HUBUNGAN MODAL SOSIAL DENGAN KEMISKINAN MASYARAKAT NELAYAN DI DESA PANIMBANG JAYA, PANDEGLANG MUHAMMAD IQBAL HANAFRI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HUBUNGAN MODAL SOSIAL DENGAN KEMISKINAN MASYARAKAT NELAYAN DI DESA PANIMBANG JAYA, PANDEGLANG MUHAMMAD IQBAL HANAFRI"

Transkripsi

1 HUBUNGAN MODAL SOSIAL DENGAN KEMISKINAN MASYARAKAT NELAYAN DI DESA PANIMBANG JAYA, PANDEGLANG MUHAMMAD IQBAL HANAFRI PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Hubungan Modal Sosial dengan Kemiskinan Masyarakat Nelayan di Desa Panimbang Jaya, Pandeglang adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Januari 2009 Muhammad Iqbal Hanafri NIM C

3 ABSTRAK MUHAMMAD IQBAL HANAFRI. Hubungan Modal Sosial dengan Kemiskinan Masyarakat Nelayan di Desa Panimbang Jaya, Pandeglang. Dibimbing oleh ARIF SATRIA dan YATRI INDAH KUSUMASTUTI. Implementasi program-program pembangunan yang telah dilakukan oleh pemerintah khususnya pada masyarakat nelayan ternyata masih banyak menuai kegagalan. Perspektif umum penyebab kegagalan adalah karena faktor struktural, dimana ada kesalahan eksternal sehingga menghambat mobilitas vertikal mereka. Sedangkan perspektif lainnya yang sekarang sedang berkembang adalah modal sosial yang merupakan bagian dari faktor kultural. Hal ini lebih mengarah kepada internal dari masyarakat nelayan itu sendiri, yaitu sikap dan sifat mereka yang dapat menghambat pembangunan yang ada, khususnya di Desa Panimbang Jaya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik modal sosial, karakteristik kemiskinan/kesejahteraan dan hubungan di antara variabelvariabel modal sosial dengan variabel kemiskinan. Dimana variabel modal sosial dipecah lagi menjadi beberapa variabel yaitu partisipasi sosial masyarakat di dalam komunitas, tingkat resiprositas dan proaktiviti di dalam kegiatan sosial dan sebagainya. Kemudian ke semua variabel dianalisis sehingga diketahui karakteristiknya, serta digunakan korelasi Spearman Rank dan uji z untuk mengetahui variabel apakah yang paling berpengaruh terhadap variabel kemiskinan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masyarakat nelayan di Desa Panimbang Jaya memiliki karakteristik modal sosial yang cukup baik, yaitu tergolong dalam kategori sedang dan tinggi. Kecuali, pada variabel partisipasi sosial masyarakat di dalam komunitas dan variabel partisipasi dan keanggotaan kelompok di luar komunitas rata-rata berada pada kategori rendah dan sedang. Sedangkan karakteristik pada variabel kemiskinan menunjukkan bahwa kondisi rata-rata kesejahteraan masyarakatnya berada pada kategori sedang. Kemudian hasil korelasi yang ada menjelaskan bahwa korelasi yang signifikan dari sekian variabel modal sosial adalah variabel partisipasi dan keanggotan kelompok di luar komunitas terhadap variabel kemiskinan. Koefisien korelasi yang ada sebesar 0,434 yang termasuk dalam kategori sedang. Hal ini mengindikasikan perlunya peningkatan partisipasi nelayan khususnya terhadap keikutsertaannya terhadap asosiasi dan organisasi yang ada khususnya yang mempunyai potensi jaringan ke luar, dengan demikian akses yang ada diharapkan menjadi lebih meningkat dan nantinya berdampak pula pada peningkatan tingkat kesejahteraan rata-rata mereka (kemiskinan berkurang).

4 Hak Cipta milik Muhammad Iqbal Hanafri, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotocopy, microfilm dan sebagainya.

5 HUBUNGAN MODAL SOSIAL DENGAN KEMISKINAN MASYARAKAT NELAYAN DI DESA PANIMBANG JAYA, PANDEGLANG SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor Oleh : MUHAMMAD IQBAL HANAFRI C PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

6 SKRIPSI Judul Skripsi Nama Mahasiswa Nomor Pokok Departemen : Hubungan Modal Sosial dengan Kemiskinan Masyarakat Nelayan di Desa Panimbang Jaya, Pandeglang : Muhammad Iqbal Hanafri : C : Sosial Ekonomi Perikanan dan Kelautan Disetujui, Pembimbing I Pembimbing II Dr. Arif Satria, S.P., M.Si. Ir. Yatri Indah Kusumastuti, M.Si. NIP NIP Mengetahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc. NIP Tanggal Lulus : 23 Januari 2009

7 PRAKATA Bismillaahirrahmaanirrahiim, Segala puji bagi Allah Yang Esa, Yang Maha Perkasa, Maha Mulia lagi Maha Pengampun. Dia-lah yang menggantikan siang dengan malam sebagai pengingat bagi orang-orang yang mau berfikir dan memiliki mata hati. Dia-lah Allah, yang menjadikan manusia mau bersikap zuhud, mengisi waktunya dengan ibadah, zikir dan merenungkan segala ciptaan-nya. Alhamdulillah, skripsi ini merupakan hasil penelitian penulis yang berjudul Hubungan Modal Sosial dengan Kemiskinan Masyarakat Nelayan di Desa Panimbang Jaya, Pandeglang, sebagai tugas akhir dalam menyelesaikan pendidikannya pada Program Studi Sosial Ekonomi Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Dengan selesainya skripsi ini penulis ingin menyampaikan terima kasih sedalam-dalamnya kepada Dr. Arif Satria, S.P., M.Si., selaku ketua dosen pembimbing skripsi atas segala arahannya kepada penulis, Ir. Yatri Indah Kusumastuti, M.Si., komisi pembimbing skripsi yang juga selalu memberi masukan yang bernilai dan Dr. Ir. Achmad Fahrudin, M.Si., pembimbing akademik yang memberikan masukan dan semangat kepada penulis, serta kepada semua dosen SEI dan rekan-rekan Sosial Ekonomi Perikanan khususnya angkatan 40 dan 41 atas masukan plus bantuannya. Hanya kepada Allah saya berserah diri dan menyerahkan segala urusan. Cukuplah Allah sebagai tempat berserah diri karena Dia sebaik-baik tempat berserah diri. Tiada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah Yang Maha Mulia dan Maha Bijaksana. Bogor, Januari 2009 Muhammad Iqbal Hanafri

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta tanggal 18 April 1985 dari Ayah Harun Handono dan Ibu Afrida Susiawati. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Tahun 2003 penulis lulus dari SMU Budi Luhur dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Program Studi Manajemen Bisnis dan Ekonomi Perikanan-Kelautan, Departemen Sosial Ekonomi Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten mata kuliah Ekologi Perairan pada tahun ajaran 2005/2006, serta mata kuliah Pendidikan Agama Islam pada tahun ajaran 2005/2006. Kegiatan organisasi yang diikuti semasa kuliah adalah sebagai Staff Departemen PSDM Forum Keluarga Muslim FPIK-IPB (FKM-C) periode 2003/2004, Sekretaris Umum FKM-C periode 2004/2005, Staff Marketing Himpunan Mahasiswa Sosial Ekonomi Perikanan- Kelautan (HIMASEPA) periode 2004/2005, Ketua Departemen PSDM HIMASEPA periode 2005/2006 dan Staff Departemen Kebijakan Nasional Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa IPB (BEM KM IPB) periode 2005/2006. Pada tahun 2006 penulis menjadi finalis Pekan Ilmiah Mahasiswa Tingkat Nasional ke 19 (PIMNAS XIX) di Universitas Muhammadiyah Malang dengan judul Pembuatan Prototipe Alat Pengering Rumput Laut Berbasis Tenaga Surya Hybrid Sistem Portable.

9 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Pembatasan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Manfaat Praktis Manfaat Teoritis... 7 II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Modal Sosial Unsur-unsur Pokok Modal Sosial Partisipasi dalam Suatu Jaringan Resiprocity Trust Norma Sosial Nilai-nilai Tindakan yang Proaktif Sumber-sumber Modal Sosial Value Introjection The Dinamic of Group Affiliation Bounded Solidarity Enforceable Trust Tipologi Modal Sosial Modal Sosial Terikat Modal Sosial yang Menjembatani Modal Sosial yang Berhubungan Kemiskinan Nelayan Ukuran Kemiskinan Kemiskinan Kultural dan Struktural Masyarakat Nelayan Hipotesis Penelitian III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI IV. METODOLOGI Metode Penelitian Jenis dan Sumber Data... 28

10 4.3. Populasi dan Sampel Populasi Sampel Instrumen Penelitian Variabel Modal Sosial Variabel Kemiskinan Analisis Data Lokasi dan Waktu Penelitian Keterbatasan Penelitian Definisi Operasional V. HASIL Keadaan Geografis Demografi Jumlah Penduduk Mata Pencaharian Agama dan Kepercayaan Pendidikan Potensi Perikanan VI. PEMBAHASAN Karakteristik Modal Sosial Nelayan Tingkat/level Variabel Partisipasi Sosial Masyarakat di Dalam Komunitas Tingkat/level Variabel Resiprositas dan Proaktiviti di Dalam Kegiatan Sosial Tingkat/level Variabel Perasaan Saling Mempercayai dan Rasa Aman Tingkat/level Variabel Jaringan dan Koneksi Dalam Komunitas Tingkat/level Variabel Jaringan dan Koneksi Antar Teman dan Keluarga Tingkat/level Variabel Toleransi dan Kebhinekaan Tingkat/level Variabel Nilai Hidup dan Kehidupan Tingkat/level Variabel Koneksi/Jaringan Kerja di Luar Komunitas Tingkat/level Variabel Partispasi dan Keanggotaan Kelompok di Luar Komunitas Karakteristik Kemiskinan Nelayan Korelasi Variabel-variabel Modal Sosial dan Variabel Kemiskinan VII. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 92

