3 Pembebanan dan Pemodelan Struktur

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "3 Pembebanan dan Pemodelan Struktur"

Transkripsi

1 BAB 3 3 Pembebanan dan Pemodelan Struktur 3.1 Deskripsi Platform Anjungan yang dianalisis adalah sebuah struktur baja yang dirancang tidak berpenghuni, terdiri atas 4 kaki jacket dengan pile di dalam kaki jacket dan topside deck untuk mendukung peralatan di atasnya. Anjungan ini dirancang dengan luasan deck 40 X 24 pada titik kerjanya. Konstruksi jacket ini mendukung Cellar dan Sub Cellar Deck, Mezzanine Deck dan Main deck (Drilling deck) dan 9 buah well conductors. Anjungan ini terletak pada kedalaman perairan 108 ft. Keterangan umum dari platform yang akan dianalisis dapat dilihat pada berikut ini: 1. Kedalaman Perairan : 108 ft 2. Level Deck : Main Deck 54 ft Mezzanine Deck 43 ft Cellar Deck 35 ft Sub Cellar Deck 28 ft 3. Konduktor : 9 buah ( 20 inch). 3.2 Design Code Standar yang digunakan dalam desain anjungan adalah API RP 2A-WSD (21 st Edition, December 2000) dan AISC 9 th Edition Allowable Stress Factor Berdasarkan API RP 2A-WSD, faktor pengali untuk tegangan ijin dapat ditambahkan pada berbagai kondisi desain. Faktor pengali tersebut dapat dilihat pada Tabel

2 Tabel 3.1 Allowable Stress Factor Design Condition Allowable Stresses Factor In-Place Extreme Wave 1.33 In-Place Operating Wave 1.00 Seismic (Strength-Ductility) 1.70 Sumber: API RP 2A WSD, 21 st Edition Piles Safety Factors Angka keamanan tiang pancang untuk berbagai kondisi desain diperlihatkan pada Tabel 3.2. Tabel 3.2 Angka Keamanan Tiang Pancang Design Condition Safety Factor In place Operating 2.0 In place Storm 1.5 Seismic 1.0 Sumber: API RP 2A WSD, 21 st Edition 3.3 Kriteria Desain Data Lingkungan 1. Kedalaman Perairan Kedalaman perairan ditinjau dari LAT (Low Astronomical Tide). Adapun kedalaman perairan di sekitar anjungan dapat dilihat pada Tabel 3.3. Tabel 3.3 Data Elevasi Muka Air Elevasi Muka Air Operating Storm 1 year (ft) 100 year (ft) Mean Sea Level (MSL) Storm Tide Surge (ST) ½ Tidal Range (TR) Contigency (C) Analysis Water Depth (MSL+½TR+ST+C) Analysis water depth ini merupakan salah satu parameter yang digunakan pada analisis inplace, seismic dan fatigue. 2. Gelombang a) Dasar Perhitungan Gelombang terjadi akibat gangguan pada fluida. Gangguan tersebut dapat berupa gangguan pada permukaan air seperti hembusan angin, atau dapat juga berupa gangguan pada dasar laut seperti pergerakan tanah atau gempa bumi. 3-2

3 Bentuk ideal gelombang beramplitudo kecil di perairan dalam adalah sinusoidal. Karakteristik gelombang dua dimensi yang merambat dalam arah x dapat dilihat pada Gambar 3.1 dibawah ini. C Dimana: A c h H L x Gambar 3.1 = amplitudo gelombang = kecepatan gelombang Sketsa profil gelombang air. = kedalaman permukaan air rata-rata dari dasar tanah = tinggi gelombang dari lembah ke puncak = panjang gelombang = perpindahan arah horizontal dari puncak gelombang η(x,t) = elevasi muka air pada titik x saat t. Parameter-parameter terpenting dalam menggambarkan gelombang adalah : 1. Panjang gelombang L, yaitu jarak horizontal antara dua puncak gelombang atau dua lembah gelombang yang saling berurutan. 2. Tinggi gelombang H, yaitu jarak vertikal antara puncak gelombang dan lembah gelombang. 3. Perioda gelombang T, yaitu waktu yang ditempuh untuk mencapai satu lintasan gelombang. 4. Kedalaman perairan h dimana gelombang tersebut dirambatkan. Teori Gelombang 1. Teori Gelombang Linier Teori Gelombang Linear merupakan asumsi atau penyederhanaan atas analisis yang dilakukan untuk mengetahui dampak dari gelombang laut terhadap bangunan atau struktur. Teori < d gt gelombang linier berlaku apabila 0,005 < 0, 2. (lihat Grafik pada Gambar 3.7) 2 3-3

4 2. Teori Gelombang Stokes Stokes (1847) mengembangkan teori gelombang Airy dengan melanjutkan analisis sampai orde ketiga untuk mendapatkan ketelitian yang lebih baik dalam kecuraman muka gelombang (wave stepness) H/L. Pengembangan lebih jauh dilakukan oleh Skjelbreia dan Hendrickson (1961) sampai orde ke-5 yang sampai saat ini banyak digunakan dalam perhitungan teknik kelautan untuk gelombang dengan amplitudo kecil. Karena masalah konvergensi yang lebih sulit untuk kondisi laut dangkal, teori gelombang stokes orde ke-5 dianggap valid untuk kondisi perairan dimana rasio kedalaman h/l lebih besar dari 1/10. Kondisi ini umumnya sesuai dengan gelombang badai (storm wave) yang biasanya diperhitungkan dalam perancangan bangunan lepas pantai. Gaya gelombang Gaya hidrodinamika akibat gelombang pada tiang silinder bergantung pada pola aliran disekitar tiang. Pola aliran ini sangat dipengaruhi oleh derajat ketergangguan aliran oleh adanya tiang. Derajat ketergangguan ini ditentukan oleh perbandingan antara diameter tiang dengan panjang gelombang yaitu D/L. Bila D/L kecil (D/L 0.2) maka pola aliran fluida tidak akan terganggu dan besarnya gaya dapat dihitung dengan persamaan Morison (O Brien dan Morison, 1952). Tapi bila D/L besar (D/L > 0.2) maka pola aliran akan terdifraksi sehingga harus digunakan teori difraksi. Perhitungan gaya gelombang didekati dengan 2 pendekatan yang berbeda. Untuk platform yang kecil atau yang berada pada laut dangkal, disain dari pembebanan gelombang dianggap sebagai gaya statik pada struktur. Untuk platform yang lebih besar, perioda natural dari getaran struktur mendekati perioda gelombang laut dan analisis dinamik yang lebih rumit harus diikut sertakan dalam perhitungan. Disain gaya gelombang harus didasarkan pada prediksi gelombang terbesar selama 100 tahun. Z (MSL) [ 0, 0, 0] X F TITIK JOINT (NODE) Gambar 3.2 center of structure Profil gaya gelombang pada struktur jacket. Persamaan Morison adalah persamaan yang digunakan untuk menghitung gaya gelombang. Persamaan Morison menyatakan bahwa gaya gelombang dapat diekspresikan sebagai penjumlahan dari gaya seret (drag force, F D ), yang muncul akibat kecepatan partikel air saat melewati struktur, dan gaya inersia (inertia force, F M ) akibat percepatan partikel air. 3-4

5 Persamaan Morison : dimana : df = gaya/unit panjang (N/m) ρ = massa jenis air (kg/m 3 ) Cd = koefisien drag Cm = koefisien inersia df = df D + df M... (3.1) 1 df = ρc D U Udz + ρcma U dz 2 d... (3.2) D = Diameter / lebar proyeksi bidang muka yang menghadap arah gelombang (m) U = kecepatan pertikel air, tegak lurus terhadap sumbu struktur (m/dt) A = luas penampang elemen struktur (m 2 ) U = percepatan partikel air, tegak lurus terhadap elemen struktur (m/dt 2 ). Z silinder kecil η(x,t) X df dz z(t) Gambar 3.3 Gaya gelombang pada elemen silinder tegak. Pada struktur yang berbentuk silinder persamaan Morison dapat dituliskan kembali menjadi : 2 1 πd df = ρcdd U Udz + ρcm U dz (3.3) Gaya total F diperoleh dengan cara mengintegrasikan persamaan Morison sepanjang elemen struktur yang diinginkan. Sebagai contoh, gaya total yang bekerja pada silinder tegak seperti gambar 3.5 diperoleh dengan mengintegrasikan persamaan Morison (3.3) dari z=-h sampai z=η(x,t), yaitu : F = η h 1 ρcd DU Udz + 2 η h ρc πd 4 2 dz U m... (3.4) 3-5

6 Gaya F bekerja tegak lurus terhadap sumbu tiang. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam penggunaan persamaan Morison adalah pemilihan koefisien seret (C d ) dan koefisien inersia (C m ). Koefisien C m dan C d ditentukan berdasarkan hasil percobaan, nilainya tergantung pada bilangan Reynold dan bilangan Keulegan-Carpenter, dimana kedua-duanya tergantung pada harga parameter kecepatan partikel maksimum dan diameter tiang. Bilangan Reynold dan bilangan Keulegan-Carpenter : U max D Re = ν U max T K = D dimana: Re = bilangan reynold K = bilangan Keulegan-Carpenter Umax = kecepatan maksimum D = diameter ν = viskositas kinematik = x 10-5 ft 2 /s T = perioda... (3.5) Gambar 3.4 Nilai Cd dan Cm untuk beberapa nilai K. Gambar 3.5 Nilai Cm untuk beberapa nilai Re dan K. Penerapan persamaan Morison pada tiang silinder miring dilakukan pada saat menghitung gaya gelombang pada cross bracing struktur atau pada kaki jaket yang tidak tegak (battered). Para ahli 3-6

7 telah mengembangkan metoda penerapan persamaan Morison untuk menentukan gaya gelombang pada tiang miring dengan menguraikan kecepatan dan percepatan partikel ke dalam komponen tegak lurus dan sejajar/tangensial sumbu tiang silinder. Kemudian, hanya komponen kecepatan dan percepatan partikel tegak lurus tiang silinder yang digunakan untuk menentukan gaya per-satuan panjang pada tiang silinder. Arah gaya yang bekerja adalah tegak lurus terhadap sumbu tiang dan sesuai dengan arah komponen kecepatan dan percepatan partikel tegak lurus sumbu tiang silinder miring. Untuk keperluan analisa struktur, gaya tersebut dapat disesuaikan lagi kedalam komponen gaya vertikal dan gaya horisontal. b) Data Gelombang Gelombang air laut terjadi pada bagian permukaan air laut akibat adanya pergerakan angin. Gelombang harus diperhitungkan untuk berbagai kemungkinan arah yang terjadi. Data gelombang untuk analisis inplace disajikan sebagai berikut : Tabel 3.4 Data Gelombang Inplace Kondisi Operasional (1 tahun) Ekstrim (100 tahun) Tinggi Maksimum, [ft] Periode Maksimum, [detik] Arus a) Dasar Perhitungan Arus di laut biasanya terjadi akibat adanya pasang surut dan gesekan angin pada permukaan air (wind-drift current). Kecepatan arus dianggap pada arah horizontal dan bervariasi menurut kedalaman. Besar dan arah arus pasang surut di permukaan biasanya ditentukan berdasarkan pengukuran di lokasi. Wind drift current di permukaan biasanya diasumsikan sekitar 1 % dari kecepatan angin pada ketinggian 30 ft di atas permukaan air. Untuk kebutuhan rekayasa, variasi arus pasang surut terhadap kedalaman baisanya diasumsikan mengikuti profil pangkat 1/7 ( one seventh power law ) dan variasi arus akibat gesekan angin diasumsikan linier terhadap kedalaman. Uo Tidal Uo Wind Drift h z Gambar 3.6 Asumsi distribusi vertikal arus pasang surut dan wind drift current. 3-7

8 U Tidal = U WindDrift b) Data Arus U o Tidal z h 1 7 = U 0 WindDrift z h... (3.6) Pada umumnya di lokasi anjungan akan ditempatkan arus digerakkan oleh pengaruh pasang surut diurnal. Arus yang tidak dipengaruhi oleh pasang surut hanya berkontribusi 30% total kejadian arus selama 100 tahunan. Tabel 3.5 Data Arus (ft/s) 1 yr 100 yr surface current speed 3,28 5,94 bottom current speed 1,34 1,46 4. Perhitungan Beban Arus dan Gelombang Agar menghasilkan kondisi pembebanan yang paling berbahaya, arus dan gelombang selalu dibuat searah. Untuk kondisi operasional dan ekstrim. Ketinggian dan perioda gelombang untuk semua arah menggunakan data seperti pada Tabel 3.4 sedangkan data arus menggunakan data seperti pada Tabel 3.5. Arus dan gelombang diperhitungkan pada 12 arah. Perhitungan beban gelombang dilakukan menurut teori gelombang yang berlaku, untuk itu perlu dilakukan pengujian berdasarkan daerah validasi teori gelombang menurut API RP2A. Penentuan Teori Gelombang Dalam perencanaan desain gelombang suatu struktur anjungan lepas pantai perlu ditentukan teori gelombang yang sesuai. Diagram daerah aplikasi dari Stream Function, Stokes 5 th order, dan teori gelombang linier yang telah dimodifikasi API RP2A untuk keperluan desain, dapat dilihat pada Gambar 3.7. Perhitungan beban gelombang dilakukan menurut teori gelombang yang berlaku, untuk itu perlu dilakukan pengujian berdasarkan daerah validasi teori gelombang menurut API RP2A. Perhitungan gelombang dapat dilihat seperti di bawah ini : Kondisi Operating : H = ft T = 7.64 sec dan d = elevasi mudline = 108 ft d 108 = = gt 32. 2( 7. 64) H = = gt 32. 2( 7. 64) menurut grafik daerah validasi gelombang API RP2A, maka dipakai teori gelombang stokes 5 th. 3-8

