Ns. Marlina. M.Kep. Sp. KMB*) & Rony A Samad **)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Ns. Marlina. M.Kep. Sp. KMB*) & Rony A Samad **)"

Transkripsi

1 1

2 2 HUBUNGAN PEMASANGAN KATETER DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN KEMIH PADA PASIEN DI RUANG RAWAT INAP PENYAKIT DALAM RSUDZA BANDA ACEH TAHUN 2012 ABSTRAK Oleh Ns. Marlina. M.Kep. Sp. KMB*) & Rony A Samad **) *)Staf pengajar Universitas Syiah Kuala Fakultas Kedokteran Program Studi Ilmu Keperawatan Banda Aceh **) Alumni Program Studi Ilmu Keperawatan Infeksi saluran kemih merupakan 40% dari seluruh infeksi nosokomial dan dilaporkan 80% ISK terjadi setelah instrumenisasi, terutama oleh kateterisasi. Infeksi ini terjadi akibat ketidakmampuan dalam mengendalikan maupun menghindari faktor resiko. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara pemasangan kateter dengan kejadian infeksi saluran kemih pada pasien di ruang rawat inap penyakit dalam Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Jenis penelitian adalah correlation study. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara non probability sampling menggunakan teknik purposive sampling dengan jumlah sampel sebanyak 35 perawat yang bekerja di ruang rawat inap penyakit dalam RSUDZA Banda Aceh. Pengumpulan data dengan lembar observasi yang terdiri dari 27 item pernyataan dan 2 item hasil laboratorium. Metode analisis data dengan menggunakan uji statistik Fisher Exact, hasil penelitian adalah ada hubungan antara pemasangan kateter (P-value 0,019) dengan kejadian infeksi saluran kemih di ruang rawat inap penyakit dalam RSUDZA Banda Aceh. Saran bagi perawat adalah agar dapat meningkatkan teknik aseptik serta perawatan yang dilakukan pada kateterisasi sehingga dapat mencegah terjadinya kejadian infeksi saluran kemih akibat pemasangan kateter. Kata kunci : Kateter, ISK, Pemasangan, Kejadian Daftar bacaan : 26 buku + 2 skripsi + 3 jurnal + 4 internet ( ) A. LATAR BELAKANG Infeksi saluran kemih adalah infeksi yang terjadi di sepanjang saluran kemih, termasuk ginjal itu sendiri, akibat proliferasi suatu mikroorganisme. Sebagian besar infeksi saluran kemih disebabkan oleh bakteri, tetapi virus dan

3 jamur juga dapat menjadi penyebabnya. Infeksi bakteri tersering disebabkan oleh Escherichia coli. Infeksi saluran kemih sering terjadi pada anak perempuan dan wanita. Salah satu penyebabnya adalah uretra wanita yang lebih pendek sehingga bakteri kontaminan lebih mudah memperoleh akses ke kandung kemih (Corwin, 2007, p.718). Infeksi saluran kemih bawah terbatas pada kandung kemih dan uretra. Biasanya hanya melibatkan mukosa superficial dan tidak memiliki efek jangka panjang. Infeksi saluran kemih atas mengenai ginjal atau ureter, dan melibatkan jaringan medular ginjal dalam dan dapat merusak ginjal secara permanen. Urin yang statis, di atas lokasi obstruksi atau dari pengosongan kandung kemih yang tidak tuntas, merupakan risiko infeksi. Instumentasi atau kateterisasi saluran kemih dapat memasukkan infeksi dan kateter yang bertahan lama menyebabkan risiko infeksi yang kontinu (O Callaghan, 2009, p.102). Sistitis (infeksi saluran kemih bawah) adalah inflamasi kandung kemih yang paling sering disebabkan oleh infeksi asenden dari uretra. Penyebab lainnya aliran balik urine dari uretra kedalam kandung kemih (refluks uretrovesical), kontaminasi fekal, atau penggunaan kateter atau sistoskop. Sistitis pada pria merupakan kondisi sekunder akibat beberapa faktor (mis., prostat yang terinfeksi, epididimitis, atau batu pada kandung kemih) (Hackley, 2000, p.511). Secara epidemiologis, infeksi saluran kemih sebaiknya dibagi menjadi infeksi yang berhubungan dengan kateter (atau nosokomial) dan infeksi yang tidak berhubungan dengan kateter (atau didapat dalam komunitas). Pada kedua kategori, dibagi menjadi infeksi simtomatik dan infeksi asimtomatik. Infeksi saluran kemih akut jarang didapatkan pada laki-laki di bawah 50 tahun. Kejadian bakteriuria simtomatik setara dengan infeksi simtomatik dan jarang ditemui pada laki-laki di bawah 50 tahun dan sering pada perempuan berumur antara tahun. Bakteriuria asimtomatik sangat umum pada laki-laki dan perempuan usia lanjut mencapai angka persen pasien pada beberapa penelitian (Isselbacher, 1999, p.616). Infeksi saluran kemih merupakan jenis infeksi nosokomial yang sering terjadi. Beberapa penelitian menyebutkan, infeksi saluran kemih merupakan 40% dari seluruh infeksi nosokomial dan dilaporkan 80% infeksi saluran kemih terjadi sesudah instrumentasi, terutama oleh kateterisasi (Darmadi, 2008, p.124). Walaupun kesakitan dan kematian dari infeksi saluran kemih berkaitan dengan kateter dianggap relatif rendah dibandingkan infeksi nosokomial lainnya, tingginya prevalensi penggunaan kateter urin menyebabkan besarnya kejadian infeksi yang menghasilkan komplikasi infeksi dan kematian. Berdasarkan survei di rumah sakit Amerika Serikat tahun 2002, kematian yang 3

4 timbul dari infeksi saluran kemih diperkirakan lebih dari (2,3% angka kematian). Sementara itu, kurang dari 5% kasus bakteriuria berkembang menjadi bakterimia. Infeksi saluran kemih yang berkaitan dengan kateter adalah penyebab utama infeksi sekunder aliran darah nosokomial. Sekitar 17% infeksi bakterimia nosokomial bersumber dari infeksi saluran kemih, dengan angka kematian sekitar 10% (Gould & Brooker, 2009). Kateter urine adalah selang yang dimasukkan ke dalam kandung kemih untuk mengalirkan urine. Kateter ini biasanya dimasukkan melalui uretra ke dalam kandung kemih. Kateter urin sangat umum digunakan pada situasi berikut: (1) retensi urin, (2) inkontinensia urin, dan (3) untuk memantau jumlah haluaran urin dalam jangka waktu tertentu pada pasien yang lemah (Marrelli, 2007, p.265). Kateter urin adalah penyebab yang paling sering dari bakteriuria. Risiko bakteriuria pada kateter diperkirakan 5% sampai 10% per hari. Kemudian diketahui, pasien akan mengalami bakteriuria setelah penggunaan kateter selama 10 hari. Infeksi saluran kemih merupakan penyebab terjadinya lebih dari 1/3 dari seluruh infeksi yang didapat di rumah sakit. Sebagian besar infeksi ini (sedikitnya 80%) disebabkan prosedur invasif atau instrumentasi saluran kemih yang biasanya berupa kateterisasi (Smeltzer & Bare, 2001, p.2419 & p.1387). Suatu kateter kandung kemih dimasukkan: setelah pembedahan, untuk mendapatkan urine yang steril untuk pemeriksaan, untuk menentukan residu urine (berapa urine yang tertinggal setelah pengeluaran urine spontan), jika dilakukan pencucian kandung kemih, pada terjadinya retensi urine (jika seorang pasien tidak mampu berkemih dan kandung kemih menjadi terlalu penuh), pada inkontinensia urin. Lumen suatu kateter menjadi sumber yang paling utama dari suatu infeksi. Keluhan-keluhan dan penyimpangan berikut ini akan menunjukkan adanya infeksi saluran kemih: pada wanita sakit yang membandel pada perut bagian bawah, pada pria sakit disekitar muara uretra, urin yang baru dikeluarkan berbau agak menyengat dan agak berkabut, ada peningkatan suhu tubuh (Stevens, 1999, p.328). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Afsah (2008), tentang tingkat kejadian infeksi saluran kemih pada pasien dengan terpasang kateter urin di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, menunjukkan bahwa dari 30 responden terdapat angka infeksi saluran kemih sebanyak 20%. Berdasarkan data rekam medis di RSUDZA Banda Aceh ( ), diketahui terjadi peningkatan kasus infeksi saluran kemih tiap tahunnya, dengan rata-rata pertahun terdapat 75 kasus. Dari hasil pengamatan peneliti pada minggu kedua bulan April 2012 lalu di ruang rawat inap penyakit dalam RSUDZA Banda Aceh diketahui adanya keluhan dari beberapa pasien 4

5 5 mengenai pemasangan kateter, Yaitu 3 dari 5 pasien yang sedang memakai kateter mengeluh adanya nyeri dan kemerahan pada area yang dipasang kateter, dan juga terlihat urin yang terdapat di dalam kantong penampung agak berkabut. Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang hubungan antara pemasangan kateter dengan kejadian infeksi saluran kemih pada pasien di ruang rawat inap penyakit dalam RSUDZA Banda Aceh Tahun B. TUJUAN PENELITIAN Untuk mengetahui hubungan antara pemasangan kateter dengan kejadian infeksi saluran kemih pada pasien di ruang rawat inap penyakit dalam RSUDZA Banda Aceh Tahun C. MANFAAT PENELITIAN 1. Bagi perawat Bagi perawat, khususnya perawat pada RSUDZA Banda Aceh, untuk menambah pengetahuan serta sebagai bahan kajian keilmuan dalam memberikan pelayanan kesehatan. 2. Bagi institusi pendidikan keperawatan Khususnya Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, sebagai bahan tinjauan keilmuan khususnya dibidang ilmu keperawatan medikal bedah sehingga dapat meningkatkan pengetahuan peserta didik dalam melakukan peran profesionalnya nanti. 3. Bagi penelitian keperawatan Sebagai bahan masukan yang dapat memberikan informasi bagi penelitian selanjutnya dengan pembahasan yang sama. D. Infeksi Saluran Kemih 1. Pengertian Infeksi saluran kemih (ISK) adalah penyakit infeksi nosokomial yang biasa terjadi pada saat organisme naik dari uretra ke kandung kemih. Sekali organisme mencapai kandung kemih, organisme ini akan berkembang biak dan meningkat sehingga menyebabkan infeksi pada ureter dan ginjal (Smeltzer & Bare, 2001, p.2419). Infeksi saluran kemih dapat dibagi menjadi dua kategori umum berdasarkan lokasi anatomi: infeksi saluran bagian bawah (uretritis, sistitis, prostatitis) dan infeksi saluran bagian atas (pielonefritis akut, abses intrarenal, dan abses perinefrik). Secara mikrobiologis, dikatakan infeksi

6 saluran kemih jika ditemukan mikroorganisme patogen dalam urin, uretra, kandung kemih, prostat atau ginjal (Isselbacher, dkk, 1999, p. 616). 2. Patofisiologi ISK Menurut Sukandar (dalam Sudoyo, dkk 2006, p. 566), Individu normal, baik laki-laki maupun perempuan urin selalu steril karena dipertahankan jumlah dan frekuensi kencing. Uretro distal merupakan tempat kolonisasi mikroorganisme nonpatogenik fastidious gram-positif dan gram-negatif. Hampir semua pasien dengan ISK disebabkan invasi mikroorganisme asending dari uretra ke dalam kandung kemih. Pada beberapa pasien tertentu invasi mikroorganisme dapat mencapai ginjal. Proses ini dipermudah refluks vesikoureter. 1. Faktor Penyebab dan Risiko Infeksi saluran kemih disebabkan oleh adanya mikro organisme patogenik dalam traktus urinarius, dengan atau tanpa disertai gejala. Faktor risiko yang umum mencakup ketidakmampuan atau kegagalan kandung kemih untuk mengosongkan isinya secara lengkap, penurunan mekanisme pertahanan alamiah dari pejamu, peralatan yang dipasang pada traktus urinarius, seperti kateter dan prosedur sistoskopi. Pasien diabetes sangat berisiko karena peningkatan kadar glukosa dalam urin menyebabkan suatu infeksi-akibat lingkungan pada traktus urinarius. Kehamilan dan gangguan neurologi juga meningkatkan risiko karena kondisi ini menyebabkan pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap dan stasis urin (Smeltzer & Bare, 2001, p.1428). 2. Tanda dan Gejala Tanda-tanda dan gejala yang terjadi pada penyakit saluran kemih, yaitu: rasa nyeri, perubahan eliminasi urin dan gejala gastrointestinal. Gejala ISK bawah biasanya meliputi disuria, ada dorongan sering berkemih, nokturia, atau nyeri pada pelvic atau suprapubis. Pasien ISK atas sering menunjukkan gejala sistemik meliputi, demam, mual dan muntah, sakit kepala, dan lemah sesuai dengan keluhan spesifik dari nyeri di daerah panggul, punggung bawah, dan abdomen (Smeltzer & Bare, 2001, p.2419). Jika timbul infeksi saluran kemih meskipun sudah dilakukan berbagai tindakan higiene, maka keluhan atau penyimpangan yang didengar dan terlihat oleh perawat yaitu, pada wanita sakit yang membandel pada perut bagian bawah, pada pria sakit disekitar muara uretra, urine yang baru dikeluarkan berbau menyengat dan keruh, dan ada peningkatan suhu tubuh (Stevens, 1999, p.330). Secara klinis, kebanyakan infeksi yang berhubungan dengan kateter menimbulkan gejala ringan, 6

