L. Mimbar 1. Kata Kunci: Badan Pemberdayaan Masyarakat, Pemerintahan Desa Penanggulangan Kemiskinan, Nusa Tenggara Barat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "L. Mimbar 1. Kata Kunci: Badan Pemberdayaan Masyarakat, Pemerintahan Desa Penanggulangan Kemiskinan, Nusa Tenggara Barat"

Transkripsi

1 L. Mimbar PERAN BADAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN PEMERINTAHAN DESA (BPMPD) DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT L. Mimbar 1 Abstrak: Persoalan kemiskinan masih menjadi masalah yang belum selesai sampai tuntas. Perbedaan kemiskinan pada masa lalu dan masa sekrang adalah situasinya dulu hampir semua penduduk Indonesia miskin atau dikenal sebagai share poverty, sedangkan sekarang kemiskinan terjadi di jaman modern dan ditengah-tengah sebagian masyarakat yang berlimpah (affluent society). Ada beberapa indikator yang sering digunakan untuk mengukur kemiskinan, yaitu kemiskinan relatif, kemiskinan absolut, kemiskinan kultural dan kemiskinan struktural. Penelitian ini bertujuan; 1) Untuk menganalisis Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (BPMPD) berperan Terhadap Orientasi Pembangunan Desa di Nusa Tenggara Barat (NTB), 2) Untuk Mengetahui hambatan (tantangan ) yang dihadapi oleh Bada n Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (BPMPD) berperan Terhadap Orientasi Pembangunan Desa di Nusa Tenggara Barat (NTB), 3) Untuk Mengetahui Peran Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (BPMPD) dalam Menggulani Kemikinan bila Diukur deng an dari Tujuan, Sasaran, Mekanisme Penanggulangan Melalui Orientasi Pembangunan Desa di Nusa Tenggara Barat (NTB), 4) Untuk mengetahui upaya Penanggulangan Kemiskinan, Desa Tuntas Gerakan 3-A Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (BPMPD) di Nusa Tenggara Barat (NTB). Hasil penelitian menunjukkan bahwa upaya pemberdayaan masyarakat dalam rangka mengurangi masalah kemiskinan di daerah perdesaan yang mengalami transisi agraris ke non agraris dari berbagai sector. Prosentase tingkat kemiskinan di tingkat provinsi Nusa Tenggara Barat rata-rata dicapai sebesar 21,55 %. Rata-rata penduduk miskin secara nasional sebesar 13,33% pada tahun Angka Kematian Bayi (AKB) Per 1000 Kelahiran Hidup didominasi oleh Lombok Timur dan Lombok Utara masing-masing sebanyak 69 jiwa. Dan angka kematian bayi terendah yaitu kabupaten Bima sebanyak 50 jiwa. Penanggulangan kemiskinan dan Angka Kematian Ibu Nol, Angka Buta Aksara Nol serta Angka Drop Out pendidikan Dasar Nol merupakan program penting di NTB dibawah koordinasi Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD). Kata Kunci: Badan Pemberdayaan Masyarakat, Pemerintahan Desa Penanggulangan Kemiskinan, Nusa Tenggara Barat 1 Penulis adalah Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) AMM Mataram Jurnal Transformasi P2M IAIN Mataram 1

2 Transformasi, Volume 11, Nomor 1, Januari-Juni 2015 LATAR BELAKANG MASALAH Persoalan kemiskinan masih menjadi masalah yang belum selesai sampai tuntas. Perbedaan kemiskinan pada masa lalu dan masa sekrang adalah situasinya dulu hampir semua penduduk Indonesia miskin atau dikenal sebagai share poverty, sedangkan sekarang kemiskinan terjadi di jaman modern dan ditengah-tengah sebagian masyarakat yang berlimpah (affluent society). Ada beberapa indikator yang sering digunakan untuk mengukur kemiskinan, yaitu kemiskinan relatif, kemiskinan absolut, kemiskinan kultural dan kemiskinan struktural. Badan Pusat Statistik (BPS) mengukur batas atau garis kemiskinan (poverty line) di tanah air dengan pendekatan konsumsi. Garis kemiskinan tersebut dilihat dari kemampuan membeli bahan makanan ekuivalen dengan 2100 kalori per kapita per hari, dan biaya untuk membeli kebutuhan minimal akan barang/jasa pakaian, perumahan, kesehatan, transportasi dan pendidikan. Indikator kemiskinan lain diungkapkan oleh Profesor Sayoga. Garis kemiskinan untuk pedesaan ditetapkan setara dengan 240 kg beras per kapita per tahun.sedangkan untuk daerah perkotaan setara dengan 360 kg beras per kapita per tahun. Secara sistematis SMERU (2001) mengartikan kemiskinan dengan melihat berbagai dimensi,yaitu : 1. ketidak mampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (sandang, pangan, papan) 2. Tidak adanya akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih dan transportasi) 3. Tidak adanya jaminan masa depan (karena tidak adanya investasi untuk pendidikan dan keluarga) 4. Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun masal 5. Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan keterbatasan sumber daya alam 6. Tidak dilibatkan dalam kegiatan sosial masyarakat 7. Tidak adanya akses terhadap lapangan kerja dan mata pencaharian yang berkesinambungan 8. Ketidakmampuan berusaha karena cacat fisik maupun mental 9. Ketidakmampuan dan ketidakberuntungan sosial (anak-anak terlantar, wanita korban kekerasan rumah tangga, janda miskin, kelompok marjinal dan terpencil) Secara umum perkembangan kemiskinan di Indonesia menunjukkan penurunan hingga tahun 1996 dan meningkat kembali tahun 1997 hingga 2000, baik ditinjau dari jumlah penduduk miskin ataupun relatif terhadap jumlah penduduk Indonesia. Kondisi yang berbeda adalah tahun 2000 hingga 2003 dimana jumlah penduduk miskin secara absolut meningkat namun secara relatif mengalami penurunan. 2 Jurnal Transformasi P2M IAIN Mataram

3 L. Mimbar Kemiskinan di Indonesia bukan hanya karena masalah ketidakmampuan mengelola sumber daya alam secara optimal tetapi juga karena kebijakan ekonomi yang tidak berkomitmen terhadap penanggulangan kemiskinan dan semata-mata mengejar pertumbuhan ekonomi yang tidak bisa serta merta menyelesaikan persoalan kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi tidak dengan sendirinya menjamin kemampuan mengatasi pengangguran dan kemiskinan. Hal ini karena pertama, hal yang dapat mengatasi pengangguran dan kemiskinan adalah pertumbuhan ekonomi yang dapat langsung melibatkan kegiatan ekonomi rakyat yang pelakunya pada umumnya rakyat miskin, kedua pengangguran dan kemiskinan adalah dua hal yang berbeda di Indonesia. Orang yang menganggur belum tentu miskin. Secara umum kebijakan pemerintah dalam mengatasi kemiskinan dapat dilihat dampak positifnya melalui adanya penurunan tingkat kemiskinan nasional. Pola kebijakan pembangunan dan penanggulangan kemiskinan yang telah dilakukan masih mengandung beberapa kelemahan yang perlu dikoreksi secara mendasar, antara lain : (1) masih berorientasi pada pertumbuhan ekonomi makro daripada pemerataan (2) sentralisasi kebijakan daripada desentralisasi kebijakan (3) lebih bersifat karikatif daripada transformatif (4) memposisikan masyarakat sebagai obyek daripada sebagai subyek (5) cara pandang tentang penanggulangan kemiskinan masih berorientasi pada charity daripada productivity (6) asumsi permasalahan dan solusi kemiskinan sering dipandang sama daripada pluralistis. Peran Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (BPMPD) dalam penanggulangan kemiskinan dan desa tuntas Gerakan 3-A (PEKAN DESTARATA) di Nusa Tenggara Barat (NTB) telah menjadi rumusan visi baru Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD), seiring dengan perkembangan dukungan program dan penetapan Indikator Kinerja Utama (IKU) SKPD Pemerintah Provinsi NTB. IKU BPMPD adalah berkontribusi nyata dalam penurunan kemiskinan dari 21,55% pada akhir 2009 menjadi 14% pada tahun Kontribusi penurunan kemiskinan tersebut khususnya pada desa-desa lokasi program yang dikoordinir oleh BPMPD seperti PNPM Mandiri Perdesaan, PNPM Generasi Sehat Cerdas, Pembangunan Desa Terpadu dan Pengembangan Wilayah Tertinggal yang jumlahnya lebih dari separuh jumlah desa di NTB. Dengan demikian, secara keseluruhan sejumlah desa di NTB dipastikan menjalani proses penurunan kemiskinan dari berbagai program peningkatan ekonomi masyarakat diluar program yang dikoordinir BPMPD Jurnal Transformasi P2M IAIN Mataram 3