11 DAFTAR TABEL Halaman 1. Kontinum Modal Sosial Social Capital : Bonding and Bridging Ringkasan Metode Identifikasi Kemiskinan Indikator Modal Sosial Indikator Kesejahteraan Peubah-peubah yang Digunakan dalam Korelasi Antara Variabel- Modal Sosial Terhadap Kemiskinan Luas Desa Binaan Kecamatan Panimbang, Tahun Jumlah Kepala Keluarga dan Jumlah Penduduk, Tahun Mata Pencaharian Penduduk di Kecamatan Panimbang, Tahun Komposisi Agama dan Kepercayaan Masyarakat Panimbang, Tahun Institusi Pendidikan Formal di Kecamatan Panimbang, Tahun Data Produksi Budidaya Laut dan Penangkapan, Kabupaten Pandeglang Rekapitulasi Tingkat Partisipasi Sosial Masyarakat di Dalam Komunitas Rekapitulasi Tingkat Resiprositas dan Proaktiviti di Dalam Kegiatan Sosial Rekapitulasi Tingkat Perasaan Saling Mempercayai dan Rasa Aman Rekapitulasi Tingkat Jaringan dan Koneksi Dalam Komunitas Rekapitulasi Tingkat Jaringan dan Koneksi Antar Teman dan Keluarga Rekapitulasi Tingkat Toleransi dan Kebhinekaan Rekapitulasi Tingkat Nilai Hidup dan Kehidupan Rekapitulasi Tingkat Koneksi/Jaringan Kerja di Luar Komunitas Rekapitulasi Tingkat Partisipasi dan Keanggotaan Kelompok di Luar Komunitas Korelasi Variabel-variabel Modal Sosial dan Variabel Kemiskinan... 80

12 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Interaksi di antara Bentuk-bentuk Modal/Capital Kohesi Sosial : Penggabungan dari Bonding, Bridging dan Linking Social Capital Kerangka Penelitian Hubungan Modal Sosial dengan Kemiskinan Masyarakat Nelayan di Desa Panimbang Jaya, Pandeglang Skema Konstelasi Hubungan Antara Variabel Modal Sosial Terhadap Variabel Kemiskinan Nelayan Proses Analisis Data Penelitian Peta Lokasi Penelitian (Desa Panimbang Jaya, Kecamatan Panimbang, Kabupaten Pandeglang, Banten) Grafik Tingkat Pendapatan Rata-rata/Bulan Grafik Tingkat Pengeluaran Rata-rata/Bulan Grafik Tingkat Pendidikan Rata-rata Grafik Tingkat Kondisi Rumah Grafik Tingkat Fasilitas Rumah... 78

13 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Kuisioner Penelitian Input Data Uji Coba & Penelitian Validitas dan Reliabilitas Uji Coba Validitas dan Reliabilitas Penelitian Dokumentasi Penelitian

14 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, dimana dua per tiga wilayahnya merupakan daerah perairan. Terletak pada garis khatulistiwa, Indonesia mempunyai banyak keistimewaan, yaitu terdapat beragamnya sumberdaya hayati dan non hayati. Indonesia mempunyai perairan teritorial dengan luas 3,1 juta km 2, selain itu Indonesia juga memiliki hak pengelolaan dan pemanfaatan ikan di zona ekonomi ekslusif (ZEE) dengan luas 2,7 juta km 2. Dengan demikian, Indonesia dapat memanfaatkan sumberdaya alam hayati dan nonhayati di perairan yang luasnya sekitar 5,8 juta km 2 (Nikijuluw. 2002). Salah satu sumberdaya hayati terbesar yang dimiliki oleh Indonesia adalah sumberdaya perikanan yang melimpah. Sumberdaya perikanan ini merupakan sumberdaya yang memiliki potensi yang besar dalam pembangunan nasional. Akan tetapi, dengan melimpah-nya sumberdaya perikanan bagi Indonesia ternyata masih belum mampu untuk mensejahterakan masyarakatnya. Hal inilah yang menjadi pertanyaan besar bagi bangsa Indonesia, sangat ironis apabila membandingkan antara kekayaan yang melimpah dengan hasil pembangunan yang minim. Masih banyak kemiskinan yang terjadi pada masyarakat nelayan, meningkatnya kriminalitas dalam masyarakat, investasi yang sulit berkembang, serta program-program pemerintah yang berjalan tidak optimal sehingga seakanakan pembangunan terasa seperti berjalan di tempat. Program-program pemerintah yang diperuntukkan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan juga masih belum optimal, baik pada masa pemerintahan Orde Baru sampai saat ini, seperti pengembangan program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) dan mengalirnya program Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang merupakan subsidi atas kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang juga masih banyak tanda tanya. Hal ini dikarenakan, pendekatan yang dilakukan lebih bersifat struktural dan mengabaikan variabelvariabel kultural yang sedang dan terus berkembang di masyarakat. Akibatnya,

15 2 program tersebut mengalami hambatan pada tataran implementasi yang seringkali tidak diungkapkan oleh pemerintah (Solihin dkk. 2005). Keinginan pemerintah pusat untuk membangun daerah-daerah khususnya pesisir sebenarnya tidak pernah surut. Akan tetapi, sangat disayangkan ternyata setiap program-program yang dijalankan banyak menuai hasil yang mengecewakan. Hal itu dikarenakan, pemerintah pusat lebih memfokuskan perhatian terhadap bagaimana caranya mengalirkan sumber dana untuk membangun daerah pesisir, sedangkan bagaimana tahapan sampainya dana ke masyarakat atau bagaimana pengoptimalan dana dari setiap program atau proyek pembangunan pesisir masih kurang diperhatikan. Oleh karena itu, saat ini mulailah berkembang perspektif social capital (modal sosial) yang didalamnya merupakan komponen kultural bagi kehidupan masyarakat modern. Dimana perspektif ini lebih menekankan kepada kebersamaan dan energi kelompok dalam suatu masyarakat. Unsur-unsur utama yang terkandung dalam modal sosial seperti partisipasi dalam suatu jaringan, resiprocity (imbal balik/membantu orang lain), trust (rasa saling mempercayai), norma sosial, nilai-nilai serta tindakan yang proaktif (Hasbullah. 2006). Unsurunsur tersebut tentunya akan mempengaruhi dan menunjang segala aktivitas dari suatu masyarakat khususnya dalam implementasi pembangunan. Di dunia perikanan misalnya, masyarakat nelayan masih banyak yang hidup dibawah garis kemiskinan. Salah satu penyebabnya adalah karena akses antara masyarakat nelayan dengan pemerintah masih sangat dibatasi dengan jaringan yang minim atau ketidakberdayaan mereka untuk melobi pemerintah. Kemudian mungkin juga dipengaruhi oleh trust (rasa saling mempercayai) diantara para nelayan yang sudah mulai luntur, sehingga memicu untuk terjadinya tindakan yang bersifat individualistik yang tentunya melemahkan unsur kebersamaan untuk mencapai tujuan dan kemajuan bersama, serta faktor kultural lainnya. Padahal, adanya kebersamaan itu amat diperlukan sebagai salah satu obat penawar kekurangberhasilan pemerintah dalam mengatasi ketakmampuan dan kemiskinan (Ritonga. 2007). GBHN 2000 diacu dalam Kemalasari (2005) menyebutkan bahwa pembangunan perikanan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional

16 3 diarahkan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia perikanan dan pendapatan nelayan/pembudidaya ikan melalui optimalisasi pemanfaatan sumberdaya perikanan dengan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi, menyediakan kebutuhan protein hewani, menyediakan lapangan kerja, meningkatkan devisa negara melalui penyediaan ekspor serta mementingkan kelestarian sumberdaya perikanan dan lingkungan hidup. Kemudian misi pembangunan dalam Undang-Undang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJP) tahun , yaitu : (1) mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila, (2) mewujudkan bangsa yang berdaya saing, (3) mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum, (4) mewujudkan Indonesia aman, damai dan bersatu, (5) mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkedilan, (6) mewujudkan Indonesia asri dan lestari, (7) mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat dan berbasiskan kepentingan nasional dan (8) mewujudkan Indonesia berperan penting dalam pergaulan dunia internasional. Berdasarkan GBHN 2000 dan RPJP itulah, implementasi program pemerintah perlu didukung khususnya dengan cara memperkuat tatanan modal sosial di dalam masyarakat nelayan sehingga akan mempercepat laju pembangunan. Terjadi kelambatan pembangunan pada masyarakat nelayan di berbagai daerah di Indonesia perlu ditelaah lebih lanjut. Khususnya masyarakat nelayan di daerah Panimbang-Pandeglang, dimana komunitas nelayan disana mempunyai permasalahan yang kompleks. Beragamnya program-program pemerintah yang terus dilancarkan untuk daerah tersebut masih saja belum terlihat hasilnya. Dalam hal ini DKP (Departemen Kelautan dan Perikanan) sudah berupaya untuk mengadakan bermacam-macam program pemberdayaan. Seperti yang telah dijelaskan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Pandeglang (1999) diacu dalam Kemalasari (2005) bahwa pembangunan perikanan di Kabupaten Pandeglang merupakan bagian dari pembangunan daerah sesuai dengan pola dasar pembangunan perikanan Provinsi Banten serta pembangunan pertanian secara keseluruhan. Prasarana perikanan yang baik dan memadai merupakan salah satu pendukung pembangunan subsektor perikanan di Kabupaten Pandeglang,

17 4 sehingga dapat memberikan kemudahan-kemudahan bagi nelayan untuk melaksanakan kegiatan usahanya yang akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraannya. Oleh karena itu, penting untuk menganalisis modal sosial masyarakat pesisir dalam menunjang pembangunan perikanan khususnya terhadap kemiskinan, disamping suplai melalui program-program yang terus digulirkan pemerintah. Hal-hal yang berkaitan terhadap interaksi dalam masyarakat yang kemudian melahirkan modal sosial itu sendiri, seperti yang sering ditunjukkan akhir-akhir ini tentang keadaan masyarakat cukup miris, dimana faktor kultural mulai menunjukkan indikasi melemah, semangat gotong royong mulai menghilang, kebersamaan yang menjadi individualistik, keengganan untuk berpartisipasi, bergaul dan sebagainya. Dengan demikian, diharapkan dengan adanya penelitian ini mampu terungkap seberapa besar faktor kultural (dalam hal ini modal sosial) akan mempengaruhi suatu kinerja dalam upaya-upaya pembangunan, tentunya dengan harapan adanya pengentasan kemiskinan juga sebagai efek luasnya Rumusan Masalah Desa Panimbang Jaya yang berada di Kabupaten Pandeglang merupakan salah satu daerah pesisir yang sebagian besar masyarakatnya hidup sebagai nelayan. Proses-proses yang terjadi dalam kegiatan sehari-hari masyarakatnya cukup kompleks, khususnya aktivitas masyarakatnya yang sebagian besar adalah sebagai nelayan. Masyarakat nelayan yang tinggal di daerah ini banyak yang masih berada dibawah garis kemiskinan. Hal itu terlihat dari rumah-rumah yang kurang layak dan masih belum memperhatikan sanitasi atau kebersihan lingkungannya. Sisi implementasi program-program pemerintah yang berada di daerah Desa Panimbang Jaya ini perlu diungkap lebih dalam, khususnya yang berhubungan dengan aspek culture, yaitu modal sosial. Hal ini cukup penting, karena faktor-faktor keberhasilan suatu pembangunan tidak semata-mata karena faktor struktural saja. Faktor trust (rasa saling percaya) antar masyarakat saja sudah secara nyata memberikan gambaran bahwa masyarakat dengan tingkat trust

