KATA PENGANTAR. dapat bermanfaat bagi semua pihak. Jakarta Maret 2011 DIREKTUR JENDERAL KERJA SAMA PERDAGANGAN INTERNASIONAL GUSMARDI BUSTAMI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KATA PENGANTAR. dapat bermanfaat bagi semua pihak. Jakarta Maret 2011 DIREKTUR JENDERAL KERJA SAMA PERDAGANGAN INTERNASIONAL GUSMARDI BUSTAMI"

Transkripsi

1

2 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kita panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-nya, sehingga buku Laporan Tahunan Ditjen Kerja sama Perdagangan Internasional Tahun 2010 dapat diselesaikan dengan baik. Indonesia sebagai negara dengan potensi ekonomi yang besar, sangat berkepentingan secara strategis untuk berpartisipasi dalam perundingan internasional dalam rangka memperjuangkan kepentingan nasional terkait akses pasar internasional. Dukungan kekayaan sumber daya alam yang melimpah dan jumlah penduduk yang besar, telah diakui oleh dunia sebagai kunci penting keberadaan Indonesia pada berbagai fora perundingan. Dari sisi tugas pokok dan fungsi Ditjen Kerja sama Perdagangan Internasional telah menjalani perannya dengan baik yaitu menjalin dan meningkatkan kerja sama perdagangan di ketiga fora perundingan internasional. Hal ini diindikasikan dengan meningkatnya nilai ekspor nonmigas pada bulan November 2010 yang mencapai US$ 12,6 miliar, meningkat 49,2% dari periode yang sama tahun Nilai tersebut merupakan ekspor bulanan tertinggi sepanjang sejarah perekonomian Indonesia yang lebih tinggi dari rekor bulanan sebelumnya di bulan Agustus 2010 sebesar US$ 11,8 milyar dan jauh di atas rata-rata bulanan sepanjang tahun 2010 sebesar US$10,5 milyar. Buku ini merupakan kumpulan dari hasil-hasil perundingan dan kesepakatan Ditjen Kerja sama Perdagangan Internasional yang telah dilakukan sepanjang tahun 2010 di tiga fora perundingan yakni bilateral, regional, dan multilateral. Selain itu buku ini juga menguraikan hal-hal yang telah dilaksanakan dan dicapai selama tahun 2010 serta masalah-masalah yang masih perlu penanganan intensif pada tahun-tahun mendatang sesuai dengan tugas pokok dan fungsi dari Ditjen Kerja sama Perdagangan Internasional, Kementerian Perdagangan. Akhir kata, kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan dan penerbitan buku Laporan Tahunan ini. Harapan kami, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Jakarta Maret 2011 DIREKTUR JENDERAL KERJA SAMA PERDAGANGAN INTERNASIONAL GUSMARDI BUSTAMI Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 1

3 2 Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010

4 DAFTAR ISI HALAMAN KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii RINGKASAN EKSEKUTIF... vii BAB I. ARAH KEBIJAKAN DITJEN KPI DAN STRUKTUR ORGANISASI A. Visi dan Misi Ditjen KPI Visi Misi... B. Tugas Pokok dan Fungsi Ditjen KPI BAB II. DINAMIKA KERJA SAMA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. Forum Kerja Sama Multilateral... B. Forum Kerja Sama Regional... C. Forum Kerja Sama Bilateral BAB III. PERKEMBANGAN KERJA SAMA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. Forum Kerja sama Multilateral WTO Doha Development Agenda... a. Pertanian... b. Non Pertanian (NAMA)... c. Services... d. Trade Related Intellectual Property Rights (TRIPS)... d. Rules... e. Trade and Environment... f. Trade Facilitation WTO Non DDA... a. Trade-related Investment Measures (TRIMs). b. The United Nation Environment Programme (UNEP)... c. United Nation Convention on Sustainable Development (UNCSD)... d. Dispute Settlement Body (DSB) Organisasi Komoditi Internasional... a. International Tripartite Rubber Council (ITRC)... b. Association of Natural Rubber Producing Countries (ANRPC)... c. International Pepper Community (IPC)... d. International Coffee Organization (ICO)... Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional

5 4. Organisasi Internasional Lainnya... a. Development b. The Organization of The Islamic Conference B. FORUM KERJA SAMA REGIONAL 1. Intra ASEAN.. a. AEC Scorecard.. b. ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA). c. ASEAN Comprehensive Investment Agreement (ACIA). d. ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS).. 2. ASEAN Mitra Dialog... a. ASEAN Amerika Serikat... b. ASEAN Australia New Zealand... c. ASEAN China d. ASEAN India. e. ASEAN Jepang. f. ASEAN Korea 3. Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC).... C. FORUM KERJA SAMA BILATERAL 1. Indonesia Amerika Serikat Indonesia Argentina Indonesia Australia Indonesia Bangladesh Indonesia EFTA Indonesia Iran Indonesia Iraq Indonesia India Indonesia Jepang Indonesia Korea Indonesia Mesir Indonesia Mozambique Indonesia RRT Indonesia Rusia Indonesia Selandia Baru Indonesia Slovakia Indonesia Somalia Indonesia Turki Indonesia Tunisia Indonesia Timor Leste Indonesia Uni Eropa 22. Indonesia Uzbekistan D. PENGAMANAN PERDAGANGAN 1. Perkembangan Tuduhan Dumping, Subsidi dan Safeguard Perkembangan Penyelesaian Kasus Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010

6 E. KESEKRETARIATAN 1. Bagian Program Bagian Hukum dan Evaluasi Bagian Keuangan Bagian Kepegawaian dan Umum BAB IV. PERMASALAHAN DAN TINDAK LANJUT A. FORUM KERJA SAMA MULTILATERAL WTO Doha Development Agenda... a. Pertanian... b. Non Pertanian (NAMA)... c. Services... d. Trade Related Intellectual Property Rights (TRIPS)... e. Rules... f. Trade and Environment... g. Trade Facilitation WTO Non DDA... a. Trade-related Investment Measures (TRIMs). b. The United Nation Environment Programme (UNEP)... c. United Nation Convention on Sustainable Development (UNCSD)... d. Dispute Settlement Body (DSB) Organisasi Komoditi Internasional... a. International Tripartite Rubber Council (ITRC)... b. Association of Natural Rubber Producing Countries (ANRPC)... c. International Pepper Community (IPC)... d. International Coffee Organization (ICO) Organisasi Internasional Lainnya... a. Development b. The Organization of The Islamic Conference B. FORUM KERJA SAMA REGIONAL 1. Intra ASEAN.. a. AEC Scorecard.. b. ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA)... c. ASEAN Comprehensive Investment Agreement (ACIA)... d. ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) ASEAN Mitra Dialog a. ASEAN Amerika Serikat b. ASEAN Australia New Zealand c. ASEAN China 88 d. ASEAN India. 88 e. ASEAN Jepang. 89 f. ASEAN Korea 90 Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 5

7 3. Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC)..... C. FORUM KERJA SAMA BILATERAL 1. Indonesia Amerika Serikat Indonesia Argentina Indonesia Australia Indonesia Bangladesh Indonesia EFTA Indonesia Iran Indonesia Iraq Indonesia India Indonesia Jepang Indonesia Korea Indonesia Mesir Indonesia Mozambique Indonesia RRT Indonesia Rusia Indonesia Selandia Baru Indonesia Slovakia Indonesia Somalia Indonesia Turki Indonesia Tunisia Indonesia Timor Leste Indonesia Uni Eropa 22. Indonesia Uzbekistan. D. PENGAMANAN PERDAGANGAN BAB V. PENUTUP Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010

8 RINGKASAN EKSEKUTIF Sepanjang tahun 2010, adalah saat Indonesia untuk terbebas dari krisis ekonomi global. Indonesia sendiri telah membuktikan bahwa krisis ekonomi 2008 tidak terlalu berimbas kepada negara yang memiliki pasar ekspor yang sangat luas. Indonesia berhasil mencatat pertumbuhan ekonomi yang melebihi 6%, atau lebih tinggi dari target APBN-P 2010 sebesar 5,8%. Sedangkan untuk ekspor nonmigas Indonesia mencatat surplus sebesar US$ 22,1 milyar. Dari sudut pandang Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) Ditjen Kerja sama Perdagangan Internasional, upaya yang dilakukan untuk menjaga akses pasar dan kemerosotan pertumbuhan ekonomi ditempuh melalui penyelesaian hambatan atas berbagai produkproduk Indonesia di negara mitra dagang. Hal ini dikarenakan ada kecenderungan di dalam masa krisis ini ada beberapa negara yang melakukan proteksi untuk melindungi pasar mereka namun kebijakan tersebut bertentangan dengan aturan yang ada. Oleh karena itu, kebijakan yang dilakukan oleh beberapa negara dalam rangka melindungi pasar mereka cenderung tidak transparan. Upaya lain yang dilakukan oleh Ditjen Kerja sama Perdagangan Internasional adalah dengan cara terus menerus mendorong perundingan di semua fora perundingan melalui 3 (tiga) fora kerjasama, yaitu: (i) fora multilateral; (ii) fora regional; dan (iii) fora bilateral. Dari ketiga fora kerja sama tersebut, beberapa pencapaian yang telah dicapai oleh Ditjen KPI pada tahun 2010, antara lain: 1. Hal-hal pokok yang patut dicatat dari pencapaian hasil kerja sama perdagangan internasional di forum multilateral adalah keberhasilan dalam meratifikasi dokumen perjanjian dalam kerangka kerja sama Development 8 dan Organisation Of Islamic Conference. 2. Telah diratifikasinya kesepakatan kerja sama, yaitu : (i) ASEAN - Jepang; (ii) Indonesia - Uzbekistan Trade Agreement; dan (iii) ASEAN Framework Agreement for the Integration of Priority Sector (PIS), yang bertujuan untuk meningkatkan, memberikan kemudahan, serta mengembangkan kerjasama ekonomi dan perdagangan yang stabil dan berjangka panjang; 3. Di tingkat negara-negara anggota ASEAN kita telah menyepakati untuk membentuk Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada tahun 2015 sehingga akan menjadikan ASEAN sebagai kekuatan ekonomi baru di dunia. Terdapat 4 (empat) pilar yang menjadi strategi dalam membangun MEA, yaitu: (1) Pasar Tunggal dan Berbasis Produksi; (2) Wilayah Berdaya Saing Ekonomi; (3) Pembangunan Ekonomi yang Adil dan Merata; dan (4) Integrasi dengan Perekonomian Global. Selain itu, Indonesia sebagai Ketua ASEAN di Tahun 2011, harus dapat memandu anggota lainnya dalam mempercepat implementasi dari perjanjian-perjanjian yang telah ditetapkan; Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional

9 4. Melalui kerja sama ekonomi APEC kita telah mendorong untuk dapat menyelesaikan krisis ekonomi global, percepatan integrasi ekonomi regional, dan mendukung proses penyelesaian perundingan WTO DDA agar dapat diselesaikan pada waktu yang tepat dengan mengakomodir kepentingan banyak negara-negara anggota; 5. Beberapa hal yang patut diketahui di forum bilateral, adalah telah diselesaikannya JSG dengan EFTA, India dan Australia, serta pembentukan Trade and Investment Council (TIC) Indonesia - Amerika Serikat yang dimaksudkan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan perdagangan bilateral antar kedua negara terkait isu Family Smoking Prevention and Tobacco Control Act dan Priority Watch List; 6. Indonesia dengan AS telah menyepakati untuk diadakannya kemitraan komprehensif yang diwujudkan dalam bentuk Joint Commission Meeting (JCM) yang dipimpin oleh Menteri Luar Negeri kedua negara dan terbagi dalam beberapa working groups; 7. Argentina akan membuka pasarnya lebih lebar terhadap jenis produk ekspor Indonesia seperti tekstil, elektronik, peralatan listrik, minyak kelapa sawit, produk hortikultura, kertas dan produk kertas, kayu olahan, karet, alas kaki, suku cadang sepeda motor, sepeda motor, coklat, udang, ikan beku, kopi, buah yang diawetkan, mesin pencetak, furnitur, kerajinan tangan, perhiasan, kimia, dan perlengkapan rumah tangga. 8. Menandatangani 2 (dua) MoU dengan negara Mozambik dan Rusia, yaitu (i) Memorandum of Understanding between the Ministry of Trade the Republic of Indonesia and the Ministry of Industry and Trade of the Republic of Mozambique on Trade Promotion Cooperation ditandatangani pada tanggal 9 Juni 2010 di Jakarta; dan (ii) The Memorandum of Understanding between the Ministry of Economic Development of the Russian Federation and the Ministry of Trade of Republic of Indonesia on Mutual Cooperation in the Field of Trade, Investment, and Economy ditandatangani pada tanggal 10 November 2010 di Yokohama, Jepang; 9. Selain itu pada tahun 2010 telah diratifikasi pula dokumen Agreement Between The Government of The Republic of Indonesia and The Government of the Arab Republic of Egypt on Economic and Technical Cooperation. Dari berbagai keberhasilan tersebut, beberapa hal yang perlu mendapat perhatian, antara lain: 1. Lambannya Putaran Perundingan DDA WTO terutama issue perundingan bidang pertanian yang menjadi penentu keberhasilan keseluruhan perundingan lainnya. Isu multilateral lain yang juga perlu mendapat perhatian adalah masalah transparansi dimana semua pihak yang berkepentingan dapat sewaktu-waktu meminta klarifikasi atas berbagai kebijakan menyangkut bidang perdagangan; 2. Dari seluruh outstanding issues dalam perundingan pertanian di WTO, SSM dipandang memiliki muatan politis yang tinggi dan paling kompleks dari semua isu yang ada. 3. Masih belum diratifikasinya ACIA akan menyebabkan terlambatnya implementasi perjanjian tersebut; 4. Kesulitan dari negara anggota ASEAN dalam memenuhi persyaratan AFAS 8; 5. Masih terdapat berbagai hambatan non-tarif atau aturan-aturan yang cukup memberatkan seperti REACH yang dikeluarkan oleh Uni Eropa yang mencakup 8 Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010

10 Registration, Evaluation, Authorisation and Restriction of Chemicals. Hambatan lain yang diterapkan oleh negara lain yaitu legalisasi dokumen ekspor, keharusan calling visa bagi pengusaha RI dan masalah pembayaran. Upaya yang telah dilakukan antara lain; memfasilitasi registrasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan pendekatan kepada Parlemen UE guna menjelaskan bahwa Palm oil Indonesia telah memenuhi persyaratan lingkungan (substainability). Untuk mengatasi permasalahan di bidang kerja sama perdagangan internasional, langkahlangkah yang telah diambil, antara lain: 1. Melanjutkan strategi diplomasi Indonesia dalam menghadapi perundingan perdagangan internasional yang dilakukan melalui 3 (tiga) pilar pendekatan, meliputi: Multilateral, Regional, dan Bilateral dengan tujuan antara lain untuk menciptakan kerja sama perdagangan yang adil bagi semua negara; 2. Melakukan kegiatan ekstensif di bidang transparansi dalam forum kerja sama multilateral dan memperkuat aliansi dengan berbagai mitra runding untuk mengamankan posisi RI baik di forum WTO maupun forum lembaga internasional dan kerja sama komoditi; 3. Terkait perundingan bidang pertanian WTO, Indonesia bersama-sama dengan Kelompok G-33 secara aktif terlibat dalam berbagai pertemuan teknis. 4. Mengupayakan kesetaraan dalam perundingan kerja sama perdagangan internasional dengan mitra dialog; 5. Meningkatkan kerja sama antara negara-negara muslim yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI). ****(((())))**** Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional

11 BAB I ARAH KEBIJAKAN DAN STRUKTUR ORGANISASI Pembangunan Perdagangan dalam lima tahun ke depan akan berlandaskan pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) yang telah dijabarkan ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) dan bertumpu pada keseimbangan antara pembangunan perdagangan dalam negeri dan pembangunan perdagangan luar negeri. Keberadaan Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional, Kementerian Perdagangan adalah sebagai institusi yang membidangi kerja sama perdagangan internasional dengan melakukan diplomasi dan negosiasi perdagangan internasional serta meningkatkan akses pasar. Dalam rangka berdiplomasi dan bernegosiasi untuk meningkatkan akses pasar, Ditjen KPI menggunakan strategi multijalur di forum multilateral, regional, dan bilateral. Melalui strategi multijalur ini, Indonesia telah berhasil memperkuat perannya di forum multilateral melalui forum kelompok Negara perunding di WTO seperti G-20, G-33, Cairns Group dan NAMA 11, di forum regional yang berfokus pada ASEAN Economic Community (AEC), ASEAN + Mitra Dialog, dan APEC, sedangkan di forum bilateral yang berorientasi pada penjajakan pengembangan Economic Partnership Agreement (EPA) dan Free Trade Agreement (FTA). Dalam rangka mewujudkan strategi tersebut, Setditjen KPI berperan sebagai pelaksana pelayanan teknis dan administrasi kepada seluruh satuan organisasi di lingkungan Direktorat Jenderal dengan pengembangan sistem perencanaan, pengorganisasian, ketatalaksanaan pendayagunaan sumber daya dan keuangan, serta peningkatan koordinasi dengan setiap Direktorat yang terkait. Peran kerja sama perdagangan internasional sangat strategis dalam mencapai sasaran pembangunan ekonomi. Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional menjabarkan seluruh program kegiatannya selama periode tahun yang tertuang dalam Rencana Strategis (Renstra) Ditjen KPI melalui penetapan arah pembangunan dalam jangka pendek dan menengah, yaitu membangun sistem perdagangan yang efisien dan efektif guna meningkatkan daya saing barang dan jasa di pasar global melalui Kerja sama perdagangan internasional. Dalam menyusun Renstra ini, Ditjen KPI berpedoman pada RPJMN yang telah dielaborasi dalam Rencana Strategis Pembangunan Perdagangan , dan secara aktif berkoordinasi dengan para pemangku kepentingan sehingga dapat dihasilkan sebuah rencana strategis yang transparan, terpadu, dan dapat diimplementasikan, serta sejalan dengan rencana pembangunan jangka panjang yang telah dikembangkan oleh pemerintah. Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional

12 Dalam rangka mewujudkan cita-cita yang ingin dicapai dalam jangka menengah dan panjang, maka Ditjen KPI telah merumuskan visi dan misi yang sesuai dengan tugas pokok dan fungsi yang dikerjakan dan mengacu serta terkait erat dengan Visi dan Misi Kementerian Perdagangan. A. Visi dan Misi Ditjen KPI 1. Visi Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional telah menetapkan visi sesuai dengan visi Kementerian Perdagangan. Perdagangan Sebagai Sektor Penggerak Pertumbuhan dan Daya Saing Ekonomi serta Pencipta Kemakmuran Rakyat Yang Berkeadilan. 2. Misi Dalam proses mewujudkan visi dan mendukung misi Kementerian Perdagangan yaitu Meningkatkan kinerja ekspor nonmigas secara berkualitas, Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional mengemban misi sebagai berikut: a. Meningkatkan akses pasar ekspor melalui diplomasi perdagangan; b. Meningkatkan kualitas fasilitasi pengamanan akses pasar; c. Mengamankan kebijakan perdagangan RI di forum Internasional. B. TUGAS POKOK DAN FUNGSI (Tupoksi) DIREKTORAT JENDERAL KERJA SAMA PERDAGANGAN INTERNASIONAL Sesuai dengan Peraturan Presiden R.I. Nomor 10 Tahun 2005, Tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia, Ditjen KPI mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang kerja sama perdagangan internasional. Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana tersebut berdasarkan Permendag 01/M-DAG/PER/3/2005 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perdagangan sebagaimana telah dirubah dengan Permendag 30/M-DAG/PER/12/2005, Ditjen KPI menyelenggarakan fungsi : 1. Penyiapan perumusan kebijakan kementerian dibidang kerja sama dan negosiasi perdagangan internasional; 2. Pelaksanaan kebijakan dibidang kerja sama dan negosiasi perdagangan internasional sesuai dengan peraturan perundang - undangan yang berlaku; 3. Pengamanan kebijakan dibidang kerja sama dan negosiasi perdagangan internasional sesuai dengan peraturan dan perundang - undangan yang berlaku; 4. Perumusan standar, norma, pedoman, kriteria dan prosedur dibidang kerja sama dan negosiasi perdagangan internasional; 5. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi dibidang kerja sama dan negosiasi perdagangan internasional; 6. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal. Tugas pokok dan fungsi Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional sebagaimana tersebut di atas, merupakan pelaksanaan sebagian tugas atau misi Kementerian Perdagangan dalam upaya mewujudkan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. 2 Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010

13 Berdasarkan Keputusan Menteri Perdagangan Nomor: 01/M-DAG/PER/3/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perdagangan, Ditjen KPI terdiri dari 6 (enam) unit setingkat Eselon II yaitu 5(lima) unit teknis setingkat Eselon II dan 1 (satu) unit Sekretariat Direktorat Jenderal. 1. Sekretariat Direktorat Jenderal KPI Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pelayanan teknis dan administratif kepada seluruh satuan organisasi di lingkungan Direktorat Jenderal. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 390, Sekretariat Direktorat Jenderal menyelenggarakan fungsi: a). Pelaksanaan koordinasi penyusunan rencana dan program kerja sama multilateral, regional, bilateral, dan pengamanan perdagangan serta bantuan teknik internasional di bidang kerja sama dan negosiasi perdagangan internasional; b). Penyiapan telaahan hukum, penyusunan rancangan peraturan perundangundangan, evaluasi, dan pelaporan di bidang kerja sama dan negosiasi perdagangan internasional serta organisasi dan ketatalaksanaan Direktorat Jenderal; c). Pelaksanaan urusan administrasi keuangan; d). Pelaksanaan urusan administrasi kepegawaian, perlengkapan rumah tangga, dan tata usaha serta kearsipan. 2. Direktorat Kerja Sama Multilateral Direktorat Kerja sama Multilateral mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan, standardisasi, dan bimbingan teknis serta evaluasi di bidang kerja sama dan negosiasi perdagangan multilateral. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 409, Direktorat Kerja sama Multilateral menyelenggarakan fungsi : a). Pelaksanaan penyiapan perumusan kebijakan kerja sama dan negosiasi perdagangan multilateral di bidang peningkatan akses pasar barang, akses pasar jasa dan hak kekayaan intelektual, pengamanan dan perlindungan akses pasar barang, penanganan isu baru perdagangan serta badan-badan perserikatan bangsa-bangsa dan organisasi internasional; b). Pelaksanaan penyiapan perumusan pedoman, standar, norma, kriteria, dan prosedur kerja sama dan negosiasi perdagangan multilateral di bidang peningkatan akses pasar barang, akses pasar jasa dan hak kekayaan intelektual, pengamanan dan perlindungan akses pasar barang, penanganan isu baru perdagangan serta badan-badan perserikatan bangsa-bangsa dan organisasi internasional; c). Bimbingan teknis kerja sama dan negosiasi perdagangan multilateral di bidang peningkatan akses pasar barang, akses pasar jasa dan hak kekayaan intelektual, pengamanan dan perlindungan akses pasar barang, penanganan Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional

14 isu baru perdagangan serta badan-badan perserikatan bangsa-bangsa dan organisasi internasional; d). Evaluasi pelaksanaan kerja sama dan negosiasi perdagangan multilateral di bidang peningkatan akses pasar barang, akses pasar jasa dan hak kekayaan intelektual, pengamanan dan perlindungan akses pasar barang, penanganan isu baru perdagangan serta badan-badan perserikatan bangsa-bangsa dan organisasi internasional; e). Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. 3. Direktorat Kerja Sama Regional Direktorat Kerja sama Regional mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan, standardisasi, dan bimbingan teknis serta evaluasi di bidang kerja sama dan negosiasi perdagangan regional. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 433, Direktorat Kerja sama Regional menyelenggarakan fungsi: a). Pelaksanaan penyiapan perumusan kebijakan kerja sama dan negosiasi perdagangan regional di bidang kerja sama perdagangan ASEAN, kerja sama fasilitasi perdagangan dan investasi ASEAN, perdagangan dan investasi APEC, ekonomi dan teknik APEC, serta kerja sama intra dan antar regional; b). Pelaksanaan penyiapan perumusan pedoman, standar, norma, kriteria dan prosedur Kerja sama dan negosiasi perdagangan regional di bidang kerja sama perdagangan ASEAN, kerja sama fasilitasi perdagangan dan investasi ASEAN, perdagangan dan investasi APEC, ekonomi dan teknik APEC, serta kerja sama intra dan antar regional; c). Bimbingan teknis Kerja sama dan negosiasi perdagangan regional di bidang kerja sama perdagangan ASEAN, kerja sama fasilitasi perdagangan dan investasi ASEAN, perdagangan dan investasi APEC, ekonomi dan teknik APEC, serta kerja sama intra dan antar regional; d). Evaluasi pelaksanaan kerja sama dan negosiasi perdagangan regional di bidang kerja sama perdagangan ASEAN, kerja sama fasilitasi perdagangan dan investasi ASEAN, perdagangan dan investasi APEC, ekonomi dan teknik APEC, serta kerja sama intra dan antar regional; e). Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. 4. Direktorat Kerja Sama Bilateral I Direktorat Kerja sama Bilateral I mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan, standardisasi, dan bimbingan teknis serta evaluasi di bidang kerja sama dan negosiasi perdagangan bilateral I. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 457, Direktorat Kerja sama Bilateral I menyelenggarakan fungsi: a). Pelaksanaan penyiapan perumusan kebijakan kerja sama dan negosiasi perdagangan bilateral dengan negara-negara di kawasan Asia Timur, Asia Tenggara, Australia dan Pasifik, Amerika Utara serta Amerika Tengah dan Selatan; b). Pelaksanaan penyiapan perumusan standar, norma, kriteria dan prosedur kerja sama dan negosiasi perdagangan bilateral dengan negara-negara di 4 Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010

15 kawasan Asia Timur, Asia Tenggara, Australia dan Pasifik, Amerika Utara serta Amerika Tengah dan Selatan; c). Bimbingan teknis kerja sama dan negosiasi perdagangan bilateral dengan negara-negara di kawasan Asia Timur, Asia Tenggara, Australia dan Pasifik, Amerika Utara serta Amerika Tengah dan Selatan; d). Evaluasi pelaksanaan kerja sama dan negosiasi perdagangan bilateral dengan negara-negara di kawasan Asia Timur, Asia Tenggara, Australia dan Pasifik, Amerika Utara serta Amerika Tengah dan Selatan; e). Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. 5. Direktorat Kerja Sama Bilateral II Direktorat Kerja sama Bilateral II mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan, standardisasi, dan bimbingan teknis serta evaluasi di bidang Kerja sama dan negosiasi perdagangan bilateral II. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 481, Direktorat Kerja sama Bilateral II menyelenggarakan fungsi: a). Pelaksanaan penyiapan perumusan kebijakan Kerja sama dan negosiasi perdagangan bilateral dengan negara-negara di kawasan Eropa, Afrika Bagian Utara dan Afrika Bagian Selatan, Asia Barat dan Selatan; b). Pelaksanaan penyiapan perumusan standar, norma, kriteria dan prosedur Kerja sama dan negosiasi perdagangan bilateral dengan negara negara di kawasan Eropa, Afrika Bagian Utara dan Afrika Bagian Selatan, Asia Barat dan Selatan; c). Bimbingan teknis Kerja sama dan negosiasi perdagangan bilateral dengan negara-negara di kawasan Eropa, Afrika Bagian Utara dan Afrika Bagian Selatan, Asia Barat dan Selatan; d). Evaluasi pelaksanaan Kerja sama dan negosiasi perdagangan bilateral dengan negara-negara di kawasan Eropa, Afrika Bagian Utara dan Afrika Bagian Selatan, Asia Barat dan Selatan; e). Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. 6. Direktorat Pengamanan Perdagangan Direktorat Pengamanan Perdagangan mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan, standardisasi, dan bimbingan teknis serta evaluasi di bidang pengamanan perdagangan. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 505, Direktorat Pengamanan Perdagangan menyelenggarakan fungsi: a). Pelaksanaan penyiapan perumusan kebijakan pengamanan perdagangan di bidang pembuktian dumping, pembuktian kerugian, pelayanan pengaduan, advokasi tuduhan dumping, dan praktek perdagangan lainnya; b). Pelaksanaan penyiapan perumusan pedoman, standar, norma, kriteria, dan prosedur pengamanan perdagangan di bidang pembuktian dumping, pembuktian kerugian, pelayanan pengaduan, advokasi tuduhan dumping, dan praktek perdagangan lainnya; c). Bimbingan teknis pengamanan perdagangan di bidang pembuktian dumping, pembuktian kerugian, pelayanan pengaduan, advokasi tuduhan dumping, dan praktek perdagangan lainnya; Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional

16 d). Evaluasi pelaksanaan pengamanan perdagangan di bidang pembuktian dumping, pembuktian kerugian, pelayanan pengaduan, advokasi tuduhan dumping, dan praktek perdagangan lainnya; e). Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. Untuk lebih memfokuskan tugasnya dalam bidang diplomasi dan menjawab tantangan kedepan, maka pada akhir tahun 2010 Ditjen Kerja Sama Perdagangan Internasional telah merestrukturisasi organisasinya. Hal ini berkaitan erat dengan semangat reformasi birokrasi di seluruh Kementerian dan Lembaga Pemerintah di Indonesia untuk mewujudkan good governance. Perubahan struktur organisasi di Ditjen KPI adalah sebagaimana gambar 1 dan gambar 2 di bawah ini. Gambar 1 Struktur Organisasi Lama Direktorat Jenderal Kerjasama Perdagangan Internasional Sekretariat Direktorat Kerjasama Multilateral Direktorat Kerjasama Regional Direktorat Kerjasama Bilateral I Direktorat Kerjasama Bilateral II Direktorat Pengamanan Perdagangan Gambar 2 Struktur Organisasi Baru Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional Sekretariat Direktorat Kerja Sama Multilateral Direktorat Kerja Sama ASEAN Direktorat Kerja Sama APEC dan Organisasi Internasional Lainnya Direktorat Kerja Sama Bilateral Direktorat Perundingan Perdagangan Jasa Sesuai dengan tugas pokok dan fungsi dari masing-masing unit teknis terkait maka pembahasan akan dilanjutkan dengan perkembangan kerja sama perdagangan internasional yang terjadi di tahun 2010 di ketiga fora perundingan. 6 Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010

17 BAB II DINAMIKA KERJA SAMA PERDAGANGAN INTERNASIONAL Dalam rangka peningkatan peran dan kemampuan diplomasi perdagangan internasional, Ditjen KPI telah menetapkan target 140 (seratus empat puluh) partisipasi perundingan perdagangan internasional yang ingin dicapai pada tahun Sampai dengan bulan Desember 2010, target tersebut telah mencapai 100%. Hasil-hasil nyata dari partisipasi perundingan tersebut tertuang ke dalam dokumen-dokumen yang berupa Agreement, kesepakatan kerja sama komoditi, MRA, MoU, Agreed Minutes, Declaration, Chair Report, dan dokumen perundingan lainnya. Masing-masing perkembangan yang terjadi sejak tahun 2009 dalam setiap forum perundingan telah terangkum sebagaimana berikut. A. FORUM KERJA SAMA MULTILATERAL Perjuangan Indonesia dalam meningkatkan akses pasar di forum multilateral dilakukan melalui kerja sama dan perundingan internasional di forum World Trade Organization (WTO) yang berfokus pada perundingan Doha Development Agenda (DDA), Perundingan WTO Non DDA, organisasi komoditi internasional, dan organisasi internasional lainnya. Melalui perundingan di forum multilateral Indonesia memiliki tujuan untuk mendorong terbentuknya sistem perdagangan yang adil (fair) tanpa diskriminasi, transparan, saling menguntungkan, dan berorientasi pasar melalui serangkaian koreksi terhadap segala bentuk gangguan (distorsi) terhadap pasar dunia. Untuk itu, Indonesia telah membuat komposisi kekuatan negara-negara berkembang dengan negara maju dalam forum multilateral tersebut menjadi berimbang. Hal ini terlihat dari kepemimpinan Indonesia dalam berbagai kelompok inti (misal: G-33, G- 20 di WTO dan ASEAN) hal ini membuat posisi Indonesia semakin diperhitungkan di forum internasional dan regional. Perbedaan mendasar dari rumitnya perundingan DDA antara lain terletak pada 3 (tiga) isu utama (Triangle Issues), yaitu: (i) Domestic Support (terkait dengan subsidi pertanian) dan Market Access (terkait dengan penurunan tarif; (ii) Special Product/SP dan Special Safeguard Mechanism/SSM) di bidang Pertanian; serta (iii) Formula penurunan tarif di bidang Non-Agricultural Market Access (NAMA). Ketiga isu diatas sangat diperjuangkan oleh Indonesia karena kedua isu tersebut terkait langsung dengan pengentasan kemiskinan, pembangunan pedesaan, dan ketahanan pangan bagi bangsa Indonesia. Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional

18 B. FORUM KERJA SAMA REGIONAL Partisipasi Indonesia di forum regional dilakukan melalui perundingan intra ASEAN, ASEAN + 1 (mitra dialog), ASEAN + 3, ASEAN + 6, APEC, dan perundingan kerja sama ekonomi regional (KESR). Komitmen yang paling penting dalam perjanjian perdagangan internasional yang bersifat regional adalah ASEAN Charter dan kesepakatan ASEAN Economic Community (AEC) Blueprint yang ditandatangani oleh masing-masing Kepala Negara pada ASEAN Summit pada bulan November Indonesia berperan dalam implementasi cetak biru AEC yang mengkonsolidasikan semua perjanjian ASEAN menjadi ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA); ASEAN Comprehensive Investment Agreement (ACIA); ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS ke-7); dan Mutual Recognition Agreement (MRA) di beberapa sektor. Terdapat 4 (empat) pilar yang menjadi strategi dalam membangun ASEAN Economic Community/Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), yaitu (1) Pasar Tunggal dan Berbasis Produksi; (2) Wilayah berdaya saing Ekonomi; (3) Pembangunan Ekonomi yang Adil dan Merata; dan (4) Integrasi dengan Perekonomian Global. Keempat pilar ini selalu di pantau perkembangan melalui mekanisme scorecard. Yang sampai dengan akhir tahun 2010 total implementasinya mencapai 83,8%. Di tingkat negara-negara anggota ASEAN kita telah menyepakati untuk membentuk Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada tahun 2015 sehingga akan menjadikan ASEAN sebagai kekuatan ekonomi baru di dunia. Selain itu Indonesia sebagai Ketua ASEAN di Tahun 2011, harus dapat memandu anggota lainnya dalam mempercepat implementasi dari perjanjian-perjanjian yang telah ditetapkan; Melalui kerja sama ekonomi APEC kita telah mendorong untuk dapat menyelesaikan krisis ekonomi global, percepatan integrasi ekonomi regional, dan mendukung proses penyelesaian perundingan WTO DDA agar dapat diselesaikan pada waktu yang tepat dengan mengakomodir kepentingan banyak negara-negara anggota; Untuk perundingan di tingkat ASEAN, diakhir tahun 2010 Ditjen KPI telah melakukan persiapan untuk menyambut Keketuaan Indonesia di ASEAN sepanjang tahun Dalam persiapannya, Ditjen KPI melakukan koordinasi dengan Kementerian dan Lembaga lain sehingga gaungnya bisa menggema dan masyarakat Indonesia dapat mengambil manfaat ekonomis dari penyelenggaraan sidang ASEAN dimaksud. 8 Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010

19 C. FORUM KERJA SAMA BILATERAL Dalam forum kerja sama bilateral, Indonesia memfokuskan kepada perundingan yang berorientasi pada penjajakan pengembangan Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) dengan mengedepankan peningkatan sumber daya manusia dan kerja sama teknik. Karena dianggap CEPA lebih menguntungkan daripada Free Trade Agreement, karena CEPA selain membuka pasar juga meningkatkan sumber daya manusia Indonesia. Salah satu bukti nyata perjuangan Ditjen KPI untuk meningkatkan sumber daya manusia Indonesia adalah dengan berlakunya Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJ-EPA) yang ditandatangani oleh kedua kepala negara bulan Agustus tahun IJ-EPA adalah kerja sama dalam kerangka Free Trade Area yang pertama dilakukan oleh Indonesia yang mengikutkan capacity building dalam perjanjiannya. Untuk itu, Indonesia akan secara terus menerus menggarap kerja sama yang sejenis dengan negara mitra dagang lainnya. Untuk perundingan bilateral yang selanjutnya, ada tiga perjanjian yang telah selesai studi kelayakannya, yaitu EFTA (European Free Trade Association) yang terdiri dari Norway, Iceland, Switzerland dan Liechtenstein), India, dan Australia, serta pembentukan Trade and Investment Council (TIC) Indonesia - Amerika Serikat yang dimaksudkan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan perdagangan bilateral antar kedua negara antara lain terkait isu Status Priority Watch List Indonesia. Isu lain yang dihadapi secara bilateral dengan beberapa negara mitra dagang sepanjang 2010, antara lain adalah masih terdapat berbagai hambatan Non-Tarif atau aturan-aturan yang cukup memberatkan seperti REACH yang dikeluarkan oleh Uni Eropa yang mencakup Registration, Evaluation, Authorisation and Restriction of Chemicals. Hambatan lain yang diterapkan oleh negara lain antara lain, yaitu legalisasi dokumen ekspor, keharusan calling visa bagi pengusaha RI, dan masalah pembayaran. Selain itu, L/C kerap mengalami penundaan pencairan, prosedur pencairan yang kaku juga membuat dana-dana yang dibutuhkan pengusaha Indonesia menjadi terlambat diterima, serta belum adanya pembayaran langsung. Upaya yang telah dilakukan antara lain; memfasilitasi registrasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku, Pendekatan kepada Parlemen Uni Eropa guna menjelaskan bahwa Palm oil Indonesia telah memenuhi persyaratan lingkungan (substainability). Negara lain yang menjadi perhatian Indonesia sejak tahun 2009, adalah: Tunisia melalui pembentukan Joint Study Group; Afrika Selatan melalui Joint Trade Committee; Kenya melalui Joint Commission; Swaziland melalui Joint Commission; Pakistan melalui pembentukan 3 (tiga) Working Group di dalam Joint Study Group; Arab Saudi melalui Joint Commision; dan Chile melalui pembentukan Joint Study Group. Negara-negara ini adalah negara pasar non tradisional bagi ekspor Indonesia yang telah terbukti menjadi penyelamat ekspor Indonesia dalam krisis global tahun 2008, oleh karena pada tahun tersebut tidak ada penurunan nilai ekspor yang signifikan terhadap ekspor Indonesia. Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional

20 10 Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010

21 BAB III PERKEMBANGAN KERJA SAMA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. FORUM KERJA SAMA MULTILATERAL 1. WTO - Doha Development Agenda (DDA) a. Pertanian Perundingan DDA Bidang Pertanian bertujuan untuk melakukan renegosiasi dan koreksi guna menyempurnakan Agreement on Agriculture agar dapat mengakomodasi aspek aspek kepentingan pembangunan, pengentasan kemiskinan, dan perlindungan perdagangan pertanian negara negara anggota WTO terutama negara berkembang khususnya Indonesia. Pembahasan perundingan meliputi 3 (tiga) pilar yaitu market access, domestic support, dan export subsidies. Selama tahun 2010, telah dilaksanakan 2 (dua) kegiatan utama dalam perundingan DDA-WTO bidang pertanian yaitu pembahasan Pending Issues pada draft text modalitas (Revisi 4 tanggal 6 Desember 2008), dan pembahasan template yang diperlukan pada saat proses penyusunan Scheduling of Comitments. Pending issues yang dibahas merupakan outstanding issues sebagaimana disampaikan Ketua CoA SS (Comittee on Agriculture-Special Session) dalam pertemuan Trade Negotiating Committee (TNC) Stocktaking pada bulan Maret Isu-isu yang dibahas tersebut meliputi ketiga pilar Domestic Support, Market Access, dan Export Competition yaitu: (i) blue box product specific limit; (ii) cotton; (iii) sensitive products designation; (iv) tariff cap; (v) tariff quota creation; (vi) tariff simplification; (vii) special products; (viii) special safeguard mechanism; dan (ix) tropical and diversification products dan long-standing preferences and preference erosion. Pembahasan yang dilakukan ditujukan untuk mengupayakan konvergensi yang belum tercapai diantara negara anggota. Sedangkan pada area templates terkait dengan base data, negara anggota telah aktif terlibat dalam road maps pengajuan developing draft templates untuk domestic support, market access dan export support. Terkait template Schedule, G-33 akan memperjuangkan terefleksinya dengan maksimal komponen SP (special products) dalam keseluruhan bangunan schedule. Selain itu juga terdapat kemajuan pembahasan dalam bidang base data dan verifikasi. Terkait base data, terdapat kemajuan dengan adanya persiapan dan pembagian sekretariat serta adanya berbagai proposal dan papers di sejumlah area. Value of Production (VOP) juga sudah dihasilkan oleh para anggota untuk selanjutnya dilakukan proses verifikasi. Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional

22 Perkembangan pembahasan masing-masing outstanding issues adalah sebagai berikut: 1) Cotton : Untuk isu Cotton, masalah yang masih ditunggu oleh negara C-4 adalah seberapa besar AS akan mengurangi subsidi cotton nya sebesar USD 2 milyar per tahun, untuk dipotong sebesar 80%. Delegasi Amerika Serikat tetap menyatakan tidak dalam posisi untuk mengindikasikan tingkat pengurangan subsidi cotton sampai terdapat kejelasan tentang hasil perundingan pada isu lain. Berdasarkan laporan dari Ketua CoA SS dalam pertemuan TNC Maret 2010, seluruh negara anggota tetap berkomitmen untuk mencari solusi terbaik menempatkan isu cotton Ambisius, Secara Tepat, dan Tegas konsisten dengan komitmen yang dibuat pada Konferensi Tingkat Menteri di Hong Kong Desember ) Sensitive products designation: Beberapa negara maju seperti Jepang, Kanada, dan Norwegia meminta tambahan Sensitive Products menjadi 6-8% karena lebih dari 30% tarifnya berada pada highest band. Sebagai kompensasi mereka bersedia membayar dengan pembukaan TRQ yang lebih besar. Jepang dan Kanada masih mencari fleksibilitas untuk mengajukan tariff lines tambahan menurut kategori Sensitive Products. Terkait hal ini, Indonesia kiranya hanya dapat menerima jumlah sensitive products (SePs) yang diusulkan dalam draft text apabila jumlah special products (SPs) untuk negara berkembang sejalan dengan permintaan G-33. Indonesia perlu mendukung usulan bagi negara berkembang bahwa produk yang tidak memiliki TRQ dapat di designate sebagai Sensitive Product dengan pemotongan tarif berdasarkan tiered formula dengan waktu implementasi yang lebih panjang. 3) Tariff Cap: Mengenai Tariff Cap, masih terdapat perbedaan tajam mengenai apakah akan ada suatu pengecualian yang membolehkan mempertahankan tarif lebih dari 100% ad valorem di luar Sensitive products produk anggota keseluruhan. 4) TRQ Creation: Pada isu Tariff Quota Creation yang dikaitkan dengan pembahasan Sensitive Products, sejumlah negara mendukung agar dasar perundingan tetap menggunakan dokumen mengenai Revised Draft Modalities for Agriculture Sensitive Products: Tariff Quota Creation. Dalam dokumen tersebut, disebutkan bahwa produk yang tidak memiliki TRQ dapat dijadikan sensitive products dengan ketentuan TRQ baru. Untuk produk tersebut, diwajibkan menyediakan tambahan 2% konsumsi domestik dari ketentuan TRQ untuk sensitive products pada para 74 draft text. Untuk produk tersebut, in-quota tariff rate adalah nol. Namun sejumlah negara anggota mempertanyakan mengenai penerapan kriteria-kriteria yang ada dalam dokumen tersebut. Sebagai contoh dalam 12 Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010

23 menentukan produk yang tidak memiliki tariff quota dan dalam menentukan data konsumsi. 5) Tariff Simplification: Pembahasan dalam isu ini terpusat pada adanya inkonsistensi antara Annex N mengenai metodologi tariff simplification dengan isi draft text. Di samping itu, sejumlah negara anggota juga mempertanyakan mengenai tariff simplification tersebut dalam penerapannya. Ketua menghimbau agar negara anggota yang melakukan pembahasan dapat terus melibatkan negara anggota lainnya sehingga dapat mencari jalan keluar secara multilateral. 6) Special Products (SPs): SP merupakan bentuk dari Special and Differential Treatment (SDT) yang diberikan kepada negara berkembang seperti yang diakomodasikan dalam Agreement on Agriculture (AoA, 1995) dan July Framework (2004). Dalam para 129 Draft Text Revisi 4, disebutkan bahwa jumlah SP adalah 12% dari total tariff lines produk pertanian. Sejumlah negara berkembang menyampaikan bahwa jumlah ini belum dapat dikatakan final dan bergantung pada hasil kesepakatan di isu lainnya. Sementara sebagian negara anggota menganggap bahwa jumlah ini dapat dikatakan stabilised. Dalam draft text tersebut juga disebutkan bahwa sebanyak 5% dari tariff lines mendapatkan perlakuan zero cut, atau tidak ada pemotongan tarif. Rata-rata pemotongan SP adalah 11%. Sementara pemilihan SP didasarkan pada 12 indikator yang terdapat dalam Annex F Draft Text Rev.4. Indikator-indikator tersebut mengacu pada criteria food security, livelihood security, dan rural development sebagaimana mandat mengenai SP. 7) Special Safeguard Mechanism (SSM): Special Safeguard Mechanism (SSM) adalah mekanisme yang memungkinkan negara-negara berkembang untuk memberikan perlindungan sementara bagi produsen lokal akibat banjir produk impor. Negara-negara berkembang diperbolehkan menaikkan tarif untuk sementara jika terjadi desakan impor yang besar yang diindikasikan oleh perubahan volume dan harga. SSM diharapkan dapat mengatasi masalah yang dihadapi oleh pasar dan petani dalam negeri yang disebabkan oleh adanya lonjakan impor (import surge) dan jatuhnya harga (price fall). Pembahasan mengenai SSM mengacu pada draft text Rev.4 dan dokumen Ketua CoA SS mengenai SSM dalam dokumen. Beberapa isu yang sering dibahas dalam SSM meliputi price and volume cross-check, seasonality, price-based SSM, flexibilities for Small, Vulnerable Economies (SVEs), dan pro-rating. Sejumlah kontribusi diberikan oleh negara anggota terutama oleh G-33. G-33 mengajukan beberapa submission kepada COA-SS, yaitu: Political Paper yang menjadi dokumen WTO dan empat Technical Paper yaitu Cross Check, Seasonality, Price Based SSM, dan Pro-Rating. Tujuan dasar diajukannya Submisi Politic Paper adalah agar pembahasan SSM tetap fokus terhadap kepentingan negara-negara berkembang dalam rangka penguatan ketahanan pangan dan jaminan penghidupan bagi Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional

24 masyarakat miskin yang kehidupannya tergantung di sektor pertanian. Sementara dokumen lain G-33 ditujukan untuk memberikan argumen atas pelaksanaan cross check, price based ssm, seasonality, dan pro-rating. Dari seluruh outstanding issues, SSM dipandang memiliki muatan politis yang tinggi dan paling kompleks dari semua isu yang ada. Terkait hal ini, Indonesia bersama-sama dengan Kelompok G-33 secara aktif terlibat dalam berbagai pertemuan teknis. 8) Tropical and diversification products dan long-standing preferences and preference erosion: Terdapat perkembangan yang signifikan dalam pembahasan isu ini. Pada tanggal 15 Desember 2009, European Union, the ACP countries, Brazil, Colombia, Costa Rica, Ecuador, Guatemala, Honduras, Mexico, Nicaragua, Panama, Peru, dan Venezuela menyampaikan dokumen mengenai modalitas DDA untuk pemotongan tarif oleh EU pada produk pisang; dan pada tanggal yang sama, ada dokumen dari European Union, the ACP countries, Bolivia, Colombia, Costa Rica, Ecuador, Guatemala, Nicaragua, Panama, dan Peru mengenai modalitas DDA untuk treatment dari Tropical Products dan Preference Erosion. Terkait kedua dokumen ini, ketua telah melakukan konsultasi dengan sejumlah negara anggota. Negara anggota yang bukan proponen dokumen-dokumen tersebut menyampaikan concern bagaimana proposal tersebut dapat mengakomodasi kepentingan mereka. b. Non-Pertanian (NAMA) Negosiasi bidang Non Agricultural Market Access (NAMA) bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan tarif termasuk tarif puncak, tariff escalation dan hambatan non tarif untuk barang non pertanian, khususnya pada produk ekspor negara-negara berkembang. Cakupan produk pada NAMA mendominasi hingga hampir 90% ekspor perdagangan dunia yang meliputi produk manufacturing, bahan bakar dan produk tambang, ikan dan produk ikan, dan produk hutan. Dasar perundingan bidang NAMA adalah draft text modalitas NAMA revisi ke- 4. Elemen-elemen kunci dalam draft text tersebut mencakup formula and flexibilities; Sectoral initiative; dan Non-Tariff barriers (NTBs). Sidang NG-NAMA yang dilaksanakan pada tanggal Mei 2010 diawali dengan Open Ended Session NG-NAMA, Small Group Discussion tentang beberapa proposal Non Tariff Barriers (NTBs) dan Wrap Up Session. Sebagaimana sebelumnya, pembahasan difokuskan pada beberapa proposal NTBs berdasarkan hasil perkembangan SOM bulan Maret 2010 dan usulanusulan baru (new documents). Dalam Open Ended Session, disampaikan bahwa proses Doha Negotiation Stocktaking yang telah dilaksanakan pada bulan Maret 2010 telah menunjukkan state of play perundingan isu NAMA. Untuk memajukan pembahasan lebih lanjut, Ketua NG NAMA tetap akan memfokuskan pembahasan pada isu NTBs dan juga akan memulai konsultasi informal dengan beberapa anggota untuk mencari solusi mengenai beberapa isu non- 14 Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010

25 NTBs yang masih pending, seperti preference erosion dan disproportionately affected countries. Dalam pembahasan Small Groups dibahas beberapa isu, yaitu: 1). Remanufactured Goods Berdasarkan pertanyaan yang disampaikan oleh Ketua NG-NAMA, tidak terdapat keberatan dari negara anggota untuk memajukan pembahasan remanufactured good melalui suatu work programme (WP) di Council Trade in Goods (CTG). Namun demikian, keinginan dari negara proponen untuk juga meluncurkan work programme dimaksud melalui suatu Ministerial Decision masih mendapatkan tentangan dari banyak negara anggota. Indonesia yang selama ini selalu menyampaikan concerns terhadap proposal remanufactured goods, kembali menekankan pentingnya definisi, scope and coverage dari remanufactured goods dan isu-isu tersebut diusulkan untuk dibahas dalam WP CTG. 2). Labeling on Textile and Sportswear Pembahasan difokuskan pada pertanyaan apakah proposal yang diajukan oleh proponen akan bertentangan dengan perjanjian TBT, khususnya terkait dengan hak dan kewajiban negara anggota. Jawaban yang diberikan oleh proponen adalah proposal tidak bertentangan sama sekali dengan perjanjian TBT. Namun demikian, dari dinamika yang terjadi selama pembahasan, Ketua NG-NAMA masih berkeinginan untuk meningkatkan clarity dari proposal, khususnya terkait dengan elemen-elemen yang menyangkut "TBTplus". Terkait dengan keinginan Ketua tersebut, proponen dan negara anggota lain siap untuk membahas elemen-elemen tersebut di atas lebih lanjut. 3). Horizontal Mechanism (HM) Terkait dengan Dispute Settlement Understanding (DSU), terdapat konsensus bahwa HM tidak terkait dengan proses DSU sedangkan HM tidak lebih sebagai mekanisme dispute prevention. Terkait dengan committee first, masih terdapat perbedaan pandangan mengenai kaitan antara peran berbagai komite di WTO dengan HM. Untuk scope and coverage, perbedaan yang tajam masih terjadi di antara beberapa negara anggota (Korea, Jepang, Chinese Taipei) dengan proponen mengenai apakah HM perlu juga mencakup Persetujuan SPS. 4). Electronics Pada awalnya proponen (EU dan AS) mengusulkan agar standar internasional di bidang elektronik menggunakan standard IEC, ITU dan ISO. Akan tetapi mengingat masih banyak negara anggota yang belum memahami mengenai penggunaan standar yang dikeluarkan oleh ketiga lembaga tersebut, maka proponen bersedia mempertimbangkan standar lain yang telah ada. 5). Automotive Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional

26 Untuk automotive, negara-negara anggota terutama Jepang dan AS masih berkeberatan dengan usulan UE mengenai regulasi teknis terkait produk otomotif yang harus sesuai dengan ketentuan United Nation Economic Commission for Europe (UNECE). 6). Chemical Pembahasan yang difokuskan pada proposal yang diajukan oleh EU, Brasil dan Argentina, mendapat berbagai tanggapan dari negara-negara anggota lain. Terdapat concerns umum mengenai luasnya produk yang akan dicakup dan adanya kekhawatiran bahwa produk-produk pharmaceutical juga akan masuk dalam cakupan. Ketua memandang diperlukannya pembahasan secara lebih mendalam mengenai scope of chemical products yang masuk di dalam proposal. Selain itu, beberapa elemen dalam proposal yang masih perlu membutuhkan klarifikasi adalah hubungan antara registration dan TBT Agreement, International Standard Body dan Mutual Recognition. 7). Wrap-up Session Ketua menyampaikan laporannya kepada negara-negara anggota mengenai hasil pembahasan yang telah dilakukan dalam small group discussion, yang intinya adalah sebagai berikut: - Terdapat kesepakatan bahwa proposal usulan HM tidak terkait dengan DSU; - Untuk proposal HM, terdapat kesepahaman di antara negara anggota mengenai digantinya terminologi NTBs menjadi NTMs (Non-Tariff Measures). Isu mengenai scope and coverage akan terus dibahas; - Disepakatinya Work Programme untuk membahas remanufactured goods di CTG. Masih terbuka opsi untuk membawa work programme tersebut kepada Ministerial Conference tahun 2011; - Akan diselenggarakan Dedicated Session untuk membahas definisi remanufactured goods pada sidang NAMA berikutnya; - Untuk proposal textile labelling, para anggota sepakat bahwa proposal tidak meng-undermine the existing rights and obligation on TBT Agreement; - Untuk pembahasan proposal Chemical, Ketua menyampaikan bahwa agenda pembahasan ke depan akan difokuskan pada pencapaian kesepakatan terkait cakupan HS pada produk chemical. Dari pembahasan yang dilakukan di dalam small group. Ketua mendorong negara-negara proponen agar dapat merevisi draft text proposalnya sesuai dengan masukan yang diterima dari negara anggota lain selama pembahasan. Dalam Sidang NAMA yang dilaksanakan pada tanggal September 2010 dilanjutkan untuk kembali membahas proposal yang berisi scope, registration, data quality requirement sebagai penerapan good laboratory practice dan akreditasi laboratorium, labelling, assessment, S&D 16 Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010

