imunogeniknya terhadap infeksi M. tuberculosis pada hewan percobaan untuk melihat kelayakannya sebagai kandidat vaksin. Antigen ini juga dapat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "imunogeniknya terhadap infeksi M. tuberculosis pada hewan percobaan untuk melihat kelayakannya sebagai kandidat vaksin. Antigen ini juga dapat"

Transkripsi

1 PENDAHULUAN Mycobacterium tuberculosis merupakan salah satu bakteri patogen intrasel, menimbulkan penyakit tuberkulosis (TB). Sepertiga dari populasi dunia telah terinfeksi oleh bakteri ini dan bertanggung jawab atas 8 hingga 12 juta kasus tuberkulosis aktif juga 3 juta kematian setiap tahunnya (Schluger, 1998). Di Indonesia pada tahun 1995, hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukkan bahwa penyakit TB merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit kardiovaskular dan penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok usia dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi. Pada tahun 1999, WHO memperkirakan setiap tahunnya terjadi kasus TB baru dengan kematian karena TB sekitar kasus. Penderita TB diperkirakan akan meningkat dengan munculnya epidemi HIV/AIDS di dunia (Depkes, 2002). Vaksin TB saat ini adalah vaksin BCG, mengandung M. bovis bacillus Calmette-Guérin yang telah dilemahkan. Vaksin ini telah digunakan selama lebih dari 70 tahun dan sampai saat ini masih belum ditemukan vaksin baru untuk melawan tuberkulosis. Banyak penelitian membuktikan bahwa vaksin BCG belum berhasil mengendalikan epidemi TB. Hasil studi meta-analisis menunjukkan bahwa efektivitas vaksin BCG sangat bervariasi, sekitar 0 80 %. Penelitian lain menyatakan bahwa vaksin BCG ternyata hanya efektif untuk mencegah TB meningeal pada anak-anak sedangkan untuk mencegah TB paru pada orang dewasa sangat kecil dan tingkat keefektifan tidak konsisten (Fine, 1995). Infeksi M. tuberculosis dapat dideteksi dengan uji tuberkulin. Prinsip uji tuberkulin adalah timbulnya hipersensitivitas pada seseorang yang terinfeksi M. tuberculosis terhadap komponen tuberkulin dari bakteri tersebut yaitu turunan protein yang dimurnikan (purified protein derivative/ppd). Uji tersebut dilakukan dengan menyuntikan PPD secara intrakutan. Hasil dapat dilihat jam setelah penyuntikan dengan mengamati ada atau tidaknya indurasi pada kulit dan mengukur diameter indurasi. Uji tuberkulin mempunyai kelemahan yaitu reaksi positif palsu. Reaksi positif palsu dapat terjadi karena reaksi silang antara antibodi yang dihasilkan oleh vaksinasi BCG dengan PPD (Joklik, 1992). 1

2 2 Karena hal ini diperlukan vaksin baru untuk mencegah infeksi tuberkulosis dan kit imunodiagnostik untuk mendeteksi secara akurat infeksi M. tuberculosis. Oleh karena itu penyeleksian antigen yang spesifik dan imunogenik harus dilakukan. Sejumlah antigen dari M. tuberculosis telah diidentifiksi dan dikarakterisasi dengan berbagai cara diantaranya menggunakan antibodi poliklonal kelinci atau antibodi monoklonal hasil hibridoma dari mencit yang diimunisasi. Imunogenitas pada hewan dapat saja tidak menunjukkan relevansi terhadap respon imun manusia. Oleh karena itu, penelitian untuk mencari kandidat antigen lebih baik dilakukan dengan menguji secara langsung protein M. tuberculosis dengan serum pasien positif tuberkulosis menggunakan teknik imunoblot dari ekstrak atau filtrat kultur M. tuberculosis (Lim, 2000). Penelitian terdahulu menggunakan teknik imunoblot dari filtrat kultur M. tuberculosis dengan serum dari individu dengan tuberkulosis aktif berhasil mengidentifikasi antigen chaperonin 60, protein homolog protease atau peptidase, M. bovis asill koenzim A, asam mikoseroat sintase, antigen PE-PGRS berukuran 14 dan 19 kilo dalton (Lim, 2000) serta penelitian sebelumnya yang diarahkan pada pencarian antigen M. tuberculosis yang reaktif terhadap serum penderita tuberkulosis di Makassar dan penentuan protein antigen tersebut berhasil mengidentifikasi protein adenosilhomosisteinase, MTGROEOP NID, dan chaperonin 2 60 kda (Artri, 2005). Chaperonin 60 (Cpn 60), juga dikenal dengan heat shock protein 60 (Hsp60) adalah salah satu dari protein pengantar yang berada pada setiap organisme. Secara lebih spesifik protein ini berfungsi untuk mencegah kesalahan pelipatan protein, mendorong pelipatan kembali protein dan memperbaiki polipeptida yang tidak melipat dengan benar ketika berada dalam kondisi tidak lazim, seperti suhu yang terlalu tinggi atau rendah, kekurangan oksigen, kekurangan nutrisi, fagositosis, dan lain-lain. Cpn 60 bakteri merupakan imunogen kuat dan modulator sistem imunitas, salah satu alasan adalah karena kemampuan protein ini untuk mengaktivasi sistem imun dapatan dan alami karena kemampuannya untuk beraksi seperti sinyal intersel. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan kloning gen chaperonin 60.1 M. tuberculosis yang dapat dilanjutkan untuk membuat vaksin tuberkulosis baru dengan memproduksi protein tersebut pada skala besar kemudian dipurifikasi dan diuji sifat proteksi serta sifat

3 3 imunogeniknya terhadap infeksi M. tuberculosis pada hewan percobaan untuk melihat kelayakannya sebagai kandidat vaksin. Antigen ini juga dapat dikembangkan sebagai komponen imunodiagnostik yang lebih akurat untuk membedakan infeksi M. tuberculosis dengan vaksinasi menggunakan M. bovis galur BCG (Mattow, 2003).