7 tanpa demam dan sering sembuh setelah pelepasan kateter (Isselbacher, dkk, 1999, p. 616) 3. Pengkajian Sebelum menegakkan diagnosa, perawat harus melakukan pengkajian data dasar pada pasien yang meliputi: a. Riwayat atau adanya faktor-faktor resiko: 1) Riwayat infeksi saluran kemih sebelumnya 2) Obtruksi pada saluran kemih b. Adanya faktor yang menjadi predisposisi pasien terhadap infeksi nosokomial: 1) Pemasangan kateter tetap 2) Imobilisasi dalam waktu yang lama 3) Inkontinensia c. Kaji manifestasi klinik dari infeksi saluran kemih: 1) Dorongan berkemih 2) Frekuensi berkemih 3) Disuria 4) Bau urin yang menyengat 5) Nyeri-biasanya pada suprapubik pada ISK bawah dan sakit pada panggul pada ISK atas (perkusi daerah kostovertebra untuk mengkaji nyeri tekan panggul) 6) Demam, khususnya pada ISK atas d. Pemeriksaan diagnostik: 1) Urinalisa memperlihatkan bakteriuria dan sel darah putih 2) Kultur (biakan) urin mengidentifikasi organisme penyebab 3) Tes bakteri bersalut-antibodi terhadap bakteri bersalut-antibodi diindikasikan pada pielonefritis 4) Sinar x ginjal, ureter dan kandung kemih mengidentifikasi anomali struktur nyata 5) Pielogram intravena (IVP) mengidentifikasi perubahan atau abnormalitas struktur e. Kaji perasaan-perasaan pasien terhadap hasil tindakan dan pengobatan. Terutama pada pasien wanita sering berfokus pada rasa takut akan kekambuhan, dimana menyebabkan penolakan terhadap aktifitas seksual. Nyeri dan kelelahan yang berkenaan dengan infeksi dapat berpengaruh terhadap penampilan kerja dan aktifitas kehidupan seharihari (Engram, 1998, p.122). 7

8 8 4. Diagnosis Diagnosis ISK umumnya bergantung pada identifikasi terhadap organisme misalnya sel darah putih dalam spesimen urin yang diambil langsung atau urin yang terdapat di kateter. Jumlah dari organisme digunakan untuk menggambarkan kemungkinan infeksi yang biasanya yaitu ada unit koloni per millimeter (cfu/ml). Secara umum adanya sel darah putih (biasanya > 10 wbc/mm³) dalam spesimen urin merupakan diagnostik kuat, dimana sel ini menandakan respon peradangan pejamu terhadap organisme. Adanya organisme tanpa adanya sel darah putih dipertimbangkan sebagai bakteriuria daripada dianggap sebagai infeksi. 5. Tujuan pengobatan Menurut Yogiantoro, dkk dalam Tjokroprawiro, dkk (2007, p.232) tujuan dari pengobatan ISK: a. Menghilangkan kuman dan koloni kuman b. Menghilangkan gejala c. Mencegah dan mengobati sepsis d. Mencegah gejala sisa E. Kateterisasi Perkemihan 1. Definisi dan Klasifikasi Kateterisasi Kateter adalah alat bedah yang berupa selang atau pipa dan bersifat lentur yang dimasukkan kedalam rongga tubuh untuk menghisap atau memasukkan cairan (Dorland, 2010, p.357). Kateter urine adalah selang yang dimasukkan ke dalam kandung kemih untuk mengalirkan urine. Kateter ini biasanya dimasukkan melalui uretra ke dalam kandung kemih, namun metode lain yang disebut pendekatan suprapubik, dapat digunakan (Marrelli, 2007, p.265). Ada tiga macam kateter kandung kemih, yaitu kateter dengan selang pembuangan satu buah, dengan dua buah dan dengan tiga buah saluran pembuangan. Saluran pembuangan ini dinamakan lumen. Kateter dengan tiga lumen dengan sendirinya akan memiliki garis tengah (jadi lebih gemuk) yang lebih besar dibanding kateter dengan satu lumen. Kateter yang dipakai tergantung pada tujuan memakai kateter tersebut: kateter dengan satu lumen dipakai untuk tujuan satu kali, kateter dengan dua lumen adalah kateter yang ditinggal tetap disitu satu lumen dipakai sebagai saluran pembuangan urine, lumen yang lain dipakai untuk mengisi dan mengosongkan balon yang dipasang pada ujungnya. Balon ini diisi jika kateter dimasukkan dengan cara yang tepat. Jumlah air destilasi tertentu, yang menyebabkan kateter tidak dapat tergeser dan tetap berada dalam

9 kandung kemih. Baru setelah kateter akan dilepas, balon ini harus dikosongkan. Kateter dengan tiga lumen, terutama dipakai untuk tujuan membilas kandung kemih. Disini satu lumen dipakai untuk memasukkan cairan pembilas, satu sebagai saluran pembuangan cairan, dan satu untuk balon penampungan (Stevens, 1999, p.328). Menurut Hegner dan Caldwell (2003, p.579), ada dua jenis kateter yang digunakan untuk mendrainase urin, yaitu: a. Kateter french adalah selang berlubang. Biasanya terbuat dari karet yang lembut atau plastik. Kateter ini digunakan untuk mengeringkan kandung kemih dan tidak terus menerus berada di kandung kemih. b. Kateter foley mempunyai balon di sekeliling bagian lehernya. Balon ini diberi udara (air) setelah kateter masuk ke kandung kemih. Kateter ini dikenal juga sebagai kateter retensi atau indweling. Menurut Murwani (2009, p.42), terdapat 5 jenis kateter berdasarkan bahan yang digunakan, yaitu: a. Kateter plastik : digunakan sementara karena mudah rusak dan tidak fleksibel. b. Kateter latex/karet : digunakan untuk penggunaan/pemakaian dalam jangka waktu sedang (kurang dari 3 minggu). c. Kateter silikon murni/teflon : untuk penggunaan jangka waktu lama 2-3 bulan karena bahan lebih lentur pada meatus uretra. d. Kateter PVC (Polyvinylchloride) : sangat mahal, untuk penggunaan 4-6 minggu, bahannya lembut, tidak panas dan nyaman bagi uretra. e. Kateter logam : digunakan untuk pemakaian sementara, biasanya pada pengosongan kandung kemih pada ibu yang melahirkan. 2. Indikasi dan kontra indikasi Kateterisasi dapat menjadi tindakan yang menyelamatkan jiwa, khususnya bila traktus urinarius tersumbat atau pasien tidak mampu melakukan urinasi. Kateterisasi juga dapat digunakan dengan indikasi lain, yaitu : untuk menentukan perubahan jumlah urin sisa dalam kandung kemih setelah pasien buang air kecil, untuk memintas suatu obstruksi yang menyumbat aliran urin, untuk menghasilkan drainase pascaoperatif pada kandung kemih, daerah vagina atau prostat, atau menyediakan cara-cara untuk memantau pengeluaran urin setiap jam pada pasien yang sakit berat (Smeltzer & Bare, 2001, p.1387). Menurut Charlene, dkk (2001, p.221), ada 8 indikasi penggunaan kateter yaitu: untuk menyembuhkan retensi urin, mengurangi tekanan pada kandung kemih, memudahkan pengobatan dengan operasi, mempercepat pemulihan jaringan setelah operasi, memasukkan obat kedalam kandung 9

10 10 kemih, mengukur output urin secara tepat, mengukur output residual, memvisualisasikan struktur anatomi secara radiografis. Kateterisasi kandung kemih mencakup pemasangan selang karet atau plastik melalui uretra ke dalam kandung kemih. Kateter memungkinkan aliran kontinu pada pasien yang tidak mampu mengontrol perkemihan atau pada mereka yang mengalami obstruksi aliran perkemihan (Perry, dkk, 2005, p.299). Kozier (1983) menyebutkan kontra indikasi pemasangan kateter yaitu: adanya penyakit infeksi di dalam vulva seperti uretritis gonorhoe dan pendarahan pada uretra. 3. Komplikasi Adanya kateter indwelling dalam traktus urinarius dapat menimbulkan infeksi. Kolonisasi bakteri (bakteriuria) akan terjadi dalam waktu dua minggu pada separuh dari pasien-pasien yang menggunakan kateter urin, dan dalam waktu empat hingga enam minggu sesudah pemasangan kateter pada hampir semua pasien. Pemasangan kateter akan menurunkan sebagian besar daya tahan alami pada traktus urinarius inferior dengan menyumbat duktus periuretralis, mengiritasi mukosa kandung kemih dan menimbulkan jalur artificial untuk masuknya kuman ke dalam kandung kemih. Manipulasi kateter paling sering menjadi penyebab kerusakan mukosa kandung kemih pada pasien yang mendapat kateterisasi. Dengan demikian infeksi akan terjadi tanpa terelakkan ketika urin mengenai mukosa yang rusak itu. Ketika kateter terpasang, kandung kemih tidak akan terisi dan berkontraksi. Karena itu, pada akhirnya kandung kemih akan kehilangan tonusnya (atonia). Apabila hal ini terjadi dan kateter dilepas, otot detrusor mungkin tidak dapat berkontraksi dan pasien tidak dapat mengeliminasi urinnya. Latihan kandung kemih dapat mencegah kejadian ini (Smeltzer & Bare, 2001, p.1387). F. Alat dan Bahan Kateterisasi Menurut Perry, dkk (2005, p. 308) alat dan bahan yang digunakan dalam tindakan kateterisasi adalah: 1. Nampan kateterisasi steril 2. Sarung tangan steril. 3. Sarung tangan sekali pakai 4. Duk steril berlubang satu 5. Minyak pelicin 6. Larutan pembersih antiseptik 7. Bola kapas atau spons kasa, waslap 8. Forsep

11 11 9. Kateter lurus atau menetap 10. Spuit berisi larutan untuk mengembungkan balon pada kateter menetap 11. Wadah penampung atau baskom 12. Wadah spesimen 13. Lampu senter 14. Kantong sampah 15. Slang drainase steril dan kantong penampung 16. Plester, pita karet, dan peniti 17. Selimut mandi, handuk mandi, perlak tahan air 18. Baskom yang berisi air hangat dan sabun 19. Kantong sampah G. Prosedur Kateterisasi Saluran Kemih 1. kateterisasi saluran kemih wanita: 1) Jelaskan prosedur pada klien. 2) Berdirilah di bagian kanan tempat tidur jika anda biasa menggunakan tangan kiri. Rapikan meja di samping tempat tidur dan susun peralatan. 3) Tinggikan pagar tempat tidur di arah yang berlawanan. Pasang pelapis tahan air di bawah tubuh klien. 4) Bantu klien telentang (lutut difleksikan). Minta klien untuk merelaksasikan pahanya sehingga dapat meningkatkan rotasi eksternal. 5) Tutup klien dengan selimtu mandi. Pasang selimut di sekitar klien; satu sisi pada leher klien, di sisi setiap lengan dan pinggang, terakhir di sekitar perineum. 6) Gunakan sarung tangan sekali pakai dan cuci area perineum dengan sabun dan air sesuai kebutuhan; keringkan. 7) Buka sarung tangan dan cuci tangan. 8) Jika memasang kateter menetap, buka sistem drainase. 9) Posisikan lampu untuk menerangi area perineum (ketika menggunakan lampu senter minta orang lain untuk memegangnya). 10) Buka kotak kateterisasi menurut petunjuk, jaga perlengkapan steril. 11) Gunakan sarung tangan steril. 12) Atur peralatan di tempat yang steril. Buka bungkus steril bagian dalam. Tuangkan larutan antiseptik steril ke dalam kompartemen yang berisi bola kapas steril. Buka paket yang berisi minyak pelicin. Pindahkan wadah spesimen (penutupnya harus berada di atas) dan isi spuit yang berisi cairan dari baki pengumpul dan susun peralatan tersebut di samping tempat steril jika diperlukan. 13) Sebelum memasang kateter menetap yang umum dilakukan adalah menguji balon dengan mengijeksikan cairan dari spuit ke dalam balon.

