal. Konsep yang demikian cukup berbeda dengan konsep auxiliary verb atau kata bantu dalam bahasa Korea. Bahasa Korea mengkategorikannya ke dalam pembahasan gramatikal. Ihm, Hong, dan Chang (2001: 339) menjelaskan bahwa kata bantu atau sering disebut sebagai auxiliary verb (bojo yongɔn) dalam bahasa Korea adalah verb yang fungsi dan makna aslinya sebagai verb bebas telah berubah, dan membentuk sesuatu yang baru yang lebih terbatas dan memiliki makna gramatikal. Dalam bahasa Korea, auxiliary verb ini mempunyai istilahnya tersendiri, yaitu bojo yongɔn. Bojo yongɔn termasuk dalam kategori

17 gramatikal karena proses penerapannya dalam suatu tuturan merupakan proses gramatikal lebih tepatnya adalah proses morfologis. Dalam sebuah tuturan, kata bantu dalam bahasa Korea ini tidak semata-mata berwujud kata yang dapat dimasukkan atau dijajarkan begitu saja di sebelah verb, tetapi membutuhkan sebuah ending tertentu yang terlebih dahulu harus dilekatkan pada verb sebelum selanjutnya diberi kata bantu. Nantinya, masing-masing auxiliary verb ini juga masih dapat dilekati lagi oleh ending-ending tertentu. Jika dituangkan dalam tabel, maka sejumlah kata yang termasuk dalam kategori auxiliary verb dalam bahasa Korea adalah sebagai berikut. Tabel1. Tipe dan Bentuk Auxiliary Verb dalam bahasa Korea Tipe Progressive Terminative Donatory Eksploratory Iterative Retentive Desiderative Stative Negative Inability Bentuk prefrastik Bentuk gada, oda, iss-ta, dǝlda nɛda, nada, bɔrida, malda, ppajida, chiuda juda, dǝrida Boda dɛda no-tha, duda, gajida Sipta iss-ta, jida malda, antha, anihada mot-hada, -ge hada, -ɔ(a/yɔ)ya hada, -ginǝn hada,, -(ǝ)n/

18 dengan kata hada nǝn chehada, -(ǝ)n/ nǝn yanghada, -(ǝ)n/ nǝn chɔk ɔ hada, -(ǝ)l dǝthada, -(ǝ)l pɔnhada, -(ǝ)l manhada, -gon hada, nǝn gahada, -(ǝ)l kkahada Jika kata-kata tersebut diwujudkan dalam suatu tuturan, maka contoh penggunaannya adalah sebagai berikut. (7) Ǝmsigǝl mɔgɔ bɔryɔtta. ǝmsik ǝl mɔg- ɔ bɔri- ɔss- ta. Makanan p.obj makan perf past. dek (Saya) sudah memakan habis makanannya. Dalam kalimat di atas terdapat salah satu bentuk auxiliary verb. Bentuk yang dimaksud adalah bɔrida. Dalam kalimat tersebut, bentuk bɔrida hanya diambil stem-nya saja yaitu bɔri- --karena stem ini nantinya dilekatkan dengan ending yang sesuai kebutuhan. Bentuk bɔri- dalam kalimat tersebut hadir setelah verba mɔg- makan. Namun, dalam kalimat tersebut terlihat bahwa bentuk ini tidak disandingkan begitu saja dengan stem mɔg-. Untuk memunculkan makna kalimat yang diharapkan, setelah stem mɔg- diberi ending -ɔ terlebih dahulu. Dengan demikian, makna keselesaian dapat dimunculkan seperti yang terlihat pada contoh kalimat (7) di atas. Contoh lain dari penggunaan auxiliary verb dalam bahasa Korea adalah sebagai berikut.

19 (8) Irǝl da hɛ nɛssɔyo. il ǝl da ha- yɔ nɛ- ɔss- ɔyo pekerjaan p.obj seluruhnya mengerjakan perf. perf. dek. Saya sudah mengerjakan seluruh pekerjaan. Dalam kalimat (8), bentuk auxiliary verb yang digunakan adalah nɛda, dengan stem nɛ-. Bentuk ini, jika dihadirkan dalam kalimat dapat memunculkan makna perfektif. Namun demikian, sama halnya dengan bentuk bɔrida pada kalimat (7), bentuk ini tidak dapat dihadirkan mendampingi verba dengan begitu saja. Dibutuhkan ending tertentu untuk sebelumnya dilekatkan pada stem verba dalam tuturan tersebut. Dengan demikian, makna keselesaian dari verba ha- melakukan dapat dimunculkan seperti yang tampak pada kalimat (8) di atas. Berdasarkan dua contoh kalimat (7) dan (8) tampak cukup jelas kekhasan dari kata bantu atau auxialiary verb dalam bahasa Korea. Selain itu, melalui dua kalimat yang sama juga dapat dilihat cara kata bantu atau auxiliary verb dalam bahasa Korea digunakan. Jika merujuk pada tabel 1, tampak bahwa ada cukup banyak bentuk kata bantu dalam bahasa Korea. Namun, tidak seluruh bentuk tersebut dapat mengandung makna aspek keselesaian. Hanya ditemukan enam bentuk yang jika disandingkan dengan verba dapat menghasilkan makna keselesaian bagi verba tersebut. Keenam bentuk ini yang diteliti lebih jauh.