9 Kondisi Storm : H = ft T = sec d = elevasi mudline = 108 ft d 108 = = gt 32.( ) H = = gt 32.( ) menurut grafik daerah validasi gelombang API RP2A, maka dipakai teori gelombang stokes 5 th. Grafik mengenai daerah aplikasi teori gelombang dapat dilihat pada Gambar 3.7 diatas. Storm Operating Gambar 3.7 Daerah aplikasi teori Stream function, Stokes 5 th dan Airy Sumber : API RP 2 WSD

10 Penentuan Gaya Gelombang Untuk mencari gaya gelombang pada struktur dapat digunakan persamaan Morison. Dimana persamaan Morison dapat digunakan apabila perbandingan diameter dan panjang gelombang lebih kecil atau sama dengan 0.2. Member tubular terbesar yang digunakan pada struktur mempunyai diameter D = 36 in = 3 ft, sehingga : Kondisi Operating Panjang Gelombang L 0 d L 0 gt 32.2(7.64) = = 2π 2π = = =299,132 ft Dari tabel C-1 pada Shore Protection Manual didapat : d L D L = maka L= ft 3 = = Kondisi Storm Panjang Gelombang L 0 d L gt 32.2(10.18) = = 2π 2π = = < 0.2 = ft Dari tabel C-1 pada Shore Protection Manual didapat : d L D L = maka L= ft 3 = = < 0.2 Sehingga persamaan morison dapat digunakan untuk menghitung beban gelombang yang bekerja pada struktur untuk kondisi operating maupun storm. Perhitungan Arus Arus merupakan pergerakan air laut dibawah permukaan air laut. Data arus berupa kecepatan arus pada beberapa kedalaman air dapat dilihat sebagai berikut : Cari Uo dari data yang didapat, Uo = Surface current speed Bottom current speed. Misalnya untuk kondisi operating, Uo = 1.94 ft/s, z = 10,8 ft, h = 108 ft, maka kecepatan arus didapat : 3-10

11 z 10.8 Utidal = U0 tidal = 1.94 = 2.74 ft/ s h 108 Berikut adalah tabel perhitungan dari kecepatan arus untuk berbagai kedalaman dan untuk dua kondisi, yaitu kondisi operating dan storm. Tabel 3.6 Perhitungan Arus % of water depth above mudline Depth 100 yr (fps) 1 yr (fps) ,00 5,94 3, ,20 5,87 3, ,40 5,80 3, ,60 5,72 3, ,80 5,62 3, ,00 5,52 3, ,20 5,39 3, ,40 5,23 2, ,60 5,02 2, ,80 4,68 2,74 0 0,00 1,46 1,34 Contoh pembebanan gelombang dan arus untuk kondisi operating dan storm dapat dilihat pada Gambar 3.9 dan Gambar ISOMETRIC WAVE STOKES DIRECTION (deg) HEIGHT (FT) PERIOD (sec) H2O DEPTH (FT) CURRENT DIRECTION (deg) MAX VEL (fps) WAVE ROW B > CURR CURRENT PROFILE Z Y X ROW A > ROW 1 ^ ROW 2 ^ Gambar 3.8 Beban arus dan gelombang pada arah 0 o untuk kondisi operating. 3-11

12 ISOMETRIC WAVE STOKES DIRECTION (deg) HEIGHT (FT) PERIOD (sec) H2O DEPTH (FT) CURRENT DIRECTION (deg) MAX VEL (fps) WAVE ROW B > CURR CURRENT PROFILE Z Y X ROW A > ROW 1 ^ ROW 2 ^ Gambar 3.9 Beban arus dan gelombang pada arah 90 o untuk kondisi storm. 5. Angin a) Dasar Perhitungan Gaya angin yang mengenai struktur adalah fungsi dari kecepatan angin, orientasi struktur dan karakteristik aerodinamik dari struktur dan setiap elemennya. F F 2 = V C A (satuan inggris)... (3.7) s 2 = V C A (satuan metrik)... (3.8) s Dimana: F C s V A = gaya angin = koefisien bentuk = kecepatan angin pada ketinggian 10meter diatas permukaan air = luas tegak lurus arah angin 3-12

13 Menurut API RP 2A, koefisien bentuknya seperti pada tabel dibawah ini: Tabel 3.7 Koefisien Bentuk Bentuk Cs Beams 1,5 Sides of building 1,5 Cylindrical section 0,5 Overall platform projected area 1 Koreksi kecepatan angin apabila tidak sama dengan ketinggian referensi dalam meter Dimana: V 10 y V Z x y = V (3.9) = kecepatan angin pada ketinggian 10 meter = ketinggian yang diinginkan (m) 10 = ketinggian refernsi (m) x = eksponensial biasanya 1/7 atau 1/13 tergantung durasi hembusan angin Rekomendasi dari API RP 2A : X = 1/13 untuk angin yang berhembus keras x = 1/8 untuk angin yang berhembus terus-menerus Gambar 3.10 Faktor ketinggian menurut API RP-2A. Kecepatan rata-rata durasi angin pada perhitungan analisis struktur harus mengikuti kebutuhan standar API RP2A. Stuktur yang diproyeksikan sebagai daerah tangkapan beban angin adalah dimensi bangunan dan peralatan yang terkena langsung oleh angin. 3-13

14 b) Data Angin Data angin yang digunakan untuk menganalisis struktur adalah kecepatan angin dari berbagai arah yang diukur pada elevasi +10 m dari LAT. Tabel 3.8 Nilai Ekstrim Kecepatan Angin Return Period (years) 1 hour average (fps) c) Perhitungan Gaya Angin Perhitungan gaya angin dilakukan pada masing-masing deck, yaitu main deck, mezzanine deck, cellar deck, sub cellar deck dan jacket walkway. Perhitungan beban angin dapat dilihat sebagai berikut : MAIN DECK Tabel 3.9 Beban Angin pada Main Deck MAIN DECK INPUT Operation Storm Reference Elevation z R ft ft Wind Speed For 1 Hour Average V(1hr,z R ) ft/s ft/s Current Elevation z 54 ft 54 ft Kecepatan angin pada ketinggian 54 ft selama 1 jam : (Operation) z 55 v54 = v33 = = ft/sec (Storm) z 55 v54 = v33 = = ft/sec Elevasi Main Deck (Z1) Elevasi Deck Bawah (Z 2 ) Tinggi Peralatan (He) a = 0.5 (Z 1 - Z 2 ) = 0.5 (54 43) Tinggi Wind Area (H) = He + a = Gaya Angin dalam arah sumbu X Panjang Y = 68.5 ft Luas Proyeksi A = (Y x H) = ft 2 = 54 ft = 43 ft (Mezzanine Deck) = 2.00 ft = 5.50 ft = 7.50 ft = kips (operation) Gaya angin total pada main deck dibagi merata ke 4 joint, sehingga masing-masing joint mendapat gaya angin sebesar : kips (operation) 3-14

15 ρ 2 F = v CsA = kips (storm) 2 Gaya angin total pada main deck dibagi merata ke 4 joint, sehingga masing-masing joint mendapat gaya angin sebesar : kips (storm) Gaya Angin dalam arah sumbu Y Panjang X = ft Luas Proyeksi (X x H) = ft 2 = kips (operation) Gaya angin total pada main deck dibagi merata ke 4 joint, sehingga masing-masing joint mendapat gaya angin sebesar : kips (operation) ρ 2 F = v CsA = kips (storm) 2 Gaya angin total pada main deck dibagi merata ke 4 joint, sehingga masing-masing joint mendapat gaya angin sebesar : kips (storm) MEZZANINE DECK Tabel 3.10 Beban Angin pada Mezzanine Deck MAIN DECK INPUT Operation Storm Reference Elevation z R ft ft Wind Speed For 1 Hour Average V(1hr,z R ) ft/s ft/s Current Elevation z 43 ft 43 ft Kecepatan angin pada ketinggian 43 ft selama 1 jam : (Operation) z v43 = v33 = = ft/sec (Storm) z v43 = v33 = = ft/sec Elevasi Main Deck (Z1) Elevasi Mezzanine Deck (Z 2 ) Elevasi Deck Bawah b = 0.5 (Z 1 - Z 2 ) = 0.5 (54 43) a = 0.5 (Z 2 Z 3 )= 0.5 (43 35) Tinggi Wind Area (H) = b + a = Gaya Angin dalam arah sumbu X Panjang Y = 22.5 ft Luas Proyeksi A = (Y x H) = ft 2 = 54 ft = 43 ft = 35 ft = 5.5 ft = 8 ft = 13 ft 3-15

16 = kips (operation) Gaya angin total pada main deck dibagi merata ke 2 joint, sehingga masing-masing joint mendapat gaya angin sebesar : kips (operation) ρ 2 F = v CsA = kips (storm) 2 Gaya angin total pada main deck dibagi merata ke 2 joint, sehingga masing-masing joint mendapat gaya angin sebesar : kips (storm) Gaya Angin dalam arah sumbu Y Panjang X = 26.5 ft Luas Proyeksi (X x H) = ft 2 = kips (operation) Gaya angin total pada main deck dibagi merata ke 2 joint, sehingga masing-masing joint mendapat gaya angin sebesar : (operation) ρ 2 F = v CsA = kips (storm) 2 Gaya angin total pada main deck dibagi merata ke 2 joint, sehingga masing-masing joint mendapat gaya angin sebesar : kips (storm) CELLAR DECK Tabel 3.11 Beban Angin pada Cellar Deck CELLAR DECK INPUT Operation Storm Reference Elevation z R ft ft Wind Speed For 1 Hour Average V(1hr,z R ) ft/s ft/s Current Elevation z 35 ft 35 ft Kecepatan angin pada ketinggian 35 ft selama 1 jam : (Operation) z 39 v35 = v33 = = ft/sec (Storm) z 39 v35 = v33 = = ft/sec Elevasi Mezzanine Deck (Z1) Elevasi Cellar Deck (Z 2 ) Elevasi Sub Cellar Deck (Z 3 ) b = 0.5 (Z 1 - Z 2 ) = 0.5 (43 35) a = 0.5 (Z 2 Z 3 )= 0.5 (35 28) Tinggi Wind Area (H) = b + a = = 43 ft = 35 ft = 28 ft = 4 ft = 7 ft = 11 ft 3-16

17 Gaya Angin dalam arah sumbu X Panjang Y = ft Luas Proyeksi (Y x H) = ft 2 = kips (operation) Gaya angin total pada cellar deck dibagi merata ke 4 joint, sehingga masing-masing joint mendapat gaya angin sebesar : kips (operation) ρ 2 F = v CsA = kips (storm) 2 Gaya angin total pada cellar deck dibagi merata ke 4 joint, sehingga masing-masing joint mendapat gaya angin sebesar : kips (storm) Gaya Angin dalam arah sumbu Y Panjang X = ft Luas Proyeksi (X x H) = ft 2 = kips (operation) Gaya angin total pada cellar deck dibagi merata ke 4 joint, sehingga masing-masing joint mendapat gaya angin sebesar : kips (operation) ρ 2 F = v CsA = kips (storm) 2 Gaya angin total pada cellar deck dibagi merata ke 4 joint, sehingga masing-masing joint mendapat gaya angin sebesar : kips (storm) SUB CELLAR DECK Tabel 3.12 Beban Angin pada Sub Cellar Deck SUB CELLAR DECK INPUT Operation Storm Reference Elevation z R ft ft Wind Speed For 1 Hour Average V(1hr,z R ) ft/s ft/s Current Elevation z 28 ft 28 ft Kecepatan angin pada ketinggian 28 ft selama 1 jam : (Operation) z v28 = v33 = = ft/sec (Storm) z v28 = v33 = = ft/sec Gaya angin yang terjadi pada sub cellar deck dapat dilihat pada Gambar Elevasi Cellar Deck (Z1) Elevasi Sub Cellar Deck (Z 2 ) = 35 ft = 28 ft 3-17