4 BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Mycobacterium tuberculosis M. tuberculosis adalah bakteri yang menyebabkan tuberkulosis pada manusia, pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada 24 Maret Karakteristik M. tuberculosis adalah bakteri berbentuk batang, bersifat tidak bergerak, dengan panjang 2-4 μm dan lebar 0,2-0,5 μm. M. tuberculosis bersifat aerob obligat. Oleh karena itu pada kasus tuberkulosis, M. tuberculosis selalu ditemukan pada lobus bagian atas paru-paru. Selain itu, bakteri ini bersifat parasit intraselular fakultatif, terutama pada makrofag dan memiliki waktu regenerasi yang lambat, jam. Berdasarkan pewarnaan Gram, M. tuberculosis sulit diklasifikasikan ke dalam Gram positif atau Gram negatif, hal tersebut disebabkan karena M. tuberculosis tidak memberikan karakteristik kimia dari keduanya. Jika pewarnaan Gram dilakukan, akan dihasilkan warna merah yang sangat lemah dan tidak merata atau sama sekali tidak memberikan warna. Pewarnaan harus dilakukan dengan metoda Ziehl-Neilsen, M. tuberculosis akan terlihat berbentuk batang berwarna merah (Todar, 2005). Struktur dinding sel M. tuberculosis bersifat unik dan berbeda diantara prokariot lainnya dan merupakan faktor penentu virulensinya. Dinding selnya memiliki peptidoglikan tapi lebih dari 60% komponen dinding selnya adalah lipid. Fraksi lipid dinding sel M. tuberculosis terdiri dari 3 komponen yaitu asam mikolat, cord factor dan wax-d. Asam mikolat merupakan molekul hidrofob kuat yang membentuk lapisan lipid mengelilingi organisme dan berperan dalam permeabilitas permukaan sel. Asam ini juga berfungsi mempertahankan mikobakterium dari serangan protein kation, lisozim, dan radikal oksigen dalam granul fagosit serta melindungi mikobakterium ekstrasel dari dekomposisi oleh komplemen dalam serum. Cord factor ini bersifat toksik terhadap sel mamalia dan merupakan inhibitor migrasi leukosit polimorfonuklear (Polymorphonuclear Leukocyte, PMNL). Cord factor umumnya dihasilkan oleh galur M. tuberculosis yang virulen. Konsentrasi lipid yang tinggi pada dinding sel ini menyebabkan M. tuberculosis bersifat 4

5 5 impermeabel terhadap pewarnaan, resisten terhadap kebanyakan antibiotik, tidak bisa dibunuh menggunakan senyawa asam atau basa, resisten terhadap lisis osmotik, oksidasi dan dapat bertahan dari makrofag (Todar, 2005) Faktor dan Mekanisme Virulensi Pada tahun 1998, penentuan urutan genom lengkap Mycobacterium tuberculosis (galur H37Rv) telah selesai dilakukan. Baru-baru ini sebagian besar gen pada genom tersebut telah diketahui fungsinya. Dari hasil penemuan tersebut diketahui bahwa M. tuberculosis tidak memiliki faktor virulensi seperti bakteri pada umumnya yaitu toksin, kapsul atau fimbria. Sebagian dari struktur dan sistem fisiologis M. tuberculosis telah diketahui berkontribusi terhadap virulensi. Faktor virulensi tersebut diantaranya adalah M. tuberculosis tumbuh secara intrasel dalam sel fagosit terutama makrofag, di dalam makrofag setelah difagositosis M. tuberculosis dapat menghambat proses fusi fagosom-lisosom sehingga tidak dapat dicerna. Faktor virulensi lainnya adalah M. tuberculosis dapat menginterferesi efek toksik dari zat antara oksigen reaktif yang dihasilkan dari proses fagositosis, M. tuberculosis juga memiliki komplek antigen 85 yang berperan dalam melindungi bakteri dari sistem imun dan memfasilitasi terbentuknya tuberkuli. Selain itu, M. tuberculosis memiliki waktu regenerasi yang lambat sehingga sistem imun tidak dapat mengenali bakteri atau mengeliminasinya (Todar, 2005). 1.2 Tuberkulosis Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh M. tuberculosis. Pada umumnya M. tuberculosis menyerang paru-paru (TB paru) tapi dapat juga menyerang jaringan di luar paru-paru (ekstraparu) yaitu sistem saraf pusat, sistem limfatik, sistem genitourinari, tulang sendi dan peritoneum. Ketika seseorang terinfeksi TB, dapat berkembang menjadi TB aktif. Perkembangan infeksi M. tuberculosis menjadi tuberkulosis aktif dalam inang dapat dibagi dalam 5 tahap. Tahap pertama, droplet nuclei terhirup oleh manusia dimana satu droplet nuclei mengandung tidak lebih dari 3 basil bakteri. Droplet nuclei dapat dihasilkan selama

6 6 berbicara, batuk dan bersin. Satu kali batuk, berbicara selama 5 menit dan menyanyi selama 1 menit dapat menyebarkan 3000 droplet nuclei, sedangkan bersin dapat menyebarkan droplet nuclei sejauh 3 meter (Todar, 2005) Tahap kedua dimulai 7-21 hari setelah terinfeksi, M. tuberculosis memperbanyak diri dalam makrofag yang tidak aktif, sampai makrofag tersebut pecah. Kemudian makrofag lain yang aktif mulai muncul dari sistem darah tepi dan memfagositosis M. tuberculosis, tetapi akhirnya makrofag ini juga kembali tidak aktif sehingga tidak dapat memusnahkan M. tuberculosis (Todar, 2005) Pada tahap ketiga terbentuk respon imun selular. Limfosit khususnya sel T, mengenali antigen dengan bantuan molekul Major Histocompability Complex (MHC) selanjutnya akan terjadi aktivasi sel T dan pembebasan sitokin yaitu interferon gamma (IFN γ). Pembebasan IFN γ akan mengaktifasi makrofag dan makrofag yang teraktivasi inilah yang mampu memusnahkan M. tuberculosis. Pada tahap ketiga ini juga terbentuk tuberkuli dan M. tuberculosis tidak dapat memperbanyak diri dalam keadaan tuberkuli, karena ph sangat rendah dan jumlah oksigen terbatas. M. tuberculosis dapat tahan dalam keadaan tuberkuli selama periode waktu tertentu (Todar, 2005). Pada tahap keempat terjadi pertumbuhan tuberkuli. Walaupun banyak terdapat makrofag aktif disekitar tuberkuli, juga banyak terdapat makrofag yang tidak atau kurang aktif. M. tuberculosis menggunakan makrofag tidak atau kurang aktif ini untuk bereplikasi sehingga tuberkuli dapat tumbuh dan menyerang bronkhus menyebabkan infeksi M. tuberculosis dapat menyebar ke bagian lain paru-paru. Tuberkuli juga dapat menyerang arteri atau pembuluh darah lainnya dan menyebabkan tuberkulosis ekstraparu (Todar, 2005). Pada tahap kelima, caseous centers tuberkuli mencair dengan alasan yang tidak diketahui. Cairan ini sangat mendukung pertumbuhan M. tuberculosis dan M. tuberculosis mulai memperbanyak diri secara ekstrasel dengan cepat. Jumlah M. tuberculosis yang banyak akan menyebabkan lapisan jaringan terdekat dengan bronkhi mengalami nekrosis dan rusak, menimbulkan rongga dan menyebabkan M. tuberculosis dapat menyebar ke udara dan bagian lain paru-paru (Todar, 2005).