20 1.6.6 Penerjemahan Menurut KBBI, pengertian penerjemahan adalah proses, cara, perbuatan menerjemahkan; pengalihbahasaan (2008). Tidak berbeda dengan definisi tersebut, Catford (1978:20) menyatakan bahwa penerjemahan adalah pengalihan materi tekstual dalam suatu bahasa (bahasa sumber) dengan materi tekstual yang sepadan dalam bahasa lain (bahasa sasaran). Untuk menerjemahkan atau mengalihbahasakan ada beberapa cara yang bisa digunakan. Newmark (1988: 45-47) membedakannya ke dalam delapan macam. Berikut penjelasannya. a. Word for Word Translation Penerjemahan dengan cara ini susunan kata (word-order) bahasa sumber dipertahankan dan kata-kata dalam bahasa sumber diterjemahkan satu per satu sesuai dengan makna umum, dan tidak mempertimbangkan konteks. b. Literal Translation Dalam penerjemahan litteral translation, konstruksi gramatikal bahasa sumber dialihkan ke dalam konstruksi gramatikal bahasa sasaran yang paling mendekati, namun kata-kata leksikalnya masih diterjemahkan secara tunggal, di luar konteks. c. Faithful Translation Dalam terjemahan jenis ini, makna kontekstual dialihkan dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran, meskipun dalam keterbatasan

21 struktur gramatikal bahasa sasaran. Kata-kata kultural ditransfer dan tingkat ketidaknormalan gramatikal dan leksikal tetap terjadi. d. Semantic Translation Cara ini mengedepankan nilai-nilai keindahan dari bahasa sumber. penerjemahan model ini lebih fleksibel dengan memberikan ruang bagi kreativitas dan intuisi penerjemahnya. e. Adaptation Translation Adaptation Translation adalah cara penerjemahan yang paling bebas yang lazimnya digunakan dalam menerjemahkan drama dan puisi. f. Free Translation Dalam penerjemahan jenis ini, pesan atau amanat diproduksi ulang, tanpa memperhatikan bentuk dalam bahasa sumbernya. Dengan kata lain, dalam penerjemahan jenis ini, isi diterjemahkan tanpa mengikuti bentuk sebagaimana dalam bahasa sumber. g. Idiomatic Translation Penerjemahan dengan cara ini pesan atau amanat diproduksi ulang dalam bahasa sasaran namun terdapat tendensi distorsi nuansa makna, karena penggunaan idiom yang sebenarnya tidak ada pada bahasa sumber. h. Communicative Translation Dalam penerjemahan jenis ini, makna kontekstual Bsu dialihkan sedemikian rupa sehingga pesan dan bahasanya dapat diterima dan

22 dapat dipahami oleh pembaca yang menjadi target penerjemahan tersebut. Di antara delapan cara menerjemahkan yang sudah disinggung di atas, penelitian ini hanya menggunakan dua cara penerjemahan, yaitu word for word translation dan literal translation. Kedua cara ini adalah cara yang cukup sederhana untuk dilakukan dalam usaha menemukan padanan dari penanda gramatikal aspek keselesaian dalam bahasa Korea Kesepadanan atau Ekuivalensi Melalui pendekatan linguistik dan komunikatif, Baker (1992) membedakan kesepadanan atau ekuivalensi ke dalam beberapa tingkatan sebagai berikut. a. Kesepadanan dalam tingkat kata atau di atas tingkat kata Kesepadanan ini dapat terjadi dalam penejemahan dari satu bahasa ke bahasa lain. Baker mengakui bahwa dalam pendekatan penerjemahan bottom-up, kesepadanan pada tingkat kata merupakan elemen pertama yang harus dipertimbangkan oleh penerjemah. b. Kesepadanan gramatikal Kesepadanan gramatikal dalam hal ini didasari pada kenyataan bahwa setiap bahasa mempunyai kategori gramatikal yang berbeda. Baker menekankan bahwa perbedaan kategori gramatikal tersebut dapat menjadi kesulitan bagi penerjemah untuk menemukan korespondensi langsung dalam bahasa sasaran.

23 Pada kenyataannya, menurut Baker perbedaan struktur gramatikal antara bahasa sumber dan bahasa sasaran dapat menyebabkan terjadinya perubahan cara bagaimana informasi atau pesan disampaikan. Perubahan inilah yang mendasari seorang penerjemah untuk menambah atau mengurangi informasi pada bahasa sasaran sebagai akibat kurangnya alat gramatikal tertentu pada bahasa tersebut. Beberapa alat gramatikal yang bisa menimbulkan permasalahan dalam penerjemahan, menurut Baker antara lain number, kala dan aspek (tense and aspect), voice, person dan gender. c. Kesepadanan Tekstual Jika kesepadanan antara bahasa sumber dan bahasa sasaran dilihat berdasarkan informasi dan kohesi, tekstur menjadi fitur yang sangat penting dalam penerjemahan sebab tekstur memberikan panduan dalam pemahaman dan analisis bahasa sumber yang dapat membantu penerjemah untuk menghasilkan teks yang kohesif dan koheren untuk audiens bahasa sasaran dalam konteks tertentu. Dalam menjaga kohesi dan koherensi, seorang penerjemah akan dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu audiens bahasa sasaran, tujuan penerjemahan, dan jenis teks. d. Kesepadanan Pragmatik Kesepadanan pragmatik berkaitan dengan implikatur dan strategi penghindaran (strategies of avoidance) selama proses penerjemahan. Untuk itu seorang penerjemah harus memahami tidak hanya informasi

24 yang tersurat, namun juga informasi yang tersirat dalam Bsu untuk dapat disampaikan dengan tepat ke dalam bahasa sasaran. Dalam hal ini, peran seorang penerjemah adalah menciptakan kembali maksud penulis dalam kultur lain yang berbeda, sehingga pembaca yang menjadi target penerjemahan dapat memahami pesan yang terkandung di dalamnya dengan baik. 1.7 Metode Penelitian Dalam melakukan suatu penelitian ada tiga tahapan yang pasti dilalui, yaitu tahap pengumpulan data, tahap analisis data, dan diakhiri dengan tahap penyajian hasil analisis data. Ketiga tahapan ini juga dilalui dalam penelitian tentang aspek keselesaian dalam bahasa Korea ini. Berikut tahap-tahap tersebut Tahap Pengumpulan Data Data dalam penelitain ini adalah kalimat berbahasa Korea. Kalimat-kalimat tersebut dikumpulkan dari berbagai buku bahasa Korea. Data tersebut dikumpulkan dengan cara memilah-milah kalimat yang mengandung ending dan kata bantu yang mengandung aspek. Selanjutnya, kalimat-kalimat tersebut disalin dan dikelompokkan secara terpisah dalam suatu daftar kalimat untuk selanjutnya diklasifikasikan sesuai kategori yang dikehendaki dalam penelitian ini.