18 Elevasi Jacket Walkway (Z 3 ) b = 0.5 (Z 1 - Z 2 ) = 0.5 (35 28) a = 0.5 (Z 2 Z 3 )= 0.5 (28 10) Tinggi Wind Area (H) = b + a = Gaya Angin dalam arah sumbu X Panjang Y = ft Luas Proyeksi (Y x H) = ft 2 = 10 ft = 3.5 ft = 9 ft = 12.5 ft = kips (operation) Gaya angin total pada sub cellar deck dibagi merata ke 2 joint, sehingga masing-masing joint mendapat gaya angin sebesar : kips (operation) ρ 2 F = v CsA = kips (storm) 2 Gaya angin total pada sub cellar deck dibagi merata ke 2 joint, sehingga masing-masing joint mendapat gaya angin sebesar : kips (storm) Gaya Angin dalam arah sumbu Y Panjang X = 28 ft Luas Proyeksi (X x H) = 350 ft 2 = kips (operation) Gaya angin total pada sub cellar deck dibagi merata ke 2 joint, sehingga masing-masing joint mendapat gaya angin sebesar : kips (operation) ρ 2 F = v CsA = kips (storm) 2 Gaya angin total pada sub cellar deck dibagi merata ke 2 joint, sehingga masing-masing joint mendapat gaya angin sebesar : kips (storm) JACKET WALKWAY Tabel 3.13 Beban Angin pada Jacket Walkway JACKET WALKWAY INPUT Operation Storm Reference Elevation z R ft ft Wind Speed For 1 Hour Average V(1hr,z R ) ft/s ft/s Current Elevation z 10 ft 10 ft Kecepatan angin pada ketinggian 10 ft selama 1 jam : (Operation) z 19 v10 = v33 = = ft/sec 3-18

19 (Storm) z 19 v10 = v33 = = ft/sec Elevasi Sub Cellar Deck (Z 1 ) Elevasi Jacket Walkway (Z 2 ) b = 0.5 (Z 1 Z 2 )= 0.5 (28 10) Tinggi Wind Area (H) = b Gaya Angin dalam arah sumbu X Panjang Y = ft Luas Proyeksi (Y x H) = ft 2 = 28 ft = 10 ft = 9 ft = 9 ft = kips (operation) Gaya angin total pada jacket walkway dibagi merata ke 4 joint, sehingga masing-masing joint mendapat gaya angin sebesar : kips (operation) ρ 2 F = v CsA = (storm) 2 Gaya angin total pada jacket walkway dibagi merata ke 4 joint, sehingga masing-masing joint mendapat gaya angin sebesar : kips (storm) Gaya Angin dalam arah sumbu Y Panjang X = ft Luas Proyeksi (X x H) = ft 2 = kips (operation) Gaya angin total pada jacket walkway dibagi merata ke 4 joint, sehingga masing-masing joint mendapat gaya angin sebesar : kips (operation) ρ 2 F = v CsA = kips (storm) 2 Gaya angin total pada jacket walkway dibagi merata ke 4 joint, sehingga masing-masing joint mendapat gaya angin sebesar : kips (storm) 6. Marine Growth a) Dasar Perhitungan Struktur yang terbenam di dalam air akan mengalami pertambahan luas area melintang akibat adanya marine growth. Marine growth ditimbulkan oleh organisme laut yang menempel pada struktur. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 3.11 dibawah ini: 3-19

20 D c D c + 2t Gambar 3.11 Marine growth. Maka diameter struktur dimodifikasi menjadi : D = Dc + 2t Pertambahan luas melintang ini mengakibatkan gaya gelombang yang diterima oleh struktur menjadi lebih besar. Analisis marine growth perlu dilakukan karena pertambahan luas melintang akan mengakibatkan beban gelombang yang diterima struktur akan bertambah besar. Profil marine growth dengan kerapatan lb/ft 3 yang digunakan dapat dilihat pada Tabel Tabel 3.14 Profil Marine Growth Water Depth Radial Growth (inch) MHW to El El -50 to El El -100 to Mudline 1 7. Koefisien Seret (Cd) dan Koefisien Inersia (Cm) Nilai Koefisien Seret (C d ) dan Koefisien Inersia (C m ) yang digunakan adalah berdasarkan API RP2A, 21 st edition (WSD). Untuk memperhitungkan adanya anode pada member maka nilai C d dan C m dapat dinaikkan sebesar 5%. Nilai dasar C d dan C m disajikan sebagai berikut : Tabel 3.15 Koefisien Seret (C d ) dan Koefisien Inersia (C m ) C d C m Inplace : Smooth Surface Rough Surface Fatigue : Smooth Surface Rough Surface Seismik : Smooth Surface Rough Surface

21 8. Faktor Kinematik Gelombang (Wave Kinematic Factor) Berdasarkan API RP 2A, 21 st edition (WSD) mengijinkan penggunaan faktor kinematik pada kisaran untuk badai tropis dan diterapkan pada kecepatan dan percepatan dari gelombang 2 dimensi. Pada analisis anjungan ini faktor kinematik yang digunakan sebesar 0.90 untuk kondisi badai 100 tahunan dan 1.00 untuk kondisi operasional 1 tahunan Data Tanah Data tanah yang digunakan pada analisis desain ini dapat dilihat pada Tabel 3.16-Tabel 3-17 : Tabel 3.16 Data Tanah Lapisan Penetrasi (ft) Ketebalan (ft) Deskripsi I Soft to firm clay II Stiff-to-very stiff clay Gambar 3.12 memperlihatkan hasil boring log untuk kondisi tanah di lokasi platform. 3-21

22 Gambar 3.12 Boring log. 3-22

23 Tabel 3.17 T-Z Data PENETRATION (ft) t(1) z(1) t(2) z(2) t(3) z(3) t(4) z(4) t(5) z(5) t(6) z(6) t(7) z(7) t(8) z(8) 0,00 0,000 0,000 0,000 0,020 0,000 0,060 0,000 0,100 0,000 0,120 0,000 0,140 0,000 0,170 0,000 9,000 5,00 0,000 0,000 0,000 0,020 0,000 0,060 0,000 0,100 0,000 0,120 0,000 0,140 0,000 0,170 0,000 9,000 8,00 0,000 0,000 0,001 0,020 0,002 0,060 0,003 0,100 0,004 0,120 0,004 0,140 0,004 0,170 0,004 9,000 12,00 0,000 0,000 0,001 0,020 0,002 0,060 0,003 0,100 0,004 0,120 0,004 0,140 0,004 0,170 0,004 9,000 12,08 0,000 0,000 0,002 0,020 0,003 0,060 0,006 0,100 0,006 0,120 0,007 0,140 0,007 0,170 0,007 9,000 62,50 0,000 0,000 0,002 0,020 0,003 0,060 0,006 0,100 0,006 0,120 0,007 0,140 0,007 0,170 0,007 9, ,67 0,000 0,000 0,004 0,020 0,009 0,060 0,014 0,100 0,016 0,120 0,017 0,140 0,018 0,170 0,018 9, ,00 0,000 0,000 0,004 0,020 0,008 0,060 0,013 0,100 0,015 0,120 0,016 0,140 0,018 0,170 0,018 9, ,00 0,000 0,000 0,005 0,020 0,010 0,060 0,016 0,100 0,018 0,120 0,019 0,140 0,019 0,170 0,019 9, ,17 0,000 0,000 0,005 0,020 0,011 0,060 0,018 0,100 0,020 0,120 0,021 0,140 0,022 0,170 0,022 9, ,00 0,000 0,000 0,005 0,020 0,010 0,060 0,017 0,100 0,019 0,120 0,020 0,140 0,021 0,170 0,021 9, ,00 0,000 0,000 0,006 0,020 0,011 0,060 0,018 0,100 0,020 0,120 0,022 0,140 0,022 0,170 0,022 9, ,58 0,000 0,000 0,007 0,020 0,013 0,060 0,022 0,100 0,024 0,120 0,026 0,140 0,027 0,170 0,027 9, ,25 0,000 0,000 0,007 0,020 0,014 0,060 0,022 0,100 0,025 0,120 0,027 0,140 0,028 0,170 0,028 9,000 Tabel 3.18 Q-Z Data PENETRATION q(1) z(1) q(2) z(2) q(3) z(3) q(4) z(4) q(5) z(5) q(6) z(6) q(7) z(7) q(8) z(8) q(9) z(9) 100 0,00 0,00 9,00 0,03 19,00 0,12 34,00 0,36 48,00 0,75 72,00 1,69 87,00 2,43 97,00 3,00 97,00 3, ,00 0,00 13,00 0,03 26,00 0,12 46,00 0,36 66,00 0,75 99,00 1,69 119,00 2,43 132,00 3,00 132,00 3, ,00 0,00 10,00 0,03 21,00 0,12 37,00 0,36 53,00 0,75 79,00 1,69 95,00 2,43 106,00 3,00 106,00 3, ,00 0,00 16,00 0,03 32,00 0,12 55,00 0,36 80,00 0,75 119,00 1,69 143,00 2,43 159,00 3,00 159,00 3, ,00 0,00 13,00 0,03 26,00 0,12 46,00 0,36 66,00 0,75 99,00 1,69 119,00 2,43 132,00 3,00 132,00 3, ,00 0,00 14,00 0,03 28,00 0,12 49,00 0,36 70,00 0,75 106,00 1,69 127,00 2,43 141,00 3,00 141,00 3, ,00 0,00 18,00 0,03 37,00 0,12 64,00 0,36 92,00 0,75 139,00 1,69 166,00 2,43 185,00 3,00 185,00 3,70 Keterangan : t, q : Load, dalam kilo pounds per square inches z Penetration : Displacement, dalam inch : dalam ft 3-23

24 Tabel P-Y Data COORDINATES OF CURVE POINTS P-Y CURVE PENETRATION, (ft) 0 2,50 5,00 8,00 12,00 12,08 15,00 18,00 21,00 24,00 27,00 30,00 35,00 40,00 46,00 68,00 89,00 100,00 P 1 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 Y 1 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 P 2 0,005 0,008 0,011 0,092 0,189 0,242 0,281 0,322 0,366 0,411 0,456 0,471 0,495 0,519 0,548 1,563 0,740 0,603 Y 2 0,040 0,030 0,030 0,020 0,020 0,010 0,010 0,010 0,010 0,010 0,010 0,010 0,010 0,010 0,010 0,010 0,010 0,010 P 3 0,006 0,010 0,014 0,115 0,138 0,305 0,354 0,406 0,461 0,518 0,575 0,593 0,624 0,654 0,691 1,969 0,933 0,760 Y 3 0,070 0,070 0,060 0,050 0,040 0,020 0,020 0,020 0,020 0,020 0,020 0,020 0,020 0,020 0,020 0,020 0,020 0,020 P 4 0,007 0,012 0,017 0,145 0,174 0,384 0,446 0,512 0,581 0,653 0,724 0,747 0,786 0,824 0,870 2,480 1,175 0,957 Y 4 0,150 0,130 0,120 0,100 0,080 0,030 0,030 0,030 0,030 0,030 0,030 0,030 0,030 0,030 0,030 0,030 0,030 0,030 P 5 0,009 0,016 0,022 0,183 0,219 0,484 0,562 0,645 0,732 0,823 0,913 0,942 0,990 1,038 1,097 3,125 1,480 1,206 Y 5 0,300 0,270 0,240 0,190 0,150 0,070 0,070 0,070 0,070 0,070 0,070 0,070 0,070 0,070 0,070 0,070 0,070 0,070 P 6 0,012 0,020 0,028 0,231 0,276 0,610 0,708 0,813 0,922 1,037 1,150 1,186 1,247 1,308 1,382 3,937 1,865 1,520 Y 6 0,600 0,540 0,470 0,390 0,300 0,140 0,140 0,140 0,140 0,140 0,140 0,140 0,140 0,140 0,140 0,140 0,140 0,140 P 7 0,015 0,025 0,035 0,291 0,348 0,769 0,892 1,024 1,162 1,306 1,449 1,495 1,572 1,648 1,741 4,961 2,350 1,915 Y 7 1,200 1,070 0,950 0,780 0,600 0,270 0,270 0,270 0,270 0,270 0,270 0,270 0,270 0,270 0,270 0,270 0,270 0,270 P 8 0,016 0,027 0,038 0,313 0,374 0,828 0,960 1,103 1,252 1,407 1,561 1,610 1,693 1,776 1,875 5,344 2,531 2,063 Y 8 1,500 1,340 1,190 0,970 0,750 0,340 0,340 0,340 0,340 0,340 0,340 0,340 0,340 0,340 0,340 0,340 0,340 0,340 P 9 0,017 0,029 0,040 0,338 0,403 0,892 1,035 1,188 1,348 1,516 1,681 1,735 1,824 1,913 2,020 5,756 2,727 2,222 Y 9 1,880 1,680 1,480 1,220 0,940 0,420 0,420 0,420 0,420 0,420 0,420 0,420 0,420 0,420 0,420 0,420 0,420 0,420 P 10 0,018 0,031 0,043 0,359 0,429 0,948 1,099 1,263 1,433 1,611 1,787 1,843 1,938 2,033 2,146 6,117 2,898 2,361 Y 10 2,250 2,010 1,780 1,460 1,130 0,510 0,510 0,510 0,510 0,510 0,510 0,510 0,510 0,510 0,510 0,510 0,510 0,510 P 11 0,019 0,032 0,045 0,378 0,451 0,998 1,157 1,329 1,508 1,695 1,881 1,941 2,040 2,140 2,260 6,440 3,050 2,485 Y 11 2,620 2,350 2,070 1,710 1,310 0,590 0,590 0,590 0,590 0,590 0,590 0,590 0,590 0,590 0,590 0,590 0,590 0,590 P 12 0,020 0,034 0,047 0,395 0,472 1,043 1,210 1,390 1,577 1,773 1,966 2,029 2,133 2,237 2,362 6,733 3,189 2,599 Y 12 3,000 2,690 2,370 1,950 1,500 0,670 0,670 0,670 0,670 0,670 0,670 0,670 0,670 0,670 0,670 0,670 0,670 0,670 P 13 0,021 0,036 0,051 0,425 0,508 1,124 1,304 1,497 1,699 1,910 2,118 2,186 2,298 2,410 2,545 7,253 3,435 2,799 Y 13 3,750 3,360 2,960 2,440 1,880 0,840 0,840 0,840 0,840 0,840 0,840 0,840 0,840 0,840 0,840 0,840 0,840 0,840 P 14 0,023 0,039 0,054 0,452 0,540 1,194 1,385 1,591 1,805 2,029 2,251 2,322 2,442 2,561 2,704 7,707 3,651 2,975 Y 14 4,500 4,030 3,550 2,930 2,250 1,010 1,010 1,010 1,010 1,010 1,010 1,010 1,010 1,010 1,010 1,010 1,010 1,010 P 15 0,013 0,028 0,047 0,327 0,427 0,918 1,130 1,373 1,643 1,942 2,251 2,322 2,442 2,561 2,704 7,707 3,651 2,975 Y 15 12,000 10,740 9,480 7,800 6,000 2,700 2,700 2,700 2,700 2,700 2,700 2,700 2,700 2,700 2,700 2,700 2,700 2,700 P 16 0,000 0,014 0,038 0,152 0,269 0,532 0,773 1,069 1,417 1,820 2,251 2,322 2,442 2,561 2,704 7,707 3,651 2,975 Y 16 22,500 20,140 17,770 14,630 11,250 5,060 5,060 5,060 5,060 5,060 5,060 5,060 5,060 5,060 5,060 5,060 5,060 5,060 P 17 0,000 0,014 0,038 0,152 0,269 0,532 0,773 1,069 1,417 1,820 2,251 2,322 2,442 2,561 2,704 7,707 3,651 2,975 Y 17 30,000 26,850 23,700 19,500 15,800 6,750 6,750 6,750 6,750 6,750 6,750 6,750 6,750 6,750 6,750 6,750 6,750 6,750 Keterangan : P = soil resistance, in kilo pounds per inch Y = deflection, in inches 3-24

