PENILAIAN KERUSAKAN DAN KEHILANGAN PADA LAHAN PERTANIAN PASCAERUPSI GUNUNGAPI MERAPI 2010 DI DAS GENDOL. Naskah Publikasi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENILAIAN KERUSAKAN DAN KEHILANGAN PADA LAHAN PERTANIAN PASCAERUPSI GUNUNGAPI MERAPI 2010 DI DAS GENDOL. Naskah Publikasi"

Transkripsi

1 PENILAIAN KERUSAKAN DAN KEHILANGAN PADA LAHAN PERTANIAN PASCAERUPSI GUNUNGAPI MERAPI 2010 DI DAS GENDOL Naskah Publikasi Program Studi Ilmu Lingkungan Minat Studi Geo-Informasi untuk Manajemen Bencana diajukan oleh: IQBAL PUTUT ASH SHIDIQ 10/309435/PMU/06813 Kepada SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2012

2

3 PENILAIAN KERUSAKAN DAN KEHILANGAN PADA LAHAN PERTANIAN PASCAERUPSI GUNUNGAPI MERAPI 2010 DI DAS GENDOL Oleh: Iqbal Putut Ash Shidiq 10/309435/PMU/06813 INTISARI Merapi telah menjadi gunungapi teraktif di Indonesia dan kembali mengalami erupsi pada periode 26 Oktober hingga 5 November Erupsi tersebut dikategorikan sebagai erupsi besar dengan nilai index VEI (Volcanic Explosivity Index) mencapai empat, yang mengeluarkan juta m 3 material vulkanik. Erupsi tersebut berdampak terhadap kondisi lingkungan sekitar gunungapi terutama sektor pertanian. Penelitian ini bertujuan untuk menilai kerusakan dan kehilangan yang diderita sektor pertanian yang terkena dampak erupsi. Metode DaLA (Damage and Loss Assessment) digunakan untuk menilai tipe dan nilai kerusakan, serta kehilangan pada sektor pertanian yang terdampak erupsi tersebut. Beberapa komponen yang digunakan dalam penilaian kerusakan dan kehilangan, antara lain perubahan luas lahan pertanian serta perubahan jumlah produksi pertanian pada periode sebelum dan sesudah kejadian erupsi. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar area pertanian mengalami kerusakan yang bersifat parsial terutama di bagian tengah hingga selatan wilayah penelitian, sedangkan sebagian kecil lokasi pertanian dengan kerusakan yang bersifat total, mengelompok di bagian utara wilayah penelitian. Berdasarkan aspek kehilangan, persentase kehilangan yang diderita oleh lahan pertanian berkisar antara %. Presentase kehilangan yang tinggi sebagian besar ditemui pada usaha pertanian kebun dan tegalan yang berlokasi di bagian utara wilayah penelitian. Kata kunci: erupsi merapi, kegiatan pertanian, damage and loss assessment 1

4 DAMAGE AND LOSS ASSESSMENT OF AGRICULTURAL LAND IN GENDOL WATERSHED AFTER 2010 MERAPI VOLCANO ERUPTION By: Iqbal Putut Ash Shidiq 10/309435/PMU/06813 ABSTRACT Merapi has become the most active volcano in Indonesia. The last period of eruption of Merapi Volcano was occurred from October 26 th until November 5 th. The VEI value of the last eruption is four which describes the big and explosive type of eruption. Approximately 130 million m 3 of volcanic material was released from the eruption and affecting surrounding environment especially farming activities. The purpose of this study is to measure and to analyse the impact of Merapi Volcano eruption to the farming activities. DaLA (Damage and Loss Assessment) method which developed by ECLAC is used within this study to measure the value of damage and loss of impacted farming activities. Several components used in this method are changes in the farming area and changes in the amount of farming production between pre- and post-eruption period. The results of this study show that most of the farming areas were impacted partially, which located in the centre and the south part of study area. Meanwhile, the total impacted farming area mostly located on the north part of the study area. From the other aspect, the percentage of loss suffered by farming activities ranging from 70 to 100 %. The high percentage of loss mostly found on plantation which located on the north part of study area. Keywords: Merapi Volcano eruption, farming activity, damage and loss assessment 2

5 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gunungapi Merapi telah menjadi gunungapi teraktif di dunia, dengan lebih dari 40 kali erupsi sejak aktivitas vulkanisnya mulai dicatat dan diteliti pada tahun 1768 (Voight et al., 2000; Lavigne et al., 2000). Erupsi terakhir Gunungapi Merapi terjadi pada periode 26 Oktober hingga 5 November tahun 2010 yang lalu, dengan indeks letusan VEI (Volcanic Explosivity Index) mencapai 4 (Kasno et al., 2010; Sayudi et al., 2010). Erupsi pada tahun 2010 dicirikan dengan aktivitas luncuran awan panas (baik letusan maupun guguran) dan guguran abu vulkanik yang dominan mengarah ke bagian selatan dan tenggara terutama Kali Gendol, dengan volume material yang dikeluarkan selama proses erupsi mencapai 130 juta m 3 (Sayudi et al., 2010). Selain itu akumulasi abu gunungapi dan material lepas di lereng gunungapi dapat berkembang menjadi aliran lahar saat terkena hujan dengan intensitas tinggi (Lavigne dan Thouret, 2002; Jhonson dan Lewis, 2007, Sayudi et al., 2010). Terlepas dari daerah yang rawan terhadap bahaya gunungapi, kawasan lereng Gunungapi Merapi merupakan daerah yang dipadati oleh berbagai aktivitas manusia. Penggunaan lahan pertanian (mencakup sawah irigasi, kebun, dan tegalan) telah menjadi penggunaan lahan yang mendominasi kawasan lereng Gunungapi Merapi. Kondisi ini dapat menyebabkan besarnya kerusakan dan kehilangan yang diderita sebagai dampak dari bencana gunungapi yang sewaktuwaktu dapat terjadi. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menilai dan memahami dampak dari suatu bencana adalah DaLA (Damage and Loss Assessment), yang dikembangkan oleh ECLAC (Economic Commission for Latin America and the Caribbean) pada tahun 1970-an, dan telah menjadi suatu alat aplikasi yang dapat digunakan untuk mengkuantifikasikan dampak dari suatu bencana, serta sumber daya finansial yang dibutuhkan dalam usaha rekonstruksi dan pemulihan pascabencana (GFDRR, 2010). Metode penilaian kerusakan dan kehilangan tersebut akan diaplikasikan untuk mengetahui dampak bencana erupsi terhadap sektor pertanian. Kegiatan pertanian yang akan dinilai mencakup usaha tani kering (tegalan dan kebun) dan usaha tani dengan genangan (sawah). Sebanyak 49 dusun yang berada di sepanjang aliran Kali Gendol digunakan sebagai wilayah penelitian. Wilayah ini terbentang seluas 2929,370 hektar (Pengolahan data, 2011), mencakup 49 dusun yang termasuk ke dalam lima desa, yakni Desa Argomulyo, Desa Glagaharjo, Desa Kepuharjo, Desa Sindumartani, dan Desa Wukirsari. Tujuan umum yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mengetahui tingkat kerusakan lahan pertanian yang terjadi pasacaerupsi Gunung Merapi

6 Untuk memenuhi tujuan umum tersebut, beberapa tujuan spesifik yang harus tercapai adalah sebagai berikut: a. Mengetahui karakteristik daerah yang terkena dampak erupsi b. Mengetahui kondisi kegiatan pertanian setelah terkena dampak erupsi c. Mengetahui karakteristik kerusakan dan kehilangan pada lahan pertanian yang terkena dampak erupsi Tabel 1.1 Tujuan penelitian dan pertanyaan penelitian No. Tujuan Penelitian Pertanyaan Penelitian Mengetahui karakteristik daerah yang terkena dampak erupsi Mengetahui kondisi kegiatan pertanian setelah terkena dampak erupsi Mengetahui karakteristik kerusakan dan kehilangan pada sektor pertanian pascaerupsi a. Berapa luasan daerah yang terkena dampak erupsi? b. Bagaimana sebaran daerah yang terkena dampak erupsi? c. Berapa luasan wilayah pertanian yang terkena dampak erupsi? d. Bagaimana kondisi produksi dan produktivitas pertanian setelah terkena dampak erupsi? a. Berapa nilai kerusakan dan kehilangan pada lahan pertanian yang terkena dampak erupsi? b. Bagaimana distribusi spasial tingkat kerusakan dan kehilangan pada lahan pertanian yang terkena dampak erupsi? 2. METODOLOGI PENELITIAN Secara umum penelitian ini dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap persiapan, tahap survei lapang, serta tahap pengolahan dan analisis. Beberapa kegiatan yang dilakukan pada tahap persiapan, antara lain pengumpulan dan pengolahan data-data sekunder, serta penentuan sampel. Pada tahap survei lapang dilakukan beberapa kegiatan, seperti plotting menggunakan Differential Global Positioning System (DGPS) serta wawancara. Tahap pengolahan dan analisis data mencakup analisis deskriptif kualitatif terkait dengan karakteristik wilayah terdampak, kondisi kegiatan pertanian pascaerupsi, serta nilai kerusakan dan kehilangan pada sektor pertanian pascaerupsi. Gambaran umum cara penelitian dijabarkan secara singkat pada diagram alir penelitian (Gambar 2.1) Penentuan Titik Sampel Penelitan penilaian tingkat kerusakan dan kehilangan ini membedakan sampel penelitian menjadi dua jenis, yakni sampel fisik dan sampel pertanian. Lokasi titik sampel fisik ditentukan dengan menggunakan metode penentuan sampel bertingkat (multi-stage sampling method). Teknik sampel purposif digunakan untuk memilah antara wilayah terdampak dengan wilayah tidak terdampak. Pemilihan lokasi sebagai titik sampel hanya difokuskan pada wilayah 4