12 12 14) Oleskan pelicin ke ujung kateter 2,5-5 cm. 15) Pasang kain steril. a) Tempatkan kain di atas tempat tidur di antara paha klien. Masukkan ujung manset di bawah bokong klien, hati-hati jangan menyentuh permukaan yang terkontaminasi dengan sarung tangan anda. b) Ambil kain steril yang berlubang dan bentangkan. Tempatkan kain di atas perineum klien, buka buka labia dan hati-hati jangan menyentuh permukaan yang terkontaminasi. 16) Simpan baki steril dan isinya di atas kain steril di antara paha klien. 17) Buka paket yang berisi larutan pembersih antiseptik dan tuangkan isinya di atas bola kapas steril atau perban. 18) Buka wadah spesimen urin, jaga atasnya tetap steril jika spesimen akan dikumpulkan. 19) Dengan tangan yang tidak dominan dipakai, regangkan kembali labia untuk membuka semua meatus uretra. Pertahankan tangan yang tidak dominan dalam posisi tersebut selama prosedur. 20) Dengan tangan yang dominan, ambil bola kapas dengan forsep dan bersihkan area perineum, usapkan dari depan ke belakang dari klitoris menuju ke arah anus. Gunakan bola kapas yang bersih untuk setiap pengusapan tersebut; sepanjang lipatan labia luar dan dalam serta di sekitar meatus. 21) Dengan tangan dominan, keluarkan kateter kira-kira 7,5-10 cm dari ujung. Simpan ujung kateter dalam nampan kateter, jika menggunakan kateter lurus. 22) Beritahu klien untuk mengejan seperti ketika akan berkemih dan menarik napas panjang ketika anda memasukkan kateter melalui meatus secara perlahan. 23) Masukkan kateter kira-kira 5-7,5 cm pada orang dewasa atau sampai urin keluar dari kateter. Ketika urin tampak keluar, masukkan lagi 2,5-5 cm. 24) Lepaskan labia dan pegang kateter secara aman dengan tangan nondominan. 25) Kumpulkan spesimen urin sesuai keperluan. a) Isi wadah atau botol kateter 20 sampai 30 ml dengan tangan nondominan di atas wadah. Dengan tangan dominan, jepit kateter untuk menghentikan aliran urin sementara. Lepaskan jepitan kateter untuk mengalirkan urin sisa dalam kandung kemih ke dalam wadah penampung. b) Jika spesimen dikumpulkan pada saat insersi kateter, spesimen

13 dapat diperoleh dari kantong drainase pada saat terakhir prosedur tetapi hanya ketika kateter menetap pertama kali diinsersikan. Tutup wadah spesimen dan simpan di samping untuk di beri nama. 26) Biarkan kandung kemih sampai kosong (biasanya ml) kecuali bila kebijakan institusi membatasi volume maksimal urin untuk dikeluarkan pada setiap kateterisasi. 27) Tarik lurus kateter sekali pakai dengan perlahan tetapi lembut sampai lepas. 28) Untuk kateter menetap, kembungkan balon berdasarkan petunjuk pabrik kemudian kendurkan kateter dengan tangan nondominan dan tarik secara lembut untuk merasakan tahanan. 29) Pasangkan ujung pangkal kateter pada selang pengumpul sistem drainase. Kit drainase akan tertambat sehingga segel tidak akan rusak. 30) Rekatkan selang kateter pada paha dalam klien dengan plester non alergi. Biarkan kendur sehingga gerakan paha tidak menyebabkan tegang pada kateter. 31) Pastikan bahwa tidak ada sumbatan atau puntiran pada selang. Tempatkan gulungan selang yang berlebihan di atas tempat tidur dan tambatkan pada seprai dengan klip set drainase atau pengikat karet atau plester. 32) Buka sarung tangan dan buang peralatan, duk, dan urin ke wadah yang tepat. 33) Bantu klien ke posisi yang nyaman. Cuci dan keringkan area perineum sesuai kebutuhan. 34) Beri tahu klien dengan caranya sendiri untuk memposisikan dirinya di tempat tidur dengan memakai kateter; berbaring ke pinggir menghadap sistem drainase-aliran kateter dan selang di atas tempat tidur tidak tersumbat; posisi telentang-kateter dan selang berada di atas paha; berbaring ke pinggir pandangan jauh dari sistem-kateter dan selang berada di antara tungkai. Urin harus mengalir lancar tanpa hambatan. 35) Waspadakan klien tentang tertariknya kateter. 36) Cuci tangan dan dokumentasi. 2. kateterisasi saluran kemih pria: 1) Jelaskan prosedur pada klien. 2) Berdiri di sebelah kanan tempat tidur jika menggunakan tangan kiri (berada di sebelah kiri jika menggunakan tangan kanan). Bereskan meja di samping tempat tidur dan susun peralatan. 3) Tinggikann pagar tempat tidur di sebelah yang berlawanan. Bantu klien posisi telentang dengan paha sedikit diabduksikan. 4) Tutup tubuh klien dengan handuk dan tutupi ekstremitas bawahnya 13

14 dengan selimut, yang terbuka hanya alat kelamin. 5) Letakkan perlak tahan air di bawah alat kelamin klien. 6) Pakai sarung tangan sekali pakai dan cuci perineum dengan sabun dan air sesuai keperluan. Pada daerah yang tidak di sirkumsisi, pastikan menarik prepusium untuk membersihkan meatus uretra (jangan biarkan sabun masuk ke dalam meatus). 7) Buka sarung tangan dan cuci tangan. 8) Jika memasang kateter menetap, buka sistem drainase. 9) Buka kotak kateterisasi sesuai petunjuk, jaga wadah tetap steril. 10) Pakai sarung tangan steril. 11) Atur peralatan di wilayah steril. Buka bungkus steril bagian dalam. Tuangkan larutan antiseptik steril ke dalam bagian yang berisi bola kapas steril. Buka paket yang berisi minyak pelicin. Buka wadah yang berisi spesimen (penutup harus longgar berada di atas) dan spuit dari nampan serta simpan semua itu di area steril, jika diperlukan. 12) Sebelum memasang kateter, yang biasa dilakukan adalah menguji balon dengan menginjeksikan cairan dari spuit ke dalam balon. 13) Oleskan minyak pelicin pada ujung kateter sepanjang 12,5-17,5 cm. 14) Gunakan kain steril, jaga sarung tangan tetap steril. a) Pasang kain di sekitar paha klien tepat di bawah penis. b) Ambil kain berlubang yang steril, biarkan terbentang dan kenakan dengan lubang kain mengitari penis. 15) Tempatkan baki steril dan isinya di atas kain sepanjang paha atau di antara paha klien. 16) Bubuhi bola kapas atau kasa dengan larutan antiseptik. Buka wadah spesimen urin, jaga atasnya tetap steril. 17) Dengan tangan nondominan, tarik prepusium pada bagian yang tidak di sirkumsisi. Pegang penis pada batangnya tepat di bawah kelenjar. Tarik meatus uretra di antara ibu jari dan jari telunjuk. Selama prosedur, pertahankan tangan nondominan pada posisi ini. 18) Dengan tangan dominan, ambil bola kapas dengan forsep dan bersihkan penis. Gerakannya memutar dari bawah meatus ke dasar kelenjar. Ulangi pembersihan dua kali dengan masing-masing menggunakan bola kapas yang bersih. 19) Dengan tangan yang bersarung tangan, pegang kateter kira-kira 7,5-10 cm dari ujung kateter. Pegang ujung pangkal kateter dengan longgar melingkari telapak tangan yang dominan. 20) Angkat penis pada posisi tegak lurus dengan tubuh klien dan gunakan tarikan ringan. 21) Minta klien mengejan seperti akan berkemih dan ambil napas panjang, 14

15 15 sementara anda memasukkan kateter melalui meatus secara perlahan. 22) Memasukkan kateter sepanjang 17,5-22 cm pada orang dewasa atau sampai urin keluar dari ujung pangkal kateter. Ketika urin tampak, masukkan lagi 5 cm. 23) Turunkan penis dan pegang kateter secara aman dengan tangan yang non dominan agar kateternya lurus. Simpan ujung pangkal kateter dalam wadah penampung urin. 24) Kumpulkan spesimen urin sesuai dengan langkah 25 pada prosedur kateterisasi wanita. a) Jika kateter menetap dianjurkan, pompa balon dan periksa apakah tertambat dengan benar. b) Jika spesimen diminta pada saat insersi kateter menetap, spesimen diperoleh dari kantong drainase ketika peralatan digunakan pertama kali. 25) Biarkan kandung kemih sampai kosong. 26) Kembalikan lagi prepusium ke atas kelenjar. Dengan kateter lurus sekali pakai, tarik kembali secara perlahan tetapi dengan lembut hingga terlepas. 27) Untuk kateter menetap masukkan ujung pangkal kateter ke slang pengumpul sistem drainase. Letakkan kantong penampung pada rangka tempat tidur diantara pagar tempat tidur dan kasur. 28) Rekatkan kateter pada paha atas klien atau abdomen bawah (dengan penis diarahkan menuju ke dada klien). Gunakan plester non-alergi. Kendurkan slang sehingga pergerakan tidak tidak menimbulkan tekanan pada kateter. 29) Pastikan bahwa pada slang tidak terdapat sumbatan tau puntiran. Letakkan gulungan slang yang berlebihan di atas tempat tidur dan tempelkan pada seprai dengan klip atau dengan pita karet. 30) Buka sarung tangan dan bersihkan semua peralatan. 31) Bantu klien ke posisi yang nyaman serta cuci dan keringkan area perineum sesuai keperluan. 32) Beri tahu klien tentang posisi yang benar dan pentingnya tidak menarik kateter. 33) Cuci tangan dan dokumentasi (Perry, dkk, 2005, p.299). H. Perawatan Pasien dengan Pemasangan Kateter Pasien yang terpasang kateter menetap membutuhkan perawatan khusus. Tindakan keperawatan diarahkan pada tindakan pencegahan infeksi dan mempertahankan kelancaran aliran urin pada sistem drainase kateter.

