Tabel 3. Konsentrasi P tanaman kentang yang diberi porasi dan inokulan Azospirillum sp. serta pupuk N, yang ditanam di Pangalengan.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Tabel 3. Konsentrasi P tanaman kentang yang diberi porasi dan inokulan Azospirillum sp. serta pupuk N, yang ditanam di Pangalengan."

Transkripsi

1 Tabel 3. Konsentrasi P tanaman kentang yang diberi porasi dan inokulan Azospirillum sp. serta pupuk N, yang ditanam di Pangalengan Dosis Porasi (t ha -1 ) (P) 0 Inokulan Dosis pupuk N (kg ha -1 ) (N) Azospirillum sp (A) % ,180 a 0,219 a 0,234 a 0,267 a 0,210 c 0260 c 0,274 b 0,276 a 7,5 0,198 b 0,226 de 0,238 b 0,275 e 0,290 c 0,343 d 0,299 b 0,323 d 15,0 0,236 e 0,263 f 0,272 de 0,260 c 0,383 e 0,389 e 0,313 c 0,361 f 22,5 0,289 g 0,328 h 0,300 f 0,361 g 0,400 f 0,431 g 0,341 e 0,364 f Keterangan: Berdasarkan sidik ragam PxN dan A teruji nyata, sedangkan PxAxN tidak teruji nyata. Masing-masing angka yang ditandai dengan huruf yang sama (huruf kecil arah vertikal dan huruf kecil dalam kurung arah horizonntal ) tidak berbeda menurut uji BNT 0,05. karena pupuk N yang tinggi di dalam tanah akan menghambat aktivitas mikroorganisme yang menguntungkan seperti bakteri yang memfiksasi N dan bakteri pelarut fosfat. Menurut Barber (1995), penyerapan P oleh tanaman merupakan proses simultan yang saling terkait di antara P-tanah, mikroorganisme pelarut fosfat, aliran difusi fosfat, dan metabolisme tanaman. Penambahan N dalam bentuk NH + 4 akan meningkatkan pengambilan P karena adanya penurunan ph dalam

2 76 rizosfer tanah. Tersedianya unsur N di dalam tanah akan meningkatkan kecepatan translokasi P ke bagian atas tanaman sehingga secara tidak langsung mempengaruhi kecepatan absorpsi P. Tingginya konsentrasi P jaringan tanaman yang berkorelasi dengan konsentrasi N sejalan dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Cassman dkk. (1989), yaitu adanya interaksi antara N tersedia dalam tanah dengan konsentrasi P tanaman. White (1973) mengemukakan bahwa N mempengaruhi aktivitas metabolisme dalam akar yang dapat lebih cepat mempersatukan P ke dalam senyawa organik dalam sel akar sehingga menghalangi penimbunan P anorganik di dalam akar. Semakin meningkat dosis porasi yang diberikan semakin meningkat konsentrasi P tanaman. Konsentrasi P tanaman kentang tertinggi diperoleh dengan masukan porasi 22,5 t ha -1 dan pupuk N 172 kg ha -1, yang tanpa dan dengan masukan inokulan Azospirillum sp. berturut-turut 0,400 dan 0,431 %. Hasil analisis tanah sebelum percobaan menunjukan konsentrasi P tanah tergolong tinggi (30,2 mg kg -1 ) (Lampiran 10). Hal itu berkaitan dengan mineral liat yang terdapat pada Andisols Pangalengan yaitu didominasi oleh mineral liat silikat non kristalin alofan dan imogolit. Itu dapat dipahami karena Andisols yang didominasi oleh alofan dan imogolit merupakan erupsi yang masih muda, ini tercermin dari tingginya kandungan hara yang terdapat pada Andisols Pangalengan. Tingginya kandungan P yang ada dalam tanah itu kemungkinan tidak semua dapat diserap tanaman karena diduga masih tingginya retensi P (87,7 %) pada Andisols Pangalengan. Penambahan porasi sebagai pupuk organik dapat

3 77 meningkatkan ph sehingga mengurangi ikatan P (retensi P) oleh tanah karena dari fermentasi bahan organik (porasi) dalam tanah akan dihasilkan senyawa organik yang dapat melarutkan P menjadi tersedia yang mengurangi retensi P. Pupuk organik berperan dalam meningkatkan mineralisasi P tanah dalam melarutkan P dari pupuk. Porasi berasal dari bahan organik yang difermentasi dengan mikroorganisme efektif (M-Bio), yang di dalamnya terkandung berbagai macam mikroorganisme dan salah satu di antaranya bakteri pelarut fosfat. Menurut Nahas (1996), peran mikroorganisme pelarut fosfat dalam melarutkan senyawa P berhubungan erat dengan enzim fosfatase dan fitase serta asam sitrat, laktat, glutamat, dan ketoglutarat yang dihasilkan. Meningkatnya aktivitas mikroorganisme pelarut fosfat akan meningkatkan ketersediaan dan penyerapan P oleh tanaman. Berbeda dengan di Pangalengan, konsentrasi P tanaman kentang yang ditanam di Cisarua bervariasi akibat masukan porasi bervariasi dosis tanpa atau dengan masukan inokulan Azospirillum sp. dan variasi itu bergantung pada variasi pupuk N (Lampiran 16). Dari Tabel 4 secara umum terlihat bahwa konsentrasi P meningkat dengan semakin meningkatnya pemberian porasi dan masukan pupuk N serta masukan inokulan Azospirillum sp. Konsentrasi P tanaman lebih banyak dengan semakin meningkatnya masukan porasi hingga 22,5 t ha -1 dan dengan semakin meningkatnya pemberian pupuk N hingga 258 kg ha -1 N dengan masukan inokulan Azospirillum sp. (tanpa masukan inokulan Azospirillum sp. 0,232 %, sedangkan dengan masukan Azospirillum sp. 0,247 %).

4 78 Tabel 4. Konsentrasi P tanaman kentang yang diberi porasi dan inokulan Azospirillum sp. serta pupuk N, yang ditanam di Cisarua Dosis Porasi (t ha -1 ) (P) 0 Inokulan Dosis pupuk N (kg ha -1 ) (N) Azospirillum sp (A) % ,123 a 0,142 a 0,165 a 0,172 a 0,131 a 0,154 a 0,205 c 0,206 c 7,5 0,144 b 0,151 b 0,151 a 0,160 ab 0,167 a 0,210 d 0,163 a 0,207 c 15,0 0,168 c 0,164 bc 0,170 b 0,184 d 0,195 b 0,226 d 0,195 bc 0,228 de 22,5 0,163 bc 0,169 c 0,177 cd 0,193 e 0,196 b 0,215 d 0,232 e 0,247 f Keterangan: Berdasarkan sidik ragam PxAxN teruji nyata. Masing-masing angka yang ditandai dengan huruf yang sama (huruf kecil arah vertikal dan huruf kecil dalam kurung arah horizontal) tidak berbeda menurut uji BNT 0,05. Konsentrasi P tanaman kentang di Cisarua dapat dikatakan secara umum lebih rendah dibandingkan dengan konsentrasi P tanaman di Pangalengan. Hal itu diduga karena lebih rendahnya konsentrasi P tanah pada saat sebelum percobaan; kandungan P tersedia tanah di Cisarua 10,7 mg kg -1 lebih rendah dibandingkan di Pangalengan 30,2 mg kg -1 (Lampiran 10). Hal itu ada hubungan dengan mineral yang mendominasi Andisols di Cisarua yaitu haloisit atau mineral-mineral kristalin serta mineral oksida (Lampiran 12) dimana mineral holoisit ini

5 79 mencirikan tingkat pelapukan yang lebih lanjut dengan demikian akan berpengaruh dengan tingkat kesuburan tanahnya. Keberhasilan tanaman untuk memanfaatkan unsur hara dari dalam tanah sangat bergantung pada kemampuan tanah untuk mensuplai unsur hara tersebut. demikian, tersedianya unsur P di dalam tanah menyebabkan pengambilan unsur P tersebut oleh tanaman meningkat. Penambahan dosis porasi yang lebih tinggi menyebabkan kandungan P tersedia dalam tanah lebih tinggi. Menurut Bossuyt dkk. (2001), pada keadaan alami ketersediaan P bergantung pada laju mineralisasi dan immobilisasi bahan organik, sedangkan faktor penting yang mempengaruhi laju mineralisasi dan immobilisasi adalah kualitas dan jumlah bahan organik. demikian, semakin tinggi dosis porasi yang diberikan menyebabkan konsentrasi P tanaman menjadi semakin tinggi. Selain itu, porasi yang merupakan bahan organik hasil fermentasi mempunyai kualitas yang baik karena mengandung berbagai macam mikroorganisme yang menguntungkan seperti ragi/yeast, Lactobacillus sp., bakteri pelarut fosfat, dan Azospirillum sp. Mikroorganisme yang menguntungkan itu secara aktif mempengaruhi mikroorganisme tanah untuk meningkatkan kesuburan tanah. Adu Tae (2004) menambahkan bahwa serapan P dipengaruhi oleh pasokan hara dari pupuk P dan kemampuan bakteri pelarut fosfat untuk melarutkan P tanah dan P asal pupuk yang diberikan Konsentrasi K Tanaman Konsentrasi K tanaman kentang yang ditanam di Pangalengan dan Cisarua masing-masing bervariasi akibat pemberian porasi berbagai dosis dan variasi itu

6 80 bergantung pada variasi dosis pupuk N, tetapi tidak bergantung pada masukan inokulan Azospirillum sp. di setiap lokasi percobaan (berdasarkan homogenitas varians galat sidik ragam data masing-masing lokasi, Lampiran 16, dan berdasarkan sidik ragam tak tergabung Lampiran 17). Pada Tabel 5 terlihat bahwa tanaman kentang yang ditanam di Pangalengan yang diberi masukan porasi dengan dosis yang semakin meningkat menyebabkan konsentrasi K tanaman meningkat bervariasi dan variasi peningkatan itu berbeda jika diberi pupuk N dengan dosis yang bervariasi pula. Konsentrasi K tanaman meningkat dengan pemberian porasi yang semakin meningkat bersama dengan pemberian pupuk N yang semakin meningkat hingga dosis tertentu karena pemberian pupuk N yang lebih tinggi menyebabkan terjadinya penurunan konsentrasi K tanaman. Hal itu berarti maksimal serapan K oleh tanaman sudah terjadi sejalan dengan kondisi ketersediaan hara di sekitar perakaran. Semakin tinggi konsentrasi K tanaman akibat pemberian porasi dan pupuk N yang semakin meningkat hingga dosis tertentu erat kaitannya dengan konsentrasi K yang terdapat dalam larutan tanah. Tanaman mengambil K sebagai ion K + dari larutan tanah. K yang berasal dari mineralisasi bahan organik (porasi), K terlarut, dan K dapat ditukar di dalam tanah merupakan K yang segera tersedia bagi tanaman. Oleh sebab itu, dengan adanya proses mineralisasi dari bahan organik yang diberikan, ketersediaanya di dalam tanah meningkat yang disertai dengan hara di dalam tanah yang meningkat dan pertumbuhan akar tanaman berkembang optimal. Hal itu menyebabkan serapan hara dari dalam tanah lebih sempurna. Tersedianya unsur K di daerah perakaran di dalam tanah menyebabkan

