BAB I PENDAHULUAN. negara dan dengan sangat cepat pada negara industri. Weintraub dan Burt

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. negara dan dengan sangat cepat pada negara industri. Weintraub dan Burt"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Menurut data demografi, prevalensi edentulous menurun pada banyak negara dan dengan sangat cepat pada negara industri. Weintraub dan Burt menyatakan bahwa kelompok sosio-ekonomi yang lebih rendah mengalami edentulous dalam tingkat yang lebih tinggi daripada kelompok sosio-ekonomi yang lebih tinggi. Selain penurunan prevelensi pasien edentulous ini, diharapkan peningkatan dalam jumlah individu manula akan menghasilkan peningkatan kebutuhan akan gigitiruan sebagian lepasan pada tahun Fakta bahwa saat ini pasien edentulous (total atau sebagian) menampilkan karakteristik yang berbeda (misalnya pasien lebih tua, dengan lebih lama pemakaian gigitiruan dan lebih banyak masalah medis), berkembang menjadi perawatan yang lebih menantang dan kompleks untuk memuaskan kebutuhan dan harapan dari setiap individu. Riwayat medis, kesehatan gigi dan pemeriksaan klinis dari pasien edentulous sebagian sering menunjukkan keragaman dalam morfologi rongga mulut dan dalam kondisi kesehatan mereka. Setiap pasien seharusnya dirawat secara berbeda dengan cara yang paling tepat yang akan menjamin fungsi dan kenyamanan 1. 1

2 Tidak adanya temuan diagnostik yang terorganisir untuk pasien edentulous selalu menjadi kesulitan untuk perawatan yang efektif bagi pasien. Sistem untuk memudahkan identifikasi pasien dibutuhkan untuk menjamin kepuasan pasien 1. American College of Prosthodontics (ACP) telah mengembangkan sebuah sistem klasifikasi untuk pasien edentulous yang dapat digunakan untuk memandu keseluruhan dari rencana perawatan dan manajemen dari pasien edentulous 2. Sistem klasifikasi tersebut telah berubah nama menjadi Prosthodontic Diagnostic Index (PDI) dan mengizinkan pasien untuk diklasifikasikan berdasarkan temuan diagnostik dan kriteria objektif khusus, yang ditampilkan pada pemeriksaan awal mereka 1. Sistem ini terfokus pada variabel diagnostik dan menggunakan format daftar yang dapat diterapkan dengan cepat dan mudah. Meskipun saat ini sedikit dipublikasikan data yang menunjukkan hubungan antara klasifikasi dan prognosis, sistem tersebut dapat diterapkan oleh dokter gigi dan mahasiswa kedokteran gigi untuk menentukan demografi karakteristik dari pasien edentulous 2. Cara ini, mendefinisikan empat kategori yaitu klas I sampai klas IV dimana klas I mewakili situasi klinis yang tidak rumit dan klas IV mewakili situasi klinis yang kompleks. Setiap kelas memiliki kriteria diagnostik spesifik yang berbeda. Adapun manfaat dari sistem ini diantaranya (1) meningkatkan konsistensi intraoperator, (2) komunikasi profesional ditingkatkan, (3) penggantian asuransi sepadan dengan kompleksitas perawatan, (4) kriteria standar untuk penilaian hasil 2

3 dan penelitian, (5) peningkatan konsistensi diagnostik, (6) menyederhanakan bantuan dalam merujuk pasien 3. Pulau Kodingareng merupakan salah satu dari 11 pulau yang berada dalam wilayah Kota Makassar, Sulawesi Selatan (SulSel). Pulau ini termasuk dalam Kelurahan Kodingareng, Kecamatan Ujung Tanah, Kota Makassar. Bentuk pulaunya memanjang dari timur laut hingga barat daya dan berjarak 15 kilometer dari Makassar dengan luas 14 Ha 4,5. Jumlah penduduk di pulau ini sekitar 4170 jiwa dengan mata pencaharian 90% sebagai nelayan, 9% bekerja sebagai penjual balon dan sisanya usaha lainnya. Untuk fasilitas di pulau ini, para warga menggunakan listrik dengan operator yang beroperasi selama 12 jam. Di pulau ini juga terdapat dua buah sekolah dasar, sebuah taman kanak-kanak, sarana ibadah : dua buah mesjid dan dua buah mushallah, sebuah lapangan sepak bola dan fasilitas kesehatan berupa sebuah posyandu bantu, juga terdapat pos obat desa (POD) 5. Saat ini pelayanan kesehatan di Pulau Kodingareng belum berjalan maksimal, hal ini dikarenakan institusi pelayanan kesehatan di pulau tersebut masih berstatus puskesmas pembantu. Tenaga medis di pulau tersebut tidak menetap disana karena tidak memperoleh sarana tempat tinggal seperti asrama 6. Sarana pelayanan kesehatan gigi dan mulut di Pulau Kodingareng belum maksimal. Di pulau tersebut hanya terdapat seorang tukang gigi yang tidak menetap dikarenakan tidak adanya sarana tempat tinggal.. 3

4 1.2 RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui : 1. Bagaimana prevalensi edentulous sebagian pada masyarakat Pulau Kodingareng dengan menggunakan sistem klasifikasi Prosthodontic Diagnostic Index (PDI). 2. Bagaimana pengaruh usia terhadap prevalensi edentulous sebagian pada masyarakat Pulau Kodingareng dengan menggunakan sistem klasifikasi Prosthodontic Diagnostic Index (PDI). 3. Bagaimana pengaruh jenis kelamin terhadap prevalensi edentulous sebagian pada masyarakat Pulau Kodingareng dengan menggunakan sistem klasifikasi Prosthodontic Diagnostic Index (PDI). 4. Bagaimana pengaruh tingkat pendidikan terhadap prevalensi edentulous sebagian pada masyarakat Pulau Kodingareng dengan menggunakan sistem klasifikasi Prosthodontic Diagnostic Index (PDI). 1.3 TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui klasifikasi pasien edentulous sebagian menggunakan sistem PDI sehingga dapat mengidentifikasi kompleksitas dari perawatan prostodontik yang akan dilakukan. 4

5 1.4 MANFAAT PENELITIAN Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian yang dilakukan adalah : Manfaat ilmiah, diharapkan penelitian ini dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dan merupakan bacaan bagi mahasiswa kedokteran gigi serta pengembangan penelitian-penelitian yang berkaitan dengan tema. Manfaat sosial, sebagai salah satu sumber informasi mengenai klasifikasi edentulous sebagian menggunakan PDI sehingga dapat mengidentifikasi kompleksitas dari kasus prostodontik yang akan dirawat. Manfaat bagi penulis, sebagai media dalam menambah wawasan dan pengetahuan tentang klasifikasi edentulous sebagian menggunakan PDI. 5

6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DEFINISI EDENTULOUS Edentulous adalah kondisi dimana hilangnya seluruh gigi asli. Kehilangan gigi telah lama dianggap sebagai bagian dari proses penuaan. Kehilangan gigi dapat disebabkan oleh kerusakan gigi, periodontitis, atau kecelakaan. Edentulous lebih banyak terdapat pada masyarakat yang tingkat sosial-ekonominya rendah. Kehilangan gigi dapat menyebabkan estetik yang buruk dan proses biomekanis, keadaan ini menjadi lebih buruk ketika pasien dengan edentulous total dan kehilangan seluruh jaringan periodontal. Pada sebagian besar pasien yang mengalami kehilangan gigi merupakan suatu hal yang buruk dan menimbulkan keinginan mencari perawatan gigi untuk memelihara kesehatan gigi serta penampilan yang baik secara sosial. 7,8 Hilangnya beberapa gigi disebut edentulous sebagian dan hilangnya seluruh gigi disebut edentulous total. Edentulous total dapat didefinisikan sebagai keadaan fisik dari rahang diikuti hilangnya seluruh gigi dan kondisi dari jaringan pendukung tersedia untuk terapi penggantian atau rekonstruksi. Edentulous sebagian didefinisikan sebagai hilangnya beberapa tetapi tidak semua gigi asli pada lengkung rahang. Pada pasien edentulous sebagian, hilangnya gigi 6

7 dilanjutkan dengan penurunan tulang alveolar, gigi tetangga dan pengaruh tingkat kesulitan jaringan pendukung dalam menerima restorasi prostetik yang adekuat. Kualitas dari jaringan pendukung memperbaiki kondisi keseluruhan dan dipertimbangkan pada tingkat diagnostik dari sistem klasifikasi. 2,8 2.2 SISTEM KLASIFIKASI MENGGUNAKAN PDI Sistem Klasifikasi Edentulous Penuh 2,9 Klas I Klas ini mencirikan tahap edentulous yang paling sesuai dirawat dengan gigitiruan penuh yang dibuat dengan teknik gigitiruan konvensional. Adapun kriteria diagnostik dari klas ini adalah : 1. Tinggi sisa tulang 21 m yang diukur pada tinggi vertikal rahang bawah terendah pada radiografik panoramik. 2. Morfologi dari sisa lingir resisten terhadap pergerakan horizontal dan vertikal basis gigitiruan; RA tipe A. 3. Lokasi perlekatan otot kondusif untuk retensi dan stabilitas gigi tiruan; RB tipe A atau tipe B. 4. Hubungan rahang klas I. 7

8 Gambar II.1. Klas I edentulous total menggunakan sistem klasifikasi PDI. (sumber : Thomas JM, Arthur N, James FS, Christoper RS. Classification [internet]. Available from: Accessed on: December 18, 2010.) Klas II Secara khas ditandai dengan adanya degradasi fisis anatomi jaringan pendukung gigitiruan yang berkelanjutan. Klas ini juga ditandai dengan adanya kemunculan dini interaksi penyakit-penyakit sistemik serta ditandai dengan adanya penatalaksanaan pasien spesifik dan pertimbanganpertimbangan gaya hidup. Kriteria diagnostik dari klas ini adalah : 1. Tinggi sisa tulang mm yang diukur pada tinggi vertikal rahang bawah terendah pada radiografi panoramik. 2. Morfologi sisa lingir resisten terhadap pergerakan horizontal dan vertikal basis gigitiruan; rahang atas tipe A atau tipe B. 8