18 5 yang tinggi maka mereka akan merasa nyaman berada di lingkungannya, percaya kepada setiap orang, organisasi/perkumpulan dan sebagainya. Francis Fukuyama (1995, 2002) diacu dalam Hasbullah (2006) menempatkan Jepang sebagai negara yang memiliki high-trust. Kemajuankemajuan yang dicapai oleh Jepang menurutnya tidak terlepas dari tingginya rasa saling mempercayai pada setiap individu masyarakat. Di samping dimensi kepercayaan, masyarakat Jepang juga sangat dikenal di seluruh dunia sebagai masyarakat yang sangat kuat kecenderungannya untuk hidup berkelompok dalam suatu asosiasi. Persoalan yang dihadapi Indonesia adalah lambannya gerak perkembangan bangsa ini menuju masyarakat yang kuat, modern, produktif, kompetitif dan terbebas dari kemiskinan. Kebijakan pembangunan di berbagai sektor telah dilakukan dan dengan semangat yang cukup tinggi. Hasilnya, lebih banyak menemui kendala dan dalam beberapa hal mengalami kegagalan dibanding keberhasilan. Hal ini kuat dugaan, berkaitan dengan belum tertariknya berbagai pihak pada dimensi sosio-kultural sebagai bagian yang menentukan kegagalan atau keberhasilan pembangunan (Hasbullah. 2006). Terlebih lagi masyarakat nelayan, dimana kondisinya sebagian besar cukup menyedihkan. Luasnya pembahasan mengenai aspek modal sosial yang ada, maka penelitian ini diarahkan pada perumusan, yaitu: 1) Bagaimana karakteristik modal sosial pada masyarakat nelayan 2) Bagaimana karakteristik kemiskinan/kesejahteraan masyarakat nelayan 3) Mengetahui apakah terdapat hubungan antara variabel-variabel modal sosial dan kemiskinan pada masyarakat nelayan di Desa Panimbang Jaya, Pandeglang Pembatasan Masalah Melihat uraian pada latar belakang dan rumusan masalah di atas, permasalahan yang berkaitan dengan adanya hubungan sebab akibat dari unsur culture terhadap kemiskinan cukup kompleks. Oleh karena itu, mengingat adanya keterbatasan yang menjadi kendala peneliti, maka penelitian ini hanya akan mengungkap unsur culture yang diduga cukup kuat berdasarkan penelitian-

19 6 penelitian sebelumnya, yaitu adalah unsur social capital (meliputi partisipasi dalam suatu jaringan, resiprocity, trust, norma sosial, nilai-nilai serta adanya tindakan yang proaktif). Dengan demikian, diharapkan variabel-variabel yang diduga berperan positif terhadap kemiskinan nelayan bisa terungkap Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang dan perumusan masalah diatas, secara umum tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah : 1) Mengetahui karakteristik modal sosial pada masyarakat nelayan 2) Mengetahui karakteristik kemiskinan/kesejahteraan masyarakat nelayan 3) Mengetahui hubungan diantara variabel-variabel modal sosial dengan kemiskinan pada masyarakat nelayan di Desa Panimbang Jaya, Pandeglang. Sedangkan tujuan operasional penelitian yang ingin dicapai adalah untuk menguji dan mengkaji apakah hubungan berarti, baik langsung maupun tak langsung dari variabel bebas terhadap variabel terikat, yaitu : 1) Hubungan antara partisipasi sosial masyarakat di dalam komunitas terhadap kemiskinan. 2) Hubungan antara tingkat resiprositas dan proaktiviti di dalam kegiatan sosial terhadap kemiskinan. 3) Hubungan antara perasaan saling mempercayai dan rasa aman terhadap kemiskinan. 4) Hubungan antara jaringan dan koneksi dalam komunitas terhadap kemiskinan. 5) Hubungan antara jaringan dan koneksi antar teman dan keluarga terhadap kemiskinan. 6) Hubungan antara toleransi dan kebhinekaan terhadap kemiskinan. 7) Hubungan antara nilai hidup dan kehidupan terhadap kemiskinan. 8) Hubungan antara koneksi/jaringan kerja di luar komunitas terhadap kemiskinan. 9) Hubungan antara partisipasi dan keanggotaan kelompok di luar komunitas terhadap kemiskinan.

20 Manfaat Penelitian Manfaat Praktis a) Dengan diketahuinya interaksi dalam masyarakat nelayan baik kehidupan masyarakatnya secara umum, kehidupan sehari-hari nelayannya, serta aktivitas lainnya mengenai modal sosial yang ada, kita bisa menilai seberapa besar faktor kultural akan mempengaruhi tingkat kemiskinan khususnya dalam upaya pembangunan perikanan di Kecamatan Panimbang, sehingga bisa bermanfaat untuk mengetahui bagaimana cara pengembangan modal sosial yang tepat (apakah dengan mengoptimalkan pendidikan formal/informal, implementasi kegiatan keagamaan, membentuk asosiasi dan lainnya). b) Dengan diketahuinya hubungan antara modal sosial dengan kemiskinan yang ada, akan bermanfaat untuk masukan alternatif bagi para pengambil keputusan terhadap implementasi program di masyarakat pesisir dimana faktor kultural juga perlu diperhatikan, khususnya dalam pengentasan kemiskinan masyarakat nelayan Manfaat Teoritis Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan ilmu modal sosial terutama pada aspek kehidupan masyarakat nelayan, dengan demikian akan diketahui bagaimana modal sosial yang ada pada masyarakat nelayan, apa saja yang menjadi kelebihan dan kekurangannya, serta kondisi dan faktor-faktor apakah yang menentukan besaran tingkat modal sosial yang ada, sehingga dapat menjadi masukan terhadap daerah masyarakat nelayan lainnya.

21 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Modal Sosial Social capital atau modal sosial secara sederhana bisa didefinisikan sebagai serangkaian nilai-nilai atau norma-norma informal yang dimiliki bersama diantara para anggota suatu kelompok yang memungkinkan terjalinnya kerjasama diantara mereka (Fukuyama. 2002). Cohen dan Prusak (2001) diacu dalam Hasbullah (2006) memberikan pengertian bahwa modal sosial sebagai stok dari hubungan yang aktif antar masyarakat. Setiap pola hubungan yang terjadi diikat oleh kepercayaan (trust), kesaling pengertian (mutual understanding) dan nilainilai bersama (shared value) yang mengikat anggota kelompok untuk membuat kemungkinan aksi bersama dapat dilakukan secara efisien dan efektif. Berdasarkan penjelasan diatas, dapat dikatakan bahwa modal sosial merupakan salah satu elemen penting di dalam kehidupan. Beberapa unsur pembentuknya di dalam kehidupan bersosial, menjadi titik balik dari berbagai aktivitas interaksi baik di dalam suatu masyarakat itu sendiri, asosiasi-asosiasi dan sebagainya. Modal sosial, khususnya pada masyarakat pesisir merupakan suatu refleksi dari seberapa besar efek modal sosial mempengaruhi interaksi di dalam kehidupan mereka. Semakin besar eksternalitas positif yang ditimbulkan, maka akan semakin baik pula dampak yang akan terjadi. Masyarakat, saat ini sebagian besar banyak yang sudah mulai luntur tingkat kebersamaannya. Interaksi yang terjadi di dalamnya sudah kurang mencerminkan budaya kebersamaan (walaupun tidak semuanya). Dahulu, sering diadakan acara seperti gotong royong, arisan dan sebagainya yang tujuannya adalah mengikat tali silaturahmi. Begitu pula dengan masyarakat pesisir, mungkin masih banyak lagi komponen positif dari modal sosial yang saat ini telah luntur. Sementara itu, Bank Dunia (1999) diacu dalam Hasbullah mendefinisikan modal sosial sebagai sesuatu yang merujuk ke dimensi institusional, hubunganhubungan yang tercipta dan norma-norma yang membentuk kualitas dan kuantitas hubungan sosial dalam masyarakat. Modal sosial bukan sekedar deretan jumlah institusi atau kelompok yang menopang (underpinning) kehidupan sosial,

22 9 melainkan dengan spektrum yang lebih luas, yaitu sebagai perekat (social glue) yang menjaga kesatuan anggota kelompok secara bersama-sama. Dengan demikian, saat ini penting sekali adanya asosiasi-asosiasi untuk membentuk kebersamaan yang ada. Akan tetapi tidak hanya sekedar itu saja, disamping adanya asosiasi, perlu juga ditanamkan modal sosial seperti yang dijelaskan diatas. Dimana dimensi modal sosial yang memang merupakan kultur positif tetap dipertahankan. Saat ini, kebanyakan masyarakat terbawa arus individualistik dalam berbagai aktivitas kehidupannya. Masyarakat pesisir yang berada di Panimbang-Banten dapat dijadikan contoh mengenai aktivitas masyarakat dan nelayannya. Umumnya masyarakat pesisir di Indonesia tidak jauh berbeda antara satu daerah dengan yang lainnya (dipandang dari banyak faktor, seperti pendidikan, sanitasi lingkungan, kapal, alat tangkap yang digunakan dan sebaginya). Aktivitas yang dilakukan oleh masyarakatnya cukup kompleks. Oleh karena itu, penting untuk mencermati berbagai informasi yang mendalam dari kehidupannya khususnya dalam hal interaksi dan aktivitas nelayannya. Hal ini akan diteliti lebih lanjut, karena dengan adanya modal sosial dengan lebih banyak eksternalitas positif, maka secara otomatis bisa disimpulkan masyarakat tersebut sudah mempunyai tingkatan modal sosial yang tinggi, yang nantinya akan menjadi perekat (social glue) yang menjaga kesatuan anggota kelompok secara bersamasama. James Coleman (1988) diacu dalam Wafa (2003) yang telah melakukan pengkajian partisipatoris di Chicago, mendefinisikan social capital berdasarkan fungsinya, yaitu aspek-aspek struktur sosial dimana aktor dapat menggunakan sebagai sumberdaya untuk mencapai kepentingannya. Aspek-aspek struktur sosial yang dimaksud mengarah pada keterlibatan kewajiban dan harapan, saluran informasi, norma-norma dan sanksi efektif yang dapat mendukung hubungan antar manusia. Nilai-nilai dan norma-norma itu pada dirinya sendiri tidak menghasilkan social capital, karena nilai-nilai itu mungkin merupakan nilai yang salah (Fukuyama. 2002). Jadi, seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa modal sosial bukan sekedar kumpulan suatu elemen penting dalam interaksi sosial, tetapi lebih dari itu. Elemen-elemen pembentuk modal sosial di dalam suatu masyarakat juga

23 10 harus unsur pembentuk yang menghasilkan eksternalitas positif. Oleh karena itu, penting untuk memunculkan elemen modal sosial di dalam masyarakat. Menurut Serageldin diacu dalam Cullen (2001) modal sosial juga dapat memfasilitasi pertemuan antara tujuan ekonomi, sosial dan ekologi serta pengaruhnya antar mereka. Semakin tinggi modal sosial yang ada maka akan semakin kuat juga terhadap pertumbuhan nilai ekonomi, sosial dan ekologinya, demikian juga sebaiknya. Tujuan ekonomi Pertumbuhan/efisiensi Modal fisik dan keuangan Tujuan sosial Kemiskinan/keadilan Modal manusia Modal sosial dapat memfasilitasi pertemuan tujuan-tujuan ini Tujuan ekologi Sumberdaya alam Manajemen Modal alam Gambar 1. Interaksi di antara Bentuk-bentuk Modal/Capital (Serageldin diacu dalam Cullen. 2001) Selanjutnya, besar atau kecilnya modal sosial yang melekat di dalam suatu masyarakat itu sendiri dapat diukur, apakah masyarakat itu memiliki modal sosial yang minimum, rendah, sedang atau tinggi. Uphoff diacu dalam Lenggono (2004) menjelaskan kontinum modal sosial tersebut (Tabel 1).