7 81 Tabel 5. Konsentrasi K tanaman kentang yang diberi porasi dan inokulan Azospirillum sp. serta pupuk N, yang ditanam di Pangalengan Dosis porasi (t ha -1 ) (P) 0 Inokulan Dosis pupuk N (kg ha -1 ) (N) Azospirillum sp (A) % ,362 a 2,469 a 3,245 a 2,717 a 2,448 a 3,170 c 3,609 b 3,275 bc 7,5 2,460 a 2,803 b 3,113 b 3,348 d 4,040 c 4,385 d 3,399 c 3,445 c 15,0 2,552 a 2,871 b 3,299 cd 3,367 de 4,708 e 4,732 e 3,449 c 3,500 c 22,5 2,932 d 3,001 bd 3,450 ef 3,560 f 4,134 c 4,299 g 3,677 d 3,965 e Keterangan: Berdasarkan sidik ragam, PxN dan A teruji nyata, sedangkan PxAxN tidak teruji nyata. Masing-masing angka yang ditandai dengan huruf yang sama (huruf kecil arah vertikal dan huruf kecil dalam kurung arah horizontal) tidak berbeda menurut uji BNT 0,05. pengambilan unsur hara tersebut oleh tanaman meningkat (Kaspar dkk. (1990). Menurut Adnyana (2004), keberhasilan tanaman untuk memanfaatkan unsur hara dari dalam tanah sangat bergantung pada kemampuan tanah untuk mensuplai unsur hara tersebut. K segera tersedia adalah K yang terdapat pada kompleks adsorpsi dan K larutan tanah. K pada kompleks adsopsi merupakan bentuk K yang dapat dipertukarkan dan ada dalam keadaan seimbang dengan K tanah. Tingginya konsentrasi K dalam tanah sebelum percobaan (Lampiran 10) berarti K

8 82 dapat tukar tanah lebih besar sehingga K dalam larutan tanah juga lebih besar. demikian, tanaman juga dapat memanfaatkannya dalam jumlah yang lebih besar. Isnaini (2001) menjelaskan bahwa K dapat tukar meningkat dengan semakin tingginya dosis pemupukan N yang diaplikasikan. Selain itu, tingginya konsentrasi K tanaman disebabkan pula oleh tingginya konsentrasi K yang terdapat dalam pupuk organik yang difermentasi (porasi), konsentrasi K yang terdapat pada porasi yang digunakan di Pangalengan 45,86 cmol kg -1 dan di Cisarua 32,61 cmol kg -1. Konsentrasi K tanaman kentang tertinggi di Pangalengan tanpa dan dengan masukan inokulan Azospirillum sp. diperoleh dengan masukan porasi 15 t ha -1 bersama pupuk N 172 kg ha -1, yaitu masing-masing 4,708 dan 4,732 Konsentrasi K tanaman kentang yang ditanam di Cisarua bervariasi akibat pemberian porasi berbagai dosis dan variasi itu juga tidak bergantung pada masukan inokulan Azospirillum sp., tetapi bergantung pada variasi dosis pupuk N (Lampiran 17). Konsentrasi K tanaman kentang akibat masukan porasi dengan dosis yang semakin meningkat bervariasi dan variasi peningkatan itu berbeda jika diberi masukan pupuk N dengan dosis yang semakin meningkat (Tabel 6). Peningkatan konsentrasi K menunjukkan pola yang sama, yaitu tanpa masukan porasi dan tanpa masukan pupuk N nilainya rendah. Konsentrasi K semakin meningkat dengan meningkatnya masukan porasi dan masukan pupuk N. Hal itu dapat dipahami sebab menurut hasil analisis kotoran ayam yang sudah difermentasi (porasi) mengandung unsur K 32,61 cmol kg -1.

9 83 Tabel 6. Konsentrasi K tanaman kentang yang diberi porasi dan inokulan Azospirillum sp. serta pupuk N, yang ditanam di Cisarua Dosis porasi (t ha -1 ) (P) 0 Inokulan Dosis pupuk N (kg ha -1 ) (N) Azospirillum sp (A) % ,858 a 1,798 a 2,032 a 2,180 a 2,250 b 2,568 c 2,740 c 3,162 b 7,5 1,800 a 2,591 c 2,165 b 2,762 cd 2,386 b 3,306 e 3,272 bc 3,280 bc 15,0 2,320 b 2,807 c 2,981 d 3,241 ef 3,075 d 3,459 e 3,203 b 3,369 bc 22,5 3,165 d 3,211 d 3,400 f 3,211 ef 3,366 e 3,540 e 3,442 c 3,556 c Keterangan: Berdasarkan sidik ragam, PxN dan A teruji nyata, sedangkan PxAxN tidak teruji nyata. Masing-masing angka yang ditandai dengan huruf yang sama (huruf kecil arah vertikal dan huruf kecil dalam kurung arah horizontal) tidak berbeda menurut uji BNT 0,05. K merupakan unsur penting dalam perkembangan jaringan tanaman yang dalam perkembangan tersebut K terlibat dalam keasaman dinding sel, perluasan dinding sel, dan pengaturan osmosis (Lindhauer, 1989). K mempunyai peran penting dalam membuka dan menutupnya stomata karena berpengaruh terhadap turgor sel penjaga yang diasosiasikan dengan meningkatnya pembukaan stomata dengan meningkatnya konsentrasi K + dalam sel. Metabolisme tanaman banyak dipengaruhi oleh K dan beberapa penyakit tanaman dapat timbul karena adanya

10 84 perubahan metabolisme yang berkaitan dengan konsentrasi K rendah dalam tanaman (Mengel dan Kirkby, 1987). Secara proporsional konsentrasi K dalam jaringan tanaman dengan dosis porasi 22,5 t ha -1 dan pupuk 258 kg ha -1 N tanpa dan dengan masukan inokulan Azospirillum sp. di Cisarua lebih banyak dibandingkan dengan yang lainnya (3,442 dan 3,556 %) dan konsentrasi K tanaman yang ditanam di Cisarua itu lebih rendah dibandingkan dengan di Pangalengan karena konsentrasi K yang terdapat di dalam tanah sebelum percobaan dan konsentrasi K porasi yang digunakan di cisarua lebih rendah Komponen Hasil Jumlah per Petak Umbi Kentang Berukuran < 60 g Jumlah umbi dapat pula dipandang sebagai kemampuan tanaman kentang dalam mentranslokasikan hasil fotosintesis dari sumber (source) ke wadah (sink) dan ditentukan oleh besarnya partisi fotosintat ke wadah. Partisi fotosintat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, status hara, dan umur tanaman. Jumlah per petak umbi kentang berukuran < 60 g ditentukan secara interaktif oleh masukan porasi bervariasi dosis, kehadiran atau keberadaan inokulan Azospirllum sp., masukan pupuk N berbagai dosis, serta ditentukan pula oleh lokasi (Pangalengan dan Cisarua) (berdasarkan homogenitas varians galat sidik ragam dan data masing-masing lokasi, Lampiran 16, dan berdasarkan sidik ragam tergabung Lampiran 18). Secara umum variasi jumlah per petak umbi berukuran < 60 g tanaman kentang yang diberi porasi bervariasi dosis berbeda antara yang tanpa

11 85 dibandingkan dengan yang diberi inokulan Azospirillum sp. dan perbedaan itu bervariasi akibat diberi masukan pupuk N berbagai dosis dan variasi itu berbeda pula antara yang ditanam di Pangalengan dengan yang di Cisarua (Tabel 7). Jumlah per petak umbi berukuran < 60 g tanaman kentang yang ditanam di Pangalengan semakin meningkat akibat pemberian porasi yang semakin meningkat dengan pola peningkatan yang bervariasi antara yang tanpa dengan yang diberi inokulan Azospirillum sp. dan kemudian di antara yang dengan pemberian pupuk N berbagai dosis sehingga dosis 172 kg ha -1 N dan 22,5 t ha -1 porasi diperoleh 34,33 butir tanpa inokulan Azospirillum sp. dan 48,67 butir dengan inokulan Azospirillum sp. Artinya, pemberian porasi sampai dosis tertinggi (22,5 t ha -1 ) tanpa dan dengan masukan inokulan Azospirillum sp. bersama masukan pupuk N 172 kg ha -1 sudah seimbang. Begitu pula halnya dengan di Cisarua, tetapi masukan pupuk N hingga 172 kg ha -1 dan porasi 22,5 t ha -1 memberikan jumlah per petak umbi berukuran < 60 g tanaman kentang yang diperoleh lebih sedikit, yaitu tanpa inokulan Azospirillum sp. 14,67 butir dan dengan inokulan Azospirillum sp. 15,33 butir. Sama halnya dengan di Pangalengan, di Cisarua pun pemberian pupuk N hingga 258 kg ha -1 menyebabkan penurunan jumlah per petak umbi berukuran < 60 g. Jumlah per petak umbi berukuran < 60 g yang lebih banyak terdapat di Pangalengan dibandingkan dengan di Cisarua diduga berkaitan dengan faktor iklim, yaitu suhu yang berbeda di kedua lokasi (Lampiran 14). Di Pangalengan pada saat inisiasi umbi sekitar umur 35 HST suhu udara minimum 12,77 0 C, sedangkan di Cisarua suhu lebih tinggi, yaitu 17,87 0 C. Suhu merupakan

12 86 Tabel 7. Jumlah per petak umbi berukuran < 60 g tanaman kentang yang diberi porasi dan inokulan Azospirillum sp. serta pupuk N, yang ditanam di Pangalengan dan Cisarua Lokasi (L) Pangale ngan Dosis pupuk N (kg ha -1 ) (N) 0 Inokulan Azospirillum sp. (A) Dosis porasi N (t ha -1 ) (P) 0 7,5 15,0 22, butir petak ,00 bc 16,33 hi 17,00 f 26,67 d 12,33 bc 16,67 ij 20,00 g 30,00 e Cisarua ,33 bc 15,33 d 12,33 bc 14,67 d 16,67 d 18,67 e 5,67 a 10,67 bc 5,67 a 11,00 bc 9,67 b 10,00 b 8,67 b 16,00 ghi 18,33 jk 21,33 l 21,00 l 19,67 kl 21,33 l 6,00 a 10,00 bcd 9,00 b 13,00 ef 11,00 cd 14,33 fg 10,67 21,00 gh 25,33 i 25,33 i 26,77 i 22,00 h 26,00 i 8,33 a 10,33 bc 9,33 ab 12,33 d 12,00 cd 15,00 e 10,67 bcd 28,33 de 34,67 f 34,33 f 48,67 g 28,33 de 34,67 f 8,33 a 12,00 b 12,00 b 14,67 c 14,67 c 15,33 c 14,67 c