4 Transformasi, Volume 11, Nomor 1, Januari-Juni 2015 Selain Penanggulangan Kemiskinan, Desa Tuntas Gerakan 3-A juga merupakan perjuangan yang terus dilakukan, mengingat gerakan 3-A yang pada intinya adalah Pendidikan dan Kesehatan adalah termasuk upaya Penanggulangan Kemiskinan itu sendiri pada kelompok program (klaster) I yang berperan dalam pengurangan beban hidup bagi warga miskin melalui Jaminan dan Perlindungan Sosial. Desa tuntas Gerakan 3-A pada dasarnya adalah desa yang secara terencana, terpadu dan berkesinambungan mengupayakan tercapainya AKINO (Angka Kematian Ibu melahirkan Nol), ABSANO (Angka Buta Aksara Nol) dan ADONO (Angka Drop out pendidikan dasar Nol). RUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk mengkaji mengenai peran Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (BPMPD) Melalui Orientasi Pembangunan Desa serta Penanggulangan Kemiskinan di Nusa Tenggara Barat (NTB), dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Apakah Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (BPMPD) berperan Terhadap Orientasi Pembangunan Desa di Nusa Tenggara Barat (NTB), 2. Apa hambatan (tantangan ) yang dihadapi oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (BPMPD) berperan Terhadap Orientasi Pembangunan Desa di Nusa Tenggara Barat (NTB), 3. Bagaimana peran Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (BPMPD) dalam Men anggulani Kemikinan bila Diukur dengan dari Tujuan, Sasaran, Mekanisme Penanggulangan Melalui Orientasi Pembangunan Desa di Nusa Tenggara Barat (NTB), 4. Bagaimana Upaya Penanggulangan Kemiskinan, Desa Tuntas Gerakan 3-A Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (BPMPD) di Nusa Tenggara Barat (NTB) TUJUAN PENELITIAN 1. Untuk menganalisis Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (BPMPD) berperan Terhadap Orientasi Pembangunan Desa di Nusa Tenggara Barat (NTB), 2. Untuk Mengetahui hambatan (tantangan ) yang dihadapi oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (BPMPD) berperan Terhadap Orientasi Pembangunan Desa di Nusa Tenggara Barat (NTB), 3. Untuk Mengetahui Peran Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (BPMPD) dalam Menggulani Kemikinan bila Diukur dengan dari Tujuan, Sasaran, Mekanisme Penanggulangan Melalui Orientasi Pembangunan Desa di Nusa Tenggara Barat (NTB), 4 Jurnal Transformasi P2M IAIN Mataram

5 L. Mimbar 4. Untuk mengetahui upaya Penanggulangan Kemiskinan, Desa Tuntas Gerakan 3-A Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (BPMPD) di Nusa Tenggara Barat (NTB) KEMISKINAN Beberapa pendapat para ahli yang dapat digunakan sebagai acuan penelitian ini tentang kemiskinan, penanggulangan kemiskinan, maupun peran Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (BPMPD) seperti Bank Dunia (1990), (Prayitno, Hadi, 1987:3), Todaro (2003), Suhardjo (1988), dan para ahli lainnya. Dalam dasawarsa terakhir ini strategi yang dicanangkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Bank Dunia (1990) dalam bidang pembangunan pedesaan difokuskan pada tekad untuk memerangi kemiskinan. Di antaranya dari Laporan tahunan yang menyatakan bahwa pembangunan pedesaan diartikan "... a strategy designed to improve the economic and social life of the rural poor". Hal ini mengandung pengertian bahwa aspek sosial-ekonomi yang menyangkut peningkatan pendapatan masyarakat desa lebih diutamakan daripada aspek fisik lingkungan binaan pedesaan, selain itu upaya ini lebih ditekankan pada proses perubahan yang berkesinambungan. Kemiskinan pedesaan (rural poverty) merupakan salah satu topik yang tidak dapat dipisahkan dari masalah pembangunan pertanian dan pedesaan, terlebih di negara yang sebagian besar penduduknya tinggal di pedesaan yang umumnya dalam belenggu kemiskinan dengan pertanian sebagai basis ekonominya (Prayitno, Hadi, 1987:3).. Todaro (2003) mengungkapkan bahwa jumlah terbesar penduduk miskin berada di daerah pedesaan dengan kegiatan di sektor pertanian dan kegiatan lain yang berhubungan dengan pertanian. Dengan demikian kemiskinan pedesaan merupakan sebuah pokok masalah yang tidak dapat dipisahkan dari masalah pembangunan pertanian dan pedesaan. Suhardjo (1988) ada dua macam kemiskinan bila dilihat dari penyebabnya yaitu: kemiskinan alamiah dan kemiskinan struktural. Kemiskinan alamiah yaitu kemiskinan yang terjadi karena keadaan alamnya yang miskin atau langkanya sumber daya alam, sedangkan kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang diderita oleh segolongan masyarakat karena struktur sosial masyarakat tersebut menyebabkan tidak dapat ikut menggunakan sumber pendapatan yang tersedia. Kedua jenis kemiskinan ini terdapat di desa tertinggal, yang terjadi secara bersamaan sehingga sangat sulit membedakan keduanya. Menurut Robert Chambers (1988: ), kemiskinan yang terjadi di Indonesia adalah jenis kemiskinan terpadu (integrated poverty), dengan ciri-ciri: kemiskinan pemilikan barang, fisik yang lemah, keterisoliran, kerentanan (vulnerability) dan ketidakberdayaan (powerlessness).selanjutnya dua penyebab terakhir merupakan dua jenis Jurnal Transformasi P2M IAIN Mataram 5

6 Transformasi, Volume 11, Nomor 1, Januari-Juni 2015 ketidakberuntungan yang sering menjadi sebab keluarga miskin menjadi lebih miskin. Dawam Rahardjo (1994) mengidentifikasikan kemiskinan sebagai suatu kondisi kekurangan yang dialami seseorang atau suatu keluarga. Kondisi kemiskinan ini disebabkan oleh beberapa faktor yang berbeda, di antaranya berkaitan dengan: kesempatan kerja, upah gaji di bawah standar minimum, produktivitas kerja yang rendah, ketiadaan aset (lahan maupun modal), diskriminasi, tekanan harga dan penjualan tanah untuk kepentingan non produktif. Emil Salim (1980) mengungkapkan terdapat 4 ciri penduduk yang tergolong miskin di daerah pedesaan. Keempat ciri tersebut antara lain: 1) tidak memiliki faktor produksi sendiri (lahan, modal dan ketrampilan); 2) tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh penguasaan terhadap faktor produksi dengan kekuatan sendiri; 3) tingkat pendidikan rendah; 4) kebanyakan tidak memiliki lahan, kalaupun ada umumnya sempit, sebagian besar bermatapencaharian sebagai buruh tani atau pekerja kasar di luar pertanian. Untuk dapat mengurangi penduduk miskin pedesaan paling tidak dapat dilakukan melalui upaya penciptaan peluang kerja, peningkatan pendapatan dan peningkatan kualitas penduduk (pendidikan dan ketrampilan). Berbagai penelitian dan pustaka yang berkaitan dengan kemiskinan, umumnya fokus perdebatan berkisar pada definisi kemiskinan, penentuan batas kemiskinan, penyebab dan upaya-upaya mengatasi kemiskinan. Beberapa kriteria kemiskinan yang cukup dikenal antara lain menurut BPS, Depdagri, Sayogyo, Hendra Esmara dan PBB. Sebagai contoh kriteria kemiskinan yang dapat membantu dalam kajian ini; Departemen Dalam Negeri (1985) dalam penelitiannya untuk menentukan lokasi kecamatan miskin menggunakan garis batas kemiskinan atas dasar pendapatan untuk kebutuhan hidup yang penilaiannya didasarkan pada harga 9 bahan pokok di pasar setempat, kemudian diklasifikasi ke dalam 4 kelas kemiskinan yaitu: 1) miskin sekali, jika pendapatan per kapita kurang dari 75% kebutuhan hidup minimum; 2) miskin, jika pendapatan per kapita antara 75%-125%; 3) hampir miskin, jika pendapatan terletak antara 125%-200%; 4) tidak miskin, jika pendapatan per kapita lebih dari 200% kebutuhan minimum. PBB merekomendasikan 9 komponen untuk mengukur kemiskinan, di antaranya: kesehatan, konsumsi pangan, pendidikan, kesempatan kerja, perumahan, jaminan sosial, rekreasi dan kebebasan sebagai ukuran kesejahteraan. Singarimbun dan Penny (1976) dalam penelitiannya di dusun Miri Sriharji Imogiri Bantul pada tahun 1970 dengan menyoroti kemiskinan dalam hubungannya dengan tersedianya lahan dan kepadatan penduduk. Ternyata rasio yang tinggi antara manusia dan 6 Jurnal Transformasi P2M IAIN Mataram

7 L. Mimbar lahan (man-land ratio), mengakibatkan sebagian terbesar penduduk menjadi miskin, yakni 2/3 dari jumlah penduduk memperoleh penghasilan di bawah tingkat kecukupan. Perdebatan tentang pengertian kemiskinan dan batas kemiskinan tidak kunjung usai. Sebagai gambaran, tabel berikut menyajikan tentang beberapa ukuran yang pernah dikemukakan oleh para pakar kemiskinan. Tabel Ukuran Kemiskinan dari Berbagai Macam Sumber Garis Kemiskinan Kreteria Kota Desa Desa dan Kota a. Esmara (1970) Konsumsi beras / kapita (Kg) 125 b. Sayogyo (1971) Tingkat Pengeluaran Ekuivalen Beras Miskin (M) Miskin Sekali (MS) Paling Miskin (PM) c. Anne Both (1970) Dan Ginneken Kebutuhan gizi minimum per orang per hari 1. Kalori Protein 50 d. Gupta (1973) Kebutuhan gizi minimum per orang per tahun (Rp.) e. Hasan (1975) Pendapatan minimum per kapita per tahun (US $) f. BPS (1984) Konsumsi kalori per kapita per hari 2100 g. Sayogyo (1984) Pengeluaran per kapita per bulan (Rp.) h. Bank Dunia (1984) Pengeluaran per kapita per bulan (Rp.) i. Internasional 1. United Nation (1976), nilai US $ 75 tahun Ahluwalia (Pendapatan per kapita per tahun (US $) 75 Sumber: Dari berbagai macam sumber Biro Pusat Statistik (BPS) dalam publikasi terakhir, membuat tolok ukur garis kemiskinan. Penduduk dikatakan miskin jika berada di bawah garis kemiskinan, yaitu batas pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan. BPS menggunakan batas garis kemiskinan berdasarkan data konsumsi dan pengeluaran untuk 52 macam komoditas pangan dan non pangan (27 jenis untuk kota dan 25 jenis untuk desa). Dalam SUSENAS Maret 2006, dinyatakan batas kemiskinan (Rp/bulan) untuk Perkotaan (Rp ), Perdesaan (Rp ), dan Kota+desa (Rp ). Berdasar kriteria tersebut, jumlah penduduk miskin pada Maret 2006 sebanyak 39,5 juta orang atau 17,75% dari total 222 juta penduduk. Dalam pendataan terakhir yang dilakukan BPS berkaitan dengan penduduk miskin penerima dana BLT (Bantuan Langsung Tunai), Jurnal Transformasi P2M IAIN Mataram 7