24 11 Tidak mementingkan kesejahteraan orang lain; memaksimalkan kepentingan sendiri dengan mengorbankan kepentingan orang lain Tabel 1. Kontinum Modal Sosial Tingkat Modal Sosial Minimum Rendah Sedang Tinggi Hanya mengutamakan Komitmen terhadap kesejahteraan sendiri; upaya bersama; kerjasama terjadi sejauh kerjasama terjadi bila bisa menguntungkan juga memberi diri sendiri keuntungan pada orang lain Nilai-nilai : Hanya menghargai kebesaran diri sendiri Isu-isu pokok : Selfisness : Bagaimana sifat seperti ini bisa dicegah agar tidak merusak masyarakat secara keseluruhan Komitmen terhadap kesejahteraan orang lain; kerjasama tidak terbatas pada kemanfaatan sendiri, tetapi juga kebaikan bersama Efisiensi kerjasama Efektifitas kerjasama Altruisme dipandang sebagai hal yang baik Biaya transaksi : Bagaimana biaya ini bisa dikurangi untuk meningkatkan manfaat bersih bagi masingmasing orang Tindakan kolektif : Bagaimana kerjasama (penghimpunan sumberdaya) bisa berhasil dan berkelanjutan Pengorbanan diri : Sejauh mana hal-hal seperti patriotisme dan pengorbanan demi fanatisme agama perlu dilakukan Strategi : Jalan sendiri Kerjasama taktis Kerjasama strategis Bergabung atau melarutkan kepentingan individu Kepentingan bersama : Tidak jadi pertimbangan Pilihan : Keluar bila tidak puas Teori permainan : Zero-sum : Tapi apabila kompetisi tanpa adanya hambatan, pilihan akan menghasilkan negative-sum Fungsi utilitas : Independen, penekanan diberikan bagi utilitas sendiri Instrumental Institusional Transendental Bersuara, berusaha untuk memperbaiki syarat pertukaran Zero-sum : Pertukaran yang memaksimalkan keuntungan sendiri bisa menghasilkan positivesum Independen, dengan utilitas bagi diri sendiri diperbesar melalui kerjasama Sumber : Uphoff diacu dalam Lenggono (2004) Bersuara, mencoba memperbaiki keseluruhan produktivitas Positive-sum : Ditujukan untuk memaksimalkan kepentingan sendiri dan kepentingan untuk mendapatkan manfaat bersama Interdependen positif, dengan sebagian penekanan diberikan bagi kemanfaatan orang lain Setia, menerima apapun jika hal itu baik untuk kepentingan bersama secara keseluruhan Positive-sum : Ditujukan untuk memaksimalkan kepentingan bersama dengan mengesampingkan kepentingan sendiri Interdependen positif, dengan lebih banyak penekanan diberikan bagi kemanfaatan orang lain daripada keuntungan diri sendiri

25 Unsur-unsur Pokok Modal Sosial Di dalam suatu masyarakat, ternyata mempunyai unsur-unsur pokok modal sosial yang kemudian akan menghasilkan seberapa besar kemampuan masyarakat atau asosiasi itu untuk bekerja sama membangun suatu jaringan untuk mencapai tujuan bersama. Dijelaskan dalam Hasbullah (2006) unsur-unsur pokok itu terdiri dari : Partisipasi dalam Suatu Jaringan Modal sosial tidak dibangun hanya oleh satu individu, melainkan akan terletak pada kecenderungan yang tumbuh dalam suatu kelompok untuk bersosialisasi sebagai bagian penting dari nilai-nilai yang melekat. Modal sosial akan kuat tergantung pada kapasitas yang ada dalam kelompok masyarakat untuk membangun sejumlah asosiasi berikut membangun jaringannya. Salah satu kunci keberhasilan membangun modal sosial terletak pula pada kemampuan sekelompok orang dalam suatu asosiasi atau perkumpulan dalam melibatkan diri dalam suatu jaringan hubungan sosial Resiprocity Modal sosial selalu diwarnai oleh kecenderungan saling tukar kebaikan antar individu dalam suatu kelompok atau antar kelompok itu sendiri. Pola pertukaran ini bukanlah sesuatu yang dilakukan secara resiprokal seketika seperti dalam proses jual beli, melainkan suatu kombinasi jangka pendek dan jangka panjang dalam nuansa altruism (semangat untuk membantu dan mementingkan kepentingan orang lain). Seseorang atau banyak orang dari suatu kelompok memiliki semangat membantu yang lain tanpa mengharapkan imbalan seketika. Dalam konsep Islam, semangat seperti ini disebut keikhlasan. Semangat untuk membantu bagi keuntungan orang lain. Imbalannya tidak diharapkan seketika dan tanpa batas waktu tertentu. Pada masyarakat dan pada kelompok-kelompok sosial yang terbentuk, yang di dalamnya memiliki bobot resiprositas kuat akan melahirkan suatu masyarakat yang memiliki tingkat modal sosial yang tinggi. Ini juga akan terefleksikan dengan tingkat keperdulian sosial yang tinggi, saling membantu dan saling memperhatikan. Pada masyarakat yang demikian,

26 13 kemiskinan akan lebih memungkinkan, dan kemungkinan lebih mudah diatasi. Begitu juga dengan problema sosial lainnya akan dapat diminimalkan. Keuntungan lain, masyarakat tersebut akan lebih mudah membangun diri, kelompok dan lingkungan sosial dan fisik mereka secara mengagumkan Trust Trust atau rasa percaya (mempercayai) adalah suatu bentuk keinginan untuk mengambil resiko dalam hubungan-hubungan sosialnya yang didasari oleh perasaan yakin bahwa yang lain akan senantiasa bertindak dalam suatu pola tindakan yang saling mendukung, paling tidak, yang lain tidak akan bertindak merugikan diri dan kelompoknya (Putnam. 1993, 1995, 2002). Dalam pandangan Fukuyama (1995, 2002), trust adalah sikap saling mempercayai di masyarakat yang memungkinkan masyarakat tersebut bersatu dengan yang lain dan memberikan kontribusi pada peningkatan modal sosial Norma Sosial Norma sosial akan sangat berperan dalam mengontrol bentuk-bentuk prilaku yang tumbuh dalam masyarakat. Pengertian norma itu sendiri adalah sekumpulan aturan yang diharapkan dipatuhi dan diikuti oleh anggota masyarakat pada suatu entitas sosial tertentu. Norma-norma ini biasanya terinstusionalisasi dan mengandung sanksi sosial yang dapat mencegah individu berbuat sesuatu yang menyimpang dari kebiasaan yang berlaku di masyarakatnya. Aturan-aturan kolektif tersebut biasanya tidak tertulis tapi dipahami oleh setiap anggota masyarakatnya dan menentukan pola tingkah laku yang diharapkan dalam konteks hubungan sosial Nilai-nilai Nilai adalah sesuatu ide yang telah turun-temurun dianggap benar dan penting oleh anggota kelompok masyarakat. Misalnya, nilai harmoni, prestasi, kerja keras, kompetisi dan lainnya merupakan contoh-contoh nilai yang sangat umum dikenal dalam kehidupan masyarakat. Nilai senantiasa memiliki kandungan konsekuensi yang ambivalen. Nilai harmoni misalnya, yang oleh banyak pihak dianggap sebagai pemicu banyak

27 14 keindahan dan kerukunan hubungan sosial yang tercipta, tetapi di sisi lain dipercaya pula untuk senantiasa menghasilkan suatu kenyataan yang menghalangi kompetisi dan produktifitas. Pada kelompok masyarakat yang mengutamakan nilai-nilai harmoni biasanya akan senantiasa ditandai oleh suatu suasana yang rukun, indah, namun terutama dalam kaitannya dengan diskusi pemecahan masalah misalnya, tidak produktif. Modal sosial yang kuat juga sangat ditentukan oleh konfigurasi nilai yang tercipta pada suatu kelompok masyarakat. Jika suatu kelompok memberi bobot tinggi pada nilai-nilai kompetisi, pencapaian, keterusterangan dan kejujuran maka kelompok masyarakat tersebut cenderung jauh lebih cepat berkembang dan maju dibandingkan pada kelompok masyarakat yang senantiasa menghindari keterusterangan, kompetisi dan pencapaian Tindakan yang Proaktif Salah satu unsur penting modal sosial adalah keinginan yang kuat dari para anggota kelompok untuk tidak saja berpartisipasi tetapi senantiasa mencari jalan bagi keterlibatan mereka dalam suatu kegiatan masyarakat. Ide dasar dari premise ini bahwa seseorang atau kelompok senantiasa kreatif dan aktif. Mereka melibatkan diri dan mencari kesempatan-kesempatan yang dapat memperkaya, tidak saja dari sisi material tetapi juga kekayaan hubungan-hubungan sosial dan menguntungkan kelompok, tanpa merugikan orang lain, secara bersama-sama. Mereka cenderung tidak menyukai bantuan-bantuan yang sifatnya dilayani, melainkan lebih memberi pilihan untuk lebih banyak melayani secara proaktif Sumber-sumber Modal Sosial Portes dan Sensebrenner diacu dalam Wafa (2003) menjelaskan mengenai sumber-sumber social capital : Value introjection, merupakan tanggung jawab individu yang memaksa individu untuk berprilaku sesuai dengan prilaku kolektif yang dirujuk. Kelompok mempunyai pengaruh yang sangat besar untuk mengatur anggota kelompoknya.