9 3. Lokasi perlekatan otot sedikit mempengaruhi retensi dan stabilitas gigitiruan; rahang bawah tipe A atau tipe B. 4. Hubungan rahang klas I. 5. Adanya sedikit perubahan kondisi, pertimbangan psikososial dan penyakit sistemik ringan yang bermanifestasi pada rongga mulut. Gambar II.2. Klas II edentulous total menggunakan sistem klasifikasi PDI. (sumber : Thomas JM, Arthur N, James FS, Christoper RS. Classification [internet]. Available from: Accessed on: December 18, 2010.) Klas III Klas ini ditandai dengan adanya kebutuhan akan revisi dari struktur pendukung gigitiruan untuk memungkinkan diperolehnya fungsi gigitiruan yang adekuat. Kriteria diagnostik dari klas ini yaitu : 9

10 1. Tinggi sisa tulang mm yang diukur pada tinggi vertikal rahang bawah terendah pada radiografik panoramik. 2. Morfologi sisa lingir sedikit berpengaruh dalam menahan pergerakan horizontal dan vertikal basis gigitiruan; rahang atas tipe C. 3. Lokasi perlekatan otot cukup berpengaruh terhadap retensi dan stabilitas gigitiruan; rahang bawah tipe C. 4. Hubungan rahang klas I, II atau III. 5. Kondisi-kondisi yang membutuhkan perawatan gigitiruan : a) Prosedur modifikasi jaringan keras minor, termasuk di dalamnya alveoplasti. b) Pemasangan implan sederhana; tidak membutuhkan augmentasi. c) Pencabutan beberapa gigi yang menghasilkan edentulous penuh untuk pemasangan gigitiruan immediate. d) Keterbatasan ruang antar rahang mm. 6. Pertimbangan psikososial tingkat sedang dan/atau manifestasi penyakit sistemik atau kondisi-kondisi seperti xerostomia dalam tingkatan sedang. 7. Gejala-gejala TMD. 8. Lidah besar (memenuhi ruang interdental) dengan atau tanpa hiperaktivitas. 9. Hiperaktivitas refleks muntah. 10

11 Gambar II.3. Klas III edentulous total menggunakan sistem klasifikasi PDI. (sumber : Thomas JM, Arthur N, James FS, Christoper RS. Classification [internet]. Available from: Accessed on: December 18, 2010.) Klas IV Klas ini mewakili kondisi edentulous yang paling buruk. Pembedahan rekonstruksi harus selalu diindikasikan tetapi tidak selamanya dapat dilakukan karena tidak menguntungkannya kesehatan pasien, minat, riwayat dental, dan pertimbangan finansial. Jika pembedahan revisi bukan salah satu pilihan, maka teknik gigitiruan khusus harus dilakukan untuk mendapatkan hasil yang adekuat. 1. Tinggi vertikal 10 mm yang diukur pada tinggi vertikal rahang bawah terendah pada radiografi panoramik. 2. Hubungan rahang klas I, II atau III. 11

12 3. Sisa lingir sama sekali tidak dapat menahan pergerakan horizontal maupun vertikal, rahang atas tipe D. 4. Lokasi perlekatan otot dapat diperkirakan berpengaruh terhadap retensi dan stabilitas gigitiruan, rahang bawah tipe D atau tipe E. 5. Kondisi utama yang membutuhkan pembedahan praprostodontik : a) Pemasangan implan kompleks, augmentasi dibutuhkan. b) Koreksi kelainan-kelainan dentofasial secara bedah dibutuhkan c) Augmentasi jaringan keras dibutuhkan. d) Revisi jaringan lunak mayor dibutuhkan yaitu perluasan vestibulum dengan atau tanpa pencangkokan jaringan lunak. 6. Riwayat parasthesia atau disesthesia. 7. Ketidakcukupan ruang antar rahang yang membutuhkan pembedahan koreksi. 8. Defek maksilofasial yang bersifat kongenital atau didapatkan. 9. Manifestasi penyakit sistemik yang parah pada rongga mulut. 10. Ataxia maksillomandibular. 11. Hiperaktivitas lidah yang mungkin disebabkan oleh retraksi posisi lidah dan atau morfologi yang berhubungan. 12. Hiperaktivitas refleks muntah yang ditatalaksana dengan pengobatan. 13. Pasien kambuhan (pasien yang melaporkan keluhan-keluhan kronik setelah menjalani terapi yang sesuai), yang terus mengalami kesulitan 12

13 dalam mendapatkan apa yang diharapkannya dari perawatan sekalipun perawatan telah dilakukan selengkap mungkin atau sesering mungkin. 14. Kondisi psikososial yang membutuhkan perawatan profesional. Gambar II.4. Klas IV edentulous total menggunakan sistem klasifikasi PDI. (sumber : Thomas JM, Arthur N, James FS, Christoper RS. Classification [internet]. Available from: Accessed on: December 18, 2010.) Sistem Klasifikasi Edentulous Sebagian 2,10 Klas I Klas ini ditandai dengan keadaan yang ideal atau sedikit buruk dari lokasi dan perluasan daerah edentulous (yang dibatasi lengkung rahang tunggal), kondisi gigi penyangga, karakteristik oklusi dan kondisi residual ridge. Keempat kriteria diagnostik tersebut dapat dilihat sebagai berikut : 13

14 1. Lokasi dan perluasan daerah edentulous yang ideal dan sedikit buruk : a) Daerah edentulous terletak pada 1 lengkung rahang. b) Daerah edentulous sedikit buruk sebagai dukungan fisiologis gigi penyangga. c) Daerah edentulous mencakup beberapa gigi anterior rahang atas yang tidak melebihi dua gigi insisivus, beberapa gigi anterior rahang bawah yang tidak melebihi empat gigi insisivus yang hilang, atau beberapa gigi posterior yang tidak melebihi satu premolar dan satu molar. 2. Kondisi gigi penyangga yang ideal atau sedikit buruk, yang tidak membutuhkan terapi prostetik. 3. Oklusi yang ideal atau sedikit buruk yang tidak membutuhkan terapi prostetik. 4. Morfologi residual ridge sama dengan kondisi edentulous total klas I. 14

15 Gambar II.5. Klas I edentulous sebagian menggunakan system klasifikasi PDI. (sumber : Thomas JM, Arthur N, James FS, Christoper RS. Classification system for partial edentulism [internet]. Available from: Accessed on: December 18, 2010.) Klas II Klas ini ditandai dengan keadaan yang cukup buruk dari lokasi dan perluasan daerah edentulous pada kedua lengkung rahang, kondisi gigi penyangga yang membutuhkan terapi lokal tambahan, karakteristik oklusi yang membutuhkan terapi lokal tambahan dan kondisi residual ridge. 1. Lokasi dan perluasan daerah edentulous cukup buruk : a) Daerah edentulous terdapat pada satu atau kedua lengkung rahang. b) Daerah edentulous cukup buruk sebagai dukungan fisiologis gigi penyangga. 15

16 c) Daerah edentulous mencakup beberapa gigi anterior rahang atas yang tidak melebihi dua gigi insisivus, beberapa gigi anterior rahang bawah yang tidak melebihi empat gigi insisivus yang hilang atau beberapa gigi posterior (rahang atas atau rahang bawah) yang tidak melebihi dua premolar atau satu premolar dan satu molar atau beberapa gigi kaninus yang hilang (rahang atas atau rahang bawah). 2. Kondisi gigi penyangga cukup buruk : a) Gigi penyangga pada satu atau dua sisi tidak cukup untuk menahan struktur gigi atau sebagai dukungan restorasi intrakorona atau ekstrakorona. b) Gigi penyangga pada satu atau dua sisi membutuhkan terapi lokal tambahan. 3. Oklusi cukup buruk : Koreksi oklusi membutuhkan terapi lokal tambahan. 4. Morfologi residual ridge sama dengan kondisi edentulous total klas II. Gambar II.6 Klas II edentulous sebagian menggunakan sistem klasifikasi PDI. (sumber : Thomas JM, Arthur N, James FS, Christoper RS. Classification system for partial edentulism [internet]. Available from: Accessed on: December 18, 2010.) 16

17 Klas III Klas ini ditandai dengan keadaan yang buruk dari lokasi dan perluasan daerah edentulous pada kedua lengkung rahang, kondisi gigi penyangga yang membutuhkan lebih banyak terapi lokal tambahan, karakteristik oklusi membutuhkan penyesuaian kembali tanpa mengubah dimensi vertikal dan kondisi residual ridge. 1. Lokasi dan perluasan daerah edentulous buruk : a) Daerah edentulous terdapat pada satu atau kedua lengkung rahang. b) Daerah edentulous buruk sebagai dukungan fisiologis gigi penyangga. c) Daerah edentulous mencakup beberapa gigi posterior rahang atas atau rahang bawah lebih banyak daripada tiga atau dua gigi molar, tiga gigi atau lebih pada daerah edentulous anterior dan posterior. 2. Kondisi gigi penyangga buruk : a) Gigi penyangga pada tiga sisi tidak cukup untuk menahan struktur gigi atau sebagai dukungan restorasi intrakorona atau ekstrakorona. b) Gigi penyangga pada tiga sisi membutuhkan lebih banyak terapi lokal tambahan (misalnya prosedur periodontal, endodontik atau ortodontik). c) Gigi penyangga mempunyai prognosis sedang. 17