8 Transformasi, Volume 11, Nomor 1, Januari-Juni 2015 disebutkan bahwa penduduk miskin yang berhak mendapat BLT memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 1. luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang 2. lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan 3. jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tidak diplester 4. tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain 5. penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik 6. sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai air hujan 7. bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah 8. hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu 9. hanya membeli satu setel pakaian baru dalam setahun 10. hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali sehari 11. tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik 12. sumber penghasilan kepala keluarga adalah petani dengan luas lahan 0,5 ha, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp per bulan 13. pendidikan tertinggi kepala rumah tangga adalah tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD 14. tidak memiliki tabungan / barang yang mudah dijual dengan nilai minimal Rp seperti sepeda motor (kredit/non kredit), emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya. Bank Dunia (2003) mengatakan, 60% rakyat Indonesia tergolong miskin, 10%-20% di antaranya miskin absolut. Kriteria yang dipakai adalah pendapatan 2 dolar AS/orang/bulan, sedangkan MDGs (Millenium Development Goals) tahun 2000 menyepakati tentang malnutrisi (gizi kurang/buruk) sebagai indikator kemiskinan, terutama dengan ukuran operasional tentang proporsi anak balita kurang gizi atau berberat badan rendah. Definisi tentang kemiskinan juga disampaikan oleh BKKBN sejak beberapa tahun lalu menerapkan ukuran kemiskinan dengan pendekatan yang lebih operasional yakni dengan membagi keluarga dalam kategori Pra Sejahtera, Sejahtera I, Sejahtera II, Sejahtera III, dan Sejahtera III plus, dengan ciri-ciri sebagai berikut : Tabel Ukuran Kesejahteraan Keluarga Menurut BKKBN No. Tipe Indikator 1 Pra KS Tidak memiliki ciri 1-22 (Merah) 2 KS I 1. Pernah menjalankan Ibadah 2. Seluruh AK makan >= 2 kali 3. Memiliki pakaian berbeda (sekolah/kerja, bepergian) 8 Jurnal Transformasi P2M IAIN Mataram

9 4. Lantai sebagian besar bukan dari tanah 5. Jika sakit ke sarana kesehatan Keluarga Sejahtera I, memiliki ciri 1-5 (Kuning) 3 KS II 6. Minimal seminggu sekali, pakai menu 7. Daging/Ikan/Telur 8. Baju baru satu stel (minimal satu tahun) 9. Rasio lantai per jiwa minimal 8m2 10. Bisa baca dan tulis 11. Anak usia tahun bersekolah 12. Minimal satu AK mempunyai pekerjaan tetap 13. Satu bulan terakhir AK sehat 13. Ibadah secara teratur Keluarga Sejahtera II, memiliki ciri 1-13 (Coklat) 4 KS III 14. Jumlah anak maksimal 2 orang dan KB 15. Ada tabungan keluarga 16. Ikut dalam kegiatan masyarakat 17. Rekreasi minimal 3 bulan sekali 18. Mengetahui berita dari Radio/TV/Koran 19. Akses terhadap sarana transportasi (angkutan) 20. Peningkatan pengetahuan agama Keluarga Sejahtera III, memiliki ciri 1-20 (Hijau) 5 KS III+ 21. Memberi sumbangan secara teratur dengan materi 22. Aktif dalam organisasi kemasyarakatan 23. Keluarga Sejahtera III+, memiliki ciri 1-22 (Biru) Sumber: BKKBN Keterangan : AK (Anggota Keluarga) L. Mimbar PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Pemberdayaan masyarakat mencakup upaya perbaikan kualitas hidup masyarakat, didasari oleh prinsip pemihakan kepada kelompokkelompok masyarakat yang marginal, tertindas dan di bawah. Tujuannya adalah menjadikan mereka mempunyai posisi tawar sehingga mampu memecahkan masalah dan mengubah posisinya. Proses pemberdayaan mengharuskan anggota kelompok terlibat sebagai partisipan, bukan hanya sekedar menjadi penerima pasif. Artinya, proses pemberdayaan rakyat menuntut pengistimewaan partisipasi masyarakat dan dengan demikian maka pendekatan partisipatoris menjadi kebutuhan mutlak dalam pemberdayaan masyarakat (Hafidz dan Budiharga, 1995; Sumarjono dkk, 1994). UNICEF mengajukan 5 dimensi sebagai tolok ukur keberhasilan pemberdayaan masyarakat, yaitu: 1) kesejahteraan, 2) akses, 3) kesadaran kritis, 4) partisipasi dan 5) kontrol. Lima dimensi tersebut adalah kategori analisis yang bersifat dinamis, satu sama lain berhubungan secara sinergis, saling menguatkan dan melengkapi. Berikut adalah uraian lebih rinci dari masing-masing dimensi : 1. Kesejahteraan Dimensi ini merupakan tingkat kesejahteraan masyarakat, yang diukur dari tercukupinya kebutuhan dasar seperti makanan, Jurnal Transformasi P2M IAIN Mataram 9

10 Transformasi, Volume 11, Nomor 1, Januari-Juni 2015 pendapatan dan kesehatan. Pemberdayaan mencakup upaya untuk memahami permasalahan dan kebutuhan yang dihadapi. Pemberdayaan tidak dapat terjadi dengan sendirinya, tetapi harus dikaitkan dengan peningkatan akses terhadap sumber daya yang merupakan dimensi tingkat kedua. 2. Akses Dimensi ini menyangkut kesetaraan dalam akses terhadap sumber daya dan manfaat yang dihasilkan oleh adanya sumber daya. Tidak adanya akses merupakan penghalang terjadinya peningkatan kesejahteraan. Kesenjangan pada dimensi ini disebabkan oleh tidak adanya kesetaraan akses terhadap sumber daya yang dipunyai oleh mereka yang berada di kelas lebih tinggi dibanding mereka dari kelas rendah, yang berkuasa dan dikuasai, pusat dan pinggiran. Sumber daya dapat berupa waktu, tenaga, lahan, kredit, informasi, keterampilan, dan sebagainya. Mengatasi kesenjangan berarti meningkatkan akses masyarakat, jika memungkinkan dikuasainya sumber daya oleh masyarakat. Pemberdayaan pada dimensi ini berarti dipahaminya situasi kesenjangan dan terdorongnya masyarakat untuk melakukan tindakan guna mengubahnya. 3. Kesadaran kritis Kesenjangan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat bukanlah tatanan alamiah yang berlangsung demikian sejak kapanpun atau merupakan kehendak Tuhan, melainkan bersifat struktural sebagai akibat dari adanya diskriminasi yang melembaga. Pemberdayaan masyarakat pada tingkat ini berarti upaya penyadaran bahwa kesenjangan tersebut adalah bentukan sosial yang dapat dan harus diubah. 4. Partisipasi Masalah kesenjangan kelas pada tingkat ini tampak jelas pada tidak terwakilinya kelas bawah dalam berbagai lembaga yang ada dalam masyarakat. Rakyat tidak terlibat dalam proses pengambilan keputusan di semua tingkatan. Pemberdayaan pada tingkat ini adalah upaya pengorganisasian masyarakat, sehingga mereka dapat berperan serta dalam proses pengambilan keputusan dan dengan demikian maka kepentingan mereka tidak terabaikan 5. Kontrol Kesenjangan antar kelas di tingkat ini dimanifestasikan pada kesenjangan kuasa, ada penguasa dan yang dikuasai. Sebagian masyarakat menguasai berbagai macam sumber daya produksi, sementara sebagian lainnya tidak. Upaya untuk menguatkan organisasi masyarakat harus dilakukan sehingga kelas bawah mampu mengimbangi kekuasaan kelas atas dan mampu mewujudkan aspirasi mereka dengan cara mereka ikut memegang kendali atas sumber daya 10 Jurnal Transformasi P2M IAIN Mataram

11 L. Mimbar yang ada. Pemberdayaan pada tingkat ini memungkinkan masyarakat mendapatkan hak-haknya secara berkelanjutan. METODE KAJIAN 1. Lingkup Kajian Substansi Materi yang tercakup dalam kajian Pemberdayaan Masyarakat untuk Pengentasan Kemiskinan ini, pada hakekatnya tercermin dari rencana isi dokumen sebagai berikut : a) Konsep dan teori-teori yang berhubungan dengan aspek kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat; b) Kondisi Umum Desa Margoluwih Kecamatan Seyegan, menyajikan profil potensi Desa Margoluwih secara komprehensif berdasarkan karakter geografis, sumber daya manusia dan ekonomi produktif; c) Pemberdayaan Masyarakat untuk Pengentasan Kemiskinan. Pada bagian ini diuraikan tentang berbagai upaya pemberdayaan masyarakat untuk pengentasan kemiskinan. 2.. Metode Kajian Berdasarkan tujuan dan ruang lingkup substansi materi dari kajian Pemberdayaan Masyarakat untuk Pengentasan Kemiskinan dirumuskan beberapa metode yang digunakan, di antaranya : a) Studi Literatur (literature study), baik tekstual maupun kontekstual yang menyangkut teori-teori dan kajian-kajian mengenai : 1) Kemiskinan, baik pada level individu maupun rumah tangga 2) Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pembangunan daerah dan penanggulangan kemiskinan 3) Review kebijakan dan program yang telah dirumuskan dan dilaksanakan dalam kaitannya dengan pengentasan kemiskinan 4) Hasil studi yang terkait dengan pemberdayaan masyarakat untuk pengentasan kemiskinan b) Pengumpulan dan Analisis Data Sekunder Data sekunder yang digunakan dalam kajian Pemberdayaan Masyarakat untuk Pengentasan Kemiskinan adalah : Tabel Identifikasi Kebutuhan Data Sekunder No Jenis Data Sumber 1 Jumlah Rumah Tangga Miskin di tingkat Kabupaten BPS Kabupaten, Kantor Statistik Kabupaten 2009 dan Luas lahan berdasarkan Penggunaannya BPS Provinsi, Kantor Statistik Provinsi 2009 dan Program-program pemberdayaan 1. Dinas Pemberdayaan masyarakat dan pengentasan Masyarakat, Dinas Sosial kemiskinan (rencana, 2. Kantor Pemberdayaan di pelaksanaan, target pencapaian, tingkat Kabupaten pagu indikatif) Jurnal Transformasi P2M IAIN Mataram 11