25 1.7.2 Tahap Analisis Data Penganalisisan data dalam penelitian ini dibagi ke dalam beberapa tahap. Pada tahap pertama, dilakukan penelusuran macam-macam pemarkah aspek yang terkandung dalam tiap-tiap data. Pada tahap selanjutnya, pemarkah tersebut ditelusuri dan dicari bentuk beserta variasivariasinya. Kedua tahap tersebut dilakukan dengan menggunakan teknik distribusional. Pada tahap ketiga, bentuk-bentuk penanda yang sudah dikumpulkan dicari variasi maknanya dalam bahasa Korea. Untuk tahap keempat, berdasarkan makna yang telah diketemukan, dicari padanan katanya dalam bahasa Indonesia. Selanjutnya, padanan kata tersebut kembali ditinjau maknanya dalam bahasa Indonesia. Dengan demikian, dapat diketahui apakah bentuk aspek tertentu mempunyai padanannya dalam bahasa Indonesia atau tidak Tahap Penyajian Hasil Analisis Data Sebelum membahas tentang cara menyajikan hasil analisis data, perlu diketahui cara-cara menyajikan data dalam penelitian ini. Data dalam penelitian ini berwujud kalimat dan menggunakan bahasa Korea. Demi kemudahan dalam membaca data tersebut, data-data yang ada disajikan dengan menggunakan transliterasi minimalis. Transliterasi ini dilakukan dengan dua cara, yaitu secara ortografis dan fonetis. Hal ini dilakukan mengingat ditemukannya sejumlah data yang memiliki perbedaan antara cara baca dan tulisan yang sesungguhnya.

26 Penyajian data dilakukan dalam empat tahap. Tahap pertama, data yang berupa kalimat dalam bahasa Korea ditulis sesuai dengan pelafalan. Pada tahap kedua. Kalimat yang sama dituliskan kembali, namun kalimat tersebut ditulis sesuai dengan penulisan aslinya. Selain itu kalimat tersebut dituliskan dengan cara memisahkan bagian per bagian sesuai dengan bentuk morfemnya. Tahap ketiga, masing-masing morfem diterjemahkan secara literal. Pada tahap terakhir, kalimat yang dianalisis diterjemahkan secara harfiah. Selanjutnya tentang cara menyajikan hasil analisis data. Dalam penelitian ini hasil pengelompokan, pengolahan, dan analisis data disajikan secara formal maupun informal. Secara formal, segala data yang telah diolah dan dianalisis dituangkan hasilnya dalam wujud penjelasan dan penjabaran. Sementara itu, data-data tersebut juga ada yang disajikan dalam wujud informal, yaitu berupa tabel rekapitulasi. Tabel ini berisi pengelompokan data penelitian yang telah dianalisis. Melalui tabel tersebut, pembaca dapat dengan jelas mengetahui peta hasil analisis penelitian ini. Melalui tabel tersebut pula dapat diketahui hasil dari penelitian yang sudah dilakukan ini. 1.8 Sistematika Penulisan Tesis ini disajikan dalam lima bab sebagai berikut. Bab 1 terdiri dari Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka, Landasan Teori, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan. Bab 2

27 memuat tentang Analisis Bentuk Pengungkapan Aspek Keselesaian dalam Bahasa Korea. Bab 3, berisi Analisis Variasi Makna Penanda Aspek Keselesaian dalam Bahasa Korea. Bab 4 berisikan Analisis Penerjemahan Aspek Keselesaian dalam Bahasa Korea. Bab 5 sebagai bab terakhir berisi Kesimpulan.

BAB V PENUTUP Wujud Pengungkapan Aspek Keselesaian secara Gramatikal dalam

BAB V PENUTUP Wujud Pengungkapan Aspek Keselesaian secara Gramatikal dalam BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Setelah melakukan analisis terhadap sejumlah data yang berupa penanda gramatikal aspek keselesaian dalam bahasa Korea, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pesan yang disampaikan dapat melalui karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. Pesan yang disampaikan dapat melalui karya sastra. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bahasa memiliki peranan penting dalam hal berkomunikasi. Fungsi penting dari bahasa adalah menyampaikan pesan dengan baik secara verbal atau tulisan. Pesan yang disampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan suatu kegiatan dalam sebuah lingkungan berkelompok maupun individu.

BAB I PENDAHULUAN. melakukan suatu kegiatan dalam sebuah lingkungan berkelompok maupun individu. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Etika adalah suatu hal yang wajib diperhatikan oleh seorang yang sedang melakukan suatu kegiatan dalam sebuah lingkungan berkelompok maupun individu. Menurut

Lebih terperinci

BAB VI TATARAN LINGUISTIK SINTAKSIS

BAB VI TATARAN LINGUISTIK SINTAKSIS Nama : Khoirudin A. Fauzi NIM : 1402408313 BAB VI TATARAN LINGUISTIK SINTAKSIS Pada bab terdahulu disebutkan bahwa morfologi dan sintaksis adalah bidang tataran linguistik yang secara tradisional disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sesuatu yang bersifat universal karena tidak memedulikan

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sesuatu yang bersifat universal karena tidak memedulikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bahasa adalah sesuatu yang bersifat universal karena tidak memedulikan warna kulit, ras, agama, bangsa dan negara. Bahasa merupakan perwujudan suatu konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan kekacauan pada tindak berbahasa. Salah satu contoh penggunaan bentuk bersinonim yang dewasa ini sulit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, yang kemudian disebut dengan komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. Campur code..., Annisa Ramadhani, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 5 PENUTUP. Campur code..., Annisa Ramadhani, FIB UI, Universitas Indonesia BAB 5 PENUTUP 5.1 Simpulan Penelitian jenis proses campur kode menunjukkan hasil yang berbeda-beda antara bahasa yang satu dan bahasa yang lain karena subjek penelitian mereka pun berbeda-beda, baik dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setidaknya jika itu mengacu pada data yang dirilis oleh UNESCO ditahun 2011.