13 87 9,33 b bc 12,33 de 14,33 e 13,67 bc Keterangan: Berdasarkan sidik ragam LxPxAxN teruji nyata. Masing-masing angka yang ditandai dengan huruf yang sama (huruf kecil arah vertikal dan huruf kecil dalam kurung arah horizontal) tidak berbeda menurut uji BNT 0,05 faktor penting yang dapat mempengaruhi pembentukan umbi kentang. Suhu malam untuk pertumbuhan umbi lebih penting dibandingkan dengan suhu siang, jumlah umbi akan meningkat dengan menurunnya suhu malam. Pembentukan umbi kentang memerlukan suhu udara dan suhu tanah yang rendah, yaitu suhu udara siang hari antara 10 sampai 20 0 C, sedangkan suhu tanah 21 0 C pada malam hari dan 24 0 C pada siang hari (Wattimena, 1991). Menurut Marinus dan Bodlaender (1975), varietas yang diuji tidak menghasilkan umbi pada suhu udara siang 30 0 C (diasumsikan suhu kritis siang) dan suhu udara malam 20 0 C (diasumsikan suhu kritis malam). Pembentukan umbi kentang ada hubungannya dengan saat inisiasi umbi (pembentukan stolon). Menurut Moorby (1978), pembentukan stolon belum pasti akan berubah menjadi umbi karena bisa berubah tumbuh ke atas menjadi batang. Hal itu dapat terjadi karena adanya gangguan suhu. Umbi yang terbentuk didukung oleh suhu rendah dan tersedianya air dan unsur hara yang cukup yang

14 88 menyebabkan meningkatnya jumlah umbi. Sejalan dengan yang dikemukakan Epstein (1971), suhu tanah yang rendah akan meningkatkan inisiasi umbi. Ditambahkan oleh Asandhi dan Gunadi (1989) bahwa dengan suhu rendah pertumbuhan tanaman di bawah permukaan tanah cepat berlangsung dibandingkan dengan bagian di atas tanah. Menurut Bodlaender (1983), pembentukan umbi memerlukan suhu udara rendah, yaitu sekitar 12 sampai 18 0 C. Jumlah per petak umbi berukuran < 60 g yang lebih banyak sejalan dengan lebih tingginya dosis porasi yang diberikan sampai 22,5 t ha -1 dengan pemberian inokulan Azosprillum sp. bersama pemberian pupuk N yang lebih tinggi sampai 172 kg ha -1 dibandingkan dengan tanpa pemberian porasi dan tanpa masukan inokulan Azospirillum sp. serta tanpa pemberian pupuk N. Hal itu berkaitan dengan nilai ILD, LAB, LTT, LTU serta konsentrasi N, P, dan K tanaman yang diberi porasi dan pupuk N yang semakin meningkat bersama dengan pemberian inokulan Azospirillum sp. menyebabkan pertumbuhan tanaman kentang lebih baik sehingga menghasilkan jumlah per petak umbi berukuran < 60 g lebih banyak. Porasi yang berasal dari bahan organik yang difermentasi oleh mikroorganisme yang menguntungkan, yaitu Lactobacillus sp., bakteri pelarut fosfat, yeast (ragi), dan Azospirillum sp., yang mampu memfermentasi bahan oragnik dalam waktu cepat dan menghasilkan senyawa organik (protein, gula, asam laktat, asam amino, alkohol, dan vitamin) yang mudah tersedia bagi tanaman. demikian, porasi dapat menyuburkan tanah dan meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman. Selain itu, porasi sebagai pupuk organik dapat

15 89 memperbaiki struktur tanah, infiltrasi, dan daya pegang air sehingga menciptakan lingkungan yang baik untuk perkembangan perakaran tanaman dan mikroorganisme seperti mikroorganisme pelarut fosfat dan Azospirillum sp. Hal itu dapat dilihat pada konsentrasi N, P, dan K tanaman yang semakin tinggi dengan semakin tingginya dosis porasi. terpenuhinya kebutuhan tanaman akan N, P, dan K, proses fotosintesis akan berjalan dengan baik sehingga fotosintat yang dihasilkan akan semakin meningkat. Fotosintat tersebut sebagian besar ditranslokasikan ke bagian reproduktif tanaman untuk proses pembentukan umbi sehingga jumlah per petak umbi berukuran < 60 g dapat meningkat. Terjadinya peningkatan jumlah per petak umbi berukuran < 60 g tersebut distimulasi oleh pemberian inokulan Azospirillum sp. sebagaimana terlihat pada jumlah per petak umbi berukuran < 60 g yang lebih banyak dibandingkan dengan yang tanpa pemberian inokulan Azospirillum sp. Tanaman yang berasosiasi dengan Azospirillum sp. akan memperoleh banyak keuntungan, salah satunya adalah suplai amonium (NH 3 ) dalam jumlah yang tidak berlebihan atau sesuai dengan kebutuhan secara terus menerus sehingga kemungkinan efek negatif pemberian pupuk buatan takaran tinggi atau defisiensi akibat rendahnya takaran atau pelindian dapat dihindarkan. demikian, kebutuhan N tanaman akan terpenuhi. Menurut Sarig dkk. (1988), inokulasi Azospirillum sp. dapat meningkatkan kadar N dan P daun yang juga terlihat pada tingginya konsentrasi N dan P tanaman. Adanya Azospirillum sp. pada akar tanaman dapat pula meningkatkan luas permukaan akar karena meningkatnya jumlah akar rambut yang disebabkan oleh adanya hormon tumbuh. Hal itu diperjelas oleh Gunarto

16 90 dkk. (2001) bahwa Azospirillum sp. memiliki kemampuan memproduksi zat pengatur tumbuh seperti asam indol asetat (IAA) yang berguna untuk merangsang pertumbuhan akar sehingga pada gilirannya meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman. Produksi IAA yang tinggi ditunjukkan dengan kemampuan bakteri itu merangsang pertumbuhan akar lateral. Berkembangnya perakaran tanaman akan meningkatkan potensi penyerapan mineral dan air dari dalam tanah. Jumlah per petak umbi berukuran < 60 g terlihat semakin meningkat dengan masukan pupuk N yang semakin meningkat. N merupakan salah satu unsur hara makro yang sangat penting dalam kaitannya dengan pemeliharaan dan peningkatan kesuburan tanah. Fotosintesis menghasilkan karbohidrat dari CO 2 dan H 2 O, namun proses tersebut tidak dapat berlangsung untuk menghasilkan protein, asam nukleat, dan sebagainya jika N tidak tersedia. Menurut Dubetz dan Bole (1975), di antara berbagai unsur hara, N yang paling banyak diperlukan karena memacu perpanjangan sel dan pertumbuhan vegetatif, memperbesar jumlah umbi, mengundurkan saat inisiasi, serta meningkatkan hasil dan kandungan protein umbi Jumlah per Petak Umbi Kentang yang Berukuran 60 Sampai 80 g Sebagaimana jumlah per petak umbi kentang berukuran < 60 g, jumlah per petak umbi kentang berukuran 60 sampai 80 g dipengaruhi secara interaktif oleh masukan porasi bervariasi dosis tanpa atau dengan masukan inokulan Azospirillum sp. bersama masukan pupuk N berbagai dosis dan perbedaan lokasi (Pangalengan dan Cisarua) (berdasarkan homogenitas varians galat sidik ragam data masing-masing lokasi, Lampiran 16, dan berdasarkan sidik ragam tergabung,

17 91 Lampiran 18). Secara umum terlihat pada Tabel 8 jumlah umbi per petak yang berukuran 60 sampai 80 g di Pangalengan semakin meningkat akibat peningkatan setiap taraf dosis porasi dan peningkatan itu bervariasi antara yang tanpa dengan yang diberi masukan inokulan Azospirillum sp. dan variasi itu berbeda akibat pemberian pupuk N berbagai dosis. Jumlah per petak umbi berukuran 60 sampai 80 g pada tanaman yang ditanam di Pangalengan akibat masukan porasi 22,5 t ha - 1 jauh lebih banyak dengan masukan inokulan Azospirillum sp. dan pemberian pupuk 172 kg ha -1 N (tanpa pemberian inokulan Azospirillum sp. 29,67 dan dengan pemberian inokulan Azospirillum sp. 35,33 butir). Masukan porasi 22,5 t Tabel 8. Jumlah per petak umbi berukuran 60 sampai 80 g tanaman kentang yang diberi porasi dan inokulan Azospirillum sp. serta pupuk N, yang ditanam di Pangalengan dan Cisarua Lokasi (L) Pangale ngan Dosis pupuk N (kg ha -1 ) (N) 0 Inokulan Azospirillum sp. (A) Dosis porasi N (t ha -1 ) (P) 0 7,5 15,0 22, butir petak ,67 a 9,00 a 12,33 ab 18,00 b 9,33 bc 11,00 ab 15,00 cd 19,00 b 86 9,00 ab 11,33 cdef 13,00 bcd 15,33 de 18,33 ef 20,00 fgh 22,00 cde 25,33 ef ,00 bcd 12,00 def 13,33 cd 16,33 e 21,00 gh 22,33 h 29,67 h 35,33 i ,33 cdef 10,00 bcd 14,00 de 16,33 e 17,00 de 18,33 ef 22,00 cde 24,33 def

18 92 Cisarua 0 8,33 ab 10,33 bcd 9,33 a 10,33 a 11,67 a 12,67 abc 13,00 a 13,67 a 86 10,67 bcd 11,00 cde 13,00 bcd 13,33 cd 12,67 abc 14,00 abc 14,33 a 18,67 b ,00 def 13,33 f 14,33 de 15,00 de 18,00 ef 20,00 fgh 20,00 bc 25,67 fg ,33 cdef 13,00 ef 13,67 d 15,00 de 14,33 bc 19,67 fg 23,67 def 28,00 gh Keterangan: Berdasarkan sidik ragam LxPxAxN teruji nyata. Masingmasing angka yang ditandai dengan huruf yang sama (huruf kecil arah vertikal dan huruf kecil dalam kurung arah horizontal) tidak berbeda menurut uji BNT 0,05 ha -1 dengan pemberian inokulan Azospirillum sp. dan pupuk 172 kg ha -1 N di Pangalengan telah mencapai dosis maksimum untuk mempengaruhi jumlah umbi per petak berukuran 60 sampai 80 g. Peningkatan pemberian pupuk N justru akan menurunkan jumlah per petak umbi berukuran 60 sampai 80 g. Hal itu berarti