18 3. Oklusi buruk : Membutuhkan penyesuaian ulang oklusi tanpa diikuti oleh perubahan dimensi vertikal. 4. Morfologi residual ridge sama dengan kondisi edentulous total klas III. Gambar II.7 Klas III edentulous sebagian menggunakan sistem klasifikasi PDI. (sumber : Thomas JM, Arthur N, James FS, Christoper RS. Classification system for partial edentulism [internet]. Available from: Accessed on: December 18, 2010.) Klas IV Klas ini ditandai dengan keadaan yang sangat buruk dari lokasi dan perluasan daerah edentulous dengan prognosis terpimpin, kondisi gigi penyangga yang membutuhkan terapi lokal tambahan yang besar, karakteristik oklusi membutuhkan penyesuaian ulang oklusi dengan mengubah dimansi vertikal dan kondisi residual ridge. 18

19 1. Lokasi dan perluasan daerah edentulous buruk : a) Daerah edentulous yang luas dan bisa terdapat pada kedua lengkung rahang. b) Daerah edentulous buruk sebagai dukungan fisiologis gigi penyangga untuk menegakkan diagnosis terpimpin. c) Daerah edentulous mencakup kerusakan maksilofasial kongenital atau yang didapat. 2. Kondisi gigi penyangga buruk : a) Gigi penyangga pada empat sisi tidak cukup untuk menahan struktur gigi atau sebagai dukungan restorasi intrakorona atau ekstrakorona. b) Gigi penyangga pada empat sisi membutuhkan terapi lokal tambahan yang lebih besar. 3. Oklusi buruk : Diperlukan rencana penyesuaian ulang oklusi dengan mengubah dimensi vertikal. 4. Morfologi residual ridge sama dengan kondisi edentulous total klas IV. 19

20 Gambar II.8 Klas IV edentulous sebagian menggunakan sistem klasifikasi PDI. (sumber : Thomas JM, Arthur N, James FS, Christoper RS. Classification system for partial edentulism [internet]. Available from: Accessed on: December 18, 2010.) 2.3 KLASIFIKASI KENNEDY Pada tahun 1923, Kennedy merancang sebuah sistem yang kemudian menjadi popular karena sederhana dan mudah diaplikasikan 11. Kennedy berupaya untuk mengklasifikasikan lengkung tak bergigi agar dapat membantu pembuatan desain gigitiruan sebagian lepasan 12. Klasifikasi ini membagi semua keadaan tak bergigi menjadi empat kelompok 11. Daerah tak bergigi yang berbeda dari keadaan yang sudah ditetapkan sebelumnya yaitu dalam empat kelompok tadi, disebut sebagai modifikasi

21 Klasifikasi Kennedy : Klas I Daerah edentulous terletak di bagian posterior dari gigi yang masih tersisa dan berada pada kedua sisi rahang (bilateral) 11,12,13. Gambar II.9 Klas I edentulous sebagian menggunakan sistem klasifikasi Kennedy (sumber : Classification of RPDs and partially edentulous arches [internet]. Available from: chapter2-classification-of-rpds.pdf. accessed on: April 15, 2011.) Klas II Daerah edentulous terletak dibagian posterior dari gigi yang masih tersisa dan hanya berada pada salah satu sisi rahang (unilateral) 11,12,13. 21

22 Gambar II.10 Klas II edentulous sebagian menggunakan sistem klasifikasi Kennedy (sumber : Classification of RPDs and partially edentulous arches [internet]. Available from: chapter2-classification-of-rpds.pdf. accessed on: April 15, 2011.) Klas III Daerah edentulous terletak diantara gigi-gigi yang masih ada di bagian posterior maupun anterior dan hanya berada pada salah satu sisi rahang (unilateral) 11,12,13. Gambar II.11 Klas III edentulous sebagian menggunakan sistem klasifikasi Kennedy (sumber : Classification of RPDs and partially edentulous arches [internet]. Available from: chapter2-classification-of-rpds.pdf. accessed on: April 15, 2011.) 22

23 Klas IV Daerah edentulous terletak pada bagian anterior dari gigi-gigi yang masih ada dan melewati garis median 11,12,13. Gambar II.12 Klas IV edentulous sebagian menggunakan sistem klasifikasi Kennedy (sumber : Classification of RPDs and partially edentulous arches [internet]. Available from: 6/chapter2-classification-of-rpds.pdf. accessed on: April 15, 2011.) 2.4 KLASIFIKASI APPLEGATE-KENNEDY Setelah bertahun-tahun menggunakan dan menerapkan klasifikasi Kennedy, Applegate menganggap perlu mengadakan perubahan-perubahan tertentu demi perbaikan. Hal ini dimaksudkan untuk lebih mendekatkan prosedur klinis dengan pembuatan desain dengan klasifikasi yang dipakai

24 Applegate kemudian memperbaiki klasifikasi tersebut yang kemudian dikenal sebagai Klasifikasi Applegate-Kennedy. Applegate membagi rahang yang sudah kehilangan sebagian giginya menjadi enam kelas 12. Klas I Daerah edentulous sama dengan klas I Kennedy, terletak di bagian posterior dari gigi yang masih tersisa dan berada pada kedua sisi rahang (bilateral) 11,12,13. Keadaan ini sering dijumpai pada rahang bawah. Secara klinis dijumpai : Derajat resorpsi residual ridge bervariasi. 2. Tenggang waktu pasien tidak bergigi akan mempengaruhi stabilitas gigitiruan yang akan dipasang. 3. Jarak antar lengkung rahang bagian posterior biasanya sudah mengecil. 4. Gigi asli yang masih ada atau tinggal sudah migrasi dalam berbagai posisi. 5. Gigi antagonis sudah ekstrusi dalam berbagai derajat. 6. Jumlah gigi yang masih tertinggal di bagian anterior umumnya 6-10 gigi saja. 7. Ada kemungkinan dijumpai kelainan sendi temporomandibula. Indikasi perawatan prostodontik klas I yaitu gigitiruan sebagian lepasan dengan desain bilateral dan perluasan basis distal

25 Klas II Daerah edentulous sama seperti klas Kennedy, terletak dibagian posterior dari gigi yang masih tersisa dan hanya berada pada salah satu sisi rahang (unilateral) 11,12,13. Secara klinis dijumpai keadaan : Resorpsi tulang alveolar terlihat lebih banyak. 2. Gigi antagonis relatif lebih ekstrusi dan tidak teratur. 3. Ekstrusi menyebabkan rumitnya pembuatan restorasi pada gigi antagonis ini. 4. Pada kasus ekstrim, karena tertundanya pembuatan protesa untuk jangka waktu lama, kadang-kadang perlu pencabutan satu atau lebih ggi antagonis. 5. Karena pengunyahan satu sisi, sering dijumpai kelainan sendi temporomandibula. Indikasi perawatan prostodontik klas II yaitu gigitiruan sebagian lepasan dengan desain bilateral dan perluasan basis distal 12. Klas III Daerah edentulous sama seperti klas III Kennedy, terletak diantara gigi-gigi yang masih ada di bagian posterior maupun anterior dan hanya berada pada salah satu sisi rahang (unilateral) 11,12,13. Daerah edentulous paradental dengan kedua gigi tetangganya tidak lagi mampu memberi dukungan kepada protesa secara keseluruhan 12. Secara klinis, dijumpai keadaan : Daerah tak bergigi sudah panjang. 2. Bentuk atau panjang akar gigi kurang memadai. 25

26 3. Tulang pendukung mengalami resorpsi servikal, dan atau disertai goyangnya gigi secara berlebihan. 4. Beban oklusal berlebihan. Indikasi perawatan prostodontik klas III yaitu gigitiruan sebagian lepasan dukungan gigi dengan desain bilateral 12. Klas IV Daerah edentulous sama dengan klas IV Kennedy, terletak pada bagian anterior dari gigi-gigi yang masih ada dan melewati garis median 11,12,13. Pada umumnya untuk klas ini dibuat gigitiruan sebagian lepasan, bila : Tulang alveolar sudah banyak hilang. 2. Gigi harus disusun dengan overjet besar, sehingga dibutuhkan banyak gigi pendukung. 3. Dibutuhkan distribusi merata melalui banyak gigi penyangga, pada pasien dengan daya kunyah besar. 4. Diperlukan dukungan dengan retensi tambahan dari gigi penyangga. 5. Mulut pasien depresif, sehingga perlu penebalan sayap untuk memenuhi faktor esetetik. Indikasi perawatan prostodontik klas IV yaitu : Gigitiruan cekat (GTC), bila gigi-gigi tetangga masih kuat. 2. Gigitiruan sebagian lepasan (GTSL) dengan desain bilateral dan dukungan gigi atau jaringan atau kombinasi. 26

27 3. Pada kasus yang meragukan, sebaiknya dibuatkan GTSL. Klas V Daerah edentulous berada pada salah satu sisi rahang 13, gigi anterior lemah dan tidak dapat digunakan sebagai gigi penyangga atau tidak mampu menahan daya kunyah 12,13. Kasus seperti ini banyak dijumpai pada rahang atas, karena gigi kaninus yang dicabut malposisi atau terjadi kecelakaan 12. Gambar II.13 Klas V edentulous sebagian menggunakan sistem klasifikasi Applegate- Kennedy (sumber : Classification of RPDs and partially edentulous arches [internet]. Available from: hapter2-classification-of-rpds.pdf. accessed on: April 15, 2011.) Indikasi perawatan prostodontik klas V yaitu gigitiruan sebagian lepasan dengan desain bilateral dan prinsip basis berujung bebas di bagian anterior 12. Klas VI Daerah edentulous terletak pada daerah unilateral dengan kedua gigi tetangga dapat digunakan sebagai gigi penyangga 12,13. 27