25 3.4 Data Beban Data beban yang bekerja pada anjungan dapat dilihat pada Tabel 3.20 Tabel Tabel 3.20 Data Equipment dari Masing-masing Deck No Deskripsi Jumlah Berat Berat Total Sub Cellar Deck (+) 28 ft 1 Slop Pump (P-450) 1 6,625 kips 6,625 kips 2 Diesel Transfer Pump (P-470) 1 0,200 kips 0,200 kips 3 Slop Tank (T-430) 1 10,000 kips 10,000 kips Cellar Deck (+) 35 ft 4 Air Compressor Package (C-400) 1 15,200 kips 15,20 kips 5 Electrical Equipment Building (ELB) 1 40,000 kips 40,00 kips 6 Emergency Separator (EG-1) 1 8,816 kips 8,82 kips 7 Load Breaker Switch (LBS) 1 1,190 kips 1,19 kips 8 Chemical Storage Tank (T-400) 1 4,000 kips 4,00 kips 9 Chemical Storage Tank (T-405) 1 4,000 kips 4,00 kips 10 Transformer (TR) 1 3,050 kips 3,05 kips 11 Three Phase Test Separator (V-1) 1 22,860 kips 22,86 kips 12 Battery Box (BATTBOX) 1 0,500 kips 0,50 kips 13 Isolating Switch (#1, #2) 1 1,000 kips 1,00 kips 14 Manifold 1 19,594 kips 19,59 kips 15 Firewall 1 18,198 kips 18,20 kips Main Deck (+) 54 ft 16 Transformer A (TR-A) 1 7,010 kips 7,010 kips 17 Transformer B (TR-B) 1 7,010 kips 7,010 kips 18 Transformer C (TR-C) 1 4,125 kips 4,125 kips 19 Transformer D (TR-D) 1 4,125 kips 4,125 kips 20 Transformer E (TR-E) 1 2,555 kips 2,555 kips 21 Diesel Storage Tank (T-420) 1 1,000 kips 1,000 kips 22 Dry Chemical Skid (X-400) 1 3,000 kips 3,000 kips 3-25

26 Tabel 3.21 Data Beban Hidup untuk Masing-masing Deck No. Lokasi Operating (psf) Storm (psf) Earhtquake (psf) 1 Main Deck Live Loads Mezzanine Deck Live Loads 75 56,25-3 Cellar Deck Live Loads Sub Cellar Deck Live Loads 35 26,25-5 Jacket Walkway Live Loads 35 26,25 - Tabel 3.22 Beban Crane No. Deskripsi Berat 1 Momen crane arah sb-x positif in-kips 2 Momen crane arah sb-y positif in-kips 3 Hook (crane vertikal) 35 kips Tabel 3.23 Beban Work Over Rig NO Deskripsi Storm (kips) Operation (kips) 1 Dead Load Operation Load Total Beban Dasar Beban-beban dasar yang digunakan dalam tugas akhir ini diperlihatkan pada Tabel 3.22 di bawah ini: Tabel 3.24 Beban Dasar LC no Definisi 1 Self Weight (Max WD) 2 Equipment and Piping 3 Main Deck Live Loads 4 Mezzanine Deck Live Loads 5 Cellar Deck Live Loads 6 Sub Cellar Deck Live Loads 7 Jacket Walkway Live Loads 8 Moment Crane X direction 3-26

27 Tabel 3.24 Beban Dasar (Lanjutan) LC no Definisi 9 Moment Crane Y direction 10 Hook (Crane Vertical) 11 Wind on Deck X-dir (1 yr) 12 Wind on Deck Y-dir (1 yr) 13 Wind on Deck X-dir (100 yr) 19 Work Over Rig #5 Dead 20 Work Over Rig #6 Dead 21 Work Over Rig #7 Dead 22 Work Over Rig #8 Dead 23 Work Over Rig #9 Dead 27 Work Over Rig #1 Live 28 Work Over Rig #2 Live 29 Work Over Rig #3 Live 30 Work Over Rig #4 Live 31 Work Over Rig #5 Live 32 Work Over Rig #6 Live 33 Work Over Rig #7 Live 34 Work Over Rig #8 Live 35 Work Over Rig #9 Live 39 1 Year Wave + Current 0⁰ 40 1 Year Wave + Current 45⁰ 41 1 Year Wave + Current 90⁰ 42 1 Year Wave + Current 135⁰ 43 1 Year Wave + Current 180⁰ 44 1 Year Wave + Current 225⁰ 45 1 Year Wave + Current 270⁰ 46 1 Year Wave + Current 315⁰ Year Wave + Current 0⁰ Year Wave + Current 45⁰ Year Wave + Current 90⁰ Year Wave + Current 135⁰ Year Wave + Current 180⁰ Year Wave + Current 225⁰ Year Wave + Current 270⁰ Year Wave + Current 315⁰ 3-27

28 3.6 Konfigurasi Umum Jacket Anjungan yang dimodelkan dalam Tugas Akhir ini merupakan suatu bangunan fixed platform tipe jacket yang memiliki 4 buah kaki yang terpancang ke dalam. Secara umum, deskripsi dari anjungan adalah sebagai berikut: 1. Substruktur berada sampai kedalaman 108 ft dari LAT (Low Astronomical Tide) dan terpancang ke dalam tanah dengan 4 buah kaki. 2. Horizontal framing terhadap MSL, yaitu : a. EL ft b. EL ft c. EL ft d. EL ft 3. Elevasi Jacket working point terhadap MSL, yaitu : a. EL ft transition work point b. EL ft top of jacket c. EL ft mudline elevation 4. Lebar jacket (antara baris 1 and 2 ) adalah 40 ft 5. Panjang jacket (antara baris A and B ) adalah 24 ft 6. Ukuran Diameter terluar Leg adalah 36 inch dengan ketebalan 1.5 inch. 3.7 Pemodelan SACS Pemodelan merupakan langkah selanjutnya setelah diperolehnya data yang diperlukan. Pemodelan dalam analisis anjungan lepas pantai pada umumnya dapat dibagi menjadi dua : a. Pemodelan struktur b. Pemodelan pembebanan Dalam pemodelan struktur, hal-hal yang dimodelkan terdiri dari elemen-elemen yang bersifat struktural, maksudnya elemen tersebut bersifat mendukung kekuatan bangunan lepas pantai. Sebagai contoh : seluruh elemen tubular seperti legs, dan bracing pada jacket, elemen pada deck, dll. Dalam pemodelan pembebanan, hal-hal yang dimodelkan adalah semua beban yang akan mempengaruhi kekuatan dari bangunan struktur lepas pantai. Sebagai contoh : berat sendiri struktur, beban mati tambahan, beban hidup dan beban lingkungan. Setelah dilakukan pemodelan terhadap kedua bagian diatas, langkah selanjutnya adalah analisis struktur. Maksudnya akan dianalisis perilaku bangunan lepas pantai dalam menerima pengaruh dari beban yang terjadi. Dalam independent review bangunan lepas pantai, analisis struktur terdiri dari : 1. Analisis in-place Analisis in-place merupakan analisis terhadap kemampulayanan bangunan lepas pantai dalam menerima beban yang bekerja. Analisis ini dibagi dalam 2 kondisi, yaitu: kondisi operating dan kondisi ekstrim. Untuk mengevaluasi kemampulayanan struktur tersebut dapat dilihat dengan memeriksa tegangan pada elemen, sambungan dan tiang pancang dibandingkan dengan tegangan yang diizinkan. 3-28

29 2. Analisis seismik Analisis seismik, merupakan analisis yang penting dilakukan jika bangunan lepas pantai berada pada daerah gempa. Gempa ini berperilaku sebagai beban luar yang bekerja secara dinamik terhadap bangunan lepas pantai. Evaluasi terhadap kemampulayanan bangunan lepas pantai akibat pengaruh beban gempa dapat dilihat dari tegangan pada elemen, sambungan dan tiang pancang dibandingkan dengan tegangan yang diizinkan. Pemodelan dan analisis struktur dilakukan dengan bantuan program SACS (Structural Analysis Computer System). 3. Analisis fatigue Analisis fatigue merupakan analisis untuk mendapatkan usia layan dari struktur. Analisis ini diakibatkan oleh pembebanan yang sifatnya terus-menerus sehingga bangunan lepas pantai akan mengalami penurunan kekuatan dalam menahan beban (fatigue) Sistem Koordinat Sistem kordinat yang digunakan dalam pemodelan anjungan adalah sebagai berikut: 1. Arah +X : berada dari titik tengah anjungan menuju ke arah selatan anjungan 2. Arah +Y : berada dari titik tengah anjungan menuju ke arah timur anjungan 3. Arah +Z : tegak lurus keatas dengan titik asal (titik nol) berada pada MSL Model Deck Pemodelan bagian deck untuk anjungan terbagi menjadi 4 bagian, yaitu: Main deck (+54 ft), Mezzanine Deck (+43 ft), Cellar deck (+35 ft), dan Sub Cellar deck (+28 ft). Model dari setiap deck dapat dilihat pada Gambar 3.12 Gambar

30 Gambar 3.13 Model main deck. Gambar 3.14 Model Mezzanine Deck. 3-30

31 Gambar 3.15 Model cellar deck. Gambar 3.16 Model sub cellar deck. 3-31

32 3.7.3 Model Struktur Jacket Model komputer untuk struktur jacket ini dibuat dengan menggunakan struktur rangka batang dengan koordinat asal (0,0,0) berada pada garis tengah struktur di MSL. Untuk jacket leg, pile dan konduktor dimodelkan berada pada kondisi flooded, sementara untuk bagian-bagian lain struktur dianggap tidak mangalami flooded. Pemodelan dari struktur jacket dapat dilihat pada Gambar 3.16 Gambar Gambar 3.17 Jacket Row A. Gambar 3.18 Jacket Row B. 3-32

33 Gambar 3.19 Jacket Row 1. Gambar 3.20 Jacket Row

34 Gambar 3.21 Plane at view ft. Gambar 3.22 Plane at view ft. 3-34

35 Gambar 3.23 Plane at view ft. Gambar 3.24 Plane at view ft Sistem Penamaan Grup Untuk memudahkan pada saat memasukkan beban pada member, digunakan sistem grup untuk mengumpulkan member-member yang sejenis. Sistem penamaan dari grup yang ada pada model anjungan ini disajikan pada Tabel