19 93 bahwa dengan variasi tersebut tanaman telah menghasilkan peningkatan maksimal jumlah per petak umbi kentang berukuran < 60 g. Di Cisarua peningkatan jumlah per petak umbi kentang berukuran 60 sampai 80 g juga terlihat semakin meningkat dengan masukan porasi yang semakin meningkat, namun baru terlihat ada perbedaan dengan pemberian porasi antara 7,5 dan 15 dengan 22,5 t ha -1 tanpa atau dengan pemberian inokulan Azospirillum sp. bersama pupuk N berbagai dosis walaupun ada perbedaan di antaranya. Artinya masih terjadi peningkatan jumlah per petak umbi kentang berukuran 60 sampai 80 g dengan peningkatan pemberian pupuk N sampai dosis 258 kg ha -1 (masing-masing 23,67 dan 28,00 butir). Terjadinya perbedaan respons itu disebabkan oleh perbedaan kondisi tanah sebelum percobaan di kedua lokasi. Hal itu ada hubungan dengan nilai ILD, LAB, LTT, LTU, dan konsentrasi hara N, P, dan K tanaman yang semakin meningkat yang akan meningkatkan jumlah per petak umbi kentang berukuran 60 sampai 80 g pula. Jumlah umbi per petak berukuran 60 sampai 80 g justru lebih banyak terdapat di Pangalengan dibandingkan dengan di Cisarua. Perbedaan itu diduga ada hubungannya dengan saat inisiasi umbi karena saat inisiasi umbi menentukan produksi umbi. Inisiasi umbi terjadi saat tanaman umur 35 HST. Pada saat itu suhu udara dan suhu tanah rendah di sekitar perakaran tanaman serta perbedaan suhu minimum malam hari dan maksimum siang hari begitu jelas sehingga jumlah per petak umbi berukuran 60 sampai 80 g yang lebih banyak. Keadaan sebaliknya terjadi di Cisarua (Lampiran 15). Sejalan dengan pendapat Slater (1988), suhu rendah pada malam hari diperlukan dalam proses translokasi karbohidrat dari atas ke bawah. Suhu

20 94 optimum malam hari untuk pembentukan umbi berkisar antara 12 sampai 17 0 C dan umbi tidak akan terbentuk pada suhu 35 0 C karena suhu tinggi menyebabkan kecepatan tumbuh lebih tinggi. demikian, fotosintat lebih banyak digunakan untuk pertumbuhan tanaman daripada ditranslokasikan ke stolon untuk membentuk umbi. Menurut Borah dan Milthorpe (1983), suhu tinggi menghambat pembentukan umbi karena sebagian besar asimilat digunakan untuk batang, akar, dan perpanjangan stolon, sedangkan sebagian kecil digunakan untuk pembentukan umbi Jumlah per Petak Umbi Kentang Berukuran > 80 g Jumlah per petak umbi kentang berukuran > 80 g secara interaktif dipengaruhi oleh salah satu faktor masukan porasi bervariasi dosis atau masukan Azospirillum sp. dengan pupuk N berbagai dosis yang bergantung pada perbedaan lokasi (Pangalengan dan Cisarua), tetapi tidak oleh keempat faktor itu (berdasarkan homogenitas varians galat sidik ragam data masing-masing lokasi, Lampiran 16, dan berdasarkan sidik ragam tergabung, Lampiran 18). Pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa perbedaan jumlah per petak umbi berukuran > 80 g pada tanaman yang diberi porasi berbeda dosis bervariasi akibat pemberian pupuk N bervariasi dosis dan variasi itu tak bergantung pada pemberian atau tanpa pemberian inokulan Azospirillum sp., tetapi bergantung Tabel 9. Jumlah per petak umbi berukuran > 80 g tanaman kentang yang diberi porasi dan inokulan Azospirillum sp. serta pupuk N, yang ditanam di Pangalengan dan Cisarua Lokas i Dosis pupuk N (kg ha -1 ) Inokulan Azospirillum sp. Dosis porasi N (t ha-1) (P) 0 7,5 15,0 22,5

21 95 (L) ) (N) Pangal 0 e ngan sp. (A) butir petak ,67 a 3,33 a 4,00 a 7,00 a 3,67 b 4,00 b 5,00 b 8,33 b 86 5,00 c 4,00 b 6,00 c 7,33 e 7,00 d 6,00 c 7,33 a 8,00 b 172 6,33 d 6,33 d 6,67 d 7,33 e 6,67 d 7,67 e 8,00 b 9,00 c 258 6,67 d 6,67 d 7,33 e 8,00 f 7,67 e 8,33 f 8,00 b 8,33 b Cisaru a 0 8,00 e 9,33 f 10,33 g 11,33 h 11,67 g 12,33 h 13,67 e 12,67 d 86 10,67 g 12,00 h 12,33 i 13,33 j 13,33 i 14,67 j 16,67 g 18,33 h ,00 i 13,67 j 14,33 k 15,00 l 16,00 k 17,33 l 16,33 g 14,67 f ,67 k 16,00 l 17,67 m 19,33 n 19,33 m 21,67 n 18,00 h 20,33 i Keterangan: Berdasarkan sidik ragam LxPxN dan LxAxN teruji nyata, sedangkan LxPxAxN tidak teruji nyata. Masing-masing angka yang ditandai dengan huruf yang sama (huruf kecil arah vertikal dan huruf kecil dalam kurung arah horizontal) tidak berbeda menurut uji BNT 0,05

22 96 pada perbedaan lokasi dan di pihak lain, perbedaan antara jumlah umbi itu pada tanaman yang diberi dengan tanaman yang tidak diberi Azospirillum sp. juga bervariasi akibat pemberian pupuk N berbeda dosis dan variasi perbedaan itu tak bergantung pada pemberian porasi bervariasi dosis, tetapi juga bergantung pada perbedaan lokasi. Walaupun demikian, jumlah per petak umbi berukuran > 80 g tidak ditentukan sekaligus oleh keempat faktor. Jumlah per petak umbi berukuran > 80 g yang ditanam di Pangalengan lebih banyak terdapat akibat masukan porasi 22,5 t ha -1 dengan masukan pupuk N 172 kg ha -1, baik tanpa diberi inokulan Azospirillum sp. maupun dengan diberi inokulan Azospirillum sp., sedangkan di Cisarua jumlah per petak umbi berukuran > 80 g lebih banyak terdapat akibat masukan porasi 15 t ha -1 dengan masukan pupuk N 258 kg ha -1, baik tanpa diberi inokulan Azospirillum sp. maupun dengan diberi inokulan Azospirillum sp. Jumlah per petak umbi yang berukuran > 80 g itu di Pangalengan secara umum lebih sedikit dibandingkan dengan di Cisarua. Hal itu diduga disebabkan oleh banyaknya jumlah umbi yang berukuran lebih kecil (< 60 g dan 60 sampai 80 g) yang terbentuk di Pangalengan sehingga menurunkan pembentukan jumlah umbi yang berukuran besar (> 80 g). kemampuan tanaman yang sudah mencapai maksimal membentuk umbi yang berukuran lebih kecil, pembentukan umbi yang berukuran besarnya akan berkurang sebagaimana terlihat dari rendahnya jumlah per petak umbi yang berukuran > 80 g di Pangalengan. Meningkatnya jumlah per petak umbi yang berukuran > 80 g itu terjadi karena porasi merupakan bahan organik yang difermentasi dengan

23 97 mikroorganisme yang menguntungkan, yaitu M-Bio. Dalam M-Bio terdapat berbagai macam kultur campuran mikroorganisme, di antaranya Lactobacillus, Azospirillum sp., dan bakteri pelarut fosfat. Porasi itu dapat meningkatkan substrat sebagai sumber energi untuk pertumbuhan mikroorganisme tersebut. Selain itu, dekomposisi bahan organik sangat ditentukan oleh konsentrasi N tanah, terutama N-NH + 4, yang berfungsi sebagai substrat mikroorganisme. Ketersediaan N tanah, baik N organik maupun N anorganik, mempunyai arti penting bagi kelangsungan hidup mikroorganisme. tersedianya substrat sebagai sumber energi untuk pertumbuhan mikroorganisme dalam tanah, baik dari porasi maupun dari pemberian inokulan Azospirillum sp., jumlah populasi Azospirillum sp. di dalam tanah akan meningkat lagi. Aktivitas fiksasi N 2 semakin meningkat dan dengan demikian, ketersediaan N pada rizosfer akan meningkat. Di samping itu, porasi juga dapat memperbaiki sifat fisika tanah sehingga pemberian porasi akan menciptakan lingkungan tumbuh yang lebih baik bagi perakaran tanaman. demikian, akar tanaman dapat menyerap unsur hara lebih banyak sehingga jumlah umbi berukuran > 80 g dapat meningkat. Tersedianya N dari hasil dekomposisi bahan organik, dalam hal ini porasi, oleh mikroorganisme dan masukan pupuk N yang bervariasi serta pemberian inokulan Azospiriillum sp. menyebabkan meningkatnya konsentrasi N tanaman. meningkatnya konsentrasi N tanaman, fotosintat yang dihasilkan semakin besar. Fungsi N sangat penting dalam berbagai proses biosintesis tanaman. Kurangnya unsur hara N dapat mempengaruhi fotosintesis karena inokulan Azospiriillum sp. menyebabkan meningkatnya konsentrasi N tanaman.