BAB I PENDAHULUAN. setidaknya jika itu mengacu pada data yang dirilis oleh UNESCO ditahun 2011. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara dengan minat baca paling rendah di dunia, setidaknya jika itu mengacu pada data yang dirilis oleh UNESCO ditahun 2011. Selain itu

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah diperoleh pada bab-bab

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah diperoleh pada bab-bab BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini, penulis akan memberikan kesimpulan serta saran berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah diperoleh pada bab-bab sebelumnya. 5.1 Kesimpulan 5.1.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam memahami konsep mengenai teori kebahasaan, linguistik

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam memahami konsep mengenai teori kebahasaan, linguistik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam memahami konsep mengenai teori kebahasaan, linguistik sistemik fungsional berperan penting memberikan kontribusi dalam fungsi kebahasaan yang mencakup

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN IMPLIKASI

BAB V SIMPULAN DAN IMPLIKASI 174 BAB V SIMPULAN DAN IMPLIKASI A. Simpulan Berdasarkan analisis data pada bab sebelumnya, pengungkapan modalitas desideratif BI dan BJ dapat disimpulkan seperti di bawah ini. 1. Bentuk-bentuk pegungkapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kridalaksana (1983: 107) menjelaskan modalitas memiliki beberapa arti.

BAB I PENDAHULUAN. Kridalaksana (1983: 107) menjelaskan modalitas memiliki beberapa arti. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kridalaksana (1983: 107) menjelaskan modalitas memiliki beberapa arti. Pertama, klasifikasi proposisi menurut hal yang menyungguhkan atau mengingkari kemungkinan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gramatikal dalam bahasa berkaitan dengan telaah struktur bahasa yang berkaitan. dengan sistem kata, frasa, klausa, dan kalimat.

BAB I PENDAHULUAN. gramatikal dalam bahasa berkaitan dengan telaah struktur bahasa yang berkaitan. dengan sistem kata, frasa, klausa, dan kalimat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian dalam bidang linguistik berkaitan dengan bahasa tulis dan bahasa lisan. Bahasa tulis memiliki hubungan dengan tataran gramatikal. Tataran gramatikal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia yang masih belum mempunyai kemampuan untuk. kehidupan sehari-hari baik secara lisan maupun tulisan.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia yang masih belum mempunyai kemampuan untuk. kehidupan sehari-hari baik secara lisan maupun tulisan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian besar orang menggunakan bahasa Inggris sebagai alat komunikasi dengan Negara lain di seluruh dunia. Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk mengerti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diminati oleh masyarakat Indonesia terutama para remaja setelah merebaknya

BAB I PENDAHULUAN. diminati oleh masyarakat Indonesia terutama para remaja setelah merebaknya BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Akhir-akhir ini segala hal yang berkaitan dengan Korea menjadi begitu diminati oleh masyarakat Indonesia terutama para remaja setelah merebaknya Korean wave (Gelombang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kenali adalah surat perjanjian, sertifikat, buku ilmu pengetahuan bidang hukum

BAB 1 PENDAHULUAN. kenali adalah surat perjanjian, sertifikat, buku ilmu pengetahuan bidang hukum BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teks hukum merupakan jenis teks yang bersifat sangat formal dan sangat terstruktur. Teks hukum ini sangat beragam macamnya, yang paling mudah kita kenali adalah surat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, merupakan sebuah ilmu yang mepelajari tentang bahasa secara

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, merupakan sebuah ilmu yang mepelajari tentang bahasa secara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Linguistik, merupakan sebuah ilmu yang mepelajari tentang bahasa secara verbal. Tentunya ilmu bahasa atau sering disebut linguistik memiliki cabangcabang ilmu bahasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan

BAB I PENDAHULUAN. sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sepanjang hidupnya, manusia tidak pernah terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi tersebut, manusia memerlukan sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Novel adalah sebuah karya fiksi prosa yang ditulis secara naratif; biasanya

BAB I PENDAHULUAN. Novel adalah sebuah karya fiksi prosa yang ditulis secara naratif; biasanya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Novel adalah sebuah karya fiksi prosa yang ditulis secara naratif; biasanya dalam bentuk cerita (sumber: wikipedia.com). Penulis novel disebut novelis. Kata novel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah salah satu alat yang digunakan untuk mengekspresikan. sesuatu, baik untuk menyatakan pendapat, pengalaman atau untuk

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah salah satu alat yang digunakan untuk mengekspresikan. sesuatu, baik untuk menyatakan pendapat, pengalaman atau untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah salah satu alat yang digunakan untuk mengekspresikan sesuatu, baik untuk menyatakan pendapat, pengalaman atau untuk mengekspresikan perasaan atau emosi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Begitu pula melalui bahasa, menurut Poerwadarmita (1985; 5), bahasa adalah alat

BAB I PENDAHULUAN. Begitu pula melalui bahasa, menurut Poerwadarmita (1985; 5), bahasa adalah alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penggunaan bahasa oleh manusia merupakan salah satu kelebihan manusia dari pada makhluk lainnya di muka bumi ini. Semua orang menyadari betapa pentingnya peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jepang yang masuk ke Indonesia tidak hanya animasi, komik, dan musik namun juga

BAB I PENDAHULUAN. Jepang yang masuk ke Indonesia tidak hanya animasi, komik, dan musik namun juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya populer dari Jepang saat ini menjadi tren di beberapa kalangan masyarakat Indonesia. Seiring dengan perkembangan akses informasi, produk budaya Jepang yang masuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Penulis mengambil beberapa jurnal, skripsi, disertasi dan bahan pustaka lainnya yang berkaitan dengan analisis kontrastif, adverbial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa manusia. Sebagai alat komunikasi manusia, bahasa adalah suatu sistem

BAB I PENDAHULUAN. bahasa manusia. Sebagai alat komunikasi manusia, bahasa adalah suatu sistem 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara populer orang sering menyatakan bahwa linguistik adalah ilmu tentang bahasa; atau ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya; atau lebih tepat lagi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penerima dan bahasa menjadi media dalam penyampaian informasi tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. penerima dan bahasa menjadi media dalam penyampaian informasi tersebut. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Komunikasi menjadi tali penghubung dalam hubungan antar manusia. Dalam berkomunikasi, dibutuhkan