36 Tabel 3.25 Sistem Penamaan Grup Member pada Model Anjungan No. Deskripsi Grup A Jacket 1 Leg LG* 2 Pile PL* 3 Wishbone W.B 4 Conductor CN* 5 Mudmat MM 6 Diagonal Bracing X 7 Bracing at ft Bracing at ft Bracing at ft Bracing at ft B Deck 1 Main Deck MD* 2 Mezzanine Deck MZ* 3 Cellar Deck CD* 4 Sub Cellar Deck SC* Dimensi Member Dimensi member yang digunakan dalam anjungan ini dapat dilihat pada Tabel No. Member Group Diameter (inch) Tabel 3.26 Dimensi Member Grup Wall Thickness (inch) No. Member Group Diameter (inch) Wall Thickness (inch) 1 LG1 34,00 1, ,00 0,375 2 LG2 34,00 1, ,75 0, ,00 0, ,75 0, ,00 1, ,625 0,322 5 LG3 34,00 1, ,625 0, ,00 0, ,625 0, ,00 1, ,75 0,203 8 LG4 34,00 1,00 62 MD1 W 36 X ,00 1,50 63 MD2 W 33 X LG5 30,00 1,25 64 MD3 W 12 X LG6 30,00 0, MD4 W 24 X LG7 30,00 0, MD5 C 6 X LG8 30,00 1,00 67 MD6 W 12 X LA 36,00 1,50 68 MD7 C 9 X LA1 34,00 1,00 69 MD8 W 18 X ,00 1,50 70 MD9 L LA2 34,00 1,00 71 M10 L

37 No. Member Group Tabel 3.26 Dimensi Member Grup (Lanjutan) Diameter (inch) Wall Thickness (inch) No. Member Group Diameter (inch) 18 36,00 1,50 72 CD1 W 33 X LA3 36,00 1,50 73 CD2 W 33 X LA4 36,00 1,50 74 CD3 W 12 X LB 36,00 1,50 75 CD4 W 18 X W.B 34,00 1,00 76 CD5 W 12 X PL1 30,00 1,25 77 CD6 W 24 X PL2 30,00 1,25 78 CD7 W 12 X PL3 30,00 1,25 79 CD8 L PL4 30,00 1,25 80 CD9 W 8 X PL5 30,00 1,25 81 C10 W 6 X T1 6,625 0, SC1 W12 X T2 8,625 0, SC2 W 12 X T3 10,750 0, SC3 W 12 X T4 3,500 0, SC4 C 4 X CN 20,00 0,50 86 SC5 C 9 X X01 24,00 0, SC6 C 12 X X02 22,00 0, MZ1 W 10 X X03 24,00 0, MZ2 W 10 X 26 Wall Thickness (inch) 36 X04 10,750 0, RS1 12,75 0, ,00 0, RS2 12,75 0, ,00 0, RS3 12,75 0, ,75 0, RS4 8,625 0, ,75 0, RC1 12,75 0, ,625 0, MM1 L ,375 0, MM2 L SG2 18,00 0, BA1 8,625 0, SG3 18,00 0, BA2 10,75 0, SG4 18,00 0, BA3 6,625 0, ,00 0, BA4 14 0, ,00 0, BA5 14 0, ,75 0, BA6 16 0, ,75 0, BB1 8,625 0, ,625 0, BB2 10,75 0, ,00 0, BB3 6,625 0, ,75 0, BB4 14 0, ,75 0, BB5 14 0, ,625 0, L4' ,625 0,

38 3.7.6 Model Anjungan Model lengkap SACS untuk anjungan dapat dilihat pada Gambar 3.25 dibawah ini. ISOMETRIC ROW B > Z Y X ROW A > ROW 1 ^ ROW 2 ^ Gambar 3.25 Model SACS untuk anjungan. 3.8 Pemodelan Pembebanan Pemodelan pembebanan dilakukan setelah model struktur selesai dibuat. SACS 5.1 dapat meminta input beban dari modul Precede ataupun modul Data Generator. Input beban dapat dimasukkan sebagai beban dasar (Basic Load Condition) untuk kemudian dikombinasikan dengan aturan tertentu (Load Combination) agar menghasilkan kondisi pembebanan yang paling ekstrim. 3-38

39 3.8.1 Beban Mati Beban mati keberadaannya permanen pada platform dan akan selalu dihitung pada semua kombinasi pembebanan. Yang termasuk kedalam beban mati adalah berat sendiri struktur, beban peralatan, WOR dead load, dan Hook crane. Berat Sendiri Struktur Berat sendiri struktur yang digunakan adalah Nominal Self Weight dengan input water density 64.2 lb/ft 3. Berat ini dihitung otomatis oleh SACS 5.1 berdasarkan member yang dimodelkan saja. Properties penampang dan model struktur merupakan faktor yang menentukan berat sendiri struktur ini. Beban Peralatan (Deck Equipment) Beban deck adalah beban peralatan diatas deck yang diterapkan sesuai dengan data peralatan yang terdapat pada masing-masing deck. Pembebanan dari setiap deck untuk beban peralatan lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.25 Gambar

40 Y PLAN VIEW AT TR-A TR A X-400 X 400 ROW B > TR-B TR B TR-E TR E ROW A > TR-D TR D TR-C TR C T-420 T 420 Gambar 3.26 Main deck equipment. X 3-40

41 Y PLAN VIEW AT ROW B > T-400 T 400 V-1 MANIFOLD V 1 T-405 T 405 MANIFOLD BATTBOX Battery Box C-400 TR EG-1 C 400 TR EG 1 #1 #2 #1 #2 ELB ELB F I R E W A L L FIREWALL ROW A > LBS LBS Gambar 3.27 Cellar deck equipment. X 3-41

42 Y XY PLANE VIEW AT P-470 P 470 P-450 P 450 T-430 T 430 Gambar 3.28 Sub cellar deck equipment. X 3-42

43 3.8.2 Beban Hidup Beban hidup lain yang diterapkan adalah beban peralatan pada deck yang dapat dipindahkan, beban personil, beban dari tempat tinggal dan lain-lain. Beban hidup yang diterapkan pada tiap deck sesuai dengan yang tertera pada Tabel Kondisi pembebanan untuk live load pada tiap deck dapat dilihat pada Gambar 3.28 Gambar PLAN VIEW AT LIVELD LIVELD LIVELD LIVELD LIVELD LIVELD LIVELD ROW B > LIVELD LIVELD LIVELD LIVELD LIVELD LIVELD LIVELD LIVELD LIVELD LIVELD LIVELD LIVELD LIVELD LIVELD LIVELD ROW A > LIVELD LIVELD Y X Gambar 3.29 Beban hidup untuk main deck (LC3). 3-43

44 XY PLANE VIEW AT LLMZ-OPR LLMZ-OPR LLMZ-OPR Y X Gambar 3.30 Beban hidup untuk mezzanine deck (LC4). PLAN VIEW AT LLCL-OPR LLCL-OPR LLCL-OPR ROW B > LLCL-OPR LLCL-OPR LLCL-OPR LLCL-OPR LLCL-OPR LLCL-OPR LLCL-OPR LLCL-OPR ROW A > LLCL-OPR LLCL-OPR LLCL-OPR LLCL-OPR Y X Gambar 3.31 Beban hidup untuk Cellar Deck (LC5). 3-44

45 XY PLANE VIEW AT LLSC-OPR LLSC-OPR LLSC-OPR LLSC-OPR LLSC-OPR LLSC-OPR LLSC-OPR LLSC-OPR LLSC-OPR LLSC-OPR LLSC-OPR LLSC-OPR LLSC-OPR LLSC-OPR LLSC-OPR Y LLSC-OPR X Gambar 3.32 Beban hidup untuk Sub cellar deck (LC6). PLAN VIEW AT ROW B > LLJW-OPR LLJW-OPR LLJW-OPR LLJW-OPR LLJW-OPR Y ROW A > X Gambar 3.33 Beban hidup untuk jacket walkway (LC7). 3-45

5 Pemodelan Struktur

5 Pemodelan Struktur Bab 5 5 Pemodelan Struktur 5.1 Konfigurasi Umum Jacket Anjungan yang dimodelkan dalam Tugas Akhir ini merupakan suatu bangunan fixed platform tipe jacket yang memiliki 4 buah kaki yang terpancang ke dalam.

Lebih terperinci

4 Dasar untuk Analisis Struktur

4 Dasar untuk Analisis Struktur Bab 4 4 Dasar untuk Analisis Struktur 4.1 Deskripsi Platform Anjungan yang dianalisis adalah sebuah struktur baja yang dirancang tidak berpenghuni, terdiri atas 4 kaki jacket dengan pile di dalam kaki

Lebih terperinci

4 Analisis Inplace BAB Kombinasi Pembebanan (Load Combination)

4 Analisis Inplace BAB Kombinasi Pembebanan (Load Combination) BAB 4 4 Analisis Inplace Analisis inplace adalah analisis yang dilakukan terhadap platform ketika platform sudah berada eksisting di lokasinya. Platform akan dianalisis sebagai sebuah struktur lengkap

Lebih terperinci

BAB 3 DESKRIPSI KASUS

BAB 3 DESKRIPSI KASUS BAB 3 DESKRIPSI KASUS 3.1 UMUM Anjungan lepas pantai yang ditinjau berada di Laut Jawa, daerah Kepulauan Seribu, yang terletak di sebelah Utara kota Jakarta. Kedalaman laut rata-rata adalah 89 ft. Anjungan

Lebih terperinci

Struktur yang menjadi studi kasus pada tugas akhir ini adalah struktur lepas pantai tipe jacket 4 kaki yang memiliki kriteria sebagai berikut:

Struktur yang menjadi studi kasus pada tugas akhir ini adalah struktur lepas pantai tipe jacket 4 kaki yang memiliki kriteria sebagai berikut: Bab 3 STUDI KASUS 3.1 Data Struktur 3.1.1 Data Umum Struktur yang menjadi studi kasus pada tugas akhir ini adalah struktur lepas pantai tipe jacket 4 kaki yang memiliki kriteria sebagai berikut: 1. Jenis

Lebih terperinci

5 Analisis Seismic BAB 5

5 Analisis Seismic BAB 5 BAB 5 5 Analisis Seismic Analisis seismik merupakan analisis yang dilakukan untuk mengetahui kekuatan struktur (dalam hal ini digunakan model struktur yang sama dengan model pada analisis Inplace) terhadap

Lebih terperinci

BAB 4 STUDI KASUS 4.1 UMUM

BAB 4 STUDI KASUS 4.1 UMUM BAB 4 STUDI KASUS 4.1 UMUM Platform LProcess merupakan struktur anjungan lepas pantai tipe jacket dengan struktur empat kaki dan terdiri dari dua deck untuk fasilitas Process. Platform ini terletak pada

Lebih terperinci

Perancangan Struktur Jacket dantopside Anjungan Lepas Pantai Ditinjau dari Analisis Inplace

Perancangan Struktur Jacket dantopside Anjungan Lepas Pantai Ditinjau dari Analisis Inplace Reka Racana Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Teknik Sipil Itenas No.x Vol. Xx Agustus 2015 Perancangan Struktur Jacket dantopside Anjungan Lepas Pantai Ditinjau dari Analisis Inplace YUNIZAR PUTRA

Lebih terperinci

3 Kriteria Desain dan Pemodelan

3 Kriteria Desain dan Pemodelan Bab 3 3 Kriteria Desain dan Pemodelan 3.1 Deskripsi Anjungan Lepas Pantai 3.1.1 Jacket dan Pile Anjungan lepas pantai yang dianalisis pada laporan ini merupakan suatu struktur anjungan rangka batang (fixed

Lebih terperinci

BAB 5 ANALISIS HASIL

BAB 5 ANALISIS HASIL BAB 5 ANALISIS HASIL 5.1 ANALISIS HASIL IN-PLACE Hasil run program SACS untuk analisis in-place pada kondisi operasional dan ekstrem untuk beberapa keadaan tinggi muka air laut yang berubah akan dipaparkan

Lebih terperinci

PERHITUNGAN GAYA LATERAL DAN MOMEN YANG BEKERJA PADA JACKET PLATFORM TERHADAP GELOMBANG AIRY DAN GELOMBANG STOKES

PERHITUNGAN GAYA LATERAL DAN MOMEN YANG BEKERJA PADA JACKET PLATFORM TERHADAP GELOMBANG AIRY DAN GELOMBANG STOKES PERHITUNGAN GAYA LATERAL DAN MOMEN YANG BEKERJA PADA JACKET PLATFORM TERHADAP GELOMBANG AIRY DAN GELOMBANG STOKES Selvina NRP: 1221009 Pembimbing: Olga Catherina Pattipawaej, Ph.D. ABSTRAK Aktivitas bangunan

Lebih terperinci

6 Analisa Seismik. 6.1 Definisi. Bab

6 Analisa Seismik. 6.1 Definisi. Bab Bab 6 6 Analisa Seismik 6.1 Definisi Gempa bumi dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori : intensitas lemah, sedang dan kuat. Intensitas ini ditentukan oleh percepatan gerakan tanah, yang dinyatakan dengan

Lebih terperinci

Sensitivity Analysis Struktur Anjungan Lepas Pantai Terhadap Penurunan Dasar Laut BAB 1 PENDAHULUAN

Sensitivity Analysis Struktur Anjungan Lepas Pantai Terhadap Penurunan Dasar Laut BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sumber daya alam laut di Indonesia, khususnya minyak dan gas, memiliki potensi bagi Indonesia. Dalam usaha mengoptimalkan potensi tersebut perlu dilakukan pemanfaatan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH MARINE GROWTH TERHADAP INTEGRITAS JACKET STRUCTURE Anom Wijaya Daru 1, Murdjito 2, Handayanu 3