7 yang terdampak. Selanjutnya digunakan teknik penentuan sampel sistematik untuk menentukan lokasi titik plotting DGPS. Dengan menggunakan teknik sistematik, lokasi titik plotting DGPS ditentukan dengan jarak sejauh 500 meter antar titik. Pada tahap ini teknik purposif juga kembali digunakan untuk menentukan lokasi sampel fisik yang lebih khusus (misalnya penentuan batas luapan lahar dan perubahan kontur). Jumlah sampel fisik diperoleh sebanyak 544 sampel. Metode multi-stage sampling method kembali digunakan dalam menentukan lokasi titik sampel pertanian. Fokus pengamatan pada wilayah yang terdampak serta responden/informan kunci pada setiap dusun ditentukan dengan menggunakan teknik sampel purposif. Selanjutnya teknik snowball sampling digunakan untuk memperoleh informasi tambahan dari responden lain yang direkomendasikan oleh informan kunci. Jumlah sampel pertanian ditetapkan sebanyak 100 sampel Penilaian Kerusakan (Damage Assessment) Penilaian kerusakan difokuskan kepada aset-aset fisik yang terkena dampak bencana. Kerusakan diasumsikan mulai terjadi pada saat berlangsungnya bencana hingga beberapa saat setelah terjadinya bencana, yang dihitung dalam berbagai satuan unit fisik seperti m 2, km 2, dll (GFDRR, 2010). Nilai kerusakan merupakan biaya yang akan ditanggung untuk mengganti aset-aset fisik yang rusak. Aset-aset fisik yang akan dinilai kerusakannya adalah area tanam itu sendiri. Secara matematis, nilai kerusakan dihitung dengan menggunakan Persamaan (1). (1) D = Nilai kerusakan pada aset-aset fisik (Damage) A = Area terdampak/luasan aset fisik yang terdampak (Affected area) P = Harga pasar yang berlaku (Price) 2.3. Penilaian Kehilangan (Loss Assessment) Penilaian kehilangan dilakukan untuk mengetahui besarnya kerugian yang diderita hingga tercapainya kondisi normal, seperti saat sebelum terjadinya bencana. Kehilangan diasumsikan akan terus terjadi hingga pemulihan dan rekonstruksi kondisi perekonomian secara menyeluruh telah tercapai (GFDRR, 2010). Kehilangan dihitung berdasarkan jumlah produksi dan produktivitas setiap jenis usaha tani. Perhitungan kehilangan memperhatikan jenis komoditi pertanian yang ditanam/dibudidayakan, hal ini dikarenakan setiap jenis komoditi pertanian mempunyai nilai pasar yang berbeda-beda. 5

8 Besarnya kehilangan juga ditentukan berdasarkan waktu tanam/pemeliharaan. Apabila bencana terjadi pada akhir masa tanam maka perhitungan kehilangan menjadi kehilangan total (full loss) jika komoditi pertanian hancur seluruhnya, dan kehilangan sebagian (partial loss) jika bencana hanya mempengaruhi penurunan hasil panen. Jika bencana terjadi pada awal musim tanam, maka perhitungan kehilangan menjadi full loss apabila tanam tersebut tidak dapat ditanam kembali, dan partial loss yang dihitung berdasarkan investasi yang telah dibuat hingga tanaman tersebut mencapai kondisi saat sebelum terjadinya bencana. Perhitungan kehilangan dapat dilakukan berdasarkan kehilangan produksi secara keseluruhan (full production loss), dan kehilangan produksi berdasarkan penurunan hasil panen (production loss by yield declining). Full production loss menggambarkan perbedaan hasil panen pascabencana dengan estimasi jumlah produksi pada tahun yang normal. Secara matematis, nilai kehilangan dihitung berdasarkan Persamaan (2). (2) L = Kehilangan produksi (Loss) Ye = Estimasi produksi pada tahun/kondisi normal (Yield expected) Ya = Hasil panen pada pascabencana (Yield actual) Dalam hal yang berlainan, persentase penurunan pada rata-rata hasil panen digunakan dalam perhitungan kehilangan produksi berdasarkan hasil panen. Secara matematis, nilai kehilangan dihitung berdasarkan Persamaan (3). Nilai kehilangan dihitung menggunakan harga pasar yang berlaku (Persamaan (4)). (3) (4) Ly = Kehilangan produksi berdasarkan hasil panen (Loss by yield) Lv = Nilai kehilangan produksi pertanian (Loss value) p = Persentase penurunan pada rata-rata hasil panen A = Area terdampak (Affected area) Y = Rata-rata hasil panen pada tahun yg normal (Yield) P = Harga pasar yang berlaku (Price) 6

9 Citra Satelit IKONOS dan Quick bird 2006 Peta Rupabumi Data Statistik Pertanian Citra Satelit GeoEye Tahun 2010 Peta Sebaran Abu Vulkanik Potensi Dusun Image Processing Delineasi Telaah Pustaka Image Processing Dijitasi Telaah Pustaka Interpretasi Penggunaan Lahan Pertanian Wilayah terdampak awan panas Wilayah terdampak abu vulkanik Batas Dusun Overlay Overlay Teknik Sampling TAHAP PERSIAPAN Kondisi umum pertanian Wilayah terkena dampak awan panas dan abu vulkanik Titik sampel Survei terestris dengan Differential GPS Wawancara TAHAP SURVEI LAPANG Interpolasi Plotting DEM (Digital Elevation Model) Modelling Estimasi bahaya lahar berdasarkan skenario volume lahar Wilayah terdampak lahar Overlay Wilayah terkena dampak erupsi 2010 Pola tanam Produksi pertanian Lokasi pertanian terkena dampak DALA Overlay Perekonomian Daerah (Kecamatan Cangkringan dan Kecamatan Pakem) Wilayah pertanian terkena dampak erupsi 2010 Estimasi nilai kerusakan berdasarkan estimasi bahaya lahar Nilai kerusakan dan kerugian pertanian pascaerupsi 2010 TAHAP ANALISIS PENILAIAN TINGKAT KERUSAKAN DAN KEHILANGAN PADA LAHAN PERTANIAN PASCAERUPSI 2010 Gambar 2.1 Diagram alir penelitian = INPUT = PROSES = OUTPUT 7

10 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Karakteristik Dampak Erupsi Merapi Dampak Awan Panas Awan panas secara berkala terjadi pada periode 26 Oktober hingga 5 November Berdasarkan analisis laporan dan pemberitaan kejadian erupsi serta pengamatan lapang, aliran piroklastik (awan panas) terjadi pada tanggal 26 dan 28 Oktober serta pada tanggal 2, 4, dan 5 November Berdasarkan hasil interpretasi citra periode sebelum dan sesudah erupsi 2010, diketahui luasan daerah yang terkena dampak awan panas mencapai 8945,38 hektar. Dengan luasan tersebut, awan panas telah menjangkau ke segala penjuru dengan dominasi aliran menuju ke bagian tenggara melewati DAS Gendol dan DAS Opak. Wilayah jangkauan awan panas arah tenggara tersebut mencapai jarak 15 kilometer dari puncak Merapi, melewati 49 dusun dan lima desa, yaitu Desa Argomulyo, Desa Glagaharjo, Desa Kepuharjo, Desa Sindumartani, dan Desa Wukirsari. Pada wilayah penelitian, luasan area terdampak awan panas mencapai 1292,21 hektar. Beberapa dusun yang terkena dampak paling luas adalah dusun-dusun yang berada di bagian hulu DAS Gendol. Dusun-dusun tersebut antara lain Dusun Kalitengah Lor, Dusun Kaliadem, Dusun Kalitengah Kidul, Dusun Petung, dan Dusun Batur (Gambar 3.1) Dampak Abu Vulkanik Berbeda dengan sebaran awan panas, dampak abu vulkanik mempunyai wilayah jangkauan yang lebih luas. Jangkauan sebaran abu vulkanik mencapai radius 33 kilometer dengan dominasi sebaran berada di bagian barat daya lereng Merapi. Berdasarkan Peta Sebaran Abu Vulkanik dan pengamatan lapang, dapat diketahui bahwa terdapat lima klasifikasi wilayah sebaran abu vulkanik menurut ketebalannya. Kelima klasifikasi tersebut, yakni 0,5 cm, 2 cm, 4 cm, 7 cm, dan 10 cm. Wilayah penelitan terkena dampak abu vulkanik secara menyeluruh, dengan kecenderungan penurunan tingkat ketebalan abu dari bagian hulu ke bagian hilir. Wilayah penelitian secara dominan dipenuhi abu vulkanik dengan ketebalan 0,5 cm, terutama di bagian lereng kaki. Abu dengan ketebalan 10 cm juga secara dominan terlihat terutama di bagian lereng atas Merapi (Gambar 3.2) Dampak Lahar Banjir lahar mulai terjadi pada tanggal 4 November Aliran lahar tersebut terjadi pada empat sungai yang berhulu di Merapi, yakni Kali Gendol, Kali Opak, Kali Kuning, dan Kali Boyong. Berdasarkan hasil pengukuran lapang menggunakan Differential Global Positioning System, dan wawancara masyarakat, diketahui luas area yang terdampak oleh banjir lahar pada wilayah 8

11 penelitian adalah sebesar 678,98 hektar. Banjir lahar terjadi di sepanjang bantaran kali mulai dari hulu hingga hilir Kali Gendol (Gambar 3.3). Aliran lahar melewati lima desa serta 40 dusun. Rata-rata luapan banjir lahar dari bantaran sungai mencapai 287 meter di lereng bagian atas, 307 meter di lereng bagian tengah, 200 meter di lereng bagian bawah, dan 200 meter di bagian lereng kaki. Luas wilayah dusun yang terdampak oleh banjir lahar pada wilayah penelitian mencapai lebih dari 650 hektar. Kaliadem merupakan dusun dengan luasan area terdampak lahar paling luas, yakni mencapai lebih dari 98 hektar. Sedangkan Koripan merupakan dusun dengan luas daerah terdampak lahar paling kecil, yakni sebesar 1,66 hektar. (a) (b) Keterangan: (a) Daerah Dusun Kaliadem yang terkena dampak awan panas; (b) Daerah Dusun Kalimanggis pascaerupsi, yang juga merupakan batas area terdampak awan panas Gambar 3.1 Daerah sebaran awan panas di DAS Gendol (Sumber: Pengolahan data, 2011; Dokumentasi penulis pada tanggal 18 Desember 2010) 9