16 16 Perry dan Potter (2005, p.1721) menjelaskan bahwa perawatan pasien dengan pemasangan kateter sebagai berikut: 1. Asupan cairan Semua pasien yang terpasang kateter harus mengkonsumsi cairan sebanyak 2000 sampai 2500 ml per hari, jika diizinkan. Jumlah cairan ini dapat diperoleh dari asupan oral atau infus intravena. Asupan cairan dalam jumlah besar menghasilkan volume urin yang besar, yang membilas kandung kemih dan menjaga selang kateter bebas dari sedimen. 2. Higiene perineum Pembentukan sekresi atau krusta pada tempat insersi kateter merupakan sumber iritasi dan potensial menyebabkan infeksi. Perawat memberikan perawatan kebersihan perineum sekurang-kurangnya dua kali sehari atau sesuai kebutuhan klien yang terpasang kateter akibat retensi. Sabun dan air efektif mengurangi jumlah organisme di sekitar uretra. 3. Perawatan kateter Selain merawat kebersihan perineum secara rutin, banyak institusi merekomendasikan supaya klien yang terpasang kateter mendapatkan perawatan khusus tiga kali sehari dan setelah defekasi atau inkotinensia usus untuk membantu meminimalkan rasa tidak nyaman dan infeksi. I. Perawatan Kateter Perawatan kateter tetap meliputi: 1. Bersihkan daerah sekitar kateter yang masuk ke dalam orifisium uretra dengan sabun dan air saat memandikan atau membersihkan kotoran pasien. 2. Hindari menggunakan bedak dan spray pada daerah perineal. 3. Jangan menarik kateter selama pembersihan (Nursalam & Batticaca, 2009, p.19). Murwani (2009, p.44) menjelaskan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perawatan kateter adalah sebagai berikut: 1. Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah perawatan kateter. 2. Jangan biarkan klep pada sistem drainase tersentuh area yang terkontaminasi. 3. Jangan biarkan hubungan sistem drainase terbuka/terputus. 4. Jika selang pada sistem drainase terputus, jangan sentuh bagian ujung kateter atau selang. Usapkan antimikrobial solution sebelum selang atau ujung kateter dihubungkan kembali. 5. Cegah terjadinya refluks urin ke kandung kemih (letakkan kantong penampung urin di bawah kandung kemih) 6. Kosongkan kantong urin setiap 8 jam, atau jika sudah penuh. 7. Ganti kateter sesuai rencana keperawatan / 3-4 hari sekali.

17 8. Lakukan perineal higiene secara rutin sesuai dengan kebijakan RS dan setelah defekasi. Hegner dan Caldwell (2003, p. 581) menetapkan beberapa persiapan yang harus dilakukan oleh perawat dalam melakukan perawatan kateter menetap: 1. Lakukan semua tindakan awal prosedur. 2. Ingatlah untuk mencuci tangan, mengidentifikasi pasien dan member privasi. 3. Siapkan peralatan yang diperlukan: a. Sarung tangan sekali pakai b. Pelindung tempat tidur (perlak) c. Selimut mandi d. Kantong plastik untuk sampah e. Peralatan perawatan kateter harian f. Larutan antiseptik g. Lidi kapas steril (bola kapas) h. Plester 4. Pastikan bahwa penghalang tempat tidur di sisi yang berlawanan sudah terpasang dan aman. Beri posisi telentang pada pasien, kaki dibuka dan lutut menekuk, jika diizinkan. 5. Selimuti pasien dengan selimut mandi dan lipat selimut tempat tidur sampai ke kaki tempat tidur. 6. Minta pasien untuk mengangkat pinggulnya. Letakkan pelindung tempat tidur (perlak) di bawah pasien. 7. Atur letak selimut mandi sehingga hanya bagian genital saja yang terbuka. 8. Atur peralatan kateter dan kantong plastik di atas meja dan buka peralatan tersebut. 9. Pakai sarung tangan dan pasang tirai. 10. Untuk pasien pria: a. Pegang penis dan tarik kulit luarnya ke belakang, jika pasien tidak disirkumsisi. b. Gunakan satu lidi kapas steril yang dicelupkan ke dalam larutan antiseptik, untuk satu kali usapan, bersihkan glans penis dari meatus kearah badan penis kira-kira 10 cm. c. Buang lidi kapas setelah satu usapan ke dalam kantong plastik. d. Gunakan lidi kapas baru setiap kali usapan. Untuk pasien wanita: a. Buka labia b. Gunakan lidi kapas baru yang dicelupkan ke dalam larutan antiseptik, usap dari depan ke belakang. 17

18 18 c. Buang lidi kapas ke dalam kantong plastik setelah satu usapan. 11. Lepas sarung tangan dan buang dalam kantong plastik. 12. Periksa kateter untuk memastikannya sudah diplester dengan tepat. 13. Periksa untuk memastikan bawah selang telah direkatkan ke tempat tidur, dan gantung lurus ke bawah ke kantong drainase. Periksa jumlah urin dalam kantong. Ujung selang harus tidak di bawah jumlah urin. Kosongkan kantong dan ukur, jika perlu. Jangan mengangkat kantong di atas selang. 14. Rapikan kembali seprai dan selimut dan angkat selimut mandi. 15. Lipatkan selimut mandi dan tinggalkan di kamar untuk digunakan kembali. 16. Lakukan semua tindakan penyelesaian prosedur, cuci tangan, dokumentasi. J. Mengirigasi Kateter Tindakan ini dilakukan untuk membersihkan dan menjaga aliran kateter tetap berjalan dengan baik. Irigasi ini dipertahankan dengan sistem irigasi tertutup untuk menjamin sterilitas. Perry, dkk (2005, p. 320) menjelaskan prosedur irigasi kateter sebagai berikut: 1. Jelaskan prosedur pada klien, cuci tangan dan gunakan sarung tangan. 2. Kaji abdomen bawah untuk tanda distensi kandung kemih. 3. Dengan menggunakan teknik aseptik, masukkan ujung slang irigasi steril ke dalam kantung yang berisi larutan irigasi. 4. Tutup klem slang dan gantung kantung larutan pada tiang penggantung IV. 5. Buka klem dan alirkan larutan melalui slang, pertahankan ujung slang steril, tutup klem. 6. Putar off bagian irigasi kateter lumen tripel atau hubungkan konektor-y steril ke kateter lumen ganda, kemudian hubungkan ke slang irigasi (pastikan kantung drainase dan slang terhubung dengan aman). 7. Klem slang pada sistem drainase untuk aliran intermiten, buka klem pada slang irigasi, dan alirkan sejumlah cairan yang diprogramkan masuk ke kandung kemih (100 ml adalah normal untuk orang dewasa). Tutup klem slang irigasi, kemudian buka klem slang drainase. 8. Untuk irigasi kontinu, hitung kecepatan tetesan dan atur klem pada slang irigasi secara tepat; yakinkan klem pada slang drainase terbuka dan periksa volume drainase pada kantung drainase. 9. Buang alat yang terkontaminasi, lepaskan sarung tangan, dan cuci tangan. 10. Catat jumlah larutan yang digunakan sebagai irigan, jumlah kembali seperti yang didrainase, serta konsistensi drainase pada catatan perawat dan lembaran asupan dari haluaran. Laporkan oklusi kateter, perdarahan tiba-tiba infeksi, atau peningkatan nyeri pada dokter. 11. Cuci tangan dan dokumentasi

19 19 K. Melepas Kateter Mubarak (2007, p.309) menjelaskan langkah-langkah dalam melepas kateter tetap sebagai berikut: 1. Persiapan alat a. Perlak b. Spuit c. Bengkok d. Sarung tangan bersih e. Kertas kloset (tisu) f. Handuk g. Sampiran 2. Persiapan pasien a. Jelaskan pada pasien tentang tujuan dan prosedur tindakan yang akan dilakukan b. Mengatur posisi pasien 3. Cara kerja a. Cuci tangan b. Pasang sampiran di sekeliling tempat tidur c. Pasang sarung tangan d. Tutup aliran kateter e. Cabut kateter 1) Letakkan bengkok di bawah kateter 2) Isap cairan dari balon 3) Jepit kateter dan tarik keluar 4) Lap ujung kateter dengan tisu 5) Alirkan sisa urin ke kantong 6) Gulung kateter dan masukkan ke bengkok. f. Berikan rasa nyaman pada pasien g. Dokumentasi L. Pencegahan Infeksi Menurut sukandar (dalam sudoyo, dkk, 2006, p. 566), Sebagian besar peneliti tidak menganjurkan antibiotika sebagai pencegahan infeksi saluran kemih terkait kateter. Di negara maju seperti USA, menganjurkan penggunaan kateter urin berselaput campuran perak atau kateter oksida perak untuk mencegah infeksi saluran kemih terkait kateter. Menurut Potter dan Perry (2005, p.1724) kateterisasi dapat diindikasikan untuk berbagai alasan. Apabila waktu kateterisasi pendek dan upaya untuk meminimalkan infeksi merupakan suatu prioritas maka metode kateterisasi

20 intermitten adalah yang terbaik. Cara untuk mencegah infeksi pada klien yang menjalani kateterisasi yaitu : a. Lakukan teknik mencuci tangan yang benar b. Upayakan supaya klep pada sistem drainase tidak menyentuh permukaan yang terkontaminasi. c. Jangan membuka titik-titik penghubung pada sistem drainase untuk mengambil specimen urin. d. Apabila sambungan selang drainase terputus, jangan menyentuh bagian ujung kateter atau selang. Bersihkan ujung selang kateter dengan larutan antimikroba sebelum menyambungnya kembali. e. Pastikan bahwa setiap klien memiliki wadah terpisah untuk mengukur urin untuk mencegah kontaminasi silang. f. Cegah pengumpulan urine di dalam selang dan refluks urine ke kandung kemih. 1) Hindari meninggikan kantong drainase melebihi ketinggian kandung kemih klien. 2) Apabila perlu meninggikan kantong selama memindahkan klien ke tempat tidur atau ke kursi roda, mula-mula klem selang atau kosongkan isi selang ke dalam kantong drainase. 3) Hindari lekukan selang yang besar, terbentang di atas tempat tidur. 4) Alirkan urin dari selang ke kantong. 5) Sebelum melakukan latihan atau ambulasi keluarkan semua urin dari selang ke dalam kantong drainase. g. Hindari menekuk atau mengklem selang dalam jangka waktu yang lama. h. Kosongkan kantung drainase sekurang-kurangnya setiap 8 jam. Apabila haluaran urin banyak, kosongkan dengan lebih sering. i. Lepaskan kateter segera setelah kondisi medis memungkinkan. j. Plester atau fiksasi kateter dengan benar. k. Lakukan praktik higiene rutin berdasarkan kebijakan lembaga dan setelah defekasi atau inkotinensia urin. Smeltzer dan Bare (2001, p.1390) juga menjelaskan cara mencegah infeksi pada pasien yang mendapatkan kateterisasi sebagai berikut: a. Diperlukan tindakan asepsis yang ketat pada saat memasang kateter. b. Sistem drainase urin tertutup yang dirakit sebelumnya dan steril sangat penting dan tidak boleh dilepas, sebelum, selama, atau sesudah pemasangan kateter. c. Untuk mencegah kontaminasi pada sistem tertutup, selang tidak boleh dilepas dari kateter. Tidak boleh ada bagian kantong penampung urin atau selang drainase yang terkontaminasi. d. Kantong penampung urin tidak boleh ditinggikan di atas ketinggian 20

21 21 kandung kemih pasien karena tindakan ini akan menyebabkan aliran urin yang terkontaminasi ke dalam kandung kemih dari kantong penampung. e. Urin tidak boleh dibiarkan berkumpul dalam selang karena aliran urin yang bebas harus dipertahankan untuk mencegah infeksi. Drainase yang tidak sempurna akan terjadi bila selangnya tertekuk atau terpilin sehingga urin akan berakumulasi dalam selang tersebut. f. Kantong penampung tidak boleh menyentuh lantai. Kantong dan selang pengumpul harus segera diganti jika terjadi kontaminasi, aliran urin tersumbat atau tempat pertemuan selang dengan kateter mulai bocor. g. Kantong urin harus dikosongkan setiap 8 jam sekali melalui katup drainase lebih sering jika urin terdapat dalam volume yang besar. h. Irigasi kateter tidak boleh dilakukan sebagai tindakan rutin. i. Kateter urin tidak boleh dilepaskan dari selang untuk mengambil sample urin, mengirigasi kateter, memindahkan atau mengubah posisi pasien. j. Jika kateter harus dibiarkan terpasan beberapa lama, kateter tersebut harus diganti secara periodik, sekitar seminggu sekali, maka pemasangan kateter tidak boleh dihentikan tanpa latihan kandung kemih. k. Tindakan mencuci tangan harus dilakukan sebelum dan setelah pemasangan kateter, selang dan kantong penampung urin. l. Kateter urin harus dicuci dengan sabun dan air sedikitnya dua kali sehari, gerakan yang membuat kateter bergeser maju-mundur harus dihindari. m. Ketika kateter dilepas, pasien harus dapat melakukan urinasi dalam waktu 8 jam, jika pasien tidak dapat melakukan urinasi, kateterisasi dilakukan dengan kateter yang lurus. n. Jika terlihat tanda-tanda infeksi, spesimen urin harus segera diperoleh untuk pemeriksaan kultur. BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN A. Kerangka Kerja Kerangka kerja yang digunakan pada penelitian ini menggambarkan hubungan antara pemasangan kateter dengan kejadian infeksi saluran kemih pada pasien di ruang rawat inap penyakit dalam RSUDZA Banda Aceh Tahun Untuk melihat terjadinya infeksi saluran kemih pada pasien yang terpasang kateter di ruang rawat inap penyakit dalam RSUDZA Banda Aceh,