12 Transformasi, Volume 11, Nomor 1, Januari-Juni 2015 TINGKAT KEMISKINAN Tingkat kemiskinan Provinsi Nusa Tenggara Barat Menurut Kabupaten/Kota (%) tahun 2010 sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 1 di bawah ini: Tabel Tingkat kemiskinan Provinsi Nusa Tenggara Barat Menurut Kabupaten/Kota tahun 2010 Kabupaten/Kota Tingkat Kemiskinan (% ) Lombok Utara - Lombok Timur 23,82 Sumbawa Barat 21,81 Sumbawa 21,74 Lombok Barat 21,59 Lombok Tengah 19,92 Dompu 19,89 Bima 19,41 Kota Mataram 14,44 Kota Bima 12,81 Tingkat Kemiskinan Provinsi NTB 21,55 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2010 Tabel diatas menunjukkan bahwa persentase tingkat kemiskinan Provinsi Nusa Tenggara Barat Menurut Kabupaten/ Kota tahun Terlihat bahwa persentase tingkat kemiskinan yang paling terbanyak adalah Kabupaten Lombok Timur yaitu sebesar 23,82 % dibandingkan dengan kabupaten dan kota yang lain di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Disusul tiga (3) Kabupaten yang memiliki tingkat kemiskinan yaitu Kabupaten Sumbawa Barat dengan tingkat kemiskinan sebesar 21,81 %, Kabupaten Sumbawa sebesar 21,74 %, dan Kabupaten Lombok Barat dengan tingkat kemiskinan sebesar 21,59 %. Kemudian persentase kemiskinan yang paling kecil yaitu Kota Bima sebesar 12,81 % bila dibanding dengan Kabupaten dan Kota yang lain. Untuk tingkat provinsi Nusa Tenggara Barat persentase kemiskinan sebesar 21,55 %. INDIKATOR KEMISKINAN Indikator kemiskinan Provinsi Nusa Tenggara Barat Menurut Kabupaten/Kota (%) tahun 2010 sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 2 berikut ini: Tabel Indikator Kemiskinan Menurut Kabupaten/Kota, Tahun Daerah Garis Kemiskinan Prosentase Penduduk Jumlah Penduduk Miskin (Rp/Bulan) Miskin (%) (Jiwa) Lombok Barat ,02 21, Lombok Tengah ,94 19, Lombok Timur ,96 23, Sumbawa ,85 21, Dompu ,76 19, Jurnal Transformasi P2M IAIN Mataram

13 L. Mimbar Bima ,42 19, Sumbawa Barat ,01 21, Lombok Utara , Kota Mataram ,41 14, Kota Bima ,65 12, Nusa Tenggara Barat ,78 21, Indobesia ,15 13, Sumber: Badan Pusat Statistik, 2011 (Berdasarkan hasil Susenas Kor Juli 2010) Tabel di atas menunjukkan bahwa prosentase penduduk miskin terbanyak diduduki oleh Kabupaten Lombok Barat sebesar 24,02 % tahun 2009 diikuti oleh tiga (3) Kabupaten yaitu Lombok Timur sebesar 23,96 %, Sumbawa sebesar 23,85 %, dan Sumbawa Barat sebesar 23,01%. Sehingga rata-rata penduduk miskin di Nusa Tengara Barat sebesar 22,78%. Pada tahun 2010 Kabupaten yang penduduk miskin terbanyak adalah Kabupaten Lombok Utara sebesar 43,12 % diikuti oleh Kabupaten Lombok Timur sebesar 23,82%, Sumbawa sebesar 21,74%, dan Lombok Barat sebesar 21,59%. Rata-rata penduduk miskin di Nusa Tenggara Barat tahun 2010 sebesar 21,55%. Sedangkan prosentase penduduk miskin secara nasional (Indonesia) rata -rata sebesar 14,15 % di tahun 2009 dan 13,33% tahun TINGKAT PENGANGGURAN DAN KETENAGA KERJAAN Tingkat pengangguran dan ketenaga kerjaan Provinsi Nusa Tenggara Barat menurut Kabupaten/Kota yang ditunjukkan pada table di bawah ini. Tabel Indikator Ketenagakerjaan Menurut Kabupaten/Kota, Tahun 2009 dan 2010 Daerah Angka Partisipasi Angkatan Kerja Pekerja yang Bekerja Selama Kurang dari 14 Jam Seminggu Pekerja yang Bekerja Selama Kurang dari 35 Jam Seminggu Pekerja di Sektor Informal % % % % % % % % Lombok Barat 67,94 61,14 2,80 1,67 30,28 17,47 69,73 70,05 Lombok Tengah 72,46 69,38 8,49 9,58 38,28 50,98 76,14 82,62 Lombok Timur 70,76 66,02 11,40 10,27 46,14 51,76 82,02 82,40 Sumbawa 66,61 66,48 6, ,70 42,12 69,40 68,09 Dompu 64,08 64,21 7,28 8,61 35,13 41,64 73,23 68,40 Bima 67,35 71,01 6,59 8,71 36,16 51,62 82,25 82,33 Sumbawa Barat 62,06 66,44 6,24 9,51 29,98 39,62 62,24 58,33 Lombok Utara - 64,41-6,49-49,24-80,35 Kota Mataram 64,53 67,59 1,74 3,26 13,52 20,76 45,31 40,35 Kota Bima 67,55 69,28 3,90 7,50 29,15 32,44 52,82 49,89 Nusa Tenggara Barat 68,66 66,63 7,01 7,82 35,66 42,14 72,62 73,39 Indobesia 67,23 67,72 4,29 4,11 30,10 30,75 61,56 58,96 Keterangan: Daerah Pemekaran, Data Belum Tersedia. Sumber: Badan Pusat Statistik, 2011 (Berdasarkan Hasil Sakernas Agustus 2010) Jurnal Transformasi P2M IAIN Mataram 13

14 Transformasi, Volume 11, Nomor 1, Januari-Juni 2015 Tingkat pengangguran dan ketenaga kerjaan Provinsi Nusa Tenggara Barat menurut Kabupaten/Kota seperti table diatas, dimana indicator ketenagakerjaan keseluruhan di Provinsi Nusa Tenggara Barat rata-rata angka partisipasi angkatan kerja sebesar 68,66 % tahun 2009, menurun tahun 2010 menjadi sebesar 66,63. Pekerja yang Bekerja Selama Kurang dari 14 Jam Seminggu sebesar 7,01 % tahun 2009 dan tahun 2010 sebesar meningkat menjadi 7,82 %. Pekerja yang Bekerja Selama Kurang dari 35 Jam Seminggu sebesar 35,66 % tahun 2009 dan tahun 2010 meningkat 42,14 %. Pekerja di Sektor Informal rata-rata sebesar 72,62 % di tahun 2009 meningkat tahun 2010 menjadi sebesar 73,96 %. BIDANG KESEHATAN Angka Kematian Bayi (AKB) Per 1000 Kelahiran Hidup Menurut Kabupaten/Kota (Jiwa), Tahun 2009 Tabel Angka Kematian Bayi (AKB) Per 1000 Kelahiran Hidup Menurut Kabupaten/Kota (Jiwa), Tahun 2009 Daerah Angka Kematian (Jiwa) Lombok Barat 68 Lombok Tengah 67 Lombok Timur 69 Sumbawa 67 Dompu 66 Bima 50 Sumbawa Barat 65 Lombok Utara 69 Kota Mataram 62 Kota Bima 67 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2010 Angka Kematian Bayi (AKB) Per 1000 Kelahiran Hidup Menurut Kabupaten/Kota (Jiwa), Tahun Kabupaten yang mempunyai angka kematian bayi (AKB) per 1000 kelahiran tertinggi yaitu Lomb ok Timur dan Lombok Utara masing-masing sebanyak 69 jiwa. Dan angka kematian bayi terendah yaitu kabupaten Bima sebanyak 50 jiwa. 14 Jurnal Transformasi P2M IAIN Mataram