7 7 1.3 Perkembangan Vaksin Tuberkulosis Vaksin BCG ditemukan oleh Calmette dan Guerin pada tahun 1908, mereka mengisolasi Mycobacterium bovis dari sapi yang mengidap tuberkulosis. M. bovis ini diremajakan setiap tiga minggu dalam media kentang, sapi atau empedu yang mengandung gliserin. Setelah 13 tahun dan 230 kali proses subkultur, galur ini menunjukkan virulensi yang menurun (Orme, 2001). Galur bakteri yang berubah tersebut kemudian dinamakan BCG dan diberikan kepada manusia pertama kali pada tahun Vaksin BCG yang digunakan di Indonesia merupakan vaksin bentuk beku kering yang mengandung M. bovis hidup yang sudah dilemahkan dan merupakan galur Paris No P2. * ) Penelitian oleh Behr yang membandingkan genetik antara tiga belas galur M. bovis BCG dan delapan galur M. bovis virulen yang berbeda terhadap M. tuberculosis menunjukkan keberadaan 16 daerah terdelesi pada M. bovis BCG. Daerah terdelesi pada M. bovis BCG menyebabkan proteksi dari vaksinasi BCG bervariasi. Sembilan daerah terdelesi dari semua galur BCG, satu daerah hilang pada semua galur BCG, empat hilang hanya pada beberapa galur BCG, dua hilang dari galur BCG dan beberapa M. bovis virulen (Behr, 1999). Saat ini penelitian untuk mencari antigen dan epitop M. tuberculosis sebagai kandidat vaksin dan kit diagnostik yang spesifik terhadap TB telah mencapai identifikasi dan karakterisasi banyak antigen M. tuberculosis termasuk heat shock protein (hsp) dan antigen yang diekspresikan awal pada filtrat kultur (culture filtrate, CF) dari M. tuberculosis. Beberapa antigen menunjukkan hasil menjanjikan sebagai kandidat vaksin baru, diantaranya hsp 60, Ag85, ESAT-6 dan sebagai reagen imunodiagnostik spesifik antara lain ESAT-6 dan CFP-10. Selain itu penelitian pada tikus dengan TB, vaksinasi dengan DNA pengkode hsp60 menunjukkan efek imunoterapeutik dan membantu dalam eradikasi M. tuberculosis yang persisten ( Abu Salim.M, 2002). Dalam pengembangan vaksin tuberkulosis beberapa pendekatan berbeda dilakukan, yaitu berdasarkan identifikasi dan evaluasi antigen sub unit dari tuberkuli basilus dan pendekatan lain berdasarkan pengembangan galur BCG mutan atau auksotrof atau mikobakteria lain *) 9 Juni 2007

8 8 dengan tujuan untuk membentuk infeksi dalam tubuh inang yang cepat dan dibatasi tapi masih dapat menginduksi respon imun protektif. Pendekatan lain dilakukan dengan cara penggunaan DNA sebagai vaksin, gen pengkode antigen spesifik mikobakteria di sisipkan ke dalam plasmid yang selanjutnya diberikan ke dalam sel otot tubuh inang. Setelah itu oleh inang akan ditranslasikan menjadi protein yang dapat menginduksi antibodi dan respon sel T. Beberapa produk vaksin baru sekarang sedang memasuki fase 1 uji klinis pada manusia, dapat dilihat di tabel 1.1. Terdapat vaksin M. bovis galur BCG rekombinan yang mengekspresikan dan menghasilkan antigen 30 kilo Dalton (rbcg30). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terbukti bahwa hewan yang telah diimunisasi rbcg30 kemudian ditantang dengan M. tuberculosis yang virulen memiliki perlindungan yang lebih lama terhadap infeksi dibandingkan hewan yang diimunisasi M. bovis galur BCG (Horwitz dkk., 2003). Tabel 1.1 Vaksin Baru Untuk Tuberkulosis : Status Penelitian dan Pengembangannya, IVR, WHO, Februari 2006 BCG yang dimodifikasi BCG30 (Ag85B) BCG::RD1 BCG:Δure C-Hly Tipe Vaksin Tahap Perkembangan Fase I Praklinis Memasuki Fase I M. tuberculosis Pho P mutant hidup yang dilemahkan Praklinis Galur mc / 6030 hidup yang dilemahkan Vaksin hidup rekombinan MVA-Ag85A Vaksin hidup rekombinan Ad-Ag85A Vaksin protein sub unit Mtb32 / Mtb39 Vaksin protein sub unit ESAT-6 / Ag85B Vaksin protein sub unit Mtb72F in AS02A Vaksin dengan multi-epitop, asam mikolat Memasuki Fase I Fase I selesai Praklinis Fase I Persiapan menuju Fase I Fase I Praklinis

9 9 1.4 Chaperonin 60 Chaperonin 60 (Cpn 60), juga dikenal dengan heat shock protein 60 (Hsp60), adalah salah satu protein pengantar yang berada pada setiap organisme. Cpn 60 dihasilkan berlebih ketika berada dalam kondisi tidak lazim seperti suhu terlalu tinggi atau rendah, kekurangan oksigen, kekurangan nutrisi dan fagositosis. Ketika memasuki inang, mikroorganisme patogen dihadapkan dengan beberapa perubahan tidak lazim, diantaranya perubahan suhu, ph dan po 2. Selain itu, patogen juga harus menghadapi berbagai mekanisme pertahanan tubuh inang seperti fagositosis. Setelah difagositosis oleh makrofag, M.tuberculosis akan terpapar oksigen dan nitrogen reaktif, enzim lisosom, dan penurunan jumlah Fe 2+. Untuk melindungi dirinya dari system pertahanan inang, patogen mengaktifkan berbagai mekanisme pertahanan salah satunya adalah dengan sintesis hsp. (Zugel,1999). Chaperonin 60 dapat ditemukan pada permukaan sel prokariot dan eukariot bahkan dapat dibebaskan keluar sel. Chaperonin yang disekresikan dapat berinteraksi dengan berbagai tipe sel termasuk leukosit, sel endotel pembuluh darah dan berfungsi sebagai kunci aktivasi kegiatan sel seperti sintesis sitokin (Ranford, 2000). Cpn 60 dapat mengaktivasi monosit, makrofag dan sel endotel pembuluh darah. Protein ini dapat menstimulasi monosit pada manusia untuk mensekresikan sitokin proinflamasi. Chaperonin 60 ini dapat meningkat kadarnya 1 10% atau lebih pada kondisi tidak lazim seperti pada kondisi selama infeksi. Diduga bahwa chaperonin 60 berperan penting dalam virulensi bakteri (Tormay, 2005). M. tuberculosis mengekspresi 2 jenis chaperonin 60 kda yaitu chaperonin 60.1 dan chaperonin 60.2 (Kong, 1993). Chaperonin 60.1 memiliki kemampuan 100 kali lebih efektif dalam menstimulasi sel monosit manusia untuk mensekresi sitokin (Lewthwaite, 2001). Cpn 60 telah terbukti sebagai target imunodominan dalam respon imun humoral dan sel T pada mencit dan manusia. Antibodi spesifik hsp 60 dideteksi pada pasien dengan tuberculosis dan lepra, juga pada mencit yang diinfeksi oleh M. tuberculosis. Selain itu, sel T CD4+ yang spesifik terhadap hsp 60 mikobakterial ditemukan pada pasien dengan lepra atau orang yang telah di vaksinasi dengan M. bovis galur BCG. Sekitar 20% dari seluruh mencit yang diimunisasi dengan M. tuberculosis mati memiliki sel T CD4+ reaktif terhadap mikobakterium yang spesifik terhadap hsp 60. Penelitian ini menunjukkan bahwa adanya peran perlindungan sel T spesifik hsp 60 terhadap infeksi mikobakterial.