28 The dinamic of group affiliation, berbeda dengan tipe pertama, tipe ini individu tidak diharapkan berprilaku sesuai dengan moralitas kelompok tetapi lebih bersifat sukarela atau melalui pertukaran timbal balik individu. Individu bertindak karena adanya prakarsa yang setara dan adil sehingga menimbulkan saling ketergantungan atau saling membutuhkan Bounded solidarity, yakni berbagai keadaan situasional yang melandasi orientasi perilaku anggota kelompok atau merupakan reaksi situasional sekelompok orang atas kondisi yang dihadapi mereka. Kondisi yang memaksa individu untuk berperilaku yang menimbulkan rasa kebersamaan atau solidaritas diantara individu Enforceable trust, yakni sumber social capital yang terkait dengan pembedaan klasik antara rasional dan formal dalam transaksi pasar dengan kata lain bahwa individu akan cenderung memenuhi ekspektasi kelompok jika dianggap bermanfaat baginya Tipologi Modal Sosial Tipologi modal sosial dibagi dalam tiga jenis yaitu, bonding social capital, bridging social capital dan linking social capital Modal Sosial Terikat (Bonding Social Capital) Modal sosial terikat (bonding social capital) cenderung bersifat ekslusif. Apa yang menjadi karakteristik dasar yang melekat pada tipologi ini, sekaligus sebagai ciri khasnya, yaitu baik kelompok maupun anggota kelompok, dalam konteks ide, relasi dan perhatian, lebih berorientasi ke dalam (inward looking) dibandingkan berorientasi ke luar (outward looking). Ragam masyarakat atau individu yang menjadi anggota kelompok ini umumnya homogenius. Misalnya, seluruh anggota kelompok berasal dari suku yang sama. Apa yang menjadi perhatian terfokus pada upaya menjaga nilai-nilai yang turun-temurun telah diakui dan dijalankan sebagai bagian dari tata prilaku (code of conducts) dan prilaku moral (code of ethics) dari suku atau entitas sosial tersebut. Mereka cenderung konservatif dan lebih mengutamakan solidarity making daripada hal-hal

29 16 yang lebih nyata untuk membangun diri dan kelompok sesuai dengan tuntutan nilai-nilai dan norma masyarakat yang lebih terbuka (Hasbullah. 2006) Modal Sosial yang Menjembatani (Bridging Social Capital) Bentuk modal sosial ini atau biasa juga disebut bentuk modern dari suatu pengelompokan, group, asosiasi atau masyarakat. Prinsip-prinsip pengorganisasian yang dianut didasarkan pada prinsip-prinsip universal tentang persamaan dan kemanusiaan, terbuka dan mandiri. Prinsip pertama yaitu persamaan bahwasanya setiap anggota dalam suatu kelompok memiliki hak-hak dan kewajiban yang sama. Kedua, adalah kebebasan, bahwasanya setiap anggota kelompok bebas berbicara, mengemukakan pendapat dan ide yang dapat mengembangkan kelompok tersebut. Ketiga, adalah kemajemukan dan humanitarian. Bahwasanya nilai-nilai kemanusiaan, penghormatan terhadap hak asasi setiap anggota dan orang lain merupakan prinsip-prinsip dasar dalam pengembangan asosiasi, grup, kelompok atau suatu masyarakat tertentu. Dengan sikap yang outward looking memungkinkan untuk menjalin koneksi dan jaringan kerja yang saling menguntungkan dengan asosiasi atau kelompok di luar kelompoknya (Hasbullah. 2006). Tabel 2. Social Capital : Bonding and Bridging (Hasbullah. 2006) Bonding - Terikat/ketat, jaringan yang ekslusif - Pembedaan yang kuat antara orang kami dan orang luar - Hanya ada satu alternatif jawaban - Sulit menerima arus perubahan - Kurang akomodatif terhadap pihak luar - Mengutamakan kepentingan kelompok - Mengutamakan solidaritas kelompok Bridging - Terbuka - Memiliki jaringan yang fleksibel - Toleran - Memungkinkan untuk memiliki banyak alternatif jawaban dan penyelesaian masalah - Akomodatif untuk menerima perubahan - Cenderung memiliki sikap yang altruistik, humanitarianistik dan universal

30 Modal Sosial yang Berhubungan (Linking Social Capital) Modal sosial yang berhubungan (linking social capital) menunjuk pada sifat dan luas hubungan vertikal diantara kelompok orang yang mempunyai saluran terbuka untuk akses sumberdaya dan kekuasaan dengan siapa saja. Hubungan antara pemerintah dan komunitas termasuk di dalam linking social capital. Sektor umum (seperti negara dan institusinya) adalah pusat untuk kegunaan dan kesejahteraan masyarakat (Cullen. 2001). Kohesi atau penggabungan antara ketiga tipologi tersebut disajikan pada Gambar 2. Linking (hubungan vertikal) Kohesi Sosial Rendah Selalu ditindas, otoriter Ketidaksamarataan, ketidakadilan Korupsi, birokrasi yang tidak efisien Masyarakat tertutup Kohesi Sosial Tinggi Penegakan hukum, demokrasi Akses, persamaan kesempatan Efisien, birokrasi yang tidak korupsi Bonding (sanak keluarga, keagamaan, kesukuan) Modal Sosial Horizontal Bridging (menjalin koneksi ke luar) Gambar 2. Kohesi Sosial : Penggabungan dari Bonding, Bridging dan Linking Social Capital (Colletta diacu dalam Cullen. 2001) 2.2. Kemiskinan Nelayan Pengertian kemiskinan menurut BPS dan Depsos (2002) diacu dalam Suharto (2008) adalah ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak. Pengertian lainnya kemiskinan merupakan sebuah kondisi yang berada di bawah garis nilai standar kebutuhan minimum, baik untuk makanan dan non makanan, yang disebut garis kemiskinan (poverty line) atau batas kemiskinan (poverty threshold). Garis kemiskinan adalah

31 18 sejumlah rupiah yang diperlukan oleh setiap individu untuk dapat membayar kebutuhan makanan setara 2100 kilo kalori per orang per hari dan kebutuhan nonmakanan yang terdiri dari perumahan, pakaian, kesehatan, pendidikan, transportasi, serta aneka barang dan jasa lainnya. Sedangkan menurut Friedman dalam Suharto, dkk (2004) kemiskinan adalah ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasikan basis kekuasaan sosial. Basis kekuasaan sosial meliputi: (a) modal produktif atau asset (tanah, perumahan, alat produksi, kesehatan), (b) sumber keuangan (pekerjaan, kredit), (c) organisasi sosial dan politik yang dapat digunakan untuk mencapai kepentingan bersama (koperasi, partai politik, organisasi sosial), (d) jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang, dan jasa, (e) pengetahuan dan keterampilan, dan (f) informasi yang berguna untuk kemajuan hidup. Kemiskinan masih menjadi problem serius saat ini. Tidak hanya di Indonesia, di berbagai belahan dunia lain masalah ini juga menjadi problem besar. Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) sendiri menaruh perhatian serius terhadap masalah ini. Hal tersebut misalnya dinyatakan dengan penetapan Hari Pengentasan Kemiskinan Dunia (Day of Poverty Eradication) yang jatuh setiap 17 Oktober. Tidak hanya itu PBB juga meluncurkan program Millenium Development Goals (MDGs) yang diratifikasi sejumlah negara dunia, termasuk Indonesia (Anonim. 2007). It begins with a paradox! Kalimat tersebut pernah diucapkan oleh Peter Pearse, seorang ekonom Kanada ketika melihat kenyataan pahit bahwa nelayan di pantai timur Kanada terbelenggu oleh kemiskinan di tengah melimpahnya sumberdaya perikanan di wilayah tersebut. Kondisi yang sama juga dialami oleh nelayan kita. Hampir sebagian besar nelayan kita masih hidup di bawah garis kemiskinan dengan pendapatan kurang dari US$ 10 per kapita per bulan. Jika dilihat dalam konteks Millenium Development Goals, pendapatan sebesar itu sudah termasuk dalam extrem poverty, karena lebih kecil dari US$ 1 per hari (Fauzi. 2005). Memasuki PJP II, di Indonesia masih terdapat 25,9 juta jiwa atau 13,7 persen penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan. Dari jumlah tersebut 17,2 juta tinggal di desa dan 79 persen di antaranya beroleh penghasilan utama

32 19 dari kegiatan ekonomi di luar sektor pertanian. Sedangkan di perkotaan masih terdapat 25,6 persen dari 8,7 juta penduduk miskin yang mengandalkan sektor pertanian. Karakteristik lain pada penduduk miskin adalah jumlah anggota rumah tangga yang relatif besar (enam jiwa), rendahnya tingkat pendidikan kepala rumah tangga (tidak tamat SD) (57,02 %) dan sumber penghasilan utama mayoritas berasal dari sektor pertanian (62 persen) (Sumodiningrat. 2007). Jika diidentifikasi, penyebab kemiskinan sangat kompleks dan saling terkait, yaitu : (1) rendahnya kualitas sumberdaya manusia, baik motivasi maupun penguasaan manajemen dan teknologi, (2) kelembagaan yang belum mampu menjalankan dan mengawal pelaksanaan pembangunan, (3) prasarana dan sarana yang belum merata dan sesuai dengan kebutuhan pembangunan, (4) minimnya modal, dan (5) berbelitnya prosedur dan peraturan yang ada. Kelemahankelemahan ini menyebabkan penduduk miskin tidak mampu memanfaatkan peluang yang ada, sehingga potensi dan peluang ekonomi yang ada diserap dan dimanfaatkan sepenuhnya oleh kelompok, wilayah dan sektor yang kaya dan mampu. Akibatnya penduduk miskin relatif menjadi lebih miskin lagi. Saling kait antar faktor yang tidak berujung ini telah disinyalir Nurkse, yang digambarkannya sebagai lingkaran setan kemiskinan (Sumodiningrat. 2007). Jika dianalisis lebih dalam, kelemahan-kelemahan ini juga membentuk sirkulasi sebagaimana diterangkan dalam teori pertumbuhan Harrod-Domar, yang menitikberatkan urgensi tabungan dan investasi bagi pertumbuhan ekonomi. Penduduk miskin berarti tidak memiliki pendapatan cukup, sehingga tingkat tabungan rendah. Tabungan rendah berimplikasi pada tiadanya modal untuk meningkatkan produksi. Jika produksi tidak meningkat maka pendapatan pun tidak meningkat dan muaranya adalah kemiskinan. Jika keadaan ini dibiarkan, maka kesenjangan, baik itu kesenjangan antar kelompok pendapatan, antardaerah maupun antarsektor akan semakin lebar (Sumodiningrat. 2007) Ukuran Kemiskinan Berdasarkan ukurannya, kemiskinan dibagi menjadi dua macam, kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut merupakan kemiskinan yang dilihat dari ukuran garis kemiskinan (poverty line). Garis