27 c. Services Treatment and Technical Cooperation, and Annex A. Sedangkan untuk pembahasan Proposal NTBs on Remanufactured Goods, difokuskan pada isu definisi remanufactured goods dan kaitannya dengan durability dan warranty. Untuk bidang jasa, pembahasan atas isu-isu yang tertunda juga dilakukan secara berkala melalui cluster sidang-sidang seluruh Komite dan Working Parties di sektor jasa. "Services Week" telah dilaksanakan tanggal 28 Juni-2 Juli Pembahasan masih berfokus pada LDC Modalities, GATs Rules, dan Disiplin Domestic Regulation. Sedangkan perundingan dalam rangka akses pasar (request-offer) belum menemukan momentum baru untuk maju, karena isu-isu single undertaking lain dipandang belum juga mengalami kemajuan berarti. Dalam rapat SOM G-23+8 pada tanggal 7-8 Juli 2010, Ketua CTS-SS (Committee on Trade in Services Special Session) melaporkan perkembangan terakhir sejak diselenggarakan Services Cluster pada tanggal 28 Juni-2 Juli 2010). Secara umum belum tercatat banyak kemajuan dalam perundingan waiver untuk LDCs, akses pasar, domestic regulation (DR), maupun GATS rules. Namun Ketua CTS-SS mencatat perkembangan isu baru terkait subsidi maupun clustering isu request akses pasar, khususnya menyangkut sektor logistik dan ICT (information and communication technology). Delegasi Australia dan AS mencoba menjelaskan lebih lanjut pentingnya clustering baru di bidang logistik dan ICT. AS juga menggarisbawahi pandangan khusus Presiden Obama di sela-sela KIT G-20 tentang pentingnya sektor jasa. Karena itu delegasi AS menekankan kesulitannya menerima tawaran Paket Doha yang tidak memberi kejelasan tentang akses pasar yang akan diperoleh di bidang jasa. Peserta SOM umumnya sepakat mengenai pentingnya perundingan ke depan mendahulukan penyelesaian waiver untuk LDCs. Di samping itu, banyak negara (khususnya negara maju) menggarisbawahi pentingnya mengatasi isu sequencing (perundingan Doha harus mendahulukan penyelesaian Modalitas pertanian dan NAMA - Paragraf 24 Deklarasi Hong Kong) agar perundingan jasa tidak tersandera oleh ketentuan tersebut. Mengenai akses pasar, negara berkembang seperti China, Brazil, dan Mesir mempertanyakan kesamaan pandangan mengenai level of ambition di bidang jasa. Dari sudut pandang negara berkembang yang mengharapkan keterbukaan pasar Mode 4 (movement of natural persons), perundingan request-offer selama ini justru telah memberikan keuntungan lebih besar kepada negara maju yang unggul pada perdagangan jasa pada Mode-mode lain. Delegasi negara berkembang lain mengingatkan mandat Doha tentang parameter perundingan jasa bagi pembangunan, termasuk akses pasar jasa bagi negara berkembang. Untuk mengatasi perbedaan cara pandang, delegasi India mengusulkan adanya audit terhadap keseimbangan offer Anggota WTO yang disampaikan melalui Ministerial Signalling Conference (MSC). Malaysia Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional

28 menyambut baik usulan audit tersebut. Sedangkan Delri menyatakan siap berpartisipasi pada proses selanjutnya namun mengingatkan mengenai sulitnya konstituen domestik menerima peningkatan liberalisasi. Mengenai perundingan DR, beberapa negara (termasuk Swiss, Australia dan China) menggarisbawahi pentingnya perundingan Doha yang menghasilkan disiplin untuk mencegah munculnya peraturan nasional yang menafikan liberalisasi pasar sektor jasa. Beberapa negara juga mengharapkan CTS-SS segera menyumbang pada upaya memberikan kejelasan tentang isu environmental services. d. Trade Related Intellectual Property Rights (TRIPS) Untuk TRIPS (trade-related intellectual property rights), pembahasan terus dilakukan dalam berbagai format untuk menjembatani perbedaan posisi atas isu Sistem Registrasi dan Notifikasi Geographical Indication (GI), pada Council for TRIPS Special Session. Di samping itu, Dirjen WTO juga terus memfasilitasi pembahasan untuk menjembatani perbedaan pendapat menyangkut isu GI Extension dan TRIPS-CBD (Convention on Biodiversity). Pada SOM G-23+8 tanggal 7-8 Juli 2010, Ketua Council for TRIPS Special Session menjelaskan proses pembahasan di C-TRIPS SS dalam rangka melaksanakan mandate Paragraf 23.4 TRIPS Agreement dan Paragraf 18 Deklarasi Doha. Pembahasan masih didasarkan pada tiga proposal bagi pembentukan Sistem Registrasi dan Notifikasi GI, yang dimajukan UE, Hong Kong dan Kelompok "Joint Proposal". Pembahasan terakhir difokuskan pada isu-isu spesifik tentang legal effect consequences, notifikasi-registrasi, fees burden, S&D dan partisipasi anggota. Beberapa delegasi menekankan pentingnya upaya mempercepat peningkatan kematangan isu ini, yang juga terkait dengan isu GI-Extension dan disclosure/cbd (Convention on Biodiversity). Delegasi UE mengingatkan agar isu GI tidak menjadi stumbling bloc pada saat Putaran Doha memasuki endgame, sehingga akan diperlukan penyelenggaraan SOM di masa datang untuk membahas isu ini secara khusus. Dalam sidang TRIPs Council dan TRIPs Council-SS yang diselenggarakan pada tanggal Oktober di Jenewa, Swiss pembahasan difokuskan pada usulan Bolivia untuk mengkaji isi pasal 27.3 (b) TRIPS Agreement. Bolivia mengusulkan dilarangnya paten segala bentuk makhluk hidup, termasuk jasad renik, proses non-biologis dan mikrobiologis. Proposal Bolivia kembali ditentang oleh negara maju seperti: AS, Australia, Jepang, dan Swiss. Delegasi Swiss kembali menekankan perlunya fleksibilitas dan menyatakan bahwa amandemen tidak dibutuhkan. Delri menyampaikan intervensi yang intinya mendukung diskusi patentabilitas segala bentuk makhluk hidup guna mendapatkan perspektif yang lebih jelas dan luas. Kemudian dilanjutkan dengan pembahasan Review of the Provisions of Article 27.3(b); Relationship between the TRIPS Agreement and the Convention on Biological Diversity; dan Protection of Traditional Knowledge. 18 Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010

29 Terkait Relationship between TRIPS and CBD, dan Protection of TK, perbedaan pendapat masih terus berlanjut. Proponen dokumen kembali menekankan pentingnya pembahasan keterkaitan antara TRIPS dan CBD serta perlunya mengamandemen TRIPS Agreement guna memberikan perlindungan terhadap SDG dan Pengetahuan Tradisional. Proponen dokumen kembali mendapat tentangan dari anggota yang merupakan proponen Joint Proposal seperti Kanada, AS, Australia, Jepang, dan Argentina. Untuk mata agenda ini, Delri juga turut menyampaikan intervensi. e. Rules Perundingan di bidang Rules terdiri dari perundingan di bidang Agreement on Anti Dumping, Subsidies and Countervailing Measures dan Fisheries Subsidies. Perundingan di bidang Anti dumping dan Subsidies bertujuan untuk menyempurnakan persetujuan tersebut karena dianggap tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan saat ini serta berbagai ketentuan didalamnya kurang jelas sehingga sering disalahgunakan (misuse) dan dipakai sebagai alat proteksi. Sementara perundingan di bidang Fishery bertujuan untuk menyusun ketentuan dan disiplin subsidi bidang perikanan yang mengakibatkan terjadinya overfishing dan overcapacity. Perundingan NG on Rules saat ini terbagi menjadi beberapa sesi yaitu, sesi plurilateral, bilateral dan sesi wrap up. Namun, tidak semua negara diundang dalam sesi plurilateral maupun bilateral. Untuk mengamankan kepentingan nasional terkait aspek rules ini, Indonesia mengupayakan agar perundingan menghasilkan ketentuan yang seimbang. Indonesia mempunyai kepentingan atas aspek perlindungan industri dalam negeri dalam rangka persaingan dengan produk impor dan pengamanan akses pasar di luar negeri. Yang dimaksud dengan ketentuan yang seimbang tersebut adalah bahwa dalam melakukan perundingan Negotiating Group on Rules di bidang Anti Dumping dan Horizontal Subsidies, Indonesia akan berupaya maksimal mengamankan praktek praktek tindakan anti dumping yang selama ini sudah dijalankan oleh Komite Anti Dumping Indonesia/KADI. Indonesia dalam NG on Rules mengintensifkan negosiasi agar draf amandemen Agreement on Anti Dumping mengakomodasi kebijakan anti dumping Indonesia. Target yang ingin dicapai dalam posisi runding RI adalah bahwa amandemen Agreement on Anti Dumping di masa mendatang tidak menimbulkan tambahan beban bagi otoritas anti dumping Indonesia dan justru mengakomodir kebiasaan praktek yang telah dijalankan KADI. Di saat yang bersamaan, Indonesia juga mempunyai kepentingan kelancaran ekspor yang perlu terus ditingkatkan dan dioptimalisasikan. Dalam perundingan anti dumping dan horizontal subsidies dalam NG on Rules, selain mengakomodasi kepentingan aspek perlindungan industri KADI, Indonesia juga menjaga agar amandemen Persetujuan WTO di bidang Anti Dumping dan Subsidi tidak menjadi kaku dan justru menjadi instrumen hambatan perdagangan. Dalam menetapkan posisi, maka Indonesia Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional

30 melakukan upaya maksimal terakomodasi dalam amandemen hasil NG on Rules. Khusus untuk NG on Rules on Fishery Subsidies, target negosiasi Indonesia ini perundingan fisheries subsidies masih merundingkan format. Mengingat hal tersebut, Indonesia berupaya dengan menyampaikan draft proposal fisheries subsidies dengan konsep yang sudah didokumentasikan di WTO. Untuk rules, perundingan terus membahas isu-isu yang terkait dengan antidumping, horizontal subsidies disciplines dan fisheries subsidies. Topik yang dibahas antara lain juga tentang kemungkinan memasukkan perubahan antidumping rules ke dalam Persetujuan SCM (Subsidies and Countervailing Measures). Pada SOM G-23+8 pada tanggal 7-8 Juli 2010, Ketua NG-Rules menjelaskan workplan ke depan untuk menggulirkan kembali perundingan yang terganggu akibat peralihan dan masa kosong jabatan ketua pada Peserta SOM memandang penting peningkatan kematangan isu-isu rules (anti-dumping, RTA/regional trade arrangements, dan fisheries subsidy) agar sejajar dengan isu-isu lain. Mengenai subsidi, beberapa negara berkembang yang dimotori Mauritius (ACP) mengingatkan pentingnya penyusunan disiplin yang memberikan special & differential treatment kepada negara yang menggantungkan proses pembangunannya pada pendapatan di sektor perikanan. Di lain pihak, delegasi AS memperingatkan tentang pentingnya aturan yang memagari kemungkinan eksploitasi yang membuat punah spesies ikan. f. Trade and Environment Indonesia sangat mendukung upaya penerapan aspek lingkungan hidup dalam perdagangan multilateral, karena perdagangan mempunyai elemenelemen penting yang berpotensi mendukung upaya pengelolaan lingkungan hidup dan pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan. Namun demikian, Indonesia menggarisbawahi pentingnya hubungan yang saling menguatkan atau mutually supportiveness antara perdagangan dan lingkungan hidup, yakni perundingan perdagangan dan lingkungan hidup harus menitikberatkan kepada pencapaian tujuan-tujuan pembangunan berkelanjutan. Dengan kata lain, aspek lingkungan tidak dibahas hanya sebagai alat untuk perdagangan semata, yang dapat digunakan sebagai alasan untuk menghambat atau mendiskriminasi perdagangan dari negara-negara berkembang yang pengelolaan lingkungan hidupnya relatif masih belum optimal. Penerapan aspek lingkungan hidup dalam perundingan perdagangan multilateral, perlu memperhatikan tingkat kemampuan dan kesiapan para pemangku kepentingan lingkungan hidup. Oleh karenanya, perlakuan khusus atau pengecualian dalam pengenaan bea atau tarif impor bagi barang-barang lingkungan harus didasarkan pertimbangan yang cermat dan seksama, dengan mendasarkan pada peraturan nasional yang berlaku. Dengan demikian, kriteria untuk menetapkan daftar barang-barang lingkungan harus mengedepankan kepentingan pembangunan lingkungan hidup, hasil perundingan diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi pencapaian 20 Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010

31 tujuan-tujuan lingkungan, pembangunan dan akses pasar (triple win situation). Untuk trade & environment, pembahasan di WTO tetap diarahkan pada Paragraf 31(iii) Deklarasi Doha, yaitu dalam rangka mengidentifikasi produkproduk yang termasuk environmental goods and services. Untuk memfasilitasi pembahasan lebih lanjut, anggota WTO telah diminta untuk memberikan daftar indikasi EGS yang diinginkan. Pada SOM G-23+8 pada tanggal 7-8 Juli 2010, Ketua CTE-SS (Committee on Trade in Environment Special Session) menjelaskan perkembangan perundingan menyangkut Paragraf 31 (i), 31 (ii) dan 31 (iii) Deklarasi Doha. Perkembangan menarik terutama terjadi pada pembahasan environmental goods (EGs), dalam rangka mengedepankan prinsip triple win: trade, development, environment. Tanpa prejudice terhadap posisi anggota yang bersangkutan, beberapa proposal untuk mendorong perundingan telah disampaikan beberapa negara seperti Singapura (list of goods), Brazil (biofuel), Argentina (clean development mechanism) dan Argentina-Brazil (development issues). Peserta SOM mengakui bahwa isu EGs sebagai salah satu isu yang memecahbelah anggota WTO. Namun beberapa Anggota tetap menekankan pentingnya mencapai kemajuan dalam mengidentifikasi EGs tanpa mempersoalkan pendekatan yang dipakai (list atau project approach). Beberapa negara berkembang memperingatkan untuk tidak membangun list yang melebar, karena pada dasarnya tidak banyak EGs yang langsung terkait dengan kemajuan lingkungan. Brazil menekankan tentang dampak positif terhadap lingkungannya yang harus dilihat, bukan memajukan agenda komersial terselubungnya. Ketua CTE-SS menyimpulkan bahwa SOM menyepakati pentingnya CTE-SS membuat lebih banyak kemajuan perundingan. Untuk itu ia akan terus melaksanakan program kerja ke depan yang mencoba "what if exercise", termasuk untuk mematangkan proses menuju tahap perundingan text-based. g. Trade Facilitation Untuk TF, perundingan terus dilakukan untuk menangani lebih lanjut Draft Consolidated Text. Pembahasan juga diarahkan pada isu S&D treatment dan proses pembahasan diharapkan akan tetap bersifat bottom-up. Pada SOM G-23+8 pada tanggal 7-8 Juli 2010, peserta SOM nampaknya memiliki persepsi yang seragam mengenai kemajuan yang dicapai pada perundingan TF. Draft Consolidated Text yang dihasilkan tahun 2009 diharapkan akan segera direvisi untuk merekam berbagai kemajuan perundingan yang dicapai pada beberapa waktu belakangan. SOM sepakat pentingnya penyelesaian isu ini yang akan memberikan dampak langsung di lapangan terhadap lalu-lintas perdagangan. Delegasi negara berkembang menggarisbawahi pentingnya dimensi implementasi dari proses perundingan TF, yaitu ketika aturan baru yang dihasilkan Putaran Doha harus dilaksanakan di lapangan. Dalam kaitan ini Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional

32 sebagian peserta SOM, termasuk Delri, menekankan kebutuhan bagi technical assistance dan capacity building. Dalam rangka menindaklanjuti mandat pertemuan Trade Negotiating Commitee (TNC). Chairperson Negotiating Group on Trade Facilitation (NGTF), Duta Besar Guatemala, Mr. Eduardo Ernesto Spreisen Yurt melakukan inisiatif dengan mengadakan pertemuan Informal Brainstroming Trade Facilitation pada tanggal 17 Desember 2010 di WTO. Pertemuan tersebut dihadiri oleh para Delegasi/Duta besar Negara Proponen dalam isu-isu pembahasan NGTF. Secara khusus Indonesia termasuk dalam proponen bersama dengan China dan Korea terhadap Artikel 7.4 (PCA/Customs Audit). Terkait dengan hal tersebut pada tanggal 29 November 1 Desember 2010, Indonesia telah melakukan trilateral informal meeting dengan Korea dan China sebagai langkah untuk memperjelas posisi dari para proponen mengingat terdapat perbedaan definisi dan implementasi antara ketiga negara proponen. Selanjutnya para proponen sepakat untuk melakukan komunikasi lebih lanjut terkait definisi dan implementasi audit yang dilakukan masing masing customs officer. Selama ini Indonesia berperan aktif dalam perundingan Trade Facilitation. Indonesia juga telah lebih maju dengan upaya dan pengalaman dalam memberikan fasilitasi perdagangan. Hal ini yang menjadi pertimbangan bahwa untuk mendapatkan market access yang lebih luas maka Indonesia dapat mendorong terselesaikannya perundingan Trade Facilitation. Sebelum tahun 2010 dari keseluruhan 60 issues, masih terdapat 33 issues yang belum mempunyai rekomendasi posisi dasar. 2. WTO Non DDA a. Trade-Related Investment Measures (TRIMs) Dalam sidang Committee on Trade Related Investment Measures (TRIMs) yang diselenggarakan pada tanggal 1 Oktober 2010 di Jenewa, Swiss. Agenda pembahasan adalah peraturan RI terkait bidang telekomunikasi (agenda 1c) dan juga pertambangan mineral dan batubara (agenda 1d). UE dan Jepang meminta pembahasan mengenai peraturan telekomunikasi, sedangkan AS meminta pembahasan mengenai peraturan pertambangan mineral dan batubara. Terkait agenda 1c, UE, Jepang, dan AS menyampaikan pertanyaan yang intinya menyuarakan kembali keprihatinan mereka atas Permenkominfo khususnya pasal 17. Jepang secara khusus juga menyoroti kriteria pengadaan barang/jasa yang berlaku di Indonesia dan konsistensi peraturan tersebut dengan Pasal III GATT 1994 dan Pasal 2 dan Para 1 lampiran Persetujuan TRIMs. Terkait agenda 1d, AS menyampaikan statement yang pada pokoknya mempertanyakan UU No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, serta pasal 87 PP No.23 tahun 2010 sebagai peraturan pelaksanaan. 22 Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010

33 Delegasi Indonesia kemudian memberikan tanggapan atas concern yang mereka sampaikan. Tanggapan tersebut didasarkan atas masukan yang sebelumnya telah disampaikan berdasarkan rapat persiapan Sidang dimaksud yang diselenggarakan di Kemendag pada tanggal 30 September b. The United Nation Environment Programme (UNEP) Sidang ke 11 Special Session of the UNEP Governing Council/Global Ministerial Environment Forum dan Simultaneous Extraordinary Conference of Parties (ExCOP) Basel, Rotterdam and Stockholm Conventions diselenggarakan pada tanggal Februari 2010 di Bali International Convention Center (BICC), Nusa Dua, Bali. Sidang tersebut bertema Greater Strenght in Sync conferences of the Parties to the Basel, Rotterdam and Stockholm Conventions, Simultaneous Extra Ordinary meetings. Penyelenggaraan sidang bertujuan untuk mengintegrasikan kepengurusan kesekretariatan 3 konvensi yakni konvensi Basel, Rotterdam and Stockholm dalam satu atap. Adapun agenda sidang pada pokoknya membahas antara lain Join activities, managerial functions, services dan sinkronisasi anggaran termasuk audit kesekretariatan ketiga konvensi berikut review dan draf struktur dari kesekretariatan yang baru. Sidang Extraordinary of the Conference of the Parties (ExCOP) ini bersepakat untuk mensinergikan ketiga konvensi terkait perpindahan bahan dan limbah kimia antar negara yakni Konvensi Basel yang mengatur perpindahan lintas batas limbah B3, konvensi Rotterdam yang mengatur perpindahan bahan kimia dan pestisida melalui mekanisme Prior Informed Consent (PIC) dan Konvensi Stockholm yang mengatur pengelolaan Persistent Organic Pollutants (POPs). Dengan adanya proses sinergi ini diharapkan proses perpindahan lintas batas atas bahan kimia berbahaya, pestisida dan limbah B3 lainnya akan menjadi lebih ketat dan dapat mempercepat pemeriksaan barang di pelabuhan serta memperlancar perdagangan barang antar negara. Keberhasilan proses sinergi ini akan menjadi model bagi berbagai proses sinergi dari konvensi-konvensi lainnya yang berada di bawah koordinasi UNEP. c. United Nation Convention on Sustainable Development (UNCSD) Pertemuan United Nation Convention on Sustainable Development (UNCSD) diselenggarakan di New York, Amerika Serikat pada tanggal 3 14 Mei Keikutsertaan Kementerian Perdagangan dipandang perlu oleh Kementerian Lingkungan Hidup mengingat isu-isu dalam sustainable development sangat terkait dengan upaya-upaya negara maju yang menggunakan isu ini sebagai Non Tariff Bariers di bidang perdagangan termasuk hal-hal yang terkait dengan impor remanufactured product. Bahan berbahaya (kimia) serta limbah (waste). Sidang UNCSD ke-18 merupakan review session, sehingga pada sidang tersebut masing-masing negara menyampaikan laporan penerapan sustainable development serta pandangan terhadap tantangan ke depan isu sustainable development. Pimpinan sidang (Chair) UNCSD ke-18 adalah Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional

34 Menteri Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Guatemala, Luis Alberto Ferrate yang berupaya mendorong adanya dialog yang bersifat membangun dan pragmatik. Secara umum negara maju selalu membawa prinsip kehati-hatian terhadap isu lingkungan serta memiliki scientific reason dalam mengemukakan argumentasinya. Hal ini tentunya dapat menjadi sebuah dasar argumen dalam menerapkan kebijakan yang terkait dengan perdagangan (dapat menjadi alat politik perdagangan). Namun sebaliknya, dalam forum ini negara maju seringkali tidak memperhatikan praktek-praktek negatif sektor industrinya yang merugikan negara berkembang. Oleh karenanya Kementerian Perdagangan sebaiknya selalu mengikuti perkembangan isu sustainable development yang terkait dengan perdagangan mengingat isu perlindungan kesehatan manusia dan lingkungan diterapkan dalam GATT- WTO. d. Dispute Settlement Body (DSB) Pada tanggal Mei 2010, telah dilaksanakan konsultasi antara Indonesia- Amerika Serikat (AS) di kantor WTO Jenewa, terkait dengan keberatan lndonesia atas dikeluarkannya kebijakan Family Smoking Prevention and Tobacco Control Act. lndonesia meminta AS untuk memberikan tanggapan tertulis atas concern yang diajukan, termasuk scientific evidence yang menyatakan rokok kretek lebih berbahaya dibandingkan dengan rokok menthol paling lambat tanggal 10 Juni Jawaban tersebut akan digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi Indonesia untuk mengambil langkah selanjutnya. Mengingat sidang DSB selanjutnya akan dilaksanakan pada tanggal 18 Mei 2010 dan waktu penyampaian request telah berakhir (11 hari sebelum Sidang DSB), maka lndonesia telah menyampaikan request pada tanggal 1 Juni 2010 untuk dimasukkan. 3. Organisasi Komoditi Internasional a. International Tripartite Rubber Council (ITRC) Terkait ITRC telah dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali pertemuan yakni Pertemuan Tingkat Menteri (Ministerial Committee Meeting) International Tripartite Rubber Council (ITRC) pada tanggal 19 Januari 2010 di Malaysia, Sidang International Tripartite Rubber Council ke-17 pada tanggal Mei 2010 di Indonesia, dan Sidang International Tripartite Rubber Council (ITRC) ke-18 tanggal 5-6 Agustus 2010 di Thailand. Beberapa isu penting yang dibahas antara lain sebagai berikut: 1) Pemantauan demand-supply karet alam untuk mengatasi fluktuasi harga: Pentingnya memantau situasi demand-supply karet alam dunia agar dapat mengatasi fluktuasi harga yang akan berpengaruh terhadap kehidupan dan pendapatan petani di ketiga negara; 24 Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010

35 2) Perkembangan terkini Supply Management Scheme (SMS): Untuk Indonesia, area tanaman karet alam diperkirakan meningkat di tahun 2009 yaitu 3,43 juta ha tetapi untuk produksi di tahun 2009 sebesar 2,44 juta ton diperkirakan mengalami penurunan dibanding tahun 2008 sebesar 2,75 juta ton akibat cuaca yang tidak menentu. Penanaman baru di tahun 2009 diperkirakan meningkat menjadi ha dari kondisi saat ini ha dan ditahun 2010, penanaman baru diperkirakan ha dan replanting ha. 3) Peningkatan defense price disesuaikan dengan perkembangan harga karet: ITRC melakukan peninjauan selama tahun 2010 terhadap defense price sebesar US$ 1.20 per kg tersebut untuk disesuaikan dengan perkembangan harga karet saat ini terkait dengan biaya produksi dan fluktuasi nilai tukar mata uang dari masing-masing negara; 4) Kegiatan operasi pasar dilakukan oleh pemerintah: Kegiatan operasi pasar untuk melakukan campur tangan apabila stok di tingkat petani melimpah dan harga karet alam sedang turun dilakukan oleh pemerintah di negara masing-masing disesuaikan dengan kebijakan tiap-tiap negara; 5) Keputusan penting dapat dilakukan melalui edaran resolusi bersama; Bila dibutuhkan suatu keputusan penting terkait SMO dan tindakan lainnya yang memerlukan penanganan secara cepat maka keputusan dapat dilakukan melalui edaran resolusi bersama; 6) Studi mengenai pembentukan rubber fund: ITRC melakukan studi mengenai kemungkinan dibutuhkannya pembentukan rubber fund, untuk membiayai aktivitas pelaksanaan AETS dan SMO di setiap negara khususnya mengenai feasibility dan suitability dari pembentukan rubber fund tersebut; 7) Partisipasi Vietnam dalam ITRC dan IRCo: Vietnam diharapkan dapat bergabung dalam kerja sama di bidang karet alam ini danmenginstruksikan agar Sekretariat ITRC segera mengirimkan surat kepada Pemerintah Vietnam. Sekretariat ITRC melaporkan bahwa pada Pertemuan Tingkat Menteri ITRC yang dilaksanakan pada tanggal 19 Januari 2010 di Kuala Lumpur, telah menyetujui untuk mengundang Vietnam untuk bergabung dalam ITRC dan IRCo dengan keuntungan dan manfaat yang sama. Sekretariat ITRC telah mengirimkan surat kepada Vietnam pada tanggal 21 Januari 2010 namun belum memperoleh tanggapan resmi dari Pemerintah Vietnam. Baik Sidang ITRC maupun Pertemuan Board of Director (BoD) International Rubber Consortium Limited (IRCo) yang ke-30 tanggal 19 Mei 2010 di Medan sepakat bahwa IRCo harus menunda isu ini untuk satu atau dua tahun ke depan dan mencari cara agar Vietnam dapat bergabung menjadi anggota ITRC dan IRCo. Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional

36 b. Association of Natural Rubber Producing Countries (ANRPC) Dalam sidang ke-38 Executive Committee, India terpilih menjadi Chairman. Sekretariat ANRPC menginformasikan bahwa Filipina tidak dapat hadir dalam sidang. Filipina resmi menjadi anggota ANRPC pada tanggal 26 April Beberapa hal yang diputuskan terkait ISC adalah: (1) iuran untuk akses ke Natural Rubber Trends and Statistic adalah RM per tahun; dan (2) website ANRPC tidak akan digunakan untuk kepentingan periklanan yang sifatnya komersial. Website bisa dimanfaatkan secara gratis bagi negara anggota asalkan sesuai dengan tujuan dan fungsi ANRPC. Hal yang diputuskan terkait sidang IMC adalah bahwa negara anggota sepakat untuk mengumpulkan kliping yang relevan dan masukan atas draft video dokumenter kepada Thailand sebelum tanggal 30 November Terkait promosi keanggotaan ANRPC, sebagaimana diketahui bahwa Filipina resmi menjadi anggota ANRPC pada tanggal 26 April 2010 dan Laos telah menyampaikan keputusan negaranya untuk bergabung dalam ANRPC. Beberapa masukan terkait promosi keanggotaan, antara lain: (1) terkait dengan keanggotaan negara-negara tersebut, apabila tidak ada contact point yang tersedia, maka dapat diperoleh informasi dari keanggotaan organisasi internasional karet lainnya di mana negara tersebut tercatat sebagai anggota; dan (2) terkait dengan kendala bahasa dalam berkomunikasi perlu juga disediakan jasa penerjemah. Dalam rangka mendesain ulang logo ANRPC, peta bola dunia yang terdapat dalam logo ANRPC perlu diberikan warna yang berbeda untuk wilayah Asia di mana perkebunan karet dapat dikembangkan dan meletakkan wilayah Asia di tengah peta dunia. Terkait batasan cadangan untuk ANRPC yakni sebesar RM , diusulkan perlunya menaikkan batas cadangan tersebut dengan mengamandemen Financial Rule 26 pada pertemuan EXCOM berikutnya. Dalam hal menyeleksi calon untuk mengisi kekosongan Economist yang akan bekerja di Sekretariat ANRPC, beberapa hal yang diputuskan adalah sebagai berikut: (1) Sekretariat perlu mengusulkan revisi struktur gaji untuk anggota Sekretariat ANRPC pada sidang EXCOM berikutnya dengan tujuan kesetaraan dengan posisi gaji di Pemerintahan Malaysia; dan (2) Miss Soon Jin Lam yang telah lolos seleksi, diusulkan untuk mengisi kekosongan posisi sebagai Economist berlaku efektif sejak tanggal 1 Januari Terkait proposal India untuk mengamandemen Staf Rule 24 diusulkan sebagai berikut: Staf Profesional harus ditunjuk oleh Assembly/EXCOM atas rekomendasi dari Komite Seleksi. Komite Seleksi dibentuk oleh Assembly/EXCOM untuk melakukan wawancara dan me-ranking daftar calon yang masuk serta berlaku valid untuk satu tahun. Malaysia mengajukan proposal mengenai keterlibatan ANRPC dalam mengimplementasikan regulasi mengenai plant quarantine secara efektif untuk rubber planting materials di negara anggota ANRPC. Namun demikian, Sri Lanka menawarkan diri untuk mengkomunikasikan hal ini terlebih dahulu dengan IRRDB. 26 Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010

37 Terkait berkurangnya nilai iuran akibat fluktuasi nilai tukar mata uang, beberapa hal diusulkan antara lain: (1) perlunya mengamandemen Financial Rule 5 pada Sidang EXCOM berikutnya sehingga memudahkan negara anggota untuk membayar kontribusi dasar juga kontribusi di atas batas dasar dalam mata uang Ringgit; dan (2) perlu dialokasikan dana sejumlah 3% dari total pendapatan yang diperoleh ANRPC dari kontribusi negara anggota guna menutupi kekurangan akibat fluktuasi mata uang. c. International Pepper Community (IPC) The 38 th Session and Other Meetings of IPC dan eksibisi lada secara resmi dibuka oleh Minister of Agriculture, Government of Kerala pada tanggal 8-11 November 2010 di Cochin, India. Sidang dihadiri oleh delegasi dari negara anggota yakni Brasil, India, Indonesia, Malaysia, Sri Lanka, dan Vietnam sebagai anggota. Papua Nugini sebagai associate member hadir pada Executive Meeting of Heads of Delegation dan Plenary Session. Eksibisi lainnya yang turut diselenggarakan secara serentak adalah Quality Committee Meeting ke-16, Executive Meeting of Heads of Delegation ke-38, Business Session, Pepper Exporters Meeting ke-41, Peppertech Meeting ke-35, Pepper Exporters and Importers Meeting ke-18, serta Plenary Session. Hal penting yang disepakati dalam pertemuan Quality Committee Meeting ke-16 adalah: (i) bahwa IPC telah menyusun dokumen Good Agricultural Practices (GAP) dan telah dirilis pada pembukaan sidang IPC untuk itu setiap negara diharapkan agar menerjemahkan dokumen tersebut ke dalam bahasa masing-masing; (ii) diharapkan negara anggota memberikan tanggapan terhadap draft IPC Code of Hygiene Practices for Pepper (GMP); (iii) sidang menyepakati usulan Indonesia agar disusun Guideline Persiapan Contoh Program Uji Profisiensi bagi negara anggota IPC; (iv) membahas permasalahan mutu yang sedang berkembang di dunia lada/ perdagangan rempah-rempah seperti carbon footprint, traceability, dan adulteration. Dalam laporan kegiatan IPC tahun yang dipaparkan oleh Executive Director (ED) IPC pada pertemuan Executive Meeting of Heads of Delegation ke-38 yang dilaksanakan pada tanggal 8 dan 11 November Total produksi global lada tahun 2009 yang diestimasi sebesar ton. Sedangkan estimasi produksi lada global tahun 2010 mengalami penurunan menjadi ton. Untuk total ekspor tahun 2009 sejumlah ton dan ekspor bulan Januari-September 2010 negara anggota diestimasi sebesar ton yang mengalami penurunan sebesar 2% dari periode yang sama tahun sebelumnya. Selain itu ED melaporkan mengenai proyek Technical Cooperation Programme-Food and Agriculture Organization (TCP-FAO) yang telah selesai. Usulan IPC untuk memperpanjang proyek dan memperluas jangkauan proyek ke negara anggota selain Indonesia, Vietnam dan Sri Lanka ditolak oleh FAO. FAO menyarankan untuk mengontak kantor lokal FAO agar dapat membantu pelaksanaan program pelatihan. Dalam Business Session disepakati agar semua regulasi termasuk regulasi mengenai food safety diharapkan bertujuan untuk melindungi kesehatan Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional

38 manusia. Langkah-langkah terkait quality memang membutuhkan biaya yang tidak sedikit, namun quality merupakan hal yang masih dapat dinegosiasikan. Di lain pihak, food safety adalah sesuatu yang tidak dapat ditawar. Untuk itu, negara anggota diharapkan dapat bekerja sama dalam membentuk suatu common understanding dan unifying and acceptable global standard. Dalam Plenary Session dilakukan serah terima chairmanship kepada Dirjen KPI, Kementerian Perdagangan yang diterima oleh Kasi Organisasi Komoditi I, Direktorat APEC dan Organisasi Internasional Lainnya mewakili Dirjen KPI. Hal ini sehubungan Indonesia akan menjadi tuan rumah Sidang IPC Sesi ke-39 dan Sidang IPC terkait lainnya tahun d. International Coffee Organization (ICO) Sidang ke-104 International Coffee Council (ICC) dan Sidang-sidang International Coffee Organization (ICO) terkait lainnya dan World Coffee Conference dilaksanakan pada tanggal 26 Februari - 4 Maret 2010 di Guatemala City, Guatemala. Isu-isu yang dibahas antara lain: 1) Brazil tidak berniat meratifikasi ICA 2007 Sidang ICC dan ICO sampai dengan tanggal 12 Februari 2010, sebanyak 40 negara produsen dan 5 negara konsumen telah menandatangani ICA Sedangkan yang meratifikasi, menerima dan menyetujui ICA 2007 terdapat 21 negara produsen dan 3 negara konsumen. Keinginan Brazil pada Sidang Council agar ICA 2007 diratifikasi; 2) Masa berlaku ICA 2001 diperpanjang sampai dengan tanggal 1 Oktober Beberapa pokok penting hasil sidang yang perlu mendapat perhatian adalah bahwa masa berlaku ICA 2001 diperpanjang sampai dengan tanggal 1 Oktober Hal lainnya adalah bahwa harga kopi Vietnam turun mencapai 5% dan harga kopi Indonesia turun sampai 4%. Konsumsi negara impor sampai tahun 2008 diperkirakan menunjukkan kenaikan sebesar 2% dan konsumsi kopi di Indonesia masih relatif stabil dan tidak menunjukkan perubahan yang signifikan; 3) Pembiayaan forum self-financing terkait usulan revisi proyek IPM CBB, telah disepakati agar ditunda terlebih dahulu. Terkait consultative forum on coffee sector finance, forum ini dapat terlaksana bersamaan dengan implementasi ICA 2007 untuk isu keuangan dan risk management bagi produsen skala kecil dan menengah. Pembiayaan forum self-financing berdasarkan pasal 31 ICA 2007, sementara mekanismenya dibicarakan pada sidang Council bulan September Organisasi Internasional Lainnya a. Development 8 Sidang 11 th High Level Trade Official D8 Sidang diselenggarakan pada tanggal 9-10 Oktober 2010 di Istanbul, Turki. Sidang dihadiri oleh seluruh negara anggota D-8, yaitu: Bangladesh, Indonesia, Iran, Malaysia, Mesir, Nigeria, Pakistan, dan Turki. 28 Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010

39 Sidang ini diselenggarakan sebagai tindak lanjut dari keputusan Pertemuan Komisi D-8 ke-27 pada tanggal Oktober 2009 di Kuala Lumpur yang menugaskan Sekjen D-8 untuk memfasilitasi penyelenggaraan Sidang HLTO ke-11 di Istanbul, Turki. Tujuan sidang adalah untuk membahas Offer List of Products (OLP) masing-masing negara anggota yang pada gilirannya diharapkan dapat membantu percepatan proses ratifikasi Preferential Trade Agreement (PTA) D-8. Offer List of Products (OLP) harus mencantumkan deskripsi produk yang lebih rinci dan Offer List of Products (OLP) harus menuliskan heading dan subheading. Sidang memfokuskan pembahasan pada article 34 entry into force dan article 5 (2) Tariff Reduction Modality. Sidang sepakat agar semua negara untuk segera mempercepat proses ratifikasi perjanjian ini sehingga PTA dapat entry into force. Selanjutnya, negara yang telah melakukan ratifikasi dapat menyampaikan Offer list-nya untuk mendapatkan preferensi penurunan tarif. Preferensi ini hanya berlaku bagi negara yang telah meratifikasi PTA. Dengan diserahkannya OLP, maka PTA dapat diimplementasikan. Salah satu kelengkapan PTA D-8 adalah Rules of Origin (RoO) sebesar 40% yang telah disepakati pada Sidang HLTO ke-10, di Kuala Lumpur, Malaysia. Namun demikian hingga saat ini Mesir dan Bangladesh belum dapat mengadopsi RoO tersebut. Sidang menyerukan agar Mesir dan Bangladesh untuk segera bergabung dalam protokol RoO tersebut. Indonesia dalam salah satu intervensinya menyampaikan agar RoO yang sudah disepakati untuk diadopsi oleh negara-negara yang belum mengadopsinya. Selanjutnya pada masa yang akan datang perlu dibahas lebih lanjut untuk memfasilitasi arus perdagangan di antara negara D-8. b. The Organization of The Islamic Conference Sidang 26 th Session Of The Standing Committee For Economic And Commercial Cooperation (COMCEC) of The Organization of The Islamic Conference, dilaksanakan di Istanbul, Turki, pada tanggal 5-8 Oktober 2010 dan dipimpin oleh Turki selaku ketua COMCEC serta dihadiri oleh 44 negara anggota, 5 negara sebagai observer, Macedonia sebagai undangan, Organ-organ subsider OIC, Organ-organ afiliasi di bawah OIC, Standing Committee OIC, dan institusi internasional lainnya. Sidang tersebut membahas hal-hal antara lain tentang: (i) Pertumbuhan perdagangan negara-negara OKI; (ii) Bantuan kepada Pakistan; (iii) Tindak lanjut kesepakatan Ten Year Program of Action (TYPOA); (iv) Membahas framework for development and cooperation in the domain of tourism between OIC member states ; dan (v) Intra OIC-Trade yang meliputi Framework on Trade Preferential System on Organization of Islamic Conference (TPS-OIC), Protocol on Preferential Tariff Scheme (PRETAS), dan Trade Preferential System Rules of Origin (RoO). Terkait dengan TYPOA yang telah disepakati pada pertemuan tingkat KTT perlu diimplementasikan secara optimal mengingat program ini bertujuan untuk meningkatkan perdagangan Intra OIC. Untuk itu diminta agar Plan of Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional

40 Action TYPOA tersebut dikaji lebih lanjut untuk mengetahui sejauh mana Plan of Action tersebut masih relevan dalam mencapai tujuan peningkatan perdagangan intra-oic sebesar 20% pada tahun Terkait tiga agreement, yaitu TPS-OIC, PRETAS, dan Trade Preferential System RoO, yang dimaksudkan untuk mendukung peningkatan perdagangan intra OIC, diinformasikan bahwa pada saat ini TPS-OIC telah berlaku bagi 25 negara yang telah meratifikasinya. Adapun PRETAS telah diratifikasi oleh 12 negara dan sudah entry into force sejak tanggal 5 Februari Namun demikian TPS-OIC belum dapat dioperasionalkan karena RoO baru diratifikasi oleh 9 negara (dibutuhkan sedikitnya 10 negara yang meratifikasi agar RoO dapat entry into force). Indonesia pada saat ini Indonesia sedang melakukan proses ratifikasi TPS-OIC. B. FORUM KERJA SAMA REGIONAL 1. Intra ASEAN a. AEC Scorecard AEC Scorecard merupakan alat yang digunakan oleh ASEAN Secretariat untuk mengukur tingkat implementasi AEC Blueprint pada setiap periode implementasi. Total nilai implementasi AEC Scorecard yang tercatat sampai dengan bulan Desember 2010 adalah sebesar 83,8% (88/105). Dari 4 (empat) pilar yang terdapat dalam ASEAN Economic Community baru 2 (dua) pilar yang telah selesai 100% implementasinya yakni pilar equitable economic development dan integration into the global economy. Untuk pilar single market and production base dan Competitive Economic Region (CER) baru mencapai 94% dan 59%. Rendahnya pencapaian dalam pilar CER adalah belum tercapainya implementasi sektor transportasi. Untuk meningkatkan nilai scorecard dibutuhkan beberapa kunci yakni kemauan politik, mobilisasi sumberdaya dan koordinasi, pemenuhan komitmen, peningkatan kapasitas dan pengembangan kelembagaan, serta konsultasi dan kesepakatan pemerintah dan swasta. AEC Council, Dewan Ekonomi ASEAN yang mengkoordinir seluruh kinerja Ministerial Bodies ASEAN, sepakat untuk mendorong seluruh forum di bawah AEC Council maupun setiap negara anggota agar mempercepat penyelesaian masalah non-implementation ini terutama di bidang atau sektor yang penting bagi proses integrasi ekonomi ASEAN. Dalam upaya menyempurnakan hasil AEC Scorecard yang hanya menggunakan metode implemented versus non implemented, para AEM meminta Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA) membantu ASEAN Secretariat agar AEC Scorecard tersebut dapat merefleksikan secara komprehensif capaian ASEAN pada periode tertentu dalam hubungannya dengan capaian ASEAN pada tahun Untuk itu, para AEM meminta ERIA 30 Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010

41 memfokuskan studinya pada beberapa key measures yang mempunyai dampak signifikan (high impact measures) khususnya pada 4 area yang sangat berdampak pada pencapaian integrasi ekonomi, yaitu: (i) investment liberalization and facilitation; (ii) trade facilitation; (iii) transport; dan (iv) logistic services. Menteri Perdagangan Indonesia juga meminta ERIA untuk terlebih dahulu melakukan kajian terhadap persepsi private sector terhadap AEC b. ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA) ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA) merupakan kodifikasi atas keseluruhan kesepakatan ASEAN dalam perdagangan barang (trade in goods), baik dalam CEPT Agreement maupun keputusan-keputusan penting lainnya oleh Kepala Negara/Kepala Pemerintahan ASEAN dan oleh para Menteri Ekonomi ASEAN. ATIGA terdiri dari 11 Bab, 98 Pasal dan 10 Lampiran, yang antara lain mencakup prinsip-prinsip umum perdagangan internasional (nondiscrimination, Most Favoured Nations-MFN treatment, national treatment), liberalisasi tarif, pengaturan tarif dan non-tarif, ketentuan asal barang, fasilitasi perdagangan, kepabeanan, standar, regulasi teknis dan prosedur pemeriksaan penyesuaian, SPS (Sanitary and Phytosanitary Measures), dan kebijakan pemulihan perdagangan (safeguards, anti-dumping, dan countervailing measures). Agreement ini telah diratifikasi Kementerian Perdagangan dengan Peraturan Presiden No. 2 Tahun Dalam pertemuan ke-3 Coordinating Committee on the Implementation of the ATIGA (CCA) yang berlangsung pada tanggal Januari 2011, ketiga tim yang telah dibentuk yaitu SC-AROO, ATF-JCC, dan Legal Experts menyampaikan beberapa isu penting untuk dibahas yaitu: 1) ATIGA Tariff Reduction Schedule (Annex 2 of ATIGA), Menteri AFTA Council masing-masing menyampaikan persetujuannya secara ad referendum agar Laos dan Kamboja dapat segera menerapkan tariff schedule nya setelah diterima surat kedua negara tersebut kepada Sekjen ASEAN. Selain itu Vietnam diminta untuk memasukkan 47 pos tarif untuk automotive dan bicycle yang selama ini tidak dicantumkan besaran tarifnya; 2) ASEAN Committee on SPS (AC-SPS), terms of reference pembentukan AC- SPS telah disahkan oleh the 24 th AFTA Council, dan disepakati agar AC-SPS segera diaktivasikan guna menyepakati program kerja dan rencana kegiatannya. c. ASEAN Comprehensive Investment Agreement (ACIA) ACIA merupakan hasil konsolidasi berbagai kesepakatan ASEAN di bidang investasi. Sejak ditandatangani pada bulan Februari 2009 sampai saat ini, persetujuan tersebut belum dapat berlaku efektif. Hal tersebut terjadi karena baru 8 (delapan) negara yang telah menyelesaikan ratifikasi dan melakukan notifikasi ACIA kepada Sekretariat ASEAN. Sementara itu, yang belum meratifikasi ACIA adalah Indonesia dan Thailand. Thailand baru dapat meratifikasinya apabila reservation list Indonesia sudah diselesaikan. Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional

42 Reservasi yang belum diselesaikan oleh Indonesia adalah reservasi No. 18 (sektor Manufacturing & Services incidental to Manufacturing), No. 19 (Agriculture & Services incidental to Agriculture), No. 20 (sektor Forestry & Services incidental to Forestry), dan No. 21 (sektor Mining and Quarrying & Services incidental to Mining and Quarrying). Kesulitan Indonesia dalam menyelesaikan Reservation List (RL) tersebut sangat terkait dengan aturan investasi yang tertuang dalam DNI sebagai salah satu sumber hukum untuk menyusun RL tersebut yang sifatnya dapat dievaluasi dan diubah ke arah yang lebih restriktif, sehingga tidak dapat dijadikan dasar yang mengikat dalam penyusunan RL. Sementara itu, RL yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari ACIA adalah mengikat sifatnya bagi negara-negara anggota ASEAN. Pada perkembangannya Reservation list Indonesia telah diselesaikan secara inter-sessionally pada bulan Oktober 2010, namun masih menunggu proses untuk mendapatkan endorsement dari AIA Council Ministers. Indonesia telah menyampaikan ketidaksiapannya untuk mengindikasikan waktu ratifikasi dari ACIA dikarenakan prosedur domestik. Thailand sendiri mengindikasikan penyelesaian Ratifikasi ACIA pada bulan Februari Indonesia mengindikasikan bahwa proses ratifikasi akan memerlukan waktu yang lebih lama dari perkiraan semula, sehingga target waktu entry into force pada bulan Februari 2011 kemungkinan besar tidak bisa tercapai. d. ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) Pembahasan terkait AFAS dilakukan dalam Sidang CCS ke - 64 yang berlangsung pada tanggal 9 11 November 2010 di Manila, Philipina. Sidang membahas isu-isu penting, seperti komitmen ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) Paket 7 yang membahas penggunaan unbound pada Schedule of Commitments Philipina. Selain itu juga dibahas mengenai pemenuhan threshold AFAS Paket 8, dan isu-isu pada pertemuan sectoral working groups yang dilaksanakan secara back-to-back dengan pertemuan CCS leaders, yaitu pertemuan Logistic and Transport Services Sectoral Working Group (LTSSWG), Business Services Sectoral Working Group (BSSWG) dengan fokus pembahasan pada sub sektor arsitektur dan engineering, dan Healthcare Services Sectoral Working Group (HSSWG) dengan fokus pembahasan pada subsektor medical, dental, dan nursing. Hasil pertemuan Business Services Sectoral Working Group (BSSWG): (1) Pertemuan mencatat kemajuan-kemajuan yang telah dicapai pada MRAs di bawah sektor Business Services. Khusus di sektor akuntan, pertemuan menghighlighted keputusan mengenai pembentukan Sekretariat ASEAN Federation on Accountant (AFA) secara permanen di Jakarta, Indonesia. Hal ini akan dilakukan secara bertahap, dan diharapkan, proses transisi dimaksud dapat selesai dan difinalisasikan pada pertemuan AFA Council berikutnya di Kuala Lumpur pada bulan November 2010; (2) Pertemuan juga mencatat programprogram Professional Exchange di sektor arsitek dan engineer. Dibicarakan pula mengenai kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam implementasi exchange programme ini, terutama yang berkaitan dengan peraturan 32 Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010

43 domestik masing-masing ASEAN Member States (AMS), dan pertemuan mendiskusikan perlu adanya standar akreditasi dan sertifikasi serta harmonisasi dari professional requirement standard khususnya yang terkait dengan program dimaksud; dan (3) Pertemuan juga menyampaikan pandangan mengenai WTO negotiating proposal on Professional Service. 2. ASEAN Mitra Dialog a. ASEAN Amerika Serikat ASEAN dan Amerika Serikat telah memulai kerja sama kemitraannya sejak tahun Melalui Joint Vision Statement on ASEAN US Enhanced Partnership dengan Plan of Action 5 tahunannya ( ) pada bulan Desember 2006, untuk pertama kalinya kerja sama ASEAN-AS memiliki payung kerja sama dan rencana aksi yang bersifat komprehensif sebagai komitmen kerja sama ke depan. Sejak tahun 2009, telah dikelompokkan kembali prioritas kerja sama ASEAN-US Enhanced Partnership dalam 8 bidang sesuai ketiga pilar dalam masyarakat ASEAN, yaitu: Political and Security: 1) Transnational Crime, including Counter Terrorism, 2) Capacity Building for Good Governance, the Rule of Law and Judiciary Systems and Human Rights Promotion; Economic: 3) Economic Programs, 4) Finance Cooperation; Socio-Cultural: 5) Science and Technology, 6) Disaster Management, 7) Environment, Climate Change, Food and Energy Security, 8) Education, including Scholarship and Training Programs. Indonesia selaku Country coordinator telah menyampaikan kerja sama ASEAN-US TIFA di bidang trade facilitation, trade finance dialogue, government business dialogue, trade and environment, serta standards. Untuk trade facilitation, ASEAN kembali akan meminta klarifikasi AS mengingat usulan AS yang dianggap bersifat bilateral sehingga tidak perlu dibahas dalam TIFA. Terkait trade finance dialogue, Chamber of Commerce and Industry dari Filipina, Indonesian, dan Vietnam telah menandatangani MoU dengan US Export-Import Bank untuk bertukar informasi peluang bisnis. Terkait Government Business dialogue, telah direncanakan untuk mengadakan dialog antara ABAC dengan USABC. Sedangkan terkait Standards, perkembangan standar terus berjalan yakni di bidang antara lain adalah medical devices, automotive safety, electrical equipment, building constructions. b. ASEAN Australia New Zealand Implementasi Persetujuan Perdagangan Barang AANZFTA telah berlaku per 1 Januari 2010 bagi 7 (tujuh) anggota ASEAN dan ANZ, sedangkan untuk Kamboja dan Laos masing-masing mulai 1 Januari 2011 dan 4 Januari Untuk mengawasi dan mengevaluasi implementasi AANZFTA maka telah dibentuk Joint Committee ASEAN Australia-New Zealand Free Trade Area (JCM-AANZFTA), yang telah mengadakan pertemuan kedua pada tanggal November 2010 di Melbourne, Australia. Isu-isu yang dibahas dalam Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional

44 kerangka kerja sama AANZFTA biasanya terkait kemajuan dan hambatan dalam implementasi FTA dimaksud. Terkait Persetujuan Perdagangan Barang telah dibahas dalam Committee Trade in Goods (CTG) adalah komite yang dibentuk untuk membahas status implementasi dan EIF perdagangan barang. CTG membahas, antara lain: 1) Rules and Procedures untuk CTG yang mengatur (i) Fungsi; (ii) Komposisi dan Kepemimpinan; (iii) Jadwal Pertemuan; (iv) Biaya dan Bantuan Finansial; (v) Pengambilan Keputusan; (vi) Mekanisme Pelaporan; (vii) Sub-sub Komite; (viii) Komunikasi; (ix) Bahasa Resmi; (x) Perubahan; dan (xi) Review. 2) Hal-hal terkait dengan implementasi AANZFTA seperti (i) verifikasi teknis transposisi tarif Cambodia oleh New Zealand; (ii) status pembahasan transposisi tarif Indonesia; (iii) penerbitan legal enactment oleh Laos dan Cambodia (menyusul hasil verifikasi oleh New Zealand); (iv) konfirmasi daftar contact points; (v) pertemuan Sub Committee on STRACAP dan SPS Sub Committee bila diperlukan diadakan secara back-to-back dengan pertemuan ASEAN yang relevan seperti ACCSQ; (vi) pembentukan SPS Sub Committee dengan keanggotaan dari SPS Contact Points; (vii) pertemuan pertama SPS Sub Committee diadakan secara back-to-back dengan pertemuan ke-3 FJC-AANZFTA; dan (viii) agar seluruh anggota saling menotifikasikan langkah-langkah yang terkait dengan perdagangan barang, termasuk informasi pada website dan notifikasi ke WTO. 3) Review atas non-tariff measures (NTMs) dua tahun setelah AANZFTA entered into force (terhitung sejak tanggal 1 Januari 2010). 4) Proses review pada pertemuan ke-3 FJC-AANZFTA (pada 30 Mei 3 Juni 2011) dan secara prinsip menyetujui usulan Australia mengenai langkahlangkah yang akan ditempuh. Langkah dimaksud adalah (i) mengidentifikasi dan menyampaikannya kepada Sekretariat ASEAN sumber-sumber informasi yang tersedia tentang NTMs termasuk yang terdapat di website dan yang dinotifikasikan ke WTO; (ii) mengidentifikasi transparency gaps; dan (iii) mengusulkan jenis-jenis NTMs yang akan menjadi fokus awal dari review NTMs pada tahun ) Perlunya kejelasan scope dari identifikasi NTMs mengingat batasan NTMs itu sendiri sangat luas (technical measures, unclassified measures relating to Government Procurement, IP and subsidies, atau procedural obstacles. 6) Rencana pelaksanaan workshop mengenai NTMs review NTMs setelah pertemuan ke-3 FJC-AANZFTA (pada tanggal 30 Mei 3 Juni 2011). 7) Penyusunan work plan untuk mengembangkan pendekatan regional guna memantau pemanfaatan tarif preferensi AANZFTA. 8) Sub-Committee on Rules of Origin (SC-ROO) yang merupakan Badan Bawahan CTG, membahas antara lain: Usulan Australia dan New Zealand agar nilai FOB tidak dicantumkan pada CO untuk barang-barang yang memenuhi syarat Wholly Obtained or Produced atau Produced Entirely from Originating Materials, atau 34 Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010