10 10 Pada umumnya organisme prokariot hanya mengkode satu protein chaperonin 60. Akan tetapi M. tuberculosis adalah salah satu dari beberapa organisme prokariot yang mengkode dua jenis protein chaperonin 60 yaitu chaperonin 60.1 (Cpn 60.1) dan chaperonin 60.2 (Cpn 60.2) (Kong, 1993). Kedua jenis chaperonin 60 M. tuberculosis ini memiliki 70% kesamaan dalam urutan asam amino, bersifat sangat antigenik dan dapat menginduksi sitokin. Hasil analisis kedua jenis protein rekombinan ini menunjukkan bahwa keduanya memiliki kemampuan menginduksi sel monosit manusia untuk mensintesis sitokin proinflamatori seperti Interleukin-1-Beta (IL-1β), IL-6, IL-8, IL-12, Tumor Necrosis Factor Alpha (TNFα), dan sitokin antiinflamatori yaitu IL-10. Hasil penelitian Lewthwaite menyatakan bahwa chaperonin 60.1 bersifat kali lebih kuat dan efektif dibandingkan chaperonin 60.2 dalam menginduksi sintesis sitokin dari sel monosit manusia. Protein chaperonin 60.2 tidak dipengaruhi aktivitasnya dengan keberadaan antibodi CD14 dalam mengaktivasi sel mononuklear darah tepi manusia, sementara aktivitas biologi chaperonin 60.1 sebagian dihambat dengan keberadaan antibodi CD14. Alasan perbedaan aktivitas biologi diduga karena perbedaan antara urutan asam amino ke antara chaperonin 60.1 dan chaperonin 60.2 dimana urutan asam amino ke pada chaperonin 60.1 bersifat aktif sedangkan chaperonin 60.2 tidak aktif untuk menginduksi sitokin. Analisis struktur kristal urutan asam amino ke membentuk struktur α helix yang memanjang ke arah ujung karboksi. Pada chaperonin 60.2 terdapat prolin yang memotong ikatan hidrogen pada struktur yang menyebabkan asam amino pada urutan ke bersifat tidak aktif dalam menginduksi sitokin (Lewthwaite, 2001).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terinfeksi Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis). Penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terinfeksi Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis). Penyakit ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah utama kesehatan global. World Health Organization (WHO) memperkirakan sepertiga dari populasi dunia telah terinfeksi Mycobacterium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masalah kesehatan masyarakat yang utama di dunia. Mycobacterium tuberculosis,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masalah kesehatan masyarakat yang utama di dunia. Mycobacterium tuberculosis, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama di dunia. Mycobacterium tuberculosis, agen penyebab TB yang

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Mekanisme Pertahanan Tubuh Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar

Lebih terperinci

ulangan pada tiap perlakuan. Pada penelitian ini dilakuan sebanyak 6 kali ulangan.

ulangan pada tiap perlakuan. Pada penelitian ini dilakuan sebanyak 6 kali ulangan. Hasil dari perhitungan rumus di atas diperoleh nilai minimal 3 kali ulangan pada tiap perlakuan. Pada penelitian ini dilakuan sebanyak 6 kali ulangan. 3.6. Analisis Data Data-data yang diperoleh adalah

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

RESPON PERTAHANAN TERHADAP MIKROBIA PATOGEN

RESPON PERTAHANAN TERHADAP MIKROBIA PATOGEN BAB 10 RESPON PERTAHANAN TERHADAP MIKROBIA PATOGEN 10.1. PENDAHULUAN Virus, bakteri, parasit, dan fungi, masing-masing menggunakan strategi yang berbeda untuk mengembangkan dirinya dalam hospes dan akibatnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penurunan jumlah ookista dalam feses merupakan salah satu indikator bahwa zat yang diberikan dapat berfungsi sebagai koksidiostat. Rataan jumlah ookista pada feses ayam berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (Kim et al., 2009). Tuberkulosis pada umumnya terjadi di paru-paru

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. fagositosis makrofag pada kelompok perlakuan (diberi ekstrak daun salam)

BAB V PEMBAHASAN. fagositosis makrofag pada kelompok perlakuan (diberi ekstrak daun salam) BAB V PEMBAHASAN 1. Kemampuan fagositosis makrofag Kemampuan fagositosis makrofag yang dinyatakan dalam indeks fagositosis makrofag pada kelompok perlakuan (diberi ekstrak daun salam) lebih tinggi dibandingkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Rinitis alergi adalah gangguan fungsi hidung akibat inflamasi mukosa hidung yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Rinitis alergi adalah gangguan fungsi hidung akibat inflamasi mukosa hidung yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rinitis alergi adalah gangguan fungsi hidung akibat inflamasi mukosa hidung yang diperantarai IgE yang terjadi setelah mukosa hidung terpapar alergen. 1,2,3 Penyakit

Lebih terperinci

Tuberkulosis merupakan penyakit yang telah lama ada. Tetap menjadi perhatian dunia Penyebab kematian kedua pada penyakit infeksi

Tuberkulosis merupakan penyakit yang telah lama ada. Tetap menjadi perhatian dunia Penyebab kematian kedua pada penyakit infeksi LOGO Pendahuluan Tuberkulosis merupakan penyakit yang telah lama ada. Tetap menjadi perhatian dunia Penyebab kematian kedua pada penyakit infeksi Kasus baru didunia : 8,6 juta & Angka kematian : 1,3 juta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) Paru merupakan penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan

Lebih terperinci

Mekanisme Pembentukan Kekebalan Tubuh

Mekanisme Pembentukan Kekebalan Tubuh Mekanisme Pembentukan Kekebalan Tubuh Apabila tubuh mendapatkan serangan dari benda asing maupun infeksi mikroorganisme (kuman penyakit, bakteri, jamur, atau virus) maka sistem kekebalan tubuh akan berperan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit tertua di dunia yang sampai saat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit tertua di dunia yang sampai saat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit tertua di dunia yang sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan global. Laporan World Health Organization (WHO)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis (MTB). Angka insidensi, mortalitas, dan morbiditas penyakit TB

Lebih terperinci

SISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS

SISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS SISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS Sistem Imun Organ limfatik primer Sumsum tulang belakang Kelenjar timus Organ

Lebih terperinci

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) FUNGSI SISTEM IMUN: Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) masih menjadi salah satu masalah kesehatan dunia,

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) masih menjadi salah satu masalah kesehatan dunia, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) masih menjadi salah satu masalah kesehatan dunia, dimana 2-3 milyar penduduk dunia diperkirakan telah terinfeksi TB (World Health Organization, 2015).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bakteri Micobacterium tuberculosis (M. tuberculosis). Tuberkulosis disebarkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bakteri Micobacterium tuberculosis (M. tuberculosis). Tuberkulosis disebarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Micobacterium tuberculosis (M. tuberculosis). Tuberkulosis disebarkan melalui partikel

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Serum dan Kuning Telur Hasil AGPT memperlihatkan pembentukan garis presipitasi yang berwarna putih pada pengujian serum dan kuning telur tiga dari sepuluh ekor ayam yang

Lebih terperinci

Sistem Imun. Organ limfatik primer. Organ limfatik sekunder. Limpa Nodus limfa Tonsil. Sumsum tulang belakang Kelenjar timus

Sistem Imun. Organ limfatik primer. Organ limfatik sekunder. Limpa Nodus limfa Tonsil. Sumsum tulang belakang Kelenjar timus Sistem Imun Organ limfatik primer Sumsum tulang belakang Kelenjar timus Organ limfatik sekunder Limpa Nodus limfa Tonsil SISTEM PERTAHANAN TUBUH MANUSIA Fungsi Sistem Imun penangkal benda asing yang masuk

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah BAB VI PEMBAHASAN Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah Yogyakarta. Banyaknya mencit yang digunakan adalah 24

Lebih terperinci

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam tubuh manusia, sistem imun sangat memegang peranan penting dalam pertahanan tubuh terhadap berbagai antigen (benda asing) dengan memberantas benda asing tersebut

Lebih terperinci

IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER

IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER BAB 8 IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER 8.1. PENDAHULUAN Ada dua cabang imunitas perolehan (acquired immunity) yang mempunyai pendukung dan maksud yang berbeda, tetapi dengan tujuan umum yang sama, yaitu mengeliminasi

Lebih terperinci

Kasus Penderita Diabetes

Kasus Penderita Diabetes Kasus Penderita Diabetes Recombinant Human Insulin Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB Sejak Banting & Best menemukan hormon Insulin pada tahun 1921, pasien diabetes yang mengalami peningkatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak tiga jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dunia sekarang mengalami penderitaan akibat dampak epidemik dari berbagai penyakit penyakit akut dan kronik yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Penyakit penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhasil mencapai target Millenium Development Goal s (MDG s), peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. berhasil mencapai target Millenium Development Goal s (MDG s), peningkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang menjadi tantangan global. Meskipun program pengendalian TB di Indonesia telah berhasil mencapai target

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. Mencit yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari Laboratorium

BAB 5 PEMBAHASAN. Mencit yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari Laboratorium 49 BAB 5 PEMBAHASAN Mencit yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari Laboratorium Biokimia Universitas Muhammdiyah Jogjakarta. Banyaknya mencit yang digunakan adalah 24 ekor, di mana tiap kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria masih menjadi masalah kesehatan di dunia baik di negara maju maupun di negara berkembang. Penyakit malaria telah menjangkiti 103 negara di dunia. Populasi orang

Lebih terperinci

RPKPS Rencana Program Kegiatan Pembelajaran Semester Dan Bahan Ajar IMUNUNOLOGI FAK Oleh : Dr. EDIATI S., SE, Apt

RPKPS Rencana Program Kegiatan Pembelajaran Semester Dan Bahan Ajar IMUNUNOLOGI FAK Oleh : Dr. EDIATI S., SE, Apt RPKPS Rencana Program Kegiatan Pembelajaran Semester Dan Bahan Ajar IMUNUNOLOGI FAK 3821 Oleh : Dr. EDIATI S., SE, Apt FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS GADJAH MADA 2003 Nama Mata Kuliah : Imunologi Kode /

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mencit terinfeksi E. coli setelah pemberian tiga jenis teripang ditunjukkan pada

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mencit terinfeksi E. coli setelah pemberian tiga jenis teripang ditunjukkan pada BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Data hasil penelitian jumlah netrofil yang menginvasi cairan intraperitoneal mencit terinfeksi E. coli setelah pemberian tiga jenis teripang ditunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri patogen penyebab tuberkulosis.

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri patogen penyebab tuberkulosis. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri patogen penyebab tuberkulosis. Secara umum penyebaran bakteri ini melalui inhalasi, yaitu udara yang tercemar oleh penderita

Lebih terperinci

BAB PENDAHULUAN 1.1. Kedudukan dan Reran Imunologi dalam Ilmu Kefarmasian Imunologi imunitas alami dan imunitas perolehan.

BAB PENDAHULUAN 1.1. Kedudukan dan Reran Imunologi dalam Ilmu Kefarmasian Imunologi imunitas alami dan imunitas perolehan. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Kedudukan dan Reran Imunologi dalam Ilmu Kefarmasian Untuk mengerti bagaimana kedudukan dan peran imunologi dalam ilmu kefarmasian, kita terlebih dahulu harus mengetahui apakah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama di Asia dan Afrika. Walaupun pengobatan TB yang efektif sudah

BAB I PENDAHULUAN. terutama di Asia dan Afrika. Walaupun pengobatan TB yang efektif sudah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis adalah penyebab utama kesakitan dan kematian didunia terutama di Asia dan Afrika. Walaupun pengobatan TB yang efektif sudah tersedia tapi sampai saat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyerang banyak orang sehingga menimbulkan wabah. Demam

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyerang banyak orang sehingga menimbulkan wabah. Demam BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Demam tifoid adalah penyakit sistemik akut akibat infeksi Salmonella typhi. Demam tifoid masih merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting di Indonesia, penyakit