12 Persentaase luas area teerdampak abu u vulkanikk menurut klasifikasi ketebalaannya 9% 9% 41% 23% 18% % 0,,5 cm 2 cm 4 cm c 7 cm 10 cm m Klasifikkasi ketebalan abu <2 cm < 2 cm cm cm > cm >10 Gamb bar 3.2 Isopacch yang menunnjukan sebaraan abu vulkaniik berdasarkann ketebalanny ya (Sumbeer: Peta Sebaraan Abu Vulkaanik 3 Novemb ber 2010, BBP PTK Tidak dipublikasikan) Estimasi Daampak Lah E har Berdassarkan Skenario Volu ume S Skenario lahhar yang tellah dikembaangkan olehh Wiguna (22011), digun nakan sebagai daasar estimassi dampak laahar dalam penelitian ini. i Pengem mbangan skeenario lahar terseebut mengguunakan peraangkat LAH HARZ denggan berdasarrkan kepadaa data ketinggiann (topograffi) hasil surrvei lapang g. Empat skkenario vollume lahar yang digunakann dalam menngestimasi dampak, yaakni 10 jutaa m3, 20 jutaa m3, 30 jutta m3, dan 40 jutta m3 (Gam mbar 3.4). Berdasarkan B pemodelann lahar terseebut, luasan n area terdampakk pada skennario lahar 10 1 juta m3 mendekati m l luasan area terdampak lahar eksisting saat s ini. Tootal luas areea yang terk kena dampaak dengan sskenario lah har 40 3 juta m addalah 1232,4465 hektar (Tabel ( 3.1). Tabel 3..1 Jumlah dussun dan luas wilayah w dusun yang terdamppak berdasaarkan skenario o volume lahaar Eksisting Jumlah dusuun 388 Luas area teerdampak 664,688 Sumber: Penngolahan dataa, Juta m , Juta m , Jutaa m , Ju uta m ,465 10

13 (a) (b) Keterangan: (a) Daerah terdampak lahar di Dusun Gondang Dokumentasi penulis, 20 September (b) Daerah terdampak lahar di Dusun Brongkol Dokumentasi penulis, 28 September Gambar 3.3 Area terdampak banjir lahar di pada wilayah penelitian (Sumber: Pengukuran lapang, 2011; Pengolahan data, 2011) Grafik perbandingan jumlah dusun terdampak lahar berdasarkan skenario volume lahar Jumlah Dusun Terdampak Jumlah dusun 10 Juta m3 20 Juta m Juta m3 40 Juta m Skenario Volume Lahar Gambar 3.4 Area terdampak banjir lahar berdasarkan skenario volume lahar pada wilayah penelitian (Sumber: Wiguna, 2011; Pengolahan data, 2011) 11

14 3.2. Dampak Erupsi Terhadap Kegiatan Pertanian Dampak Awan Panas Terhadap Pertaniann Berdasarkan hasil pengolahan data, luas wilayah pertanian yang terkena dampak awan panas mencapai lebih dari 850 hektar (Tabel 3.2). Sebagian besar wilayah pertanian yang terdampak awan panas merupakan kebun dan tegalan, terutama yang beradaa di bagian utara wilayah penelitian (Gambar 3.5). Wilayah kebun dan tegalan yang terkena dampak paling luas berada di Dusun Kalitengah Lor, Desa Glagaharjo. (a) (b) Keterangan: (a) Kebun dan tegalan yang terdampak di Dusun Kaliadem (b) Kebun yang terdampak di Dusun Kepoh Gambar 3.5 Area pertanian yang terdampak awan panas pada wilayah penelitan (Sumber: Pengolahan data, 2011; Dokumentasi penulis pada tanggal 18 Desember 2010) Tabel 3.2 Dampak piroklastik terhadap pertanian pada wilayah penelitian Kegiatan pertanian Luas daerah terdampak (ha) % Sawah irigasi Kebun Tegalan Total 40, , , ,511 4,6 68,7 26,8 100 Sumber: Pengolahan data,

15 Dampak Abu Vulkanik Terhadap Pertanian Area pertanian pada wilayah penelitian seluruhnya terdampak oleh abu vulkanik. Luas area terdampak tersebut hampir mencapai 2500 hektar. Kegiatan pertanian yang secara dominan terdampak oleh abu adalah kebun, dengan luasan mencapai lebih dari 1100 hektar (Tabel 3.3). Berdasarkan ketebalannya, abu 0,5 cm secara dominan menutupi wilayah pertanian tersebut. Kondisi tersebut mengganggu kegiatan pertanian terutama persawahan yang seluruhnya tertutup oleh abu dengan ketebalan 0,5 cm (Gambar 3.6). Wilayah pertanian yang terdampak oleh abu tersebut terdapat di bagian selatan wilayah penelitian mencakup Desa Argomulyo, Desa Sindumartani, dan sebagian Desa Wukirsari. Grafik perbandingan luas area pertanian yang terdampak oleh abu Luas area terdampak (ha) cm 2 cm 4 cm 7 cm 10 cm Tebal abu (cm) Sawah Kebun Tegalan Abu vulkanik yang terdeposit pada daun tanaman Foto diambil pada tanggal 17 Oktober 2011 Gambar 3.6 Area pertanian yang terdampak abu vulkanik pada wilayah penelitian (Sumber: Pengolahan data, 2011; Dokumentasi penulis, 2011) Tabel 3.3 Luas area pertanian yang terdampak abu pada wilayah penelitian Jenis usaha tani Luas area terdampak (ha) 0,5 cm 2 cm 4 cm 7 cm 10 cm Total (ha) Sawah 796, ,257 Kebun 464, , ,847 57,943 85, ,086 Tegalan 211, ,0 173,828 86,212 17,02 589,688 Total 1472, , , , , ,031 Sumber: Pengolahan Data,

16 Dampak Lahar Terhadap Pertanian Berdasarkan hasil pengolahan data, luas area pertanian pada wilayah penelitian yang terkena dampak lahar mencapai lebih dari 440 hektar (Tabel 3.4). Kegiatan pertanian yang paling terkena dampak adalah perkebunan, dengan luas area terdampak mencapai hampir 300 hektar. Wilayah kebun yang terkena dampak lahar tersebut sebagian besar berada di Dusun Glagahmalang, Desa Glagaharjo (Gambar 3.7). Luas tegalan yang terkena dampak lahar mencapai lebih dari 50 hektar. Luasan tersebut sebagai besar juga berada di Dusun Singlar, Desa Glagaharjo. Sedangkan area persawahan yang terkena dampak lahar mencapai lebih dari 100 hektar, yang sebagian besar berada di Dusun Kayen, Desa Sindumartani. Pra-lahar Pasca-lahar (a) Titik sampel 548 (b) Titik sampel 551 Keterangan: (a) Area sawah yang terkena lahar di Dusun Brongkol (b) Area sawah yang terkena lahar di Dusun Cangkringan Gambar 3.7 Area pertanian yang terdampak oleh lahar pada setiap dusun di wilayah penelitian (Sumber: Pengolahan data, 2011; Dokumentasi penulis pada tanggal 28 September 2011) 14

17 Tabel 3.4 Dampak lahar terhadap pertanian pada wilayah penelitian Kegiatan pertanian Luas daerah terdampak (ha) % Sawah irigasi 108,047 23,57746 Kebun 299,236 65,29773 Tegalan 50,981 11,12481 Total 458, Sumber: Pengolahan data, Penilaian Kerusakan dan Kehilangan pada Kegiatan Pertanian yang Terkena Dampak Erupsi Penilaian kerusakan dan kehilangan menggunakan metode DaLA yang dikembangkan oleh ECLAC pada tahun 1970-an. Dengan metode ini kerusakan (damage) didefinisikan sebagai biaya yang dibebankan untuk memperbaiki atau mengganti aset-aset fisik yang rusak akibat terkena bencana, sedangkan kehilangan (loss) didefinisikan sebagai biaya/beban yang akan ditanggung hingga kondisi kegiatan pertanian tersebut kembali seperti saat sebelum terkena dampak bencana. Kerusakan dan kehilangan yang diderita sebagai dampak dari suatu bencana dapat dideskripsikan berdasarkan jenis/tipe dan nilainya. Jenis/tipe kerusakan dan kehilangan ditentukan berdasarkan luas area pertanian yang rusak serta kondisi area pertanian saat ini, yang dapat dibedakan menjadi parsial dan total. Sementara itu, nilai kerusakan dan kehilangan dihitung berdasarkan biaya produksi serta harga komoditi yang sedang berlaku. Berdasarkan jenis/tipe kerusakannya, sebagian besar area pertanian pada wilayah penelitian mengalami kerusakan yang bersifat parsial (46%). Pertanian dengan kerusakan parsial tersebut didominasi oleh usaha pertanian sawah yang berlokasi di bagian selatan wilayah penelitian. Kerusakan yang bersifat parsial tersebut pada umumnya diakibatkan oleh aliran piroklastik (awan panas) dan guguran abu vulkanik. Sementara itu, persentase area pertanian dengan kerusakan total sebesar 40%, yang didominasi oleh usaha pertanian kebun. Lokasi pertanian dengan kerusakan total terlihat sedikit mengelompok di bagian utara wilayah penelitian (Gambar 3.8). Kerusakan yang bersifat total tersebut terutama diakibatkan oleh aliran piroklastik (awan panas) di bagian utara, serta aliran lahar (terutama pertanian yang berada di bantaran Kali Gendol). Berdasarkan nilai kerusakannya, terdapat tiga klasfikasi nilai kerusakan antara lain: kurang dari satu juta rupiah, antara satu hingga tiga juta rupiah, dan lebih dari tiga juta rupiah. Sebagian besar area pertanian pada wilayah penelitian (41%), menderita kerusakan dengan nilai kurang dari satu juta rupiah. Pertanian - pertanian tersebut sebagian besar merupakan sawah yang berlokasi di bagian tengah hingga selatan wilayah penelitian. Sebagian kecil usaha pertanian dengan nilai kerusakan lebih dari tiga juta rupiah, merupakan kebun-tegalan yang terlihat mengelompok di bagian utara wilayah penelitian (Gambar 3.9). 15