33 20 kemiskinan pun bermacam-macam bergantung pada intitusi yang mengeluarkan ukurannya (lihat Tabel 2). Sementara itu, kemiskinan relatif merupakan kemiskinan yang diukur dengan membandingkan satu kelompok pendapatan dengan kelompok pendapatan lainnya. Misalnya suatu kelompok nelayan berpenghasilan satu juta rupiah per bulan. Jelas mereka tidak tergolong miskin berdasarkan ukuran garis kemiskinan. Meski demikian, boleh jadi kelompok nelayan tersebut dapat dikatakan miskin jika dibandingkan dengan pengusaha cold storage (Satria. 2002). Tabel 3. Ringkasan Metode Identifikasi Kemiskinan (Rusli diacu dalam Satria. 2002) Metode Identifikasi Kriteria Kemiskinan Sumber Data Keterangan I. Analisa atas Desa (Non-lokal) dengan unit per kapita 1. Sayogyo Tingkat pengeluaran setara kilogram beras per kapita per tahun : Kota Desa Miskin < 480 < 320 Miskin sekali < 360 < 240 Sangat miskin < 270 < Bank Dunia Tingkat pendapatan per kapita per tahun : Kota Desa Miskin < US$75 <US$50 3. BPS Tingkat pengeluaran per kapita per hari untuk makanan : Miskin < 2100 kalori atau dikonversi dengan harga bahan makanan menjadi pengeluaran untuk bahan makanan per kapita per bulan (Rp. th 1990) Kota Desa Miskin < < Beragam sumber terutama SUSENAS Didekati dari PDRB Data SUSENAS Pengeluaran total untuk berbagai kebutuhan II. Analisis atas Desa (Non-lokal) dengan unit Desa/Kelurahan/Kecamatan 1. Bangdes (unit : desa) Tingkat pendapatan per kapita rata-rata penduduk dihitung dengan setara beras Miskin < 360 kg Data BANGDES Pendapatan bersih

HUBUNGAN MODAL SOSIAL DENGAN KEMISKINAN MASYARAKAT NELAYAN DI DESA PANIMBANG JAYA, PANDEGLANG MUHAMMAD IQBAL HANAFRI

HUBUNGAN MODAL SOSIAL DENGAN KEMISKINAN MASYARAKAT NELAYAN DI DESA PANIMBANG JAYA, PANDEGLANG MUHAMMAD IQBAL HANAFRI HUBUNGAN MODAL SOSIAL DENGAN KEMISKINAN MASYARAKAT NELAYAN DI DESA PANIMBANG JAYA, PANDEGLANG MUHAMMAD IQBAL HANAFRI PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2. 1. Modal Sosial Konsep modal sosial menawarkan betapa pentingnya suatu hubungan. Dengan membagun suatu hubungan satu sama lain, dan memeliharanya agar terjalin terus, setiap individu

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN & PERUBAHAN SOSIAL. Modal Sosial (Social Capital)

PEMBANGUNAN & PERUBAHAN SOSIAL. Modal Sosial (Social Capital) PEMBANGUNAN & PERUBAHAN SOSIAL Modal Sosial (Social Capital) Apa yang dimaksud dengan Modal Sosial dan apa relevansinya dengan Pembangunan? Modal yang dibutuhkan dalam proses pembangunan: Modal Sumber

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Modal sosial atau social capital merupakan satu terminologi baru yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Modal sosial atau social capital merupakan satu terminologi baru yang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Modal sosial Modal sosial atau social capital merupakan satu terminologi baru yang dikembangkan oleh ahli-ahli sosial untuk memperkaya pemahaman kita tentang masyarakat dan komunitas.

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Modal Sosial Modal sosial dapat dijelaskan sebagai produk relasi manusia satu sama lain, khusunya relasi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Modal Sosial Modal sosial dapat dijelaskan sebagai produk relasi manusia satu sama lain, khusunya relasi 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Modal Sosial Modal sosial dapat dijelaskan sebagai produk relasi manusia satu sama lain, khusunya relasi yang intim dan konsisten. Modal sosial merujuk pada

Lebih terperinci

KEMANDIRIAN PEREMPUAN PENGOLAH HASIL PERIKANAN DI DESA MUARA, KECAMATAN WANASALAM, KABUPATEN LEBAK, PROVINSI BANTEN

KEMANDIRIAN PEREMPUAN PENGOLAH HASIL PERIKANAN DI DESA MUARA, KECAMATAN WANASALAM, KABUPATEN LEBAK, PROVINSI BANTEN KEMANDIRIAN PEREMPUAN PENGOLAH HASIL PERIKANAN DI DESA MUARA, KECAMATAN WANASALAM, KABUPATEN LEBAK, PROVINSI BANTEN Oleh : MAYA RESMAYANTY C44101004 PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN

Lebih terperinci

Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional POKOK-POKOK PENJELASAN PERS MENTERI NEGARA PPN/ KEPALA BAPPENAS TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 VISI Dalam periode Tahun 2013-2018, Visi Pembangunan adalah Terwujudnya yang Sejahtera, Berkeadilan, Mandiri, Berwawasan Lingkungan dan Berakhlak Mulia. Sehingga

Lebih terperinci

ANALISIS SOSIAL EKONOMI USAHA WARUNG TENDA PECEL LELE DI KOTA PALEMBANG, PROVINSI SUMATERA SELATAN

ANALISIS SOSIAL EKONOMI USAHA WARUNG TENDA PECEL LELE DI KOTA PALEMBANG, PROVINSI SUMATERA SELATAN ANALISIS SOSIAL EKONOMI USAHA WARUNG TENDA PECEL LELE DI KOTA PALEMBANG, PROVINSI SUMATERA SELATAN SRI DIAH NOVITA SKRIPSI PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

SISTEM PEMASARAN HASIL PERIKANAN DAN KEMISKINAN NELAYAN (Studi Kasus: di PPI Muara Angke, Kota Jakarta Utara)

SISTEM PEMASARAN HASIL PERIKANAN DAN KEMISKINAN NELAYAN (Studi Kasus: di PPI Muara Angke, Kota Jakarta Utara) SISTEM PEMASARAN HASIL PERIKANAN DAN KEMISKINAN NELAYAN (Studi Kasus: di PPI Muara Angke, Kota Jakarta Utara) SKRIPSI WINDI LISTIANINGSIH PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu isu penting dalam pelaksanaan pembangunan, bukan hanya di Indonesia melainkan hampir di semua negara di dunia. Dalam Deklarasi Millenium Perserikatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan demikian, sebagian besar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kepercayaan (trust), saling pengertian (mutual understanding), dan nilai-nilai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kepercayaan (trust), saling pengertian (mutual understanding), dan nilai-nilai 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Modal Sosial Modal sosial adalah hubungan yang terjadi dan diikat oleh suatu kepercayaan (trust), saling pengertian (mutual understanding), dan nilai-nilai bersama (shared

Lebih terperinci

Pilihan Strategi dalam Mencapai Tujuan Berdagang

Pilihan Strategi dalam Mencapai Tujuan Berdagang Bab Dua Kajian Pustaka Pengantar Pada bab ini akan dibicarakan beberapa konsep teoritis yang berhubungan dengan persoalan penelitian tentang fenomena kegiatan ekonomi pedagang mama-mama asli Papua pada

Lebih terperinci

ANALISIS HUBUNGAN DESAIN PEKERJAAN DENGAN KEPUASAN KERJA KARYAWAN PADA BAGIAN PRODUKSI CV DINAR KABUPATEN TANGERANG, PROPINSI BANTEN FENNY FARIANTI

ANALISIS HUBUNGAN DESAIN PEKERJAAN DENGAN KEPUASAN KERJA KARYAWAN PADA BAGIAN PRODUKSI CV DINAR KABUPATEN TANGERANG, PROPINSI BANTEN FENNY FARIANTI ANALISIS HUBUNGAN DESAIN PEKERJAAN DENGAN KEPUASAN KERJA KARYAWAN PADA BAGIAN PRODUKSI CV DINAR KABUPATEN TANGERANG, PROPINSI BANTEN FENNY FARIANTI PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan hipotesis. A. Latar Belakang Masalah. Kemiskinan seringkali

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pedesaan sebagai bagian dari pembangunan nasional memfokuskan diri pada masalah kemiskinan di pedesaan. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2006

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH HAMBATAN TARIF DAN NON TARIF DI PASAR UNI EROPA TERHADAP EKSPOR KOMODITAS UDANG INDONESIA RIRI ESTHER PAINTE

ANALISIS PENGARUH HAMBATAN TARIF DAN NON TARIF DI PASAR UNI EROPA TERHADAP EKSPOR KOMODITAS UDANG INDONESIA RIRI ESTHER PAINTE ANALISIS PENGARUH HAMBATAN TARIF DAN NON TARIF DI PASAR UNI EROPA TERHADAP EKSPOR KOMODITAS UDANG INDONESIA RIRI ESTHER PAINTE PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disparitas (ketimpangan) distribusi pendapatan dan tingkat kemiskinan. Tidak

BAB I PENDAHULUAN. disparitas (ketimpangan) distribusi pendapatan dan tingkat kemiskinan. Tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masalah besar yang dihadapi negara sedang berkembang adalah disparitas (ketimpangan) distribusi pendapatan dan tingkat kemiskinan. Tidak meratanya distribusi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. fasilitas mendasar seperti pendidikan, sarana dan prasarana transportasi,

TINJAUAN PUSTAKA. fasilitas mendasar seperti pendidikan, sarana dan prasarana transportasi, 27 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kemiskinan Masyarakat miskin adalah masyarakat yang tidak memiliki kemampuan untuk mengakses sumberdaya sumberdaya pembangunan, tidak dapat menikmati fasilitas mendasar seperti

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS ALAT TANGKAP TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN DI KELURAHAN TEGALSARI DAN MUARAREJA, TEGAL, JAWA TENGAH DINA MAHARDIKHA SKRIPSI

PENGARUH JENIS ALAT TANGKAP TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN DI KELURAHAN TEGALSARI DAN MUARAREJA, TEGAL, JAWA TENGAH DINA MAHARDIKHA SKRIPSI PENGARUH JENIS ALAT TANGKAP TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN DI KELURAHAN TEGALSARI DAN MUARAREJA, TEGAL, JAWA TENGAH DINA MAHARDIKHA SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu kondisi bukan hanya hidup dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu kondisi bukan hanya hidup dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu kondisi bukan hanya hidup dalam kekurangan uang dan tingkat pendapatan rendah, tetapi juga banyak hal lain seperti tingkat kesehatan,

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Definisi perikanan tangkap Permasalahan perikanan tangkap di Indonesia

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Definisi perikanan tangkap Permasalahan perikanan tangkap di Indonesia 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap 2.1.1 Definisi perikanan tangkap Penangkapan ikan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 45 Tahun 2009 didefinisikan sebagai kegiatan untuk memperoleh

Lebih terperinci

MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT

MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT JEANNY FRANSISCA SIMBOLON SKRIPSI PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena melibatkan seluruh sistem yang terlibat dalam suatu negara. Di negara-negara berkembang modifikasi kebijakan

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 Visi Berdasarkan kondisi Kabupaten Lamongan saat ini, tantangan yang dihadapi dalam dua puluh tahun mendatang, dan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki, maka visi Kabupaten