28 Gambar II.14 Klas VI edentulous sebagian menggunakan sistem klasifikasi Applegate- Kennedy (sumber : Classification of RPDs and partially edentulous arches [internet]. Available from: chapter2-classification-of-rpds.pdf. accessed on: April 15, 2011.) Biasanya dijumpai keadaan klinis 12 : 1. Daerah edentulous yang pendek. 2. Bentuk atau panjang akar gigi tetangga memungkinkan sebagai pendukung penuh. 3. Sisa Prossesus alveolaris memadai. 4. Daya kunyah pasien tidak besar. Indikasi perawatan prostodontik klas VI yaitu 12 : 1. GTC, 2. GTSL dukungan gigi dan desain unilateral (protesa sadel). 28

29 Klas VII Edentuous sebagian, semua gigi asli yang tersisa berada pada salah satu sisi rahang. Kasus ini jarang terjadi, biasanya terjadi pada pasien hemimaxillectomy dan hemimandibulectomy 13. Gambar II.15 Klas VII edentulous sebagian menggunakan sistem klasifikasi Applegate- Kennedy (sumber : Classification of RPDs and partially edentulous arches [internet]. Available from: chapter2-classification-of-rpds.pdf. accessed on: April 15, 2011.) Klas VIII Edentulous sebagian, semua gigi asli yang tersisa terletak di salah satu sudut anterior dari rahang. Kasus ini jarang terjadi pada pasien bedah maxillofacial dan advanced periodontitis

30 Gambar II.16 Klas VIII edentulous sebagian menggunakan sistem klasifikasi Applegate-Kennedy (sumber : Classification of RPDs and partially edentulous arches [internet]. Available from: chapter2-classification-of-rpds.pdf. accessed on: April 15, 2011.) Selain delapan klas di atas, klasifikasi Applegate-Kennedy juga mengenal modifikasi untuk daerah edentulous tambahan 12,13. 30

31 BAB III KERANGKA KONSEP Masyarakat Pulau Kodingareng umur Edentulous Jenis kelamin Pendidikan terakhir Total Sebagian Sistem klasifikasi PDI Sistem klasifikasi PDI Klas I Klas II Klas III Klas IV Klas I Klas II Klas III Klas IV Keterangan : : variabel yang diteliti : variabel yang tidak diteliti 31

32 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 RANCANGAN PENELITIAN Ruang lingkup penelitian Waktu penelitian Hubungan antar variabel Adanya perlakuan : Lapangan : Cross sectional study : Deskriptif : Observasional 4.2 LOKASI PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Pulau Kodingareng, Kelurahan Kodingareng, Kecamatan Ujung Tanah, Makassar. 4.3 WAKTU PENELITIAN Waktu penelitian : 29 April-1 Mei POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN Populasi. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh penduduk Pulau Kodingareng yang memiliki edentulous sebagian. 32

33 4.4.2 Subjek penelitian. Subjek penelitian adalah seluruh penduduk Pulau Kodingareng yang berusia diatas 18 tahun dan memiliki edentulous sebagian Kriteria sampel. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah : 1. Semua masyarakat Pulau Kodingareng yang berusia diatas 18 tahun dan telah kehilangan sebagian giginya atau edentulous sebagian. 2. Masyarakat yang bersedia untuk mengikuti seluruh kegiatan penelitian dengan adanya persetujuan dan tanda tangan informed consent. 3. edentulous pada penelitian ini adalah edentulous sebagian atau kehilangan sebagian giginya. Kriteria ekslusi dalam penelitian ini adalah : 1. Semua masyarakat Pulau Kodingareng yang masih memiliki gigi yang lengkap. 2. Semua masyarakat Pulau Kodingareng yang menggunakan gigitiruan. 3. Semua masyarakat Pulau Kodingareng yang telah kehilangan seluruh giginya. 33

34 4.5 METODE PEMILIHAN SAMPEL Akan dilaksanakan survey awal untuk mengetahui dan mendata jumlah penduduk Kodingareng yang memiliki edentulous sebagian. Metode pemilihan sampel yang digunakan yaitu purposive sampling. 4.6 VARIABEL PENELITIAN Identifikasi variabel. Variabel dari penelitian ini adalah edentulous sebagian dan sistem klasifikasi PDI Definisi operasional. a. Edentulous sebagian adalah hilangnya sebagian gigi dalam satu rahang. b. Sistem klasifikasi PDI adalah sistem yang digunakan untuk mengklasifikasikan edentulous sebagian. 4.7 INSTRUMEN PENELITIAN Instrumen penelitian yang akan digunakan adalah : Prosthodontic Diagnostic Index Alat oral diagnostic 34

35 4.8 PROSEDUR PENELITIAN Dilakukan survey awal untuk mengetahui dan mendata jumlah penduduk Pulau Kodingareng. Kemudian penelitian dilakukan dengan cara mengadakan pemeriksaan langsung pada mulut pasien dengan bantuan kaca mulut dan panduan Prosthodontic Diagnostik Index. Setelah itu, dilakukan pengolahan data dan akan didistribusikan dalam bentuk tabel. 4.9 ALUR PENELITIAN Populasi dan subjek Penggunaan Instrumen : PDI, alat diagnostik 7. Rumusan Masalah Pengumpulan Data : Pemeriksaan klinis Pengolahan Data Penyajian Data dengan bentuk tabel/diagram dan narasi Simpulan dan Saran 35

36 4.10 ANALISIS DATA Jenis data Penyajian data Pengolahan data : Data primer : Data disajikan dalam bentuk tabel distribusi : Data diolah secara manual 36

37 BAB V HASIL PENELITIAN Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap masyarakat Pulau Kodingareng, dengan jumlah sampel 54 orang diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel V.1 Distribusi frekuensi dan persentase pasien edentulous sebagian pada masyarakat Pulau Kodingareng menggunakan PDI berdasarkan kelompok umur. Umur Edentulous sebagian Klas I Klas II Klas III Klas IV Total n % n % n % n % n % , , , ,67 4 7,41 5 9,26 3 5, , , ,56 1 1, , , ,26 1 1, , ,70 2 3, ,85 1 1,85 Total , , , Sumber : Sari K. Data primer Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pada masyarakat Pulau Kodingareng prevalensi edentulous sebagian terbesar terdapat pada kelompok umur tahun yaitu sebanyak 21 orang atau 38,89% dan prevalensi terendah terdapat pada kelompok umur tahun yaitu sebanyak satu orang atau 1,85%. 37

38 Tabel V.2 Distribusi frekuensi dan persentase pasien edentulous sebagian pada masyarakat Pulau Kodingareng menggunakan PDI berdasarkan jenis kelamin. Jenis Edentulous sebagian Kelamin Klas I Klas II Klas III Klas IV Total n % n % n % n % n % Perempuan 24 44,44 4 7, , , ,89 Laki-laki 3 5, ,85 2 3, ,11 total , , , Sumber : Sari K. Data Primer Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pada masyarakat Pulau Kodingareng, prevalensi edentulous pada jenis kelamin perempuan adalah sebanyak 48 orang atau 88,89% dan prevalensi edentulous pada jenis kelamin laki-laki adalah sebanyak 6 orang atau 11,11%. Tabel V.3 Distribusi frekuensi dan persentase pasien edentulous sebagian pada masyarakat Pulau Kodingareng menggunakan PDI berdasarkan pendidikan terakhir. Edentulous sebagian Klas I Klas II Klas III Klas IV Total n % n % n % n % n % SD 25 46,30 2 3, , , ,74 SMP 1 1,85 1 1, ,70 Pendidikan terakhir Tidak sekolah 1 1,85 1 1, ,85 3 5,56 Total , , , Sumber : Sari K. Data Primer Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pada masyarakat Pulau Kodingareng, prevalensi edentulous sebagian pada masyarakat yang memiliki pendidikan terakhir SD adalah sebanyak 49 orang atau 90,74%, masyarakat yang memiliki pendidikan terakhir 38

39 SMP adalah sebanyak dua orang atau 3,70% dan masyarakat yang tidak bersekolah adalah sebanyak tiga orang atau 5,56%. Tabel V.4 Distribusi frekuensi dan persentase klasifikasi pasien edentulous sebagian pada masyarakat Pulau Kodingareng menggunakan PDI \ Klasifikasi Edentulous Sebagian n % Klas I Klas II 7 12,96 Klas III 14 25,93 Klas IV 6 11,11 Total Sumber : Sari K. Data primer Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa pada masyarakat Pulau Kodingareng yang termasuk dalam klasifikasi klas I adalah 27 orang atau 50%, yang termasuk dalam klasifikasi klas II adalah 7 orang atau 12,96%, yang termasuk dalam klasifikasi klas III adalah 20 orang atau 37,04%, danyang termasuk dalam klasifikasi klas IV adalah enam orang atau 11,11%. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa prevalensi tertinggi dalam klasifikasi edentulous sebagian yang diukur berdasarkan Prosthodontic Diagnostic Index pada masyarakat Pulau Kodingareng adalah klas I yaitu sebanyak 27 orang atau 50% 39

40 dan yang memiliki prevalensi terendah adalah klas IV yaitu sebanyak 6 orang atau 11,11% 40

41 BAB VI PEMBAHASAN Sebelum menentukan suatu perawatan yang akan dilakukan pada pasien prostodonsi, kita harus menentukan diagnosis terlebih dulu. Sistem klasifikasi Prosthodontic Diagnostic Index (PDI) dapat memberikan dasar dalam penentuan diagnosis dan menentukan prosedur perawatan yang tepat, akan tetapi PDI bukan merupakan prediktor keberhasilan 2. Dari sudut pandang klinis, pengklasifikasian pasien menurut kriteria yang telah diatur sebelumnya menawarkan banyak manfaat. Pertama, PDI menetapkan diagnosis yang lebih akurat dan dasar untuk prosedur perawatan yang tepat, yang menghasilkan parawatan pasien yang paling berhasil. Kedua, indeks ini memudahkan dan meningkatkan komunikasi antar dokter gigi dan spesialis karena mereka menggunakan terminology yang sama (klas I-IV). Ketika diberlakukan dalam praktek pribadi, indeks tersebut dapat memudahkan dokter gigi umum yang akan merujuk pasien dengan klas yang lebih parah ke spesialis. Insiden perawatan ulang seharusnya menurun. National health system yang memberikan layanan dental ke masyarakat dapat mengambil keuntungan yang telah disebutkan sebelumnya 2,3. 41