18 Grafik perbandingan jumlah dusun berdasarkan tipe kerusakan area pertanian pada wilayah penelitian 14% 46% 40% Parsial Total Tidak mengalami A B (A) Area pertanian yang terdampak total di Dusun Gading (B) Area pertanian yang terdampak parsial di Dusun Brongkol Gambar 3.8 Sebaran lokasi pertanian dan tipe kerusakannya pada wilayah penelitian (Sumber: Pengolahan data, 2011) Ditinjau dari aspek kehilangannya, sebagian besar areaa pertanian pada wilayah penelitian mengalami kehilangan yang bersifat parsial (46%). Pertanian dengan kehilangan parsial tersebut didominasi oleh usaha pertanian sawah, yang berlokasi di bagian tengah hingga selatan wilayah penelitian. Kehilangan parsial diakibatkan karena lahan pertanian yang belum dapat digunakan seluruhnya hingga saat ini. Adapun beberapa lokasi menunjukkann luasan area pertanian yang seluruhnya sudah dapat ditanami, akan tetapi belum menghasilkan seperti pada kondisi sebelum terjadinya bencana. Sementara itu, beberapaa lokasi dengan kehilangann total (29%) merupakan area kebun-tegalan yang terlihat mengelompok di bagian utara wilayah penelitian. Area pertanian tersebut mengalami kehilangan 16

19 total karena lahan pertaniannya secara keseluruhan belum dapat ditanami kembali hingga saat ini (Gambar 3.40). Grafik perbandingan jumlah dusun berdasarkan nilai kerusakan area pertanian pada wilayah penelitian 11% 14% 34% 41% Tidak mengalami kerusakan Rp Rp <Rp >Rp A B (A) Area pertanian dengan nilai kerusakan 1 3 juta rupiah di Dusun Kalitengah Lor (B) Area pertanian dengan nilai kerusakan <1 juta rupiah di Dusun Kalimanggis Gambar 3.9 Sebaran spasial nilai kerusakan area pertanian pada wilayah penelitian (Sumber: Pengolahan data, 2011) Kehilangan pada area pertanian dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelas berdasarkan nilai kehilangannya, antara lain: kurang dari lima juta rupiah, lima hingga sepuluh juta rupiah, dan lebih dari sepuluh juta rupiah. Sebagian besar area pertanian pada wilayah penelitian (35%), mengalami kehilangan dengan nilai kurang dari lima juta rupiah. Area pertanian tersebut didominasi oleh usaha pertanian sawah, yang berlokasi di bagian selatan wilayah penelitian. Terdapat pula beberapa lokasi dengan nilai kehilangan lebih dari sepuluh juta rupiah, yang 17

20 sebagian besar merupakan areaa kebun-tegalan dan berlokasi di bagian tengah wilayah penelitian (Gambar 3.41). Pertanian dengan nilai kehilangan lebih dari lima juta rupiah, pada umumnya terdampak oleh aliran piroklastik (awan panas) dan lahar. Akumulasi material vulkanik pada lahan pertanian, menyebabkan keterbatasan pada pengolahan lahan tersebut. Dibutuhkan waktu yang cukup lama hingga area pertaniann tersebut kembali dapat digunakann seperti sedia kala. Grafik perbandingan jumlah dusun berdasarkan tipe kehilangan area pertanian pada wilayah penelitian 25% 46% 29% Parsial Total Tidak mengalami loss A B (A) Area pertanian dengan tipe kehilangan parsial di Dusun Kalitengah Lor (B) Area pertanian dengan tipe kehilangan total di Dusun Kejambon Kidul Gambar 3.40 Sebaran lokasi pertanian dan tipe kehilangannya pada wilayah penelitiann (Sumber: Pengolahan data, 2011) 18

21 Grafik perbandingan jumlah dusun berdasarkan nilai kehilangan area pertanian pada wilayah penelitian 17% 9% 14% 25% 35% Tidak diketahui < > Tidak mengalami kehilangan A B (A) Area pertanian dengan nilai kehilangan >10 juta rupiah di Dusun Gading (B) Area pertanian dengan nilai kehilangan 5-10 juta rupiah di Dusun Gungan Gambar 3.41 Sebaran spasial nilai kehilangan area pertanian pada wilayah penelitian (Sumber: Pengolahan data, 2011) 4. KESIMPULAN Daerah yang terkena dampak erupsi merupakan daerah-daerah yang dilalui oleh aliran piroklastik (awan panas), abu vulkanik, dan aliran lahar. Aliran piroklastikk (awan panas) berdampak langsung terhadap sebagian daerah pada wilayah penelitian, terutama di bagian lereng atas hingga lereng tengah. Abu vulkanik berdampak secara langsung pada seluruh bagian wilayah penelitian. Dominasi ketebalan abu yang terlihat pada wilayah penelitian adalah 0,5 cm, terutama di bagian lereng kaki wilayah penelitian. Sementara itu, aliran lahar berdampak pada wilayah penelitian terutama di bagian tengah dan pada wilayah 19

22 dusun yang berdekatan dengan bantaran Kali Gendol. Luas luapan aliran lahar yang besar terlihat pada bagian lereng tengah dan lereng bawah dari wilayah penelitian. Sebagai bahaya sekunder yang masih akan berlangsung, estimasi dampak lahar menggunakan skenario volume lahar juga dimasukkan dalam penelitian ini. Jenis usaha pertanian yang digunakan sebagai fokus dalam peneltian ini adalah pertanian sawah dan pertanian kebun-tegalan. Area persawahan secara dominan terlihat di bagian selatan wilayah penelitian, sedangkan area kebuntegalan mendominasi di bagian tengah hingga utara wilayah penelitian. Sebagian besar lokasi kegiatan pertanian yang terkena dampak berada cukup dekat di sepanjang aliran Kali Gendol. Lokasi-lokasi tersebut rata-rata berjarak 50 hingga 300 meter dari bantaran kali. Wilayah pertanian yang berada di bagian tengah hingga utara mempunyai luas area kerusakan yang lebih besar daripada wilayah pertanian yang berada di bagian selatan. Kerusakan di bagian utara tersebut sebagian besar diakibatkan oleh akumulasi dampak aliran lahar yang didahului oleh aliran piroklastik (awan panas), sementara kerusakan wilayah pertanian bagian selatan hanya dipengaruhi oleh lahar serta abu dengan ketebalan 0,5 cm. Sebagian besar wilayah pertanian yang terdampak oleh erupsi belum dapat digunakan kembali hingga saat ini, terutama beberapa lokasi pertanian yang terkena aliran lahar. Salah satu hal yang menjadi perhatian adalah beberapa lokasi pertanian yang mengalami peningkatan hasil pertanian setelah terkena dampak erupsi berupa abu. Penilaian kerusakan dan kehilangan pada penelitian ini mengadopsi metode yang telah dikembangkan sebelumnya yakni metode DALA (Damage and Loss Assessment). Dengan menggunakan metode ini, kerusakan dan kehilangan dideskripsikan berdasarkan tipe dan nilainya. Sebagian besar area pertanian di wilayah penelitian mengalami kerusakan yang bersifat parsial (46%). Lokasi pertanian dengan kerusakan parsial tersebut terlihat mengelompok dibagian tengah hingga selatan wilayah penelitian. Nilai kerusakan lokasi-lokasi tersebut berkisar antara Rp ,- hingga Rp ,-. Kerusakan area pertanian pada lokasi-lokasi tersebut terutama disebabkan oleh aliran lahar dan abu. Berbeda dengan hal tersebut, beberapa lokasi pertanian yang terdampak secara total (40%) terlihat mengelompok di bagian utara wilayah penelitian. Nilai kerusakan lokasi-lokasi tersebut berkisar antara Rp ,- hingga Rp ,-. Sebagian besar kerusakan area pertanian tersebut diakibatkan oleh akumulasi dampak aliran lahar yang didahului oleh aliran piroklastik (awan panas). Berdasarkan sifat kehilangannya, sebagian besar area pertanian pada wilayah penelitian (46%) mengalami kehilangan yang bersifat parsial. Kehilangan parsial tersebut disebabkan karena hingga saat ini belum seluruh area 20