22 22 peneliti menggunakan konsep dari Smeltzer dan Bare (skema 3.1). Dimana menurut Smeltzer & Bare diperlukan urinalisa untuk melihat adanya bakteriuria dan piuria sebelum menegakkan diagnosa infeksi saluran kemih. Pemasangan kateter pada penelitian ini menjadi varibel bebas (independen) yaitu variabel yang menentukan variabel lain. Sedangkan infeksi saluran kemih menjadi variabel terikat (dependen) yaitu variabel yang nilainya ditentukan oleh variabel lain (Nursalam, 2011, p.97). Secara skematis kerangka kerja penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut: Variabel independen Variabel dependen Pemasangan kateter Infeksi saluran kemih Skema 3.1 Kerangka Konsep B. Hipotesa Penelitian 1. Hipotesa Mayor a. Ha : Terdapat hubungan antara pemasangan kateter dengan kejadian infeksi saluran kemih pada pasien di ruang rawat inap penyakit dalam RSUDZA Banda Aceh tahun b. Ho : Tidak terdapat hubungan antara pemasangan kateter dengan kejadian infeksi saluran kemih pada pasien di ruang rawat inap penyakit dalam RSUDZA Banda Aceh tahun C. Definisi Operasional Hubungan Antara Pemasangan Kateter dengan Kejadian Infeksi Saluran Kemih pada Pasien di Ruang Rawat Inap Penyakit Dalam RSUDZA Banda Aceh Tahun Tabel 3.1 Definisi Operasional No. Variabel/ sub Variabel Definisi Operasional Alat ukur Cara ukur Skala ukur Hasil ukur 1. Variabel independen: Pemasangan kateter Suatu tindakan invasif dengan memasukkan selang melalui uretra ke dalam kandung kemih untuk mengalirkan urin. Lembar observasi Observasi terdiri dari 27 item observasi Ordinal Baik x 51,9 Kurang x < 51,9

23 23 2. Variabel dependen: Infeksi saluran kemih Infeksi saluran kemih adalah penyakit infeksi nosokomial yang terjadi pada saat organisme berkembang biak di dalam saluran kemih. Hasil laboratorium Observasi hasil laboratorium Ordinal Ya Tidak BAB IV METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi korelasi (correlation study). Menurut Notoatmodjo (2010, p.47), penelitian studi korelasi merupakan penelitian yang dilakukan untuk melihat hubungan antara dua variabel pada sekelompok subjek. Hal ini dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel satu dengan variabel yang lain. Untuk mengetahui korelasi antara suatu variabel dengan variabel lain tersebut dilakukan identifikasi variabel yang ada pada suatu objek, kemudian diidentifikasi pula variabel lain yang ada pada objek yang sama dan dilihat apakah terdapat hubungan antara keduanya. Disini peneliti ingin melihat hubungan antara pemasangan kateter dengan kejadian infeksi saluran kemih pada pasien di ruang rawat inap penyakit dalam RSUDZA Banda Aceh Tahun B. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat yang bekerja di ruang rawat inap penyakit dalam RSUDZA Banda Aceh yang berjumlah 35 perawat. 2. Sampel a. Besar sampel Dalam penelitian ini peneliti mengambil total sampling yang berjumlah 35 responden. b. Teknik sampling Pengambilan sampel dilakukan dengan cara non probability sampling. Menggunakan teknik purposive sampling, yaitu suatu teknik pengambilan sampel yang didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat sendiri oleh peneliti, berdasarkan ciri atau sifat-

24 24 sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Notoatmodjo, 2010, p.124). Dalam penelitian ini, kriteria sampel yang diambil adalah sebagai berikut: 1) Perawat yang bekerja di ruang rawat inap penyakit dalam RSUDZA Banda Aceh. 2) Akan melakukan tindakan kateterisasi. 3) Pasien yang terpasang kateter selama 5 hari. 4) Bersedia menjadi responden. C. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Waktu penelitian dilakukan pada tanggal 03 Agustus 20 September Tahun Tempat penelitian Penelitian ini dilakukan di RSUDZA Banda Aceh. Alasan pemilihan lokasi penelitian tersebut adalah: a. RSUDZA Banda Aceh adalah Rumah Sakit rujukan tipe A di Provinsi Aceh. b. Tersedia banyak sampel untuk dilakukan penelitian. D. Alat Pengumpulan Data dan Uji Instrumen 1. Alat pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan lembar kuesioner yang terdiri dari tiga bagian, yaitu: a. Bagian A merupakan data demografi responden untuk mengetahui identitas responden secara umum yang meliputi: jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan lama masa kerja. b. Bagian B berupa kuesioner yang dikembangkan sendiri oleh peneliti. Kuesioner ini berisi pernyataan tentang prosedur kateterisasi yang berjumlah 27 item pernyataaan. Kuesioner ini menggunakan dua pilihan jawaban yaitu ada dan tidak. Dengan pemberian skor 2 untuk jawaban ada yang berarti tindakan dilakukan, dan pemberian skor 1 untuk jawaban tidak yang berarti tindakan tidak dilakukan. c. Bagian C berupa kuesioner yang dikembangkan sendiri oleh peneliti. Kuesioner ini berupa tabel observasi yang digunakan untuk mengevaluasi hasil pemeriksaan laboratorium terhadap urin pasien yang dipasang kateter oleh responden yaitu untuk melihat adanya bakteriuria dan piuria. Kuesioner ini menggunakan dua pilihan

25 25 jawaban yaitu ya dan tidak dengan pemberian skor 2 untuk jawaban ya dan 1 untuk jawaban tidak. E. Teknik Pengumpulan Data Adapun tahapan prosedur penggumpulan data yang dilakukan, meliputi: 1. Tahap persiapan pengumpulan data a. Peneliti mengurus surat izin untuk melakukan penelitian dari Progam Studi Ilmu Keperawatan Universitas Syiah kuala. b. Peneliti mengurus surat izin untuk melakukan penelitian di bagian penelitian dan pengembangan RSUDZA Banda Aceh. 2. Tahap pengumpulan data Tahap pengumpulan data dilakukan melalui tahap-tahap sebagai berikut: a. Peneliti datang langsung ke tempat penelitian dihari yang telah tertera dalam surat yang dikeluarkan oleh bagian pelatihan dan pengembangan RSUDZA Banda Aceh. b. Peneliti terlebih dahulu memperkenalkan diri dan menjelaskan maksud dari kedatangan peneliti kepada responden (perawat). c. Meminta kesediaan responden untuk berpartisipasi dalam penelitian dengan cara menandatangani lembar persetujuan menjadi responden yang telah disediakan. d. Peneliti mengobservasi tindakan kateterisasi yang dilakukan oleh responden. e. Dihari kelima, peneliti melakukan urinalisa pada pasien yang dipasangi kateter oleh responden. F. Pengolahan Data Setelah kuesioner yang telah diisi oleh responden dikumpulkan lalu dilanjutkan dengan melakukan pengolahan data. Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan melalui beberapa langkah yang dikemukakan oleh Budiarto (2001, p.29). Adapun langkah-langkah yang dilakukan: 1. Editing, yaitu mengoreksi kesalahan-kesalahan dalam pengisian atau pengambilan data. Pada tahap ini data dikumpulkan lalu dilakukan pengecekan identitas responden, mengecek kelengkapan data dengan baik dan tidak ditemukan data yang hilang. 2. Coding, yaitu memberikan kode berupa nomor pada setiap kuesioner sesuai dengan responden yang diawali 01 untuk responden pertama sampai 35 untuk responden terakhir. 3. Transfering, yaitu data yang telah diberi kode disusun secara berurutan dari responden pertama sampai responden terakhir untuk dimasukkan

26 26 kedalam master tabel dan data tersebut diolah dengan menggunakan program komputer. 4. Tabulating, yaitu mengelompokkan responden berdasarkan kategori yang telah ditetapkan untuk tiap-tiap variabel yang diukur untuk kemudian dimasukkan kedalam tabel distribusi frekuensi. G. Analisa Data Teknik analisa yang digunakan pada penelitian ini yaitu: 1. Analisa univariat Menurut Arikunto (2002, p.240), untuk mengetahui hubungan pemasangan kateter dengan kejadian infeksi saluran kemih dilakukan analisa data dengan mencari mean atau rata-rata dengan rumus: x x = n Keterangan: x : mean (nilai rata-rata) x : jumlah nilai mentah yang dimiliki subjek n : banyak subjek yang diteliti Untuk persentase tiap variabel digunakan rumus sebagai berikut: keterangan: p fi n : persentase : frekuensi teramati : jumlah sampel 2. Analisa bivariat Pada peneitian ini, analisa bivariat yang digunakan untuk mengukur hubungan adalah analisa silang dengan menggunakan tabel silang yang di kenal dengan baris kali kolom (B x K) dengan derajat kebebasan (df) yang sesuai dengan tingkat kemaknaan 5% (α = 0,05) (Candra, 2009, p.99). Perhitungan statistik untuk analisa variabel penelitian tersebut dilakukan dengan menggunakan program komputer yang diinterpretasikan dalam nilai probabilitas (p-value). Pengolahan data diinterpretasikan menggunakan nilai probabilitas dengan kriteria sebagai:

HUBUNGAN PEMASANGAN KATETER DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN KEMIH PADA PASIEN DI RUANG RAWAT INAP PENYAKIT DALAM RSUDZA BANDA ACEH TAHUN 2012

HUBUNGAN PEMASANGAN KATETER DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN KEMIH PADA PASIEN DI RUANG RAWAT INAP PENYAKIT DALAM RSUDZA BANDA ACEH TAHUN 2012 HUBUNGAN PEMASANGAN KATETER DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN KEMIH PADA PASIEN DI RUANG RAWAT INAP PENYAKIT DALAM RSUDZA BANDA ACEH TAHUN 2012 *) MARLINA staff pengajar PSIK FK Universitas Syiah Kuala Banda

Lebih terperinci

MEMASANG KATETER. A. PENGERTIAN Memasukkan selang karet atau plastik melalui uretra ke dalam kandung kemih untuk mengeluarkan urine.