ANALISIS PENGARUH MARINE GROWTH TERHADAP INTEGRITAS JACKET STRUCTURE Anom Wijaya Daru 1, Murdjito 2, Handayanu 3 ANALISIS PENGARUH MARINE GROWTH TERHADAP INTEGRITAS JACKET STRUCTURE Anom Wijaya Daru 1, Murdjito 2, Handayanu 3 1 Mahasiswa Teknik Kelautan ITS, 2,3 Staf pengajar Teknik Kelautan ITS Abstrak Analisis

Lebih terperinci

6 Analisis Fatigue BAB Parameter Analisis Fatigue Kurva S-N

6 Analisis Fatigue BAB Parameter Analisis Fatigue Kurva S-N BAB 6 6 Analisis Fatigue 6.1 Parameter Analisis Fatigue Analisis fatigue dilakukan untuk mengecek kekuatan struktur terhadap pembebanan siklik dari gelombang. Dengan melakukan analisis fatigue, kita dapat

Lebih terperinci

Susunan Lengkap Laporan Perancangan

Susunan Lengkap Laporan Perancangan 1 Susunan Lengkap Laporan Perancangan Susunan lengkap Laporan Perancangan harus mengikuti outline sebagaimana di bawah ini: Halaman Judul Lembar Pengesahan Ringkasan (Summary) Daftar Isi Daftar Lampiran

Lebih terperinci

1 Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang. Bab 1

1 Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang. Bab 1 Bab 1 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam mineral di Indonesia memilik potensi yang cukup besar untuk dieksplorasi, terutama untuk jenis minyak dan gas bumi. Sumber mineral di Indonesia sebagian

Lebih terperinci

ANALISA KEKUATAN ULTIMAT PADA KONSTRUKSI DECK JACKET PLATFORM AKIBAT SLAMMING BEBAN SLAMMING GELOMBANG

ANALISA KEKUATAN ULTIMAT PADA KONSTRUKSI DECK JACKET PLATFORM AKIBAT SLAMMING BEBAN SLAMMING GELOMBANG ANALISA KEKUATAN ULTIMAT PADA KONSTRUKSI DECK JACKET PLATFORM AKIBAT SLAMMING BEBAN SLAMMING GELOMBANG Moch.Ibnu Hardiansah*1, Murdjito*2, Rudi Waluyo Prastianto*3 1) Mahasiswa Jurusan Teknik Kelautan,

Lebih terperinci

Analisa Kekuatan Ultimate Struktur Jacket Wellhead Tripod Platform akibat Penambahan Conductor dan Deck Extension

Analisa Kekuatan Ultimate Struktur Jacket Wellhead Tripod Platform akibat Penambahan Conductor dan Deck Extension JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 1 Analisa Kekuatan Ultimate Struktur Jacket Wellhead Tripod Platform akibat Penambahan Conductor dan Deck Extension Fahmi Nuriman, Handayanu, dan Rudi Walujo

Lebih terperinci

Kajian Buoyancy Tank Untuk Stabilitas Fixed Offshore Structure Sebagai Antisipasi Penambahan Beban Akibat Deck Extension

Kajian Buoyancy Tank Untuk Stabilitas Fixed Offshore Structure Sebagai Antisipasi Penambahan Beban Akibat Deck Extension Kajian Buoyancy Tank Untuk Stabilitas Fixed Offshore Structure Sebagai Antisipasi Penambahan Beban Akibat Deck Extension 1 Muflih Mustabiqul Khoir, Wisnu Wardhana dan Rudi Walujo Prastianto Jurusan Teknik

Lebih terperinci

Bab IV Studi Kasus dan Analisis

Bab IV Studi Kasus dan Analisis Bab IV Studi Kasus dan Analisis IV.1 Umum Dalam bab ini akan diuraikan penerapan teori-teori yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya pada suatu studi kasus. Studi kasus yang diambil adalah platform

Lebih terperinci

PERENCANAAN FIXED TRIPOD STEEL STRUCTURE JACKET PADA LINGKUNGAN MONSOON EKSTRIM

PERENCANAAN FIXED TRIPOD STEEL STRUCTURE JACKET PADA LINGKUNGAN MONSOON EKSTRIM PERENCANAAN FIXED TRIPOD STEEL STRUCTURE JACKET PADA LINGKUNGAN MONSOON EKSTRIM Edwin Dwi Chandra, Mudji Irmawan dan Murdjito Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. Abstrak Abstrak Kenaikan harga minyak dan gas pada tahun 1973 telah mendorong pertumbuhan industri offshore termasuk usaha mencari ladang-ladang minyak dan gas baru di perairan yang lebih dalam dengan kondisi

Lebih terperinci

Sensitivity Analysis Struktur Anjungan Lepas Pantai Terhadap Penurunan Dasar Laut BAB 4 PEMODELAN

Sensitivity Analysis Struktur Anjungan Lepas Pantai Terhadap Penurunan Dasar Laut BAB 4 PEMODELAN BAB 4 PEMODELAN 4.1 PENDAHULUAN Pemodelan merupakan langkah selanjutnya setelah diperoleh data yang diperlukan. Pemodelan dalam analisis anjungan lepas pantai pada umumnya dapat dibagi menjadi dua: a.

Lebih terperinci

BAB III METODE ANALISIS

BAB III METODE ANALISIS BAB III METODE ANALISIS 3.1 Analisis Linier Statik Pada analisis linier statik akan dilakukan perhitungan rasio tegangan sebelum dan sesudah terjadi penurunan. Pada analisis ini, stuktur akan berperilaku

Lebih terperinci

Kehandalan Kriteria Desain Anjungan Lepas Pantai Studi Kasus Jacket 4 Kaki berdasarkan Analisis In-Place Metode API RP2A WSD dan LRFD

Kehandalan Kriteria Desain Anjungan Lepas Pantai Studi Kasus Jacket 4 Kaki berdasarkan Analisis In-Place Metode API RP2A WSD dan LRFD Reka Racana Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Jurusan Teknik Sipil Itenas No.x Vol. xx Agustus 2015 Kehandalan Kriteria Desain Anjungan Lepas Pantai Studi Kasus Jacket 4 Kaki berdasarkan Analisis

Lebih terperinci

IMADUDDIN ABIL FADA JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2010

IMADUDDIN ABIL FADA JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2010 IMADUDDIN ABIL FADA 3106100077 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2010 ANALISA PUSHOVER DENGAN KONDISI GEMPA 800 TAHUN PADA STRUKTUR

Lebih terperinci

BAB 5 ANALISIS Elemen yang Tidak Memenuhi Persyaratan Kekuatan API RP 2A WSD

BAB 5 ANALISIS Elemen yang Tidak Memenuhi Persyaratan Kekuatan API RP 2A WSD BAB 5 ANALISIS 5.1 ANALISIS LINIER Penurunan yang terjadi pada dasar laut menyebabkan peningkatan beban lingkungan,, terutama beban gelombang yang dibebankan pada struktur anjungan lepas pantai. Hal ini

Lebih terperinci

RESPONS DINAMIK JACKET STEEL PLATFORM AKIBAT GELOMBANG LAUT DENGAN RIWAYAT WAKTU

RESPONS DINAMIK JACKET STEEL PLATFORM AKIBAT GELOMBANG LAUT DENGAN RIWAYAT WAKTU RESPONS DINAMIK JACKET STEEL PLATFORM AKIBAT GELOMBANG LAUT DENGAN RIWAYAT WAKTU Hans Darwin Yasin NRP : 0021031 Pembimbing : Olga Pattipawaej, Ph.D FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN

Lebih terperinci

Manual SACS - Pembebanan

Manual SACS - Pembebanan Manual SACS - Pembebanan Sebelum memasukkan pembebanan, maka langkah yang harus dilakukan adalah membuat label untuk pembebanan. Isi sesuai dengan nomor pembebanannya, dan pilih define untuk memberi nama

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir Analisis Pondasi Jembatan dengan Permodelan Metoda Elemen Hingga dan Beda Hingga BAB III METODOLOGI

Laporan Tugas Akhir Analisis Pondasi Jembatan dengan Permodelan Metoda Elemen Hingga dan Beda Hingga BAB III METODOLOGI a BAB III METODOLOGI 3.1 Umum Pada pelaksanaan Tugas Akhir ini, kami menggunakan software PLAXIS 3D Tunnel 1.2 dan Group 5.0 sebagai alat bantu perhitungan. Kedua hasil perhitungan software ini akan dibandingkan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN 4.1 Perhitungan Ketebalan Minimum ( Minimum Wall Thickess) Dari persamaan 2.13 perhitungan ketebalan minimum dapat dihitung dan persamaan 2.15 dan 2.16 untuk pipa bending

Lebih terperinci

Manual SACS - Analysis Inplace

Manual SACS - Analysis Inplace Manual SACS - Analysis Inplace Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah : Kumpulkan 3 file dalam 1 folder, dimana isi file tersebut antara lain : a. SACINP b. PSIINP c. JCNINP SACINP PSIINP JCNINP Memuat

Lebih terperinci

Analisis Dampak Scouring Pada Integritas Jacket Structure dengan Pendekatan Statis Berbasis Keandalan

Analisis Dampak Scouring Pada Integritas Jacket Structure dengan Pendekatan Statis Berbasis Keandalan JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-191 Analisis Dampak Scouring Pada Integritas Jacket Structure dengan Pendekatan Statis Berbasis Keandalan Edit Hasta Prihantika,

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN DEFLEKSI STRUKTUR DERMAGA AKIBAT KENAIKAN MUKA AIR LAUT

ANALISIS PERUBAHAN DEFLEKSI STRUKTUR DERMAGA AKIBAT KENAIKAN MUKA AIR LAUT ANALISIS PERUBAHAN DEFLEKSI STRUKTUR DERMAGA AKIBAT KENAIKAN MUKA AIR LAUT Daniel Rivandi Siahaan 1 dan Olga Pattipawaej 2 1 Jurusan Teknik Sipil, Universitas Kristen Maranatha, Jl. Prof. drg. Suria Sumatri,

Lebih terperinci

Analisa Kegagalan Crane Pedestal Akibat Beban Ledakan

Analisa Kegagalan Crane Pedestal Akibat Beban Ledakan Jurusan Teknik Kelautan FTK ITS Analisa Kegagalan Crane Pedestal Akibat Beban Ledakan Disusun Oleh : Mochammad Ramzi (4310100096) Pembimbing : Yoyok Setyo H., ST., MT. Ph.D Ir. Handayanu, M.Sc, Ph.D Latar

Lebih terperinci

Existing : 790 psig Future : 1720 psig. Gambar 1 : Layout sistem perpipaan yang akan dinaikkan tekanannya

Existing : 790 psig Future : 1720 psig. Gambar 1 : Layout sistem perpipaan yang akan dinaikkan tekanannya 1. PENDAHULUAN Jika ditemukan sumber gas yang baru, maka perlu dipertimbangkan pula untuk mengalirkannya melalui sistem perpipaan yang telah ada. Hal ini dilakukan untuk menghemat biaya pengadaan sistem

Lebih terperinci

Judul: Masca Indra Triana

Judul: Masca Indra Triana Masca Indra Triana 3106 100 039 Judul: Studi Perbandingan Performa Tower SST Kaki Tiga dengan Tower SST Kaki Empat Sebagai Pilihan dalam Perencanaan Tower Bersama Latar Belakang Semakin menjamurnya tower-tower

Lebih terperinci

Jurnal Teknik Perkapalan - Vol. 4, No. 3 Juli

Jurnal Teknik Perkapalan - Vol. 4, No. 3 Juli ANALISA KEKUATAN KONSTRUKSI JACKET PLATFORM TERHADAP BEBAN GRAVITASI DAN INTERFERENSI LINGKUNGAN DI PERAIRAN MADURA MENGGUNAKAN FEM Veriyanto, Hartono Yudo, Berlian Arswendo A. Program Studi S1 Teknik

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA

BAB 4 ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA BAB 4 ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 PENDAHULUAN 4.1.1 Asumsi dan Batasan Seperti yang telah disebutkan pada bab awal tentang tujuan penelitian ini, maka terdapat beberapa asumsi yang dilakukan dalam

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI 2.1 UMUM

BAB 2 DASAR TEORI 2.1 UMUM BAB DASAR TEORI. UMUM Dalam perencanaan struktur lepas pantai, terdapat beberapa tahapan utama yang harus dilakukan. Tahapan tersebut yaitu tahap persiapan, tahap desain, tahap penawaran, dan tahap konstruksi.