42 Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada masyarakat Pulau Kodingareng yang bertujuan untuk mengetahui keadaan edentulous sebagian yang berumur 18 tahun keatas. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, pada tabel V.1 berdasarkan kelompok umur dapat dilihat bahwa prevalensi edentulous sebagian terbesar terdapat pada kelompok umur tahun yaitu sebanyak 21 orang atau 38,89% dan prevalensi terendah terdapat pada kelompok umur tahun yaitu sebanyak satu orang atau 1,85%. Semakin bertambah usia, semakin banyak gigi yang tanggal baik karena karies, penyakit periodontal dan iatrogenik. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian, pada masyarakat Pulau Kodingareng yang telah berumur 50 tahun sebagian besar telah kehilangan seluruh giginya atau edentulous total dan telah menggunakan gigitiruan penuh (GTP). Menurut Pelton dkk memperlihatkan bahwa setelah usia 15 tahun, kirakira 50%, jumlah kehilangan gigi disebabkan karena penyakit periodontal, 37% hilang karena karies, sedangkan 13% oleh akibat lain misalnya trauma 14. Pada tabel V.2 berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat bahwa prevalensi edentulous sebagian pada perempuan yaitu sebanyak 48 orang atau 88,89% dan prevalensi edentulous sebagian pada laki-laki yaitu sebanyak enam orang atau 11,11%. Dari data ini menunjukkan bahwa pada masyarakat Pulau kodingareng laki-laki cenderung memperhatikan kebersihan dan kesehatan sehingga kesehatan gigi dan mulut laki-laki lebih baik daripada perempuan dengan demikian perempuan cenderung lebih cepat kehilangan gigi. Kelemahan dari penelitian ini adalah penelitian ini dilakukan pada 42

43 hari sabtu, dan pada hari tersebut sebagian besar penduduk pria yang tinggal di Pulau Kodingareng pergi berlayar untuk memancing ikan sehingga masyarakat yang datang sebagian besar adalah wanita. Tingkat pendidikan erat kaitannya terhadap tuntutan masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Banyak penelitian mengatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan, maka makin tinggi pula tuntutannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu 15. Selain itu, menurut Green dan Pincus yang dikutip oleh Situmorang, ditemukan korelasi kuat antara pendidikan dengan kesehatan serta pendidikan dengan perilaku sehat 16. Hasil penelitian ini mendukung pernyataan di atas, yaitu sebagian besar (90,74%) sampel menunjukkan bahwa tingkat pendidikan hanya pada tingkat sekolah dasar (tabel V.3). Dengan melihat tingkat pendidikan masyarakat Pulau Kodingareng yang rendah, maka hal ini berhubungan dengan tingkat pengetahuan masyarakat terhadap pentingnya menjaga kesehatan terutama kesehatan gigi dan mulut. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, pada tabel V.4 dapat dilihat bahwa sebagian besar pasien edentulous sebagian masuk dalam kelompok Klas I yaitu sebanyak 27 orang atau 50%. Pengelompokan ini berdasarkan kuesioner/indeks yang digunakan yaitu daerah edentulous hanya terdapat pada 1-2 gigi dan kondisi gigi penyangga pada umumnya baik, meskipun ada gigi yang memerlukan perlakuan tambahan (periodontal, endodontik) sebagian besar hanya terdapat pada 1-2 sextan saja. Sedangkan pada pengelompokan klas lainnya seperti klas II terdapat 7 orang atau 12,96%. Pengelompokan klas II ini berdasarkan index yang digunakan, jumlah gigi yang 43

44 hilang yaitu beberapa gigi saja dan termasuk kaninus. Pengelompokan klas III yang merupakan kelompok terbesar kedua yaitu sebanyak 14 orang atau 25,93%. Pengelompokan tersebut dilihat dari keadaan gigi penyangga pasien yang termasuk dalam kelompok klas III ini pada umumnya terdapat karies dan telah terjadi atrisi. Pengelompokan terakhir yaitu kelompok klas IV sebanyak 6 orang atau 11,11%. Pengelompokan tersebut dilihat dari daerah edentulous pasien yang terdapat pada seluruh daerah posterior yang terdapat pada salah satu rahang sehingga terjadi perubahan vertikal dimensi. Dari penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh mahasiswa tahun keempat dan kelima Undergraduate Prosthodontic and Comprejensive Dental Care Clinics of the Dental School of Athens, Yunani terhadap pasien prostodonsi yang datang ke klinik Undergraduate di Dental School of Athens. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar pasien edentulous dikelompokkan dalam klas III. Pengelompokan tersebut berdasarkan kondisi gigi penyangga. Data penelitian tersebut mengindikasikan perawatan prostodontik yang sulit dan kompleks sehingga menimbulkan masalah lain yaitu pengetahuan dan kompetensi yang dimiliki oleh mahasiswa pada tahun keempat dan kelima belum memenuhi syarat untuk menyediakan protesa lepasan tanpa dukungan tambahan yang signifikan 1. Pentingnya menggunakan PDI dalam kelompok pasien yang dipilih, misalnya kebutuhan khusus, lansia harus ditekankan dimana perawatan gigi, khususnya prostodontik akan disulitkan oleh keragaman, kompleksitas dan keparahan masalah medis/mental yang terkait dengan pasien. Indeks ini seharusnya digunakan pada tahap 44

45 awal di Oral Diagnostic and Radiology Clinic, sewaktu pemeriksaan awal pasien. Pengumpulan seluruh data (radiografi, klinis, fisik, medis) dan penentuan kriteria akan memungkinkan distribusi pasien yang tepat khususnya mereka dengan prognosis yang kurang baik 1. 45

46 BAB VII PENUTUP 7.1 SIMPULAN Dari hasil penelitian yang dilakukan pada masyarakat Pulau Kodingareng, dapat ditarik kesimpulan : 1. Prevalensi edentulous sebagian pada masyarakat Pulau Kodingareng sebanyak 54 orang atau sebesar 1,29% dari jumlah penduduk di pulau tersebut. 2. Berdasarkan kelompok usia, prevelensi edentulous sebagian terbesar terdapat pada kelompok umur tahun yaitu sebanyak 21 orang atau 38,89%. 3. Berdasarkan jenis kelamin, pada masyarakat Pulau Kodingareng prevalensi edentulous sebagian terbesar terdapat pada wanita yaitu sebesar 88,89%. 4. Tingkat pendidikan masyarakat Pulau Kodingareng yang rendah mempengaruhi kesehatan gigi dan mulut sehingga berdampak pada besarnya prevalensi edentulous sebagian. 46

47 7.2 SARAN Dari pembahasan yang telah dipaparkan, maka penulis menyarankan : 1. Pentingnya diadakan penyuluhan tentang kesehatan gigi dan mulut agar dapat mengurangi jumlah kehilangan gigi pada masyarakat. 2. Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan, penulis menyarankan agar penerapan PDI pada setiap pasien edentulous baik total maupun sebagian, sebab indeks ini dapat membantu keakuratan dalam menentukan diagnosis dan menentukan rencana perawatan yang tepat menurut kompleksitas kasus sehingga insiden perawatan ulang dapat menurun. 47

48 48

2.2.1 Klarifikasi Istilah (Step 1) Semua isitilah dimengerti pada skenario sehingga tidak terdapapat isitilah yang harus diklarifikasi.

2.2.1 Klarifikasi Istilah (Step 1) Semua isitilah dimengerti pada skenario sehingga tidak terdapapat isitilah yang harus diklarifikasi. 3 BAB II ISI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kehilangan Gigi (Edentulous) Edentulous adalah kondisi dimana hilangnya seluruh gigi asli. Kehilangan gigi telah lama dianggap sebagai bagian dari proses penuaan.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kehilangan gigi geligi disebabkan oleh faktor penyakit seperti karies dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kehilangan gigi geligi disebabkan oleh faktor penyakit seperti karies dan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor Penyebab Kehilangan Gigi Kehilangan gigi geligi disebabkan oleh faktor penyakit seperti karies dan penyakit periodontal. Faktor bukan penyakit seperti gaya hidup dan faktor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehilangan gigi yang terjadi dapat dirawat dengan melakukan perawatan prostodontik. 1 Tujuan dari perawatan prostodontik adalah memperbaiki dan memelihara kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai masalah karies dan gingivitis dengan skor DMF-T sebesar

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai masalah karies dan gingivitis dengan skor DMF-T sebesar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Permasalahan gigi dan mulut masih banyak dialami oleh penduduk Indonesia. Menurut Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013, 25,9% penduduk Indonesia mempunyai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. retak), infeksi pada gigi, kecelakaan, penyakit periodontal dan masih banyak

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. retak), infeksi pada gigi, kecelakaan, penyakit periodontal dan masih banyak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hilangnya gigi bisa terjadi pada siapa saja dengan penyebab yang beragam antara lain karena pencabutan gigi akibat kerusakan gigi (gigi berlubang, patah, retak), infeksi

Lebih terperinci

III. RENCANA PERAWATAN

III. RENCANA PERAWATAN III. RENCANA PERAWATAN a. PENDAHULUAN Diagnosis ortodonsi dianggap lengkap bila daftar problem pasien diketahui dan antara problem patologi dan perkembangan dipisahkan. Tujuan rencana perawatan adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Gigi Tiruan Indikator yang paling penting dalam kesehatan gigi dan mulut adalah kemampuan seseorang untuk mempertahankan gigi geligi. Beberapa penelitian

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asimetri Definisi simetri adalah persamaan salah satu sisi dari suatu objek baik dalam segi bentuk, ukuran, dan sebagainya dengan sisi yang berada di belakang median plate.