24 98 meningkatnya konsentrasi N tanaman, fotosintat yang dihasilkan semakin besar. Kurangnya unsur hara N dapat mempengaruhi fotosintesis dengan berkurangnya aparat fotosintesis karena N merupakan penyusun asam amino, amida, protein, dan nukleotida protein. Hal itu sejalan dengan yang dikemukakan Marschner (1995) bahwa sintesis N-protein yang meningkat dapat memacu pertumbuhan dan hasil tanaman Jumlah per Petak Umbi Kentang Total Jumlah per petak umbi total tanaman kentang yang ditanam di Pangalengan tidak dipengaruhi secara interaktif oleh masukan porasi berbagai dosis, pupuk N berbagai dosis, dan tanpa atau dengan masukan inokulan Azospirillum sp. walaupun dipengaruhi secara interaktif oleh dua-dua faktor di antara ketiga faktor, sedangkan yang ditanam di Cisarua dipengaruhi secara interaktif oleh ketiga faktor itu (berdasarkan homogenitas varians galat sidik ragam data masing-masing lokasi, Lampiran 16, dan berdasarkan sidik ragam tak tergabung, Lampiran 17). Pemberian porasi yang semakin meningkat dosisnya dan di pihak lain pemberian Azospirillum sp., jika diberi masukan pupuk N yang semakin meningkat, meningkatkan jumlah per petak umbi total, tetapi pada kondisi pertama tidak bergantung pada masukan inokulan Azospirillum sp., sedangkan pada kondisi kedua tidak bergantung pada pemberian porasi (Tabel 10). Diduga M-Bio yang ditambahkan ke dalam pupuk organik telah berkembang dengan baik sehingga dengan pemberian inokulan Azospirillum sp. tidak muncul perbedaan

25 99 pengaruhnya. Tingginya jumlah umbi berhubungan dengan nilai ILD, LAB, LTT, LTU, dan konsentrasi hara N, P, dan K tanaman kentang karena Tabel 10. Jumlah per petak umbi kentang total yang diberi porasi dan inokulan Azospirillum sp. serta pupuk N, yang ditanam di Pangalengan Dosis Porasi (t ha -1 ) (P) 0 Inokulan Dosis pupuk N (kg ha -1 ) (N) Azospirillum sp (A) butira petak ,67 a 47,67 c 46,33 a 48,33 b 51,33 a 52,67 b 52,33 a 52,67 a 7,5 46,67 b 49,67 d 50,67 c 52,67 d 52,00 ab 53,33 b 53,00 a 54,67 b 15,0 51,33 e 51,67 e 52,00 e 54,33 f 53,33 b 54,33 c 55,33 c 56,67 d 22,5 55,33 f 56,33 g 57,00 g 58,00 h 62,67 d 68,33 e 61,67 e 64,33 f Keterangan: Berdasarkan sidik ragam, PxN, PxA dan AxN teruji nyata, sedangkan PxAxN tidak teruji nyata. Masing-masing angka yang ditandai dengan huruf yang sama (huruf kecil arah vertikal dan huruf kecil dalam kurung arah horizontal) tidak berbeda menurut uji BNT 0,05. pemberian porasi dan pupuk N yang semakin meningkat menyebabkan peningkatan nilai ILD, LAB, LTT, LTU. Hal itu menunjukkan bahwa partisi fotosintat ke wadah lebih besar sehingga menghasilkan jumlah umbi yang lebih banyak. masukan porasi dan tanpa masukan pupuk N terlihat rendah,

26 100 kemudian terus meningkat sejalan dengan meningkatnya dosis porasi dan dosis pupuk N yang diberikan. Efek pemberian porasi dan pupuk N yang bersifat interaktif dapat dijelaskan sebagai berikut. Dekomposisi bahan organik sangat ditentukan oleh konsentrasi N tanah, terutama N-NH 4 + yang berfungsi sebagai substrat mikroorganisme tanah. Ketersediaan N tanah, baik organik maupun anorganik, mempunyai arti penting bagi kelangsungan hidup mikroorganisme sebagai perombak dalam tanah. Menurut Hossain dkk. (1995), pemupukan akan meningkatkan laju mineralisasi N dibandingkan dengan tanpa pupuk, laju mineralisasi bahan organik, penambahan pupuk meningkatkan mineralisasi N dibandingkan dengan tanpa pupuk, laju mineralisasi bersih 100 % dengan pemberian pupuk N, dan meningkat 51 % dengan pemberian pupuk N dan P. Pemberian porasi dapat meningkatkan jumlah per petak umbi total karena menurut Wididana (1997), bahan organik yang ditambahkan melalui dekomposisi oleh mikroorganisme dan mineral atau nutrien yang dilepaskan akan tersedia dan dimanfaatkan oleh tanaman. Walaupun tak dapat diuji secara statistik, jumlah umbi total tanaman kentang yang ditanam di Pangalengan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah umbi total yang ditanam di Cisarua. pembandingan lokasi, hal itu tak dapat dijelaskan melalui perbedaan karakteristik lokasi. Walaupun demikian, hal itu dapat dijelaskan melalui aspek lain. Lebih banyaknya jumlah umbi total di Pangalengan itu ada hubungan dengan jumlah per petak umbi yang berukuran < 60 g dan 60 sampai 80 g yang juga lebih banyak di Pangalengan sehingga akan

27 101 mempengaruhi jumlah umbi total karena tingginya kandungan hara tanaman yang ditanam di Pangalengan sehingga fotosintesis berjalan dengan baik yang disalurkan dari tempat sintesis (daun) ke bagian pemanfaatan (umbi) sebagaimana terlihat pada LTU yang semakin tinggi dengan semakin tingginya masukan porasi dan pupuk N. Menurut Moorby dan Milthorpe (1975), kenaikan jumlah umbi disebabkan oleh terjadinya peningkatan jumlah stolon dan menurunkan jumlah stolon yang tidak terisi karena tersedianya unsur hara tanaman sehingga meningkatkan proses fotosintesis. Pemberian pupuk N dapat meningkatkan jumlah stolon. Yoshida dan Coronel (1976) menambahkan bahwa kondisi N yang tepat akan menurunkan resistensi terhadap stomata sehingga difusi CO 2 meningkat dan dengan demikian jumlah umbi bertambah. Jumlah umbi total tertinggi di Pangalengan diperoleh akibat masukan porasi 22,5 t ha -1 dengan masukan pupuk 172 kg ha -1 N dan dengan masukan inokulan Azospirillum sp. (68,33 butir). Jumlah per petak umbi total tanaman kentang yang ditanam di Cisarua bervariasi akibat pemberian pupuk N bervariasi dosis dan variasi jumlah umbi total itu berbeda antara yang tanpa dengan yang diberi masukan inokulan Azospirillum sp. serta bagaimana perbedaan variasi jumlah umbi itu bergantung pada pupuk N bervariasi dosis (Lampiran 17). Dari Tabel 11 terlihat jumlah per petak umbi total tanaman kentang di Cisarua lebih banyak dicapai pada pemberian pupuk 172 kg ha -1 N dengan masukan porasi 22,5 t ha -1 dan dengan masukan inokulan Azospirillum sp. (tanpa dan dengan masukan inokulan Azospirillum sp. masing-masing 48,33 dan 52,00 butir).

28 102 Sebagaimana telah dinyatakan di muka, walaupun tak dapat diuji secara statistik, secara umum jumlah umbi tanaman kentang yang ditanam di Tabel 11. Jumlah per petak umbi total tanaman kentang yang diberi porasi dan inokulan Azospirillum sp. serta pupuk N, yang ditanam di Cisarua Dosis Porasi (t ha -1 ) (P) Inokulan Dosis pupuk N (kg ha -1 ) (N) Azospirillum sp (A) butir petak ,00 a 28,33 b 26,67 a 39,67 d (bc) 33,33 a 38,33 c 38,00 a 40,67 b 7,5 29,67 c 34,33 d 35,33 b 38,67 c 35,67 b 39,00 c 40,00 b 42,67 c 15,0 35,53 d 43,00 f 38,00 c 46,67 f 44,67 d 51,33 f 41,00 b 44,67 d 22,5 41,33 e 44,33 f 43,33 e 46,33 f 48,33 e 52,00 f 42,67 c 51,67 e Keterangan: Berdasarkan sidik ragam, PxAxN teruji nyata. Masing-masing angka yang ditandai dengan huruf yang sama (huruf kecil arah vertikal dan huruf kecil dalam kurung arah horizontal) tidak berbeda menurut uji BNT 0,05. Pangalengan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah umbi di Cisarua. Tanaman kentang yang ditanam di Cisarua menghasilkan umbi dalam jumlah yang sedikit, namum bobotnya lebih berat karena ukuran umbi yang lebih besar. Hal itu terlihat pada jumlah per petak umbi berukuran > 80 g yang lebih banyak

29 103 di Cisarua. Sejalan dengan yang dikemukakan oleh Sutater (1986), jumlah umbi berukuran kecil yang banyak akan mengurangi proporsi umbi berukuran besar. Ditambahkan oleh Bremer dan Thaha (1976) bahwa ukuran umbi berhubungan dengan besarnya kekuatan wadah. Semakin banyak umbi berukuran kecil dan sedang, asimilat lebih banyak dipartisi ke umbi berukuran kecil dan sedang. Keadaan itu asimilat ke umbi berukuran besar dikurangi selama fase pertumbuhan umbi yang cepat. dipartisi ke umbi berukuran kecil dan sedang. akibatnya mengurangi asimilat ke umbi yang berukuran besar selama fase pertumbuhan umbi yang cepat Hasil Umbi Kentang Hasil suatu tanaman budidaya sangat ditentukan oleh proses pertumbuhan. Pertumbuhan dicerminkan oleh ILD, LAB, LTT, LTU, dan komponen hasil seperti jumlah umbi kentang per petak berukuran < 60 g, 60 sampai 80 g, dan > 80 g, serta jumlah umbi kentang per petak total. Oleh karena itu, dengan proses pertumbuhan yang baik akibat masukan optimal dan sesuainya komponen hasil seperti yang diharapkan, dapat dicapai hasil yang tinggi. Selain itu, interaksi antara tanaman dengan lingkungan (curah hujan, suhu udara, kelembaban udara, dan cahaya matahari) juga sangat menentukan hasil tanaman. Sebagai hasil tanaman kentang yang ditanam di Pangalengan dan di Cisarua yang diberi masukan porasi berbagai dosis, tanpa atau dengan masukan inokulan Azospirillum sp., bobot umbi kentang per petak bervariasi yang bergantung pada variasi dosis pupuk N (Lampiran 19).

30 104 Untuk menduga hasil tanaman kentang tertinggi di Pangalengan dan di Cisarua berdasarkan bobot umbi kentang per petak, digunakan teknik permukaan respons terhadap masukan porasi dan masukan pupuk N, tanpa dan dengan pemberian inokulan Azospirillum sp. Permukaan respons bobot umbi kentang per petak di Pangalengan terhadap masukan porasi bervarisi dosis (P) dan masukan pupuk N (N), tanpa dan dengan masukan inokulan Azospirillum sp. (A), (Y 1 A 0 dan Y 1 A 1 ) dan permukaan respons bobot umbi kentang per petak di Cisarua terhadap masukan porasi bervarisi dosis dan masukan pupuk N, tanpa atau dengan masukan inokulan Azospirillum sp., (Y 2 A 0 dan Y 2 A 1 ) adalah sebagai berikut: Y 1 A 0 = 1347, ,7638 P + 29,6944 N 10,5661 P 2 0,0877 N 2 + 0,6795 PN (R 2 = 0,6353 * ) Y 1 A 1 = 120, ,2865 P + 23,7635 N 8,6550 P 2 0,0966 N 2 + 0,7875 PN (R 2 = 0,5780 * ) Y 2 A 0 = 1909, ,3424 P + 35,1867 N 8,2899 P 2 0,1141 N 2 + 0,0407 PN (R 2 = 0,5977 * ) Y 2 A 1 = 2545, ,7512 P + 24,1759 N 7,7908 P 2 0,0910 N 2 + 0,0313 PN (R 2 = 0,7969 * ) Persamaan-persamaan di atas memberikan nilai duga bobot umbi kentang per petak tertinggi masing-masing di Pangalengan dan Cisarua. Bobot umbi kentang maksimum di Pangalengan 6,028 kg per petak atau 25,117 t ha -1 dicapai pada dosis optimum porasi 15,287 t ha -1 dan pupuk 228,519 kg ha -1 N tanpa inokulan Azospirillum sp., sedangkan dengan inokulan Azospirillum sp. bobot maksimum umbi kentang 6,493 kg per petak atau 27, 054 t ha -1 dicapai pada dosis