15 L. Mimbar Tabel Persentase Kelahiran Ditolong oleh Tenaga Medis Menurut Kabupaten/Kota, Tahun 2009 Daerah Prosentase Kelahiran (%) Lombok Barat 75,76 Lombok Tengah 66,32 Lombok Timur 77,69 Sumbawa 61,13 Dompu 56,80 Bima 55,10 Sumbawa Barat 59,08 Lombok Utara - Kota Mataram 93,24 Kota Bima 83,19 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2010 Persentase Kelahiran Ditolong oleh Tenaga Medis Menurut Kabupaten/Kota yaitu Kota Mataram sebesar 93,24 % disusul Kota Bima sebesar 83,19 %. Sedangkan prosentase kelahiran ditolong oleh tenaga medis adalah Kabupaten Bima sebesar 55,10 % disusul oleh Kabupaten Dompu sebesar 56,80 % Tabel Indikator Kesehatan Menurut Kabupaten/Kota, Tahun 2009 Daerah Penduduk dengan keluhan kesehatan (%) Angka Morbiditas ( % ) Rata-rata Lama Sakit ( % ) Penduduk yg Melakukan Pengobatan Sendiri ( % ) Lombok Barat 25,46 14,87 5,63 59,47 Lombok Tengah 43,53 26,71 6,01 59,69 Lombok Timur 46,90 21,97 6,05 68,88 Sumbawa 39,34 17,11 6,68 78,74 Dompu 40,68 23,86 5,54 84,36 Bima 31,80 21,37 7,27 76,67 Sumbawa Barat 52,06 21,83 5,01 77,82 Lombok Utara Kota Mataram 44,69 20,29 5,32 63,88 Kota Bima 42,83 21,57 5,83 68,82 Nusa Tenggara Barat 39,59 20,98 6,03 67,88 Indonesia 33,68 18,63 5,51 68,41 68,41 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2010 Indikator Kesehatan Menurut Kabupaten/Kota pada table diatas dapat dilihat bahwa Penduduk dengan keluhan kesehatan yang paling tinggi adalah Sumbawa Barat dengan keluhan kesehatan sebesar 52,06 % di banding Kabupaten yang lain yang ada di Nusa Tenggara Barat, disusul oleh Kabupaten Lombok Timur dengan keluhan kesehatan sebesar 46,90 %. Sedangkan Kabupaten yang penduduk keluhan Jurnal Transformasi P2M IAIN Mataram 15

16 Transformasi, Volume 11, Nomor 1, Januari-Juni 2015 kesehatan terendah yaitu Lombok Barat dengan keluhan kesehatan sebesar 25,46 % disusul oleh Kabupaten Bima sebesar 31,80 % bila disbanding dengan Kabupaten lainnya di Nusa Tenggara Barat. Angka Morbiditas dengan prosestase tertinggi yaitu Lombok Tengah sebesar 26,71 % di bandingkan dengan kabupaten lainnya, kemudian disusul oleh Kabupaten Dompu dengan prosentase Morbiditas sebesar 23,86 % jika disbanding dengan Kabupaten yang lain. Sedangkan morbiditas terendah yang dimiliki oleh Lombok Barat sebesar 14,87 % di banding dengan Kabupaten yang lain dan disusul oleh Kabupaten Sumbawa dengan morbidtas sebesar 17,11 % jika dibandingkan dengan Kabupaten yang lain. Rata-rata lama sakit tertinggi didominasi oleh Kabupaten Bima sebesar 7,27 % jika dibandingkan dengan Kabupaten lainnya, kemudian disusul oleh Kabupaten Sumbawa dengan rata-rata lama sakit sebesar 6,68 %. Rata-rata lama sakit terendah yaitu Kabupaten Sumbawa Barat sebesar 5,01 %. Penduduk yang melakukan pengobatan sendiri dengan prosentase tertinggi didominasi oleh Kabupaten Dompu sebesar 84,36 % jika dibandingkan dengan kabupaten yang lain, Sedangkan Kabupaten mempunyai penduduk yang melakukan pengobatan sendiri dengan prosentase terendah yaitu Lombok Barat dengan prosentase sebesar 59,47 % dibandingkan dengan Kabupaten yang lain di Provinsi Nusa Tenggara Barat. PENANGGULANGAN KEMISKINAN BPMPD ditinjau dari segi kelembagaan dan dikaitkan dengan tujuan berkontribusi dalam penurunan Angka Kemiskinan, sudah memiliki struktur organisasi yang cukup lengkap dengan lima bidang dan sekretariat yaitu Bidang Usaha Ekonomi Masyarakat, Bidang Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Teknologi tepat Guna (PSDA & TTG), Bidang Pemerintahan Desa dan Bidang Kelembagaan dan Sosial Budaya serta Sekretariat. Bidang-bidang dan sekretariat tersebut secara simultan dan saling mendukung memenuhi empat Kelompok Program (Cluster) dalam penanggulangan kemiskinan yang meliputi jaminan sosial dan bantuan berbasis keluarga, Pemberdayaan Masyarakat berbasis kelompok, Peningkatan Ekonomi berbasis Unit usaha serta program pendukung lain berbasis wilayah. Potensi penurunan Angka Kemiskinan melalui BPMPD dapat dikembangkan secara umum dengan peningkatan SDM dan perluasan program kegiatan yang telah ada. SIMPULAN 1. Upaya pemberdayaan masyarakat dalam rangka mengurangi masalah kemiskinan di daerah perdesaan yang mengalami transisi agraris ke non agraris dari berbagai sektor. 16 Jurnal Transformasi P2M IAIN Mataram

17 L. Mimbar 2. Prosentase tingkat kemiskinan di tingkat provinsi Nusa Tenggara Barat rata-rata dicapai sebesar 21,55 %. Rata-rata penduduk miskin secara nasional sebesar 13,33% pada tahun Angka Kematian Bayi (AKB) Per 1000 Kelahiran Hidup didominasi oleh Lombok Timur dan Lombok Utara masing-masing sebanyak 69 jiwa. Dan angka kematian bayi terendah yaitu kabupaten Bima sebanyak 50 jiwa. 4. Penanggulangan kemiskinan dan Angka Kematian Ibu Nol, Angka Buta Aksara Nol serta Angka Drop Out pendidikan Dasar Nol merupakan program penting di NTB dibawah koordinasi Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD). 5. BPMPD melalui empat Bidang yaitu : Usaha Ekonomi Masyarakat, PSDA dan TTG, Pemerintahan Desa, Kelembagaan dan Sosial Budaya dan Sekretariat menetapkan misi Berbasis Silahturahmi membangun Desa dan Kelurahan dalam kontribusi Penanggulangan Kemiskinan. Jurnal Transformasi P2M IAIN Mataram 17

18 Transformasi, Volume 11, Nomor 1, Januari-Juni 2015 DAFTAR PUSTAKA ACC/SCN (Administrative Committee on Coordination/SubCommittee on Nutrition), 1992, nutrition Policy Discussion Paper. United Nations ACC/SCN : Geneva. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2007, Hasil Riset Kesehatan Dasar 2007, Kemenkes RI, Jakarta. Biro Pusat Statistik Penentuan Desa Tertinggal Jakarta : Biro Pusat Statistik. Biro Pusat Statistik Kemiskinan dan Pemerataan Pendapatan di Indonesia Jakarta : Biro Pusat Statistik Sistem Informasi Wilayah (kantong) Miskin, Daftar Desa Miskin dan Sangat Miskin Propinsi DI Yogyakarta. Jakarta : Biro Pusat Statistik , Data dan Kemiskinan Tahun 2003 Buku 1: Propinsi dan Buku 2: Kabupaten. Jakarta : Biro Pusat Statistik Tingkat Kemiskinan di Indonesia Tahun Berita Resmi Statistik. No.38/07/Th.X, 2 Juli BPS, 2003, Survey Demografi Kesehatan Indonesia 2002/2003, Jakarta. Chambers, Robert Pembangunan Desa Mulai Dari Belakang. Jakarta : LP3ES. Departemen Kesehatan RI, Rencana Strategis Nasional Making Pregnancy safer di Indonesia Jakarta. Dikes Provinsi NTB, 2009, Laporan Tahunan Program Kesehatan Ibu dan Anak Tahun 2008, Mataram. Dikes Provinsi NTB, 2009, Profil Kesehatan, Mataram. Kementerian Dalam Negeri, 2007, Permendagri Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pedoman Pembentukan Kelompok Kerja Operasional Pembinaan Pos Pelayanan Terpadu, Jakarta. Kementerian Dalam Negeri, 2009, Permendagri Nomor 26 Tahun 2009 tentang Pedoman Pelaksanaan Peningkatan Peranan Wanita Menuju Keluarga Sehat dan Sejahtera di Daerah, Jakarta. Puslitbang Gizi, 2002, Pangan dan Gizi dalam Angka Volume XIII, Bogor. Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat, 2009, RPJMD Provinsi Nusa Tenggara Barat Todaro, Michael P dan Stephen C, Smith Economic Development Eight Edition. UNDP Human Development Report New York. 18 Jurnal Transformasi P2M IAIN Mataram

PANGAN DAN GIZI SEBAGAI INDIKATOR KEMISKINAN

PANGAN DAN GIZI SEBAGAI INDIKATOR KEMISKINAN PANGAN DAN GIZI SEBAGAI INDIKATOR KEMISKINAN By : Suyatno, Ir. MKes Office : Dept. of Public Health Nutrition, Faculty of Public Health Diponegoro University, Semarang Contact : 081-22815730 / 024-70251915

Lebih terperinci

Kemiskinan di Indonesa

Kemiskinan di Indonesa Kemiskinan di Indonesa Kondisi Kemiskinan Selalu menjadi momok bagi perekonomian dunia, termasuk Indonesia Dulu hampir semua penduduk Indonesia hidup miskin (share poverty), sedangkan sekarang kemiskinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. program darurat bagian dari jaring pengaman sosial (social safety net), namun

BAB I PENDAHULUAN. program darurat bagian dari jaring pengaman sosial (social safety net), namun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Raskin merupakan program bantuan yang sudah dilaksanakan Pemerintah Indonesia sejak Juli 1998 dengan tujuan awal menanggulangi kerawanan pangan akibat krisis moneter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. standar hidup minimum (Mudrajad Kuncoro, 1997). Kemiskinan identik dengan negara berkembang, contohnya Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. standar hidup minimum (Mudrajad Kuncoro, 1997). Kemiskinan identik dengan negara berkembang, contohnya Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemisknan merupakan masalah multidimensi yang dihadapi hampir semua negara di dunia. Kemiskinan adalah ketidakmampuan untuk memenuhi standar hidup minimum (Mudrajad

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagaimana penyelesaian masalah tersebut. Peran itu dapat dilihat dari sikap

BAB I PENDAHULUAN. bagaimana penyelesaian masalah tersebut. Peran itu dapat dilihat dari sikap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peran pemerintah sangat penting dalam merancang dan menghadapi masalah pembangunan ekonomi. Seberapa jauh peran pemerintah menentukan bagaimana penyelesaian

Lebih terperinci

pendapatan masyarakat. h. Jumlah Rumah Tangga Miskin status kesejahteraan dapat dilihat pada tabel 2.42.

pendapatan masyarakat. h. Jumlah Rumah Tangga Miskin status kesejahteraan dapat dilihat pada tabel 2.42. Tabel 2.41. Perhitungan Indeks Gini Kabupaten Temanggung Tahun 2012 Kelompok Jumlah Rata-rata % Kumulatif Jumlah % Kumulatif Xk-Xk-1 Yk+Yk-1 (Xk-Xk-1)* Pengeluaran Penduduk Pengeluaran Penduduk Pengeluaran

Lebih terperinci

KEMISKINAN OLEH HERIEN PUSPITAWATI

KEMISKINAN OLEH HERIEN PUSPITAWATI KEMISKINAN OLEH HERIEN PUSPITAWATI KRITERIA KEMISKINAN BPS GARIS KEMISKINAN Kota Bogor tahun 2003: Rp 133 803/kap/bln Kab Bogor tahun 2003: Rp 105 888/kap/bln UNDP US 1/kap/day tahun 2000 US 2/kap/day

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memenuhi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi

BAB I. PENDAHULUAN. perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung

Lebih terperinci

14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang.