45 memenuhi kriteria Change in Tariff Classification (CTC). Nilai FOB ini dianggap kalangan dunia usaha sebagai sensitif secara komersial dan dapat mengurangi minat memanfaatkan preferensi tarif bila pencantuman nilai FOB merupakan kewajiban. Built-in Agenda sebagaimana tercantum dalam Pasal 18 ayat 4 Persetujuan AANZFTA yang meliputi: (i) draft work programme; (ii) Partial Cumulation; dan (iii) Product Specific Rules (PSRs). Baik partial cumulation maupun PSRs masih memerlukan pembahasan lebih lanjut dan dalam melakukan konsultasi domestik dengan industri terkait negara anggota diharapkan dapat mengacu pada paper Australia yakni mengenai (i) Chemicals and Production Process Rules; dan (ii) Cumulation. Transposisi PSR dari HS 2007 ke HS Australia dan New Zealand telah menyusun jadwal transposisinya agar dapat diimplementasikan per 1 Januari 2012, namun diperkirakan tidak semua negara ASEAN akan siap menerapkan HS 2012 mulai tanggal 1 Januari Rencana untuk melaksanakan workshop cumulation secara back-toback dengan pertemuan ke-3 SC-ROO. Untuk pertemuan ke-3 pada bulan Mei 2011, semua parties diminta untuk berbagi informasi mengenai persyaratan dokumen wajib untuk penerbitan COO (termasuk keharusan pre-examination) serta perhitungan waktu yang diperlukan bagi penerbitan COO. Terkait Persetujuan Investasi dalam Persetujuan AANZFTA adalah merupakan kesepakatan pertama di bidang investasi antara ASEAN dengan mitra dialognya. Pada intinya kesepakatan di bidang investasi antara ASEAN dan ANZ bertujuan untuk meningkatkan fasilitasi, promosi, proteksi dan liberalisasi investasi. ASEAN dan ANZ sepakat bahwa Most Favoured Nation (MFN) tidak dimasukkan dalam persetujuan ini. Kedua pihak sepakat untuk membentuk dua pasal baru, yaitu: a) Work Programme; dan b) Investment Sub-Committee. Work Programme berisikan pemahaman bahwa ASEAN dan pihak Australia- New Zealand akan mulai mendiskusikan MFN dan Schedule satu tahun setelah EIF dan ditargetkan untuk selesai dalam 5 (lima) tahun. Terkait dengan bidang investasi, Australia dan New Zealand mengajukan proposal mengenai Investment Policy Peer Review yang akan dilaksanakan dalam konteks OECD Investment Review Process. Usulan ini ditujukan terutama kepada new members of ASEAN dan berdasarkan prinsip sukarela. Negara-negara ASEAN masih memerlukan kejelasan lebih lanjut atas proposal ini. Terkait dengan Persetujuan Perdagangan Jasa Indonesia bersama negara ASEAN lainnya telah memberikan komitmen liberalisasi jasa tidak akan melebihi dari komitmen yang terdapat dalam kesepakatan internal ASEAN Paket ke-5 (ASEAN Framework Agreement on Services/AFAS). Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional

46 c. ASEAN China Hubungan kerja sama ASEAN - China telah dimulai secara informal pada tahun 1991 dan dikukuhkan menjadi mitra wicara penuh ASEAN pada ASEAN Ministerial Meeting ke-29 di Jakarta tahun Kerja sama kemitraan ASEAN dan China semakin meningkat dengan diadopsinya antara lain: Joint Declaration of the Heads of State/Government of the Association of the Southeast Asian Nations and the People s Republic of China on Strategic Partnership for Peace and Prosperity pada KTT ke-7 ASEAN- China di Bali, tahun 2003; Plan of Action of the ASEAN-China Joint Declaration on Strategic for Partnership for Peace and Prosperity di Vientiane, tahun 2004 serta Joint Statement of ASEAN-China Commemorative Summit di Nanning, tahun Prioritas bidang kerja sama ASEAN dan China meliputi: pertanian, energi, informasi dan teknologi komunikasi (ICT), sumber daya manusia, mutual investment, Mekong development, transportasi, budaya, pariwisata dan kesehatan publik. Para Pemimpin ASEAN dan China pada KTT ke-11 ASEAN- China, di Singapura, bulan November 2007, sepakat untuk menambah isu lingkungan hidup sebagai prioritas bidang kerja sama yang ke-11. Pada tanggal 4 November 2002, ASEAN dan China menandatangani Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation between tne Associationof Southheast Asian Nations and the People s Republic China untuk mendirikan ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA). ASEAN dan China sepakat untuk merealisasikan ACFTA pada tahun 2010 untuk Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand dan China, dan tahun 2015 untuk Kamboja, Laos, Myanmar dan Viet Nam. Agreement on Trade in Goods of the Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation between tne Association of Southheast Asian Nations and the People s Republic China telah ditandatangani pada tanggal 29 November 2004 dan mulai diimplementasi pada bulan Desember Agreement on Trade in Services of the Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation between the Association of Southheast Asian Nations and the People s Republic China telah ditandatangani pada tanggal 14 Januari 2007 dan Notifikasi Kemlu ke ASEC tanggal 2 Mei Agreement on Trade on Investment of the Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation between tne Association of Southheast Asian Nations and the People s Republic China telah ditandatangani pada tanggal 15 Agustus 2009 dan Notifikasi Kemlu ke ASEC tanggal 22 September Pada tanggal 31 Desember 2008, China telah menunjuk Duta Besar China untuk ASEAN. Country Coordinator hubungan ASEAN-China untuk tahun adalah Vietnam. Masih dalam kerangka ACFTA, pada tanggal 7 Januari 2010 di Nanning, RRT dalam Forum on the ASEAN-China Free Trade Area telah diluncurkan ACFTA Business Portal (BIZ Portal). Kemudian pada tanggal 1-2 Juli 2010, di Kunming, China, dilaksanakan seminar dan kunjungan ke host dari ACFTA Business Portal. Indonesia tercatat sebagai pengunjung BIZ Portal keempat terbesar di 36 Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010

47 dunia dengan 63 ribu visitors dan lebih dari 3 juta hits setelah RRT, Amerika Serikat, dan Singapura. Perdagangan barang antara China dengan ASEAN sejak Januari sampai Mei 2010 mencapai nilai US$ 111,8 milyar dengan tingkat pertumbuhan 57,5% dibanding periode yang sama tahun Impor China dari ASEAN pada Januari-Mei 2010 mencapai US$59,1 milyar sementara ekspor China ke ASEAN mencapai US$ 52,7 milyar sehingga China mengalami defisit perdagangan sebesar US$ 6,4 milyar. Pertemuan WG-ROO telah melakukan legal scrubbing terhadap draft second protocol to amend Persetujuan Perdagangan Barang ACFTA, yang mengatur tentang revisi Operational Certification Procedures (OCP), revisi CO Form E dan overleaf notes. Draft Protocol tersebut direncanakan dapat ditandatangani pada pertemuan konsultasi AEM-MOFCOM bulan Agustus mendatang, dan dapat mulai berlaku pada tanggal 1 November Indonesia dan beberapa negara ASEAN lainnya menegaskan pentingnya penandatanganan protokol dimaksud untuk dapat menyelesaikan beberapa permasalahan implementasi CO ASEAN-China di lapangan. Secara khusus Indonesia menyatakan bahwa masalah yang dihadapi China merupakan masalah internal China dan menolak tegas pemikiran China bagi kemungkinan dilakukannya perubahan-perubahan atas draft Protokol karena (i) draft teks telah final dan telah melalui pembahasan internal semua pihak; (ii) perubahan-perubahan pada draft akan mengakibatkan penundaan implementasi penyempurnaan OCP; dan (iii) implementasi revisi OCP ini sudah sangat mendesak karena banyaknya insiden penolakan CO karena tidak sesuai dengan OCP yang ada. Terkait Persetujuan Perdagangan Jasa, Draft Protocol Perubahan Persetujuan Jasa ACFTA atas komitmen paket ke-2 belum dapat difinalisasi dan kemungkinan belum dapat ditandatangani dalam kesempatan AEM-MOFCOM Consultations pada bulan Agustus Hal ini terkait usulan wordings mengenai taxation dari Philipina ( All measures related to taxation is unbound ) yang ingin disempurnakan oleh Singapura agar konsisten dengan GATS, yakni unbound hanya untuk direct taxes. Selain itu, sebagai syarat menerima usulan Philipina, Thailand menginginkan dicantumkannya provisi bahwa pengertian mengenai taxation ini would not preclude Parties from taking tax-related measures sepanjang konsisten dengan GATS. Kemudian terkait Persetujuan Investasi ACFTA, telah diberlakukan per tanggal 1 Januari Saat ini hanya Kamboja dan Indonesia yang belum menyelesaikan proses ratifikasi dan notifikasi persetujuan dimaksud. Indonesia menyatakan akan berusaha menyelesaikan proses ratifikasi sebelum AEM-MOFCOM Consultations pada bulan Agustus d. ASEAN India Implementasi Persetujuan Perdagangan Barang AIFTA telah berlaku per 1 Januari 2010 untuk Brunei Darussalam, Malaysia, Singapore, Thailand, dan India. Indonesia telah mengimplementasikan AIFTA pada tanggal 1 Oktober Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional

48 India akan memberlakukan AIFTA kepada para pihak secara reciprocal. Untuk itu masing-masing negara ASEAN dihimbau untuk dapat menginformasikan India 2 minggu sebelum tanggal mulai berlakunya AIFTA dimasing-masing pihak, melalui Sekretariat ASEAN. Semula disepakati bahwa notifikasi AIFTA ke WTO dilakukan setelah Persetujuan Barang AIFTA diberlakukan oleh semua pihak pada bulan Juni Namun karena sampai tanggal 1 Juni 2010 Persetujuan Barang AIFTA belum dapat diberlakukan oleh semua pihak, maka notifikasi akan dilakukan oleh Sekretariat ASEAN dan India dengan berkonsultasi masing-masing dengan ASEAN Geneva Committee dan Perwakilan India di WTO mengingat belum semua pihak mengimplementasikan Perjanjian Barang. Terkait Usulan India atas Pembentukan Working Group on Customs Cooperation, tidak mendapat dukungan dari ASEAN Coordinating Committee on Customs (CCC) berdasarkan pertemuan CCC pada bulan Mei 2010 yang pada intinya menolak usulan India untuk membentuk working group on customs cooperation. Untuk itu ASEAN dan India sepakat mengenai kemungkinan mempertemukan pihak Customs India dengan CCC, baik dengan mengundang pihak Customs India ke pertemuan CCC berikutnya, atau sebaliknya. Sekretariat ASEAN akan memfasilitasi komunikasi lebih lanjut antara CCC dan India mengenai hal ini. ASEAN dan India menyepakati pentingnya engagement sektor swasta dari kedua pihak. Untuk itu pertemuan telah memfasilitasi pertukaran informasi contact person untuk ASEAN-India Business Council (AIBC), penyelenggaraan ASEAN-India Business Fair (AIBF) serta pelaksanaan ASEAN-India Business Summit (AIBS). Pada perundingan perdagangan bidang jasa dengan India berjalan cukup ketat baik di tingkat working group maupun pada forum Negotiating Committe, antara lain terkait dengan Rule provisions on Movement of Natural Person (MNP), Annex on financial services, modalitas schedule of commitments in services. Terkait dengan Requests and Offers, India berpendapat bahwa offers yang disampaikan ASEAN belum memenuhi prinsip commercially meaningful offers dan karenanya India akan menerapkan geographical carve-out (berarti menggunakan skedul 10:10). ASEAN menyatakan bahwa sesuai analisis Sekretariat ASEAN maka offers dari pihak ASEAN lebih baik khususnya dalam hal jumlah subsektor yang ditawarkan. India kurang sependapat mengenai hal ini karena bila dikaji lebih dalam maka level of commitment masingmasing negara ASEAN berbeda dan tidak semuanya menawarkan sektor yang menjadi kepentingan India. Untuk mendorong proses perundingan selanjutnya, ASEAN sepakat (meskipun Indonesia, Vietnam dan Filipina sempat menunjukkan keberatan) untuk menggunakan komitmen jasa dalam AANZFTA sebagai common platform ASEAN dan selanjutnya India diminta untuk reciprocate dengan single list of offer. Terkait Persetujuan Investasi terdapat beberapa hal yang harus dicermati, antara lain: 38 Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010

49 1) Approach to Scheduling and Number of Reservation. ASEAN dan India belum mencapai kesepakatan mengenai pendekatan yang akan digunakan dalam penyusunan schedule of commitment/reservation yaitu apakah negative list atau positive list. Selain itu ASEAN dan India juga belum menyepakati metoda pertukaran jadwal komitmen dan reservasi, apakah 1:10 atau 10:10. ASEAN tetap berpegang pada usulan 1:10 seperti yang berlaku pada ASEAN+1 FTA lainnya, di mana Mitra ASEAN menyampaikan satu schedule yang berlaku untuk seluruh negara ASEAN sementara ASEAN menyampaikan 10 schedules bagi India; 2) Draft Text Persetujuan. Beberapa Article yang dibahas khususnya yang terkait dengan kepentingan Indonesia antara lain adalah: (i) The principle of Most Favoured Nations (MFN); (ii) Definition of Covered Investment; (iii) Modalities of liberalization on investment; (iv) Scope of dispute settlement mechanism between investors with countries; (v) Definition of Investor (isu Permanent Residence); (vi) Treatment of Investment; (vii) Subrogation; (viii) Transfer issues. e. ASEAN Jepang ASEAN - Japan Comprehensive Economic Partnership (AJCEP) merupakan kesepakatan antara negara-negara anggota ASEAN dengan Jepang untuk mewujudkan kawasan perdagangan bebas dengan menghilangkan atau mengurangi hambatan-hambatan perdagangan barang baik tarif ataupun non tarif, peningkatan akses pasar jasa, peraturan dan ketentuan investasi, sekaligus peningkatan aspek kerja sama ekonomi untuk mendorong hubungan perekonomian dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat ASEAN dan Jepang. Landasan pembentukan perdagangan bebas ASEAN dan Jepang adalah Joint Declaration of the Leaders of the Comprehensive Economic Partnertship between ASEAN and Japan yang ditandatangani pada tanggal 5 November 2002, serta Framework for Comprehensive Economic Cooperation between ASEAN and Japan yang ditandatangani pada tanggal 8 Oktober Dalam KTT ASEAN-Japan ke-8, Para Kepala Negara ASEAN dan Jepang menyetujui Perjanjian Kerja sama Ekonomi ASEAN-Jepang dan mulai dilakukan negosiasi pada bulan April 2005 dan ditandatangani pada bulan Maret dan April 2008 secara adreferendum. Persetujuan AJCEP merupakan suatu persetujuan ekonomi antara ASEAN dan Jepang yang bersifat komprehensif serta mencakup bidang perdagangan barang, jasa, investasi, SPS, TBT dan kerja sama ekonomi. Persetujuan AJCEP telah diratifikasi melalui Peraturan Presiden Nomor 50 Tahun 2009 tanggal 19 November 2009 tentang Pengesahan Persetujuan AJCWP. Walaupun Persetujuan AJCEP telah diratifikasi dan dinotifikasikan kepada para Pihak, namun karena legal enactment belum terbit karena terhambat proses transposisi HS dari 2002 ke 2007 yang belum final, maka Indonesia belum dapat entry into force. Terkait perkembangan Persetujuan Perdagangan Barang, menindaklanjuti proses transposisi HS 2002 ke HS 2007, ASEAN dan Jepang masih memiliki perbedaan pandangan terhadap penyampaian two-way correlation table untuk memfasilitasi verifikasi teknis terhadap jadwal Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional

50 penurunan/penghapusan tarif. ASEAN dan Jepang juga mencatat bahwa para pihak yang belum menyampaikan notifikasi kepada para pihak diminta untuk segera menotifikasi setelah seluruh domestic procedure-nya terselesaikan. ASEAN dan Jepang telah menyelesaikan pembahasan PSR untuk 27 pos tarif yang mengalami perubahan akibat transposisi HS Implementasi dari transposisi PSR tersebut akan dilakukan melalui nota diplomatik setelah pembahasan teknis verifikasi transposisi jadwal komitmen tarif ASEAN dan JAP diselesaikan. Jepang telah menyampaikan jadwal komitmen penurunan/ penghapusan tarif HS yang disertai dengan two-way correlation table (HS 6 digit) yang saat ini sedang dalam pengecekan oleh seluruh negara ASEAN. ASEAN dan Jepang juga menyepakati verifikasi teknis transposisi jadwal komitmen tersebut agar dapat diselesaikan pada akhir Januari Penyampaian final jadwal komitmen direncanakan pada pertemuan ke-5 AJCEP, bulan Maret Indonesia dan JAP masih melakukan pembahasan transposisi jadwal penurunan tarif berdasarkan HS 2007 secara intersessional. Dalam Perundingan Perdagangan Jasa, Jepang mengutarakan tertarik untuk membahas 6 (enam) sektor jasa sebagai berikut: (i) computer-related; (ii) telekomunikasi; (iii) konstruksi; (iv) distribusi; (v) finansial; dan (vi) maritim. Secara umum, ASEAN menjelaskan posisi perundingan jasa dengan mitra dialog: China, Korea, Australia-New Zealand, dan India serta kondisi masingmasing negara anggota ASEAN terkait 6 sektor jasa dalam bilateral EPA dengan Jepang. ASEAN dan Jepang mengadakan pertukaran informasi mengenai situasi terkini keterlibatan FTA. Dalam pertemuan internal ASEAN terkait Costs and Benefits, disepakati agar masing-masing negara anggota ASEAN dapat menyusun studi tentang costs and benefits untuk melakukan perundingan di bidang jasa dengan Jepang. ASEAN menyepakati akan melakukan caucus pada minggu ketiga Juni atau minggu pertama Agustus untuk membahas studi tentang costs and benefits masing-masing negara anggota ASEAN dan menyusun posisi ASEAN sebelum melakukan perundingan dengan pihak Jepang. Dalam hal ini, Thailand bersedia untuk menjadi tuan rumah dalam pertemuan ASEAN caucus dimaksud. Sedangkan pada Perundingan Persetujuan Investasi pembahasan negosiasi masih bersifat exchange of view yang antara lain membahas approach to ASEAN-Japan investment negotiation, comparative matrix of EPAs/BITs between some AMS and Japan, ASEAN-Japan investment negotiation work plan, highlights of decision points from 2 nd AJCEP, dan highlights of decision points from SEOM-METI 3/15. Seluruh negara anggota ASEAN dan Jepang diminta untuk menyampaikan draft proposal atau general outline yang memuat ketentuan-ketentuan dari draft text perjanjian ini. 40 Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010

51 f. ASEAN Korea Agreement on Trade in Goods under the Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation Among the Government of The Member Countries of the Association of Southeast Asian Nations and the Republic of Korea ditandatangani pada tanggal 24 Agustus Disahkan dengan Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2007 dan diimplementasikan tahun Pada pertemuan AKFTA-IC pada tanggal Juli 2010 disepakati pelaksanaan impact study of AKFTA implementation yang hasilnya akan menjadi salah satu referensi kegiatan review AKFTA di tahun Sesuai kesepakatan, impact study ini akan dilakukan oleh konsultan yakni ASEAN diwakili oleh Mahasiswa Phd Universitas Monash, sementara Korea diwakili oleh Korean Institute of International Economic Policy. Segala biaya yang diperlukan dalam pelaksanaan impact study ini akan dibebankan pada ASEAN-Korea Economic Fund. Kedua konsultan akan menyampaikan joint interim report pada pertemuan Implementing Committee tanggal 9-10 Desember 2010 di Sekretariat ASEAN, Jakarta. Untuk mendukung studi ini, seluruh negara anggota ASEAN dan Korea menyampaikan data utilisasi SKA Form AK, tarif dan perdagangannya kepada Sekretariat ASEAN. Laporan sementara study joint impact yang dilakukan kedua konsultan pada Special Session ASEAN-Korea FTA Implementing Committee yang dilaksanakan pada tanggal 8-9 Desember 2010, Sekretariat ASEAN adalah : Korean Institute of International Economic Policy yang secara khusus mengkaji tingkat utilisasi AKFTA-Goods memaparkan hasil sementara kajiannya yang terbagi ke dalam 2 periode yakni sebelum dan sesudah berlakunya AKFTA-Goods (Juni-Mei dan , serta Juni- Mei , dan ). Ekspor Korea ke ASEAN mengalami peningkatan dari sebelum dan sesudah berlakunya AKFTA-Goods. Khusus untuk periode berlakunya AKFTA-Goods dalam 3 tahun terakhir ( ), ekspor Korea ke ASEAN mengalami penurunan pada periode Juni 2008-Mei 2009 sebelum meningkat kembali pada periode Juni 2009-Mei Kecenderungan serupa berlaku pula untuk ekspor ASEAN ke Korea untuk periode pengamatan yang sama. Kecenderungan penurunan ekspor pada tahun tersebut di atas juga sejalan dengan kecenderungan ekspor Korea dan ASEAN ke dunia. Hal ini jelas menunjukkan bahwa krisis keuangan dunia pada tahun mempunyai dampak baik pada perdagangan berbasis MFN maupun perdagangan di bawah skema FTA. Dalam penilaiannya, Korean Institute of International Economic Policy berpendapat bahwa berdasarkan kajiannya maka tingkat utilisasi AKFTA- Goods selama tiga tahun implementasi sesungguhnya cukup baik meskipun masih dapat ditingkatkan. Tingkat utilisasi ini merupakan perhitungan jumlah impor yang menggunakan preferensi dibagi dengan total impor produk yang eligible untuk mendapatkan preferensi. Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional

52 Sementara itu Mahasiswa Phd Universitas Monash mempresentasikan hasil sementara kajiannya mengenai dampak ekonomi (GDP, revenue dan welfare) dari AKFTA-Goods. Dengan mengeluarkan Brunei dari kajian (karena terlalu kecil untuk dimasukkan ke dalam simulasi global CGE model dengan GTAP database 2004 dan 2007) maka kajian ini menyimpulkan bahwa : Pertumbuhan GDP positif dialami oleh Korea, Laos, Singapore, Thailand dan Vietnam, sementara lainnya mengalami pertumbuhan negatif (pertumbuhan baik positif maupun negatif ini tercatat lebih kecil/di bawah 1%); Dari segi revenue, semua parties dalam perjanjian ini mengalami penurunan (tidak mencapai 1%, dan penurunan terbesar dialami Kamboja sebesar -0,41%); Peningkatan welfare dialami oleh Korea, Singapore dan Thailand (di bawah 1%), sementara parties lainnya mengalami penurunan (terbesar adalah Kamboja yakni -1,76% sedangkan lainnya di bawah 0,1%). Hasil sementara joint impact study dimaksud dilakukan oleh Korea dan ASEAN. Dalam AEM-ROK Consultations di Da Nang, Agustus 2010, dilaporkan tingkat utilisasi ASEAN sekitar 50% sementara utilisasi di pihak Korea sekitar 20% dari total perdagangan kedua pihak. Joint Study mengkaji secara lebih detail tingkat utilisasi AKFTA-Goods, dan dampak ekonomi dari diterapkannya AKFTA-Goods pada setiap anggotanya. Hasil temuan sementara menunjukkan tingkat utilisasi tidak dapat disimpulkan rendah karena (a) baru diimplementasikan 3 tahun; dan (b) periode kajian melalui masa krisis global Namun demikian masih perlu dilakukan perbaikan atas laporan final kajian dimaksud. Dalam hal isu dual notifikasi AKFTA di WTO yang dilakukan oleh kedua pihak secara terpisah, dan saat ini masih dibahas di WTO Committee on Trade and Development. Dual notifikasi tersebut terjadi oleh karena kedua pihak masih berpendirian pada keinginannya masing-masing di mana ASEAN menyusun notifikasinya berdasarkan enabling clausa yang ditujukan untuk negara berkembang sedangkan Korea berdasarkan Pasal XXIV GATT. Dalam pertemuan terkait Persetujuan Perdagangan Jasa, hanya Indonesia yang belum menyelesaikan proses ratifikasi Persetujuan dimaksud. Untuk itu pertemuan menghimbau agar Indonesia dapat segera menuntaskan prosedur domestiknya dan menotifikasikannya kepada seluruh pihak AKFTA dalam kesempatan pertama. Terkait investasi, Kamboja, Indonesia, Laos dan Filipina belum dapat menyelesaikan ratifikasi Persetujuan Investasi AKFTA. Terkait hal tersebut pertemuan menghimbau agar para pihak tersebut segera menyelesaikan prosedur domestiknya dan melakukan notifikasi kepada seluruh pihak AKFTA melalui saluran diplomatik. 3. Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) Pertemuan tahunan para Menteri Perdagangan anggota Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) dilaksanakan pada tanggal 5-6 Juni 2010 di Sapporo, Jepang. 42 Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010

53 Sebelum acara resmi pertemuan para Menteri Perdagangan APEC dimulai di Sapporo Convention Center, Menteri Perdagangan RI mengundang para Menteri Perdagangan anggota ASEAN yang juga adalah anggota ekonomi APEC (yakni Brunei, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam) untuk melakukan pertemuan ASEAN Caucus Breakfast Meeting. Dalam pertemuan ini dilakukan tukar pikiran yang menyangkut topik-topik strategis yang akan dibahas dalam forum APEC, antara lain adalah perkembangan Perundingan Putaran Doha, penilaian pencapaian Bogor Goals 2010, gagasan pembentukan Free Trade Area of the Asia-Pacific atau FTAAP dan pertukaran informasi mengenai perkembangan perundingan Trans-Pacific Strategic Economic Partnership atau TPP, serta peningkatan daya dukung Sekretariat APEC. Dalam pertemuan Menteri Perdagangan APEC, para menteri sependapat bahwa perdagangan merupakan sektor yang sangat penting bagi semua ekonomi untuk dapat keluar dari situasi krisis dunia dan mendorong pertumbuhan serta menciptakan lapangan kerja. Untuk itu para menteri sepakat bahwa APEC yang mewakili lebih dari separuh perdagangan dunia harus ikut memberikan dorongan politik untuk menjembatani perbedaan yang masih menghambat kemajuan Perundingan Doha Development Agenda (DDA). Selain membahas agenda rutin seperti perkembangan pelaksanaan program kerja dan pengembangan prakarsa-prakarsa baru, para Menteri Perdagangan APEC juga membahas topik penting lainnya, yakni pencapaian Bogor Goals oleh ekonomi maju APEC pada tahun Tahun ini merupakan tahun penting bagi APEC karena bersamaan dengan diselesaikannya fase pertama Bogor Goals 2010/2020 untuk mewujudkan iklim perdagangan dan investasi yang bebas dan terbuka di kawasan APEC. Secara umum disimpulkan bahwa ekonomi APEC secara individual maupun kolektif telah mencatatkan kemajuan dalam mewujudkan Bogor Goals. Kinerja APEC bukan saja merupakan hasil program kerja sama APEC di bidang liberalisasi dan fasilitasi perdagangan dan investasi, tetapi juga ditunjang oleh program-program pengembangan dan peningkatan kapasitas anggota pada pilar ketiga kerja sama APEC, yakni Economic and Technical Cooperation atau ECOTECH. Kajian Bogor Goals mencatat bahwa antara tahun 1996 dan awal 2010 APEC telah mengimplementasikan dan menyetujui proyek ECOTECH dengan nilai total US$ 58 juta. Final Pencapaian Bogor Goals telah disampaikan kepada para Pemimpin Ekonomi APEC dalam pertemuan puncak APEC pada bulan November 2010 di Yokohama, Jepang. Pertemuan tahunan para Menteri anggota Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) diselenggarakan di Yokohama, Jepang. Pertemuan yang berlangsung pada tanggal November 2010 berada di bawah rangkaian pertemuan APEC atau yang disebut dengan Leaders s Week. Tema utama APEC tahun 2010, yakni Change and Action menggambarkan tekad APEC dalam melakukan langkahlangkah konkret guna menghadapi berbagai tantangan dan perubahan untuk mengikuti tuntutan perkembangan dunia. Pertemuan APEC saat ini memiliki arti sangat strategis karena dimaksudkan tidak saja untuk meningkatkan proses integrasi ekonomi regional yang telah berjalan Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional

54 selama ini, tetapi juga membahas bagaimana APEC dapat memanfaatkan momentum kali ini dan G-20 yang akan berlangsung di Seoul, Korea Selatan yang kemudian dilanjutkan dengan rangkaian pertemuan tingkat Leaders untuk kembali mendorong penyelesaian Perundingan Putaran Doha pada tahun Sebelum acara resmi pertemuan para Menteri APEC yang ke-22 ini berlangsung di Conference Center Pacifico Yokohama, Menteri Perdagangan RI menghadiri AMM Small Group Breakfast. Dalam pertemuan ini Menteri Perdagangan RI bersama dengan anggota ekonomi APEC lainnya yakni Australia, China, Kanada, Indonesia, Jepang, Singapura, USA, Vietnam, dan Direktur Jenderal WTO Pascal Lamy, selama satu jam mendiskusikan perkembangan terakhir putaran Doha serta langkah yang harus diambil guna memanfaatkan tahun 2011 yang secara politis dapat dikatakan sebagai the window opportunity. Hal ini diterjemahkan sebagai banyaknya kendala yang akan dihadapi dalam melanjutkan dan mendorong Perundingan Putaran Doha mencapai tahap engagement pasca 2011, mengingat berbagai pemilihan umum akan berlangsung pada tahun 2012 di beberapa negara. Kunci yang memungkinkan terjadinya pergantian pemerintahan yang memiliki agenda dan pandangan yang berbeda terhadap mandat Doha. Para Menteri selanjutnya menghadiri Pertemuan Tahunan Menteri APEC yang dilakukan dalam format retreat untuk hari pertama, yaitu dengan setting informal dan peserta yang terbatas. Pertemuan ini pun kembali dihadiri oleh Pascal Lamy guna menyampaikan situasi terakhir Perundingan DDA dalam forum yang lebih luas dibandingkan dengan acara sebelumnya, yang dilakukan dalam format Breakfast Meeting. C. FORUM KERJA SAMA BILATERAL 1. Indonesia Amerika Serikat Sebagai tindak lanjut dari MoU on Combating Illegal Logging and Associated Trade, AS telah memberikan bantuan penyelenggaraan Workshop on the Socialization of Integrated Laws, Regulations and Agreements for Indonesian Provinces Affected by Illegal Logging and Associated Trade. Selain itu, sejak tahun 2009 Indonesia dan AS menyelenggarakan secara bersama (co-host) suatu Regional Dialogue (RD) to Promote Legally Harvested Timber Products, yang diadakan secara bergantian di Indonesia dan AS. RD pertama diselenggarakan pada tanggal 2 September 2009 dan RD kedua pada tanggal Juli 2010 di Seattle, Washington. Indonesia dan Amerika Serikat sepakat untuk membina kemitraan komprehensif di masa mendatang yang akan diwujudkan melalui kerja sama di bidang perdagangan, investasi, pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, kesehatan, perubahan iklim, keamanan serta people-to-people contacts. Pada pertemuan Trade and Investment Council ke-10 yang diadakan di Bali pada tanggal 30 September 1 Oktober 2010 kedua pihak membahas perkembangan isu kebijakan perdagangan dan investasi pada kedua negara seperti kerja sama Trans Pacific, industri film, Angka Pengenal Impor (API), ketentuan labeling, impor daging sapi AS ke Indonesia dan pemutakhiran daftar negatif investasi. 44 Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010

55 2. Indonesia Argentina Sidang Komisi Bersama (SKB) diselenggarakan pada tanggal September 2010 di Buenos Aires, Argentina. Delegasi Republik Indonesia (Delri) dipimpin oleh Direktur Jenderal Amerika dan Eropa, Kementerian Luar Negeri, Duta Besar didampingi oleh Duta Besar LBBP Rl untuk Republik Argentina. Sedangkan Delegasi Argentina dipimpin oleh Duta Besarnya, Deputy National Director of International Economic Negotiations Kementerian Luar Negeri, Perdagangan Internasional dan Keagamaan Argentina. Dalam pertemuan tersebut dibahas isu-isu penting terkait perkembangan hubungan kerja sama bilateral kedua negara dan upaya untuk meningkatkan kerja sama di berbagai bidang seperti perdagangan, investasi, pertanian, energi (Compressed Natural Gas/CNG), kerja sama teknik, ilmiah dan teknologi, olah raga, pariwisata, pendidikan, farmasi, dan kekonsuleran. Selain itu, masingmasing Ketua Delegasi telah menyampaikan perkembangan situasi domestik negaranya, dan membahas mengenai isu-isu kawasan dan internasional yang menjadi kepentingan bersama seperti FEALAC, ASEAN-MERCOSUR, G20, dan WTO Doha Round. Di antara isu penting yang menjadi concern Indonesia di bidang perdagangan adalah upaya untuk mengurangi defisit perdagangan dengan Argentina selama 5 (lima) tahun terakhir ( ) dan permintaan agar Argentina mempertimbangkan kembali dan bekerja sama untuk mengatasi kebijakan dan ketentuan perdagangan yang merugikan Indonesia seperti tuduhan dumping, under invoice dan safeguards measures yang menghambat ekspor Indonesia ke Argentina. Untuk mengurangi hambatan perdagangan bilateral kedua negara, Indonesia mencoba mengadakan persuasi agar Argentina mempertimbangkan penggunaan bahasa Inggris dalam dokumen perdagangan, terutama dalam merespon tuduhan dumping dan under invoice dari yang selama ini menggunakan bahasa Spanyol. Terhadap hal ini Argentina menyatakan akan mempertimbangkannya dan berharap dapat memberikan solusi terbaik bagi meningkatnya hubungan perdagangan bilateral kedua negara di masa yang akan datang. Indonesia berhasil meyakinkan Argentina untuk membuka pasarnya lebih lebar terhadap jenis produk ekspor Indonesia yang siap masuk pasar Argentina seperti tekstil, elektronik, peralatan listrik, minyak kelapa sawit, produk hortikultura, kertas dan produk kertas, kayu olahan, karet, alas kaki, suku cadang sepeda motor, sepeda motor, coklat, udang, ikan beku, kopi, buah yang diawetkan, mesin pencetak, furnitur, kerajinan tangan, perhiasan, kimia, dan perlengkapan rumah tangga. 3. Indonesia Australia Australia sedang dalam proses negosiasi FTA antara lain dengan China, Korea, dan dalam kerangka Trans Pacific Partnership - TPP (dengan Amerika Serikat, the United States, New Zealand, Singapore, Chile, Brunei, Peru dan Vietnam). Karena Australia masih dalam proses negosiasi, maka tidak mudah untuk mengetahui apakah tingkat liberalisasi (degree of liberalization) yang nantinya diperoleh Indonesia lebih baik atau tidak dibandingkan dengan yang diperoleh pihak ketiga Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional

56 (misalnya China, Korea, Singapore, Brunei, Vietnam). The Department of the Chief Minister (DCM) Australia bisa memahami pandangan tersebut karena memang lebih mudah melakukan perbandingan dengan FTAs yang sudah selesai dirundingkan misalnya dengan Australia - Thailand FTA. Terkait peluncuran negosiasi Indonesia-Australia Free Trade Agreement (IAFTA), dalam pertemuan bilateral di Canberra pada tanggal 10 Maret 2010 terdapat keinginan Menteri Perdagangan Indonesia dan Australia mengenai kemungkinan format Free Trade Agreement (FTA) diubah menjadi Economic Partnership Agreement (EPA). Perubahan format ini lebih mencerminkan kerja sama di bidang ekonomi yang lebih luas dan mencakup aspek capacity building. Bagi Australia, Indonesia-Australia EPA (IAEPA) akan merupakan kesepakatan EPA yang pertama apabila berhasil disepakati. Beberapa isu-isu penting yang sering dibahas dalam setiap perundingan antara kedua negara dalam menjalani hubungan bilateral antara lain: a. UU No.4 tahun 2009 Pertambangan, Mineral dan Batu Bara Perusahaan pertambangan Leighton dan Thies keberatan terhadap UU Pertambangan No 4/2009 (Bab 15, Pasal 124) mengenai jasa pertambangan karena tidak sesuai dengan UU Investasi Pasal 124 lebih mengutamakan kesempatan usaha untuk pengusaha lokal/nasional. Padahal perusahaan pertambangan Australia tersebut sudah lama menjalankan bisnis dan memperkerjakan banyak orang Indonesia. Australia meminta Indonesia dapat memberi penjelasan mengenai arti perusahaan lokal/nasional (agar dilampirkan pada UU Pertambangan dan Minerba) dan ada perlakuan yang sama dan kalau bisa pasal 124 direvisi. b. Pendaftaran Produk Makanan dan Minuman Impor di BPOM Australia disarankan agar menyampaikan informasi lengkap dan detail terhadap produk-produk impor yang mengalami proses panjang ke BPOM agar segera ditindak lanjuti. c. Permentan No. 7/2008, Syarat dan Tata Cara Pemasukan dan Pengeluaran Benih, Bibit Ternak dan Ternak Potong Australia keberatan atas Permentan No.7/2008 yang mensyaratkan sapi ternak potong harus mempunyai berat badan maksimal 350 kg dan umur maksimal 1,5 tahun. Pimpinan rapat menyarankan agar diadukan rapat lagi dengan Australia dan Kementan mengenai pertanian khususnya sapi potong. d. Task Force on Investment in Agriculture Pihak Australia telah menyampaikan beberapa presentasi mengenai proyekproyek potensial yang dapat dikerjasamakan dalam Task Force on Investment in Agriculture. Adapun proyek-proyek yang diajukan oleh pihak Australia adalah lupin beans initial project, horticulture product to export project dan floriculture joint venture in Bali project. Oleh karena itu mereka mengharapkan BKPM, Kementerian Pertanian dan asosiasi dapat mencarikan mitra bisnis untuk kegiatan-kegiatan tersebut. Pihak Indonesia menyampaikan bahwa kegiatan Task Force on Investment in Agriculture ini merupakan benefit dari kesepakatan AANZFTA sehingga 46 Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010

57 keuntungan dari sebuah FTA tidak hanya dari sisi perdagangan namun juga investasi. Ditekankan bahwa Indonesia tidak ingin hanya dijadikan pasar namun membutuhkan keikutsertaan investasi asing dalam mengembangkan sektor persusuan di Indonesia. Diharapkan investasi Australia dapat dijadikan "bargain" dari AANZFTA dan FTA bilateral nantinya. e. Investasi di sektor biodiesel dan breeding school Pihak Australia juga menyampaikan bahwa perusahaan biodiesel mereka tertarik untuk berinvestasi di Indonesia, khususnya untuk raw material. Demikian juga diinformasikan bahwa terdapat breeding school Indonesia membutuhkan sapi Australia untuk praktek mereka. f. Proposal development of beef and diary industry dan small scale abattoir Pihak Indonesia mengingatkan kembali mengenai tiga proposal yang pernah diajukan kepada Australia mengenai development of beef and diary industry dan small scale abattoir. Hal ini disinggung karena hingga kini belum ada significant, progress dan concrete respond terhadap proposal tersebut. g. Pelaksanaan Joint Announcement Indonesia-Australia EPA Sehubungan dengan akan diadakannya pertemuan Trade Ministers' Meeting (TMM) yang direncanakan back to back dengan Indonesia Australia Ministerial Forum (IAMF) tentative bulan Juli 2010 di Indonesia, pihak Australia mempertanyakan kemungkinan pelaksanaan Joint Announcement Indonesia-Australia EPA (IAEPA) dilaksanakan pada saat TMM tersebut. Kondisi politik negara Australia yang akan melaksanakan pemilu pada pertengahan atau akhir tahun Oleh karena itu, diharapkan Joint Announcement dapat dilaksanakan sebelum pertengahan tahun ini atau tahun Indonesia Bangladesh Pada tanggal 8-9 Agustus 2010 telah dilaksanakan Sidang Komisi Bersama (SKB) ke-2 Indonesia-Bangladesh di Bukit Tinggi. Pertemuan telah membahas agenda kerja sama di bidang perdagangan antara lain: - Mendorong pelaku usaha untuk menindaklanjuti hasil Business Match- Making; - Mendorong pertukaran delegasi dagang kedua negara dengan mempertimbangkan pembentukan kebijakan visa on arrival bagi para pelaku usaha kedua negara; - Mendorong promosi produk masing-masing melalui penyelenggaraan pameran dagang maupun pameran tunggal di kedua negara; - Mengintensifkan fungsi Indonesia-Bangladesh Joint Business Council. 5. Indonesia EFTA Di sela-sela pertemuan World Economic Forum yang diselenggarakan pada tanggal 27 Januari 1 Februari 2010, Menteri Perdagangan RI melakukan Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional

58 beberapa pertemuan bilateral dengan negara mitra, salah satunya dengan Presiden Swiss. Dalam pertemuan tersebut, Presiden Swiss dan Mendag RI mereview sekilas mengenai beberapa program kerja sama Indonesia dengan Swiss, diantaranya adalah membicarakan mengenai rencana pra-negosiasi dalam rangka peninjauan kembali/pembaharuan JSG 2007, dan menyusun modalitas. Pada pertemuan tersebut, diinformasikan bahwa Presiden Swiss berencana untuk melakukan kunjungan official ke Indonesia pada tanggal 5-9 Juli 2010 dan diharapkan pada kesempatan tersebut negosiasi kerja sama FTA Indonesia-EFTA dapat diresmikan. Presiden Swiss akan membawa grup pemerintah dan grup bisnis antara lain di bidang pharmaceutical, finansial, pertanian, makanan dan makanan olahan, tekstil dan power engineer. Dan juga green technology, solar energy, waste recycling dan water treatment/ purifying. Menteri perdagangan RI mengharapkan agar Swiss juga dapat bekerjasama dengan Indonesia di sektor infrastruktur, Swiss dalam hal ini memiliki ABB Switzerland, holding company di bidang investasi. Untuk menunjukkan itikad baik pemerintah Indonesia terhadap komitmen dalam melaksanakan perundingan kerja sama perdagangan antara Indonesia-EFTA, pada tanggal Februari 2010, Ketua Tim Perunding Indonesia beserta BKPM dan Kementerian Pertanian telah melakukan pertemuan konsultasi informal EFTA Indonesia dalam rangka menghadapi perundingan dimaksud dengan tujuan (i) menjelaskan situasi Indonesia terhadap FTA serta implikasinya terhadap negosiasi tersebut untuk masa yang akan datang; (ii) pertukaran informasi dari kedua pihak mengenai perkembangan ekonomi masing-masing negara; (iii) pertukaran informasi perihal pemutakhiran data yang digunakan pada laporan JSG yang telah disepakati pada tahun 2007 yang lalu; dan (iv) persiapan rencana launching kerja sama perdagangan antara Indonesia-EFTA. Pada tanggal 23 April 2010, Ketua Tim Perunding Indonesia telah melakukan pertemuan dengan Ketua Komite Tetap Uni Eropa dan Negara-negara Eropa Lainnya Kadin, dan beberapa anggota Kadin lainnya. Maksud dari pertemuan tersebut adalah untuk meminta masukan dari KADIN mengenai rencana negosiasi antara Indonesia-EFTA dan untuk membahas langkah-langkah yang perlu dipersiapkan dalam menghadapi perundingan tersebut. Ketua Tim Perunding menginformasikan bahwa rencana kunjungan Presiden Swiss ke Indonesia pada bulan Juli 2010, dan akan didampingi oleh delegasi bisnis, dan meminta masukan dari KADIN, mengenai manfaat dari kunjungan Presiden Swiss ke Indonesia dalam hubungannya dengan perundingan yang direncanakan akan di launching pada kunjungan tersebut. Selain itu, Ketua Tim Perunding juga meminta masukan atas salah satu poin positif dari kerja sama perekonomian EFTA-Indonesia yakni complementarity. Menanggapi rencana launching kerja sama antara Indonesia-EFTA pada saat kedatangan Presiden Swiss ke Indonesia, wakil dari KADIN sepakat bahwa sebaiknya jangan ada komitmen untuk launching terlebih dahulu, agar Indonesia dapat mempersiapkan diri. Namun demikian, sebelum memulai proses negosiasi dimaksud dapat dilakukan kerja sama business to business terlebih dahulu sebelum dimulai government to government. Tujuan dari kerja sama business to business ialah sebagai salah satu bentuk kerja sama konkrit yang dilakukan 48 Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010

59 diantara kedua negara yang kemudian dapat dikembangkan oleh pemerintah kedua belah pihak. Selain itu, pemerintah Indonesia perlu untuk menyusun secara konkrit request Indonesia dalam perundingan dimaksud dengan cara fokus sektor per sektor (melalui identifikasi sektor-sektor yang bermanfaat bagi Indonesia). Agar hasil perundingan dimaksud dapat menghasilkan keuntungan yang konkrit, Tim Perunding Indonesia harus tegas dalam meminta komitmen atas request Indonesia dari pihak EFTA, karena tanpa komitmen dari mereka, perundingan ini tidak akan bermanfaat bagi Indonesia. 6. Indonesia Iran Indonesia dan Iran sudah memulai untuk meningkatkan hubungan kerja sama ekonomi sejak tanggal Oktober Yang didahului oleh Kunjungan Menteri Perdagangan Iran ke Indonesia untuk melakukan pembicaraan bilateral dengan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI. Hasil dari pertemuan tersebut adalah dilakukan penandatanganan Joint Statement yang salah satu isinya menyebutkan bahwa kedua negara sepakat untuk melakukan pengkajian kemungkinan diadakannya Gradual Trade Liberalization yang nantinya diharapkan berkembang menjadi Comprehensive Economic Partnership (CEP). Pada tanggal Februari 2004, Memperindag RI berkunjung ke Iran untuk menghadiri KTT D-8 di Iran. Dalam kesempatan tersebut Memperindag RI dan Mendag Iran melakukan pertemuan bilateral. Dengan merujuk kepada Joint Statement yang ditandatangani pada tanggal 13 Oktober 2003 di Jakarta, kedua Menteri sepakat menandatangani MoU on the Establishment of Comprehensive Trade and Economic Partnership (CTEP) Indonesia-Iran. MoU tersebut memuat kesepakatan : - Untuk segera membentuk Tim Teknis guna mengidentifikasi produk-produk yang akan diajukan untuk memperoleh Preferensi Tariff dan melakukan pembahasan draf PTA; - Kedua pihak sepakat paling lambat 3 (tiga) bulan dari sejak penandatanganan MoU akan saling mempertukarkan list of products yang diusulkan untuk memperoleh konsesi tarif dari masing-masing pihak; - Tim Teknis kedua negara paling lambat 3 (tiga) bulan sejak ditandatangani MoU akan melakukan pertemuan untuk membahas list of products dan draf PTA serta Framework Agreement dalam rangka pembentukan FTA yang merupakan tujuan akhir dari CTEP. Pada saat SKB ke-9 RI-Iran di Teheran Juni 2005, draft Framework Agreement on Comprehensive Trade and Economic Partnership ditandatangani oleh Menteri Perdagangan kedua negara. Indonesia telah meratifikasi Framework Agreement tersebut pada 12 Desember Pada SKB ke-10 RI-Iran yang diselenggarakan pada tanggal 9-11 Juni 2008 di Jakarta, Indonesia telah menyampaikan proposal untuk modalitas penurunan tarif sebagai berikut : - Tarif 0%-15% dikenakan Margin of Preference (MOP) = 25%; - Tarif di atas 15%-25% dikenakan MOP = 50%; Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional

60 - Tarif di atas 25%-75% dikenakan MOP = 75%. Dalam pertemuan The First Trade Negotiating Committee (TNC-1) Indonesia-Iran yang diselenggarakan pada tanggal November 2010 di Medan telah ditandatangani Agreed Minutes yang intinya adalah sebagai berikut : 1. Mengacu pada pasal 13 FACTEP, Indonesia telah meratifikasi CTEP pada tanggal 12 Desember 2006, untuk itu Indonesia meminta Iran untuk segera meratifikasi FACTEP. Iran akan menginformasikan perkembangan CTEP melalui saluran diplomatik, dan meminta Indonesia untuk mengkomunikasikan instrumen ratifikasi kepada Iran melalui saluran diplomatik; 2. Pada SKB ke-10 Indonesia telah menyampaikan modalitas penurunan tarif dengan Margin of Preference (MOP), sedangkan Irak mengusulkan modalitas penurunan tarif dengan menggunakan line by line. Kedua pihak akan membahas modalitas penurunan tarif secara rinci pada pertemuan yang akan datang; 3. Kedua pihak sepakat untuk melengkapi request list dengan kode HS pihak lain. Oleh karena itu, Indonesia akan melengkapi request list sementara dengan HS 8 digit sesuai sistem pengkodean Iran, dan Iran juga akan melengkapi request list dengan HS 10 digit sesuai dengan sistem pengkodean Indonesia. Untuk melakukan hal ini, kedua belah pihak sepakat untuk tukarmenukar buku tarif versi terbaru melalui saluran diplomatik; 4. Indonesia mengusulkan tingkat dasar untuk pengurangan tarif menggunakan tarif MFN Applied per 1 Januari 2009 bagi kedua belah pihak; 5. Berdasarkan pada Minutes of Meeting of the Second Session of the Iran- Indonesia Consultation Committee on PTA, pihak Iran telah menyampaikan draft PTA dan Indonesia akan menyampaikan counter draft PTA melalui saluran diplomatik; 6. Iran telah menyampaikan draft ROO kepada Indonesia pada tanggal 27 November 2006, dan Indonesia akan segera menyampaikan counter draft ROO tidak lebih dari pertemuan TNC berikutnya pada bulan Maret Indonesia Iraq Sidang Komisi Bersama ke-6 Indonesia Irak diselenggarakan pada tanggal Juni 2010 di Jakarta. Sidang bertujuan untuk membahas upaya-upaya peningkatan hubungan kerja sama antara Indonesia dan Irak di bidang ekonomi, perdagangan, ilmu pengetahuan, dan teknik. Sidang membahas dua bidang kerja sama, yaitu: (i) Kerja sama di bidang ekonomi dan perdagangan, meliputi hubungan perdagangan bilateral, KADIN, investasi, industri, perbankan, kesehatan, perumahan dan konstruksi; dan (ii) Kerja sama di bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknik meliputi energi dan sumber daya mineral, kelistrikan, lingkungan, pendidikan dan ilmu pengetahuan, pertanian, perhubungan, dan telekomunikasi. Indonesia dan Irak menyadari bahwa nilai perdagangan kedua negara belum mencerminkan potensi yang terdapat di kedua negara. Untuk itu, kedua negara menetapkan target perdagangan menjadi dua 50 Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010

61 kali lipat atau melipatgandakan nilai perdagangan tertinggi pada lima tahun terakhir yaitu tahun 2008 sebesar US$ 265,6 juta. Untuk mencapai target tersebut, Indonesia mengusulkan pembentukan Joint Task Force dalam jangka waktu tiga bulan setelah penyelenggaraan Sidang Komisi Bersama ini. Joint Task Force memiliki fungsi untuk melakukan pertukaran informasi, memonitor, mengidentifikasi, dan mencarikan solusi bagi hambatan dan permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan hasil kesepakatan pada Sidang Komisi Bersama Indonesia - Irak. Untuk menghimpun dan membantu pelaku usaha Indonesia yang melakukan kegiatan perdagangan ke dan dari Irak, Kamar Dagang dan Industri Indonesia telah mendirikan Indonesian-Iraqi Business Council. Selanjutnya, untuk memperlancar transaksi dagang antar kedua negara, Indonesian Business Council bekerja sama dengan Trading House di Baghdad telah menandatangani Memorandum of Understanding tentang Pendirian Indonesia Trading House di Baghdad. Indonesia dan Irak memahami perlunya meningkatkan pengenalan terhadap produk dari kedua negara. Untuk itu Indonesia berpartisipasi pada pameran International Baghdad Fair pada bulan November 2010 dan Irak mengirimkan pelaku usahanya pada Indonesian Trade Expo di Jakarta bulan Oktober Dalam rangka meningkatkan kerja sama investasi, Indonesia dan Irak sepakat, dengan melalui saluran diplomatik akan mempertukarkan draft Agreement of Promotion and Protection of Investment untuk dipelajari dan ditanggapi. Dua perusahaan Indonesia telah menyampaikan minatnya untuk berinvestasi di Irak dengan mendirikan pabrik pengemasan teh dan pabrik ban, dan akan memberikan technical assistance kepada pelaku usaha pabrik ban Irak. Untuk menindaklanjuti rencana investasi dan pemberian technical assistance tersebut, kedua perusahaan tersebut telah menyampaikan kesiapannya untuk mengirimkan draft Memorandum of Understanding kepada pihak Irak. Di bidang perbankan, kedua pihak menyadari bahwa kerja sama antar bank sentral kedua negara yang ditandatangani tahun 2000 belum berjalan sesuai yang diharapkan. Untuk itu, Bank Indonesia menawarkan kepada pihak Irak untuk meningkatkan kerja sama dan bertukar pengalaman mengenai moneter, sistem pembayaran dan perbankan, termasuk pengetahuan tentang kredit Usaha Kecil dan Menengah. Menindaklanjuti keinginan Irak, Indonesia menyampaikan minatnya untuk memasok obat-obatan dan peralatan medis ke Irak. Indonesia juga mengusulkan untuk membentuk kerja sama di bidang kesehatan dan mengirimkan draft Memorandum of Understanding (MoU) kepada Irak untuk ditanggapi. Dalam rangka membangun kembali pemukiman dan gedung-gedung yang rusak akibat perang, Irak mengharapkan kesediaan Indonesia untuk ikut ambil bagian dalam program pembangunan sejumlah besar kompleks perumahan yang disubsidi oleh pemerintah Irak. Pemerintah Irak menjanjikan akan memberikan bantuan yang dibutuhkan bagi pelaku usaha Indonesia yang berminat, yang ditanggapi positif oleh Indonesia. Di bidang energi dan sumber daya alam, Irak menyampaikan undangan kepada perusahaan minyak Indonesia untuk ikut ambil bagian dalam eksplorasi ladang Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional

62 minyak di Irak dengan mengikuti proses tender yang diselenggarakan oleh Kementerian Perminyakan Irak. Selain itu juga menawarkan minyak mentah kepada Indonesia. Di bidang lingkungan, Indonesia menyampaikan bahwa keinginan untuk menyelesaikan Memorandum of Understanding on Environment belum dapat diwujudkan karena Indonesia masih membutuhkan waktu untuk mempelajari bidang-bidang yang akan dikerjasamakan. Menindaklanjuti keinginan Irak agar pelajar Irak dapat memperoleh kesempatan belajar di Indonesia, pihak Indonesia menyampaikan kesanggupannya untuk memberikan bea siswa bagi pelajar Irak. Indonesia meminta agar dapat mengindentifikasi bidang ilmu pengetahuan, training dan capacity building yang dibutuhkan Irak. Untuk itu, Indonesia telah mengundang dua peserta dari Irak untuk ikut ambil bagian dalam program pelatihan di bidang business incubator for SMEs Development yang difokuskan pada industri kreatif dan dua peserta lainnya untuk program International Workshop on Democratization yang dilaksanakan pada tahun Untuk meningkatkan hubungan diplomatik kedua negara, Kementerian Luar Negeri Indonesia membiayai satu orang diplomat Irak untuk mengikuti kursus diplomatik pada bulan Oktober 2010 atau April Selain itu, Indonesia juga mengundang satu orang diplomat Irak untuk berpartisipasi dalam program pelatihan bahasa Indonesia. Irak mengusulkan perlunya kerja sama pembebasan visa bagi pemegang paspor diplomatik. Indonesia dan Irak menyepakati untuk melakukan penelitian dan pengembangan bidang yang diinginkan pihak Irak dengan sumber pembiayaan dari negara ketiga. Untuk mendukung kelancaran arus barang dan jasa kedua negara, Irak mengharapkan agar maskapai penerbangan Indonesia dapat segera membuka jalur penerbangan ke Irak. Indonesia menyambut baik keinginan tersebut dan mengusulkan untuk melakukan kerja sama transportasi udara dalam bidang pertukaran tenaga ahli dan pelatihan engineering dan teknisi. Irak juga menawarkan partisipasi Indonesia pada program rehabilitasi pelabuhan udara, kereta api, dan kapal laut di Irak. Dalam bidang telekomunikasi, Indonesia menginformasikan bahwa walaupun tiga perusahaan telepon selular Indonesia telah melakukan kerja sama roaming international dengan operator telepon selular Irak sejak tahun 2007, meskipun belum memiliki kerja sama di bidang telekomunikasi. Untuk itu, Indonesia menyampaikan minatnya untuk memperluas kerja sama telekomunikasi dengan pihak Irak dalam bidang lainnya dalam rangka kerja sama. 8. Indonesia India Tim Joint Study Group telah melakukan pertemuan sebanyak 5 (lima) kali, dan pertemuan terakhir dilakukan di Jakarta pada tanggal 15 September 2009 untuk menandatangani JSG Report. Di bidang perdagangan barang, studi tentang II-CECA menunjukkan potensi untuk lebih ditingkatkan mengingat tren perdagangan kedua negara sangat pesat dan dinamis. Dengan simulasi model Detailed Computable General Equilibrium (CGE), 52 Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010

63 bila tarif bea masuk diturunkan sebesar 50%, maka kesejahteraan penduduk India akan meningkat sebesar 0,5% dan penduduk Indonesia sebesar 0,7% dari GDP. Di samping itu, ekspor Indonesia ke India akan meningkat sebesar 16,04% dan ekspor India ke Indonesia juga akan meningkat sebesar 15,49%. Tingkat kesejahteraan dan ekspor akan meningkat dua kali lipat bila tarif bea masuk diturunkan menjadi 100%. Di bidang perdagangan jasa, studi mengidentifikasi beberapa sektor jasa yang dapat meningkatkan nilai perdagangan kedua negara yaitu antara lain: Teknologi Informasi, Telekomunikasi, Keuangan, Audio Visual, Kesehatan, Pendidikan, Pariwisata, Konstruksi, Jasa Professional dan Transportasi. Di bidang investasi, terungkap beberapa sektor yang menjadi minat investor Indonesia di India adalah antara lain meliputi Hybrid-seeds, Processed Food, Electrical and Non-electrical machinery, Chemicals, Infrastructure, Hotel, Hospitality and Tourism. Sebaliknya, India berminat pada sektor Food Processing, Textile fibre, Plastics, Wood Products, Agri-biotech, Pharmaceuticals, Light engineering, Audio-visual, Telecommunications, IT and Education di Indonesia. Indonesia dan India telah melaksanakan sosialisasi Indonesia-India CECA. Hal yang dibahas dalam sosialisasi adalah untuk mengevaluasi kemungkinan bagi Indonesia dan India untuk meningkatkan hubungan perdagangan dan investasi dan menghasilkan kesimpulan bahwa antara Indonesia dan India layak untuk meningkatkan hubungan perdagangan dan investasi melalui kerangka II-CECA. Sosialisasi tersebut merupakan kerja sama Kemendag dengan KADIN Komite India dan Economic Association of Indonesia and India (ECAII). 9. Indonesia Jepang Pada tahun 2010 telah diselenggarakan 2 (dua) forum yang membahas perkembangan IJ-EPA yaitu: a. Pertemuan The 2nd Sub Committee IJEPA yang diselenggarakan pada tanggal 5-6 Agustus 2010 di Jakarta. Sub Committee yang dibahas adalah Sub Committee on Trade in Goods, Sub Committee on Rules of Origin dan Sub Committee on Movement of Natural Persons. Hasil pertemuan antara lain adalah: 1) Sub Committee on Trade in Goods a) Implementasi USDFS Dalam pertemuan ini, Indonesia memberikan presentasi mengenai kurang optimalnya pemanfaatan USDFS dalam 2 (dua) tahun implementasi IJ-EPA. Perusahaan yang memanfaatkan USDFS masih sedikit, sebagian besar bergerak dalam sektor otomotif, konstruksi dan peralatan berat, sedangkan sektor energi dan elektronik belum memanfaatkan fasilitas tersebut. Dalam hal pos tariff, dari sejumlah 203 total pos tariff, hanya 55 atau 20% yang sudah menggunakan skema USDFS. b) SNI for Steel Products Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional

64 Terkait dengan hal ini, Jepang menanyakan mengenai peraturan SNI Indonesia terkait dengan Cold Rolled Steel (CRS) dan Cold Rolled Coil (CRC). Indonesia menjelaskan bahwa Peraturan Menteri Perindustrian No. 01 dan 02/2009 telah dinotifikasikan kepada WTO. Indonesia juga menjelaskan bahwa prosedur untuk CRS dan CRC adalah sama dengan Hot Rolled Steel. c) Pre-shipment Inspection for Steel Products (Permendag No. 08 dan 21/2009) Terkait dengan pres-shipment inspection untuk besi dan baja (Permendag 08 dan 21/2009), Jepang menanyakan perkembangan daftar barang yang akan diperiksa dan kepastian pemerintah Indonesia mengenai perpanjangan peraturan tersebut. Indonesia menjelaskan bahwa tidak terdapat perubahan mengenai daftar barang yang harus menjalani preshipment inspection maupun mengenai kepastian perpanjangan Permendag tersebut. Jepang mengusulkan bahwa impor baja yang dilakukan oleh trading company sebagai perusahaan mediator untuk perusahaan yang berhak mendapatkan fasilitas USDFS dapat dikecualikan dari pemeriksaan tersebut. Indonesia menjelaskan bahwa impor melalui perdagangan secara umum tidak akan diberikan pengecualian, sedangkan impor besi dalam skema USDFS tidak dicantumkan dalam Article 5, Paragraf 5 a, dikarenakan produk tersebut sudah bebas dari pemeriksaan. d) Release Before Permission System Jepang menanyakan kemungkinan adanya release before permission system terkait dengan isu retroaktif dari SKA IJEPA. Permintaan Jepang berdasar pada pemikiran adanya beberapa barang yang tidak tahan lama, termasuk dengan impor hewan hidup. Indonesia menjelaskan bahwa Indonesia maupun skema FTA lainnya tidak mengenal penggunaan sistem tersebut. e) Tariff Rate Errors Terkait dengan adanya beberapa kesalahan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) no. 95/2008, pihak Jepang menanyakan mengenai perkembangan terakhir dari isu tersebut. Saat ini ada 18 pos tarif tercantum dalam PMK tersebut yang tidak sesuai dengan IJEPA. Indonesia menyatakan bahwa amandemen peraturan tersebut akan segera dikeluarkan. f) Labeling Regulations Pada Desember 2009, Indonesia telah mengeluarkan Permendag No. 62/2009 mengenai pengaturan label. Peraturan tersebut akan dimulai pada September 2010, akan tetapi petunjuk teknis yang lebih detil mengenai peraturan tersebut belum dikeluarkan. Oleh karena itu, Jepang mengharapkan Indonesia dapat mengeluarkan petunjuk teknis tersebut. 54 Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010

65 Indonesia akan mempertimbangkan permintaan pihak Jepang. Selain itu Indonesia juga menjelaskan bahwa barang-barang impor yang digunakan untuk bahan baku ataupun bahan pendukung terkait dengan produksi yang tidak mencapai konsumen akhir, dapat dikecualikan dari peraturan tersebut seperti tercantum dalam Pasal 11, Paragraf 1 (b). Indonesia juga menjelaskan bahwa Permendag 62/2009 tersebut telah direvisi dengan dikeluarkannya Permendag 22/2010. Permendag tersebut dikeluarkan dengan tujuan untuk menjamin diperolehnya hak konsumen atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang yang akan dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen. g) Market Access on Trade in Goods Berkenaan dengan market access, pemanfaatan fasilitas IJ-EPA dianggap masih belum maksimal. Hal ini terlihat dari rendahnya penggunaan fasilitas IJEPA yang hanya mencapai kurang lebih 20 persen. Jauh di bawah AKFTA dan ACFTA yang mencapai kurang lebih 40%. Indonesia juga memiliki concern mengenai akses pasar bagi produk perikanan unggulan dan buah-buahan Indonesia. 2) Diskusi MIDEC Kedua pihak sepakat agar diskusi MIDEC dapat terus dilanjutkan secara lebih detail ditingkat teknis untuk mendapatkan pengertian bersama dalam hal mempercepat pelaksanaan implementasinya. Kedua belah pihak sepakat untuk memiliki rencana jangka menengah yang akan digunakan sebagai acuan bagi perencanaan dan implementasi kegiatan-kegiatan MIDEC. Mid-term plan tersebut akan meliputi roadmaps, kegiatan dan tujuan masing-masing sektor MIDEC sampai Dalam dua tahun implementasinya, 11 (sebelas) bidang kerja sama MIDEC telah berjalan yaitu: Metal working; Mold and Dies; Welding; SME; NAFED; Automotive; Electronic; Steel; Textile; Food and Beverages; dan Non Ferrous. Namun, masih terdapat 2 (dua) sektor kerja sama MIDEC yang belum berjalan yaitu: Energy Conservation dan Petrochemical & Oleochemical. Mempertimbangkan suksesnya dua pelaksanaan seminar MIDEC, Kementerian Perindustrian RI dan Ministry of Economy, Trade and Industry of Japan telah sepakat untuk mengadakan seminar secara berkala, yaitu 2 (dua) kali setahun. 3) Sub Committee on Rules of Origin 1) PSR Transposition from HS 2002 and HS 2007 Perbedaan yang timbul akibat adanya transposisi dari HS 2002 ke 2007 menyebabkan kebingungan di pihak Jepang. Sebagaimana diusulkan oleh pihak Jepang pada pertemuan Sub Komite pada Juni 2009, pihak Jepang meminta Indonesia untuk mentransposisi HS Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional

66 2002 ke HS Pihak Jepang juga meminta konfirmasi atas tabel yang telah direvisi. Sehubungan dengan isu ini, pihak Indonesia meminta pihak Jepang untuk menyediakan contoh kasus sehingga Indonesia mendapat gambaran yang lebih jelas atas permasalahan yang timbul. Pihak Indonesia juga meminta pihak Jepang untuk menyediakan penjelasan dan latar belakang permasalahan untuk menekankan kepentingan isu dimaksud. Kedua pihak sepakat untuk mendiskusikan lebih lanjut atas permasalahan ini pada tingkat Kelompok Kerja yang terdiri dari para ahli mengingat isu ini bersifat sangat teknis. 2) Certificate of Origin (COO) before shipment Pihak Bea Cukai Indonesia telah mengeluarkan SE No. 05 pada bulan Maret 2010 sehubungan dengan isu COO sebelum pengiriman barang. Kedua pihak sepakat atas definisi by the time atas Rule 3 of Section 1. Part 2 of the Operational Customs Procedures (OCP) adalah sebelum dan pada saat pengiriman pengiriman barang. 3) Sub Committee on Movement of Natural Persons Sedangkan terkait dengan Movement of Natural Persons (MNP), dalam hal ini nurses and caregivers, terdapat beberapa permasalahan antara lain adalah penguasaan bahasa Jepang yang kurang yang ditandai dengan rendahnya tingkat kelulusan (baru 2 orang nurses yang lulus ujian kemampuan bahasa Jepang). Hal ini disebabkan karena pelatihan bahasa yang sesuai perjanjian berjalan selama 6 bulan di Jepang menjadi hanya 2 bulan di Indonesia dan 4 bulan di Jepang. Untuk meningkatkan tingkat kelulusan nurses Indonesia, kedua negara sepakat untuk memberikan pelatihan bahasa tambahan selama 6 (enam) bulan di Indonesia, di luar pelatihan bahasa yang selama ini telah ada. Pelatihan bahasa tambahan tersebut dimulai pada tahun Sebagai catatan, untuk tahun 2010, Jepang menyatakannya komitmennya untuk menerima sejumlah maksimum 500 orang yang terdiri dari 200 nurses dan 300 caregivers. Saat ini, terdapat 117 nurses dan 78 caregivers. b. Pertemuan Indonesia-Japan Joint Economic Forum (IJ-JEF) ke-2 Hasil Pertemuan Kedua IJ-JEF yang telah dilaksanakan di Tokyo, Jepang, pada tanggal Oktober 2010 di bidang perdagangan adalah: 1) Pada sesi ministerial dialogue, Menteri Perdagangan menyampaikan beberapa hal antara lain: a) Menteri Perdagangan dalam pembukaan menyampaikan bahwa Perjanjian Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJ-EPA) memiliki makna strategis bagi kedua negara karena merupakan: - pilar ekonomi dari Comprehensive Partnership antara kedua negara; 56 Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010

67 - perjanjian bilateral pertama bagi Indonesia; dan - EPA pertama bagi Jepang yang memasukkan Movement of Natural Persons (MNP), kerjasama teknis, dan capacity building yang sangat komprehensif. Oleh karena itu, sangat penting untuk kedua negara bersama-sama menjamin IJEPA berhasil dan berjalan efektif, tepat dan saling menguntungkan. b) Selanjutnya Mendag menyampaikan beberapa isu prioritas yaitu: - Movement of Natural Persons (MNP) dalam hal ini nurses and caregivers. Permasalahan utama yaitu penguasaan bahasa Jepang yang kurang dan rendahnya tingkat kelulusan. Hal ini disebabkan karena pelatihan bahasa yang sesuai perjanjian berjalan selama 6 bulan di Jepang menjadi hanya 4 bulan. Pada kesempatan ini, Menteri Perdagangan mengemukakan permintaan Indonesia sebagai berikut: agar Jepang bisa mengoptimalkan tingkat keberhasilan kelulusan ujian bahasa bagi nurses dan caregivers Indonesia yang sudah berada di Jepang, karena MNP adalah simbol penting dalam IJEPA. Salah satu caranya adalah dengan memberikan kelonggaran standar kelulusan ujian dan memperpanjang kesempatan ujian; agar Jepang memberikan pelatihan bahasa selama 6 bulan di Jepang bagi nurses dan caregivers Indonesia yang akan datang. c) Market access on Trade in Goods. Menteri Perdagangan menyampaikan bahwa kedua negara belum memaksimalkan IJEPA. Hal ini terlihat dari rendahnya penggunaan fasilitas IJEPA yang hanya mencapai kurang lebih 20 persen. Jauh di bawah AKFTA dan ACFTA yang mencapai kurang lebih 40%. Menteri Perdagangan mengharapkan agar dapat kiranya diketahui penyebab rendahnya tingkat utilisasi IJEPA: apakah ada permasalahan diimplementasi ataupun kurangnya sosialisasi kepada pelaku bisnis. Pada kesempatan ini Menteri Perdagangan juga menyampaikan concern Indonesia mengenai akses pasar bagi produk perikanan unggulan dan buah-buahan Indonesia; d) Menteri Perdagangan juga menyampaikan perlunya diintensifkan pertemuan teknis di tingkat sub-committe untuk membahas penyempurnaan dalam implementasi IJEPA dan perlunya mekanisme pelaporan hasil pertemuan tersebut sampai pada tingkat menteri. 2) Jepang menanggapi dengan menyatakan bahwa: a) berkenaan dengan concern Indonesia mengenai produk perikanan dan buah-buahan, Jepang menyampaikan bahwa sesuai dengan kesepakatan IJEPA hal tersebut tidak akan direnegosiasikan hingga proses review ditahun ke-4 dan ke-5 implementasi; Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional

68 10. Indonesia Korea b) terkait dengan MNP Jepang menyampaikan beberapa tanggapan positif antara lain: - Jepang akan meningkatkan anggaran pelatihan bahasa sebanyak 10 kali lipat; - Jepang akan membantu memaksimalkan proses kelulusan nurses dan caregivers Indonesia antara lain melalui permudahan soal ujian nasional khususnya penggunaan huruf Kanji yang lebih sederhana; dan - Ministry of Labor, Health and Welfare of Japan menyampaikan pada saat ini sedang dilakukan penghitungan kebutuhan nurses dan caregivers di Jepang untuk tahun Pada tahun 2010 telah diselenggarakan satu forum yang membahas perkembangan hubungan bilateral antara Indonesia Korea yaitu: pertemuan Joint Task Force ke-2 yang telah berlangsung pada tanggal Maret 2010 di Seoul, Korea Selatan. Pada JTF kedua ini telah ditandatangani dua kesepakatan, yaitu Business Agreement on the Research Project to Asses Indonesian Shipbuilding Industry and Recommend Changes for Improvement yang ditandatangani pada saat pertemuan Kelompok Kerja, serta MoU tentang Kerja Sama Standardisasi antara Badan Standardisasi Nasional kedua negara yang disaksikan langsung oleh kedua Menteri. Hasil-hasil yang disepakati dalam pembahasan 8 (delapan) kelompok kerja WG, yaitu sebagai berikut: 1) Kelompok Kerja Perdagangan dan Investasi a) Pertemuan dengan tujuan untuk memajukan bidang perdagangan dan investasi antara kedua negara. Pihak Korea menyampaikan beberapa hambatan dan kesulitan yang mereka hadapi di Indonesia terutama dalam hal ketentuan mengenai DNI, UU Pertambangan yang baru, dan pengakuan SKA dari negara-negara yang bukan merupakan pihak dalam ACFTA. b) Terkait dengan SNl yang diterapkan Indonesia, pihak Korea menyatakan bahwa SNI tersebut mempersulit perusahaan-perusahaan baja Korea dikarenakan mensyaratkan dokumen-dokumen dan inspeksi-inspeksi preshipment. Sedangkan dalam hal konstruksi POSCO integrated construction mill di Indonesia, pihak Korea meminta Indonesia untuk dapat menyediakan insentif untuk investasi dan dukungan POSCO sehingga akan menjamin suplai yang stabil atas bahan-bahan mentah seperti biji besi dan batu bara. c) Telah dilakukan penandatanganan MOU antara Korea Trade and Investment Agency (KOTRA) dan KADIN Indonesia mengenai industri perkapalan. 2) Kelompok Kerja Energi dan Sumber Daya Mineral Kedua belah pihak mendiskusikan mengenai kerja sama-kerja sama yang telah dilaksanakan antara Indonesia dan Korea, baik proyek kerja sama yang 58 Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010

69 telah selesai, seperti kerja sama antara Kodeco dan Pertamina dalam mengembangkan Madura Barat dan Blok Poleng, proyek kerja sama yang perlu dinegosiasikan lebih lanjut, seperti Circle One, Korea Western Power dan PLN dalam pengembangan Mine Mouth IPP di Jambi maupun proyek kerja sama yang belum ada perkembangan Iebih lanjut, seperti kerja sama antara Medco dengan Korea Hydro dan Nuclear Power CO. Ltd, Kedua belah pihak juga mendiskusikan mengenai potensi untuk mengembangkan kerja sama seperti: a) Pengembangan Dimethyl Eter (DME) sebagai bahan bakar baru; b) Pengembangan minyak marginal dan gas filed; c) Pengembangan Coal Bed Methane (CBM). 3) Kelompok Kerja Infrastruktur dan Konstruksi Kedua belah pihak sepakat untuk menyelesaikan MoU terkait dana untuk investasi di bidang infrastruktur dan juga meningkatkan proyek-proyek kerja sama dalam pembangunan fasilitas infrastruktur, termasuk perumahan, fasilitas water supply, transportasi, dan bandara. 4) Kelompok Kerja Teknologi Informasi Kedua belah pihak membahas kerja sama jangka panjang dan komprehensif antara Indonesia-Korea di sektor teknologi informasi dan komunikasi (ICT). Kedua belah pihak juga sepakat untuk menetapkan target tahunan pengembangan ICT terutama di bidang BWA, Digital Broadcast, IPTV, e- commerce, e-govemement, software dan content development. Dalam kaitan ini, kedua delegasi sepakat untuk membentuk "Joint Committee" yang akan terdiri dari "Steering Committee" dan "Focus Group" dalam kegiatan seperti kerja sama penelitian, pengembangan SDM, maupun kerja sama pengembangan produk. Kedua pihak menyepakati untuk memperbaharui MoU antara Kementerian Kominfo dengan Kementerian Knowledge Economy dalam pertemuan mendatang. 5) Kelompok Kerja Industri Pertahanan Kedua belah pihak sepakat untuk menandatangani MoU terkait pengembangan bersama mengenai fighter jets dan mendiskusikan cara pengembangan untuk mempromosikan kerja sama di sektor pertahanan dan kebutuhan alat-alat militer. 6) Kelompok Kerja Kehutanan, Pertanian, dan Perikanan Pertemuan membahas perkembangan kegiatan Komisi Kerjasama Ekonomi Korea-Indonesia, investasi di bidang kehutanan, pendirian "Korea-Indonesia Forest Center" yang akan dibicarakan lebih lanjut dalam The Next 4 th Indonesia Korea Forestry Forum (IKFF) yang diadakan pada bulan Juni 2010 di Jakarta. Kedua belah pihak sepakat untuk bekerja sama lebih lanjut dalam pengembangan Pest Risk Analysis (PRA) produk-produk pertanian Indonesia ke Korea. Pihak Korea menjelaskan mengenai produk-produk buah-buahan Indonesia yang dapat masuk ke Korea tanpa melalui PRA seperti pisang, nanas, dan kelapa muda, sedangkan mangga dan manggis harus melalui PRA terlebih dahulu. Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional

70 7) Kelompok Kerja Riset dan Pengembangan Kedua belah pihak sepakat untuk mengadakan tambahan proyek-proyek kerja sama, penggunaan nuklir untuk energi dan pengobatan, bio dan nano teknologi, pusat pengembangan penelitian ilmiah, dan pengembangan taman pengetahuan dan teknologi. Disepakati untuk menetapkan Joint Committee Meeting, termasuk peraturan dan prosedur, dan dasar program kerja sama. 8) Kelompok Kerja Dukungan Kebijakan Kedua belah pihak sepakat untuk melaksanakan proyek the East Asia Climate Change Partnership (EACCP); Study on Optimization of the Waterway Development of Karian Multipurpose Dam dan Electronic Government Procurement Infrastructure Development Technical Advisory. Kedua belah pihak menyatakan bahwa bantuan hibah dan pinjaman Economic Development Cooperation Fund (EDCF) memiliki peran penting bagi perkembangan sosial dan ekonomi Indonesia. Terkait hal ini pemerintah Korea bermaksud untuk meningkatkan volume hibah kepada Indonesia pada periode berikutnya. Menyangkut program bantuan pinjaman EDCF, kedua belah pihak sepakat untuk menyusun Framework Agreement untuk periode Mengenai Knowledge Sharing Program (KSP), Indonesia dan Korea menyepakati untuk melakukan penyusunan standard operating procedure untuk menunjang kegiatan KSP dan menyeleksi proyek KSP. 11. Indonesia Mesir Pada tanggal Januari 2010, Menteri Perdagangan dan Industri Mesir berkunjung ke Indonesia dan menemui Menteri Perdagangan RI. Tujuannya adalah memimpin pertemuan bilateral Indonesia-Mesir yang membahas upayaupaya peningkatan perdagangan dan investasi serta potensi kedua negara yang sangat besar namun belum dimanfaatkan secara maksimal. Dalam pertemuan bilateral fokus pembahasan adalah upaya meminimalisir hambatan perdagangan dan investasi kedua negara, peningkatan dan perluasan kerja sama di sektor dan jasa konstruksi, dan rencana pelaksanaan Joint Study Group dalam rangka peningkatan hubungan bilateral kedua negara dalam kerangka perdagangan bebas. Terkait jasa konstruksi, Mesir mengundang para pebisnis Indonesia untuk bergabung dalam pembangunan mega cities yaitu di Kairo Selatan dan Alexandria, dan rencana pembangunan Gaza Project. Indonesia dalam hal ini mempromosikan sektor potensial untuk ditingkatkan kerja samanya antara lain palm oil, furniture, farmasi, plywood, paper, textile, food and processing & agriculture, ban, dan otomotif. Untuk itu kedua negara mengharapkan melalui Joint Commission Meeting Indonesia-Mesir akan saling meningkatkan hubungan bilateral dan mendorong secara aktif peran Indonesia Egypt Bussiness Council sebagai pilar kerja sama sektor swasta kedua negara. 60 Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010

71 12. Indonesia Mozambique Pada tanggal 8-12 Juni 2010 di Jakarta, telah dilakukan pertemuan bilateral antara Indonesia dengan Mozambik guna meningkatkan hubungan perdagangan bilateral antara Indonesia dan Mozambik. Pemerintah Indonesia dan Mozambik sepakat untuk berusaha mempromosikan perdagangan dan skema investasi termasuk melalui pemrosesan bahan baku. Kerja sama ini akan dibentuk berdasarkan pengaturan preferensi. Dan untuk tahap awal, kedua negara sepakat untuk berkolaborasi di bidang kapas, tekstil dan pakaian jadi, dan membentuk Tim Teknis guna membicarakan prosedur secara spesifik. Pemerintah Mozambik akan membangun konstruksi mega proyek dan berharap Indonesia dapat berpartisipasi dengan mengirimkan tenaga ahli pembangunan mega proyek dan material bangunan. Yang ditanggapi positif oleh Indonesia dengan meminta rincian tenaga ahli dan bahan bangunan yang dibutuhkan. Selanjutnya untuk memfasilitasi transaksi perdagangan dan investasi kedua negara, disepakati pentingnya pembentukan kerja sama perbankan Indonesia dengan perbankan Mozambik. Pertemuan bisnis pengusaha Indonesia dengan delegasi Mozambik dikoordinasi oleh Kadin Indonesia Komite Afrika dan dihadiri 30 (tiga puluh) perusahaan Indonesia yang antara lain bergerak di bidang telecommunication, textile, food & beverages, electricity, industrial plant engineering, shipping, mining, water equipment, milk, detergent pulp, rubber, gas & pipe, nickel & bauxite, battery, tea, herbal, dan banks. Menteri Industri dan Perdagangan Mozambik mengharapkan partisipasi para pengusaha Indonesia untuk dapat menghadiri pameran FACIM di Maputo yang diselenggarakan pada tanggal 20 Agustus sampai dengan 5 September Delegasi Mozambik telah melakukan kunjungan ke beberapa sentra industri di bidang UKM (Smesco) Kementerian Koperasi dan UKM di Jakarta Selatan, pengembangan pabrik/ industri kota JABABEKA di Cikarang, industri kemasan, industri minyak goreng, dan industri tekstil. Menteri Industri dan Perdagangan Mozambik juga melakukan pertemuan dengan Menteri Negara Koperasi dan UKM, untuk membicarakan mengenai kerja sama di bidang Usaha Kecil dan Menengah, dan pertemuan dengan Menteri Perindustrian membicarakan kerja sama di bidang industri teknik. Kedua pihak sepakat untuk meningkatkan perdagangan melalui kerja sama bahan baku (tekstil dan produk tekstil) dan bidang perbankan. Kedua pihak akan membentuk tim teknis untuk mengimplementasikan kesepakatan dalam Joint Statement. 13. Indonesia RRT Pada tanggal 3 April 2010, Menteri Perdagangan RI memimpin delegasi Indonesia pada pertemuan Komisi Bersama (Joint Commission Meeting/ JCM) dengan RRT yang dipimpin oleh Menteri Perdagangan RRT. JCM Indonesia-RRT ke-10 yang dilaksanakan di Yogyakarta ini merupakan wadah antara instansi pemerintah dari Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional

72 kedua belah pihak untuk membahas isu perdagangan investasi, kerja sama keuangan dan pembangunan. Beberapa isu yang dibahas adalah finalisasi dari Agreement on Expanding and Deepening Bilateral Economic and Trade Cooperation, kerja sama di bidang standar produk, capacity building atau bantuan teknis di bidang industri perkapalan, dan juga kemungkinan kerja sama di sektor tekstil dan produk tekstil dan mesin; finalisasi dan persetujuan pembukaan cabang Bank Mandiri di RRT; implementasi Preferential Export Buyer s Credit; partisipasi perusahaan RRT di pembangkit listrik MW tahap kedua; dan partisipasi Indonesia dalam World Expo Shanghai China (WESC) 2010; dan Country of Honor di ASEAN-China Expo Nanning serta implementasi ASEAN-China Free Trade Agreement. Pada pertemuan tersebut, kedua Menteri telah menandatangani Agreed Minutes of The Meeting for Further Strenghtening Economic and Trade Cooperation untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi oleh sektor-sektor tertentu di Indonesia yang terkena dampak oleh ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA). JCM ke-10 menghasilkan kesepakatan yang saling menguntungkan kedua belah pihak, antara lain: (1) Pihak RRT sepakat untuk memfasilitasi akses pasar bagi beberapa buahbuahan tropis (pisang, nanas, rambutan) dan sarang burung walet Indonesia untuk dapat memasuki pasar RRT; (2) Kedua pihak sepakat untuk membentuk Kelompok Kerja Resolusi Perdagangan (Working Group on Trade Resolution/ WGTR), yang bertujuan untuk memfasilitasi perdagangan yang lancar di antara kedua negara dan juga memfasilitasi pembukaan Cabang Bank Mandiri di RRT demi memperkuat hubungan transaksi langsung perbankan; (3) Atas permintaan Indonesia, dalam JCM ini RRT menyetujui pembukaan cabang Bank Mandiri di RRT, sehingga akan memperkuat hubungan langsung transaksi perbankan kedua negara; (4) Kerja sama antara Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dan China Exim Bank di mana kedua pihak menandatangani perjanjian pinjaman sebesar US$ 100 juta dari CEB kepada LPEI. LPEI juga saat ini dalam tahap finalisasi MoU dan Industrial & Commercial Bank of China (ICBC) untuk penyediaan kredit sebanyak US$ 250 juta kepada LPEI. Pinjaman tersebut akan digunakan oleh LPEI untuk fasilitas kredit guna mendukung perusahaan-perusahaan di kedua negara terkait dengan proyek-proyek perdagangan dan investasi dalam berbagai sektor-sektor prioritas yang disetujui oleh kedua belah pihak, termasuk perdagangan dan investasi barang modal, proyek-proyek sektor infrastruktur, energi, dan konstruksi; (5) Kedua pihak setuju untuk memaksimalkan penggunaan Pinjaman Kredit Ekspor Preferensial (Preferential Export Buyers Credit) sebesar US$ 1,8 milyar dan Pinjaman Konsesi Pemerintah (Government Concessional Loan) sebesar 1,8 milyar RMB untuk dapat dipergunakan oleh Indonesia dalam mengembangkan berbagai proyek infrastruktur. Adapun proyek-proyek yang telah diselesaikan adalah proyek Jembatan Suramadu dan pembangkit Listrik 62 Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010

73 Tenaga Batu Bara Labuhan Angin. Sedangkan, pembangunan Waduk Jati Gede masih dalam proses pembangunan. Terdapat pula enam proyek baru yang telah disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu: pembangkit Listrik Tenaga Uap Parit Baru (Kalimantan Barat) dan pengadaan material untuk jalur sepanjang km dan 200 unit turn out yang masih dalam proses pengadaan; serta konstruksi Jalan Tol antara Medan dan Kuala Namu (Sumatera Utara); Jembatan Tayan (Kalimantan Barat); Pengembangan Jalan Tol Tahap I: Cileunyi-Sumedang-Dawuan (Jawa Barat); dan Jembatan Kendari (Sulawesi Tenggara); (6) Kedua belah pihak telah menyelesaikan Perjanjian Perluasan dan Pendalaman Kerja Sama Bilateral Ekonomi dan Perdagangan (Agreement on Expanding and Deepening Bilateral Economic Cooperation). Perjanjian yang akan menjadi kerangka kerja bagi kedua belah pihak diharapkan akan menetapkan target ke depan di bawah payung Kemitraan Strategis, antara lain: a) Mencapai hubungan perdagangan bilateral yang kuat, berimbang dan berkelanjutan; b) Meningkatkan arus investasi antara kedua negara, di mana investasi RRT di Indonesia akan difokuskan pada sektor infrastruktur, energi, manufaktur, dan industri berbasis sumber daya alam yang bernilai tambah; c) Memperkuat kerja sama antar lembaga keuangan kedua negara untuk menyediakan kredit dan fasilitas keuangan lainnya guna mendukung hubungan bilateral perdagangan, investasi, dan pariwisata; d) Meningkatkan kerja sama yang telah ada antara instansi-instansi terkait bidang pengawasan keamanan produk dan kualitas untuk dapat lebih mendorong hubungan perdagangan dan ekonomi; dan e) Memanfaatkan keberadaan kelompok-kelompok kerja dalam Komisi Bersama untuk mengawasi pencapaian tujuan dan rencana aksi yang telah disepakati. (7) JCM juga membahas Agreed Minutes of the Meeting for Further Strengthening Economic and Trade Cooperation yang antara lain berisi: a) Deklarasi Bersama antara Indonesia dan RRT mengenai Kemitraan Strategis yang telah ditandatangani oleh kedua pimpinan negara pada bulan April 2005 menjadi dasar untuk lebih memperkuat kerja sama perdagangan dan ekonomi antara kedua negara; b) Berdasarkan Deklarasi ini, kedua belah pihak akan mengembangkan perspektif strategis dalam mengatasi kepentingan jangka panjang dan membawa hubungan ke tingkat yang baru untuk kepentingan kedua bangsa dan negara; c) Untuk mencapai tujuan tersebut, Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN- China (ACFTA) tetap menjadi dasar strategis di mana masing-masing pihak harus mengimplementasikan perjanjian tersebut secara menyeluruh dan saling menguntungkan bagi kedua belah pihak; Kedua pihak akan menetapkan pertumbuhan perdagangan bilateral yang tinggi Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional

74 dan berkelanjutan, di mana jika terdapat ketidakseimbangan perdagangan, pihak yang mengalami surplus perdagangan berkewajiban untuk mengambil tindakantindakan termasuk mendorong impor lebih lanjut dan memberikan dukungan yang diperlukan; Sebagai tindak lanjut dari penandatanganan Agreed Minutes of the Meeting for Further Strengthening Economic and Trade Cooperation, maka pihak Indonesia telah membentuk Kelompok Kerja Ahli untuk Penguatan Kerjasama Ekonomi dan Perdagangan (POKJA Ahli PKEP) antara RI dan RRT yang diketuai oleh Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dengan anggota instansi terkait yang mempunyai tugas antara lain : menghimpun dan melakukan analisa terhadap data dan informasi perdagangan antara RI dan RRT dalam rangka penciptaan hubungan perdagangan yang seimbang, tumbuh berkelanjutan dan saling menguntungkan. Pertemuan pertama POKJA Ahli PKEP telah dilaksanakan pada tanggal Juli 2010 di Beijing dan pertemuan antara Biro Pusat Statistik dengan China Custom pada tanggal 11 Agustus 2010 di Jakarta. Sedangkan Pertemuan kedua diselenggarakan di Bali pada tanggal Desember Indonesia Rusia Pada tanggal September 2010 telah dilaksanakan pertemuan bilateral dengan Chairman of the Russian Indonesian Business Council and members, President of the Russian Business Academy dan President of Russian Chambers of Commerce. Dalam pertemuan bilateral tersebut membahas berbagai peluang kerja sama yang mana diharapkan dapat meningkatkan potensi serta peluang sektor perdagangan dan investasi antara kedua negara. Kerja sama ini diusulkan dapat bergerak pada kerja sama eksplorasi dan pengolahan bidang pertambangan untuk biji tembaga dan nikel, pengadaan peralatan militer dan alutsista, perkapalan, perhotelan, kendaraan transportasi, special economic zones, transportasi, energi dan perbankan. Untuk menangani hal tersebut di atas, diusulkan pembentukan Joint Website Business to Business (B2B) dan mengaktifkan rencana pembentukan Joint Trade and Investment Forum (JTIF). Terkait perkembangan MoU on the Mutual Cooperation in the Field of Trade, Investment, and Economy antara Indonesia-Rusia, pada tanggal 29 September 2010, Indonesia telah berinisiasi untuk menyampaikan draft pertama kepada Rusia dan Rusia telah membahas counter draft dimaksud. Pada tanggal 3 November 2010, draft MoU telah disepakati kedua pihak dan dapat ditandatangani oleh kedua Menteri pada pertemuan APEC Ministerial Meeting di Yokohama. MoU tersebut merupakan hasil dari pertemuan SKB Indonesia-Rusia VI pada tanggal Oktober 2009 di Jakarta, kedua negara menyepakati untuk membentuk forum khusus dalam kerangka Komisi Bersama RI-Rusia untuk membahas bidang perdagangan dan investasi yang lebih fokus dan mendalam. 64 Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010

75 15. Indonesia Selandia Baru Pertemuan Senior Official Meeting on Trade and Investment Framework (SOM TIF) antara Indonesia dan Selandia Baru ke-2 telah dilaksanakan di Yogyakarta pada tanggal 9-10 Agustus 2010 untuk membahas isu-isu yang menjadi kepentingan kedua negara. Beberapa isu yang dibahas adalah kinerja perdagangan dan investasi bilateral, perkembangan isu multilateral terkait Doha Round (WTO) dan G-20, perkembangan kerja sama ASEAN, isu sertifikasi halal Selandia Baru, serta draf kerja sama pertanian, tenaga kerja, dan lingkungan hidup dalam kerangka bilateral economic cooperation packages yang terkait dengan AANZFTA. a. Kesepakatan yang dihasilkan dalam SOM TIF ke - 2 Indonesia dan Selandia Baru adalah sebagai berikut: 1) Kerja sama di bidang lingkungan hidup Kedua negara telah menyepakati substansi MoU on Environmental Cooperation dan melakukan pemarafan (initialing) teks MoU. MoU tersebut diharapkan dapat ditandatangani oleh menteri yang bertanggung jawab di bidang lingkungan hidup kedua negara dalam waktu dekat. 2) Kerja sama di bidang pertanian Kedua negara menyepakati pembentukan Working Group on Agriculture yang akan mengoperasionalisasikan paket kerja sama bilateral dalam kerangka AANZFTA dan menjadi forum untuk mengidentifikasi kerja sama lebih lanjut di masa datang. Kedua belah pihak akan menindaklanjuti inisiatif ini dalam waktu dekat. Pada kesempatan ini Indonesia menegaskan pentingnya penguatan kerja sama yang lebih erat dengan Selandia Baru khususnya di bidang teknologi pertanian, capacity building, dan pengembangan daerah pedesaan. 3) Kerja sama di bidang tenaga kerja Pembicaraan mengenai sektor tenaga kerja dilaksanakan secara terpisah. Indonesia mengharapkan kerja sama dapat dilakukan dalam lingkup yang lebih luas termasuk kerja sama di bidang penempatan tenaga kerja. Selandia Baru menegaskan bahwa komitmen implementasi penempatan tenaga kerja yang disepakati pada tahun 2008 akan dilaksanakan setelah penyelesaian paket kerja sama bilateral dalam kerangka AANZFTA. Komitmen temporary entry tersebut merupakan kebijakan pemerintah Selandia Baru untuk tenaga kerja Indonesia yang bekerja di Selandia Baru secara temporer selama tiga tahun yang meliputi non-labor market access quota untuk 100 (seratus) juru masak, non-labor market tested quota untuk tenaga pemotong hewan, dan 20 (duapuluh) guru bahasa Indonesia dan reciprocal Working Holiday Scheme untuk 100 (seratus) orang. 4) Kerja sama pembangunan Selandia Baru menyampaikan bahwa program bantuan kerja sama bilateral Indonesia dengan Selandia Baru menunjukkan tren yang positif di mana Indonesia termasuk salah satu penerima bantuan terbesar di Asia. Selandia Baru menyampaikan bahwa negara tersebut memberikan program bantuan Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional

76 baru ASEAN sebesar NZ$ 74 juta selama tiga tahun. Salah satu program tersebut adalah untuk agriculture diplomacy yang akan bermanfaat bagi Indonesia di masa mendatang. b. Isu lain yang dibahas adalah mengenai perdagangan di bidang pertanian. Selandia Baru menyampaikan concern mereka atas banyaknya persyaratan pemeriksaan ekspor hewan ke Indonesia. Selandia Baru juga mengangkat pembatasan ekspor daging ke Indonesia. Indonesia menanggapi dengan menegaskan bahwa pemerintah Indonesia perlu menjamin adanya keseimbangan antara suplai daging dari produsen di dalam negeri dan luar negeri. Kedua belah pihak akhirnya sepakat bahwa semua isu SPS akan dikonsolidasikan melalui forum bilateral di bidang pertanian dan Komite SPS pada AANZFTA. c. Selain hal tersebut Duta Besar Selandia Baru menyampaikan upaya kerja sama bisnis antara Selandia Baru dan Indonesia sebagai berikut: 1) Penjajakan kerja sama di bidang transportasi udara antara Garuda Indonesia dengan Auckland Airport dan Tourism Selandia Baru; 2) Penjajakan kerja sama dengan perusahaan besar Indonesia termasuk makanan olahan, konstruksi, dan sumber daya alam. Penjajakan telah dilaksanakan dengan Sinar Mas, Sumarecon, Salim Group, dan Ciputra; Menjalin kembali kerja sama sektor swasta di bidang geothermal dan pendidikan antara beberapa perguruan tinggi negeri Indonesia dengan mitranya di Selandia Baru. 16. Indonesia Slovakia Sidang Komisi Bersama (SKB) ke-2 RI Slovakia diselenggarakan di Bratislava pada tanggal 29 April Pertemuan SKB ke-2 Rl-Slovakia ini membahas beberapa bidang antara lain yaitu : a) Di bidang energi, Slovakia tertarik untuk mengembangkan kerja sama hydro power, sementara di bidang pertanian, untuk menindaklanjuti MoU mengenai kerja sama teknik yang telah ditandatangani oleh kedua Menteri Pertanian pada Januari 2009, Kementerian Pertanian Indonesia dengan OSIVO A.S. Dibahas pula kerja sama pembiakan benih gandum di Indonesia dan pengembangan kerja sama lainnya di bidang pertanian. Selama ini telah dijajaki kerja sama ekspor nanas Indonesia ke Slovakia. b) Di bidang perdagangan, kedua negara mengalami pertumbuhan rata-rata 13% dari tahun Di tengah krisis keuangan pada tahun , perdagangan kedua negara masih tetap menunjukkan peningkatan sekitar 15%. Walaupun tren perdagangan selalu meningkat, namun dari sisi volume masih dinilai kecil (2009=USD 73,38 juta) dan masih terdapat ruang yang cukup untuk meningkatkan perdagangan bilateral. c) Indonesia menganggap tentang pentingnya investasi Slovakia bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sebagai upaya untuk meningkatkan kerja sama investasi kedua negara telah dilakukan pembahasan di bidang promosi dan perlindungan investasi (P4M), dan dapat diselesaikan pada akhir tahun Indonesia menyambut baik keinginan Slovakia untuk melakukan 66 Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010

77 investasi di bidang pembangunan pabrik semen di Aceh, konstruksi hydro/thermal power plant dan partisipasi dalam tender pembangunan jembatan di Kalimantan Timur. Sebelum Sidang Komisi Bersama, telah dilaksanakan Roundtable Business Meeting Rl-Slovakia yang dihadiri oleh 14 (empat belas) perusahaan Indonesia dan 38 (tiga puluh delapan) perusahaan Slovakia dan dilanjutkan dengan kunjungan lapangan ke hydro power plant di Trencin, pembangkit listrik tenaga nuklir di Jaslovske Bohunice, lembaga pendidikan dan penelitian energi Vuje A.S. di Trnava dan pabrik semen Pio Keramoprojekt, A.S. Kedua delegasi sepakat bahwa pada SKB mendatang di Indonesia, akan disertakan juga delegasi pelaku usaha dari kedua negara. 17. Indonesia Somalia Kunjungan kerja Menteri Perdagangan Somalia, H.E. Abdirashid Mohamed Abdi dan para pengusaha Somalia ke Indonesia dilaksanakan pada tanggal Januari 2010 dengan tujuan untuk meningkatkan hubungan perdagangan bilateral antara Indonesia dan Somalia, dan untuk menindaklanjuti hasil pertemuan antara Menteri Perdagangan Indonesia dan Somalia pada tanggal 6 April 2009 di Dubai, Uni Emirat Arab. Kunjungan tersebut diawali dengan pertemuan bilateral dan dilanjutkan dengan pertemuan bisnis untuk membahas prospek bisnis kedua negara. Pasa saat kunjungan, tanggal 18 Januari 2010 telah ditandatangani Joint Statement oleh kedua Menteri Perdagangan. a. Pertemuan Bilateral 1) Membahas upaya peningkatan perdagangan dan investasi kedua negara yang meliputi kerja sama di sektor: (1) perdagangan; (2) konstruksi; dan (3) perbankan; 2) Dalam rencana skema kerja sama perdagangan, Somalia mengusulkan agar Indonesia membeli bahan baku dari Somalia, yang selanjutnya akan diproses di Indonesia menjadi barang jadi untuk diekspor kembali ke Somalia dengan pengenaan tarif bea masuk sebesar nol persen. Untuk tahap awal kerja sama ini akan dimulai dari Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) dan kulit. Kedua negara sepakat membentuk suatu Tim Teknis untuk mengeksplorasi hal ini lebih lanjut. 3) Di bidang kerja sama konstruksi, Pemerintah Somalia akan membangun perumahan tipe sederhana dan berharap Indonesia dapat berpartisipasi dengan mengirimkan tenaga ahli pembangunan perumahan dan material bangunan. Indonesia meminta rincian tenaga ahli dan bahan bangunan yang dibutuhkan; 4) Untuk memfasilitasi transaksi perdagangan dan investasi kedua negara, disepakati pentingnya pembentukan kerja sama perbankan Indonesia dengan perbankan Somalia. Kementerian Perdagangan meminta kesediaan LPEI untuk mempelajari usulan kerja sama ini. b. Pertemuan Bisnis 1) Pertemuan bisnis pengusaha Indonesia-Somalia dihadiri kurang lebih dari 40 (empat puluh) perusahaan Indonesia yang bergerak di bidang Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional

78 agriculture industry, cooking oil, textile, door and window frames, construction materials, furniture, tires, batteries and spare part, soap and detergent, packaging industry, medicine and herbal, fisheries equipment, oil machine, electronic, paper and stationary, dan jasa pembangunan low cost housing; 2) Indonesia berpendapat bahwa ini adalah momentum untuk meningkatkan hubungan dagang antara kedua negara dan juga mengundang pihak Somalia untuk menghadiri Trade Expo Indonesia ke- 25 (TEI-2010) tahun ini. c. Kunjungan ke Sentra Industri 1) Delegasi Somalia telah melakukan kunjungan ke beberapa sentra industri di bidang tekstil dan garmen (PT Sandratex dan PT Sandrafine), UKM (Smesco) Kementerian Koperasi, Mustika Ratu, dan pabrik cooking oil (PT Sinar Meadow International Indonesia). 2) Menteri Perdagangan Somalia juga melakukan pertemuan dengan Kementerian Pertanian, untuk membicarakan mengenai kerja sama di bidang pertanian dan pertemuan dengan Kementerian Perindustrian membicarakan kerja sama di bidang industri tekstil dan kulit. 18. Indonesia Turki The Second Meeting of Joint Study Group (JSG) Indonesia - Turkey diselenggarakan pada tanggal 7-8 Oktober 2010 di Jakarta. Pertemuan kedua JSG Indonesia - Turki tersebut merupakan tindak lanjut dan komitmen kedua negara yang telah disepakati pada pertemuan pertama JSG Indonesia - Turki di Ankara, Turki pada tanggal 9-10 Maret Kedua pihak menyepakati adanya kontribusi positif dari perdagangan dan investasi yang lebih luas guna meningkatkan perdagangan bilateral dan hubungan ekonomi kedua negara ke tingkat yang lebih tinggi. Pihak Indonesia merekomendasikan langkah-langkah kerja sama ekonomi kedua negara yang diharapkan dapat memperkuat liberalisasi investasi dan perdagangan. Menanggapi hal tersebut pihak Turki mengingatkan bahwa isu kerja sama ekonomi telah menjadi bagian dari Joint Commission for Economic and Technical Cooperation (Sidang Komisi Bersama untuk Kerja Sama Ekonomi dan Teknik) Indonesia - Turki sehingga pembahasan isu cooperation dikecualikan dari studi JSG. Namun pihak Turki mengusulkan bahwa kedua belah pihak perlu untuk mengidentifikasi kemungkinan area-area kerja sama dengan instansi terkait. Dalam pertemuan tersebut, Indonesia meminta klarifikasi akan hubungan Turki dengan UE (kerja sama pada bidang Custom Union), terutama terkait dengan hubungan perdagangan dengan negara-negara ketiga. Pihak Turki kemudian menjelaskan bahwa cakupan Custom Union adalah produk-produk industri dengan mengecualikan produk batu bara dan besi baja atau yang tergabung dalam European Coal and Steel Community (ECSC). Produk ECSC tersebut telah tercakup dalam Free Trade Agreement (FTA), sedangkan untuk produk-produk pertanian dikenakan Preferential Tarif. Dalam kerangka kerja sama ini, FTA dinegosiasikan dengan komitmen untuk mendapatkan keuntungan bersama dengan negara-negara ketiga yang telah atau baru akan memulai perundingan 68 Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010

79 FTA dengan Uni Eropa. Pihak Turki juga menegaskan bahwa Turki memiliki kewenangannya sendiri dalam mengatur Bea Masuk dan kebijakan tarif. Pada pertemuan ini, kedua pihak saling bertukar informasi mengenai perkembangan free zones di kedua negara, di mana pihak Turki menginformasikan free zones di Turki yang terbagi dalam 20 free zones dan tiaptiap free zones dikembangkan secara khusus sebagai basis produksi ekspor ke wilayah yang sudah ditentukan. Sedangkan pihak Indonesia menginformasikan bahwa Batam Indonesia Free Zone Authority (BIFTA) telah menandatangani Memorandum of Understanding on Cooperation Between the Batam Industrial Development Authority of the Republic of Indonesia and the Aegean Free Zone Development and Operating Company in Turkey namun pada saat ini intensitas kerja sama dari MoU tersebut kurang maksimal. Setelah melakukan analisis dan berdasarkan data yang diolah oleh tim task force Indonesia untuk JSG Indonesia -Turki, disimpulkan untuk sementara bahwa Turki dan Indonesia memiliki komplementaritas di berbagai sektor perdagangan, terutama pada sektor perdagangan jasa. Pada pertemuan ini juga dilakukan saling bertukar informasi mengenai FTA yang telah dilaksanakan kedua negara, baik yang telah ditandatangani maupun yang masih dalam tahap negosiasi, hal ini diperlukan untuk mendapatkan referensi mengenai pola kerja sama ekonomi yang akan dibentuk oleh kedua negara. 19. Indonesia Tunisia Indonesia-Tunisia telah melakukan pertemuan ke-2 Joint Study Group bidang Ekonomi dan Perdagangan pada tanggal Juni 2010 di Bali. Delegasi Tunisia dipimpin oleh General Director of the Economic and Commercial Cooperation for the Ministry of Commerce and Handicraft of the Republic of Tunisia, sedangkan delegasi Indonesia dipimpin oleh Head of Trade Research and Development Agency for the Ministry of Trade of the Republic of Indonesia. Isu penting dalam pertemuan tersebut membahas tentang kebijakan perdagangan, hambatan perdagangan dan investasi, produk potensial yang akan diperdagangkan kedua negara, penurunan tarif bea masuk, dan kerja sama lainnya seperti, investasi, promosi perdagangan, customs, special economic zone, perikanan, industri, dan handicraft. Indonesia mengangkat beberapa isu, diantaranya tarif bea masuk di Tunisia yang masih tinggi, produk potensial yang menjadi interest Indonesia, kebijakan dan hambatan perdagangan, dan bidang kerja sama lain; seperti kerja sama di bidang investasi, trade promotion, customs, special economic zones, fishery, industrial cooperation, dan handicraft. Sedangkan pihak Tunisia mengangkat isu di antaranya struktur tarif, kebijakan investasi, kerja sama antar Kadin, dan menyampaikan draft MoU Preferential Trade Agreement untuk dibahas oleh pihak Indonesia. Beberapa kesepakatan yang dihasilkan dan penting bagi Indonesia diharapkan dapat membangun kerja sama bilateral yang lebih baik dengan Tunisia antara lain adalah komitmen untuk menghapus hambatan perdagangan dan investasi, penurunan tarif bea masuk di Tunisia dan Preferential Trade Agreement (PTA). Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional

80 Disepakati untuk mendiskusikan lebih lanjut hasil studi PTA yang dilakukan oleh pihak Indonesia. Kedua pihak akan melakukan perbaikan di dalam negeri terutama pada sektorsektor strategis untuk meningkatkan perdagangan dan investasi kedua negara, serta meningkatkan kerja sama bilateral yang dapat mendukung perdagangan dan investasi. Pembentukan Joint Study Group for Trade and Economic Cooperation (JSG-TEC) didasarkan pada keputusan Joint Commission Indonesia-Tunisia ke-8 yang dilaksanakan di Bali pada tanggal November Tugas dari JSG adalah untuk menggali upaya peningkatan kerja sama di bidang perdagangan dan investasi serta mengkaji peluang dan hambatan dalam rangka meningkatkan perdagangan dan investasi di kedua negara. Pertemuan pertama JSG telah dilaksanakan pada tanggal Juni 2009 di Tunis, Tunisia. Kemudian pada tanggal Juni 2010 telah dilaksanakan the Second Meeting of Joint Study Group for Trade and Economic Cooperation Indonesia-Tunisia di Denpasar, Bali. Adapun hasil-hasil pertemuan adalah sebagai berikut : a) Dalam rangka mengintensifkan dan meningkatkan perdagangan bilateral, pihak Tunisia menyampaikan draf rancangan PTA yang akan dinegosiasikan oleh kedua belah pihak. Pihak Indonesia menyambut baik inisiatif Tunisia dan diinformasikan bahwa perjanjian perdagangan harus didasarkan pada studi kelayakan terlebih dahulu untuk menilai manfaat dan berfungsi sebagai pedoman atau acuan untuk proses negosiasi. Keputusan untuk mendirikan PTA akan diambil oleh masing-masing otoritas yang relevan melalui saluran diplomatik yang tepat; b) Sehubungan dengan studi kelayakan PTA, pihak Tunisia setuju dengan studi yang dilakukan oleh pihak Indonesia dan hasilnya akan dinilai oleh kedua belah pihak; c) Kedua pihak telah melakukan pertukaran daftar produk potensial untuk diperdagangkan oleh kedua negara; d) Kedua pihak telah mendiskusikan kebijakan dan hambatan perdagangan, dan melakukan pertukaran informasi tariff duties yang diterapkan oleh kedua negara. Pihak Tunisia menyampaikan bahwa tarif yang diterapkan pada tahun 2010 akan diturunkan menjadi rata-rata 15% pada tahun 2014; e) Merujuk pada Agreement on Promotion and Protection of Investment, kedua negara mendorong peningkatan investasi sebagai sarana untuk memajukan perdagangan bilateral. Dengan pembentukan PTA, diharapkan perdagangan bilateral dapat lebih maju lagi. Dalam pertemuan JSG ke-2 Indonesia menyampaikan peraturan investasi kepada pihak Tunisia; f) Isu lain yang dibahas dalam JSG ke-2, yaitu kedua pihak sepakat untuk mengembangkan kerja sama di bidang investasi, promosi perdagangan, bea cukai, zona ekonomi khusus, perikanan, industri dan handicraft; g) Pertemuan JSG ke-3 disepakati untuk dilaksanakan di Tunisia pada awal tahun 2011, untuk membahas kerja sama bidang ekonomi dan perdagangan antara kedua negara dan studi kelayakan tentang promosi perdagangan. 70 Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010

81 20. Indonesia Timor Leste Pertemuan JMC dilaksanakan pada tanggal Juli 2010 di Kementerian Luar Negeri, Republic Democratic of Timor Leste (RDTL) di Dili, RDTL. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Indonesia dan delegasi RDTL dipimpin oleh Menteri Luar Negeri RDTL. Pertemuan JMC ke-4 menghasilkan Joint Statement yang ditandatangani oleh kedua Menlu. Pertemuan ke-4 JMC diawali dengan Senior Officials' Meeting (SOM) dan pertemuan 5 (lima) Working Group (WG) yang dilakukan secara paralel pada tanggal 26 Juli SOM dipimpin oleh Direktur Jenderal Asia, Pasifik, dan Afrika, Kementerian Luar Negeri Indonesia dan Secretary Jenderal, Ministry of Foreign Affairs, RDTL. Adapun lima working group pada SOM JMC adalah sebagai berikut: a). WG on Border Issues; b). WG on Trade, Investment, and Finance; c). WG on Legal Matters; d). WG on Education, Culture, Youth, and Sports; e). WG on Transport, Telecommunications, and Postal Services. Kementerian Perdagangan RI menjadi koordinator untuk pertemuan WG on Trade, Investment, and Finance (WG on TIP), SOM-JMC. Pertemuan JMC ke-4 juga sepakat untuk meresmikan Pas Lintas Batas (PLB) yang ditandai dengan penandatanganan Joint Statement RI-RDTL pada tanggal 27 Juli 2010 oleh Menlu Rl dan RDTL yang disaksikan oleh Presiden RDTL. Dengan telah diresmikannya PLB maka pemerintah kedua negara sepakat untuk menggunakan PLB tersebut pada perbatasan Rl dan RDTL di Mota'ain terlebih dulu. Terkait dengan pasar tradisional di perbatasan, Pemerintah RDTL c.q Ministry of Tourism, Commerce and Industry pada kesempatan pertemuan WG on TIP menyampaikan keinginan mereka untuk meresmikan penggunaan pasar tradisional RDTL dan Indonesia khususnya di Mota'ain pada bulan Oktober Kondisi fisik pasar di perbatasan Indonesia khususnya di Mota'ain telah digunakan sebagai tempat penjualan kebutuhan sehari-hari penduduk perbatasan setempat. Sehingga menurut pengamatan perlu adanya renovasi ulang atas pasar tersebut dan persiapan peresmian penggunaan pasar tradisional di Mota'ain. 21. Indonesia Uni Eropa Dalam rangka meningkatkan potensi perdagangan bilateral Indonesia-Uni Eropa telah dilaksanakan beberapa rangkaian pertemuan bilateral antara Indonesia-UE, yaitu European Union-Indonesia Business Dialogue (EIBD), Working Group Trade and Investment (WGTI) dan Vision Group (VG). EIBD merupakan forum tahunan yang melibatkan sektor swasta dan pemerintah. Pada pertemuan EIBD yang ke-2 yang dilaksanakan pada tanggal November Dalam forum EIBD ke-2 terdapat 9 (sembilan) Working Group yang terdiri dari tiga tema lintas sektoral (Fasilitasi Perdagangan, Hukum dan regulasi, Isu-isu mendesak untuk pertumbuhan) dan lima sektor terpilih (Medis dan Farmasi, Tekstil, pakaian, dan alas kaki, Infrastruktur, Otomotif dan Mesin, Makanan dan Minuman). Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional

82 Forum ini juga menghasilkan Policy Recommendations untuk membuka jalan menuju perjanjian kemitraan yang komprehensif dan untuk meningkatkan kerja sama regulasi dan dialog teknis. Pertemuan EIBD-3 rencananya akan dilaksanakan pada bulan September 2011 di Paris. WGTI adalah suatu forum pertemuan antara pemerintah Indonesia dan Uni Eropa (EU) yang khusus membahas isu perdagangan dan investasi kedua negara. Forum ini telah dilaksanakan sebanyak 3 (tiga) kali, yaitu WGTI ke-1 diadakan pada tanggal Maret 2009 di Jakarta, WGTI ke-2 pada tanggal Maret 2010 di Brussels, Belgia, dan WGTI ke-3 pada tanggal 1-2 Desember 2010 di Jakarta. Dalam WG tersebut dihasilkan Agreed Conclusions and Follow Up Actions yang menjadi kesepakatan kedua negara. Pada WGTI ke-3 yang dilaksanakan pada tanggal 1 Desember 2010, antara lain dibahas isu Renewable Energy Directive (RED), Registration Evaluation Authorization Restriction of Chemical (REACH), dan market access, namun fokus utama UE antara lain adalah investasi, Sanitary Phytosanitary (SPS) dan Technical Barriers to Trade (TBT). Kedua pihak sepakat untuk saling bertukar informasi dan mengadakan pertemuan tingkat teknis secara reguler. Pertemuan WGTI ke-4 direncanakan akan dilaksanakan pada akhir Juni 2011 di Brussels back to back dengan acara diseminasi hasil Vision Group Indonesia Uni Eropa. Selanjutnya, RI dan Uni Eropa saat ini juga sedang melakukan diskusi intensif untuk meningkatkan perdagangan bilateral dengan cara mengidentifikasi potensi yang dimiliki kedua pihak untuk dikembangkan dalam suatu kerangka long term vision. Gagasan ini merupakan tindak lanjut dari hasil pembicaraan antara Presiden Indonesia bertemu dengan Presiden Komisi Eropa pada bulan Desember 2009 untuk mempererat hubungan bilateral. Diskusi tersebut dilakukan oleh sekelompok pakar yang dinamakan Vision Group, terdiri dari unsur pemerintah, kalangan bisnis dan akademia. Untuk pertama kalinya Vision Group (VG) dilaksanakan pada tanggal 2 Desember 2010 di Jakarta yang dilanjutkan dengan pertemuan VG-2 pada tanggal Februari 2011 di Brussels. Pertemuan ke-3 Vision Group direncanakan akan diadakan pada tanggal 1-2 Mei 2011 di Jakarta. Para tim pakar kini sedang dalam proses mengkaji bagaimana hubungan ekonomi dan investasi antara Indonesia dan Uni Eropa dapat dibawa ke tingkat yang lebih tinggi. Hasil yang diharapkan dari diskusi dimaksud adalah sebuah rekomendasi (strategic paper) yang mencakup potensi pembentukan Comprehensive Economic Partnership Agreement (Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif) antara RI UE dengan prinsip berimbang. Rencananya, rekomendasi tersebut akan diserahkan oleh Vision Group kepada Menteri Perdagangan dan EU Trade Commissioner pada tanggal 4 Mei 2011 di Jakarta. Rekomendasi tersebut akan disosialisasikan/didiseminasikan kepada berbagai pihak dan masyarakat (stakeholder) sehingga manfaat dari hubungan RI UE dapat dipahami. 22. Indonesia Uzbekistan Pada tanggal September 2010, Indonesia dan Uzbekistan melaksanakan Sidang Komisi Kerja Sama Bilateral (KKB) ke-5 di Tashkent, Uzbekistan. Pada 72 Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010

83 kesempatan tersebut, delegasi Kementerian Perdagangan mengadakan pertemuan dengan Ministry of Foreign Economic Relations, Investment and Trade of the Republic of Uzbekistan (FERIT) dengan hasil antara lain sebagai berikut: a. Indonesia mengharapkan agar ada pembaharuan MoU perbankan yang telah ditandatangani beberapa tahun yang lalu antara bank sentral kedua negara karena tidak implementatif. Terkait sektor swasta, Indonesia menyampaikan perlunya dibangun Joint Business Council Uzbekistan-Indonesia karena di Indonesia telah dibentuk KADIN Komite Rusia dan negara-negara CIS. Hal ini dapat membantu menyebarkan informasi potensi, peluang dan hambatan yang dihadapi oleh sektor swasta kedua negara secara lebih cepat dan tepat untuk kemudian dikoordinasikan dengan forum G to G; b. FERIT menyetujui usulan Indonesia untuk pembentukan Joint Commission on Bilateral Cooperation pada bidang perbankan, pembiayaan perdagangan, dan business council antara kedua negara. Sedangkan terkait usulan direct flight Indonesia-Uzbekistan, FERIT menyampaikan bahwa apabila passengers loading telah mencukupi maka akan dibuka kembali jalur direct flight seperti tahun ; c. Hal yang menjadi perhatian Kemendag dalam pertemuan dengan FERIT adalah tidak terlibatnya pejabat yang menangani hal teknis pemanfaatan tarif Most Favoured Nation (MFN) berdasarkan Trade Agreement between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the Republic of Uzbekistan Trade Agreement between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the Republic of Uzbekistan yang telah ditandatangani di Tashkent pada tanggal 13 Mei 2008 dan diratifikasi pada tanggal 30 September Selanjutnya Kemendag meminta untuk diadakan pertemuan lanjutan dengan counterpart yang tepat pada hari kedua guna menyelesaikan pembahasan implementasi pemanfaatan MFN tersebut, namun gagal memperoleh konfirmasi dari pihak FERIT. D. PENGAMANAN PERDAGANGAN 1. Perkembangan Tuduhan Dumping, Subsidi dan Safeguard Pembelaan tuduhan dumping, subsidi, dan safeguard sangat penting seiring dengan meningkatnya ekspor Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini. Peningkatan proteksi negara mitra sangat terasa pada tahun 2009 dan tetap berlanjut hingga tahun Ini adalah dampak dari krisis global dunia yang membuat negaranegara cenderung menjaga pasar dalam negerinya dengan lebih ketat. Indonesia telah menjadi target pengenaan antidumping, subsidi dan safeguard di pasar negara tujuan ekspor. Pemerintah memfasilitasi para eksportir yang menghadapi kasus dumping atau pengenaan safeguard serta melakukan diplomasi perdagangan internasional bila diperlukan. Beberapa kasus yang telah dimulai penyelidikannya sejak tahun 2009 dan 2010, seperti tuduhan dumping oleh Pakistan terhadap produk One Side Coated Grey Back Paper Board, tuduhan oleh Turki terhadap produk Air Conditioner, tuduhan Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional

84 dumping oleh Uni Eropa terhadap produk Fatty Alcohols, tuduhan dumping oleh Malaysia terhadap produk Polyethelene Terephthalate, tuduhan dumping oleh India terhadap produk Nylon Filament Yarn dan Melamine, serta tuduhan subsidi dan dumping oleh Pakistan terhadap produk Certain Paper, masih memerlukan penanganan serius pada tahun Perkembangan Penyelesaian Kasus Selama tahun 2010 terdapat 28 (duapuluh delapan) kasus tuduhan yang ditangani dengan rincian tuduhan dumping sebanyak 23 (duapuluh tiga) kasus, tuduhan subsidi 1 (satu) kasus dan 4 (empat) kasus tuduhan safeguard. Dari 28 (duapuluh delapan) kasus tuduhan terhadap produk ekspor Indonesia, terdapat 10 (sepuluh) kasus yang dihentikan penyelidikannya antara lain certain toilet paper (dumping) oleh Australia; Maleic Anhydride (dumping) oleh Malaysia; Float Glass (safeguard) oleh Vietnam; Caustic Soda Lye (safeguard) oleh India; Other Uncoated Paper and Paperboard in Rolls and Sheets (safeguard) oleh Gulf Cooperation Council (GCC); Mosquito Coils (dumping) oleh Filipina; Linear Low Density Polyethylene (dumping) oleh Australia; Maleic Anhydride (dumping) oleh India; Uncoated Woodfree Printing Paper (dumping) oleh Korea Selatan; dan Certain Clear Float Glass (dumping) oleh Australia. Sementara itu, terdapat 9 (sembilan) kasus dari 8 (delapan) produk yang dikenakan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD)/ Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP)/ Bea Masuk Imbalan (BMI) sepanjang tahun Kedelapan produk yang dikenakan BMAD/BMTP/BMI antara lain oleh India, Turki, Uni Eropa, China, Pakistan, Amerika Serikat, dan Filipina adalah Viscose Staple Fiber Excluding Bamboo Fiber; Stoppers, Lids of Glass; Sodium Cyclamate; Nucleotide-Type Food Additives; Phthalic Anhydride; Certain Coated Paper; Testliner Board; dan Methanol. Gambar 3 Kasus Tuduhan Dumping, Subsidi dan Safeguard Terhadap Indonesia s.d. Desember Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010

85 Rincian singkat atas penanganan atas 28 (duapuluh delapan) kasus tersebut adalah sebagai berikut: 1) Penyelidikan Anti Dumping oleh Amerika Serikat terhadap Produk Certain Coated Paper (CCP); 2) Penyelidikan Anti Subsidi oleh Amerika Serikat terhadap Produk Certain Coated Paper (CCP); 3) Penghentian Penyelidikan Safeguards oleh Arab Saudi terhadap Produk Other Uncoated Paper and Paperboard, in Rolls of Sheets; 4) Penghentian Penyelidikan Anti Dumping oleh Australia terhadap Produk Certain Toilet Paper; 5) Penghentian penyelidikan Anti Dumping oleh Australia terhadap Produk Certain Clear Float Glass; 6) Berakhirnya Pengenaan Bea Masuk Anti Dumping oleh Australia terhadap Produk Linear Low Density Polythelene; 7) Penyelidikan Anti Dumping oleh Brazil terhadap Produk Table Glassware; 8) Penyelidikan Anti Dumping oleh China terhadap Produk Nucleotide-type Food Additives; 9) Penyelidikan Anti Dumping oleh China terhadap Produk Methanol; 10) Penghentian Penyelidikan Anti Dumping oleh Filipina terhadap Produk Mosquito Coils; 11) Penyelidikan Tindakan Safeguard oleh Filipina terhadap produk Testliner Board; 12) Midterm Review Penyelidikan Anti Dumping oleh India terhadap Produk All Fully Drawn or Fully Oriented Yarn/Spin Draw Yarn/Flat Yarn of Polyester (nontextured and non-poy); 13) Penyelidikan Safeguards oleh India terhadap Produk Caustic Soda Lye; 14) Penyelidikan Midterm Review Dumping oleh India terhadap produk Maleic Anhydride; 15) Tuduhan Dumping oleh India Atas Produk Melamine; 16) Tuduhan Sunset Review Dumping oleh India Atas Produk Nylon Filament Yarn; 17) Penyelidikan Anti Dumping oleh India terhadap Produk Viscose Staple Fibre Excluding Bamboo Fibre; 18) Sunset Review Penyelidikan Anti Dumping oleh Korea Selatan terhadap Produk Uncoated Woodfree Printing Paper; 19) Penghentian Pengenaan Bea Masuk Anti Dumping oleh Malaysia terhadap Produk Maleic Anhydride; 20) Penyelidikan Sunset Review Anti Dumping oleh Malaysia terhadap Produk Polyethylene Terephthalate; 21) Penyelidikan Anti Dumping oleh Pakistan terhadap Produk Phthalic Anhydride; 22) Penyelidikan Anti Dumping oleh Pakistan terhadap Produk Certain Paper; 23) Penyelidikan Anti Dumping oleh Pakistan terhadap Produk One Side Coated Duplex Board Grey Back Paper Board; 24) Penyelidikan Anti Dumping oleh Turki terhadap Produk Stoppers, Lids of Glass; 25) Penyelidikan Anti Dumping (Circumvention) oleh Turki terhadap Produk Air Conditioner; 26) Penyelidikan Anti Dumping oleh Uni Eropa terhadap Produk Fatty Alcohol; 27) Penyelidikan Anti Dumping oleh Uni Eropa terhadap Produk Sodium Cyclamate; Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional

86 28) Penghentian Penyelidikan Safeguards oleh Vietnam terhadap Produk Float Glass. E. KESEKRETARIATAN Kegiatan Kesekretariatan pada Direktorat Jenderal Kerjasama Perdagangan Internasional (Ditjen KPI), yang telah dilaksanakan selama tahun 2010, adalah: 1. Bagian Program a. Sosialisasi Melaksanakan sosialisasi hasil-hasil kesepakatan kerja sama internasional perdagangan internasional bekerja sama dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi dan Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Daerah di wilayah provinsi Kepulauan Riau, Sumatera Utara, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jakarta. Tujuan dari kegiatan tersebut adalah untuk mensosialisasikan dan meningkatkan pemahaman para stakeholder di daerah seperti Pemerintah Provinsi, KADINDA, dan kalangan akademisi mengenai hasil-hasil kesepakatan kerja sama perdagangan internasional, beberapa contohnya adalah Kebijakan Penanggulangan HAKI berbasis Kerja Sama (Perdagangan) Internasional, Strategi Kerja Sama Bilateral di Tengah Krisis Global, Perspektif Kerja Sama Perdagangan Internasional ditinjau dari Sudut Pandang Dunia Usaha, Perkembangan Kerja Sama ASEAN dan ASEAN+1 FTAs, Doha Development Agenda (DDA) WTO, Perjanjian IJ-EPA, dan Perjanjian Perdagangan Lintas Batas. b. Workshop Melakukan Workshop Program dalam rangka membahas program dan anggaran Ditjen KPI tahun 2011 yang diikuti oleh wakil dari masing-masing Unit Eselon II di lingkungan Ditjen KPI. Adapun tujuan dari kegiatan ini adalah untuk melakukan koordinasi dan sinkronisasi dalam proses penyusunan program dan anggaran pada masing-masing Unit Eselon II di lingkungan Ditjen KPI, sehingga mampu tercipta sinergi serta persamaan persepsi dalam rangka mendorong peningkatan kerja sama Internasional. c. Penyusunan Program dan Rencana Kerja Menyusun Program dan Rencana Kerja Eselon I dan II Ditjen KPI Tahun 2011 melalui sinkronisasi dan koordinasi dengan masing-masing Unit Eselon II di lingkungan Ditjen KPI. Tujuannya adalah agar penyusunan Program dan Rencana Kerja Ditjen KPI sesuai dengan Renstra Ditjen KPI dan Kementerian Perdagangan. d. Pelatihan RKA-KL Melaksanakan pelatihan RKA-KL di lingkungan unit Ditjen KPI yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan SDM Ditjen KPI dalam memahami aplikasi 76 Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010

87 RKA-KL Tahun 2011, sehingga memudahkan dalam menyusun kegiatan dan anggaran pada aplikasi RKA-KL Tahun e. TAPKIN, RENJA-KL, dan RENSTRA Melaksanakan sinkronisasi dan koordinasi dengan masing-masing Unit Eselon II di lingkungan Ditjen KPI dalam menyusun Penetapan Kinerja (TAPKIN) Ditjen KPI Tahun 2010, Rencana Kerja Kementerian/ Lembaga (RENJA-KL) Ditjen KPI Tahun 2010, dan Rencana Strategis (RENSTRA) Ditjen KPI Tahun f. Pengembangan Daerah Tertinggal dan Perbatasan Melaksanakan koordinasi program dengan Pemerintah Provinsi yang mempunyai daerah masuk dalam kategori sebagai daerah tertinggal dan perbatasan dengan negara lain. Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui permasalahan-permasalahan yang ada di daerah tertinggal dan daerah perbatasan sebagai bahan yang berkaitan dengan Border Trade Agreement, dan bahan dalam mengikuti rapat koordinasi yang terkait dengan masalah perbatasan. g. Sinkronisasi dan Koordinasi Program dengan ATDAG dan ITPC Melakukan sinkronisasi dan koordinasi program Ditjen KPI dengan perwakilan perdagangan dan misi dagang RI di luar negeri dalam rangka mengumpulkan informasi mengenai perkembangan isu-isu kerja sama perdagangan internasional di luar negeri. 2. Bagian Hukum dan Evaluasi a. Laporan Akuntabilitas Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Sekretariat Direktorat Jenderal tahun 2009 merupakan rekapitulasi dari laporan-laporan kegiatan dan pendanaan di masing-masing unit Eselon III di lingkungan Sekretariat Direktorat Jenderal KPI. Sedangkan LAKIP Direktorat Jenderal KPI tahun 2009 merupakan rekapitulasi dari laporan-laporan kegiatan dan pendanaan di masing-masing Unit Eselon II di lingkungan Direktorat Jenderal Kerja sama Perdagangan Internasional. b. Menuju ASEAN Economic Community 2015 Dalam rangka menyambut ASEAN Economic Community 2015., Ditjen KPI telah menerbitkan 4 (empat) buku berjudul masing-masing (i) Informasi Umum Masyarakat Ekonomi ASEAN; (ii) Tanya Jawab Umum Masyarakat Ekonomi ASEAN; (iii) Perkembangan Masyarakat Ekonomi ASEAN; dan (iv) Chartbook 2010 Masyarakat Ekonomi ASEAN. Keempat buku ini menyajikan tentang informasi dasar seputar Masyarakat Ekonomi ASEAN yang ditargetkan akan selesai pada tahun Diharapkan pada tahun 2015 ASEAN dapat berfungsi sebagai pasar tunggal dan berbasis produksi tunggal yang didukung dengan elemen aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terdidik, dan aliran modal yang lebih bebas. Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional

88 c. Laporan Bulanan Selama tahun 2010 telah tersusun 12 Laporan Bulanan. Laporan Bulanan Ditjen KPI merupakan rekapitulasi dari laporan-laporan baik hasil sidangsidang dalam dan luar negeri di masing-masing Unit Eselon II di lingkungan Ditjen KPI. d. Laporan Triwulan Laporan triwulan adalah laporan yang diamanatkan dalam PP39 tahun 2006 yang mengamanatkan tiap Kementerian atau Lembaga (K/L) untuk melaporkan realisasi anggaran dan fisik keuangan kepada Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. e. Laporan Tahunan Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional tahun 2009 merupakan uraian mengenai kegiatan yang telah dilaksanakan, pencapaian tahun 2009, serta masalah-masalah yang masih perlu penanganan intensif pada tahun-tahun mendatang sesuai dengan Tugas dan Fungsi dari Ditjen Kerja Sama Perdagangan Internasional. f. Monitoring dan Evaluasi Evaluasi ini merupakan kegiatan untuk mengetahui sejauhmana kegiatan sosialisasi yang telah dilaksanakan di daerah-daerah dapat memberikan manfaat yang berarti bagi kesejahteraan rakyat Indonesia baik dari segi konsumen maupun produsen, sehingga dapat menjadi indikator dalam penentuan program ditahun berikutnya. g. Buletin KPI Dalam tahun 2010, telah diterbitkan 5 (lima)edisi Buletin Kerja Sama Perdagangan Internasional. Isi dari Buletin tersebut antara lain mengenai informasi kegiatan dan perkembangan perundingan isu-isu kerja sama perdagangan internasional. h. Penyiapan Bahan RDP Mempersiapkan bahan-bahan sidang kabinet dan bahan-bahan dalam rangka rapat kerja Komisi VI DPR-RI dengan Menteri Perdagangan yang terkait dengan bidang dan tugas Ditjen KPI. 3. Bagian Keuangan a. Realisasi Anggaran Realisasi penggunaan anggaran Ditjen Kerja sama Perdagangan Internasional Tahun Anggaran 2010 mencapai Rp atau sebesar 95,66% dari pagu yang dianggarkan dalam DIPA Tahun Anggaran 2010 sebesar Rp ,-. 78 Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010

89 Realisasi Anggaran Tahun 2010 berbanding 2009 adalah: No Uraian Tahun 2010 Tahun 2009 Perubahan Naik(kurang) % 1. Belanja Pegawai ,88 2. Belanja Barang (3,10) 3. Belanja Modal ,36 JUMLAH BELANJA ,26% b. Inventaris Kantor Selama tahun 2010 telah dilakukan berbagai kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja, kenyamanan, dan keamanan pegawai. Hal ini dilakukan dengan penambahan diantaranya adalah dengan pembelian peralatan penunjang kantor seperti lemari besi/metal sebanyak 14 (empatbelas) unit, penambahan komputer sebanyak 15 (limabelas), 3 (tiga) buah laptop, dan 3 (tiga) buah printer. c. Pengadaan Kendaraan Bermotor Selama Tahun 2010, Ditjen Kerja Sama Perdagangan Internasional, tidak mengadakan pembelian kendaraan roda 4 dan roda 2. Jumlah kendaraan di Ditjen KPI seperti pada lampiran ke I. d. Menertibkan Administrasi Peralatan Kantor Penertiban administrasi perkantoran dengan membuat buku inventaris, laporan mutasi barang triwulan dan laporan tahunan Penguasa Barang Inventaris (PBI). 4. Bagian Kepegawaian dan Umum a. Kepegawaian Dalam rangka mempersiapkan tenaga-tenaga baru, sebagai upaya penggantian pegawai yang telah pensiun maka dilakukan penerimaan pegawai baru tahun 2010 sebanyak 21 (duapuluh satu) orang. Sehingga jumlah pegawai pada Ditjen KPI sampai dengan akhir tahun 2010 berjumlah sebanyak 207 orang, sudah termasuk pegawai yang diperbantukan dan yang bertugas di Luar Negeri sebagai Atase Perdagangan (ATDAG), ITPC, dan KDEI. Kemudian untuk lebih meningkatkan kinerja Ditjen KPI telah mengusulkan untuk menambah 19 orang staf baru untuk tahun b. Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) Dalam rangka peningkatan kemampuan SDM, Ditjen KPI telah melakukan berbagai pendidikan dan latihan baik yang bersifat diklat struktural, fungsional, maupun teknis. Di bidang struktural pegawai yang telah mengikuti Diklat PIM IV sebanyak 4 (empat) orang, PIM III sebanyak 1 (satu) orang, PIM II sebanyak 1 (satu) orang, Prajabatan 21 (duapuluh satu) orang. Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional

90 Di bidang fungsional seperti diklat peningkatan kemampuan tenaga fungsional perencanaan, penyuluhan, dan perpustakaan, di bidang teknis seperti kearsipan, kursus WTO, kursus Bahasa Inggris, dan lain sebagainya baik di dalam maupun di luar negeri sebanyak 48 (empatpuluh delapan) orang telah mengikuti kegiatan dimaksud. c. Peningkatan Kesejahteraan Dalam rangka meningkatkan kinerja pegawai, kesejahteraan adalah salah satu faktor yang perlu diperhatikan. Untuk itu dalam tahun 2010 telah dilakukan berbagai hal, diantaranya : 1) Tambahan penghasilan dengan penempatan atau pengangkatan beberapa personil pada Tim Kerja Rutin maupun Proyek; 2) Memberikan penghargaan (cinderamata) bagi PNS yang akan menjalani masa pensiun; 3) Mengadakan silaturahmi melalui rekreasi bersama dan melakukan lomba cabang olahraga antar unit eselon II (Outbond); 4) Pemberian bantuan uang duka bagi PNS yang mengalami duka cita. (bila PNS yang bersangkutan meninggal dunia atau keluarga yaitu isteri, anak, atau orang tua PNS yang bersangkutan meninggal); 5) Pemberian bantuan untuk memberikan keringanan terhadap PNS yang sakit dan dirawat di rumah sakit; 6) Pelaksanaan Kegiatan KORPRI dalam rangka perayaan ulang tahun kemerdekaan RI dan KORPRI dengan keikutsertaan Ditjen KPI dalam berbagai pertandingan cabang olahraga, lomba karaoke, dan gerak jalan. d. Penataan Kearsipan dan Tata Persuratan Sebagai upaya memperlancar penomoran surat, pengarsipan, penyimpanan surat serta mempermudah mencari file dan meningkatkan keamanan serta lalu lintas barang maupun manusia dengan cara: 1) Penataan peralatan kantor, seperti: lemari, kursi, rak-rak buku, pengadaan peralatan filling, dan lain-lain; 2) Pemisahan arsip aktif maupun in-aktif, sehingga tercipta keteraturan, kerapihan, dan menghindarkan terjadinya penumpukan berkas; 3) Penyeragaman dalam hal kodefikasi dan penomoran surat; 4) Penyediaan sarana-sarana kantor lainnya. 80 Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010

91 BAB IV PERMASALAHAN DAN TINDAK LANJUT A. FORUM KERJA SAMA MULTILATERAL 1. WTO Doha Development Agenda a. Pertanian Sepanjang tahun 2011, perundingan di bidang pertanian akan semakin intensif seiring dengan adanya target disepakatinya Putaran Doha pada akhir Apabila mengikuti program of work yang telah disusun pada pertemuan TNC tanggal 30 November 2010, maka target keseluruhan teks/modalitas final diharapkan dapat diselesaikan bulan Juni-Juli Indonesia perlu membahas dan segera menentukan posisi khususnya terhadap outstanding issues yang telah disampaikan Ketua CoA SS. Terkait dengan posisi Indonesia, sesuai dengan arahan Menteri Perdagangan, maka Indonesia harus seimbang dalam menerapkan posisi ofensif dan defensive. Sebagai contoh untuk SSM (Spesial Safeguard Mechanism), Indonesia perlu mempertimbangkan posisi ofensif selain posisi defensif yang selama ini dilakukan. Indonesia perlu melihat kemungkinan dampak unconstrained SSM di Negara Berkembang yang mungkin dapat menghambat ekspor dan proses pembangunan di Indonesia. Di samping itu, Indonesia juga perlu aktif terlibat dalam pembahasan Template Schedule of Concession baik untuk Market Access, Domestic Support dan Export Competition serta pembahasan Value of Agriculture Production (VOP) dan data yang dibutuhkan. Hal ini perlu mengantisipasi dilakukannya scheduling dan legal drafting setelah draf teks disepakati pada pertengahan b. Non-Pertanian (NAMA) Untuk tahun 2011, perundingan NAMA akan menghadapi banyak tantangan terutama kesiapan posisi Indonesia dalam seluruh modalitas NAMA. Untuk perundingan DOHA sendiri diharapkan akan selesai pada tahun 2011 dengan tahapan Program of Work secara umum yang terdiri dari: (i) Pertemuan pada NG on NAMA pada Januari 2011; (ii) penerbitan revised draft text pada akhir kuartal pertama tahun 2011; iii) penerbitan seluruh text/modalitas final pada bulan Juni-Juli 2011; proses scheduling dan legal drafting yang memakan waktu 6-7 bulan. Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional

92 c. Services Dalam sidang Services Week yang akan datang, kemungkinan akan dibahas mengenai hambatan-hambatan penerapan sistem klasifikasi CPC dan W120. Bagi Indonesia, untuk sektor Energy-Related Services terdapat perbedaan pemakaian sistem klasifikasi energi Indonesia (ISEC) dengan sistem klasifikasi CPC dan W120. Indonesia harus memanfaatkan kesempatan tersebut mengusulkan perubahan klasifikasi, khususnya di sektor ESDM. Dalam rangka meningkatkan offer lndonesia, masih ada peluang untuk meningkatkan offer di sektor ESDM karena banyak subsektornya yang sudah dibuka di atas 80%. Untuk itu, diharapkan Ibu Mendag dapat secara informal membicarakannya dengan Menteri ESDM agar sektor-sektor yang Equity Participation-nya (EP) lebih dari 80% dapat dikomitmenkan dilabel WTO dengan EP 49%. d. Trade Related intellectual property rights (TRIPS) Anggota WTO telah sepakat akan keberadaan mandat untuk isu GI-Register, namun demikian belum sepakat untuk isu GI-Extension dan TRIPs-CBD. Kini Indonesia telah bergabung dengan mayoritas Members untuk mengusung teks modalitas atas isu GI-Register, GI-Extension, dan TRIPs-CBD agar dibahas secara bersama sebagai bagian Single Undertaking. Indonesia mendukung GI- Extension karena memiliki potensi ekonomi yang cukup besar dan sejalan dengan hukum positif yang berlaku di Indonesia sebagaimana tercantum pada PP 51 Tahun Untuk isu TRIPS-CBD, Indonesia sebagai negara Mega Biodiversity beserta negara anggota yang termasuk proponent terus memperjuangkan agar isu ini dimasukkan ke dalam single undertaking DDA dan dibahas secara horizontal dengan isu-isu lainnya. Di sisi lain, negara opponent masih tetap pada posisinya dan berpendapat bahwa keterkaitan antara TRIPs dan CBD masih belum jelas. Negara proponent termasuk Indonesia menganggap TRIPs tidak cukup untuk mencegah terjadinya bio-piracy dan penyalahgunaan keanekaragaman hayati, sehingga perlu mengakomodasi tujuan-tujuan CBD. Dengan mengaitkan TRIPs dengan CBD serta penerapannya yang saling melengkapi, akan tercipta perlindungan atas teknologi, pengetahuan dan produk, khususnya yang dihasilkan oleh masyarakat setempat atau indigenous people. e. Rules Untuk rules, perundingan terus membahas isu-isu yang terkait dengan antidumping, horizontal subsidies disciplines dan fisheries subsidies. Topik yang dibahas antara lain juga tentang kemungkinan memasukkan perubahan antidumping rules ke dalam Persetujuan SCM (Subsidies and Countervailing Measures). Masalah yang dihadapi Indonesia di bidang NG on Rules adalah masih perlunya ditingkatkan keterlibatan Indonesia dalam perundingan. Untuk mengatasi dan menindaklanjuti hal tersebut, Direktorat Kerja Sama Multilateral berkoordinasi dengan KADI dan DPP, serta Pusat Advokasi Kerja 82 Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010

93 Sama Internasional akan mengeluarkan sejumlah proposal tertulis kepada Chairman NG on Rules khususnya di bidang Anti Dumping dan Horizontal Subsidies. Untuk perundingan Fisheries Subsidies, Indonesia akan menyampaikan proposal tertulis yang baru mengenai draft agreement on fisheries subsidies sebagai bahan tanggapan dan sekaligus usulan Indonesia terbaru yang mencakup subsidi di laut lepas. Persiapan ini selama tahun 2010 telah dilakukan bersama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan. f. Trade and Environment Untuk trade & environment, pembahasan di WTO tetap diarahkan pada Paragraf 31(iii) Deklarasi Doha, yaitu dalam rangka mengidentifikasi produkproduk yang termasuk environmental goods and services. Untuk memfasilitasi pembahasan lebih lanjut, Anggota WTO telah diminta untuk memberikan daftar indikasi EGS yang diinginkan. Ketua CTE-SS menyimpulkan bahwa SOM menyepakati pentingnya CTE-SS membuat lebih banyak kemajuan perundingan. Untuk itu ia akan terus melaksanakan program kerja ke depan yang mencoba "what if exercise", termasuk untuk mematangkan proses menuju tahap perundingan text-based. g. Trade Facilitation Hal penting yang memerlukan keputusan dan arahan di Tingkat Nasional adalah usulan dalam penyusunan Draft Agreement mengenai kewajiban untuk membentuk Komite Nasional/National Enquiry Point untuk bidang Trade Facilitation. Anggota Tim Teknis/Perunding pada umumnya belum memiliki keseragaman gambaran tentang keterkaitan Focal point (Komite Nasional/National Enquiry Point) bidang Trade Facilitation dengan notification bodies lainnya khususnya BSN dan Badan Karantina Pertanian. Sementara itu di sisi lain terdapat pemikiran untuk mengintegrasikan kewenangan dengan Tim Nasional Indonesia National Single Window (TIM NAS INSW). 2. WTO Non DDA a. Trade-related Investment Measures (TRIMs) Indonesia telah menyampaikan tanggapannya pada sidang Committee on Trade-Related Investment Measures (TRIMs) yang diselenggarakan pada tanggal 1 Oktober 2010 di Jenewa, Swiss. Pemerintah R.I tetap diminta untuk menyampaikan tanggapan secara tertulis. PTRI Jenewa sedang mempersiapkan konsep jawaban dimaksud. b. The United Nation Environment Programme (UNEP) Sementara itu hasil keputusan yang disepakati dalam 11 th Special Session of the United Nation Environment Programme (UNEP) Governing Council/ Global Ministerial Environment Forum (GMEF) ini adalah platform Kebijakan sains antar pemerintah untuk keanekaragaman hayati dan layanan ekosistem (IPBES), keputusan tentang laut, pembiayaan untuk bahan-bahan kimia dan Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional

94 limbah, keputusan mengenai regulasi lingkungan hidup, tata pemerintah untuk lingkungan hidup dunia, dan meningkatkan koordinasi antar sistem di PBB, termasuk kelompok manajemen lingkungan hidup, serta Deklarasi Nusa Dua. Dalam sidang dimaksud, Indonesia akan menindaklanjuti dengan pertemuan Conference of the Parties (COP) ke-10 dari Convention on Bio Diversity yang rencananya akan dilaksanakan di Nagoya Jepang pada bulan Oktober Indonesia juga menyatakan kesediaannya untuk memfasilitasi pertemuan-pertemuan menjelang konferensi perubahan iklim (COP-16) yang akan diselenggarakan di Cancun, Meksiko pada bulan Desember c. United Nation Convention on Sustainable Development (UNCSD) Kementerian Perdagangan sebaiknya selalu mengikuti perkembangan isu sustainable development yang terkait dengan perdagangan mengingat isu perlindungan kesehatan manusia dan lingkungan diterapkan dalam GATT- WTO. d. Dispute Settlement Body (DSB) lndonesia meminta AS untuk memberikan tanggapan tertulis atas concern yang diajukan, termasuk scientific evidence yang menyatakan rokok kretek lebih berbahaya dibandingkan dengan rokok menthol paling lambat tanggal 10 Juni Jawaban tersebut akan digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi Indonesia untuk mengambil langkah selanjutnya. 3. Organisasi Komoditi Internasional a. International Tripartite Rubber Council (ITRC) Indonesia mengusulkan agar pada sidang berikutnya memasukkan isu Consideration for carbon credit for rubber smallholders and processor. Sidang meminta Sekretariat ITRC untuk mengatur agar ahli-ahli di bidang carbon credit seperti Secretary General of International Rubber Research and Development Board (IRRDB), UNESCO, Thailand Greenhouse Gas Management Organization untuk memberikan pandangan terkini kepada anggota ITRC pada sidang ITRC berikutnya. Sidang juga mencatat Minutes of Ministerial Committee Meeting pada tanggal 19 Januari 2010 di mana IRCo harus memberikan laporan kepada Ketua Ministerial Committee (MC). Namun, karena tidak adanya Ketua MC, maka sidang sepakat untuk mengubah Minutes ini pada pertemuan Tingkat Menteri berikutnya. Selanjutnya, seperti yang telah berlangsung selama ini, IRCo akan memberikan laporan kepada MC. Sekretariat ITRC melaporkan bahwa CRIA menunda dialog ke-2 yang sedianya akan dilaksanakan pada tanggal 6 Agustus 2010 di Phuket, Thailand. ITRC sepakat untuk mengadakan dialog ke-2 ini dalam rangkaian (back-to-back) dengan penyelenggaraan China Rubber Conference di bulan Maret 2011 dan menugaskan Sekretariat ITRC untuk menyusun konsep isu-isu yang perlu dibahas dengan CRIA satu bulan sebelum dialog dilangsungkan agar ketiga negara dapat menyusun posisi bersama (consolidated positions). 84 Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010

95 Sidang ITRC ke-19 rencananya akan diselenggarakan di Malaysia pada tanggal Februari Tempat sidang akan diinformasikan kemudian. Sekretariat telah mengadakan komunikasi dengan Sekretariat Nasional ASEAN Thailand di Bangkok namun belum diperoleh informasi terkait pengenalan kerja sama tiga negara di bidang karet alam ke ASEAN. Pertemuan sepakat agar Sekretariat ITRC menindaklanjuti hal ini ke Sekretariat ASEAN di Jakarta. Sesuai hasil sidang ITRC ke-17, definisi net ekspor telah dibahas pada Sidang Komite Statistik namun tidak mencapai kesepakatan. ITRC menugaskan agar hal ini tetap dibahas lebih lanjut pada Komite Statistik dan jika diperlukan mengundang expert dari ketiga negara. b. Association of Natural Rubber Producing Countries (ANRPC) Indonesia akan menjadi host pada Sidang Assembly ANRPC dan Sidang ANRPC terkait lainnya pada tahun 2012 mendatang. c. International Pepper Community (IPC) Sehubungan dengan kepemimpinan Indonesia dalam IPC untuk tahun , pada tanggal 13 Desember 2010 telah dilaksanakan pertemuan dengan Executive Director (ED) IPC. Berkaitan dengan kalender kegiatan IPC 2011, Ditjen KPI mengusulkan perlunya segera disusun kalender kegiatan IPC tahun 2011 untuk disampaikan kepada Chairman IPC dan hal ini disetujui oleh ED IPC. Selain itu terkait dengan mekanisme kerja dan korespondensi ED dengan Chairman IPC, ED IPC mengusulkan perlunya dilakukan pertemuan berkala guna membicarakan hal-hal yang berkaitan pelaksanaan kegiatan atau program kerja IPC di tahun 2011 diantaranya: 1) Pemberian penghargaan terhadap petani, eksportir, dan produsen (produk inovatif) lada; 2) Pelaksanaan "Good Agricultural Practices" (GAP) di negara anggota IPC; 3) Penyusunan "Questionare for Crop Assessment" untuk survei dalam rangka melakukan estimasi terhadap produksi lada di daerah-daerah penghasil lada di Indonesia; 4) Kegiatan diseminasi informasi harga lada kepada petani pepper melalui SMS; 5) Perluasan keanggotaan IPC, seperti dengan China, Madagaskar, Thailand, Laos, dan Kamboja; 6) Pelaksanaan sidang tahunan IPC pada bulan November 2011 di Lombok, Nusa Tenggara Barat yang menurut rencana akan dilaksanakan paralel dengan pelaksanaan "exhibition". Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional

96 d. International Coffee Organization (ICO) Terkait usulan revisi proyek IPM CBB, sidang menyatakan agar ditunda terlebih dahulu. Terkait consultative forum on coffee sector finance, forum ini dapat terlaksana bersamaan dengan implementasi ICA 2007 untuk isu keuangan dan risk management bagi produsen skala kecil dan menengah. Pembiayaan forum self-financing berdasarkan pasal 31 ICA 2007, sementara mekanismenya akan dibicarakan pada sidang Council bulan September Swiss tertarik membantu petani kopi di wilayah Lampung untuk pengembangan specialty coffee dan program new planting. 4. Organisasi Internasional Lainnya a. Development 8 Akan dilakukan beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan intra D-8 sesuai dengan yang disepakati dalam sesi Brainstorming on How to boost trade intra D8 Countries di antaranya menghapuskan non tariff barrier, trade financing, peningkatan transportasi, fasilitasi perdagangan, memperkuat kerja sama antara bank sentral khususnya di bidang pemberian jaminan sistem pembayaran perdagangan. Selain itu negara-negara anggota juga dihimbau untuk segera menyelesaikan ratifikasi perjanjian visa bagi kalangan bisnis D-8 dan perjanjian kepabeanan intra D-8. b. The Organization of The Islamic Conference Indonesia akan mempercepat proses ratifikasi Intra OIC-Trade yang meliputi Framework on Trade Preferential System on Organization of Islamic Conference (TPS-OIC), Protocol on Preferential Tariff Scheme (PRETAS), dan Trade Preferential System Rules of Origin (RoO), serta akan mengurangi hambatan non tarif untuk negara-negara anggota OKI. B. FORUM KERJA SAMA REGIONAL 1. Intra ASEAN a. AEC Scorecard Pencapaian untuk pilar single market and production base dan Competitive Economic Region (CER) yang baru mencapai 94% dan 59% akan terus dipercepat. Penyebab rendahnya pencapaian dalam pilar CER adalah belum tercapainya implementasi sektor transportasi. b. ATIGA Masih menunggu Vietnam memasukkan 47 (empatpuluh tujuh) pos tarif untuk automotive dan bicycle yang selama ini tidak dicantumkan besaran tarifnya. Terkait ASEAN Committee on SPS (AC-SPS), negara anggota diminta untuk menyampaikan nama-nama wakilnya yang akan duduk dalam AC-SPS kepada Sekretariat ASEAN dan memulai kerjanya secara inter sessional. 86 Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010

97 c. ACIA Terkait ratifikasi ACIA Indonesia bersama Thailand telah didesak oleh negara anggota ASEAN lainnya untuk segera meratifikasinya agar implementasi dari ACIA tidak tertunda lebih lama lagi. Untuk itu telah ditargetkan agar semua ratifikasi harus selesai pada tahun Dalam rangka memenuhi komitmen negara anggota ASEAN di bidang investasi guna menciptakan lingkungan investasi ASEAN yang lebih liberal dan transparan maka khusus untuk investasi dilakukan pembahasan di tingkat working group pada pertemuan ASEAN Coordinating Committee on Investment (CCI), di mana hasil pertemuan tersebut akan dilaporkan kepada ASEAN Senior Official Meeting (SEOM). d. AFAS Telah disepakati bahwa perlu dilakukan diskusi lebih lanjut mengenai proposal tentang jasa profesional pada pertemuan-pertemuan MRA, terutama yang terkait dengan impediments to the trade liberalisation. Selain itu ASEAN Architect Council (AAC) Chairman menawarkan kepada pertemuan untuk membantu menyediakan dokumen-dokumen WTO sektor jasa arsitek yang lebih update untuk disirkulasi dan didiskusikan pada pertemuan berikutnya. Selain itu telah disepakati agar semua persyaratan AFAS 8 dapat dipenuhi oleh seluruh negara anggota selambat-lambatnya pada bulan Agustus 2011, meskipun disadari bahwa akan banyak negara yang menemui kesulitan dalam memenuhinya. 2. ASEAN dan Mitra Dialog a. ASEAN Amerika Serikat Indonesia menyetujui usulan USABC kepada AEM Chair untuk menyelenggarakan AEM roadshow to the US pada tanggal Mei 2011 yang akan mendahului pertemuan APEC Ministers Responsible for Trade di Montana. b. ASEAN Australia New Zealand Dalam pertemuan ke-2 JC-AANZFTA dibahas masalah transposisi Indonesia yang belum selesai, diharapkan dapat diselesaikan sebelum pertemuan AEM bulan Agustus Untuk itu diharapkan dukungan Kemenperin dan Kementan sebagai instansi pembina sektor industri dan pertanian dapat melakukan langkah-langkah persiapan dalam menghadapi pertemuan selanjutnya dengan pihak AANZ. Hal ini untuk dapat menuntaskan sejumlah 185 pos tarif bermasalah terkait tranposisi HS. Terkait contact points untuk SC-ROO, SC-STRACAP, dan SC-SPS, dimohon kerja sama Ditjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag, BSN dan Barantan Kementan dapat menyampaikan informasi mengenai pejabatnya yang akan bertindak sebagai contact point untuk masing-masing sub-committee tersebut sebelum tanggal 11 Juni Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional

98 Indonesia dan negara anggota ASEAN lainnya diharapkan dapat menyampaikan informasi mengenai penerapan partial cumulation. Untuk itu dimohon agar seluruh instansi/pembina sektor terkait dapat melakukan pembahasan posisi Indonesia mengenai partial cumulation dalam kesempatan pertama. Negara anggota ASEAN, Australia dan Selandia Baru akan mempersiapkan data perdagangan masing-masing dengan ANZ dan dunia 3 (tiga) tahun terakhir untuk Chapter Diharapkan kerja sama Pusdata Kemendag dalam mempersiapkan data dimaksud. Terkait permintaan agar setiap negara dapat mengkonsultasikan dan menyediakan background information terkait dengan prosedur domestik untuk industri kimia dan plastik, maka instansi pembina sektor (IAK & Pusakin Kemenperin) dapat melakukan langkah-langkah lebih lanjut terkait hal tersebut. Sub-Komite ROO sepakat melaksanakan pertemuan berikutnya antara bulan April dan 1 Juli 2011, tempat akan dikonfirmasikan lebih lanjut oleh Australia dan Selandia Baru. c. ASEAN China Sebagai tindak lanjut hasil pertemuan ke-36 ACFTA, beberapa instansi/unit yang terkait dapat menyelesaikan kewajiban masing-masing sesuai tupoksi sebagai berikut : a. Ditjen Daglu menyampaikan jumlah, kategori produk (4 digit HS) beserta nilai SKA Form E yang diterbitkan per bulan dalam periode (Q1- Q4); b. BSN, Pusat Standarisasi-Kemendag dan Barantan-Kementan menyiapkan tanggapan atas draft teks proposal TBT/SPS sebelum pertemuan ACTNC mendatang. Agar dapat lebih memfasilitasi perdagangan ACFTA, diharapkan Indonesia dapat berpartisipasi aktif dalam setiap project proposal kerja sama ekonomi ACFTA. Selain itu, diharapkan tanggapan dari Kementerian Komunikasi dan Informatika terkait survey kesiapan e-commerce dalam rencana pengembangan ACFTA Business Portal. Indonesia juga diharapkan dapat menyiapkan internal prosedur persiapan penandatanganan Protokol ke-2 perubahan Persetujuan TIG ACFTA dan Protokol komitmen paket ke-2 Persetujuan Jasa yang direncanakan akan ditandatangani pada saat AEM- MOFCOM Consultation. Terkait Persetujuan Investasi ACFTA, diharapkan kerja sama dari Sekretariat Kabinet untuk dapat menyelesaikan proses ratifikasi pada kesempatan pertama sebelum pertemuan konsultasi AEM-MOFCOM bulan Agustus Pertemuan special ACTNC berikutnya akan dilaksanakan pada tanggal 12 Agustus 2010, setelah pelaksanaan peer review pada tanggal Agustus 2010 di Sekretariat ASEAN. 88 Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010

99 d. ASEAN India Pembahasan mengenai Product Specific Rules (PSR), India mengusulkan 17 PSR, ASEAN mengusulkan agar jumlahnya diperbanyak seperti ASEAN Korea, ASEAN China. Untuk memperoleh aturan khusus produk yang lebih memfasilitasi ekspor Indonesia dalam AIFTA, diharapkan kerja sama Kemenperin dapat memberikan masukan berkaitan dengan PSR disertai dengan data dan justifikasi pengusulan PSR tersebut sebelum tanggal 2 Juli Terkait perdagangan jasa, diharapkan TKBJ dapat segera mengkoordinasikan penyiapan posisi Indonesia atas: (i) pending issue draft text AI-TIS; (ii) draft text Annex on MNP dan Audio Visual yang disesuaikan dengan kepentingan Indonesia; (iii) melakukan analisis atas kemungkinan penggunaan Persetujuan Jasa AANZFTA Plus-Minus sebagai basis untuk Persetujuan Jasa AIFTA, dan modifikasinya bila diperlukan. Diharapkan seluruh instansi terkait seperti Kemennakertrans, Kemenkominfo, Kembudpar, Kemenkeu, BI, BNSP, dan instansi terkait lainnya dapat memberikan masukan yang komprehensif sebelum tanggal 30 Juni 2010 karena bila batas waktu ini terlewati tanpa modifikasi/penyesuaian maka akan dianggap Indonesia akan menggunakan platform AANZFTA seperti adanya. Terkait investasi, BKPM perlu melakukan koordinasi internal dan interkementerian dengan instansi teknis terkait guna membahas bahan posisi Indonesia dalam perundingan kerja sama investasi antara ASEAN dengan India. Sehubungan dengan belum dapat disepakatinya pendekatan yang akan digunakan dalam penyusunan schedule of commitment/reservation pada perundingan perjanjian kerja sama investasi antara ASEAN dengan India, dan guna mengantisipasi kemungkinan perundingan lainnya di kemudian hari di mana pihak counterpart memiliki preferensi untuk menggunakan pendekatan positive list dalam penyusunan schedule of commitment/reservation, Indonesia cq. BKPM perlu melakukan koordinasi secara inter-kementerian guna membahas kemungkinan untuk menggunakan pendekatan positive list dalam penyusunan schedule of commitment/reservation. e. ASEAN Jepang Terkait Kerja Sama Ekonomi AJCEP. Indonesia perlu segera menunjuk kontak poin untuk Sub-Committee on Economic Cooperation (SC-EC). Perkembangan perundingan jasa adalah Jepang ingin menggunakan pendekatan negative list dalam menggunakan pendekatan positive list. Dalam hal ini, apabila ASEAN tetap negosiasi bidang jasa dengan ASEAN, namun ASEAN menginginkan untuk menggunakan pendekatan positive list, maka Jepang meminta untuk memasukkan kewajiban transparency list. Sebagai informasi, transparency list perjanjian Jepang dengan Brunei dan Thailand bersifat non-legally binding. TKBJ melakukan studi tentang costs and benefits dalam bidang jasa yang akan dibahas pada pertemuan ASEAN Caucus yang akan datang di Thailand. Terkait investment, saat ini BKPM melakukan koordinasi dengan kementerian terkait untuk membahas dan menyiapkan masukan dan posisi Indonesia Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional

100 khususnya mengenai level of ambition dan level of expectation Indonesia, termasuk penyusunan work plan dan provisi-provisi yang akan dimasukkan dalam perjanjian ini. Sedangkan terkait ROO adalah Transposisi Product Specific Rules (PSR) HS ASEAN dan Jepang telah menyelesaikan pembahasan atas 27 pos tarif yang mengalami perubahan akibat transposisi HS Implementasi dari transposisi PSR tersebut akan dilakukan melalui nota diplomatik setelah penyelesaian pembahasan teknis verifikasi transposisi jadwal komitmen tarif ASEAN dan Jepang. Jepang mengusulkan untuk melakukan modifikasi General Rule (RVC 40% or CTH) atas PSR produk-produk kimia (RVC 40% or CTSH) dan semi-konduktor (Diffusion Process sebagai aturan tambahan), ASEAN masih memerlukan penjelasan lebih terperinci dari Jepang yang disertai dengan data nilai perdagangan atas produk-produk kimia dimaksud. f. ASEAN Korea Untuk menciptakan transparansi dan kepastian dari pelaksanaan Persetujuan Barang AKFTA, diharapkan Indonesia (Tim Tarif, Kemenkeu) dapat: (i) menyampaikan jadwal indikatif penurunan tarif dari masing-masing pos tarif dalam Sensitive Track (SL dan HSL) kepada Sekretariat ASEAN dan Korea; (ii) menyelesaikan verifikasi secara bilateral atas penerapan tarif reciprocity sebelum pertemuan AKSTROO mendatang; (iii) melakukan pengecekan transposisi sensitive track dan komitmen tarif reciprocity Korea; (iv) mengkaji usulan Korea atas liberalisasi 5 pos tarif produk Korea dalam Sensitive Track dan implikasinya bagi Indonesia berdasarkan azas resiprositas. Dalam rangka memonitor pemanfaatan fasilitas yang diberikan TIG-AKFTA, Indonesia (Ditjen Daglu, Kemendag) diharapkan dapat menyampaikan: (i) data utilisasi penerbitan SKA Form AK kepada Sekretariat ASEAN untuk periode 1 Juli Juni 2009 dan 1 Juli Juni 2010; (ii) posisi dan masukan terkait perubahan format SKA Form AK (simplifikasi CO, tambahan format lampiran multiple items, penghapusan nilai FOB, fleksibilitas kalkulasi RVC); dan (iii) mengimplementasikan dan menotifikasi LOU transposisi PSR. Mengingat pentingnya peranan receiving authority selaku institusi terdepan dari kesepakatan FTA (for border control), diharapkan Ditjen Bea dan Cukai, Kemenkeu dapat menyampaikan data penerimaan SKA Form AK kepada Sekretariat ASEAN untuk periode 1 Juli Juni Selain itu, diharapkan juga posisi dan masukan terkait permasalahan: (i) penghapusan nilai FOB pada Box No.9; (ii) tambahan halaman CO Multiple Items; (iii) pemahaman at the time of exportation pada Pasal 7.1 OCP yang mengakibatkan penolakan atas CO Korea; dan (iv) definisi kode HS pada Box No.7. Mengingat pentingnya Persetujuan Jasa AKFTA dimohon kerja sama Ditjen Hukum Perjanjian Internasional, Kemlu dan Deputi Bidang Hukum dan Perundang-undangan, Setkab agar dapat segera menindaklanjuti 90 Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010

101 penyelesaian proses ratifikasi Persetujuan Jasa tersebut dan menotifikasikannya pada kesempatan pertama. Terkait kerja sama ekonomi, sampai pada pertemuan WGEC ke 10 ini, belum terdapat kepastian persetujuan atas proposal baru ataupun perpanjangan proyek, karena tidak tersedianya data mendetail atas dana AK Economic Fund dan terdapat ketetapan baru WGEC atas proses prioritas proyek, pertemuan WGEC mendatang akan sangat menentukan untuk proses persetujuan proyek. Dengan banyaknya proyek yang akan berakhir pada tahun 2010, diindikasikan akan terdapat sejumlah dana dari AK Economic Fund yang tersedia untuk proyek baru ataupun perpanjangan proyek. Indonesia dapat memanfaatkan kesempatan ini untuk mengajukan proyek capacity building baik proyek baru ataupun perpanjangan dengan dana dari AK Economic Fund. Mengingat proses prioritas baru dari WGEC, proposal yang diajukan perlu menekankan secara eksplisit relevansinya dengan perdagangan/pembukaan akses pasar. Pertemuan Intersessional ASEAN-Korea untuk membahas interim report impact study of AKFTA akan dilaksanakan pada tanggal 9-10 Desember 2010 di Sekretariat ASEAN, Jakarta. 3. Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) Dalam menyambut tahun 2011 Indonesia telah menetapkan prioritas pada kerja sama APEC yakni Strengthening REI and Expanding Trade, Mempromosikan Green Growth, dan Expanding Regulatory Cooperation dan Advancing Regulatory Convergence. Fokus perdagangannya sendiri adalah: (i) memperkuat integrasi ekonomi regional dan ekspansi perdagangan melalui pelaksanaan tiga pilar utama APEC yaitu liberalisasi perdagangan dan investasi, fasilitasi bisnis, kerja sama ekonomi dan teknik; (ii) Mendorong penyelesaian DDA dan pemanfaatan window of opportunity tahun 2011 terkait keketuaan AS di APEC tahun 2012; (iii) Indonesia akan mempersiapkan diri untuk menjadi tuan rumah APEC ditahun 2013 yang akan mendukung pencapaian Bogor Goals tahun C. FORUM KERJA SAMA BILATERAL 1. Indonesia Amerika Serikat Indonesia dan Amerika Serikat sepakat untuk membina kemitraan komprehensif yang akan diwujudkan melalui kerja sama di bidang perdagangan, investasi, pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, kesehatan, perubahan iklim, keamanan serta people-to-people contacts. Kemitraan komprehensif tersebut diwujudkan dalam bentuk Joint Commission Meeting (JCM) yang dipimpin oleh Menteri Luar Negeri kedua negara dan terbagi dalam working groups sebagai berikut: (1) Working Group on Democracy and Civil Society; (2) Working Group on Education; (3) Working Group on Climate and Environment; (4) Working Group on Trade and Investment; (5) Working Group on Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional

102 Security; (6) Working Group on Energy. JCM pertama diselenggarakan pada tanggal September 2010 di Washington, DC. 2. Indonesia Argentina Untuk mengurangi hambatan perdagangan bilateral kedua negara, Indonesia mencoba mengadakan cara persuasi agar Argentina mempertimbangkan penggunaan bahasa Inggris dalam dokumen perdagangan, terutama dalam merespon tuduhan dumping dan under invoice dari yang selama ini menggunakan bahasa Spanyol. Terhadap hal ini Argentina menyatakan akan mempertimbangkannya dan berharap dapat memberikan solusi terbaik bagi meningkatnya hubungan perdagangan bilateral kedua negara di masa yang akan datang. Indonesia berhasil meyakinkan Argentina untuk membuka pasarnya lebih lebar terhadap jenis produk ekspor Indonesia yang siap masuk pasar Argentina seperti tekstil, elektronik, peralatan listrik, minyak kelapa sawit, produk hortikultura, kertas dan produk kertas, kayu olahan, karet, alas kaki, suku cadang sepeda motor, sepeda motor, coklat, udang, ikan beku, kopi, buah yang diawetkan, mesin pencetak, furnitur, kerajinan tangan, perhiasan, kimia, dan perlengkapan rumah tangga. 3. Indonesia Australia Peluncuran dimulainya negosiasi Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA) telah dilaksanakan oleh Perdana Menteri Australia dengan Presiden RI pada tanggal 2 November 2010 di Jakarta. Sehubungan dengan tingkat perekonomian kedua negara yang berbeda, Indonesia mengharapkan kerja sama ekonomi yang lebih luas melalui alih teknologi dan capacity building serta Mutual Recognition Agreement diberbagai bidang strategis dikemudian hari eksportir dan tenaga kerja professional Indonesia dapat akses pasar Internasional khususnya ke Australia. Australia menanggapi dengan menyediakan bantuan IA-CEPA Pre Agreement Facilities (IPAF). Salah satu tujuan IPAF adalah untuk memperlancar proses perundingan IA- CEPA. Sebelum dimulai perundingan Australia pada tanggal 13 Desember 2010, menawarkan kepada Indonesia suatu kerja sama ekonomi sebagai contoh pertama Beef Pilot Project. Nama resmi proyek tersebut adalah Strengthening village based Brahman cattle production systems in Indonesia: A pilot project undertaken under the IA-CEPA facility. Proyek tersebut akan didanai oleh pemerintah dan sektor swasta Australia dan secara resmi akan diluncurkan pada pertemuan Trade Ministers Meeting ke 9 pada tanggal 20 April 2011 di Jakarta. 4. Indonesia Bangladesh Kesepakatan pada tanggal 8-9 Agustus 2010 untuk meningkatkan perdagangan kedua negara antara lain: - Mendorong pelaku usaha untuk menindaklanjuti hasil Business Match-Making; - Mendorong pertukaran delegasi dagang kedua negara dengan mempertimbangkan pembentukan kebijakan visa on arrival bagi para pelaku usaha kedua negara; 92 Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010

103 - Mendorong promosi produk masing-masing melalui penyelenggaraan pameran dagang maupun pameran tunggal di kedua negara; - Mengintensifkan fungsi Indonesia-Bangladesh Joint Business Council. 5. Indonesia EFTA Menanggapi rencana launching kerja sama antara Indonesia-EFTA pada saat kedatangan Presiden Swiss ke Indonesia, wakil dari KADIN sepakat bahwa sebaiknya jangan ada komitmen untuk launching terlebih dahulu, agar Indonesia dapat mempersiapkan diri. Namun demikian, sebelum memulai proses negosiasi dimaksud dapat dilakukan kerja sama business to business terlebih dahulu sebelum dimulai government to government. Tujuan dari kerja sama business to business ialah sebagai salah satu bentuk kerja sama konkrit yang dilakukan di antara kedua negara yang kemudian dapat dikembangkan oleh pemerintah kedua belah pihak. Selain itu, pemerintah Indonesia perlu untuk menyusun secara konkrit request Indonesia dalam perundingan dimaksud dengan cara fokus sektor per sektor (melalui identifikasi sektor-sektor yang bermanfaat bagi Indonesia). Agar hasil perundingan dimaksud dapat menghasilkan keuntungan yang konkrit, Tim Perunding Indonesia harus tegas dalam meminta komitmen atas request Indonesia dari pihak EFTA, karena tanpa komitmen dari mereka, perundingan ini tidak akan bermanfaat bagi Indonesia. 6. Indonesia Iran Indonesia dan Iran sepakat untuk secara intersessionaly saling menukar draf dari Rules of Origin dari Preferential Trade Agreement. Hal tersebut akan dibahas lebih lanjut pada pertemuan selanjutnya yang direncanakan akan dilaksanakan pada 2 nd Trade Negotiating Committee (TNC) Indonesia-Iran, bulan Maret 2011 di Tehran, Iran. Setelah TNC ke-2 direncanakan juga akan diselenggarakan Joint Commission on Economic and Trade Cooperation. 7. Indonesia Iraq Untuk menghimpun dan membantu pelaku usaha Indonesia guna melakukan kegiatan perdagangan ke dan dari Irak, Kamar Dagang dan Industri Indonesia telah mendirikan Indonesian-Iraqi Business Council. Selanjutnya, untuk memperlancar transaksi dagang antar kedua negara, Indonesian Business Council bekerja sama dengan Trading House di Baghdad telah menandatangani Memorandum of Understanding tentang Pendirian Indonesia Trading House di Baghdad. Menindaklanjuti keinginan Irak, Indonesia menyampaikan minatnya untuk memasok obat-obatan dan peralatan medis ke Irak. Indonesia juga mengusulkan untuk membentuk kerja sama di bidang kesehatan dan mengirimkan draft Memorandum of Understanding (MoU) kepada Irak untuk ditanggapi. Menindaklanjuti keinginan Irak agar pelajar Irak dapat memperoleh kesempatan belajar di Indonesia, pihak Indonesia menyampaikan kesanggupannya untuk memberikan bea siswa bagi pelajar Irak. Indonesia meminta agar dapat Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional

104 mengindentifikasi bidang ilmu pengetahuan, training dan capacity building yang dibutuhkan Irak. Untuk itu, Indonesia telah mengundang dua peserta dari Irak untuk ikut ambil bagian dalam program pelatihan di bidang business incubator for SMEs Development yang difokuskan pada industri kreatif dan dua peserta lainnya untuk program International Workshop on Democratization yang dilaksanakan pada tahun Tim Joint Task Force yang telah dibentuk pada tahun 2010 sebagai tindak lanjut dari Sidang Komisi Bersama Indonesia-Irak ke-6, akan melakukan pertukaran informasi, memantau dan mengidentifikasi hambatan dan mencari solusi terhadap hambatan yang timbul akibat pelaksanaan kerja sama perdagangan dan investasi Indonesia-Irak. Menindaklanjuti article 12 point (b) mengenai pending debt issue pihak Indonesia dan Irak berupaya agar cepat diselesaikan. 8. Indonesia India Indonesia dan India telah melaksanakan sosialisasi Indonesia-India CECA. Hal yang dibahas dalam sosialisasi adalah untuk mengevaluasi kemungkinan bagi Indonesia dan India untuk meningkatkan hubungan perdagangan dan investasi dan menghasilkan kesimpulan bahwa antara Indonesia dan India layak untuk meningkatkan hubungan perdagangan dan investasi melalui kerangka II-CECA. Pada saat kunjungan kerja Menteri Perdagangan RI ke New Delhi pada tanggal Desember 2010 telah bertemu dengan Minister of Commerce and Industry guna membahas persiapan kunjungan kenegaraan Presiden RI yang direncanakan pada Januari Di samping itu diadakan diskusi dengan antara asosiasi pengusaha India dan Kadin Komite Kerja sama India-Indonesia, kemudian diskusi dengan Research Information System for Developing Countries mengenai manfaat Indonesia-India Comprehensive Economic Cooperation Agreement (II-CECA), yang diharapkan akan menjadi top up dari India-ASEAN FTA yang akan diluncurkan pada saat kunjungan Presiden RI ke India. 9. Indonesia Jepang Terkait dengan MIDEC, dengan mempertimbangkan suksesnya dua pelaksanaan seminar MIDEC, Kementerian Perindustrian RI dan Ministry of Economy, Trade and Industry of Japan telah sepakat untuk mengadakan seminar secara berkala, yaitu 2 (dua) kali setahun. Sedangkan terkait dengan Movement of Natural Persons (MNP), dalam hal ini nurses and caregivers, terdapat beberapa permasalahan antara lain adalah penguasaan bahasa Jepang yang kurang ditandai dengan rendahnya tingkat kelulusan (baru dua orang nurses yang lulus ujian kemampuan bahasa Jepang). Hal ini sudah disampaikan oleh Menteri Perdagangan kepada pihak Jepang sewaktu pertemuan IJ-JEF ke-2 yang berlangsung di Tokyo pada tanggal Oktober Sebagai tindak lanjut dari pertemuan Indonesia-Japan Joint Economic Forum (IJ- JEF) ke-2 pada tanggal 2 November 2010 di Kementerian Perdagangan telah diselenggarakan pertemuan dengan Director of 2nd South Asia Division, Ministry of Foreign Affairs of Japan untuk membahas detail usulan Jepang mengenai 94 Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010

105 pelatihan bahasa tambahan bagi calon nurses dan caregivers Indonesia. Pelatihan bahasa tambahan tersebut diluar pelatihan bahasa 6 (enam) bulan di Jepang. Diharapkan dengan adanya pelatihan bahasa tambahan Jepang tersebut akan membantu meningkatkan kemampuan nurses dan caregivers Indonesia dalam menghadapi ujian nasional nantinya. Berkenaan dengan market access, pemanfaatan fasilitas IJ-EPA dianggap masih belum maksimal. Hal ini terlihat dari rendahnya penggunaan fasilitas IJEPA yang hanya mencapai kurang lebih 20 persen. Jauh di bawah AKFTA dan ACFTA yang mencapai kurang lebih 40%. Indonesia juga memiliki concern mengenai akses pasar bagi produk perikanan unggulan dan buah-buahan Indonesia. 10. Indonesia Korea Kedua belah pihak sepakat untuk menyelesaikan MoU terkait dana untuk investasi di bidang infrastruktur dan juga meningkatkan proyek-proyek kerja sama dalam pembangunan fasilitas infrastruktur, termasuk perumahan, fasilitas water supply, transportasi, dan bandara. 11. Indonesia Mesir Kedua pihak sepakat untuk meningkatkan perdagangan dan investasi melalui penghapusan hambatan dan kerja sama infrastruktur perdagangan yaitu di bidang perbankan dan transportasi. Kedua pihak akan menjalin kerja sama dan investasi di sektor konstruksi (termasuk jada dan material konstruksi, furniture, tekstil, food processing & agricultural products, ban, dan otomotif. Kedua pihak sepakat untuk membentuk joint study yang terdiri dari praktisi bisnis pemerintah dan akademisi guna mengkaji kelayakan dalam kerangka perdagangan bebas antar kedua negara. Pelaksanaan Joint Study yang pertama direncanakan akan diselenggarakan pada tahun Sidang Komisi Bersama ke-6 rencananya akan dilaksanakan pada kuartal pertama tahun 2011 di Kairo Mesir untuk membahas bidang bidang kerja sama ekonomi dan perdagangan yang masih pending dan menginventarisir hambatan perdagangan kedua negara serta menggali potensi perdagangan kedua negara yang saling menguntungkan. 12. Indonesia Mozambique Kedua pihak sepakat untuk meningkatkan perdagangan melalui kerja sama pada bidang pengolahan kapas menjadi produk tekstil dengan bentuk kerja sama skema forward processing (tekstil dan produk tekstil) dan bidang perbankan. Kedua pihak akan membentuk tim teknis untuk mengimplementasikan kesepakatan dalam Joint Statement dan MoU on Trade Promotion Cooperation. 13. Indonesia RRT Pada pertemuan tersebut, kedua Menteri telah menandatangani Agreed Minutes of The Meeting for Further Strenghtening Economic and Trade Cooperation untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi oleh sektor-sektor tertentu di Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional

106 Indonesia yang terkena dampak oleh ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA). Kedua pihak akan menetapkan pertumbuhan perdagangan bilateral yang tinggi dan berkelanjutan, di mana jika terdapat ketidakseimbangan perdagangan, pihak yang mengalami surplus perdagangan berkewajiban untuk mengambil tindakantindakan termasuk mendorong impor lebih lanjut dan memberikan dukungan yang diperlukan. Sebagai tindak lanjut dari penandatanganan Agreed Minutes of the Meeting for Further Strengthening Economic and Trade Cooperation, maka pihak Indonesia telah membentuk Kelompok Kerja Ahli untuk Penguatan Kerja Sama Ekonomi dan Perdagangan (POKJA Ahli PKEP) antara RI dan RRT yang diketuai oleh Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dengan anggota instansi terkait yang mempunyai tugas antara lain: menghimpun dan melakukan analisa terhadap data dan informasi perdagangan antara RI dan RRT dalam rangka penciptaan hubungan perdagangan yang seimbang, tumbuh berkelanjutan dan saling menguntungkan. Pertemuan pertama POKJA Ahli PKEP telah dilaksanakan pada tanggal Juli 2010 di Beijing dan pertemuan antara Biro Pusat Statistik dengan China Custom pada tanggal 11 Agustus 2010 di Jakarta. Sedangkan pertemuan kedua diselenggarakan di Bali pada tanggal Desember Indonesia Rusia Setelah disepakati untuk membentuk Joint Dialogue dalam Komisi Bersama RI- Rusia pada pertemuan antara Menteri Perdagangan dan Menteri Pengembangan Ekonomi Rusia di Yokohama. Kementerian Perdagangan akan mengundang wakilwakil yang akan duduk dalam Joint Dialogue dimaksud. Hal utama yang akan dibahas antara lain adalah: i) Eksplorasi dan studi peluang untuk meningkatkan perdagangan investasi dan kerja sama ekonomi Indonesia Rusia; ii) Memberikan bantuan kepada badan usaha dari kedua negara dalam membangun kerja sama di bidang perdagangan, investasi, dan ekonomi, serta mengidentifikasi dan mengharmoniskan perspektif wilayah kerja sama; iii) Menyusun proposal yang bertujuan untuk penghapusan hambatan yang menghambat perkembangan perdagangan, investasi, dan kerja sama ekonomi. 15. Indonesia Selandia Baru Kedua negara telah menyepakati substansi MoU on Environmental Cooperation dan melakukan pemarafan (initialing) teks MoU. MoU tersebut diharapkan dapat ditandatangani oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang lingkungan hidup kedua negara dalam waktu dekat. Kedua negara menyepakati pembentukan Working Group on Agriculture yang akan mengoperasionalisasikan paket kerja sama bilateral dalam kerangka AANZFTA dan menjadi forum untuk mengidentifikasi kerja sama lebih lanjut di masa datang. Kedua belah pihak akan menindaklanjuti inisiatif ini dalam waktu dekat. Pada kesempatan ini Indonesia menegaskan pentingnya penguatan kerja 96 Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010

107 sama yang lebih erat dengan Selandia Baru khususnya di bidang teknologi pertanian, capacity building, dan pengembangan daerah pedesaan. Pembicaraan mengenai sektor tenaga kerja dilaksanakan secara terpisah. Indonesia mengharapkan kerja sama dapat dilakukan dalam lingkup yang lebih luas termasuk kerja sama di bidang penempatan tenaga kerja. Selandia Baru menegaskan bahwa komitmen implementasi penempatan tenaga kerja yang disepakati pada tahun 2008 akan dilaksanakan setelah penyelesaian paket kerja sama bilateral dalam kerangka AANZFTA. Komitmen temporary entry tersebut merupakan kebijakan pemerintah Selandia Baru untuk tenaga kerja Indonesia yang bekerja di Selandia Baru secara temporer selama tiga tahun yang meliputi non-labor market access quota untuk 100 (seratus) juru masak, non-labor market tested quota untuk tenaga pemotong hewan, dan 20 (duapuluh) guru bahasa Indonesia dan reciprocal Working Holiday Scheme untuk 100 (seratus) orang. Menjalin kembali kerja sama sektor swasta di bidang geothermal dan pendidikan antara beberapa perguruan tinggi negeri Indonesia dengan mitranya di Selandia Baru. 16. Indonesia Slovakia Kedua delegasi sepakat bahwa pada SKB mendatang di Indonesia, akan disertakan juga delegasi pelaku usaha dari kedua negara. 17. Indonesia Somalia Kunjungan kerja Menteri Perdagangan Somalia, dan para pengusaha Somalia ke Indonesia dilaksanakan pada tanggal Januari 2010, dengan tujuan untuk meningkatkan hubungan perdagangan bilateral antara Indonesia dan Somalia serta untuk menindaklanjuti hasil pertemuan antara Menteri Perdagangan Indonesia dan Somalia pada tanggal 6 April 2009 di Dubai, Uni Emirat Arab. Kunjungan tersebut diawali dengan pertemuan bilateral dan dilanjutkan dengan pertemuan bisnis untuk membahas prospek bisnis kedua negara. Dalam mengimplementasikan kesepakatan dalam Joint Statement yang ditandatangani pada tanggal 18 Januari 2010 di Jakarta maka dibentuk tim teknis. Tim teknis akan melakukan upaya untuk meningkatkan perdagangan melalui kerja sama bahan baku (tekstil dan produk tekstil dan kulit) serta kerja sama lainnya. 18. Indonesia - Turki Dalam pertemuan ke-2 Joint Study Group bidang Ekonomi dan Perdagangan pada tanggal Juni 2010 di Bali. Indonesia-Tunisia telah menyepakati untuk melakukan perbaikan-perbaikan sebagai berikut: a) Menggunakan data statistik nasional sejauh mungkin; b) Memperbarui dan rekonsiliasi seluruh angka statistik yang terdapat di dalam joint report; c) Mengklarifikasi istilah-istilah apabila diperlukan; d) Menggunakan tariff rates dari database WTO; e) Penambahan informasi mengenai pemanfaatan skema GSP Turki oleh Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional

108 Indonesia; f) Kedua pihak sepakat untuk mengelaborasi rezim perdagangan dan hambatan non tarif yang terjadi antara kedua negara; g) Mengidentifikasi dasar-dasar aturan FTA di mana Indonesia atau Turki merupakan salah satu pihak yang menandatangani perjanjian tersebut; dan h) Menambahkan dasar-dasar aturan rezim investasi asing di kedua negara. Pertemuan JSG Indonesia - Turki Kedua kemudian ditutup dengan penandatanganan minutes of meeting yang dilakukan oleh Ketua Delegasi masing-masing negara dan saling menyatakan apresiasi dan harapan bahwa JSG akan dapat berjalan dengan lancar dan menghasilkan rekomendasi yang dapat berguna bagi peningkatan hubungan perdagangan kedua negara secara positif. 19. Indonesia - Tunisia Beberapa kesepakatan yang dihasilkan dan penting bagi Indonesia dari pertemuan diharapkan dapat membangun kerja sama bilateral yang lebih baik dengan Tunisia antara lain adalah komitmen untuk menghapus hambatan perdagangan dan investasi, penurunan tarif bea masuk di Tunisia dan Preferential Trade Agreement (PTA). Disepakati untuk mendiskusikan lebih lanjut hasil studi PTA yang dilakukan oleh pihak Indonesia. Kedua pihak akan melakukan perbaikan di dalam negeri terutama pada sektorsektor strategis untuk meningkatkan perdagangan dan investasi kedua negara, serta meningkatkan kerja sama bilateral yang dapat mendukung perdagangan dan investasi. Pembentukan Joint Study Group for Trade and Economic Cooperation (JSG-TEC) didasarkan pada keputusan Joint Commission Indonesia-Tunisia ke-8 yang dilaksanakan di Bali pada tanggal November Tugas dari JSG adalah untuk menggali upaya peningkatan kerjasama di bidang perdagangan dan investasi serta mengkaji peluang dan hambatan dalam rangka meningkatkan perdagangan dan investasi di kedua negara. Pertemuan pertama JSG telah dilaksanakan pada tanggal Juni 2009 di Tunis, Tunisia. 20. Indonesia - Timor Leste Dengan telah diresmikannya PLB maka pemerintah kedua negara sepakat untuk menggunakan PLB tersebut pada perbatasan Rl dan RDTL di Mota'ain terlebih dulu. Terkait belum adanya perjanjian terkait investasi, Indonesia telah memberikan draf perjanjian dimaksud untuk dapat dipertimbangkan oleh RDTL. Terkait batas maksimal transaksi di perbatasan telah disepakati sebesar US$50/orang/hari. 21. Indonesia Uni Eropa Sebagai upaya untuk mengefektifkan diskusi-diskusi sektoral, maka sesuai dengan hasil pertemuan ke-3 Working Group on Trade and Investment (WGTI) Indonesia- Uni Eropa dibentuklah beberapa Sectoral Working Group (SWG) seperti SWG on Investment, SWG on SPS, SWG on Industry and Environment termasuk didalamnya membicarakan isu standar, SWG on Pharmaceutical, serta SWG on Food & 98 Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010

109 Beverage. Masing-masing Sectoral Working Group ini akan membahas secara spesifik isu-isu terkait yang hasilnya akan disampaikan dalam WGTI. Sementara itu, Indonesia dan Uni Eropa juga secara aktif menindaklanjuti setiap permasalahan yang teridentifikasi dalam forum-forum dimaksud seperti misalnya mengadakan seminar mengenai postel untuk saling berbagi pengalaman mengenai jasa postel dan regulasi yang terkait di negara-negara anggota UE, dan mempertemukan kalangan industri coklat Indonesia dengan asosiasi coklat Eropa sehingga isu mengenai SNI cocoa teratasi. Vision Group sepakat agar rekomendasi yang rencananya akan diserahkan pada tanggal 4 Mei 2011 bersifat konstruktif dan meningkatkan kerja sama bilateral secara inovatif secara berimbang. Selain itu implementasi yang efektif dan komitmen politis merupakan sebagai faktor penting dalam menjalankan reformasi kebijakan/aturan. Tindak lanjut dari hasil yang dicapai oleh para tim pakar akan disosialisasikan kepada para stakeholder agar manfaat dari kemitraan antara Indonesia dan Uni Eropa yang nantinya dibentuk dapat dipahami dengan baik. Sementara itu, policy recommendation yang dihasilkan dari pertemuan ke-2 EIBD di Jakarta diharapkan dapat membuka jalan menuju perjanjian kemitraan yang komprehensif dan untuk meningkatkan kerja sama regulasi dan dialog teknis. Pertemuan EIBD ke-3 yang rencananya dilaksanakan pada bulan September 2011 di Paris. 22. Indonesia Uzbekistan Indonesia masih menunggu pembaruan MoU perbankan yang telah ditandatangani beberapa tahun yang lalu antara bank sentral kedua negara karena tidak implementatif. Sedangkan terkait sektor swasta, Indonesia menyampaikan perlunya dibangun Joint Business Council Uzbekistan-Indonesia karena di Indonesia telah dibentuk KADIN Komite Rusia dan negara-negara CIS. Hal ini dapat membantu menyebarkan informasi potensi, peluang dan hambatan yang dihadapi oleh sektor swasta kedua negara secara lebih cepat dan tepat untuk kemudian dikoordinasikan dengan forum G to G. D. PENGAMANAN PERDAGANGAN Dengan terselesaikannya beberapa kasus produk ekspor Indonesia terhadap tuduhan dumping, dan safeguard akan berdampak semakin menguatnya pangsa pasar ekspor Indonesia baik di pasar domestik maupun di pasar internasional. Pembelaan tuduhan dumping, subsidi, dan safeguard sangat penting seiring dengan meningkatnya ekspor Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini. Peningkatan terasa dalam satu tahun terakhir karena krisis global dunia yang membuat negaranegara cenderung menjaga pasar dalam negerinya dengan lebih ketat. Indonesia telah menjadi target pengenaan anti dumping, subsidi dan safeguard di pasar negara tujuan ekspor. Dalam rangka melakukan pengamanan pasar di dalam negeri, telah dilakukan beberapa langkah pengamanan, yaitu: Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional

110 1. Sistem peringatan dini dengan melakukan pengawasan dan identifikasi terhadap barang impor; dan 2. Melakukan penyelidikan anti dumping dan subsidi terhadap produk impor yang merugikan industri sejenis di dalam negeri. Hasil penyelidikan anti dumping dan subsidi pada tahun 2010, adalah: 1 (satu) produk aluminium dari Malaysia dinyatakan terbukti dumping dan dikenakan BMAD, 3 (tiga) produk (polyester staple fiber dari India dan H section dari RRT; Hot Rolled Coil dari Malaysia dan Korea) sudah selesai diproses dan 2 (dua) produk (uncoted writing paper dari Finlandia dan hot rolled plate dari RRT) dalam proses penyelidikan. 100 Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010

111 BAB V PENUTUP Waktu satu tahun terkadang tidak cukup untuk menyelesaikan satu isu perdagangan internasional. Hal itu dikarenakan struktur perundingan multilateral, regional, dan bilateral semakin kompleks dan saling terkait satu sama lain. Namun demikian Ditjen KPI selalu berusaha menyelesaikan isu suatu perundingan sesegera mungkin tetapi dengan tidak mengorbankan kepentingan Indonesia. Di forum Multilateral, pencapaian penting selama tahun 2010 adalah telah diratifikasinya Framework Agreement on Trade Preferential System - Organisation Of Islamic Conference (TPS-OIC) sebagai kerangka persetujuan pertukaran penurunan konsesi tarif yang menetapkan prinsip-prinsip umum menuju pembentukan sistem preferensial perdagangan di antara negara-negara anggota OKI. Tujuan perjanjian ini untuk meningkatkan perdagangan di antara mereka melalui pertukaran preferensi perdagangan yang meliputi para-tarif dan non-tarif konsesi, dan perlakuan perdagangan lain untuk semua komoditas, termasuk pertanian dan preferensial produk-produk hewani, dan produksi dan semi-produk manufaktur. Perundingan Doha akan memasuki tahap kritis dengan disepakatinya window opportunity penyelesaian Putaran Doha pada tahun 2011 dalam pertemuan G-20 dan APEC pada akhir tahun 2010 Indonesia selaku koordinator kelompok G-33 akan tetap mempertahankan isu SP dan SSM kedua isu tersebut untuk kepentingan pembangunan ekonomi dan pengentasan kemiskinan. Di forum Regional, pencapaian penting selama tahun 2010 adalah telah dirafitikasinya beberapa dokumen perjanjian antara lain: (i) ASEAN-India Free Trade Agreement; (ii) The Second Protocol to Amend Agreement on Trade in Goods ASEAN-China FTA; (iii) ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA). Selain ratifikasi, kemajuan perundingan dalam pencapaian ASEAN Community sangat signifikan setelah pada tahun 2010 tingkat pencapaian komitmen telah mencapai 83, 8%. Terkait perundingan AFAS, saat ini sudah mulai dilangsungkan perundingan AFAS 8. Untuk tahun 2011, Indonesia telah mengajukan diri untuk menjadi Ketua sidang-sidang penting ASEAN yang dikenal dengan semboyan ASEAN Community in a Global Community of Nations. Hal ini mengingat target pembentukan Masyarakat ASEAN pada tahun Untuk itu banyak pihak sangat mengganggap bahwa Keketuan Indonesia di ASEAN pada tahun 2011 sangat penting untuk mempercepat berbagai komitmen ASEAN seperti di perdagangan barang, jasa, dan termasuk juga investasi. Pada tahun 2011 nanti akan terdapat 2 (dua) kali pertemuan ASEAN Summit, 1 (satu) kali Pertemuan tingkat menteri ASEAN, dan beberapa sidang-sidang Working Group. Yang penyelenggaraannya disebar diberbagai daerah di Indonesia. Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional

112 Ditjen KPI telah menyiapkan rangkaian kegiatan sosialisasi di daerah, yang intinya adalah untuk membuat masyarakat Indonesia mengenal dan memahami visi dari terbentuknya Masyarakat ASEAN. Terkait perdagangan bebas ASEAN dengan mitra dialog yang baru. ASEAN sudah mulai menjajaki pasar Amerika Serikat, Kanada, dan Rusia. Sementara penjajakan kerja sama ASEAN dengan Pakistan ditunda dahulu setelah diselesaikannya penjajakan dengan Gulf Cooperation Council. Di forum Bilateral, pencapaian penting selama tahun 2010 Ditjen KPI telah membantu proses penandatanganan 2 (dua) Memorandum of Understanding (MoU) dengan negara Rusia dan Mozambik. Kedua MoU tersebut ialah: (i) Memorandum of Understanding between the Ministry of Trade the Republic of Indonesia and the Ministry of Industry and Trade of the Republic of Mozambique on Trade Promotion Cooperation; (ii) The Memorandum of Understanding between the Ministry of Economic Development of the Russian Federation and the Ministry of Trade of Republic of Indonesia on Mutual Cooperation in the Field of Trade, Investment, and Economy. MoU dimaksud sangat terkait dengan peningkatan kerja sama perdagangan, investasi, dan pariwisata. Selain melakukan perundingan perdagangan internasional Kementerian Perdagangan juga melakukan pembelaan atas tuduhan dumping, subsidi, dan safeguard. Tindakan pembelaan tersebut sangat penting seiring dengan meningkatnya ekspor Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini. Peningkatan terasa dalam satu tahun terakhir karena krisis global dunia yang membuat negara-negara cenderung menjaga pasar dalam negerinya dengan lebih ketat. Indonesia telah menjadi target pengenaan anti dumping, subsidi, dan safeguard di pasar negara tujuan ekspor. Jumlah kasus tuduhan terhadap Indonesia yang ditangani sampai dengan bulan Desember 2010 sebanyak 204 kasus, yang terdiri dari 166 kasus tuduhan dumping, 13 kasus tuduhan subsidi dan 25 kasus tindakan safeguards. Dari berbagai tuduhan tersebut, sekitar 49,51% telah dihentikan karena tidak terbukti melakukan dumping, subsidi dan tindakan safeguard. Namun masih terdapat 94 kasus (46,08%) yang dikenakan, dan sekitar 4,41% masih dalam proses penanganan kasus. Pemerintah memfasilitasi para eksportir yang menghadapi kasus dumping atau pengenaan safeguard serta melakukan diplomasi perdagangan internasional bila diperlukan. 102 Laporan Tahunan Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010

113 LAMPIRAN

114 IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI PERMASALAHAN AKSES PASAR YANG DIHADAPI INDONESIA KE PASAR UTAMA NO. NEGARA PERMASALAHAN/HAMBATAN PENANGANAN 1 Saudi Arabia Tarif: Untuk mengatasi hambatan tarif dan non tarif, maka: Tarif bea masuk yang tinggi di sektor pertanian sebesar 21,4%. Non Tarif: 1) Adanya ketentuan International Conformity Certification Program (ICCP) untuk 66 jenis barang yang akan di impor Arab Saudi, dimana barang-barang tersebut dikenakan kewajiban pre-shipment testing atau pre-shipment inspection dan untuk sertifikasinya dikeluarkan oleh Saudi Arabian Standard Organization (SASO); 2) Masih diterapkannya legalisasi dokumen ekspor; Telah dilakukan Sidang Komisi Bersama ke-8 Indonesia - Arab Saudi di Riyadh. Indonesia dan Arab Saudi telah melakukan pembahasan bilateral masuknya Arab Saudi menjadi anggota WTO, sesuai dengan protokol bilateral RI - Arab Saudi bahwa semua permintaan Indonesia yang berkaitan dengan hambatan ekspor baik tarif maupun non tarif yang menjadi kepentingan Indonesia akan dihapus apabila sudah resmi menjadi anggota WTO. 3) Keharusan calling visa bagi pengusaha RI yang akan ke Arab Saudi, dan mengharuskan adanya sponsor pengusaha Saudi, dimana surat undangannya harus dilegalisir Kadin Saudi. Telah dilakukan komunikasi dengan KBRI di Riyadh untuk klarifikasi permasalahan tersebut. 2 UAE Non Tarif: 1) Biaya transportasi pengiriman produk Indonesia relatif tinggi sehingga kurang bersaing dibandingkan negara sekitar yang lebih dekat seperti Iran, India, Sri Lanka, Bangladesh, dan Pakistan; 2) Penerapan legalitas dokumen ekspor di kedutaan dan Kadin Timur tengah yang bervariasi antar negara-negara timur tengah; Guna mengatasi permasalahan tersebut, telah dibentuk Joint Study Group Indonesia - United Arab Emirates (UAE) untuk mengkaji hambatan yang terjadi di kedua negara. Hal ini bertujuan untuk lebih meningkatkan akses pasar kedua negara. Menyampaikan isu tersebut ke negara yang bersangkutan. 3) Trade financing. Perlu kerja sama antar bank di Indonesia dan di Timur Tengah.

115 NO. NEGARA PERMASALAHAN/HAMBATAN PENANGANAN 3 Mesir Tarif: Tarif impor maksimum yang berlaku di Mesir sebesar 40%. Di samping tarif impor yang tinggi, pihak pabean Mesir melakukan pungutan sebagai imbalan pelayanan sebesar 3%-6% dari nilai impor dan tergantung kepada tarif impor yang ditetapkan. Artinya 3% dikenakan terhadap komoditas impor yang tarif bea masuknya antara 5%-30% dan 6% dikenakan untuk komoditas impor yang tarif bea masuknya di atas 30%. Applied Tariff Mesir rata-rata untuk produk pertanian 3,41%; non pertanian 4,04%, dan seluruh produk 4,04%; Mesir telah mengeluarkan Kepres No. 39/2007 tentang Kebijaksanan penurunan tarif bea masuk jenis barang impor, sekaligus menghapus Kepres No. 300/2004 tentang penetapan Tarif Bea Masuk yang ditetapkan tanggal 9 September Barang impor yang kena penurunan tarif bea masuk berdasarkan Kepres No. 39/2007 sebagai berikut: 176 jenis diturunkan menjadi 0%, 140 jenis diturunkan menjadi 2%, 290 jenis menjadi 5%, 369 jenis menjadi 10% dan 139 jenis menjadi 20%. Non Tarif: 1) Prosedur Kepabeanan berbelit - belit dan kurang transparan, serta mengenakan tarif bea masuk yang relatif tinggi.; 2) Ketentuan Pemerintah Mesir No. 619/1998 tertanggal 21 November 1998, barang yang akan diekspor ke Mesir, dokumen pengapalannya harus dilegalisir oleh Kedutaan Besar Mesir yang ada di negara asal barang; 3) Legalisasi dokumen ekspor pada Kedubes Mesir di Jakarta, dikenakan biaya sebesar Rp /lembar (2% - 3% dari nilai barang yang diekspor) juga harus dilegalisir terlebih dahulu di KADIN Timur Tengah; 4) Ketentuan produk impor dan produk dalam negeri yang diperdagangkan di Mesir harus dilengkapi dengan sertifikat pengawasan mutu yang dikeluarkan oleh Egyptian Organization for Standardization and Quality Control (EOS); Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan cara melaksanakan pertemuan bilateral. Hasil pertemuan bilateral tersebut adalah: Untuk meningkatkan perdagangan dan investasi melalui penghapusan hambatan dan kerja sama insfrastruktur perdagangan yaitu di bidang perbankan dan transportasi langsung; Akan menjalin kerja sama dan investasi di sektor konstruksi (termasuk jasa dan material konstruksi, furniture), tekstil, food processing dan agricultural products, ban, dan otomotif; Membentuk joint study yang terdiri dari praktisi bisnis, pemerintah dan akademisi, guna mengkaji kelayakan dalam kerangka perdagangan bebas kedua negara. Kemudian kedua negara telah melakukan Sidang Komisi Bersama ke-5 dan rencananya akan melaksanakan Sidang Komisi Bersama ke-6 pada tahun 2010 di Cairo, Mesir untuk membahas bidang bidang kerja sama ekonomi dan perdagangan yang masih pending dan menginventarisir hambatan perdagangan kedua negara serta menggali potensi perdagangan kedua negara yang saling menguntungkan;

116 NO. NEGARA PERMASALAHAN/HAMBATAN PENANGANAN 5) Pengenaan tuduhan dumping dan bea masuk anti dumping terhadap produk: Common Fluorescent Lamps, Common Fluorescent Lamps watt, dan Pencils; Bersama para pengusaha yang terkena tuduhan melakukan pembelaan terhadap kasus-kasus tuduhan dumping. 6) Trade Financing. Perlu adanya kesepakatan bersama antara LPEI dengan Bank Komersial Mesir atau penggunaan bank swasta asing yang sudah diakui secara internasional yang beroperasi di Mesir. Memanfaatkan Islamic Development Bank (IDB) sebagai salah satu sumber Trade Financing maupun sumber pembiayaan investasi oleh pelaku usaha Indonesia. 4 Iran Tarif: Untuk mengatasi hambatan tarif dan non tarif tersebut, maka: 1) Tarif bea masuk masih relatif tinggi antara %; 2) Tarif bea masuk produk olahan perikanan masih tinggi sekitar 40%. Non Tarif: 1) Sulit melakukan transasksi pembayaran langsung melalui L&C karena dilakukan melalui pihak ke-3 (Singapura, Dubai, UK, dan lain-lain); 2) Adanya larangan dari Amerika Serikat dan sekutunya dan akan memberikan sanksi kepada negara yang tetap melakukan hubungan dagang secara langsung. Hal ini merupakan kebijakan AS melalui program Office of Foreign Assets Control (OFAC) untuk melarang dan memberikan sanksi dagang kepada Iran; 3) Minimnya partisipasi pengusaha Indonesia dalam pameran di Iran hal ini dikarenakan Iran belum memberikan fasilitas yang menarik pengusaha Indonesia; 4) Belum adanya pelayaran langsung Jakarta - Iran. 1) Membentuk Trade Negotiating Committee Iran Indonesia untuk menindaklanjuti rencana pembentukan Preferential Trade Agreement antara Indonesia Iran. Rencananya kedua negara akan menyelenggarakan TNC ke-1 Indonesia-Iran pada tanggal November 2010 di Medan. Kesepakatan tersebut merupakan tindak lanjut dari penandatanganan Comprehensive Trade and Economic Partnertship (CTEP); 2) Melakukan Sidang Komisi Bersama Indonesia - Iran sebanyak 10 (sepuluh) kali dan pertemuan terakhir dilaksanakan pada tanggal 9 11 Juni 2008 di Jakarta disepakati kedua negara akan menyelenggarakan TNC ke-1 terlebih dahulu untuk kemudian melaksanakan pertemuan SKB ke-11 di Teheran.

117 NO. NEGARA PERMASALAHAN/HAMBATAN PENANGANAN 5 Irak Tarif: Dalam menghadapi hambatan tarif dan non tarif, maka: Tarif bea masuk yang masih relatif tinggi sebesar 30 % dan beberapa produk pajak tergantung dari kebijakan pemerintah. Non Tarif: 1) Lambatnya penyelesaian hutang Irak terhadap Indonesia yang memakan waktu 14 tahun lamanya; 2) Ketakutan eksportir untuk bertransaksi akibat dampak dari kasus hutang Irak terhadap Bank Mandiri; 3) Restrukturisasi mengakibatkan kebijakan dan prosedur di dalam pemerintahan berubah; 4) Persaingan yang ketat untuk bersaing dengan produk-produk bertaraf internasional di Irak; 5) Pada tataran G to G kiranya mekanisme Joint Commission Indonesia - Irak mengalami perubahan setelah adanya pergantian rejim di Irak dengan format yang berbeda; 6) Prasarana seperti jalur transportasi dan wadah organisasi belum memadai akibat pengaruh perang Irak. Kedua negara telah mengadakan pertemuan Sidang Komisi Bersama (SKB) ke-6 Indonesia - Irak di Jakarta. Hasil SKB, yaitu: 1. Menetapkan target perdagangan menjadi dua kali lipat atau melipatgandakan nilai perdagangan tertinggi pada lima tahun terakhir, yaitu tahun 2008 sebesar US$ 265,6 juta; 2. Untuk mencapai target tersebut, Indonesia mengusulkan pembentukan Joint Task Force dalam jangka waktu tiga bulan setelah penyelenggaraan Sidang Komisi Bersama ini. Joint task force memiliki fungsi untuk melakukan pertukaran informasi, memonitor, mengidentifikasi, dan mencarikan solusi bagi hambatan dan permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan hasil kesepakatan pada Sidang Komisi Bersama; 3. Mendirikan Indonesian-Irak Business Council untuk memperlancar transaksi dagang antar kedua negara, dan membentuk pendirian Indonesia Trading House di Baghdad; 4. Berpartisipasi dalam pameran International Baghdad Fair pada bulan November 2010, dan Irak menyampaikan kesanggupannya untuk mengirimkan pelaku usahanya pada Indonesian Trade Expo di Jakarta bulan Oktober 2010; 5. Dalam rangka meningkatkan kerja sama investasi, Indonesia dan Irak sepakat melalui jalur diplomatik, akan mempertukarkan draft Agreement of Promotion and Protection of Investment untuk dipelajari dan ditanggapi. 6. Untuk itu 2 perusahaan Indonesia telah menyampaikan minatnya untuk berinvestasi di Irak dengan mendirikan pabrik pengemasan teh dan pabrik ban. Untuk menindaklanjuti rencana investasi dan pemberian technical assistance, kedua perusahaan tersebut telah menyampaikan kesiapannya untuk mengirimkan draft Memorandum of Understanding kepada pihak Irak 7. Bank Indonesia menawarkan kepada pihak Irak untuk meningkatkan kerja sama dan bertukar pengalaman mengenai moneter, sistem pembayaran dan perbankan, termasuk pengetahuan tentang kredit Usaha Kecil dan Menengah.