Lebih terperinci

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN Sistem Imun merupakan semua mekanisme pertahanan yang dapat dimobilisasi oleh tubuh untuk memerangi berbagai ancaman invasi asing. Kulit merupakan

Lebih terperinci

BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN. Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur

BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN. Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur immunitas, inflamasi dan hematopoesis. 1 Sitokin adalah salah satu dari sejumlah zat yang disekresikan oleh

Lebih terperinci

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM IMUN Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM KEKEBALAN TUBUH Imunologi : Ilmu yang mempelajari cara tubuh melindungi diri dari gangguan fisik, kimiawi, dan biologis. . SISTEM IMUN INNATE : Respon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium Tuberculosis) (Depkes RI, 2011). Mycobacrterium tuberculosis

BAB I PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium Tuberculosis) (Depkes RI, 2011). Mycobacrterium tuberculosis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis) (Depkes RI, 2011). Mycobacrterium tuberculosis bersifat tahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai obat antihipertensi (Palu et al., 2008). Senyawa aktif yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai obat antihipertensi (Palu et al., 2008). Senyawa aktif yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buah mengkudu (Morinda citrifolia L.) dikenal masyarakat Indonesia sebagai obat antihipertensi (Palu et al., 2008). Senyawa aktif yang terkandung seperti polisakarida,

Lebih terperinci

MEKANISME FAGOSITOSIS. oleh: DAVID CHRISTIANTO

MEKANISME FAGOSITOSIS. oleh: DAVID CHRISTIANTO MEKANISME FAGOSITOSIS oleh: DAVID CHRISTIANTO 136070100011013 PROGRAM PASCA SARJANA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2016 1 DAFTAR ISI SAMPUL... 1 DAFTAR ISI... 2 BAB I. PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

KONSEP DASAR IMUNOLOGI

KONSEP DASAR IMUNOLOGI KONSEP DASAR IMUNOLOGI Oleh : DR. I Ketut Sudiana,MS Staf Pengajar : Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Program Pascasarjana Universitas Airlangga TUJUAN DARI PENULISAN INI ADALAH UNTUK MEMBANTU

Lebih terperinci

Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age

Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age Dr. Nia Kurniati, SpA (K) Manusia mempunyai sistem pertahanan tubuh yang kompleks terhadap benda asing. Berbagai barrier diciptakan oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 10 juta jiwa, dan 70% berasal dari negara berkembang, salah satunya Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 10 juta jiwa, dan 70% berasal dari negara berkembang, salah satunya Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku merokok merupakan salah satu ancaman terbesar kesehatan masyarakat dunia. Menurut laporan status global WHO (2016), perilaku merokok telah membunuh sekitar

Lebih terperinci

TINJAUAN TENTANG HIV/AIDS

TINJAUAN TENTANG HIV/AIDS BAB 2 TINJAUAN TENTANG HIV/AIDS 2.1 Pengenalan Singkat HIV dan AIDS Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, HIV adalah virus penyebab AIDS. Kasus pertama AIDS ditemukan pada tahun 1981. HIV

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem imunitas didalam tubuh manusia merupakan satu kesatuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Sistem imunitas didalam tubuh manusia merupakan satu kesatuan yang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sistem imunitas didalam tubuh manusia merupakan satu kesatuan yang kompleks dan berlapis-lapis dalam menghadapi invasi patogen yang masuk seperti bakteri, jamur, virus

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Sejak tahun 1972 telah berkembang usaha rekayasa genetika yang memberikan harapan bagi industri peternakan, baik yang berkaitan dengan masalah reproduksi, pakan maupun kesehatan

Lebih terperinci

2.1.Bakteri Gram Positif dan Bakteri Gram Negatif Perbedaan dasar antara bakteri gram positif dan negatif adalah pada komponen dinding selnya.

2.1.Bakteri Gram Positif dan Bakteri Gram Negatif Perbedaan dasar antara bakteri gram positif dan negatif adalah pada komponen dinding selnya. 2.1.Bakteri Gram Positif dan Bakteri Gram Negatif Perbedaan dasar antara bakteri gram positif dan negatif adalah pada komponen dinding selnya. Kompleks zat iodin terperangkap antara dinding sel dan membran

Lebih terperinci

SISTEM PERTAHANAN TUBUH

SISTEM PERTAHANAN TUBUH SISTEM PERTAHANAN TUBUH Sistem Pertahanan Tubuh Sistem Pertahanan Tubuh Non spesifik Sistem Pertahanan Tubuh Spesifik Jenis Kekebalan Tubuh Disfungsi sitem kekebalan tubuh Eksternal Internal Struktur Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. TB Paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh. Mycobacterium tuberculosis, yaitu kuman aerob yang mudah mati dan

BAB I PENDAHULUAN. TB Paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh. Mycobacterium tuberculosis, yaitu kuman aerob yang mudah mati dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang TB Paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yaitu kuman aerob yang mudah mati dan didapat terutama di paru atau berbagai organ tubuh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Terjadinya diabetes melitus ini

BAB 1 PENDAHULUAN. metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Terjadinya diabetes melitus ini 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Diabetes melitus (DM) yang juga dikenal di Indonesia dengan istilah penyakit kencing manis adalah kelainan metabolisme yang disebabkan oleh banyak faktor dengan gejala

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) masih menjadi penyebab kesakitan dan kematian yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) masih menjadi penyebab kesakitan dan kematian yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) masih menjadi penyebab kesakitan dan kematian yang utama khususnya di negara-negara berkembang. 1 Karena itu TB masih merupakan masalah kesehatan

Lebih terperinci

FIRST LINE DEFENCE MECHANISM

FIRST LINE DEFENCE MECHANISM Pengertian Sistem Pertahanan Tubuh Pertahanan tubuh adalah seluruh sistem/ mekanisme untuk mencegah dan melawan gangguan tubuh (fisik, kimia, mikroorg) Imunitas Daya tahan tubuh terhadap penyakit dan infeksi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gejala Klinis Benih Lele Sangkuriang yang terinfeksi Aeromonas hydrophila Pengamatan gejala klinis benih lele sangkuriang yang diinfeksikan Aeromonas hydrophila meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah tanaman kembang bulan [Tithonia diversifolia (Hemsley) A. Gray].