14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang. 14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang. 2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan. 3. Jenis dinding tempat

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA CIREBON

BERITA DAERAH KOTA CIREBON BERITA DAERAH KOTA CIREBON 2 NOMOR 51 TAHUN 2009 PERATURAN WALIKOTA CIREBON NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG KRITERIA KELUARGA / RUMAH TANGGA MISKIN KOTA CIREBON Menimbang : WALIKOTA CIREBON, a. bahwa kemiskinan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang { PAGE \* MERGEFORMAT }

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang { PAGE \* MERGEFORMAT } BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Ulum adalah sebuah lembaga pendidikan islam yang setara dengan tingkatan Sekolah Dasar (SD), yang berada di naungan Kementrian Agama. Sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terakhir. Pertumbuhan Indonesia hanya mencapai 5,8% pada tahun 2013 dan turun

BAB I PENDAHULUAN. terakhir. Pertumbuhan Indonesia hanya mencapai 5,8% pada tahun 2013 dan turun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perlambatan dalam dua tahun terakhir. Pertumbuhan Indonesia hanya mencapai 5,8% pada tahun 2013 dan turun menjadi 5,2%

Lebih terperinci

PRO POOR BUDGET. Kebijakan anggaran dalam upaya pengentasan kemiskinan.

PRO POOR BUDGET. Kebijakan anggaran dalam upaya pengentasan kemiskinan. PRO POOR BUDGET Kebijakan anggaran dalam upaya pengentasan kemiskinan. Mengapa Anggaran Pro Rakyat Miskin Secara konseptual, anggaran pro poor merupakan bagian (turunan) dari kebijakan yang berpihak pada

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE

IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE 4.1 Kondisi Wilayah Pulau Simeulue merupakan salah satu pulau terluar dari propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Ο Ο Ο Ο berada pada posisi 0 0 03-03 0 04 lintang Utara

Lebih terperinci

dengan 7 (tujuh), sedangkan target nomor 8 (delapan) menjadi Angka kematian ibu per kelahiran hidup turun drastis

dengan 7 (tujuh), sedangkan target nomor 8 (delapan) menjadi Angka kematian ibu per kelahiran hidup turun drastis dengan 7 (tujuh), sedangkan target nomor 8 (delapan) menjadi kewenangan pemerintah pusat. Angka kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup turun drastis pada tahun 2011, hal ini karena kasus kematian ibu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterbukaan sosial dan ruang bagi debat publik yang jauh lebih besar. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. keterbukaan sosial dan ruang bagi debat publik yang jauh lebih besar. Untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia kini adalah negara dengan sistem demokrasi baru yang bersemangat, dengan pemerintahan yang terdesentralisasi, dengan adanya keterbukaan sosial dan

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN BAPAK/IBU ANGKAT RUMAH TANGGA SASARAN OLEH PEJABAT STRUKTURAL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2016 T E N T A N G INDIKATOR LOKAL KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN CIAMIS

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2016 T E N T A N G INDIKATOR LOKAL KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN CIAMIS 1 BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2016 T E N T A N G INDIKATOR LOKAL KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN CIAMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang

Lebih terperinci

PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE

PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERAUKE NOMOR 7 TAHUN 2014 PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN MERAUKE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MERAUKE, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI MOJOKERTO PERATURAN BUPATI MOJOKERTO NOMOR ^TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENERBITAN SURAT PERNYATAAN MISKIN (SPM)

BUPATI MOJOKERTO PERATURAN BUPATI MOJOKERTO NOMOR ^TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENERBITAN SURAT PERNYATAAN MISKIN (SPM) BUPATI MOJOKERTO PERATURAN BUPATI MOJOKERTO NOMOR ^TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENERBITAN SURAT PERNYATAAN MISKIN (SPM) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO, Menimbang Mengingat a. bahwa

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA POLOBOGO

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA POLOBOGO BAB IV GAMBARAN UMUM DESA POLOBOGO 4. 1. Kondisi Geografis 4.1.1. Batas Administrasi Desa Polobogo termasuk dalam wilayah administrasi kecamatan Getasan, kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Wilayah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 36 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Evaluasi (penilaian) suatu program biasanya dilakukan pada suatu waktu tertentu atau pada suatu tahap tertentu (sebelum program, pada proses pelaksanaan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian. Keterangan: 1. Kecamatan Gebang 2. Kecamatan Kandanghaur 3. Kecamatan Pelabuhanratu 4. Kecamatan Pangandaran

Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian. Keterangan: 1. Kecamatan Gebang 2. Kecamatan Kandanghaur 3. Kecamatan Pelabuhanratu 4. Kecamatan Pangandaran 224 LAMPIRAN 225 Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian 2 3 1 4 Keterangan: 1. Kecamatan Gebang 2. Kecamatan Kandanghaur 3. Kecamatan Pelabuhanratu 4. Kecamatan Pangandaran 226 Lampiran 2 Hasil uji reliabilitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena melibatkan seluruh sistem yang terlibat dalam suatu negara. Di negara-negara berkembang modifikasi kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan situasi serba kekurangan yang terjadi bukan dikehendaki oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat pendidikan,

Lebih terperinci

KAJIAN TENTANG PENGELUARAN PEMERINTAH DI SEKTOR PENDIDIKAN DAN KESEHATAN DALAM MENINGKATKAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR

KAJIAN TENTANG PENGELUARAN PEMERINTAH DI SEKTOR PENDIDIKAN DAN KESEHATAN DALAM MENINGKATKAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR KAJIAN TENTANG PENGELUARAN PEMERINTAH DI SEKTOR PENDIDIKAN DAN KESEHATAN DALAM MENINGKATKAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR Baiq Kisnawati 1), Irianto 2) 1,2) Sekolah Tinggi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa

I. PENDAHULUAN. perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan proses multidimensional yang melibatkan perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa dan lembaga nasional

Lebih terperinci

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 25 TAHUN 2012 TATA CARA PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN JEMBRANA

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 25 TAHUN 2012 TATA CARA PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN JEMBRANA BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

Hakekat Perencanaan. Model Perencanaan. Proses Perencanaan Program 5/24/2017. Community Development Program. Prinsip community development program

Hakekat Perencanaan. Model Perencanaan. Proses Perencanaan Program 5/24/2017. Community Development Program. Prinsip community development program Prinsip community development program Community Development Program 1. Perencanaan 2. Evaluasi dan monitoring (Minggu ke 9) Minggu ke 8 bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup atau kesejahteraan sosial

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PENCAPAIAN

PERKEMBANGAN PENCAPAIAN BAGIAN 2. PERKEMBANGAN PENCAPAIAN 25 TUJUAN 1: TUJUAN 2: TUJUAN 3: TUJUAN 4: TUJUAN 5: TUJUAN 6: TUJUAN 7: Menanggulagi Kemiskinan dan Kelaparan Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua Mendorong Kesetaraan

Lebih terperinci

Analisis Dan Perhitungan Pembanding Kemiskinan Di Provinsi Lampung

Analisis Dan Perhitungan Pembanding Kemiskinan Di Provinsi Lampung Analisis Dan Perhitungan Pembanding Kemiskinan Di Provinsi Lampung Dari kajian terdahulu memberi kesimpulan bahwa tingginya persentase dan jumlah penduduk miskin Lampung lebih disebabkan oleh masih tingginya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ini menjadi perhatian nasional dan penanganannya perlu dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ini menjadi perhatian nasional dan penanganannya perlu dilakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia masih menghadapi masalah kemiskinan dan kerawanan pangan. Masalah ini menjadi perhatian nasional dan penanganannya perlu dilakukan secara terpadu

Lebih terperinci

Perilaku Merokok Penerima Jamkesmas/Penerima Bantuan Iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (PBI BPJS)

Perilaku Merokok Penerima Jamkesmas/Penerima Bantuan Iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (PBI BPJS) Perilaku Merokok Penerima Jamkesmas/Penerima Bantuan Iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (PBI BPJS) Dr. H. Sandu Siyoto, S.Sos., SKM., M.Kes (Ketua Stikes Surya Mitra Husada Kediri Jawa Timur) Latar

Lebih terperinci

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. merupakan hak asasi, tidak dapat ditunda, dan tidak dapat disubtitusi dengan bahan

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. merupakan hak asasi, tidak dapat ditunda, dan tidak dapat disubtitusi dengan bahan II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pangan Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar masnusia yang pemenuhannya merupakan hak asasi, tidak dapat ditunda, dan tidak dapat disubtitusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sejak terjadinya krisis ekonomi di Indonesia, menurut data yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sejak terjadinya krisis ekonomi di Indonesia, menurut data yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak terjadinya krisis ekonomi di Indonesia, menurut data yang diperoleh Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk miskin di Indonesia tahun 2009 tercatat 32,53

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM. A. Gambaran Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat. provinsi NTB mencapai ,15 km 2.