23 pertaniannya dapat ditanami kembali, atau seluruhnya dapat ditanami akan tetapi belum memberikan hasil seperti kondisi sebelum terjadinya bencana. Pertanian yang mengalami kehilangan parsial didominasi oleh usaha pertanian sawah, terutama di bagian tengah hingga selatan wilayah penelitian. Beberapa area pertanian dengan kerusakan total (29%) terlihat mengelompok di bagian tengah hingga utara. Area pertanian dengan kerusakan total tersebut didominasi oleh usaha pertanian kebun, yang disebabkan karena hingga saat ini area pertaniannya belum dapat ditanami kembali akibat terdampak oleh bahaya erupsi. DAFTAR PUSTAKA GFDRR Disaster Damage, Loss, and Needs Assessment Training Guidelines. Global Facility for Disaster Reduction and Recovery. GFDRR Damage, Loss and Need Assessment-Guidance Notes. The International Bank for Reconstruction and Development/The World Bank, Washington DC. Kasno, A., D. A., Suriadikarta, Abbas Id., Abdullah, Sutono, Erfandi, D., dan Santoso, E. (2010). Identifikasi Sifat Kimia Abu Volkan, Tanah, dan Air di Lokasi Dampak Letusan Gunung Merapi. Balai Penelitian Tanah, Bogor. Lavigne, F., Thouret, J. C., Voight, B., Suwa, H., dan Sumaryono, A. (2000). Lahars at Merapi volcano, Central Java: an overview. Journal of Volcanology and Geothermal Research 100: , Elsevier Science B. V. Lavigne, F. dan Thouret, J. C. (2002). Sediment transportation and depostion by rain-triggered lahars at Merapi Volcano, Central Java, Indonesia. Journal of Geomorphology 49: 45-69, Elsevier Science B. V. Sayudi, D.S., A., Nurnaning, Dj., Juliani, dan Muzani, M. (2010). Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi, Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Thouret, J.-C., Lavigne, F., Kelfoun, K., dan Bronto, S., (2000). Toward a revised hazard assessment at Merapi Volcano, Central Java. Journal of Volcanology and Geothermal Research 100: , Elsevier B. V. 21

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan lereng Gunungapi Merapi merupakan daerah yang dipenuhi oleh berbagai aktivitas manusia meskipun daerah ini rawan terhadap bencana. Wilayah permukiman, pertanian,

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. menjadi dua yaitu bahaya primer dan bahaya sekunder. Bahaya primer

BAB I PENGANTAR. menjadi dua yaitu bahaya primer dan bahaya sekunder. Bahaya primer BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki 129 gunungapi yang tersebar luas mulai dari Pulau Sumatra, Pulau Jawa, Kepulauan Nusa Tenggara, Kepulauan Banda, Kepulauan Halmahera dan Sulawesi

Lebih terperinci

PERUBAHAN KONDISI FISIK PASCA ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI TAHUN 2010 DI DESA GLAGAHARJO PROVINSI DIY

PERUBAHAN KONDISI FISIK PASCA ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI TAHUN 2010 DI DESA GLAGAHARJO PROVINSI DIY ISSN 0126-8138 15 PERUBAHAN KONDISI FISIK PASCA ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI TAHUN 2010 DI DESA GLAGAHARJO PROVINSI DIY Oleh I Putu Ananda Citra Jurusan Pendidikan Geografi Universitas Pendidikan Ganesha ABSTRAK

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LOKASI RAWAN BENCANA BANJIR LAHAR DI DAERAH ALIRAN SUNGAI PABELAN, MAGELANG, JAWA TENGAH

IDENTIFIKASI LOKASI RAWAN BENCANA BANJIR LAHAR DI DAERAH ALIRAN SUNGAI PABELAN, MAGELANG, JAWA TENGAH IDENTIFIKASI LOKASI RAWAN BENCANA BANJIR LAHAR DI DAERAH ALIRAN SUNGAI PABELAN, MAGELANG, JAWA TENGAH Suprapto Dibyosaputro 1, Henky Nugraha 2, Ahmad Cahyadi 3 dan Danang Sri Hadmoko 4 1 Departemen Geografi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istimewa Yogyakarta merupakan gunung paling aktif di dunia. Gunung Merapi

BAB I PENDAHULUAN. Istimewa Yogyakarta merupakan gunung paling aktif di dunia. Gunung Merapi 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Gunung Merapi yang berada di Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan gunung paling aktif di dunia. Gunung Merapi memiliki interval waktu erupsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dijadikan permukiman sehingga muncul larangan bermukim. Merapi terletak antara dua provinsi yakni Daerah Istimewa

BAB I PENDAHULUAN. untuk dijadikan permukiman sehingga muncul larangan bermukim. Merapi terletak antara dua provinsi yakni Daerah Istimewa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Permukiman merupakan kebutuhan dasar manusia yang tidak dapat terelakkan. Semakin tinggi pertumbuhan penduduk semakin banyak kebutuhan lahan yang harus disiapkan untuk

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KERUSAKAN PENGGUNAAN LAHAN AKIBAT BANJIR LAHAR PASCA ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI TAHUN 2010 DI SUB DAS KALI PUTIH JURNAL PUBLIKASI ILMIAH

ANALISIS TINGKAT KERUSAKAN PENGGUNAAN LAHAN AKIBAT BANJIR LAHAR PASCA ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI TAHUN 2010 DI SUB DAS KALI PUTIH JURNAL PUBLIKASI ILMIAH ANALISIS TINGKAT KERUSAKAN PENGGUNAAN LAHAN AKIBAT BANJIR LAHAR PASCA ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI TAHUN 2010 DI SUB DAS KALI PUTIH JURNAL PUBLIKASI ILMIAH Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan 1

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Gunungapi Merapi dikenal sebagai gunungapi teraktif dan unik di dunia, karena periode ulang letusannya relatif pendek dan sering menimbulkan bencana yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tahun 2000 sekitar 500 juta jiwa penduduk dunia bermukim pada jarak kurang dari 100 m dari gunungapi dan diperkirakan akan terus bertambah (Chester dkk., 2000). Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan salah satu negara dengan gunung berapi terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah gunung berapi yang masih aktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gunungapi Merapi merupakan jenis gunungapi tipe strato dengan ketinggian 2.980 mdpal. Gunungapi ini merupakan salah satu gunungapi yang masih aktif di Indonesia. Aktivitas

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN AKIBAT ALIRAN LAHAR DINGIN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) KALI GENDOL KABUPATEN SLEMAN

ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN AKIBAT ALIRAN LAHAR DINGIN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) KALI GENDOL KABUPATEN SLEMAN ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN AKIBAT ALIRAN LAHAR DINGIN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) KALI GENDOL KABUPATEN SLEMAN Aufa Khoironi Thuba Wibowo Mahasiswa Magister Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang

BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Indonesia rawan akan bencana yang diakibatkan oleh aktivitas gunungapi. Salah satu gunungapi aktif yang ada di Indonesia yaitu Gunungapi Merapi dengan ketinggian 2968

Lebih terperinci

Kemampuan Tampungan Sungai Code Terhadap Material Lahar Dingin Pascaerupsi Gunungapi Merapi Tahun 2010

Kemampuan Tampungan Sungai Code Terhadap Material Lahar Dingin Pascaerupsi Gunungapi Merapi Tahun 2010 Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan Volume 3, Nomor 2, Juni 2011, Halaman 81 87 ISSN: 2085 1227 Kemampuan Tampungan Sungai Code Terhadap Material Lahar Dingin Pascaerupsi Gunungapi Merapi Tahun 2010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi geografis Indonesia terletak pada busur vulkanik Circum Pacific and

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi geografis Indonesia terletak pada busur vulkanik Circum Pacific and BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi geografis Indonesia terletak pada busur vulkanik Circum Pacific and Trans Asiatic Volcanic Belt dengan jajaran pegunungan yang cukup banyak dimana 129 gunungapi

Lebih terperinci

Pemodelan Aliran Lahar Menggunakan Perangkat Lunak LAHARZ Di Gunung Semeru, Jawa Timur

Pemodelan Aliran Lahar Menggunakan Perangkat Lunak LAHARZ Di Gunung Semeru, Jawa Timur Pemodelan Aliran Lahar Menggunakan Perangkat Lunak LAHARZ Di Gunung Semeru, Jawa Timur Kushendratno 1, Emi Sukiyah 2, Nana Sulaksana 2, Weningsulistri 1 dan Yohandi 1 1 Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibanding erupsi tahun 2006 dan Dari tiga episode tersebut, erupsi terbesar

BAB I PENDAHULUAN. dibanding erupsi tahun 2006 dan Dari tiga episode tersebut, erupsi terbesar BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Pada dekade terakhir ini, Gunung Merapi mengalami erupsi setiap empat tahun sekali, yaitu tahun 2006, 2010, serta erupsi 2014 yang tidak terlalu besar dibanding erupsi

Lebih terperinci

PENDEKATAN MORFOLOGI SUNGAI UNTUK ANALISIS LUAPAN LAHAR AKIBAT ERUPSI MERAPI TAHUN 2010 DI SUNGAI PUTIH, KABUPATEN MAGELANG

PENDEKATAN MORFOLOGI SUNGAI UNTUK ANALISIS LUAPAN LAHAR AKIBAT ERUPSI MERAPI TAHUN 2010 DI SUNGAI PUTIH, KABUPATEN MAGELANG PENDEKATAN MORFOLOGI SUNGAI UNTUK ANALISIS LUAPAN LAHAR AKIBAT ERUPSI MERAPI TAHUN DI SUNGAI PUTIH, KABUPATEN MAGELANG Trimida Suryani trimida_s@yahoo.com Danang Sri Hadmoko danang@gadjahmada.edu Abstract

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan kepulauan Indonesia merupakan daerah pertemuan lempeng bumi dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan curah hujan yang relatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia yang merupakan daerah katulistiwa mempunyai letak geografis pada 80 LU dan 110 LS, dimana hanya mempunyai dua musim saja yaitu musim hujan dan musim kemarau.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober sampai 5 Nopember

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober sampai 5 Nopember 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober sampai 5 Nopember 2010 tercatat sebagai bencana terbesar selama periode 100 tahun terakhir siklus gunung berapi teraktif

Lebih terperinci

Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Sleman 2013

Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Sleman 2013 Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Sleman 2013 1 Kebijakan Teknis Evakuasi Kebijakan teknis evakuasi merupakan bagian dari Skenario Rencana Penanggulangan Bencana Erupsi Gunungapi Merapi Menyusun

Lebih terperinci

TENTANG KAWASAN RAWAN BENCANA GUNUNGAPI MERAPI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

TENTANG KAWASAN RAWAN BENCANA GUNUNGAPI MERAPI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG KAWASAN RAWAN BENCANA GUNUNGAPI MERAPI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa salah satu upaya penyelamatan masyarakat

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Fisiografi 1. Letak Wilayah Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan. Wilayah