Lebih terperinci

BASINDO Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Indonesia, dan Pembelajarannya Vol 1 No 1 - April 2017 (14-24)

BASINDO Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Indonesia, dan Pembelajarannya Vol 1 No 1 - April 2017 (14-24) BASINDO Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Indonesia, dan Pembelajarannya Vol 1 No 1 - April 2017 (14-24) PERILAKU BENTUK VERBA DALAM KALIMAT BAHASA INDONESIA TULIS SISWA SEKOLAH ARUNSAT VITAYA, PATTANI, THAILAND

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jepang merupakan negara yang mempunyai empat musim, yaitu haru

BAB I PENDAHULUAN. Jepang merupakan negara yang mempunyai empat musim, yaitu haru BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jepang merupakan negara yang mempunyai empat musim, yaitu haru (musim semi), natsu (musim panas), aki (musim gugur), fuyu (musim dingin). Setiap musim mempunyai ciri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Apabila berbicara tentang Jepang, kita pasti langsung terbayang akan

BAB I PENDAHULUAN. Apabila berbicara tentang Jepang, kita pasti langsung terbayang akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Apabila berbicara tentang Jepang, kita pasti langsung terbayang akan anime, manga, style orang-orang Jepang dan budaya Jepang yang lainnya. Jepang adalah sebuah negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan suatu media terpenting untuk berkomunikasi baik

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan suatu media terpenting untuk berkomunikasi baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan suatu media terpenting untuk berkomunikasi baik melalui lisan maupun tulisan. Salah satu bahasa yang digunakan adalah bahasa Inggris. Bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting guna menyimpan uang serta barang-barang berharga yang dianggap

BAB I PENDAHULUAN. penting guna menyimpan uang serta barang-barang berharga yang dianggap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari dompet merupakan benda yang sangat penting guna menyimpan uang serta barang-barang berharga yang dianggap penting dan dapat diletakkan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat, bahasa bukanlah satu-satunya alat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat, bahasa bukanlah satu-satunya alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan bermasyarakat, bahasa bukanlah satu-satunya alat komunikasi. Manusia dapat menggunakan media yang lain untuk berkomunikasi. Namun, tampaknya bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akhir-akhir ini meningkat jumlahnya, salah satu buku atau literatur asing yang

BAB I PENDAHULUAN. akhir-akhir ini meningkat jumlahnya, salah satu buku atau literatur asing yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buku atau literatur 1 asing yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia akhir-akhir ini meningkat jumlahnya, salah satu buku atau literatur asing yang banyak diterjemahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai pembelajar bahasa asing pada pendidikan formal, sudah sewajarnya

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai pembelajar bahasa asing pada pendidikan formal, sudah sewajarnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai pembelajar bahasa asing pada pendidikan formal, sudah sewajarnya dituntut untuk memiliki kemampuan lebih baik dalam memahami bahasa asing tersebut dibandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pergeseran makna pada BT, oleh sebab itu seorang penerjemah harus

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pergeseran makna pada BT, oleh sebab itu seorang penerjemah harus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerjemahan adalah pengalihan makna dari bahasa sumber (BS) ke bahasa target (BT) dan makna BS harus dapat dipertahankan sehingga tidak terjadi pergeseran makna pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain dapat berbeda bergantung pada aliran linguistik apa yang mereka anut.

BAB I PENDAHULUAN. lain dapat berbeda bergantung pada aliran linguistik apa yang mereka anut. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kata merupakan salah satu unsur penting dalam pembetukan suatu bahasa salah satunya dalam suatu proses pembuatan karya tulis. Kategori kata sendiri merupakan masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerjemahan kalimat pada suatu karya tulis biasanya diterjemahkan secara

BAB I PENDAHULUAN. Penerjemahan kalimat pada suatu karya tulis biasanya diterjemahkan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerjemahan kalimat pada suatu karya tulis biasanya diterjemahkan secara semantik atau pragmatik. Kajian makna bahasa seharusnya tidak terlepas dari konteks mengingat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang saling berhubungan untuk menghasilkan rasa kepaduan atau rasa kohesi

BAB I PENDAHULUAN. yang saling berhubungan untuk menghasilkan rasa kepaduan atau rasa kohesi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara masalah wacana, peneliti menjadi tertarik untuk melakukan penelitian yang bertemakan analisis wacana. Menurut Deese dalam Sumarlam (2003: 6) mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Negara Jepang adalah salah satu negara yang kerap dijadikan acuan dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Negara Jepang adalah salah satu negara yang kerap dijadikan acuan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Jepang adalah salah satu negara yang kerap dijadikan acuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Akan tetapi, dibalik kemajuan teknologinya yang pesat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. fonologi, morfologi, sintaksis, maupun semantik (Tarigan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. fonologi, morfologi, sintaksis, maupun semantik (Tarigan dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi yang memungkinkan manusia dapat berkomunikasi dengan sesamanya baik secara lisan maupun tulisan. Komunikasi akan berlangsung

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Penelitian yang penulis lakukan berkaitan dengan bentuk kewaktuan dalam

BAB II LANDASAN TEORI. Penelitian yang penulis lakukan berkaitan dengan bentuk kewaktuan dalam 11 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori tentang Konsep Kewaktuan Penelitian yang penulis lakukan berkaitan dengan bentuk kewaktuan dalam bahasa Indonesia. Seperti yang telah diungkapkan pada bagian sebelumnya,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan salah satu alat komunikasi manusia dalam berinteraksi di lingkungan sekitar. Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan kita. Hal ini harus benar-benar

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. Berdasarkan data-data yang dikumpulkan baik berupa penelitian, jurnal

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. Berdasarkan data-data yang dikumpulkan baik berupa penelitian, jurnal BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI 2.1 Kajian Pustaka Berdasarkan data-data yang dikumpulkan baik berupa penelitian, jurnal maupun hasil penelitian lainnya, ditemukan beberapa penelitian