BAB IV GAMBARAN UMUM. A. Gambaran Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat. provinsi NTB mencapai ,15 km 2. BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat 1. Georgrafis Secara astronomis Provinsi Nusa Tenggara Barat terletak antara 8 o 10-9 o 5 Lintang Selatan dan 115 o 46-119 o 5 Bujur Timur.

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014 12 IndikatorKesejahteraanRakyat,2013 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014 No. ISSN : 0854-9494 No. Publikasi : 53522.1002 No. Katalog : 4102004 Ukuran Buku Jumlah Halaman N a s k a

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SISTEM MANAJEMEN DATABASE DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN KRITERIA PENDUDUK MISKIN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

PENGEMBANGAN SISTEM MANAJEMEN DATABASE DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN KRITERIA PENDUDUK MISKIN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PENGEMBANGAN SISTEM MANAJEMEN DATABASE DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN KRITERIA PENDUDUK MISKIN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Ummul Hairah ummihairah@gmail.com Program Studi Teknik Informatika

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2013

KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2013 No. 74/11/52/Th. VII, 6 November 2013 KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2013 AGUSTUS 2013: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA (TPT) SEBESAR 5,38 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Nusa Tenggara Barat pada Agustus

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Sebanyak 189 negara mendeklarasikan Millenium Development Goals (MDGs) dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Milenium Perserikatan Bangsabangsa (PBB) di New York, Amerika Serikat

Lebih terperinci

Nany Noor Kurniyati*)

Nany Noor Kurniyati*) PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA SEKTOR INDUSTRI GENTENG STUDI DI DESA MARGOLUWIH, KECAMATAN SEYEGAN, KABUPATEN SLEMAN, PROPINSI DIY Nany Noor Kurniyati*) Abstrak Poverty

Lebih terperinci

RingkasanKajian. MDG, Keadilan dan Anak-anak: Jalan ke depan bagi Indonesia. Gambaran umum Tujuan Pembangunan Milenium (MDG) berusaha mengangkat

RingkasanKajian. MDG, Keadilan dan Anak-anak: Jalan ke depan bagi Indonesia. Gambaran umum Tujuan Pembangunan Milenium (MDG) berusaha mengangkat UNICEF INDONESIA OKTOBER 2012 RingkasanKajian MDG, Keadilan dan Anak-anak: Jalan ke depan bagi Indonesia MDG dan Keadilan Bagi Anak-anak di Indonesia: Gambaran umum Mencapai MDG dengan Keadilan: tantangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan lebih mendalam tentang teori-teori yang menjadi dasar dari pokok permasalahan yang diamati. Selain itu akan dikemukakan hasil penelitian terdahulu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu kondisi bukan hanya hidup dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu kondisi bukan hanya hidup dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu kondisi bukan hanya hidup dalam kekurangan uang dan tingkat pendapatan rendah, tetapi juga banyak hal lain seperti tingkat kesehatan,

Lebih terperinci

BAB III PROFIL KEMISKINAN DAERAH

BAB III PROFIL KEMISKINAN DAERAH BAB III PROFIL KEMISKINAN DAERAH 3.1. Konsep Kemiskinan Kemiskinan adalah isu yang kompleks dan multidimensional, karena banyaknya pendekatan yang dilakukan terhadap kondisi yang disebut miskin, maka banyak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Tabel 2.1. Jumlah dan persentase penduduk miskin di Indonesia tahun

BAB II LANDASAN TEORI. Tabel 2.1. Jumlah dan persentase penduduk miskin di Indonesia tahun 18 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Kemiskinan Kemiskinan dapat dilihat dari dua sisi yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif adalah konsep kemiskinan

Lebih terperinci

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà -1- jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà A TAALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALIKOTA NOMOR 67 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN JAMINAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selain persoalan kemiskinan. Kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak tidak bisa

BAB I PENDAHULUAN. selain persoalan kemiskinan. Kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak tidak bisa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan terus menjadi masalah fenomenal sepanjang sejarah Indonesia sebagai nation state, sejarah sebuah Negara yang salah memandang dan mengurus kemiskinan. Dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia telah mencapai 240 juta jiwa (BPS, 2011). Hal ini merupakan sumber daya

I. PENDAHULUAN. Indonesia telah mencapai 240 juta jiwa (BPS, 2011). Hal ini merupakan sumber daya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris dan maritim memiliki sumber kekayaan alam yang berlimpah dan memiliki jumlah penduduk nomor empat di dunia. Saat ini penduduk Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar hidup sehari-hari. Padahal sebenarnya, kemiskinan adalah masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar hidup sehari-hari. Padahal sebenarnya, kemiskinan adalah masalah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan seringkali dipahami dalam pengertian yang sangat sederhana yaitu sebagai keadaan kekurangan uang, rendahnya tingkat pendapatan dan tidak terpenuhinya kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara di dunia, terutama negara sedang berkembang. Secara umum

BAB I PENDAHULUAN. negara di dunia, terutama negara sedang berkembang. Secara umum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan (poverty) merupakan masalah yang dihadapi oleh seluruh negara di dunia, terutama negara sedang berkembang. Secara umum kemiskinan dipahami sebagai keadaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Nelayan Sebagai negara maritim, Indonesia memiliki pantai terpanjang di dunia, dengan garis pantai lebih dari 81.000 km. Dari 67.439 desa di Indonesia,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI KARTANEGARA, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Per Kapita dan Struktur Ekonomi Tingkat pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam lima tahun terakhir

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Kemiskinan dapat diukur secara langsung dengan menetapkan persedian sumber

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Kemiskinan dapat diukur secara langsung dengan menetapkan persedian sumber BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Kemiskinan Secara ekonomi kemiskinan dapat diartikan sebagai kekurangan sumber daya yang dapat digunakan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Untuk memberikan arah jalannya penelitian ini akan disajikan beberapa pendapat

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Untuk memberikan arah jalannya penelitian ini akan disajikan beberapa pendapat II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka Untuk memberikan arah jalannya penelitian ini akan disajikan beberapa pendapat para ahli yang berkaitan dengan topik-topik kajian penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan yang dihadapi secara serius oleh setiap Negara

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan yang dihadapi secara serius oleh setiap Negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu permasalahan yang dihadapi secara serius oleh setiap Negara didunia adalah masalah kemiskinan. Kemiskinan bisa terjadi dimana saja dan dimensi kemiskinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua negara di

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua negara di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua negara di dunia, yang memiliki berbagai latar belakang dan penyebab. Bahkan, di beberapa negara menunjukkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. masalah klasik dan mendapat perhatian khusus dari negara-negara di dunia.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. masalah klasik dan mendapat perhatian khusus dari negara-negara di dunia. BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Landasan Teori dan Konsep 2.1.1. Konsep Kemiskinan Pada umumnya masalah kemiskinan hingga saat ini masih menjadi masalah klasik dan mendapat perhatian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu masalah dalam proses pembangunan ekonomi. Permasalahan kemiskinan dialami oleh setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai salah satu Negara berkembang, merupakan Negara yang selalu

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai salah satu Negara berkembang, merupakan Negara yang selalu 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah Negara tidak akan pernah lepas dari suatu masalah yang bernama Kemiskinan. Semua Negara, terutama pada Negara Negara berkembang, pasti dihadapkan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. multidimensi, yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek. hidupnya sampai suatu taraf yang dianggap manusiawi.

BAB I PENDAHULUAN. multidimensi, yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek. hidupnya sampai suatu taraf yang dianggap manusiawi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah dalam pembangunan yang bersifat multidimensi, yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya. Kemiskinan juga didefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu isi deklarasi milenium Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu isi deklarasi milenium Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu isi deklarasi milenium Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang pembangunan dan kemiskinan (United Nations Millenium Declaration (2000) seperti dikutip dalam Todaro

Lebih terperinci

STUDI PEMETAAN KEMISKINAN DI KOTA SEMARANG

STUDI PEMETAAN KEMISKINAN DI KOTA SEMARANG Riptek, Vol.2, No.2, Tahun 2008, Hal.: 1 6 STUDI PEMETAAN KEMISKINAN DI KOTA SEMARANG Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Unisbank Semarang Abstrak Kemiskinan sampai saat ini masih menjadi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. fasilitas mendasar seperti pendidikan, sarana dan prasarana transportasi,

TINJAUAN PUSTAKA. fasilitas mendasar seperti pendidikan, sarana dan prasarana transportasi, 27 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kemiskinan Masyarakat miskin adalah masyarakat yang tidak memiliki kemampuan untuk mengakses sumberdaya sumberdaya pembangunan, tidak dapat menikmati fasilitas mendasar seperti

Lebih terperinci

BAB V PELAKSANAAN PKH DI KELURAHAN BALUMBANG JAYA

BAB V PELAKSANAAN PKH DI KELURAHAN BALUMBANG JAYA BAB V PELAKSANAAN PKH DI KELURAHAN BALUMBANG JAYA 5.1 Kelembagaan PKH Pemilihan rumah tangga untuk menjadi peserta PKH dilakukan berdasarkan kriteria BPS. Ada 14 (empat belas) kriteria keluarga miskin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejak Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Millenium Perserikatan Bangsa -Bangsa

BAB I PENDAHULUAN. sejak Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Millenium Perserikatan Bangsa -Bangsa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya pengentasan kemiskinan menjadi sebuah tujuan internasional sejak Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Millenium Perserikatan Bangsa -Bangsa (PBB) di New York. KTT