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI LUAPAN BANJIR LAHAR GUNUNGAPI TANGKUBAN PERAHU UNTUK MENENTUKAN AREA EVAKUASI DI SEKITAR SUNGAI CIMUJA KABUPATEN SUBANG

ANALISIS POTENSI LUAPAN BANJIR LAHAR GUNUNGAPI TANGKUBAN PERAHU UNTUK MENENTUKAN AREA EVAKUASI DI SEKITAR SUNGAI CIMUJA KABUPATEN SUBANG ANALISIS POTENSI LUAPAN BANJIR LAHAR GUNUNGAPI TANGKUBAN PERAHU UNTUK MENENTUKAN AREA EVAKUASI DI SEKITAR SUNGAI CIMUJA KABUPATEN SUBANG NASKAH PUBLIKASI Usulan Penelitian Untuk Skripsi S-1 Program Studi

Lebih terperinci

Rapid Assessment Terhadap Kerusakan Bangunan Akibat Erupsi Merapi Tahun 2010

Rapid Assessment Terhadap Kerusakan Bangunan Akibat Erupsi Merapi Tahun 2010 Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan Volume 3, Nomor 2, Juni 2011, Halaman 115 124 ISSN: 2085 1227 Rapid Assessment Terhadap Kerusakan Bangunan Akibat Erupsi Merapi Tahun 2010 Any J., 1, 2 Widodo B.,

Lebih terperinci

PREDIKSI KAPASITAS TAMPUNG SEDIMEN KALI GENDOL TERHADAP MATERIAL ERUPSI GUNUNG MERAPI 2006

PREDIKSI KAPASITAS TAMPUNG SEDIMEN KALI GENDOL TERHADAP MATERIAL ERUPSI GUNUNG MERAPI 2006 PREDIKSI KAPASITAS TAMPUNG SEDIMEN KALI GENDOL TERHADAP MATERIAL ERUPSI GUNUNG MERAPI 2006 Tiny Mananoma tmananoma@yahoo.com Mahasiswa S3 - Program Studi Teknik Sipil - Sekolah Pascasarjana - Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari 30 gunung api aktif terdapat di Indonesia dengan lereng-lerengnya dipadati

BAB I PENDAHULUAN. dari 30 gunung api aktif terdapat di Indonesia dengan lereng-lerengnya dipadati BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia adalah negara yang kaya akan gunung api dan merupakan salah satu negara yang terpenting dalam menghadapi masalah gunung api. Tidak kurang dari 30

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Erupsi Gunung Merapi merupakan fenomena alam yang terjadi secara

BAB I PENDAHULUAN. Erupsi Gunung Merapi merupakan fenomena alam yang terjadi secara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erupsi Gunung Merapi merupakan fenomena alam yang terjadi secara periodik setiap tiga tahun, empat tahun atau lima tahun. Krisis Merapi yang berlangsung lebih dari

Lebih terperinci

kerugian yang bisa dihitung secara nominal misalnya rusaknya lahan pertanian milik warga. Akibat bencana tersebut warga tidak dapat lagi melakukan pek

kerugian yang bisa dihitung secara nominal misalnya rusaknya lahan pertanian milik warga. Akibat bencana tersebut warga tidak dapat lagi melakukan pek EVALUASI PENDAPATAN MASYARAKAT UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PASCA BENCANA BANJIR LAHAR DI KALI PUTIH KABUPATEN MAGELANG Rosalina Kumalawati 1, Ahmad Syukron Prasaja 2 1 Dosen Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT -

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT - 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai suatu negara kepulauan yang mempunyai banyak sekali gunungapi yang berderet sepanjang 7000 kilometer, mulai dari Sumatera, Jawa,

Lebih terperinci

KONDISI TANAH DAN TEKNIK REHABILITASI LAHAN PASCA-ERUPSI GUNUNG MERAPI. Deddy Erfandi, Yoyo Soelaeman, Abdullah Abas Idjuddin, dan Kasdi Subagyono

KONDISI TANAH DAN TEKNIK REHABILITASI LAHAN PASCA-ERUPSI GUNUNG MERAPI. Deddy Erfandi, Yoyo Soelaeman, Abdullah Abas Idjuddin, dan Kasdi Subagyono KONDISI TANAH DAN TEKNIK REHABILITASI LAHAN PASCA-ERUPSI GUNUNG MERAPI Deddy Erfandi, Yoyo Soelaeman, Abdullah Abas Idjuddin, dan Kasdi Subagyono ABSTRAK Erupsi Gunung Merapi telah menghasilkan sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Di Indonesia banyak sekali terdapat gunung berapi, baik yang masih aktif maupun yang sudah tidak aktif. Gunung berapi teraktif di Indonesia sekarang ini adalah Gunung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I - 1

BAB I PENDAHULUAN I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Indonesia yang merupakan daerah katulistiwa mempunyai letak geografis pada 8 0 LU dan 11 0 LS, dimana hanya mempunyai dua musim saja yaitu musim hujan dan musim kemarau.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Erupsi Gunung Merapi tahun 2010 yang lalu adalah letusan terbesar jika dibandingkan dengan erupsi terbesar Gunung Merapi yang pernah ada dalam sejarah yaitu tahun 1872.

Lebih terperinci

DAMPAK ABU VULKANIK ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI TAHUN 2010 TERHADAP PRODUKSI PADI DI KABUPATEN SLEMAN. Yusuf Amri

DAMPAK ABU VULKANIK ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI TAHUN 2010 TERHADAP PRODUKSI PADI DI KABUPATEN SLEMAN. Yusuf Amri DAMPAK ABU VULKANIK ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI TAHUN 2010 TERHADAP PRODUKSI PADI DI KABUPATEN SLEMAN Yusuf Amri yusufamri44@gmail.com Abdur Rofi abdurrofi@yahoo.co.uk Abstract Merapi Volcano eruption in 2010

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 40122 JALAN JEND. GATOT SUBROTO KAV.49 JAKARTA 12950 Telepon: 022-7212834, 5228424 021-5228371

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 40122 JALAN JEND GATOT SUBROTO KAV. 49 JAKARTA 12950 Telepon: 022-7212834, 5228424,021-5228371

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 40122 JALAN JEND GATOT SUBROTO KAV. 49 JAKARTA 12950 Telepon: 022-7212834, 5228424,021-5228371

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NOMOR 57 BANDUNG 40122 JALAN JENDERAL GATOT SUBROTO KAV. 49 JAKARTA 12950 TELEPON: 022-7215297/021-5228371 FAKSIMILE:

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 40122 JALAN JEND. GATOT SUBROTO KAV.49 JAKARTA 12950 Telepon: 022-7212834, 5228424 021-5228371

Lebih terperinci

Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan...

Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan... Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2 Pokok Permasalahan... 2 1.3 Lingkup Pembahasan... 3 1.4 Maksud Dan Tujuan... 3 1.5 Lokasi... 4 1.6 Sistematika Penulisan... 4 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Merapi ditingkatkan dari normal menjadi waspada, dan selanjutnya di tingkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Merapi ditingkatkan dari normal menjadi waspada, dan selanjutnya di tingkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Menurut Gema Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) (2011:14), Gunung Merapi merupakan salah satu gunung berapi yang paling aktif di dunia. Erupsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanah vulkanis merupakan tanah yang berasal dari letusan gunungapi, pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanah vulkanis merupakan tanah yang berasal dari letusan gunungapi, pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah vulkanis merupakan tanah yang berasal dari letusan gunungapi, pada saat gunungapi meletus mengeluarkan tiga jenis bahan yaitu berupa padatan, cair, dan gas.

Lebih terperinci

KAJIAN MUATAN SEDIMEN TERSUSPENSI DI SUNGAI CODE DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Rutsasongko Juniar Manuhana

KAJIAN MUATAN SEDIMEN TERSUSPENSI DI SUNGAI CODE DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Rutsasongko Juniar Manuhana KAJIAN MUATAN SEDIMEN TERSUSPENSI DI SUNGAI CODE DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Rutsasongko Juniar Manuhana rutsasongko@gmail.com Suprapto Dibyosaputro praptodibyo@gmail.com Abstract Rivers are media for sediment

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN DEM (Digital Elevation Model) Wilayah Penelitian Proses interpolasi beberapa data titik tinggi yang diekstraksi dari berbagai sumber dengan menggunakan metode semivariogram tipe ordinary

Lebih terperinci

24 November 2013 : 2780/45/BGL.V/2013

24 November 2013 : 2780/45/BGL.V/2013 KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 40122 JALAN JEND. GATOT SUBROTO KAV. 49 JAKARTA 12950 Telepon: 022-7212834, 5228424, 021-5228371

Lebih terperinci

Pemetaan Daerah Risiko Banjir Lahar Berbasis SIG Untuk Menunjang Kegiatan Mitigasi Bencana (Studi Kasus: Gunung Semeru, Kab.

Pemetaan Daerah Risiko Banjir Lahar Berbasis SIG Untuk Menunjang Kegiatan Mitigasi Bencana (Studi Kasus: Gunung Semeru, Kab. C6 Pemetaan Daerah Risiko Banjir Lahar Berbasis SIG Untuk Menunjang Kegiatan Mitigasi Bencana (Studi Kasus: Gunung Semeru, Kab. Lumajang) Zahra Rahma Larasati, Teguh Hariyanto, Akbar Kurniawan Departemen

Lebih terperinci

ANALISA BANJIR BANDANG BERDASARKAN DATA SATELIT PENGINDERAAN JAUH DI KABUPATEN GARUT - PROVINSI JAWA BARAT TANGGAL 20 SEPTEMBER 2016

ANALISA BANJIR BANDANG BERDASARKAN DATA SATELIT PENGINDERAAN JAUH DI KABUPATEN GARUT - PROVINSI JAWA BARAT TANGGAL 20 SEPTEMBER 2016 PUSAT PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH DEPUTI BIDANG PENGNDERAAN JAUH Jl. Kalisari LAPAN No. 8 Pekayon, Pasar Rebo, Jakarta 13710 Telp. 021-8710065, 021-8722733 Faks. 021-8722733 Email: timtanggapbencana@lapan.go.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gunungapi Merapi merupakan salah satu gunungapi paling aktif di dunia dengan ketinggian 2.980 m dpal, secara geografis terletak pada posisi 7 0 32 05 Lintang Selatan

Lebih terperinci

Dr.Ir. Gunawan Budiyanto (2) PENDAHULUAN.