31 105 optimum porasi 16,464 t ha -1 dan pupuk 190,110 kg ha -1 N (Gambar 19). Hal itu berarti dengan pemberian inokulan Azospirillum sp. terjadi peningkatan bobot umbi kentang per petak sebanyak 7,714 % dengan penambahan porasi sebanyak 7,149 % dan pengurangan pupuk nitorogen sebanyak 16,801 %. Bobot umbi maksimum tanaman kentang di Cisarua 7,023 kg per petak atau 29,263 t ha -1 dicapai pada dosis optimum porasi 17,020 t ha -1 dan pupuk 151,157 kg ha -1 N tanpa inokulan Azospirillum sp., sedangkan dengan inokulan Azospirillum sp. bobot umbi maksimum kentang 7,077 kg per petak atau 29,488 t ha -1 dicapai pada dosis optimum porasi 19,382 t ha -1 dan pupuk 136,163 kg ha -1 N (Gambar 20). Berarti dengan masukan inokulan Azospirillum sp. bobot umbi meningkat sebanyak 0,763 % dan penambahan porasi sebanyak 12,187 % serta pengurangan pupuk N sebanyak 9,919 %. Peningkatan bobot umbi itu ditentukan oleh porasi karena porasi merupakan bahan organik yang efektif meningkatkan hasil umbi kentang. Bahan organik porasi itu difermentasi dengan mikroorganisme efektif (M-Bio) yang salah satunya adalah bakteri Azospirillum sp. dan diduga sudah berkembang dengan baik sehingga pemberian inokulan Azospirillum sp. langsung pada tanah tampaknya cukup memberikan pengaruh yang berarti dalam meningkatkan bobot umbi kentang. Secara umum dapat dikatakan bahwa respons bobot umbi kentang per petak terhadap pemberian pupuk N dan porasi dipertinggi oleh masukan inokulan Azospirillum sp., baik di Pangalengan maupun di Cisarua. Hal itu terjadi karena adanya perbaikan sifat fisika, kimia, dan biologi akibat pemberian porasi sehingga mendukung kehidupan dan aktivitas mikroorganisme yang ada di dalam tanah dan

32 106 aktivitas Azospirillum sp. yang diberikan sebagai perlakuan. Begitu juga dengan pemberian pupuk N, selain digunakan untuk kebutuhan tanaman, dekomposisi

33 107 Bobot umbi (g per petak) Dosis porasi (t ha -1 ) (X1) Dosis pupuk N (kg ha -1 ) (X2) Y=1347,67+167,7638X 1 +29,6944X 2-10,5661X 1 2-0,0877X ,6795X 1 X 2 (R 2 =0,6353*) Ymaks. = 6028 g per petak; X1 opt. = 15,287 t ha ; X2 = 228,519 kg ha Bobot umbi (g per petak Dosis Porasi (t ha -1 ) (X1) Dosis pupuk N (kg ha -1 ) (X2) Y=120, ,2865X 1 +23,7635X 2-8,6550X 1 2-0,0966X ,7875X 1 X 2 (R 2 =0,5780*) Ymaks. = 6493 g per petak; X1 opt. = 16,464 t ha; X2 = 190,110 kg ha Gambar 19. Bobot umbi per petak panen tanaman kentang dengan masukan porasi dan pupuk N bervariasi dosis tanpa masukan inokulan Azospirillum sp. (atas) dan dengan masukan inokulan Azospirillum sp. (bawah) di Pangalengan

34 108 Bobot umbi (g per petak) Dosis porasi (t ha -1 ) (X1) Dosis pupuk N (kg ha -1 ) (X2) Y=1909, ,3424X 1 +35,1867X 2-8,2899X 1 2-0,1141X 2 + 0,0407X 1 X 2 (R 2 =0,5977*) Ymaks. = 7023 g per petak; X1 opt. = 17,020 t ha; X2 opt. = 151,157 kg ha Bobot umbi (g per petak) Dosis porasi (t ha -1 ) (X1) Dosis pupuk N (kg ha -1 ) (X2) Y=2545, ,7512X 1 +24,1759X 2-7,7908X 1 2-0,0910X ,0313X 1 X 2 (R 2 =0,7969*) Ymaks. = 7077 g per petak; X1 opt. = 19,382 t ha; X2 opt. = 136,163 kg ha Gambar 20. Kurva bobot umbi kentang bersih per petak dengan masukan porasi dan pupuk N Gambar 20. Bobot umbi per petak panen tanaman kentang dengan masukan porasi dan pupuk N bervariasi dosis tanpa masukan inokulan Azospirillum sp. (atas) dan dengan masukan Azospirillum sp. (bawah) di Cisarua

35 109 + bahan organik juga sanga ditentukan oleh konsentrasi N tanah, terutama N-NH 4 yang berfungsi sebagai substrat jasad renik. Selain itu, menurut Olson dan Kurz (1982), N berfungsi sebagai hara esencial bagi pertumbuhan tanaman karena merupakan: (1) komponen molekul protein, (2) komponen asam amino pembentuk protein, (3) hara esensial bagi aktivasi karbohidrat, dan (4) komponen enzim, serta (5) merangsang pertumbuhan akar dan aktivitasnya, dan (6) mendukung pengambilan unsur hara lainnya. Azospirillum sp. juga memerlukan N sebagai sumber energi untuk kehidupannya sehingga pada akhirnya dapat menghasilkan N melalui aktivitasnya dalam memfiksasi N 2. demikian, ketersediaan hara N, P, dan K, baik yang berasal dari porasi, Azospirillum sp., maupun pemberian pupuk N, dapat memenuhi kebutuhan tanaman. Sejalan dengan yang dikemukakan oleh Bashan dan Holguin (1997), inokulasi campuran Azospirillum sp. dengan mikroorganisme yang menguntungkan memungkinkan terjadinya keseimbangan nutrisi untuk meningkatkan kandungan hara N, P, dan hara lainnya pada tanaman. Bobot umbi kentang per petak yang diberi porasi bersama pupuk N lebih meningkat akibat pemberian inokulan Azospirillum sp. Porasi merupakan bahan organik hasil fermentasi yang bermanfaat untuk tanaman dalam menyediakan N, P, K, dan meningkatkan KTK tanah (Lampiran 10). Porasi mengandung KTK tinggi dan P sangat tinggi yang sangat mendukung peningkatan umbi tanaman. Selain itu, porasi sebagai bahan organik dapat memperbaiki sifat fisika tanah seperti agregat tanah dan meningkatkan daya sangga air dan merangsang pertumbuhan akar lebih banyak karena banyaknya ruang pori dalam tanah

36 110 sehingga tanah menjadi gembur dan tercipta lingkungan perakaran yang lebih baik. Perbaikan sifat fisika, kimia, dan biologi tanah karena pemberian porasi sangat menunjang kehidupan dan aktivitas Azospirillum sp. yang diberikan. Porasi menyediakan energi dan nutrien bagi Azospirillum sp. dan mikroorganisme tanah lainnya. demikian, mikroorganisme tersebut akan berkembang sehingga dapat melakukan fiksasi N 2 yang lebih banyak. Pemberian porasi secara tidak langsung dapat meningkatkan ph tanah karena mineralisasi bahan organik menghasilkan ion seperti Ca ++ sehingga ph meningkat. Peningkatan ph tanah berdampak sangat baik bagi kehidupan mikroorganisme yang berperan dalam proses dekomposisi bahan organik sehingga ketersediaan hara meningkat. Meningkatnya ketersediaan unsur hara N, P, dan K dan unsur hara lainnya menyebabkan proses fotosintesis berjalan dengan baik sehingga fotosintat yang dihasilkan dapat memenuhi kebutuhan tanaman untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang diimbangi dengan translokasi sebagian besar fotosintat ke bagian reproduktif tanaman. demikian, hasil umbi dalam timbangan berat dapat ditingkatkan. Peningkatan pemberian porasi tanpa atau dengan masukan inokulan Azospirillum sp. bersama pupuk N sampai dosis tertentu meningkatkan bobot umbi per petak baik di Pangalengan maupun di Cisarua, kemudian terjadi penurunan bobot umbi per petak dengan pemberian dosis porasi dan pupuk N yang lebih tinggi. Hal itu terjadi karena taraf dosis porasi dan pupuk N yang sesuai dapat mensuplai unsur yang mencapai level yang cukup sehingga dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tanaman Percobaan dan Lingkungannya 4.2.4. Keadaan Umum Tanaman Tanaman kentang yang ditanam baik di Pangalengan maupun di Cisarua pada umumnya tumbuh dengan baik. Bibit

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR LAMPIRAN.. BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang... 1

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR LAMPIRAN.. BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL...... DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR LAMPIRAN.. xiv xv xviii BAB I. PENDAHULUAN.. 1 1.1. Latar Belakang.... 1 1.2. Identifikasi dan Rumusan Masalah..... 9 1.3. Maksud dan Tujuan

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Untuk menguji hipotesis, digunakan data percobaan yang dirancang dilakukan di dua tempat. Percobaan pertama, dilaksanakan di Pangalengan, Kabupaten Bandung,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk Indonesia. Produksi padi nasional mencapai 68.061.715 ton/tahun masih belum mencukupi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa 1. Tinggi tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Hasil Uji

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinggi Tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan yang telah diperoleh terhadap tinggi tanaman cabai setelah dilakukan analisis sidik ragam (lampiran 7.a) menunjukkan bahwa pemberian pupuk

Lebih terperinci

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman (cm) Hasil sidik ragam parameter tinggi tanaman (Lampiran 6 ) menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kascing dengan berbagai sumber berbeda nyata terhadap tinggi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Pemberian Kotoran Kambing Terhadap Sifat Tanah. Tabel 4.1. Karakteristik Tanah Awal Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Pemberian Kotoran Kambing Terhadap Sifat Tanah. Tabel 4.1. Karakteristik Tanah Awal Penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Pemberian Kotoran Kambing Terhadap Sifat Tanah. Pemberian dosis kotoran kambing pada budidaya secara tumpang sari antara tanaman bawang daun dan wortel dapat memperbaiki

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAHAN DAN METODE

PENDAHULUAN BAHAN DAN METODE PENDAHULUAN Tebu ialah tanaman yang memerlukan hara dalam jumlah yang tinggi untuk dapat tumbuh secara optimum. Di dalam ton hasil panen tebu terdapat,95 kg N; 0,30 0,82 kg P 2 O 5 dan,7 6,0 kg K 2 O yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan 4 TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan unsur-unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman (Hadisuwito, 2008). Tindakan mempertahankan dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertambahan Tinggi Bibit Tanaman (cm) Hasil pengamatan terhadap pertambahan tinggi bibit kelapa sawit setelah dilakukan sidik ragam (lampiran 9) menunjukkan bahwa faktor petak