Lebih terperinci

Nama : Irine Linawati NIM : BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI

Nama : Irine Linawati NIM : BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI Nama : Irine Linawati NIM : 1402408306 BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI Fonem adalah satuan bunyi terkecil dari arus ujaran. Satuanfonem yang fungsional itu ada satuan yang lebih tinggi yang disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, baik dalam bidang pendidikan, pemerintahan, maupun dalam berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini, penulis akan menjabarkan teori-teori yang digunakan penulis dalam menerjemahkan Komik Indonesia Nusantaranger karya Tim Nusantaranger. Agar dapat menerjemahkan komik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seorang anak yang sudah terbiasa dibacakan ataupun membaca buku cerita

BAB I PENDAHULUAN. Seorang anak yang sudah terbiasa dibacakan ataupun membaca buku cerita BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seorang anak yang sudah terbiasa dibacakan ataupun membaca buku cerita sendiri bisa menjadikannya sebagai sahabat. Buku cerita memberikan informasi kepada anak tentang

Lebih terperinci

ANALISIS BUDAYA MATERIAL DALAM TERJEMAHAN KUMPULAN CERITA PENDEK MADEMOISELLE FIFI KARYA GUY DE MAUPASSANT

ANALISIS BUDAYA MATERIAL DALAM TERJEMAHAN KUMPULAN CERITA PENDEK MADEMOISELLE FIFI KARYA GUY DE MAUPASSANT BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam berinteraksi antara sesamanya, manusia menggunakan bahasa untuk menyampaikan informasi, gagasan, pendapat serta untuk mengekspresikan diri dan perasaan. Bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pergeseran. Pergeseran makna yang belum begitu jauh memungkinkan penutur

BAB I PENDAHULUAN. pergeseran. Pergeseran makna yang belum begitu jauh memungkinkan penutur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luasnya pemakaian bahasa menyebabkan makna sebuah kata mengalami pergeseran. Pergeseran makna yang belum begitu jauh memungkinkan penutur atau peneliti bahasa akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling memahami maksud atau keinginan seseorang.

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling memahami maksud atau keinginan seseorang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bahasa maupun pembelajaran bahasa merupakan hal yang sangat penting untuk dipelajari. Hal ini dikarenakan bahasa memiliki peranan yang sangat penting dan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI Pencapaian dari penelitian ini adalah untuk menelaah unsur-unsur dan makna yang terdapat pada penggunaan hojodoushi iku dan kuru dalam kalimat bahasa Jepang

Lebih terperinci

PENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa di dunia mempunyai cara berbeda-beda untuk mengungkap

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa di dunia mempunyai cara berbeda-beda untuk mengungkap 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap bahasa di dunia mempunyai cara berbeda-beda untuk mengungkap masalah kewaktuan. Terdapat bahasa yang mempunyai sistem yang mengungkap masalah kewaktuan secara

Lebih terperinci

KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA INTERAKTIF DALAM KOLOM DETEKSI HARIAN JAWA POS EDISI JUNI 2007 SKRIPSI

KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA INTERAKTIF DALAM KOLOM DETEKSI HARIAN JAWA POS EDISI JUNI 2007 SKRIPSI KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA INTERAKTIF DALAM KOLOM DETEKSI HARIAN JAWA POS EDISI JUNI 2007 SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia. Bahasa adalah satu-satunya milik manusia yang tidak. kegiatan manusia yang tidak disertai oleh bahasa.

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia. Bahasa adalah satu-satunya milik manusia yang tidak. kegiatan manusia yang tidak disertai oleh bahasa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam berkomunikasi antar manusia dibutuhkan bahasa yang disepakati oleh pengguna bahasa itu sendiri. Bahasa mempunyai keterikatan dan keterkaitan dalam kehidupan manusia.

Lebih terperinci

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, penerjemah lebih banyak

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, penerjemah lebih banyak BAB IV SIMPULAN DAN SARAN 4.1 Simpulan Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, penerjemah lebih banyak menggunakan metode penerjemahan sama makna dan bentuk dengan total 208 kalimat. Metode penerjemahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerjemahan bisa mencakup beberapa pengertian. Ahli linguistik telah

BAB I PENDAHULUAN. Penerjemahan bisa mencakup beberapa pengertian. Ahli linguistik telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penerjemahan bisa mencakup beberapa pengertian. Ahli linguistik telah memberi banyak definisi tentang penerjemahan, diantaranya: (1) bidang ilmu secara umum,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. aspek tersebut akan dipaparkan sebagai berikut. ini terdiri atas tiga, yakni (1) struktur dan keterpaduan Antarunsur dalam Wacana

BAB V PENUTUP. aspek tersebut akan dipaparkan sebagai berikut. ini terdiri atas tiga, yakni (1) struktur dan keterpaduan Antarunsur dalam Wacana BAB V PENUTUP Bab V ini memuat dua aspek, yakni (1) simpulan dan (2) saran. Kedua aspek tersebut akan dipaparkan sebagai berikut. 5.1 Simpulan Sesuai dengan jumlah masalah yang telah dirumuskan, simpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam linguistik bahasa Jepang (Nihon go-gaku) dapat dikaji mengenai beberapa hal, seperti kalimat, kosakata, atau bunyi ujaran, bahkan sampai pada bagaimana bahasa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan mediator utama dalam mengekspresikan segala bentuk gagasan, ide, visi, misi, maupun pemikiran seseorang. Bagai sepasang dua mata koin yang selalu beriringan,

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. Pada bab ini Penulis akan menjabarkan tentang teori yang digunakan Penulis

Bab 2. Landasan Teori. Pada bab ini Penulis akan menjabarkan tentang teori yang digunakan Penulis Bab 2 Landasan Teori Pada bab ini Penulis akan menjabarkan tentang teori yang digunakan Penulis dalam menerjemahkan lirik lagu Sepasang Mata Bola karya Ismail Marzuki. Penerjemahan lirik lagu ini membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai komunikan (mitra baca, penyimak, pendengar, atau pembaca).

BAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai komunikan (mitra baca, penyimak, pendengar, atau pembaca). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peran penting dalam kehidupan manusia. Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan pernah lepas dari peristiwa komunikasi. Dalam berkomunikasi,

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. untuk mendeskripsikan KVA/KAV dalam kalimat bahasa Indonesia. Deskripsi ini

BAB IV PENUTUP. untuk mendeskripsikan KVA/KAV dalam kalimat bahasa Indonesia. Deskripsi ini BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Pada bagian pendahuluan telah disampaikan bahwa penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan KVA/KAV dalam kalimat bahasa Indonesia. Deskripsi ini diwujudkan dalam tipe-tipe

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Suatu wacana dituntut untuk memiliki keutuhan struktur. Keutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Suatu wacana dituntut untuk memiliki keutuhan struktur. Keutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu wacana dituntut untuk memiliki keutuhan struktur. Keutuhan tersebut dibangun oleh komponen-komponen yang terjalin di dalam suatu organisasi kewacanaan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk,

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wacana ialah satuan bahasa yang terdiri atas seperangkat kalimat yang mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk, 2006: 49). Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses berbahasa adalah hal yang tidak bisa terlepas dari kehidupan manusia. Dengan berbahasa, seseorang

Lebih terperinci

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK (2); MORFOLOGI

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK (2); MORFOLOGI BAB 5 TATARAN LINGUISTIK (2); MORFOLOGI Kita kembali dulu melihat arus ujaran yang diberikan pada bab fonologi yang lalu { kedua orang itu meninggalkan ruang siding meskipun belum selesai}. Secara bertahap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang selalu membuka diri terhadap perkembangan. Hal ini terlihat pada perilakunya yang senantiasa mengadakan komunikasi dengan bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan tanggapannya terhadap alam sekitar atau peristiwa-peristiwa yang dialami secara individual atau secara

Lebih terperinci

LINGUISTIK UMUM TATARAN LINGUISTIK (2) : MORFOLOGI

LINGUISTIK UMUM TATARAN LINGUISTIK (2) : MORFOLOGI Nama : TITIS AIZAH NIM : 1402408143 LINGUISTIK UMUM TATARAN LINGUISTIK (2) : MORFOLOGI I. MORFEM Morfem adalah bentuk terkecil berulang dan mempunyai makna yang sama. Bahasawan tradisional tidak mengenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jika kita membaca berbagai macam karya sastra Jawa, maka di antaranya ada

BAB I PENDAHULUAN. Jika kita membaca berbagai macam karya sastra Jawa, maka di antaranya ada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jika kita membaca berbagai macam karya sastra Jawa, maka di antaranya ada karya sastra berbentuk puisi yang dikenal sebagai těmbang macapat atau disebut juga těmbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, semantik adalah bidang yang fokus mempelajari tentang makna baik yang berupa text

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, semantik adalah bidang yang fokus mempelajari tentang makna baik yang berupa text BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan oleh manusia dalam kehidupan seharihari. Ketika berbahasa ada bentuk nyata dari pikiran yang ingin disampaikan kepada mitra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbeda dengan sintaksis yang mempelajari bagaimana satuan bahasa terbentuk,

BAB I PENDAHULUAN. Berbeda dengan sintaksis yang mempelajari bagaimana satuan bahasa terbentuk, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam mempelajari bahasa Inggris terutama yang berkenaan dengan makna yang terkandung dalam setiap unsur suatu bahasa, semantik merupakan ilmu yang menjadi pengukur

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan deskripsi hasil penelitian aspek gramatikal dan aspek leksikal yang terdapat dalam surat kabar harian Solopos tahun 2015 dan 2016 ditemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengusung permasalahan keilmuan. Materi yang dituangkan dalam tulisan ilmiah

BAB I PENDAHULUAN. mengusung permasalahan keilmuan. Materi yang dituangkan dalam tulisan ilmiah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya ilmiah adalah karangan yang berisi gagasan ilmiah yang disajikan secara ilmiah serta menggunakan bentuk dan bahasa ilmiah. Karya tulis ilmiah mengusung permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam berinteraksi, manusia memerlukan bahasa. Bahasa memegang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam berinteraksi, manusia memerlukan bahasa. Bahasa memegang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam berinteraksi, manusia memerlukan bahasa. Bahasa memegang peran penting dalam kehidupan, sebagai alat menyampaikan pikiran, gagasan, konsep ataupun perasaan,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Bahasa Mandarin

BAB II LANDASAN TEORI. A. Bahasa Mandarin BAB II LANDASAN TEORI A. Bahasa Mandarin 1. Definisi Bahasa Mandarin Bahasa mandarin merupakan salah satu bahasa yang paling sering bei digunakan di dunia ini. Dalam pengertian luas, Mandarin berarti 北

Lebih terperinci

SINTAKSIS. Sintaksis adalah menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. B. KATA SEBAGAI SATUAN SINTAKSIS

SINTAKSIS. Sintaksis adalah menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. B. KATA SEBAGAI SATUAN SINTAKSIS SINTAKSIS Sintaksis adalah menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. A. STRUKTUR SINTAKSIS Untuk memahami struktur sintaksis, terlebih dahulu kita harus Mengetahui fungsi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus dari pengamat bahasa. Hal ini dikarenakan nominalisasi mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus dari pengamat bahasa. Hal ini dikarenakan nominalisasi mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nominalisasi sebagai salah satu fenomena kebahasaan, mesti mendapatkan perhatian khusus dari pengamat bahasa. Hal ini dikarenakan nominalisasi mempunyai peran yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Wolio yang selanjutnya disingkat BW adalah salah satu bahasa daerah yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa Kerajaan Kesultanan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan konsep atau hasil-hasil penelitian yang ditemukan oleh peneliti terdahulu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan alat untuk berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan alat untuk berinteraksi dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan alat untuk berinteraksi dengan orang lain. Oleh karena itu, bahasa adalah alat yang digunakan sebagai sarana interaksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. diuraikan, diperlukan sejumlah teori yang menjadi kerangka landasan di dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. diuraikan, diperlukan sejumlah teori yang menjadi kerangka landasan di dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka Untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam membahas masalah yang diuraikan, diperlukan sejumlah teori yang menjadi kerangka landasan di dalam