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Perawatan pendahuluan 4.2 Perawatan utama Rahang atas

BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Perawatan pendahuluan 4.2 Perawatan utama Rahang atas BAB 4 PEMBAHASAN Penderita kehilangan gigi 17, 16, 14, 24, 26, 27 pada rahang atas dan 37, 36, 46, 47 pada rahang bawah. Penderita ini mengalami banyak kehilangan gigi pada daerah posterior sehingga penderita

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehilangan gigi merupakan masalah gigi dan mulut yang sering ditemukan. Kehilangan gigi dapat disebabkan oleh dua faktor secara umum yaitu, faktor penyakit seperti

Lebih terperinci

SINDROM KOMBINASI MAKALAH

SINDROM KOMBINASI MAKALAH SINDROM KOMBINASI MAKALAH Disusun oleh: Drg. LISDA DAMAYANTI, Sp. Pros. NIP: 132206506 BAGIAN PROSTODONSIA FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2009 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Gigi Tiruan Sebagian Lepasan. lengkung geligi sebagian. Restorasi prostetik ini sering disebut juga removable

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Gigi Tiruan Sebagian Lepasan. lengkung geligi sebagian. Restorasi prostetik ini sering disebut juga removable BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gigi Tiruan Sebagian Lepasan 2.1.1 Pengertian Gigi Tiruan Sebagian Lepasan GTSL adalah setiap prostesis yang menggantikan beberapa gigi dalam satu lengkung geligi sebagian. Restorasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lansia dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia. Seiring dengan bertambahnya usia seseorang, proses penuaan tidak dapat dihindari. Menurut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kenyamanan, fungsi, dan keselarasan estetika pada pasien secara bersamaan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kenyamanan, fungsi, dan keselarasan estetika pada pasien secara bersamaan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembuatan gigi tiruan lengkap (GTL) rahang bawah yang memberi kenyamanan, fungsi, dan keselarasan estetika pada pasien secara bersamaan dengan mendapatkan retensi

Lebih terperinci

BAB 2 IMPLAN GIGI. perlindungan gigi tetangga serta pengembangan rasa percaya diri (9).

BAB 2 IMPLAN GIGI. perlindungan gigi tetangga serta pengembangan rasa percaya diri (9). BAB 2 IMPLAN GIGI 2.1 Definisi Implan Gigi Implan gigi merupakan salah satu cara untuk mengganti gigi yang hilang sehingga diperoleh fungsi pengunyahan, estetik dan kenyamanan yang ideal. Implan gigi adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena mengalami perubahan-perubahan fisiologis dalam rongga mulut termasuk

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena mengalami perubahan-perubahan fisiologis dalam rongga mulut termasuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan penggunaan gigi tiruan meningkat pada kelompok usia lanjut karena mengalami perubahan-perubahan fisiologis dalam rongga mulut termasuk kehilangan gigi. Resorpsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi geligi dan struktur yang menyertainya dari suatu lengkung gigi rahang atas

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi geligi dan struktur yang menyertainya dari suatu lengkung gigi rahang atas I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gigi tiruan lengkap adalah protesa gigi lepasan yang menggantikan seluruh gigi geligi dan struktur yang menyertainya dari suatu lengkung gigi rahang atas dan rahang bawah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Oklusi secara sederhana didefinisikan sebagai hubungan gigi-geligi maksila

BAB I PENDAHULUAN. Oklusi secara sederhana didefinisikan sebagai hubungan gigi-geligi maksila BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Oklusi secara sederhana didefinisikan sebagai hubungan gigi-geligi maksila dan mandibula. Pada kenyataannya, oklusi gigi merupakan hubungan yang kompleks karena melibatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Definisi Gigi Tiruan Sebagian Lepasan. satu atau lebih gigi asli, tetapi tidak seluruh gigi asli dan atau struktur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Definisi Gigi Tiruan Sebagian Lepasan. satu atau lebih gigi asli, tetapi tidak seluruh gigi asli dan atau struktur 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Gigi Tiruan Sebagian Lepasan a. Definisi Gigi Tiruan Sebagian Lepasan Gigi tiruan sebagian lepasan adalah gigi tiruan yang menggantikan satu atau lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesadaran dan pengetahuan masyarakat di Indonesia terutama di Provinsi Jawa Tengah terhadap pentingnya kesehatan gigi serta mempertahankan fungsi gigi dapat dikatakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Oklusi merupakan fenomena kompleks yang melibatkan gigi, jaringan periodontal, rahang, sendi temporomandibula, otot dan sistem saraf. Oklusi mempunyai dua aspek,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Edentulus penuh merupakan suatu keadaan tak bergigi atau tanpa gigi di dalam mulut. 1 Edentulus penuh memberikan pengaruh pada kesehatan fisik dan mental yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi tubuh. Fungsi gigi berupa fungsi fonetik, mastikasi dan. ataupun yang hilang bisa berdampak pada kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. bagi tubuh. Fungsi gigi berupa fungsi fonetik, mastikasi dan. ataupun yang hilang bisa berdampak pada kesehatan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gigi merupakan salah satu organ tubuh yang memiliki fungsi yang penting bagi tubuh. Fungsi gigi berupa fungsi fonetik, mastikasi dan estetik (Fernatubun dkk., 2015).

Lebih terperinci

BAB 2 IMPLAN. Dental implan telah mengubah struktur prostetik di abad ke-21 dan telah

BAB 2 IMPLAN. Dental implan telah mengubah struktur prostetik di abad ke-21 dan telah 12 mengalami defisiensi, terutama pada bagian posterior maksila. Sinus Lifting juga merupakan prosedur pembedahan yang relatif aman dan memiliki prevalensi komplikasi yang cukup rendah serta relatif mudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sudah dimulai sejak 1000 tahun sebelum masehi yaitu dengan perawatan

BAB I PENDAHULUAN. sudah dimulai sejak 1000 tahun sebelum masehi yaitu dengan perawatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gigi yang tidak beraturan, irregular, dan protrusi merupakan masalah bagi beberapa individu sejak zaman dahulu dan usaha untuk memperbaiki kelainan ini sudah dimulai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Gigi berjejal merupakan jenis maloklusi yang paling sering ditemukan. Gigi berjejal juga sering dikeluhkan oleh pasien dan merupakan alasan utama pasien datang untuk melakukan perawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ortodontik berasal dari bahasa Yunani orthos yang berarti normal atau

BAB I PENDAHULUAN. Ortodontik berasal dari bahasa Yunani orthos yang berarti normal atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ortodontik berasal dari bahasa Yunani orthos yang berarti normal atau benar dan dontos yang berarti gigi. Ortodontik bertujuan untuk memperbaiki posisi gigi dan memperbaiki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gigi, mulut, kesehatan umum, fungsi pengunyahan, dan estetik wajah.1 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. gigi, mulut, kesehatan umum, fungsi pengunyahan, dan estetik wajah.1 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perawatan ortodontik merupakan suatu faktor penting dalam pemeliharaan gigi, mulut, kesehatan umum, fungsi pengunyahan, dan estetik wajah.1 Tujuan umum perawatan ortodontik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gigitiruan sebagian lepasan (GTSL) adalah gigitiruan yang menggantikan satu gigi atau lebih dan didukung oleh gigi dan atau jaringan di bawahnya, serta dapat dibuka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (Pedersen, 1966). Selama melakukan prosedur pencabutan gigi sering ditemukan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (Pedersen, 1966). Selama melakukan prosedur pencabutan gigi sering ditemukan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Odontektomi atau pencabutan gigi dengan pembedahan merupakan tindakan pembedahan yang sering dilakukan oleh spesialis bedah mulut (Rahayu, 2014). Pencabutan gigi

Lebih terperinci

BAB I. dalam kehidupan sehari-hari. Kesehatan pada dasarnya ditunjukan untuk. untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Penyakit gigi dan mulut

BAB I. dalam kehidupan sehari-hari. Kesehatan pada dasarnya ditunjukan untuk. untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Penyakit gigi dan mulut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap insan manusia dalam kehidupan sehari-hari. Kesehatan pada dasarnya ditunjukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Molar Dua Mandibula Fungsi molar dua mandibula permanen adalah melengkapi molar satu mandibula. Seluruh bagian molar dua mandibula lebih kecil sekitar 1mm daripada molar satu.