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah tanaman kembang bulan [Tithonia diversifolia (Hemsley) A. Gray]. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu bahan alam berkhasiat obat yang banyak diteliti manfaatnya adalah tanaman kembang bulan [Tithonia diversifolia (Hemsley) A. Gray]. Tanaman kembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Thomas, 2004). Ada beberapa klasifikasi utama patogen yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. (Thomas, 2004). Ada beberapa klasifikasi utama patogen yang dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksius dapat disebabkan oleh invasi organisme mikroskopik yang disebut patogen. Patogen adalah organisme atau substansi seperti bakteri, virus, atau parasit

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengaruh dari formula ekstrak herbal terhadap sistem imunitas tubuh ayam dapat diperoleh dengan melihat aktivitas dan kapasitas makrofag peritoneum ayam yang telah ditantang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Temperatur Tubuh Peningkatan temperatur tubuh dapat dijadikan indikator terjadinya peradangan di dalam tubuh atau demam. Menurut Kelly (1984), temperatur normal tubuh sapi

Lebih terperinci

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN Sel yang terlibat dalam sistem imun normalnya berupa sel yang bersirkulasi dalam darah juga pada cairan lymph. Sel-sel tersebut dapat dijumpai dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator dibanding respons imun yang didapat. Inflamasi dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengue. Virus dengue ditransmisikan oleh nyamuk Aedes aegypti. Infeksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. dengue. Virus dengue ditransmisikan oleh nyamuk Aedes aegypti. Infeksi dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Demam berdarah adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue ditransmisikan oleh nyamuk Aedes aegypti. Infeksi dengan satu atau lebih virus

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Selama penelitian bulan Januari Juni 2011 terdapat 20 subjek yang memenuhi

BAB VI PEMBAHASAN. Selama penelitian bulan Januari Juni 2011 terdapat 20 subjek yang memenuhi BAB VI PEMBAHASAN Selama penelitian bulan Januari Juni 2011 terdapat 20 subjek yang memenuhi kriteria penelitian, 65% di antaranya laki-laki, dengan rentang umur 6-156 bulan, dengan 75% gizi baik, 25%

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus

BAB I PENDAHULUAN. benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem imun berfungsi dalam mempertahankan kondisi tubuh terhadap benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus dan parasit. Sistem

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN MODEL PENYEBARAN PENYAKIT TUBERCULOSIS SKRIPSI. Oleh : Lisa Prihutami J2A

ANALISIS KESTABILAN MODEL PENYEBARAN PENYAKIT TUBERCULOSIS SKRIPSI. Oleh : Lisa Prihutami J2A ANALISIS KESTABILAN MODEL PENYEBARAN PENYAKIT TUBERCULOSIS SKRIPSI Oleh : Lisa Prihutami J2A 002 035 PROGRAM STUDI MATEMATIKA JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan

Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan Conducted by: Jusuf R. Sofjan,dr,MARS 2/17/2016 1 Tubuh manusia mempunyai kemampuan untuk melawan

Lebih terperinci

Imunologi Dasar dan Imunologi Klinis

Imunologi Dasar dan Imunologi Klinis Imunologi Dasar dan Imunologi Klinis i ii Imunologi Dasar dan Imunologi Klinis Imunologi Dasar dan Imunologi Klinis iii iv Imunologi Dasar dan Imunologi Klinis IMONOLOGI DASAR DAN IMONOLOGI KLINIS Penulis:

Lebih terperinci

PENGETAHUAN DASAR. Dr. Ariyati Yosi,

PENGETAHUAN DASAR. Dr. Ariyati Yosi, PENGETAHUAN DASAR IMUNOLOGI KULIT Dr. Ariyati Yosi, SpKK PENDAHULUAN Kulit: end organ banyak kelainan yang diperantarai oleh proses imun kulit berperan secara aktif sel-sel imun (limfoid dan sel langerhans)

Lebih terperinci

Sistem Imun BIO 3 A. PENDAHULUAN SISTEM IMUN. materi78.co.nr

Sistem Imun BIO 3 A. PENDAHULUAN SISTEM IMUN. materi78.co.nr Sistem Imun A. PENDAHULUAN Sistem imun adalah sistem yang membentuk kekebalan tubuh dengan menolak berbagai benda asing yang masuk ke tubuh. Fungsi sistem imun: 1) Pembentuk kekebalan tubuh. 2) Penolak

Lebih terperinci

SOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006

SOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006 SOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006 1. Imunitas natural :? Jawab : non spesifik, makrofag paling berperan, tidak terbentuk sel memori 2. Antigen : a. Non spesifik maupun spesifik,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penularan langsung terjadi melalui aerosol yang mengandung

Lebih terperinci

Gambar 1 Rata-rata Jumlah Sel Darah Putih Ikan Lele Dumbo Setiap Minggu

Gambar 1 Rata-rata Jumlah Sel Darah Putih Ikan Lele Dumbo Setiap Minggu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Jumlah Sel Darah Putih (Leukosit) Ikan Lele Dumbo Pada penelitian ini dihitung jumlah sel darah putih ikan lele dumbo untuk mengetahui pengaruh vitamin dalam meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jaringan paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis complex

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jaringan paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis complex BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang umumnya mengenai jaringan paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis complex (MTBC). Penyakit ini dapat

Lebih terperinci

Rickettsia typhi Penyebab Typhus Endemik

Rickettsia typhi Penyebab Typhus Endemik Rickettsia typhi Penyebab Typhus Endemik (Manda Ferry Laverius/078114010) Penyakit typhus disebabkan oleh beragai macam bakteri. Meskipun penyakit ini memiliki kesamaan ciri secara umum, namun typhus dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh parasit (protozoa) dari genus plasmodium yang dapat ditularkan melalui cucukan nyamuk anopheles betina. Penyakit

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Karakter Biologi Klebsiella pneumoniae K. pneumoniae tergolong dalam kelas gammaproteobacteria, ordo enterobacteriale, dan famili Enterobacteriaceae. Bakteri K. pneumoniae adalah

Lebih terperinci

2.1. Morphologi, etiologi dan epidemiologi bovine Tuberculosis

2.1. Morphologi, etiologi dan epidemiologi bovine Tuberculosis BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Morphologi, etiologi dan epidemiologi bovine Tuberculosis Kasus tuberkulosis pertama kali dikenal dan ditemukan pada tulang mummi Mesir kuno, kira-kira lebih dari 2000 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan adalah sumber kehidupan. Di era modern ini, sangat banyak berkembang berbagai macam bentuk makanan untuk menunjang kelangsungan hidup setiap individu. Kebanyakan

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. digunakan sebagai alternatif pengobatan seperti kunyit, temulawak, daun sirih,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. digunakan sebagai alternatif pengobatan seperti kunyit, temulawak, daun sirih, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan bahan alam untuk mengobati penyakit sudah sejak lama diterapkan oleh masyarakat. Pada jaman sekarang banyak obat herbal yang digunakan sebagai alternatif