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Luas wilayah lautan atau perairan di provinsi Riau 235.366.Km2 atau 71,33% dari luas total wilayah provinsi Riau. Bahkan jika mengacu pada Undang- Undang Nomor 5 tahun

Lebih terperinci

ABSTRAK Desty Maryam. Pengaruh kecepatan arus terhadap komponen desain jaring millenium (percobaan dengan prototipe dalam flume tank

ABSTRAK Desty Maryam. Pengaruh kecepatan arus terhadap komponen desain jaring millenium (percobaan dengan prototipe dalam flume tank PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP KOMPONEN DESAIN JARING MILLENIUM (Percobaan dengan Prototipe dalam Flume Tank) Desty Maryam SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP PELAYANAN PRODUK IKAN SEGAR DI PASAR IKAN HIGIENIS EVERFRESH FISH MARKET PEJOMPONGAN, JAKARTA PUSAT

TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP PELAYANAN PRODUK IKAN SEGAR DI PASAR IKAN HIGIENIS EVERFRESH FISH MARKET PEJOMPONGAN, JAKARTA PUSAT TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP PELAYANAN PRODUK IKAN SEGAR DI PASAR IKAN HIGIENIS EVERFRESH FISH MARKET PEJOMPONGAN, JAKARTA PUSAT NURUL YUNIYANTI PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dalam bangsa, yaitu peningkatan pertumbuhan ekonomi, perubahan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dalam bangsa, yaitu peningkatan pertumbuhan ekonomi, perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang dinamis dalam mengubah dan meningkatkan kesehjateraan masyarakat. Ada tiga indikator keberhasilan suatu pembangunan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan adalah sebagai sebuah proses multidimensional yang mencakup

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan adalah sebagai sebuah proses multidimensional yang mencakup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan adalah sebagai sebuah proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II KERANGKA TEORI BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Pembangunan pada hakikatnya merupakan suatu rangkaian upaya yang dilakukan secara terus menerus untuk mendorong terjadinya perubahan yang

Lebih terperinci

EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN MUROAMI DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU

EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN MUROAMI DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN MUROAMI DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU PUSPITA SKRIPSI PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan situasi serba kekurangan yang terjadi bukan dikehendaki oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat pendidikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan adalah sumberdaya perikanan, khususnya perikanan laut.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan adalah sumberdaya perikanan, khususnya perikanan laut. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan Pembangunan Nasional adalah masyarakat yang adil dan makmur. Untuk mencapai tujuan tersebut harus dikembangkan dan dikelola sumberdaya yang tersedia.

Lebih terperinci

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI ANALISIS INSTITUSI KONSERVASI DI KAWASAN TAMAN NASIONAL UJUNG KULON, DESA TAMANJAYA, KAMPUNG CIBANUA, KECAMATAN SUMUR, KABUPATEN PANDEGLANG, PROVINSI BANTEN MONIKA BR PINEM PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS

Lebih terperinci

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL KATARINA RAMBU BABANG

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL KATARINA RAMBU BABANG PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL (Studi Kasus Di Desa Hambapraing, Kecamatan Haharu, Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur) KATARINA RAMBU BABANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Keterbelakangan menurut Chamber (1987) ialah rasa tidak berdaya

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Keterbelakangan menurut Chamber (1987) ialah rasa tidak berdaya PENDAHULUAN Latar Belakang Keterbelakangan menurut Chamber (1987) ialah rasa tidak berdaya secara individu maupun kelompok bila berhadapan dengan penyakit atau kematian, kebingungan dan ketidaktahuan pada

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL

ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL (Studi Kasus Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Propinsi DKI Jakarta)

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS BAKUL PASAR TRADISIONAL DESA BANTUL MELALUI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERMODALAN YOHANES ARIYANTO

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS BAKUL PASAR TRADISIONAL DESA BANTUL MELALUI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERMODALAN YOHANES ARIYANTO PEMBERDAYAAN KOMUNITAS BAKUL PASAR TRADISIONAL DESA BANTUL MELALUI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERMODALAN YOHANES ARIYANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR

Lebih terperinci

STUDI KEBERLANJUTAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT PERIKANAN MARJINAL DI KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN

STUDI KEBERLANJUTAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT PERIKANAN MARJINAL DI KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN STUDI KEBERLANJUTAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT PERIKANAN MARJINAL DI KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN LUMITA SKRIPSI PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas, yaitu sekitar 3,1 juta km 2 wilayah perairan territorial dan 2,7 juta km 2 wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE)

Lebih terperinci

MELIHAT POTENSI EKONOMI BAWEAN pada acara

MELIHAT POTENSI EKONOMI BAWEAN pada acara MELIHAT POTENSI EKONOMI BAWEAN pada acara PEMBUKAAN PSB KOTA SURABAYA Oleh: Dr. Asmara Indahingwati, S.E., S.Pd., M.M TUJUAN PROGRAM Meningkatkan pendapatan dan Kesejahteraan masyarakat Daerah. Mempertahankan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota pada seluruh pemerintahan daerah bahwa pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

VISI MISI PASANGAN CALON BUPATI WAKIL BUPATI KABUPATEN PEKALONGAN PERIODE TAHUN H. RISWADI DAN HJ. NURBALISTIK

VISI MISI PASANGAN CALON BUPATI WAKIL BUPATI KABUPATEN PEKALONGAN PERIODE TAHUN H. RISWADI DAN HJ. NURBALISTIK VISI MISI PASANGAN CALON BUPATI WAKIL BUPATI KABUPATEN PEKALONGAN PERIODE TAHUN 2016-2021 H. RISWADI DAN HJ. NURBALISTIK VISI TERWUJUDNYA MASYARAKAT KABUPATEN PEKALONGAN YANG BERKARAKTER, MANDIRI, BERAKHLAQ,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun-2008-penduduk-miskin-turun-221-juta-.html (diakses 19 Oktober 2009)

BAB I PENDAHULUAN. tahun-2008-penduduk-miskin-turun-221-juta-.html (diakses 19 Oktober 2009) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan memiliki konsep yang beragam. Kemiskinan menurut Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Republik Indonesia (TKPKRI, 2008) didefinisikan sebagai suatu

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS SYARIF IWAN TARUNA ALKADRIE SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

SIMULASI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG MADURA ARIYANTO

SIMULASI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG MADURA ARIYANTO SIMULASI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG MADURA ARIYANTO DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SIMULASI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Di Indonesia istilah keluarga sejahtera baru dirumuskan oleh pemerintah

PENDAHULUAN Latar Belakang Di Indonesia istilah keluarga sejahtera baru dirumuskan oleh pemerintah PENDAHULUAN Latar Belakang Di Indonesia istilah keluarga sejahtera baru dirumuskan oleh pemerintah sejak dikeluarkannya UU No 10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1Perubahan Sosial Perubahan sosial dapat dibayangkan sebagai perubahan yang terjadi di dalam atau mencakup sistem sosial. Lebih tepatnya terdapat perbedaan antara keadaan sistem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu masalah dalam proses pembangunan ekonomi. Permasalahan kemiskinan dialami oleh setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang.

Lebih terperinci

f f f i I. PENDAHULUAN

f f f i I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Riau merupakan salah satu provinsi yang kaya akan simiber daya alam di Indonesia. Produksi minyak bumi Provinsi Riau sekitar 50 persen dari total produksi minyak

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 Visi Pembangunan Daerah Dalam kampanye yang telah disampaikan, platform bupati terpilih di antaranya sebagai berikut: a. Visi : Terwujudnya kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sekolah menyelenggarakan proses pembelajaran untuk membimbing, mendidik,

I. PENDAHULUAN. Sekolah menyelenggarakan proses pembelajaran untuk membimbing, mendidik, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sekolah menyelenggarakan proses pembelajaran untuk membimbing, mendidik, melatih dan mengembangkan kemampuan siswa guna mencapai tujuan pendidikan nasional

Lebih terperinci

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA Pembangunan adalah suatu orientasi dan kegiatan usaha yang tanpa akhir. Development is not a static concept. It is continuously changing. Atau bisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm Depdikbud, UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta :

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm Depdikbud, UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan karakter saat ini memang menjadi isu utama pendidikan, selain menjadi bagian dari proses pembentukan akhlak anak bangsa. Dalam UU No 20 Tahun 2003

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diamati dan dikaji. Otonomi acap kali menjadi bahan perbincangan baik di

BAB I PENDAHULUAN. diamati dan dikaji. Otonomi acap kali menjadi bahan perbincangan baik di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perjalanan otonomi daerah di Indonesia merupakan isu menarik untuk diamati dan dikaji. Otonomi acap kali menjadi bahan perbincangan baik di kalangan birokrat, politisi,

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN DEBITUR TERHADAP PELAYANAN KREDIT SISTEM REFERRAL BANK CIMB NIAGA CABANG CIBINONG KABUPATEN BOGOR

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN DEBITUR TERHADAP PELAYANAN KREDIT SISTEM REFERRAL BANK CIMB NIAGA CABANG CIBINONG KABUPATEN BOGOR ANALISIS TINGKAT KEPUASAN DEBITUR TERHADAP PELAYANAN KREDIT SISTEM REFERRAL BANK CIMB NIAGA CABANG CIBINONG KABUPATEN BOGOR Oleh : DIKUD JATUALRIYANTI A14105531 PROGRAM STUDI EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya persoalan yang dihadapi oleh negara, telah terjadi pula perkembangan penyelenggaraan

Lebih terperinci

PENGARUH PERKEMBANGAN PENDAPATAN NELAYAN TERHADAP KONDISI FISIK PERMUKIMAN NELAYAN WILAYAH PESISIR KOTA PEKALONGAN TUGAS AKHIR

PENGARUH PERKEMBANGAN PENDAPATAN NELAYAN TERHADAP KONDISI FISIK PERMUKIMAN NELAYAN WILAYAH PESISIR KOTA PEKALONGAN TUGAS AKHIR PENGARUH PERKEMBANGAN PENDAPATAN NELAYAN TERHADAP KONDISI FISIK PERMUKIMAN NELAYAN WILAYAH PESISIR KOTA PEKALONGAN TUGAS AKHIR Disusun Dalam Rangka Memenuhi Persyaratan Program Studi Sarjana Teknik Perencanaan

Lebih terperinci

PENGUATAN KAPASITAS LEMBAGA SIMPAN PINJAM RUKUN LESTARI UNTUK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN

PENGUATAN KAPASITAS LEMBAGA SIMPAN PINJAM RUKUN LESTARI UNTUK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN 136 PENGUATAN KAPASITAS LEMBAGA SIMPAN PINJAM RUKUN LESTARI UNTUK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN (KASUS DI RW 04 DUSUN DAWUKAN DESA SENDANGTIRTO KECAMATAN BERBAH KABUPATEN SLEMAN YOGYAKARTA) DJULI SUGIARTO