118 NO. NEGARA PERMASALAHAN/HAMBATAN PENANGANAN 6 Bangladesh Non Tarif: 1) Perdagangan Indonesia dengan Bangladesh sebagian besar masih melalui negara ketiga, khususnya Singapura disebabkan antara lain sangat kurangnya jalur angkutan laut dari dan ke kedua negara; 2) Kurang dikenalnya mata dagangan Bangladesh di Indonesia, begitu pula sebaliknya, kecuali untuk beberapa komoditi tradisional (antara lain semen, batubara, minyak kelapa sawit, dan rempah-rempah); 3) Masih lemahnya sistem perbankan Bangladesh untuk dapat mendukung dan memfasilitasi pembiayaan perdagangan. Guna mengatasi permasalahan tersebut kedua negara telah mengadakan pertemuan Sidang Komisi Bersama (SKB) Indonesia - Bangladesh ke-1 di Dhaka pada tanggal Juli 2007 dan ke-2 di Bukit Tinggi pada tanggal 8-9 Agustus Sesuai dengan poin 7.6 Agreed Minutes SKB-2 Indonesia- Bangladesh, kedua pihak menyepakati pembentukan Joint Study Group sebagai implementasi artikel 2 MoU on the Establishment of Comprehensive Trade and Economic Partnership (CTEP). 7 India Tarif: Guna mengatasi hambatan tarif dan non tarif tersebut maka: 1) Adanya perbedaan yang cukup tinggi antara Bound tariff dengan applied tariff di India sehingga struktur tarifnya cukup rumit dan tidak jelas; 2) Tarif yang diterapkan India bervariasi pada setiap negara, di samping itu masih ada pembebanan tambahan bea dan bea khusus, Untuk Indonesia sektor tekstil dan otomotif dikenakan tarif yang cukup tinggi; 3) Dasar perhitungan bea tambahan komoditi impor cenderung lebih besar daripada yang dikenakan pada produk domestik; 4) Bea masuk pinang dan gambir 110% sementara untuk anggota SAARCH sebesar 40%; 5) Bea masuk untuk kakao sebesar 30% dinilai terlalu tinggi oleh eksportir Indonesia maupun importir India, ditambah duty lainnya, maka kakao yang masuk di pasar India akan terkena biaya tambahan sebesar 50%; 6) Gap Bound tarif dan Applied tarif sangat tinggi; 7) Penerapan tight tarif tidak transparan, kompleks, berbeda antar negara bagian. Non Tarif: Telah ditandatanganinya Joint Declaration untuk membentuk kerja sama ekonomi yang komprehensive dan komplementer yang mencakup semua bidang; Sebagai tindak lanjut dari Joint Declaration tersebut, kedua negara juga telah menandatangani MOU on the Establishment of Joint Study Group to Examine the Feasibility of Comprehensive Economic Cooperation Agreement (CECA) untuk membentuk Joint Study Group yang bertugas untuk melakukan analisis bidang-bidang kerja sama yang lebih luas di bidang ekonomi dan perdagangan yang menguntungkan kedua negara. Untuk merealisasi MoU tersebut, kedua pihak masingmasing telah membentuk Tim JSG; Kemudian dilakukan pertemuan pertama di Jakarta dan menghasilkan Term of Reference (TOR) for the Joint Indonesia- India Feasibility Study on a Possible Comprehensive Economic Cooperation Agreement (CECA) sebagai modalitas untuk JSG termasuk JSG Report yang mencakup: Trade in Goods, Services, Investment dan Other Areas of Cooperation, dan telah memutuskan untuk membentuk 4 (empat) Working Group untuk setiap area; Pertemuan JSG kedua dilaksanakan di New Delhi. Adapun

119 NO. NEGARA PERMASALAHAN/HAMBATAN PENANGANAN 1) Masalah customs clearance yang hampir 8 (delapan) hari dan adanya kewajiban menggunakan kapal yang berumur kurang dari 20 (duapuluh) tahun untuk memasuki perairan India; 2) India sejak tahun 2007 telah menerapkan ketentuan/kebijakan impor terhadap Betel Nuts (Pinang) India hanya melalui satu pelabuhan masuk yaitu Mangalore (Notifikasi No. 49 (Re-2006)/ ) tertanggal 20 Februari 2007; 3) Adanya pelarangan impor CPO melalui pelabuhan Kerala yang masih diberlakukan. agenda yang dibahas adalah: 1) Draft Trade In Goods; 2) Draft Trade in Services; 3) Investment; 4) Other Area Cooperation; dan 4) isu-isu lainnya. Kemudian pertemuan ke-3 telah dilaksanakan di Batam Indonesia; Kedua belah pihak telah menandatangani The Final Meeting of Indonesia-India Joint Study Group on The feasibility of a comprehensive Economic Cooperation pada tanggal 15 September 2009 di Jakarta. Serangkaian sosialisasi hasil JSG II-CECA telah dilakukan di Indonesia dan India tahun Sosialisasi di Indonesia telah dilaksanakan di Kemendag dan Menara Kadin. Peluncuran negosiasi II-CECA rencananya akan dilakukan pada tahun 2011, pihak Kemendag tengah mempersiapkan rencana peluncuran tersebut dan juga koordinasi dengan instansi teknis terkait dalam rangka mempersiapkan negosiasi II-CECA. 4) Adanya tuduhan dumping dan safeguard terhadap produk ekspor Indonesia antara lain (Biaixally Oriented; Nylon tyre Cord fabric; Citric Acid; Purified Teraphthalic Acid/PTA; Float Glass; Thermal Sensitive Paper; Caustic soda; All Fully Drawn; Nylon Filament Yarn; Partially Oriented Yarn (POY); Polyvinyl Cholroide (PVC) -dalam proses-maleic Anhydride (MAN). Di samping itu sistem dumping di India kurang transparan. Bersama para pengusaha yang terkena tuduhan melakukan pembelaan terhadap kasus-kasus tuduhan dumping dan safeguard. 8 Pakistan Tarif: 1) Tarif untuk produk pertanian di Pakistan rata-rata melebihi tingkat bound tarif, di samping itu masih dikenakan tambahan bea; 2) Tarif yang diberlakukan Pakistan masih rumit dikarenakan banyaknya jumlah tarif; Tarif rata-rata semua produk sebesar 16,75%; Produk Pertanian sebesar 15,26%; dan Produk Industri sebesar 16,94%. Guna menangani permasalahan tersebut maka telah dilakukan kesesuaian tarif tersebut dengan article 9 draft PTA dimaksud dan akan dilanjutkan dengan perundingan FTA. Kemendag melakukan koordinasi dengan instansi terkait dalam rangka menindaklanjuti hasil Trade Negotiation Committee (TNC-6) dan mempersiapkan posisi Indonesia dalam menghadapi TNC-7 di Pakistan. Diharapkan TNC dapat segera, menyelesaikan pembahasan PTA sehingga perundingan penurunan tarif dalam

120 NO. NEGARA PERMASALAHAN/HAMBATAN PENANGANAN 3) Pengenaan tuduhan dumping dan bea masuk anti dumping sementara terhadap produk one side coated duplex board grey back sebesar: - PT. Fajar Surya Wisesa: 10,15% - Others: 11,17% kerangka FTA dapat segera dimulai. Memonitor dan melakukan koordinasi dengan perusahaan tertuduh mengenai perkembangan kasus tersebut serta mempersiapkan sanggahan; Pihak perusahaan menyatakan bahwa penanganan kasus telah dilakukan oleh lawyer mereka di Pakistan; NTC Pakistan melakukan verifikasi ke PT. Fajar Surya Wisesa pada tanggal Januari 2010; Non Tarif: 1) Pakistan memberlakukan larangan impor terhadap kendaraan bekas; 2) Pakistan memproteksi Intelektual Property (hak Cipta); 3) Dukungan sektor keuangan/perbankan yang kurang memadai; 4) Tingkat penyelundupan ke Pakistan yang masih relatif tinggi. 5) Pakistan telah melakukan investigasi terhadap 24 (duapuluh empat) kasus anti dumping dan 19 (sembilan belas) diantaranya dikenakan sanksi melakukan tindakan dumping; Telah ditandatanganinya oleh kedua pihak Framework Agreement on Comprehensive Economic Partnership di Islamabad dan telah menyelesaikan proses ratifikasi; Kemudian kedua pihak sepakat dengan draft PTA dan cakupan produknya pada pertemuan ke-4 di Jakarta. Untuk itu draft PTA tersebut pada prinsipnya dapat ditandatangani walaupun tidak mencakup komoditi yang menjadi kepentingan kedua pihak, yaitu jeruk kino Pakistan dan kelapa sawit Indonesia. Bersama para pengusaha yang terkena tuduhan melakukan pembelaan terhadap kasus-kasus tuduhan dumping. 9 Turki Tarif: Guna mengatasi permasalahan tarif dan non tarif tersebut, maka: 1) Bea masuk tepung kentang (potatoes starch) untuk bahan baku kertas dan tekstil. Dari Indonesia bea masuk mencapai 7,7%, sedangkan dari UE 0%; 2) Kebijakan Check Price terhadap impor keramik tableware porselin (HS 6911) dan non porselin (HS 6912) yang diterapkan sejak 2003 dengan besaran masing-masing 3 USD per kg dan 2 USD per kg; 3) Pengenaan Import Duty 9% produk Sorbitol berasal dari Indonesia; Telah dilakukan SKB ke-7 antara Indonesia dengan Turki menghasilkan beberapa kesepakatan yang tertuang dalam Agreed Minutes of the Sevenths Session of the Joint Comission for Economic and Technical Cooperation between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of Turkey (Agreed Minutes). Salah satunya ialah kesepakatan kedua negara untuk membentuk Comprehensive Trade and Economic Partnership (CTEP) dalam rangka meningkatkan potensi antara kedua negara di sektor ekonomi secara luas

121 NO. NEGARA PERMASALAHAN/HAMBATAN PENANGANAN 4) Tarif yang dikenakan di atas 100% terhadap produk-produk ekspor non migas ke Turki adalah meat of bovine animals (225,00%); other meat and edible meat offal, fresh, chilled or frozen (180,00%); milk and cream not concentrated or containing added sugar or other sweetening matter (150,00%); milk and cream concentraded or containing added sugar or other sweetening matter (150,00%); bananas including plantains (145,80%); tea, whether or not flavoured (145,80%); butter and other fats and oils derived from milk (139,09%); tomatoes (135,90%); cheese and curd (127,09%); live bovine animals (126,57%); other prepared or preserved meat (121,50%); 5) Pemberlakuan struktur tarif bea masuk Turki, seperti: MFN Tariff Turki rata-rata 11,8%, namun di luar itu masih ada: Ad valorem, specific, mixed, compound, and formula duties. Non ad Valorem berlaku kepada produk pertanian; tarif tinggi pada impor produk makanan dan produk pertanian (25% dari rata-rata tarif MFN). Selain itu pemerintah Turki seringkali menaikkan tarif grains menjelang panen domestik; Tarif tertinggi : Import of animal products sampai dengan 227,5%; Sekitar 46,3% total tarif Turki bersifat terikat. Non Tarif: 1) Turki saat ini sedang berupaya menjadi anggota penuh EU menyusul keanggotaannya pada European Custom Union pada Oleh karena itu seluruh kebijakannya terus disesuaikan secara konsisten dengan kebijakan EU, termasuk kebijakan ekspor-impornya; 2) Belum adanya jalur pelayaran langsung ke Turki; 3) Belum adanya kerja sama perbankan antar kedua negara; 4) Diberlakukannya keharusan produk keramik dan porselin dari negaranegara non UE seperti Indonesia untuk diperiksa di Kepabeanan Ankara sehingga menambah ongkos angkutan. 5) Pengenaan tuduhan dumping dan bea masuk anti dumping terhadap produk: Pipa dan Komponen Penghubung, Polyethelene Terephthalate, Pre-Finished Enginereed Laminated Flooring, Sintetik Polyester Serat Terputus, Engsel dari Logam dan Komponen Produk termasuk perdagangan, investasi, dan kerja sama teknik lainnya di sektor non-ekonomi; Kedua negara telah melaksanakan JSG Indonesia Turki di Ankara, Turki. Agenda pada pertemuan dimaksud ialah pembuatan terms of reference, outline dan agenda; Pertemuan kedua JSG Indonesia Turki dilaksanakan di Jakarta, Indonesia. Dalam pertemuan tersebut dibahas mengenai draft joint report JSG. Kedua negara berharap bahwa JSG akan dapat menghasilkan rekomendasi yang positif bagi peningkatan hubungan perdagangan diantara kedua negara. Pembahasan hambatan non tarif nomor 1,2,3, dan 4 dilakukan bersamaan dengan Pertemuan JSG. Bersama para pengusaha yang terkena tuduhan melakukan pembelaan terhadap kasus-kasus tuduhan dumping; Memonitor perkembangan kasus melalui DEPLU, KBRI di

122 NO. NEGARA PERMASALAHAN/HAMBATAN PENANGANAN Furniture, Polyester Textured Yarn, Inner tube and Tire of motorcycles, dan Inner tube and Tire of bycycles; 6) Pengenaan tuduhan dumping terhadap produk panci kaca, tutup penggorengan kaca dan teko kaca (stoppers, lids & other closures, of glass) asal Indonesia; 7) Pengenaan tuduhan safeguards atas produk matches; 8) Pengenaan tuduhan dumping atas produk yarn of man made staple fibers; 9) Turki mengenakan dumping atas produk Laminated Parquet Flooring Indonesia dan adanya tuduhan produk gelas dan porselin Indonesia melakukan re-ekspor produk Cina. Ankara dan PT. Sinar Baru Abadi (Perusahaan yang kooperatif), PT. Jamafac; Akan mendampingi perusahaan (apabila diminta) ketika Otoritas melakukan on-the-spot investigation; Meminta legal opinion kepada Advisory Centre on WTO Law. 10 Norwegia Tarif: Untuk menangani masalah tarif dan non tarif ini maka: Average tariff applied by the country: 1) The average tariff applied for all products: 0,58%; 2) The average tariff applied for agricultural products: 26 %; 3) The average tariff applied for industrial products: 0,16%. Average tariff bound: 1) The average tariff bound for all products: 3,00 %; 2) The average tariff bound for agricultural products: 1,20%; 3) The average tariff bound for industrial products: 3,10%. Non Tarif: 1) Keselarasan regulasi perdagangan dengan Uni Eropa meskipun Norwegia bukan anggota EU, namun regulasi perdagangan dan standard produknya sebagian diselaraskan dengan yang diberlakukan di EU karena kerja sama Norwegia dan EU dalam kerangka EEA (European Economic Area); 2) Konsumen Norwegia sangat memperhatikan kualitas produk dan Melakukan sosialisasi CEITA dan pada forum tersebut Indonesia meminta masukan mengenai kelanjutan rencana pembentukan Free Trade Agreement (FTA). Memberikan mandate kepada para negosiator kedua pihak untuk memulai proses perundingan. Dimana pada pertemuan kali ini, pergantian nama perjanjian kerja sama tersebut dari Comprehensive EFTA-Indonesia Free Trade Agreement (CEITA) diganti menjadi Indonesia-EFTA Comprehensive Economic Partnership Agreement (IE-CEPA). Kedua pihak juga sepakat bahwa perjanjian yang akan dihasilkan adalah perjanjian kemitraan ekonomi yang bentuknya strategis bagi Indonesia karena lebih komprehensif. Dalam perundingan ini yang ditekankan bukan hanya penghapusan tarif dan pembukaan akses pasar semata, akan tetapi mencakup penghapusan hambatan non tarif, dimana penekanan diletakkan pada peningkatan kapasitas SDM, investasi dari EFTA dan kerja sama ekonomis/teknis yang merupakan bagian integral dari kemitraan ekonomi ini. Melakukan konsultasi pra negosiasi Indonesia - EFTA Comprehensive Economic Partnership Agreement (IE-CEPA).

123 NO. NEGARA PERMASALAHAN/HAMBATAN PENANGANAN importirnya memiliki kecenderungan mengajukan pesanan dengan design sendiri mengingat selera konsumen Skandinavia memiliki preferensi terhadap konsep lingkungan; 3) Ekspor komoditi Indonesia ke Norwegia umumnya masih melalui negara ketiga (Jerman, Swedia, Inggris, dan Denmark); 4) Council Regulation (EC) No. 3285/94 Desember 1994, menetapkan setiap barang impor harus disertai Sertifikat Sanitary dan Phytosanitary terhadap produk-produk segar (buah-buahan, perikanan, biji kopi, dan kertas); 5) Penerapan HACCP (Hazard Analisis Critical Control Point) bagi industri pengolahan makanan; 6) Penerapan CE Parking atas produk-produk yang ditetapkan New Approach Directives seperti mainan, mesin-mesin, bahan-bahan bangunan, peralatan medis dan sebagainya. Dalam isu substansi dibahas beberapa hal, yaitu: bidang trade in goods, bidang rules of origin (ROO), bidang trade remedies, bidang Technical Barriers to Trade (TBT) dan Sanitary dan Phytosanitary (SPS), bidang investasi, bidang perdagangan jasa, bidang Intellectual Property Rights (IPR), Competition dan Government Procurement, dan dalam hal horizontal dan institutional issues termasuk penyelesaian sengketa. Sedangkan dalam isu prosedur dan tahap selanjutnya, dibahas beberapa hal, yaitu: masalah prosedur internal pelaksanaan perundingan dan selanjutnya sepakat membentuk kelompok kerja, yaitu general issues; trade in goods; rules of origin; custom procedures; trade facilitation; trade remedies; trade in services; investment; IPR; government procurement; cooperation and capacity building; dan pembangunan berkelanjutan. Masalah institusional dan penyelesaian sengketa akan didiskusikan pada perundingan selanjutnya; Melakukan pertemuan perundingan pertama di Jakarta dan pertemuan kedua di Jenewa, Swiss, sedangkan pertemuan ketiga direncanakan pada bulan September 2011 di Indonesia. Pihak EFTA akan memberikan teks provisi umum, trade in goods dan trade in services kepada Indonesia pada tanggal 17 Desember 2010 dan selanjutnya dilakukan tukar menukar data statistik khususnya data impor pada pertemuan perundingan pertama. 11 Swiss Tarif: Guna mengatasi permasalahan tarif dan non tarif, maka: 1) Maksimum rate 678% bagi produk impor di luar quota yakni atas meat and edible offal poultry; di atas 400% berlaku terhadap meat of bovine/sapi; meat of swine/babi; edible offal; certain dairy products and live plants; specified edible vegetables; roots and tubers; 2) Rate 0% berlaku atas 18% dari semua tariff lines termasuk crude petroleum and natural gas; metal ore; certain non-metallic mineral products; leather products (kecuali footwear and wearing apparel); Indonesia mendapat kunjungan Presiden Swiss pada tanggal 7 Juli 2010, dan kedua negara memaparkan kondisi perekonomiannya dengan menyertakan success story hubungan kedua negara dalam rangka meningkatkan citra positif dari perdagangan dan investasi kedua negara. Dengan harapan berdampak positif terhadap rencana pelaksanaan negosiasi CEITA.

124 NO. NEGARA PERMASALAHAN/HAMBATAN PENANGANAN certain chemical; electricity; and products subject to duty free treatment under the pharmaceutical initiative, the information technology agreement, and the pluraliteral agreement on trade in civil aircraft. Non Tarif: 1) Produk impor harus memiliki standar Swiss; 2) Swiss memiliki aturan teknis tersendiri terhadap kesehatan, keselamatan dan lingkungan hidup; 3) Ketentuan standar itu berada pada kewenangan swasta yang bergabung dalam Association for standarization. Sementara Swiss Accreditation Service (SAS) bertugas untuk mengkaji dan mengakreditasi laboratorium serta melakukan pengawasan terhadap badan-badan sertifikasi, sertifikasi oleh negara lain diakui oleh Swiss sepanjang test dan prosedur diakui Swiss; 4) Importir tanaman harus yang ditunjuk atau memiliki sertifikasi phytosanitary. Impor hasil hutan harus mendapat ijin dari Federal Directorate of Forestry; 5) Dilarang mengimpor baterai carbon-zinc dengan kandungan Merkuri di atas 0,01% dan Cadmium 1,015%, dan baterai alkali manganese dengan kandungan Merkuri di atas 1,025%; 6) Setiap produk harus mencantumkan label berbahasa Jerman, Perancis, dan Italia. Kemudian telah dilakukan konsultasi pra negosiasi Indonesia - EFTA Comprehensive Economic Partnership Agreement (IE- CEPA). Dalam isu substansi dibahas beberapa hal, yaitu: bidang trade in goods, bidang rules of origin (ROO), bidang trade remedies, bidang Technical Barriers to Trade (TBT) dan Sanitary dan Phytosanitary (SPS), bidang investasi, bidang perdagangan jasa, bidang Intellectual Property Rights (IPR), Competition dan Government Procurement, dan dalam hal horizontal dan institutional issues termasuk penyelesaian sengketa. Sedangkan isu dalam prosedur internal pelaksanaan perundingan dan pembentukkan kelompok kerja, yaitu general issues; trade in goods; rules of origin; custom procedures; trade facilitation; trade remedies; trade in services; investment; IPR; government procurement; cooperation and capacity building; dan pembangunan berkelanjutan. Masalah institusional dan penyelesaian sengketa akan didiskusikan pada perundingan selanjutnya; Melakukan pertemuan perundingan pertama di Jakarta dan pertemuan kedua di Jenewa, Swiss, sedangkan pertemuan ketiga direncanakan pada bulan September 2011 di Indonesia. Pihak EFTA akan memberikan teks provisi umum, trade in goods dan trade in services kepada Indonesia pada tanggal 17 Desember 2010 dan selanjutnya dilakukan tukar menukar data statistik khususnya data impor pada pertemuan perundingan pertama. 12 Rusia Non Tarif: Guna mengatasi permasalahan tarif dan non tarif, maka: 1) Kontak dagang masih relatif rendah karena belum intensifnya kunjungan dagang dari kedua belah pihak; 2) Pengusaha Indonesia belum begitu tertarik mengikuti pameran dagang yang diselenggarakan di Rusia; 3) Biaya perjalanan untuk melakukan penjajakan pasar relatif besar sedangkan kontrak pembelian belum tentu ada; Membentuk Joint Trade and Investment Committee antara kedua negara; Kerja sama di bidang infrastruktur pendukung perdagangan antara lain perbankan (export credit schemes), dan standar; Melakukan kerja sama promosi perdagangan; Membentuk Joint Website Business to Business (B2B);

125 NO. NEGARA PERMASALAHAN/HAMBATAN PENANGANAN 4) Para importir masih enggan melakukan pembayaran dengan sistem L/C karena pembayaran dengan L/C akan dibebani bunga; 5) Kurangnya hubungan antara bank komersial kedua negara dalam memberikan jaminan atas pembayaran; 6) Adanya kebijakan mengenai pengawasan arus keluar masuk valuta asing; 7) Pelaksanaan kebijakan pungutan bea cukai kurang transparan, pengusaha yang mempunyai akses dengan bea cukai akan mendapat keuntungan dibandingkan dengan pengusaha yang tidak mempunyai akses; 8) Masih banyak kebijakan yang cenderung bersifat barrier to entry seperti keharusan untuk mencantumkan label atau notasi-notasi lainnya; 9) Tidak dimungkinkannya pembayaran pajak dengan mata uang asing yang kuat, sehingga dunia usaha sangat dirugikan dari segi nilai tukar. Melakukan Russian-Indonesia Business Forum; Kerja sama antar pengusaha dan KADIN kedua negara, melalui Indonesia Business Council antar KADIN kedua negara; Peningkatan investasi Rusia di Indonesia dengan mengundang organisasi bisnis Rusia; Kerja sama imbal dagang antara kedua negara; Penjajagan pembentukan PTA (Preferential Trade Arrangement); Mengadakan konsultasi teknis secara reguler untuk menyelesaikan permasalahan perdagangan bilateral dan menjajagi dibentuknya JITC Indonesia-Rusia yang dipimpin oleh Ibu Mendag pada bulan Mei 2009 di Moskow, Rusia; Melakukan trade mission yang lebih gencar pada bulan Mei 2009 dipimpin oleh Ibu Menteri Perdagangan; Membentuk Joint Trade and Investment Forum (JTIF) Indonesia-Rusia. Indonesia telah menyampaikan draft Memorandum of Understanding (MoU) pembentukan forum tersebut kepada Rusia dan disepakati bahwa MoU tersebut direncanakan dapat ditandatangani di depan Leaders pada saat ASEAN Summit di Hanoi bulan Oktober Uni Eropa (UE) Tarif: Guna mengatasi permasalahan tarif dan non tarif, maka: 1) Tarif yang berlaku untuk produk-produk primer masih tinggi. Saat ini tarif yang berlaku untuk produk industri rata-rata besarnya 3,6% dan untuk produk pertanian 16,2%; 2) Komoditi ekspor utama Indonesia ke-10 AC yang menikmati applied tariff lebih rendah dari tarif UE sebelum diharmonisasi adalah plastik dan produk plastik, kimia organik, kakao dan produk kakao, produkproduk elektronik, benang jahit, minyak kelapa sawit. Apabila harmonisasi terjadi maka akan memberikan dampak negatif bagi akses Indonesia Uni Eropa telah mengadakan Working Group on Trade and Investment sebanyak 3 (tiga) kali yang membahas berbagai isu perdagangan dan investasi kedua negara; REACH (Registration, Evaluation, Authorization, and Restriction of Chemicals): Pemerintah Indonesia memfasilitasi registrasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku dengan membentuk National REACH Help desk yang dikoordinasi oleh Departemen Perindustrian dengan anggota Departemen teknis terkait

126 NO. NEGARA PERMASALAHAN/HAMBATAN PENANGANAN pasar produk Indonesia akibat applied tariff yang lebih tinggi; 3) Khusus akses pasar produk pertanian, kompleksitas regim tarif UE yang berlaku saat ini masih sangat tinggi (average tariff sebesar 20% dan peak tariff mencapai 250%). UE menerapkan applied tariff impor yang lebih tinggi dibanding produk non pertanian. UE juga menerapkan seasonal tariff bagi produk pertanian. Sesuai Agreement on Agriculture WTO, negara maju harus menurunkan tingkat tarif produk pertanian hingga 36%; 4) Tingginya tarif impor Tuna Indonesia (0-21% for raw material, and 16-24% for processed products). Non Tarif: 1) Pengaturan impor UE dalam Council Regulation (EC) no. 3285/94 tanggal 22 Desember 1994, memberikan kesempatan akses pasar yang bebas ke UE kecuali lisensi impor produk tekstil, baja dan produk lain serta larangan impor bagi produk berbahaya (sisa-sisa bahan kimia). Dalam impor diterapkan sertifikat sanitary & phytosanitary terhadap produk-produk segar (buah-buahan, perikanan, biji kopi dan kertas). Namun berkembang menjadi non trade concern yang dikaitkan dengan kesehatan manusia, hewan dan perlindungan lingkungan; 2) Berkaitan dengan hambatan teknis pada prinsipnya dapat dibedakan atas beberapa ketentuan, antara lain HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) bagi industri pengolahan makanan, CE Marking, khususnya bagi produk-produk yang ditetapkan dalam New Approach Directives, seperti mainan, mesin - mesin, bahan-bahan bangunan, peralatan medis dan sebagainya, eco-labeling atau green dot ketentuan yang berkaitan dengan isu lingkungan; 3) Penerapan social accountability, hal ini terwujud dengan adanya tuntutan konsumen terhadap produsen untuk menghormati hak pekerja serta kewajiban moral lainnya; 4) REACH (Registration, Evaluation, Authorization, and Restriction of Chemicals) adalah program dari UE yang diniliai lebih bersifat protektif dari sekedar memberikan perlindungan bagi keselamatan dan termasuk Departemen Perdagangan; RED: telah dilakukan palm oil campaign oleh Wamendag dan Wamentan ke Eropa pada bulan Juni 2010 yang menyatakan bahwa kelapa sawit Indonesia dan produk turunannya tidak merusak lingkungan; FLEGT: TWG telah dilakukan sebanyak 4 (empat) kali dan akan ada beberapa pertemuan TWG dan JEM di Indonesia dan Belgia sampai akhir tahun, kemungkinan penandatanganan VPA akan dilakukan pada akhir tahun 2010; Dumping Fatty Alcohol: telah dilakukan koordinasi dengan para pengusaha yang terkena tuduhan dumping dan akan segera mengirimkan sanggahan kepada Uni Eropa; Bantuan teknis: a) TSP II: telah dilakukan workshop A vision for Indonesia s Export Quality Infrastructure ; b) TCF: telah dibahas tentang konsep TAPs (Technical and Administrative Provision[s]) oleh EU-Bappenas; Tarif Tuna Indonesia: Indonesia telah meminta kepada UE untuk menurunkan tarifnya agar bisa bersaing di pasar Uni Eropa; Melakukan pendekatan dengan parlemen UE.

127 NO. NEGARA PERMASALAHAN/HAMBATAN PENANGANAN lingkungan; 5) Komisi Eropa (KE) saat ini tengah mengusulkan sejumlah kebijakan terkait isu energi dan lingkungan hidup kepada Parlemen Eropa dan Dewan Menteri Eropa yang disebut Biofuel Directive. Kebijakan tersebut antara lain: Draft Directive on the promotion of the use of energy from renewable sources atau yang sering disebut dengan Renewable Energy Directive (RED) mengenai penetapan sustainability criteria dimana kelapa sawit Idnonesia dianggap produk yang tidak ramah lingkungan karena tumbuh di lahan gambut Fuel Quality Directive (FQD) yang mengatur spesifikasi teknis jenis bahan bakar yang boleh dipakai/diproduksi di wilayah Uni Eropa. 6) FLEGT (Forest Law Enforcement, Governance and Trade): Indonesia termasuk negara dengan kasus penebangan liar dan perdagangan ilegal produk hasil hutan yang cukup tinggi; 7) EC 178/2002 Food Law and Traceability; 8) EC 2008/660 On Special Condition Governing Fishery Product tentang ketentuan pemeriksaan di perbatasan terhadap perikanan/udang yang mengandung logam berat; 9) EC 1980 /220 Ecolabel; 10) EC Directive 67/548 ATP ke-31 tentang Nikel. Telah Terselesaikan 11) SPS dan TBT. Masih adanya Notifikasi RASFF (Rapid Alert System for Food and Feed) terhadap produk perikanan dan kelautan Indonesia (ikan dan udang) di pelabuhan-pelabuhan di Eropa sebagai akibat dari regulasi EC 178/2002 on Food Law and Traceability, yaitu aturan yang merekam jejak asal usul produk sejak dari proses produksi, pemrosesan, dan distribusi; 12) IUU Fishing. Penangkapan produk perikanan Indonesia yang diduga berasal dari traditional non-flag-vessels (but identifiable by Indonesian local government); 13) Pendiskriminasian tarif impor kakao Indonesia dengan negara ACP (African countries, the Carribean, and Pacific); 14) Bantuan Teknis. TSP (Trade Support Program) II & TCF (Trade

128 NO. NEGARA PERMASALAHAN/HAMBATAN PENANGANAN Cooperation Facility); 15) Dumping Fatty Alcohol; 16) Commission Regulation (EC) No. 669/2009 tentang Peningkatan Pengawasan impor certain feed and food of non-animal origin Telah Terselesaikan 17) Directive 2009/30/EC mengenai spesifikasi bensin, diesel, dan gas-oil dan mekanisme pemantauan dan pengurangan emisi GHG. 14 Tunisia Tarif: Guna mengatasi permasalahan tarif dan non tarif, maka: 1) Adanya perbedaan tarif bea masuk khususnya barang-barang dari Uni Eropa, negara-negara Maghribi dan Timur Tengah lebih rendah sebagai konsekuensi perjanjian perdagangan bebas antara Tunisia dengan negara-negara dimaksud. Sementara bea masuk terhadap negaranegara lainnya termasuk Indonesia lebih tinggi; 2) Tarif bea masuk yang cukup tinggi antara 18-45% bagi pengusaha Indonesia untuk melakukan penetrasi pasar ke Tunisia. Non Tarif: 1) Bank Sentral Tunisia memberikan pengawasan yang ketat dalam penggunaan devisa; 2) Belum adanya angkutan udara maupun laut secara langsung Indonesia - Tunisia, maka komoditi ekspor Indonesia umumnya melalui Eropa, hal ini mengakibatkan semakin mahalnya biaya transportasi; 3) Kuatnya dominasi barang-barang impor dari Eropa, mengingat hubungan tradisional antara Tunisia dengan negara di Eropa; 4) Pengusaha kedua negara kurang saling mengenal potensi dan produkproduk kedua negara serta keengganan pengusaha Indonesia untuk memasarkan produknya di Tunisia, mengingat pasar Tunisia yang kecil dan tingginya biaya pengangkutan. Telah ditandatanganinya Persetujuan Perdagangan PTA (Preferential Trade Agrement). Dalam pasal-pasalnya membuka peluang untuk lebih meningkatkan perdagangan dengan membuat persetujuan yang bersifat lebih rendah/di bawahnya; Mengadakan pertemuan Joint Study Group bidang ekonomi dan perdagangan Indonesia dengan Tunisia di Tunis. Kesempatan tersebut kemudian ditekankan akan pentingnya pertemuan JSG sebagai follow up butir 8 dari agreed minutes dari pertemuan Joint Commission Meeting ke-8 di Bali; Kemudian Indonesia-Tunisia melakukan pertemuan ke-2 Joint Study Group bidang ekonomi dan perdagangan di Denpasar, Bali. Beberapa kesepakatan yang dihasilkan dari pertemuan tersebut yang penting bagi Indonesia dan diharapkan dapat membangun kerja sama bilateral yang lebih baik dengan Tunisia antara lain adalah komitmen untuk menghapus hambatan perdagangan dan investasi, penurunan tarif bea masuk di Tunisia dan Preferential Trade Agreement.

129 NO. NEGARA PERMASALAHAN/HAMBATAN PENANGANAN 15 Aljazair Tarif: Tingkat Tarif MFN/Applied tahun 2008: rata rata tarif untuk semua produk sebesar 6,83%; rata rata tarif produk hasil pertanian sebesar 33,29%; rata rata tarif produk hasil industri sebesar 6,70%. Untuk menangani hambatan tarif dan non tarif tersebut maka telah dilakukan pertemuan persiapan Sidang Komisi Bersama RI Aljazair ke-2 mengenai usulan pembentukan MOU Kerja Sama Perbankan. Non Tarif: 16 Maroko Tarif: 1) Sistem transaksi pembayaran yang belum memadai karena sistem peraturan perbankan di Aljazair umumnya sangat konvensional; 2) UU Keuangan Aljazair tidak mengizinkan pembayaran pembelian barang 10% di depan sebagai jaminan (L/C), melainkan setelah barang tersebut tiba di pelabuhan Aljazair (cash against documents/cad); 3) belum ada bank korespondensi dari bank Indonesia yang dapat menjamin kelancaran bisnis. Tarif bea masuk antara 2-50%. Produk ekspor Indonesia yang dikenakan tarif bea masuk tinggi, antara lain: Plywood sebesar (40%); Cotton sebesar (32,50%); Sports footwear sebesar (50%). Non Tarif: 1) Tidak transparannya peraturan bea masuk, terutama atas produk yang diproteksi pemerintah Maroko. Seperti tekstil dan produk tekstil, sepatu, dan kerajinan tangan; 2) Orientasi pasar Maroko yang masih mengutamakan negara mitra tradisionalnya, yaitu Eropa. Namun demikian beberapa tahun terakhir ini mulai tampak kecenderungan Maroko untuk menjalin hubungan Dalam mengatasi permasalahan tarif dan non tarif tersebut maka telah dilakukan pertemuan dalam rangka pembentukan forum kerja sama bilateral di bidang perdagangan (Joint Commission on Trade Cooperation) untuk menindaklanjuti persetujuan trade agreement yang telah ditandatangani oleh kedua negara. Saat ini terdapat 4 (empat) rencana perjanjian, yaitu: Perjanjian Pembentukan Komisi Bersama RI Maroko; Perjanjian Kerja Sama Ekonomi, Teknik dan Ilmu Pengetahuan; Perjanjian Kerja Sama Maritim; Perjanjian Kerja Sama Penghindaran Pajak Berganda (P3B).

130 NO. NEGARA PERMASALAHAN/HAMBATAN PENANGANAN 17 Libya Non Tarif: dagang dengan negara-negara di luar mitra tradisional; 3) Jarak yang cukup jauh antara Maroko dengan Indonesia dan sulitnya mendapatkan jalur pelayaran langsung antara kedua negara. 1) Dokumen pengapalan khususnya Faktur (Invoice) dan Surat keterangan Asal (Certificate of Origin) harus mendapat legalisasi oleh KADIN dan Kedutaan Besar Libya sehingga menambah biaya dan waktu yang cukup lama; 2) Semua produk impor diharuskan menggunakan label dalam bahasa Arab; 3) Tidak terdapatnya hubungan laut dan udara langsung/reguler, menyebabkan biaya angkut yang mahal dan berfluktuasi; 4) Pengusaha kedua negara kurang mengenal potensi dan produk - produk kedua negara; 5) Belum adanya perjanjian jaminan investasi dan referensi perbankan diantara kedua negara; 6) Lamanya proses pengurusan visa bagi orang-orang Indonesia yang ingin berkunjung ke Libya, baik untuk kepentingan dinas, bisnis, tenaga kerja, wisata, dan sebagainya. Sedangkan pemerintah Indonesia telah memberikan fasilitas visa on arrival bagi warga negara Libya yang ingin berkunjung ke Indonesia. Untuk memecahkan permasalah hambatan tarif dan non tarif tersebut maka telah dilakukan penandatanganan MoU on Trade Cooperation dan The Agreement on the Promotion and Reciprocal Protection of Investment dan The Agreement on the Establishment of the Joint Business Council between the Indonesian Chamber of Commerce and Industry and Libya Chamber of Commerce and Industry). Kemudian Mendag RI menghadiri Business forum dan One on one Business Meeting serta mengundang kepada para pengusaha Libya untuk menghadiri Trade Expo Indonesia pada tanggal 28 Oktober 1 November 2009 di Jakarta. 18 Afrika Selatan Tarif: 1) Pengenaan bea masuk anti dumping (BMAD) terhadap produk Gypsum Plasterboard sebesar 23,5%-53,5%; 2) Produk lysine asal Indonesia dikenakan tindakan safeguard hingga tanggal 10 April 2010 sebesar 9%; Pemerintah Indonesia telah melakukan sanggahan, namun karena perusahaan tertuduh tidak kooperatif, otoritas anti dumping Afrika Selatan tetap mengenakan BMAD; Karena adanya miss comunication dengan KBRI Pretoria, informasi mengenai agenda hearing tanggal 15 September 2008 tidak diperoleh, sehingga sanggahan/submisi tidak dapat disampaikan.

131 NO. NEGARA PERMASALAHAN/HAMBATAN PENANGANAN 3) Trade financing. Perlu adanya kerja sama antar bank di Indonesia dan di Afrika Selatan. 19 Amerika Serikat Tarif: US Manufacturing Enhancement Act 2010 Non Tarif: 1) Family Smoking Prevention and Tobacco Control Act (Tobacco Bill) a. AS melarang distribusi dan penjualan (termasuk importasi) tembakau dan rokok beraroma (tidak termasuk rokok putih dan US Public Law No ini ditandatangani Presiden AS pada tanggal 11 Agustus UU ini didukung lebih dari 130 industri, bisnis dan asosiasi AS, antara lain National Association of Manfacturers, American Apparel and Footwear Association, Outdoor Industry Association, US Chamber of Commerce dan Society of Chemical Manufacturers and Affiliates. UU ini berlaku 15 hari sejak ditandatangani dan berakhir pada tanggal 31 Desember 2012; UU ini mengubah UU Consolidated Omnibus Budget Reconciliation Act of 1985 (COBRA) untuk memperpanjang berlakunya biaya proses di customs untuk pengeluaran produk impor tertentu sampai dengan tanggal 14 Juni 2018 dan 28 Juni Juga mengubah Corporate Estimate Tax Shift Act of 2009 untuk meningkatkan perkiraan pembayaran pajak aset perusahaan paling tidak US$ 1 milyar dalam kuartal ketiga 2014 sebesar 0,75%; Ketika di bahas dalam TIC X, pihak AS menjelaskan bahwa ketentuan tersebut merupakan paket penundaan atau penurunan tarif di mana tarif bea masuk untuk produk-produk yang tak dapat diperoleh di dalam negeri AS diturunkan agar ongkos produksi dapat turun pula. Skema GSP tidak akan terpengaruh oleh ketentuan ini dan pihak AS menjamin bahwa peraturan ini tidak melanggar ketentuan WTO. Pihak AS mencatat concern Indonesia dan akan menyampaikan informasi tambahan terkait isu ini melalui Atase Perdagangan; Pemerintah Republik Indonesia secara resmi mengajukan permintaan pembentukan Panel yang disampaikan dalam Sidang Badan Penyelesaian Sengketa/Dispute Settlement Body (DSB) WTO. Permintaan pembentukan Panel ini dilakukan

132 NO. NEGARA PERMASALAHAN/HAMBATAN PENANGANAN rokok beraroma menthol) Draft FDA Bill sudah diajukan ke Congress; b. Draft Act tersebut telah ditandatangani Presiden AS pada tanggal 22 Juni ) Pengenaan tuduhan dumping dan subsidi atas produk Certain Coated Paper Pada tanggal 23 September 2009, U.S. Department of Commerce (US DOC) menerima petisi untuk kasus tuduhan subsidi produk certain coated paper suitable for high-quality print graphics using sheet-fed presses (CCP) dari Indonesia dan China. Perusahaan Indonesia yang terkait adalah Asia Pulp and Paper/Sinar Mas Group (SMG) dengan dua perusahaannya yaitu PT. Pabrik Kertas Tjiwi Kimia dan PT. Pindo Deli Pulp and Paper Mills. Petitioner tuduhan dumping mengajukan 7 (tujuh) skema tuduhan subsidi, yaitu: (a) Attribution of subsidies to crossowned entities; (b) Provision of standing timber for less than adequate remuneration; (c) Government prohibition of log exports; (d) Government reforestation loans; (e) Government forgiveness of stumpage obligations; (f) Subsidies arsing from the Indonesian Government s handling of APP/SMG debt restructuring; dan (g) Tax incentives for investment in priority business lines and/or designated regions. sebagai tindak lanjut upaya penyelesaian sengketa dagang WTO; Kemudian permintaan Pemerintah Indonesia untuk pembentukan panel tersebut telah dikabulkan oleh WTO. Pemilihan panel tersebut didasarkan kepada pengetahuan dan pengalaman menangani kasus yang terjadi di WTO terutama penanganan terhadap kasus non tariff measures. Hal yang menarik dari dibentuknya panel tersebut adalah terdapat 8 (delapan) negara yang menjadi pihak ketiga, yaitu Brazil, Kolombia, Republik Dominika, Uni Eropa, Guatemala, Meksiko, Norwegia, dan Turki. US DOC mengeluarkan preliminary determination (PD) pada tanggal 2 Maret 2010, dimana perusahaan kertas Indonesia apabila melakukan ekspor CCP ke AS dikenakan net subsidy sebesar 17,48% dan diterapkan sistem cash deposit sejak berlakunya PD; Pemerintah Indonesia telah menjawab beberapa kali kuesioner tambahan (supplemental quesionaire) dari US DOC yang terakhir pada tanggal 11 Mei 2010 dan pada saat ini sedang dipersiapkan jawaban kuesioner tambahan untuk subsidi di bidang keuangan yang batas akhir pengiriman pada tanggal 26 Mei Berdasarkan jadwal yang ditentukan, US DOC akan melakukan on the spot investigation ke pemerintah Indonesia pada tanggal 28 Juni - 3 Juli 2010; Pada tanggal 7 April 2010, telah dilakukan konsultasi hukum dengan Advisory Center on WTO Law (ACWL) Geneva dan diperoleh masukan bahwa Indonesia perlu mengadakan pendekatan melalui formal dengan pihak US DOC, yang selama ini telah beberapa kali dilakukan tapi tidak pernah dipertimbangkan masukan Indonesia oleh US DOC; Pemerintah Indonesia menyampaikan concern-nya atas tindakan US DOC yang telah memperluas scope dari subjek produk yang diselidiki dimana pada awalnya hanya menyelidiki coated paper for high quality graphic applications saja. Namun,

133 NO. NEGARA PERMASALAHAN/HAMBATAN PENANGANAN scope dari penyelidikan diperluas mencakup multiply coated paper for packaging applications yang tidak pernah ada pada petisi asli (original petition). Jika perluasan scope ini diterima oleh US DOC, maka hal tersebut menjadi tidak konsisten dengan kewajiban Internasional AS di bawah WTO. Jika scope dibatasi berdasarkan petisi asli, share impor Indonesia akan turun menjadi 4% yang berarti bahwa Indonesia dapat dikeluarkan dari penyelidikan; Untuk itu perusahaan tertuduh mengusulkan untuk melakukan bilateral formal consultation dalam kerangka WTO dengan alasan: (a) Permintaan konsultasi formal akan menjadi sinyal bahwa Indonesia menganggap penting isu tersebut; (b) US DOC akan lebih mendapat tekanan untuk menanggapi pertanyaan Indonesia secara resmi; (c) Dengan adanya konsultasi formal, USTR akan terlibat dan akan mempengaruhi opini dalam investigasi tersebut; Pemerintah Indonesia mengharapkan agar ITC dapat membuat determination of negligibility yang menyatakan bahwa scope penyelidikan hanya mencakup pada petisi asli (original petition); Investigator US DOC telah melakukan verifikasi terkait biaya produk CCP di kantor APP/SMG Jakarta pada tanggal Mei 2010, dan akan melakukan verifikasi terkait sales pada tanggal Juni Sedangkan verifikasi on-the-spot ke pemerintah akan dilaksanakan pada tanggal 28 Juni 1 Juli 2010; Pemri telah menyampaikan tanggapan kuesioner US DOC dan meminta klarifikasi mengenai isu multiply paperboard yang pada awalnya tidak termasuk dalam cakupan produk yang diinvestigasi. Pihak AS belum menanggapi permintaan klarifikasi tersebut, walaupun telah diangkat baik secara tertulis maupun lisan dalam kunjungan Dirjen KPI ke Washington, DC (Mei 2010), juga pada pertemuan bilateral antara Menteri Perdagangan RI dan US Secretary of Commerce pada tanggal 25 Mei 2010; US DOC dijadwalkan akan mengumumkan hasil final

134 NO. NEGARA PERMASALAHAN/HAMBATAN PENANGANAN determination pada akhir September 2010; Formal consultation diusulkan agar diajukan dalam sidang DSB WTO tanggal 22 Juni 2010 sehingga pertemuan dapat dilakukan paling lambat Agustus 2010, sebelum final determination; US DOC telah membatalkan verifikasi yang sedianya dilaksanakan tanggal 30 Juni 2010 di Kementerian Keuangan terkait isu subsidi keuangan dengan alasan Pemri dianggap tidak memberikan data yang diperlukan. Pada tanggal 30 Juli 2010, Pemri telah menyampaikan surat kepada US Secretary of Commerce perihal keberatan atas pembatalan verifikasi tersebut; Pada tanggal 3 Agustus 2010, US DOC mengeluarkan hasil verifikasi tuduhan subsidi di Kementerian Kehutanan yang berlangsung pada tanggal 28 Juni 1 Juli 2010, dengan kesimpulan menunjukkan kemajuan bila dibandingkan dengan kasus Coated Free Sheet tahun Final determination injury telah dikeluarkan pada tanggal 17 November 2010 dalam Federal Register Vol. 75 No. 21. Hasil akhir mengenakan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) 20,13% dan bea masuk imbalan sebesar 17,94%. Dengan dikeluarkannya keputusan akhir tersebut, langkah pembelaan yang dapat dilakukan oleh perusahaan tertuduh dan Pemri adalah melakukan banding terhadap keputusan US ITC kepada Court of International Trade (CIT) AS. Perusahaan SMG/ APP berencana melakukan banding dengan menyanggah semua aspek keputusan akhir US ITC (broad scope of product investigation), namun tidak akan menyanggah aspek teknis dumping dan subsidi karena nampaknya perhitungan margin dumping dan margin CVD sulit/ tidak bisa disanggah. Sementara belum diputuskan apakah Pemri akan berpartisipasi sebagai plaintiff inventor mendampingi APP/ SMG, mengingat keterbatasan sumber daya. 3) Intellectual Property Rights (IPR) Indonesia telah melakukan upaya-upaya serius dalam

135 NO. NEGARA PERMASALAHAN/HAMBATAN PENANGANAN Pada tanggal 30 April 2009, Indonesia kembali ditempatkan pada posisi Priority Watch List (PWL), bersama-sama dengan 11 (sebelas) negara lainnya: China, Russia, Algeria, Argentina, Canada, Chile, India, Israel, Pakistan, Thailand dan Venezuela dimana sebelumnya Indonesia berada pada posisi Watch List (sejak tanggal 6 November ). Alasan pihak AS tetap memasukkan Indonesia dalam kategori PWL yaitu antara lain: o Kemajuan yang telah dilakukan oleh Indonesia dalam perlindungan dan penegakan hukum IPR sejak tahun 2006 dinilai belum efektif dan efisien; o Timnas PPHKI dinilai tidak efektif; o Revisi undang-undang bea cukai belum terselesaikan; o Minimnya penindakan kasus-kasus HKI dan kurangnya pemrosesan di pengadilan yang tidak mengalami kemajuan; dan o Concerns atas isu akses pasar terkait perlindungan HKI, seperti Permenkes 1010/2008 dan Permenbudpar 55/2008. Untuk tahun 2011, AS memberitahukan melalui Federal Register Notice Vol. 75 No. 250 yang dikeluarkan pada tanggal 30 Desember 2010, mengenai deadline submisi Special yang jatuh pada tanggal 22 Februari melindungi HKI dan dalam menanggulangi pelanggaranpelanggaran HKI, antara lain: a. Kejaksaan Agung telah menangani kasus sebanyak 178 kasus. Dari jumlah kasus tersebut, sebanyak 169 kasus telah dilimpahkan ke pengadilan dan 9 kasus masih dalam proses. Dari 169 kasus yang telah dilimpahkan ke pengadilan tersebut sebanyak 6 kasus telah memperoleh putusan pengadilan; b. Perkara untuk cakram optik mengalami penurunan yaitu pada tahun 2008 sebanyak 2,8 juta dan pada tahun 2009 sebanyak 1,8 juta, sedangkan barang bukti duplikator pada tahun 2008 sebanyak 179, tahun 2009 sebanyak 144, dan tahun 2010 semester I sebanyak 103; c. Terkait dengan Timnas PPHKI, pada tanggal 15 Desember 2009, telah dilakukan workshops Penyamaan Persepsi Pelaksanaan Penegakan Hukum di bidang HKI yang dilanjutkan dengan rapat koordinasi Tim Pelaksana TImnas PPHKI pada tanggal 4 Agustus 2010; d. Terkait dengan revisi Kepmenkes No. 245/1990 tentang Registrasi Obat masih dalam pembahasan sedangkan target penyelesaian belum dapat ditentukan. Perlunya disusun suatu Action Plan untuk capacity building yang akan diminta dari pihak AS terkait dengan law enforcement tetapi juga terkait penegakan hukum HKI lainnya, seperti memberikan pelatihan kepada Jaksa, Hakim, maupun aparat hukum lainnya, dan pelatihan bagi Direktorat Penyidikan yang direncanakan akan dibentuk. Saat ini Pemri sedang menyusun submisi Special-301 tahun Argentina Non Tarif: 1) Pengenaan bea masuk anti dumping terhadap produk spokes and nipples for bicycle; Pemerintah melakukan konsultasi dengan Otoritas Anti Dumping Argentina sehingga BMADS sebesar 1394,31% dapat diturunkan menjadi 76% dan akan berakhir pada tanggal 22 Juni 2012.

136 NO. NEGARA PERMASALAHAN/HAMBATAN PENANGANAN 21 Australia Tarif: 2) Tuduhan dumping Ban Sepeda (Inisiasi sunset review: 1 April 2008); 3) Tuduhan dumping Acrylic Fiber (Inisiasi: 25 Maret 2008); 4) Tuduhan dumping Polyester Fiber (Inisiasi: 8 Nopember 2008) 5) Diberlakukannya regulasi non automatic licensing for import untuk impor furniture. Setelah melalui negosiasi AANZFTA, masih terdapat beberapa tarif bea masuk produk ekspor yang masih relatif tinggi, antara lain: Textile, Clothing and Footwear, sampai dengan tahun 2019 akan tetap 10%. Tarif bea masuk untuk Leather sebesar 17,5% dan karet sebesar 7,5%. Penghapusan tarif baru akan dimulai pada tahun Non Tarif: Untuk masalah dumping ban sepeda, acrylic fiber, dan polyester fiber, DPP telah mengirimkan surat kepada KBRI Buenos Aires untuk meminta konfirmasi mengenai hasil penyelidikan karena sesuai dengan ketentuan Anti Dumping Agreement batas waktu penyelidikan adalah satu tahun dan dapat diperpanjang enam bulan. Namun hingga saat ini belum diperoleh jawaban dari KBRI Buenos Aires. Telah diadakan pertemuan antara Dubes RI dengan Menteri Produksi Argentina, Ms. Debora Giorgi Disampaikan bahwa impor furniture dari Indonesia tidak dilarang atau dibatasi, namun para importir harus dapat mengurus ijin impor yang baru dan mengisi berbagai formulir sehingga memperlambat proses pemberian ijin tersebut. Melalui negosiasi Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA) yang merupakan top up dari AANZFTA, jangka waktu penurunan/ penghapusan tarif bea masuk produk ekspor yang masih relatif tinggi akan dapat dipercepat. Terdapat produk-produk asal Indonesia yang dikenakan Holding Orders (HO) oleh Australia, antara lain: - Produk: Sweet Soy Sauce, produsen: Indofood/ PT Indosentra Pelangi, alasan pengenaan HO: Produk mengandung bahan tambahan yang dilarang; - Produk: Strawberry Cream Snack, produsen: Ceres Meiji Indotama, alasan pengenaan HO: Produk mengandung Erythrosine yang tidak diperbolehkan sesuai dengan Food Standards Code 1.3.1; Selain pengenaan HO, terdapat 2 (dua) produk Indonesia yang gagal Penanganan yang telah dilakukan antara lain: Pada produk Sweet Soy Sauce, Direktur Kerja Sama Bilateral I telah mengirimkan surat kepada PT. Indofood sebagai produsen dari produk tersebut. Pada produk Strawberry Cream Snack: Direktur Kerja Sama Bilateral I telah mengirimkan surat kepada PT. Ceres Meiji Indotama sebagai produsen dari produk tersebut. PT Ceres Meiji Indotama memberikan tanggapan bahwa mereka tidak pernah mengekspor secara langsung ke Australia dan penggunaan Erythrosine pada produk Strawberry Cream Snack telah mendapat persetujuan dari Badan POM melalui

137 NO. NEGARA PERMASALAHAN/HAMBATAN PENANGANAN melewati pemeriksaan Australia Custom (failed product), yakni: - Produk: Cassava Crackers, produsen: Oncom Jaya BDG, alasan pengenaan HO: Produk mengandung kadar hydrocyanic acid melebihi batas maksimum, yaitu sebanyak 20mg/kg. - Produk: Razor Clams, produsen: PT Dwi Surya Bahari, alasan pengenaan HO: Produk mengandung E.Coli melebihi batas maksimum, hasil : >3, 15,3,4,4 MPN/g. surat Persetujuan Pendaftaran Produk Pangan, Untuk kegiatan ekspor, PT Ceres Meiji Indotama melakukannya melalui perusahaan di Singapura dan telah dilengkapi Health Certificate dari BPOM. Pada produk Cassava Crackers: Direktorat Pengamanan Perdagangan (DPP), Ditjen Daglu telah menghubungi perusahaan melalui telepon. Berdasarkan informasi perusahaan tidak melakukan ekspor langsung ke Australia, namun perusahaan sering menjual produk ini kepada beberapa orang yang kemudian membawa produk tersebut ke Australia. Namun kuantitas produk yang dibawa ke Australia hanya dalam jumlah kecil (Rp ) dan dilakukan setiap 6 bulan sekali. Tindak lanjut pada produk Razor Clams ditangani oleh Dit. DPP, Ditjen Daglu. 22 Brazil Tarif: 1) Otoritas anti dumping Brasil mengeluarkan Final Determination dimana perusahaan Indonesia dikenakan specific duties sebesar US$ 0,08/kg terhadap produk Viscose Yarn; Bersama-sama dengan dunia, Indonesia telah melakukan pembelaan sehingga perusahaan Indonesia dikenakan BMAD yang terkecil diantara negara lainnya yang dituduh, yaitu sebesar US$ 0,08/kg atau setara dengan ad valorem 2,6%. Non Tarif: 1) Pengenaan tuduhan dumping terhadap produk Viscose Staple Fiber. 2) Tuduhan dumping oleh Pemerintah Brazil terhadap produk ViscoseYarn dan produk viscose staple fibre dari Indonesia. Bersama-sama dengan para perusahaan yang dituduh melakukan pembelaan namun perusahaan Indonesia dikenakan BMAD sebesar US$ 0,06/kg. DPP, Ditjen KPI Kemendag, telah menyampaikan submisi kepada Otoritas Anti dumping (DECOM,) Brasilia, agar Brazil dapat mempertimbangkan sebelum Final Determination penyelidikan anti dumping viscose yarn dikeluarkan.

138 NO. NEGARA PERMASALAHAN/HAMBATAN PENANGANAN 23 Chile Non Tarif: 3) Tindakan anti dumping Brazil pada table glassware asal Indonesia; 4) Penggunaan bahasa Portugis untuk dokumen-dokumen perdagangan. 1) Kurangnya minat dunia usaha Indonesia melakukan bisnis ke negara ini karena sikap dunia usaha Indonesia yang masih memprioritaskan pasar tradisional seperti Amerika Serikat, Eropa, Jepang, dan Singapura. 2) Kurangnya informasi mengenai negara Chile dan faktor bahasa (Spanyol). 3) Letak geografis yang jauh menimbulkan: freight cost yang tinggi dan belum adanya jalur angkutan udara maupun laut yang langsung secara reguler; Perbedaan waktu dan budaya bisnis. 4) Perdagangan luar negeri Chile sekitar 95% menggunakan jalur laut. Sulitnya infrastruktur dan sistem operasi di pelabuhan Chile merupakan permasalahan utama. Kapal yang berlabuh harus menunggu berhari-hari untuk mendapat pelayanan, sehingga meningkatkan biaya. Umumnya kapal yang akan bongkar-muat barang akan memakan waktu sekitar 14 jam. 5) Kegiatan ekspor-impor antara Indonesia dan Chile pada umumnya masih dilakukan melalui negara ketiga (Singapura, Hongkong, dan Amerika Serikat). Terhadap masalah ini pemerintah Indonesia menyatakan keberatan dengan tuduhan tersebut dan saat ini sedang menunggu tanggapan dari pihak Brazil. Untuk mengatasi hambatan tarif dan non tarif, telah dilakukan penjajakan pembentukan FTA Bilateral Indonesia-Chile. Tujuan pembentukan perdagangan bebas ini adalah untuk meningkatkan sekaligus mengamankan pangsa pasar barang dan jasa Indonesia di Amerika Tengah dan Selatan serta negara-negara di kawasan lainnya yang memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan Chile. Dengan melakukan FTA Indonesia-Chile, Indonesia diharapkan akan memperoleh beberapa keuntungan, seperti: a. Produk-produk Indonesia dimungkinkan akan lebih leluasa memasuki pasar Chile dan pasar negara-negara yang telah menandatangani FTA dengan Chile (seperti Amerika Serikat, Kanada, Uni Eropa, Korea Selatan, Meksiko, beberapa negara Amerika Latin) dan negara-negara di kawasan tersebut; b. Hambatan tarif akan dihapuskan; c. Tidak akan menimbulkan resistensi di dalam negeri, karena perbedaan produk yang diproduksi Chile dengan yang diproduksi Indonesia (komplementer); d. Dalam jangka panjang Chile dapat dijadikan entry point produk-produk Indonesia di Kawasan Amerika Tengah dan Selatan; e. Meningkatnya kepercayaan negara-negara yang telah melakukan FTA dengan Chile kepada Indonesia. Joint Study Group on the Feasibility Study of a Free Trade Agreement (JSG FTA) Indonesia-Chile telah dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali, yaitu : JSG FTA Indonesia-Chile ke-1, telah diadakan di Jakarta pada tanggal 12 Maret 2009; JSG FTA Indonesia-Chile ke-2, telah diadakan di Santiago pada tanggal 4-5 Agustus 2009; JSG FTA Indonesia-Chile ke-3, telah diadakan di Bali pada tanggal November 2009.