Lebih terperinci

PATOGENESIS DAN RESPON IMUN TERHADAP INFEKSI VIRUS. Dr. CUT ASMAUL HUSNA, M.Si

PATOGENESIS DAN RESPON IMUN TERHADAP INFEKSI VIRUS. Dr. CUT ASMAUL HUSNA, M.Si PATOGENESIS DAN RESPON IMUN TERHADAP INFEKSI VIRUS Dr. CUT ASMAUL HUSNA, M.Si PATOGENESIS INFEKSI VIRUS Port d entree Siklus replikasi virus Penyebaran virus didalam tubuh Respon sel terhadap infeksi Virus

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Hipotesis higiene merupakan penjelasan terhadap peningkatan kejadian atopi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Hipotesis higiene merupakan penjelasan terhadap peningkatan kejadian atopi 1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hipotesis Higiene Hipotesis higiene merupakan penjelasan terhadap peningkatan kejadian atopi yang terjadi pada tiga puluh sampai empat puluh tahun terakhir, terutama di negara-negara

Lebih terperinci

Struktur dan Fungsi Hewan Tujuan Instruksional Khusus

Struktur dan Fungsi Hewan Tujuan Instruksional Khusus Struktur dan Fungsi Hewan Tujuan Instruksional Khusus Menjelaskan: Struktur Hewan Fungsi Hayati Hewan Energi dan Materi Kuliah Hewan 1 Homeostasis Koordinasi dan Pengendalian Kuliah Kontinuitas Kehidupan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Paru merupakan port d entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Kuman

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Paru merupakan port d entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Kuman 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tuberkulosis Paru merupakan port d entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Kuman M.tuberculosis dengan droplet nuclei akan terhirup dan mencapai alveolus akibat ukurannya

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Analisis jumlah limfosit T CD4+ pada penelitian ini dijadikan baseline yang juga

BAB VI PEMBAHASAN. Analisis jumlah limfosit T CD4+ pada penelitian ini dijadikan baseline yang juga 54 BAB VI PEMBAHASAN Analisis jumlah limfosit T CD4+ pada penelitian ini dijadikan baseline yang juga berperan sebagai Immunological recovery pada saat memulai terapi ARV sehingga dapat memaksimalkan respon

Lebih terperinci

BIOKIMIA Kuliah 2 KARBOHIDRAT

BIOKIMIA Kuliah 2 KARBOHIDRAT BIOKIMIA Kuliah 2 KARBOHIDRAT 1 2 . 3 . 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Biokimia Kuliah 2 POLISAKARIDA 17 POLISAKARIDA Sebagian besar karbohidrat dalam bentuk polisakarida. Suatu polisakarida berbeda

Lebih terperinci

REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI. Oleh : Rini Rinelly, (B8A)

REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI. Oleh : Rini Rinelly, (B8A) REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI Oleh : Rini Rinelly, 1306377940 (B8A) REAKSI ANTIGEN DAN ANTIBODI Pada sel B dan T terdapat reseptor di permukaannya yang berguna untuk

Lebih terperinci

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas.

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini studi tentang hubungan antara makanan dan kesehatan memerlukan metode yang mampu memperkirakan asupan makanan biasa. Pada penelitian terdahulu, berbagai upaya

Lebih terperinci

OUTLINE PENDAHULUAN CIRI-CIRI VIRUS STRUKTUR SEL VIRUS BENTUK VIRUS SISTEM REPRODUKSI VIRUS PERANAN VIRUS

OUTLINE PENDAHULUAN CIRI-CIRI VIRUS STRUKTUR SEL VIRUS BENTUK VIRUS SISTEM REPRODUKSI VIRUS PERANAN VIRUS VIRUS FIRMAN JAYA OUTLINE PENDAHULUAN CIRI-CIRI VIRUS STRUKTUR SEL VIRUS BENTUK VIRUS SISTEM REPRODUKSI VIRUS PERANAN VIRUS PENDAHULUAN Metaorganisme (antara benda hidup atau benda mati) Ukuran kecil :

Lebih terperinci

LISNA UNITA, DRG.M.KES DEPARTEMEN BIOLOGI ORAL

LISNA UNITA, DRG.M.KES DEPARTEMEN BIOLOGI ORAL LISNA UNITA, DRG.M.KES DEPARTEMEN BIOLOGI ORAL MEKANISME PERTAHANAN IMUN DAN NON IMUN SALIVA SALIVA Pembersihan secara mekanik Kerja otot lidah, pipi dan bibir mempertahankan kebersihan sisi-sisi mulut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi rongga mulut. Lapisan ini terdiri dari epitel gepeng berlapis baik yang berkeratin maupun

Lebih terperinci

Kata Kunci: Karakterisasi, Rv1984c, Antigen CFP21, imunodiagnostik, tuberkulosis laten.

Kata Kunci: Karakterisasi, Rv1984c, Antigen CFP21, imunodiagnostik, tuberkulosis laten. KARAKTERISASI KLON REKOMBINAN pgemt-rv1984c SEBAGAI ANTIGEN UNTUK IMUNODIAGNOSTIK TUBERKULOSIS LATEN Wa Ode Baharaeni 1, Rosana Agus 2, Muh. Nasrum Massi 3, A.Arfan Sabran 2 1. Mahasiswa Departemen Biologi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan dalam segala bidang kehidupan. Perkembangan perekonomian di Indonesia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi yang kompleks terhadap agen penyebab jejas, seperti mikroba dan kerusakan sel. Respon inflamasi berhubungan erat dengan proses penyembuhan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh Human Papillomavirus (HPV) tipe tertentu dengan kelainan berupa

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh Human Papillomavirus (HPV) tipe tertentu dengan kelainan berupa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondiloma akuminata (KA) merupakan infeksi menular seksual yang disebabkan oleh Human Papillomavirus (HPV) tipe tertentu dengan kelainan berupa fibroepitelioma pada

Lebih terperinci

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru 1.1 Pengertian Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lingkungan disekitar kita banyak mengandung agen infeksius maupun non infeksius yang dapat memberikan paparan pada tubuh manusia. Setiap orang dihadapkan pada berbagai

Lebih terperinci

Pengobatan yang menggunakan bagian tertentu dari sistem imun untuk menyembuhkan penyakit. Sering disebut juga biologic therapy atau biotherapy.

Pengobatan yang menggunakan bagian tertentu dari sistem imun untuk menyembuhkan penyakit. Sering disebut juga biologic therapy atau biotherapy. Ika Puspita Dewi 1 Pengobatan yang menggunakan bagian tertentu dari sistem imun untuk menyembuhkan penyakit. Sering disebut juga biologic therapy atau biotherapy. Dapat dilakukan dengan : Menstimulasi

Lebih terperinci