Lebih terperinci

BAB III VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN DAERAH

BAB III VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN DAERAH BAB III VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN DAERAH 3.1. Visi Berdasarkan kondisi masyarakat dan modal dasar Kabupaten Solok saat ini, serta tantangan yang dihadapi dalam 20 (dua puluh) tahun mendatang, maka

Lebih terperinci

HUBUNGAN KOMPENSASI TERHADAP MOTIVASI KERJA KARYAWAN CV DINAR TANGERANG

HUBUNGAN KOMPENSASI TERHADAP MOTIVASI KERJA KARYAWAN CV DINAR TANGERANG HUBUNGAN KOMPENSASI TERHADAP MOTIVASI KERJA KARYAWAN CV DINAR TANGERANG HARDINAL SKRIPSI PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERIKANAN DAN KELAUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata

Lebih terperinci

RPJMD KABUPATEN LINGGA BAB 5 VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

RPJMD KABUPATEN LINGGA BAB 5 VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN I BAB 5 I VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. Visi Pengertian visi secara umum adalah gambaran masa depan atau proyeksi terhadap seluruh hasil yang anda nanti akan lakukan selama waktu yang ditentukan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebuah negara tidak akan pernah bisa lepas dari berbagai permasalahan yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang memiliki

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 Visi Visi sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, khususnya dalam Pasal 1, angka 12 disebutkankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pelaksanaan kegiatan pembangunan nasional di Indonesia sesungguhnya merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

7 SOLUSI KEBIJAKAN YANG DITERAPKAN PEMERINTAH TERKAIT SISTEM BAGI HASIL NELAYAN DAN PELELANGAN

7 SOLUSI KEBIJAKAN YANG DITERAPKAN PEMERINTAH TERKAIT SISTEM BAGI HASIL NELAYAN DAN PELELANGAN 78 7 SOLUSI KEBIJAKAN YANG DITERAPKAN PEMERINTAH TERKAIT SISTEM BAGI HASIL NELAYAN DAN PELELANGAN 7.1 Kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah terkait sistem bagi hasil nelayan dan pelelangan Menurut

Lebih terperinci

Memahami Budaya dan Karakter Bangsa

Memahami Budaya dan Karakter Bangsa Memahami Budaya dan Karakter Bangsa Afid Burhanuddin Kompetensi Dasar: Memahami budaya dan karakter bangsa Indikator: Menjelaskan konsep budaya Menjelaskan konsep karakter bangsa Memahami pendekatan karakter

Lebih terperinci

VALUASI EKONOMI EKOSISTEM TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA RETNO ANGGRAENI

VALUASI EKONOMI EKOSISTEM TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA RETNO ANGGRAENI VALUASI EKONOMI EKOSISTEM TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA RETNO ANGGRAENI PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kemampuan komunitas untuk mengatur individunya merupakan modal sosial

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kemampuan komunitas untuk mengatur individunya merupakan modal sosial BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Modal Sosial Kemampuan komunitas untuk mengatur individunya merupakan modal sosial (social capital) yang mampu membuat individu individu yang ada didalam komunitas tersebut berbagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, yang dimaksud dengan lanjut usia adalah penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun

Lebih terperinci

ALOKASI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL PADA USAHA PEMBESARAN IKAN GUPPY DI DESA PARIGI MEKAR, KECAMATAN CISEENG KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT

ALOKASI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL PADA USAHA PEMBESARAN IKAN GUPPY DI DESA PARIGI MEKAR, KECAMATAN CISEENG KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT ALOKASI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL PADA USAHA PEMBESARAN IKAN GUPPY DI DESA PARIGI MEKAR, KECAMATAN CISEENG KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT FANJIYAH WULAN ANGRAINI SKRIPSI PROGRAM STUDI MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Masyarakat berasal dari kata musyarak (arab), yang artinya bersama-sama, yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Masyarakat berasal dari kata musyarak (arab), yang artinya bersama-sama, yang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Nelayan Masyarakat berasal dari kata musyarak (arab), yang artinya bersama-sama, yang kemudian berubah menjadi masyarakat, yang artinya berkumpul bersama, hidup bersama

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN PARIWISATA PANTAI PARANGTRITIS PASCA GEMPA BUMI DAN TSUNAMI DI KABUPATEN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN PARIWISATA PANTAI PARANGTRITIS PASCA GEMPA BUMI DAN TSUNAMI DI KABUPATEN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ANALISIS STRATEGI PEMASARAN PARIWISATA PANTAI PARANGTRITIS PASCA GEMPA BUMI DAN TSUNAMI DI KABUPATEN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA HARY RACHMAT RIYADI PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis untuk memotivasi, membina, membantu, serta membimbing seseorang untuk mengembangkan segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara. Menurut Bank Dunia (2000) dalam Akbar (2015), definisi kemiskinan adalah

BAB I PENDAHULUAN. negara. Menurut Bank Dunia (2000) dalam Akbar (2015), definisi kemiskinan adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan merupakan permasalahan pokok yang dialami oleh semua negara. Menurut Bank Dunia (2000) dalam Akbar (2015), definisi kemiskinan adalah kehilangan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama sejak terjadinya krisis ekonomi dan moneter pada tahun 1997.

BAB I PENDAHULUAN. terutama sejak terjadinya krisis ekonomi dan moneter pada tahun 1997. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Permasalahan yang dihadapi oleh Negara Indonesia adalah kemiskinan. Dari tahun ke tahun masalah ini terus menerus belum dapat terselesaikan, terutama sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermartabat. Kemiskinan menurut PBB didefenisikan sebagai kondisi di mana

BAB I PENDAHULUAN. bermartabat. Kemiskinan menurut PBB didefenisikan sebagai kondisi di mana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bappenas (2005) mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak mampu memenuhi hak dasarnya untuk

Lebih terperinci

KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI

KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam setiap kehidupan sosial terdapat individu-individu yang memiliki kecenderungan berperilaku menyimpang dalam arti perilakunya tersebut tidak sesuai dengan nilai-nilai

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI MALUKU UTARA TAHUN OLEH ACHMAD SOBARI H

ANALISIS KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI MALUKU UTARA TAHUN OLEH ACHMAD SOBARI H ANALISIS KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI MALUKU UTARA TAHUN 2000-2008 OLEH ACHMAD SOBARI H14094015 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN ACHMAD

Lebih terperinci

KARAKTERISASI ALAT PENANGKAP IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA BARAT FIFIANA ALAM SARI SKRIPSI

KARAKTERISASI ALAT PENANGKAP IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA BARAT FIFIANA ALAM SARI SKRIPSI KARAKTERISASI ALAT PENANGKAP IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA BARAT FIFIANA ALAM SARI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan/bahari. Dua pertiga luas wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan/bahari. Dua pertiga luas wilayah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan/bahari. Dua pertiga luas wilayah Negara ini terdiri dari lautan dengan total panjang garis pantainya terpanjang kedua didunia.wilayah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk meningkatkan pengetahuan manusia, kreativitas dan keterampilan serta kemampuan orang-orang dalam masyarakat. Pengembangan

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 53 KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS Kerangka Pemikiran Kemiskinan Proses pembangunan yang dilakukan sejak awal kemerdekaan sampai dengan berakhirnya era Orde Baru, diakui atau tidak, telah banyak menghasilkan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas wilayah perikanan di laut sekitar 5,8 juta km 2, yang terdiri dari perairan kepulauan dan teritorial seluas 3,1 juta km

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan 16 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Urusan rumah tangga sendiri ialah urusan yang lahir atas dasar prakarsa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu permasalahan kesejahteraan sosial yang sangat penting di Indonsia dan perlu mendapat prioritas untuk segera diatasi. Berdasarkan data Badan

Lebih terperinci

POLICY BRIEF ANALISIS PERAN MODAL SOSIAL DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN PERTANIAN DI KAWASAN PERBATASAN

POLICY BRIEF ANALISIS PERAN MODAL SOSIAL DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN PERTANIAN DI KAWASAN PERBATASAN POLICY BRIEF ANALISIS PERAN MODAL SOSIAL DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN PERTANIAN DI KAWASAN PERBATASAN Ir. Sunarsih, MSi Pendahuluan 1. Kawasan perbatasan negara adalah wilayah kabupaten/kota yang secara

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH Penyelenggaraan otonomi daerah sebagai wujud implementasi Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, memunculkan berbagai konsekuensi berupa peluang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. multidimensi, yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek. hidupnya sampai suatu taraf yang dianggap manusiawi.

BAB I PENDAHULUAN. multidimensi, yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek. hidupnya sampai suatu taraf yang dianggap manusiawi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah dalam pembangunan yang bersifat multidimensi, yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya. Kemiskinan juga didefinisikan

Lebih terperinci

om KOMPETENSI INTI 13. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu.

om KOMPETENSI INTI 13. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. www.kangmartho.c om KOMPETENSI INTI 13. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. (PKn) Pengertian Mata PelajaranPendidikan Kewarganegaraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lautan yang lebih luas dari daratan, tiga per empat wilayah Indonesia (5,8 juta km 2 ) berupa laut. Indonesia memiliki lebih dari 17.500 pulau dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Modal Sosial

II. TINJAUAN PUSTAKA Modal Sosial II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Modal Sosial 2.1.1 Pengertian Modal Sosial Modal sosial adalah suatu keadaan yang membuat masyarakat atau sekelompok orang bergerak untuk mencapai tujuan bersama. Modal sosial

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA GAYA KEPEMIMPINAN DENGAN PENCAPAIAN PRESTASI KERJA KARYAWAN DI TAMAN AKUARIUM AIR TAWAR, TAMAN MINI INDONESIA INDAH, JAKARTA

HUBUNGAN ANTARA GAYA KEPEMIMPINAN DENGAN PENCAPAIAN PRESTASI KERJA KARYAWAN DI TAMAN AKUARIUM AIR TAWAR, TAMAN MINI INDONESIA INDAH, JAKARTA HUBUNGAN ANTARA GAYA KEPEMIMPINAN DENGAN PENCAPAIAN PRESTASI KERJA KARYAWAN DI TAMAN AKUARIUM AIR TAWAR, TAMAN MINI INDONESIA INDAH, JAKARTA RYANI MUTIARA HARDY PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI

Lebih terperinci

PENGUATAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP TENAGA KERJA PENYANDANG CACAT TUBUH MELALUI POLA KEMITRAAN LOKAL

PENGUATAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP TENAGA KERJA PENYANDANG CACAT TUBUH MELALUI POLA KEMITRAAN LOKAL PENGUATAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP TENAGA KERJA PENYANDANG CACAT TUBUH MELALUI POLA KEMITRAAN LOKAL (Studi Kasus di Kelurahan Karadenan Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor) SRI HANDAYANI

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH Perencanaan dan implementasi pelaksanaan rencana pembangunan kota tahun 2011-2015 akan dipengaruhi oleh lingkungan strategis yang diperkirakan akan terjadi dalam 5 (lima)

Lebih terperinci