MEMASANG KATETER. A. PENGERTIAN Memasukkan selang karet atau plastik melalui uretra ke dalam kandung kemih untuk mengeluarkan urine. MEMASANG KATETER A. PENGERTIAN Memasukkan selang karet atau plastik melalui uretra ke dalam kandung kemih untuk mengeluarkan urine. B. TUJUAN 1. Menghilangkan distensi kandung kemih. 2. Sebagai penatalaksanaan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Sistem Perkemihan 1.1. Defenisi Sistem perkemihan merupakan suatu sistem organ tempat terjadinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Kepatuhan 2.1.1 Defenisi Kepatuhan Kepatuhan perawat profesional adalah sejauh mana perilaku seorang perawat sesuai dengan ketentuan yang telah diberikan pimpinan perawat

Lebih terperinci

6. Botol kecil steril untuk bahan pemeriksaan steril

6. Botol kecil steril untuk bahan pemeriksaan steril Prosedur Pemasangan Kateter Urin Ditulis pada Senin, 15 Februari 2016 00:50 WIB oleh fatima dalam katergori Kebutuhan Dasar tag KDM, Kateter, Eliminasi Uri http://fales.co/blog/prosedur-pemasangan-kateter-urin.html

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi Nosokomial 1. Pengertian Infeksi nosokomial atau hospital acquired infection adalah infeksi yang didapat klien ketika klien tersebut masuk rumah sakit atau pernah dirawat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Morgan, 2003). Bakteriuria asimtomatik di definisikan sebagai kultur

BAB I PENDAHULUAN. (Morgan, 2003). Bakteriuria asimtomatik di definisikan sebagai kultur BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Infeksi saluran kemih (ISK) adalah salah satu penyakit infeksi dengan angka kejadian yang cukup tinggi. Johansen (2006) menyebutkan di Eropa angka kejadian ISK dirumah

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PERAWATAN JENAZAH

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PERAWATAN JENAZAH STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PERAWATAN JENAZAH 1. Pengertian Perawatan jenazah adalah perawatan pasien setelah meninggal, perawatan termasuk menyiapkan jenazah untuk diperlihatkan pada keluarga, transportasi

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi saluran kemih adalah keadaan adanya infeksi (ada pertumbuhan dan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi saluran kemih adalah keadaan adanya infeksi (ada pertumbuhan dan BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi dan prevalensi infeksi saluran kemih Infeksi saluran kemih adalah keadaan adanya infeksi (ada pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri) dalam saluran kemih mulai dari

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PERAWATAN JENASAH

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PERAWATAN JENASAH STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PERAWATAN JENASAH Oleh: MEITY MASITHA ANGGRAINI KESUMA PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PERAWATAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran Perawat 1. Pengertian Peran Peran pada dasarnya adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang, sesuai kedudukannya dalam suatu sistem.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 2006). Kateterisasi urin ini dilakukan dengan cara memasukkan selang plastik

BAB 1 PENDAHULUAN. 2006). Kateterisasi urin ini dilakukan dengan cara memasukkan selang plastik BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kateterisasi urin merupakan salah satu tindakan memasukkan selang kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra dengan tujuan mengeluarkan urin (Brockop, 2006). Kateterisasi

Lebih terperinci

Buku Panduan Pendidikan Keterampilan Klinik 1 Keterampilan Sanitasi Tangan dan Penggunaan Sarung tangan

Buku Panduan Pendidikan Keterampilan Klinik 1 Keterampilan Sanitasi Tangan dan Penggunaan Sarung tangan Buku Panduan Pendidikan Keterampilan Klinik 1 Keterampilan Sanitasi Tangan dan Penggunaan Sarung tangan Rahmawati Minhajat Dimas Bayu Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin 2014 KETERAMPILAN SANITASI

Lebih terperinci

Aspirasi Vakum Manual (AVM)

Aspirasi Vakum Manual (AVM) Aspirasi Vakum Manual (AVM) Aspirasi Vakum Manual (AVM) merupakan salah satu cara efektif evakuasi sisa konsepsi pada abortus inkomplit. Evakuasi dilakukan dengan mengisap sisa konsepsi dari kavum uteri

Lebih terperinci

ABSTRAK HUBUNGAN PEMASANGAN KATETER DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK) PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSUD LABUANG BAJI MAKASSAR

ABSTRAK HUBUNGAN PEMASANGAN KATETER DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK) PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSUD LABUANG BAJI MAKASSAR ABSTRAK HUBUNGAN PEMASANGAN KATETER DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK) PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSUD LABUANG BAJI MAKASSAR ARMARETA MALACOPPO Infeksi saluran kemih merupakan 40 % dari seluruh

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Epidemiologi ISK pada anak bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, dan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Epidemiologi ISK pada anak bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, dan BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Epidemiologi Infeksi Saluran Kemih Epidemiologi ISK pada anak bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, dan faktor-faktor lainnya. Insidens ISK tertinggi terjadi pada tahun

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN. Studi Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Saat inisaya sedang

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN. Studi Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Saat inisaya sedang 54 Lampiran 1 LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN Saya yang bernama Frana Citra Simanungkalit adalah mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan. Saat inisaya sedang melakukan penelitian tentang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang ditunjukkan setelah pasien

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang ditunjukkan setelah pasien BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Infeksi Nosokomial Infeksi nosokomial adalah infeksi yang ditunjukkan setelah pasien menjalani proses perawatan lebih dari 48 jam, namun pasien tidak menunjukkan gejala sebelum

Lebih terperinci

BAB XXIII. Masalah pada Saluran Kencing. Infeksi saluran kencing. Darah pada urin/air kencing. Keharusan sering kencing. Perembesan urin/air kencing

BAB XXIII. Masalah pada Saluran Kencing. Infeksi saluran kencing. Darah pada urin/air kencing. Keharusan sering kencing. Perembesan urin/air kencing BAB XXIII Masalah pada Saluran Kencing Infeksi saluran kencing Darah pada urin/air kencing Keharusan sering kencing Perembesan urin/air kencing Ketika Anda mengalami kesulitan kencing atau berak 473 Bab

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN PERAWATAN KOLOSTOMI Purwanti,

LAPORAN PENDAHULUAN PERAWATAN KOLOSTOMI Purwanti, LAPORAN PENDAHULUAN PERAWATAN KOLOSTOMI Purwanti, 0906511076 A. Pengertian tindakan Penyakit tertentu menyebabkan kondisi-kondisi yang mencegah pengeluaran feses secara normal dari rektum. Hal ini menimbulkan

Lebih terperinci

Aspirasi Vakum Manual (AVM) Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

Aspirasi Vakum Manual (AVM) Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Aspirasi Vakum Manual (AVM) Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi No. Langkah/Kegiatan 1. Persiapan Lakukan konseling dan lengkapi persetujuan tindakan medis. 2. Persiapkan alat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. urin (Brockop dan Marrie, 1999 dalam Jevuska, 2006). Kateterisasi urin ini

BAB I PENDAHULUAN. urin (Brockop dan Marrie, 1999 dalam Jevuska, 2006). Kateterisasi urin ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kateterisasi urin merupakan salah satu tindakan memasukkan selang kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra dengan tujuan mengeluarkan urin (Brockop dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Feminine hygiene merupakan cara menjaga dan merawat kebersihan organ kewanitaan bagian luar. Salah satu cara membersihkannya adalah dengan membilas secara benar. Penggunaan

Lebih terperinci

Persalinan Normal. 60 Langkah. Asuhan Persalinan Kala dua tiga empat. Dikutip dari Buku Acuan Asuhan Persalinan Normal

Persalinan Normal. 60 Langkah. Asuhan Persalinan Kala dua tiga empat. Dikutip dari Buku Acuan Asuhan Persalinan Normal Persalinan Normal 60 Langkah Asuhan Persalinan Kala dua tiga empat Dikutip dari Buku Acuan Asuhan Persalinan Normal PERSALINAN NORMAL 60 Langkah Asuhan Persalinan Kala dua tiga empat KEGIATAN I. MELIHAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah salah satu penyakit infeksi dengan angka

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah salah satu penyakit infeksi dengan angka BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah salah satu penyakit infeksi dengan angka kejadian yang cukup tinggi. Johansen (2006) menyebutkan di Eropa angka kejadian ISK di rumah

Lebih terperinci

Lembar Persetujuan Menjadi Peserta Penelitian

Lembar Persetujuan Menjadi Peserta Penelitian Lampiran 1 Lembar Persetujuan Menjadi Peserta Penelitian Kepatuhan Perawat dalam Penerapan Prosedur Tetap Perawatan Luka Post Operasi Sectio Caesarea di RSUD Langsa Tahun 212 Saya adalah mahasiswa Fakultas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu respon inflamasi sel urotelium

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu respon inflamasi sel urotelium BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu respon inflamasi sel urotelium yang melapisi saluran kemih karena adanya invasi bakteri dan ditandai dengan bakteriuria dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Proses Berkemih Reflek berkemih adalah reflek medula spinalis yang seluruhnya bersifat otomatis. Selama kandung kemih terisi penuh dan menyertai kontraksi berkemih, keadaan ini

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian 4.1.1 Ruang lingkup keilmuan Ruang lingkup keilmuan dalam penelitian ini adalah bidang Ilmu Mikrobiologi Klinik, Ilmu Obstetri, dan Ilmu Penyakit Infeksi.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bakteriuria adalah ditemukannya bakteri dalam urin yang berasal dari ISK atau

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bakteriuria adalah ditemukannya bakteri dalam urin yang berasal dari ISK atau BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Infeksi saluran kemih paska kateterisasi urin pada anak Bakteriuria adalah ditemukannya bakteri dalam urin yang berasal dari ISK atau kontaminasi dari uretra, vagina ataupun

Lebih terperinci

PANDUAN CLINICAL SKILL LABORATORIUM INJEKSI INSULIN. Oleh. Tim Endokrin dan Metabolik

PANDUAN CLINICAL SKILL LABORATORIUM INJEKSI INSULIN. Oleh. Tim Endokrin dan Metabolik PANDUAN CLINICAL SKILL LABORATORIUM INJEKSI INSULIN Oleh Tim Endokrin dan Metabolik PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2014 TATA TERTIB Sebelum Praktikum

Lebih terperinci

60 Langkah Asuhan Persalinan Normal

60 Langkah Asuhan Persalinan Normal 60 Langkah Asuhan Persalinan Normal I. MELIHAT TANDA DAN GEJALA KALA DUA 1. Mengamati tanda dan gejala persalinan kala dua. Ibu mempunyai keinginan untuk meneran. Ibu merasa tekanan yang semakin meningkat

Lebih terperinci

Lampiran 1 LEMBAR PERMINTAAN MENJADI RESPONDEN

Lampiran 1 LEMBAR PERMINTAAN MENJADI RESPONDEN Lampiran 1 LEMBAR PERMINTAAN MENJADI RESPONDEN Judul penelitian : Perilaku Ibu Primipara dalam Merawat Bayi Baru Lahir di Kelurahan Sukaraja Kecamatan Medan Maimun. Peneliti : Erpinaria Saragih Saya telah

Lebih terperinci

MODUL PRAKTIK KLINIK KETRAMPILAN DASAR KEBIDANAN

MODUL PRAKTIK KLINIK KETRAMPILAN DASAR KEBIDANAN MODUL PRAKTIK KLINIK KETRAMPILAN DASAR KEBIDANAN 2015 A K A D E M I K E B I D A N A N G R I Y A H U S A D A S U R A B A Y A KETERAMPILAN KLINIK INJEKSI I. DISKRIPSI MODUL Pendahuluan Tujuan Metode Penuntun

Lebih terperinci

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI. Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) , Fax (0721)

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI. Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) , Fax (0721) PANDUAN CUCI TANGAN RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) 787799, Fax (0721) 787799 Email : rsia_pbh2@yahoo.co.id BAB I DEFINISI Kebersihan

Lebih terperinci

PERAWATAN KOLOSTOMI Pengertian Jenis jenis kolostomi Pendidikan pada pasien

PERAWATAN KOLOSTOMI Pengertian Jenis jenis kolostomi Pendidikan pada pasien PERAWATAN KOLOSTOMI Pengertian * Sebuah lubang buatan yang dibuat oleh dokter ahli bedah pada dinding abdomen untuk mengeluarkan feses (M. Bouwhuizen, 1991) * Pembuatan lubang sementara atau permanen dari

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kewaspadaan universal (Universal Precaution) adalah suatu tindakan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kewaspadaan universal (Universal Precaution) adalah suatu tindakan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kewaspadaan Umum/Universal Precaution 2.1.1. Defenisi Kewaspadaan universal (Universal Precaution) adalah suatu tindakan pengendalian infeksi yang dilakukan oleh seluruh tenaga

Lebih terperinci

INFORMED CONSENT. Medan, September Sri Wulandari. Universitas Sumatera Utara

INFORMED CONSENT. Medan, September Sri Wulandari. Universitas Sumatera Utara INFORMED CONSENT Saya Sri Wulandari, NIM 051101510, mahasiswa Fakultas Keperawatan. Saat ini saya sedang melaksanakan penelitian tentang Tindakan Perawat dalam Pencegahan Infeksi Saluran Kemih pada Pasien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan infeksi yang ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri dalam saluran kemih, meliputi infeksi diparenkim

Lebih terperinci

TUGAS MADIRI BLADDER TRAINING

TUGAS MADIRI BLADDER TRAINING TUGAS MADIRI BLADDER TRAINING Disusun untuk memenuhi tugas Blok Urinary Oleh: Puput Lifvaria Panta A 135070201111004 Kelompok 3 Reguler 2 PROGAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Lebih terperinci