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN Pada penelitian perubahan lengkung oklusal akibat kehilangan gigi posterior ini, didapat sebanyak 103 jumlah sampel kemudian dipilih secara purposive sampling dan didapat sebanyak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem mastikasi merupakan unit fungsional dalam pengunyahan yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem mastikasi merupakan unit fungsional dalam pengunyahan yang mempunyai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem mastikasi merupakan unit fungsional dalam pengunyahan yang mempunyai komponen terdiri dari gigi-geligi, sendi temporomandibula, otot kunyah, dan sistem

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Maloklusi Klas I Angle Pada tahun 1899, Angle mengklasifikasikan maloklusi berdasarkan relasi molar satu permanen rahang bawah terhadap rahang atas karena menurut Angle, yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dewasa ini masyarakat semakin menyadari akan kebutuhan pelayanan

BAB 1 PENDAHULUAN. Dewasa ini masyarakat semakin menyadari akan kebutuhan pelayanan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini masyarakat semakin menyadari akan kebutuhan pelayanan kesehatan. Pengetahuan masyarakat tentang arti pentingnya tubuh yang sehat semakin meningkat, tidak

Lebih terperinci

CROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang

CROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang CROSSBITE ANTERIOR 1. Crossbite anterior Crossbite anterior disebut juga gigitan silang, merupakan kelainan posisi gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang bawah. Istilah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien ortodonti adalah gigi berjejal. 3,7 Gigi berjejal ini merupakan suatu keluhan pasien terutama pada aspek estetik

Lebih terperinci

PROGNOSIS PENYAKIT GINGIVA DAN PERIODONTAL

PROGNOSIS PENYAKIT GINGIVA DAN PERIODONTAL PROGNOSIS PENYAKIT GINGIVA DAN PERIODONTAL Prognosis PROGNOSIS PENYAKIT GINGIVA DAN PERIODONTAL Ramalan perkembangan,perjalanan dan akhir suatu penyakit Prognosis Penyakit Gingiva dan Periodontal Ramalan

Lebih terperinci

PEMILIHAN DAN PENYUSUNAN ANASIR GIGITIRUAN PADA GIGITIRUAN SEBAGIAN LEPASAN (GTSL)

PEMILIHAN DAN PENYUSUNAN ANASIR GIGITIRUAN PADA GIGITIRUAN SEBAGIAN LEPASAN (GTSL) 1 PEMILIHAN DAN PENYUSUNAN ANASIR GIGITIRUAN PADA GIGITIRUAN SEBAGIAN LEPASAN (GTSL) PENDAHULUAN Anasir gigitiruan merupakan bagian dari GTSL yang berfungsi mengantikan gigi asli yang hilang. Pemilihan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian ini adalah penelitian observasional dengan metode

BAB 3 METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian ini adalah penelitian observasional dengan metode BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Rancangan penelitian ini adalah penelitian observasional dengan metode case control, karena sampel tidak menerima perlakuan dan pengukuran dilakukan dalam satu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. 6 Evaluasi pasca perawatan penting untuk mendeteksi penyebab

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. 6 Evaluasi pasca perawatan penting untuk mendeteksi penyebab BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehilangan seluruh gigi merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami kehilangan seluruh gigi aslinya. Kehilangan seluruh gigi adalah parameter umum yang digunakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Foramen Mentale Foramen mentale adalah suatu saluran terbuka pada korpus mandibula. Foramen ini dilalui saraf mental, arteri dan vena. Nervus mentalis adalah cabang terkecil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan jaman membuat pemikiran masyarakat semakin maju dan cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan kesehatan, karena pengetahuan masyarakat tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan generasi bangsa yang kuat. Selain itu, kesehatan juga bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan generasi bangsa yang kuat. Selain itu, kesehatan juga bertujuan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kesehatan merupakan hal yang penting dalam kehidupan sehari-hari, untuk mendapatkan generasi bangsa yang kuat. Selain itu, kesehatan juga bertujuan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus.

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus. BAB 2 KANINUS IMPAKSI Gigi permanen umumnya erupsi ke dalam lengkungnya, tetapi pada beberapa individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus. Salah satunya yaitu gigi kaninus

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN. 5.1 Hasil Analisis Univariat Analisis Statistik Deskriptif Lama Kehilangan, Usia dan Ekstrusi Gigi Antagonis

BAB 5 HASIL PENELITIAN. 5.1 Hasil Analisis Univariat Analisis Statistik Deskriptif Lama Kehilangan, Usia dan Ekstrusi Gigi Antagonis BAB 5 HASIL PENELITIAN Pada penelitian ini, jumlah sampel yang memenuhi kriteria penelitian adalah sebanyak 40 sampel. Sampel pada penelitian ini berupa model studi pasien gigi tiruan sebagian (GTS) dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radiografi dental biasa digunakan untuk membantu menemukan masalah pada rongga mulut pasien. Radiografi melibatkan penggunaan energi sinar untuk menembus gigi dan merekam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wajah yang menarik dan telah menjadi salah satu hal penting di dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. wajah yang menarik dan telah menjadi salah satu hal penting di dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Estetika wajah adalah suatu konsep yang berhubungan dengan kecantikan atau wajah yang menarik dan telah menjadi salah satu hal penting di dalam kehidupan modern. Faktor-faktor

Lebih terperinci

PELAKSANA PENELITIAN : ARIYANI, DRG

PELAKSANA PENELITIAN : ARIYANI, DRG PREVALENSI PEMAKAI GIGITIRUAN PADA MASYARAKAT YANG KEHILANGAN GIGI SERTA KUALITAS GIGITIRUAN YANG DIGUNAKAN PADA MASYARAKAT KELURAHAN PADANG BULAN KECAMATAN MEDAN BARU PELAKSANA PENELITIAN : ARIYANI, DRG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ortodontik (Shaw, 1981). Tujuan perawatan ortodontik menurut Graber (2012)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ortodontik (Shaw, 1981). Tujuan perawatan ortodontik menurut Graber (2012) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Area dentofasial sangat berpengaruh terhadap penampilan wajah seseorang. Kelainan di sekitar area tersebut akan berdampak pada hilangnya kepercayaan diri sehingga memotivasi

Lebih terperinci

POLA KEHILANGAN GIGI PADA MASYARAKAT DESA ROONG KECAMATAN TONDANO BARAT MINAHASA INDUK

POLA KEHILANGAN GIGI PADA MASYARAKAT DESA ROONG KECAMATAN TONDANO BARAT MINAHASA INDUK POLA KEHILANGAN GIGI PADA MASYARAKAT DESA ROONG KECAMATAN TONDANO BARAT MINAHASA INDUK 1 Yuriansya Mangkat 2 Vonny N. S. Wowor 3 Nelly Mayulu 1 Kandidat Skripsi Program Studi Pendidikan Dokter Gigi Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan sebanyak 91% dari orang dewasa pernah mengalami karies, dengan

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan sebanyak 91% dari orang dewasa pernah mengalami karies, dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang WHO (World Health Organization, 2012) menyatakan bahwa karies gigi dan penyakit periodontal merupakan penyebab terbesar dari kehilangan gigi. Diperkirakan sebanyak 91%

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 3,4

BAB 1 PENDAHULUAN 3,4 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radiografi dental merupakan salah satu bagian terpenting dari diagnosis oral moderen. Dalam menentukan diagnosis yang tepat, setiap dokter harus mengetahui nilai dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehilangan gigi dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti karies dan penyakit periodontal, trauma, penyakit yang menyerang pulpa, periradikular, dan berbagai penyakit

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesimetrisan Diagnosis dalam ilmu ortodonti, sama seperti disiplin ilmu kedokteran gigi dan kesehatan lainnya memerlukan pengumpulan informasi dan data yang adekuat mengenai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Teknik radiografi yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi ada dua yaitu teknik intraoral dan ekstraoral.

BAB 1 PENDAHULUAN. Teknik radiografi yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi ada dua yaitu teknik intraoral dan ekstraoral. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radiografi dental dikenal memiliki peranan yang penting dalam bidang kedokteran gigi yakni membantu dalam menegakkan diagnosa, menentukan rencana perawatan dan mengevaluasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan Ortodontik bertujuan untuk memperbaiki susunan gigi-gigi dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan Ortodontik bertujuan untuk memperbaiki susunan gigi-gigi dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawatan Ortodontik bertujuan untuk memperbaiki susunan gigi-gigi dan ubungan rahang yang tidak normal sehingga tercapai oklusi, fungsi yang normal dan estetis wajah yang

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Jenis penelitian Jenis penelitian adalah studi cross-sectional (potong-lintang) analitik. Tiap sampel hanya diobservasi satu kali saja dan pengukuran variabel sampel dilakukan

Lebih terperinci

BAB II KLAS III MANDIBULA. Oklusi dari gigi-geligi dapat diartikan sebagai keadaan dimana gigi-gigi pada rahang atas

BAB II KLAS III MANDIBULA. Oklusi dari gigi-geligi dapat diartikan sebagai keadaan dimana gigi-gigi pada rahang atas BAB II KLAS III MANDIBULA 2.1 Defenisi Oklusi dari gigi-geligi dapat diartikan sebagai keadaan dimana gigi-gigi pada rahang atas dan gigi-gigi pada rahang bawah bertemu, pada waktu rahang atas dan rahang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengukuran Maloklusi Suatu kriteria untuk menetapkan tingkat kesulitan perawatan pada American Board of Orthodontic (ABO) adalah kompleksitas kasus. ABO mengembangkan teknik

Lebih terperinci

TINGKAT KEPUASAN PASIEN GIGI TIRUAN SEBAGIAN LEPASAN DI RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS JEMBER

TINGKAT KEPUASAN PASIEN GIGI TIRUAN SEBAGIAN LEPASAN DI RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS JEMBER TINGKAT KEPUASAN PASIEN GIGI TIRUAN SEBAGIAN LEPASAN DI RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS JEMBER Dewi Kristiana, Amiyatun Naini, Achmad Gunadi Bagian Prostodonsia FKG Universitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. sehingga apabila kehilangan gigi akan memilih menggunakan gigi tiruan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. sehingga apabila kehilangan gigi akan memilih menggunakan gigi tiruan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Gigi merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia, sehingga apabila kehilangan gigi akan memilih menggunakan gigi tiruan (McCabe, 2008). Gigi mempunyai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prevalensi dan Etiologi Trauma gigi sulung anterior merupakan suatu kerusakan pada struktur gigi anak yang dapat mempengaruhi emosional anak dan orang tuanya. Jika anak mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kesehatan gigi, estetik dan fungsional individu.1,2 Perawatan dalam

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kesehatan gigi, estetik dan fungsional individu.1,2 Perawatan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Maloklusi merupakan suatu keadaan kedudukan gigi geligi yang menyimpang dari oklusi normal.1 Masalah maloklusi ini mendapat perhatian yang besar dari praktisi dan dokter

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gigi berjejal, tidak teratur dan protrusif adalah kondisi yang paling sering terjadi dan memotivasi individu untuk melakukan perawatan ortodontik. Motivasi pasien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. rumit pada tubuh manusia. Sendi ini dapat melakukan 2 gerakan, yaitu gerakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. rumit pada tubuh manusia. Sendi ini dapat melakukan 2 gerakan, yaitu gerakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sendi temporomandibula merupakan salah satu persendian yang paling rumit pada tubuh manusia. Sendi ini dapat melakukan 2 gerakan, yaitu gerakan memutar (rotasi)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya, perawatan ortodonti adalah usaha pengawasan untuk membimbing dan mengoreksi struktur dentofasial yang sedang tumbuh atau yang sudah dewasa. Perawatan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Kennedy Klasifikasi Kennedy pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Edward Kennedy pada tahun 1925. Klasifikasi Kennedy merupakan metode klasifikasi yang paling umum

Lebih terperinci

Diabetes merupakan faktor resiko periodontitis yang berkembang dua kali lebih sering pada penderita diabetes daripada penderita tanpa diabetes.