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah Inceptisol Indramayu Inceptisol Indramayu memiliki tekstur lempung liat berdebu dengan persentase pasir, debu, liat masing-masing 38%,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Kimia Hasil analisis sifat kimia tanah sebelum diberi perlakuan dapat dilihat pada lampiran 2. Penilaian terhadap sifat kimia tanah yang mengacu pada kriteria Penilaian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Karakteristik Latosol Cikabayan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Bahan tanah yang digunakan dalam percobaan pupuk organik granul yang dilaksanakan di rumah kaca University Farm IPB di Cikabayan, diambil

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Tinggi tanaman padi akibat penambahan jenis dan dosis amelioran.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Tinggi tanaman padi akibat penambahan jenis dan dosis amelioran. 28 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengamatan 4.1.1 Tinggi Tanaman Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis dan dosis amelioran tidak memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman padi ciherang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas

I. PENDAHULUAN. Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi penting di Indonesia. Nilai ekonominya yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays PENDAHULUAN Latar Belakang Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays saccharata Sturt) merupakan tanaman pangan yang memiliki masa produksi yang relatif lebih cepat, bernilai ekonomis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah Dramaga, keadaan iklim secara umum selama penelitian (Maret Mei 2011) ditunjukkan dengan curah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun

I. PENDAHULUAN. Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun belum dibarengi dengan program operasional yang memadai. Melalui program revitalisasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 11 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tinggi Tanaman Berdasarkan analisis sidik ragam parameter tinggi tanaman pada lampiran 5a hingga 5h menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi pupuk daun, waktu aplikasi

Lebih terperinci

Hasil dan pembahasan. A. Pertumbuhan tanaman. maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan

Hasil dan pembahasan. A. Pertumbuhan tanaman. maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan IV. Hasil dan pembahasan A. Pertumbuhan tanaman 1. Tinggi Tanaman (cm) Ukuran tanaman yang sering diamati baik sebagai indikator pertumbuhan maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sorgum merupakan salah satu jenis tanaman serealia yang memiliki potensi besar

I. PENDAHULUAN. Sorgum merupakan salah satu jenis tanaman serealia yang memiliki potensi besar 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sorgum merupakan salah satu jenis tanaman serealia yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan di Indonesia. Tanaman sorgum mempunyai daerah adaptasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 33 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Pertumbuhan tanaman buncis Setelah dilakukan penyiraman dengan volume penyiraman 121 ml (setengah kapasitas lapang), 242 ml (satu kapasitas lapang), dan 363 ml

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang tersebar luas di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya serta sebagian kecil di pulau

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinggi Bibit (cm) Dari hasil sidik ragam (lampiran 4a) dapat dilihat bahwa pemberian berbagai perbandingan media tanam yang berbeda menunjukkan pengaruh nyata terhadap tinggi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Karakteristik Tanah di Lahan Percobaan Berdasarkan kriteria Staf Pusat Penelitian Tanah (1983), karakteristik Latosol Dramaga yang digunakan dalam percobaan disajikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kombinasi pupuk Urea dengan kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per tanaman, jumlah buah per tanaman dan diameter

Lebih terperinci

Beberapa Sifat Kimia Tanah antara lain :

Beberapa Sifat Kimia Tanah antara lain : SIFAT KIMIA TANAH Beberapa Sifat Kimia Tanah antara lain : 1. Derajat Kemasaman Tanah (ph) Reaksi tanah menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah yang dinyatakan dengan nilai ph. Nilai ph menunjukkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena harganya terjangkau dan sangat bermanfaat bagi kesehatan. Pisang adalah buah yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertambahan Tinggi Bibit (cm) Hasil sidik ragam parameter tinggi tanaman menunjukkan bahwa interaksi pupuk kompos TKS dengan pupuk majemuk memberikan pengaruh yang tidak nyata

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil analisis P-larut batuan fosfat yang telah diasidulasi dapat dilihat pada Tabel

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil analisis P-larut batuan fosfat yang telah diasidulasi dapat dilihat pada Tabel 26 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 P-larut Hasil analisis P-larut batuan fosfat yang telah diasidulasi dapat dilihat pada Tabel 9 (Lampiran), dan berdasarkan hasil analisis ragam pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman tumbuhtumbuhan,

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman tumbuhtumbuhan, 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman tumbuhtumbuhan, diantaranya tanaman buah, tanaman hias dan tanaman sayur-sayuran. Keadaan

Lebih terperinci

BAHAN METODE PENELITIAN

BAHAN METODE PENELITIAN BAHAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan penelitian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl, dilaksanakan pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk organik kotoran ayam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk organik kotoran ayam BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk organik kotoran ayam terhadap pertumbuhan jagung masing-masing menunjukan perbedaan yang nyata terhadap tinggi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Selada (Lactuca sativa L.) merupakan salah satu tanaman sayur yang dikonsumsi

I. PENDAHULUAN. Selada (Lactuca sativa L.) merupakan salah satu tanaman sayur yang dikonsumsi 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Selada (Lactuca sativa L.) merupakan salah satu tanaman sayur yang dikonsumsi masyarakat dalam bentuk segar. Warna, tekstur, dan aroma daun selada dapat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Buah melon (Cucumis melo L.) adalah tanaman buah yang mempunyai nilai

PENDAHULUAN. Buah melon (Cucumis melo L.) adalah tanaman buah yang mempunyai nilai PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Buah melon (Cucumis melo L.) adalah tanaman buah yang mempunyai nilai komersial tinggi di Indonesia. Hal ini karena buah melon memiliki kandungan vitamin A dan C

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A)

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman 1. Tinggi tanaman Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman yang mudah untuk diamati dan sering digunakan sebagai parameter untuk mengukur pengaruh dari lingkungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai ekonomis, serta harus terus dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengamatan Selintas 4.1.1. Keadaan Cuaca Lingkungan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman sebagai faktor eksternal dan faktor internalnya yaitu genetika

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. saat ini adalah pembibitan dua tahap. Yang dimaksud pembibitan dua tahap

TINJAUAN PUSTAKA. saat ini adalah pembibitan dua tahap. Yang dimaksud pembibitan dua tahap TINJAUAN PUSTAKA Pembibitan Kelapa Sawit Pada budidaya kelapa sawit dikenal dua sistem pembibitan, yaitu pembibitan satu tahap dan pembibitan dua tahap, namun yang umum digunakan saat ini adalah pembibitan

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada.

I. TINJAUAN PUSTAKA. produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada. I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesuburan Tanah Kesuburan tanah adalah kemampuan suatu tanah untuk menghasilkan produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada. Produk tanaman tersebut dapat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam parameter tinggi tanaman (lampiran 7.1) menunjukkan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam parameter tinggi tanaman (lampiran 7.1) menunjukkan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.a. Parameter Utama 4.a.l. Tinggi Tanaman (cm) Hasil sidik ragam parameter tinggi tanaman (lampiran 7.1) menunjukkan bahwa pemberian pupuk nitrogen (kombinasi kascing dan pupuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia dan Fisik Latosol Darmaga Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga yang digunakan dalam percobaan ini disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Sifat Kimia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanaman kedelai, namun hasilnya masih kurang optimal. Perlu diketahui bahwa kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. tanaman kedelai, namun hasilnya masih kurang optimal. Perlu diketahui bahwa kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu jenis tanaman pangan yang menjadi mata pencaharian masyarakat adalah tanaman kedelai, namun hasilnya masih kurang optimal. Perlu diketahui bahwa kebutuhan

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera)

PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera) PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera) ABSTRAK Noverita S.V. Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Sisingamangaraja-XII Medan Penelitian

Lebih terperinci

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN FUNGSI AIR Penyusun tubuh tanaman (70%-90%) Pelarut dan medium reaksi biokimia Medium transpor senyawa Memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fosfor merupakan salah satu unsur hara makro esensial dan secara alami fosfor di dalam tanah berbentuk senyawa organik atau anorganik. Kedua bentuk tersebut merupakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. ph Tanah Data hasil pengamatan ph tanah gambut sebelum inkubasi, setelah inkubasi, dan setelah panen (Lampiran 4) menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan ph tanah.

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. lambat dalam menyediakan unsur hara bagi tanaman kacang tanah, penghanyutan

BAB VI PEMBAHASAN. lambat dalam menyediakan unsur hara bagi tanaman kacang tanah, penghanyutan 49 BAB VI PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara dosis pupuk kandang sapi dengan varietas kacang tanah tidak berpengaruh nyata terhadap semua variabel pertumbuhan, kompenen hasil

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil 5.1.1. Sifat Kimia Tanah Variabel kimia tanah yang diamati adalah ph, C-organik, N Total, P Bray, Kalium, Kalsium, Magnesium, dan KTK. Hasil analisis sifat kimia

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Pemberian dan Terhadap Sifat sifat Kimia Tanah Penelitian ini mengevaluasi pengaruh pemberian amelioran bahan humat dan abu terbang terhadap kandungan hara tanah

Lebih terperinci

(g/ kg gambut) D0(0) DI (10) D2 (20) D3 (30)

(g/ kg gambut) D0(0) DI (10) D2 (20) D3 (30) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Tanah 4.1.1 Analisis C/N Setelah Inkubasi Trichoderma sp Berdasarkan hasil sidik ragam dapat dilihat bahwa interaksi Trichoderma sp dan dregs berpengaruh tidak nyata

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Analisis Pendahuluan Kompos Kotoran Kelinci

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Analisis Pendahuluan Kompos Kotoran Kelinci IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Analisis Pendahuluan Kompos Kotoran Kelinci Analisis kompos kotoran kelinci dilakukan untuk mengetahui kandungan kompos dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Kimia dan Fisik Tanah Sebelum Perlakuan Berdasarkan kriteria penilaian ciri kimia tanah pada Tabel Lampiran 5. (PPT, 1983), Podsolik Jasinga merupakan tanah sangat masam dengan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinggi tanaman (cm) Hasil pengamatan yang diperoleh terhadap tinggi tanaman jagung manis setelah dilakukan sidik ragam (Lampiran 9.a) menunjukkan bahwa pemberian kompos sampah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Bahan Humat dengan Carrier Zeolit terhadap Jumlah Tandan Pemberian bahan humat dengan carrier zeolit tidak berpengaruh nyata meningkatkan jumlah tandan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tanah Awal Seperti umumnya tanah-tanah bertekstur pasir, lahan bekas tambang pasir besi memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Hasil analisis kimia pada tahap

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang baik yaitu : sebagai tempat unsur hara, harus dapat memegang air yang