BUKU SKILL LAB MATA AJAR ILMU KEPERAWATAN DASAR I PERAWATAN PERINEAL HIEGINE/VULVA HIEGINE

BUKU SKILL LAB MATA AJAR ILMU KEPERAWATAN DASAR I PERAWATAN PERINEAL HIEGINE/VULVA HIEGINE BUKU SKILL LAB MATA AJAR ILMU KEPERAWATAN DASAR I PERAWATAN PERINEAL HIEGINE/VULVA HIEGINE PROGRAM STUDI NERS UNIVERSITAS RIAU 2015 BUKU SKILL LAB Mata Ajar Ilmu Keperawatan Dasar I Edisi 1 Copyright 2015

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (WHO, 2002). Infeksi nosokomial (IN) atau hospital acquired adalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (WHO, 2002). Infeksi nosokomial (IN) atau hospital acquired adalah BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1.Infeksi nosokomial 1.1 Pengertian infeksi nosokomial Nosocomial infection atau yang biasa disebut hospital acquired infection adalah infeksi yang didapat saat klien dirawat di

Lebih terperinci

SISTEM UROGENITALIA PENUNTUN PEMBELAJARAN TEHNIK PEMERIKSAAN PROSTAT DENGAN COLOK DUBUR

SISTEM UROGENITALIA PENUNTUN PEMBELAJARAN TEHNIK PEMERIKSAAN PROSTAT DENGAN COLOK DUBUR TEHNIK PEMERIKSAAN PROSTAT DENGAN COLOK DUBUR SISTEM UROGENITAL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN 2017 1 TEKNIK PEMERIKSAAN PROSTAT DENGAN COLOK DUBUR TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) Mahasiswa

Lebih terperinci

PROSEDUR PEMBERIAN MEDIKASI (OBAT)

PROSEDUR PEMBERIAN MEDIKASI (OBAT) PROSEDUR PEMBERIAN MEDIKASI (OBAT) A. Definisi Prosedur dan pemeriksaan khusus dalam keperawatan merupakan bagian dari tindakan untuk mengatasi masalah kesehatan yang dilaksanakan secara rutin. Perawatan

Lebih terperinci

MODUL KETERAMPILAN KLINIK ASUHAN KEBIDANAN

MODUL KETERAMPILAN KLINIK ASUHAN KEBIDANAN MODUL KETERAMPILAN KLINIK ASUHAN KEBIDANAN AKADEMI KEBIDANAN GRIYA HUSADA SURABAYA PROGRAM STUDI D-III KEBIDANAN TAHUN 2013 i KATA PENGANTAR Dengan memanjadkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ISK merupakan keadaan tumbuh dan berkembang biaknya kuman dalam saluran kemih meliputi infeksi di parenkim ginjal sampai infeksi di kandung kemih dengan jumlah bakteriuria

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Bladder Retention Training 1.1. Defenisi Bladder Training Bladder training adalah salah satu upaya untuk mengembalikan fungsi kandung kemih yang mengalami gangguan ke keadaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TELAAH PUSTAKA 1. Healthcare Associated Infections (HAIs) a. Defnisi HAIs Healthcare Associated Infection (HAIs) adalah adalah infeksi yang muncul setelah 72 jam seseorang dirawat

Lebih terperinci

PENUNTUN PEMBELAJARAN

PENUNTUN PEMBELAJARAN PENUNTUN PEMBELAJARAN TEKNIK PENGAMBILAN, PEMBUATAN PRAPARAT LANGSUNG DAN PENGIRIMAN SEKRET URETHRA Diberikan pada Mahasiswa Semester IV Fakulytas Kedokteran Unhas SISTEM UROGENITAL FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kerap kali dijumpai dalam praktik dokter. Berdasarkan data. epidemiologis tercatat 25-35% wanita dewasa pernah mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN. kerap kali dijumpai dalam praktik dokter. Berdasarkan data. epidemiologis tercatat 25-35% wanita dewasa pernah mengalami BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan kondisi klinis yang kerap kali dijumpai dalam praktik dokter. Berdasarkan data epidemiologis tercatat 25-35% wanita dewasa

Lebih terperinci

Teknik pemberian obat melalui:

Teknik pemberian obat melalui: Teknik pemberian obat melalui: Oral Inhalasi Mata Rektum Vagina Non-parenteral - 2 Menyiapkan dan memberikan obat untuk pasien melalui mulut dan selanjutnya ditelan. Tujuan: Memberikan obat kepada pasien

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN DI BANGSAL CEMPAKA RSUD WATES INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)

SATUAN ACARA PENYULUHAN DI BANGSAL CEMPAKA RSUD WATES INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK) SATUAN ACARA PENYULUHAN DI BANGSAL CEMPAKA RSUD WATES INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK) Disusun untuk memenuhi tugas kelompok Keperawatan Anak II Disusun oleh : Maizan Rahmatina Putri Pamungkasari Vinda Astri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biaknya mikroorganisme di dalam saluran kemih, walaupun

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biaknya mikroorganisme di dalam saluran kemih, walaupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan infeksi yang disebabkan oleh berkembang biaknya mikroorganisme di dalam saluran kemih, walaupun terdiri dari berbagai cairan, garam

Lebih terperinci

Tabel 2.3 Pungsi Vena dengan Menggunakan Jarum Berlapis Kateter Plastik

Tabel 2.3 Pungsi Vena dengan Menggunakan Jarum Berlapis Kateter Plastik 100 101 Lampiran 1. Tabel 2.3 Pungsi Vena dengan Menggunakan Jarum Berlapis Kateter Plastik Langkah-Langkah 1. Observasi tanda dan gejala yang mengindikasikan keseimbangan cairan dan elektrolit a. mata

Lebih terperinci

Pengertian. Tujuan. Ditetapkan Direktur Operasional STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL. Tanggal Terbit 15 Februari 2011

Pengertian. Tujuan. Ditetapkan Direktur Operasional STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL. Tanggal Terbit 15 Februari 2011 LAMPIRAN RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA UNIT 2 Jl. Wates Km 5.5 Gamping, Sleman-55294 Telp 0274 6499706 Fax. 6499727 No Dokumen : Kep. 032/II/2011 MEMASANG INFUS No Revisi : 0 Halaman : 37 / 106 STANDAR

Lebih terperinci

PENUNTUN PEMBELAJARAN ASPIRASI SUPRAPUBIK

PENUNTUN PEMBELAJARAN ASPIRASI SUPRAPUBIK PENUNTUN PEMBELAJARAN ASPIRASI SUPRAPUBIK Diberikan pada Mahasiswa Semester IV Fakultas Kedokteran Unhas SISTEM UROGENITAL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN 2017 1 TEHNIK ASPIRASI SUPRAPUBIK TUJUAN

Lebih terperinci

PENUNTUN PEMBELAJARAN TEKNIK MEMASANG KATETER

PENUNTUN PEMBELAJARAN TEKNIK MEMASANG KATETER PENUNTUN PEMBELAJARAN TEKNIK MEMASANG KATETER Diberikan pada Mahasiswa Semester IV Fakultas Kedokteran Unhas SISTEM UROGENITAL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN 2017 TEKNIK MEMASANG KATETER (TEKNIK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tanda-Tanda Infeksi Saluran Kemih 1. Pengertian Infeksi Saluran Kemih Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat pasien setelah 3x24 jam setelah dilakukan perawatan di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dari 12% pasien yang ada di rumah sakit akan terpasang kateter (Rahmawati,

BAB 1 PENDAHULUAN. dari 12% pasien yang ada di rumah sakit akan terpasang kateter (Rahmawati, BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kateterisasi perkemihan adalah tindakan memasukkan selang karet atau plastik melalui uretra ke dalam kandung kemih untuk mengeluarkan air kemih yang terdapat di dalamnya

Lebih terperinci

PRAKTIKUM 10 AUSKULTASI PARU, SUCTION OROFARINGEAL, PEMBERIAN NEBULIZER DAN PERAWATAN WSD

PRAKTIKUM 10 AUSKULTASI PARU, SUCTION OROFARINGEAL, PEMBERIAN NEBULIZER DAN PERAWATAN WSD PRAKTIKUM 10 AUSKULTASI PARU, SUCTION OROFARINGEAL, PEMBERIAN NEBULIZER DAN PERAWATAN WSD Sebelum melakukan percobaan, praktikan menonton video tentang suction orofaringeal dan perawatan WSD. Station 1:

Lebih terperinci

JARINGAN NASIONAL PELATIHAN KLINIK KESEHATAN REPRODUKSI PUSAT PELATIHAN KLINIK PRIMER (P2KP) KABUPATEN POLEWALI MANDAR. ( Revisi )

JARINGAN NASIONAL PELATIHAN KLINIK KESEHATAN REPRODUKSI PUSAT PELATIHAN KLINIK PRIMER (P2KP) KABUPATEN POLEWALI MANDAR. ( Revisi ) JARINGAN NASIONAL PELATIHAN KLINIK KESEHATAN REPRODUKSI PUSAT PELATIHAN KLINIK PRIMER (P2KP) KABUPATEN POLEWALI MANDAR ( Revisi ) PENUNTUN BELAJAR KETERAMPILAN MENGGUNAKAN PENUNTUN BELAJAR. Perubahan Buku

Lebih terperinci

MANUAL KETERAMPILAN KLINIK

MANUAL KETERAMPILAN KLINIK BUKU PANDUAN KERJA MANUAL KETERAMPILAN KLINIK SISTEM REPRODUKSI PEMERIKSAAN PAPSMEAR Diberikan pada Mahasiswa Semester IV Fak. Kedokteran Unhas Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin 2017 DAFTAR TILIK

Lebih terperinci

BUKU PANDUAN KERJA KETERAMPILAN

BUKU PANDUAN KERJA KETERAMPILAN BUKU PANDUAN KERJA KETERAMPILAN PENGAMBILAN BAHAN PEMERIKSAAN DAN PEMBUATAN PREPARAT PAP SMEAR Diberikan pada Mahasiswa Semester IV Fak. Kedokteran Unhas Disusun oleh dr. Deviana Riu, SpOG Prof. Dr. dr.

Lebih terperinci

DAFTAR TILIK KETERAMPILAN PEMASANGAN IUD

DAFTAR TILIK KETERAMPILAN PEMASANGAN IUD DAFTAR TILIK KETERAMPILAN PEMASANGAN IUD Nama : NPM : Tanggal Ujian : Penguji : 1. Nilai 2 : Memuaskan : Memperagakan langkah langkah atau tugas sesuai Dengan prosedur standar atau pedoman 2. Nilai 1 :

Lebih terperinci

Panduan Identifikasi Pasien

Panduan Identifikasi Pasien Panduan Identifikasi Pasien IDENTIFIKASI PASIEN 1. Tujuan Mendeskripsikan prosedur untuk memastikan tidak terjadinya kesalahan dalam identifikasi pasien selama perawatan di rumah sakit. Mengurangi kejadian

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) PENGENDALIAN INFEKSI PADA HIPOSPADIA

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) PENGENDALIAN INFEKSI PADA HIPOSPADIA SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) PENGENDALIAN INFEKSI PADA HIPOSPADIA A. Latar Belakang Hipospadia merupakan kelainan kongenital berupa muara uretra yang terletak disebelah ventral penis dan proksimal ujung

Lebih terperinci

TINDAKAN PERAWAT DALAM PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL LUKA PASCA BEDAH

TINDAKAN PERAWAT DALAM PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL LUKA PASCA BEDAH TINDAKAN PERAWAT DALAM PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL LUKA PASCA BEDAH Rahmat Ali Putra Hrp*Asrizal** *Mahasiswa **Dosen Departemen Keperawatan Medikal bedah Fakultas Keperawatan, Universitas Sumatera Utara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan akhirnya bibit penyakit. Apabila ketiga faktor tersebut terjadi

BAB I PENDAHULUAN. dan akhirnya bibit penyakit. Apabila ketiga faktor tersebut terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu faktor terpenting dalam kehidupan. Hal tersebut dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu kerentanan fisik individu sendiri, keadaan lingkungan

Lebih terperinci

ASUHAN BAYI BARU LAHIR DAN NEONATUS

ASUHAN BAYI BARU LAHIR DAN NEONATUS ASUHAN BAYI BARU LAHIR DAN NEONATUS Asuhan segera pada bayi baru lahir Adalah asuhan yang diberikan pada bayi tersebut selama jam pertama setelah persalinan. Aspek-aspek penting yang harus dilakukan pada