Lebih terperinci

BAB 4 UNSUR-UNSUR BAHASA INGGRIS YANG MUNCUL DALAM CAMPUR KODE

BAB 4 UNSUR-UNSUR BAHASA INGGRIS YANG MUNCUL DALAM CAMPUR KODE BAB 4 UNSUR-UNSUR BAHASA INGGRIS YANG MUNCUL DALAM CAMPUR KODE 4.1 Pengantar Bagian ini akan membicarakan analisis unsur-unsur bahasa Inggris yang masuk ke dalam campur kode dan membahas hasilnya. Analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhasil menerjemahkan suatu teks dari bahasa sumber ke bahasa sasaran jika ia

BAB I PENDAHULUAN. berhasil menerjemahkan suatu teks dari bahasa sumber ke bahasa sasaran jika ia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Proses penerjemahan bahasa sumber terhadap bahasa sasaran bukanlah merupakan suatu hal yang mudah untuk dilakukan. Seorang penerjemah dikatakan berhasil menerjemahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alat untuk menyampaikan gagasan, pikiran, maksud, serta tujuan kepada orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. alat untuk menyampaikan gagasan, pikiran, maksud, serta tujuan kepada orang lain. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berkomunikasi merupakan suatu kegiatan yang mempergunakan bahasa sebagai alat untuk menyampaikan gagasan, pikiran, maksud, serta tujuan kepada orang lain.

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. temuan dan hasil analisis. Subbab kedua membahas mengenai saran-saran dari

BAB V PENUTUP. temuan dan hasil analisis. Subbab kedua membahas mengenai saran-saran dari 128 BAB V PENUTUP Pembahasan terakhir dalam tulisan ini mengenai simpulan dan saran. Bab ini terdiri atas dua subbab. Subbab pertama membahas mengenai simpulan dari temuan dan hasil analisis. Subbab kedua

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembicaraan tentang kohesi tidak akan terlepas dari masalah wacana karena kohesi memang merupakan bagian dari wacana. Wacana merupakan tataran yang paling besar dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan sarana berkomunikasi yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Peranan bahasa sangat membantu manusia dalam menyampaikan gagasan, ide, bahkan pendapatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hyde mulai dari masa anak-anak hingga dewasa, yang awalnya ingin menjadi. seorang komikus kemudian beralih menjadi seorang pemusik.

BAB I PENDAHULUAN. Hyde mulai dari masa anak-anak hingga dewasa, yang awalnya ingin menjadi. seorang komikus kemudian beralih menjadi seorang pemusik. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Autobiografi atau otobiografi adalah sebuah biografi atau riwayat hidup yang ditulis oleh pemiliknya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia otobiografi adalah riwayat

Lebih terperinci

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK Nama : Wara Rahma Puri NIM : 1402408195 BAB 5 TATARAN LINGUISTIK 5. TATARAN LINGUISTIK (2): MORFOLOGI Morfem adalah satuan gramatikal terkecil yang mempunyai makna. 5.1 MORFEM Tata bahasa tradisional tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Kridalaksana, 1982: 17). Dalam ilmu pengetahuan, bahasa merupakan objek

BAB I PENDAHULUAN. (Kridalaksana, 1982: 17). Dalam ilmu pengetahuan, bahasa merupakan objek BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan sistem lambang yang arbitrer yang dipergunakan oleh suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi dan mengidentifikasikan diri (Kridalaksana,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengantar Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah menjadi suatu wilayah yang kompleks masyarakatnya. Keadaan ini terjadi karena sekarang semakin

Lebih terperinci

ANALISIS WACANA CELATHU BUTET PADA SURAT KABAR SUARA MERDEKA: TINJAUAN DARI SEGI KULTURAL, SITUASI, SERTA ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL SKRIPSI

ANALISIS WACANA CELATHU BUTET PADA SURAT KABAR SUARA MERDEKA: TINJAUAN DARI SEGI KULTURAL, SITUASI, SERTA ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL SKRIPSI ANALISIS WACANA CELATHU BUTET PADA SURAT KABAR SUARA MERDEKA: TINJAUAN DARI SEGI KULTURAL, SITUASI, SERTA ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Memperoleh

Lebih terperinci

2. Punya pendirian, peduli sesama, berkomitmen dan bisa bertanggung jawab. Menurut aku, gentleman punya sifat yang seperti itu. Kalau punya pacar, dia

2. Punya pendirian, peduli sesama, berkomitmen dan bisa bertanggung jawab. Menurut aku, gentleman punya sifat yang seperti itu. Kalau punya pacar, dia VERBA PREDIKAT BAHASA REMAJA DALAM MAJALAH REMAJA Renadini Nurfitri Abstrak. Bahasa remaja dapat dteliti berdasarkan aspek kebahasaannya, salah satunya adalah mengenai verba. Verba sangat identik dengan

Lebih terperinci

KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257

KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257 KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI - 13010113140096 FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257 1. INTISARI Semiotika merupakan teori tentang sistem

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengantar Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan makna gramatikal. Untuk menjelaskan konsep afiksasi dan makna, penulis memilih pendapat dari Kridalaksana

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa concord adalah aturan gramatikal

BAB V PENUTUP. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa concord adalah aturan gramatikal BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa concord adalah aturan gramatikal yang wajib diketahui dan dipenuhi yang terdapat pada bahasa Arab dan bahasa Inggris atau bahasa-bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selanjutnya dalam Alquran Surat Almujadilah ayat 11 dijelaskan bahwa,

BAB I PENDAHULUAN. Selanjutnya dalam Alquran Surat Almujadilah ayat 11 dijelaskan bahwa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sejak zaman dahulu, bahasa adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia. Bahasa senantiasa hadir dan dihadirkan. Ia berada dalam diri

Lebih terperinci