Lebih terperinci

Penilaian Pencapaian MDGs di Provinsi DIY Oleh Dyna Herlina Suwarto, SE, SIP

Penilaian Pencapaian MDGs di Provinsi DIY Oleh Dyna Herlina Suwarto, SE, SIP Penilaian Pencapaian MDGs di Provinsi DIY Oleh Dyna Herlina Suwarto, SE, SIP Sejak tahun 2000, Indonesia telah meratifikasi Millenium Development Goals (MDGs) di bawah naungan Persatuan Bangsa- Bangsa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja. perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja. perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata kehidupan yang layak bagi seluruh

Lebih terperinci

KEMISKINAN DAN UPAYA PENGENTASANNYA. Abstrak

KEMISKINAN DAN UPAYA PENGENTASANNYA. Abstrak KEMISKINAN DAN UPAYA PENGENTASANNYA Abstrak Upaya pengentasan kemiskinan di Indonesia telah menjadi prioritas di setiap era pemerintahan dengan berbagai program yang digulirkan. Pengalokasian anggaran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Kemiskinan Berbagai definisi tentang kemiskinan sudah diberikan oleh para ahli di bidangnya. Kemiskinan adalah suatu keadaan, yaitu seseorang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Astri Khusnul Khotimah, 2014 Studi Deskripsi Kemiskinan di Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Astri Khusnul Khotimah, 2014 Studi Deskripsi Kemiskinan di Kota Bandung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan yang dihadapi secara serius oleh setiap negara di dunia adalah masalah kemiskinan. Kemiskinan bisa terjadi dimana saja dan dimensi kemiskinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang maupun negara maju, meskipun telah terjadi perbaikan-perbaikan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang maupun negara maju, meskipun telah terjadi perbaikan-perbaikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan yang mencolok masih banyak ditemukan di negara-negara berkembang maupun negara maju, meskipun telah terjadi perbaikan-perbaikan yang siginifikan selama lebih

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pembangunan

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pembangunan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sebagai suatu proses berencana dari kondisi tertentu kepada kondisi yang lebih baik dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pembangunan tersebut bertujuan

Lebih terperinci

PENERAPAN LOGIKA FUZZY UNTUK MEMPERBAIKI PENYUSUNAN RANGKING WILAYAH MISKIN

PENERAPAN LOGIKA FUZZY UNTUK MEMPERBAIKI PENYUSUNAN RANGKING WILAYAH MISKIN PENERAPAN LOGIKA FUZZY UNTUK MEMPERBAIKI PENYUSUNAN RANGKING WILAYAH MISKIN Sholeh Hadi Setyawan University of Surabaya sholeh@ubaya.ac.id ABSTRACT Programs for eliminating poverty need to correctly identify

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk meningkatkan pengetahuan manusia, kreativitas dan keterampilan serta kemampuan orang-orang dalam masyarakat. Pengembangan

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG INDIKATOR KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN BANYUWANGI

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG INDIKATOR KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN BANYUWANGI 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG INDIKATOR KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI PACITAN NOMOR 13 TAHUN 20II TENTANG INDIKATOR KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN PACITAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PACITAN,

PERATURAN BUPATI PACITAN NOMOR 13 TAHUN 20II TENTANG INDIKATOR KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN PACITAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PACITAN, BUPAT PACTAN PERATURAN BUPAT PACTAN NOMOR 13 TAHUN 20 TENTANG NDKATOR KELUARGA MSKN D KABUPATEN PACTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPAT PACTAN, Menimbang Meagiogat a. b. : c. d. 2. \ 3. bahwa kemiskinan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa penanggulangan kemiskinan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM Pada bab IV ini penulis akan menyajikan gambaran umum obyek/subyek yang meliputi kondisi geografis, sosial ekonomi dan kependudukan Provinsi Jawa Tengah A. Kondisi Geografis Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi

Lebih terperinci

PETUNJUK PELAKSANAAN BANTUAN SOSIAL PEMBANGUNAN RUMAH TIDAK LAYAK HUNI DI KABUPATEN KARAWANG

PETUNJUK PELAKSANAAN BANTUAN SOSIAL PEMBANGUNAN RUMAH TIDAK LAYAK HUNI DI KABUPATEN KARAWANG I. PENDAHULUAN LAMPIRAN : NOMOR : 38 TAHUN 2011 TANGGAL : 23 DESEMBER 2011 a. Latar Belakang Salah satu program pembangunan Kabupaten Karawang adalah Pembangunan Rumah Tidak Layak Huni merupakan Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan hipotesis. A. Latar Belakang Masalah. Kemiskinan seringkali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia telah merdeka hampir mencapai 69 tahun, tetapi masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia telah merdeka hampir mencapai 69 tahun, tetapi masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia telah merdeka hampir mencapai 69 tahun, tetapi masalah kemiskinan masih tetap menjadi masalah fenomenal yang masih belum dapat terselesaikan hingga

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Kemiskinan Kemiskinan adalah permasalahan yang sifatnya multidimensional. Pendekatan dengan satu bidang ilmu tertentu tidaklah mencukupi untuk mengurai makna dan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Definisi perikanan tangkap Permasalahan perikanan tangkap di Indonesia

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Definisi perikanan tangkap Permasalahan perikanan tangkap di Indonesia 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap 2.1.1 Definisi perikanan tangkap Penangkapan ikan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 45 Tahun 2009 didefinisikan sebagai kegiatan untuk memperoleh

Lebih terperinci

PENGANTAR EKONOMI PEMBANGUNAN

PENGANTAR EKONOMI PEMBANGUNAN PENGANTAR EKONOMI PEMBANGUNAN DR. MOHAMMAD ABDUL MUKHYI, SE., MM Pengertian dan Ruang Lingkup Pembangunan ekonomi adalah upaya untuk memperluas kemampuan dan kebebasan memilih (increasing the ability and

Lebih terperinci

BAB 12. PENANGGULANGAN KEMISKINAN KELUARGA DI INDONESIA. Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati

BAB 12. PENANGGULANGAN KEMISKINAN KELUARGA DI INDONESIA. Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati BAB 12. PENANGGULANGAN KEMISKINAN KELUARGA DI INDONESIA Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati Kondisi Kemiskinan di Indonesia Isu kemiskinan yang merupakan multidimensi ini menjadi isu sentral di Indonesia

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Kemiskinan mempunyai indikator dan faktor penyebab. Mereka adalah sebagian warga miskin kota Depok. Pemerintah Depok menggolongkan mereka ke dalam kelompok

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seorang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok seperti pangan, sandang,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seorang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok seperti pangan, sandang, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan Saat ini banyak terdapat cara pengukuran kemiskinan dengan standar yang berbedabeda. Ada dua kategori tingkat kemiskinan yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Visi Program Keluarga Berencana Nasional adalah Keluarga Berkualitas 2015

BAB I PENDAHULUAN. Visi Program Keluarga Berencana Nasional adalah Keluarga Berkualitas 2015 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Visi Program Keluarga Berencana Nasional adalah Keluarga Berkualitas 2015 visi ini dimaksudkan untuk mewujudkan keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat banyak, serta memiliki sumber kekayaan alam yang melimpah, hal ini membuat Indonesia pantas disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti BLSMadalah Brazil, kemudian diadopsi oleh negara-negara lain dengan

BAB I PENDAHULUAN. seperti BLSMadalah Brazil, kemudian diadopsi oleh negara-negara lain dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) adalah salah satu program bantuan bersyarat dari pemerintah berupa pemberian uang tunaiuntuk masyarakat miskindi Indonesia.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Di Indonesia istilah keluarga sejahtera baru dirumuskan oleh pemerintah

PENDAHULUAN Latar Belakang Di Indonesia istilah keluarga sejahtera baru dirumuskan oleh pemerintah PENDAHULUAN Latar Belakang Di Indonesia istilah keluarga sejahtera baru dirumuskan oleh pemerintah sejak dikeluarkannya UU No 10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera.

Lebih terperinci

MENGUKUR PENDAPATAN DAN KEMISKINAN MULTI-DIMENSI: IMPLIKASI TERHADAP KEBIJAKAN

MENGUKUR PENDAPATAN DAN KEMISKINAN MULTI-DIMENSI: IMPLIKASI TERHADAP KEBIJAKAN MENGUKUR PENDAPATAN DAN KEMISKINAN MULTI-DIMENSI: IMPLIKASI TERHADAP KEBIJAKAN Sudarno Sumarto Policy Advisor - National Team for the Acceleration of Poverty Reduction Senior Research Fellow SMERU Research

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Lokasi 1. Kondisi Fisik Nusa Tenggara Barat a. Peta wilayah Sumber : Pemda NTB Gambar 4. 1 Peta Provinsi Nusa Tenggara Barat b. Konsisi geografis wilayah Letak dan

Lebih terperinci

Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia

Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia Capaian Pembelajaran Mahasiswa dapat menjelaskan indikator dan faktor-faktor penyebab kemiskinan Mahasiswa mampu menyusun konsep penanggulangan masalah kemiskinan

Lebih terperinci

DIMENSI DAN INDIKATOR PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

DIMENSI DAN INDIKATOR PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DIMENSI DAN INDIKATOR PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Menurut Jim Ife & Frank Tegoriero (2008), setidaknya ada enam dimensi pengembangan atau pemberdayaan masyarakat dan kesemuanya berinteraksi satu dengan lainnya

Lebih terperinci

TUJUAN 4. Menurunkan Angka Kematian Anak

TUJUAN 4. Menurunkan Angka Kematian Anak TUJUAN 4 Menurunkan Angka Kematian Anak 51 Tujuan 4: Menurunkan Angka Kematian Anak Target 5: Menurunkan angka kematian balita sebesar dua pertiganya, antara 1990 dan 2015. Indikator: Angka kematian balita.

Lebih terperinci