Lebih terperinci

Blok Gastroenterohepatologi Manual Keterampilan Prosedur Enema

Blok Gastroenterohepatologi Manual Keterampilan Prosedur Enema Blok Gastroenterohepatologi Manual Keterampilan Prosedur Enema Ibrahim Labeda Nurhaya Nurdin Asty Amalia Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin 2015 PROSEDUR ENEMA/HUKNAH I. TUJUAN Setelah pelatihan

Lebih terperinci

disebabkan internal atau eksternal trauma, penyakit atau cedera. 1 tergantung bagian neurogenik yang terkena. Spincter urinarius mungkin terpengaruhi,

disebabkan internal atau eksternal trauma, penyakit atau cedera. 1 tergantung bagian neurogenik yang terkena. Spincter urinarius mungkin terpengaruhi, Fungsi normal kandung kemih adalah mengisi dan mengeluarkan urin secara terkoordinasi dan terkontrol. Aktifitas koordinasi ini diatur oleh sistem saraf pusat dan perifer. Neurogenic bladdre adalah keadaan

Lebih terperinci

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR STANDART OPERASIONAL PROSEDUR ILMU DASAR KEPERAWATAN II Disusun Oleh Kelompok SDL 1 S1 / 1B 1. Ardiana Nungki A 101.0008 2. Desi Artika R 101.0018 3. Diah Rustanti 101.0022 4. Diyan Maulid 101.0026 5.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelenjar/jaringan fibromuskular yang menyebabkan penyumbatan uretra pars

BAB I PENDAHULUAN. kelenjar/jaringan fibromuskular yang menyebabkan penyumbatan uretra pars BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Benigna prostatic hyperplasia adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, yang disebabkan hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar/jaringan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah persalinan sectio caesarea. Persalinan sectio caesarea adalah melahirkan janin

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah persalinan sectio caesarea. Persalinan sectio caesarea adalah melahirkan janin 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hampir setiap wanita akan mengalami proses persalinan. Kodratnya wanita dapat melahirkan secara normal yaitu persalinan melalui vagina atau jalan lahir biasa (Siswosuharjo

Lebih terperinci

- Memberi rasa nyaman pada klien. - Meningkatkan proses penyembuhan luka. Perawatan luka dilakukan jika luka kotor/luka basah

- Memberi rasa nyaman pada klien. - Meningkatkan proses penyembuhan luka. Perawatan luka dilakukan jika luka kotor/luka basah SOP perawatan luka ganggren SOP Perawatan Luka Ganggren Tujuan perawatan gangren: - Mencegah meluasnya infeksi - Memberi rasa nyaman pada klien - Mengurangi nyeri - Meningkatkan proses penyembuhan luka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif)

Lebih terperinci

1. Pentingnya patient safety adalah a. Untuk membuat pasien merasa lebih aman b. Untuk mengurangi risiko kejadian yang tidak diharapkan Suatu

1. Pentingnya patient safety adalah a. Untuk membuat pasien merasa lebih aman b. Untuk mengurangi risiko kejadian yang tidak diharapkan Suatu 1. Pentingnya patient safety adalah a. Untuk membuat pasien merasa lebih aman b. Untuk mengurangi risiko kejadian yang tidak diharapkan Suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada

Lebih terperinci

Karakteristik Responden. 2. Lama Bertugas / pengalaman bekerja. 3.Mengikuti pelatihan APN ( Asuhan persalinan Normal)

Karakteristik Responden. 2. Lama Bertugas / pengalaman bekerja. 3.Mengikuti pelatihan APN ( Asuhan persalinan Normal) Lampiran 1. No.Responden : Tanggal : Karakteristik Responden 1. Pendidikan Bidan a. DI b. DIII c. DIV d. S2 2. Lama Bertugas / pengalaman bekerja. a. < 5 Tahun b. 5-10 Tahun c. >10 Tahun 3.Mengikuti pelatihan

Lebih terperinci

KEDARURATAN LAIN DIABETES HIPOGLIKEMIA

KEDARURATAN LAIN DIABETES HIPOGLIKEMIA DIABETES HIPOGLIKEMIA GEJALA TANDA : Pusing Lemah dan gemetar Lapar Jari dan bibir kebas Pucat Berkeringat Nadi cepat Mental bingung Tak sadar DIABETES HIPOGLIKEMIA PERTOLONGAN PERTAMA ; Bila tak sadar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. persepsi sehingga ada respon untuk mewujudkan suatu tindakan.

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. persepsi sehingga ada respon untuk mewujudkan suatu tindakan. BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN A. Tindakan Defenisi tindakan adalah mekanisme dari suatu pengamatan yang muncul dari persepsi sehingga ada respon untuk mewujudkan suatu tindakan. Tindakan mempunyai beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mutu pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasaan rata-rata serata

Lebih terperinci

Complication of Foley Catheter Is Infection the Greatest Risk. Oleh : dr. M. Gunthar A. Rangkuti

Complication of Foley Catheter Is Infection the Greatest Risk. Oleh : dr. M. Gunthar A. Rangkuti Complication of Foley Catheter Is Infection the Greatest Risk Oleh : dr. M. Gunthar A. Rangkuti Pendahuluan Pemakaian kateter urin yang lama telah menjadi bagian integral dari perawatan medis sejak penemuan

Lebih terperinci

EDUKASI KLIEN BPH POST TURP DI RUMAH

EDUKASI KLIEN BPH POST TURP DI RUMAH EDUKASI KLIEN BPH POST TURP DI RUMAH Disusun Oleh : NILA NOPRIDA S. Kp NIM : 2014-35-020 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL JAKARTA 2015 Booklet Edukasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap orang mempunyai kemampuan untuk merawat, pada awalnya merawat adalah instinct atau naluri.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap orang mempunyai kemampuan untuk merawat, pada awalnya merawat adalah instinct atau naluri. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang mempunyai kemampuan untuk merawat, pada awalnya merawat adalah instinct atau naluri. Namun merawat akan menjadi kaku, statis dan tidak berkembang

Lebih terperinci

SOP PERAWATAN LUKA A. KLASIFIKASI LUKA BEDAH

SOP PERAWATAN LUKA A. KLASIFIKASI LUKA BEDAH SOP PERAWATAN LUKA A. KLASIFIKASI LUKA BEDAH 1. Luka bersih Luka operasi yang tidak terinfeksi, dimana tidak ditemukan adanya inflamasi dan tidak ada infeksi saluran pernafasan, pencernaan, dan urogenital.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Benigna Prostate Hiperplasi (BPH) merupakan kondisi patologis yang paling umum terjadi pada pria lansia dan penyebab kedua untuk intervensi medis pada pria diatas usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. morbiditas dan mortalitas pada bayi dan anak-anak. Infeksi mikroba. intrinsik untuk memerangi faktor virulensi mikroorganisme.

BAB I PENDAHULUAN. morbiditas dan mortalitas pada bayi dan anak-anak. Infeksi mikroba. intrinsik untuk memerangi faktor virulensi mikroorganisme. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Urosepsis merupakan respon sistemik terhadap infeksi dimana pathogen atau toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi proses aktivitas proses inflamasi.

Lebih terperinci

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN. Universitas Muhammadiyah Ponorogo, bermaksud

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN. Universitas Muhammadiyah Ponorogo, bermaksud Lampiran 1 LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN Kepada : Yth. Calon Responden Di tempat Dengan hormat, Saya sebagai mahasiswa Prodi D. III Kebidanan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Ponorogo,

Lebih terperinci

Kegiatan Belajar TUJUAN. Pembelajaran Umum. Setelah mempelajari materi ini diharapkan Anda dapat mengaplikasikan prosedur mencuci tangan yang benar

Kegiatan Belajar TUJUAN. Pembelajaran Umum. Setelah mempelajari materi ini diharapkan Anda dapat mengaplikasikan prosedur mencuci tangan yang benar Mencuci Tangan Kegiatan Belajar I Tujuan Pembelajaran Umum Tujuan Pembelajaran Khusus TUJUAN Pembelajaran Umum Setelah mempelajari materi ini diharapkan Anda dapat mengaplikasikan prosedur mencuci tangan

Lebih terperinci

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR PEMBERIAN NUTRISI PARENTERAL SOP

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR PEMBERIAN NUTRISI PARENTERAL SOP STANDART OPERASIONAL PROSEDUR PEMBERIAN NUTRISI PARENTERAL SOP Untuk memenuhi tugas matakuliah Keperawatan Medikal Bedah I yang dibina oleh Bapak Rudi Hamarno, M.Kep Oleh Kelompok 11 Pradnja Paramitha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ruang rawat intensif atau Intensive Care Unit (ICU) adalah unit perawatan di rumah sakit yang dilengkapi peralatan khusus dan perawat yang terampil merawat pasien sakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat pasien setelah 3x24 jam setelah dilakukan perawatan di rumah sakit. Salah satu jenis infeksi nosokomial yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kuman dapat tumbuh dan berkembang-biak di dalam saluran kemih (Hasan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kuman dapat tumbuh dan berkembang-biak di dalam saluran kemih (Hasan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Infeksi saluran kemih (ISK) adalah suatu keadaan yang menyebabkan kuman dapat tumbuh dan berkembang-biak di dalam saluran kemih (Hasan dan Alatas, 1985).

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 38 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Gambaran umum RSI Kendal Rumah Sakit Islam Kendal terletak di Jl Ar Rahmah 17-A Weleri. Tanggal 15 Januari 1996 berdiri dibawah yayasan

Lebih terperinci

PRAKTIKUM 7 PERAWATAN PASIEN YANG MENGGUNAKAN TRAKSI DAN ELASTIS BANDAGE

PRAKTIKUM 7 PERAWATAN PASIEN YANG MENGGUNAKAN TRAKSI DAN ELASTIS BANDAGE PRAKTIKUM 7 PERAWATAN PASIEN YANG MENGGUNAKAN TRAKSI DAN ELASTIS BANDAGE Station 1: Perawatan Pasien yang Menggunakan Traksi Gambaran Umum Traksi merupakan alat immobilisasi yang menggunakan kekuatan tarikan

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR Asuhan Persalinan Normal (APN)

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR Asuhan Persalinan Normal (APN) STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR Asuhan Persalinan Normal (APN) Aspek Yang Dinilai Nilai MENGENALI GEJALA DAN TANDA KALA DUA 1 2 3 4 1. Mendengar, melihat dan memeriksa gejala dan tanda kala dua Ibu merasa

Lebih terperinci

Bab IV. Hasil dan Pembahasan

Bab IV. Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi umum lokasi penelitian Penelitian ini dilakukan pada 5 bangsal yang bernama bangsal Firdaus, bangsal Naim, bangsa Wardah, bangsal Zaitun, dan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN LAMPIRAN 1. SURAT IJIN PENELITIAN LAMPIRAN 2. SURAT KETERANGAN SELESAI PENELITIAN LAMPIRAN 3 KUESIONER PENELITIAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PETANI PEMETIK KOPI DI DUSUN BANUA TAHUN 2015 Karakteristik

Lebih terperinci

TUGAS SISTEM INTEGUMEN I STANDART PROSEDUR OPERASIONAL KOMPRES

TUGAS SISTEM INTEGUMEN I STANDART PROSEDUR OPERASIONAL KOMPRES TUGAS SISTEM INTEGUMEN I STANDART PROSEDUR OPERASIONAL KOMPRES Kelompok 2 (S1-3A) 1. Adhelita Ratu F.V (121.0001) 2. Alika Fitrianti (121.0009) 3. Desy Evarani (121.0023) 4. Faisal Nursheha (121.0035)

Lebih terperinci

PENANGANAN TEPAT MENGATASI DEMAM PADA ANAK

PENANGANAN TEPAT MENGATASI DEMAM PADA ANAK PENANGANAN TEPAT MENGATASI DEMAM PADA ANAK Demam pada anak merupakan salah satu pertanda bahwa tubuhnya sedang melakukan perlawanan terhadap kuman yang menginfeksi. Gangguan kesehatan ringan ini sering

Lebih terperinci