139 NO. NEGARA PERMASALAHAN/HAMBATAN PENANGANAN 24 Meksiko Non Tarif: 1) Kurangnya daya saing produk Indonesia Harga produk Indonesia kurang kompetitif disebabkan: Tingginya biaya transportasi yang disebabkan jauhnya jarak kedua negara, masuknya produk Indonesia ke pasar Meksiko lebih banyak melalui negara ketiga, yaitu AS (terutama kota Los Angeles dan Houston). 2) Ekspor produk Indonesia ke Meksiko menghadapi beberapa permasalahan antara lain di bea dan cukai Meksiko, karena beberapa peraturan non tarif yang sering berubah, misalnya tidak tentunya kadar fumigasi untuk produk kayu dan furniture. Umumnya informasi mengenai peraturan-peraturan impor ke Meksiko tidak dikuasai sepenuhnya oleh para importir Meksiko itu sendiri. Indonesia mengharapkan agar ketentuan mengenai fumigasi tersebut ditetapkan secara jelas dan tidak mudah berubah. Untuk mengatasi hambatan tarif dan non tarif, telah dilakukan Pertemuan Forum Konsultasi Bilateral (FKB) RI Mexico. Pertemuan FKB I telah dilaksanakan pada tanggal April 2003 di Denpasar Bali, FKB II telah dilaksanakan pada tanggal 11 Mei 2007 di Mexico CityPertemuan III Forum Konsultasi Bilateral RI - Mexico telah dilaksanakan pada tanggal 10 Agustus 2010 di Jakarta, dan FKB III telah dilaksanakan tanggal Desember 2010 di Jakarta. Rencananya FKB IV RI-Meksiko akan dilaksanakan pada bulan Februari 2011 di Meksiko. 3) Standardisasi - Pemerintah Meksiko mengenakan berbagai peraturan dan standar terhadap barang-barang impor sehingga sering dituduh sebagai barrier to trade yang dapat menyebabkan high cost. - Undang-undang Meksiko mengharuskan agar berbagai bentuk standar, label dan sertifikasi harus sesuai dengan ketentuanketentuan standar internasional, juga undang-undang ketenagakerjaan dan undang-undang perlindungan terhadap intellectual and industrial property rights. 25 Peru Tarif: - Tingginya Bea Masuk Steel Casting ke Pasar Amerika Selatan Hambatan Tarif Bea Masuk atas barang ex Indonesia di Amerika Selatan, dimana Peru menghambat masuknya produk Steel Casting (HS ), dengan mengenakan hambatan tarif bea masuk antara 20% - 50%. Non Tarif: - Ekspor Ikan Tuna Indonesia mengharapkan agar peraturan dan standar barangbarang impor ditetapkan secara jelas, sehingga negara pengekspor termasuk Indonesia, dapat mengantisipasinya. Indonesia perlu melakukan pendekatan intensif kepada pihak Peru untuk mencari solusi dari hambatan tarif bea masuk produk Steel Casting tersebut. Indonesia mengharapkan agar kedua negara dapat membangun

140 NO. NEGARA PERMASALAHAN/HAMBATAN PENANGANAN Peru merupakan pesaing Indonesia sebagai pemasok/ eksportir produk tuna kaleng ke Amerika Serikat yang dapat memanfaatkan keberadaan ANDEAN (pasar bersama Bolivia, Kolumbia Equador, dan Peru) dengan fasilitas 100% Andean Trade Preference Act/ATPA. saling pengertian dan kerja sama yang lebih baik agar Indonesia dapat melakukan ekspor produk ikan tuna ke pasar Amerika Serikat dan negara lain yang menjadi anggota ANDEAN, diantaranya dengan upaya untuk mendapatkan fasilitas preferensi GSP. Selain itu juga, untuk mengatasi hambatan tarif dan non tarif, telah dilakukan Forum Konsultasi Bilateral (FKB) ke-1 Indonesia-Peru diadakan di Lima, Peru pada tanggal 2 Juli Pending Issues yang dibahas dalam FKB ke-1 diantaranya adalah: Kerja sama bidang ekonomi dan teknik; 3 perjanjian bidang hukum; Bidang pariwisata; Bidang kelautan dan perikanan; MOU bidang pertanian; MOU antara BPEN dengan Peruvian Promotion (Badan Promosi pada Departemen Perdagangan Peru); MOU penanaman modal antara BKPM dengan Badan Penanaman Modal Peru; Penempatan konsul kehormatan Peru di Bali. Indonesia mengharapkan agar hasil kesepakatan dalam Forum Konsultasi Bilateral (FKB) ke-1 tersebut perlu ditindaklanjuti. Termasuk untuk menyelesaikan pending issues dalam beberapa bidang kerja sama yang disepakati bersama. Sampai sejauh ini penanganan pending issues tersebut diserahkan kepada masingmasing instansi terkait. 26 RRT Tarif: Pengenaan bea masuk anti dumping sementara/bmads terhadap produk Nucleotide Food Additives. - Menyampaikan informasi Preliminary Determination berupa pengenaan BMAD kepada perusahaan tertuduh: PT. Cheil Jedang Indonesia: 16,9%; PT. Kirin Miwon: 8,1%; Others: 29,7%. - BMAD secara definitive berlaku sejak tanggal 24 September 2010, selama lima tahun.

141 NO. NEGARA PERMASALAHAN/HAMBATAN PENANGANAN Non Tarif: 1) Dikenakan tuduhan dumping methanol; Menyampaikan sanggahan/submisi terkait NCC petisioner. Indonesia sedang memonitor proceeding dan komunikasi dengan perusahaan tertuduh, PT Kaltim Methanol Indonesia. Indonesia juga sedang mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan untuk bahan pendampingan pemerintah pada kegiatan verifikasi otoritas anti-dumping China, MOFCOM ke perusahaan tertuduh. 27 Korea Tarif: 2) Pihak AQSIQ RRT menetapkan 3 (tiga) syarat yang harus dipenuhi oleh negara pengekspor buah-buahan tropis, yaitu: 1. Pest Analysis; 2. Registrasi Kebun; dan 3. Registrasi Packing House; 3) Ekspor sarang burung walet Indonesia belum dapat masuk ke pasar RRT karena dianggap mengandung H5N1 (avian influenza) dan nitrit. 4) Pemusnahan produk biskuit PT. Nissin Biscuit Indonesia karena ditemukan mengandung zat tartrazine. Sektor pertanian Korea sangat sensitif dan oleh karena itu, tarif untuk impor produk pertanian cenderung sangat tinggi. Indonesia menghimbau pemerintah RRT agar dapat melakukan investigasi terhadap 3 (tiga) persyaratan tersebut untuk beberapa produk buah-buahan Indonesia. Indonesia telah menerima delegasi AQSIQ untuk mengunjungi tempat budi daya sarang walet, pemrosesan produk, dan laboratorium penguji sarang walet. Saat ini sedang disusun sebuah protokol persyaratan inspeksi, karantina, dan sanitasi pengiriman sarang burung Walet Indonesia ke RRT. Indonesia telah menyampaikan informasi mengenai aturan terkait zat tartrazine kepada KADIN dan APINDO. Menegosiasikan melalui forum yang diikuti oleh kedua negara baik di tingkat multilateral, regional, maupun bilateral. Non Tarif: 1) Untuk melakukan impor terhadap ikan dan produk perikanan ke Korea Selatan eksportir diharuskan untuk menyampaikan aquatic animal health certificate yang dikeluarkan oleh eksportir setempat yang menyatakan bahwa impor terhadap produk ikan dan produk perikanan tersebut bebas dari penyakit. Hal ini sebagaimana tercantum pada Annex 1 of the Aquatic Animal Diseases Control Act of Korea yang telah dinotifikasi ke WTO sebagaimana tercantum dengan simbul nomor G/SPS/N/KOR/301, G/SPS/N/KOR/301/Add.1, G/SPS/N/KOR/301/ Add.2, dan G/SPS/N/301/Add.3. -

142 NO. NEGARA PERMASALAHAN/HAMBATAN PENANGANAN 28 Malaysia Non Tarif: 2) Korea Selatan memperkenalkan sistem pelacakan bagi daging sapi impor. Importir dan distributor diminta untuk memberitahukan kepada konsumen tentang negara asal, tanggal pengemasan, shelf life dan nama semua perusahaan yang terlibat dalam pengolahan daging termasuk rantai pengiriman distribusinya. Sistem pelacakan ini bersifat percobaan dilakukan dengan dasar sukarela pada awal Maret Review Border Trade Agreement/BTA 1970 Indonesia dan Malaysia telah melakukan pertemuan di tingkat SOM dan melakukan pertukaran draft revisi prinsip-prinsip dasar BTA. 2. Approval permit (A/P) yang diterapkan oleh Pemerintah Malaysia Malaysia memberlakukan ketentuan bahwa importir Malaysia bila melakukan impor produk HRC atau CRC dari luar dengan ketentuan: Produk HRC/P&O: i. Pine Mfg: 100% harus beli dari Mega Steel kecuali mendapatkan expectation dari Pemerintah Malaysia atau spec/ukuran yang tidak diproduksi oleh Mega Steel; Sebagai tindak lanjut dari pertemuan tersebut diajukan oleh Menteri Keuangan mengenai angka final besaran batas maksimal nilai transaksi yang mendapat pembebasan bea masuk dan pajak dalam rangka impor perdagangan lintas batas Indonesia - Malaysia, yaitu: - melalui darat adalah US$ 500 per bulan per pemegang Kartu Identitas Lintas Batas (KILB); - melalui laut adalah US$ 500 per bulan per pemegang KILB. Besaran nilai transaksi tersebut belum disampaikan dalam pertemuan bilateral review BTA Indonesia Malaysia. Direktorat Kerjasama Bilateral I saat ini bersama unit terkait di Departemen Perdagangan dan instansi terkait tengah mempersiapkan negative list yang akan dinegosiasikan dalam pertemuan bilateral selanjutnya. Telah dilakukan pertemuan the First Joint Trade and Investment Committee Meeting (JTIC) antara Indonesia dan Malaysia. Indonesia meminta klarifikasi kepada Malaysia mengenai penerapan Approved Permit/AP terhadap produk besi dan baja karena kebijakan tersebut menghambat akses pasar perusahaan baja Indonesia. Malaysia menjelaskan AP tersebut diperuntukkan untuk monitoring dan kebutuhan data statistik dalam negeri. Kedua pihak menyepakati untuk lembaga yang berwenang akan

143 NO. NEGARA PERMASALAHAN/HAMBATAN PENANGANAN ii. Reroller: 40% harus beli dari Mega Steel, jika sudah mencapai 40% baru dapat mengajukan A/P, dengan posisi 1 minggu. Produk CRC: 60% harus beli dari local mill (Mega, Mycron, Ornas) dan 40% bisa impor tetapi tidak mempersyaratkan harus lengkap 40% beli dari local mill, hal ini yang dikeluhkan oleh Reroller di Malaysia/selain Mega). 3. Pengenaan tuduhan dumping dan bea masuk anti dumping terhadap produk: News Print Paper Rolls, Maleic Anhydride, Self Copy Paper, dan Polyethelene Terephthalate. 4. Kewajiban penggunaan label Mark of Confirmity (MC) dalam produk mainan yang diimpor atau dijual di Malaysia. Pada tanggal 29 Juli 2010, Malaysia Governemnt Ministry of Domestic Trade, Cooperatives and Consumerism (MDTCC) telah mempublikasikan dua pertauran konsumen sebagai berikut: Cunsumer protection (safety standards for toys) regulation 2010; Consumer protection (certificate of conformance and conformity of safety standards) regulation Peraturan-peraturan tersebut di atas mensyaratkan alat-alat permainan yang didefinisikan sebagai segala jenis bentuk barang yang ditujukan untuk digunakan sebagai mainan anak-anak di bawah umur 14 tahun harus melalui serangkaian tes guna memenuhi ketentuan keamanan mainan Malaysia dan tes tersebut harus dilakukan oleh laboratorium terakreditasi. Setiap manufaktur, importer atau supplier harus memiliki Certificate of Approval (COA) yang dikeluarkan oleh MDTCC sebelum alat-alat permainan tersebut dapat diimpor atau dijual di Malaysia. Bagi pihakpihak yang telah memiliki COA, maka harus memberikan label Malaysian Confirmity (MC) di alat permainan tersebut. Persyaratan tersebut berlaku pada alat-alat permainan baru dan alat permainan lama (sudah dipasarkan) mendiskusikan lebih lanjut dan memfasilitasikan perdagangan kedua negara. Bersama para pengusaha yang terkena tuduhan melakukan pembelaan terhadap kasus-kasus tuduhan dumping. Perlu dilakukan sosialisasi kepada pengusaha terutama yang terkait dengan mainan yang di ekspor atau dijual ke Malaysia. Memastikan manufaktur memenuhi persyaratan bagi setiap alat-alat permainan sesuai dengan peraturan tersebut mulai tanggal 1 Agustus 2010 untuk alat permainan baru dan 1 Pebruari 2011 untuk alat permainan lama yang sudah dipasarkan. Identifikasi potensi masalah di masa depan. 29 Filipina Non Tarif: 1) Kebijakan Perdagangan Philipina selalu melindungi produsen lokal dengan mengenakan hambatan tarif dalam bentuk Safeguard-tariff

144 NO. NEGARA PERMASALAHAN/HAMBATAN PENANGANAN untuk produk ceramic tiles, union dan ploat glass, bahkan produk float glass dari Indonesia mendapat tambahan anti-dumping. Safeguard untuk produk ceramic masih diperpanjang dan kemungkinan tuduhan anti dumping untuk float glass (10-12 mm) akan diperpanjang. 2) Pengenaan tuduhan dumping dan bea masuk anti dumping terhadap produk: Clear & Tinted Float Glass; Bersama para pengusaha yang terkena tuduhan melakukan pembelaan terhadap kasus-kasus tuduhan dumping. 3) Tuduhan safeguards terhadap produk testliner board. Bureau of Import Services DTI Philippines telah mengadakan Public Consultation/Hearing di Manila. Dalam pelaksanaannya Otoritas Safeguard Filipina tidak bersifat transparan karena pemberitahuan kepada interested parties bersifat mendadak, sehingga public hearing tidak dapat dihadiri oleh perusahaan Indonesia (PT. Mulia Glass). Pemerintah Indonesia telah menyampaikan sanggahan dimana salah satu poin sanggahan tersebut adalah keberatan Indonesia terhadap pemberian batas waktu 5 (lima) hari untuk menyampaikan sanggahan. 30 Thailand Non Tarif: 31 Singapura Non Tarif : 4) Dalam tuduhan dumping dan safeguards, otoritas Filipina memberikan batas waktu maksimum 5 (lima) hari bagi pihak terkait (interested parties) untuk mengisi kuesioner dan menyampaikan submisi/sanggahan. Pengenaan tuduhan dumping dan bea masuk anti dumping terhadap produk: Flat Hot Rolled Steel in Coils and not Coils, dan Glass Block. PT Mulia Glass: Non-Confidental Diclosure of the Essential Facts for the Final Determination of the Review of AD Proceeding on CGB of PT. PT Kedaung Medan Industrial. Menerapkan strategi control of products (pengawasan) terhadap sebagian besar produk impor, khususnya untuk barang-barang konsumsi. Dalam Pemerintah Indonesia telah menyampaikan sanggahan dalam public hearing yang diselenggarakan DTI di Manila dan berkoordinasi dengan KBRI di Manila memonitor perkembangan kasus; Bersama para pengusaha yang terkena tuduhan melakukan pembelaan terhadap kasus-kasus tuduhan dumping. Menjawab kuesioner terkait dengan tuduhan anti dumping. Indonesia dalam hal ini masih sulit bersaing dengan negara yang lebih baik di dalam kualitas atau mutu produk itu sendiri.

145 NO. NEGARA PERMASALAHAN/HAMBATAN PENANGANAN penerapan sistem tersebut, mutu dan harga yang kompetitif menjadi persyaratan utama. Sebagai contoh untuk produk daging, Singapura mengimpor dari berbagai negara yang jaraknya cukup jauh dan mampu memenuhi persyaratan yang ditetapkan, yaitu Argentina, Brazil, Chile, Denmark, Finlandia, dan Perancis. Indonesia sampai saat ini tidak memenuhi persyaratan untuk mengekspor produk daging dan telur ke Singapura (permasalahan ada di dalam negeri). Adapun beberapa persyaratan yang harus dipenuhi antara lain: Potensi perdagangan untuk produk local dari Indonesia sangat terbuka luas, seperti produk hasil pertanian, sayuran, buah-buahan dan produk daging. Untuk itu produk berpotensi Indonesia harus memenuhi standar, terutama menyangkut SPS (Sanitary and phytosanitary). Daging hanya boleh diimpor dari negara yang sudah terdaftar di AVA. Setiap pengapalan/ pengiriman produk harus dilengkapi dengan Sertifikat (asli) dari instansi yang berwenang di negara pengekspor yang menyatakan bahwa daging tersebut memenuhi persyaratan kesehatan di Singapura. Wajib label. 32 Taiwan Non Tarif: Terkait sengketa Produk mie instan Indofood telah Terselesaikan 1. Tanaman atau produk tanaman dari Indonesia harus memenuhi ketentuan pengiriman tanaman atau produk tanaman yang telah diatur oleh Bureau of Animal and Plant Health Inspection and Quarantine (BAPHIQ) agar dapat masuk ke pasar Taiwan. Apabila ada transshipment plants atau plants products yang melanggar ketentuan tersebut akan dikenakan peraturan karantina. 2. Mulai tanggal 1 Januari 2011, Food and Drug Administration, Department of Health Taiwan (FDA) akan melakukan pemeriksaan terhadap seluruh impor produk makanan, bahan aditif pada produk makanan, peralatan makan, bahan pembersih produk makanan serta wadah dan kemasan produk makanan. 3. Para produsen produk makanan kaleng yang berkadar asam dan berkadar asam rendah harus mengikuti peraturan yang diberlakukan Food and Drug Administration, Department of Health Taiwan (FDA). Menurut rencana, peraturan tersebut akan diberlakukan mulai tanggal 1 Juli Sejak saat itu, produk impor makanan kaleng berkadar asam dan berkadar asam rendah akan diperiksa termasuk dokumen sertifikat Indonesia telah menyampaikan kepada instansi terkait mengenai peraturan terbaru Taiwan.

146 NO. NEGARA PERMASALAHAN/HAMBATAN PENANGANAN terkait. 33 Jepang Tarif: 1) Produk perikanan unggulan Indonesia (e.g. tuna, pelagic fish, anchovies) masih belum mendapatkan penurunan tarif (catatan: sesuai dengan perjanjian baru akan diturunkan pada tahun ke-4 dan ke-5 implementasi IJEPA); 2) Jepang tetap mengenakan tarif yang tinggi untuk produk-produk unggulan lain Indonesia (e.g. kulit dan sepatu, plywood, makanan olahan, instant coffee and tea, chocolate powder, plastik, dan karet). Non Tarif: 1) Pemberlakuan Tariff Rate Quota (TRQ) untuk produk pertanian Indonesia (nanas 900 gram dengan kuota ekspor 1000 ton per tahun, pisang dengan kuota 1000 ton per tahun); 2) Terdapat perlakuan khusus untuk Dowa District terkait dengan produk kulit dan sepatu, yaitu penerapan high tariff rate and import quota. 3) Calon Nurses and Caregivers dari Indonesia mendapat kesulitan menghadapi ujian nasional dalam bahasa kanji, sehingga dari 3 batch pengiriman calon nurses and caregivers sejauh ini hanya 2 orang yang lulus ujian tersebut. Indonesia telah melakukan The 2nd Sub Committee Meeting IJEPA dan meminta Jepang untuk dapat memulai membuka diskusi mengenai pembukaan akses pasar untuk produk perikanan Indonesia tersebut dengan pertimbangan Indonesia telah menjadi anggota Japan Ocean Tuna Commission (IOTC) sejak tahun 2007 dan Commission for the Conservation of Southern Bluefin Tuna (CCSBT) sejak tahun Telah dilakukan pertemuan Sub Committee dan pihak Indonesia meminta pembatasan ukuran berat untuk ekspor nanas ke Jepang dapat dihilangkan karena sebagian besar produk nanas Indonesia beratnya di atas 900 gram. (catatan: untuk pisang, produksi Indonesia belum dapat memenuhi kebutuhan di dalam negeri dan harga di dalam negeri lebih baik dibanding harga ekspor). Indonesia mengangkat isu ini pada IJ-JEF II di Tokyo pada tanggal Oktober 2010 di mana Menteri Perdagangan RI meminta Jepang untuk membantu mengoptimalkan tingkat kelulusan calon nurses and caregivers dari Indonesia, antara lain dengan cara memberikan kelonggaran standar kelulusan ujian dan memperpanjang kesempatan ujian. Jepang memberikan respon positif dengan kedatangan perwakilan Jepang ke Indonesia untuk mengajukan proposal pelatihan bahasa Jepang tambahan. Proposal tersebut saat ini sedang dibahas teknik pelaksanaannya.

147

DAFTAR ISI. Halaman Judul... i. Halaman Persetujuan Pembimbing... ii. Halaman Pengesahan Skripsi... iii. Halaman Pernyataan... iv

DAFTAR ISI. Halaman Judul... i. Halaman Persetujuan Pembimbing... ii. Halaman Pengesahan Skripsi... iii. Halaman Pernyataan... iv DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul... i Halaman Persetujuan Pembimbing... ii Halaman Pengesahan Skripsi... iii Halaman Pernyataan... iv Halaman Persembahan... v Kata Pengantar... vii Kutipan Undang-Undang...

Lebih terperinci

TUGAS MATA KULIAH HUKUM EKONOMI INTERNASIONAL. Posisi Indonesia dan Perkembangan Perundingan WTO (Doha Development Agenda) APRILIA GAYATRI

TUGAS MATA KULIAH HUKUM EKONOMI INTERNASIONAL. Posisi Indonesia dan Perkembangan Perundingan WTO (Doha Development Agenda) APRILIA GAYATRI TUGAS MATA KULIAH HUKUM EKONOMI INTERNASIONAL Posisi Indonesia dan Perkembangan Perundingan WTO (Doha Development Agenda) O l e h : APRILIA GAYATRI N P M : A10. 05. 0201 Kelas : A Dosen : Huala Adolf,

Lebih terperinci

LAPORAN DELEGASI DPR RI ANNUAL 2011 SESSION OF THE PARLIAMENTARY CONFERENCE ON THE WORLD TRADE ORGANIZATION

LAPORAN DELEGASI DPR RI ANNUAL 2011 SESSION OF THE PARLIAMENTARY CONFERENCE ON THE WORLD TRADE ORGANIZATION 2011 LAPORAN DELEGASI DPR RI ANNUAL 2011 SESSION OF THE PARLIAMENTARY CONFERENCE ON THE WORLD TRADE ORGANIZATION JENEWA, 21 22 MARET 2011 BADAN KERJA SAMA ANTAR PARLEMEN 2011 LAPORAN DELEGASI DPR RI KE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Penelitian Negara-negara di seluruh dunia saat ini menyadari bahwa integrasi ekonomi memiliki peran penting dalam perdagangan. Integrasi dilakukan oleh setiap negara

Lebih terperinci

MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN RI, M E M U T U S K A N :

MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN RI, M E M U T U S K A N : KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN RI NOMOR 527/MPP/KEP/7/2002 TANGGAL 5 JULI 2002 TENTANG TATA KERJA TIM NASIONAL WTO DAN PEMBENTUKAN KELOMPOK PERUNDING UNTUK PERUNDINGAN PERDAGANGAN MULTILATERAL

Lebih terperinci

Tinjauan Kebijakan Ekonomi Indonesia Yose Rizal Damuri

Tinjauan Kebijakan Ekonomi Indonesia Yose Rizal Damuri Tinjauan Kebijakan Ekonomi Indonesia Meninjau Ulang Pentingnya Perjanjian Perdagangan Bebas Bagi Indonesia Yose Rizal Damuri Publikasi Ikhtisar Kebijakan Singkat ini merupakan hasil dari Aktivitas Kebijakan

Lebih terperinci

KEYNOTE SPEECH MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA PERESMIAN PABRIK PT. INDO KORDSA, TBK JAKARTA, 06 JANUARI 2015

KEYNOTE SPEECH MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA PERESMIAN PABRIK PT. INDO KORDSA, TBK JAKARTA, 06 JANUARI 2015 KEYNOTE SPEECH MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA PERESMIAN PABRIK PT. INDO KORDSA, TBK JAKARTA, 06 JANUARI 2015 Yang Mulia Duta Besar Turki; Yth. Menteri Perdagangan atau yang mewakili;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomensa globalisasi dalam bidang ekonomi mendorong perkembangan ekonomi yang semakin dinamis antar negara. Dengan adanya globalisasi, terjadi perubahan sistem ekonomi

Lebih terperinci

CAPAIAN KINERJA 2017 TARGET KINERJA Kementerian Perdagangan, Januari 2018

CAPAIAN KINERJA 2017 TARGET KINERJA Kementerian Perdagangan, Januari 2018 CAPAIAN KINERJA 2017 TARGET KINERJA 2018, Januari 2018 Menjaga stabilitas harga dan ketersediaan bahan pokok serta mengutamakan penyerapan produksi dalam negeri Meningkatkan ekspor dan menjaga neraca perdagangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa Indonesia. Pada kurun tahun 1993-2006, industri TPT menyumbangkan 19.59 persen dari perolehan devisa

Lebih terperinci

Deputi Bidang Koordinasi Kerjasama Ekonomi Internasional Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian

Deputi Bidang Koordinasi Kerjasama Ekonomi Internasional Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Deputi Bidang Koordinasi Kerjasama Ekonomi Internasional Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Unit : Deputi Bidang Koordinasi Kerjasama Ekonomi Internasional SS Indikator Target 2015 Terwujudnya

Lebih terperinci

DARI KONFERENSI CANCUN, MEXICO (2003) - KE PERTEMUAN STOCKTAKING WTO (2010) : PERJUANGAN PANJANG NEGOSIASI PERTANIAN NEGARA BERKEMBANG

DARI KONFERENSI CANCUN, MEXICO (2003) - KE PERTEMUAN STOCKTAKING WTO (2010) : PERJUANGAN PANJANG NEGOSIASI PERTANIAN NEGARA BERKEMBANG DARI KONFERENSI CANCUN, MEXICO (2003) - KE PERTEMUAN STOCKTAKING WTO (2010) : PERJUANGAN PANJANG NEGOSIASI PERTANIAN NEGARA BERKEMBANG From the Cancun, Mexico (2003) Conference to Stocktaking WTO (2010)

Lebih terperinci

DAFTAR ISI LAMPIRAN 50. Daftar Isi

DAFTAR ISI LAMPIRAN 50. Daftar Isi DAFTAR ISI Daftar Isi i Daftar Gambar ii Daftar Tabel iii Daftar Lampiran iv Kata Pengantar v BAB 1 PENDAHULUAN 1 1.1. Kondisi Umum 1 1.2 Pemasalahan dan Tantangan 6 BAB 2 VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

Lebih terperinci

Latar Belakang dan Sejarah Terbentuknya. WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama. Fungsi WTO. Tujuan WTO 4/22/2015

Latar Belakang dan Sejarah Terbentuknya. WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama. Fungsi WTO. Tujuan WTO 4/22/2015 WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama Hanif Nur Widhiyanti, S.H.,M.Hum. Latar Belakang dan Sejarah Terbentuknya TidakterlepasdarisejarahlahirnyaInternational Trade Organization (ITO) dangeneral

Lebih terperinci

SIARAN PERS Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I. Ridwan Rais No. 5, Jakarta Phone/Fax:

SIARAN PERS Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I. Ridwan Rais No. 5, Jakarta Phone/Fax: DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA SIARAN PERS Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I. Ridwan Rais No. 5, Jakarta 10110 Phone/Fax: 021-385-8213 www.depdag.go.id KTT ASEAN Ke-13: Penandatanganan

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI. PADA PENANDATANGAN MEMORANDUM OF UNDERSTANDING ON INDUSTRIAL TECHNICAL COOPERATION

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI. PADA PENANDATANGAN MEMORANDUM OF UNDERSTANDING ON INDUSTRIAL TECHNICAL COOPERATION SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI. PADA PENANDATANGAN MEMORANDUM OF UNDERSTANDING ON INDUSTRIAL TECHNICAL COOPERATION ANTARA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN RI. DENGAN KEMENTERIAN PERDAGANGAN, PERINDUSTRIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perdagangan multilateral dalam bentuk organisasi perdagangan dunia atau World

I. PENDAHULUAN. perdagangan multilateral dalam bentuk organisasi perdagangan dunia atau World 34 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang menjadi anggota forum kerjasama perdagangan multilateral dalam bentuk organisasi perdagangan dunia atau World Trade Organization

Lebih terperinci

Dr Erwidodo Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Badan Litbang Pertanian. Workshop Pra-Konferensi PERHEPI Bogor, 27 Agustus 2014

Dr Erwidodo Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Badan Litbang Pertanian. Workshop Pra-Konferensi PERHEPI Bogor, 27 Agustus 2014 Dr Erwidodo Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Badan Litbang Pertanian Workshop Pra-Konferensi PERHEPI Bogor, 27 Agustus 2014 1 Multilateral (WTO) Plurilateral/Regional : APEC, ASEAN-FTA (AFTA),

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/M-DAG/PER/8/2010

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/M-DAG/PER/8/2010 PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/M-DAG/PER/8/2010 TENTANG SURAT KETERANGAN ASAL (CERTIFICATE OF ORIGIN) UNTUK BARANG EKSPOR INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerja sama merupakan upaya yang dilakukan oleh perseorangan, kelompok maupun negara untuk mencapai kepentingan bersama. Lewat bekerjasama, tentu saja seseorang, kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur perekonomian internasional yang lebih bebas dengan jalan menghapuskan semua hambatanhambatan

Lebih terperinci

Kinerja Ekspor Nonmigas Januari-April Lampui Target *Sinyal bahwa FTA/EPA Semakin Efektif dan Pentingnya Diversifikasi Pasar

Kinerja Ekspor Nonmigas Januari-April Lampui Target *Sinyal bahwa FTA/EPA Semakin Efektif dan Pentingnya Diversifikasi Pasar SIARAN PERS Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 10110 Telp: 021-3860371/Fax: 021-3508711 www.kemendag.go.id Kinerja Ekspor Nonmigas Januari-April Lampui

Lebih terperinci

Kinerja Ekspor Nonmigas November 2010 Memperkuat Optimisme Pencapaian Target Ekspor 2010

Kinerja Ekspor Nonmigas November 2010 Memperkuat Optimisme Pencapaian Target Ekspor 2010 SIARAN PERS Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 111 Telp: 21-386371/Fax: 21-358711 www.kemendag.go.id Kinerja Ekspor Nonmigas November 21 Memperkuat Optimisme

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN KERANGKA KERJA ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK ISLAM PAKISTAN TENTANG KEMITRAAN EKONOMI

Lebih terperinci

Sambutan oleh: Ibu Shinta Widjaja Kamdani Ketua Komite Tetap Kerjasama Perdagangan Internasional Kadin Indonesia

Sambutan oleh: Ibu Shinta Widjaja Kamdani Ketua Komite Tetap Kerjasama Perdagangan Internasional Kadin Indonesia Sambutan oleh: Ibu Shinta Widjaja Kamdani Ketua Komite Tetap Kerjasama Perdagangan Internasional Kadin Indonesia Disampaikan Pada Forum Seminar WTO Tanggal 12 Agustus 2008 di Hotel Aryaduta, Jakarta Kepada

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN KERJA SAMA ASEAN PASCA IMPLEMENTASI AEC 2015

PERKEMBANGAN KERJA SAMA ASEAN PASCA IMPLEMENTASI AEC 2015 PERKEMBANGAN KERJA SAMA ASEAN PASCA IMPLEMENTASI AEC 2015 J.S. George Lantu Direktur Kerjasama Fungsional ASEAN/ Plt. Direktur Kerja Sama Ekonomi ASEAN Jakarta, 20 September 2016 KOMUNITAS ASEAN 2025 Masyarakat

Lebih terperinci

Ekspor Indonesia Masih Sesuai Target 2008: Pemerintah Ambil Berbagai Langkah Guna Antisipasi Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi Dunia

Ekspor Indonesia Masih Sesuai Target 2008: Pemerintah Ambil Berbagai Langkah Guna Antisipasi Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi Dunia SIARAN PERS DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 10110 Tel: 021 3858216, 23528400. Fax: 021-23528456 www.depdag.go.id Ekspor Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional memiliki peranan penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu negara terhadap arus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Integrasi suatu negara ke dalam kawasan integrasi ekonomi telah menarik perhatian banyak negara, terutama setelah Perang Dunia II dan menjadi semakin penting sejak tahun

Lebih terperinci

Renstra Pusat Akreditasi Lembaga Sertifikasi BSN Tahun RENSTRA PUSAT AKREDITASI LEMBAGA SERTIFIKASI TAHUN

Renstra Pusat Akreditasi Lembaga Sertifikasi BSN Tahun RENSTRA PUSAT AKREDITASI LEMBAGA SERTIFIKASI TAHUN RENSTRA PUSAT AKREDITASI LEMBAGA SERTIFIKASI TAHUN 2015-2019 BADAN STANDARDISASI NASIONAL 2015 Kata Pengantar Dalam rangka melaksanakan amanat Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Lebih terperinci

BADAN STANDARDISASI NASIONAL RENCANA STRATEGIS DEPUTI BIDANG PENELITIAN DAN KERJASAMA STANDARDISASI BADAN STANDARDISASI NASIONAL TAHUN

BADAN STANDARDISASI NASIONAL RENCANA STRATEGIS DEPUTI BIDANG PENELITIAN DAN KERJASAMA STANDARDISASI BADAN STANDARDISASI NASIONAL TAHUN BADAN STANDARDISASI NASIONAL RENCANA STRATEGIS DEPUTI BIDANG PENELITIAN DAN KERJASAMA STANDARDISASI BADAN STANDARDISASI NASIONAL TAHUN 2015 2019 JAKARTA 2015 Kata Pengantar Dengan telah ditetapkannya Undang-Undang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

2 masing-masing negara masih berhak untuk menentukan sendiri hambatan bagi negara non anggota. 1 Sebagai negara dalam kawasan Asia Tenggara tentunya p

2 masing-masing negara masih berhak untuk menentukan sendiri hambatan bagi negara non anggota. 1 Sebagai negara dalam kawasan Asia Tenggara tentunya p 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi yang semakin maju ini ada banyak isu-isu yang berkembang. Bukan hanya isu mengenai hard power yang menjadi perhatian dunia, tetapi isu soft

Lebih terperinci

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013 LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013 I. PENDAHULUAN Kegiatan Sosialisasi Hasil dan Proses Diplomasi Perdagangan Internasional telah diselenggarakan

Lebih terperinci

Kinerja Ekspor Nonmigas Bulan Februari 2011 Terus Menguat Menuju Pencapaian Target Ekspor

Kinerja Ekspor Nonmigas Bulan Februari 2011 Terus Menguat Menuju Pencapaian Target Ekspor SIARAN PERS Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 10110 Telp: 021-3860371/Fax: 021-3508711 www.kemendag.go.id Kinerja Ekspor Nonmigas Bulan Februari 2011 Terus

Lebih terperinci

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL KENDARI, 30 MEI 2013

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL KENDARI, 30 MEI 2013 LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL KENDARI, 30 MEI 2013 I. PENDAHULUAN Kegiatan Sosialisasi Hasil dan Proses Diplomasi Perdagangan Internasional telah diselenggarakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan orientasi yaitu dari orientasi peningkatan produksi ke orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. lebih maju. Organisasi-organisasi internasional dan perjanjian-perjanjian

BAB I P E N D A H U L U A N. lebih maju. Organisasi-organisasi internasional dan perjanjian-perjanjian 1 BAB I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Dalam era globalisasi sekarang ini, perekonomian internasional merupakan salah satu pilar utama dalam proses pembangunan dunia yang lebih maju. Organisasi-organisasi

Lebih terperinci

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL BALIKPAPAN, 19 JUNI 2013

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL BALIKPAPAN, 19 JUNI 2013 LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL BALIKPAPAN, 19 JUNI 2013 I. PENDAHULUAN Kegiatan Sosialisasi Hasil dan Proses Diplomasi Perdagangan Internasional telah diselenggarakan

Lebih terperinci

NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN

NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN SECOND PROTOCOL TO AMEND THE AGREEMENT ON TRADE IN GOODS UNDER THE FRAMEWORK AGREEMENT ON COMPREHENSIVE ECONOMIC COOPERATION AMONG THE GOVERNMENTS OF THE MEMBER COUNTRIES OF

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 10

BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 10 BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 10 PENANAMAN MODAL TERKAIT PERDAGANGAN INTERNASIONAL DALAM KERANGKA WTO (THE TRADE RELATED INVESTMENT MEASURES-TRIMs) A. Agreement on Trade

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN tahun sebelum Masehi dengan menggunakan transportasi air. 1 Sedangkan

BAB I PENDAHULUAN tahun sebelum Masehi dengan menggunakan transportasi air. 1 Sedangkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perdagangan telah berkembang pesat seiring dengan perkembangan teknologi dan pertumbuhan manusia. Perdagangan dipercaya sudah terjadi sepanjang sejarah umat manusia

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN KERJA SAMA PERDAGANGAN INTERNASIONAL

PERKEMBANGAN KERJA SAMA PERDAGANGAN INTERNASIONAL PERKEMBANGAN KERJA SAMA PERDAGANGAN INTERNASIONAL Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional As of 31 /01/2012 OUTLINE I. Outlook Dan Sasaran Strategis Rencana Aksi 2012 II. Fokus Pembangunan

Lebih terperinci

Pantjar Simatupang LATAR BELAKANG

Pantjar Simatupang LATAR BELAKANG JUSTIFIKASI MEKANISME KAWAL PENYELAMATAN KHUSUS (SPECIAL SAFEGUARD MECHANISM) SEBAGAI BAGIAN DARI PERLAKUAN KHUSUS DAN BERBEDA (SPECIAL AND DIFFERENTIAL TREATMENT) BAGI NEGARA-NEGARA SEDANG BERKEMBANG

Lebih terperinci

Pedoman Standardisasi Nasional Nomor 301 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) secara Wajib

Pedoman Standardisasi Nasional Nomor 301 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) secara Wajib LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL NOMOR : 1 TAHUN 20118.A/PER/BSN/2/2010 TANGGAL : 1 Februari 2011 Pedoman Standardisasi Nasional Nomor 301 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberlakuan

Lebih terperinci

4. Membentuk komite negara-negara penghasil minyak bumi ASEAN. Badan Kerjasama Regional yang Diikuti Negara Indonesia

4. Membentuk komite negara-negara penghasil minyak bumi ASEAN. Badan Kerjasama Regional yang Diikuti Negara Indonesia Badan Kerjasama Regional yang Diikuti Negara Indonesia 1. ASEAN ( Association of South East Asian Nation Nation) ASEAN adalah organisasi yang bertujuan mengukuhkan kerjasama regional negara-negara di Asia

Lebih terperinci

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B.

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B. ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B. Outline Sejarah dan Latar Belakang Pembentukan AFTA Tujuan Strategis AFTA Anggota & Administrasi AFTA Peranan & Manfaat ASEAN-AFTA The

Lebih terperinci

ASIA PACIFIC ECONOMIC COOPERATION (APEC) GAMBARAN UMUM

ASIA PACIFIC ECONOMIC COOPERATION (APEC) GAMBARAN UMUM ASIA PACIFIC ECONOMIC COOPERATION (APEC) GAMBARAN UMUM 1. Forum Kerjasama Ekonomi negara-negara di kawasan Asia Pasifik (Asia Pacific Economic Cooperation-APEC) dibentuk pada tahun 1989 berdasarkan gagasan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional.

ABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional. ABSTRAK Indonesia telah menjalankan kesepakan WTO lewat implementasi kebijakan pertanian dalam negeri. Implementasi kebijakan tersebut tertuang dalam deregulasi (penyesuaian kebijakan) yang diterbitkan

Lebih terperinci

ASIA PACIFIC PARLIAMENTARY FORUM (APPF)

ASIA PACIFIC PARLIAMENTARY FORUM (APPF) ASIA PACIFIC PARLIAMENTARY FORUM (APPF) www.appf.org.pe LATAR BELAKANG APPF dibentuk atas gagasan Yasuhiro Nakasone (Mantan Perdana Menteri Jepang dan Anggota Parlemen Jepang) dan beberapa orang diplomat

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA-JEPANG PERIODE : JANUARI AGUSTUS 2015

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA-JEPANG PERIODE : JANUARI AGUSTUS 2015 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA-JEPANG PERIODE : JANUARI AGUSTUS 2015 A. Perkembangan perekonomian dan perdagangan Jepang 1. Neraca perdagangan Jepang dengan Dunia periode Januari-Agustus 2015 tercatat

Lebih terperinci

2017, No Negara Republik Indonesia Tahun 14 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3547) sebagaimana telah diubah dengan P

2017, No Negara Republik Indonesia Tahun 14 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3547) sebagaimana telah diubah dengan P No.783, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Nama Jabatan dan Kelas Jabatan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/M-DAG/PER/5/2017 TENTANG NAMA JABATAN DAN KELAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia pada periode 24 28 mulai menunjukkan perkembangan yang pesat. Kondisi ini sangat memengaruhi perekonomian dunia. Tabel 1 menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap negara memiliki tujuan yang sama, yaitu mencapai

BAB I PENDAHULUAN. Setiap negara memiliki tujuan yang sama, yaitu mencapai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap negara memiliki tujuan yang sama, yaitu mencapai tingkat kesejahteraan yang tinggi bagi negaranya. Dewasa ini, salah satu syarat penting untuk mencapai kesejahteraan

Lebih terperinci

KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL. Bab 3

KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL. Bab 3 KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL Bab 3 1. Pengertian Kerjasama Ekonomi Internasional Hubungan antara suatu negara dengan negara lainnya dalam bidang ekonomi melalui kesepakatan-kesepakatan tertentu, dengan

Lebih terperinci

hambatan sehingga setiap komoditi dapat memiliki kesempatan bersaing yang sama. Pemberian akses pasar untuk produk-produk susu merupakan konsekuensi l

hambatan sehingga setiap komoditi dapat memiliki kesempatan bersaing yang sama. Pemberian akses pasar untuk produk-produk susu merupakan konsekuensi l BAB V 5.1 Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN Dalam kesepakatan AoA, syarat hegemoni yang merupakan hubungan timbal balik antara tiga aspek seperti form of state, social force, dan world order, seperti dikatakan

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS KEDEPUTIAN BIDANG PENERAPAN STANDAR DAN AKREDITASI BADAN STANDARDISASI NASIONAL TAHUN

RENCANA STRATEGIS KEDEPUTIAN BIDANG PENERAPAN STANDAR DAN AKREDITASI BADAN STANDARDISASI NASIONAL TAHUN RENCANA STRATEGIS KEDEPUTIAN BIDANG PENERAPAN STANDAR DAN AKREDITASI BADAN STANDARDISASI NASIONAL TAHUN 2015 2019 JAKARTA 2015 Kata Pengantar Dalam rangka melaksanakan amanat Undang-Undang No. 25 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk 114 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk perekonomian bagi masyarakat Indonesia. Salah satu sektor agroindustri yang cendrung berkembang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengalami perubahan relatif pesat. Beberapa perubahan tersebut ditandai oleh: (1)

I. PENDAHULUAN. mengalami perubahan relatif pesat. Beberapa perubahan tersebut ditandai oleh: (1) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam dua dasawarsa terakhir perkembangan perekonomian dunia telah mengalami perubahan relatif pesat. Beberapa perubahan tersebut ditandai oleh: (1) mulai bergesernya

Lebih terperinci

There are no translations available.

There are no translations available. There are no translations available. Surat Keterangan Asal (Certificate of Origin) disingkat SKA adalah dokumen yang disertakan pada waktu barang ekspor Indonesia yang telah memenuhi ketentuan asal barang

Lebih terperinci

Ekspor Nonmigas 2010 Mencapai Rekor Tertinggi

Ekspor Nonmigas 2010 Mencapai Rekor Tertinggi SIARAN PERS Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 111 Telp: 21-386371/Fax: 21-358711 www.kemendag.go.id Ekspor Nonmigas 21 Mencapai Rekor Tertinggi Jakarta,

Lebih terperinci

Prof. Dr. Rina Oktaviani Guru Besar FEM-IPB International Trade and Policy Studies- IPB. Workshop Pra-Konferensi PERHEPI Bogor, 27 Agustus 2014

Prof. Dr. Rina Oktaviani Guru Besar FEM-IPB International Trade and Policy Studies- IPB. Workshop Pra-Konferensi PERHEPI Bogor, 27 Agustus 2014 Prof. Dr. Rina Oktaviani Guru Besar FEM-IPB International Trade and Policy Studies- IPB Workshop Pra-Konferensi PERHEPI Bogor, 27 Agustus 2014 Perundingan Pertanian Indonesia Di Forum WTO (Pasca Bali)

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN 2015-2035

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN 2015-2035 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN 2015-2035 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. masyarakat internasional yaitu isu ekonomi perdagangan. Seiring dengan

BAB V KESIMPULAN. masyarakat internasional yaitu isu ekonomi perdagangan. Seiring dengan BAB V KESIMPULAN Penelitian ini membahas salah satu isu penting yang kerap menjadi fokus masyarakat internasional yaitu isu ekonomi perdagangan. Seiring dengan berkembangnya isu isu di dunia internasional,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN STANDARDISASI NASIONAL. SNI. Pemberlakuan. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN STANDARDISASI NASIONAL. SNI. Pemberlakuan. Pedoman. No.105, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN STANDARDISASI NASIONAL. SNI. Pemberlakuan. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN STANDARDISASI NASIONAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Ekonomi ASEAN akan segera diberlakukan pada tahun 2015.

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Ekonomi ASEAN akan segera diberlakukan pada tahun 2015. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ASEAN Ecomonic Community (AEC) atau yang lebih dikenal dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN akan segera diberlakukan pada tahun 2015. AEC merupakan realisasi dari tujuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN 2015-2035 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Selamat pagi dan salam sejahtera bagi kita semua,

Selamat pagi dan salam sejahtera bagi kita semua, SAMBUTAN MENTERI PERDAGANGAN PADA PENANDATANGANAN KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA (LPEI) DENGAN ASOSIASI PERTEKSTILAN INDONESIA (API) DAN ASOSIASI PERSEPATUAN INDONESIA (APRISINDO)

Lebih terperinci

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia No.92, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PENGESAHAN. Agreement. Asosiasi Bangsa-Bangsa Asia Tenggara. Republik Rakyat Tiongkok. Penyelesaian Sengketa. Kerja Sama Ekonomi. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Mendobrak Pasar Ekspor Melalui Pendekatan Total Football

Mendobrak Pasar Ekspor Melalui Pendekatan Total Football Mendobrak Pasar Ekspor Melalui Pendekatan Total Football Oleh Ketua Umum KADIN Indonesia Pada Rapat Kerja Kementerian Perdagangan RI Jakarta, 20 Februari 2016 Strategi Mendobrak Ekspor 1. Memanfaatkan

Lebih terperinci

Pilar 1, MEA 2015 Situasi Terkini

Pilar 1, MEA 2015 Situasi Terkini CAPAIAN MEA 2015 Barang Pilar 1, MEA 2015 Situasi Terkini Tariff 0% untuk hampir semua produk kecuali MINOL, Beras dan Gula ROO / NTMs Trade & Customs Law/Rule National Trade Repository (NTR)/ATR Fokus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun 1980. Globalisasi selain memberikan dampak positif, juga memberikan dampak yang mengkhawatirkan bagi negara yang

Lebih terperinci

ASIA PACIFIC PARLIAMENTARIANS CONFERENCE ON ENVIRONMENT AND DEVELOPMENT (APPCED)

ASIA PACIFIC PARLIAMENTARIANS CONFERENCE ON ENVIRONMENT AND DEVELOPMENT (APPCED) ASIA PACIFIC PARLIAMENTARIANS CONFERENCE ON ENVIRONMENT AND DEVELOPMENT (APPCED) Latar Belakang The Asia-Pacific Parliamentarians' Conference on Environment and Development (APPCED) didirikan oleh Parlemen

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 59/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 59/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 59/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG KETENTUAN PENERBITAN SURAT KETERANGAN ASAL (CERTIFICATE OF ORIGIN) UNTUK BARANG EKSPOR INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB 4 PENUTUP. 4.1 Kesimpulan

BAB 4 PENUTUP. 4.1 Kesimpulan BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan Perdagangan internasional diatur dalam sebuah rejim yang bernama WTO. Di dalam institusi ini terdapat berbagai unsur dari suatu rejim, yaitu prinsip, norma, peraturan, maupun

Lebih terperinci

Beberapa perkembangan Internasional sehubungan dengan produk kayu ilegal yang harus dicermati:

Beberapa perkembangan Internasional sehubungan dengan produk kayu ilegal yang harus dicermati: SAMBUTAN MENTERI PERDAGANGAN PADA ACARA HIGH LEVEL MARKET DIALOGUE BETWEEN INDONESIA, EU, THE US AND JAPAN: MEETING MARKET DEMAND FOR LEGALLY TIMBER PRODUCT JAKARTA, 10 MARET 2011 Yth. Menteri Koordinator

Lebih terperinci

ARAH PEMBANGUNAN HUKUM DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015 Oleh: Akhmad Aulawi, S.H., M.H. *

ARAH PEMBANGUNAN HUKUM DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015 Oleh: Akhmad Aulawi, S.H., M.H. * ARAH PEMBANGUNAN HUKUM DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015 Oleh: Akhmad Aulawi, S.H., M.H. * Era perdagangan bebas di negaranegara ASEAN tinggal menghitung waktu. Tidak kurang dari 2 tahun pelaksanaan

Lebih terperinci

: Institute Of Southeast Asian Studies

: Institute Of Southeast Asian Studies BOOK REVIEW Judul : ASEAN: Life After the Charter Editor : S. Tiwari Penerbit : Institute Of Southeast Asian Studies Bahasa : Inggris Jumlah halaman : 186 halaman Tahun penerbitan : 2010 Pembuat resensi

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Dalam periode September Oktober 2009 terbukti telah terjadi

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Dalam periode September Oktober 2009 terbukti telah terjadi 329 VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan 1. Dalam periode September 1994 - Oktober 2009 terbukti telah terjadi banjir impor bagi komoditas beras, jagung dan kedele di Indonesia, dengan tingkat tekanan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI KEMENTERIAN NEGARA SERTA SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, DAN FUNGSI ESELON I KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) / ASEAN Economic Community (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini merupakan agenda utama negara

Lebih terperinci

BENTUK KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL.

BENTUK KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL. BENTUK KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL BADAN-BADAN KERJASAMA EKONOMI KERJA SAMA EKONOMI BILATERAL: antara 2 negara KERJA SAMA EKONOMI REGIONAL: antara negara-negara dalam 1 wilayah/kawasan KERJA SAMA EKONOMI

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN

BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN 3.1 Riwayat Perusahaan Departemen perdagangan adalah departemen dalam pemerintahan indonesia yang membidangi urusan perdagangan. Departemen perdagangan dipimpin oleh

Lebih terperinci

Ekspor Bulan Juni 2014 Menguat. Kementerian Perdagangan

Ekspor Bulan Juni 2014 Menguat. Kementerian Perdagangan Ekspor Bulan Juni 2014 Menguat Kementerian Perdagangan 5 Agustus 2014 1 Neraca perdagangan non migas bulan Juni 2014 masih surplus Neraca perdagangan Juni 2014 mengalami defisit USD 305,1 juta, dipicu

Lebih terperinci

STRATEGI PERDAGANGAN LUAR NEGERI UNTUK MENDUKUNG TARGET DAN KINERJA EKSPOR

STRATEGI PERDAGANGAN LUAR NEGERI UNTUK MENDUKUNG TARGET DAN KINERJA EKSPOR STRATEGI PERDAGANGAN LUAR NEGERI UNTUK MENDUKUNG TARGET DAN KINERJA EKSPOR Briefing Target Ekspor, Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, Perjanjian Internasional, 17 Februari 2017 Direktorat Jenderal Perdagangan

Lebih terperinci

Perkembangan Ekspor Indonesia Biro Riset LMFEUI

Perkembangan Ekspor Indonesia Biro Riset LMFEUI Perkembangan Ekspor Indonesia Biro Riset LMFEUI Pengembangan ekspor tidak hanya dilihat sebagai salah satu upaya meningkatkan pendapatan negara, tetapi juga untuk mengembangkan ekonomi nasional. Perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional untuk memasarkan produk suatu negara. Ekspor dapat diartikan

BAB I PENDAHULUAN. internasional untuk memasarkan produk suatu negara. Ekspor dapat diartikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekspor merupakan salah satu bagian penting dalam perdagangan internasional untuk memasarkan produk suatu negara. Ekspor dapat diartikan sebagai total penjualan barang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi dunia akan semakin besar seiring dengan pesatnya perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap terpenuhi agar roda

Lebih terperinci

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA RINGKASAN EKSEKUTIF SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA DAFTAR ISI KATA PENGANTAR 4 INVESTASI UNI EROPA PENDORONG PERDAGANGAN INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu kriterianya dilihat dari daya saing produk-produk ekspornya. Yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. satu kriterianya dilihat dari daya saing produk-produk ekspornya. Yang menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perdagangan internasional penting dalam ekonomi terutama sebagai sumber devisa negara. Keberhasilan suatu negara dalam perdagangan internasional salah satu

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI DESEMBER 2014

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI DESEMBER 2014 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI DESEMBER 2014 A. Perkembangan perekonomian dan perdagangan Thailand 1. Selama periode Januari-Desember 2014, neraca perdagangan Thailand

Lebih terperinci

Sambutan Menteri Perdagangan pada Acara Munas API Jakarta, 22 April 2010

Sambutan Menteri Perdagangan pada Acara Munas API Jakarta, 22 April 2010 Sambutan Menteri Perdagangan pada Acara Munas API Jakarta, 22 April 2010 Tema: Pengembangan Pasar Non Tradisional Produk TPT di Indonesia Yang terhormat, Menteri Perindustrian Republik Indonesia, Bapak

Lebih terperinci

Meningkatnya Impor Barang Modal Dukung Industri dan Adanya Peningkatan Ekspor ke Pasar Nontradisional

Meningkatnya Impor Barang Modal Dukung Industri dan Adanya Peningkatan Ekspor ke Pasar Nontradisional SIARAN PERS Pusat Hubungan Masyarakat Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 10110 Telp: 021-3860371/Fax: 021-3508711 www.kemendag.go.id Meningkatnya Impor Modal Dukung Industri dan Adanya Peningkatan

Lebih terperinci

MEDIA BRIEFING Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Tel: /Fax:

MEDIA BRIEFING Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Tel: /Fax: KEMENTERIAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA MEDIA BRIEFING Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 10110 Tel: 021-23528446/Fax: 021-23528456 www.depdag.go.id Prospek Ekspor

Lebih terperinci

Kajian SSM terhadap komoditas ekspor Indonesia

Kajian SSM terhadap komoditas ekspor Indonesia Kajian SSM terhadap komoditas ekspor Indonesia Latar belakang Special Safeguard Mechanism (SSM) adalah SSM adalah mekanisme yang memungkinkan negara-negara berkembang untuk memberikan perlindungan sementara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada. tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World

BAB I PENDAHULUAN. World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada. tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World Trade Organization ditandatangani para

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE 4.1. Kerjasama Ekonomi ASEAN Plus Three Kerjasama ASEAN dengan negara-negara besar di Asia Timur atau lebih dikenal dengan istilah Plus Three

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL AMENDING THE MARRAKESH AGREEMENT ESTABLISHING THE WORLD TRADE ORGANIZATION (PROTOKOL PERUBAHAN PERSETUJUAN MARRAKESH MENGENAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu yang mencakup banyak bidang atau multidimensi yang melewati batas-batas

BAB I PENDAHULUAN. yaitu yang mencakup banyak bidang atau multidimensi yang melewati batas-batas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hubungan Internasional merupakan suatu ilmu yang bersifat interdisipliner yaitu yang mencakup banyak bidang atau multidimensi yang melewati batas-batas suatu

Lebih terperinci