Lebih terperinci

DESAIN DAN ANALISA STRUKTUR YOKE MOORING TOWER UNTUK FLOATING STORAGE OFFLOADING (FSO)

DESAIN DAN ANALISA STRUKTUR YOKE MOORING TOWER UNTUK FLOATING STORAGE OFFLOADING (FSO) DESAIN DAN ANALISA STRUKTUR YOKE MOORING TOWER UNTUK FLOATING STORAGE OFFLOADING (FSO) Amalia Adhani, Iwan R. Soedigdo Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia ABSTRAK Floating Storage Offloading

Lebih terperinci

5 Analisa Fatigue. 5.1 Definisi. wave cinematic factor 1,0 dan conductor shielding factor 1,0 untuk gelombang fatigue. Nilai. Bab

5 Analisa Fatigue. 5.1 Definisi. wave cinematic factor 1,0 dan conductor shielding factor 1,0 untuk gelombang fatigue. Nilai. Bab Bab 5 5 Analisa Fatigue 5.1 Definisi Struktur baja yang mengalami fluktuasi tegangan dalam jumlah yang banyak dapat mengalami retak bahkan pada tegangan yang kecil. Fluktuasi tegangan disebabkan oleh beban

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1. Data-data Awal ( input ) untuk Caesar II Adapun parameter-parameter yang menjadi data masukan (di input) ke dalam program Caesar II sebagai data yang akan diproses

Lebih terperinci

BAB IV LANGKAH PEMODELAN DI SACS. Gambar Tampilan awal SACS dan new model options

BAB IV LANGKAH PEMODELAN DI SACS. Gambar Tampilan awal SACS dan new model options BAB IV LANGKAH PEMODELAN DI SACS Langkah pemodelan struktur dengan menggunakan program SACS : A. Precede Model SACS menyediakan pemodelan struktur yang disebut precede. Untuk menggunakan fasilitas ini,

Lebih terperinci

Bab IV Analisa Kapasitas Ultimate

Bab IV Analisa Kapasitas Ultimate Bab IV Analisa Kapasitas Ultimate IV. Pendahuluan Eksploitasi minyak di lepas pantai telah berlangsung sekitar setengah abad. Platform baja pertama dibangun di teluk Meksiko pada tahun 97. Hanya dalam

Lebih terperinci

1. Bagaimana cara melakukan perancangan fixed platform dengan bracing yang berbeda?

1. Bagaimana cara melakukan perancangan fixed platform dengan bracing yang berbeda? LATAR BELAKANG Indonesia merupakan 5 negara terbesar penghasil MIGAS di dunia, Letak sumur penghasil mayoritas berada pada perairan dangkal, < 100 m Indonesia terletak pada 6 o LU - 11 o LS dan 95 o BT

Lebih terperinci

STUCTURE STRENGTH ANALYSIS CONVENTIONAL PILE FIXED JACKET PLATFORM IN NATUNA SEA USING FINITE ELEMENT METHOD

STUCTURE STRENGTH ANALYSIS CONVENTIONAL PILE FIXED JACKET PLATFORM IN NATUNA SEA USING FINITE ELEMENT METHOD STUCTURE STRENGTH ANALYSIS CONVENTIONAL PILE FIXED JACKET PLATFORM IN NATUNA SEA USING FINITE ELEMENT METHOD Berlian AA, ST, MT 1) Redi Yuniansyah Elyanto, ST 2) 1) Staf Pengajar S1 Teknik Perkapalan,

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil pada studi untuk mendapatkan konfigurasi kabel yang paling efektif pada struktur SFT dan juga setelah dilakukan analisa perencanaan

Lebih terperinci

3.3. BATASAN MASALAH 3.4. TAHAPAN PELAKSANAAN Tahap Permodelan Komputer

3.3. BATASAN MASALAH 3.4. TAHAPAN PELAKSANAAN Tahap Permodelan Komputer 4) Layout Pier Jembatan Fly Over Rawabuaya Sisi Barat (Pier P5, P6, P7, P8), 5) Layout Pot Bearing (Perletakan) Pada Pier Box Girder Jembatan Fly Over Rawabuaya Sisi Barat, 6) Layout Kabel Tendon (Koordinat)

Lebih terperinci

Perancangan Dermaga Pelabuhan

Perancangan Dermaga Pelabuhan Perancangan Dermaga Pelabuhan PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kompetensi mahasiswa program sarjana Teknik Kelautan dalam perancangan dermaga pelabuhan Permasalahan konkret tentang aspek desain dan analisis

Lebih terperinci

2.1 Pengkajian Ulang Struktur Anjungan Lepas Pantai

2.1 Pengkajian Ulang Struktur Anjungan Lepas Pantai Bab 2 2 Dasar Teori 2.1 Pengkajian Ulang Struktur Anjungan Lepas Pantai Pengkajian ulang adalah sebuah proses untuk menganalisis kembali dan memberikan penilaian (assessment) terhadap suatu desain struktur

Lebih terperinci

Dosen Pembimbing: 1. Ir. Imam Rochani, M.Sc. 2. Ir. Handayanu, M.Sc., Ph.D.

Dosen Pembimbing: 1. Ir. Imam Rochani, M.Sc. 2. Ir. Handayanu, M.Sc., Ph.D. Sidang Tugas Akhir (P3) Surabaya, 7 Agustus 2014 PERANCANGAN RISER DAN EXPANSION SPOOL PIPA BAWAH LAUT: STUDI KASUS KILO FIELD PT. PERTAMINA HULU ENERGI OFFSHORE NORTHWEST JAVA Oleh: Hidayat Wusta Lesmana

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Surat Pernyataan Kata Pengantar DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Surat Pernyataan Kata Pengantar DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISI Halaman Judul i Pengesahan ii Persetujuan iii Surat Pernyataan iv Kata Pengantar v DAFTAR ISI vii DAFTAR TABEL x DAFTAR GAMBAR xiv DAFTAR NOTASI xviii DAFTAR LAMPIRAN xxiii ABSTRAK xxiv ABSTRACT

Lebih terperinci

2 Anjungan Lepas Pantai

2 Anjungan Lepas Pantai BAB 2 2 Anjungan Lepas Pantai 2.1 Umum Anjungan lepas pantai adalah bangunan yang beroperasi di lepas pantai. Yang dimaksud dengan lepas pantai adalah bagian lautan yang permukaan dasarnya dibawah pasang

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA

BAB 4 ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA BAB 4 ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 INPUT DATA Dalam menganalisa pemodelan struktur mooring dolphin untuk kapal CPO 30,000 DWT dengan studi kasus pelabuhan Teluk Bayur digunakan bantuan program SAP000.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak dan gas bumi merupakan salah satu sumber energi utama dunia yang dibentuk dari proses geologi yang sama. Sehingga, minyak dan gas bumi sering ditemukan pada

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ANALISA RESIKO OPERASIONAL STRUKTUR TERPANCANG BHAKTI SULISTIYONO

TUGAS AKHIR ANALISA RESIKO OPERASIONAL STRUKTUR TERPANCANG BHAKTI SULISTIYONO TUGAS AKHIR ANALISA RESIKO OPERASIONAL STRUKTUR TERPANCANG BHAKTI SULISTIYONO 4305 100 061 LATAR BELAKANG Diperlukan bangunan lepas pantai yang dapat menahan beban-beban selama moda operasi Terjadi kerusakan

Lebih terperinci

BAB IV PERMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

BAB IV PERMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR BAB IV PERMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR 4.1 Permodelan Elemen Struktur Di dalam tugas akhir ini permodelan struktur dilakukan dalam 2 model yaitu model untuk pengecekan kondisi eksisting di lapangan dan

Lebih terperinci

PRESENTASI TUGAS AKHIR (P3)

PRESENTASI TUGAS AKHIR (P3) PRESENTASI TUGAS AKHIR (P3) OLEH : AHMAD ADILAH 4310 100 012 DOSEN PEMBIMBING : 1. Prof. Eko Budi Djatmiko, M. Sc., Ph. D 2. Dr. Eng. Rudi Walujo Prastianto, ST., MT. Jurusan Teknik Kelautan Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

ANALISIS NON-LINIER PERKUATAN ANJUNGAN LEPAS PANTAI DENGAN METODE GROUTING PADA JOINT LEG YANG KOROSI

ANALISIS NON-LINIER PERKUATAN ANJUNGAN LEPAS PANTAI DENGAN METODE GROUTING PADA JOINT LEG YANG KOROSI ANALISIS NON-LINIER PERKUATAN ANJUNGAN LEPAS PANTAI DENGAN METODE GROUTING PADA JOINT LEG YANG KOROSI Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Program Studi Teknik Sipil Iwan Setiawan 15008024 ABSTRAK : Struktur

Lebih terperinci

Analisa Ultimate Strenght Fixed Platform Pasca Subsidence

Analisa Ultimate Strenght Fixed Platform Pasca Subsidence Analisa Ultimate Strenght Fixed Platform Pasca Subsidence Ir. Murdjito, MSc.Eng 1, Sholihin, ST, MT 1, Ayu Febrianita Santoso Putri 2 1)Staff pengajar Teknik Kelautan, FTK-ITS, Surabaya 2) Mahasiswa Teknik

Lebih terperinci

ANALISIS STATIK PUSHOVER PADA ANJUNGAN LEPAS PANTAI

ANALISIS STATIK PUSHOVER PADA ANJUNGAN LEPAS PANTAI ANALISIS STATIK PUSHOVER PADA ANJUNGAN LEPAS PANTAI TUGAS AKHIR Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Oleh Mochamad Priyo Haryono NIM 15503032 Program Studi Teknik Kelautan

Lebih terperinci

BAB III DATA DAN TINJAUAN DESAIN AWAL

BAB III DATA DAN TINJAUAN DESAIN AWAL BAB III DATA DAN TINJAUAN DESAIN AWAL 3.1 PENDAHULUAN Proyek jembatan Ir. Soekarno berada di sebelah utara kota Manado. Keterangan mengenai project plan jembatan Soekarno ini dapat dilihat pada Gambar

Lebih terperinci

Oleh: Sulung Fajar Samudra Dosen Pembimbing: Ir. Murdjito, M.Sc. Eng Prof. Ir. Daniel M. Rosyid, Ph.D MRINA

Oleh: Sulung Fajar Samudra Dosen Pembimbing: Ir. Murdjito, M.Sc. Eng Prof. Ir. Daniel M. Rosyid, Ph.D MRINA Oleh: Sulung Fajar Samudra 4309100082 Dosen Pembimbing: Ir. Murdjito, M.Sc. Eng Prof. Ir. Daniel M. Rosyid, Ph.D MRINA Jurusan Teknik Kelautan Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembebanan akibat gelombang laut pada struktur-struktur lepas pantai

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembebanan akibat gelombang laut pada struktur-struktur lepas pantai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembebanan akibat gelombang laut pada struktur-struktur lepas pantai dipengaruhi oleh faktor-faktor internal struktur dan kondisi eksternal yang mengikutinya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Jacket merupakan suatu struktur bawah yang terletak di bawah platform / rig / deck dari suatu bangunan lepas pantai. Jacket dikembangkan untuk operasi di laut dangkal

Lebih terperinci

KAJIAN KEKUATAN KOLOM-PONTON SEMISUBMERSIBLE DENGAN KONFIGURASI DELAPAN KOLOM BERPENAMPANG PERSEGI EMPAT AKIBAT EKSITASI GELOMBANG

KAJIAN KEKUATAN KOLOM-PONTON SEMISUBMERSIBLE DENGAN KONFIGURASI DELAPAN KOLOM BERPENAMPANG PERSEGI EMPAT AKIBAT EKSITASI GELOMBANG KAJIAN KEKUATAN KOLOM-PONTON SEMISUBMERSIBLE DENGAN KONFIGURASI DELAPAN KOLOM BERPENAMPANG PERSEGI EMPAT AKIBAT EKSITASI GELOMBANG YOSIA PRAKOSO 4310 100 017 PEMBIMBING: Prof. Ir. Eko Budi Djatmiko, M.

Lebih terperinci

BAB IV POKOK PEMBAHASAN DESAIN. Perhitungan prarencana bertujuan untuk menghitung dimensi-dimensi

BAB IV POKOK PEMBAHASAN DESAIN. Perhitungan prarencana bertujuan untuk menghitung dimensi-dimensi BAB IV POKOK PEMBAHASAN DESAIN 4.1 Perencanaan Awal (Preliminary Design) Perhitungan prarencana bertujuan untuk menghitung dimensi-dimensi rencana struktur, yaitu pelat, balok dan kolom agar diperoleh

Lebih terperinci

Kajian Buoyancy Tank Untuk Stabilitas Fixed Offshore Structure Tipe Tripod Platform saat Kinerja Pondasi Pile Menurun

Kajian Buoyancy Tank Untuk Stabilitas Fixed Offshore Structure Tipe Tripod Platform saat Kinerja Pondasi Pile Menurun JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 1 Kajian Buoyancy Tank Untuk Stabilitas Fixed Offshore Structure Tipe Tripod Platform saat Kinerja Pondasi Menurun Herdanto Praja Utama, Wisnu Wardana dan

Lebih terperinci

PEMODELAN NUMERIK RESPON DINAMIK STRUKTUR TURBIN ANGIN AKIBAT PEMBEBANAN GELOMBANG AIR DAN ANGIN

PEMODELAN NUMERIK RESPON DINAMIK STRUKTUR TURBIN ANGIN AKIBAT PEMBEBANAN GELOMBANG AIR DAN ANGIN PEMODELAN NUMERIK RESPON DINAMIK STRUKTUR TURBIN ANGIN AKIBAT PEMBEBANAN GELOMBANG AIR DAN ANGIN Medianto NRP : 0321050 Pembimbing : Olga Pattipawaej, Ph.D FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS

Lebih terperinci

4 BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISA

4 BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISA 4 BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISA 4.1 Data Penelitian Data material pipa API-5L Gr B ditunjukkan pada Tabel 4.1, sedangkan kondisi kerja pada sistem perpipaan unloading line dari jetty menuju plan ditunjukan