Diabetes merupakan faktor resiko periodontitis yang berkembang dua kali lebih sering pada penderita diabetes daripada penderita tanpa diabetes. PENDAHULUAN Perawatan implan gigi adalah cara yang efisien untuk menggantikan gigi yang hilang. Namun,diabetes dapat dianggap sebagai kontraindikasi perawatan karena tingkat kegagalan sedikit lebih tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permukaan oklusal gigi geligi rahang bawah pada saat rahang atas dan rahang

BAB I PENDAHULUAN. permukaan oklusal gigi geligi rahang bawah pada saat rahang atas dan rahang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Oklusi adalah berkontaknya permukaan oklusal gigi geligi rahang atas dengan permukaan oklusal gigi geligi rahang bawah pada saat rahang atas dan rahang bawah menutup.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan secara mekanis yang terjadi di rongga mulut dengan tujuan akhir proses ini

BAB I PENDAHULUAN. makanan secara mekanis yang terjadi di rongga mulut dengan tujuan akhir proses ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem pengunyahan atau sistem mastikasi merupakan suatu proses penghancuran makanan secara mekanis yang terjadi di rongga mulut dengan tujuan akhir proses ini adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Impaksi Kaninus Gigi impaksi dapat didefinisikan sebagai gigi permanen yang terhambat untuk erupsi keposisi fungsional normalnya oleh karena adanya hambatan fisik dalam

Lebih terperinci

IX. Faktor-Faktor Penyebab Kegagalan Gigi Tiruan Cekat

IX. Faktor-Faktor Penyebab Kegagalan Gigi Tiruan Cekat IX. Faktor-Faktor Penyebab Kegagalan Gigi Tiruan Cekat Kegagalan gigi tiruan cekat dapat terjadi karena A. Kegagalan sementasi. B. Kegagalan mekanis C. Iritasi dan resesi gingiva D. Kerusakan jaringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit tertinggi ke enam yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit tertinggi ke enam yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit tertinggi ke enam yang dikeluhkan masyarakat Indonesia menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT, 2001) dan menempati peringkat

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Jenis penelitian Jenis penelitian adalah studi analitik potong lintang (cross sectional). Tiap sampel hanya diobservasi satu kali saja dan pengukuran variabel sampel dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bagi remaja, salah satu hal yang paling penting adalah penampilan fisik.

BAB I PENDAHULUAN. Bagi remaja, salah satu hal yang paling penting adalah penampilan fisik. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bagi remaja, salah satu hal yang paling penting adalah penampilan fisik. Penampilan fisik terutama dapat dilihat dari penampilan wajah, tidak terlepas dari penampilan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies Gigi Karies adalah kerusakan yang terbatas pada jaringan gigi mulai dari email gigi hingga menjalar ke dentin. 1 Proses karies ditandai dengan terjadinya demineralisasi

Lebih terperinci

PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI

PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI SEMINAR WISATA DENTISTRY YOGYAKARTA 6 FEBRUARI 2009 Oleh Endah Mardiati, drg., MS., Sp.Ort 1 PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI SEMINAR DENTISTRY

Lebih terperinci

Grafik 1. Distribusi TDI berdasarkan gigi permanen yang terlibat 8

Grafik 1. Distribusi TDI berdasarkan gigi permanen yang terlibat 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Distribusi Trauma Gigi Trauma gigi atau yang dikenal dengan Traumatic Dental Injury (TDI) adalah kerusakan yang mengenai jaringan keras dan atau periodontal karena

Lebih terperinci

PANDUAN SKILL LAB BLOK MEDICAL EMERGENCY DISLOKASI TMJ DAN AVULSI JURUSAN KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

PANDUAN SKILL LAB BLOK MEDICAL EMERGENCY DISLOKASI TMJ DAN AVULSI JURUSAN KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN PANDUAN SKILL LAB BLOK MEDICAL EMERGENCY DISLOKASI TMJ DAN AVULSI JURUSAN KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN Purwokerto, 2012 1 Blok M e d i c a

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. gigi dalam melakukan diagnosa dan perencanaan perawatan gigi anak. (4,6,7) Tahap

BAB 1 PENDAHULUAN. gigi dalam melakukan diagnosa dan perencanaan perawatan gigi anak. (4,6,7) Tahap BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses erupsi gigi telah banyak menarik perhatian peneliti yang sebagian besar berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan fisiologis anak. Kebanyakan orangtua menganggap

Lebih terperinci

CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR

CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR 1. Crossbite anterior Crossbite anterior disebut juga gigitan silang, merupakan kelainan posisi gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisa Profil Jaringan Lunak Wajah Analisa profil jaringan lunak wajah yang tepat akan mendukung diagnosa secara keseluruhan pada analisa radiografi sefalometri lateral. Penegakkan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Keberadaan penyakit-penyakit ini seringkali diabaikan oleh masyarakat

BAB 1 : PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Keberadaan penyakit-penyakit ini seringkali diabaikan oleh masyarakat BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit gigi dan mulut merupakan masalah kesehatan yang cukup banyak diderita oleh masyarakat Indonesia. Keberadaan penyakit-penyakit ini seringkali diabaikan oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator keberhasilan pembangunan adalah semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk. Meningkatnya usia harapan hidup penduduk, menyebabkan jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kejadian yang penting dalam perkembangan anak (Poureslami, et al., 2015).

BAB I PENDAHULUAN. kejadian yang penting dalam perkembangan anak (Poureslami, et al., 2015). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kronologi dan urutan erupsi gigi desidui dan gigi permanen merupakan kejadian yang penting dalam perkembangan anak (Poureslami, et al., 2015). Erupsi gigi adalah pergerakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi-gigi dengan wajah (Waldman, 1982). Moseling dan Woods (2004),

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi-gigi dengan wajah (Waldman, 1982). Moseling dan Woods (2004), I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Motivasi pasien dalam menjalani ortodontik pada umumnya adalah karena ingin memperbaiki keserasian dentofasial, yaitu keserasian antara gigi-gigi dengan wajah (Waldman,

Lebih terperinci

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior Protrusi anterior maksila adalah posisi, dimana gigi-gigi anterior rahang atas lebih ke depan daripada gigi-gigi anterior

Lebih terperinci

RENCANA PERAWATAN PERIODONTAL

RENCANA PERAWATAN PERIODONTAL 13 Rencana perawatan periodontal BAB 2 RENCANA PERAWATAN PERIODONTAL Dalam penanganan kasus periodontal, apabila diagnosis penyakit sudah ditegakkan dan prognosis diramalkan maka langkah berikutnya adalah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Maturitas adalah proses pematangan yang dihasilkan oleh pertumbuhan dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Maturitas adalah proses pematangan yang dihasilkan oleh pertumbuhan dan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Maturitas adalah proses pematangan yang dihasilkan oleh pertumbuhan dan perkembangan. 11 Evaluasi status maturitas seseorang berperan penting dalam rencana perawatan ortodonti, khususnya

Lebih terperinci

Status gingiva pada pasien pengguna gigi tiruan cekat di RSGM PSPDG Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado

Status gingiva pada pasien pengguna gigi tiruan cekat di RSGM PSPDG Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado Jurnal e-gigi (eg), Volume 4 Nomor 2, Juli-Desember 2016 Status gingiva pada pasien pengguna gigi tiruan cekat di RSGM PSPDG Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado 1 Melinda H. Laoh 2 Krista

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Maloklusi dapat didefinisikan sebagai suatu ketidaksesuaian dari hubungan gigi atau rahang yang menyimpang dari normal. 1 Maloklusi merupakan sebuah penyimpangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Tumbuh Kembang Anak Perubahan morfologi, biokimia dan fisiologi merupakan manifestasi kompleks dari tumbuh kembang yang terjadi sejak konsepsi sampai maturitas/dewasa.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada tinjauan pustaka akan diuraikan mengenai suku Batak, foramen mentalis, radiografi panoramik, kerangka teori dan kerangka konsep. 2.1 Suku Batak Penduduk Indonesia termasuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oklusi Oklusi berasal dari kata occlusion, yang terdiri dari dua kata yakni oc yang berarti ke atas (up) dan clusion yang berarti menutup (closing). Jadi occlusion adalah closing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tindakan perawatan dalam bidang kedokteran gigi yang paling sering

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tindakan perawatan dalam bidang kedokteran gigi yang paling sering BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tindakan perawatan dalam bidang kedokteran gigi yang paling sering dilakukan adalah ekstraksi atau pencabutan gigi. 1 Ekstraksi gigi merupakan bagian paling

Lebih terperinci

Gambar 1. Anatomi Palatum 12

Gambar 1. Anatomi Palatum 12 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Palatum 2.1.1 Anatomi Palatum Palatum adalah sebuah dinding atau pembatas yang membatasi antara rongga mulut dengan rongga hidung sehingga membentuk atap bagi rongga mulut. Palatum

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Perawatan ortodonti merupakan suatu disiplin bidang kedokteran gigi yang dapat meningkatkan fungsi serta penampilan mulut dan wajah. Tujuan utama perawatan ortodonti adalah untuk

Lebih terperinci