Dr.Ir. Gunawan Budiyanto (2) PENDAHULUAN. STRATEGI KEDAULATAN PANGAN LOKAL BERDASAR ZONASI KAWASAN RAWAN BENCANA ERUPSI MERAPI (Studi Kasus desa Kepuharho Cangkringan Sleman DIY) (1) Strategy for Local Food Sovereignty Based on Disaster Prone

Lebih terperinci

KAJIAN CEPAT DAMPAK ERUPSI GUNUNG MERAPI 2010 TERHADAP SUMBERDAYA LAHAN PERTANIAN DAN INOVASI REHABILITASINYA

KAJIAN CEPAT DAMPAK ERUPSI GUNUNG MERAPI 2010 TERHADAP SUMBERDAYA LAHAN PERTANIAN DAN INOVASI REHABILITASINYA KAJIAN CEPAT DAMPAK ERUPSI GUNUNG MERAPI 2010 TERHADAP SUMBERDAYA LAHAN PERTANIAN DAN INOVASI REHABILITASINYA Penyunting : Muhammad Noor Mamat H.S. Muhrizal Sarwani Redaksi Pelaksana : Widhya Adhy Karmini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Peristiwa banjir lahar dingin biasanya mengancam daerah-daerah di. yang lalu Gunung Merapi di Jawa Tengah meletus,

BAB 1 PENDAHULUAN. Peristiwa banjir lahar dingin biasanya mengancam daerah-daerah di. yang lalu Gunung Merapi di Jawa Tengah meletus, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peristiwa banjir lahar dingin biasanya mengancam daerah-daerah di sepanjang sungai yang dilalui material vulkanik hasil erupsi gunung berapi. Beberapa waktu yang lalu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Menurut Soewarno (1991), proses sedimentasi meliputi proses erosi, transportasi (angkutan), pengendapan (deposition) dan pemadatan (compaction) dari sedimentasi itu sendiri. Proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang, Bendung Krapyak berada di Dusun Krapyak, Desa Seloboro, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Secara geografis terletak pada posisi 7 36 33 Lintang Selatan

Lebih terperinci

Devie Anika Banu Armaya Dyah Rahmawati Hizbaron

Devie Anika Banu Armaya Dyah Rahmawati Hizbaron PENAKSIRAN TINGKAT KERENTANAN SOSIAL TERHADAP BAHAYA BANJIR LAHAR PASCA ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI (Studi Kasus: Kec. Cangkringan, Kec. Ngemplak dan Kec. Kalasan, Kab. Sleman, Prov. DIY) Devie Anika Banu

Lebih terperinci

STUDI KAPASITAS INFILTRASI SEDIMEN DI KAWASAN RAWAN BENCANA PADA DAS PABELAN PASCA ERUPSI GUNUNG MERAPI TAHUN 2010

STUDI KAPASITAS INFILTRASI SEDIMEN DI KAWASAN RAWAN BENCANA PADA DAS PABELAN PASCA ERUPSI GUNUNG MERAPI TAHUN 2010 Simposium Nasional Teknologi Terapan (SNTT) 5 217 ISSN : 2339-28X STUDI KAPASITAS INFILTRASI SEDIMEN DI KAWASAN RAWAN BENCANA PADA DAS PABELAN PASCA ERUPSI GUNUNG MERAPI TAHUN 2 Jazaul Ikhsan 1*, Puji

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gunung Merapi merupakan gunung api tipe strato, dengan ketinggian 2.980 meter dari permukaan laut. Secara geografis terletak pada posisi 7 32 31 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

SEJARAH LETUSAN GUNUNG MERAPI BERDASARKAN FASIES GUNUNGAPI DI DAERAH ALIRAN SUNGAI BEDOG, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

SEJARAH LETUSAN GUNUNG MERAPI BERDASARKAN FASIES GUNUNGAPI DI DAERAH ALIRAN SUNGAI BEDOG, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ISSN 0125-9849 e- ISSN 2354-6638 Ris.Geo.Tam Vol. 22, No.2, Juni 2012 (73-79) DOI: 10.14203/risetgeotam2012.v22.59 SEJARAH LETUSAN GUNUNG MERAPI BERDASARKAN FASIES GUNUNGAPI DI DAERAH ALIRAN SUNGAI BEDOG,

Lebih terperinci

MIGRASI SEDIMEN AKIBAT PICUAN HUJAN ( KASUS KALI GENDOL GUNUNG MERAPI YOGYAKARTA )

MIGRASI SEDIMEN AKIBAT PICUAN HUJAN ( KASUS KALI GENDOL GUNUNG MERAPI YOGYAKARTA ) 1 MIGRASI SEDIMEN AKIBAT PICUAN HUJAN ( KASUS KALI GENDOL GUNUNG MERAPI YOGYAKARTA ) Tiny Mananoma Mahasiswa S3 Program Studi Teknik Sipil, Sekolah Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Djoko

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dunia. Frekuensi erupsi Gunungaapi Merapi yang terjadi dalam rentang waktu 2-

I. PENDAHULUAN. dunia. Frekuensi erupsi Gunungaapi Merapi yang terjadi dalam rentang waktu 2- 1 I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Gunungapi Merapi merupakan salah satu gunung aktif paling aktif di dunia. Frekuensi erupsi Gunungaapi Merapi yang terjadi dalam rentang waktu 2-7 tahun sekali merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode dan Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian penilaian kelayakan sistem Kawasan Rawan Bencana (KRB) letusan Gunung Merapi di Kabupaten Sleman. Dalam pengamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang masih ada hingga sampai saat ini. Kerugian material yang ditimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang masih ada hingga sampai saat ini. Kerugian material yang ditimbulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Erupsi Merapi yang terjadi pada bulan Oktober 2010 telah memberikan banyak pelajaran dan meninggalkan berbagai bentuk permasalahan baik sosial maupun ekonomi yang masih

Lebih terperinci

Pemanfaatan Peta Geologi dalam Penataan Ruang dan Pengelolaan Lingkungan

Pemanfaatan Peta Geologi dalam Penataan Ruang dan Pengelolaan Lingkungan Pemanfaatan Peta Geologi dalam Penataan Ruang dan Pengelolaan Lingkungan Yogyakarta, 21 September 2012 BAPPEDA DIY Latar Belakang UU No.25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; Seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lahan (land use) diartikan sebagai setiap bentuk intervensi

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lahan (land use) diartikan sebagai setiap bentuk intervensi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan lahan (land use) diartikan sebagai setiap bentuk intervensi (campur tangan) manusia terhadap lahan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik material

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan. kualitas karena terdapat kerusakan lingkungan dimana kerusakan

BAB I PENDAHULUAN. yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan. kualitas karena terdapat kerusakan lingkungan dimana kerusakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan hidup merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH. A. Kondisi Geofisik. aksesibilitas baik, mudah dijangkau dan terhubung dengan daerah-daerah lain

KARAKTERISTIK WILAYAH. A. Kondisi Geofisik. aksesibilitas baik, mudah dijangkau dan terhubung dengan daerah-daerah lain III. KARAKTERISTIK WILAYAH A. Kondisi Geofisik 1. Letak Geografis Desa Kepuharjo yang berada sekitar 7 Km arah Utara Kecamatan Cangkringan dan 27 Km arah timur laut ibukota Sleman memiliki aksesibilitas

Lebih terperinci

7.4. G. KIE BESI, Maluku Utara

7.4. G. KIE BESI, Maluku Utara 7.4. G. KIE BESI, Maluku Utara G. Kie Besi dilihat dari arah utara, 2009 KETERANGAN UMUM Nama Lain : Wakiong Nama Kawah : Lokasi a. Geografi b. : 0 o 19' LU dan 127 o 24 BT Administrasi : Pulau Makian,

Lebih terperinci

PENGARUH PENYIMPANGAN CURAH HUJAN TERHADAP PRODUKTIVITAS CENGKEH DI KABUPATEN MALANG

PENGARUH PENYIMPANGAN CURAH HUJAN TERHADAP PRODUKTIVITAS CENGKEH DI KABUPATEN MALANG Pengaruh Penyimpangan CurahHujan Terhadap Produktivitas Cengkeh di Kabupaten Malang... (Halil) PENGARUH PENYIMPANGAN CURAH HUJAN TERHADAP PRODUKTIVITAS CENGKEH DI KABUPATEN MALANG (The Effect of Precipitation

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI BAHAYA ERUPSI UNTUK PENGELOLAAN KEBENCANAAN DI LERENG SELATAN GUNUNGAPI MERAPI

PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI BAHAYA ERUPSI UNTUK PENGELOLAAN KEBENCANAAN DI LERENG SELATAN GUNUNGAPI MERAPI ISSN 0125-1790 MGI Vol. 27, No. 2, September 2013 (138-148) 2013 Fakultas Geografi UGM dan Ikatan Geograf Indonesia PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI BAHAYA ERUPSI UNTUK PENGELOLAAN KEBENCANAAN DI LERENG SELATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harta benda, dan dampak psikologis. Penanggulangan bencana merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. harta benda, dan dampak psikologis. Penanggulangan bencana merupakan suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas gunung api dapat dipelajari dengan pengamatan deformasi. Pemantauan deformasi gunung api dapat digolongkan menjadi tiga kategori berbeda dari aktifitas gunung