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Peta batimetri Labuan

Gambar 2.1 Peta batimetri Labuan BAB 2 DATA LINGKUNGAN 2.1 Batimetri Data batimetri adalah representasi dari kedalaman suatu perairan. Data ini diperoleh melalui pengukuran langsung di lapangan dengan menggunakan suatu proses yang disebut

Lebih terperinci

BAB IV DATA SISTEM PERPIPAAN HANGTUAH

BAB IV DATA SISTEM PERPIPAAN HANGTUAH BAB IV DATA SISTEM PERPIPAAN HANGTUAH 4.1. Sistem Perpipaan 4.1.1. Lokasi Sistem Perpipaan Sistem perpipaan yang dianalisis sebagai studi kasus pada tugas akhir ini adalah sistem perpipaan milik Conoco

Lebih terperinci

DESAIN ANJUNGAN LEPAS PANTAI TIPE JACKET 4 KAKI

DESAIN ANJUNGAN LEPAS PANTAI TIPE JACKET 4 KAKI DESAIN ANJUNGAN LEPAS PANTAI TIPE JACKET 4 KAKI LAPORAN TUGAS AKHIR Diajukan sebagai syarat untuk kelulusan tahap Sarjana pada Program Studi Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung Oleh : Muhammad Syadli

Lebih terperinci

BAB XI PERENCANAAN PONDASI TIANG PANCANG

BAB XI PERENCANAAN PONDASI TIANG PANCANG GROUP BAB XI PERENCANAAN PONDASI TIANG PANCANG 11. Perencanaan Pondasi Tiang Pancang Perencanaan pondasi tiang pancang meliputi daya dukung tanah, daya dukung pondasi, penentuan jumlah tiang pondasi, pile

Lebih terperinci

ANALISA STABILITAS PIPA BAWAH LAUT DENGAN METODE DNV RP F109 : STUDI KASUS PROYEK INSTALASI PIPELINE

ANALISA STABILITAS PIPA BAWAH LAUT DENGAN METODE DNV RP F109 : STUDI KASUS PROYEK INSTALASI PIPELINE ANALISA STABILITAS PIPA BAWAH LAUT DENGAN METODE DNV RP F109 : STUDI KASUS PROYEK INSTALASI PIPELINE DARI PLATFORM EZA MENUJU PLATFORM URA SEPANJANG 7.706 KM DI LAUT JAWA Rahmat Riski (1), Murdjito (2),

Lebih terperinci

II. KONSEP DESAIN. A. Pembebanan Beban pada struktur dapat berupa gaya atau deformasi sebagai pengaruh temperatur atau penurunan.

II. KONSEP DESAIN. A. Pembebanan Beban pada struktur dapat berupa gaya atau deformasi sebagai pengaruh temperatur atau penurunan. II. KONSEP DESAIN A. Pembebanan Beban pada struktur dapat berupa gaya atau deformasi sebagai pengaruh temperatur atau penurunan. Beban yang bekerja pada struktur bangunan dapat bersifat permanen (tetap)

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR PADEYE PADA PROSES LIFTING JACKET EMPAT KAKI DENGAN PENDEKATAN DINAMIK

ANALISIS STRUKTUR PADEYE PADA PROSES LIFTING JACKET EMPAT KAKI DENGAN PENDEKATAN DINAMIK ANALISIS STRUKTUR PADEYE PADA PROSES LIFTING JACKET EMPAT KAKI DENGAN PENDEKATAN DINAMIK OLEH: HENNY GUSTI PRAMITA 4309 100 007 DOSEN PEMBIMBING: Ir. Handayanu, M.Sc, Ph.D Yoyok Setyo Hadiwidodo, S.T.,

Lebih terperinci

STUDI PENAMPANG SUBMERGED FLOATING TUNNEL ( SFT )

STUDI PENAMPANG SUBMERGED FLOATING TUNNEL ( SFT ) STUDI PENAMPANG SUBMERGED FLOATING TUNNEL ( SFT ) Nama Mahasiswa : Reka Indrawan NRP : 3107100069 Jurusan : Teknik Sipil FTSP ITS Dosen Pembimbing 1 : Endah Wahyuni ST M.Sc Ph.D Dosen Pembimbing 2 : Ir.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gerusan lokal pada dasar merupakan fenomena yang banyak dialami oleh struktur bangunan air dan terutama di sungai dan daerah pantai. Gerusan dasar tersebut diakibatkan

Lebih terperinci

Tabel 4. Kondisi Kerja Pipa Pipe Line System Sumber. Dokumen PT. XXX Parameter Besaran Satuan Operating Temperature 150 Pressure 3300 Psi Fluid Densit

Tabel 4. Kondisi Kerja Pipa Pipe Line System Sumber. Dokumen PT. XXX Parameter Besaran Satuan Operating Temperature 150 Pressure 3300 Psi Fluid Densit BAB IV ANALISA DAN PEBAHASAN 4.1 Perhitungan Data material pipa API-5L-Gr.65 ditunjukan pada Tabel 4.1, sedangkan kondisi kerja pada sistem perpipaan pipe lin esystem di tunjukan pada Tabel 4.. Tabel 4.1

Lebih terperinci

RISK BASED UNDERWATER INSPECTION

RISK BASED UNDERWATER INSPECTION Bab 4 RISK BASED UNDERWATER INSPECTION 4.1 Pendahuluan Dalam laporan tugas akhir ini area platform yang ditinjau berada di daerah laut jawa dimana pada area ini memiliki 211 platform yang diantaranya terdapat

Lebih terperinci

BAB 3 DATA TANAH DAN DESAIN AWAL

BAB 3 DATA TANAH DAN DESAIN AWAL BAB 3 DATA TANAH DAN DESAIN AWAL Jembatan Cable Stayed Menado merupakan jembatan yang direncanakan dibangun untuk melengkapi sistem jaringan Menado Ring Road sisi barat untuk mengakomodasi kebutuhan jaringan

Lebih terperinci

ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR BAGIAN BAWAH DERMAGA PONTON DI BABO PAPUA BARAT

ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR BAGIAN BAWAH DERMAGA PONTON DI BABO PAPUA BARAT ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR BAGIAN BAWAH DERMAGA PONTON DI BABO PAPUA BARAT Ilman Kurniadi 1 dan Muslim Muin Program Studi Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung,

Lebih terperinci

Analisa Pemasangan Ekspansi Loop Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline

Analisa Pemasangan Ekspansi Loop Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline Sidang Tugas Akhir Analisa Pemasangan Ekspansi Loop Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline HARIONO NRP. 4309 100 103 Dosen Pembimbing : 1. Dr. Ir. Handayanu, M.Sc 2. Yoyok Setyo H.,ST.MT.PhD

Lebih terperinci

Manual SACS - Properti

Manual SACS - Properti Manual SACS - Properti Dalam Menginput properti untuk model geometri struktur platform, ada beberapa jenis material yang tidak terdapat dalam tabel. Maka material tersebut perlu didefinisikan sehingga

Lebih terperinci

ANALISIS PONDASI JEMBATAN DENGAN PERMODELAN METODA ELEMEN HINGGA DAN BEDA HINGGA

ANALISIS PONDASI JEMBATAN DENGAN PERMODELAN METODA ELEMEN HINGGA DAN BEDA HINGGA ANALISIS PONDASI JEMBATAN DENGAN PERMODELAN METODA ELEMEN HINGGA DAN BEDA HINGGA TUGAS AKHIR SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MENYELESAIKAN PENDIDIKAN SARJANA TEKNIK DI PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL OLEH BERLI

Lebih terperinci

Beban hidup yang diperhitungkan pada dermaga utama adalah beban hidup merata, beban petikemas, dan beban mobile crane.

Beban hidup yang diperhitungkan pada dermaga utama adalah beban hidup merata, beban petikemas, dan beban mobile crane. Bab 4 Analisa Beban Pada Dermaga BAB 4 ANALISA BEBAN PADA DERMAGA 4.1. Dasar Teori Pembebanan Dermaga yang telah direncanakan bentuk dan jenisnya, harus ditentukan disain detailnya yang direncanakan dapat

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. A : sebuah konstanta, pada Persamaan (5.1)

DAFTAR NOTASI. A : sebuah konstanta, pada Persamaan (5.1) DAFTAR NOTASI A : sebuah konstanta, pada Persamaan (5.1) a c a m1 / 3 a m /k s B : Koefisien-koefisien yang membentuk elemen matrik tridiagonal dan dapat diselesaikan dengan metode eliminasi Gauss : amplitudo

Lebih terperinci

PERKIRAAN UMUR KONSTRUKSI KAPAL DENGAN ANALISA FATIGUE: STUDI KASUS PADA KAPAL TANKER DWT. Oleh: OKY ADITYA PUTRA

PERKIRAAN UMUR KONSTRUKSI KAPAL DENGAN ANALISA FATIGUE: STUDI KASUS PADA KAPAL TANKER DWT. Oleh: OKY ADITYA PUTRA PERKIRAAN UMUR KONSTRUKSI KAPAL DENGAN ANALISA FATIGUE: STUDI KASUS PADA KAPAL TANKER 24.000 DWT Oleh: OKY ADITYA PUTRA 4106 100 040 LATAR BELAKANG Metode perhitungan konvensional memiliki banyak kekurangan

Lebih terperinci

SIDANG P3 TUGAS AKHIR ALLISSA SUWONDO P

SIDANG P3 TUGAS AKHIR ALLISSA SUWONDO P SIDANG P3 TUGAS AKHIR ALLISSA SUWONDO P 4305100079 Dosen Pembimbing1 Bpk.Yoyok Setyo Hadiwidodo, ST., MT. 197111051995121001 Dosen Pembimbing2 Sholihin, ST., MT. 19690828200012100 JUDUL: Deteksi Kerusakan

Lebih terperinci

BAB V METODOLOGI. Mulai

BAB V METODOLOGI. Mulai BAB V METODOLOGI 5.1. Diagram Alir Pemodelan dan Pemeriksaan Tegangan, Defleksi, Kebocoran pada Flange, dan Perbandingan Gaya dan Momen Langkah-langkah proses pemodelan sampai pemeriksaan tegangan pada

Lebih terperinci

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUSUNAWA UNIMUS

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUSUNAWA UNIMUS TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUSUNAWA UNIMUS Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata (S-1) Pada Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Katolik

Lebih terperinci

ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR FLAT PLATE BETON BERTULANG UNTUK GEDUNG EMPAT LANTAI TAHAN GEMPA

ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR FLAT PLATE BETON BERTULANG UNTUK GEDUNG EMPAT LANTAI TAHAN GEMPA ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR FLAT PLATE BETON BERTULANG UNTUK GEDUNG EMPAT LANTAI TAHAN GEMPA Helmi Kusuma NRP : 0321021 Pembimbing : Daud Rachmat Wiyono, Ir., M.Sc FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL

Lebih terperinci

BAB III METEDOLOGI PENELITIAN. dilakukan setelah mendapat data dari perencanaan arsitek. Analisa dan

BAB III METEDOLOGI PENELITIAN. dilakukan setelah mendapat data dari perencanaan arsitek. Analisa dan BAB III METEDOLOGI PENELITIAN 3.1 Prosedur Penelitian Pada penelitian ini, perencanaan struktur gedung bangunan bertingkat dilakukan setelah mendapat data dari perencanaan arsitek. Analisa dan perhitungan,

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISIS

BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISIS BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISIS 4.1 Umum Dalam mendesain suatu pondasi bored pile, ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Langkah pertama adalah menentukan jenis pondasi yang akan digunakan. Dalam mengambil

Lebih terperinci

Analisis Struktur Dermaga Deck on Pile Terminal Peti Kemas Kalibaru 1A Pelabuhan Tanjung Priok

Analisis Struktur Dermaga Deck on Pile Terminal Peti Kemas Kalibaru 1A Pelabuhan Tanjung Priok Analisis Struktur Dermaga Deck on Pile Terminal Peti Kemas Kalibaru 1A Pelabuhan Tanjung Priok Julfikhsan Ahmad Mukhti Program Studi Sarjana Teknik Kelautan ITB, FTSL, ITB julfikhsan.am@gmail.com Kata

Lebih terperinci

ANALISIS DEFLEKSI STRUKTUR DERMAGA TIPE WHARF DI PPI TEMKUNA NTT AKIBAT KENAIKAN MUKA AIR LAUT ABSTRAK

ANALISIS DEFLEKSI STRUKTUR DERMAGA TIPE WHARF DI PPI TEMKUNA NTT AKIBAT KENAIKAN MUKA AIR LAUT ABSTRAK ANALISIS DEFLEKSI STRUKTUR DERMAGA TIPE WHARF DI PPI TEMKUNA NTT AKIBAT KENAIKAN MUKA AIR LAUT Adhytia Pratama 0721020 Pembimbing : Olga Pattipawaej, Ph.D ABSTRAK Moda transportasi laut memegang peranan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. dasar ke permukaan tanah untuk suatu situs, maka situs tersebut harus

BAB III LANDASAN TEORI. dasar ke permukaan tanah untuk suatu situs, maka situs tersebut harus BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Perencanaan Beban Gempa 3.1.1 Klasifikasi Situs Dalam perumusan kriteria desain seismik suatu bangunan di permukaan tanah atau penentuan amplifikasi besaran percepatan gempa

Lebih terperinci