TINJAUAN PUSTAKA. yang baik yaitu : sebagai tempat unsur hara, harus dapat memegang air yang TINJAUAN PUSTAKA Kompos Kulit Buah Kakao Ada empat fungsi media tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman yang baik yaitu : sebagai tempat unsur hara, harus dapat memegang air yang tersedia bagi tanaman,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai keriting (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu jenis sayuran penting

I. PENDAHULUAN. Cabai keriting (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu jenis sayuran penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Cabai keriting (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu jenis sayuran penting di Indonesia. Selain memiliki nilai gizi yang cukup tinggi, cabai juga memiliki

Lebih terperinci

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN FUNGSI AIR Penyusun tubuh tanaman (70%-90%) Pelarut dan medium reaksi biokimia Medium transpor senyawa Memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan Bahan organik adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu sistem kompleks dan dinamis, yang bersumber dari bahan-bahan yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Unsur Hara Makro pada Serasah Daun Bambu. Unsur Hara Makro C N-total P 2 O 5 K 2 O Organik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Unsur Hara Makro pada Serasah Daun Bambu. Unsur Hara Makro C N-total P 2 O 5 K 2 O Organik digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Unsur Hara Makro Serasah Daun Bambu Analisis unsur hara makro pada kedua sampel menunjukkan bahwa rasio C/N pada serasah daun bambu cukup tinggi yaitu mencapai

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar wilayahnya didominasi oleh tanah yang miskin akan unsur hara, salah satunya adalah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Di Sumatra Utara areal pertanaman jagung sebagian besar di tanah Inceptisol yang tersebar luas dan berdasarkan data dari Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura Sumatera Utara

Lebih terperinci

BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Hasil análisis data penelitian dari masing-masing parameter adalah sebagai berikut: a. Hasil Analisis Kandungan Tabel 1. Tandan Kosong Kelapa Sawit *) Parameter

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Awal Tanah Gambut Hasil analisis tanah gambut sebelum percobaan disajikan pada Tabel Lampiran 1. Hasil analisis didapatkan bahwa tanah gambut dalam dari Kumpeh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman Jati. daun, luas daun, berat segar bibit, dan berat kering bibit dan disajikan pada tabel

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman Jati. daun, luas daun, berat segar bibit, dan berat kering bibit dan disajikan pada tabel 16 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Jati Tanaman selama masa hidupnya menghasilkan biomassa yang digunakan untuk membentuk bagian-bagian tubuhnya. Perubahan akumulasi biomassa akan terjadi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinggi Tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sidik ragam pengamatan tinggi tanaman berpengaruh nyata (Lampiran 7), setelah dilakukan uji lanjut didapatkan hasil seperti Tabel 1. Tabel 1. Rerata tinggi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman. antara pengaruh pemangkasan dan pemberian ZPT paklobutrazol. Pada perlakuan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman. antara pengaruh pemangkasan dan pemberian ZPT paklobutrazol. Pada perlakuan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman Dari (tabel 1) rerata tinggi tanaman menunjukkan tidak ada interaksi antara pengaruh pemangkasan dan pemberian ZPT paklobutrazol. Pada perlakuan pemangkasan menunjukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan selama Proses Pengeringan Kondisi lingkungan merupakan aspek penting saat terjadinya proses pengeringan. Proses pengeringan dapat memberikan pengaruh terhadap sifat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Bahan Humat dengan Carrier Zeolit terhadap Sifat Kimia Tanah Sifat kimia tanah biasanya dijadikan sebagai penciri kesuburan tanah. Tanah yang subur mampu menyediakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kelarutan P dari Fosfat Alam Rataan hasil pengukuran kadar P dari perlakuan FA dan pupuk N pada beberapa waktu inkubasi disajikan pada Tabel 1. Analisis ragamnya disajikan pada Lampiran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicon esculentum mill) merupakan tanaman yang berasal dari

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicon esculentum mill) merupakan tanaman yang berasal dari 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tomat (Lycopersicon esculentum mill) merupakan tanaman yang berasal dari Amerika Latin, seperti Peru, Ekuador, dan Meksiko. Selanjutnya, tomat menyebar ke seluruh Amerika,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Tinggi Tanaman Umur 35 Hari Setelah Tanam

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Tinggi Tanaman Umur 35 Hari Setelah Tanam 23 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Percobaan 4.1.1 Tinggi Tanaman Umur 35 Hari Setelah Tanam Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian pupuk daun berbeda konsentrasi berpengaruh nyata terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanpa mengurangi tingkat kesuburan tanah atau kelestariannya. Dalam usaha

I. PENDAHULUAN. tanpa mengurangi tingkat kesuburan tanah atau kelestariannya. Dalam usaha I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha pengembangan pertanian selayaknya dilakukan secara optimal tanpa mengurangi tingkat kesuburan tanah atau kelestariannya. Dalam usaha tersebut, maka produktivitas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan di desa Cengkeh Turi dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember sampai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai prospek cerah untuk dapat dikembangkan. Cabai dimanfaatkan oleh masyarakat dalam kehidupan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. karena nilai gizinya sangat tinggi. Kedelai mempunyai kandungan protein yang

I. PENDAHULUAN. karena nilai gizinya sangat tinggi. Kedelai mempunyai kandungan protein yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai merupakan salah satu palawija yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena nilai gizinya sangat tinggi. Kedelai mempunyai kandungan protein yang relatif

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Tanah Awal Data hasil analisis tanah awal disajikan pada Tabel Lampiran 2. Berdasarkan Kriteria Penilaian Sifat Kimia dan Fisika Tanah PPT (1983) yang disajikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan hasil analisis tanah di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Institut Pertanian Bogor, tanah yang digunakan sebagai media tumbuh dikategorikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Tanah Hasil analisis contoh tanah pada lokasi percobaan dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan hasil analisis tanah pada lokasi percobaan, tingkat kemasaman tanah termasuk

Lebih terperinci

Aktivator Tanaman Ulangan Ʃ Ӯ A0 T1 20,75 27,46 38,59 86,80 28,93 T2 12,98 12,99 21,46 47,43 15,81 T3 16,71 18,85 17,90 53,46 17,82

Aktivator Tanaman Ulangan Ʃ Ӯ A0 T1 20,75 27,46 38,59 86,80 28,93 T2 12,98 12,99 21,46 47,43 15,81 T3 16,71 18,85 17,90 53,46 17,82 Lampiran 1. Tabel rataan pengukuran tinggi bibit sengon, bibit akasia mangium, dan bibit suren pada aplikasi aktivator EM 4, MOD 71, dan Puja 168. Aktivator Tanaman Ulangan Ʃ Ӯ 1 2 3 A0 T1 20,75 27,46

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 16 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah pertumbuhan tinggi, diameter, berat kering dan NPA dari semai jabon pada media tailing dengan penambahan arang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Bobot isi tanah pada berbagai dosis pemberian mulsa.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Bobot isi tanah pada berbagai dosis pemberian mulsa. 38 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Mulsa Terhadap Sifat Fisik Tanah 4.1.1. Bobot Isi Pengaruh pemberian sisa tanaman jagung sebagai mulsa terhadap bobot isi tanah adalah seperti tertera pada Tabel

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingkat konsumsi sayuran rakyat Indonesia saat ini masih rendah, hanya 35

I. PENDAHULUAN. Tingkat konsumsi sayuran rakyat Indonesia saat ini masih rendah, hanya 35 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tingkat konsumsi sayuran rakyat Indonesia saat ini masih rendah, hanya 35 kilogram sayuran per kapita per tahun. Angka itu jauh lebih rendah dari angka konsumsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rumput Gajah Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) adalah tanaman yang dapat tumbuh di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa tambahan nutrien

Lebih terperinci

HASIL PERCOBAAN. C N C/N P K Ca Mg ph Cu Zn Mn (%) (%) ppm Kompos 9,5 0,5 18,3 0,5 0,8 0,6 0,2 7,2 41,9 92,4 921,8 Kompos diperkaya

HASIL PERCOBAAN. C N C/N P K Ca Mg ph Cu Zn Mn (%) (%) ppm Kompos 9,5 0,5 18,3 0,5 0,8 0,6 0,2 7,2 41,9 92,4 921,8 Kompos diperkaya 17 Hasil Analisis Tanah HASIL PERCOBAAN Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa tekstur tanah di Kubu Raya didominasi oleh debu dan liat dengan sedikit kandungan pasir. Tanah di Sui Kakap, Kabupaten Kubu

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung di Desa Muara Putih Kecamatan Natar Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifat Fisik dan Kimia Tanah Berdasarkan hasil analisis fisika dan kimia tempat pelaksanaan penelitian di Desa Dutohe Kecamatan Kabila. pada lapisan olah dengan kedalaman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah 25-27º C pada siang

II. TINJAUAN PUSTAKA. udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah 25-27º C pada siang 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Umum Tanaman Cabai Tanaman cabai mempunyai daya adaptasi yang cukup luas. Tanaman ini dapat diusahakan di dataran rendah maupun dataran tinggi sampai ketinggian 1400

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kandungan gizi cukup, nilai ekonomis tinggi serta banyak digunakan baik untuk

BAB I PENDAHULUAN. kandungan gizi cukup, nilai ekonomis tinggi serta banyak digunakan baik untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu jenis tanaman hortikultura penting yang dibudidayakan secara komersial, karena memiliki kandungan gizi cukup,

Lebih terperinci

Jurnal Cendekia Vol 12 No 1 Januari 2014 ISSN

Jurnal Cendekia Vol 12 No 1 Januari 2014 ISSN PENGARUH DOSIS PUPUK AGROPHOS DAN JARAK TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN CABAI (Capsicum Annum L.) VARIETAS HORISON Pamuji Setyo Utomo Dosen Fakultas Pertanian Universitas Islam Kadiri (UNISKA)

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dan pembahasan penelitian sampai dengan ditulisnya laporan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dan pembahasan penelitian sampai dengan ditulisnya laporan 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dan pembahasan penelitian sampai dengan ditulisnya laporan kemajuan ini belum bias penulis selesaikan dengan sempurna. Adapun beberapa hasil dan pembahasan yang berhasil

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Populasi Bakteri Penambat N 2 Populasi Azotobacter pada perakaran tebu transgenik IPB 1 menunjukkan jumlah populasi tertinggi pada perakaran IPB1-51 sebesar 87,8 x 10 4 CFU/gram

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Hasil Hasil yang diamati dalam penelitian ini adalah tinggi tanaman, umur berbunga, jumlah buah, dan berat buah.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Hasil Hasil yang diamati dalam penelitian ini adalah tinggi tanaman, umur berbunga, jumlah buah, dan berat buah. 1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Hasil yang diamati dalam penelitian ini adalah tinggi tanaman, umur berbunga, jumlah buah, dan berat buah. 1. Tinggi Tanaman Hasil pengamatan tinggi tanaman dan

Lebih terperinci