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak 1. Luas DTA (Daerah Tangkapan Air) Opak Dari hasil pengukuran menggunakan aplikasi ArcGis 10.1 menunjukan bahwa luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Pengantar 1.1. Latar Belakang Erupsi Gunung Merapi pada tahun 2010 merupakan bencana alam besar yang melanda Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN 1. Pengantar 1.1. Latar Belakang Erupsi Gunung Merapi pada tahun 2010 merupakan bencana alam besar yang melanda Indonesia dan BAB I PENDAHULUAN 1. Pengantar 1.1. Latar Belakang Erupsi Gunung Merapi pada tahun 2010 merupakan bencana alam besar yang melanda Indonesia dan menimbulkan banyaknya kerugian baik secara materil maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan dengan masih aktifnya proses erupsi dan peningkatan aktifitas

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan dengan masih aktifnya proses erupsi dan peningkatan aktifitas BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Gunung Merapi merupakan salah satu gunungapi teraktif di dunia. Hal ini ditunjukkan dengan masih aktifnya proses erupsi dan peningkatan aktifitas vulkanik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan wilayah yang mempunyai keunikan dan keistimewaan yang khas di dunia. Dengan jumlah pulau lebih dari 17.000

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA ALIRAN LAHAR DENGAN CARA NORMALISASI SUNGAI DI GUNUNG MERAPI, JAWA TENGAH

MITIGASI BENCANA ALIRAN LAHAR DENGAN CARA NORMALISASI SUNGAI DI GUNUNG MERAPI, JAWA TENGAH MITIGASI BENCANA ALIRAN LAHAR DENGAN CARA NORMALISASI SUNGAI DI GUNUNG MERAPI, JAWA TENGAH A. Djumarma Wirakusumah 1, Apud Djadjulie 1, Dewi S. Sayudi 2 1 STEM Akamigas, Jl. Gajah Mada No. 38, Cepu 2 Balai

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL TAHUN 2006 DAN 2014 BERDASARKAN CITRA QUICKBIRD

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL TAHUN 2006 DAN 2014 BERDASARKAN CITRA QUICKBIRD ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL TAHUN 2006 DAN 2014 BERDASARKAN CITRA QUICKBIRD NASKAH PUBLIKASI Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan Mencapai derajat Sarjana

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 40122 JALAN JEND. GATOT SUBROTO KAV.49 JAKARTA 12950 Telepon: 022-7212834, 5228424 021-5228371

Lebih terperinci

KELAYAKAN SISTEM EVAKUASI KAWASAN RAWAN BENCANA LETUSAN GUNUNG MERAPI DI KABUPATEN SLEMAN

KELAYAKAN SISTEM EVAKUASI KAWASAN RAWAN BENCANA LETUSAN GUNUNG MERAPI DI KABUPATEN SLEMAN KELAYAKAN SISTEM EVAKUASI KAWASAN RAWAN BENCANA LETUSAN GUNUNG MERAPI DI KABUPATEN SLEMAN Dicky Setya Adi W, Kusumastuti, Isti Andini Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan adalah salah satu sumber daya alam yang memiliki manfaat

BAB I PENDAHULUAN. Hutan adalah salah satu sumber daya alam yang memiliki manfaat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan adalah salah satu sumber daya alam yang memiliki manfaat serbaguna dalam kehidupan. Selain sebagai sumber daya penghasil kayu dan sumber pangan yang diperlukan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK UCAPAN TERIMA KASIH

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK i UCAPAN TERIMA KASIH ii DAFTAR ISI iii DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR TABEL viii BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Rumusan Masalah 2 1.3 Tujuan Penelitian 3 1.4 Manfaat

Lebih terperinci

PENGENDALIAN SEDIMEN. Aliran debris Banjir lahar Sabo works

PENGENDALIAN SEDIMEN. Aliran debris Banjir lahar Sabo works PENGENDALIAN SEDIMEN Aliran debris Banjir lahar Sabo works 29-May-13 Pengendalian Sedimen 2 Aliran Lahar (Kawasan G. Merapi) G. Merapi in action G. Merapi: bencana atau berkah? G. Merapi: sabo works 6-Jun-13

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Definisi banjir ialah aliran air sungai yang tingginya melebih muka air normal, sehinga melimpas dari palung sungai menyebabkan adanya genangan pada lahan rendah di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gunungapi Merapi, berdasar sumber informasi dari Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta, merupakan gunungapi aktif yang dipadati

Lebih terperinci

KAJIAN LAJU INFILTRASI TANAH DAN IMBUHAN AIRTANAH LOKAL SUB DAS GENDOL PASCA ERUPSI MERAPI Sri Ningsih

KAJIAN LAJU INFILTRASI TANAH DAN IMBUHAN AIRTANAH LOKAL SUB DAS GENDOL PASCA ERUPSI MERAPI Sri Ningsih KAJIAN LAJU INFILTRASI TANAH DAN IMBUHAN AIRTANAH LOKAL SUB DAS GENDOL PASCA ERUPSI MERAPI 2010 Sri Ningsih sih_ningsih91@yahoo.com Ig L. Setyawan Purnama setyapurna@ugm.ac.id Abstract This research was

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2016), bencana tanah longsor

BAB I PENDAHULUAN. atau Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2016), bencana tanah longsor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan terhadap bencana tanah longsor. Berdasarkan Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI) dari BNPB atau Badan Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak di ring of fire (Rokhis, 2014). Hal ini berpengaruh terhadap aspek geografis, geologis dan klimatologis. Indonesia

Lebih terperinci

Studi Pengaruh Lahar Dingin Pada Pemanfaatan Sumber Air Baku Di Kawasan Rawan Bencana Gunungapi (Studi Kasus: Gunung Semeru)

Studi Pengaruh Lahar Dingin Pada Pemanfaatan Sumber Air Baku Di Kawasan Rawan Bencana Gunungapi (Studi Kasus: Gunung Semeru) Studi Pengaruh Lahar Dingin Pada Pemanfaatan Sumber Air Baku Di Kawasan Rawan Bencana Gunungapi (Studi Kasus: Gunung Semeru) Disusun oleh: Anita Megawati 3307 100 082 Dosen Pembimbing: Ir. Eddy S. Soedjono.,Dipl.SE.,MSc.,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang DAFTAR LAMPIRAN 1. Peta Lokasi Huntap Komunal Di Kecamatan Cangkringan, Sleman 2. Peta Persil Huntap Banjarsari, Desa Glagahharjo, Kecamatan Cangkringan 3. Peta Persil Huntap Batur, Desa Kepuhharjo, Kecamatan

Lebih terperinci

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4.1. Latar Belakang Sebagaimana diuraikan terdahulu (Bab 1), DAS merupakan suatu ekosistem yang salah satu komponen penyusunannya adalah vegetasi terutama berupa hutan dan perkebunan

Lebih terperinci

XI. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. erupsi Merapi terhadap sektor pertanian dan lingkungan TNGM di Provinsi DIY dan

XI. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. erupsi Merapi terhadap sektor pertanian dan lingkungan TNGM di Provinsi DIY dan 213 XI. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 11.1. Kesimpulan Kesimpulan yang diperoleh berdasarkan hasil penelitian tentang dampak erupsi Merapi terhadap sektor pertanian dan lingkungan TNGM di Provinsi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Intepretasi Variabel BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Langkah paling awal dalam penelitian ini adalah penentuan lokasi penelitian. Lokasi penelitian ini ditentukan dengan membuat peta daerah aliran

Lebih terperinci

TOMI YOGO WASISSO E

TOMI YOGO WASISSO E ANALISIS PENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP PERUBAHAN TINGKAT POTENSI GERAKAN TANAH MENGGUNAKANSISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KECAMATAN MOJOSONGO KABUPATEN BOYOLALI Disusun Sebagai Salah Satu

Lebih terperinci

(RTRW) PUBLIKASI ILMIAH

(RTRW) PUBLIKASI ILMIAH EVALUASI RENCANA TATAA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN SLEMAN BERDASARKAN ANALISIS RISIKO BENCANA GUNUNG MERAPI PUBLIKASI ILMIAH Disusun Oleh : TERESITA OKTAVIA ROSARI NIM : E100130079 FAKULTAS GEOGRAFI

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PERUBAHAN MORFOLOGI KUBAH LAVA MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

IDENTIFIKASI PERUBAHAN MORFOLOGI KUBAH LAVA MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS IDENTIFIKASI PERUBAHAN MORFOLOGI KUBAH LAVA 1962-2012 MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Nurwidya Ambarwati nurwidyaambarwati@yahoo.com Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada Taufik Hery Purwanto

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Konsep Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu untuk mengetahui potensi terjadinya banjir di suatu wilayah dengan memanfaatkan sistem informasi geografi

Lebih terperinci

PERUBAHAN KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DESA GLAGAHARJO PASCA ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI TAHUN 2010 ABSTRAK

PERUBAHAN KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DESA GLAGAHARJO PASCA ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI TAHUN 2010 ABSTRAK ISSN 1412-8683 60 PERUBAHAN KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DESA GLAGAHARJO PASCA ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI TAHUN 2010 Oleh I Putu Ananda Citra Jurusan Pendidikan Geografi Universitas Pendidikan Ganesha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan lebih dari pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke.

BAB I PENDAHULUAN. dengan lebih dari pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan lebih dari 13.466 pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Wilayah Indonesia terbentang

Lebih terperinci

PERUBAHAN MORFOLOGI SUNGAI CODE AKIBAT ALIRAN LAHAR PASCA ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI TAHUN Dian Eva Solikha

PERUBAHAN MORFOLOGI SUNGAI CODE AKIBAT ALIRAN LAHAR PASCA ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI TAHUN Dian Eva Solikha PERUBAHAN MORFOLOGI SUNGAI CODE AKIBAT ALIRAN LAHAR PASCA ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI TAHUN 2010 Dian Eva Solikha trynoerror@gmail.com Muh Aris Marfai arismarfai@gadjahmada.edu Abstract Lahar flow as a secondary

Lebih terperinci